Post on 13-Nov-2020
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian teori yang akan diuraikan adalah kajian teori yang berkaitan dengan
variabel penelitian yaitu mengenai model jigsaw dan hasil belajar IPA.
2.1.1 Jigsaw
Berikut adalah uraian mengenai model jigsaw meliputi hakekat dan
pengertian jigsaw serta langkah-langkah jigsaw.
2.1.1.1 Hakekat Jigsaw
Pembelajaran dengan jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan rekan-
rekannya (1978:53) menyatakan bahwa jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif dimana tiap siswa dalam kelompok memiliki satu potongan gambaran
informasi khusus yang masing-masing berbeda, kemudia ia bertanggung jawab
untuk mengajarkan kepada teman satu kelompoknya. Tipe pembelajaran jigsaw
merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan adanya
kerjasama antar anggotanya untuk menyelesaikan suatu masalah. Penerapan
jigsaw dalam proses pembelajaran dapat menumbuhkan tanggung jawab siswa
sehingga mereka terlibat langsung secara aktif dalam memahami suatu persoalan
dan menyelesaikannya secara kelompok (Hosnan, 2013:248).
Menurut Johnsons dalam Hosnan (2013: 249) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif jigsaw ialah kegiatan belajar secara kelompok kecil,
siswa belajar dan bekerja sama sampai kepada pengetahuan belajar yang
maksimal, baik pengalaman inndividu maupun pengalaman kelompok.
Hosnan (2013:247) mengemukakan bahwa jigsaw adalah salah satu tipe
kooperatif learning yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam
menguasai materi pembelajaran. Tujuannya tidak lain adalah mencapai prestasi
yang maksimal baik individu maupun kelompok.
7
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa jigsaw merupakan sebuah
metode pembelajaran kooperatif yang terbagi dalam kelompok yang mempunyai
tanggung jawab masing-masing untuk mengajarkan kepada anggota
kelompoknya.
2.1.1.2 Langkah Pembelajaran Jigsaw
Tahapan pelaksanaan langkah-langkah model jigsaw menurut Trianto
(2007:71) adalah sebagai berikut:
a. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok beranggotakan 5-
6 orang).
b. Materi penjelasan diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah
dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.
c. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan
bertanggung jawab untuk mempelajarinya. Misalnya, jika materi yang
disampaikan mengenai sistem ekskresi, maka seorang siswa dari satu
kelompok mempelajari tentang ginjal, siswa yang lain dari kelompok
satunya mempelajari tentang paru-paru, begitupun siswa lainnya
mempelajari kulit, dan lainnya lagi mempelajari hati.
d. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
e. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya
bertugas mengajar teman-temannya.
f. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan
berupa kuis individu.
8
Terdapat beberapa aktivitas penting yang dilakukan dalam pembelajaran
jigsaw menurut Slavin dalam Hosnan (2013: 249) yaitu:
a. Membaca, siswa memperoleh topik-topik permasalahan untuk dibaca
sehingga mendapatkan informasi dari permasalahan tersebut.
b. Diskusi kelompok ahli, siswa yang telah mendapat topik permasalahan
yang sama bertemu dalam satu kelompok (kelompok ahli) untuk
mendiskusikan topic permasalahan tersebut.
c. Laporan kelompok, ahli kembali ke kelompok asalnya untuk
menjelaskan hasil diskusinya pada anggota kelompoknya masing-
masing.
d. Kuis, siswa memperoleh kuis individu yang mencakup semua topik
permasalahn.
e. Perhitungan skor kelompok dan penentuan penghargaan kelompok.
Sementara itu Miftahul Huda (2013:29) mengemukakan langkah jigsaw
sebagai berikut:
a. Guru membagi topik pelajaran menjadi empat bagian/subtopik.
Misalnya, topik tentang novel dibagi menjadi alur, tokoh, latar, dan
tema.
b. Sebelum subtopik-subtopik itu diberikan, guru memberikan pengenalan
mengenai topik yang akan dibahas pada pertemuan hari itu. Guru bisa
menuliskan topik ini di papan tulis dan bertanya kepada siswa apa yang
mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan bertanya
dimaksudkan untuk mengaktifkan kemampuan siswa agar lebih siap
menghadapi bahan pelajaran yang baru.
c. Siswa dibagi dalam kelompok berempat.
d. Bagian/subtopik pertama diberikan pada siswa/anggota 1, sedangkan
siswa/anggota 2 menerima bagian/subtopik yang kedua. Demikian
seterusnya.
e. Kemudian, siswa diminta membaca/mengerjakan bagian/subtopik
mereka masing-masing.
9
f. Setelah selesai, siswa saling berdiskusi mengenai bagian/subtopik yang
dibaca/dikerjakan masing-masing ersama rekan dari satu anggotanya.
Dalam kegiatan ini, siswa melengkapi dan berinteraksi antara satu
dengan yang lainnya.
g. Khusus untuk kegiatan membaca, guru dapat membagi bagian-bagian
sebuah cerita yang belum utuh kepada masing-masing siswa. Siswa
membaca bagian-bagian tersebut untuk memprekdisikan apa yang
dikisahkan dalam cerita tersebut.
h. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik tersebut.
Diskusi ini bisa dilakukan antar kelompok atau bersama seluruh siswa.
Menurut Hosnan (2013: 224) langkah-langkah pembelajaran dengan
menggunakan model jigsaw adalah sebagai berikut:
a. Pilih materi pelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian
(segmen).
b. Bagilah siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah
segmen yang ada.
c. Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi
pelajaran yang berbeda-beda.
d. Setiap kelompok mengirimkan anggota-anggotanya ke kelompok-
kelompok lain untuk menyampaikan apa yang mereka pelajari di
kelompok.
e. Kembalikan ke suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan
sekiranya ada persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok.
f. Sampaikan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk mengecek
pemahaman mereka terhadap materi.
10
Dari beberapa langkah yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut,
langkah-langkah model jigsaw dapat dimodifikasi sebagai berikut:
a. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok (terdiri dari 4-6 orang)
b. Siswa diberi sedikit pengenalan mengenai materi yang akan dibahas.
c. Materi pelajaran dibagi menjadi subbab
d. Setiap anggota kelompok mendapat subbab yang berbeda-beda.
e. Anggota kelompok lain yang mendapat subbab sama bertemu dalam
kelompok ahli dan mendiskusikannya.
f. Setiap anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan
mengajarkan kepada anggotanya.
2.1.2 Hasil Belajar IPA
Berikut adalah uraian mengenai hasil belajar IPA meliputi hakekat hasil
belajar, faktor yang mempengaruhi hasil belajar, dan IPA Sekolah Dasar.
2.1.1.1 Hakekat Hasil Belajar
Setelah siswa belajar, siswa akan mendapat hasil belajar dari apa yang ia
pelajari selama mengikuti kegiatan belajar. Menurut KBBI (2005), hasil belajar
adalah penguasaaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh
guru. Sedangkan menurut Agus Suprijono (2012: 5) hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
ketrampilan.
Menurut Nana Sudjana (2011) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Sedangkan menurut Purwanto (2013) hasil belajar adalah perubahan
perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilkaku disebabkan karena ia
mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar
mengajar. Hasil belajar yang diperoleh dapat berupa perubahan dalam aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
11
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir dari proses belajar mengajar untuk
mencapai suatu kompetensi tertentu yang ditunjukkan dengan nilai tes maupun
angka.
2.1.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Dalam pencapaian hasil belajar siswa, pasti terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Seperti yang di utarakan oleh Slameto (2010), bahwa faktor
yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.
a. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam individu yang
sedang belajar, antara lain faktor jasmaniah (kesehatan dam cacat yubuh), fakto
psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan),
dan faktor kelelahan.
b. Faktor eksternal,adalah faktor dari luar individu, antara lain faktor
keluarga (cara mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan
keadaan ekonomi keluarga), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi
guru dengan guru, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,pengajaran dan
waktu sekolah, standar pengajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas
rumah).
2.1.2.3 IPA Sekolah Dasar
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Permendiknas No.22 Tahun 2006).
IPA merupakan mata pelajaran yang sudah diberikan pada siswa sekolah dasar,
karena pelajaran ini mempelajari kehidupan yang dialami sehari-hari dalam setiap
aktifitas.
Menurut H.W Fowler dalam Trianto (2013:136) IPA adalah pengetahuan
yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala
kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deteksi. Sementara itu
12
menurut Trianto (2013:136-137) IPA adalah suatu kumpulan teori yang
sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan
berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta
menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.
Salirawati (2008:21) mengemukakan bahwa IPA adalah suatu pengetahuan
teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas/ khusus, yaitu
melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori,
eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengait antara cara satu
dengan cara yang lainnya.
IPA sangat penting diajarkan saat sekolah dasar untuk memupuk rasa ingin
tahu siswa secara alamiah. Hal ini digunakan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti
yang ada, dan mengembangkan cara berfikir ilmiah (Samatowa Usman : 2010).
Dengan begini, siswa mempunyai kesempatan yang luas untuk dapat menjelajahi
alam sekitarnya yang ia dapat langsung dari pengalamannya. Namun juga tidak
meninggalkan materi yang diberikan guru di kelas saat proses pelajaran.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah (Permendiknas No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi).
Hal ini sangat berkaitan dengan pembelajaran siswa yang lebih cenderung mudah
ditangkap melalui pengalaman langsung.
Salirawati mengemukakan pula bahwa pada hakikatnya IPA adalah
sebagai berikut:
a. Kumpulan pengetahuan (a body of knowledge). Hasil penemuan dari
kegiatan kreatif ilmuan dikumpulkan menjadi kumpulan pengetahuan
sesuai dengan bidang kajiannya misalnya fisika, biologi, kimia dan
sebagainya.kumpulan pengetahuan itu dapat berupa fakta, konsep,
prinsip dan hokum, teori serta model.
13
b. Cara berpikir (a way of thinking). IPA ditandai dengan proses berpikir
yang berlangsung dalam pikiran orang-orang dibidang itu.
c. Cara penyelidikan (a way of investigating), memberikan ilustrasi
tentang pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam menyusun
pengetahuan.
Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 mata pelajaran IPA di SD/ MI
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memlihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Dalam Permendiknas No.22 Tahun 2006 juga disebutkan ruang lingkup
IPA meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainya.
14
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI
adalah standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan
menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.
Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk
membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru. Adapun SK dan KD yang diambil dalam penelitian ini
disajikan dalam tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran IPA Kelas 3 Semester I
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Memahami kondisi lingkungan
yang berpengaruh terhadap
kesehatan, dan upaya menjaga
kesehatan lingkungan
2.2 Mendeskripsikan kondisi lingkungan
yang berpengaruh terhadap kesehatan
2.3 Menjelaskan cara menjaga kesehatan
lingkungan sekitar
(Permendiknas No. 22 tahun 2006)
2.2 Penelitian yang Relevan
Sumarni. 2010. Penggunaan Model Jigsaw dan Penggunaan Media Benda
Asli untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA tentang Pesawat Sederhana pada
siswa Kelas 5 SDN Poncowarno, Kecamatan Poncowarno Kabupaten Kebumen
2009/2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model
pembelajaran jigsaw dan media asli kompetensi dasar menjelaskan pesawat
sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan cepat mampu
meningkatkan keaktifan belajar siswa sebesar 52,17% dari siklus I ke siklus II;
Mampu meningkatkan tanggung jawab belajar siswa sebesar 56,52% dari siklus I
ke siklus II; Mampu memberikan tingkat penguasaan materi yang lebih baik pada
hasil belajar dengan kenaikan ketuntasan belajar sebesar 34,78% dari siklus I ke
siklus II.
15
Priyo, Dwi. 2011. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui
Metode Jigsaw Bagi Siswa Kelas VI SDN Klecoregonang Kecamatan Winong
Kabupaten Pati Tahun Ajaran 2011/2012. Program Studi PSKGDJ-S1 PGSD
FKIP Universitas Kristen Satya Wacana. Penggunaan metode jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dan peningkatan tersebut dapat terlihat dari
nilai rata-rata siswa sebelum dilakukan tindakan sebesar 64 naik menjadi 82.5
sehingga terjadi peningkatan sebesar 18.5%. Dan ketuntasan belajar siswa yang
pada kondisi awalnya hanya 36% menjadi 86% pada siklus 2. Saran dalam
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para pendidik
khususnya guru Sekolah Dasar untuk dapat mengembangkan metode jigsaw
dalam mengajar dan menambah pengetahuan, pemahaman materi yang akan
diajarkan dan dapat memberikan manfaat pada Pendidikan Nasional pada
umumnya dan kegiatan belajar mengajar pada khususnya dalam meningkatkan
hasil belajar siswa.
Kuwati, Arismi. 2010 . Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Bidang Studi Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) Di Kelas V SDN 02 Bulungkulon Kecamatan Jekulo
Kabupaten Kudus, Sarjana Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa diperoleh nilai rata-rata hasil prestasi belajar mengalami peningkatan.
Pada siklus I nilai rata-rata perolehan hasil belajar IPA sebesar 65 dan persentase
ketuntasan 50%, pada siklus II nilai rata-rata perolehan IPA sebesar 82 dan
persentase ketuntasan 77%, dan pada siklus III nilai rata-rata perolehan IPA
sebesar 83 dan persentase ketuntasan 87%. Pada observasi aktivitas siswa selalu
megalami peningkatan persentase dari siklus I hingga siklus III. Pada siklus I
rata-rata persentase 67% siklus II 76% siklus III 98%. Demikian juga dengan
hasil observasi aktivitas guru mengalami peningkatan disetiap siklus. Pada siklus
I diketahui penilian hasil observasi aktivitas guru sebesar 39, siklus II sebesar 43 ,
dan siklus III sebesar 47 . Respon siswa siklus I 73% siklus II 80% siklus 87%.
Respon guru sangat baik terlihat siklus I-III guru berusaha dan aktif mencari
sumber-sumber lain sebagai penunjang pembelajaran IPA. Sehingga dapat
16
diartikan bahwa penerapan model kooperatif tipe Jigsaw sebagai upaya
meningkatkan prestasi belajar siswa bidang studi IPA Di Kelas V SDN 02
Bulungkulon Kec Jekulo Kab Kudus. Dari hasil penelitan diperoleh simpulan
bahwa penerapan model kooperatif tipe jigsaw sebagai upaya meningkatkan
prestasi belajar IPA Di Kelas V SDN 02 Bulungkulon Kec Jekulo Kab Kudus.
Disarankan dapat dimanfaatkan sebagai masukan atau bahan pertimbangan guru
khususnya pada mata pelajaran IPA bahwa pembelajaran model jigsaw perlu
dikembangkan dan diterapkan, karena pembelajaran tersebut dapat meningkatkan
keaktifan siswa dalam pembelajaran.
2.3 Kerangka Berfikir
Permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran IPA kelas 3 SDN
Kutowinangun 10 adalah kurang variatifnya pembelajaran yang berlangsung
sehingga siswa merasa bosan. Akibatnya hasil belajar siswa rendah. Presentasi
ketuntasan siswa pada mata pelajaran IPA hanyalah sebesar 20% atau hanya 4
anak dari 19 siswa yang ada di kelas 3. Hal ini menunjukkan bahwa presentase
ketuntasan siswa dalam kelas masih cukup rendah.
Dengan model jigsaw, siswa diarahkan untuk lebih aktif dan ikut
berpartisipasi dalam mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan.
Model jigsaw mengacu pada kerjasama individu dalam kelompok sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi antar siswa dan memudahkan siswa untuk
belajar tanpa rasa canggung, sehingga pertukaran informasi seputar materi
pembelajaran akan lebih mudah dimengerti oleh siswa.
Kelebihan yang dimiliki model jigsaw diantaranya meningkatkan
kerjasama, interaksi dan kreativitas siswa untuk bertukar dan mengolah informasi
akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang ditandai dengan meningkatnya
hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan teori Teori Johnsons (1991: 27) yang
juga menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif jigsaw yang menekankan
kegiatan belajar secara kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama sampai
kepada pengetahuan belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun
pengalaman kelompok.
17
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasar pada kerangka berfikir, maka hipotesis penelitian yang diajukan
adalah penerapan model pembelajaran jigsaw diduga dapat meningkatkan hasil
belajar pada mata pelajaran IPA di SDN Kutowinangun 10 Salatiga.