Post on 07-Jul-2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Target pencapaian pelayanan kesehatan gigi 2010 telah dilakukan
berbagai program promotif,preventif,protektif,kuratif maupun rehabilitatif.
Berbagai indikator dan target telah dilakukan WHO,antara lain anak umur 5
tahun 90% beabas karies (Riskesdas,2007).
Permasalahan dalam usaha pelayanan kesehatan masyarakat salah
saatunya adalah keterbatasan distribusi tenaga kesehatan. Begitu pula dalam
upaya penanganan penyakit atau gangguan pada kesehatan gigi dan mulut
khususnya bagi penderita tunanetra.Anak dengan keterbatasan fisik dan mental
memiliki keterbatasan kondisi fisik, perkembangan, tingkah laku atau emosi yang
menyebabkan terjadinya gangguan fungsi fisiologis, psikologis atau struktur
anatomi berkurang atau hilang, sehingga tidak dapat menjalankan aktifitas
kehidupan sehari-hari secara normal (mobilitas terbatas)(Welbury,1997).
Dari jumlah 361.860 anak diantaranya adalah anank-anak usia 0-18 tahun
dan 317.016 anak merupakan anak cacat usia sekolah (5-18 tahun).sekitar 66.610
anak usia sekolah penyandang cacat usia terdaftar di Sekolah Luar Biasa. Ini
berarti masih ada 295.250 anak penyandang cacat ada di masyarakat dibawah
pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga. Pada umumnya belum
memperoleh akses pelayanan kesehatan sebagaimna mestinya (Depkes RI,2008).
Anak dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat kesehatan dan
kebersihan mulut yang lebih rendah jika dibandingkan dengan anak normal.
Tingkat pengetahuan tentang menjaga kesehatan gigi dan mulut yang rendah
pada anak berkebutuhan khusus, khususnya tunanetra mendukung tingginya
angka karies, kalkulus, dan debris. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya
pendidikan tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut pada anak
tunanetra khususnya di SDLB A-YKAB Surakarta.
Berdasarkan pengamatan di SDLBA-YKAB Surakarta, ditemukan bahwa
kondisi kesehatan gigi dan mulut anak masih buruk. Pengetahuan dan kepedulian
yang kurang terhadap kesehatan gigi dan mulut serta kurangnya dukungan orang
tua merupakan penyebab utama disamping keterbatasan anak tunanetra itu
1
sendiri. Selain itu, SDLB A-YKAB Surakarta sampai saat ini sama sekali belum
tersentuh tenaga kesehatan gigi.Oleh karena itu, perlu adanya metode pelatihan
dan perawatan yang baru untuk menunjang kesehatan gigi dan mulut anak di
SDLB A-YKAB Surakarta.
Quality Home Care merupakan bentuk pelatihan yang bertujuan untuk
membangun pemahaman dan kemampuan anak maupun orang tua dalam
merawat kesehatan gigi dan mulut anak tunanetra. Sehingga pelatihan dan
perawatan dalam konsep Quality homecare atau peran orang tua dalam
membantu menjaga kesehatan gigi dan mulut anak tunanetra.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang
“ Hubungan Qulity Home Care dengan Kebersihan gigi dan mulut anak tunanetra
di SDLB A- YKAB Surakarta “.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan Quality Home Care dengan Kebersihan gigi dan mulut
anak tunanetra di SDLB A- YKAB Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan Quality Home Care dengan
Kebersihan gigi dan mulut.
2. Tujuan Khusus
a. Optimalisasi peran orang tua dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan
mulut anak.
b. Meningkatkan kualitas kebersihan gigi dan mulut anak tunanetra
di SDLB A- YKAB Surakarta.
c. Mendeskripsikan kebersihan gigi dan mulut anak tunanetra
di SDLB A- YKAB Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Praktis
Jika diperoleh bukti bahwa ada hubungan Quality Home Care berkorelasi
negative dengan kebersihan gigi dan mulut, maka diharapkan dapat memberi
informasi dengan metode Quality Home Care meningkatkan kebersihan gigi
dan mulut.
2
2. Aspek Teoritis
Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tentang pentingnya menjaga
kebersihan gigi dan mulut. Sebagai alternatif pilihan metode pelatihan dan
perawatan yang baru untuk menunjang kesehatan gigi dan mulut anak
tunanetra.
3