Post on 21-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gigi Impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal
ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk tumbuhnya gigi
dan angulasi yang tidakbenar dari gigi tersebut.Insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah
pada gigi molar tiga. Hal tersebut karena gigi molar ketiga adalah gigi yang terakhir tumbuh,
sehingga sering mengalami impaksi karena tidak ada atau kurangnya ruang yang
memadai.Menurut Chu dkk yang dikutip oleh Alamsyah daan Situmorang 28.3% dari 7468
pasien mengalami impaksi, dan gigi molar ketiga mandibula yang paling sering mengalami
impaksi (82.5%).
Menurut Goldberg yang dikutip oleh Tridjaja bahwa pada 3000 rontgen foto yang dibuat
pada tahun 1950 dari penderita usia 20 tahun, 17% diantaranya mempunyai paling sedikit satu
gigi impaksi. Sedanghasil foto panoramik dari 5600 penderita usia antara 17-24 tahun yang
dibuat tahun1971, 65.6% mempunyai paling sedikit satu gigi impaksi.
Keluhan penderita bervariasi dari yang paling ringan misalnya hanya terselip sisa
makanan sampai yang terberat yaitu rasa sakit yang hebat disertai dengan pembengkakan dan
pus.Gigi molar ketiga rahang bawah tumbuh pada usia 18-24 tahun dan merupakan gigi yang
terakhir tumbuh, hal itulah yang menyebabkan sering terjadinya impaksi pada gigi tersebut.
Menurut beberapa ahli, frekuensi impaksi gigi molarketiga maksila adalah yang terbanyak
dibandingkan dengan molar ketiga mandibula.
Kenyataannya di Indonesia berbeda, impaksi gigi molar ketiga mandibula ternyata
frekuensinya lebih banyak dari pada gigi molar ketiga maksila. Dampak dari adanya gigi
impaksi molar ketiga rahang bawah adalah gangguan rasa sakit. Keluhan sakit juga dapat timbul
oleh karena adanya karies pada gigi molar tiga rahang bawah dan kemungkinan dapat
disebabkan oleh adanya karies pada gigi molar ketiga rahang bawah.
Adanya komplikasi yang diakibatkan gigi impaksi maka perlu dilakukan tindakan
pencabutan. Pencabutan dianjurkan jika ditemukan akibat yang merusak atau kemungkinan
terjadinya kerusakan pada struktur sekitarnya dan jika gigi benar-benar tidak berfungsi.
1 | RADIOLOGI ORAL
Mengingat banyaknya insiden, masalah dan keluhan yang ditimbulkan oleh impaksi gigi molar
tiga mandibula ini, maka dirasakan perlu untuk meneliti prevalensi impaksi gigi molar tiga
mandibula.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah gigi molar 3 itu?
2. Bagaimana proses pertumbuhan molar 3?
3. Apakah impaksi itu?
4. Apakah etiologi terjadinya impaksi?
5. Bagaimanakah pembagian klasifikasi impaksi molar 3 dan gambaran radiologinya?
6. Bagaimana penatalaksanaan impaksi molar 3?
7. Apakah komplikasi yang terjadi pasca pembedahan?
8. Apa instruksi yang diberikan kepada pasien pasca pembedahan?
9. Bagaimana control pasca pembedahan?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui apa itu molar 3.
2. Dapat mengetahui bagaimana proses pertumbuhan molar 3.
3. Dapat mengetahui apa itu impaksi.
4. Dapat mengetahui apa etiologi terjadinya impaksi.
5. Dapat mengetahuui klasifikasi impaksi molar 3 dan gambaran radiologinya.
6. Dapat mengetahui penatalaksanaan impaksi molar 3.
7. Dapat mengetahui komplikasi yang terjadi pasca pembedahan.
8. Dapat mengetahui instruksi yang diberikan ke pasien pasca pembedahan.
9. Dapat mengetahui control.
1.4 Manfaat
Agar mahasiswa mampu mengetahui dan mengerti apa itu impaksi molar 3 dan
bagaimana gambaran radiografinya. Selain itu juga dapat mengetahui bagaimana
penatalaksanaan impaksi molar 3.
2 | RADIOLOGI ORAL
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gigi Molar 3
Gigi bungsu/wisdom teeth/geraham ketiga/gigi M3 (molar 3) yaitu gigi geraham yang
tumbuhnya paling akhir (KBBI, 2001). Geraham ketiga atau geraham bungsu adalah gigi
geraham keempat yyang terakhir tumbuh dan tumbuh antara umur 16-25 tahun (DEPKES RI,
2004).
Gigi geraham bungsu bawah adalah gigi terakhir pada lengkung mandibula dan gigi
kedelapan dari garis tengah. Ia membantu gigi-geligi molar bawah lain dalam mengelilingi dan
menghancurkan makanannya, walaupunsering ia tidak dapat melakukan fungsinya karena
posisinya yang buruk, misalnya impaksi. Karena alasan ini banyak contoh gigi molar ketiga
praktis tampak tidak terkikis.
Kronologi pertumbuhan gigi molar ketiga yaitu :
a. Tahap inisiasi, terjadi pada umur 3.5 – 4 tahun. Tahap inisiasi adalah permulaan
pembentukan kuntum gigi (bud) dari jaringan epitel mulut.
b. Kalsifikasi dimulai, pada umur 8-10 tahun
c. Pembentukan mahkota, pada umur 12-16 tahun.
d. Tahap erupsi, pada umur 17-21 tahun.
e. Pembentukan akar selesai, terjadi pada umur 18-25 tahun.
Rata-rata gigi molar ketiga bawah mengalami kalsifikasi pada usia 9 tahun dan erupsi
penuh pada usia 20 tahun. Proses pembentukanakar sempurna terjadi pada usia 22 tahun. Dengan
keluarnya gigi molar ketiga, maka selesailah proses erupsi aktif gigi tetap.Puncak tonjol mesial
dan distal dari gigi molar ketiga bawah dapat diidentifikasi pada usia kurang dari 8 tahun.
Kalsifikasi enamel lengkap terjadi pada usia 12 sampai 16 tahun. Erupsi terjadi antara usia 15
sampai 21 tahun atau lebih dan akar terbentuk lengkap antara usia 18 sampai 25 tahun.
Molar ketiga bawah klasik mempunyai bentuk mahkota yang sangat mirip dengan molar
kedua bawah, dengan 4 cuspis dan morfologi molar bawah yang khas seperti yang telahdiuraikan
sebelumnya, tetapi dengan lebih banyak fisura tambahan yang berjalan dari fossa sentral. Seperti
3 | RADIOLOGI ORAL
pada gigigeraham bungsu atas, bentuk dasarnya menjadi sasaran banyak variasi.Bila dilihat dari
permukaan oklusal, kecembungan permukaan bukal yang jelas mudah dibedakan dari permukaan
lingual yang lebih datar. Bagan oklusal peripheral secara keseluruhan serupa dengan molar
bawah lain yang secara kasar berbentuk bujur atau empat persegi, teteapi sudutnya cenderung
lebih membulat sampai tingkat beberapa molar ketiga bawah mempunyai bagan oklusalhampir
bundar. Lebar bukolingual gigi ini terkecil pada ujung distal.Pada dasarnya dua akar, satu mesial
dan satu distal, mirip dengan molar bawah lain, kecuali bahwa ia lebih pendek dan tidak
berkembang baik atau bisa cenderung saling berfusi menjadi satu massa kerucut dalam beberapa
kasus. Lengkungan akar selalu ke distal, dan biasanya lebih besar daripadamolar kedua bawah.
Dengan cara yang sama, lengkungan akar molar kedua bawah distallebih jelas daripada molar
pertama bawah
2.2 Impaksi M3
2.2.1 Pengertian Impaksi
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi kedalam lengkung geligi pada saatnya
tumbuh dikarenakan terhalang gigi tetangganya, tulang yang tebal serta jaringan lunak
yang padat. Gig i ini seumur hidup tidak akan erupsi, apabila tidak dilakukan tindakan
pencabutan.(Andreasen,1997, Peterson, 1998; Dym,2001). Kondisi sering dijumpai pada
pasie n yang datang ke tempat praktek dokter gigi dengan keluhan sakit maupun kurang
estetis gigi berupa crowding ataupun diastema.
Gigi impaksi lebih sering terjadi pada molar ketiga baik rahang atas maupun
rahang bawah, diikuti oleh kaninus rahang atas dan incisive 2 kadang-kadang kaninus
rahang bawah serta premolar rahang atas dan bawah (Peterson,1998 Andreasen,1997).
Gigi impaksi merupakan kelainan yang paling sering ditemukandan perawatannya
dilakukan secara pembedahan Gigi yang mengalami kesukaran dalam erupsi baik
seluruhnya maupun sebagian akibat terhalang oleh tulang, jaringan lunakatau gigi
lainnya. Impaksi diperkirakan secara klinis dan dapat dipastikan dengan pemeriksaan
rodiografi. (Pedersen, 1988 ; Andreasen, 1997 ; Dimitroulis, 1997).
4 | RADIOLOGI ORAL
2.2.2 Etiologi Impaksi
Menurut Peterson 1998, gigi impaksi disebabkan oleh tidak tersedianya lengkung
dan ruang gigi yang cukup untuk erupsi. Dalam hal ini, total lengkung tulang alveolar
lebih kecil daripada total panjang lengkung gigi.
Menurut Ogden,2001 dan A ndreasen, 1997, gigi gagal erupsi kedalam posisi
yang normal memiliki beberapa alasan yaitu folikel gigi mungkin berubah letaknya, gigi
crowding, gigi terdekat hilang, pencabutan gigi molar pertama dan kedua pada masa
kanak-kanak. (Andreasen,1997 ; Peterson, 1998 ; Ogden, 2001. Disamping itu juga
dipengaruhi faktor sistemik dan faktor kurangnya stimulasi otot.
Etiologi dari gigi impaksi bermacam-macam diantaranya kekurangan ruang, kista,
gigi supernumerer, retensi gigi sulung, infeksi, trauma, anomali dan kondisi sistemik.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya impaksi gigi adalah ukuran gigi.
Sedangkan faktor yang paling erat hubungannya dengan ukuran gigi adalah bentuk gigi.
Bentuk gigi ditentukan pada saat konsepsi. Satu hal yang perlu diperhatikan dan perlu
diingat bahwa gigi permanen sejak erupsi tetap tidak berubah.
Pada umumnya gigi susu mempunyai besar dan bentuk yang sesuai serta letaknya
terletak pada maksila dan mandibula. Tetapi pada saat gigi susu tanggal tidak terjadi
celah antar gigi, maka diperkirakan akan tidak cukup ruang bagi gigi permanen
penggantinya sehingga bisa terjadi gigi berjejal dan hal ini merupakan salah satu
penyebab terjadinya impaksi.
Penyebab meningkatnya impaksi gigi geraham rahang bawah disebabkan oleh
karena faktor kekurangan ruang untuk erupsi. Hal ini dapat dijelaskan antara lain jenis
makanan yang dikonsumsi umumnya bersifat lunak, sehingga untuk mencerna tidak
5 | RADIOLOGI ORAL
memerlukan kerja yang kuat dari otot-otot pengunyah, khususnya rahang bawah menjadi
kurang berkembang.
Istilah impaksi biasanya diartikan untuk gigi yang erupsi oleh sesuatu sebab
terhalang, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang
normal di dalam deretan susunan gigi geligi. Hambatan halangan ini biasanya berupa
hambatan dari sekitar gigi atau hambatan dari gigi itu sendiri. Hambatan dari sekitar gigi
dapat terjadi karena :
1. Tulang yang tebal serta padat
2. Tempat untuk gigi tersebut kurang
3. Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
4. Adanya gigi desidui yang persistensi
5. Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat
Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi oleh karena :
1. Letak benih abnormal, horizontal, vertikal, distaldan lain-lain.
2. Daya erupsi gigi tersebut kurang.
2.2.2.1 Berdasarkan Teori Filogenik
Berdasarkan teori filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi
mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola
makan pada manusia. Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan impaksi
antara lain perubahan patologis gigi, kista, hiperplasi jaringan atau infeksi lokal.
Ada suatu teori yang menyatakan berdasarkan evolusimanusia dari zaman
dahulu sampai sekarang bahwa manusia itu makin lamamakin kecil dan ini
menimbulkan teori bahwa rahang itu makin lama makinkecil, sehingga tidak
dapat menerima semua gigi yang ada. Tetapi teori ini tidak dapat diterima, karena
tidak dapat menerangkan bagaimana halnya bila tempat untuk gigi tersebut cukup,
tetapi gigi tersebut tidak dapat tumbuh secara normal misalnya letak gen
abnormal dan mengapa ada bangsa yang sama sekali tidak mempunyai gigi
terpendam misalnya Bangsa Eskimo, Bangsa Indian, Bangsa Maori dan
sebagainya.
6 | RADIOLOGI ORAL
Kemudian seorang ahli yang bernama Nodine, mengatakan bahwa
sivilisasi mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan rahang. Makin maju suatu
bangsa maka stimulan untuk pertumbuhan rahangnya makin berkurang.
Kemajuan bangsa mempunyai hubungan dengan pertumbuhan rahang, karena
bangsa yang maju diet makanannya berbeda dalam tingkatan kekerasan
dibandingkan dengan bangsa yang kurang maju. Misalnya bangsa-bangsa primitif
lebih sering memakan makanan yang lebih keras sedangkan bangsa modern lebih
sering makan malanan yang lunak, sehingga tidak atau kurang memerlukan daya
untuk mengunyah, sedangkan mengunyah merupakan stimulasi untuk
pertumbuhan rahang.
2.2.2.2 Berdasarkan teori Mendel
Ada beberapa faktor yang menyebabkan gigi mangalamiimpaksi, antara
lain jaringan sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu, tanggalnya gigi
susu yang terlalu dini, tidak adanya tempat bagi gigi untuk erupsi, rahang terlalu
sempit oleh karena pertumbuhan tulang rahang kurangsempurna, dan menurut
teori Mendel, jika salah satu orang tua mempunyai rahang kecil, dan salah satu
orang tua lainnya bergigi besar, maka kemungkinan salah seorang anaknya
berahang kecil dan bergigi besar. Sebagai akibat dari kondisi tersebut, dapat
terjadi kekurangan tempat erupsi gigi permanen sehingga terjadi impaksi.
2.2.2.3 Etiologi Gigi Terpendam Menurut Berger
Kausa lokal
1. Posisi gigi yang abnormal
2. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga
3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut
5. Gigi desidui persintensi (tidak mau tanggal)
6. Pencabutan gigi yang prematur
7. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling
gigi
8. Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena
inflamasi atau abses yang ditimbulkannya
7 | RADIOLOGI ORAL
9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-
anak.
Kausa umum
1. Kausa prenatal
a. Keturunan
b. Miscegenation
2. Kausa postnatal
Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan pada
anak-anak seperti :
a. Ricketsia
b. Anemi
c. Syphilis kongenital
d. TBC
e. Gangguan kelenjar endokrin
f. Malnutrisi
3. Kelainan pertumbuhan
a. Cleido cranial dysostosis
Terjadi pada masa kongenital dimana terjadi kerusakan atau
ketidakberesan dari pada tulang cranial. Hal ini biasanya diikuti dengan
persistensi gigi susu dan tidak erupsinya atau tidak terdapat gigi
permanen, juga ada kemungkinan dijumpai gigi supernumeri yang
rudimeter.
b. Oxycephali
Suatu kelainan dimana terdapat kepala yang lonjong diameter muka
belakang sama dengan dua kali kakan atau kiri. Hal ini mempengaruhi
pertumbuhan rahang.
2.2.3 Klasifikasi Impaksi M3
Klasifikasi impaksi gigi molarketiga rahang bawah (Archer, 1975)
Klasifikasi didasarkan pada pemeriksaan radiologis yaitu dengan
menggunakan photo periapikal , panoramik, oklusal dan Water’s.
Menurut Pell dan gregory :
8 | RADIOLOGI ORAL
A. Berdasarkan hubungan ukuran antara lebar gigi molar tiga bawah
terhadap jarak antara ramus mandibula dan bagian distal gigi molar kedua
bawah
Kelas I : Ruangan antara ramus mandibula dan permukaan distal
gigi molar kedua cukup bagi ukuran mesio distal gigi molar tiga.
Kelas II : Ruangan antara ramus mandibula dan permukaan distal
gigi molar kedua kurang dari ukuranmesiodistal gigi molar tiga
Kelas III : Seluruh atau sebagian besar gigi molar tiga berada
dalam ramus mandibula
B. Berdasarkan letak gigi molar tiga dalam tulang
Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar tiga terletak setinggi atau
diatas garis oklusal gigi molar dua
Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar tiga terletak dibawah bidang
oklusal, tetapi diatas garis servikal gigi molar dua
Posisi C : Bagian tertinggi gigi molar tiga terletak dibawahservikal
gigi molar Dua
9 | RADIOLOGI ORAL
C.Klasifikasi lain menurut Winter berdasarkan perbandingan sumbu
panjang molar tiga terhadap molar dua, yaitu :
Mesioangular
Horizontal
Vertikal
Distoangular
Bukoangular
Linguoangular
inverted
10 | RADIOLOGI ORAL
11 | RADIOLOGI ORAL
D. Hubungan Molar Tiga dan Kanalis Mandibularis
Analisa hubungan merupakan halpenting sebelum menentukan
pengambilan molar tiga bawah. Pada bidang frontal kanalis mandibularis
mempunyai posisi lebih ke bukal dari posisi normal molar tig a pada ½
sampai 2/3 kasus dan 6-7% kasus posisinya lebih kelingual dibawah akar
gigi. Pada bidang sagital jarak antara akar molar tiga dan kanalis rata-rata
3 mm. Hampir mendekati 10% kasus, lokasi kanalis pada atau di atas akar
molar tiga (Andreasen, 1997)
12 | RADIOLOGI ORAL
Berdasarkan penelitian klinis dan radiologis, dapat ditentukan
adanya indikasi hubungan sebenarnya antara akar gigi molar tiga dengan
kanalis mandibula sebagai berikut : (Andreasen, 1997)
Kehilangan lamina dura (superior dan atau inferior) dimana
kanalis melewati impaksi gigi molar tiga
Garis radiolusen yang melewatiakar gigi molar tiga
Kanalis mandibula yang menyempit, ketika melewati akar gigi
molar tiga
Sudut dari kanalis mandibula dalam regio/daerah yang dekat
dengan akar gigi molar tiga
Akar gigi molar tiga yang membelok pada kanalis mandibula
Klasifikasi impaksi gigi M3 atas didasari pada posisi anatomi, menurut Pell
and Gregory terbagi atas :
A. Berdasarkan kedalaman relatif impaksi gigi M3 atas dalam tulang, yaitu:
Klas A : Bagian terbawah dari mahkota gigi impaksi M3 atas
berada segaris dengan oklusal gigi M2 disebelahnya.
Klas B : Bagian terbawah mahkota gigi impaksi M3 atas berada
diantara dataran oklusal dan garis servikal gigi M2 disebelahnya.
Klas C : Bagian terbawah dari mahkota gigi impaksi M3 atas
berada pada atau terletak diatas servikal gigi M2 disebelahnya.
B. Berdasarkan posisi dari sumbu panjang gigi impaksi M3 atas terhadap
sumbu panjang gigi M2disebelahnya yaitu :
vertikal,
Horizontal
Mesioangular
Distoangular
Inverted
Bukoangular
Palatoangular
13 | RADIOLOGI ORAL
Posisi gigi impaksi M3 atas yang paling sering ditemukan adalah
vertikal sebanyak 63%, distoangular 25%, mesioangular 12%, serta posisi
lainnya sekitar 1% (Peterson,2003).
C. Hubungan gigi impaksi M3 atas dengan sinus maksilaris, yaitu:“Sinus
Maxillaris Apporoximation” yaitu antara gigi impaksi M3 atas dengan sinus
maksilaris terdapat hubungan langsung atau hanya dibatasi oleh selapis tipis
jaringan tulang.“No Sinus Maxillaris Apporoximation” yaitu antara gigi
impaksi M3 atas dengan sinus maksilaris dibatasi oleh sekitar 2 mm atau
lebih jaringan tulang.
2.2.4 Penatalaksanaan Impaksi M3 Odontektomi.
2.2.4.1 Definisi Odontektomi
Definisi Odontektomi menurut Archer (1975).
Pengeluaran satu atau beberapa gigi secara bedah dengan cara membuka flap
mukoperiosteal,kemudian dilakukan pengambilan tulang yang menghalangi dengan
tatah atau bur.
Definisi Odontektomi menurut Pederson (1996).
Tindakan pembedahan untuk mengeluarkan gigi yang tidak dapat dilakukan dengan
cara ekstraksi biasa atau dapat dilakukan pada gigi yang impaksi atau tertanam di
bawah tulang atau mukosa.
2.2.4.2 Indikasi dan Kontra Indikasi Odontektomi
Semua gigi impaksi sebaiknya segera dipertimbangkan untuk
dilakukan penatalaksanaannya (Andreasen,1997 ; Peterson,1998)
Indikasi pengambilang gigi impaksi, diantaranya :
a. Pencegahan penyakit periodontal Daerah terdekat dari gigi
impaksi merupakan tempat predisposisi terjadinya penyakit
periodontal
b. Pencegahan karies dan perikoronitis
c. Pencegahan resorpsi akar Gigi impaksi dapat menyebabkan
tekanan pada akar gigi sebelahnya sehingga mengalami
14 | RADIOLOGI ORAL
resorpsi akar. Pencabutan gigi impaksi dapat menyelamatkan
gigi terdekat dengan adanya perbaikan pada sementumnya
d. Pencegahan kista dan tumor odontogen Gigi impaksi yang
berada didalam tulang alveolar mengakibatkan follicular sacc
tertahan. Folikel gigi ini akan mengalami degenerasi kistik
sehingga menyebabkan terjadinya kista dentigerus dan
keratokis. Tumor odontogen dapat terjadi disekitar gigi
impaksi, yang terbentuk dari folikel gigi
e. Pencegahan rasa sakit karena penekanan saraf oleh gigi yang
impaksi
f. Untuk keperluan perawatan orthodonti dan prostodonti
Kontra indikasi pengambilan gigi impaksi :
a. Peradangan akut
Peradangan akut merupakan hal yang harus diperhatikan
pada pembedahan untuk mencegah terjadinya komplikasi
infeksi.
b. Pasien-pasien dengan compromised medis
Bila pasien memiliki riwayat medis yaitu gangguan fungsi
kardiovaskular, pernafasan atau gangguan pertahanan tubuh,
memiliki congenital koagulopati maka operator sebaiknya
mempertimbangkan gigi impaksi untuk dilakukan tindakan
pencabutan. Tetapi sebaliknya,bila gigi impaksi tersebut
bermasalah maka tindakan pencebutan dilakukan dengan
ekstra hati-hati setelah dilakukannya konsultasi medis terlebih
dahulu.
c. Kerusakan dari jaringan terdekatnya
Bila pencabutan gigi impaksi akan menimbulkan kerusakan
saraf, gigi, jaringan disekitarnya yang sig nifikan, maka
tindakan pencabutan sebaiknya tidak dilakukan
d. Sebelum akar gigi mencapai panjang 1/3 atau 2/3
15 | RADIOLOGI ORAL
e. Pasien menolak untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi
impaksinya (Pedersen, 1988 ; Peterson, 1998)
2.3.4.3 Persiapan Tindakan Odontektomi.
Dalam mempersiapkan tindakan odontektomi perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Dilakukan pemeriksaan foto Ro berupa foto periapikal, foto bitewing,
foto oklusal, foto panoramic dan foto lateral view of mandibula. Jenis
foto yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan pada tindakan
odontektomi. Dengan adanya foto Ro maka akan didapatkan informasi
tentang :
1. Bentuk gigi, jumlah, ukuran serta kurvatur akar.
2. Posisi akar atau mahkota dengan gigi sebelahnya atau struktur
lainnya.
3. Klasifikasi impaksi.
4. Posisi bukal atau lingual gigi impaksi.
5. Hubungan akar gigi impaksi dengan struktur anatomis penting
didekatnya.
b. Mengetahui dari klasifikasi gigi impaksi. Hal ini penting karena dengan
mengetahui klsifikasi maka operator dapat memperkirakan tingkat
kesulitan yang akan dihadapi dalam tindakan odontektomi sehingga
operator dapat mempersiapkan prosedur operasi dengan lebih baik.
c. Desain flap. Hal yang harus diperhatikan dalam membuat desain atau
outline flap adalah:
1. Suplai darah ke flap harus terpelihara. Dasar flap harus lebih
panjang / lebar dari tepi bebasnya, insisi sejajar dengan
pembuluh darah untuk memberikan vaskularisasi
2. Flap harus cukup luas, sehingga lapangan operasi dapat terlihat
dengan jelas.
3. Desain diusahakan menghindari saraf (n. mentalis) dan
pembuluh darah yang berada didalam
16 | RADIOLOGI ORAL
4. Jika tulang diangkat, flap harus merupakan suatu flap yang
tebal. Untuk flap mukoperiosteal, periosteum diambil secara
menyeluruh, tidak sobek , tidak lubang dan tidak terkoyak.
5. Jika dilakukan penutupan bone defect maka tepi flap harus
didukung diatas dasar tulang.
d. Menentukan arah jalan keluar/pengambilan dengan trauma minimal
yaitu :
1. Approach IO atau EO.
2. Searah dng arah erupsi.
e. Menentukan metode odontektomi yang dipilih dengan memperhatikan
faktor intrinsik (gigi) dan faktor extrinsik ( jaringan sekitar gigi). Ada 3
metode / cara yaitu:
1. Pengambilan tulang sekitar gigi yang cukup banyak.
2. Gigi impaksi dipotong-potong (tooth div. tech) = split =
odontotomi.
3. Kombinasi cara keduanya.
f. Menentukan apakah memungkinkan pembedahan dilakukan dengan
anestesi lokal atau membutuhkan anestesi umum.
2.2.4.4 Penatalaksanaan Tindakan Odontektomi Pada Gigi Impaksi M3 Rahang
Bawah.
Langkah-langkah pembedahan dilakukan sebagai berikut:
1. Mempersiapkan instrumentarium steril untuk tindakan
odontektomi.
2. Pembedahan dilakukan dengan teknik asepsis. Sangat
dianjurkan untuk memberikan antibiotika dan antiflogistik
sehari sebelum dilakukan odontektomi.
3. Selanjutnya dilakukan mandibular blok anestesi.
4. Dibuat garis insisi yang dimulai dari pertengahan bagian
distal gigi molar kedua ke arah posterior membelok ke
lateral agar insisi tetap berada di atas tulang untuk
17 | RADIOLOGI ORAL
menghindari trauma iris jaringan lunak, pembuluh darah di
daerah lingual dan saraf lingualis. Insisi ke arah anterior
dibuat tepat pada gingiva dan pada bagian distal gigi molar
kedua turun ke arah kaudal dan kembali ke arah anterior
sejajar garis oklusal untuk menghindari kerusakan pada
gingival attachment gigi molar kedua. Insisi dengan
menggunakan teknik ini mempunyai keuntungan, yaitu flap
dapat dibuka dengan luas sesuai dengan kebutuhannnya,
dengan cara memperpanjang garis insisi ke arah anterior.
5. Pengambilan tulang yang menutupi gigi impaksi dan
pemotongan gigi dilakukan dengan menggunakan round bur
putaran rendah dengan pendingin air garam fisiologis 0,09
% atau air steril. Dilakukan dengan cara memotong tulang
lapis demi lapis sehingga bagian gigi yang tertutup tulang
terlihat. Selanjutnya pembukaan tulang dapat diperluas
dengan mengambil tulang di sekeliling gigi impaksi dan
berpedoman pada bentuk gigi yang impaksi. P ada tahapan
ini pemakaian fissure bur sangat tidak dianjurkan untuk
menghindari trauma pada jaringan yang lebih dalam.
Dalam melakukan pengambilan tulang yang
meliputi gigi impaksi perlu dipertimbangkan beberapa hal:
Pengambilan tulang harus cukup dan awal
pengeboran dimulai dengan menyesuaikan letak gigi
sesuai dengan jenis klasifikasi gigi impaksinya.
Tidak melakukan pengambilan tulang secara
berlebihan karena akan menyebabkan trauma yang
besar.
Tidak dianjurkan untuk menggunakan bur putaran
tinggi (high speed) dikarenakan akan sukar dalam
mencapai akses yang jauh dan dalam serta tidak
mungkin untuk dapat mencapai teknik asepsis.
18 | RADIOLOGI ORAL
2.2.4.5 Odontektomi Molar Ketiga Rahang Bawah Metode Split Technique
Pada semua kasus gigi molar ketiga impaksi dengan posisi miring,
tindakan pembedahan untuk mengeluarkan gigi tersebut sangat dianjurkan untuk
melakukan pemotongan pada gigi yang impaksi (split technique) dikarenakan:
Menghindari trauma pada gigi molar kedua dan trauma karena tekanan
pada jaringan tulang sekitar pada saat gigi diungkit dan menghindari
trauma pada kanalis mandibula.
Menghindari terjadinya fraktur tulang mandibula akibat tekanan
berlebihan
Memudahkan pengambilan gigi karena telah terbebas dari retensi j
aringan sekitarnya
Adapun tahapan odontektomi dengan metode split technique adalah sebagai
berikut :
1. Dilakukan disinfeksi jaringan di luar dan di dalam rongga mulut
sebelum odontektomi, dapat digunakan obat kumur antiseptik
selanjutnya dilakukan blok anestesi.
2. Dibuat insisi dengan memperhitungkan garis insisi tetap akan berada di
atas tulang rahang setelah pengambilan jaringan tulang pasca
odontektomi, dan selanjutnya dibuat flap.
3. Tulang yang menutup gigi diambil seminimal mungkin dengan
perkiraan besar setengah dari besar gigi yang akan dikeluarkan.
4. Selanjutnya dilakukan pemotongan gigi yang biasanya dimulai dengan
memotong pertengahan mahkota gigi molar ketiga impaksi ke arah
bifurkasi atau melakukan pemotongan pada regio servikal untuk
memisahkan bagian mahkota dan akar gigi. Selanjutnya dilakukan
pemotongan menjadi bagian-bagian lebih kecil sesuai dengan
kebutuhan. Mahkota gigi dapat dipotong menjadi dua sampai empat
bagian, demikian pula pada bagian akarnya, kemudian bagian-bagian
tersebut dikeluarkan satu per satu.
19 | RADIOLOGI ORAL
5. Selanjutnya dilakukan kuretase untuk mengeluarkan kapsul gigi dan
jaringan granulasi di sekitar mahkota gig1 dan dilanjutkan dengan
melakukan irigasi dengan air steril atau larutan saline 0,09 % steril.
6. Pada saat melakukan pemotongan tulang dan gigi dengan
menggunakan bur, tidak boleh dilakukan secara blind akan tetapi
operator harus dapat melihat secara langsung daerah yang dilakukan
pengeboran. Tindakan pengeboran secara blind akan dapat
menyebabkan terjadinya trauma yang tidak diinginkan dijaringan
sekitarnya.
7. Penjahitan dilakukan mulai dari ujung flap dibagian distal molar kedua
dan dilanjutkan ke arah anterior kemudian ke arah posterior.
2.2.4.6 Odontektomi Pada Gigi Molar Ketiga Impaksi Vertikal
Untuk melakukan odontektomi pada gigi molar ketiga impaksi
pada posisi vertikal seringkali ditemui kesulitan. Hal ini disebabkan oleh
karena beberapa hal berikut:
1. Lebar mesiodistal antara gigi molar kedua dan ramus ascendens yang
sempit, sehingga arah gerakan pencabutan ke distal tidak
memungkinkan.
2. Akar gigi yang bengkok menuju distal sehingga gigi hanya dapat
dikeluarkan dengan arah menuju ke distal, tetapi tidak terdapat ruang
cukup.
3. Gigi impaksi hanya dapat dikeluarkan dengan arah pencabutan
vertikal.
4. Pada kasus posisi gigi yang sulit, misalnya mahkota menghadap ke
lingual atau bukal dengan ruang yang sempit.
5. Pada kasus-kasus yang demikian, penggunaan split technique akan
memudahkan tindakan odontektomi.
Dalam gambaran skematis di bawah ini dapat dilihat secara garis
besar step by step tindakan odontektomi pada kasus impaksi molar ketiga
rahang bawah posisi vertikal, sebagai berikut:
20 | RADIOLOGI ORAL
1. Rencana garis insisi odontekomi gigi molar ketiga rahang bawah
dengan tetap mempertahankan keutuhan attached gingiva gigi molar
kedua dan gigi-gigi lainnya.
2. Tulang yang menutup gigi molar ketiga impaksi dibuka menggunakan
round bur nomor 23.
3. Setelah gigi terlihat sampai dengan mahkota gigi di lingkar terbesar,
gigi dipotong menjadi dua bagian, mesial dan distal.
4. Selanjutnya gigi dikeluarkan satu per satu, dengan mendahulukan
bagian distal.
5. Flap dikembalikan dan dijahit sesuai dengan prioritas agar flap dapat
kembali ke tempat semula.
6. Dalam melakukan pengeboran tulang di bagian bukal molar ketiga
impaksi, tulang bukal di regio molar kedua harus dijaga keutuhannya,
agar tidak terjadi trauma pada akar molar kedua.
2.2.4.7 Odontektomi Molar Ketiga Rahang Bawah posisi Mesioversi
Gigi impaksi molar ketiga rahang bawah dengan posisi mesioversi
dapat ditemukan dengan keadaan mahkota gigi terletak di bawah atau di
atas servikal gigi molar kedua dan akar giginya dapat terletak jauh atau
dekat dengan kanalis mandibula. Faktor lain adalah mahkota bagian distal
tertutup oleh tulang mandibula yang tebal. Pada keadaan mahkota gigi
terletak dibawah servikal mahkota molar kedua dan akar gigi terletak
dekat dengan kanalis mandibula, split technique sangat dianjurkan karena
dapat mencegah terjadinya trauma pada gigi molar kedua dan kanalis
mandibula.
Tindakan odontektomi pada kasus gigi molar ketiga impaksi (A-C)
1. Gigi molar ketiga impaksi posisi mesioversi.
2. Setelah dibuat flap, dilakukan pengambilan sebagian tulang yang
menutup gigi impaksi dilanjutkan dengan memotong gigi menjadi dua
bagian, mesial dan distal.
21 | RADIOLOGI ORAL
3. Bagian distal gigi molar ketiga impaksi (nomor 1) dikeluarkan dengan
bein. Akar mesial dipotong menjadi dua bagian (nomor 2 dan 3) dan
dikeluarkan berurutan menurut nomornya
2.2.4.7 Odontektomi Molar Ketiga Rahang Bawah Posisi Horizontal
Odontektomi pada gigi molar ketiga impaksi pada posisi
horizontal sering kali lebih sulit dibandingkan posisi mesioversi. Hal ini
disebabkan karena semua bagian mahkota gigi tertanam di dalam tulang,
sehingga akan ditemui kesulitan pada saat melakukan awal pemotongan
gigi. Pemotongan gigi dimulai dengan:
1. Memotong gigi untuk memisahkan mahkota dan akar gigi yang dimulai
pada bagian distal servikal gigi molar kedua impaksi.
2. Selanjutnya mahkota gigi dipotong menjadi dua bagian, bukal dan
lingual. Setelah mahkota gigi terpotong maka mahkota gigi dapat
dikeluarkan.
3. Berikutnya akar molar ketiga impaksi dipotong menjadi dua dan setelah
bagian distal dan mesial terpisah, akar gigi dikeluarkan satu per satu
yang dimulai pada akar distalnya.
2.2.5 Komplikasi Pembedahan
A. Komplikasi intra operatif
1. Perdarahan masif dapat terjadi. Penanganannya dengan penekanan dan
penjahitan.
2. Fraktur tuberositas maksila pada odontektomi molar tiga atas.
Penanganannya penempatan kembali fragmen danikat dengan penjahitan
atau dental wire selama 3-4 minggu, kemudian rencanakan untuk
pencabutan gigi setelah terjadi penyembuhan dari tuberositas atau
pengeluaran fragmen dan penutupan luka dengan penjahitan primer rapat.
3. Pada odontektomi molar tiga atas atau kaninus atas .Gigi menembus dasar
sinus. Penanganannya tempatkan kembali gigi dan splint pada posisi
tersebut, lalu tutup dengan kassa yang dibasahi antiseptik yang akan
22 | RADIOLOGI ORAL
dikeluarkan 2-3 minggu kemudian. Jika fistula 2-6 mm dilakukan
pengurangan ujung socket tulang dan penjahitan pinggirannya dengan
metode delapan.
4. Pemindahan tempat/displacement. Penanganannya hentikan prose dur
secepatnya untuk mencegah berpindahnya gigi kejaringan yang lebih
dalam. Lakukan rontgen paling sedikitdari dua tempat untuk menentukan
posisi dari gigi yang berpindah. Amati tanda-tanda peradangan yang
berhubungan dengan pindahnya gigi. Pemberian analgesik dan antibiotik.
Penjadwalan kembali untuk pengambilan fragmen.
5. Fraktur akar/mahkota. Penanganannya lakukan rontgen foto untuk melihat
posisi dari fragmen fraktur. Pemberian analgesik dan antibiotik.
Penjadwalan kembali untuk pengambilan fragmen fraktur
6. Fraktura mandibula pada odontektomi molar tiga bawah
7. Empisema karena penggunaan tekanan udara yang berlebihan
8. Kerusakan jaringan lunak.
9. Cedera pada N. Alveolaris inferior atau N. Lingualis.
10. Patahnya alat bedah.
B. Komplikasi pasca bedah.
1. Alveolitis /Dry socket. Penanganannya dengan cara dilakukan irigasi
dengan normalsalin dan diaplikasikan bahan-bahan yang bersifat
analgesik seperti yang mengandung eugenol
2. Perdarahan sekunder
3. Trismus.
4. Edema. Untuk pencegahan dapat diberikan kompres es segera setelah
pembedahan selama 2o menit.
5. Parestesi .Dapat ditanggulangi dengan pemberian neurotropik vitamin.
6. Problema periodontal pada gigisebelahnya .
7. Hematoma.
23 | RADIOLOGI ORAL
2.2.5 Instruksi Pasca Pembedahan (Pedlar.1996)
Diterangkan pada pasien bahwa proses penyembuhan tergantung pula
pada pasien untuk melaksanakan instruksi setelah pembedahan.Kondisi yang
biasa terjadi : 1) rasa sakit, 2) perdarahan, 3) pembengkakkanTindakan yang
sebaiknya dilakukan :
a. Gunakan obat sesuai yang dianjurkan dalam resep
b. Tempatkan kasa diatas daerah pencabutan bukan didalam soketnya
c. lakukan kompres dingin untuk mengurangi pembengkakkan
d. tidurlah dengan kepala agak dinaikkan, ini dapat mengurangi
pembengkakkan
e. berkumur sehabis makan
f. diet lunak
g. cukup istirahat
yang harus dihindarkan :
a. Hindari makanan yang keras
b. Jangan menghisap-hisap daerah bekas operasi
c. Jangan sering meludah
d. Hindarkan daerah bekas operasidari rangsang panas
e. Tidak melakukan kerja berat .
2.2.6 Kontrol (Peterson, 2003)
Pasien kembali kontrol setiap hari sampai jahitan dibuka. Kontrol
perdarahan. Kontrol rasa sakit dan rasa tidak nyaman, termasuk diet, Oral
Hygiene, Edema, Infeksi, trismus, ekimosis.
24 | RADIOLOGI ORAL
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gigi geraham bungsu bawah adalah gigi terakhir pada lengkung mandibula dan gigi
kedelapan dari garis tengah. Ia membantu gigi-geligi molar bawah lain dalam mengelilingi dan
menghancurkan makanannya, walaupunsering ia tidak dapat melakukan fungsinya karena
posisinya yang buruk, misalnya impaksi. Karena alasan ini banyak contoh gigi molar ketiga
praktis tampak tidak terkikis.
Menurut Peterson 1998, gigi impaksi disebabkan oleh tidak tersedianya lengkung dan
ruang gigi yang cukup untuk erupsi. Dalam hal ini, total lengkung tulang alveolar lebih kecil
daripada total panjang lengkung gigi.
Klasifikasi impaksi molar 3 didasarkan pada pemeriksaan radiologis yaitu dengan
menggunakan photo periapikal , panoramik, oklusal dan Water’s.
25 | RADIOLOGI ORAL
DAFTAR PUSTAKA
SKRIPSIKU A4.pdf.diakses juni 2013.
Pustaka_unpad_bedah_dento.pdf. diakses juni 2013-07-17
http://pioledhtacapuccino.blogspot.com/2011/12/impaksi-gigi.html?m=1.diakses juni 2013.
http://www.klikdokter.com/gigimulut/read/2010/09/27/221/tips-setelah-operasi-gigi-bungsu. diakses
juni 2013.
http://vincieta.wordpress.com/2012/05/05/gigi-impaksi/. Di akses juni 2013
26 | RADIOLOGI ORAL