Post on 30-Nov-2015
description
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen resiko,identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil ( Kemenkes ,2011).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 mengumpulkan angka
angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika ,Inggris , Denmark
dan Australia , ditemukan KTD dengan rentang 3.2 – 16,6 %. Data-data tersebut
menjadikan pemicu berbagai Negara segera melakukan penelitian dan
mengembangkan sistem keselamatan pasien (Yulia sri , 2010) .
Data di Indonesia tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera masih langka,
namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan mal praktek yang belum tentu
sesuai dengan pembuktian akhir . insiden pelanggaran patient safety 28,3 %
dilakukan oleh perawat , perawat harus menyadari perannya sehingga harus
dapat berpartisipasi aktif dalam mewujudkan patient safety. Kerja keras
perawat tidak dapat mencapai level optimal jika tidak di dukung dengan
sarana prasarana manajemen rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya (Adib,
2009 dalam Selleya, 2013). Penelitian serupa tentang hubungan pengetahuan
1
2
dan motivasi dengan sikap mendukung penerapan program patient safety di
rumah sakit daerah umum Moerwadi Surakarta ,oleh Aryani (2008)
menyimpulkan bahwa pengetahuan perawat pelaksana tentang konsep patient
safety baik dan sikap mendukung penerapan program patient safety tinggi
(Selleya , 2013).
Survey awal yang dilakukan peneliti di instalasi gawat darurat BLU.
RSUP .Prof. Dr. R. D.Kandou Manado, memiliki khusus tenaga keperawatan 98
orang .sebagaian besar perawat sudah pernah mengikuti pelatihan patient safety
dan instalasi gawat darurat telah menerapkan program patient safety. secara
keseluruhan program patient safety sudah diterapkan di intalasi gawat darurat ,
namun masalah dilapangan merujuk pada pelaksanaan patient safety , karena
walaupun sudah mengikuti sosialisasi patient safety tetapi masih ada resiko
pasien cidera, resiko pasien jatuh , resiko salah pengobatan , pendelegasian yang tidak
akurat saat operan pasien yang mengakibatkan keselamatan pasien menjadi
kurang maksimal.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang dapat dirumuskan masalah bagaimana
hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamanatan
pasien (Patient Safety) di Instalasi Gawat Darurat BLU. RS U P. Prof .Dr. R. D.
Kandou Manado.
1. 2.1. Pernyataan Masalah
Perawat instalasi gawat darurat sebagian besar telah mengikuti pelatihan
patient safety namun masih ada resiko pasien jatuh, resiko salah pengobatan
resiko keselamatan pasien (Patient Safety).
2
3
1.2.2. Pertanyaan Masalah
1. Bagaimana hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaan keselamatan
pasien (Patient Safety) di instalasi gawat darurat BLU.Prof .Dr. R.D.
Kandou Manado
2. Bagaimana hubungan sikap perawat dengan keselamatan pasien (PatientSafety)
di instalasi gawat darurat BLU.Prof.Dr. R.D. Kandou Manado.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan
keselamatan pasien (PatientSafety) di instalasi gawat darurat
BLU.RSUP.Prof. D.R. Kandou Manado.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Menganalisa hubungan pengetahuan perawat dengan keselamatan pasien
(patient safety) di insatalasi gawat darurat BLU.RSUP.Prof.Dr.D.R.Kandou
manado.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peniliti
Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator mutu pelayanan di
rumah sakit.Sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman dalam bidang pelaksanaan keselamatan pasien
di rumah sakit.
3
4
1.4.2. Bagi institusi rumah sakit dan unit gawat darurat
Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator mutu pelayanan di
rumah sakit. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi rumah sakit
dalam rangka memberikan pelayanan yang aman, nyaman dan bermutu
tinggi.Dengan meningkatnya keselamatan pasien di harapkan kepercayaan
masyarakat terhadap rumah sakit akan meningkat pula.
1.4.3. Bagi institusi Pendidikan
sebagai bahan masukan dalam rangka pengembangan pendidikan dan
pengajaran tentang keselamatan pasien terutama dalam hal aplikasinya di
lapangan.
4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Pengetahuan
2.1.1.Pengertian Pengetahuan
Merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoadmojo ,2007 ).
2.1.2.Pengetahuan sebagai domain yang sangat penting
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seorang (overt behavior)yang terdiri dari(Notoadmojo2007):
2.1.2.1. proses adopsi perilaku :
1. awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu,
2. interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus
3. evaluation (menimbang-ninbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya ). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi,
4. trial, orang telah memulai mencoba perilaku baru,
5. adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
5
6
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui prose seperti
ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif, makaperilaku
tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu
tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung
lama.
2.1.2.2. Tingkat Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai
enam tingkatan yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajar
sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau ransangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini
merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintrepretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan.
6
7
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau stimulasi yang
lain.
4. Analisis (analysis)
analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.Kemampuan
analisis ini dapat menggambarkan(membuat bagan), membedakan,
memisahkan, megelompokan, dan seterusnya.
5. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi ata
penilaian - penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria atau objek yang
ditentukan diri,atau menggunakan kriteri-kriteria yang telah ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoadmojo, 2007)
Pengetahuan perawat tentang patient safety sangat penting mendorong
pelaksanaan program patient safety .perawat harus mengetahui pengetian
7
8
patient safety ,unsur-unsur patient safety ,tujuan patient safety ,upaya
patient safety serta perlindungan diri selama kerja. Program patient safety
merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman ( Depkes RI, 2006 ) .
2.2. Konsep dasar sikap.
2.2.1. Defenisi sikap.
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (notoadmojo, 2007).
2.2.2. Komponen pokok sikap.
Dalam bagian lain allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok.
1. kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
2.2.3. Tingkatan sikap.
Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
8
9
2. Merespon indikasi (responding)
Memberikan jawaban apabila ditannya dan menyelesaikan, tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan
suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas
yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah , adalah
berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah indikasi dari sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Perawat harus menunjukan sifat yang positif dalam mendukung program
patient safety sehingga melaksanakan praktik keperawatan yang aman.
9
10
2.3. Konsep dasar keselamatan pasien
2.3.1 Pengertian The institute of medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan
sebagai freedom from accidental injury. Keselamatan dinyatakan sebagai
ranah pertana dari mutu dan defenisi mengenai keselamatan ini
merupakan pernyataan dari perspektif pasien (kohn, corigan & Donaldson,
2000 dalam Dede mulyani ,2013 ). Pengertian lainnya menurut CAN (2009)
menyatakan bahwa keselamatan pasien adalah mengurangi dan meringankan
tindakan-tindakan yang tidak aman dalam sistem pelayanan kesehatan
dengan sebaik mungkin melalui penggunaan penampilan praktek yang
baik untuk mengoptimalkan outcome pasien. Senada dengan hal ini
hughes (2008) menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan
pencegahan cidera terhadap pasien. Pencegahan cidera didefinisikan
sebagai bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak sengaja atau dapat
dicegah sebagai hasil perawatan medis. Sedangkan praktek keselamatan
pasien diartikan sebagai menurunkan risiko kejadiaan yang tidak
diinginkan yang berhubungan dengan paparan terhadap lingkup diagnosis
atau kondisi perawatan medis (Dede mulyani , 2013).
KKP-RS dan DEPKES (2008) mendefinisikan bahwa
keselamatan /safety adalah bebas dari bahaya atau resiko (hazard).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah pasien bebas dari harm /cidera
yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan
terjadi (penyakit, cidera, fisik/sosial/ psikologis, cacat, kematian dll),
terkait pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien merupakan suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem ini
meliputi: assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
10
11
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan, dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan menindaklanjuti insiden serta
implementasi solusi untuk mengurangi dan meminimalkan timbulnya
resiko (Depkes, 2008; undang-undang no. 44 tahun 2009 ).
Upaya tenaga kesehatan untuk tidak membahayakan dan merugikan
pasien yang telah mempercayakan penanganan kesehatannya terhadap
tenaga kesehatan dan rumah sakit dengan didasari oleh standar dan kode
etik professional yang harus ditaati, berhubungan dengan keterkaitan
berbagai upaya untuk memenuhi hak pasien atas keamanan dan
keselamatan, hak atas informasi, hak untuk didengarkan dan hak untuk
memilih pelayanan yang diperoleh (CAN, 2004, 2008). Defenisi dari
berbagai sumber diatas dapat dirumuskan menjadi suatu kesimpulan
mengenai keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan suatu bagian
penting dalam mutu pelayanan yang menekankan pada suatu kondisi
yang tidak merugikan pasien, mengurangi dan meminimalkan risiko melalui
berbagai upaya sistemik yang berorientasi pada optimalisasi hasil
pelayanan yang diterima pasien.
2.3.2. faktor-faktor keselamatan pasien.
Lumenta (2008) menyatakan penerapan keselamatan pasien dipengaruhi
oleh 5 faktor yaitu (1) faktor individu dan kinerja, (2) faktor lingkungan
kerja, (3) faktor pasien,(4) faktor organisasional dan (5) faktor eksternal.
Keberadaan kelima faktor ini merupakan hal yang berpengaruh terhadap
kemampuan organisasi untuk meningkatkan mutu melalui aspek
keselamatan pasien. Sejalan dengan hal ini, pengembangan model untuk
meninkatkan mutu dan keselamatan pasien dalam organisasi dapat juga
11
12
dilakukan dengan menggunakan Teori Burke dan Litwin (cahyono, 2008).
Teori ini merupakan kombinasi pendekatan transaksional dan transformasional
untuk organisasi agar dapat lebih menjamin keberhasilan penerapan
keselamatan pasien. Aspek yang ada dalam teori ini meliputi:
1) Lingkungan eksternal
Salah satu kekuatan yang dapat dan mampu mengubah orientasi
organisasi adalah dorongan yang bersumber dari lingkungan eksternal.
Dalam konteks organisasi kesehatan, tekanan eksternal dapat bersumber
dari tuntutan penerapan mutu keselamatan pasien (akreditasi), kompetisi
dalam pelayanan, semakin meningkatnya kesadaran masyarakat, dan
tuntutan hukum. Hughes (2008) menyatakan bahwa lingkungan eksternal
merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan agar organisasi dapat
memiliki komitmen tinggi dalam menerapkan mutu melalui keselamatan
pasien.
2) Kepemimpinan
Pemimpin yang ada harus mampu memahami bahwa tekanan
eksternal adalah peluang untuk berubah dalam konteks menuju kearah
penerapan keselamatan pasien yang lebih baik. Pemimpin mempunyai
tugas untuk membangun visi misi, mengkomunikasikan ide-ide perubahan,
dan membentuk strategi serta membentuk penggerak perubahan. Tanpa
dukungan yang kuat dari pimpinan organisasi maka keselamatan pasien
hanya akan menjadi mitos. Hughes (2008) menyatakan bahwa perawat
yang mampu berperan dalam perubahan dalam tatanan organisasi yang
diharapkan lebih efektif untuk menerapkan keselamatan pasien.
3 ) Budaya organisasi
12
13
Budaya keselamatan pasien merupakan fondasi keselamatan pasien.
Mengubah budaya keselamatan pasien dari blaming culture menjadi safety
culture merupakan kata kunci dalam meningkatkan mutu dan keselamatan
pasien. Fleming (2006) menyatakan bahwa salah satu strategi untuk
mengembangkan budaya keselamatan adalah dengan melibatkan staf
dalam perencanaan dan pengembangan budaya keselamatan. Sedangkan
menurut teori perubahan, individu, kelompok atu organisasi akan
mengalami perubahan atau tidak tergantung pada dua faktor, yaitu faktor
kekuatan tekanan (driving force) dan faktor keengganan (resistances) .
perubahan baru akan terjadi jika kekuatan tekanan melebihi kekuatan
keengganan (driving force lebih besar dari pada resistances). Perubahan
baru akan terjadi jika kekuatan tekanan melebihi kekuatan keengganan
(driving force lebih besar dari pada resistance). Responsibility yang
diperlukan dalam pemberian pelayanan yang berorientasi pada keselamatan
pasien mengarah pada kedua faktor diatas dalam menciptakan budaya
keselamatan yang diharapkan.
4) Praktik manajemen
Para manajer baik tingkat bawah, menengah,dan atas bertanggungjawab
menjalankan kebijakan dan prosedur yang telah dibuat dan telah
disepakati bersama terkait keselamatan pasien tingkat di tingkat unit
pelayanan masing-masing. Manajer keperawatan bertanggung jawab
terhadap keselamatan pasien yang hubungan dengan tugas keperawatan.
Marquis dan Huston (2006) menyatakan bahwa dukungan manajer
keperawatan terhadap pelaksanaan keselamatan pasien merupakan hal positif
yang sangat bermakna dalam keberhasilan program penjaminan mutu
13
14
melalui program keselamatan pasien.
5) Struktur dan sistem
Rumah sakit harus membentuk struktur organisasi tim keselamatan
pasien rumah sakit yang disertai dengan kelompok kerja, seperti: pokja
tranfusi. Pokja pencegahan keselamatan obat, pokja infeksi nasokomial,
dan sebagainya. Ada tiga prinsip perancangan sitem keselamatan pasien
yaitu: (1) cara mendesain sistem agar setiap keselamatan dapat dilihat (2)
bagaimana merancang sistem agar suatu kesalahan dapat dikurangi dan (3)
bagaimana merancang sistem agar tidak terjadi kesalahan . Rumah sakit
seharusnya mampu mengkomodasi sistem tersebut agar dapat
diimplementasikan secara optimal. Kebijakan di Indonesia telah secara
jelas mengatur kedudukan dan peran sistem berupa adanya komite
keselamatan pasien baik secara nasional maupun di rumah sakit (Depkes,
2008 dalam Yulia Sri , 2010).
6) Pengetahuan dan ketrampilan individu
Beberapa anggota staf mungkin resisten terhadap perubahan
karena kurang pengetahuan dan keterampilan. Beberapa staf lain
mendukung keselamatan pasien, tetapi tidak mengetahui apa yang harus
dilakukan. Para staf medis, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya perlu
mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan mengenai keselamatan pasien.
Pengetahuan SDM kesehatan termasuk perawat merupakan hal yang
berhubungan dengan komitmen yang sangat diperlukan dalam upaya untuk
membangun budaya keselamatan pasien melalui manajemen perubahan
terhadap SDM. Jika dihubungkan dengan lingkup perbaikan mutu,
Mangkuprawira (2008) menyatakan bahwa inovasi dalam proses perbaikan
14
15
mutu yang berpotensi menimbulkan perubahan pada manajemen dan staf
adalah dalam hal pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam menerapkan
teknologi baru.
Marquis dan Huston (2006) menyatakan bahwapengetahuanindividu yang
diperoleh melalui pelatihan dalam pekerjaannya termasuk dalam upaya
pengembangan yang bermakna terhadap tingkat kebbutuhan perawat akan
pengetahuan. Amstrong, Laschinger dan wong (2009) menyatakan bahwa
pengetahuan dalam konteks keselamatan pasien adalah berkaitan dengan
kemampuan individu untuk memahami tugas dan mengenali suatu ide
abstrak yang berada dalam konteks keselamatan pasien. Upaya meningkatkan
pengetahuan yang dipandang dari segi konstruksivitis merupakan upaya
konstruksi kognitif yang tidak hanya terlihat sebagai fakta dari suatu
kenyataan yang sedang dipelajari tetapi pengetahuan yang merupakan hasil
proses konstruksi kognitif secara kompleks dalam konteks perilaku ( Dede
Mulyani ).
Rasmussen, Reason dan Norman dalam Cahyono (2008) menyatakan bahwa
kontribusi tindakan yang dilakukan individu terhadap kesalahan dan KTD
tergantung pada aktifitas kognitif individu. Penyebab individu melakukan
kasalahan adalah karena tidak adekuatnya pengolahan sistem informasi dalam
sistem kognitif yang dimilikinya. Penguatan sistem kognitif yang adekuat
diharapkan secara bermakna dapat mengurangi kesalahan yang mengancam
keselamatan pasien.
15
16
7) Lingkungan kerja, kebutuhan individu dan motivasi
Lingkungan kerja yang kondusif dapat menumbuhkan motivasi kerja dan
akan mempermudah implementasi keselamatan pasien, misalnya
memperhatikan jam kerja, beban karja, rasio staf dan jadwal rotasi jaga,
merancang sistem yang dapat meminimalkan keraguan-raguan/ kebingunan,
mengatur sistem alih tugas secara jelas (hand-over), serta menjamin
berjalannya supervise dan komunikasi dalam tim. Pugh dan Smith (1997,
dalam juliani, 2007) menyatakan bahwa motivasi perlu dikelola agar dapat
menghasilkan penampilan kerja yang diharapkan rumah sakit.
Pemenuhan kebutuhan individu akan penngembangan peran dan kontribusinya
dalam keselamatan pasien melalui penigkatan pengetahuan merupakan upaya
untuk membangun motivasi secara adekuat. Juliani (2007) menyatakan
bahwa motivasi instrinsik yang diperoleh oleh perawat melalui pemenuhan
kebutuhan akan peningkatan pengetahuan akan metode baru dalam pekerjaan
perawat dan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan melalui
pendidikan dan pelatihan berpengaruh secara signifikan dengan kinerja
perawat pelaksana. Naswati (2001, dalam juliani, 2007) menyatakan bahwa
terdapat hubungan korelasi yang tinggi antara motivasi dan kinerja. Hasibuan
(2002) secara jelas menyatakan bahwa pemenuhan pengembangan diri yang
diperoleh akan staf akan mengurangi kecelakaan dan meningkatkan
pelayanan ( Dede Mulyani , 2013).
Strategi yang efektif mengenai penerapan keselamatan pasien sangat
dibutuhkan agar program keselamatan pasien menimbulkan hasil yang nyata
dalam menurunkan KTD dan kerugian para penerima dan pemberi jasa
16
17
pelayanan kesehatan. Rumah sakit harus merancang proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif adanya KTD dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien (Depkes,
2008 dalam Dede mulyani , 2013).
2 .4 Keselamatan pasien dalam keperawatan
2.4.1. Keselamatan pasien dan mutu pelayanan keperawatan
Peran penting manajemen keprerawatan dalam konteks pengembangan
SDM yang berhubungan dengan pelatihan keselamatan pasien tidak terlepas
dari pelaksanaan fungsi manajemen dalam mengelola pelayanan dalam
mengelola pelayanan keperawatan secara optimal. Fungsi manajemen
keperawatan yang berorientasi pada pengolaan sistemm dalam rangka
planning, organizing, actuating dan controlling terhadap berbagai fenomena
yang berhubungan dengan penelitian keselamatan pasien merupakan suatu
proses dinamis dan berkesinambungan serta perlu didukung dengan upaya
nyata agar hasil yang diperoleh menjadi optimal. Penerapan pendekatan
fungsi manajemen dalam pengelolaan manajemen keperawatan yang
berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien menjadi suatu hal yang
sangat penting agar strategi pengelolaan keselamatan pasien menjadi lebih
efektif.Berdasarkan hal tersebut maka penerapan fungsi manajemen yang
mengacu pada mutu dan keselamatan pasien adalah sebagaimana yang
dijabarkan dalam penjelasan berikut :
17
18
2.4.2. Fungsi penerapan (planing)
Landasan dari fungsi panajemen secara keseluruhan adalah fungsi
perencanaan. Fungsi manajemen lainnya dapat dilakukan dengan baik
jika fungsi perencanaan telah dilaksanakan secara optimal. Penerapan
visi, misi, dan tujuan organisasi merupakan bentuk nyata fungsi
perencanaan yang harus dilakukan oleh seorang manajer keperawatan
(Huber, 2006), terkait dengan hal ini visi, misi dan tujuan organisasi
menjadikan manajer dan staf perawat dapat terlibat secara optimal dalam
memperbaiki mutu melalui keselamatan pasien. Gillies (1994) menyatakan
dan meningkatkan efektifitas kerja. Hal ini secara jelas menyatakan
mengenai dampak fungsi perencanaan terhadap keselamatan pasien .
2.4.1.2. Fungsi pengorganisasian (organizing)
Pengelolaan sumber daya dalam oganisasi (man, money, methods,
machine, dan materials) akan diatur penggunaannya secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan organisasi melalui penerapan fungsi
pengorganisasian. Efektifitas fungsi keperawatan dalam organisasi dapat
didorong dengan menempatkan keperawatan dalam struktur formal dan
informal. Dalam lingkup keselamatan pasien maka pengelolaan efektif
sumber daya organisasi yang salah satunya melalui pelatihan terhadap
SDM keperawatan serta keterlibatan dalam struktur formal dan informal
merupakan aplikasi fungsi pengorganisasian untuk menghasilkan asuhan
yang aman.
2.4.1.3. Fungsi pelaksanaan (Actuating)
Fungsi pelaksanaan lebih menekankan pada upaya untuk mengarahkan
dan menggerakan semua sumber daya manusia untuk mencapai tujuan
18
19
organisasi. Optimalisasi lingkungan kerja diciptakan melalui pengaruh dan
dukungan terhadap staf serta adanya komunikasi efektif merupakan upaya
yang sangat. Dibutuhkan agar staf termotivasi dan bersemangat dalam
melakukanpekerjaannya. Pelatihan yang diberikan sesuai kebutuhan staf
khususnya terkait keselamatan pasien merupakan hal yang penting untuk
menimbulkan kesadaran perawat akan tugas dan tanggung jawabnya dalam
mendukung tujuan organisasi untuk menjamin asuhan berkualitas dan
aman.
2.4.1.4. Fungsi pengawasan (controling)
Standar keberhasilan program dalam bentuk target, prosedur kerja
dan penampilan staf dibandingkan dengan hasil yang mampu dicapai atau
mampu dikerjakan oleh staf merupakan hal penting dalam funsi
pengawasan dan pengendalian (Marquis & Huston, 2006). Selain itu
supervise dalam konteks penilaian,pengawasan dan pembinaan terhadap
kinerja staf juga merupakan hal yang sngat penting, jika dikaitkan dengan
mutu dan keselamatan pasien maka pelatihan yang ditindak lanjuti dengan
pengembangan target, prosudur kerja dan penampilan kerja staf melalui fungsi
mengendalian danpengawasan secara optimal merupakan suatu hal yang
sangat penting agar staf dapat secara konsisten menjaga kualitas kinerjanya
yang berorientasi pada mutu dan keselamtan pasien.
2.4.1.5. Peran perawat dalam keslamatan pasien
Menurut Mitchell dalam Hughes (2008), perawat merupakan kunci
dalam pengembangan mutu melalui keselamata pasien. Dinyatakan pula
bahwa sejak masa yang lalu responsibilitas perawat terhadap aspek
keselatan pasien telah ada walaupun masi terbatas pada pencegahan
19
20
kesalahan pemberian pengobatan dan pencegahan pasien jatuh. Considine
(2005) berpendapat bahwa salah satu hal yang dapat dilakukan oleh
perawat untuk mencegah KTD beserta dampaknya adalah dengan
peningkatan kemampuan perawat untuk melakukan pencegahan dini,
deteksi resiko dan koreksi terhadap abnormalitas yang terjadi pada pasien.
Peningkatan angka kematian yang merupakan bagian dari dampak
keselamatan pasien membutuhkan peran perawat secara adekuat dalam
kondisi emergensi untuk mencegah terjadinya KTD (Dede mulyani , 2013) .
Postion statement mengenai keselamatan pasien yang disampaikan oleh
ICN (2002) adalah keselamatan pasien merupakan hal mendasar dalam
mutu pelayanan kesehatan dan pelayanan keperawatan. Peningkatan
keselamatan pasien meliputi tindakan nyata dalam rekrutmen, pelatihan dan
retensi tenaga professional, pengembangan kinerja, manajemen resiko, dan
lingkungan perawatan yang aman serta akumulasi pengetahuan ilmiah
yang terintregrasi serta berfokus pada keselamatan pasien yang disertai
dengan dukungan infrastruktur terhadap pengembangan yang ada.
Keperawatan mengarahkan keselamatan pasien pada seluruh aspek
pelayanan keperawatan. Hal ini mencakup informasi terhadap pasien dan
komponen lain mengenai resiko dan cara mengurangi resiko serta
mengadvokasi keselamatan pasien dan melaporkan KTD.
CAN (2002) menyatakan bahwa keselamatan pasien bukan hanya
merupaka isu yang dibiarkan untuk berkembang dalam keperawatan
ataupun merupakan bagian dari apa yang dilakukan perawat. Akan tetapi
keselamatan pasien merupakan perwujudan dari komitmen perawat
terhadap kode etik untuk menjaga keselamatan pasien, kompoten dan etis
20
21
dalam keperawatan. Keselamatan pasien juga merupakan dasar dalam
melakukan asuhan keperawatan dimanapun perawat itu bekerja.Kontribusi
kritis perawat dalm keselamatan pasien adalah kemampuan
mengkoordinasikan dengan mengintregasikan berbagai aspek dari mutu
dalam pelayanan keperawatan baik yang secara langsung diberikan oleh
perawat maupun dengan bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya.
Kontribusi ini merupakan faktor yang sangat mungkin mempengaruhi
hubungan antara staf keperawatan yang kompoten dengan menurunnya
komplikasi dan rendahnya angka kematian (Hughes, 2008 dalam Dede
Mulyani).
Hughes (2008) menyatakan bahwa perawat merupakan ‘sharp end’ atau sisi
tajam dari pelayanan yang diberikan terhadap pasien. Contoh konkrit terkait
hal ini adalah dalam pengelolaan obat oleh perawat. Pengelolaan obat
menyita 40% waktu kerja perawat dan kesalahan dalam pengelolaan obat
akan terjadi jika terjadi penurunan konsentrasi dan adanya distraksi,
peningkatan beban kerja dan staf tidak berpengalaman
Sebagian besar kebutuhan perawatan pasien berfokus pada pekerjaan
yang dilakukan perawat (Mitchell, dalam Hughes, 2008).Senada dengan hal
ini cahyono (2008) menyatakan bahwa dengan peran dan kontak selama 24
jam terus menerus membuat perawat lebih mengetahui kebutuhan fisik
maupun emosional pasien dibandingkan dokter. Di sisi lain berdasarkan riset
yang dilakukan AHRQ menyatakan bahwa rumah sakit dengan level staf
keperawatan yang rendah cenderung untuk menimbulkan outcome pasien
yang kurang baik seperti pneumonia, syok, gagal jantung dan infek saluran
kemih (Stanton, 2004 dalam Yulia sri ,2010 ).
21
22
Peran perawat dalam keselamatan pasien tergambar dari banyak hal spesifik
terkait dengan respon akan kebutuhan keselamatan pasien. Responsibilitas
perawat terhadap keselamatan pasien menurut ICN (2002) meliputi:
1). Menginformasikan potensial resiko terhadap pasien dan keluarga
2). Melaporkan KTD secara tepat dan cepat kepada pengambil
kebijakan.
3). Mengambil peran serta yang aktif dalam mengkaji keselamatan dan
mutu perawatan.
4). Mengembangkan komunikasi dengan pasien dan tenaga profesional
kesehatan lain.
5). Melakukan negoisasi untuk pemenuhan level staf yang adekuat.
6). Mendukung langkah-langkah pengenbangan keselamatan pasien.
7). Meningkatkan program pengendalian infeksi yang tepat.
8). Melakukan negoisasi terhadp standarisasi kebijakan dan protokol
pengobatan untuk meminimalisir kesalahan.
9). Mempertanggungjawabkan profesionalitas dengan melibatkan tenaga
farmasi, dokter, dan lainnya untuk mengembangkan pengemasan
dan penamaan obat-obatan.
10). Berkolaborasi dengan sistem pelaporan nasional untuk mencatat,
menganalisis dan belajar dari KTD.
11). Mengembangkan suatu mekanisme, misalnya melalui akreditasi,
untuk menilai karakteristik penyedia layanan kesehatan sebagai
standar yang digunakan untuk mengukur kesempurnaan
dalam keselamatan pasien.
22
23
Perkembangan yang telah sampai pada adanya kebijakan mengenai Nine life
saving patient safety solution yang merupakan suatu sistem untuk
mencegah/mengurangi cidera pasien dan meningkatkan keselamatan pasien
secara lebih nyata (WHO, 2007). Solusi ini diharapkan dapat dijadikan panduan
bagi tenaga kesehatan termasuk perawat dalam menerapkan keselamatan pasien
dengan pendekatan yang lebih aplikatif sebagaimana yang juga dirumuskan oleh
tim KKP-RS.
Sembilan solusi life-saving keselamatan pasien rumah sakit ini diharapkan
dapat membantu rumah sakit dalam memperbaiki proses asuhan pasien, redesain
prosedur /sistem dan menghindari terjadinya KTD serta menjadi pedoman
kinerja dalam meningkatkan penerapan keselamatan pasien (Depkes, 2008).solusi
tersebut meliputi 9 aspek yaitu:
1) Memperhatikan nama obat, rupa obat dan ucapan mirip, 2) mengidentifikasi pasien,
3) melakukan komunikasi secara benar saat serah terima pasien, 4) memastikan
tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar, 5) mengupayakan pengendalian
cairan elektrolit pekat, 6) menjamin akurasi ketepatan pemberian obat, 7)
mencegah salah kateter dan salah sambung slang, 8) menggunakan alat injeksi
sekali pakai 9) meningkatkan kebersihan tangan.
Peran perawat professional dalam pelayanan yang terintregasi meliputi
pencegahan terhadap kesalahan dan kejadiaan nyaris cidera melalui identifikasi
hazard dan penurunan kondisi pasien sebelum terjadi kesalahan dan kejadian
yang tidak diinginkan (Considine,2005). PPNI (2010) juga telah mencamtumkan
23
24
kompotensi yang relevan dengan penerapan keselamatan pasien bagi perawat di
Indonesia. Kompotensi tersebut meliputi :
1) Menggunakan alat pengkajian yang tepat untuk mengidentifikasi resiko
actual potensial terhadap keselamatan dan melaporkan kepada pihak yang
berwenang, 2) mengambil tindakan segera dengan menggunakan strategi
manajemen resiko peningkatan kualitas untuk menciptakan dan menjaga
lingkungan asuhan yang aman dan memenuhi peraturan nasional, persyaratan
keselamatan dan kesehatan tempat kerja serta kebijakan dan prosedur, 3)
menjamin keamanan dan ketepatan penyimpanan, pemberian, dan pencatatan
bahan-bahan pengobatan, 4) memberikan obat termasuk dosis yang tepat, cara,
frekuensi, berdasarkan pengetahuan yang akurat tentang efek farmakologis,
karakteristik klien dan terapi yang disetujui sesuai dengan resep yang
ditetapkan, 5) memenuhi prosedur pencegahan infeksi dan mencegah terjadinya
pelanggaran dalam praktek yang dilakukan praktisi lain. 6) mengidentifikasi dan
merancanakan langkah-langkah khusus yang diperlukan untuk menangani klien
di area , 7) praktek khusus dalam kondisi bencana.
Program patient safety di harapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang tidak seharusnya dan meningkatkan
pertanggungjawaban rumah sakit terhadap pelayanan yang diberikan kepada
pasien (Depkes RI ,2006).
24
25
BAB III
KERANGKA KONSEP , HIPOTESIS , DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka konsep
Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan
dan membentuk suatu teori yang menjelaskan tentang suatu keterkaitan antar variable
(variable yang diteliti maupun variable yang tidak diteliti). (Nursalam, 2008).
Variabel independen variabel dependen
Variabel diteliti
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Pengetahuan Dan Sikap
Perawat Dengan Pelaksanaan Keselamatan Pasien (Patient Safety).
25
Pelaksanaan Keselamatan Pasien
(Patient Safety)
Pengetahuan Baik
kurang Sikap
cukup
26
3.2. Hipotesis penelitian
Dari kerangka konseptual diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
1. H1 : Ada hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaan
keselamatan pasien (Patient Safety) di Instalasi gawat darurat
BLU. RSUP.Prof. Dr . R. D. Kandou Manado .
2. H1 : Ada hubungan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan
pasien (Patient Safety) di Instalasi gawat darurat BLU .RSUP .
Prof . Dr. R. D. Kandou Manado .
26
27
3.3. Defenisi operasional variabel
Defenisi operasional adalah defenisi berdasarkan karakteristik yang di amati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati
(diukur) itulah yang merupakan kunci defenisi operasional (Nursalam, 2008).
Tabel 3.3.1 : Definisi oprasional Penelitian Hubungan pengetahuan dan sikap
perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety)
di BLU .RSUP .Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
No Variabel Defenisi
operasional
Parameter instrumen Skala Skore
1. Independen:
Pengetahuan
Perawat
Pengetahuan
perawat
pelaksanaan
keselamatan
pasien
(patient
safety).
Materi
keselamatan
pasien (patient
safety)
Lembar
kuesioner
Ordinal Baik76-
100%
Cukup
57-75%
Kurang
< 56%
2. Independen:
Sikap perawat
Respon
perawat
terhadap
pelaksanaan
keselamatan
pasien
(patient
safety)
Penerapan
Menerima
Merespon
Lembar
kuesioner
Ordinal Baik
76-
100%
Cukup
57-75%
Kurang
< 56%
Baik 76-
27
28
3. Dependen
pelaksanaan
keselamatan
pasien
(patient
safety).
tindakan
keselamatan
pasien
(patient
safety).
Dilakukan
Tidak dilakukan
Kuesioner Ordinal 100%
Cukup
57-75%
Kurang
<56%
BAB IV28
29
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain penelitian
Dilihat dari cara pengumpulan dan pengelolaan datanya maka
penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan penelitian
korelasional. Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan
hubungan korelatif antar variabel. Yang dilakukan secara “cross
sectional” yakni jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran
/observasi data variabel independen dan dependen hanya dinilai satu
kali pada satu saat. (Nursalam, 2003).
4.2 Kerangka kerja
29Populasi :
Perawat Dinas Di IGD BLU.RSUP.Prof. D.r R.D.Kandou Manado berjumlah 98 orang
30
Gambar : 4. 2. Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Pengetahuan Dan
SikapPerawat Dengan pelaksanaan keselamatanPasien
(Patient Safety) Di Instalasi Gawat Darurat BLU.
RSUP. Prof. Dr. R. D.Kandou Manado.
4.3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
30
Sampel : Perawat Dinas Di UGD BLU.RSUP.Prof.D. r. R.D.Kandou Manado yang memenuhi kriteria
inklusi berjumlah 98 orang.
Pengumpulan data
Pengukuran aspek pengetahuan Dan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan Pasien (Patient Safety)
dengan lembar kuesioner
Pengolahan data menggunakan UJi Spearman-Rho
Penyajian hasil
Total sampling
31
4.3.1. Populasi
Notoatmodjo (1993), populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan
diteliti. Sedangkan Dr. Siswojo mengatakan definisi dari populasi adalah
sejumlah kasus yang memenuhi seperangkat kriteria yang ditentukan peneliti.
Disini peneliti menentukan sendiri kriteria-kriteria yang ada pada populasi yang
akan diteliti (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah
perawat dinas di Intalasi gawat darurat BLU. RSUP .Prof. D.r. R.D.Kandou
Manado, di mana populasi adalah subyek yang memenuhi kriteria yang
ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini berjumlah 98
perawat.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang telah di pilih dengan sampling untuk
bisa memenuhi atau mewakili populasi (Nursalam, 2008).
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi
target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2008).
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Perawat dengan pendidikan minimal DIII Keperawatan.
2. Perawat pelaksana
3. Bersedia menjadi responden penelitian.
31
32
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi dari studi karena berbagai sebab, (Nursalam, 2008) .
Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini :
1. Perawat dengan pendidikan SPK
2. Perawat manajer
3. Perawat yang mengambil cuti saat penelitian
4.Perawat yang sakit saat penelitian
4.3.3 Teknik Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili
populasi agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan
subjek penelitian (Nursalam, 2008).
Pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu suatu
teknik penetapan sampling dengan cara menjadikan semua populasi sebagai sampel
penelitian. (Nursalam, 2008).
4.4. Identifikasi variable
Soeparto (2000), variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan
nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2008).
4.4.1. Variabel Independen
Yang menjadi variabel independen adalah dukungan pengetahuan perawat dan
sikap perawat . Variabel independen adalah yang nilainya menentukan variabel lain.
32
33
Suatu kegiatan stimulaus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak
pada variabel dependen (Nursalam, 2008).
4.4.2. Variabel Dependen
Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
keselamatan pasien (Patient Safety). Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel
lain. Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel
lain (Nursalam, 2008).
4.5. Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.5.1. Instrumen
Arikunto (1995 dalam Riduwan 2008), instrumen pengumpulan data adalah
alat bantu yang dipilih oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar
kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrument yang
digunakan dalam penelitan ini adalah kuesioner.
Proses pengambilan dan pengumpulan data dalam penelitian ini di peroleh
melalui instrumen berupa kuesioner yang diberikan kepada responden . Pada jenis
pengukuran ini peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk
menjawab pertanyaan secara tertulis. Pertanyaan diajukan kepada subjek kemudian
subjek menjawab secara bebas tentang sejumlah pertanyaan yang diajukan secara
terbuka oleh peneliti.
33
34
Kuesioner yang diberikan terdiri dari :
1. Bagian 1 untuk data demografi responden, terdiri dari umur, jenis kelamin
dan pendidikan.
2. Bagian 2 berupa kuesioner pengetahuan perawat. dari 10 pertanyaan
dengan pilihan jawaban benar = 2, Salah = 1. Dengan kriteria skor
dikategorikan : skor 76-100 pengetahuan perawat baik, skor 57-
75 ,pengatahuan perawat cukup, dan skor ≤ 56 pengetahuan perawat
kurang.
3. Bagian 3 berupa kuesioner sikap perawat terdiri dari 10 pernyataan
dengan pilihan jawaban Sangat setuju = 3, Setuju = 2, tidak setuju = 1 .
Dengan kriteria skor dikategorikan : skor 76-100 sikap baik, skor 57-75
sikap cukup, dan skor ≤ 56 sikap kurang.
4. Bagian 4 berupa kuesioner pelaksanaan keselamatan pasien (Patient
Safety) terdiri dari 10 pernyataan dengan pilihan jawaban Selalu
dilakukan = 3, jarang dilakukan= 2, tidak pernah dilakukan = 1.
Dengan kriteria skor dikategorikan : skor 76-100 pelaksanaan baik,skor
57-75 pelaksanaan cukup, dan skor ≤ 56 pelaksanaan kurang.
Kemudian dikategorikan kedalam bentuk presentase dengan cara
perhitungan presentase menggunakan rumus :
P= FN
x 100 %
Dimana P : Presentasi
F : Jumlah jawaban yang benar
34
35
N : Jumlah skor maksimal, jika pertanyaan dijawab benar
(Arikunto, 1998).
Setelah presentasi diketahui kemudian hasilnya diinterprestasikan dengan:
Kriteria Baik: 76 % -100 %, Cukup: 56 %-75 %, Kurang: <56 % (Arikunto,
1998). Karena Korelasi Spearman Rank bekerja dengan data ordinal, maka data
yang telah peneliti dapatkan terlebih dahulu diubah dalam bentuk rangking.
Kemudian jawaban yang telah dihitung secara manual, akan dilakukan uji
analisis untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen dengan menggunakan uji statistik “sperman rho” yang sesuai dengan
skala data yang tersedia.
4.5.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada Bulan september 2013 di Instalasi gawat
darurat BLU.RSUP. Prof . Dr. R.D. Kandou Manado
4.5.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan, 2008). Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Dimana, peneliti
menyuruh responden untuk memberikan tanda centang [√] pada pilihan
jawaban yang tepat menurut responden. Pengumpulan data dilakukan dengan
menyuruh responden untuk mengisi kuesioner yang ada. Namun sebelumnya,
diminta persetujuan dari responden melalui informed consent. Apabila
responden setuju maka dilanjutkan dengan pengisian kuesioner sesuai dengan
petunjuk pengisian yang digunakan.
35
36
4.5.4. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah dengan beberapa tahap yaitu:
a. Pengeditan Data (Editing).
Langakah ini dilakukan peneliti untuk memeriksa kembali
kelengkapan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan
penenelitian dilakukan pengelompokan dan penyusunan data.
b. Pengkodean Data (Coding)
Coding adalah pengalokasian jawaban-jawaban yang ada menurut
macamnya kebentuk kode-kode agar lebih mudah dan sederhana.
c. Memberikan Skore (Scoring)
Setelah dilakukan koding data, maka dilakukan pemberian skore
pada masing-masing sub variabel dan dijumlahkan.
d. Memproses Data (processing)
Setelah data dikumpukan kemudian diproses dengan komputer untuk
dianalisis.
e. Pembersihan Data (Cleaning)
Pembersihan data dilakukan untuk mengoreksi jika ada kesalahan
pengolahan data sehingga dapat diperbaiki .
36
37
4.5.5. Cara Analisa Data
Metode analisa data merupakan suatu metode yang digunakan untuk diuji
kebenarannya, kemudian akan diperoleh suatu kesimpulan dari penelitan tersebut
(Nursalam, 2008).
Dalam penelitian ini hasil lembar observasi yang telah dikumpulkan dan
kuesioner yang telah diisi responden dilakukan tabulasi dan analisa data dengan
menggunakan uji statistik “Spearman rho”, yaitu untuk mengetahui hubungan antara
dua variabel, pengolahan data di dilakukan dengan bantuan komputerisasi melalui
program SPSS 19 Windows. Dari hasil perbandingan kedua variable terikat dan bebas
tersebut akan ditentukan apakah hipotesa diterima atau ditolak. Apabila nilai yang
didapat lebih kecil daripada nilai signifikansi (p<0,05), maka hipotesis kerja (Ha)
diterima.
a. Analisis Univariat
Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel penelitian terutama untuk melihat
tampilan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap-tiap variabel.
b. Analisis Bivariate
Untuk melihat hubungan dari variabel independen terhadap dependen
dengan menggunakan uji statistik Spearman Rho dengan menggunakan
software computer program SPSS 19.
37
38
4.6. Etika Penelitian
4.6.1. Informed-Consent
Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada subjek penelitin, peneliti harus
menjelaskan secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan,
responden juga harus diberi penjelasan bahwa responden mempunyai hak untuk bebas
berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Jika responden menyetujui, maka
responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan (Informed Concent).
4.6.2. Tanpa nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan subyek penelitian. Peneliti tidak mencantumkan
nama responden pada lembar observasi dan kuesioner, cukup dengan memberikan
kode pada masing-masing lembaran kuesioner tersebut.
4.6.3 Kerahasiaan (Confidentially)
Kerahasiaan informasi dari peneliti akan dijaga oleh peneliti hanya data tertentu
yang akan ditampilkan sebagai hasil penelitian.
38
39
DAFTAR PUSTAKA
Bawele, Seleya. JS.Sinolungan (2013) .Hubungan Pengetahuan Perawat Dengan Pelaksanaan Patient Safety Di RS.Liun Kendage Tahuna.Ejournal keperawatan unsrat volume 1. No.1
Cahyono , J.B.S.B. (2008) . Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran. Yogyakarta : Penerbit Kanisus.
Dede , Sri , Mulyani (2013) . Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien DiUnit Rawat Inap RS. X Jakarta . Tesis Tidak Di Publikasikan , Universitas Indonesia , Depok , Indonesia. Di akses tanggal 16/08/2013 dari http:// lontar .UI .ac. id / file : digital / yulia .pdf.
Depkes . (2006) . Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) . Jakarta : Depkes RI.
Dr . Notoatmodjo , Soekidjo . (2002) . Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta : Penerbit Rineka Cipta .
Nursalam ,(2003) . Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi ,Tesis , Dan Instrumen Keperawatan I . Jakarta : Salemba Medika .
Notoadmojo, S.(2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku . Jakarta : Rineka cipta.
Nursalam ,(2008). Konsep & Penerapan Metodologi penelitian Ilmu Keperawatan edisi 2 , Jakarta : Salemba Medika.
Riduan , (2008) . Dasar-dasar Statistik . Bandung : Alfabeta
Setiadi , (2007) . Konsep Penulisan Riset Keperawatan . Yogyakarta : Graha Ilmu
Yulia ,Sri .(2010) .Pengaruh Pelatihan Keselamatan PasienTerhadap Pemahaman Perawat Pelaksana Mengenai Penerapan Keselamatan Pasien Di RS. Tugu Ibu Depok . Tesis Tidak Dipublikasikan , Universitas Indonesia , Depok, Indonesia . Di akses tanggal 17/08/2013 dari http : // Lontar .ui.ac. id / file : digital / yulia .pdf
39
40
FORMULIR PERMOHONAN
MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Oleh: Sujiyanto Subrata
Kepada Yth: Bapak / Ibu responden
Saya mahasiswa program studi ilmu keperawatan STIKES muhammadiyah
manado (STIKES). Saya akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan
Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Pelaksanaan Keselamatan Pasien
(Patient Safety) Di Instalasi Gawat Darurat BLU. RSUP. Prof. D.r. R.
D .Kandou Manado.
Untuk keperluan di atas saya mohon kesediaan bapak/ibu/saudara untuk
mengisi kuesioner yang telah saya susun dengan sejujur-jujurnya. Semua data
yang dikumpulkan akan dirahasiakan dan tanpa nama. Data disajikan hanya
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak akan dipergunakan untuk
maksud lain
Demikian permintaan kami,atas perhatian dan peran sertanya kami
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
40
Lampiran
41
Peneliti
Sujiyanto Subrata
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA RESPONDEN
“Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat Dengan Pelaksanaan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Intalasi Gawat Darurat BLU. RSUP.
Prof. D.r. R . D. Kandou Manado”
Oleh: Sujiyanto Subrata
Setelah menerima penjelasan maksud dan tujuan penelitian ini maka dengan
penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya bersedia untuk ikut berpartisipasi sebagai
responden yang pada penelitian yang dilakukan oleh sujiyanto subrata, mahasiswa
program studi ilmu keperawatan STIKES MUHAMMADIYAH Manado yang
berjudul : Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Pelaksanaan
Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di instalasi Gawat Darurat BLU. RSUP .Prof.
D.r .R. D. Kandou Manado.
Tanda tangan saya di bawah ini, sebagai bukti kesediaan saya menjadi responden
penelitian.
41
Tangga
l :……………………….
No. responden :……………………….
Tanda Tangan :………………………
Lampiran
42
KUESIONER
“ Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan pelaksanaan
Keselamatan Pasien (Patient Safet ) Di Instalasi Gawat Garurat BLU. RSUP.
Prof. D. r R.D. Kandou Manado”
Petunjuk umum pengisian :
a. Berikan tanda cek (√) pada kotak sesuai dengan identitas saudara
b. Jika saudara ingin memperbaiki jawaban yang salah,beri tanda silang (×) di
kolom yang salah kemudian beri tanda cek (√) pada jawaban yang anda
anggap benar.
No.responden (kode) :……………………………………………….
Tanggal pengisian :
A. Data Demografi :
1. Umur :…………Tahun
2. Jenis kelamin : laki-laki Perempuan
42
Tangga
l :……………………….
No. responden :……………………….
Tanda Tangan :………………………
Lampiran
43
3. Tingkat pendidikan: DIII S1.KEP NERS
DIV
B. Pengetahuan perawat
No Pernyataan Benar
(2)
Salah
(1)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Nama obat yang mirip dan membingungkan merupakan
salah satu penyebab terjadinya kesalahan obat.
Obat yang ditulis adalah nama dagang, nama generik,
petunjuk pemakaian dan indikasinya untuk membedakan
nama obat yang terdengar atau terlihat mirip.
Cek ulang secara detail identifikasi pasien untuk memastikan
pasien yang benar sebelum dilakukan tindakan.
Penerima informasi tentang pasien membacakan ulang tentang
informasi pasien yang telah di tulis untuk memastikan bahwa
informasi telah di terima secara benar.
Verifikasi pada tahap pre prosedur dan pasca prosedur untuk
memastikan tindakan yang benar.
Standarisasi dosis ,unit pengukuran ,dan terminologi
merupakan hal penting dalam pengendalian cairan pekat.
Rekonsiliasi obat adalah salah satu proses yang dirancang
untuk mencegah kesalahan pemberian obat saat pengalihan
pasien.
43
44
8.
9.
10.
Solusi terbaik adalah mendesain alat yang mencegah salah
sambung dan tepat digunakan untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang baik.
Salah satu kekhwatiran adalah tersebarnya virus HIV,virus
hepatitis b,virus hepatitis c akibat penggunaan jarum suntik
yang berulang.
Bukti nyata bahwa kebersihan tangan dapat menurunkan
insiden infeksi nasokomial.
44
45
B. sikap perawat
Option (3) sangat setuju ,(2) setuju (1) tidak setuju
45
No
Pernyataan
3 2 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Pasien dan keluarga berhak mendapatkan informasi
potensial resiko keselamatan.
Patient safety tidak pernah di korbankan hanya untuk
menyelesaikan pekerjaan yang banyak.
Ketika suatu “event” (pasien jatuh,kesalahan obat)
dilaporkan ,hal tersebut terasa seperti mencatat aib
sendiri,dari pada masalahnya.
Kesalahan-kesalahan yang di laporkan berperan penting
untuk membawa perubahan yang positif.
Kami secara aktif melakukan hal-hal yang dapat
meningkatkan kualitas patient safety (keselamatan
pasien).
Dalam unit ini,kami memiliki masalah dalam patient
safety (keselamatan pasien).
Kami khawatir bahwa kesalahan (kesalahan informasi
pasien,kelalaian perawat),yang dilakukan akan di catat di
data personalia .
Hal-hal buruk yang tidak di inginkan (pasien jatuh,
kesalahan informasi keadaan pasien ) sering terjadi ketika
memindahkan pasien dari IGD ke unit lain.
Kami merasa bahwa kesalahan yang kami perbuat
memberikan dampak negatif bagi kami.
Hanya suatu kebetulan “event”(kesalahan
pengobatan ,pasien jatuh.dsb) terjadi di unit ini.
46
C. pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety).
Option (3) selalu dilakukan (2) jarang dilakukan (1) tidak pernah dilakukan
No Pernyataan 3 2 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Saya menjelaskan nama dan jenis obat yang akan di
berikan kepada pasien.
Saya menanyakan nama dan identitas pada saat pasien
masuk ruangan
Saya melibatkan keluarga dan pasien saat memberikan
asuhan keperawatan.
Saya memastikan identitas pasien sesuai dengan tindakan
yang akan di lakukan .
Saya mencocokan cairan infus ,transfusi darah sesuai
lembar observasi medik pasien.
Saya mengechek penyambungan slang infus sebelum
memberikan obat melalui slang infus.
Saya memakai alat injeksi sekali pakai
Saya mempertahankan kesterilan alat injeksi.
Saya mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan.
Saya menjelaskan kegunaan obat serta kontra indikasi obat
kepada pasien
46
No
Pernyataan
3 2 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Pasien dan keluarga berhak mendapatkan informasi
potensial resiko keselamatan.
Patient safety tidak pernah di korbankan hanya untuk
menyelesaikan pekerjaan yang banyak.
Ketika suatu “event” (pasien jatuh,kesalahan obat)
dilaporkan ,hal tersebut terasa seperti mencatat aib
sendiri,dari pada masalahnya.
Kesalahan-kesalahan yang di laporkan berperan penting
untuk membawa perubahan yang positif.
Kami secara aktif melakukan hal-hal yang dapat
meningkatkan kualitas patient safety (keselamatan
pasien).
Dalam unit ini,kami memiliki masalah dalam patient
safety (keselamatan pasien).
Kami khawatir bahwa kesalahan (kesalahan informasi
pasien,kelalaian perawat),yang dilakukan akan di catat di
data personalia .
Hal-hal buruk yang tidak di inginkan (pasien jatuh,
kesalahan informasi keadaan pasien ) sering terjadi ketika
memindahkan pasien dari IGD ke unit lain.
Kami merasa bahwa kesalahan yang kami perbuat
memberikan dampak negatif bagi kami.
Hanya suatu kebetulan “event”(kesalahan
pengobatan ,pasien jatuh.dsb) terjadi di unit ini.
47
47