BAB I

70
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen resiko,identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil ( Kemenkes ,2011). World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 mengumpulkan angka angka 1

description

pasien safety

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit

membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen resiko,identifikasi dan

pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis

insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi

solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera

yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil ( Kemenkes ,2011).

World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 mengumpulkan angka

angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika ,Inggris , Denmark

dan Australia , ditemukan KTD dengan rentang 3.2 – 16,6 %. Data-data tersebut

menjadikan pemicu berbagai Negara segera melakukan penelitian dan

mengembangkan sistem keselamatan pasien (Yulia sri , 2010) .

Data di Indonesia tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera masih langka,

namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan mal praktek yang belum tentu

sesuai dengan pembuktian akhir . insiden pelanggaran patient safety 28,3 %

dilakukan oleh perawat , perawat harus menyadari perannya sehingga harus

dapat berpartisipasi aktif dalam mewujudkan patient safety. Kerja keras

perawat tidak dapat mencapai level optimal jika tidak di dukung dengan

sarana prasarana manajemen rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya (Adib,

2009 dalam Selleya, 2013). Penelitian serupa tentang hubungan pengetahuan

1

Page 2: BAB I

2

dan motivasi dengan sikap mendukung penerapan program patient safety di

rumah sakit daerah umum Moerwadi Surakarta ,oleh Aryani (2008)

menyimpulkan bahwa pengetahuan perawat pelaksana tentang konsep patient

safety baik dan sikap mendukung penerapan program patient safety tinggi

(Selleya , 2013).

Survey awal yang dilakukan peneliti di instalasi gawat darurat BLU.

RSUP .Prof. Dr. R. D.Kandou Manado, memiliki khusus tenaga keperawatan 98

orang .sebagaian besar perawat sudah pernah mengikuti pelatihan patient safety

dan instalasi gawat darurat telah menerapkan program patient safety. secara

keseluruhan program patient safety sudah diterapkan di intalasi gawat darurat ,

namun masalah dilapangan merujuk pada pelaksanaan patient safety , karena

walaupun sudah mengikuti sosialisasi patient safety tetapi masih ada resiko

pasien cidera, resiko pasien jatuh , resiko salah pengobatan , pendelegasian yang tidak

akurat saat operan pasien yang mengakibatkan keselamatan pasien menjadi

kurang maksimal.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang dapat dirumuskan masalah bagaimana

hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamanatan

pasien (Patient Safety) di Instalasi Gawat Darurat BLU. RS U P. Prof .Dr. R. D.

Kandou Manado.

1. 2.1. Pernyataan Masalah

Perawat instalasi gawat darurat sebagian besar telah mengikuti pelatihan

patient safety namun masih ada resiko pasien jatuh, resiko salah pengobatan

resiko keselamatan pasien (Patient Safety).

2

Page 3: BAB I

3

1.2.2. Pertanyaan Masalah

1. Bagaimana hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaan keselamatan

pasien (Patient Safety) di instalasi gawat darurat BLU.Prof .Dr. R.D.

Kandou Manado

2. Bagaimana hubungan sikap perawat dengan keselamatan pasien (PatientSafety)

di instalasi gawat darurat BLU.Prof.Dr. R.D. Kandou Manado.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan pelaksanaan

keselamatan pasien (PatientSafety) di instalasi gawat darurat

BLU.RSUP.Prof. D.R. Kandou Manado.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Menganalisa hubungan pengetahuan perawat dengan keselamatan pasien

(patient safety) di insatalasi gawat darurat BLU.RSUP.Prof.Dr.D.R.Kandou

manado.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peniliti

Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator mutu pelayanan di

rumah sakit.Sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman dalam bidang pelaksanaan keselamatan pasien

di rumah sakit.

3

Page 4: BAB I

4

1.4.2. Bagi institusi rumah sakit dan unit gawat darurat

Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator mutu pelayanan di

rumah sakit. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi rumah sakit

dalam rangka memberikan pelayanan yang aman, nyaman dan bermutu

tinggi.Dengan meningkatnya keselamatan pasien di harapkan kepercayaan

masyarakat terhadap rumah sakit akan meningkat pula.

1.4.3. Bagi institusi Pendidikan

sebagai bahan masukan dalam rangka pengembangan pendidikan dan

pengajaran tentang keselamatan pasien terutama dalam hal aplikasinya di

lapangan.

4

Page 5: BAB I

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Pengetahuan

2.1.1.Pengertian Pengetahuan

Merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,

dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoadmojo ,2007 ).

2.1.2.Pengetahuan sebagai domain yang sangat penting

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seorang (overt behavior)yang terdiri dari(Notoadmojo2007):

2.1.2.1. proses adopsi perilaku :

1. awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu,

2. interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

3. evaluation (menimbang-ninbang baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya ). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi,

4. trial, orang telah memulai mencoba perilaku baru,

5. adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

5

Page 6: BAB I

6

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya rogers menyimpulkan bahwa

perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui prose seperti

ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif, makaperilaku

tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu

tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung

lama.

2.1.2.2. Tingkat Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai

enam tingkatan yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajar

sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau ransangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini

merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintrepretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan.

6

Page 7: BAB I

7

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).Aplikasi disini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau stimulasi yang

lain.

4. Analisis (analysis)

analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.Kemampuan

analisis ini dapat menggambarkan(membuat bagan), membedakan,

memisahkan, megelompokan, dan seterusnya.

5. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru.dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi ata

penilaian - penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria atau objek yang

ditentukan diri,atau menggunakan kriteri-kriteria yang telah ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoadmojo, 2007)

Pengetahuan perawat tentang patient safety sangat penting mendorong

pelaksanaan program patient safety .perawat harus mengetahui pengetian

7

Page 8: BAB I

8

patient safety ,unsur-unsur patient safety ,tujuan patient safety ,upaya

patient safety serta perlindungan diri selama kerja. Program patient safety

merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien

lebih aman ( Depkes RI, 2006 ) .

2.2. Konsep dasar sikap.

2.2.1. Defenisi sikap.

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (notoadmojo, 2007).

2.2.2. Komponen pokok sikap.

Dalam bagian lain allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai 3 komponen pokok.

1. kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

2.2.3. Tingkatan sikap.

Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

8

Page 9: BAB I

9

2. Merespon indikasi (responding)

Memberikan jawaban apabila ditannya dan menyelesaikan, tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan

suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas

yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah , adalah

berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah indikasi dari sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Perawat harus menunjukan sifat yang positif dalam mendukung program

patient safety sehingga melaksanakan praktik keperawatan yang aman.

9

Page 10: BAB I

10

2.3. Konsep dasar keselamatan pasien

2.3.1 Pengertian The institute of medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan

sebagai freedom from accidental injury. Keselamatan dinyatakan sebagai

ranah pertana dari mutu dan defenisi mengenai keselamatan ini

merupakan pernyataan dari perspektif pasien (kohn, corigan & Donaldson,

2000 dalam Dede mulyani ,2013 ). Pengertian lainnya menurut CAN (2009)

menyatakan bahwa keselamatan pasien adalah mengurangi dan meringankan

tindakan-tindakan yang tidak aman dalam sistem pelayanan kesehatan

dengan sebaik mungkin melalui penggunaan penampilan praktek yang

baik untuk mengoptimalkan outcome pasien. Senada dengan hal ini

hughes (2008) menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan

pencegahan cidera terhadap pasien. Pencegahan cidera didefinisikan

sebagai bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak sengaja atau dapat

dicegah sebagai hasil perawatan medis. Sedangkan praktek keselamatan

pasien diartikan sebagai menurunkan risiko kejadiaan yang tidak

diinginkan yang berhubungan dengan paparan terhadap lingkup diagnosis

atau kondisi perawatan medis (Dede mulyani , 2013).

KKP-RS dan DEPKES (2008) mendefinisikan bahwa

keselamatan /safety adalah bebas dari bahaya atau resiko (hazard).

Keselamatan pasien (patient safety) adalah pasien bebas dari harm /cidera

yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan

terjadi (penyakit, cidera, fisik/sosial/ psikologis, cacat, kematian dll),

terkait pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien merupakan suatu sistem

dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem ini

meliputi: assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang

10

Page 11: BAB I

11

berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan, dan analisis insiden,

kemampuan belajar dari insiden dan menindaklanjuti insiden serta

implementasi solusi untuk mengurangi dan meminimalkan timbulnya

resiko (Depkes, 2008; undang-undang no. 44 tahun 2009 ).

Upaya tenaga kesehatan untuk tidak membahayakan dan merugikan

pasien yang telah mempercayakan penanganan kesehatannya terhadap

tenaga kesehatan dan rumah sakit dengan didasari oleh standar dan kode

etik professional yang harus ditaati, berhubungan dengan keterkaitan

berbagai upaya untuk memenuhi hak pasien atas keamanan dan

keselamatan, hak atas informasi, hak untuk didengarkan dan hak untuk

memilih pelayanan yang diperoleh (CAN, 2004, 2008). Defenisi dari

berbagai sumber diatas dapat dirumuskan menjadi suatu kesimpulan

mengenai keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan suatu bagian

penting dalam mutu pelayanan yang menekankan pada suatu kondisi

yang tidak merugikan pasien, mengurangi dan meminimalkan risiko melalui

berbagai upaya sistemik yang berorientasi pada optimalisasi hasil

pelayanan yang diterima pasien.

2.3.2. faktor-faktor keselamatan pasien.

Lumenta (2008) menyatakan penerapan keselamatan pasien dipengaruhi

oleh 5 faktor yaitu (1) faktor individu dan kinerja, (2) faktor lingkungan

kerja, (3) faktor pasien,(4) faktor organisasional dan (5) faktor eksternal.

Keberadaan kelima faktor ini merupakan hal yang berpengaruh terhadap

kemampuan organisasi untuk meningkatkan mutu melalui aspek

keselamatan pasien. Sejalan dengan hal ini, pengembangan model untuk

meninkatkan mutu dan keselamatan pasien dalam organisasi dapat juga

11

Page 12: BAB I

12

dilakukan dengan menggunakan Teori Burke dan Litwin (cahyono, 2008).

Teori ini merupakan kombinasi pendekatan transaksional dan transformasional

untuk organisasi agar dapat lebih menjamin keberhasilan penerapan

keselamatan pasien. Aspek yang ada dalam teori ini meliputi:

1) Lingkungan eksternal

Salah satu kekuatan yang dapat dan mampu mengubah orientasi

organisasi adalah dorongan yang bersumber dari lingkungan eksternal.

Dalam konteks organisasi kesehatan, tekanan eksternal dapat bersumber

dari tuntutan penerapan mutu keselamatan pasien (akreditasi), kompetisi

dalam pelayanan, semakin meningkatnya kesadaran masyarakat, dan

tuntutan hukum. Hughes (2008) menyatakan bahwa lingkungan eksternal

merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan agar organisasi dapat

memiliki komitmen tinggi dalam menerapkan mutu melalui keselamatan

pasien.

2) Kepemimpinan

Pemimpin yang ada harus mampu memahami bahwa tekanan

eksternal adalah peluang untuk berubah dalam konteks menuju kearah

penerapan keselamatan pasien yang lebih baik. Pemimpin mempunyai

tugas untuk membangun visi misi, mengkomunikasikan ide-ide perubahan,

dan membentuk strategi serta membentuk penggerak perubahan. Tanpa

dukungan yang kuat dari pimpinan organisasi maka keselamatan pasien

hanya akan menjadi mitos. Hughes (2008) menyatakan bahwa perawat

yang mampu berperan dalam perubahan dalam tatanan organisasi yang

diharapkan lebih efektif untuk menerapkan keselamatan pasien.

3 ) Budaya organisasi

12

Page 13: BAB I

13

Budaya keselamatan pasien merupakan fondasi keselamatan pasien.

Mengubah budaya keselamatan pasien dari blaming culture menjadi safety

culture merupakan kata kunci dalam meningkatkan mutu dan keselamatan

pasien. Fleming (2006) menyatakan bahwa salah satu strategi untuk

mengembangkan budaya keselamatan adalah dengan melibatkan staf

dalam perencanaan dan pengembangan budaya keselamatan. Sedangkan

menurut teori perubahan, individu, kelompok atu organisasi akan

mengalami perubahan atau tidak tergantung pada dua faktor, yaitu faktor

kekuatan tekanan (driving force) dan faktor keengganan (resistances) .

perubahan baru akan terjadi jika kekuatan tekanan melebihi kekuatan

keengganan (driving force lebih besar dari pada resistances). Perubahan

baru akan terjadi jika kekuatan tekanan melebihi kekuatan keengganan

(driving force lebih besar dari pada resistance). Responsibility yang

diperlukan dalam pemberian pelayanan yang berorientasi pada keselamatan

pasien mengarah pada kedua faktor diatas dalam menciptakan budaya

keselamatan yang diharapkan.

4) Praktik manajemen

Para manajer baik tingkat bawah, menengah,dan atas bertanggungjawab

menjalankan kebijakan dan prosedur yang telah dibuat dan telah

disepakati bersama terkait keselamatan pasien tingkat di tingkat unit

pelayanan masing-masing. Manajer keperawatan bertanggung jawab

terhadap keselamatan pasien yang hubungan dengan tugas keperawatan.

Marquis dan Huston (2006) menyatakan bahwa dukungan manajer

keperawatan terhadap pelaksanaan keselamatan pasien merupakan hal positif

yang sangat bermakna dalam keberhasilan program penjaminan mutu

13

Page 14: BAB I

14

melalui program keselamatan pasien.

5) Struktur dan sistem

Rumah sakit harus membentuk struktur organisasi tim keselamatan

pasien rumah sakit yang disertai dengan kelompok kerja, seperti: pokja

tranfusi. Pokja pencegahan keselamatan obat, pokja infeksi nasokomial,

dan sebagainya. Ada tiga prinsip perancangan sitem keselamatan pasien

yaitu: (1) cara mendesain sistem agar setiap keselamatan dapat dilihat (2)

bagaimana merancang sistem agar suatu kesalahan dapat dikurangi dan (3)

bagaimana merancang sistem agar tidak terjadi kesalahan . Rumah sakit

seharusnya mampu mengkomodasi sistem tersebut agar dapat

diimplementasikan secara optimal. Kebijakan di Indonesia telah secara

jelas mengatur kedudukan dan peran sistem berupa adanya komite

keselamatan pasien baik secara nasional maupun di rumah sakit (Depkes,

2008 dalam Yulia Sri , 2010).

6) Pengetahuan dan ketrampilan individu

Beberapa anggota staf mungkin resisten terhadap perubahan

karena kurang pengetahuan dan keterampilan. Beberapa staf lain

mendukung keselamatan pasien, tetapi tidak mengetahui apa yang harus

dilakukan. Para staf medis, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya perlu

mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan mengenai keselamatan pasien.

Pengetahuan SDM kesehatan termasuk perawat merupakan hal yang

berhubungan dengan komitmen yang sangat diperlukan dalam upaya untuk

membangun budaya keselamatan pasien melalui manajemen perubahan

terhadap SDM. Jika dihubungkan dengan lingkup perbaikan mutu,

Mangkuprawira (2008) menyatakan bahwa inovasi dalam proses perbaikan

14

Page 15: BAB I

15

mutu yang berpotensi menimbulkan perubahan pada manajemen dan staf

adalah dalam hal pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam menerapkan

teknologi baru.

Marquis dan Huston (2006) menyatakan bahwapengetahuanindividu yang

diperoleh melalui pelatihan dalam pekerjaannya termasuk dalam upaya

pengembangan yang bermakna terhadap tingkat kebbutuhan perawat akan

pengetahuan. Amstrong, Laschinger dan wong (2009) menyatakan bahwa

pengetahuan dalam konteks keselamatan pasien adalah berkaitan dengan

kemampuan individu untuk memahami tugas dan mengenali suatu ide

abstrak yang berada dalam konteks keselamatan pasien. Upaya meningkatkan

pengetahuan yang dipandang dari segi konstruksivitis merupakan upaya

konstruksi kognitif yang tidak hanya terlihat sebagai fakta dari suatu

kenyataan yang sedang dipelajari tetapi pengetahuan yang merupakan hasil

proses konstruksi kognitif secara kompleks dalam konteks perilaku ( Dede

Mulyani ).

Rasmussen, Reason dan Norman dalam Cahyono (2008) menyatakan bahwa

kontribusi tindakan yang dilakukan individu terhadap kesalahan dan KTD

tergantung pada aktifitas kognitif individu. Penyebab individu melakukan

kasalahan adalah karena tidak adekuatnya pengolahan sistem informasi dalam

sistem kognitif yang dimilikinya. Penguatan sistem kognitif yang adekuat

diharapkan secara bermakna dapat mengurangi kesalahan yang mengancam

keselamatan pasien.

15

Page 16: BAB I

16

7) Lingkungan kerja, kebutuhan individu dan motivasi

Lingkungan kerja yang kondusif dapat menumbuhkan motivasi kerja dan

akan mempermudah implementasi keselamatan pasien, misalnya

memperhatikan jam kerja, beban karja, rasio staf dan jadwal rotasi jaga,

merancang sistem yang dapat meminimalkan keraguan-raguan/ kebingunan,

mengatur sistem alih tugas secara jelas (hand-over), serta menjamin

berjalannya supervise dan komunikasi dalam tim. Pugh dan Smith (1997,

dalam juliani, 2007) menyatakan bahwa motivasi perlu dikelola agar dapat

menghasilkan penampilan kerja yang diharapkan rumah sakit.

Pemenuhan kebutuhan individu akan penngembangan peran dan kontribusinya

dalam keselamatan pasien melalui penigkatan pengetahuan merupakan upaya

untuk membangun motivasi secara adekuat. Juliani (2007) menyatakan

bahwa motivasi instrinsik yang diperoleh oleh perawat melalui pemenuhan

kebutuhan akan peningkatan pengetahuan akan metode baru dalam pekerjaan

perawat dan kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan melalui

pendidikan dan pelatihan berpengaruh secara signifikan dengan kinerja

perawat pelaksana. Naswati (2001, dalam juliani, 2007) menyatakan bahwa

terdapat hubungan korelasi yang tinggi antara motivasi dan kinerja. Hasibuan

(2002) secara jelas menyatakan bahwa pemenuhan pengembangan diri yang

diperoleh akan staf akan mengurangi kecelakaan dan meningkatkan

pelayanan ( Dede Mulyani , 2013).

Strategi yang efektif mengenai penerapan keselamatan pasien sangat

dibutuhkan agar program keselamatan pasien menimbulkan hasil yang nyata

dalam menurunkan KTD dan kerugian para penerima dan pemberi jasa

16

Page 17: BAB I

17

pelayanan kesehatan. Rumah sakit harus merancang proses baru atau

memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui

pengumpulan data, menganalisis secara intensif adanya KTD dan melakukan

perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien (Depkes,

2008 dalam Dede mulyani , 2013).

2 .4 Keselamatan pasien dalam keperawatan

2.4.1. Keselamatan pasien dan mutu pelayanan keperawatan

Peran penting manajemen keprerawatan dalam konteks pengembangan

SDM yang berhubungan dengan pelatihan keselamatan pasien tidak terlepas

dari pelaksanaan fungsi manajemen dalam mengelola pelayanan dalam

mengelola pelayanan keperawatan secara optimal. Fungsi manajemen

keperawatan yang berorientasi pada pengolaan sistemm dalam rangka

planning, organizing, actuating dan controlling terhadap berbagai fenomena

yang berhubungan dengan penelitian keselamatan pasien merupakan suatu

proses dinamis dan berkesinambungan serta perlu didukung dengan upaya

nyata agar hasil yang diperoleh menjadi optimal. Penerapan pendekatan

fungsi manajemen dalam pengelolaan manajemen keperawatan yang

berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien menjadi suatu hal yang

sangat penting agar strategi pengelolaan keselamatan pasien menjadi lebih

efektif.Berdasarkan hal tersebut maka penerapan fungsi manajemen yang

mengacu pada mutu dan keselamatan pasien adalah sebagaimana yang

dijabarkan dalam penjelasan berikut :

17

Page 18: BAB I

18

2.4.2. Fungsi penerapan (planing)

Landasan dari fungsi panajemen secara keseluruhan adalah fungsi

perencanaan. Fungsi manajemen lainnya dapat dilakukan dengan baik

jika fungsi perencanaan telah dilaksanakan secara optimal. Penerapan

visi, misi, dan tujuan organisasi merupakan bentuk nyata fungsi

perencanaan yang harus dilakukan oleh seorang manajer keperawatan

(Huber, 2006), terkait dengan hal ini visi, misi dan tujuan organisasi

menjadikan manajer dan staf perawat dapat terlibat secara optimal dalam

memperbaiki mutu melalui keselamatan pasien. Gillies (1994) menyatakan

dan meningkatkan efektifitas kerja. Hal ini secara jelas menyatakan

mengenai dampak fungsi perencanaan terhadap keselamatan pasien .

2.4.1.2. Fungsi pengorganisasian (organizing)

Pengelolaan sumber daya dalam oganisasi (man, money, methods,

machine, dan materials) akan diatur penggunaannya secara efektif dan

efisien untuk mencapai tujuan organisasi melalui penerapan fungsi

pengorganisasian. Efektifitas fungsi keperawatan dalam organisasi dapat

didorong dengan menempatkan keperawatan dalam struktur formal dan

informal. Dalam lingkup keselamatan pasien maka pengelolaan efektif

sumber daya organisasi yang salah satunya melalui pelatihan terhadap

SDM keperawatan serta keterlibatan dalam struktur formal dan informal

merupakan aplikasi fungsi pengorganisasian untuk menghasilkan asuhan

yang aman.

2.4.1.3. Fungsi pelaksanaan (Actuating)

Fungsi pelaksanaan lebih menekankan pada upaya untuk mengarahkan

dan menggerakan semua sumber daya manusia untuk mencapai tujuan

18

Page 19: BAB I

19

organisasi. Optimalisasi lingkungan kerja diciptakan melalui pengaruh dan

dukungan terhadap staf serta adanya komunikasi efektif merupakan upaya

yang sangat. Dibutuhkan agar staf termotivasi dan bersemangat dalam

melakukanpekerjaannya. Pelatihan yang diberikan sesuai kebutuhan staf

khususnya terkait keselamatan pasien merupakan hal yang penting untuk

menimbulkan kesadaran perawat akan tugas dan tanggung jawabnya dalam

mendukung tujuan organisasi untuk menjamin asuhan berkualitas dan

aman.

2.4.1.4. Fungsi pengawasan (controling)

Standar keberhasilan program dalam bentuk target, prosedur kerja

dan penampilan staf dibandingkan dengan hasil yang mampu dicapai atau

mampu dikerjakan oleh staf merupakan hal penting dalam funsi

pengawasan dan pengendalian (Marquis & Huston, 2006). Selain itu

supervise dalam konteks penilaian,pengawasan dan pembinaan terhadap

kinerja staf juga merupakan hal yang sngat penting, jika dikaitkan dengan

mutu dan keselamatan pasien maka pelatihan yang ditindak lanjuti dengan

pengembangan target, prosudur kerja dan penampilan kerja staf melalui fungsi

mengendalian danpengawasan secara optimal merupakan suatu hal yang

sangat penting agar staf dapat secara konsisten menjaga kualitas kinerjanya

yang berorientasi pada mutu dan keselamtan pasien.

2.4.1.5. Peran perawat dalam keslamatan pasien

Menurut Mitchell dalam Hughes (2008), perawat merupakan kunci

dalam pengembangan mutu melalui keselamata pasien. Dinyatakan pula

bahwa sejak masa yang lalu responsibilitas perawat terhadap aspek

keselatan pasien telah ada walaupun masi terbatas pada pencegahan

19

Page 20: BAB I

20

kesalahan pemberian pengobatan dan pencegahan pasien jatuh. Considine

(2005) berpendapat bahwa salah satu hal yang dapat dilakukan oleh

perawat untuk mencegah KTD beserta dampaknya adalah dengan

peningkatan kemampuan perawat untuk melakukan pencegahan dini,

deteksi resiko dan koreksi terhadap abnormalitas yang terjadi pada pasien.

Peningkatan angka kematian yang merupakan bagian dari dampak

keselamatan pasien membutuhkan peran perawat secara adekuat dalam

kondisi emergensi untuk mencegah terjadinya KTD (Dede mulyani , 2013) .

Postion statement mengenai keselamatan pasien yang disampaikan oleh

ICN (2002) adalah keselamatan pasien merupakan hal mendasar dalam

mutu pelayanan kesehatan dan pelayanan keperawatan. Peningkatan

keselamatan pasien meliputi tindakan nyata dalam rekrutmen, pelatihan dan

retensi tenaga professional, pengembangan kinerja, manajemen resiko, dan

lingkungan perawatan yang aman serta akumulasi pengetahuan ilmiah

yang terintregrasi serta berfokus pada keselamatan pasien yang disertai

dengan dukungan infrastruktur terhadap pengembangan yang ada.

Keperawatan mengarahkan keselamatan pasien pada seluruh aspek

pelayanan keperawatan. Hal ini mencakup informasi terhadap pasien dan

komponen lain mengenai resiko dan cara mengurangi resiko serta

mengadvokasi keselamatan pasien dan melaporkan KTD.

CAN (2002) menyatakan bahwa keselamatan pasien bukan hanya

merupaka isu yang dibiarkan untuk berkembang dalam keperawatan

ataupun merupakan bagian dari apa yang dilakukan perawat. Akan tetapi

keselamatan pasien merupakan perwujudan dari komitmen perawat

terhadap kode etik untuk menjaga keselamatan pasien, kompoten dan etis

20

Page 21: BAB I

21

dalam keperawatan. Keselamatan pasien juga merupakan dasar dalam

melakukan asuhan keperawatan dimanapun perawat itu bekerja.Kontribusi

kritis perawat dalm keselamatan pasien adalah kemampuan

mengkoordinasikan dengan mengintregasikan berbagai aspek dari mutu

dalam pelayanan keperawatan baik yang secara langsung diberikan oleh

perawat maupun dengan bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya.

Kontribusi ini merupakan faktor yang sangat mungkin mempengaruhi

hubungan antara staf keperawatan yang kompoten dengan menurunnya

komplikasi dan rendahnya angka kematian (Hughes, 2008 dalam Dede

Mulyani).

Hughes (2008) menyatakan bahwa perawat merupakan ‘sharp end’ atau sisi

tajam dari pelayanan yang diberikan terhadap pasien. Contoh konkrit terkait

hal ini adalah dalam pengelolaan obat oleh perawat. Pengelolaan obat

menyita 40% waktu kerja perawat dan kesalahan dalam pengelolaan obat

akan terjadi jika terjadi penurunan konsentrasi dan adanya distraksi,

peningkatan beban kerja dan staf tidak berpengalaman

Sebagian besar kebutuhan perawatan pasien berfokus pada pekerjaan

yang dilakukan perawat (Mitchell, dalam Hughes, 2008).Senada dengan hal

ini cahyono (2008) menyatakan bahwa dengan peran dan kontak selama 24

jam terus menerus membuat perawat lebih mengetahui kebutuhan fisik

maupun emosional pasien dibandingkan dokter. Di sisi lain berdasarkan riset

yang dilakukan AHRQ menyatakan bahwa rumah sakit dengan level staf

keperawatan yang rendah cenderung untuk menimbulkan outcome pasien

yang kurang baik seperti pneumonia, syok, gagal jantung dan infek saluran

kemih (Stanton, 2004 dalam Yulia sri ,2010 ).

21

Page 22: BAB I

22

Peran perawat dalam keselamatan pasien tergambar dari banyak hal spesifik

terkait dengan respon akan kebutuhan keselamatan pasien. Responsibilitas

perawat terhadap keselamatan pasien menurut ICN (2002) meliputi:

1). Menginformasikan potensial resiko terhadap pasien dan keluarga

2). Melaporkan KTD secara tepat dan cepat kepada pengambil

kebijakan.

3). Mengambil peran serta yang aktif dalam mengkaji keselamatan dan

mutu perawatan.

4). Mengembangkan komunikasi dengan pasien dan tenaga profesional

kesehatan lain.

5). Melakukan negoisasi untuk pemenuhan level staf yang adekuat.

6). Mendukung langkah-langkah pengenbangan keselamatan pasien.

7). Meningkatkan program pengendalian infeksi yang tepat.

8). Melakukan negoisasi terhadp standarisasi kebijakan dan protokol

pengobatan untuk meminimalisir kesalahan.

9). Mempertanggungjawabkan profesionalitas dengan melibatkan tenaga

farmasi, dokter, dan lainnya untuk mengembangkan pengemasan

dan penamaan obat-obatan.

10). Berkolaborasi dengan sistem pelaporan nasional untuk mencatat,

menganalisis dan belajar dari KTD.

11). Mengembangkan suatu mekanisme, misalnya melalui akreditasi,

untuk menilai karakteristik penyedia layanan kesehatan sebagai

standar yang digunakan untuk mengukur kesempurnaan

dalam keselamatan pasien.

22

Page 23: BAB I

23

Perkembangan yang telah sampai pada adanya kebijakan mengenai Nine life

saving patient safety solution yang merupakan suatu sistem untuk

mencegah/mengurangi cidera pasien dan meningkatkan keselamatan pasien

secara lebih nyata (WHO, 2007). Solusi ini diharapkan dapat dijadikan panduan

bagi tenaga kesehatan termasuk perawat dalam menerapkan keselamatan pasien

dengan pendekatan yang lebih aplikatif sebagaimana yang juga dirumuskan oleh

tim KKP-RS.

Sembilan solusi life-saving keselamatan pasien rumah sakit ini diharapkan

dapat membantu rumah sakit dalam memperbaiki proses asuhan pasien, redesain

prosedur /sistem dan menghindari terjadinya KTD serta menjadi pedoman

kinerja dalam meningkatkan penerapan keselamatan pasien (Depkes, 2008).solusi

tersebut meliputi 9 aspek yaitu:

1) Memperhatikan nama obat, rupa obat dan ucapan mirip, 2) mengidentifikasi pasien,

3) melakukan komunikasi secara benar saat serah terima pasien, 4) memastikan

tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar, 5) mengupayakan pengendalian

cairan elektrolit pekat, 6) menjamin akurasi ketepatan pemberian obat, 7)

mencegah salah kateter dan salah sambung slang, 8) menggunakan alat injeksi

sekali pakai 9) meningkatkan kebersihan tangan.

Peran perawat professional dalam pelayanan yang terintregasi meliputi

pencegahan terhadap kesalahan dan kejadiaan nyaris cidera melalui identifikasi

hazard dan penurunan kondisi pasien sebelum terjadi kesalahan dan kejadian

yang tidak diinginkan (Considine,2005). PPNI (2010) juga telah mencamtumkan

23

Page 24: BAB I

24

kompotensi yang relevan dengan penerapan keselamatan pasien bagi perawat di

Indonesia. Kompotensi tersebut meliputi :

1) Menggunakan alat pengkajian yang tepat untuk mengidentifikasi resiko

actual potensial terhadap keselamatan dan melaporkan kepada pihak yang

berwenang, 2) mengambil tindakan segera dengan menggunakan strategi

manajemen resiko peningkatan kualitas untuk menciptakan dan menjaga

lingkungan asuhan yang aman dan memenuhi peraturan nasional, persyaratan

keselamatan dan kesehatan tempat kerja serta kebijakan dan prosedur, 3)

menjamin keamanan dan ketepatan penyimpanan, pemberian, dan pencatatan

bahan-bahan pengobatan, 4) memberikan obat termasuk dosis yang tepat, cara,

frekuensi, berdasarkan pengetahuan yang akurat tentang efek farmakologis,

karakteristik klien dan terapi yang disetujui sesuai dengan resep yang

ditetapkan, 5) memenuhi prosedur pencegahan infeksi dan mencegah terjadinya

pelanggaran dalam praktek yang dilakukan praktisi lain. 6) mengidentifikasi dan

merancanakan langkah-langkah khusus yang diperlukan untuk menangani klien

di area , 7) praktek khusus dalam kondisi bencana.

Program patient safety di harapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang

disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

melakukan tindakan yang tidak seharusnya dan meningkatkan

pertanggungjawaban rumah sakit terhadap pelayanan yang diberikan kepada

pasien (Depkes RI ,2006).

24

Page 25: BAB I

25

BAB III

KERANGKA KONSEP , HIPOTESIS , DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka konsep

Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan

dan membentuk suatu teori yang menjelaskan tentang suatu keterkaitan antar variable

(variable yang diteliti maupun variable yang tidak diteliti). (Nursalam, 2008).

Variabel independen variabel dependen

Variabel diteliti

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Pengetahuan Dan Sikap

Perawat Dengan Pelaksanaan Keselamatan Pasien (Patient Safety).

25

Pelaksanaan Keselamatan Pasien

(Patient Safety)

Pengetahuan Baik

kurang Sikap

cukup

Page 26: BAB I

26

3.2. Hipotesis penelitian

Dari kerangka konseptual diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut :

1. H1 : Ada hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaan

keselamatan pasien (Patient Safety) di Instalasi gawat darurat

BLU. RSUP.Prof. Dr . R. D. Kandou Manado .

2. H1 : Ada hubungan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan

pasien (Patient Safety) di Instalasi gawat darurat BLU .RSUP .

Prof . Dr. R. D. Kandou Manado .

26

Page 27: BAB I

27

3.3. Defenisi operasional variabel

Defenisi operasional adalah defenisi berdasarkan karakteristik yang di amati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati

(diukur) itulah yang merupakan kunci defenisi operasional (Nursalam, 2008).

Tabel 3.3.1 : Definisi oprasional Penelitian Hubungan pengetahuan dan sikap

perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety)

di BLU .RSUP .Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

No Variabel Defenisi

operasional

Parameter instrumen Skala Skore

1. Independen:

Pengetahuan

Perawat

Pengetahuan

perawat

pelaksanaan

keselamatan

pasien

(patient

safety).

Materi

keselamatan

pasien (patient

safety)

Lembar

kuesioner

Ordinal Baik76-

100%

Cukup

57-75%

Kurang

< 56%

2. Independen:

Sikap perawat

Respon

perawat

terhadap

pelaksanaan

keselamatan

pasien

(patient

safety)

Penerapan

Menerima

Merespon

Lembar

kuesioner

Ordinal Baik

76-

100%

Cukup

57-75%

Kurang

< 56%

Baik 76-

27

Page 28: BAB I

28

3. Dependen

pelaksanaan

keselamatan

pasien

(patient

safety).

tindakan

keselamatan

pasien

(patient

safety).

Dilakukan

Tidak dilakukan

Kuesioner Ordinal 100%

Cukup

57-75%

Kurang

<56%

BAB IV28

Page 29: BAB I

29

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain penelitian

Dilihat dari cara pengumpulan dan pengelolaan datanya maka

penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan penelitian

korelasional. Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan

hubungan korelatif antar variabel. Yang dilakukan secara “cross

sectional” yakni jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran

/observasi data variabel independen dan dependen hanya dinilai satu

kali pada satu saat. (Nursalam, 2003).

4.2 Kerangka kerja

29Populasi :

Perawat Dinas Di IGD BLU.RSUP.Prof. D.r R.D.Kandou Manado berjumlah 98 orang

Page 30: BAB I

30

Gambar : 4. 2. Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Pengetahuan Dan

SikapPerawat Dengan pelaksanaan keselamatanPasien

(Patient Safety) Di Instalasi Gawat Darurat BLU.

RSUP. Prof. Dr. R. D.Kandou Manado.

4.3. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

30

Sampel : Perawat Dinas Di UGD BLU.RSUP.Prof.D. r. R.D.Kandou Manado yang memenuhi kriteria

inklusi berjumlah 98 orang.

Pengumpulan data

Pengukuran aspek pengetahuan Dan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan Pasien (Patient Safety)

dengan lembar kuesioner

Pengolahan data menggunakan UJi Spearman-Rho

Penyajian hasil

Total sampling

Page 31: BAB I

31

4.3.1. Populasi

Notoatmodjo (1993), populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan

diteliti. Sedangkan Dr. Siswojo mengatakan definisi dari populasi adalah

sejumlah kasus yang memenuhi seperangkat kriteria yang ditentukan peneliti.

Disini peneliti menentukan sendiri kriteria-kriteria yang ada pada populasi yang

akan diteliti (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah

perawat dinas di Intalasi gawat darurat BLU. RSUP .Prof. D.r. R.D.Kandou

Manado, di mana populasi adalah subyek yang memenuhi kriteria yang

ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini berjumlah 98

perawat.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang telah di pilih dengan sampling untuk

bisa memenuhi atau mewakili populasi (Nursalam, 2008).

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi

target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2008).

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Perawat dengan pendidikan minimal DIII Keperawatan.

2. Perawat pelaksana

3. Bersedia menjadi responden penelitian.

31

Page 32: BAB I

32

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria

inklusi dari studi karena berbagai sebab, (Nursalam, 2008) .

Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini :

1. Perawat dengan pendidikan SPK

2. Perawat manajer

3. Perawat yang mengambil cuti saat penelitian

4.Perawat yang sakit saat penelitian

4.3.3   Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili

populasi agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan

subjek penelitian (Nursalam, 2008).

Pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu suatu

teknik penetapan sampling dengan cara menjadikan semua populasi sebagai sampel

penelitian. (Nursalam, 2008).

4.4. Identifikasi variable

Soeparto (2000), variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan

nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2008).

4.4.1. Variabel Independen

Yang menjadi variabel independen adalah dukungan pengetahuan perawat dan

sikap perawat . Variabel independen adalah yang nilainya menentukan variabel lain.

32

Page 33: BAB I

33

Suatu kegiatan stimulaus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak

pada variabel dependen (Nursalam, 2008).

4.4.2. Variabel Dependen

Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah pelaksanaan

keselamatan pasien (Patient Safety). Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel

lain. Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel

lain (Nursalam, 2008).

4.5. Pengumpulan dan Pengolahan Data

4.5.1. Instrumen

Arikunto (1995 dalam Riduwan 2008), instrumen pengumpulan data adalah

alat bantu yang dipilih oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar

kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Instrument yang

digunakan dalam penelitan ini adalah kuesioner.

Proses pengambilan dan pengumpulan data dalam penelitian ini di peroleh

melalui instrumen berupa kuesioner yang diberikan kepada responden . Pada jenis

pengukuran ini peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk

menjawab pertanyaan secara tertulis. Pertanyaan diajukan kepada subjek kemudian

subjek menjawab secara bebas tentang sejumlah pertanyaan yang diajukan secara

terbuka oleh peneliti.

33

Page 34: BAB I

34

Kuesioner yang diberikan terdiri dari :

1. Bagian 1 untuk data demografi responden, terdiri dari umur, jenis kelamin

dan pendidikan.

2. Bagian 2 berupa kuesioner pengetahuan perawat. dari 10 pertanyaan

dengan pilihan jawaban benar = 2, Salah = 1. Dengan kriteria skor

dikategorikan : skor 76-100 pengetahuan perawat baik, skor 57-

75 ,pengatahuan perawat cukup, dan skor ≤ 56 pengetahuan perawat

kurang.

3. Bagian 3 berupa kuesioner sikap perawat terdiri dari 10 pernyataan

dengan pilihan jawaban Sangat setuju = 3, Setuju = 2, tidak setuju = 1 .

Dengan kriteria skor dikategorikan : skor 76-100 sikap baik, skor 57-75

sikap cukup, dan skor ≤ 56 sikap kurang.

4. Bagian 4 berupa kuesioner pelaksanaan keselamatan pasien (Patient

Safety) terdiri dari 10 pernyataan dengan pilihan jawaban Selalu

dilakukan = 3, jarang dilakukan= 2, tidak pernah dilakukan = 1.

Dengan kriteria skor dikategorikan : skor 76-100 pelaksanaan baik,skor

57-75 pelaksanaan cukup, dan skor ≤ 56 pelaksanaan kurang.

Kemudian dikategorikan kedalam bentuk presentase dengan cara

perhitungan presentase menggunakan rumus :

P= FN

x 100 %

Dimana P : Presentasi

F : Jumlah jawaban yang benar

34

Page 35: BAB I

35

N : Jumlah skor maksimal, jika pertanyaan dijawab benar

(Arikunto, 1998).

Setelah presentasi diketahui kemudian hasilnya diinterprestasikan dengan:

Kriteria Baik: 76 % -100 %, Cukup: 56 %-75 %, Kurang: <56 % (Arikunto,

1998). Karena Korelasi Spearman Rank bekerja dengan data ordinal, maka data

yang telah peneliti dapatkan terlebih dahulu diubah dalam bentuk rangking.

Kemudian jawaban yang telah dihitung secara manual, akan dilakukan uji

analisis untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen dengan menggunakan uji statistik “sperman rho” yang sesuai dengan

skala data yang tersedia.

4.5.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada Bulan september 2013 di Instalasi gawat

darurat BLU.RSUP. Prof . Dr. R.D. Kandou Manado

4.5.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan

oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan, 2008). Metode

pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Dimana, peneliti

menyuruh responden untuk memberikan tanda centang [√] pada pilihan

jawaban yang tepat menurut responden. Pengumpulan data dilakukan dengan

menyuruh responden untuk mengisi kuesioner yang ada. Namun sebelumnya,

diminta persetujuan dari responden melalui informed consent. Apabila

responden setuju maka dilanjutkan dengan pengisian kuesioner sesuai dengan

petunjuk pengisian yang digunakan.

35

Page 36: BAB I

36

4.5.4. Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah dengan beberapa tahap yaitu:

a. Pengeditan Data (Editing).

Langakah ini dilakukan peneliti untuk memeriksa kembali

kelengkapan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan

penenelitian dilakukan pengelompokan dan penyusunan data.

b. Pengkodean Data (Coding)

Coding adalah pengalokasian jawaban-jawaban yang ada menurut

macamnya kebentuk kode-kode agar lebih mudah dan sederhana.

c. Memberikan Skore (Scoring)

Setelah dilakukan koding data, maka dilakukan pemberian skore

pada masing-masing sub variabel dan dijumlahkan.

d. Memproses Data (processing)

Setelah data dikumpukan kemudian diproses dengan komputer untuk

dianalisis.

e. Pembersihan Data (Cleaning)

Pembersihan data dilakukan untuk mengoreksi jika ada kesalahan

pengolahan data sehingga dapat diperbaiki .

36

Page 37: BAB I

37

4.5.5. Cara Analisa Data

Metode analisa data merupakan suatu metode yang digunakan untuk diuji

kebenarannya, kemudian akan diperoleh suatu kesimpulan dari penelitan tersebut

(Nursalam, 2008).

Dalam penelitian ini hasil lembar observasi yang telah dikumpulkan dan

kuesioner yang telah diisi responden dilakukan tabulasi dan analisa data dengan

menggunakan uji statistik “Spearman rho”, yaitu untuk mengetahui hubungan antara

dua variabel, pengolahan data di dilakukan dengan bantuan komputerisasi melalui

program SPSS 19 Windows. Dari hasil perbandingan kedua variable terikat dan bebas

tersebut akan ditentukan apakah hipotesa diterima atau ditolak. Apabila nilai yang

didapat lebih kecil daripada nilai signifikansi (p<0,05), maka hipotesis kerja (Ha)

diterima.

a. Analisis Univariat

Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel penelitian terutama untuk melihat

tampilan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap-tiap variabel.

b. Analisis Bivariate

Untuk melihat hubungan dari variabel independen terhadap dependen

dengan menggunakan uji statistik Spearman Rho dengan menggunakan

software computer program SPSS 19.

37

Page 38: BAB I

38

4.6. Etika Penelitian

4.6.1. Informed-Consent

Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada subjek penelitin, peneliti harus

menjelaskan secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan,

responden juga harus diberi penjelasan bahwa responden mempunyai hak untuk bebas

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Jika responden menyetujui, maka

responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan (Informed Concent).

4.6.2. Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan subyek penelitian. Peneliti tidak mencantumkan

nama responden pada lembar observasi dan kuesioner, cukup dengan memberikan

kode pada masing-masing lembaran kuesioner tersebut.

4.6.3 Kerahasiaan (Confidentially)

Kerahasiaan informasi dari peneliti akan dijaga oleh peneliti hanya data tertentu

yang akan ditampilkan sebagai hasil penelitian.

38

Page 39: BAB I

39

DAFTAR PUSTAKA

Bawele, Seleya. JS.Sinolungan (2013) .Hubungan Pengetahuan Perawat Dengan Pelaksanaan Patient Safety Di RS.Liun Kendage Tahuna.Ejournal keperawatan unsrat volume 1. No.1

Cahyono , J.B.S.B. (2008) . Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran. Yogyakarta : Penerbit Kanisus.

Dede , Sri , Mulyani (2013) . Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien DiUnit Rawat Inap RS. X Jakarta . Tesis Tidak Di Publikasikan , Universitas Indonesia , Depok , Indonesia. Di akses tanggal 16/08/2013 dari http:// lontar .UI .ac. id / file : digital / yulia .pdf.

Depkes . (2006) . Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) . Jakarta : Depkes RI.

Dr . Notoatmodjo , Soekidjo . (2002) . Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta : Penerbit Rineka Cipta .

Nursalam ,(2003) . Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi ,Tesis , Dan Instrumen Keperawatan I . Jakarta : Salemba Medika .

Notoadmojo, S.(2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku . Jakarta : Rineka cipta.

Nursalam ,(2008). Konsep & Penerapan Metodologi penelitian Ilmu Keperawatan edisi 2 , Jakarta : Salemba Medika.

Riduan , (2008) . Dasar-dasar Statistik . Bandung : Alfabeta

Setiadi , (2007) . Konsep Penulisan Riset Keperawatan . Yogyakarta : Graha Ilmu

Yulia ,Sri .(2010) .Pengaruh Pelatihan Keselamatan PasienTerhadap Pemahaman Perawat Pelaksana Mengenai Penerapan Keselamatan Pasien Di RS. Tugu Ibu Depok . Tesis Tidak Dipublikasikan , Universitas Indonesia , Depok, Indonesia . Di akses tanggal 17/08/2013 dari http : // Lontar .ui.ac. id / file : digital / yulia .pdf

39

Page 40: BAB I

40

FORMULIR PERMOHONAN

MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Oleh: Sujiyanto Subrata

Kepada Yth: Bapak / Ibu responden

Saya mahasiswa program studi ilmu keperawatan STIKES muhammadiyah

manado (STIKES). Saya akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Pelaksanaan Keselamatan Pasien

(Patient Safety) Di Instalasi Gawat Darurat BLU. RSUP. Prof. D.r. R.

D .Kandou Manado.

Untuk keperluan di atas saya mohon kesediaan bapak/ibu/saudara untuk

mengisi kuesioner yang telah saya susun dengan sejujur-jujurnya. Semua data

yang dikumpulkan akan dirahasiakan dan tanpa nama. Data disajikan hanya

untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak akan dipergunakan untuk

maksud lain

Demikian permintaan kami,atas perhatian dan peran sertanya kami

ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

40

Lampiran

Page 41: BAB I

41

Peneliti

Sujiyanto Subrata

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA RESPONDEN

“Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat Dengan Pelaksanaan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Intalasi Gawat Darurat BLU. RSUP.

Prof. D.r. R . D. Kandou Manado”

Oleh: Sujiyanto Subrata

Setelah menerima penjelasan maksud dan tujuan penelitian ini maka dengan

penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya bersedia untuk ikut berpartisipasi sebagai

responden yang pada penelitian yang dilakukan oleh sujiyanto subrata, mahasiswa

program studi ilmu keperawatan STIKES MUHAMMADIYAH Manado yang

berjudul : Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Pelaksanaan

Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di instalasi Gawat Darurat BLU. RSUP .Prof.

D.r .R. D. Kandou Manado.

Tanda tangan saya di bawah ini, sebagai bukti kesediaan saya menjadi responden

penelitian.

41

Tangga

l :……………………….

No. responden :……………………….

Tanda Tangan :………………………

Lampiran

Page 42: BAB I

42

KUESIONER

“ Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan pelaksanaan

Keselamatan Pasien (Patient Safet ) Di Instalasi Gawat Garurat BLU. RSUP.

Prof. D. r R.D. Kandou Manado”

Petunjuk umum pengisian :

a. Berikan tanda cek (√) pada kotak sesuai dengan identitas saudara

b. Jika saudara ingin memperbaiki jawaban yang salah,beri tanda silang (×) di

kolom yang salah kemudian beri tanda cek (√) pada jawaban yang anda

anggap benar.

No.responden (kode) :……………………………………………….

Tanggal pengisian :

A. Data Demografi :

1. Umur :…………Tahun

2. Jenis kelamin : laki-laki Perempuan

42

Tangga

l :……………………….

No. responden :……………………….

Tanda Tangan :………………………

Lampiran

Page 43: BAB I

43

3. Tingkat pendidikan: DIII S1.KEP NERS

DIV

B. Pengetahuan perawat

No Pernyataan Benar

(2)

Salah

(1)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Nama obat yang mirip dan membingungkan merupakan

salah satu penyebab terjadinya kesalahan obat.

Obat yang ditulis adalah nama dagang, nama generik,

petunjuk pemakaian dan indikasinya untuk membedakan

nama obat yang terdengar atau terlihat mirip.

Cek ulang secara detail identifikasi pasien untuk memastikan

pasien yang benar sebelum dilakukan tindakan.

Penerima informasi tentang pasien membacakan ulang tentang

informasi pasien yang telah di tulis untuk memastikan bahwa

informasi telah di terima secara benar.

Verifikasi pada tahap pre prosedur dan pasca prosedur untuk

memastikan tindakan yang benar.

Standarisasi dosis ,unit pengukuran ,dan terminologi

merupakan hal penting dalam pengendalian cairan pekat.

Rekonsiliasi obat adalah salah satu proses yang dirancang

untuk mencegah kesalahan pemberian obat saat pengalihan

pasien.

43

Page 44: BAB I

44

8.

9.

10.

Solusi terbaik adalah mendesain alat yang mencegah salah

sambung dan tepat digunakan untuk memberikan pelayanan

kesehatan yang baik.

Salah satu kekhwatiran adalah tersebarnya virus HIV,virus

hepatitis b,virus hepatitis c akibat penggunaan jarum suntik

yang berulang.

Bukti nyata bahwa kebersihan tangan dapat menurunkan

insiden infeksi nasokomial.

44

Page 45: BAB I

45

B. sikap perawat

Option (3) sangat setuju ,(2) setuju (1) tidak setuju

45

No

Pernyataan

3 2 1

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Pasien dan keluarga berhak mendapatkan informasi

potensial resiko keselamatan.

Patient safety tidak pernah di korbankan hanya untuk

menyelesaikan pekerjaan yang banyak.

Ketika suatu “event” (pasien jatuh,kesalahan obat)

dilaporkan ,hal tersebut terasa seperti mencatat aib

sendiri,dari pada masalahnya.

Kesalahan-kesalahan yang di laporkan berperan penting

untuk membawa perubahan yang positif.

Kami secara aktif melakukan hal-hal yang dapat

meningkatkan kualitas patient safety (keselamatan

pasien).

Dalam unit ini,kami memiliki masalah dalam patient

safety (keselamatan pasien).

Kami khawatir bahwa kesalahan (kesalahan informasi

pasien,kelalaian perawat),yang dilakukan akan di catat di

data personalia .

Hal-hal buruk yang tidak di inginkan (pasien jatuh,

kesalahan informasi keadaan pasien ) sering terjadi ketika

memindahkan pasien dari IGD ke unit lain.

Kami merasa bahwa kesalahan yang kami perbuat

memberikan dampak negatif bagi kami.

Hanya suatu kebetulan “event”(kesalahan

pengobatan ,pasien jatuh.dsb) terjadi di unit ini.

Page 46: BAB I

46

C. pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety).

Option (3) selalu dilakukan (2) jarang dilakukan (1) tidak pernah dilakukan

No Pernyataan 3 2 1

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Saya menjelaskan nama dan jenis obat yang akan di

berikan kepada pasien.

Saya menanyakan nama dan identitas pada saat pasien

masuk ruangan

Saya melibatkan keluarga dan pasien saat memberikan

asuhan keperawatan.

Saya memastikan identitas pasien sesuai dengan tindakan

yang akan di lakukan .

Saya mencocokan cairan infus ,transfusi darah sesuai

lembar observasi medik pasien.

Saya mengechek penyambungan slang infus sebelum

memberikan obat melalui slang infus.

Saya memakai alat injeksi sekali pakai

Saya mempertahankan kesterilan alat injeksi.

Saya mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

keperawatan.

Saya menjelaskan kegunaan obat serta kontra indikasi obat

kepada pasien

46

No

Pernyataan

3 2 1

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Pasien dan keluarga berhak mendapatkan informasi

potensial resiko keselamatan.

Patient safety tidak pernah di korbankan hanya untuk

menyelesaikan pekerjaan yang banyak.

Ketika suatu “event” (pasien jatuh,kesalahan obat)

dilaporkan ,hal tersebut terasa seperti mencatat aib

sendiri,dari pada masalahnya.

Kesalahan-kesalahan yang di laporkan berperan penting

untuk membawa perubahan yang positif.

Kami secara aktif melakukan hal-hal yang dapat

meningkatkan kualitas patient safety (keselamatan

pasien).

Dalam unit ini,kami memiliki masalah dalam patient

safety (keselamatan pasien).

Kami khawatir bahwa kesalahan (kesalahan informasi

pasien,kelalaian perawat),yang dilakukan akan di catat di

data personalia .

Hal-hal buruk yang tidak di inginkan (pasien jatuh,

kesalahan informasi keadaan pasien ) sering terjadi ketika

memindahkan pasien dari IGD ke unit lain.

Kami merasa bahwa kesalahan yang kami perbuat

memberikan dampak negatif bagi kami.

Hanya suatu kebetulan “event”(kesalahan

pengobatan ,pasien jatuh.dsb) terjadi di unit ini.

Page 47: BAB I

47

47