Post on 17-Nov-2021
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA TN S DENGAN
MASALAH POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF PADA DIAGNOSA
MEDIS ASMA DI DESA MBALONG KECAMATAN SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO
OLEH :
NAMA : FACHRUDIN ALBAR
NIM : 1801027
PROGRAM DIII KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KERTA CENDEKIA
SIDOARJO
2021
ii
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN S DENGAN MASALAH
POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF PADA DIAGNOSA MESDIS
ASMA DI DESA MBALONG KECAMATAN SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO
OLEH :
NAMA : FACHRUDIN ALBAR
NIM : 1801027
PROGRAM DIII KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KERTA CENDEKIA
SIDOARJO
2021
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : FACHRUDIN ALBAR
NIM : 1801027
Tempat, Tanggal Lahir : 12 JANUARI 1997
Institusi : POLITEKNIK KESEHATAN KERTA
CENDEKIA SIDOARJO
Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah berjudul: “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA LANSIA TN S DENGAN MASALAH POLA NAFAS
TIDAK EFEKTIF PADA DIAGNOSA MESDIS ASMA DI DESA MBALONG
KECAMATA SIDOARJO KABUPATEN SIDOARJO” adalah bukan Karya
Tulis Ilmiah orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk
kutipan yang telah disebutkan sumbernya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan
apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi.
Sidoarjo, 29 Maret 2021
Yang Menyatakan,
FACHRUDIN ALBAR
Mengetahui,
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Kusuma Wijaya Ridi Putra,S Kep.Ns.,Mns Ns. Dini Prastyo Wijayanti,S.Kep, M.Kep
NIDN. 0731108603 NIDN 0704068901
iv
LEMBAR PERSETUJUAN KARYA TULIS ILMIAH
Nama : FACHRUDIN ALBAR
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA TN S DENGAN
MASALAH POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF DIAGNOSA MESDIS
ASMA DI DESA MBALONG KECAMATAN SIDOARJO
KABUPATEN SIDOARJO.
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
pada tanggal: 29 - 03 - 2021
Oleh :
Pembimbing 1
Kusuma Wijaya Ridi Putra,S Kep.Ns.,MNS Ns. Dini Prastyo Wijayanti,S.Kep, M.Kep
NIDN. 0731108603 NIDN 0704068901
Mengetahui,
Direktur
Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo
Agus Sulistyowati, S.Kep., M.Kes
NIDN. 0703087801
Pembimbing 2
v
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diuji dan disetujui oleh Tim Penguji pad sidang di Program D3
Keperawatan di Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.
Tanggal: …....................2021
Tanggal : 29 maret 2021
TIM PENGUJI Tanda Tangan
Ketua : Agus Sulistyowati, S.Kep.,M.Kes (………………….)
Anggota : 1. Ns. Dini Prastyo Wijayanti,S.Kep, M.Kep (………………….)
2. Kusuma Wijaya Ridi Putra,S Kep.Ns.,Mns (………………….)
Mengetahui,
Direktur
Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo
Agus Sulistyowati, S.Kep., M.Kes
NIDN. 0703087801
vi
HALAMAN MOTTO
Jatuh dan Bangun dalam Kehidupan adalah
Fitrah dari Perjuangan”
"Tetaplah berpegang teguh pada kebesaran Allah SWT
karenaDialah yang Maha Kuasa dan Maha Segala-galanya.
Dan, tetaplah percaya pada kemampuan diri sendiri,
karena sebutir kepercayaan diri,
lebih besar nilainya dari pada sekarung bakat yang tertidur.
Orang yang tidak yakin bahwa tujuannya akan tercapai,
sesungguhnya ia telah jatuh sebelum melangkah.
Yakin kepada Allah
Dan
percaya diri
menciptakan mukjizat di atas dunia."
vii
Yang Utama Dari Segalanya...
Tetes peluh yang membasahi asa, ketakutan yang memberatkan langkah, tangis
keputus asaan yang sulit dibendung, dan kekecewaan yang pernah menghiasi hari-
hari kini menjadi tangisan penuh kesyukuran dan kebahagiaan yang tumpah dalam
sujud panjang.Alhamdulillah maha besar Allah SWT,
sembah sujud sedalamqalbu hamba haturkanatas karunia dan rizki yang
melimpah, kebutuhan yag tercukupi, dan kehidupan yang layak..Serta Sholawat
dan salam selalu terlimpahkan keharibaan
Rasullah Muhammad SAW.
Instansi Pedidikan
Semoga Tugas Akhir yang telah saya selesaikan dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan tentang ilmu keperawatan,Khususnya bagi instansi
pendidikan dalam bidang keperawatan.
Dosen Pembimbing Tgas Akhirku...
Kepada Bapak Wijaya Kusuma Putra , S.Kep.,Ns.,M.Kes dan ibu Dini Prasetyo
Wijaya, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku dosen pembimbing tugas akhirku, semoga
Allah SWT selalu melindungi dan meninggikan derajat beliau di dunia mauun di
akhirat, terima kasih atas bimbingan dan arahannya selama ini. Semoga ilmu yang
telah diajarkan menuntunku menjadi manusia yang berharga di dunia dan bernilai
di akhirat.Alhamdulillahi robbil ‘aalamiin...
Seluruh Dosen Pengajar di akademi keperawatan kerta cendekia sidoarjo
viii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Terima kasih banyak untuk semua ilmu, didikan dan pengalaman yg sangat berarti yang telah
kalian berikan …
Teman-teman Mahasiswa Diploma III Keperawatan Angkatan 2018...
Atas segala bantuan da dukungannya penulis ucapkan terima kasih, semoga kalian selalu
mendapatkan limpahan Rahmat dan Kenikmatan dari-Nya. Canda tawa kalian akan
menjadikenangan terindah bagi penulis.…
Serta semua pihak yg sudah membantu selama penyelesaian Tugas Akhir ini...
.”your dreams today, can be your future tomorrow”
ix
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
TN S YANG MASALAH POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF DENGAN
DIAGNOSA MESDIS ASMA DI DESA MBALONG KECAMATAN
SIDOARJO KABUPATEN SIDOARJO “ ini dengan tepat waktu sebagai
persyaratan akademik dalam menyelesaikan Program D3 Keperawatan di Akademi
Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan
berbagi pihak, untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Allah SWT telah memberikan kemudahan, kesehatan dan memberikan
kesabaran untuk mengerjakan karya tulis ilmiah ini.
2. Orang Tua tercinta yang selalu mendukung dan mendoakan sehingga semua bisa
berjalan lancar.
3. Direktur Agus Sulistyowati, S. Kep., M. Kes selaku Direktur Akademi
Keperawatan Kerta Cendekia. Yang dengan penuh perhatian telah meluangkan
kesempatan dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
4. Kusuma Wijaya Ridi Putra,S Kep.Ns.,Mns. selaku pembimbing I.
5. Ns. Dini Prastyo Wijayanti,S.Kep, M.Kep.selaku pembimbing II.
6. Sahabat dan teman seperjuangan yang saling mendukung.
7. Pihak-pihak yang turut berjasa dalam penyusunan karya Tulis Ilmiah ini yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis sadar bahwa Karya Tulis Ilmiah ini belum mencapai kesempurnaan,
sebagai bekal perbaikan, penulis akan berterima kasih apabila para pembaca
berkenan memberikan masukan, baik dalam bentuk kritikan maupun saran demi
kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis berharap Karya Tulis Ilmiah ini
bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.
Sidoarjo, 2021
x
DAFTAR ISI
Sampul Depan i
Lembar Judul ............................................................................................ ii
Lembar Pengesahan .................................................................................. iii
Kata Pengantar .......................................................................................... iv
Daftar Isi ................................................................................................... v
Daftar Tabel .............................................................................................. vi
Daftar Gambar .......................................................................................... vii
Daftar Lampiran ........................................................................................ viii
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
1.5 Metode Penulisan ................................................................................ 5
1.5.1 Metode ................................................................................. 6
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data .................................................. 7
1.5.3 Sumber Data ........................................................................ 8
1.5.4 Studi Kepustakaan ............................................................... 9
1.6 Sistematika Penulisan ……………………………………...………….10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN ........................................................... 2
2.1 Konsep Penyakit .................................................................................... 11
2.2 Konsep Penderita ................................................................................... 12
2.3 Konsep Hospitalisasi .............................................................................. 13
2.4 Konsep Solusi ........................................................................................ 14
2.5 Konsep Masalah yang Berkaitan dengan Penderita .............................. 15
2.6 Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................ 16
2.6.1 Pengkajian .................................................................................. 17
2.6.2 Diagnosa Keperawatan .............................................................. 18
2.6.3 Perencanaan ................................................................................ 19
2.6.4 Pelaksanaan ................................................................................ 20
2.6.5 Evaluasi ...................................................................................... 21
2.7 Kerangka Masalah ................................................................................. 22
BAB 3 TINJAUAN KASUS ........................................................................ 3
3.1 Pengkajian .............................................................................................. 21
xi
3.2 Analisa Data ........................................................................................... 22
3.3 Diagnosa Keperawatan sesuai dengan Prioritas Masalah ....................... 23
3.4 Rencana Keperawatan ........................................................................... 24
3.5 Tindakan Keperawatan .......................................................................... 25
3.6 Catatan Perkembangan .......................................................................... 26
3.7 Evaluasi .................................................................................................. 27
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................... 4
4.1 Pengkajian .............................................................................................. 28
4.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................................... 29
4.3 Perencanaan ........................................................................................... 30
4.4 Pelaksanaan ............................................................................................ 31
4.5 Evaluasi .................................................................................................. 32
BAB 5 PENUTUP ........................................................................................ 5
5.1 Simpulan ................................................................................................ 33
5.2 Saran ...................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 35
LAMPIRAN ................................................................................................ 36
xii
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Tabel Hal
Tabel 2.1 Tabel Intervensi .......................................................................... 41
Tabel 3.1 Tabel Indeks Katz ........................................................................ 54
Tabel 3.2 Tabel Barthel Indeks .................................................................... 55
Tabel 3.3 Tabel SPMSQ .............................................................................. 57
Tabel 3.4 Tabel Analisa Data ....................................................................... 59
Tabel 3.5 Tabel Intervensi Keperawatan ..................................................... 63
Tabel 3.6 Tabel Implementasi Keperawatan ................................................ 65
Tabel 3.7 Tabel Catatan Perkembangan....................................................... 70
Tabel 3.8 Tabel Evaluasi Keperawatan ....................................................... 72
xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Gambar Hal
Gambar 2.1 Kerangka Masalah .............................................................................. 45
Gambar 3.1 Genogram ........................................................................................... 47
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Judul Lampiran Hal
Lampiran Lembar Informed Consent ................................................................. I
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan penyakit pada saluran pernapasan yang bersifat kronis.
Kondisi ini disebabkan oleh peradangan saluran pernapasan yang
menyebabkan hipersensitivitas bronkus terhadap rangsang dan obstruksi pada
jalan napas (Global Initiative for Asthma, 2020). Gejala klinis dari penyakit
asma yang biasanya muncul berupa mengih (wheezing), sesak napas, sesak
dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dengan keterbatasan aliran
udara ekspirasi (Baptist & Paula, 2018). Penyakit Asma hingga kini masih
menjadi permasalahan kesehatan yang menjadi ancaman serius bagi
masyarakat di seluruh dunia. Penderita asma memiliki angka kesakitan dan
kematian yang tinggi. Kejadian asma mengalami peningkatan pada usia lansia
(Global Asthma Report, 2018). Anggapan masyarakat tentang penyakit asma
ini kurang begitu dipahami, meskipun asma merupakan penyakit yang sudah
dikenal cukup luas oleh masyarakat namun sebagian masyarakat menganggap
bahwa asma merupakan penyakit yang sederhana dan mudah diobati.
Pengetahuan tentang asma yang minim membuat penyakit ini seringkali tidak
tertangani dengan baik. (Dinas kesehatan, 2006).
Saat ini diperkirakan sebanyak 235 juta orang menderita asma didunia
(World Health Organization). Berdasarkan laporan WHO Desember 2016,
tercatat pada tahun 2015 sebanyak 383.000 orang meninggal karena asma.
Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional pada tahun 2018 jumlah
pasien asma di Indonesia sebesar 2,4 % (Kementrian Kesehatan RI, 2018).
Kemudian menurut data Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Timur (2018),
2
terdapat 98.566 pasien yang tercatat menderita asma. Sedangkan berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar Kota Sidoajo (2018), tercatat sebanyak 5.518
(1.91%) penduduk yang menderita Asma (Kementrian Kesehatan RI, 2018)
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Desa Mbalong
terdapat sebanyak 7 lansia penderita asma pada tahun 2020 ( Laili, 2021 )
Sesak napas pada penderita asma terjadi karena obstruksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh menebalnya dinding saluran napas yang
ditimbulkan oleh peradangan dan edema yang dipicu oleh pengeluaran zat
histamine, tersumbatnya saluran napas oleh sekresi berlebihan mukus kental,
hiperresponsitivitas saluran napas yang ditandai oleh konstriksi hebat saluran
napas kecil akibat spasme otot polos di dinding saluran napas (Baptist & Paula,
2018). Obstruksi bertambah berat saat melakukan ekspirasi karena fisiologis
pernapasan menyempit pada fase tersebut. Diameter bronkiolus lebih banyak
berkurang pada saat ekspirasi daripada selama inspirasi karena terjadi
peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa sehingga menekan
bagian luar bronkiolus dan menutupnya saluran napas cenderung sangat
meningkat karena tekanan positif dalam dada selama eskpirasi. Hal ini
menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi tidak dapat
diekspirasikan sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang.
Penyempitan pada saluran napas ini akan mengakibatkan kesulitan dalam
ekspirasi (Nanda et al, 2019). Tingkat kematian karena asma banyak terjadi
pada usia lanjut. Hal ini disebabkan karena berbagai hal, seperti: perubahan
paru akibat proses penuaan berupa penurunan elastisitas atau kelemahan otot
nafas, proses penuaan secara umum hal ini menjadikan penurunan imun pada
3
usia lanjut, polifarmasi terapi farmakologi asma pada lansia membutuhkan
pengalaman dan kewaspadaan yang tinggi mengingat efek samping dan reaksi
pada obat dan sehubungan dengan proses penuaan secara umum terkadang
pada lansia sering lupa minum obat, dan ko-morbid yang terjadi dikarenakan
pada usia lanjut rentan sekali terjadi komplikasi jika tidak ditangani dengan
tepat (IGP Suka Aryana, 2016)
Upaya promotif perawat dengan melakukan edukasi penderita asma
untuk meganjurkan senam asma. Untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan
meningkatkan kemampuan pernafasan, dan menjadi salah satu penunjang
keberhasilan pengobatan asma karena tidak hanya ditentukan dengan obat
obatan namun juga karena faktor olahraga dan gizi (Somantri, 2012). Upaya
preventif perawat dengan mengajarkan latihan pernapasan, batuk efektif,
menghindari pemicu alergi, dan juga latiha fisik teratur seperti senam
(Mumpuni, 2013). Upaya kuratif perawat pada pederita asma dengan
pemberian obat secara teratur seperti obat bronkodilator, steroid inhalasi, dan
sebagainya (Somantri, 2012). Tujuan jangka panjang penanggulangan penyakit
Asma yaitu menurunkan angka kesakitan dan kematian. Dengan mengetahui
pencegahan serta penanganan penyakit asma merupakan upaya yang paling
efektif untuk menurunkan angka kesakitan penyakit Asma (Gajanan et al,
2015). Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien lansia terhadap penyakit
asma merupakan tindakan yang harus dilakukan agar tidak mengakibatkan
prognosis yang buruk pada lansia. Sehingga diharapkan tidak lagi menjadi
permasalahan kesehatan bagi masyarakat (Dunn, Busse & Wechsler, 2017).
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan lebih
lanjut mengenai “Asuhan keperawatan lansia dengan diagnosa asma gangguan
pola nafas tidak efektif di desa mbalong kecamatan sidoarjo, kabupaten
sidoarjo.Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah
sebagai berikut: Bagaimana asuhan keperawatan lansia dengan diagnosa asma
gangguan pola nafas di desa mbalong kecamtan sidoarjo,
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan
1.3.1.1Tujuan umum
Tujuan umum mengindetifikasi asuhan keperawatan lansia pada
klien dengan diagnosa asma di desa mbalong kecamatan sidoarjo
kabupaten sidoarjo
1.3.1.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengkaji klien dengan Diagnose Asma di desa mbalong
Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo
1.3.2.2.Merumuskan Asuhan Keperawatan dengan Asma Di Desa
mbalong Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo
1.3.2.3 Merencanakan Tindakan Asuhan keperawatan dengan Asma Di
Desa mbalong Kecamatan sidoarjo Kabupaten Sidoarjo
1.3.2.4. Melaksanakan Tindakan Keperawatan dengan Asma Di Desa
mbalong Kecamatan Sidoarjo Kab Sidoarjo
1.3.2.5. Mengevaluasi Tindakan Keperawatan dengan Diagnosa Asma
Di Desa mbalong Kec sidoarjo Kab Sidoarjo
5
1.3.2.6. Mengdokumentasi Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Diagnosa asma Di Desa Mbalong Kecamatan Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo
1.4. Manfaat
1.4.1 Bagi Posyandu
Memberikan masukan bagi tim kesehatan di posyandu desa mbalong
dalam memberikan Asuhan keperawatan pada klien dengan asma.
1.4.2. Bagi Institusi Akademik
Sebagai penyambung Ilmu Asuhan Keperawatan dengan klien asma
sehingga dapat menambah referensi dan acuan dalam memahami
Asuhan Keperawatan pada klien dengan asma.
1.4.3 Bagi Penulis
Memberikan pengetahuan dan memperbanyak pengalaman bagi
penulis dalam memberikan dan menyusun asuhan keperawatan pada
klien dengan asma.
1.4.4. Bagi Prifesi kesehatan
Sebagai tambahan ilmu bagi profesi kesehatan keperawatan dan
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan asma.
1.5. Metode penulisan
Metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya megungkapkan peristiwa
atau gejala yang terjadi pada waktu sekarang yang meliputi studi
kepustakaan yang mempelajari, mengumpulkan, membahas data dengan
studi pendekatan proses keperawatan dengan langkah-langkah pengkajian
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
6
1.6 Teknik pengumpulan data
1.6.1 Wawancara
Data diambil atau diperoleh melalui percakapan baik dengan klien,
keluarga maupun tim kesehatan lain.
1.6.2 Observasi
Data yang diambil melalui pengamatan pada klien, Pemeriksaan
Meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat menunjang
menegakkan diagnosa penanganan selanjutnya.
1.7 Sumber Data
1.7.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh klien
1.8 Sistematika Penulisan.
Supaya Lebih Jelas Dan Lebih Mudah Dalam Mempelajari Dan
Memahami Studi Kasus Ini. Secara Keseluruhan Di Bagi Menjadi Tiga Bagian,
Yaitu :
1.8.1 Bagian Awal, Memuat Halaman Judul, Perstujuan Pembimbing,
Pengesahan, Motto Dan Persembahaan, Kata Pengantar, Daftar Isi.
1.8.2 Bagian Inti, Terdiri Dari Lima BAB, Yang Masing Masing Bab Terdiri
Dari Sub Bab Berikut Ini :
Bab 1 : Pendahuluan, Berisi Latar Belakang masalah, Tempat, Tujuan,
Manfaat Penelitian, Sistematika Penulisan Studi Kasus.
Bab 2 : Tinjauan Kasus, Berisi Tentang Konsep Penyakit Dari Sudut
Medis Dan Asuhan Keperawatan Klien Dengan Diagnose asma
Serta Kerangka Masalah.
7
Bab 3 : Tinjauan Kasus, Berisi Tentang Diskripsi Data Hasil Pengkajian,
Perencanaan, Pelaksanaan Dan Evaluasi.
Bab 4 : Pembahasan, Berisi Tentang Perbandingan Antara Teori Dengan
Kenyataan Yang Ada Di Lapangan.
Bab 5 : Pengumpulan, Berisi Tentang Simpulan Dan Saran.
1.9 Bagian Akhir, terdiri dari daftar pustaka dan lampiran
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Konsep penyakit asma
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat berulang namun
reversible, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat
keadaan ventilasi yang lebih normal (sylvia A.dkk, yang dikutip oleh Amin
Huda Nurarif, 2015)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada jalan napas dimana
banyak sel memainkan peranan, terutama sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
Pada individu yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode rekuren dari
mengi, sulit bernapas, dada terasa sesak, dan batuk terutama pada malam/dan
atau pagi hari. Gejala-gejala ini biasanya berhubungan dengan terbatasnya
aliran udara yang meluas tetapi bervariasi, yang reversibel setidaknya
sebagian baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga
menyebabkan peningkatan responsivitas jalan napas terhadap berbagai
rangsangan. (International Consensus Report on the Diagnosis and
Management of Asthma 1992, yang dikutip oleh Caia Francis,2011 ).
Menurut NHLBI (Expert Panel Report 3:Guidelines for the Diagnosis
and Management of Asthma 2007) asma adalah penyakit inflamasi kronik
8
9
saluran napas dimana banyak sel berperan terutama sel mast, eosinofil,
limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel (Slamet Hariadi,dkk, 2010)
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian asma
adalah suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari
trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi
berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang
menyeluruh dari saluran pernapasan.
2.2 Etiologi Asma
2.2.1 Obstruksi jalan napas pada asma disebabkan oleh:
1) Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.
2) Pembengkakan membrane bronkus
3) Bronkus berisi mucus yang kental
2.2.2 Adapun faktor predisposisi pada asma yaitu:
1. Genetik
Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat
alergi ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar dengan
faktor pencetus.
2.2.3 Adapun faktor pencetus dari asma adalah:
2.2.3.1 Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi
tiga, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, bakteri, dan polusi.
10
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-obatan
tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
3) Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris lainnya
yang masuk melalui kontak dengan kulit.
4) Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus.
Virus Influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling
sering menimbulkan asma bronkhial, diperkirakan dua pertiga
penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi
saluran pernapasan (Nurarif & Kusuma, 2015)
(1) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi
asma, perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.
(2) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-15% klien asma. Misalnya orang yang bekerja di
pabrik kayu, polisi lalu lintas, penyapu jalanan.
(3) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan
serangan asma bila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat.
Lari cepat paling mudah menimbulkan asma
(4) Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya
serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma
yang sudah ada. Disamping gejala asma harus segera diobati
11
penderita asma yang mengalami stres harus diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalahnya (Wahid & Suprapto, 2013).
2.3 Patofisiologi Asma
Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti debu, asap
rokok, bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita. Bendabenda
tersebut setelah terpapar ternyata tidak dikenali oleh sistem di tubuh
penderita sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen). Anggapan itu
kemudian memicu dikeluarkannya antibody yang berperan sebagai respon
reaksi hipersensitif seperti neutropil, basophil, dan immunoglobulin E.
masuknya antigen pada tubuh yang memicu reaksi antigen akan
menimbulkan reaksi antigen-antibodi yang membentuk ikatan seperti key
and lock (gembok dan kunci).
Ikatan antigen dan antibody akan merangsang peningkatan
pengeluaran mediator kimiawi seperti histamine, neutrophil chemotactic
show acting, epinefrin, norepinefrin, dan prostagandin. Peningkatan
mediator kimia tersebut akan merangsang peningkatan permiabilitas
kapiler, pembengkakan pada mukosa saluran pernafasan (terutama
bronkus). Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian pada
semua bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus
(bronkokontrikis) dan sesak nafas.
Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar yang
masuk saat inspirasi sehingga menurunkan ogsigen yang dari darah. kondisi
ini akan berakibat pada penurunan oksigen jaringan sehingga penderita
pucat dan lemah. Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan
12
sekres mucus dan meningkatkan pergerakan sillia pada mukosa. Penderita
jadi sering batuk dengan produksi mucus yang cukup banyak (Harwina
Widya Astuti 2010).
2.4 Manifestasi Klinis
2.4.1 Stadium dini Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
2) Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
3) Whezing belum ada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
6) BGA belum patologis
2.4.2 Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
2) Whezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parsial O2
2.4.3 Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
4) Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus Sianosis h. BGA Pa O2
kurang dari 80% i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran
bronchovaskuler kanan dan kiri
13
2.5 Pemeriksaan Diagnostik Asma
2.5.2 Pemeriksaan laboratorium
2.5.2.1 Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan untuk melihat adanya:
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dan kristal
eosinopil.
2) Spiral curshman, yakni merupakan castcell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
4) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat muscus
plug.
2.5.2.2 Pemeriksaan darah
Analisa Gas Darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi
hipoksemia, hipercapnia, atau sianosis.
1) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH
2) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang diatas 15.000/mm3
yang menandakan adanya infeksi.
3) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan IgE pada
waktu serangan dan menurun pada saat bebas serangan
asma.
2.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan
berdasarkan manifestasi klinis yang terlihat, riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes
14
laboratorium (Sujono riyadi & Sukarmin, 2009). Adapun pemeriksaan
penunjang yang dilakukan adalah:
Tes Fungsi Paru
Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat
diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum atau sesudah pemberian aerosol
bronkodilator (inhaler atau nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Dalam
spirometry akan mendeteksi:
1) Penurunan forced expiratory volume (FEV)
2) Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)
3) Kehilangan forced vital capacity (FVC)
4) Kehilangan inspiratory capacity (IC) (Wahid & Suprapto, 2013)
5) Pemeriksaan Radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiper
inflamasi paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diagfragma yang menurun. Pada penderita dengan
komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut:
(1). Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah
(2). Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah
(3). Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru.
(4)Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru
(5). Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.
6). Pemeriksaan Tes Kulit
15
Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi positif
pada asma secara spesifik
7). Elektrokardiografi
(1). Terjadi right axis deviation
(2). Adanya hipertropo otot jantung Right Bundle Branch Bock
(3). Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES, atau terjadi depresi
segmen ST negatif
8). Scanning paru
Melalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru (Wahid & Suprapto, 2013)
Penilaian Derajat Serangan Asma
Menurut (Wahid & Suprapto, 2013) penilaian derajat serangan asma
yaitu :
16
Tabel 1
Penilaian derajat serangan penyakit asma
Parameter Ringan Sedang Berat Ancaman
Henti Napas
1 2 3 4 5
Aktivitas Berjalan Bayi:
menangis
keras
Berbicara
Bayi: tangis
pendek &
lemah
Istirahat
Bayi:berhenti
makan
Bicara Kalimat Penggal
kalimat
Kata-kata
Posisi Bisa berbaring Lebih suka
duduk
Duduk
bertopeng
lengan
Kesadaran Mungkin
teragitasi
Biasanya
teragitasi
Biasanya
teragitasi
Kebingungan
Mengi Sedang,sering
hanya pada
akhir ekspirasi
Nyaring,
sepanjang
ekspirasi
+
inspirasi
Sangat
nyaring,
terdengar
tanpa
stetoskop
Sulit/ tidak
terdengar
Sesak napas Minimal Sedang Berat
17
Otot bantu
napas
Biasanya
tidak
Biasanya ya Ya Gerakan
paradoks torako
abdominal
Retraksi Dangkal,
retraksi
interkostal
Sedang
ditambah
retraksi
supertermal
Dalam
ditambah
napas cuping
hidung
Dangkal/hilang
Laju napas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun
Sumber: Wahid & Suprapto, keperawatan medikal bedah asuhan keperawatan
pada gangguan
sistem respirasi, 2013
Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien asma
yaitu:
1). Prinsip umum dalam pengobatan asma:
(1). Menghilangkan obstruksi jalan napas.
(2). Menghindari faktor yang bisa menimbulkan serangan asma.
(3). Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit asma
dan pengobatannya.
2) Pengobatan pada asma
1) Pengobatan farmakologi
2). Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran napas. Terbagi menjadi
dua golongan, yaitu:
18
(1) Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin),
misalnya terbutalin/bricasama.
(2) Santin/teofilin (Aminofilin)
3). Kromalin
Bukan bronkhodilator tetapi obat pencegah seranga asma
pada penderita anak. Kromalin biasanya diberikan bersama obat
anti asma dan efeknya baru terlihat setelah satu bulan.
4). Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan
dalam dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungannya adalah obat
diberikan secara oral.
5). Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg jika tidak ada respon maka
segera penderita diberi steroid oral.
2) Pengobatan non farmakologi
(1) Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
(2) Pemberian cairan
(3) Fisioterapi napas (senam asma)
(4) Pemberian oksigen jika perlu
(Wahid & Suprapto, 2013)
(5) Pengobatan selama status asmathikus
(6) Infus D5:RL = 1 : 3 tiap 24 jam
(7) Pemberian oksigen nasal kanul 4 L permenit
19
(8) Aminophilin bolus 5mg/ KgBB diberikan pelan-pelan selama
20 menit dilanjutkan drip RL atau D5 mentenence (20 tpm)
dengan dosis 20 mg/kg bb per 24 jam
(9) Terbutalin 0.25 mg per 6 jam secara sub kutan
(10) Dexametason 10-2- mg per 6 jam secara IV
(11) Antibiotik spektrum luas (Padila, 2013)
2.7 Konsep Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4)
UU No.13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008)
Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur
60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, akan
tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan
yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan
kematian (Padila, 2013).
Usia lanjut dapat dikatakan usia emas karena tidak semua orang dapat
mencapai usia tersebut, maka orang berusia lanjut memerlukan tindakan
keperawatan, baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar ia dapat
menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguna dan bahagia
(Maryam dkk, 2008).
20
Perubahan-perubahan fisiologis sistem pernafasan
Perubahan fisiologik (fungsi) pada sistem pernafasan yang terjadi antara
lain :
Gerak pernafasan
Distribusi gasadanya perubahan hentuk, ukuran dada, maupun volume
rongga dada akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan
menjadi dangkal, timbul keluhan sesak nafas. Kelemahan otot pernafasan
menimbulkan penurunan kekuatan gerak nafas, lebih-Iebih apabila terdapat
deformitas rangka dada akibat penuaan.Perubahan struktur anatomik
saluran nafas akan menimbulkan penumpukan lendir dalam alveolus (air
trapping) ataupun gangguan pendistribusian udara nafas dalam cabang-
cabang bronkus.
Volume dan kapasitas paru menurun
Hal ini disebabkan karena beberapa faktor: kelemahan otot nafas,
elastisitas jaringan parenkim paru menurun, resintensi saluran nafas. Secara
umum dikatakan bahwa pada usia lanjut terjadi pengurangan ventilasi paru.
Gangguan transport gas
Pada usia lanjut terjadi penurunan Pa02 secara bertahap, yang
penyebabnya terutama disebabkan adanya ketidakseimhangan ventilasi-
perfusi. Selain itu diketahui bahwa pengambilan 02 oleh darah dari alveoli
(difusi) dan transport 02 ke jaringan-jaringan berkurang, terutama terjadi
pada saat melakukan olah raga. Penurunan pengambilan 02 maksimal
disebabkan antara lain karena berbagai perubahan pada jaringan paru yang
21
menghambat difusi gas, dan berkurangnya aliran darah ke paru akibat
turunnya curah jantung.
Gangguan perubahan ventilasi pain
Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat
adanya penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral
ataupun pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons terhadap
rangsangan berupa penurunan Pa02, peninggian PaCO2, perubahan pH
darah arteri dan sebagainya.
2.2 Konsep Lansia
2.2.1 Pengertian Lansia
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis (Effendi, 2009).
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari (Ratnawati, 2017).
Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia
adalah seseorang yang telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan
kemampuan beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seorang diri.
2.2.2 Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :
22
1) Young old (usia 60-69 tahun)
2) Middle age old (usia 70-79 tahun)
3) Old-old (usia 80-89 tahun)
4) Very old-old (usia 90 tahun ke atas)
2.2.3 Karakteristik Lansia
Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono (2006)
yaitu :
1) Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60
tahun (Ratnawati, 2017).
2) Jenis kelamin
Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin
perempuan. Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang
paling tinggi adalah perempuan (Ratnawati, 2017).
3) Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk
lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus
kawin (60 %) dan cerai mati (37 %). Adapun perinciannya yaitu
lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 % dari
keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus
kawin ada 82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup
23
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup
laki-laki, sehingga presentase lansia perempuan yang berstatus cerai
mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai umumnya kawin
lagi (Ratnawati, 2017). 4) Pekerjaan
Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat
berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik,
sosial dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan
tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar
pekerjaan/usaha (46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah
tabungan, saudara atau jaminan sosial (Ratnawati, 2017).
5) Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan
bahwa pekerjaan lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat
sedikit yang bekerja sebagai tenaga professional. Dengan kemajuan
pendidikan diharapkan akan menjadi lebih baik (Darmojo &
Martono, 2006).
6) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes
RI (2016) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
mengukur derajat kesehatan penduduk. Semakin rendah angka
24
kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin
baik.
Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05%,
artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di
antaranya mengalami sakit. Penyakit terbanyak adalah penyakit
tidak menular (PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok, diabetes
mellitus (Ratnawati, 2017).
2.2.4 Perubahan pada Lanjut Usia
Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan
terjadinya banyak perubahan pada lansia yang meliputi :
1) Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada
persepsi pribadi atas kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang
memiliki kegiatan harian atau rutin biasanya menganggap dirinya
sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik,
emosi, atau sosial yang menghambat kegiatan akan
menganggap dirinya sakit.
Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit
kering, penipisan rambut, penurunan pendengaran, penurunan
refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan curah jantung dan
sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi dapat
membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan
tubuh terus menerus terjadi seiring bertambahnya usia dan
25
dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan
lingkungan.
2) Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial,
kognitif, dan sosial. Penurunan fungsi yang terjadi pada lansia
biasanya berhubungan dengan penyakit dan tingkat
keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan fungsional
dan kesejahteraan seorang lansia.
Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku
aman dalam aktivitas harian (ADL). ADL sangat penting untuk
menentukan kemandirian lansia. Perubahan yang mendadak dalam
ADL merupakan tanda penyakit akut atau perburukan masalah
kesehatan.
3) Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan
gangguan kognitif (penurunan jumlah sel dan perubahan kadar
neurotransmiter) terjadi pada lansia yang mengalami gangguan
kognitif maupun tidak mengalami gangguan kognitif. Gejala
gangguan kognitif seperti disorientasi, kehilangan keterampilan
berbahasa dan berhitung, serta penilaian yang buruk bukan
merupakan proses penuaan yang normal.
26
4) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan
proses transisi kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia
seseorang, maka akan semakin banyak pula transisi dan kehilangan
yang harus dihadapi. Transisi hidup, yang mayoritas disusun oleh
pengalaman kehilangan, meliputi masa pensiun dan perubahan
keadaan finansial, perubahan peran dan hubungan, perubahan
kesehatan, kemampuan fungsional dan perubahan jaringan sosial.
Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya
dengan keterbatasan produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia
yang memasuki masa-masa pensiun akan mengalami kehilangan-
kehilangan sebagai berikut:
(1) Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).
(2) Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
(3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
(4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya
dengan beberapa hal sebagai berikut:
1) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan
cara hidup (memasuki rumah perawatan, pergerakan lebih
sempit).
2) Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.
Biaya hidup meningkat padahal penghasilan yang sulit,
biaya pengobatan bertambah.
3) Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
4) Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
27
5) Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan
kesulitan.
6) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
7) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga.
8) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan
terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri)
2.2.5 Permasalahan Lanjut Usia
Menurut Suardiman (2011), Kuntjoro (2007), dan Kartinah
(2008) usia lanjut rentan terhadap berbagai masalah kehidupan.
Masalah umum yang dihadapi oleh lansia diantaranya:
1) Masalah ekonomi
Usia lanjut ditandai dengan penurunan produktivitas kerja,
memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Disisi
lain, usia lanjut dihadapkan pada berbagai kebutuhan yang semakin
meningkat seperti kebutuhan akan makanan yang bergizi seimbang,
pemeriksaan kesehatan secara rutin, kebutuhan sosial dan rekreasi.
Lansia yang memiliki pensiun kondisi ekonominya lebih baik karena
memiliki penghasilan tetap setiap bulannya. Lansia yang tidak
memiliki pensiun, akan membawa kelompok lansia pada kondisi
tergantung atau menjadi tanggungan anggota keluarga (Suardiman,
2011).
2) Masalah sosial
28
Memasuki masa lanjut usia ditandai dengan berkurangnya
kontak sosial, baik dengan anggota keluarga atau dengan
masyarakat. kurangnya kontak sosial dapat menimbulkan perasaan
kesepian, terkadang muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, serta merengek-rengek jika bertemu
dengan orang lain sehingga perilakunya kembali seperti anak kecil
(Kuntjoro, 2007).
3) Masalah kesehatan
Peningkatan usia lanjut akan diikuti dengan meningkatnya
masalah kesehatan. Usia lanjut ditandai dengan penurunan fungsi
fisik dan rentan terhadap penyakit (Suardiman, 2011).
4) Masalah psikososial
Masalah psikososial adalah hal-hal yang dapat menimbulkan
gangguan keseimbangan sehingga membawa lansia kearah
kerusakan atau kemrosotan yang progresif terutama aspek
psikologis yang mendadak, misalnya, bingung, panik, depresif, dan
apatis. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor
psikososial yang paling berat seperti, kematian pasangan hidup,
kematian sanak saudara dekat, atau trauma psikis. (Kartinah, 2008).
5) Pengertian Psikososial
Psikososial berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko
mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran, perasaan dan
perilaku) sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal individu
dengan orang-orang di sekitarnya (Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI
dalam Yuanita, 2016).
29
Psikososial merupakan hubungan antara kondisi sosial
seseorang dengan kesehatan mental atau emosionalnya yang melibatkan
aspek psikologis dan aspek sosial. Psikososial menunjuk pada hubungan
yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi
dan memengaruhi satu sama lain.
6) Teori Perubahan Psikososial Lansia
Teori yang berkaitan dengan perubahan psikososial lansia
menurut
Aspiani (2014) yaitu:
1) Teori Psikologi
2.2.6 Teori Tugas Perkembangan
Menurut Havigurst (1972) Teori ini menyatakan bahwa tugas
perkembangan pada masa tua adalah :
1) Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan
kesehatan
2) Menyesuaikan diri dengan masa
pensiun dan berkurangnya penghasilan
3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
4) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
5) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang
memuaskan
6) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
Penyesuaian diri yang dilakukan lansia yakni untuk
beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang harus dilalui
30
oleh seorang lansia sehingga dapat mencapai tugas
perkembangan yang sesuai.
(1) Teori Individual Jung
Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran
seseorang dan ketidaksadaran bersama. Kepribadian
digambarkan terhadap dunia luar atau kearah subjektif dan
pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert).
Keseimbangan antara kekuatan tersebut merupakan hal penting
bagi kesehatan mental.
(2) Teori Delapan Tingkat Kehidupan
Tugas perkembangan pada usia tua yang harus dijalani
adalah untuk mencapai keseimbangan hidup atau timbulnya
perasaan putus asa. Teori perkembangan
menurut Erickson tentang penyelarasan integritas diri
dapat dipilih dalam tiga tingkat yaitu pada perbedaan ego
terhadap peran perkerjaan preokupasi, perubahan tubuh
terhadap pola preokupasi, dan perubahan ego terhadap ego
preokupasi. Pada tahap perbedaan ego terhadap peran pekerjaan
preokupasi, tugas perkembangan yang harus dijalani oleh lansia
adalah menerima identitas diri sebagai orang tua dan
mendapatkan dukungan yang adekuat dari lingkungan untuk
menghadapi adanya peran baru sebagai orang tua (preokupasi).
Adanya pensiun dan atau pelepasan pekerjaan merupakan hal
yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyakitkan dan
menimbulkan penurunan
31
harga diri.
Faktor yang mempengaruhi kesehatan psikososial lansia menurut Kuntjoro (2002),
antara lain:
1) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya penurunan kondisi fisik yang berganda (multiple pathology).
Menurut Ratnawati (2017) perubahan
fisik terdiri dari:
(1) Perubahan pada kulit: kulit wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi
lebih kering dan keriput. Kulit dibagian bawah mata berkantung dan
lingkaran hitam dibawah mata menjadi lebih jelas dan permanen.
Selain itu warna merah kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di
tengah tengkuk. Rambut rontok, warna berubah menjadi putih, kering
dan tidak mengkilap.
(2) Perubahan otot: otot orang yang berusia madya menjadi lembek
dan mengendur di sekitar dagu, lengan bagian atas dan perut.
(3) Perubahan pada persendian: masalah pada persendian terutama
pada bagian tungkai dan lengan yang membuat mereka menjadi
agak sulit berjalan.
(4) Perubahan pada gigi: gigi menjadi kering, patah, dan tanggal
sehingga lansia kadang-kadang menggunakan gigi palsu.
(5) Perubahan pada mata: mata terlihat kurang bersinar dan
cenderung mengeluarkan kotoran yang menumpuk di sudut
mata, kebanyakan menderita presbiopi, atau kesulitan melihat
jarak jauh, menurunnya akomodasi karena penurunan elastisitas
mata.
32
(6) Perubahan pada telinga: fungsi pendengaran sudah mulai
menurun, sehingga tidak sedikit yang menggunakan alat bantu
pendengaran.
(7) Perubahan pada sistem pernapasan: napas menjadi lebih pendek
dan sering tersengal-sengal, hal ini akibat penurunan kapasitas
total paru-paru, residu volume paru dan konsumsi oksigen nasal,
ini akan menurunkan fleksibilitas dan elastisitas paru.
2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti:
(1) Gangguan jantung.
(2) Gangguan metabolisme.
(3) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
(4) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu
makan sangat kurang.
(5) Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti antihipertensi atau
golongan steroid.
3) Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
(1) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada
lansia.
(2) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
(3) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya.
(4) Pasangan hidup telah meninggal.
33
(5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan
sebagainya.
4) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat
menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyatannya
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan,
jabatan, peran, kegitan, harga diri dan status. Lansia yang memiliki
agenda kerja yang tidak terselesaikan dan menganggap pensiun
sebagai sesuatu yang tidak mungkin.
Pensiun merupakan suatu proses bukan merupakan suatu
peristiwa. Orang-orang lanjut usia yang menunjukkan penyesuaian
yang paling baik terhadap pensiun, adalah mereka yang sehat,
memiliki keuangan yang memadai, aktif, lebih terdidik, memiliki
jaringan sosial yang luas yang meliputi kawan-kawan dan keluarga,
serta biasanya puas dengan kehidupannya sebelum mereka pensiun
(Santrock, 2012)
5) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Peran merupakan kumpulan dari perilaku yang secara relatif
homogen dibatasi secara normative dan diharapkan dari seseorang
yang menempati posisi sosial yang diberikan. Peran berdasarkan
pada pengharapan atau penetapan peran yang membatasi apa saja
yang harus dilakukan oleh individu di dalam situasi tertentu agar
34
memenuhi pengharapan diri atau orang lain terhadap mereka
(Friedman, 2014). Peran dapat diartikan sebagai seperangkat tingkah
laku yang diharapkan oleh orang lain.
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan
kabur, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan
fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia, dan sebagainya
sehingga menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak lansia melakukan aktivitas, selama lansia
masih sanggup, agar tidak merasa diasingkan. Keterasingan yang
terjadi pada lansia dapat membuat lansia semakin menolak untuk
berkomunikasi dengan orang lain dan dapat muncul perilaku regresi,
seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-
barang tidak berguna, dan merengek-rengek seperti anak kecil
sehingga lansia tidak bisa menjalankan peran sosialnya dengan baik
(Kuntjoro, 2007).
35
Kerangka Teori
Lansia
Perubahan Psikososial
Perubahan Fungsional
Perubahan Kognitif
Perubahan Fisiologis
Faktor yang Mempengaruhi
Psikososial Lansia
1. Penurunan kondisi fisik
2. dan Perubahan fungsi
potensial seksual
3. yang berkaitan Perubahan
dengan pekerjaan
4. Perubahan dalam peran
sosial di masyarakat
Perubahan pada
lansia
Permasalahan pada
lansia
Masalah Ekonomi
Masalah Sosial
Masalah Kesehatan
Masalah Psikososial
36
2.3 Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Menurut (Wahid & Suprapto, 2013) Pengkajian asuhan keperawatan
pada pasien asthma dimulai dari pengumpulan data seperti identitas
klien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat psikososial.
2.3.2 Identitas klien
Pengumpulan data identitas klien adalah pengkajian mengenai
nama, umur, jenis kelamin perlu di kaji pada pasien asthma. serangan
asthma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin
terdapat stautus atopi. sedangkan serangan asthma pada usia dewasa di
mungkinkan karna adanya faktor atropi. alamat menggambarkan kondisi
lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor
penecetus serangan asthma. status perkawinan gangguan emosional yang
timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor penecetus
serangan asthma, pekerjaan, serts bangsa juga perlu di kaji untuk
mengetahui adanya pemaparan bahan elergan.
2.3.3 Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan
dengan keluhan terutama sesak nafas yang hebat dan mendadak
kemudian di ikuti dengan gejala-gejala lain yaitu: wheezing,
penggunaaan alat bantu pernafasan, kelelahan, gangguan kesadaran,
sianosis, serta perubahan tekanan darah. perlu juga di kaji kondisi awal
terjadinya serangan.
37
2.3.3 Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti
adanya infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel,
sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asthma, frekuensi,
waktu, dan alergen-alergen dicurigai sebagai pencetus serangan,
serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala
asthma.
1) Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien asma perlu di kaji tentang riwayat penyakit
asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya
karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih di tentukan
oleh faktor genetik.
2) Riwayat psikososial
Gangguan emosional sering di pandang sebagai salah satu
pencetus bagi serangan asthma, baik gangguan itu berasal dari rumah
tangga, lingkungan sekitar samapai lingkungan kerja. seorang yang
mempunya beban hidup yang lebih berat berpotensial terjadi
serangan asthma. Yatim piatu, ketidakharmonisan hubungan dengan
orang lain sampai ketakutan tidak bias menjalankan peran seperti
semula.
38
2.3.4 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik secara head to toe / per system wajib dilakukan
meskipun tidak ada keluhan yang berarti agar mengantisipasi
penyakit degenerative (Azizah, 2010).
1) Keadaan umum: hal yang perlu dikaji perawat mengenai tentang
kesadaran klien
2) Kepala
Pada lansia umumnya rambut nampak beruban, perlu
diperhatikan pada lansia ada sakit kepala atau tidak, apakah ada
trauma pada masa lalu, apakah klien mengeluh pusing atau tidak
3) Mata
Pada lansia umumnya mengalami perubahan penglihatan
dan kebanyakan lansia memakai kacamata akibat dari
perubahan penglihatan
4) Telinga
Pada lasia umumnya mengalami perubahan pendengaran,
sebagian lansia biasanya mengalami vertigo, dan mengalami
sensitivitas pendengaran
5) Hidung
Pada lansia yang memiliki asma umumnya memiliki
alergi terhadap debu
6) Mulut dan Tenggorokan
Pada lansia umumnya mengalami perubahan suara
39
7) Leher
Pada sebagian lansia umumnya tidak terdapat kekakuan,
tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan, dan tidak ada
keterbatasan gerak
8) Payudara
Pada sebagian lansia terutama wanita biasanya terjadi
perubahan pada puting susu
9) Pernafasan
Pada lansia asma terdapat sesak nafas, terkadang di ikuti
dengan batuk, mengi serta terdapat alergi pada pernafasan
10) Kardiovaskuler
Pada lansia terutama yang mengalami sesak nafas, dispnea
pada saat aktifitas sebagian lansia mengalami ketidaknnyamanan
pada dada
11) Intestinal
Pada sebagian lansia umumya tidak terdapat masalah yang
cukup berarti pada gastro intestinal
12) Perkemihan
Pada sebagian lansia umumya tidak terdapat masalah yang
cukup berarti pada system perkemihan
13) Genito Reproduksi Wanita
Pada lansia wanita biasanya terjadi menopause (berhentinya
menstruasi)
40
14) Muskuloskeletal
Pada lansia umumnya tidak terdapat masalah pada
musculoskeletal, hanya saja perlu diperhatikan pola olahraga pada
lansia
15) Sistem Saraf Pusat
Pada lansia asma umumnya tidak terdapat masalah pada
system saraf pusat
16) Sistem Endokrin
Pada system endokrin biasanya terdapat perubahan rambut
pada lansia
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan yang dialami baik
secara aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
dapat menguraikan berbagai respon klien baik individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI,
2016).
1.3.2.1 Gangguan pertukaran gas
1.3.2.2 Pola napas tidak efektif
41
Perencanaan Keperawatan
Tabel 2.1 Gangguan pertukaran gas b.d ketidakmampuan keluarga memberikan
perawatan bagi anggota yang sakit
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Kriteria
Hasil
Intervensi Rasional
1. Ganggu
an
pertuka
ran gas
b.d
ketidak
mampu
an
keluarg
a
membe
rikan
perawa
tan
bagi
anggot
a yang
sakit
Setelah
dilakukan
kunjungan 2
x24 jam
diharapkan
pernapasan
pasien
membaik
dengan K. H (
Kriteria Hasil :
1.tingkat
kesadaran
pasien
meningkat
2.bunyi nafas
tambahan
menurun
3.nafas cuping
hidung
1.berikan semi
flower atau
posisi nyaman
pada pasien
2.ajarkan teknik
realisasi nafas
dalam
3.ajarkan
tekknik batuk
efektif
4.pertahankan
kepatennan
jalan nafas.
1.agar
42
2. Pola nafas
tidak
efektif
berhubung
an dengan
ketidakma
mpuan
keluarga
memberika
n
perawatan
bagi
oanggota
yang sakit
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2x 24
jam diharapkan
pola pasien
kembali
normal
K H
1.tekanan
expilasi dan
inspirasi
meningkat
.2.penggunaan
otot bantu
nafas menurun
3.kedalaman
nafas membaik
4.perfusi nafas
membaik
1.membangun
hubungan saling
percaya
2.berikan posisi
semi flower atau
flower
3.ajarkan teknik
batuk efektif
4.ajarkan teknik
realasasi nafas
dalam
5.ciptakan
lingkungan
yang aman
43
Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan yang dilaksanakan dalam fase
intervensi yang telah ditetapakan sebelumnya (Tarwoto & Wartonah,
2015). Pada pasien asthma dengan defisit pengetahuan implementasi
disesuaikan dengan intervensi atau rencana keperawatan yang telah
ditetapkan yaitu edukasi kesehatan.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil yang teramati dan tujuan
atau kriterial hasil yang di buat pada tahap perencanaan
Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat
setelah dilakukan tindakan keperawatan di tulis pada catatan perawatan , di lakukan
setiap selesai melakukan tindakan keperawatan
Evaluasi sumatif soap
Rekapitulasi dan kesimpulan dari obsepasi dari analisa status kesehatan
sesuai waktu tujuan di tulis pada catatan perkembangan merupakan repap akhir
secara paripuna catatan naratif , penderita pulang atau pindah
44
45
BAB III
TINJAUAN KASUS
Untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan asuhan keperawatan
pada klien dengan Asma, maka penulis menyajikan suatu kasus yang penulis amati
mulai tanggal 10 Maret 2021 sampai 14 Maret 2021 dengan data pengkajian pada
tanggal 9 Maret 2021 pukul 9.00. Analisa data yang diperoleh dari klien dan
keluarga sebagai berikut
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Klien bernama Tn. S berusia 64 tahun dan beragam islam. Pedidikan
terakhir klien SD, klien bekerja sebagai polisi cepek dan bertempat tinggal
di Desa Kombes Pol M Duryat RT 5 RW 01 Kabupaten Sidoarjo.
3.1.2 Riwayat Kesehatan Saat ini
Status kesehatan umum klien selama 4 tahun yang lalu adalah klien
memiliki riwayat asma Keluhan kesehatan utama klien adalah klien
mengatakan sering sesak nafas pada saat beraktifitas berat,Pada
pengetahuan tentang penatalaksanaan masalah kesehatan klien mengatakan
tidak mengerti tentang penyakitnya, saat ditanya tentang penyebab, tanda
gejala, komplikasi, dan penanganan dari penyakit asma klien tampak
bingung. dan Klien juga sering bertanya-tanya tentang penyakit yang
dideritanya.
45
46
3.1.3 Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien tidak memliki trauma apapaun dan tidak memiliki riwayat operasi.
Klien mengatakan terakhir control kesehatan pada tanggal 8 februari 2021
di Rumah Sakit umum sidoarjo.
3.1.4 Riwayat Keluarga
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Meninggal
47
3.1.5 Riwayat Pekerjaan
Status pekerjaan klien sebelumnya dan saat ini adalah sebagai Polisi cepek
Klien mengatakan sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap
kebutuhannya berasal dari hasil ngebrakan kendaraan di jalan hari setiap hari.
3.1.6 Riwayat Lingkungan Hidup
Klien tinggal bersama istri, anak.Jenis bangunan yang ditempati adalah
bangunan permanen dengan luas bangunan 9 x 4 m2. Untuk kamar mandi sudah
tersedia jamban jongkok, sandal antislip bagi lansia dan keset antislip didepan
kamar mandi. Lantai kamar mandi terbuat dari keramik.
3.1.7 Riwayat Rekreasi
Klien mengatakan memiliki hoby nonton dangdut Keanggotaan organisasi
saat ini klien tidak mengikuti keanggotaan organisasi apapun, Klien mengatakan
sering memanfaatkan waktu liburannya dengan jalan-jalan bersama anaknya.
3.1.8 Sumber/Sistem Pendukung
Klien memilih fasilitas kesehatan Rumah Sakit untuk memeriksakan
kesehatannya.
3.1.9 Obat-obatan
Klien mengkonsumsi obat kortikosteroid dengan dosis 5-60 mg diminum
2x4hari setelah makan, fungsi obat tersebut adalah untuk menjaga agar gejala asma
tidak kambuh,salmeterol xinafaate
3.1.10 Nutrisi
Klien mengatakan ada pembatasan makanan yaitu menghindari buah-buah
kering(termasuk kismis dan jus anggur dalam kemasan Klien mengatakan ada
penurunan berat badan yaitu berat badan yang semula 69 kg turun menjadi 60 kg
48
dalam waktu dua bulan dari bulan Desember 2020 sampai bulan Februari 2021.
Pola konsumsi makanan klien adalah 3x sehari dan biasaya makan bersama
istri,anaknya. Klien mengatakan ada masalah yang mempengaruhi masukan
makanan yaitu klien kesulitan menelan makanan karena tenggorokannya sakit.
3.1.11 Tinjauan Sistem
3.1.11.1 Umum
Klien mengatakan sering mengalami kelelahan, apalagi setelah
melakukan aktifitas yang berat terjadi perubahan berat badan dari 69 kg
menjadi 60 kg dan terjadi perubahan nafsu makan karena tenggorokannya
sakit. Klien tidak mengalami demam, keringat malam dan tidak pilek.
Klien mengatakan kesulitan tidur karena sesak napas dan dadanya
berdebar-debar.
3.1.11.2 Sistem Integumen
1) Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak pruritas dan tidak memar, tidak terjadi
perubahan pigmentasi kulit dan perubahan pada kuku. Kulit tampak
kering dan rambut klien terlihat memutih/beruban.
2) Palpasi : Pada pemeriksaan palapsi ditemukan perubahan tekstur pada
kulit klien yaitu kulit kendur dan tidak elastis. Pada pemeriksaan
rambut ditemukan rambut klien tipis dan banyak yang rontok
3.1.11.3 Hemopoietik
Pada pemeriksaan hemopoietik tidak ada perdarahan/memar pada
abdomen, tidak ada pembekakan kelenjar limfa, dan klien tidak anemia.
Klien mengatakan tidak memliki riwayat transfusi darah.
49
3.1.11.4 Kepala
Pada pemeriksaan kepala klien tidak merasakan sakit kepala, pusing
dan tidak terjadi trauma yang berarti dimasa lalu
3.1.11.5 Mata
1) Inpeksi :tidak Terjadi perubahan penglihatan, klien tidak
menggunakan kaca mata,klien sering mengalami nyeri pada
dada,mata klien tidak mengeluarkan air mata berlebihan pruritis,tidak
mengalami bengkak sekitar mata,tidak mengalami diplopia,mata klien
tidak kabur,klien tidak mengalami foto pobia
2) Palpasi : tidak terjadi nyeri pada area mata
3.1.11.6 Telinga
Pada pemeriksaan telinga tidak terjadi perubahan pendengaran,
tidak terdapat alat-alat protesa, titinus (telinga berdengung), kebiasaan
perawatan telinga klien biasanya membersihkan menggunakan cotton bud
3.1.11.7 Hidung dan Sinus
Pada pemeriksaan hidung tidak terjadi rinorea (pilek), tidak terjadi
penyempitan pada pernafasan, tidak mendengkur, tidak terjadi nyeri, dan
tidak memiliki alergi
3.1.11.8 Mulut dan tenggorokan
Pada pemeriksaan mulut ditemukan membrane mukosa kering, klien
mengatakan menggosok gigi 2x sehari, tidak ada lesi, tidak ada gigi palsu,
tidak terdapat alat protesa, tidak ada riwayat infeksi dan tidak terjadi
perubahan suara pada klien. Pada tenggorokan klien mengatakan
tenggorokannya sakit sehingga sulit menelan makanan.
50
3.1.11.9 Leher
1) Inspeksi : Tidak terjadi kekakuan dan tidak mengalami keterbatasan
gerak
2) Palpasi : tidak terjadi nyeri tekan dan tidak terdapat benjolan
3.1.11.10 Payudara
1) Inspeksi : Pada payudara terjadi penegnduran, tidak ada cairan yang
keluar dari puting susu dan tidak mengalami perubahan pada puting
susu
2) Palpasi : pada payudara tidak mengalami nyeri tekan dan tidak
terdapat benjolan
3.1.11.11 Sistem Pernafasan
1) Inspeksi : Klien batuk dan mengatakan mempunyai secret. Tidak
terjadi hemopteses (batuk berdarah).
3.1.11.12 Sistem Kardiovaskuler
1) Inspeksi : Klien mengatakan sesak napas. Terjadi dipsnea saat klien
beraktifitas. tidak terjadi ortopnea (bernafas tidak nyaman saat
berbaring) tidak terjadi perubahan warna pada kaki, tidak terjadi
varises, dan tidak terjadi kesemutan
2) Palpasi : Pada sistem kardiovaskuler tidak terjadi nyeri pada dada,
tidak mengalami edema
3) Auskultasi : Pada sistem kardiovaskuler tidak ada bunyi jantung
tambahan yaitu murmur
51
3.1.11.13 Sistem Gastrointestinal
Pada sistem Gastrointestinal terjadi Disfagia (kesulitan menelan),
terjadi perubahan nafsu makan pada klien, tidak mengalami nyeri ulu hati,
tidak terjadi mual/muntah, tidak terjadi Hematemesis (muntah darah),
tidak mengalami nyeri, tidak ada benjolan/ massa, tidak mengalami diare,
tidak mengalami konstipasi, tidak terjadi melena, tidak megalami
Hemoroid (wasir), tidak menglami perdaran rektum.
3.1.11.14 Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihan tidak terjadi disuria disuria, hematuria,
poliuria, oliguria, dan nokturia. Klien tidak mengalami nyeri saat
berkamih, tidak memiliki riwayat batu saluran kemih, dan tidak terjadi
infeksi saluran kemih. Frekuensi berkemih klien antara 4-7 kali dalam
sehari.
3.1.11.15 Genito Reproduksi
Pada sistem genitor reproduksi tidak ada lesi, tidak terjadi rabas dan
nyeri pelvis. Klien tidak memiliki penyakit kelamin dan tidak terjadi
infeksi.
3.1.11.16 Sistem Muskuluskeletal
Pada pemeriksaan muskuluskeletal sering terjadi nyeri pada
persendian yang akan menimbulkan dampak pada aktivitas kehidupan
sehari-hari karena klien sering kelelahan sehingga aktivitas klien terbatas.
3.1.11.17 Sistem Saraf Pusat
Pada pemeriksaan sistem saraf pusat klien tidak merasakan sakit
kepala, tidak terjadi kejang, tidak terjadi paralisis (hilangnya
52
separuh/seluruh fungsi otot), tidak terjadi paresis (badannya lemah untuk
bergerak), tidak terjadi masalah koordinasi, tidak terjadi tremor, tidak
terjadi paratesia, tidak terjadi cedera kepala, dan tidak mengalami masalah
memori.
3.1.11.18 Sistem Endokrin
Pada sistem endokrin tidak terjadi goiter (pembengkakan tiroid),
tidak terjadi polifagi (banyak makan), tidak terjadi polidipsi (banyak
minum), dan tidak terjadi poliuria (sering BAK).
53
3.1.12 Pengkajian fungsional klien
INDEKS KATZ
(Indeks Kemandirian Pada Aktivitas Kehidupan Sehari – hari)
Nama Klien : Tn. S Tanggal : 21 Februari 2021
Jenis Kelamin : Laki-Laki TB/BB : 150 Cm/60 Kg
Agama : Islam Umur : 64 Tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Alamat : Ds. Kombes pol M duryat Rt 05/Rw 01 Kec.Sidoarjo Kab.
Sidoarjo
Skore Kriteria
A √
Mandiri dalam makan, kontinensia (BAK/BAB),
menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
B Mandiri, semuanya kecuali salah satu saja dari fungsi di atas
C Mandiri, kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain
D Mandiri, kecuali mandi berpakaian dan satu fungsi yang lain
E Mandiri, kecuali mandi berpakaian, ke toilet dan satu fungsi
yang lain
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan
satu fungsi yang lain
G Ketergantungan untuk semua fungsi
H Lain-lain : tergantung pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak
diklarifikasikan sebagai C, D, A atau F
Keterangan :
Mandiri tanpa pengawasan pengarahan atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan
fungsi meskipun ia anggap mampu.
54
3.1.13 Barthel indeks
Termasuk manakah klien ?
NO KRITERIA
DENGAN
BANTUAN
MANDIRI SKORE
1 Makan 5 10 10
2 Minum 5 10 10
3
Berpindah dari
kursi roda ke
tempat tidur,
sebaliknya
5 15 15
4
Personal toilet
(cuci muka,
menyisir rambut,
gosok gigi)
0 5 5
5
Keluar masuk
toilet (mencuci
pakaian. Menyeka
tubuh, menyiram)
5 10 10
6 Mandi 5 15 15
7
Jalan di
permukaan datar
0 5 5
8 Naiki turun tangga 5 10 5
9
Mengenakan
pakaian
5 10 10
55
10
Kontrol Bowel
(BAB)
5 10 10
11
Kontrol Bladder
(BAK)
5 10 10
12
Olahraga atau
Latihan
5 10 10
13
Rekreasi atau
pemantapan waktu
luang
5 10 10
JUMLAH 125
Keterangan :
1) 130 : Mandiri
2) 65 – 125 : Ketergantungan Sebagian
3) 60 : Ketergantungan Total
56
3.1.14 Pengkajian Status Mental Gerontik
Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short
Portabel Mental Status Quesioner (SPMSQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1 – 10 pada daftar dan catat semua jawaban :
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan
BENAR SALAH N
O
PERTANYAAN
√ 0
1
Tanggal berapa hari ini ?
√ 0
2
Hari apa sekarang ?
√ 0
3
Apa nama tempat ini ?
√ 0
4
Di mana alamat anda ?
√ 0
5
Berapa umur anda ?
√ 0
6
Kapan anda lahir ? ( minimal tahun
lahir )
√ 0
7
Siapa presiden Indonesia sekarang ?
√ 0
8
Siapa presiden Indonesia
sebelumnya ?
57
√ 0
9
Siapa nama ibu anda ?
√ 1
0
Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka baru,
semua secara menurun.
JUMLAH Salah 2
Interpretasi Hasil
1) Salah 0 -3 : Fungsi Intelektual Utuh
2) Salah 4 – 5 : Kerusakan Intelektuan Ringan
3) Salah 6 – 5 : Kerusakan Intelektual Sedang
4) Salah 9 -10 : Kerusakan Intelektual Berat
Sidoarjo, ..........................................
Mahasiswa
58
3.2 Analisa Data
Nama : Tn S Umur : 64
Tahun
N
o
Analisa Data Etiologi Masalah
1 Ds : klien mengatakan
kadang-kadang
mengeluh sesak nafas
Do :
- Kelelahan
- Dipsnea setelah
aktivitas
- TTV
TD : 150/90
mmHg
N : 98x/menit
RR : 23x/menit
Ekstrinsik
Respon
alergi/hiperaktivitas
Inflamasi
dinding bronchus
Obstruksi saluran
nafas
Penyempitan jalan
nafas
Peningkatan kerja
pernafasan
Peningkatan
kebutuhan oksigen
Hiperventilasi
Pola nafas tidak
efektif
Pola Nafas
Tidak Efektif
59
2 DS : Pasien
mengatakan asupan
makan dan minum nya
berkurang
DO : - Mata tampak
cowong
Turgor kulit
tampak kering
Makan 2 sdm /
hari
MInum 250 cc /
hari
Berat badan
60kg
Instrinsik / idiopatik
Kecemasan
Spasme otot bronchus
Ketegangan di seluruh
tubuh
Penerapan teknik
relaksasi otot progresif
Penurunan nafsu
makan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
60
3.3 Format Skoring Dan Prioritas Masalah
1) Diagnosa Keperawatan: Pola Nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi
sekret
No Kriteria B
obot
Perhitu
ngan
N
ilai
Pembenaran
1 Sifat masalah :
3 Aktual
2 Resiko
tinggi
1 Potensial 1
Skor x
bobot x Bobot
Angka
Tertinggi
Skor
3/3x1=
1
Tn. S sering mengalami
sesak nafas saat melakukan
aktifitas sehari-hari
2 Kemungkinan
masalah dapat
di ubah :
2 Tinggi
1 Sedang
0 Rendah
2
Skor x
bobot x Bobot
Angka
Tertinggi
Skor
2/2x2=
2
Masalah dapat dirubah
dengan
memdemonstrasikan cara
latihan fisik kepada Tn. S
3 Potensi
masalah untuk
di cegah :
3 Tinggi
2 Cukup
1 Rendah
1
Skor x
bobot x
Bobot
Angka
Tertinggi
Skor
3/3x1=
1
Masalah dapat
dicegah jika Tn. S
mengetahui pentingnya
mengurangi aktifitas
berlebihan
61
4 Menonjolnya
masalah :
2 Masalah
berat, harus
segera
ditangani
1 Ada masalah,
tetapi tidak
perlu
ditanggapi
0 Masalah
tidak dirasakan
1
Skor x
bobot x Bobot
Angka
Tertinggi
Skor
2/2x1=
1
Tn. S menyadari masalah
dan ingin segera menangani
agar bisa melakukan
aktivitas seperti biasanya
Total
nilai
5
Prioritas Masalah Keperawatan:
1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
2. Ketidakseimbangan nutrisi b.d kurang dari kebutuhan tubuh
62
3.4 Intervensi Keperawatan
Nama :Tn S Umur : 64 Tahun
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan 2x24 jam
kunjungan diharapkan pasien
memperlihatkan frekuensi
napas yang efektif dan
mengalami pertukaran gas
pada paru dengan Kriteria
Hasil :
- TTV dalam batas normal
TD : 130-150/80-90 mmHg
RR : 14 – 16x/menit
N : 60 - 70 x/menit
Nadi teraba kuat dan reguler
Retraksi dada ringan
Tidak menggunakan otot
bantu pernapasan
Wheezing (-)
-
1. Jelaskan pada
pasien tentang
penyebab dan
cara mengatasi
ketidakefektifan
pola pernapasan
2) Dorong pasien
berpartisipasi
selama latihan
napas dalam
3) Beri posisi
semifowler
4) Tekankan pada
pasien untuk
menahan dada
dengan bantal
selama napas
dalam atau batuk
5) Catat adanya
derajat dispnea,
ansietas, disstres
pernapasan serta
penggunaan otot
bantu pernapasan
1. Meningkatkan
sikap kooperatif
dari pasien
2. Mempertahankan
patensi jalan
napas kecil
3. Memudahkan
fungsi
pernapasan
dengan
menggunakan
gravitasi,
meningkatkan
ekspansi paru
4. Meningkatkan
ekspansi paru
maksimal serta
meningkatkan
upaya batuk
efektif
5. Sebagai indikasi
keberhasilan dari
tindakan
keperawatan
63
3.5 Implementasi Keperawatan
Nama : Tn. S Umur : 64 Tahun
N
o Dx Tanggal
J
am Implementasi
Nama/
Tanda tangan
1 11 Februari
2021
19.10
19.12
19. 15
1. Menjelaskan kepada klien
penyebab asma
2. Menganjurkan pasien
untuk istirahat dan nafas
dalam
3. Memposisikan pasien
untuk memaksimalkan
ventilasi
4. Melakukan fisioterapi
dada jika perlu
5. Mengeluarkan secret
dengan batuk
6. Melakukan auskultasi
suara nafas,catat adanya
suara tambahan
7. Melakukan kolaborasi
pemberian bronkodilator
8. Memonitor respirasi
9. Menganjurkan klien
untuk posisi semi flower
2 12
Februari 2021
19.30
1. Menjelaskan pentingnya
melakukan aktivitas
fisik/olahraga secara rutin
64
19.40
Respon : Klien dapat
menjelaskan pentingnya
melakukan aktivitas fisik
dengan bahasanya sendiri
2. Mengajarkan pasien untuk
mengidentifikasikan
target dan jenis aktivitas
yang mampu dilakukan
Respon : Klien mengerti
dan bisa menentukan
aktivitas yang mampu
dilakukan
3. Mengajarkan latihan
pemanasan dan
pendinginan yang tepat
Respon : Klien mengerti
dan memahami cara
melakukan pemanasan
dan pendinginan
4. Mengajarkan teknik
pernapasan yang tepat
untuk memaksimalkan
penyerapan oksigen
selama latihan fisik
Respon : Klien mau
mendeminstrasikan
65
5. Mengobservasi TTV
sebelum dan sesudah
latihan fisik
Respon : Klien bersedia
untuk diobservasi TTV
3 13
februari 2021
06.30
06.40
06.45
2. Mengajarkan pasien untuk
mengidentifikasikan
target dan jenis aktivitas
yang mampu dilakukan
Respon : Klien bisa
menentukan aktivitas
yang mampu dilakukan
dan klien mau melakukan
latihan fisik
3. Mengajarkan latihan
pemanasan dan
pendinginan yang tepat
Respon : Klien mengerti
dan memahami cara
melakukan pemanasan
dan pendinginan
4. Mengajarkan teknik
pernapasan yang tepat
untuk memaksimalkan
penyerapan oksigen
selama latihan fisik
Respon : Klien mau
mendeminstrasikan
66
5. Mengobservasi TTV
sebelum dan sesudah
latihan fisik
Respon : Klien bersedia
untuk diobservasi TTV
4 14
Februari 2021
19.00
19.05
19.15
1. Menjelaskan kepada klien
tentang tujuan kepatuhan
diet
Respon : Klien dapat
menjelaskan pentingnya
kepatuhan diet dengan
bahasanya sendiri
2. Memberikan informasi
tentang makanan yang
harus dihindari dan
dianjurkan untuk penyakit
jantung koroner dan nyeri
telan
Respon : Klien
memahami penjelasan
dan mau
mendomonstrasikannya
3. Mengobservasi Intake
makanan
Respon : Klien bersedia
untuk diobservasi intake
makanannya
4. Mengobservasi berat
badan klien
67
Respon : Klien bersedia
untuk diobservasi berat
badannya
5 15
Februari 2021
19.00
19.05
3.Mengobservasi Intake
makanan
Respon : Klien bersedia
untuk diobservasi intake
makanannya
5. Mengobservasi berat
badan klien
Respon : Klien bersedia
untuk diobservasi berat
badannya
68
3.6 Catatan Perkembangan
Nama : Tn. S Umur : 64 Tahun
Tanggal Diagnosa
Keperawatan
Catatan Perkembangan Paraf
11 februari
2021
Pola nafas tidak efektif S : Klien mengatakan
sesak nafas sudah sedikit
berkurang
O : - klien tampak sedikit
rileks dan sesak sudah
berkurang
TD : 130/80 mmHg
Rr : 25x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi ke
1,2,3,4,5,6,7,8,9
11 februari
2021
Kebutuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
S : Klien
mengatakan kesulitan
menelan saat makan
karena tenggorokannya
sakit
O :
- Penurunan berat
badan 10% dari 68
kg menjadi 61 kg
dalam waktu 2 bulan
- Nafsu makan
menurun
69
- Membran mukosa
kering
Rambut rontok
berlebihan
A : Masalah belum
teratasi
P : Iintervensi ke 3 dan 4
dilanjutkan
70
3.7 Evaluasi Keperawatan
Nama : Tn S Umur :64 Tahun
Tanggal Diagnosa
Keperawatan
Evaluasi Paraf
12 februari
2021
Pola nafas tidak
efektif
Ds : Klien
mengatatakan sudah
mengerti tentang
penyakitnya
Do :
- Saat ditanya tentang
pengertian,
penyebab, tanda
gejala, komplikasi,
dan penanganan
penyakit Asma klien
dapat menjawab
dengan bahasanya
sendiri
- klien tidak bertanya-
tanya lagi tentang
penyakitnya karena
sudah mengerti
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
12 februari
2021
Pola nafas tidak
efektif
S : Klien mengatakan
badannya sudah tidak
gemetar, dadanya tidak
berdebar-debar dan
tidak sesak napas
71
O :
1. Tidak kelelahan
2. Tidak dipsnea
3. TTV
TD : 120/70 mmHg
N : 72x/menit
RR : 18x/menit
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
12 februari
2021
Kebutuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
S : Klien mengatakan
sudah tidak mengalami
kesulitan menelan saat
makan dan
tenggorokannya tidak
sakit
O :
- Berat badan
meningkat
- Nafsu makan
meningkat
- Membran mukosa
lembab
- Rambut tidak rontok
berlebihan
A : Masalah teratasi
P : Iintervensi ke 3 dan
4 dilanjutkan
72
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan antara kesenjangan dengan teori dan
asuhan kperawatan langsung pada Tn S dengan diagnose medis Asma yang meliputi
pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan evaluasi.
5.1 Pengkajian
Pada tahap pengumpulan data penulis tidak mengalami kesulitan karena
penulis telah mengadakan perkenalan dan menjelaskan maksud dan tujuan penulis
yaitu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dan keluarga secara terbuka,
mengerti dan kooperatif.
5.1.1 Pemeriksaan fisik
5.1.1.1 Sistem Integumen
Pada pemeriksaan integumen tinjauan pustaka didpatkan data
inspeksi : Edema, purpura/ptechiae pada sela jari, telapak tangan atau kaki,
Splinter Hemorahagic pada kuku, clubbing fingers dan toes (sudut kuku
>180) karena hipoksi kronis pada dasar jaringan kuku. Selain itu pada kulit
mengalami atropi, kendur tidak elastic, kering dan berkerut. Kulit akan
kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot (Kemenkes, 2016).
Perubahan rambut pada lansia umumnya pertumbuhan menjadi lambat,
lebih halus dan jumlahnya lebih sedikit, rambut berubah menjadi warna
putih dan banyak yang rontok. Rambut pada alis dan lubang hidung sering
tumbuh lebih panjang. Perubahan kuku pada lansia pertumbuhannya lebih
73
73
lambat, kuku menjadi pudar, warna kuku kekuningan, kuku menjadi tebal,
keras tetapi rapuh (Tamtomo, 2016). Palpasi : Capillary Refill Time (CRT)
lebih dari 2 detik, piting edema, umunya ditemukan di ekstremitas bawah
(Udjianti, 2011). Pada pemeriksaan integument di tinjauan kasus ditemukan
data inspeksi : Tidak ada lesi, tidak gatal dan memar, tidak terjadi perubahan
pigmentasi kulit dan perubahan pada kuku. Kulit tampak kering dan rambut
klien terlihat memutih/beruban. Palpasi perubahan tekstur pada kulit klien
yaitu kulit kendur dan tidak elastis. Pada pemeriksaan rambut ditemukan
rambut klien tipis dan banyak yang rontok. Pada pemeriksaan integumen
tidak ditemukan kesenjangan karena pada tinjauan kasus tidak ditemukan
data yang menonjol.
5.1.1.2 Hemopoietik
Pada pemeriksaan hemopoietik di tinjauan pustaa didapatkan data
pada lansia umumnya aliran darah serebral menurun menjadi
30cc/100gm/menit. Dapat dikatakan bahwa sirkulasi otak pada orang tua
sangat rentan terhadap perubahan-perubahan, baik perubahan posisi tubuh
maupun fungsi jantung dan bahkan fungsi otak. Sedangkan pada pembuluh
daraf perifer yang terjadi arterosclerosis berat akan menyebabkan
penyumbatan arteria perifer yang menyebabkan pasokan darah ke otot-otot
tungkai bawah menurun hal ini menyebabkan iskimia jaringan otot yang
menyebabkan keluhan kladikasio (2016). Pada pemeriksaan hemopoietik di
tinjauan kasus didapatkan data tidak ada perdarahan/memar pada abdomen,
tidak ada pembekakan kelenjar limfa, dan klien tidak anemia. Klien
74
mengatakan tidak memliki riwayat transfusi darah. Pada pemeriksaan
hemopoietik ditemukan kesenjangan.
5.1.1.3 Kepala
Pada pemeriksaan kepala ditinjauan pustaka didapatkan data
penderita penyakit jantung koroner sering megalami keluhan pusing
(Udjianti, 2011). Pada pemeriksaan kepala ditinjauan kasus ditemukan data
klien tidak merasakan sakit kepala, pusing dan tidak terjadi trauma yang
berarti dimasa lalu. Sehingga terjadi kesenjangan antara tinjauan pustaka
dan tinjauan kasus karena pada tinjauan kasus tidak ditemukan masalah
pada tinjuan pustaka.
5.1.1.4 Mata
3) Pada pemeriksaan mata di tinjauan pustaka ditemukan data lansia
dengan penyakit asma tidak terjadi perubahan khusus yang
disebabkan. Perubahan mata pada lansia umumnya adalah kekendoran
kelopak mata, kulit pada palpebra mengalami atropi dan kehilangan
elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan kulit yang
berlebihan. Pada lansia sering dijumpai keluhan “nerocos” yang
disebabkan kegagalan fungsi pompa pada sistem kanalis lakrimalis
yang menimbulkan keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak
seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir. Mata terasa lelah
dan kabur, perubahan kornea terjadi arcus senilis yaitu kelainan
beberapa infiltrasi lemak berwarna keputihan berbentuk cincin
dibagian tepi kornea. Selain itu pada lansia terjadi presbiopia, terjadi
kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan penurunan
75
kemampuan membedaan warna antara biru dan ungu. Perubahan pada
iris mengalami proses degenerasi menjadi kurang cemerlang dan
mengalami depigmentasi, tampak ada bercak berwarna merah muda
sampai putih dan strukturnya menjadi lebih tebal. Perubahan pada
pupil yaitu terjadi penurunan kemampuan akomodasi (Tamtomo,
2016). Pada pemeriksaan mata ditinjuan kasus ditemukan
inpeksi:tidak Terjadi perubahan penglihatan, klien tidak
menggunakan kaca mata,klien sering mengalami nyeri pada
dada,mata klien tidak mengeluarkan air mata berlebihan pruritis,tidak
mengalami bengkak sekitar mata,tidak mengalami diplopia,mata klien
tidak kabur,klien tidak mengalami foto pobia
Telinga
Pada pemeriksaan telinga ditinjauan pustaka secara umum pada
lansia terjadi perubahan pendengaran (prerbiakusis) karena hilangnya
kemampuan pendengaran pada telinga terutama terhadap nada/suara yang
tinggi dan suara yang tidak jelas atau sulit dimengerti (Udjianti, 2011).
Pada pemeriksaan telinga ditinjauan kasus didapatkan data tidak terjadi
perubahan pendengaran, tidak terdapat alat-alat protesa, titinus (telinga
berdengung), kebiasaan perawatan telinga klien biasanya membersihkan
menggunakan cotton bud. Sehingga ditemukan kesenjangan pada
pemeriksaan telinga karena tidak ditemukan masalah pada dan tinjauan
kasus.
76
5.1.1.5 Hidung
Pada pemeriksaan hidung ditinjauan pustaka ditemukan data
inspeksi : pernapasan cuping hidung, sianosis (Udjianti, 2011). Pada
pemeriksaan hidung ditinjauan kasus ditemukan data tidak terjadi rinorea
(pilek), tidak terjadi penyempitan pada pernafasan, tidak mendengkur,
tidak terjadi nyeri, dan tidak memiliki alergi. Sehingga terjadi kesenjangan
karena tidak ditememukan masalah pada tinjaun kasus seperti ditinjauan
pustaka.
5.1.1.6 Mulut dan Tenggorokan
Pada pemeriksaan mulut dan tenggorokan ditinjaun pustaka
ditemukan data inspeksi : Bibir pucat, kebiruan pada mukosa mulut. Pada
lansia biasanya ditemukan banyak gigi yang tanggal dan sensitifitas indra
pengecap menurun. Manifestasi yang sering terlihat adalah atrofi papil
lidah dan terjadinya fisura-fisura. Sehubungan dengan ini maka terjadi
perubahan persepsi terhadap pengecapan. Akibatnya orang tua sering
mengeluh tentang kelainan yang dirasakan terhadap rasa tertentu misalnya
pahit dan asin. Dimensi lidah biasanya membesar dan akibat kehilangan
sebagian besar gigi, lidah besentuhan dengan pipi waktu mengunyah,
menelan dan berbicara. (Tamtomo, 2016). Pada pemeriksaan mulut
ditinjaun kasus ditemukan membrane mukosa kering, klien mengatakan
menggosok gigi 2x sehari, tidak ada lesi, tidak ada gigi palsu, tidak terdapat
alat protesa, tidak ada riwayat infeksi dan tidak terjadi perubahan suara
pada klien. Pada tenggorokan klien mengatakan tenggorokannya sakit
sehingga sulit menelan makanan. Sehingga terjadi kesenjangan karena data
77
yang ditemukan pada tinjauan kasus tidak seperti masalah yang ditemukan
pada tinjauan pustaka.
5.1.1.7 Leher
Pada pemeriksaan leher ditinjuan pustaka ditemukan data inspeksi :
Distensi vena jugularis (Udjianti, 2011). Sedangkan ditinjuan kasus
ditemukan data inspeksi : Tidak terjadi kekakuan dan tidak mengalami
keterbatasan gerak. Palpasi : tidak terjadi nyeri tekan dan tidak terdapat
benjolan. Sehingga ditemukan kesenjangan karena pada tinjaun kasus tidak
terdapat masalah seperti ditinjuan pustaka.
5.1.1.8 Pemeriksaan payudara
Pada pemeriksaan payudara ditinjaun pustaka ditemukan data lansia
perempuan akan terjadinya pengenduran pada payudara (Udjianti, 2011).
Sedangkan ditinjauan kasus ditemukan data inspeksi : tidak terjadi masalah
Palpasi : pada payudara tidak mengalami nyeri tekan dan tidak terdapat
benjolan. Sehingga tidak ditemukan kesenjangan antara tinjuan pustaka dan
tinjaun kasus.
5.1.1.9 Pernapasan
Pada pemeriksaan pernapasan ditinjuan pustaka ditemukan data
lansia umumnya terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi
kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan
pada otot-otot pernapasan akibat atrofi mengalami kelemahan, kaku dan
kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang, sehingga
pernafasan cepat dan dangkal (Kemenkes, 2016). Sedangkan pada lansia
78
dengan penyakit jantung kroner akan ditemukan data Inspeksi : Pernapasan
cepat dan dangkal, adanya otot bantu napas intercosta dan suprasternal.
Palpasi : Taktil fremitus kurang bergetar karena adanya efusi pleura. Perkusi
: Pekak karena terdapat cairan di pleura. Auskultasi : Terdengar bunyi nafas
tambahan yaitu Mengi (Udjianti, 2011). Sedangkan pada pemriksaan
pernapasan tinjauan kasus ditemukan data Inspeksi : Klien tidak batuk dan
tidak ada sputum. Ditemukan sesak napas pada klien dengan frekuensi
pernapasan 22x/menit. Tidak terjadi hemopteses (batuk berdarah), tidak
terjadi mengi dan tidak memiliki alergi pada pernapasan. Sehingga
ditemukan kesenjangan karena pada tinjauan kasus tidak didapatkan
masalah yang menonjol seperti pada tinjauan pustaka.
5.1.1.10 Kardiovaskuler
Pada pemeriksaan kardiovaskuler ditinjuan pustaka ditemukan data
lansia akan terjadi katub jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas aorta
menurun , ventrikel kiri menebal sehingga menurunnya kekuatan kontraksi
dan kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah
berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya. Sedangkan pada lansia dengan penyakit jantung kroner akan
ditemukan data Inspeksi : Pola napas tidak normal, adanya tanda-tanda
retraksi otot intercosta dan suprasternal, CRT lebih dari 2 detik. Palpasi :
Lokasi denyut arteri teraba. Perkusi : Pekak. Auskultasi : Terdengar suara
napas tambahan seperti ronkhi, crackles, wheezing dan pleural friction rub
(Udjianti, 2011). Pada tinjuan kasus ditemukan Inspeksi : Klien mengatakan
dadanya berdebar-debar dan sesak napas. Terjadi dipsnea saat klien
79
beraktifitas. tidak terjadi ortopnea (bernafas tidak nyaman saat berbaring)
tidak terjadi perubahan warna pada kaki, tidak terjadi varises, dan tidak
terjadi kesemutan. Palpasi : Pada sistem kardiovaskuler tidak terjadi nyeri
pada dada, klien mengalami edema. Auskultasi : Pada sistem kardiovaskuler
tidak ada bunyi jantung tambahan yaitu murmur. Sehingga tidak ditemukan
kesenjangan antara tinjuan pustaka dan tinjaun kasus karena tidak
didapatkan masalah yang menonjol pada tinjuan kasus.
5.1.1.11 Perkemihan
Pada pemeriksaan perkemihan ditinjaun pustaka ditemukan data
pasien penyakit asma akan terjadi penurunan eliminasi BAK dan BAB
akibat menurunnya intake nutrisi. Selain itu pada sistem perkemihan terjadi
prubahan yang signifikan. Perubahan yang terjadi yaitu tidak bisa menahan
BAK, sering BAK pada malam hari dan nyeri saat berkemih. Pada fungsi
ginjal akan mengalami kemunduran, sepertia laju filtrasi, ekskresi, dan
reabsorpsi oleh ginjal (Udjianti, 2011). Sedangkan pada tinjaun kasus pada
sistem perkemihan tidak terjadi disuria disuria, hematuria, poliuria, oliguria,
dan nokturia. Klien tidak mengalami nyeri saat berkamih, tidak memiliki
riwayat batu saluran kemih, dan tidak terjadi infeksi saluran kemih.
Frekuensi berkemih klien antara 4-7 kali dalam sehari. Sehingga terjadi
kesenjangan karena pada tinjaun kasus tidak ditemukan masalah seperti
ditinjauan pustaka.
5.1.1.12 Gastrointestinal
Pada pemeriksaan gastrointestinal ditinjuan pustaka
ditemukan data lansia umumnya akan mengalami perubahan pada :
80
Lambung (Ventriculus) terjadi atrofi mukosa, atrofi sel kelenjar dan ini
menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan faktor intrinsik
berkurang. Ukuran lambung pada lansia menjadi lebih kecil, sehingga
daya tampung makanan berkurang. Proses pengubahan protein menjadi
pepton terganggu. Karena sekresi asam lambung berkurang rangsang rasa
lapar juga berkurang. Absobsi kobalamin menurun sehingga konsentrasi
kobalamin lebih rendah. Usus halus (Intestinum Tenue) mengalami atrofi,
sehingga luas permukaan berkurang jumlah vili berkurang yang
menyebebabkan penurunan proses absorbsi. Di daerah duodenum enzim
yang dihasilkan oleh pancreas dan empedu menurun, sehingga
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak menjadi tidak sebaik sewaktu
muda. Keadaan seperti ini menyebabkan gangguan yang disebut sebagai
maldigesti dan mal absorbsi. Pankreas (Pancreas) terjadi produksi ensim
amylase, tripsin dan lipase menurun sehingga kapasitas metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak juga menurun. Pada lansia sering terjadi
pankreatitis yang dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu yang
menyumbat ampula vateri menyebabkan oto-digesti parenkim pankreas
oleh ensim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin dan/atau
asam empedu. Hati (Hepar) akan mengecil dan sirkulasi portal juga
menurun pada usia kurang dari 40 tahun 740 ml/menit, pada usia diatas 70
tahun menjadi 595 ml/menit. Hati berfungsi sangat penting dalam proses
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Disamping juga memegang
peranan besar dalam proses detoksikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin,
konyugasi, bilirubin dan lain sebagainya. Dengan meningkatnya usia
81
secara histologik dan anatomik akan terjadi perubahan akibat atrofi
sebagian besar sel, berubah bentuk menjadi jaringan fibrous sehingga
menyebabkan penurunan fungsi hati. Hal ini harus di ingat terutama dalam
pemberian obat-obatan. Usus Besar dan Rektum (Colon dan Rectum) Pada
colon pembuluh darah menjadi ber kelok-kelok yang menyebabkan
motilitas colon menurun, berakibat absobsi air dan elektrolit meningkat
sehingga faeses menjadi lebih keras sering terjadi konstipasi (Tamtomo,
2016). PadA tinjauan pustaka ditemukan data terjadi Disfagia (kesulitan
menelan), terjadi perubahan nafsu makan pada klien, tidak mengalami
nyeri ulu hati, tidak terjadi mual/muntah, tidak terjadi Hematemesis
(muntah darah), tidak mengalami nyeri, tidak ada benjolan/ massa, tidak
mengalami diare, tidak mengalami konstipasi, tidak terjadi melena, tidak
megalami Hemoroid (wasir), tidak menglami perdarahan rektum.
Sehingga terjadi kesenjangan karena pada tinjaun kasus tidak ditemukan
masalah seperti ditinjauan pustaka.
5.1.1.13 Reproduksi
Pada pemeriksaan genoto reproduksi ditemukan data secara
umum perubahan reproduksi yang terjadi pada lansia laki-laki adalah
berkurangnya kemampuan untuk mengontrol buang air kecil (Udjianti,
2011). Pada sistem genito reproduksi ditinjuan kasus ditemukan data
tidak ada lesi, tidak terjadi rabas, tidak megalami perdarahan pacsa
senggama dan nyeri pelvis. Klien tidak memiliki penyakit kelamin dan
tidak terjadi infeksi. Sehingga terjadi kesenjangan karena pada tinjaun
kasus tidak ditemukan masalah seperti ditinjauan pustaka.
82
5.1.1.14 Muskuluskeletal
Pada pemeriksaan muskuluskeletal ditinjauan pustaka
ditemukan data pada lansia akan terjadi penurunan suplai darah ke otot
sehingga mengakibatkan massa otot dan kekuatannya menurun. Tulang
kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang,
persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami
sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot
mudah kram dan tremor (Udjianti, 2011). Pada pemeriksaan
muskuluskeletal ditinjaun kasus ditemukan data sering terjadi nyeri
pada persendian yang akan menimbulkan dampak pada aktivitas
kehidupan sehari-hari karena klien sering kelelahan sehingga aktivitas
klien terbatas. Sehingga ditemukan kesenjangan karena pada tinjuan
kasus tidak didapatkan masalah seperti pada tinjuan pustaka.
5.1.1.15 Sistem saraf
Pada sistem saraf pusat ditinjauan puastaka ditemukan data pada
lansia akan terjadi penurunan jumlah sel pada otak yang mengaibatkan
penurunan reflex dan penurunan kognitif. Respon menjadi lambat dan
hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%,
mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya
respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman
dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap
dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan (Kemenkes, 2016).
Pada pemeriksaan sistem saraf pusat ditinjuan kasus ditemukan data
klien tidak merasakan sakit kepala, tidak terjadi kejang, tidak terjadi
83
paralisis (hilangnya separuh/seluruh fungsi otot), tidak terjadi paresis
(badannya lemah untuk bergerak), tidak terjadi masalah koordinasi,
tidak terjadi tremor, tidak terjadi paratesia, tidak terjadi cedera kepala,
dan tidak mengalami masalah memori. Sehingga ditemukan
kesenjangan karena pada tinjuan kasus tidak didapatkan masalah seperti
pada tinjuan pustaka.
5.1.1.16 Sistem Endokrin
Pada sistem endokrin ditinjuan pustaka ditemukan data pada lansia
akan mengalami produksi hormone paratiroid yang menurun yang dapat
menurunkan kadar kalsium sehingga dapat terjadi osteoporosis (Udjianti,
2011). Sedangkan pada tinjuan kasus sistem endokrin tidak terjadi goiter
(pembengkakan tiroid), tidak terjadi polifagi (banyak makan), tidak terjadi
polidipsi (banyak minum), dan tidak terjadi poliuria (sering BAK).
Sehingga ditemukan kesenjangan karena pada tinjuan kasus tidak
didapatkan masalah seperti pada tinjuan pustaka.
5.2 Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi secret
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
84
BAB V
PENUTUP
Setelah penulis mekakukan pengamatan dan melaksanakan asuhan
keperawatan secara langsung pada klien dengan diagnosa medis Asma di Desa
Mbalong Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sekaligus saran yang dapat bermanfaat dan meningkatkan mutu asuhan
keperawatan pada klien Asma.
1.1 Kesimpulan
Dari hasil uraian yang telah menguraikan tentang asuhan keperawatan
pada pasien Asma, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut : pada pengkajian pada tinjauan kasus didapatkan keluhan utama pada
pengkajian, Pasien Asma di sertai Sesak Nafas . Diagnosa keperawatan yang
muncul adalah pola nafas tidak efektif .
Pada diagnosa keperawatan prioritas yang di angkat adalah sesak nafas
Berhubungan pola nafas tidak efektif dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 kali kunjungan diharapkan pengetahuan
pasien tentang Asma meningkat.
1.2 Saran
Dari kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut :
untuk mencapai hasil keperawatan yang diharapkan, diperlukan hubungan
yang baik dan keterlibatan klien dan keluarga.
84
85
1.2.1 Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai
pengetahuan, ketrampilan yang cukup serta dapat bekerja sama dengan
tim kesehatan lainnya dengan memberikan asuhan keperawatan pada
klien Asma .
1.2.2 Dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang profesional
alangkah baiknya memberikan informasi tentang bahaya Sesak Nafas
dan memberikan cara yang benar untuk perawatan Asma agar bisa
melakukan tindakan mandiri saat dirumah.
1.2.3 Pendidikan pengetahuna perawat secara berkelanjutan perlu
ditingkatkan baik secara formal dan informal khususnya pengetahuan
dalam bidang pengetahuan ilmu kesehatan.
1.2.4 Kembangkan dan tingkatkan pemahaman perawat terhadap konsep
manusia secara komprehensif sehingga mampu menerapkan asuhan
keperawatan dengan baik.
86
DAFTAR PUSTAKA
A Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, Dan Praktik, Edisi 4, Vol. 2. Jakarta: EGC.
A, Nurarif . H. K (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan diagnose
medis dan nanda nic, Jogjakarta: mediaction publishing
Bahar, Ardiansyah. (2009). Sekilas Tentang Penyakit (Online). Lihat di
http://arbaafivone.blogspot.com/2009/02/sekilastentang-penyakit.html.
diakses pada tanggal 09 oktober 2015 pada pukul 09.00 WIB
Bambang sawedo, (2004). Hipertensi. Jakarta: Gramedia pustaka utama.
Brumer & Sudarttah, (2002), keperawatan medical bedah. Vol. 2. jakarta.
Doegoes, (2009).Rencana asuhan keperawatan, BBC,Jakarta.
Irianto, Koes. (2014), Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular,
Panduan Klinis, Bandung: Alfa Beta.
National Committee. (2003). Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure.7 th report. Maryland : U.S. Departement of Health
and Human Services.
Puspitorini, Myra. (2009). HIPERTENSI Cara Mudah Mengatasi Tekanan Darah
Tinggi. Yogyakarta: Image Press.
Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Slemtzer, Susan C. (2014). Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: ECG
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : EGC.
87
Slamet Suyono, (2001), 100 Question & Answer Asma. Jakarta: Elex Media
Komputindo
Triyanto Endang .(2014) pelayanan Keperawatan bgi penderita asma secara
terpadu Yogyakarta: graha ilmu .
Joyce Giger, Ruth E. Davidhizar, Larry Purnell, J. Taylor Harden, Janice ... 2004;
Lewis, 1997)