Post on 12-Feb-2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat
menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini ditandai
dengan disfungsi hebat susunan saraf pusat dan hampir selalu berakhir dengan
kematian. Rabies merupakan salah satu penyakit menular tertua yang dikenal di
Indonesia. Virus rabies termasuk dalam genus Lyssavirus dan famili Rhabdoviridae.
Genus Lyssavirus sendiri terdiri dari 80 jenis virus dan virus rabies merupakan prototipe
dari genus ini. Sejarah penemuan rabies bermula 2000 tahun SM ketika Aristoteles
menemukan bahwa anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui
gigitan. Ketika seorang anak laki-laki berumur 9 tahun digigit oleh seekor anjing rabies
pada tahun 1885, Louis Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari medulla spinalis
anjing tersebut, menjadikannya orang pertama yang mendapatkan imunitas, karena
anak tersebut tidak menderita rabies.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien dengan rabies?
C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit rabies.
D. Manfaat
Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan
konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan rabies.
1
E. Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan teknik deskriptif kualitatif dimana data-data bersifat
sekunder. Makalah ini ditunjang dari dari data-data studi kepustakaan yaitu dari buku-
buku literattur penunjang masalah yang dibahas.
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan
A. Konsep Dasar Penyakit
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Bab III Penutup
A. Simpulan
B. Saran
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi/Pengertian
Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila merupakan suatu
penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus
rabies dan ditularkan dari gigitan hewan penular rabies. Hewan yang rentan dengan
virus rabies ini adalah hewan berdarah panas. Penyakit rabies secara almi terdapat
pada bangsa kucing, anjing, kelelawar, kera dan karnivora liar lainnya.
Pada hewan yang menderita rabies, virus ditemukan dengan jumlah yang banyak
pada air liurnya. Virus ini ditularkan ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui
luka gigitan. Oleh karena itu bangsa karnivora adalah hewan yang paling utama sebagai
penyebar rabies.
Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya dan
ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan akan selau berakhir dengan
kematian.
2. Etiologi
Adapun penyebab dari rabies adalah :
a. Virus rabies.
b. Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
Penyakit rabies terutama ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman yang
terdapat dalam air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah dan menginfeksi
tubuh manusia
3
c. Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
Walaupun jarang ditemukan, virus rabies ini dapat ditularkan ketika air liur hewan
yang terinfeksi mengenai selaput lendir seseorang seperti kelopak mata atau
mulut atau kontak melalui kulit yang terbuka
3. Patofisiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang
terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melaui
gigitan dan kadang melalui jilatan. Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk
lewat gigitan, selama 2 minggu virus akan tetap tinggal pada tempat masuk dan
disekitrnya. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus rabies akan menghindari
penghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui pengikatannya pada sistem saraf.
Setelah inokulasi, virus ini memasuki saraf perifer. Masa inkubasi yang panjang
menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf pusat.
Amplifikasi terjadi hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction dan
memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan sudah tidak
berguna lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal dengan mortalitas 100 %. Jika virus
telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua
bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik,
hipotalamus, dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron – neuron
sentral, virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada
serabut saraf volunter maupun otonom.
Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ
tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Khusus mengenai
infeksi sistem limbik, sebagaimana diketahui bahwa sistem limbik sangat berhubungan
erat dengan fungsi pengontrolan sikap emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam
sistem limbik ini, pasien akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.
Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat gigitan
hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak dapat terinfeksi
oleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh
4
atau terluka. Virus juga dapat masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya
selaput konjungtiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan melalui
makanan belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi jarang
ditemukan pada manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi melalui inhalasi
ini.
5
4. Pathway
6
Anjing Kucing Kera Rakun
Virus masuk ke dalam tubuh,melalui ludah.
Virus berpindah dari tempatnya dengan perantara saraf.
Medula Spinalis Otak
Virus Berinkubasi
Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih
Difusi Na dan Ca berlebih
Gangguan keseimbangan membran sel neuron
Kejang
parsial umum
Resiko Infeksi
Cemas
Menggigit/menjilati Manusia Luka
5.
7
sederhana kompleks absens mioklonik Tonik kloni atonik
Kesadaran Gg peredaran darah Aktivitas otot
Reflek menelan
Gangguan Pola Nutrisi
hipoksia
Permeabilitas kapiler
Sel neuron otak rusak
Metabolisme
Keb. O2
asfiksia
Suhu tubuh makin meningkat
HipertermiGangguan Pola Nafas
Resiko injury
6. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit pada hewan dikenal dalam 3 bentuk :
a. Bentuk ganas (Furious Rabies)
Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-
tanda terlihat.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
- Hewan menjadi penakut atau menjadi galak
- Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan menyendiri
tetapi dapat menjadi agresif
- Tidak menurut perintah majikannya
- Nafsu makan hilang
- Air liur meleleh tak terkendali
- Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan memakan barang,
benda-benda asing seperti batu, kayu dsb.
- Menyerang dan menggigit barabg bergerak apa saja yang dijumpai
- Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan
- Ekor diantara 2 (dua)paha
b. Bentuk diam (Dumb Rabies)
Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
- Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk
- Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahkan sering tidak terlihat
- Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka
- Air liur keluar terus menerus (berlebihan)
- Mati
c. Bentuk Asystomatis
- Hewan tidak menunjukan gejala sakit
- Hewan tiba-tiba mati
8
Pada Manusia
Ketika seseorang pertama kali digigit oleh hewan yang terinfeksi rabies,
gejalanya dapat terlihat pada otot rangka. Masa inkubasi rata-rata pada manusia
sekitar 3 – 8 minggu, lebih lama daripada masa inkubasi pada hewan. Sangat
jarang tapi pernah ditemukan masa inkubasi selama 19 tahun. Pada 90 % kasus,
masa inkubasinya kurang dari 1 tahun. Ada pula yang menyebutkan bahwa masa
inkubasinya adalah 60 hari untuk gigitan yang terdapat di kaki. Gigitan pada
wajah hanya membutuhkan waktu sekitar 30 hari. Hal ini disebabkan karena
lokasi inokulasi yang makin dekat dengan otak, makin pendek masa latennya.
Pada masa inkubasi ini, virus rabies menghindari sistem imun dan tidak
ditemukan adanya respon antibodi. Saat ini, pasien dapat tidak menunjukkan
gejala apa – apa (asimptomatik).
Pada stadium prodromal, virus mulai memasuki sistem saraf pusat.
Stadium prodromal berlangsung 2 – 10 hari dan gejala tak spesifik mulai muncul
berupa sakit kepala, lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas, nyeri otot,
insomnia, mual, muntah, dan nyeri perut. Parestesia atau nyeri pada lokasi
inokulasi merupakan tanda patognomonik pada rabies dan terjadi pada 50 %
kasus pada stadium ini, dan tanda ini mungkin menjadi satu-satunya tanda awal.
Setelah melewati stadium prodromal, maka dimulailah stadium kelainan
neurologi yang berlangsung sekitar 2 – 7 hari. Pada stadium ini, sudah terjadi
perkembangan penyakit pada otak dan gejalanya dapat berupa :
a. Bentuk spastik (furious rabies): peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot
farings dan esofagus, kejang, aerofobia, kaku kuduk, delirium, semikoma, dan
hidrofobia. Yang sangat terkenal adalah hidrofobia di mana bila pasien diberikan
segelas air minum, pasien akan menerimanya karena ia sangat haus, dan
mencoba meminumnya. Akan tetapi kehendak ini dihalangi oleh spasme hebat
otot-otot faring. Dengan demikian, ia menjadi takut dengan air sehingga
mendengar suara percikan air kran atau bahkan mendengar perkataan air saja,
sudah menyebabkan kontraksi hebat otot-otot tenggorok. Spasme otot-otot faring
9
maupun pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsangan sensorik seperti
meniupkan udara ke wajah pasien atau menyinari matanya. Pasien akan
meninggal dalam 3 – 5 hari setelah mengalami gejala-gejala ini.
b. Bentuk demensia.
Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak, dapat melakukan
tindakan kekerasan, koma, mati.
c. Bentuk paralitik (dumb rabies): Pada bentuk ini pasien tampak lebih diam daripada
tipe furious. Gejala yang dapat muncul pada bentuk ini adalah demam dan
rigiditas. Paralisis yang terjadi bersifat simetrik dan mungkin menyeluruh atau
bersifat ascending sehingga dapat dikelirukan dengan Guillain-Barre Syndrome.
Sistem sensoris biasanya masih normal.
Gejala Rabies Pada Manusia:
a. Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu makan menurun,
badan terasa lemah, mual, muntah dan perasaan yang abnormal pada daerah
sekitar gigitan (rasa panas, nyeri berdenyut)
b. Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara
c. Air liur dan air mata keluar berlebihan
d. Pupil mata membesar
e. Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan
f. Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal
dunia.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya
untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
10
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terlihat bila menggunakan
pemindaian CT
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik
atau aliran darah dalam otak
e. Uji laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) GDA
a) Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
b) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c) Elektrolit : K, Na
d) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e) Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
f) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl
8. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan rabies adalah dengan menghilangkan virus bebas
dari tubuh dengan pembersihan dan netralisasi, yang diikuti dengan
penginduksian sistem imun spesifik terhadap virus rabies pada orang yang
terpajan sebelum virusnya bereplikasi di susunan saraf pusat. Hal ini
membutuhkan vaksinasi aktif maupun pasif. Pada vaksinasi pasif, imunoglobulin
rabies dari orang yang telah divaksinasi sebelumnya (Human Rabies Immune
Globulin), diberikan kepada pasien yang belum memiliki imunitas sama sekali.
Sehingga dalam hal ini vaksinasi pasif disebut pula serum anti rabies. Sedangkan
vaksinasi aktif rabies atau vaksin anti rabies terbagi atas:
11
a. Nerve Tissue derived Vaccines (NTV) yang diproduksi dari jaringan otak hewan
yang terinfeksi. NTV dapat menyebabkan reaksi neurologi berat karena adanya
jaringan bermyelin pada vaksin. Akan tetapi, NTV , masih tetap banyak
digunakan sebagai pencegahan rabies.
b. Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) yang dikultur dalam fibroblast manusia.
Merupakan jenis vaksin rabies yang paling optimal saat ini.
Di Amerika Serikat, pencegahan setelah terkena gigitan adalah sebagai
berikut : 1 dosis Human Rabies Immune Globulin (HRIG) dan 5 dosis vaksin anti
rabies dalam periode 28 hari. HRIG harus diberikan segera setelah
tergigit/terpajan dalam 24 jam pertama. HRIG hendaknya tidak diinjeksikan pada
tempat yang sama dengan vaksin. Setelah itu, 5 dosis vaksin anti rabies harus
diberikan pada hari 0, 3, 7, 14, dan 28 dengan dosis 1 ml tiap kali.
Sedangkan di Indonesia sendiri, penanganan penderita yang tergigit
anjing atau hewan tersangka dan positif rabies adalah sebagai berikut :
a. Luka gigitan
1. Dicuci dengan air sabun (detergen) 5–10 menit kemudian dibilas dengan air
bersih.
a) Alkohol 40-70 %
b) Berikan yodium atau senyawa amonium kuartener 0,1 %
c) Penyuntikan SAR secara infiltrasi di sekitar luka. Menunda penjahitan
luka, jika penjahitan diperlukan gunakan anti serum lokal.
d) Dapat diberikan Toxoid Tetanus, antibiotik, anti inflamasi, dan analgesik.
b. Kontak, tetapi tanpa lesi, kontak tak langsung, tak ada kontak - - - -
c. Menjilat kulit, garukan atau abrasi kulit, gigitan kecil (daerah tertutup), lengan,
badan, & tungkai. Beri VAR
1) Hari 0 : 2 x suntikan IM
2) Hari 7 : 1 x suntikan IM
12
3) Hari 21 : 1 x suntikan IM Imovax / Verorab 0,5 ml deltoid kiri dan 0,5 ml di
kanan
d. Menjilat mukosa, luka gigitan besar/dalam, luka di kepala, leher, jari tangan, dan
kaki. Serum Anti Rabies (SAR)
1) ½ dosis disuntikkan infiltrasi di sekitar luka
2) ½ dosis sisa disuntikkan IM regio glutea.
3) Vaksin Anti Rabies (VAR)
4) sesuai poin 3 Imovag rabies
5) 20 IU/kgBB
6) Imovax atau Verorab
7) Hari 90 : 0,5 ml IM di deltoid kanan/kiri –
e. Kasus gigitan ulang
1) < 1 tahun
2) > 1 tahun Berikan VAR hari 0
a) Beri SAR + VAR secara lengkap Imovax, Verorab
b) Imovax, Verorab, Imogan Rabies - 0,5 ml IM deltoid. Umur < 3 tahun 0,1
ml IC flexor lengan bawah
c) Umur > 3 tahun 0,25 ml IC flexor lengan bawah.
d) Sesuai poin 1,3,4
f. Bila ada reaksi penyuntikan : lokal, kemerahan, gatal, & bengkak Beri
antihistamin sistemik atau lokal. Jangan beri kortikosteroid.
g. Bila timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoensefalitis, berikan
kortikosteroid dosis tinggi.
9. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya
timbul pada fase koma. Komplikasi Neurologik dapat berupa peningkatan
tekanan intra cranial: kelainan pada hypothalamus berupa diabetes insipidus,
13
sindrom abnormalitas hormone anti diuretic (SAHAD); disfungsi otonomik yang
menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertermia, hipotermia, aritmia dan henti
jantung. Kejang dapat local maupun generalisata, dan sering bersamaan dengan
aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium pradromal sering terjadi komplikasi
hiperventilasi dan depresi pernapasan terjadi pada fase neurolgik. Hipotensi
terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan saraf otonomik.
Table Komplikasi Pada Rabies dan Cara Penanganan
JENIS KOMLIKASI PENANGANANNYA
Neurologi
- Hiperaktif
- Hidrofobia
- Kejang fokal
- Gejala neurologi local
- Edema serebri
- Aerofobia
Fenotiazin, benzodiazepine
Tidak diberi apa-apa lewat mulut
Karbamazepine, fenitoin
Tak perlu tindak apa-apa
Mannitol, galiserol
Hindari stimulasi
Pituitary
- SAHAD
- Diabetes insipidus
Batasi cairan
Cairan, vasopressin
Pulmonal
- Hiperventilasi
- Hipoksemia
Tidak ada
Oksigen, ventilator, PEEP
14
- Atelektasis
- Apnea
- Pneumotoraks
Ventilator
Ventilator
Dilakukan ekspansi paru
Kardiovaskular
- Aritmia
- Hipotensi
- Gagal jantung kongestif
- Thrombosis arteri/vena
- Obstruksi vena kava
superior
- Henti jantung
Oksigen, obat anti aritmia
Cairan, dopamine
Batasi cairan, obat-obatan
Oksigen, obat anti aritmia
Cairan, dopamine
Batasi cairan, obat-obatan
- Anemia
- Perdarahan
gastrointestinal
- Hipertermia
- Hipotermia
- Hipooalemia
- Ileus paralitik
- Retensio urine
- Gagal ginjal akut
Pneumomediastinum
Transfuse darah
H2 blockers, transfusi darah
Lakukan pendinginan
Selimut panas
Pemberian cairan
Cairan paranteral
Kateterisasi
Hemodialisa
Tidak dilakukan apa-apa
15
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Status Pernafasan
Peningkatan tingkat pernapasan
Takikardi
Suhu umumnya meningkat (37,9º C)
Menggigil
b. Status Nutrisi
kesulitan dalam menelan makanan
berapa berat badan pasien
mual dan muntah
porsi makanan dihabiskan
status gizi
c. Status Neurosensori
Adanya tanda-tanda inflamasi
d. Keamanan
Kejang
Kelemahan
e. Integritas Ego
Klien merasa cemas
Klien kurang paham tentang penyakitnya
f. Pengkajian Fisik Neurologik :
1. Tanda – tanda vital
Suhu
Pernapasan
Denyut jantung
Tekanan darah
Tekanan nadi16
2. Hasil pemeriksaan kepala
Fontanel : menonjol, rata, cekung
Bentuk Umum Kepala
3. Reaksi pupil
Ukuran
Reaksi terhadap cahaya
Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
Iritabilitas
Letargi dan rasa mengantuk
Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
Alam perasaan
Labilitas
6. Aktivitas kejang
Jenis
Lamanya
7. Fungsi sensoris
Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
Refleks tendo superficial
Reflek patologi
17
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan afiksia
b. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan penurunan refleks menelan
c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme
d. Cemas (keluarga) berhubungan kurang terpajan informasi
e. Resiko cedera berhubungan dengan kejang dan kelemahan
f. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka
18
3. Rencana Keperawatan
No Dx.
Keperawata
n
Tujuan dan kriteria
hasil
Intervensi Rasional
1. Gangguan
pola nafas
berhubungan
dengan
afiksia
Setelah diberikan
tindakan keperawatan,
diharapkan pasien
bernafas tanpa ada
gangguan, dengan
kriteria hasil :
a. Pasien bernafas,
tanpa ada gangguan.
b. Pasien tidak
menggunakan alat
bantu dalam
bernafas
c. Respirasi normal (16-
20 x/menit)
a. Obsevasi tanda- tanda vital
pasien terutama respirasi.
b.Beri pasien alat bantu
pernafasan seperti O2.
c. Beri posisi yang nyaman.
a. Tanda vital merupakan acuan untuk
melihat kondisi pasien.
b. O2 membantu pasien dalam
bernafas.
c. posisi yang nyaman akan
membantu pasien dalam bernafas.
2. Gangguan
pola nutrisi
berhubungn
dengan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien terpenuhi,
a.Kaji keluhan mual, sakit
menelan, dan muntah yang
dialami pasien.
b.Kaji cara / bagaimana
a.menentukan intervensi selanjutnya.
b.Cara menghidangkan makanan
19
penurunan
refleks
menelan
dengan kriteria hasil :
- pasien mampu
menghabiskan
makanan sesuai
dengan porsi yang
diberikan /dibutuhkan.
makanan dihidangkan.
c.Berikan makanan yang
mudah ditelan seperti bubur.
d. Berikan makanan dalam
porsi kecil dan frekuensi sering.
e. Catat jumlah / porsi
makanan yang dihabiskan oleh
pasien setiap hari.
f. Berikan obat-obatan
antiemetik sesuai program
dokter.
g. Ukur berat badan pasien
setiap minggu.
dapat mempengaruhi nafsu makan
pasien.
c.Membantu mengurangi kelelahan
pasien dan meningkatkan asupan
makanan
d.Untuk menghindari mual
e.Untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan nutrisi.
f.Antiemetik membantu pasien
mengurangi rasa mual dan muntah
dan diharapkan intake nutrisi pasien
meningkat.
g.Untuk mengetahui status gizi pasien
3. Hipertermi
berhubungan
dengan
peningkatan
metabolisme
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan demam
pasien teratasi, dengan
criteria hasil :
- Suhu tubuh normal (36
a.Kaji saat timbulnya demam
b.Observasi tanda vital (suhu,
nadi, tensi, pernafasan) setiap
3 jam
c. Berikan kompres hangat
a.untuk mengidentifikasi pola demam
pasien.
b. Tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
c.Dengan vasodilatasi dapat
20
– 370C).
- Pasien bebas dari
demam. d.Berikan terapi cairan
intravena dan obat-obatan
sesuai program dokter.
meningkatkan penguapan dan
mempercepat penurunan suhu tubuh.
d.Pemberian cairan sangat penting
bagi pasien dengan suhu tinggi.
4. Cemas
(keluarga)
berhubungan
kurang
terpajan
informasi
tentang
penyakit.
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
diharapkan tingkat
kecemasan keluarga
pasien
menurun/hilang,dengan
kriteria hasil :
- Melaporkan cemas
berkurang sampai
hilang
- Melaporkan
pengetahuan yang
cukup terhadap
penyakit pasien
- Keluarga menerima
keadaan panyakit yang
dialami pasien.
a.Kaji tingkat kecemasan
keluarga.
b. Jelaskan kepada keluarga
tentang penyakit dan kondisi
pasien.
c. Berikan dukungan dan
support kepada keluarga
pasien.
a.Untuk mengetahui tingkat
cemas,dan mengambil cara apa yang
akan digunakan
b. informasi yang benar tentang
kondisi pasien akan mengurangi
tingkat kecemasan keluarga.
c.Dengan dukungan dan support,akan
mengurangi rasa cemas keluarga
pasien.
21
5. Resiko
cedera
berhubungan
dengan
kejang dan
kelemahan
Setelah diberikan
tindakan keperawatan,
diharapkan pasien tidak
mengalami
cedera,dengan kriteria
hasil :
a.Klien tidak ada cedera
akibat serangan kejang
b.klien tidur dengan
tempat tidur pengaman
c.Tidak terjadi serangan
kejang ulang.
d.Suhu 36 – 37,5 º C ,
Nadi 60-80x/menit,
Respirasi 16-20 x/menit
d.Kesadaran
composmentis
a.Identifikasi dan hindari faktor
pencetus
b.tempatkan klien pada tempat
tidur yang memakai pengaman
di ruang yang tenang dan
nyaman.
c.anjurkan klien istirahat
d.sediakan disamping tempat
tidur tongue spatel dan gudel
untuk mencegah lidah jatuh ke
belakng apabila klien kejang.
e.lindungi klien pada saat
kejang dengan :
- longgarakn pakaian
- posisi miring ke satu sisi
- jauhkan klien dari alat yang
dapat melukainya
- kencangkan pengaman
tempat tidur
- lakukan suction bila banyak
a.Penemuan faktor pencetus untuk
memutuskan rantai penyebaran virus
rabies.
b. Tempat yang nyaman dan tenang
dapat mengurangi stimuli atau
rangsangan yang dapat menimbulkan
kejang
c.efektivitas energi yang dibutuhkan
untuk metabolisme.
d. lidah jatung dapat menimbulkan
obstruksi jalan nafas.
e. tindakan untuk mengurangi atau
mencegah terjadinya cedera fisik.
22
sekret
f.catat penyebab mulainya
kejang, proses berapa lama,
adanya sianosis dan
inkontinesia, deviasi dari mata
dan gejala-hgejala lainnya yang
timbul.
g. sesudah kejang observasi
TTV setiap 15-30 menit dan
obseervasi keadaan klien
sampai benar-benar pulih dari
kejang.
h.observasi efek samping dan
keefektifan obat.
i. observasi adanya depresi
pernafasan dan gangguan
irama jantung.
j.lakukan pemeriksaan
neurologis setelah kejang
k. kerja sama dengan tim :
f. dokumentasi untuk pedoman dalam
penaganan berikutnya.
g. tanda-tanda vital indikator terhadap
perkembangan penyakitnya dan
gambaran status umum klien.
h. efek samping dan efektifnya obat
diperlukan motitoring untuk tindakan
lanjut.
i.kompliksi kejang dapat terjadi
depresi pernafasan dan kelainan
irama jantung.
j. Kompliksi kejang dapat terjadi
depresi pernafasan dan kelainan
irama jantung.
k. Untuk mengantisipasi kejang,
23
- pemberian obat
antikonvulsan dosis tinggi
- pemeberian antikonvulsan
(valium, dilantin,
phenobarbital)
- pemberian oksigen
tambahan
- pemberian cairan
parenteral
- pembuatan CT scan
kejang berulang dengan
menggunakan obat antikonvulsan baik
berupa bolus, syringe pump.
6. Resiko infeksi
berhubungan
dengan luka
terbuka
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
3X24 jam diharapkan
tidak terjadi tanda-tanda
infeksi.
Kriteria Hasil:
-Tidak terdapat tanda
tanda infeksi seperti:
Kalor,dubor,tumor,dolor,
dan fungsionalasia.
-TTV dalam batas
a.Kaji tanda – tanda infeksi
b.Pantau TTV,terutama suhu
tubuh.
c.Ajarkan teknik aseptik pada
pasien
a.Untuk mengetahui apakah pasian
mengalami infeksi. Dan untuk
menentukan tindakan keperawatan
berikutnya.
b.Tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahuikeadaan umum pasien.
Perubahan suhu menjadi tinggi
merupakan salah satu tanda – tanda
infeksi.
c.Meminimalisasi terjadinya infeksi
24
normal d.Cuci tangan sebelum
memberi asuhan keperawatan
ke pasien.
e. Lakukan perawatan luka
yang steril.
d.Mencegah terjadinya infeksi
nosokomial.
e.Perawatan luka yang steril
meminimalisasi terjadinya infeksi.
25
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
5. Evaluasi
Dx 1 :
a. pasien tidak mengalami gangguan dalam bernafas
b. pasien tidak menggunakan alat bantu dalam bernafas
Dx 2 :
a. Pasien tidak mengalami gangguan dalam makan dan minum
b. Pasien bisa menelan dengan baik
c. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.
Dx 3 :
a. Suhu pasien normal (36-370C)
b. Pasien tidak mengeluh demam
Dx 4 :
a. Keluarga pasien tidak cemas lagi.
b. Keluarga pasien bisa memahami kondisi pasiendan ikut membantu dalam
pemberian pengobatan.
Dx 5 :
a. Pasien tidak mengalami cedera.
b. Pasien tidak mengalami kejang
Dx 6 :
a. Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti : kalor, dolor, tumor, dubor, dan
fungsionalasia.
b. Luka pasien terjaga dan terawat
26
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan menular pada manusia lewat
gigitanatau cakaran hewan penderita rabies atau dapat pula lewat luka yang terkena air
liur hewan penderita rabies.Secara patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat luka
gigitan, selama dua mingguvirus tetap tinggal pada tempat masuk dan dekatnya.
Kemudian, virus akan bergerak mencapaiujung-ujung serabut saraf posterios tanpa
menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.
Masa inkubasi virus ini bervariasi, berkisar antara dua minggu sampai dua tahun.
Tapi umumnya 3-8minggu, tergantung jarak tempuh virus sebelum mencapai otak.
Sesampainya di otak, virus akanmemperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua
bagian neuron-neuron, terutamamempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem
limbik, hipotalamus dan batang otak.Akhirnya virus ini akan mencapai otak dan
menyerang banyak bagian penting otak yang menyebabkan kematian.
Setiap ada kasus gigitan hewan penular rabies harus ditanganidengan cepat dan
sesegera mungkin, untuk mengurangi atau mematikan virus rabies yang masuk pada
luka gigitan. Usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya
air mengalir) dan sabun atau ditergent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik
(alkohol 70 persen, betadine, obat merah atau lainnya)
27
DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta: Gaya Baru.
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
Santosa NI. 1989. Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Jakarta: Depkes RI,
Suharso Darto. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: F.K. Airlangga.
28