Post on 21-Oct-2020
ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE
SANGKURIANG (CLARIAS GARIEPINUS) DI BOJONG FARM
KABUPATEN BOGOR
JAMALUDIN
109092000023
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
i
ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE
SANGKURIANG (CLARIAS GARIEPINUS) DI BOJONG FARM
KABUPATEN BOGOR
JAMALUDIN
109092000023
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M / 1436 H
iii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juni 2015
Jamaludin
109092000023
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Jamaludin
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat, Tanggal
Lahir
: Tangerang, 7 Januari 1992
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Villa Mutiara Blok W No.8 Sawah Baru - Ciputat
No. HP : 0896 359 359 92
Email : jamaludinskywave@gmail.com
2006-2008 : Anggota WEB Design SMA Negeri 2 Ciputat
2010-2011 : Staff Divisi Inforrmasi dan Komunikasi BEM Jurusan
Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
1997-2003 : SD Negeri Sawah Baru 2
2003-2006 : SMP Negeri 3 Ciputat
2006-2009 : SMA Negeri 2 Ciputat
2009-2015 : Strata I Jurusan Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
Data Diri
Riwayat Pendidikan
Pengalaman Organisasi
RINGKASAN
Jamaludin. 109092000023. Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm Kabupaten Bogor. (Dibawah
bimbingan Siti Rochaeni dan Armaeni Dwi Humaerah)
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang banyak
dibudidayakan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan ikan lele mudah untuk
dibudidayakan, tidak banyak memerlukan air untuk hidup, dan harga relatif
murah. Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) juga
menjadikan lele sebagai salah satu komoditas unggulan. Salah satu jenis ikan lele
yang dibudidayakan petani adalah ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus).
Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang ditetapkan pemerintah
sebagai kawasan percontohan minapolitan ikan lele sejak tahun 2011.
Usaha pembesaran ikan lele khususnya ikan lele sangkuriang yang ada di
Kabupaten Bogor, salah satunya adalah Bojong Farm. Usaha pembesaran ikan lele
sangkuriang di Bojong Farm tergolong baru. Dalam perkembangannya,
permintaan ikan lele sangkuriang untuk para pedagang sayur dan warung tenda
pecel lele terus meningkat, namun permasalahan yang dialami oleh Bojong Farm
adalah belum bisa memenuhi permintaan dari konsumen tersebut dikarenakan
produksi ikan lele di Bojong Farm belum bisa maksimal untuk memproduksi ikan
lele sangkuriang siap konsumsi. Melihat peluang pangsa pasar terbuka luas karena
banyaknya permintaan ikan lele sangkuriang di kawasan lokasi usaha pembesaran
ikan lele sangkuriang di Bojong Farm dan sekitarnya, Bojong Farm ingin
memperbesar bisnis usaha pembesaran ikan lele sangkuriang dan ingin terus
meningkatkan produksi ikan lele agar dapat memenuhi permintaan ikan lele untuk
para pedagang sayur maupun pedagang warung tenda pecel lele. Usaha
pembesaran ikan lele membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membiayai
investasi dalam jangka panjang. Risiko usaha pada kegiatan pembesaran ikan lele
juga cukup besar. Untuk mengurangi risiko tersebut perlu perhitungan yang tepat
agar dana yang diinvestasikan dapat memberikan keuntungan. Selain itu, biaya
variabel yang cenderung meningkat menyebabkan adanya perubahan yang terjadi
pada biaya produksi.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1). Mengetahui biaya dan pendapatan
usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm.
2). Menganalisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias
gariepinus) di Bojong Farm dengan menggunakan R/C Rasio, B/C Rasio, Break
Event Point dan Payback Period. 3). Menganalisis kenaikan biaya variabel pada
usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm
yang dapat ditorelansi.
Penelitian dilakukan di Bojong Farm Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi
penelitian tersebut dilakukan secara sengaja (purposive). Data yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari
wawancara, observasi langsung. Data sekunder berasal dari studi literatur seperti
hasil penelitian, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan
Kementerian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia. Data dan informasi
vi
yang telah dikumpulkan dianalisis secara kuantitatif yang diolah dengan
Microsoft Excel 2010. Analisis kuantitatif dilakukan dalam menilai kelayakan
usaha. Penilaian kelayakan usaha dilakukan dengan melakukan perhitungan R/C
Ratio, B/C Ratio, Break Event Point dan Payback Period. Selain itu, dilakukan
juga analisis switching value untuk menilai sensitivitas kelayakan usaha terhadap
perubahan kenaikan biaya variabel dalam usaha pembesaran ikan lele sangkuriang
(Clarias gariepinus) di Bojong Farm.
Hasil penelitian ini yaitu: 1) Total Biaya usaha pembesaran ikan lele
sangkuriang di Bojong Farm sebesar Rp23.530.537. Total biaya usaha
pembesaran ikan lele sangkuring di Bojong Farm yang dihasilkan dari
penjumlahan biaya tetap dan biaya varibel. Dan Total Pendapatan usaha
pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm sebesar Rp6.469.427.
Hasil tersebut dihasilkan dari total penerimaan dikurangi total biaya.
2). Analisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm
menghasilkan R/C Rasio sebesar 1,27, B/C Rasio sebesar 0,27, break event point
(BEP) terbagi menjadi 2, yaitu BEP produksi/volume dan BEP harga. BEP
produksi/volume mendapatkan nilai sebesar 1.177 Kg, Sedangkan BEP harga
mendapatkan nilai Rp15.687. dan payback period (PP) dalam jangka waktu
1 tahun 10 bulan 25 hari (8 Periode). 3) Berdasarkan hasil analisis sensitivitas dan
switching value, kenaikan biaya variabel sebesar 7% masih bisa ditoleransi,
namun kenaikan biaya variabel sebesar 31% maka Bojong Farm akan mengalami
kerugian.
Kata kunci: Pendapatan, Usahatani, Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang, Bojong
Farm, Kabupaten Bogor.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia,
dan hidayah-Nya, shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-Nya yang telah
membawa umat manusia menuju jalan kebaikan sehingga penyusunan skripsi
yang berjudul “Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang
(Clarias Gariepinus) di Bojong Farm Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan
dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah
ikut membantu serta menjadi motivasi penulis, yaitu kepada:
1. Ibu Ir. Siti Rochaeni, M.Si, selaku dosen pembimbing I atas waktu, tenaga,
bimbingan, saran, dan motivasi yang konstruktif dalam penyusunan skripsi
ini. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan untuk ibu. Aamiin.
2. Ibu Armaeni Dwi Humaerah, M.Si, selaku dosen pembimbing II atas
bimbingan, saran, motivasi, waktu, tenaga, dan pemikiran hingga
selesainya skripsi ini. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan untuk
ibu. Aamiin.
viii
3. Bapak Mursali dan Ibu Ety yang telah mencurahkan cinta dan kasih
sayang yang tiada henti, perhatian, dukungan moril maupun materil,
nasihat yang tak ternilai, serta doa yang tak pernah putus bagi penulis.
Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik dan semoga selalu
diberikan berkah kesehatan, kasih sayang, dan perlindungan dari Allah
SWT. Aamiin.
4. Keluraga besar Bapak Mursali yaitu Abang Dani, Abang Didin dan Kakak
Umi, berserta RCM (Rombongan Cucu Mursali) yaitu para keponakan
penulis sendiri diantaranya Zidan, Rara, Adzki, Afika, Nadifa semoga
kalian diberi umur panjang, menjadi anak yang sholeh dan sholeha dapat
berguna dan membanggakan keluarga dan semoga kalian memiliki cita-
cita yang tinggi dan dapat menggapainya. Aamiin
5. Segenap keluarga besar Bojong Farm yang telah bersedia menjadi lokasi
usahanya sebagai tempat penelitian, terimakasih telah membantu penulis
memperoleh pengalaman serta pengetahuan lebih mengenai usaha
pembesaran ikan lele, sekali lagi terimakasih banyak untuk Bapak Sigeg,
Bapak Sartono dan Istri, dan Bapak Ari, Semoga Allah selalu memberikan
keberkahan untuk bapak dan ibu. Aamiin.
6. Bapak Dr. Yon Girie Mulyono, M.Si, selaku dosen penguji I atas waktu
yang telah dicurahkan dan masukan yang positif dalam rangka
penyempurnaan skripsi bagi penulis. Semoga Allah selalu memberikan
keberkahan untuk bapak. Aamiin.
7. Bapak Drs. Acep Muhib, MM, selaku dosen penguji II atas waktu yang
telah dicurahkan, masukan positif dalam rangka penyempurnaan skripsi ini
ix
dan motivasi yang konstruktif bagi penulis. Semoga Allah selalu
memberikan keberkahan untuk bapak. Aamiin.
8. Ibu Dr. Elpawati, MM selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Bapak
Ahmad Mahbubi Mufti, MM, selaku sekretaris Program Studi Agribisnis,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Semoga ibu dan bapak senantiasa dalam
perlindungan Allah SWT dan selalu dimudahkan segala urusannya.
Aamiin.
9. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Dian, Bim-Bim, Ade, Eriza, Azzam, Mas Slamet dan seluruh kawan-
kawan Agribisnis 2009 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Terima kasih atas perhatian, solidaritas, motivasi, bantuan dan
doanya. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian, selalu di
dalam perlindunganNya, diberi nikmat sehat. Aamiin.
11. Seluruh rekan rekan LKLG diantaranya Avi, Azri, Iki, Ade Gendut, Bege,
Aby, Akbar dan lain lain, terimakasih kebersamaannya selama ini, selalu
tertawa dan ceria.
12. Seluruh keluarga besar PT Batu Putih Properti, Bapak Khemal, Bapak
Hendy, Bapak Iwe, Ibu Julia telah memberikan izin untuk menyelesaikan
skripsi penulis sampai selesai, dan tak lupa rekan kantor di PT Batu Putih
Properti diantarnya Elis, Silvi, Rina, Nindi, Syifa, Dony, Mas Kardi,
Fahmi terimakasih telah menjadi rekan kantor yang asik.
x
13. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu tanpa
mengurangi rasa hormat. Semoga Allah SWT membalas Segala kebaikan
kalian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa yang akan
datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun semua pihak yang membutuhkan. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr Wb
Jakarta, Juni 2015
Jamaludin
109092000023
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI xi
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 7
1.4 Manfaat Penelitian 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1 Ikan Lele Sangkuriang 9
2.2 Prospek Pasar Ikan Lele Sangkuriang 12
2.3 Usaha Pembesaran Ikan Lele 14
2.4 Biaya 19
2.5 Penerimaan 20
2.6 Pendapatan 20
2.7 Analisis Kelayakan Usaha 21
2.7.1 Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) 22 2.7.2 Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) 22 2.7.3 Analisis Break Event Point (BEP) 23 2.7.4 Analisis Payback Period (PP) 24
2.8 Analisis Sensitivitas dan Switchig Value 25
2.9 Penelitian Terdahulu 27
2.10 Kerangka Pemikiran 29
BAB III METODE PENELITIAN 31
xii
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 31
3.2 Data dan Sumber Data 31
3.3 Metode Pengumpulan Data 32
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 32
3.4.1 Biaya Usaha 33
3.4.2 Penerimaan 33
3.4.3 Pendapatan 34
3.4.4 Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) 34
3.4.5 Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) 35
3.4.6 Break Event Point (BEP) 35
3.4.7 Payback Period (PP) 36
3.5 Analisis Sensitivitas dan Switchig Value 36
3.6 Definisi Operasional 38
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 41
4.1. Gambaran Umum Desa Kedung Waringin 41
4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian 41
4.1.2 Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi 42
4.1.3 Lahan dan Jenis Penggunaannya 42
4.1.4 Keadaan Sarana dan Prasarana 43
4.2. Gambaran Umum Bojong Farm 44
4.2.1 Sejarah Bojong Farm 45 4.2.2 Sarana dan Prasarana Perusahaan 47 4.2.3 Keadaan di Bojong Farm 49
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 51
5.1 Biaya dan Pendapatan di Bojong Fam 51
5.1.1 Biaya Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 51 5.1.2 Pendapatan Pembesaran Ikan lele di Bojong Farm 58
5.2 Analisis Kelayakan Usaha di Bojong Farm 59
5.2.1 R/C Ratio Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 60 5.2.2 B/C Ratio Pembesaran Ikan Lele di Bojong Far 60 5.2.3 BEP Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 60 5.2.4 Payback Periode Pembersaran Ikan Lele di Bojong
Farm 61
5.3 Analisis Sensitivitas dan Switching Value Kenaikan Biaya Variabel Pada Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 62
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 66
xiii
6.1 Kesimpulan 66
6.2 Saran 67
DAFTAR PUSTAKA 68
LAMPIRAN 71
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) 9
2. Kerangka pemikiran Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang Intensif Pada Kolam Terpal di Bojong Farm 30
3. Kolam Pembesaran dan Kolam Penampungan Ikan Lele di Bojong Farm menggunakan kolam terpal dengan rangka baja ringan 49
4. Pemberian Pakan pada Ikan lele di Bojong Farm 50
5. Proses Panen Ikan Lele Sangkuriang di Bojong Farm 50
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan Indonesia 2014 1
2. Sentra Produsen Lele di Indonesia Tahun 2013 3
3. Peruntukan lahan pada Kelurahan Kedung Waringin pada Tahun 2015 42
4. Peralatan penunjang produksi pembesaran ikan lele di Bojong Farm 48
5. Biaya Tetap dan Biaya Variable dalam satu periode di Bojong Farm 51
6. Total Pendapatan Bojong Farm dalam satu periode (3 Bulan) 58
7. Analisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele di Bojong Farm dengan melihat R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP)
dan Payback Period (PP) 59
8. Analisis Sensitvitas dan Switching Value Kenaikan Biaya Variabel di Bojong Farm dalam Satu Periode 64
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Layout Bojong Farm 72
2. Rincian Nilai Investasi dan Penyusutan Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 73
3. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variable Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm dalam satu periode (3 Bulan) 74
4. Rincian Penerimaan Usaha Pembesaran ikan lele di Bojong Farm dalam satu periode (3 Bulan) 75
5. Laporan Laba Rugi Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm dalam Satu Periode (3 Bulan) 75
6. Analisis R/C Ratio, B/C Ratio, Break Event Point dan Payback Period Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 76
7. Screenshoot Inflasi Nasional pada Periode November 2014 Sampai Januari 2015 yang diakses di www.bi.go.id 77
8. Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan Total Biaya Variable Sebesar 7% 78
9. Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan Total Biaya Variable Sebesar 30% 79
10. Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan Total Biaya Variable Sebesar 31% 80
11. Proses Kegiatan Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Yang dilakukan di Bojong Farm 81
12. Foto Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm 82
13. Peta Lokasi Bojong Farm, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor 83
http://www.bi.go.id/
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekayaan Indonesia mempunyai potensi besar di dalam menyukseskan
pembangunan khususnya mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Cita- cita itu tidak akan mungkin dicapai tanpa adanya usaha atau kerja keras dan
pengorbanan dari seluruh rakyat, yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai
warga negara. Kekayaan potensi harus dimanfaatkan seoptimal mungkin dan
dikelola dengan baik agar dapat menghasilkan nilai tambah dalam sektor
ekonomi, guna meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat.
Perkembangan pembangunan perikanan di Indonesia sebagai bagian integral
pembangunan nasional telah menampakkan hasil yang cukup baik. Hal ini terlihat
pada Tabel 1 dimana nilai PDB perikanan di Indonesia terus meningkat.
Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014.
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Harga Berlaku 14,700 17,540 19,870 23,200 25,260 29,400
Harga Konstan 4,780 4,950 5,000 5,160 5,280 5,320
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
Mil
yar
Ru
pia
h
Tabel 1. Produk Domestik Bruto Perikanan Indonesia 2014
2
Salah satu produk perikanan adalah ikan lele. Ikan lele mudah
dibudidayakan, dapat dipelihara dengan padat tebar yang tinggi dan dapat
dibudidayakan di kawasan marjinal dan hemat air. Ikan lele memiliki
pertumbuhan yang cepat, sehingga dalam waktu 2 – 3 bulan sudah dapat dipanen.
Pertumbuhan yang cepat ini menjadikan peternak mudah mengatur aliran kas.
Ikan lele juga kaya kandungan gizi, jumlah proteinnya mencapai 20%. Dalam
setiap 100 gram ikan lele, kandungan lemaknya hanya dua gram, jauh lebih
rendah dibandingkan daging sapi atau ayam selain itu harga ikan lele relatif lebih
terjangkau.
Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) juga
menjadikan ikan lele sebagai salah satu komoditas unggulan.
Persyaratan komoditas unggulan adalah teknologi berkembang dan dikuasai
masyarakat, peluang pasar ekspor tinggi, serapan pasar dalam negeri cukup besar,
permodalan relatif rendah, dan hemat bahan bakar minyak. Dirjen Perikanan
Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menargetkan pertambahan
luas areal budidaya ikan lele sebesar 38,19 % per tahun. Sehingga diharapkan oleh
pemerintah pada tahun 2014 target produksi ikan lele mencapai 900.000 ton
(Amri dan Khairuman, 2013).
Sentra produsen ikan lele terbesar pada tahun 2013 berada di Jawa Barat
dengan produksi 197.783 ton. Jawa Timur berada diurutan dua dengan produksi
79.927 ton. Jawa Tengah diurutan tiga dengan produksi 75.236 ton.
Sentra produsen dan produksi ikan lele di Indonesia tahun 2013 dapat dilihat pada
Tabel 2.
3
Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014.
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki kontribusi terbesar
penghasil ikan lele yang kedua di Jawa Barat setelah Indramayu. Kabupaten
Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang ditetapkan pemerintah sebagai
kawasan percontohan minapolitan ikan lele sejak tahun 2011. Daerah ini cukup
strategis dan didukung dengan sumber daya lahan dan air yang memadai, akses
jalan yang cepat dan jangkauan pasar yang cukup luas. Jika dibandingkan dengan
Indramayu, posisi kabupaten bogor yang wilayahnya berbatasan langsung dengan
DKI Jakarta memberi keuntungan lebih dalam upaya membantu ketersediaan
sumber daya ikan lele untuk kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya dimana
konsumsi terbesar nasional berada pada daerah tersebut (Andika, 2012).
Tingkat konsumsi ikan mengalamai kenaikan dari tahun ke tahun.
Tingkat Konsumsi ikan pada tahun 2000 sebesar 21,57 kg/kapita.
Tahun 2003 naik menjadi 25,67 kg/kapita. Kenaikan konsumsi rata rata 4,6%
per tahun. Amri dan Khairuman (2013) menyatakan bahwa berdasarkan data
JawaBarat
JawaTimur
JawaTenga
h
D.IYogyak
arta
Sumatera
Utara
Sumatera
Barat
Sumatera
Selatan
Lampung
KepulauanRiau
Riau
Lele 197,78 79,927 75,236 29,205 27,128 26,258 24,328 19,291 10,816 9,979
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
To
n
Tabel 2. Sentra Produsen dan Produksi Ikan Lele di Indonesia Tahun 2013
4
Departemen Keluatan dan Perikanan, tingkat konsumsi ikan masyarakat indonesia
pada tahun 2010 sampai 2012 rata-rata naik hingga 5,44% kg/kapita dan pada
tahun 2011 sebesar 32,25 kg/ kapita. Tahun 2012, tingkat konsumsi ikan
mencapai 33,89 kg/kapita. Dan pada tahun 2013 ditargetkan tingkat konsumsi
ikan masyrakat naik hingga 35,14 kg/kapita.
Kondisi permintaan ikan lele diperkirakan akan selalu meningkat di
wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) permintaan
setiap hari tidak kurang dari 75 ton atau 2.250 ton/bulan Suryanto (dalam
Rochaeni, 2009). Jika diakumulasi dalam satu tahun. Permintaan ikan lele untuk
daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) menjadi
27.000 ton/tahun, Sedangkan Dinas Perikanan Jawa Barat menyatakan bahwa
produksi ikan lele di Kabupaten Bogor hanya 18.313 ton/tahun artinya walaupun
Kabupaten Bogor ditetapkan sebagai daerah minapolitan ikan lele, tetapi masih
belum mampu memenuhi permintan ikan lele untuk wilayah Jakarta, Depok,
Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Salah satu jenis ikan lele yang
banyak dibudidayakan di Kabupaten Bogor karena memiliki banyak peminat
mulai dari pedagang pecel lele pinggir jalan hingga pedagang sayur eceran yaitu
ikan lele sangkuriang.
Bojong Farm yang berlokasi di Kelurahan Kedung Waringin Kecamatan
Bojong Gede Kabupaten Bogor merupakan salah satu lokasi pembesaran ikan lele
sangkuriang (clarias gariepinus) secara intensif di kolam terpal yang baru berdiri
pada tanggal 22 November 2013. Bojong Farm telah dapat menyuplai ikan lele
sangkuriang (clarias gariepinus) siap konsumsi untuk pedagang sayur eceran dan
untuk warung tenda pecel lele di daerah sekitar lokasi pembesaran ikan lele
5
tersebut. Dalam perkembangannya, permintaan ikan lele sangkuriang untuk para
pedagang sayur dan warung tenda pecel lele terus meningkat, namun
permasalahan yang dialami oleh Bojong Farm adalah belum bisa memenuhi
permintaan dari konsumen tersebut dikarenakan produksi ikan lele di Bojong
Farm belum bisa maksimal untuk memproduksi ikan lele sangkuriang siap
konsumsi. Melihat peluang pangsa pasar terbuka luas karena banyaknya
permintaan ikan lele sangkuriang di kawasan lokasi usaha pembesaran ikan lele di
Bojong Farm dan sekitarnya, Bojong Farm ingin memperbesar bisnis usaha
pembesaran ikan lele sangkuriang dan ingin terus meningkatkan produksi ikan
lele ditempat tersebut agar dapat memenuhi permintaan ikan lele untuk para
pedagang sayur maupun pedagang warung tenda pecel lele.
Usaha pembesaran ikan lele tersebut membutuhkan dana yang tidak
sedikit untuk membiayai investasi dalam jangka panjang. Resiko usaha pada
kegiatan pembesaran ikan lele juga cukup besar. Untuk mengurangi risiko
tersebut perlu perhitungan yang tepat agar dana yang diinvestasikan dapat
memberikan keuntungan. Selain itu, biaya variabel seperti harga pakan, bibit,
obat-obatan dan multivitamin ikan lele yang cenderung meningkat menyebabkan
adanya perubahan yang terjadi pada biaya produksi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui biaya dan
pendapatan dari usaha yang dijalankan masih menguntungkan atau sebaliknya,
selain itu menganalisis kelayakan usaha untuk meyakinkan bahwa usaha tersebut
dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Kemudian dalam penelitian ini
menganalisis sensitivitas yang terjadi jika ada perubahan-perubahan biaya
variabel yang terjadi dalam menjalankan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang
6
(Clarias gariepinus) di Bojong Farm. Penelitian dapat dijadikan acuan dalam
pengambilan keputusan untuk menyusun alternatif-alternatif demi kemajuan
usaha dan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan
usaha tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di
Bojong Farm masih terdapat berbagai kendala baik dari segi biaya variabel.
keberhasilan produksi ikan lele dipengaruhi oleh biaya variabel seperti biaya
pakan, biaya obat-obatan dan multivitamin, dengan adanya kenaikan harga Bahan
Bakar Minyak pada tahun 2014 yang secara langsung berdampak kepada kenaikan
harga seluruh biaya variabel. Hal tersebut menjadi pertimbangan bagi Bojong
Farm sebagai salah satu usaha pembersaran ikan lele yang baru berjalan satu
tahun ini untuk meneruskan usahanya.
Bojong Farm sebagai lokasi usaha pembesaran ikan lele sangkuriang
(clarias gariepinus) sudah banyak mengeluarkan biaya, namun belum pernah
dilakukan perhitungan mengenai jumlah biaya yang telah dikeluarkan.
Semua biaya yang diperlukan dalam kegiatan usaha baik berjumlah besar ataupun
kecil akan diperhitungkan. Oleh karena itu, perlu diketahui berapa besar seluruh
biaya yang telah dikeluarkan dan seberapa besar penerimaan yang dicapai. Selain
itu juga perlu dianalisis kelayakan usaha untuk meyakinkan bahwa usaha tersebut
dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Kemudian dalam penelitian ini juga
dianalisis sensitivitas yang terjadi jika ada kenaikan biaya variabel yang terjadi
dalam menjalankan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang, dengan demikian
7
penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan untuk
menyusun alternatif-alternatif demi kemajuan usaha dan memberikan keuntungan
bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha tersebut. Berdasarkan latar
belakang dan perumusan masalah di atas, dirumuskan pemasalahan sebagai
berikut:
1. Berapa besar biaya dan pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang
(clarias gariepinus) di Bojong Farm ?
2. Apakah usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di
Bojong Farm layak dijalankan dengan melihat R/C Rasio, B/C Rasio, Break
Even Point (BEP) dan Payback Period (PP) ?
3. Berapa besar kenaikan biaya variabel yang dapat ditoleransi pada usaha
pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) agar Bojong Farm tidak
mengalami kerugian ?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui besar biaya dan pendapatan usaha pembesaran ikan lele
sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm.
2. Menganalisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias
gariepinus) di Bojong Farm dilihat dari R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even
Point (BEP) dan Payback Period (PP).
3. Menganalisis kenaikan biaya variabel pada usaha pembesaran ikan lele
sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm yang dapat ditorelansi.
8
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat ataupun tambahan
pengetahuan antara lain:
1. Bahan informasi dan bahan rujukan penelitian bagi pihak-pihak yang
berkepentingan.
2. Bagi pembudidaya ikan lele, sebagai salah satu rekomendasi untuk
pengambilan keputusan dalam mengembangkan usaha yang sedang dijalankan.
3. Bagi penulis, penelitian ini dapat melatih kemampuan dalam menganalisis
masalah dan memberikan pemecahannya. Selain itu penilitian ini ditujukan
untuk menyelesaikan skripsi yang merupakan prasyarat untuk mendapatkan
gelar sarjana.
4. Bagi pembaca, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan dan informasi mengenai usaha ikan lele serta sebagai referensi bagi
penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan hanya pada usaha pembesaran ikan lele sangkuriang
(clarias gariepinus) di Bojong Farm.
2. Obyek yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis pendapatan serta
menganilisis tingkat sensitivitas kenaikan biaya variabel yang terjadi dalam
usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Lele Sangkuriang
Menurut Lukito (2002) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias
gariepinus) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidea
Family : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
Gambar 1. Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)
Pada tahun 2002, pemerintah lewat Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar (BBPBAT) melakukan penelitian untuk meningkatkan kembali kualitas
ikan lele dumbo. Dengan menggunakan metode silang balik (back cross) ternyata
ikan lele dumbo bisa diperbaiki kualitasnya. Kawin silang balik yang dilakukan
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) adalah mengawinkan
10
indukan betina generasi ke-2 atau biasa disebut F2 dari ikan lele dumbo yang
pertama kali didatangkan pada tahun 1985, dengan indukan jantan ikan lele
dumbo F6. Perkawinannya melalui dua tahap, pertama mengawinkan indukan
betina F2 dengan indukan jantan F2, sehingga dihasilkan ikan lele dumbo jantan
F2-6. Kemudian ikan lele dumbo F2-6 jantan ini dikawinkan lagi dengan indukan
F2 sehingga dihasilkan ikan lele sangkuriang. Proses penelitian ikan lele
sangkuriang memakan waktu yang cukup lama. Dua tahun setelah itu benih ikan
lele sangkuriang baru diperkenalkan secara terbatas. Pengujian dilakukan pada
tahun 2002-2004 di daerah Bogor dan Yogyakarta. Baru pada tahun 2004,
dikeluarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang pelepasan varietas
ikan lele sangkuriang nomor 26/MEN/2004 tanggal 21 Juli 2004.
Perbandingan yang paling mencolok antara ikan lele dumbo dengan ikan
lele Sangkuriang antara lain, adalah kemampuan bertelur (fekunditas) ikan lele
sangkuriang yang mencapai 40.000-60.000 per kg induk betina dibanding lele
dumbo yang hanya 20.000-30.000, derajat penetasan telur dari ikan lele
sangkuriang lebih dari 90% sedangkan ikan lele dumbo lebih dari 80%. Dilihat
dari pertumbuhannya, pembesaran harian ikan lele sangkuriang bisa mencapai
3,53% sedangkan ikan lele dumbo hanya 2,73% dan konversi pakan atau FCR
(Food Convertion Ratio) ikan lele sangkuriang mencapai 0,8-1 sementara ikan
lele dumbo lebih besar sama dengan 1. FCR (Food Convertion Ratio) merupakan
nisbah antara berat pakan yang diberikan dengan berat pertumbuhan daging ikan.
Semakin kecil nisbah FCR (Food Convertion Ratio) semakin ekonomis ikan lele
dipelihara. Penamaan ikan lele sangkuriang mengambil nama seorang anak dari
cerita mitologi Sunda. Dalam cerita tersebut adalah seorang anak bernama
http://infohukum.kkp.go.id/
11
Sangkuriang yang berhasrat mengawini ibunya sendiri. karena hal itulah nama
ikan lele sangkuriang menjadi nama varietas ikan lele hasil silang balik.
Secara umum morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki banyak
perbedaan dengan ikan lele Dumbo. Hal tersebut terjadi karena ikan lele
sangkuriang sendiri merupakan hasil silang dari induk lele dumbo. Tubuh ikan
lele sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir,
dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng (depress), dengan mulut yang
relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut. Ikan lele sangkuriang memiliki
tiga sirip tunggal yaitu sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Sementara itu
sirip yang berpasangan ada dua yaitu sirip dada dan sirip perut. Pada sirip dada
terdapat sepasang patil atau duri keras yang dapat digunakaan untuk
mempertahankan diri dan kadang-kadang dapat dipakai untuk berjalan
dipermukaan tanah. Pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat
pernapasan tambahan yang berbentuk seperti batang pohon yang penuh dengan
kapiler-kapiler darah.
Menurut Lukito (2002), ikan lele sangkuriang dapat hidup di lingkungan
yang kualitas airnya sangat jelek. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan yaitu
kandungan oksigen sekitar 6 ppm, karbondioksida kurang dari 12 ppm, suhu
antara 24°C-26°C, NH3 kurang dari 1 ppm dan cahaya tembus matahari ke dalam
air maksimum 30 cm. Ikan lele dikenal aktif pada malam hari. Pada siang hari,
ikan lele lebih suka berdiam di dalam lubang atau tempat yang tenang dan aliran
air tidak terlalu keras. Ikan lele memiliki kebiasaan mengaduk-aduk lumpur dasar
untuk mencari binatang-binatang kecil yang terletak di dasar perairan.
12
2.2 Prospek Pasar Lele Sangkuriang
Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu komoditas unggulan air tawar
yang penting dalam rangka pemenuhan dan peningkatan gizi masyarakat.
Komoditas perikanan ini mudah dibudidayakan dan harganya terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat. Pasar utama ikan lele sangkuriang adalah pedagang
sayur dan warung warung tenda pecel lele. Warung tenda pecel lele sebagai menu
utama telah menjamur. Selain di pasar tradisional maupun warung kaki lima,
menu ikan lele dalam berbagai variasi juga mudah dijumpai di restoran,
supermarket dan industri olahan. Beberapa menu makanan yang umum dijumpai
adalah pecel lele, lele goreng, lele kremes atau lele bakar.
Usaha ikan lele sangkuriang tidak pernah ada matinya. Permintaan ikan
lele baik untuk konsumsi maupun benih terus meningkat. Bahkan hingga kini
permintaan ikan lele untuk pasar lokal saja belum dapat terpenuhi khususnya
pedagang pecel dan restoran padang. Permintaan ikan lele konsumsi cukup besar,
Untuk pasar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek)
permintaan setiap hari tidak kurang dari 75 ton atau 2.250 ton/bulan
(Suryanto dalam Rochaeni, 2009)
Pasokan ikan lele di Jabodetabek berasal dari berbagai daerah diantaranya
Kabupaten Bogor dan Indramayu. Jika produksi ikan lele masih kurang, pasokan
ikan lele didatangkan dari sentra prosuksi lain seperti Tulungagung, Jombang
(Jawa Timur), Sleman, Kulonprogo, Boyolali dan Perbaungan.
A. Peluang Pasar Ekspor
Menurut Amri dan Khairuman (2013), ekspor ikan lele belum marak seperti
ekspor ikan patin dan ikan nila. Ini disebabkan produksi ikan lele di Indonesia
13
masih bertumpu pada pemenuhan kebutuhan pasar lokal. Vietnam sebagai pesaing
utama eksportir ikan lele masih mendominasi dan menguasai pangsa pasar ekspor
lele dunia. Akan tetapi, pada tahun 2008 Provinsi Jawa Timur sudah berhasil
mengekspor ikan lele ke mancanegara antara lain Cina, Vietnam, Korea Selatan
dan Uni Eropa (Khairuman dan Amri, 2011)
Sejak Tahun 2009, Kementrian Kelautan dan Perikanan sudah merintis
ekspor lele asap ke negara negara Timur Tengah untuk memenuhi kebutuhan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sebelumnya, Indonesia sudah berhasil
mengekspor ikan lele asap ke Singapura dan Malaysia dalam jumlah yang kecil,
yaitu kurang dari 1 ton per Bulan. Ekspor ikan lele asap ini dicukupi dari
produsen di Bogor. Namun, produsen tersebut masih mendapat bahan bakunya
dari Boyolali dan Yogyakarta.
Negara-negara tujuan ekspor ikan lele potensial lainnya adalah Taiwan,
Hongkong, Jepang, Belanda, Italia, Spanyol dan Amerika Serikat. Negara-negara
ini membutuhkan jenis olahan ikan lele berupa surimi semua ukuran dan fillet
ikan lele ukuran 300-700 gram/ekor. Untuk masuk ekspor ini, penyuplai biasanya
diharuskan memiliki stok yang berkelanjutan dengan kualitas yang terjamin.
Ekspor ikan lele juga terbuka untuk produk olahan seperti abon. Salah satu
negara peminat abon ikan lele adalah Belanda. Sejak pertengahan tahun 2009,
produsen abon ikan lele di Cilacap sudah merintis pengiriman ke Belanda melalui
distributor makanan di Jakarta dan mendapat sambutan baik di negara tujuan.
Setiap bulan mereka mengirim 10 Kg abon (Amri dan Khairuman, 2013).
14
2.3 Usaha Pembesaran Ikan Lele
Menurut Amri dan Khairuman (2013), usaha Pembesaran ikan lele pantas
dilirik, tidak hanya oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele yang sudah
berpengelaman, tetapi juga oleh pemula karena kemudahan dan peluangnya yang
besar, yang dimaksud dengan usaha pembesaran ikan lele adalah kegiatan
produksi ikan lele dari pemeliharaan ikan lele dari ukuran bibit sampai ukuran
siap konsumsi. Ikan lele yang dipanen kemudian dijual ke konsumen atau pasar.
Sebelumnya orang-orang beranggapan bahwa memelihara ikan lele
memerlukan lahan yang luas dan air yang banyak. Anggapan tersebut kini sudah
tidak berlaku karena terbukti ikan lele dapat dipelihara dilahan dan air yang
terbatas.
Ikan lele dapat dipelihara dan dibesarkan di berbagai wadah atau media. Bagi
calon pelaku usaha pembesaran ikan lele yang berdomisili di pedesaan, ikan lele
dapat dipelihara di kolam tanah. Masyarakat yang memiliki lahan terbatas atau
tinggal di perkotaan, pemeliharaan ikan lele bisa di kolam terpal atau di kolam
tembok. Teknik pembesarannya bisa dengan menfaatkan teknologi atau
disesuaikan dengan pola tanam. Untuk pembesaran yang dilakukan secara
semiintensif, gunakan kolam tanah, sementara itu untuk pembesaran yang intensif,
kolam terpal dapat dijadikan wadah untuk pembesaran ikan lele, di bawah ini
beberapa alasan untuk memilih usaha pembesaran ikan lele, antara lain :
a. Pasar terbuka luas
Pasar ikan lele sangat luas dan potensial sehingga berapapun ikan lele yang
diproduksi oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele selalu terserap oleh pasar.
15
Belum pernah terdapat pelaku usaha pembesaran ikan lele kesulitan menjual ikan
lele hasil pemeliharaannya.
b. Sarana dan prasarana mudah didapat
Untuk menunjang usaha pembesaran ikan lele diperlukan sarana dan prasarana
penunjang. Saat ini semua peralatan utama maupun penunjang sudah mudah
diperoleh, baik di kota-kota besar maupun di pasar tradisional di daerah. Pakan,
obat-obatan dan multivitamin, alat alat perikanan (alat tangkap, plastik terpal dan
lain-lain) saat ini mudah didapat dimana saja.
c. Teknologi mudah dilakukan dan dikuasai serta mudah didapat.
Teknologi pembesaran ikan lele mudah dilakukan, termasuk bagi calon pelaku
usaha pembesaran ikan lele yang masih pemula. Teknologi hasil penelitian
tersebut sudah tersedia, mudah diakses dan dapat diaplikasikan tanpa harus kursus
atau pelatihan.
d. Dapat dilakukan di lahan dan air yang terbatas.
Ikan lele dapat dipelihara di lahan yang terbatas seperti di samping dan di
belakang rumah atau di kebun-kebun pekarangan rumah. Usaha ini bisa didirikan
di mana saja, baik di pedesaan maupun perkotaan. Media air yang digunakan
tidak sebanyak kebutuhan air untuk membudidayakan ikan-ikan jenis lain.
Ikan lele dapat hidup dengan air terbatas dari berbagai sumber air, seperti air
irigasi, air pompa, sumur timba, air hujan atau air dari Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya terdapat dua cara untuk melakukan
usaha pembesaran ikan lele yaitu semiintensif di kolam tanah dan dengan cara
intensif di kolam terpal, salah satu pilihan yang banyak digemari dan dilakukan
16
oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele saat ini adalah dengan cara intensif, yaitu
dengan melakukan pemeliharaan ikan lele di kolam terpal sebagai wadah untuk
pembesaran ikan lele.
A. Pembesaran Secara Intensif di Kolam Terpal
Menurut Amri dan Khairuman (2013), Kolam terpal adalah salah satu
alternatif wadah untuk melakukan pembesaran ikan lele. Ada beberapa
keuntungan yang didapat bila membesarkan ikan lele di kolam terpal. Berikut ini
adalah keuntungan keuntungan bagi pelaku usaha pembesaran ikan lele dengan
menggunakan kolam terpal :
1) Panen lebih mudah
Ikan lele yang dipelahara di kolam terpal jauh lebih mudah untuk dipanen
bila dibandingnkan dengan ikan lele yang dipelihara di kolam tanah. Dalam
beberapa menit saja air media dapat dibuang menggunakan selang atau pompa air
sehingga ikan lele terkumpul di dasar kolam. Kemudian ikan lele ditangkap
menggunakan alat tangkap dan langsung diangkut untuk dijual ke pasar atau
pengumpul.
2) Hemat air
Selama ini orang-orang selalu beranggapan bahwa membudidayakan ikan
lele membutuhkan banyak air, lokasinya harus dekat dengan sungai atau saluran
irigasi dan airnya harus senantiasa mengalir. Ternyata, pembesaran ikan lele yang
dilakukan oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele di berbagai daerah
membuktikan bahwa memelihara ikan lele di kolam terpal tidak memerlukan air
dalam jumlah banyak. Air yang digunakan untuk pembesaran ikan lele di kolam
terpal dapat bersumber dari sumur pompa atau sumur bor, atau berasal dari
17
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penggunaan air sangat terbatas dan
hanya digunakan sesuai kebutuhan. Bahkan, air bekas pemeliharaan pun dapat
digunakan kembali dengan cara diendapkan terlebih dahulu lalu dipompa kembali.
3) Terhindar dari hama
Kegiatan pembesaran ikan lele yang dilakukan di kolam terpal jauh lebih
aman dan lebih terkontrol dibandingkan di kolam tanah. Ikan lele dapat terhindar
dari serangan hama seperti ular, biawak dan hama lainnya. Hal ini karena kolam
terpal pada umumnya di tempatkan di kebun kebun atau di pekarangan rumah
yang bersih dari rumput-rumputan yang biasanya jadi termpat bersarangnya
berbagai jenis hama
4) Lebih Terkontrol.
Sampai saat ini belum pernah terdengar bahwa ikan lele yang dipelihara di
kolam terpal terserang penyakit secara masal. Pada kenyataannya, ikan lele yang
dipelihara di kolam terpal lebih sehat dan relatif bebas penyakit. Pada kolam
terpal, ikan lele yang dipelihara akan lebih terkontrol sehingga dapat terhindar
dari penyakit ikan, sebab antara satu kolam yang satu dengan satu kolam yang
lainnya tidak saling berhubungan, jika ikan lele ada yang terserang penyakit
dalam satu kolam, maka lebih mudah diisolasi atau diobati dan tidak akan
menyebar ke kolam terpal yang lain.
5) Berbagai skala usaha
Pembesaran ikan lele di kolam terpal cocok untuk berbagai skala usaha
(usaha kecil, menegah atau besar) tergantung dari ketersediaannya dana. Besar
kecilnya usaha ditentukan oleh target produksi, modal usaha yang dimiliki dan
luas lahan yang dimiliki. Untuk skala usaha kecil, kolam terpal yang perlu
18
dimiliki hanya beberapa . untuk skala usaha sedang dan besar dapat mencapai
lebih dari 30 kolam terpal.
Berikut ini dijelaskan urutan pemeliharaan ikan lele jika dibesarkan pada kolam
terpal :
a. Persiapan kolam
Sama seperti pemeliharaan di kolam tanah, yang pertama kali dilakukan
sebelum memelihara ikan lele di kolam terpal adalah mempersiapkan
kolam. Kolam dikeringkan selama 2-3 hari untuk membunuh bibit-bibit
penyakit. Kemudian, kolam diisi air setinggi 75-100 cm dengan air irigasi,
air pompa atau sumber air lainnya. Tambahkan probiotik sesuai petunjuk
dan dosis yang ada di label probiotik dan biarkan selama 4-5 hari.
b. Penebaran benih
Penebaran benih dilakukan setelah persiapan kolam selesai yaitu pada hari
ke lima atau keenam. Benih ikan lele yang ditebarkan sebaiknya berukuran
7-9 cm. benih yang ditebar harus sehat, tidak cacat berukuran sama besar
dan sama panjang. Penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari saat
suhu rendah untuk menghindari ikan lele mengalami stress.
c. Pemeliharaan
Selama pemeliharaan, ikan lele harus diberi makanan tambahan berupa
pelet sebanyak 3-5% per hari dari berat ikan lele. Pakan diberikan 3-5 kali
sehari yaitu pagi, sore dan malam hari selama ikan lele masih mau makan.
Selain pemberian pakan, setiap 10 hari sekali kolam terpal juga perlu
diberikan probiotik. Dosis dan cara penggunaannya terdapat pada label
probiotik. Penambahan atau pergantian air dilakukan sewaktu-waktu
19
tergantung kebutuhan, bila ketinggian air berkurang maka perlu
ditambahkan air baru sampai ketinggiannya sama seperti awal penebaran
benih.
d. Pemanenan
Pemanenan dilakukan setelah ikan lele berukuran 100-125 gram/ekor atau
8-10 ekor/kg atau usia 2-3 Bulan. Panen dilakukan pada pagi atau sore hari
dengan cara mengeringkan air kolam agar ikan lele terkumpul di bagian
yang paling dalam . kemudian tangkap menggunakan alat tangkap seperti
sair atau seser. Sebelum diangkut dan dijual ke pasar, sebaiknya ikan lele
dipuasakan selama beberapa jam untuk membuang kotoran-kotorannya.
Usahakan ikan-ikan yang dipasarkan berukuran sama dengan cara disortir
terlebih dahulu, agar dapat diterima oleh pasaran.
2.4 Biaya
Pengertian biaya dalam usahatani adalah sejumlah uang yang dibayarkan
untuk pembelian barang dan jasa bagi kegiatan usahatani. Biaya usahatani
merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh petani dalan mengelola usahanya
dalam mendapatkan hasil yang maksimal Soekartawi (dalam Mia, 2014).
Selanjutnya Menurut Hermanto (dalam Fahmi, 2011) biaya dalam usahatani dapat
dibedakan berdasarkan atas jumlah output yang dihasilkan terdiri dari :
1) Biaya tetap, adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung kepada
besar kecilnya produksi, seperti : penyusutan alat-alat bangunan pertanian,
pajak tanah dan sewa lahan.
20
2) Biaya Variabel, adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah
produksi, seperti : pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, pakan ternak,
pupuk, obat-obatan dan multivitamin.
Selanjutnya menurut Supari (2001), berbagai kehidupan bisnis maupun
kehidupan pribadi sehari-hari, biaya-biaya merupakan bagian yang tak terpisahkan
dalam upaya mempertahankan kualitas hidup. Biaya-biaya itu ada yang sifatnya
tetap, ada yang berubah-ubah tergantung pada prestasi yang diciptakan.
Kelompok yang pertama disebut biaya tetap dan yang kedua disebut biaya
variabel.
2.5 Penerimaan
Menurut Soekartawi (dalam Mia, 2014) penerimaan usahatani adalah
perkalian antara produksi dengan harga jual. Biaya usahatani adalah semua
pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani
adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani.
2.6 Pendapatan
Pendapatan adalah kenaikan ekuitas pemilik sebagai hasil dari penjualan
produk atau jasa kepada pelanggan (Warren, 2005). Sedangkan menurut
Soekartawi (2006), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan
semua biaya. Analisis pendapatan usahatani dapat dipakai sebagai ukuran untuk
melihat apakah suatu usahatani menguntungkan atau merugikan, sampai seberapa
besar keuntungan atau kerugian tersebut.
21
Menurut Niswonger (dalam Mia, 2014) pendapatan dari penjualan adalah
seluruh total tagihan kepada pelanggan atas barang yang dijual, baik secara tunai
maupun kredit. Pendapatan yaitu pertambahan harta diluar tambahan investasi
yang mengakibatkan modal bertambah. Pendapatan usaha merupakan pendapatan
yang diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan, sedangkan pendapatan diluar
usaha yaitu pendapatan yang diperoleh dari bukan usaha pokok perusahaan.
2.7 Analisis Kelayakan Usaha
Menurut Soekartawi, (2006) untuk mengalisis kelayakan usaha diperlukan
dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka
waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian dari jumlah
produksi total dan harga satuan. Penerimaan adalah total nilai produk yang
dijalankan yang merupakan hasil perkalian antara jumlah fisik intput dengan
harga atau nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani tersebut.
Penerimaan usaha yaitu penerimaan dari semua sumber usaha. Sedangkan biaya
atau pengeluaran yang dimaksud adalah nilai penggunaan sarana produksi dan
lain lain yang dikeluarkan dalam proses produksi. Menurut Soeharjo dan Patong
(dalam Fahmi, 2011) analisis kelayakan dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat pendapatan yang sesungguhnya diperoleh oleh pengusaha dan
untuk membantu perbaikan pengelolaan usaha.
Permintaan ikan lele yang semakin meningkat setiap periodenya membuat
orang berlomba-lomba membesarkan ikan lele, namun sebelum memulainya para
pelaku bisnis pembesaran ikan lele harus mempersiapkan segala sesuatunya
dengan matang. Bagi seorang pengusaha analisis kelayakan membantu untuk
22
mengukur apakah usaha pada saat itu berhasil atau tidak. untuk menganalisis
kelayakan pada umumnya disertai dengan analisis seperti analisis R/C Ratio
(penerimaan atas biaya), B/C Ratio (analisis rasio keuntungan atas biaya), Break
Even Point (analisis titik impas) dan Payback Period (PP)
2.7.1 Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)
Menurut Rahim dan Hastuti (2007), analisis rasio penerimaan atas biaya
(R/C rasio) merupakan perbandingan (rasio dan nisbah) antara penerimaan
(revenue) dan biaya (cost).
Sedangkan menurut Soeharjo dan Patong (dalam Mia, 2014) rasio
penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan
diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani.
Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas
biaya tersebut dapat diketahui apakah usahatani menguntungkan atau tidak.
2.7.2 Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio)
Menurut Soeharto (dalam Fahmi 2011) B/C Rasio merupakan metode
yang dilakukan untuk melihat berapa manfaat yang diterima oleh proyek untuk
satu satuan mata uang (dalam hal ini rupiah) yang dikeluarkan. B/C Rasio adalah
suatu rasio yang membandingkan antara benefit atau pendapatan dari suatu usaha
dengan biaya yang dikeluarkan.
Analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio) adalah perbandingan
antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan.
23
Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila analisis rasio
keuntungan atas biaya (B/C rasio) lebih besar dari nol. Semakin besar nilai rasio
keuntungan atas biaya (B/C rasio), maka semakin besar pula manfaat yang akan
diperoleh dari usaha tersebut (Rahardi dan Hartono, 2003).
Menurut Rahim dan Hastuti (2007), analisis rasio keuntungan atas biaya
(B/C rasio) merupakan perbandingan (rasio atau nisbah) antara manfaat (benefit)
dan biaya (cost). Analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio) pada prinsipnya
sama saja dengan analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio), hanya saja
pada analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C ratio) yang dipentingkan adalah
besarnya manfaat.
2.7.3 Analisis Break Event Point (BEP)
Analisa Break Even Point (BEP) atau titik impas atau sering juga disebut
titik pulang pokok adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya,
keuntungan, dan volume penjualan atau produksi. Hubungan tersebut juga dikenal
dengan analisa C.B.V. (Cost-Profit-Volume) untuk mengetahui tingkat kegiatan
minimal yang harus dicapai, dimana pada tingkat tersebut perusahaan tidak
mengalami keuntungan maupun kerugian (Harmaizar dan Rosidayanti, 2003).
Menurut Kuswadi (dalam Mia, 2014) break even tidak lain adalah kembali
pokok, pulang pokok, impas, yang maksudnya adalah tidak untung dan tidak rugi.
Titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) atau titik impas adalah suatu
titik atau kondisi saat tingkat volume penjualan (produksi) tertentu dengan harga
penjualan tertentu, perusahaan tidak mengalami laba atau rugi. Dengan kata lain,
24
kembali pokok artinya seluruh penghasilan sama besar dengan seluruh biaya yang
telah dikeluarkan.
2.7.4 Analisis Payback Period (PP)
Payback periode adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2009).
Payback period merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode)
pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Perhitungan ini dapat dilihat dari
perhitungan kas bersih yang diperoleh setiap tahun. Nilai kas bersih merupakan
penjumlahan laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan (dengan catatan
investasi menggunakan 100% modal sendiri) (Kasmir dan Jakfar,2009).
Ada 2 macam model perhitungan yang akan digunakan dalam menghitung
masa pengembalian investasi, pertama perhitungan apabila kas bersih setiap tahun
sama, maka menggunakan rumus perbandingan investasi dengan kas bersih yang
dikalikan 12 bulan didapatlah nilai payback period dalam jangka beberapa bulan.
Cara kedua adalah apabila kas bersih setiap tahun berbeda, maka Payback Period
dihitung dengan cara pengurangan nilai investasi dengan kas bersih pertahun
sampai di temukan nilai Payback Period-nya.
Untuk menilai apakah usaha layak diterima atau tidak dari segi Payback
Period, maka hasil perhitungan tersebut haruslah sebagai berikut :
1. Payback period sekarang lebih kecil dari nilai investasi
2. Dengan membandingkan rata-rata industri usaha sejenis
3. Sesuai dengan target perusahaan
25
Perhitungan kelayakan dari segi payback period memiliki kelemahan.
Perhitungan yang dilakukan mengabaikan time value of money dan tidak
mempertimbangkan arus kas yang terjadi setelah pengembalian (Kasmir dan
Jakfar, 2009).
2.8 Analisis Sensitivitas dan Switching Value
Menurut Umar (2009), pada saat kita menganalisis arus kas dimasa daang,
kita berhadapan dengan ketidak pastian. Akibatnya, hasil perhitungan di atas
kertas itu dapat menyimpang jauh dari kenyataannya. Ketidakpastian itu dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan suatu proyek bisnis dalam beroperasi
untuk menghasilkan laba bagi perusahaan.untuk dapat melakukan analisis
sensitivitas kita dapat merujuk pada bagian pemasaran dan bagian produksi.
Mereka disuruh untuk memberikan taksiran yang optimistik dan pesimistik.
Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), terkadang dalam praktiknya sekalipun
telah dilakukan studi secara baik dan benar faktor kegagalan suatu usaha tetap
ada, apalagi yang dilalui tanpa studi sebelumnya. Hal ini disebabkan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan banyak sekali hambatan yang akan dihadapi dan
resiko yang mungkin timbul setelah usaha berjalan. Oleh sebab itu, untuk
menghindari kegagalan ini perlu dilakukan studi sebelum proyek itu dijalankan,
salah satu tujuan dilakukan analisis sensitivitas adalah untuk mencari jalan keluar
agar dapat meminimalkan hambatan dan resiko yang mungkin timbul di masa
yang akan datang.
Ketidakpastian di masa yang akan mendatang dapat terjadi di berbagai
bidang kehidupan, mulai ketidakpastian di bidang ekonomi, hukum, politik,
26
budaya, perilaku, dan perubahan lingkungan masyarakat. Semua ketidakpastian
ini akan mengakibatkan apa yang sudah direncanakan menjadi meleset dan tidak
tercapai sehingga resiko kerugian tidak akan terelakan. Sebagai contoh
ketidakpastian di bidang ekonomi akan menyebabkan harga yang tidak stabil,
bahkan kecenderungan kenaikan biaya produksi akan sangat mungkin meningkat.
Akibatnya harga jual produk juga meningkat sehingga menyulitkan perusahaan
untuk menjualnya ke pasar. Sementara itu justru daya beli masyarakat menurun,
sehingga sudah dapat dipastikan produk tersebut tidak laku di pasaran.
Kemudian tidak stabilnya tingkat suku bunga perbankan juga akan
berdampak pada sektor riil, terutama dalam hal penyediaan dana. Pihak
perbankan enggan untuk menyalurkan dana dengan berbagai sebab, sehingga
mengakibatkan langkanya dana untuk mebiayai sektor riil. Langkanya kegiatan di
sektor riil menyebabkan penyediaan barang dan jasa menjadi berkurang,
akibatnya barang tersedia juga menjadi langka. Pengaruh lain dari sektor moneter
terhadap sektor riil akan dapat menurunkan pendapatan masyarakat yang pada
akhirnya akan dapat menurunkan daya beli masyarakat secara umum.
Analisis sensitivitas harus dilakukan untuk mengindentifikasi masalah di
masa yang akan datang, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan melesetnya
hasil yang ingin dicapai dalam suatu investasi, dimana analisis sensitivitas akan
memperhitungkan hal-hal yang akan menghambat atau peluang dari investasi
yang akan dijalankan, dan dapat dijadikan pedoman atau arahan kepada usaha
yang akan dijalankan. Selain itu menurut Gittinger (2008), suatu variasi pada
analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Switching value ini
27
merupakan kegiatan analisis yang mencoba melihat seberapa besar perubahan
maksimum yang dapat mempengaruhi kelayakan suatu usaha.
2.9 Penelitian Terdahulu
Lestari (2011) melakukan penelitian kelayakan usaha pembenihan pada
komoditi ikan lele Sangkuriang di usaha Bapak Endang, Desa Gadog Kecamatan
Megamendung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Dari hasil analisis finansial
didapatkan bahwa usaha Bapak Ending menghasilkan nilai NPV sebesar
Rp 364.446.022,00, IRR sebesar 32,25 persen, Net B/C sebesar 2,20 dan payback
period selama 3,97 tahun. Kemudian dilakukan analisis pengembangan dengan
menggunakan lahan sewa dan modal sendiri menghasilkan nilai NPV sebesar
Rp 861.543.234,00, IRR sebesar 78,78 persen, Net B/C sebesar 4,20 dan payback
period selama 1,89 tahun.
Andika (2012) Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Dan Pembesaran
Ikan Lele Sangkuriang (Studi Kasus Perusahaan Parakbada Kelurahan Katulampa
Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) Hasil dari penelitian ini adalah 1). Dari aspek
finansial, usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang yang
dilakukan oleh Perusahaan Parakbada layak untuk dijalankan. 2). Berdasarkan
hasil perhitungan analisis kelayakan finansial usaha, usaha pembenihan ikan lele
merupakan usaha yang paling layak untuk dijalankan. 4). Dilihat dari hasil
perhitungan analisis switching value dengan parameter perubahan penurunan
harga jual output, penurunan produksi dan kenaikan total biaya pakan, usaha
pembesaran ikan lele merupakan usaha yang paling sensitif terhadap perubahan
parameter tersebut.
28
Wiwit Rahayu (2011) yang berjudul Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran
Ikan Nila Merah, dari penelitian yang telah dilakukannya terdapat kesimpulan
bahwa , Rata-rata biaya total usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras
di Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten selama satu kali proses pembesaran
ikan (Juni-Oktober 2009) dengan luas kolam rata-rata 257 m2 sebesar
Rp 49.059.430,00 rata-rata penerimaan sebesar Rp 51.461.465,83 sehingga rata-
rata pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 2.402.035,83. Nilai R/C rasio 1,05.
Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan selama proses
pembesaran ikan nila merah di kolam air deras memberikan penerimaan sebesar
1,05 kali dari biaya yang telah dikeluarkan.
Dwi Rosalina (2013) Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Lele di
Kolam Terpal di Desa Namang Kabupaten Bangka Tengah. Hasil dari penelitian
ini adalah investasi sebesar Rp. 8.680.000 (belum termasuk biaya operasional
yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel) maka nilai rasio penerimaan
dengan biaya atau (R/C) dalam usaha budidaya lele diperoleh sebesar 1,78.
Waktu pengembalian investasi atau Payback Period (PP) selama 0,53 tahun, BEP
produksi ikan lele pada tahun pertama 844 kg, Penjualan ikan lele pada tahun
kedua sampai dengan tahun kelima akan mencapai BEP sebesar 1.012 kg/tahun.
Nilai NPV sebesar Rp 33,482,143,00 dan nilai IRR sebesar 62 %. Kesimpulan
dalam penelitian ini adalah potensi pembenihan ikan lele dumbo di Bangka
Belitung ini dipandang baik untuk dikembangkan terlebih provinsi Bangka
Belitung memiliki sumber daya alam yang melimpah yang siap mendukung
terlaksananya kegiatan usaha ini.
29
Indah Sulistyo Rahayu (2003) Analisis Kelayakan Usahatani Ikan Sistim
Karamba di Kabupaten Sukoharjo. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini Pada
usahatani ikan nila sistim karamba, dalam satu kali masa produksi (5 bulan) rata-
rata biaya mengusahakan sebesar Rp806.977 per karamba/mp. Rata-rata
penerimaan sebesar Rp1.101.000 per karamba/mp. Rata-rata pendapatan sebesar
Rp294.022 per karamba /mp. Sehingga rata-rata pendapatan per bulan sebesar
Rp58.804. Pada usahatani ikan patin sistim karamba, dalam satu kali masa
produksi (8 bulan) rata-rata biaya mengusahakan sebesar Rp 1.056.936 per
karamba/mp. Rata-rata penerimaan sebesar Rp 1.725.000 per karamba/mp. Rata-
rata pendapatan sebesar Rp 534.400,71 per karamba/mp. Sehingga rata-rata
pendapatan per bulan Rp83.500. Pendapatan pada usahatani ikan patin sistim
karamba (Rp83.500,11 per karamba/bulan) lebih besar daripada pendapatan
usahatani ikan nila sistim karamba (Rp58.804 per karamba/bulan). Nilai R/C rasio
usahatani ikan nila sistim karamba sebesar 1,4. Nilai R/C rasio usahatani ikan
patin sistim karamba sebesar 1,6 sehingga usahatani ikan patin sistim karamba
lebih efisien dibandingkan usahatani ikan nila.
2.10 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui biaya dan pendapatan usaha
pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm. Selain itu dalam penelitian ini
mengalanisis kelayakan usaha untuk meyakinkan bahwa usaha tersebut dapat
dikatakan layak untuk dijalankan. sehingga dapat dilihat usaha ikan lele di Bojong
Farm ini layak untuk dilaksanakan atau tidak, Kemudian dalam penelitian ini
menganalisis sensitivitas yang terjadi jika ada perubahan-perubahan biaya
30
variable yang terjadi dalam menjalankan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang
(clarias gariepinus) di Bojong Farm. Analisis kelayakan usaha pembesaran ikan
lele ini menggunakan R/C rasio, B/C rasio, dan Break Even Point (BEP) dan
Payback Period. Selanjutnya analisis sensitivitas kenaikan biaya variabel dalam
usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm. Berdasarkan uraian
diatas maka gambaran kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm
Evaluasi Usaha
Layak Tidak Layak
1. Biaya Tetap
2. Biaya Variable Jumlah Produksi
Total Penerimaan
1. Total Biaya dan Total Pendapatan
2. Analisis Kelayakan Usaha
(R/C Rasio,B/C Rasio,BEP,PP)
3. Analisis Sensitivitas dan Switching Value
Bojong Farm
Usaha Pembesaran Ikan Lele
Sangkuriang (Clarias gariepinus)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan pada bulan
Januari 2015 dan penelitian pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang
dilakukan di Bojong Farm, Desa Kedung Waringin, Kecamatan Bojong Gede,
Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa usaha pembesaran ikan lele pada perusahaan Bojong Farm
menggunakan cara intensif di kolam terpal dan baru berdiri 1 Tahun.
3.2 Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden
yakni pemilik, pengelola dan pekerja Bojong Farm serta dengan pengamatan
langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka hasil
riset terdahulu dan berbagai literatur seperti buku, internet yang berkaitan, dan
instansi-instansi yag terkait seperti Kelurahan Kedung Waringin Kecamatan
Bojong Gede. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bogor, Balai Riset
Penelitian Budidaya Ikan Air Tawar, artikel, hasil riset, dan bahan pustaka yang
lain.
32
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di Bojong Farm Desa Kedung Waringin
Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor dan instansi pemerintah yakni Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Teknik pengumpulan data (data
kualitatif dan kuantitatif) dengan metode wawancara dengan pemilik dan
pengelola Bojong Farm. Wawancara yakni pengumpulan data dengan langsung
mengadakan tanya jawab kepada objek yang diteliti dalam penelitian ini ialah
pemilik dan pengelola di Bojong Farm.
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan
analisis kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif akan dianalisis secara deskriptif,
sedangkan analisis data kuantitatif dilakukan untuk mengetahui biaya usaha dan
penerimaan sehingga dapat diketahui tingkat pendapatan dari usaha pembesaran
ikan lele di Bojong Farm dalam satu periode. Selain itu menganalisis kelayakan
usaha untuk melihat sejauh mana suatu kegiatan usaha dapat dikatakan memiliki
manfaat dan layak untuk dikembangkan dilihat dari analisis rasio penerimaan atas
biaya (R/C rasio), analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio), break even
point (BEP), dan payback period (PP), selanjutnya untuk mengindentifikasi
masalah di masa yang akan datang dan meminimalisir kegagalan dari hasil yang
ingin dicapai dalam suatu investasi dan mencoba melihat seberapa besar
perubahan maksimum yang dapat mempengaruhi kelayakan suatu usaha
dilakuakan sebuah Analisis Sensitivitas dan Switching Value. Pengolahan data
33
kuantitatif ini menggunakan alat bantu berupa kalkulator dan software komputer
melalui program Microsoft Excel 2010.
3.4.1 Biaya Usaha
Menurut Rahim dan Hastuti, (2007) menjelaskan bahwa total biaya atau
total cost (TC) adalah jumlah dari biaya tetap atau fixed cost (FC) dan biaya tidak
tetap atau variable cost (VC). Pernyataan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut
TC = FC + VC
Dimana:
TC : total biaya (total cost)
FC : biaya tetap (fixed cost)
VC : biaya tidak tetap (variable cost)
3.4.2 Penerimaan
Penerimaan usaha adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jual (Rahim dan Hastuti, 2007). Hal tersebut dapat dinyatakan dalam rumus
sebagai berikut:
TR = P x Q
Dimana:
TR : total penerimaan (total revenue)
Q : produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
P : harga
34
3.4.3 Pendapatan
Menurut Soekartawi, (2006) pendapatan usaha adalah selisih antara
penerimaan dan seluruh biaya. Hal tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai
berikut:
π= TR – TC
Dimana:
π : pendapatan usahatani
TR : total penerimaan (total revenue)
TC : total biaya (total cost)
Menurut Soekartawi, (2006) dalam banyak hal jumlah TC atau total biaya ini
selalu lebih besar bila analisis ekonomi yang dipakai dan selalu lebih kecil bila
analisis finansial yang dipakai.
3.4.4 Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)
Menurut Rahim dan Hastuti, (2007) analisis rasio penerimaan atas biaya
(R/C rasio) merupakan perbandingan (rasio atau nisbah) antara penerimaan
(revenue) dan biaya (cost). Analisis ini digunakan untuk melihat perbandingan
total penerimaan dengan total biaya usaha, dengan kriteria hasil :
1. R/C > 1 berarti usaha layak untuk dijalankan.
2. R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik impas.
3. R/C ratio < 1 usaha tidak menguntungkan dan tidak layak.
Secara sistematis R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut :
35
Analisis ini digunakan untuk melihat keuntungan dan kelayakan dari
usaha. Usaha tersebut dikatakan menguntungkan jika nilai R/C rasio lebih besar
dari satu (R/C > 1). Hal ini menunjukan bahwa setiap nilai rupiah yang
dikeluarkan dalam produksi akan memberikan manfaat sejumlah nilai penerimaan
yang diperoleh.
3.4.5 Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio)
Menurut Rahardi dan Hartono, (2003) analisis keuntungan dan biaya (B/C
rasio) adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total
biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat
apabila nilai B/C rasio lebih besar dari nol. Semakin besar nilai B/C rasio maka
semakin besar nilai manfaat yang akan diperoleh dari usaha tersebut. Secara
sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
3.4.6 Break Even Point (BEP)
Analisis Break Even Point (BEP) atau titik impas atau sering juga disebut
titik pulang pokok adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya,
keuntungan, dan volume penjualan atau produksi. Hubungan tersebut juga dikenal
dengan analisis C.B.V. (Cost-Profit-Volume) untuk mengetahui tingkat kegiatan
minimal yang harus dicapai, dimana pada tingkat tersebut perusahaan tidak
mengalami keuntungan maupun kerugian (Harmaizar dan Rosidayanti, 2003).
Ada dua jenis perhitungan BEP, yaitu BEP volume dan BEP harga produksi.
Dirumuskan sebagai berikut :
36
3.4.7 Payback Period (PP)
Menurut Lukman, (2004) payback period (PP) adalah perhitungan atau
penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutup kembali nilai investasi
suatu proyek dengan menggunakan aliran kas yang dihasilkan oleh proyek
tersebut. Perhitungan payback period untuk suatu proyek yang mempunyai pola
aliran kas yang sama dari tahun ke tahun dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
PP =
Dimana:
I : investasi
π : pendapatan (benefit)
3.5 Analisis Sensitivitas dan Switching Value
Analisis ini digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang
berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan dari analisis ini
adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu
kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan
biaya atau manfaat. Analisis ini perlu dilakukan karena dalam analisis kelayakan
suatu usaha ataupun bisnis perhitungan umumnya didasarkan pada proyeksi-
37
proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu
yang akan datang (Kadariah, Lien K, Clive G, 1999).
Menurut Gittinger, (2008) nilai pengganti atau switching value merupakan
suatu variasi pada analisis sensitivitas. Analisis switching value ini merupakan
perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan suatu
komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau perubahan
komponen outflow (peningkatan harga input atau peningkatan biaya produksi)
yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak.
Analisis sensitivitas harus dilakukan untuk mengindentifikasi masalah di
masa yang akan datang, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan melesetnya
hasil yang ingin dicapai dalam suatu investasi, dimana analisis sensitivitas akan
memperhitungkan hal-hal yang akan menghambat atau peluang dari investasi
yang akan dijalankan, dan dapat dijadikan pedoman atau arahan kepada usaha
yang akan dijalankan.
Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
parameter perubahan harga seluruh biaya variabel sebesar 7%.
Penentuan kenaikan harga biaya variabel sebesar 7% diperoleh dari inflasi rata
rata nasional dalam 3 bulan yaitu pada bulan November 2014 sampai Januari 2015
sebesar 7,1% yang dibulatkan menjadi 7% dapat dilihat pada (lampiran 7).
Menurut Sofyan, (2003) Inflasi merupakan salah satu fenomena ekonomi yang
umum berfluktuasi sesuai dengan perkembangan ekonomi dan perkembangan
situasi politik di suatu negara, yang pengaruhnya dapat berdampak negatif bagi
kemajuan usaha pada saat ini dan di masa yang akan datang. Hasil studi kelayakan
usaha itu biasanya akan dilaksanakan justru pada saat yang akan datang walaupun
38
secara tidak langsung dapat tercermin dari perkembangan tingkat suku bunga
pinjaman, tetapi memperhatikan langsung pengaruh inflasi dalam studi kelayakan
usaha adalah cukup penting.
Analisis nilai pengganti (switching value) digunakan untuk mengetahui
seberapa besar perubahan maksimal pada biaya variabel dalam usaha pembesaran
ikan lele di Bojong Farm yang dapat ditolerir dengan cara simulasi menaikan
harga biaya variabel hingga menemukan batas maksimum kenaikan biaya variabel
dimana usaha tersebut masih layak untuk dilaksanakan, dalam menjalankan usaha
pembesaran ikan lele sangkuriang hal yang paling signifikan adalah kenaikan
biaya biaya variabel seperti biaya pakan, biaya bibit dan biaya obat-obatan serta
multivitamin, maka dalam keadaan biaya variabel seperti biaya pakan dan obat-
obatan serta multivitamin yang terus meningkat dan ketersidaan bibit yang sulit,
sehingga para pelaku usaha pembesaran ikan lele sangkuriang harus membeli
lebih tinggi dari biasanya. Oleh karena itu seluruh biaya variabel memegang peran
yang besar dalam biaya usaha pembesaran ikan lele sangkuriang, dengan
demikian, yang dianalisis merupakan hal yang signifikan terhadap usaha
pembesaran ikan lele sangkuriang yaitu kenaikan biaya variabel.
3.6 Definisi Operasional
Menurut Bungin, (2006) definisi operasional adalah definisi yang didasarkan
atas sifat-sifat hal definitive yang dapat diukur dan diamati, sebagai titik tolak
persamaan persepsi dalam penelitian.
39
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Usaha yang dilakukan adalah usaha pembesaran ikan lele sangkuriang
(Clarias gariepinus).
2. Harga-harga yang digunakan adalah harga yang berlaku selama bulan Januari
2015 dan konstan selama penelitian.
3. Biaya usaha dalam penelitian ini yaitu penjumlahan dari dua jenis yaitu biaya
tetap dan biaya variabel dalam satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan
lele sangkuriang.
4. Biaya tetap dalam penelitian ini yaitu biaya yang dikeluarkan selama proses
produksi dalam satu periode (3 Bulan) yang besarnya tidak dipengaruhi oleh
banyak produksi yang dihasilkan.
5. Biaya variabel dalam penelitian ini yaitu biaya yang dikeluarkan dalam satu
periode (3 Bulan) yang besarnya dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang
dihasilkan.
6. Biaya total dalam penelitian ini yaitu penjumlahan total biaya tetap dan biaya
variabel dalam satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele.
7. Total Penerimaan dalam penelitian ini yaitu hasil produksi dikali dengan
harga jual dalam satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele
sangkuriang.
8. Pendapatan dalam penelitian ini yaitu total penerimaan dikurangi biaya total
dalam satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele sangkuriang.
9. R/C Rasio dalam penelitian ini yaitu perbandingan antara total peneriman
dengan biaya produksi selama satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan
lele sangkuriang.
40
10. B/C Rasio dalam penelitian ini yaitu perbandingan antara total pendapatan
dengan biaya produksi selama satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan
lele sangkuriang.
11. Break Even Ponit (BEP) dalam penelitian ini yaitu titik pertemuan antara
biaya dan penerimaan dimana usaha tidak mengalami rugi atau untung dalam
satu peroide (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele sangkuriang.
12. Inflasi yang digunakan adalah rata rata inflasi dalam 3 bulan yaitu inflasi
nasional periode November 2014 sampai Januari 2015 dengan nilai rata rata
7,1% untuk menentukan kenaikan seluruh biaya variabel yang kemudian
dibulatkan menjadi 7%.
13. Analisis sensitivitas dalam penelitian ini menggunakan metode switching
value, dengan adanya perubahan pada kenaikan seluruh biaya variabel
sebesar 7% .
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Desa Kedung Waringin
Gambaran umum Desa Kedung Waringin meliputi keadaan letak dan
kondisi geografis, Kependudukan dan keadaan sosial ekonomi, lahan dan Jenis
Penggunaannya, keadaan sarana pendidikan, kesehatan, transportasi dan
komunikasi Desa Kedung Waringin.
4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian
Kelurahan Kedung Waringin terletak di Kecamatan Bojong Gede , Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. Kelurahan Kedung Waringin memiliki luas wilayah sebesar
180 Ha. Batas wilayah Kelurahan Kedung Waringin sebagai berikut :
a. sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Bojong Gede
b. sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Waringin Jaya
c. sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Cimanggis
d. sebelah timur berbatasan dengan Kali Ciliwung dan Cibinong
Jarak antara Kelurahan Kedung Waringin dan Bojong Farm cukup strategis,
karena jarak Kelurahan Kedung Waringin dan Bojong Farm Dekat dengan Pasar
Bojong Gede dan Dekat dengan Stasiun Bojong Gede hanya berjarak 2 KM. Suhu
rata-rata Desa Kedung Waringin 26°C (Kelurahan Kedung Waringin, 2015).
42
4.1.2. Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi
Jumlah penduduk Kelurahan Kedung Waringin sebanyak 24.989 orang.
Kedung Waringin terdiri dari 15 RW dan 87 RW. Mayoritas penduduk Kelurahan
kedung waringin beragama Islam. Mata Pencaharian Dominan Penduduk Kedung
Waringin terdiri dari :
a. Wiraswasta
b. Supir Angkot
c. Kuli Bangunan
d. Ojek
e. Pegawai dan Karyawan
f. Petani dan Peternak
g. Lain-lain seperti guru, security, tukang parkir, marketing tanah dan rumah
Mayoritas Mata Pencaharian penduduk Kedung Waringin adalah Kuli Bangunan
dan Wiraswasta.
4.1.3. Lahan dan Jenis Penggunaannya
Kelurahan Kedung Waringin memiliki luas total sebesar 180 Ha.
Tanah tersebut dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti perumahan,
pemukiman warga, pertanian palawija, budidaya ayam dan ikan, jalan dan
lainnya. Tanah peruntukan yang ada di Kelurahan Kedung Waringin sebagian
besar digunakan untuk perumahan yakni 40 persen, pemukiman warga 30 persen,
berikut tabel presentase lahan menurut jenis penggunaannya , data dari kelurahan
kedung waringin 2015 :
43
Tabel 3. Peruntukan lahan Kelurahan Kedung Waringin Kecamatan Bojong Gede
Kabupaten Bogor pada Tahun 2015
Sumber : Data Kelurahan Kedung Waringin Kecamatan Bojong Gede Kabupaten
Bogor Setelah Diolah, 2015.
4.1.4 Keadaan Sarana dan Prasarana
Kelurahan Kedung Waringin memiliki sarana dan prasarana seperti tempat
peribadatan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan sarana olahraga.
Untuk sarana pendidikan, Kelurahan Kedung Waringin memiliki sarana
pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak (TK), PAUD, Sekolah Dasar (SD),
SMP, dan SMK. sedangkan sarana kesehatan, Kelurahan Kedung Warngin
memiliki puskesmas, poliklinik, Kemudian untuk sarana olahraga, Kelurahan
Kedung Waringin memiliki 1 buah Lapangan futsal dan basket yang disediakan
untuk sarana olahraga masyarakat desa Kedung waringin.
Sarana Transportasi Kelurahan Kedung waringin dilalui tiga angkutan
umum yang masing masing melewati lokasi lokasi srategis diantaranya yaitu
jurusan :
1. Bojong Gede Menuju Bogor Kota
2. Bojong Gede Menuju Parung
3. Bojong Gede Menuju Cibinong
No Tanah Peruntukan Luas (Ha) Presentase (%)
1 Perumahan 72 40
2 Pemukiman Warga 54 30
3 Pertanian Palawija 14,4 8
4 Peternakan 9 5
5 Jalan 12,6 7
6 Lain-Lain 18 10
TOTAL 180 100
44
Selain angkutan umum sarana transportasi menuju ibu kota Jakarta dengan
menggunakan moda transportasi kereta api yaitu Desa Kedung Waringin dekat
dengan Stasiun Bojong Gede yang jaraknya hanya 2 KM dari kelurahan Kedung
Waringin. Sarana lain yang menunjang adalah sarana komunikasi, sebagai sarana
penunjang penyampaian informasi kepada masyarakat. Hal ini sangat penting bagi
para pengusaha lele, karena mereka membutuhkan informasi dan hal ini sudah
bisa diperoleh secara langsung melalui media massa, seperti radio, televisi, surat
kabar, majalah, telepon, internet dan lain-lain. Hampir semua masyarakat
di Kelurahan Kedung Waringin sudah memiliki radio, televisi dan handphone.
(Kelurahan Kedung Waringin ,2015).
4.2 Gambaran Umum Bojong Farm
Bojong Farm merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembesaran
ikan lele sangkuriang secara intensif pada kolam terpal yang berlokasi di Desa
Kedung Waringin Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor. Perusahaan ini
didirikan pada 22 November 2013, perusahaan ini didirikan secara “founder”
yakni mendirikan perusahaan secara bersama-sama, yakni Bapak Sigeg Pitoyo,
Bapak Ari, Bapak Sartono. Founder tersebut dibagi menjadi dua bagian yakni
Investor Aktif dan Pelaksana kegiatan pembesaran ikan lele. Investor Aktif
merupakan investor yang tidak hanya berinvestasi di dalam Perusahaan bojong
farm, namun juga aktif dalam mengelola perusahaan seperti pengawasan terhadap
aktivitas pelaksana kegiatan pembesaran ikan lele. Investor aktif ini adalah Bapak
Sigeg Pitoyo, Bapak Sartono yang menjadi pelaksana yang merawat serta
45
memelihara setiap hari dan menetap di lahan pembesaran ikan lele di Bojong
Farm dan Bapak Ari yang membantu pelaksana pembesaran ikan lele.
4.2.1 Sejarah Bojong Farm.
Awal terbentuknya Bojong Farm ini dimulai dari sebuah mimpi Bapak
Sigeg untuk mengembangkan usaha budidaya perikanan terpadu dengan
sayur-sayuran dan buah-buahan. Saat ini mimpi yang sedang direalisasikan oleh
Bapak Sigeg adalah usaha pembesaran ikan lele, beliau memilih ikan lele karena
menurut beliau ikan lele merupakan ikan yang lebih mudah perawatan dan
pemeliharaannya dibandingkan ikan lain. dan tidak menutup kemungkinan dari
usaha pembesaran ikan lele saat ini yang sedang dijalankan akan merambah ke
budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan untuk melengkapi mimpi dari Bapak
Sigeg sebagai salah satu founder dari Bojong Farm. Namun dalam perjalanannya
banyak sekali cerita dan pengalaman yang di