ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE … · Data yang digunakan dalam penelitian ini...

100
ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE SANGKURIANG (CLARIAS GARIEPINUS) DI BOJONG FARM KABUPATEN BOGOR JAMALUDIN 109092000023 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/1436 H

Transcript of ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE … · Data yang digunakan dalam penelitian ini...

  • ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE

    SANGKURIANG (CLARIAS GARIEPINUS) DI BOJONG FARM

    KABUPATEN BOGOR

    JAMALUDIN

    109092000023

    PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2015 M/1436 H

  • i

    ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE

    SANGKURIANG (CLARIAS GARIEPINUS) DI BOJONG FARM

    KABUPATEN BOGOR

    JAMALUDIN

    109092000023

    Skripsi

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

    Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis

    Fakultas Sains dan Teknologi

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2015 M / 1436 H

  • iii

  • PERNYATAAN

    DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

    BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

    SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN

    TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

    Jakarta, Juni 2015

    Jamaludin

    109092000023

  • DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nama : Jamaludin

    Jenis Kelamin : Laki-Laki

    Tempat, Tanggal

    Lahir

    : Tangerang, 7 Januari 1992

    Kewarganegaraan : Indonesia

    Agama : Islam

    Alamat : Villa Mutiara Blok W No.8 Sawah Baru - Ciputat

    No. HP : 0896 359 359 92

    Email : [email protected]

    2006-2008 : Anggota WEB Design SMA Negeri 2 Ciputat

    2010-2011 : Staff Divisi Inforrmasi dan Komunikasi BEM Jurusan

    Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta

    1997-2003 : SD Negeri Sawah Baru 2

    2003-2006 : SMP Negeri 3 Ciputat

    2006-2009 : SMA Negeri 2 Ciputat

    2009-2015 : Strata I Jurusan Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta

    Data Diri

    Riwayat Pendidikan

    Pengalaman Organisasi

  • RINGKASAN

    Jamaludin. 109092000023. Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele

    Sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm Kabupaten Bogor. (Dibawah

    bimbingan Siti Rochaeni dan Armaeni Dwi Humaerah)

    Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang banyak

    dibudidayakan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan ikan lele mudah untuk

    dibudidayakan, tidak banyak memerlukan air untuk hidup, dan harga relatif

    murah. Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) juga

    menjadikan lele sebagai salah satu komoditas unggulan. Salah satu jenis ikan lele

    yang dibudidayakan petani adalah ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus).

    Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang ditetapkan pemerintah

    sebagai kawasan percontohan minapolitan ikan lele sejak tahun 2011.

    Usaha pembesaran ikan lele khususnya ikan lele sangkuriang yang ada di

    Kabupaten Bogor, salah satunya adalah Bojong Farm. Usaha pembesaran ikan lele

    sangkuriang di Bojong Farm tergolong baru. Dalam perkembangannya,

    permintaan ikan lele sangkuriang untuk para pedagang sayur dan warung tenda

    pecel lele terus meningkat, namun permasalahan yang dialami oleh Bojong Farm

    adalah belum bisa memenuhi permintaan dari konsumen tersebut dikarenakan

    produksi ikan lele di Bojong Farm belum bisa maksimal untuk memproduksi ikan

    lele sangkuriang siap konsumsi. Melihat peluang pangsa pasar terbuka luas karena

    banyaknya permintaan ikan lele sangkuriang di kawasan lokasi usaha pembesaran

    ikan lele sangkuriang di Bojong Farm dan sekitarnya, Bojong Farm ingin

    memperbesar bisnis usaha pembesaran ikan lele sangkuriang dan ingin terus

    meningkatkan produksi ikan lele agar dapat memenuhi permintaan ikan lele untuk

    para pedagang sayur maupun pedagang warung tenda pecel lele. Usaha

    pembesaran ikan lele membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membiayai

    investasi dalam jangka panjang. Risiko usaha pada kegiatan pembesaran ikan lele

    juga cukup besar. Untuk mengurangi risiko tersebut perlu perhitungan yang tepat

    agar dana yang diinvestasikan dapat memberikan keuntungan. Selain itu, biaya

    variabel yang cenderung meningkat menyebabkan adanya perubahan yang terjadi

    pada biaya produksi.

    Tujuan dari penelitian ini adalah: 1). Mengetahui biaya dan pendapatan

    usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm.

    2). Menganalisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias

    gariepinus) di Bojong Farm dengan menggunakan R/C Rasio, B/C Rasio, Break

    Event Point dan Payback Period. 3). Menganalisis kenaikan biaya variabel pada

    usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm

    yang dapat ditorelansi.

    Penelitian dilakukan di Bojong Farm Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi

    penelitian tersebut dilakukan secara sengaja (purposive). Data yang digunakan

    dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari

    wawancara, observasi langsung. Data sekunder berasal dari studi literatur seperti

    hasil penelitian, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan

    Kementerian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia. Data dan informasi

  • vi

    yang telah dikumpulkan dianalisis secara kuantitatif yang diolah dengan

    Microsoft Excel 2010. Analisis kuantitatif dilakukan dalam menilai kelayakan

    usaha. Penilaian kelayakan usaha dilakukan dengan melakukan perhitungan R/C

    Ratio, B/C Ratio, Break Event Point dan Payback Period. Selain itu, dilakukan

    juga analisis switching value untuk menilai sensitivitas kelayakan usaha terhadap

    perubahan kenaikan biaya variabel dalam usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

    (Clarias gariepinus) di Bojong Farm.

    Hasil penelitian ini yaitu: 1) Total Biaya usaha pembesaran ikan lele

    sangkuriang di Bojong Farm sebesar Rp23.530.537. Total biaya usaha

    pembesaran ikan lele sangkuring di Bojong Farm yang dihasilkan dari

    penjumlahan biaya tetap dan biaya varibel. Dan Total Pendapatan usaha

    pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm sebesar Rp6.469.427.

    Hasil tersebut dihasilkan dari total penerimaan dikurangi total biaya.

    2). Analisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm

    menghasilkan R/C Rasio sebesar 1,27, B/C Rasio sebesar 0,27, break event point

    (BEP) terbagi menjadi 2, yaitu BEP produksi/volume dan BEP harga. BEP

    produksi/volume mendapatkan nilai sebesar 1.177 Kg, Sedangkan BEP harga

    mendapatkan nilai Rp15.687. dan payback period (PP) dalam jangka waktu

    1 tahun 10 bulan 25 hari (8 Periode). 3) Berdasarkan hasil analisis sensitivitas dan

    switching value, kenaikan biaya variabel sebesar 7% masih bisa ditoleransi,

    namun kenaikan biaya variabel sebesar 31% maka Bojong Farm akan mengalami

    kerugian.

    Kata kunci: Pendapatan, Usahatani, Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang, Bojong

    Farm, Kabupaten Bogor.

  • KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahim

    Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia,

    dan hidayah-Nya, shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada junjungan

    kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-Nya yang telah

    membawa umat manusia menuju jalan kebaikan sehingga penyusunan skripsi

    yang berjudul “Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang

    (Clarias Gariepinus) di Bojong Farm Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan

    dengan baik.

    Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,

    Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis

    menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah

    ikut membantu serta menjadi motivasi penulis, yaitu kepada:

    1. Ibu Ir. Siti Rochaeni, M.Si, selaku dosen pembimbing I atas waktu, tenaga,

    bimbingan, saran, dan motivasi yang konstruktif dalam penyusunan skripsi

    ini. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan untuk ibu. Aamiin.

    2. Ibu Armaeni Dwi Humaerah, M.Si, selaku dosen pembimbing II atas

    bimbingan, saran, motivasi, waktu, tenaga, dan pemikiran hingga

    selesainya skripsi ini. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan untuk

    ibu. Aamiin.

  • viii

    3. Bapak Mursali dan Ibu Ety yang telah mencurahkan cinta dan kasih

    sayang yang tiada henti, perhatian, dukungan moril maupun materil,

    nasihat yang tak ternilai, serta doa yang tak pernah putus bagi penulis.

    Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik dan semoga selalu

    diberikan berkah kesehatan, kasih sayang, dan perlindungan dari Allah

    SWT. Aamiin.

    4. Keluraga besar Bapak Mursali yaitu Abang Dani, Abang Didin dan Kakak

    Umi, berserta RCM (Rombongan Cucu Mursali) yaitu para keponakan

    penulis sendiri diantaranya Zidan, Rara, Adzki, Afika, Nadifa semoga

    kalian diberi umur panjang, menjadi anak yang sholeh dan sholeha dapat

    berguna dan membanggakan keluarga dan semoga kalian memiliki cita-

    cita yang tinggi dan dapat menggapainya. Aamiin

    5. Segenap keluarga besar Bojong Farm yang telah bersedia menjadi lokasi

    usahanya sebagai tempat penelitian, terimakasih telah membantu penulis

    memperoleh pengalaman serta pengetahuan lebih mengenai usaha

    pembesaran ikan lele, sekali lagi terimakasih banyak untuk Bapak Sigeg,

    Bapak Sartono dan Istri, dan Bapak Ari, Semoga Allah selalu memberikan

    keberkahan untuk bapak dan ibu. Aamiin.

    6. Bapak Dr. Yon Girie Mulyono, M.Si, selaku dosen penguji I atas waktu

    yang telah dicurahkan dan masukan yang positif dalam rangka

    penyempurnaan skripsi bagi penulis. Semoga Allah selalu memberikan

    keberkahan untuk bapak. Aamiin.

    7. Bapak Drs. Acep Muhib, MM, selaku dosen penguji II atas waktu yang

    telah dicurahkan, masukan positif dalam rangka penyempurnaan skripsi ini

  • ix

    dan motivasi yang konstruktif bagi penulis. Semoga Allah selalu

    memberikan keberkahan untuk bapak. Aamiin.

    8. Ibu Dr. Elpawati, MM selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Bapak

    Ahmad Mahbubi Mufti, MM, selaku sekretaris Program Studi Agribisnis,

    Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta. Semoga ibu dan bapak senantiasa dalam

    perlindungan Allah SWT dan selalu dimudahkan segala urusannya.

    Aamiin.

    9. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    10. Dian, Bim-Bim, Ade, Eriza, Azzam, Mas Slamet dan seluruh kawan-

    kawan Agribisnis 2009 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu

    persatu. Terima kasih atas perhatian, solidaritas, motivasi, bantuan dan

    doanya. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian, selalu di

    dalam perlindunganNya, diberi nikmat sehat. Aamiin.

    11. Seluruh rekan rekan LKLG diantaranya Avi, Azri, Iki, Ade Gendut, Bege,

    Aby, Akbar dan lain lain, terimakasih kebersamaannya selama ini, selalu

    tertawa dan ceria.

    12. Seluruh keluarga besar PT Batu Putih Properti, Bapak Khemal, Bapak

    Hendy, Bapak Iwe, Ibu Julia telah memberikan izin untuk menyelesaikan

    skripsi penulis sampai selesai, dan tak lupa rekan kantor di PT Batu Putih

    Properti diantarnya Elis, Silvi, Rina, Nindi, Syifa, Dony, Mas Kardi,

    Fahmi terimakasih telah menjadi rekan kantor yang asik.

  • x

    13. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu tanpa

    mengurangi rasa hormat. Semoga Allah SWT membalas Segala kebaikan

    kalian.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan

    saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa yang akan

    datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

    maupun semua pihak yang membutuhkan. Aamiin.

    Wassalamualaikum Wr Wb

    Jakarta, Juni 2015

    Jamaludin

    109092000023

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR ISI xi

    DAFTAR GAMBAR xiv

    DAFTAR TABEL xv

    DAFTAR LAMPIRAN xvi

    BAB I PENDAHULUAN 1

    1.1 Latar Belakang 1

    1.2 Rumusan Masalah 6

    1.3 Tujuan Penelitian 7

    1.4 Manfaat Penelitian 8

    1.5 Ruang Lingkup Penelitian 8

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9

    2.1 Ikan Lele Sangkuriang 9

    2.2 Prospek Pasar Ikan Lele Sangkuriang 12

    2.3 Usaha Pembesaran Ikan Lele 14

    2.4 Biaya 19

    2.5 Penerimaan 20

    2.6 Pendapatan 20

    2.7 Analisis Kelayakan Usaha 21

    2.7.1 Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) 22 2.7.2 Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) 22 2.7.3 Analisis Break Event Point (BEP) 23 2.7.4 Analisis Payback Period (PP) 24

    2.8 Analisis Sensitivitas dan Switchig Value 25

    2.9 Penelitian Terdahulu 27

    2.10 Kerangka Pemikiran 29

    BAB III METODE PENELITIAN 31

  • xii

    3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 31

    3.2 Data dan Sumber Data 31

    3.3 Metode Pengumpulan Data 32

    3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 32

    3.4.1 Biaya Usaha 33

    3.4.2 Penerimaan 33

    3.4.3 Pendapatan 34

    3.4.4 Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) 34

    3.4.5 Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) 35

    3.4.6 Break Event Point (BEP) 35

    3.4.7 Payback Period (PP) 36

    3.5 Analisis Sensitivitas dan Switchig Value 36

    3.6 Definisi Operasional 38

    BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 41

    4.1. Gambaran Umum Desa Kedung Waringin 41

    4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian 41

    4.1.2 Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi 42

    4.1.3 Lahan dan Jenis Penggunaannya 42

    4.1.4 Keadaan Sarana dan Prasarana 43

    4.2. Gambaran Umum Bojong Farm 44

    4.2.1 Sejarah Bojong Farm 45 4.2.2 Sarana dan Prasarana Perusahaan 47 4.2.3 Keadaan di Bojong Farm 49

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 51

    5.1 Biaya dan Pendapatan di Bojong Fam 51

    5.1.1 Biaya Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 51 5.1.2 Pendapatan Pembesaran Ikan lele di Bojong Farm 58

    5.2 Analisis Kelayakan Usaha di Bojong Farm 59

    5.2.1 R/C Ratio Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 60 5.2.2 B/C Ratio Pembesaran Ikan Lele di Bojong Far 60 5.2.3 BEP Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 60 5.2.4 Payback Periode Pembersaran Ikan Lele di Bojong

    Farm 61

    5.3 Analisis Sensitivitas dan Switching Value Kenaikan Biaya Variabel Pada Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 62

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 66

  • xiii

    6.1 Kesimpulan 66

    6.2 Saran 67

    DAFTAR PUSTAKA 68

    LAMPIRAN 71

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1. Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) 9

    2. Kerangka pemikiran Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang Intensif Pada Kolam Terpal di Bojong Farm 30

    3. Kolam Pembesaran dan Kolam Penampungan Ikan Lele di Bojong Farm menggunakan kolam terpal dengan rangka baja ringan 49

    4. Pemberian Pakan pada Ikan lele di Bojong Farm 50

    5. Proses Panen Ikan Lele Sangkuriang di Bojong Farm 50

  • xv

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1. Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan Indonesia 2014 1

    2. Sentra Produsen Lele di Indonesia Tahun 2013 3

    3. Peruntukan lahan pada Kelurahan Kedung Waringin pada Tahun 2015 42

    4. Peralatan penunjang produksi pembesaran ikan lele di Bojong Farm 48

    5. Biaya Tetap dan Biaya Variable dalam satu periode di Bojong Farm 51

    6. Total Pendapatan Bojong Farm dalam satu periode (3 Bulan) 58

    7. Analisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele di Bojong Farm dengan melihat R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP)

    dan Payback Period (PP) 59

    8. Analisis Sensitvitas dan Switching Value Kenaikan Biaya Variabel di Bojong Farm dalam Satu Periode 64

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1. Layout Bojong Farm 72

    2. Rincian Nilai Investasi dan Penyusutan Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 73

    3. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variable Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm dalam satu periode (3 Bulan) 74

    4. Rincian Penerimaan Usaha Pembesaran ikan lele di Bojong Farm dalam satu periode (3 Bulan) 75

    5. Laporan Laba Rugi Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm dalam Satu Periode (3 Bulan) 75

    6. Analisis R/C Ratio, B/C Ratio, Break Event Point dan Payback Period Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 76

    7. Screenshoot Inflasi Nasional pada Periode November 2014 Sampai Januari 2015 yang diakses di www.bi.go.id 77

    8. Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan Total Biaya Variable Sebesar 7% 78

    9. Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan Total Biaya Variable Sebesar 30% 79

    10. Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan Total Biaya Variable Sebesar 31% 80

    11. Proses Kegiatan Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Yang dilakukan di Bojong Farm 81

    12. Foto Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm 82

    13. Peta Lokasi Bojong Farm, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor 83

    http://www.bi.go.id/

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kekayaan Indonesia mempunyai potensi besar di dalam menyukseskan

    pembangunan khususnya mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

    Cita- cita itu tidak akan mungkin dicapai tanpa adanya usaha atau kerja keras dan

    pengorbanan dari seluruh rakyat, yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai

    warga negara. Kekayaan potensi harus dimanfaatkan seoptimal mungkin dan

    dikelola dengan baik agar dapat menghasilkan nilai tambah dalam sektor

    ekonomi, guna meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat.

    Perkembangan pembangunan perikanan di Indonesia sebagai bagian integral

    pembangunan nasional telah menampakkan hasil yang cukup baik. Hal ini terlihat

    pada Tabel 1 dimana nilai PDB perikanan di Indonesia terus meningkat.

    Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014.

    2008 2009 2010 2011 2012 2013

    Harga Berlaku 14,700 17,540 19,870 23,200 25,260 29,400

    Harga Konstan 4,780 4,950 5,000 5,160 5,280 5,320

    0

    5,000

    10,000

    15,000

    20,000

    25,000

    30,000

    35,000

    Mil

    yar

    Ru

    pia

    h

    Tabel 1. Produk Domestik Bruto Perikanan Indonesia 2014

  • 2

    Salah satu produk perikanan adalah ikan lele. Ikan lele mudah

    dibudidayakan, dapat dipelihara dengan padat tebar yang tinggi dan dapat

    dibudidayakan di kawasan marjinal dan hemat air. Ikan lele memiliki

    pertumbuhan yang cepat, sehingga dalam waktu 2 – 3 bulan sudah dapat dipanen.

    Pertumbuhan yang cepat ini menjadikan peternak mudah mengatur aliran kas.

    Ikan lele juga kaya kandungan gizi, jumlah proteinnya mencapai 20%. Dalam

    setiap 100 gram ikan lele, kandungan lemaknya hanya dua gram, jauh lebih

    rendah dibandingkan daging sapi atau ayam selain itu harga ikan lele relatif lebih

    terjangkau.

    Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) juga

    menjadikan ikan lele sebagai salah satu komoditas unggulan.

    Persyaratan komoditas unggulan adalah teknologi berkembang dan dikuasai

    masyarakat, peluang pasar ekspor tinggi, serapan pasar dalam negeri cukup besar,

    permodalan relatif rendah, dan hemat bahan bakar minyak. Dirjen Perikanan

    Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menargetkan pertambahan

    luas areal budidaya ikan lele sebesar 38,19 % per tahun. Sehingga diharapkan oleh

    pemerintah pada tahun 2014 target produksi ikan lele mencapai 900.000 ton

    (Amri dan Khairuman, 2013).

    Sentra produsen ikan lele terbesar pada tahun 2013 berada di Jawa Barat

    dengan produksi 197.783 ton. Jawa Timur berada diurutan dua dengan produksi

    79.927 ton. Jawa Tengah diurutan tiga dengan produksi 75.236 ton.

    Sentra produsen dan produksi ikan lele di Indonesia tahun 2013 dapat dilihat pada

    Tabel 2.

  • 3

    Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014.

    Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki kontribusi terbesar

    penghasil ikan lele yang kedua di Jawa Barat setelah Indramayu. Kabupaten

    Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang ditetapkan pemerintah sebagai

    kawasan percontohan minapolitan ikan lele sejak tahun 2011. Daerah ini cukup

    strategis dan didukung dengan sumber daya lahan dan air yang memadai, akses

    jalan yang cepat dan jangkauan pasar yang cukup luas. Jika dibandingkan dengan

    Indramayu, posisi kabupaten bogor yang wilayahnya berbatasan langsung dengan

    DKI Jakarta memberi keuntungan lebih dalam upaya membantu ketersediaan

    sumber daya ikan lele untuk kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya dimana

    konsumsi terbesar nasional berada pada daerah tersebut (Andika, 2012).

    Tingkat konsumsi ikan mengalamai kenaikan dari tahun ke tahun.

    Tingkat Konsumsi ikan pada tahun 2000 sebesar 21,57 kg/kapita.

    Tahun 2003 naik menjadi 25,67 kg/kapita. Kenaikan konsumsi rata rata 4,6%

    per tahun. Amri dan Khairuman (2013) menyatakan bahwa berdasarkan data

    JawaBarat

    JawaTimur

    JawaTenga

    h

    D.IYogyak

    arta

    Sumatera

    Utara

    Sumatera

    Barat

    Sumatera

    Selatan

    Lampung

    KepulauanRiau

    Riau

    Lele 197,78 79,927 75,236 29,205 27,128 26,258 24,328 19,291 10,816 9,979

    0

    50,000

    100,000

    150,000

    200,000

    250,000

    To

    n

    Tabel 2. Sentra Produsen dan Produksi Ikan Lele di Indonesia Tahun 2013

  • 4

    Departemen Keluatan dan Perikanan, tingkat konsumsi ikan masyarakat indonesia

    pada tahun 2010 sampai 2012 rata-rata naik hingga 5,44% kg/kapita dan pada

    tahun 2011 sebesar 32,25 kg/ kapita. Tahun 2012, tingkat konsumsi ikan

    mencapai 33,89 kg/kapita. Dan pada tahun 2013 ditargetkan tingkat konsumsi

    ikan masyrakat naik hingga 35,14 kg/kapita.

    Kondisi permintaan ikan lele diperkirakan akan selalu meningkat di

    wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) permintaan

    setiap hari tidak kurang dari 75 ton atau 2.250 ton/bulan Suryanto (dalam

    Rochaeni, 2009). Jika diakumulasi dalam satu tahun. Permintaan ikan lele untuk

    daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) menjadi

    27.000 ton/tahun, Sedangkan Dinas Perikanan Jawa Barat menyatakan bahwa

    produksi ikan lele di Kabupaten Bogor hanya 18.313 ton/tahun artinya walaupun

    Kabupaten Bogor ditetapkan sebagai daerah minapolitan ikan lele, tetapi masih

    belum mampu memenuhi permintan ikan lele untuk wilayah Jakarta, Depok,

    Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Salah satu jenis ikan lele yang

    banyak dibudidayakan di Kabupaten Bogor karena memiliki banyak peminat

    mulai dari pedagang pecel lele pinggir jalan hingga pedagang sayur eceran yaitu

    ikan lele sangkuriang.

    Bojong Farm yang berlokasi di Kelurahan Kedung Waringin Kecamatan

    Bojong Gede Kabupaten Bogor merupakan salah satu lokasi pembesaran ikan lele

    sangkuriang (clarias gariepinus) secara intensif di kolam terpal yang baru berdiri

    pada tanggal 22 November 2013. Bojong Farm telah dapat menyuplai ikan lele

    sangkuriang (clarias gariepinus) siap konsumsi untuk pedagang sayur eceran dan

    untuk warung tenda pecel lele di daerah sekitar lokasi pembesaran ikan lele

  • 5

    tersebut. Dalam perkembangannya, permintaan ikan lele sangkuriang untuk para

    pedagang sayur dan warung tenda pecel lele terus meningkat, namun

    permasalahan yang dialami oleh Bojong Farm adalah belum bisa memenuhi

    permintaan dari konsumen tersebut dikarenakan produksi ikan lele di Bojong

    Farm belum bisa maksimal untuk memproduksi ikan lele sangkuriang siap

    konsumsi. Melihat peluang pangsa pasar terbuka luas karena banyaknya

    permintaan ikan lele sangkuriang di kawasan lokasi usaha pembesaran ikan lele di

    Bojong Farm dan sekitarnya, Bojong Farm ingin memperbesar bisnis usaha

    pembesaran ikan lele sangkuriang dan ingin terus meningkatkan produksi ikan

    lele ditempat tersebut agar dapat memenuhi permintaan ikan lele untuk para

    pedagang sayur maupun pedagang warung tenda pecel lele.

    Usaha pembesaran ikan lele tersebut membutuhkan dana yang tidak

    sedikit untuk membiayai investasi dalam jangka panjang. Resiko usaha pada

    kegiatan pembesaran ikan lele juga cukup besar. Untuk mengurangi risiko

    tersebut perlu perhitungan yang tepat agar dana yang diinvestasikan dapat

    memberikan keuntungan. Selain itu, biaya variabel seperti harga pakan, bibit,

    obat-obatan dan multivitamin ikan lele yang cenderung meningkat menyebabkan

    adanya perubahan yang terjadi pada biaya produksi.

    Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui biaya dan

    pendapatan dari usaha yang dijalankan masih menguntungkan atau sebaliknya,

    selain itu menganalisis kelayakan usaha untuk meyakinkan bahwa usaha tersebut

    dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Kemudian dalam penelitian ini

    menganalisis sensitivitas yang terjadi jika ada perubahan-perubahan biaya

    variabel yang terjadi dalam menjalankan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

  • 6

    (Clarias gariepinus) di Bojong Farm. Penelitian dapat dijadikan acuan dalam

    pengambilan keputusan untuk menyusun alternatif-alternatif demi kemajuan

    usaha dan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan

    usaha tersebut.

    1.2 Rumusan Masalah

    Dalam usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di

    Bojong Farm masih terdapat berbagai kendala baik dari segi biaya variabel.

    keberhasilan produksi ikan lele dipengaruhi oleh biaya variabel seperti biaya

    pakan, biaya obat-obatan dan multivitamin, dengan adanya kenaikan harga Bahan

    Bakar Minyak pada tahun 2014 yang secara langsung berdampak kepada kenaikan

    harga seluruh biaya variabel. Hal tersebut menjadi pertimbangan bagi Bojong

    Farm sebagai salah satu usaha pembersaran ikan lele yang baru berjalan satu

    tahun ini untuk meneruskan usahanya.

    Bojong Farm sebagai lokasi usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

    (clarias gariepinus) sudah banyak mengeluarkan biaya, namun belum pernah

    dilakukan perhitungan mengenai jumlah biaya yang telah dikeluarkan.

    Semua biaya yang diperlukan dalam kegiatan usaha baik berjumlah besar ataupun

    kecil akan diperhitungkan. Oleh karena itu, perlu diketahui berapa besar seluruh

    biaya yang telah dikeluarkan dan seberapa besar penerimaan yang dicapai. Selain

    itu juga perlu dianalisis kelayakan usaha untuk meyakinkan bahwa usaha tersebut

    dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Kemudian dalam penelitian ini juga

    dianalisis sensitivitas yang terjadi jika ada kenaikan biaya variabel yang terjadi

    dalam menjalankan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang, dengan demikian

  • 7

    penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan untuk

    menyusun alternatif-alternatif demi kemajuan usaha dan memberikan keuntungan

    bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha tersebut. Berdasarkan latar

    belakang dan perumusan masalah di atas, dirumuskan pemasalahan sebagai

    berikut:

    1. Berapa besar biaya dan pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

    (clarias gariepinus) di Bojong Farm ?

    2. Apakah usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di

    Bojong Farm layak dijalankan dengan melihat R/C Rasio, B/C Rasio, Break

    Even Point (BEP) dan Payback Period (PP) ?

    3. Berapa besar kenaikan biaya variabel yang dapat ditoleransi pada usaha

    pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) agar Bojong Farm tidak

    mengalami kerugian ?

    1.2 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan

    penelitian ini adalah:

    1. Mengetahui besar biaya dan pendapatan usaha pembesaran ikan lele

    sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm.

    2. Menganalisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias

    gariepinus) di Bojong Farm dilihat dari R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even

    Point (BEP) dan Payback Period (PP).

    3. Menganalisis kenaikan biaya variabel pada usaha pembesaran ikan lele

    sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm yang dapat ditorelansi.

  • 8

    1.3 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat ataupun tambahan

    pengetahuan antara lain:

    1. Bahan informasi dan bahan rujukan penelitian bagi pihak-pihak yang

    berkepentingan.

    2. Bagi pembudidaya ikan lele, sebagai salah satu rekomendasi untuk

    pengambilan keputusan dalam mengembangkan usaha yang sedang dijalankan.

    3. Bagi penulis, penelitian ini dapat melatih kemampuan dalam menganalisis

    masalah dan memberikan pemecahannya. Selain itu penilitian ini ditujukan

    untuk menyelesaikan skripsi yang merupakan prasyarat untuk mendapatkan

    gelar sarjana.

    4. Bagi pembaca, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

    masukan dan informasi mengenai usaha ikan lele serta sebagai referensi bagi

    penelitian selanjutnya.

    1.5 Ruang Lingkup Penelitian

    1. Penelitian ini dilakukan hanya pada usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

    (clarias gariepinus) di Bojong Farm.

    2. Obyek yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis pendapatan serta

    menganilisis tingkat sensitivitas kenaikan biaya variabel yang terjadi dalam

    usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Ikan Lele Sangkuriang

    Menurut Lukito (2002) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias

    gariepinus) adalah sebagai berikut :

    Filum : Chordata

    Kelas : Pisces

    Sub Kelas : Teleostei

    Ordo : Ostariophysi

    Sub Ordo : Siluroidea

    Family : Clariidae

    Genus : Clarias

    Spesies : Clarias gariepinus

    Gambar 1. Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)

    Pada tahun 2002, pemerintah lewat Balai Besar Pengembangan Budidaya

    Air Tawar (BBPBAT) melakukan penelitian untuk meningkatkan kembali kualitas

    ikan lele dumbo. Dengan menggunakan metode silang balik (back cross) ternyata

    ikan lele dumbo bisa diperbaiki kualitasnya. Kawin silang balik yang dilakukan

    Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) adalah mengawinkan

  • 10

    indukan betina generasi ke-2 atau biasa disebut F2 dari ikan lele dumbo yang

    pertama kali didatangkan pada tahun 1985, dengan indukan jantan ikan lele

    dumbo F6. Perkawinannya melalui dua tahap, pertama mengawinkan indukan

    betina F2 dengan indukan jantan F2, sehingga dihasilkan ikan lele dumbo jantan

    F2-6. Kemudian ikan lele dumbo F2-6 jantan ini dikawinkan lagi dengan indukan

    F2 sehingga dihasilkan ikan lele sangkuriang. Proses penelitian ikan lele

    sangkuriang memakan waktu yang cukup lama. Dua tahun setelah itu benih ikan

    lele sangkuriang baru diperkenalkan secara terbatas. Pengujian dilakukan pada

    tahun 2002-2004 di daerah Bogor dan Yogyakarta. Baru pada tahun 2004,

    dikeluarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang pelepasan varietas

    ikan lele sangkuriang nomor 26/MEN/2004 tanggal 21 Juli 2004.

    Perbandingan yang paling mencolok antara ikan lele dumbo dengan ikan

    lele Sangkuriang antara lain, adalah kemampuan bertelur (fekunditas) ikan lele

    sangkuriang yang mencapai 40.000-60.000 per kg induk betina dibanding lele

    dumbo yang hanya 20.000-30.000, derajat penetasan telur dari ikan lele

    sangkuriang lebih dari 90% sedangkan ikan lele dumbo lebih dari 80%. Dilihat

    dari pertumbuhannya, pembesaran harian ikan lele sangkuriang bisa mencapai

    3,53% sedangkan ikan lele dumbo hanya 2,73% dan konversi pakan atau FCR

    (Food Convertion Ratio) ikan lele sangkuriang mencapai 0,8-1 sementara ikan

    lele dumbo lebih besar sama dengan 1. FCR (Food Convertion Ratio) merupakan

    nisbah antara berat pakan yang diberikan dengan berat pertumbuhan daging ikan.

    Semakin kecil nisbah FCR (Food Convertion Ratio) semakin ekonomis ikan lele

    dipelihara. Penamaan ikan lele sangkuriang mengambil nama seorang anak dari

    cerita mitologi Sunda. Dalam cerita tersebut adalah seorang anak bernama

    http://infohukum.kkp.go.id/

  • 11

    Sangkuriang yang berhasrat mengawini ibunya sendiri. karena hal itulah nama

    ikan lele sangkuriang menjadi nama varietas ikan lele hasil silang balik.

    Secara umum morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki banyak

    perbedaan dengan ikan lele Dumbo. Hal tersebut terjadi karena ikan lele

    sangkuriang sendiri merupakan hasil silang dari induk lele dumbo. Tubuh ikan

    lele sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir,

    dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng (depress), dengan mulut yang

    relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut. Ikan lele sangkuriang memiliki

    tiga sirip tunggal yaitu sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Sementara itu

    sirip yang berpasangan ada dua yaitu sirip dada dan sirip perut. Pada sirip dada

    terdapat sepasang patil atau duri keras yang dapat digunakaan untuk

    mempertahankan diri dan kadang-kadang dapat dipakai untuk berjalan

    dipermukaan tanah. Pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat

    pernapasan tambahan yang berbentuk seperti batang pohon yang penuh dengan

    kapiler-kapiler darah.

    Menurut Lukito (2002), ikan lele sangkuriang dapat hidup di lingkungan

    yang kualitas airnya sangat jelek. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan yaitu

    kandungan oksigen sekitar 6 ppm, karbondioksida kurang dari 12 ppm, suhu

    antara 24°C-26°C, NH3 kurang dari 1 ppm dan cahaya tembus matahari ke dalam

    air maksimum 30 cm. Ikan lele dikenal aktif pada malam hari. Pada siang hari,

    ikan lele lebih suka berdiam di dalam lubang atau tempat yang tenang dan aliran

    air tidak terlalu keras. Ikan lele memiliki kebiasaan mengaduk-aduk lumpur dasar

    untuk mencari binatang-binatang kecil yang terletak di dasar perairan.

  • 12

    2.2 Prospek Pasar Lele Sangkuriang

    Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu komoditas unggulan air tawar

    yang penting dalam rangka pemenuhan dan peningkatan gizi masyarakat.

    Komoditas perikanan ini mudah dibudidayakan dan harganya terjangkau oleh

    seluruh lapisan masyarakat. Pasar utama ikan lele sangkuriang adalah pedagang

    sayur dan warung warung tenda pecel lele. Warung tenda pecel lele sebagai menu

    utama telah menjamur. Selain di pasar tradisional maupun warung kaki lima,

    menu ikan lele dalam berbagai variasi juga mudah dijumpai di restoran,

    supermarket dan industri olahan. Beberapa menu makanan yang umum dijumpai

    adalah pecel lele, lele goreng, lele kremes atau lele bakar.

    Usaha ikan lele sangkuriang tidak pernah ada matinya. Permintaan ikan

    lele baik untuk konsumsi maupun benih terus meningkat. Bahkan hingga kini

    permintaan ikan lele untuk pasar lokal saja belum dapat terpenuhi khususnya

    pedagang pecel dan restoran padang. Permintaan ikan lele konsumsi cukup besar,

    Untuk pasar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek)

    permintaan setiap hari tidak kurang dari 75 ton atau 2.250 ton/bulan

    (Suryanto dalam Rochaeni, 2009)

    Pasokan ikan lele di Jabodetabek berasal dari berbagai daerah diantaranya

    Kabupaten Bogor dan Indramayu. Jika produksi ikan lele masih kurang, pasokan

    ikan lele didatangkan dari sentra prosuksi lain seperti Tulungagung, Jombang

    (Jawa Timur), Sleman, Kulonprogo, Boyolali dan Perbaungan.

    A. Peluang Pasar Ekspor

    Menurut Amri dan Khairuman (2013), ekspor ikan lele belum marak seperti

    ekspor ikan patin dan ikan nila. Ini disebabkan produksi ikan lele di Indonesia

  • 13

    masih bertumpu pada pemenuhan kebutuhan pasar lokal. Vietnam sebagai pesaing

    utama eksportir ikan lele masih mendominasi dan menguasai pangsa pasar ekspor

    lele dunia. Akan tetapi, pada tahun 2008 Provinsi Jawa Timur sudah berhasil

    mengekspor ikan lele ke mancanegara antara lain Cina, Vietnam, Korea Selatan

    dan Uni Eropa (Khairuman dan Amri, 2011)

    Sejak Tahun 2009, Kementrian Kelautan dan Perikanan sudah merintis

    ekspor lele asap ke negara negara Timur Tengah untuk memenuhi kebutuhan

    Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sebelumnya, Indonesia sudah berhasil

    mengekspor ikan lele asap ke Singapura dan Malaysia dalam jumlah yang kecil,

    yaitu kurang dari 1 ton per Bulan. Ekspor ikan lele asap ini dicukupi dari

    produsen di Bogor. Namun, produsen tersebut masih mendapat bahan bakunya

    dari Boyolali dan Yogyakarta.

    Negara-negara tujuan ekspor ikan lele potensial lainnya adalah Taiwan,

    Hongkong, Jepang, Belanda, Italia, Spanyol dan Amerika Serikat. Negara-negara

    ini membutuhkan jenis olahan ikan lele berupa surimi semua ukuran dan fillet

    ikan lele ukuran 300-700 gram/ekor. Untuk masuk ekspor ini, penyuplai biasanya

    diharuskan memiliki stok yang berkelanjutan dengan kualitas yang terjamin.

    Ekspor ikan lele juga terbuka untuk produk olahan seperti abon. Salah satu

    negara peminat abon ikan lele adalah Belanda. Sejak pertengahan tahun 2009,

    produsen abon ikan lele di Cilacap sudah merintis pengiriman ke Belanda melalui

    distributor makanan di Jakarta dan mendapat sambutan baik di negara tujuan.

    Setiap bulan mereka mengirim 10 Kg abon (Amri dan Khairuman, 2013).

  • 14

    2.3 Usaha Pembesaran Ikan Lele

    Menurut Amri dan Khairuman (2013), usaha Pembesaran ikan lele pantas

    dilirik, tidak hanya oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele yang sudah

    berpengelaman, tetapi juga oleh pemula karena kemudahan dan peluangnya yang

    besar, yang dimaksud dengan usaha pembesaran ikan lele adalah kegiatan

    produksi ikan lele dari pemeliharaan ikan lele dari ukuran bibit sampai ukuran

    siap konsumsi. Ikan lele yang dipanen kemudian dijual ke konsumen atau pasar.

    Sebelumnya orang-orang beranggapan bahwa memelihara ikan lele

    memerlukan lahan yang luas dan air yang banyak. Anggapan tersebut kini sudah

    tidak berlaku karena terbukti ikan lele dapat dipelihara dilahan dan air yang

    terbatas.

    Ikan lele dapat dipelihara dan dibesarkan di berbagai wadah atau media. Bagi

    calon pelaku usaha pembesaran ikan lele yang berdomisili di pedesaan, ikan lele

    dapat dipelihara di kolam tanah. Masyarakat yang memiliki lahan terbatas atau

    tinggal di perkotaan, pemeliharaan ikan lele bisa di kolam terpal atau di kolam

    tembok. Teknik pembesarannya bisa dengan menfaatkan teknologi atau

    disesuaikan dengan pola tanam. Untuk pembesaran yang dilakukan secara

    semiintensif, gunakan kolam tanah, sementara itu untuk pembesaran yang intensif,

    kolam terpal dapat dijadikan wadah untuk pembesaran ikan lele, di bawah ini

    beberapa alasan untuk memilih usaha pembesaran ikan lele, antara lain :

    a. Pasar terbuka luas

    Pasar ikan lele sangat luas dan potensial sehingga berapapun ikan lele yang

    diproduksi oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele selalu terserap oleh pasar.

  • 15

    Belum pernah terdapat pelaku usaha pembesaran ikan lele kesulitan menjual ikan

    lele hasil pemeliharaannya.

    b. Sarana dan prasarana mudah didapat

    Untuk menunjang usaha pembesaran ikan lele diperlukan sarana dan prasarana

    penunjang. Saat ini semua peralatan utama maupun penunjang sudah mudah

    diperoleh, baik di kota-kota besar maupun di pasar tradisional di daerah. Pakan,

    obat-obatan dan multivitamin, alat alat perikanan (alat tangkap, plastik terpal dan

    lain-lain) saat ini mudah didapat dimana saja.

    c. Teknologi mudah dilakukan dan dikuasai serta mudah didapat.

    Teknologi pembesaran ikan lele mudah dilakukan, termasuk bagi calon pelaku

    usaha pembesaran ikan lele yang masih pemula. Teknologi hasil penelitian

    tersebut sudah tersedia, mudah diakses dan dapat diaplikasikan tanpa harus kursus

    atau pelatihan.

    d. Dapat dilakukan di lahan dan air yang terbatas.

    Ikan lele dapat dipelihara di lahan yang terbatas seperti di samping dan di

    belakang rumah atau di kebun-kebun pekarangan rumah. Usaha ini bisa didirikan

    di mana saja, baik di pedesaan maupun perkotaan. Media air yang digunakan

    tidak sebanyak kebutuhan air untuk membudidayakan ikan-ikan jenis lain.

    Ikan lele dapat hidup dengan air terbatas dari berbagai sumber air, seperti air

    irigasi, air pompa, sumur timba, air hujan atau air dari Perusahaan Daerah Air

    Minum (PDAM).

    Seperti yang telah disebutkan sebelumnya terdapat dua cara untuk melakukan

    usaha pembesaran ikan lele yaitu semiintensif di kolam tanah dan dengan cara

    intensif di kolam terpal, salah satu pilihan yang banyak digemari dan dilakukan

  • 16

    oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele saat ini adalah dengan cara intensif, yaitu

    dengan melakukan pemeliharaan ikan lele di kolam terpal sebagai wadah untuk

    pembesaran ikan lele.

    A. Pembesaran Secara Intensif di Kolam Terpal

    Menurut Amri dan Khairuman (2013), Kolam terpal adalah salah satu

    alternatif wadah untuk melakukan pembesaran ikan lele. Ada beberapa

    keuntungan yang didapat bila membesarkan ikan lele di kolam terpal. Berikut ini

    adalah keuntungan keuntungan bagi pelaku usaha pembesaran ikan lele dengan

    menggunakan kolam terpal :

    1) Panen lebih mudah

    Ikan lele yang dipelahara di kolam terpal jauh lebih mudah untuk dipanen

    bila dibandingnkan dengan ikan lele yang dipelihara di kolam tanah. Dalam

    beberapa menit saja air media dapat dibuang menggunakan selang atau pompa air

    sehingga ikan lele terkumpul di dasar kolam. Kemudian ikan lele ditangkap

    menggunakan alat tangkap dan langsung diangkut untuk dijual ke pasar atau

    pengumpul.

    2) Hemat air

    Selama ini orang-orang selalu beranggapan bahwa membudidayakan ikan

    lele membutuhkan banyak air, lokasinya harus dekat dengan sungai atau saluran

    irigasi dan airnya harus senantiasa mengalir. Ternyata, pembesaran ikan lele yang

    dilakukan oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele di berbagai daerah

    membuktikan bahwa memelihara ikan lele di kolam terpal tidak memerlukan air

    dalam jumlah banyak. Air yang digunakan untuk pembesaran ikan lele di kolam

    terpal dapat bersumber dari sumur pompa atau sumur bor, atau berasal dari

  • 17

    Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penggunaan air sangat terbatas dan

    hanya digunakan sesuai kebutuhan. Bahkan, air bekas pemeliharaan pun dapat

    digunakan kembali dengan cara diendapkan terlebih dahulu lalu dipompa kembali.

    3) Terhindar dari hama

    Kegiatan pembesaran ikan lele yang dilakukan di kolam terpal jauh lebih

    aman dan lebih terkontrol dibandingkan di kolam tanah. Ikan lele dapat terhindar

    dari serangan hama seperti ular, biawak dan hama lainnya. Hal ini karena kolam

    terpal pada umumnya di tempatkan di kebun kebun atau di pekarangan rumah

    yang bersih dari rumput-rumputan yang biasanya jadi termpat bersarangnya

    berbagai jenis hama

    4) Lebih Terkontrol.

    Sampai saat ini belum pernah terdengar bahwa ikan lele yang dipelihara di

    kolam terpal terserang penyakit secara masal. Pada kenyataannya, ikan lele yang

    dipelihara di kolam terpal lebih sehat dan relatif bebas penyakit. Pada kolam

    terpal, ikan lele yang dipelihara akan lebih terkontrol sehingga dapat terhindar

    dari penyakit ikan, sebab antara satu kolam yang satu dengan satu kolam yang

    lainnya tidak saling berhubungan, jika ikan lele ada yang terserang penyakit

    dalam satu kolam, maka lebih mudah diisolasi atau diobati dan tidak akan

    menyebar ke kolam terpal yang lain.

    5) Berbagai skala usaha

    Pembesaran ikan lele di kolam terpal cocok untuk berbagai skala usaha

    (usaha kecil, menegah atau besar) tergantung dari ketersediaannya dana. Besar

    kecilnya usaha ditentukan oleh target produksi, modal usaha yang dimiliki dan

    luas lahan yang dimiliki. Untuk skala usaha kecil, kolam terpal yang perlu

  • 18

    dimiliki hanya beberapa . untuk skala usaha sedang dan besar dapat mencapai

    lebih dari 30 kolam terpal.

    Berikut ini dijelaskan urutan pemeliharaan ikan lele jika dibesarkan pada kolam

    terpal :

    a. Persiapan kolam

    Sama seperti pemeliharaan di kolam tanah, yang pertama kali dilakukan

    sebelum memelihara ikan lele di kolam terpal adalah mempersiapkan

    kolam. Kolam dikeringkan selama 2-3 hari untuk membunuh bibit-bibit

    penyakit. Kemudian, kolam diisi air setinggi 75-100 cm dengan air irigasi,

    air pompa atau sumber air lainnya. Tambahkan probiotik sesuai petunjuk

    dan dosis yang ada di label probiotik dan biarkan selama 4-5 hari.

    b. Penebaran benih

    Penebaran benih dilakukan setelah persiapan kolam selesai yaitu pada hari

    ke lima atau keenam. Benih ikan lele yang ditebarkan sebaiknya berukuran

    7-9 cm. benih yang ditebar harus sehat, tidak cacat berukuran sama besar

    dan sama panjang. Penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari saat

    suhu rendah untuk menghindari ikan lele mengalami stress.

    c. Pemeliharaan

    Selama pemeliharaan, ikan lele harus diberi makanan tambahan berupa

    pelet sebanyak 3-5% per hari dari berat ikan lele. Pakan diberikan 3-5 kali

    sehari yaitu pagi, sore dan malam hari selama ikan lele masih mau makan.

    Selain pemberian pakan, setiap 10 hari sekali kolam terpal juga perlu

    diberikan probiotik. Dosis dan cara penggunaannya terdapat pada label

    probiotik. Penambahan atau pergantian air dilakukan sewaktu-waktu

  • 19

    tergantung kebutuhan, bila ketinggian air berkurang maka perlu

    ditambahkan air baru sampai ketinggiannya sama seperti awal penebaran

    benih.

    d. Pemanenan

    Pemanenan dilakukan setelah ikan lele berukuran 100-125 gram/ekor atau

    8-10 ekor/kg atau usia 2-3 Bulan. Panen dilakukan pada pagi atau sore hari

    dengan cara mengeringkan air kolam agar ikan lele terkumpul di bagian

    yang paling dalam . kemudian tangkap menggunakan alat tangkap seperti

    sair atau seser. Sebelum diangkut dan dijual ke pasar, sebaiknya ikan lele

    dipuasakan selama beberapa jam untuk membuang kotoran-kotorannya.

    Usahakan ikan-ikan yang dipasarkan berukuran sama dengan cara disortir

    terlebih dahulu, agar dapat diterima oleh pasaran.

    2.4 Biaya

    Pengertian biaya dalam usahatani adalah sejumlah uang yang dibayarkan

    untuk pembelian barang dan jasa bagi kegiatan usahatani. Biaya usahatani

    merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh petani dalan mengelola usahanya

    dalam mendapatkan hasil yang maksimal Soekartawi (dalam Mia, 2014).

    Selanjutnya Menurut Hermanto (dalam Fahmi, 2011) biaya dalam usahatani dapat

    dibedakan berdasarkan atas jumlah output yang dihasilkan terdiri dari :

    1) Biaya tetap, adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung kepada

    besar kecilnya produksi, seperti : penyusutan alat-alat bangunan pertanian,

    pajak tanah dan sewa lahan.

  • 20

    2) Biaya Variabel, adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah

    produksi, seperti : pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, pakan ternak,

    pupuk, obat-obatan dan multivitamin.

    Selanjutnya menurut Supari (2001), berbagai kehidupan bisnis maupun

    kehidupan pribadi sehari-hari, biaya-biaya merupakan bagian yang tak terpisahkan

    dalam upaya mempertahankan kualitas hidup. Biaya-biaya itu ada yang sifatnya

    tetap, ada yang berubah-ubah tergantung pada prestasi yang diciptakan.

    Kelompok yang pertama disebut biaya tetap dan yang kedua disebut biaya

    variabel.

    2.5 Penerimaan

    Menurut Soekartawi (dalam Mia, 2014) penerimaan usahatani adalah

    perkalian antara produksi dengan harga jual. Biaya usahatani adalah semua

    pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani

    adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani.

    2.6 Pendapatan

    Pendapatan adalah kenaikan ekuitas pemilik sebagai hasil dari penjualan

    produk atau jasa kepada pelanggan (Warren, 2005). Sedangkan menurut

    Soekartawi (2006), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan

    semua biaya. Analisis pendapatan usahatani dapat dipakai sebagai ukuran untuk

    melihat apakah suatu usahatani menguntungkan atau merugikan, sampai seberapa

    besar keuntungan atau kerugian tersebut.

  • 21

    Menurut Niswonger (dalam Mia, 2014) pendapatan dari penjualan adalah

    seluruh total tagihan kepada pelanggan atas barang yang dijual, baik secara tunai

    maupun kredit. Pendapatan yaitu pertambahan harta diluar tambahan investasi

    yang mengakibatkan modal bertambah. Pendapatan usaha merupakan pendapatan

    yang diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan, sedangkan pendapatan diluar

    usaha yaitu pendapatan yang diperoleh dari bukan usaha pokok perusahaan.

    2.7 Analisis Kelayakan Usaha

    Menurut Soekartawi, (2006) untuk mengalisis kelayakan usaha diperlukan

    dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka

    waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian dari jumlah

    produksi total dan harga satuan. Penerimaan adalah total nilai produk yang

    dijalankan yang merupakan hasil perkalian antara jumlah fisik intput dengan

    harga atau nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani tersebut.

    Penerimaan usaha yaitu penerimaan dari semua sumber usaha. Sedangkan biaya

    atau pengeluaran yang dimaksud adalah nilai penggunaan sarana produksi dan

    lain lain yang dikeluarkan dalam proses produksi. Menurut Soeharjo dan Patong

    (dalam Fahmi, 2011) analisis kelayakan dilakukan dengan tujuan untuk

    mengetahui tingkat pendapatan yang sesungguhnya diperoleh oleh pengusaha dan

    untuk membantu perbaikan pengelolaan usaha.

    Permintaan ikan lele yang semakin meningkat setiap periodenya membuat

    orang berlomba-lomba membesarkan ikan lele, namun sebelum memulainya para

    pelaku bisnis pembesaran ikan lele harus mempersiapkan segala sesuatunya

    dengan matang. Bagi seorang pengusaha analisis kelayakan membantu untuk

  • 22

    mengukur apakah usaha pada saat itu berhasil atau tidak. untuk menganalisis

    kelayakan pada umumnya disertai dengan analisis seperti analisis R/C Ratio

    (penerimaan atas biaya), B/C Ratio (analisis rasio keuntungan atas biaya), Break

    Even Point (analisis titik impas) dan Payback Period (PP)

    2.7.1 Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)

    Menurut Rahim dan Hastuti (2007), analisis rasio penerimaan atas biaya

    (R/C rasio) merupakan perbandingan (rasio dan nisbah) antara penerimaan

    (revenue) dan biaya (cost).

    Sedangkan menurut Soeharjo dan Patong (dalam Mia, 2014) rasio

    penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan

    diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani.

    Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat

    keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas

    biaya tersebut dapat diketahui apakah usahatani menguntungkan atau tidak.

    2.7.2 Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio)

    Menurut Soeharto (dalam Fahmi 2011) B/C Rasio merupakan metode

    yang dilakukan untuk melihat berapa manfaat yang diterima oleh proyek untuk

    satu satuan mata uang (dalam hal ini rupiah) yang dikeluarkan. B/C Rasio adalah

    suatu rasio yang membandingkan antara benefit atau pendapatan dari suatu usaha

    dengan biaya yang dikeluarkan.

    Analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio) adalah perbandingan

    antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan.

  • 23

    Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila analisis rasio

    keuntungan atas biaya (B/C rasio) lebih besar dari nol. Semakin besar nilai rasio

    keuntungan atas biaya (B/C rasio), maka semakin besar pula manfaat yang akan

    diperoleh dari usaha tersebut (Rahardi dan Hartono, 2003).

    Menurut Rahim dan Hastuti (2007), analisis rasio keuntungan atas biaya

    (B/C rasio) merupakan perbandingan (rasio atau nisbah) antara manfaat (benefit)

    dan biaya (cost). Analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio) pada prinsipnya

    sama saja dengan analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio), hanya saja

    pada analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C ratio) yang dipentingkan adalah

    besarnya manfaat.

    2.7.3 Analisis Break Event Point (BEP)

    Analisa Break Even Point (BEP) atau titik impas atau sering juga disebut

    titik pulang pokok adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya,

    keuntungan, dan volume penjualan atau produksi. Hubungan tersebut juga dikenal

    dengan analisa C.B.V. (Cost-Profit-Volume) untuk mengetahui tingkat kegiatan

    minimal yang harus dicapai, dimana pada tingkat tersebut perusahaan tidak

    mengalami keuntungan maupun kerugian (Harmaizar dan Rosidayanti, 2003).

    Menurut Kuswadi (dalam Mia, 2014) break even tidak lain adalah kembali

    pokok, pulang pokok, impas, yang maksudnya adalah tidak untung dan tidak rugi.

    Titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) atau titik impas adalah suatu

    titik atau kondisi saat tingkat volume penjualan (produksi) tertentu dengan harga

    penjualan tertentu, perusahaan tidak mengalami laba atau rugi. Dengan kata lain,

  • 24

    kembali pokok artinya seluruh penghasilan sama besar dengan seluruh biaya yang

    telah dikeluarkan.

    2.7.4 Analisis Payback Period (PP)

    Payback periode adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup

    kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2009).

    Payback period merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode)

    pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Perhitungan ini dapat dilihat dari

    perhitungan kas bersih yang diperoleh setiap tahun. Nilai kas bersih merupakan

    penjumlahan laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan (dengan catatan

    investasi menggunakan 100% modal sendiri) (Kasmir dan Jakfar,2009).

    Ada 2 macam model perhitungan yang akan digunakan dalam menghitung

    masa pengembalian investasi, pertama perhitungan apabila kas bersih setiap tahun

    sama, maka menggunakan rumus perbandingan investasi dengan kas bersih yang

    dikalikan 12 bulan didapatlah nilai payback period dalam jangka beberapa bulan.

    Cara kedua adalah apabila kas bersih setiap tahun berbeda, maka Payback Period

    dihitung dengan cara pengurangan nilai investasi dengan kas bersih pertahun

    sampai di temukan nilai Payback Period-nya.

    Untuk menilai apakah usaha layak diterima atau tidak dari segi Payback

    Period, maka hasil perhitungan tersebut haruslah sebagai berikut :

    1. Payback period sekarang lebih kecil dari nilai investasi

    2. Dengan membandingkan rata-rata industri usaha sejenis

    3. Sesuai dengan target perusahaan

  • 25

    Perhitungan kelayakan dari segi payback period memiliki kelemahan.

    Perhitungan yang dilakukan mengabaikan time value of money dan tidak

    mempertimbangkan arus kas yang terjadi setelah pengembalian (Kasmir dan

    Jakfar, 2009).

    2.8 Analisis Sensitivitas dan Switching Value

    Menurut Umar (2009), pada saat kita menganalisis arus kas dimasa daang,

    kita berhadapan dengan ketidak pastian. Akibatnya, hasil perhitungan di atas

    kertas itu dapat menyimpang jauh dari kenyataannya. Ketidakpastian itu dapat

    menyebabkan berkurangnya kemampuan suatu proyek bisnis dalam beroperasi

    untuk menghasilkan laba bagi perusahaan.untuk dapat melakukan analisis

    sensitivitas kita dapat merujuk pada bagian pemasaran dan bagian produksi.

    Mereka disuruh untuk memberikan taksiran yang optimistik dan pesimistik.

    Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), terkadang dalam praktiknya sekalipun

    telah dilakukan studi secara baik dan benar faktor kegagalan suatu usaha tetap

    ada, apalagi yang dilalui tanpa studi sebelumnya. Hal ini disebabkan untuk

    mencapai tujuan yang ditetapkan banyak sekali hambatan yang akan dihadapi dan

    resiko yang mungkin timbul setelah usaha berjalan. Oleh sebab itu, untuk

    menghindari kegagalan ini perlu dilakukan studi sebelum proyek itu dijalankan,

    salah satu tujuan dilakukan analisis sensitivitas adalah untuk mencari jalan keluar

    agar dapat meminimalkan hambatan dan resiko yang mungkin timbul di masa

    yang akan datang.

    Ketidakpastian di masa yang akan mendatang dapat terjadi di berbagai

    bidang kehidupan, mulai ketidakpastian di bidang ekonomi, hukum, politik,

  • 26

    budaya, perilaku, dan perubahan lingkungan masyarakat. Semua ketidakpastian

    ini akan mengakibatkan apa yang sudah direncanakan menjadi meleset dan tidak

    tercapai sehingga resiko kerugian tidak akan terelakan. Sebagai contoh

    ketidakpastian di bidang ekonomi akan menyebabkan harga yang tidak stabil,

    bahkan kecenderungan kenaikan biaya produksi akan sangat mungkin meningkat.

    Akibatnya harga jual produk juga meningkat sehingga menyulitkan perusahaan

    untuk menjualnya ke pasar. Sementara itu justru daya beli masyarakat menurun,

    sehingga sudah dapat dipastikan produk tersebut tidak laku di pasaran.

    Kemudian tidak stabilnya tingkat suku bunga perbankan juga akan

    berdampak pada sektor riil, terutama dalam hal penyediaan dana. Pihak

    perbankan enggan untuk menyalurkan dana dengan berbagai sebab, sehingga

    mengakibatkan langkanya dana untuk mebiayai sektor riil. Langkanya kegiatan di

    sektor riil menyebabkan penyediaan barang dan jasa menjadi berkurang,

    akibatnya barang tersedia juga menjadi langka. Pengaruh lain dari sektor moneter

    terhadap sektor riil akan dapat menurunkan pendapatan masyarakat yang pada

    akhirnya akan dapat menurunkan daya beli masyarakat secara umum.

    Analisis sensitivitas harus dilakukan untuk mengindentifikasi masalah di

    masa yang akan datang, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan melesetnya

    hasil yang ingin dicapai dalam suatu investasi, dimana analisis sensitivitas akan

    memperhitungkan hal-hal yang akan menghambat atau peluang dari investasi

    yang akan dijalankan, dan dapat dijadikan pedoman atau arahan kepada usaha

    yang akan dijalankan. Selain itu menurut Gittinger (2008), suatu variasi pada

    analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Switching value ini

  • 27

    merupakan kegiatan analisis yang mencoba melihat seberapa besar perubahan

    maksimum yang dapat mempengaruhi kelayakan suatu usaha.

    2.9 Penelitian Terdahulu

    Lestari (2011) melakukan penelitian kelayakan usaha pembenihan pada

    komoditi ikan lele Sangkuriang di usaha Bapak Endang, Desa Gadog Kecamatan

    Megamendung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Dari hasil analisis finansial

    didapatkan bahwa usaha Bapak Ending menghasilkan nilai NPV sebesar

    Rp 364.446.022,00, IRR sebesar 32,25 persen, Net B/C sebesar 2,20 dan payback

    period selama 3,97 tahun. Kemudian dilakukan analisis pengembangan dengan

    menggunakan lahan sewa dan modal sendiri menghasilkan nilai NPV sebesar

    Rp 861.543.234,00, IRR sebesar 78,78 persen, Net B/C sebesar 4,20 dan payback

    period selama 1,89 tahun.

    Andika (2012) Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Dan Pembesaran

    Ikan Lele Sangkuriang (Studi Kasus Perusahaan Parakbada Kelurahan Katulampa

    Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) Hasil dari penelitian ini adalah 1). Dari aspek

    finansial, usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang yang

    dilakukan oleh Perusahaan Parakbada layak untuk dijalankan. 2). Berdasarkan

    hasil perhitungan analisis kelayakan finansial usaha, usaha pembenihan ikan lele

    merupakan usaha yang paling layak untuk dijalankan. 4). Dilihat dari hasil

    perhitungan analisis switching value dengan parameter perubahan penurunan

    harga jual output, penurunan produksi dan kenaikan total biaya pakan, usaha

    pembesaran ikan lele merupakan usaha yang paling sensitif terhadap perubahan

    parameter tersebut.

  • 28

    Wiwit Rahayu (2011) yang berjudul Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran

    Ikan Nila Merah, dari penelitian yang telah dilakukannya terdapat kesimpulan

    bahwa , Rata-rata biaya total usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras

    di Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten selama satu kali proses pembesaran

    ikan (Juni-Oktober 2009) dengan luas kolam rata-rata 257 m2 sebesar

    Rp 49.059.430,00 rata-rata penerimaan sebesar Rp 51.461.465,83 sehingga rata-

    rata pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 2.402.035,83. Nilai R/C rasio 1,05.

    Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan selama proses

    pembesaran ikan nila merah di kolam air deras memberikan penerimaan sebesar

    1,05 kali dari biaya yang telah dikeluarkan.

    Dwi Rosalina (2013) Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Lele di

    Kolam Terpal di Desa Namang Kabupaten Bangka Tengah. Hasil dari penelitian

    ini adalah investasi sebesar Rp. 8.680.000 (belum termasuk biaya operasional

    yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel) maka nilai rasio penerimaan

    dengan biaya atau (R/C) dalam usaha budidaya lele diperoleh sebesar 1,78.

    Waktu pengembalian investasi atau Payback Period (PP) selama 0,53 tahun, BEP

    produksi ikan lele pada tahun pertama 844 kg, Penjualan ikan lele pada tahun

    kedua sampai dengan tahun kelima akan mencapai BEP sebesar 1.012 kg/tahun.

    Nilai NPV sebesar Rp 33,482,143,00 dan nilai IRR sebesar 62 %. Kesimpulan

    dalam penelitian ini adalah potensi pembenihan ikan lele dumbo di Bangka

    Belitung ini dipandang baik untuk dikembangkan terlebih provinsi Bangka

    Belitung memiliki sumber daya alam yang melimpah yang siap mendukung

    terlaksananya kegiatan usaha ini.

  • 29

    Indah Sulistyo Rahayu (2003) Analisis Kelayakan Usahatani Ikan Sistim

    Karamba di Kabupaten Sukoharjo. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini Pada

    usahatani ikan nila sistim karamba, dalam satu kali masa produksi (5 bulan) rata-

    rata biaya mengusahakan sebesar Rp806.977 per karamba/mp. Rata-rata

    penerimaan sebesar Rp1.101.000 per karamba/mp. Rata-rata pendapatan sebesar

    Rp294.022 per karamba /mp. Sehingga rata-rata pendapatan per bulan sebesar

    Rp58.804. Pada usahatani ikan patin sistim karamba, dalam satu kali masa

    produksi (8 bulan) rata-rata biaya mengusahakan sebesar Rp 1.056.936 per

    karamba/mp. Rata-rata penerimaan sebesar Rp 1.725.000 per karamba/mp. Rata-

    rata pendapatan sebesar Rp 534.400,71 per karamba/mp. Sehingga rata-rata

    pendapatan per bulan Rp83.500. Pendapatan pada usahatani ikan patin sistim

    karamba (Rp83.500,11 per karamba/bulan) lebih besar daripada pendapatan

    usahatani ikan nila sistim karamba (Rp58.804 per karamba/bulan). Nilai R/C rasio

    usahatani ikan nila sistim karamba sebesar 1,4. Nilai R/C rasio usahatani ikan

    patin sistim karamba sebesar 1,6 sehingga usahatani ikan patin sistim karamba

    lebih efisien dibandingkan usahatani ikan nila.

    2.10 Kerangka Pemikiran

    Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui biaya dan pendapatan usaha

    pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm. Selain itu dalam penelitian ini

    mengalanisis kelayakan usaha untuk meyakinkan bahwa usaha tersebut dapat

    dikatakan layak untuk dijalankan. sehingga dapat dilihat usaha ikan lele di Bojong

    Farm ini layak untuk dilaksanakan atau tidak, Kemudian dalam penelitian ini

    menganalisis sensitivitas yang terjadi jika ada perubahan-perubahan biaya

  • 30

    variable yang terjadi dalam menjalankan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

    (clarias gariepinus) di Bojong Farm. Analisis kelayakan usaha pembesaran ikan

    lele ini menggunakan R/C rasio, B/C rasio, dan Break Even Point (BEP) dan

    Payback Period. Selanjutnya analisis sensitivitas kenaikan biaya variabel dalam

    usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm. Berdasarkan uraian

    diatas maka gambaran kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada

    Gambar 2.

    Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele

    Sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm

    Evaluasi Usaha

    Layak Tidak Layak

    1. Biaya Tetap

    2. Biaya Variable Jumlah Produksi

    Total Penerimaan

    1. Total Biaya dan Total Pendapatan

    2. Analisis Kelayakan Usaha

    (R/C Rasio,B/C Rasio,BEP,PP)

    3. Analisis Sensitivitas dan Switching Value

    Bojong Farm

    Usaha Pembesaran Ikan Lele

    Sangkuriang (Clarias gariepinus)

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

    Waktu pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan pada bulan

    Januari 2015 dan penelitian pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

    dilakukan di Bojong Farm, Desa Kedung Waringin, Kecamatan Bojong Gede,

    Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

    pertimbangan bahwa usaha pembesaran ikan lele pada perusahaan Bojong Farm

    menggunakan cara intensif di kolam terpal dan baru berdiri 1 Tahun.

    3.2 Data dan Sumber Data

    Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

    sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden

    yakni pemilik, pengelola dan pekerja Bojong Farm serta dengan pengamatan

    langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka hasil

    riset terdahulu dan berbagai literatur seperti buku, internet yang berkaitan, dan

    instansi-instansi yag terkait seperti Kelurahan Kedung Waringin Kecamatan

    Bojong Gede. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bogor, Balai Riset

    Penelitian Budidaya Ikan Air Tawar, artikel, hasil riset, dan bahan pustaka yang

    lain.

  • 32

    3.3 Metode Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dilakukan di Bojong Farm Desa Kedung Waringin

    Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor dan instansi pemerintah yakni Dinas

    Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Teknik pengumpulan data (data

    kualitatif dan kuantitatif) dengan metode wawancara dengan pemilik dan

    pengelola Bojong Farm. Wawancara yakni pengumpulan data dengan langsung

    mengadakan tanya jawab kepada objek yang diteliti dalam penelitian ini ialah

    pemilik dan pengelola di Bojong Farm.

    3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

    Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan

    analisis kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif akan dianalisis secara deskriptif,

    sedangkan analisis data kuantitatif dilakukan untuk mengetahui biaya usaha dan

    penerimaan sehingga dapat diketahui tingkat pendapatan dari usaha pembesaran

    ikan lele di Bojong Farm dalam satu periode. Selain itu menganalisis kelayakan

    usaha untuk melihat sejauh mana suatu kegiatan usaha dapat dikatakan memiliki

    manfaat dan layak untuk dikembangkan dilihat dari analisis rasio penerimaan atas

    biaya (R/C rasio), analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio), break even

    point (BEP), dan payback period (PP), selanjutnya untuk mengindentifikasi

    masalah di masa yang akan datang dan meminimalisir kegagalan dari hasil yang

    ingin dicapai dalam suatu investasi dan mencoba melihat seberapa besar

    perubahan maksimum yang dapat mempengaruhi kelayakan suatu usaha

    dilakuakan sebuah Analisis Sensitivitas dan Switching Value. Pengolahan data

  • 33

    kuantitatif ini menggunakan alat bantu berupa kalkulator dan software komputer

    melalui program Microsoft Excel 2010.

    3.4.1 Biaya Usaha

    Menurut Rahim dan Hastuti, (2007) menjelaskan bahwa total biaya atau

    total cost (TC) adalah jumlah dari biaya tetap atau fixed cost (FC) dan biaya tidak

    tetap atau variable cost (VC). Pernyataan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut

    TC = FC + VC

    Dimana:

    TC : total biaya (total cost)

    FC : biaya tetap (fixed cost)

    VC : biaya tidak tetap (variable cost)

    3.4.2 Penerimaan

    Penerimaan usaha adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan

    harga jual (Rahim dan Hastuti, 2007). Hal tersebut dapat dinyatakan dalam rumus

    sebagai berikut:

    TR = P x Q

    Dimana:

    TR : total penerimaan (total revenue)

    Q : produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani

    P : harga

  • 34

    3.4.3 Pendapatan

    Menurut Soekartawi, (2006) pendapatan usaha adalah selisih antara

    penerimaan dan seluruh biaya. Hal tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai

    berikut:

    π= TR – TC

    Dimana:

    π : pendapatan usahatani

    TR : total penerimaan (total revenue)

    TC : total biaya (total cost)

    Menurut Soekartawi, (2006) dalam banyak hal jumlah TC atau total biaya ini

    selalu lebih besar bila analisis ekonomi yang dipakai dan selalu lebih kecil bila

    analisis finansial yang dipakai.

    3.4.4 Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)

    Menurut Rahim dan Hastuti, (2007) analisis rasio penerimaan atas biaya

    (R/C rasio) merupakan perbandingan (rasio atau nisbah) antara penerimaan

    (revenue) dan biaya (cost). Analisis ini digunakan untuk melihat perbandingan

    total penerimaan dengan total biaya usaha, dengan kriteria hasil :

    1. R/C > 1 berarti usaha layak untuk dijalankan.

    2. R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik impas.

    3. R/C ratio < 1 usaha tidak menguntungkan dan tidak layak.

    Secara sistematis R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut :

  • 35

    Analisis ini digunakan untuk melihat keuntungan dan kelayakan dari

    usaha. Usaha tersebut dikatakan menguntungkan jika nilai R/C rasio lebih besar

    dari satu (R/C > 1). Hal ini menunjukan bahwa setiap nilai rupiah yang

    dikeluarkan dalam produksi akan memberikan manfaat sejumlah nilai penerimaan

    yang diperoleh.

    3.4.5 Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio)

    Menurut Rahardi dan Hartono, (2003) analisis keuntungan dan biaya (B/C

    rasio) adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total

    biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat

    apabila nilai B/C rasio lebih besar dari nol. Semakin besar nilai B/C rasio maka

    semakin besar nilai manfaat yang akan diperoleh dari usaha tersebut. Secara

    sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

    3.4.6 Break Even Point (BEP)

    Analisis Break Even Point (BEP) atau titik impas atau sering juga disebut

    titik pulang pokok adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya,

    keuntungan, dan volume penjualan atau produksi. Hubungan tersebut juga dikenal

    dengan analisis C.B.V. (Cost-Profit-Volume) untuk mengetahui tingkat kegiatan

    minimal yang harus dicapai, dimana pada tingkat tersebut perusahaan tidak

    mengalami keuntungan maupun kerugian (Harmaizar dan Rosidayanti, 2003).

    Ada dua jenis perhitungan BEP, yaitu BEP volume dan BEP harga produksi.

    Dirumuskan sebagai berikut :

  • 36

    3.4.7 Payback Period (PP)

    Menurut Lukman, (2004) payback period (PP) adalah perhitungan atau

    penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutup kembali nilai investasi

    suatu proyek dengan menggunakan aliran kas yang dihasilkan oleh proyek

    tersebut. Perhitungan payback period untuk suatu proyek yang mempunyai pola

    aliran kas yang sama dari tahun ke tahun dapat dilakukan dengan cara sebagai

    berikut:

    PP =

    Dimana:

    I : investasi

    π : pendapatan (benefit)

    3.5 Analisis Sensitivitas dan Switching Value

    Analisis ini digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang

    berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan dari analisis ini

    adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu

    kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan

    biaya atau manfaat. Analisis ini perlu dilakukan karena dalam analisis kelayakan

    suatu usaha ataupun bisnis perhitungan umumnya didasarkan pada proyeksi-

  • 37

    proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu

    yang akan datang (Kadariah, Lien K, Clive G, 1999).

    Menurut Gittinger, (2008) nilai pengganti atau switching value merupakan

    suatu variasi pada analisis sensitivitas. Analisis switching value ini merupakan

    perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan suatu

    komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau perubahan

    komponen outflow (peningkatan harga input atau peningkatan biaya produksi)

    yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak.

    Analisis sensitivitas harus dilakukan untuk mengindentifikasi masalah di

    masa yang akan datang, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan melesetnya

    hasil yang ingin dicapai dalam suatu investasi, dimana analisis sensitivitas akan

    memperhitungkan hal-hal yang akan menghambat atau peluang dari investasi

    yang akan dijalankan, dan dapat dijadikan pedoman atau arahan kepada usaha

    yang akan dijalankan.

    Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

    parameter perubahan harga seluruh biaya variabel sebesar 7%.

    Penentuan kenaikan harga biaya variabel sebesar 7% diperoleh dari inflasi rata

    rata nasional dalam 3 bulan yaitu pada bulan November 2014 sampai Januari 2015

    sebesar 7,1% yang dibulatkan menjadi 7% dapat dilihat pada (lampiran 7).

    Menurut Sofyan, (2003) Inflasi merupakan salah satu fenomena ekonomi yang

    umum berfluktuasi sesuai dengan perkembangan ekonomi dan perkembangan

    situasi politik di suatu negara, yang pengaruhnya dapat berdampak negatif bagi

    kemajuan usaha pada saat ini dan di masa yang akan datang. Hasil studi kelayakan

    usaha itu biasanya akan dilaksanakan justru pada saat yang akan datang walaupun

  • 38

    secara tidak langsung dapat tercermin dari perkembangan tingkat suku bunga

    pinjaman, tetapi memperhatikan langsung pengaruh inflasi dalam studi kelayakan

    usaha adalah cukup penting.

    Analisis nilai pengganti (switching value) digunakan untuk mengetahui

    seberapa besar perubahan maksimal pada biaya variabel dalam usaha pembesaran

    ikan lele di Bojong Farm yang dapat ditolerir dengan cara simulasi menaikan

    harga biaya variabel hingga menemukan batas maksimum kenaikan biaya variabel

    dimana usaha tersebut masih layak untuk dilaksanakan, dalam menjalankan usaha

    pembesaran ikan lele sangkuriang hal yang paling signifikan adalah kenaikan

    biaya biaya variabel seperti biaya pakan, biaya bibit dan biaya obat-obatan serta

    multivitamin, maka dalam keadaan biaya variabel seperti biaya pakan dan obat-

    obatan serta multivitamin yang terus meningkat dan ketersidaan bibit yang sulit,

    sehingga para pelaku usaha pembesaran ikan lele sangkuriang harus membeli

    lebih tinggi dari biasanya. Oleh karena itu seluruh biaya variabel memegang peran

    yang besar dalam biaya usaha pembesaran ikan lele sangkuriang, dengan

    demikian, yang dianalisis merupakan hal yang signifikan terhadap usaha

    pembesaran ikan lele sangkuriang yaitu kenaikan biaya variabel.

    3.6 Definisi Operasional

    Menurut Bungin, (2006) definisi operasional adalah definisi yang didasarkan

    atas sifat-sifat hal definitive yang dapat diukur dan diamati, sebagai titik tolak

    persamaan persepsi dalam penelitian.

  • 39

    Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

    1. Usaha yang dilakukan adalah usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

    (Clarias gariepinus).

    2. Harga-harga yang digunakan adalah harga yang berlaku selama bulan Januari

    2015 dan konstan selama penelitian.

    3. Biaya usaha dalam penelitian ini yaitu penjumlahan dari dua jenis yaitu biaya

    tetap dan biaya variabel dalam satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan

    lele sangkuriang.

    4. Biaya tetap dalam penelitian ini yaitu biaya yang dikeluarkan selama proses

    produksi dalam satu periode (3 Bulan) yang besarnya tidak dipengaruhi oleh

    banyak produksi yang dihasilkan.

    5. Biaya variabel dalam penelitian ini yaitu biaya yang dikeluarkan dalam satu

    periode (3 Bulan) yang besarnya dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang

    dihasilkan.

    6. Biaya total dalam penelitian ini yaitu penjumlahan total biaya tetap dan biaya

    variabel dalam satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele.

    7. Total Penerimaan dalam penelitian ini yaitu hasil produksi dikali dengan

    harga jual dalam satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele

    sangkuriang.

    8. Pendapatan dalam penelitian ini yaitu total penerimaan dikurangi biaya total

    dalam satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele sangkuriang.

    9. R/C Rasio dalam penelitian ini yaitu perbandingan antara total peneriman

    dengan biaya produksi selama satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan

    lele sangkuriang.

  • 40

    10. B/C Rasio dalam penelitian ini yaitu perbandingan antara total pendapatan

    dengan biaya produksi selama satu periode (3 Bulan) usaha pembesaran ikan

    lele sangkuriang.

    11. Break Even Ponit (BEP) dalam penelitian ini yaitu titik pertemuan antara

    biaya dan penerimaan dimana usaha tidak mengalami rugi atau untung dalam

    satu peroide (3 Bulan) usaha pembesaran ikan lele sangkuriang.

    12. Inflasi yang digunakan adalah rata rata inflasi dalam 3 bulan yaitu inflasi

    nasional periode November 2014 sampai Januari 2015 dengan nilai rata rata

    7,1% untuk menentukan kenaikan seluruh biaya variabel yang kemudian

    dibulatkan menjadi 7%.

    13. Analisis sensitivitas dalam penelitian ini menggunakan metode switching

    value, dengan adanya perubahan pada kenaikan seluruh biaya variabel

    sebesar 7% .

  • BAB IV

    GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    4.1 Gambaran Umum Desa Kedung Waringin

    Gambaran umum Desa Kedung Waringin meliputi keadaan letak dan

    kondisi geografis, Kependudukan dan keadaan sosial ekonomi, lahan dan Jenis

    Penggunaannya, keadaan sarana pendidikan, kesehatan, transportasi dan

    komunikasi Desa Kedung Waringin.

    4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian

    Kelurahan Kedung Waringin terletak di Kecamatan Bojong Gede , Kabupaten

    Bogor, Jawa Barat. Kelurahan Kedung Waringin memiliki luas wilayah sebesar

    180 Ha. Batas wilayah Kelurahan Kedung Waringin sebagai berikut :

    a. sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Bojong Gede

    b. sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Waringin Jaya

    c. sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Cimanggis

    d. sebelah timur berbatasan dengan Kali Ciliwung dan Cibinong

    Jarak antara Kelurahan Kedung Waringin dan Bojong Farm cukup strategis,

    karena jarak Kelurahan Kedung Waringin dan Bojong Farm Dekat dengan Pasar

    Bojong Gede dan Dekat dengan Stasiun Bojong Gede hanya berjarak 2 KM. Suhu

    rata-rata Desa Kedung Waringin 26°C (Kelurahan Kedung Waringin, 2015).

  • 42

    4.1.2. Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi

    Jumlah penduduk Kelurahan Kedung Waringin sebanyak 24.989 orang.

    Kedung Waringin terdiri dari 15 RW dan 87 RW. Mayoritas penduduk Kelurahan

    kedung waringin beragama Islam. Mata Pencaharian Dominan Penduduk Kedung

    Waringin terdiri dari :

    a. Wiraswasta

    b. Supir Angkot

    c. Kuli Bangunan

    d. Ojek

    e. Pegawai dan Karyawan

    f. Petani dan Peternak

    g. Lain-lain seperti guru, security, tukang parkir, marketing tanah dan rumah

    Mayoritas Mata Pencaharian penduduk Kedung Waringin adalah Kuli Bangunan

    dan Wiraswasta.

    4.1.3. Lahan dan Jenis Penggunaannya

    Kelurahan Kedung Waringin memiliki luas total sebesar 180 Ha.

    Tanah tersebut dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti perumahan,

    pemukiman warga, pertanian palawija, budidaya ayam dan ikan, jalan dan

    lainnya. Tanah peruntukan yang ada di Kelurahan Kedung Waringin sebagian

    besar digunakan untuk perumahan yakni 40 persen, pemukiman warga 30 persen,

    berikut tabel presentase lahan menurut jenis penggunaannya , data dari kelurahan

    kedung waringin 2015 :

  • 43

    Tabel 3. Peruntukan lahan Kelurahan Kedung Waringin Kecamatan Bojong Gede

    Kabupaten Bogor pada Tahun 2015

    Sumber : Data Kelurahan Kedung Waringin Kecamatan Bojong Gede Kabupaten

    Bogor Setelah Diolah, 2015.

    4.1.4 Keadaan Sarana dan Prasarana

    Kelurahan Kedung Waringin memiliki sarana dan prasarana seperti tempat

    peribadatan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan sarana olahraga.

    Untuk sarana pendidikan, Kelurahan Kedung Waringin memiliki sarana

    pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak (TK), PAUD, Sekolah Dasar (SD),

    SMP, dan SMK. sedangkan sarana kesehatan, Kelurahan Kedung Warngin

    memiliki puskesmas, poliklinik, Kemudian untuk sarana olahraga, Kelurahan

    Kedung Waringin memiliki 1 buah Lapangan futsal dan basket yang disediakan

    untuk sarana olahraga masyarakat desa Kedung waringin.

    Sarana Transportasi Kelurahan Kedung waringin dilalui tiga angkutan

    umum yang masing masing melewati lokasi lokasi srategis diantaranya yaitu

    jurusan :

    1. Bojong Gede Menuju Bogor Kota

    2. Bojong Gede Menuju Parung

    3. Bojong Gede Menuju Cibinong

    No Tanah Peruntukan Luas (Ha) Presentase (%)

    1 Perumahan 72 40

    2 Pemukiman Warga 54 30

    3 Pertanian Palawija 14,4 8

    4 Peternakan 9 5

    5 Jalan 12,6 7

    6 Lain-Lain 18 10

    TOTAL 180 100

  • 44

    Selain angkutan umum sarana transportasi menuju ibu kota Jakarta dengan

    menggunakan moda transportasi kereta api yaitu Desa Kedung Waringin dekat

    dengan Stasiun Bojong Gede yang jaraknya hanya 2 KM dari kelurahan Kedung

    Waringin. Sarana lain yang menunjang adalah sarana komunikasi, sebagai sarana

    penunjang penyampaian informasi kepada masyarakat. Hal ini sangat penting bagi

    para pengusaha lele, karena mereka membutuhkan informasi dan hal ini sudah

    bisa diperoleh secara langsung melalui media massa, seperti radio, televisi, surat

    kabar, majalah, telepon, internet dan lain-lain. Hampir semua masyarakat

    di Kelurahan Kedung Waringin sudah memiliki radio, televisi dan handphone.

    (Kelurahan Kedung Waringin ,2015).

    4.2 Gambaran Umum Bojong Farm

    Bojong Farm merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembesaran

    ikan lele sangkuriang secara intensif pada kolam terpal yang berlokasi di Desa

    Kedung Waringin Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor. Perusahaan ini

    didirikan pada 22 November 2013, perusahaan ini didirikan secara “founder”

    yakni mendirikan perusahaan secara bersama-sama, yakni Bapak Sigeg Pitoyo,

    Bapak Ari, Bapak Sartono. Founder tersebut dibagi menjadi dua bagian yakni

    Investor Aktif dan Pelaksana kegiatan pembesaran ikan lele. Investor Aktif

    merupakan investor yang tidak hanya berinvestasi di dalam Perusahaan bojong

    farm, namun juga aktif dalam mengelola perusahaan seperti pengawasan terhadap

    aktivitas pelaksana kegiatan pembesaran ikan lele. Investor aktif ini adalah Bapak

    Sigeg Pitoyo, Bapak Sartono yang menjadi pelaksana yang merawat serta

  • 45

    memelihara setiap hari dan menetap di lahan pembesaran ikan lele di Bojong

    Farm dan Bapak Ari yang membantu pelaksana pembesaran ikan lele.

    4.2.1 Sejarah Bojong Farm.

    Awal terbentuknya Bojong Farm ini dimulai dari sebuah mimpi Bapak

    Sigeg untuk mengembangkan usaha budidaya perikanan terpadu dengan

    sayur-sayuran dan buah-buahan. Saat ini mimpi yang sedang direalisasikan oleh

    Bapak Sigeg adalah usaha pembesaran ikan lele, beliau memilih ikan lele karena

    menurut beliau ikan lele merupakan ikan yang lebih mudah perawatan dan

    pemeliharaannya dibandingkan ikan lain. dan tidak menutup kemungkinan dari

    usaha pembesaran ikan lele saat ini yang sedang dijalankan akan merambah ke

    budidaya sayur-sayuran dan buah-buahan untuk melengkapi mimpi dari Bapak

    Sigeg sebagai salah satu founder dari Bojong Farm. Namun dalam perjalanannya

    banyak sekali cerita dan pengalaman yang di