Post on 28-Dec-2015
Adapun jenis persimpangan jalan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Persimpangan antara jalan utama seperti perpotongan bertingkat, pulau-
pulau/bundaran.
2. Persimpangan antara jalan penghubung lokal.
3. Persimpangan antara jalan kendaraan bermotor dengan yang tidak bermotor.
4. Penyeberangan pejalan kaki.
5. Persimpangan dengan jalan kereta api.
6. Jembatan penyebrangan jalan.
7. Jembatan penyeberangan sungai.
e. Bentuk Kota
Rencana zone (1ingkungan) kota perlu diperhatikan, antara lain :
1. Lingkungan untuk industri
2. Lingkungan untuk pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
3. Lingkungan untuk perumahan
4. Lingkungan untuk perdagangan.
Masing-masing lingkungan mempunyai system penerangan yang
disesuaikan dengan jenis jalan yang terdapat pada lingkungan/daerah tersebut.
f. Pola Hijau dan Rekreasi
Rekreasi yang bersifat umum seperti lantai, kebun binatang, taman-taman
kota, plaza, air mancur, terminal, tempat rekreasi, monumen, memiliki rencana
penerangan dengan penonjolan pada estetika seperti penggunaan lampu hias dan
lampu sorot. Pola penghijauan jalan-jalan dengan pohon sepanjang sisi jalan perlu
difikirkan, agar pepohonan tidak menghalangi penerangan jalan.
g. Keadaan Sumber dan Jaringan Listrik
Penyebaran penerangan jalan sangat tergantung pada kondisi pemasangan
instalasi dan sistem jaringan listrik yang ada. Hal-hal yang berkaitan dengan
penerangan jalan yaitu :
1. Pemasangan penerangan pada tiang tegangan rendah.
2. Tegangan listrik serta masalah turunnya tegangan di bawah syarat
minimal.
3. Standarisasi peralatan instalasi penerangan perlu disesuaikan dengan
sistem yang telah ada.
4. Tersedianya daya yang merata di sepanjang Jalan/ daerah.
5. Usaha penghematan pemakaian energi listrik.
h. Pembangunan jalan dan Pembangunan Energi Listrik
Pembangunan jalan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan
tahap perluasan kota. Begitu juga dengan pembangunan kelistrikan kota mutlak
diperlukan agar kegiatan kehidupan kota berlangsung terus menerus selama 24
jam setiap hari. Oleh sebab itu pelaksanaan pembangunan penerangan jalan sangat
terkait dengan perluasan jalan dan kelistrikan suatu kota.
i. Iklim dan Kondisi Jalan
Perlengkapan instalasi penerangan jalan sangat tergantung dengan keadaan
iklim dan kondisi jalan. Pada daerah pinggir pantai perlu dipilih perlengkapan
penerangan yang tahan karat. Demikian juga dengan kondisi jalan yang berdebu,
masuknya uap air serta getaran dari angin perlu pemilihan komponen-komponen
penerangan yang dapat menjaga kualitasnya.
2. Kriteria Penerangan Jalan
Secara umum ada beberapa kriteria penerangan jalan yang perlu
diperhatikan, antara lain:
a. Visual Performance
Sejak kejernihan pandangan sebagai akhir dari ketentuan
perencanaan penerangan dan bukan oleh iluminasi, tetapi adalah luminansi
(kesilauan), maka berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan hasil
penerangan yang baik. Jadi tidak, hanya didasarkan untuk mencapai
iluminasi yang tinggi, tetapi mempertimbangkan faktor kenyamanan
pengemudi kaki bila berada di Jalan. Visual performance mempunyai
kriteria antara lain:
1) Batas Luminansi
Luminansi rata-rata permukaan jalan diperlukan sebagai salah
satu syarat untuk mendapatkan visual performance yang baik. Semakin
besar luminansi maka kontras dirasakan mata makin bertambah dan
perlu diperbaiki. Sebagai penerangan yang nyata dipergunakan rata-rata
luminansi permukaan jalan bila pengemudi berada pada jarak kira-kira
60 m dan 160 meter.
Rata-rata luminansi permukaan jalan juga mempengaruhi derajad
kenyamanan penglihatan (visual confort) dari instalasi penerangan jalan.
Nilai rata-rata luminansi permukaan jalan yang dipergunakan untuk
bermacam-macam kategori jalan biasanya dengan batas minimal 0,5
cd/m untuk lalu lintas jalan dengan kepadatan rendah dan 2 cd/m untuk
lalu lintas yang padat dan kecepatan yang sangat tinggi.
2) Keseragaman (Uniformity)
Untuk mendapatkan visual performance yang baik maka
keseragaman cahaya lampu yang disyaratkan untuk overal uniformity
(Uo) adalah 0,4. Overall Uniformity adalah perbandingan luminansi
minimum dengan luminansi rata-rata dan hasilnya tidak boleh lebih
rendah dari 0,4.
3) Silau (glare)
Didalam kriteria visual performance batas silau (6) minimal yang
diizinkan bagi lalu lintas sangat rendah adalah > 4, dan untuk lalu lintas
jalan sangat padat yaitu > 6.
b. Kenyamanan Penglihatan (Visual Confort)
Untuk mendapatkan keseragaman penglihatan dari penerangan jalan
diperlukan pula beberapa kriteria antara lain :
1) Batas Luminansi
Sama halnya dengan kriteria visual performance, untuk kenyamanan
penglihatan juga menghendaki luminansi permukaan jalan. Luminansi rata-
rata untuk lalu lintas sangat rendah adalah 0,5 cd/m, dan untuk lalu lintas
sangat tinggi luminansi rata-rata 2 cd/m.
2) Keseragaman (Uniformity)
Keseragaman yang diharapkan untuk mendapai kenyamanan penglihatan
adalah pada arah memanjang jalan (U1). Kerataan ini diperolah melalui
parbandingan luminansi minimum dengan luminansi maksimum.
Keseragaman minimal untuk lalu lintas dengan kepadatan rendah adalah >
0,5 dan untuk lalu lintas sangat tinggi > 0,7.
3) Silau
Batas silau untuk kenyamanan penglihatan ditentukan besar kecilnya
Threshold Increment (TI). Batas Ti untuk lalu lintas sangat tinggi > 10 7.
dan untuk lalu lintas sangat rendah adalah > 20 %.
3. Klasifikasi Distribusi Cahaya
Untuk mendapatkan pembagian cahaya yang baik dengan pertimbangan
pengoperasian yang lebih praktis dari sebuah sumber cahaya, maka jarak cahaya
pada pemasangan yang tinggi harus dijaga konstan. Diperlukan beberapa
pembagian cahaya yang berbeda-beda untuk menerangi lebar jalan yang berbeda-
beda secara efektif. Pembagian cahaya dari armatur dikelompokkan atas beberapa
bagian yaitu:
a. Pembagian Cahaya Vertikal (Tegak Lurus)
Pembagian cahaya vertikal digunakan untuk jarak pemasangan
tiang yang tinggi. Pembagian dengan sudut vertikal yang lebih tinggi dari
penyetaran intensitas cahaya maksimum diperlukan untuk mendapatkan
keseragaman cahaya yang diinginkan. Pembagian cahaya vertikal juga
terdiri atas tiga kelompok, yaitu:
1) Pembagian Cahaya Pendek
Sebuah sumber cahaya mempunyai pembagian cahaya yang pendek
bila intensitas cahaya maksimum berada di daerah diagram iso candela
yang pendek.
2) Pembagian Cahaya Menengah
Sebuah cahaya dikatakan mempunyai pembagian cahaya menengah
bila intensitas cahaya maksimum berada di daerah diagram iso candela
menengah.
3) Pembagian Cahaya Panjang
Sebuah cahaya dikatakan mempunyai pembagian cahaya panjang bila
intensitas cahaya maksimum berada di daerah iso candela yang
panjang.
b. Pembagian Cahaya Lateral (Samping)
Pembagian cahaya samping digunakan untuk lebar jalan pada pemasangan
tiang tinggi. Pembagian cahaya samping dibagi atas dua bagian:
1) Cahaya Pada Daerah Pusat
Cahaya pada daerah pusat dibagi atas beberapa tipe seperti dijelaskan oleh
Simbolon T.W (1979:13) adalah:
a) Tipe I
Suatu distribusi cahaya dikiasifikasikan kepada tipe I bila diagram iso
candela membagi garis intensitas cahaya dan lebar jalan raya sama
besar. Untuk lebih jelasnya lihat gambar.
b) Tipe 1 – 4 jalur
Suatu distribusi cahaya diklasifikasikan kepada tipe 1 – 4 jalur bila ia
mempunyai empat simpangan sorotan, seperti gambar.
c) Tipe V
Suatu distribusi cahaya diklasifikasikan sebagai tipe V bila pembagian
intensitas cahayanya berbentuk lingkaran dan penyebaran cahayanya
sama pada seluruh sudut-sudutnya, perhatikan gambar.
2) Cahaya Dekat atau Samping Daerah Pusat
Cahaya pada samping daerah pusat dibagi pula atas beberapa tipe :
a) Tipe II
Suatu distribusi cahaya diklasifikasikan sebagai tipe II bila membagi
garis intensitas cahaya setengah maksimum ke dalam daerah longitudinal
(memanjang) dimana titik intensitas cahaya jatuh (pendek, menengah, dan
panjang) tidak melewati sisi jalan.
b) Tipe II - 4 jalur
Suatu distribusi cahaya digolongkan sebagai tipe II - 4 jalur bila ia
mempunyai empat sorotan pada masing-masing lebar jalan, Jelasnya
perhatikan gambar.
c) Tipe III
Suatu distribusi cahaya diklasifikasikan kepada tipe III bila membagi
garis intensitas cahaya setengah maksimum ke dalam daerah memanjang.
Dimana titik maksimum intensitas cahaya jatuh (pendek, menengah,
panjang) berada sebagian atau keseluruhan di sisi jalan, perhatikan gambar.
d) Tipe IV
Suatu distribusi cahaya digolongkan sebagai tipe IV bila ia membagi
garis intensitas cahaya maksimum ke dalam jajaran memanjang, dimana
intensitas cahaya jatuh (pendek, menengah, panjang) berada sebagian atau
keseluruhan di atas sisi jalan.
c. Pembagian Cahaya di atas intensitas Cahaya Maksimum
Pembagian cahaya di atas intensitas cahaya maksimum ini dikelompokkan
atas tiga bagian:
1) Cut Off
Suatu distribusi cahaya disebut cut off bila intensitas cahayanya 1000 lumen
per lampu, tidak lebih dari 25 (2,25%) pada sudut 900 di atas titik horizontal
dan 100 (10 %) pada sudut 800 di atas titik vertikal.
2) Semi Cut Off
Suatu distribusi cahaya disebut semi cut off bila intensitas cahayanya 1000
lumen per lampu, tidak lebih dari 50 (5 %) pada sudut 900 di atas titik
horizontal dan 200 (20 %) pada sudut 800 di atas titik vertikal.
3) Non Cut Off
Dikategorikan non cut off bila tidak ada pembatasan intensitas cahaya pada
daerah di atas intensitas cahaya maksimum. Pengertian cut off, semi cut off
dan non cut off di dalam tipe armatur berdasarkan rekomendasi C.I.E
(Commission International de 'Eclairage). Tahun 1975 maka batas silau
ditentukan dengan harga Glare (G) dan TI (Threshold Increment), bukan
dengan cut off, semi cut off dan non cut off.
4. Penyusunan Lampu
Untuk mendapatkan penerangan yang bak maka perbandingan antara jarak
antar lampu dengan tinggi tiang harus dalam daerah distribusi cahaya dari armatur
yang dipergunakan. Jarak antar lampu sering dipengaruhi oleh sistem penyusunan
armatur (tiang) dan lebar jalan. Bila ditinjau dari aspek ekonomi disarankan
menggunakan lampu yang lebih besar untuk jarak dan tinggi lampu yang wajar,
bila dibandingkan dengan menggunakan lampu yang kecil tetapi jarak antar tiang
lebih dekat.
Penyusunan lampu dijelaskan oleh Philips (1996:122) dapat dibagi atas
beberapa cara antara lain:
a. Jalan Satu Jalur
Ada empat jenis penyusunan lampu pada lalu lintas jalan satu jalur,
yaitu;
1) Penyusunan lampu (tiang) satu sisi
Penyusunan lampu (tiang) satu sisi (single side) yaitu pemasangan
tiang lampu hanya pada salah satu sisi jalan saja. Biasanya dipakai
jalan-jalan penghubung.
2) Penyusunan lampu selang seling
Penyusunan lampu selang seling (staggered) yaitu pemasangan tiang
lampu pada kedua sisi jalan secara selang seling. Tipe ini biasanya
dipakai pada jalan yang lebar atau jalan utama.
3) Penyusunan lampu berhadap-hadapan
Penyusunan lampu berhadap-hadapan (opposite) yaitu pemasangan
lampu pada kedua sisi jalan dengan posisi berhadap-hadapan. Tipe ini
juga untuk jalan utama dan jalan lintas yang sangat memerlukan
penerangan yang tinggi dan baik.
4) Penyusunan lampu menggantung di tengah jalan
Penyusunan lampu menggantung di tengah jalan (span wire) adalah
pemasangan lampu dengan posisi menggantung di tengah jalan,
Biasanya pemasangan jenis ini terbatas pada jalan kecil saja.
Untuk lebih jelasnya bentuk penyusunan armature dapat dilihat gambar ini :
Gambar 5a. Susunan lampu (tiang) jalan satu jalur (Phlips 1986:123)
b. Jalan Dua Jalur
Untuk jenis jalan dua jalur ada tiga cara pemasangan tiang lampu,
yaitu :
1) Penyusunan dua armatur di tengah
Penyusunan dua armatur di tengah-tengah jalan (central twin bracket)
adalah dengan, menyusun dua armatur pada satu tiang di tengah jalan.
Biasanya digunakan pada jalan utama dan jalan lintas.
2) Kombinasi dua armatur di tengah dengan berhadap-hadapan.
Penyusunan dua armatur di tengah-tengah dan, dikombinasikan
dengan penyusunan armatur berhadap-hadapan (combined twin
bracket and opposite). Penyusunan armatur jenis ini dipakai untuk
jalan utama, jalan lintas dan jalan bebas hambatan (tol).
3) Penyusunan armatur memanjang di tengah jalan
Penyusunan armatur memanjang di tengah jalan sepanjang jalan
(catenary) biasa digunakan untuk jalan-jalan penghubung.