STRUKTUR HISTOLOGIS HEPAR , JUMLAH SEL KUPFFER DANSEL DARAH PUTIH MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN DENGAN
PERLAKUAN PUASA
NASKAH PUBLIKASI
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI BIOLOGI
Diajukan oleh:
RACHMAT GUNAWAN
07/261354/PBI/803
Kepada
FAKULTAS BIOLOGIUNIVERSITAS GADJAH MADA
STRUKTUR HISTOLOGIS HEPAR , JUMLAH SEL KUPFFER DAN
SEL DARAH PUTIH MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN DENGAN
PERLAKUAN PUASA
Naskah Publikasi
Untuk Berkala Penelitian Pascasarjana Biologi
Universitas Gadjah Mada
Telah Disetujui Oleh Pembimbing
Pembimbing Utama: Dr. Istriyati, M.S.
.................................................
Pembimbing Pendamping: Dr.Rarastoeti Pratiwi,
M.Sc. ....................................
iii
PERNYATAAN
Dengan ini kami selaku pembimbing tesis mahasiswa program
pascasarjana
Nama : Rachmat Gunawan
NIM : 07/262354/803
Program Studi : Biologi
Setuju/tidak setuju *) naskah ringkasan penelitian (calon
naskah Berkala Penelitian Program Pascasarjana) yang disusun
oleh yang bersangkutan untuk dipublikasikan dengan/tanpa *)
mencantumkan nama tim pembimbing sebagai co author. Demikian
harap maklum.
Yogyakarta, September 2009
Nama Status Pembimbing Tanda
tangan
Dr. Istriyati, M.S. Pembimbing Utama
.............................
v
Dr.Rarastoeti Pratiwi, M.Sc Pembimbing Pendamping
.............................
*) Coret yang tidak perlu.
vi
HISTOLOGICAL STRUCTURE OF LIVER, KUPFFER CELL AND WHITE BLOODCELL NUMBER OF MALE MICE (Mus musculus L.) WITH FAST TREATMENT
Rachmat Gunawan1, Rarastoeti Pratiwi2, Istriyati2.
Biology Program StudyGraduate Program of Gadjah Mada University
ABSTRACTThe aim of this research is to investigate phagocytosisactivity of Kupffer cell and leukocyte. Thirsty six male micewere devided into 12 groups After fasting for 12 h/day during2 weeks and 3 weeks, mice then intraperitoneally injected withnigrocine with single concentration then it led to be fastagain for 8 hours. Blood sampling was taken within 3 periods.Effects of all treatment toward variables were Tukey’s HSD(Honestly Significant Difference) test on 5% level.
The result suggests that fast treatment to 12 h/dayduring 2 weeks and 3 weeks increase the number of Kupffercell significantly from 48.0 ± 9.42 up to 88.5 ± 5.92 and131.0 ± 7.79. However there is no significantly increasing ofwhite blood cell (WBC). The histological structure of livershowed more of Kupffer cell number.
Key Words : Histological structure of liver, Kupffer cell,WBC, nigrocine, fast.
1 MTs/MA Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta2 Lecturers of Biology Faculty Gadjah Mada University
vii
STRUKTUR HISTOLOGIS HEPAR, JUMLAH SEL KUPFFER DAN SEL DARAHPUTIH MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN DENGAN
PERLAKUAN PUASA
Rachmat Gunawan1, Rarastoeti Pratiwi2, Istriyati2.
INTISARI
Penelitian untuk mengetahui aktivitas fagositosis selKupffer dan leukosit mencit (Mus musculus L.) jantan yangdiperlakukan puasa telah dilakukan. Penelitian ini menggunakan36 ekor mencit jantan strain swiss yang dibagi menjadi 12kelompok. Setelah diperlakukan puasa 12 jam/hari selama 2minggu dan 3 minggu mencit diinjeksi nigrosin dengankonsentrasi tunggal lalu dipuasakan lagi ± 8 jam. Sampel darahdiambil dalam 3 tahap. Pengaruh semua perlakuan terhadapvariabel yang diamati, diketahui dengan uji Tukey’s HSD(Honestly Significant Difference) pada taraf uji 5%.
Hasilnya menunjukkan jumlah sel Kupffer perlakuankontrol 48,0 ± 9,42 sedang perlakuan puasa 12 jam/hari selama2 minggu dan 3 minggu meningkat menjadi 88,5 ± 5,92 dan 131,0± 7,79; jumlah leukosit perlakuan kontrol = 12.600 ±4.531sedang perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2 minggu dan 3minggu menjadi 13.770 ±6.721 dan 16.030 ±4.200. Struktur selhepar mencit perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2 minggu dan 3minggu menunjukkan adanya jumlah sel Kupffer yang lebih banyakdari perlakuan kontrol.
KATA KUNCI : Struktur histologis hepar, sel Kupffer, sel darahputih, nigrosin, puasa.1 MTs/MA Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta2 Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada
viii
PENDAHULUAN
Puasa selang (sehari tidak makan dan sehari bebas makan)
disebut juga intermittent fasting (IF), alternate-day fasting (ADF), fasting every
other day (EOD) dan dietary restriction (DR) telah banyak diteliti baik
pada hewan maupun manusia (Ahmet dkk., 2005 dan Mager dkk.,
2006). Menurut penelitian Samuel & Daniel (1997) bahwa
pengaruh puasa pada manusia dapat menurunkan kadar kortisol
dalam kisaran yang normal.Puasa pada hewan dilakukan dengan
cara pembatasan waktu makan dan minum (dietary restriction).
Penelitian terhadap perubahan limfosit penghasil sitokin
terhadap respon imun mukosa tikus yang diberi rejatan listrik
(electrical shock) telah diteliti oleh Asnar (2002). Hasil
penelitian menunjukkan adanya peningkatan interferon- (IFN-),
interleukin-10 (IL-10), sel plasma penghasil imunoglobulin A
(IgA), IgG dan kadar kortisol, tetapi terjadi penurunan IgM.
Stres menyebabkan peningkatan sekresi corticotropin releasing factor
(CRF) oleh hipotalamus, yang memicu aksis Hipothalamic pituitary-
adrenocortical (HPA axis). Adapun jalur pengaruh hipotalamus
terhadap sekresi kortek adrenal dapat dilihat pada gambar 1.
1
Gambar 1. Jalur pengendalian HPA (Hypothalamic Pituitary Adrenal gland). Keterangan : PVN = Paraventricular Nucleus, CRF = Corticotropin Releasing Factor, PIT
= kelenjar pituitari, ACTH = Adenocorticotropic Hormon. + = meningkat, = menurun (Mustard, 2004).
Hipotalamus mensekresikan CRF bila mendapat sinyal dari
amigdala yang merupakan bagian dari sitem limbik bersama
dengan hippokampus. Amigdala merupakan pusat emosi (seperti:
takut, gembira, khawatir, dll.) akan mengirimkan sinyal ke
hipotalamus & medulla oblongata sehingga sekresi CRF oleh
hipotalamus akan meningkat. Hippokampus berperan dalam proses
belajar dan pembentukan memori jangka panjang. Selanjutnya
hippokampus akan menghasilkan sinyal yang mampu mengendalikan
sekresi CRF oleh hipotalamus. Bila sekresi CRF oleh
hipotalamus ini dapat terkendali maka sekresi ACTH dari
kelenjar hipofisis (pituitari) anterior juga dapat diatur
dengan baik. Pengaturan sekresi kortisol ini akan berpengaruh
bagi sel imun untuk mensekresikan sitokin yang berperan dalam
merespon substansi asing yang menginfeksi suatu jaringan tubuh
2
(Mustard, 2004, Joseph, 2006). Penelitian ini ingin mengetahui
aktivitas fagositosis sel Kupffer sebagai makrofag pada hepar
mencit (Mus musculus L.) jantan yang diperlakukan puasa dengan
diinjeksi nigrosin secara intraperitoneal.
BAHAN DAN CARA KERJA
Bahan
Hewan uji yaitu mencit (M. musculus L.) strain Swiss jantan,
diperoleh dari LPPT (Lembaga Penelitian dan Pengujian Terpadu)
unit IV UGM , Pakan mencit, Nigrosin C.I. 50420 water soluble for
microscopy certistain tersedia di Laboratorium Histologi-Embriologi
UGM. Reagen-reagen yang diperlukan untuk pembuatan preparat
mikroskopik dengan metode parafin serta pewarnaan
Haematoksilin-Eosin (HE), Darah vena supraorbital mencit, dan
larutan EDTA sebagai antikoagulan.
Cara Kerja
Pengelompokan hewan uji
Hewan uji sebanyak 36 ekor mencit jantan strain swiss
dipilih yang berumur 8 minggu dengan berat 29 – 33 gram. Hewan
uji dikelompokkan menjadi 12 kelompok. Tiap kelompok terdiri
3
dari 3 ekor mencit sebagai ulangan dengan berat badan yang
seragam. Kedua belas kelompok hewan uji tersebut adalah :
1. K = Kelompok hewan uji kontrol tidak dipuasakan
2. KP = Kelompok hewan uji kontrol tidak dipuasakan dan
diinjeksi aquades
3. K2 = Kelompok hewan uji untuk dipuasakan 12 jam/hari
selama 2 minggu
4. K2P = Kelompok hewan uji untuk dipuasakan dan diinjeksi
aquades
5. P2 (0,025) = Kelompok hewan uji untuk dipuasakan +
injeksi nigrosin 0,025 %
6. P2 (0,05) = Kelompok hewan uji untuk dipuasakan +
injeksi nigrosin 0,05 %
7. P2 (0,1) = Kelompok hewan uji untuk dipuasakan +injeksi
nigrosin 0,1 %. Perlakuan puasa diatas selama 12
jam/hari selama 2 minggu.
8. K3 = Kelompok hewan uji untuk dipuasakan 12 jam/hari
selama 3 minggu.
9. K3P = Kelompok hewan uji untuk dipuasakan + injeksi
aquades
4
K = Tidak dipuasakanK1= Kontrol Puasa 1P1= Dipuasakan
10. P3 (0,025) = Kelompok hewan uji untuk dipuasakan +
injeksi nigrosin 0,025 %
11. P3 (0,05) = Kelompok hewan uji untuk dipuasakan +
injeksi nigrosin 0,05 %
12. P3 (0,1) = Kelompok hewan uji untuk dipuasakan +
injeksi nigrosin 0,1 %. Perlakuan puasa nomor 8-12
dilakukan selama 12 jam/hari selama 3 minggu.
Perlakuan hewan uji
1. Hewan uji mencit diinjeksi nigrosin setelah dipuasakan
12 jam/hari selama 2 minggu dan 3 minggu, dengan
konsentrasi tunggal secara intraperitoneal.
2. Konsentrasi nigrosin dibuat menurut Segel (1976), dan
banyaknya nigrosin yang diinjeksikan mengajcu pada
Ngatijan (2006).
3. Mencit yang sudah diinjeksi nigrosin, kemudian mencit
dipuasakan lagi 8 jam untuk mengetahui respon imun
awal oleh sel Kupffer (Baratawidjaja, 1996, Janeway
dkk., 2001).
5
4. Setelah perlakuan diatas, mencit didekapitasi untuk
diambil heparnya dan dibuat preparat awetan untuk
dilihat gambaran histologisnya.
Pembuatan preparat irisan awetan
Untuk mengetahui jumlah sel Kupffer pada masing-masing
kelompok perlakuan hewan uji, terlebih dahulu dibuat
preparat irisan awetan hepar. Hepar diawetkan dalam
fiksatif Bouin, kemudian dibuat preparat irisan awetan
dengan metode parafin, ketebalannya 6 m dan pewarnaan
HE (Hematoxylin Eosin) (Mc.Manus & Mowry, 1960).
Pengambilan data
1) a. Penghitungan jumlah sel Kupffer
Pengambilan data dilakukan melalui pengamatan struktur
hepar dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 10
x 40. Sel Kupffer yang ada di daerah sinusoid dihitung
secara manual dengan vena sentralis ada di tengah-
tengah bidang pandang.
b. Kemampuan fagositosis sel Kupffer
Kemampuan fagositosis sel Kupffer dapat diamati dengan
melihat/mengamati warna hitam di dalam sitoplasmanya.
6
Warna hitam tersebut timbul sebagai hasil fagositosis
sel Kupffer terhadap partikel karbon yang ada di dalam
larutan nigrosin (Mariano & DiFiore, 1977). Kemudian
diambil gambarnya dengan menggunakan mikrofotografi
jenis Nikon di Laboratorium Histologi-Embriologi UGM.
2) Penghitungan Jumlah Sel Darah Putih
Darah diambil dari vena supraorbitalis ditampung
dalam tabung eppendorf yang telah diberi EDTA.
Pengambilan dilakukan 3 periode:
a. sebelum perlakuan hewan uji,
b. setelah dipuasakan 12 jam/hari selama 2 minggu/3
minggu,
c. setelah diinjeksi konsentrasi tunggal nigrosin dan
ditunggu 4 jam, untuk mengetahui respon imun
seketika yang dilakukan oleh leukosit
(Baratawidjaja, 1996, Janeway dkk., 2001).
Sampel darah dianalisis darah rutinnya dengan alat
hematologi analizer seri Sysmex KX-21.
B. Analisis Hasil
7
Pengaruh semua perlakuan terhadap variabel yang
diperoleh, dianalisis dengan analisis sidik ragam (analisys of
variance = anova) dari uji Tukey’s HSD (Honestly Significant
Difference) pada taraf uji 5% (Snedecor, 1967). Sedangkan
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS
16.0 (Statistical Product and Service Solutions for Windows versi 16.0).
(Ghazali, 2008; Hartono, 2008)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. a. Jumlah Sel Kupffer
Hasil penghitungan jumlah sel Kupffer dapatdiketahui pada tabel 1 berikut :
Tabel 1. Rata-rata (x sd) jumlah sel Kupffer perlakuanpuasa 12 jam/hari selama 2 minggu dan 3 minggu.
Keterangan:Kontrol (-) = kontrol mencit yang tidak puasakanKontrol (+)= kontrol plasebo dan tidak dipuasakanKontrol puasa (-) = mencit hanya dipuasakan.
8
Kontrol puasa (+)= mencit dipuasakan lalu diinjeksi denganaquades (plasebo).
P2 (0,025) = perlakuan puasa dan diinjeksi nigrosin 0,025%P2 (0,05) = perlakuan puasa dan diinjeksi nigrosin 0,05%P2 (0,1) = perlakuan puasa dan diinjeksi nigrosin 0,1%Perlakuan puasa mencit dilakukan 12 jam/hari selama 2 atau 3
minggua = nilai rata-rata pada subset 1; b = nilai rata-rata padasubset 2; dan c = nilai rata-rata pada subset 3 Hasil tersebut menunjukkan bahwa injeksi nigrosin secara
intraperitoneal dapat meningkatkan jumlah sel Kupffer di dalam
hepar mencit tersebut. Semakin tinggi konsentrasi nigrosin
yang diinjeksikan, semakin banyak jumlah sel Kupffer di dalam
hepar mencit tersebut. Semakin lama mencit dipuasakan, semakin
bertambah pula jumlah sel Kupffer yang ditemukan di daerah
sinusoid hepar. Hal ini dikarenakan sel Kupffer sebagai
makrofag di dalam hepar akan memfagositosis partikel karbon
dalam nigrosin dan mempresentasikannya sebagai antigen yang
masuk dengan mensekresikan sitokin berupa interleukin-1 (IL-1)
dan kemokin. IL-1 sebagai sitokin inflamasi mampu mengerahkan
sel Kupffer lain untuk datang ke tempat terjadinya infeksi,
sehingga jumlah sel Kupffer tersebut menjadi meningkat.
Peningkatan jumlah makrofag tersebut karena pengaruh
pengendalian diri yang berpusat di hipotalamus (Pramono,
2001). Hipotalamus merupakan bagian dari organ otak yang
9
berperan dalam integrasi sistem saraf dan endokrin pada
vertebrata (Campbell, 1999). Reseptor organ tubuh dari bagian
dalam termasuk dari bagian otak, dapat diterima oleh
hipotalamus. Hipotalamus dapat mengontrol kondisi stres yang
dapat menurunkan respon imun tubuh melalui hipothalamic pituitary
adrenocortical axis (aksis HPA). Stresor menyebabkan peningkatan
Corticotropin Releasing Factor (CRF) hipotalamus yang memicu aktivitas
aksis HPA. CRF dapat ditangkap langsung oleh reseptor CRF-RI
limfosit (Asnar, 2002). Limfosit jaringan tubuh dapat
menghasilkan sitokin interferon- (IFN-) dan interleukin-10
(IL-10) yang berperan dalam modulasi respon imun tubuh. IFN-
disekresikan oleh sel yang terinfeksi virus, limfosit juga
oleh leukosit. IL-10 dapat disekresikan oleh limfosit dan
makrofag. Kedua sitokin ini memiliki peran yang berbeda. IL-10
berperan untuk menghambat sitokin, sedangkan IFN- meningkatkan
ekspresi MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas II, mengaktifkan
makrofag dan endotel serta meningkatkan ekspresi reseptor IL-2
(Baratawidjaja, 1996). Sekresi CRF oleh hipotalamus akan
menstimulasi kelenjar hipofisis anterior untuk mensekresikan
Adrenocorticotrophic Hormone (ACTH). ACTH akan mempengaruhi
10
kortek adrenal mensekresi glukokortikoid (kortisol) yang
meningkat sehingga mempengaruhi proses fisiologis di dalam
tubuh. Peningkatan kortisol ini dimaksudkan untuk menghasilkan
glukosa melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis sel
hepar sehingga keperluan energi akibat stres tersebut
tercukupi (Gard, 1998). Dengan demikian pengaruh kebiasaan
puasa ini dalam respon imun tubuh adalah melalui pengendalian
CRF oleh hippokampus. Subhanallah, wallahu a’lamu bi shawab.
Menurut perhitungan dan analisa statistik dengan
menggunakan Tukey’s HSD pada perhitungan analisis varian
dengan klasifikasi satu arah (one-way classifications) menunjukkan
adanya signifikansi pada perlakuan antar kelompok. Hal ini
terjadi baik pada perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2 minggu
maupun selama 3 minggu.
1. b. Kemampuan fagositosis sel Kupffer.
Pengamatan terhadap kemampuan fagositosis sel Kupffer
dapat dilihat dari warna hitam di dalam sitoplasmanya sebagai
petunjuk (indikator) adanya partikel karbon yang difagositosis
oleh sel Kupffer (Anonim, 1966). Hasil pengamatan (gambar 2
dan 3) menunjukkan, pada perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2
11
minggu maupun 3 minggu yaitu pada perlakuan P (0.025), P(0.05)
dan P(0.1) menunjukkan warna hitam di dalam sitoplasma sel
Kupffer yang lebih banyak dibandingkan dengan kontrolnya. Pada
pengamatan tampak sitoplasma sel Kupffer warna hitamnya lebih
banyak sehingga sel Kupffernya lebih besar. Partikel karbon
dari nigrosin akan memberi warna hitam pada benda yang
menghancurkannya sebagai pemberi warna hitam (Mariano &
DiFiore, 1977).
Struktur Hepar Mencit dengan perlakuan puasa 12 jam/hariselama 2 minggu dan 3 minggu.
Struktur hepar mencit dapat diamati pada gambar 1 dan 2,
dalam pengamatan tidak terlihat adanya kerusakan hepatosit,
yang tampak hanya ukuran hepatosit yang semakin besar dan
nukleusnya yang semakin pekat. Hal ini dikarenakan dosis
nigrosin yang diinjeksikan adalah separoh dari konsentrasi sub
letalnya yang telah diketahui dari pra-penelitian yaitu
sebesar 0.2%.
3 2 2
12
1 1 4 5
4 3
A B
2
4
2
1 4
1
3
3 5 5
C
D
Gambar 1. Struktur hepar mencit perlakuan K0, P2(0,025), P2(0,05) danP2(0,1). Pewarnaan HE.
Keterangan :
13
A = perlakuan kontrol tanpa dipuasakan (K0)B = perlakuan dipuasakan 12 jam/hari selama 2 minggu dan diinjeksi nigrosin
0,025% (P2 0,025)C = perlakuan dipuasakan 12 jam/hari selama 2 minggu dan diinjeksi nigrosin
0,05% (P2 0,05)D = perlakuan dipuasakan 12 jam/hari selama 2 minggu dan diinjeksi nigrosin
0,1% (P2 0,1)1 = vena sentral 2 = hepatosit 3 = sinusoid 4 = sel Kupffer
5 = inti hepatosit yang bermitosis. Skala _________ = 30m
14
C DGambar 3. Struktur hepar mencit perlakuan K0, P3(0,025), P3(0,05) dan
P3(0,1). Pewarnaan HE.Keterangan :A = perlakuan kontrol tanpa dipuasakan (K0)B = perlakuan dipuasakan 12 jam/hari selama 3 minggu dan diinjeksi nigrosin
0,025% (P3. 0,025)C = perlakuan dipuasakan 12 jam/hari selama 3 minggu dan diinjeksi nigrosin
0,05% (P3. 0,05)D = perlakuan dipuasakan 12 jam/hari selama 3 minggu dan diinjeksi nigrosin
0,1% (P3. 0,1)1 = vena sentral 2 = hepatosit 3 = sinusoid 4 = sel Kupffer
5 = inti hepatosit yang bermitosis. Skala _________ = 30mSel Kupffer pada perlakuan P3 (0,025, 0,05 dan 0,1)
tampak berukuran lebih besar, hitam dan lebih banyak dari selKupffer perlakuan kontrol.
a. Jumlah Sel Darah Putih (SDP)
Setelah dipuasakan 12 jam/hari selama 2 minggu dan 3minggu semua hewan diambil sampel darahnya untuk dihitung
jumlahnya SDP. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 2,Tabel 2. Rata-rata (x sd) jumlah sel darah putih mencit pada
perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2 minggu dan 3 minggu
Variab
Perlakuan
SDP 0 SDP 2A SDP 2B
Varia
Perlakuan SDP 3A SDP 3B
K0
10.970 1514
a)
12.270
2.103a)
12.600
4.531a) K0
10.170
1.301a)
10.430 1.858 a)
KP
11.870
2.730a)
12.270
2.138a)
8.670 808a) KP
10.730
1.301a)
12.000 1.609 a)
K2
10.870
3.189a)
12.300
2.971a)
10.770
6.104a) K3
10.830
3.002a)
14.370 4.091 a)
K2P 13.070
15.400
16.130
K3P 10.930
13.000 1.571 a)
16
2.683a)
1.249a)
1.550a)
1.892a)
P2(0,025)
10.200
1.252a)
12.730
2.345a)
13.770
6.721a)
P3(0,025)
10.970
873,6a)
16.030 4.200 a)
P2(0.05)
8.700
2.433a)
8.430
2.571a)
10.370
2.136a) P3(0.05)
8.430
1.284a)
10.530 1.350 a)
P2(0,1)
11.800
3.704a)
14.300
5.093a)
14.330
5.093a) P3(0,1)
10.500
1.992a)
14.100 1.110 a)
Keterangan :K0 = kontrol tanpa perlakuanKP = kontrol plasebo (diinjeksi dengan aquades) K2 = hewan kontrol dipuasakan 12 jam/hari selama 2 mingguK2P = hewan kontrol plasebo dipuasakan 12 jam/hari selama 2 mingguP2 (0,025) = perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2 minggu dandiinjeksi nigrosin 0,025%P2 (0,05) = perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2 minggu dan diinjeksinigrosin 0,05%P2 (0,1) = perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2 minggu dan diinjeksinigrosin 0,1%SDP 0 = Jumlah sel darah putih mencit pada hari ke- 0SDP2A = jumlah sel darah putih mencit setelah 2 minggu, sebelumdiinjeksi nigrosin.SDP2B = jumlah sel darah putih mencit setelah 2 minggu, diinjeksinigrosin dan ditunggu 4 jamK3 = kontrol perlakuan puasa 12 jam/hari selama 3 mingguK3P = kontrol plasebo dan dipuasakan 12 jam/hari selama 3 mingguP3 (0,025) = perlakuan puasa 12 jam/hari selama 3 minggu dandiinjeksi nigrosin 0,025%P3 (0,05) = perlakuan puasa 12 jam/hari selama 3 minggu dan diinjeksinigrosin 0,05%P3 (0,1) = perlakuan puasa 12 jam/hari selama 3 minggu dan diinjeksinigrosin 0,1%SDP 3A = jumlah sel darah putih mencit setelah 3 minggu sebelum
diinjeksi nigrosin.SDP 3B = jumlah sel darah putih mencit setelah 3 minggu lalu
diinjeksi nigrosin dan ditunggu 4 jam.Var = variabel (waktu pengambilan sampel darah)a) = subset 1. Semua perlakuan ada pada subset 1
Tabel 2 tersebut menunjukkan adanya jumlah sel darah
putih (SDP) tampaknya meningkat sedang setelah dianalisis17
secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.
Jumlah SDP merupakan gabungan dari 2 kelompok sel darah putih,
yaitu kelompok leukosit granuler : leukosit neutrofil,
eosinofil dan basofil dan kelompok leukosit agranuler :
monosit dan limfosit (sel B dan sel T) (Junqueira & Carneiro,
2003). Dengan demikian sel darah putih mempunyai jenis yang
sangat beragam Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang
disampaikan Wijayakusuma (2006) bahwa puasa dapat meningkatkan
jumlah sel darah putih haruslah lebih spesifik lagi jenisnya.
Bahwa respon imun yang paling awal dilakukan oleh leukosit
polimorfonuklear maka tentunya perlu dianalisis jumlah
leukosit neutrofil (granuler).
3. b. Jumlah Leukosit granuler
Pada analisis darah rutin mencit juga dilakukan
penghitungan jumlah leukosit granuler, hasilnya seperti pada
tabel 3 berikut :
Tabel 3. Rata-rata (x sd) jumlah leukosit granuler perlakuanpuasa12 jam/hari selama 2 minggu dan selama 3 minggu
Vari
Perlakuan
LEU.0 LEU.2A LEU.2B
Vari.
Perlakuan LEU.3A LEU.3B
K0 1.133 2.200 4.700 K0 1.533 3.333
18
404,1a)
556,8a)
1.100a)
378,6a) 1.274 a)
KP
1.767
321,4a)
3.533
1.106a)
4.267
1.856a) KP
1.900
655,7a)
5.000 2.306 a)
K2
1.700
984,9a)
2.133
901,8a)
2.800 755a) K3
2.500 700a)
4.333 1.328 a)
K2P
1.900
346,4a)
3.067
230,9a)
8.867
832,7ab) K3P
1.833
404,1a)
7.567 1.222 ab)
P2(0,025)
2.033
251,7a)
4.800
1.572a)
9.100
4.927ab)
P3(0,025)
2.167321,5a)
11.000 2.838 b)
P2(0.05)
1.233
585,9a)
2.633
2.052a)
6.667
1.900ab) P3(0.05)
1.933
321,5a)
6.000 1.480 ab)
P2(0,1)
1.833
305,5a)
2.967
642,9a)
6.738
3.459ab) P3(0,1)
2.067
802,1a)
7.733 3.250 ab)
Keterangan :K0 = kontrol tanpa perlakuanKP = kontrol plasebo (diinjeksi dengan aquades) K2 = hewan kontrol dipuasakan 12 jam/hari selama 2 mingguK2P = hewan kontrol plasebo dipuasakan 12 jam/hari selama 2 mingguP2 (0,025) = perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2 minggu dandiinjeksi nigrosin 0,025%P2 (0,05) = perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2 minggu dan diinjeksinigrosin 0,05%P2 (0,1) = perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2 minggu dan diinjeksinigrosin 0,1%LEU.0 = Jumlah leukosit granuler mencit pada hari ke- 0LEU.2A = jumlah leukosit granuler mencit setelah 2 minggu, sebelumdiinjeksi nigrosin.LEU.2B = jumlah leukosit granuler mencit setelah 2 minggu, diinjeksinigrosin dan ditunggu 4 jamK3 = kontrol perlakuan puasa 12 jam/hari selama 3 mingguK3P = kontrol plasebo dan dipuasakan 12 jam/hari selama 3 mingguP3 (0,025) = perlakuan puasa 12 jam/hari selama 3 minggu dandiinjeksi nigrosin 0,025%
19
P3 (0,05) = perlakuan puasa 12 jam/hari selama 3 minggu dan diinjeksinigrosin 0,05%P3 (0,1) = perlakuan puasa 12 jam/hari selama 3 minggu dan diinjeksinigrosin 0,1%LEU.3A = jumlah leukosit granuler mencit setelah 3 minggu sebelum
diinjeksi nigrosin.LEU.3B = jumlah leukosit granuler mencit setelah 3 minggu lalu
diinjeksi nigrosin dan ditunggu 4 jam.Var. = variabel (waktu pengambilan sampel darah)a) = subset 1 ab) = subset 1) dan subset 2) b) = subset 2).Penghitungan jumlah leukosit granuler pada awal sebelum
semua perlakuan dilakukan (LEU.O) dan pada kelompok mencit
perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2 minggu dan selama 3
minggu sebelum diinjeksi dengan nigrosin, rata-rata jumlah
leukosit granulernya berkisar 1.133 – 4.800/L. Menurut Smith
dan Mangkoewidjojo (1988) jumlah leukosit granuler (neutrofil
dan eosinofil) normal mencit dewasa berkisar 12,2-34% (732 –
4.284/mm3). Hal ini menunjukkan jumlah leukosit pada awal
perlakuan tersebut merupakan jumlah leukosit granuler yang
masih normal. Untuk mengetahui homogenitas diantara ketujuh
kelompok perlakuan dilakukan uji subset homogenitas.
Hasil uji subset homogenitas menunjukkan bahwa perlakuan
injeksi nigrosin pada kontrol puasa plasebo dan pada perlakuan
nigrosin konsentrasi 0,025% , 0,05% dan 0,1%, rata-rata jumlah
leukosit granulernya ada pada subset ab). Hal ini menunjukkan
bahwa perlakuan tersebut telah menyebabkan adanya peningkatan
20
jumlah leukosit granuler tetapi peningkatan itu belum berbeda
nyata artinya bahwa peningkatan itu masih dalam batas yang
wajar. Hal ini dapat terjadi karena : 1. adanya subsatnsi
asing (partikel karbon) yang masuk kedalam tubuhnya sehingga
akan direspon oleh sel fagosit sebagai respon imun seluler di
dalam tubuh mencit. 2. substansi asing yang diintroduksikan
(partikel karbon) tersebut konsentrasinya masih rendah atau di
bawah konsentrasi sub letal.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap mencit dengan Perlakuan
puasa 12 jam/hari selama 2 minggu dan 3 minggu dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Semakin tinggi konsentrasi nigrosin yang diinjeksikan ke
tubuh mencit (Mus musculus L.) jantan akan meningkatkan
jumlah sel Kupffer dan kemampuan fagositosisnya
dibandingkan dengan mencit kontrolnya.
2. Semakin lama perlakuan puasa yang diperlakukan pada
mencit (Mus musculus L.) jantan juga akan meningkatkan
jumlah sel Kupffer dan kemampuan fagositosisnya
dibandingkan dengan mencit kontrolnya.
21
3. Pemberian nigrosin konsentrasi tunggal sebesar 0,025%,
0,05% dan 0,1% serta perlakuan puasa 12 jam/hari selama 2
minggu dan 3 minggu, tidak menyebabkan adanya kerusakan
struktur histologis hepar mencit (Mus musculus L.) jantan
dan tidak meningkatkan jumlah leukosit agranuler dan
granuler yang bermakna (non signifikan)
4. Perlakuan puasa mencit 12 jam/hari selama 3 minggu dapat
memberi respon imun seluler yang lebih baik dibanding
perlakuan puasa mencit 12 jam/hari selama 2 minggu.
UCAPAN TERIMA KASIH.
Penelitian ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan
banyak pihak. Dengan selesainya penyusunan naskah publikasi
ini, saya mengucapan banyak terima kasih kepada:
1. Departemen Agama Republik Indonesia beserta jajarannya,
yang telah memberi beasiswa ini.
2. Dr. Istriyati, M.S., selaku dosen pembimbing utama dengan
gigih memberikan motivasi diri, bimbingan, saran serta
masukan yang sangat berharga.
22
3. Dr. Rarastoeti Pratiwi, M.Sc., selaku dosen pembimbing
pendamping dengan tekun dan ramah telah memberi masukan
yang sangat berarti dalam penyelesaian naskah ini
4. Drs. Suharno, S.U., selaku penguji yang telah meluangkan
waktu dan pikirannya, membantu memberikan saran dan
masukan yang berguna demi selesainya naskah ini.
5. Dr. Sutrisno Darmosumarto, Sp.A. dosen Histologi Fakultas
Kedokteran UGM yang telah memberi inspirasi awal dan
membantu memberi informasi dalam penelitian ini.
6. Kepala UPHP (Unit Pelaksana Hewan Percobaan) UGM yang
telah memberi kesempatan tempat penelitiannya untuk
perlakuan penelitian saya sehingga penelitian ini dapat
berjalan dengan baik.
7. Bapak Wasino selaku teknisi di UPHP yang telah membantu
melakukan perlakuan penelitian saya ini sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
8. Muhammad Ikhwan Ahada, S.Ag., selaku Direktur Madrasah
Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan
izin kepada saya untuk mengikuti program beasiswa S2 yang
diselenggarakan oleh Departemen Agama RI.
23
Semoga amal kebaikan mereka semua mendapat balasan dari
Allah SWT dan dilimpahkan kepada mereka kebaikan yang lebih
banyak. Amien.
Penulis menyadari bahwa naskah tesis ini masih jauh dari
sempurna. Tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1966. Laboratory Syllabus Cell and Tissue Structureanatomy 112 and 190. university of California School ofMedicine. San Francisco. 77p.
Asnar, E., 2002. Peran Perubahan Limfosit Penghasil Sitokindan Peptida Motilitas usus Terhadap Modulasi Respon ImunMukosal Tikus yang Stres akibat Stresor Rejatan Listrik:Suatu pendekatan psikoneuroimunologi. Disertasi Fak.Kedokteran Unair. http://adm.lb.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s3-2007. diakses 4 Maret 2009.
Baratawidjaja, K.G., 1996. Imunologi Dasar. Edisi 3. penerbitFKUI, Jakarta. 263p.
Campbell, N.A.; J.B. Reece; L.G. Mitchell. 1999. Biologi. Edisi V. Jilid III.Penterjemah: W.Manalu. Penerbit Erlangga. Jakarta. 436 p.
Gard, P.R., 1998. Human Endocrinology. Taylor & Francis Ltd 1 Gunpowder Square, London. 188 p.
Ghazali, I., 2008. Desain Penelitian Eksperimental. Teori,konsep dan analisa data dengan SPSS 16. Badan PenerbitUniversitas Diponegoro. Semarang. 259p.
Hartono, 2008. SPSS 16.0 Analisa Data Statistik dan Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 225p.
Janeway, C.A., P.Travers, M. Walport, M.J. Schlomchik, 2001.Immunobiology. The immune system in health and disease.Fith edition. Garland, Churchill Livingstone. New York.
Joseph, R., 2006. Brain Mind Lecture 6 Limbic System:Hallucinations, PTSD. . http://BrainMind.com. Diaksestanggal 8 Agustus 2009.
Junqueira L.C and J. Carneiro, 2003. Basic Histology Text andAtlas. Eight edition. The Mc. Graw-Hill Company, Inc. NewYork. pp.106 – 108
Mariano, S.H.and Di Fiore, 1977. Atlas of Human Histology. Philadelphia. Lea & Febiger. 252 p.
McManus, J.F.A. and R.W. Mowrey, 1960. Staining Methods, PaulB. Hober, Inc. Medical division of Harper & Brothers. NewYork. 377 p.
Mustard, J. F. 2004. Experience-Based Brain Development–ItsEffect on Health, Learning and Behaviour. FoundingPresident, CIAR. Mexico.
25
Ngatidjan, 2006. Metode Laboratorium Dalam Toksikologi. BagianFarmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran UGM.Yogyakarta. 242 p.
Pramono, A., 2001. Pembandingan kadar albumin, protein totalurea, asam urat darahdan rasio urea kreatin urin sebelumdan selama puasa Ramadhan. Tesis S2 Kedokteran Dasar UGM.Yogyakarta.
Samuel, M.H. and P.A. McDaniel, 1997. Thyrotropin Levelsduring Hydrocortisone Infusions That Mimic Fasting-Induced Cortisol Elevations: A Clinical Research CenterStudy. The J. of Clin. Endo. & Meta. 82 (11): 3700-3704.
Segel, I.H., 1976, Biochemical Calculation. John Wiley & Sons.Singapore.
Smith, J.B., S. Mangkoewidjojo, 1996. Pemeliharaan, Pembiakandan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UIPress, Jakarta.
Wijayakusuma, H. 2006, Hikmah Puasa bagi Kesehatan. http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cyberhome/index.htm diakses tanggal 28 Februari 2008
26