PENGEMBANGAN BUKU PENGAYAAN
MENCERITAKAN KEMBALI ISI CERITA FANTASI
BERMUATAN NILAI KARAKTER
BAGI PESERTA DIDIK SMP/MTS KELAS VII
Skripsi
diajukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh
Rahmatika Rizqi Utami
2101415084
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Panitia Sidang Ujian
Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Semarang.
Semarang, Desember 2019
Pembimbing,
Suseno, S.Pd., M.A.
NIP 197805142003121002
iii
PENGESAHAN
Skripsi berjudul Pengembangan Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita
Fantasi Bermuatan Nilai Karakter Bagi Peserta Didik SMP/MTs Kelas VII karya
Rahmatika Rizqi Utami NIM 2101415084 ini telah dipertahankan dalam ujian
skripsi pada tanggal 23 Desember 2019 dan telah disahkan oleh panitia ujian.
Semarang, 3 Februari 2020
Panitia
Ketua,
Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum
NIP 196202211989012001
Sekretaris,
Sumartini, S.S., M.A.
NIP 197307111998022001
Penguji I
Dr. Mukh Doyin, M.A.
NIP 196506121994121001
Penguji II
U’um Qomariyah, S.Pd., M.Hum.
NIP 198202122006042002
Penguji III
Suseno, S.Pd., M.A.
NIP 197805142003121002
iv
PERNYATAAN
Dengan ini, saya
nama : Rahmatika Rizqi Utami
NIM : 2101415084
program studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia S1
menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Buku Pengayaan
Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Karakter Bagi Peserta
Didik SMP/MTs Kelas VII ini benar-benar karya saya sendiri bukan jiplakan dari
karya orang lain atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika
keilmuan yang berlaku baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang
atau pihak lain yang terdapat dalam skripsi ini telah dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah. Atas pernyataan ini, saya secara pribadi siap
menanggung resiko/sanksi hukum yang dijatuhkan apabila ditemukan adanya
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini.
Semarang, Desember 2019
Rahmatika Rizqi Utami
NIM 2101415084
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Doa adalah kekuatan dan senjata untuk bertahan.
Persembahan:
Skripsi ini saya persembahkan untuk
Ibu, Bapak, dan adik saya.
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian berjudul “Pengembangan
Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi Bermuatan Nilai
Karakter Bagi Peserta Didik SMP/MTs Kelas VII”. Penelitian ini disusun sebagai
syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Suseno, S.Pd., M.A.,
dosen pembimbing yang telah membimbing hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang
telah memberikan kesempatan bagi penulis dalam menempuh studi di Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia;
2. Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang telah
memberikan izin untuk melaksanakan penelitian ini.
3. Dr. Rahayu Pristiwati, M.Pd., ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah memberikan kemudahan dalam menyusun skripsi;
4. Semua dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membekali ilmu
selama penulis menempuh seluruh mata kuliah di Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Universitas Negeri Semarang;
5. Kepala Permata Bangsa School Semarang, Kepala SMP Negeri 1 Tonjong, dan
Kepala SMP Muhammadiyah Tonjong yang telah mengizinkan peneliti
melaksanakan penelitian di sekolah tersebut;
6. Guru dan peserta didik Permata Bangsa School Semarang, SMP Negeri 1
Tonjong, dan SMP Muhammadiyah Tonjong yang telah berkontribusi sebagai
responden dalam penelitian ini.
7. Dr. Mukh Doyin, M.Si. dan U’um Qomariyah, S.Pd., M.Hum., dosen ahli
sebagai validator buku pengayaan.
8. Kedua orang tua dan adik yang selalu memberikan semangat, doa, dan
kekuatan selama hidup penulis.
vii
9. Keluarga besar kos Asyaffa dan kos Cute yang senantiasa menemani hari-hari
saya, baik suka maupun duka di kos.
10. Teman-teman Rombel 4 angkatan 2015 yang tiada henti memberi semangat
dan dukungan.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam bidang
ilmu pembelajaran sastra dan pengembangan buku pengayaan yang bermuatan nilai
karakter.
Semarang, Desember 2019
Penulis
viii
ABSTRAK
Utami, R. R. 2019. “Pengembangan Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi
Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Karakter Bagi Peserta Didik SMP/MTs
Kelas VII”. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa
dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Suseno, S.Pd., M.A.
Kata kunci: buku pengayaan, menceritakan kembali isi cerita fantasi, muatan nilai
karakter.
Cerita fantasi merupakan salah satu materi sastra yang ada pada jenjang
kelas VII SMP/MTs. Terdapat empat kompetensi dasar yang berkaitan dengan
materi tersebut. Kompetensi tersebut berupa mengidentifikasi unsur-unsur,
menceritakan kembali, menelaah struktur, dan menyajikan gagasan kreatif dalam
bentuk cerita imajinasi (cerita fantasi). Pada pelaksanaan pembelajaran, peserta
didik mengalami kendala berupa sulit membedakan dengan fabel dan legenda,
belum dapat menalar materi dari berbagai sumber, dan belum dapat menceritakan
kembali secara terstruktur. Akan tetapi, sumber belajar utama berupa buku teks
belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan tersebut. Secara umum, materi puisi
rakyat dan fabel menjadi materi yang paling dominan. Jika dikaitkan dengan
kondisi buku teks Bahasa Indonesia kelas VII edisi revisi 2016, maka pada bagian
cerita fantasi masih memerlukan pendalaman materi. Terlebih pada kompetensi
menceritakan kembali isi cerita fantasi. Buku tersebut belum dapat mempermudah
peserta didik untuk mencapai kompetensi dasar tersebut. Belum ada langkah-
langkah yang menjelaskan untuk dapat menceritakan kembali isi cerita fantasi
secara tulis dan lisan. Oleh sebab itu, diperlukan sumber belajar lain yang dapat
menunjang pembelajaran menceritakan kembali isi cerita fantasi bentuknya berupa
buku pengayaan. Terlebih lagi belum ada buku pengayaan menceritakan kembali
isi cerita fantasi yang bermuatan nilai karakter yang dapat memberikan manfaat
lebih selain memberikan wawasan dan informasi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah penelitian ini antara
lain (1) bagaimana analisis kebutuhan guru dan peserta didik terhadap buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter?, (2)
bagaimana prinsip pengembangan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita
fantasi bermuatan nilai karakter?, (3) bagaimana prototipe buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter?, (4) bagaimana
validasi terhadap buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter?, dan (5) bagaimana hasil perbaikan terhadap buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter?
Tujuan penelitian ini yaitu (1) menguraikan hasil analisis kebutuhan guru
dan peserta didik terhadap buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi,
(2) menyusun prinsip pengembangan buku pengayaan menceritakan kembali isi
cerita fantasi, (3) menggambarkan bentuk prototipe buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter, (4) mendeskripsikan hasil
ix
validasi terhadap buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter, dan (5) mendeskripsikan hasil perbaikan terhadap buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
Penelitian ini menggunakan prosedur penelitian Research and
Development (penelitian dan pengembangan) dari Borg dan Gall (dalam Sugiyono,
2015) dengan tahap: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain
protipe, (4) validasi protipe, (5) revisi protipe. Penelitian hanya dilakukan sampai
tahap ke lima dari sepuluh tahap karena sudah bisa mewakili kebutuhan penelitian.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket kebutuhan terhadap
buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter
dan angket uji validasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
analisis deskriptif kualitatif melalui pemaparan data dan verifikasi atau simpulan
data.
Hasil penelitian ini meliputi (1) guru dan peserta didik membutuhkan buku
pengayaan menceritakan kembali yang menyajikan materi yang lengkap, contoh
menceritakan kembali, memiliki muatan nilai karakter, dan disajikan dengan bahasa
yang komunikatif, (2) prinsip pengembangan buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter memiliki empat aspek yakni
aspek materi, aspek struktur penyajian, aspek kebahasaan, dan aspek grafika, (3)
prototipe buku pengayaan ini terdiri atas tiga bagian yakni bagian awal, bagian isi,
dan bagian akhir, (4) penilaian terhadap buku memperoleh rata-rata 3,1 dengan
kategori sangat baik, (5) perbaikan prototipe dilakukan pada aspek mataeri, aspek
muatan nilai karakter, dan aspek kebahasaan.
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyampaikan beberapa saran
kepada beberapa pihak. Diharapkan guru dan peserta didik dapat memanfaatkan
buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter
sebagai sumber belajar yang dapat memberikan informasi dan bahan latihan
menceritakan kembali isi cerita fantasi. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat
melakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan pengembangan buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi.
x
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii
PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ......................................................................... iii
PERNYATAAN ..................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v
PRAKATA ............................................................................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah....................................................................................... 5
1.3 Pembatasan Masalah ...................................................................................... 5
1.4 Rumusan Masalah .......................................................................................... 6
1.5 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
1.6 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS ............................ 8
2.1 Kajian Pustaka ............................................................................................... 8
2.2 Landasan Teoretis ........................................................................................ 20
2.2.1 Hakikat Buku Pengayaan ............................................................................. 20
2.2.2 Hakikat Menceritakan Kembali ................................................................... 22
2.2.3 Hakikat Cerita fantasi .................................................................................. 26
2.2.4 Hakikat Nilai karakter.................................................................................. 30
2.3 Spesifikasi Produk ....................................................................................... 34
2.4 Kerangka Berpikir ....................................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................... 37
3.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 37
xi
3.2 Subjek Penelitian ......................................................................................... 39
3.2.1 Subjek Analisis Kebutuhan.......................................................................... 39
3.2.2 Subjek Validasi Desain ................................................................................ 39
3.3 Instrumen Penelitian .................................................................................... 40
3.3.1 Angket Kebutuhan Guru Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan Kembali
Isi Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Karakter ............................................... 41
3.3.2 Angket Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Karakter ................................. 43
3.3.3 Angket Pedoman Validasi Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi
Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Karakter .................................................... 46
3.4 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 48
3.4.1 Angket Kebutuhan ....................................................................................... 48
3.4.2 Angket Uji Validasi ..................................................................................... 49
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................... 49
3.5.1 Analisis Data Kebutuhan ............................................................................. 49
3.5.2 Analisis Data Hasil Validasi Prototipe ........................................................ 49
BAB IV ................................................................................................................. 50
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 50
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................ 50
4.1.1 Kebutuhan Guru dan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan
Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi .................................................... 50
4.1.2 Prinsip Pengembangan Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita
Fantasi Bermuatan Nilai Karakter ............................................................... 82
4.1.3 Prototipe Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi Fantasi
Bermuatan Nilai Karakter ............................................................................ 96
4.1.4 Validasi Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita
Fantasi Fantasi Bermuatan Nilai Karakter ................................................. 112
4.1.5 Hasil Perbaikan Prototipe Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita
Fantasi Bermuatan Nilai Karakter ............................................................. 122
4.2 Pembahasan ............................................................................................... 126
xii
4.2.1 Keunggulan Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi
Bermuatan Nilai Karakter .......................................................................... 126
4.2.2 Kelemahan Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi
Bermuatan Nilai Karakter .......................................................................... 127
4.2.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 128
BAB V ................................................................................................................. 130
PENUTUP ........................................................................................................... 130
5.1 Simpulan .................................................................................................... 130
5.2 Saran .......................................................................................................... 132
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 133
LAMPIRAN ........................................................................................................ 137
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbedaan Cerita Fantasi, Fabel, dan Legenda..................................... 27
Tabel 2.2 Nilai dan Deskripsi Nilai Karakter...………….................................... 31
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Umum Instrumen Penelitian………..................................... 40
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Khusus Angket Kebutuhan Guru Terhadap Buku Pengayaan
Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi.....…................................. 41
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Khusus Angket Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku
Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi.....…............... 43
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Validasi Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita
Fantasi.....…....................................................................................... 46
Tabel 4.1 Ketersediaan Buku Pengayaan Berdasarkan Angket Guru.................. 50
Tabel 4.2 Ketersediaan Buku Pengayaan Berdasarkan Angket Peserta Didik…. 54
Tabel 4.3 Kebutuhan Guru Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi
Cerita Fantasi pada Aspek Materi………………………………..… 58
Tabel 4.4 Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Materi…………………….. 63
Tabel 4.5 Kebutuhan Guru Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi
Cerita Fantasi pada Aspek Struktur Penyajian…………………..… 69
Tabel 4.6 Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Struktur Penyajian………... 72
Tabel 4.7 Kebutuhan Guru Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi
Cerita Fantasi pada Aspek Penggunaan Bahasa……………………. 75
Tabel 4.8 Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Penggunaan Bahasa………. 76
Tabel 4.9 Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Grafika……………………. 77
Tabel 4.10 Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Grafika……………………. 79
xiv
Tabel 4.11 Perbandingan Hasil Angket Kebutuhan Guru dan Peserta Didik pada
Aspek Materi………………………………………………………. 82
Tabel 4.12 Prinsip Pengembangan Buku Pengayaan pada Aspek Materi……… 89
Tabel 4.13 Perbandingan Hasil Angket Kebutuhan Guru dan Peserta Didik pada
Aspek Struktur Penyajian……………………………...…………… 90
Tabel 4.14 Prinsip Pengembangan Buku Pengayaan pada Aspek Struktur
Penyajian………………………………………………………….... 92
Tabel 4.15 Perbandingan Hasil Angket Kebutuhan Guru dan Peserta Didik pada
Aspek Kebahasaan…………………………………………………. 93
Tabel 4.16 Prinsip Pengembangan Buku Pengayaan pada Aspek Kebahasaan.... 94
Tabel 4.17 Perbandingan Hasil Angket Kebutuhan Guru dan Peserta Didik pada
Aspek Grafika……………………………………………………... 94
Tabel 4.18 Prinsip Pengambangan Buku Pengayaan pada Aspek Grafika…….. 96
Tabel 4.19 Penilaian Prototipe Buku Pengayaan Pada Aspek Materi.................. 114
Tabel 4.20 Penilaian Prototipe Buku Pengayaan Pada Aspek Muatan Nilai
Karakter……………………………………………………………. 115
Tabel 4.21 Penilaian Prototipe Buku Pengayaan Pada Aspek Struktur
Penyajian…………………………………………………………… 116
Tabel 4.22 Penilaian Prototipe Buku Pengayaan Pada Aspek Struktur
Kebahasaan………………………………………………………… 117
Tabel 4.23 Penilaian Prototipe Buku Pengayaan Pada Aspek Grafika………… 118
Tabel 4.24 Hasil Penilaian Validator Terhadap Buku Pengayaan……………… 119
Tabel 4.25 Prinsip Perbaikan Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita
Fantasi Bermuatan Nilai Karakter…………………………………. 121
xv
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir…………………………....................................... 36
Bagan 3.1 Desain Penelitian..…………………………....................................... 38
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Daftar Isi Prototipe Buku Pengayaan.....…...................................... 98
Gambar 4.2 Pengatar Bab I……………………….....…..................................... 99
Gambar 4.3 Uraian Materi……………………….....…...................................... 99
Gambar 4.4 Rangkuman Bab I……………………….....…................................ 99
Gambar 4.5 Refleksi Bab I……………………….....…...................................... 99
Gambar 4.6 Pengatar Bab II……………………….....….................................... 100
Gambar 4.7 Uraian Materi……………………….....…....................................... 100
Gambar 4.8 Rangkuman Bab II……………………….....…............................... 100
Gambar 4.9 Refleksi Bab II……………………….....…..................................... 100
Gambar 4.10 Pengantar Bab III……………………….....…............................... 101
Gambar 4.11 Contoh Menceritakan Kembali……………………….....…......... 101
Gambar 4.12 Rangkuman Bab III……………………….....…............................ 101
Gambar 4.13 Refleksi Bab III……………………….....….................................. 101
Gambar 4.14 Pengantar Bab IV……………………….....…............................... 102
Gambar 4.15 Uraian Materi Bab IV……………………….....…......................... 102
Gambar 4.16 Rangkuman Bab IV……………………….....…............................ 102
Gambar 4.17 Refleksi Bab IV……………………….....….................................. 102
Gambar 4.18 Pengantar Bab V……………………….....…................................ 103
Gambar 4.19 Latihan 1 pada Bab V……………………….....…......................... 103
Gambar 4.20 Penyajian Gambar atau Ilustrasi……………………….....…......... 104
Gambar 4.21 Petunjuk Penggunaan Buku……………………….....…................ 104
Gambar 4.22 Penyajian Rangkuman……………………….....…........................ 105
Gambar 4.23 Penyajian Refleksi……………………….....….............................. 105
Gambar 4.24 Penggunaan Bahasa dalam Buku……………………….....…....... 105
Gambar 4.25 Penggunaan Bahasa pada Contoh Cerita Fantasi………………… 106
Gambar 4.26 Sampul Prototipe Buku Pengayaan……………………….....….... 107
Gambar 4.27 Penggunaan Jenis dan Ukuran Huruf……………………….....…. 107
Gambar 4.28 Halaman Judul……………………….....….................................... 108
xvii
Gambar 4.29 Halaman Hak Cipta……………………….....…............................ 108
Gambar 4.30 Prakata……………………….....…................................................ 109
Gambar 4.31 Petunjuk Penggunaan Buku……………………….....…................ 109
Gambar 4.32 Daftar Isi……………………….....…............................................. 109
Gambar 4.33 Bab I……………………….....…................................................... 110
Gambar 4.34 Bab II……………………….....…................................................. 110
Gambar 4.35 Bab III………………………......................................................... 110
Gambar 4.36 Bab IV……………………......…................................................... 110
Gambar 4.37 Bab V…………………..….....…................................................... 111
Gambar 4.38 Daftar Pustaka…………………..….....…...................................... 111
Gambar 4.39 Glosarium………………….....…................................................... 111
Gambar 4.40 Indeks…………………..….....…................................................... 112
Gambar 4.41 Profil Penulis……………........…................................................... 112
Gambar 4.42 Hasil Perbaikan dengan Mencantumkan Sumber Materi Jenis-Jenis
Cerita Fantasi.....….......................................................................... 122
Gambar 4.43 Hasil Perbaikan dengan Mencatumkan Nama Pengarang………... 123
Gambar 4.44 Hasil Perbaikan dengan Menyajikan Perbedaan Menceritakan Kembali
Isi Cerita Fantasi Secara Lisan dan Tulis…………………..…....... 124
Gambar 4.45 Hasil Perbaikan dengan Mencatumkan Sumber Terbaru………… 124
Gambar 4.46 Hasil Perbaikan Kesalahan Penulisan Kata…………………..…... 125
Gambar 4.47 Hasil Perbaikan Bagian Frasa Bercetak Tebal…………………… 125
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Cerita fantasi merupakan salah satu teks sastra yang ada dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Sesuai dengan kurikulum 2013 revisi, cerita fantasi ini
termasuk dalam teks fiksi yang ada pada kelas VII. Fungsi cerita fantasi adalah
memberikan hiburan. Akan tetapi, ada nilai-nilai yang terkandung dalam cerita fiksi
ini meskipun sifatnya imajinatif dan memuat unsur magis. Nilai-nilai tersebut dapat
tercermin dari penokohan dalam cerita sehingga peserta didik dapat menerima
pembelajaran dari aspek afeksi. Pendapat ini sejalan dengan Nurgiyantoro (2013 h.
433) yang menyatakan bahwa manfaat cerita fiksi antara lain dapat mempengaruhi
cara berpikir dan bersikap, minimal ada perubahan dalam memandang sesuatu
anatara sebelum dan sesudah membaca cerita fiksi.
Pembelajaran cerita fantasi pada kelas VII memuat empat kompetensi dasar
yakni, 3.3, 4.3, 3.4, dan 4.4. Keempat komptensi dasar itu terbagi atas kompetensi
pengetahuan dan keterampilan. Peserta didik diharapkan mampu memenuhi
kompetensi pengetahuan berupa mengidentifikasi unsur cerita fantasi dan menelaah
struktur dan kebahasaan cerita fantasi. Pada aspek keterampilan, kompetensi
dasarnya yakni menceritakan kembali isi cerita fantasi dan menyajikan gagasan
kreatif dalam bentuk cerita fantasi. Materi dari keempat komptensi tersebut belum
sepenuhnya tertuang dalam buku teks pelajaran yang ada di sekolah. Secara garis
besar, peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami materi cerita fantasi.
Kendalanya berupa kurangnya pemahaman peserta didik dalam membedakan cerita
fantasi dengan fabel dan legenda. Selain itu, peserta didik juga belum secara
terstruktur dalam menceritakan kembali isi cerita fantasi.
Materi dalam buku teks Bahasa Indonesia kelas VII edisi revisi 2016, secara
umum cukup mendalam hanya saja materi puisi rakyat dan teks fabel menjadi
materi yang paling dominan (Pangestika dkk, 2017). Artinya, materi pada buku teks
tersebut kedalaman materi yang disajikan belum merata pada setiap materi yang
2
berbeda-beda. Penelitian tersebut menggambarkan jika terdapat kekurangan dalam
jabaran materi dalam buku teks Bahasa Indonesia kelas VII edisi revisi 2016.
Kondisi demikian dapat menghambat keberlangsungan pembelajaran di kelas jika
guru dan peserta didik tidak menggunakan sumber lain dalam pembelajaran. Salah
satunya berupa buku pengayaan yang dapat menjadi pendamping buku teks untuk
memperdalam materi. Akan tetapi, ketersediaan buku pengayaan ini masih sangat
terbatas. Maka dari itu, perlu adanya upaya untuk melakukan pengadaan buku-buku
pengayaan. Hal ini sesuai dengan pasal 6 dalam Permendiknas Nomor 2 Tahun
2008 tentang buku yang berbunyi “Untuk menambah pengetahuan dan wawasan
peserta didik, pendidik dapat menganjurkan peserta didik untuk membaca buku
pengayaan dan buku referensi.” Peserta didik dapat menalar meteri dari berbagai
sumber yang didapat sehingga dapat menjadi bahan diskusi. Kegiatan ini dapat
merangsang peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran.
Keadaan ini yang membuat pemerintah melakukan upaya untuk
mengadakan buku-buku pengayaan sesuai dengan intstruksi dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaaan (Tribunnews, 2017). Berdasarkan hasil observasi di
SMP Permata Bangsa Semarang, ketersediaan buku pengayaan yang digunakan
sangat terbatas. Ketersediaanya di perpustakaan pun hanya berkisar pada jenis buku
bacaan. Contohnya novel Indonesia, novel terjemahan, dan kumpulan cerpen. Guru
dan peserta didik akhirnya memilih internet sebagai sumber belajar tambahan.
Padahal materi yang ada di internet belum tentu benar secara teori yang seharusnya
menjadi bahan rujukan bagi guru dan peserta didik. Kondisi demikian juga dialami
oleh SMP Negeri 1 Tonjong dan SMP Muhammadiyah Tonjong. Kedua sekolah ini
hanya menggunakan buku teks dan LKS atau buku soal yang berisi soal penunjang
ujian sebagai bahan belajar peserta didik.
Padahal terdapat beberapa buku pengayaan yang berkaitan dengan cerita
fantasi yang dapat digunakan di sekolah. Buku tersebut antara lain Nurgiyantoro
(2016), Toha (2017), dan Kosasih (2018). Ketiga buku tersebut tidak digunakan
sebagai pendamping buku pelajaran di tiga sekolah tersebut. Secara garis besar,
buku-buku tersebut hanya menyajikan materi yang berkaitan dengan cerita fantasi
3
saja. Belum ada pembahasan secara khusus tentang menceritakan kembali isi cerita
fantasi.
Jika dikaitkan dengan kondisi buku teks Bahasa Indonesia kelas VII edisi
revisi 2016 yang digunakan di sekolah, maka pada bagian cerita fantasi masih
memerlukan pendalaman materi. Terlebih pada kompetensi menceritakan kembali
isi cerita fantasi. Buku tersebut belum dapat mempermudah peserta didik untuk
mencapai kompetensi dasar tersebut. Belum ada langkah-langkah yang
menjelaskan untuk dapat menceritakan kembali isi cerita fantasi secara tulis dan
lisan. Guru dan peserta didik membutuhkan buku pengayaan menceritakan kembali
isi cerita fantasi yang memuat materi yang lengkap agar dapat menunjang
pembelajaran.
Menceritakan kembali isi cerita fantasi merupakan bagian dari kompetensi
dasar keterampilan. Peserta didik diminta secara mandiri dan berkelompok untuk
mengembangkan kemampuan untuk mencoba, mengolah, menyaji, dan menalar.
Oleh karena itu, kompetensi dasar 4.3 memerlukan penalaran dan penyajian peserta
didik dalam bercerita. Bentuk menceritakan kembali isi cerita fantasi yakni tulis
dan lisan. Untuk mencapai kompetensi itu, peserta didik memerlukan cara atau
langkah untuk dapat menceritakan kembali agar isi cerita fantasi tersebut dapat
tersampaikan.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini berupaya untuk
mengembangkan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi. Akan
tetapi, buku pengayaan ini perlu memberikan muatan di dalamnnya agar buku ini
dapat memberikan manfaat lain selain sebagai pendamping buku teks. Hal ini sesuai
dengan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2016
Pasal 2 ayat (2) berikut ini:
“Buku yang digunakan oleh Satuan Pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi nilai/norma positif yang berlaku di
masyarakat, antara lain tidak mengandung unsur pornografi, paham
ekstrimisme, radikalisme, kekerasan, SARA, bias gender, dan tidak
mengandung nilai penyimpangan lainnya.”
4
Pemberian unsur muatan dalam buku pengayaan bertujuan untuk mencegah
masuknya unsur-unsur yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat yang
memberikan himbauan pada pihak sekolah agar selektif dalam memilih dan
menggunakan buku-buku dalam proses pembelajaran bagi para siswanya
(Sindonews, 2013). Upaya pemerintah tersebut perlu disambut bagi para peneliti
dan penulis untuk memperhatikan kaidah dan norma yang ada. Nilai karakter dapat
dijadikan muatan dalam buku pengayaan. Muatan nilai karakter ini dapat
diimplementasikan dalam buku pengayaan agar dapat mencapai tujuan
menumbuhkan budi pekerti peserta didik yang dimulai di sekolah. Upaya ini sesuai
dengan Peraturan Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang penguatan
pendidikan karakter. Hal ini menjadi salah satu manfaat lain dari buku pengayaan
karena tidak sekadar memberikan informasi dan materi saja.
Pengintegrasian nilai karakter dengan cerita fantasi dapat melalui
penggambaran tokohnya. Karakter jujur, disiplin, kerja keras, mandiri, tanggung
jawab, dan lain sebagainya perlu diajarkan bagi peserta didik. Melalui buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi, peserta didik secara tidak
langsung dapat memiliki pandangan terhadap sesuatu dalam kehidupan nyata yang
digambarkan oleh tokoh dalam cerita fantasi. Harapannya agar perkembangan
karakter peserta didik dapat dipupuk dengan baik.
Nilai karakter di atas dapat menjadi jawaban bagi perilaku menyimpang
yang dilakukan oleh sebagian peserta didik saat ini. Sebagai contoh yakni perilaku
menyontek, kekerasan, pornografi, tawuran, dan lainnya. Perilaku tersebut terjadi
akibat beberapa faktor, salah satunya karena pengaruh arus globalisasi dan
teknologi. Fenomena ini sulit dibendung dan dapat menyebabkan dampak buruk
yang mengiringinya. Penanaman nilai karakter dapat menjadi alternatif bagi
fenomena tersebut.
Pada kurikulum 2013 sebelum revisi memang belum terdapat materi tentang
cerita fantasi sehingga belum banyak penelitian yang mengembangkan buku
pengayaan tentang cerita fantasi. Mengacu pada uraian di atas, maka fokus
5
penelitian ini adalah mengembangkan buku pengayaan menceritakan kembali isi
cerita fantasi bermuatan nilai karakter. Oleh sebab itu, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi penelitian dan pengembangan yang dapat mengatasi permasalahan-
permasalahan sebelumnya.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut.
1. Peserta didik kurang memahami materi cerita fantasi.
2. Peserta didik sulit membedakan antara cerita fantasi dengan fabel dan
legenda.
3. Peserta didik belum dapat secara mandiri menalar materi dari berbagai
sumber.
4. Peserta didik belum dapat menceritakan kembali cerita fantasi secara
terstruktur baik lisan maupun tulis.
5. Buku teks Bahasa Indonesia edisi revisi 2016 belum dapat membantu
peserta didik mencapai kompetensi dasar menceritakan kembali isi cerita
fantasi.
6. Belum ada buku yang dapat membantu peserta didik agar dapat mencapai
kompetensi dasar menceritakan kembali isi cerita fantasi.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan-permasalahan yang
muncul dalam materi cerita fantasi begitu kompleks. Oleh karena itu, permasalahan
yang perlu diteliti oleh peneliti yaitu pemahamannya peserta didik terhadap cerita
fantasi dan cara menceritakannya. Selain itu, belum tersedia buku yang dapat
mengatasi permasalahan itu. Hal ini dapat mengakibatkan peserta didik kesulitan
dalam menceritakan kembali isi cerita fantasi secara terstruktur.
6
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana
pengembangan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan
nilai karakter? Uraian permasalahan dirinci sebagai berikut.
1. Bagaimana analisis kebutuhan guru dan peserta didik terhadap buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter?
2. Bagaimana prinsip pengembangan buku pengayaan menceritakan kembali
isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter?
3. Bagaimana prototipe buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita
fantasi bermuatan nilai karakter?
4. Bagaimana validasi terhadap buku pengayaan menceritakan kembali isi
cerita fantasi bermuatan nilai karakter?
5. Bagaimana hasil perbaikan terhadap buku pengayaan menceritakan kembali
isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini meliputi hal-
hal berikut.
1. Menguraikan hasil analisis kebutuhan guru dan peserta didik terhadap buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi.
2. Menyusun prinsip pengembangan buku pengayaan menceritakan kembali
isi cerita fantasi.
3. Menggambarkan bentuk prototipe buku pengayaan menceritakan kembali
isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
4. Mendeskripsikan hasil validasi terhadap buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
5. Mendeskripsikan hasil perbaikan terhadap buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
7
1.6 Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini memiliki kegunaan secara teoretis dan praktis.
1.6.1 Kegunaan Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah
keilmuan yang dapat dirujuk oleh peneliti, guru, atau pihak lainnya dalam bidang
pembelajaran sastra. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
konsep pengembangan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter bagi penelitian berikutnya.
1.6.2 Kegunaan Praktis
1. Bagi peserta didik, hasil pengembangan buku pengayaan ini dapat
mempermudah dalam mempelajari materi dan langkah-langkah menceritakan
kembali isi cerita fantasi. Selain itu, peserta didik dapat memiliki gambaran
tentang nilai karakter berdasarkan tokoh dalam cerita fantasi.
2. Bagi guru, buku penganyaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
mempermudah guru dalam menyampaikan materi pelajaran sekaligus
menanamkan pendidikan karakter bagi peserta didik.
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam hal
pengembangan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian terkait buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
telah dilakukan sebelumnya menurut kajian masing-masing. Penelitian terdahulu
yang relevan sebagai kajian pustaka antara lain (1) buku pengayaan, (2)
menceritakan kembali, (3) cerita fantasi, dan (4) nilai karakter. Berikut adalah
uraiannya.
Penelitian tentang buku pengayaan dilakukan oleh Puspitaningrum dkk
(2015), Hapsari dkk (2016), Istanti (2016), Resta dkk (2017), Raharjo dkk (2017),
dan Sari dkk (2018). Penelitian yang relevan dengan menceritakan kembali antara
lain Utari (2014), Setiowati (2015), Zahra (2015), dan Mulatsih dkk (2018).
Penelitian tentang cerita fantasi pernah dilakukan oleh Carriveau dkk (2009),
Richert dkk (2011), Nafisah dkk (2012), Haribowo (2016), Kapitan dkk (2018), dan
Farahdila dkk (2018). Penelitian yang relevan tentang nilai karakter antara lain
Nurgiyantoro dkk (2013), Suwarno dkk (2018), Setyorini (2018), dan Suhardi
(2018).
Puspitaningrum dkk (2015) melakukan penelitian pengembangan berjudul
“Pengembangan Buku Pengayaan Menyusun Teks Cerita Pendek Berbasis Kearifan
Lokal Bagi Siswa SMP”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan
penilaian ahli dan guru, buku pengayaan menyusun teks cerita pendek berbasis
kearifan lokal sudah layak dan dapat digunakan sebagai pelengkap dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia. Penyusunan buku pengayaan dilandasi oleh
permasalahan kurangnya buku pengayaan menyususn teks cerita pendek.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini menganalisis kebutuhan
terhadap buku dilakukan kepada siswa dan guru di SMP N 1 Blora, SMP N 2 Blora,
dan SMP N 1 Kunduran.
Persamaan penelitian Puspitaningrum dkk dengan penelitian ini terletak
pada pengembangan buku pengayaan dan subjek penelitiannya adalah siswa SMP.
9
Oleh karena itu, penelitian Puspitaningrum dkk memiliki kontribusi terhadap fokus
penelitian pengembangan buku pengayaan. Hal yang membedakan adalah
penelitian ini akan mengembangkan buku pengayaan menceritakan kembali isi
cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
Penelitian yang relevan berikutnya adalah Hapsari dkk (2016).
Penelitiannya berjudul “Pengembangan Buku pengayaan Apresiasi Teks Fabel
Bermuatan Nilai-Nilai Karakter Bagi Siswa SMP”. Penelitian tersebut bertujuan
untuk mengembangkan buku pengayaan apresiasi sastra bermuatan nilai-nilai
karakter. Hasilnya menunjukkan bahawa buku yang dikembangkan termasuk dalam
kategori sangat baik. Ada empat aspek yang disoroti pada buku pengayaan apresiasi
sastra yakni, aspek isi, penyajian, bahasa, dan keterbacaan serta grafika.
Penlitian ini memiliki kesamaan kajian berupa buku pengayaan dan muatan
nilai karakter. Akan tetapi, penelitian Hapsari dkk memiliki perbedaan dengan
penelitian ini. Bedanya, penelitian Hapsari dkk mengembangkan buku pengayaan
apresiasi teks fabel sedangkan penelitian ini mengembangkan buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi. Muatan yang ada dalam penelitian Hapsari
dkk yang dipilih menjadi muatan adalah religius, jujur, kerja keras, mandiri, dan
komunikatif. Nilai-nilai ini dapat menjadi pilihan nilai yang dapat dimuat dalam
buku yang akan dikembangkan dalam penelitian ini.
Istanti (2016) melakukan penelitian berjudul “Pengembangan Buku
Pengayaan Apresiasi Sastra Berhuruf Braille Indonesia dengan Media Reglet Bagi
Siswa Tunanetra di Sekolah Inklusi Kota Surakarta”. Penelitian ini berfokus pada
pengambangan buku pengayaan berdasarkan kebutuhan peserta didik yang
berkebutuhan khusus yaitu tunanetra. Penggunaan huruf braille menjadi
pertimbangan dalam pengembangan buku ini. Hasil penelitian menunjukkan jika
kompetensi siswa tunanetra dengan diberi buku pengayaan apresiasi sastra berhuruf
braille Indonesia dengan media reglet lebih baik daripada kompetensi siswa
tunanetra yang tidak diberi buku pengayaan.
10
Penelitian Istanti (2016) memiliki kontribusi bagi penelitian ini sebagai
bahan rujukan untuk mengembangkan buku pengayaan berdasarkan karakteristik
penggunanya. Jadi, sebelum merusmuskan penelitian perlu mengetahui
karakteristik pengguna atau subjek yang memiliki kebutuhan terhadap buku
pengayaan tersebut. Penyusunan buku pengayaan juga memerlukan perhatian
khusus dengan menggabungkan antara kebutuhan dengan teori.
Resta dkk (2017) melakukan penelitian berjudul “Pengembangan Buku
Pengayaan Teks Fabel Bermuatan Nilai Budaya dengan Metode Goall, Plans,
Implemantation, and Development Bagi Siswa SMP”. Fokus penelitian ini adalah
mengembangkan buku pengayaan berdasarkan ketersediaaan dan kondisi buku
pendamping pembelajaran teks fabel. Kemudian hasilnya berupa prinsip
pengembangan buku pengayaan teks fabel, prototipe buku pengayaan teks fabel,
dan uji validasi serta perbaikan prototipe buku pengayaan teks fabel bermuatan nilai
budaya.
Penelitian Resta dkk (2017) memiliki kontribusi bagi penelitian ini berupa
cara membuat prinsip pengembangan berdasarkan analisis kebutuhan. Prinsip yang
disusun merupakan landasan bagi peneliti untuk mengambangkan buku pengayaan.
Oleh karena itu, prinsip pengembangan buku pengayaan perlu memerhatikan empat
aspek materi, penyajian, bahasa, dan grafika yang sesuai dengan pengguna buku
pengayaan tersebut. Pada penelitian ini subjeknya adalah siswa SMP sehingga
keempat aspek itu perlu menyesuaikan kondisi siswa. Termasuk juga memberikan
muatan berupa nilai budaya. Nilai-nilai budaya yang disajikan juga berupa (1) nilai
budaya mengenai karya menusia, (2) nilai budaya mengenai hubungan manusia
dengan alam sekitar, dan (3) nilai budaya mengenai hubungan manusia dengan
sesamanya. Penyajian nilai-nilai tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi pembaca buku pengayaan teks fabel.
Penelitian mengenai buku pengayaan berikutnya adalah Raharjo dkk
(2017). Penelitian tersebut berjudul “Kelayakan Buku Ajar Bahasa Indonesia Kelas
VII Wahana Pengetahuan”. Fokus penelitian ini adalah mengkaji tentang kelayakan
buku ajar Bahasa Indonesia kelas VII Wahana Pengetahuan yang dikaji dari
11
berbagai aspek. Ada empat aspek yang dikaji yakni, aspek kelayakan isi, kelayakan
penyajian, kadar kebakuan, dan tingkat keterbacaan. Berdasarkan penelitian ini,
buku ajar Bahasa Indonesia kelas VII Wahana Pengetahuan dapat dikategorikan
layak. Akan tetapi, masih perlu penyempurnaan dari penulisan yang tidak sesuai.
Selain itu, penjabaran materi dari semua kompetensi dasar belum merata.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penelitian Raharjo dkk merupakan
dasar bagi penelitian untuk melanjutkan penelitian sebelumnya. Buku ajar tersebut
hanya memfokuskan pada materi puisi rakyat dan teks fabel. Oleh karena itu,
penelitian ini berupaya untuk melanjutkan penelitian Raharjo dkk (2017) dan
menambah materi menceritakan kembali isi cerita fantasi bagi kelas VII. Tujuannya
untuk melengkapi dan mempermudah pesera didik untuk mencapai kompetensi
dasar.
Sari dkk (2018) melakukan penelitian berjudul “Pengembangan Buku
Pengayaan Bermuatan Nilai Humanis dalam Menulis Teks Drama”. Penelitian ini
menyajikan hasil penelitian berupa (1) karakteristik kebutuhan siswa dan guru, (2)
prinsip pengambangan buku pengayaan, (3) prototipe buku dan (4) penilaian ahli.
Penelitian ini juga menyajikan pembahasan mengenai prospek buku pengayaan,
kebaruaan, keunggulan, kelemahan, dan kelayakan buku pengayaan yang
dikembangkan. Secara keseluruhan, buku pengayaan yang dikembangkan dapat
dikatergorikan baik.
Kontribusi penelitian Sari dkk (2018) bagi penelilitian ini berkaitan dengan
pembahasan prospek buku pengayaan hingga kelayakan buku. Secara rinci,
penelitian Sari dkk tidak hanya menyajikan karakteristik, prinsip, prototipe, dan
penilaian ahli saja. Pembahasan mengenai prospek buku hingga kelayakan buku
sangat penting dilakukan. Hal ini agar para pengguna buku pengayaan dapat
memanfaatkan dengan baik buku yang dikembangkan. Selain itu, peneliti
berikutnya dapat melanjutkan penelitian yang dapat melanjutkan dan memperbaiki
penelitian Sari dkk (2018).
12
Kajian pustaka berikutnya berkaitan dengan menceritakan kembali. Utari
(2014) dalam skripsinya berjudul “Studi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi
Cerita pada Anak Kelompok A di Gugus 2 Kecamatan Kretek Bantul”. Hasil
penelitian yang telah dilakukan rata-rata kemampuan menceritakan kembali isi
cerita di Gugus 2 Kecamatan Kretek, Bantul berada dalam kategori berkembang.
Pada penelitian pertama sebanyak 65% dan pada penelitian kedua sebanyak 62%.
Tahap kemampuan anak dalam menceritakan kembali isi cerita yaitu: (1) anak
menceritakan inti cerita, (2) anak menceritakan tokoh cerita, (3) anak menceritakan
alur cerita, (4) anak menceritakan judul cerita, (5) anak mengungkapkan pesan
cerita, dan (6) anak menceritakan secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian penelitian di atas, maka memiliki kesamaan dengan
penelitian ini berkaitan dengan menceritakan kembali isi cerita. Akan tetapi, juga
memiliki perbedaan dalam metode dan subjek yang diteliti. Pada penelitian Utari,
metode yang digunakan adalah deskriptif suvei dengan subjek anak kelompok A
Gugus 2 Kecamatan Bantul (jenjang TK). Berbeda halnya dengan penelitian ini
yang menggunakan metode research and development (R & D) dengan subjek
penelitian pada jenjang SMP. Penelitian Utari juga memiliki kelemahan berupa
tidak ada perbedaan yang signifikan dari judul cerita dan cara bercerita yang
dilakukan terhadap kemampuan menceritakan kembali isi cerita.
Berikutnya, ada tiga penelitian berkaitan dengan menceritakan kembali
dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Ketiga penelitian rujukan
ini antara lain Setiowati dkk (2015), Zahra (2015), dan Mulatsih dkk (2018).
Perbedaan ketiga penelitian tersebut terletak pada cara meningkatan kemampuan
menceritakan kembali dengan menggunakan metode, strategi, dan alat peraga.
Pertama, Setiowati dkk (2015) dalam skripsinya yang berjudul
“Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Anak Bermuatan
Pendidikan Karakter dengan Metode SQ3R”. Penelitian ini mengkaji tentang
peningkatan keterampilan menceritakan kembali cerita anak dengan metode SQ3R.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan keterampilan meceritakan
kembali dengan metode SQ3R. Peningkatan keterampilan menceritakan kembali
13
dikategorikan meningkat berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik.
Nilai rata-rata pada siklus I adalah 70,85 sedangkan nilai rata-rata pada siklus II
adalah 80,78. Perubahan yang dialami peserta didik tidak hanya keterampilan
menceritakan kembali, tetapi juga perilaku yang ditunjukkan. Perubahan perilaku
tersebut didapat dari proses pembelajaran yang memberikan muatan pendidikan
karakter.
Setiowati dkk (2015) dengan penelitian ini memiliki persamaan dan
perbedaan. Persamaannya adalah kajian sama-sama mengkaji tentang menceritakan
kembali serta muatan karakter dalam penelitian. Perbedaannya terletak pada
metode penelitian yang digunakan. Penelitian Setiowati dkk (2015) merupakan
penelitian tindakan kelas (PTK), sedangkan penelitian ini menggunakan metode
research and development (R & D).
Kedua, Zahra (2015) dalam skripsinya berjudul “Peningkatan Keterampilan
Menceritakan Kembali Isi Cerpen dengan Strategi Think Talk Write pada Siswa
Kelas IX A SMP N Jatikalen Nganjuk”. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan
terhadap keterampilan siswa dalam menceritakan kembali. Peningkatan secara
produk dapat dilihat dari skor rata-rata dimulai dari pratindakan 16,84 meningkat
menjadi 21,42 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 28,31 pada siklus II. Lebih
dari itu, terjadi pula peningkatan kualitas proses pembelajaran. Kualitas tersebut
tercermin dari keaktifan, perhatian dan konsentrasi siswa dalam pelajaran, minat
siswa selama pembelajaran, serta keberanian siswa dalam bercerita di depan kelas.
Penelitian Zahra memberikan kontribusi berupa aspek-aspek yang perlu
diperhatikan dalam menceritakan kembali. Aspek-aspek tersebut teridiri dari aspek
pelafalan, aspek kosakata, aspek struktur, aspek kesesuaian isi/urutan cerita, aspek
kelancaran, aspek gaya (ekspresi), dan aspek keterampilan mengolah/
mengembangkan ide cerita. Beberapa aspek tersebut menjadi bahan acuan yang
digunakan dalam penelitian ini. Pada penelitian Zahra, aspek ini digunakan sebagai
aspek penilaian untuk mengukur kemampuan siswa dalam menceritakan kembali.
Namun, pada penelitian ini semua aspek tersebut dijadikan indikator penilaian
dalam proses menceritakan kembali secara lisan.
14
Ketiga, Mulatsih dkk (2018) melakukan penelitian berjudul “Peningkatan
Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita Melalui Alat Peraga Gambar Seri di
TK Negeri Pembina Kabupaten Sragen”. Hasil penelitian ini menunjukkan
peningkatan dalam keterampilan menceritakan kembali di TK Negeri Pembina
Kabupanten Sragen. Pada tahap awal, ketuntasan menceritakan kembali sebesar
15,28% kemudian meningkat pada siklus I menjadi 30,77%. Pada akhir siklus I
diberikan perlakuan yang membuat siswa aktif bercerita secara bergantian.
Hasilnya memperoleh ketuntasan menjadi 69,23%. Hal ini membuktikan bahwa
gambar seri dianggap efektif untuk meningkatkan kemampuan anak didik dalam
menceritakan kembali isi cerita yang diceritakan guru.
Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukan rangsangan untuk memacu
kemampuan peserta didik dalam menceritakan kembali. Pada penelitian yang
dilakukan Mulatsih menggunakan alat peraga, maka dalam penelitian ini
menggunakan buku pengayaan. Rangsangan ini digunakan agar peserta didik dapat
menceritakan kembali dengan efektif. Perbedaan penelitian ini terletak pada
tujuannya. Pada penelitian Mulatsih bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
menceritakan kembai, sedangkan penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
buku pengayaan menceritakan kembali yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didik.
Penelitian selanjutnya mengenai cerita fantasi pernah dilakukan oleh
Carriveau dkk (2009) berjudul “Abraham Lincoln and Harry Potter: Children’s
differentiation between historical and fantasy characters”. Penelitian ini
membahas mengenai kemampuan anak-anak untuk memberdakan antara tokoh
sejarah yang mereka pelajari (Abraham Lincoln) dengan karakter fantasi (Harry
Potter). Hasil eksperimen 1 menunjukkan bahwa anak usia 3 s.d. 4 tahun dan anak
usia 5 s.d. 7 tahun memahami status tokoh yang dikenal, menilai dengan benar
tokoh sejarah menjadi tokoh nyata, dan fiksi untuk berpura-pura. Namun, ketika
disajikan dengan informasi tentang tokoh-tokoh novel yang dibenamkan dalam
narasi realistis atau narasi dengan jelas elemen fantasinya, hanya anak-anak usia 5
s.d. 7 tahun yang menggunakan narasi untuk membuat penilaian yang tepat atas
15
status protagonis tokoh. Pada Eksperimen 2, anak usia 3 s.d. 4 tahun diminta untuk
menilai apakah peristiwa cerita itu benar-benar mungkin atau tidak. Mereka yang
melakukannya dengan akurat mampu menerapkan penilaian itu untuk menilai
dengan benar status protagonis.
Pada penelitian Carriveau menjelakan bahwa anak usia anak usia 3 s.d. 4
tahun memerlukan rangsangan dan pemahaman dalam memahami tokoh sejarah
dengan tokoh fiksi. Namun sebaliknya dengan anak usia 5 s.d. 7 tahun dapat
membedakannya dengan mudah. Penelitian ini berbeda dengan penelitian
Carriveau karena fokus penelitian ini mengembangkan buku pengayaan, sedangkan
penelitian Carriveau merupakan penelitian eksperimen. Persamaannya terletak
pada kajian penelitian berupa cerita fantasi.
Penelitian berikutnya adalah Richert dkk (2011). Penelitiannya berjudul
“Preschoolers’ Quarantining of Fantasy Stories”. Penelitian ini mengkaji tentang
cerita fantasi yang dapat memberikan pesan bagi anak. Cerita fantasi tersebut
diharapkan dapat menjadi bahan belajar yang dapat diterapkan pada situasi dunia
nyata berdasarkan pesan dalam cerita fantasi. Penelitian Richert memeriksa
pemahaman anak-anak dari cerita fantasi dan kisah nyata. Selama dua kali
penelitian, anak-anak berusia 3½ hingga 5½ tahun lebih kecil kemungkinannya
untuk memahami solusi masalah dari cerita tentang karakter fantasi daripada cerita
tentang orang sungguhan. Artinya, usia tersebut masih belum dapat membedakan
antara fantasi dan dunia nyata. Pada usia itu pula anak-anak cenderung lebih
memahami cerita fantasi jika mereka membaca cerita dan dalam kondisi yang sama.
Berdasarkan penelitian di atas, pemahaman anak-anak terhadap cerita
fantasi belum sepenuhnya secara menyeluruh. Anak terkadang belum dapat
membedakan antara situasi nyata dengan tidak nyata. Oleh sebab itu, pemilihan
cerita fantasi dan pemberian batas usia anak untuk membaca sangat diperlukan. Hal
ini berkaitan dengan tingkat pemahaman anak terhadap pesan cerita fantasi yang
sedang dibaca. Peneitian Richert berkontribusi terhadap penelitian ini, berkaitan
dengan pemberian batasan usia pembaca cerita fantasi. Batasan ini bertujuan agar
pembaca dapat memperoleh manfaat pesan dalam cerita fantasi yang dibacanya.
16
Nafisah dkk (2012) berjudul “Karakteristik Cerita Fantasi Anak Indonesia
Periode 2000-2010”. Cerita fantasi anak Indonesia periode 2000-2010 memiliki
tujuh karakteristik. Karakteristik tersebut antara lain (1) tahapan alur berupa alur
konvensional dan menggunakan alur maju; (2) tokoh berwujud manusia, binatang
dan peri, sedangkan penokohan menggunakan teknik analitik dan dramatik; (3)
latar tempat yang digunakan rumah, istana, taman, dan hutan sedangkan waktu yang
digunakan adalah pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari, dan suatu hari; (4)
sudut pandang yang cenderung digunakan adalah sudut pandang orang ketiga
mahatahu; (5) tema yang digunakan dalam cerita fantasi anak Indonesia adalah
berbuat baik pada orang lain; (6) amanat yang disampaikan diantaranya tidak boleh
usil, harus saling menolong, tidak mudah tergoda kemewahan orang lain, dan
berusaha sabar dalam mengerjakan sesuatu; dan (7) gaya bercerita yang digunakan
adalah narasi dan dialog.
Berbeda dengan penelitian tersebut, penelitian ini mengembangkan buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi. Akan tetapi penelitian Nafisah
menganalisis karakter cerita fantasi anak Indonesia periode 2000-2010. Artinya,
metode yang digunakan berbeda yakni metode R & D (research and development)
pada penelitian ini dan metode analisis pada penelitian Nafisah. Persamaannya
terletak pada kajian cerita fantasi dari masing-masing penelitian. Oleh karena itu,
penelitian Nafisah memiliki kontribusi sebagai acuan bagi penlitian ini dalam
mengembangkan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter yang sesuai dengan karakteristik cerita fantasi di
Indonesia.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, Haribowo (2016) melakukan
penelitian dalam bidang kajian psikologi sastra. Penelitian tersebut berjudul “Emosi
Adam dalam Novel Fantasi Hantu Game Online Karya Fakhri Violinist: Kajian
Psikologi Sastra”. Novel Fantasi Hantu Game Online merupakan novel fantasi yang
menceritakan tokoh bernama Adam yang berusia 11 tahun yang kecanduan main
game. Novel ini diteliti karena terkait dengan konsep kepribadian dan psikologis
anak. Hasil penelitian Haribowo (2016) adalah (1) jenis emosi yang dialami oleh
17
Adam dalam novel Hantu Game Online yakni emosi marah, gembira, jijik, takut,
kaget, serta kesedihan dan (2) upaya yang dilakukan oleh tokoh Adam dalam
menghadapi emosi yaitu orang tua mengontrol emosi anak, anak mengendalikan
emosi diri, dan peran lingkungan sekitar membantu proses perkembangan emosi.
Penelitian Haribowo memiliki persamaan dengan perbedaan dengan
penelitian. Persamaannya berkaitan dengan cerita fantasi yang terkait dengan
konsep kepribadian dan psikologis pembaca. Jika dalam penelitian Haribowo
berkaitan dengan kepribadian tokoh Adam dalam novel Hantu Game Online, maka
kajian yang dilakukan penelitian berkaitan dengan unsur muatan nilai karakter
dalam buku yang dikembangkan. Perbedaannya terletak pada metode penelitian
yang dilakukan. Peneliti melakukan penelitian menggunakan metode R & D
(research and development), sedangkan Haribowo menggunakan pendekatan
psikologi sastra.
Penelitian berikutnya adalah Kapitan dkk (2018) berjudul “Pengembangan
Bahan Ajar Menulis Teks Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Pendidikan Karakter di
Kelas VII”. Hasil penelitiannya berupa produk bahan ajar yang bertujuan untuk
melatih siswa terampil menulis teks cerita fantasi bermuatan pendidikan karakter.
Bahan ajar tersebut terdiri dari buku siswa dan buku guru. Buku ini memiliki empat
unit di dalamnya. Unit 1 (satu) memaparkan tentang pengantar menulis teks cerita
fantasi. Unit 2 (dua) memaparkan tentang menulis cerita fantasi dengan rangsangan
gubahan cerita lain. Unit 3 (tiga) memaparkan tentang menulis cerita fantasi dengan
rangsang mimpi dan pertanyaan. Unit 4 (empat) memaparkan tentang menulis cerita
fantasi dengan masalah.
Isi buku siswa untuk unit 1 (satu) sampai 4 (empat) dilengkapi dengan
penjelasan khusus untuk tahapan pembelajaran. Pada buku guru terdiri dari fungsi
dan kedudukan cerita fantasi dalam pembelajaran di sekolah, sasaran bahan ajar dan
nilai karakter, gambaran umum penggunaan buku, gambaran isi buku, dan cara
menggunakan buku siswa. Keduanya memiliki isi yang sama, hanya saja pada buku
guru diberikan tambahan-tambahan agar dapat mempermudah dalam mengatur
proses pembelajaran yang efektif.
18
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian Kapitan memiliki persamaan dan
perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya yakni kajian berupa cerita fantasi,
muatan yang digunakan, serta metode penelitiannya. Perbedaannya, penelitian ini
mengembangkan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
sedangkan penelitian Kapitan mengembangkan bahan ajar menulis cerita fantasi.
Unit atau bagian yang ada dalam buku yang dikembangkan pun berbeda. Bagian
utama buku yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri atas lima bagian, yakni
hakikat cerita fantasi, langkah menceritakan kembali, contoh menceritakan kembali
isi cerita fantasi, nilai karakter dalam cerita fantasi, dan latihan menceritakan
kembali isi cerita fantasi.
Hampir serupa dengan penelitian Kapitan, Farahdila dkk (2018) juga
melakukan penelitian pengembangan dengan kajian cerita fantasi. Judul penelitian
Farahdila adalah “Pengembangan Buku Pengayaan Nilai-Nilai Konservasi
Humanisme dalam Pembelajaran Menulis Kreatif Cerita Fantasi”. Penelitian ini
menghasilkan prinsip-prinsip pengembangan buku pengayaan. Prinsip-prinsip
tersebut antara lain aspek materi, aspek penyajian, aspek grafika, aspek bahasa,
aspek kebutuhan materi pembelajaran menulis kreatif teks cerita fantasi, dan aspek
kebutuhan nilai-nilai konservasi humanisme. Draf buku pengayaan terdiri atas tiga
komponen utama, yaitu sampul buku, bentuk fisik buku, da nisi buku. Penilaian
diklasifikasikan menjadi tiga bagian awal 80,2, bagian isi 70,79, dan bagian akhir
76,7 dengan kategori baik disemua bagian.
Penelitian selanjutnya berkaitan dengan nilai karakter. Penelitian
Nurgiyantoro dkk (2013) berjudul “Prioritas Penentuan Nilai Pendidikan Karakter
dalam Pembelajaran Sastra Remaja”. Hasil penelitiannya adalah (1) penentuan
prioritas nilai-nilai karakter perlu untuk memudahkan pemantauan, pengawasan,
dan penilaian. Nilai karakter yang dipilih guru adalah religius, jujur, cinta tanah air,
peduli lingkungan, tanggung jawab, serta kreatif, gemar membaca, disiplin dan
mandiri. (2) Pemilihan genre tampak masih terpola pada pembagian sastra kononik-
dewasa, namun harus mencakup keseluruhan genre remaja. (3) Penyajian bahan
ajar ditekankan pada penyajian bacaan, pemberian tugas, dan latihan.
19
Penelitian Nurgiyantoro memberikan kontribusi berupa upaya pemilihan
nilai karakter yang dalam pembelajaran sastra remaja. Namun, tidak semua karakter
yang disebutkan menjadi bahan acuan untuk penelitian ini. Hanya nilai jujur,
disiplin, kerja keras, mandiri, dan tanggung jawab. Pemilihan nilai tersebut karna
disesuaikan pula dengan cerita fantasi yang bersifat khayalan. Nilai-niali tersebut
tercermin dari tokoh-tokoh dalam cerita fantasi. Alasan pemilihan hanya beberapa
nilai karena nilai-nilai lainnya belum tentu tercermin dari karya sastra berupa cerita
fantasi.
Penelitian lain berkaitan dengan nilai karakter pernah dilakukan oleh
Suwarno dkk (2018), Setyorini (2018), dan Suhardi (2018). Ketiga penelitian
tersebut termasuk dalam penelitian analisis. Penelitian-penelitian itu menganalisis
nilai karakter dalam karya sastra yang berbeda-beda. Semuanya memiliki
kontribusi teradap penelitian ini berkaitan dengan nilai-nilai karakter yang
tercermin dalam karya sastra. Hal ini dapat menjadi acuan bagi penelitian
pengambangan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi ini.
Penelitian Suwarno dkk (2018) berjudul “Analisis Struktural dan Nilai
Karakter dalam Legenda Masinan Kijang Ngrayudan Ngawi”. Hasil analisis
ditemukan struktur unsur dan empat nilai karakter. Analisis struktur tersebut yakni
(1) bertema pengorbanan; (2) menggunakan alur maju; (3) tokoh dan penokohan
Kiai Ageng Gagar yakni gagah dan keras, Putri Sendang Kaputren berwatak baik
dan sabar, Ayahanda Putri Sendang Kaputren memiliki watak tegas, keras, dan
berwibawa, serta seekor kijang memiliki hati yang baik dan suka menolong; (4)
latar tempat berada di Desa Ngrayudan, Dusun Gagar, telaga Sarangan, dan hutan
Ngrayudan sedangkan latar waktunya pada petang dan malam hari dengan suasana
sedih dan mencengkram; (5) sudut pandang orang ketiga serba tahu; (6) amanatnya
adalah tidak egois dan selalu menjaga alam beserta isinya. Berikytnya adalah nilai
karakter yang ditampilkan adalah nilai karakter religius, mandiri, tanggung jawab,
dan kerja keras.
Setyorini (2018) melakukan penelitian berjudul “Karakter Kerja Keras
dalam Novel Entrok”. Hasil analisis penelitian ini menjelaskan nilai karakter kerja
20
keras tokoh Marni dalam novel Entrok karya Okky Madasari. Tokoh Marni
diceritakan sebagai tokoh yang penuh kerja keras yang terlihat dari masa ke masa.
Saat muda ia berusaha membeli entrok atau bra seperti milik orang kaya yang sulit
untuk ia dapatkan. Hingga ia dewasa, ia masih bekerja keras agar kelangsungan
hidup anaknya berjalan dengan baik. Rahayu anaknya, memiliki pekerjaan sebagai
pegawai yang diharapkan Marni bisa hidup layak. Karakter kerja keras dari tokoh
Marni ini memiliki relevansi dengan pembelajaran sasatra di perguruan tinggi.
Karya ini tidak hanya berfungsi sebagai media belajar namun juga sebagai sarana
pemberian motivasi bagi pembaca agar giat dan bekerja keras.
Penelitian berikutnya adalah Suhardi (2018) dengan judul “Nilai-Nilai
Pendidikan Karakter dalam Dongeng Putra Lokan”. Hasil analisis menyimpulkan
bahwa Dongeng Puta Lokan memiliki 17 nilai karakter. Nilai-nilai tersebut yakni
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut sangat baik untuk diberikan kepada peserta
didik guna membangun karakter bangsa.
Penelitian-penelitian tersebut dapat menjadi dasar bahwa karya sastra dapat
menjadi media perantara untuk menanamkan nilai karakter pada peserta didik.
Melalui beberapa hasil analisis di atas, tokoh dalam cerita dapat menjadi bahan
perenungan bagi peserta didik tentang karakter baik yang perlu diterapkan dalam
kehidupan. Kontribusi penelitian-penelitian terdahulu adalah menanamkan nilai
karakter di sekolah dapat dilakukan melalui interaksi dengan karya sastra. Kegiatan
dapat berupa kegiata apresiasi sastra, ekspresi lisan, dan tulis sastra.
2.2 Landasan Teoretis
2.2.1 Hakikat Buku Pengayaan
2.2.1.1 Pengertian Buku Pengayaan
Buku pengayaan adalah buku yang memuat materi yang dapat memperkaya
dan meningkatkan penguasaan ipteks dan keterampilan; membentuk kepribadian
21
peserta didik, pendidik, pengelola pendidikan, dan masyarakat pembaca lainnya
(Puskurbuk, 2008). Buku ini berbeda dengan buku teks yang digunakan di sekolah.
Secara rinci, buku pengayaan hanya memuat jabaran materi tertentu saja. Hartono
(2016 h. 12), menyatakan bahwa buku pengayaan adalah buku yang berisi jabaran
materi pembelajaran yang digunakan untuk pengayaan belajar anak.
Pengertian lain menurut Sitepu (2012 h. 16), buku pelengkap atau buku
pengayaan berisi informasi yang melengkapi buku pelajaran pokok. Artinya, buku
ini merupakan buku yang digunakan sebagai pendamping buku pokok yang
tujuannya untuk memperkaya materi. Buku pengayaan ini tidak disusun
sepenuhnya berdasarkan kurikulum baik tujuan, materi pokok, dan metode
penyajiannya. Buku ini tidak wajib dipakai peserta didik dan guru dalam proses
belajar dan pembelajaran, tetapi berguna bagi peserta didik yang mengalami
kesulitan memahami pokok bahasan tertentu dalam buku pelajaran pokok.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa buku
pengayaan adalah buku yang memuat materi yang memperkaya ilmu pengetahuan
dan keterampilan peserta didik yang digunakan sebagai pendamping buku pokok
pelajaran dan disusun bukan berdasarkan kurikulum. Fungsinya untuk memperkaya
materi pelajaran.
2.2.1.2 Jenis Buku Pengayaan
Buku pengayaan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu buku pengayaan
pengetahuan, buku pengayaan keterampilan, dan buku pengayaan kepribadian
(Puskurbuk, 2008). Berikut ini penjelasannya.
1. Buku Pengayaan Pengetahuan
Buku pengayaan pengetahuan merupakan buku yang mampu memberikan
tambahan pengetahuan kepada pembacanya, baik yang bersentuhan langsung
dengan materi yang dipelajari dalam lembaga pendidikan maupun di luar itu.
2. Buku Pengayaan Keterampilan
22
Buku pengayaan keterampilan adalah buku-buku yang memuat materi yang
dapat memperkaya dan meningkatkan kemampuan dasar para pembaca dalam
rangka meningkatkan aktivitas yang praktis dan mandiri.
3. Buku Pengayaan Kepribadian
Buku pengayaan kepribadian adalah buku yang memuat materi yang dapat
memerkaya dan meningkatkan kepribadian atau pengalaman batin pembaca.
Berdasarkan uraian ketiga jenis buku pengayaan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian ini mengembangkan buku pengayaan berjenis buku
pengayaan keterampilan. Alasanya karena penelitian tentang pengembangan buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi menuntut kemampuan
keterampilan yang diajarkan di dalamnya.
2.2.1.3 Fungsi Buku Pengayaan
Fungsi buku pengayaan antara lain sebagai berikut.
1. Meningkatkan wawasan pembaca tentang ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni.
2. Menjadi bahan bacaan bagi seluruh peserta didik, para pendidik, para pengelola
pendidikan, dan anggota masyarakat lainnya yang meminati dan menginginkan
kemampuan dasarnya menjadi bertambah kaya, khususnya dalam kecakapan
praktis yang dibutuhkan dalam hidupnya.
3. Sebagai bacaan bagi peserta didik, pendidik, pengelola pendidikan, dan
masyarakat lain pada umumnya yang dapat memerkaya dan meningkatkan
kepribadian atau pengalaman batin
2.2.2 Hakikat Menceritakan Kembali
2.2.2.1 Pengertian Menceritakan Kembali
Menceritakan memiliki arti sebagai: (1) menuturkan cerita, (2) memuat
cerita, dan (3) mengatakan (memberitahukan) kepada (Depdiknas, 2016). Oleh
karena itu, menceritakan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk menuturkan atau
memberitahukan cerita kepada orang lain. Kemudian Utari (2014) berpendapat jika
23
menceritakan kembali yaitu menyusun kembali cerita yang dibaca atau disimak dari
penceritaan dengan tujuan memberikan informasi dan pengetahuan kepada orang
lain.
Padmadewi (2018 h. 91) memperjelas bahwa menceritakan kembali
merupakan kemampuan untuk memberikan respon terhadap cerita atau bacaan yang
memadukan kemampuan integratif antara kemampuan untuk mendengarkan
informasi, kemampuan tentang struktur bahasa yang memungkinkan untuk mampu
mengartikan bahasa, memahami kosakata, mampu membunyikan kalimat dalam
ucapan dan intonasi yang benar. Jabaran menurut Padmadewi merupakan suatu
rangkaian proses dalam menceritakan kembali.
Menceritakan kembali pada dasarnya merupakan salah satu kompetensi
dasar dalam ranah keterampilan. Berdasarkan kurikulum 2013 revisi, kompetensi
dasar 4.4 kelas VII yakni menceritakan kembali terbagi atas menceritakan kembali
secara lisan dan tulis. Menceritakan kembali secara tulis termasuk dalam
keterampilan menulis, sedangkan menceritakan kembali secara lisan termasuk
dalam keterampilan berbicara.
Pada penelitian ini membahas mengenai menceritakan kembali secara lisan
dan tulis. Artinya konsep kegiatan menceritakan kembali diadopsi dari kegiatan
berbicara dan menulis. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang
berkembang pada kehidupan anak, yang hanya dilalui oleh keterampilan
menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari
(Tarigan, 2015 h. 3). Berikunya pengertian menulis adalah proses penyampaian
pikiran, angan-angan, perasaan dalam bentuk lambang/tanda/tulisan yang
bermakna (Dalman, 2014 h. 4).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka menulis merupakan salah satu
keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak
langsung atau tidak perlu tatap muka dengan orang lain. Berbeda halnya dengan
berbicara yang memerlukan komunikasi secara langsung dengan orang lain. Oleh
karena itu ada hubungan diantara keterampilan menulis dan berbicara. Keduanya
24
memiliki ciri yang sama yakni, produktif dan ekspresif. Perbedaannya ialah bahwa
dalam menulis diperlukan penglihatan dan gerak tangan, sedangkan dalam
berbicara diperlukan pendengaran dan pengucapan (Tarigan, 2008 h. 12).
2.2.2.2 Langkah-Langkah Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi
Memahami cerita merupakan langkah pertama dalam menceritakan kembali
baik secara tulis maupun lisan. Pada proses ini, diperlukan konsentrasi saat
membaca cerita agar dapat mengerti isinya. Tujuannya agar dalam menceritakan
kembali isi cerita fantasi secara tulis maupun lisan, tidak mengubah inti yang
diceritakan. Berkitan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan beberapa aspek.
Aspek yang harus diperhatikan meliputi kesesuaian isi cerita, alur cerita, tokoh dan
penokohan, latar cerita, dan amanat dalam cerita (Setiowati, 2015). Semua aspek
tersebut menjadi bahan untuk menceritakan kembali isi cerita fantasi secara lisan
dan tulis.
2.2.2.2.1 Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi Secara Lisan
Menurut Tarigan (2015 h. 32-33), langkah-langkah dalam berbicara antara
lain memilih pokok pembicaraan, membatasi pokok pembicaraan, mengumpulkan
bahan-bahan, dan menyusun bahan. Langkah-langkah tersebut masih secara umum
dari segi berbicara. Oleh sebab itu, perlu disesuaikan dengan proses menceritakan
kembali isi cerita fantasi. Berikut ini langkah menceritakan kembali isi cerita fantasi
secara lisan.
1. Memahami Bacaan
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah persiapan. Persiapan berupa
membaca cerita fantasi dan proses memahami cerita fantasi. Artinya, pada tahap ini
merupakan proses mengenali isi cerita yang akan diceritakan kembali. Tujuannya
agar saat menceritakan kembali tidak menghilangkan unsur cerita aslinya.
2. Menemukan Ide Pokok
Pada tahap tahap ini diperlukan kejelian untuk menemukan ide pokok dalam
cerita fantasi yang telah dibaca. Ide pokok menjadi komponen yang akan
25
diceritakan kembali secara lisan. Cara menemukannya dengan membaca
keseluruhan paragraf. Kemudian temukan kalimat yang dapat menggambarkan isi
keseluruhan paragraf. Kalimat tersebut dinamakan ide pokok. Biasanya ide pokok
terletak di awal, di akhir, atau di awal dan akhir paragraf.
3. Menyusun Kerangka
Langkah berikutnya adalah menyusun kerangka atau skema untuk
menceritakan kembali secara lisan. Tujuannya agar aspek kesesuaian isi cerita, alur
cerita, tokoh dan penokohan, latar cerita, dan amanat dalam cerita dapat
tersampaikan. Susun semua bagian penting yang sudah ditandai pada tahap
sebelumnya menjadi alur penceritaan.
4. Menyusun Bahan yang Akan Diceritakan
Menyusun bahan yang akan diceritakan biasanya memuat tiga hal, yakni
bagian pendahuluan, isi, dan simpulan. Pertama, bagian pendahuluan diperlukan
perencanaan untuk membuat kalimat pembuka supaya menarik perhatian
pendengar. Bagian ini memuat orientasi yang isinya pengenalan tokoh dan konflik.
Kedua, bagian isi terdiri dari penceritaan konflik yang dialami oleh tokoh dalam
cerita. Ketiga, bagian simpulan memuat resolusi dalam cerita.
Ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam berbicara di didepan umum.
Menurut Zahra (2015) aspek yang perlu diperhatikan adalah aspek pelafalan, aspek
kosakata, aspek struktur, aspek kesesuaian isi/urutan cerita, aspek kelancaran, aspek
gaya (ekspresi), dan aspek keterampilan mengolah/mengembangkan ide cerita.
2.2.2.2.2 Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi Secara Tulis
Ada beberapa langkah yang diperlukan dalam menceritakan kembali isi
cerita fantasi secara tulis. Secara umum menurut Dalman (2015 h. 7) menulis
melibatkan serangkaian kegiatan yang terdiri atas tahap prapenulisan, penulisan,
dan pascaprnulisan. Oleh sebab itu, secara khusus tiga tahapan tersebut disesuaikan
dengan menceritakan kembali isi cerita fantasi. Berikut ini uraian lengkapnya.
1. Tahap Prapenulisan
26
Bahan tulisan dihasilkan dari pemahaman cerita berkaitan dengan aspek
kesesuaian isi cerita, alur cerita, tokoh dan penokohan, latar cerita, dan amanat
dalam cerita. Beberapa aspek tersebut merupakan bahan yang digunakan untuk
membuat kerangka tulisan pada tahap ini.
2. Tahap Penulisan
Tahap penulisan didasari dari kerangka yang telah dibuat pada tahap
prapenulisan. Keseluruhan informasi dari kerangka kemudian dirangkai dan
dikembangkan menjadi tulisan dengan bahasa sendiri. Hal yang perlu ditekankan
adalah keruntutan dan kelogisan cerita agar mudah untuk dibaca dan dipahami.
3. Tahap Pascapenulisan
Tahap ini merupakan tahap akhir. Hal yang perlu dilakukan adalah menyunting dan
melakukan perbaikan tulisan.
2.2.3 Hakikat Cerita fantasi
2.2.2.1 Pengertian Cerita Fantasi
Cerita fantasi adalah cerita yang menampilkan tokoh, alur, latar, atau tema
yang derajat kebenarannya diragukan, baik menyangkut (hampir) seluruh maupun
hanya sebagian cerita (Nurgiyantoro, 2016 h. 295). Artinya, antara aspek cerita
yang masuk akal dan tidak masuk akal dicampuradukkan. Misalnya, tokoh manusia
yang bisa terbang atau latar tempat berada di kayangan. Akan tetapi, percampuran
aspek tersebut masih terikat pada hukum sebab-akibat yang berlaku dalam
penulisan cerita konvensional.
Secara terminologi, cerita fantasi merujuk pada sifatnya yang khayali dan
bersumber dari imajinasi (Toha, 2010 h. 27). Artinya, cerita ini tidak mungkin
terjadi karena cerita fantasi menghadirkan unsur magis, khayalan, atau memuat hal
supranatural. Dibalik semua itu, cerita fantasi memiliki pesan moral pula di
dalamnya sehingga tidak hanya menghibur. Pesan moral tersebut dapat
tersampaikan melalui tokoh dan penokohan dalam cerita fantasi.
27
Pengertian cerita fantasi menurut Kosasih merupakan cerita yang
sepenuhnya dikembangkan berdasarkan khayalan, fantasi, atau imajinasi (Kosasih,
2018 h. 241). Cerita dalam cerita fantasi tidak mungkin terjadi pada dunia nyata
karena sifatnya yang khayalan. Kosasih menjelaskan lebih lanjut bahwa jenis cerita
klasik berupa fabel dan legenda dapat dikategorikan sebagai cerita fantasi. Kedua
cerita klasik tersebut memiliki beberapa peristiwa-peristiwa yang diluar nalar.
Namun, cerita fantasi tidak selalu sama dengan cerita rakyat. Cerita masa kini juga
banyak yang sepenuhnya berdasarkan imajinasi. Contohnya cerita sihir Harry
Potter.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cerita
fantasi adalah cerita yang menampilkan tokoh, alur, latar, atau tema yang
sepenuhnya dikembangkan berdasarkan khayalan, fantasi, atau imajinasi. Cerita
fantasi bersifat khayalan yang bersumber dari imajinasi. Artinya, hampir sebagian
dari cerita fantasi merupakan cerita yang tidak mungkin terjadi pada dunia nyata.
Pengertian cerita fantasi tersebut hampir bertumpang tindih dengan
beberapa jenis cerita klasik. Berikut ini adalah perbedaan antara cerita fantasi
dengan beberapa jenis cerita klasik berupa fabel dan legenda.
Tabel 2.1 Perbedaan Cerita Fantasi, Fabel, dan Legenda
Aspek Cerita Fantasi Fabel Legenda
Pengertian Cerita yang
menanpilkan tokoh,
alur, latar, atau tema
yang sepenuhnya
dikembangkan
berdasarkan
khayalan, fantasi,
atau imajinasi.
Cerita yang
menampilkan
binatang sebagai
tokoh cerita namun
dapat berinteraksi
dan berpikir seperti
manusia.
Cerita magis yang
sering dikaitkan
dengan tokoh,
peristiwa, dan
tempat-tempat
nyata.
Bentuk Narasi Narasi Narasi
28
Aspek Cerita Fantasi Fabel Legenda
Isi Cerita Berupa peristiwa/hal
ajaib yang di luar
nalar manusia.
Rangkaian
peristiwa yang
menunjukkan
sebab akibat
Biasa
dihubungkan
dengan
peristiwa/benda
yang berasal dari
masa lalu
Tokoh Muncul tokoh
unik/benda mati yang
memiliki sifat seperti
manusia.
Binatang yang
dapat berperilaku
seperti manusia.
Tokoh biasanya
dihubungkan
sebagai pelaku
yang betul-betul
pernah ada pada
masa lalu.
Latar Kadang bukan dunia
nyata.
Alam semesta
seperti hutan,
kolam, sungai, dll.
Dunia nyata
Struktur 1. Orientasi
2. Komplikasi
3. Resolusi
1. Orientasi
2. Komplikasi
3. Resolusi
4. Koda
1. Orientasi
2. Komplikasi
3. Resolusi
4. Koda
2.2.2.2 Macam-Macam Cerita Fantasi
1. Cerita Fiksi
Cerita fantasi menampilkan cerita yang derajat kebenarannya diragukan.
Kebenaran ini berkaitan dengan logika realitas. Cerita fantasi ini memiliki
ketidakmasukakalan berupa tokoh berupa manusia, makhluk halus, dewa-dewi, dan
sebagainya yang saling berinteraksi dalam kehidupan. Selain itu, dapat juga berupa
ketidakmasukakalan berupa alur cerita yang mengkisahkan tokoh manusia yang
dapat terbang dan berbicara dengan binatang di langit. Contohnya “Putri dan
Bintang” (Q Yanuari N), “Polah Bidadari Kecil” (R. Nuralam), dan “Andi dan
Prajurit Semut” (Vinoy Agustina).
2. Cerita Fantasi Tingkat Tinggi
Cerita fantasi tingkat tinggi hampir sama dengan cerita fantasi. Hal yang
membedakan adalah tema yang diusung. Cerita fantasi tingkat tinggi mengusung
tema pertentangan anatara kekuatan yang baik dan buruk. Contohnya, pertentangan
antara yang baik dan buruk akan dimenangkan oleh kekuatan baik. Atau, pada
29
awalnya kemenangan berpihak pada kekuatan buruk tapi pada akhirnya kekuatan
baik menjadi pemenangnya. Contohnya pada novel Ranggamorfosa Sang Penakluk
Istana (Nuranto Hadyansah), serial Harry Potter, Eragon ( Christoper Paolini), dan
Lord of The rings (JRR Tolkien).
3. Fiksi Sains
Fiksi sains adalah sebuah fiksi yang mengaitkan antara fakta dan teknologi
ilmiah dengan cerita fiksi yang bersifat imajinatif. Fiksi sains biasanya berkaitan
dengan kehidupan alam raya yang dikaitakan dengan cerita fiksi. Ada pula cerita
yang berkisah tentang petualangan kehidupan masa lalu dan masa depan yang
dikisahkan secara imajinatif. Contohnya “Planet yang Hilang” (Ipal) dan “Kursi
Malas Kakek” (Retno Wijayanti).
2.2.2.3 Struktur Cerita Fantasi
Berdasarkan Kosasih (2018 h. 241), struktur cerita fantasi sama seperti
karya sastra prosa lainnya yakni, orientasi kompliasi dan resolusi. Berikut ini
uraiannya.
1. Orientasi
Orientasi berisi pengenalan tema, tokoh, dan latar cerita. Bagian ini
menggambarkan secara ringkas mengenai pengenalan unsur-unsur cerita yang akan
dibahas dalam bagian komplikasi.
2. Komplikasi
Bagian komplikasi berisi cerita tentang masalah yang dialami oleh tokoh
utama. Pada bagian ini peristiwa-peristiwa di luar nalar itu biasanya terjadi.
3. Resolusi
Pada bagian ini merupakan bagian penyelesaian dari masalah yang dialami
tokoh.
2.2.2.4 Kaidah Kebahasaan Cerita Fantasi
Kaidah kebahasaan cerita fantasi menurut Kosasih (2018 h. 241) adalah
sebagai berikut.
30
1. Menggunakan kata-kata yang menyatakan urutan waktu.
2. Menggunakan kata kerja tindakan.
3. Menggunakan kata kerja yang menggambarkan sesuatu yang dipikirkan atau
dirasakan oleh para tokohnya.
4. Menggunakan kata-kata yang menggambarkan keadaan atau sifat tokohnya
5. Menggunakan dialog.
2.2.4 Hakikat Nilai karakter
2.2.3.1 Pengertian Nilai Karakter
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan (virtues) yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak
(Balitbang Pusat Kurikulum, 2010). Artinya, karakter merupakan identitas atau
sesuatu yang melekat pada diri setiap individu. Oleh karena itu setiap individu
memiliki karakter yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut terbentuk dari dalam dan
luar diri akibat interaksi selama hidupnya.
Busro (2017 h. 14) mempertegas pengertian di atas bahwa karakter adalah
nilai-nilai yang unik-baik yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku. Oleh karena itu, karakter dapat terlihat dari perilaku sehari-hari.
Wujudnya dapat berupa cara berbicara, cara menghadapi masalah, cara berpikir dan
lain sebagainya.
Pengertian berikutnya menurut Rosidatun (2018 h. 20) karakter dapat
diartikan sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik
karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya
dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Pengaruh lingkungan juga memiliki andil dalam membentuk karakter
seorang individu meskipun setiap individu memiliki karakter bawaan. Contohnya
faktor lingkungan keluarga, faktor pertemanan, faktor pendidikan, faktor
kebudayaan, dan lainnya.
31
Ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah nilai
dasar yang dimiliki oleh seseorang yang tercermin dari pikiran, sikap, dan tindakan
atas pengaruh lingkungan. Maka dalam konteks ini nilai karakter merupakan sifat
atau nilai dasar yang dimiliki oleh seseorang yang tercermin dari pikiran, sikap, dan
tindakan atas pengaruh lingkungan.
2.2.3.2 Tujuan Nilai Karakter
Tujuan nilai karakter menurut Balitbang Pusat Kurikulum (2010) bagi
peserta didik adalah sebagai berikut.
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan
warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan
dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai
generasi penerus bangsa.
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri,
kreatif, berwawasan kebangsaan.
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar
yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa
kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
2.2.3.3 Rumusan Nilai Karakter
Berikut ini adalah nilai karakter dan deskripsinya menurut Peraturan
Presiden Nomor 87 Tahun 2017 pasal 3.
Tabel 2.2 Nilai dan Deskripsi Nilai Karakter
No. Nilai Deskripsi
1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
32
No. Nilai Deskripsi
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa ingin
tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat
kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta tanah
air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai
prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
33
No. Nilai Deskripsi
dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
13. Bersahabat/
Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar
membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli
lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung
jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
2.2.3.4 Manfaat Nilai Karakter dalam Pendidikan Sastra
Pesan moral yang terkandung dalam karya sastra merupakan salah satu
manfaat dari karya sastra berupa pembangun karakter bangsa. Sifatnya yang
menghibur, membuat karya sastra juga tidak mengesampingkan manfaat lainnya
berupa menggambarkan kehidupan manusia yang dapat menjadi perenungan bagi
pembacanya. Menurut Nurgiyantoro (2013 h. 433), sastra mampu memberikan
kesenangan dan kenikmatan namun di dalamnya juga memberikan manfaat yang
menjunjung atau memengaruhi dengan cara berpikir, bersikap, berperasaan,
bertindak, secara verbal atau nonverbal. Penyampaian nilai karakter ini memiliki
muara pada ranah afeksi, bukan kognisi. Artinya, nilai-nilai yang disampaikan tidak
34
secara teoretis dan memaksa bagi pembacanya. Pembaca hanya diarahkan untuk
ikut merasakan apa yang dilakukan oleh tokoh dalam karya sastra tersebut.
Manfaat nilai karakter dalam pendidikan sastra yang diuraikan di atas, dapat
diintegrasikan dengan penelitian ini. Nilai karakter dapat manjadi muatan dalam
pengembangan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi. Melalui
penggambaran tokoh, nilai-nilai tersebut dapat tersampaikan kepada pembaca.
Meskipun cerita fantasi bersifat khayalan, namun penokohannya dapat menjadi
cerminan bagi tersampaikannya nilai karakter yang diharapkan.
2.3 Spesifikasi Produk
Sepesifikasi produk dibuat agar dapat membatasi pokok pembahasa dalam
buku pengayaan yang dikembangkan. Tujuannya agar pembahasan buku pengyaan
fokus dan tidak terlalu luas. Pembatasan tersebut dilakukan pada beberapa bagian.
Pertama, bagian isi materi dalam buku pengayaan. Materi dibatasi hanya berkaitan
dengan hakikat cerita fantasi, hakikat menceritakan kembali isi cerita fantasi,
contoh menceritakan kembali isi cerita fantasi, dan nilai karakter dalam cerita
fantasi. Tidak ada materi lain yang tidak berkaitan dengan empat hal itu. Alasannya
disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran menceritakan kembali isi cerita
fantasi.
Kedua, bagian contoh cerita fantasi yang dimuat dalam buku juga dibatasi.
Pada bagian ini contoh yang disajikan disesuaikan dengan tingkat kognitif peserta
didik usia SMP kelas VII. Unsur khayalan dalam cerita juga disesuaikan. Tokoh
yang berperan dalam cerita fantasi adalah manusia. Tujuannya agar cerita fantasi
dapat dicerna dan dapat dipetik pesan yang ada di dalamnya.
Ketiga, pembatasan pada bagian nilai karakter. Nilai karakter dalam buku
pengayaan disajikan dalam contoh cerita fantasi. Sifatnya yang khayalan tidak serta
merta meninggalkan unsur pesan moral di dalamnya. Tokoh-tokoh dalam contoh
cerita fantasi yakni manusia agar nilai karakter yang tercermin dapat dilihat secara
langsung. Nilai karakter yang dimuat dibatasi pada nilai karakter yang dirumuskan
oleh Balitbang Pusat Kurikulum, 2010.
35
2.4 Kerangka Berpikir
Menceritakan kembali isi cerita fantasi merupakan kegiatan untuk
mengungkapkan isi cerita yang disampaikan kembali tanpa menghilangkan inti
cerita. Kegiatan ini memerlukan keterampilan menulis dan bercerita. Oleh karena
itu, sebelum mencapai tujuan menceritakan kembali maka perlu adanya
pemahaman terhadap cerita yang dibaca. Adanya permasalahan tersebut belum
dapat terpecahkan hanya dengan memahami buku teks Bahasa Indonesia yang
kedalaman meterinya belum menyeluruh. Maka diperlukan tambahan sumber
belajar yang dapat memperkaya materi.
Peserta didik belum dapat menceritakan kembali isi cerita fantasi secara
terstruktur. Maka diperlukan cara atau tips yang dapat mempermudah dalam
menceritakan kembali. Berdasarikan uraian permasalahan di atas, maka diperlukan
buku pengayaan yang dapat menunjang keberlangsungan pembelajaran. Salah
satunya dengan mengembangkan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita
fantasi. Namun, bukan hanya sekadar buku yang memuat materi dan contoh
menceritakan kembali isi cerita fantasi saja. Dibutuhkan buku pengayaan yang
memiliki fungsi lebih. Buku tersebut dapat diberikan muatan nilai karakter yang
tercermin dalam cerita fantasi tersebut.
Penambahan muatan dalam buku pengayaan yang dikembangkan sesuai
dengan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015. Hal ini dapat menjadi sarana untuk
melakukan pembiasaan penumbuhan nilai budi pekerti bagi peserta didik.
Menceritakan kembali isi cerita fantasi artinya mengungkapkan kembali isi cerita
fantasi dengan memaparkan pula nilai-nilai karakter dalam cerita. Misalnya nilai
karakter dalam tokoh yang dapat menjadi model bagi peserta didik dalam
berperilaku sehari-hari. Berikut adalah bagan yang dapat memperjelas kerangka
berpikir dalam penelitian ini.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan prosedur penelitian Research and Development
(penelitian dan pengembangan) dari Borg dan Gall (dalam Sugiyono, 2015) dengan
tahap: (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain protipe, (4)
validasi protipe, (5) revisi protipe, (6) uji coba protipe, (7) revisi protipe, (8) uji
coba pemakaian, (9) revisi produk, dan (10) produksi masal. Upaya kebutuhan
penelitian ini disesuaikan dengan tujuan dan kondisi penelitian yang sebenarnya.
Penelitian ini dihentikan pada langkah kelima berdasarkan pertimbangan bahwa
langkah ke-6 sampai 10 dari R & D Borg dan Gall, merupakan penelitian lanjutan
yang berujung pada produksi masal. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang besar,
waktu yang lama, serta tenaga yang cukup. Berikut ini langkah-langkah
penelitiannya.
Pertama, yaitu mengumpulkan data potensi masalah. Kegiatan yang
menyangkut pengumpulan data potensi masalah yakni mengidentifikasi masalah,
mendeskripsikan ketersediaan dan kondisi buku pendamping di sekolah, dan
menganalisis kebutuhan terhadap buku pengayaan.
Kedua, yaitu mengumpulkan data setelah dilakukan analisis potensi
masalah. Pada tahap ini, disusun prinsip-prinsip pengambangan buku dan persiapan
penyusunan desain protipe buku. Prinsip penyusunan didasarkan dari hasil analisis
kebutuhan. Setelah diperoleh prinsip penyusunan, maka tahapan berikutnya yaitu
membuat kerangka desain protipe yang akan dikembangakan berupa buku
pengayaan.
Ketiga, disusun desain protipe yang akan dikembangkan. Desain diperoleh
berdasarkan prinsip yang sudah tersusun. Prinsip tersebut kemudian menjadi
patokan untuk merancang dan menyusun buku pengayaan menceritakan kembali isi
cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
38
Keempat, validasi protipe merupakan penilaian yang dilakukan oleh ahli
setelah desain protipe tersusun. Ahli diminta memberikan saran dan revisi terhadap
desain protipe berupa buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi.
Hasilnya menjadi bahan revisi agar dapat diperbaiki.
Kelima, revisi protipe dilakukan setelah validasi desain oleh ahli. Revisi
berdasarkan hasil saran dan masukan ahli terkait hal-hal berupa materi, bahasa,
penyajian serta grafika dari prototipe berupa buku pengayaan menceritakan kembali
isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
1. Potensi dan Masalah
• Identifikasi masalah
• Mendeskripsikan ketersediaan dan kondisi buku pendamping di sekolah
• Menganalisis kebutuhan buku pengayaan
2. Pengumpulan Data
• Penyusunan prinsip-prinsip pengembangan buku
• Persiapan penyusunan desain protipe
3. Desain Protipe
• Merancang dan meyusun prototipe buku
4. Validasi Protipe
• Penilaian protipe buku
5. Revisi Protipe
• Proses memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam buku berdasarkan hasil validasi pada ahli
Bagan 3.1 Desain Penelitian
39
3.2 Subjek Penelitian
Penelitian ini memiliki dua kategori subjek penelitian yakni, subjek analisis
kebutuhan dan subjek validasi desain. Subjek analisis kebutuhan tediri atas peserta
didik kelas VII dan guru bahasa Indonesia. Sedangkan subjek validasi desain yaitu
guru bahasa Indonesia dan ahli.
3.2.1 Subjek Analisis Kebutuhan
Subjek analisis kebutuhan terhadap buku pengayaan menceritakan kembali
isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter terdiri atas peserta didik kelas VII dan
guru bahasa Indonesia. Tempat penelitian ini adalah tiga sekolah yang ada di
Semarang dan Brebes. Sekolah-sekolah tersebut dipilih berdasarkan karakteristik
wilayah yakni daerah kota yang diwakili SMP Permata Bangsa School Semarang,
dan daerah pedesaan yang diwakili SMP Negeri 1 Tonjong dan SMP
Muhammadiyah Tonjong.
Peserta didik yang dijadikan subjek penelitian merupakan peserta didik satu
kelas dari masing-masing sekolah. Peserta didik dipilih berdasarkan kurikulum
yang digunakan adalah kurikulum 2013. Selain itu, peserta didik telah menempuh
kompetensi dasar menceritakan kembali isi cerita fantasi. Tujuannya agar peserta
didik dapat memahami kebutuhan yang diperlukan setalah menempuh kompetensi
dasar tersebut.
Subjek analisis kebutuhan berikutnya adalah guru. Guru bahasa Indonesia
yang menjadi subjek penelitian ini merupakan guru yang mengampu mata
pelajaran Bahasa Indonesia di kelas VII. Sama halnya seperti peserta didik, guru
yang menjadi subjek penelitian sudah melaksanakan pembelajaran kompetensi
dasar menceritakan kembali isi cerita fantasi. Kondisi ini agar subjek dapat
menyampaikan kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk mengajarkan kompetensi
dasar menceritakan kembali isi cerita fantasi
3.2.2 Subjek Validasi Desain
Subjek validasi desain yaitu dosen ahli. Dua dosen ahli terebut adalah ahli
bidang sastra dan ahli bidang pendidikan sastra. Validator dipilih berdasarkan
beberapa syarat antara lain: (1) validator dipilih sesuai dengan bidang keahliannya,
40
(2) validator yang berpengalaman dalam menyusun buku, dan (3) validator
menguasai materi menceritakan kembali isi cerita fantasi. Ketiga syarat tersebut
menjadi pertimbangan agar penilaian terhadap buku pengayaan yang
dikembangkan dapat menghasilkan perbaikan yang berkualitas.
3.3 Instrumen Penelitian
Bentuk instrumen dalam penelitian ini menggunakan instrumen nontes.
Instrumen nontes digunakan untuk menjaring data yakni, (1) data kebutuhan
terhadap buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai
karakter dan (2) data penilaian buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita
fantasi bermuatan nilai karakter. Data itu diperoleh melalui dua angket yakni (1)
angket kebutuhan guru dan peserta didik dan (2) angket validasi terhadap angket
buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi. Berikut adalah gambaran
umum tentang instrumen penelitian yang digunakan.
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Umum Instrumen Penelitian
No. Data Sumber Data Instrumen
1. Kebutuhan buku
pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter
bagi peserta didik kelas VII
a. Guru mata pelajaran
Bahasa Indonesia
b. Peserta didik SMP
Permata Bangsa School
Semarang, SMP N 1
Tonjong, dan SMP
Muhammadiyah Tonjong
Angket
kebutuhan
2. Uji validasi desain buku
pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter
bagi peserta didik kelas VII
Dosen ahli Angket uji
validasi
41
3.3.1 Angket Kebutuhan Guru Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Karakter
Angket kebutuhan guru terhadap buku pengayaan menceritakan kembali isi
cerita fantasi bermuatan nilai karakter juga digunakan sebagai dasar pengembangan
buku. Angket ini berisi tentang (1) ketersediaan buku pengayaan di sekolah, (2)
kebutuhan materi, (3) kebutuhan struktur penyajian, (4) kebutuhan penggunaan
bahasa, dan (5) kebutuhan grafika. Pada angket kebutuhan guru memiliki perbedaan
dengan angket kebutuhan peserta didik yaitu terletak pada kebijakan sekolah
tentang pengadaan buku pengayaan yang digunakan dalam pembelajaran.
Gambaran angket kebutuhan peserta didik dapat dilihat pada kisi-kisi angket
kebutuhan guru berikut ini.
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Khusus Angket Kebutuhan Guru Terhadap Buku
Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi Bermuatan Nilai
Karakter
Aspek
Subaspek
Nomor
Soal
I. Ketersediaan
buku pengayaan
cerita fantasi di
sekolah
A. Penggunaan sumber belajar selain buku teks
yang ada di sekolah
1, 2, 3
B. Ketersediaan buku pengayaan yang
menunjang mata pelajaran Bahasa Indonesia
di perpustakaan
4, 5, 6
C. Ketersediaan buku pengayaan yang memiliki
muatan nilai karakter
7, 8, 9
D. Kebijakan sekolah tentang pengadaan buku
pengayaan
10
II. Kebutuhan
Materi
A. Pengertian, ciri-ciri, struktur, jenis, unsur
pembangun, dan kaidah kebahasaan cerita
fantasi
11, 12,
13
42
Aspek
Subaspek
Nomor
Soal
B. Contoh cerita fantasi 14, 15,
16, 17
C. Nilai karakter 18, 19
D. Hakikat menceritakan kembali 20
E. Langkah menceritakan kembali isi cerita
fantasi
21, 22
F. Contoh menceritakan kembali isi cerita
fantasi bermuatan nilai karakter
23, 24
III. Kebutuhan
struktur
Penyajian
A. Kebutuhan ilustrasi/gambar dalam buku 25, 26,
27
B. Kebutuhan penyajian petunjuk penggunaan
buku
28, 29
C. Kebutuhan penyajian rangkuman 30, 31
D. Kebutuhan penyajian refleksi 32, 33,
34
IV. Kebutuhan
Penggunaan
Bahasa
A. Penggunaan bahasa dalam buku 35
B. Penggunaan bahasa dalam cerita fantasi 36
V. Kebutuhan
Grafika
A. Judul buku 37
B. Kover buku 38
C. Warna buku 39
D. Ketebalan buku 40
E. Ukuran buku 41
F. Desain/model buku 42
G. Jenis dan ukuran huruf 43
Untuk mempermudah responden menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
terdapat dalam angket, disediakan petunjuk pengisian angket sebagai berikut.
43
A. Jawablah setiap soal berikut dengan memberikan tanda cek (√) dalam kurung
yang telah disediakan di depan jawaban.
Contoh:
(√) dipilih
( ) tidak dipilih
B. Jika ada pertanyaan yang jawabannya belum disediakan, Anda diharapkan
menuliskan jawaban pada tempat jawaban yang telah disediakan.
Contoh:
(√) lainnya, yaitu: … (berisi jawaban)
Berikan alasan singkat terhadap masing-masing jawaban yang diberikan
pada tempat jawaban yang tersedia.
3.3.2 Angket Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan
Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Karakter
Angket kebutuhan terhadap buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita
fantasi bermuatan nilai karakter digunakan sebagai dasar untuk menyusun prinsip-
prinsip pengambangan buku. Angket ini berisi tentang (1) ketersediaan buku
pengayaan di sekolah, (2) kebutuhan materi, (3) kebutuhan struktur penyajian, (4)
kebutuhan penggunaan bahasa, dan (5) kebutuhan grafika. Gambaran angket
kebutuhan peserta didik dapat dilihat pada kisi-kisi angket kebutuhan peserta didik
berikut ini.
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Khusus Angket Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku
Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi Bermuatan Nilai
Karakter
Aspek
Subaspek
Nomor
Soal
I. Ketersediaan
buku pengayaan
A. Penggunaan sumber belajar selain buku teks
yang ada di sekolah
1, 2, 3
44
Aspek
Subaspek
Nomor
Soal
cerita fantasi di
sekolah
B. Ketersediaan buku pengayaan yang
menunjang mata pelajaran Bahasa Indonesia
di perpustakaan
4, 5, 6
C. Ketersediaan buku pengayaan yang memiliki
muatan nilai karakter
7, 8, 9
II. Kebutuhan
Materi
A. Pengertian, ciri-ciri, struktur, jenis, unsur
pembangun, dan kaidah kebahasaan cerita
fantasi
10, 11,
12
B. Contoh cerita fantasi 13, 14,
15, 16
C. Nilai karakter 17, 18
D. Hakikat menceritakan kembali 19
E. Langkah menceritakan kembali isi cerita
fantasi
20, 21
F. Contoh menceritakan kembali isi cerita
fantasi bermuatan nilai karakter
22, 23
III. Kebutuhan
struktur
Penyajian
A. Kebutuhan ilustrasi/gambar dalam buku 24, 25,
26
B. Kebutuhan penyajian petunjuk penggunaan
buku
27, 28
C. Kebutuhan penyajian rangkuman 29, 30
D. Kebutuhan penyajian refleksi 31, 32,
33
IV. Kebutuhan
Penggunaan
Bahasa
A. Penggunaan bahasa dalam buku 34
B. Penggunaan bahasa dalam cerita fantasi 35
45
Aspek
Subaspek
Nomor
Soal
V. Kebutuhan
Grafika
A. Judul buku 36
B. Kover buku 37
C. Warna buku 38
D. Ketebalan buku 39
E. Ukuran buku 40
F. Desain/model buku 41
G. Jenis dan ukuran huruf 42
Untuk mempermudah responden menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
terdapat dalam angket, disediakan petunjuk pengisian angket sebagai berikut.
Jawablah setiap pertanyaan berikut dengan jujur dan objektif. Jawaban yang
kamu berikan tidak akan mempengaruhi nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia
kamu.
A. Jawablah setiap soal berikut dengan memberikan tanda cek (√) dalam kurung
yang telah disediakan di depan jawaban.
Contoh:
(√) dipilih
( ) tidak dipilih
B. Jika ada pertanyaan yang jawabannya belum disediakan, Anda diharapkan
menuliskan jawaban pada tempat jawaban yang telah disediakan.
Contoh:
(√) lainnya, yaitu: … (berisi jawaban)
Berikan alasan singkat terhadap masing-masing jawaban yang diberikan
pada tempat jawaban yang tersedia.
46
3.3.3 Angket Pedoman Validasi Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi
Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Karakter
Lembar angket validasi buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita
fantasi bermuatan nilai karakter merupakan indikator penilaian terhadap buku. Ada
lima aspek penilaian yakni, (1) aspek materi, (2) aspek penyajian, (3) aspek
penggunaan bahasa, (4) aspek grafika, dan (5) aspek muatan nilai karakter. Selain
lima aspek tersebut, ada tambahan berupa saran dan perbaikan yang dapat
ditambahkan oleh ahli. Berikut adalah gambaran mengenai pedoman kisi-kisi
validasi buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai
karakter.
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Pedoman Validasi Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Karakter
No. Aspek Penilaian Indikator Nomor
Soal
1. Aspek materi 1. Kelengkapan materi yang disajikan
dalam buku
1
2. Materi dalam buku telah sesuai
dengan kebenaran teori
2
3. Kesesuaian materi dengan
perkembangan kognitif peserta
didik kelas VII SMP/MTS
3
4. Materi Bab I sudah memberikan
pemahaman baru bagi peserta didik
berkaitan dengan fakta, konsep,
dan prosedur pembelajaran
4
5. Materi Bab II sudah memberikan
pemahaman baru bagi peserta didik
berkaitan dengan fakta, konsep,
dan prosedur pembelajaran
5
47
No. Aspek Penilaian Indikator Nomor
Soal
6. Materi Bab III sudah memberikan
pemahaman baru bagi peserta didik
berkaitan dengan fakta, konsep,
dan prosedur pembelajaran
6
7. Materi Bab IV sudah memberikan
pemahaman baru bagi peserta didik
berkaitan dengan fakta, konsep,
dan prosedur pembelajaran
7
8. Materi Bab V sudah memberikan
pemahaman baru bagi peserta didik
berkaitan dengan fakta, konsep,
dan prosedur pembelajaran
8
2. Aspek muatan nilai
karakter
a. Muatan nilai melalui pembahasan
tersendiri dalam bab dapat
dipahami peserta didik
9
b. Muatan nilai sudah tercermin
melalui contoh cerita fantasi
10, 11
3. Aspek struktur
penyajian
a. Penyajian gambar atau ilustrasi
sesuai dengan isi materi
12, 13
b. Penyajian petunjuk penggunaan
buku sudah tepat
14
c. Penyajian rangkuman sudah
mencerminkan isi materi pada
setiap bab
15
d. Penyajian refleksi disajikan dalam
bentuk percakapan
16
4. Aspek kebahasaan a. Menggunakan bahasa yang sesuai
Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)
17
48
No. Aspek Penilaian Indikator Nomor
Soal
b. Penggunaan bahasa yang mudah
dimengerti
18
5. Aspek grafika a. Judul dan sampul buku 19
b. Komponen sampul depan dan
belakang
20, 21
c. Warna buku 22
d. Ketebalan buku 23
e. Ukuran buku 24
f. Jenis huruf dan ukuran huruf 25
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket kebutuhan dan
angket uji validasi. Angket kebutuhan ditujukan kepada guru dan peserta didik
SMP Permata Bangsa School Semarang, SMP Negeri 1 Tonjong, dan SMP
Muhammadiyah Tonjong di Kabupaten Brebes. Angket uji validasi ditujukan dosen
ahli bidang sastra dan dosen ahli bidang pembelajaran sastra.
3.4.1 Angket Kebutuhan
Angket kebutuhan dibuat untuk memperoleh informasi berupa kebutuhan
buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter
bagi guru dan peserta didik kelas VII. Angket ini menjadi sarana bagi guru dan
peserta didik untuk menyampaikan kebutuhan buku pengayaan dari segi materi,
penyajian, bahasa, dan grafika. Selain berkaitan tentang kebutuhan buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi, angket ini juga dibuat untuk memperoleh
informasi mengenai ketersediaan dan kondisi buku pengayaan lain yang ada di
sekolah.
49
3.4.2 Angket Uji Validasi
Angket uji validasi dibuat dengan tujuan untuk memperoleh informasi
berupa penilaian terhadap buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter. Melalui angket ini juga para ahli dapat menyampaikan
saran dan perbaikan bagi buku pengayaan yang dikembangkan. Hasil penilaian,
saran, dan perbaikan menjadi landasan untuk merevisi buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter agar dapat
digunakan dalam pembeljaran di sekolah.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
kualitatif melalui pemaparan data dan verifikasi atau simpulan data. Teknik ini
digunakan untuk mengetahui kebutuhan terhadap buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter dan penilaian oleh dosen ahli.
3.5.1 Analisis Data Kebutuhan
Teknik analisis kebutuhan yang digunakan adalah teknik analisis data
kuantitatif yang diperoleh dari angket kebutuhan guru dan peserta didik. Angket
tersebut kemudian ditabulasi dengan penskoran tiap jawaban. Opsi jawaban yang
dipilih peserta didik atau guru diberi skor 1, sedangkan opsi jawaban yang tidak
dipilih diberi skor 0. Data kemudian dihitung dan disajikan dalam bentuk deskriptif
berdasarkan skor kecenderungan jawaban.
3.5.2 Analisis Data Hasil Validasi Prototipe
Analisis data hasil validasi prototipe berupa analisis kuantitatif dan
kualitatif. Analisis data kuantitatif bersumber dari rerata hasil penilaian oleh
validator. Rerata nilai kemudian dianalisis menggunakan analisis kualitatif.
Analisis kualitatif dipergunakan untuk menyimpulkan saran yang diberikan oleh
ahli. Penarikan simpulan baik hasil analisis kuantitatif dan kualitatif dilakukan
dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dan guru serta teori
pengembangan.
50
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang dibahas meliputi (1) kebutuhan guru dan peserta didik
terhadap buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi, (2) prinsip
pengembangan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan
nilai karakter, (3) prototipe buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter, (4) validasi terhadap buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter, dan (5) perbaikan prototipe buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
4.1.1 Kebutuhan Guru dan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan
Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi
Kebutuhan guru dan peserta didik merupakan data potensi dan masalah yang
digunakan untuk mengumpulkan informasi guna mengembangkan prototipe buku
pengayaan. Pembahasan mengenai kebutuhan guru dan peserta didik antara lain:
(1) ketersediaan buku pengayaan di sekolah, (2) kebutuhan materi, (3) kebutuhan
struktur penyajian, (4) kebutuhan penggunaan bahasa, dan (5) kebutuhan grafika.
4.1.1.1 Ketersediaan Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita
Fantasi Bermuatan Nilai Karakter
Data ketersediaan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter bersumber dari angket kebutuhan guru dan peserta didik.
Hasil analisis kebutuhan tersebut dijabarkan berikut ini.
Tabel 4.1 Ketersediaan Buku Pengayaan Berdasarkan Angket Guru
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
A. Penggunaan
sumber
belajar
1. Selain buku teks
bahasa Indonesia,
sumber belajar apa
yang Bapak/Ibu
gunakan ketika
LKS atau buku
yang berisi soal-
soal penunjang
ujian
66,7
Modul 0
51
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
pembelajaran
menceritakan kembali
isi cerita fantasi?
Sumber belajar
yang berasal dari
internet
33,3
Buku
pengayaan…...
0
Lainnya 0
2. Apakah sumber
belajar (selain buku
teks) yang Bapak/Ibu
gunakan itu cukup
memabantu dalam
memahami materi
menceritakan kembali
isi cerita fantasi?
Sumber belajar
tersebut membantu
proses
pembelajaran dan
ada beberapa soal
yang dapat
dijadikan sebagai
bahan latihan
0
Sumber belajar
tersebut memuat
materi yang
dijelaskan secara
singkat
66,7
Sumber belajar
tersebut belum
memuat aplikasi
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi
33,3
Lainnya 0
3. Bagaimanakah
kualitas sumber
belajar tersebut?
Sumber belajar
tersebut memiliki
kualitas yang
baik, tetapi tidak
menampilkan
perbedaan antara
cerita fantasi
dengan teks fabel,
dan legenda
33,3
Sumber belajar
tersebut
menyajikan isi
dengan singkat,
sehingga
dibutuhkan buku
baru yang isinya
mampu
33,3
52
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
menjabarkan
seluruh materi
pelajaran
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi
Sumber belajar
tersebut isinya
tidak lengkap,
karena tidak semua
materi
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi terpenuhi
0
Lainnya 33,3
B. Ketersediaan
buku
pengayaan
di sekolah
4. Adakah buku
penunjang materi
pelajaran bahasa
Indonesia yang tidak
diterbitkan oleh
pemerintah di
perpustakaan sekolah
Bapak/Ibu?
Ada 33,3
Tidak ada 66,7
5. Selain buku teks
bahasa Indonesia,
buku apakah yang
tersedia di
perpustakaan sekolah
Bapak/Ibu guna
menunjang
pembelajaran bahasa
Indonesia?
Novel 33,3
Antologi/kumpulan
puisi
0
Kumpulan cerita
pendek
33,3
Lainnya 0
6. Adakah buku tentang
menceritakan kembali
isi cerita fantasi di
perpustakaan sekolah
Bapak/Ibu?
Ada, isinya hanya
memuat teori
cerita fantasi
33,3
Ada, isinya berupa
beberapa cerita
fantasi
0
Tidak ada 0
Lainnya 0
53
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
C. Ketersediaan
buku
pengayaan
yang
bermuatan
nilai
karakter
7. Adakah buku
pengayaan di
lapangan yang pernah
Bapak/Ibu temukan
atau pernah Bapak/Ibu
gunakan, yang
memiliki muatan nilai
tertentu?
Ada, yaitu … 0
Tidak ada 100
8. Di antara buku
pengayaan tersebut,
adakah buku
menceritakan kembali
isi cerita fantasi yang
memuat nilai tertentu?
Ada, yaitu memuat
nilai sosial
0
Ada, yaitu memuat
nilai karakter
0
Ada, yaitu memuat
nilai estetik
0
Lainnya 0
9. Nilai karakter yang
dimuat pada buku
pengayaan tersebut,
digambarkan melalui
karakter…
Jujur 0
Tertanggung jawab 0
Disiplin 0
Mandiri 0
Kerja keras 0
Lainnya 0
D. Kebijakan
kepala
sekolah
mengenai
buku
pengayaan
10. Adakah kebijakan
Kepala Sekolah
mengenai pengadaan
buku pengayaan di
sekolah Bapak/Ibu?
Ada, berupa
pengadaan buku
pengayaan setiap
tahun
66,7
Ada, berupa
pengadaan buku
setiap semester
0
Tidak ada 33,3
Lainnya 0
Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sumber belajar
yang digunakan guru dalam pembelajaran menceritakan kembali isi cerita fantasi
yakni buku teks dan LKS atau buku soal-soal penunjang ujian dan sumber belajar
dari internet. Persentasenya sebanyak 66,7% guru memilih LKS sebagai sumber
belajar dan 33,3% menggunakan sumber dari internet. Artinya, guru belum
menggunakan buku pengayaan atau sumber belajar lain sebagai sumber belajar
54
peserta didik. Oleh sebab itu dibutuhkan adanya buku pengayaan sebagai upaya
untuk menambah sumber belajar.
Guru menilai bahwa sumber belajar tersebut hanya memuat materi yang
dijelaskan secara singkat. Selain itu, belum dapat menampilkan aplikasi
menceritakan kembali isi cerita fantasi. Kulitasnya baik, namun belum menjelaskan
perbedaan antara cerita fantasi dengan fabel dan legenda.
Ketersediaan buku penunjang materi pelajaran Bahasa Indonesia yang tidak
diterbikan oleh pemerintah di perpustakaan sekolah belum ada. Perpustakaan hanya
menyediakan novel dan antologi cerpen. Akan tetapi, buku pengayaan yang
berkaitan dengan menceritakan kembali isi cerita fantasi belum tersedia di sana.
Berikutnya tentang ketersediaan buku pengayaan bermuatan nilai karakter.
Meskipun sekolah selalu mengadakan buku pengayaan setiap tahun namun, semua
guru berpendapat bahwa belum pernah menemukan dan menggunakan buku
pengayaan yang memuat nilai karakter. Apalagi yang berkaitan dengan
menceritakan kembali isi cerita fantasi.
Tabel 4.2 Ketersediaan Buku Pengayaan Berdasarkan Angket Peserta Didik
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
A. Penggunaan
sumber
belajar
1. Selain buku teks
bahasa Indonesia,
sumber belajar apa
yang kamu gunakan
ketika pembelajaran
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi?
LKS atau buku yang
berisi soal-soal
penunjang ujian 76,3
Modul 2,6
Sumber belajar yang
berasal dari internet 17,1
Buku pengayaan…... 13,2
Lainnya 9,2
2. Apakah sumber
belajar (selain buku
teks) yang kamu
gunakan itu cukup
memabantu dalam
Sumber belajar
tersebut membantu
proses pembelajaran
dan ada beberapa
soal yang dapat
71,1
55
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
memahami materi
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi?
dijadikan sebagai
bahan latihan
Sumber belajar
tersebut memuat
materi yang
dijelaskan secara
singkat
44,7
Sumber belajar
tersebut belum
memuat aplikasi
menceritakan kembali
isi cerita fantasi
1,3
Lainnya 0
3. Bagaimanakah
kualitas sumber
belajar tersebut?
Sumber belajar
tersebut memiliki
kualitas yang baik,
tetapi tidak
menampilkan
perbedaan antara
cerita fantasi dengan
teks fabel, dan
legenda
73,7
Sumber belajar
tersebut menyajikan
isi dengan singkat,
sehingga dibutuhkan
buku baru yang isinya
mampu menjabarkan
seluruh materi
pelajaran
menceritakan kembali
isi cerita fantasi
22,4
Sumber belajar
tersebut isinya tidak
lengkap, karena tidak
semua materi
menceritakan kembali
isi cerita fantasi
terpenuhi
1,3
Lainnya 1,3
56
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
B. Ketersediaan
buku
pengayaan
di sekolah
4. Adakah buku
penunjang materi
pelajaran bahasa
Indonesia yang
tidak diterbitkan
oleh pemerintah di
perpustakaan
sekolahmu?
Ada
46,1
Tidak ada 52,6
5. Selain buku teks
bahasa Indonesia,
buku apakah yang
tersedia di
perpustakaan
sekolahmu guna
menunjang
pembelajaran
bahasa Indonesia?
Novel 26,3
Antologi/kumpulan
puisi 27,6
Kumpulan cerita
pendek 39,5
Lainnya 1,.3
6. Adakah buku
tentang
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi di
perpustakaan
sekolahmu?
Ada, isinya hanya
memuat teori cerita
fantasi
26,3
Ada, isinya berupa
beberapa cerita fantasi 13,3
Tidak ada 2,6
Lainnya 0
C. Ketersediaan
buku
pengayaan
yang
bermuatan
nilai
karakter
7. Adakah buku
pengayaan di
lapangan yang
pernah kamu
temukan atau
pernah kamu
gunakan, yang
memiliki muatan
nilai tertentu?
Ada, yaitu …
28,9
Tidak ada
71,1
8. Di antara buku
pengayaan tersebut,
adakah buku
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi yang
memuat nilai
tertentu?
Ada, yaitu memuat
nilai sosial 9,2
Ada, yaitu memuat
nilai karakter 26,3
Ada, yaitu memuat
nilai estetik 5,3
Lainnya 0
9. Nilai karakter yang
dimuat pada buku
Jujur 14,4
Tertanggung jawab 14,4
57
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
pengayaan tersebut,
digambarkan
melalui karakter…
Disiplin 11,8
Mandiri 2,6
Kerja keras 7,9
Lainnya 0
Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sumber belajar
yang digunakan peserta didik dalam pelajaran menceritakan kembali isi cerita
fantasi yakni buku teks dan LKS atau buku soal-soal penunjang ujian dan sumber
belajar dari internet. Persentasenya sebanyak 76,3% peserta didik memilih LKS
sebagai sember belajar. Sedangkan sebanyak 33,3% peserta didik memilih jawaban
menggunakan sumber belajar dari internet. Artinya, peserta didik belum
menggunakan buku pengayaan sebagai sumber belajar di kelas. Oleh sebab itu
pendapat antara guru dan peserta didik sama-sama menggunakan LKS dan internet
sebagai sumber belajar.
Peserta didik berpendapat bahwa sumber belajar tersebut membantu proses
pembelajaran dan ada beberapa soal yang dapat dijadikan sebagai bahan latihan.
Pendapat tersebut memiliki persentase sebanyak 71,1%. Berikutnya sebanyak
73,7% peserta didik memilih jawaban sumber belajar tersebut memiliki kualitas
yang baik, tetapi tidak menampilkan perbedaan antara cerita fantasi dengan teks
fabel dan legenda.
Ketersediaan buku penunjang materi pelajaran Bahasa Indoneisa yang tidak
diterbikan oleh pemerintah di perpustakaan sekolah belum ada. Hal ini sejalan
dengan persentase pilihan jawaban peserta didik sebanyak 52,6%. Kalaupun ada,
perpustakaan hanya menyediakan kumpulan cerita pendek. Persentasenya sebanyak
39,5%. Pertanyaan berikutnya berkaitan dengan ketersediaan buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi belum tersedia. Buku pengayaan yang ada
hanya memuat teori tentang cerita fantasi saja. Persentase jawaban peserta didik ini
sebanyak 26,3% saja.
58
Berikutnya berkaitan dengan ketersediaan buku pengayaan bermuatan nilai
karakter. Sebagian besar peserta didik berpendapat bahwa belum pernah
menemukan dan menggunakan buku pengayaan yang memuat nilai karakter.
Apalagi yang berkaitan dengan menceritakan kembali isi cerita fantasi.
Persentasenya sebanyak 71,1%. Sisanya sebanyak 26,3% menjawab ada, yakni
memuat nilai karakter jujur dan tanggung jawab.
4.1.1.2 Kebutuhan Guru dan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan
Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Materi
Kebutuhan guru dan peserta didik terhadap buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi pada aspek materi terdiri atas enam pembahasan.
Pembahasan tersebut berkaitan dengan (1) pengertian, ciri-ciri, jenis-jenis, dan
struktur cerita fantasi; (2) contoh cerita fantasi; (3) nilai karakter; (4) hakikat
menceritakan kembali isi cerita fantasi; (5) cara menceritakan kembali isi cerita
fantasi; dan (6) contoh menceritakan kembali isi cerita fantasi. Berikut ini analisis
kebutuhan terhadap buku pengayaan pada aspek materi.
Pertama, kebutuhan guru terhadap buku pengayaan menceritakan kembali
isi cerita fantasi pada aspek materi. Aspek tersebut dibagi menjadi 14 indikator
pertanyaan yang tertuang dalam angket. Adapun analisisnya adalah sebagai berikut.
Tabel 4.3 Kebutuhan Guru Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Materi
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
A. Materi cerita
fantasi
11. Berikut disajikan
materi tentang
cerita fantasi yang
memungkinkan
untuk dimuat pada
buku yang akan
ditulis. Pilihlah opsi
yang menurutmu
perlu dimuat pada
buku?
Pengertian cerita
fantasi 66,6
Ciri-ciri cerita
fantasi 66,6
Struktur cerita
fantasi 66,6
Jenis-jenis cerita
fantasi 100
Unsur intrinsik
cerita fantasi 66,6
59
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
Unsur ekstrinsik
cerita fantasi 33,3
Kaidah kebahasaan
teks cerita fantasi 66,6
12. Apabila disajikan
pengertian cerita
fantasi, ciri-ciri
cerita fantasi, dan
cerita fantasi,
bagaimanakah
seharusnya materi
tersebut disajikan
pada buku?
Disajikan penjelasan
panjang lebar dan
menyertakan
pendapat ahli
33,3
Disajikan secara
singkat sesuai
dengan simpulan
penulis
66,6
Lainnya 0
13. Apabila disajikan
jenis-jenis, unsur
pembangun,
struktur, dan kaidah
kebahasaan cerita
fantasi,
bagaimanakah
seharusnya materi
tersebut dimuat
dalam buku?
Disajikan penjelasan
panjang disertai
contoh
33,3
Disajikan secara
singkat sesuai
dengan simpulan
penulis
66,6
Dilengkapi
tabel/bagan 33,3
Lainnya 0
B. Contoh cerita
fantasi
14. Bagaimanakah
seharusnya contoh
cerita fantasi
disajikan pada
buku?
Sebelum pengertian
cerita fantasi 33,3
Sesudah pengertian,
ciri-ciri, jenis-jenis,
unsur pembangun,
struktur, dan
kaidah kebahasaan
cerita fantasi
66,6
Lainnya 0
15. Contoh cerita
fantasi yang
seharusnya
disajikan adalah
cerita fantasi
bertema…
Kerajaan 0
Dewa dewi 0
Manusia biasa yang
memiliki kekuatan
super
66,6
Dunia magis 66,6
Lainnya 0
16. Cerita fantasi yang
dimuat pada buku
yang akan
Kutipan novel 66,6
Internet 33,3
60
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
dikembangkan oleh
penulis, sebaiknya
bersumber dari…
Cerita fantasi karya
penulis 100
Lainnya 0
17. Berikut disajikan
beberapa cara
memilih cerita
fantasi. Menurut
Bapak/Ibu,
manakah cerita
fantasi yang baik
dan layak untuk
siswa SMP?
Konfliknya
sederhana 66,6
Bahasanya mudah
dipahami 66,6
Latar dan tokoh yang
disajikan bersifat
imajinatif atau tidak
nyata
33,3
Struktur teks cerita
fantasi lengkap 66,6
Tokoh yang
ditampilkan
memiliki karakter
yang dapat dicontoh
100
Lainnya 0
C. Nilai
karakter
18. Bagaimanakah
seharusnya hakikat
nilai karakter
disajikan pada
buku?
Dijelaskan panjang
lebar 0
Memuat pengertian
nilai karakter 0
Memuat contoh
aplikasi nilai
karakter pada
kehidupan sehari-
hari
66,6
Dijelaskan secara
singkat sesuai dengan
simpulan penulis
33,3
Lainnya 0
19. Di bagian mana
sajakah nilai
karakter seharusnya
dipadukan dengan
isi pada buku?
Pengantar buku 0
Contoh cerita
fantasi 66,6
Contoh menceritakan
kembali isi cerita
fantasi
0
Ulasan khusus
mengenai nilai
karakter yang telah
dipelajari/refleksi
66,6
Lainnya 0
61
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
D. Hakikat
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
20. Bagaimanakah
seharusnya hakikat
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi disajikan
pada buku?
Dijelaskan panjang
lebar 0
Menyajikan hakikat
menceritakan
kembali secara umum
0
Menyajikan hakikat
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi secara
khusus
100
Dijelaskan secara
singkat sesuai
simpulan penulis
33,3
Lainnya 0
E. Cara
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
21. Bagaimanakah
seharusnya cara
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi disajikan
pada buku?
Dijelaskan dengan
panjang lebar 0
Disebutkan dengan
singkat 0
Disajikan pada kolom 0
Disajikan dalam
bentuk paragraf 33,3
Disajikan dalam
bentuk poin-poin 100
Lainnya 0
22. Jika dalam buku
dimuat
langkah/cara
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi, komponen
apa saja yang
Bapak/Ibu
inginkan?
Cara memahami isi
cerita fantasi 33,3
Komponen yang
perlu diceritakan 33,3
Cara menceritakan
kembali isi cerita
fantasi secara tulis
66,6
Cara menceritakan
kembali isi cerita
fantasi secara lisan
66,6
Lainnya 0.0
F. Contoh
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
23. Bagaimanakah
seharusnya contoh
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi dasajikan
pada buku?
Dijelaskan panjang
lebar 33,3
Disertai bukti
kutipan pada cerita
fantasi yang dikaji
66,6
Disebutkan dengan
singkat 0
62
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
Lainnya 0
24. Berapa contoh
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi yang
seharusnya
disajikan?
4 0
3 33,3
2 66,6
1 0
Lainnya 0
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa prioritas materi pokok dalam buku
pengayaan yang diinginkan oleh guru ada enam materi pokok. Guru memilih
masing-masing sebanyak 66,6% materi pengertian, 66,6% ciri-ciri, 66,6% struktur,
66,6% unsur intrinsik, dan 66,6% kaidah kebahasaan cerita fantasi. Berikutnya
sebanyak 100% pilihan guru memilih materi pokok jenis-jenis cerita fantasi.
Artinya, guru menginginkan materi yang dimuat berkaitan dengan cerita fantasi
yaitu pengertian, ciri-ciri, unsur intrinsik, kaidah kebahasaan, dan jenis-jenis cerita
fantsi.
Cara penyajian materi yang guru inginkan adalah disajikan secara singkat
sesuai simpulan penulis. Persentasenya sebanyak 66,6% sedangkan 33,3% memilih
disajikan panjang lebar dan menyertakan pendapat ahli. Penyajian contoh cerita
fantasi yang diinginkan guru yaitu 66,6% disajikan setelah materi pengeritian, ciri-
ciri, jenis-jenis, dan struktur cerita fantasi. Sebanyak 33,3% memilih penyajian
contoh disajikan sebelum pengertian cerita fantasi. Contoh cerita fantasi yang
diinginkan guru yaitu disajikan bertema manusia biasa yang memiliki kekuatan
super sebanyak 66,6% dan bertema dunia magis sebanyak 66,6%. Sumber contoh
cerita fantasi yang guru pilih adalah cerita fantasi karya penulis dengan persentase
sebanyak 100%. Kelayakan cerita fantasi bagi peserta didik SMP menurut guru
adalah konfliknya sederhana dengan persentase 66,6%, bahasanya mudah dipahami
prosentsenya 66,6%, struktur teks cerita fantasi lengkap denga persentase 66,6%,
dan tokoh yang ditampilkan memiliki karakter yang dapat dicontoh dengan
persentase 100%.
63
Kriteria nilai karakter yang diinginkan oleh guru disajikan dengan memuat
contoh aplikasi nilai karakter pada kehidupan sehari-hari. Persentase jawabaan
tersebut adalah 66,6%. Sedangkan 33,3% menginginkan nilai karakter disajikan
secara singkat sesuai dengan simpulan penulis. Guru juga menginginkan nilai
karakter dipadukan pada contoh menceritakan kembali isi cerita fantasi dan ulasan
khusus mengenai nilai karakter yang telah dipelajari. Kedua jawaban tersebut
memiliki persentase yang sama, yakni 66,6%.
Materi yang diinginkan berikutnya adalah hakikat menceritakan kembali isi
cerita fantasi. Sebanyak 100% guru megiginkan penyajian hakikat menceritakan
kembali secara khusus. Bentuk penyajiannya berupa poin-poin dengan persentase
jawaban 100%. Komponen menceritakan kembali isi cerita fantasi yang perlu
disajikan dalam buku adalah cara menceritakan kembali secara lisan dan tulis.
Jawaban ini memperoleh persentase sebanyak 66,6%. Pada contoh menceritakan
kembali, 66,6% guru menginginkan disertai bukti kutipan pada certita fantasi yang
dikaji. Jumlah contoh menceritakan kembali yang diinginkan guru yaitu dua contoh
dengan persentase 66,6%.
Kedua adalah kebutuhan peserta didik terhadap buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi. Sama halnya seperti kebutuhan guru,
kebutuhan peserta didik juga memiliki 14 indikator pertanyaan yang tertuang dalam
angket. Berikut ini merupakan analisis hasilnya.
Tabel 4.4 Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Materi
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
A. Materi cerita
fantasi
10. Berikut disajikan
materi tentang
cerita fantasi yang
memungkinkan
untuk dimuat pada
buku yang akan
ditulis. Pilihlah opsi
yang menurutmu
Pengertian cerita
fantasi 89,5
Ciri-ciri cerita
fantasi 90,8
Struktur cerita
fantasi 84,2
Jenis-jenis cerita
fantasi 76,3
64
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
perlu dimuat pada
buku?
Unsur intrinsik cerita
fantasi 52,6
Unsur ekstrinsik
cerita fantasi 50
Kaidah kebahasaan
teks cerita fantasi 63,2
Lainnya 0
11. Apabila disajikan
pengertian cerita
fantasi, ciri-ciri
cerita fantasi, dan
cerita fantasi,
bagaimanakah
seharusnya materi
tersebut disajikan
pada buku?
Disajikan
penjelasan panjang
lebar dan
menyertakan
pendapat ahli
67,1
Disajikan secara
singkat sesuai dengan
simpulan penulis
42,1
Lainnya 1,3
12. Apabila disajikan
jenis-jenis, unsur
pembangun,
struktur, dan kaidah
kebahasaan cerita
fantasi,
bagaimanakah
seharusnya materi
tersebut dimuat
dalam buku?
Disajikan
penjelasan panjang
disertai contoh
47,4
Disajikan secara
singkat sesuai dengan
simpulan penulis
38,2
Dilengkapi
tabel/bagan 35,5
Lainnya 0
B. Contoh cerita
fantasi
13. Bagaimanakah
seharusnya contoh
cerita fantasi
disajikan pada
buku?
Sebelum pengertian
cerita fantasi 15,8
Sesudah pengertian,
ciri-ciri, jenis-jenis,
unsur pembangun,
dan struktur
88,2
Lainnya 0
14. Contoh cerita
fantasi yang
seharusnya
disajikan adalah
cerita fantasi
bertema…
Kerajaan 34,2
Dewa dewi 11,8
Manusia biasa yang
memiliki kekuatan
super
47,4
Dunia magis 21,1
Lainnya 2,6
15. Cerita fantasi yang
dimuat pada buku Kutipan novel 27,6
65
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
yang akan
dikembangkan oleh
penulis, sebaiknya
bersumber dari…
Internet 40,8
Cerita fantasi karya
penulis 39,5
Lainnya 2,6
16. Berikut disajikan
beberapa cara
memilih cerita
fantasi. Menurut
kamu, manakah
cerita fantasi yang
baik dan layak
untuk siswa SMP?
Konfliknya
sederhana 22,4
Bahasanya mudah
dipahami 61,8
Latar dan tokoh yang
disajikan bersifat
imajinatif atau tidak
nyata
34,2
Struktur teks cerita
fantasi lengkap 50
Tokoh yang
ditampilkan
memiliki karakter
yang dapat dicontoh
48,7
Lainnya 0
C. Nilai
karakter
17. Bagaimanakah
seharusnya hakikat
nilai karakter
disajikan pada
buku?
Dijelaskan panjang
lebar 23,7
Memuat pengertian
nilai karakter 47,4
Memuat contoh
aplikasi nilai
karakter pada
kehidupan sehari-
hari
48,7
Dijelaskan secara
singkat sesuai
dengan simpulan
penulis
42,1
Lainnya 1,3
18. Di bagian mana
sajakah nilai
karakter seharusnya
dipadukan dengan
isi pada buku?
Pengantar buku 21,1
Contoh cerita
fantasi 47,4
Contoh menceritakan
kembali isi cerita
fantasi
28,9
Ulasan khusus
mengenai nilai 30,3
66
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
karakter yang telah
dipelajari/refleksi
Lainnya 0
D. Hakikat
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
19. Bagaimanakah
seharusnya hakikat
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi disajikan
pada buku?
Dijelaskan panjang
lebar 7,9
Menyajikan hakikat
menceritakan
kembali secara umum
28,9
Menyajikan hakikat
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi secara
khusus
48,7
Dijelaskan secara
singkat sesuai
simpulan penulis
38,2
Lainnya 0
E. Cara
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
20. Bagaimanakah
seharusnya cara
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi disajikan
pada buku?
Dijelaskan dengan
panjang lebar 14,5
Disebutkan dengan
singkat 46,1
Disajikan pada kolom 9,2
Disajikan dalam
bentuk paragraf 52,6
Disajikan dalam
bentuk poin-poin 13,2
Lainnya 2,6
21. Jika dalam buku
dimuat
langkah/cara
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi, komponen
apa saja yang kamu
inginkan?
Cara memahami isi
cerita fantasi 56,6
Komponen yang
perlu diceritakan 27,6
Cara menceritakan
kembali isi cerita
fantasi secara tulis
43,4
Cara menceritakan
kembali isi cerita
fantasi secara lisan
42,1
Lainnya 1,3
F. Contoh
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
22. Bagaimanakah
seharusnya contoh
menceritakan
kembali isi cerita
Dijelaskan panjang
lebar 26,3
Disertai bukti kutipan
pada cerita fantasi
yang dikaji
42,1
67
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
fantasi dasajikan
pada buku? Disebutkan dengan
singkat 48,7
Lainnya 0
23. Berapa contoh
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi yang
seharusnya
disajikan?
4 32,9
3 17,1
2 43,4
1 13,2
Lainnya 13,2
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa prioritas kebutuhan materi
cerita fantasi terdapat empat pilihan dari peserta didik. Persentasenya sebanyak
89,5% pengertian cerita fantasi, 90,8% ciri-ciri cerita fantasi, 84,2% struktur cerita
fantasi, dan 76,3% jenis-jenis cerita fantasi. Artinya, materi cerita fantasi yang
dibutuhkan peserta didik yakni pengertian cerita fantasi, ciri-ciri cerita fantasi,
struktur cerita fantasi, dan jenis-jenis cerita fantasi.
Penyajian pengertian cerita fantasi dan ciri-ciri cerita fantasi disajikan
berupa penjelasan panjang dan menyertakan pendapat ahli dengan persentase
sebanyak 67,1%. Sisanya memilih disajikan secara singkat sesuai dengan simpulan
penulis dengan persentase sebanyak 42,1%. Berikutnya materi jenis dan struktur
disajikan penjelasan panjang dan disertai contoh. Persentasenya sebanyak 47,4%.
Kemudian persentase sebanyak 38,2% disajikan secara singkat sesuai dengan
simpulan penulis dan 35,5% dilengkapi tabel/bagan. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa penyajian pengertian dan ciri-ciri cerita fantasi adalah
penjelasan panjang dan menyertankan pendapat ahli. Sedangkan penyajian jenis
dan struktur cerita fantasi berupa penjelasan panjang dan disertai dengan contoh.
Berikutnya analisis mengenai contoh cerita fantasi yang dimuat dalam buku
pengayaan. Peserta didik memilih contoh cerita fantasi disajikan setelah pengertian,
ciri-ciri, jenis-jenis, dan struktur cerita fantasi. Pilihan ini menjadi prioritas kerena
memperoleh persentase sebanyak 88,2%. Artinya sebagian besar membutuhkan
penyajian contoh setelah penyajian materi cerita fantasi. Sebanyak 47,4% peserta
didik memilih tema manusia biasa yang memiliki kekuatan super menjadi tema
68
dalam contoh cerita fantasi. Sebagian lainnya memilih tema kerajaan, dewa-dewi,
dan dunia magis. Persentasenya sebanyak 34,2%, 11,8%, dan 21,1%. Oleh karena
itu, tema yang diinginkan berupa manusia biasa yang memiliki kekuatan super.
Berikutnya berkaitan dengan sumber cerita fantasi yang dimuat dalam buku
pengayaan. Pilihanya bersumber dari kutipan novel sebanyak 27,6%, internet
sebanyak 40,8%, dan 39,5% karya penulis. Simpulannya sumber cerita fantasi yang
dimuat dalam buku pengayaan yang dibutuhkan peserta didik adalah berasal dari
internet dan karya penulis. Pemilihan contoh tersebut juga perlu ditentukan. Peserta
didik membutuhkan contoh cerita fantasi yang bahsanya mudah dipahami (61,8%),
struktur teks cerita fantasi lengkap (50%), dan tokoh yang ditampilkan memiliki
karakter yang dapat dicontoh (48,7%).
Analisis selanjutnya berkaitan dengan nilai karakter yang dimuat dalam
buku pengayaan. Hakikat nilai karakter yang disajikan dalam buku memuat
pengertian nilai karakter, memuat contoh aplikasi nilai karakter pada kehidupan
sehari-hari, dan dijelaskan secara singkat sesuai dengan simpulan penulis. Prioritas
penyajian hakikat nilai karakter tersebut memiliki persentase sebanyak 47,4%,
48,7%, dan 42,1%. Nilai karakter yang dibutuhkan peserta didik dipadukan dengan
isi buku di bagian contoh cerita fantasi. Pilihan ini menjadi prioritas karena
mendapatkan persentase terbanyak yakni 47,4%.
Indikator berikutnya berkaitan dengan menceriakan kembali isi cerita
fantasi. Peserta didik memilih penyajian menceritakan kembali isi cerita fantasi
dengan menjakikan hakikatnya. Persentase pilihan tersebut sebanyak 48,7%. Cara
menceritakan kembali isi cerita fantasi yang disajikan pada buku adalah disajikan
dalam bentuk paragraf dengan persentase sebanyak 52,6%. Kemudian prioritas
penyajian langkah-langkah menceritakan kembali isi cerita fantasi meliputi cara
memahami isi cerita fantasi (56,6%), cara menceritakan kembali isi cerita fantasi
secara tulis (43,4%), dan cara menceritakan kembali isi cerita fantasi secara lisan
(42,1%). Contoh menceritakan kembali isi cerita fantasi yang disajikan dalam buku
disebutkan secara singkat dengan persentase 48,7%. Jumlah contoh menceritakan
kembali isi cerita fantasi yang diinginkan sebanyak 2 contoh. Pilihan tersebut
69
menjadi prioritas karena memperoleh persentase 43,4% atau persentase terbanyak.
Maka dapat disimpulkan bahwa materi menceritakan kembali isi cerita fantasi yang
diinginkan peserta didik yakni (1) menyajikan hakikat menceritakan kembali isi
cerita fantasi; (2) penyajian hakikat menceritakan kembali dalam bentuk paragraf;
(3) menjelaskan cara memahami isi cerita fantasi, cara menceritakan kembali isi
cerita fantasi secara tulis dan cara menceritakan kembali isi cerita fantasi secara
lisan; (4) contoh menceritakan kembali isi cerita fantasi yang disajikan dalam buku
disebutkan secara singkat; dan (5) Jumlah contoh menceritakan kembali isi cerita
fantasi sebanyak 2 contoh.
4.1.1.3 Kebutuhan Struktur Penyajian
Pada kebutuhan struktur penyajian, terdapat empat subaspek yang menjadi
kebutuhan guru dan peserta didik. Subaspek tersebut berkaitan dengan kebutuhan
penyajian ilustrasi/gambar, penyajian petunjuk penggunaan buku, penyajian
rangkuman, dan penyajian refleksi. Berikut analisis kebutuhan terhadap struktur
penyajian yang dibutuhkan guru dan peserta didik.
Tabel 4.5 Kebutuhan Guru Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Struktur Penyajian
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
A. Kebutuhan
ilustrasi
atau gambar
dalam buku
25. Apabila dalam
buku disajikan
gambar/ilustrasi,
bagaimanakah
ilustrasi/gambar
yang seharusnya
tersaji dalam
buku?
Berwarna 100
Hitam putih 0
Lainnya 0
26. Berapa ukuran
ilustrasi/gambar
yang seharusnya
dimuat dalam
buku?
7 x 5 cm 0
6 x 4 cm 0
Setiap gambar
memiliki ukuran yang
berbeda bergantung
kebutuhan
100
Lainnya 0
70
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
27. Di bagian mana
sajakah
ilustrasi/gambar
seharusnya
dimuat pada
buku?
Tiap subbab pada buku 0
Tiap subbab dan
contoh cerita fantasi
pada buku
100
Lainnya 0
B. Kebutuhan
penyajian
petunjuk
penggunaan
buku
28. Apabila
dicantumkan
petunjuk
penggunaan
buku, menurut
kamu seperti
apakah petunjuk
penggunaan buku
yang layak
digunakan dalam
buku pengayaan?
Dibuat poin-poin 100
Dibuat perparagraf 0
Lainnya 0
29. Dimanakah
seharusnya
petunjuk
penggunaan buku
tersebut dimuat?
Bagian awal buku
secara keseluruhan 66,6
Setiap bab 33,3
Lainnya 0
C. Kebutuhan
penyajian
rangkuman
30. Apabila disajikan
rangkuman,
bentuk
rangkuman yang
seharusnya
dimuat pada buku
adalah…
66.6
0
0
Lainnya 33.3
31. Di bagian
manakah
seharusnya
rangkuman
disajikan pada
buku?
Bagaian akhir buku
secara keseluruhan 33,3
Pada setiap bab 66,6
Lainnya 0
71
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
D. Kebutuhan
penyajian
refleksi
32. Apabila disajikan
refleksi pada
buku, seperti
apakah bentuk
refleksi yang
seharusnya
dimuat?
Disajikan pada sebuah
kolom. 0
Disajikan dalam
bentuk percakapan. 100
Lainnya 0
33. Berikut disajikan
contoh
percakapan yang
merupakan wujud
refleksi. Pilihlah
yang menurutmu
paling tepat
digunakan pada
buku yang akan
ditulis.
66,6
33.3
Lainnya 0
34. Dimanakah
seharusnya
refleksi dimuat
pada buku?
Pada tiap bab 66,6
Pada akhir buku secara
keseluruhan 33,3
Lainnya 0
Berdasarkan tabel 4.5 tersebut dapat dilihat kebutuhan guru yang berkaitan
dengan aspek penyajian dalam buku. Sebanyak 100%, guru memilih penyajian
ilustrasi atau gambar secara berwarna. Berikutnya, guru juga menginginkan setiap
ilustrasi atau gambar memiliki ukuran yang berbeda bergantung kebutuhan.
Persentasenya sebanyak 100%. Ilustrasi atau gambar yang diinginkan guru dimuat
pada tiap subbab dan contoh cerita fantasi pada buku. Bagian ini juga memperoleh
persentase sebanyak 100%.
Subaspek berikutnya berkaitan dengan penyajian petunjuk penggunaan
buku. Pada bagian ini, guru menginginkan penyajian petunjuk penggunaan buku
dalam bentuk poin-poin. Persentasenya sebanyak 100%. Petunjuk penggunaan
buku tersebut dimuat pada bagian awal buku secara keseluruhan. Persentase
penyajian petunjuk penggunaan buku menurut guru sebanyak 66,6%.
72
Kebutuhan penyajian selanjutnya berkaitan dengan rangkuman. Guru
memilih penyajian rangkuman dalam bentuk persegi seperti pada pilihan yang
pertama. Bentuk penyajian rangkuman tersebut memperoleh persentase sebanyak
66,6%. Rangkuman yang guru kehendaki disajikan pada setiap bab dalam buku
pengayaan yang dikembangkan. Pilihan ini memperoleh persentase sebanyak
66,6%.
Kebutuhan penyajian yang terakhir adalah kebutuhan penyajian refleksi.
Seluruh guru menghendaki refleksi dalam bentuk percakapan. Artinya 100%
pendapat guru terhadap bentuk refleksi tersebut. Kemudian, animasi dipilih sebagai
wujud refleksi dalam buku. Sebanyak 66,6% guru memilih animasi yang mewakili
percakapan dalam refleksi. Refleksi tersebut dimuat pada akhir setiap bab dalam
buku pengayaan. Prosentasi pilihan jawaban ini sebanyak 66,6%.
Pembahasan berikutnya adalah kebutuhan peserta didik terhadap buku
pengayaan pada aspek struktur penyajian. Sama halnya dengan kebutuhan guru
pada aspek struktur penyajian, kebutuhan peserta didik juga memiliki empat
subaspek. Berikut ini adalah hasil analisisnya.
Tabel 4.6 Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Struktur Penyajian
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
A. Kebutuhan
ilustrasi
atau gambar
dalam buku
24. Apabila dalam
buku disajikan
gambar/ilustrasi,
bagaimanakah
ilustrasi/gambar
yang seharusnya
tersaji dalam
buku?
Berwarna
61,3
Hitam putih 49,3
Lainnya 0
25. Berapa ukuran
ilustrasi/gambar
yang seharusnya
dimuat dalam
buku?
7 x 5 cm 18,4
6 x 4 cm 17,1
Setiap gambar
memiliki ukuran yang
berbeda bergantung
kebutuhan
35,5
73
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
Lainnya 5,3
26. Di bagian mana
sajakah
ilustrasi/gambar
seharusnya
dimuat pada
buku?
Tiap subbab pada buku 22,4
Tiap subbab dan
contoh cerita fantasi
pada buku
65,8
Lainnya 3,9
B. Kebutuhan
penyajian
petunjuk
penggunaan
buku
27. Apabila
dicantumkan
petunjuk
penggunaan
buku, menurut
kamu seperti
apakah petunjuk
penggunaan buku
yang layak
digunakan dalam
buku pengayaan?
Dibuat poin-poin 57,9
Dibuat perparagraf 40,8
Lainnya 1,3
28. Dimanakah
seharusnya
petunjuk
penggunaan buku
tersebut dimuat?
Bagian awal buku
secara keseluruhan 55,3
Setiap bab 44,7
Lainnya 1,3
C. Kebutuhan
penyajian
rangkuman
29. Apabila disajikan
rangkuman,
bentuk
rangkuman yang
seharusnya
dimuat pada buku
adalah…
76,3
11,8
27,6
Lainnya 0
30. Di bagian
manakah
seharusnya
rangkuman
disajikan pada
buku?
Bagaian akhir buku
secara keseluruhan 40,8
Pada setiap bab 64,5
Lainnya 0
74
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
D. Kebutuhan
penyajian
refleksi
31. Apabila disajikan
refleksi pada
buku, seperti
apakah bentuk
refleksi yang
seharusnya
dimuat?
Disajikan pada sebuah
kolom. 34,2
Disajikan dalam
bentuk percakapan. 68,4
Lainnya 0
32. Berikut disajikan
contoh
percakapan yang
merupakan wujud
refleksi. Pilihlah
yang menurutmu
paling tepat
digunakan pada
buku yang akan
ditulis.
47,4
35,5
Lainnya 2,6
33. Dimanakah
seharusnya
refleksi dimuat
pada buku?
Pada tiap bab 60,5
Pada akhir buku secara
keseluruhan 38,2
Lainnya 1,3
Berdasarkan hasil yang digambarkan tabel 4.6 maka diperoleh analisis
berupa struktur penyajian yang dibutuhkan oleh peserta didik. Kebutuhan ilustrasi
atau gambar yang disajikan dalam buku yakni berwarna dengan persentase 61,3%.
Sedangkan ukuran ilustrasi atau gambar yang dikehendaki peserta didik sebanyak
35,5% adalah ukuran yang berbeda-beda bergantung kebutuhan. Persentase 65,8%
peserta didik menghendaki jika ilustrasi atau gambar berada pada tiap subbab dan
contoh cerita fantasi pada buku.
Kebutuhan penyajian petunjuk yang dikehendaki yakni dibuat poin-poin.
Persentase pilihan peserta didik sebanyak 57,9%. Petunjuk penggunaan buku
tersebut dimuat pada bagian awal buku secara keseluruhan. Kebutuhan ini memiliki
persentase sebanyak 55,3%.
Kebutuhan penyajian selanjutnya berkaitan dengan rangkuman. Peserta
didik menghendaki penyajian rangkuman dalam bentuk persegi seperti pada pilihan
75
yang pertama. Bentuk penyajian rangkuman tersebut memperoleh persentase
sebanyak 76,3%. Rangkuman yang peserta didik kehendaki disajikan pada setiap
bab dalam buku pengayaan yang dikembangkan. Pilihan ini memperoleh persentase
sebanyak 64,5%.
Kebutuhan penyajian yang terakhir adalah kebutuhan penyajian refleksi.
Peserta didik menghendaki refleksi dalam bentuk percakapan. Sebanyak 68,4%
peserta didik memilih bentuk refleksi tersebut. Kemudian, animasi dipilih sebagai
wujud refleksi dalam buku. Sebanyak 47,4% peserta didik memilih animasi yang
mewakili percakapan dalam refleksi. Refleksi tersebut dimuat pada akhir setiap
bab. Prosentasi pilihan jawaban ini sebanyak 60,5%.
4.1.1.4 Kebutuhan Penggunaan Bahasa
Kebutuhan penggunaan bahasa terbagi atas dua subaspek. Kedua subaspek
tersebut yakni kebutuhan ragam bahasa dalam buku dan penggunaan bahasa dalam
contoh cerita fantasi. Berikut ini uraian hasil analisis kebutuhan buku pengayaan
pada aspek penggunaan bahasa.
Tabel 4.7 Kebutuhan Guru Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Penggunaan Bahasa
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
A. Kebutuhan
ragam
bahasa dalam
buku
35. Menurut Bapak/Ibu,
ragam bahasa yang
sebaiknya
digunakan pada
buku pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi bermuatan
nilai karakter
adalah...
Bahasa formal 0
Bahasa non-formal 0
Bahasa yang sesuai
dengan kaidah bahasa
Indonesia
66,6
Bahasa komunikatif
dan mudah
dipahami
100
Lainnya 0
B. Penggunaan
bahasa dalam
contoh cerita
fantasi
36. Menurut Bapak/Ibu,
penggunaan bahasa
yang baik dalam
contoh cerita fantasi
Bahasa percakapan
sehari-hari 0
Bahasa yang santun 33,3
76
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
bermuatan
nilai karakter
bermuatan nilai
karakter yang
disajikan pada buku
adalah...
Bahasa yang sesuai
dengan kaidah
bahasa Indonesia
100
Bahasa populer/gaul 0
Lainnya 33,3
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa penggunaan ragam bahasa dalam
buku adalah bahasa komunikatif dan mudah dipahami. Guru menghendaki
penggunaan bahasa tersebut dalam buku dengan perolehan persentase jawaban
sebanyak 100%. Kemudian pilihan jawaban tentang penggunaan bahasa dalam
contoh cerita fantasi sebanyak 100%. Guru memilih bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia sebagai bahasa dalam contoh cerita fantasi yang dimuat
dalam buku pengayaan.
Tabel 4.8 Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Penggunaan Bahasa
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
A. Kebutuhan
ragam
bahasa dalam
buku
34. Menurut kamu,
ragam bahasa yang
sebaiknya
digunakan pada
buku pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi bermuatan
nilai karakter
adalah...
Bahasa formal 27,6
Bahasa non-formal 7,9
Bahasa yang sesuai
dengan kaidah
bahasa Indonesia
55,3
Bahasa komunikatif
dan mudah
dipahami
55,3
Lainnya 1,3
B. Penggunaan
bahasa dalam
contoh cerita
fantasi
bermuatan
nilai karakter
35. Menurut kamu,
penggunaan bahasa
yang baik dalam
contoh cerita fantasi
bermuatan nilai
karakter yang
disajikan pada buku
adalah...
Bahasa percakapan
sehari-hari 23,7
Bahasa yang santun 39,5
Bahasa yang sesuai
dengan kaidah
bahasa Indonesia
67,1
Bahasa populer/gaul 11,8
Lainnya 1,3
77
Tabel 4.8 menggambarkan tentang penggunaan bahasa pada buku dan
contoh cerita fantasi yang dikehendaki oleh peserta didik. Sebanyak 55,3% peserta
didik menghendaki penggunaan ragam bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia dan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami. Sedangkan
pemilihan bahasa untuk contoh cerita fantasi adalah bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia. Persentasenya sebanyak 67,1%.
4.1.1.5 Kebutuhan Grafika
Kebutuhan grafika mencakup subaspek judul buku, sampul buku, warna
buku, ketebalan buku, ukuran buku, desain atau model buku, serta jenis dan ukuran
huruf. Beberapa subaspek tersebut dimuat dalam kebutuhan grafika yang
diinginkan oleh guru dan peserta didik. Berikut ini uraian lengkapnya.
Tabel 4.9 Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Grafika
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
A. Judul buku 37. Menurut kamu,
judul buku yang
tepat untuk buku
pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi bermuatan
nilai karakter
adalah…
Terampil
Menceritakan
Kembali Isi Cerita
Fantasi untuk SMP
66,6
Mencari Mutiara
Magis: Cara dan
Teori Menceritakan
Kembali Isi Cerita
Fantasi
0
Menemukan Pesan
Imajinasi:
Menceritakan
Kembali Isi Cerita
Fantasi
33,3
Lainnya 0
B. Sampul buku 38. Jenis kertas apakah
yang sesuai dan
layak dijadikan
sampul buku
pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
Hard cover. 33,3
Soft cover. 66,6
Lainnya
0
78
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
fantasi bermuatan
nilai karakter?
C. Warna buku 39. Warna apakah yang
kamu sarankan
untuk mendisain
sampul buku
pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi bermuatan
nilai karakter?
Cerah dan mencolok
(dua warna) 0
Perpaduan warna
cerah dan gelap
(dua warna)
66,6
Perpaduan warna
cerah dan gelap
dengan banyak warna
(lebih dari dua warna)
33,3
Lainnya 0
D. Ketebalan
buku
40. Berapakah
ketebalan buku
yang ideal untuk
buku pengayaan
yang akan peneliti
kembangkan?
50-100 halaman 66,6
100-150 halaman 0
Lebih dari 150
halaman 0
Lainnya 33,3
E. Ukuran buku 41. Berapakah ukuran
yang sesuai untuk
buku pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi bermuatan
nilai karakter?
Ukuran A5 (14,8 cm
×21 cm). 0
Ukuran A4 (21 cm ×
29,7 cm) 66,6
Ukuran B5 (18,2 cm
× 25,7 cm) 33,3
Lainnya 0
F. Desain atau
model buku
42. Seperti apakah
disain/model buku
yang tepat untuk
buku pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi bermuatan
nilai karakter yang
akan
dikembangkan?
Seperti buku harian 33,3
Seperti buku
pengayaan pada
umumnya
66,6
Lainnya 0
79
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
G. Jenis dan
ukuran huruf
43. Jenis dan ukuran
huruf apa yang tepat
digunakan dalam
buku pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi bermuatan
nilai karakter yang
akan dikembangkan
oleh peneliti?
Times New Roman,
ukuran 12 66,6
Arial Unicode MS,
ukuran 12 0
Comic Sans MS,
ukuran 12 0
Tempus Sans ITC 12 0
Calibri (Body) 12 33,3
Lainnya 0
Berdasarkan hasil tabel 4.9 di atas, diperoleh hasil berupa judul buku yang
dipilih oleh guru. Persentase sebanyak 66,6% guru menginginkan judul buku
“Terampil Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi”. Berikutnya, guru
menginginkan sampul atau sampul buku jenis soft cover. Pilihan ini memperoleh
persentase sebanyak 66,6%. Warna sampul buku yang diinginkan adalah perpaduan
warna cerah dan gelap (dua warna). Persentasenya yakni 66,6%. Ketebalan buku
yang diinginkan berkisar 50-100 halaman dengan persentase 66,6%. Subaspek
berikunya tentang ukuran buku pengayaan yang diinginkan yakni ukuran A4 (21
cm × 29,7 cm). Jawaban ini memperoleh persentase sebanyak 66,6%. Model buku
yang diinginkan adalah seperti model buku pengayaan pada umumnya. Sedangkan
jenis dan ukuran huruf yang diinginkan adalah Times New Roman ukuran 12.
Masing-masing dengan persentase 66,6%.
Tabel 4.10 Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan
Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi pada Aspek Grafika
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
A. Judul buku 36. Menurut kamu,
judul buku yang
tepat untuk buku
pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi bermuatan
Terampil
Menceritakan
Kembali Isi Cerita
Fantasi untuk SMP
51,3
Mencari Mutiara
Magis: Cara dan
Teori Menceritakan
28,9
80
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
nilai karakter
adalah…
Kembali Isi Cerita
Fantasi
Menemukan Pesan
Imajinasi:
Menceritakan
Kembali Isi Cerita
Fantasi
27,6
Lainnya 3,9
B. Sampul buku 37. Jenis kertas apakah
yang sesuai dan
layak dijadikan
sampul buku
pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi bermuatan
nilai karakter?
Hard cover. 47,4
Soft cover. 59,2
Lainnya
0
C. Warna buku 38. Warna apakah yang
kamu sarankan
untuk mendisain
sampul buku
pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi bermuatan
nilai karakter?
Cerah dan mencolok
(dua warna) 28,9
Perpaduan warna
cerah dan gelap (dua
warna)
31,6
Perpaduan warna
cerah dan gelap
dengan banyak
warna (lebih dari
dua warna)
42,1
Lainnya 2,6
D. Ketebalan
buku
39. Berapakah
ketebalan buku
yang ideal untuk
buku pengayaan
yang akan peneliti
kembangkan?
50-100 halaman 47,4
100-150 halaman 30,3
Lebih dari 150
halaman 25
Lainnya 3,9
E. Ukuran buku 40. Berapakah ukuran
yang sesuai untuk
buku pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
Ukuran A5 (14,8 cm
× 21 cm). 11,8
Ukuran A4 (21 cm ×
29,7 cm) 44,7
81
Subaspek Indikator Pilihan Jawaban Persentase
(%)
fantasi bermuatan
nilai karakter? Ukuran B5 (18,2 cm
× 25,7 cm) 52,6
Lainnya 1,3
H. Desain atau
model buku
44. Seperti apakah
disain/model buku
yang tepat untuk
buku pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi bermuatan
nilai karakter yang
akan
dikembangkan?
Seperti buku harian 36,8
Seperti buku
pengayaan pada
umumnya
64,5
Lainnya 3,9
I. Jenis dan
ukuran huruf
45. Jenis dan ukuran
huruf apa yang tepat
digunakan dalam
buku pengayaan
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi bermuatan
nilai karakter yang
akan dikembangkan
oleh peneliti?
Times New Roman,
ukuran 12 27,6
Arial Unicode MS,
ukuran 12 38,2
Comic Sans MS,
ukuran 12 25
Tempus Sans ITC 12 7,9
Calibri (Body) 12 14,5
Lainnya 5,3
Berdasarkan hasil tabel 4.10, maka judul buku yang dipilih oleh peserta
didik adalah “Terampil Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi”. persentase
pilihan ini sebanyak 51,3%. Berikutnya, peserta didik menginginkan sampul atau
sampul buku jenis soft cover. Pilihan ini memperoleh persentase sebanyak 59,2%.
Warna sampul buku yang diinginkan adalah perpaduan warna cerah dan gelap
dengan banyak warna (lebih dari dua warna). Persentasenya yakni 42,1%.
Ketebalan buku yang diinginkan berkisar 50-100 halaman dengan persentase
47,4%. Subaspek berikunya tentang ukuran buku pengayaan yang diinginkan yakni
ukuran B5 (18,2 cm × 25,7 cm). Jawaban ini memperoleh persentase sebanyak
52,6%. Model buku yang diinginkan adalah seperti model buku pengayaan pada
umumnya. Perolehan persentasenya sebanyak 64,5%. Sedangkan jenis dan ukuran
huruf yang diinginkan adalah Arial Unicode MS, ukuran 12 dengan persentase
38,2%.
82
4.1.2 Prinsip Pengembangan Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi
Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Karakter
Hasil analisis kebutuhan guru dan peserta didik terhadap buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter digunakan untuk
merumuskan prinsip pengembangan buku menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter. Hasil analisis kebutuhan disesuaikan dengan komponen
utama dalam mengembangkan buku nonteks. Ada empat aspek/komponen untuk
mengembangkan buku menurut Puskurbuk (2008 h. 67) yakni (1) aspek materi, (2)
aspek penyajian, (3) aspek kebahasaan, dan (4) aspek grafika. Adapun pemaparan
dari tiap aspeknya adalah sebagai berikut.
4.1.2.1 Aspek Materi
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan guru dan peserta didik terhadap buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi pada aspek materi, terdapat
beberapa perbedaan antara guru dan peserta didik dalam pemilihan jawaban pada
angket. Perbandingan hasil kebutuhan guru dan peserta didik disajikan pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.11 Perbandingan Hasil Angket Kebutuhan Guru dan Peserta Didik
pada Aspek Materi
Subaspek Indikator Hasil Angket
Guru
Hasil Angket
Peserta Didik
A. Materi
cerita
fantasi
11. Materi cerita
fantasi
11. Pengertian
cerita fantasi,
ciri-ciri cerita
fantasi,
struktur cerita
fantasi, jenis-
jenis cerita
fantasi, unsur
intrinsik cerita
fantasi, dan
kaidah
kebahasaan
teks cerita
fantasi
10. Pengertian
cerita fantasi,
ciri-ciri cerita
fantasi,
struktur cerita
fantasi, dan
jenis-jenis
cerita fantasi
83
Subaspek Indikator Hasil Angket
Guru
Hasil Angket
Peserta Didik
12. Penjelasan materi
pengertian dan
ciri-ciri cerita
fantasi
12. Disajikan
secara singkat
sesuai dengan
simpulan
penulis
11. Disajikan
penjelasan
panjang
lebar dan
menyertakan
pendapat ahli
13. Pembahasan
struktur dan jenis-
jenis cerita fantasi
13. Disajikan
secara singkat
sesuai dengan
simpulan
penulis
12. Disajikan
penjelasan
panjang
disertai
contoh
B. Contoh
cerita
fantasi
14. Letak contoh
cerita fantasi
14. Sesudah
pengertian,
ciri-ciri, jenis-
jenis, unsur
pembangun,
struktur, dan
kaidah
kebahasaan
cerita fantasi
13. Sesudah
pengertian,
ciri-ciri, jenis-
jenis, unsur
pembangun,
dan struktur
15. Tema dari contoh
cerita fantasi
15. Manusia biasa
yang memiliki
kekuatan super
dan dunia
magis
14. Manusia biasa
yang memiliki
kekuatan
super
16. Sumber contoh
cerita fanatasi 16. Cerita fantasi
karya penulis
15. Internet dan
cerita fantasi
karya penulis
17. Kriteria
pemilihan cerita
fantasi
17. Konfliknya
sederhana,
bahasanya
mudah
dipahami,
struktur teks
cerita fantasi
lengkap, dan
tokoh yang
ditampilkan
memiliki
karakter yang
dapat dicontoh
16. Bahasanya
mudah
dipahami,
struktur teks
cerita fantasi
lengkap, dan
tokoh yang
ditampilkan
memiliki
karakter yang
dapat dicontoh
84
Subaspek Indikator Hasil Angket
Guru
Hasil Angket
Peserta Didik
C. Nilai
karakter
18. Penjelasan
hakikat nilai
karakter
18. Memuat
contoh aplikasi
nilai karakter
pada
kehidupan
sehari-hari
17. Memuat
pengertian
nilai karakter,
memuat
contoh aplikasi
nilai karakter
pada
kehidupan
sehari-hari,
dan dijelaskan
secara singkat
sesuai dengan
simpulan
penulis
19. Letak muatan
nilai karakter
pada buku
19. Contoh cerita
fantasi dan
ulasan khusus
mengenai nilai
karakter yang
telah
dipelajari/
refleksi
18. Contoh cerita
fantasi
D. Hakikat
mencerita-
kan kembali
isi cerita
fantasi
20. Penyajian hakikat
menceritakan
kembali
20. Menyajikan
hakikat
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
secara khusus
19. Menyajikan
hakikat
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
secara khusus
E. Cara
mencerita-
kan kembali
isi cerita
fantasi
21. Bentuk
menceritakan
kembali
21. Disajikan
dalam bentuk
poin-poin
20. Disajikan
dalam bentuk
paragraf
22. Komponen yang
dimuat dalam
langkah-langkah
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi
22. Cara
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
secara tulis dan
cara
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
secara lisan
21. Cara
memahami isi
cerita fantasi,
cara
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
secara tulis,
dan cara
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
secara lisan
85
Subaspek Indikator Hasil Angket
Guru
Hasil Angket
Peserta Didik
F. Contoh
mencerita-
kan kembali
isi cerita
fantasi
23. Bentuk
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi
23. Disertai bukti
kutipan pada
cerita fantasi
yang dikaji
22. Disebutkan
dengan singkat
24. Jumlah contoh
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi
24. 2 contoh 23. 2 contoh
Keterangan: bagian yang dicetak miring adalah subaspek yang menunjukkan
perbedaan pendapat antara guru dan peserta didik
Berdasarkan tabel 4.11 di atas, maka dapat diketahui bahwa guru dan peserta
didik memiliki perbedaan jawaban pada angket kebutuhan terhadap buku
pengayaan pada aspek materi. Perbedaan terletak pada subaspek materi cerita
fantasi, penjelasan materi pengertian dan ciri-ciri cerita fantasi, pembahasan
struktur dan jenis cerita fantasi, tema dari contoh cerita fantasi, sumber contoh cerita
fantasi, kriteria pemilihan cerita fantasi, penjelasan hakikat nilai karakter, letak
muatan nilai karakter, bentuk menceritakan kembali, komponen yang diceritakan
dalam memceritakan kembali isi cerita fantasi, dan bentuk menceritakan kembali
isi cerita fantasi.
Pada subaspek materi cerita fantasi, guru menginginkan materi yang dimuat
adalah pengertian cerita fantasi, ciri-ciri cerita fantasi, struktur cerita fantasi, jenis-
jenis cerita fantasi, unsur intrinsik cerita fantasi, dan kaidah kebahasaan teks cerita
fantasi. Akan tetapi, peserta didik menginginkan pengertian cerita fantasi, ciri-ciri
cerita fantasi, struktur cerita fantasi, dan jenis-jenis cerita fantasi. Berdasarkan
uraian tersebut, maka materi yang digunakan adalah pengertian cerita fantasi, ciri-
ciri cerita fantasi, struktur cerita fantasi, dan jenis-jenis cerita fantasi. Pemilihan
materi tersebut didasarkan pada batasan kebutuhan materi pada ranah kompetensi
dasar 4.3 yakni menceritakan kembali isi cerita fantasi. Materi unsur intrinsik cerita
fantasi, dan kaidah kebahasaan teks cerita fantasi merupakan ranah materi pada
kompetensi dasar 3.4 dan 4.4 (Kemdikbud, 2016 h. 11).
86
Pada subaspek penjelasan materi pengertian dan ciri-ciri cerita fantasi juga
memiliki perbedaan jawaban antara guru dan peserta didik. Guru menginginkan
materi tersebut disajikan secara singkat sesuai dengan simpulan penulis, sedangkan
peserta didik menginginkan materi disajikan penjelasan panjang lebar dan
menyertakan pendapat ahli. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka penjelasan
materi pengertian dan ciri-ciri cerita fantasi disajikan dengan penjelasan panjang
lebar dan menyertakan pendapat ahli. Hal ini menjadi pertimbangan karena dengan
menyertakan pendapat ahli dapat memperkuat kebenaran ilmiah sebuah pengertian
dan ciri-ciri cerita fantasi. Hal ini sejalan dengan kriteria khusus pengembangan
buku berdasarkan Puskurbuk tentamh materi yang ditulis sesuai dengan
perkembangan ilmu yang mutakhir, sahih, dan akurat (Puskurbuk, 2008 h. 70).
Pada subaspek pembahasan struktur dan jenis cerita fantasi terdapat
perbedaan antara guru dan peserta didik. Perbedaannya yakni guru menginginkan
pembahasan struktur dan jenis cerita fantasi disajikan secara singkat sesuai dengan
simpulan penulis, sedangkan peserta didik menginginkan disajikan penjelasan
panjang disertai contoh. Berdasarkan perbedaan tersebut kemudian disimpulkan
bahwa pembahasan struktur dan jenis cerita fantasi disajikan dengan penjelasan
pancang disertai contoh. Hal ini bertujuan agar pembaca dapat memahami secara
detail jika disertai dengan contoh.
Pada subaspek tema dari contoh cerita fantasi memiliki perbedaan jawaban.
Guru menginginkan tema dari contoh cerita fantasi berupa manusia biasa yang
memiliki kekuatan super dan dunia magis, sedangkan peserta didik menginginkan
hanya tema manusia biasa yang memiliki kekuatan super. Berdasarkan dua jawaban
berbeda tersebut, maka tema dari contoh cerita fantasi yang dimuat dalam buku
adalah manusia biasa yang memiliki kekuatan super. Alasannya agar muatan nilai
karakter yang menjadi muatan dapat ditampilkan dalam contoh cerita fantasi
dengan gamblang melalui tokoh-tokoh dalam cerita fantasi tersebut.
Pada subaspek sumber contoh cerita fanatasi, guru dan peserta didik juga
memiliki jawaban berbeda. Guru menginginkan cerita fantasi karya penulis,
87
sedangkan peserta didik menginginkan sumber contoh cerita fantasi dari internet
dan cerita fantasi karya penulis. Oleh karena itu, contoh cerita fantsi yang dimuat
bersumber dari internet dan cerita fantasi karya penulis. Tujuannya agar contoh
cerita fantasi yang dimuat dalam buku pengayaan dapat bervariasi.
Pada subaspek kriteria pemilihan cerita fantasi juga memiliki perbedaan
jawaban antara guru dan peserta didik. Guru menginginkan cerita fantasi yang
memiliki konflik sederhana, bahasanya mudah dipahami, struktur cerita fantasinya
lengkap, dan tokoh yang ditampilkan memiliki karakter yang dapat dicontoh. Akan
tetapi, peserta didik menginginkan cerita fantasi yang bahasa mudah dipahami,
struktur cerita fantasinya lengkap, dan tokoh yang ditampilkan memiliki karakter
yang dapat dicontoh. Guna memenuhi kriteria pemilihan cerita fanatasi, maka
contoh cerita fantasi yang dimuat adalah memiliki konflik sederhana, bahasanya
mudah dipahami, struktur cerita fantasinya lengkap, dan tokoh yang ditampilkan
memiliki karakter yang dapat dicontoh. Hal ini sesuai dengan kriteria khusus
pengembangan buku yakni materi harus secara maksimal membangun karakter
kepribadian bangsa Indonesia (Puskurbuk, 2008 h. 70).
Pada subaspek penjelasan hakikat nilai karakter, guru menginginkan hakikat
nilai karakter memuat contoh aplikasi nilai karakter pada kehidupan sehari-hari.
Berbeda dengan peserta didik yang menginginkan penjelasan hakikat nilai karakter
perlu memuat pengertia nilai karakter, memuat contoh aplikasi nilai karakter pada
kehidupan sehari-hari, dan dijelaskan secara singkat sesuai dengan simpulan
penulis. Berdasarkan dua jawaban tersebut, maka penjelasan hakikat nilai karakter
adalah memuat pengertia nilai karakter, memuat contoh aplikasi nilai karakter pada
kehidupan sehari-hari, dan dijelaskan secara singkat sesuai dengan simpulan
penulis. Alasannya agar pembaca dapat memahami hakikat nilai karakter secara
keseluruhan dan runtut mulai dari pengertian hingga menampilkan contoh
penerapan nilai karakter pada kehidupan sehari-hari.
Pada subaspek letak muatan nilai karakter, juga memiliki perbedaan
jawaban antara guru dan peserta didik. Guru menginginkan nilai karakter dimuat
88
dalam contoh cerita dan ulasan khusus mengenai nilai karakter yang telah
dipelajari/refleksi, sedangkan peserta didik hanya menginginkan nilai karakter
hanya dimuat dalam contoh cerita fantasi. Berdasarkan uraian tersebut, maka
muatan nilai karakter terdapat pada contoh cerita fantasi karena dapat
mencontohkan nilai fantasi secara langsung oleh tokoh yang ada dalam cerita.
Pada seubaspek bentuk menceritakan kembali, guru menginginkan disajikan
dalam bentuk poin-poin. Akan tetapi, peserta didik menginginkan bentuk
menceritakan kembali dalam bentuk paragraf. Kedua perbedaan jawabn tersebut
kemudian digabungkan menjadi bentuk poin-poin dan paragraf. Bentuk poin-poin
diterapkan dalam menceritakan kembali secara lisan, sedangkan bentuk paragraf
diterapkan dalam menceritakan kembali secara tulis.
Pada subaspek komponen yang dimuat dalam langkah-langkah
menceritakan kembali isi cerita fantasi, terdapat satu perbedaan. Perbedaan tersebut
berupa komponen yang dimuat yakni cara memahami isi cerita fantasi. Jawaban
yang sama tentang komponen yang dimuat dalam langkah-langkah menceritakan
kembali adalah cara menceritakan kembali isi cerita fantasi secara lisan dan cara
menceritakan kembali secara tulis.
Pada subaspek bentuk menceritakan kembali isi cerita fantasi juga memiliki
perbedaan antara guru dan peserta didik. Guru menginginkan bentuk menceritakan
kembali isi cerita fantasi disertai kutipan pada cerita fantasi yang dikaji. Berbeda
dengan guru, peserta didik menginginkan bentuk menceritakan kembali disajikan
hanya dengan menyebutkan bagian cerita secara singkat. Berdasarkan dua jawaban
tersebut, bentuk menceritakan kembali isi cerita fantasi yang dimuat dalam buku
pengayaan adalah disertai dengan bukti kutopan pada cerita fantasi yang dikaji.
Alasannya agar bentuk menceritakan kembali dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
Berdasarkan perbandingan hasil angket kebutuhan guru dan peserta didik
pada aspek materi, maka diperoleh simpulan berupa prinsip-prinsip pengembangan
buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
89
Prinsip-prinsip pengembangan buku pengayaan tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.12 Prinsip Pengembangan Buku Pengayaan pada Aspek Materi
Subaspek Indikator Prinsip Pengembangan
A. Materi cerita
fantasi
1. Materi cerita
fantasi
1. Pengertian cerita fantasi, ciri-
ciri cerita fantasi, struktur cerita
fantasi, dan jenis-jenis cerita
fantasi
2. Penjelasan materi
pengertian dan ciri-
ciri cerita fantasi
2. Disajikan penjelasan panjang
lebar dan menyertakan pendapat
ahli
3. Pembahasan
struktur dan jenis-
jenis cerita fantasi
3. Disajikan penjelasan panjang
disertai contoh
B. Contoh cerita
fantasi
4. Letak contoh cerita
fantasi 4. Sesudah pengertian, ciri-ciri,
jenis-jenis, unsur pembangun,
dan struktur
5. Tema dari contoh
cerita fantasi 5. Manusia biasa yang memiliki
kekuatan super
6. Sumber contoh
cerita fanatasi 6. Internet dan fantasi karya penulis
7. Kriteria pemilihan
cerita fantasi 7. Konfliknya sederhana,
bahasanya mudah dipahami,
struktur teks cerita fantasi
lengkap, dan tokoh yang
ditampilkan memiliki karakter
yang dapat dicontoh
C. Nilai
karakter
8. Penjelasan hakikat
nilai karakter
8. Memuat pengertian nilai
karakter, memuat contoh
aplikasi nilai karakter pada
kehidupan sehari-hari, dan
dijelaskan secara singkat sesuai
dengan simpulan penulis
9. Letak muatan nilai
karakter pada buku 9. Contoh cerita fantasi
D. Hakikat
menceritakan
kembali isi
cerita fantasi
10. Penyajian hakikat
menceritakan
kembali
10. Menyajikan hakikat
menceritakan kembali isi cerita
fantasi secara khusus
90
Subaspek Indikator Prinsip Pengembangan
E. Cara
mencerita-
kan kembali
isi cerita
fantasi
11. Bentuk
menceritakan
kembali
11. Disajikan dalam bentuk poin-
poin dan paragraf
12. Komponen yang
dimuat dalam
langkah-langkah
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi
12. Cara memahami isi cerita
fantasi, cara menceritakan
kembali isi cerita fantasi secara
lisan, dan cara menceritakan
kembali isi cerita fantasi secara
tulis
F. Contoh
mencerita-
kan kembali
isi cerita
fantasi
13. Bentuk
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi
13. Disertai bukti kutipan pada cerita
fantasi yang dikaji
14. Jumlah contoh
menceritakan
kembali isi cerita
fantasi
14. 2 contoh
4.1.2.2 Aspek Struktur Penyajian
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan guru dan peserta didik terhadap buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi pada aspek struktur penyajian,
jawaban yang diberikan oleh guru dan peserta didik sama. Adapun hasil angket
kebutuhan guru dan oeserta didik terhadap pengembangan buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi pada aspek struktur penyajian disajikan pada
tabel 4.13 berikut.
Tabel 4.13 Perbandingan Hasil Angket Kebutuhan Guru dan Peserta Didik
pada Aspek Struktur Penyajian
Subaspek Indikator Prinsip
Pengembangan
Hasil Angket
Peserta Didik
A. Kebutuhan
ilustrasi
atau gambar
dalam buku
25. Penyajian
gambar/ilustrasi
25. Berwarna 24. Berwarna
26. Ukuran
ilustrasi/gambar
26. Setiap gambar
memiliki
ukuran yang
berbeda
bergantung
kebutuhan
25. Setiap gambar
memiliki
ukuran yang
berbeda
bergantung
kebutuhan
91
Subaspek Indikator Prinsip
Pengembangan
Hasil Angket
Peserta Didik
27. Penempatan
ilustrasi/gambar
27. Tiap subbab
dan contoh
cerita fantasi
pada buku
26. Tiap subbab
dan contoh
cerita fantasi
pada buku
B. Kebutuhan
penyajian
petunjuk
penggunaan
buku
27. Petunjuk
penggunaan buku 28. Dibuat poin-
poin
27. Dibuat poin-
poin
28. Letak petunjuk
penggunaan buku 29. Bagian awal
buku secara
keseluruhan
28. Bagian awal
buku secara
keseluruhan
C. Kebutuhan
penyajian
rangkuman
29. Bentuk penyajian
rangkuman 30.
29.
31. Letak rangkuman 31. Pada setiap
bab
30. Pada setiap
bab
D. Kebutuhan
penyajian
refleksi
32. Bentuk penyajian
refleksi 32. Disajikan
dalam bentuk
percakapan
31. Disajikan
dalam bentuk
percakapan
33. Wujud refleksi
33. 32.
34. Letak refleksi 34. Pada tiap bab 33. Pada tiap bab
Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan jawaban guru dan peserta didik. Oleh karena itu, dapat disusun prinsip
pengembangan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi pada aspek
struktur penyajian yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
92
Tabel 4.14 Prinsip Pengembangan Buku Pengayaan pada Aspek Struktur
Penyajian
Subaspek Indikator Prinsip Pengembangan
A. Kebutuhan
ilustrasi atau
gambar
dalam buku
1. Penyajian
gambar/ilustrasi
1. Berwarna
2. Ukuran
ilustrasi/gambar
2. Setiap gambar memiliki ukuran
yang berbeda bergantung
kebutuhan
3. Penempatan
ilustrasi/gambar
3. Tiap subbab dan contoh cerita
fantasi pada buku
B. Kebutuhan
penyajian
petunjuk
penggunaan
buku
4. Petunjuk
penggunaan buku 4. Dibuat poin-poin
5. Letak petunjuk
penggunaan buku 5. Bagian awal buku secara
keseluruhan
C. Kebutuhan
penyajian
rangkuman
6. Bentuk penyajian
rangkuman 6.
7. Letak rangkuman 7. Pada setiap bab
D. Kebutuhan
penyajian
refleksi
8. Bentuk penyajian
refleksi
8. Disajikan dalam bentuk
percakapan
9. Wujud refleksi
9.
10. Letak refleksi 10. Pada tiap bab
4.1.2.3 Aspek Kebahasaan
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan guru dan peserta didik terhadap buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi pada aspek kebahasaan, terdapat
satu perbedaan antara guru dan peserta didik dalam pemilihan jawaban pada angket.
Perbandingan hasil kebutuhan guru dan peserta didik pada aspek kebahasaan
disajikan pada tabel berikut ini.
93
Tabel 4.15 Perbandingan Hasil Angket Kebutuhan Guru dan Peserta Didik
pada Aspek Kebahasaan
Subaspek Indikator Hasil Angket
Guru
Hasil Angket
Peserta Didik
A. Kebutuhan
ragam
bahasa dalam
buku
35. Ragam bahasa
yang digunakan
dalam buku 35. Bahasa
komunikatif
dan mudah
dipahami
34. Bahasa yang
sesuai dengan
kaidah bahasa
Indonesia dan
bahasa yang
komunikatif
dan mudah
dipahami
B. Penggunaan
bahasa dalam
contoh cerita
fantasi
bermuatan
nilai karakter
36. Penggunaan
bahasa yang
baik dalam
contoh cerita
fantasi
36. Bahasa yang
sesuai dengan
kaidah bahasa
Indonesia
35. Bahasa yang
sesuai dengan
kaidah bahasa
Indonesia
Keterangan: bagian yang dicetak miring adalah subaspek yang menunjukkan
perbedaan pendapat antara guru dan peserta didik
Tabel 4.15 telah menyajikan perbedaan jawaban antara guru dan peserta
didik. Bedanya terletak pada subaspek kebutuhan ragam bahasa dalam buku. Guru
menginginkan ragam bahasa yang digunakan adalah bahasa komunikatif dan
mudah dipahami, sedangkan peserta didik menginginkan ragam bahasa yang sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia dan bahasa yang komunikatif dan mudah
dipahami. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka ragam bahasa yang digunakan
dalam buku adalah bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami. Pemilihan ini
bertujuan agar bahasa yang digunakan terlihat luwes sehingga dapat memotivasi
belajar peserta didik. Hal ini sejalan dengan Hartono (2016 h. 26).
Berdasarkan perbandingan hasil angket kebutuhan guru dan peserta didik
terhadap buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai
karakter pada aspek kebahasaan tersebut diperoleh simpulan berupa prinsip-prinsip.
Prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip pengembangan buku pengayaan pada
aspek kebahasaan. Berikut adalah prinsip pengembangan buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
94
Tabel 4.16 Prinsip Pengembangan Buku Pengayaan pada Aspek Kebahasaan
Subaspek Indikator Prinsip Pengembangan
A. Kebutuhan
ragam
bahasa dalam
buku
1. Ragam bahasa yang
digunakan dalam
buku
1. Bahasa komunikatif dan mudah
dipahami
B. Penggunaan
bahasa dalam
contoh cerita
fantasi
bermuatan
nilai karakter
2. Penggunaan bahasa
yang baik dalam
contoh cerita fantasi 2. Bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia
4.1.2.4 Aspek Grafika
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan guru dan peserta didik terhadap buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi pada aspek grafika, terdapat
beberapa perbedaan antara guru dan peserta didik dalam pemilihan jawaban pada
angket. Perbandingan hasil kebutuhan guru dan peserta didik pada aspek grafika
disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.17 Perbandingan Hasil Angket Kebutuhan Guru dan Peserta Didik
pada Aspek Grafika
Subaspek Indikator Hasil Angket
Guru
Hasil Angket
Peserta Didik
A. Judul buku 37. Judul buku 37. Terampil
Menceritakan
Kembali Isi
Cerita Fantasi
untuk SMP
36. Terampil
Menceritakan
Kembali Isi
Cerita Fantasi
untuk SMP
B. Sampul buku 38. Jenis kertas
untuk sampul
buku
38. Soft cover 37. Soft cover
C. Warna buku 39. Warna sampul
buku 39. Perpaduan
warna cerah
dan gelap (dua
warna)
38. Perpaduan
warna cerah
dan gelap
dengan banyak
warna (lebih
dari dua
warna)
D. Ketebalan
buku
40. Jumlah halaman
buku
40. 50-100
halaman
39. 50-100
halaman
95
Subaspek Indikator Hasil Angket
Guru
Hasil Angket
Peserta Didik
E. Ukuran buku 41. Ukuran buku 41. Ukuran A4 (21
cm X 29,7 cm)
40. Ukuran B5
(18,2 cm X
25,7 cm)
J. Desain atau
model buku
42. Model buku
yang tepat 42. Seperti buku
pengayaan
pada
umumnya
41. Seperti buku
pengayaan
pada
umumnya
K. Jenis dan
ukuran huruf
43. Jenis dan ukuran
huruf 43. Times New
Roman,
ukuran 12
42. Arial Unicode
MS, ukuran 12
Keterangan: bagian yang dicetak miring adalah subaspek yang menunjukkan
perbedaan pendapat antara guru dan peserta didik
Tabel tersebut menggambarkan perbedaan hasil angket antara guru dan
peserta didik. Perbedaannya terletak pada subaspek warna buku, ukuran buku, dan
jenis dan ukuran huruf. Pada subaspek warna buku, guru menginginkan perpaduan
warna cerah dan gelap (dua warna). Akan tetapi, peserta didik meninginkan warna
buku dengan perpaduan warna cerah dan gelap dengan banyak warna (lebih dari
dua warna). Warna buku yang digunakan dalam buku pengayaan adalah perpaduan
warna cerah dan gelap dengan banyak warna (lebih dari dua warna). Pemilihan ini
bertujuan agar warna buku telihat cerah ceria.
Pada subaspek ukuran buku, antara guru dan peserta didik mengalami
perbedaan jawaban. Guru menginginkan ukuran buku A4 (21 cm X 29,7 cm),
sedangkan peserta didik menginginkan ukuran buku B5 (18,2 cm X 25,7 cm). Maka
ukuran buku yang digunakan dalam buku pengayaan adalah ukuran A4. Pemilihan
ukuran ini agar buku pengayaan lebih besar dan sesuai dengan usia pembaca, yakni
kelas VII SMP/Mts.
Pada subaspek jenis dan ukuran huruf juga memiliki perbedaan jawaban
antara guru dan peserta didik. Guru meginginkan jenis huruf yang digunakan adalah
Times New Roman dengan ukuran 12. Kemudian peserta didik menginginkan jenis
huruf yang berberda, yaitu Arial Unicode MS dengan ukuran 12. Jenis huruf yang
digunakan dalam buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi adalah
96
Times New Roman dengan ukuran 12. Jenis dan ukuran huruf ini sesuai dengan
usia pembaca kelas VII SMP/Mts menurut Hartono (2016 h. 46).
Berdasarkan uraian tentang perbandingan kebutuhan guru dan peserta didik
pada aspek grafika maka disimpulkan menjadi prinsip pengambangan buku
pengyaan menceritakan kembali isi cerita fatasi bermuatan nilai karakter. Berikut
ini prinsip-prinsip pengambangan buku pengayaan yang dituangkan dalam tabel
berikut ini.
Tabel 4.18 Prinsip Pengambangan Buku Pengayaan pada Aspek Grafika
Subaspek Indikator Prinsip Pengembangan
A. Judul buku 1. Judul buku 1. Terampil Menceritakan Kembali
Isi Cerita Fantasi untuk SMP
B. Sampul buku 2. Jenis kertas untuk
sampul buku 2. Soft cover
C. Warna buku 3. Warna sampul
buku 3. Perpaduan warna cerah dan gelap
dengan banyak warna (lebih dari
dua warna)
D. Ketebalan
buku
4. Jumlah halaman
buku 4. 50-100 halaman
E. Ukuran buku 5. Ukuran buku 5. Ukuran A4 (21 cm X 29,7 cm)
F. Desain atau
model buku
6. Model buku yang
tepat
6. Seperti buku pengayaan pada
umumnya
G. Jenis dan
ukuran huruf
7. Jenis dan ukuran
huruf 7. Times New Roman, ukuran 12
4.1.3 Prototipe Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi
Fantasi Bermuatan Nilai Karakter
Dasar penyusunan prototipe buku pengayaan menceritakan kembali isi
cerita fantasi yaitu prinsip pengembangan buku pengayaan. Prinsip pengembangan
tersebut disusun dari hasil analisis kebutuhan guru dan peserta didik terhadap buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter. Prinsip
tersebut kemudian disesuaikan dengan kriteria penulisan buku pengayaan.
Penyesuaian tersebut bertujuan agar hasil analisis kebutuhan sejalan dengan kriteria
penulisan buku pengayaan. Berikut adalah uraian tentang prototipe buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter yang telah disusun.
97
4.1.3.1 Isi Materi Prototipe Buku Pengayaan
Prototipe buku pengayaan disusun berdasarkan prinsip pengembangan buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi. Guru dan peserta didik
membutuhkan isi materi berupa hakikat cerita fantasi, contoh cerita fantasi,
menceritakan kembali isi cerita fantasi, contoh menceritakan kembali isi cerita
fantasi, hakikat nilai karakter, dan latihan menceritakan kembali isi cerita fantasi.
Materi yang disajikan dalam buku pengayaan yang dibutuhkan guru dan peserta
didik memiliki kriteria materi dapat memberikan pemahaman baru bagi peserta
didik berupa konsep, prosedur pembelajaran, dan contoh sikap yang dapat
diteladani. Selain itu, dapat melatih keterampilan menceritakan kembali secara
mandiri.
Materi buku pengayaan disajikan dalam bentuk deduktif, yakni dimulai
dengan konsep kemudian dilanjutkan dengan contoh dan latihan. Materi tersebut
diperoleh dari berbagai sumber dengan menyajikan pengertian dari beberapa ahli.
Contoh sikap yang dapat diteladani melalui muatan nilai karakter disajikan berupa
contoh sikap tokoh dalam cerita fantasi dan disajikan pula contoh sikap yang dapat
dilakukan oleh peserta didik di sekolah maupun di rumah. Berikut ini merupakan
daftar isi yang menggambarkan materi yang disajikan dalam buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
98
Gambar 4.1 Daftar Isi Prototipe Buku Pengayaan
Berdasarkan daftar isi tersebut, maka dapat dilihat bahwa materi pokok buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi berupa Bab I Cerita Fantasi, Bab
II Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi, Bab III Contoh Menceritakan Kembali
Isi Cerita Fantasi, Bab IV Nilai Karakter dalam Cerita Fantasi, dan Bab V Latihan
Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi. Berikut ini adalah uraiannya.
Pada Bab I Cerita Fantasi berisi materi tentang pengertian cerita fantasi, ciri-
ciri cerita fantasi, struktur cerita fantasi, dan jenis-jenis cerita fantasi. materi
disajikan dengan penjelasan dan menyertakan pendapat ahli. Contoh cerita fantasi
yang disajikan memiliki tema manusia biasa yang memiliki kekuatan super. Kriteria
pemilihan cerita fantasi yakni konfliknya sederhana, bahasa mudah dipahami,
struktur teksnya lengkap, dan tokoh yang ditampilkan memiliki karakter yang dapat
dicontoh. Selain itu, pada bab ini juga menampilkan contoh cerita fantasi beserta
strukturnya dan contoh judul cerita fantasi berdasarkan jenisnya. Di akhir bab,
terdapat rangkuman dan refleksi hasil pembelajaran yang telah dibahas pada bab
ini. Berikut adalah contoh gambaran Bab I
99
Gambar 4.2 Pengatar Bab I Gambar 4.3 Uraian Materi
Gambar 4.4 Rangkuman Bab I Gambar 4.5 Refleksi Bab I
Pada Bab II Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi berisi empat
pembahasan yakni, pengertian menceritakan kembali isi cerita fantasi, cara
memahami isi cerita fantasi, langkah-langkah menceritakan kembali isi cerita
fantasi secara lisan, langkah-langkah menceritakan kembali isi cerita fantasi secara
tulis, dan tabel penilaian menceritakan kembali isi cerita fantasi. Bagian akhir bab
ini juga memiliki rangkuman dan refleksi yang bentuknya percakapan. Berikut ini
adalah gambaran isi Bab II.
100
Gambar 4.6 Pengatar Bab II Gambar 4.7 Uraian Materi
Gambar 4.8 Rangkuman Bab II Gambar 4.9 Refleksi Bab II
Pada Bab III Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi berisi tentang contoh
menceritakan kembali isi cerita fantasi secara lisan dan tulis. Ada dua contoh
menceritakan kembali isi cerita fantasi secara lisan dan ada dua contoh
menceritakan kembali isi cerita fantasi secara tulis. Setiap contoh menceritakan
kembali telah diberikan penjelasan dan prosedur yang perlu dilakukan dalam
menceritakan kembali. Hal ini bertujuan agar pembaca dapat memahami langkah
menceritakan kembali secara runtut dan dapat mengerti bentuk menceritakan
kembali secara lisan maupun tulis. Selain itu, ada pula tabel penilain menceritakan
101
kembali secara lisan dan tulis. Tabel ini dapat membantu guru dalam menilai
peserta didik ketika menceritakan kembali. Peserta didik juga dapat menjadikan
tabel ini sebagai panduan atau indikator yang harus dipenuhi dalam menceritakan
kemabali secara lisan maupun tulis. Sama halnya dengan dua bab sebelumnya, pada
bab ini juga menyajikan rangkuman dan refleksi pada bagian akhir bab. Berikut ini
gambaran umum dari Bab III.
Gambar 4.10 Pengantar Bab III Gambar 4.11 Contoh Menceritakan
Kembali
Gambar 4.12 Rangkuman Bab III Gambar 4.13 Refleksi Bab III
102
Pada Bab IV Nilai Karakter dalam Cerita Fantasi terdiri atas subbab
pengertian nilai karakter, rumusan nilai karakter, nilai karakter dalam cerita fantasi,
dan contoh nilai karakter dalam cerita fantasi. Pada bagian pengertian nilai karakter,
disajikan pendapat ahli yang kemudian disimpulkan oleh penulis. Pada bagian
rumusan nilai karakter diperoleh dari Balitbang Pusat Kurikulum (2010).
Berikutnya disajikan nilai karakter dalam cerita fantasi serta contohnya. Kemudian
diakhiri dengan rangkuman dan refleksi. Berikut ini adalah gambaran prototipe
buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi pada Bab IV.
Gambar 4.14 Pengantar Bab IV Gambar 4.15 Uraian Materi Bab IV
Gambar 4.16 Rangkuman Bab IV Gambar 4.17 Refleksi Bab IV
103
Pada Bab V Latihan Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi berisi tiga
latihan menceritakan kembali isi cerita fantasi. Pembaca bebas memilih cerita
fantasi yang akan dijadikan latihan. Terdapat tiga latihan menceritakan kembali
dalam bab ini. Selain itu, disediakan pula lembar kerja yang dapat digunakan
sebagai format menceritakan kembali. Gunanya untuk mempermudah peserta didik
untuk menceritakan kembali baik secara lisan maupun tulis secara runtut dan
sistematis. Berikut ini adalah gambaran isi Bab V.
Gambar 4.18 Pengantar Bab V Gambar 4.19 Latihan 1 pada Bab V
4.1.3.2 Struktur Penyajian Protipe Buku Pengayaan
Prototipe buku pengayaan disusun berdasarkan prinsip pengembangan buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi. Guru dan peserta didik
membutuhkan struktur penyajian berupa ilustrasi atau gambar, petunjuk
penggunaan buku, rangkuman, dan refleksi. Sesuai dengan prinsip pengembangan
buku pengayaan menceritakan kembali, guru dan peserta didik menginginkan
gambar atau ilustrasi yang berwana. Setiap gambar atau ilustrasi tersebut memiliki
ukuran yang berbeda bergantung kebutuhan. Kemudian gambar atau ilustrasi
tersebut ditempatkan pada tiap subbab dan contoh cerita fantasi pada buku. Berikut
tampilan gambar atau ilustrasi dalam buku pengayaan.
104
Gambar 4.20 Penyajian Gambar atau Ilustrasi
Penyajian berikutnya berkaitan dengan petunjuk penggunaan buku.
Petunjuk penggunaan buku ini berbentuk poin-poin dan diletakkan pada bagian
awal buku secara keseluruhan. Berikut ini adalah gambaran petunjuk penggunaan
buku pada buku pengayaan meceritakan kembali isi cerita fantasi yang bermuatan
nilai karakter.
Gambar 4.21 Petunjuk Penggunaan Buku
Selain itu, rangkuman dan refleksi disajikan pada setiap akhir bab. Bentuk
rangkumannya adalah kotak persegi dengan bagian pinggir tumpul. Berbeda halnya
dengan refleksi yang memiliki bentuk percakapan. Agar lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar berikut ini.
105
Gambar 4.22 Penyajian Rangkuman Gambar 4.23 Penyajian Refleksi
4.1.3.3 Penggunaan Bahasa pada Prototipe Buku Pengayaan
Prototipe buku pengayaan menceritakan kembali dalam penggunaan
bahasanya disusun berdasarkan prinsip pengemabangan buku pengayaan pada
aspek kebahasaan. Bahasa yang digunakan dalam buku yaitu bahasa komunikatif
dan mudah dipahami. Berikut adalah penggunaan bahasa yang digunakan dalam
buku pengayaan menceritakan kembali.
Gambar 4.24 Penggunaan Bahasa dalam Buku
106
Berdasarkan gambar tersebut, terdapat kalimat tanya pada paragraf pertama.
Kalimat tersebut menandakan bahasa yang digunakan dalam buku termasuk
komunikatif. Selain itu, penggunaan sapaan kalian juga membuat kesan yang
komunikatif. Penggunaan bahasa yang mudah dipahami tercermin dari rangkaian
penjelasan pengertian menceritakan kembali. Penjelasan dimulai dari pengertian
menurut ahli yang kemudian disimpulkan. Pada contoh cerita fantasi, bahasa yang
digunakan adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Penggunaan
bahasa yang sesuai dengan kaidah dapat dilihat dari penggunaan tanda baca dan
ejaan yang digunakan dalam contoh cerita fantasi berikut ini.
Gambar 4.25 Penggunaan Bahasa pada Contoh Cerita Fantasi
4.1.3.4 Grafika Prototipe Buku Pengayaan
Prototipe pada bagian grafik disusun berdasarkan pinsip pengembangan
buku pengayaan pada aspek grafika. Sesuai dengan prinsip tersebut guru dan
peserta didik menginginkan judul buku yakni “Terampil Menceritakan Kembali Isi
Cerita Fantasi”. Jenis kertas yang digunakan adalah soft cover. Warna sampulnya
yakni perpaduan warna cerah dan gelap dengan banyak warna (lebih dari dua
warna). Ketebalan bukunya 50 s.d. 100 halaman. Ukuran bukunya yaitu A4 (21 cm
× 29,7 cm) dalam bentuk vertikal. Jenis dan ukuran huruf yang digunakan adalah
107
Times New Roman ukuran 12. Berikut adalah tampilan grafika buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
Gambar 4.26 Sampul Prototipe Buku Pengayaan
Gambar 4.27 Penggunaan Jenis dan Ukuran Huruf
Judul
buku
Jenis
kertas
soft
cover
Perpaduan warna cerah dan gelap
(lebih dari dua warna)
Ukuran
A4
Times
New
Roman
ukuran
12
108
4.1.3.5 Tampilan Prototipe Buku Pengayaan
Menurut Puskurbuk (2008 h. 66) setidaknya ada tiga bagian yang menjadi
struktur buku pengayaan. Tiga bagian tersebut yakni bagian awal, bagian isi, dan
bagian akhir. Berdasarkan landasan tersebut, maka tampilan prototipe buku
mengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter adalah
sebagai berikut.
1. Bagian Awal
Bagian awal prototipe berisi halaman judul, halaman hak cipta, prakata,
petunjuk penggunaan buku, dan daftar isi. Berikut adalah contoh gambar bagian
prototipe buku pengayaan bagian awal.
Gambar 4.28 Halaman Judul Gambar 4.29 Halaman Hak Cipta
109
Gambar 4.30 Prakata Gambar 4.31 Petunjuk Penggunaan Buku
Gambar 4.32 Daftar Isi
2. Bagian Isi
Bagian isi buku pengayaan terdiri atas lima. Lima bab tersebut meliputi Bab
I Cerita Fantasi, Bab II Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi, Bab III Contoh
Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi, Bab IV Nilai Karakter dalam Cerita
Fantasi, dan Bab V Latihan Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi. Berikut ini
110
gambaran bagian isi buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter.
Gambar 4.33 Bab I Gambar 4.34 Bab II
Gambar 4.35 Bab III Gambar 4.36 Bab IV
111
Gambar 4.37 Bab V
3. Bagian Akhir
Bagian akhir prototipe buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter adalah daftar pustaka, glosarium, indeks, dan profil
penulis. Berikut ini adalah gambaran bagian akhir prototipe buku pengayaan.
Gambar 4.38 Daftar Pustaka Gambar 4.39 Glosarium
112
Gambar 4.40 Indeks Gambar 4.41 Profil Penulis
4.1.4 Validasi Terhadap Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita
Fantasi Fantasi Bermuatan Nilai Karakter
Validasi terhadap buku pengayaan dilakukan untuk menilai dan menguji
kualitas prototipe yang telah dibuat. Penilaian dilakukan dengan menggunakan
angket validasi.Validasi dilakukan oleh dua dosen ahli yakni ahli bidang sastra dan
ahli bidang pembelajaran sastra. Dosen ahli yang menjadi validator adalah dosen
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Semarang. Validator ahli
bidang sastra yaitu Dr. Mukh Doyin, M.Si. Beliau mengampu mata kuliah pokok
Ekspresi Sastra dan pernah menulis buku. Validator berikutnya, ahli bidang
pendidikan sastra yaitu U’um Qomariyah, S.Pd., M.Hum. Beliau mengampu mata
kuliah Teori Sastra, Sastra Anak, Pengajaran BIPA, dan Metodologi Penelitian
Sastra. Selain itu, beliau juga pernah menulis beberapa artikel yang berkaitan
dengan pendidikan karakter.
Validator menilai buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
menggunakan angket validasi yang memiliki lima aspek penilaian. Aspek tersebut
berupa aspek materi, aspek muatan nilai karakter, aspek struktur penyajian, aspek
kebahasaan, dan aspek grafika. Pada angket tersebut, setiap pernyataan memiliki
pilihan skor dari 1 s.d. 4. Setiap skor memiliki kategori sebagai berikut.
113
Skor 4 : Sangat baik (SB)
Skor 3 : Baik (B)
Skor 2 : Kurang (K)
Skor 1 : Sangat kurang (SK)
Adapun rumus perhitungan jumlah skor, nilai, dan rata-rata adalah sebagai
berikut.
Keterangan:
Jumlah validator = 2
Setelah dihitung rata-rata, maka penentuan kategori penilaian prototipe
setiap aspek adalah sebagai berikut.
3,1-4 : Sangat baik
2,1-3 : Baik
1,1-2 : Cukup
0-1 : Tidak Baik
Berdasarkan rumus di atas, maka berikut ini adalah hasil penilaian uji
validasi oleh dosen ahli.
4.1.4.1 Aspek Materi
Terdapat delapan kriteria penilaian terhadap buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter pada aspek materi. Berikut adalah
tabel hasil penilaian buku pengayaan pada aspek materi beserta ketegori penilaian
buku pengayaan pada aspek materi.
Jumlah Skor = Jumlah validator × Skor
Nilai = 𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐤𝐨𝐫
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐯𝐚𝐥𝐢𝐝𝐚𝐭𝐨𝐫
Rata-rata = 𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐧𝐢𝐥𝐚𝐢
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐫𝐢𝐭𝐞𝐫𝐢𝐚 𝐩𝐞𝐧𝐢𝐥𝐚𝐢𝐚𝐧
114
Tabel 4.19 Penilaian Prototipe Buku Pengayaan Pada Aspek Materi
Kriteria Penilaian Skor Nilai
SB B K SK
1. Buku memiliki materi sudah memuat
pengertian, ciri-ciri, struktur, jenis-jenis,
menceritakan isi cerita fantasi, dan nilai
karakter.
3 2 2,5
2. Pembahasan materi pada buku telah sesuai
dengan kebenaran teori. 6 3
3. Materi dalam buku sudah memenuhi
kecukupan peserta didik untuk
menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter.
3 2 2,5
4. Materi Bab I “Cerita Fantasi” sudah
memberikan pemahaman baru bagi peserta
didik berkaitan dengan fakta, konsep, dan
prosedur pembelajaran.
6 3
5. Materi Bab II “Menceritakan Kembali Isi
Cerita Fantasi” sudah memberikan
pemahaman baru bagi peserta didik
berkaitan dengan fakta, konsep, dan
prosedur pembelajaran.
3 2 2,5
6. Materi Bab III “Contoh Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi” sudah
memberikan pemahaman baru bagi peserta
didik berkaitan dengan fakta, konsep, dan
prosedur pembelajaran.
3 2 2,5
7. Materi Bab IV “Nilai Karakter dalam
Cerita Fantasi” sudah memberikan
pemahaman baru bagi peserta didik
berkaitan dengan fakta, konsep, dan
prosedur pembelajaran.
3 2 2,5
8. Materi Bab V “Latihan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi” sudah
memberikan pemahaman baru bagi peserta
didik berkaitan dengan fakta, konsep, dan
prosedur pembelajaran.
6 3
Jumlah Nilai 21,5
Rata-rata 2,7
115
Berdasarkan tabel 4.19 tesebut, dapat diketahui bahwa materi telah memuat
pengertian, ciri-ciri, struktur, jenis-jenis, menceritakan isi cerita fantasi, dan nilai
karakter memiliki nilai 2,5 dengan kategori baik. Berikutnya, materi pada buku
telah sesuai dengan kebenaran teori memperoleh nilai 3 yang memiliki kategori
baik. Selain itu, materi telah memenuhi kecukupan peserta didik untuk
menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter dengan nilai 2,5
yang artinya dalam kategori baik. Materi Bab I memperoleh nilai 3 dengan kategori
baik. Materi Bab II memperoleh nilai 2,5 dengan kategori baik. Materi Bab III
memperoleh nilai 2,5 dengan kategori baik. Materi Bab IV memperoleh nilai 2,5
dengan kategori bak . Materi Bab V memperoleh nilai 3 dengan kategori baik.
Pada aspek materi, rata-rata penilaian yang diperoleh adalah 2,7. Artinya,
materi yang disajikan dalam buku pengayaan termasuk dalam kategori baik.
4.1.4.2 Aspek Muatan Nilai Karakter
Penilaian buku pengayaaan menceritakan kembali isi cerita fantasi pada
aspek muatan nilai karakter terdapat tiga kriteria penilaian. Berikut ini adalah hasil
penilaiannya.
Tabel 4.20 Penilaian Prototipe Buku Pengayaan Pada Aspek Muatan Nilai
Karakter
Kriteria Penilaian Skor Nilai
SB B K SK
1. Muatan nilai yang dibahas dalam satu bab
tersendiri mempermudah pemahaman
peserta didik.
6 3
2. Muatan nilai sudah tergambar melalui
contoh cerita fantasi dalam buku. 6 3
3. Pembahasan mengenai contoh nilai
karakter dalam Bab IV poin C mudah
dipahami.
6 3
Jumlah Nilai 9
Rata-rata 3
116
Berdasarkan tabel 4.20 tesebut, dapat diketahui bahwa muatan nilai karakter
yang dibahas dalam satu bab dapat mempermudah peserta didik memiliki nilai 3
dengan kategori baik. Berikutnya, muatan nilai karakter sudah tergambar melalui
contoh cerita fantasi dalam buku memperoleh nilai 3 yang memiliki kategori baik.
Selain itu, pembahasan mengenai contoh nilai karakter dalam Bab IV poin C mudah
dipahami dengan nilai 3 yang artinya dalam kategori baik .
Pada aspek muatan nilai karakter, rata-rata penilaian yang diperoleh adalah
3. Artinya, muatan nilai karakter dalam buku pengayaan termasuk dalam kategori
baik.
4.1.4.3 Aspek Struktur Penyajian
Ada lima kriteria penilaian buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita
fantasi pada aspek struktur penyajian. Berikut ini penjelasannya.
Tabel 4.21 Penilaian Prototipe Buku Pengayaan Pada Aspek Struktur
Penyajian
Kriteria Penilaian Skor Nilai
SB B K SK
1. Penyajian gambar atau ilustrasi pada awal
bab dapat menggambarkan isi bab. 6 3
2. Penyajian gambar atau ilustrasi pada
contoh cerita fantasi dapat menggambarkan
isi cerita.
6 3
3. Penyajian petunjuk penggunaan buku tepat
dan mudah dipahami. 6 3
4. Penyajian rangkuman sudah
mencerminkan isi materi pada setiap bab. 6 3
5. Penyajian refleksi disajikan dalam bentuk
percakapan dapat mempermudah peserta
didik merefleksi isi pada setiap bab.
6 3
Jumlah Nilai 15
Rata-rata 3
117
Berdasarkan tabel 4.21 tesebut, dapat diketahui bahwa penyajian gambar
atau ilustrasi pada awal bab dapat menggambarkan isi bab memiliki nilai 3 dengan
kategori baik. Berikutnya, penyajian gambar atau ilustrasi pada contoh cerita fantasi
dapat menggambarkan isi cerita memperoleh nilai 3 yang memiliki kategori baik.
Selain itu, penyajian petunjuk penggunaan buku tepat dan mudah dipahami dengan
nilai 3 yang artinya dalam kategori baik. Penyajian rangkuman sudah
mencerminkan isi materi pada setiap bab memperoleh nilai 3 dengan kategori baik.
Penyajian refleksi disajikan dalam bentuk percakapan dapat mempermudah peserta
didik merefleksi isi pada setiap bab memperoleh nilai 3 dengan kategori baik.
Pada aspek struktur penyajian, rata-rata penilaian yang diperoleh adalah 3.
Artinya, struktur penyajian dalam buku pengayaan termasuk dalam kategori baik.
4.1.4.4 Aspek Kebahasaan
Penilaian buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi pada
aspek kebahasaan terdapat dua kriteria penilian. Berikut ini adalah hasil penilaian
pada aspek kebahasaan.
Tabel 4.22 Penilaian Prototipe Buku Pengayaan Pada Aspek Struktur
Kebahasaan
Kriteria Penilaian Skor Nilai
SB B K SK
1. Bahasa yang digunakan dalam buku sesuai
dengan pedoman Ejaan Bahasa Indonesia
(EBI).
4 3 3,5
2. Bahasa yang digunakan dalam buku mudah
dimengerti sehingga pesan di dalamnya
dapat tersampaikan dengan mudah.
4 3 3,5
Jumlah Nilai 7
Rata-rata 3,5
Berdasarkan tabel 4.20 tesebut, dapat diketahui bahwa bahasa yang
digunakan dalam buku sesuai dengan pedoman Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)
118
memiliki nilai 3,5 dengan kategori sangat baik. Selain itu, bahasa yang digunakan
dalam buku mudah dimengerti sehingga pesan di dalamnya dapat tersampaikan
dengan mudah memperoleh nilai 3,5 yang memiliki kategori sangat baik.
Pada aspek kebahasaan, rata-rata penilaian yang diperoleh adalah 3,5.
Artinya, bahasa yang digunakan dalam buku pengayaan termasuk dalam kategori
sangat baik.
4.1.4.5 Aspek Grafika
Penilaian buku pengayaaan menceritakan kembali isi cerita fantasi pada
aspek grafika terdapat tujuh kriteria penilaian. Berikut ini adalah hasil penilaiannya.
Tabel 4.23 Penilaian Prototipe Buku Pengayaan Pada Aspek Grafika
Kriteria Penilaian Skor Nilai
SB B K SK
3. Pemilihan judul dan gambar pada buku
tepat dan sesuai dengan isi materi. 6 3
4. Komponen sampul depan pada buku sudah
tepat (judul dan gambar). 4 3 3,5
5. Komponen sampul belakang pada buku
sudah tepat (gambaran umum tentang isi
buku).
6 3
6. Komposisi warna buku sudah sesuai
(kombinasi warna gelap dan terang serta
banyak warna).
4 3 3,5
7. Ketebalan buku sesuai dan tidak
mengurangi penjelasan isi yang seharusnya
disampaikan dalam buku.
6 3
8. Ukuran buku A4 sudah sesuai dengan
pembaca, yakni peserta didik SMP/MTS
kelas VII.
6 3
9. Jenis dan ukuran huruf yang digunakan
mudah dibaca oleh peserta didik SMP/MTS
kelas VII.
6 3
Jumlah Nilai 22
Rata-rata 3,1
119
Berdasarkan tabel 4.20 tesebut, dapat diketahui bahwa pemilihan judul dan
gambar pada buku tepat dan sesuai dengan isi materi memperoleh nilai 3 yang
memiliki kategori baik. Komponen sampul depan pada buku sudah tepat (judul dan
gambar) memperoleh nilai 3,5 yang memiliki kategori sangat baik. Komponen
sampul belakang pada buku sudah tepat (gambaran umum tentang isi buku)
memperoleh nilai 3 yang memiliki kategori baik. Komposisi warna buku sudah
sesuai (kombinasi warna gelap dan terang serta banyak warna) memperoleh nilai
3,5 yang memiliki kategori sangat baik. Ketebalan buku sesuai dan tidak
mengurangi penjelasan isi yang seharusnya disampaikan dalam buku memperoleh
nilai 3 yang memiliki kategori baik. Ukuran buku A4 sudah sesuai dengan pembaca,
yakni peserta didik SMP/MTS kelas VII memperoleh nilai 3 yang memiliki kategori
baik. Jenis dan ukuran huruf yang digunakan mudah dibaca oleh peserta didik
SMP/MTS kelas VII memperoleh nilai 3 yang memiliki kategori baik.
Pada aspek grafika, rata-rata penilaian yang diperoleh adalah 3,1. Artinya,
grafika yang disajikan dalam buku pengayaan termasuk dalam kategori sangat baik.
Berdasarkan hasil penilaian dari validator, buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter bagi peserta didik kelas VII
SMP/MTs termasuk sangat baik. Oleh sebab itu, buku tersebut sudah layak untuk
digunakan dalam pembelajaran menceritakan kembali isi cerita fantasi. Berikut ini
adalah simpulan hasil penilaian validator terhadap buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
Tabel 4.24 Hasil Penilaian Validator Terhadap Buku Pengayaan
Aspek Penilaian Nilai Kategori
Materi 2,7 Baik
Muatan Nilai Karakter 3 Baik
Struktur Penyajian 3 Baik
Penggunaan Bahasa 3,5 Sangat baik
120
Aspek Penilaian Nilai Kategori
Grafika 3,1 Sangat baik
Rata-Rata 3,1 Sangat baik
Hasil rata-rata penilaian menunjukkan bahwa buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi termasuk kategori sangat baik. Meskipun
dalam kategori sangat baik, buku pengayaan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
kerena itu, validator memberikan saran perbaikan terhadap buku ini. Saran dari
validator terdapat pada aspek materi dan aspek muatan nilai karakter. Saran
perbaikan pada aspek materi berupa (1) mencantumkan sumber pada bagian jenis-
jenis cerita fantasi, (2) mencanumkan nama penulis pada contoh cerita fantasi, (3)
menambahkan materi tentang nilai dan alur pada Bab I, dan (4) menyajikan
perbedaan antara menceritakan kembali isi cerita fantasi secara lisan dan tulis. Pada
aspek muatan nilai karakter, sarannya berupa (1) sumber nilai-nilai karakter
mengacu pada PPK terbaru dan (2) menjelaskan langkah-langkah menemukan nilai
karakter dalam menceritakan kembali isi cerita fantasi.
Perbaikan terhadap buku pengayaan tidak hanya berdasarkan saran dari
validator saja, melainkan juga berasal dari hasil penilaian pada setiap indikator
penilaian yang nilainya kurang dari 3. Ada lima indikator penilaian yang memiliki
nilai kurang dari 3. Kelimanya indikator yang dikategorikan cukup antara lain (1)
indikator pernyataan nomor 1 berkaitan dengan buku sudah memiliki materi yang
memuat pengertian, ciri-ciri, struktur, jenis-jenis, menceritakan isi cerita fantasi,
dan nilai karakter; (2) indikator pernyataan nomor 3 berkaitan dengan materi dalam
buku sudah memenuhi kecukupan peserta didik untuk menceritakan kembali isi
cerita fantasi bermuatan nilai karakter; (3) indikator pernyataan nomor 5 materi Bab
II “Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi” sudah memberikan pemahaman baru
bagi peserta didik berkaitan dengan fakta, konsep, dan prosedur pembelajaran; (4)
indikator pernyataan nomor 6 materi Bab III “Contoh Menceritakan Kembali Isi
Cerita Fantasi” sudah memberikan pemahaman baru bagi peserta didik berkaitan
dengan fakta, konsep, dan prosedur pembelajaran; (5) indikator pernyataan nomor
121
7 materi Bab IV “Nilai Karakter dalam Cerita Fantasi” sudah memberikan
pemahaman baru bagi peserta didik berkaitan dengan fakta, konsep, dan prosedur
pembelajaran.
Saran yang diberikan oleh validator tidak semuanya menjadi bahan
pertimbangan untuk memperbaiki buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita
fantasi bermuatan nilai karakter. Penulis memiliki konsep dan pertimbangan dalam
melakukan perbaikan terhadap buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita
fantasi bermuatan nilai karakter. Adapun saran-saran yang tidak direalisasikan yaitu
(1) menambahkan materi tentang nilai dan alur pada Bab I, (2) menjelaskan
langkah-langkah menemukan nilai karakter dalam menceritakan kembali isi cerita
fantasi, dan (3) indikator pernyataan nomor 1 berkaitan dengan buku sudah
memiliki materi yang memuat pengertian, ciri-ciri, struktur, jenis-jenis,
menceritakan isi cerita fantasi, dan nilai karakter.
Berdasarkan uraian tersebut, maka disusun prinsip perbaikan buku
pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter.
Prinsip-prinsip tersebut menjadi dasar untuk memperbaiki buku pengayaan. Berikut
adalah tabelnya.
Tabel 4.25 Prinsip Perbaikan Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi
Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Karakter
Aspek Prinsip Perbaikan Buku Pengayaan
Materi 1. Mencantumkan sumber pada bagian jenis-jenis
cerita fantasi
2. Mencantumkan nama penulis pada contoh cerita
fantasi
3. Menyajikan perbedaan antara menceritakan kembali
isi cerita fantasi secara lisan dan tulis
Muatan Nilai Karakter 4. Sumber nilai-nilai karakter mengacu pada PPK
terbaru
Kebahasaan 5. Memperbaiki tata tulis dalam buku pengayaan
122
4.1.5 Hasil Perbaikan Prototipe Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi
Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Karakter
Hasil penilaian dan saran dari validator disusun menjadi prinsip perbaikan
yang digunakan untuk memperbaiki buku pengayaan. Berikut ini adalah hasil
perbaikan protipe buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter.
4.1.5.1 Aspek Materi
Pada aspek materi, terdapat tiga prinsip perbaikan. Prinsip tersebut
berkaitan dengan (1) mencantumkan sumber pada bagian jenis-jenis cerita fantasi,
(2) mencantumkan nama penulis pada contoh cerita fantasi dan (3) menyajikan
perbedaan antara menceritakan kembali isi cerita fantasi secara lisan dan tulis.
Pertama, perbaikan untuk mencantumkan sumber pada bagian jenis-jenis
cerita fantasi. Mencantumkan sumber atau ahli dalam materi jenis-jenis cerita
fantasi bertujuan untuk menguatkan keilmiahan materi tersebut. Sebelum dilakukan
penilian, penulis hanya mencantumkan sumber dan nama ahli pada bagian dafar
pustaka saja. Setelah dilakukan saran dan penilian, maka penulis menambahkan
sumbernya. Perbaikan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Sebelum Sesudah
Gambar 4.42 Hasil Perbaikan dengan Mencantumkan Sumber Materi Jenis-
Jenis Cerita Fantasi
123
Kedua, perbaikan untuk mencantumkan nama penulis pada contoh cerita
fantasi. Ada dua contoh cerita fantasi yang tidak mencantumkan nama
pengarangnya. Oleh sebab itu, penulis perlu mencantumkan nama pengarangnya.
Berikut ini adalah perbaikan sebelum dan sesudah perbaikan.
Sebelum Sesudah
Sebelum Sesudah
Gambar 4.43 Hasil Perbaikan dengan Mencatumkan Nama Pengarang
Ketiga, perbaikan untuk menyajikan perbedaan antara menceritakan
kembali isi cerita fantasi secara lisan dan tulis. Perbaikan ini atas saran dari
validator. Tujuannya agar pembaca dapat memahami dan membedakan materi
124
menceritakan kembali secara lisan dan tulis. Perbaikan tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
Gambar 4.44 Hasil Perbaikan dengan Menyajikan Perbedaan Menceritakan
Kembali Isi Cerita Fantasi Secara Lisan dan Tulis
4.1.5.2 Aspek Muatan Nilai Karakter
Pada aspek muatan nilai karakter, prinsip perbaikan buku pengayaan
berkaitan dengan sumber nilai-nilai karakter mengacu pada PPK terbaru. Pada buku
pengayaan sebelum penilaian, penulis masih menggunakan sumber nilai-nilai
karakter dari Balitbang Pusat Kurikulum Tahun 2010. Setelah mendapatkan saran,
maka penulis mengganti sumbernya menjadi sumber terbaru menurut Peraturan
Presiden Nomor 87 Tahun 2017 pasal 3. Penggantian ini menjadi pertimbangan
agar isi buku berasal dari sumber terbaru. Perbaikan dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
Sebelum Sesudah
Gambar 4.45 Hasil Perbaikan dengan Mencatumkan Sumber Terbaru
125
4.1.5.3 Aspek Kebahasaan
Pada aspek kebahasaan, perbaikan dilakukan pada bagian tata tulis dalam
buku pengayaan. Kesalahan tata tulis meliputi kesalahan penulisan huruf dan
bagian frasa bercetak tebal. Berikut gambar yang memperlihatkan perbaikan
tersebut.
Sebelum perbaikan, kata maupun Sesudah diperbaiki
hanya tertulis “mapun”
Gambar 4.46 Hasil Perbaikan Kesalahan Penulisan Kata
Sebelum perbaikan, frasa Sesudah diperbaiki
menceritakan kembali tidak
bercetak tebal semuanya
Gambar 4.47 Hasil Perbaikan Bagian Frasa Bercetak Tebal
126
4.2 Pembahasan
4.2.1 Keunggulan Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita
Fantasi Bermuatan Nilai Karakter
Buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai
karakter ini memiliki beberapa keunggulan, yakni (1) buku pengayaan merupakan
karya orisinil dan berdasarkan hasil penelitian, (2) memiliki muatan nilai karakter,
(3) menggunakan bahasa yang komunkatif, dan (4) memuat latihan menceritakan
kembali isi cerita fantasi.
Buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai
karakter ini merupakan merupakan karya orisinil yang belum pernah
dipublikasikan. Berdasarkan hasil pengamatan penulis di beberapa sekolah dan
toko buku, belum ada buku yang membahas secara khusus berkaitan dengan
menceritakan kembali isi cerita fantasi. Buku yang beredar hanya berisi materi
cerita fantasi secara umum. Selain itu, buku pengayaan berjudul “Terampil
Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi” ini merupakan hasil penelitian. Artinya,
penyusunan buku tersebut sesuai dengan kebutuhan pembaca.
Keunggulan lainnya, buku pengayaan ini memiliki muatan nilai karakter di
dalamnya. Selain menyampaikan materi, buku ini juga memiliki muatan nilai
karakter yang menjadi keunggulan buku ini. Sehingga buku ini memiliki fungsi
lebih selain memberikan informasi dan materi saja, tetapi secara tidak langsung
telah mengajarkan nilai karakter pada peserta didik. Muatan nilai karakter
diintegrasikan pada bagian contoh cerita fantasi dan pembahasan secara khusus
pada salah satu bab dalam buku ini. Sebagai tambahan, penulis juga memberikan
contoh nilai karakter yang dapat dilakukan oleh peserta didik berdasarkan contoh
nilai karakter tokoh dalam cerita fantasi. Hal ini sesuai dengan kebijakan penguatan
pendidikan karakter di sekolah.
Buku pengayaan ini memiliki bahasa yang komunikatif yang menjadi
keunggulan buku pengayaan ini. Penggunaan bahasa sehari-hari dan sapaan
“kalian” pada buku memberikan kesan kedekatan antara penulis dengan pembaca.
127
Bahasa yang digunakan ini disesuaikan dengan tingkatan pembaca, yakni tingkat
SMP/MTs kelas VII. Tujuannya agar pembaca (peserta didik) dapat memahami isi
buku secara mudah.
Buku ini juga memuat latihan menceritakan kembali isi cerita fantasi secara
mandiri. Pembaca dapat menggunakannya sebagai bahan latihan dalam
menceritakan kembali isi cerita fantasi. Selain itu, pada bagian latihan terdapat
instruksi berupa langkah-langkah yang harus dilakukan dalam berlatih
menceritakan kembali isi cerita fantasi. Berikutnya, pada bagian latihan juga
memuat lembar kerja yang dapat mempermudah pembaca untuk menceritakan
kembali secara runtut tanpa menambah dan mengurangi isi cerita. Tujuannya agar
pembaca dapat memperoleh wawasan, memberikan motivasi untuk menceritakan
kembali isi cerita fantasi secara mandiri, dan meneladani nilai karakter dalam cerita
fantasi.
4.2.2 Kelemahan Buku Pengayaan Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi
Bermuatan Nilai Karakter
Buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi juga memiliki
kelemahan. Kelemahan tersebut terletak pada materi dan pengintegrasian nilai
karakter. Pada bagian materi, tidak semuanya yang berkaitan dengan cerita fantasi
dapat dimuat dalam buku ini. Contohnya unsur cerita fantasi yang tidak dimuat
dalam buku pengayaan ini karena cakupan materi hanya berkaitan dengan
menceritakan kembali. Materi tersebut termasuk dalam ranah kompetensi dasar
lainnya. Selain itu, dalam buku pengayaan ini juga tidak membahas secara rinci
berkaitan dengan fabel dan legenda. Hal tersebut dikarenakan dua teks hanya
sebagai pembanding antara cerita fantasi, fabel, dan legenda. Oleh karena itu,
penjelasannya singkat dan hanya menerangkan perbedaan yang mencolok saja
diantara ketiga teks tersebut.
Pada bagian muatan nilai karakter, nilai karakter yang dimuat dalam cerita
fantasi tersamarkan. Hal tersebut karena nilai karakter tercermin dari tokoh cerita
yang tidak nyata, sehingga pemaknaan terhadap nilai karakter diperlukan kejelian.
128
Rumusan nilai karakter beserta pengertiannya diharapkan dapat membantu
pembaca untuk memahami nilai karakter tokoh yang terkandung dalam cerita
fantasi. Meskipun tokohnya fiktif atau tidak nyata, namun ada sisi yang dapat
diambil pelajarannya atas perbuatan yang dilakukan oleh tokoh dalam cerita fantasi
dalam buku pengayaan tersebut.
4.2.3 Keterbatasan Penelitian
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Keterbatasan tersebut
berupa (1) sumber data, (2) instrumen penelitian, dan (3) proses pengisian angket
kebutuhan. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing keterbatasan dalam
penelitian ini.
Keterbatasan terhadap sumber data terjadi karena jumlah sumber data yang
sedikit. Pada proses pengambilan data kebutuhan terhadap buku pengayaan
menceritakan kembali isi cerita fantasi, hanya ada tiga sekolah yang menjadi
sumber data. Sumber data tersebut terdiri atas satu guru dan satu kelas peserta didik
kelas VII. Sekolah tersebut yakni Permata Bangsa School Semarang, SMP Negeri
1 Tonjong, dan SMP Muhammadiyah Tonjong. Ketiga sekolah ini sudah mewakili
wilayah kota dan kabupaten, namum masih belum mewakili populasi yang ada.
Apabila sumber data yang digunakan lebih banyak, maka memungkinkan hasil
lebih akurat.
Instrumen penelitian juga menjadi faktor keterbatasan penelitian ini. Hal
demikian terjadi karena peneliti hanya menggunakan instrumen kebutuhan terhadap
buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter
dan instrumen uji validasi. Instrumen pokok yang digunakan adalah angket
sehingga memungkinkan data yang diperoleh kurang akurat. Akan tetapi, peneliti
juga telah melakukan wawancara tidak terstruktur untuk mengantisipasi adanya
hasil angket yang kurang optimal. Wawancara ini dilakukan terhadap guru, peserta
didik, dan kepala sekolah/wakil kepala sekolah.
Keterbatasan penelitian berikutnya berkaitan dengan proses pengisian
angket kebutuhan. Proses pengisian angket kebutuhan yang dilakukan oleh peserta
129
didik dilakukan secara langsung dengan pengawasan peneliti. Tujuannya agar
mengurangi kemungkinan kesalahan dalam mengisi angket kebutuhan. Akan tetapi,
proses pengisian angket yang dilakukan oleh guru tidak dilakukan secara langsung
karena kesibukan guru tersebut. Proses pengisian angket yang dilakukan oleh guru
ini memungkinkan adanya kesalahan dalam pengisian angket.
130
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian dan pengembangan buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi bermuatan nilai karakter bagi peserta didik SMP/MTs
kelas VII diperoleh simpulan sebagai berkikut. Pertama, guru dan peserta didik
membutuhkan buku pengayaan menceritakan kembali yang menyajikan materi
yang lengkap, contoh menceritakan kembali, memiliki muatan nilai karakter, dan
disajikan dengan bahasa yang komunikatif. Hal tersebut berkaitan dengan
ketersediaan sumber belajar yang digunakan guru dan peserta didik yang belum
memadai. Guru dan peserta didik hanya menggunakan LKS atau buku yang berisi
soal-soal penunjang ujian. Oleh karena itu diperlukan buku pendamping yang dapat
digunakan sebagai sumber belajar dalam materi menceritakan kembali isi cerita
fantasi.
Kedua, prinsip pengembangan buku pengayaan menceritakan kembali isi
cerita fantasi bermuatan nilai karakter memiliki empat aspek yakni, aspek materi,
aspek struktur penyajian, aspek kebahasaan, dan aspek grafika. Aspek materi
memuat materi cerita fantasi, contoh cerita fantasi, nilai karakter, hakikat
menceritakan kembali, cara menceritakan kembali, dan contoh menceritakan
kembali isi cerita fantasi. Aspek struktur penyajian berkaitan dengan ilustrasi atau
gambar, penyajian petunjuk penggunaan buku, dan penyajian refleksi. Berikutnya
aspek kebahasaan berkaitan dengan ragam bahasa dalam buku dan penggunaan
bahasa dalam contoh cerita fantasi. Aspek yang terakhir yaitu grafika berkaitan
dengan judul, sampul buku, warna buku, ketebalan buku, ukuran buku, desain atau
model buku, jenis huruf, dan ukuran huruf.
Ketiga, prototipe buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
disusun berdasarkan prinsip pengembangan. Prototipe tersebut terdiri atas tiga
bagian yakni, (1) bagian awal berisi halaman judul, halaman hak cipta, prakata,
petunjuk penggunaan buku, dan daftar isi; (2) bagian isi meliputi Bab I Cerita
131
Fantasi, Bab II Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi, Bab III Contoh
Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi, Bab IV Nilai Karakter dalam Cerita
Fantasi, dan Bab V Latihan Menceritakan Kembali Isi Cerita Fantasi; (3) bagian
akhir berisi daftar pustaka, glosarium, indeks, dan profil penulis.
Keempat, hasil validasi ahli terhadap buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi. Penilaian dilakukan terhadap buku dengan lima aspek
penilaian yakni aspek materi, aspek muatan nilai karakter, aspek penyajian, aspek
penggunaan bahasa, dan aspek grafika. Pada aspek materi diperoleh nilai rata-rata
2,7 dengan kategori baik. Pada aspek muatan nilai karakter diperoleh nilai rata-rata
3 dengan kategori baik. Pada aspek penyajian diperoleh nilai rata-rata 3 dengan
kategori baik. Pada aspek penggunaan bahasa diperoleh nilai rata-rata 3,5 dengan
kategori sangat baik. Pada aspek grafika diperoleh nilai rata-rata 3,1 dengan
kategori sangat baik. Adapun saran yang diberikan validator antara lain, (1)
mencantumkan sumber pada bagian jenis-jenis cerita fantasi, (2) mencanumkan
nama penulis pada contoh cerita fantasi berjudul “Ikan Emas”, (3) sumber nilai-
nilai karakter mengacu pada PPK yang baru (4) menjelaskan langkah-langkah
menemukan nilai karakter dalam menceritakan kembali isi cerita fantasi, dan (5)
menyajikan perbedaan antara menceritakan kembali isi cerita fantasi secara lisan
dan tulis.
Kelima, perbaikan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter. Adapun perbaikan terhadap buku pengayaan
menceritakan kembali berupa (1) aspek materi, meliputi: mencantumkan sumber
pada bagian jenis-jenis cerita fantasi, mencantumkan nama penulis pada contoh
cerita fantasi, dan menyajikan perbedaan antara menceritakan kembali isi cerita
fantasi secara lisan dan tulis, (2) aspek muatan nilai karakter, meliputi: sumber nilai-
nilai karakter mengacu pada PPK terbaru, dan (3) aspek kebahasaan, meliputi:
memperbaiki tata tulis dalam buku pengayaan.
132
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan, penulis menyampaikan
beberapa saran kepada beberapa pihak berikut.
1. Bagi peserta didik
Diharapkan buku pengayaan menceritakan kembali dapat memberikan
informasi berupa materi cerita fantasi, menceritakan kembali isi cerita fantasi, dan
nilai karakter. Selain itu, buku pengayaan ini juga dapat menjadi bahan latihan
menceritakan kembali baik secara lisan maupun tulis. Peserta didik juga dapat
mencontoh nilai karakter yang ada pada cerita fantasi yang dibahas dalam buku ini
untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi guru,
Guru hendaknya dapat memanfaatkan buku pengayaan menceritakan
kembali isi cerita fantasi sebagai sumber belajar yang dapat mepermudah dalam
menyampaikan materi cerita fantasi, menceritakan kembali isi cerita fantasi, dan
nilai karakter yang dapat dicontoh dari cerita fantasi. Melalui buku pengayaan ini,
guru juga dapat memanfaatkannya sebagai bahan penilaian menggunakan lembar
kerja dan lembar penilaian yang tersedia. Muatan nilai karakter dalam buku juga
menjadi sarana untuk penanaman nilai karakter bagi peserta didik.
3. Bagi peneliti lain
Peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan berkaitan
dengan menguji keefektifan buku pengayaan menceritakan kembali isi cerita fantasi
bermuatan nilai karakter bagi peserta didik SMP/MTs kelas VII.
133
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang Pusat Kurikulum. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi
Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya
Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas.
Busro, M. 2017. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Media Akademi.
Carriveau, K. H., Lim, A. L., Schwalen, E. C., & Harris, P. L. 2009. “Abraham
Lincoln and Harry Potter: Children’s differentiation between historical and
fantasy characters”. Cognition, 113, 213-225.
Dalman, Dalman. 2015. Keterampilan Menulis. Depok: Rajagrafindo Persada.
Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Daring]. Tersedia di:
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. Diakses pada tanggal 7
Februari 2019.
Faradila, N. & Subyantoro. 2018. “Pengembangan Buku Pengayaan Nilai-Nilai
Konservasi Humanisme dalam Pembelajaran Menulis Kreatif Cerita Fantasi”.
Dialektika, 5 (1), 21-33.
Hapsari, N. R. & Sumartini. 2016. “Pengembangan Buku Pengayaan Apresiasi
Teks Fabel Bermuatan Nilai-Nilai Karakter Bagi Siswa SMP”. Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 5(2), 13-22.
Haribowo, A. P. W. 2016. Emosi Adam dalam Novel Fantasi Hantu Game Online
Karya Fakhri Violinist: Kajian Psikologi Sastra”. Lingua, 12 (1), 73-82.
Hartono, B. 2016. Dasar-Dasar Kajian Buku Teks. Semarang: UNNES Press.
Istanti, W. 2016. “Pengembangan Buku Pengayaan Apresiasi Sastra Berhuruf
Braille Indonesia dengan Media Reglet Bagi Siswa Tunanetra Di Sekolah
Inklusi Kota Surakarta”. Journal Indonesian Language Education and
Literature, 2 (1), 76-87.
Kapitan, Y. J., Harsiati, T., & Basuki, I. A. 2018. “Pengembangan Bahan Ajar
Menulis Teks Cerita Fantasi Bermuatan Nilai Pendidikan Karakter di Kelas
VII”. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 3(1), 100-
106.
134
Kemdikbud. 2016. Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta: Kemdikbud.
Kemdikbud. 2016. Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs). Jakarta: Kemdikbud.
Kosasih, E. 2018. Jenis-Jenis Teks Fungsi, Struktur, dan Kaidah Kebahasaan.
Bandung: Yrama Widya.
Mulatasih, Y. L. S., Suharno., & Anitah, S. 2018. “Peningkatan Kemampuan
Menceritakan Kembali Isi Cerita Melalui Alat Peraga Gambar Seri di TK
Negeri Pembina Kabupaten Sragen”. Jurnal Pendidikan Usia Dini, 12 (1),
190-200.
Nafisah, D., Lestari, I., & Pratiwi, Y. 2012. “Karakteristik Cerita Fantasi Anak
Indonesia Periode 2000-2010”. Jurnal Puitika Universitas Negeri Malang,
1(1), 1-9.
Nurgiyantoro, B. & Efendi, A. 2013. “Prioritas Penentuan Nilai Pendidikan
Karakter dalam Pembelajaran Sastra Remaja”. Cakrawala Pendidikan, 31
(3), 382-393.
Nurgiyantoro, B. 2016. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nurgiyantoro, B. 2016. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Padmadewi, N. N. & Artini, L. P. 2018. Literasi Di Sekolah dari Teori Praktik.
Bali: Nilacakra publishing house.
Pangestika, D. N., Andayani., & Suhita, R. 2017. “Kajian Buku Teks Bahasa
Indonesia Tingkat Sekolah Menengah Pertama”. BASASTRA Jurnal
Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 5 (2), 31-48.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan.
135
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008
tentang Buku.
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 pasal 3 tentang Penguatan Pendidikan
Karakter.
Puskurbuk. 2008. Pedoman Penulisan Buku Nonteks: Buku Pengayaan, Referensi,
dan Panduan Pendidik. Jakarta: Depdiknas.
Puspitaningrum, K. A. & Suseno. 2015. “Pengembangan Buku Pengayaan
Menyusun Teks Cerita Pendek Berbasis Kearifan Lokal bagi Siswa SMP”.
Lingua, 11 (2), 1-18.
Raharjo, Y. M., Suwandi, S., & Saddono, K. 2017. “Kelayakan Buku Ajar Bahasa
Indonesia Kelas VII Wahana Pengetahuan”. BASASTRA Jurnal Penelitian
Bahasa, Sastra Indonesia dan Pengajarannya, 5(2), 234-246.
Resta, C. B. V. & Setyaningsih, N. H. 2017. “Pengembangan Buku Pengayaan Teks
Fabel Bermuatan Nilai Budaya dengan Metode Goall, Plans, Implemantation,
and Development Bagi Siswa SMP”. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, 6 (1), 1-8.
Richert, R. A. & Smith, E. I. 2011. “Preschoolers’ Quarantining of Fantasy
Stories”. Child Development, 82 (4), 1106-1119.
Rosidatun, Rosidatun. 2018. Model Implementasi Pendidikan Karakter. Gresik:
Caremedia Communication.
Sari, I. R. & Subyantoro. 2018. “Pengembangan Buku Pengayaan Bermuatan Nilai
Humanis dalam Menulis Teks Drama”. Jurnal Gramatika, 4 (2), 351-364.
Setiowati, F. 2015. Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Cerita Anak
Bermuatan Pendidikan Karakter dengan Metode SQ3R. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang, Semarang.
Setyorini, R. 2018. “Karakter Kerja Keras dalam Novel Entrok”. Indonesian
Language and Literature, 3 (2), 111-122.
Sindonews.com. 2013. Deddy Mizwar Minta Guru Seleksi Buku Pelajaran.
https://daerah.sindonews.com/read/762194/21/deddy-mizwar-minta-guru-
seleksi-buku-pelajaran-1374052251. Diakses pada tanggal 23 Januari 2019.
Sitepu, B.P. 2012. Penulisan Buku Teks Pelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
136
Sugiyono, Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suhardi, Suhardi. 2018. “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Dongeng Putra
Lokan”. Lingua, 14 (1), 49-59.
Suwarno. S, Saddono, K., & Wardani, N. E. 2018. “Analisis Struktural dan Nilai
Karakter dalam Legenda Masinan Kijang Ngrayudan Ngawi”. Jurnal
Gramatika, 4(2), 365-378.
Tarigan, H. G. 2015. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
CV Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Percetakan Angkasa.
Toha, R. K. 2017. Pedoman Penelitian Sastra Anak. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Tribunnews.com. 2017. Dinas Pendidikan Barru Beli Ribuan Buku Pelajaran SD,
Segini Anggarannya. https://makassar.tribunnews.com/2017/12/06/dinas-
pendidikan-barru-beli-ribuan-buku-pelajaran-sd-segini-anggarannya.
Diakses pada tanggal 23 Januari 2019.
Utari, R. P. N. 2014. Studi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita pada
Anak Kelompok A di Gugus 2 Kecamatan Kretek Bantul. Skripsi. Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Zahra, A. S. 2015. Peningkatan Keterampilan Menceritakan Kembali Isi Cerpen
dengan Strategi Think Talk Write pada Siswa Kelas IX A SMP N Jatikalen
Nganjuk. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
171
Lampiran 4 Angket Kebutuhan Peserta Didik Terhadap Buku Pengayaan
1. Permata Bangsa School Semarang