UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS SPERMISIDAL DAN EVALUASI
PENGARUH EKSTRAK ETANOL 70% BIJI
MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP
KONSENTRASI TESTOSTERON PADA TIKUS
JANTAN GALUR Sprague-Dawley
SKRIPSI
JAGA PARAMUDITA
1110102000063
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2014
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS SPERMISIDAL DAN EVALUASI
PENGARUH EKSTRAK ETANOL 70% BIJI
MANGGIS (Garcinia mangostana L) Terhadap
Konsentrasi Testosteron Pada Tikus Jantan GALUR
Sprague-Dawley
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
JAGA PARAMUDITA
1110102000063
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2014
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Jaga Paramudita
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Aktivitas Spermisidal dan Evaluasi Pengaruh Ekstrak
Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana L.)
terhadap Konsentrasi Testosteron pada Tikus Jantan Galur
Sprague-Dawley
Biji manggis mempunyai efek sebagai agen antifertilitas. Penelitian sebelumnya
mengatakan pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis selama 20 hari dapat
menurunkan konsentrasi spermatozoa dan menurunkan rasio jumlah spermatosit
pakiten terhadap jumlah sel sertoli dalam setiap tahapan, meskipun penurunan
kedua parameter tersebut tidak bermakna. Mengacu pada penelitian tersebut,
dilakukan uji aktivitas spermisidal dan evaluasi pengaruh ekstrak etanol 70% biji
manggis terhadap konsentrasi testosteron pada tikus jantan galur Sprague-Dawley.
Pemberian ekstrak dilakukan secara oral selama 48 hari. Dua puluh lima tikus
dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok
perlakuan dosis 5, 50 dan 100 mg/kgBB serta satu kelompok untuk uji spermisidal
secara in vitro. Parameter yang diamati meliputi konsentrasi testosteron, aktivitas
spermisidal dan konsentrasi spermatozoa. Data yang diperoleh dianalisis secara
statistik menggunakan uji one-way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji LSD jika
hasil dari uji one-way ANOVA menunjukkan perbedaan yang bermakna (p≤0,05).
Dari hasil analisis konsentrasi testosteron tidak terdapat perbedaan bermakna
(p>0,05). Konsentrasi testosteron masih masuk ke dalam rentang normal
konsentrasi testosteron (0,66-5,4 ng/mL) kecuali dosis sedang 5,6±0,24 ng/mL.
Konsentrasi efektif minimum yang dapat mematikan 100% sperma dalam waktu
20 detik adalah 100 mg/mL. Semakin besar konsentrasi ekstrak semakin besar
efek spermisidalnya. Sedangkan pada konsentrasi spermatozoa terdapat perbedaan
bermakna antara kelompok kontrol dengan seluruh kelompok perlakuan dosis (5,
50, 100 mg/kgBB) pada konsentrasi spermatozoa. Penurunan konsentrasi sperma
terbesar terjadi pada dosis 100mg/kgBB yaitu 21,12±3,63 juta/mL. Semakin besar
dosis semakin besar penurunan konsentrasi spermatozoa.
Kata Kunci : Antifertilitas, biji manggis, Garcinia mangostana L., aktivitas
Spermisidal, konsentrasi testosteron, konsentrasi sperma, tikus
jantan, Sprague-Dawley
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Jaga Paramudita
Programs of Study : Pharmacy
Title : Spermicidal Activity And Evaluation of effect of 70%
Ethanolic Extract of Mangosteen Seeds (Garcinia
Mangostana L.) Against Testosterone Concentration in
Male Sprague-Dawley Rats
Mangosteen seeds have an effect as antifertility agent. Previous studies showed
that the administration of 70% ethanolic extract of mangosteen seeds for 20 days
could reduce sperm concentration and ratio of pakiten spermatocyte against certoli
cells in any stage, despite the decline of both parameters were not significant.
Referring to the study will be done the spermicidal activity and evaluation the
effect of 70% ethanolic extract of mangosteen seeds against testosterone
concentration in male Sprague-Dawley rats. The extract was administered orally
once a day for 48 days. Twenty five rats were grouped into five groups, the
control group, the group of treatment doses of 5, 50, 100 mg/kgBB and one group
for spermicidal activity in vitro. The observed parameters include testosterone
concentration, spermicidal activity and sperm concentration. The result were
analyzed statistically using one-way ANOVA test and followed by LSD test if the
result of one-way ANOVA test showed significantly different (p≤0,05). From the
result of the data analysis there were not significant differences in testosterone
concentration (p>0,05). Testosterone concentrations were still included into the
normal range of testosterone concentration (0.66-5.4 ng/mL) except the medium
dose 5,6±0,24 ng/mL. The minimum effective concentration which could be lethal
to 100% of sperm within 20 seconds is 100 mg/mL. The greater concentration of
the extract had the greater effect of spermicidal. Whereas for sperm concentration
there were significant differences (p≤0,05) between the control group and all
groups the treatment dosage (5, 50, 100 mg/kgBB). The largest decrease in sperm
concentration occurred at a dose of 100 mg/kgBB was 21,12±3,63 million/mL.
The sperm concentration decreased with increasing doses given.
Keywords : Antifertility, mangosteen seed, Garcinia mangostana L.,
spermicidal activity, testosterone concentration, sperm
concentration, male rats, Sprague-Dawley
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Uji Aktivitas
Spermisidal dan Evaluasi Pengaruh Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis
(Garcinia mangostana L.) terhadap Konsentrasi Testosteron dan
Spermatozoa pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley.” Shalawat serta
salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, para sahabat serta kita sebagai umatnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini
tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Umar Mansur, M.Sc selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Azrifitria M.Si., Apt dan Puteri Amelia M.Farm., Apt sebagai dosen
pembimbing yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan,
bimbingan dan dukungan kepada penulis.
4. Ayahanda tercinta Supardimin dan ibunda tercinta Ecih yang selalu
memberikan kasih sayang, semangat, dukungan baik moril maupun materi
serta doa yang tak terhingga di setiap langkah penulis.
5. Adikku tersayang Berliana Putri dan Maulisa Sabrina yang telah
meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
6. Kedua nenekku tersayang Hj.Supi dan Sakinem yang telah memberikan
dukungan kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan
hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi
FIKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Teman seperjuangan penulis Suchinda Fer Harti, Mayta Ravika, Julia
Anggraini, Riamayanti, Auva Marwah, Annisa Fitriana dan Chaya Ning
Tyas atas kebersamaan, bantuan serta motivasi sejak awal hingga
terselesaikannya skripsi ini.
9. Sahabat “Ngocol” Fathmah Syafiqoh, Melia Puspitasari, Zakiya Kamila,
Diah Azizah, Dias Prakatindih, Syarifatul Mufidah, Desi Syifa dan Afifah
Nurul Izzah atas kebersaaman, persaudaraan, semangat, motivasi dan
dukungan sejak awal perkuliahan sampai saat ini.
10. Teman – teman Farmasi 2010 Andalusia atas persaudaraan, kebersamaan
telah banyak membantu penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun
selama di bangku perkuliahan.
11. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian.
12. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan,
dan dukungan yang diberikan.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang
membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca. Amiin Ya Rabbal‟alamiin.
Jakarta, Juli 2014
Penulis
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................. iv
HALAMAN PENGESAHAAN ............................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................. vi
ABSTRACT ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...... x
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... ivx
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
1.4 Hipotesis ................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6
2.1 Tinjauan Botani Tanaman Manggis .......................................... 6
2.1.1 Klasifikasi Tanaman........................................................ 6
2.1.2 Nama Lokal ..................................................................... 6
2.1.3 Deskripsi Tanaman.......................................................... 7
2.1.4 Keanekaragaman ............................................................. 7
2.1.5 Ekologi dan Penyebaran .................................................. 8
2.1.6 Budidaya ......................................................................... 8
2.1.7 Nilai Gizi dan Kandungan Kimia biji Manggis .............. 9
2.1.8 Khasiat dan Kandungan .................................................. 10
2.2 Sistem Reproduksi Tikus Jantan ............................................... 10
2.2.1 Spermatozoa .................................................................... 12
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2 Spermatogenesis .............................................................. 12
2.2.3 Hormon yang mengontrol Spermatogenesis ................... 14
2.3 Karakteristik Tikus Sprague-Dawley ........................................ 16
2.4 Ekstrak dan Ekstraksi ................................................................ 16
2.4.1 Ekstraksi dengan menggunakan Pelarut Cara Dingin ..... 17
2.4.2 Ekstraksi dengan menggunakan Pelarut Cara Panas ....... 17
2.5 ELISA ....................................................................................... 18
2.5.1 Competitive Assay Format .............................................. 18
2.5.2 Non Competitive Assay Format ...................................... 19
2.5.3 Sandwich Assay Format .................................................. 20
2.5.4 Kit ELISA ....................................................................... 20
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 22
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 22
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................... 22
3.2.1 Alat Penelitian ................................................................. 22
3.2.2 Bahan Penelitian.............................................................. 22
3.2.3 Hewan Uji ....................................................................... 23
3.3 Rancangan Penelitian ................................................................ 23
3.3.1 Besar Sampel ................................................................... 23
3.3.2 Dosis Perlakuan ............................................................... 23
3.4 Prosedur Kerja .......................................................................... 24
3.4.1 Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak ................. 24
3.4.2 Penapisan Fitokimia ........................................................ 25
3.4.3 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik ............. 26
3.4.4 Penyiapan Hewan Coba .................................................. 28
3.4.5 Pengukuran Parameter .................................................... 28
3.5 Rencana Analisa Data. .............................................................. 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 33
4.1 HASIL PENELITIAN ................................................................. 33
4.1.1 Determinasi Tanaman ..................................................... 33
4.1.2 Ekstraksi ......................................................................... 33
4.1.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak .......................................... 33
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak .......................................... 34
4.1.5 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ........................... 34
4.1.6 Pengukuran Konsentrasi Testosteron Serum .................. 35
4.1.7 Pengujian Aktivitas Spermisidal .................................... 36
4.2 PEMBAHASAN ......................................................................... 37
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 44
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 44
5.2 Saran ............................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 45
LAMPIRAN ........................................................................................... 50
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1. Rancangan percobaan .................................................................. 24
3.2. Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung ............... 28
3.3. Cara Pengenceran ........................................................................ 29
3.4. Rumus konsentrasi spermatozoa ................................................. 30
4.1 Hasil Penapisan Fitokimia........................................................... 33
4.2 Pengujian Parameter Ekstrak ...................................................... 34
4.3 Konsentrasi Spermatozoa ............................................................ 34
4.4 Konsentrasi Testosteron .............................................................. 35
4.5 Hasil Pengujian Aktivitas Spermisidal ....................................... 36
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Buah, biji dan pohon manggis (Garcinia mangostana L) ............. 6
2.2 Penampang ventral Sistem Urogenital Tikus Jantan ..................... 10
2.3 Spermatozoa pada perbesaran 400x............................................... 11
2.4 Spermatozoa .................................................................................. 11
2.5 Tahapan Siklus Sel dalam Spermatogenesis Tikus ....................... 13
2.6 Competitive Assay Format ............................................................. 17
2.7 Keterangan Gambar ....................................................................... 18
2.8 Non Competitive Assay Format ..................................................... 18
4.1 Grafik Berat Badan Tikus .............................................................. 34
4.2 Grafik Konsentrasi Spermatozoa ................................................... 35
4.3 Grafik Konsentrasi Testosteron ..................................................... 36
4.4 Grafik Persentase Motilitas............................................................ 37
5.1 Perkebunan manggis ...................................................................... 51
5.2 Buah manggis yang matang ........................................................... 51
5.3 Pohon manggis tampak dekat ........................................................ 51
5.4 Pembibitan tanaman manggis ........................................................ 51
5.5 Pohon manggis tampak jauh .......................................................... 51
5.6 Buah manggis siap dipanen ........................................................... 51
5.7 Buah Manggis ................................................................................ 59
5.8 Bagian Dalam Buah Manggis ........................................................ 59
5.9 Biji Manggis yang dikering anginkan .......................................... 59
5.10 Serbuk biji manggis ....................................................................... 59
5.11 Proses Maserasi Biji Manggis ....................................................... 59
5.12 Penyaringan maserat ...................................................................... 59
5.13 Pemekatan Ekstrak dengan vacuum rotary evaporator ................. 59
5.14 Pemekatan ekstrak dengan Freeze dryer ....................................... 59
5.15 Ekstrak Kering ............................................................................... 59
5.16 Suspensi Ekstrak ............................................................................ 59
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.17 Hewan Coba................................................................................... 60
5.18 Penimbangan tikus ......................................................................... 60
5.19 Penyondean ekstrak ....................................................................... 60
5.20 Nekrosis hewan coba ..................................................................... 60
5.21 Pembedahan hewan coba ............................................................... 60
5.22 Kauda epididimis ........................................................................... 60
5.23 Pengambilan darah dari vena lateral ekor ...................................... 60
5.24 Pemisahan serum darah yang berwarna kuning bening ................. 60
5.25 Pengeluaran spermatozoa dari kauda epididimis ........................... 61
5.26 Pengenceran spermatozoa dengan larutan george ......................... 61
5.27 Proses penghomogenan spermatozoa dengan vortex .................... 61
5.28 Pemasukan spermatozoa ke dalam bilik hitung ............................. 61
5.29 Proses perhitungan sperma dengan mikroskop.............................. 61
5.30 Sampel serum darah ....................................................................... 62
5.31 Proses pemipetan larutan standar ke dalam sumuran .................... 62
5.32 Proses pemipetan sampel ke dalam sumuran................................. 62
5.33 Proses pemipetan enzim konjugat ke dalam sumuran ................... 62
5.34 Proses inkubasi setelah pencampuran ............................................ 62
5.35 Proses pembuangan isi sumuran .................................................... 62
5.36 Proses pemipetan wash solution ke dalam sumuran ..................... 62
5.37 Proses pembuangan isi sumuran .................................................... 62
5.38 Proses pemipetan larutan substrat ke dalam sumuran ................... 62
5.39 Proses Inkubasi selama 15 menit ................................................... 62
5.40 Proses pemipetan stop solution ke dalam sumuran ....................... 62
5.41 Perubahan warna setelah penembahan stop solution ..................... 62
5.42 Pengukuran konsentrasi testosteron menggunakan elisa reader ... 63
5.43 Pembacaan hasil pengukuran konsentrasi testosteron ................... 63
5.44 Pengeluaran spermatozoa dari kauda epididimis ........................... 63
5.45 seri konsentrasi ekstrak .................................................................. 63
5.46 Proses pencampuran ekstrak dengan suspensi sperma .................. 63
5.47 Pengukuran motilitas sperma ......................................................... 63
xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Determinasi Tanaman ............................................................... 50
2. Dokumentasi Perkebunan Manggis di Lubuk Alung, Padang ........... 51
3. Surat Keterangan Tikus ...................................................................... 52
4. Alur Penelitian .................................................................................... 53
5. Perhitungan Dosis Ekstrak Biji Manggis ........................................... 55
6. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis ........... 56
7. Perhitungan Rendemen, Susut Pengeringan dan Kadar Abu Ekstrak 58
8. Gambar Kegiatan Penelitian ............................................................... 59
9. Rerata Berat Badan Tikus ................................................................... 64
10. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ..................................... 65
11. Analisis Statistik Data Konsentrasi Spermatozoa .............................. 66
12. Pengukuran Konsentrasi testosteron .................................................. 69
13. Analisis Statistik Konsentrasi Testosteron ......................................... 71
14. Hasil Pengujian Aktivitas Spermisidal ............................................... 79
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk yang terus meningkat tajam adalah salah satu
masalah penting yang belum menemui solusi tuntas. Pada tahun 2012, laju
pertumbuhan penduduk mencapai 1,5%, jauh dari angka ideal yang
semestinya di bawah 1%. Melalui program Keluarga Berencana (KB)
sudah ada upaya untuk menekan rata-rata jumlah anak yang lahir dengan
mengurangi rata-rata kelahiran usia wanita subur 15-29 tahun atau total
fertile rate (TFR) berkurang dari 2,6 menjadi 2,1. Namun angka tersebut
belum beranjak dari 10 tahun lalu (Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SKDI), 2012).
Dalam hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun
2002– 2003 juga dikatakan bahwa, partisipasi suami sebagai peserta KB
masih sangat rendah, yaitu 1,3% yang terdiri dari pemakai kondom 0,9%
dan Vasektomi 0,4%. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya
pengetahuan tentang jenis obat dan metode kontrasepsi serta terbatasnya
metode kontrasepsi (Purwieningrum, 2008).
Ada beberapa jenis kontrasepsi pada pria, seperti kondom dan
vasektomi. Kondom digunakan sebagai pencegah penyakit kelamin pada
pria selama 250 tahun. Sedangkan vasektomi merupakan jenis kontrasepsi
dengan tindakan pembedahan. Kelebihan vasektomi adalah aman dan
efektif, namun bersifat ireversibel (Hartini, 2011). Oleh karena itu, para
ahli berusaha untuk mencarikan cara yang aman, efektif dan reversible
serta mudah dalam penggunaannya sebagai kontrasepsi pria. Salah satu
cara adalah memanfaatkan produk alam yang dapat menghambat
spermatogenesis.
Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia yang
mempunyai biodiversitas (keanekaragaman hayati). Biodiversitas tersebut
meliputi: ekosistem, jenis maupun genetik. Hal ini jelas merupakan suatu
anugerah besar bagi masyarakat Indonesia apabila dimanfaatkan
secara optimal. Secara empiris banyak tanaman yang digunakan sebagai
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kontrasepsi tradisional. Sebagai contoh biji jarak (Jatropha curcas), daun
delima (Punica granatum), biji klabet (Trigonella fuentum L) dan yang
tidak kalah menarik adalah Queen of Fruits yaitu manggis (Garcinia
mangostana L). Kulit buah manggis mengandung flavonoid, tanin,
saponin, kuinon dan steroid (Palupi, 2008). Sedangkan biji manggis
mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid, tanin, saponin,
terpenoid dan alkaloid (Ajayi I. A, 2011). Senyawa alkaloid akan
menekan sekresi hormon reproduksi, yaitu testosteron sehingga proses
spermatogenesis menjadi terganggu dan flavonoid akan menghambat
enzim aromatase, yaitu enzim yang mengkatalisis konversi androgen
menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosteron (Winarno,
1997).
Secara empiris daun manggis digunakan oleh masyarakat
dibeberapa daerah sebagai kontrasepsi tradisional (Winarno, 1997).
Penelitian lain juga dilakukan oleh Rini Indyastuti (1990) yang mengamati
pengaruh ekstrak daun manggis (Garcinia mangostana L) terhadap
spermatogenesis dan perubahan kualitas spermatozoa mencit
(Mus musculus). Rini Indyastuti (1990) membuktikan bahwa pemberian
ekstrak daun manggis mempengaruhi persentase morfologi spermatozoa
abnormal, spermatozoa motil tidak teratur, dan spermatozoa tidak motil
meningkat seiring penambahan dosis. Penelitian juga dilakukan oleh Faritz
Azhar (2013) yang menguji efek antifertilitas kulit buah manggis pada
tikus putih jantan galur Sprague-Dawley secara in vivo. Hasil penelitian
tersebut menunjukan terjadi penurunan konsentrasi spermatozoa, diameter
tubulus seminiferus, bobot testis dan jumlah sel pakiten per sertoli secara
bermakna (P<0,05) pada dosis 140 mg dan 280 mg ekstrak kulit manggis.
Beberapa bagian dari tanaman manggis yaitu daun dan kulit buah
(Garcinia mangostana) telah diuji untuk mencari jawaban secara ilmiah
tentang efek antifertilitas dari tanaman tersebut. Namun ada hal lain yang
menarik peneliti untuk menggali dan mencari jawaban apakah biji buah
manggis juga mempunyai aktivitas antifertilitas seperti bagian tanaman
yang lain pada tanaman Garcinia mangostana L atau tidak. Penelitian
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengenai efek antifertilitas ekstrak etanol biji manggis terhadap tikus
jantan galur Sprague-Dawley telah dilakukan oleh Azrifitria (2012). Hasil
penelitian tersebut menunjukkan adanya penurunan konsentrasi
spermatozoa dan penurunan jumlah sel pakiten pada preparat tubulus
seminiferus terhadap kontrol setelah pemberian ekstrak etanol 70% biji
manggis selama 20 hari, meskipun penurunan kedua parameter tersebut
tidak berbeda bermakna. Hal tersebut bisa disebabkan karena lama waktu
pemberian ekstrak yang dilakukan hanya 20 hari. Dengan penambahan
waktu pemberian ekstrak mungkin memberikan efek inhibisi
spermatogenesis dan dapat memeberikan efek azoospermia (Azrifitria,
2012).
Mengacu pada hasil penelitian tersebut, akan dilakukan penelitian
untuk menguji efek antifertilitas ekstrak etanol 70% biji manggis
(Garcinia mangostana L.) terhadap Tikus Putih Jantan galur Sprague-
Dawley selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis. Pengujian
dilakukan untuk melihat aktivitas spermisidal ekstrak etanol 70% biji
manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap sperma tikus putih jantan
galur Sprague-Dawley yang sehat dan fertil secara in vitro dan menguji
efek ekstrak etanol 70% biji manggis terhadap konsentrasi testosteron
serum pada tikus putih jantan galur Sprauge-Dawley secara in vivo.
Peneliti juga menguji efek pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis
terhadap konsentrasi spermatozoa tikus jantan galur Sprague-Dawley
sebagai data tambahan untuk melihat pengaruh lama waktu pemberian
ektrak terhadap penurunan konsentrasi sperma.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka
dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis
(Garcinia mangostana L.) terhadap konsentrasi testosteron serum
pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara in vivo?
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Apakah ekstrak etanol 70% dari biji manggis (Garcinia mangostana)
mempunyai aktivitas spermisidal pada tikus jantan galur Sprague-
Dawley secara in vitro?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian Uji Aktivitas Supresi Spermatogenesis dan Spermisidal
Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap
Tikus Jantan galur Sprague-Dawley, bertujuan untuk :
Menguji aktivitas ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia
mangostana) terhadap konsentrasi testosteron serum pada tikus jantan
galur Sprague-Dawley secara in vivo.
Menguji aktivitas spermisidal ekstrak etanol 70% biji manggis
(Garcinia mangostana) pada sperma tikus jantan galur Sprague-
Dawley secara in vitro.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian Uji Aktivitas Supresi Spermatogenesis
dan Spermisidal Ekstrak Etanol 70% Biji Manggis (Garcinia mangostana)
terhadap Tikus Jantan galur Sprague-Dawley, adalah:
Pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana)
dapat menurunkan konsentrasi testosteron serum pada tikus jantan
galur Sprague-Dawley secara in vivo.
Pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana)
mempunyai aktivitas spermisidal terhadap sperma tikus jantan galur
Sprague-Dawley secara in vitro.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian Uji aktivitas spermisidal dan evaluasi pengaruh
ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap
konsentrasi testosteron pada tikus jantan galur Sprague-Dawley, adalah
memberikan sajian informasi kepada masyarakat, tentang manfaat biji
manggis (Garcinia mangostana) sebagai agen antifertilitas yang telah
dibuktikan dengan pemberian pada tikus jantan galur Sprague-Dawley,
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang diharapkan dapat menjadi landasan ilmiah untuk mengembangkan
kontrasepsi untuk pria.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Botani Tanaman Manggis
2.1.1. Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi botani pohon manggis adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malphigiales
Famili : Clusiaceae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L (Backer, 1963)
Gambar 2.1. Buah, Biji dan Pohon Manggis (Garcinia mangostana
L.)(Mohamad bin Osman, 2006).
2.1.2. Nama Lokal
Di Indonesia manggis mempunyai berbagai macam nama lokal seperti
manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara),
manggista (Sumatera Barat) (Prihatman, 2000; ICUC, 2003).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.3. Deskripsi Tanaman
Pohon manggis memiliki tinggi 6-20 m. Batang tegak, batang
pokok jelas, kulit batang coklat, memiliki getah kuning. Daun tunggal,
duduk daun berhadapan atau bersilang berhadapan, helaian; mengkilat di
permukaan, permukaan atas hijau gelap permukaan bawah hijau terang,
bentuk elips memanjang, 12-23 x 4,5-10 cm, tangkai 1,5-2 cm. Bunga
betina 1-3 di ujung batang, susunan menggarpu, garis tengah 5-6 cm.
Mahkota terdiri dari 4 daun mahkota, bentuk telur terbalik, berdaging
tebal, hijau kuning, tepi merah atau hampir semua merah. Benang sari
mandul (staminodia) biasanya dalam tukal (kelompok). Bakal buah 4-8,
kepala putik berjari-jari 4-6. Buah berbentuk bola tertekan, garis tengah
3,5-7 cm, ungu tua, dengan kepala putik duduk (tetap), kelopak tetap,
dinding buah tebal, berdaging, ungu, dengan getah kuning. Biji diselimuti
oleh selaput biji yang tebal berair, putih, dapat dimakan (termasuk biji
yang gagal tumbuh sempurna). Waktu berbunga Mei - Januari.
Tumbuhan ini dapat tumbuh di Jawa pada ketinggian 1-1000 m dpl
pada berbagai tipe tanah (pada tanah liat dan lempung yang kaya bahan
organik), sering sebagai tanaman buah. Iklim yang diperlukan adalah
adanya kelembaban dan panas dengan curah hujan yang merata.
Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan biji yang telah
dikecambahkan terlebih dahulu dalam kantong plastik (segera setelah
dikeluarkan dari buah). Kecambah dapat ditanam di lapangan setelah
berumur 2 - 3 tahun, dengan jarak tanam 10 m. Tanaman muda harus
dilindungi/dinaungi dan akan berbuah setelah berumur 8-15 tahun. Pohon
yang dipupuk akan lebih cepat berbuah (Prihatman, 2000).
2.1.4. Keanekaragaman
Tidak kurang dari 200 jenis Garcinia tumbuh tersebar di seluruh
dunia dan 100 jenis di antaranya terdapat di kawasan Asia Tenggara. Tiga
puluh dari 100 jenis Garcinia di Asia Tenggara termasuk dalam buah-
buahan yang dapat dimakan (edible fruits) (Jansen, 1991; Noor, 1998). Di
Indonesia belum ada data tentang jumlah kekayaan keanekaragaman jenis
Garcinia (Garcinia spp.). Dari hasil pengamatan spesimen herbarium dan
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
studi pustaka ternyata 64 jenis Garcinia (Garcinia spp.) terdapat di
Indonesia dan Kalimantan mempunyai keanekaragaman jenis Garcinia
yang tertinggi (25 jenis) jika dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di
Indonesia. Oleh karena itu, Kalimantan merupakan pusat keanekaragaman
jenis Garcinia di Indonesia (Soecipto Hariyanto, 2007).
Hanya 5 jenis saja yang dilaporkan telah di budidayakan di kebun-
kebun penduduk di seluruh Indonesia. Kelima jenis Garcinia yang telah di
budidayakan adalah gelugur (G.atroviridis), mundu (G. dulcis), manggis
(G. mangostana), kandis (G. nigrolineata), dan ceri (G. parviflora)
(Jansen,1991). Namun Siregar (2006 ) melaporkan bahwa G. beccari yang
tumbuh di Kalimantan juga telah di budidayakan dan di tanam di
kawasan agroforestri di sekitar pemukiman penduduk (Soecipto Hariyanto,
2007).
2.1.5. Ekologi dan Penyebaran
Manggis termasuk salah satu jenis tumbuhan tahunan yang hidup di hutan
tropis teduh di kawasan Asia Tenggara dapat ditemukan di kawasan Asia
Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand (Hasanah,
2012). Dari Asia Tenggara tanaman manggis menyebar sampai ke daerah
Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Filipina, Papua New
Guinea, Kamboja, Madagaskar, Honduras, Brazil dan Australia Utara
(Prihatman, 2000; ICUC, 2003). Pertumbuhan buahnya di Indonesia,
Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam terjadi pada bulan Mei hingga
Januari, sedangkan di Australia pada bulan November hingga April
(Osman dan Milan, 2006).
2.1.6. Budidaya
Pohon manggis dapat diperbanyak dengan biji/bibit hasil
penyambungan pucuk. Pohon yang ditanam dari biji baru berbunga pada
umur 10-15 tahun sedangkan yang ditanam dari bibit hasil sambungan
dapat berbunga pada umur 5-7 tahun (Prihatman, 2000).
Biji yang akan dijadikan benih diambil dari buah tua yang berisi
5-6 segmen daging buah dengan 1-2 segmen yang berbiji, tidak rusak,
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beratnya minimal satu gram dan daya kecambah sedikitnya 75%. Buah
diambil dari pohon yang berumur sedikitnya 10 tahun. Untuk pembuatan
bibit dengan cara sambungan diperlukan batang bawah dan pucuk (entres)
yang sehat. Batang bawah adalah bibit dari biji berumur lebih dari dua
tahun dengan diameter batang 0.5 cm dan kulitnya berwarna hijau
kecoklatan (Prihatman, 2000).
Penyiapan benih dilakukan dengan menghilangkan daging buah,
rendam buah dalam air bersih selama 1 minggu (dua hari sekali air diganti)
sehingga lendir dan jamur terbuang. Biji akan mengelupas dengan
sendirinya dan biji dicuci sampai bersih. Celupkan biji ke dalam fungisida
Benlate dengan konsentrasi 3 g/L selama 2-5 menit. Kering anginkan biji
di tempat teduh selama beberapa hari sampai kadar airnya 12-14%
(Prihatman, 2000).
Pucuk untuk sambungan berupa pucuk (satu buku) yang masih
berdaun muda berasal dari pohon induk yang unggul dan sehat. Dua
minggu sebelum penyambungan bagian bidang sayatan batang bawah dan
pucuk diolesi zat pengatur tumbuh Adenin/Kinetin dengan konsentrasi
500 ppm untuk lebih memacu pertumbuhan (Prihatman, 2000).
2.1.7. Nilai Gizi dan Kandungan Kimia Biji Manggis (Garcinia mangostana)
Buah manggis banyak mengandung serat dan karbohidrat, serta
mengandung banyak sekali vitamin A, B2, B6 dan vitamin C dan
mengandung berbagai mineral seperti zat besi, kalsium dan kalium.
Kandungan kimia yang terdapat pada buah manggis antara lain gula
sakarosa, dekstrosa dan levulosa (Yunitasari, 2011).
Kulit buah manggis mengandung air 62,05%; lemak 0,63%;
protein 0,71%; total gula 1,17%; dan karbohidrat 35,61%. Berbagai
penelitian menunjukkan kulit buah manggis kaya akan antioksidan,
terutama antosianin, xanthone, tanin dan asam fenolat (Yunitasari, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian, kulit manggis mengandung flavonoid, tanin,
saponin, kuinon dan steroid (Norasmah, 1996).
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Biji manggis mengandung vitamin C (Quisumbing, 1978). Selain
itu, biji manggis juga mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid,
tanin, saponin, terpenoid dan alkaloid (Ajayi I. A, 2011).
2.1.8. Khasiat dan Kegunaan
Manfaat tanaman manggis menurut Yunitasari (2011) adalah sebagai
berikut:
1. Sebagai obat kanker.
2. Suplemen untuk diet.
3. Bahan pewarna.
4. Rebusan kulit buah manggis mempunyai efek antidiare.
5. Buah manggis muda mempunyai efek speriniostatik dan
spermisida.
6. Hasil penelitian dilaporkan bahwa mangostatin hasil isolasi dari
kulit buah manggis mempunyai aktifitas antiinflamasi dan
antioksidan
7. Hasil studi farmakologi dan biokimia dapat diketahui bahwa
mangostatin secara kompetitif menghambat tidak hanya reseptor
histamin H, mediator kontraksi otot lunak tetapi juga epiramin
yang membangun tempat reseptor H1, pada sel otot lunak secara
utuh.
8. Masyarakat menggunakan buah manggis untuk mengobati diare,
radang amandel, keputihan, disentri, wasir, borok, dan sebagai
peluruh dahak, serta mengobati sakit gigi. Kulit buah manggis
digunakan untuk mengobati sariawan, disentri, nyeri urat, sembelit.
Kulit batang buah manggis digunakan untuk mengatasi nyeri perut.
Akarnya digunakan untuk mengatasi haid yang tidak teratur.
2.2. Sistem Reproduksi Tikus Jantan
Tikus adalah salah satu hewan penelitian yang paling banyak
digunakan dalam fisiologis reproduksi. Testis tikus jantan terdapat pada
dua kantung skortum yang dipisahkan oleh membran tipis yang terletak
antara anus dan preputium. Testis tersebut kemudian turun dari
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hari ke 30–40 masa hidupnya dari rongga perut ke kantung skortum
melalui kanalis inguinal terbuka. Jarak dubur kelamin pada tikus jantan
lebih jauh daripada betina (Suckow, 2006).
Testis terdiri dari tubulus seminiferus yang panjang dan berkelok-
kelok, yang pada epitelnya merupakan tempat berlangsungnya
spermatogenesis. Ujung dari tubulus seminiferus ini kemudian bermuara
menuju epididimis (Barrett et al, 2010). Epididimis terdiri dari tiga bagian:
kaput epididimis yang membesar di ujung proksimal pada testis, yang
hampir seluruhnya terbenam ke dalam lemak; korpus epididimis yang
terdapat di sekitar dorsomedial testis serta kauda epididimis pada ujung
distal testis, merupakan tempat pematangan spermatozoa, yang kemudian
bermuara ke vas deferens (Suckow, 2006).
Gambar 2.2 Penampang ventral Sistem Urogenital Tikus Jantan
(Suckow, 2006).
Diantara tubulus seminiferus di dalam testis terdapat sel Leydig
yang merupakan sel interstisial berfungsi mensekresikan testosteron ke
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam pembuluh darah (Barrett et al, 2010). Selain sel germinal, di dalam
tubulus seminiferus juga terdapat sel sertoli. Sel ini berperan secara
metabolik dan struktural untuk menjaga spermatozoa yang sedang
berkembang juga memfagosit sitoplasma spermatid yang telah
dikeluarkan. Ukuran sel sertoli sangat besar dengan selubung sitoplasma
yang melimpah dan mengelilingi spermatogonia yang sedang berkembang
(Guyton and Hall, 2006). Sel sertoli mensekresikan Androgen Binding
Protein (ABP), inhibin dan Mullerian Inhibiting Substance (MIS). Sel
sertoli mengandung aromatase, yaitu enzim yang berperan dalam
perubahan androgen menjadi estrogen (Barrett et al, 2010).
2.2.1. Spermatozoa
Proses produksi spermatozoa di dalam testis disebut
spermatogenesis. Spermatozoa pada hewan pengerat lebih panjang dari
spesies mamalia lain, termasuk manusia dan hewan domestic pada
umuumnya (Krinke, 2000). Kepala sperma tikus berbentuk kait, seperti
pada hewan pengerat lainnya (gambar Gambar 2.3)
Gambar 2.4 Spermatozoa
Sumber : Rat Sperm Morphological Assessment, Guideline Document Ed.1 Oktober 2000.
2.2.2. Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses terbentuknya spermatozoa sel
primordial. spermatogenesis pada tikus terdiri dari 3 fase yaitu mitosis,
meiosis dan spermiogenesis (Hess dan Franca, 2008). Pada tikus
Gambar 2.3 Spermatozoa pada perbesaran 400x
Sumber : Rat Sperm Morphological Assessment, Guideline Document Ed.1 Oktober 2000.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
perkembangan spermatogonium, spermatosit atau spermatid saling
terintegrasi dan terorganisasi dengan baik pada daerah yang sama dalam
tubulus. Siklus epitel seminiferus dengan asosiasi sel yang jelas disebut
“stage of the cycle” yang dilambangkan dengan huruf romawi I - XIV dan
spermiogenesis dibagi atas 1-19 tahap (Krinke, 2000).
Secara umum spermatogonium dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe A,
Intermediate, dan tipe B. Spermatogonium tipe A dibagi lagi menjadi A0
(yang disebut juga stem sel) dan tipe A1-A4. Spermatogonium tipe A0
terdapat di membran basal pada tubulus seminiferus dan mempunyai
kemampuan untuk membelah menjadi 2 sel anak, yang salah satunya
menjadi A1 spermatogonium. Pada tikus, A1 spermatogonia kemudian
mengalami 6 tahap mitosis dan kemudian menjadi preleptotene
spermatosit (Krinke, 2000).
Spermatosit kemudian bermeiosis, dimana spematosit berkembang
dari leptotene, zygotene dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder
pada komponen ad luminal dari sel sertoli pada tubulus seminiferus.
Selama fase meiosis, setiap spermatosit membelah menjadi 4 spermatid
yang bersifat haploid (Krinke, 2000).
Spermiogenesis terdiri dari 4 fase yaitu fase golgi, fase cap, fase
akrosom dan fase maturasi (Hess dan Franca, 2008). Fase golgi (tahap 1-
3) terdapat granul akrosom, fase cap (tahap 4-7) adanya head cap pada
granul akrosom yang membesar yang menutupi 1/3 bagian nucleus, fase
akrosom (8-14) nukleus dan head cap memanjang, sedangkan pada tahap
13 dan 14 nukleusnya menjadi lebih pendek dan sitoplasma terkondensasi
di sepanjang ekor serta terlihat ekor memanjang, fase maturasi (15-19)
terlihat pada tahap 19 spermatozoa dilepaskan ke arah lumen dan ekor
mengarah ke lumen (Krinke, 2000).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.5 .Siklus Spermatogenesis pada Tikus
Tahap siklus sel dalam spermatogenesis tikus dimulai se arah jarum jam dari kiri bawah A,
spermatogonium tipe A; In, spermatogonium tipe intermediate, B, spermatogonium tipe B; R,
resting spermatosit primer; L,Leptotene spermatosit; Z, zygotene spermatosit; P (I), P (VII), P
(XII), awal, pertengahan dan akhir spermatosit pakiten. Angka romawi menunjukkan tahap siklus
dimana mereka ditemukan; DI, diplotene; II, spermatosit sekunder; 1 – 19, langkah-langkah
spermiogenesis. Tabel di tengah memberikan komposisi cellular tahapan siklus epitel seminiferus
(I – XIV). M superscript mengindikasikan terjadinya mitosis. Diadaptasi dari Clermont dengan
sedikit modifikasi (1962) (Krinke, 2000).
2.2.3. Hormon yang mengontrol Spermatogenesis
Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang
dihasilkan oleh hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Hormon yang
terlibat adalah testosteron, Hormon Lutein (LH), hormon perangsang
folikel (FSH: Follicle Stimulating Hormone), estrogen, dan hormon
pertumbuhan lainnya. Testis selain sebagai organ penghasil sperma juga
menghasilkan hormon-hormon seperti testosteron, dihidrotestosteron,
estradiol, progesteron dan lain-lain (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999).
1. Testosteron
Sekresi hormon ini oleh sel-sel Leydig yang terletak di intersisium
testis. Hormon ini memengang peranan penting pada satu tahap penting
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
proses pembelahan sel-sel germinal untuk pembentukan sperma, terutama
pembelahan miosis untuk membentuk spermatosit sekunder. Hormon ini
mengontrol perkembangan organ reproduksi pria dan tanda seks sekunder
pada pria berupa pembesaran laring, perubahan suara, pertumbuhan
rambut ketiak, pubis, dada, kumis dan jenggot. Juga pertumbuhan otot
dan tulang (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999).
2. Hormon Lutein
Hormon ini disekresikan oleh sel bagian anterior. Berperan dalam
stimulasi sel-sel Leydig untuk meproduksi testosteron, juga menyebabkan
dihasilkannya estradiol (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999).
3. FSH
Dihasilkan oleh sel basofil lobus anterior hipofise. Pada testis
hormon ini mengakibatkan terpacunya Adenyl cyclase di dalam sel sertoli
yang berperan dalam meningkatkan produksi cyclic AMP, memacu
produksi androgen binding protein (ABP) di dalam tubuli semeniferus dan
di dalam epididymis. Dengan demikian FSH bekerja menyiapkan kadar
androgen yang cukup untuk sel germinal dan memacu pendewasaan
spermatozoa di dalam epididymis (Speroff , Glass RH, Kase NG, 1999).
4. Estrogen
Dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika sedang di stimulasi oleh FSH.
Hormon ini kemungkinan diperlukan pada proses spermiasi. Sel-sel sertoli
juga mengsekresikan suatu protein pengikat androgen. Yang mengikat
baik testosterone dan estrogen maupun keduanya ke dalam cairan tubulus
seminiferus, yang di perlukan untuk maturasi sperma (Speroff , Glass RH,
Kase NG, 1999).
5. Hormon pertumbuhan lainnya
Seperti juga pada sebagian hormon lainnya di perlu kan untuk
mengatur latarbelakang fungsi metabolisme testis. Hormon pertumbuhan
secara khusus meningkatkan pembelahan awal spermatogenesis (Speroff,
Glass RH, Kase NG, 1999).
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3. Karakteristik Tikus Sprague-Dawley
Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan
dalam penelitian dan percobaan antara lain mempelajari pengaruh obat-
obatan, toksisitas, metabolism, embriologi maupun dalam mempelajari
tingkah laku (Malole dan Pramono, 1989). Penelitian ini menggunakan
tikus putih jantan galur Sprague Dawley. Warna putih (albino). Jumlah
anak rata-rata 6-12 ekor dengan berat 5–6 gram saat lahir.
Berat tikus dewasa adalah 250–300 gram (betina); 450-520 gram
(jantan). Rentang hidup 2,5-3,5 tahun. Laju pernafasan: 70-115
napas/menit. Denyut jantung: 250-450 denyut/menit. Gigi seri open-rooted
dan tumbuh terus menerus. Tikus akan menggigit atau “mencubit” dengan
gigi seri yang tajam jika salah penanganan (SAGE®
Labs, 2013).
Rekomendasi diet: DietLab #5R24 (RMH2500), tikus sebaiknya
diberi makanan tikus atau rodent komersial dan air ad lib. Pola diet ini
adalah nutrisi lengkap dan tidak memerlukan suplemen. Asupan
makanan sekitar 5g/100gBB/hari, asupan air sekitar 10–12
mL/100gBB/hari (SAGE®
Labs, 2013).
2.4. Ekstraksi Dan Ekstrak
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut
cair. Ekstraksi juga merupakan penarikan zat pokok yang diinginkan dari
bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat
yang diinginkan larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali
dikumpulkan dan dikeringkan. Bahan-bahan dalam tanaman terdiri dari
campuran zat yang heterogen, beberapa mempunyai efek farmakologi dan
oleh karena itu dianggap sebagai zat yang dibutuhkan dan zat lain yang
tidak aktif secara farmakologi dianggap sebagai zat inert (Depkes, 2000).
Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke
dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,
kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Adapun beberapa cara
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ekstraksi yaitu ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin dan
ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas.
2.4.1. Ekstraksi dengan menggunakan Pelarut Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan (Depkes RI, 2000).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan (Depkes
RI, 2000).
2.4.2. Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan
proses pada residu pertama sampai 3- 5 kali sehingga termasuk proses
ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).
2. Soxlet
Soxlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik (Depkes RI, 2000).
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada
temperatur yang lebih tinggi dari ruangan kamar yaitu 40- 50˚C (Depkes
RI, 2000).
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air,
temperatur terukur 96-98˚ C selama waktu tertentu (15-20 menit)
(Depkes RI, 2000).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Dekokta
Dekok adalah infus pada waktu lebih lama ( ≥ 30 menit) dan temperatur
sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
2.5 Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
ELISA merupakan metode immunoassay yang menggunakan
enzim sebagai label. Metode ELISA dibagi 2 jenis teknik yaitu teknik
kompetitif dan non kompetitif. Teknik non kompetitif ini dibagi menjadi
dua yaitu sandwich dan indirek. Pemeriksaan hormon menggunakan teknik
kompetitif dan sandwich (Kricka, 1999; Asihara, 2001).
2.5.1 Competitive Assay Format
Competitive Assay Format adalah format pengujian dengan
kombinasi dari analit yang jumlahnya tidak diketahui pada sampel dan
analit dari referensi (Kit) untuk bersaing mengikat daerah ikatan antibodi
(antibody binding site) dalam jumlah yang terbatas.
Gambar 2.6 Competitive Assay Format (Technical Guide for ELISA, 2013)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.7 keterangan gambar (Technical Guide for ELISA, 2013)
Gambar 2A menjelaskan, analit sampel yang ditambahkan berkompetisi
dengan solid phase adsorbed analit referensi (kit) untuk mengikat antibodi
berlabel dalam jumlah yang terbatas. Pada gambar 2B menjelaskan, analit
referensi yang berlabel dalam larutan dikombinasi dengan analit sampel
berkompetisi untuk mengikat solid phase adsorbed antibody dalam jumlah
yang terbatas.
2.5.2 Non Competitive Assay Format
Non competitive assay adalah format pengujian dimana daerah
ikatan antibodi yang ada lebih dari jumlah analit yang dideteksi. Sehingga
format non kompetitif ini yang paling sensitif.
Gambar 2.8 Non competitive Assay (Technical Guide for ELISA, 2013)
Antibodi dengan
berbagai
spesifikasi
Antigen dengan
berbagai epitop
Protein untuk
memblok nonspecific
binding site
Streptavi-
din enzim
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.3 Sandwich Assay Format
Prinsip dasar dari sandwich assay adalah sampel yang mengandung
antigen direaksikan dengan antibodi spesifik pertama yang terikat dengan
fase padat. Selanjutnya ditambahkan antibodi spesifik kedua yang berlabel
enzim dan ditambahkan substrat dari enzim tersebut (Asihara, 2001).
Gambar 2.9 Sandwich Assay Format (Technical Guide for ELISA, 2013)
Keuntungan metode ELISA yaitu:
1. Cukup sensitif
2. Reagen relatif murah dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama
3. Dapat memeriksa beberapa parameter sekaligus
4. Peralatan mudah didapat
5. Tidak menggunakan zat radiasi (Asihara, 2001)
Kerugian metode ELISA:
1. Pemeriksaan menggunakan enzim sebagai label cukup kompleks karena
akvitas enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor (Asihara, 2001)
2.5.4 Kit ELISA
Kit ELISA testosteron adalah fase padat enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) dengan prinsip competitive binding.
Sumuran mikrotiter dilapisi secara langsung dengan antibodi monoklonal
tikus untuk sisi antigen unik pada molekul testosteron. Testosteron
endogen dari sampel hewan uji berkompetisi dengan semacam testosteron
konjugat peroksidase untuk berikatan dengan lapisan antibodi. Setelah
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
inkubasi konjugat yang tidak terikat dihilangkan. Jumlah dari ikatan
konjugat peroksidase adalah berbanding terbalik terhadap konsentrasi
testosteron sampel. Setelah penambahan larutan substrat, intensitas warna
berkembang berbanding terbalik dengan konsentrasi dari sampel hewan
uji.
22
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 hingga Mei
2014. Pembuatan ekstrak dilakukan di laboratorium Farmakognosi dan
Fitokimia, pemeliharaan dan perlakuan hewan uji di Animal House (AH).
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.2. ALAT DAN BAHAN
3.2.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender
(Philips), timbangan analitik (AND GH-202 dan Wiggen Hauser), botol
maserasi, vacuum rotary evaporator (EYELA), erlenmeyer, beaker glass,
batang pengaduk, spatula, kertas saring, kapas, corong gelas, tabung
reaksi, pipet tetes, cawan penguap, botol timbang, kurs silikat, oven
(Memmert), tanur (Thermo Scientific), freeze dryer, alumunium foil,
timbangan, kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, sonde oral,
syringe, wadah pembiusan, alat bedah minor, kaca objek dan cover glass,
mikropipet (Eppendorf Research plus), Eppendorf tube, centrifuge,
vortex, mikroskop cahaya (Motic dan Epson), Hemositometer Improved
Neubauer (NESCO), freezer, waterbath, desikator, Kit ELISA dan ELISA
reader.
3.2.2. Bahan Penelitian
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak
etanol 70% dari biji buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang
diperoleh dari Perkebunan Manggis di Lubuk Alung, Padang. Sebelum
dilakukan penelitian, buah manggis terlebih dahulu dideterminasi di
“Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi – LIPI
Bogor untuk memastikan kebenaran bahan uji.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol
70%, pereaksi untuk penapisan fitokimia (HCl pekat; HCl 2N; pereaksi
Mayer; asam asetat anhidrat; asam sulfat pekat; magnesium; ammoniak
1%; kloroform; Aquadest; H2SO4 pekat; FeCl3 0,1%; pereaksi stiasny;
natrium asetat). Natrium karbonil metil selulosa untuk penyiapan suspensi
zat aktif. Penyiapan sperma (normal saline water); larutan George; NaCl
fisiologis; dan larutan Baker‟s buffer (glukosa 3%; Na2HPO4 2 H2O
0,31%; NaCl 0,2%; KH2PO4 0,01%).
3.2.3. Hewan Uji
Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus
putih jantan strain Sprague Dawley yang sehat dan fertil berumur 2,5 – 3
bulan dengan berat badan 200-300 gram yang diperoleh dari Animal
Facility and Modeling Provider Institut Pertanian Bogor (IPB).
3.3. RANCANGAN PENELITIAN
3.3.1. Besar Sampel
Penelitian ini bersifat eksperimental yang terbagi dalam 5
kelompok perlakuan yang masing – masing kelompok terdiri dari 5 ekor
tikus putih jantan strain Sprague Dawley (WHO,2000). Hewan uji yang
digunkan sebanyak 25 ekor tikus.
3.3.2. Dosis Perlakuan
Acuan dosis yang digunakan berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Azrifitria (2012). Perhitungan dosis yang diberikan dapat
dilihat pada lampiran. Pemberian ekstrak dilakukan selama 48 hari sesuai
dengan siklus spermatogenesis tikus (Krinke, 2000).
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1. Rancangan Percobaan
Kelompok Perlakuan Lama
Pemberian
Pengukuran/Bagian yang
digunakan
I (Kontrol) Tikus diberikan
(Natrium CMC 0,5%)
sebanyak 1 mL/0,2kgBB.
48 hari Darah dari vena lateral
ekor (testosteron Serum)
Sperma dikeluarkan dari
Kauda epididimis
II (Dosis
rendah)
Tikus diberikan ekstrak
biji manggis (Garcinia
mangostana L) dengan
dosis 1mg/0,2 kgBB
48 hari Darah dari vena lateral
ekor (testosteron Serum)
Sperma dikeluarkan dari
Kauda epididimis
III (Dosis
sedang)
Tikus diberikan ekstrak
biji manggis (Garcinia
mangostana L) dengan
dosis 10mg/0,2 kgBB
48 hari Darah dari vena lateral
ekor (testosteron Serum)
Sperma dikeluarkan dari
Kauda epididimis
IV (Dosis
tinggi)
Tikus diberikan ekstrak
biji manggis (Garcinia
mangostana L) dengan
dosis 20mg/0,2 kgBB
48 hari Darah dari vena lateral
ekor (testosteron Serum)
Sperma dikeluarkan dari
Kauda epididimis
V
(aktivitas
Spermisi-
dal)
Tikus dimatikan,
kemudian sperma
dikeluarkan dari kauda
epididimis untuk uji
aktivitas spermisidal
- Sperma dikeluarkan dari
Kauda epididimis
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak
Sebanyak 100 kg buah manggis yang telah matang dikupas, bijinya
dipisahkan dan dikumpulkan. Biji manggis yang telah dikumpulkan
kemudian dicuci bersih dengan air mengalir dan dikering-anginkan.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Biji manggis yang telah kering dihaluskan dengan blender hingga
menjadi serbuk. Serbuk biji manggis ditimbang dan dimaserasi dengan
menggunakan etanol 70% selama 72 jam kemudian disaring. Proses
maserasi ini diulang hingga dihasilkan maserat yang berwarna pucat
(mendekati tidak berwarna). Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan
vacuum rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Jika belum
didapatkan ekstrak kental, maka proses pemekatan ekstrak dilanjutkan
dengan freeze dryer dan kemudian ekstrak kental ditimbang.
3.4.2. Penapisan Fitokimia
Pengujian golongan metabolit sekunder dilakukan terhadap golongan :
1. Tanin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam cawan ditambahkan 2 mL etanol 70%
kemudian diaduk dibagi menjadi 3 tabung reaksi, tabung pertama
ditambahkan FeCl3 sebanyak 3 tetes, jika menghasilkan biru
karakteristik, biru-hitam, hijau atau biru-hijau dan endapan. Kedua,
ditambahkan pereaksi stiasny kemudian dipanaskan, positif tanin
terkondensasi berwana merah jambu. Ketiga, ditambahkan natrium
asetat dan FeCl3, positif tanin terhidrolisis biru tinta (Mojab,
Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003).
2. Alkaloid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL
etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan 5 ml HCl 2 N, dipanaskan
pada penangas air. Setelah dingin, campuran disaring dan filtrat
ditambahkan beberapa tetes reagen Mayer. Sampel kemudian diamati
hingga keruh atau ada endapan (Mojab, Kamalinejad, Ghaderi, &
Vahidipour, 2003).
3. Saponin
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL
etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan dengan 20 mL aquabides
dan dikocok kemudian didiamkan selama 15-20 menit.Jika tidak ada
busa = negatif; busa lebih dari 1 cm = positif lemah; busa dengan tinggi
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1,2 cm = positif; dan busa lebih besar dari 2 cm = positif kuat (Mojab,
Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003; Sarma & Babu, 2011).
4. Flavonoid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam cawan ditambahkan 2 mL etanol 70%
kemudian diaduk, ditambahkan serbuk magnesium 0,5 g dan 3 tetes
HCl pekat. Terbentuknya warna jingga sampai merah menunjukkan
adanya flavon, merah sampai merah padam menunjukkan flavanol,
merah padam sampai merah keunguan menunjukkan flavanon (Mojab,
Kamalinejad, Ghaderi, & Vahidipour, 2003).
5. Terpenoid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL
etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan 1 mL kloroform dan 1 mL
asetat anhidrida lalu didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan H2SO4.
Jika terjadi warna kemerahan, menunjukkan adanya triterpenoid
(Mandal dan Ghasal, 2012).
6. Steroid
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL
etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan 2 mL kloroform, kemudian
ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat dengan cara diteteskan pelan-pelan
dari sisi dinding tabung reaksi. Pembentukan cincin warna merah
menunjukkan adanya steroid (Mandal dan Ghasal, 2012).
3.4.3. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik
1. Parameter Spesifik
Identitas ekstrak dengan deskripsi tata nama sebagai berikut:
nama ekstrak,
nama latin tumbuhan (sistematika botani),
bagian tumbuhan yang digunakan,
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI, 2000).
Organoleptik diamati menggunakan panca indera untuk
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut:
bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair,
warna : kuning, coklat dll,
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bau : aromatic, tidak berbau dll,
rasa : manis, pahit, kelat dll (Depkes RI, 2000).
2. Parameter Non Spesifik
a. Susut pengeringan
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram
kemudian dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup
yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama
30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan
dalam botol timbang dengan menggoyang-goyangkan botol hingga
membentuk lapisan setebal 5 mm sampai 10 mm. jika ekstrak yang
diuji adalah ekstrak kental, ratakan dengan batang pengaduk.
Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya,
keringkan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Sebelum setiap
pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin
dalam desikator hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan
mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 gram silica pengering
yang telah ditimbang secara seksama. Setelah dikeringkankan dan
disimpan dalam desikator pada suhu kamar, silica tersebut
dicampurkan secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian
keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap
(Depkes RI, 2000).
b. Kadar abu
Sebanyak 2 gram ekstrak yang telah digerus dan timbang
secara seksama dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah
dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga
arang habis, dinginkan kemudian ditimbang. Jika dengan cara ini
arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas saring melalui
kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring
dalam kurs yang sama. Masukkan filtrat ke dalam kurs, uapkan.
Kemudian pijarkan hingga bobot tetap, lalu ditimbang. Hitung
kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes
RI, 2000).
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4. Penyiapan Hewan Coba
Tikus jantan galur Sprague-Dawley diaklimatisasi di animal house
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan selama 1 minggu. Diberi makan
dan minum ad libitum. Ekstrak etanol biji manggis diberikan secara oral
menggunakan sonde sekali setiap hari selama 48 hari dengan dosis seperti
tertera pada tabel rancangan percobaan (Tabel 3.1).
1. Kelompok I diberikan suspensi Natrium CMC.
2. Kelompok II ekstrak biji manggis 1 mg/0,2 kgBB yang disuspensikan
ke dalam larutan Natrium CMC.
3. Kelompok III ekstrak biji manggis 10 mg/0,2kgBB yang disuspensikan
ke dalam larutan Natrium CMC.
4. Kelompok IV ekstrak biji manggis 20 mg/0,2kgBB yang disuspensikan
ke dalam larutan Natrium CMC.
3.4.5. Pengukuran Parameter
1. Perhitungan konsentrasi spermatozoa
Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara
mengambil spermatozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang
didapat diletakkan dalam cawan penguap yang berisi cairan NaCl
sebanyak 500 µL. spermatozoa dimasukkan ke dalam kamar Neubauer
(Hemasitometer) sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung
jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung Neubauer dan
selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak
yang akan dihitung (Tabel 3.2). (Ilyas, 2007)
Tabel 3.2. pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung
No. Jumlah Spermatozoa
dalam 1 kotak
Faktor
pengenceran
Kotak kecil
yang dihitung
1. >40 50 kali 5
2. 15-40 20 kali 10
3. <15 10 kali 25
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran
spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung (Ilyas,
2007).
Tabel 3.3. Cara Pengenceran
No
.
Pengencera
n
Pembuatan Pengenceran
1. 50 kali a. 980 µL larutan George + 20 µL
spermatozoa
b. 2.450 µL Larutan George + 50 µL
spermatozoa
2. 20 kali 950 µL larutan George + 50 µL spermatozoa
3. 10 kali a. 900 µL larutan George + 100 µL
spermatozoa
b. 450 µL larutan George + 50 µL
spermatozoa
Setelah pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan jumlah
kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara
pengenceran pada table 3.3. Kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi
spermatozoa sesuai dengan rumus di bawah ini (Ilyas, 2007)
(3.2)
Keterangan:
n = jumlah spermatozoa yang dihitung
10.000 = volume kamar hitung Neubauer
Fp = factor pengenceran
25 = total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung
Neubauer
k = kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan
vNaCl = volume NaCl fisiologis (mL) yang digunakan untuk
membantu mengeluarkan spermatozoa dari kauda epididimis.
Perhitungan konsentrasi spermatozoa (juta/mL) dapat terlihat dari tabel 3.4
berikut.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.4. Rumus Konsentrasi Spermatozoa
No. Jumlah kotak yang
dihitung
Rumus konsentrasi Spermatozoa
1. 5 n x 10.000 x 50 x 5 x 0,5
2. 10 n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,5
3. 25 n x 10.000 x 10 x 1 x 0,5
2. Konsentrasi hormon testosteron
Selama 48 hari tikus diberikan perlakuan dengan cara
memberikan ekstrak etanol biji manggis per oral. Pada hari ke 0 dan 49
dilakukan pengambilan darah melalui vena lateral ekor sebanyak 1 mL,
kemudian dimasukkan ke dalam tube. Darah dalam tube disentrifugasi
dengan kecepatan 3.000 rpm untuk memisahkan serum yang akan
digunakan untuk mengukur konsentrasi testosteron tikus. Serum
kemudian disimpan dalam freezer suhu -20oC sampai hari ke-49.
Pengukuran konsentrasi hormon testosteron plasma dilakukan di
laboratorium dengan menggunakan kit ELISA Testosteron dari DRG
International pada hari ke 48. Kadar hormon minimal yang dapat
terdeteksi pada kit ini adalah 0,086 ng/mL. Prosedur pengukuran hormon
dilakukan berdasarkan instruksi manual yang disertakan dalam kit
(Tanga Krishna, 2012).
Prosedur pengukuran kadar testosteron menggunakan kit ELISA,
larutan standar, kontrol dan sampel, dipipet masing-masing sebanyak 25
µL ke dalam wells. Enzyme conjugate dipipet sebanyak 200 µL ke dalam
setiap wells, kemudian dicampurkan selama 10 detik. Hal yang penting
adalah tahap pencampuran hingga selesai. Campuran tersebut kemudian
diinkubasi selama 60 menit pada suhu ruangan (tanpa menutup plate),
wells kemudian digoyangkan dengan cepat. Wells diteteskan dengan
wash solution (400 µL per well ), wells diletakan di atas kertas penyerap
untuk menhapus sisa tetesan. Substrate solution sebanyak 200 µL
ditambahkan ke dalam wells. Setelah itu diinkubasi selama 15 menit pada
suhu ruangan. Penghentian reaksi enzimatik dilakukan dengan
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penambahan stop solution sebanyak 100 µL ke dalam setiap wells.
Tentukan nilai absorbansi setiap wells pada 450 ± 10 nm dengan
microtiter plate reader waktu yang direkomendasikan untuk membaca
nilai absorbansi setiap wells adalah 10 menit setelah penambahan stop
solution.
3. Aktivitas Spermisidal
Aktivitas spermisidal ditentukan dengan menggunakan versi
modifikasi dari protokol asli (Sander dan Metode Cramer) yang
mengukur konsentrasi minimum zat spermisida yang dibutuhkan untuk
membunuh 100 % sperma dalam 20 detik. Tikus yang digunakan adalah
tikus yang fertil. Tikus kemudian dikorbankan untuk mengambil kauda
epididimis kemudian semen dikumpulkan dan diinkubasi dengan normal
saline water untuk uji in vitro dari sperma tikus. Sperma yang digunakan
mempunyai motilitas (≥50%) (Ashish Ranjan Singth, 2013), sehingga
dilakukan pengujian motilitas sperma yang akan digunakan untuk
membuktikan bahwa tikus yang digunakan fertil.
Ekstrak etanol 70% biji manggis dengan berbagai konsentrasi
(50, 60, 70, 80, 90 dan 100 mg/mL) dicampur dengan suspensi sperma
yang mengandung 1 juta sperma. Campuran diamati di bawah mikroskop
selama 20 detik di perbesaran 10X dan diamati motilitas sperma.
Konsentrasi dicatat jika ada sperma motil yang terlihat, lalu 250 µL
buffer ditambahkan ke semua campuran dan diinkubasi pada suhu 37°C
selama minimal 60 menit. Larutan tersebut perlahan-lahan di vortex dan
diamati lagi setiap sperma yang motil. Konsentrasi dicatat sebagai hasil
yang efektif jika kedua tes menunjukkan tidak adanya sperma motil.
Titik akhir adalah konsentrasi terendah dari Ekstrak biji manggis yang
menyebabkan imobilisasi semua sperma dalam 20 detik pencampuran
(Ashish Ranjan Singth, 2013).
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5. ANALISA DATA
Data hasil percobaan dianalisis untuk melihat penurunan
konsentrasi spermatozoa, testosteron dan aktivitas spermisidal dari
masing-masing kelompok perlakuan. Analisis data menggunakan program
pengolahan data statistic SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji
homogenitas, uji parametrik (one-way ANOVA) atau non parametrik
(Kruskal Wallis). Jika hasil dari uji ANOVA maupun Kruskal Wallis
menunjukkan perbedaan yang nyata (p≤0,05) maka analisis data
dilanjutkan menggunakan uji Least Significant Difference (LSD).
33
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENELITIAN
4.1.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di “Herbarium Bogoriense”,
Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor. Hasil determinasi
menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman manggis
(Garcinia mangostana L) suku Clusiaceae. Surat pernyataan hasil
determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.
4.1.2 Ekstraksi
Dari 100 kg buah manggis segar, diperoleh 186,56 gram serbuk biji
manggis (Garcinia mangostana L.). Serbuk biji manggis dimaserasi
dengan etanol 70% hingga dihasilkan maserat yang berwarna pucat
(lebih bening daripada maserat awal). Ekstrak cair yang diperoleh
kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator. Ekstrak yang
diperoleh belum menjadi ekstrak kental, maka ekstrak dipekatkan
dengan freeze dryer di Pusat Penelitian Mikrobiologi-LIPI Bogor.
Ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 19,92 gram. Sehingga
dihasilkan rendemen 10,68%, perhitungan rendemen dapat dilihat pada
lampiran 7.
4.1.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak
Hasil penapisan fitokimia ekatrak biji manggis (Garcinia
mangostana L.) ditunjukkan pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia
Penapisan Fitokimia Hasil
Tanin Positif
Alkaloid Negatif
Flavonoid Positif
Saponin Negatif
Terpenoid Positif
Steroid Positif
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak
Hasil pengujian parameter spesifik dan nonspesifik ekstrak biji
manggis (Garcinia mangostana L.) dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Pengujian Parameter Ekstrak
Parameter Hasil
Parameter
Spesifik
1. Identitas Ekstrak
a. Nama latin tumbuhan
b. Bagian tumbuhan yang
digunakan
c. Nama Indonesia
tumbuhan
Garcinia mangostana L.
Biji
Manggis
2. Organoleptik
a. Bentuk
b. Warna
c. Bau
Keras seperti karamel
Coklat
Khas
Parameter
nonspesifik
1. Susut pengeringan 8,36 %
2. Kadar abu 13,75 %
3. Persentase Rendemen 10,68 %
4.1.5 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa
Data hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa dapat dilihat pada
tabel 4.4.
Tabel 4.4 Konsentrasi Spermatozoa
Kelompok Konsentrasi Spermatozoa (juta/mL) ± SD
Kontrol 44,75 ± 16,00
Dosis 5 mg/KgBB 27,34 ±12,62
Dosis 50 mg/KgBB 26,00 ± 4,06
Dosis 100 mg/KgBB 21,12 ± 3,63
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.2 Grafik Konsentrasi Spermatozoa
Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa menunjukkan adanya
penurunan konsentrasi seiring dengan peningkatan dosis ekstrak biji
manggis yang diberikan pada hewan coba.
Data hasil perhitungan kemudian diolah secara statistik dengan uji
one-way ANOVA. Hasil varian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
secara bermakna (p≤0,05) hasil analisis statistik dapat dilihat pada
lampiran 11.
4.1.6 Perngukuran Konsentrasi Testosteron
Pengukuran Konsentrasi testosteron dilakukan sebanyak dua kali, yaitu
pertama pada hari ke-0 sebelum pemberian ekstrak. Ekstrak diberikan
selama 48 hari. Pada hari ke-49 sebelum dikorbankan, tikus diambil
darahnya kembali. Hasil pengukuran konsentrasi testosteron dapat
dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Konsentrasi Testosteron
Kelompok Konsentrasi Testosteron ± SD
H-0 H-49
Kontrol 1,87 ± 0,67 0,83 ± 0,47
5 mg/KgBB 3,09 ± 1,17 2,54 ± 2,89
50 mg/KgBB 3,55 ± 2,16 5,60 ± 6,24
100 mg/KgBB 4,87 ± 4,34 4,97 ± 3,76
44,75
27,343 26
21,12
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Kontrol 5 mg/KgBB 50 mg/KgBB 100 mg/KgBB
kon
sen
tras
i sp
erm
ato
zoa
(ju
ta/m
L)
kelompok dosis
Grafik Konsentrasi Spermatozoa
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.3 Grafik Konsentrasi Testosteron
Dari pengamatan di atas dapat dilihat terjadi penurunan konsentrasi
testosteron dari hari ke-0 dibandingkan hari ke-49 disetiap kelompok,
kecuali pada kelompok dosis sedang (50 mg/kgBB) dan tinggi (100
mg/kgBB). Data tersebut kemudian diolah secara statistik
menggunakan SPSS 16. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa
perubahan konsentrasi testosteron yang terjadi tidak berbeda bermakna
(p>0,05). Hasil analisa statistik dapat dilihat pada lampiran 13.
4.1.7 Pengujian Aktivitas Spermisidal
Pengujian aktivitas spermisidal dilakukan dengan metode Sander
dan Cramer dengan variasi dosis (50, 60, 70, 80, 90 dan 100 mg/mL).
Hasil pengamatan dapat di lihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 hasil pengujian aktivitas spermisidal
Konsentrasi Ekstrak
(mg/mL)
Motilitas (%)
MEC awal
setelah diberikan ekstrak
(setelah 20 detik)
50 96,19 18,86
100
mg/mL
60 92,59 15,34
70 94,40 9,90
80 94,48 7,90
90 94,48 1,47
100 93,49 0
1,87
3,09 3,55
4,87
0,83
2,54
5,6
4,97
0
1
2
3
4
5
6
Kontrol Rendah Sedang Tinggi
kon
sen
tras
i te
sto
ste
ron
(n
g/m
L)
kelompok dosis
Grafik Konsentrasi Testosteron
H-0
H-49
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.4 Grafik Persentase Motilitas setelah 20 detik pemberian
ekstrak etanol 70% biji manggis
Dari hasil pengamatan dapat dilihat konsentrasi efektif minimum
(MEC) ekstrak etanol 70% biji manggis untuk membunuh 100%
sperma adalah 100 mg/mL.
4.2 PEMBAHASAN
Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antifertilitas adalah
Garcinia mangostana L. Bagian yang digunakan adalah biji manggis.
Buah manggis diperoleh dari Lubuk Alung, Padang. Biji manggis yang
digunakan berasal dari buah manggis yang telah matang, dengan kulit
buah berwarna ungu kemerahan. Determinasi tanaman dilakukan di
„Herbarium Bogoriense”, bidang botani Pusat Penelitian Biologi – LIPI
Bogor, menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar
Garcinia mangostana L. dari famili Clusiaceae.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Maserasi dipilih
karena menggunakan peralatan yang sederhana dan mudah dalam proses
pengerjaannya. Metode maserasi juga dapat digunakan untuk menarik
senyawa – senyawa yang tidak tahan terhadap pemanasan. Pelarut yang
digunakan adalah etanol. Etanol digunakan untuk maserasi karena
sifatnya yang polar.
100; 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0 20 40 60 80 100 120
mo
tilit
as s
ete
lah
20
de
tik
pe
mb
eri
an
eks
trak
(%
)
dosis (mg/mL)
Grafik Motilitas setelah 20 detik
motilitas
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konsentrasi pelarut yang digunakan adalah 70% karena sampel
yang diuji merupakan simplisia kering, sehingga kandungan air pada
etanol 70% dapat mempermudah proses penarikan senyawa pada saat
ekstraksi. Filtrat hasil maserasi yang didapat kemudian dipekatkan
menggunakan vacuum rotary evaporator untuk menguapkan pelarut
sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh belum kental,
sehingga pemekatan ekstrak dilanjutkan menggunakan freeze dryer hingga
diperoleh ekstrak kental.
Sebanyak 186,56 gram serbuk biji manggis (Garcinia mangostana
L.) dimaserasi, didapatkan ekstrak kental sebanyak 19,92 gram. Sehingga
dihasilkan rendemen ekstrak 10,68%. Pemeriksaan parameter spesifik dan
non spesifik ekstrak juga dilakukan. Pada parameter non spesifik
dilakukan uji susut pengeringan dan kadar abu. Tujuan pemeriksaan susut
pengeringan adalah untuk mengetahui jumlah senyawa yang hilang selama
proses pengeringan (Depkes RI, 2000). Sedangkan pemeriksaan kadar abu
bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral yang berasal dari proses
awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000). Hasil pemeriksaan
kadar abu yaitu 13,75% dan susut pengeringan 8,36%.
Tikus yang digunakan sebagai bahan uji adalah tikus putih jantan
strain Sprauge Dawley berumur 2,5-3 bulan. Pemilihan strain Sprauge
Dawley dikarenakan strain ini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi
ditandai dengan jumlah sperma dalam epididimis lebih banyak
dibandingkan dengan strain lain (Wilkinson et al., 2000). Hewan coba
dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol, dosis rendah
(5mg/kgBB), dosis sedang (50mg/kgBB) dan dosis tinggi (100mg/kgBB)
serta satu kelompok untuk pengujian aktivitas spermisidal secara in vitro.
Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Hal ini disesuaikan dengan
Research Guidelines for Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal
Medicines (WHO, 2000) yaitu jika hewan pengerat yang digunakan maka
masing-masing kelompok perlakuan harus terdiri dari setidaknya lima ekor
hewan percobaan. Berat badan hewan coba diukur setiap empat hari sekali
untuk menghitung volume ekstrak yang akan diberikan.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perlakuan yang diberikan kepada hewan coba dibagi menjadi dua,
pertama terdiri dari empat kelompok yaitu kelompok kontrol, dosis
rendah, sedang dan tinggi diberikan ekstrak sesuai dosis setiap kelompok
per oral menggunakan sonde oral, sedangkan kelompok kontrol diberikan
suspensi Natrium CMC 0,5%. Penyondean dilakukan setiap hari selama 48
hari. Kedua, kelompok tikus untuk uji aktivitas spermisidal secara in
vitro.
Pengamatan yang diamati yaitu konsentrasi spermatozoa,
konsentrasi testosteron dan aktivitas spermisidal ekstrak etanol 70% biji
manggis (Garcinia mangostana L.). Pengamatan pertama yaitu
konsentrasi spermatozoa. Spermatozoa diperoleh dari kauda epididimis.
Kauda epididimis merupakan tempat pematangan spermatozoa sebelum
siap diejakulasikan. Sehingga diperkirakan bahwa spermatozoa yang telah
matang paling banyak dibagian kauda epididimis.
Berdasarkan hasil perhitungan spermatozoa menunjukkan adanya
penurunan konsentrasi secara bermakna (p≤0,05) setelah pemberian ketiga
dosis ekstrak etanol 70% biji manggis per oral selama 48 hari. Pada
penelitian Azrifitria (2012) pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis
selama 20 hari dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa seiring
bertambahnya dosis, namun penurunan yang terjadi tidak berbeda
bermakna. Dengan demikian terbukti bahwa induksi ekstrak biji manggis
dalam waktu yang lebih lama yaitu 48 hari sesuai dengan siklus
spermatogenesis memberikan efek penurunan konsentrasi sperma secara
bermakna. Semakin besar dosis ekstrak yang diberikan, semakin besar
pula pengaruhnya terhadap penurunan konsentrasi spermatozoa.
Konsentrasi spermatozoa yang terendah terjadi pada kelompok tikus yang
diberikan dosis 100 mg/KgBB.
Menurut Mc Lachlan (2000) penurunan jumlah sel spermatozoa
diduga melalui beberapa mekanisme seperti adanya gangguan dalam
proses meiosis; gangguan proses spermiogenesis awal karena lepasnya
spermatid ke lumen tubulus; dan karena terjadi apoptosis spermatid. Pada
penelitian Azrifitria (2012) dilakukan pengamatan perbandingan jumlah
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
spermatosit pakiten per sel sertoli. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
jumlah spermatosit pakiten dan jumlah sel Sertoli mengalami penurunan
pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Penurunan
jumlah sel pakiten per sertoli ini terjadi seiring dengan peningkatan dosis
yang diberikan pada tikus jantan strain Sprague-Dawley meskipun
penurunan yang terjadi tidak berbeda bermakna. Terjadinya penurunan
jumlah sel Sertoli mengindikasikan kegagalan fungsi sel Sertoli untuk
melindungi sel-sel germinal terhadap apoptosis. Penurunan jumlah
spermatosit menyebabkan jumlah spermatid juga menurun karena
spermatosit yang mengalami meiosis kedua menjadi spermatid menurun.
Sedangkan spermatid merupakan cikal bakal spermatozoa. Pengurangan
spermatid akan berefek langsung pada spermatozoa yang dihasilkan.
Penurunan konsentrasi spermatozoa juga dapat berkaitan dengan
konsentrasi hormon testosteron. Dalam proses spermatogenesis ada
beberapa hormon yang memegang peranan penting, yaitu testosteron,
Luteinizing hormone (LH), Folicle stimulating hormone (FSH), estrogen
dan Growth hormone (Guyton and Hall, 2006). FSH dan LH disekresikan
oleh kelenjar pituitary anterior. FSH menstimulasi sel-sel sertoli; tanpa
stimulasi ini, perubahan spermatid menjadi sperma (spermiogenesis) tidak
akan terjadi. Sedangkan LH merangsang sel Leydig untuk mensekresikan
testosteron. Testosteron penting untuk pertumbuhan dan pembelahan sel
germinal pada testis, yang merupakan tahap pertama dalam pembentukan
sperma. Penurunan konsentrasi testosteron menyebabkan terganggunya
proses spermatogenesis. Terganggunya proses spermatogenesis
selanjutnya berpengaruh pada konsentrasi spermatozoa di epididimis.
Parameter selanjutnya adalah pengukuran konsentrasi testosteron.
Testosteron yang diukur adalah dalam serum darah tikus pada hari ke-0
sebelum pemberian ekstrak dan pada hari ke-49 saat pembedahan.
Pengambilan darah dilakukan pada vena lateral ekor. Vena lateral ekor
dipilih karena prosedurnya yang mudah dan pemulihan luka yang cepat.
Darah yang didapatkan kemudian disimpan dalam kulkas selama 24 jam
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hingga terbentuk serum. Serum dipisahkan dan disimpan dalam freezer
suhu -20oC sampai nanti waktu pengukuran.
Hasil pengukuran konsentrasi testosteron menunjukkan penurunan
konsentrasi pada kontrol dan dosis rendah serta peningkatan konsentrasi
pada kelompok dosis sedang dan tinggi, namun perbedaannya tidak
bermakna. Peningkatan konsentrasi testosteron pada dosis sedang melebihi
rentang konsentrasi normal testosteron yaitu 0,66–5,4 ng/mL. Dengan
meningkatnya testosteron dalam darah menyebabkan terjadinya
mekanisme umpan balik negatif terhadap hipotalamus dan hipofisis.
Testosteron akan menghambat hipotalamus untuk menghasilkan GnRH
dan menghambat hipofisis anterior untuk menghasilkan LH, penurunan
LH menyebabkan menurunnya produksi testosteron dan penurunan
testosteron menyebabkan atropi epididimis sehingga konsentrasi sperma
pun menurun. Pada beberapa penelitian seperti, pemberian ekstrak air biji
pinang pada tikus menyebabkan meningkatnya konsentrasi testosteron
(Akmal, 2010). Konsentrasi testosteron juga dipengaruhi asupan makanan
seperti protein dan lemak (Alemany dkk, 2008; Fontana dkk, 2006).
Asupan protein dan lemak membantu peningkatan sirkulasi hormon
testosteron, disamping protein sendiri merupakan prekursor dari hormon.
Kekurangan protein dan lemak dalam waktu yang lama atau dalam jumlah
yang besar akan menurunkan produksi hormon testosteron.
Parameter selanjutnya adalah pengujian aktivitas spermisidal
secara in vitro, yaitu kemampuan ekstrak membunuh 100% sperma dalam
waktu 20 detik. Pengujian ini dilakukan menggunakan metode Sander and
Cramer. Konsentrasi efektif minimum (MEC) ekstrak yang dapat
membunuh 100% sperma dalam 20 detik adalah 100 mg/mL. Ada
beberapa mekanisme yang menyebabkan efek spermisidal. Banyak ekstrak
dari tanaman yang mempunyai efek spermisidal dengan kerja
menstimulasi gangguan pada membran plasma salah satunya saponin pada
ekstrak Cestrum parqui (Souad, 2006). Dalam jurnal lainnya dilaporkan
bahwa senyawa tanin dari kulit buah delima juga mempunyai efek
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
spermisidal (Zhou, 2012). Senyawa tanin membunuh sperma dengan cara
aglutinasi sehingga merusak substruktur dari sperma (Zhou, 2012).
Dari hasil skrining fitokimia menunjukan bahwa ekstrak etanol biji
manggis positif mengandung flavonoid, tanin, terpenoid dan steroid.
Sedangkan dalam penelitian Ajayi tahun 2011 selain metabolit sekunder di
atas, ekstrak biji manggis juga mengandung saponin dan alkaloid. Hasil
penapisan fitokimia yang negatif dimungkinkan karena perbedaan tempat
tumbuh sehingga mempengaruhi kandungan senyawa dalam biji manggis
atau dikarenakan metode pengujian yang kurang sensitive sehingga
menghasilkan hasil negatif. Untuk mengetahui senyawa dalam golongan
metabolit sekunder di atas yang berperan sebagai agen antifertilitas
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis flavonoid, tanin dan
steroid yang terkandung dalam biji manggis. Namun dalam beberapa
penelitian senyawa – senyawa tersebut telah dilaporkan dapat mengganggu
proses spermatogenesis dengan mekanisme yang berbeda-beda.
Kandungan tanin pada kulit luar buah delima menghasilkan efek
antifertilitas pada kelinci yang diberikan melalui vaginal suppositoria
dapat mengurangi stabilitas membran sperma dan menyebabkan aglutinasi
protein sperma serta deaktivasi enzim metabolik (Zhou, 2012). Flavonoid
akan menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang mengkatalis
konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan produksi
hormon testosteron (Winarno, 1997). Pemberian isoflavon kedelai kepada
tikus putih jantan juga dilaporkan mempengaruhi konsentrasi testosteron.
Terjadinya penurunan kadar hormon testosteron disebabkan oleh isoflavon
yang bersifat seperti estrogen dan juga bersifat antiandrogenik. Isoflavon
mengawali kerjanya dengan cara meniru kerja estrogen, sehingga mampu
berikatan dengan reseptor estrogen yang terdapat pada hipofisis anterior
(Sri Wahyuni, 2012).
Pada penelitian lain diketahui bahwa biji delima mengandung salah
satu jenis steroid yaitu estrone (Prakash and Prakash, 2011; Alvira, 2012).
Estron adalah hormon estrogenik yang merupakan salah satu dari beberapa
natural estrogen, yang juga meliputi estriol dan estradiol (NCBI, 2004;
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Alvira, 2012). Estrogen di dalam tubuh berasal dari testosteron yang
dihasilkan oleh sel-sel sertoli ketika distimulasi oleh FSH, yang berperan
pada spermiogenesis yaitu proses pembentukan sel spermatid menjadi
spermatozoa (Guyton and Hall, 2006). Jumlah estrogen yang meningkat
dapat mengakibatkan reaksi umpan balik. Estrogen menurunkan sekresi
FSH pada sejumlah keadaan tertentu yang akan menhambat LH, sehingga
mempengaruhi proses spermatogenesis (Barrett et.al., 2010).
Dari penjabaran di atas dapat diketahui bahwa kandungan ekstrak
etanol 70% biji manggis mempengaruhi proses spermatogenesis.
Terganggunya proses spermatogenesis menyebabkan penurunan
konsentrasi spermatozoa. Secara in vitro kandungan ekstrak 70% biji
manggis juga mempunyai efek spermisidal terhadap sperma tikus putih
jantan galur Sprauge-Dawley. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa
ekstrak etanol 70% biji manggis berpotensi sebagai agen kontrasepsi pada
pria karena dapat menekan produksi sperma. Hal tersebut sesuai dengan
pengembangan kontrasepsi pria yang terutama diarahkan pada:
pengembangan agen antispermatogenik untuk menekan produksi sperma,
pencegahan proses pematangan sperma, pencegahan transportasi sperma
melalui vas deferens serta pencegahan pengendapan sperma (Sharma et al,
2001).
44
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
5.1.1 Pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana)
mempengaruhi konsentrasi testosteron serum pada tikus jantan
galur Sprague-Dawley secara in vivo meskipun dengan perbedaan
tidak bermakna.
5.1.2 Ekstrak etanol 70% dari biji manggis (Garcinia mangostana)
mempunyai aktivitas spermisidal terhadap sperma tikus jantan
galur Sprague-Dawley secara in vitro, dengan konsentrasi efektif
minimum 100 mg/mL.
5.1.3 Pemberian ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana)
dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa dengan perbedaan
bermakna (p≤0,05) pada tikus jantan galur Sprague-Dawley secara
in vivo.
5.2 SARAN
Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai potensi
ekstrak etanol 70% biji manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai agen
antifertilitas, dengan penambahan parameter yaitu motilitas dan morfologi
sperma serta uji mating untuk melihat efektivitas kerja ekstrak etanol 70%
biji manggis sebagai agen antifertilitas.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Ajayi, I. A. (2011). Preliminary Phytochemical Analysis of some Plant
Seeds.Research Journal of Chemical Sciencis Vol. 1(3) June.
Akmal Muslim., Chanif Mahdi., Aulanni‟am. (2010). Peningkatan Konsentrasi
Testosteron pada Tikus Akibat Paparan Ekstrak Air Biji Pinang. Malang: Jurnal
Veteriner. Hal: 244-250
Alemany, J.A., Nindl, B.C., Kellog, M.D., Tharion, W.J., Young, A.J., &
Montain, S.J., (2008). Effect of Dietary protein content on IGF-1, Testosterone
and Body composition during 8 days of severe Energy Devisit an Arduous
Physical Activity. Journal Applied Phsysiology, 105, 58-64.
Alvira, Wijaya. (2012). Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Delima (Punica
granatum) pada Tikus Jantan Strain Sprauge Dawkel Secara in vivo. Skripsi
Program Studi Farmasi FKIK UIN
Asihara,Y dan Kasahara, Y. (2001). Immunoassay and immunochemistry. In
John,B.H (eds), Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods 21st
ed. Philadelphia : WB Saunders Company.
Azhar, Faritz. (2012). Uji Antifertilitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.) Terhadap Tikus Jantan Strain Sprauge Dawley Secara
In Vivo. Skripsi Program Studi Farmasi FKIK UIN.
Azrifitria., Amelia Puteri., Susanti Ofa Betha. (2012). Pemanfaatan Limbah Biji
dan Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai Kontrasepsi Pria dan
Suplemen Minuman yang Kaya Antioksidan. Laporan Akhir PERTAIS.
Backer, C.A. and R.C.B. van den Brink Jr. (1963). Flora f Java (Spermatophytes
Only). Vol. I. N. V. P. Noordhoff-Groningen, The Netherlands.
Barnes, J.M., Paget, G.E. (1964). Toxicity test. Di dalam: Laurence DR,
Bacharach, Editor. Evaluation of Drug Activities: Pharmacometrics. London:
Academic Pr. Halaman : 161-162
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Barrett, K.E., Barman S.M., Boitano S., Brooks H.L. (2010). Ganong’s Review of
Medical Physiology 23rd ed. USA: McGraw Hill. Page: 519-569.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standard Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan. Hal:10-12.
Fontana, L., Klein, S., & Holloszy, j.O (2006). Long Term Protein, Low Calorie
Diet and Endurance Exercise Modulate Factor Associated with Cancer Risk.
American Journal of Clinical Nutrition, 84, 1456-62.
Guyton, A.C., Hall, J.E. (2006). Textbook of Medical Physiology 11th edition.
Philadelphia: Elsevier Inc. Page: 996 – 1008.
Hariyanto, Soecipto. (2007). Keanekaragaman, Persebaran, dan Potensi Jenis-
Jenis Garcinia di Indonesia.Herbarium Bogoriensis, Bidang Botani, Puslit
Biologi-LIPI. Berk.Penel.Hayati: 12 (129-135), 2007
Hartini.(2011).Pengaruh dekok Daun Jambu Biji merah ( Psidium guajava.L
Terhadap Jumlah Kecepatan dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih Jantan
(Rattus norvegicus)
Hasanah, Nur. (2012). Khasiat Istimewa Manggis. Jakarta: Dunia Sehat
http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/summary/summary.cgi?cid=5870.
http://sirusa.bps.go.id, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, 2012,
desember, 2013
ICUC, (2003), Fruit to the Future Mangosteen, Factsheet, No 8, International
Centre for Underutilized Crops.
Ilyas, S. (2007). Azoospermia dan Pemulihannya Melalui Regulasi Apoptosis Sel
Spermatogenik Tikus (Rattus sp) pada Penyuntikan kombinasi TU & MPA.
Disertasi. Program doctor Ilmu Biomedik FKUI.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Indyastuti, Rini.(1990).Pengaruh Ekstrak Daun Manggis (Garcinia mangostana
Linn) terhadap spermatogenesis dan kualitas spermatozoa mencit (Mus
musculus).FB UGM:Yogyakarta
Jansen PCM, (1991). Edible fruits and nuts. Dalam: Verheij, EWM& RE Coronel
(eds.). Plants Resources of South-East Asia.,Bogor, Indonesia, 175–177.
Kricka, L.J dan Ph1l,D. (1999).Principle of immunochernical technique. In Carl,
A.B dan Edward,R.A (eds), The textbook of'Clinical Chemistry. 3ed.Philadelphia
WB. Saunders Company.
Krinke, J. G. (2000). The Laboratory Rat 1st Edition. United States: Academic
Press
Krishna, Tanga Kumari. (2012).Antifertility Activity of Whole Plant Extract of
Sarcostemma secamone L Bennet on Male Albino Rats. International Research
Journal of Pharmacy. Mahan VR et al. IRJP 2012, 3 (11).
Mc Lachlan, R. L. (2000). Male Hormonal Contraception, a Safe, Acceptable and
Reversible Choice. MJA: 172 : 254 – 255.
Mojab, F., Kamalinejad, M., Ghaderi, N., & Vahidipour, H. R. (2003).
Phytochemical Screening Of Some Species Of Iranian Plants. Iranian Journal of
Pharmaceutical Research. Pp. 77-82.
National Centre for Biotechnology Information. (2004). PubChem Compound:
Estrone – Compound Summary. October 31, 2012.
Osman, M., dan Milan, A.R. (2006). Mangosteen – Garcinia mangostana L.
England : RPM Printed and Design
Palupi, Jenie. (2008). Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana.L) Per Oral Terhadap Folikulogenesis Ovarium Mencit
(Mus musculus). Jurnal Kesehatan: Volume VI, No. 2
Prakash, C.S.V, Prakash, I. (2011). Bioactive Chemical Constituents from
Pomegranate (Punica granatum) Juice, Seed and Peel-A Review. Int. J. Res.
Chem. Environ. 1, 1-18.
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prihatman, K. (2000). Manggis (Garcinia mangostana L.), Kantor Deputi
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi BPP Teknologi, Jakarta.
Purwieningrum, E. (2008). Gender dalam KB & KR. Jakarta: Pusat pelatihan
Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan, BKKBN. Hal: 9-10.
Quisumbing, Eduardo. (1978). Medicinal Plants of The Philippinnes. Katha
Publishing Company, JMC Press, Quezon City, Philippines.
SAGE®. (2013). Sprague Dawley. Sigma-Aldrich Co. Desember 15, 2013
http://www.sageresearchmodels.com/research-model/outbred-rats/sparague-
dawley.
Sequani, Inveresk Research. (2000). Rat Sperm Morphologycal Assessment.
Guideline Document Edition 1: Industrial Productive Toxicology Discussion
Group (IRDG).
Sharma, N., Jacob, D. (2001). Antifertility Investigation and Toxicological
Screening of The Petroleum Ether Extract of The Leaves of Mentha arvensis L. In
The Male Albino Mice. J Ethnopharmac 75(1): 5-12.
Singth, AshishRanjan. (2012). Spermicidal activity and antifertility activity of
Ethanolic Extract of Withania somnifera in Male Albino Rats.Research article Int.
J. Pharm. Sci. Rev., 21(2), Jul-Aug 2013; no41, 227-232.
Souad, Kammoun., Ali, Saad., Mounir, Ajina., Mohamed Mounir, Trabelsi.
(2007). Spermicidal Activity of Extract From Cestrum parque. Tunisia: Elsevier
Inc. Page:152-156.
Speroff L, Glass RH, Kase NG. (1999). Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility. 6th Edition. Philadelphia, Wiliam and Wilkins L:1075-1076.
Sri Wahyuni, Rika. (2012). Pengaruh Isoflavon kedelai Terhadap Kadar Hormon
Testosteron Berat Testis, Diameter Tubulus Seminiferus dan Spermatogenesis
Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus).
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suckow, M.A, Weisbroth, S.H., Franklin, C.L. (2006). The Laboratory Rat
(Second Edition). USA: Elsevier Inc. Page: 113
Techical Guide for ELISA. (2013)
https://www.kpl.com. Februari 20, 2014
Wilkinson, J.M., Halley, S., Towers, P.A. (2000). Comparison of Male
Reproductive Parameters in Three Rat Strain Dark Agouti, Sprauge Dawley and
Wistar. Laboratory Animals 34: 70-75.
Winarno.W. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama:Jakarta
World Health Organization. (2000). General Guidelines for Methodologies on
Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva: World Health
Organization
Yunitasari, Liska. (2012). Gempur 41 Penyakit dengan Buah
Manggis.Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Zhou, B., Qiu, Z., Liu, G., Liu, C., Zhang, J. (2012). Spermicidal and
Antigonococcal Effects from Pomegranate Rind. Journal of Medicinal Plants
Research. 6, 1334 – 1339.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Dokumentasi Perkebunan Manggis Lubuk Alung, Padang
Gambar 5.1
Perkebunan manggis
Gambar 5.2
Buah manggis yang belum matang
Gambar 5.3
Pohon manggis tampak dekat
Gambar 5.4
Pembibitan tanaman manggis
Gambar 5.5
Pohon manggis tampak jauh
Gambar 5.6
Buah manggis siap dipanen
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Alur Penelitian
Alur Kerja Pembuatan Ekstrak
100 Kg Buah manggis segar
Diambil bijinya, dikumpulkan
Biji dikeringkan
Serbuk simplisia biji manggis yang
didapat 186,56 g
dimaserasi dengan etanol 70%
berulang, total etanol 70% yang
digunakan 6L
Ekstrak cair
Ekstrak kental yang didapat 19,92 g
Pembuatan suspensi ekstrak
dengan konsentrasi 1mg/mL,
10mg/mL, 20mg/mL
dideterminasi
Dicuci bersih
Dihaluskan menggunakan
blender
Penapisan fitokimia dan uji
parameter spesifik dan non
spesifik
Dipekatkan dengan rotary
evaporator kemudian dipekatkan
kembali dengan freeze dry
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Alur Kerja Uji Antifertilitas
Dua puluh lima tikus jantan strain Sprague-Dawley
Aklimatisasi selama 1 minggu
Dikelompokkan secara acak (@dosis 5 ekor)
Kelompok Kontrol
(NaCMC 0,5%)
Kelompok Dosis 5mg/kgBB
Kelompok Dosis 50mg/kgBB
Kelompok Dosis100mg/kgBB
Kelompok Uji
aktivitas
spermisidal
Pemberian ekstrak pada tikus
peroral selama 48 hari
Tikus dikorbankan
dan diambil organ
reproduksinya yaitu
kauda epididimis
Pada hari ke-49 tikus
dikorbankan dan
diambil organ
reproduksinya
Pada hari ke-0 dan 49
tikus diambil darahnya
1ml dari vena lateral
ekor
kauda epididimis
sperma
Pengukuran
konsentrasi
spermatozoa
Serum, disimpan dalam
freezer -20oC
Sentrifugasi
Hari ke 49 serum diukur
konsentrasi testosteron
dengan kit ELISA
sperma
Uji aktivitas
spermisidal
Analisa Data
Pemberian larutan
CMC pada tikus
peroral selama 48
hari
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Dosis Ekstrak Biji Manggis
Perhitungan Dosis Ekstrak Biji Manggis
Perhitungan Volume Administrasi Oral (VAO)
VAO (mL) = (
)
Dosis tinggi (100 mg/kgBB)
1 ml = (
)
Konsentrasi = 20 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 100 mL sekali, maka ekstrak
yang dibutuhkan sebanyak:
Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL)
Ekstrak = 20 mg/mL x 100 mL
Ekstrak = 2000 mg
Dosis sedang (50 mg/kgBB)
1ml = (
)
Konsentrasi = 10 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 100 mL sekali, maka ekstrak
yang dibutuhkan sebanyak:
Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL)
Ekstrak = 10 mg/mL x 100 mL
Ekstrak = 1000 mg
Dosis rendah (5 mg/kgBB)
1ml = (
)
Konsentrasi = 1 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 100 mL sekali, maka ekstrak
yang dibutuhkan sebanyak:
Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL)
Ekstrak = 1 mg/mL x 100 mL
Ekstrak = 100 mg
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Biji manggis
No. Identifikasi
Golongan
Senyawa
Perlakuan Gambar Hasil
Uji
Keterangan
1. Alkaloid 0,5 gr ekstrak
+ 2 mL etanol
70% + 5 mL
HCl 2 N
dipanaskan,
setelah dingin
di saring,
filtrat
ditambahkan
reagen meyer
- Tidak terbentuk
larutan keruh
dan tidak
terdapat
endapan putih
2. Flavonoid 0,5 gr ekstrak
+ 2 mL etanol
70% + serbuk
magnesium +
3 mL HCl
pekat
+ Terdapat
perubahan
warna menjadi
oranye
3. Saponin 0,5 gr ekstrak
+ 2 mL etanol
70% +
aquabides,
kemudian di
kocok dengan
kuat
- Tidak terbentuk
busa
4. Terpenoid 0,5 gr ekstrak
+ 2 mL etanol
70% + 1 mL
kloroform + 1
mL asetat
anhidrat,
didinginkan +
H2SO4 pekat
+ 1. Kontrol
2. Terbentuk
warana
kemerahan
5. Steroid 0,5 gr ekstrak
+ 2 mL etanol
70% + 1 mL
kloroform + 2
mL H2SO4
diteteskan
pelan-pelan
+ Terbentuk
cincin merah
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari sisi tabung
reaksi
6. Tanin 0,5 gr ekstrak
+ 2 mL etanol
70% + FeCl3
+ Terbentuk
endapan warna
hitam kehijauan
1. Kontrol
2. Positif tanin
terkondensa
si
3. Negatif
tanin
terhidrolisis
1 2 3
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Perhitungan Rendemen, Susut Pengeringan dan Kadar Abu Ekstrak
1. Perhitungan Rendemen
Berat ekstrak = 19,9249 g
Berat Simplisia = 186,5595 g
x 100%
% rendemen ekstrak = 10,68 %
2. Perhitungan Susut Pengeringan
W1 = berat ekstrak = 1,0187 g
W2 = berat ekstrak setelah di oven= 0,9335 g
% susut pengeringan = 8,36%
3. Perhitungan Kadar Abu
W0 = berat kurs silikat = 52,6349 g
W1 = berat ekstrak yang ditimbang = 0,9989 g
W2 = berat kurs silikat dan ekstrak setelah menjadi abu = 52,7723
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Gambar Kegiatan Penelitian
Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak
Gambar 5.7
Buah manggis
Gambar 5.8
Bagian dalam buah
manggis
Gambar 5.9
Biji manggis yang
dikering-anginkan
Gambar 5.10
Serbuk
biji manggis
Gambar 5.11
Proses maserasi
biji manggis
Gambar 5.12
Penyaringan
maserat
Gambar 5.13
Pemekatan ekstrak
dengan vacuum
rotary evaporator
Gambar 5.14
Pemekatan
Ekstrak dengan
Freeze Dryer
Gambar 5.15
Ekstrak kering
Gambar 5.16
Ekstrak yang telah
disuspensikan ke
dalam Natrium
CMC dari kiri ke
kanan dosis tinggi,
sedang, rendah dan
kontrol.
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penyiapan Hewan Coba
Gambar 5.17
Hewan coba
Gambar 5.18
Penimbangan
Tikus
Gambar 5.19
Penyondean
Ekstrak (tidak
dilakukan pada
tikus untuk
pengukuran
aktivitas
spermisidal)
Gambar 5.20
Hewan coba
dikorbankan
Gambar 5.21
Pembedahan
hewan coba
Gambar 5.22
Kauda epididimis
Pengambilan Darah
Gambar 5.23
pengambilan darah
dari vena lateral
ekor
Gambar 5.24
Pemisahan serum
darah yang
berwarna kuning
bening
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa
Gambar 5.25
Pengeluaran
spermatozoa dari
kauda epididimis
Gambar 5.26
Pengenceran
spermatozoa
dengan larutan
George
Gambar 5.27
Proses
penghomogenan
spermatozoa
dengan vortex
Gambar 5.28
Pemasukan
spermatozoa yang
telah diberi larutan
George ke dalam
bilik hitung
Neubauer
Gambar 5.29
Proses
perhitungan
spermatozoa
dengan
mikroskop.
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengukuran Konsentrasi Testosteron
Gambar 5.30
serum sampel H-0
dan H-49
Gambar 5.31
proses pemipetan
larutan standar
testosteron ke
dalam sumuran
Gambar 5.32
Proses pemipetan
sampel ke dalam
sumuran
Gambar 5.33
Proses pemipetan
enzim konjugat ke
dalam sumuran
Gambar 5.34
Proses inkubasi
setelah
pencampuran
Gambar 5.35
Proses
Pembuangan isi
sumuran
Gambar 5.36
Proses pemipetan
wash solution ke
dalam sumuran
Gambar 5.37
Proses
pembuangan isi
sumuran
Gambar 5.38
Proses pemipetan
larutan substrat ke
dalam sumuran
Gambar 5.39
Proses Inkubasi
selama 15 menit
Gambar 5.40
Proses pemipetan
stop solution ke
dalam sumuran
Gambar 5.41
Perubahan warna
setelah
penembahan stop
solution
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5.42
Pengukuran
konsentrasi
testosteron
menggunakan
elisa reader
Gambar 5.43
Pembacaan hasil
pengukuran
konsentrasi
testosteron
Pengukuran Aktivitas Spermisidal
Gambar 5.44
Pengeluaran
spermatozoa dari
kauda epididimis
Gambar 5.45
seri konsentrasi
ekstrak
Gambar 5.46
Proses
pencampuran
ekstrak dengan
suspensi sperma
Gambar 5.47
Pengukuran
motilitas sperma
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Rerata Berat Badan Tikus
Data berat badan tikus disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.3 Rata-rata berat badan tikus
Rata-Rata Berat Badan Tikus
Tanggal kontrol Rendah Sedang tinggi
240314 270,4±39,5 247,4±36,3 238,6±42,9 246,6±41,4
280314 278,4±39,7 274,2±48,5 269,8±45,8 262,4±43,5
010414 280,4±36,9 276,0±42,6 262,5±44,6 270,0±40,0
050414 273,2±36,4 262,2±51,1 257,4±47,6 258,8±38,2
080414 280,4±38,3 279,0±56,6 266,4±52,5 263,2±40,2
120414 277,8±39,3 281,0±60,7 261,6±49,4 262,0±38,1
220414 287,2±39,0 296,75±66,8 274,8±55,4 270,6±37,1
260414 288,6±43,0 292,2±61,7 270,6±57,8 271,4±34,8
010514 290,6±43,7 297,5±64,4 274,2±55,1 273,0±35,8
060514 293,0±44.0 302,2±62,7 275,2±56,5 274,2±34,0
090514 298,8±48,7 301,0±64,7 275,4±55,7 283,0±38,5
Rerata ± SD 283,5 ± 8,8 282,7 ± 17,4 266,0 ± 10,9 266,8 ± 9,6
Gambar 4.1 Grafik Berat Badan Tikus
Dari pengamatan di atas terlihat peningkatan berat badan tikus hampir
sama disetiap kelompok hewan coba seiring bertambahnya usia tikus.
0
50
100
150
200
250
300
350
Be
rat
Bad
an T
iku
s (g
ram
)
tanggal
Grafik Berat Badan Tikus
kontrol
Rendah
Sedang
tinggi
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa
Kelompok
Perlakuan
Jumlah Sperma
Dalam Bilik Hitung Rata-Rata Konsentrasi Sperma
(Juta/mL) Kanan Kiri
Kontrol 1 34 29 31,50 39,37
Kontrol 2 30 35 32,50 40,62
Kontrol 3 32 39 35,50 44,37
Kontrol 4 48 66 57,00 71,25
Kontrol 5 26 29 22,50 28,12
Rata-Rata 35,80 44,75 ± 16,00
Rendah 1 20 24 22,00 27,50
Rendah 2 mati
Rendah 3 18 32 25,00 31,25
Rendah 4 20 16 18,00 22,50
Rendah 5 24 21 22,50 28,12
Rata-Rata 21,87 27,34 ± 12,62
Sedang 1 17 30 23,50 29,37
Sedang 2 17 14 15,50 19,37
Sedang 3 25 19 22,00 27,50
Sedang 4 23 17 20,00 25,00
Sedang 5 25 21 23,00 28,75
Rata-Rata 20,80 26,00 ± 4,06
Tinggi 1 20 18 19,00 23,75
Tinggi 2 12 15 13,50 16,87
Tinggi 3 10 18 14,00 17,50
Tinggi 4 15 24 19,50 24,37
Tinggi 5 17 20 18,50 23,12
Rata-Rata 16,90 21,125 ± 3,63
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Analisis Statistik Data Konsentrasi Spermatozoa
1. Uji Normalitas
Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus Galur Strain Sparague
Dawley
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal
atau tidak.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal.
Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak terdistribusi normal.
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
konsentrasisper
matozoa
N 20
Normal Parametersa Mean 28.4350
Std. Deviation 13.81025
Most Extreme Differences Absolute .223
Positive .223
Negative -.151
Kolmogorov-Smirnov Z .997
Asymp. Sig. (2-tailed) .273
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Data konsentrasi spermatozoa tikus putih galur sparague dawley
terdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus Galur Sparague
Dawley
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi spermatozoa homogen atau tidak.
Hipotesis :
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ho : Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen.
Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen.
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus Galur Sparague
Dawley
Test of Homogeneity of Variances
Konsentrasispermatozoa
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.397 3 15 .282
Keputusan : Data konsentrasi spermatozoa tikus galur sparague dawley
bervariasi homogen.
3. Uji ANOVA
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi
spermatozoa.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan.
Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan.
Hasil Uji ANOVA Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus Galur Sparague Dawley
ANOVA
Konsentrasispermatozoa
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1817.826 3 605.942 5.117 .012
Within Groups 1776.173 15 118.412
Total 3593.998 18
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keputusan : Data konsentrasi spermatozoa tikus galur sparague dawley
berbeda secara bermakna
4. Uji LSD
Hasil Uji LSD Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus Galur Sparague Dawley
Multiple Comparisons
Konsentrasispermatozoa
LSD
(I)
kelompok
(J)
kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kontrol rendah 22.87200* 6.88219 .005 8.2029 37.5411
sedang 18.74800* 6.88219 .016 4.0789 33.4171
tinggi 24.12350* 7.29967 .005 8.5646 39.6824
rendah kontrol -22.87200* 6.88219 .005 -37.5411 -8.2029
sedang -4.12400 6.88219 .558 -18.7931 10.5451
tinggi 1.25150 7.29967 .866 -14.3074 16.8104
sedang kontrol -18.74800* 6.88219 .016 -33.4171 -4.0789
rendah 4.12400 6.88219 .558 -10.5451 18.7931
tinggi 5.37550 7.29967 .473 -10.1834 20.9344
tinggi kontrol -24.12350* 7.29967 .005 -39.6824 -8.5646
rendah -1.25150 7.29967 .866 -16.8104 14.3074
sedang -5.37550 7.29967 .473 -20.9344 10.1834
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Pengukuran Konsentrasi Testosteron
Dari hasil pengukuran standar testosteron didapatkan data sebagai berikut:
Konsentrasi
ng/mL
Absorbansi Rerata Abs
1/rerata
Absorbansi I II
0 1,535 1,446 1,490 0,671
0,2 1,263 1,336 1,299 0,769
0,5 1,131 1,132 1,131 0,884
1 0,901 0,991 0,946 1,057
2 0,705 0,742 0,723 1,382
6 0,422 0,395 0,408 2,448
16 0,209 0,232 0,220 4,535
Dari data di atas didapatkan kurva kalibrasi sebagai berikut :
Persamaan regresi telah didapatkan, untuk menghitung konsentrasi testosteron
dalam sampel nilai 1/Absorbansi dimasukan sebagai nilai x.
y = 0,3706x2 + 2,2324x - 1,7377 R² = 0,9999
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 1 2 3 4 5
kon
sen
tras
i (n
g/m
L)
1/Absorbansi
konsentrasi testosteron (ng/mL)
konsentrasi (ng/mL)
Poly. (konsentrasi(ng/mL))
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari persamaan tersebut didapatkan konsentrasi sampel sebagai berikut :
kelompok
Absorbansi Konsentrasi
Testosteron Rerata konsentrasi ± SD
H-0 H-49 H-0 H-49 H-0 H-49
Abs 1/Abs Abs 1/Abs
kontrol
0,666 1,501 1,058 0,945 2,45 0,70
1,87 ± 0,67 0,83 ± 0,47
0,726 1,377 1,171 0,854 2,04 0,44
0,915 1,092 0,861 1,161 1,14 1,35
0,758 1,319 1,448 0,691 1,85 -0,02
0,303 3,300 0,985 1,015 9,67 0,91
rendah
0,578 1,730 0,881 1,135 3,23 1,27
3,09 ± 1,17 2,54 ± 2,89
Mati
0,703 1,422 1,22 0,820 2,19 0,34
0,693 1,443 0,779 1,284 2,25 1,74
0,469 2,132 0,377 2,652 4,71 6,79
sedang
0,974 1,026 0,873 1,145 0,94 1,30
3,55 ± 2,16 5,60 ± 6,24
0,377 2,652 1,11 0,900 6,79 0,57
0,604 1,656 0,74 1,351 2,97 1,95
0,626 1,597 0,308 3,247 2,77 9,42
0,495 2,020 0,232 4,310 4,28 14,77
tinggi
0,789 1,267 1,045 0,957 1,69 0,74
4,87 ± 4,34 4,97 ± 3,76
1,554 0,643 1,01 0,990 -0,15 0,83
0,590 1,695 0,342 2,924 3,11 7,96
0,300 3,333 0,398 2,512 9,82 6,21
0,549 1,821 0,169 5,917 3,56 24,45
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Analisis Statistik Konsentrasi Testosteron
1. Kelompok Kontrol
1.1 Uji Normalitas
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi testosteron terdistribusi
normal atau tidak.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal.
Ha : Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal.
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi testosteron Tikus Galur Sparague
Dawley
p
u
l
a
n
kesimpulan: Data konsentrasi testosteron kelompok kontrol tikus putih
galur sparague dawley terdistribusi normal.
1.2 Uji Homogenitas
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi testosteron
homogen atau tidak.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen.
Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen.
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
Tests of Normality
hari
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
konsentrasi
testosteron
H0 .263 3 . .955 3 .594
H49 .276 3 . .942 3 .537
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur
Sparague Dawley
Test of Homogeneity of Variances
konsentrasitestosteron
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.494 1 4 .521
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron tikus galur sparague dawley
bervariasi homogen.
1.3 Uji ANOVA
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data
konsentrasi Testosteron.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi Testosteron tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data konsentrasi Testosteron berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan.
Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan.
Hasil Uji ANOVA Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague
Dawley
ANOVA
konsentrasitestosteron
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.643 1 1.643 4.915 .091
Within Groups 1.337 4 .334
Total 2.981 5
Keputusan : Data konsentrasi Testosteron tikus galur sparague dawley
tidak berbeda secara bermakna.
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Kelompok Dosis Rendah
2.1 Uji Normalitas
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi testosteron terdistribusi
normal atau tidak.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal.
Ha : Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal.
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi testosteron Tikus Galur Sparague
Dawley
Tests of Normality
hari
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Konsentrasi
testosteron
H0 .264 4 . .863 4 .272
H49 .394 4 . .739 4 .030
a. Lilliefors Significance Correction
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis rendah tikus
putih galur sparague dawley terdistribusi normal.
2.2 Uji Homogenitas
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi testosteron
homogen atau tidak.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen.
Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen.
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur
Sparague Dawley
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
konsentrasitestosteron
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.085 1 6 .199
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron tikus galur sparague dawley
bervariasi homogen.
2.3 Uji ANOVA
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data
konsentrasi Testosteron.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi Testosteron tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data konsentrasi Testosteron berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan.
Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan.
Hasil Uji ANOVA Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague
Dawley
Keputusan : Data konsentrasi Testosteron tikus galur sparague dawley
tidak berbeda secara bermakna.
ANOVA
konsentrasitestosteron
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .042 1 .042 .010 .922
Within Groups 24.094 6 4.016
Total 24.136 7
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Kelompok Dosis Sedang
3.1 Uji Normalitas
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi testosteron terdistribusi
normal atau tidak.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal.
Ha : Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal.
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi testosteron Tikus Galur Sparague
D
a
w
l
e
y
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis rendah tikus
putih galur sparague dawley terdistribusi normal.
3.2 Uji Homogenitas
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi testosteron
homogen atau tidak.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen.
Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen.
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
Tests of Normality
hari
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
konsentrasi
testosteron
H0 .206 5 .200* .963 5 .826
H48 .321 5 .102 .834 5 .149
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur
Sparague Dawley
Test of Homogeneity of Variances
konsentrasitestosteron
Levene Statistic df1 df2 Sig.
9.611 1 8 .015
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron tikus galur sparague dawley
tidak bervariasi homogen.
3.3 Uji Kruskal Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data
konsentrasi Testosteron.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi Testosteron tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data konsentrasi Testosteron berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan.
Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan.
Hasil Uji Kruskal Wallis Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur
Sparague Dawley
Test Statisticsa,b
konsentrasitesto
steron
Chi-Square .011
df 1
Asymp. Sig. .917
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: hari
Keputusan : Data konsentrasi Testosteron tikus galur sparague dawley
tidak berbeda secara bermakna.
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Kelompok Dosis Tinggi
4.1 Uji Normalitas
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi testosteron terdistribusi
normal atau tidak.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal.
Ha : Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal.
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi testosteron Tikus Galur Sparague
Dawley
Tests of Normality
hari
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
konsentrasi
testosteron
H0 .324 3 . .877 3 .316
H48 .296 3 . .918 3 .446
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis rendah tikus
putih galur sparague dawley terdistribusi normal.
4.2 Uji Homogenitas
Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi testosteron
homogen atau tidak.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen.
Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi homogen.
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur
Sparague Dawley
Test of Homogeneity of Variances
konsentrasitestosteron
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.145 1 4 .722
Kesimpulan : Data konsentrasi testosteron tikus galur sparague dawley
bervariasi homogen.
4.3 Uji ANOVA
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data
konsentrasi Testosteron.
Hipotesis :
Ho : Data konsentrasi Testosteron tidak berbeda secara bermakna
Ha : Data konsentrasi Testosteron berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan.
Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan.
Hasil Uji ANOVA Data Konsentrasi Testosteron Tikus Galur Sparague
Dawley
ANOVA
konsentrasitestosteron
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .014 1 .014 .001 .978
Within Groups 66.087 4 16.522
Total 66.101 5
Keputusan : Data konsentrasi Testosteron tikus galur sparague dawley
tidak berbeda secara bermakna.
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Hasil Pengujian Aktivitas Spermisidal
Konsentrasi
ekstrak
(mg/mL)
Jumlah sperma Motilitas (%) inkubasi
Awal
Setah 20s
ditambah
ekstrak awal
Setelah
20s hidup mati
hidup mati Hidup mati
50 101 4 12 41
96,15 22,64 0 0
8 45 15,09 0 0
60 125 10 10 40
92,59 20 0 0
11 92 10,68 0 0
70 68 4 5 42
94,4 10,63 0 0
4 40 9.09 0 0
80 137 8 5 38
94,48 11,63 0 0
1 23 4,17 0 0
90 137 8 1 67
94,48 1,47 0 0
0 27 0 0 0
100 115 8 0 18
93,49 0 0 0
0 92 0 0 0
Adapun cara untuk menghitung persentase motilitas menggunakan rumus di
bawah ini :
Top Related