Download - Tentir Parasitologi Gastrointestinal

Transcript
  • Sebelum memasuki materi protozoa, kita refresh ingatan dulu, yaaa. Masih ingat tentang klasifikasi protozoa?

    Nih, ada di tabel di bawah ini:

    Klasifikasi Protozoa Alat Gerak Contoh Organisme

    Rhizopoda Pseudopoda (kaki semu) Entamoeba histolytica

    Flagellata Flagel (bulu cambuk) Trypanosoma

    Giardia lamblia

    Ciliata Silia (rambut getar) Balantidium coli

    Sporozoa Tidak memiliki alat gerak Cryptosporidium

    Plasmodium

    Nah, diantara banyaknya protozoa yang hidup di muka bumi ini, ada beberapa protozoa yang menyebabkan

    diare jika menginfeksi manusia, yaitu:

    Organisme Klasifikasi Penyakit Hospes Stadium

    Infektif

    Cara

    Infeksi

    Entamoeba

    histolytica

    Rhizopoda Amoebiasis Manusia Kista Fecal-oral

    Giardia

    lamblia

    Flagelata Giardiasis Manusia Kista Tertelan

    kista melalui

    air tercemar.

    Balantidium

    coli

    Ciliata Balantidiasis

    atau Disentri

    Balantidium

    Babi;

    Manusia

    (kadang2)

    Kista Menelan

    kista

    Isospora belli Sporozoa Isosporiasis

    Blastocystis

    hominis

    Sporozoa Blastositosis

    Cryptosporidi

    um parvum

    Sporozoa Kriptosporidiosis Mamalia,

    burung,

    reptil

    Ookista Tertelan

    ookista

    matang.

    Cyclospora

    cayetanensis

    Sporozoa Siklosporidiosis Manusia;

    Hewan (?)

    Ookista Tertelan

    ookista

    matang

    Microsporidia Dulu sporozoa,

    sekarang

    dianggap filum

    yang terpisah

    dari protozoa.

    Mikrosporidiosis

  • Sekarang kita bahas organismenya satu per satu secara mendalam, ya.

    1. ENTAMOEBA HYSTOLITICA

    Hospes definitif: MANUSIA.

    Penyakit yang ditimbulkan: amebiasis, disentri ameba, amebiasis kolon, hepatitis ameba. (Entamoeba ini bisa

    menginfeksi usus dan hepar).

    Penyebaran: Kosmopolit 0,2% - 50% di seluruh dunia, terutama di daerah tropik dan subtropik.

    MORFOLOGI:

    Trofozoit

    Bentuk histolitika

    Bentuk minuta

    Kista

    Bentuk kista

    (Notes: Trofozoit adalah bentuk aktif, sedangkan kista merupakan bentuk dorman.)

    Penjelasan:

    Bentuk Histolitika

    Ukuran: 15-30 mikron

    Ektoplasma: lebar, bening, 1/3 bagian parasit, pesudopodium seperti jari,dibentuk cepat Jadi dia merupakan

    amuba berbadan lunak mempunyai kaki semu untuk bergerak yaitu ektoplasmanya, danektoplasmanya ini

    terbentuk secara cepat.

    Endoplsma: Bergranula halus, mengandung eritrosit, inti entameba.

    Bentuk Minuta

    Ukuran: 10-20 mikron

    Ektoplasma: tampak bila dibentuk pseudopodium, psudopodium dibentuk perlahan-lahan, pergerakan tidak

    progresif ektoplasmanya dibentuk secara perlahan jadi pergerakannya tidak terlalu cepat dan ektoplasmanya

    terlihat saat pseudopodiumnya telah terbentuk

    Endoplasma: bervakuol, bakteri dan sisa makanan, inti entamuba

    Bentuk Kista

    Ukuran: 10-20 mikron berbentuk Bulat atau oval, dinding tipis (0,5 mikron)tidak ambil warna.

    Sitoplasma: vakuola glikogen, benda kromatoid

    Inti entamuba: 1-(2)-4

    Penjelasan merupakan bentuk dorman dan tahan terhadap air yang terklorinasi.

  • Ket:

    A: Bentuk Histolitika

    B: Bentuk Minuta

    C,D,E: Bentuk Kista

    Patogenesis: Kista tertelan masuk ke dalam tubuh berubah bentuk menjadi bentuk minuta. Saat sistem imun

    kita turun bentuk minutanya berubah jadi bentuk histolitika menyebabkan reaksi disentri, histo

    jaringan; litik rusak, si trofozoit (bentuk histolitika) menghancurkan jaringan kolon sehingga BAB berdarah

    dan berlendir.

    Penyebaran infeksi: SSP, hepar.

    Jalur: Per-hematogen lewat pembuluh darah.

    Per-kontinuitatum penyebaran terdekat ke organ terdekat.

    Patologi

    Lesi primer: Intestinal (kolon) sekum,

    sigmoid, rectum.

    Lesi sekunder: Ekstra intestinal organ tubuh

    terutama hepar.

  • Patologi tergantung pada:

    Resistensi hospes

    Virulensi strain ameba

    Jumlah ameba

    Kondisi lokal usus

    Patologi Lesi Primer:

    1. Ulkus Ameba

    Berbentuk botol

    Berisi sel litik, mukus, ameba

    Meluas ke lateral dan ke submukosa

    2. Ulkus Ameba Besar

    Dasar nekrotik

    Membentuk sinus-sinus yang bersambungan penyebab penyebaran ke hepar

    3. Perubahan Histologis

    Histolisis, Trombosis Kapiler, Perdarahan, Infiltrasi Sel, Nekrosis

    Hiperemia, Edema

    Infeksi Sekunder oleh Bakteri

    Ameba di dasar ulkus dan dalam jaringan

    Penjelasan: Infiltrasi sel sel sel radang (terjadi peradangan), edema yang menyebabkan pengeluaran

    cairan Jadi BAB berlendir, infeksi sekunder lesi primer yang dapat ditumpangi oleh bakteri lain.

    Amoebiasis

    Patogenesis: si trofozoit (bentuk histolitika) mempengaruhi galactose/N-acetyl galactosamine specific lectin

    menempel pada epitel usus menginvasi mukosa sampai ke submukosa usus ulkus

    Komplikasi:

    Perforasi Dinding Usus, Granuloma, Hemoragi, Srtiktur, Apendisitis

    Patologi Amebiasis Hati

    Penyebaran: Hematogen dari amebiasis intestinal akut atau menahun (laten) Perkontinuitatum

    Abses: Satu, multiple. Berisi massa merah-cokelat (sel hati, eritrosit, empedu, lemak, jaringan nekrotik), Lobus

    kanan

  • Penjelasan: Jika ada pembesaran hepar, permukaan benjol-benjol, nyeri tekan, demam anamnesis

    harus diperdalam ada tidak kontak dengan Entamoeba histolityca ini kira-kira. Patologi Amebiasis

    Ekstraintestinal

    Abses: Hati, Paru, Otak, Organ Lain

    Ulkus: Kulit, Vagina, Penis

    Gejala Klinis

    Amebiasis Intestinal Akut:

    Masa inkubasi 1-14 minggu

    Sindrom disentri

    Demam 38o-39o C

    Bentuk histolitika dalam tinja

    Amebiasis Kolon Menahun:

    Gejala tidak nyata

    Bentuk histolitika biasanyasulit ditemukan dalam tinjaAmebiasis Hati:

    Hati membesar

    Nyeri perut kanan atas menjalar ke pundak kanan

    Demam, Menggigil

    Leusitosis (10.000-16.000/MM)

    Diafragma kanan tinggi

    Diagnosis

    Amebiasis kolon akut: Menemukan bentuk histolitika dalam tinja segar

    Amebiasis kolon menahun: Menemukan bentuk histolitika dalam tinja segar, reaksi imunologi.

    Abses Ameba:

    Nanah abses berwarna merah cokelat

    Menemukan bentuk histolitika dalam Biopsi dinding abses dan aspirasi nanah abses dekat dinding

    abses

    IHA, ELISA

    Pengobatan

    Metronidazole: terhadap bentuk histolitika (Yang paling penting)

    Dosis :

    3x750 mg sehari selama 5-10 hari

    1x2 gr sehari selama 3 hari

    Dehidroemetin: terhadap bentuk histolitika dan kista

    Emetin (IM): terhadapa bentuk histolitika

    Dosis: 1mg/kg BB/hari (max 65mg)

    Paromomisisn: 25-30 mg/kg BB/hari selama 5-10 hari

    Klorokuin fosfat, Dosis:1 gr/hari selama 2 hari pertama, 500 mg/hari selama 2-3 minggu

  • Obat untuk parasit di lumen usus

    Paromomisin (Humatin) : aminoglikosida, tidak diabsorpsi kista. Hati-hati pada kelainan ginjal. Dosis:

    25-35 mg/kgBB/hari : 3 selama 7 hari

    Diloxanide furoat (Furamide, Entamizole) : DOC untuk lumen usus.

    SE : kembung, kadang2 mual, muntah, diare 3 x 500 mg/ hari selama10 hari

    Iodokuinol (Yodoxin): hydroxyquinoline. Tidak boleh pada kelainan ginjal.

    3 x 650 mg/ hari selama 20 hari.

    Obat untuk parasit di jaringan

    Emetin HCl : trofozoit, efektif parenteral, oral absorpsi tdksempurna. Dpt im/sc 10 hari.

    Pemberian iv toksisitas lebih tinggi jantung.

    Dosis maks 65 mg/hari. Anak < 8 th : 10 mg/hari 4-6 hari. Tdk dianjurkan utk wanita hamil, penyakit

    jantung, ginjal.

    Dihidroemetin : kurang toksik.

    0,1 gr/hari 4-6 hari

    Kedua efektif utk abses hati.

    Metronidazol : DOC utk amebiasis koli atau abses hati ameba, efektif utk trofozoit. Infeksi E hist. Di

    lumen usus kombinasi metro/tinidazol dgn diloxanide furoat ditambah paromomisin/ tetrasiklin. Pada

    abses hati dpt ditambah emetin /dihidroemetin. 3 x 750 mg/ hari selama 7-10hari. Wanita hamil

    trimester I dihindari.

    Klorokuin amebisid jaringan efektif utk amebiasis hati. Dosis1 gr/hari selama 2 hari kmd 500

    mg/hari selama 2-3 minggu

    Pengobatan untuk Abses Hati:

    Drainage + obat anti ameba (5-7 hari seth pengobatan tidak ada perbaikan )

    Diameter 5 cm

    Di lobus kiri

    Epidemiologi

    Prevalensi infeksi E. Histolityca tergantung:

    Sanitasi lingkungan

    Kebersihan perorangan

    Kaadaan sosio-ekonomi

    Prevalensi infeksi:

    Seluruh dunia: 0.2%-50%

    Amerika: 0%-5%

    Indonesia: 18%-25%

    Sumber infeksi: pengandung kista sebagai penyaji utama

    Kista tahan hidup

    2 hari pada 37o C

    60 hari pada 0o C

    7 jam pada -28o C

    5 menit pada 50o C

    Klorinasi air tidak efektif

  • 2. BLASTOCYSTIS HOMINIS

    Hospes: manusia, monyet, kera, babi, marmot, tikus, reptilian, kecoa, dll.

    Penyakit: Blastokistosis

    Penyebaran: Daerah tropik

    Morfologi: terdapat 4 bentuk yaitu:

    Vakuolar

    Granular

    Ameboid

    Kista

    Penjelasan:

    1. Bentuk Vakuolar

    Paling sering dalam tinja

    Struktur mirip vakuol: benda sentral

    Sitoplasma perifer: 1-4 nukleus

    2. Bentuk Granular

    Sel berisi granular

    Fungsi dalam daur hidup belum diketahui

    3. Bentuk Ameboid

    Sering dalam tinja

    Bentuk tidak teratur

    4. Bentuk Kista

    Oval/bulat : 6,65 mikron

    Mengandung inti

    Bentuk paling resisten

    Daur Hidup

    Cara berkembangbiak:

    Aseksual

    4 macam pembelahan

    Belah pasang (manusia)

    Plasmotomi

    Skizogoni

    Endodiogeni

    Cara infeksi: melalui makanan/minuman tercemar B. Hominis

    Patologi dan Gejala Klinis

    Kolitis ulserosa

    Ileitis terminal

    Enteritis

    Diare, kembung

    Muntah, Obstipasi

    Anoreksia, BB menurun

    Pada Penderita imunokopromais: infeksi oportunistik

    Gejala klinisnya tergantung: beratnya infeksi dan virulensi strain

    Diagnosis: Menemukan B. Hominis dalam tinja.

    Pengobatan

    Obat Pilihan : Metronidazole3x75 mg/Hari, 10 Hari

    Obat Lain :

    Iodokuinol 3x650 mg/Hari, 20 Hari

    Furazolidon 4x100 mg/Hari, 7Hari

  • Epidemiologi

    Terutama di daerah tropik

    Prevalensi di Jakarta 15% (1983-1990)

    Sumber infeksi: makanan/minuman tercemar tinja.

    3. GIARDIA DUODENALIS (G. Lambia; G. Intestinalis)

    Penyakit: Giardiasis

    Morfologi: Trofozoit dan kista

    Penjelasan: trofozoit binuklear dengan ukuran 12-15 m, bagian ventral memilki badan isap untuk

    melekat pada permukaan cel intestinal, 8 flagela (2 anterior, 2 posterior, 2 ventral, dan 2 caudal) yang berasal

    dari kinetosom. Bagian media tubuh terdapat badan isap yang fungsinya belum diketahui. Hidup di bagian atas

    dari usus halus (duodenum, jejunum, ileum proksimal) tempat trofozoit melekat pada epitel

    Daur hidup: Infeksi melalui kista pada makanan usus halus membelah secara biner dan menghasilkan kista

    keluar bersama feses.

    Stadium infektif : Kista

    Stadium diagnostik : Trofozoit dan kista

    Patogenesis:

    Menempel pada mukosa menyebabkan reaksi iritasi

    Menyerap vitamin vitamin dan asam amino

    Berkompetisi dengan hos untuk menyerap lipid

    Menyebabkan defisiensi Vit. A (mempengaruhi penglihatan) dan Vit. D (menyebabkan rakhitis)

    Kista Giardia duodenalis

    Kista dapat tetap hidup di lingkungan eksternal (biasanya pada air) selama berbulan-bulan.

    14 miliar kista dapat ditemukan pada sampel feses.

    Infeksi moderate: 300 juta kista.

    Gejala Klinis

    Gangguan abdominal menyebabkan akut atau kronik diare dan gejala GI lain.

    Feses cair keruh, berlemak, bau super busuk

    Flatulens sering kentut

    Trofozoit Giardia duodenalis

    Mengikat garam empedu terkadang menyebabkan infeksi pada duktus biliaris dan kandung empedu,

    menyebabakan jaundice dan kolik.

    Iritatif namun tidak separah E. Histolityca

    Patogenesis dan Patologi

    Malabsorpsi nutrien dan physical blockage dan merusak mikrovili

    Menempel pada usus halus menyebbkan kerusakan (mekanikal dan toksin)

    Badan isap menepel pada enterosit merusak mikrovili mengurangi aktivitas enzim enzim

    brush border.

  • Patogenesis dan Patologi

    1. Pencernaan Lemak/CHO meningkat dan menyebabkan maldigesti

    2. Absorpsi menurun karena villus menebal menyebabkan malabsorsi

    3. Malabsorpsi dan maldigesi menyebabkan diare

    4. Kerusakan yg terjadi: vili yang berkumpul, mengurangi rasio villus-to-crypt, kerusakan bursh

    border irregular.

    Epidemiologi

    Terinfeksi oleh kista yang tertelan dari air yang terkontaminasi

    Flagelata intestinal pada manusia

    Prevalensi distribusi 2.4-67.5%

    Host berperan penting

    Genotip Giardia

    Diagnosis

    Trofozoit pada feses diare, kista dalam feses

    Lakukan 3 tes untuk mendiagnosis

    ELISA tests untuk mendeteksi antigen terlarut

    Penanganan

    Metronidazol (flagyl) 25 mg/kg 5-7 hari

    Fenbendazole (pancur) 4 mg/kg selama 5 hari

    Quiracrine 100 mg, 5-6 hari

    Giardia berkembang biak pada manusia mudah untuk ditatalaksana, tetapi sulit untuk menjaga

    terjadinya reinfeksi.

  • 4. BALANTIDIUM COLI

    Hospes: Babi, kadang-kadang pada manusia.

    Penyakit: Balantidiosis atau disentri balantidium.

    Tempat hidup: Selaput lender usus besar (terutama di daerah sekum).

    Bentuk infektif: Kista

    Cara Infeksi: Menelan kista

    Bentuk kista :

    Kira-kira 60 mikron

    Berbentuk lonjong

    Hanya makronukleus

    Tidak berkembang biak

    Bentuk vegetatif :

    60-70 mikron

    Bulu getar pada seluruh permukaan badan

    Dalam sitoplasma ada 1 makronukleus dan 1 mikronukleus

    Berkembang biak secara belah pasang transversal

    Konjugasi

    Patologi dan klinis :

    Penyakit hampir sama dengan penyakit yang ditimbulkan oleh entamoeba histolytica

    Di selaput lendir usus besar, bentuk vegetatifabses-abses kecilulkus menggaung

    Patologi dan klinis :

    Akut :

    Ulkus yang merata pada

    Selaput lendir usus besar

    Kasus berat : ulkusgangrenfatal

    Biasanya disertai sindrom disentri

    Menahun :

    Diare diselingi konstipasi

    Sakit perut, kakeksia

    Tanpa gejala

    Kadang-kadang infeksi ekstraintestinal

    Peritonitis

    Uretritis

    Diagnosis :

    Menemukan bentuk :

    Vegetatif dalam tinja encer

    Kista dalam tinja padat

    Pengobatan :

    Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, 10 hari

    Iodokuinol 3 x 650 mg/hari, 20 hari

    Metronidazol 3 x 750 mg/hari

  • Prognosis :

    Infeksi ringan dan menahunsembuh dengan pengobatan

    Penderita lemahfatal

    Epidemiologi

    B.coli banyak pada babi yang dipelihara (60 - 90%)

    Penularan : -

    Babibabi : mudah

    Kadang-kadang menularmanusia (zoonosis)

    Epidemiologi

    Penularan pada manusia :

    Tangan ke mulut

    Makanan yang terkontaminasi

    Penularan dipengaruhi :

    Kebersihan perorangan

    Sanitasi lingkungan

    5. CRYPTOSPORIDIUM

    Protozoa usus : diare pada hewan

    1976 : diare pada manusia

    penderita imunokompromais : diare berat

    Hospes

    mamalia : manusia, sapi, domba, babi, anjing, kucing, monyet, kelinci, mencit

    burung

    reptilia ( ular )

    Penyakit : kriptosporidiosis

    Penyebaran : kosmopolit

    Morfologi dan daur hidup

    Spesies pada manusia: cryptosporidium parvum

    (coccidia, mirip isospora dan toxoplasma)

    Cara infeksi: tertelan ookista matang

    Ekskistasi di usus kecil

    Sporozoit : masuk sel epitel usus, di luar sitoplasma : disebut meront

    Merogoni

    Gametogoni

    Sporogoni

    Morfologi dan daur hidup

    Meront : 4 - 5 mikron

    Ookista : 4 - 5 mikron

    Ookista 2 macam :

    dinding tipis : autoinfeksi

    dinding tebal : keluar dengan tinja

    Masa prapaten : 5 - 21 hari

    Pengeluaran ookista :

    Imunokompeten : sebulan

    Imunokompromais : sebulan

  • Patologi

    Habitat :

    Seluruh traktus digestivus, terutama yeyunum

    Kandung empedu

    Saluran pankreas

    pemeriksaan histologik

    atrofi vilus

    kripta

    Lamina propria : infiltrasi sel mononuklear

    Parasit pada permukaan sel epitel

    Gejala klinis

    Hewan :

    Diare akut

    Anoreksia

    Berat badan turun

    Sembuh sendiri atau mati

    Manusia : tergantung status imun

    Imunokompeten :

    Asimtomatik

    self limited (diare 1 bulan )

    Imunokompromais :

    diare menahun mati

    Diare : tinja cair, eri negatif ( 4 bulan - 3 tahun )

    Kehilangan cairan 3 - 17 liter (dehidrasi )

    Nyeri ulu hati, mual, muntah, anoreksia

    Demam ringan

    Mati karena diare / malnutrisi

    Diagnosis

    Menemukan ookista dalam tinja

    Cara langsung : ookista kecil (4-5 mikron); mirip sel ragi

    Pulasan ziehl neelsen: ookista bulat merah ; sel ragi lonjong biru

    Cara konsentrasi ( flotasi )

    Serologi : elisa, ifa

    Pengobatan

    Antibiotika / kemoterapeutika : tidak menolong

    Hentikan terapi imunosupresif

    Spiramisin 3 x 1 gram / sehari, 2 mg, dapat menolong

  • Epidemiologi

    Penyebaran kosmopolit

    Prevalensi :

    Idaho : anak sapi 44,4 %

    Australia : pasien diare 4,1%

    Jakarta : anak diare 1,3% ; dewasa diare 0,65%

    Sumber infeksi : hewan / manusia

    travellers diarrhea

    day care centres

    Epidemi melalui air minum

    Ookista mati pada 65 c

    6. CYCLOSPORA CAYETANENSIS

    Hospes: manusia; hewan (?)

    Penyebaran: kosmopolit ; banyak di negeri sedang berkembang

    Morfologi dan daur hidup

    Spesies coccidia

    Parasit intrasitoplasmik dalam yeyenum

    Ookista imatur dalam tinja

    Sporulasi : 1 - beberapa minggu

    Ookista matang : 2 sporokista ; masing-masing 2 sporozoit

    Ookista : 8-10 mikron

    Cara infeksi : tertelan ookista matang

    Patologi dan gejala klinis

    Masa inkubasi 1 minggu

    Diare dengan tinja cair

    Anoreksia, bb turun, kembung, nyeri ulu hati, muntah, nyeri otot, demam ringan, rasa capel

    Tanpa pengobatan : beberapa hari sampai sebulan atau >, sering kambuh

    Kadang-kadang asimtomatik

    Diagnosis

    Menemukan ookista dalam tinja

    Cara langsung

    Cara konsentrasi

    Mikroskop fluoresen ultraviolet

    Pulasan tahan asam : ookista merah muda-tua

    Pengobatan :

    Dewasa: trimetoprim 160 mg + sulfametoksazol 800 mg 2x sehari, 7 hari

    Anak : trimetoprim 5 mg/kg bb + sulfametoksazol 25 mg/kg bb 2x sehari, 7 hari

    Aids : dosis > tinggi ; pengobatan maintenance

  • Epidemiologi

    travellers diarrhea

    Infeksi pada :

    Semua umur

    Imunokompeten

    Imunokompromais

    1979 : kasus pertama

    minum air tidak dimasak

    Epidemiologi

    Amerika/canada

    1996: diare pada 150 orang

    Sumber infeksi diduga strawberry

    1996: diare pada 1000 orang

    sumber infeksi diduga raspberry

    1997: 7 epidemi di california florida, new york, texas, nevada

    Pencegahan : menghindari makanan/minuman tercemar tinja

  • HELMINTHS

    Nematohelmintes benbentuk gilik, artinya seperti spageti.

    Platyhelminthes bentuknya pipih, dan pasti simetris.

    Nematode: A. lumbricoides; T. trichiura, cacing tambang.

    Trematode berbentuk seperti daun, contohnya Fasciola hepatica.

    Cestoda berbentuk pita, contohnya Taenia.

    Nematode merupakan soil transmitted helminth.

    Trematode diperantarai oleh hewan atau tumbuhan air.

    Cestoda diperantarai melalui daging (jaringan).

    Hospes definitif: terjadi siklus seksual, dan dapat memanifestasi klinis.

    Hospes perantara: tidak mengalami siklus seksual.

    Semua plathyhelminthes merupakan hermaprodit; memiliki testis dan uterus di dalam satu tubuh.

    Pada cestoda, apabila yang termakan oleh manusia adalah telurnya, maka yang akan terjadi adalah

    kista jaringan.

    Helminthes

    Nematohelminthes (cacing gilik)

    Daging Tumbuhan dan

    hewan air

    Nematoda Cestoda (pita)

    Trematoda (daun)

    Platyhelminthes (cacing pipih simetris)

    STL

  • 1. TRICHURIS TRICHIURA (geohelminth) - Nematoda

    a. Disebut juga sebagai cacing cambuk. Bagian yang seperti cambuk adalah kepalanya. Telurnya

    seperti gambaran tempayan dan memiliki operculum di ujung-ujungnya. Yang betina berukuran

    lebih besar dari jantan.

    b. Epidemiologi: Banyak di negara-negara yang sedang berkembang dimana penduduk padat,

    kekurangan air bersih dan fasilitas sanitasi (toilet) tidak memadai

    c. Hospes definitive: manusia

    d. Hospes perantara: tidak ada (terdapat di tanah)

    e. Stadium infektif: telur matang, berisi larva karena telurnya berada di tanah

    f. Lokasi: tanah, air, sayuran mentah

    g. Cara infeksi: tertelan telur matang dari lingkungan melekat di usus halus larva cacing

    dewasa di caecum atau colon ascenden

    h. Habitat: cacing dewasa hidup didalam sekum/kolon

    i. Pathogenesis: Kepala cacing dewasa masuk/tertanam ke dalam epitel mukosa sekum/kolon.

    Inflamasi kolon menyebabkan kelebihan darah kolon, mukosa edema, erosi multipel pada

    kolon/sekum. Sekresi cairan meningkat dan/atau penyerapan cairan menurun(terutama di

    colon). Peningkatan cairan di luminal yang sangat tinggi tidak dapat diserap kembali

    dehidrasi, diare, kehilngan zat elektrolit, nutrisi dan darah.

    j. Gejala klinis: Tidak nafsu makan, diare kronik, sakit perut, dan tenesmus, Infeksi berat pada anak-

    anak menyebabkan prolaksus rektum. Infeksi berat lainnya menyebabkan anemia, kehilangan BB,

    penyumbatan kolon, pendarahan usus (infiltrasi sel limfosit pada mukosa) dan perforasi

    (penembusan)

    k. Diagnosis: Pemeriksaan mikroskop; menemukan telur dalam tinja. Infeksi ringansedimentasi

    formol-eter. Kolonoskopi.

    l. Pengobatan: Dewasa dan anak : mebendazole 100 mg 2 kali selama 3 hari berturut-turut.

    Albendazol: 400mg single dose.

    m. Pencegahan: BAB di jamban, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk, minum air bersih yang sudah

    dimasak, cuci tangan sebelum makan, sayuran mentah dicuci dengan air bersih dan mengalir

    n. Daur hidup: Manusia cacing dewasa mengeluarkan telur di tanah telur matang

    (mengandung larva) selama + 3-6 minggu tertelan oleh manusia masuk ke lambung

    menetas di usus halus dewasa di dalam usus besar, kolon atau sekum

  • 2. FASCIOLOPSIS BUSKI (oral - intestinal fluks, trematode usus, trematode raksasa) - Trematoda

    a. Berbentuk seperti daun. Simetris bilateral: bagian kiri dan kanan sama. Telurnya berlapis tipis

    dengan inti didalamnya. Hanya dapat berkembang bila ada air.

    b. Epidemiologi: Di daerah pedesaan dimana tanaman air (water chestnut, T. bicornis, water caltrop,

    bambu air) dimakan mentah. Keong air Segmentina hemisphaerul dan S. trochoides penting untuk

    transmisi. Orang-orang yang buang air besar di sungai.

    c. Hospes definitive: manusia dan babi

    d. HP: utama=keong air; lain=tanaman air (Trapa bicornis)

    e. Stadium infektif: metaserkaria (tidak ada ekor-tidak aktif) masuk ke host berkembang di

    duodenum hingga dewasa bertelur dalam 3 bulan di air telur dapat bertahan 3-7 minggu

    mirasidium masuk ke siput berkembang menjadi sporokista redia serkaria berenang

    ke tumbuhan air metaserkaria

    f. Lokasi: tanaman air, T. bicornis

    g. Cara infeksi: Menelan metaserkaria dari tanaman air (Trapa bicornis HP II)

    h. Habitat: Cacing dewasa hidup di dalam rongga usus halus

  • i. Pathogenesis: Cacing dewasa melekat pada usus halus karena ada batil isap perut dan kepala. Di

    tempat pelekatan tersebut menyebabkan ulserasi peradangan dan sekresi/ekresi cacing

    menginduksi reksi racun/toksik dan sensitisasi untuk hospes. Jika serkaria masuk kedalam

    tubuh melalui oral, maka tidak dapat berkembang, karena serkaria tidak memiliki bungkus seperti

    metaserkasia sehingga tidak dapat melewati asam lambung.

    j. Gejala klinis: Mual, muntah, tidak nafsu makan, sakit perut dan diare. Eosinofil meningkat dan IgA

    juga meningkat

    k. Diagnosis: Pemeriksaan mikroskop; menemukan telur dalam tinja. Menemukan cacing dewasa di

    dalam tinja

    l. Pengobatan: Prazikuantel (60 mg/kgBB dosis terbagi) atau Nitazoxanida

    m. Pencegahan: BAB di jamban, tidak makan umbi tumbuhan air yang mentah (Trapa bicornis)

    serkaria Telur Cacing dewasa

  • 3. SCHISTOSOMA JAPONICUM (kaki - blood fluks, trematode darah) - Trematoda

    a. Epidemiologi: Banyak di negara-negara yang kekurangan air bersih dan fasilitas sanitasi (toilet)

    tidak memadai, penduduk menggunakan air sungai untuk mandi dan cuci pakain.

    b. HD: manusia

    c. HP: keong air Onchomelania hupensis lindoensis

    d. Stadium infektif: serkaria(memiliki ekor, infektif, dapat berenang, dan dapat langsung masuk

    kedalam tubuh manusia melalui pori-pori)

    e. Lokasi: air sungai

    f. Cara infeksi: Serkaria menembus kulit kaki. Serkaria berenang dan penetrasi ke kulit kaki

    kehilangan ekor selama penetrasi dan menjadi schistosomulae sirkulasi migrasi ke portal darah

    di hati dan berkembang dewasa berpasangan migrasi ke vena mesentrika superior

    meninggalkan telur yang akan mengikuti sirkulasi ke hati maupun feses mirasidia penetrasi ke

    siput sporokista serkaria berekor

    g. Habitat: Cacing dewasa di dalam pembuluh darah vena mesenterika, telur diletakkan di dalam

    hati. Jadi, begitu serkaria masuk menembus kulit, dia akan mencari pembuluh darah besar, dan

    kemudian akan berkembang didalam hati, sehingga telurnya menempel di hati. Kemudian biasanya

    di dalam darah ada suplai darah yang menuju usus, terbawalah telur-telur ini dan keluar melalui

    feses.

    h. Pathogenesis: Serkaria menembus kulit gatal-gatal. Stadium Akut; telur ada di hati

    pseudoabses pseudotuberkel dan jaringan ikat. Stadium menahun penyembuhan jaringan

    pembentukan fibrosis hepar (pembesaran) terjadi pengecilan sirosis periportal/ hipertensi

    periportal splenomegali, asites dan icterus. Yang berbahaya adalah bila membentuk abses

    hati.

    i. Gejala klinis: Gatal-gatal pada kaki. Stadium akut akibat telur dalam hati menyebabkan

    hepatomegali, psesudo-abses, pseudo-tuberkel dan jaringan ikat. Stadium menahun sirosis periportal,

    splenomegali, asites dan icterus

    j. Diagnosis: Pemeriksaan mikroskop; menemukan telur dalam tinja. Pemeriksaan serologi; deteksi

    anti-skistosomiasis antibodi di dalam serum (begitu serkaria masuk kedalam darah, dia akan

    menarik antibodi yang akan membentuk anti-skistosomiasis)

    k. Pengobatan: Prazikuantel (60 mg/kgBB dalam 3 dosis terbagi)

    l. Pencegahan: BAB di jamban, tidak mandi di sungai

  • 4. TAENIA SAGINATA (cacing pita sapi) - Cestoda

    a. Disebut cacing pita karena memiliki proglotid-proglotid yang seperti pita. Kepalanya merupakan

    bagian yang kecil. Telurnya berdinding tebal dan khas ada radier-radiernya. Manusia dapat

    mengalami taeniasis apabila termakan kista t. saginata yang terdapat didalam daging sapi. Apabila

    manusia tertelan telur, maka telur tersebut dapat berkembang menjadi kista yang biasanya banyak

    terdapat di otak dan mengakibatkan sistiserkosis.

    b. Epidemiologi: Di daerah dimana penduduk memakan daging sapi mentah yang mengandung

    kista/larva sistiserkus

    c. HD: manusia

    d. HP: sapi

    e. Stadium infektif: kista, metacestoda, cacing gelembung, larva sistiserkus

    f. Lokasi: sapi; otot dan organ visceral lainnya

    Cacing dewasa Serkaria (bentuk infektif)

    Telur di dalam hati

    Telur di dalam tinja

  • g. Cara infeksi: Makan daging sapi yang kurang matang mengandung larva /kista sistiserkus

    h. Habitat: Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia, larva sistiserkus di dalam otos sapi

    i. Pathogenesis: Larva sistiserkus (Cysticercus bovis) mengalami evaginasi di usus halus, penetrasi ke

    dalam vili usus halus dan tumbuh menjadi cacing dewasa (proglotid immature, mature dan gravid)

    dan mengambil nutrisi dari manusia. Skoleks cacing dewasa melekat pada dinding usus halus.

    j. Gejala klinis: Sakit ulu hati, mual muntah, tidak nafsu makan dan diare

    k. Diagnosis: Menemukan telur dalam tinja dengan mikroskop. ELISA Copro-antigen; deteksi

    antigen di dalam tinja. Menemukan potongan proglotid gravid di dalam tinja.

    l. Pengobatan: prazikuantel (10mg/kgBB single dose); albendazol

    m. Pencegahan: BAB di jamban, tidak makan daging sapi setengah matang

    Proglotid gravid Cacing dewasa

  • 5. ECHINOCOCCUS SP. (cacing pita anjing) - Cestoda

    a. Epidemiologi E. granulossus: Di daerah peternakan domba/biri-biri. Ataupun yang banyak

    anjingnya.

    b. HD: anjing; rubah

    c. HP: manusia; domba/biri-biri

    d. Stadium infektif: telur

    e. Lokasi: tanah, anus anjing

    f. Cara infeksi: Menelan telur Echinococcus sp dari lingkungan

    g. Habitat: Cacing dewasa hidup di dalam usus anjing, srigala dan hewan mamalia lain. Pada manusia,

    larva ditemukan di otak, hati dan paru-paru

    h. Pathogenesis E. granulossus: pada anjing, kista termakan cacing dewasa di usus halus.Telur

    tertelan hospes perantara (manusia/domba) menetas di dalam usus menjadi onkosfer. Onkosfer

    menembus dinding usus peredaran darah hati (onkosfer tertimbun) kista hidatid. Di dalam

    hati, kista hidatid perlahan-lahan membesar (1 cm per tahun) dan terbungkus kapsul. Di dalam kista

    terdapat cairan dan anak kista (doughter cysts). 65 % kasus ditemukan kista di hati dan 25 % di paru.

    Kista hidatid yang terbentuk merupakan respon dari tubuh kita melawan benda asing dengan

    mengumpulkan sel-sel peradangan yang menyelubunginya.

    i. Gejala klinis E. granulossus: Gejala klinis timbul jika ukuran kista sudah layak (lebih dari 1-7 cm).

    Pembesaran hati. Kista pecah/sobek - anafilaksis. Sakit di bagian epigastrium, kuadran atas

    bagian kanan dan mual/nausea. Pemeriksaan fisik terdapat massa padat/keras di bagian kuadran atas

    kanan dan lembut dibagian abdomen atas. Hati timbul fibrosis dan peradangan kronik. Neutrofil

    (9,8% N 2,5-7,5%), limfosit (7,1% N 1.5-3.5%) dan monosit (6,4% N 0,2-0,8%). Tes hati normal.

    j. Diagnosis: Pencitraan; MRI dan CT Scan. MRI abdomen; masa kista densitas rendah, ukuran

    (bisa mencapai 10-20 cm), bulat dibagian kanan hati, tebal/keras, dinsing tidak teratur. Serologi;

    deteksi anti-ekinokokosis antibodi dalam serum. IgG yang spesifik ekinokokosis positif.

    k. Pengobatan: prazikuantel; bedahjangan sampai kista pecah

    l. Pencegahan: Menghindari kontak dengan tinja anjing

  • Hydatid cyst

    Telur

    Echinococcosis(Cystic Hydatid Disease) akibat

    infeksi E. granulosus

  • Tambahan:

    Semua darah akan menuju ke hati, lalu dihantarkan ke seluruh tubuh. Oleh karena itu lebih banyak

    ditemukan kista di hati dari pada di otak atau organ lain.

    Semua nematode masih reaktif terhadap mebendazol.

    Untuk trematode dan cestoda menggunakan prazikuantel.

    Trichuris trichiura harus diperhatikan apakah masih ada atau tidak. Dianjurkan pemberian obat cacing

    berulang. Karena pada anak, dikhawatirkan terjadi prolapsus rectum.

    Bila ada pendarahan, dihentikan pendarahan terlebih dahulu, lalu diberikan obat cacing dan Fe (boleh

    diberikan bersamaan). Fe diberikan untuk meningkatkan Hb nya.

    Serkaria pada schistosoma japanicum cenderung mencari manusia sebagai kebutuhan untuk melanjutkan

    hidupnya. Sedangkan serkaria pada fasciolopsis buski tidak memiliki kecenderungan seperti itu.