0
HUBUNGAN ANTARA LATAR BELAKANG PENDIDIKAN GURU,
PENGALAMAN MENGAJAR, DAN PEMBELAJARAN
DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA
SMA NEGERI 1 SURAKARTA
SKRIPSI
Oleh :
SEPTINA GALIH PUDYASTUTI
K8406011
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
1
HUBUNGAN ANTARA LATAR BELAKANG PENDIDIKAN GURU,
PENGALAMAN MENGAJAR, DAN PEMBELAJARAN
DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA
SMA NEGERI 1 SURAKARTA
Oleh :
SEPTINA GALIH PUDYASTUTI
K8406011
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi-Antropologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, Mei 2010
Pembimbing I Pembimbing II
DR. Zaini Rohmad, M. Pd Drs. Slamet Subagya, M. Pd
NIP. 195811171986011001 NIP. 19521126 198103 1 002
3
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi
Ketua : Drs. H. MH. Sukarno, M. Pd ___________
Sekretaris : Drs. Suparno, M. Si ___________
Anggota I : DR. Zaini Rohmad, M.Pd ___________
Anggota II : Drs. Slamet Subagya, M.Pd ___________
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd
NIP. 196007271 1987 02 1001
\
4
ABSTRAK
Septina Galih Pudyastuti. HUBUNGAN ANTARA LATAR BELAKANG
PENDIDIKAN GURU, PENGALAMAN MENGAJAR, DAN
PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI
1 SURAKARTA, Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei. 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara : (1) latar
belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa, (2) pengalaman mengajar
guru dengan prestasi belajar siswa, (3) pembelajaran dengan prestasi belajar siswa,
serta (4) latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran
dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif korelasional.
Populasinya adalah seluruh guru bidang studi yang mengajar di SMA Negeri 1
Surakarta sejumlah 93 orang. Sampel diambil dengan teknik random sampling
sebesar 50% dari populasi, yaitu sejumlah 47 orang. Teknik pengumpulan data
variabel latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, pembelajaran, dan
prestasi belajar siswa menggunakan angket. Teknik analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis regresi, dengan menggunakan pedoman uji hipotesis SPS
edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih tahun 2004.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) ada hubungan
antara latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa, 2) ada
hubungan antara pengalaman mengajar dengan prestasi belajar siswa, 3) ada
hubungan antara pembelajaran dengan prestasi belajar, dan 4) ada hubungan antara
latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan
prestasi belajar siswa. Analisis data menunjukkan Ry (1,2,3) = 0,951 dan = 0,00.
Hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan positif yang signifikan antara latar
belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan
prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta” diterima. Dengan demikian jika
variabel X1, X2, dan X3 naik, maka variabel Y akan naik. Sebaliknya, jika variabel
X1, X2, dan X3 turun, maka variabel Y juga akan turun. Sumbangan efektif total
sebesar 90,38% disebabkan oleh variabel x1, x2, dan x3, sedangkan 9,62%
merupakan faktor unik yang tidak dapat diteliti dalam penelitian ini.
5
ABSTRACT
Septina Galih Pudyastuti. THE RELATIONS BETWEEN TEACHER
EDUCATIONAL BACKGROUND, TEACHING EXPERIENCE, AND THE
STUDY WITH ACHIEVEMENTS OF STUDENTS OF SMAN 1
SURAKARTA. Thesis. Surakarta : Teacher Training and Education Faculty of
Sebelas March University, May. 2010.
The objective of the research is to know the relation between : (1) teacher
educational background and students’ achievements, (2) teaching experience and
students’ achievements, (3) the study and students’ achievements, and (4) teacher
educational background, teaching experience, and the study with achievements’ of
students of SMAN 1 Surakarta.
The research uses correlational quantitative descriptive method. The
population is all of 93 teachers teaching at SMAN 1 Surakarta. The sample is
taken with random sampling technique 50% of the populations, 47 people.
Gathering technique of variable data such as teacher educational background,
teaching experience, the study, and students’ achievements used questionnaire.
The technique of analyzing data is regression analysis technique, with using SPS
hypothesis testing guidelines Sutrisno Hadi and Yuni Pamardiningsih edition year
2004.
Based on the result of the research can be concluded that : (1) there is a
relation between teacher educational background and students’ achievements, (2)
there is a relation between experience and students’ achievements, (3) there is a
relation between the study and students’ achievements, and (4) there is a relation
between teacher educational background, teaching experience, and the study with
achievements of students. Data analysis shows Ry (1,2,3) = 0,951 and ρ = 0,000. The
hypothesis “there is a significant positive relation between teacher educational
background, teaching experience, and the study with achievements of students
SMAN 1 Surakarta” is accepted. Thus, if variable of X1, X2, and X3 arise, variable
of Y is also arising. In opposite, if variable of X1, X2, and X3 go down, then the Y
variable is going down also. Total effective contribution is 90,38% is caused by
variables X1, X2, and X3, when 9,62% is a unique factor that can’t be investigated
in this research.
6
MOTTO
Sesuatu pekerjaan yang diserahkan kepada seseorang bukan profesinya,
maka tunggulah suatu kehancuran
(Hadist Rasulullah SAW)
Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani
(Ki Hajar Dewantoro)
Ada kalanya peraturan harus dilanggar, agar membuat kita selangkah lebih maju
(Peneliti)
7
PERSEMBAHAN
Karya ini peneliti persembahkan untuk :
1. Orang tuaku, Bapak Tugiyo dan Ibu Nanik.
Kalian berdua adalah penyemangat dalam
hidupku. Terima kasih untuk cinta, kesabaran,
kemarahan, doa, dan semangat yang telah kalian
berikan kepadaku
2. Kakak perempuanku, Mbak Tiwuk. Terima kasih
untuk kasih sayang, semangat, dan
kedewasaanmu.
3. Teman-teman terbaikku : Ning, Ika S, Dianita,
Ratri, Fitria, Astrini, Finta. Terima kasih untuk
waktu, tenaga, dan semangatnya. Kalian lebih
dari seorang sahabat.
4. Teman-temanku Sosant’06. Terima kasih untuk
kenangan dan kebersamaan kalian selama ini.
5. Almameter, Pendidikan Sosiologi-Antropologi,
FKIP, UNS. Terima kasih untuk aturan, visi,
dan misi yang telah mampu membuatku
menjadi manusia yang lebih baik.
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan.
Skripsi dengan judul “Hubungan antara Latar Belakang Pendidikan
Guru, Pengalaman Mengajar, dan Pembelajaran dengan Prestasi Belajar
Siswa SMA Negeri 1 Surakarta”, adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S1) di lingkungan Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Disadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penyusunan
skripsi ini akan sulit untuk terselesaikan. Untuk itu segala bentuk bantuan, peneliti
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. H. Saiful Bachri, M. Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Drs. H. MH. Sukarno, M. Pd, Ketua Program Pendidikan Sosiologi
Antropologi Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas kesempatan, dan
pengarahan yang diberikan.
4. DR. Zaini Rohmad, M. Pd, Dosen Pembimbing I atas segala bantuan, saran,
kritik, dan bimbingan yang diberikan kepada peneliti.
5. Drs. Slamet Subagya, M. Pd, Dosen Pembimbing II atas segala bantuan dan
bimbingan yang diberikan kepada peneliti.
6. Drs H. M. Thoyibun, SH, MM, Kepala SMA Negeri 1 Surakarta yang telah
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian ini.
7. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan karya ini sangat jauh dari
kesempurnaan, tapi peneliti berharap semoga penulisan karya ini berguna bagi
semua pihak yang terkait.
Surakarta, Mei 2010
Peneliti
9
DAFTAR ISI
JUDUL………..………….………………………………………...….. i
PERSETUJUAN………...………………………………………....…. ii
PENGESAHAN…………………………………………………....….. iii
ABSTRAK……………………………………….………………….… iv
ABSTRACT…………………………………………………………... v
MOTTO……………...……………………………………....………… vi
PERSEMBAHAN……………...……………………………………... vii
KATA PENGANTAR………………………………………………..…. viii
DAFTAR ISI……………………………………………………………... ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………….…. xii
DAFTAR GAMBAR/ BAGAN…………………………………………. xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………….…. xiv
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………….…. 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………… 1
B. Identifikasi Masalah…………………………………………….…. 7
C. Pembatasan Masalah…………………………………………….… 8
D. Perumusan Masalah……………………………………………….. 9
E. Tujuan Penelitian…………………………………………………... 9
F. Manfaat Penelitian…………………………………………………. 10
BAB II. LANDASAN TEORI…………………………………………… 11
A. Tinjauan Pustaka…………………………………………………… 11
1. Tinjauan tentang Profesionalisme Guru…………………….. 11
2. Tinjauan tentang Latar Belakang Pendidikan Guru…….…… 20
3. Tinjauan tentang Pengalaman Mengajar Guru….…………… 33
4. Tinjauan tentang Pembelajaran……………………………… 37
5. Tinjauan tentang Prestasi Belajar Siswa……………………. 53
B. Penelitian yang Relevan…………………………………………… 66
C. Kerangka Pemikiran……………………………………………….. 68
D. Perumusan Hipotesis…………………………………………….… 69
10
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………... 71
A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………… 71
1. Tempat Penelitian……………………………………………. 71
2. Waktu Penelitian…………………………………………….. 71
B. Variabel Penelitian……………………………………………….... 72
1. Identifikasi Variabel Penelitian……………………….…..…. 72
2. Definisi Konsep Variabel…………………………….….….. 76
3. Definisi Operasional Variabel………………………………. 77
C. Metode Penelitian…………………………………………………. 78
D. Populasi dan Sampel………………………………………………. 82
1. Populasi Penelitian…………………………………………... 82
2. Sampel Penelitian……………………………………………. 83
E. Metode Pengumpulan Data………………………………………... 89
F. Validitas dan Reliabilitas…………………………………………... 106
1. Validitas……………………………………………………... 106
2. Reliabilitas…………………………………………………… 108
G. Teknik Analisis Data……………………………………………… 110
1. Uji Persyaratan Analisis…………………………………….. 112
2. Pengujian Hipotesis…………………………………………. 114
BAB IV. HASIL PENELITIAN………………………………………… 119
A. Deskripsi Data……………………………………………………... 119
1. Deskripsi Lokasi Penelitian…………………………………. 119
2. Deskripsi Data Penelitian……………………………………. 126
B. Pengujian Persyaratan Analisis…………………………………….. 133
1. Hasil Uji Normalitas…………………………………………. 133
2. Hasil Uji Linieritas…………………………………………... 134
C. Proses Pengujian Hipotesis……………………………………….... 136
D. Pembahasan Hasil Analisis Data…………………………………... 140
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN………………… 143
A. Kesimpulan………………………………………………………… 143
B. Implikasi…………………………………………………………… 144
11
C. Saran………………………………………………………………. 146
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
12
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Uraian Kegiatan Penelitian…………………………………….. 67
Tabel 2. Kisi-Kisi Angket Penelitian…………………………………….. 93
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data Latar Belakang Pendidikan Guru…… 122
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Data Pengalaman Mengajar…………….… 124
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Data Pembelajaran………………………... 126
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Siswa………………. 128
Tabel 7. Rangkuman Uji Linieritas X1 dan Y……………………………. 130
Tabel 8. Rangkuman Uji Linieritas X2 dan Y……………………………. 130
Tabel 9. Rangkuman Uji Linieritas X3 dan Y……………………………. 131
Tabel 10. Rangkuman Perbandingan Bobot Prediktor…………………… 132
13
DAFTAR GAMBAR/ BAGAN
Bagan 1. Kerangka Pemikiran………………………………………. 64
Gambar 2. Histogram Data Latar Belakang Pendidikan Guru……… 123
Gambar 3. Histogram Data Pengalaman Mengajar…………………. 124
Gambar 4. Histogram Data Pembelajaran…………………………... 126
Gambar 5. Histogram Data Prestasi Belajar Siswa…………………. 128
14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kisi-Kisi Angket Try Out………………………………… 149
Lampiran 2. Soal Angket Try Out……………………………………... 152
Lampiran 3. Hasil Uji Validitas ……………………………………….. 164
Lampiran 4. Hasil Uji Reliabilitas……………………………………… 172
Lampiran 5. Deskripsi Data Butir X1, X2, X3, dan Y…………………. 176
Lampiran 6. Soal Angket Penelitian…………………………………… 180
Lampiran 7. Sebaran Frekuensi dan Histogram………………………... 190
Lampiran 8. Uji Normalitas Sebaran………………………………….... 196
Lampiran 9. Uji Linieritas………………………………………………. 201
Lampiran 10. Uji Hipotesis Regresi Ganda…………………………….. 205
Lampiran 11. Tabulasi Data X1, X2, X3, dan Y………………………… 209
Lampiran 12. Daftar Guru Bidang Studi di SMA Negeri 1 Surakarta….. 218
Lampiran 13. Denah Ruang Kelas di SMA Negeri 1 Surakarta………… 220
Lampiran 14. Lembar Perizinan………………………………………… 221
Lampiran 15. Curriculum Vitae………………………………………… 226
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3, fungsi pendidikan
nasional diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, sedangkan tujuan
diadakannya pendidikan itu adalah untuk mengembangkan potensi anak didik
agar mampu menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
“Pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan yang berpikir global
(think globally), dan bertindak lokal (act loccaly), serta dilandasi oleh akhlak
yang mulia” (E. Mulyasa, 2007 : 4). Ada dua buah konsep kependidikan yang
saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu belajar (learning) dan
pembelajaran (instruction). Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik
dan konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik. Dalam proses belajar
mengajar terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu. Sedangkan yang dimaksud pendidik, yaitu seseorang
yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung
jawab membantu peserta didik mencapai kedewasaan masing-masing.
Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi
pembelajaran di sekolah, antara lain : guru, siswa, sarana prasarana,
lingkungan pendidikan, dan kurikulum. Dari semuanya itu, guru merupakan
2
komponen yang paling menentukan, karena di tangan gurulah kurikulum,
sumber belajar, sarana dan prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi
sesuatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik. Supriadi (dalam E.
Mulyasa, 2007 : 9) mengungkapkan bahwa mutu pendidikan yang dinilai dari
prestasi belajar peserta didik sangat ditentukan oleh guru, yaitu 34 % pada
negara sedang berkembang, dan 36% pada negara industri. Studi yang
dilakukan Heyneman dan Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan
bahwa diantara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan,
khususnya yang ditunjukkan dalam prestasi belajar siswa, sepertiganya
ditentukan oleh guru.
Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting. Guru merupakan
komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil
pendidikan yang berkualitas. Dengan kata lain, perbaikan kualitas pendidikan
harus berpangkal dari guru dan berujung pada guru pula. Jabatan guru
merupakan salah satu jabatan profesional, dalam artikel pendidikan
“Pengaruh Pendidikan, Pelatihan, dan Pengalaman Mengajar terhadap
Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Negeri Gugus II Kecamatan Nganjuk”,
Supriyadi Dedi (dalam http://ilmiah-pendidikan.blogspot.com) menyebutkan
bahwa : “Profesional menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang
menuntut keahlian, tanggung jawab dan kesetiaan profesi. Suatu profesi
secara teori tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih
atau dipersiapkan untuk itu.” Dalam menciptakan guru yang profesional
pemerintah telah membuat aturan-aturan persyaratan untuk menjadi guru,
dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen pasal 8 disebutkan bahwa “guru yang profesional adalah guru
yang memiliki empat kompetensi (kemampuan), yaitu kompetensi
paedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional”. Hal lain yang perlu
dikemukakan dalam kaitannya dengan profesionalisme, yaitu tidak ada
satupun cara mengajar yang dapat dipergunakan dalam setiap situasi
mengajar, karena itu guru perlu menentukan cara mana yang tepat untuk
dirinya dan cara belajar siswa serta tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena
3
itu, di dalam pembelajaran setiap guru juga dituntut untuk selalu belajar agar
mampu memperbaiki kualitas pembelajaran.
Berkaitan dengan profesionalisme guru, dalam skripsi yang berjudul
“Kinerja Guru Ditinjau dari Profesionalisme, Latar Belakang Pendidikan,
dan Pengalaman Mengajar”, Harsiwi (dalam http://etd.eprints.ums.ac.id),
menyebutkan bahwa;
Tingkat pendidikan akan menentukan pola pikir dan wawasan
seseorang, termasuk dalam hal ini pola pikir dan wawasannya. Selain
itu tingkat pendidikan juga merupakan bagian dari pengalaman kerja.
Lama bekerja merupakan pengalaman individu yang akan menentukan
pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Pertumbuhan jabatan dalam
pekerjaan dapat dialami oleh seorang hanya apabila dijalani proses
belajar dan berpengalaman…
Merujuk pendapat di atas, bahwa tingkat pendidikan dan pengalaman
mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di
bidang pendidikan dan pengajaran. Sugiyono (dalam Edy Suwarno, 2002 :
16) menyebutkan bahwa “kemampuan kerja guru pengaruhi beberapa faktor,
seperti potensi dasar, latar belakang pendidikan, pendidikan/ pelatihan, dan
pengalaman mengajar.
Kualitas pendidikan guru sangat menentukan dalam penyiapan sumber
daya manusia yang handal. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 pasal 28, bahwa “pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud adalah tingkat pendidikan
minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan
ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Latar belakang pendidikan guru dapat dilihat dari dua
sisi, yaitu kesesuaian antara bidang ilmu yang ditempuh dengan bidang tugas
dan jenjang pendidikan. Untuk profesi guru sebaiknya juga berasal dari
lembaga pendidikan guru. Guru pemula dengan latar pendidikan keguruan
lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, karena dia sudah
4
dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya,
sedangkan guru yang bukan berlatar pendidikan keguruan akan banyak
menemukan banyak masalah dalam pembelajaran. Jenis pekerjaan yang
berkualifikasi _profesional memiliki ciri-ciri tertentu, diantaranya
memerlukan persiapan/ pendidikan khusus bagi calon pelakunya, yaitu
membutuhkan pendidikan prajabatan yang relevan (C. V Good dalam Ahmad
Barizi, 2009 : 142). Danim (dalam Ahmad Barizi, 2009 : 138) juga
menyebutkan bahwa “seorang guru dapat dikatakan profesional atau tidak,
dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari tingkat pendidikan
minimal dari latar belakang pendidikan untuk jenjang sekolah tempatnya
menjadi guru. Kedua, penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola
proses pembelajaran, mengelola siswa, melakukan tugas-tugas bimbingan,
dan kegiatan administasi lainnya”. Menurut Ahmad Barizi (2009 : 154),
“guru profesional merupakan produk dari keseimbangan (balance) antara
penguasaan aspek keguruan dan disiplin ilmu”. Latar belakang pendidikan
yang dimiliki seorang guru akan berpengaruh terhadap praktek pembelajaran
di kelas, seperti penentuan cara mengajar serta melakukan evaluasi (M. J.
Martin Diaz, 2006 : 1177).
Pengalaman mengajar guru merupakan salah satu faktor dalam
mendukung pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Pengalaman mengajar
yang dimiliki oleh seorang guru menjadi penentu pencapaian hasil belajar
yang akan diraih oleh siswa. Pengalaman mengajar yang cukup, dalam arti
waktu yang telah dilalui oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya
akan mendukung pencapaian hasil belajar sebagai tujuan yang akan diraih di
sekolah. Pengalaman mengajar merupakan hal penting yang menjadi
perhatian dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Guru yang
mempunyai pengalaman mengajar yang memadai, secara positif akan
menentukan keberhasilan proses pembelajaran, sebaliknya guru yang
mempunyai pengalaman mengajar yang kurang memadai akan menghambat
proses pembelajaran. Guru profesional dapat menghasilkan pendidikan yang
berkualitas, yaitu dapat dicapai dengan menciptakan iklim pembelajaran yang
5
menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis (Martinis Yamin, 2009 : 20).
Dalam jurnal internasional yang berjudul “Experienced Teachers Insist that
Effective Teaching is Primarily a Science”, menyebutkan bahwa guru yang
memiliki pengalaman mengajar yang lama mampu menghasilkan pengajaran
yang efektif. Guru yang berpengalaman menganggap bahwa mengajar
sebagai sebuah seni, sedangkan guru yang baru menekuni profesinya
menganggap bahwa mengajar hanya proses penyampaian ilmu pengetahuan
kepada peserta didik. Stanley D. Ivie (2001 : 519) mengemukakan “a
spoonful of sugar (art) might just help the medicine (science) go down in the
most delightful way”. Seni dalam mengajar diibaratkan sesendok gula yang
dapat memudahkan seseorang untuk meminum obat. Obat dalam
pembelajaran adalah ilmu pengetahuan yang akan disampaikan kepada
peserta didik. Brickhouse (dalam M. J. Martin Diaz, 2006 : 1176),
mengemukakan “tingkatan pengalaman mampu membuat seorang guru untuk
menghargai suatu ilmu pengetahuan”. Pengalaman mengajar guru dapat
diukur dari jumlah tahun lamanya ia mengajar, khususnya dalam mata
pelajaran yang diampunya. Profesionalisme guru terbentuk sebagai hasil dari
profesionalisasi yang dijalaninya secara terus menerus. Artinya semakin lama
seseorang menekuni profesi sebagai seorang guru akan semakin tinggi pula
tingkat keprofesionalismenya, begitu pula sebaliknya (Ahmad Barizi, 2009 :
142). Di dalam menekuni bidang tugasnya, pengalaman guru selalu
bertambah. Semakin bertambah masa kerjanya diharapkan guru semakin
banyak pengalamannya. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru dalam
pembelajaran semakin hari semakin berkurang pada aspek tertentu seiring
dengan bertambahnya pengalaman sebagai guru (Syaiful Bahhri Djamarah,
2006 : 112). Pengalaman-pengalaman ini erat kaitannya dengan peningkatan
profesionalisme pekerjaan. Guru yang sudah lama mengabdi di dunia
pendidikan harus lebih professional dibandingkan guru yang beberapa tahun
mengabdi (http://ilmiah-pendidikan.blogspot.com).
Di dalam pembelajaran ada usaha sadar dari guru untuk membuat siswa
belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa yang belajar,
6
dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku
dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha. Guru bertindak
sebagai pengelola kegiatan belajar-mengajar, katalisator belajar-mengajar,
dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar-
mengajar yang efektif. Menurut Wiji Suwarno (2006 : 38), “guru (pendidik)
adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan
dan pelatihan, serta melakukan penelitian, pengabdian kepada masyarakat,
membantu pengembangan dan pengelolaan program sekolah, serta
mengembangkan profesionalitas”. Ada beberapa tantangan yang dihadapi
guru dalam kinerja sebagai pendidik, yaitu; tantangan bidang pengelolaan
kurikulum, bidang pembelajaran, dan bidang penilaian. Dalam menghadapi
tantangan itu akan sangat tergantung pada profesionalisme guru. Guru
profesional akan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian
yang menyenangkan bagi siswa dan guru, sehingga dapat mendorong
tumbuhnya kreativitas belajar pada diri siswa. Pemilihan model pembelajaran
yang tepat akan sangat menentukan minat dan partisipasi siswa dalam
pembelajaran. Melalui model pembelajaran yang tepat diharapkan siswa tidak
hanya memperoleh teori-teori, tetapi juga mampu mengimplementasikan
konsep-konsep yang telah didapatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi
belajar yang dicapai siswa. Prestasi belajar merupakan salah satu cara untuk
mengukur kemampuan diri. Prestasi belajar juga mempunyai peran yang
sangat menentukan dalam keberhasilan belajar, yaitu sebagai umpan balik
guru dalam melaksanakan serta memperbaiki proses belajar mengajar demi
kemajuan prestasi siswa. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah
diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi
atau rendahnya prestasi belajar siswa. Mengetahui kemajuan kemampuan
belajar siswa sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Keberhasilan
dalam pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada proses belajar
7
yang dialami oleh siswa. Keberhasilan maupun kegagalan individu dalam
kegiatan belajar baru dapat dilihat setelah diadakan penilaian.
Latar belakang pendidikan serta pengalaman mengajar yang dimiliki
seorang guru akan menentukan kualitas pembelajaran di sekolah. Kualitas
pembelajaran ini terlihat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai
diadakan evaluasi. Berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran sangat
ditentukan oleh prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Prestasi belajar dapat
ditunjukkan melalui nilai yang diberikan seorang guru dari jumlah bidang
studi yang telah dipelajari oleh peserta didik. Dalam proses pencapaiannya,
prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor
utama yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran adalah
keberadaan guru. Mengingat keberadaan guru dalam proses kegiatan belajar
mengajar sangat berpengaruh, maka sudah semestinya kualitas guru harus
diperhatikan. Berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti memilih SMA
Negeri 1 Surakarta sebagai lokasi penelitian. Adapun judul yang dipilih
dalam penelitian ini adalah “Hubungan antara Latar Belakang Pendidikan
Guru, Pengalaman Mengajar, dan Pembelajaran dengan Prestasi
Belajar Siswa SMA Negeri 1 Surakarta”.
B. Identifikasi Masalah
Agar penelitian ini terarah dan mencapai sasaran yang diinginkan, maka
permasalahan dibatasi pada :
1. Pendidikan tinggi yang miliki seorang guru belum dapat menjamin
keberhasilannya dalam mengelola pembelajaran di sekolah.
2. Banyak lembaga pendidikan (sekolah) yang memperkerjakan tenaga
kependidikan yang bukan berasal dari dari lulusan kependidikan, yang
tidak memiliki pengetahuan kependidikan dan hanya dibekali pengetahuan
bidang studi atau materi sesuai dengan jurusan yang ditempuhnya di
perguruan tinggi.
8
3. Ada anggapan bahwa semakin lama guru menekuni profesinya, maka guru
tersebut akan mampu menghasilkan pembelajaran yang kreatif dan inovatif
di sekolah.
4. Keberhasilan pendidikan tidak hanya diukur dari out put yang dihasilkan,
tetapi juga dilihat dari proses sehingga mampu menghasilkan out put
pendidikan yang berkualitas.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini terarah dan mencapai sasaran yang diinginkan, maka
permasalahan dibatasi pada :
1. Latar belakang pendidikan guru yang dimaksud adalah pendidikan yang
telah atau sedang ditempuh guru dan ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangannya, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan sesuai dengan bidang tugasnya
2. Pengalaman mengajar adalah segala hal serta kegiatan yang sedang
maupun sudah dialami guru dalam mendukung serta melaksanakan tugas
mengajar di sekolah berkenaan dengan masa kerja, jam kerja, serta ruang
lingkup kerja, sehingga hal-hal yang dialami dapat dikuasainya, baik
tentang pengetahuan, keterampilan, maupun nilai-nilai yang menyatu
dalam dirinya
3. Proses Pembelajaran yang dimaksud adalah situasi yang memungkinkan
terjadinya interaksi antara guru dan murid serta berbagai komponen-
komponen pendukung lainya, seperti metode, media, bahan/ materi
pelajaran untuk tercapainya tujuan pembelajaran.
4. Prestasi belajar siswa yang dimaksud adalah kemampuan siswa yang
diperoleh dari penilaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
dapat dilihat dari hasil belajar siswa berupa nilai raport dalam bidang studi
tertentu
9
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dibuat perumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara latar belakang pendidikan guru dengan
prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta?
2. Apakah ada hubungan antara pengalaman mengajar guru dengan prestasi
belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta?
3. Apakah ada hubungan antara pembelajaran dengan prestasi belajar siswa
SMA Negeri 1 Surakarta?
4. Apakah ada hubungan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman
mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1
Surakarta?
E. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Hubungan antara latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar
siswa SMA Negeri 1 Surakarta
2. Hubungan antara pengalaman mengajar guru dengan prestasi belajar siswa
SMA Negeri 1 Surakarta
3. Hubungan antara proses pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA
Negeri 1 Surakarta
4. Hubungan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar,
dan proses pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1
Surakarta
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Manfaat Teoritis
a Memberikan masukan bagi para peneliti lain untuk mengembangkan
penelitian lain yang sejenis.
10
b Menambah bahan pustaka Program Pendidikan Sosiologi-Antropologi,
Jurusan P.IPS, FKIP Universitas Sebelas Maret.
2. Manfaat Praktis
a Memberi masukan bagi guru untuk meningkatkan kualitas personal dan
profesional sebagai pendidik
b Memberikan masukan bagi tenaga kependidikan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran, terutama ditinjau dalam hal latar belakang
pendidikan, pengalaman mengajar, serta proses pembelajaran demi
tercapainya hasil belajar siswa yang maksimal, khususnya di SMA
Negeri 1 Surakarta.
c Dapat melakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor yang ada di
luar selain latar belakang pendidikan guru dan pengalaman mengajar
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Profesionalisme Guru
a. Pengertian Profesionalisme Guru
Menurut para ahli kata “profesional” memiliki beragam definisi. Sikun
Pribadi (dalam Oemar Hamalik, 2008 : 1) mengemukakan bahwa “profesi adalah
suatu pernyataan atau suatu janji terbuka bahwa seseorang akan mengabdikan
dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang
tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu”. Sedangkan menurut
Frank H. Blackington (dalam Oemar Hamalik, 2008 : 3), “a profession may
defined most simply as a vocation which is organized, incompletely, no doubt, but
genuinely, for the performance of function”. Menurut Sosiolog, profesi memiliki
konotasi simbolik berisi nilai. “Profesi” ialah istilah yang merupakan model bagi
konsepsi pekerjaan yang diinginkan, dicita-citakan. Istilah ideologis ini dipakai
sebagai kerangka acuan bagi usaha suatu pekerjaan dalam meningkatkan
statusnya, ganjaran, dan kondisi pekerjaannya.
Profesi guru menurut undang-undang tentang guru dan dosen
harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada Undang-
Undang Republik Indonesia tentang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 pasal
5 ayat 1, yaitu profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
memerlukan prinsip-prinsip profesional sebagai berikut:
1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealism.
2) Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugasnya.
3) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
4) Mematuhi kode etik profesi.
5) Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerjanya.
7) Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan profesinya secara
berkelanjutan.
8) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
profesionalnya.
12
9) Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum”.
Oemar Hamalik (dalam Martinis Yamin), 2001 ;118, guru professional
harus memiliki persyaratan, yang meliputi:
1) Memiliki bakat sebagai guru,
2) Memiliki keahlian sebagai guru,
3) Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi,
4) Memiliki mental yang sehat,
5) Berbadan sehat,
6) Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas
7) Guru adalah manusia berjiwa Pancasila,
8) Guru adalah seorang warga Negara yang baik.
Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan
tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri - ciri antara lain : ahli di bidang
teori dan praktek keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu
pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Guru
profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didik tentang
pengetahuan yang dikuasainya dengan baik (Ahmad Barizi, 2009 : 138).
Menurut Trianto (dalam Ahmad Barizi, 2009 : 142), menyatakan bahwa
untuk menjadi profesional, seorang guru dan dosen dituntut memiliki lima
kemampuan (skill) yaitu :
1) Mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
2) Menguasai secara mendalam materi pelajaran yang akan diajarkan serta
cara mengajarkannya (metode yang cocok) kepada siswa.
3) Bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa.
4) Mampu berpikir sistematis, kritis, taktis dan strategis tentang apa yang
dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya.
5) Merasa merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya.
6) Berdasarkan pengertian profesional yang telah dijabarkan di atas dapat
disimpulkan bahwa profesionalisme guru adalah guru yang benar-benar
mengabdikan dirinya untuk menjadi seorang pendidik yang mempunyai
kemampuan-kemampuan (skills) dalam mendukung profesinya dan ahli
baik di bidang teori maupun praktek keilmuannya.
b. Tugas dan Peranan Guru
Menurut Havighurt (dalam Edy Suwarno, 2002 : 13), “peranan guru di
sekolah sebagai pegawai (employe) dalam hubungan kedinasan, sebagai bawahan
(subordinate) terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan
13
teman sejawat, sebagai mediator dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai
pengatur disiplin, evaluator dan pengganti orang tua”. Sedangkan James W.
Brown (dalam Edy Suwarno, 2002 : 14) mengemukakan bahwa “tugas dan
peranan guru antara lain : 1) menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, 2)
merencanakan dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, 3) mengontrol dan
mengevaluasi kegiatan siswa”.
Tugas utama guru seperti yang dikemukakan Syaiful Bahri Djamarah
(dalam Edy Suwarno, 2002 : 13) dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1) Tugas Profesi, tugas ini menuntut kepada guru untuk mengembangkan
profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Misalnya :
a) Sebagai pendidik, berarti meneruskan dan mengembangkan IPTEK
(Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) kepada anak didik.
b) Sebagai pengajar, berarti meneruskan dan mengembangkan IPTEK
(Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) kepada anak didik.
c) Sebagai pelatih, berarti mengembangkan ketrampilan dan menerapkan
dalam kehidupan demi masa depan anak didik.
2) Tugas Kemanusiaan, yaitu guru harus menanamkan nilai-nilai
kemanusiaan kepada anak didik dan dapat menempatkan diri sebagai
orang tua kedua dalam jangka waktu tertentu.
3) Tugas Kemasyarakatan, yaitu guru mempunyai tugas mendidik dan
mengajar masyrakat untuk menjadi warga Negara Indonesia yang bermoral
Pancasila.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa tugas dan peranan guru sangat
kompleks. Guru senantiasa dituntut meningkatkan kemampuan kerjanya, terutama
dalam masalah pendidikan. Tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan
peranannya sebagai guru, menurut Sugiyono (dalam Edy Suwarno, 2002 : 16),
bahwa kemampuan guru dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1) Perkembangan IPTEK. Perkembangan teknologi sangat berpengaruh
terhadap produktivitas kerja, dalam hal ini guru akan menghasilkan produk
(outcome) yang baik, jika didukung oleh teknologi yang canggih pula.
2) Alat kerja, metode kerja, dan bahan yang dikerjakan
Dalam dunia pendidikan bahan yang dikerjakan atau objek garapannya
berupa anak didik atau peserta didik, sehingga prosesnya terdiri dari 3
(tiga) komponen, yaitu input, proses, dan output/ outcome.
3) Kinerja/ Job Perfomance
Kinerja tergantung pada kemampuan kerja (potensi dasar, latar belakang
pendidikan, pendidikan/ pelatihan, dan pengalaman) dan motivasi kerja
14
(kondisi sosial tempat kerja, kebutuhan individu, kondisi fisik personal,
kondisi fisik tempat kerja).
c. Kegiatan-Kegiatan Guru dalam Pendidikan
Dalam Soetjipto (2009 : 184 – 185), kegiatan-kegiatan guru dalam
pendidikan meliputi :
1) Pendidikan.
2) Proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan.
3) Pengembangan profesi.
4) Penunjang proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan.
Untuk lebih jelaskan akan diuraikan sebagai berikut :
1) Pendidikan, yang meliputi : a) mengikuti dan memperoleh ijasah
pendidikan formal, b) mengikuti dan memperoleh Surat Tanda Tamat
Pendidikan dan Latihan (SPPTL) kedinasan.
2) Proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan, yang meliputi :
a) melaksanakan proses belajar-mengajar atau praktek atau melaksanakan
proses bimbingan dan penyuluhan, b) melaksanakan tugas di daerah
tertentu, c) melaksanakan tugas tertentu di sekolah.
3) Pengembangan profesi, yang meliputi a) melakukan kegiatan karya tulis/
karya ilmiah di bidang pendidikan, b) membuat alat peraga/ alat pelajaran,
c) menciptakan karya seni, d) menemukan teknologi tepat guna di bidang
pendidikan, dan e) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
4) Penunjang proses belajar-mengajar atau bimbingan dan penyuluhan, yang
meliputi : a) melaksanakan pengabdian pada masyarakat, b) melaksanakan
kegiatan pendukung pendidikan.
d. Hakikat profesi guru
Dalam Oemar Hamalik (2008 : 6 -7), profesi guru memiliki hakikat, yaitu :
1) Peranan pendidikan harus dilihat dalam konteks pembangunan secara
menyeluruh, yang bertujuan membentuk manusia sesuai dengan cita-cita
bangsa. Untuk menyukseskan pembangunan perlu ditata suatu sistem
pendidikan yang relevan. Sistem pendidikan dirancang dan dilaksanakan
15
oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Tanpa keahlian yang
memadai maka pendidikan sulit berhasil. Keahlian yang dimiliki oleh
tenaga kependidikan, tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada
umumnya, melainkan hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu yang telah
menjalani pendidikan guru secara berencana dan sistematik.
2) Hasil pendidikan memang tidak mungkin dilihat dan dirasakan dalam
waktu singkat, tetapi baru dapat dilihat dalam jangka waktu yang lama,
bahkan mungkin setelah satu generasi. Itu sebabnya proses pendidikan
tidak boleh keliru atau salah kendatipun hanya sedikit saja. Kesalahan
yang dilakukan oleh orang yang bukan ahli dalam bidang pendidikan dapat
merusak satu generasi seterusnya dan akibatnya akan berlanjut terus. Itu
sebabnya tangan-tangan yang mengelola sistem pendidikan dari atas
sampai ke dalam kelas harus terdiri dari tenaga-tenaga profesional dalam
bidang pendidikan.
3) Sekolah adalah suatu lembaga profesional. Sekolah bertujuan membentuk
anak didik menjadi manusia dewasa yang berkepribadian matang dan
tangguh, yang dapat dipertanggungjawabkan dan bertanggung jawab
terhadap masyarakat dan terhadap dirinya. Sebagian tanggung jawab
pendidikan anak-anak tersebut terletak di tangan guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Itu sebabnya para guru harus dididik dalam profesi
kependidikan, agar memiliki kompetensi yang diperlukan untuk
melaksanakan dan fungsinya secara efisien dan efektif.
4) Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang penuh pengabdian pada masyarakat,
dan perlu ditata berdasarkan kode etik tertentu. Kode etik itu mengatur
bagaimana seorang guru harus bertingkah laku sesuai dengan norma-
norma pekerjaannya, baik dalam hubungan dengan anak didiknya maupun
hubungan dengan teman sejawatnya.
5) Sebagai konsekuensi logis dari pertimbangan tersebut, setiap guru harus
memiliki kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi
kemasyarakatan. Dengan demikian dia memiliki kewenangan mengajar
untuk diberikan imbalan secara wajar sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
16
Dengan demikian seorang guru/calon guru seharusnya telah menempuh
program pendidikan guru pada suatu lembaga pendidikan guru tertentu.
2. Tinjauan tentang Latar Belakang Pendidikan Guru
a. Pengertian Latar Belakang Pendidikan Guru
Latar belakang pendidikan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kesesuaian
antara bidang ilmu yang ditempuh dengan bidang tugas dan jenjang pendidikan.
Untuk profesi guru sebaiknya juga berasal dari lembaga pendidikan guru. Guru
pemula dengan latar pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekolah, karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai
pendukung pengabdiannya, sedangkan guru yang bukan berlatar pendidikan
keguruan akan banyak menemukan banyak masalah dalam pembelajaran (Syaiful
Bahri Djamarah, 2006 : 112). Jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional
memiliki ciri-ciri tertentu, diantaranya memerlukan persiapan/ pendidikan khusus
bagi calon pelakunya, yaitu membutuhkan pendidikan prajabatan yang relevan
(Ahmad Barizi, 2009 : 142). Danim (dalam Ahmad Barizi, 2009 : 138) juga
menyebutkan bahwa “seorang guru dapat dikatakan profesional atau tidak dapat
dilihat dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari
latar belakang pendidikan untuk jenjang sekolah tempatnya menjadi guru. Kedua,
penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran,
mengelola siswa, melakukan tugas-tugas bimbingan, dan lain-lain”. Dalam
bukunya, Wiji Suwarno (2006 ; 38) menyebutkan bahwa “pendidik harus
memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan
mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Kualifikasi akademik yaitu tingkat
pendidikan formal yang telah dicapai sampai dengan guru mengikuti sertifikasi,
baik pendidikan gelar (S1, S2, atau S3) maupun nongelar (D4 atau Post Graduate
diploma), baik di dalam maupun di luar negeri. Bukti fisik yang terkait dengan
komponen ini dapat berupa ijazah atau sertifikat diploma (Trimo, 2008).
PP No. 19 Tahun 2005, pasal 28 ayat 1 mengarisbawahi bahwa pendidik
harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran,
17
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Selanjutnya dalam pasal 29 (ayat 1-6) dipertegaskan
kualifikasi guru untuk masing-masing jenjang, sebagai berikut :
1) Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki :
a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1),
b) Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini,
kependidikan lain, atau psikologi, dan;
c) Sertifikasi profesi guru untuk PAUD.
2) Pendidik pada SI/MI, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:
a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1),
b) Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI,
kependidikan lain, atau psikologi, dan;
c) Sertifikasi profesi guru untuk SD/MI.
3) Pendidik pada SMP/ MTS, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:
a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1),
b) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan,
c) Sertifikasi profesi guru untuk SMP/ MTS.
4) Pendidik pada SMA/ MA, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:
a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1),
b) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan,
c) Sertifikasi profesi guru untuk SMA/ MA.
5) Pendidik pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat
memiliki:
a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1),
b) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan khusus
atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan,
c) Sertifikasi profesi guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB.
6) Pendidik pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:
a) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1),
b) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program yang sesuai dengan
mata pelajaran yang diajarkan, dan;
c) Sertifikasi profesi guru untuk SMK/MAK. (Soetjipto, 2009 : 81-82)
Tenaga kependidikan dapat diangkat dari berbagai latar belakang disiplin
ilmu. Sebelumnya diangkat menjadi guru, mereka harus mendapat pendidikan,
latihan, dan bimbingan tentang pengetahuan keguruan, atau mendapat ijasah akta
18
IV dari perguruan tinggi yang telah terakreditasi. Namun demikian dalam pasal 28
(ayat 4) seseorang dapat diangkat menjadi pendidik tanpa memiliki ijasah dan/
atau sertifikasi keahlian, manakala memiliki keahlian khusus yang diakui dan
diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan
kesetaraan (Soetjipto, 2009 : 24). Contoh : seorang guru yang sudah mengajar di
lembaga pendidikan tertentu akan tetapi dia lulusan non-kependidikan, maka dia
diharuskan mendapat Akta IV sebagaimana Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 034/U/2003, pasal 8, butir d yang berbunyi
sebagi berikut :
Untuk guru SLTP adalah lulusan S1 Kependidikan atau SI Non-
Kependidikan yang mempunyai Akta IV, dan apabila sangat diperlukan
menerima lulusan D III Kependidikan atau D III Non-Kependidikan yang
mempunyai Akta III, atau D II/ Akta II mata pelajaran atau sederajat.
Demikian juga butir c berbunyi :
Untuk guru SMU atau guru SMK adalah lulusan S1 Kependidikan atau S1
Non-Kependidikan yang mempunyai Akta IV.
Kualifikasi akademik guru ini dapat diperoleh melalui program pendidikan
formal sarjana (S1) atau Diploma Empat (D-IV) pada perguruan tinggi yang
terakreditasi. Untuk guru yang telah ada (guru dalam jabatan) kualifikasi
akademik ini dapat dipenuhi melalui pendidikan formal sarjana (S1) atau Diploma
empat (D-IV) pada perguruan tinggi yang terakreditasi yang dapat mengakui hasil
pembelajaran yang telah diakuinya, termasuk pelatihan guru dengan
memperhitungkan ekuivalensi satuan kredit semesternya dan/ atau prestasi
akademik yang diakui dan diperhitungkan ekuivalensi sks-nya oleh perguruan
tinggi dimana guru tersebut memperoleh pendidikan.
b. Jenjang-Jenjang Pendidikan
Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu
pendidikan dasar (SD/ MI/ Paket A dan SMP/ MTs/ Paket B), pendidikan
menengah (SMA, SMK/ Paket C), dan pendidikan tinggi (Perguruan tinggi/ PT).
Meski tidak termasuk dalam jenjang pendidikan, terdapat pula pendidikan anak
19
usia dini, yaitu pendidikan yang diberikan sebelum memasuki
pendidikan dasar.
1) Taman Kanak-Kanak
Pendidikan ini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak usia 4 sampai 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.
2) Pendidikan Dasar
Pendidikan ini merupakan pendidikan awal selama 9 tahun pertama masa
sekolah anak-anak, yaitu di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Pada masa ini para siswa mempelajari bidang-bidang
studi antara lain: Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika, Ilmu Pengetahuan
Sosial, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Pendidikan Seni, serta
Pendidikan Olahraga.
3) Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, terdiri atas
pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat seperti
paket C.
4) Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan lanjutan dari pendidikan menengah dan
menjadi pendidikan tertinggi dari ketiga tingkat pendidikan yang ada.
Gelar yang didapat pada perguruan tinggi menurut hierarkinya adalah
Diploma III ditempuh selama 3 tahun (masa pendidikan), S1 ditempuh
selama 4 tahun dan S2 ditempuh setelah bergelar S1 serta S3 yang
ditempuh setelah jenjang S2. Pendidikan guru juga termasuk dalam
pendidikan ini dan dengan gelar S1 kependidikan. (Wiji Suwarno, 2008 :
42-45)
20
c. Proses Pendidikan Guru
Proses pendidikan guru ini dapat berlangsung di dalam kelas, dalam
kegiatan ekstrakurikuler dan pada kehidupan luar kelas. Lawrence Downey
(dalam Oemar Hamalik 2008 : 100) menyatakan bahwa proses pendidikan
mengandung tiga dimensi :
1) Dimensi substantif mengenai bahan apa yang akan diajarkan.
2) Dimensi tingkah laku guru tentang bagaimana guru mengajar. Jadi,
bertalian dengan kemampuan guru dan metode mengajar.
3) Dimensi lingkungan fisik, sarana, dan prasarana pendidikan.
Dalam Piet A. Sahertian (1994 : 67), usaha pengembangan profesi tenaga
kependidikan, khususnya guru, meliputi :
1) Program pre-service education
2) Program in-service education
3) Program in-servive training
Dalam bukunya “Profesi Keguruan”, Soetjipto (2009 : 54), pendidikan
dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu :
1) Pendidikan prajabatan
2) Pendidikan dalam jabatan
Untuk lebih jelasnya masing-masing proses pendidikan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Program pre-service education
Dalam pendidikan prajabatan, sebelum menjadi guru, seseorang akan
dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperlukan
dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu
menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya.
Proses pendidikan tidak muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak
calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai
usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, ketrampilan
dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru
berada dalam pendidikan prajabatan.
21
Sejak Indonesia merdeka sampai sekarang pemerintah telah
mengusahakan berbagai lembaga yang menata usaha perbaikan mutu guru.
Dimulai dengan Sekolah Guru B (SGB) dan SGA lalu kursus B-I dan
B-II, PGSLP, dan PGSLA. Kemudian didirikan PTPG, lalu menjadi FKIP
yang merupakan bagian dari Universitas. Akhirnya diubah menjadi IKIP.
IKIP ditetapkan sebagai lembaga pengadaan tenaga kependidikan (LPTK)
dan FKIP sebagai bagian dari Universitas.
Sejak Pelita III, dimulai tahun 1979/ 1980, diadakan pembaharuan
pendidikan guru. Ditetapkan suatu pola pembaharuan sistem pendidikan
tenaga kependidikan (PPSPTK). Pembaharuan itu menetapkan suatu pola
pengembangan pada IKIP atau FKIP/ FIP yang disebut Lembaga Pengadaan
Tenaga Kependidikan. Setelah itu SPG dihapus dan diganti dengan diploma
dan pendidikan guru (PGSD) masuk ke dalam LPTK/ IKIP.
LPTK punya empat macam program pendidikan guru :
a) Program Gelar yang melalui jenjang Sarjana (S-1), dengan lama studi
4-7 tahun.
b) Program Pasca Sarjana dengan lama studi 6-9 tahun (S-2)
c) Program Doktor dengan lama studi 8-11 tahun (S-3)
d) Program Non-Gelar (program diploma) dengan rincian sebagai berikut
:
(1) Program Diploma (D-1) dengan lama studi 1-2 tahun
(2) Program Diploma 2 (D-2) dengan lama studi 2-3 tahun
(3) Program Diploma 3 (D-3) dengan lama studi 3-5 tahun
Selain itu juga ada program akta mengajar. Program akta mengajar
diberikan kepada mereka yang berasal dari fakultas non-keguruan untuk
memperoleh kemampuan mengajar pada berbagai tingkatan sekolah.
Program ini mempunyai tujuan untuk :
a) Menjadikan profesi kependidikan terbuka bagi mereka yang berada di
luar fakultas keguruan untuk menjadi guru
22
b) Memberi proteksi kepada profesi kependidikan dengan
mengharuskan pemilihan akta mengajar bagi setiap orang yang ingin
bekerja dan mengabdi sebagai guru.
Program akta itu dibagi atas :
a) Akta I sebanyak 20 SKS selama dua semester.
b) Akta II sebanyak 20 SKS dan dapat ditempuh bagi mereka yang sudah
memperoleh 60 SKS dalam bidang non-kependidikan.
c) Akta III sebanyak 20 SKS yang dapat ditempuh selama dua semester
setelah memiliki 90 SKS untuk bidang studi non-kependidikan.
d) Akta IV dengan beban kredit 20 SKS ditempuh selama dua semester
setelah memiliki 120 SKS dalam bidang studi non-kependidikan.
e) Akta V dengan beban kredit 20 SKS bagi mereka yang telah memiliki
160 SKS bidang studi di luar kependidikan
2) Program in-service education
Proses pendidikan tidak berhenti apabila calon guru selesai
mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan
dalam rangka peningkatan sikap professional keguruan dalam masa
pengabdiannya sebagai guru. Bagi mereka yang sudah memiliki jabatan guru
dapat berusaha meningkatkan profesinya melalui pendidikan lanjutan. Yang
berijasah diploma dapat melanjutkan ke S-1 dan dari S-1 dapat melanjutkan
ke S-2 dan dari S-2 ke S-3. Sudah tentu untuk itu harus melalui seleksi dam
melalui kriteria penerimaan yang ditentukan oleh LPTK yang bersangkutan.
Dikatakan in-service education bila mereka sudah menjabat dan kemudian
mengikuti kuliah lagi. Dari sisi ini LPTK mempunyai fungsi in-service.
Dalam Piet A. Sahertian (1994 : 70), “Program in-service education
adalah suatu usaha yang memberi kesempatan kepada guru-guru untuk
mendapatkan penyegaran...yang membawa guru-guru ke arah up-to date”.
3) Program in-service training
Peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan
mengikuti penataran, lokarkarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya,
maupun secara informal melalui media massa televisi, radio, koran, dan
23
majalah maupun publikasi lainnya. Pembinaan melalui program dalam
jabatan biasanya diberikan oleh lembaga-lembaga pelatihan yang
dilaksanakan oleh diknas, pemerintah daerah, organisasi profesi (PGRI),
kelompok masyarakat, juga oleh pihak luar negeri (E. Mulyasa, 2007 : 38).
Peningkatan kompetensi guru dapat dilakukan melalui program
pelatihan dalam jabatan (in service training). Pelatihan mengandung makna
bahwa setelah mengikuti pelatihan guru akan terdorong motivasinya untuk
memperbaiki kinerja, cara pembelajaran atau penyegaran ilmu dan
informasinya. Pelatihan secara umum diartikan sebagai kegiatan untuk
memperbaiki penguasaaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan
kerja tertentu dalam waktu yang sangat singkat. Secara umum tujuan
pelatihan guru adalah untuk penambahan pengetahuan, keterampilan, dan
perbaikan sikap dari peserta pelatihan. Arah tujuan pelatihan adalah
pengembangan penampilan kerja individu dan pengembangan karir
seseorang. Tujuan dari proses pelatihan ialah perilaku yang efektif dari
seseorang yang dalam pekerjaan di dalam organisasi dalam keadaan yang
paling sederhana. Berdasarkan pengertian tentang pelatihan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pelatihan merupakan proses perbaikan agar tercapainya
pengembangan kerja dan karir individu menuju kinerja yang lebih baik.
Pelatihan untuk guru biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga diklat atau
dinas pendidikan/depag yang ditunjuk untuk memberikan fasilitas kepada
guru untuk melakukan kegiatan itu. Dewasa ini pelatihan guru merupakan
bagian yang urgen terutama setelah ada reformasi. Oleh karenanya untuk
masa yang akan datang pelatihan guru harus terikat paling sedikitnya empat
komponen kompetensi yakni (1) kompetensi kebudayaan umum (general
culture) atau disebut dengan kompetensi kemasyarakatan, (2) kompetensi
akademis khusus (special scholarsship), disebut juga kompetensi bidang
pengetahuan akademis tertentu, (3) kompetensi pengetahuan professional
(professional knowledge) yang memperlihatkan tipe-tipe keguruannya, (4)
kompetensi yang berhubungan dengan seni dan keterampilan teknis (art and
technical skill) yang didemonstrasikan. Pelatihan yang dilaksanakan ada 3
24
tipe penataran, yaitu penataran penyegaran, penataran peningkatan kualifikasi
dan penataran penjenjangan.
a) Penataran penyegaran ialah penataran untuk menyesuaikan tenaga
kependidikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern serta memantapkan tenaga kependidikan tersebut agar dapat
melakukan tugas sehari-hari dengan baik. Sifatnya memberikan
kesegaran sesuai dengan perubahan yang terjadi. Pola pelatihan ini
biasanya 30-120 jam.
b) Penataran peningkatan kualifikasi ialah penataran dalam hubungan
dengan profesi kependidikan sehingga diperoleh suatu kualifikasi
formal tertentu dengan standar yang telah ditentukan. Pola pelatihan
biasanya 150 jam-300 jam.
c) Penataran penjenjangan ialah penataran untuk meningkatkan
kemampuan guru sehingga dipenuhi persyaratan suatu pangkat atau
jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pola pelatihan
ini berkisar 1 s.d. 6 bulan .
d. Strategi Pengembangan Profesi Guru
Dalam Piet A. Sahertian (1994 : 71), menyebutkan ada dua strategi dalam
pengembangan profesi, yaitu :
1) Strategi datang (come structure)
2) Strategi pergi (go structure)
Untuk lebih jelasnya dapat diterangkan sebagai berikut :
1) Strategi datang (come structure), di mana para peserta dari berbagai daerah
datang ke ibukota Republik Indonesia (Jakarta) atau Ibu kota Propinsi
maupun ibukota Kabupaten atau Kotamadya.
2) Strategi pergi (go structure), di mana para penatar/ fasilitator/ nara sumber
dari pusat datang ke daerah-daerah.
25
e. Pengembangan Profesi Guru
Ada beberapa cara yang ditempuh untuk meningkatkan kemampuan guru,
yaitu :
1) MGMP (Musyarawarah Guru Mata Pelajaran)
Dalam Artikel Pendidikan “MGMP Inovasi Pendidikan” (dalam
http://blogspot.com oleh Budi Saputro), berpijak pada UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional salah satu cara untuk meningkatkan
kemampuan guru adalah melalui MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran).
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) merupakan suatu wadah asosiasi
atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar,
kabupaten atau kota yang berfungsi sebagai sarana untuk saling
berkomunikasi, belajar atau bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka
meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/ pelaku perubahan reorientasi
pembelajaran di kelas.
MGMP memiliki beberapa peranan, antara lain :
a) Mengakomodasi aspirasi dari, oleh, dan untuk anggota.
b) Mengakomodasi aspirasi masyarakat/ stakeholder dan siswa.
c) Melaksanakan perubahan yang lebih kreatif dan inovatif dalam proses
pembelajaran.
d) Mitra dinas kerja pendidikan dalam menyebarkan informasi kebijakan
pendidikan.
Kegiatan-kegiatan MGMP, antara lain :
a) Meningkatkan pemahaman kurikulum tingkat satuan pendidikan
b) Mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran
c) Mengembangkan sistem penilaian
d) Mengembangkan program remedial dan pengayaan
e) Meningkatkan pemahaman tentang pendidikan berbasis luas (Broad
Based Education) dan pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life
skill)
f) Mengembangkan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAIKEM)
26
g) Mengembangkan dan melaksanakan analisis sarana pembelajaran
h) Mengembangkan dan melaksanakan pembuatan alat pembelajaran
sederhana
i) Mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran berbasis
komputer atau Teknologi Informasi dan Telekomunikasi
j) Mengembangkan media dalam melaksanakan proses belajar mengajar
2) Sertifikasi Guru
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses
pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat
pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru
dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam E. Mulyasa (2007 : 33-34),
“sertifikasi guru diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa
seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan
pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang
diselenggarakan oleh lembaga sertifikas”. National Commision on
Educational Services (NCES) dalam E. Mulyasa (2007), “certification is a
procedure where by the state evaluates and reviews a teacher candidate’s
credentials and provides him or her a license to teach”. Dalam hal ini
sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang guru layak
diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar.
Sertifikasi guru merupakan kegiatan bersama antara Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen
PMPTK)/ Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/ Kota sebagai pengelola
guru dan Ditjen Dikti/ Perguruan Tinggi sebagai penyelenggara sertifikasi.
Sebagai pengelola guru, Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/ Kota dan
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) (sebagai jajaran Ditjen
PMPTK) bertugas menyiapkan guru agar siap mengikuti sertifikasi, termasuk
mengatur urutan, jika pesertanya melebihi kapasitas yang ditetapkan.
Beberapa pertimbangan yang digunakan untuk menyusun urutan
daftar calon peserta sertifikasi guru, antara lain : a) penguasaan terhadap
27
kompetensi, b) prestasi yang dicapai, misalnya guru teladan, guru berprestasi,
dsb; c) daftar urut kepangkatan; d) masa kerja; dan e) usia.
Guru peserta sertifikasi yang diusulkan oleh Dinas Pendidikan
Provinsi/ Kabupaten/ Kota, mengikuti tes tulis, tes kinerja, dan dilengkap
dengan self appraisal/ portofolio, serta penilaian atasan. Hasil tes tulis,
kinerja, dan penilaian terhadap self appraisal dan portofolio serta penilaian
atasan digabungkan untuk menentukan kelulusannya. Bagi mereka yang lulus
diberikan sertifikat pendidik, sedangkan bagi mereka yang tidak lulus
disarankan mengikuti pelatihan atau pembinaan melalui MGMP/KKG, PPPG,
LPMP, atau lembaga lainnya, agar lebih siap untuk mengikuti tes ulang
berikutnya.
f. Strategi Pendidikan
Dalam Oemar Hamalik (2002 : 13 – 14), menyebutkan bahwa “pendidikan
dapat ditempuh menggunakan sistem multisastra, yang terdiri dari AI, AII, AIII,
1SO , 2SO , 1S ”. Program akta mengajar terdiri dari :
1) Akta I Guru Muda SLTP 40 kredit (1 tahun sesudah SLTA),
2) Akta II Guru Muda SLTA 120 kredit (1 tahun sesudah memiliki 100 kredit
semester), dan
3) Pelajaran non keguruan (1 tahun).
Selain program akta mengajar, juga dijelaskan tentang program pendidikan
guru, yaitu terdiri dari :
1) 1SO (Sertifikat Guru SLTP) – 80 kredit (2 tahun),
2) 2SO (Diploma Guru SLTA) – 100 kredit (3 tahun), dan
3) 1S (Sarjana) dalam rangka program pendidikan tenaga kependidikan
nonguru dalam pengertian dapat menjadi guru – 140 kredit selama 4 tahun,
untuk guru SLTA.
Selanjutnya dalam Oemar Hamalik (2002 : 14) dijelaskan tentang
pengembangan pendidikan guru yang dapat dilakukan dengan melakukan
berbagai pendekatan. Untuk jelasnya, lihat tabel di bawah ini.
28
Kategori Profesional Strata
Pendidikan
Proses Pendidikan Struktur Kurikulum
1. Program Pre-
Servce
2. Progtam In-
Service (BPG)
3. Program
Pendidikan
Lanjut
4. Program
Pengembangan
Staf
1. Program
Sertifikat
2. Program
Diploma
3. Program
Akta
4. Program
Sarjana
1. Program dalam
Kelas
2. Program
Ekstrakurikuler
3. Program Kerja
Lapangan
4. Program
Praktek
Keguruan
1. Program Pendidikan
Umum
2. Program Pendidikan
Profesional
3. Program Kejuruan/
Kekhususan
e Cara Mengukur Latar Belakang Pendidikan Guru
Dalam penelitian ini, variabel latar belakang pendidikan guru akan diukur
dengan menggunakan angket. Namun, sebelum angket disusun harus dibuat
indikatornya, yaitu sebagai berikut:
1) Pendidikan prajabatan, meliputi :
a) Program kependidikan
b) Program non kependidikan
2) Pendidikan dalam jabatan, meliputi :
a) Program kependidikan
b) Program non kependidikan
3) Pelatihan dalam jabatan, meliputi :
a) Jalur formal
b) Jalur informal
Setelah indikator-indikator terbentuk, maka selanjutnya setiap indikator
akan dijabarkan ke dalam item-item pertanyaan yang berfungsi untuk mengukur
variabel latar belakang pendidikan guru.
29
3. Tinjauan tentang Pengalaman Mengajar Guru
a. Pengertian Pengalaman Mengajar Guru
Menurut William H. Burton (dalam Muhammad Ali, 2008 : 12 – 13),
“mengajar adalah upaya dalam memberi perangsang (stimulus), bimbingan,
pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar”. Sedangkan
Gagne dan Briggs (dalam Muhammad Ali, 2008 : 13), “Instruction is a set of
event which affect learners in such a way that learning is facilitated”.
Dalam artikel pendidikan “Angan Senja Guru tidak Mengapai Sertifikasi”
(http://re-searchengines.com) “Pengalaman mengajar yaitu masa kerja guru dalam
melaksanakan tugas sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai
dengan surat tugas dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah, dan/atau
kelompok masyarakat penyelenggara pendidikan). Bukti fisik dari komponen ini
dapat berupa surat keputusan/surat keterangan yang sah dari lembaga yang
berwenang”.
Unsur pengalaman dipandang sebagai akumulasi dari pengetahuan dan
kehidupan dalam proses belajar. Pengalaman mengajar pada hakekatnya
merupakan rangkuman dari pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dialami
dalam mengajar, sehingga hal-hal yang dialami dapat dikuasainya, baik tentang
pengetahuan, keterampilan, maupun nilai-nilai yang menyatu dalam dirinya.
Apabila dalam mengajar, seorang guru menemukan hal-hal yang baru, dan hal-hal
yang baru dipahaminya, maka guru tersebut akan memperoleh pengalaman kerja
baru. Dengan pengalaman kerja seseorang akan banyak mendapat tambahan
pengetahuan dan keterampilan tentang bidang kerjanya.
Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek
yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan
pengajaran. Guru pemula dengan latar pendidikan keguruan lebih mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali
seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Pengalaman mengajar guru
dapat diukur dari jumlah tahun lamanya ia mengajar, khususnya dalam mata
pelajaran yang diampunya. Guru yang berpengalaman minimal memiliki
pengalaman mengajar selama empat tahun. Profesionalisme guru merupakan hasil
30
dari profesionalisasi yang dijalaninya secara terus menerus. Artinya semakin lama
seseorang menekuni profesi sebagai seorang guru akan semakin tinggi pula
tingkat keprofesionalismenya, begitu pula sebaliknya (Ahmad Barizi, 2009 : 142).
Upaya guru mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih anak didik
bukan suatu hal yang mudah dan gampang. Pekerjaan ini membutuhkan
pengalaman yang banyak dan keseriusan, di sana sini masih juga terdapat
kejanggalan dan kekurangan, sang guru berupaya mengurangi sedikit mungkin
kekurangan dan kesalahan di dalam mengembangkan tugas sebagai pendidik.
Dalam Syaiful Bahri Djamarah (2006 : 61) “Experience is the best teacher,
pengalaman adalah guru yang terbaik. Pengalaman adalah guru bisu yang tidak
pernah marah. Pengalaman adalah guru yang tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh
siapa pun juga. Belajar dari pengalaman adalah lebih baik daripada sekadar bicara,
dan tidak pernah berbuat sama sekali. Belajar adalah kenyataan yang ditunjukkan
dengan kegiatan fisik. Karena itu, the proses of learning is doing, reacting,
undergoing, experiencing. The products of learning are all achieved by the
learner through his own activity”. Keterampilan dalam pekerjaan profesi sangat
didukung oleh teori yang telah dipelajarinya. Jadi seorang guru dituntut banyak
belajar, membaca, dan mendalami teori tentang profesi yang digelutinya. Suatu
profesi bukanlah sesuatu yang permanen, ia akan mengalami perubahan dan
mengikuti perkembangan kebutuhan manusia. Penerapan di lapangan tidak akan
mencapai hasil maksimal bila dilakukan dengan meraba-raba, mencoba-coba,
akan tetapi suatu penerapan harus memiliki pedoman teoritis yang teruji
kevalidannya. Disinilah letak perbedaan pekerjaan professional dengan non-
profesional. Profesional mengandalkan teori, praktik, dan pengalaman, sedangkan
non-profesional hanya berdasarkan praktik dan pengalaman.
b. Ruang Lingkup Kerja Guru
Dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas (2009 : 6)
disebutkan bahwa :
“Kewajiban guru sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang
Guru Pasal 54 ayat (1) mencakup kegiatan pokok, yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
31
membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas
tambahan yang melekat pada pelaksanaan tugas pokok…Pasal 52 ayat (1)
huruf (e), yang dimaksud dengan “tugas tambahan”, misalnya menjadi
pembina pramuka, pembimbing kegiatan karya ilimiah remaja, dan guru
piket”.
Terkait dengan tugas tambahan guru, lebih lanjut dijelaskan pula sebagai
berikut :
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 24 ayat
(7) menyatakan bahwa guru dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala
satuan pendidikan, wakil kepala satuan pendidikan, ketua program
keahlian satuan pendidikan, pengawas satuan pendidikan, kepala
perpustakaan, kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi.
Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses
pembelajaran, idealnya guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis
mata pelajaran saja sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat
pendidiknya. Di samping itu, guru juga akan terlibat dalam kegiatan manajerial
sekolah antara lain penerimaan siswa baru (PSB), penyusunan kurikulum dan
perangkatnya, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan kegiatan lain.
Selain harus mampu melaksanakan tugas profesionalnya di sekolah, guru
juga harus berperan melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di luar kelas atau di
dalam masyarakat. Seperti yang terdapat dalam Ravik Karsidi (2007 : 84), tugas
guru di masyarakat adalah “sesuai dengan kedudukan mereka sebagai agent of
change yang berperan sebagai motivator, innovator, dan fasilitator terhadap
kemajuan dan pembaharuan”.
c. Masa Kerja dan Jam kerja Guru
Masa kerja dihitung selama seseorang menjadi guru. Bagi guru PNS masa
kerja dihitung mulai dari diterbitkannya surat keterangan melaksanakan tugas
berdasarkan SK CPNS. Bagi guru non PNS masa kerja dihitung selama guru
mengajar yang dibuktikan dengan SK dari Sekolah berdasarkan surat
pengangkatan dari yayasan.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 52 ayat (2)
menyatakan bahwa beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh
32
empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam
1 (satu minggu) pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin
pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Alokasi waktu tatap muka
untuk jenjang SMA dan SMK selama 45 menit. Beban kerja guru untuk
melaksanakan kegiatan tatap muka tersebut merupakan bagian dari jam kerja
sebagai pegawai yang secara keseluruhan paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh
koma lima) jam kerja (@60 menit) dalam 1 (satu) minggu.
Lebih lanjut Pasal 52 ayat (3) menyatakan bahwa pemenuhan beban kerja
tersebut dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka
dalam 1 (satu) minggu pada satu satuan pendidikan tempat tugasnya sebagai guru
tetap.
Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dengan jadwal pelajaran mingguan
yang dilaksanakan secara terus menerus selama paling sedikit 1 (satu) semester.
Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau 19
minggu dalam 1 (satu) semester.
d. Cara Mengukur Pengalaman Mengajar Guru
Dalam penelitian ini, variabel pengalaman mengajar guru akan diukur
dengan menggunakan angket. Namun, sebelum angket disusun harus dibuat
indikatornya, yaitu sebagai berikut:
1) Pengalaman Kerja
2) Ruang lingkup kerja guru, meliputi :
a) Tugas pokok
b) Tugas tambahan
3) Masa Kerja dan Jam kerja
Setelah indikator-indikator terbentuk, maka selanjutnya setiap indikator
akan dijabarkan ke dalam item-item pertanyaan yang berfungsi untuk mengukur
variabel pengalaman mengajar guru.
33
4. Tinjauan tentang Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Dalam Gino (1995 : 33), “pembelajaran sebagai usaha sadar dari guru
untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa
yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang
berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha”. Pembelajaran
menurut aliran psikologi behavioristik adalah selalu memberikan stimulus kepada
siswa agar menimbulkan respon yang tepat seperti yang kita inginkan (Gino, dkk,
1995 : 33). Sedangkan pembelajaran menurut psikologi kognitif, yaitu dengan
mengaktifkan indera siswa agar memperoleh pemahaman, sedangkan pengaktifan
indera dapat dilaksanakan dengan jalan menggunakan alat bantu belajar/ media,
seperti media cetak, media eletronik, dan lainnya sesuai kebutuhan (Gino, dkk, 1995 :
34). Disamping itu, sistem pengajaran dilakukan secara bervariasi, artinya
menggunakan banyak metode.
Menurut aliran psikologi humanistik, dalam pembelajaran, guru sebagai
pembimbing, memberi pengarahan agar siswa dapat mengaktualisasikan dirinya
sesuai dengan potensi-potensi yang ada. Hal ini disebabkan karena siswa memiliki
kemampuan untuk belajar secara alami (Gino, dkk, 1995 : 35).
Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam pembelajaran
meliputi :
1) Merencanakan program pembelajaran
Kemampuan merencanakan program pembelajaran merupakan muara
dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang
mendalam tentang obyek belajar dan situasi pembelajaran.
Kemampuan dalam merencanakan program pembelajaran dapat dilihat
dari kemampuan :
a) Merencanakan pengorganisasian bahan pembelajaran.
b) Merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran.
c) Merencanakan pengelolaan kelas.
d) Merencanakan penggunaan media dan sumber pembelajaran.
34
e) Merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan
pembelajaran.
Dalam E. Mulyasa (2007 : 100 – 102), perancangan pembelajaran
sedikitnya mencakup tiga kegiatan, yaitu :
a) Identifikasi kebutuhan
Kebutuhan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya
dengan kondisi yang sebenarnya, atau sesuatu yang harus dipenuhi untuk
mencapai tujuan. Guru melibatkan peserta didik untuk mengenali,
menyatakan dan merumuskan kebutuhan belajar, sumber-sumber yang
tersedia dan hambatan yang mungkin dihadapi dalam kegiatan
pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar.
Identifikasi kebutuhan bertujuan antara lain untuk melibatkan dan
memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian
dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya. Hal ini dapat dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut :
(1) Peserta didik didorong untuk menyatakan kebutuhan belajar
berupa kompetensi tertentu yang ingin mereka miliki dan
diperoleh melalui kegiatan pembelajaran.
(2) Peserta didik didorong untuk mengenali dan mendayagunakan
lingkungan sebagai sumber belajar untuk memenuhi kebutuhan
belajar.
(3) Peserta didik dibantu untuk mengenal dan menyatakan
kemungkinan adanya hambatan dalam upaya memnuhi kebutuhan
belajar, baik yang berasal dari dalam (internal) maupun dari luar
(eksternal).
b) Identifikasi kompetensi
Kompetensi merupakan sesuatu yang ingin dimiliki oleh peserta
didik, dan merupakan komponen utama yang harus dirumuskan dalam
pembelajaran, yang memiliki peran penting dan menentukan arah
pembelajaran. Kompetensi yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas
35
pula terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media
pembelajaran, serta memberi petunjuk terhadap penilaian.
Kompetensi yang harus dipelajari dan dimiliki peserta didik perlu
dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar
yang mengacu pada pengalaman langsung. Peserta didik perlu mengetahui
tujuan belajar, dan tingkat-tingkat penguasaan yang akan digunakan
sebagai kriteria pencapaian secara eksplisit, dikembangkan berdasarkan
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan memiliki kontribusi terhadap
kompetensi-kompetensi yang sedang dipelajari.
c) Penyusunan program pembelajaran
Penyusunan program pembelajaran akan bermuara para rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), sebagai produk program pembelajaran
jangka pendek, yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan
proses pelaksanaan program. Komponen program mencakup kompetensi
dasar, materi standar, metode dan teknik, media dan sumber belajar, waktu
belajar dan daya dukung lainnya.
2) Melaksanakan proses pembelajaran
Pada tahap ini selain memerlukan pengetahuan tentang pembelajaran
juga memerlukan keterampilan membuka dan menutup pelajaran,
keterampilan memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat,
keterampilan memilih dan menggunakan media pembelajaran, keterampilan
mendorong keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
Kemampuan membuka pelajaran, meliputi : kemampuan menarik
perhatian siswa dan kemampuan menumbuhkan motivasi siswa. Kemampuan
menarik perhatian siswa dapat dilakukan dengan gaya mengajar guru yang
bervariatif, memberi acuan dan membuat kaitan antara pokok bahasan yang
akan dipelajari dengan pengetahuan maupun pengalaman yang telah dimiliki
siswa serta dengan mengadakan pre-test. Sedangkan, untuk menutup
pelajaran dapat dilakukan dengan mengadakan post-test, maupun dengan
merangkum kembali bahan pelajaran yang baru dipelajari.
36
Melakukan proses pembelajaran di kelas berarti membelajarkan
kepada siswa secara terkondisi, mereka belajar dengan mendengar,
menyimak, melihat, meniru apa-apa yang diinformasikan oleh guru atau
fasilitator di depan kelas, dengan belajar seperti ini mereka memiliki perilaku
sesuai dengan tujuan yang dirancangkan guru sebelumnya. Tercapainya
perilaku yang dikehendaki merupakan keberhasilan pembelajaran, akan tetapi
banyak hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran tidak semua
siswa akan mencapai perilaku sesuai yang diharapkan.
Pembelajaran yang dilakukan dewasa ini dengan pendekatan
PAIKEM, yaitu pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Pola mengajar tradisional yang perlu ditinggalkan menurut
Oemar Hamalik (dalam Martinis Yamin, 2009 : 73), yaitu :
a) Penggunaan metode mendengarkan dan resitasi (the lesson hearing
recitation method), yang dianggap sebagi pemborosan.
b) Tugas-tugas konvensional yang diberikan tidak menentu/ tidak jelas
dan pengajaran (metode belajar) yang tidak adekuat.
c) Pengajaran terpusat pada kata-kata dan kurang memperhatikan pada
arti dan makna.
d) Sangat mementingkan sejumlah besar faktor-faktor yang kurang
berarti, terlampau mudah pula dilupakan.
e) Gagal menggunakan alat-alat audio visual dan alat belajar yang
konkret.
f) Tidak berhasil mengkorelasikan pengajaran dengan praktik dan pusat-
pusat minat, masalh, dan proyek.
g) Kurang sekali melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam kerjasama
kelompok.
h) Penggunaan metode belajar yang tidak sesuai (bersifat tirani)
menimbulkan pengaruh-pengaruh yang buruk terhadap keseimbangan
mental dan perkembangan pribadi siswa.
i) Kegagalan dalam menggunakan kegiatan-kegiatan belajar di luar
sekolah.
j) Tidak mampu menggunakan pengukuran/ penilaian secara tepat dan
objektif terhadap kemajuan siswa.
Selanjutnya para guru agar menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran
baru, sebagai berikut :
a) Pendidikan bukan mempersiapkan siswa untuk hidup sebagai orang
dewasa, melainkan membantu agar siswa mampu hidup dalam
kehidupan sehari-hari.
37
b) Siswa sebaiknya dididik sebagai suatu kesatuan, sebagai unit
organism.
c) Pendidik bertujuan untuk memperbaiki kualitas kehidupan.
d) Secara luas belajar dilakukan melalui kesan-kesan penginderaan.
e) Belajar bergantung kepada kemampuan (ability) individu siswa.
f) Belajar adalah suatu proses berkelanjutan.
g) Kondisi sosial dan alamiah menyusun situasi-situasi belajar.
h) Motivasi belajar hendaknya bersifat intrinsik dan asli alamiah.
i) Pengajaran hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan
individual.
j) Hubungan-hubungan antara guru dan siswa, dan antara siswa-siswa
sendiri dilaksanakan melalui kerjasama.
k) Metode, isi, dan alat pengajaran besar pengaruhnya terhadap individu
siswa.
Dave Meier (dalam Martinis Yamin, 2009 : 74), “belajar itu harus
dilakukan dengan aktivitas, yaitu menggerakkan fisik ketika belajar, dan
memanfaatkan indera sebanyak mungkin, dan membuat seluruh tubuh/ fikiran
terlibat dalam proses belajar”.
Dalam PP No. 19 Tahun 2005, pasal 19 (ayat 1), “proses pembelajaran
dalam satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, serta
kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis
peserta didik”. Selanjutnya dipertegaskan dalam Pasal 20 bahwa “seorang
guru merencanakan proses pembelajaran, meliputi tujuan pembelajaran,
materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”.
Dalam E. Mulyasa (2007 : 103 – 106), pelaksanaan pembelajaran
mencakup tiga hal, yaitu :
a) Pre tes (tes awal)
Kegiatan pre tes yang dilakukan guru secara rutin pada setiap
akan dimulai penyajian materi baru. Pre tes memegang peranan yang
cukup penting dalam proses pembelajaran, yang berfungsi antara lain
sebagai berikut :
38
(1) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena
dengan pre tes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal
yang harus mereka jawab/ kerjakan.
(2) Untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik sehubungan
dengan proses pembelajaran yang dilakukan, dengan cara
membandingkan hasil pre tes dengan post tes.
(3) Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta
didik mengetahui kompetensi dasar yang akan dijadikan topik
dalam proses pembelajaran.
(4) Untuk mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran
dimulai, kompetensi dasar mana yang telah dimiliki peserta didik,
dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat penekanan dan
perhatian khusus.
b) Proses
Proses dimaksudkan sebagai kegiatan inti dari pelaksanaan
pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Proses
pembelajaran dan pembentukan kompetensi perlu dilakukan dengan
tenang dan menyenangkan, hal tersebut tentu saja menuntut aktivitas dan
kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Proses
pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan efektif apabila
seluruh peserta didik terlihat secara aktif, baik mental, fisik, maupun
sosial.
Kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik
dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dan
pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila
seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik
terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses
pembelajaran, di samping menunjukkan gairah belajar yang tinggi, nafsu
belajar yang besar dan tumbuhnya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi
hasil, proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi dikatakan
berhasil apabila terjadi perubahan kompetensi dan perilaku yang positif
39
pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar
(75%). Lebih lanjut proses pembelajaran dan pembentukan kompetensi
berhasil dan berkualitas apabila masukan merata, menghasilkan output
yang banyak bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan,
perkembangan masyarakat dan pembangunan..
c) Post tes
Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post
tes. Seperti halnya pre tes, post tes memiliki banyak kegunaan, terutama
dalam melihat keberhasilan pembelajaran. Fungsi post tes, yaitu :
(1) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap
kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun
kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan hasil
pre tes dan post tes.
(2) Untuk mengetahui kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang dapat
dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dasar dan tujuan-
tujuan yang belum dikuasainya. Sehubungan dengan kompetensi
dasar dan tujuan yang belum dikuasai ini, apabila sebagian besar
belum menguasainya maka perlu dilakukan pembelajaran kembali
(remedial teaching).
(3) Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan
remedial, dan yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta
untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar.
(4) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap proses
pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik yang
telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan,
maupun evaluasi.
Dick & Carey dalam Ngalim Purwanto (2006 : 28) menyebutkan
beberapa tes yang dapat dilakukan guru dalam pembelajaran :
a) Entry behaviors test, yakni suatu tes yang diadakan sebelum suatu
program pengajaran dilaksanakan dan bertujuan untuk mengetahui
sampai batas mana penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang
40
telah dimiliki siswa yang dapat dijadikan dasar untuk menerima
program pengajaran yang akan diberikan.
b) Pre test, yaitu tes yang diberikan sebelum pengajaran dimulai dan
bertujuan untuk mengetahui sampai mana penguasaan siswa terhadap
bahan pengajaran (pengetahuan dan keterampilan) yang akan
diajarkan.
c) Post test, yaitu tes yang diberikan pada setiap akhir program satuan
pengajaran.
d) Embedded test, yaitu tes yang dilaksanakan di sela-sela atau pada
waktu tertentu selama proses pengajaran berlangsung.
3) Menilai kemajuan proses pembelajaran
Kemampuan melaksanakan penilaian kemajuan proses pembelajaran
dapat dilihat dari : kemampuan melakukan penilaian selama proses
pembelajaran berlangsung, baik secara lisan, tertulis maupun dengan
pengamatan, kemampuan alat evaluasi yang tepat, kemampuan menyusun alat
evaluasi yang bervariatif.
Muhammad Ali (2008 : 34) menyebutkan fungsi evaluasi, yaitu :
a) Mengetahui apakah siswa dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan,
b) Mengetahui kondisi belajar yang disiapkan, apakah dapat
menyebabkan siswa belajar,
c) Mengetahui apakah prosedur pengajaran berlangsung dengan baik
d) Mengetahui dimana letak hambatan pencapaian tujuan tertentu
Abu Ahmadi (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2006 : 50 – 51),
menyebutkan beberapa fungsi evaluasi, yaitu sebagai berikut :
a) Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai
dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan
perbaikan program bagi murid.
b) Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil
belajar dari setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka
pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada orang tua,
penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulus tidaknya seorang
murid.
c) Untuk menentukan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat,
sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang
dimiliki oleh murid.
d) Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik, dan lingkungan)
murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat
dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan
belajar yang timbul.
41
4) Menguasai bahan pelajaran
Guru yang professional harus menguasai bahan pelajaran yang akan
diajarkannya. Penguasaan bahan pelajaran akan memberi pengaruh yang
besar terhadap hasil belajar siswa. Seperti yang dikemukakan Peters (Nana
Sudjana, 2009: 58) bahwa “proses dan hasil belajar siswa tergantung pada
penguasaan guru atas mata pelajaran yang diampunya dan keterampilan
mengajarnya”.
b. Komponen-Komponen Pembelajaran
Adapun komponen-komponen yang ada dalam pembelajaran dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Siswa, adalah seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan
penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Menurut
Wiji Suwarno (2006 : 36), yang dimaksud dengan “siswa (peserta didik)
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
melalui proses pembelajaran pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu”.
2) Guru, adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar-
mengajar, katalisator belajar-mengajar, dan peranan lainnya yang
memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar yang efektif.
Menurut Wiji Suwarno (2006 : 38), “guru (pendidik) adalah tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat”.
3) Tujuan, yakni pernyataan tentang perubahan perilaku yang dinginkan
terjadi pada siswa setelah mengikuti belajar-mengajar. Perubahan perilaku
tersebut mencakup perubahan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Menurut
Bloom dalam Gino, dkk, 1995 : 19). Ranah kognitif meliputi enam
tingkatan, yakni pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),
penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi
42
(evaluation). Ranah afektif, meliputi kemampuan menerima (receiving),
kemampuan menanggapi (responding), berkeyakinan (valuing), penerapan
kerja (organization), ketelitian (correcterzation by value). Sedangkan
ranah psikomotorik, meliputi gerak tubuh (body movement), koordinasi
gerak (finaly coordinated movement), komunikasi non verbal (non verbal
communication set), serta perilaku bicara (speech behaviors).
4) Isi pelajaran, yakni segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep
yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5) Metode adalah cara melakukan atau menyajikan, menguraikan,
memberikan contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada siswa untuk
mencapai tujuan tertentu.
6) Media, yakni bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang
digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa agar mereka dapat
mencapai tujuan. Menurut Edgar Dale (dalam Gino, dkk, 1995 : 25),
adapun penggolongan alat belajar berdasarkan pengalaman yang diperoleh
siswa, yaitu 1) belajar dengan pengalaman langsung; 2) belajar dengan
memakai model benda dalam bentuk kecil; 3) belajar dengan
bersandiwara; 4) belajar dengan demonstrasi; 5) belajar dengan
berdarmawisata; 6) belajar dengan pameran; 7) belajar dengan gambar
bergerak; 8) belajar dengan gambar diam; 9) belajar dengan lambang
visual; 10) belajar dengan lambang verbal.
7) Evaluasi merupakan keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data
dari informasi), pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat
keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah
melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan (Oemar Hamalik dalam Martinis, 2009 : 179).
c. Prinsip-Prinsip yang Perlu Mendapatkan Perhatian dari Guru dalam
Pembelajaran
1) Persiapan Pra-belajar
43
Siswa harus mendapatkan kepuasaan belajar yang menjadi prasyarat
untuk materi pokok yang akan dipelajari. Jika belajar terdahulu tidak
memuaskan siswa, maka belajar berikutnya akan sulit dihubungkan dengan
struktur pelajaran berikutnya.
2) Dorongan (motivasi)
Perhatian siswa akan besar jika tugas belajar itu mempunyai nilai
pribadi atau minat untuk mempelajari besar. Hasilnya ialah bahwa belajar dan
mengajar lebih mudah dan siswa dapat bertanggung jawab untuk melanjutkan
belajar dengan bebas.
3) Perbedaan perorangan
Siswa belajar dengan kecepatan yang berbeda-beda dalam merespon,
ada yang cepat dan ada pula yang lambat. Perancangan pengajaran harus
dilakukan oleh guru agar siswa yang belajar mudaha beradaptasi dengan pola-
pola mereka sendiri, melaju dengan kecepatan sendiri, sesuai dengan tingkat
kecakapan, dan menggunakan bahan yang paling sesuai dengan dirinya.
4) Kondisi pembelajaran
Belajar berhasil lebih mudah diperoleh jika kompetensi dasar jelas
rumusannya, kegiatan belajar diurutkan sehubungan dengan kompetensi dasar
itu. Siswa dapat memperoleh informasi lebih banyak dan diingat lebih lama
jika kompetensi dasar lebih bermakna dan ditata sistematis. Hal ini berarti isi
bahan diorganisasikan berurutan mulai dari dari yang sederhana menuju yang
kompleks, yakni mulai dari belajar fakta, kemudian pembuktian konsep,
prinsip, dan akhirnya arah yang tinggi, seperti pemecahan masalah,
meramalkan, dan menyimpulkan.
5) Partisipasi aktif
Belajar harus dilakukan sendiri oleh siswa dan bukan oleh guru
melalui cara penyebaran. Belajar berhasil harus dilakukan siswa dengan
partisipasi aktif.
6) Prestasi yang berhasil
Belajar haruslah terstruktur sehingga siswa merasa tertantang secara
mental dan berupaya berhasil dalam belajar. Jika berhasil, mereka akan
44
mengalami kepuasaan yang mendorong mereka untuk melanjutkan usahanya
dan semangat untuk berprestasi
7) Praktik
Menyajikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh dalam banyak situasi.
Praktik ini perlu dibiasakan dalam proses pembelajaran KBK. Peningkatan
performance dalam setiap pembelajaran akan mendorong siswa agar lebih
terampil.
8) Mengetahui hasilnya
Minat belajar siswa akan bertambah, jika hasil belajarnya
diberitahukan kepada mereka (hasil ujian, diskusi informal, latihan mengecek
sendiri). Portofolio merupakan tagihan KTSP, dimana para siswa dapat
mengetahui sendiri kecakapan yang mereka peroleh, di samping itu guru
diharapkan mengembalikan kertas kerja siswa yang telah dinilai guru, jadi
masing-masing mereka dapat melakukan koreksi ulang tentang kelemahan,
kekurangan mereka sendiri.
9) Kecepatan menyajikan materi
Kecepatan dan jumlah bahan yang harus dipelajari suatu saat atau
dalam suatu pelajaran, hendaknya ada kaitannya dengan tingkat kesukaran
dan keruwetan bahan yang dapat dinyatakan dalam kecakapan siswa.
10) Sikap guru
Dalam mengkomunikasikan pembelajaran kepada siswa, peran guru
sangat menentukan, yaitu terampil dalam berkomunikasi, bersikap lugas,
cerdas, berwibawa, mengayomi, dan memberi dorongan kepada siswa.
Disamping itu guru memiliki pengetahuan yang banyak dan tidak tua
semalam dari para siswa, memiliki jiwa sosial budaya (Martinis Yamin, 2001
: 9-10).
45
d. Unsur Dinamis Pembelajaran pada Diri Guru
1) Motivasi membelajarkan siswa
Membelajarkan berarti membuat siswa belajar atau mengusahakan
siswa belajar. Guru dalam membelajarkan siswa hendaknya berperan
mendorong (sebagai pendorong), motivator, agar motif-motif yang positif
dibangkitkan dan atau ditingkatkan dalam diri siswa. Ada dua jenis motivasi,
yaitu motivasi dari luar anak (ekstrinsik) dan motivasi dari dalam diri anak
(intrinsik). Motivasi dari dalam dapat dilakukan dengan menggairahkan
perasaan ingin tahu siswa, keinginan untuk mencoba, dan hasrta untuk maju
dalam belajar. Motivasi dari luar, dapat dilakukan dengan memberikan
ganjaran, misalnya melalui pujian, memberikan hukuman, misalnya dengan
memberikan pekerjaan rumah.
2) Kondisi guru agar siap membelajarkan siswa
Untuk dapat membelajarkan siswa, guru harus memiliki kompetensi
yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dewasa ini. Kompetensi guru
merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan
tugas keprofesionalannya. Dalam UU Guru dan Dosen No. 14/ 2005
dinyatakan bahwa “kompetensi guru meliputi kompetensi paedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional”.
Kompetensi paedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
46
Kompetensi professional merupakan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum
mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya,
serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
Dalam Gino, dkk (1995 : 47) disebutkan tentang Kemampuan Dasar
yang harus dimiliki Guru:
a) Menguasai bahan
(1) Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah
(2) Menguasai bahan pengayaan/ penunjang bidang studi
b) Mengelola program belajar-mengajar
(1) Merumuskan tujuan instruksional
(2) Mengenal dan dapat menggunakan prosedur instruksional yang
tepat
(3) Melaksanakan program belajar-mengajar
(4) Mengenal kemampuan anak didik
(5) Merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial
c) Mengelola kelas
(1) Mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran
(2) Menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi
d) Penggunaan media/ sumber
(1) Mengenal, memilih, dan menggunakan media
(2) Membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana
(3) Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses
belajar-mengajar
(4) Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar
(5) Menggunakan Micro Teaching Unit dalam program pengalaman
lapangan
e) Menguasai landasan-landasan kependidikan
f) Mengelola interaksi belajar-mengajar
g) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
h) Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di
sekolah
(1) Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan
penyuluhan di sekolah
(2) Menyelengggarakan program layanan bimbingan di sekolah
i) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
(1) Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah
(2) Menyelenggarakan administrasi sekolah
j) Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian
pendidikan guna keperluan pengajaran
3) Upaya pengembangan unsur dinamis siswa dalam proses belajar
47
Dalam usaha pengembangan unsur dinamis siswa dalam proses
belajar, pertama-tama adalah mengubah adanya sifat “teacher centered”
menjadi “student centered”. Hal ini dapat diusahakan melalui atau dengan
jalan memperhatikan unsur-unsur dinamis pada diri siswa, sebagai berikut :
a) Unsur motivasi belajar
Upaya pengembangannya :
(1) Menghadapkan siswa pada hal-hal yang menantang,
(2) Bagi siswa yang kurang atau lamban didorong untuk lebih aktif
belajar, sementara siswa yang pandai diminta untuk menjadi tutor
dengan tugas memberi penjelasan atau membantu hal-hal yang
belum dimengerti atau belum dapat dikerjakan,
(3) Agar motivasi ekstrinsik ditingkatkan untuk menjadi motivasi
instrinsik dalam belajar.
b) Unsur materi atau bahan belajar
Upaya pengembangannya :
(1) Pemilihan materi pembelajaran dengan memperhatikan
karakteristik siswa dan mengacu pada tujuan,
(2) Siswa diikutsertakan untuk ikut mempertanggungjawabkan
pemilihan materi pembelajaran,
(3) Siswa diusahakan memanfaatkan sumber belajar di lingkungan
sekitar yang tersedia semaksimal mungkin untuk meningkatkan
pemahaman siswa.
c) Unsur suasana belajar
Upaya pengembangannya :
(1) Mengusahakan suasana belajar yang akrab dan gembira, dengan
jalan meingkatkan komunikasi guru-siswa, siswa-siswa, siswa-
guru,
(2) Siswa belajar bervariasi,
(3) Kelas diatur secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan siswa yang
belajar, sehingga suasana terlihat bebas,
(4) Kelas dengan jumlah siswa jangan terlalu besar,
48
(5) Menggunakan multi metode dan multi media.
d) Unsur media belajar
Upaya pengembangannya :
(1) Peningkatan penggunaan media (media cetak, media elektronik,
maupun media yang ada disekitar/ di lingkungan alam,
(2) Mengikutsertakan siswa dalam penyiapan media, menggunakan
atau mencoba menggunakan media, membuat laporan hasil
kegiatan kelompok atau individual, serta mengadakan media
dengan jalan membuat sendiri.
e) Unsur kondisi siswa yang belajar
Upaya pengembangannya :
(1) Pembelajaran secara ideal dengan cara individual,
(2) Sistem klasikal dilaksanakan dengan bervariasi,
e Cara Mengukur Pembelajaran
Dalam penelitian ini, variabel pembelajaran akan diukur dengan
menggunakan angket. Namun, sebelum angket disusun harus dibuat indikatornya,
yaitu sebagai berikut:
(1)Perencanaan pembelajaran, meliputi :
a) Merencanakan pengelolaan pembelajaran.
b) Merencanakan pengorganisasian bahan pelajaran.
c) Merencanakan pengelolaan kelas.
d) Merencanakan penggunaan alat dan media pembelajaran.
e) Merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan
pembelajaran.
(2)Pelaksanaan pembelajaran, meliputi :
a) Memulai pembelajaran.
b) Mengelola kegiatan pembelajaran.
c) Pengelolaan waktu
d) Pengorganisasian siswa
e) Pelaksanaan penilaian
49
(3)Evaluasi pembelajaran, meliputi :
a) Melaksanakan tes
b) Mengadakan remidi
c) Mengadakan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran
Setelah indikator-indikator terbentuk, maka selanjutnya setiap indikator
akan dijabarkan ke dalam item-item pertanyaan yang berfungsi untuk mengukur
variabel pembelajaran.
5. Tinjauan tentang Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,
2003 : 2). Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan serangkaian
tahapan untuk mencapai perubahan keseluruhan perilaku individu yang relatif
tetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan
proses kognitif dan afektif yang merupakan hasil dari proses kematangan,
kemudian diwujudkan dalam prestasi belajar. Perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya, karena itu sudah tentu tidak
setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.
Dalam kategori Bloom terdapat tiga ranah utama pada proses belajar, yaitu ranah
kognitif (pikiran), ranah afektif (emosi), dan ranah psikomotorik (perilaku).
Mengetahui kemajuan kemampuan belajar siswa sangat penting dalam
kegiatan belajar mengajar. Keberhasilan dalam pencapaian tujuan pendidikan
banyak bergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa. Kerhasilan
maupun kegagalan individu dalam kegiatan belajar baru dapat dilihat setelah
diadakan penilaian.
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan
hasil dari proses belajar. Prestasi belajar merupakan perwujudan dari hasil belajar.
50
Adapun pengertian prestasi belajar menurut beberapa ahli, seperti yang dikutip
dalam artikel pendidikan “Ketercapaian Prestasi Belajar” , yaitu sebagai berikut :
1) Poerwanto (1986:28)
“Prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha
belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport”.
2) Winkel (1996:162)
“Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan
seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan
bobot yang dicapainya”.
3) S. Nasution (1996:17)
“Prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam
berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila
memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya
dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu
memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut”.
4) Muray dalam Beck (1990 : 290)
“to overcome obstacle, to exercise power, to strive to do something
difficult as well and as quickly as possible”.
5) Arif Gunarso (1993 : 77)
“Prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang
setelah melaksanakan usaha-usaha belajar” (dalam
http://ridwan202.wordpress.com)
Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran
terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor
setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan
instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil
pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol,
huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap
anak pada periode tertentu. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan
evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya
prestasi belajar siswa (http://sunartombs.wordpress.com).
b. Fungsi Prestasi Belajar
Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu
dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh
siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Prestasi merupakan faktor
penting bagi siswa untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam menguasai
51
materi yang dipelajarinya. Prestasi berfungsi sebagai alat mengungkapkan
kebanggaan dan kepuasaan terhadap prestasi yang diraihnya. Prestasi belajar
dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar. Menurut
Saifuddin Anwar (2007 : 8-9) mengemukakan tentang tes prestasi belajar bila
dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar.
Beberapa fungsi prestasi belajar (Saifuddin Azwar, 2007 : 11-12) adalah:
1) Fungsi penempatan adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk
klasifikasi individu ke dalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan
kemampuan yang telah diperlihatkannya pada hasil belajar yang telah lalu.
2) Fungsi formatif adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar guna melihat
sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu
program pelajaran. Dalam hal ini hasil tes prestasi merupakan umpan balik
(feed back) kemajuan belajar dank arena itu biasanya tes diselenggarakan
di tengah jangka waktu suatu program yang sedang berjalan. Hasil tes
formatif dapat menyebabkan perubahan kebijaksanaan mengajar atau
belajar.
3) Fungsi diagnostik dilakukan oleh tes prestasi apabila hasil tes yang
bersangkutan digunakan untuk mendiagnosis kesukaran-kesukaran dalam
belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa yang dapat diperbaiki
segera, dan semacamnya.
4) Fungsi sumatif adalah penggunaan hasil tes prestasi untuk memperoleh
informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan
sebelumnya dalam suatu program pelajaran. Tes sumatif merupakan
pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk
menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus dalam program
pendidikan tersebut atau apakah siswa dinyatakan dapat melanjutkan ke
jenjang program yang lebih tinggi.
Fungsi dan kegunaan prestasi belajar ini sangat penting, diharapkan siswa
akan berusaha untuk mencapai prestasi belajar yang memuaskan. Prestasi belajar
merupakan salah satu cara untuk mengukur kemampuan diri. Prestasi belajar juga
mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan belajar, yaitu
52
sebagai umpan balik guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar demi
kemajuan prestasi siswa.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar
Slameto (2003: 54-72) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar seseorang, yang dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1) Faktor intern, yang meliputi :
a) Faktor jasmani
(1) Faktor kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta
bagian-bagiannya/ bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan
atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya.
Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan
kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan
ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan,
olahraga, rekreasi, dan ibadah.
(2) Cacat tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik
atau kurang sempurna mengenai tubuh/ badan. Keadaan cacat tubuh
juga mempengaruhi belajar.
b) Faktor psikologis
(1) Faktor inteligensi
Menurut J. P. Chaplin (dalam Slameto, 2003 : 56), inteligensi
adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis, yaitu kecakapan untuk
menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan
cepat dan efektif, mengetahui/ menggunakan konsep-konsep yang
abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan
cepat. Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar.
Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi
53
yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat
inteligensi rendah.
(2) Faktor perhatian
Perhatian menurut Gazali (dalam Slameto, 2003 : 56) adalah
keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa pun semata-mata tertuju kepada
suatu objek (benda/ hal) atau sekumpulan objek. Untuk dapat
menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai
perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran
tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia
tidak lagi suka belajar.
(3) Faktor minat
Hilgard (dalam Slameto, 2003 : 57) memberi rumusan
tentang minat adalah “interest is persisting tendency to pay attention
to and enjoy some activity orcontent”. Minat adalah kecenderungan
yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.
Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, lebih mudah
dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan belajar.
(4) Faktor bakat
Bakat atau aptitude menurut Hilgard (dalam Slameto, 2003 :
57) adalah “the capability to learn”. Dengan perkataan lain bakat
adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan
terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau terlatih.
Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya,
maka hasil belajarnya lebih baik, karena ia senang belajar dan pastilah
selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya itu.
(5) Faktor motif
James Drever (dalam Slameto, 2003 : 58) memberikan
pengertian motif sebagai berikut : “motive is an effective-conative
factor which operates in determining the direction of an individual’s
behavior towards an end or goal, consioustly apprehended or
unconsioustly”.
54
Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan
dicapai. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat
mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya
mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian,
merencanakan, dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan/
menunjang belajar.
(6) Faktor kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat/ fase dalam pertumbuhan
seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan
kecakapan baru (Slameto, 2003 : 59).
Anak yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan
kecakapannya sebelum belajar. Belajarnya akan lebih berhasil jika
anak sudah siap (matang). Kemajuan baru untuk memiliki kecakapan
itu tergantung dari kematangan dan belajar.
(7) Faktor kesiapan
Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever (dalam
Slameto, 2003 : 59) adalah preparedness to respond or react.
Kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan respon atau bereaksi.
Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan
dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk
melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam
proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada
kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
c) Faktor kelelahan
(1) Kelelahan jasmani
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh
dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan
jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam
tubuh, sehingga darah tidak/ kurang lancar pada bagian-bagian
tertentu.
55
(2) Kelelahan rohani
Siswa yang lelah rohani akan menghambat informasi yang
masuk dalam pikiran. Hal ini bisa disebabkan oleh tekanan metal,
masalah takut yang dihadapi dan stress.
2) Faktor ekstern, terdiri :
a) Faktor keluarga
(1) Cara orang tua mendidik
(2) Relasi anggota keluarga
(3) Suasana rumah
(4) Keadaan ekonomi keluarga
(5) Pengertian orang tua
(6) Latar belakang kebudayaan
b) Faktor sekolah
(1) Metode mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara/ jalan yang harus dilalui
di dalam mengajar. Mengajar itu sendiri menurut Ign. S. Ulih Bukit
Karo Karo (dalam Slameto, 2003 : 65) adalah menyajikan bahan
pelajaran oleh orang kepada orang lain agar orang lain itu menerima,
menguasai, dan mengembangkannya. Agar siswa dapat belajar dengan
baik, maka metode mengajar harus diusahakan yang setepat, efisien,
dan efektif mungkin.
(2) Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang
diberikan kepada siswa (Slameto, 2003 : 65). Kurikulum yang kurang
baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar.
(3) Relasi guru dengan siswa
Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa.
Proses tersebut juga dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam prose situ
sendiri. Jadi cara belajar siswa juga dipengaruhi oleh relasi siswa
dengan gurunya.
56
(4) Relasi siswa dengan siswa
Menciptakan relasi yang baik antarsiswa adalah perlu, agar
dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa
(5) Disiplin sekolah
Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam
mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan pegawai/
karyawan dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan/ keteraturan
kelas, gedung sekolah, halaman, dan lain-lain, kedisiplinan Kepala
Sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya, dan
kedisiplinan tim BP dalam pelayanannya kepada siswa.
Di dalam proses belajar, siswa perlu disiplin, baik di sekolah,
di rumah, dan di perpustakaan untuk mengembangkan motivasi yang
kuat.
(6) Alat pelajaran
Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa,
karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar
dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu.
Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan
bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa.
(7) Waktu sekolah
Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar
mengajar di sekolah, baik di pagi hari, siang, sore/ malam hari
(Slameto, 2003 : 68). Memilih waktu sekolah yang tepat akan
memberi pengaruh yang positif terhadap belajar.
(8) Standar pelajaran di atas ukuran
Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan
kemampuan siswa masing-masing.
(9) Keadaan gedung
Jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka
masing-masing menuntut keadaan gedung harus memadai di dalam
setiap kelas.
57
(10) Metode belajar
Cara belajar yang tepat akan berpengaruh pula terhadap hasil
belajar yang akan dicapai siswa.
(11) Tugas rumah yang merangsang keaktifan belajar di luar sekolah.
c) Faktor masyarakat
(1) Kegiatan siswa di masyarakat memberikan dampak berarti bagi
prestasi belajar di sekolah. Keaktifan di organisasi
kemasyarakatan akan mempengaruhi pola perilaku yang teratur
dan disiplin serta cerdas dalam memecahkan masalah.
(2) Teman bergaul yang positif akan mendukung siswa mencapai
prestasi. Khususnya hubungan yang berkaitan dengan
kepentingan belajar.
(3) Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap
siswa dan juga terhadap belajarnya
(4) Kebiasaan yang berlaku di masyarakat dimana siswa tinggal.
Masyarakat yang sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak
akan menetapkan aturan baik lisan maupun tertulis bagi
warganya yang mendukung penciptaan kondisi yang kondusif.
Misalnya aturan jam wajib belajar warganya.
d. Pengukuran Prestasi Siswa
Syaiful Bahri Djamarah (2006 : 105-106), mengemukakan bahwa yang
menjadi petunjuk prestasi belajar mengajar dianggap berhasil adalah hal-hal
sebagai berikut :
1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi
tinggi, baik secara individu maupun kelompok.
2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/ instruksional khusus
(TIK) telah dicapai oleh siswa, baik individu maupun kelompok.
Dalam dunia pendidikan, ada dua tujuan yang ingin dicapai, yaitu tujuan
instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK). Tujuan
instruksional umum menggariskan hasil-hasil di bidang studi yang seharusnya
dicapai oleh siswa, sedangkan tujuan instruksional khusus merupakan penjabaran
58
yang lebih konkrit dari suatu TIU yang menyangkut satu pokok bahasan atau
topik pelajaran tertentu.
Sedangkan Saifuddin Azwar (2007 : 60), menyebutkan bahwa salah satu
pedoman untuk mengukur prestasi belajar siswa adalah berpijak pada taksonomi
tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh Benyamin S. Bloom. Taksonomi ini
secara luas mencakup sistem klasifikasi tujuan pendidikan dalam tiga kawasan
(domain) perilaku, yaitu kawasan afektif, kawasan kognitif, dan kawasan
psikomotor. Kawasan afektif berisi hal-hal yang berkenaan dengan minat dan
sikap, kawasan kognitif mengenai aspek intelektual atau fungsi fikir, dan kawasan
psikomotor mengenai aspek ketrampilan motorik. Dalam Gino, dkk (1995 : 19),
dijabarkan tujuan belajar menjadi tiga kelompok, yaitu :
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif meliputi enam tingkatan, yakni :
a) Pengetahuan (knowledge)
b) Pemahaman (comprehension)
c) Penerapan (application)
d) Analisis (analysis)
e) Sintesis (synthesis)\
f) Evaluasi (evaluation)
2) Ranah Afektif/ Sikap
a) Kemampuan menerima (receiving)
b) Kemampuan menanggapi (responding)
c) Berkeyakinan (valuing)
d) Penerapan kerja (organization)
e) Ketelitian (correcterzation by value)
3) Ranah Psikomotor
a) Gerak tubuh (body movement)
b) Koordinasi gerak (finaly coordinated movement)
c) Komunikasi non verbal (non verbal communication set)
d) Perilaku bicara (speech behaviors)
e. Penilaian dalam Prestasi Belajar
Dalam dunia pendidikan, kegiatan evaluasi sering digunakan untuk
mengetahui hasil atau prestasi yang telah dicapai. Prestasi belajar dapat diketahui
dari hasil evaluasi yang merupakan salah satu proses belajar mengajar.
Menguji merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran, yang
dilakukan oleh seorang guru untuk mengetahui tingkat pengetahuan awal,
59
kecakapan siswa, dan program pengajaran. Ujian yang diberikan kepada siswa
bukan hanya sekedar pelengkap dari suatu proses pembelajaran, akan tetapi
merupakan pengukuran dari suatu proses, yang harus dipersiapkan oleh guru
sebelum pembelajaran berlangsung. Ujian yang diberikan kepada siswa tidak
terlepas dari pengembangan kompetensi dasar yang dijabarkan dalam bentuk
indikator-indikator.
Oemar Hamalik (dalam Martinis Yamin, 2009 : 179) mengemukakan
bahwa “evaluasi merupakan keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data
dan informasi), pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat
keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah
melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan”.
Evaluasi yang dilakukan berguna untuk melihat perubahan kecakapan
dalam tingkat pengetahuan, kemahiran dalam ketrampilan, serta perubahan dalam
sikap dalam satu unit pembelajaran atau dalam program pembelajaran yang telah
dilakukan.
Tujuan Evaluasi dapat dilihat dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. L. Pasaribu dan Simanjuntak (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2006 : 50 –
51), menegaskan bahwa :
1) Tujuan umum dari evaluasi adalah :
a) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid
dalam mencapai tujuan yang diharapkan
b) Memungkinkan pendidik/ guru menilai aktivitas/ pengalaman yang
didapat
c) Menilai metode mengajar yang dipergunakan
2) Tujuan khusus dari evaluasi adalah :
a) Merangsang kegiatan siswa
b) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan
c) Memberikan bimbingan yangs sesuai dengan kebutuhan,
perkembangan, dan bakat siswa yang bersangkutan
d) Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang
diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan
e) Untuk memperbaiki mutu pelajaran/ cara belajar dan metode mengajar
60
Muhammad Ali (2008 : 34) menyebutkan fungsi evaluasi, yaitu :
a) Mengetahui apakah siswa dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan,
b) Mengetahui kondisi belajar yang disiapkan, apakah dapat
menyebabkan siswa belajar,
c) Mengetahui apakah prosedur pengajaran berlangsung dengan baik
d) Mengetahui dimana letak hambatan pencapaian tujuan tertentu
Abu Ahmadi (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2006 : 50 – 51),
menyebutkan beberapa fungsi evaluasi, yaitu sebagai berikut :
a) Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai
dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan
perbaikan program bagi murid
b) Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil
belajar dari setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka
pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada orang tua,
penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulus tidaknya seorang
murid
c) Untuk menentukan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat,
sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang
dimiliki oleh murid
d) Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik, dan lingkungan)
murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat
dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan
belajar yang timbul
Muhammad Ali (2008 : 113) menyebutkan berbagai jenis evaluasi, yaitu :
1) Evaluasi formatif
Yakni evaluasi yang dilaksanakan setiap kali selesai dipelajari suatu
unit pelajaran tertentu. Manfaatnya sebagai alat penilai proses belajar
mengajar suatu unit bahan pelajaran tertentu
2) Evaluasi sumatif
Yakni evaluasi yang dilaksanakan setiap akhir pengajaran suatu
program atau sejumlah unit pelajaran tertentu. Evaluasi ini mempunyai
manfaat untuk menilai hasil pencapaian siswa terhadap tujuan suatu program
pelajaran suatu periode tertentu, seperti semester atau akhir tahun pelajaran
3) Evaluasi diagnostik
Yakni evaluasi yang dilaksanakan sebagai sarana diagnose. Evaluasi
ini bermanfaat untuk meneliti atau mencari sebab kegagalan pengajaran, atau
dimana letak kelemahan siswa dalam mempelajari suatu atau sejumlah unit
pelajaran tertentu
4) Evaluasi penempatan
Yakni evaluasi yang dilaksanakan untuk menempatkan siswa pada
suatu program pendidikan atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan (baik
61
potensial maupun aktual) dan minatnya. Evaluasi ini bermanfaat dalam
rangka proses penentuan jurusan di sekolah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar yang
terwujud melalui prestasi belajar dapat dilihat dari segi proses belajar mengajar.
Prestasi belajar yang dicapai siswa dapat dilihat dari nilai sebagai pencerminan
dan penguasaan materi pelajaran yang menunjukkan kemampuan dan daya serap
siswa terhadap materi yang diajarkan. Evaluasi merupakan cara penilaian prestasi
belajar. Penilaian ini dapat dilakukan dengan tes prestasi belajar dan memberikan
gambaran seberapa jauh prestasi yang dicapai siswa.
e Penentuan Nilai Rapor
Telah dijelaskan bahwa penilaian formatif sebenarnya bertujuan untuk
memperoleh umpan balik dalam rangka proses belajar mengajar dan untuk
menilai sampai dimana pencapaian siswa terhadap tujuan instruksional yang telah
dirumuskan di dalam setiap program satuan pelajaran. Jadi sebenarnya hasil
penilaian formatif itu tidak boleh dimasukkan untuk menentukan nilai rapor.
Maka untuk menjaga kesinambungan penilaian sehingga hasil penilaian menjadi
lebih andal (reliabel) bagi setiap siswa, di samping penilaian tes sumatif yang
biasa dilakukan pada akhir caturwulan atau akhir semester, guru harus melakukan
pula tes-tes sub sumatif pada tahap-tahap tertentu (misalnya dua minggu sekali
atau satu bulan sekali) selama caturwulan atau semester yang bersangkutan.
Hasil tes-tes sub sumatif digabungkan dengan nilai sumatif untuk mengisi
rapor. Caranya ialah dengan merata-rata hasil rata-rata tes sub sumatif dengan
nilai hasil sumatif. Adapun patokan yang digunakan untuk pemberian nilai akhir,
yaitu 1) nilai akhir dengan angka pecahan < 0,5 dibulatkan ke bawah; 2) nilai
akhir dengan angka pecahan 0,5 keadaannya tetap; 3) nilai akhir dengan angka
pecahan > 0,5 dibulatkan ke atas.
f Cara Mengukur Prestasi Belajar Siswa
Dalam penelitian ini, variabel prestasi belajar siswa akan diukur dengan
menggunakan angket, sedangkan nilai siswa diperoleh melalui dokumentasi, yaitu
62
rata-rata nilai rapor seluruh siswa dalam satu kelas yang diampu oleh guru bidang
studi tertentu. Sebelum menyusun angket, maka harus dibuat indikatornya, yaitu
sebagai berikut :
1) Aspek kognitif
2) Aspek afektif
3) Aspek psikomotorik
Setelah indikator terbentuk, maka selanjutnya setiap indikator akan
dijabarkan ke dalam item-item pertanyaan yang berfungsi mengukur variabel
prestasi belajar siswa.
B. Penelitian yang Relevan
Untuk melaksanakan penelitian ini, peneliti berpijak pada penelitian yang
telah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya, yang peneliti anggap relevan
dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian yang relevan, yaitu
penelitian yang telah ada dan pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya,
sehingga dapat dijadikan acuan dan pendukung dalam sebuah penelitian yang
baru. Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa penelitian yang sesuai dengan
penelitian yang penulis lakukan.
Penelitian Rizky Agustian Khaqqi, mahasiswa Universitas Negeri
Semarang yang dilakukan pada tahun 2009 dengan judul “Pengaruh Tingkat
Pendidikan, Pelatihan, dan Pengalaman Mengajar terhadap Profesionalisme
Guru Mata Diklat Teknik Audio SMK Negeri di Kota Semarang”. Dalam
penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa ada : (1) pengaruh tingkat
pendidikan terhadap profesionalisme guru, (2) pengaruh pelatihan terhadap
profesionalisme guru, (3) pengaruh pengalaman mengajar terhadap
professionalisme guru, dan (4) pengaruh tingkat pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman mengajar secara bersama-sama terhadap profesionalisme guru.
Penelitian Yulita Evlyn Anggraeni, mahasiswi Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang dilakukan pada tahun 2008 dengan judul
“Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman Mengajar, dan
Kelengkapan Sarana Pembelajaran terhadap Kinerja Guru di SMP
63
Muhammadiyah 5 Surakarta”. Dalam penelitian tersebut diperoleh kesimpulan
bahwa ada : (1) pengaruh latar belakang pendidikan terhadap kinerja guru, (2)
pengaruh pengalaman mengajar terhadap kinerja guru, (3) pengaruh kelengkapan
sarana pembelajaran terhadap kinerja guru, dan (4) pengaruh latar belakang
pendidikan, pengalaman mengajar, dan kelengkapan sarana pembelajaran secara
bersama-sama terhadap kinerja guru.
Penelitian Umar Said Cokro Handoko, mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang dilakukan pada tahun 2008 dengan judul
“Pengaruh Tingkat Pendidikan Guru dan Pengalaman Mengajar terhadap
Kinerja Guru pada SMA Muhammadiyah 1 Pekalongan”. Dalam penelitian
tersebut diperoleh kesimpulan bahwa ada : (1) pengaruh tingkat pendidikan
terhadap kinerja guru, (2) pengaruh pengalaman mengajar terhadap kinerja guru,
dan (3) pengaruh tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar secara bersama-
sama terhadap kinerja guru.
Dari ketiga penelitian tersebut terdapat kesamaan antara penelitian yang
penulis lakukan, penelitian yang pertama sama-sama mengandung variabel
pengalaman mengajar guru, penelitian yang kedua sama-sama mengandung
variabel latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru, sedangkan
penelitian yang ketiga sama-sama mengandung variabel pengalaman mengajar
guru.
C. Kerangka Pemikiran
Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pembelajaran
di sekolah, antara lain : guru, siswa, sarana prasarana, lingkungan pendidikan, dan
kurikulum. Dari semuanya itu, guru merupakan komponen yang paling
menentukan, karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan
prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi sesuatu yang berarti bagi kehidupan
peserta didik. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap
terciptanya proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas. Latar belakang
pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi
kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Kualitas
64
pembelajaran ini terlihat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai diadakan
evaluasi. Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi
belajar yang dicapai siswa. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan
evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya
prestasi belajar siswa.
Bagan 1. Kerangka Pemikiran
Latar belakang pendidikan (X1)
Pendidikan pra-jabatan
(pre-service education)
Program kependidikan
Program non
kependidikan
Pendidikan dalam jabatan
(in-service education)
Program kependidikan
Program non
kependidikan
Pelatihan dalam jabatan (in-
service training)
Jalur formal
Jalur informal
Pengalaman mengajar
(X2)
Pengalaman kerja
Ruang lingkup kerja
Masa kerja dan jam kerja
Proses Pembelajaran
(X3)
Perencanaan pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran
Evaluasi pembelajaran
Prestasi Belajar Siswa
(Y)
Aspek kognitif
Aspek afektif
Aspek
psikomotorik
Nilai rata-rata rapor
seluruh siswa
dalam satu kelas
untuk Semester
Ganjil tahun ajaran
2009/ 2010 yang
diampu oleh guru
bidang studi.
65
D. Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara yang masih harus diuji kebenarannya
melalui kegiatan penelitian. Sukardi (2005 : 41) yang dimaksud dengan hipotesis
adalah “jawaban yang masih bersifat sementara dan bersifat teoretis”. Dalam
Suharsimi Arikunto (2006 : 71), “hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban
yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui
data yang terkumpul”. Sudjana (2001 : 219) yang dimakdud dengan hipotesis
adalah “asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan
hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya”.Hypothesis is a
tentative, reasonable, testable assertion regarding the accurance of certain
behaviors, phenomena, or events, apredictin of study out come. Hypothesis is
conjectural statement of the relation between two or more variable (p. 476 dalam
T. Widodo, 2008 : 31). Perumusan hipotesis yang penulis kemukakan sebagai
berikut :
1. Ada hubungan positif yang signifikan antara latar belakang pendidikan guru
dengan prestasi belajar siswa pada SMA Negeri 1 Surakarta
2. Ada hubungan positif yang signifikan antara pengalaman mengajar dengan
prestasi belajar siswa pada SMA Negeri 1 Surakarta
3. Ada hubungan positif yang signifikan pembelajaran dengan prestasi belajar
siswa pada SMA Negeri 1 Surakarta
4. Ada hubungan positif yang signifikan antara latar belakang pendidikan guru,
pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan Prestasi Belajar Siswa pada
SMA Negeri 1 Surakarta
66
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ilmiah merupakan kegiatan untuk memperoleh kebenaran secara
ilmiah yang dilakukan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji
kebenaran suatu peristiwa atau suatu pengetahuan. Untuk memperoleh kebenaran,
suatu penelitian perlu menggunakan metode ilmiah yang tepat, agar data yang
didapatkan adalah data yang obyektif, valid, dan reliabel, sehingga hasil yang
diperoleh benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Sukardi (2005 : 19) mendefinisikan “metodologi penelitian adalah usaha
seseorang yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan guna
menjawab pertanyaan yang hendak diteliti”.
Dari pendapat tersebut, dapat diartikan bahwa metodologi penelitian
merupakan pengetahuan tentang prosedur atau cara yang digunakan dalam proses
menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran dengan menggunakan metode
ilmiah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Adapun aspek-aspek metodologi
yang dipergunakan dalam penelitian ini akan penulis uraikan sebagai berikut :
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2009/
2010 yang beralamat di Jalan Wolter Monginsidi No. 40 Surakarta. Adapun
alasan pemilihan tempat penelitian adalah :
a. Tersedianya data yang berhubungan dengan masalah penelitian dan berguna
untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian
b. Belum pernah diadakan penelitian terkait masalah yang akan diteliti oleh
peneliti
2. Waktu Penelitian
Pengalokasian waktu merupakan langkah awal agar penelitian dapat
berjalan dengan teratur. Adapun rencana-rencana penelitian terbagi dalam
67
persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan. Penelitian ini dilaksanakan pada
tahun ajaran 2009/ 2010. Waktu penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1 Uraian Kegiatan Penelitian
Kegiatan Des Jan Feb Maret April Mei
Proposal
Konsultasi Bab I, II, III
Penelitian dan Pengumpulan
Data
Analisis Data
Konsultasi Bab IV, V
Penyusunan Laporan
B. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel Penelitian
a. Pengertian Variabel
Dalam J. Supranto (1987 : 15) yang dimaksud dengan variabel adalah
“sesuatu yang nilainya berubah-ubah atau berbeda”. Fraenkell, J. R. dan Wallen,
N. E. dalam T. Widodo (2008 : 29) mendefinisikan variabel adalah sebagai
berikut :
A variable is concept – a noun that stands for variation within a class of
objects, such as chair, gender, achievement, motivation….If all members
of class are identical we do not have a variable. Notice that the individual
members in the class of objects, however must differ or vary to quality the
class as variable.
Variabel dimaksudkan suatu konsep atau kebendaan yang menunjukkan
variasi dalam kelas atau kelompok suatu subjek. Dalam Arief Furchan (2005 : 45)
“variabel adalah suatu atribut yang dianggap mencerminkan atau mengungkapkan
pengertian atau bangunan-bangunan”. Kidder dalam Sugiyono (2007 : 3)
“variabel adalah suatu kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan
menarik kesimpulan darinya”.
68
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang disebut
variabel adalah sesuatu yang memiliki variasi nilai dan merupakan hal yang kita
teliti.
b. Macam-Macam Variabel
Menurut T. Widodo (2008 : 29-30) variabel dibagi atas :
1. Variabel independen dan dependen
2. Variabel dikotomik dan variabel konstruk
3. Variabel langsung dan tidak langsung
Sedangkan Sugiyono (2007 : 4-7) membagi variabel menjadi :
1. Variabel independent (variabel stimulus/ prediktor/ antecedent/ bebas)
2. Variabel dependen (variabel output/ criteria/ konsekuen)
3. Variabel moderator
4. Variabel intervening
5. Variabel kontrol
Agar lebih jelasnya akan penulis uraikan sebagai berikut :
1) Variabel Independen
Variabel independen (bebas) dibatasi variabel yang memberikan pengaruh
terhadap variabel dependen (bergantung).
2) Variabel Dependen
Variabel dependen dibatasi variabel yang terpengaruh dari variabel
independen.
3) Variabel Dikotomik
Variabel dikotomik (kategorik) adalah variabel yang menunjuk pada
karakteristik objek yang tegas dapat diamati secara nyata.
4) Variabel Konstruk
Variabel konstruk (kontinum) dibatasi variabel bersifat konseptual yang
dibangun berdasarkan teori hanya dapat diamati indikatornya.
5) Variabel Moderator
Variabel yang mempengaruhi (memperkuat/ memperlemah) hubungan
antara variabel independen dengan dependen.
69
6) Variabel Intervening
Variabel intervening adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi
hubungan antara variabel independen dengan dependen, tetapi tidak
diamati dan diukur.
7) Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan,
sehingga hubungan variabel independen terhadap dependen tidak
dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.
8) Variabel Langsung
Variabel langsung adalah variabel yang secara nyata mempunyai
keterkaitan dengan variabel lain dalam penelitian.
9) Variabel Tidak Langsung.
Variabel tidak langsung adalah adalah variabel yang mungkin berkaitan
dengan varibel lain dalam penelitian tetapi tidak diteliti oleh peneliti
Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan variabel. Menurut Arief
Furchan (2005 : 46-49) berdasarkan penggunaannya di dalam penelitian yang
sedang dilakukan variabel dibagi menjadi :
1. Variabel bebas (independen variable), mencakup :
a) Variabel aktif
b) Variabel atribut
2. Variabel terikat (dependen variable)
Adapun variabel tersebut dapat peneliti jelaskan sebagai berikut :
1) Variabel bebas
Variabel yang mendahului atau mempengaruhi variabel terikat.
2) Variabel aktif
Variabel yang secara langsung dapat dimanipulasi oleh peneliti.
3) Variabel atribut
Variabel yang tidak dapat secara aktif dimanipulasi oleh peneliti.
4) Variabel terikat
Variabel yang merupakan akibat atau tergantung pada variabel yang
mendahuluinya.
70
Suharsimi Arikunto (2006 : 116-117) variabel kuantitatif diklasifikan
menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Variabel diskrit (variabel nominal/ variabel kategorik)
2. Variabel kontinum, dipisahkan menjadi tiga variabel kecil, yaitu :
a) Variabel ordinal
b) Variabel interval
c) Variabel ratio
Dalam J. Supranto (1987 : 52) variabel dibedakan menjadi :
1. Variabel kontinu (continuous variable)
2. Variabel diskrit (discrete variable)
Agar lebih jelasnya akan penulis uraikan sebagai berikut :
1) Variabel kontinu
Variabel yang dapat mengambil nilai pecahan dan diperoleh dari hasil
pengukuran
2) Variabel diskrit
Variabel yang hanya mengambil bilangan bulat dan diperoleh dari hasil
menghitung.
c. Skala Pengukuran
Pengukuran adalah proses penterjemahan hasil-hasil penterjemahan hasil-
hasil pengamatan menjadi angka-angka (Arief Furchan, 2005 : 142). Para peneliti
biasanya mulai dengan variabel, kemudian dengan menggunakan kaidah, mereka
menetapkan bagaimana varibel itu akan diungkapkan dalam bentuk angka. Skala
pengukuran menurut Stebens dalam Arief Furchan (2005 : 142-149) digolongkan
menjadi skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio.
Adapun penjelasan masing-masing skala dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Skala nominal
Angka-angka yang digunakan dalam skala nominal tidak mewakili jumlah
karakteristik apa pun, baik secara mutlak maupun relatif. Angka atau
nomor itu hanya berfungsi menetapkan identitas anggota suatu kategori
yaitu sebagai label (sebutan). Angka tidak dapat diolah secara matematis
melalui proses penambahan, pengurangan, perkalian, atau pembagian.
71
2) Skala ordinal
Angka yang ditetapkan dalam pengukuran ordinal hanya menunjukkan
urutan posisi, tidak lebih daripada itu.
3) Skala interval
Skala interval ialah skala yang memberi jarak interval yang sama dari
suatu titik asal yang tidak tetap. Skala interval bukan saja menyusun urutan
objek atau kejadian berdasarkan jumlah atribut yang diwakili, melainkan
juga menetapkan juga interval yang sama di antara unit-unit ukuran.
Perbedaan yang sama dalam angka menunjukkan perbedaan yang sama
pula dalam sifat (atribut) yang sedang diukur.
4) Skala rasio
Skala ini mempunyai titik nol sejati di samping interval yang sama.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Variabel terikat, yaitu Prestasi Belajar Siswa (Y)
b. Variabel bebas terdiri dari :
1) Latar Belakang Pendidikan Guru (X 1 )
2) Pengalaman Mengajar (X 2 )
3) Pembelajaran (X 3 )
2. Definisi Konsep Variabel
a. Latar Belakang Pendidikan Guru
Latar belakang pendidikan guru yaitu kesesuaian pendidikan yang dimiliki
guru terkait dengan bidang tugasnya, baik yang ditempuh secara formal
maupun informal yang harus ditempuh seseorang sebelum maupun selama
menjadi guru.
b. Pengalaman Mengajar
Pengalaman mengajar yaitu masa kerja guru dalam melaksanakan tugas
sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan surat tugas
72
dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah, dan/atau kelompok
masyarakat penyelenggara pendidikan). Bukti fisik dari komponen ini dapat
berupa surat keputusan/surat keterangan yang sah dari lembaga yang
berwenang.
c. Pembelajaran
Pembelajaran sebagai usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar,
yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa yang belajar, dimana
perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam
waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.
d. Prestasi Belajar Siswa
Prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir,
merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi
tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan
prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target
dalam ketiga kriteria tersebut.
3. Definisi Operasional Variabel
a. Latar Belakang Pendidikan Guru
Latar belakang pendidikan yaitu pendidikan yang telah atau sedang ditempuh
guru dan ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangannya, tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan sesuai dengan bidang tugasnya.
b. Pengalaman mengajar guru
Pengalaman mengajar adalah segala hal serta kegiatan yang sedang maupun
sudah dialami guru dalam mendukung serta melaksanakan tugas mengajar di
sekolah berkenaan dengan masa kerja, jam kerja, dan ruang lingkup kerja,
sehingga hal-hal yang dialami dapat dikuasainya, baik tentang pengetahuan,
keterampilan, maupun nilai-nilai yang menyatu dalam dirinya
c. Pembelajaran
Pembelajaran adalah situasi yang memungkinkan terjadinya interaksi antara
guru dan murid serta berbagai komponen-komponen pendukung lainya,
73
seperti metode, media, bahan/ materi pelajaran untuk tercapainya tujuan
pembelajaran.
d. Prestasi belajar siswa yang dimaksud adalah kemampuan siswa yang
diperoleh dari penilaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dapat
dilihat dari hasil belajar siswa berupa nilai raport dalam bidang studi tertentu.
C. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang tepat dalam penelitian, seorang peneliti
harus menggunakan acuan metode penelitian yang tepat dan sesuai dengan
penelitiannya. Selain itu agar penelitian sampai pada tujuan yang akan dicapai
diperlukan adanya cara yang tepat, yang menjadi arahan dalam langkah-langkah
yang tepat.
Dalam T. Widodo (2008 : 21) “metode dimaksud disini menunjuk pada
prosedur yang lebih bersifat teknis untuk penelitian kuantitatif…cara menjabarkan
karakteristik variabel dan menemukan keterkaitan antar variabel penelitian”.
Sedangkan Arief Furchan, 2005 : 39, “metode penelitian ialah strategi umum yang
dianut dalam pengumpulan data dan analisis data yang diperlukan, guna
menjawab persoalan yang dihadapi”.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penelitian
merupakan cara untuk menguji dan mengembangkan suatu teori dengan
menggunakan suatu metode ilmiah melalui tahapan-tahapan yang telah
direncanakan untuk mencapai suatu tujuan penelitian
Ada berbagai metode yang dapat digunakan dalam suatu penelitian.
Fraenkell, J. R & Wallen, N. E (dalam T. Widodo, 2008 : 35) “jenis metode
penelitian kuantitatif meliputi experimental research, correlational research,
causal-comparatif research, dan survey research”. Dalam Sukardi (2005)
dijelaskan beberapa jenis metode penelitian, seperti penelitian deskriptif,
penelitian ex-postfakto, penelitian eksperimen, penelitian survei, penelitian
sejarah, dan penelitian tindakan.
Untuk memperjelas beberapa metode penelitian tersebut, akan penulis
uraikan lebih lanjut sebagai berikut :
74
1. Metode Penelitian Eksperimen
Dalam penelitian eksperimen para peneliti melakukan tiga persyaratan dari
suatu bentuk penelitian. Ketiga persyaratan tersebut, yaitu kegiatan
mengontrol, memanipulasi, dan observasi. Peneliti juga harus membagi objek
atau subjek yang diteliti menjadi dua group, yaitu group treatment atau yang
memperoleh perlakuan dan group kontrol yang tidak memperoleh perlakuan.
2. Metode Penelitian Korelasi
Penelitian jenis korelasi digunakan untuk menemukan kemungkinan ada-
tidaknya hubungan antar dua atau lebih variabel bebas dengan variabel
bergantung. Variabel-variabel itu terjadi secara bersamaan dan bersifat
konstruk. Berdasarkan arah hubungan dibedakan hubungan positif dan
negatif.
3. Metode Penelitian Komparasi
Penelitian ini ingin menemukan ada-tidaknya perbedaan dua kelompok atau
lebih atas variabel bebas yang diharapkan. Penelitian komparasi lebih cocok
digunakan untuk mencari perbedaan antar variabel yang bersifat diskrit atau
dikotomik, atau variabel konstruk yang datanya ditransfer menjadi data
interval.
4. Metode Penelitian Survei
Metode penelitian survei digunakan untuk memecahkan masalah-masalah isu
skala besar yang aktual dengan populasi sangat besar, sehingga diperlukan
sampel ukuran besar
5. Metode Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.
Penelitian ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini
peneliti tidak melakukan kontrol dan memanipulasi variabel penelitian.
Dengan metode deskriptif, peneliti memungkinkan untuk melakukan
hubungan antarvariabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan
mengembangkan teori yang memiliki validitas universal. Di samping itu,
penelitian deskriptif juga merupakan penelitian, di mana pengumpulan data
75
untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan
keadaan atau kejadian sekarang.
6. Metode Penelitian Ex-postfakto
Penelitian ini disebut penelitian ex-postfakto karena para peneliti
berhubungan dengan variabel yang telah terjadi dan mereka tidak perlu
memberikan perlakuan terhadap variabel yang diteliti.
7. Metode Penelitian Sejarah
Penelitian sejarah merupakan salah satu penelitian mengenai pengumpulan
dan evaluasi data secara sistematik berkaitan dengan kejadian masa lalu untuk
menguji hipotesis yang berhubungan dengan penyebab, pengaruh, atau
perkembangan kejadian yang akan membantu dengan memberikan informasi
pada kejadian sekarang dan mengantisipasi kejadian yang akan datang.
8. Metode Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan adalad suatu cara kelompok atau seseorang dalam
mengorganisasi suatu kondisi sehingga mereka dapat mempelajari
pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses oleh
orang lain. Penelitian tindakan dapat dilakukan baik secara grup maupun
individual dengan harapan pengalaman mereka dapat ditiru atau diakses
untuk memperbaiki kualitas kerja orang lain.
Dalam Suharsimi Arikunto (2006 : 82) disebutkan bahwa penelitian kasus
(case studies), penelitian kausal komparatif, dan penelitian korelasi merupakan
bagian dari penelitian deskriptif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian
menggunakan metode deskriptif dengan analisis kuantitatif. Alasan menggunakan
metode deskriptif karena peneliti akan berusaha menggambarkan keadaan
berdasarkan fakta-fakta yang ada serta lebih memusatkan diri pada pemecahan
masalah yang terjadi pada saat sekarang. Sedangkan alasan menggunakan
menggunakan analisis kuantitatif karena peneliti bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas (X) dalam hal ini latar belakang pendidikan guru
(X1), pengalaman mengajar (X2), dan pembelajaran (X3) dengan variabel terikat
(Y) dalam hal ini prestasi belajar siswa (Y). Berdasarkan kategori penelitian
76
deskriptif, penelitian ini termasuk study korelasional karena mencari hubungan
dari tiga variabel bebas dan satu variabel terikat.
Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian deskriptif menurut
Sukardi (2005 : 158-159), yaitu :
1. Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk
dipecahkan melalui metode deskriptif.
2. Membatasi dan merumuskan permasalahan secara jelas.
3. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian.
4. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan.
5. Menentukan kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian dan atau
hipotesis penelitian.
6. Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan, seperti
menentukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan
instrumen pengumpul data, dan menganalisis data.
7. Mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data dengan
menggunakan teknik statistika yang relevan.
8. Membuat laporan penelitian.
Moh. Nazir (2003 : 62-63) mengemukan langkah-langkah penelitian
deskriptif adalah sebagai berikut :
1) Memilih dan merumuskan masalah, 2) menentukan tujuan penelitian, 3)
Memberikan limitasi dari area atau scope atau sejauh mana penelitian
deskriptif akan dilaksanakan, 4) Merumuskan kerangka teori atau
kerangka konseptual yang diturunkan dalam bentuk hipotesis untuk
diverifikasikan, 5) Menelusuri sumber-sumber kepustakaan, 6)
Merumuskan hipotesis yang ingin diuji, 7) Melakukan kerja lapangan
untuk mengumpulkan data, 8) Membuat tabulasi atau analisis statistik
terhadap data yang dikumpulkan, 9) Memberikan interprestasi, 10)
Mengadakan generalisasi serta deduksi dari penemuan serta hipotesis-
hipotesis yang ingin diuji.
Sejalan dengan pendapat yang telah dikemukakan tersebut, maka langkah-
langkah penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut :
1. Merumuskan masalah yang akan diteliti.
2. Mengadakan pembatasan masalah
3. Merumuskan kerangka teori
4. Merumuskan hipotesis
5. Menyiapkan instrumen dan memilih teknik pengumpulan data
6. Menentukan subjek penelitian
77
7. Pengumpulan data untuk pengujian hipotesis
8. Menganalisis data dan menguji hipotesis
9. Menarik kesimpulan atau generalisasi
10. Menyusun dan mempublikasikan laporan penelitian
D. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel merupakan subjek penelitian sekaligus sebagai
sumber data dalam penelitian. Agar tujuan penelitian bisa tercapai dengan baik,
maka populasi dan sampel harus diambil secara tepat. Sampel harus representatif,
yaitu dapat mewakili populasi dalam arti semua ciri-ciri atau karakteristik
populasi. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan setiap penelitian harus ditetapkan
populasi maupun sampelnya.
1. Populasi Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 130) “populasi adalah keseluruhan
subjek penelitian”. Dalam Encyclopedia of Education Evaluation seperti yang
dikutip Suharsimi Arikunto tertulis “a population is a set (or collection) of all
elements prossessing one or more attributes of interest”. T. Widodo (2008 : 47)
mendefinisikan “populasi adalah keseluruhan individu atau satuan-satuan tertentu
sebagai anggota atau himpunan dalam suatu kelas/ golongan tertentu”. Dalam J.
Supranto (1987 : 15) “populasi adalah kumpulan seluruh elemen yang sejenis
akan tetapi dapat dibedakan satu sama lain”. Arief Furchan (2005 : 193)
merumuskan “populasi sebagai semua anggota sekelompok orang, kejadian, atau
objek yang telah dirumuskan secara jelas”. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi
(1984 : 220), populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk
diselidiki atau sejumlah penduduk maupun individu yang paling sedikit
mempunyai satu sifat yang sama. Menurut Ary, dkk (1985 : 138) dalam Sukardi
(2005 :53), population is all members of well defined class of people, events, or
objects. Populasi menurut Babbie dalam Sukardi (2005 : 53) adalah “elemen
penelitian yang hidup dan tinggal bersama-sama dan secara teoretis menjadi target
hasil penelitian”. Sedangkan menurut Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar
78
(2003 : 181) “populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun
pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu
mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas”.
Jadi populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian. Adapun yang
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru bidang studi yang
mengajar di SMA Negeri 1 Surakarta, yang berjumlah 93 orang.
2. Sampel Penelitian
Dalam kegiatan penelitian, tidak selalu seluruh populasi dikenakan
penelitian. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu adanya pembatasan, yaitu
dengan menetapkan sampel. Sampel harus bisa mewakili keseluruhan dari
populasi yang diteliti, dalam arti sampel harus bersifat representatif
a. Alasan menggunakan Sampel
Suharsimi Arikunto (2006 : 133) menjelaskan beberapa keuntungan
menggunakan sampel, adalah :
1) Karena subjek pada sampel lebih sedikit dibandingkan dengan
populasi, maka kerepotannya tentu kurang.
2) Apabila populasinya terlalu besar, maka dikhawatirkan ada yang
terlewati.
3) Dengan penelitian sampel, maka akan lebih efisien (dalam arti uang,
waktu, dan tenaga)
4) Ada kalanya dengan penelitian populasi berarti desktruktif (merusak).
5) Ada bahaya bias dari orang yang mengumpulkan data. Karena
subjeknya banyak, petugas pengumpul data menjadi lelah, sehingga
pencatatannya bisa menjadi tidak teliti.
6) Ada kalanya memang tidak dimungkinkan melakukan penelitian
populasi.
Berdasarkan pendapat di atas, maka alasan peneliti menggunakan sampel
adalah lebih menghemat waktu, biaya, dan tenaga, banyak masalah yang dapat
diteliti atau dapat memberikan informasi yang lebih menyeluruh dan mendalam,
dan data yang terkumpul lebih akurat, karena petugas lapangan lebih kecil
sehingga kemungkinan kesalahan lebih kecil.
79
b. Pengertian Sampel
Menurut Sutrisno Hadi (1984 : 221) ”sampel adalah sejumlah penduduk
yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi”. Suharsimi Arikunto (2006 : 131)
”sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. J. Supranto (1987 : 15)
”sampel adalah sebagian dari populasi”. Dalam Arief Furchan (2005 : 193),
”kelompok kecil yang diamati disebut sampel”. Sukardi (2005 : 54) menyebutkan
”sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data disebut sampel
atau cuplikan”. Tidak berbeda dengan beberapa pendapat para ahli tersebut,
Sudjana (2001 : 6) menyebutkan ”sebagian yang diambil dari populasi disebut
sampel”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut
sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan subjek dalam penelitian dan
mampu mewakili populasi.
c. Sampling
Menurut Sutrisno Hadi (1984 : 222) ”sampling adalah cara atau teknik
yang digunakan untuk mengambil sampel”.
Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat diartikan bahwa sampling
adalah pengambilan sampel atau mengambil suatu bagian dari populasi atau
keseluruhan sebagai wakil yang dapat mewakili (representatif) populasi atau
keseluruhan tersebur.
Dalam Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar (2003) teknik
sampling berguna untuk :
1) Mereduksi anggota populasi menjadi anggota sampel yang mewakili
(representatif), sehingga kesimpulan terhadap populasi dapat
dipertanggungjawabkan.
2) Lebih teliti menghitung yang sedikit daripada yang banyak.
3) Menghemat waktu, tenaga, biaya, menghemat benda coba yang
merusak.
Sutrisno Hadi (1984 : 222-230) mengemukakan bahwa teknik sampling
dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Random Sampling. Dengan randomisasi dimaksudkan suatu teknik
mengambil individu untuk sampel dari populasi dengan cara random.
Suatu cara disebut random kalau kita tidak memilih-milih individu-
80
individu yang kita tugaskan untuk mengisi sampel kita. Sampel yang
diperoleh dengan cara ini disebut sampel random atau random sample.
Suatu sample adalah sampel random jika tiap-tiap individu dalam
populasi diberi kesempatan yang sama untuk ditugaskan menjadi
anggota sampel. Cara-cara yang digunakan untuk merandomisasi
antara lain adalah :
a) Cara undian
b) Cara ordinal
c) Randomisasi dari tabel bilangan random
2) Nonrandom Sampling. Sampling yang bukan random sampling
disebut nonrandom sampling. Dalam nonrandom sampling tidak
semua individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk
ditugaskan menjadi anggota sampel. Cara-cara yang digunakan dalam
nonrandom sampling adalah :
a) Stratified sampling
b) Purposive sampling
c) Quota sampling
d) Incidental sampling
e) Proportional sampling
f) Area sampling
g) Cluster sampling
h) Double sampling
i) Combined sampling
Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar (2003 : 183) teknik
pengambilan contoh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1) Sampling random (probability sampling), yaitu pengambilan contoh
secara acak (random) yang dilakukan dengan cara undian, ordinal,
atau tabel bilangan random atau dengan komputer.
2) Sampling nonrandom (nonprobability sampling) atau disebut juga
sebagai incidental sampling, yaitu pengambilan contoh tidak secara
acak.
Sugiyono (2007 : 63) teknik pengambilan sampling dibedakan menjadi
dua :
1) Probability sampling, meliputi simple random sampling,
proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified
random sampling, dan area (cluster) sampling.
2) Nonprobablity sampling, meliputi sampling sistematis, sampling
kuota, sampling insidental, purposive sampling, sampling jenuh, dan
snowball sampling.
81
d. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
teknik random sampling. Dengan teknik random sampling maka pengambilan
sampel bersifat objektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutrisno Hadi (1984 :
222) :
Randomisasi dimaksudkan suatu teknik mengambil individu untuk sampel
dari populasi dengan cara random. Suatu cara disebut random kalau kita
tidak memilih-milih individu-individu yang kita tugaskan untuk mengisi
sampel kita. Sampel yang diperoleh dengan cara ini disebut sampel
random atau random sample. Suatu sample adalah sampel random jika
tiap-tiap individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk
ditugaskan menjadi anggota sampel...
Sedangkan menurut Sudjana dalam T. Widodo (2008 : 48) ”...random
sampling untuk penelitian kuantitatif dan non-random sampling untuk penelitian
kualitatif”. Sejalan dengan pendapat tersebut, Y. Slamet dalam T. Widodo (2008 :
48) menyatakan bahwa ”random sampling menjadi salah satu ciri-ciri penelitian
kuantitatif”.
Dari semua guru, penelti mengambil sampel dengan teknik random
sampling dengan cara undian tanpa pengembalian. Nomor undian yang telah
keluar menjadi sampel, tidak dikembalikan lagi ke dalam kerangka sampel. Hal
ini sesuai dengan pendapat Sudjana (2002 : 165-166) yang menyatakan ada dua
perlakuan ketika sampel diambil :
1) Anggota yang telah diambil untuk dijadikan anggota sampel disimpan
kembali, disatukan dengan anggota lainnya. Dengan demikian anggota
ini masih ada kesempatan untuk diambil kembali pada pengembalian
berikutnya. Cara pengambilan sampel demikian dinamakan sampling
dengan pengembalian.
2) Anggota yang telah untuk dijadikan anggota sampel tidak disimpan
kembali ke dalam populasi. Dengan demikian setiap anggota hanya
bisa diambil satu kali. Cara pengembalian sampel demikian
dinamakan sampling tanpa pengembalian.
Menurut Sutrisno Hadi (1984 : 76), langkah-langkah dalam pengembalian
sampel dengan teknik random sampling dengan cara undian adalah sebagai
berikut :
1) Buat daftar yang berisi semua subyek/ individu.
82
2) Beri kode nomer urut kepada semua subyek/ individu itu.
3) Tulis kode-kode itu masing-masing ke dalam selembar kertas kecil.
4) Gulung kertas-kertas itu baik-baik.
5) Masukkan gulungan-gulungan kertas itu ke dalam tempolong.
6) Kocok baik-baik tempolong itu.
7) Ambil kertas-kertas gulungan itu satu demi satu sampai jumlah yang
kita perlukan tercapai.
Sesuai dengan langkah-langkah tersebut di atas, yang penulis lakukan
adalah :
1) Membuat daftar semua subyek atau membuat ”sampling frame”, yaitu
daftar seluruh guru bidang studi di SMA Negeri 1 Surakarta.
2) Memberi kode angka pada tiap subyek.
3) Menuliskan kode angka tersebut pada sebuah kertas kecil.
4) Menggulung kertas yang bertuliskan kode itu baik-baik.
5) Memasukkan gulungan kertas tersebut pada sebuah kaleng.
6) Mengocok kaleng itu.
7) Mengambil kertas sebanyak sampel yang dibutuhkan. Kertas gulungan
yang sudah keluar tidak dimasukkan lagi, karena cara yang digunakan
adalah tanpa pengembalian.
e. Menetapkan Besarnya Sampel
Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar (2003 : 186-187)
mengemukakan ada empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
besarnya sampel., yaitu :
1) Pertimbangan praktis
Pertimbangan praktis menyangkut :
a) Unsur-unsur biaya, waktu, tenaga, dan kemampuan.
b) Untuk eksploratori (exploratory) atau penemuan atau penjajakan,
maka anggota sampel tidak perlu banyak ataukah untuk
eksplanatori (eksplanatory) atau menerangkan, maka anggota
sampel harus lebih banyak.
c) Jika kita memilih sampel yang banyak, maka tingkat prediksi relatif
tepat, kesalahan mentabulasi dan menghitung besar, reliabilitas
besar, dan power meningkat, demikian pula sebaliknya.
2) Ketepatan
Semakin kecil kita memilih taraf signifikansi atau alpha ( ), semakin
banyak anggota sampelnya.
83
3) Pertimbangan nonrespons
Pertimbangan nonrespons ialah perkiraan jumlah anggota sampel yang
dapat dijadikan responden setelah seluruh anggota sampel dikurangi
dengan jumlah anggota sampel yang dijadikan kelompok uji coba
instrumen penelitian. Anggota sampel yang sudah dijadikan kelompok
uji coba sebaiknya tidak dipakai sebagai responden untuk
mendapatkan data yang sebenarnya. Selain pertimbangan di atas, juga
perlu dipertimbangkan berapa responden yang bersedia
mengembalikan angket atau dapat diwawancarai serta diobservasi.
4) Analisis data
Sedangkan Moehar Daniel (2002 : 51) mengemukakan hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam penetapan jumlah contoh, yaitu
1) Derajat keseragaman (degree of homogeneity) dari populasi
Makin seragam populasi, makin kecil contoh yang diambil…
2) Presisi yang dikehendaki
Makin tinggi tingkat presisi yang dikehendaki, contoh yang diambil
akan semakin besar. Sebaliknya kalau penelitian dapat
mentoleransikan tingkat presisi yang lebih rendah, jumlah contoh pun
bisa lebih kecil.
3) Biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia
Makin besar biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia, makin besar pula
contoh yang diambil. Tingkat presisi yang diperoleh pun akan
semakin tinggi
Dari pendapat di atas dapat ditarik pengertian bahwa seorang peneliti yang
akan mengambil besarnya sampel harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu
derajat keseragaman dari populasi, presisi yang dikendaki dari penelitian, rencana
analisis, serta tenaga, waktu dan biaya.
Mengenai besar kecilnya pengambilan sampel pada prinsipnya tidak ada
peraturan secara mutlak untuk menentukan ukuran sampel. Hal ini dapat dilihat
dari beragamnya pendapat para ahli mengenai patokan untuk menentukan besar
kecilnya sampel.
Suharsimi Arikunto (2006 : 134) menyebutkan bahwa :
Untuk sekadar ancer-ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih
baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Tetapi, jika jumlahnya subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau
20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari :
1. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dan dana.
2. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini
menyangkut banyak sedikitnya data.
84
3. Besar kecilnya risiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian
yang risikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih
baik.
Roscoe dalam Sugiyono (2007 : 74) memberikan saran tentang ukuran
sampel untuk penelitian seperti berikut ini :
1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 – 500
2. Bila sampel terbagi dalam kategori (misal ; pria – wanita, pegawai
negeri – swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap
kategori minimal 30
3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate
(korelasi/ regresi ganda), maka jumlah anggota sampel minimal 10
kali dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitian
ada 5 (independen+dependen), maka jumlah anggota sampel 10×5 =
50
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana yang menggunakan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota
sampel masing-masing kelompok antara 10 s/ d 20.
Moehar Daniel (2002 : 51) “…contoh yang harus diambil tidak kurang
dari 10%, sebaliknya ada juga pendapat yang mengatakan 5% dari populasi sudah
cukup”.
Menurut Winarno Surakhmad (1994 : 100) “Bila populasi di bawah 100
dapat diambil sampel 50% dan di atas 100 sebesar 15%. Menurut Radiany
Rahmady dalam T. Widodo (2008 : 56), mengajukan formulasi presisi ukuran
sampel seperti di bawah ini :
N = Jumlah Populasi
n = Jumlah sampel
d = nilai presisi
Berpedoman pada beberapa pendapat tersebut di atas, maka peneliti
menetapkan besarnya sampel sebesar 50% dari jumlah populasi, yaitu 93 orang.
Jadi sampel yang digunakan adalah 47 orang (46,5 dibulatkan). Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampel random sampling.
12
dN
Nn
85
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan cara yang ditempuh untuk
mendapatkan data yang konkrit dari suatu objek yang diteliti. J. Supranto (1987 :
17) “mengumpulkan data berarti mencatat peristiwa penting atau mencatat
karakteristik elemen”.Dalam Suharsimi Arikunto (2006 : 160) “metode penelitian
adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya. Variasi metode yang dimaksud adalah angket, wawancara,
pengamatan atau observasi, tes, dokumentasi”.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Metode pengumpulan data pokok, meliputi :
a) Angket
b) Dokumentasi
2. Metode pengumpulan data pembantu, meliputi :
a) Observasi
b) Interview
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Metode Angket atau Kuesioner
a. Pengertian Angket
Dalam Suharsimi Arikunto (2006 : 151) “kuesioner adalah sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui”. Sedangkan T.
Widodo (2008 : 54) “teknik kuesioner merupakan cara mengumpulkan data
dengan menyampaikan daftar seperangkat pertanyaan baik langsung maupun
melalui pos kepada responden penelitian”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa
kuesioner adalah penyelidikan mengenai suatu masalah dengan cara memberikan
daftar pertanyaan kepada responden untuk mendapatkan informasi, keterangan,
tanggapan, atau hal lain yang diketahui secara tertulis.
86
Peneliti menggunakan teknik ini untuk mendapatkan data variabel, yaitu
tentang latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, pembelajaran,
serta prestasi belajar siswa.
b. Kelebihan dan Kelemahan Angket
Arief Furchan (2005 : 260) menyebutkan keuntungan menggunakan
kuesioner yaitu “karena semua subyek diberi instruksi yang sudah baku, maka
hasil-hasil penelitian itu tidak akan diwarnai oleh penampilan, suasana perasaan,
atau tingkah laku peneliti”. Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 152), metode
angket memiliki banyak keuntungan, yaitu :
1) Tidak memerlukan hadirnya peneliti.
2) Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden.
3) Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing
dan menurut waktu senggang responden.
4) Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur, dan tidak malu-
malu menjawab.
5) Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden dapat diberi
pertanyaan yang benar-benar sama.
Dalam Sukardi (2005 : 76) beberapa keunggulan dari metode kuesioner
adalah :
1) Dapat mengungkapkan pendapat atau tanggapan seseorang baik secara
individu maupun kelompok terhadap permasalahan.
2) Dapat disebarkan untuk responden yang berjumlah besar dengan
waktu relatif singkat.
3) Tetap terjaganya objektivitas responden dari pengaruh luar terhadap
suatu permasalahan yang diteliti.
4) Tetap terjaganya kerahasiaan responden untuk menjawab sesuai
dengan pendapat pribadi.
5) Karena diformat dalam bentuk surat, maka biaya lebih murah.
6) Penggunaan waktu yang lebih fleksibel sesuai dengan waktu yang
telah diberikan peneliti.
7) Dapat menjaring informasi dalam skala luas dengan waktu yang cepat.
Selain angket memiliki kelebihan, seperti disebutkan di atas, angket juga
memiliki beberapa kelemahan. Dalam T. Widodo (2008 : 54) kelebihan dari
kuesioner yaitu : “dapat digunakan untuk memperoleh informasi responden yang
begitu banyak dan dalam waktu yang bersamaan”. Suharsimi Arikunto (2006 :
152-153), mengemukakan kelemahan kuesioner adalah sebagai berikut :
87
1) Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada
pertanyaan yang terlewati tidak dijawab, padahal sukar diulang untuk
diberikan kembali kepadanya.
2) Sering sukar dicari validitasnya
3) Walaupun dibuat anonim, kadang-kadang responden dengan sengaja
memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur.
4) Sering tidak kembali, terutama jika dikirim lewat pos.
5) Waktu pengembaliannya tidak bersama-sama, bahkan kadang-kadang
ada yang terlalu lama sehingga terlambat.
Sedangkan Sukardi ( 2005 : 76) menyebutkan beberapa kelemahan metode
kuesioner di antaranya adalah sebagai berikut :
1) Peneliti tidak dapat melihat reaksi responden ketika memberikan
informasi melalui isian kuesioner.
2) Responden tidak memberikan jawaban dalam waktu yang telah
ditentukan.
3) Responden memberikan jawaban secara asal-asalan.
4) Kembalinya kuesioner bergantung pada kesadaran responden dalam
menjawab dan mengantar lewat kantor pos.
c. Macam-macam Angket
Kuesioner dapat dibeda-bedakan atas beberapa jenis. Dalam Surhasimi
Arikunto (2006 : 52) kuesioner dibagi menjadi :
1) Dipandang dari cara menjawab, maka ada :
a) Kuesioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden
untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.
b) Kuesioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga
responden tinggal memilih.
2) Dipandang dari jawaban yang diberikan ada :
a) Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya.
b) Kuesioner tidak langsung, yaitu jika responden menjawab tentang
orang lain.
3) Dipandang dari bentuknya, maka ada :
a) Kuesioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan
kuesioner tertutup.
b) Kuesioner isian, yang dimaksud adalah kuesioner terbuka.
c) Chesk list, sebuah daftar, di mana responden tinggal membubuhkan
tanda check (√) pada kolom yang sesuai.
d) Rating-scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti
oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan,
misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju.
Sukardi (2005 : 77) bentuk item kuesioner dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
88
1) Kuesioner dengan item pertanyaan tertutup. Peneliti telah memberikan
beberapa alternatif jawaban pada kolom yang disediakan, sementara
itu responden tinggal memilih dari jawaban yang paling mendekati
pilihan responden. Dilihat dari cara memberikan alternatif jawaban
yang direncanakan oleh peneliti, kuesioner dengan item tertutup dapat
dibedakan menjadi :
a) Dua alternatif jawaban : benar, salah; ya atau tidak.
b) Kuesioner dengan tiga atau lebih jawaban alternatif.
2) Kuesioner dengan item pertanyaan terbuka. Dalam menjawab
pertanyaan yang direncanakan oleh si peneliti, responden diberikan
kesempatan yang luas untuk menjawab pertanyaan tersebut.
d. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel, maka alat pengumpul
data yang digunakan harus relevan dengan masalah yang harus diteliti. Menurut
Suharsimi Arikunto (2006 : 160) “instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas
yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah”. Variasi dari jenis instrumen penelitian adalah
angket, check list atau daftar centang, pedoman wawancara, dan pedoman
pengamatan.
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini berbentuk angket langsung
yang bersifat tertutup, artinya angket tersebut jawabannya sudah disediakan.
Subyek tinggal memilih salah satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi
atau keadaan dirinya, hal ini dimaksudkan supaya jawaban subyek tidak terlalu
melebar. Alasan peneliti menggunakan angket langsung tertutup dengan pilihan
item pertanyaan menggunakan jawaban pilihan berganda adalah sebagai berikut :
1) Memberi kemudahan kepada responden dalam memberikan tanggapan,
sehingga responden hanya memilih salah satu dari kemungkinan jawaban
yang telah disediakan.
2) Data yang terkumpul sesuai dengan yang diharapkan.
89
e. Langkah-Langkah Penyusunan Angket
1) Menetapkan tujuan
Dalam penelitian ini, angket disusun dengan tujuan untuk mendapatkan
data tentang latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar guru,
pembelajaran, dan prestasi belajar siswa.
2) Merumuskan definisi konsep dari variabel yang diteliti :
a) Latar Belakang Pendidikan Guru
Latar belakang pendidikan guru yaitu kesesuaian pendidikan yang
dimiliki guru terkait dengan bidang tugasnya, baik yang ditempuh
secara formal maupun informal sebelum maupun selama menjadi
guru.
b) Pengalaman Mengajar Guru
Pengalaman mengajar yaitu masa kerja guru dalam melaksanakan
tugas sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan
surat tugas dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah,
dan/atau kelompok masyarakat penyelenggara pendidikan). Bukti fisik
dari komponen ini dapat berupa surat keputusan/surat keterangan yang
sah dari lembaga yang berwenang.
c) Pembelajaran
Pembelajaran sebagai usaha sadar dari guru untuk membuat siswa
belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa yang
belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru
yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.
d) Prestasi Belajar Siswa
Prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam
berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna
apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomotor,
sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang
belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.
90
3) Merumuskan definisi operasional dari variabel yang diteliti :
(a) Latar Belakang Pendidikan Guru
Latar belakang pendidikan yaitu pendidikan yang telah atau sedang
ditempuh guru dan ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangannya,
tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan sesuai
dengan bidang tugasnya.
(b) Pengalaman Mengajar Guru
Pengalaman mengajar adalah segala hal serta kegiatan yang sedang
maupun sudah dialami guru dalam mendukung serta melaksanakan
tugas mengajar di sekolah berkenaan dengan masa kerja, jam kerja,
dan ruang lingkup kerja, sehingga hal-hal yang dialami dapat
dikuasainya, baik tentang pengetahuan, keterampilan, maupun nilai-
nilai yang menyatu dalam dirinya.
(c) Pembelajaran
Pembelajaran adalah situasi yang memungkinkan terjadinya interaksi
antara guru dan murid serta berbagai komponen-komponen
pendukung lainya, seperti metode, media, bahan/ materi pelajaran
untuk tercapainya tujuan pembelajaran.
(d) Prestasi Belajar Siswa
Prestasi belajar siswa yang dimaksud adalah kemampuan siswa yang
diperoleh dari penilaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
dapat dilihat dari hasil belajar siswa berupa nilai raport dalam bidang
studi tertentu
4) Membuat indikator dari variabel yang diteliti
a) Latar Belakang Pendidikan Guru
(1) Pendidikan prajabatan, meliputi :
(a) Program kependidikan
(b) Program non kependidikan
(2) Pendidikan dalam jabatan, meliputi :
(a) Program kependidikan
(b) Program non kependidikan
91
(3) Pelatihan dalam jabatan, meliputi :
(a) Jalur formal
(b) Jalur informal
b) Pengalaman Mengajar Guru
(1) Pengalaman kerja
(2) Raung lingkup kerja, meliputi :
(a) Tugas pokok
(b) Tugas tambahan
(3) Masa kerja dan jam kerja
c) Pembelajaran
(1) Perencanaan pembelajaran, meliputi :
(a) Merencanakan pengelolaan pembelajaran
(b) Merencanakan pengorganisasian bahan pelajaran
(c) Merencanakan pengelolaan kelas
(d) Merencanakan alat dan media pembelajaran
(e) Merencanakan penilaian prestasi siswa
(2) Pelaksanaan pembelajaran, meliputi :
(a) Memulai pembelajaran
(b) Mengelola kegiatan pembelajaran
(c) Pengelolaan waktu
(d) Pengorganisasian siswa
(e) Pelaksanaan penilaian
(3) Evaluasi pembelajaran
(a) Melaksanakan tes
(b) Mengadakan remidi
(c) Mengadakan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran
d) Prestasi Belajar Siswa
(1) Aspek kognitif
(2) Aspek afektif
(3) Aspek psikomotorik
92
Untuk nilai rata-rata rapor siswa diperoleh dari dokumentasi, yaitu
nilai rata-rata rapor siswa untuk Semester Ganjil Tahun Ajaran 2009/
2010 dalam satu kelas yang diampu oleh guru bidang studi tertentu.
5) Membuat kisi-kisi angket
Angket latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan
pembelajaran mengacu pada teori profesionalisme guru. Beberapa syarat
guru dianggap professional yaitu ditinjau latar belakang pendidikan dan
pengalaman mengajar yang dimiliki. Pembelajaran merupakan kegiatan
nyata yang harus dilakukan guru. Keberhasilan pembelajaran akan terlihat
dari prestasi yang dicapai oleh siswa. Adapun angket dari masing-masing
variabel akan dijelaskan sebagai berikut :
a) Angket latar belakang pendidikan guru yang digunakan dalam
penelitian ini mengacu pada Teori dari Syaiful Bahri Djamarah, Wiji
Suwarno, Soetjipto, Oemar Hamalik, serta Undang-Undang Guru dan
Dosen Nomor 14 Tahun 2005 yang mencakup pendidikan prajabatan,
pendidikan dalam jabatan, dan pelatihan dalam jabatan.
b) Angket pengalaman mengajar guru yang digunakan dalam penelitian
ini mengacu pada Teori dari Ahmad Barizi, Martinis Yamin, serta
Syaiful Bahri Djamarah yang mencakup pengalaman kerja serta tugas
mengajar guru.
c) Angket pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
Teori dari Gino, E. Mulyasa, Ngalim Purwanto, serta Martinis Yamin
yang mencakup perencanaaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran.
d) Angket prestasi belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu Teori dari Slameto, S. Nasution, serta Saifudin Anwar yang
mencakup aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotorik, serta
nilai rata-rata rapor seluruh siswa dalam satu kelas untuk Semester
Ganjil Tahun Ajaran 2009/ 2010 dalam satu kelas yang diampu oleh
guru bidang studi tertentu.
93
Untuk memperjelas rincian indikator tiap variabel di atas, maka
peneliti membuat kisi-kisi instrumen penelitian. Uraian kisi-kisi instrumen
penelitian dari tiap variabel adalah sebagai berikut :
Tabel 2 Kisi-Kisi Angket Penelitian
Latar Belakang Pendidikan Guru, Pengalaman Mengajar, Pembelajaran,
dan Prestasi Belajar Siswa
Konsep Dasar Indikator Sub Indikator Item Jumlah
item
Latar belakang
pendidikan guru, yaitu
pendidikan yang telah
atau sedang ditempuh
guru dan ditetapkan
berdasarkan tingkat
perkembangannya,
tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan
yang dikembangkan
sesuai dengan bidang
tugasnya
Pendidikan
prajabatan
1. Program
kependidikan
2. Program non
kependidikan
1, 2, 3,4 4
Pendidikan
dalam jabatan
1. Program
kependidikan
2. Program non
kependidikan
5, 6 2
Pelatihan dalam
jabatan
1. Jalur formal 7, 8, 9, 10, 11,
12, 13, 14, 15,
16, 17
11
2. Jalur informal 18, 19 2
Pengalaman mengajar
guru, yaitu segala hal
serta kegiatan yang
sedang maupun sudah
dialami guru dalam
mendukung serta
melaksanakan tugas
mengajar di sekolah
Pengalaman
kerja
21, 22 2
Ruang lingkup
kerja
1. Tugas pokok 23, 29 2
94
berkenaan dengan masa
kerja, jam kerja, dan
ruang lingkup kerja,
sehingga hal-hal yang
dialami dapat
dikuasainya, baik
tentang pengetahuan,
keterampilan, maupun
nilai-nilai yang menyatu
dalam dirinya
2. Tugas tambahan 27, 28, 30 3
Masa kerja dan
jam kerja
1. Masa kerja 20, 24 2
2. Jam kerja 25, 26 2
Pembelajaran, yaitu
situasi yang
memungkinkan
terjadinya interaksi
antara guru dan muris
serta komponen-
komponen pendukung
lainnya, seperti strategi,
metode, media, bahan/
materi pelajaran, dan
evaluasi untuk
tercapainya tujuan
pembelajaran
Perencanaan
pembelajaran
Merencanakan
pengelolaan
pembelajaran
31, 32, 33, 34,
35, 36
6
Merencanakan
pengorganisasian
bahan pelajaran
37, 38, 39 3
Merencanakan
pengelolaan kelas
40, 41 2
Merencanakan alat
dan media
pembelajaran
42, 43, 44 3
Merencanakan
penilaian prestasi
siswa
45, 46 2
Pelaksanaan
pembelajaran
Memulai
pembelajaran
47, 48 2
Mengelola kegiatan
pembelajaran
49, 51, 52, 53,
54, 55, 56, 57,
60
9
Pengorganisasian
siswa
50, 58, 59 3
Pelaksanaan
penilaian
61, 62, 63 3
95
Evaluasi
pembelajaran
Melaksanakan tes 64, 65 2
Mengadakan remidi 66, 67 2
Mengadakan
penilaian
68, 69, 70 3
Prestasi belajar siswa,
yaitu kemampuan siswa
yang diperoleh dari
penilaian aspek kognitif,
afektif, dan
psikomotorik, yang
dapat dilihat dari hasil
belajar siswa berupa
nilai raport dalam
bidang studi tertentu
Kognitif
Intelektual 77, 78, 79, 80,
81, 82, 83
7
Afektif Minat dan sikap 71, 72, 73, 76 4
Psikomotorik Keterampilan 74, 75 2
Nilai rata-rata
raport seluruh
siswa dalam
satu kelas untuk
Semester Ganjil
Tahun Ajaran
2009/ 2010
84 1
6) Menyusun petunjuk pengisian angket
7) Menyusun item-item pertanyaan yang sesuai dengan variabel-variabel
yang akan diteliti. Pertanyaan yang diajukan harus sesuai dengan aspek-
aspek yang tertuang dalam kisi-kisi yang telah disusun. Adapun
penyusunan pertanyaan dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan
tertutup dengan jawaban pilihan ganda.
8) Membuat surat pengantar
9) Mengadakan uji coba (try out) angket
Setelah angket disusun, maka angket tersebut perlu diuji dahulu mengenai
validitas dan reliabitasnya yaitu melalui try out. Dalam penelitian ini try
out dilaksanakan di SMA Negeri 1 Surakarta, yaitu pada guru yang
96
berjumlah 10 orang. Guru yang telah mengikuti try out angket, nantinya
tidak dipakai dalam penelitian.
Maksud dari try out ini, menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 167) adalah
sebagai berikut :
a) Uji coba untuk tujuan manajerial dan substansial, meliputi :
(1) Untuk mengetahui tingkat keterpahaman instrumen, apakah
responden tidak menemui kesulitan dalam menangkap maksud
peneliti.
(2) Untuk mengetahui teknik paling efektif.
(3) Untuk memperkirakan waktu yang dibutuhkan oleh responden
dalam mengisi angket.
(4) Untuk mengetahui apakah butir-butir yang tertera dalam angket
sudah memadai dan cocok dengan keadaan di lapangan.
b) Uji coba untuk tujuan keandalan instrumen, meliputi :
(1) Validitas
(2) Reliabilitas
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maksud peneliti mengadakan try
out angket ini adalah :
a) Menghindari pertanyaan-pertanyaan bermakna ganda dan tidak jelas.
b) Menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak diperlukan
c) Menghindari kata-kata yang kurang dimengerti responden
d) Menghilangkan item-item yang dianggap tidak relevan dengan
penelitian
e) Mengetahui kelemahan angket yang disebarkan kepada responden
f) Mengetahui kesulitan yang dialami responden di dalam menjawab
pertanyaan.
10) Revisi angket
Setelah angket diuji cobakan maka hasilnya dijadikan dasar untuk revisi.
Revisi dilakukan dengan cara menghilangkan atau memperbaiki item-item
pertanyaan yang tidak valid atau tidak reliabel.
11) Memperbanyak angket
Angket yang telah direvisi dan diyakini valid dan reliabel, diperbanyak
sesuai dengan jumlah responden yang dijadikan sampel. Angket siap untuk
disebarkan kepada responden.
97
12) Langkah terakhir adalah menggunakan angket yang telah diperbanyak
dan telah mendapatkan umpan balik dari responden sebagai alat
pengumpul data yang kemudian dianalisis.
f. Pengukuran Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
bebas adalah latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, serta
pembelajaran, sedangkan variabel terikat adalah prestasi belajar siswa. Adapun
penyusunan pertanyaan untuk semua variabel menggunakan pilihan ganda.
Menurut Saifuddin Azwar (2007 : 73) bentuk pilihan ganda yaitu “… memilih
satu jawaban di antara beberapa pilihan jawaban yang dianggapnya terbaik”.
Suharsimi Arikunto (2006 : 152) “… pilihan ganda yang dimaksud adalah sama
dengan kuesioner tertutup”. Sedangkan Sukardi (2005 : 77) “kuesioner dikatakan
menggunakan item tertutup, apabila peneliti dalam hal ini menyediakan beberapa
alternatif jawaban yang cocok bagi responden…sementara itu responden tinggal
memilih dari jawaban yang ada yang paling mendekati pilihan responden”.
Penelitian ini menggunakan tipe pilihan ganda dengan jumlah jawaban 5
pilihan. Dalam menjawab pertanyaan, responden memilih satu dari 5 alternatif
jawaban yang sesuai kondisi atau keadaan dirinya, yaitu dengan cara memberikan
tanda silang (x) pada pilihan jawaban yang tersedia.
g. Penentuan Bobot Nilai
Untuk skoring atas jawaban setiap item instrumen, menggunakan lima
tingkat jawaban dari 1 sampai 5. Untuk skoring atas jawaban setiap instrumen
diberi nilai sebagai berikut :
1) Untuk angket try out (uji coba), bobot penilaian masing-masing nomor
adalah :
a) Variabel Latar Belakang Pendidikan Guru
(1) Jawaban a = 5
(2) Jawaban b = 4
(3) Jawaban c = 3
(4) Jawaban d = 2
(5) Jawaban e = 1
98
(6) Tidak menjawab = 0
b) Variabel Pengalaman Mengajar Guru
(1) Jawaban a = 5
(2) Jawaban b = 4
(3) Jawaban c = 3
(4) Jawaban d = 2
(5) Jawaban e = 1
(6) Tidak menjawab = 0
c) Variabel Pembelajaran
(1) Selalu = 5
(2) Sering = 4
(3) Kadang-kadang = 3
(4) Jarang = 2
(5) Tidak pernah = 1
(6) Tidak menjawab = 0
d) Variabel Prestasi Belajar Siswa
(1) Jawaban a = 5
(2) Jawaban b = 4
(3) Jawaban c = 3
(4) Jawaban d = 2
(5) Jawaban e = 1
(6) Tidak menjawab = 0
2) Untuk angket penelitian, bobot penilaian masing-masing nomor adalah :
a) Variabel Latar Belakang Pendidikan Guru
(1) Jawaban a = 5
(2) Jawaban b = 4
(3) Jawaban c = 3
(4) Jawaban d = 2
(5) Jawaban e = 1
(6) Tidak menjawab = 0
99
b) Variabel Pengalaman Mengajar
(1) Jawaban a = 5
(2) Jawaban b = 4
(3) Jawaban c = 3
(4) Jawaban d = 2
(5) Jawaban = 1
(6) Tidak menjawab = 0
c) Variabel Pembelajaran
(1) Selalu = 5
(2) Sering = 4
(3) Kadang-kadang = 3
(4) Jarang = 2
(5) Tidak pernah = 1
(6) Tidak menjawab = 0
d) Variabel Prestasi Belajar Siswa
(1) Jawaban a = 5
(2) Jawaban b = 4
(3) Jawaban c = 3
(4) Jawaban d = 2
(5) Jawaban e = 1
(6) Tidak menjawab = 0
2. Metode Dokumentasi
Dalam penelitian ini selain menggunakan angket, peneliti juga
menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan cara
pencarian data yang menelaah catatan atau dokumen sebagai sumber data. Hal ini
sesuai dengan pendapat T. Widodo (2008 : 54) “teknik dokumentasi merupakan
cara mengumpulkan data responden atau populasi penelitian dengan mengambil
data tertulis (dokumen) yang telah disimpan secara baik”.
100
Alasan peneliti menggunakan metode dokumentasi adalah :
a. Lebih mudah mendapatkan data, karena data sudah tersedia dan mampu
menghemat waktu.
b. Data yang diperoleh dapat dipercaya dan mudah menggunakannya.
c. Pada waktu yang relatif singkat dapat diperoleh data yang diinginkan.
d. Dapat ditinjau kembali jika diperlukan.
Metode dokumentasi dalam penelitian ini merupakan metode yang
digunakan untuk memperoleh data yang berupa data tertulis, antara lain tentang
jumlah dan identitas guru yang mengajar, data tentang nilai rekapan nilai siswa,
data tentang wilayah penelitian (SMA Negeri 1 Surakarta), artikel pendidikan,
jurnal internasional, serta buku-buku yang relevan dengan masalah penelitian.
3. Metode Observasi
Observasi disini merupakan metode pelengkap dan sekaligus pendukung
guna memperoleh atau mengumpulkan data.
Menurut T. Widodo (2008 : 55) “teknik observasi merupakan cara
mengumpulkan data responden penelitian dengan menggunakan indera atau alat
bantu indera peneliti”. Sedangkan Suharsimi Arikunto (2006 : 156) “observasi
atau yang disebut pula pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian
terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra”.
Dengan demikian observasi dalam penelitian ini digunakan untuk
melakukan pengamatan terhadap populasi secara langsung dan melihat gejala-
gejala yang nampak di sekitar objek penelitian yang akan berfungsi untuk
melengkapi dan memperoleh keterangan melalui metode yang digunakan
selanjutnya.
4. Metode Wawancara
Dalam Sukardi (2005 : 155) “interview yang sering juga disebut
wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara
(interviewer)”.
101
Beberapa keunggulan dari metode wawancara seperti yang dijelaskan
dalam Sukardi (2005 : 155-156) adalah sebagai berikut :
a. Peneliti memperoleh rerata jawaban yang relatif tinggi dari responden.
b. Peneliti dapat membantu menjelaskan lebih, jika ternyata responden
mengalami kesulitan menjawab yang diakibatkan ketidakjelasan
pertanyaan.
c. Peneliti dapat mengontrol jawaban responden secara lebih teliti dengan
mengamati reaksi atau tingkah laku yang diakibatkan oleh pertanyaan
dalam proses wawancara
d. Peneliti dapat memperoleh informasi yang tidak dapat diungkapkan
dengan cara kuesioner atau observasi.
Dari pengertian di atas metode wawancara dalam penelitian ini digunakan
untuk memperoleh keterangan, informasi, atau data yang tidak dapat diperoleh
melalui angket. Wawancara juga berfungsi sebagai pendukung dan membantu
memperoleh keterangan tentang metode selanjutnya yang akan digunakan.
F. Validitas dan Reliabilitas
Instrumen pengukuran variabel dalam pendekatan kuantitatif harus
memenuhi beberapa persyaratan, agar menghasilkan data pengukuran variabel
yang akurat. Persyaratan yang paling banyak dikemukakan para ahli dan dianggap
syarat baku adalah validitas dan reliabilitas.
1. Validitas
T. Widodo (2008 : 76) mendefinisikan “validitas dibatasi sejauh mana
ketepatan dan ketelitian instrumen pengukuran itu mengukur objek yang
seharusnya diukur”. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan Suharsimi
Arikunto (2006 : 168) “sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan…dapat mengungkap data dari variabel yang
diteliti secara tepat”.
T. Widodo (2008 : 77) membagi validitas menjadi :
a. Validitas isi (Content-related evidence)
Instrumen pengukuran yang validitasnya dibuktikan dengan ketepatan
item dengan isi atau materi yang seharusnya diukur.
b. Validitas kriterion (Criterion-related evidence), meliputi :
102
1) Predictive validity dibatasi ketepatan item instrumen pengukuran
kemampuan prediktor terhadap kemampuan yang diharapkan
sebagai kriterion.
2) Concurrent validity dibatasi ketepatan item instrumen pengukuran
yang menunjukkan korelasi skor dari item tes antar dua atau lebih
kemampuan yang dianggap saling bersamaan atau beriringan.
c. Validitas konstruk (Costruct validity)
Validitas konstruk dibatasi ketepatan item instrumen pengukuran
dengan bangunan variabel (batasan variabel) yang bersifat abstrak.
Sejauh mana item-item ini mengukur indikator-indikator yang
dihipotesiskan dalam batasan variabel yang diukur.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan validitas konstruk, karena item
disusun berdasarkan teori yang relevan serta dalam penelitian ini angket bertujuan
untuk mengungkapkan suatu konstrak teoritik yang hendak diukur, dan pengujian
validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis statistika. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Saifuddin Azwar (2007 : 175) yang mengemukakan
bahwa “Validitas konstrak adalah validitas yang menunjukkan sejauh mana tes
mengungkap suatu trait atau konstrak teoritik yang hendak diukur…pengujian
validitas konstrak biasanya memerlukan teknik analisis statistika”.
Untuk mengetahui valid tidaknya suatu alat pengukur data, peneliti
menggunakan rumus uji Korelasi Product Moment yang dikemukakan Pearson,
yaitu :
r xy =
2222 YYNXXN
YXXYN
(Suharsimi Arikunto, 2006 : 170)
Keterangan :
r xy = koefisien korelasi antara x dan y
X = jumlah skor butir angket variabel X
Y = jumlah skor butir angket variabel Y
N = jumlah subyek uji coba
Kriteria uji validitas tersebut adalah jika ρ < 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa butir tes itu valid, sebaliknya jika ρ > 0,05 maka butir tes itu dinyatakan
103
tidak valid. Berdasarkan hasil perhitungan validitas item try out, maka dari 22
item soal untuk variabel latar belakang pendidikan guru (X1), yang valid adalah 19
item dan 3 item soal dinyatakan gugur, yaitu item nomor 7, 20, dan 21. Variabel
pengalaman guru (X2), dari 14 item soal terdapat 9 item soal yang valid dan 5
item soal gugur, yaitu nomor 25, 28, 32, 33, dan 36. Untuk variabel pembelajaran
(X3), dari 50 item soal terdapat 33 item soal yang valid dan 17 item soal yang
gugur, yaitu nomor 37, 38, 39, 40, 41, 49, 50, 58, 59, 64, 67, 72, 75, 77, 78, 84,
85. Sedangkan variabel prestasi belajar siswa (Y), dari 20 item soal terdapat 14
item soal yang valid dan 6 item soal yang dinyatakan gugur, yaitu nomor 88, 89,
92, 98, 101, 104.
Dalam penelitian ini, dari total keseluruhan 31 item soal yang gugur, 26
item soal akan di drop out (dibuang), yaitu nomor 20, 21, 22, 25, 28, 32, 33, 36,
37, 38, 41, 49, 50, 59, 64, 67, 72, 75, 77, 78, 88, 89, 92, 98, 101, 104, sedangkan 5
item soal akan diperbaiki, yaitu nomor 39, 40, 58, 82, 83.
Untuk variabel pengalaman mengajar akan ditambah 2 item soal, karena
item soal sebelumnya dianggap kurang mewakili, yaitu dengan perincian indikator
pengalaman kerja sebanyak 1 item soal dan indikator indikator tugas mengajar
guru sebanyak 1 soal. Sedangkan dalam variabel pembelajaran juga akan
ditambah 2 item soal, yaitu dalam indikator evaluasi pembelajaran.
2. Reliabilitas
T. Widodo (2008 : 78) mendefinisikan “reliabilitas dibatasi seberapa
keajegan atau kekonstanan hasil pengukuran suatu variabel. Bedanya, validitas
yang diuji adalah item instrumennya, sedang reliabilitas yang diuji hasil
pengukurannya”. Lebih lanjut dalam T. Widodo ( 2008 : 78) reliabilitas dibedakan
menjadi :
a. Reliabilitas tes-ulang (test-retest method)
Keajegan hasil pengukuran yang dilakukan dengan pelaksanaan tes
yang diulang-ulang untuk varibel yang sama terhadap kelompok
responden yang sama dalam tenggang waktu tertentu.
b. Reliabilitas ekuivalen (equivalent method)
Keajegan hasil pengukuran antara dua pengukuran variabel yang sejenis
atau setara pada waktu yang sama kepada responden yang sama juga.
104
c. Reliabilitas konsistensi internal (internal consistency method)
Keajegan hasil pengukuran satu variable antara kelompok item tertentu
dengan kelompok item lainnya dalam satu perangkat pengukuran yang
diberikan dalam satu pengukuran. Teknik analisis yang dapat ditempuh
dalam reliabilitas konsistensi internal, yaitu :
1) Teknik belah dua (Split-half procedure)
2) Teknik Kuder-Richardson Approach
3) Teknik Kuder-Richardson 21
Adapun teknik pengukuran reliabilitas yang peneliti gunakan adalah
Teknik Belah dua. Langkah-langkah yang peneliti lakukan adalah :
a. Memberikan alat ukur (angket) kepada sejumlah responden. Dalam penelitian
ini responden yang digunakan untuk try-out sejumlah 10. Setelah uji
validitasnya, maka akan terlihat item yang valid dan tidak valid. Maka item-
item yang valid dikumpulkan dan item-item yang tidka valid disingkirkan.
b. Setelah item-item yang valid terkumpul, kemudian item-item tersebut dibagi
menjadi dua belahan. Dalam membelah item-item ini, peneliti menggunakan
cara membagi item berdasarkan “nomor genap ganjil”
c. Menjumlahkan skor masing-masing item tiap belahan. Maka akan diperoleh
dua skor total.
d. Mengkorelasikan skor total belahan pertama dengan skor total belahan kedua.
Dalam hal ini peneliti menggunakan rumus Alpha. Adapun rumusnya
adalah sebagai berikut:
r 11 =
2
2
11 t
b
k
k
(Suharsimi Arikunto, 2006 : 196)
Keterangan :
r 11 = koefisien reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
2
b = jumlah varians butir
2
t = varians total.
105
Kriteria uji reliabilitas tersebut adalah jika ρ < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa kriteria pengujian adalah reliabel, sebaliknya jika ρ > 0,05
maka kriteria pengujian dinyatakan tidak reliabel. Jika berdasarkan hasil
pengujian try out diketahui bahwa reliabilitas angket latar belakang pendidikan
guru (X1) diterima dengan rtt = 0,96 dengan peluang galat ρ = 0,000. Angket
pengalaman mengajar guru (X2) diterima dengan rtt = 0,955 dengan peluang galat
ρ = 0,000. Angket pembelajaran (X3) diterima dengan rtt = 0,983 dengan peluang
galat ρ = 0,000. Sedangkan angket prestasi belajar siswa (Y) diterima dengan rtt =
0,954 dengan peluang galat ρ = 0,000.
Adapun langkah kerja yang peneliti lakukan untuk mencari reliabilitas
masing-masing instrumen sebagai berikut :
a. Menyusun tabel hasil uji coba angket
b. Mencari varian setiap butir soal
c. Mencari jumlah varians butir soal
d. Mencari varians total
e. Memasukkan dalam rumus
f. Mengkonsultasikan hasil no. 5 dengan Tabel Product Moment
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan suatu cara yang dilakukan dalam
penelitian untuk membuktikan hipotesis yang diajukan selanjutnya untuk
mengambil kesimpulan dari hasil yang diperoleh melalui analisis data tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis statistik inferensial,
karena kesimpulan dari penelitian ini nantinya akan dikenakan kepada seluruh
populasi, walaupun dalam penelitian data yang dianalisis adalah data yang
diperoleh dari sampel penelitian. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sutrisno
Hadi (1995 : 303) “semua penyelidikan tentang populasi yang didasarkan atas
data statistik beserta petunjuk-petunjuk tentang ketelitian dan kemantapan
daripada keputusan yang diambil berdasarkan teori probabilitas disebut statistik
106
inferensial”. Sedangkan Sugiyono (2007 : 23) “statistik inferensial adalah
statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel, dan hasilnya akan
digeneralisasikan (diinferensikan) untuk populasi dimana sampel diambil”. Salah
satu tugas statistik inferensial adalah menyelidiki suatu sampel yang
kesimpulannya akan dikenakan pada populasi. Sedangkan menurut T. Widodo
(2008 : 88) “statistik inferensial digunakan untuk uji sampel yang diambil secara
random atau variabel untuk diketahui keterkaitannya dengan variabel lain”.
Sehubungan dengan statistik inferensial, Darwyan Syah, dkk (2009 : 4)
mengemukakan :
Statistik inferensial sering disebut juga statistik induktif, yakni statistik
yang berfungsi menyediakan aturan-aturan atau cara yang dapat
dipergunakan sebagai alat dalam rangka mencoba menarik kesimpulan
yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus dari sekumpulan data
yang telah diolah.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa statistik
inferensial adalah menarik kesimpulan tentang sifat-sifat populasi berdasarkan
sifat-sifat yang diperoleh dari sampel. Ruang lingkup statistik inferensial menurut
Darwyan, dkk (2009 : 4) adalah sebagai berikut :
1. Distribusi teoritis
2. Teori peluang atau probabilitas
3. Pendugaan populasi
4. Sampling atau distribusi sampling
5. Uji persyaratan analisis data yang meliputi uji normalitas dan uji
homogenitas
6. Uji hipotesis
7. Analisis regresi yang meliputi uji linearitas dan uji signifikansi untuk
peramalan
8. Analisis korelasi yang meliputi uji signifikansi dan interpretasi
Teknik analisis data yang penulis gunakan untuk mengolah data dalam
penelitian ini adalah teknik analisis regresi ganda, dengan alasan sebagai berikut :
1. Karena dalam penelitian ini terdapat tiga variabel prediktor dan satu variabel
kriterium,
2. Untuk mengetahui hubungan antara prediktor dengan kriterium, sekaligus
dapat mengetahui signifikan atau tidaknya hubungan tersebut.
107
Hal ini sesuai dengan pendapat Husaini Usman dan Purnomo Setyadi
Akbar (2003 : 241) “regresi ganda berguna untuk mendapatkan pengaruh dua
variabel kriteriumnya, atau untuk mencari hubungan fungsional dua variabel
prediktor atau lebih dengan variabel kriteriumnya, atau untuk meramalkan dua
variabel prediktor atau lebih terhadap variabel kriteriumnya”.
Adapun syarat-syarat menggunakan analsis regresi adalah :
1. Normalitas, dilakukan untuk melihat normal tidaknya penyebaran data dari
variabel penelitian. Dengan kata lain untuk melihat bahwa subyek yang
dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat mewakili populasi
2. Data harus linear, dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar
variabel bebas dan variabel tergantung, yaitu berkorelasi atau tidak.
Adapun langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Uji Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran suatu variabel
acak berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dilakukan dengan rumus
Chi kuadrat dari Sutrisno Hadi. Berdasarkan uji normalitas dari Sutrisno Hadi
maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
H 0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H a : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
X2=
fh
fhfo 2)(
(Sutrisno Hadi, 1984 : 317-318)
Keterangan:
X 2 = Chi kuadrat
f 0 = frekuensi yang diperoleh (dari observasi dalam) sampel
f h = frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan dari
frekuensi yang diharapkan dalam populasi.
108
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang akan
dianalisis merupakan data yang berbentuk regresi linier. Jika hipotesis linier
diterima hingga tingkat keyakinan tertentu, maka regresi itu bentuknya linier tidak
diragukan lagi, namun apabila ternyata ditolak, maka regresi linier tidak cocok
untuk digunakan dalam pengambilan kesimpulan berdasarkan regresi itu. Uji
lineritas ini dilakukan dengan menggunakan rumus uji kelinieran regresi dari
Sudjana. Hipotesis yang diajukan untuk uji linearitas regresi adalah :
H 0 = hubungan antara X dan Y linier
H a = hubungan antara X dan Y tidak linier
1. JK (G) = 1X
N
YY
2
2
2. JK (TC) = JK (S) – JK (G)
3. Dk(G) = N – K
4. Dk (TC) = k – 2
5. RJK (TC) = )(
)(
TCdf
TCJK
6. RJK (G) = )(
)(
Gdf
GJK
7. F hitung = )(
)(
GRJK
TCRJK
(Sudjana, 1996 : 332)
Keterangan :
JK (G) = Jumlah Kuadrat Galat
JK (TC) = Jumlah Kuadrat Tuna Cocok
109
Dk (G) = Derajat Kebebasan Galat
Dk (TC) = Derajat Kebebasan Tuna Cocok
RJK (G) = Kuadrat Tengah Galat
RJK (TC) = Kuadrat Tengah Tuna Cocok
c. Uji Independensi
Uji independensi digunakan untuk menguji ketergantungan antar tiga
faktor variabel bebas dalam penelitian. Dalam pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :
2
3
2
3
2
2
2
2
3232
32
2
3
2
3
2
1
2
1
3131
31
2
2
2
2
2
1
2
1
212121
XXNXXN
XXXXNxrx
XXNXXN
XXXXNrrx
XXNXXN
XXXXNxrx
Keterangan :
21xrx = koefisien korelasi X1 dan X2
31xrx = koefisien korelasi XI dan X3
32 xrx = koefisien korelasi X2 dan X3
X1 = variabel pertama
X2 = variabel kedua
X3 = variabel ketiga
N = menyatakan jumlah data observasi
110
2. Pengujian Hipotesis
a. Mencari Korelasi antara Kriterium dan Predictor
Analisis yang digunakan untuk mengetahui koefisien korelasi antara
variabel X 1 dengan Y, X 2 dengan Y, dan X 3 dengan Y menggunakan rumus
korelasi product moment dari Karl Pearson dalam Sudjana. Hipotesis yang
diajukan adalah :
H 0 = tidak ada hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel
terikat
H a = ada hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat
Menghitung koefisien korelasi sederhana antara X 1 dengan Y digunakan rumus :
N
YY
N
XX
N
YXYX
r yx2
2
2
12
1
1
1
1
(Sudjana, 2002 : 369)
Menghitung koefisien korelasi sederhana antara X 2 dengan Y digunakan rumus :
N
YY
N
XX
N
YXYX
r yx2
2
2
22
2
2
2
2
(Sudjana, 2002 : 369)
Menghitung koefisien korelasi sederhana antara X 3 dengan Y digunakan rumus :
N
YY
N
XX
N
YXYX
r yx2
2
2
32
3
3
3
2
(Sudjana, 2002 : 369)
111
Kriteria uji hipotesis tersebut adalah jika p < 0,01 sangat signifikan, p <
0,05 signifikan, p < 0,15 cukup signifikan, p < 0,30 kurang signifikan, p > 0,30
tidak signifikan
Menentukan koefisien korelasi antara X 1 , X 2 , X 3 dengan Y, yaitu dengan rumus product
moment :
2
3322113,2,1
y
yxayxayxaRY
Keterangan :
Ry(1,2,3) = Koefisien korelasi antara Y dengan X 1 , 2X , dan X 32
a1 = Koefisien prediktor X 1
a2 = Koefisien prediktor X 2
2a = Koefisien prediktor 3X
X1Y = Jumlah produk antara X1 dan Y
X2Y = Jumlah produk antara X2 dan Y
X 3 Y = Jumlah produk antara X 3 dan Y
Y = Jumlah kuadrat kriterium Y
b. Melakukan Uji Signifikansi antara Kriterium dengan Predictor
Uji signifikansi dimaksudkan untuk meyakinkan apakah regresi berbentuk
linier yang didapat untuk membuat kesimpulan mengenai pertautan sejumlah
variabel yang sedang dipelajari. Hipotesis yang diajukan adalah :
H 0 = Regresi tersebut tidak berarti
H a = Regresi tersebut berarti
F =)1()1( 2
2
knR
kR
(Sudjana, 2002 : 385)
Keterangan :
112
F = harga F garis regresi
N = jumlah sampel
K = jumlah variabel bebas
R = Koefisien korelasi antara kriterium dengan prediktor-
prediktornya.
Hasil perhitungan tersebut kemudian disesuaikan dengan tabel F, sehingga
diperoleh F tabel . Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa F hitung >
F tabel , maka hipotesis dapat diterima kebenarannya, tetapi jika F hitung < F tabel maka
hipotesis tidak dapat diterima.
c. Menghitung Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif Masing-Masing
Predictor
Sumbangan relatif (SR) diperlukan untuk mengetahui berapa besar
sumbangan masing-masing predictor X terhadap kriterium Y.
Untuk 1X terhadap Y :
%100
%100
332211
11
11
1
1
YXaYXaYXa
YXaSR
regJK
YXaSR
X
X
Untuk 2X terhadap Y :
%100
%100
332211
22
22
2
2
YXaYXaYXa
YXaSR
regJK
YXaSR
X
X
Untuk 3X terhadap Y :
113
%100
%100
332211
33
33
3
3
YXaYXaYXa
YXaSR
regJK
YXaSR
X
X
(Sukardi, 2002 : 66-67)
Sedangkan untuk sumbangan efektif dihitung dulu efektivitas garis regresi,
yaitu :
22
232211
3322112
3322112
2
1 YRYXaYXaYXa
YXaYXaYXaR
resJKregJK
YXaYXaYXaR
TOTJK
regJKR
1. mencari sumbangan efektif 1X terhadap Y, yaitu :
SE% X 1 = SR% X2
1 xR
2. mencari sumbangan efektif 2X terhadap Y, yaitu :
SE% X 2
22 % xRXSR
3. mencari sumbangan efektif 3X terhadap Y, yaitu :
SE% X 2
33 % xRXSR
Keterangan :
SR : Sumbangan Relatif masing-masing prediktor.
SE : Sumbangan Efektif masing-masing prediktor.
R² : Koefisien antara X1 dan X2.
Dimana R2= SE adalah efektifitas garis regresi
(Sukardi, 2002 : 66-67)
114
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
a. Sejarah SMA Negeri 1 Surakarta
1) Periode Cikal Bakal
a) Pada bulan Agustus 1943 (Zaman Pendudukan Jepang)
(1) Bapak Mr. Widodo Sastrodiningrat (waktu itu kepala bagian
pendidikan kasunana)
(2) Bapak Soetopo Adiputro (waktu itu kepala pendidikan
karisidenan Surakarta)
Bersama-sama menghadap pembesar Jepang Kepala Bagian
Pendidikan untuk mengusulkan rencana pembukaan sekolah sederajat
AMS (Setingkat SMA). Setelah disetujui, Bapak Mr. Widodo
Sasrtodingrat menghubungi Bapak Soeprapto untuk menjadi tenaga
pengajar sekaligus membantu mencarikan tenaga pengajar yang lain.
b) 3 November 1943
Pada tanggal ini, dikeluarkan SK X / II / 1943 sebagai peresmian
atas berdirinya Sekolah Lanjutan Atas Di Surakarta dengan nama Koto
Chu Gokko Sekolah Menengah Tinggi Negeri (SMTN). Sekolah ini,
bertempat di Manahan (Sekarang Gedung SMP Negeri 1 Surakarta).
Adapun susunan pengurus sekolah saat itu adalah sebagai berikut :
Pimpinan : Bapak Mr. Widodo Sastrodiningrat
Wakil Pimpinan : Bapak S. Djajeng Soegianto
Kepala Tata Usaha : Bapak Soedarsono
Staf Tata Usaha : Bapak Soedadi
Ibu Awalin
Bapak Warjanto
Bapak Martodjojo
115
Tenaga Pengajar yang tersedia sebanyak 12 orang yaitu :
(1) Bp. Mr Widodo Sastrodiningrat (Tata Negara)
(2) Bp. S. Djajeng Soegianto (Sejarah)
(3) Bp. Ali Marsaban (Ilmu Bumi)
(4) Bp. Sindoe Soewarno (Ilmu alam dan menggambar)
(5) Bp. Tarjan Hadijojo (Bahasa Indonesia)
(6) Bp. Abdullah (Ilmu Hayat)
(7) Bp. Soehakso (Ilmu Pasti Dan alam)
(8) Bp. Soeprapto (Ilmu Pasti)
(9) Bp. Roespandji Atmowirogo (Ilmu Ekonomi)
(10) Bp. Mochamad (Pendidikan Jasmani)
(11) Bp. Soewito Koesoemowidagdo (Pendidikan Jasmani)
(12) Ibu Soedarjanti (Guru Bantu)
SMTN saat itu mempunyai 2 kelas yaitu kelas 1A yang
mempelajari sastra dan budaya; kelas 1B yang mempelajari ilmu pasti
atau ilmu alam. Jumlah siswa untuk kelas 1A sebanyak 33 siswa dan
kelas 1B sebanyak 34 siswa.
c) 1 Agustus 1944
Jabatan pimpinan diserahkan kepada bapak S. Djajeng Soegianto
karena Bp.Mr Widodo Sastrodiningrat masih menjabat sebagai kepala
bagian pendidikan kesunanana Surakarta.
d) April 1945
Jabatan pimpinan diserahkan kepada Bapak N. Barnawi karena
bapak S. Djajeng Soegianto diangkat sebagai Kepala SMP Putri Di Pasar
Legi Solo. Jumlah Guru saat itu adalah 12 orang.
e) Juli 1945
SMTN mendapat tambahan tenaga pengajar sebanyak 5 orang,
yaitu :
(1) Bp. Isnu Subroto (Bahasa Indonesia)
(2) Bp. Soetardjo (Ilmu Alam)
(3) Bp. Soepomo (Bahasa Inggris)
116
(4) Bp Sri Peni (Ilmu Hayat)
(5) Ibu Poppy Soleh (Ekonomi dan Tata Negara)
Adanya penambahan guru tersebut, menjadikan jumlah pengajar
sebagai guru tetap di SMTN bertambah menjadi 17 orang. Ketujuh belas
guru tersebut dianggap sebagai guru “cikal bakal” SMTN Surakarta.
2) Periode Pengungsian
a) Periode Agustus 1945
Setelah Perang Dunia II dan Indonesia telah memplokamirkan
kemerdekaannya, SMT Negeri Surakarta diserahkan kepada Kantor
Pendidikan Mangkunegaran Surakarta di bawah Barata Wiyata.
b) November 1945
Sebagian besar para pelajar berjuang di garis depan. SMT Negeri
ditutup dan gedungnya digunakan untuk asrama BPI (Barisan Polisi
Istimewa) yang anggotanya terdiri dari para pelajar SMTN sendiri.
Para guru dipekerjakan di kantor Barata Wiyata dan diserahi tugas
menterjemahkan buku Encyclopedia (16 Vol) sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Sedangkan karyawan Tata Usaha ditugaskan untuk
membantu Kepala Kantor Barata Wiyata.
c) Maret 1946
SMTN dibuka kembali di bawah pimpinan Bp. Roespandji
Atmowirogo.
d) Juni 1946
Diselenggarakan ujian penghabisan SMT yang pertama. Kegiatan
ini diketuai oleh Roespandji Atmowirogo dengan dibantu Bp. Soeparno
sebagai penulis.
e) April 1947
Jabatan pimpinan diserahkan kepada Bp. Soepandan karena Bp.
Roespandji diangkat menjadi PJ Residen Surakarta.
f) Juni 1947
Diselenggarakan ujian penghabisan SMT yang kedua, diketuai oleh
Bp. Soepandan dan Bp. Paryatmo sebagai penulisnya. SMTN sudah
117
memiliki 3 jurusan, yaitu ; A (Sastra Budaya); B (Pasti/Alam) dan C
(Ekonomi).
g) Juli 1947
Terjadi Agresi Militer Belanda I. Para pelajar kembali berjuang
sedangkan gedung sekolah dipakai sebagai markas Angkatan laut
Pimpinan Achmad Yadau. Pelajar putri tidak ikut berjuang, tetapi
mendapatkan pengajaran di Pendopo rumah Bp. Paryatmo (Punggawan
No 10 Solo).
h) September 1947
Sekolah dibuka kembali, kini memakai gedung SMP Negeri II
(sekarang Palace Hotel Mangkunegaran). Masuk siang hari, gedung
sekolah di Manahan diserahkan kepada Angkatan Laut.
i) Juni 1948
Diselenggarakan ujian penghabisan SMT yang ke III dengan ketua
Bp. Soepandan dan penulis Bp. Tegoeh Gondoatmojo.
j) Desember 1948
Terjadi Agresi Militer Belanda pada pukul 09.00 WIB. Komandan
KMK Ahmad memerintahkan untuk membakar gedung dalam rangka
penerapan Strategi Bumi Hangus. Gedung SMTN terbakar dan SMTN
pun ditutup.
3) Periode Mahasiswa
a) November 1949
Bapak Soepandan mendapat perintah dari Bp. Menteri P dan K
untuk membuka kembali SMA A/ B Solo. Bapak Paryatmo dan bapak
Soemitro mencarikan gedung dan guru-guru. Sedangkan ibu Awalin
ditugaskan untuk menyelenggarakan pendaftaran murid.
b) 15 Desember 1949
Dengan SK No XX / 12 / 1949 tentang pembukaan secara resmi
SMA Negeri A/ B (Margoyudan) dengan ketentuan sbb :
(1) SMA Negeri I A/ B dengan 12 Kelas untuk murid biasa dan
masuk pagi.
118
(2) SMA Negeri II A/ B dengan 2 kelas untuk murid bekas pejuang
masuk siang hari.
SMA Margoyudan ini dikepalai oleh Bapak Soepandan dengan
dibantu oleh 2 orang wakil, Bapak Paryatmo dan Bapak Roespandji.
Guru tetap yang ada sebanyak 11 orang, sedangkan jumlah guru tidak
tetap berjumlah 10 orang. Bagian TU diketuai oleh Ibu Awalin.
c) November 1950
Atas permohonan pelajar (mantan / eks pejuang) maka dibuka 6
kelas tambahan untuk malam hari. Kelas tersebut diperuntukkan bagi
mantan pejuang dengan nama “Enam Kelas Baru”. Enam Kelas Baru ini,
kemudian digabung dengan SMA Negeri II A/ B. Pada akhir tahun ajaran
1950 / 1951. Pada tahun yang sama, diselenggarkan ujian penghabisan
IV yang diketuai oleh Bp. Soepandan.
d) 17 Agustus 1951
Dengan resmi membuka sekolah A/ B malam dengan nama SMA
Negeri 1 bagian Malam, yang terdiri dari 6 kelas oleh pimpinan Bp.
Soepandan serta wakilnya BP. Paryatmo dan Bp. Roespandji
Atmowirogo. Jadi, pada waktu itu, di Solo telah ada 3 SMA Negeri 3A/
B dibawah satu pimpinan, yaitu :
(1) SMA Negeri I A/ B
(2) SMA Negeri II A/ B
(3) SMA Negeri III A/ B atau dikenal dengan SMA Negeri 1 bagian
Malam.
Dalam periode ini, SMA Margoyudan mendapat bantuan tenaga
mahasiswa Gadjah Mada, antara lain :
(1) Bp. Prawoto (Kedokteran Gigi UGM)
(2) Bp. Soenardjo A (Kedokteran Umum UGM)
(3) Bp Herlan SW (Kedokteran Umum UGM)
(4) Bp. Prof Dr. Yudoyono (Kedokteran Umum UNDIP)
(5) Bp. Zakaria Rais (Farmasi UGM)
(6) Bp. Baiguni (F IPA UGM)
119
(7) Bp. Samsuri (Pertanian UGM)
(8) Bp. Soenardjo (Kedokteran Umum UGM)
(9) Bp. Abdullah (Kedokteran Umum UGM)
4) Periode Perkembangan
Kegiatan belajar mengajar mulai berjalan dengan lancar. Sejak tahun
1952, setiap akhir tahun pelajaran dapat meluluskan siswa yang sebagian
besar telah sukses dan menjadi pimpinan, baik di wilayah pusat maupun
wilayah lainnya. Sekolah juga mulai merintis pengadaan laboratorium dari
Laboratorium Kimia dan Fisika. Perkembangan itu kemudian disusul dengan
pembangunan laboratorium anatomi, biologi, dan fisiologi.
a) 1 Agustus 1956
SMA Negeri I bagian malam diubah namanya menjadi SMA
Negeri III A/B, sekaligus juga terjadi perubahan-perubahan nama dan
pimipinan pada ke 3 SMA tersebut:
(1) SMA Negeri I – B : di bawah pimpinan Bp. Soepandan
(2) SMA Negeri II – A : di bawah pimpinan Bp. Paryatmo
(3) SMA Negeri III- B : di bawah pimpinan Bp. Roespandji
Atmowirogo
b) 30 Januari 1967
SMA Negeri III – B pindah dari Margoyudan (Jl Monginsidi No
40) ke Jl. Warungmiri No 90. Dengan demikian, sekolah masih tersisa di
Margoyudan adalah SMA Negeri I dan II
5) Periode Kemapanan
a) Di bawah pimpinan M. Rasid (mulai tahun 1971), Drs. Sarwono
(mulai tahun 1976) kondisi SMA Negeri 1 semakin mapan dalam
prestasi akademis maupun non akademis. SMA negeri 1 mendapat
julukan SMA favorit.
b) Di bawah pimpinan Drs. H. Djambani Soetjipto (mulai tahun 1991)
bersama Bp. Widagdo, kepada SMA Negeri II dirintis sertifikat tanah
sudah jadi dengan luas 7.105 m. Batas tanah dengan bangunan SMA
120
Negeri II dan dengan Universitas Kristen Suarakarta menjadi jelas,
yan sebelumnya menjadi 1 sertifikat milik yayasan Kristen Surakarta.
c) Di bawah pimpinan Drs. H. Kuswanto, disamping usaha peningkatan
prestasi kademik, gedung lama mulai direhab. Peletakan batu pertama
dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 1995 oleh kepala sekolah dan
ketua BP-3 Bp. H. Zainudin. Arsitek dan pelaksana adalah bapak
Suyoto, seksi keuangan BP3. Beliau dibantu pengurus BP-3 SMA 1
yang lain. Selama tahun 1995 – 1999 dengan swadaya dan dana BP
selesai di bangun 52 ruang terdiri dari 28 ruang kelas, 2 ruang BP, 2
ruang agama Kristen dan Katholik, 2 kafetaria, 4 ruang WC dan 1
ruang UKS, satpam, osis, kopsis, laboratorium (kimia, fisika,
matematika, biologi, IPS, Bahasa dan komputer) ruang kurikulum,
ruang olahraga dan ruang musik. Kemudian pada akhir tahun 2001 di
bangun masjid 2 lantai yang alokasi dana dari orang tua murid, jadi di
luar anggaran sekolah.
d) Mulai tanggal 1 Juli 2002, jabatan kepala sekolah SMU Negeri 1
Surakarta mulai dipegang oleh Dra. Hj. Tatik Sutarti, MM. Pada era
kepemimpinan beliau dilaksanakan pembukaan 2 kelas baru dengan
kurikulum Nasional Berbasis Internasional, yang kemudian
dinamakan SNBI A dan SNBI B, dimana keduanya menggunakan
pengantar berbahasa Inggris, terutama pada pelajaran eksak.
Nama – nama kepala sekolah yang pernah menjadi pimpinan SMA Negeri
1 Surakarta :
1) R.M Soepandan : 1 November 1947 s/d 31 Juli 1963
2) R.M Soehardjo : 1 Agustus 1963-31 September 1966
3) R.Prawoto : 1 November 1966 s/d 15 Juni 1971
4) R. Marsaid : 16 Juni 1971 s/d 1 April 1976
5) Drs. Sarwono, B. Sc : 1 April 1976 s/d 29 Septbr 1986
6) Drs. Sri Widodo : 29 Sept 1986 s/d 2 Feb 1991
7) Drs. H. Djambari Soetjipto : 2 Feb 1991 s/d 28 Maret 1995
8) Drs. H. Kuswanto : 29 Maret 1995 s/d 1 Juli 2002
121
9) Dra. Hj. Tatik Sutarti : 1 Juli 2002 s/ d 28 November 2004
10) Drs. Sartono Praptoharjono : 29 Nov 2004 s/ d 30 Oktober 2007
11) Drs.H.M Thoyibun, SH, M.M : 31 Oktober 2007 s/ d sekarang
b. Lokasi dan Denah SMA Negeri 1 Surakarta
SMA Negeri I Surakarta berlokasi di Jalan Monginsidi No 40 Banjarsari,
Surakarta, dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Barat : SMA Negeri 2 Surakarta
Sebelah Timur : Universitas Kristen Surakarta (UKS)
Sebelah Utara : SMP Kristen 3 Surakarta
Sebelah Selatan : Perkampungan penduduk.
Lokasi SMA Negeri I Surakarta berada di antara instansi pendidikan yang
lain, seperti SMA Warga, SMA Kristen Widya Pratama, SMA Kristen III, dll. Hal
ini menimbulkan suasana pendidikan yang kondusif untuk melaksanakan kegiatan
belajar mengajar (KBM).
Gedung SMA Negeri 1 Surakarta terdiri dari 2 lantai yang sebagian besar
terdiri dari bangunan yang dipergunakan untuk proses belajar mengajar. Untuk
gambar denah, disajikan pada lampiran.
2. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data merupakan gambaran hasil pengumpulan data dari tiap-tiap
variabel yang diteliti. Penelitian ini tentang “Hubungan antara Latar Belakang
Pendidikan Guru, Pengalaman Mengajar, dan Pembelajaran dengan Prestasi
Belajar Siswa SMA Negeri 1 Surakarta”. Data dalam penelitian ini meliputi 4
macam data, yaitu :
a. Latar belakang pendidikan guru yang berasal dari data skor angket responden
b. Pengalaman mengajar guru yang berasal dari data skor angket responden
c. Pembelajaran yang berasal dari data skor angket responden
d. Prestasi belajar siswa yang berasal dari data skor angket responden
Keempat data tersebut akan dijelaskan dalam uraian di bawah ini.
a. Latar belakang pendidikan guru
122
Data latar belakang pendidikan guru dalam penelitian ini adalah variabel
bebas 1 (X1). Berikut ini adalah rangkuman data statistik variabel X1 :
1) Skor tertinggi = 82
2) Skor terendah = 53
3) Mean = 63,19
4) Median = 62,25
5) Modus = 55,50
6) SB = 6,57
7) SR = 5,33
Adapun distribusi frekuensi data latar belakang pendidikan guru dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Data Latar Belakang Pendidikan Guru
Interval f Fx fx2
f% fk%-naik
76,5-82,5 1 82,00 6.724,00 2,13 100,00
70,5-76,5 5 364,00 26.506,00 10,64 97,87
64,5-70,5 13 880,00 59.582,00 27,66 87,23
58,5-64,5 12 745,00 46.287,00 25,53 59,57
52,5-58,5 16 899,00 50.563,00 34,04 34,04
Total 47 2.970,00 189.662,00 100,00 --
Rerata : 63,19 S.B. : 6,57 Min. : 53,00
Median : 62,25 S.R.: 5,33 Maks. : 82,00
Mode : 55,50
Sesuai dengan tabel distribusi frekuensi data latar belakang pendidikan
guru (X1) dapat diketahui bahwa data yang tertinggi terletak pada kelas 5 dengan
interval 52,5 – 58,5, yaitu 34,04%. Kemudian diikuti berurutan oleh kelas 3
dengan interval 64,5 – 70,5, yaitu 27,66%, kelas 4 dengan interval 58,5 – 64,5,
yaitu 25,53%, serta kelas 2 dengan interval 70,5 – 76,5, yaitu 10,64%. Sedangkan
frekuensi terendah terletak pada kelas 1 dengan interval 76,5 – 82,5, yaitu 2,13%.
Lebih jelasnya digambarkan dalam histogram sebagai berikut :
123
Gambar 2. Histogram Data Latar Belakang Pendidikan Guru
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
52,5-58,5 58,5-64,5 64,5-70,5 70,5-76,5 76,5-82,5
f
r
e
k
u
e
n
s
i
interval
Berdasarkan grafik histogram data X1 dapat diketahui bahwa frekuensi
data latar belakang pendidikan guru yang tertinggi terletak pada interval 52,5-58,5
dengan jumlah 16 orang. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada interval
76,5–82,5 dengan jumlah 1 orang.
b. Pengalaman mengajar
Data pengalaman mengajar dalam penelitian ini adalah variabel bebas 2
(X2). Berikut ini adalah rangkuman data statistik variabel X2 :
1) Skor tertinggi = 53,00
2) Skor terendah = 25,00
3) Mean = 37,00
4) Median = 38,41
5) Modus = 27,50
6) SB = 8,58
7) SR = 7,96
Adapun distribusi frekuensi data pengalaman mengajar dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
124
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Data Pengalaman Mengajar
Interval f fx fx2
f% fk%-naik
48,5-54,5 2 103,00 5.309,00 4,26 100,00
42,5-48,5 14 631,00 28.465,00 29,79 95,74
36,5-42,5 11 452,00 18.586,00 23,40 65,96
30,5-36,5 1 34,00 1.156,00 2,13 42,55
24,5-30,5 19 519,00 14.215,00 40,43 40,43
Total 47 1.739,00 67.731,00 100,00 --
Rerata : 37,00 S.B. : 8,58 Min. : 25,00
Median : 38,41 S.R. : 7,96 Maks. : 53,00
Mode : 27,50
Sesuai dengan tabel distribusi frekuensi data pengalaman mengajar (X2)
dapat diketahui bahwa data yang tertinggi terletak pada kelas 5 dengan interval
yaitu 24,5-30,5, yaitu 40,43%. Kemudian diikuti berurutan oleh kelas 2 dengan
interval 42,5-48,5, yaitu 29,79%, kelas 3 dengan interval 36,5-42,5, yaitu 23,40%,
serta kelas 1 dengan interval 48,5-54,5, yaitu 4,26%. Sedangkan frekuensi
terendah terletak pada kelas 4 dengan interval 30,5-36,5, yaitu 2,13%. Lebih
jelasnya digambarkan dalam histogram berikut :
Gambar 3. Histogram Data Pengalaman Mengajar
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
24,5-30,5 30,5-36,5 36,5-42,5 42,5-48,5 48,5-54,5
f
r
e
k
u
e
n
s
i
interval
125
Berdasarkan grafik histogram data X2 dapat diketahui bahwa frekuensi
data pengalaman mengajar yang tertinggi terletak pada interval 24,5-30,5 dengan
jumlah 19 orang. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada interval 30,5-36,5
dengan jumlah 1 orang.
c. Pembelajaran
Data pembelajaran dalam penelitian ini adalah variabel bebas 3 (X3).
Berikut ini adalah rangkuman data statistik variabel X3 :
1) Skor tertinggi = 188,00
2) Skor terendah = 130,00
3) Mean = 150,72
4) Median = 148,19
5) Modus = 147,50
6) SB = 11,68
7) SR = 7,38
Adapun distribusi frekuensi data pembelajaran dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Data Pembelajaran
Interval f fx fx2
f% fk%-naik
177,5-189,5 1 188,00 35.344,00 2,13 100,00
165,5-177,5 4 690,00 119.006,00 8,51 97,87
153,5-165,5 7 1.104,00 174.220,00 14,89 89,36
141,5-153,5 26 3.876,00 578.242,00 55,32 74,47
129,5-141,5 9 1.226,00 167.112,00 19,15 19,15
Total 47 7.084,00 1.074.004,00 100,00 --
Rerata : 150,72 S.B. : 11,68 Min. : 130,00
Median : 148,19 S.R. : 7,38 Maks. : 188,00
Mode : 147,50
Sesuai dengan tabel distribusi frekuensi data pembelajaran (X3) dapat
diketahui bahwa data tertinggi terletak pada kelas 4 dengan interval 141,5-153,5,
126
yaitu 55,32%. Kemudian diikuti berurutan oleh kelas 5 dengan interval 129,5-
141,5, yaitu 19,15%, kelas 3 dengan interval 153,5-165,5, yaitu 14,89%, serta
kelas 2 dengan interval 165,5-177,5, yaitu 8,51%. Sedangkan frekuensi terendah
terletak pada kelas 1 dengan interval 177,5-189,5, yaitu 2,13%. Lebih jelasnya
digambarkan dalam histogram berikut :
Gambar 4. Histogram Data Pembelajaran
0
5
10
15
20
25
30
129,5-141,5 141,5-153,5 153,5-165,5 165,5-177,5 177,5-189,5
f
r
e
k
u
e
n
s
i
interval
Berdasarkan grafik histogram data X3 dapat diketahui bahwa frekuensi
data pembelajaran yang tertinggi terletak pada interval 141,5-153,5 dengan jumlah
26 orang. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada interval 177,5-189,5 dengan
jumlah 1 orang.
d. Prestasi belajar siswa
Data prestasi belajar siswa dalam penelitian ini adalah variabel terikat
(Y). Berikut ini adalah rangkuman data statistik variabel Y :
1) Skor tertinggi = 149,00
2) Skor terendah = 118,00
3) Mean = 129,23
4) Median = 128,41
5) Modus = 128,00
6) SB = 7,29
7) SR = 5,54
127
Adapun distribusi frekuensi data prestasi belajar siswa dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 6.Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar Siswa
Interval f fx fx2
f% fk%-naik
145,5-152,5 1 149,00 22.201,00 2,13 100,00
138,5-145,5 2 289,00 41.761,00 4,26 97,87
131,5-138,5 13 1.760,00 238.322,00 27,66 93,62
124,5-131,5 17 2.183,00 280.359,00 36,17 65,96
117,5-124,5 14 1.693,00 204.771,00 20,79 20,79
Total 47 6.074,00 787.414,00 100,00 --
Rerata : 129,23 S.B. : 7,29 Min. : 118,00
Median : 128,41 S.R. : 5,54 Maks. : 149,00
Mode : 128,00
Sesuai dengan tabel distribusi frekuensi data prestasi belajar siswa (Y)
dapat diketahui bahwa data yang tertinggi terletak pada kelas 4 dengan interval
124,5-131,5, yaitu 36,17%. Kemudian diikuti berurutan oleh kelas 5 dengan
interval 117,5-124,5, yaitu 29,79%, kelas 3 dengan interval 131,5-138,5, yaitu
27,66, serta kelas 2 dengan interval 138,5-145,5, yaitu 4,26%. Sedangkan
frekuensi terendah terletak pada kelas 1 dengan interval 145,5-152,5, yaitu 2,13%.
Lebih jelasnya digambarkan dalam histogram berikut :
128
Gambar 5. Histogram Data Prestasi Belajar Siswa
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
117,5-124,5 124,5-131,5 131,5-138,5 138,5-145,5 145,5-152,5
f
r
e
k
u
e
n
s
i
interval
Berdasarkan grafik histogram data Y, dapat diketahui bahwa frekuensi
data prestasi belajar siswa yang tertinggi terletak pada interval 124,5-131,5
dengan jumlah17 orang. Sedangkan frekuensi terendah terletak pada interval
145,5-152,5 dengan jumlah 1 orang.
B. Pengujian Persyaratan Analisis
1. Hasil Uji Normalitas
Menurut kaidah yang berlaku, data dalam penelitian dikatakan
berdistribusi normal apabila > 0,05. Apabila < 0,05 maka data yang tersebut
berdistribusi tidak normal.
a. Uji Normalitas Variabel Latar Belakang Pendidikan Guru (X1)
Pada uji normalitas variabel X1, yaitu latar belakang pendidikan guru,
langkah pertama yang dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X1
(lampiran 8), kemudian dilakukan perhitungan sesuai rumus. Berdasarkan hasil
perhitungan dapat diketahui bahwa = 0,441. Karena > 0,05, yaitu 0,441 >
0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data latar belakang pendidikan guru (X1)
berdistribusi normal.
b. Uji Normalitas Variabel Pengalaman Mengajar (X2)
129
Pada uji normalitas variabel X2, yaitu pengalaman mengajar, langkah
pertama yang dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X2 (lampiran
8), kemudian dilakukan perhitungan sesuai rumus. Berdasarkan hasil perhitungan
dapat diketahui bahwa = 0,202. Karena > 0,05, yaitu 0,202 > 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa pengalaman mengajar (X2) berdistribusi normal.
c. Uji Normalitas Variabel Pembelajaran (X3)
Pada uji normalitas variabel X3, yaitu pembelajaran, langkah pertama yang
dilakukan adalah membuat tabel rangkuman variabel X2 (lampiran 8), kemudian
dilakukan perhitungan sesuai rumus. Berdasarkan hasil perhitungan dapat
diketahui bahwa = 0,070. Karena > 0,05, yaitu 0,070 > 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran (X3) berdistribusi normal.
d. Uji Normalitas Variabel Prestasi Belajar Siswa (Y)
Pada uji normalitas variabel Y, yaitu prestasi belajar siswa, langkah
pertama yang dilakukan adalah membuat tabel rangkuman Y (lampiran 8),
kemudian dilakukan perhitunhan sesuai rumus. Berdasarkan hasil perhitungan
dapat diketahui bahwa = 0,646. Karena > 0,05, yaitu 0,646 > 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa (Y) berdistribusi normal.
2. Hasil Uji Linieritas
Menurut kaidah yang berlaku, data dalam penelitian dikatakan memiliki
korelasi yang linier apabila > 0,05. Apabila < 0,05, maka korelasinya tidak
linier.
a. Uji linieritas X1 dan Y
Berdasarkan hasil uji linieritas X1 dengan Y diperoleh = 0,266 serta F =
1,264, karena > 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa X1 dan Y
mempunyai korelasi yang linier. Hasil uji linieritas X1 dan Y dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
130
Tabel 7. Rangkuman Uji Linieritas X1 dan Y
Sumber Derajat R2
Db Var F
Regresi
Residu
Ke1 0,896
0,104
1
45
0,896
0,002
387,235
--
0,000
--
Regresi
Beda
Residu
Ke2
Ke2-Ke1
0,899
0,003
0,101
2
1
44
0,449
0,003
0,002
195,384
1,264
--
0,000
0,266
--
Korelasinya Linier
b. Uji linieritas X2 dan Y
Berdasarkan hasil uji linieritas X2 dengan Y diperoleh = 0,757 serta F =
0,096, karena > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa X2 dan Y
mempunyai korelasi yang kuadratik. Hasil uji linieritas X2 dengan Y dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 8. Rangkuman Uji Linieritas X2 dan Y
Sumber Derajat R2
Db Var F
Regresi
Residu
Ke1 0,673
0,327
1
45
0,673
0,007
92,419
--
0,000
--
Regresi
Beda
Residu
Ke2
Ke2-Ke1
0,766
0,093
0,234
2
1
44
0,383
0,093
0,005
71,997
17,561
--
0,000
0,000
--
Regresi
Beda
Residu
Ke3
Ke3-Ke2
0,766
0,001
0,234
3
1
43
0,255
0,001
0,005
47,043
0,096
--
0,000
0,757
--
Korelasinya Kuadratik
c. Uji linieritas X3 dan Y
Berdasarkan hasil uji linieritas X3 dengan Y diperoleh = 0,820 serta F
= 0,049, karena > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa X3 dan Y
131
mempunyai korelasi yang linier. Hasil uji linieritas X3 dengan Y dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 9. Rangkuman Uji Linieritas X3 dengan Y
Sumber Derajat R2
Db Var F
Regresi
Residu
Ke1 0,696
0,304
1
45
0,696
0,007
102,860
--
0,000
--
Regresi
Beda
Residu
Ke2
Ke2-Ke1
0,696
0,000
0,304
2
1
44
0,348
0,000
0,007
50,368
0,049
--
0,000
0,820
--
Korelasinya Linier
C. Proses Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis pada dasarnya merupakan suatu langkah menguji
apakah persyaratan yang telah dikemukakan dalam perumusan hipotesis dapat
diterima atau tidak. Hipotesis yang dikemukakan diterima apabila data empiris
mendukung persyaratan dalam hipotesis, sebaliknya hipotesis ditolak apabila data
empiris tidak mendukung persyaratan hipotesis. Adapun teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi ganda menggunakan
komputer seri SPS program analisis butir (validitas dan reliabilitas) edisi :
Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih UGM Yogyakarta tahun 2004 versi
IBM/IN. Agar dapat diketahui hasil uji hipotesis, berikut ini disajikan rangkuman
perbandingan bobot prediktor yang diperoleh :
132
Tabel 10. Rangkuman Perbandingan Bobot Prediktor
Variabel
X
Interkorelasi Sumbangan Determinasi
(SD)
r xy SB (β) SD Efektif %
1 0,947 0,052525 89,589
2 0,820 0,040187 0,328
3 0,834 0,029519 0,466
Total -- -- 90,383
Setelah analisis data dilakukan, diperoleh hipotesis sebagai berikut :
1. Hasil perhitungan koefisien korelasi antara variabel
a. Koefisien sederhana antara X1 dan Y
Setelah membuat tabel kerja seperti pada lampiran, kemudian
dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus. Dari perhitungan diperoleh
hasil sebagai berikut :
r x1y = 0,947
= 0,000
Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa < 0,01, yaitu 0,000 < 0,01,
maka berdasarkan kaidah uji hipotesis menurut Sutrisno Hadi dan Yuni
Pamardiningsih (2004) dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan
yang sangat signifikan antara latar belakang pendidikan guru (X1) dengan
prestasi belajar siswa (Y). Jadi hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan
positif yang signifikan antara latar belakang pendidikan guru dengan
prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta” diterima dan H0 ditolak.
Dengan demikian jika latar pendidikan guru tinggi, maka prestasi belajar
siswa juga tinggi. Sebaliknya, jika latar belakang pendidikan guru rendah,
maka prestasi belajar siswa juga rendah.
b. Koefisien sederhana antara X2 dan Y
133
Setelah membuat tabel kerja seperti pada lampiran, kemudian
dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus. Dari perhitungan diperoleh
hasil sebagai berikut :
r x2y = 0,820
= 0,000
Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa < 0,01, yaitu 0,000 < 0,01,
maka berdasarkan kaidah uji hipotesis menurut Sutrisno Hadi dan Yuni
Pamardiningsih (2004) dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan
yang sangat signifikan antara pengalaman mengajar (X2) dengan prestasi
belajar siswa (Y). Jadi hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan positif
yang signifikan antara pengalaman mengajar guru dengan prestasi belajar
siswa SMA Negeri 1 Surakarta” diterima dan H0 ditolak. Dengan demikian
jika pengalaman mengajar tinggi, maka prestasi belajar siswa juga tinggi.
Sebaliknya jika pengalaman mengajar rendah, maka prestasi belajar siswa
juga rendah.
c. Koefisien sederhana antara X3 dan Y
Setelah membuat tabel kerja seperti pada lampiran, kemudian
dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus. Dari perhitungan diperoleh
hasil sebagai berikut :
r x3y = 0,834
= 0,000
Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa < 0,01, yaitu 0,000 < 0,01,
maka berdasarkan kaidah uji hipotesis menurut Sutrisno Hadi dan Yuni
Pamardiningsih (2004) dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan
yang sangat signifikan antara pembelajaran (X3) dengan prestasi belajar
siswa (Y). Jadi hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan positif yang
signifikan antara pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri
1 Surakarta” diterima dan H0 ditolak. Dengan demikian jika pembelajaran
tinggi, maka prestasi belajar juga tinggi. Sebaliknya jika pembelajaran
rendah, maka prestasi belajar juga rendah.
134
d. Koefisien sederhana antara X1, X2, X3, dan Y
Setelah membuat tabel kerja seperti pada lampiran, kemudian
dilakukan perhitungan sesuai dengan rumus. Dari perhitungan diperoleh
hasil sebagai berikut :
Ry (1,2,3) = 0,951
= 0,000
Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa < 0,01, yaitu 0,000 <
0,01, maka berdasarkan kaidah uji hipotesis menurut Sutrisno Hadi dan
Yuni Pamardiningsih (2004) dapat diambil kesimpulan bahwa ada
hubungan yang sangat signifikan antara latar belakang pendidikan guru
(X1), pengalaman mengajar (X2), dan pembelajaran (X3) dengan prestasi
belajar siswa (Y). Jadi hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan positif
yang signifikan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman
mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1
Surakarta” diterima dan H0 ditolak. Dengan demikian jika latar belakang
pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran tinggi, maka
prestasi belajar siswa juga tinggi. Sebaliknya jika latar belakang
pendidikan, pengalaman mengajar, dan pembelajaran rendah, maka
prestasi belajar siswa juga rendah.
2. Hasil perhitungan sumbangan variabel X1, X2, dan X3
Besarnya sumbangan efektif dan sumbangan relatif masing-masing
variabel setelah melalui perhitungan sesuai langkah dan rumusnya dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Sumbangan efektif latar belakang pendidikan guru (X1) terhadap prestasi
belajar siswa (Y) adalah sebesar 89,589%, sumbangan efektif pengalaman
mengajar (X2) terhadap prestasi belajar siswa (Y) adalah sebesar 0,328%,
serta sumbangan efektif pembelajaran (X3) terhadap prestasi belajar siswa
(Y) adalah sebesar 0,466%. Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa latar belakang pendidikan guru memberikan
sumbangan paling besar terhadap prestasi belajar siswa, sedangkan
135
pengalaman mengajar guru memberikan sumbangan yang paling kecil
terhadap prestasi belajar siswa.
b. Sumbangan relatif latar belakang pendidikan guru (X1) terhadap prestasi
belajar siswa (Y) adalah sebesar 99,122%, sumbangan relatif pengalaman
mengajar (X2) terhadap prestasi belajar siswa (Y) adalah sebesar 0,362%,
serta sumbangan relatif pembelajaran (X3) terhadap prestasi belajar siswa
adalah sebesar 0,516%. Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa latar belakang pendidikan guru memberikan
sumbangan yang paling besar terhadap prestasi belajar siswa, sedangkan
pengalaman mengajar memberikan sumbangan yang paling kecil terhadap
prestasi belajar siswa.
c. Setelah sumbangan masing-masing variabel diketahui, maka dapat
dinyatakan bahwa X1, X2, dan X3 secara bersama-sama memiliki
determinasi hubungan dengan Y, sebesar 90,383%. Dalam hal ini latar
belakang pendidikan guru (X1) memberikan sumbangan yang paling besar
terhadap prestasi belajar siswa (Y), dibandingkan sumbangan pengalaman
mengajar (X2) dan pembelajaran (X3) terhadap prestasi belajar siswa (Y)
D. Pembahasan Hasil Analisis Data
Setelah pengujian hipotesis dilakukan dan diketahui hasil-hasilnya,
kemudian dilakukan dan pembahasan hasil penelitian sebagai berikut :
1. Hipotesis Pertama
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rx1y = 0,947, kemudian =
0,000, dengan SE sebesar 89,589% dan SR sebesar 99,122%. Hal ini
menunjukkan hubungan yang signifikan antara latar pendidikan guru dengan
prestasi belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kesesuaian bidang
tugas dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki seorang guru akan
berpengaruh terhadap prestasi belajar yang akan dicapai siswa di sekolah. Latar
belakang pendidikan di sini mencakup pendidikan pra jabatan, pendidikan dalam
jabatan, serta pelatihan dalam jabatan. Guru yang memiliki pendidikan tinggi
136
belum tentu mampu menjamin keberhasilan prestasi belajar siswa. Seiring
perkembangan dunia pendidikan yang terus mengalami kemajuan, harus
diimbangi juga dengan peningkatan kemampuan guru. Peningkatan kemampuan
guru dapat diperoleh melalui pendidikan serta pelatihan secara terus menerus,
yaitu melalui jalur formal maupun informal.
2. Hipotesis Kedua
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rx2y = 0,820, kemudian =
0,000, dengan SE sebesar 0,328% dan SR sebesar 0,362%. Hal ini menunjukkan
hubungan yang signifikan antara pengalaman mengajar guru dengan prestasi
belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengalaman
mengajar guru merupakan salah satu faktor dalam mendukung pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar. Pengalaman mengajar yang dimiliki oleh seorang guru
menjadi penentu pencapaian hasil belajar yang akan diraih oleh siswa.
Pengalaman di sini mencakup pengalaman kerja, masa kerja, ruang
lingkup kerja, serta jam kerja yang dimiliki oleh seorang guru. Pengalaman
mengajar yang cukup, dalam arti waktu yang telah dilalui oleh seorang guru
dalam melaksanakan tugasnya akan mendukung pencapaian hasil belajar sebagai
tujuan yang akan diraih di sekolah. Pengalaman mengajar merupakan hal penting
yang menjadi perhatian dalam menentukan pencapaian hasil prestasi belajar
siswa. Di dalam menekuni bidang tugasnya, pengalaman guru selalu bertambah.
Semakin bertambah masa kerjanya, diharapkan guru semakin banyak
pengalamannya. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru dalam pembelajaran
semakin hari semakin berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya
pengalaman sebagai guru. Guru yang mempunyai pengalaman mengajar yang
memadai, secara positif akan menentukan tinggi rendahnya prestasi yang dicapai
oleh siswa.
3. Hipotesis Ketiga
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rx3y = 0,834, kemudian =
0,000, dengan SE sebesar 0,466% dan SR sebesar 0,516%. Hal ini menunjukkan
hubungan yang signifikan antara pembelajaran dengan prestasi belajar siswa.
137
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa di dalam
pembelajaran ada usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu
terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa yang belajar, dimana perubahan itu
dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif
lama dan karena adanya usaha. Guru bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar-
mengajar, katalisator belajar-mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan
berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar yang efektif. Untuk mampu
menciptakan pembelajaran yang efektif, guru harus memperhatikan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, serta mengevaluasi proses pembelajaran. Guru selalu
dituntut untuk dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang
menyenangkan bagi siswa, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreativitas
belajar pada diri siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan sangat
menentukan minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Dengan tumbuhnya
minat siswa untuk belajar, maka akan berpengaruh pula terhadap prestasi belajar
yang akan diraih siswa tersebut.
4. Hipotesis Keempat
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh Ry (1,2,3) = 0,951, kemudian =
0,000, dengan SE sebesar 90,383% dan SR sebesar 100%. Hal ini menunjukkan
hubungan positif yang signifikan antara latar belakang pendidikan guru,
pengalaman mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar
siswa di sekolah, antara lain : guru, siswa, sarana prasarana, lingkungan
pendidikan, dan kurikulum. Dari semuanya itu, guru merupakan komponen yang
paling menentukan, karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana
dan prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi sesuatu yang berarti bagi
kehidupan peserta didik. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh
terhadap terciptanya proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas. Latar
belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang
mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran.
Latar belakang pendidikan serta pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru akan
138
tercermin dalam pembelajaran. Kualitas pembelajaran ini terlihat mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai diadakan evaluasi. Keberhasilan suatu proses
pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai siswa. Prestasi belajar
siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi, yang tercermin dalam aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil dari evaluasi ini dapat memperlihatkan
tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.
139
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan mengenai hubungan
antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan pembelajaran
dengan prestasi belajar siswa pada SMA Negeri 1 Surakarta dapat disimpulkan
bahwa :
1. Terdapat hubungan antara latar belakang pendidikan guru dengan prestasi
belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan dan analisis data,
yaitu diperoleh rx1y = 0,95; = 0,000. Hal menunjukkan bahwa ada
hubungan (sesuai dengan kaidah uji hipotesis, yaitu < 0,01) antara latar
belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1
Surakarta.
2. Terdapat hubungan antara pengalaman mengajar dengan prestasi belajar
siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan dan analisis data, yaitu
diperoleh rx2y = 0,82; = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
(sesuai dengan kaidah uji hipotesis, yaitu < 0,01) antara pengalaman
mengajar dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta.
3. Terdapat hubungan antara pembelajaran dengan prestasi belajar siswa. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil perhitungan dan analisis data, yaitu diperoleh rx3y =
0,83; = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan (sesuai dengan
kaidah uji hipotesis, yaitu < 0,01) antara pembelajaran dengan prestasi
belajar siswa SMA Negeri 1 Surakarta.
4. Terdapat hubungan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman
mengajar, dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil perhitungan dan analisis data, yaitu diperoleh Ry
(1,2,3) = 0,95; = 0,000; F = 134,70. Berdasarkan kaidah uji hipotesis, yaitu
< 0,01 menunjukkan bahwa ada hubungan latar belakang pendidikan guru,
140
pengalaman mengajar, dan pembelajaran secara bersama-sama dengan
prestasi belajar siswa.
5. Perbandingan sumbangan efektif (SE) antara x1,x2x3 terhadap y, yaitu sebesar
89,59%, 0,39%, dan 0,47%. Sedangkan perbandingan sumbangan relatif (SR)
antara x1,x2,x3 terhadap y, yaitu sebesar 99,12%, 0,36%, dan 0,52%. Dengan
hasil ini menunjukkan bahwa variabel x1 memberikan sumbangan paling
tinggi terhadap y, dibandingan variabel x2 dan x3 terhadap y.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dikemukakan beberapa implikasi sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar
siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat diuraikan bahwa kesesuaian bidang
tugas dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki seorang guru akan
berpengaruh terhadap prestasi belajar yang akan dicapai siswa di sekolah.
Latar belakang pendidikan di sini mencakup pendidikan pra jabatan,
pendidikan dalam jabatan, serta pelatihan dalam jabatan. Guru yang memiliki
pendidikan tinggi belum tentu mampu menjamin keberhasilan prestasi belajar
siswa. Seiring perkembangan dunia pendidikan yang terus mengalami
kemajuan, harus diimbangi juga dengan peningkatan kemampuan guru.
Peningkatan kemampuan guru dapat diperoleh melalui pendidikan serta
pelatihan secara terus menerus, yaitu melalui jalur formal maupun informal.
2. Ada hubungan antara pengalaman mengajar guru dengan prestasi belajar
siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat diuraikan bahwa pengalaman
mengajar guru merupakan salah satu faktor dalam mendukung pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar. Pengalaman mengajar yang dimiliki oleh seorang
guru menjadi penentu pencapaian hasil belajar yang akan diraih oleh siswa.
Pengalaman di sini mencakup pengalaman kerja, masa kerja, ruang lingkup
kerja, serta jam kerja yang dimiliki oleh seorang guru. Pengalaman mengajar
yang cukup, dalam arti waktu yang telah dilalui oleh seorang guru dalam
melaksanakan tugasnya akan mendukung pencapaian hasil belajar sebagai
141
tujuan yang akan diraih di sekolah. Pengalaman mengajar merupakan hal
penting yang menjadi perhatian dalam menentukan pencapaian hasil prestasi
belajar siswa. Di dalam menekuni bidang tugasnya, pengalaman guru selalu
bertambah. Semakin bertambah masa kerjanya, diharapkan guru semakin
banyak pengalamannya. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru dalam
pembelajaran semakin hari semakin berkurang pada aspek tertentu seiring
dengan bertambahnya pengalaman sebagai guru. Dengan pengalaman yang
dimiliki diharapkan mampu menjadikan bekal bagi guru untuk mengukur
tingkat keberhasilan kinerjanya yang tercermin melalui tinggi rendahnya hasil
belajar siswa.
3. Ada hubungan antara pembelajaran dengan prestasi belajar siswa.
Pembelajaran merupakan usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar,
yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa yang belajar, dimana
perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam
waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha. Guru bertindak sebagai
pengelola kegiatan belajar-mengajar, katalisator belajar-mengajar, dan
peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar-
mengajar yang efektif. Untuk mampu menciptakan pembelajaran yang
efektif, guru harus memperhatikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, serta
mengevaluasi proses pembelajaran. Guru selalu dituntut untuk dapat
menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang menyenangkan
bagi siswa, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreativitas belajar pada
diri siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan sangat menentukan
minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Dengan tumbuhnya minat
siswa untuk belajar, maka akan berpengaruh pula terhadap prestasi belajar
yang akan diraih siswa tersebut.
4. Ada hubungan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar,
dan pembelajaran dengan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian
dapat diuraikan bahwa pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah, antara lain :
guru, siswa, sarana prasarana, lingkungan pendidikan, dan kurikulum. Dari
142
semuanya itu, guru merupakan komponen yang paling menentukan, karena di
tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, dan iklim
pembelajaran menjadi sesuatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik.
Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya
proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas. Latar belakang pendidikan
dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi
seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Latar belakang
pendidikan serta pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru akan tercermin
dalam pembelajaran. Kualitas pembelajaran ini terlihat mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai diadakan evaluasi. Keberhasilan suatu
proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai siswa.
Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi, yaitu
mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil dari evaluasi ini
dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi hasil penelitian di atas, maka perlu
penulis sampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi guru
a. Untuk meningkatkan kemampuan kerjanya, guru tidak harus menempuh
pendidikan secara formal, tetapi juga dapat dilalui melalui jalur informal.
b. Pendidikan tinggi yang diperoleh seorang guru belum dapat menjamin
pencapaian keberhasilan prestasi belajar siswa. Guru harus mampu
mengimbangi antara pendidikan yang dimiliki dengan pelatihan secara
terus menerus, agar mampu menciptakan pembelajaran yang kreatif dan
inovatif bagi siswa.
2. Bagi sekolah
a. Sekolah seharusnya mampu memfasilitasi seluruh kegiatan guru yang
berhubungan dengan peningkatan keprofesionalismenya.
b. Sekolah seharusnya menyediakan sarana dan prasarana pembelajaran yang
lengkap, sehingga hal-hal yang telah diperoleh guru dalam proses
143
pendidikan dan pelatihannya mampu diterapkan di sekolah yang
bersangkutan.
3. Peneliti lain
a. Mampu mengembangkan penelitian yang sejenis dengan menggunakan
metode selain yang digunakan dalam penelitian ini.
b. Mampu mengembangkan penelitian lain di luar variabel dalam penelitian
ini yang mampu mempengaruhi kemampuan guru dalam pembelajaran,
terutama dalam hal peningkatan prestasi belajar siswa.
144
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Barizi. 2009. Menjadi Guru Unggul. Yogyakarta : Ar Ruzzmedia.
A. Hakam Naja. 2009. UU Guru dan Dosen : Upaya Peningkatan Kualitas
Pendidikan. http//www.e-dukasi.net. Diakses tanggal 12 Februari 2010.
Arief Furchan. 2005. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Darwyan Syah, Supardi, dan Azis Hasibuan. 2009. Pengantar Statistik
Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada Press.
B. S. Mndebele, Comfort. International Journal of Science Education :
Developing competence-based teacher education programme in
Swaziland, Vol. 39, No. 6, 1997, pp. 237-141. Swaziland : MCB University
Press.
Diaz, M. J Martin. International Journal of Science Education : Educational
Background, Teaching Experience and Teacher’s Views on the Inclusion
of Nature of Science in the Science Curriculum, Vol. 28, No. 10, 18
August 2006, pp. 1161–1180. Spain : Institute of Secondary Education
Jorge Manrique.
D. Ivie, Stanley. 2001. International Journal of Science Education. Experienced
Teachers Insist that Effective Teaching is Primarily a Science, Vol. 121,
No. 3, pp. 520-534. Texas : Educational Leadership Texas Woman’s
University Denton.
Edi Suwarno. 2002. Proposal Tesis : Efektifitas Kelompok Kerja Guru (KKG) di
Kabupaten Kulon Progo. UNY : Program Pasca Sarjana.
E. Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Gino, dkk. 1995. Belajar dan Pembelajaran I. Surakarta : UNS Press
Gorky Sembiring. 2009. Menjadi Guru Sejati. Yogyakarta : Best
145
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar. 2003. Pengantar Statistika. Jakarta
: Bumi Aksara
J. Supranto. 1987. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta : Erlangga.
Martinis Yamin. 2009. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta :
GP Press.
Moehar Daniel. 2002. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta : Bumi Aksara.
Moh. Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Muhammad Ali. 2008. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar
Baru Algensindo.
Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya
Ngalim Purwanto. 2006. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Oemar Hamalik. 2008. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.
Jakarta : Bumi Aksara.
“Pengaruh Pendidikan, Pelatihan, dan Pengalaman Mengajar terhadap
Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Negeri Gugus II Kecamatan
Nganjuk”. 2009. http://ilmiah-pendidikan.blogspot.com. Diakses tanggal 12
Februari 2010.
Piet A. Sahertian. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta : ANDI.
Purwanti. 2008. Skripsi : Kinerja Guru Ditinjau dari Profesionalisme, Latar
Belakang Pendidikan dan Pengalaman Mengajar di SMP Negeri 1
146
Jatipurno, Wonogiri. http//etd.eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal 12
Februari 2010.
Ravik Karsidi. 2007. Sosiologi Pendidikan. Surakarta : UNS Press.
Ridwan. 2008. Ketercapaian Prestasi Belajar. http://ridwan202.wordpress.com.
Diakses tanggal : 15 Februari 2010.
Rizky Agustian Khaqqi. 2009. Skripsi : Pengaruh Tingkat Pendidikan,
Pelatihan, dan Pengalaman Mengajar terhadap Profesionalisme Guru
Mata Diklat Teknik Audio-Video SMK Negeri di Kota Semarang.
http://digilib.unnes.ac.id. Diakses tanggal : 12 Februari 2010.
Saifuddin Azwar. 2007. Tes Prestasi Fungsi Pengembangan Pengukuran
Prestasi Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
S. Eko Putro Widoyoko. 2005. Kompetensi Mengajar Guru IPS SMA
Kabupaten Purworejo. http://um-pwr.ac.id. Diakses tanggal : 17 Januari
2010.
Sjafri Mangkuprawira. 2009. Memaknai Pengalaman Kerja. http://rona.wajah.
wordpress.com. Diakses tanggal : 28 April 2010.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Fakor yang Mempengaruhinya. Jakarta :
Rineka Cipta
Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta : Rineka Cipta
Sudjana. 2001. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito.
Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Suharno, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran II. Surakarta : UNS Press
Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta.
Sukardi. 2002. Statistika. Surakarta : UNS Press.
147
Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Sunarto. 2009. Pengertian Prestasi Belajar. http://sunartombs.wordpress.com.
Diakses tanggal : 15 Februari 2010.
Sutrisno Hadi. 1984. Statistik Jilid 2. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi UGM
___________. 1995. Metodologi Research Jilid III. Yogyakarta : ANDI
___________. 2000. Statistik Jilid 1. Yogyakarta : ANDI.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta : Rineka Cipta.
Trimo. 2008. Artikel : Angan Senja Guru tidak Mengapai Sertifikasi. http://re-
searchengines.com. Diakses tanggal :17 Januari 2010.
T. Widodo. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif. Surakarta : UNS Press.
Umar Said Cokro Handoko. 2008. Skripsi : Pengaruh Tingkat Pendidikan Guru
dan Pengalaman Mengajar terhadap Kinerja Guru pada SMA
Muhammadiyah 1 Pekalongan. http://etd.eprints.ums.ac.id. Diakses
tanggal : 12 Februari 2010.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen
Wiji Suwarno. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : Ar-Ruzzmedia
Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito.
Y. Slamet. 2008. Pengantar Penelitian Kuantitatif. Surakarta : UNS Press.
Yulita Evlyn Anggraeni. 2008. Skripsi : Pengaruh Latar Belakang Pendidikan,
Pengalaman Mengajar, dan Kelengkapan Sarana Pembelajaran terhadap
Kinerja Guru di SMP Muhammadiyah 5 Surakarta.
http://etd.eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal : 12 Februari 2010.