REFLEKSI KASUS
Henoch Schonlein Purpura
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
Ica Trianjani S.
20100310010
Diajukan Kepada:
dr. Handayani, M.sc, Sp. A
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS
Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik pada Tatalaksana Diare Akut pada Anak
Telah dipresentasikan pada tanggal:
Oleh: Ica Trianjani S.
20100310010
Disetujui oleh:
Dosen pembimbing Kepaniteran klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo
dr. Handayani, Msc, Sp. A
Henoch Schonlein Purpura
a) Definisi
Purpura Henoch-Schönlein merupakan sindrom klinis akibat vaskulitis generalisata
ditandai dengan lesi kulit spesifik, paling sering ditemui pada anak-anak. Purpura Henoch-
Schönlein merupakan penyakit autoimun (IgA mediated) berupa hipersensitivitas vaskulitis,
paling sering ditemukan pada anak-anak. Merupakan sindrom klinis kelainan infl amasi
vaskulitis generalisata pembuluh darah kecil pada kulit, sendi, saluran cerna, dan ginjal, yang
ditandai dengan lesi kulit spesifi k berupa purpura nontrombositopenik, artritis, artralgia,
nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna, dan kadang-kadang disertai nefritis atau
hematuria.
b) Epidemiologi
Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia sekolah; prevalensi tertinggi pada usia 2-11
tahun (75%); 27% kasus ditemukan pada dewasa, jarang ditemukan pada bayi. Lebih banyak
pada anak laki-laki daripada anak perempuan (rasio 2 :1)
c) Etiologi
Penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor memegang peranan,
antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas, makanan, gigitan
serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi ( vaksin varisela, rubella, rubeolla, hepatitis A
dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan obat – obatan (ampisillin, eritromisin, kina,
penisilin, quinidin, quinin). Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus,
Mycoplasma, Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella) ataupun virus
(adenovirus, varisela, parvovirus, virus EpsteinBarr). Vaskulitis juga dapat berkembang
setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan metotreksat dan agen anti TNF (Tumor
Necrosis Factor).
Namun, IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi
IgA serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium
renal. HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan kelainan pada IgA1
daripada IgA2. Dari penelitian terbaru menunjukkan bahwa HSP juga dapat disebabkan
karena pengaruh genetic yaitu adanya HLA-DRB1 (HLA class II antigen).
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain:
Infeksi : Mononukleosis - Infeksi Streptokokus grup A - Sirosis karena Hepatitis-C -
Infeksi parvovirus B19 - Infeksi Yersinia – Hepatitis - Infeksi Mikoplasma - Virus
Epstein-Barr - Infeksi viral Varizella-zoster • Vaksin :- Tifoid - Campak - Makanan -
Gigitan serangga - Paparan terhadap dingin - Infeksi Shigella - Infeksi Salmonella -
Enteritis Campylobacter - Kolera - Demam kuning
Alergen : Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuininn)
Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease
d) Faktor Resiko
Beberapa kondisi yang diduga berperan:
• Setelah infeksi Streptococcus grup A (20-50%), Mycoplasma, virus Epstein Barr, virus
Herpes Simplex, Parvovirus B19, Coxsackievirus, Adenovirus, measles, mumps.
• Vaksinasi (varicella, rubella, Hepatitis B)
• Lingkungan: alergen makanan, obat-obatan, pestisida, paparan terhadap dingin, gigitan
serangga.
e) Patofisiologi
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang
mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit
kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi
termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada
pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis,
artritis dan perdarahan gastrointestinalis.
Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis PHS, seperti
perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator
inflamasi. TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP. Meningkatnya
kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP dapat menunjukkan adanya
kemungkinan kerusakan atau disfungsi sel endotel. Meningkatnya faktor pertumbuhan
endotel vaskuler dapat setidaknya menginduksi sebagian perubahan ini. Sitokin dianggap
terlibat dalam patogenesis HSP, dan endotelin (ET), yang merupakan hormon vasokonstriktor
yang diproduksi oleh sel endotelial, juga dianggap turut berperan. Kadar ET-1 jauh lebih
besar pada fase akut penyakit ini dibanding pada fase remisi. Namun tingginya kadar ET-1
tidak memiliki hubungan dengan tingkat morbiditas, keparahan penyakit, atau respon reaktan
fase akut.
f) Gambaran Klinis
Onset HSP pada umumnya akut dan tiba-tiba. Gambaran klinik yang utama tediri dari 4
organ yang terlibat. Pertama pada kulit dimana terjadi perdarahan kulit yang agak meninggi
kalau diraba (palpable purpura) terjadi pada 95-100 % kasus yang terutama terjadi pada
bagian-bagian tubuh yang tergantung atau yang mengalami tekanan seperti kaki bagian
bawah, pantat,tubuh dan tangan. Perdarahan ini berupa bercak-bercak kemerahan terang atau
merah gelap atau kebiruan yang dapat menyatu. Perdaraham ini pada umumnya akan
menghilang dalam beberapa hari sampai beberapa bulan. Kurang dari 10 % kasus dapat
berulang dan mungkin menetap beberapa tahun. Perdarahan ini dapat disertai pembengkakan
(udem). Organ ke 2 yang terlibat adalah gastro-intestinal. Gejala yang muncul pada organ ini
adalah sakit perut hebat (kolik abdomen), mual dan muntah sampai terjadi perdarahan saluran
cerna (intususepsi) yang biasanya muncul 1 minggu setelah munculnya perdarahan kulit.
Sendi merupakan organ ke 3 yang terlibat. Anak tiba-tiba tidak bisa jalan, sendi sangat nyeri
(arthralgia) atau sampai terjadi pembengkakan sendi, nyeri, kemerahan dan kalau diraba
terasa panas (athritis). Sendi yang terserang lebih banyak sendi lutut atau pergelangan kaki.
Ginjal merupakan organ yang ke 4 yang terlibat. Lebih cepat berkembang pada dewasa.
Gejalanya dapat berupa hematuri (urin berwarna kemerahan), proteinuri. Apabila gejalanya
hanya hematuri mikroskopik kemungkinan kelainan ginjalnya glomerulonefritis ringan
namun apabila terjadi glomerulonefritis progresif cepat akan menyebabkan hipertensi kronis
bahkan bisa masuk kedalam end-stage kidney disease.
g) Diagnosis
A. Kriteria American College of Rheumatology 1990:
Bila memenuhi minimal 2 dari 4 gejala, yaitu:
1) Palpable purpura non trombositopenia
2) Onset gejala pertama < 20 tahun
3) Bowel angina
4) Pada biopsi ditemukan granulosit pada dinding arteriol atau venula
B. Kriteria European League Against Rheumatism (EULAR) 2006 dan Pediatric
Rheumatology Society (PreS) 2006 :
1. Palpable purpura harus ada
2. Diikuti minimal satu gejala berikut: nyeri perut difus, deposisi IgA yang predominan
(pada biopsi kulit), artritis akut dan kelainan ginjal (hematuria dan atau proteinuria)
h) Diagnosis Banding
1. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
2. Purpura
3. Trombositopenik
4. Rheumatoid arthritis
5. Demam reumatik
i) Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Purpura Henoch-Schönlein berDasar kan gejala klinis, tidak ada pemeriksaan
laboratorium yang spesifik. Pemeriksaan darah tepi lengkap dapat menunjukkan
leukositosis dengan eosinofilia dan pergeseran hitung jenis ke kiri; jumlah trombosit
normal atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan ITP (Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura). Laju endap darah dapat meningkat. Kadar ureum dan
kreatinin dapat meningkat, menunjukkan kelainan fungsi ginjal atau dehidrasi. Pada 10-
20% penderita ditemukan hematuri atau proteinuri. Ditemukan darah pada feses. Dapat
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi abdomen untuk mendiagnosis intususepsi.
Pemeriksaan Doppler atau radionuclide testicular scan menunjukkan aliran darah normal
atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan torsi testis.
j) Tatalaksana
Pada dasarnya tidak ada pengobatan spesifik untuk HSP. Untuk mengurangi nyeri
dapat diberikan golongan NSAIDs seperti ibuprofen atau parasetamol 10 mg/kgBB. Jika
terjadi edema dilakukan elevasi tungkai. Beri diet lunak selama terdapat keluhan perut
seperti muntah dan nyeri perut. Pertimbangkan pemberian kortikosteroid pada kondisi
sangat berat seperti sindrom nefrotik menetap, edema, perdarahan saluran cerna, nyeri
abdomen berat, keterlibatan susunan saraf pusat dan paru. Lama pemberian berbeda-beda,
metilprednisolon 250-750 mg/hari/iv selama 3-7 hari dikombinasikan dengan
siklofosfamid 100-200 mg/hari untuk fase akut HSP yang berat; dilanjutkan dengan
prednison oral 100-200 mg selang sehari dan siklofosfamid 100-200 mg/hari selama 30-
75 hari sebelum siklofosfamid dihentikan langsung dan tapering off steroid hingga 6
bulan. Penderita dengan nyeri perut hebat, perdarahan saluran cerna atau penurunan
fungsi ginjal, memerlukan perawatan di rumah sakit
k) Prognosis
Prognosis baik pada sebagian besar kasus, sembuh pada 94% kasus anak-anak dan 89%
kasus dewasa. Rekurensi dapat terjadi pada 10-20% kasus, umumnya pada anak yang
lebih besar dan dewasa; < 5% penderita berkembang menjadi HSP kronis. Keluhan nyeri
perut pada sebagian besar penderita biasanya sembuh spontan dalam 72 jam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cassidy JT, Petty RE. Leukocytoclastic vasculitis: Henoch-Schönlein purpura. In:
Cassidy JT, Petty RE,Laxer RM,dkk.Textbook of Pediatrics Rheumatology 5th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005; 496-501.
2. Soepriadi M,Setiawan B.Henoch Schonlein purpura. Pedoman diagnosis dan terapi
ilmu kesehatan anak.edisi ke-3.Bandung:Bagian IKA FK Unpad,2005; 167-9.
3. http://www.kidneypathology.com/English%20version/IgA_Nephropathy.html
4. Matondang CS, Roma J. Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP, Munazir Z,
Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2007;373-7.
5. Yuly, Purpura Henoch-Schönlein, CDK-194/ vol. 39 no. 6, : 2012
6. Aggarwal R, Gupta A : From International Conference on Human Genetics and 39th
Annual Meeting of the Indian Society of Human Genetics (ISHG) Ahmadabad, India.
23-25 January : 2013
Top Related