AutismBlok Neuropskiatri
Fakultas KedokteranUniversitas Mataram
20115
Definisi Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan kompleks yang terjadi sebelum usia tiga tahun, yang berdampak pada perkembangan sosial, komunikasi, perilaku dan emosi yang tidak berkembang secra optimal.
Epidemiologi Dewasa ini banyak dijumpai baik di
Negara maju dan Negara berkembang termasuk indonesia
Prevalensi: 0,8 kasus per 1000 tahun1983 meningkat 6 kasus per 1.000 pada tahun
1999 11 kasus per 1.000 tahun Prevalensi di
dunia : 15-20 kasus/10.000 anak Laki-laki > wanita = 4:1
Etiologi Genetik : HOXA1, DBH, NLGN3, dan
lain-lain Gangguan neurotransmitter : serotonin Lingkungan : virus, gangguan nutrisi
dan metabolisme, zat-zat kimia Faktor ibu selama kehamilan
Patofisiologi Multifaktor
Kerusakan pada struktur otak tertentu
Gejala autisme
Patofisiologi Pada studi meta analisis dilaporkan beberapa
faktor perinatal dan neonatalyang terkait dengan risiko autism
Disfungsi serotonin telah terlibat sebagai faktor dalam gangguan autis
ditemukan kenaikan signifikan kadar 5-HT pada pemeriksaan darah - Hyperserotonemia
pada anak autis, sintesis serotonin telah terbukti meningkatkan secara bertahap antara usia 2 hingga 15, dan mencapai 1,5 kali pada tingkat dewasa yang normal
Manifestasi klinis Autisme merupakan gangguan
perkembangan yang sifatnya kompleks, dan biasanya muncul sebelum berusia 3 tahun
Gejala yang ditunjukan antara lain gangguan komunikasi, gangguan interaksi sosial, dan gangguan perilaku
Penegakan diagnosis 1. Gangguan interaksi sosial
2. Gangguan dalam komunikasi
3. Pola perilaku
a. Gangguan jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal multipel
b. Gagal untuk mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sesuai menurut tingkat perkembangan.
c. Tidak adanya keinginan spontan untuk berbagi kesenangan, minat, atau pencapaian dengan orang lain
d. Tidak ada timbal balik sosial atau emosional.
a. Keterlambatan dalam atau sama sekali tidak ada, perkembangan bahasa ucapan
b. Pada individu dengan bicara yang adekuat gangguan jelas dalam kemampuan untuk memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain.
c. Pemakaian bahasa atau bahasa idiosinkratik secara stereotipik dan berulang.
d. Tidak adanya berbagai permainan khayalan atau permainan pura-pura sosial yang spontan yang sesuai menurut tingkat perkembangan.
a. Preokupasi dengan satu atau lebih pola minat yang stereotipik dan terbatas, yang abnormal baik dalam intensitas maupun fokusnya.
b. Ketaatan yang tampaknya tidak fleksibel terhadap rutinitas atau ritual yang spesifik dan nonfungsional.
c. Manerisme motorik stereotipik dan berulang (misalnya menjentikkan, atau memuntirkan tangan atau jari atau gerakan kompleks seluruh tubuh).
Kriteria diagnosis : Apabila ditemukan total 6 atau lebih dari
hal 1,2,3 dengan sekurangnya 2 dari 1 dan masing-maisng satu dari 2 dan 3
Keterlambatan atau fungsi abnormal pada sekurangnya 1 bidang berikut dengan onset sebelum usia 3 tahun : interaksi sosial, bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial, permainan simbolik
Bukan gangguan rett
Tatalaksana Tujuan : mengurangi masalah perilaku
dan meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan
Melibatkan kerjasama tenaga medis dan non medis
Terapi multidisiplin : non medikamentosa, medikamentosa
Non medikamentosa Applied Behavioral Analysis Terapi wicara Terapi okupasi Terapi fisik Terapi sosial Terapi integrasi sensori Terapi bermain Terapi perilaku Terapi perkembangan Terapi visual Terapi musik Intervensi keluarga
Medikamentosa Jika perilaku destruktif, dosis rendah
antipsikotik/neuroleptik seperti Thioridazin
Jika perilaku repetitif, neuroleptik dan SSRI
Jika inatensi, Methylphenidat Insomnia, Dyphenhidramine dan
tioridazin
Terapi NutrisiLangkah dalam menatalaksanai anak dengan
gangguan makan :(1). Pastikan apakah betul anak mengalami kesulitan
makan (2) Cari penyebab kesulitan makanan pada anak, (3). Identifikasi adakah komplikasi yang terjadi, (4) Pemberian pengobatan terhadap penyebab, (5). Bila penyebabnya gangguan saluran cerna
(seperti alergi, intoleransi atau coeliac), hindari makanan tertentu yang menjadi penyebab gangguan
10 langkah mendeteksi dan menangani masalah gizi pada anak autism :
1. Menghindari makanan olahan yang mengandung pengawet dan gula.
2. Menerapkan diet seimbang dan menambahkan suplemen pada langkah 3 dan 4
3. Suplemen4. Suplemen5. Membahas cara menangani masalah perilaku makan.6. Rekomendasi menangani gangguan gastrointestinal seperti diare
dan sembelit pada anak-anak dengan autism.7. Menambahkan serat, probiotik, omega 3.8. Identifikasi mengenai alergi makanan dan mencoba pemberian
gluten free, casein-free (GFCF)9. Pemberian vitamin dan mineral.10. Pengambilan keputusan diet yang dipilih.
Prognosis dan Komplikasi Autisme : kondisi seumur hidup Komplikasi : gangguan pencernaan
Sumber Indahwati, D. 2014. Kompetensi Sosial Anak Autis Ditinjau dari Hubungan antara Dukungan Sosial
Keluarga dengan Sikap Ibu. 2(2). 161-172. Jurnal SAINS dan Praktik Psikologi. Judarwanto, W. 2009. Kesulitan Makan pada Penyadang Autis. Kaplan, H., Sadock, GRebb, J. 2010. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. Jakarta: Bina Rupa Aksaara. Ratajczak, H.V. 2011. Tehoretical Aspects of Autisme: Causes- A Review. 8(1):68-79. Journal of
Immunotoxicology. Regulska B dan Kawicka A. 2013. How Nutritional Status, Diet, and Dietary Suplements Can
Affect Autism. 64(1):1-12. Rocz Panstw Zakl Hig Strickland, E. 2012. Eating for Autism: The 10-Step Nutritional Plan to Help Treat your Child’s
Autism, Asperger's or ADHD. UCP Family Support Services. Theresa A., Deisher, Ngoc V. Doan, Angelica Omaiye. 2014. Impact of Environmental Factors on
The Prevalence of Autisme Disorder After 1979. Vol.6, pp., 271-286. Thomas, D.W., Wang, L.W., Tancredi, D.J. 2011. The prevalence of gastrointestinal problems in
children across the United States with autism spectrum disorders from families with multiple affected members. J Dev Behav Pediatr. 32(5):351-60.
Terima Kasih
Pendahuluan Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder
(ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu kondisi medis yang ditandai oleh ketidakmampuan memusatkan perhatian, hiperaktif dan atau impulsif yang mempengaruhi jutaan anak dan seringkali tetap ada sampai dewasa. Gangguan ini biasanya menyebabkan kesulitan dalam kehidupan anak, baik di rumah, sekolah, atau dalam hubungan sosial antar manusia.
Epidemiologi >> anak-anak. prevalensi komunitas 6-8%
lebih sering terjadi pada anak laki-laki . Sekitar 30% dari anak-anak ADHD
didiagnosis berlanjut sampai dewasa Gejala ADHD biasanya muncul pada usia 3
tahun, namun umumnya terdiagnosis saat anak masuk ke dalam lingkungan sekolah, seperti prasekolah atau taman kanak-kanak
Etiologi Penyebab ADHD tidak diketahui. Faktor Genetik. Kerusakan otak. Diperkirakan terdapat kerusakan ringan pada
SSP dan perkembangan otak selama periode janin dan perinatal. Faktor neurokimia. Faktor neurofisiologis. Terdapat pola EEG abnormal nonspesifik
yang tidak beraturan dibandingkan dengan control normal. Sejumlah studi yang menggunakan positron emission tomography (PET) menemukan berkurangnya aliran darah otak serta laju metabolic di area lobus frontalis anak-anak dengan ADHD disbanding dengan control.
Factor psikososial. Peristiwa psikis yang memberikan stress, gangguan pada
keseimbangan keluarga, serta factor pencetus ansietas lain
Gambar 1. Faktor genetic dan paparan lingkungan
mempengaruhi ADHD(Thapar et al. 2012).
patogenesis Pengaruh herediter diperkirakan sekitar 76%. Studi meta
analisis hubungan candidate-gene telah menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara ADHD dan beberapa gen yang terlibat dalam jalur dopamin dan serotonin.
Beberapa gen, masing-masing dengan efek yang kecil, mungkin secara bersamaan memediasi kerentanan genetik.
Faktor Nongenetic (ex: ibu yang merokok selama kehamilan atau paparan timbal atau polychlorinated biphenyls dari lingkungan) juga berinteraksi dengan kecenderungan genetik dalam patogenesis ADHD.
Dalam studi neuroimaging ADHD dikaitkan dengan keterlambatan dalam pematangan kortikal.
ADHD telah lama dianggap mencerminkan adanya disfungsi sirkuit prefrontal-striatal
Manifestasi KlinisAdapun tanda dan gejala inatensi, yaitu (Gawrilow et al. 2014): Ketidakmampuan dalam mengerjakan tugas dari
sekolah ataupun aktivitas lainnya, serta berganti-ganti kegiatan dengan cepat.
Sulit mempertahankan tingkat atensi yang sama selama mengerjakan tugas/ bermain atau kesulitan berkonsentrasi pada satu kegiatan saja.
Tampak seperti tidak mendengar meskipun diajak berbicara langsung
Sulit dalam mengikuti perintah dan sering gagal menyelesaikan tugas
Menghindari / tidak menyukai / kesulitan dalam melakukan tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang lama, seperti tugas dari sekolah atau pekerjaan rumah
Sering kehilangan barang
Tanda dan gejala perilaku yang hiperaktivitas dan inpulsivitas (Gawrilow et al. 2014). Selalu gelisah, tidak bisa diam, selalu
bergerak ditempat duduk Banyak berbicara, tidak berhenti Seringkali berdiri dan meninggalkan
bangkunya dikelas atau situasi lainnya dimana seharusnya tetap duduk
Tidak bisa bermain dengan tenang Berbicara berlebihan Menjawab pertanyaan sebelum
pertanyaannya selesai dikatakan Seringkali sulit menunggu gilirannya Seringkali menyela atau mengganggu
pembicaraan orang lain
DiagnosisTidak ada hasil pemeriksaan laboratorium yang khas atau patognomunik untuk ADHD. Pada beberapa anak hiperaktif didapatkan hasil EEG yang tidak terorganisir dan imatur, dan PET menunjukkan jumlah aliran darah otak yang kurang.
evaluasi ADHD adalah: Kuesioner untuk orang tua dan guru
(contohnya Connors, Burks). Evaluasi psikologis anak dan keularga,
termasuk tes IQ dan tes psikologis. Pemeriksaan perkembangan, mental,
nutrisi, fisik, dan psikososial
Kriteria Diagnosis
PPDGJ III, gangguan hiperkinetik (F90)
Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu situasi (misalnya di rumah, di kelas, di klinik)
Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak-anak ini sering kali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu karena perhatiannya tertarik pada hal lain. Berkurangnya ketekunan dan perhatian ini seharunya hanya didiagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang sama.
Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini tergantung pada situasinya, mencakup anak itu berlari-lari atau melompat-lompat sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang menghendaki anak itu tetap duduk, terlalu banyak bicara dan ribut, atau kegugupan/kegelisahan dan berputar-putar atau berbelit-belit. Tolok ukur untuk penilaiannya ialah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dalam konteks apa yang diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak-anak-anak yang sama umur dan nilai IQ-nya. Ciri khas perilaku ini paling nyata di dalam suatu situasi yang berstruktur dan diatur yang menuntun suatu tingkat sikap pengendalian diri yang tinggi.
Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu diagnosis, namun demikian ia ia dapat mendukung. Kecerobohan dalam hubungan-hubungan sosial, kesembronoan dalam situasi yang berbahaya dan sikap yang secara impulsif melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan mencampuri urusan atau mengganggu kegiatan orang lain, terlampau cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkap diucapkan orang, atau tidak sabar menunggu gilirannya), kesemuanya merupakan ciri khas dari anak-anak dengan gangguan ini.
Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah di catat secara terpisah bila ada; namun demikian tidak boleh dijadikan bagian dari diagnosis aktual mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya.
Gejala-gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria eksklusi ataupun kriteria iklusi untuk diagnosis utamanya,tetapi ada tidaknya gejala-gejala itu dijadikan dasar untuk subdivisi utama dari gangguan tersebut
Kriteria DSM-IV-TR untuk Atenttion Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
A. Salah satu (1) atau (2)
1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam atau lebih gejala in atensi berikut
telah menetap sekurang – kurangnya 6 bulan bahkan sampai tingkat yang
maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan:
a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detail dan tidak teliti dalam
mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya
b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas atau
aktivitas bermain
c. Sering tidak tampak mendengarkan apabila berbicara secara langsung
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal penyelesaian tugas sekolah, pekerjaan
atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena perilaku menentang atau tidak dapat
mengikuti instruksi)
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas
f. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam tugasyang memiliki
usaha mental yang lama
g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal – hal yang perlu untuk tugas dan
aktivitas
h. Sering mudah teralihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
2. Hiperaktivitas impulsivitas enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas
impulsivitasberikut telah meneta selama sekurang-kurangnya enam bulan
sampai tingkat yang maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan
Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering mengeliat-ngeliatkan
tubuh di tempat duduk
b. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas atau didalam situasi yang
diharapkan anak untuk tetap tenang
c. Sering berlari –lariatau memanjat secara berlebihandalam situasi yang
tidak tepat
d. Sering mengalami kesulitan bermain dan terlibat dalam aktivitas waktu
luang secara tenang
e. Sering “siap-siap pergi” atau seakan –akan “didorong oleh sebuah
gerakan”
f. Sering berbicara berlebihan impulsivitas
g. Sering menjawab pertanyaan tanpa berfikir lebih dahulu sebelum
pertanyaan selesai
h. Sering sulit menunggu gilirannya
i. Sering menyela atau menggangu orang lain
A. Beberapa gejala hiperaktivitas-impusif yang
menyebabkan gangguan telah ada sebelum usia 7
tahun
A. Beberapa gangguan akibat gejala terdapat dalam
dua atau lebih situasi
A. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan
yang bermakna secara klinis dalam fungsi sosial,
akademik dan fungsi pekerjaan
A. Gejala tidak semata-mata sekama gangguan
perkembangan pervasif, skizofrenia atau gangguan
psikotik lain dan bukan merupakan gangguan mental
lain
PENATALAKSANAAN Terapi Farmakologi• Psikostimulan atau stimulan.
menenangkan. ― Amfetamin-dekstroamfetamin (Adderall),
Deksmetilfenidat (Focalin), Dekstroamfetamin (Dexedrine, Dextrostat), Lisdeksamfetamin (Vyvanse), dan Metilfenidat (ritalin, Concerta, Metadate, Daytrana).
― jangka panjang dan jangka pendek
• Nonstimulan Atomoksetin• Antidepresan. anak yang tidak
merespon stimulan atau atomoksetin, dan memiliki gangguan mood penyerta.
Terapi non farmakologis • Intervensi Psikososial• Intervensi psikososial keluarga• Intervensi individual
Terapi Nutrisi Penggunaan stimulant efek samping,
termasuk sakit perut, mual, sakit kepala, insomnia, gugup, dan penurunan nafsu makan.
“ADHD-associated”
Makanan yang dihindari
Makanan “sehat”:
disarankan
Makanan cepat saji
Daging merah
daging olahan
Keripik, keripik kentang
Produk susu tinggi
lemak
minuman ringan
Ikan, dikukus,
panggang
atau canned.
sayur-sayuran
Tomat
buah segar
biji-bijian
Produk susu rendah
lemak
Prognosis Persisten atau menetap. Pada 40-50% kasus. cenderung
menetap jika terdapat riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komobiditas dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Dalam beberapa kasus, hiperaktivitasnya akan menghilang, tetapi tetap mengalami inatensi dan kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh).
Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12 hingga 20 tahun. • Remisi total. masa remaja dan dewasa yang produktif,
hubungan interpersonal yang memuaskan, dan memiliki gejala sisa yang sedikit.
• Remisi parsial. antisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan pekerjaan, mengalami kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan menyalahgunakan alkohol dan narkoba
Daftar pustakaAsgari N. 2013. Epidemiological, clinical and immunological aspects of neuromyelitis optica. Dan Med J;60(10):B4730 Brett J. Wade. 2014. Research Article Spatial Analysis of Global Prevalence of Multiple Sclerosis
Suggests Need for an U pdated Prevalence Scale . Multiple Sclerosis International. Volume 2014, Article ID 124578, 7 pages. [available at: http://dx.doi.org/10.1155/2014/124578 ]
Burns DK & Kumar Vinay. 2007. Sistem Saraf in Robbins SL et al Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC, PP 934-936.
Lalan S, Khan M, Schlakman B, Penman A, Gatlin J, Herndon R. 2012. Diferentiation of Neuromyelitis Optica from Multiple Sclerosis on Spinal Magnetic Resonance Imaging. Int J MS Care. 2012;14:209-14.
Lubin FD. et al. 2014. Defining the clinical course of multiple sclerosis. American academy of Neurology V 83.
Polman CH et al. 2011. Diagnostic criteria for multiple sclerosis : 2010 revisions to the McDonald criteria. Ann Neurol. 2011 Feb; 69(2): 292–302. [ available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3084507/]
Rı´o J, Comabella M, Montalban X. 2011. Multiple sclerosis: current treatment algorithms. Current Opinion in Neurology 2011,24:230-7.
Sylvia A. Price & Lorainne M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC Wu GF, Alvarez E. 2011. The immuno-pathophysiology of multiple sclerosis. Neurol Clin. 2011
May ; 29(2):257-78. [ available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21439440 ]
Daftar Pustaka American Academy of Pediatrics. 2011. CLINICAL PRACTICE GUIDELINE
ADHD: Clinical Practice Guideline for the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder in Children and Adolescents. PEDIATRICS Volume 128, Number 5, November 2011. [ tersedia di: www.pediatrics.org/cgi/doi/10.1542/peds.2011-2654]
Feldman et al. 2014. Attention Deficit–Hyperactivity Disorder in Children and Adolescents. N Engl J Med 2014;370:838-46
Gawrilow et al. 2014. Hyperacti vity and motoric acti vity in ADHD: characterization, assessment, and intervention. Frontiers in Psychiatry ; Volume 5 Article 171
HMP Communications.2014. Medications Used to Treat ADHD, Food Aversion, and the Role of a Complete, Balanced Nutrition Supplement. Supplement to Consultant For Pediatricians
Maslim R. 2003. PPDGJ III. Jakarta: Bagian Kedokteran Jiwa Atmajaya. Millichap, JG dan Yee, MM. 2012. The Diet Factor in Attention-Deficit/Hyperactivity
Disorder. PEDIATRICS Volume 129, Number 2, February 2012 . [available at: www.pediatrics.org/cgi/doi/10.1542/peds.2011-2199]
Nugent, K & Smart W. 2014. Attention-defiit/hyperactivity disorder in postsecondary students. Neuropsychiatric Disease and Treatment ; 2014:10 1781–1791
O'Brien et al. 2013. Attention-Deficit Hyperactivity Disorder. UMHS Attention Deficit Disorder Guideline
Sadock, BJ & Sadock, VA. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC
Thapar et al. 2012. What causes attention deficit hyperactivity disorder?. Arch Dis Child 2012;97:260–265
SekianTERIMAKASIH