ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NEFROTIK SYNDROME
Disusun oleh TUTOR 7
Anggota : Annisa Labertha 220110100002
Sonya Putri Perdana 220110100009
M. Zaenudin Wasilah 220110100032
Hanna khoirotun nisa 220110100034
Iswari Nastiti 220110100043
Evi Noviyani 220110100051
Wiwi Karlina 220110100056
Aisah Syayidah 220110100083
Djoko Permadi 220110100096
Fabianus Tegar 220110100102
Endah Rahayu 220110100105
S. Ratih Herdina 220110100121
Fakultas Keperawatan
Universitas Padjajaran
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif
adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.
Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-
gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-
kadang azotemia.
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik ( SNI ).
Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat
sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome
atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut NIL (Nothing
In Light Microscopy).
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada
usia 2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio
ini berkisar 1:1.
2. TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memberikan informasi mengenai asuhan
keperawatan yang akan diberikan pada pasien dengan menderita Simdrom Nefrotik serta
memberikan informasi mengenaiSindrom Nefrotik dan cara mengatasinya. Oleh karena
itu dengan adanya makalah ini semoga dapat membantu dan bermanfaat untuk kita
semuanya.
3. MANFAAT
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan dapat memperdalam ilmu
keperawatan yang bersangkutan dengan Sindrom Nefrotik dan juga dapat menjadikan
acuan dalam menetapkan asuhan keperawatan.
BAB 2
ISI
Kasus 3
Seorang anak laki-laki, berusia 4 th, dibawa ke Unit Kesehatan Anak dalam
keadaan edema anasarka. Menurut penuturan ibunya, sekitar 1 bulan yang lalu
klien mengalami bengkak pada periorbita terutama pada saat bangun tidur, muka
sembab, dan mengeluh pusing. Hasil anamnesa riwayat kesehatan: sejak 1 tahun
yang lalu klien mengeluh bengkak-bengkak di seluruh tubuh sampai dengan kelopak
mata. Karena keluhannya ini klien dibawa ke RS Majalaya dan dikatakan bocor
ginjal. Klien kontrol 3 bulan terahir namun tidak ada perbaikan, kemudian klien
dibawa ke RS Al-Ihsan sejak 2012 dan diberi tablet berwarna hijau yang diminum 3
x 2 selama 2 bulan. Selanjutnya 4 tablet/hari selang sehari, keluhan tidak berubah,
klien lalu dibawa ke RSHS. Pola BAK sebelum sakit 3-5x sehari, saat ini berkemih
mulai berkurang baik dari segi frekuensi dan jumlah urin yang dikeluarkan. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan ascites (+), TD 130/90 mmHg, hr 112X/M, respirasi
rate 30X/m, rasio insp : eksp 1 : 1, Antropometri: BB: 32, 5 kg, TB: 121,5 cm,
lingkar perut: 68 cm, RR: 28x/ menit, TD: 130/ 90 mmHg, suhu: 36’C.
Hasil Laboratorium:
Hb 13 gr%
Ht 44%
Protein total 6,0
Albumin 2,1
Kolesterol total 345
Trigliserida 172
BUN
Serum kreatinin
30 mg%
0,9 mg%
Urin:
Albumin urin ++++
Warna urine Kuning
Kejernihan Keruh
pH urine 6,5
BJ Urine 1,010
Glukosa urin Negative
Keton urin +
Nitrit urin -
Urobilinogen 0,1
Hasil Small Group Discussion
Chair : S. Ratih Herdina
Scriber 1 : Endah Rahayu
Scriber 2 : Evi Noviyani
Step 1
1. Edema anasarka : Edema (pembengkakan)/ Edema Anasarka : pembengkakan di
seluruh tubuh
2. Antropometri : Alat untuk mengukur berat badan dan tinggi badan
3. Periorbita : daerah disekitar mata
4. Urobilinogen
Step 2
1. Hasil laboratorium normal?
2. Penyebab edema anasarka?
3. Mengapa pasien mengalami muka sembab dan pusing saat bangun tidur?
4. Penyebab bocor ginjal?
5. Tablet hijau? Untuk apa?
6. Pengaruh pola BAK pasien terhadap edema?
7. Organ yang terganggu akibat bocor ginjal?
8. Maksud dari pemeriksaan sebanyak 2 kali?
9. Stadium penyakit?
10. Prognosis dan terapi yang tepat?
11. Ginjal bocor apakah bisa kembali normal atau tidak?
12. Pengobatan lain?
13. Pencegahan?
14. Hubungan penyakit dan TTV?
15. Mengapa ada pemeriksaan ekspirasi dan inspirasi? Mengapa TD dan RR meningkat?
16. Faktor resiko?
17. Diagnose keperawatan proritas?
18. Hubungan penyakit dengan peningkatan BB, hubungan dengan status nutrisi?
19. Deteksi dini?
20. Bagaimana alur rujukan dari daerah?
21. Peran perawat kepada keluarga?
22. Tindakan keperawatan pada anak 4 tahun pada kasus ini?
23. Status cairan?
24. Penatalaksanaan atau ada pembedahannya?
25. Komplikasi?
26. Tindakan awal terhadap pasien seperti ini?
Step 3
9. Sudah kronis, sudah ada kebocoran ginjaldan sudah terjadi penyebaran
Stadium 3, sudah ada penyebaran
3. Tidur → metabolisme ↑ → hormone berpengaruh
Karena pengaruh hormone
6. Pola BAK jarang → penumpukan cariran di tubuh
Ginjal bocor → cairan ke seluruh tubuh
8. Untuk antisipasi jika terjadi komplikasi
15. Ekspirasi >< Inspirasi menunjukkan kemampuan klien dalam bernafas, normal 2:1,
pasien 1:1 → sesak, ada kemungkinan adanya tekanan diafragma
20. Dari RSUD/puskesmas → RS yang lebih besar dengan membawa surat rujukan
Puskesmas → RSUD → RS Provinsi
2. Ginjal bocor → tidak ada penyaringan → shift cairan
10. Buruk, Terapi : urostomi
Pembedahan : nefroktomi
Step 4
DO : TD: 130/90mmHg, RR: 30x/menit, HR: 112x/menit, Rasio Ex:In: 1:1, BB:
32,5 kg, TB: 121,5 cm, LR: 68 cm → RR: 28x/menit, TD: 120/80mmHg, S:
36oC, Ascites (+)
DS : 1 bulan yang lalu bengkak di periorbita, pusingh, bocor ginjal. Pola BAK
sebelum sakit 3-5x/hari. Frequency dan jumlah urin berkurang, edema
anasarka
Medikasi : pemberian tablet berwarna hijau (3x2) selama 2 bulan
Kegagalan glomerulus dalam filtrasi
↓
Proteinuria
↓
↓ protein didalam tubuh
↓
Hipoalbumin
↓
↓ tekanan osmotik dalam darah
↓
Shift cairan
↓
Edema anasarka dan kelopak mata
↓
penekanan di rongga peritoneum
↓
Penekanan pada diafragma
↓
↑ RR
↓
Alkalosis Respiratori (↓CO2)
↓
Noa Rebreathing Mask
(NRM)
LO:
Bagaimana observasi NRM
Anfis ginjal → sampai terjadi urinaria
Obat-obatan (implikasi keperawatan)
Bengkak di periorbital dan peningkatan BB kenapa
Prognosis
Penyebab nefrotik sindrom
NCP
Badan-badan keton (karena dapat menyebabkan penurunan BB)
KONSEP PENYAKIT
Definisi
a. Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,
penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolestrol
yang tinggi dari lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth.
2001)
b. Sindrom nefrotik adalah entitas klinis yang terjadi akibat kehilangan masiv oleh
protein melalui urine (albuminuria) terutama yang menyebabkan hipoalbuminemia
dan edema. (Abraham M, Rudolph.2006)
c. Nefrotik sindrom merupakan kelainan klinis yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, edema dan hiperkolestrolmia. (Baughman.2000)
d. Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. ( Ngastiyah, 1997)
Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Sindrom Nefrotik Primer
Faktor etiologinya tidak diketahui atau ideopatik (90%). Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri, tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering terjadi
pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik
congenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu
lahir atau usia dibawah 1 tahun.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai
sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering
dijumpai adalah:
Penyakit metabolik atau congenital
Seperti Diabetes Mellitus, Amiloidosis, sindrom alport, miksedema
Infeksi
Hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptococcus, AIDS
Toksin dan allergen
Logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bias ular
Penyakit sistemik bermediasi imunologik
Lupus Eritematosus Sistemik, Purpura Henoch-Schonlen, Sarkoidosis
Neoplasma
Tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal
Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : Minimal Change Nephrotic Syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah.
Anakdengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila
dilihatdengan mikroskop cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik,purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis,
bakterialis danneoplasma limfoproliferatif.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Bayiyang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya
adalah edemadan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan
kematian dapatterjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan
dialysis.
Klasifikasi menurut ISKDC (1970) dan Habib, Kleinknecht (1971)
Kelainan Minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
o Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
o Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif (GNPMDE)
Glomerulonefritis kresentik (GNPK)
Glomerulonefritis membrano-poliferatif (GNMP)
o GNMP tipe 1 dengan deposit subendotelial
o GNMP tipe 2 dengan deposit intramembran
o GNMP tipe 3 dengan deposit transmembran/ subepitelial
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Glomerulopati membranosa (GM)
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai
pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital,
yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di
bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop
cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron
dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik
sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi
ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan
Kleinknecht (1971).
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1. Kelainan minimal (KM): Lesi khas sindrom nefrotik pada anak-anak (<15 tahun),
berjumlah sekitar 70% hingga 80% kasus. Istilah lama yang digunakan untuk penyakit
ini adalah nefrosis lipoid, penyakit nil, atau penyakit podosit.
2. Glomerulopati membranosa (GM): penyebab tersering sindrom nefrotik idiopatik pada
orang dewasa (tercatat 30%-40% kasus) Pada anak – anak jarang (<5%) SN Idiopatik
pada orang dewasatersebar secara difus dan menyerang seluruh glomerulus.
3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS): terdapat 10% hingga 15% kasus sindrom
nefrotik idiopatik pada anak dan 10% sampai 20% dari kasus pada orang dewasa. Lesi
tersebut ditandai dengan skelerosis dan hialinosis pada beberapa glomerulus (oleh
karena itu disebut fokal)
4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP): ditandai dengan penebalan langsung
kapiler dan hiper selularital mesangial. GNMP ditemukan sekitar 5% kasus sindrom
nefrotik idiopatik pada anak-anak (terutama berusia antara 8-16 tahun) dan jarang pada
orang dewasa.
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan
data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari
364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi.3,5
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau
sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial
Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid,
penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura
Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal.
6. Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome
Manifestasi Klinis
Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada
sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat
sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering
bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai
resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia).
Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada
pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah
pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting
edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami
oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-
pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan
hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal
(SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat
menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka.
Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi
berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik.
Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya.
Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom
nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein
mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.
Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons
emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri.
Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan
perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM
mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.
Tanda sindrom nefrotik yaitu :
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam
atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM
biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang
lain.
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya,
berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL
meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi
sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak
dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya
terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan
kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat
normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan
ekogenisitas yang normal.
Komplikasi
- Ateroskelerosis: dicetus karena adanya hiperlipidemia dan hipertensi
- Infeksi sekunder: hilangnya imunoglobin akibat hipoalbuminemia
- Trombosis: (thrombosis vena renalis, thrombosis vena profunda pada tungkai, dan
embolisme paru) akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi penanganan
fibrinogen plasma/factor V, VII, VIII, dan X.
- Syok terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm / 100 ml) yang
menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
- Efusi Pleura
daftar pustaka : buku patofisologi , sylvia A price, Ed.6 vol 2 EGC Jakarta
Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddart vol 2 ed.8 egc Jakarta
Pemeriksaan diagnostik
1. Uji urine
a. Protein urin – meningkat
b. Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin – meningkat
2. Uji darah
a. Albumin serum – menurun
b. Kolesterol serum – meningkat
c. Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
d. Laju endap darah (LED) – meningkat
e. Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
3. Uji diagnostic
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin
(Betz, Cecily L, 2002 : 335. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC).
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal.
a) Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan
untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema.
b) Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein yang hilang dalam urine dan
untuk membentuk cadangan protein di tubuh.
c) Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
d) Diuretik diresepkan untuk pasien dengan edema berat dan adrenokortikosteroid
(prednison) digunakan untuk mengurangi proteinuria.
e) Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup agens
antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran, atau siklosporin).
Jika terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid ulang diperlukan.
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus.
Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Untuk
menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik
Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama
Kambuh
Kambuh tidak sering
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Responder lambat
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
3 hari berturut-turut.
Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-
turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4 kali
kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.
Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,
atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60
mg/m2/hari selama 4 minggu.
Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
tambahan terapi lain.
Resisten-steroid sejak terapi awal.
Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.
Protokol Pengobatan
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar
40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu
setelah itu pengobatan dihentikan.
CD =4 minggu
AD/ID =4 minggu Tapp.off(remisi)
Stop
Mg 1 2 3 4 5 6 7 8
Remisi Remisi
Gambar protocol pengobatan sindrom nefrotik (serangan 1)
CD = Continuous day : prednisone 60mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari
ID = Intermittent day : prednisone 40mg/m2/hari atau 2/3 dosis CD,diberikan 3 hari
berturut turut dalam 1 minggu
AD = Pemberian prednisone berselang-seling sehari
Sindrom nefrotik serangan pertama
1. Perbaiki keadaan umum penderita :
Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2
gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr. Kalori
rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa edema,
diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal.
Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal.
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat.
Berantas infeksi.
Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Metode
yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang
diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin) 0,5-1 mg/kgBB selama 1
jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2 mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat
diulang setiap 6 jam kalau perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka
pendek seperti furosemid atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat
ditambahkan obat antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah
diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami
remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison
tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan
keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.
Sindrom nefrotik kambuh (relapse)
A. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
B. Perbaiki keadaan umum penderita.
Cara pemberian pada relapse seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai
remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)
CD
AD/ID Tapp.Off
Stop
Mg1 2 3 4
Remisi Remisi
Sindrom Nefrotik Nonresponder : Tidak ada respons sesudah 8 minggu pengobatan
prednisone
CD pred CD imunosupresan + ID pred (40mg/m2/hr)
ID pred
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Remisi (-)
Setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil, pengobatan selanjutnya
dengan gabungan imunosupresan lain ( endoxan secara CD dan prednisone 40 mg/m2/hr
secara ID)
Sindrom Nefrotik Frequent Relapser : initial responder yang relaps >= 2 kali dalam
waktu 6 bulan pertama.
CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr
1 2 3 4 5 6 7 8
Diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2
mg/kgBB/hr, keduanya secara CD.
Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali
dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison
dihentikan.
Sindrom nefrotik kambuh sering
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali
dalam masa 12 bulan.
Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison
diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya
10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons
terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid atau untuk biopsi ginjal.
Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5.Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal
glomerulosklerosis, membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai prognosis
yang kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
- Nama : An. X
- Umur : 4 tahun
- Jenis Kelamin : laki-laki
- Alamat : -
- Agama : -
- Suku Bangsa : -
- Diagnosa Medis : Sindrom Nefrotik
b. Keluhan utama : Edema Anasarka.
2. Riwayat Utama
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami anasarka.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Menurut keterangan ibunya, sekitar 1 bulan yang lalu klien mengalami
bengkak pada periorbita terutama saat bangun tidur, muka sembab da mengeluh
pusing.
Mulai kemarin ibunya mulai menyadari kemaluan anaknya pun bengkak
c. Riwayat Kesehatan Keluarga: (perlu dikaji)
d. Riwayat Pengobatan
Ananda pernah dibawa ke puskesmas dan diberi obat berbentuk tablet kecil-
kecil berwarna hijau, tetapi bengkak tidak juga hilang.
3. Kebutuhan Dasar
a. Pola Makan : (perlu dikaji)
b. Pola Nafas : rasio insporasi dan ekspirasi 1:1
c. Pola Eliminasi : (perlu dikaji)
d. Aktivitas : (perlu dikaji)
e. Pola tidur : (perlu dikaji)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum /TTV
- BB : 32,5 kg
- RR : 28 x/menit
- TD : 130/90 mmHg
- TB : 121,5 cm
- HR : 112 x/menit
- Suhu : 36° C
- LP : 68 cm
b. Pemeriksaan per sistem
- Kardiovasuler : Peningkatan denyut jantung, hipertensi.
- Respirasi : Rasio inspirasi dan ekspirasi 1:1, peningkatan RR,
suara paru rales (-), wheezing (-).
- Gastrointestinal : Asites (+)
- Musculoskeletal : (perlu dikaji)
- Sistem saraf pusat : (perlu dikaji)
- Reproduksi : Kemaluan bengkak.
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis
Keruh, protein urin (+++), BUN 30 mg%,
b. Hematologi
Serum kolesterol 345 mg%, serum albumin 2.1 %, serum kreatinin 0.9 mg%,
Hematokrit 44%, Hb 13 g%.
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS :
An. A mengeluh
mengalami
bengkak pada
periorbita terutama
saat bangun
tidur,muka sembab
dan mengeluh
Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
Tekanan onkotik plasma,
tekanan hidrostatik
Perpindahan cairan dari system
vaskuler ke ruangan extraseluler
(transudasi air dan elektrolit ke ruang
Gangguan volume
cairan
pusing
DO:
Dari pemeriksaan
fisik, ascites (+)
Protein urine (+)
(+) (+)
Serum albumin 2,1
gr %
intersisial)
Sirkulasi vol. darah
Mengaktifkan renin-angiotensin
Angiotensin angiotensin I
Angiotensin I→ II oleh enzim
konversi di dalam kapiler paru
Vasokontriksi arteriola perifer dan
merangsang sekresi aldosteron
Aldosteron
Reabsorpsi natrium dan air
Retensi natrium
Edema
Gangguan volume cairan
2 DS :
DO :
BB 32,5 kg
Edema
Ascites
Menekan gaster
Mual, muntah
Gangguan
pemenuhan
kebutuhan nutrisi
Nafsu makan
Dipersepsikan di pusat lapar
Anoreksia
Gangguan nutrisi
3 DS :
DO:
HR 112 x/mnt
RR 30 x/mnt
Edema
Penekanan rongga peritoneum
Mendesak diafragma
Sesak
RR
Gangguan pola napas
Gangguan pola
napas tak efektif
Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penekanan diafragma akibat asites
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan
metabolisme protein
4. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan retensi Na dan air
5. Risiko infeksi berhubungan dengan imunosupresive dan hilangnya gama globulin
Nursing Care Plan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
1 Kelebihan volume
cairan
NOC :
Electrolit and acid
base balance
Fluid balance
Hydration
Kriteria Hasil:
Terbebas dari edema,
efusi, anaskara
Bunyi nafas bersih,
tidak ada
dyspneu/ortopneu
Terbebas dari
distensi vena
jugularis, reflek
hepatojugular (+)
Memelihara tekanan
vena sentral, tekanan
kapiler paru, output
jantung dan vital sign
dalam batas normal
Terbebas dari
kelelahan, kecemasan
atau kebingungan
Menjelaskanindikato
r kelebihan cairan
NIC :
Fluid management
Timbang
popok/pembalut jika
diperlukan
Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat
Pasang urin kateter jika
diperlukan
Monitor hasil lab yang
sesuai dengan retensi
cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin )
Monitor status
hemodinamik termasuk
CVP, MAP, PAP, dan
PCWP
Monitor vital sign
Monitor indikasi
retensi / kelebihan
cairan (cracles, CVP ,
edema, distensi vena
leher, asites
Kaji lokasi dan luas
edema
Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
harian
Monitor status nutrisi
Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai interuksi
Batasi masukan cairan
pada keadaan
hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130
mEq/l
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
Fluid Monitoring
Tentukan riwayat
jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminasi
Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari
ketidak seimbangan
cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan
renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi
hati, dll )
Monitor berat badan
Monitor serum dan
elektrolit urine
Monitor serum dan
osmilalitas urine
Monitor BP, HR, dan
RR
Monitor tekanan darah
orthostatik dan
perubahan irama jantung
Monitor parameter
hemodinamik infasif
Catat secara akutar
intake dan output
Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan
BB
Monitor tanda dan
gejala dari odema
2 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Definisi : Intake nutrisi
tidak cukup untuk
keperluan metabolisme
tubuh.
Batasan karakteristik :
- Berat badan 20 % atau
lebih di bawah ideal
NOC :
Nutritional Status :
food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan
berat badan sesuai
dengan tujuan
Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi
badan
Mampu
mengidentifikasi
Nutrition Management
Kaji adanya alergi
makanan
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein
dan vitamin C
- Dilaporkan adanya
intake makanan yang
kurang dari RDA
(Recomended Daily
Allowance)
- Membran mukosa dan
konjungtiva pucat
- Kelemahan otot yang
digunakan untuk
menelan/mengunyah
- Luka, inflamasi pada
rongga mulut
- Mudah merasa
kenyang, sesaat setelah
mengunyah makanan
- Dilaporkan atau fakta
adanya kekurangan
makanan
- Dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa
- Perasaan
ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan
makanan cukup
- Keengganan untuk
makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda
tanda malnutrisi
Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Berikan makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya
penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak
- Nyeri abdominal
dengan atau tanpa
patologi
- Kurang berminat
terhadap makanan
- Pembuluh darah
kapiler mulai rapuh
- Diare dan atau
steatorrhea
- Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok)
- Suara usus hiperaktif
- Kurangnya informasi,
misinformasi
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat
gizi berhubungan
dengan faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
atau orangtua selama
makan
Monitor lingkungan
selama makan
Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak selama
jam makan
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
Monitor mual dan
muntah
Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor makanan
kesukaan
Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan
intake nuntrisi
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
3 Resiko infeksi
Definisi : Peningkatan
resiko masuknya
organisme patogen
Faktor-faktor resiko :
Prosedur Infasif
Ketidakcukupan
pengetahuan untuk
menghindari paparan
patogen
Trauma
Kerusakan jaringan
dan peningkatan paparan
lingkungan
Ruptur membran
amnion
Agen farmasi
(imunosupresan)
Malnutrisi
Peningkatan paparan
lingkungan patogen
NOC :
Immune Status
Knowledge :
Infection control
Risk control
Kriteria Hasil :
Klien bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
Mendeskripsikan
proses penularan
penyakit, factor yang
mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaannya,
Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit
dalam batas normal
Menunjukkan
perilaku hidup sehat
NIC :
Infection Control (Kontrol
infeksi)
Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien
lain
Pertahankan teknik
isolasi
Batasi pengunjung bila
perlu
Instruksikan pada
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung
meninggalkan pasien
Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci
tangan
Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan kperawatan
Gunakan baju, sarung
Imonusupresi
Ketidakadekuatan
imum buatan
Tidak adekuat
pertahanan sekunder
(penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
Tidak adekuat
pertahanan tubuh primer
(kulit tidak utuh, trauma
jaringan, penurunan
kerja silia, cairan tubuh
statis, perubahan sekresi
pH, perubahan
peristaltik)
Penyakit kronik
tangan sebagai alat
pelindung
Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
Tingkatkan intake
nutrisi
Berikan terapi antibiotik
bila perlu
Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
Pertahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan kulit
pada area epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
4 Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan
penekanan diafragma
akibat asites
NOC : Respiratory
Status : Ventilation
RR normal
Nadi normal
Pernafasan tidak
dalam
Tidak terjadi retraksi
otot dada
Tidak Dipsnea,
orthopnea
Tidak ada sputum
atau cairan
NIC : Respiratory
Monitoring
Kaji nadi, RR,
kedalaman dan efek
pernafasan
Catat adanya retraksi
otot dada waktu
bernafas
Catat lokasi trakea
Kaji otot diafragma
Dengarkan bunyi suara
nafas
Kaji sesak nafas
Kolaborasikan dengan
dokter pemberian obat,
pemasangan nebulizer,
oksigen
5 Gangguan pola eliminasi
berhubungan dengan
retensi Na dan air
NOC : Urinary
Elimination
Urin tidak terlalu bau
Warna urin jernih
kuning
Tidak terjadi retensi
urin
Tidak terjadi
inkontinensia urin
Tidak terjadi nyeri
pada saat BAK
Tidak merasa panas
NIC : Urinary Elimination
Management
Kaji dan
Pantau eliminasi
urine termasuk
frekuensi,
konsistensi, volume, war
na.
Pantau tanda dan gejala
retensi urin
Identifikasi faktor
penyebab inkontinensia
saat BAK urin
Berikan penjelasan
tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
Ajarkan pasien cara
mengosongkan kandung
kemih
Pasang DC
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L, 2002 : 335. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
International Study of Kidney Diseases in Children, 1970 serta Habib dan Kleinknecht
(1971).
Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddart vol 2 ed.8. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.3 Jilid 1. Media Aesculapius
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit.Jakarta: EGC
Santosa, Budi. 2005-2006. NANDA. Prima Medika
Price, Silvia A. Buku Patofisiologi, ed.6. Jakarta: EGC