MAKALAH KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
ATELEKTASIS
Disusun oleh:
Kelompok II kelas IV B
PRODI S-1 ILMU KEPERAWATAN STIKES BETHESDA
YAKKUM YOGYAKARTA
2013
Anggota kelompok II
1. GABRIEL GIO 1002049
2. GEDALYA A M NALLE 1002051
3. I KADEK WAHYU ADI GUNA 1002054
4. ICHANA DESSI INDRATRI 1002056
5. IMELDA DEWI SUSANTI 1002057
6. IRENE ERIKA BUDIONO 1002058
7. KATRISIA NOVITA MBANI 1002062
8. KETUT SANJAYA 1002063
9. MARIA JANEKE M 1002067
10. MARLYN NIJA MUDE 1002069
11. MAYLANDANI LINGGIH A 1002070
12. MONICA TUNJUNG RIASTUTI 1002073
13. NI MADE ASRI WIANITA 1002076
14. NI MADE FRANSISCA INDAH 1002077
15. NINDYA YULIANA RIZKI 1002078
16. PATRICIA YULISTIYANI M 1002080
17. PENTANA AKHIR P 1002081
18. RATNA PUSPITA ADIYASA 1002084
ATELEKTASIS
I. Konsep Medis
A. Pengertian
Atelektasis sebenarnya bukan merupakan penyakit, tetapi ada kaitannya
dengan penyakit parenkim paru. Atelektasis adalah istilah yang berarti
“pengembangan paru-paru yang tidak sempurna” dan menerangkan arti
bahwa alveolus pada bagian paru-paru yang terserang tidak mengandung
udara dan kollaps.
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps
tidak mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam
pertukaran gas. Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas permukaan
yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan berkurang
(Elizabeth J.Corwin, 2009).
B. Anatomi dan Fisiologi
Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang
digunakan untuk pertukaran gas.
1. Pernapasan dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang
rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang
rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam
rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga
udara luar yang kaya oksigen masuk.
b. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya
otot antara tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya
tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai
akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar
daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang
kaya karbon dioksida keluar.
2. Pernapasan perut
Pernapasan perut adalah pernapasan yang melibatkan otot diafragma.
Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot diafragma
sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga
dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara
luar yang kaya oksigen masuk.
b. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya
otot diaframa ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang
rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya,
tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan
luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida
keluar.
Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung
oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida
dan uap air.
Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada
peristiwa bernapas terjadi pelepasan energi.
a. Rongga Hidung
Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan
selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke
dalam rongga hidung.
b. Pangkal Tenggorok
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang
membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup
pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup
tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu
membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan
bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita
bicara.
c. Batang tenggorok
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan.
Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua
cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok
bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut
bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut
gelembung paru-paru (alveolus).
d. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada. Rongga dada dan perut
dibatasi oleh siuatu sekat disebut diafragma. Paru-paru ada dua buah
yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan terdiri
atas tiga gelambir (lobus) yaitu gelambir atas, gelambir tengah dan
gelambir bawah. Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir
yaitu gelambir atas dan gelambir bawah. Paru-paru diselimuti oleh
suatu selaput paru-paru (pleura).
Alveolus dalam paru-paru jumlahnya sangat banyak, lebih kurang
300 juta alveolus. Luas permukaan seluruh alveolus diperkirakan
100 kali lebih besar daripada permukaan tubuh. Alveolus dikekelingi
pembuluh-pembuluh kapiler darah.
3. Saluran Nafas Atas
a. Hidung
1) Terdiri atas bagian eksternal dan internal
2) Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang
hidung dan kartilago
3) Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan
menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang
sempit, yang disebut septum
4) Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat
banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung
5) Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang
mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke
nasofaring oleh gerakan silia
6) Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari
paru-paru
7) Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan
serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
8) Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu)
karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi
ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia
b. Faring
1) Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang
menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring
2) Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral
(orofaring), dan laring (laringofaring)
3) Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus
respiratorius dan digestif
c. Laring
1) Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea
2) Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
a) Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah
laring selama menelan
b) Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
c) Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari
kartilago ini membentuk jakun (Adam’s apple)
d) Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit
dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
e) Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan
kartilago tiroid
f) Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang
menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
3) Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya
vokalisasi
4) Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi
benda asing dan memudahkan batuk.
d. Trakea
1) Disebut juga batang tenggorok
2) Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina
4. Saluran Nafas Bawah
a. Bronkus
1) Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
2) Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris
kiri(2 bronkus)
3) Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan
bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
4) Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki :
arteri, limfatik dan saraf
b. Bronkiolus
1) Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
2) Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi
lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi
bagian dalam jalan napas
c. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
d. Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional
antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas
e. Duktus alveolar dan Sakus alveolar
1) Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus
alveolar dan sakus alveolar dan kemudian menjadi alveoli
f. Alveoli
1) Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
2) Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu
lembar akan seluas 70 m2
3) Terdiri atas 3 tipe :
Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk
dinding alveoli
Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik
dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi
permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-
sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
5. PARU
1) Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
2) Terletak dalam rongga dada atau toraks
3) Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi
jantung dan beberapa pembuluh darah besar
4) Setiap paru mempunyai apeks dan basis
5) Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh
fisura interlobaris
6) Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
7) Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen
sesuai dengan segmen bronkusnya
6. PLEURA
Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan
elastis. Terbagi menjadi 2 : Pleura parietalis yaitu yang melapisi
rongga dada,Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-
paru.Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan
tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan
itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan
toraks dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-
paru.
C. Epidemiologi
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Inggris sekitar 2,1
juta penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis yang perlu
pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat
diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita penyakit paru yang mengalami
atelektasis. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup
besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat klien
dengan penyakit paru yang mengalami atelektasis secara komprehensif bio
psiko sosial dan spiritual.
Penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis pertama kali di
Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut
menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh
propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus
menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas
wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence
Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999
IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR
cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24
(tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
D. Klasifikasi
1. Berdasarkan Faktor yang Menimbulkan
Atelektasis Neonatorum
Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam
otak tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas. Faktor
pencetus termasuk komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia
intrauter.
Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non
crepitant, lembek dan alastis. Yang khas paru ini tidak mampu
mengembang di dalam air. Secara histologis, alveoli mempunyai paru
bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi dindingin septa
yang tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang prominem melaposi
rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein granular bercampur
dengan debris amnion dan rongga udara. Atelektasi neonatorum pada
sistem, gawat napas, telah di bahas disebelumnya.
a. Atelektasis Acquired atau Didapat
Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang
menyebabkan kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah
berkembang. Jadi terbagi atas atelektasis absorpsi, kompresi,
kontraksi dan bercak. Istilah ini banya menyangkut mechanisme
dasar yang menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari
perubahan tersebut.
1) Altelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali
tersumbat sehingga udara tidak dapat memasuki bagian distal
parenkim. Udara yang telah tersedia secara lambat laun
memasuki aliran darah, disertai dengan kolapsnya alveoli.
Tergantung dari tingkat obstruksi saluran udara, seluruh paru,
merupakan lobus yang lengkap, atau bercak segmen dapat
terlibat. Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah abstruksi
bronchus oleh suatu sumbatan mucus. Hal ini sering terjadi
pasca operasi. Asma bronchial, bronkiektasis dan bronchitis akut
serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta
kronis. Dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis,
dapat pula menyebabkan obstruksi karena sumbatan bahan
mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi disebabkan oleh
aspirasi benda asing atau bekuan darah, terutama pada anak atau
selama operasi rongga mulut atau anestesi. Saluran udara dapat
juga ter sumbat oleh tumor, terutama karsinoma bronkogenik
dengan pembesaran kelenjar getah bening (seperti pada
tuberculosis, contohnya) dan oleh aneurisma pembuluh darah.
2) Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan
penimbunan cairan darah atau udara dalam kavum pleura, yang
secara mekanis menyebabkan kolaps paru di sebelahnya. Ini
adalah kejadian yang sering pada efusi pleura dari penyebab apa
pun, namun mungkin yang paling sering dihubungkan dengan
hidrotoraks pada payah jantung kongesti. Pneumotoraks dapat
juga menyebabkan atelektasis kompresi pada penderita dengan
tirah baring dan penderita denan asites, atelaktasis basal
menyebabkan posisi diafragma yang lebih tinggi.
3) Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru
dan pleura yang menghambat ekspensi dan meningkatkan daya
pegas pada ekspirasi.
4) Atelektasis bercak bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps
paru, sepeti terjadi pada obstruksi bronkioli yang multiple
karena sekresi atau eksudat pada kedua sindrom gawat napas
orang dewasa dan bayi. Pada sebagian kecil kasus, atelektasis
terjadi karena patogenesis tertentu yang menyertai jelas pada
dinding dada.
Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya
timbul karena sumbatan mucus yang relatif akut, yang menjadi
manifest karena mendadak timbul sesak napas. Memang peristiwa
sesak napas akut dalam 48 jam setelah satu prosedur pembedahan,
hampir selalu didiagnosis sebagai atelektasis. Yang penting adalah
atelektasis dapat didiagnosis dini dan terjadi reekspensi yang tepat
dari paru yang terkena, karena perenkim yang kolaps amit peka
terhadap infeksi yang menunggagi. Atelektasis persisten segmen
paru mungkin merupakan bagian penting untuk terjadinya
karsinoma bronkogenik yang diam-diam.
2. Berdasarkan luasnya atelektasis
a) Massive atelectase, mengenai satu paru
b) Satu lobus, percabangan main bronchus
c) Gambaran khas yaitu inverted S sign → tumor ganas bronkus
dengan atelectase lobus superior paru.
d) Satu segmen → segmental atelectase
e) Platelike atelectase, berbentuk garis
f) Misal : Fleischner line → oleh tumor paru
g) Bisa juga terjadi pada basal paru → post operatif
3. Berdasarkan lokasi atelektasis
a) Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri,
maka akan tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada
foto thorak PA hamya memperlihatkan diafragma letak tinggi.
b) Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering
disebabkan peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar
getah bening yang membesar.
c) Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan
densitas tinggi dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas
dan trakea ke arah atelektasis.
d) Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto
thoraj PA, maka perlu pemotretan dengan posisi lain seperti lateral,
miring (obligue), yang memperlihatkan bagian uang terselubung
dengan penarikan fissure interlobularis.
e) Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila
penyumbatan terjadi pada bronkus kecil untuk sebagian segmen
paru, maka akan terjadi bayangan horizontal tipis, biasanya
dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan dengan proses
fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya
tidak ada keluhan.
f) Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini
meliputi bagian anterior, superior dan medial. Pada foto thorak PA
tergambarkan dengan fisura minor bagian superior dan mendial
yang mengalami pergeseran. Pada foto lateral, fisura mayor
bergerak ke depan, sedangkan fisura minor dapat juga mengalamai
pergeseran ke arah superior.
E. Etiologi
Penyebab dari atelektasis adalah :
1. Obstruktif :
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus.
Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.
Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau
benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat
oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran
kelenjar getah bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam
alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut
dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan
sel darah, serum, lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.
Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bias berasal di dalam bronkus
seperti tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan
penyumbatan bronkus akibat panekanan dari luar bronkus seperti tumor
sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.
Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang
berupa mukus.
Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorah,
cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga
thorak, tumor thorak seperti tumor mediastinum.
Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan
perkembangan paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus
poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas yang
terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan
ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan
memperberat keadaan atelektasis.
Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang
menahan rasa sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret
bronkus yang dapat memperberat terjadinya atelektasis
2. Non-obstruktif :
a) Pneumothoraks
b) Tumor
c) Pembesaran kelenjar getah bening.
d) Pembiusan (anestesia)/pembedahan
e) Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi
f) Pernafasan dangkal
g) Penyakit paru-paru
F. Patofisiologi
Setelah penyumbatan bronchial yang terjadi secara mendadak sirkulasi
darah perifer akan diserap oleh udara dari alveoli, yang akan menyebabkan
terjadinya kegagalan pernapasan dan penarikan kembali paru-paru dalam
beberapa menit, hal ini tanpa desebabkan adanya infeksi. Paru-paru akan
menyusut secara komplek. Dalam tingkat awal, perfusi darah paru-paru
akan kekurangan udara yang menyebabkan hipoksemi arterial. Jika kapiler
dan jaringan hipoksia mengakibatkan timbulnya transudat berupa gas dan
cairan serta udem paru. Pengeluaran transudat dari alveoli dan sel
merupakan pencegahan komplit kolaps dari atelektasis paru. Daerah
sekitar paru-paru yang mengalami udem kompensata sebagian akan
kehilangan volume. Bagaimanapun juga pada kasus kolaps yang luas
diafragma mengalami paninggian, dinding dada nyeri dan hal ini akan
mempengaruhi perubahan letak hati dan mediastinum.
Sesak yang disebabkan merupakan variasi perubahan stimulus pusat
respirasi dan kortek serebral. Stimulus berasal dari kemoreseptor di mana
terdapat daerah atelektasis yang luas yang menyebabkan tekanan O2
kurang atau berasal dari paru-paru dan otot pernapasan, dimana paru-paru
kekurangan oksigen tidak terpenuhi dan penambahan kerja pernapasan.
Kiranya aliran darah pada daerah yang mengalami atelektasis berkurang.
Tekanan CO2 biasanya normal atau seharusnya turun sedikit dari sisa
hiperventilasi parenkim paru-paru yang normal.
G. Manifestasi klinis
1. Mungkin tidak mengalami gejala
2. Sesak nafas yang ringan : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang
sampai setengah paru.
3. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering
sampai batuk purulenta (menghasilkan sputum)
4. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise : ditemukan berupa anorexia, nafsu makan menurun, BB
menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat di waktu malam hari
6. Takikardi
7. Sianosis
8. Panas atau temperature tinggi : subfebril, febril ( 38-40 0C) hilang
timbul
9. Syok atau penurunan kesadaran
10. Letak diafragma akan meninggi, berkurangnya gerakan dada pada sisi
yang sakit.
11. Mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser ke arah yang
sakit.
12. Bunyi pekak atau datar pada sisi yang mengalami atelektasis.
13. Suara nafas tambahan (ronkhi)
14. Pada atelektaksis yang luas bising nafas melemah atau sama sekali
tidak terdengar
15. Terdapat perbedaan pada gerak dinding thorak, gerak sela iga dan
diafragma. Pada orang yang normal gerakan dada akan seirama
sewaktu inspirasi dan ekspirasi namun pada klien atelektasis gerakan
dada pada sisi yang sakit akan tertinggal dari pada gerakan dada pada
sisi yang sehat.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Paru dapat dikatakan mengalami atelektasis bilamana seluruh/ sebagian
paru-paru mengempis, akan ada suatu bayangan homogen pada belah itu,
dengan jantung dan trakhea beranjak ke jurusan itu dan diafragma
terangkat. Bilamana hanya satu lobus yang atelaktasis disebabkan oleh
penyumbatan bronkhial, mungkin kelihatan dua kelainan yang
karakteristik. Kelainan pertama adalah suatu bayangan yang homogen
daripada lobus yang kempis itu sendiri, yang akan menempati ruangan
yang lebih kecil daripada bilamana ia berkembang sama sekali.
Lobus kiri atas bilamana kempis biasanya mencakup lingula, dan
bayangan yang diakibatkannya adalah lebih tidak tegas tanpa batas bawah
yang tegas. Akan tetapi pada proyeksi lateral akan kelihatan suatu
bayangan berbentuk lidah dengan puncaknya dekat diafragma; di sebelah
anterior, ini mungkin sampai kepada sternum, atau mungkin dipisahkan
oleh suatu daerah yang translusen yang disebabkan oleh paru-paru kanan
yang menyelip diantaranya dan sternum di sebelah posterior bayangan itu
mempunyai batas yang tegas dengan batas konkaf yang disebabkan oleh
fisura besar yang terdesak ke depan.
Suatu lobus tengah akan menyebabkan suatu bayangan yang sangat tidak
tegas pada proyeksi anterior, akan tetapi mungkin mengaburkan batas
daripada jantung kanan, pada proyeksi lateral ia akan kelihatan sebagai
suatu bayangan berbentuk pita yang membujur dari hilus ke angulus
sterno-diafragmatikus. Batas atasnya yang tegas dibentuk oleh fisura
horizontalis yang terdekat, sedangkan batas belakangnya yang konkaf oleh
fisura mayor yang terdesak ke depan.
Lobus bawah yang kempis menyebabkan suatu bayangan berbentuk
segitiga, dengan batas lateral yang tegas yang membujur ke bawah dan
keluar dari daerah hilus ke diafragma. Oleh karena ia biasanya terletak di
belakang bayangan jantung, ia hanya dapat dilihat bilamana radiograf
adalah baik. Pada proyeksi lateral bayangan mungkin kabur sekali, akan
tetapi biasanya kehadirannya memberikan tiga gambar; vertebrae torakalis
di sebelah bawah akan kelihatan lebih berwarna abu-abu daripada hitam
daripada vertebrae di sebelah tengah; bagian posterior daripada bayangan
diafragma kiri akan tidak dapat dilihat; dan akhirnya, daerah vertebrae
bawah di belakang bayangan jantung akan kurang hitam daripada daerah
translusen di belakang sternum.
Gejala-gejala yang karakteristik lainnya adalah konsekuensi daripada
bayangan-bayangan vaskuler menjadi kabur di dalam opasitas umum
daripada lobus yang tidak mengandung udara, sedangkan bayangan
pembuluh-pembuluh darah di dalam lobus yang lain adalah lebih
memencar oleh karena ia mengisi suatu volume yang lebih besar.
Pembuluh-pembuluh darah hilus pada sebelah yang terkena penyakit akan
menunjukkan suatu konveksitas lateral dan bukan suatu konkafitas seperti
dalam keadaan normal pada tempat dimana grup daripada lobus atas
bertemu dengan arteria basalis di samping itu, hilus akan menjadi lebih
kecil daripada di sebelah yang lain, sedangkan pembuluh-pembuluh darah
paru-paru akan lebih memencar sehingga per unit daerah akan kelihatan
lebih sedikit daripada di sebelah yang lain (normal). Hanya akan ada
sedikit atau sama sekali tidak ada translusensi yang relatif, oleh karena
aliran kapiler bertambah besar, sedangkan pendesakan trakhea atau
peninggian diafragma biasanya sedikit dan jantung beralih hanya sedikit
ke jurusan lobus yang kempis yaitu pada kolaps daripada lobus bawah,
atau yang lebih sering sama sekali tidak pada kolaps daripada lobus atas.
1. Kolaps Lobus Atas Kanan
Foto PA
Densitas uniform akibat lobus
kanan yang kolaps dan mengkerut
(panah).
Fisura interlobaris kanan bergeser
ke atas ke arah mediastinum
(panah lebar)
Foto Lateral
Lobus yang kolaps tidak terlihat. Ini akan
membedakannya dengan pneumonia.
Konsolidasi akan bisa dilihat dari kedua
proyeksi tetapi kolaps mungkin hanya
bisa dilihat dari satu proyeksi saja.
2. Kolaps Lobus Medius Kanan
Foto PA
Terlihat densitas didekat jantung
pada lapangan tengah dekat
hilus. Bentuknya mirip segitiga.
Bagian paru yang lain nampak
bersih.
Foto Lateral
Kolaps lobus medius selalu lebih jelas
terlihat pada proyeksi lateral, terutama
pada anak-anak.
Terlihat densitas berbentuk segitiga
dibagian depan, menunjukkan kolaps
lobus medius (panah).
Foto PA
Hipertranslusen pada lobus kanan atas, terjadi
karena adanya peningkatan volume sebagai
kompensasi.
Lobus bawah kanan kolaps ke arah jantung
dan mediastinum (panah) dan menghilangkan
sinus cardiophrenicus. Batas lateralnya tegas.
Hilus kanan “menghilang” karena pembuluh
darah paru pindah ke arah jantung sebagai
akibat kolaps paru.
Foto PA
Hipertranslusen lobus atas kanan (panah
lebar).
Bila dibandingkan dengan kolaps lobus bawah
kanan saja, densitas pada foto ini lebih luas
dan batasnya kurang tegas.
Foto PA
Terlihat pergeseran ringan jantung dan mediastinum ke kiri.
Hilus kiri turun dibawah hilus kanan (panah).
Terlihat penurunan corakan vaskular pada bagian paru kiri yang over-expanded
(panah lebar). Lobus bawah yang kolaps tidak terlihat pada foto yang kurang
keras ini (bandingkan dengan foto “keras” dibawah ini).
I. Penatalaksanaan
Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
1. Medis
a) Pemeriksaan bronkoskopi
b) Pemberian oksigenasi
c) Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik
dan kortikosteroid)
d) Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan)
e) Pemeriksaan bakteriologis
2. Keperawatan
a) Teknik batuk efektif
b) Pegaturan posisi secara teratur
c) Melakukan postural drainase dan perkusi dada
J. Komplikasi
Menurut Madappa (2010), komplikasi atelektaksis di antaranya adalah :
1. Pnemonia akut
2. Bronkietaksis
3. Hipoksemia dan gagal nafas
4. Sepsis
5. Efusi plura dan empiema
K. Pencegahan
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya
atelektasis :
1. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk
bernafas dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat
mungkin.
2. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa
diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum
pembedahan.
3. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang
menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan
lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu
pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus-menerus ke
paru-paru, sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran
pernafasan tidak dapat menciut.
II. Asuhan Keperawatan pada pasien Atelektasis
A. Pengkajian
Pemeriksaan inspeksi pada klien dengan atelektasis akan terlihat adanya
peningkatan frekuensi pernapasan, pergerakan napas dari sisi paru yang
sakit sedikit tertinggal dari sisi paru yang sehat.
Pada palpasi ditemukan adanya ruang antar-iga yang menyempit dan cekung
pada sisi sakit akibat kolapsnya alveoli, pada trakhea ditemukan adanya
deviasi ke arah sisi paru yang mengalami atelektasis.
Pemeriksaan taktil fremitus berkurang sampai menghilang sesuai banyaknya
lobos yang mengalami atelektasis.
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi paru yang sakit.
B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan: - Infeksi, disfungsi neuromuskular,
hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma, trauma
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
DS:
- DispneuDO:- Penurunan suara nafas- Orthopneu- Cyanosis- Kelainan suara nafas (rales,
wheezing)- Kesulitan berbicara- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada- Produksi sputum- Gelisah- Perubahan frekuensi dan irama
nafas
NOC: Respiratory status :
Ventilation Respiratory status : Airway
patency Aspiration ControlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama …………..pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab.
Saturasi O2 dalam batas normal
Foto thorak dalam batas normal
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
Berikan O2 ……l/mnt, metode……… Anjurkan pasien untuk istirahat dan
napas dalam Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan Berikan bronkodilator :
- ………………………- ……………………….- ………………………
Monitor status hemodinamik Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab Berikan antibiotik :
…………………….…………………….
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2 Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
mengencerkan sekret Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan : - Hiperventilasi - Penurunan energi/kelelahan - Perusakan/pelemahan muskulo-
skeletal - Kelelahan otot pernafasan - Hipoventilasi sindrom - Nyeri - Kecemasan - Disfungsi Neuromuskuler - Obesitas- Injuri tulang belakang
DS:- Dyspnea- Nafas pendek DO:
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi - Penurunan pertukaran udara per menit - Menggunakan otot pernafasan
tambahan
NOC: Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway
patency Vital sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………..pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil: Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang
NIC: Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan Berikan bronkodilator :
-…………………..…………………….
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea Pertahankan jalan nafas yang paten Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi Monitor vital sign Informasikan pada pasien dan keluarga
- Orthopnea - Pernafasan pursed-lip - Tahap ekspirasi berlangsung sangat
lama - Penurunan kapasitas vital- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt
normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
Ajarkan bagaimana batuk efektif Monitor pola nafas
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pertukaran gas Berhubungan dengan :è ketidakseimbangan perfusi ventilasiè perubahan membran kapiler-alveolarDS:è sakit kepala ketika bangunè Dyspnoeè Gangguan penglihatanDO:è Penurunan CO2è Takikardiè Hiperkapniaè Keletihanè Iritabilitasè Hypoxiaè kebingunganè sianosisè warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)è Hipoksemiaè hiperkarbiaè AGD abnormalè pH arteri abnormalèfrekuensi dan kedalaman nafas
abnormal
NOC: Respiratory Status : Gas
exchange Keseimbangan asam Basa,
Elektrolit Respiratory Status : ventilation Vital Sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Gangguan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasi:
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal
AGD dalam batas normal Status neurologis dalam batas
normal
NIC : Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan Berikan bronkodilator ;
-………………….-………………….
Barikan pelembab udara Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
Observasi sianosis khususnya membran mukosa
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
III. Sumber Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Simon, G. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum.
Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1981 : 275
Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995 : 1287
Palmer, P.E.S. Petunjuk Membaca Foto Untuk Doker Umum. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1995 : 45-50
Soemantri,Irman.(2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan Edisi 2.Salemba Medika :Jakarta.
Smeltzer.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Stuart and Sudden.
EGC:Jakarta
http://www.scribd.com/doc/143708944/Woc-Atelektasis-Deal diakses tanggal
24 September 2013