BAB I
PENDAHULUAN
Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan
siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu
spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh.
Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma
endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen
eksogen
Menoragia adalah Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari
dengan jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan
kasus ini sama dengan hipermenorea.
Hyperplasia endometrium adalah keadaan dimana endometrium tumbuh
secara berlebihan. Kelainan ini bersifat benigna ( jinak ) ; akan tetapi pada
sejumlah kasus dapat berkembang kearah keganasan uterus. Sejumlah wanita
berada pada resiko tinggi menderita hiperplasia endometrium.
Penebalan pada lapisan dinding dalam rahim atau yang disebut dengan
hyperplasia endometrium terjadi karena kerja hormon estrogen. Makanya, jika
terjadi penebalan berlebih itu menunjukkan adanya peningkatan berlebih dari
kadar hormon estrogen itu sendiri.
Pada kasus umum, peningkatan hormon estrogen bisa terjadi akibat dipicu
oleh tumbuhnya kista. Pada kasus lain, penebalan dinding rahim juga terjadi
karena faktor ketidakseimbangan hormonal dimana peningkatan hormon estrogen
tak diimbangi oleh peningkatan progesteron. Kondisi ini juga biasanya dialami
oleh wanita yang tergolong berbadan gemuk karena produksi estrogennya
berlebihan. Jadi, hiperplasia endometrium sebenarnya bisa dialami siapa pun, baik
yang sudah memiliki anak maupun belum
1
BAB II
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
A. IDENTITAS PASIEN DAN KELUARGA
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. Mulyani
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 43 tahun
Status Pernikahan : Menikah
Alamat :Dusun Karang Sari, Desa Tanggul Rejo RT 002/RW 013,
Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Pembantu Rumah Tangga
b. Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn. Bari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 50 tahun
Status Pernikahan : Menikah
Alamat :Dusun Karang Sari, Desa Tanggul Rejo RT 002/RW 013,
Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan :Buruh Harian
2
B. PROFIL KELUARGA YANG TINGGAL SATU RUMAH
Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga Kandung dan yang tinggal satu
rumah
No Nama
Kedudukan
dalam
Keluarga
JKUmur
(th)
Pendidika
nPekerjaan
Keteranga
n
1. Tn. Bari Kepala keluarga
L 50 Tamat SD Buruh harian
Sehat
2. Ny. Mulyani Ibu rumah tangga
P 43 Tamat SD Pembantu Rumah Tangga
Pasien
3. Ratna R Anak P 22 Tamat SMA Karyawan Swasta
Sehat
4. Rio Anak L 16 SMA Pelajar Sehat
Gambar 1. Pohon Keluarga
3
Keterangan:
Perempuan Pasien
Laki-laki Meninggal
C. RESUME PENYAKIT DAN PENATALAKSANAAN YANG SUDAH
DILAKUKAN
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 18 September 2013
pukul 14.00 WIB hingga 15.30 WIB dan 23 September 2013 pukul 16.00 hingga
pukul 16.00 WIB di rumah pasien di Dusun Karang Sari, Desa Tanggul Rejo RT
002/RW 013, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang
a. Keluhan Utama
Perdarahan pervaginam sejak 38 hari yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Saat Kunjungan Pertama (18 September
2013)
Pasien mengaku mengalami perdarahan pervaginam sejak 38 hari
lalu, darah berwarna merah gelap seperti flek-flek kurang lebih sebanyak 4
pembalut. Pasien juga mengeluhkan adanya sedikit nyeri perut bawah bagian
tengah. Pasien tidak pernah teraba benjolan disekitar perut dan riwayat maag
disanagkal. Keputihan juga disangkal oleh pasien. Pasien terakhir
berhubungan suami istri kurang lebih 3 bulan lalu. Penurunan berat badan
disangkal oleh pasien.
Pasien mengatakan pernah dikuret pada tahun 1990 karena
keguguran. Pada tahun 2005 dan 2011 pasien dikuret karena
menometrorrhagia dan suspek penembalan endometrium berdasarkan
diagnosis dokter dan hasil USG.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah memiliki riwayat keguguran pada tahun 1990.
Pasien pernah dikuret dengan riwayat hyperplasia endometrium sebanyak 2
kali di RSUD Tidar.
4
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
pasien. Pasien mengatakan kedua orang tua pasien sudah meninggal. Riwayat
darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, asma dan alergi dalam keluarga
disangkal.
e. Riwayat Haid
Menarche : 14 tahun
Siklus haid tidak teratur, banyaknya 4-6 kali ganti pembalut.
HPHT : 12 Agustus 2012
Riwayat penikahan : 19 tahun, satu kali
f. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah satu kali.
g. Riwayat KB
Pasien mengaku pernah menggunakan KB jenis suntik tahun 2000,
karena terjadi perdarahan pasien tidak menggunakan KB lagi.
h. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tabel 2. Riwayat Obstetri Pasien
HamilKe
Abortus/Normal/SC
KelaminUsia
(Tahun)
BB lahir
(gram)Penolong
Tmpt lahir
Keadaan sekarang
1 Abortus usia kehamilan 1,5 bulan (1990)
- - - - - -
2 Normal Perempuan 22 3700 Dukun Bayi
Rumah pasien
Sehat
3 Normal Laki-laki 16 3500 Dukun Bayi
Rumah pasien
Sehat
5
PEMERIKSAAN FISIK (18 September 2013)
Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah: 100/60 mmHg TB : 160 cm
Nadi : 72 x/menit BB : 54 kg
Suhu : 36,60 C
Pernapasan : 22x/menit
Status Generalis
Kepala : Normocefali
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, benjolan (-), oedem (-), nyeri tekan (-)
Hidung : Normosepti, sekret (-), deviasi septum (-)
Bibir : pucat (-), sianosis (-)
Tenggorok : T1-T1, faring hiperemis (-), granulasi (-), nyeri telan
(-)
Leher :Trakhea di tengah, pembesaran KGB (-/-), kelenjar
tiroid tidak teraba membesar
Thoraks :
Mammae : Simetris, benjolan (-), retraksi puting (-).
Paru - paru
- Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, gerak thoraks pada
pernafasan simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang
tertinggal, retraksi (-/-)
- Palpasi : Gerak nafas simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang
tertinggal, vokal fremitus simetris, sama kuat
- Perkusi : Kedua hemitoraks berbunyi sonor, batas paru hepar
setinggi ics V, peranjakan paru positive kira-kira satu sela
iga
- Auskultasi : Suara napas vesi kuler, rhonchi (-/-), wheezing (+/+)
6
Jantung
- Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris
- Palpasi : Iktus cordis teraba di ics V 2 cm lateral dari garis mid
klavikularis kiri
- Perkusi : Tidak ada nyeri ketuk, batas jantung kanan pada garis
sternalis kanan setinggi ics IV, batas paru lambung sekitar
ics VI, batas jantung kiri setinggi ics V 2 cm garis
midklavikularis kiri, batas atas jantung kiri setinggi ics III
pada garis sternalis kiri
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Lihat status gynekologi
Ekstremitas
- Inspeksi: Bentuk normal simetris, deformitas (-), sianosis (-/-),
edema (-/-)
- Palpasi : Akral hangat, edema (-/-)
Status Gynekologi
1. Abdomen :
Inspeksi : datar, tidak ada pelebaran vena, tidak ada benjolan
Palpasi : Supel, tidak teraba massa, Hepar dan lien tidak
teraba, nyeri tekan (-)
Auskultasi : Nyeri ketuk (-), Tymphani pada seluruh lapang
perut
2. Pemeriksaan dalam
Vaginal toucher : Tidak Dilakukan
Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya : tidak ada
DIAGNOSIS KERJA
Menometrorrhagia e.c Suspek Hyperplasia Endometrium
7
Dasar Diagnosis
Dari anamnesis didapatkan :
Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan perdarahan pervaginam
sejak 38 hari yang lalu
Perdarahan tidak berhenti setelah haid dan berlangsung terus menerus
sampai saat ini serta pernah dikuret dengan indikasi hyperplasia
endometrium pada tahun 2005 dan 2011
Pemeriksaan fisik didapatkan sedikit nyeri tekan pada perut pasien diatas
vesika urinaria
PENATALAKSANAAN
o Medikamentosa :
Tablet Fe
Asam Folat
hidroksi progesterone 125 mg
o Nonmedikamentosa :
Pola makan dengan gizi seimbang
Apabila ada perdarahan berulang lebih dari 7 hari segera menuju ru
mah sakit
o Operatif
Kuretage
HASIL PENATALAKSANAAN MEDIS
Keluhan perdarahan pasien telah berkurang
Faktor pendukung :
Pasien rutin memeriksa ke dokter jika keluhan perdarahan kembali
muncul.
8
Faktor penghambat:
Faktor ekonomi pasien dan kurangnya pengetahuan pasien mengenai
penyakitnya
Indikator keberhasilan :
Tidak ada perdarahan berulang yang lebih dari 7 hari
D. TABEL PERMASALAHAN PADA PASIEN
Tabel 4. Tabel Permasalahan Pada Pasien
No. Resiko & masalah
kesehatan
Rencana pembinaan Sasaran
1. Perdarahan pervaginam
terusmenerus selama ± 38 hari
Edukasi untuk periksa ke dokter
jika terdapat keluhan perdarahan
yang muncul lebih dari 7 hari
Pasien
2. Kurangnya pengetahuan dan
kesadaran mengenai penyakit
yang dideritanya
Edukasi mengenai penyakit pasien,
faktor resiko, faktor yang
memperberat.
Pasien dan
keluarga
E. IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA
a. Fungsi Biologis
Dari wawancara dengan penderita diperoleh keterangan bahwa penderita
dan keluarga pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya yakni pada
tahun 2005 dan 2011.
b. Fungsi Psikologis
Penderita tinggal bersama suami dan 2 orang anak kandungnya. Dimana
hubungan penderita dengan keluarga baik. Penderita bekerja sebagai ibu rumah
tangga sehingga banyak menghabiskan waktu di rumah, dan banyak waktu
bersama keluarga.
9
c. Fungsi Ekonomi
Biaya kebutuhan sehari-hari pasien dipenuhi oleh suami. Pendapatan
perbulan Rp 800.000. Uang tersebut dipakai untuk kebutuhan rumah tangga
seperti makan. Pasien sudah memiliki Jaminan kesehatan (JAMKESMAS).
d. Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah tamat SD.
e. Fungsi Religius
Penderita dan keluarga memeluk agama Islam, menjalankan ibadah agama
secara rutin (sholat).
f. Fungsi Sosial dan Budaya
Penderita dan keluarga tinggal di Dusun Karang Sari, Desa Tanggul Rejo,
Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, di lingkungan yang cukup bersih.
Penderita dan keluarga dapat diterima dengan baik di lingkungan rumahnya.
Komunikasi dengan tetangga baik. Keluarga penderita tidak aktif dalam kegiatan
di lingkungan masyarakat desa.
F. POLA KONSUMSI PENDERITA
Frekuensi makan rata-rata 3x sehari. Penderita biasanya makan di rumah.
Jenis makanan dalam keluarga ini tidak bervariasi. Variasi makanan sebagai
berikut: nasi, lauk (tahu, tempe, ikan), sayur (kangkung, bayam), air minum (air
putih). Pasien sangat jarang mengkonsumsi ayam atau daging. Air minum berasal
dari PAM.
G. IDENTIFIKASI FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
a. Faktor Perilaku
Pasien rutin kontrol kondisi kesehatannya di bidan.
b. Faktor Lingkungan
10
Lingkungan fisik: Kebersihan di dalam rumah cukup. Pencahayaan di
dalam rumah cukup dan sirkulasi udara cukup baik. Sumber air minum
berasal dari PAM dan dimasak sebelum diminum. Di rumah pasien
menggunakan jamban jenis leher angsa. Untuk pembuangan limbah,
dibuang ke tempat pembuangan sampah, kadang-kadang pasien
mengumpulkan sampahnya lalu dibakar.
Lingkungan non-fisik: Dari wawancara, pasien mengaku tidak tau
tentang penyakitnya. Pasien mengetahui penyakitnya melalui keterangan
dokter pada saat kontrol ke rumah sakit.
c. Faktor Sarana pelayanan kesehatan
Terdapat Puskesmas Tempuran yang berjarak 1 km dari dusun tempat
tinggal pasien.
d. Faktor keturunan
Tidak ada
H. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH
a. Gambaran Lingkungan Rumah
Rumah pasien terletak di Dusun Karang Sari, Desa Tanggul Rejo, Kec
amatan Tempuran, Kabupaten Magelang, dengan ukuran rumah
10x15m2, bentuk bangunan 1 lantai. Rumah tersebut ditempati oleh 4
orang. Secara umum gambaran rumah terdiri dari 3 kamar tidur. 1
dapur terletak bersebelahan dengan kamar tidur anak ke 2 pasien.
Rumah mempunyai langit-langit, dinding dari tembok diplester halus,
lantai terdiri dari semen. Penerangan di dalam rumah cukup terang.
Ventilasi dan jendela yang cukup memadai, yaitu dengan luas > 10 %
dan sering dibuka. Sehingga rumah menjadi terang dan tidak terasa
lembab. Cahaya matahari dapat masuk kedalam rumah. Tata letak
barang di rumah rapi. Sumber air bersih dari PAM untuk minum
maupun cuci dan masak. Air minum dimasak sendiri. Rumahnya sudah
memiliki jamban sendiri. Kebersihan dapur kurang, tidak ada lubang
asap dapur. Pembuangan air limbah ke got dan saluran limbah
11
mengalir lancar. Terdapat tempat pembuangan sampah. Jalan di depan
rumah lebarnya 4 meter terbuat dari aspal. Kebersihan lingkungan di s
ekitar rumah baik
Gambar 2. Denah Rumah Pasien
I. DIAGNOSIS FUNGSI KELUARGA
a. Fungsi Biologis
·Pasien sudah 3 kali mengalami penyakit ini.
·Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti penderita
b. Fungsi Psikologis
·Hubungan pasien dengan keluarga terjalin baik
·Hubungan sosial dengan tetangga dan kerabat baik.
c. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Kesan sosial ekonomi kurang, jika dilihat dari pekerjaannya.
d. Fungsi Religius dan Sosial Budaya
Keluarha pasien termasuk keluarga yang taat beragama. Hubungan
keluarga dan pasien dengan tetangga baik, komunikasi berjalan dengan
12
lancar. Tidak terdapat keterbatasan hubungan antara pasien dan
masyarakat.
e. Faktor Perilaku
Pasien rutin kontrol ke bidan.
f. Faktor Non Perilaku
· Pasien tinggal di rumah yang pencahayaannya cukup baik dan
ventilasi udara di rumah baik sehingga sirkulasi udara lancar
sehingga kebersihan terjaga.
· Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah cukup dekat. Jarak
antara rumah pasien dengan puskesmas 1 km.
J. DIAGRAM REALITA YANG ADA PADA KELUARGA
13
GENETIKGENETIK
PERILAKUPERILAKU
LINGKUNGANLINGKUNGANPELAYANAN KESEHATAN
PELAYANAN KESEHATAN
Bidan desa, dokter spesialis kandungan
STATUS KESEHATAN
Pasien rutin kontrol ke bidan
Ventilasi rumah dan pencahayaan baik
Gambar 3. Diagram Realita
14
K. PEMBINAAN DAN HASIL KEGIATAN
Tabel 5. Pembinaan dan Hasil Kegiatan
Tanggal Kegiatan yang dilakukan Keluarga yang
terlibat
Hasil Kegiatan
18
September
2013
Melakukan pemeriksaan ke
pada pasien dan mengamati
keadaan kesehatan rumah d
an lingkungan sekitar
Pasien dan kelu
arga
Mendapatkan diagnosis ke
rja pasien, data keluarga
pasien, gambaran perilaku
kesehatan dan mengetahui
keadaan rumah pasien.
23
September
2013
Memberikan penjelasan
kepada pasien dan keluarga
pasien mengenai penyakit,
faktor risiko,
penatalaksanaan dan
komplikasi plasenta previa
pada kehamilan.
Pasien dan
keluarga
Pasien dan keluarga pasien
dapat memahami
penjelasan yang diberikan.
L. KESIMPULAN PEMBINAAN KELUARGA
1.Tingkat pemahaman : Pemahaman terhadap pembinaan yang dilakukan
cukup baik.
2. Faktor pendukung :
- Penderita dan keluarga dapat memahami dan menangkap penjelasan
yang diberikan tentang kesehatan reproduksi wanita khususnya
tentang hyperplasia endometrium.
- Keluarga yang kooperatif dan adanya keinginan untuk mendukung
pasien untuk selalu control jika muncul keluhan perdarahan
pervaginam lebih dari 7 hari.
3.Faktor penyulit : keadaan ekonomi yang kurang, tingkat pendidikan yang
rendah.
15
4.Indikator keberhasilan : pasien sadar akan penyakitnya dan segera periksa
ke dokter jika terdapat keluhan yang sama di kemudian hari untuk
mencegah komplikasi yang dapat terjadi.
16
BAB III
METROMENORRHAGIA
1. Pengertian
Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan
dengan siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus
sebagai suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran
suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip
endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan
fungsional dan penggunaan estrogen eksogen
Menoragia adalah Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7
hari dengan jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan
pengobatan kasus ini sama dengan hipermenorea.
Menometroragia, yaitu perdarahan yang terjadi dengan interval
yang tidak teratur disertai perdarahan yang banyak dan lama
2. Penyebab
Sebab-sebab organik Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan
olah kelainan pada:
serviks uteri; seperti polip servisis uteri, erosio porsionis uteri,
ulkus pada portio uteri, karsinoma servisis uteri.
Korpus uteri; polip endometrium, abortus imminens, abortus
insipiens, abortus incompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma,
subinvolusio uteri, karsinoma korpus uteri, sarkoma uteri, mioma
uteri.
Tuba fallopii; kehamilan ekstopik terganggu, radang tuba, tumor
tuba.
Ovarium; radang overium, tumor ovarium.
17
Sebab fungsional Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya
dengan sebab organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan
disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan
menopause. Tetapi kelainan inui lebih sering dijumpai sewaktu masa
permulaan dan masa akhir fungís ovarium. Dua pertiga wanita dari wanita-
wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional
berumur diatas 40tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam
praktek dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas,
akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarana
diperlukan perawatn di rumahsakit.
Hingga saat ini penyebab pasti perdarahan rahim disfungsional belum
diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan
rahim disfungsional, antara lain: Kegemukan (obesitas), Faktor
kejiwaan,Alat kontrasepsi hormonal Alat kontrasepsi dalam rahim (intra
uterine devices),Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan
rahim, misalnya: trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor
pembekuan darah), Kencing Manis (diabetus mellitus), dan lain-lai•
Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ
reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan
lain lain.
3. Patogenesis
Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi
(pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun
keadaan lain, misalnya pada wanita premenopause (folikel
persisten).Sekitar 90% perdarahan uterus difungsional (perdarahan rahim)
terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi.
18
Pada siklus ovulasi.
Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun
bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena
rendahnya kadar hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap
terbentuk.
Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation),
Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa
reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon
estrogen berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya
dinding rahim (endometrium) mengalami penebalan berlebihan
(hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar)
yang memadai. Nah, kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim
karena dinding rahim yang rapuh. Di lain pihak, perdarahan tidak terjadi
bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas
diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim
berkepanjangan.
4. Gambaran klinik
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi.
Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan
berulang. Kejadian tersering pada menarche (atau menarke: masa awal
seorang wanita mengalami menstruasi) atau masa pre-menopause.
a.Perdarahan ovulatori
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari perdarahan
disfungsional dengan siklus pendek (polimenore) atau panjang
(oligomenore). Untuk menegakan diagnosis perdarahan ovulatori perlu
dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jira karena perdarhan yang
lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka Madang-
kadang bentuk survei suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah
dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa
adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:
19
1. korpus luteum persistens
Dalam hal ini dijumpai perdarahan Madang-kadang bersamaan dengan
ovarium yang membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kelainan
ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering
menunjukan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens
dapat menimbulkan pelepasan endometrium yagn tidak teratur (irregular
shedding). Diagnosis ini di buat dengan melakukan kerokan yang tepat
pada waktunya, yaitu menurut Mc. Lennon pada hari ke 4 mulainya
perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi
disamping nonsekresi.
2. insufisiensi korpus luteum
Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau
polimenore. Dasarnya ahíla kurangntya produksi progesteron disebabkan
oleh gangguan LH realizing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi
endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium
yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3. apopleksia uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah
dalam uterus.
4. kelainan darah Seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan
dalam mekasnisme pembekuan darah.
b. Perdarahan anovulatoir
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium.
Dengan menurunya Kadar estrogen dibawah tingkat tertentutimbul
perdarahan yang Madang-kadang bersifat siklik, Kadang-kadang tidak
teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen ada sangkutpautnya dengan
jumlah folikel yang pada statu waktu fungsional aktif. Folikel – folikel ini
mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti
oleh folikel – folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen
tumbuh terus dan dari endometrium yang mula-mula ploriferasidapat
20
terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika gambaran ini
diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan adanya perdarahan
anovulatoir.Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu akan
tetapi paling sering pada masa permulaan yaitu pubertas dan masa
pramenopause. Pada masa pubertas perdarahan tidak normal disebabkan
oleh karena gangguan atau keterlambatan proses maturasi pada
hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan realizing faktor tidak
sempurna. Pada masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium
tidak selalu berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan
keganasan kecil sekali dan ada harapan lambat laun keadaan menjadi
normal dan siklus haid menjadi ovulatoir, pada seorang dewasa dan
terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur
mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum
yang menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Akan tetapi
disamping itu terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional
tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut. Selain itu faktor psikologik juga
berpengaruh antara lain stress kecelakaan, kematian, pemberian obat
penenang terlalu lama dan lain-lain dapat menyebabkan perdarahanan
ovulatoir
5. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam
pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan
adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin
diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan
USG dan laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan siklik (reguler)
didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan
karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen )
21
lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang
terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan –
bulan, kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu basal tubuh
( 0,3 – 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) dan
atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi
yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti
ovulasi. Diagnosis DUB setelah eksklusi penyakit organik traktus
genitalia, terkadang menimbulkan kesulitan karena tergantung pada apa
yang dianggap sebagai penyakit organik, dan tergantung pada sejauh mana
penyelidikan dilakukan untuk menyingkirkan penyakit traktus genitalia.
Pasien berusia dibawah 40 tahun memiliki resiko yang sangat rendah
mengalami karsinoma endometrium, jadi pemeriksaan patologi
endometrium tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan medis dapat
digunakan sebagai pengobatan lini pertama dimana penyelidikan secara
invasif dilakukan hanya jika simptom menetap. Resiko karsinoma
endometerium pada pasien DUB perimenopause adalah sekitar 1 persen.
Jadi, pengambilan sampel endometrium penting dilakukan.
6. Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG,
FSH, LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining
gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b)
histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda
dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang
gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah
pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin
terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase
ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan
uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan
22
investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase
dalam mendeteksi abnormalitas endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil
dalam uji coba terapeutik.
7. Penatalaksanaan
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai
kemungkinan kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan
sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan. 2. Mengatur menstruasi agar kembali
normal. 3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.
Menghentikan perdarahan.
Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:
Kuret (curettage) hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi
gadis dan tidak bagi wanita menikah tapi “belum sempat berhubungan
intim”. Jenis- jenis obat (medikamentosa) yang dapat digunakan adalah :
1. Golongan estrogen.
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat
(nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani
kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis
lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan
fungsi liver.
Dosis dan cara pemberian: Estrogen konjugasi (estradiol valerat): 2,5 mg
diminum selama 7-10 hari. Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan
intramuskuler (melalui bokong). Jika perdarahannya banyak, dianjurkan
menginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konjugasi (estradiol
valerat): 25 mg secara intravenus perlahan-lahan (10-15 menit), dapat
23
diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena
dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan
berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif
endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk
peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen
bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus
endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada
kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ).
Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan,perdarahan
timbul lagi.
2. Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling
efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang
banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara
terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan
setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah
timbul pola menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami
anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan. Paparan
estrogen kronik dapat menimbulkan endometrium yang berdarah banyak
selama penarikan progestin . Speroff menganjurkan pengobatan dengan
menggunakan kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen menurun secara
bertahap.
Dua hingga empat pil diberikan setiap hari setiap enam hingga duabelas
jam , selama 5 sampai 7 hari untuk mengontrol perdarahan akut. Formula
ini biasanya mengontrol perdarahan akut dalam 24 hingga 48 jam ;
penghentian obat akan menimbulkan perdarahan berat. Pada hari ke 5
perdarahan ini, mulai diberikan kontrasepsi oral siklik dosis rendah dan
diulangi selama 3 siklus agar terjadi regresi teratur endometrium yang
berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi dapat diturunkan
bertahap ( 4 kali sehari, kemudian 3 kali sehari, kemudian 2 kali sehari )
24
selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan sekali setiap hari.
Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium, karena
paparan estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari
dan menghambat steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk
tatalaksana DUB jangka panjang pada pasien tanpa kontraindikasi dengan
manfaat tambahan yaitu mencegah kehamilan. Khususnya untuk pasien
perimenarche, perdarahan berat yang lama dapat mengelupaskan
endometrium basal, sehingga tidak responsif terhadap progestin. Kuretase
untuk mengontrol perdarahan dikontraindikasikan karena tingginya resiko
terjadinya sinekia intrauterin ( sindroma Asherman ) jika endometrium
basal dikuret. OC aman pada wanita hingga usia 40 dan diatasnya yang
tidak obes, tidak merokok dan tidak hipertensi.
3. Golongan progesterone
Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional
bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi
pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain:
Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum selama
7-10 hari. Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari. Kaproas
hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuscular
4. OAINS
Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser
dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan
selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada
pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan
dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini
mengurangi kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss /
MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah
pelepasan prostanoid paling tinggi serta mengatur menstruasi agar kembali
25
normal. Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah
pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan
pemberian: Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum selama 10 hari.
Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi. Transfusi jika kadar
hemoglobin kurang dari 8 gr%. Terapi yang ini diharuskan pasiennya
untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah (250 cc)
diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini
berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira
perlu sekitar 4 kantong darah
2.8 Prognosis
Hasil pengobatan bergantung kepada proses perjalanan penyakit
(patofisiologi). Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal
secara dini dapat memberikan angka kesembuhan hingga 90 %. Pada
wanita muda, yang sebagian besar terjadi dalam siklus anovulasi, dapat
diobati dengan hasil baik.
26
BAB IV
HIPERPLASIA ENDOMETRIUM
1. Anatomi dan Fisiologi Endometrium
Uterus adalah organ muscular yang berbentuk buah pir yang terletak di
dalam pelvis dengan kandung kemih di anterior dan rectum di posterior. Uterus
biasanya terbagi menjadi korpus dan serviks. Korpus dilapisi oleh endometrium
dengan ketebalan bervariasi sesuai usia dan tahap siklus menstruasi. Endometrium
tersusun oleh kelenjar-kelenjar endometrium dan sel-sel stroma mesenkim, yang
keduanya sangat sensitive terhadap kerja hormone seks wanita. Hormon yang ada
di tubuh wanita yaitu estrogen dan progesteron mengatur perubahan endometrium,
dimana estrogen merangsang pertumbuhan dan progesterone
mempertahankannya.1
27
Pada ostium uteri internum, endometrium bersambungan dengan kanalis
endoserviks, menjadi epitel skuamosa berlapis.
Endometrium adalah lapisan terdalam pada rahim dan tempatnya
menempelnya ovum yang telah dibuahi. Di dalam lapisan Endometrium terdapat
pembuluh darah yang berguna untuk menyalurkan zat makanan ke lapisan ini.
Saat ovum yang telah dibuahi (yang biasa disebut fertilisasi) menempel di lapisan
endometrium (implantasi), maka ovum akan terhubung dengan badan induk
dengan plasenta yang berhubung dengan tali pusat pada bayi.
Lapisan ini tumbuh dan menebal setiap bulannya dalam rangka
mempersiapkan diri terhadap terjadinya kehamilan,agar hasil konsepsi bisa
tertanam. Pada suatu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh sperma, maka kurpus
luteum akan berhenti memproduksi hormon progesteron dan berubah menjadi
korpus albikan yang menghasilkan sedikit hormon diikuti meluruhnya lapisan
endometrium yang telah menebal, karena hormon estrogen dan progesteron telah
berhenti diproduksi. Pada fase ini, biasa disebut menstruasi atau peluruhan
dinding rahim.3
2. Siklus Endometrium Normal
Endometrium normal menunjukkan perubahan siklik yang disebabkan
oleh perubahan terkait dalam produksi hormon ovarium. Pemeriksaan histologik
endometrium pada specimen biopsy atau kuretase memungkinkan evaluasi fase
siklus endometrium. Bersama dengan riwayat menstruasi pasien, hal ini dapat
memberikan informasi penting mengenai kemungkinan penyebab perdarahan
uterus abnormal.1
Siklus endometrium terbagi menjadi fase proliferative praovulasi yang
merupakan akibat stimulasi estrogen dan fase sekresi pascaovulasi yang diatur
oleh sekresi progesterone korpus luteum. Hari pertama siklus adalah mulainya
menstruasi.
28
Pada fase proliferative, terjadi pembentukan kembali endometrium yang
terlepas dari basal dan gambaran mitotic pada sel-sel stroma maupun kelenjar.
Endometrium menebal, dan kelenjar mulai menjadi berkelok-kelok. Fase sekretori
dimulai setelah ovulasi dengan sekresi progesterone luteum. Bukti histologis
pertama bahwa endometrium berada dalam fase sekretorik terlihat 2 sampai 4 hari
setelah ovulasi, ketika vakuol sekretorik subinti muncul di dalam kelenjar.
Kemudian, sekresi hal tersebut bergerak ke puncak sel inti bergerak kembali ke
dasar. Edema stroma tampak pada hari ke tujuh pascaovulasi. Kelenjar tersebut
menjadi lebih berkelok-kelok secara progresif dan secara tipikal ujungnya
berbentuk seperti gerigi pada siklus.
Arteriol spiral menjadi menonjol pada hari ke sembilan setelah ovulasi.
Mulai pada hari ke sembilan setelah ovulasi, sel-sel stroma menjadi lebih besar,
dengan peningkatan kandungan glikogen dan banyaknya sitoplas (perubahan
pradesidua). Pada saat fertilisasi tidak terjadi, neutrofil tampak di dalam stroma
sekitar 13 hari setelah ovulasi, disertai dengan meningkatnya perdarahan dan
nekrosis fokal kelenjar. (fase pramenstruasi). Dalam fase sekretorik siklus ini,
histology endometrium memungkinkan penilaian yang sangat akurat (dalam 2
hari) mengenai tanggal siklus tersebut dalam kaitan dengan ovulasi.
Menstruasi terjadi akibat penurunan mendadak estrogen dan progesterone
akibat degenerasi korpus luteum. Arteriol spiral kolaps, menyebabkan degenerasi
iskemik pada endometrium. Endometrium menstrual menunjukkan terlepasnya
kelenjar, perdarahan, dan infiltrasi oleh leukosit neutrofil. Keseluruhan permukaan
endometrium hingga lapisan basal terlepas selama menstruasi, keseluruhan proses
ini memerlukan waktu 3-5 hari.1
3. Hiperplasia Endometrium
3.1. Definisi
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari kelenjar,
dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi limfosit pada
endometrium. Bersifat noninvasif, yang memberikan gambaran morfologi berupa
29
bentuk kelenjar yang irreguler dengan ukuran yang bervariasi. Pertumbuhan ini
dapat mengenai sebagian maupun seluruh bagian endometrium.3
Hyperplasia endometrium juga didefenisikan sebagai lesi praganas yang
disebabkan oleh stimulasi estrogen yang tanpa lawan. Hal ini biasanya terjadi
sekitar atau setelah menopause dan terkait dengan perdarahan uterus berlebihan
dan ireguler.1
Menurut referensi lain, hiperplasia endometrium adalah suatu masalah
dimana terjadi penebalan/pertumbuhan berlebihan dari lapisan dinding dalam
rahim (endometrium), yang biasanya mengelupas pada saat menstruasi.3
Hiperplasia endometrium biasa terjadi akibat rangsangan / stimulasi
hormon estrogen yang tidak diimbangi oleh progesteron. Pada masa remaja dan
beberapa tahun sebelum menopause sering terjadi siklus yang tidak berovulasi
sehingga pada masa ini estrogen tidak diimbangi oleh progesteron dan terjadilah
hiperplasia. Kejadian ini juga sering terjadi pada ovarium polikistik yang ditandai
dengan kurangnya kesuburan (sulit hamil).4
3.2. Klasifikasi
Risiko keganasan berkorelasi dengan keparahan hyperplasia, sehingga
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Hyperplasia sederhana (hyperplasia ringan). Dicirikan dengan peningkatan
jumlah kelenjar proliferative tanpa atipia sitologik. Kelenjar tersebut,
30
meskipun berdesakan dipisahkan oleh stroma selular padat dan memiliki
berbagai ukuran. Pada beberapa kasus, pembesaran kelenjar secara kistik
mendominasi (hyperplasia kistik). Risiko karsinoma endometrium sangat
rendah.
2) Hyperplasia kompleks tanpa atipia (hyperplasia sedang/hyperplasia
adenomatosa). Menunjukkan peningkatan jumlah kelenjar dengan posisi
berdesakan. Epitel pelapis berlapis dan memperlihatkan banyak gambaran
mitotic. Sel-sel pelapis mempertahankan polaritas normal dan tidak
menunjukkan pleomorfisme atau atipia sitologik. Stroma selular padat
masih terdapat di antara kelenjar.
3) Hyperplasia kompleks dengan atipia (hyperplasia berat/hyperplasia
adenomatosa atipikal). Dicirikan dengan berdesakannya kelenjar dengan
kelenajr yang saling membelakangi dan nyatanya atipia sitologik yang
ditandai dengan pleomorfisme, hiperkromatisme dan pola kromatin inti
abnormal. Hyperplasia kompleks dengan atipia menyatu dengan
adenokarsinoma in situ pada endometrium dan menimbulkan risiko
karsinoma endometrium yang tinggi.1,2
3.3. Pathogenesis
Hiperplasia endometrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau adanya
stimulasi unoppesd estrogen (estrogen tanpa pendamping progesteron / estrogen
tanpa hambatan). Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi
Gonadotrpin (feedback mechanism). Akibatnya rangsangan terhadap pertumbuhan
folikel berkurang, kemudian terjadi regresi dan diikuti perdarahan.
Pada wanita perimenopause sering terjadi siklus yang anovulatoar
sehingga terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum sehingga
estrogen tidak diimbangi oleh progesteron. Akibat dari keadaan ini adalah
terjadinya stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun stroma
endometrium tanpa ada hambatan dari progesteron yang menyebabkan proliferasi
berlebih dan terjadinya hiperplasia pada endometrium. Juga terjadi pada wanita
31
usia menopause dimana sering kali mendapatkan terapi hormon penganti
yaituprogesteron dan estrogen, maupun estrogen saja.
Estrogen tanpa pendamping progesterone (unoppesd estrogen) akan
menyebabkan penebalan endometrium. Peningkatan estrogen juga dipicu oleh
adanya kista ovarium serta pada wanita dengan berat badan berlebih.
3.4. Gejala Klinis
Siklus menstruasi tidak teratur, tidak haid dalam jangka waktu lama
(amenorrhoe) ataupun menstruasi terus-menerus dan banyak (metrorrhagia).
Selain itu, akan sering mengalami flek bahkan muncul gangguan sakit
kepala, mudah lelah dan sebagainya. Dampak berkelanjutan dari penyakit ini,
adalah penderita bisa mengalami kesulitan hamil dan terserang anemia berat.
Hubungan suami-istri pun terganggu karena biasanya terjadi perdarahan yang
cukup parah.
3.5. Factor Risiko
Hiperplasia Endometrium seringkali terjadi pada sejumlah wanita yang memiliki
resiko tinhggi :
1. Sekitar usia menopause
2. Didahului dengan terlambat haid atau amenorea
3. Obesitas ( konversi perifer androgen menjadi estrogen dalam jaringan
lemak )
4. Penderita Diabetes melitus
5. Pengguna estrogen dalam jangka panjang tanpa disertai pemberian
progestin pada kasus menopause
6. PCOS – polycystic ovarian syndrome
7. Penderita tumor ovarium dari jenis granulosa theca cell tumor
32
3.6. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa hyperplasia
endometrium dengan cara USG, Dilatasi dan Kuretase, lakukan pemeriksaan
Hysteroscopy dan dilakukan juga pengambilan sampel untuk pemeriksaan PA.
Secara mikroskopis sering disebut Swiss cheese patterns.
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pada wanita pasca menopause ketebalan endometrium pada pemeriksaan
ultrasonografi transvaginal kira kira < 4 mm. Untuk dapat melihat keadaan
dinding cavum uteri secara lebih baik maka dapat dilakukan pemeriksaan
hysterosonografi dengan memasukkan cairan kedalam uterus.
Biopsy
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan biopsi
yang dapat dikerjakan secara poliklinis dengan menggunakan mikrokuret. Metode
ini juga dapatmenegakkan diagnosa keganasan uterus.
33
Dilatasi dan Kuretase
Dilakukan dilatasi dan kuretase untuk terapi dan diagnosa perdarahan uterus.
Histeroskopi
Histeroskopi adalah tindakan dengan memasukkan
peralatan teleskop kecil kedalam uterusuntuk melihat
keadaan dalam uterus dengan peralatan ini selain
melakukan inspeksi juga dapat dilakukan tindakan
pengambilan sediaan biopsi untuk pemeriksaan
histopatologi.
3.7. Diagnosis Banding
Hiperplasia mempunyai gejala perdarahan abnormal
oleh sebab itu dapat dipikirkan kemungkinan:
1) karsinoma endometrium, 4) Polip
2) abortus inkomplit
3) leiomioma
3.8. Terapi
Terapi atau pengobatan bagi penderita hiperplasia, antara lain sebagai berikut:
1) Tindakan kuretase selain untuk menegakkan diagnosa sekaligus sebagai terapi
untuk menghentikan perdarahan.
2) Selanjutnya adalah terapi progesteron untuk menyeimbangkan kadar hormon di
dalam tubuh. Namun perlu diketahui kemungkinan efek samping yang bisa
terjadi, di antaranya mual, muntah, pusing, dan sebagainya. Rata-rata dengan
pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan, gangguan penebalan dinding rahim sudah
bisa diatasi. Terapi progestin sangat efektif dalam mengobati hiperplasia
endometrial tanpa atipi, akan tetapi kurang efektif untuk hiperplasia dengan atipi.
Terapi cyclical progestin (medroxyprogesterone asetat 10-20 mg/hari untuk 14
34
hari setiap bulan) atau terapi continuous progestin (megestrol asetat 20-40
mg/hari) merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan hiperplasia
endometrial tanpa atipi. Terapi continuous progestin dengan megestrol asetat (40
mg/hari) kemungkinan merupakan terapi yang paling dapat diandalkan untuk
pasien dengan hiperplasia atipikal atau kompleks. Terapi dilanjutkan selama 2-3
bulan dan dilakukan biopsi endometrial 3-4 minggu setelah terapi selesai untuk
mengevaluasi respon pengobatan.
3) Jika pengobatan hormonal yang dijalani tak juga menghasilkan perbaikan,
biasanya akan diganti dengan obat-obatan lain.
Tanda kesembuhan penyakit hiperplasia endometrium yaitu siklus haid kembali
normal.
Jika sudah dinyatakan sembuh, ibu sudah bisa mempersiapkan diri untuk kembali
menjalani kehamilan. Namun alangkah baiknya jika terlebih dahulu
memeriksakan diri pada dokter. Terutama pemeriksaan bagaimana fungsi
endometrium, apakah salurannya baik, apakah memiliki sel telur dan sebagainya.
4) Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang terdeteksi ada
kanker, maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi pengangkatan rahim.
Penyakit hiperplasia endometrium cukup merupakan momok bagi kaum
perempuan dan kasus seperti ini cukup dibilang kasus yang sering terjadi, maka
dari itu akan lebih baik jika bisa dilakukan pencegahan yang efektif.
3.9. Prognosis
Umumnya lesi pada hiperplasia atipikal akan mengalami regresi dengan
terapi progestin, akan tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi
ketika terapi dihentikan dibandingkan dengan lesi pada hiperplasia tanpa atipi.
Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi 62,5% pasien
dengan hiperplasia endometrium atipikal yang tidak diterapi ternyata juga
mengalami karsinoma endometrial pada saat yang bersamaan. Sedangkan pasien
35
dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi yang di histerektomi hanya 5%
diantaranya yang juga memiliki karsinoma endometrial.
3.10. Pencegahan
Langkah-langkah yang bisa disarankan untuk pencegahan, seperti :
1. Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan rahim secara rutin,
untuk deteksi dini ada kista yang bisa menyebabkan terjadinya penebalan
dinding rahim.
2. Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami gangguan seputar
menstruasi apakah itu haid yang tak teratur, jumlah mestruasi yang banyak
ataupun tak kunjung haid dalam jangka waktu lama.
3. Penggunaan etsrogen pada masa pasca menopause harus disertai dengan
pemberian progestin untuk mencegah karsinoma endometrium.
4. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi
progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan.
Terapi terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral kombinasi.
5. Rubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan.
36
BAB V
KESIMPULAN
Menometroragia, yaitu perdarahan yang terjadi dengan interval yang tidak
teratur disertai perdarahan yang banyak dan lama
Sebab-sebab organik Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium dapat
disebabkan olah kelainan atau penyakit pada serviks korpus uteri, tuba fallopii,
ovarium itu sendiri.
Hiperplasia Endometrium adalah suatu kondisi di mana lapisan dalam
rahim (endometrium) tumbuh secara berlebihan. Kondisi ini merupakan proses
yang jinak (benign), tetapi pada beberapa kasus (hiperplasia tipe atipik) dapat
menjadi kanker rahim.
Hormon yang ada di tubuh wanita: estrogen dan progesteron mengatur
perubahan endometrium, dimana estrogen merangsang pertumbuhannya dan
progesteron mempertahankannya. Sekitar pertengahan siklus haid, terjadi ovulasi
(lepasnya sel telur dari indung telur). Jika sel telur ini tidak dibuahi (oleh sperma),
maka kadar hormon (progesteron) akan menurun, sehingga timbullah
haid/menstruasi.
Pada saat mendekati menopause, kadar hormon2 ini berkurang. Setelah
menopause wanita tidak lagi haid, karena produksi hormon ini sangat sedikit
sekali. Untuk mengurangi keluhan/gejala menopause sebagian wanita memakai
hormon pengganti dari luar tubuh (terapi sulih hormon), bisa dalam bentuk
kombinasi estrogen + progesteron ataupun estrogen saja.
Risiko terjadinya hiperplasia endometrium bisa tinggi pada: usia sekitar
menopause, menstruasi yang tidak beraturan atau tidak ada haid sama sekali, over-
weight, diabetes, SOPK (PCOS), mengkonsumsi estrogen tanpa progesteron
dalam mengatasi gejala menopause. Gejalanya yang biasa/sering adalah
37
perdarahan pervaginam yang tidak normal (bisa haid yang banyak dan
memanjang).
Pada kebanyakan kasus hiperplasia dapat diobati dengan obat-obatan yaitu
dengan memakai progesteron. Progesteron menipiskan/menghilangkan penebalan
serta mencegahnya tidak menebal lagi. Namun pemakain progesteron ini
menimbulkan bercak (spotting).
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. III, cet.II, Jakarta, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1992,hal.365-376.
2. Bagian Obstetri & Ginekologi Fak. Kedokteran Universitas Sumatera
Utara/R.S Dr. Pringadi Medan, Pedoman Diagnosis dan Therapi Obstetri-
Ginekologi R.S. Dr. Pringadi Medan, 1993, hal 6-10,
3. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung.
Obstetri Patologi. Bandung: Elstar offset, 1982; 110-27.
4.. Manuaba bagus ida. Reproduksi wanita Arcan, Jakarta, 2005.
5. Prawirohardjo sarwono, Ilmu Kebidanan, PT BPSSP, Jakarta 2009.
6. B, Achmad. Ilmu Kesehatan Reproduksi Ginekologi. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran.
39