FOOD-DRUG INTERACTION CASE STUDY
“Diabetes Mellitus Hipertensi_Gard”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Food-Drug Interaction T.A 2013
Dosen Pembimbing : Fajar Ari Nugroho, S.Gz
Oleh:
Kelompok 9/ A2
Yunita Arin S. 115070307111007
Rina Dwi A. 115070307111008
Rifki Afif Tamimi 115070307111009
Yani Rahmawati 115070313111001
Safira Ainun U. 115070313111002
Santi Ratnawati 115070313111003
PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB I
IDENTIFIKASI SIGN DAN SYMPTOM PASIEN
Tn. Jupri (65 tahun) masuk rumah sakit dengan diagnosa awal Diabetes Mellitus dan
Hipertensi. Berdasarkan hasil anamnesa dan data status pasien diketahui bahwa pasien
mempunyai riwayat penyakit Diabetes Mellitus sejak 1 bulan yang lalu dan Hipertensi
sudah sejak dahulu.
Pasien mengeluh nafsu makan berkurang, mual, dan muntah. Hasil pemeriksaan fisik
klinis pasien pada saat MRS tanggal 3 April 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Data Fisik Klinis Pasien saat MRS
Pemeriksaan Hasil
Keadaan
Umum
lemah
Tensi
(mmHg)
150/90 mmHg
Suhu 37,4 oC
Nadi
(x/menit)
80 x/menit
Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien pada saat MRS tanggal 3
April 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.2
Tabel 1.2 Data Laboratorium Pasien saat MRS
No Pemeriksaan Hasil Keterangan
1 Hb 13,4 g/dl Normal
2 Leukosit 7800 /cmm Normal
3 Trombosit 280.000 Normal
4 PCV 37,3 % Rendah
5 GDA 235 gr/dl Tinggi
Pemeriksaan Penunjang
Hasil foto thorax tanggal 21-4-2006 : Hypertensive heart failure
Hasil USG tanggal 10-9-2007 : Multiple Gall Stones
Hasil CT scan kepala tanggal 12-9-2007 : Kesan infark serebri di capsula interna
sinistra dengan gambaran Senile Brain Atrophy
BAB II
IDENTIFIKASI JENIS OBAT
1. Ceftriaxone
a. Fungsi
Ceftriaxone merupakan golongan obat sefalosporin generasi III. Sefalosporin mirip
dengan penisilin, namun lebih stabil terhadap beta laktamase bakteri dan karena itu
memiliki aktifitas terhadap spektrum bakteri yang lebih luas, namun dapat dihidrolasi
oleh strain penghasil extended spectrum betalaktamase, seperti jenis-jenis tertentu dari
E coli dan Klebsiela. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, golongan generasi
III lebih banyak membunuh bakteri gram negatif, dan beberapa diantaranya dapat
melewati sawar darah-otak. Obat generasi III efektif terhadap Citrobacter, S.
marcescens dan providencia (walau resistensi dapat muncul di tengah pengobatan
infeksi spesies ini karena sejumlah mutasi gen yang terus menerus memproduksi
sefalosporinase). Obat-obat ini efektif pula terhadap strain haemophilus dan neisseria
penghasil beta laktamase. Namun demikian, seftriakson tidak efektif terhadap P
aeruginosa. Seperti halnya obat generasi II, dapat dihidrolase oleh AmpC beta-
laktamase , sehingga tidak aktif terhadap spesies enterobacter. 1
Ceftriakson dan sefalosporin generasi III lainnya digunakan untuk menangani
berbagai infeksi serius yang disebabkan oleh organisme yang resisten terhadap
kebanyakan obat lainnya. Namun demikian, tidak cocok untuk strain penghasil
spektrum lanjut (extended spectrum) beta laktamase. Seftriakson, bersama sefotaksim,
telah disepakati untuk pengobatan meningitis, termasuk meningitis yang disebabkan
oleh pneumokokus, meningokokus, H influenzae, dan batang gram negatif usus,
kecuali L monocytogenes. Seftriakson merupakan sefalosporin paling aktif terhadap
strain pneumokokus resisten penisilin dan direkomendasikan untuk terapi empiris
infeksi serius yang disebabkan oleh strain ini. Meningitis yang disebabkan oleh strain
pneumokokus yang sangat resisten penisilin (misal yang hanya suseptibel terhadap
MICS penisilin > 1 mcg/mL) dapat tidak berespon, dan disarankan penambahan
vankomisin. Indikasi lainnya adalah untuk terapi empiris sepsis yang tidak diketahui
sebabnya baik pada pasien imunokompeten maupun imunokompromais, dan
pengibatan infeksi.
b. Sediaan Obat
Pada Ceftriaxone ini sediaan obatnya yaitu serbuk injeksi.
2. Ranitidin
a. Fungsi Obat
Ranitidin diunakan secara oral dalam terapi ulkus duodenum dan ulkus lambung yang
aktif, gasthroesophageal reflux desease (GERD), esofagitis erosif dengan endoskopi,
dan sebagai terapi pemeliharaan pada ulkus duodenum dan ulkus lambung.Ranitidin
oral juga digunakan dalam manajemen kondisi hipersekresi gastrointestinal (GI)
patologis dan sebagai terapi pemeliharaan untuk mencegah kambuhnya esofagitis
erosif.Ranitidin juga dapat digunakan secara parenteral pada pasien rawat inap dengan
kondisi hipersekresi patologis pada saluran GI, atau sebagai terapi jangka pendek jika
terapi oral belum memberikan respon yang optimum.
Ulkus Duodenum
- Terapi Ulkus Duodenum Akut
Ranitidin oral digunakan dalam terapi jangka pendek pada ulkus duodenum
aktif yang dikonfirmasi dengan endoskopi atau radiografi. Ranitidin parenteral
digunakan pada pasien dewasa dengan diagnosa ulkus duodenum parah yang
sedang menjalani perawatan di rumah sakit atau pada terapi jangka pendek jika
terapi oral tidak memadai. Ranitidin intravena juga digunakan pada pasien anak-
anak (lebih dari bulan) dengan diagnosa ulkus duodenum.Antasida dapat
digunakan bersamaan dengan terapi ini untuk menghilangkan rasa nyeri ulkus
duodenum.Kombinasi antasida dan ranitidin ini terbukti mampu mengurangi
kesakitan pada pasien.
Khasiat dan keamanan ranitidin untuk terapi jangka panjang ulkus duodenum
belum diketahui.Keamanan dan khasiat ranitidin ini baru diketahui untuk
penggunaan selama 8 minggu.Dan pengobatan jangka pendek ulkus duodenum
aktif (hingga 8 minggu) ini tidak mencegah kekambuhannya.
- Terapi Pemeliharaan Ulkus Duodenum
Ranitidin digunakan dalam dosis rendah untuk terapi pemeliharaan setelah
proses penyembuhan ulkus duodenum untuk mencegah kekambuhan. Dalam studi
terkontrol angka kekambuhan ulkus duodenum setelah 4, 8 dan 12 bulan masing-
masing adalah 21-24, 28-35, dan 59-68% untuk kelompok plasebo, dan angka
kekambuhan pada kelompok yang diterapi dengan ranitidin 1 kali sehari 150 mg
sebelum tidur masing-masing adalah 12-20, 21-24 dan 28-35%. Dalam studi
tersebut juga diketahui bahwa efektivitas ranitidin dalam mencegah kekambuhan
ulkus duodenum menurun pada kelompok pasien dengan kebiasaan merokok.
Kondisi Hipersekresi GI Patologis
Ranitidin oral maupun intravena juga digunakan pada kondisi hipersekresi GI
patologis (misal pada pasien Zolinger Ellison Syndrome (ZES), mastositosis sistemik,
hipersekresi pasca reseksi usus.Ranitidin mengurangi sekresi asam lambung yang
berkaitan dengan gejala diare, anoreksia dan nyeri dan mempercepat penyembuhan
ulkus.Infus intravena ranitidin kontinue hingga 15 hari pada pasien ZES menghasilkan
efek pengendalian asam lambung hingga 10 mEq/jam atau lebih rendah.Antasida
dapat digunakan bersama untuk mengatassi rasa nyeri.
Antimuskarinik seperti propanthelin bromida dan iodida isopropamide juga dapat
digunakan bersama guna memperpanjang masa kerja ranitidin.
Pada pasien hipersekresi GI patologis, ranitidin terbukti mampu menyembuhkan
ulkus pada 42% pasien yang tidak merespon terapi simetidin.Pasien dengan ZES yang
gagal dengan terapi simetidin berhasil diobati dengan ranitidin 600-900 mg perhari
selama 1-12 bulan.
Ranitidin Intravena (IV) juga berhasil mengobati hipersekresi pasca operasi pada
pasien yang tampaknya resisten terhadap simetidin.
Ulkus Lambung
- Terapi Ulkus Lambung Akut
Ranitidin oral digunakan dalam terapi ulkus lambung jinak.Antasida dapat
digunakan bersama untuk menghilangkan nyeri. Efektivitas ranitidin dalam hal ini
hampir sama dengan simetidin. Ranitidin menyembuhkan ulkus lambung pada 60-
70% pasien setelah terapi selama 4 minggu, 70-80% setelah 6 minggu terapi.
Kini epidemiologi dan bukti klinis mendukung bahwa infeksi lambung oleh
bakteri Helicobacter pylori (HP) berhubungan dengan patogenesis ulkus
lambung.Sehingga dalam kondisi ini direkomendasikan penggunaan antibakteri
untuk eradikasi bakterinya.
- Terapi Pemeliharaan
Ranitidin dosis rendah digunakan dalam terapi pemeliharaan dan mencegah
kekambuhan ulkus lambung.Terapi pemeliharaan ranitidin 150 mg sebelum tidur
terbukti efektif mencegah kekambuhan ulkus lambung.
Gastroeshophageal Reflux Desease (GERD)
Dalam terapi GERD dosis yang umum pada dewasa adalah 2x150 mg
perhari.Sedangkan dosis terapi GERD pada anak-anak (1 bulan sampai 16 tahun)
adalah 5-10 mg/Kg BB perhari dalam dosis terbagi 2. Gejala GERD sering muncul
dalam waktu 24 jam setelah dumulainya terapi dengan ranitidin ini. Durasi optimum
pengobatan GERD dengan ranitidin belum diketahui.
Esofagitis Erosif
Dosis lazim untuk terapi esofagitis erosif yang terdiagnosa dengan endoskopi
pada pasien dewasa adalah 4x150 mg perhari.Sedangkan pada pasien anak 1 bulan
sampai 16 tahun dosis yang direkomendasikan adalah 5-10 mg/Kg BB perhari dalam
dosis terbagi 2.Sedangkan dalam fase pemeliharaan dosis ranitidin adalah 2x150 mg
perhari.
Swamedikasi
Dalam swamedikasi ranitidin digunakan untuk mengatasi atau mencegah gejala
mulas, perih akibat gangguan keseimbangan asam lambung pada orang dewasa atau
anak diatas 12 tahun, dosis yang dianjurkan adalah 75-150 mg 1-2 kali sehari. Untuk
keperluan swamedikasi, ranitidin sebaiknya digunakan tidak lebih dari 2 dosis perhari
dan tidak lebih dari 2 minggu.Penggunaan ranitidin harus segera dihentikan jika
gejala tidak membaik atau bahkan semakin parah.
b. Sediaan Obat
- Tablet 75 mg, 150 mg
- Kaplet 300 mg
- Sirup 75 mg/5ml (60 ml, 100 ml, 150 ml)
- Ampul 25 mg/ml (2 ml)
c. Indikasi
- Terapi jangka pendek dan pemeliharaan untuk tukak lambung, tukak duodenum,
tukak ringan aktif
- Terapi jangka pendek dan pemeliharaan untuk refluks gastroesofagus dan
esofagitis erosif.
- Terapi jangka pendek dan pemeliharaan kondisi hipersekresi patologis.
- Sebagai bagian regimen multiterapi eradikasi H. pylori untuk mengurangi risiko
kekambuhan tukak.
- Meringankan heartburn, acid indigestion, dan lambung asam.
d. Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap ranitidin.
e. Dosis, cara, dan lama pemberian
- Anak 1 bulan-16 tahun:
Pemberian secara oral:5-10 mg/kg/hari dibagi menjadi 2 kali sehari
Dosis maksimum untuk refluks gastroesofagus yaitu 300 mg/hari sedangkan
untuk esofagitis erosif adalah 600 mg/hari.
Pemberian melalui intravena:2-4 mg/kg/hari dibagi tiap 6-8 jam. Dosis
maksimum yaitu 150 mg/hari atau bila diberikan melalui infus kontinu, dosis
awal yaitu 1 mg/kg/dosis untuk satu dosis diikuti oleh infus 0,08-0,17 mg/kg /jam
atau 2-4 mg/kg/hari.
- Dewasa
Pemberian secara oral:150 mg 2 kali sehari, dosis atau frekuensi disesuaikan
dengan petunjuk dokter; dapat digunakan dosis sampai dengan 6g/hari.
Untuk esofagitis erosif melalui pemberian oral sebanyak 150 mg 4 kali/hari
sedangkan dosis pemeliharaan 150 mg 2 kali sehari.
- Eradikasi Helicobacter pillory diberikan sebanyak 150 mg 2 kali sehari serta
membutuhkan terapi kombinasi.
- Untuk mencegah heartburn, obat ini diberikan pada anak dengan usia ≥ 12 tahun
sedangkan untuk dewasa diberikan sebanyak 75 mg, 30-60 menit sebelum
mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat memicu heartburn. Dosis
maksimum yaitu 150 mg/24 jam serta dalam jangka waktu tidak lebih dari 14
hari.
- Untuk pasien yang tidak dapat menggunakan obat secara oral, diberikan secara
intramuscular sebanyak 50 mg tiap 6-8 jam. Selain itu bisa juga diberikan secara
intravena melalui intermittent bolus atau infus sebanyak 50 mg tiap 6-8 jam atau
lewat infus intravena kontinu sebanyak 6,25 mg/jam.
- Injeksi ranitidin dapat diberikan intramuscular (IM) atau intravena (IV). Injeksi
intramuscular diberikan tanpa pengenceran, sedangkan injeksi intravena harus
diencerkan, dapat diberikan melalui IVP (intravenous pyelogram) atau IVPB
(intravenous piggy back) atau infus IV kontinu. Untuk IVP ranitidine (biasanya
50 mg)harus diencerkan sampai total 20 ml dengan normal saline atau larutan
dekstrosa 5% dalam air dan diberikan selama minimal 5 menit. Sedangkan untuk
IVPB diberikan selama 15-20 menit. Dan infus IV kontinudiberikan dengan
kecepatan 6,25 mg/jam dan titrasi dosis berdasarkan pH lambung selama 24 jam.
- Pada pasien dengan klirens kreatinin kurang dari 50 mL/menit maka dosis
ranitidin yang direkomendasikan adalah 150 mg setiap 24 jam peroral, 50 mg
setiap 18-24 jam untuk pemberian parenteral.
f. Efek Samping
- Terbatas dan tidak berbahaya: aritmia, vaskulitis, pusing, halusinasi, sakit kepala,
confusion, mengantuk,
- Penggunaan dosis lebih pada ranitidine dapat meningkatkan efek samping dan
menimbulkan efek toksik yaitu neurotoksisitas dan nefrotoksisitas.
- Overdosis ranitidin dapat terjadi pada konsumsi ranitidin hingga 18 gram peroral
yang dapat mengakibatkan terjadinya kelainan cara jalan dan hipotensi.
Pengobatan overdosis ranitidin dapat dilakukan dengan cara mengeluarkan
ranitidin tak terserap dalam saluran cerna, pemantauan klinis, dan terapi suportif.
Hemodialisis dapat dilakukan bila perlu.
g. Peringatan dan Perhatian
- Terhadap Kehamilan
Ranitidin menembus plasenta, efek teratogenik pada fetus belum dilaporkan.
- Terhadap Ibu Menyusui
Ranitidin terdistribusi ke dalam ASI
3. Neurobion
a. Fungsi Obat
Neurobion merupakan vitamin neurotropik. Vitamin neurotropik terdiri dari vitamin
B1, B6 dan B12. Vitamin neurotropik ini sangat penting bagi tubuh kita karena karena
vitamin neurotropik berperan besar dalam menjaga fungsi syaraf, terutama syaraf tepi.
Gangguan pada syaraf tepi ditandai dengan pegal, kram dan kesemutan.
Selain itu, aktifitas yang meningkat, stress, program diet yang salah, pola makan yang
tidak seimbang, dan proses metabolisme yang tidak sempurna seperti pada pasien
diabetes mellitus akan membuat tubuh rentan kekurangan asupan nutrisi yang
dibutuhkan. Ini terutama vitamin B yang tidak diproduksi sendiri oleh tubuh. Karena
itulah, tubuh membutuhkan tambahan asupan dari suplemen untuk memastikan tubuh
mendapatkan asupan nutrisi yang dibutuhkan.
b. Sediaan Obat
- Dalam bentuk ampul 3 mL
- Dalam bentuk Tablet salut gula 25 x 10
c. Indikasi
Untuk pencegahan dan pengobatan penyakit karena kekurangan vitamin B1, B6,dan
B12 seperti beri-beri, neuritis perifer, neuralgia.
d. Kontra Indikasi
N/A
e. Dosis
1 ampul/hari melalui injeksi
f. Efek Samping
N/A
g. Peringatan dan Perhatian
Efek obat mengalami penurunan jika diberikan bersama levodopa (Obat untuk
pengobatan penyakit Parkinson)
4. Captopril
a. Fungsi Obat
Captopril adalah obat antihipertensi golongan Angiotensin converting enzyme
inhibitor (ACEi). Obat ini berfungsi untuk menghambat secara kompetitif
pembentukan angiotensin II dari precursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat
pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angitensin II
merupakan vasokonstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas
simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin II ini akan
menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensin-renin-aldosteron teraktivasi
(misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek
antihipertensi ACEi akan lebih besar.
ACE juga bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang
mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek
antihipertensi yang lebih kuat. Captopril cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi
kerja yang pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien
akan berespon baik pada pemberian ACEi. Dosis pertama ACEi harus diberikan pada
malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi; efek ini akan
meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah.
b. Sediaan Obat
Captopril memiliki beberapa bentuk sediaan yaitu Tablet, Tablet salut selaput, Kaplet,
Kaplet salut selaput.
Nama Generik : Captopril
Nama Dagang : Acepress : Tab 12,5mg, 25mg
Capoten : Tab 12,5mg, 25mg
Captensin : Tab 12,5mg, 25mg
Captopril Hexpharm : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
Casipril : Tab 12,5mg, 25mg
Dexacap : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
Farmoten : Tab 12,5mg, 25mg
Forten : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg
Locap : Tab 25mg
Lotensin : Kapl 12,5mg, 25mg
Metopril : Tab salut 12,5mg, 25mg; Kapl salut selaput 50mg
Otoryl : Tab 25mg
Praten : Kapl 12,5mg
Scantensin : Tab 12,5mg, 25mg
Tenofax : Tab 12,5mg, 25mg
Tensicap : Tab 12,5mg, 25mg
Tensobon : Tab 25mg
c. Indikasi
Captopril digunakan untuk hipertensi berat hingga sedang, bila dikombinasi dengan
tiazida memberikan efek aditif, sedangkan kombinasi dengan beta bloker memberikan
efek yang kurang aditif.
d. Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap captopril atau penghambat ACE lainnya
(misalnya pasien mengalami angioedema selama pengobatan dengan penghambat
ACE lainnya).
e. Dosis
Captopril harus diberikan 1 jam sebelum makan, dosisnya sangat tergantung dari
kebutuhan penderita (individual).
Dewasa:
Hipertensi, dosis awal: 12,5 mg tiga kali sehari.
Bila setelah 2 minggu, penurunan tekanan darah masih belum memuaskan maka
dosis dapat ditingkatkan menjadi 25 mg tiga kali sehari. Bila setelah 2 minggu lagi,
tekanan darah masih belum terkontrol sebaiknya ditambahkan obat diuretik golongan
tiazida misal hidroklorotiazida 25 mg setiap hari. Maksimum dosis captopril untuk
hipertensi sehari tidak boleh lebih dari 450 mg.
f. Efek Samping
- Captopril menimbulkan proteinuria lebih dari 1 g sehari pada 0,5% penderita dan
pada 1,2% penderita dengan penyakit ginjal. Dapat tejadi sindroma nefrotik serta
membran glomerulopati pada penderita hipertensi. Karena proteinuria umumnya
terjadi dalam waktu 8 bulan pengobatan, maka penderita sebaiknya melakukan
pemeriksaan protein urin sebelum dan setiap bulan selama 8 bulan pertama
pengobatan.
- Neutropenia/agranulositosis terjadi kira-kira 0,4 % penderita. Efek samping ini
terutama terjadi pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Neutropenia ini
muncul dalam 1 - 3 bulan pengobatan, pengobatan agar dihentkan sebelum
penderita terkena penyakit infeksi. Pada penderita dengan resiko tinggi harus
dilakukan hitung leukosit sebelum pengobatan, setiap 2 minggu selama 3 bulan
pertama pengobatan dan secara periodik. Pada penderita yang mengalami tanda-
tanda infeksi akut (demam, faringitis) pemberian captopril harus segera
dihentikan karena merupakan petunjuk adanya neutropenia.
- Hipotensi dapat terjadi 1 - 1,5 jam setelah dosis pertama dan beberapa dosis
berikutnya, tapi biasanya tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan rasa
pusing yang ringan. Tetapi bila mengalami kehilangan cairan, misalnya akibat
pemberian diuretik, diet rendah garam, dialisis, muntah, diare, dehidrasi maka
hipotensi tersebut menjadi lebih berat. Maka pengobatan dengan captopril perlu
dilakukan pengawasan medik yang ketat, terutama pada penderita gagal jantung
yang umumnya mempunyai tensi yang nomal atau rendah. Hipotensi berat dapat
diatasi dengan infus garam faal atau dengan menurunkan dosis captopril atau
diuretiknya.
- Sering terjadi ruam dan pruritus, kadang-kadang terjadi demam dan eosinofilia.
Efek tersebut biasanya ringan dan menghilang beberapa hari setelah dosis
diturunkan.
- Teriadi perubahan rasa (taste alteration), yang biasanya terjadi dalam 3 bulan
pertama dan menghilang meskipun obat diteruskan.
- Retensi kalium ringan sering terjadi, terutama pada penderita gangguan ginjal,
sehingga perlu diuretik yang meretensi kalium seperti amilorida dan
pemberiannya harus dilakukan dengan hati-hati.
g. Peringatan dan Perhatian
- Pemakaian obat penghambat ACE pada kehamilan dapat menyebabkan
gangguan/kelainan organ pada fetus atau neonatus, bahkan dapat menyebabkan
kematian fetus atau neonatus. Pada kehamilan trimester II dan III dapat
menimbulkan gangguan antara lain: hipotensi, hipoplasiatengkorak neonatus,
anuria, gagal ginjal reversible atau irreversible dan kematian. Juga dapat terjadi
oligohidramnios, deformasi kraniofasial, perkembangan paru hipoplasi, kelahiran
prematur, perkembangan retardasi-intrauteri, paten duktus arteriosus. Bayi
dengan riwayat di mana selama di dalam kandungan ibunya mendapat
pengobatan penghambat ACE, harus diobservasi intensif tentang kemungkinan
terjadinya hipotensi, oligouria dan hiperkalemia.
- Harus diberikan dengan hati-hati pada wanita menyusui, pemberian ASI perlu
dihentikan karena ditemukan kadar dalam ASI lebih tinggi daripada kadar dalam
darah ibu.
- Pemberian pada anak-anak masih belum diketahui keamanannya, sehingga obat
ini hanya diberikan bila tidak ada obat lain yang efektif.
- Pemakaian pada lanjut usia harus hati-hati karena sensitivitasnya terhadap efek
hipotensif.
- Hati-hati pemberian pada penderita penyakit ginjal.
- Pengobatan agar dihentikan bila terjadi gejala-gejala angiodema seperti bengkak
mulut, mata, bibir, lidah, laring juga sukar menelan, sukar bernafas dan serak.
- Konsultasikan ke dokter bila menggunakan suplemen potassium, potassium
sparing diuretic dan garam-garam polassium.
5. Clobasam
a. Fungsi Obat
Clobazam adalah 7-kloro-1 ,5-dihidro-1-metil-5-fenil-1 ,5 benzodiazepine-2, 4 (3H)-
dione. Ini adalah bubuk kristal putih, sangat sedikit larut dalam air dan bebas larut
dalam alkohol. Clobazam termasuk golongan benzodiazepin yang bekerja berdasarkan
potensiasi inhibisi neuron dengan asam gama-aminobutirat (GABA) sebagai mediator.
Clobazam memiliki efek antikonvulsi, ansiolitik, sedatif, relaksasi otot, dan amnestik.
Clobazam diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek (kurang dari 4 minggu) dari
kegelisahan dan sebagai tambahan dalam pengobatan jenis tertentu epilepsy.
Farmako Kinetik : Setelah oral penyerapan yang cepat dan bioavailabilitas setidaknya
90%. Administrasi seiring alkohol bioavailabilitas meningkat hingga 50%. Ada
interindividual ditandai variabilitas di puncak konsentrasi plasma, yang dapat terjadi
waktu 0,25 hingga 4 jam. Setengah penghapusan hidup adalah sekitar 20 jam, sekali
lagi, dengan ditandai variasi. Clobazam terutama dimetabolisme oleh hati. Ini
memiliki 2 metabolit utama, N-desmethyl-clobazam dan 4'-hydroxyclobazam,
mantan yang aktif. N-desmethyl-clobazam mencapai konsentrasi plasma maksimal
setelah 24 sampai 72 jam. Itu paruh eliminasi sekitar 50 jam. Clobazam adalah sangat
terikat protein (90%). Pada pasien dengan gangguan hepatik setengah-hidup
berkepanjangan. Pada pasien dengan gagal ginjal tingkat plasma Clobazam
berkurang, mungkin karena gangguan penyerapan. Dalam sebuah studi
carcinogenecity peningkatan yang signifikan pada sel folikel adenoma ditemukan
pada tikus dengan dosis 100mg/kg. Clobazam juga menyebabkan aktivasi tiroid pada
tikus (walaupun hal ini tidak terdokumentasi pada spesies lain).
b. Sediaan Obat
Tablet 10 mg
c. Indikasi
Clobazam diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek (kurang dari 4 minggu) dari
kegelisahan dan sebagai tambahan dalam pengobatan jenis tertentu epilepsy
d. Kontra Indikasi
Hal ini kontraindikasi pada orang-orang yang sangat peka terhadap Clobazam, pada
mereka dengan history dari ketergantungan obat atau alkohol, di myasthenia gravis,
kegagalan pernafasan yang parah dan tidur obstruktif apnoea. Hal ini juga
kontraindikasi pada kegagalan hepatik berat (risiko menimbulkan ensefalopati) dan
dalam kehamilan dan menyusui.
e. Dosis
1. Dosis didasarkan pada kondisi medis dan respon terhadap pengobatan. Pada bayi,
dosis juga dapat didasarkan pada berat badan. Obat ini dapat menyebabkan reaksi
penarikan, terutama jika sudah digunakan secara teratur untuk waktu yang lama
atau dalam dosis tinggi.
2. Dewasa: 20 mg sehari dalam dosis terbagi. Jika perlu dapat dinaikkan sampai 30
mg/hari. Untuk kasus berat dosis dapat diberikan samapai 6 tablet sehari.
Orang lanjut usia: 10 - 15 mg sehari dalam dosis terbagi.
f. Efek Samping
- Mulut dan tenggorokan kering, disuria, retensi urin, disartria, ataksia, vertigo,
pusing, depresi mental, gangguan saluran cerna, takikardia, palpitasi.
- Kegagalan pernapasan dan hipotensi tidak/jarang terjadi pada dosis terapi, tetapi
dapat terjadi pada dosis tinggi.
- Pemberian overdosis dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat dan koma.
- Gangguan pernapasan, keletihan, konstipasi, hilang nafsu makan, mual,
mengantuk, bingung.
- Reaksi kulit seperti erupsi, urtikaria.
- Penggunaan jangka panjang atau dosis tinggi dapat menyebabkan abnormalitas
yang reversibel seperti gangguan bicara, gangguan fungsi motorik, gangguan
penglihatan (penglihatan ganda, nistagmus), peningkatan berat badan.
- Berkurangnya libido
g. Peringatan dan Perhatian
- Hati-hati pemberian obat ini pada orang lanjut usia atau pasien yang lemah, gagal
fungsi ginjal, hati, dan pasien yang sedang menjalani terapi dengan obat sistem
depresan.
- Selama minum obat ini dilarang menjalankan mesin atau kendaraan.
- Hindari pemakaian dosis tinggi dan jangka lama, karena dapat menyebabkan
toleransi dan ketergantungan fisik.
- Kelemahan otot (myasthenia gravis), spinal atau serebral ataksia dan pada kasus
keracunan akut alkohol, zat-zat hipnotik, analgesik, neuroleptik, antidepressan,
lithium, pasien dengan kerusakan hati serius (misalcholestatic jaundice) dan
pasien dengan sleep apnoea syndrome.
- Clobazm diekskresi melalui air susu ibu. Hentikan pemberian ASI selama
pengobatan dengan clobazam.
6. OAD : Duetac 2 x 1
Nama generik: glimepiride / pioglitazone
DUETACT berisi 2 obat resep diabetes yaitu pioglitazone hydrochloride (Actos) dan
glimepiride.
a. Fungsi Obat
Duetact digunakan dalam pengobatan diabetes, tipe 2 dengan menggunakan 2
kombinasi obat diabetes. Obat ini digunakan bagi mereka yang tidak patuh pada diet
efek sampingnya dapat membuat hipoglikemi. Mengontrol gula darah tinggi
membantu mencegah kerusakan ginjal, kebutaan, masalah saraf, kehilangan anggota
tubuh, dan masalah fungsi seksual. Kontrol yang tepat diabetes juga dapat mengurangi
risiko serangan jantung atau stroke. Pioglitazone merupaka golongan
thiazolidinediones atau "glitazones." Ia bekerja dengan membantu untuk
mengembalikan respon yang tepat untuk tubuh Anda insulin, sehingga menurunkan
gula darah. Sedangkan Glimepirid merupakan golongan kelas obat sulfonilurea. Ia
bekerja dengan menyebabkan pelepasan insulin alami tubuh.
b. Sediaan Obat
Sediaan Obat: obat oral tablet
Kekuatan: 4 mg / 30 mg dan 2 mg/ 30 mg
Warna: Putih
Bentuk: bundar
Kelas Obat: kombinasi antidiabetes
Gambar deutac 2 mg/30 mg Gambar deutac 4 mg/ 30 mg
BAB III
IDENTIFIKASI INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN DAN SIGN
SYMPTOM
1. Ceftriaxone
Interaksi dilaporkan terjadi dengan warfarin, probenecid, kalsium dan produk yang
mengandung kalsium. Penggunaan bersama probenesid mengurangi bersihan ginjal dari
sefalosidin dan sefalotin, menyebabkan kenaikan tingkat plasma dari antibiotik tersebut
yang menandakan adanya hematologi seperti perdarahan,trombositopenia, dan anemi
hemolitik. Sedangkan pada penggunaan bersama warfarin yaitu obat yang memiliki efek
antikoagulan/pengencer darah sehingga menghambat penggumpalan darah yang
menandakan adanya serangan jantung dan stroke. Sehingga warfarin harus diwaspadai
karena dapat mengakibatkan perdarahan. Karena itu, dalam keadaan dimana kedua obat
tersebut terpaksa digunakan bersama-sama, kadar INR dan protrombin harus terus
dimonitor. Sedang kalsium dapat terikat dengan seftriakson sehingga dapat menjadi
deposit yang berbahaya di jantung dan paru.
2. Ranitidin
Konsumsi bersama makanan yang dapat mengakibatkan mulas atau konsumsi obat
antasida dengan ranitidin dapat menyebabkan penurunan absorpsi ranitidin hingga 33%
dan konsentrasi puncak dalam serum menurun hingga 613-432 ng/mL.
Golongan antagonis reseptor histamin H2 terdiri atas ranitidine, simetidin, famotidin,
nisatidin. Mekanisme kerja antagonis reseptor histamin H2 adalah menghambat sekresi
asam lambung dengan melakukan inhibisi kompetitif terhadap reseptor histamin H2 yang
terdapat pada sel parietal dan menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh
makanan, ketazol, pentagrastin, kafein, insulin, dan refleks fisiologi vagal. Struktur kimia
dari ranitidine yaitu mengandung cincin furan.Mekanisme interaksi obat antara antasida
dengan beberapa obat seperti dengan lansoprasol, ranitidin dan allopurinol adalah adanya
penurunan absorbsi obat-obat tersebut karena terjadinya perubahan pH lambung oleh
antasida.
3. Neurobion
Komposisi neurobion adalah Vitamin B1, B6, dan B12. Vitamin berinteraksi dengan
zat dalam teh, yaitu tanin. Tanin dapat mengikat vitamin dan mineral yang masuk dalam
tubuh.
4. Captopril
Captopril dapat berinteraksi dengan kalium yaitu dengan meningkatkan kadarnya
dalam tubuh sebesar diatas 5.5 mmol/L, khususnya pada orang yang menderita diabetes
atau gangguan fungsi ginjal. Adanya interaksi yang menyebabkan peningkatan kalium di
dalam tubuh ini dapat menyebabkan gangguan jantung yaitu kecepatan denyut jantung
menjadi tidak teratur. Mekanisme interaksi adalah captopril akan menurunan sekresi
aldosteron sehingga terjadi retensi kalium yang menimbulkan hiperkalemia.
Hiperkalemia ini menyebabkan bradikardi, lemah otot, aritmia, mati rasa atau lumpuh.
Selain berinteraksi dengan kalium, captopril juga berinteraksi dengan makanan.
Adanya makanan dapat mengganggu atau menurunkan absorbsi dari obat sebesar 40%.
5. Clobasam
- Dengan obat lain
Simetidin dapat mengurangi klirens plasma clobazm, meningkatkan waktu paruh dan
konsentrasi clobazm.
- Dengan makanan
Jika clobazam dikombinasi dengan depresan sistem saraf pusat (termasuk
antikonvulsan dan alkohol) akan menambah terjadinya depresi sistem saraf pusat.
6. OAD : Duetac 2 x 1
Glimepirid: Dapat menyebabkan reaksi disulfiram-seperti dan hipoglikemia bila
digunakan dengan etanol atau alkohol. Risiko hipoglikemia semakin meningkat
bilandigunakan dengan kromium, bawang putih, Gymnem. Pioglitazone tidak inetraksi
dengan makanan namun makanan dapat menunda penyerapan obat namun tingkat
penyerapan tidak terpengaruh.
BAB IV
UPAYA PENANGGULANGAN INTERAKSI OBAT DAN MAKANAN
1. Ceftriaxone
Ceftriaxone tidak dianjurkan untuk digunakan secara bersamaan dengan obat lain atau
produk yang mengandung calcium, meskipun dengan rute pemberian yang berbeda.
Produk atau obat yang mengandung calcium tidak boleh diberikan dalam jangka waktu
48 jam setelah pemberian terakhir ceftriaxone.Karena kalsium dapat terikat dengan
seftriakson sehingga dapat menjadi deposit yang berbahaya di jantung dan paru.
2. Ranitidin
Interaksi ini bisa diatasi dengan memberikan obat-obat tersebut pada waktu yang berbeda
atau menyarankan untuk meminum obat lain minimal 2 jam sebelum atau setelah
meminum antasida, sehingga efek terapetik yang diinginkan bisa tercapai. Selain itu
untuk pencegahan mulas akibat konsumsi makanan yang dapat menyebabkan mulas
maka ranitidin sebaiknya diminum 30-60 menit sebelum mengkonsumsi makanan atau
minuman yang dapat menyebabkan mulas.
3. Neurobion
Karena vitamin B kompleks berinteraksi dengan zat tanin dalam teh, maka hindari
konsumsi teh bersamaan dengan suplemen. Beri jarak atau rentang waktu pemberian
suplemen sebelum konsumsi teh sekitar 2-3 jam
4. Captopril
Untuk mengatasi adanya gangguan absorbsi oleh makanan, obat captopril dapat diminum
pada saat perut kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan dan untuk mengatasi
adanya interaksi dengan kalium diusahakan untuk menghindari makanan yang
mengandung tinggi Kalium, seperti : Pisang, Jeruk, dan sayuran hijau.
5. OAD : Duetac 2 x 1
Batasi alkohol asupan, alkohol harus dihindari sepenuhnya jika reaksi flushing, sakit
kepala, mual, atau muntah terjadi. deutac harus diminum 30 menit sebelum makan untuk
hasil terbaik. glimepiride biasanya dikonsumsi di pagi hari sebelum sarapan pagi. deutac
diminum 30 menit sebelum makan untuk hasil terbaik
DAFTAR PUSTAKA
American diabetes.2011 Deutac. Usa : american diabetes advocates. (online) an
http://www.americandiabetesadvocates.org/LearningCenter/DiabetesDrugs/
DUETAC.pdf. diakses 28 mei 2013 pukul 20.00 WIB
Christiane L. Brownell, Nancy Priff . 2008. Nursing Student Drug Handbook. Lippincott
Williams & Wilkins.
Dexa Medica. 2009.
http://www.dexa-medica.com/ourproducts/prescriptionproducts/detail.php?
id=39&idc=8 Diakses tanggal 29 Mei 2013 pukul 14.49 WIB
Dinkes Tasikmalaya. 2010. Informasi Obat: Ranitidin.
dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/informasi-obat/354-ranitidin.pdf
Djamil Padang. http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/artikel-tesis-
fenny1.pdf.
FDA .2011 Deutac. Usa :food drug administration. (online )
http://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2011/021925s010s011lbl.pdf
diakses 28 mei 2013 pukul 20.15 WIB
Hasanah, Nur Aliyah. 2007. Evaluasi Penggunaan Obat Antipeptik Ulser Pada Penderita
Rawat Tinggal Di Rumah Sakit Advent Bandung.http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/01/evaluasi_penggunaan_obat_antiseptik_ulser.pdf.
Katzung, Bertram G et al. Basic and Clinical Pharmacology. 10 th edition. McGraw Hill. San
Fransisco, 2006.
Lyrawati, Diana. 2008. Farmakologi Hipertensi.
http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/11/hypertensionhosppharm.pdf
Monson, Kristi. Ceftriaxone side effects. 2009. Diunduh dari http://bacteria.emedtv.com
/ceftriaxone/ceftriaxone-side-effects.html
Nanang Munif Yasin., dkk. 2008. Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung
Kongestif Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2005. Jurnal Farmasi Indonesia
Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 15 - 22
Sandjaja, Eunike. 2007. Penggunaan Captopril Pada Pasien Hipertensi Dengan
Gagal Jantung. http://yosefw.wordpress.com/2007/12/29/penggunaan-captopril-pada-
pasien-hipertensi-dengan-gagal-jantung/
Teratai,Purwa. 2012. Ranitidin.
http://ruangdiskusiapoteker.blogspot.com/2012/07/ranitidin.html
The Chemistry Encyclopedia. 2008. Diunduh dari www.chemistrydaily. com/chemistry/
Azithromycin.
U.S. Department of Health and Human Services.1993.Avoid drug interaction. USA: national
consumers league and US food and drug administration. (Online)
http://www.fda.gov/downloads/Drugs/ResourcesForYou/Consumers/BuyingUsingMed
icineSafely/EnsuringSafeUseofMedicine/GeneralUseofMedicine/UCM229033.pdf.
diakses 29 mei 2013 pukul 21.00 WIB
Virginia Poole Arcangelo dan Andrew M. Peterson. 2006. Pharmacotherapeutics for
Advanced Practice. Lippincott Williams & Wilkins.
Wasau hospital .2000. Drug interaction. (online) Food
http://www.aspiruslibrary.org/patient_ed/pdf/pharm/pe-pharm-007.pdf . diakses 29
mei 2013 pukul 21.20 WIB
Wulandari, Fenny dkk.. 2011. Analisa Drug Related Problems pada Pasien Dispepsia di
Bangsal Rawat Inap dan Rawat Jalan Penyakit Dalam RSUP DR. M.
http://www.apotikantar.com/neurobion_5000_tablet Diakses tanggal 28 Mei 2013 pukul
118.30 WIB
http://www.bebaspegal.com/detail/4 Diakses tanggal 28 Mei 2013 pukul 18.25 WIB
http://www.apotikantar.com/neurobion_5000_amp_3_ml Diakses tanggal 28 Mei 2013 pukul
18.49 WIB