BAB I
PENDAHULUAN
Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu jaringan
pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Fungsi
utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu,
jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu.
Pada skenario kali ini kita akan membahas tentang salah satu bagian dari muskutoskeletal yaitu
tentang tulang. Topik yang akan kita bahas yaitu tentang trauma dan osteomielitis. Selain itu kita
juga kita juga akan membahas tentang struktur normal dan fungsional tulang. Pembahasan pada
skenario ini sangat penting bagi mahasiswa kedokteran sebagai wawasan dasar tentang
muskuloskeletas. Oleh karena itu, penulis berharap dengan penulisan laporan ini penulis bisa
mencapai standart kompetensi pada blok muskuloskeletal.
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall, 2011).
Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada tulang itu sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga kuman dapat langsung masuk melalui luka tersebut. (anonym, 2011).
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah sekitar 1 kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari. (Randall, 2011)-Randall W King, MD, FACEP; Chief Editor: Rick Kulkarni. Osteomyelitis in
Emergency Medicine. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall
- Anonym, “Osteomyelitis”.2011. Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/ osteomyelitis/DS00759
Berikut akan dibahas sebuah kasus tentang osteomielitis kronis, yang
disebabkan oleh fraktur tibia fibula kiri yang terjadi pada seorang pasien laki-laki
berusia 50 tahun yang dirawat di Ruang Kenanga RSUD Ulin Banjarmasin selama
14 hari.
BAB II
LAPORAN KASUS
1. DATA PRIBADI
Nama : Tn. N MRS tanggal : 2 Januari 2013
No.RMK : 92 65 89 Ruangan : Kenanga
Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 50 tahun
Bangsa : Indonesia Suku : Banjar
Agama : Islam Status : Sudah menikah
Pekerjaan : PNS (Guru) Alamat : Jl. Gubernur Suparjo
THR Banjarmasin
2. KELUHAN UTAMA : Nyeri Kaki kiri
3. ANAMNESA TANGGAL : 17 Januari 2013
Anamnesa Khusus (Riwayat Penyakit Sekarang)
Os datang dengan keluhan nyeri di kaki kiri, sejak 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri dirasa pada saat Os berjalan menjajak tanah. Pada
saat kaki tidak digunakan menjajak tanah kaki tidak terasa sakit. sesak terus
menerus dan tidak berkurang dengan perubahan posisi. Os mengalami patah
tulang setelah jatuh dari atap bangunan lantai satu pada tanggal 8 januari
2011.setelah jatuh OS sadarkan diri,tidak ada mual muntah, sesak dan cedera
lainya selain di kakinya.Setelah jatuh OS langsung dibawa ke RSUD Ulin
untuk dilakukan penaganan.Setelah pemasangan Pen ,OS rajin kontrol . m
hari. Sejak 4 bulan SMRS penglihatan pada mata kanan os mulai berkurang
3
namun tidak pernah diperiksakan kemana-mana, sekarang mata kanan os
sudah tidak melihat sama-sekali, sehingga os hanya mengandalkan mata
kirinya.
Anamnesa Medik dan Penyakit Terdahulu
Os pernah dirawat dengan riwayat sesak nafas dan didiagnosis TB.
DM (+), HT (-).
Anamnesa Penyakit Keluarga
HT (-), DM (-)
Faktor Resiko
Perokok dan DM
4. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum
Keadaan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis, GCS 4-5-6
Pernapasan : Thorakoabdominal
Gizi : kurang
Kulit : Sawo matang, kelembapan cukup
Tanda vital
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 70 x/menit
Suhu : 35,8 oC
RR : 32 x/menit
Pemeriksaan Kepala dan Leher
4
Kepala : Bentuk mesosefali, simetris, tidak ada deformitas,
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), tidak ada edema
pada kedua palpebra, pupil isokor diameter 3mm/3mm, refleks
cahaya (</+)
Telinga : Bentuk normal dan simetris, tidak ada deformitas, sekret tidak
ada, serumen minimal
Hidung : Bentuk normal dan simetris, pernafasan cuping hidung (+),
epistaksis kanan dan kiri tidak ada
Mulut : Bentuk normal, mukosa tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak
tremor, perdarahan gusi tidak ada, trismus (-), tidak hiperemis
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tekanan vena
jugularis meningkat, kaku kuduk tidak ada, tidak ada deviasi
trakea.
Pemeriksaan Umum Thorax
Bentuk : Simetris datar
Payudara : Tidak tampak kelainan kongenital, tidak tampak pembesaran
abnormal
Kulit : Tidak tampak kelainan
Aksila : Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Gerak napas simetris
Palpasi : Fremitus fokal sebelah kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
5
Auskultasi : Suara napas vesikular, Rhonki (-/+), Wheezing (-/-)
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis
Palpasi : Iktus kordis teraba ICS V Linea Midclavicula Sin., thrill tidak
ada
Perkusi : Pinggang jantung : ICS III Linea Midclavicula Sin
Auskultasi : S1S2 Tunggal, S3 (-) Bising jantung (+)
Pemeriksaan Umum Abdomen
Inspeksi : Tampak cekung dan supel
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Hepar, Lien, Massa tidak teraba, asites (+)
Perkusi : Timpani
Pemeriksaan Extremitas
Atas : Akral hangat, Edema (-/-), parese (-/-), refleks patologis (-/-),
refleks fisiologis (+/+), tanda-tanda perdarahan (-/-)
Bawah : Akral hangat, Edema (-/-), parese (-/-), refleks patologis (-/-),
refleks fisiologis (+/+), tanda-tanda perdarahan (-/-)
Pemeriksaan Tulang Belakang
Tidak dilakukan
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan 19.07.11 26.07.11 02.08.11 09.08.11 13.08.11 19.08.11 20.08.11Nilai Rujukan
Satuan
6
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,9 12,7 11,9 11,4 11,5 14,0-18,0 g/dlLeukosit 7,000 8,5 9,6 20,3 9,9 4,0-10,5 ribu/ulEritrosit 5,2 4,5 4,11 3,74 3,97 4,50-6,00 Juta/ulHematokrit 40 39 36 34 37 40-50 Vol%Trombosit 324 347 346 174 321 150-450 Ribu/ulRDW-CV 14,7 17,8 19,8 21,9 20,9 11,5-14,7 %MCV-MCH-MCHCMCV 77,0 85,9 87,0 90,4 92,7 80,0-97,0 FlMCH 26,7 28,2 28,9 30,6 29,0 27,0-32,0 PgMCHC 34,8 32,8 33,3 33,8 31,3 32,0-38,0 %ESR 46ESR-2 70 4 – 26 mm/jam
KIMIA
GULA DARAH
Gula Darah Sewaktu 106 133 125 214 123 - <200 Mg/dL
Gula Darah Puasa 137 70 - 120 Mg/dl
FAAL LEMAK DAN JANTUNG
LDH 241 383 - 80 - 285 U/l
CK-MB 26 - 10 0 – 24 U/l
Cholesterol Total - - 115 131 - 250 mg/dL
HDL.Cholesterol
- - 40 30 - 90 mg/dL
LDL Cholesterol - - 64 <150 mg/dL
Trigliserida - - 56 0 - 220 mg/dl
HATI
SGOT 33 54 27 38 16 - 40 U/I
SGPT 27 38 10 35 8 - 45 U/I
Bilirubin Total - 0,9 1,45 3,83 0,20–1,20 mg/dl
Bilirubin Direk - 0,5 0,68 1,38 0,00–0,50 mg/dL
Bilirubin Indirek - 0,4 0,77 2,45 0,2 – 0,60 mg/dl
Total Protein - 5,8 8,1 6,3 – 8,3 g/dl
Albumi n 3,4 4,0 3,9 – 4,4 g/dl
GINJAL
Ureum 23 54 65 172 69 10 – 45 mg/dL
Kreatinin 1,0 1,2 1,4 2,6 0,9 0.4 – 1.4 mg/dL
Asam Urat - 6,5 5,0 3,5 – 8,5 mg/dL
BTA SPUTUM
MAKROSKOPIK
Sputum Sewaktu -Mukoid campur darah
-
Sputum PagiMukoid campur darah
MIKROSKOPIK
Sputum Sewaktu -BTA [-]/Negatif
-
7
Sputum PagiBTA [-]/Negatif
ELEKTROLIT
Natrium - 130 131 127 130 135 - 146 mmol/l
Kalium - 3,2 4,1 3,7 4,4 3,4 – 5,4 mmol/l
Clorida - 100 100 96 98 95 - 100 mmol/l
b. Gambar 1. Hasil foto roentgen thorax
c. Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Elektro Kardiografi (EKG)
- RBBB inkomplit
- LVH
d. Gambar 3. Hasil Pemeriksaan Echokardiografi
8
- LV dilatasi (56,3 mm)
- EF menurun
- Fungsi diastolik normal
- Hipokinetik anteroseptal
- Myxoma di anulus mitral (d: 30,5 mm x 46,3 mm)
e. Hasil CT. Scan Kepala Tanpa Kontras
Kesimpulan : Tak tampak kelainan
f. Gambar 4. Hasil USG
9
Hepatomegali dengan dilatasi V. Hepatica dan V. Cava inferior (Liver
congestive) disertai ascites minimal.
6. DIAGNOSIS KERJA
Heart Failure + Myxoma + TB aktif on treatment
7. PENATALAKSANAAN
- IVFD Tetrashes 12 tpm
- O2 2-3 Lpm (K/P)
- Nebulizer dengan combivent 2x/hari (K/P)
- Inj. Lasix 1 – 0 – 0 amp
10
- PO:
o Clopidogrel 25 mg 1 x 1 tab
o Etambutol 500 mg 1 x 1 tab
o INH 200 mg 1 x 1 tab
o HepaQ 2 x 1 tab
o Letonal 25 mg 1 x 1 tab
8. FOLLOW UP
Terlampir
11
BAB III
PEMBAHASAN
A. Osteomielitis
1. Pengertian
a. Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang
dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik (Randall,
2011). Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis adalah radang
tulang yang disebabkan oleh organism piogenik, walaupun berbagai agen
infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat
tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan
periosteum. (Dorland, 2002).
2. Patofisiologi
Patogenesis dari osteomielitis telah dieksplorasi pada berbagai hewan percobaan; pada studi ini ditemukan bahwa tulang yang normal sangat tahan terhadap infeksi, yang hanya bisa terjadi sebagian besar diakibatkan oleh inokulum, trauma, atau adanya benda asing. (Daniel, 1997).
Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara, termasuk beberapa cara dibawah ini :
Melalui aliran darah.
Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi saluran kemih dapat masuk melalui aliran darah ke tempat yang melemah di tulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum terjadi di daerah yang lebih lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung tulang panjang pada lengan dan kaki.
Dari infeksi di dekatnya.
Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh. Jika luka terinfeksi, kuman dapat menyebar ke tulang di dekatnya.
Kontaminasi langsung
12
Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung tulang yang fraktur dengan dunia luar sehingga dapat terjadi kontaminasi langsung. Selain itu juga dapat terjadi selama operasi untuk mengganti sendi atau memperbaiki fraktur. (anonym, 2011).
Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada tulang dengan mengekspresikan reseptor (adhesins) untuk komponen tulang matriks (fibronektin, laminin, kolagen, dan sialoglycoprotein tulang); Ekspresi kolagen- binding adhesin memungkinkan pelekatan patogen pada tulang rawan. Fibronektin-binding adhesin dari S. Aureus berperan dalam penempelan bakteri untuk perangkat operasi yang akan dimasukan dalam tulang, baru-baru ini telah dijelaskan (Gambar 1). (Daniel, 1997).
S. Aureus yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan hidup secara intraseluler. Bakteri yang dapat bertahan hidup secara intraseluler (kadang-kadang merubah diri dalam hal metabolisme, di mana mereka muncul sebagai apa yang disebut varian koloni kecil) dapat menunjukan adanya infeksi tulang persisten. Ketika mikroorganisme melekat pada tulang pertama kali, mereka akan mengekspresikan fenotip yang resiten terhadap pengobatan antimikroba, dimana hal ini mungkin dapat menjelaskan tingginya angka kegagalan dari terapi jangka pendek. (Daniel, 1997).
Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang baik antara osteoblas dan osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL 11dan TNF) yang dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi dan sel tulang merupakan factor osteolitik yang kuat. Peran dari faktor pertumbuhan tulang pada remodeling tulang normal dan fungsinya sebagai terapi masih belum jelas. Selama terjadi infeksi, fagosit mencoba menyerang sel yang mengandung mikroorganisme dan, dalam proses pembentukan radikal oksigen toksik dan melepaskan enzim proteolitik yang melisiskan jaringan sekitarnya. Beberapa komponen bakteri secara langsung atau tidak langsung digunakan sebagai factor-faktor yang memodulasi tulang (bone modulating factors). (Daniel,1997).
Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang merupakan agonis osteoklas kuat dihasilkan sebagai respon terhadap patah tulang, menurunkan jumlah dari inokulasi bakterial yang dibutuhkan untuk menghasilkan infeksi. (Daniel,1997).Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseus dan mengganggu aliran darah. Nekrosis iskemik tulang pada hasil pemisahan fragmen yang mengalami devaskularisasi, disebut sequestra. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan congesti atau thrombosis pembuluh darah merupakan temuan histologis utama dalam osteomielitis akut. Salah satu penampakan yang membedakan dari osteomielitis kronis adalah tulang yang mengalami nekrotik, yang dapat diketahui dengan tidak adanya osteosit yang hidup. (Daniel, 1997).
Daniel, Lew, et al. 2012. “Review Article Current Concepts OSTEOMYELITIS”
available from : “http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/nejm199704033361406”
3. Manifestasi Klinis
Berdasarkan presentasinya Gagal Jantung dibagi atas: 2
13
a. Gagal Jantung Akut
Gagal Jantung Akut didefinisikan sebagai : timbul gejala sesak nafas secara
cepat ( < 24 jam ) akibat kelainan fungsi jantung, gangguan fungsi sistolik
atau diastolik atau irama jantung, atau kelebihan beban awal (preload), beban
akhir ( afterload ) atau kontraktilitas dan keadaan ini dapat mengancam jiwa
bila tidak ditangani dengan tepat (ESC 2005 ).
b. Gagal Jantung Menahun
Gagal Jantung Menahun didefinisikan sebagai : sindrom ( kumpulan gejala )
klinis kompleks akibat kelainan struktural atau fungsional yang mengganggu
kemampuan pompa jantung atau mengganggu pengisian jantung (ACC/AHA
2005).
c. Acute on Chronic Heart Failure
Pasien Gagal Jantung Akut dapat datang dengan berbagai kondisi klinis: 2
1. Acute Decompensated Heart Failure :
a. Baru pertama kali ( de novo )
b. Dekompensasi dari Gagal Jantung Menahun ( acute on chronic )
Kedua keadaan ini masih lebih ringan dan tidak termasuk syok
kardiogenik, edema paru, atau krisis hipertensi.
2. Hypertensive Acute Heart Failure :
Gejala dan tanda gagal jantung disertai tekanan darah tinggi dan fungsi
ventrikel yang masih baik; gambaran roentgen dada sesuai dengan edema paru
akut.
3. Edema paru ( diverifikasi dengan foto roentgen dada ) :
14
Sesak nafas hebat, dengan ronki basah kasar di hampir semua lapangan
paru, ortopnu, desaturasi O2 < 90 % sebelum dapat terapi O2.
4. Renjatan Kardiogenik :
Bukti adanya hipoperfusi jaringan walaupun sudah dikoreksi preload.
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg, produksi urin 0,5 ml/kg bb/ jam, dengan laju
nadi > 60 x/ menit (tak ada blok jantung ) dengan atau tanpa kongesti organ /
paru. Low output syndrome merupakan keadaan pre shock.
5. High output failure :
Dicirikan dengan curah jantung tinggi dengan laju nadi cepat (dapat
disebabkan aritmia, tirotoksikosis, anemia, iatrogenik dsb). Akral hangat, kongesti
paru, kadang kadang tekanan darah rendah seperti pada syok septik.
6. Gagal jantung kanan :
Dengan gejala curah jantung rendah, peningkatan tekanan vena jugularis,
pembesaran hati dan hipotensi. Karena tidak semua pasien terlihat volume
overload pada saat awal datang atau pada pemeriksaan selanjutnya, maka istilah
Heart Failure lebih cocok dipakai daripada istilah lama CHF (congestive heart
failure). Pada Gagal jantung ada keluhan sesak; disfungsi ventrikel mungkin
terjadi tanpa keluhan sesak. Tak selalu ada hubungan antara beratnya sesak
dengan beratnya disfungsi jantung. Selain itu gagal jantung adalah penyakit
kronik progresif karena mekanisme apoptosis yang dipengaruhi oleh
hiperreaktifitas neurohormon, lalu menyebabkan remodeling.
15
Gambar 5. Algoritma diagnosis GJA (Fonarow et al.Clin Cardiol 2004;27) 2
Pasien pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan keluhan sesak sejak
kurang lebih 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh sesak nafas
disertai nyeri dada seperti diremas, namun tidak ada menjalar ke anggota tubuh
lain. Nyeri terjadi tanpa didahului aktifitas fisik, nyeri tidak hilang walaupun
pasien beristirahat. Nyeri dan sesak menyebabkan pasien susah tidur. Pasien juga
mengeluh perut kembung, ada batuk bercampur darah seperti bercak kehitaman di
dahak. Pasien juga mengeluh buang air kecilnya sangat kurang sekali. Selama
perawatan di RS, os masih merasakan sesak, nyeri dada, badan lemas serta nafsu
makan yang turun.
16
4. Pemeriksaan Penunjang3
Pada gagal jantug juga dilakukan pemeriksaan penunjang:
a. Laboratorium3
Pemeriksaan darah lengkap: hal ini diperlukan untuk mengetahui ada
tidaknya anemia pada pasien, karena keadaan anemia dapat menyebabkan
dan memperparah sesak pada pasien dengan gagal jantung.
Profil lemak darah: hal ini berguna untuk menentukan faktor resiko
penyakit jantung jantung koroner
Serum Elektrolit : untuk memantau penggunaan diuretik, karena
pemakaian yang terus menerus dapat menyebabkan hiponatremia,
hipokalemia dan hiperkalemia. Ketidakseimbangan elelktrolit dapat
menyebabkan aritmia. Hiponatremia dapat menjadi pertanda gagal jantung
berat.
Kadar gula darah : sirosis hati dapat menimbulkan keadaan hipoglikemia.
Tes fungsi hati : kerusakan jantung meningkatkan enzim hati dan
hipoalbumin
Tes fungsi ginjal : tingginya kadar ureum kretinin dapat menjadi pertanda
pemakaian obat ACEi, diuretik dosis tinggi, azotemia pre renal dan
stenosis arteri ginjal.
Pada pasien ini, dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan adanya anemia,
hiponatremia, serta peningkatan kadar LDH, bilirubin dan ureum. Namun
komponen lainnya masih dalam batas normal.
b. Pemeriksaan Elektrokardiogram
17
Pada hasil EKG ditemukan adanya RBBB yang inkomplit dan LVH.
c. Pemeriksaan Roentgen
Pada hasil rontgen pasien ini didapatkan kardiomegali dengan CTR 66%,
serta corakan paru yang meningkat.
d. Pemeriksaan Ekhokardiografi
Hasil Echocardiografi dari pasien ini didapatkan :
LV dilatasi (56,3 mm)
EF menurun
Fungsi diastolik normal
Hipokinetik anteroseptal
Myxoma di anulus mitral (d: 30,5 mm x 46,3 mm)
5. Penatalaksanaan
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah. (Skinner,2003)
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien anak-anak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk pemeriksaan LED. (Hidiyaningsih, 2012)
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan
18
kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. (Hidiyaningsih, 2012).
Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:
Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik dan penting
untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam setelah inflamasi) Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi perbaikan
sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun secara lambat sesuai dengan waktu paruhnya.
Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai efikasi terapi antibiotika.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. (Hidiyaningsih, 2012)
Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :
1. Adanaya sequester.
2. Adanya abses.
3. Rasa sakit yang hebat.
4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma Epidermoid).
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini. (Canale, 2007)
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah;
19
perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan. (Canale, 2007)
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh (Hidiyaningsih, 2012):
1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme penyebabnya2. Dosis yang tidak adekuat3. Lama pemberian tidak cukup4. Timbulnya resistensi5. Kesalahan hasil biakan6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk7. Kesalahan diagnostik8. Pada pasien yang imunokempremaise
Pada pasien ini diberikan infus Tetrahes untuk jalan masuk obat injeksi
dan juga cairan. Tetrahes mengandung Hydroxyethyl starch yang merupakan
nutrisi untuk pasien dengan penyakit jantung dengan rencana operasi serta dapat
digunakan sebagai pengganti komponen protein plasma. O2 diberikan 2-3 lpm dan
Combivent Nebulizer jika pasien merasa sesak. Terapi farmakologis pasien ini
mendapatkan : Lasix 1 – 0 – 0 amp sebagai diuretik, dan Letonal 25 mg 1 x 1 tab
sebagai diuretik hemat kalium. Clopidogrel 25 mg 1 x 1 tab yang merupakan
derivat thienopyridine, mempunyai potensi antiagregasi trombosit melalui efek
matabolit aktifnya yang secara spesifik dan ireversibel akan berikatan dengan
reseptor ADP √ P2Yac atau P2Y12 melalui penghambatan aktivasi kompleks
glikoprotein IIb/IIIa sehingga mencegah terjadinya agregasi trombosit. 4
Pada pasien ini juga diberikan antibiotik ceftriaxone yang kemudian
diganti dengan Ciprofloxacin dan kemudian diganti lagi dengan cefotaxim. Hal ini
bertujuan untuk mengatasi infeksi yang kemugkinan terjadi pada pasien akibat
luka di pantatnya, serta mencegah terjadinya infeksi sistemik.
20
Sementara, obat-obat lain seperti : Cillo – della, HepaQ, Hepatin,
Entrasol, Laxadin, Codein, Dulcolax supp dan Esilgan(Estazolam) hanya bersifat
simtomatis dan sebagai suplemen.
Alat monitoring jarak jauh untuk pasien gagal jantung dengan
Cardiothoracic Impedance yang dipasang di bawah kulit dada, akan memberi
tanda ke klinik gagal jantung bila pasien mengalami kongesti paru, sehingga dapat
cepat ditingkatkan dosis obatnya atau dirawat ulang, diusahakan One Day Care
( ODC ).
Berdasarkan pemeriksaan penunjang ekhokardiografi didapatkan bahwa
penyebab gagal jantung pasien ini adalah karena adanya suatu massa (myxoma)
yang terletak pada anulus mitral yang menyebabkan bendungan obstuksi aliran
darah dari atrium kiri ke ventrikel kanan.
B. Myxoma
1. Pengertian
Pada pasien ini didapatkan adanya Tumor pada jantungnya. Tumor adalah
suatu pertumbuhan abnormal, bisa berupa kanker (maligna, ganas) ataupun
nonkanker (benigna, jinak).
Tumor pada jantung dibagi menjadi 2 kelompok:
- Tumor primer : berasal dari dalam jantung dan bisa terjadi pada bagian
manapun dari jaringan jantung. Tumor ini bisa berupa kanker atau nonkanker
dan biasanya jarang terjadi.
21
- Tumor sekunder : berasal dari bagian tubuh yang lain (biasanya paru-paru,
payudara, darah dan kulit), yang menyebar ke jantung dan selalu berupa
keganasan. Tumor sekunder 30-40 kali lebih sering ditemukan.
Miksoma adalah tumor jinak dari jantung, dimana bentuk jantung biasanya
tidak teratur dan kepadatannya seperti jeli (agar-agar). Di dunia, 50% dari tumor
primer adalah miksoma. Selain itu, 75% dari miksoma ditemukan di atrium kiri
(bilik jantung yang menerima darah yang kaya akan oksigen dari paru-paru).
Pasien sering datang dengan keluhan trias klasik miksoma yaitu :gagal jantung
akibat obtruksi, stroke akibat emboli dan gejala rematik akibat sekresi sitokin oleh
tumor. 5,6
Pada pasien ini datang hanya dengan keluhan gagal jantungnya saja,
sehingga kemudian dilakukan pemeriksaan CT scan untuk melihat kemungkinan
ada/tidaknya stroke. Berdasarkan hasil CT scan tidak di dapatkan adanya
kelainan.
2. Patofisiologi
Miksoma di katup mitral biasanya muncul bersamaan dengan miksoma di
katup atrial. Saat katup mitral terkena, maka umumnya miksoma terletak di sisi
atrial dengan kondisi serupa antara sisi anterior dan posterior. Miksoma di atrium
kiri sering tumbuh bertangkai dan dapat berayun dengan bebas mengikuti aliran
darah seperti bola yang terikat oleh tali. Pada saat berayun, tumor bergerak keluar
masuk pada katup mitral di dekatnya. Ayunan ini bisa menyumbat dan membuka
katup secara berulang, sehingga darah berhenti dan mengalir secara bergantian.
Sumbatan ini dapat menimbulkan stenosis mitral. 7,8
22
Serangan kongesti paru atau pingsan dan sesak nafas dapat terjadi jika
penderita berdiri karena gaya gravitasi menarik tumor ke bawah dan menyumbat
katup; gejala ini bisa dikurangi dengan berbaring.
Tumor dapat merusak katup mitral, sehingga aliran darah yang
melewatinya bocor, menimbulkan bunyi murmur yang dapat didengar melalui
stetoskop. 9
Bagian dari miksoma atau bekuan darah yang berasal dari permukaan
miksoma bisa pecah, lalu mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah.
Gejalanya tergantung kepada pembuluh darah mana yang tersumbat. Bila
menyumbat pembuluh darah yang menuju ke otak akan menyebabkan stroke,
sedangkan penyumbatan pembuluh darah di paru-paru bisa menyebabkan nyeri
dan batuk darah. 9,10
Keluhan batuk darah pada pasien ini bisa disebabkan karena adanya
penyumbatan pembuluh darah di paru-paru oleh bekuan darah yang berasal dari
permukaan miksoma yang pecah.
3. Manifestasi Klinis
Gejala lain dari miksoma adalah: 9,11,12
- demam
- anemia
- penurunan berat badan
- nyeri pada jari-jari tangan dan kaki karena cuaca dingin (fenomena Raynaud)
- jumlah trombosit darah yang rendah.
- Gangguan pigmentasi kulit 5
23
Gambar 6. Histologi sel miksoma 6
Gambar 7. Miksoma atrium kiri 13
24
Gambar 8. Miksoma atrium kanan 13
Tumor jantung bisa tidak menimbulkan gejala atau bisa menyebabkan
kelainan fungsi jantung seperti pada penyakit jantung lainnya, yang dapat
berakibat fatal. 6
Kelainan fungsi jantung yang bisa terjadi adalah:
- gagal jantung yang terjadi secara tiba-tiba
- ketidakteraturan irama jantung yang terjadi secara tiba-tiba
- penurunan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba akibat perdarahan ke
dalam perikardium (kantung jantung).
4. Diagnosis
Tumor jantung sulit didiagnosis karena kejadiannya sangat jarang dan
karena gejala-gejalanya mirip dengan penyakit lainnya. Biasanya dokter memiliki
alasan tertentu untuk menduga adanya tumor jantung. Misalnya jika seseorang
25
menderita kanker di tempat lain, tetapi mengeluhkan gejala-gejala kelainan fungsi
jantung, maka diduga suatu tumor jantung. 6
Beberapa pemeriksaan yang juga digunakan untuk mendiagnosis tumor
jantung:
1. Ekokardiografi (pemeriksaan jantung dengan menggunakan gelombang suara
yang dipantulkan melalui dinding dada)
Gambar 9. Ekokardiografi pada Miksoma
2. Ekokardiografi transesofageal (pemeriksaan jantung dengan menggunakan
gelombang suara yang dipantulkan melalui kerongkongan)
3. Foto rontgen yang dilakukan setelah penyuntikkan bahan radioaktif
4. CT scan dan MRI scan.
Jika tumor telah ditemukan, diambil contoh jaringan dengan menggunakan
selang khusus, untuk menentukan jenis tumor dan jenis pengobatan yang akan
dilakukan.
Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan USG hepar, untuk melihat
sejauh mana bendungan akibat bekuan darah dari permukaan miksoma yang
26
pecah tersebut. Dari hasil USG didapatkan dilatasi pada vena cava inferior dan
vena hepatica, ini bisa menunjukan bahwa bendungan telah sampai pada hepar.
5. Penatalaksanaan
Tumor jantung primer nonkanker tunggal biasanya dapat diangkat melalui
pembedahan dan bisa menyembuhkan penderita. Pembedahan tidak dilakukan
pada tumor yang lebih dari satu atau pada tumor yang sangat besar. Tumor primer
dan sekunder yang ganas tidak dapat disembuhkan, hanya gejalanya saja yang
dapat diatasi. 6
Semua miksoma katup mitral memerlukan tindakan operasi karena
memiliki potensi untuk terjadinya sumbatan pada bagian orificium katup, dilatasi
anulus, embolisasi, atau aritmia. Teknik operasinya adalah dengan mengeksisi
tumor tanpa reseksi katup jika memungkinkan. Keungkinan rekurensi mencapai 2
– 3 % sehingga perlu adanya kontrol dengan ekhokardiografi. 7
C. Tuberkulosis
1. Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit yang terjadi akibat infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex yaitu kuman M. tuberkulosis, M. bovis, atau
M. africanum. Penyakit ini diketahui mengenai hampir semua organ tubuh dalam
bentuk TB Paru dan TB Ekstraparu. 14
2. Manifestasi Klinis
a. TB Paru
27
Evaluasi keadaan klinik didasarkan keluhan dan gejala utama TB Paru
dapat berupa: batuk +1- sputum, pnemonia yang lambat sembuh, demam dan
berkeringat, hemoptisis, penurunan berat badan, nyeri dada, ronkhi di puncak
paru, sesak nafas, wheezing lokal, lemah badan, anoreksia. 14
Pada TB Paru milier akut gejala tersebut sangat menonjol dan pada 10-
30% disertai manifestasi TB Ekstraparu berupa TB choroid, TB meningen,
hepatosplenomegalia, dan kadang kadang Adult Respiratory Distress Syndrome.
TB Paru milier kriptik yang terdapat pada orang tua jarang disertai dengan gejala
TB Ekstraparu. 14
Pada pasien ini diketahui bahwa dia mengalami batuk berdahak campur
darah yang berlangsung selama + 3 bulan. Selain itu pasien juga mengalami
demam dan berkeringat saat malam, penurunan berat badan, nyeri dada, sesak
nafas, badan lemah badan, dan penuruanan nafsu makan.
b. TB Ekstraparu.
Gambaran klinik Ekstraparu harus dicari pada penderita TB Paru, terutama
penderita TBP yang diduga disertai penyebaran diseminata (TB diseminata).
Gambaran klinik yang mencurigakan ke arah TB Ekstraparu antara lain: 14
• nyeri pleuri dengan sesak nafas (efusi pleura)
• limpadenopati cervicales berbentuk paket dengan/tanpa fistel (TB kelenjar,
scrofluloderma).
• gejala obstruksi usus subakut yang berulang kali: keluhan nyeri perut/mulas,
palpasi adonan roti, perkusi ‘papan catur” (TB rongga perut).
28
• infeksi saluran kemih yang berulang-ulang dan makin berat hingga dapat
disertai antara lain kerusakan ginjal, hipertensi atau gagal ginjal (TB saluran
kemih).
• abses paravertebral, hiposcoliosis, coxitis (TB tulang/ sendi).
• perikarditis dengan tamponade jantung (TB perikardial).
• tanda-tanda perangsangan meningen dengan penurunan kesadaran (TB
meningen).
3. Pemeriksaan Penunjuang 14
a. Laboratorium
• Hb : Anemi bila ada disebabkan oleh peradangan kronik, perdarahan, atau
defisiensi.
• Laju Endap Darah (LED) : Mungkin meninggi, tetapi tidak dapat merupakan
indikator untuk aktivitas penyakit.
• Tes Faal Hati : TB di hati dapat menimbulkan gangguan faal yang ringan
berupa retensi BSP (pada 50% kasus), peninggian alkali fosfatase (pada 33%
kasus), peninggian SGOT ringan (pada 90%).
• Hipokalemi/hiponatremi : Kadang-kadang keadaan ini bisa dijumpai pada TBP
milier.
• Serologik/kimiawi : Cairan radang tuberkulosis bersifat eksudat, dan hal ini
terbukti bila memenuhi satu atau lebih kriteria di bawah ini:
1) Kadar LDH (Lactic Dehydrogenase) > 200 SI
2) Ratio (LDH CairanfLDH serum) > 0,6
29
3) Ratio (protein cairan/protein serum) > 0,5. Didapatkannya Rivalta test (+)
dan hitungan sel pada cairan yang menunjukkan mayoritas limposit menyokong
adanya eksudat dengan peradangan yang kronik.
• Pemeriksaan lain : PPD 5 TU. Hasil (+) tidak menunjukkan tingkat aktifitas.
Bisa (-) pada TB yang berat.
• Bakteriologik :Dapat dilakukan berbagai cara pemeriksaan bakteriologik
kuman TB yaitu secara mikroskopik biasa, mikroskopik fluoresen atau biakan.
Bahan pemeriksaan dapat berupa: sputum, lesi kulit, sumsum tulang, urine,
cairan serebrospinal, cairan pleural, rongga perut, perikardial, cairan sendi,
cairan dan pus/fistel.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium. Dari pemeriksaan
darah lengkap diketahui bahwa pasien mengalami anemia dan hiponatremia, serta
peningkatan LED, LDH dan SGOT ringan. Sedangkan dari pemeriksaan sputum
BTA, secara mikroskopik hasilnya negatif, dimana tidak ditemukan biakan
kuman. Namun dari keadaan makroskopik didapatkan sputumnya berupa mukoid
yang bercampur darah.
b. Radiologik 14
Jenis pemeriksaan radiologik yang bisa dilakukan adalah:
• Foto toraks PA, lateral, lateral decubitus, top lordotic, atau tomogram. Bila
terdapat secara bersamaan ambaran infiltrat seperti awan dengan batas tak
tegas pada TBP dini, kita mungkin bisa menyangka adanya proses TBP yang
secara radiologis aktif. Yang penting adalah pemeriksaan lanjutan dengan foto
30
seri untuk mengevaluasi adanya kemajuan terapi atau perburukan gambaran
radiologik yang dianggap sebagai gambaran TB Paru.
Pada pasien ini didapatkan gambaran corakan paru yang meningkat, sehingga
mendukung diagnosis TB.
4. Diagnosis
Tabel 2. Klasifikasi Diagnosis tuberkulosis Paru 14
Ditegakkan berdasarkan klasifikasi TB Paru dengan kritena sebagai tercantum
pada Tabel 1, yaitu terdiri dari TB Paru Bekas, TB Paru Tersangka Aktif atau
Tersangka Tak Aktif, dan TB Paru Aktif.
Pada pasien ini diperoleh bahwa gambaran klinis dan radiologisnya
mendukung ke arah TB paru tersangka aktif, sehingga dapat dilakukan pemberian
pengobatan TBP.
5. Penatalaksanaan 14
Berdasarkan pedoman WHO dan Depkes RI, penatalaksanaan TB pada
waktu ini adalah seperti terlihat pada Bagan 1. Bila pada terapi intensif Kategori II
selama 3 bulan BTA masih positif maka terapi diteruskan 1 bulan lagi. 14
31
Bagan 1. Penatalaksanaan Tuberkulosis 14
Bila pada 4 bulan BTA masih positif, maka perlu ditelusuri hasil kultur
dan tes resistensi untuk penentuan fase terapi lanjutan. Bila hasilnya: 14
a. sensitif terhadap semua obat berikan paduan obat OAT Kategori I.
b. resistensi terhadap R atau H berikan paduan OAT Kategori II, dengan
observasi yang ketat.
c. resistensi terhadap R dan H : keberhasilan OAT Kategori II terbatas. Pilihan
OAT individual.
Tabel 3. Paduan Obat Anti TB 14
32
Tabel 4. Dosis obat anti TB 14
Untuk pasien ini diberikan terapi TBP kategori I yaitu INH dan Etambutol
sebagai fase lanjutan, karena pasien pada saat ini sedang menjalani terapi TB
paru.
33
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus gagal jantung pada seorang pria (50 tahun)
yang dirawat di bagian Jantung dengan keluhan utama sesak selama 2 bulan,
disertai nyeri dada seperti diremas tanpa penjalaran, tanpa didahului aktifitas fisik,
nyeri tidak hilang walaupun pasien beristirahat. Pasien juga mengeluh batuk
bercampur darah, berat badan menurun dan nafsu makannya berkurang.
Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan suara bising jantung yang diduga
sebagai regurgitasi mitral.
Pada hasil rontgen didapatkan kardiomegali dengan CTR 66% dan
corakan paru yang meningkat. Dari hasil EKG ditemukan adanya RBBB
inkomplit dan LVH. Hasil Echocardiografi didapatkan : LV dilatasi (56,3 mm),
EF menurun, Fungsi diastolik normal, Hipokinetik anteroseptal, dan Myxoma di
anulus mitral.
Pada pasien ini diberikan infus Tetrahes, O2 dan Combivent Nebulizer jika
pasien merasa sesak. Terapi farmakologis pasien ini mendapatkan : Lasix, Letonal
25 mg dan Clopidogrel 25 mg. Pada pasien ini juga diberikan antibiotik
ceftriaxone yang kemudian diganti dengan Ciprofloxacin. Untuk terapi TBP
diberikan kategori I yaitu INH dan Etambutol sebagai fase lanjutan, karena pasien
pada saat ini sedang menjalani terapi TB paru. Selain itu diberikan obat-obat
simtomatis dan suplemen seperti : Cillo – della, HepaQ, Hepatin, Entrasol,
Laxadin, Codein, Dulcolax supp dan Esilgan(Estazolam).
34
Pasien di rawat selama 38 hari di RS dan meninggal dunia pada hari
perawatan ke 38.
DAFTAR PUSTAKA
1. Laksono S. Patofisiologi Payah Jantung Kronik. Cermin Dunia
Kedokteran Vol.36 No.3, 2009, Hal 172-5.
2. Siswanto BB. Perkembangan Terbaru Tatalaksana Gagal Jantung. Cermin
Dunia Kedokteran Vol.36 No.3, 2009, Hal 206-7.
3. Sani A. Heart Failure: Current paradigm. Medya Crea: Jakarta, 2007, hal
49-51.
4. Li JS, Yow E, Berezny K et al. Dosing of Clopidogrel for Platelet Inhibitin
in Infants and Young Children. Primary Result of the Platelet Inhibition in
Children on cLopidogrel (PCOLO) Trial. Circulation 2008;117; p.553-59.
5. Basson CT. Clinical and genetic aspects of cardiac myxomas.
Cardiologyrounds 6 (3); 2002; p.1-6.
6. Wyne A. A Look at Cardiac Myxoma. UWOMJ 77(2); 2008; p.63-7.
7. Yavuz S, Celkan A, Ata Y, Mavi M, Türk T, et al. Mitral Valve Myxoma.
Asian Cardiovasc Thorac Ann 2000;8:64–6.
8. Sandrasagra FA, Oliver WA, and English TAH. Myxoma of the mitral
valve. British Heart Journal, 1979, 42, 221-223.
9. MacGregor GA, Cullen, RA. The Syndrome Of Fever, Anaemia, And
High Sedimentation Rate With An Atrial Myxoma. Britsh Medical Journal
14; 1959; p.991-5.
35
10. Japardi I. Patogenesis Stroke Infark Kardioemboli. USU digital library,
2002; Hal 1-6.
11. Hartanto AD. Atrium Myxoma. detikHealth [serial online] Aug 23th, 2011
[cited 2011 Aug 7th]. Available from: URL:
http://www.detikhealth.com/kanal/765/obat-penyakit.
12. Sharma GK, Willis PW. Atrial Myxoma Clinical Presentation. emedicine
[serial online] Jul 28, 2009 [cited 2009 Aug 26th]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/151362-clinical#a0216.
13. Anonymous. Tumor Pada Jantung. Darahsehat [serial online] Aug 23th,
2011 [cited 2009 Aug 26th]. Available from: URL:
http://darahsehat.blogspot.com/2009/08/tumor-pada-jantung.html
14. Dahlan Z. Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis. Cermin Dunia
Kedokteran No. 115, 1997, Hal 8-12.
36