LAPORAN KASUS
PREEKLAMPSIA BERAT
OLEH :
Baiq Trisna Satriana
H1A 008 042
PEMBIMBING :
dr. Ketut Dewi Wijayanti, Sp.OG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI LAB/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/ RSUD PRAYA
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNyalah
sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun
untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dari Lab/ SMF Ilmu Kebidanan dan
Penyakit Kandungan, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Dalam penyusunan laporan
yang berjudul “Preeklampsia Berat” ini penulis memperoleh bimbingan, petunjuk serta
bantuan moral dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. Ketut Dewi Wijayanti, Sp.OG, selaku Dosen Pembimbing laporan kasus ini.
2. dr. I Ketut Puspa Ambara, Sp.OG selaku supervisor RSUD Praya
3. dr. H. Doddy Ario Kumboyo, Sp.OG (K), selaku Dosen Pembimbing laporan kasus ini.
4. dr. A. Rusdhy H. Hamid, SpOG, selaku kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan
RSU Mataram
5. dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku Koordinator Pendidikan Bagian/ SMF Kebidanan dan
Kandungan RSU Mataram
6. dr. Edi P.W., Sp.OG selaku supervisor
7. Rekan-rekan dokter muda
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan
masukan, bantuan dan informasi dalam pengumpulan bahan tinjauan pustaka.
Menyadari masih terdapat banyak kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis
dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter.
Mataram, Desember 2012
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang
terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal
setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan
persalinan. Di Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan
nifas. Begitu juga dengan kematian anak, di Indonesia setiap 20 menit anak usia di bawah 5
tahun meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta
anak balita meninggal setiap tahun. Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita terjadi di
negara miskin, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia angka kematian anak balita
menurun 15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1988
menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002 (Survei Demografi
Kesehatan Indonesia 2002/2003). Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di negara maju
seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup (WHO, 2005). Sebagian besar
kematian perempuan disebabkan komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk
perdarahan, infeksi, aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Langelo,
2012).
Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan
penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia.
Wahdi, dkk (2000) mendapatkan angka kematian ibu akibat preeklampsia/ eklampsia di
RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 1996-1998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini
sebanding dengan dokumen WHO (18 September 1989) yang menyatakan bahwa penyebab
langsung kematian terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan
penyebab tak langsung adalah anemia, penyakit jantung. Sehingga diagnosis dini
preeklampsia yang merupakan pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus
diperhatikan dengan seksama. Disamping itu, pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara
rutin untuk mencari tanda preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat penting dalam
usaha pencegahan, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain (Sudinaya, 2003).
Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan
etnis. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan.
Sebagai contoh, dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden
preeklampsia. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya
lebih maju jarang terkena preeklampsia (Cunningham, 2003). Preeklampsia lebih sering
3
terjadi pada primigravida dibandingkan multigravida. Faktor risiko lain yang menjadi
predisposisi terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi kronik, kelainan faktor pembekuan,
diabetes, penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti Lupus, usia ibu yang terlalu muda atau
yang terlalu tua dan riwayat preeklampsia dalam keluarga (George, 2007).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003). Preeklampsia terjadi pada umur
kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi
dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang
dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007).
2.2 Epidemiologi Preeklampsia
2.2.1 Insiden Preeklampsia
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam
penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-
10% (Tomasulo, 2006), Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian
preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran). Pada
primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida,
terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia
dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431
persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia
sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai
pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa,
kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan kejadian
preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik
yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH (Langelo, 2012).
Di samping itu, preklamsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999)
mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin
Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga
paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.
Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka
memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %)
5
yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar
memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan
tunggal (Cunningham, 2003).
2.2.2 Faktor Risiko Preeklampsia
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi
terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi;
1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat
keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.
2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia
Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan
kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.
3) Kegemukan
4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi
kembar atau lebih.
5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu
sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi
hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik
arthritis atau lupus (Langelo, 2012).
2.3 Etiologi Preeklampsia
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori
yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu
disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.
Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”.
Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini
(Mochtar, 1998).
Adapun teori-teori tersebut adalah ;
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan
pada kehamilan normal prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit
6
bertambah sehingga timbul vasokonstrikso generalisata dan sekresi aldosteron menurun.
Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%,
hipertensi dan penurunan volume plasma (Prawirohardjo, 1999).
2) Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada kehamilan I terjadi
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada
preeklampsia terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat
diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
3) Peran Faktor Genetik
Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu
yang menderita preeklampsia.
4) Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus
5) Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan
vasodilatasi dari pembuluh darah.
6) Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki
peranan penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui
dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan
dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah
dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai
dengan kemajuan kehamilan (Prawirohardjo, 1999).
2.4 Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia
(Cunningham, 2003). Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan)
yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan
pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan
defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri
epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi
penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan
pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan
7
trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Prawirohardjo, 1999).
Perubahan pada organ-organ :
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan
eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload
jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya
secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh
larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam
ruang ektravaskular terutama paru (Cunningham, 2003).
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui
penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia
dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.
Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang
diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan
kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam
serum biasanya dalam batas normal (Tomasulo, 2006).
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi
ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi
untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat
yang mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri
atau didalam retina (Mochtar, 1998).
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks
serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Tomasulo, 2006).
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
preeklampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.
8
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau
abses paru (Mochtar, 1998).
2.5 Gambaran Klinis Preeklampsia
2.5.1 Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini
sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa
eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria
bertambah meningkat (Trijatmo, 2005).
2.5.2 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30
mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg.
Tekanan darah pada preklamsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai
kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema
paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Michael,
2005).
2.6 Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2
golongan yaitu;
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 140/90 mmHg sampai < 160/110 mmHg setelah usia kehamilan >20
minggu.
b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter
atau midstearm.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+
9
c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.
e) Terdapat edema paru dan sianosis
f) Trombositopeni
g) Gangguan fungsi hati
h) Pertumbuhan janin terhambat (Prawirohardjo, 1999).
2.7 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
2.7.1 Perawatan Konservatif
1. Bila umur kehamilan < 37 minggu, tanpa adanya keluhan subyektif dengan
keadaan janin baik.
2. Pengobatan dilakukan di Kamar Bersalin / Ruang Isolasi :
a. Tirah baring dengan miring ke satu sisi (kiri)
b. Infus Dekstrose 5%, 20 tetes/menit
c. Pasang kateter tetap
d. Pemberian obat anti kejang : Magnesium Sulfat (MgSO4)
Langsung berikan dosis pemeliharaan MgSO4 2 g/jam IV
Caranya :
- Siapkan larutan infus Dekstrose 5% atau NaCL 0,9% 500 cc
- Masukkan MgSO4 40% 30 cc ke dalam 500 cc larutan infuse
- Atur tetesan 28 tetes/menit (1 kolf/ 6 jam)
- Monitor jumlah tetesan, bersamaan dengan monitor tanda vital.
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium Glukonas 10% (1 gr
dalam 10 cc) diberikan IV pelan (3 menit).
- Refleks patella (+)
- Frekuensi pernafasan > 16 x/menit
- Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya.
a. Pemberian anti hipertensi (bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg)
Injeksi Clonidin 1 ampul (0,15 mg/cc) dilarutkan/diencerkan dalam larutan
Dekstrose 5% 10 cc. Mula-mula disuntikkan 5 cc IV perlahan-lahan selama 5
menit. Kemudian setelah 5 menit tekanan darah diukur bila belum ada
10
penurunan, maka diberikan lagi 5 cc IV perlahan-lahan selama 5 menit. Injeksi
Clonidin dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah diastolik normal.
b. Pemeriksaan Laboratorium :
Hb, Trombosit, Hematokrit, Asam Urat
Urine lengkap dan produksi urine 24 jam
Fungsi hati
Fungsi ginjal
c. Konsultasi :
SMF Penyakit Dalam
SMF Mata
SMF Jantung, dll.
3. Pengobatan dan evaluasi selama rawat inap di Kamar Bersalin :
a. Tirah Baring
b. Medikamentosa :
Nifedipin 3 x 10 mg (po).
Roboransia
a. Pemeriksaan Laboratorium :
Hb, Trombosit, Hematokrit, asam urat
Urine lengkap dan produksi urine 24 jam
Fungsi hati
Fungsi Ginjal
a. Diet biasa
b. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (KTG/USG)
1. Perawatan Konservatif dianggap gagal bila :
Adanya tanda-tanda “ Impending Eklampsia “ (keluhan subyektif)
Penilaian kesejahteraan janin jelek
Kenaikan tekanan darah progresif
Adanya Sindroma HELLP
Adanya kelainan fungsi ginjal
2. Perawatan konservatif dianggap berhasil bila : penderita sudah mencapai perbaikan
dengan tanda-tanda pre-eklampsia ringan dan perawatan dilanjutkan sekurang-
kurangnya selama 3 hari lagi kemudian penderita boleh pulang.
11
3. Bila perawatan konservatif gagal dilakukan terminasi.
2.7.2 Perawatan Aktif
a. Indikasi :
1. Penilaian kesejahteraan janin jelek
2. Adanya keluhan subyektif ( “Impending Eklampsia” )
3. Adanya sindroma HELLP
4. Kehamilan aterm
5. Perawatan konservatif gagal
6. Perawatan selama 24 jam, tekanan darah tetap ≥ 160 / 110 mmHg
b. Pengobatan Medikamentosa :
1. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
2. Infus Dekstrose 5% 20 tetes/menit
3. Pemberian MgSO4
Dosis Awal : Berikan MgSO4 4 g IV (bolus)
Caranya :
- Masukkan MgSO4 40 % 10 cc ke dalam spuit 20 cc
- Tambahkan aquadest 10 cc
- Berikan secara IV perlahan (5-10 menit)
- Bila tidak tersedia spuit 20 cc, dapat menggunakan spuit 10 cc :
Mula-mula masukkan MgSO4 40% 5 cc ke dalam spuit 10 cc lalu
tambahkan aquadest 5 cc kemudian tambahkan lagi aquadest 5 cc dan
suntikkan kembali.
Dosis Pemeliharaan : MgSO4 2 g / jam IV
- Setelah tindakan (pervaginam atau seksio sesarea) pasien segera
minum 1 s/d 2 gelas.
- Setelah bayi lahir, monitor : keluhan subyektif, tekanan darah dan
diuresis dalam 2 jam (100 cc/jam).
- Bila tidak ada keluhan subjektif, tekanan darah sesuai kriteria
Preeklampsia ringan dan diuresis 100 cc/jam maka pemberian MgSO4
dihentikan.
- Bila timbul tanda-tanda intoksikasi MgSO4 segera berikan Calcium
Gluconas 10%, 1 gr dalam 10 cc IV pelan-pelan selama 3 menit.
12
- Bila sebelum pengobatan MgSO4 telah diberikan Diazepam maka
dilanjutkan pengobatan dengan MgSO4.
1. Bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg diberikan injeksi Clonidin 0,15 mg IV
yang diencerkan 10 cc Dekstrose 5% diberikan sama dengan perawatan
konservatif dilanjutkan Nifedipin 3 x 10 mg.
c. Terminasi Kehamilan :
Induksi persalinan dengan drips Oksitosin bila :
- Kesejahteraan janin baik
- Skor pelvik (Bishop) ≥ 5
Operasi Seksio Sesarea bila :
- Kesejahteraan janin jelek
- Skor pelvik (Bishop) < 5
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.
Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa:
- Tidak terdapat koagulapati
- Anestesi yang aman/ terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan
anastesia lokal, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi
- Jika anestesia yang umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil,
lakukan persalinan pervaginam.
Jika servik matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml
dekstrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin (Abdul bari, 2001).
2.8 Komplikasi
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada neonatus berupa
prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta baik akut maupun kronis. Pada
kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran
(Pernoll, 1987). Komplikasi yang sering terjadi pada preklampsia berat adalah (Wiknjosastro,
2006) :
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang menderita
hipertensi akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 % solusio plasenta
terjadi pada pasien preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan 23%
hipofibrinogenemia.
13
3. Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal
hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan
mekanisme ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung selama
seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini
merupakan tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.
6. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-eklampsia
diakibatkan vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver
enzymes dan low platelet.
7. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
8. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.
9. Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh akibat
kejang, pneumonia aspirasi dan DIC (Pangeman, 2002).
2.9 Prognosis
Prognosis untuk eklampsia selalu serius walaupun angka kematian ibu akibat
eklampsia telah menurun selam tiga dekade terakhir dari 5 sampai sepuluh persen menjadi
kurang dari tiga persen kasus. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya
pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat mendapat
pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem
paru, payah ginjal dan aspirasi cairan lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan
hipoksia intra uterin (Pangeman, 2002).
14
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal/Jam Masuk RSUP NTB : 19 November 2012/ 06.20 Wita
Nomor Rekam Medis : 066381
Nama Dokter Muda / NIM : Baiq Trisna Satriana / H1A008042
I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Usia : 24 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Dopang, Lombok Barat
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada perut menjalar sampai ke pinggang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan rujukan dari puskesmas gunungsari dengan G1P0A0H0
postterm/T/H/IU preskep K/U ibu dan janin baik PK1 fase aktif+ PEB. Pasien mengeluh
nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang sejak pukul 03.00 wita (19-11-2012).
keluar lendir campur darah (+), riwayat keluar air dari jalan lahir (+), gerak janin masih
dirasakan pasien. Keluhan nyeri kepala, nyeri ulu hati, muntah, penglihatan kabur (-).
Kronologis :
Puskesmas Gunungsari 04.30 (19-11-12)
S: pasien hamil 9 bulan datang ke puskesmas gunungsari mengeluh nyeri perut
menyebar ke pinggang sejak pukul 03.00, lendir campur darah (+)
O:
KU: baik
TD : 150/100 mmHg
N : 88x/menit
RR: 28x/menit
T: 36,5 oC
15
Status Obstetri
L1: bokong
L2: puka
L3: kepala
L4: 4/5
His: 2x10'~20"
Djj: 12-11-11 (136x/menit)
TBJ: 2480 gram
VT: Ø 1cm, eff 25%, amnion (+), teraba kepala ↓H1, denominator UUK, impalpable
bagian terkecil janin dan tali pusat
UL: proteinuria +4
A: G1P0A0L0 Postterm/S/L/IU presentasi kepala K/U ibu dan janin baik PK1 fase
aktif+ PEB
P:
(04.40)
MgSO4 bolus 4 gr
IVFD RL 1 flash + MgSO4 6 gr drip 28 tpm
Rujuk ke RSUP NTB
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat asma, penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga memiliki penyakit asma, hipertensi, diabetes mellitus maupun penyakit
berat lainnya disangkal. Riwayat keluarga mengalami hipertensi dalam kehamilan
disangkal.
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Obstetri :
1. Ini
HPHT : 28/01/2012
Taksiran Persalinan : 04/11/2012
Riwayat ANC : 7 kali di Polindes
ANC terakhir : 02/11/2012
Riwayat USG : -
16
Riwayat KB : -
Rencana KB : -
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : baik
Kesadaran : E4V5M6
Tanda Vital
- Tekanan darah : 160/110 mmHg
- Frekuensi nadi : 96 x/menit
- Frekuensi napas : 22 x/menit
- Suhu : 36,6oC
Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : anemis -/-, ikterus -/-
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)
- Abdomen : bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +
IV. STATUS OBSTETRI
L1 : bokong
L2 : punggung di sebelah kanan
L3 : kepala
L4 : 4/5
TFU : 29 cm
TBJ : 2790 gram
His : 1x/10’~20”
DJJ : 12-12-12 (144 x/menit)
VT : Ø 1cm, amnion (+), eff. 25 %, teraba kepala ↓ HI, denominator ubun-ubun
kecil kiri, bagian terkecil janin dan tali pusat tidak teraba.
PE:
spina ishiadica tidak prominen, os coccygeus mobile, arkus pubis>90o
PS: 3
Dilatasi servix:1 (1)
17
Panjang servix: 2 (1)
Station: -3 (0)
Konsistensi: moderate (1)
Posisi: posterior (0)
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- HGB : 11,2x 106/ µL
- WBC : 10,0x 103/ µL
- PLT : 191x 103/ µL
- HCT : 37,1%
- HBsAg : (-)
- Creatinin: 0,6 mgl/dl
- Ureum: 15 mgl/dl
- SGOT : 27mgl/dl
- SGPT:19 mgl/dl
- Proteinuria:+3
VI. DIAGNOSIS
G1P0A0L0 42-43 minggu/T/H/IU dengan PEB
VII. TINDAKAN
Diagnostik:
- Cek lab. Darah lengkap, HbsAg, Urinalisis
Terapi
- DM konsultasi ke supervisor pro penatalaksanaan PEB aktif sesuai protap.
Supervisor acc tatalaksana PEB aktif sesuai protap.
o Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
o Berikan MgSO4:
1. Dosis awal : Berikan MgSO4 4 g IV (bolus)
2. Dosis Pemeliharaan : MgSO4 2 g/jam IV
o Nifedipin 3x10 mg
Monitoring
- Observasi kesejahteraan ibu dan janin
18
- Pasang DC observasi urin output
VIII. BAYI LAHIR
Jenis persalinan : Spontan
Indikasi : Persalinan Kala II
Lahir tanggal, jam : 19/11/2012, pukul 14.05 WITA
Jenis kelamin : Perempuan
APGAR Score : 7-9
Lahir : Hidup
Berat : 2600 gram
Panjang : 49 cm
Kelainan kongenital : (-)
Anus : (+)
IX. PLASENTA
Lahir : Spontan pada pukul 14.10 (19/11/2012)
Lengkap : Ya
Air ketuban : Jernih
Perdarahan : + 150 cc
X. KONDISI IBU 2 JAM POST PARTUM
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Frekuensi nadi : 92 x/menit
Frekuensi napas : 24 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Kontraksi uterus : (+)
TFU : 2 jari di bawah umbilikus
Perdarahan aktif : (-)
XI. KONDISI IBU 1 HARI POST PARTUM
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 140/80 mmHg
19
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu : 36,4ºC
Kontraksi uterus : (+)
TFU : 3 jari di bawah umbilikus
Perdarahan aktif : (-)
XII. KONDISI BAYI 1 HARI POST PARTUM RAWAT BERSAMA
07.00 (20/11/2012)
Frekuensi nadi : 148 x/menit
Frekuensi napas : 54 x/menit (retraksi +)
Suhu : 36,7 ºC
20
CATATAN PERKEMBANGAN
Waktu Subjektif Objektif Assessment Planning
19/11/2012 06.20
Pasien rujukan dari puskesmas gunungsari dengan G1P0A0H0 Postterm/T/H/IU presentasi kepala, K/U ibu dan janin baik dengan inpartu kala 1 fase laten+PEB. Pasien mengeluh nyeri perut menyebar ke pinggang sejak 03.00 (19-11-12), bloody slim (+), riwayat keluar air dari jalan lahir (-), gerak janin (+).Riwayat asma, HT, DM (-)HPHT : 28-01-2012HTP: 04-11-2012Riwayat ANC: 7x di polindesANC terakhir : -Riwayat USG : -Riwayat KB : -Rencana KB selanjutnya : -Riwayat Obstetri:1. ini
Status GeneralisKU : BaikTD : 160/100 mmHg N : 96 x/min RR : 22 x/min
T : 36,6oC Status LokalisMata : anemis -/-, icteric -/-Cor : S1S2 tunggal reguler,
murmur (-), gallop (-).Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (-/-),ronkhi (-/-).Abdomen : scar (-) horizontal, striae (+), linea nigra (+).Extremitas : edema (-/-), warm acral (+/+).Status ObstetriL1 : BokongL2 : Punggung di sebelah kananL3 : Kepala L4 : 4/5 TFU : 29 cm TBJ : 2790 gram His : 1x10’~20”DJJ : 12-12-12 (144 bpm)
G1P0 000 42-43 minggu/T/H/IU dengan PEB
Diagnostik:- Cek lab. Darah lengkap,
HbsAg, UrinalisisTerapi
- DM konsultasi ke supervisor pro penatalaksanaan PEB aktif sesuai protap. Supervisor acc tatalaksana PEB aktif sesuai protap. o Tirah baring miring ke
satu sisi (kiri)o Berikan MgSO4:
1. Dosis awal : Berikan MgSO4 4 g IV (bolus)
2. Dosis Pemeliharaan : MgSO4 2 g/jam IV
o Nifedipin 3x10 mgMonitoring- Observasi kesejahteraan
ibu dan janin- Pasang DC observasi
urin output
21
Kronologis di Puskesmas Gunungsari 04.30 (19-11-12)S: pasien hamil 9 bulan datang ke puskesmas gunungsari mengeluh nyeri perut menyebar ke pinggang sejak pukul 03.00, lendir campur darah (+)O:KU: baikTD : 150/100 mmHgN : 88x/menitRR: 28x/menitT: 36,5 oCStatus ObstetriL1: bokongL2: pukaL3: kepalaL4: 4/5His: 2x10'~20"Djj: 12-11-11 (136x/menit)TBJ: 2480 gramVT: Ø 1cm, eff 25%, amnion (+), teraba kepala ↓H1, denominator UUK, impalpable bagian terkecil janin dan tali pusatUL: proteinuria +4A: G1P0A0L0 Postterm/S/L/IU presentasi kepala K/U ibu dan janin baik PK1 fase aktif+ PEBP:(04.40)MgSO4 bolus 4 gr
VT : Ø 1cm, eff 25%, amnion (+), teraba kepala ↓H1, denominator UUK, tidak teraba bagian terkecil janin dan tali pusat PE: spina ishiadica tidakprominent, os coccygeus mobile, arkus
pubis >90o
PS: 3Dilatasi servix:1 (1)Panjang servix: 2 (1)Station: -3 (0)Konsistensi : moderate (1)Posisi: posterior (0)
Pemeriksaan Lab :
HGB : 11,2x 106/ µL
WBC : 10,0x 103/ µL
PLT : 191x 103/ µL
HCT : 37,1%HBsAg : (-) kreatinin: 0,6 mgl/dlUreum: 15 mgl/dlSGOT : 27mgl/dlSGPT:19 mgl/dlProteinuria:+3
22
IVFD RL 1 flash + MgSO4 6 gr drip 28 tpm
• Rujuk ke RSUP NTB09.00 Di VK teratai
Keluhan subjektif (-)
KU: baik TD: 140/90 mmHgN: 84x/menitRR: 20x/menitT: 36,7oCHis : 2x10’~20”DJJ : 12-12-11 (140x/min)
G1P0 000 42-43 minggu/T/H/IU inpartu kala I fase laten+ PEB
10.00 Ibu mengeluh nyeri perut yang semakin sering dan keluar air dari jalan lahir (+)
His: 3x10’~30”DJJ: 12-11-12 (140x/min) VT: Ø4cm, eff 50%, amnion (-), teraba kepala ↓H1, denominator UUK, tidak teraba bagian terkecil janin dan tali pusat
G1P0 000 42-43 minggu/T/H/IU kala I fase aktif + riwayat keluar air + PEB
Observasi kemajuan persalinan dengan partograf
Anjurkan ibu untuk makan dan minum
10.30 His:3x10~30”DJJ: 12-11-12 (140x/min)
11.00 KU: baikTD: 150/80 mmHgN: 88x/menitRR: 20x/menitT:36,6oCHis:3x10~30”DJJ: 11-12-12 (140x/menit)
11.30 His:3x10~30”Djj: 12-13-12 (148x/menit)
12.00 TD: 140/80 mmHgN: 84 x/minRR: 20 x/min
23
T:36,5oC His:4x10~30”DJJ: 12-12-12 (144x/min)
12.30 His:4x10~30”DJJ: 11-12-12 (140x/min)
13.00 TD: 150/80 mmHgN: 92 x/minRR: 20 x/min
T : 36,5oCUO: 150 cc His:4x10~40”DJJ: 12-12-13 (148x/min)
13.30 Ibu mengeluh ingin mengedan Head crowning Ø 1cm di vulvaTeknus, perjol, vulka
Kala II • Obs kesejahteraan ibu dan janin
• Aff DC• Pimpin ibu meneran
14.05 Kala III Bayi lahir, perempuan, BB 2600 gr, PB 49cm , AS 7-9, anus (+), anomali kongenital (-)
MAK IIIPlasenta lahir spontan, lengkap, Kontraksi uterus (+), perdarahan ±150cc
16.15 KU : BaikTD : 150/80 mmHgN : 92 x/menitRR : 24 x/menitT : 36,5ºC
2 jam post partum Obs kesejahteraan ibu dan bayi
Anjurkan ibu makan, minum, mobilisasi,
24
Kontraksi uterus : (+)TFU : 2 jari di bawah umbilicusPerdarahan aktif: (-)
medikasi dan memberi ASI
20/11/1207.00
KU : BaikTD : 140/80 mmHgN : 80 x/menitRR : 20 x/menitT : 36,5ºCKontraksi uterus : (+)TFU : 3 jari di bawah umbilicusPerdarahan aktif: (-)
Bayi rawat bersama: N: 140 x/mnt RR: 54 x/mnt T: 36,5C
1 hari post partum Obs kesejahteraan ibu dan bayi
Anjurkan ibu makan, minum, mobilisasi, medikasi dan memberi ASI
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Preeklampsia berat adalah timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg disertai
proteinuria dan atau edema pada kehamilan setelah 20 minggu. Pada kasus ini ibu dikatakan
mengalami preeklampsia berat karena mengalami hipertensi, yaitu tekanan darahnya sebesar
160/110 mmHg dan disertai proteinuria +3. Ibu tidak mengalami edema. Edema memang
bukan lagi menjadi kriteria untuk mendiagnosis preeklampsia berat. Dalam kasus ini, usia
kehamilan ibu 42-43 minggu, yang artinya bayi telah postterm.
Faktor resiko terjadinya preeklampsia pada pasien ini yang dapat diidentifikasi
hanya dari faktor primigravida, faktor resiko lainnya seperti riwayat preeklampsia
sebelumnya atau riwayat keluarga preeklampsia, kegemukan, kehamilan ganda dan riwayat
penyakit tertentu seperti DM, hipertensi kronis, penyakit ginjal atau penyakit degeneratif
seperti reumatik arthritis atau lupus tidak didapatkan. Primigravida dapat meningkatkan
resiko terjadinya preeklampsia dikarenakan pembentukan antibodi penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna.
Hipertensi terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Proteinuria terjadi karena pada preeklampsia
permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. Edema terjadi karena adanya
penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial. Pada preeklampsia dijumpai
kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada kehamilan
normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air
dan natrium. Pada preeklampsia terjadi perubahan pada ginjal yang disebabkan oleh aliran
darah kedalam ginjal menurun sehingga mengakibatkan filtrasi glomerulus berkurang atau
mengalami penurunan. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriole ginjal
menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun yang menyebabkan retensi garam
dan juga retensi air.
Tanda-tanda dari preeklampsia berat yang tidak dijumpai pada kasus ini adalah
• Oliguria, jumlah produksi urine < 500 cc / 24 jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin
darah. Hal ini terjadi karena pada preeklampsia filtrasi glomerulus dapat turun sampai
50% dari normal sehingga menyebabkan diuresis menurun; pada keadaan lanjut dapat
terjadi oliguria atau anuria.
• Gangguan visus : mata berkunang-kunang karena terjadi vasospasme, edema/ ablatio
retina. Hal ini dapat diketahui dengan oftalmoskop.
26
• Gangguan serebral : kepala pusing dan sakit kepala karena vasospasme / edema otak dan
adanya resistensi pembuluh darah dalam otak.
• Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen karena regangan selaput
hati oleh perdarahan/ edema atau sakit akibat perubahan pada lambung.
• Edema paru dan sianosis. Edema paru merupakan penyebab utama kematian pada
penderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi ini terjadi sebagai akibat
dekompensasio kordis kiri.
• Pertumbuhan janin terhambat ( IUGR )
Terapi preeklampsia berat pada kasus ini memilih terapi aktif, hal tersebut sudah sesuai
dengan indikasi, karena pada kasus ini umur kehamilan ibu sudah mencapai 42-43 minggu
yang memang seharusnya dilakukan upaya langkah terminasi. Penggunaan antikonvulsan
MgSO4 40% 15 cc dalam 500 cc larutan RL (drip 28 tetes/ menit) dan MgSO4 40% 4 g IV
(bolus) dalam kasus ini terbukti efektif dalam mencegah terjadinya kejang pada penderita.
Pemberian Nifedipin 3x 10 mg peroral juga efektif pada pasien ini. Setelah bayi lahir keadaan
tekanan darah mulai turun 150/80 mmHg dan keluhan subjektif juga tidak didapatkan
sehingga pemberian MgSO4 dihentikan.
Ibu dianjurkan untuk ANC yg lebih cermat pada kehamilan, karena dengan ANC yang
baik ibu dapat mengetahui tanda bahaya pada kehamilannya serta dapat lebih mempersiapkan
mental dan fisik ibu pada waktu persalinan. Pentingnya perkembangan ANC pada saat umur
kehamilan < 20 mg akan membantu menegakkan diagnosis pre eklampsi dan menyingkirkan
diagnosa banding hipertensi kronik dalam kehamilan. Umur kehamilan post term juga dapat
dihindari jika ibu melakukan ANC yang lebih teliti karena kehamilan post term juga dapat
membahayakan keadaan bayi dalam rahim.
27
KESIMPULAN
Dari kasus ini dapat disimpulkan:
1. Diagnosis pada pasien sudah tepat sesuai dengan kriteria preeklampsia berat dimana
tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
Proteinuria > 5 gram / 24 jam atau kualitatif ( ++++ ) dan umur kehamilan pasien
pada kasus lebih dari 20 minggu.
2. Penatalaksanaan yang telah dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan
tatalaksana aktif PEB. Penggunaan antikonvulsan MgSO4 mampu mencegah
terjadinya kejang pada pasien.
3. Faktor resiko yang dapat diidentifikasi pada pasien ini hanya faktor primigravida,
faktor resiko lainnya tidak didapatkan
28
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, B.M., (2005, January 05 – Last update), Pregnancy, Preeclampsia, Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic480.htm (Accesed: 2008, November 20)
Cunningham, F.G. et all, 2003, Williams Obstetrics, 21st ed, McGraw-Hill Companies.
Langelo W., et al. 2012. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia di Rskd Ibu dan Anak Siti
Fatimah Makassar Tahun 2011-2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi
Lutan, EGC, Jakarta
Pangeman, W.T. 2002. Komplikasi Akut pada Preeklampsia. Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSMH/ FK UNSRI Palembang
Prawirohardjo S., Wiknjosastro H. 1999. Ilmu Kandungan. FKUI: Jakarta.
Sudinaya I.P., 2003, Insiden Preeklamsia-Eklamsia di Rumah Sakit Umum Tarakan
Kalimantan Timur-Tahun 2000, Cermin Dunia Kedokteran, 139, 13-15.
Surjadi, M.L. dkk, 1999, Perbandingan Rasio Ekskresi Kalsium/Kreatinin Dalam Urin Antara
Penderita Preeklamsia Dan Kehamilan Normal, Majalah Obstetri Dan Ginekologi
Indonesia, 23, 23-26.
Suyono, Y.J., 2002, Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, edisi 6, Hipokrates, Jakarta
Tomasulo, P.J. & Lubetkin, D., (2006, March 15 – Review date), Preeclamsia, Available
from:http://www.obgyn.health.ivillage.com/pregnancybacics/preeclamsia.cmf.
Wagner, L., (2004), Diagnosis And Management Of Preeclampsia, Available:
http://www.aafp.org/afp/20041215/2317.html. (Accesed: 2008, November 20)
Wahdi. Dkk, 2000. Kematian Maternal Di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 1996-1998,
Majalah Obstetri Dan Ginekologi Indonesia, 24, 165-170.
29