LAPORAN ROLE PLAY
PENYAKIT JANTUNG REMATIK
DISUSUN OLEH :
DWI LYAL SAGITA (2011.01.008)
KHATARINA APRILYANI (2011.01.0)
MARDIANA VANY KUDMASA (2011.01.0)
M. AFNAN AGUS PORNOMO (2011.01.0)
DWI RETNO SETYO (2011.01.027)
S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WILLIAM BOOTH
SURABYA
2013
SKENARIO 3 Seorang anak perempuan 10 tahun datang dengan keluhan nyeri dan
bengkak pada lutut kiri, demam, jantung terasa berdebar-debar. Hal ini dialami
sejak 3 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisis ditemukan : sianosis (-), nadi 140
x/menit, reguler. Tekanan darah 120/60 mmHg, suhu 38º C. Pemeriksaan toraks:
aktivitas ventrikel kiri meningkat. Thrill teraba di apeks. Batas-batas jantung
membesar BJ 1&2 murni, intensitas normal. Tidak terdapat jari tabuh. Tanda-
tanda radang di lutut kiri.
1. Definisi Penyakit
Demam reumatik akut adalah suatu penyakit sistemik akut atau kronik yang
dapat sembuh sendiri, oleh sebab yang jelas, dan menimbulkan cacat pada katup
jantung secara lambat.
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang terjadi sesudah infeksi
Streptococcus beta hemolyticus grup A seperti tonsilitis, faringitis, dan otitis
media.
2. Etiologi
Demam reumatik, seperti halnya penyakit lain merupakan akibat interaksi
individu, penyabab penyakit, dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan
sangat erat dengan infeksi saluran napas bagian atas oleh Streptococcus beta
hemolyticus grup A. Berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan
infeksi Streptococcus di kulit maupun saluran napas, demam reumatik agaknya
tidak berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit.
3. Patofisiologi
Meskipun pengetahuan tetntang DR/PJR serta penelitian terhadap kuman
Streptococcus beta hemolyticus grup A sudah berkembang pesat, namun
mekanisme terjadinya yang pasti belum diketahui. Pada umumnya, para ahli
sependapat bahwa DR termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk
ekstrasel, yang terpenting di antaranya ialah streptolisin O, streptolisin S,
hialuronidase, streptokinase, difosforin nukleotidase, DNAase, serta streptococcal
erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.
DR diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap
beberapa produk ini. Kaplan mengungkapkan hipotesis tentang adanya reaksi
silang antibodi terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai
susunan antigen mirip antigen Streptococcus; hal inilah yang menyebabkan reaksi
autoimun.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi Streptococcus, terdapat kira-kira 20
sistem antigen-antibodi; beberapa di antaranya menetap lebih lama daripada yang
lain. Anti DNAase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk
penelitian terhadap penderita yang menunjukkan gejala chorea sebagai
manifestasi tunggal DR, saat kadar antibodinya sudah normal kembali.
4. Manifestasi klinis
DR/PJR yang kita kenal sekarang merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah
dan menjadi suatu penyakit DR/PJR.
Perjalanan klinis DR/PJR dapat dibagi dalam 4 stadium:
Stadium I : berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh Streptococcus
beta hemolyticus grup A. Keluhan biasanya demam, batuk, rasa sakit
waktu menelan, muntah, diare. Pada pemeriksaan fisis ditemukan eksudat
di tonsil yang menyertai tanda-tanda inflamasi, kelenjar getah bening
submandibular seringkali membesar.
Stadium II : disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
Streptococcus beta hemolyticus grup A dengan permulaan gejala DR,
biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali chorea yang
dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III : fase akut DR, saat timbulnya pelbagai menifestasi klinis
DR/PJR.
- Gejala peradangan umum : penderita mengalami demam yang
tidak tinggi tanpa pola tertentu, lesu, anoreksia, lekas
tersinggung, dan berat badan tampak menurun. Anak terlihat pucat
karena anemia, epistaksis, dan artralgia. Terdapat peningkatan C-
reactive protein dan leukositosis serta meningkatnya LED, titer
ASTO meninggi, dan pada EKG dijumpai pemanjangan interval
P-R.
- Manifestasi Spesifik : artritis (poliartritis migrans), karditis,
eritema marginatum, nodul subkutan, dan chorea.
Stadium IV : stadium inaktif. Pada stadium ini penderita DR tanpa
kelainan jantung atau penderita PJR tanpa gejala sisa tidak
menunjukkan gejala apa-apa.
5. Pemeriksaan penunjang
Pasien demam rematik 80% mempunyai ASTO positif. Ukuran proses
inflamasi dapat dilakukan dengan pengukuran LED dan protein C-reaktif.
6. Pengkajian
- Biodata
Nama : Nn. L
Usia :10 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : islam
Pendidikan : Sekolah Dasar
Alamat : jl. Surabaya
Diagnosa medis : penyakit jantung rematik
Dokter yang merawat : dr. A
Pengkajian diambil dari :
- Pasien sendiri : Ya
- Orang lain : Ya
Nama : Ny. R
Hubungan : Ibu
- Riwayat kesehatan
Keluhan utama : pasien mengatakan nyeri dan bengkak di lutut kiri,
demam dan jantung berdebar – debar sejak 3 hari yang lalu
Riwayat penyakit sekarang dan pengobatannya : saat dikaji pasien
mengatakan mengatakan nyeri dan bengkak di lutut kiri, demam dan
jantung berdebar – debar sejak 3 hari yang lalu, oleh ibunya pasien
dibawa ke puskesmas. Kemudian Dokter puskesmas disarankan
untuk langsung dibawa ke UGD RS. William Booth Surabaya. Di
UGD dianjurkan Dokter rawat inap untuk dilakukan pemeriksaan
penunjang, karena didapatkan data : sianosis (-), nadi 140 x/menit,
reguler. Tekanan darah 120/60 mmHg, suhu 38º C. Pemeriksaan
toraks: aktivitas ventrikel kiri meningkat. Thrill teraba di apeks.
Batas-batas jantung membesar BJ 1&2 murni, intensitas normal.
Tidak terdapat jari tabuh. Tanda-tanda radang di lutut kiri.
- Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang pernah diderita : Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit serius, pasien hanya mengalami demam, batuk, dan
influensa biasa saja.
Kebiasaan berobat : ke puskesmas
Alergi terhadap : tidak ada alergi terhadap makanan, minuman, dan
obat-obatan.
- Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit yang pernah diderita keluarga : anggota keluarga tidak
meiliki riwayat penyakit serius.
Penyakit yang sedang diderita anggota keluarga : saat ini tidak ada
anggota keluarga pasien yang menderita penyakit.
- Pemeriksaan fisik
Tanda vital : suhu 38º C, nadi 140 x/menit, reguler. Tekanan darah
120/60 mmHg
Tinggi badan : 125 cm
Berat badan : 33 kg
Dada : aktivitas ventrikel kiri meningkat. Thrill teraba di apeks.
Batas-batas jantung membesar BJ 1&2 murni, intensitas normal.
Anggota gerak atas : Tidak terdapat jari tabuh, sianosis (-)
Anggota gerak bawah : Tanda-tanda radang di lutut kiri.
- Aktivitas/istrahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan.
Tanda : Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.
- Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi,
batuk, gerakan menelan, berbaring; nyeri dada/punggung/
sendi.
Tanda : Perilaku distraksi, mis: gelisah.
- Pernapasan
Gejala : dispnea
Tanda : takipnea
- Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem
imun.
Tanda : Demam
7. Diagnosa keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
8. Intervensi keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : nyeri hilang/ terkontrol.
Intervensi :
1. Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode
sebelumnya. Gunakan skala nyeri (0-10) untuk rentang intensitas. Catat
ekspresi verbal/non verbal nyeri, respons otomatis terhadap nyeri
(berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan frekuensi
pernapasan).
R/ : Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri.
Perilaku dan perubahan tanda vital membantu menentukan derajat/ adanya
ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien menolak adanya nyeri.
2. Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan.
R/ : aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia (contoh;
kerja tiba-tiba, stress, makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan
nyeri dada.
3. Berikan aktivitas hiburan yang tepat.
R/ : Mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam
tingkat aktivitas individu.
4. Dorong menggunakan teknik relaksasi. Berikan aktivitas senggang.
R/ : Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan
kembali perhatian sehingga menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
5. Kolaborasi pemberian obat nonsteroid dan antipiretik sesuai indikasi.
R/ : Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi dan
meningkatkan kenyamanan.
b. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : menunjukan perilaku untuk menangani stress.
Intervensi :
1. Pantau respons fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan berulang,
gelisah.
R/ : Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung.
Penggunaan evaluasi seirama dengan respons verbal dan non verbal.
2. Berikan tindakan kenyamanan (contoh mandi, gosokan punggung,
perubahan posisi).
R/ : Membantu perhatian mengarahkan kembali dan meningkatkan
relaksasi, meningkatkan kemampuan koping.
3. Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit-efeknya terhadap pola
hidup dan status kesehatan akan datang. Kaji keefektifan koping dengan
stressor.
R/ : Mekanisme adaptif perlu untuk mengkoping dengan penyakit katup
jantung kronis dan secara tepat mengganggu pola hidup seseorang,
sehubungan dengan terapi pada aktivitas sehari-hari.
4. Libatkan pasien/orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong
partisipasi maksimum pada rencana pengobatan.
R/ : Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien dalam
arti positif dan memberikan rasa kontrol.
5. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi, contoh napas dalam,
bimbingan imajinasi, relaksasi progresif.
R/ : Memberikan arti penghilangan respons ansietas, menurunkan
perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.
Top Related