LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
A. Konsep Dasar Penyakit1. Definisi Penyakit
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai.Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
2. Etiologi
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain: Infeksi misalnya pielonefritis kronik Penyakit peradangan misalnya glomerulonephritis Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
3. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik.
b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
c. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate
10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)
4. Tanda dan Gejala
Pasien akan menujukan tanda dan gejala, keparahan kondisi bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondsi lain yang mendasari, dan usia pasien
1. Manifestasi kardiovaskular : hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulmonal, pericarditis.
2. Gejala-gejala dermatologis : gatal-gatal hebat (pruritus); serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif.
3. Gejala-gejala gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, dan parotitis atau stomatitis.
4. Perubahan neuromuscular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, ketidak mampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis : kecenderungan pendarahan 6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernapasan menjadi
kussmaul; dan terjadi koma dalam, sering konvulsi ( kedutan mioklonik) atau kedutan otot.
5. Pemeriksaan Diagnostik a. Urin
• Warna : secara ubnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen, warna urin kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin• Volume urin: biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam bahkan tidak ada urin (anuria)• Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat• Osmolatas : kurang dari 350 m0sm/ kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan resiko urin / serum sering 1:1• Protein: derajat tinggi proteinuria (3-41) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada• Klirens kreatinin: mungkin agak menurun• Natrium : lebih besar dari 40 mEg / l karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
b. Darah• HT: menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/ dl• BUN/ kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/ dl diduga tahap akhir• SDM: menurun difersiensi, eritopoitin• GDA: asidosis metabolic, ph kurang dari 7,2• Protrein (albumin:) menurun• Natrium serum: rendah• Kalium : meningkat• Magnesium : meningkat• Kalsium: menurun
c. Osmolalitas Serum• lebih dari 285 mOsm/ kg
d. Pelogram LetrogradAbnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasonografi ginjalUntuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa kista obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi ginjal, nefroskopiUntuk menentukan pulvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkutan tumor selektif
g. Anteriogram ginjalMengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstra vaskuler masa
h. EKGKetidak seimbangan elektrolit dan asam basa
6. Penatalaksanaan Medis
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet.Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.1. Penatalaksanaan medis
a. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml untuk 24 jam atau dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.b. Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.c. Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.d. Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume intravaskuler.e. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.f. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium kadang – kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
g. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.h. Dialisis.i. Transplantasi ginjal.
2. Penatalaksanaan Keperawatana. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
3. Penatalaksanaan Dieta. Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.b. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme proteinc. Lemak diberikan bebas.d. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.e. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan1. Data fokus pengkajian
a. Anamesa Pengumpulan Data
1) Data Biografi
Gagal ginjal kronik e.c Neprolithiasis merupakan penyakit saluran
perkemihan yang umumnya terjadi pada laki-laki walaupun tidak menutup
kemungkinan wanita dapat mengalaminya karena kecenderungan diet ketat untuk
menjaga berat badan ditunjang dengan asupan air yang kurang. Usia 30-50 tahun
menjadi faktor yang meningkatkan terjadinya neprolithiasis. Penyakit ini
ditemukan juga pada pekerja-pekerja yang mempunyai pekerjaannya banyak
duduk dan kurang aktifitas. (Purnomo, Basuki.B., 2003 : 57)
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
(1). Keluhan Utama Saat Masuk Rumah Sakit
Meliputi riwayat perjalanan penyakit sekarang dari mulai timbul
gejala yang mengakibatkan klien masuk rumah sakit, tindakan yang
dilakukan pada keluhan tersebut sampai klien datang ke rumah sakit serta
pengobatan yang telah dilakukan.
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik
e.c neprolithiasis pada awalnya mengeluh adanya perubahan pada pola
berkemih seperti kelemahan atau penghentian urine, kesulitan untuk
memulai dan mengakhiri proses berkemih, sering berkemih terutama
malam hari, nyeri terbakar saat berkemih, darah dalam urine, tidak
mampu berkemih, dan disertai dengan keluhan bengkak-bengkak/edema
pada ekstremitas, dan perut kembung. (Gale, Danielle, 1999:153)
(2). Keluhan Utama saat pengkajian
Menggambarkan keluhan yang dirasakan oleh klien pada saat dikaji
yang dikembangkan dengan metode PQRST. Pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri pada umumnya mengeluh nyeri pada
daerah yang diinsisi jika dilakukan nefrostomi, neprolitotomi atau
nefrectomi, nyeri tersebut dirasakan bertambah apabila drain atau luka
tertekan. Terdapat pula keluhan merasa mual akibat dari peningkatan
status uremi klien, mual dirasakan klien secara terus menerus, bertambah
jika klien makan ataupun minum, dan berkurang jika klien dalam
keadaan istirahat.
b) Riwayat Kesehatan dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan atau
memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien pada saat ini
termasuk faktor predisposisi penyakit dan kebiasaan-kebiasaan klien. Pada
klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronis e.c
neprolithiasis perlu ditanyakan riwayat penyakit ginjal sebelumnya seperti
infeksi dan obstruksi saluran kemih, BAK keluar batu, riwayat penggunaan
obat-obatan nefrotoksik, dan riwayat diet pada klien. Menurut Purnomo,
Basuki.B., (2003 : 57), bahwa angka kejadian neprolithiasis dipengaruhi oleh
faktor diet banyak purin, oksalat dan kalsium serta asupan air yang kurang dan
tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit gagal ginjal kronik dan neprolithiasis seperti hipertensi,
adanya riwayat neprolithiasis, dan diabetes mellitus.
3) Pola Aktivitas Sehari-hari
Kemungkinan klien akan mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas
sehari-hari secara mandiri, seperti :
a) Nutrisi
Ditemukan penurunan nafsu makan berhubungan dengan perasaan mual
dan stomatitis, asupan nutrisi yang kurang, ketidaksesuaian dengan diet yang
dibutuhkan oleh klien tergantung dari pengetahuan dan kedisiplinan klien.
b) Eliminasi
Pada klien dengan gangguan sistem perkemihan e.c neprolithiasis
bilateral dan post nefrolitotomi kiri memiliki keterbatasan aktivitas dimana
menyebabkan menurunnya peristaltik usus sehingga timbul konstipasi, disertai
dengan adanya perubahan pola berkemih bila terpasang drainase nefrostomi.
c) Istirahat Tidur
Klien dengan gangguan sistem perkemihan : gagal ginjal kronik e.c
neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri cenderung mengalami
ganguan istirahat tidur sehubungan dengan adanya kecemasan terhadap
penyakitnya, peningkatan status uremik yang menyebabkan pruritus, ataupun
karena adanya rasa nyeri yang berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan akibat nefrolitotomi, nefrostomi atau tindakan bedah lainnya.
d) Personal Hygiene
Klien dengan gagal ginjal kronik e.c neprolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri cenderung pemenuhan kebutuhan personal hygiene seperti
kebersihan kulit, gigi, rambut dan kuku terganggu karena adanya keterbatasan
gerak, kelelahan atau karena rasa nyeri yang dirasakan oleh klien.
e) Aktifitas Sehari-hari
Keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan sehari - hari
mengakibatkan klien dalam beraktivitas membutuhkan bantuan dari keluarga.
4) Pemeriksaan Fisik
Menurut Denison, R.D., (1996:480) dan Doengoes, M., alih bahasa : Karyasa,
L.M., (1999:626) bahwa pada pemeriksaan fisik klien dengan gagal ginjal kronik
ec neprolithiasis bilateral dan post nefrolitotomi kiri akan ditemukan hal-hal
sebagai berikut :
a). Sistem Perkemihan
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri cenderung akan ditemukan adanya edema anasarka dan
keseimbangan cairan (balance) positif, nyeri tekan dan teraba pembesaran
pada saat palpasi ginjal, nyeri ketuk saat perkusi ginjal, perubahan pola BAK,
oliguri atau poliuri, dan pada tahap lanjut dapat ditemukan adanya bunyi
bruits sign pada percabangan arteri renalis bila terjadi gangguan vaskularisasi.
b). Sistem Pernafasan
Pada sistem pernafasan cenderung ditemukan adanya pernafasan yang
cepat dan dangkal (kussmaul), irama nafas yang tidak teratur, frekuensi nafas
yang meningkat diatas normal, adanya retraksi interkostalis, dan epigastrium,
sebagai upaya untuk mengeluarkan ion H+ akibat dari asidosis metabolik,
pergerakan dada yang tidak simetris, vokal fremitus cenderung tidak sama
getarannya antar lobus paru, terdengar suara dullness saat perkusi paru
sebagai akibat dari adanya edema paru, dan pada auskultasi paru cenderung
terdengar adanya bunyi rales. Pada tahap lanjut akan ditemukan adanya
sianosis perifer ataupun sentral sebagai akibat dari ketidakadekuatan difusi
oksigen di membran alveolar karena adanya edema paru.
c). Sistem Kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler cenderung ditemukan adanya anemis pada
konjungtiva palpebra, denyut nadi yang menurun sebagai akibat dari adanya
edema anasarka, tekanan darah meningkat, CRT (Cafilari Refilling Time)
menurun, terdapat pelebaran pulsasi jantung, dan irama jantung cenderung
terdengar irregular yang dapat diketahui dari gambaran EKG (Elektro
Kardiografi).
d). Sistem Persyarafan
Pada sistem persyarafan cenderung ditemukan adanya penurunan tingkat
kesadaran akibat dari peningkatan kadar ureum dan kreatinin dalam plasma
darah, dan pada tahap lanjut cenderung terjadi koma uremia. Selain itu juga
dapat ditemukan adanya penyakit hipertensi yang beresiko terjadinya penyakit
serebrovaskuler berupa stroke TIA (Transient Ischemic Attack).
e). Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan cenderung ditemukan adanya mual, muntah,
kembung dan diare serta perubahan mukosa mulut sebagai akibat dari
tingginya kadar ureum dan kreatinin dalam darah atau karena tidak
adekuatnya oksigen yang masuk ke saluran cerna yang akan merangsang
refleks vasovagal berupa peningkatan asam lambung (HCL), atau bahkan
konstipasi sebagai akibat hal tersebut diatas, motilitas usus akan menurun.
Penurunan berat badan (malnutrisi) atau peningkatan berat badan dengan
cepat (edema)
f). Sistem Integumen
Pada sistem integumen cenderung ditemukan adanya rasa gatal sebagai
akibat dari uremi fross, kulit tampak bersisik, kelembaban kulit menurun,
turgor kulit cenderung menurun (kembali > 3 detik). Pada tahap lanjut
cenderung akan terjadi ketidakseimbangan termoregulasi tubuh dan akral
teraba dingin.
g). Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi cenderung ditemukan adanya disfungsi seksual
berupa penurunan libido dan impotensi.
5) Data Psikologis
Klien dengan gagal ginjal kronik akibat neprolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri cenderung ditemukan kecemasan yang meningkat hal ini
diakibatkan karena proses penyakit yang lama, kurangnya pengetahuan tentang
prosedur tindakan yang akan dilakukan.
6) Data Sosial
Klien dengan gagal ginjal kronis akibat neprolithiasis cenderung menarik diri
dari interaksi sosial dalam hubungan dengan keluarga, perawat, dokter serta tim
kesehatan lain sehubungan dengan adanya penurunan fungsi seksual, proses
penyakit yang lama, perasaan negatif tentang tubuh dan jika sudah terjadi
komplikasi pada tahap lanjut.
7) Data Spiritual
Keyakinan klien tentang kesembuhannya dihubungkan dengan lamanya
penyakit dan persepsi klien tentang penyakitnya serta ketaatan pada agama yang
dianut klien. Aktivitas spiritual klien selama menjalani perawatan di rumah sakit
tergantung dari pendorong yang memotivasi bagi kesembuhan klien.
8) Data Seksual
Klien dengan gagal ginjal kronik akibat neprolithiasis bilateral dan post
nefrolitotomi kiri cenderung mengalami penurunan fungsi seksual seperti
penurunan libido.
b. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan fisik
a) Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum nasi, tidak terdapat
sianosis pada bibir, jari tangan ataupun jari kaki, tidak terdapat pernafasan
cuping hidung, mukosa hidung lembab, tidak terdapat sekret, tidak terdapat
penggunaan otot-otot bantu pernafasan, bentuk dada simetris, tidak terdapat
adanya retraksi dada dan nyeri tekan pada daerah dada, ekspansi paru simetris,
pengembangan paru maksimal, suara perkusi paru terdengar resonan, pada
auskultasi terdengar vesikuler tidak terdengar rales pada saat auskultasi,
frekuensi nafas 22 x/menit.
b) Sistem Kardiovaskuler
Konjungtiva palpebra tampak pucat, Jugular Venous Pressure (JVP) tidak
meninggi nilai 5 mmHg, tidak ditemukan adanya clubbing finger, CRT
(Capilarry Refilling Time) kembali dalam 4 detik, akral teraba dingin, iktus
kordis teraba pada ICS V garis midklavikula kiri. Pulsasi denyut nadi teraba
kuat, irama denyut nadi teratur, denyut nadi 82 x/menit. Tekanan darah 100/70
mmHg. Suara perkusi jantung terdengar dullness, S1 dan S2 terdengar murni
reguler.
c) Sistem Perkemihan
Tidak tampak adanya oedem pada daerah ekstremitas atas dan bawah, tidak
terdengar adanya bruits sign pada percabangan aorta abdominalis, terdapat
luka bekas operasi pada area ginjal kanan, tampak luka post operasi
nefrolitotomi kiri pada area pinggang sebelah kiri + 12 cm berwarna
kemerahan dan tampak basah disertai Pus dan tampak drain nefrostomi di
bawah luka berisi urine yang berwarna kuning agak keruh. Nefrolitotomi kiri
dan nefrostomi dilakukan pada tanggal 20 Juli 2005 dan Hemodialisa pada
tanggal 25 Juli 2005. Klien mengatakan nyeri pada luka dan drain tersebut
terutama bila luka dan drain tersebut tertekan, klien tampak meringis saat luka
dan drain tersebut tersentuh atau tertekan. Terdapat nyeri tekan pada palpasi
ginjal kanan sedangkan palpasi ginjal kiri tidak terkaji karena adanya luka
operasi. Tidak terdapat adanya nyeri ketuk pada saat perkusi ginjal pada
daerah Costae Vertebral Angel, tidak terdapat distensi kandung kemih dan
suara perkusi kandung kemih terdengar timpani. Klien mengatakan tidak ada
keluhan pada saat BAK. Intake cairan peroral 1500 cc, Output : urine 1250
cc/24 jam, drain 550 cc/24 jam, IWL=340 cc/24 jam, balance=1500-1800
cc/24 jam= - 300 cc/24 jam.
d) Sistem Endokrin
Tidak terdapat eksofthalmus, tidak tampak adanya hipopigmentasi kulit, tidak
tampak adanya keringat yang berlebihan (diaforesis) tidak teraba adanya
massa, nyeri tekan, dan pembesaran saat palpasi kelenjar tiroid dan paratiroid.
e) Sistem Pencernaan
Mukosa bibir kering, gigi tanggal 2 buah jumlah gigi 30 buah, tidak terdapat
pembesaran tonsil, klien mengatakan nyeri pada saat menelan dan pada area
lidah yang terdapat luka, lidah tampak kotor, tampak lesi pada lidah anterior,
sklera tampak putih, abdomen datar teraba lembut, Bising usus 12 x/menit,
tidak teraba pembesaran hati dan limpa, tidak terdapat adanya nyeri tekan dan
nyeri lepas pada daerah abdomen. Pada anus tidak terdapat hemoroid. Berat
badan sebelum sakit 44 Kg dan saat dilakukan pengkajian 34 Kg.
f) Sistem Integumen
Rambut dan kulit kepala bersih, terdapat bercak-bercak putih pada lengan
kanan, klien mengatakan gatal dan tampak klien menggaruk lengannya, turgor
kulit kembali dalam waktu 3 detik, kulit kaki dan tangan teraba dingin, Suhu
36,1oC.
g) Sistem Persyarafan
(1) Test Fungsi Serebral
(a) Status Mental
(i) Orientasi : klien dapat menyebutkan bahwa sekarang ia berada di
rumah sakit, ditunggui oleh suaminya, dan berada pada pagi hari.
(ii) Daya Ingat : klien dapat mengingat tahun kelahirannya, klien
dapat menyebutkan 3 buah benda yang ditunjukkan 5 menit yang
lalu.
(iii) Perhatian dan perhitungan : klien dapat meghitung dengan
penjumlahan serial lima yaitu : 5+5=10, 10+5=15, 15+5=20,
20+5=25, 25+5=30
(iv) Fungsi Bahasa : klien dapat mngulangi kata-kata “akan tetapi atau
jika tidak” dan klien mengerti perinah saat menyebutkan benda
yang ada didekatnya yaitu, gelas dan sendok
(b) Tingkat kesadaran
(i) Kualitas : Compos Mentis
(ii) Kuantitas : Nilai GCS 15 (E4, V5, M6)
(c) Pengkajian Bicara : Proses bicara klien lancar
(2) Test Nervus kranial
(a) Nervus I (Olfaktorius)
Fungsi penciuman baik, terbukti klien dapat membedakan bau-bauan
familier seperti bau kopi dan kayu putih.
(b) Nervus II (Optikus)
Fungsi ketajaman penglihatan baik yang ditandai dengan klien dapat
membaca papan nama perawat pada jarak 30 cm.
(c) Nervus III (Okulomotorius), IV (Trochlearis), VI (Abducen)
Klien mampu menggerakkan bola mata kesegala arah, pupil
berkontraksi saat diberi cahaya, bentuk pupil isokor, klien dapat
membuka dan menutup matanya, lapang pandang klien tidak
menyempit.
(d) Nervus V (Trigeminus)
Fungsi mengunyah baik, pergerakan otot masetter dan temporalis saat
mengunyah simetris. Klien dapat merasakan sentuhan pilinan kapas
pada wajah, klien mengedip spontan saat diberi rangsangan dengan
pilinan kapas pada kedua kelopak mata.
(e) Nervus VII (Facialis)
Klien dapat mengerutkan dahi dan tersenyum dengan
kedua bibir simetris. Klien dapat membedakan rasa manis, asam dan
asin.
(f) Nervus VIII (Auditorius)
Fungsi pendengaran tidak terganggu, terbukti klien dapat menjawab
seluruh pertanyaan yang diajukan secara spontan
(g) Nervus IX (Glossofaringeus)
Terdapat reflek muntah pada saat pangkal lidah ditekan dnegan
menggunakan tongue spatel dan klein dapat merasakan sensasi pahit.
(h) Nervus X (Vagus)
Reflek menelan baik, uvula terletak ditengah antara palatum mole
dengan arkus faring, dan bergerak saat klien bilang “ah”.
(i) Nervus XI (Assesorius)
Klien dapat mengangkat bahu kanan dan kiri, serta dapat melawan
tahanan pada kedua bahu.
(j) Nervus XII (Hipogolosus)
Klien dapat menggerakkan lidah dan menjulurkannya ke segala arah.
(3) Test Fungsi Sensoris
(a) Rasa sakit
Klien dapat merasakan sakit saat ditusuk dengan ujung reflek hammer
di daerah lengan dan kaki.
(b) Sentuhan
Klien dapat merasakan sentuhan kapas pada lengannya dengan kedua
mata tertutup.
(c) Diskriminasi
- Stereognosis
Klien dapat menebak benda yang dipegangnya yaitu sendok dengan
kedua mata tertutup.
- Graphestesia
Klien dapat menebak huruf S yang dituliskan ditelapak tangannya
dengan kedua mata tertutup
- Two Point Stimulation
Klien dapat 2 buah titik yang dibuat di lengannya.
h) Sistem Reproduksi
Struktur utuh, keadaan vulva bersih, klien tidak merasakan adanya keluhan.
i) Sistem Muskuloskeletal
(1) Ekstremitas Atas
Bentuk dan ukuran kedua ekstremitas atas simetris, pergerakan (ROM)
kedua ekstremitas atas bebas ke segala arah, tidak terdapat nyeri pada
daerah persendian dan tulang, tidak terdapat adanya deformitas tulang atau
sendi, tidak terdapat kontraktur sendi, tidak terdapat adanya atrofi otot,
tidak terdapat oedema pada kedua ekstremitas atas, kekuatan otot 5/5,
reflek biceps ++/++, Triceps ++/++.
(2) Ekstremitas Bawah
Bentuk dan ukuran kedua ekstremitas bawah simetris, pergerakan (ROM)
kedua ekstremitas bawah bebas ke segala arah, tidak terdapat nyeri pada
daerah persendian dan tulang, tidak terdapat adanya deformitas tulang atau
sendi, tidak terdapat kontraktur sendi, tidak terdapat adanya atrofi otot,
tidak terdapat oedema pada kedua ekstremitas bawah, kekuatan otot 5/5,
reflek patella ++/++, achiles ++/++.
c. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Urine
(a) Volume biasanya oliguri dan anuri
(b) Warna urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
partikel koloid dan fosfat, sedimen kotor atau kecoklatan
menunjukkan adanya darah
(c) Berat jenis menurun, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat.
(d) Osmolalitas menurun kurang dari 350 mOsm/kg, menunjukkan
kerusakan tubular.
(e) Klirens kreatinin menurun
(f) Natrium meningkat karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi
natrium.
(g) Protein meningkat
(2) Darah
(a) Serum kreatinin meningkat.
(b) Blood Urea Nitrogen meningkat.
(c) Kadar kalium meningkat sehubungan dengan adanya retensi sesuai
dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah merah).
(d) Hematokrit dan Hemoglobin menurun
(e) Natrium, kalsium menurun
(f) Magnesium / posfat meningkat
(g) Protein (khususnya albumin menurun)
(h) pH menurun pada keadaan asidosis metabolik (kurang dari 7,2).
(i) Asam posfatase akan meningkat.
b) Nilai GFR menurun kurang dari 50 lt/menit
c) Pyelogram Retrograd menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
d) Arteriogram mengidentifikasi adanya massa.
e) Ultrasonogarafi ginjal dan vesika urinaria menentukan ukuran ginjal, adanya
massa, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
f) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa. Yaitu :
(1) Hyperkalemia : gelombang T naik, kompleks QRS terbuka, PR
diperpanjang.
(2) Hypokalemia : Gelombang T mendatar/terbalik, ST turun dan QT
diperpanjang.
(3) Hiperkalsemia : gelombang QT pendek, dan ST pendek.
(4) Hipokalsemia : gelombang QT di perpanjang, ST diperpanjang.
(5) Alkalosis : gelombang T mendatar.
(6) Asidosis : gelombang T naik.
2. Kemungkinan diagnose keperawatano Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
o Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
o Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia,retensi produk sampah danprosedur dialysis
o Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, dan program penanganan
3. Perencanaan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan:Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Intervensi:
a. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher,tekanan darah, denyut dan irama nadi.R: pengkajian merupakan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
b. Batasi masukan cairanR: pembatasan cairan akan menentuka berat tubuh ideal, haluaran urin,dan respon terhadap terapi.
c. Identifikasi sumber potensial cairan ; medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan dan intravena, makanan.R: sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasanR:pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.
e. Beritahu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairanR: kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
f. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan seringR: hygiene oral mengurangi kekeringan membrane mukosa mulut.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Intervensi:a. Kaji status nutrisi ; perubahan berat badan, nilai laboratorium BUN,Kreatinin.R: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensib. Kaji pola diet nutrisi pasien ; riwayat diet, makanan kesukaan, hitung kalori.R: pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu.
c. Kaji factor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi ; anoreksia, mual atau muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi pasien, depresi,kurang memahami pembatasn diet,stomatitis.
R: menyediakan informasi mengenai faktro lain yang dapat dirubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan oral.
d. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.R: Mendorong peningkatan masukan diet
e. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi telur, produk susu, daging.
R: protein lengkapdiberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
f. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu makan.R: Mengurangimakanan dan protein yang dibatasi dan menyediakan kalori untuk energy, membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.
g. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.
R:Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, urea,kadar kreatinin dengan penyakit renal.
h. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makanR: Ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan rasa kenyang.
i. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium atau kalium.
R:Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga yang dapat digunakan dirumah.
j. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makanR: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan anoreksia dihilangkan.
k. Timbang berat badan harianR: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia,retensi produk sampah danprosedur dialisis
Tujuan: Berpartisipasi dalam dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.Intervensi:
a. Kaji factor yang menimbulkan keletihan ; anemia,ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,retensi produk sampah,depresi.
R: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.b. Tingkatkan kemndirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi ; bantu jika keletihan terjadi.
R: Meningkatkan aktivitas ringan / sedang dan memperbaiki harga diri.c. Anjurkan aktivitas alternative sambil istirahat.
R: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
d. Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis
R: Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialysis, yang bagi banyak paisen sangat melelahkan.
4. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan pada citra diri dan disfungsi seksual.
Tujuan: Memperbaiki konsep diri
Intervensi:a. Kaji respons dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan.
R: Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga dalam menghadapi perubahan perubahan dalam hidup.
b. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.R: Penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi
c. Kaji pola koping pasien dan anggota keluargaR: Pola koping yang telah efektif dimasa lalu mungkin potensial destrukstif ketika memandang pembatasan yan ditetapkan akibat penyakit dan penanganan.
d. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan penanganan ; perubahan peran, perubahan gaya hidup, perubahan dalam pekerjaan, perubahan sekual, ketergantungan pada tim tenaga kesehatan
R: Pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah- langkah yang diperlukan untuk menghadapinya.
e. Gali cara alternative untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual.R: Bentuk alternative ekspresi seksual dapat diterima.
f. Diskusikan peran member dan menerima cinta, kehangatan, dan kemesraan.R: Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu, tergantung pada tahap maturitansnya.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, dan program penanganan berhungan dengan kurang informasi.Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.
Intervensi:a. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan penanganannya ; penyebab gagal ginjal pasien, pengertian gagal ginjal, pemahaman mengenai fungsi renal, hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan gagal ginjal, rasional penanganan (hemodialisis, dialysis peritoneal, transplantasi)
R: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan lebih lanjut.b. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar
R: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penaganan setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
R: Pasien dapa melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit.d. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat tentang ; fungsi dan kegagalan renal, pembatasan cairan dan diet, medikasi, melaporkan masalah, tanda dan gejala, jadwal tindak lanjut, sumber di komunitas, pilihan terapi.
R: Pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk klarifikasi selanjutnya di rumah.
4. DAFTAR PUSTAKA
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaandan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3.Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare.(2001). Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah Brunner & Suddarth.Edisi 8.Jakarta :EGC
Top Related