KEMATIAN AKIBAT ANESTESI
Lebih tepat dan lebih baik untuk menganggap kematian anastesi sebagai "
kematian yang terjadi selama anastesi", sejak ada bagian yang menghitung jumlah
kematian yang diakibatkan oleh anastesi; tindakan pemberian anastesi dan teknik anastesi
diatur kembali akibat dari meningkatnya kematian akibat anastesi. Dari penelitian itu
tidak sering berhubungan antara zat anastesi dengan tindakan yang dilakukan oleh ahli
anastesi sehingga hal ini tidak menjadi bagian dari penyebab kematian.
Penyelidikan ini adalah kompleks. Dengan mengabaikan fakta bahwa mayoritas
terjadi di rumah sakit harus tidak dilupakan bahwa beberapa terjadi pembedahan-
walaupun mengenai gigi ahli patologi rumah sakit berkompeten untuk melaksanakan
bagiannya, otopsi seharusnya, dan secara normal adalah, disebut suatu ahli patologi
mandiri, yang terutama/lebih disukai suatu ahli patologi forensik dengan pengalaman dari
pengujian ini
Itu harus disadari bahwa penemuan phatologist's, walaupun suatu bagian integral
penyelidikan, adalah sering suatu penjelasan yang tidak cukup kematian. Penyebab
mungkin telah dalam kaitan dengan faktor, sifat alami yang menempatkan mereka di luar
lingkup dari pengujian nya ( polson, 1955)
Tidak jarang pengujian pemeriksaan mayat menghasilkan penemuan negatif, dan
phatologist tidaklah kemudian sanggup untuk menyatakan suatu pendapat seperti pada
obat bius, atau administrasi nya, adalah suatu faktor di (dalam) kematian; ini telah
ditetapkan oleh pengalaman berburu ( 1958) dan harrison ( 1968). Mereka mengambil
pandangan bahwa] peran patologi telah terbatas, secara keseluruhan, kepada pendeteksian
tentang penyakit alami, tanda kerusakan yang lebih jelas dengan] prosedur obat bius atau
kesalahan dalam prosedur berhub. dg pembedahan. Di dalam kealpaan dari penemuan
positif patologi telah dipaksa untuk menerima rumusan tersebut " tidak ada apapun untuk
menunjukkan bahwa obat bius tidaklah skifully diberi"
Bagaimanapun posisi saat ini, telah appreciably meningkatkan dengan mengakses
ke toxicological analisa, dan oleh karena itu ketika penemuan otopsi adalah negative
negative patologi perlu mengumpulkan material untuk tujuan ini, dan, mungkin perlu,
memperoleh nasihat dari ahli racun yang terkait dalam rangka memastikan bahwa
material yang sesuai, di dalam kondisi dan jumlah cukup, diminta pengujian ( blanke,
1960; campbell et.al, 1961; rieders, 1969)
Di mana itu ditinggalkan kepada phatologist sebagai tapak kaki bersaksi kepada
penemuan yang medis tersebut adalah sangat mendesak bahwa ia pasti mempunyai
kesempatan tersebut untuk mendiskusikan keadaan kasus dengan ahli bius dan clinician
terkait. Pemeriksa mayat boleh baik dengan bijaksana memutuskan untuk dengar bukti
mereka sebagai tambahan terhadap phatologist nya, jika ia adalah untuk menjangkau
suatu penafsiran benar penyebab kematian tersebut. Ia juga mempunyai informasi
tentang segala relevan toxicological penemuan
Klasifikasi Kematian Yang Berhubungan
dengan Anestesi
Beberapa klasifikasi pernah diumumkan, misalnya oleh Saphira dkk (1960) dan
Harisson (1968).Pembagian sederhana kematian akibat anastesi :
a. Kematian dikarenakan oleh anestesi dan /atau cara pelaksanaannya.
b. Kematian dikarenakan oleh kecelakaan pembedahan selama anestesi.
c. Kematian dikarenakan oleh penyakit alami,lainnya yaitu terapi yang diberikan
atau penyakit yang sering terjadi sekarang ini.
Bahaya atau resiko dari anestesi merupakan pertimbangan secara terperinci oleh beberapa
orang penulis, termasuk Keating (1966).
A.. KEMATIAN DIKARENAKAN OLEH ANESTESI
DAN ATAU CARA PELAKSANAANNYA
Harus diperhatikan bahwa kematian karena anestesi sangat luar biasa . Laporan
umum berkata bahwa kejadian kematian pada waktu atau segera setelah operasi rata-rata
0,2% -0,6 % dari operasi dan kematian disebabkan oleh anestesi hanya 0,03%-0,1% dari
seluruh anestesi yang diberikan. Kematian yang terjadi pada waktu operasi atau segera
setelah operasi, dari laporan kejadian karena anestesi sangat bervariasi dari 5%-50%
(Campbell,1960). Beberapa penulis memiliki daftar penyebab kematian dikarenakan
oleh anestesi, misalnya: Edward dkk(1956), Campbell (1960), Sphira dkk (1960) dan
Dinnick (1964), Love (1968). Harisson (1968). (Hasil laporan Eward dkk (1956) dan
Dinnick (1964) berdasarkan rangkaian mengadakan pemeriksaan dengan perkumpulan
dokter anestesi, tentu saja panjang, tapi hanya sedikit proporsi dari hal ini yang dapat
diketahui dengan pemeriksaan patologi.
(i) Kurang pengalaman
Morton dan Wylie (1951) berpendapat bahwa sebagian besar kematian pada waktu
anestesi dikarenakan kurangnya pengalaman dan kegagalan dalam melakukan tindakan
pencegahan ketika intubasi. Hal ini mungkin saja benar. Hal ini meliputi kecelakaan
dikarenakan intubasi (misalnya Penggeluaran aspirasi, kekakuan tube dan bronkoskopi,
masing-masing mungkin karena hambatan vagal jika pernafasan dari anestesi tidak
adekwar. Penyumbatan pernafasan setelah operasi dengan tube/swab mungkin juga
terjadi.
(ii) Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan dalam bidang anestesi yang modern dapat memerankan arti
penting untuk sebuah insidens, contohnya overdosis barbiturat secara intravena atau
kolaps setelah menggunakan obat tersebut. Gagal jantung telah dihubungkan dengan
penggunaan trichloroethylen. Penggunaan urea secara intravena dapat menyebabkan
hipertensi. Penggunaan halotan yang aman telah menjadi subjek pada beberapa laporan
dan terbukti bahwa obat ini dapat menyebabkan nekrosis hati dan akhir-akhir ini, halotan
dilaporkan dapat menyebabkan hiperpireksia malignan/ganas.Tygstrup (1963)
menemukan hubungan antara halotan dan nekrosis hati, tetapi berdasarkan pengalaman
Muschin dkk (1964) menunjukkan bahwa setelah penggunaan halotan dapat
menyebabkan hepatitis, biasanya setelah berulang kali terpapar dengan obat anestesi ini.
Enam dari sebelas pasien meninggal antara hari kedelapan sampai hari kedua puluh
delapan setelah penggunaan halotan dan pada peneriksaan post mortem tampak nekrosis
hati yang masif dan tampak gambarab hepatitis akut. Penggunaan halotan sendiri atau
bersama dengan suxamethonium saat ini diketahui dapat menimbulkan komplikasi
anestesi yang mengkhawatirka seperti yang sudah diketahui yaitu hiperpireksia
malignan.Karakteristik hiperpereksia malignan ini tidak hanya berupa kenaikan suhu ke
level yang berbahaya, meskipun mencapai 110 derajat farenheit tapi juga takikardi,
hiperpnoea, sianosis dan kaku pada otot (Barlow dan isaacs, 1970). Kondisi ini yang
menyebabkan tingginya angka kematian pada kebanyakan pasien. Yang harus dipikirkan
pertama kali adalah adalah reaksi dari suxamethonium tapi ternyata hanya mengobservasi
penggunaan halotan (Harrison, 1968a; Drury dan Gilbert, 1970). Hal ini tampaknya
terjadi secara genetik dan terjadi pada keluarga yang mempunyai subklinis penyakit
miopati dan nilai serum kreatinin fosfokinase yang tinggi (Isaac dan Barlow, 1970).
Anestesi dengan nitrat oksida jarang yang fatal dan bila terjadi kematian
kemungkinan berhubungan dengan penggunaan yang tidak berpengalaman atau tidak
efisien. Contohnya adalah kematian saat sedang dianestesi oleh ahli anestesi dan saat
terapi pembedahan pada ovulsi kuku jari kaki (Polson, 1955).
Kematian seorang anak perempuan yang bekerja sebagai resepsionis dokter gigi, dia
mengalami overdosis yang fatal setelah mengadiksi nitrat oksida secara inhalasi
(Enticknap, 1961).
Pada tahun 1966, merebaknya kasus keracunan akibat nitrat oksida menimbulkan
kekhawatiran yang berdampak buruk dan suatu saat menjadi kenyataan dan ini menjadi
masalah pada obat-obatan yang berbentu gas. Akibatnya pasien terinhalasi oleh nitrat
oksida (Brit. M.J, 1966).
Setelah tahun 1966, kematian pada 2 pasien diakibatkan oleh inhalasi nitrat oksida.
Berdasarkan penyelidikan bahwa nitrat oksida itu terkontaminasi oleh nitrit oksida. Ini
merupakan akibat dari tidak disiplinnya mengikuti pareturan yang aman di pabrik nitrat
oksida. Ketika selindir nitrat oksida diteliti, 40.000 dites dan hasilnya sebanyak 65
ditemukan adanya kontaminasi nitrit oksida (Lancet, 1966a, 1966b; Brit. M.J, 1966;
Brit. J. Anaesthesia, 1967 )
Penggunaan atropin dapat menyebabkan hiperpireksia oleh karena mekanisme
regulasi panas (Tettersall, 1953; Pask, 1964). Contohnya dilaporkan oleh Harris dan
Hutton, 1956.
Adrenalin dan kokain : Makintosh (1948-9) memusatkan perhatian pada adrenalin
dan kokain. Kesalahan penggunaan adrenalin untuk kokain menyebabkan 2 kematian
mendadak. Makintosh mempertimbangkan kematian ini terhadap penggunaan kokain
pada lokal anestesi bukan langkah penting untuk produksi vasokostriksi dan kombinasi
kedunya ini meningkatkan toksisitas adrenalin dan kokain. Makintosh juga memusatkan
perhatiannya untuk membedakan antara 2 % kokain dalam adrenalin dan 2 % kokain
dengan adrenalin. Makintosh meragukan eksistensi sensitivitas kokain, menurut
percobaannya kecelakaan- kecelakaan tersebut berhubungan dengan overdosis atau
kombinasi dengan adrenalin.
(iii) Faktor Klinik
Hal ini meliputi : ventilasi kurang, volume darah kurang, transfusi tidak adekwat dan
anoksia. Belakangan ini tidak hanya sering dikarenakan sebab yang tidak diketahui,
bahaya ini disebabkan kerusakan otak (Courville 1960, Brierley dan Miller 1966). Pada
suatu peristiwa tahun 1959 anoksia karena kerusakan otak besar telah menyebabkan
kematian pada anak-anak. Pada peristiwa itu kematian dikarenakan tidak efisiennya
pelaksanaan dokter anestesi, yaitu dirinya sendiri pada waktu itu dibawah pengaruh
anestesi.
Tidak/kurang hati-hati pada hipotermia,hiperpireksia dan reaksi sensitivi dan alat-alat
regulasi pernafasan khususnya selama periode setelah operasi, mungkin yang lainnya
kecelakaan.
Kemampuan perawat selama periode setelah operasi dengan pasien pada posisi yang
aman merupakan perlindungan yang penting dan mereka harus mengobservasi langsung
pasian sampai ia sembuh kembali dalam keadaan sadar. Meskipun jika ditinggalkan
sendiri dalam beberapa menit penggeluaran pernafasan fatal mungkin saja terjadi
(mackintosh,1948-9).
(iv) Kecelakaan Teknik
Pemberian darah yang tidak cocok sekarang jarang terjadi. Abduksi abnormal dari
lengan selama transfusi dapat menimbulkan brachial paralisis,seakan-akan normal hanya
sementara. Kecelakaan ini berhubungan dengan tindakan pengadilan pemerintah pada
tahun 1953 ( Crawfordv. Charing Cross Hospital Board). Infusi cairan yang salah juga
luar biasa terjadi. Pasien meninggal ketika ia salah menerima sodium sitrat seharusanya
normal saline. Kesalahan ini sebagian besar dikarenakan kenyataan warna dari kedua
cairan yang terisi dalam botol yang mirip dengan label yang sama juga dalam lemari
penyimpanan yang sama. Kesalahan telah terjadi seslesai gagal untuk mengecek
label,telah salah menyuntikan untuk lokal anestesi. Dokter anestesi sendiri seharusnya
mengecek udara yang keluar atau swab yang digunakan berlebihan dan kurang hati-hati
dalam pernafasan. Mereka seharusnya mendisain dengan benar dan mengontrol selang
atau alat-alat (Gamer v. Morrell,1955: Urry dan Urry v. Bierer 1955). Pada masa
lampau jarang terjadi ledakan diruang operasi selama anestesi.
B. KEMATIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KECELAKAAN SAAT PEMBEDAHAN
Kematian berdasarkan kategori ini biasanya dideteksi dari autopsi dan tidak
dibutuhkan diskusi,mereka mempertimbangkan kematian yang berhubungan dengan
anestesi,seperti Harrison(1968) dan ada dalam bentuk monograph, seperti Beecher Todd
(1954) dan Boba (1965)
Berdasarkan pengalaman patologi forensik (Mant,1958) pada prinsipnya ditemukan
perdarahan masif, perforasi kandung kemih, emboli udara, contohnya terjadi pada
pembedahan di regio aksila dan pada pembedahan besar.
Kebanyakan komplikasi pada penatalaksanaan pembedahan seperti paska
gastrotomy,pada pankreastitis akut, yang terjadi pada beberapa jam setelah pembedahan
atau diluar periode pembedahan.
Pada kasus kematian selama periode ini,diseksi yang hati-hati pada pembedahan akan
menimbulkan kecelakaan saat pembedahan.
C. KEMATIAN YANG BERASAL DARI SEBUAH
PENYAKIT
Pada kebanyakan kasus kematian yang berhubungan dengan anestesi,penyebab
kematian adalah penyakit. Sering akibat tindakan bedah dan pada pasien yang sakit akan
meninggal dan tidak dapat dihindari, contohnya hasil dengan ganggguan biokimia yang
berat yang berhubungan dengan obstruksi intestinal akut. jika memang kondisinya sangat
dibutuhkan untuk dilakukan pembedahan tidak menimbulkan hal fatal seperti penyakit
jantung iskemik,pada beberapa kasus pembedahan memang sangat beresiko. tetapi
kematian ditemukan menjadi berhubungan dengan penyakit alami yang tidak terduga,
biasanya hasil otopsi pada kasus kematian paska pembedahan sangat bernilai.
pada laki-laki usia pertengahan, tampak sehat, dioperasi di atas tulang rawan pada lutut.
pada kesimpulan pembedahan secepatnya perban dilepas dari kakinya. pasien tiba-tiba
kolaps, nadi tak teraba dan meninggal.
Pada otopsi tampak emboli pulmoner yang masif dengan trombus pada vena kaki,
perban yang terlepas menyebabkan emboli masuk dalam sirkulasi. pada kondisi yang
lain, kematian yang mendadak setelah pembedahan ditemukan perdarahan pada
perikardium yang timbul karena ruptur infark kardiak yang diakibatkan trombosis
koroner. pada pemeriksaan histologi menunjukkan kemungkinan terjadi beberapa hari
setelah operasi.
Penyakit yang tidak dicurigai dapat menimbulkan keadaan darurat yang tidak
diinginkan selama anestesi yang dapat menyebabkan kematian.
Griffitsh (1958) mengambarkan, kolaps yang terjadi secara itba-tiba yang berhubungan
dengan hipotensi disebabkan karena hipoplasia adrenal, hipertensi pulminan berhubungan
dengan pheochromositomas, tension pneumotorak, yang terjadi dari ruptur bula
empisema dan trombosis cerebral. Harisson (1968) perdarahan, penyakit jantung iskemik
dan ruptur aneurisma aorta.
Fungsi Pemeriksaan Patologi Dalam Investigasi
Kematian Akibat Anestesi
Hal ini akan jelas terlihat lebih detail bahwa banyak bahaya/resiko dokter anestesi
yang sulit untuk dideteksi dengan peeriksaan post mortem dan pemeriksaan
patologi.Tidak ada satupun bagian yang penting dalam investigasi ini.Ia dalam kesaksian
yang idependent.Ia dapat mendeteksi/menyingkirkan bukti-bukti,benda asing dalam
pernafasan,kesalahan pembedahan dan penyakit alami.Meskipun Ia mungkin tidak
kompeten untuk menunjukan /mempunyai fasilitas untuk pemeriksaan toksikologi.Ia
harus bertanggung jawab untuk mengumpulkan materi yang sesuai untuk analisis.Hal ini
mungkin bukan cara yang tepat tapi dalam jumlah yang cukup.jika ada keraguan kita
sebaiknya konsultasi dengan ahli toksikologi sehingga suatu masalah dapat diatasi.
Dengan segala kemungkinan ia harus mengkonsultasikan dengan dokter anestesi atau
dokter bedah yang terlibat untuk penatalaksanaan autopsi pada korban.
Ahli patologi bertugas untuk menampilkan otopsi yang kompeten dan harus mencocokan
antara barang bukti dan penemuannya,ahli patologi juga bisa mengambil hasil-hasil yang
faktual dari ahli toksikologi jika dikemudian hari hasilnya tidak sesuai.
Dental Anestesi
Pada penggunaan anestesi umum dental mempunyai banyak resiko,ini terjadi didalam
ruangan operasi. Ada beberapa bahaya resiko yang spesifik adalah masuknya udara
kedalam saluran pernafasan bisa melalui darah,gigi atau penutup mulut.
Adapun penggunaan lignocain yqang disuntikan pada periodontal disuntikan dengan
anestesi lokal dalam posisi duduk,agar dapat dialirkan kedalam darah,supaya tidak terjadi
hipotensi maupun penurunan kesadaran.Dan biasanya jika dilakukan suntikan anestesi
dibagian inferior syaraf dental dapat menyebabkan kollaps yang terjadi secara mendadak.
Keterangan dalam hal ini telah dituliskan dalam suatu tulisan yang berjudul
EMERGENCY DENTAL PARTIKEL {1971}. Yang isinya menerangkan kriteria yang
bagaimana yang dilakukan untuk tindakan anestesi dental, sehingga dapat menurunkan
bahaya resiko dari tindakan yang telah dilakukan profesi kesehatan. Meskipun demikian,
seringkali terjadi mendadak sehinng diperkenalkanlah alat - alat yang dapat
menanggulangi aresiko tersebut.
Adapun didalam penerapannya ia menerangkan bahwa hal tersebut merupakan suatu
pelajaran yang dapat menghasilkan harapan yang diinginkan .
Penemuan adanya swab didalam bronkus merupakan kerangan yang didapat dan ini
juga dapat menjadi bukti yang kuat, atau dengan adanya swab didalam bronkus
merupakan suatu keterangan sebab terjadinya kematian.
Pada tahun 1961 ROBERTSON menerangkan bahwa untuk menemukan adanya swab
didalam bronkus pasien, ditentukan dengan jalan traceotomy. Ia juga membuktikan
bahwa swab sangat menyokong sebab terjadinya kematian.Dan juga menerangkan bahwa
trakea adalah tempat terjadinya pertukaran udara,tetapi disini@keadaan@kollaps bukan
merupakan suatu bukti yang kuat telah terjadi obstruksi pada paru-paru. Dia juga
menerangkan bahwa tindakan percobaan respirasi tidak akan menghilangkan swab
didalam bronkus tersebut, dan dia juga menerangkan bahwa paru-paru dapat berfungsi
normal jika terjadi en bloc maka lakukan penarikan trakea dengan jalan menggunting
sampai bagian belakang dinding trakea terbuka, sehinngga udara dapat mengalir,
tindakan ini dapat menyingkirkan swab melalui tindakan trakeotomy dapat juga sebagai
bukti sebab terjadinya kematian akibat tindakan kekerasan pada bronkus. Oleh sebab itu
dia merekommendasikan bahwa terjadinya pertukaran aliran udara en bloc dimasukkan
kedalam medicoillegal, tetapi jika hal ini dalam prakteknya menemukan banyak dugaan
maka dilakukan tindakan @pembedahan@tubuh mayat.
Dia juga diminta untuk meneliti@masalah@yang sama. Pada pasien ini penyebab
kematian akibat bronchitis dan pneumonia, lalu dia melakukan tindakan trakeotomy
dimana kelainan pertama kali ditemukan adanya perpindahan aliran udara paru-paru yang
terhambat dengan prosedur umumnya. Dia menemukan dengan menggunakan kapas
swab pada bronchus bagian kanan. Yang terpenting adalah terdapat partial kollaps pada
paru-paru@yang menyebabkan tersumbatnya aliran udara ke paru-paru antara lain adalah
partikel-partikel yang masuk ke dalam pernapasan berupa swab yang menghalangi
udara Alasan kedua tentang hal itu adalah dilakukan tindakan autopsy ini, adalah
sering dilakukan oleh seorang perawat ketika dia melakukan pembukaan trakeotomy
akibat sumbatan dari kapas dan plester terlalu kuat sehingga dapat menyebabkan
kematian.
Keterangan yang dapat menyebabkan kelainan patologis bahwa tidak adanya
indikasi yang dapat dengan segera melakukan percobaan dengan memindahkan aliran
udara yang masuk dengan jalan menggunting. Meskipun didalam tes ini dapat membantu
didalam tindakan autopsy lainnya tetapi sebagian dari kapas swab dapat membuat
perbaikan. Sebelum melakukan tindakan pembedahan mayat terlebih dahulu melakukan
tindakan trakeotomy karena hanya tindakan tersebut dapat menyingkirkan swab pada
bronchus dan kerasnya swab dapat dihilangkan agar aliran udara dapat masuk ke dalam
saluran pernapasan jika terlebih dahulu membukanya dengan gunting yang tajam dan
balon udara akan terbentuk jika menggunakan gunting yang tumpul dalam
menyingkirkan swab didalam trakea.
Dia juga menemukan benda asing yang tersusun atas dua gabungan seperti
benang wol yang dilakukan secara terpisah dan gambarannya mirip alat yang digunakan
untuk membersihkan trakea bukannya yang digunakan untuk menutup pada tindakan
trakeotomy setelah terjadi kematian.
@
Pemeriksaan histology dari swab pad lesi dan segmen bronchus yang normal
sebagai control menunjukkan bahwa pada dinding lesi bronchial diliputi oleh reaksi
peradangan dimana peradangan pada dinding bronchus control ditekan oleh
permukaannya sendiri.@
Penelitian menunjukkan lesi perdangan bronchus setelah terjadi kematian tanda-
tanda peradangan akan hilang dengan mekanisme kompresi dan pengosongan pembuluh
darah yang berdilatasi pada dinding bronkioli.
Top Related