SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1...

120
i SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT CAMPAK PADA BALITA (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo) Oleh: NURUL AZIZAH NIM : 201403030 PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PRODI KESEHATAN MASYARAKAT STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2018

Transcript of SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1...

Page 1: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

i

SKRIPSI

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PENYAKIT CAMPAK PADA BALITA

(Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo)

Oleh:

NURUL AZIZAH

NIM : 201403030

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2018

Page 2: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

i

SKRIPSI

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PENYAKIT CAMPAK PADA BALITA

(Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo)

Diajukan untuk memenuhi

Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh:

NURUL AZIZAH

NIM : 201403030

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

2018

Page 3: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

ii

Page 4: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

iii

Page 5: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

iv

LEMBAR PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini saya persembahkan kepada:

ALLAH SWT.

Ibu dan Ayah tercinta

Dosen pembimbing

Teman-teman di STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Allahumma inni asaluka ‘lmaannapi’aan warizkkoon toyyiban ,

Wa’amalamutakobbalaan

( Ya ALLAH, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang

bermanfaat, rizki yang halal dan amal yang diterima)

Page 6: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas berkat

Rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Faktor Risiko

yang Berhubungan Dengan Penyakit Campak Pada Balita (Studi Kasus di

Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo, Kabupaten

Ponorogo)sebagaimana yang diharapkan. Dalam penyusunan Skripsi ini kami

menghadapi berbagai hambatan dan tantangan namun hal itu tidak mengurangi

semangat kami dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai

mahasiswa semester akhir. Kami menyadari bahwa laporan yang kami susun

ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat terbatasnya kemampuan yang

kami miliki. Karena itu, saran, bimbingan, serta kritikan yang sifatnya

membangun sangat kami harapkan. Tidak lupa kami sampaikan ucapan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Zainal Abidin SKM., M.Kes (Epid) selaku Ketua Stikes Bhakti

Husada Mulia Madiun dan selaku Dosen Pembimbing 1

2. Bapak Drs. Eddy Wasito, SH.,M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang

telah memberikan masukan dan saran perbaikan sehingga proposal skripsi

ini menjadi lebih baik.

3. Suhadi Prayitno S.KM., MM Selaku penguji yang telah memberikan

bimbingan dan arahan selama proses ujian dan bimbingan skripsi.

4. Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes selaku Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat Stkes Bhakti Husada Mulia Madiun

Page 7: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

vi

5. Pimpinan, pegawai dan seluruh staff Puskesmas Ponorogo Utara

Kabupaten Ponorogo yang telah memberikan ijin serta kerjasama selama

proses pengambilan data.

6. Seluruh Dosen Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti

Husada Mulia Madiun.

7. Ibuku dan ayahku tercinta yang selalu memberikan dukungan, motivasi

dan do’a terbaik untuk anaknya.

8. Keluarga, teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes

Bhakti Husada Mulia Madiun angkatan 2014 dan semua pihak yang telah

membantu dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya dan bagi penulis serta orang – orang yang peduli dengan ilmu

kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang ilmu penyakit menular yang

dapat di cegah dengan imunisasi. Demikian skripsi ini kami susun, semoga

bermanfaat.

Madiun, Juli 2018

Penulis

Nurul Azizah

Page 8: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

vii

Page 9: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurul Azizah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/tanggal lahir : Sangkawati, 14 April 1996

Agama : Islam

Alamat : Sangkawati. Desa Pagutan, Kec. Batukliang, KabupatenLombok Tengah

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

1. Lulus SDN 1 Sangkawana Tahun 2008

2. Lulus SMPN 2 Batukliang 2011

3. Lulus SMKI Uswatun Hasanah Cempaka Putih 2014

4. Menempuh pendidikan program studi S1 Kesehatan Masyarakat di STIKES

Bhakti Husada Mulia Madiun sejak tahun 2014

Page 10: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

ix

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

ABSTRAK

NURUL AZIZAH – 201403030

(2018-SKRIPSI)

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT

CAMPAK PADA BALITA (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo

Utara Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo)

Campak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus

Paramixovirus, penularannya sangat mudah melalui udara yang terkontaminasi

oleh droplet orang yang terinfeksi. Kejadian campak di puskesmas ponorogo utara

pada tahun 2017 mencapai 59 kasus.Tujuan penelitian adalah mengetahui

hubungan status imunisasi, umur saat imunisasi campak,riwayat asi eksklusif,

vitamin A dan riwayat kontak lansung dengan kejadian campak pada balita di

Puskesmas Ponorogo Utara.

Rancangan penelitian dengan desain case control.Responden kelompok

kasus diambil dari balita yang terkena campak pada umur 6-59 bulansebanyak 30

balita. Perbandingan kelompok kasus dan kontrol 1:1untuk kelompok kasus dan

control, maka diperolehbesar sampel penelitian yaitu 30 kasus dan 30

kontrol.Tekhnik pengambilan sampel menggunakan simpel random sampling

.Analisis bivariat menggunakan chi squaredan analisis multivariat menggunakan

regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan

kejadian campak pada balita yaitu riwayat asi eksklusif(p=0,092 dan OR = 2,84),

status imunisasi(p=0,031 dan OR = 3,92), riwayat kontak lansung dengan

kejadian campak pada balita(p=0,021 dan OR = 4,22), Sedangkan variabel yang

tidak berhubungan dengan kejadian campak pada balita yaitu umur saat imunisasi

campak (p=0,288 dan OR 2,00) dan vitamin A(p=0,381 dan OR 2,78).

Berdasarkan penelitian ini, saran yang dapat diberikan yaitu, mengurangi

kontak dengan penderita campak sangat baik untuk mencegah penularan. Segera

rujuk anggota keluarga, tetangga yang diketahui memiliki gejala campak

kepelayanan kesehatan terdekat.

Kata Kunci : Faktor risiko, Campak pada balita

Page 11: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

x

PUBLIC HEALTH PROGRAM

STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN

ABSTRACT

NURUL AZIZAH – 201403030

(2018-Thesis)

RISK FACTORS OF CHILDREN ASSOSIATED FOR MEASLES

INFECTION(Case Study in Primary Health Center of North Ponorogo in

Ponorogo Sub District, Ponorogo Regency)

Measles was a highly contagious disease caused by a virus Paramixovirus,

transmitted very easily through the air which contaminated by droplets (spit) of

infected people. Moreover, the incidence of measles reach out 59 cases in 2017 at

Primary health center in North Ponorogo. The research objective was

todetermine the relationship immunization status, age at immunization measles,

exclusive breastfeeding history, vitamin A and contact history of measles disease

incidence intoddlers at the Primary Health center (Puskesmas) innorth Ponorogo.

The study used case control design. Respondents from the group ofcases,

were drawn from toddlers with measles. Comparison between cases and controls;

1:1for case and control group, itfound that the numbers of research samples were

30 cases and 30 control.Sampling technique using simpel random sampling

.Bivariate analysis was using chi square and multivariate analysis was using

logistic regression.

Based on research result, variabels the relationship of measles disease

insidence intoddlers that is exclusive breastfeeding history found(p=0.092 and OR

= 2.84). Immunization status found (p=0.031 and OR = 3.92). Contact history of

measles disease incidence found (p=0.021 and OR = 4.22). Whereas variabel is

not relationship of measles disease insidens intoddlers that is age at immunization

measles found (p=0.288 and OR 2.04). Vitamin Afound (p=0.381 and OR 2.78).

Suggestions can be drawn based on the results of this study, it can be

impiled that a healty person should diminish phisically contact with a person who

suffer from measles. In same cases for a family or a neigbour who had been

argubly diagnosed to symptoms of measles should be recommended immediately

to a nearby primary health care.

Keywords : Risk factors - Children Admitted For Measles

Page 12: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

xi

DAFTAR ISI

SampulDepan

Sampul Dalam ................................................................................................. i

Persetujuan ..................................................................................................... ii

Pengesahan .....................................................................................................iii

Lembar Persembahan ..................................................................................... iv

Kata Pengantar ............................................................................................... v

Lembar Pernyataan ....................................................................................... vii

Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................viii

Abstrak .......................................................................................................... ix

Abstract ......................................................................................................... x

Daftar Isi ......................................................................................................... xi

Daftar Tabel ..................................................................................................xiii

Daftar Gambar .............................................................................................. xv

Daftar Lampiran ............................................................................................ xvi

Daftar Istilah ................................................................................................ xvii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 7

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................ 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian penyakit campak ......................................................... 11

2.2 Tanda dan Gejala Penyakit Campak ............................................ 12

2.3 Etiologi dan Penularan ................................................................. 14

2.4 Pengobatan, Pencegahan, dan PemberantasanCampak ................ 15

2.5 Epidemiologi Penyakit Campak ................................................... 24

2.6 Vaksinasi dan Imunisasi ............................................................... 26

2.7 Faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya Campak ...... 40

2.8 Kerangka Teori ............................................................................... 53

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual ................................................................... 54

3.2 Hipotesis Penelitian ...................................................................... 55

BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian .......................................................................... 56

4.2 Populasi dan Sampel .................................................................... 57

4.3 Tehnik Sampling .......................................................................... 61

4.4 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 62

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ............... 64

4.6 Instrumen Penelitian ..................................................................... 66

47 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 67

4.8 Prosedur Pengumpulan Data ........................................................ 69

4.9 Analisis Data ................................................................................ 70

Page 13: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

xii

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum ......................................................................... 73

5.2 Karakteristik Responden .............................................................. 74

5.3 Hasil Penelitian ............................................................................ 80

5.4 Pembahasan .................................................................................. 85

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ................................................................................... 98

6.2 Saran ............................................................................................. 99

Daftar Pustaka .......................................................................................... 101

Lampiran-lampiran

Page 14: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan

MenggunakanVaksin DPT dan HB dalamBentuk

Terpisah, Menurut Frekwensi danSelang Waktu

dan Umur Pemberian .................................................................................... 35

Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan

Menggunakan Vaksin DPT/HB Kombo ........................................ 35

Tabel 2.3 Bahan Makanan Sebagai SumberVitamin A ................................ 43

Tabel 2.4 Angka Kecukupan Vitamin A Rata rata ....................................... 43

Tabel 4.1 Distribusi Odd Ratio (OR) Penelitian Terdahulu.......................... 59

Tabel 4.2 Kriteria kriteria inklusi dan kriteria ekslusi. ................................. 62

Tabel 4.3 Definisi Operasional Penelitian .................................................... 65

Tabel 4.4 Rencana kegiatan penelitian ......................................................... 68

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan orang tua balita ...... 74

Tabel 5.2Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan orang tua balita ......... 75

Tabel 5.3Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin balita .................. 76

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi berdasarkan umur balita ............................... 76

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan penyakit campak balita ............ 77

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat pemberian

asi eksklusif .................................................................................. 77

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi berdasarkan umur saat imunisasi campak. ... 78

Tabel 5.8 Distribusi frekuensi berdasarkan pemberian vitamin A ................. 78

Tabel 5.9Distribusi frekuensi berdasarkan imunisasi dasar lengkap ............. 79

Tabel 5.10Distribusi frekuensi berdasarkan kontak dengan

penderita campak ........................................................................ 79

Tabel 5.12 Hubungan penyakit campak dengan umur saat

imunisasi campak ...................................................................... 80

Tabel 5.13 Hubungan penyakit campak dengan status

imunisasi dasar lengkap ............................................................ 81

Tabel 5.14 Hubungan penyakit campak dengan riwayat asi eksklusif ......... 81

Tabel 5.15 Hubungan penyakit campak dengan pemberian vitamin A ........ 82

Tabel 5.16 Hubungan penyakit campak dengan kontak lansung

dengan penderita campak .......................................................... 82

Tabel 5.17 Variabel yang berhubungan dengan kejadian campak pada

balita dengan menggunakan analisis regresi logistik .................. 83

Page 15: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ........................................................................... 54

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................... 55

Gambar 4.3 Kerangka kerja penelitian ......................................................... 63

Page 16: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

xvi

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kartu Bimbingan Konsultasi

Lampiran 2Surat Ijin Pengambilan Data Awal

Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 4 Surat Rekomendasi Penelitian

Lampiran 5 Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 Tabulasi Distribusi Frekuensi data responden

Lampiran 7 Hasil output SPSS

Lampiran 8 Foto Kegiatan Penelitian

Lampiran 9 Form Revisi Skripsi

Page 17: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

xvii

DAFTAR ISTILAH

Conjunctivitis : mata merah

Priemordial Prevention : Pencegahan Tingkat Awal

Secondary Prevention :Pencegahan Tingkat Kedua

Tertiary Prevention : Pencegahan Tingkat Ketiga

Cold chain : Manajemen Rantai vaksin

Cool room : Kamar dingin

Freeze room : Kamar beku

Cold box : Kotak dingin

Vaccine Carrier : Termos

Coolpack : Kotak dingin cair

Thermometer : Pemantau suhu

Page 18: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit campak merupakan salah satu penyakit PD3I yang disebabkan

oleh Morbilivirus yang ditandai dengan gejala munculnya demam, bercak

kemerahan, batuk, pilek, mata merah (conjunctivitis) yang kemudian

menimbulkan ruam di seluruh tubuh dimana sering terjadi pada anak-anak.

Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasii oleh sekret

orang yang telah terinfeksi. Campak merupakan penyakit menular yang sering

menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB).(Dinkes Jatim, 2016).

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kematian akibat

campak di seluruh dunia mengalami penurunan sebesar 78% pada beberapa tahun

terakhir, penurunan kasus kematian dari 2000 kasus menjadi 1022 kasus

kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

campak sebanyak 145.700, dan sekitar 400 kematian setiap hari sebagian besar

terjadi pada balita (WHO, 2015).

Campak merupakan penyakit endemik di negara berkembang termasuk

Indonesia. Campak masih menempati urutan ke-5 penyakit yang menyerang

terutama pada bayi dan balita. Pada tahun 2013 terdapat 11.521 kasus, sedangkan

pada tahun 2014 kasus campak meningkat sebesar 12.943. Berdasarkan laporan

DirJen PP&PL DepKes RI tahun 2014, frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian

dengan 2.104 kasus. Sebagian besar kasus campak adalah anak-anak usia pra-

Page 19: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

2

sekolah dan usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih banyak terjadi

Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia dengan

jumlah kasus menduduki rangking 4 (empat) dari 33 provinsi pada tahun 2012,

dan naik menjadi ranking 3 (tiga) pada tahun 2013. Kasus campak dalam tiga

periode tahun terakhir terus mengalami peningkatan yaitu 725 kasus pada tahun

2014, dan pada tahun 2015 terdapat 2.268 kasus, sedangkan pada tahun 2016

terdapat 3.765 kasus. Untuk itu, edukasi tentang pencegahan dan pengobatan

campak harus semakin ditingkatkan terutama pada kelompok beresiko tinggi

seperti anak-anak dan wanita usia subur yang belum pernah imunisasi atau

terkena campak. (Dinkes Jatim, 2016)

Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu Kabupaten yang ada di

Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu penyumbang

penyakit campak cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan data tiap tahun

mengalami peningkatan. Pada Tahun 2016 terjadi peningkatan kasus campak

yaitu sebanyak 146 kasus jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang kasusnya

sebanyak 83 kasus, sedangkan Tahun 2014 jumlah kasus sebanyak 55 kasus.

KLB campak terjadi di Desa Pintu Kecamatan Jenangan sebanyak 8 penderita

dengan Attack Rate sebesar 0.47%. Jumlah kasus sebanyak 146 tersebut terjadi

dalam kurun waktu 1 tahun. Dikatakan KLB campak bila ditemukan 5 atau lebih

kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan

dibuktikan dengan adanya hubungan epidemiologi. KLB campak terjadi di 1 desa

dengan jumlah penderita sebanyak 8 orang. Dari semua desa yang terkena KLB,

Page 20: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

3

100% ditangani kurang dari 24 jam. (Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten

Ponorogo, 2016).

Tahun 2016 di Kabupaten Ponorogo, cakupan imunisasi Hb terhadap bayi

baru lahir mencapai 91,6% dan imunisasi BCG mencapai 95,2%. Cakupan

imunisasi pada bayi meliputi DPTHB3/DPT-HB-Hib3 mencapai 92,8%,

imunisasi polio 4 mencapai 91,1%, imunisasi campak mencapai 90,4% sehingga

capaian imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi mencapai 88,4%. Sedangkan

cakupan desa UCI sebesar 48,5% atau 149 desa/kelurahan dari 307

desa/kelurahan yang ada.

Puskesmas Ponorogo Utara merupakan salah satu Puskesmas yang berada

di Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo. Puskesmas Ponorogo Utara

merupakan penyumbang penyakit campak paling tinggi dibandingkan puskesmas

lainnya yang ada di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo. Tren

penemuan kasus campak dalam 3 tahun terakir selalu mengalami peningkatan,

Pada tahun 2014 terdapat 19 kasus campak. Sedangkan pada tahun 2015 terdapat

24 kasus dan pada tahun 2016 mengalami peningkatan dengan jumlah 61 kasus

dibandingkan dengan tahun 2017 mengalami penurunan dengan jumlah 59

kasus. (Sumber: Profil Kesehatan Puskesmas Ponorogo utara, 2017).

Kegiatan imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956.

Mulai tahun 1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan

Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit

yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri,

Pertusis, Campak, Polio, Tetanus serta Hepatitis B. Beberapa penyakit yang saat

Page 21: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

4

ini menjadi perhatian dunia dan merupakan komitment globlal yang wajib diikuti

oleh semua negara adalah eradikasi polio (ERAPO), eliminasi campak

pengendalian rubella (EC-PR) dan Maternal Neonatal Tetanus Elimination

(MNTE).

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,

imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan terjadinya penyakit menular

yang merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementrian kesehatan sebagai salah

satu upaya menurunkan angka kematian pada anak serta pencegahan penularan

terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu

Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus serta Hepatitis B. Tahun

2016 cakupan imunisasi campak Kabupaten Ponorogo mencapai 90,4% sehingga

capaian imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi mencapai 88,4%. Sedangkan

cakupan desa UCI sebesar 48,5% atau 149 desa/kelurahan dari 307

desa/kelurahan yang ada.

Umur saat imunisasi berpengaruh Hal ini dipengaruhi oleh kadar

kekebalan pasif yang diberikan oleh ibunya sehingga apabila imunisasi diberikan

ketika kadar kekebalan pasif masih tinggi maka potensi vaksin dalam membentuk

kekebalan aktif akan berkurang, begitupun sebaliknya ketika imunisasi diberikan

saat kondisi kekebalan pasif sudah berkurang maka anak akan sangat berisiko

terkena penyakit campak sebelum tubuh anak tersebut memiliki kekebalan aktif

dari imunisasi.Umur saat imunisasi dikatakan menjadi salah satu faktor risiko

yang dapat mempengaruhi penyakit campak pada balita, sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Andriani, menunjukkan bahwa bahwa balita yang

Page 22: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

5

berumur 12 bulan saat dilakukan imunisasi campak merupakan faktor risiko

terhadap kejadian campak klinisdengan hasil perhitungan Prevalence Ratio (PR)

dari umur 12 bulan saat imunisasi campak sebesar 1,38 (95% CI = 0,47 < PR <

4,04). Hal ini menunjukkan (Andriani, 2017)

Imunisasi campak membuat anak akan terlindungi dan tidak terkena

campak, karena imunisasi dapat memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit

termasuk campak (Nugrahaeni, 2012). Penelitian ini sejalan dengan penelitian

Khotimah (2008) yangmenunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara

status imunisasi dengankejadian campak, dengan nilai OR sebesar 101,750 (CI

95% =23,504 - 440,482). (Ramadhani, 2016)

Akibat jika anak tidak mendapatkan imunisasi, anak akan berisikoterkena

penyakit-penyakit seperti Hepatitis B, TBC, Polio, DPT (Difteri,Pertusis,Tetanus)

dan Campak, parahnya lagi penyakit tersebut bisa menyebabkankematian pada

anak. Sistem kekebalan tubuh pada anak yang tidak mendapatimunisasi tidak

sekuat anak yang diberi imunisasi, tubuh tidak mengenali viruspenyakit yang

masuk ke tubuh sehingga tidak bisa melawannya, ini membuatanak rentan

terhadap penyakit. Jika anak yang tidak diimunisasi ini menderitasakit, ia juga

dapat menularkannya ke orang sekitarnya sehingga jugamembahayakan orang

lain (Hellosehat,2017)

Riwayat pemberian ASI yang dilakukan tidak secara eksklusif yaitu air

susu ibu yang diberikan secara terus-menerus hingga bayi berumur 6 bulan tanpa

memberikan makanan pendamping lainnya dapat meningkatkan kejadian

penyakit infeksi pada bayi. Oleh karena itu, bayi dengan ASI tidak eksklusif

Page 23: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

6

memiliki daya tahan tubuh lebih rendah dibandingkan dengan balita yang diberi

ASI secara eksklusif. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andriani

menunjukkan bahwa riwayat asi eksklusif merupakan faktor risiko terhadap

kejadian campak klinis dengan perhitungan rumus Prevalence Ratio (PR)

diperoleh nilai 1,90 (95% CI = 1,11 < PR < 3,24). (Andriani, 2017)

Dalam kaitannya dengan vitamin A dan fungsi kekebalan ditemukan

bahwa ada hubungan antara kekurangan vitamin A dengan penyakit campak.

Defisiensi vitamin A bisa meningkatkan terkena komplikasi campak. Anakyang

menderita kekurangan Vitamin A mudah sekali terserang penyakit

infeksipernapasan akut, cacar air diare, dan campak. Penyakit campak

mengurangikonsentrasi serum Vitamin A juga pada anak dengan gizi baik. Virus

campak jugamerusak jaringan epitel seluruh tubuh. Penelitian di Indonesia

menunjukkanbahwa penyakit campak merupakan faktor risiko yang

menyebabkan defisiensiVitamin A.(Andriani, 2017).

Menurut WHO(2016) bahwa, penyakit campak dapat ditularkan melalui

kontak langsung ataudengan droplet penderita yang menyebar

diudara.Penyebaran virus terjadi melalui droplet besar dari saluran nafas, namun

ada juga yang menular melalui droplet kecil lewat udara yang dihirup. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Ardiyanto menunjukkan bahwa adahubungan

antara variabel kontak dengan penderita dengan kejadian penyakitcampak dengan

nilai ORyaitu 30,40 (CI95%=8,465-109,177) p value 0,001. (Ardiyanto, 2016)

Keberhasilan program imunisasi dalam mewujudkan cakupan imunisasi

yang tinggi ditentukan oleh 2 (dua) aspek yaitu: menyangkut teknis dan

Page 24: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

7

organisasi pelayanan kesehatan. Aspek kedua menyangkut penerimaan

masyarakat terhadap pelayanan imunisasi yang telah tersedia dalam program

imunisasi kebutuhan akan pengelola logistik dan tenaga sebagai unsur mutlak

sangat menentukan dalam pencapaian cakupan. Selain peran serta masyarakat

(ibu bayi sebagai sasaran imunisasi ) dan di samping ada faktor lain seperti

kapercayaan, adat istiadat dan budaya. Cara yang efektif untuk mencegah

penyakit campak yaitu dengan imunisasi balita pada usia 9 bulan. Imunisasi

campak berhasil menurunkan 15,6 juta (75%) kematian akibat campak di

Indonesia (Kemenkes RI, 2015).

Adanya perbedaan hasil penelitian, dan semakin meningkatnya penyakit

Campak, serta belum adanya penelitian tentang faktor risiko yang berhubungan

dengan penyakit campak di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo dengan menambah variabel umur

saat imunisasi, pemberian ASI eksklusif, status imunisasi, vitamin A, serta

kontakdengan penderita penyakit campak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk

menelitilebih lanjut mengenai faktor risiko apa saja yang berhubungan

dengan penyakit campakpada balita yaitu, dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja faktor-faktor risiko penyakit campak pada balita di Wilayah kerja

Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo?

Page 25: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

8

2. Bagaimana hubungan faktor risiko terhadap penyakit campak pada balita

yang ada di Wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan

Ponorogo Kabupaten Ponorogo?

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan umum

Secara umum penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahuifaktor-

faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit campakpada balita yang ada

di Wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo

Kabupaten Ponorogo

1.2.2 Tujuan khusus

Beberapa tujuan khusus yang hendak dicapai dalam pelaksanaan

penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui gambaran penyakit campak pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo

2. Mengetahui distribusi frekuensi penyakit campak pada balitadi Wilayah

Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo, Kabupaten

Ponorogo.

3. Mengetahui hubungan umur saat imunisasi terhadap penyakit campakdi

Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo,

Kabupaten Ponorogo

4. Mengetahui hubungan status imunisasi terhadap penyakit campakdi

Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo,

Kabupaten Ponorogo

Page 26: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

9

5. Mengetahui hubungan riwayat asi eksklusif terhadap penyakit campak di

Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo,

Kabupaten Ponorogo

6. Mengetahui hubungan riwayat pemberian vitamin A terhadap penyakit

campakdi Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan

Ponorogo, Kabupaten Ponorogo

7. Mengetahui hubungan riwayat kontak dengan penderita campak

terhadappenyakit campak di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Puskesmas Ponorogo Utara

Penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan, informasi dan

pengetahuan bagi Puskesmas Ponorogo Utara.

1.4.2 Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun

Proposal merupakan salah satu bahan audit internal kualitas pengajaran

yang dapat digunakan sebagai referensi atau bahan masukan kepustakaan dan

informasi serta dapat meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit campak.

1.4.3 Bagi peneliti

1. Sebagai bahan pembelajaran peneliti untuk melakukan penelitian serta

menambah pengetahuan tentang penyakit campak.

2. Melakukan pendekatan kepada masyarakat untuk melakukan pengabdian

di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo,

Kabupaten Ponorogo mengenai bahaya penyakit campak.

Page 27: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

10

1.4.4 Bagi masyarakat

Menganjurkan kepada masyarakat tertutama ibu, maupun keluarga

yangmangasuh, untuk bekerja sama dalam mengasuh anak serta rutin

mengajakanaknya dalam kegiatan imunisasi di posyandu atau tempat yang

telah disediakan.

1.4.5 Bagi peneliti lain

Peneliti selanjutnya diharapkan mengadakan penelitian lebih lanjut

terhadap faktor risiko penyakit campak seperti kualitas vaksin , penyimpanan

vaksin, distribusi vaksin, suhu yang optimal untuk vaksin sehingga kualitas

pemberian vaksin pada balita sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Page 28: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyakit Campak

Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan

oleh virus. Campak disebut juga dengan rubeola, morbilli, atau measles. Penyakit

ini ditandai dengan gejala awal demam, batuk, pilek, dan konjungtivitis yang

kemudian diikuti dengan bercak kemerahan pada kulit(rash). Campak biasanya

menyerang anak-anak dengan derajat ringan sampai sedang. Penyakit ini dapat

meninggalkan gejala sisa kerusakan neurologis akibat peradangan otak

(ensefalitis)

Virus campak baru dapat diisolasi pada tahun 1954 oleh J.F. Enders dan

kawan-kawan dengan membiakkannya pada kultur jaringan ginjal manusia.

Penyakit campak mudah menular, penderita perlu dipisahkan. Dianjurkan tidak

bersekolah. Pengobatan hanyalah untuk meredakan gejala belaka. Tubuh sendiri

yang akan melawan virusnya. Untuk itu tubuh perlu kuat. Jika kurang gizi, tubuh

mampu mengenyahkan penyakit tersebut. Dampak penyakit campak di kemudian

hari adalah kurang gizi sebagai akibat diare berulang dan berkepanjangan pasca

campak, sindrom radang otak pada anak diatas 10 tahun, dan tuberkulosis paru

menjadi lebih parah setelah sakit campak berat. ) (Irianto Koes, 2014)

Virus Campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan yang

kuat, apabila berada diluar tubuh manusia virus Campak akan mati. Pada

temperaturkamar virus Campak kehilangan 60% sifat infektisitasnya selama 3 –

5 hari. Tanpa media protein virus Campak hanya dapat hidup selama 2 minggu

Page 29: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

12

dan hancur oleh sinar ultraviolet. Virus Campak termasuk mikroorganisme yang

bersifat ether labile karena selubungnya terdiri dari lemak, pada suhu kamar

dapat mati dalam 20% ether selama 10 menit, dan 50% aseton dalam 30 menit.13

Sebelum dilarutkan, vaksin Campak disimpan dalam keadaan kering dan beku,

relatif stabil dan dapat disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8°C;

35,6-46,4°F) secara aman selama setahun atau lebih. Vaksin yang telah dipakai

harus dibuang dan jangan dipakai ulang.

2.2 Tanda dan Gejala Penyakit Campak

Sekitar 10 hari setelah infeksi akan muncul demam yang biasanya tinggi,

diikuti dengan koriza, batuk, dan peradangan pada mata. Gejala klinis penyakit

campak dikategorikan dalam tiga stadium.

2.2.1 Stadium prodromal

Berlangsung 2-4 hari dengan gejala demam yang diikuti dengan batuk,

pilek, farings merah, nyeri menelan, malaise, stomatitis, dan konjungtivitis.

Tanda patognomonik timbulnya eksantema mukosa pipi di depan molar tiga

yang meluas sampai seluruh mukosa mulut disebut bercak Koplik.

2.2.2 Stadium erupsi

Pada stadium erupsi penderita campak ditandai dengan timbulnya ruam

makulo-papular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari

batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dan

akhirnya ke ekstrimitas. Gejala lain yang biasanya terjadi adalah koriza dan

batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan palatum mole.

Kadang terlihat pula bercak Koplik. Kadang-kadang terdapat perdarahan

Page 30: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

13

ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar

ke dada dan abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari

ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir

dalam 2-3 hari.

2.2.3 Stadium penyembuhan (konvalesens)

Setelah 3 hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan

timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan

menghilang setelah 1-2 minggu. Oleh karena itu, sangat penting untuk

menentukan status gizi penderita, untuk mewaspadai timbulnya komplikasi.

Gizi buruk merupakan risiko komplikasi berat. Dua hari kemudian biasanya

suhu akan menurun dan gejala penyakit mereda. Ruam kulit akan mengalami

hiperpigmentasi (berubah warna menjadi lebih gelap) dan mungkin

mengelupas. Penderit akan tampak sehat bila tidak disertai komplikasi.

Komplikasi yang sering terjadi adala konjungtivitis, bronkopneumonia, radang

telinga tengah, dan peradangan otak. (Irianto Koes, 2014). Sedangkan gejala

yang sering timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, dengan gejala-

gejala seperti: panas badan, nyeri tenggorokan, hidung meler (Coryza), batuk

(Cough), bercak koplik, nyeri otot dan mata merah.

Kemudian 2-4 hari muncul bintik putih kecil dimulut bagian dalam

(bintik koplik). Ruam atau kemerahan di kulit yang terasa agak gatal, ini

muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk

makula ( ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan

yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak pada wajah, yaitu di depan dan di

Page 31: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

14

bawah telingaserta di leher sebelah samping, lengan dan kaki, sedangkan ruam

di wajah mulai melebar. Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit,

ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40 drajad C. 3-5 hari

kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang

tersisa segera menghilang. selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat

merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari

hingga 7 hari. (Andareto Obi, 2015)

2.3 Etiologi dan Penularan

2.3.1 Etiologi Penyakit Campak

Penyakit campak disebabkan oleh virus, dari familli Paramixovirus,

Genus Morbillivirus. Virus ini adalah virus RNA yang dikenal hanya

mempunyai satu antigen. Struktur virus ini mirip dengan virus penyebab

parotitis epidemis dan parainfluenza setelah timbulnya ruam kulit, virus aktif

dapat ditemukan pada sekret nasofaring darah, dan air kencing dalam waktu

sekitar 34 jam pada suhu kamar.Virus campak dapat bertahan selama beberapa

hari pada tempratur suhu 0 drajad C dan selama 15 minggu pada sediaan baku.

Di luar tubuh manusia virus ini mudah mati. Pada suhu kamar sekalipun, virus

ini akan kehilangan infektifitasnya sekitar 6% selama 3-5 hari. Virus ini

mudah hancur oleh sinar ultraviolet. Kekebalan terhadap campak diperoleh

setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang

baru lahir ibu yang telah kebal (berlansung selama 1 tahun). Orang-orang

yang rentan terhadap campak adalah:

Page 32: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

15

a. Bayi yang berumur lebih dari 1 tahun

b. Bayi yang tidak mendapatkan imunisasi

c. Remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.

(Irianto, 2014)

2.3.2 Penularan Penyakit Campak

Virus campak mudah menularkan penyakit. Virulensinya sangat tinggi

terutama pada anak yang rentan dengan kontak keluarga, sehingga hampir

90% anak rentan akan tertular. Campak ditularkan melalui droplet di udara

oleh penderita sejak 1 hari sebelum timbulnya gejala klinis samai 4 hari

sesudah munculnya ruam. Ibu yang pernah menderita campak akan

menurunkan kekebalannya kepada janin yang dikandungnya melalui plasenta,

dan kekebalan ini bisa bertahan sampai bayinya berusia 4-6 bulan. Pada usia 9

bulan bayi diharapkan membentuk antibodinya sendiri secara aktif setelah

menerima vaksinasi campak. Dalam waktu 12 hari setelah infeksi campak

sampai puncak sekitar 21 hari, igM akan terbentuk dan akan cepat menghilang

untuk kemudian digantikan oleh igG. Cakupan imunisasi campak yang lebih

dari 90% akan menyebabkan kekebalan kelompok (herd immunity) yang akan

menyebabkan penurunan kasus campak di masyarakat. (Irianto Koes, 2014)

2.4 Pengobatan, Pencegahan, dan Pemberantasan Penyakit Campak

2.4.1 Pengobatan

A. Pengobatan penyakit campak

Pengobatan campak berupa perawatan umum seperti pemberian cairan

dan kalori yang cukup. Obat simptomatik yang perlu diberikan antara lain:

Page 33: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

16

Antidemam, Antibatuk, Vitamin A, Antibiotik diberikan bila ada indikasi,

misalnya jika campak disertai dengan komplikasi. Pasien tanpa komplikasi

dapat berobat jalan di puskesmas atau unit pelayanan kesehatan lainnya,

sedangkan pasien campak dengan komplikasi memerlukan rawat inap di

rumah sakit. Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Namun sebaiknya

menjalani istirahat. Untuk menurunkan demam, berikan asetaminofen atau

ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik, maka dari itu

harus berjaga-jaga. (Irianto Koes, 2014)

B. Indikasi penyakit campak

Seluruh anak. Pemberian boleh terlambat karena anak masih memiliki

kekebalan yang didapat dari ibunya saat kehamilan yang dapat bertahan

sampai anak berumur 6 sampai 9 bulan.

C. Dosis dan jadwal pemberian:

Dosis 0.5 CC yang disuntikkan bawah kulit (sub kutan) pada lengan

atas, pada usia 9 bulan. Karena imunitas cenderung menurun maka diberi

dosis penguat pada usia 2 tahun dengan dosis yang sama. Kalau anak telah

mendapatkan vaksin MMR pada usia 15 bulan maka dosis penguat ini

dibatalkan.

D. Efek Samping

Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam dengan kulit ruam

kemerahan yang timbul 1 minggu setelah penyuntikan. Kadang-kadang diare

ringan dapat terjadi. Obat untuk efek samping ini cukup dengan obat-obat

simptomatik.

Page 34: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

17

2.4.2 Pencegahan penyakit campak

A. Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)

Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang

masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat

dilakukan dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan

makanan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.34

B. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah

seseorang terkena penyakit campak, yaitu :

1. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya

pelaksanaan imunisasi campak untuk semua bayi.

2. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan

pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat

melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun.

C. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini

mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian

pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat

progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan

kecatatan, yaitu:

1. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan

fisik atau darah.

Page 35: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

18

2. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk

sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak

pada ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan

melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari

pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat

mengurangi keterpajanan pasienpasien dengan risiko tinggi lainnya.

3. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita

yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk.

Antibiotika hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah

komplikasi.

4. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk

meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi

terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia,

ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel.

E. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya

komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada

pencegahan tertier yaitu :

1. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.

2. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun

secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan

imunitas mereka.

Page 36: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

19

Imunisasi campak yang diberikan bayi 9 bulan merupakan pencegahan

yang paling efektif. Vaksin campak berasal dari virus hidup yang

dilemahkan. Pemberian vaksin diberikan dengan cara intrakutan atau

intramuskular dengan dosis 0,5 cc. Pemberian imunisasi campak satu kali

akan memberikan kekebalan selama 14 tahun, sedangkan untuk

mengendalikan penyakit diperlukan cakupan imunisasi paling sedikit 80%

per wilayah secara merata selama bertahun-tahun. Keberhasilan program

imunisasi dapat diukur dari menurunnya jumlah kasus campak dari waktu ke

waktu. Kegagalan imunisasi dapat disebabkan oleh:

a) Terdapatnya kekebalan yang dibawa sejak lahir yang berasal dari

antobodi ibu. Antibodi itu akan menetralisasi vaksin yang diberikan.

b) Terjadi kerusakan vaksin akibat penyimpanan, pengankutan, atau

penggunaan di luar pedoman. (Irianto Koes, 2014)

2.4.3 Pemberantasan Penyakit Campak

Menurut organisasi World Health Organization (WHO) mencanangkan

beberapa tahapan dalam upaya pemberantasan campak yaitu reduksi,

eliminasi dan eradikasi dengan strategi yang berbeda-beda pada setiap tahap:

A. Tahap Reduksi

Pengertian reduksi campak adalah menurunkan angka kematian sebesar

90% pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2000 dengan strategi yang

dilakukan sebagai berikut:

1. Meningkatkan cakupan imunisasi rutin minimal 90% di desa (UCI)

dengan indikator cakupan campak, DPT3, Polio.

Page 37: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

20

2. 95% desa mencapai UCI.

3. Pemberian imunisasi campak dosis kedua pada anak kelas 1 SD, secara

nasional dimulai tahun 2006.

4. Meningkatkan surveilans epidemiologi berbasis rumah sakit dan

puskesmas.

5. Penyelidikan KLB disertai pemeriksaan laboratorium.

6. Tatalaksana kasus dengan pemberian Vit A dan pengobatan adekuat

terhadap komplikasi.

7. Rujukan kasus sesuai indikasi.

The World Summit for Children telah menyepakati program reduksi

campak pada tahun 2000. Reduksi campak adalah hilangnya wilayah

kantung campak. Secara epidemiologis, daerah rawan campak

dikelompokkan menjadi:

a) Daerah reservoir, yaitu desa yang selama tiga tahun berturut-turut terdapat

kasus campak.

b) Daerah kantung, yaitu desa dengan cakupan imunisasi campak < 80%

selama tiga tahun terakhir.

Kegiatan yang dilakukan adalah akselerasi reduksi campak yang berupa

imunisasi campak pada balita berusia 9-59 bulan. Sesuai laporan Profil

Departemen Kesehatan 2000, sampai saat ini masih banyak daerah rawan

campak di Indonesia. (Irianto Koes, 2014).

Reduksi campak ditentukan oleh jumlah kasus dan kematian campak

yaitu penurunan 90% kasus dan 90% kematian akibat campak dibandingkan

Page 38: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

21

dengan keadaan sebelum program imunisasi campak melalui kendala yang

timbul dalam reduksi campak. Strategi yang disusun oleh Departemen

Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial adalah :

1) Cakupan imunisasi rutin minimal >90%.

2) Upaya akselerasi dengan memberikan imunisasi pada anak usia 9 bulan

sampai 5 tahun di daerah kumuh perkotaan atau daerah kantung cakupan.

3) Mengadakan sweeping di desa dengan cakupan rendah. Kegiatan sweeping

diperlukan untuk membantu puskesmas dalam rangka meratakan cakupan

imunisasi di tingkat desa.

4) Melakukan ring vaksinasi pada setiap KLB campak pada sekitar desa KLB

dengan sasaran umum 9 bulan- 5 tahun.

5) Melakukan catch-up campaign pada anak sekolah tingkat dasar di seluruh

Indonesia, dalam pelaksanaan dilakukan bertahap.

B. Tahap Eliminasi

Pada tahun 2010, diharapkan masuk kedalam tahap eliminasi campak

dengan tujuan untuk memutus transmisi virus campak indigenous dengan

strategi yang dilakukan sebagai berikut:

1. Mencapai cakupan imunisasi rutin ≥ 95% di setiap desa

2. Pemberian imunisasi campak dosis kedua pada anak kelas 1 SD dengan

Cakupan minimal 95%.

3. Melaksanakan surveilans berbasis kasus individu dengan melakukan

konfirmasi laboratorium.

Page 39: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

22

4. Tatalaksana kasus dengan pemberian Vitamin A dan pengobatan adekuat

terhadap komplikasi.

5. Rujukan kasus sesuai dengan indikasi.

C. Tahap Eradikasi

Pada tahap ini tidak ditemukan lagi virus campak, cakupan imunisasi

sangat tinggi dan merata dengan strategi yang dilakukan sebagai berikut:

1. Mencapai cakupan imunisasi rutin ≥ 95% di setiap desa.

2. Pemberian imunisasi campak dosis kedua pada anak kelas 1 SD dengan

cakupan 100%.

3. Imunisasi campak tambahan.

4. Melaksanakan surveilans ketat berbasis kasus individu dengan konfirmasi

laboratorium.

5. Tatalaksana kasus dengan pemberian Vitamin A dan pengobatan adekuat

terhadap komplikasi.

6. Rujukan kasus sesuai dengan indikasi.

Pelaksanaan surveilans campak pada tahap eradikasi yaitu dengan

melakukan kegiatan surveilans campak yang terdiri dari:

a. Surveilans rutin

Surveilans rutin dilaksanakan terutama oleh surveilans puskesmasserta

surveilans kabupaten/kota.Sistem kewaspadaan dini KLB campak dalam

mengantisipasi kemungkinan terjadinya KLB perlu di laksanakan kegiatan

kewaspadaan dini KLB. Strategi dalam SKD-KLB campak adalah dengan

melakukan pemantauan terhadap populasi rentan. Populasi rentan (susceptible)

Page 40: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

23

atau tak terlindungi imunisasi campak, memantau status gizi balita dan

menjangkau pelayanan kesehatan (asesibilitas)

Dalam menjangkau pelayanan kesehatan perlu melakukan pemantauan

pada kelompok pengungsi. Pemantauan kasus campak dilakukan melalui PWS-

campak Apabila ditemukan satu kasus pada desa dengan cakupan tinggi

(>90%), rnasih perlu diwaspadai pula mengingat adanya kemungkinan

kesalahan rantai dingin vaksin atau karena cakupan imunisasi yang kurang

dipercaya.Menurut WHO, apabila ditemukan satu (1) kasus pada satu wilayah,

maka kernungkinan ada 17-20 kasus di lapangan pada jumlah penduduk rentan

yang tinggi. (Stevana Bong, 2013)

b. Penyelidikan KLB campak

Dalam tahap reduksi campak maka setiap KLB campak harus dapat

dilakukan penyelidikan epiderniologi baik oleh surveilans puskesmas maupun

bersama-sama dengan surveilans dinas kesehatan. lndikasi penyelidikan KLB

Campak dilakukan apabila hasil pengamatan SKD KLB/PWS kasus campak

ditemukan indikasi adanya peningkatan kasus dan penyelidikan Pra KLB

menunjukkan terjadi KLB, atau adanya laporan peningkatan kasus atau

kematian campak dari rnasyarakat, media masa dll. Strategi penanggulangan

KLB Campak yaitu dengan melakukan penyelidikan epidemiologi KLB

campak. KLB campak harus segera diselidiki untuk melakukan diagnosa

secaradini (early diagnosis), agar penanggulangan dapat segera

dilaksanakan.Penanggulangan KLB campak didasarkan analisis dan

rekomendasi hasilpenyelidikan KLB campak, yang dilakukan sesegera mungkin

Page 41: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

24

agar transmisi virus dapat dihentikan dan KLB tidak meluas serta rnembatasi

jumlah kasus dan kematian.

KLB campak harus segera didiagnosa secara dini (early diagnosis) dan

segera ditanggulangi (out break respons) agar KLB tidak meluas dan membatasi

jumlah kasus dan kematian.Cara menegakkan diagnosis penyakit campak

dengangan melakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu dengan mengambil

spesimen darah sebanyak 10-15 penderita baru, dan waktu sakit kasus kurang

dari 21 hari, serta beberapa sampel urine kasus campak untuk isolasi virus.

2.5 Epidemiologi penyakit campak

Epidemiologi penyakit Campak mempelajari tentang distribusi, frekuensi,

penyakit. Distribusi frekuensi penyakit campak meliputi:

1. Orang

Campak adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi anak-anak

pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran

penyakit Campak berdasarkan umur berbeda dari satu daerah dengan daerah

lain, tergantung dari kepadatan penduduknya, terisolasi atau tidaknya daerah

tersebut. Pada daerah urban yang berpenduduk padat transmisi virus Campak

sangat tinggi.

2. Tempat

Berdasarkan tempat penyebaran penyakit Campak berbeda, dimana

daerah perkotaan siklus epidemi Campak terjadi setiap 2-4 tahun sekali,

sedangkan di daerah pedesaan penyakit Campak jarang terjadi, tetapi bila

Page 42: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

25

sewaktu-waktu terdapat penyakit Campak maka serangan dapat bersifat wabah

dan menyerang kelompok umur yang rentan.

3. Waktu

Dari hasil penelitian retrospektif oleh Jusak di rumah sakit umum

daerah Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 1989, ditemukan Campak di

Indonesia sepanjang tahun, dimana peningkatan kasus terjadi pada bulan

Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus, September dan

oktober.

Campak merupakan penyakit endemik di banyak negara terutama di

negara berkembang. Angka kesakitan di seluruh dunia mencapai 5-10 kasus

per 1000 orang. Campak masih ditemukan di negara maju. Sebelum

ditemukan vaksin pada tahun 1963 di Amerika serikat, terdapat lebih dari 1,5

juta kasus campak setiap tahun. Mulai tahun 1963 kasus campak menurun

drastis dan hanya ditemukan kurang dari 100 kasus pada tahun 1998.

Negara Indonesia, campak menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit

utama pada bayi dan anak balita (1-4 tahun) berdasarkan laporan SKRT tahun

1985/1986 KLN masih terus dilaporkan. Terjadinya KLB di pulau Bangka

pada tahun 1971 dengan angka kematian sekitar 12%, KLB di Provinsi Jawa

Barat pada tahun 1981 (CFR=15%), dan KLB di Palembang, Lampung, dan

Bengkulu pada tahun 1998. Pada tahun 2003, di Semarang masih tercatat

terdapat 104 kasus campak dengan CFR 0%. Angka kesakitan campak di

Indonesia tercatat 30.000 kasus per tahun yang dilaporkan. Meskipun pada

kenyataannya hampir semua anak setelah usia balita pernah terserang penyait

Page 43: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

26

campak. Pada zaman dahulu ada anggapan bahwa setiap anak harus terkena

campak sehingga tidak perlu diobati. Masyarakat berpendapat bahwa penyakit

ini akan sembuh sendiri bila ruam merah pada kulit sudah timbul, yang

berakibat ada usaha-usaha untuk mempercepat timbulnya ruam.143 Mereka

beranggapan bahwa kalau ruam tidak keluar ke kulit, penyakit ini akan

menyerang dalam tubuh dan menimbulkan akibat yang lebih fatal daripada

penyakitnya sendiri

Campak biasanya menyerang abak berusia 5-10 tahun sebelum

penggunaan vaksin campak. Setelah masa imunisasi (mulai tahun 1977)

penyakit ini mulai menyerang anak usia remaja dan orang dewasa muda yang

tidak mendapatkan vaksinasi waktu kecil, atau mereka yang diimunisasi pada

saat usianya lebih 14-15 bulan. Penelitian di rumah sakit selama tahun 1984-

1988 melaporkan bahwa campak paling banyak terjadi pada usia balita,

dengan kelompok tertinggi pada usia 2 tahun (20,3%), dan diikuti bayi

(17,6%), anak usia 1 tahun (15,2%), usia 3 tahun (12,3%) dan usia 4 tahun

(8,2%). Angka kematian teru smenurun dari waktu ke waktu. Menurut lapran

Balitbangkes di Sukabumi pada tahun 1982, CFR campak sebesar 0,64% dan

di banyak provinsi ditemukan CFR antara 0,76-1,4%. (Irianto Koes, 2014)

2.6 Vaksinasi dan Imunisasi

2.6.1 Vaksinasi

Vaksinasi adalah proses pemberian vaksin pada manusia untuk

mendapatkan status imun terhadap penyakit infeksi tertentu. Vaksin adalah

bahan yang dibuat yang berperan sebagai antigen untuk menstimulir

Page 44: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

27

pembentukan antibodi dalam darah. Setiap vaksin yang akan dipergunakan

pada anak dan dewasa, harus sudah terjamin tentang kualitas pembuatan,

kemurnian, kestabilan dan keamanannya. Vaksinasi adalah proses pemberian

vaksin (mikroorganisme yang dilemahkan/dimatikan atau komponenya) yang

berperan untuk menginduksi pembentukan antibodi oleh tubuh sendiri. (Rusli

dan Primo, 2015). Sedangkan vaksin untuk penyakit campak mengandung

virus morbili yang telah dilemahkan. Vaksin berupa serbuk beku kering yang

dikemas dalam botol vial. Untuk pemakaian harus dilarutkan dengan cairan

sebanyak 5cc yang telah disediakan. Vaksin yang telah dilarutkan harus

digunakan dalam 8 jam. Untuk menentukan minimal pemberian imunisasi

dan jadwal imunisasi ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu;

a. Distribusi umur mengenai anak yang terserang kematiannya.

b. Respon imunologis sehubungan dengan adanya kekebalan bawaan. Di

Indonesia penyakit ini sering menyerang bayi atau anak kecil, imunisasi

dianjurkan diberikan pada umur 0-11 bulan .

2.6.2 Manajemen Rantai vaksin (cold chain)

a. Pengertian

Rantai dingin vaksin adalah semua peralatan yang digunakan untuk

menjaga vaksin pada suhu dingin yang telah ditetapkan agar memiliki potensi

yang baik mulai dari pembuatan vaksin sampai pada saat pemberiannya

(disuntikkan atau diteteskan) kepada sasaran imunisasi. Sistem rantai dingin

ini ditempuh karena vaksin merupakan benda biologis yang sangat peka

terhadap panas dan pembekuan (Depkes, 2009). Sedangkan rantai vaksin

Page 45: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

28

adalah pengelolaan vaksin sesuai prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan

pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan (Depkes, 2013). Jenis dan

peralatan rantai dingin vaksin menurut Permenkes no 42 Tahun 2013 yaitu:

1. Kamar dingin dan kamar beku

a. Kamar dingin (cool room) adalah sebuah tempat penyimpanan vaksin

yang mempunyai kapasitas (volume) mulai 5.000 liter (5 Mᶟ ) sampai

dengan 100.000 liter. Suhu bagian dalamnya mempunyai kisaran antara

+2ᵒ C s/d +8ᵒ C. Kamar dingin ini berfungsi untuk menyimpan vaksin

BCG, campak, DPT, TT, DT, hepatitis B dan DPT-HB.

b. Kamar beku (freeze room) adalah sebuah tempat penyimpanan vaksin

yang mempunyai kapasitas ( volume) mulai 5.000 liter (5 Mᶟ ) sampai

dengan 100.000 liter (100 Mᶟ ), suhu bagian dalamnya mempunyai

kisaran antara 15ᵒ C s/d -25ᵒ C. Kamar beku utamanya berfungsi

menyimpan vaksin polio.

2. Lemari Es

Lemari es adalah tempat menyimpan vaksin BCG, Td, TT, DT,

hepatitis B, Campak dan DPT-HB-Hib, pada suhu yang ditentukan +2ᵒ C.

3. Ala membawa vaksin

a. Cold box (kotak dingin)

Cold box adalah wadah dengan unsulasi teba untuk menympan

vaksin sementara atau membawa vaksin.

Page 46: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

29

b. Vaccine Carrier (termos)

Vaccine carrier adalah alat untuk mengirim/membawa vaksin dari

puskesmas ke posyandu atau tempat pelayanan imunisasi lainnya yang

dapat mempertahankan suhu 2-8ᵒ C.

4. Alat mempertahankan suhu

a. Kotak dingin cair/ coolpack

Kotak dingin cair adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar

ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada suhu

2ᵒ C dalam lemari es dalam waktu 24 jam.

b. Kotak dingin beku/coldpack

Kotak dingin beku adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar

ataupun kecil yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada suhu

-5ᵒ C-15ᵒ C dengan freezer selama 24 jam.

c. Thermometer (pemantau suhu) yaitu alat yang digunakan untuk mengukur

suhu.

Vaksin sebagai barang biologis yang memiliki karaktiristik tertentu

yang memerlukan penanganan rantai dingin tersendiri sejak diproduksi di

pabrik hingga benar-benar diperhatikan termasuk kualitas peralatan rantai

dingin vaksin (Depkes, 2013).

Untuk mendapatkan kualitas peralatan rantai dingin vaksin yang

baik, pelaksana program imunisasi di setiap tingkatan harus memiliki

perencanaan kebutuhan rantai dingin vaksin yang mampu mengelola

Page 47: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

30

secara benar sistem peralatan tersebut termasuk memperhatikan daya tahan

dari masing-masing peralatan rantai dingin.

2.6.3 Imunisasi

A. Pengertian Imunisasi

Imunisasi merupakan salah satu ilmu pengetahuan terbaik dari ilmu

kedokteran. Sudah berabad-abad para ilmuan tersebut mengkaji dan meneliti

tentang masalah imunisasi dengan cara vaksinasi ini. Pada tahun 1938 para

ilmuan telah mampu membuat vaksin untuk variola (Small pox) kemudian

dilanjutkan dengan program vaksinasi masal diseluruh dunia, sehingga pada

tahun 1976 virus variola tersebut telah punah dipermuaakn bumi. Selanjutnya

tahun demi tahun beragam vaksin telah dapat dibuat, seperti vaksin untuk

difteri, pertusis, polio, hepatitis B, dan lain sebagainya, dengan hasil yang

mengagumkan. Insiden dari penyakit-penyakit infeksi menular tersebut

menurun drastis dalam kehidupan masyarakat.

Imunisasi adalah proses pembentukan imun tubuh manusia untuk

mencegah dan melindungi tubuh dari ancaman kerusakan, terutama oleh

penyakit infeksi. Imun diartikan sebagai kekebalan tubuh seseorang untuk

melawan serangan bibit penyakit tertentu. Imunitas berfungsi baik atau

menurun. Salah satu metode yang digunakan untuk menigkatkan kekebalan

tubuh seseorang yaitu dengan memberikan vaksin. (Rusli dan Primo, 2015).

Jenis-jenis imunisasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

Page 48: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

31

1. Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif yaitu imunisasi dengan memberikan antibodi ke dalam

tubuh yang bersifat temporer. Jenis imunisasi pasif ini terdiri dari dua macam

yaitu: imunisasi pada bayi yang didapatkan dari ibunya saat hamil dan saat

menyusui yang bersifat alamiah. Imunisasi pasif pada bayi ini sangat penting,

karena sistem pertahanan tubuh pada bayi yang didapatkan dari ibunya saat

hamil dan juga saat menyusui. Jadi proses imunisasi yang bersifat alamiah.

Sedangkan imunisasi pasif pada bayi ini sangat penting, karena sistem

ertahanan tubuh sang bayi belum mampu bekerja secara sempurna. Kedua

adalah imunisasi pada orang-orang dengan status imunitas yang rendah, yakni

orang-orang yang memang belum kebal atau tidak kebal karena mengidap

penyakit tertentu. Ada yang antibodinya diberikan sebelum terinfeksi, seperti

pada rabies. Ada yang diberikan untuk tujuan eradikasi terhadap toksin

(racun), seperti pada infeksi difteri dan keracunan bisa ular. Ada tiga jenis

preparat yang sering digunakan pada pengobatan ini yaitu:

a. Humman Immune Serum Globuline yang sering di gunakan pada penderita

yang rendah imun dan keadaan darurat.

b. Special Immune serum globulin yang sering digunakan apada penderita

pada penderita rendah imun pada penyakit tertentu.

c. Serum anti toksin dari hewan.

Page 49: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

32

2. Imunisasi aktif

Imunisasi aktif yaitu imuniasi atau proses pembentukan imunisasi tubuh

oleh tubuh sendiri yang merupakan hasil kinerja sel-sel pertahanan tubuh kita.

Ada 2 jenis imunisasi aktif, yakni:

a. Imuniasai aktif yang terbentuk akibat infeksi yang terjadi secara alamiah.

Antibodi terbentuk karena di stimulus oleh mikroorganisme yang berperan

sebagai antigen yang telah mnginfeksi tubuh. Tentu, cara mendapatkan

kekebalan dengan metode ini, bisa menimbulkan dampak yang tidak kita

inginkan. Maklum, kita telah sakit. Bahkan bisa berbahaya, seandainya

penyakit infeksi tersebut, tergolong infeksius. Oleh karena itu kita butuh

imunisasi lain, dimana kita menjadi imun namun kita tidak jatuh sakit.

b. Imunisasi aktif yang kekebalannya dibuat melalui stimulasi dengan

mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan. Metode imunisasi

yang kita harapkan ini, kita sebut dengan vaksinasi.

B. Manfaat-Manfaat Imunisasi Untuk Kehidupan

1. Mampu melindungi tubuh dari penyakit infeksi yang berbahaya. Penyakit

infeksi yang berbahaya adalah penyakit infeksi yang dapat mendatangkan

keparahan pada organ-organ tubuh, sehingga mudah menimbulkan

kecacatan, bahkan kematian.

2. Mampu mencegah terjadinya komplikasi penyakit infeksi yang lebih berat

dan mampu menurunkan angka kecacatan. Seseorang yang mendapat

infeksi menular yang berbahaya, namun sudah ada daya imun dalam

Page 50: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

33

tubuhnya, maka keparahan penyakit menular tersebut dapat berkurang

secara signifikan dan kecacatan dapat di cegah.

3. Mengatasi penyakit-penyakit yang belum ada obat yang efektif untuk

mengobatinya, seperti penyakit influenza, HIV, Dengue, Ebola, dll.

Tindakan pencegahan dengan vaksin menjadi lebih penting. Namun,

vaksin untuk penyakit yang berbahaya tersebut belum lengkap.

4. Menghalangi meluasnya wabah enyakit menular. Wabah yang timbul di

suatu wilayah akan terhalang, apabila telah banyak warga yang imun

terhadap penyakit infeksi menular tersebut.

5. Memberantas penyakit infeksi menular yang berbahaya di permukaan

bumi. Program imunisasi seharusnya terlaksana secara intensif, sehingga

dapat menjangkau seluruh atau sebagian besar individu pada tiap-tiap

daerah. Jika sebagian besar individu telah imun, maka rantai penularan

tentu akan terputus.

6. Meningkatkan status imun bagi seseorang yang memiliki status imun

yang rendah. Misalnya; bayi yang baru lahir, manula (manusia lanjut

usia), kekurangan gizi (marasmus/ kekurangan khronik kalori dan

kwashiorkor /kekurangan energi protein.

7. Manfaat imunisasi yang sangat signifikan adalah program imunisasi untuk

bayi (anak kecil 2 tahun) dan anak( umur 2 s/d 14 tahun). Beberapa

penyakit infeksi menular yang mendapat program imunisasi, telah

menurun drastis dalam kehidupan masyarakat.

Page 51: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

34

C. Cakupan Imunisasi

Target UCI (Universal Child Imunization) 80-80-80 merupakan tujuan

antara yang berarti cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, campak dan

hepatitis B harus 90% baik di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten

bahkan di setiap desa yaitu dengan menentukan jumlah sasaran. Kegiatan ini

merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting karena menjadi

dasar/perencanaan sampai evaluasi program. Sumber data dapat bermacam-

macam namun untuk keperluan pembinaan kebijakan diambil untuk

mengambil data dan sumber tertentu yaitu melalui BPS. Berikut ini cara

menghitung jumlah sasaran bayi. Sasaran imunisasi dasar adalah semua bayi

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

1. Nasional : CBR nas ( % x jumlah penduduk Nasional)

2. Propinsi : CBR pus (% x jumlah penduduk Propinsi)

3. Kabupaten : CBR prof (% x jumlah penduduk Kabupaten)

4. Kecamatan : CBR prof (% x jumlah penduduk Kecamatan)

5. Desa : CBR prof (% x jumlah penduduk Desa)

D. Jadwal Imunisasi campak

Vaksin Campak diberikan pada bayi berusia 9 bulan secara subkutan

maupun intramuskular di otot deltoid lengan atas dan dilanjutkanpemberian

vaksin kembali pada saat anak masuk SD (program BIAS). Selain itu

vaksinasi campak juga dapat diberikan pada kesempatankedua sesuai dengan

crash program campak yaitu pada umur 6-59 bulandan SD kelas 1-6. Apabila

anak telah mendapat imunisasi MMR pada usia15-18 bulan dan ulangan

Page 52: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

35

imunisasi pada umur 6 tahun maka ulangancampak pada saat masuk SD tidak

diperlukan.Urutan pemberian jenis imunisasi, berapa kali harus diberikan

serta jumlahdosis yang dipakai juga sudah ditentukan sesuai dengan

kebutuhan tubuh bayi. Untukjenis imunisasi yang harus diberikan lebih dari

sekali juga harus diperhatikan rentangwaktu antara satu pemberian dengan

pemberian berikutnya.Untuk lebih jelasnya sebagaimana terdapat pada tabel

berikut ini :

Tabel 2.1Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan Menggunakan

Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Menurut Frekwensi

danSelang Waktu dan Umur Pemberian.

Vaksin Pemberian

Imunisasi

SelangWaktu

Pemberian Umur Keterangan

BCG 1 X - 0-11 bulan

Untuk bayi yan

lahir di Rumah

Sakit/ Puskesmas

Hep-B, BCG dan

Polio dapat

segera diberikan

DPT 3 X (DPT

1,2,3) 4 MINGGU 2-11 BLN

POLIO 4 X (POL

1,2,3,4) 4 MINGGU 0-11 BLN

CAMPAK 1 X - 9-11 BLN

HEP-B 3 X (HEP-B

1,2,3) 4 MINGGU 0-11 BLN

Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia Tahun 2008

Page 53: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

36

Tabel 2.2Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan menggunakan

Vaksin DPT/HB Kombo

UMUR VAKSIN TEMPAT

Bayi lahir di rumah

0 bulan HB 1 Rumah

1 bulan BCG,Polio 1 Posyandu *

2 bulan DPT/HB Kombo

1,Polio 2 Posyandu*

3 bulan DPT/HB Kombo

2, Polio 3 Posyandu*

4 bulan DPT/HB Kombo

3, Polio 4 Posyandu*

9 bulan Campak Posyandu*

Bayi lahir

diRS/RB/Bidan

Praktek

0 bulan HB 1, Polio

1,BCG RS/RB/BIDAN

2 bulan DPT/HB Kombo

1,Polio 2 RS/RB/BIDAN #

3 bulan DPT/HB Kombo

2, Polio 3 RS/RB/BIDAN #

4 bulan DPT/HB Kombo

3, Polio 4 RS/RB/BIDAN #

9 bulan Campak RS/RB/BIDAN #

Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia Tahun 2008

Keterangan :

* : Atau tempat pelayanan lain

# : Atau posyandu

E. Standar Program Imunisasi

Standar program imunisasi Logistik/peralatan Setiap obat yang berasal

dari bahan biologik harus dilindungi terhadap sinar matahari, panas, suhu

beku termasuk juga vaksin. Untuk sarana rantai vaksin dibuat secara khusus

menjaga potensi vaksin.(Arfianti, 2009)

Page 54: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

37

F. Jenis -Jenis Vaksin Imunisasi Dasar Dalam Program Imunisasi

1. Vaksin BCG ( Bacillius Calmette Guerine )

Vaksin BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk

mencapai cakupan yang lebih luas, Departemen Kesehatan Menganjurkan

pemberian BCG pada umur antara 0-12 bulan.Hepatitis B diberikan segera

setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan

yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi

maternal dari ibu pada bayinya.

2. DPT (Dhifteri Pertusis Tetanus)

Vaksin DPT diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan ( DPT tidak boleh

diberikan sebelum umur 6 minggu ) dengan interval 4-8 minggu.

3. Polio

Vaksin polio diberikan segera setelah lahir sesuai pedoman program

pengembangan imunisasi ( PPI ) sebagai tambahan untuk mendapatkan

cakupan yang tinggi.

4. Campak

Vaksin campak rutin dianjurkan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-

kutan dalam, pada umur 9 bulan.

G. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

1. Tuberculosis

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosisdan Mycobacterium bovis, yang pada umumnya menyerang paru-

paru, tetapi dapat juga mengenai organ-organ lainnya, seperti selaput otak,

Page 55: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

38

tulang, kelenjar superfisialis dan lain-lain. Seseorang yang terinfeksi

Mycobacterium tuberculosis tidak selalu menjadi sakit tuberculosis aktif.

Beberapa minggu (2-12 minggu) setelah infeksi maka terjadi respon imunitas

selular yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin (Satgas IDAI, 2008).

2. Difteri

Difteriadalah suatu penyakit akut yang bersifattoxin -mediated

deseasedan disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Seseorang

anak dapat terinfeksi difteria pada nasofaringnya dan kuman tersebut

kemudian akan memproduksi toksin yang menghambat sintesis protein selular

dan menyebabkan destruksi jaringan setempat dan terjadilah suatu selaput/

membran yang dapat menyumbat jalan nafas.

3. Tetanus

Tetanus adalah penyakit akut yang bersifat fatal, gejala klinis

disebabkan oleh eksotoksin yang diproduksi bakteri Clostridium tetaniyang

umumnya terjadi pada anak-anak. Perawatan luka, kesehatan gigi dan telinga

merupakan pencegahan utama terjadinya tetanus disamping imunisasi

terhadap tetanus baik aktif maupun pasif.

4. Pertusis

Pertusis adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri

Bordetella pertusis, yaitu bakteri batang yang bersifat gram negatif dan

membutuhkan media khusus untuk isolasinya. Gejala utama pertusis timbul

saat terjadinya penumpukan lendir dalam saluran nafas akibat kegagalan

aliran oleh bulu getar yang lumpuh dan berakibat terjadinya batuk

Page 56: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

39

paroksismal. Pada serangan batuk seperti ini, pasien akan muntah dan

sianosis, menjadi sangat lemas dan kejang. Demikian juga, bayi dan anak

prasekolah mempunyai resiko terbesar untuk terkena pertusis termasuk

komplikasinya. Pengobatannya dapat dilakukan dengan antibiotik khususnya

eritromisin dan pengobatan suportif terhadap gejala batuk yang berat,

sehingga dapat mengurangi penularan.

5. Campak

Campak yaitu penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak yang

sangat menular pada anak-anak, ditandai dengan gejala panas, batuk, pilek,

konjungtivitis dan ditemukan spesifik enantem, diikuti dengan

erupsimakulopapularyang menyeluruh.

6. Polio

Polio yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh virus poliomyelitispada

medula spinalis yang secara klasik dapat menimbulkan kelumpuhan, kesulitan

bernafas dan dapat menyebabkan kematian. Gejalanya ditandai dengan

menyerupai influenza, seperti demam, pusing, diare, muntah, batuk, sakit

menelan, leher dan tulang belakang terasa kaku.

7. Hepatitis-B

Hepatitis B yaitu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis-

B (VHB) yang dapat menyebabkan kematian, biasanya tanpa gejala, namun

jika infeksi terjadi sejak dalam kandungan akan menjadi kronis, seperti

pembengkakan hati, sirosis dan kanker hati, jika terinfeksi berat dapat

menyebabkan kematian.

Page 57: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

40

2.6 Faktor- faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya Campak

Di beberapa daerah, ada yang mengaggap bahwa penyakit campak ini

adalah sebagai penyakit yang terjadi pada anak-anak, dan akan sembuh sendiri

jika telah keluar rashnya. Bahkan diantaranya berpendapat penyakit ini tidak

perlu diobati.(Budi, 2012). Cakupan imunisasi campak, merupakan salah satu

indkator dari indikator cakupan keberhasilan dari pelayanan imunisasi dasar.

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan

pada bayi dan anak dari penyakit-penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi

(PD3I), dengan cakupan imunisasi 90% akan diperoleh herd immunity di dalam

kelompok.

Tingginya kasus imunisasi campak di suatu kelompok akan terjadi jika,

pelaksanaan imunisasi campak dilakukan dengan dukungan seluruh elemen

masyarakat dan partisipasi dari unsur sektoral, lingkungan sosial masyarakat serta

masyarakat yang menerima vaksinasi. (Depkes, 1995 dalam Budi, 2012)

2.7.1 Faktor Host/Penjamu

A. Status Imunisasi

Pengaruh imunisasi terhadap laporan kasus penyakit, yang

berkaitanlansung dengan cakupan imunisasi.pemberian imunisasi akan

meransang terjadinya kekebalan humoral atau kekebalan seluler. Antibodi

yang ditimbulkan akibat imunisasi serupa dengan antibodi yang berasal dari

infeksi campak secara alami. Pada awalanya terjadi peningkatan IgG,

kemudian IgG yang dihasilkan dari perlakuan imunisasi terinduksi oleh

infeksi campak yang berada di sekitarnya. Seseorang yang pernah mendapat

Page 58: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

41

stimulan antigen vaksin campak maupun infeksi alami, umumnya akan

terpapar infeksi campak secara berulang (Sugiyanto, 1999 dalam Budi, 2012)

B. Status Vitamin A

Dalam kaitannya dengan vitamin A dan fungsi kekebalan ditemukan

bahwa ada hubungan antara kekurangan vitamin A dan penyakit campak.

Defisiensi vitamin A bisa meningkatkan terkena komplikasi campak. Dari

sebuah studi dinyatakan bahwa elemen nutrisi utama yang menyebabkan

kegawatan campak bukan protein dan kalori tetapi vitamin A. Ketika terjadi

defisiensi vitamin A, kematian atau kebutaan menyertai penyakit campak.

Apapun urutan kejadiannya, kematian yang berhubungan dengan penyakit

campak mencapai tingkat yang tinggi, biasanya lebih dari 10% terjadi pada

keadaan malnutrisi.

Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan fungsi kekebalan tubuh

menurun, sehingga mudah terserang infeksi. Kekurangan vitamin A

menyebabkan lapisan sel yang menutupi paru-paru tidak mengeluarkan

lendir, sehingga mudah dimasuki mikroorganisme, bakteri, dan virus yang

dapat menyebabkan infeksi. Defisiensi vitamin A pada anak-anak

menyebabkan komplikasi pada campak yang berakhir dengan kematian.

Karena itu, vitamin A disebut vitamin anti infeksi. Hubungan yang terjadi

dengan campak bisa terkomplikasi oleh infeksi kedua dan lebih buruk lagi

karena kekurangan vitamin A yang mengakibatkan pembusukan kornea mata

dan kebutaan.

Page 59: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

42

Suplementasi vitamin A dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas

karena penyakit campak dan diare pada anak. Suplementasi vitamin A tidak

menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi saluran pernapasan

bawah akut atau menurunkan transmisi HIV tipe ibu ke anak. Suplementasi

vitamin A mengatur respon antibodi terhadap campak dan meningkatkan total

limposit. Anak dengan infeksi campak akut dan menerima suplementasi

vitamin A dosis tinggi (60 mg RE) secara signifikan meningkatkan IgG dan

merespon virus campak dan tingginya sirkulasi limposit selama follow-up,

dibandingkan dengan anak yang menerima placebo.

Suplementasi vitamin A yang diberikan secara simultan dengan vaksin

campak, menimbulkan efek antibodi terhadap campak bila antibodi ibu juga

ada. Pada bayi umur 6 bulan di Indonesia, pemberian vitamin A (30 mg RE)

pada saat imunisasi dengan standar titre Schwarz vaksin campak mengganggu

serokonversi terhadap campak pada bayi yang memperoleh antibodi ibunya,

dan secara signifikan menurunkan insiden campak. Pada uji klinik lain

menunjukkan bahwa vitamin A (30mg RE) menurunkan respon antibody

terhadap virus campak pada bayi umur 9 bulan yang memperoleh antibodi

dari ibunya, tapi tidak mengganggu serokonversi campak.(Lironika, Arinda.

2014)

Menurut WHO dan FAO beranggapan bahwa pada bayi sampaiusia 6

bulan kebutuhan vitamin A nya akan tercukupi olehASI, sedangkan diatas 6

bulan sampai 12 bulan 300 mgretinol per anak per hari yang dianjurkan. (

Amalia & Mardiah , 2006).

Page 60: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

43

Tabel 2.3 Bahan Makanan Sebagai SumberVitamin A

Bahan Makanan Nabati IU/10 g Bahan Makanan

Hewani

IU/100g

Jagung muda, kuning

Jagung kuning panen baru

Ubi rambat

Kacang ijo

Wortel

Bayam

Daun melinjo

Daun Singkong

117

440

7.700

423

157

12.000

6.000

10.00

0

Ayam

Hati sapi Ginjal sapi Telur itik Buah-buahan

Mangga

Apel

Alpukat

Belimbimg

810

43.900

1.150

1.230

6.350

90

180

170

Sumber : Prinsip Dasar Ilmu Gizi Tahun 2005

Kebutuhan tubuh akan vitamin A masih dinyatakan dalam Satuan

Internasional (SI), untuk memudahkan penilaian aktifitas vitamin ini di dalam

bahan makanan, agar mencakup preformed Vitamin A dan provitaminnya.

Satu SI Vitamin A setara dengan kegiatan 0,300 ug retinol atau 0,6 ug all

trans beta karotin atau 1 mg karotin total (campuran) didalam bahan makanan

nabati. (Jauhari ahmad, 2015). Sedangkan angka kecukupan Vitamin A rata-

rata dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 2.4 Angka Kecukupan Vitamin A Rata rata

Umur Vitamin A ( RE )

0 - 6 bulan

7 - 12 bulan

1 - 3 tahun

4 - 6 tahun

350

350

350

460

Sumber : Prinsip Dasar Ilmu Gizi Tahun 2005

Terdapat sejumlah ikatan organik yang mempunyai aktifitas vitamin A,

yang semuanya mengandung gelang beta ionon di dalam struktur molekulnya.

Ikatan kimia yang mempunyai aktifitas vitamin ini disebut preformed vitamin

A, sebagai lawannya adalah provitamin A atau prekursor vitamin A, yang

terdiri atas ikatan-ikatan karoten. Deretan hemolog preforned vitamin A ialah

Page 61: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

44

vitamin A alkohol, Vitamin A aldehida dan vitamin A asam. Preformed

vitamin A sekarang diberi nama Retinol, dan hemolognya retinal dan retinoic

acid. (Jauhari ahmad, 2015)

Ada 2 jenis vitamin A, ialah vitamin A1 dan vitamin A2 yang disebut

dehydro vitamin A. Perbedaan struktur keduanya adalah adanya 2 ikatan tak

jenuh dalam cincin beta ionon pada vitamin A2, sedangkan vitamin A1

hanya mengandung satu ikatan kembar pada cincin tersebut. Preformed

vitamin A terdapat khusus didalam bahan makanan hewani, sedangkan bahan

makanan nabati hanya mengandung provitamin A, yang disebut ikatan

karoten. (Jauhari ahmad, 2015)

Salah satu fungsi vitamin A didalam tubuh yaitu fungsi dalam

metabolisme umum. Fungsi ini tampaknya erat berkaitan dengan

metabolisme protein yaitu dalam integritas epitel. Integritas epitel pada

devisiensi vitamin A terjadi gangguan struktur maupun fungsi epithelium,

terutama yang berasal ectoderm. Epitel kulit menebal dan terjadi

hyperkeratosis. Kulit menunjukkan xerosis (kering) dan gari-garis gambaran

kulit yang tampak tegas. Pada mulut follikel rambut terjadi gumpalan keratin

yang dapat diraba keras, memberikan kesan berbenjol-benjol seperti kulit

kodok tanah (toadskin). Kondisi ini disebut juga phrenoderma atau

hyperkeratosis follicularis. Permukaan kulit tersebut sering pula terasa gatal

(pruritus). Epitel saluran-saluran didalam tubuh juga menunjukkan kelainan,

seperti saluran tractus respiratorius, tractus urogenitalis, dan saluran-saluran

kelenjar. Epitel columnar dan epitel transitional menunjukkan peubahan

Page 62: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

45

metaplesia, menjadi epitel skwmosa. Terjadi gumpalan-gumpalan keratin

yang dapat menjadi pusat perkapuran dan terjadi berbagai calculi (batu

kapur).

C. Umur saat imunisasi

Pada usia 9 bulan maka kemungkinan sakit campak Balita tersebut

sebesar 9,492 kali dan berdasarkan perhitungan nilai PAR menunjukkan

ketika kejadian campak dapat diturunkan sebesar 68,5% ketika seluruh balita

dalam populasi diimunisasi pada usia 9 bulan. Hal ini juga didukung dengan

nilai hasil uji peluang yang menggambarkan Balita yang diimunisasi campak

tepat waktu kemudian dikombinasikan dengan faktor lain yang berhubungan

maka Balita yang diimunisasi tepat waktu (9 bulan) memiliki peluang sakit

campak lebih kecil daripada balita yang diimunisasi campak tidak tepat

waktuPada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan melindungi

bayi terhadap campak selama 6 bulan dan penyakit tersebut akan dimodifikasi

oleh tingkat maternal antibodi yang tersisa sampai bagian pertama dari tahun

kedua kehidupan. Tetapi, di beberapa populasi, khususnya Afrika, jumlah

kasus terjadi secara signifikan pada usia dibawah 1 tahun, dan angka kematian

mencapai 42% pada kelompok usia kurang dari 4 tahun. Di luar periode ini,

semua umur sepertinya memiliki kerentanan yang sama terhadap infeksi.

Umur terkena campak lebih tergantung oleh kebiasaan individu

daripada sifat alamiah virus. Di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Australia,

anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu di rumah, tetapi ketika

memasuki sekolah jumlah anak yang menderita menjadi meningkat. Sebelum

Page 63: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

46

imunisasi disosialisasiksan secara luas, kebanyakan kasus campak di negara

industri terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun usia sekolah dasar dan pada

anak dengan usia yang lebih muda di negara berkembang.

D. Pemberian Asi Eksklusif

ASI mengandung antibodi terhadap berbagai jenis virus, dan telah

terbuk bahwa ASI menghambat pertumbuhan virus. Kolostrum mampu

menetralisasi Respiratory Syncytial Virus (RSV). ASI memberikan

perlindungan pada bayi melalui bebrapa mekanisme, antara lain memperbaiki

mikroorganisme nonpatogen, mengurangi mikroorganisme patogen saluran

cerna, merangkang perkembangan barier mukosa saluran cerna dan napas,

faktor spesifik (IgA sekretori, sel kekebalan) dan sebagai perangsang

kekebalan. Infeksi yang terjadi setelah persalinan melalui orang yang

merawatnya (misalnya orangtua, saudara, pengunjung, petugas kesehatan)

atau lingkungan (alat kedokteran, muntahan). Paparan pada bayi umumnya

terjadi sebelum penyakit pada ibu terdiagnosis (misalnya campak) atau

sebelum ibu tampak sakit (cacar air, hepatitis). Oleh karena itu, menghentikan

ASI tidak akan mencegah infeksi pada bayi, bahkan akan mengurangi efek

ASI untuk membatasi penyakit pada bayi (IDAI, 2016). Kondisi bayi yang

sangat lemah menyebabkan tidak semua makanan baik untuk bayi, karena itu

untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhannya ASI sangat cocok untuk bayi

yang berusia 0-6 bulan pertama (Hizka, 2015).

ASI mengandung kolostrum yang kaya antibodi karena mengandung

protein untuk daya tahan tubuh dan membunuh kuman dalam jumlah tinggi

sehingga pemberian ASI Eksklusif dapat mengurangi risiko kesakitan pada

Page 64: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

47

bayi, karena terserang infeksi seperti penyakit campak. Selain mengandung

zat-zat makanan, ASI mengandung zat berupa makanan, ASI juga

mengandung zatpenyerap berupa enzim tersendiri yang tidak akan

mengganggu enzim di usus,sedangkan susu formula tidak mengandung

sehingga penyerapan makanantergantung pada enzim yang terdapat pada usus

bayi (Kemenkes RI, 2014).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomer 33 Tahun 2012 adalah ASI

eksklusif adalah pemberian ASI saja selama enam bulan.yangdiberikan

kepada bayi sejak dilahirkan hinggausia 6 bulan tanpa menambahkandan atau

mengganti dengan makanan dan minuman lain kecuali obat

vitamin(Kemenkes RI, 2014).

Air susu ibu bukan merupakan tempat penularan dari sebagian besar

infeksi virus pada ibu, oleh karena itu meneruskan menyusui merupakan

tindakan terbaik bagi ibu dan bayi. Virus CMV, HIV, dan HTLV-1

merupakan virus yang sering dilaporkan sebagai penyebab infeksi pada bayi

akibat penularan dari ASI. Infeksi bakteri pada ibu jarang mengakibatkan

penularan infeksi melalui ASI kepada bayi. Pada sebagian kasus ibu

menyusui dengan tersangka infeksi, menghentikan menyusui hanya akan

mengurangi masukan nutrisi dan manfaat kekebalan dari ASI. Keputusan

untuk menyusui harus mempertimbangkan manfaat tak ternilai ASI dibanding

risiko tertularnya penyakit (IDAI, 2016).

Page 65: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

48

2.7.2 Faktor Pelayanan Kesehatan

A. Imunisasi Campak

Masalah imunisasi campak dapat dilihat dari 3 aspek yang meliputi, antara

lain:

1. Vaksin campak

Jenis vaksin yang banyak digunakan oleh Kementrian Kesehatan

RI, berasal dari produk Bio Farma. Di Indonesia vaksinasi campak

diberikan pada usia 9-11 bulan. Agar vaksinasi dapat mencapai hasil yang

maksimal pada potensi vaksin yang digunakan harus diperhatikan, karena

potensi vaksin yang digunakan harus diperhatikan, karena potensi vaksin

dipengaruhi oleh cara pengiriman, penyimpanan dan penanganan di

lapangan

2. Penerima vaksin

Penerima imunisasi campak secara lansung adalah anak usia 9-11

bulan, tetapi sasaran ini sering dipengaruhi oleh lingkungan keluarga,

terutama ibu dan masyarakat setempat (Harjati, 1990 dalam Budi 2012)

3. Pemberi vaksin

Terdapat 2 kelompok yang sering berperan dalam pelaksanaan

program vaksinasi, yaitu: petugas kesehatan sebagai pelaksana program

dan tokoh masyarakat (formal/informal), sebagai penunjang pelaksanaan

program.

Page 66: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

49

B. Pengelola Program Imunisasi

Perencanaan program meliputi:

1. penentuan jumlah sasaran, diberikan imunisasi campak dengan

menggunakan angka kelahiran, yan dikalikan dengan jumlah

penduduk.

2. target cakupan imunisasi dihitung berdasarkan hasil analisis situasi di

setiap wilayah dengan mempertimbangkan jarak tempat pelayanan ke

sasaran di wilayah kerja.

3. perhitungan vaksin dan sarana, dihitung berdasarkan jumlah sasaran

dibagi dosis efektif dan titambah 10%

4. penyusunan jadwal pelayanan imunisasi, disesuaikan dengan kondisi

dan situasi wilayah dengan memperhatikan potensi vaksin.

2.7.3 Faktor Lingkungan

Salah satu faktor yang berkontribusi untuk terjadinya campak pada

anak-anak yaitu: kepadatan hunian merupakan luas lantai dalam rumah dibagi

dengan jumlah anggota keluarga, kebutuhan ruangan untuk tempattinggal

tergantung pada kondisi keluarga yang bersangkutan. Bagunan yang sempit

dan tidak sesuai dengan jumlah banyaknya penghuni akan memberi dampak

seperti kurangnya oksigen dalam ruangan sehingga daya tahan tubuh

penghuninya menurun, ruangan yang sempit akan membuat para

penghuninya sesak nafas dan mudah tertular penyakit oleh anggota keluarga

yang lain. Riwayat kontak merupakan kejadian dimana penderita pernah

terpaparlangsung dengan penderita campak lain. Penderita bisa

Page 67: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

50

tertularmelalui udara dengan penyebaran droplet dari orang-orang yang

terinfeksi dankontak langsung. Penularan campak sangat cepat apalagi

seseorangyang tidak memiliki kekebalan (Irianto, 2014).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani (2016) menunjukkan

bahwa balita yang terkena campak lebih banyak pada balita yang ada riwayat

kontak (79,1%). Sebagian besar balita terkena campak disebabkan karena

tertular teman bermainnya di sekolah. Hal ini disebabkan karena kebanyakan

orang tua balita belum mengetahui gejala awal dari penyakit campak

sehingga masih banyak anak bersekolah diawal gejala campak seperti suhu

badan meningkat, batuk, pilek dikira sakit demam biasa. Sebagian juga ada

yang tertular teman tetangganya bahkan penderita campak yang tinggal

serumah namun hanya sedikit dibandingkan di sekolah. Hal ini menunjukkan

bahwa saat berada di sekolah atau di rumah anak mereka tanpa sengaja

kontak dengan penderita campak.

Cara untuk mencegah agar tidak tertular oleh penderita campak lain

dengan cara menggunakan alat pelindung diri seperti masker. Hal ini

disebabkan karena penularan penyakit campak melalui penularan melalui

udara (airborne disease). Penderita campak sebaiknya diisolasi atau tidak

boleh keluar rumah atau bermain/bergaul dengan orang lain sampai sembuh

agar tidak menularkan ke orang lain.

2.7.4 Faktor Perilaku

Perilaku dalam pandangan biologis merupakan suatu aktivitas

organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah

Page 68: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

51

suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Perilaku manusia mempunyai ruang

lingkup yang sangat luas, seperti : berjalan, berbicara, bereaksi dan bahkan

kegiatan internal seperti berfikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku

manusia (Notoatmojo, 2005 dalam Budi 2012)

Perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi

oleh faktor genetik atau lingkungan. Hereditas atau faktor keturunan

merupakan konsepsi dasar modal untuk perkembangan perilaku mahluk

hidup, sedangkan lingkungan adalah kondisi lahan untuk perkembangan

perilaku tersebut. Mekanisme pertemuan kedua faktor tersebut dalam rangka

membentuk suatu perilaku yang disebut proses belajar (learning process).

Perilaku merupakan hasil hubungan antara stimulus dan taggapan atau

respon. Pada respon dibedakan menjadi dua, yakni : respondent respont atau

reflexive respon, yaitu : respon yang ditimbulkan oleh ransangan tertentu atau

disebut dengan elicting stimuli, karena menimbulkan respon yang relative

tetap. Respondens respon ini juga mencakup emosi respon atau emotional

behavior.(Skiner, 1938 dalan Budi 2012)

Respon yang kedua adalah operant respons atau instrumental respons,

yaitu : respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh peransang

tertentu. Peransang semacam ini disebut reinforcing stimuli, karena ransangan

tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organism.

Pada kehidupan sehari-hari respon jenis pertama sangat terbatas sangat

terbatas keberadaannya pada manusia. Hal ini disebabkan karena hubungan

yang pasti antara stimulus dan respon, kemungkinan untuk memodifikasinya

Page 69: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

52

sangat kecil. Sebaliknya pada respon jenis kedua, merupakan bagian terbesar

dari perilaku manusia, dan kemungkinan untuk memodifikasinya juga sangat

besar, bahkan dapat dikatakan tidak terbatas

a. Karakteristik Ibu/Orang tua

Pengetahuan atau kognitif merupakan merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Menurut

WHO, pengetahuan diproleh dari pegalaman sendiri atau pengalaman orang

lain. Hasil penelitian di Jakarta Selatan, ibu yang mempunyai pendidikan

rendah, anaknya mempunyai risiko untuk menderita campak sebesar 2,1 kali

dibandingkan pendidikan tinggi (Purnomo, 1996 dalam Budi, 2012)

b. Sosial Ekonomi

Faktor ekonomi keluarga memegang peranan besar dalam memilih

prioritas, sehingga mempengaruhi tingkat kesehatan. Salma P (2000)

menyatakan bahwa pendapatan keluarga kurang mempunyai risiko 1,54 kali

untuk terjadinya campak pada anaknya dibanding anak dengan keluarga yang

memiliki pendapatan cukup. (Muhammad, 1988 dalam Budi, 2012)

Page 70: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

53

2.8 KERANGKA TEORI

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Pelayanan Kesehatan

Pelaksana

Aksebilitas

Status

imunisasi

Penerima umur

& kondisi

Potensi Vaksin

KONDISI LINGKUNGAN

Ventilasi

Kontak Lansung

Kepadatan Hunian

Pencahayaan

Sosial Ekonomi

Pendapatan Pendidikan Tradisi

Imunitas anak

( - )

Kejadian Campak

Vitamin A

Status Gizi

Asupan Makan

Page 71: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

54

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Yang diteliti

Gambar 3.1 Variabel yang diteliti adalah umur saat imunisasi, riwayat imunisasi,

riwayat asi eksklusif, vitamin A, kontak dengan penderita terhadap

penyakit campak di wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo.

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi

Penyakit Campak

1. Umur saat imunisasi

2. Riwayat Imunisasi

3. Riwayat Asi Eksklusif

4. Vitamin A

5. Kontak dengan penderita

Kejadian Penyakit Campak

Radjawali
Note
Page 72: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

55

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan dugaan tentang hubungan antara dua variabel

atau lebih. (Rosjidi, 2015). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Ada hubungan umur saat imunisasi dengan penyakit campak di

Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo.

2. Ada hubungan status imunisasi campak dengan penyakit campak di

Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo.

3. Ada hubunganriwayat asi eksklusif dengan penyakit campak di

Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo.

4. Ada hubungan pemberian Vitamin A dengan penyakit campak di

Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo

5. Ada hubungan kontak lansung dengan penderita dengan penyakit campak

di Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo, Kabupaten

Ponorogo.

Page 73: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

56

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan untuk mengarahkan penelitian

yang mengontrol faktor yang mugkin mempengaruhi validitas penemuan

(Nonoatmojo, 2010). Design penelitian yang digunakan adalah desain studi case

control, yaitu salah satu metode penelitian dengan survey analitik yang menelaah

hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) dengan faktor risiko

tertentu.. Metode ini digunakan karena mempunyai kelebihan yang merupakan

satu-satunya cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa latennya

panjang, hasil dapat diperoleh dengan cepat, biaya yang diperlukan relatif sedikit,

memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit. Studi kasus kontrol sering

disebut juga dengan study retrospektif, karena faktor risiko diukur dengan

melihat kejadian masa lampau untuk mengetahui ada tidaknya faktor risiko yang

di alami. (Saryono, dan Anggraeni, 2013)

Pada penelitian ini dilakukan pendekatan retrospektif yang diawali dengan

mengamati pada kelompok kasus (campak), kemudian dilanjutkan dengan

kelompok pembanding kontrol (tidak campak). Kemudian jumlah angka terpajan

dan tidak terpajan dari masing-masing kelompok kasus dan kontrol dianalisis

dengan membandingkan frekuensi pajanan antara kedua kelompok tersebut.

Page 74: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

57

4.2 Populasi dan Sampling

4.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan

hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan

sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi

seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh obyek atau subyek itu

(Notoatmodjo, 2010)

Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam

suatu penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian ini, populasi penelitian

adalah:

a. Populasi target

Populasi target pada penelitian ini adalah Semua balita yang berkunjung

ke Puskesmas Ponorogo Utara dan jaringannya. Kecamatan Ponorogo

Kabupaten Ponorogo.

b. Subyek penelitian

Subyek penelitian adalah balitayang datang dan berobat Puskesmas

Ponorogo Utara KecamatanPonorogo Kabupaten Ponorogodan tercatat pada

buku register kunjungan dengan kriteria :

1) Kasus adalah semua balita penderita campak yang datang dan berobat

berdasar diagnosis dokter/perawat yang bertempat tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Puskesmas Ponorogo Utara KecamatanPonorogo Kabupaten

Ponorogo

Page 75: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

58

2) Kontrol adalah semua masyarakat bukan penderita campak yang datang

dan berobat ke Puskesmas Ponorogo Utara KecamatanPonorogo

Kabupaten Ponorogoyang diagnosis dokter/perawat.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian populasi dengan ciri-cirinya yang diselidiki

atau di ukur (Sumantri, 2011). Sampel penelitian adalah sebagian yang

diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi.Sampel pada penelitian adalah responden penderita campak maupun

bukan penderita campak yang datang dan berobat ke puskesmas berdasar

diagnosis dokter/perawat/bidan dan berdomisili di wilayah kerja Puskesmas

Ponorogo Utara KecamatanPonorogo Kabupaten Ponorogo.

Sampel kasus adalah balita dimana pada satu tahun terakhirmenderita

campak yang datang dan berobat kepuskesmas/pustu/polindes berdasar

diagnosa dokter/perawat/bidan dan berdomisili di wilayah kerja Puskesmas

Ponorogo Utara KecamatanPonorogo Kabupaten Ponorogo. Sedangkan

sampel kontrol adalah responden dimana pada satu tahun terakhirtidak

menderita campak yang datang dan berobat kepuskesmas berdasar diagnosa

dokter/perawat/bidan dan berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Ponorogo

Utara KecamatanPonorogo Kabupaten Ponorogo.

Besar sampel minmal dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

ORxP2

P1 =

(1- P2) + ORx P2)

Page 76: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

59

b

P2 = x 100%

b + d

Keterangan :

n1 = n2 : Perkiraan besar sampel minimal

P1 : Proporsi paparan pada kelompok kasus

P2 : Proporsi paparan pada kelompok kontrol

d = Taraf signifikansi (0,05)

zα : Nilai pada distribusi normal stándar yang sama dengan tingkat

kemaknaan α = 0,05 yaitu 1,96

zβ : Nilai pada distribusi normal stándar yang sama dengan kuasasebesar

yang diinginkan sebesar 80 % yaitu 0,84.

OR : Odd Ratio

Tabel 4.1 Distribusi Odd Ratio (OR) Penelitian Terdahulu

Variabel P1 P2 OR N

Status imunisasi 20,4% 90,8% 2,56 13

Riwayat asi eksklusif 51,0% 49,0% 6,88 27

Kontak lansung 96,9% 3,1% 30,40 4

Besar sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel

uji hipotesis perbedaan 2 proporsi (Lemeshow, 1997) yang dikutip dari buku

prinsip dan metode Riset Epidemiologi (Murti, 1997). (Ayunah, 2008). Maka

perihitungan besar sampel sebagai berikut :

2

21

2

22111

__

2/1 1112

pp

ppppZppZ

n

Page 77: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

60

OR x P2

P1 =

OR x P2 + (1- P2)

6,88 x 0,49

=

6,88 x 0,49 + (1-0,49)

3,37

=

(3,37) + (0,51)

3,37

=

3,88

= 0,86

n = {1,96

( 0,86 – 0,49)²

= {1,96

( 0,13 )

= {1,96 ²

0,13

= {1,96 }²

0,13

= { 1,348 + 0,505)²

0,13

= ( 1,880)²

0,13

= 3,56

0,13

= 27,38/dibulatkan menjadi 30.

Dari perhitungan diatas didapatkan jumlah sampel minimal kasus

terbesar 30responden. Dari persamaan diatas dan didasarkan pada perhitungan

Page 78: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

61

P2 dan OR hasil penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu, dimana jumlah

sampel setiap variabel adalah α = 0,05, dengan perbandingan 1:1. Berdasarkan

perhitungan, didapatkan besar sampel minimal yang harus diambil sebanyak

30responden, dengan perbandingan besar sampel antara jumlah responden pada

kelompok kasus adalah 30 responden, dan 30 responden sebagai kelompok

kontrol, sehingga jumlah sampel secara keseluruhan adalah 60 respondenl.

4.3 Tehnik Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah tehnik Simpel

Random Sampling yaitu pengambilan sampel secara acak.Penggunaan tehnik

Simpel Random Sampling dalam penelitian ini dipilih karena keunggulannya

lebih cepat dan lebih mudah pelaksanaanya dibandingkan tehnik lainnya. Selain

itu, cara ini juga megambil sampel dilapangan dengan tanpa harus menggunakan

kerangka sampel. Misalnya datang ke suatu lokasi. Ambil satu rumah secara

sembarang, bila jarak/interval yang dipakai adalah 4, maka pengambilan sampel

berikutnya dari setiap rumah ke-empat disebelah kanan dari rumah pertama,

dilakukan terus sehingga jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi. Tehnik

Simpel Random Samplingmemiliki 2 kriteria. Kriteria tersebut terdiri dari kriteria

inklusi dan kriteria ekslusi.

Page 79: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

62

Tabel 4.2Kriteria kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.

Sampel Kriteria Inklusi Kriteria Ekslusi

Kasus a. Balita yang terdaftar pada data

kunjungan poli umum di puskesmas

ponorogo utara

b. Diklasifikasi sebagai penderita

campakklinis oleh dokter / perawat

/ bidan.

c. Memiliki orang tua&/ pengasuh

yang bersedia menjadi responden

dan mampu berkomunikasi

d. Bertempat tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Ponorogo Utara

Kecamatan Ponorogo Kabupaten

Ponorogo

a. Balita yang terdaftar pada

tempat pelayanan

swasta(dokter/perawat/bidan

praktek swasta)

b. Diklasifikasikan sebagai

penderita selain campak oleh

dokter / perawat / bidan

c. Balita campak yang berumur

lebih dari 5 tahun

Kontrol a. Balita terdaftar pada data

kunjungan balita di puskesmas

b. Diklasifikasi bukan sebagai

penderita campak oleh

dokter/perawat/bidan atau

penderita selain campak

c. Teman sebaya/ tetangga penderita

kasus dengan umur yang sama

dan bertetangga

d. Memiliki ibu &/ pengasuh yang

bersedia menjadi responden dan

mampu berkomunikasi.

a. Balita pendatang yang

tinggal di wilayah kerja

Puskesmas ponorogo utara

b. Balita yang telah pindah

tempat tinggal

4.4Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja penelitian merupakan suatu kegiatan pelaksanaan

penelitian mulai dari pengambilan data sampai menganalisa hasil

penelitian. Kerangka kerja dalam penelitian ini adalah:

Page 80: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

63

Gambar 4.3 Kerangka kerja penelitian

Variabel Dependen

Penyakit Campak

Analisis Data

Univariat, Bivariat, Multivariat

Teknik Sampling

Simpel Random Sampling

Sampel

Balita campak dengan jumlah 30 kasus dan 30 kelompok kotrol

Variabel Independen

Umur, Riwayat Imunisasi, Riwayat Asi

Eksklusif, Vitamin A dan

Kontak dengan penderita

Pengumpulan Data

Data primer (kuesioner, wawancara) dan data sekunderberdasarkan

data surveilans campak 2017

Laporan hasil penelitian

Kesimpulan

Populasi

Semua balita yang berkunjung ke Puskesmas,Pustu, Posyandu, dan Klinik kesehatan yang

ada di Wilayah kerrja Ponorogo Utara yang berjumlah 1030 balita.

Page 81: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

64

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau

ukuran yang dimiliki yang didapatkan oleh penelitian tentang suatu konsep

pengertian tertentu (Notoatmojo, 2013). Dalam penelitian ini terdapat 3

jenis variabel yang digunakan yaitu:

1. Variabe independen (bebas)

Adalah suatu variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan ada

tidaknya hubungan atau yang menentukan variabel lain.

2. Variabel dependen (terikat)

Adalah variabel yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya

hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2013)

3. Variabel kontrol

Adalah variabel yang dikendalikan / dibuat konstan sehingga pengaruh

variabel independen/variabel bebas terhadap variabel dependen/variabel

terikat, tidak dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak di teliti.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data

dan menghindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup

variabel. Variabel yang dimasukkan dalam definisi operasional adalah

variabel kunci/penting yang dapat diukur secara operasional dan dapat di

pertanggungjawabkan (referensi harus jelas). Dengan definisi operasional,

maka dapat ditentukan cara yang dipakai untuk mengukur variabel.

(Saryono, dan Anggraeni, 2013)

Page 82: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

65

Berikut adalah definisi operasional dari variabel yang ada dalam penelitian ini

Tabel 4.4 Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Hasil Ukur

1 Penyakit campak Penyakit campak pada balita yang telah di

diagnosis olehDokter/perawat/bidan yang

tercatatdalam laporan surveilans

puskesmas ponorogo utara.

1. Campak

2. Tidak campak

Wawancara dan

kuisioner

Nominal 1. Ya

2. Tidak

2 Umur saat imunisasi Umur balita saat pertama kali melakukan

imunasi campak

Imunisasi campak yang

tepat pada bayi diberikan

pada umur 9-11 bulan.

Wawancara dan

kuisioner

Ordinal 1. > 9bulan

2. < 9 bulan

3 Status Imunisasi Jumlah pemberian Imunisasi dasar lengkap

yang diberikan saat itu/ usia < 1 tahun.

Imunisasi dasar lengkap

(IDL) dari usia 0-11 bulan

Wawancara dan

kuisioner

Nominal 1 . Imunisasi tidak lengkap

2 . Imunisasi lengkap (IDL)

4 Riwayat Asi Eksklusif Pemberian Asi Eksklusif pada usia 0-6

bulan tanpa adanya makanan tambahan

apapun (susu formula, bubur dll).

1. Asi eksklusif 6 bulan

2. Tidak Asi Eksklusif

Wawancara dan

kuisioner

Nominal 1. Tidak Asi Eksklusif

2. Asi Eksklusif

5 Vitamin A Mendapatkan Kapsul Vitamin A yaitu

kapsul biru (dosis 100.000 IU) diberikan

untuk bayi berumur 6-11 bulan diberikan

pada bulan Februari/Agustus. Sedangkan

Kapsul merah ( dosis 200.000 UI) untuk

anak umur 12-59 bulan yang diberikan

pada bulan Februari dan Agustus oleh

petugas kesehatan.

1. Tidak mendapatkan

vitamin A/ tidak

mengkonsumsi Vitamin

2. Mendapatkan kapsul

Vitamin A lengkap

Wawancara

dan kuisioner

Ordinal 1 . Tidak diberikan

2 . Diberikan

6 Kontak Langsung Riwayat kontak merupakan kejadian

dimana penderita pernah

terpaparlangsung dengan penderita

campak sejak 10-14 hari sebelum

gejala timbul

1. Kontak lansung dengan

penderita

2. Tidak pernah

berhadapan dengan

penderita

Wawancara

dan kuisioner

Ordinal 1 = Ada kontak

2 = Tidak ada kontak

Page 83: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

66

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuisioner. Kuisioner merupakan suatu daftar tertulis yang memuat pertanyaan-

pertanyaan peneliti mengenai suatu hal tertentu untuk mengumpulkan data-data

melalui proses wawancara. (Sugiyono, 2008). Jenis kuisioner dibedakan menjadi

3 yaitu:

1. Kuisioner terbuka yaitu merupakan daftar prtanyaan yang memberi

kesempatan kepada responden untuk menuliskan pendapat mengenal

pertanyaan yang diberikan oleh peneliti.

2. Kuisioner tertutup yaitu merupakan daftar pertanyaan yang alternatif

jawabannya sudah disiapkan oleh peneliti.

3. Kuisioner campuran adalah perpaduan antara bentuk kuisioner terbuka dan

tertutup.

Sedangkan kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner

tertutup, cara ini sangat efektif karena responden dapat lansung memberikan

tanda centang atau melingkari nomor yang telah disediakan oleh peneliti. Uji

kuesioner sebagai alat ukur kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur

penelitian. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu

mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara

skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skor totalkuesioner tersebut.

Page 84: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

67

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara yang

meliputi 10 kelurahan yang terdiri dari Kelurahan Bangunsari, Banyudono,

Tamanarum, Keniten, Pinggirsari, Jingglong, Beduri, Nologaten,

Mangkujayan, Cokromenggalan, dalam penelitian ini kelurahan yang dipilih

peneliti adalah kelurahan yang merupakan penyebaran campak masih tinggi

dibandingkan kelurahan lainnya. Kelurahan tersebut adalah 4 dari 10

kelurahan yang ada di Wilayah kerja Puskesmas Ponorogo yaitu: Kelurahan

Mangkujayan, Kelurahan Cokromenggalan , Kelurahan Bangunsari dan

Kelurahan KenitenKecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo.

4.6.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan dimulai pada bulan Februari 2018

dilanjutkan dengan proses pengambilan data yang dilakukan pada bulan

Maret 2018, dan akan dimulai pada bulan April.

Page 85: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

68

Tabel 4.5 Rencana kegiatan penelitian

No Kegiatan Bulan

Maret April Mei Juni Juli

1 a. Konsultasi judul skripsi

b. Pengambilan Data di

Puskesmas Ponorogo Utara

c. Penyusunan BAB 1

2 a. Mencari referensi (buku)

b. Menyusun Bab 2-4

c. Konsultasi Dosen Pembimbing

1 dan 2

d. Revisi

e. Menyusun Instrumen

Penelitian

f. Seminar Proposal

3 a. Konsultasi dosen pembimbing

b. Revisi

c. Pengambilan data penelitian

4 a. Menyusun BAB 5 & 6

b. Konsultasi dan Revisi

5 a. Sidang Skripsi/ seminar hasil

Page 86: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

69

4.8 Prosedur Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer didapat dari jawaban atas kuesioner yang diberikan

kepada responden/ibu balita dan data skunder didapat dari laporan tahunan kasus

campak di Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo dan pencatatan

pelaporan kasus campak. Proses-proses dalam pengumpulan data pada penelitian

ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Meminta izin kepada Kaprodi Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti

Husada Mulia Madiun dan Pimpinan untuk menandatangani surat ijin

penelitian dan diserahkan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Negara

Kabupaten Ponorogo untuk menyetujui surat ijin penelitian.

2. Mendapatkan ijin dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten

Ponorogo dan Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo

3. Mendapatkan ijin dari Puskesmas Po Utara

4. Mendatangi rumah atau tempat tinggal respondenyang telah memenuhi

kriteria inklusi maupun eksklusi bersama kader.

5. Meminta kesediaan responden yang menjadi sampel dengan terlebih

dahulu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.

6. Meminta kesukarelaan responden untuk menandatangani informed

consent.

7. Memberikan kuesioner kepada responden untuk diisi. Pada saat responden

kesulitan maka kuesioner dibacakan dan responden diminta menjawab

sesuai pilihan dalam kuesioner.

Page 87: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

70

8. Mengumpulkan hasil kuisioner yang telah diisi responden, selanjutnya

dilakukan pengolahan data dan dianalisis.

4.9 Pengolahan dan Analisis Data

4.9.1 Pengolahan Data

1. Editing

Editing adalah peneliti melakukan pengecekan ulang pada

kuesionerapakah responden telah menjawab kuesioner dengan benar.

Padapenelitian ini peneliti melakukan pengecekan kebenaran dankelengkapan

jawaban responden.

2. Coding

Coding adalah pekerjaan memindahkan data dari daftar pertanyaan

kedaftar yang akan memberikan informasi data yang ada diubah

menjadibentuk angka untuk mempermudah perhitungan selanjutnya.

Codingpada penelitian ini peneliti memberikan kode atau tanda pada

setiapjawaban untuk mempermudah dalam mengolah dan menganalisis

dataserta berpedoman pada definisi operasional. Jawaban yang benar

diberinilai 1 (satu) dan yang salah diberi nilai 0 (nol).

3. Tabulasi

Tabulasimerupakan kegiatan menyusun data dalam tabel. Tabulasi

adalahkegiatan untuk meringkas data yang masuk atau data mentah ke

dalamtabel – tabel yang telah dipersiapkan (Notoatmodjo, 2003)

Page 88: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

71

4. Entry Data

Entry data merupakan suatu proses memeasukkan data kedalam

komputer yang selanjutnya akan dilakukan analisis data dengan

menggunakan komputer.

5. Cleaning

Cleaning atau pembersihan data merupakan suatu kegiatan

yangdilakukan untuk mengecek kembali data yang sudah dimasukkan terdapat

kesalahan atau tidak.

4.9.2 Tehnik Analisis Data

Dalam Analisis Data, tehnik yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu menggunakan sistem komputer/SPSS dengan tahap-tahap sebagai

berikut:

1. Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi

masing-masing variabel, baik bebas, dan variabel terikat. Teknik analisa data

yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan statistik

sederhana yaitu persentasi atau proporsi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan dan

besarnya nilai odd ratio faktor risiko, dan digunakan untuk mencari hubungan

antaravariabel bebas dan variabel teikat dengan uji satatistik yang

disesuaikandengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah

Page 89: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

72

chisquare. Taraf signifikan yang digunakan adalah 95% dengan

nilaikemaknaan 5%.

Dalam penelitian ini, analisa bivariat digunakan untuk mengetahui

hubungan dua variabel yang terkait dengan penelitian, yang meliputi variabel

bebas (independen) umur saat imunisasi, imunisasi, asi eksklusif, vitamin A

dan riwayat kontak dan variabel tergantung (dependen) yaitu penyakit

campak. Jika hasil yang diperoleh p < 0,05 maka terdapat hubungan antara

variabel yang diuji, dan jika p > 0,05 berarti tidak terdapat hubungan antara

variabel yang diuji.

3. Analisis Multivariat

Analisis Multivariat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan variabel terikat, terdapat 3 analisis multivariat yang

sering digunakan dalam penelitian kedokteran dan kesehatan, yaitu regresi

linier, regresi logistik dan regresi cox. Pemilihan tergantung pada kerangka

konsep, skala pengukuran variabel terikat, dan jumlah pengukuran variabel.

Analisis multivariat dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar

sumbangan secara bersama-sama terhadap seluruh faktor risiko kesehatan

lingkungan dengan kejadian campak atau untuk mengetahui variabel yang

paling berpengaruh terhadap campak dan untuk menentukan model

persamaan yang terbaik.Dalam penelitian ini Analisis multivariat yang

digunakan adalah regresi logistik, dimana dalam analisis ini digunakan jika

variabel terikat kategorik. (Sopiyudin, 2014)

Page 90: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

73

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum

Puskesmas Ponorogo Utara merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten

Ponorogo yang terletak antara 111o 17’ - 111o15’ Bujur Timur dan 7o 49’- 8o 20’

Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 92 sampai dengan2.563 meter diatas

permukaan laut. Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil

pada kelembaban dibawah 40%. Udara yang menimbulkan efek yang positif pada

virus dan meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat penghangat

ruangan.

Kecamatan Ponorogomempunyai penduduk yang paling banyak sebesar

74.938 jiwa atau8,6% dari total penduduk Kabupaten Ponorogo. Puskesmas

Ponorogo Utara merupakan salah statu Puskesmas yang terletak di kecamatan

ponorogo dengan jumlah penduduk yang terpadat dibandingkan kecamatan

lainnya yaitu sebesar 38,838 jiwa.(Profil Kesehatan Ponorogo Tahun 2016)

Padatnya jumlah penduduk mengakibatkan penyebaran virus campak

mudah ditularkan dari orang ke orang lain. Virus campak sangat sensitif terhadap

tempratur sehingga virus ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajad celcius.

Ketika virus menginfeksi populasi yang belum mendapatkan kekebalan atau

vaksinasi maka 90-100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis.

Faktor lingkungan menjadi salah satu penyebab terjadinya campak pada

seseorang dimana pemukiman dengan kepatan penduduk, dekat kali

menyebabkan penyakit mudah berkembang biak. Selain itu pada balita yang

menderita campak disebakan oleh beberapa faktor yaitu: Pemberian asi eksklusif

Page 91: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

74

pada usia 0-6 bulan masih menjadi perhatian karena 48,3% balita tidak

mengkonsumsi asi eksklusif, sehingga pada balita yang tidak asi eksklusif sangat

mudah terserang penyakit dan pemberian imunisasi dasar lengkap pada balita

belum lengkap yaitu sebesar 41,7% balita pada kelompok kasus tidak

mendapatkan imunisasi, karena memiliki alasan tertentu.

5.2 Karakteristik Responden

Hasil analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik

responden masing-masing variabel, baik bebas dan variabel terikat. Karakteristik

responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

5.2.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Orang Tua Responden di

Wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan orang tua dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan orang tua balita

Pendidikan Orang tua Jumlah Persentase

Tidak tamat SD - -

SD - -

SMP 19 31.7

SMA Sedrajat 28 46.7

Perguruan Tinggi/D3/S1 13 21.7

Total 60 100.0

Sumber: Data Primer 2018

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui karakteristik responden berdasarkan

tingkat pendidikan orang tua balita adalah SMA sebanyak 46,7, sedangkan

sebagiankecil tingkat pendidikan orang tua balita adalah Perguruan

Tinggi/D3/S1 yaitu 21,7%.

Page 92: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

75

5.2.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua Responden di

Wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan orang tua dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan orang tua balita

Pekerjaan Orang Tua Jumlah Persentase

PNS/TNI/POLRI 2 3.3

Wiraswasta 24 40.0

Tidak Bekerja 14 23.3

Ibu Rumah Tangga 19 31.7

Buruh 1 1.7

Total 60 100.0

Sumber: Data Primer 2018

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui karakteristik responden berdasarkan

jenis pekerjaan orang tua antara lain, PNS/TNI/POLRI sebanyak 3,3%,

wiraswasta sebanyak 40,0%, tidak bekerja sebanyak 23,3%, ibu rumah

tangga sebanyak 31,7%, sedangkan sebagai buruh sebanyak 1,7%.

Sebagian besar orang tua balita mempunyai pekerjaan sebagai

wiraswasta yaitu sebanyak 40.0%, sedangkan sebagian kecil orang tua balita

mempunyai pekerjaan sebagai buruh sebanyak 1,7%.

5.2.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Balita di

Wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin balita dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Page 93: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

76

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin balita

Jenis kelamin responden Jumlah Persentase

Laki-Laki 27 45.0

Perempuan 33 55.0

Total 60 100.0

Sumber: Data Primer 2018

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui karakteristik responden berdasarkan

jenis kelamin responden balita dengan jenis kelamin perempuan sebanyak

55,0%, sedangkan sebagian kecil responden laki-laki sebanyaak 45,0%.

5.2.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Balita di Wilayah

kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Distribusi frekuensi berdasarkan umur balita dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi berdasarkan umur balita

Umur responden Jumlah Persentase

0-24 Bulan 24 40.0

24-60 Bulan 36 60.0

Total 60 100.0

Sumber: Data Primer 2018

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui karakteristik responden berdasarkan

umur balita berusia 24-60 bulan sebesar 60,0%,sedangkan sebagian kecil

balita berusia 0-24 bulan sebesar 40.0%.

5.2.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit Campak

Pada Balita di Wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Distribusi frekuensi berdasarkan penyakit campak pada balita dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Page 94: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

77

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi berdasarkan penyakit campak balita

Penyakit campak Jumlah Persentase

Ya 30 50.0

Tidak 30 50.0

Total 60 100.0

Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui karakteristik responden berdasarkan

penderita penyakit campak sebesar 50,0%, sedangkan sebesar 50,0% yang

tidak sakit campak.

5.2.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Asi Eksklusif di

Wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat asi eksklusif pada balita dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat pemberian asi eksklusif

Asi eksklusif Jumlah Persentase

Tidak asi eksklusif 29 48.3

Asi eksklusif 31 51.7

Total 60 100.0

Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui karakteristik responden berdasarkan

riwayat pemberian asi eksklusif sebesar 51,7% balita dengan asi ekskusif,

sedangkan balita yang tidak asi eksklusif sebesar 48,3%.

5.2.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Saat Imunisasi

Campak di Wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Distribusi frekuensi umur saat imunisasi dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Page 95: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

78

Tabel 5.7 Distribusi frekuensi berdasarkan umur saat imunisasi campak

Umur saat imunisasi Jumlah Persentase

> 9 Bulan 23 38.3

< 9 Bulan 37 61.7

Total 60 100.0

Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.7diketahui karakteristik responden berdasarkan

umur balita saat imunisasi campak <9 bulan sebanyak 61,7%,sedangkan

sebagian kecil balita yang melakukan imunisasi campak >9 bulan sebanyak

38,3%.

5.2.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian vitamin A di

Wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Distribusi frekuensi berdasarkan pemberian vitamin A dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.8 Distribusi frekuensi berdasarkan pemberian vitamin A

Pemberian vitamin A Jumlah Persentase

Tidak 17 28.3

Ya 43 71.7

Total 60 100.0

Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui karakteristik responden berdasarkan

pemberian vitamin A sebanyak 71,7%, sedangkan sebanyak 28,3% yang tidak

diberikan vitamin A.

5.2.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Kelengkapan

Imunisasi di Wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Distribusi frekuensi berdasarkan imunisasi dasar lengkap pada balita

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Page 96: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

79

Tabel 5.9 Distribusi frekuensi berdasarkan imunisasi dasar lengkap

Imunisasi dasar lengkap Jumlah Persentase

Imunisasi tidak lengkap 25 41.7

Imunisasi lengkap 35 58.3

Total 60 100.0

Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui karakteristik responden berdasarkan

status pemberian imunisasi dasar lengkap sebanyak 58,3%, sedangkan

sebanyak 41,7% balita dengan status imunisasi tidak lengkap.

5.2.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Kontak Dengan

Penderita Campak di Wilayah kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Distribusi frekuensi kontak dengan penderita dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 5.10 Distribusi frekuensi berdasarkan kontak dengan penderita campak

Kontak dengan penderita Jumlah Persentase

Ada kontak 32 53.3

Tidak ada kontak 28 46.7

Total 60 100.0

Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui karakteristik responden berdasarkan

kontak dengan penderita campak dalam kategori “ada kontak” sebanyak

53,3%,sedangkan sebanyak 46,7% yang tidak ada kontak dengan penderita

campak.

Page 97: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

80

5.3 Hasil Penelitian

Hasil penelitian dimaksudkan untuk mengetahui hubungan dan besarnya

nilai odd ratio faktor risiko, dan digunakan untuk mencari hubungan

antaravariabel bebas dan variabel teikat dengan uji satatistik yang

disesuaikandengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan Chi-Square

dan penentuan Odds Ratio (OR) dengan tarafkepercayaan (CI) 95 % dan tingkat

kemaknaan 0,05. Berikut adalah hasil analisis bivariat dibawah ini:

Tabel 5.12 Hubungan penyakit campak dengan umur saat imunisasi campak

Umur saat

imunisasi campak

Kasus Kontrol OR 95% CI P

n % n %

>9 Bulan 14 46,7 9 30,0 2,04 .707-5895 0,288

<9 Bulan 16 53,3 21 70,0

Jumlah 30 100,0 30 100,0

Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018

Prosentase balita yang melakakukan imunisasi campak >9 bulan pada

kelompok kasus sebanyak 46,7%, lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya

sebesar 30,0%.Balita yang melakukan imunisasi campak >9 bulan memiliki

resiko mengalami penyakit campak sebesar 2,04 kali dibandingkan dengan balita

yang melakukan imunisasi <9 bulan. Tidak ada hubungan antara umur saat

imunisasi campak dengan kejadian campak pada balita karena nilai p = 0,288>

0,05.

Page 98: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

81

Tabel 5.13 Hubungan penyakit campak dengan status imunisasi dasar lengkap

Status imunisasi Kasus Kontrol OR 95% CI P

n % n %

Tidak lengkap 18 60,0 7 23,3 4,92 1.612 -15.071 0,009

Lengkap 12 40,0 23 76,7

Jumlah 30 100,0 30 100,0

Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018

Prosentase balita dengan status imunisasi tidak lengkap pada kelompok

kasus sebanyak 60,0%, lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya sebesar

23,3%. Balita dengan status imunisasi tidak lengkap memiliki resiko mengalami

penyakit campak sebesar 4,92 kali dibandingkan dengan balita dengan status

imunisasi dasar lengkap. Ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian

campak pada balita karena nilai p = 0,009< 0,05.

Tabel 5.14 Hubungan penyakit campak dengan riwayat asi eksklusif

Riwayat asi

eksklusif

Kasus Kontrol OR 95% CI P

n % n %

Tidak 20 66,7 9 30,0 4,66 1.571-13.866 0,010

Ya 10 33,3 21 70,0

Jumlah 30 100,0 30 100,0

Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018

Prosentase balitadengan riwayat pemberian asi eksklusif dalam kategori

“Tidak” pada kelompok kasus sebanyak 66,7%, lebih besar dari kelompok

kontrol yang hanya sebesar 30,0%.Balita yang tidak asi eksklusif memiliki

resiko mengalami penyakit campak sebesar 4,66 kali dibandingkan dengan balita

yang asi eksklusif. Ada hubungan antara riwayat pemberian asi eksklusif dengan

kejadian campak pada balita karena nilai p = 0,010> 0,05.

Page 99: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

82

Tabel 5.15 Hubungan penyakit campak dengan pemberian vitamin A

Vitamin A Kasus Kontrol OR 95% CI P

n % n %

Tidak diberikan 10 62,5 6 37,5 2,00 0,619-6,465 0,381

Diberikan 20 45,5 24 54,5

Jumlah 30 100,0 30 100,0

Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018

Prosentase balitayang tidak diberikan vitamin A pada kelompok kasus

sebanyak 62,5%, lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya sebesar

37,5%.Balita dengan status tidak diberikan vitamin A memiliki resiko

mengalami penyakit campak sebesar 2,00 kali dibandingkan dengan balita yang

diberikan vitamin A. Tidak ada hubungan antara statuspemberian vitamin A

dengan kejadian campak pada balita karena nilai p = 0,381> 0,05.

Tabel 5.16 Hubungan penyakit campak dengan kontak lansung dengan penderita

campak

Kontak lansung Kasus Kontrol OR 95% CI P

n % n %

Ada kontak 22 73,3 10 33,3 5,50 1.813-16.681 0,004

Tidak ada kontak 8 26,7 20 66,7

Jumlah 30 100,0 30 100,0

Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018

Prosentase balitadengan status ada kontak lansung dengan penderita

campak pada kelompok kasus sebanyak 73,3%, lebih besar dari kelompok

kontrol yang hanya sebesar 33,3%. Balita yang dengan status kontak lansung

dengan penderita campak memiliki resiko mengalami penyakit campak sebesar

5,50 kali dibandingkan dengan balita yang tidak ada kontak dengan penderita

Page 100: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

83

campak. Ada hubungan antara kontak lansung dengan kejadian campak pada

balita karena nilai p = 0,004< 0,05. Padapenelitian ini banyak balita yang menjadi

penderita penyakit campak,sehingga banyak teman sebayanya pula yang

terserang campak.

Pada hasil analisis bivariat terdapat tiga variabel yang menjadi kandidat

untuk uji regresi logistik. Metode yang digunakan dalam regresi logistik ini

adalah Backward LR untuk mengetahui hubungan yang paling dominan terhadap

kejadian campak dimana variabel yang yang masuk dalam analisis multivariat ini

adalah variabel dengan nilai P< 0,25 diantaranya adalah: Riwayat asi eksklusif,

imunisasi dasar lengkap dan kontak dengan penderita campak dapat dilihat pada

tabel di bawah ini:

Tabel 5.17 Variabel yang berhubungan dengan kejadian campak pada balita

dengan menggunakan analisis regresi logistik

No Variabel Nilai

B

aOR 95% CI P Keterangan

1 Asi

Eksklusif 1.047 2.848 0.843- 9.625 .092

Signifikan

2 Imunisasi

Dasar

Lengkap

1.366 3.920 1.132-13.582 .031

Signifikan

3 Kontak

Lansung 1.440 4.220 1.244-14.315 .021

Signifikan

Konstanta

-1.830

Sumber : Hasil Olah Data Penelitian, 2018

Page 101: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

84

Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa setelah dianalisis

menggunakan multivariat denganmetode Backward LRdidapatkan hasil bahwa

faktor risiko yang palingberpengaruh terhadap penyakit campak adalah:

1. Balita yang tidak mendapatkan asi eksklusif memiliki risiko 2.848 kali

lebih besar untuk mengalami penyakit campak dibanding dengan balita

yang mendapatkan asi eksklusif dimana nilai p value 0,092 maka Ho

ditolak sehingga ada hubungan signifikanterhadap kejadian campak pada

balita dengan nilai (95% CI=0.843- 9.625).

2. Balita dengan status imunisasi yang tidak lengkap memiliki risiko 3,920

kali lebih besar untuk mengalami penyakit campak dibanding dengan

balitadengan status imunisasi lengkap dimana nilai pvalue0,031 maka Ho

ditolak sehingga ada hubungan yang sangat signifikanterhadap kejadian

campak pada balitadengan nilai (95% CI=1.132-13.582).

3. Balita yang ada riwayat kontak dengan penderita campak memiliki risiko

4.220 kali lebih besar untuk mengalami penyakit campak dibanding

dengan balita yang tidak melakukan kontak dengan penderita campak

dimana nilai pvalue 0,021 maka Ho ditolak sehingga ada hubungan

signifikanterhadap kejadian campak pada balita dengan nilai (95%

CI=1.244-14.315).

Page 102: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

85

5.4 Pembahasan

5.4.1. Faktor-Faktor yang Berhubungandengan Kejadian Campak pada

Balita

Berdasarkan analisis multivariat, variabel yang terbukti merupakan faktor

risiko terhadap kejadian campak pada balita adalah riwayat asi eksklusif, status

imunisasi, dan kontak lansung dengan penderita campak.

Penyakit campak merupakan salah satu penyakit PD3I yang disebabkan

oleh Morbilivirus yang ditandai dengan gejala munculnya demam, bercak

kemerahan, batuk, pilek, mata merah (conjunctivitis) yang kemudian

menimbulkan ruam di seluruh tubuh dimana sering terjadi pada anak-anak.

Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasii oleh sekret

orang yang telah terinfeksi. Campak merupakan penyakit menular yang sering

menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB).(Dinkes Jatim, 2016).

A. Status Imunisasi

Imunisasi adalah proses pembentukan imun tubuh manusia untuk

mencegah dan melindungi tubuh dari ancaman kerusakan, terutama oleh

penyakit infeksi. Imun diartikan sebagai kekebalan tubuh seseorang untuk

melawan serangan bibit penyakit tertentu. Imunitas berfungsi baik atau

menurun. Salah satu metode yang digunakan untuk menigkatkan kekebalan

tubuh seseorang yaitu dengan memberikan vaksin. (Rusli dan Primo, 2015).

Menurut Fatwa MUI (2016), menyatakan bahwa imunisasi pada

dasarnyadibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan

kekebalan tubuhdan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu, vaksin

Page 103: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

86

untuk imunisasi wajibmenggunakan vaksin yang halal dan suci, penggunaan

vaksin imunisasi yangberbahan haram/ najis hukumnya haram, imunisasi

dengan vaksin yang haramtidak diperbolehkan (kecuali digunakan pada

kondisi darurat, belum tentuditemukan bahan vaksin yang halal dan suci dan

adanya keterangan tenaga medisyang kompeten dan dipercaya bahwa tidak

ada vaksin yang halal), jika seseorangyang tidak diimunisasi akan

menyebabkan kematian, penyakit berat ataukecacatan permanen yang

mengancam jiwa, berdasarkan pertimbangan ahli yangkompeten dan

dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib dan imunisasi tidakboleh

dilakukan jika berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan

dipercayadapat menimbulkan dampak yang membahayakan.

Imunisasi dapat dilakukan jikadalam keadaan darurat seperti pencegahan

penyakit campak yang paling efektif,karena penyakit campak bisa

membahayakan jika terjadi komplikasi denganpenyakit lain seperti

pneumonia.Kegagalan vaksin primer biasanyadisebabkan adanya sisa-sisa

antibodi maternal pada saat imunisasi dilakukan,kerusakan vaksin (Setiawan,

2008).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh hadinegoro

(2011) yang menyatakan bahwaimunisasi campak merupakan cara

untukmeningkatkan kekebalan seseorang terhadap penyakit campak.

Imunisasi campakjuga merupakan bentuk pencegahan terhadap penyakit

campak yang efektif,praktis, dan relatif murah jika dibandingkan dengan

biaya pengobatan penyakit.Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit

Page 104: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

87

campak, sehingga perludilakukan imunisasi untuk mencegah penyakit

campak (Seto, 2012).

MenurutAchmadi (2006), tujuan imunisasi campak untuk mengurangi

jumlah penderitacampak supaya angka kejadian dan kematian diturunkan

secara bertahap setiaptahunnya.Status imunisasi campak pada balita untuk

kelompok kasus sebanyak 43balita terdapat 17 balita (39,5%) sudah melakukan

imunisasi campak, sedangkanpada kelompok kontrol dari 43 balita terdapat 32

balita (74,4%). Sehingga darikelompok kasus yang sudah melakukan imunisasi

lebih sedikit dibandingkan yangtidak melakukan imunisasi.

Pada hasil uji Chi Squere menunjukkan bahwabalita dengan status

imunisasi tidak lengkap di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo memiliki resiko mengalami

penyakit campak sebesar 4,92 kali dibandingkan dengan balita dengan status

imunisasi dasar lengkap. Ada hubungan antara status imunisasi dengan

kejadian campak pada balita karena nilai p = 0,009< 0,05. Sedangkan pada uji

regresi logistik adanya hubungan yang signifikan antarastatus imunisasi dasar

lengkap dengan kejadian campak pada balita (nilai p= 0,031<0,05). Nilai OR=

3,920(95% CI=1.132-13.582). sehingga dapat diartikan balita dengan status

imunisasi tidak lengkap memiliki risiko 3,920 kali lebih tinggiberisiko terkena

campak dibandingkan dengan balita dengan imunisasi dasar lengkap.

Faktor imunisasi menjadi salah satu penyebab terjadinya campak pada

balita, karena ibu balita kebanyakan mengeluh jika saat pemberian imunisasi

tidak sesuai jadwal pemberian dikarenakan pada waktu imunisasi anaknya

Page 105: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

88

sakit sehingga pemberian imunisasi harus ditunda. Dalam penelitian ini

proporsi status imunisasi balita dalam kategori tidak lengkap sebanyak 60,0%,

sedangkan sebanyak 23,3% yang tidak mengalami campak, balita yang tidak

mengalami campak pada kelompok kontrol disebabkan karena ibu balita

memberikan asi eksklusif. Dalam penelitian ini campak yang dialami oleh

balita disebabkan karena pemberian imunisasi tidak diberikan secara lengkap,

hal inilah yang menjadi salah satu faktor penularan campak karena kurangnya

kekebalan tambahan.

B. Riwayat Asi Eksklusif

ASI merupakan makanan bayi usia 0-6 bulan yang mengandung antibodi

terhadap berbagai jenis virus, dan telah terbuk bahwa ASI menghambat

pertumbuhan virus. Kolostrum mampu menetralisasi Respiratory Syncytial

Virus (RSV). ASI memberikan perlindungan pada bayi melalui bebrapa

mekanisme, antara lain memperbaiki mikroorganisme nonpatogen,

mengurangi mikroorganisme patogen saluran cerna, merangkang

perkembangan barier mukosa saluran cerna dan napas, faktor spesifik (IgA

sekretori, sel kekebalan) dan sebagai perangsang kekebalan. Infeksi yang

terjadi setelah persalinan melalui orang yang merawatnya (misalnya orangtua,

saudara, pengunjung, petugas kesehatan) atau lingkungan (alat kedokteran,

muntahan). Paparan pada bayi umumnya terjadi sebelum penyakit pada ibu

terdiagnosis (misalnya campak) atau sebelum ibu tampak sakit (cacar air,

hepatitis). Oleh karena itu, menghentikan ASI tidak akan mencegah infeksi

Page 106: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

89

pada bayi, bahkan akan mengurangi efek ASI untuk membatasi penyakit pada

bayi (IDAI, 2016).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Proverawati dan

Rahmayanti(2012), menyatakan bahwa ASI diberikan pada bayi usia hingga 6

bulan selain untuk bahan makananbayi namun juga berfungsi untuk

melindungi penyakit infeksi terutama campak.Sebanyak 44,1% kelompok

kasus tidak diberi ASI dan ASI, sehingga dapat menyebabkan kejadian

campak. Pada penelitian ini pemberian ASI eksklusif merupakan faktor risiko

kejadian campak. Sebagian balita pada kelompok kasus ibu balita yang tidak

memberikan anaknyaasi eksklusif dari usia 0-6 bulan memiliki alasan bahwa

pekerjaan menjadi salah satu kendala dalam menyusui.

Hasil yang diperoleh menggunakan uji Chi Squere yaitu, prosentase

balitatidak diberikan asi eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo

Utara Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo pada kelompok kasus

sebanyak 66,7%, lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya sebesar

30,0%.Balita yang tidak asi eksklusif memiliki resiko mengalami penyakit

campak sebesar 4,66 kali dibandingkan dengan balita yang asi eksklusif.

Tidak ada hubungan antara riwayat pemberian asi eksklusif dengan kejadian

campak pada balita karena nilai p = 0,010> 0,05. Sedangkan hasil uji regresi

logistik, balita yang tidak mendapatkan asi eksklusif memiliki risiko 2.848

kali lebih besar untuk mengalami penyakit campak dibanding dengan balita

yang mendapatkan asi eksklusif dimana nilai p value 0,092 maka Ho ditolak

Page 107: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

90

sehingga ada hubungan signifikanterhadap kejadian campak pada balita

dengan nilai (95% CI=.843- 9.625).

Faktor pemberian ASI eksklusif menjadi salah satu penyebab terjadinya

campak pada balita, Proporsi balita yang tidak ASI eksklusif dan tidak

menderita campak sebanyak 30,33%, dan sebanyak 66,7% yang mengalami

campak. Pekerjaan orang tua menjadi salah satu alasan ibu balita untuk tidak

memberikan ASI pada anakanya. Dalam penelitian ini proporsi pekerjaan

orang tua berdasarkan status pekerjaan wiraswasta sebanyak 40,0%. Dalam

penelitian ini campak yang didertita balita di sebabkan karena kurangnya

konsumsi asi eksklusif sehingga menyebabkan lemahnya imunitas pada anak

dan mudah terserang penyakit. Balita yang tidak asi eksklusif dan tidak

mengalami campak disebabkan karena mendapatkan imunisasi dan

mengkonsumsi vitamin A.

C.Riwayat Kontak Lansung

Riwayat kontak lansung merupakan kejadian dimana penderita pernah

terpaparlangsung dengan penderita campak lain (Setiawan, 2010). Penderita

bisa tertularmelalui udara dengan penyebaran droplet dari orang-orang yang

terinfeksi dankontak langsung (Chin, 2006). Penularan campak sangat cepat

apalagi seseorangyang tidak memiliki kekebalan (Irianto, 2014).

Menurut penelitian yang diakukan oleh Mujiati (2015) menyatakan

bahwa balita yang terkena campak lebihbanyak pada balita yang ada riwayat

kontak (79,1%). Sebagian besar balitaterkena campak disebabkan karena

tertular teman bermainnya di sekolah. Hal inidisebabkan karena kebanyakan

Page 108: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

91

orang tua balita belum mengetahui gejala awaldari penyakit campak sehingga

masih banyak anak bersekolah diawal gejalacampak seperti suhu badan

meningkat, batuk, pilek dikira sakit demam biasa.Sebagian juga ada yang

tertular teman tetangganya bahkan penderita campak yangtinggal serumah

namun hanya sedikit dibandingkan di sekolah. Hal inimenunjukkan bahwa

saat berada di sekolah atau di rumah anak mereka tanpasengaja kontak

dengan penderita campak.

Hasil penelitian Mujiati (2015) menunjukkan adanya hubungan antara

kepadatan hunian dengan kejadian campak. Kepadatan hunian merupakan

persemaian subur bagi virus. Virus campak sangat mudah menular,

lingkunganmerupakan salah satu faktor penularan penyakit campak. Kondisi

rumah yangditempati oleh banyak penghuni atau dengan kepadatan tinggi

akan lebih mudahmemudahkan terjadinya penularan virus campak. Penderita

campak dapat tertularoleh penderita yang tinggal serumah. Apalagi yang

rumahnya berpenghuni padat,anaknya bisa tertular campak dengan cepat.Ibu

balita pada kelompok kasus sebagian besar memiliki pekerjaan

sebagaiswasta. Ibu balita yang bekerja sebagai swasta kurang memperhatikan

aktivitasanaknya ketika di rumah, sehingga tidak mengetahui apakah anaknya

bermainatau bergaul dengan temannya yang menderita campak. Mayoritas

ibu balita yangtidak bekerja juga cukup banyak (37,2%). Hal tersebut bisa

terjadi karena ibubalita yang tidak bekerja memiliki informasi yang kurang

tentang penularancampak.

Page 109: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

92

Menurut penelitian Hizka (2015) pekerjaan ibu kebanyakan bekerja

sebagai ibu rumah tangga/tidak bekerja sehingga kemungkinan ibu memiliki

ruang lingkup yang terbatas karena hanya pada lingkungan rumah saja. Hal

inimenyebabkan ibu memiliki informasi yang didapatkan kurang dan

dapatmeningkatkan risiko terjadinya campak pada bayi dan balita.Balita pada

kelompok kasus yang ada riwayat kontak disebabkan karenapernah

bermain/bergaul dengan penderita campak lain. Ibu balita

kurangmemperhatikan anaknya bermain/bergaul dengan penderita campak

lain.

Penderita kebanyakan tertular oleh teman sekolah/teman tetangganya

bahkan adayang kontak dengan penderita campak yang tinggal serumahnya.

Hal inimenunjukkan bahwa saat berada di sekolah atau di rumah anak mereka

tanpasengaja kontak dengan penderita campak. Sedangkan pada kelompok

kasus yangtidak ada riwayat kontak bisa disebabkan karena tidak

mendapatkan imunisasimaupun ASI eksklusif.

Hasil uji Chi Squere menunjukkan prosentase balitadengan status ada

kontak lansung dengan penderita campak di Wilayah Kerja Puskesmas

Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo dalam penelitian

ini dengan menggunakan uji Chi Squere yaitu pada kelompok kasus sebanyak

73,3%, lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya sebesar 33,3%. Balita

yang dengan status kontak lansung dengan penderita campak memiliki resiko

mengalami penyakit campak sebesar 5,50 kali dibandingkan dengan balita

yang tidak ada kontak dengan penderita campak. Ada hubungan antara kontak

Page 110: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

93

lansung dengan kejadian campak pada balita karena nilai p =

0,004<0,05.Sedangkan padahasil uji regresi logistikdidapatkan balita yang

ada riwayat kontak dengan penderita campak memiliki risiko 4.220 kali lebih

besar untuk mengalami penyakit campak dibanding dengan balita yang tidak

melakukan kontak dengan penderita campak dimana nilai p value 0,021

maka Ho ditolak sehingga ada hubungan signifikanterhadap kejadian campak

pada balita dengan nilai (95% CI=1.244-14.315).

Berdasarkan Hasil wawancara, rata-rataibu baita mengatakan bahwa

anak mereka tertular dari temannya atau orang tua mereka sendiri.Hal ini

menunjukkan bahwa saat bermain atau di rumah mereka tanpasengaja

menghirup udara yang telah terkontaminasi virus campak serta kontakdengan

anak yang telah terinfeksi penyakit campak. Proporsi balita yang mengalami

kontak lansung dan menderita campak sebanyak 73,3%, dan 33,3%

diantaranya tidak mengalami campak, hal ini disebabkan karena balita

mengkonsumsi asi eksklusif serta memiliki kekebalan tambahan yaitu

vaksinasi lengkap. Dalam penelitian ini penularan campak melalui udara

menimbulkan reaksi yang menimbulkan gejala klinis campak.

5.4.2 Faktor-Faktor yang Tidak Berhubungan Dengan Kejadian Campak

Pada Balita

Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan kejadian campak pada

balita umur saat imunisasi campak dan pemberian vitamin A

A. Umur Saat Imunisasi Campak

Page 111: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

94

Pemberian imunisasi campak pada bayi ≤6 bulan sering gagal dalam

membentuk kekebalan tubuh, hal ini dikarenakan bayi masih memiliki

antibodi maternal yang didapatkan dari ibunya yang diperoleh sejak dalam

kandungan. Adanya antibodi maternal pada tubuh bayi mengakibatkan vaksin

tidak mampu menimbulkan respon imun pada tubuh bayi sebagai akibat

vaksin bereaksi terlebih dahulu dengan antibodi maternal. Imunisasi campak

di sarankan pada usia yang sudah ditetapkan menurut pelaksana program

imunisasi di Indonesia (Setiawan, dkk., 2008). Pemberian imunisasi campak

pada bayi sesuai dengan jadwal imunisasi yaitu berusia 9 bulan akan

meberikan perlindungan >85%.

Menurut Timmreck(2003), seseorang yang memiliki tingkat

pengetahuan yang tinggi akanberorientasi pada tindakan preventif. Ibu balita

yang telah berpendidikan tinggisebaiknya telah memahami pentingnya

imunisasi campak pada balitanya.Balita yang sudah diimunisasi campak masih

ada yang terkena campak halini disebabkan karena vaksin efikasi campak

pada balita yang mendapatkanvaksin usia 9 bulan sebesar 85%.

Menurut penelitian khotimah (2008) dengan judul hubungan antara

usia dengan kejadian campak balita yang menyebutkan bahwa tidak terdapat

adanya hubungan antara usia dengan kejadian campak pada balita.

Pemberian imunisasi diberikan karena orang tua rutin membawa anaknya

melakukan imunisasi sesuai usia balita.

Dari persamaan hasil penelitian ini, pada balita yang melakukan

imunisasi >9 bulan maupun <9 bulan bukan menjadi faktor risiko karena

Page 112: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

95

ketersediaan pelayanan kesehatan yang dekat dengan pustu dan jadwal

imunisasi rutin dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh tenaga

kesehatan, selain itu jarak rumah menuju ke pelayanan kesehatan sangat mudah

diakses bagi orang tua balita.

Hasil penelitian ini menyatakan berdasarkan analisis bivariat proporsi

balita yang melakukan vaksinasi campak >9 bulan sebanyak 23 orang

(76,7%), sebanyak 14 orang (46,7%) yang mengalami campak, dan sebanyak

9 orang (30,0%) yang tidak campak. Tidak ada hubungan umur pemberian

imunisasi campak dengan kejadian campak pada balita karena nilai p = 0,288>

0,05. Faktor tersebut bukan merupakan faktor risiko kejadian campak pada

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo

Kabupaten Ponorogo.

Proporsi balita yang melakukan imunisasi <9 bulan sebanyak 37 orang

(61,7%), sebanyak 14 orang (46,7%) yang mengalami campak, dan sebanyak

9 orang (15,5%) yang tidak campak. Faktor tersebut bukan merupakan faktor

risiko kejadian campak pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo

Utara Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo.

B. Vitamin A

Vitamin A adalah zat gizi penting yang larut dalam lemak,

disimpandalam hati, dan tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus

dipenuhi dariluar tubuh. Pemberian suplemen kapsul Vitamin A pada anak 6

bulan sampai dengan 4 tahun bertujuan untuk menanggulangi kekurangan

Vitamin A (KVA)yaitu suatu kondisi dimana simpanan Vitamin A berkurang

Page 113: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

96

di dalam tubuh akanberdampak pada kelainan mata dan menjadi penyabab

utama kebutaan pada anak(Kemenkes RI, 2014). Defisiensi adalah penyebab

utama kematian dan kesakitandi negara berkembang, berbagai penelitian

membuktikan bahwa vitamin Amempunyai efek terhadap peningkatan fungsi

imunitas dan humoral.

Vitamin Adapat juga sebagai ajuan dengan jalan merusak lisosom yang

dapat merangsangpembelahan sel pada Vitamin A saat antigen berada dalam

sel. Ajuan adalahsuatu zat yang dapat merespon imun terhadap imunogen

(Munasir, 2000). Anakyang menderita kekurangan Vitamin A mudah sekali

terserang penyakit infeksipernapasan akut, cacar air diare, dan campak.

Penyakit campak mengurangikonsentrasi serum Vitamin A juga pada anak

dengan gizi baik. Virus campak jugamerusak jaringan epitel seluruh tubuh.

Penelitian di Indonesia menunjukkanbahwa penyakit campak merupakan faktor

risiko yang menyebabkan defisiensiVitamin A (Budi, 2012).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh ardiyanto

(2016) menyatakan bahwa pemberian vitamin A pada anak diberikan secara

rutin pada bulan februari dan bulan agustus oleh petugas kesehatan setempat

sehingga tidak ada hubungan antara Vitamin A dengan penyakit campak,

sehingga vitamin A bukan menjadi faktor risiko yang menyebabkan terjadinya

penyakit campak.

Hasil uji Chi Squere menunjukkan prosentase balita yang tidak

diberikan vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan

Ponorogo, Kabupaten Ponorogo pada kelompok kasus sebanyak 30,0%, lebih

Page 114: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

97

besar dari kelompok kontrol yang hanya sebesar 70,0%. Balita dengan status

tidak diberikan vitamin A memiliki resiko mengalami penyakit campak sebesar

0,278 kali dibandingkan dengan balita yang diberikan vitamin A. Tidak ada

hubungan antara status pemberian vitamin A dengan kejadian campak pada

balita karena nilai p = 0,210> 0,05.

Dalam penelitian ini adalah, pemberian vitamin A diberikan secara

rutin menurut jadwal yang ditentukan. Orang tua balita dalam memberikan

vitamin A memiliki keyakinan bahwa pemberikan kapsul vitamin A dapat

melindungi kesehatan mata dan mencegah terjadinya buta senja pada anak.

Proporsi balita yang mengkonsumsi kapsul vitamin A sebanyak 47

orang (78,7%), sebanyak 9 orang (30,0%) yang mengalami campak, dan

sebanyak 4 orang (13,3%) yang tidak campak. Faktor tersebut bukan

merupakan faktor risiko kejadian campak pada balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo.

Page 115: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

98

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Balita yang menderita campak sebanyak 50,0%.

2. Karakteristik balita yang menderita campakpada kelompok kasus sebanyak

30 (50,0 %), sedangkan yang tidak campak pada kelompok

kontrolsebanyak 30 (50,0%).

3. Tidak ada hubungan antara umur saat imunisasi campak dengan kejadian

penyakit campak pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara

Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogokarena nilai p >0,05 yaitu 0,288

dengan nilai OR 2,04 .

4. Ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian penyakit campak

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan

Ponorogo Kabupaten Ponorogokarena nilai p <0,05 yaitu p =0,009 dengan

nilai OR 4,92.

5. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian penyakit

campak di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo

Kabupaten Ponorogokarena nilai p <0,05 yaitup = 0,010 dengan nilai OR

4,66.

6. Tidak ada hubungan antara pemberian Vitamin A dengan kejadian penyakit

campak di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo

Kabupaten Ponorogokarena nilai p >0,05 yaitup = 0,210 dengan nilai OR

Page 116: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

99

2,00

7. Ada hubungan antara kontak dengan penderita dengan kejadian penyakit

campak di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara Kecamatan Ponorogo

Kabupaten Ponorogokarena nilai p <0,05 yaitu0,001 dengan nilai OR 5,50.

Faktor risiko yang paling dominan dengan kejadian penyakit campak

adalahkontak dengan penderita karena nilai p<0,05 yaitu 0,004).

6.2 Saran

Berdasarkan pembahasan diatas maka saran yang dapat diberikan

adalah sebagai berikut:

1. Bagi Institus Pelayanan Kesehatan Kabupaten Ponorogo untuk

meningkatkan respon kewaspadaan pada kelurahan/desa risiko tinggi

kasus campak dengan meningkatkan cakupan imunisasi campak di seluruh

kelurahan yang ada di kabupaten ponorogo serta melakukan penyuluhan

mengenai pentingnya imunisasi campak.

2. Bagi masyarakat yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Ponorogo Utara

a. Bagi ibu balita yang bekerja, pemberian asi eksklusif bisa dilakukan

dengan cara memompa asi kemudian menyimpan susu di dalam

lemari pendingin.

b. Melakukan pengobatan segera mungkin jika balitanyamengalami

gejala-gejala khas penyakit campak dan diharapkan untuk melakukan

isolasi sementara terhadap anak untuk tidak masuksekolah dalam

keadaan sakit walaupun itu hanya demam biasa. Haltersebut

dikarenakan demam bisa merupakan gejala campak.

Page 117: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

100

c. Mengurangi kontak dengan penderita campak sangat baik untuk

mencegah penularan. Segera rujuk anggota keluarga, tetangga yang

diketahui memiliki gejala campak ke pelayanan kesehatan terdekat

3. Bagi Peneliti selanjutnya Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara

mendalam tentang variabel-variabel lain yang kemungkinan berkaitan

dengan gambaran epidemiologi kasus campak.

Page 118: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

101

DAFTAR PUSTAKA

Andareto, Obi. 2015. Penyakit Menular di Sekitar Anda Begitu Mudah Menular

dan Berbahaya, Kenali, Hindari dan Jauhi. Jangan Sampai Tertular. Jakarta:

Pustaka Ilmu Semesta

Andriani, Linda. (2017)Hubungan Karakteristik Balita, Umur Saat Imunisasi

Campak, Riwayat Asi Eksklusif Terhadap Campak Klinis. [Jurnal Kesehatan].

Surabaya:Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Airlangga Surabaya.

Arfiyanti, Aniek. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Cakupan

Imunisasi Campak Di Kabupaten Tegal. Semarang: Universitas Negeri

Semarang. Tersedia dalam httplib.unnes.ac.id212214238.pdf [diakses 27 Feb

2018]

Budi. 2011. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Campak Pada

Peristiwa Kejadian Luar Biasa Campak Anak (0-59 Bulan) di Kota

Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2011, Banjarmasin: Tesis

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tersedia dalam

http://schrolar.unand.ac.id pdf [diakses 09 April 2018]

Dahlan, Sopiyudin. 2014. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Deskriptif,

Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS. Jatinagor:

Alqaprint

Departemen Kesehatan. 2015. Kuesioner Pemantauan Status Gizi. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo. 2016. Profil Kesehatan Tahun 2016.

Ponorogo : DKK Ponorogo.

Fajar, Tri Waluyanti. 2009. Analisis Faktor Kepatuhan Imunisasi Di Kota Depok.

Jakarta: Universitas indonesia. Tersedia dalam httpsrusmanefendi.files.-

analisis-faktor-kepatuhan-imunisasi.pdf [diakses 27 Feb 2018]

Hadinegoro, SR. 2011. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta : Ikatan Dokter

Anak Indonesia.

Irianto, Koes. 2014. Bakteriologi, Mikologi dan Virologi Panduan Medis &

Klinis. Bandung: Alfabeta

Irianto, Koes. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidan Menular Panduan

Klinis. Bandung: Alfabeta

Jauhari, ahmad. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Karbohidrat Protein Lemak

Vitamin. Yogyakarta: Penerbit jaya ilmu

Page 119: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

102

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Profil Kesehatan Tahun 2016. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI.

Khotimah, H. 2008. Hubungan Status Gizi Dan Imunisasi Dengan Kejadian

Campak Pada Balita. Jurnal Obstretika Scientia. ISSN 2337-6120: 23-32.

Lironika, Arinda. 2014. Hubungan Sinergistik Gizi Dan Vitamin A Terhadap

Infeksi Campak. Surabaya: Universitas Airlangga Surabaya. Tersedia dalam

httpswww.academia.edu11913718Hubungan_Sinergistik_Gizi_Dan_Vitamin

_A_Terhadap_Infeksi_Campak [diakses 27 Feb 2018]

Maria Ulfah, Bethy S. Hernowo, Farid Husin, Kusnandi Rusmil, Meita

Dhamayanti, Johanes C. Mose . (2015). Faktor-faktor yang Berhubungan

dengan Kejadian Penyakit Campak pada Balita di Kecamatan Bekasi Timur

Kota Bekasi, Padjajaran: Journal Universitas Padjajaran

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Puskesmas Ponorogo Utara. 2017. Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Ponorogo

Utara Kabupaten Ponorogo

Puskesmas Ponorogo Utara. 2016. Rencana Usulan Kegiatan Progam Gizi

(RUK)UPTD Puskesmas Ponorogo Utara Kabupaten Ponorogo

Rusli, Sukiman. dan Primo. 2015. Imunisasi Sunnatullah Aplikasi Ilmu

Kedokteran Pencegahan Untuk Meraih Sehat Wal Afiat. Jakarta Selatan:

AMP Press Imprint Al-Mawardi Prima

Saryono, dan Anggraeni. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

Dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Setyaningrum. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Campak

Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.

[Skripsi Ilmiah]. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Surakarta

Stevana, Bong. 2013. Pengaruh Reaksi Imunisasi Campak Terhadap Sikap Dan

Perilaku Ibu Dalam Pelaksanaan Imunisasi Campak Di Kota Semarang.

Semarang: Universitas Diponegoro. Tersedia dalam

httpeprints.undip.ac.id437413Bong_Stevana_DE_G2A009108_BAB_II_KTI

_(3).pdf [diakses 27 Feb 2018]

Ummal, Banin, (2010). Pengetahuan dan Sikap Ibu Yang Melahirkan Tentang

Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Badrul

Aini Medan Tahun 2010, Medan: Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU. Tersedia dalamhttps://www.researchgate.net/publication/50276755 pdf

[diakses 26 Maret 2018]

Page 120: SKRIPSI FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT …repository.stikes-bhm.ac.id › 34 › 1 › 4.pdf · kematian pada 2012, sedangkanpada tahun 2013 kematian akibat penyakit

103

World Health Organization. 2016. Health Topics. Measles. Diakses pada 24

Agustus 2016. http://www.who.int/topics/measles/en/

Yanti TB. 2015. Hubungan Pemberian Vitamin A dan Umur Saat Pemberian

Imunisasi Campak dengan Kejadian Campak Pada Bayi dan Balita di

Kabupaten Bantul Tahun 2013-2014. [Skripsi Ilmiah]. Yogyakarta:

STIKES Aisyiyah Yogyakarta.