Acara III
KECAP IKAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh :
Nama : Eunike Lana Bangun
NIM : 13.70.0128
Kelompok : E3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, kain saring, blender, toples,
panci, kompor, kain saring, pengaduk, dan timbangan analitik.
1.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan untuk praktikum ini antara lain, tulang dan kepala ikan
bawal, enzim papain komersial, garam, gula kelapa dan bawang putih.
1.2. Metode
2
Tulang dan kepala ikan bawal dihancurkan dan disiapkan 50 gram.
Dimasukkan ke dalam toples.
Ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8% dan 1%.
Toples ditutup rapat dan dilakban.
Diinkubasi (fermentasi) pada suhu ruang selama 4 hari.
3
Hasil fermentasi disaring
Filtrat direbus 30 menit, setelah mendidih ditambah bumbu-bumbu yang sudah
dihaluskan (50 gram bawang putih, 50 gram garam, 1 butir gula kelapa).
Setelah direbus 30 menit dan agak dingin, dilakukan penyaringan kedua.
Dilakukan pengamatan sensoris meliputi warna, rasa, penampakan dan aroma, serta
pengamatan salinitas menggunakan refraktometer.
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan kecap ikan dengan penambahan enzim papain dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. Kecap Ikan dengan Penambahan Enzim Papain
Kel. Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas (%)E1 Enzim papain 0,2% +++ ++++ ++++ ++ 5,0E2 Enzim papain 0,4% ++++ +++++ +++ +++ 9,0E3 Enzim papain 0,6% +++ +++++ ++++ ++ 5,5E4 Enzim papain 0,8% ++++ ++++ +++ ++ 5,5E5 Enzim papain 1% +++ +++++ +++ ++ 6,0
Keterangan:Warna : Aroma : + : tidak coklat gelap + : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap ++ : kurang tajam+++ : agak coklat gelap +++ : agak tajam++++ : coklat gelap ++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat tajamRasa : Penampakan :+ : sangat tidak asin + : sangat cair++ : kurang asin ++ : cair+++ : agak asin +++ : agak kental++++ : asin ++++ : kental+++++ : sangat asin +++++ : sangat kental
Berdasarkan data tabel hasil pengamatan didapati bahwa setiap kelompok diberikan
perlakuan yang berbeda-beda. Untuk kelompok E1 diberikan perlakuan dengan enzim
papain 0,2%, kelompok E2 diberi perlakuan dengan enzim papain 0,4%, kelompok E3
diberi perlakuan dengan enzim papain 0,6%, kelompok E4 diberi perlakuan dengan
enzim papain 0, 8%, dan kelompok E5 diberi perlakuan dengan enzim papain 1%. Untuk hasil
sensori dari segi warna, warna kecap ikan pada kelompok E1, E3, dan E5 adalah agak
coklat gelap sedangkan untuk kelompok E2 dan E4 warnanya adalah coklat gelap. Untuk
hasil sensori dari segi rasa, rasa kecap ikan pada kelompok E1 dan E4 adalah asin, sedangkan
kelompok E2, E3, dan E5 memiliki rasa kecap asin yang sangat asin. Untuk hasil sensori dari
segi araoma, kelompok E1 dan E3 memiliki aroma tajam, sedangkan kelompok E2, E4, dan E5
memiliki aroma yang agak tajam. Lalu untuk hasil sensori dari segi penampakan yaitu untuk
kelompok E1, E3, E4, dan E5 memiliki penampakan cair sedangkan kelompok E2 agak kental.
Lalu untuk nilai salinitas, yang tertinggi adalah kelompok E2 yaitu 9% dan yang terendah
adalah kelompok E1 yaitu 5%.
4
3. PEMBAHASAN
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi, mudah
didapat dan harganya murah. Namun ikan mudah mengalami pembusukan. Pengolahan
ikan bermanfaat untuk memperbaiki bau, cita rasa, penampakan dan tekstur serta
memperpanjang umur simpan. Namun tidak semua bagian tubuh ikan dapat dimakan.
Umumnya bagian yang dapat dimakan hanya sekitar 70%. Bagian kepala, ekor, sirip
dan isi perut dibuang atau diolah menjadi produk lain (Irawan, 1995). Untuk
mengurangi limbah, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah mengolahnya kembali.
Bagian kepala, ekor, sirip, dan sisik ikan yang sudah dibersihkan bisa diolah menjadi
beberapa bahan makanan lain seperti miso dan kecap ikan (Giri et al., 2012).
Kecap ikan memiliki rasa yang agak asin, berwarna kekuningan sampai coklat muda
dan banyak mengandung nitrogen. Kualitas kecap ikan sangat ditentukan oleh jumlah
garam yang digunakan dan lamanya proses fermentasi (Afrianto & Liviawaty, 1989).
Kecap ikan yang mutunya baik diperoleh bila menggunakan bahan mentah yang masih
segar, garam yang bermutu, sanitasi yang baik, serta pengemasan yang menarik
(Moeljanto, 1992). Kecap ikan dibuat dari mencampur garam pada bagian-bagian tubuh
ikan yang tidak dimakan, kemudian difermentasi pada suhu 30-40oC pada waktu
tertentu (Khairi et al., 2014). Pada saat sebelum di fermentasi, ikan diberi tambahan
enzim protease seperti enzim bromelin dan enzim papain (Himonides, et al., 2011)
Pada praktikum kali ini untuk membuat kecap ikan mula-mula ikan dibersihkan. Lalu
bagian kepala, tulang, ekor, sisik, and siripnya diambil. Setelah itu kepala, tulang, sisik,
sirip dan ekor ikan dihancurkan dan disiapkan sebanyak 50 gram. Kemudian
dimasukkan ke dalam wadah untuk fermentasi berisi 250 ml air. Penempatan dalam
wadah tertutup berfungsi untuk menciptakan kondisi anaerob sehingga proses
fermentasi berjalan lebih cepat serta mencegah adanya kontaminan yang masuk. Proses
penghalusan tulang, sirip dan ekor ikan berfungsi untuk mempermudah proses
pencampuran dengan bahan lain sehingga terbentuk adonan yang homogen (Lay, 1994).
Selain itu tujuan penghancuran adalah untuk meningkatkan efektivitas ekstraksi karena
kerusakan sel akan memudahkan keluarnya senyawa flavor (Saleh et al., 1996).
5
6
Penghancuran juga menyebabkan permukaan bahan menjadi semakin luas sehingga
kemampuan melepas komponen flavor semakin besar.
Lalu ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0,2% untuk kelompok E1, 0,4%
untuk kelompok E2, 0,6% untuk kelompok E3, 0,8% untuk kelompok E4, dan 1% untuk
kelompok E5 lalu diinkubasi selama 4 hari. Enzim papain merupakan enzim protease
yang berfungsi untuk memecah protein dan lemak ikan menjadi komponen yang lebih
sederhana (Winarno, 1995). Proses pembuatan kecap ikan dengan cara penambahan
enzim papain memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah waktu
fermentasi yang lebih cepat dengan kandungan protein yang lebih tinggi. Penambahan
enzim papain berfungsi mempercepat penguraian protein sehingga pembuatan kecap
ikan dapat dipersingkat (Afrianto & Liviawaty, 1989). Kekurangan pembuatan kecap
ikan menggunakan enzim adalah mutu yang dihasilkan tidak sebagus mutu kecap ikan
yang dibuat secara tradisional. Aktivitas enzim yang digunakan dalam proses fermentasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu daya memecahkan molekul protein yang dimiliki
protease dapat berlangsung kalau pH, suhu, kemurnian dan konsentrasi protease berada
pada kondisi yang tepat (Sjaifullah, 1996).
Setelah 4 hari, hasil fermentasi disaring kemudian filtrat direbus sampai mendidih
selama 15 menit. Proses penyaringan dengan kain saring berfungsi untuk memisahkan
filtrate dengan ampas limbah ikan. Perebusan larutan tadi dilakukan agar larutan dapat
mengental karena adanya proses evaporasi (Fellows, 1990). Perebusan juga bertujuan
untuk membunuh mikroorganisme pada saat proses fermentasi dan penyaringan, untuk
melarutkan gula jawa serta meningkatkan cita rasa. Perebusan juga dapat lebih
mengaktifkan enzim protease karena enzim protease aktif pada suhu 50-70oC selama
proses pemasakan. Selama perebusan sambil dimasukkan bumbu-bumbu yang telah
dihaluskan yang terdiri dari 50 gram bawang putih, 50 gram garam, dan 50 gram gula
merah. Bumbu yang digunakan adalah bawang putih, garam dan gula jawa. Bumbu
yang digunakan berperan untuk menambah aroma dan cita rasa produk (Fachruddin,
1997). Penambahan garam berfungsi untuk memberi rasa asin, efek pengawetan, serta
menguatkan rasa. Penambahan garam dapat memberi efek pengawetan karena dapat
menurunkan Aw, menurunkan kelarutan oksigen serta mengganggu keseimbangan ionik
6
7
sel mikroorganisme (Desrosier & Desrosier, 1977). Menurut Kasmidjo (1990)
penambahan gula kelapa berfungsi menentukan flavor spesifik kecap dan menghasilkan
warna coklat karamel dan meningkatkan viskositas. Gula juga berfungsi mengurangi
rasa asin berlebih, memberikan rasa lembut pada produk dan berpengaruh terhadap cita
rasa dan warna produk. Warna coklat pada kecap muncul karena reaksi browning saat
pemasakan sehingga gula dan komponen cita rasa lainnya saling bereaksi dengan panas
yang dapat mengakibatkan karamelisasi pada gula. Witono et al. (2015) juga
menambahkan bahwa reaksi maillard berfungsi untuk memberikan rasa, aroma, warna,
dan tekstur dari kecap ikan. Bawang putih mengandung zat allicin yang efektif
membunuh bakteri sehingga bersifat antimikrobia. Penambahan bawang putih berfungsi
sebagai bahan penyedap atau pewarna beberapa jenis makanan. Umbi bawang putih
mengandung minyak asitri yang berbau menyengat (Santosa, 1994). Setelah direbus,
langkah selanjutnya adalah ditunggu hingga agak dingin dan dilakukan penyaringan
kedua dengan kain saring setelah itu diukur pengamatan sensori. Penyaringan kedua
yang dilakukan setelah perebusan kecap ikan berfungsi untuk membersihkan kotoran
yang berasal dari bumbu yang dimasukkan. Hasil yang didapat diukur secara sensori
meliputi warna, rasa dan penampakan serta uji salinitas dengan menggunakan Hand
Refractometer. Metode yang digunakan sesuai dengan pendapat Khairi et al. (2014)
yang mengatakan bahwa kecap ikan dibuat dari mencampur garam pada bagian-
bagiantubuh ikan yang tidak dimakan, kemudian difermentasi pada suhu 30-40oC pada
waktu tertentu
Dari data tabel hasil pengamatan didapati bahwa untuk kelompok E1 diberikan
perlakuan dengan enzim papain 0,2%, kelompok E2 diberi perlakuan dengan enzim
papain 0,4%, kelompok E3 diberi perlakuan dengan enzim papain 0,6%, kelompok E4
diberi perlakuan dengan enzim papain 0, 8%, dan kelompok E5 diberi perlakuan dengan
enzim papain 1%. Untuk hasil sensori dari segi warna, warna kecap ikan pada kelompok E1,
E3, dan E5 adalah agak coklat gelap sedangkan untuk kelompok E2 dan E4 warnanya
adalah coklat gelap. Menurut Giri et al. (2012), yang mengatakan bahwa semakin
banyak enzim yang digunakan maka warna kecap yang dihasilkan juga akan semakin
tua. Hal ini terjadi karena semakin banyak enzim yang digunakan maka protein yang
terhidrolisis menjadi asam amino akan semakin banyak. Semakin banyak asam amino
7
8
yang bereaksi dengan gula pereduksi (gula merah), maka reaksi maillard akan semakin
banyak sehingga warna coklat yang dihasilkan semakin tua. Namun hasil yang
didapatkan tidak sesuai dengan teori karena warna tergelap justru ada pada kelompok
E2 dan E4. Ketidaksesuaian dengan teori bisa disebabkan karena suhu pemanasan dan
lama pemanasan yang digunakan berbeda tiap kelompok dan tidak stabil. Pemanasan
dengan suhu tinggi dan waktu lama akan menyebabkan warna kecap semakin gelap.
Selain itu adanya pengotor yang terbawa pada saat proses penyaringan juga dapat
mempengaruhi warna kecap ikan.
Untuk hasil sensori dari segi rasa, rasa kecap ikan pada kelompok E1 dan E4 adalah asin,
sedangkan kelompok E2, E3, dan E5 memiliki rasa kecap asin yang sangat asin. Menurut
Menurut Irawan (1995) semakin banyak enzim papain yang diberikan, maka akan
menghasilkan kecap ikan dengan rasa yang semakin kuat pula. Hal ini terjadi karena
proses fermentasi berjalan lebih sempurna pada enzim dengan konsentrasi terbesar dan
kecap ikan yang dihasilkan memiliki rasa yang kuat. Dari data tabel hasil pengamatan
yang didapat sesuai dengan teori yaitu kelompok E5. Namun perbedaan rasanya tidak
terlalu jauh beda antar kelompok bahkan rata-rata mendapatkan hasil yang sama
padahal konsentrasi garam yang diberikan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan perbedaan
konsentrasi garam yang diberikan antar kelompok adalah sama sehingga menghasilkan
sensori rasa yang relative sama (Fachruddin, 1997)
Untuk hasil sensori dari segi aroma, kelompok E1 dan E3 memiliki aroma tajam, sedangkan
kelompok E2, E4, dan E5 memiliki aroma yang agak tajam. Komponen aroma dan flavor
dalam kecap ditentukan oleh komponen nitrogen pendukung yaitu kadaverin, putresin,
arginin, histidin dan amonia (Tortora et al., 1995). Dimana senyawa tersebut merupakan
komponen yang menyusun flavor pada kecap ikan. Salah satu flavor yang khas
dihasilkan yaitu asam glutamat. Semakin banyak protease yang ditambahkan maka akan
semakin banyak protein yang terhidolisis menjadi senyawa sederhana yang
mengandung N dan memberi flavor yang kuat pada kecap ikan serta menutupi flavor
amis. Faktor lain yang menentukan aroma pada kecap adalah jenis bumbu yang
digunakan karena bumbu dapat menimbulkan bau dan cita rasa yang spesifik
(Kasmidjo, 1990). Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin banyak penambahan enzim
maka aroma yang dihasilkan semakin kuat. Berbagai komponen volatile seperti asam,
8
9
karbonil, komponen mengandung nitrogen dan komponen mengandung sulfur terbentuk
selama fermentasi dan berpengaruh terhadap aroma yang dihasilkan oleh kecap ikan.
Komponen ini terbentuk dari berbagai reaksi seperti lipolisis, reaksi Maillard dan
degradasi. Bahkan komponen tersebut dapat dihasilkan dari aktivitas mikroorganisme
(Yongsawatdigul, 2007). Namun dari data tabel hasil pengamatan menunjukkan yang
memiliki aroma terkuat adalah kelompok E1 dan E3. Ketidaksesuaian ini dapat terjadi
karena penilaian dari indera setiap orang berbeda-beda sehingga hasil yang didapat juga
kurang akurat.
Lalu untuk hasil sensori dari segi penampakan yaitu untuk kelompok E1, E3, E4, dan E5
memiliki penampakan cair sedangkan kelompok E2 agak kental. Hasil ini dipengaruhi oleh
waktu dan suhu perebusan karena perebusan dilakukan agar larutan dapat mengental
karena mengalami evaporasi (Fellows, 1990). Selain itu penampakan kecap ikan juga
dipengaruhi oleh penambahan gula jawa. Semakin banyak penambahan gula jawa yang
dilakukan seharusnya kecap ikan yag dihasilkan semakin kental. Pada praktikum ini
seharusnya kecap ikan yang dihasilkan memiliki kekentalan yang sama karena
menggunakan gula jawa dengan jumlah yang sama. Seharusnya semakin banyak
penambahan enzim papain maka penampakan kecap ikan yang dihasilkan semakin cair
karena enzim tersebut membantu menguraikan protein dan lemak yang terdapat pada
ikan.
Lalu untuk nilai salinitas, yang tertinggi adalah kelompok E2 yaitu 9% dan yang terendah
adalah kelompok E1 yaitu 5%. Salinitas diartikan sebagai ukuran yang menggambarkan
tingkat keasinan. Salinitas ditentukan berdasarkan banyak tidaknya garam yang larut air.
Selain itu banyaknya enzim juga mempengaruhi nilai salinitas (Boyd, 1982).
Berdasarkan teori di atas seharusnya semakin tinggi enzim yang ditambahkan maka
hasil uji salinitas akan semakin tinggi. Namun hasil uji salinitas ini tidak sama dengan
uji sensori rasa yang dilakukan oleh panelis. Hal ini terjadi karena penilaian sensori
berdasarkan dari hasil subjektif sehingga hasil penilaian dipengaruhi panelis (Aitken et
al., 1982).
9
10
Kecap ikan merupakan produk fermentasi yang berwarna coklat dan biasanya
digunakan sebagai bumbu di Asia. Kecap ikan biasanya diproduksi dari campuran ikan
dan garam yang kemudian difermentasikan. Selama fermentasi, produk hasil degradasi
seperti asam amino dan peptide akan mempengaruhi kualitas sensori kecap ikan. Kecap
ikan dengan penambahan rempah – rempah memiliki kandungan bakteri yang lebih
sedikit bila dibandingkan dengan kecap ikan tanpa penambahan rempah – rempah.
Penggunaan rempah – rempah dalam fermentasi akan meningkatkan warna, aroma dan
rasa. Penambahan glukosa akan menyebabkan kenaikan yang signifikan pada total
bakteri (Berna, 2006). Jika enzim papain berfungsi untuk meningkatkan aroma, maka
gandum dapat digunakan untuk menghilangkan aroma pada kecap ikan (Murakami et
al., 2009).
10
4. KESIMPULAN
Pembuatan kecap ikan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fermentasi
dengan menggunakan garam dan dengan cara enzimatis.
Semakin banyak enzim papain yang digunakan maka warna kecap yang dihasilkan
semakin tua.
Semakin banyak enzim papain yang digunakan maka semakin besar kemampuan
enzim untuk memecah protein pada daging ikan sehingga kecap ikan yang dihasilkan
memiliki rasa yang kuat.
Semakin banyak protease yang ditambahkan maka semakin banyak protein yang
terhidolisis sehingga memberi flavor yang kuat pada kecap ikan.
Semakin banyak enzim yang ditambahkan maka penampakan kecap akan semakin
cair.
Semakin banyak enzim yang ditambahkan maka hasil uji salinitas akan semakin
tinggi.
Semarang, 3 November 2015
Praktikan (E3) Asisten Dosen
Eunike Lana B. Michelle Darmawan13.70.0128
11
5. DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.Aitken, A.; I. M. Mackie; J. H. Merrit & M. L. Windsor. (1982). Fish Handling and
Processing 2nd Edition. Ministry of Agriculture, Fisheries, and Food. USA.
Anupam Giri, Midori Nasu, Toshiaki Ohshima. (2012). Bioactive properties of Japanese fermented fish paste, fish miso, using koji inoculated with Aspergillusoryzae. International Journal of Nutrition and Food Sciences 2012;1(1):13-22
Aristotelis T. Himonides, Anthony K. D. Taylor, Anne J. Morris. (2011). A Study of the Enzymatic Hydrolysis of Fish Frames Using Model Systems. Food and Nutrition Sciences, 2011, 2, 575-585.
Astawan, M. W & M. Astawan. (1990). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.
Boyd, R. F. (1982). General Microbiology. Times Mirror. Morgy College Publishing. New York
Desrosier, N. W. & Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.Fellows, P. (1990). Food Processing Technology: Principles and Practise. Ellis
Horwood Limited. New York.
Irawan, A. (1995). Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri dan Usaha Perikanan dan Mengomersilkan Hasil Sampingnya. Penerbit Aneka. Solo.
Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.
Kilinc, Berna; Sukran Cakli; Sebnem Tolasa; Tolga Dincer. 2006. Chemical, microbiological and sensory changes associated with fish sauce processing. Eur Food Res Technol (2006) 222: 604–613 DOI 10.1007/s00217-005-0198-4.
Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jaarta.
Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.
Santosa, H.B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Sjaifullah. (1996). Petunjuk Memilih Buah Segar. PT Penebar Swadaya.Jakarta.
12
Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.
Winarno, F.G. (1995). Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta.
Yongsawatdigul, S. Rodtong, N. Raksakhultai. 2007. Acceleration of Thai Fish Sauce Fermentation Using Proteinases and Bacterial Starter Cultures. Journal of Food Science-Vol. 72, Nr. 9, 2007.
Intan Nadiah Binti Mohd Khairi1, Nurul Huda1*, Wan Nadiah Wan Abdullah2 and Abbas Fadhl Mubarek Al-Karkhi. (2014). Protein Quality of Fish Fermented Product: Budu and Rusip. ISSN: 2338-1345 – Vol. 2 (2): 17-22 2014
Miyuki Murakami 1, Masataka Satomi 2, Masashi Ando 1, Yasuyuki Tukamasa 1 and Ken-ichi Kawasaki. (2009). Evaluation of new fish sauces prepared by fermenting hot-water extraction waste of stock from dried fish using various kojis. Journal of Food, Agriculture & Environment Vol.7 (2) : 1 7 5 - 1 8 1 . 2 0 0 9
Yuli Witono, Wiwik Siti Windrati, Asmak Afrilia, Imeilda Nury Prasvita. (2015). Production of Inferior Fish Hydrolyzate Sauce Under Different Concentration of Coconut Sugar and Caramel. International Journal of ChemTech Research CODEN (USA): IJCRGG ISSN: 0974-4290 Vol.8, No.1, pp 37-43, 2015.
13
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Kelompok E1
Rendemen kitin I
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 519
×100 %=26,32 %
Rendemen kitin II
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 27
×100 %=28,57 %
Rendemen kitin III
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 1,765,5
×100 %=32 %
Kelompok E2
Rendemen kitin I
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 5,514,5
×100 %=37,93 %
Rendemen kitin II
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 2,59
×100 %=27,78 %
Rendemen kitin III
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 1,126,5
×100 %=17,23 %
Kelompok E3
Rendemen kitin I
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 417
×100 %=23,53 %
Rendemen kitin II
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 26,5
×100 %=30,77 %
Rendemen kitin III
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 1,34,5
× 100 %=28,89 %
Kelompok E4
Rendemen kitin I
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 3,510
×100 %=35 %
Rendemen kitin II
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 211
×100 %=18,18 %
Rendemen kitin III
¿ berat keringberat basah I
×100 %
14
¿ 0,231,5
×100 %=15,33 %
Kelompok E5
Rendemen kitin I
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 3,512
×100 %=29,17 %
Rendemen kitin II
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 28
×100 %=25 %
Rendemen kitin III
¿ berat keringberat basah I
×100 %
¿ 0,852
×100 %=42,5 %
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal
15
Top Related