INFEKSI HIDUNG
FURUNKEL PADA VESTIBULUM NASI
Furunkel pada vestibulum nasi secara potensian berbahaya, karena infeksi dapat
menyebar ke vena fasialis, vena oftalmika, lalu kesinus kavernosus, sehingga terjadi tromflebitis
sinus kavernosus. Hal ini dapat terjadi karena vena fasilalis dan vena oftalmika tidak mempunyai
katup. Oleh karena itu sebaiknya jangan memencet atau melakukan insisi pada furunkel, kecuali
jika sudah jelas terbentuk abses. Antibiotik dosis tinggi harus selalu diberikan.
Rinitis Akut
Rintis Akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus
atau bakteri.
Penyakit ini sering ditemukan, dan merupakan manifestasi dari rinitis simpleks (common
cold), influensa, beberapa penyakit eksantem (seperti morbilli, varisela, pertusis), dan beberapa
penyakit infeksi spesifik.
Juga penyakit ini dapat timbul sebagai reaksi sekunder akibat iritasi lokal atau trauma.
RINITIS SIMPLEKS (PILEK, SELESMA, COMMON COLD, CORYZA)
Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia.
Etiologi
Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah Rhinovirus. Virus-
virus lainnya adalah Myxovirus, virus Coxsackle dan virus ECHO.
Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya
kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun
dan lain-lain)
Gejala
Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering
dan gatal didalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan
ingus encer, yang biasanya disertai dengan demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung
tampak merah dan membengkak.
Selanjutnya akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri, sehingga sekret menjadi kental
dansumbatan di hidung bertambah.
Bila tidak terdapat komplikasi, gejala kemudian akan berkurang dan penderita akan
sembuh sesudah 5 – 10 hari.
Komplikasi yang mungkin ditemukan adalah sinusitis, otitis, media, faringtis, bronkitis
dan pneumonia.
Terapi
Tidak ada terapi yang spesifik untuk rinitis simpleks. Di samping istirahat diberikan obat-
obatan simtomatis, seperti analgetik, antipretik dan obat dekongestan.
Antibiotik hanya diberikan bila terdapat komplikasi.
Rinitis Kronis
Yang termasuk dalam rinitis kronis adalah rinitis hipertrofi,rinitis, sika (sicca) dan rintis
spesifik. Meskipun penyebabnya bukan radang, kadang-kadang rinitis alergi, rinitis vasomotor
dan rinitis medikamentosa dimasukkan juga dalam rinitis kronis.
Rinitis Hipertrofi
Rinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau sebagai
lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor.
Gejala
Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen dan sering
ada keluhan nyeri kepala.
Pada pemeriksaan akan ditemukan konka yang hipertrofi, terutama konka inferior.
Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga hipertrofi. Akibatnya saluran
udara sangat sempit. Sekret mukopurulen yang banyak biasanya ditemukan di antara konka
inferior dan septum, dan di dasar rongga hidung.
Terapi
Harus dicari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya rinitis hipertrofi dan kemudian
memberikan pengobatan yang sesuai. Untuk mengurangi sumbatan hidung akibat konka
hipertrofi dapat dilakukan kauterisasi konka dengan zat kimia (nitras argenti atau asam triklor
asetat) atau elektrokauter. Bila tak menolong, dilakukan luksasi konka atau bila perlu dilakukan
konkotomi.
Rinitis Sika
Pada rinitis sika ditemukan mukosa yang kering, terutama pada bagian depan septum dan
ujung depan konka inferior. Krusta biasanya sedikit atau tidak ada.
Pasien biasanya mengeluh adanya iritasi atau rasa kering di hidung yang kadang-kadang
disertai dengan epistaksis.
Penyakit ini biasanya ditemukan pada orang tua dan pada orang yang bekerja di
lingkugan yang berdebu, panas dan kering. Juga ditemukan pada pasien yang menderita anemia,
pemium alkohl dan gizi buruk. Pengobatan tergantung pada penyebabnya. Dapat diberikan
pengobatan lokal, berupa obat cuci hidung.
Rinitis Spesifik
Rinitis karena infeksi spesifik antara lain rinitis difteri, rinitis atrofi, rinitis sifilis, rinitis
tuberkulosis, rinitis karena jamur dan lain-lain.
ALERGI HIDUNG
Definisi (Von Pirquet, 1906)
Alergi adalah suatu reaksi abnormal yang terjadi pada seseorang yang bersifat khas, yang
timbul bila ada kontak dengan subtansi yang biasanya tidak menyebabkan rekasi pada orang
normal.
Dengan kata lain alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas. Penyakit alergi merupakan
kerusakan jaringan tipe I, jadi memerlukan adanya antibodi (umunoglobin) E untuk terjadinya
reaksi. Untuk menimbulkan reaksi alergi harus dipenuhi 2 faktor,yaitu adanya sensitivbitas
terhadap suatu alergen (atopi) yang biasanya bersifat herediter dan adanya kontak ulang dengan
alergen tersebut.
MEKENISME ALERGI
Pada kontak pertama dengan alergen, tubuh penderita akan membentuk igE spesifik. IgE
ini menempel pada permukaan mastofit dan basofil yang mengandung granul. Sel – sel ini
disebut sebagai sel mediator. Proses ini disebut proses sensitisasi dan akan ditemukan adanya sel
mediator yang tersensitisasi.
Bila terjadi kontak lagi dengan alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan IgE
yang ada pada permukaan sel mediator tadi dan terjadilah degranulasi sel midoator, yang
berakibat dilepaskannya zat-zat mediator, seperti histamin, serotonin, bradkinin, SRS-A (Slow
reacting sustance of anapyphyctic), ECF-A (eosinophyl chemotactic factor of anaphylatic) dan
lain-lain, yang akan menimbulkan gejala klinik.
Rinitis alergi musiman
Di Indonesia tidak dikenal, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen
penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang
tepat ialah pollinosis.
Penyakit ini timbulnya periodik sesuai dengan musim pada waktu terdapat konsentras
alergen terbanyak di udara. Dapat mengenai semua golongan umur dari biasanya mulai
timbulnya pada anak dan dewasa muda. Berat ringannya segala penyakit bervariasi dari tahun ke
tahun, tergantung pada banyaknya anergen di udara. Faktor herediter pada penyakit ini sangat
berperan.
Rinitis aleri musiman ini merupakan suatu rinokonjutivitis,karena itu gejala klinik yang
tampak ialah gejala hidung dan gejala mata, yaitu mata merah, gatal disertai lakrimasi (pada
beberapa kasus merupakan gejala yang predominan), dan hidung gatal disertai dengan bersin
yang paroksimal, adanya sumbatan hidung, rinore yang cair dan banyak, serta kadang-kadang
disertai rasa gatal di palatum.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak mukosa hidung pucat, kebiruan (livide) atau
hiperemis. Bila dilakukan pemeriksaan pada sekret hidung, akan ditemukan banyak eosinofil.
Terapi yang diberikan ialah dengan melakukan desentisasi terhadap tepungsari karena
alergennya pada penyakit ini jelas. Hasil pengobatan100 % sembuh.
Rinitis alergi sepanjang tahun (parennial)
Gejala penyakit ini timbul interiten atau terus – menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat
ditemukan sepanjang tahun.
Penyakit ini timbul pada hampir semua golongan umur. Frekuensi terbanyak ialah pada
anak dan dewasa muda, kemudian akan berkurang dengan bertambahnya umur. Jenis kelamin,
suku bangsa dan golongan etnik tidak berpengaruh, tetapi faktor hereiter sangat berperan.
Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa dan
alergen ingesten, meskipun kemungkinannya sangat sedikit. Alergen ingesten sering merupakan
penyebab pada anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain seperti urtikarian,
gangguan pencernaan dan lain –lain.
Selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor nonspesifikpun dapat memperberat
gejala,seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca,kelembapan yang tinggi dan
sebagainya.
Gangguan fisiologik pada golongan perenial lebih ringan dibandingkan dengan golongan
musiman, tetapi karena lebih persisten, maka komplikasinya lebih sering ditemukan.
Potogenesis dan Patofisiologik
Pada rinitis alergi terdapat kerusakan jaringan tipe I. Sel plasma pada jaringan mukosa
dan submukosa hidung dan saluran napas banyak memproduksi igE. Pada reaksi antigen-antibodi
(IgE), terjadi pelepasan zat-zat mediator dari sel mediator (mastosit) yang terdapat dalam saluran
napas. Pada rinitis alergi, zat mediator yang berperan utama ialah histamin, yang mempunyai
efek dilatasi pada pembuluh darah kecil, meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga cairan ke
luar dari pembuluh darah. Efek histamin pada saraf sensoris adalah meningkatkan sekresi
kelenjar dan sering bersin.
Pemeriksaan histologik
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah (vascular bed) dengan
pembesaran sel goblet dan selm pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang intersuliler
dan penebalan membran basal, dan ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa
dan submukosa hidung.
Gambaran yang demikian terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa
kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus – menerus (persissten) sepanjang tahun,
sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat
dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.
Frekuensi kejadian
Penyakit ini dapat timbul pada semua golongan umur tetapi frekuensi terbanyak ialah
pada anak dan dewasa muda. Frekuensi kejadian penyakit ini akan berkurang denga
bertambahnya umur.
Jenis kelamin, golongan etnik dan suku bangsa (ras) tidak ada berpengaruh tetapi faktor
herediter sangat berperan.
Gejala klinik
Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya bersin yangs sering. Sebetulnya bersin
merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan
sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan
sendiri (self cleaning-process). Bersin dianggap patologik, bila terjadianya lebih dari lima kali
setiap serangan.
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung
dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Pada
rinitis alergi tidak ada demam.
Seringkali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak, dan kadang-kadang
keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan
pasien.
Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap didaerah bawah mata
yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic
shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-nggosok hidung, karena gatal, dengan
punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai allesgic salute. Keadaan menggosok hidung ini
lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga
bawah, yang disebut allergic crease.
Diagnostik
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis ditegakkan dari amnesis saja.
2. Pemeriksaan
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edem, basah, berwarna pucat/livid disertai
dengan adanya banyak sekret yang encer.
Pada pemeriksaan lanoratorik (in vitro) pemeriksaan sekret hidung, akan ditemukan
adanya eosinofil dalam jumlah yang banyak pada waktu seorangan.
Terapi
1. Paling ideal ialah menghindari kontak dengan alergen penyebab (avoidance) dan eliminasi
2. Sistomatis. Obat sistomatis dapat diberikan secara lokal atau sistematis. Pengobatan lokal,
misalnya obat tetes hidung yang mengandung vasokonstriktor atau kortikosteroid ;
sedangkan pengobatan sistematis bisanya obat yang diberikan peroral, seperti anthisthamin
dengan atau tanpa vasokonstritor (dekongestan). Bila inferior dengan AgNO3 atau
triklorasetat.
3. Desentisasi. Cara ini dikerjakan bila gejaal berat, penyakit sudah berlangsung lama dan
dengan cara lain tidak memberi hasil yang memuaskan.
Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialaha :
1. Polip hidung
Beberapa peneliti mendapatkan bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor penyebab
terbentuknya polip di hidung
2. Otitis medai yang sering residif, terutama pada anak
3. Sinusitis paranasal
Kedua komplikasi yang terakhir bukanlah sebagai akibat langsung dari rinitis alergi, tetapi
karena adanya hambatan drenase.
RINITIS VASOMOTOR
Gangguan vasomotor hidung ialah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa
hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.
Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan rinits alergi. Etiologi yang pasti belum
diketahui, tetapi juga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor. Oleh karena itu
kelainan ini disebut juga vasomotor catarrh, atau vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor
instability, atau juga non specific rhinitis.
Saraf otonom mukosa hidung berasal dari n. Vidianus yang mengandung serat simpatis
dan serat parasimpatis. Rangsangan pada saraf – sarag simpatis menyebabkan dilatasi pembuluh
darah dalam konka serta meningkatkan permebilitas kapikerdan sekresi kelenjar. Sedangkan
rangsangan pada serat simpatis menyebabkan efek sebaliknya.
Bagaimana tepatnya saraf otonom ini bekerja belumlah diketahui dengan pasti, tetapi
mungkin hipotalamus bertindak sebagai pusat penerima impuls eferen, termasuk rangsang
emosional dari pusat yang lebih tinggi.
Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung
temporer, seperti emosi, posisi tubuh, kelembapan udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani
dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan
oleh indivdu tersebut.
Pada penderita rinitis vasomotor, mekanisme pengatur ini hiperaktif dan cenderung saraf
parasimpatis lebih aktif.
Faktor- faktor yang mempengaruhi keseimbagan vasomotor
1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin,
chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.
2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembapan udara yang tinggi dan
bau yang merangsang.
3. Faktor endokrin seperti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti hamil dan
hipotiroidisme.
4. Faktor psikis, sepereti rasa cemas, tegang dan sebagainya.
Gejala klinik
Untuk memahami gejala yang timbul pada rinitis vasomotor perlu diketahui terlebih
dahulu apa yang dimaksud dengan siklus nasi,yaitu kemampuan untuk dapat bernafas dengan
tetap normal melalui rongga hidung yang berubah – ubah luasnya.
Gejala yang didapat pada rinitias vasomotor ialah hidung tersumbat, bergantian kiri dan
kanan, tergantung pada posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukus atau serus, kadang-
kadang agak banyak. Keluhan ini jarang disertai dengan bersin, dan tidak terdapat rasa gatal di
mata.
Gejala dapat memperburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya
perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 2 golongan yaitu
golongan obstruksi (blockers) dan golongan rinore (sneezers)
Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik aripada golongan rinore. Oleh
karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu amnesis dan pemeriksaan yang
teliti untuk memastikan diagnosisnya.
Diagnostik
Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan
disingkirkan kemungkinan rinitis alergi.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edem mukosa,
konka berwarna merah gelap atau merah tua (karakteristik), tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu
dibedakan dengan rinitis alergi. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol (tidak rata).pada
rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada rongga hidung terdapat
sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore sekret yang ditemukan ialah
serus dan banyak jumlahnya.
Pemeriksaan laboratorik dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi.
Kadang-kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung,akan tetapi dalam jumlah sedikit.
Tes kulit biasanya negatif. Bila pada tes ini hasilnya positif, biasanya hanya kebetulan.
Terapi
Pengobatan pada rinitis vasotomor bervariasi, tergantung pada faktor penyebab dan
gejala yang menonjol.
Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam :
1. Menghindari penyebab.
2. pengobatan simtomatis, dengan obat-obatan dekongestan oral, diatermi, kauterisasi
konka yang hipertrofi dengan memakai larutan AgNO3 25 % atau triklorasetat pekat. Dapat
juga diberikan kontikosterid topikal, misalnya budesonid, dua kali sehari dengan dosis 100-
200 mikrogram sehari. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mikrogram sehari. Hasilnya akan
terlihat setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu.
3. Operasi, dengan cara bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi konka inferior.
4. Neurektomi n.vidaianus, yaitu dengan melakukan pemotongan pada n.vidianus, bila
dengan cara di atas tidak memberikan hasil. Operasi ini tidaklah mudah, dapat menimbulkan
komplikasi, seperti sinusitis, diplopia, buta, gangguan lakrimasi, neuralgia atau anestesis
infraorbita dan anestesis palatum.
RINITIS MEDIKAMENTOSA
Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan pada hidung, berupa gangguan respon normal
vasomotor, sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topikal (obat ttes hidung atau obat semprot
hidung) dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang
menetap. Dapat dikatakan bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (drug
abuse).
Patofisiologik
Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan (iritant), sehingga harus
berhati-hati memakai vasokonstriktor topikal. Obat vasokonstriktor topikal dari golongan
simpatomimetik akan menyebabkan siklus nasal terganggu, dan akan berfungsi kembali apabila
pemakaian obat itu dihentikan. Pemakaian vasokonstriktor topikal yang berulang dan dalam
waktu lama akan menyebabkan terjadinya fase dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah
vasokonstriktor, sehingga timbul obstruksi. Dengan adanya gejala obstruksi hidung ini
menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut, sehingga efek
vasokonstriksi berkurang. pH hidung berubah dan aktifitas silia terganggu, sedangkan efek balik
akan menyebabkan obstruksi hidung lebih hebat dari keluhan sebelumnya. Bila pemakaian obat
diteruskan, maka akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan. Kemudian terjadi pertambahan
mukosa jaringan dan rangsangan sel-sel mukoid, sehingga sumbatan akan menetap dengan
produksi seket yang berlebihan.
Oleh karena itu obat vasokonstriktor topikal sebaiknya yang isotonik dengan sekret hidung
yang normal, dengan pH antara 6,3 dan 6,5 serta pemakaiannya tidak lebih dari satu minggu.
Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes hidung dalam
waktu lama ialah :
1. silia rusak
2. sel goblet berubah ukurannya
3. membran nasal menebal
4. pembuluh darah melebar
5. stroma tampak edem
6. hipersekresi kelenjar mukus
7. lapisan submukosa menebal
8. lapisan periostium menebal
Gejala dan tanda
Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus. Pada pemeriksaan tampak edem
konka dengan sekret hidung yang berlebihan. Apabila diuji dengan adrenalin, edem konka tidak
berkurang.
Terapi
1. Hentikan pemakaian obat tetes atau obat semprot hidung
2. untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion) beri kortikosteroid secara
penurunan bertahap (tapering off) dengan menurunkan dosis sebanyak 5 mg setiap hari.
(misalnya hari 1 : 40 mg, hari 2 : 35 mg dan seterusnya)
3. Obat dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefedrin).
Apabila dengan cara ini tidak ada perbaikan setelah 4 minggu, pasien dirujuk ke dokter THT.
SINUSITIS
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal.
Menurut anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis
atmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal, disebut pansinusitis.
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila, kemudian sinusitis etmoid, sinusitis
frontal dan sinusitis sfenoid. Pada anak, hanya sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang,
sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum.
Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi
oleh karena :
1. Merupakan sinus paranasal yang terbesar.
2. Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila
hanya tergantung oleh gerakan silia.
3. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat
menyebabkan sinusitis maksila.
4. ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit,
sehingga mudah tersumbat.
Sinusitis Akut
Penyakit ini dimulai dengan penyumbatan ostium, oleh infeksi, obstruksi mekanis atau
alergi. Selain itu merupakan penyebaran dari infeksi gigi.
Etiologi
1. Rinitis akut
2. Infeksi faring : faringitis, ademoiditis, tonsilitis akut
3. Infeksi gigi molar 1, 2, 3 atas, serta premolar 1 dan 2 (dentogen)
4. Berenang dan menyelam
5. Trauma, dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal
6. Barotrauma
Faktor Predisposisi
Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, benda asing di hidung, polip serta tumor di
dalam rongga hidung merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu rinitis kronis
serta rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi ostium sinus.
Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering
yang dapat menyebabkan perubahan pada mukosa dan kerusakan silia.
Gejala Subjektif
Gejala sumjektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah
demam dan rasa lesu. Lokal terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau di hidung dan
dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri di daerah sinus yang
terkena, serta kadang-kadang dirasakan juga di tempat lain, karena nyeri alih (referredpain).
Pada sinusitis maksila nyeri di bawah kelopak mata dan kadang-kadang menyebar ke
alveolus, sehingga nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga.
Rasa nyeri pada sinusitis etmoid di pangkal hidung dan kantus medius. Kadang-kadang
dirasakan nyeri di bola mata atau di belakangnya dan nyeri akan bertambah bila mata
digerakkan. Nyeri alih dirasakan di pelipis (parietal).
Pada sinusitis frontal rasa nyeri terlokalisasi di dahi atau dirasakan nyeri di seluruh
kepala.
Rasa nyeri pada sinusitis sfenoid di verteks, oksipital, di belakang bola mata dan di
daerah mastoid.
Gejala Objektif
Pada pemeriksaan sinusitis akut akan tampak :
1. Pembengkakan di daerah muka yaitu pada :
Sinusitis maksila : di pipi dan kelopak mata bawah
Sinusitis frontal : di dahi dan kelopak mata atas
Sinusitis etmoid, jarang timbul pembengkakan, kecuali bila timbul komplikasi.
2. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa hipermis dan edem. Pada sinusitis maksila, sinusitis
frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius,
sedangkan pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak ke luar dari
meatus superior.
3. Pada ronoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasaldrip)
4. Transiluminasi
Dilakukan di kamar gelap, memakai sumber cahaya pen light. Untuk memeriksa sinus
maksila dimasukkan ke dalam mulut dan bibir dikatupkan. Pada sinus normal tampak
gambaran bulan sabit yang terang di bawah mata, bila ada sinusitis menjadi kurang terang.
Untuk sinus frontal, diletakkan pada sudut medial atas orbita dan terlihat gambaran cahaya di
dahi. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus terkena, sehingga
tampak lebih suram dibandingkan dengan yang normal.
5. Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi Water, PA dan lateral. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus
yang sakit.
Pemeriksaan Mikrobiologik
Pada pemeriksaan mikrobiologik dari sekret di rongga hidung ditemukan macam-macam bakteri
yang berupa flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti penumococcus, streptococcus
dan haemophilius influenze, sedangkan kuman anaerob jarang. Selain itu mungkin ditemukan
juga virus atau jamur.
Terapi
Terapi medikamentosa :
- Antibiotik selama 10-14 hari, meskipun gejala klinik telah hilang, antibiotik yang diberikan
ialah Penisilin.
- Obat dekongestan lokal berupa obat tetes hidung, untuk membantu drenase sinus.
- Analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang dilakukan, kecuali bila telah terjadi
komplikasi.
Sinusitis Kronis
Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar
disembuhkan secara pengobatan dengan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan
faktor predisposisinya, yang merupakan lingkaran setan.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia hilang, sehingga terjadi perubahan mukosa
hidung. Perubahan mukosa hidung dapat juga disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik.
Perubahan mukosa hidung akan mempermudah terjadi infeksi, dan infeksi kronis terjadi apabila
pengobatan pada sinusitis akut tidak sempurna. Dengan adanya infeksi, terdapat edem konka,
sehingga drenase sekret terganggu. Dengan terganggunya drenase sekret dapat menyebabkan
silia hilang dan seterusnya.
Gejala Subjektif
Gejala subjektif sangat bervariasi, dari ringan smapai berat, terdiri dari :
- Gejala hidung dan nasofaring berupa sekret di hidung dan nasofaring.
- Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman di tenggorok
- Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu, oleh karena tersumbatnya tuba Eustachius.
- Nyeri kepala.
- Gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
- Gejala saluran napas berupa batuk, dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru, berupa
bronkitis atau bronkiektasis atau aoma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis.
- Gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan
Kadang-kadang gejala sangat ringan, hanya terdapat sekret di nasofaring yang mengganggu
pasien. Sekret di nasofaring (post nasal drip) yang berulang akan mengakibatkan batuk kronik.
Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya pada pagi hari, dan akan berkurang atau hilang
setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin disebabkan pada
malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus dan stasis vena.
Gejala Objektif
Pada sinusitis kronis, pada pemeriksaan tidak seberat pada sinusitis akut dan tidak terdapat
pembengkakan di muka. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental (nanah) dari
meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi posterior sekret kental (nanah) itu tampak di
nasofaring.
Pemeriksaan Mikrobiologik
Biasanya merupakan infeksi campuran, oleh macam-macam mikroba seperti kuman aerob
S.aureus, S.viridans, H.influenzae dan Kuman anaerob Peptostreptokokus, Fusabakterium.
Diagnosis sinusitis kronis
1. Anamnesis harus cermat
2. Pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior, sekret kental.
3. Pemeriksaan penunjang :
Transiluminasi, untuk sinus maksila dan sinus frontal
Pemeriksaan radiologik
Pungsi sinus maksila
Sinoskopi
Pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinuskopi.
Terapi
1. Terapi konservatif
Obat dekongestan (obat tetes hidung) untuk memperlancar drenase sekret dari sinus dan
hidung.
Antibiotik, diberikan spektrum luas selama 10 atau 14 hari.
Obat antialergi.
Obat mukolitik, untuk mengencerkan sekret.
Analgetik, untuk mengurangi rasa nyeri.
Diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave diathermy) selama 10 haru di
daerah sinus yang sakit, untuk memperbaiki vaskularisasi sinus.
Pungsi dan irigasi sinus maksila dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul
dalam rongga sinus maksila. Caranya ialah dengan memakai trokar yang ditusukkan di
meatus inferior dengan diarahkan ke tepi atas daun telinga. Setelah dipungsi, dilanjutkan
dengan irigasi sinus dengan mempergunakan larutan garam fisiologik. Dengan demikian
sekret akan keluar melalui meatus medius dan dikeluarkan melalui hidung atau mulut. Pungsi
dan irigasi dapat juga dilakukan melalui fosa kanina. Pada kasus yang meragukan, pungsi
dan irigasi dapat dipakai untuk diagnostik dalam menentukan ada tidaknya sinusitis maksila.
Antrostomi intranasal, yaitu tindakan membuat lubang pada meatus inferior yang
menghubungkan rongga hidung dan sinus maksila untuk drenase sekret dan ventilasi sinus
maksila.
Pencucian sinus paranasal dengan cara Proetz atau dengan pungsi dan irigasi dilakukan 2
kai seminggu. Bila setelah 6 kali pencucian sekret masih banyak, berarti mukosa tidak dapat
kembali normal (irreversible).
2. Pembedahan radikal
Bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan terapi radikal, yaitu mengangkat mukosa
yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan
operasi Caldwell-Luc. Untuk sinus etmoid dilakukan etmoidektomi yang bisa dilakukan dari
dalam hidung (intra-nasal) atau dari luar (ekstranasal).
Drenase sekret pada sinus frontal dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau
dengan operasi dari luar (ekstranasal), seperti operasi Killian. Drenase sinus sfenoid
dilakukan dari dalam hidung (intranasal).
3. Pembedahan tidak radikal
Akhir-akhir ini dikembangkan operasi sinus paranasal menggunakan endoskop yang disebut
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF).
Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannnya antibiotik.
Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi
akut.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan
biasanya ditemukan pada anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fisula
oroantral.
2. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita).
Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.
Penyebaran infeksi yerjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang
dapat ditimbulkan ialah edem palpebra, selulitis orbita, abses subperiortal, abses orbita, dan
selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
3. Kelainan intraknial, seperti meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan
trombosis sinus kavernosus.
Kelainan paru, seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini isebut sinobronkitis. Disamping itu dapat timbul asma bronkial.