IDENTIFIKASI FRAKTUR PADA TULANG TIBIA DAN FIBULA
MENGGUNAKAN ALGORITMA SUPPORT
VECTOR MACHINE (SVM)
SKRIPSI
WAHYUDI SETIAWAN
121402034
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
IDENTIFIKASI FRAKTUR PADA TULANG TIBIA DAN FIBULA
MENGGUNAKAN ALGORITMA SUPPORT
VECTOR MACHINE (SVM)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah
Sarjana Teknologi Informasi
WAHYUDI SETIAWAN
121402034
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
iii
iv
PERNYATAAN
IDENTIFIKASI FRAKTUR PADA TULANG TIBIA DAN FIBULA
MENGGUNAKAN ALGORITMA SUPPORT
VECTOR MACHINE (SVM)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.
Medan, 27 Juli 2018
Wahyudi Setiawan
121402034
Universitas Sumatera Utara
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah
memberikan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Program Studi S1
Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas
Sumatera Utara.
Pertama, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepadakedua orang tua
penulis, yaitu Ayahanda Rantimin dan Ibunda Kartinem yang telah membesarkan
penulis dengan sabar dan penuh kasih sayang, yang selalu memberikan doa dan
dukungan moril maupun materil serta memberikan motivasi terbesar kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada adik penulis Ely Irmaya dan Beny Winata, yang selalu memberikan semangat
kepada penulis dan juga seluruh anggota keluarga penulis.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Romi Fadillah
Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc selaku pembimbing pertama dan Ibu Dr. Erna Budhiarti
Nababan, M.IT, selaku pembimbing kedua yang telah membimbing penulis dalam
penelitian serta penulisan skripsi ini. Ibu Sarah Purnamawati, ST., MSc sebagai dosen
pembanding pertama dan Bapak Ainul Hizriadi, S.Kom, M.Sc sebagai dosen
pembanding kedua yang telah memberikan masukan dan kritik yang membangun dan
bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada
Ketua dan Sekretaris Program Studi Teknologi Informasi, Dekan dan Pembantu
Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, dan semua dosen serta
pegawai di lingkungan program studi Teknologi Informasi, yang telah membantu serta
membimbing penulis selama proses perkuliahan.
Terima kasih juga kepada sahabat penulis Nurhikmah tidak lelah
mengingatkan penulis untuk mengerjakan skripsi ini, Ade Ayu Lestari, Muhammad
Wardana, Bobby Arisandy Avif, Ridwan Harun, Qurotta, dan Muhammad
Fachruddin, yang telah memberikan dukungan dan memberikan nasihat kepada
penulis. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Teknologi Informasi USU khususnya
Universitas Sumatera Utara
vi
angkatan 2012 yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama masa
perkuliahan.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melimpahkan berkah dan rahmat-Nya
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian serta dukungan dan
motivasinya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Medan, 27 Juli 2018
Penulis
Universitas Sumatera Utara
vii
ABSTRAK
Fraktur merupakan suatu kondisi medis dimana terdapat kerusakan pada kontinuitas
tulang, retak atau terputusnya keutuhan tulang, yang umumnya disebabkan oleh
trauma. Fraktur dapat terjadi pada setiap tingkatan umur, yang beresiko tinggi untuk
terjadinya fraktur adalah orang lanjut usia, orang yang bekerja yang membutuhkan
keseimbangan, masalah gerakan dan pekerjaan yang beresiko tinggi. Fraktur tibia dan
fibula sering terjadi dibandingkan fraktur tulang lainnya, karena periosteum pada
bagian tulang ini hanya dilapisi kulit tipis. Salah satu cara untuk mengidentifikasi
fraktur adalah dengan melihat gambar hasil X-ray. Adapun pemeriksaan masih
dilakukan secara manual oleh dokter. Pemeriksaan manual masih memerlukan waktu
cukup lama dan kesalahan identifikasi masih sering terjadi karena terdapat beberapa
kasus fraktur yang sulit untuk dilihat secara pandangan langsung, sehingga dibutuhkan
suatu pendekatan dengan menggunakan metode untuk mengidentifikasi fraktur dan
lokasi fraktur secara otomatis dan untuk meningkatkan akurasi pada proses
identifikasi. Metode yang diajukan pada penelitian ini adalah Support Vector Machine
(SVM) untuk identifikasi fraktur dan algoritma Scanline untuk mengidentifikasi lokasi
fraktur pada tulang. Sebelum tahap identifikasi, citra akan melalui tahapan, yaitu
preprocessing, segmentasi dan feature extraction dengan menggunakan metode
Invariant Moments. Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan 20data citra X-
raydengan pembagian 10 citra tulang normal dan 10 citra frakturdidapatkan
kesimpulan bahwa metode yang diajukan mampu mengidentifikasi fraktur dan lokasi
fraktur dengan persentase akurasi sebesar 95%.
Kata kunci : fraktur, tibia dan fibula, invariant moments, scanline, support vector
machine
Universitas Sumatera Utara
viii
IDENTIFICATION OF BONE FRACTURE OF TIBIA AND FIBULA
USING SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM) ALGORITHM
ABSTRACT
Fructure is a medical condition where there’s a damaged inflicted in the continuity of
the bone. Fructure of the bone generally is caused by traumatic blow. Fracture can
happen to all range of ages, but is commonly found in elderly and people who needs
tool to work with their balancing problems, movement problems, and high risk jobs.
Moreover, the fracture of tibia (shankbone) and fibula (calf bone) is the most common
case compare to other bones, because the periosteum (a membrane that covers the
outer surface of all bones) in this bone is very thin. One of the way to identify this
fracture is to view the image result through X-ray, Other than that the identification
will need doctor’s manual assistance. These manually done procedure takes a lot of
time and the identification result is not accurate in some cases especially in the case
where the fracture can’t be seen with bare eyes in the X-ray image. Thus, a more
efficient method is needed to identify fracture and its location to boost the accuracy in
the identification proses. This research implemented the Support Vector Machine
algorithm (SVM) to identify the fracture and Scanline algorithm to identify the
location of the fracture. Before the identification process, the image will go through
the preprocessing stage, segmentation stage and feature extraction stage with the
Invariant Moments method. After testing with 20 X-ray image which have 10 normal
bone image and 10 fractured bone can be concluded that the proposed method can be
used to identify fractures with an accuracy percentage of 95%.
Keywords: fracture, tibia and fibula, invariant moments, scanline, support vector
machine.
Universitas Sumatera Utara
ix
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan iii
Pernyataan iv
Ucapan Terima Kasih v
Abstrak vii
Abstract viii
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Batasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.5. Manfaat Penelitian 4
1.6. Metodologi Penelitian 4
1.7. Sistematika Penulisan 5
Bab 2 Landasan Teori
2.1. Tulang Tibia dan Fibula 7
2.1.1. Tulang Tibia 7
2.1.2. Tulang Fibula 8
2.2. Fraktur 8
2.2.1.Klasifikasi Fraktur 9
2.3. Pengolahan Citra Digital 10
2.3.1. Grayscaling 11
2.4. Canny Edge Detection 12
2.5. Invariant Moments 13
Universitas Sumatera Utara
x
2.6. Support Vector Machine 15
2.7. Algoritma Scanline 19
2.8. Penelitian Terdahulu 21
Bab 3 Analisis dan Perancanngan Sistem
3.1. Arsitektur Umum 25
3.2. Dataset 26
3.3. Preprocessing 27
3.3.1. Grayscaling 27
3.4. Segmentasi 30
3.5. Ekstraksi Fitur 31
3.6. Identifikasi 33
3.7. Deteksi Lokasi 41
3.8. Perancangan Sistem 43
3.8.1. Diagram Aktifitas Sistem 43
3.8.2. Perancangan Antarmuka 46
3.8.2.1. Perancangan Tampilan Awal 46
3.8.2.2. Perancangan Tampilan Halaman Pengujian 47
3.8.2.3. Perancangan Tampilan Halaman Pelatihan 48
Bab 4 Implementasi dan Pengujian Sistem
4.1. Implementasi Sistem 50
4.1.1. Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 50
4.1.2. Implementasi Perancangan Antarmuka 50
4.2. Prosedur Operasional 52
4.3. Pengujian Sistem 58
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan 66
5.2. Saran 67
Daftar Pustaka 68
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu 22
Tabel 3.1. Pembagian citra yang digunakan sebagai dataset 26
Tabel 3.2. Pembagian data latih 27
Tabel 3.3. Pembagian data uji 27
Tabel 3.5. Contoh data training 34
Tabel 3.6. Transpose data 34
Tabel 3.7. Perbandingan data 35
Tabel 3.8. Hasil perhitungan kernel 37
Tabel 3.9. Matrik 38
Tabel 3.10. Hasil perhitnungan nilai error 38
Tabel 3.11. Hasil perhitnungan delta alpha 39
Tabel 3.12. Contoh data uji 40
Tabel 4.1. Proses dan hasil pengujian untuk citra kondisi fraktur 59
Tabel 4.2. Proses dan hasil pengujian untuk citra kondisi normal 61
Tabel 4.3. Confusion Matrix 63
Tabel 4.4. Nilai Evaluasi Sistem 64
Universitas Sumatera Utara
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Piksel 5x5 13
Gambar 2.2. Cara Kerja SVM 16
Gambar 2.3. Arsitektur Support Vector Machine 18
Gambar 2.4. Ilustrasi Proses Algoritma Scanline 20
Gambar 3.1. Arsitektur Umum 26
Gambar 3.2. Representasi piksel citra normal 28
Gambar 3.3. Citra 9 (3x3) piksel 28
Gambar 3.4. Nilai grayscaling pada 9 piksel (3x3) 29
Gambar 3.5. Hasil konversi citra rgb menjadi grayscaling 29
Gambar 3.6. Citra biner hasil deteksi tepi canny 30
Gambar 3.7. Nilai piksel hasil deteksi tepi canny 30
Gambar 3.8. Arsitektur SVM pada proses identifikasi fraktur 33
Gambar 3.9. Citra hasil dari proses algoritma Scanline 42
Gambar 3.10. Diagram aktifitas sistem 44
Gambar 3.11. Rancangan tampilan halaman awal sistem 46
Gambar 3.12. Rancangan tampilan halaman utama pengujian sistem 47
Gambar 3.13. Rancangan tampilan halaman pelatihan 49
Gambar 4.1. Tampilan halaman awal 51
Gambar 4.2. Tampilan halaman pengujian 51
Gambar 4.3. Tampilan halaman pelatihan 52
Gambar 4.4. Tampilan saat menu diklik 52
Gambar 4.5. Tampilan saat tombol uploaddiklik memilih directory data latih 53
Gambar 4.6. Tampilan pemilihan directory data latih dan data normal 53
Gambar 4.7. Tampilan saat data latih citra fracture& normal di pilih 54
Gambar 4.8. Tampilan saat data latih citra fracture& normal di Training 54
Gambar 4.9. Tampilan ketika tombol buka citra di pilih 55
Gambar 4.10. Tampilan ketika tombol Grayscale di pilih 56
Universitas Sumatera Utara
xiii
Gambar 4.11. Tampilan ketika tombol Deteksi Tepi di pilih 56
Gambar 4.12. Tampilan ketika tombol Ekstraksi Ciri di pilih 57
Gambar 4.13. Tampilan ketika tombol Identifikasi di pilih 57
Gambar 4.14. Grafik Pengujian Sistem 64
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tulang atau kerangka adalah penopang tubuh manusia. Tanpa tulang, pasti tubuh kita
tidak bisa tegak berdiri. Tulang mulai terbentuk sejak bayi dalam kandungan,
berlangsung terus sampai dekade kedua dalam susunan yang teratur. Tulang berfungsi
sebagai kerangka tubuh yang kaku, dan memberikan tempat perlekatan pada otot dan
organ yang terdapat pada tubuh seseorang. Aktivitas yang terlalu berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya fraktur pada tulang kita. Fraktur merupakan patah tulang
yaitu terputusnya keutuhan tulang umumnya akibat trauma, tenaga fisik, kecelakaan,
osteoporosis dan kanker tulang. Fraktur digolongkan sesuai jenis dan arah garis
fraktur. Fraktur tulang terjadi ketika kekuatan yang diberikan terhadap tulang lebih
kuat dari tulang dapat menanggung sehingga mengganggu struktur dan kekuatan
tulang yang dapat menimbulkan rasa sakit, pendarahan dan cedera di sekitar lokasi.
Tulang kering atau disebut juga tibia, adalah satu dari dua tulang yang lebih besar
dan lebih kuat yang berada di bawah lutut tulang yang satunya lagi adalah fibula, yang
menghubungkan lutut dengan tulang pergelangan kaki. Pada fraktur tibia dan fibula
lebih sering terjadi dibanding fraktur tulang lainnya karena periost yang melapisi
permukaan tulang tibia tipis dan berada langsung dibawah kulit, terutama pada daerah
depan yang hanya dilapisi kulit tipis sehingga tulang ini mudah terbentur sehingga
sering retak bahkan patah.
Untuk mendiagnosis fraktur banyak alat pencitraan medis yang dapat digunakan,
salah satu yang paling sering digunakan adalah X-ray dan Computed Tomography
(CT). Dokter menggunakan gambar X-ray untuk memeriksa apakah terjadi fraktur dan
untuk menemukan lokasi dari fraktur tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Namun pemeriksaan ini masih tergolong manual dan membutukan waktu yang cukup
lama. Ditambah kualitas dari gambar X-ray yang memiliki noise dapat memungkinkan
terjadinya kesalahan dalam diagnosis.
Pendekatan teknologi yang digunakan untuk membantu pembacaaan hasil
pemeriksaan radiologi X-ray fracture tibia dan fibula dengan menerapkan algoritma
Support Vector Machine (SVM) sebagai pendeteksi keberadaan fraktur secara manual
yang di deteksi melalui hasil image X-ray.Penelitian sebelumnya yang berkaitan
dengan identifikasi fraktur, diantaranya dilakukan untuk mendeteksi fraktur pada
gambar X-ray tulang tibia. Penelitian ini mengusulkan teknik fusion-classification
dengan mengabungkan 3 metode klasifikasi yaitu Feed Forward Back Propagation
Neural Networks (BPNN), Support Vector Machine (SVM) dan Naïve Bayes (NB)
untuk mendeteksi apakah terdapat fraktur atau tidak. Dari hasil penelitian tersebut
membuktikan bahwa penggabungan metode tersebut menunjukkan hasil akurasi yang
cukup baik dalam mendeteksi patah tulang dan kecepatan deteksi (Mahendran et al.
2011).Penelitian selanjutnya menggunakan gambar X-ray dari tulang femur untuk
mengklasifikasi apakah gambar tulang tersebut normal atau patah, berdasarkan nilai
parameter yang diperoleh dari nilai GLCM. Akurasi yang di peroleh dari penelitian ini
seberasar 87% (Vijayakumar et al. 2013). Pada penelitian Simanjuntak, S.E, (2016)
Metode yang diajukan pada penelitian ini adalah menggunakan Algoritma Scanline
untuk identifikasi lokasi fraktur dan ekstraksi fitur menggunakan deteksi Canny. Pada
penelitian ini ditunjukkan bahwa metode yang diajukan mampu melakukan
identifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula dengan akurasi 87,5%.Penelitian
selanjutnya menggunakan pendekatan Wavelet untuk mendeteksi lokasi fraktur pada
gambar X-Ray. Multilevel Wavelet yang digunakan untuk menemukan fraktur dari
gambar X-Ray tulang hanya dapat mendeteksi bagian dari fraktur tulang. Tingkat
akurasi dari penelitian ini sebesar 89.6% (Kuar et al. 2016). Pada penelitian
selanjutnya yaitu mendeteksi fraktur pada gambar X-Ray tulang kering. Penelitian ini
membahas kinerja hough transform yang diterapkan pada tepi gambar untuk
menemukan garis lurus dan sudut di mana potongan tulang ditemukan, setiap tepi titik
ditransformasikan ke semua baris yang tersedia. Setelah itu, sistem akan menentukan
apakah terdapat fraktur atau tidak pada gambar X-Ray tulang tersebut. Tingkat akurasi
yang diperoleh dari penelitian ini cukup akurat dan efisien (Myint et al. 2016).
Universitas Sumatera Utara
3
Support Vector Machine (SVM) merupakan metode klasifikasi yang mencari support
vector terbaik yang memisahkan dua buah class dengan margin terbesar. SVM secara
konseptual merupakan classifier yang bersifat linier tetapi dapat dimodifikasi dengan
menggunakan kernel (fungsi yang memudahkan proses pengklasifikasian data)
sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang bersifat tidak linier (non linier).
Penggunaan metode Support Vector Machine mampu mengenali pola huruf hijaiyah
tulisan tangan dengan akurasi terbaik untuk metode ekstraksi ciri ZCZ (Nadya,2016
dengan akurasi sebesar 90 %.
Pada penelitian ini, penulis mengajukan algoritma Support Vector Machine (SVM)
untuk mengidentifikasi fraktur tulang tibia dan fibula. Dimana pemrosesan awal
dilakukan untuk meningkatkan kualitas citra, kemudian untuk proses ekstraksi fitur
menggunakan Moment Invariant dan dilanjutkan proses identifikasi fraktur pada citra
digital tulang menggunakan algoritma Support Vector Machine (SVM) dan deteksi
lokasi fraktur dengan Algoritma Scanline.
1.2.Rumusan Masalah
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. salah satu cara
yang digunakan untuk identifikasi lokasi fraktur adalah dengan melihat gambar
fraktur tulang melalui foto rontgen atau X-ray. Kemudian, dianalisis secara manual
oleh ahli Radiologi. Analisis yang dilakukan secara manual yang dilakukan oleh ahli
radiologi sering mengalami kesulitan dalam membaca X-ray, adanya letak patahan
yang tidak dapat dilihat oleh kasat mata serta kualitas gambar yang banyak
mengandung noise dan penglihatan secara pandangan mata sangat terbatas untuk
melihat hasil dari X-ray. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan yang dapat
membantu ahli radiologi dalam mengidentifikasi fraktur pada citra digital tulang.
1.3.Batasan Masalah
Penelitian ini memiliki batasan-batasan atau ruang lingkup permasalahan yang akan
diteliti. Batasan-batasan yang dimaksud adalah:
a. Citra input yang di gunakan adalah citra sekunder hasil X-ray dalam format .JPG
b. Resolusi citra yang diolah adalah 100 x 400 pixel.
c. Bagian fraktur yang diteliti adalah tulang tibia dan fibula pada kaki kiri dan kanan
orang dewasa.
d. Aplikasi dihasilkan berbasis desktop.
Universitas Sumatera Utara
4
1.4.Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi fraktur pada tulang
tibia dan fibula dengan menggunakan Support Vector Machine (SVM).
1.5.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Membantu ahli radiologi mengidentifikasi fraktur pada citra tulang tibia dan
fibula.
b. Sebagai bahan pembelajaran dan referensi untuk penelitian-penelitian lain
dibidang image processing.
c. Sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis selama
menjalani perkuliahan.
1.6.Metodologi Penelitian
Adapun tahapan – tahapan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah :
1. Studi Literatur
Pada tahapan ini dilakukan pengumpulandan mempelajari informasi yang
diperoleh dari buku, skripi, jurnal, dan berbagai sumber informasi lainnya.
Informasi yang berkaitan dengan penelitian tersebut seperti Greyscalling, Canny,
Invariant Moment untuk pengambilan ciri, Support Vektor Machine (SVM) dan
Algoritma Scanline untuk mendeteksi lokasi fraktur.
2. Analisis Permasalahan
Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap tahapan sebelumnya yaitu studi
literatur dimana dilakukannya pengumpulan bahan referensi untuk mendapatkan
pemahaman tentang metode yang akan digunakan dalam menyelesaikan
permasalahan yaitu mengidentifikasi fraktur pada tulang tibia dan fibula.
3. Perancangan
Pada tahap selanjutnya yaitu tahapan perancangan atas hasil analisis
permasalahan yang dilakukan pada tahapan sebelumnya. Perancangan yang
dilakukan seperti perancangan arsitektur dan antarmuka sistem.
Universitas Sumatera Utara
5
4. Implementasi
Pada tahap ini dilakukan implementasi dari analisis yang telah dilakukan dalam
bentuk pembangunan program sesuai dengan perancangan dan alur yang telah
ditentukan.
5. Pengujian
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap sistem yang telah dibuat guna untuk
menguji seberapa mampu Support Vektor Machine (SVM) dalam hal
mengidentifikasi fraktur pada tulang tibia dan fibula.
6. Penyusunan Laporan
Pada tahap akhir dilakukan penulisan laporan dari keseluruhan penelitian yang
telah dilakukan.
1.7.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari lima bagian, yaitu sebagai berikut :
Bab 1: Pendahuluan
Bab ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab 2: Landasan Teori
Bab ini berisi tentang teori-teori penunjang yang digunakan untuk dapat memahami
permasalahan pada penelitian ini yaitu menjelaskan teori image processing,
Greyscalling, Canny, Scanline, Invariant Moment untuk pengambilan ciri dan Support
Vektor Machine (SVM) dan Algoritma Scanline untuk identifikasidan juga berisi
tentang penelitian terdahulu.
Bab 3: Analisis dan Perancangan
Bab ini berisi tentang analisis dari arsitektur umum serta analisis dari metode yang
digunakan yaitu metode Support Vektor Machine (SVM) dan Algoritma Scanline dan
penerapannya dalam hal mengidentifikasi fraktur pada tulang tibia dan fibula.
Universitas Sumatera Utara
6
Bab 4: Implementasi dan Pengujian
Bab ini membahas tentang implementasi dari hasil analisis dan perancangan sistem
yang dibahas pada bab sebelumnya dan serta membahas tentang hasil pengujian
terhadap sistem yang telah dibangun.
Bab 5: Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan
dan saran yang diajukan untuk pengembangan untuk penelitian berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang teori-teori dasar serta penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan penerapan Support Vektor Machine (SVM) untuk mengidentifikasi fraktur
tulang tibia dan fibula.
2.1.Tulang Tibia dan Tulang Fibula
Kaki bagian bawah manusia yang menghubungkan antara pergelangan kaki dengan
lutut terdiri dari dua tulang yaitu tulang kering (tibia) dan tulang betis (fibula).
2.1.1 Tulang Tibia
Tulang kering (tibia) adalah tulang besar dan lebih kuat yang ditemukan di kaki
bagian bawah pada vertebrata yang menghubungkan pergelangan kaki dengan lutut,
seperti pada manusia. Tulang tibia juga berfungsi untuk membentuk bagian dari
kerangka pada kaki bagian bawah, di mana ia mendukunggerakan kaki, menciptakan
titik di mana otot-otot yang dimasukkan, menyimpan mineral dan menghasilkan sel-
sel darah dalam sumsum tulang. Tubuh vertebrata mengandung satu tulang tibia di
setiap kaki. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung.
Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral. Kondi-kondil
ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang. Permukaan
superior memperlihatkkan dua dataran permukaan persendian untuk femur dalam
formasi sendi lutut. Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk
persendian dengan kepala fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di
sebelah belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum. Batang dalam irisan melintang
bentuknya. Sisi anteriornya paling menjulang dan sepertiga sebelah tengah terletak
subkutan. Bagian ini membentuk krista tibia.
Universitas Sumatera Utara
Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki. Tulang sedikit melebar dan
kebawah sebelah medial menjulang menjadi maleolus medial atau maloelus tibiae.
Sebelah depan tibia halus dan tendon-tendon menjulur di atasnya ke arah kaki (Evelyn
C.Pearche, 2005).
2.1.2. Tulang Fibula
Tulang Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang terletak disebelah lateral dan
bentuknya lebih kecil sesuai os ulna pada tulang lengan bawah. Arti kata fibula adalah
kurus atau kecil. Tulang ini panjang, sangat kurus dan gambaran korpusnya bervariasi
diakibatkan oleh cetakan yang bervariasi dari kekuatan otot – otot yang melekat pada
tulang tersebut. Tidak urut dalam membentuk sendi pergelangan kaki, dan tulang ini
bukan merupakan tulang yang turut menahan berat badan (Smeltzer, 2008).
Dibandingkan dengan tibia, fibula memiliki panjang yang sama namun sangat tipis.
Perbedaan ketebalan sesuai dengan peran dari dua tulang kaki tersebut. Tibia
membawa beban tubuh dari lutut ke pergelangan kaki, sementara fibula hanya
berfungsi sebagai pendukung tibia. Tulang fibula tidak membawa banyak berat tubuh,
namun tulang ini memainkan peran penting dalam menstabilkan pergelangan kaki dan
mendukung otot-otot kaki bagian bawah (BCH, 2017).
2.2. Fraktur
Fraktur atau patah tulang merupakan masalah yang sering terjadi di masyarakat.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh,
yang biasanya disebabkan oleh trauma (rudapaksa) atau tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya trauma (Lukman & Ningsih, 2009). Fraktur dapat terjadi pada setiap
tingkatan umur, yang beresiko tinggi untuk terjadinya fraktur adalah orang lanjut usia,
orang yang bekerja yang membutuhkan keseimbangan, masalah gerakan dan
pekerjaan yang beresiko tinggi (Reeves et al. 2001).
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan
trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang
dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan
tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya
jaringan lunak tetap utuh.
Universitas Sumatera Utara
9
Fraktur kruris merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula. Fraktur
tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Maka fraktur kruris tertutup adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang
rawan sendi maupun tulang rawan epifisis yang terjadi pada tibia dan fibula yang
tidak berhubungan dengan dunia luar. Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering
terjadi dibandingkan dengan fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang
melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit
sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser karena
berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.
2.2.1 Klasifikasi Fraktur
1. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi menjadi :
a. Fraktur complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen)
atau lebih.
b. Fraktur incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi :
Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih di tempat,
biasa terjadi di tulang pipih.
Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os. radius, ulna,
clavikula dan costae.
2. Berdasarkan garis patah atau konfigurasi tulang :
a. Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-1000 dari sumbu
tulang).
b. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau >1000 dari
sumbu tulang).
c. Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang.
d. Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih.
e. Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur.
3. Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur :
a. Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya
b. Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:
1) Shifted Sideways, menggeser ke samping tapi dekat
2) Angulated, membentuk sudut tertentu
Universitas Sumatera Utara
10
3) Rotated, memutar
4) Distracted, saling menjauh karena ada interposisi
5) Overriding, garis fraktur tumpang tindih
6) Impacted, satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.
4. Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur
dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh.
b. Fraktur terbuka, apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka
yangmenghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar yang
memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang
sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.
2.3 Pengolahan Citra Digital
Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi
yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Menurut para ahli citra
adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra
sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,
bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau
bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpan. (Sutoyo
et al, 2009). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus
(continue) atas intensitas cahaya pada bidang dua dimennsi. Sumber cahaya
menerangi objek, objek memantulkan kembali seluruh atau sebag ian berkas cahaya
kemudian ditangkap oleh alat optis atau elektro optis (Murni dkk, 1992).
Pengolahan citra digital adalah suatu kegiatan pemrosesan gambar digital dengan
tujuan memperbaiki kualitas suatu gambar agar lebih mudah diinterpretasi oleh mata
manusia ataupun mesin. Berdasarkan tujuannya, pengolahan citra digital dapat dibagi
menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut:
1. Perbaikan kualitas citra, misalnya menambah atau mengurangi kontras,
mempertajam gambar, atau memberikan warna semu.
2. Penghilang cacat pada citra, seperti menghilangkan noise dan blur.
3. Mengompres citra dengan tujuan mengurangi kapasitas gambar pada saat
restorasi.
Universitas Sumatera Utara
11
4. Segmentasi citra, yaitu membagi citra menjadi beberapa segmen dengan
kriteria tertentu, biasanya dipakai untuk pengenalan pola pada mesin
otomatis, robot, dan sebagainya.
5. Anilisis citra, yaitu dengan mengekstraksi ciri-ciri citra tertentu untuk
keperluan pengenalan dan identifikasi objek, contohnya adalah pendeteksi
tepi objek pada gambar.
6. Rekonstruksi citra, yaitu membentuk ulang objek hasil proyeksi, misalnya
oleh sinar X.
Pengolahan citra dilakukan dengan tujuan bagaimana mengolah dan menganalisi citra
agar memperoleh citra yang berkualitas tinggi sehingga dapat meningkatkan dan
memberikan informasi baru yang lebih bermanfaat tentang citra tersebut. Beberapa
teknik pengolahan citra yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.3.1 Grayscaling
Dalam pengolahan citra, mengubah warna citra menjadi citra grayscale digunakan
untuk untuk menyederhanakan model citra. Citra berwarna memiliki 3 komposisi
warna yaitu red (R), green (G), dan blue (B). Tiga komponen tersebut dirata-rata
supaya mendapatkan citra grayscale, dalam citra ini, tidak ada lagi warna yang ada
hanya derajat keabuan (Mardianto, 2008).
Citra skala keabuan (grayscaling) mempunyai nilai minimum (biasanya=0) dan
nilai maksimum. Banyaknya kemungkinan nilai minimum dan maksimum bergantung
pada jumlah bit yang digunakan (umumnya menggunakan 8 bit). Contohnya untuk
skala keabuan 4 bit, maka jumlah kemungkinan nilainya adalah 24 = 16, dan nilai
maksimumnya adalah 24-1 = 15, sedangkan untuk skala keabuan 8 bit, maka jumlah
kemungkinan nilainya adalah 28 = 256, dan nilai maksimumnya adalah 2
8 – 1 = 255.
Persamaan yang digunakan untuk mengkonversi citra berwarna menjadi citra skala
keabuan adalah sebagai berikut (Basuki, 2005).
(2.1)
G = ( R + G + B ) / 3
Universitas Sumatera Utara
12
Keterangan :
G = nilai hasil grayscaling
R = nilai red dari sebuah piksel
G = nilai green dari sebuah piksel
B = nilai blue dari sebuah piksel
2.4. Canny Edge Detection
Canny Edge Detection merupakan salah satu metode yang digunakan dalam proses
pengenalan pola pada pengolahan citra. Deteksi tepi merupakan proses untuk
memperjelas tepi-tepi objek yang ada pada gambar. Canny merupakan deteksi tepi
yang menggunakan multi tahap algoritma untuk mendeteksi berbagai tepidalan suatu
citra. Metode ini dikembangkan oleh John F. Canny pada tahun 1986.Canny
menggunakan Gausian Derrivative Kernel untuk memperhalus tampilan sebuah
gambar. Keunggulan Canny dibandingkan dengan deteksi tepi lainnya (Yodha &
Kurniawan, 2014), sebagai berikut:
Good detection, memaksimalkan Signal to Noise Ration (SNR) agar semua tepi
dapat terdeteksi dengan baik.
Good location, jarak antara piksel tepi yang terdeteksi dan piksel tepi nyata harus
diminimalkan.
One respon to single edge, hanya menghasilkan tepi tunggal / tidak
memberikantepi yang bukan tepi sebenarnya.
Langkah – langkah mendeteksi tepi Canny (Putra & Prapitasari, 2011), yaitu:
Langkah 1
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyaring dan membuang noise pada
gambar. Gaussian filter digunakan untuk tujuan ini.
Langkah 2
Setelah menghaluskan gambar dan menyingkirkan noise, langkah selanjutnya adalah
menemukan tepi dengan menggunakan gradient dari gambar tersebut.
Langkah 3
Menentukan arah tepian berdasarkan gradient.
Langkah 4
Setelah arah tepian ditemukan, langkah selanjutnya adalah merelasikan arah tepiannya
Universitas Sumatera Utara
13
Universitas Sumatera Utara
14
dan y = baris dan kolom
= nilai intensitas citra
Momen pusat Mean ( ) merupakan momen yang bersesuaian dengan pusat area.
Untuk mendapatkan momen pusat pada suatu citra dinyatakan pada persamaan 2.3.
∑ ∑
Dimana : =
=
Setelah nilai momen pusat diperoleh maka dilakukan proses normalisasi dengan
menggunakan persamaan 2.4
=
Dimana : =
=
Setelah didapat nilai normalisasi momen pusat dari setiap objek, kemudian nilai
tersebut dapat didefinisikan kedalam sekumpulan momen-momen invarian (Invariant
Moments). Persamaan dari momen tersebut dilakukan dengan persamaan 2.5.
=
=
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
(2.3)
(2.5)
(2.4)
Universitas Sumatera Utara
15
2.6. Support Vector Machine
Support Vector Machine (SVM) juga dikenal sebagai teknik pembelajaran mesin
(machine learning) paling mutakhir setelah pembelajaran mesin sebelumnya yang
dikenal sebagai Neural Network. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan
pasangan data input dan data output berupasasaran yang diinginkan. Pembelajaran
dengan cara ini disebut dengan pembelajaran terarah (supervised learning). Dengan
pembelajaran terarah iniakan diperoleh fungsi yang menggambarkan bentuk
ketergantungan input dan outputnya. Selanjutnya, diharapkan fungsi yang diperoleh
mempunyai kemampuan generalisasi yang baik, dalam arti bahwa fungsi tersebut
dapat digunakan untuk data input di luar data pembelajaran (Nugroho, A.S et,al 2003).
SVM dipilih sebagai algoritma identifikasi pada penelitian ini karena algoritma ini
memiliki waktu dalam melakukan pembelajaran yang tinggi dan sangat optimal dalam
melakukan pengidentifikasian. Metode ini secara matematis memiliki proses yang
tidak terlalu sulit dibanding algoritma sejenis. Hal ini membuat SVM lebih mudah
untuk diimplementasikan ke dalam sistem dibanding algoritma lainnya.
SVM pada dasarnya dirancang untuk pengklasifikasian secara binary, tetapi
berhasil dikembangkan untuk pengklasifikasian mulit-class. Hal ini menjadi penting,
karena bisa mengklasifikasi lebih dari satu kelas tidak hanya mengurangi tingkat error
tetapi juga mempercepat proses adaptasi dan pengklasifikasiannya. SVM melakukan
pengklasifikasian dengan memetakan kelas-kelas dan mencari garis pemisahnya.
Garis pemisah yang biasa disebut hyperplane akan menjadi variabel utama dalam
pengklasifikasian. Data yang telah dilatih akan berbentuk vektor-vektor data yang
disebut support vector. Support vector ini merupakan nilai data terdekat yang akan
dijadikan pedoman dalam pengklasifikasian yang dipisahkan oleh hyperlane. Data
yang masuk akan mencari hyperlane terlebih dahulu, untuk kemudian diarahkan oleh
hyperlane ke support vector dengan nilai terdekat. Data yang cocok akan
menghasilkan sebuah informasi berguna yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
sistem dibuat. Cara kerja SVM dapat dilihat pada gambar 2.2
Universitas Sumatera Utara
16
Universitas Sumatera Utara
17
(2.10)
Dasar pemikiran metode SVM adalah :
1. Garis hyperplane yang optimal yang memisahkan pola secara linier.
2. Pemisahan pola yang non-linier menggunakan penambahan fungsi kernel.
Secara Matematika, formulasi problem optimisasi SVM untuk kasus klasifikasi
didalam primal space adalah :
Subject to
Dimana xi merupakan data masukan dari yi merupakan keluaran, sedangkan b
merupakan parameter yang kita cari nilainya.
Banyak teknik data mining atau machine learning yang dikembangkan dengan
asumsi kelinieran, sehingga algoritma yang dihasilkan terbatas untuk kasus-kasus yang
linier (Santosa, 2007). SVM dapat bekerja pada data non-linier dengan menggunakan
pendekatan kernel pada fitur data awal himpunan data. Fungsi kernel yang digunakan
untuk memetakan dimensi awal (dimensi yang lebih rendah) himpunan data ke
dimensi baru (dimensi yang relatif lebih tinggi). Fungsi kernel yang umum digunakan
adalah sebagai berikut :
1. Kernel Linier
2. Polynomial
3. Kernel Gaussian Radial Basic Function (RBF)
4. Kernel Sigmoid
( ) ( )
Pada SVM (Support Vector Machine) untuk klasifikasi disebut SVC (Support
Vector Classification). Klasifikasi adalah proses untuk menemukan model atau fungsi
yang menjelaskan atau membedakan konsep kelas data dengan tujuan untuk
(2.6)
(2.7)
(2.8)
(2.9)
(2.11)
Universitas Sumatera Utara
18
memperkirakan kelas yang tidak diketahui dari suatu objek. Arsitektur SVM dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Arsitektur Support Vector Machine (Gusfan, et al. 2015)
Arsitektur SVM memiliki beberapa layer, diantaranya yaitu inputlayer, hidden layer,
dan output layer. Pada input layer jumlah neuron pada lapisan ini sama dengan jumlah
parameter (variabel) yang dibutuhkan untuk menggambarkan input bentuk yang dapat
dipisah. Nilai dari variabel ini diperoleh dari hasil ekstraksi ciri setiap data yang diuji.
Kemudian pada hidden layer dilakukan proses penghitungan kernel kedekatan jarak
antara vektor bobot dengan vektor input. Vektor bobot adalah nilai dari data latih
setiap kelasnya sedangkan vektor input merupakan nilai ekstraksi ciri data yang diuji.
Secara umum dalam proses klasifikasi memiliki dua proses yaitu:
1. Proses training: pada proses training digunakan training set yang telah
diketahui label-labelnya untukmembangun model atau fungsi.
2. Proses testing: untuk mengetahui keakuratan model atau fungsi yang akan
dibangun pada proses training, maka digunakan data yang disebut dengan
testing set untuk memprediksi label-labelnya.
Untuk melakukan proses identifikasi maka perlu dilakukan pemodelan SVM untuk
menguji data training dan data testing. Data training dihitung dengan menggunakan
salah metode penyelesaian training data SVM yaitu Sequential Minimal Optimization
(SMO). Adapun langkah-langkah umum dari metode penyelesaian training ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
19
1. Menginisiasi nilai awal:
2. Hitung matriks dengan rumus:
( )
Keterangan:
= elemen matriks ke-ij.
= kelas data ke-i.
= kelas data ke-j.
= batas teoritis yang akan diturunkan.
3. Menghitung nilai error dengan rumus :
∑
Keterangan :
= Nilai error data ke i
4. Menghitung nilai delta alpha dengan rumus :
{ [ ] }
5. Menghitung nilai dengan menggunakan rumus :
2.7. Algoritma Scanline
Algoritma Scanline terdiri dari kelas khusus dari teknik geometrik transformasi yang
beroperasi hanya sepanjang baris dan kolom. Algoritma Scanline merupakan
Algoritma Hidden Surface Removal yang digunakan untuk memecahkan masalah
penggunaan memori yang besar dengan satu baris scan untuk memproses semua
permukaan objek. Algoritma Scanline akan men-sweeping layar dari atas ke bawah
(Simanjuntak, 2016).
Sebuah baris scan horizontal bidang di coba untuk semua permukaan dari objek.
Perpotongan antara baris scan dan permukaan adalah berupa sebuah garis. Algoritma
Scanline melakukan scan dengan arah sumbu sehingga memotong semua permukaan
bidang dengan arah sumbu dan kemudian membuang garis-garis yang tersembunyi.
(2.13)
(2.12)
(2.14)
(2.15)
(2.16)
Universitas Sumatera Utara
20
Universitas Sumatera Utara
21
2.8. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan identifikasi lokasi fraktur, diantaranya
pernah dilakukan untuk mendeteksi fraktur pada gambar X-ray tulang tibia. Penelitian
ini mengusulkan teknik fusion-classification dengan mengabungkan 3 metode
klasifikasi yaitu Feed Forward Back Propagation Neural Networks (BPNN), Support
Vector Machine (SVM) dan Naïve Bayes (NB) untuk mendeteksi apakah terdapat
fraktur atau tidak. Dari hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa penggabungan
metode tersebut menunjukkan hasil akurasi yang cukup baik dalam mendeteksi patah
tulang dan kecepatan deteksi (Mahendran et al. 2011).
Penelitian selanjutnya menggunakan gambar X-ray dari tulang femur untuk
mengklasifikasi apakah gambar tulang tersebut normal atau patah, berdasarkan nilai
parameter yang diperoleh dari nilai GLCM. Akurasi yang di peroleh dari penelitian ini
seberasar 87% (Vijayakumar et al. 2013).
Penelitian selanjutnya yaitu mengidentifikasi lokasi fraktur pada citra X-ray tulang
tibia dan fibula mengunakan Algoritma Scanline. Pada pemrosesan awal dilakukan
dengan meningkatkan kualitas citra, kemudian dengan menggunakan deteksi tepi
canny dilakukan proses ekstraksi fitur untuk menemukan ciri kusus dari tulang yang
akan digunakan untuk proses identifikasi. Tingkat akurasi pada penelitian ini sebesar
87.5% (Simanjuntak, 2016).
Penelitian selanjutnya menggunakan pendekatan Wavelet untuk mendeteksi lokasi
fraktur pada gambar X-ray. Multilevel Wavelet yang digunakan untuk menemukan
fraktur dari gambar X-ray tulang hanya dapat mendeteksi bagian dari fraktur tulang.
Tingkat akurasi dari penelitian ini sebesar 89.6% (Kaur et al. 2016).
Pada penelitian selanjutnya yaitu mendeteksi fraktur pada gambar X-Ray tulang
kering. Penelitian ini membahas kinerja hough transform yang diterapkan pada tepi
gambar untuk menemukan garis lurus dan sudut di mana potongan tulang ditemukan,
setiap tepi titik ditransformasikan ke semua baris yang tersedia. Setelah itu, sistem
akan menentukan apakah terdapat fraktur atau tidak pada gambar X-Ray tulang
tersebut. Tingkat akurasi yang diperoleh dari penelitian ini cukup akurat dan efisien
(Myint et al. 2016).
Support Vector Machine (SVM) merupakan metode klasifikasi yang mencari
support vector terbaik yang memisahkan dua buah class dengan margin terbesar. SVM
Universitas Sumatera Utara
22
secara konseptual merupakan classifier yang bersifat linier tetapi dapatdimodifikasi
dengan menggunakan kernel (fungsi yang memudahkan proses pengklasifikasian data)
sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang bersifat tidak linier (non linier).
Penggunaan metode Support Vector Machine mampu mengenali pola huruf hijaiyah
tulisan tangan dengan akurasi terbaik untuk metode ekstraksi ciri ZCZ (Nadya, 2016)
dengan akurasi sebesar 90%.
Rangkuman dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Penelitia Terdahulu
No. Peneliti Tahun Metode Keterangan
1 S.K.Mahendran
& S.Santhosh
Baboo
2011 Feed Forward Back
Propagation Neural
Networks (BPNN),
Support Vector
Machine Classifiers
(SVM) & Naïve
Bayes Classifiers
(NB)
Data yang digunakan
adalah data gambar X-
raydari tulang tibia.
Penelitian ini
menggabungkan beberapa
metode klasifikasi.
Penggabungan dari
beberapa metode
menunjukkan hasil yang
lebih baik dalam hal
kecepatan deteksi patah
tulang.
2 R.Vijayakumar
& G. Gireesh
2013 Gray Level Co-
occurrence Matrix
(GLCM)
Tulang yang di deteksi
adalah X-ray tulang
femur.
Tujuannyamengklasifikasi
apakah tulang tersebut
normal atau patah.
Tingkat akurasi dari
penelitian ini 87 %.
Universitas Sumatera Utara
23
Tabel 2.1. Penelitia Terdahulu (Lanjutan)
No. Peneliti Tahun Metode Keterangan
3 Susi Elfrida S 2016 Deteksi tepi Canny&
Algoritma Scanline
Data yang digunakan
gambar X-raydari fraktur
tulang tibia.
Proses identifikasi untuk
menentukan lokasi fraktur
dari tulang tibia dan fibula
menggunakan Scanline.
Tingkat akurasi pada
penelitian ini 87,5%.
4 Tanudeep
Kaur &
Anupam Garg
2016 Hough Transform &
Multilevel Wavelet
Data yang digunakan
adalah data citra X-ray
tulang.
Pendekatan Multilevel
Wavelet digunakan untuk
mendeteksi lokasi fraktur
pada citra X-ray.
Tingkat akurasi pada
penelitian ini89.6 %.
5 San Myint,
Aung Soe
Khaing, &
HlaMyo Tun
2016 Metode deteksi tepi
Canny &
Transformasi Hough
Data yang digunakan
adalah data citra X-ray
tulang kering.
Penelitian ini
menggunakan
transformasi hough untuk
menentukan fraktur atau
tidak.
Hasil akurasi sistem yang
diusulkan sangat akurat
dan efisien.
Universitas Sumatera Utara
24
Tabel 2.1. Penelitia Terdahulu (Lanjutan)
No. Peneliti Tahun Metode Keterangan
6 Nadya Amelia 2016 Image Centroid and
Zone (ICZ), Zone
Centroid and Zone
(ZCZ) dan Support
Vector Machine
(SVM)
Data yang digunakan
gambar tulisan tangan
huruf hijaiyah.
Proses identifikasi untuk
mengenali tulisan dengan
menggunakan SVM.
Tingkat akurasi pada
penelitian ini 90%.
Berdasarkan dari beberapa penelitian yang sudah di lakukan sebelumnya, maka pada
penelitian ini penulis menggunakan metode Support Vector Machine (SVM) untuk
mengidentifikasi apakah tulang tibia dan fibula tersebut fraktur atau normal dengan
memanfaatkan invariant moment sebagai ekstraksi ciri dan identifikasi lokasi fraktur
dengan menggunakan Algoritma Scanline. Diharapkan dengan menggunakan metode
ini dapat menghasilkan sistem identifikasi dengan akurasi yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
Pada bab ini dibahas mengenai analisis dari arsitektur umum dan metode yang
digunakan yaitu algoritma Support Vector Machine (SVM) dan algoritma Scanline
serta penerapannya dalam hal mengidentifikasi fraktur pada citra tulang tibia dan
fibula. Pada bab ini juga dibahas perancangan tampilan antarmuka sistem.
3.1. Arsitektur Umum
Proses identifikasi fraktur citra tulang tibia dan fibula pada penelitian ini terdiri dari
beberapa langkah. Langkah-langkah tersebut dimulai dari pengumpulan data citra
fraktur dan normal yang akan digunakan untuk dataset pelatihan dan dataset
pengujian. Pengolahan citra terdiri dari Grayscaling, segmentasi, ekstraksi ciri,
identifikasi, dan penentuan lokasi fraktur.
Proses pengolahan citra dimulai dari grayscaling mengubah warna citra menjadi
abu-abu atau hitam dan putih,segmentasi menggunakan deteksi tepi canny, ekstraksi
ciri menggunakan moment invariant, identifikasi menggunakan SVM, dan penentuan
lokasi fraktur menggunakan algoritma scanline. Diagram alir sistem identifikasi
tulang tibia dan fibula ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1. Arsitektur umum
3.2. Dataset
Citra yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian sebelumnya, data
tersebut didapat dari rumah sakit umum yang ada di kota Medan. Dimensi dari citra
yang digunakan adalah 100x400 pixel dengan format joint photographic group (jpg).
Seluruh data berjumlah 135 citra, dimana pembagian data ditunjukkan pada tabel
berikut.
Tabel 3.1. Dataset
No. Citra X-ray Tulang Tibia dan Fibula Jumlah Citra
1 Fraktur 100
2 Normal 35
Grayscaling
Canny Edge Detection
Image Segmentation
Proses
Pre-Processing Image
Image enhaccement
Input
Input citra X-ray
training data set
Input citra X-ray
testing data set
Feature Extraction
Moment Invariant
Support Vector Machine
Identification
Scanline
Deteksi Lokasi
Output
Hasil Identifikasi
Citra Tulang
Universitas Sumatera Utara
27
Tabel 3.2. Data Latih
No. Citra X-ray Tulang Tibia dan Fibula Jumlah Citra
1 Fraktur 90
2 Normal 25
Tabel 3.4. Data Uji
No. Citra X-ray Tulang Tibia dan Fibula Jumlah Citra
1 Fraktur 10
2 Normal 10
Seluruh citra tersebut baik citra latih maupun citra uji kemudian diolah sehingga
diperoleh suatu sistem yang mampu mengidentifikasi lokasi fraktur secara otomatis.
Sistem yang dikembangkan pada penelitian ini terdiri dari dua tahapan utama yaitu
pelatihan dan pengujian. Pada tahapan pelatihan digunakan 115 citra tulang tibia dan
fibula yang terdiri dari 90 citra tulang kondisi fraktur dan 25 citra tulang kondisi
normal. Tahapan pelatihan terdiri dari proses baca citra, konversi citra rgb menjadi
grayscale, perbaikan kualitas citra, deteksi tepi, ekstraksi ciri, klasifikasi, dan
penentuan lokasi fraktur.
3.3. Preprocessing
Sebelum data digunakan, data terlebih dahulu diproses melalui tahapan pengolahan
citra yang bertujuan untuk menghasilkan citra yang lebih baik untuk diproses
ketahapan selanjutnya.
3.3.1. Grayscaling
Tahapan pelatihan diawali dengan membaca seluruh citra tulang tibia dan fibula yang
ada pada data latih. Pertama proses grayscaling citra tulang merupakan citraRGB,
untuk mendapatkan citra grayscale, maka 3 komponen tersebut dirata-ratakan, dalam
citra tidak ada lagi warna melainkan hanya derajat keabuan. Setiap piksel yang
terdapat pada citra diwakili 24 bit,yang masing-masing memiliki 8-bit warna yang
berada pada 0 (00000000) sampai 255 (11111111). Gambar 3.2 merupakan
representasi piksel pada citra tulang tibia dan fibula.
Universitas Sumatera Utara
28
Universitas Sumatera Utara
29
Universitas Sumatera Utara
30
Universitas Sumatera Utara
31
Setelah objek-objek citra didapatkan, objek citra dihitung ketujuh Hu Invariant
Moments nya, ketujuh nilai dinormalisasi sehingga dapat digunakan.
Sebagai contoh objek citra pada gambar 3.2 digunakan sebagai data citra inputan
dan lokasi objek dalam citra ditunjukan pada gambar 3.6 serta data objek citra yang
digunakan untuk perhitungan adalah citra satu chanel warna keabuan 8bit.
3.5. Ekstraksi Fitur
Pada proses ekstraksi ciri, dilakukan penghitungan nilai moment invariant terhadap
citra biner hasil segmentasi. Setelah proses pengolahan citra dilakukan tahap
berikutnya yaitu mengekstraksi fitur atau ciri dari hasil tahapan akhir pengolahan
citra. Ekstraksi fitur pada penelitian ini menggunakan metode invariant moments.
Langkah awal yang dilakukan untuk mendapatkan nilai invariant moments yaitu
dengan menghitung nilai momen dari citra. Nilai momen yang dicari merupakan hasil
akhir dari tahap pengolahan citra yaitu canny edge detection yang berukuran 100x400
piksel. Gambar yang digunakan potongan adalah gambar 3.5. penghitungan nilai
momen dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.2. Nilai momen yang dicari
adalah , , dan untuk setiap objek yang ada.
∑ ∑
Nilai momen yang diperoleh menggunakan persamaan 2.2 adalah sebagai berikut.
695217.0 2.8890943E7 1.58404658E8
Setelah nilai momen dan diperoleh, maka langkah berikutnya yaitu
menghitung nilai momen pusat dengan menggunakan persamaan 2.3.
∑ ∑
Dimana : =
=
Universitas Sumatera Utara
32
Nilai momen pusat yang diperoleh dari persamaan 2.3, dimana nilai dari
dan adalah sebagai berikut.
1. = 2.735461699994162E8
2. = 4.346951030831737E8
3. = 9.719116756570135E9
4. = 7.276289957362335E9
5. = -3.942218400349191E11
6. = -1.137597457590645E10
7. = -2.348558667746482E9
Setelah nilai momen pusat , , , , , , dan diperoleh selanjutnya
akan dilakukan proses normalisasi nilai momen pusatdengan menggunakan persamaan
2.4.
=
Dimana : =
=
Dari hasil normalisasi momen pusat , , , , , , dan pada
Gambar 3.5 diperoleh nilai normalisasi sebagai berikut.
1. = 5.659653873172104E-4
2. = 8.993815646619662E-4
3. = 0.02010879435645232
4. = 1.8055480019766295E-5
5. = -9.782271731631517E-4
6. = -2.8228490462068607E-5
7. = -5.827743856996758E-6
Tahap terahir yaitu menghitung nilai invariant moments , karena nilai yang
diperoleh sangat kecil maka nilai tersebut didefinisikan kedalam fungsi
seperti pada persamaan 2.6, agar dapat terlihat perbedaan dari setiap nilai.
Universitas Sumatera Utara
33
Hasil dari persamaan tersebut berupa tujuh nilai invariant moments dari ekstraksi
Gambar 3.5 sebagai berikut:
1. = 6.0607
2. = 31.9199
3. = 6.7058
4. = 7.1397
5. = 71.6570
6. = 37.6369
7. = 4.0904
Setelah nilai invariant moments diperoleh, maka nilai tersebut akan menjadi nilai
input yang akan digunakan pada proses identifikasi fraktur selanjutnya.
3.6. Identifikasi
Nilai moment invariant yang diperoleh kemudian digunakan sebagai nilai masukan
dalam algoritma SVM . Pada penelitian ini proses klasifikasi dilakukan menggunakan
algoritma Support Vector Machine (SVM). Algoritma ini digunakan untuk
mengklasifikasikan citra dalam kelas kondisi fraktur dan normal.
Arsitektur SVM dari proses identifikasi yang akan dilakukan dapat dilihat pada
Gambar 3.8.
∑
Gambar 3.8. Arsitektur SVM pada proses identifikasi fraktur
Vector x
X1 X2 X5 X7 Input Layer
(Image)
Hidden Layer
(Kernel) K(X1,X) K(X2,X) K(X3,X)
Output
….
.
X3 X4 X6
K(X4,X) K(X5,X) K(X6,X) K(X7,X)
Bias
𝑏
< 𝑤 𝑥 > < 𝑤 𝑥 >
Universitas Sumatera Utara
34
Berikut nilai data masukan yang di ambil dari data uji.
langkah-langkah umum dari metode penyelesaian algoritma SVM ini adalah :
1. Menginisiasi awal untuk nilai α, C, epsilon, gamma, dan lamda α =0.5 C = 0,
epsilon = 0.01, gamma = 0.2, lamda =1.5
2. Memasukkan data uji dari nilai fitur Humoment invariant.
Tabel 3.5 Contoh data training
Dimana 1 adalah label fraktur dan 0 adalah label normal.
3. Menentukan dot product setiap data dengan memasukkan fungsi kernel (K).
Rumus fungsi kernel yang umum seperti pada persamaan (2.8) sampai dengan
persamaan (2.11). Fungsi kernel digunakan adalah fungsi kernel linier.
Sebelumnya data di transpose karena menggunakan perkalian matriks A x AT.
Tabel 3.6. Transpose data
A1 A2 A3 A4
6.1977 5.8812 4.4051 4.4661
33.5218 30.7042 16.1428 17.4270
6.2507 14.6489 1.1144 0.4608
7.0312 14.4001 0.7175 0.9179
66.9796 200.9863 0.3989 0.6471
38.4120 79.7231 2.2967 3.8308
3.6780 7.3056 -0.2457 -0.1268
Pada metode kernel, data tidak direpresentasikan secara individual, melainkan lewat
perbandingan antara sepasang data. Setiap data akan dibandingkan dengan dirinya dan
data lainnya. Kita misalkan untuk data berjumlah 4 data maka perbandingan datanya
seperti terlihat pada tabel 3.7
No X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y
A1 6.1977 33.5218 6.2507 7.0312 66.9796 38.4120 3.6780 1
A2 5.8812 30.7042 14.6489 14.4001 200.9863 79.7231 7.3056 1
A3 4.4051 16.1428 1.1144 0.7175 0.3989 2.2967 -0.2457 0
A4 4.4661 17.4270 0.4608 0.9179 0.6471 3.8308 -0.1268 0
Universitas Sumatera Utara
35
Tabel 3.7. Perbandingan data
A1 A2 A3 A4
A1 K(A1,A1) K(A1,A2) K(A1,A3) K(A1,A4)
A2 K(A2,A1) K(A2,A2) K(A2,A3) K(A2,A4)
A3 K(A3,A1) K(A3,A2) K(A3,A3) K(A3,A4)
A4 K(A4,A1) K(A4,A2) K(A4,A3) K(A4,A4)
Berikut contoh perhitungan dengan data A1 sampai A4 :
K (A1, A1) = ((6.1977*6.1977)+(33.5218*33.5218)+(6.2507*6.2507)
+(7.0312*7.0312) + (66.9796*66.9796)+(38.4120*38.4120)+
(3.6780*3.6780)) = 7225.90782862
K (A2, A1) = ((5.8812*6.1977)+(30.7042*33.5218)+( 14.6489*6.2507)+
(14.4001*7.0312)+(200.9863*66.9796)+(79.7231*38.4120)+
(7.3056*3.6780)) = 17809.70152063
K (A3, A1) = ((4.4051*6.1977)+(16.1428*33.5218)+(1.1144*6.2507)+
(0.7175*7.0312)+(0.3989*66.9796)+(2.2967*38.4120)+
(-0.2457*3.6780))= 694.48318563
K (A4, A1) = ((4.4661*6.1977)+(17.4270*33.5218)+(0.4608*6.2507)+
(0.9179*7.0312)+(0.6471*66.9796)+(3.8308*38.4120)+
(-0.1268*3.6780)) = 811.22303597
K (A1, A2) = ((6.1977*5.8812)+(33.5218*30.7042)+(6.2507*14.6489)+
(7.0312*14.4001)+(66.9796*200.9863)+(38.4120*79.7231)+(3.6780*
7.3056)) = 17809.70152063
K (A2, A2) =((5.8812*5.8812)+(30.7042*30.7042)+(14.6489*14.6489)+
(14.4001*14.4001)+(200.9863*200.9863)+(79.7231*79.7231)+
(7.3056*7.3056)) =48203.92681496
Universitas Sumatera Utara
36
K (A3, A2) =((4.4051*5.8812)+(16.1428*30.7042)+(1.1144*14.6489)+
(0.7175*14.4001)+(0.3989*200.9863)+(2.2967*79.7231)+
(-0.2457*7.3056)) = 809.69433271
K (A4, A2) = ((4.4661*5.8812)+(17.4270*30.7042)+(0.4608*14.6489)+
(0.9179*14.4001)+(0.6471*200.9863)+(3.8308*79.7231)+
(-0.1268*7.3056)) = 1015.85132176
K (A1, A3) =((6.1977*4.4051)+(33.5218*16.1428)+(6.2507*1.1144)+
(7.0312*0.7175)+(66.9796*0.3989)+(38.4120*2.2967)+
(3.6780*(-0.2457))) = 694.48318563
K (A2, A3) = ((5.8812*4.4051)+( 30.7042*16.1428)+( 14.6489*1.1144)+
(14.4001*0.7175)+(200.9863*0.3989)+( 79.7231*2.2967)+
(7.3056*(-0.2457))) = 809.69433271
K (A3, A3) = ((4.4051*4.4051)+(16.1428*16.1428)+(1.1144*1.1144)+
(0.7175*0.7175)+(0.3989*0.3989)+( 2.2967*2.2967)+
(-0.2457*(-0.2457))) = 287.24591205
K (A4, A3) = ((4.4661*4.4051)+( 17.4270*16.1428)+( 0.4608*1.1144)+
(0.9179*0.7175)+(0.6471*0.3989)+( 3.8308*2.2967)+
(-0.1268*(-0.2457))) = 311.25378279
K (A1, A4) = ((6.1977*4.4661)+(33.5218*17.4270)+( 6.2507*0.4608)+
(7.0312*0.9179)+(66.9796*0.6471)+(38.4120*3.8308)+
( 3.6780*(-0.1268))) = 811.22303597
K (A2, A4) = ((5.8812*4.4661)+( 30.7042*17.4270)+( 14.6489*0.4608)+
(14.4001*0.9179)+(200.9863*0.6471)+( 79.7231*3.8308)+
(7.3056*(-0.1268))) = 1015.85132176
Universitas Sumatera Utara
37
K (A3, A4) = ((4.4051*4.4661)+( 16.1428*17.4270)+(1.1144*0.4608)+
(0.7175*0.9179)+(0.3989*0.6471)+( 2.2967*3.8308)+
(-0.2457*(-0.1268))) = 311.25378279
K (A4, A4) = ((4.4661*4.4661)+(17.4270*17.4270)+(0.4608*0.4608)+
(0.9179*0.9179)+(0.6471*0.6471)+(3.8308*3.8308)+
(-0.1268*(-0.1268))) = 339.81110055
Semua data dihitung dengan cara sama, baris x kolom sehingga menghasilkan nilai
dot product seperti ditunjukkan oleh tabel dibawah karena ada 4 data, maka
didapatkan matriks 4x4.
Tabel 3.8. Hasil perhitungan kernel
A1 A2 A3 A4
A1 7225.90782862 17809.70152063 694.48318563 811.22303597
A2 17809.70152063 48203.92681496 809.69433271 1015.85132176
A3 694.48318563 809.69433271 287.24591205 311.25378279
A4 811.22303597 1015.85132176 311.25378279 339.81110055
4. Menghitung matriks dengan persamaan 2.13 dengan rumus :
( )
Keterangan :
= elemen matriks ke-ij.
= kelas data ke-i.
= kelas data ke-j.
= batas teoritis yang akan diturunkan.
Contoh perhitungan untuk pasangan data A1 :
Dij= (-1)(-1)( 7225.90782862) + 0.52 = 7226.15782862
Dij= (-1)(-1)( 17809.70152063) + 0.52 = 17809.95152063
Dij= (-1)(-1)( 694.48318563) + 0.52
= 694.73318563
Dij= (-1)(-1)( 811.22303597) + 0.52
= 811.47303597
Maka didapatkan hasil untuk semua data :
Universitas Sumatera Utara
38
Tabel 3.9. Matrik
a1 a2 a3 a4
a1 226.15782862 17809.95152063 694.73318563 811.47303597
a2 17809.95152063 48204.17681496 809.94433271 1016.10132176
a3 694.73318563 809.94433271 287.49591205 311.50378279
a4 811.47303597 1016.10132176 311.50378279 340.06110055
5. Mencari nilai error dengan menggunakan persamaan 2.14
∑
Keterangan :
= Nilai error data ke i
= (0.5*226.15782862) + (0.5*17809.95152063) + (0.5*694.73318563) +
(0.5*811.47303597) = 9771.157785425
= (0.5*17809.95152063) + (0.5*48204.17681496) + (0.5*809.94433271) +
(0.5*1016.10132176) = 33920.08699503
= (0.5*694.73318563) + (0.5*809.94433271) + (0.5*287.49591205) +
(0.5*311.50378279) = 1051.83860659
= (0.5*811.47303597) + (0.5*1016.10132176) + (0.5*311.50378279) +
(0.5*340.06110055) = 1239.569620535
Maka didapatkan nilai error setiap data adalah :
Tabel 3.10. Hasil perhitnungan nilai error
a1 9771.157785425
a2 33920.08699503
a3 1051.83860659
a4 1239.569620535
6. Menghitung nilai delta alpha dengan menggunakan persamaan 2.15
menggunakan rumus :
{ [ ] }
Universitas Sumatera Utara
39
Untuk data pertama :
Delta alpha = Min (max (0.5(1-9771.157785425),-0.5),1-0.5)
= Min (max(0.5 (-9770.157785425-0.5),0.5
= Min (-4885.3288927125, 0.5) = -4885.3288927125
Delta alpha = Min (max (0.5( 1- 33920.08699503),-0.5), 1-0.5 )
= Min (max(0.5 (-33919.08699503-0.5),0.5
= Min (-16959.793497515, 0.5) = -16959.793497515
Delta alpha = Min (max (0.5( 1- 1051.83860659),-0.5), 1-0.5 )
= Min (max(0.5 (-1050.83860659-0.5),0.5
= Min (-525.669303295, 0.5) = -525.669303295
Delta alpha = Min (max (0.5( 1- 1239.569620535),-0.5), 1-0.5 )
= Min (max(0.5 (-1238.569620535-0.5),0.5
= Min (-619.5348102675, 0.5) = -619.5348102675
Maka didapatkan delta alpha sebagai berikut :
Tabel 3.11. Hasil perhitungan delta alpha
a1 -4885.3288927125
a2 -16959.793497515
a3 -525.669303295
a4 -619.5348102675
Menghitung nilai a baru dengan menggunakan persamaan 2.16 dengan rumus:
Alpa = 0.5 + (-4885.3288927125) = -4884.8288927125
Alpa = 0.5 + (-16959.793497515) = -16959.293497515
Alpa = 0.5 + (-525.669303295) = -525.169303295
Alpa = 0.5 + (-619.5348102675) = -619.0348102675
Universitas Sumatera Utara
40
Mencari nilai bias:
< > < >
Terlebih dahulu dihitung nilai w :
Wi+ adalah bobot dot product data dengan alpha terbesar di kelas positif
Wi - adalah bobot dot product data dengan alpha terbesar di kelas negative
w x+ (kelas positif ) = (0 x 0 x 7225.90782862)+(0 x 1 x 17809.70152063)+(0 x
1 x 694.48318563)+ (0 x 0 x 811.22303597)= 0
w x-(kelas negatif) = (1 x 0 x 17809.70152063)+(1 x 1 x 48203.92681496)+(1
x 1 x 809.69433271)+ (1 x 0 x 1015.85132176)
= 49013.62114767
maka nilai b = -
(w.x+ + w.x-)
= -
(0 + 49013.62114767 )= -24506.810573835
Sebenarnya perhitungan diatas belum bisa digunakan untuk fungsi keputusan karena
iterasi masih harus diteruskan. Perhitungan dibawah ini hanya untuk contoh
perhitungan dengan fungsi keputusan saja.
Setelah mendapatkan nilai a, w dan b maka dapat dilakukan pengujian dengan contoh
data uji berikut :
Tabel 3.12. Contoh data uji
Dalam contoh perhitungan ini hanya akan dilakukan training dan testing SVM Biner
yaitu dengan menggunakan dua buah kelas. Berikut ini adalah langkah-langkah
pengujian nya: Langkah pertama untuk menguji adalah menghitung dot product antara
data uji dengan semua data latih dengan fungsi kernel. K(x,y) = x.y. Dimana x adalah
data uji dan y adalah semua data latih.
Data ke-1 K(x,y) = (4.2436*6.1977) + (14.9136*33.5218) + (0.1276*6.2507) +
(0.2171*7.0312) +(0.0257*66.9796) + (0.6822*38.4120) +
(-0.0151*3.6780)= 556.42584336
No X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y
A1 4.2436 14.9136 0.1276 0.2171 0.0257 0.6822 -0.0151 0
Universitas Sumatera Utara
41
Selanjutnya dilakukan perhitungan fungsi keputusan dengan rumus berikut:
𝑡 𝑢 ∑
Data :
f(x) = sign((0x0x556.42584336) -24506.810573835
+ (0x1x556.42584336) -24506.810573835
+ (0x1x556.42584336) -24506.810573835
+ (0x0x556.42584336) -24506.810573835)
= sign(0) = 0
Jadi, data uji diatas termasuk kelas 0 yang artinya sama dengan ekspektasi yang
diharapkan.
3.7.Deteksi Lokasi
Pada citra tulang tibia dan fibula yang dikategorikan dalam kondisi fraktur, dilakukan
penentuan lokasi fraktur dengan algoritma Scanline.
Setelah hasil identifikasi didapatkan kemudian dilakukan proses pengecekan dimana
jika hasil dari identifikasi bernilai fraktur maka dilakukan proses deteksi lokasi
meggunakan Algoritma Scanline. Sedangkan jika hasil identifikasi bernilai normal
maka Scanline tidak akan melakukan deteksi lokasi. Untuk melakukan deteksi lokasi
Scanline menghitung dan mengambil jumlah nilai piksel putih terbesar pada citra hasil
deteksi tepi. Perhitungan dilakukan dengan menghitung jumlah piksel putih pada
setiap kolom terlebih dahulu, dengan menggunakan persamaan 2.7.
Bn = K1 + K2+ ….+Kn
Keterangan :
Bn = nilai total jumlah K1+k2..+Kn
Kn = nilai fitur pada masing-masing kolom
1. B1 = 0+0+0+0+0+0+0+0+0 = 0
2. B2 = 0+0+1+0+0+0+0+1+1 = 3
3. B6 = 0+1+1+0+0+0+1+1+1= 5
4. B10 = 0+1+1+1+1+1+1+0+1= 7
5. B12 = 0+1+0+0+0+1+0+1+0 = 3
Universitas Sumatera Utara
42
Hasil dari perhitungan piksel putih pada setiap kolom dari Gambar 3.5, yaitu:
1. B1 = 0
2. B2 = 3
3. B6 = 5
4. B10 = 7
5. B12 = 3
Setelah nilai pada setiap baris didapatkan, kemudian dilakukan penghiitungan
jumlah piksel putih pertiga baris. Dengan menggunakan persamaan 2.6.
Ns = B1+B2+ ..+Bn
Hasil dari perhitungan piksel putih pertiga baris dari Gambar 3.5, yaitu:
1. Ns (B2) = B1+B2+B3 = 0+3+3 = 6
2. Ns (B6) = B5+B6+B7 = 3+5+4 = 12
3. Ns (B10) = B9+B10+B11 = 4+7+5 = 16
4. Ns (B12) = B11+B12+B13 = 5+3+7 = 15
5. Ns (B14)= B13+B14+B15 = 7+3+0 = 10
Setelah nilai piksel pertiga baris didapat maka baris yang memiliki nilai piksel
putih yang tertinggi akan menjadi titik pusat lokasi fraktur. Pada gambar 3.5 titik
pusat lokasi fraktur terletak pada baris 10 dengan nilai 16, dari titik tersebut ditarik
space 50 piksel keatas dan kebawah, kemudian lokasi tersebut akan ditandai sebagai
lokasi fraktur. Hasil dari proses Scanline dapat dilihat pada Gambar 3.9
Gambar 3.9. Citra hasil dari proses algoritma Scanline
Universitas Sumatera Utara
43
3.8 Perancangan Sistem
Pada tahap ini akan dijelaskan tentang alur kerja sistem yang dibuat dalam bentuk
activity diagram dan perancangan antarmuka sistem. Perancangan ini bertujuan untuk
mempermudah pengguna menjalankan aplikasi.
3.8.1. Diagram Aktifitas Sistem
Activity diagram merupakan sebuah diagram yang menampilkan alur aktifitas kerja
dari pengguna terhadap sistem yang dibuat, serta gambaran dari aktifitas-aktifitas
ataupun proses yang terjadi secara bertahap. Diagram aktifitas identifikasi fraktur tibia
dan fibula yang berjalan pada tampilan sistem dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Universitas Sumatera Utara
44
Pengguna Sistem
Menampilkan halaman pelatihan Menekan tombol fraktur untuk
mengupload data citra fraktur
Menampilkan kotak dialog
select directory data citra
fraktur
Menekan tombol select folder
untuk memilih folder normal
Menampilkan kotak dialog
select directory data citra
Menekan tombol select folder
untuk memilih folder normal Menampilkan halaman hasil
pelatihan citra fraktur norma
Menekan tombol training untuk
mengetahui hasil training data
Menampilkan halaman hasil
pelatihan data training
Menekan menu halaman depan
Menampilkan halaman awal
Menekan menu pengujian
Menampilkan halaman pengujian
Menekan tombol Buka Citra
Menampilkan kotak dialog select
directory data citra
Menekan tombol Open
Menekan tombol select folder
untuk memilih folder fraktur
Menampilkan halaman hasil
pelatihan citra fraktur
Menampilkan halaman
awalUtama Menekan menu pelatihan
Menekan tombol normal untuk
mengupload data citra normal
Menampilkan halaman hasil
pelatihan citra fraktur dan normal
Menampilkan halaman pengujian
dengan memuat gambar data citra
asli
Menekan tombol Grayscale
Universitas Sumatera Utara
45
Gambar 3.10. Diagram aktifitas sistem
Sistem dijalankan oleh pengguna pada saat pengguna berada pada halaman utama
sistem, maka langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan pelatihan data
dengan cara menekan menu pelatihan yang ada di sistem. Pata tampilan halaman
pelatihan terdapat panel dengan empat tombol yaitu fraktur, normal, training &reset.
Untuk melakukan pelatihan pengguna terlebih dahulu memilih tombol fraktur untuk
mengupload citra fraktur, kemudian sistem akan menampilkan kotak dialog yang
berisikan lokasi directory data citra berada kemudian pengguna memilih directory
dengan menekan tombol open. Kemudian untuk menambah data normal pengguna
mengklik tombol normal untuk mengupload citra normal, kemudian sistem akan
menampilkan kotak dialog yang berisikan lokasi directory data citra berada kemudian
pengguna memilih directory dengan menekan tombol open. Setelah itu pengguna
Pengguna Sistem
Menekan tombol Deteksi Tepi
Menampilkan halaman pengujian
dengan memuat gambar data citra
Grayscale
Menampilkan halaman pengujian
dengan memuat gambar data hasil
deteksi tepi
Menampilkan halaman pengujian
dengan memuat nilai Moment
Invariant
Menampilkan halaman pengujian
dengan memuat hasil Identifikasi
citra fraktur atau normal dan
menampilkan lokasi fraktur
Menekan tombol Ekstraksi Ciri
Menekan tombol Identifikasi
Melihat hasil identifikasi dan
mengetahui lokasi fraktur
Universitas Sumatera Utara
46
Universitas Sumatera Utara
47
Keterangan :
a. Tombol menu untuk menuju ke halaman pelatihan.
b. Tombol menu untuk menuju ke halaman pengujian.
c. Tombol untuk keluar dari halaman system.
d. Judul dari sistem yang dibuat.
e. Gambar logo Universitas Sumatera Utara.
f. Nama dan nim.
g. Program studi dan fakultas.
3.8.2.2.Perancangan Tampilan Halaman Pengujian
Tampilan halaman pelatihan merupakan tampilan untuk sistem melakukan pengujian
pada sistem yang dibuat. Pada halaman ini terdapat beberapa fasilitas seperti tombol
tombol buka citra, tombol grayscale, tombol deteksi tepi, tombol ekstraksi ciri, tombol
identifikasi, tombol reset, hasil identifikasi citra, dan juga terdapat menu halaman
depan dan menu keluar. Perancangan tampilan halaman utama ini dapat dilihat pada
gambar 3.12.
Gambar 3.12. Rancangan tampilan halaman utama pengujian sistem
a b
c
d
e
f
g
h
i j k
l
m
n
Pengujian
Universitas Sumatera Utara
48
Keterangan :
a. Tombol “halaman depan” menu untuk menuju ke halaman depan / halaman
awal.
b. Tombol “keluar” untuk keluar dari halaman system.
c. Tombol “buka citra” setelah diklik akan menampilkan kotak dialog untuk
memilih file citra yang akan diuji.
d. Tombol “grayscale” muncul setelah file citra yang akan di uji dipilih
kemudian dengan tombol ini maka citra rgb akan dikonversi menjadi
grayscale.
e. Tombol “deteksi tepi” muncul setelah citra grayscale ditampilkan.
f. Tombol “ekstraksi ciri” ketika diklik akan menampilkan nilai moment
invariant dari file citra yang dipilih.
g. Tombol “identifikasi” ketika diklik akan menampilkan hasil identifikasi dari
citra yang dipilih.
h. Tombol “reset” akan membersihkan semua kolom dari kegiatan yang telah
dilakukan sebelumnya.
i. Kolom ini menampilkan hasil dari citra asli yang di uji.
j. Kolom ini menampilkan citra hasil dari grayscale.
k. Kolom ini menampilkan citra hasil dari deteksi tepi canny.
l. Pada panel ekstraksi ciri akan menampilkan tujuh nilai invariant moment yang
di dapat dari proses ekstraksi ciri citra.
m. Panel hasil identifikasi akan menampilkan hasil dari proses identifikasi citra
tulang.
n. Kolom identifikasi akan menampilkan hasil identifikasi lokasi image yang
telah diproses.
3.8.2.3.Perancangan Tampilan Halaman Pelatihan
Tampilan halaman pelatihan merupakan halaman yang digunakan untuk input data
citra yang akan di latih. Halaman ini terdiri dari tombol upload citra normal, upload
citra fracture, dan training, serta terdapat 2 panel yang akan berisi list file citra yang
telah dipilih untuk ditraining. Perancangan halaman training dapat dilihat pada
Gambar 3.13.
Universitas Sumatera Utara
49
Gambar 3.13. Rancangan tampilan halaman pelatihan
Keterangan :
a. Tombol “halaman depan” menu untuk menuju ke halaman depan / halaman
awal.
b. Tombol “keluar” untuk keluar dari halaman system.
c. Tombol “Fractur”akan menampilkan kotak dialog yang berisi semua data latih
citra fraktur yang dapat dipilih di sebuah folder.
d. Tombol “normal”akan menampilkan kotak dialog yang berisi semua data latih
citra normal yang dapat dipilih di sebuah folder.
e. Tombol “training“ akan memproses semua data citra yang telah dipilih,
kemudian hasil dari proses tersebut berupa nilai ekstraksi ciri.
f. Tombol “reset” akan membersihkan semua kolom dari kegiatan yang telah
dilakukan sebelumnya.
g. Panel ini akan menampilkan listseluruh data citra yang dipilih dengan nilai
ekstraksi ciri masing-masing citra.
h. Panel ini akan menampilkan informasi jumlah dari data citra fraktur dan
normal yang di latih.
a b
c
d
e
f
g
h
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM
Bab ini membahas hasil dari implementasi Support Vector Machine untuk
mengidentifikasi fraktur melalui citra X-ray tulang tibia dan fibula dan pengujian
sistem berupa persentase akurasi keberhasilan sistem sesuai dengan analisis data dan
perancangan yang telah dibahas pada Bab 3.
4.1. Implementasi Sistem
Pada tahap ini, metode yang digunakan dalam mengidentifikasi fraktur tibia dan fibula
diimplementasikan dalam bentuk program aplikasi menggunakan perangkat lunak
Matlab R2016a sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan.
4.1.1. Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk membangun
sistem adalah sebagai berikut :
1. Processor Intel® Core™ i3-2330M CPU @ 2.20 GHz 2.20 GHz.
2. Kapasitas hard disk 500 GB.
3. Memori RAM 2.00 GB.
4. Sistem operasi Windows 7 Ultimate 64-bit.
5. Matlab R2016a
4.1.2. Implementasi Perancangan Antarmuka
Implementasi perancangan antarmuka berdasarkan rancangan sistem yang telah
dibahas pada Bab 3 adalah sebagai berikut.
1. Tampilan Halaman Awal
Tampilan halaman sebelum masuk kedalam tampilan halaman utama pada system.
Terdiri dari judul penelitian, logo universitas, nama dan nim penulis serta jurusan
program studi penulis. Tampilan awal sistem dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
52
3. Tampilan Halaman Pelatihan
Gambar 4.3. Tampilan halaman pelatihan
4.2.Prosedur Operasional
Tampilan halaman awal sistem ditunjukkan seperti pada Gambar 4.1 memiliki tiga
menu pelatihan, pengujian, dan keluar. Menu pelatihan digunakan untuk masuk ke
tampilan halaman pelatihan sistem. Tampilan saat menu pelatihan di klik dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4.4. Tampilan saat menu pelatihan diklik.
Universitas Sumatera Utara
53
Pada tampilan ini pelatihan seperti pada gambar 4.4 terdapat panel fraktur, normal,
training dan reset. Tombol fraktur dan normal merupakan tombol upload yang
digunakan untuk memilih directory berisi citra fraktur dan panel normal digunakan
untuk memilih directory berisi citra normal. Tampilan ketika tombol fraktur diklik
dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6
Gambar 4.5. Tampilan saat panel tombol fraktur diklik untuk pemilihan
directory data latih
Gambar 4.6. Tampilan saat pemilihan directory data latih citra fracture dan
normal.
Universitas Sumatera Utara
54
Gambar 4.7. Tampilan saat data latih citra fracture& normal di pilih
Setelah data citra di upload maka selanjutnya data dapat di training dengan menekan
tombol training. Setelah proses training selesai maka akan ditampilkan hasil dari
system melatih data citra. Tampilan setelah data citra selesai dilatih dapat dilihat pada
Gambar 4.8.
Gambar 4.8. Tampilan saat data latih citra fracture & normal di training
Universitas Sumatera Utara
55
Pada hasil pelatihan dengan jumlah data total 115 citra, sistem mampu mengenali citra
fraktur dan normal dengan benar berjumlah 106 citra. Hasil dari tingkat kecocokan
dapat dilihat dengan persamaan :
𝑟𝑠 𝑡 𝑠 𝑢𝑟 𝑠 𝑢 𝑙 ℎ 𝑑 𝑡 𝑟ℎ 𝑠 𝑙 𝑑 𝑙
𝑢 𝑙 ℎ 𝑡𝑜𝑡 𝑙 𝑑 𝑡 𝑡𝑟
𝑟𝑠 𝑡 𝑠 𝑢𝑟 𝑠
Selenjutnya kembali ke menu halaman depan tampilan awal system seperti Gambar
4.1 untuk menuju ke halaman pengujian pada sistem, setelah menu pengujian system
dklik maka akan muncul seperti gambar4.2. Pada tampilan pengujian terdapat
beberapa tombol pada panel pengolahan citra dimana tombol tersebut memiliki tujuan
dan fungsi masing-masing seperti tombol buka citra, tombol grayscale, tombol deteksi
tepi, tombol ekstraksi ciri, tombol identifikasi dan tombol reset. Tombol buka citra
untuk meng upload data citra yang akan di uji. Tampilan setelah tombol buka citra di
klik dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Tampilan ketika tombol buka citra di pilih
Kemudian tombol grayscale digunakan untuk mengkonversi citra rgb menjadi citra
grayscale. Tampilan setelah tombol grayscale di klik dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Universitas Sumatera Utara
56
Gambar 4.10. Tampilan ketika tombol Grayscale di pilih
Kemudian tombol deteksi tepi yaitu proses segmentasi dengan metode deteksi tepi
canny. Proses segmentasi dilakukan untuk memisahkan antara daerah objek dengan
background. Tampilan setelah tombol deteksi tepi di klik dapat dilihat pada Gambar
4.11.
Gambar 4.11. Tampilan ketika tombol Deteksi Tepi di pilih
Selanjutnya tombol ekstraksi ciri yaitu proses penghitungan nilai moment invariant
terhadap citra biner hasil segmentasi.Tampilan setelah tombol ekstraksi ciri di klik
dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Universitas Sumatera Utara
57
Gambar 4.12. Tampilan ketika tombol Ekstraksi Ciri di pilih
Selanjutnya tombol identifikasi yaitu akan menampilkan hasil identifikasi dengan
SVM dan hasil deteksi lokasi menggunakan algoritma Scanline. Pada halaman ini data
hasil ekstraksi citra yang diinput akan diujikan menggunakan SVM yang sebelumnya
telah dilatihkan. Tampilan setelah tombol identifikasi di klik dapat dilihat pada
Gambar 4.13
Gambar 4.13. Tampilan ketika tombol Identifikasi di pilih
Universitas Sumatera Utara
58
4.3. Pengujian Sistem
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap data dan sistem. Pengujian sistem
dilakukan untuk mengetahui kemampuan sistem yang dibangun. Kemampuan sistem
ini bergantung pada proses pelatihan sistem (data training). Pada tahapan pengujian
digunakan 20 citra tulang tibia dan fibula yang terdiri dari 10 citra kondisi fraktur dan
10 citra kondisi normal. Sama seperti pada tahapan pelatihan, pada tahapan pengujian
juga terdiri dari proses baca citra, konversi citra rgb menjadi grayscale, deteksi tepi,
ekstraksi ciri, identifikasi, dan penentuan lokasi fraktur.
Proses dan hasil pengujian untuk citra kondisi fraktur dan normal ditunjukkan pada
tabel 4.1 dan tabel 4.2.
Universitas Sumatera Utara
59
Universitas Sumatera Utara
60
Universitas Sumatera Utara
61
Tabel 4.2. Proses dan hasil pengujian untuk citra kondisi normal
No Kondisi
Asli Citra
Asli Citra
Grayscale Citra
Canny Nilai Invariant Moment
Lokasi
Fraktur
Keluaran
Sistem 1
Normal
M1 3.6032
Normal
M2 10.3476
M3 0.0961
M4 0.0182
M5 2.5692e-04
M6 0.0389
M7 7.2844e-04
2
Normal
M1 4.4345
Normal
M2 17.2889
M3 1.3609
M4 0.1856
M5 -0.1053
M6 -0.3739
M7 0.0861 3
Normal
M1 5.7915
Normal
M2 28.0851
M3 14.3297
M4 16.2951
M5 285.4982
M6 85.7589
M7 16.9500 4
Normal
M1 3.9165
Normal
M2 13.0618
M3 0.8222
M4 0.6475
M5 0.6982
M6 2.1513
M7 -0.0225
5
Normal
M1 4.7987
Normal
M2 18.4230
M3 0.4243
M4 0.5755
M5 0.1713
M6 2.1003
M7 -0.0908
Universitas Sumatera Utara
62
Tabel 4.2. Proses dan hasil pengujian untuk citra kondisi normal (Lanjutan)
No Kondisi
Asli Citra
Asli Citra
Grayscale Citra
Canny Nilai Invariant Moment
Lokasi
Fraktur
Keluaran
Sistem 6
Normal
M1 3.7506
Normal
M2 11.4247
M3 0.7744
M4 0.1152
M5 0.0224
M6 0.3482
M7 -0.0027 7
Normal
M1 5.6230
Normal
M2 27.6563
M3 0.4271
M4 0.0686
M5 0.0108
M6 0.2891
M7 -0.0020
8
Normal
M1 4.2436
Normal
M2 14.9136
M3 0.1276
M4 0.2171
M5 0.0257
M6 0.6822
M7 -0.0151 9
Normal
M1 4.2425
Normal
M2 15.1453
M3 0.1655
M4 0.0120
M5 -6.4498e-04
M6 -0.0365
M7 3.9151e-04
10
Normal
M1 3.8400
Normal
M2 12.7476
M3 0.1106
M4 0.1599
M5 0.0210
M6 0.5420
M7 -0.0048
Berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2 di atas tampak bahwa dari 20 data yang terdiri dari
10 citra fraktur dan 10 citra normal mampu terdeteksi 19 citra dengan baik dan benar
sedangkan 1 citra terdeteksi tidak sesuai. Untuk mengukur kinerja hasil pengujian
Universitas Sumatera Utara
63
sistem digunakan sebuah metode dimana penilaian didasari atas True Positive (TP),
False Positive (FP), True Negative (TN), dan False Negative (FN) metode ini disebut
juga dengan Confusion Matrix. Perhitungan Confusion Matrix dapat dilihat pada tabel
4.3.
Tabel 4.3. Confusion Matrix
Fraktur Normal Jumlah
Positif TP FP TP+FP
Negatif FN TN FN+TN
Jumlah TP+FN FP+TN TP+FP+FN+TN
Keterangan:
True Positive (TP), merupakan keadaan dimana actual output dan predicted
output berupa fraktur.
False Positive (FP), merupakan keadaan dimana actual output berupa fraktur
tetapi predicted output adalah normal.
True Negative (TN), merupakan keadaan dimana actual output dan predicted
output adalah normal.
False Negative (FN), merupakan keadaan dimana actual output adalah normal
tetapi predicted output adalah fraktur.
Dari confusion matrix dapat diukur akurasi, precision, recall, dan F-measure untuk
menganalisa kinerja dari algoritma dalam melakukan identifikasi citra.Akurasi
menunjukkan kedekatan hasil pengukuran dengan nilai sesungguhnya, precision
merupakan tingkat ketepatan antara informasi yang diminta oleh pengguna dengan
jawaban yang diberikan oleh system, recall ialah tingkat keberhasilan sistem dalam
menemukan kembali sebuah informasi, sedangkan F-Measure merupakan salah satu
perhitungan evalusasi dalam informasi temu kembali yang mengkombinasikan recall
dan precission.
Universitas Sumatera Utara
64
Tabel 4.4. Nilai Evaluasi Sistem
Dari Tabel 4.4 dapat dihitung nilai recall, precision, F-score dan akurasi sebagai
berikut :
1. Recall =
=
=
= 0,9
2. Precision =
=
=
= 1
3. F-Measure =
=
= 0,93
4. Akurasi =
=
=
= 0,95
Oleh karena nilai recall, precision, dan F-measure dinyatakan dalam bentuk
persentase, maka nilai yang sudah diperoleh akan dikalikan dengan 100%, sehingga
nilai recall 90%, precision 100%, F-measure 93% dan hasil akurasi keseluruhan
sistem ini yaitu identifikasi fraktur pada tulang tibia dan fibula menggunakan
algoritma Support Vector Machine (SVM) 95%.
Gambar 4.14. Grafik Pengujian Sistem
90%
100%
93%
95%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
96%
98%
100%
102%
Recall Precision F-Measure Akurasi
Aktual
Fraktur Normal
Fraktur TP = 9 FN = 1
Normal FP = 0 TN = 10
Prediksi
Sistem
Universitas Sumatera Utara
65
Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa hasil pengujian sistem ini
memperoleh akurasi sebesar 95%. Hasil ini menunjukkan bahwa algoritma Support
Vector Machine (SVM) dapat diterapkan dalam hal mengidentifikasi fraktur pada
tulang tibia dan fibula dengan hasil yang baik.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan membahas tentang kesimpulan dari penerapan metode yang diajukan
untuk mengidentifikasi fraktur pada tulang tibia dan fibula dan saran untuk
pengembangan yang dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya.
5.1. Kesimpulan
Pada penelitian sebelumnya dari identifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula
menggunakan algoritma Scanline dengan jumlah data 40 citra dan sistem berhasil
mendeteksi 35 citra dengan baik dan mendapat akurasi 87,5 %. Pada penelitian ini
telah berhasil dilakukan perancangan sistem identifikasi citra tulang tibia dan fibula
menggunakan pengolahan citra digital dengan Support Vector Machine (SVM).
Sistem dikembangkan untuk mengidentifikasi fraktur pada tulang tibua dan fibuladan
kondisi pada tulang normal. Pengolahan citra yang dilakukan meliputi perbaikan
kualitas citra, segmentasi, ekstraksi ciri, identifikasi, dan penentuan lokasi fraktur.
Penyerdehanaan kualitas citra dilakukan menggunakan metode Grayscale, segmentasi
menggunakan deteksi tepi Canny, ekstraksi ciri menggunakan Moment Invariant,
identifikasi menggunakan Support Vector Machine (SVM), dan penentuan lokasi
fraktur menggunakan algoritma Scanline. Sistem dibagi menjadi dua tahapan yaitu
tahapan pelatihan dan tahapan pengujian.
Jumlah dataset sebanyak 135, pada tahapan pelatihan menggunakan 115 dan untuk
tahapan pengujian menggunakan 20 citra uji menghasilkan tingkat akurasi sebesar
95%. Sistem yang dirancang kemudian diimplementasikan ke dalam program aplikasi
menggunakan perangkat lunak Matlab R2016a. Hasil pengujian program aplikasi
sistem menunjukkan bahwa sistem telah diimplementasikan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
5.2.Saran
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan beberapa hal
untuk pengembangan sistem Identifikasi citra tulang tibia dan fibula di masa yang
akan datang. Saran tersebut di antaranya adalah:
1. Mengembangkan algoritma, ekstraksi ciri dan identifikasi sehingga
diperoleh sistem identifikasi yang memiliki tingkat akurasi lebih tinggi.
2. Menerapkan algoritma lain untuk deteksi lokasi agar dapat
mengidentifikasi lokasi fraktur pada lebih dari satu lokasi.
3. Dapat mengklasifikasi jenis dari patahan tulang setelah diketahui lokasi
fraktur berada.
Universitas Sumatera Utara
68
DAFTAR PUSTAKA
Amelia,N. 2016. Pengenalan Pola Huruf Hijaiyah Menggunakan Support Vector
Machine (SVM). Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Al-Ayyoub, M., Hmeidi, I., Rababah, H. & Khatatbeh, Z. 2013. Detecting Hand Bone
Fractures in X-Ray Images. The International Conference on Signal
Processing and Imaging Engineering (ICSPIE 2013): 1-13.
Chairani, R. 2016. Identifikasi Kesuburan Pria Melalui Kelainan Sperma Berdasarkan
Morfologi (Teratospermia) Menggunakan Invariant Moment. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara.
Essra, A., Sitompul, O. S., Nasution, B. B., & Rahmat, R. F.,2017. Hierarchical graph
neuron scheme in classifying intrusion attack. 2017 4th International
Conference on Computer Applications and Information Processing
Technology (CAIPT). Kuta Bali, Indonesia
Evelyn. C.Pearce.2005. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerbit Gramedia
: Jakarta
Fajri, R.I. 2014. Identifikasi Penyakit Daun Tanaman Kelapa Sawit Menggunakan
Support Vector Machine. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Fu’adah, R.Y.N., Rizal, A.&Hariyani, Y.S. 2012. Analisis Deteksi Fraktur Batang
(Diafisis) Pada Tulang Tibia Dan Fibula Berbasis Pengolahan Citra Digital
Dan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation. Skripsi. Universitas Telkom.
Halik, G., Anwar, N., Santosa, B & Edijatmo. 2015. Reservoir Inflow under GCM
Scenario Downscaled by Wavalet Transform and Support Vectore Machine
Hybrid Models. Hindawi Publishing Corporation Advances in Civil
Engineering Volume 2015, Article ID 515376 : 1-9
Universitas Sumatera Utara
69
He, J. C., Leow, W. K., & Howe, T. S. 2007. Hierarchical Classifiers for Detection of
Fractures in X-Ray Images. Dept. of Computer Science, National University of
Singapore.
Hsu, C.W. dan Lin, C.J. 2002. A Comparison of Methods for Multi-class Support
Vector Machines. IEEE Transaction on Neural Network, 13(2) : 415-425.
Kaur, T, Garg, A. 2016. Bone Fraction Detection using Image Segmentation.
Department of CSE, Bhai Gurdas Institute of Technology, Punjab, India.
Kurniawan, S.F., Putra, I.K.G.D, & Sudana, A. K. O. S., 2014. Bone Fracture
Detection Using Open CV. Journal of Theoretical and Applied Information
Technology 64(1): 249-254.
Lum, V.L.F, Leow, K, Chen, Y, Howe, T.S, & Png, M.A. 2005. Combining
Classifiers For Bone Fracture Detection In X-Ray Images. Departemen of
Computer Science. Nation University of Singapore.
Mahendran, S.K & Baboo, S.S. 2011. Enhanced Automatic X-Ray Bone Image
Segmentation using Wavelets and Morphological Operators. International
Conference on Information and Electronics Engineering 6: 125-129.
Myint, S , Khaing, A.S, &Tun, H.M .2016. Detecting Leg Bone Fracture In X-Ray
Images. Iinternational Journal Of Scientific & Technologi Research 5
Nababan, E. B., Iqbal, M., & Rahmat, R. F., 2016. Breast cancer identification on
digital mammogram using Evolving Connectionist Systems. 2016
International Conference on Informatics and Computing (ICIC).Mataram,
Indonesia
Noorniawati, V.Y. 2007. Metode Support Vector Machine untuk sistem temu kembali
citra. Skripsi. Institut Pertanian Bogor .
Rahmat, R.F., Chairunnisa, T., Gunawan, D., Sitompul, O.S. 2016. Skin color
segmentation using multi-color space threshold. 2016 3rd International
Conference on Computer and Information Sciences (ICCOINS). Kuala
Lumpur, Malaysia.
Santosa, B. 2013. Tutorial Support Vector Machine. ITS, Surabaya.
Universitas Sumatera Utara
70
Nugroho, A. S., Witarto, A.B., & Handoko, D., 2003. Support Vector Machine -Teori
dan Aplikasinya dalam Bioinformatika. (Online).
http://asnugroho.net/papers/ikcsvm.pdf (6 September 2017).
Seniman, Arisandy, D., Rahmat, R.F., William, & Nababan, E.B. 2016 .Chinese chess
character recognition using Direction Feature Extraction and backpropagation.
2016 International Conference on Data and Software Engineering (ICoDSE).
Denpasar, Indonesia.
Simanjuntak, S.E. 2016. Identifikasi Lokasi Fraktur Pada Citra Digital Tulang Tibia
Menggunakan Algoritma Scanline. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Syahputra, M.F., Nurrahmadayeni, Aulia, I., Rahmat, R.F. 2017. Hypertensive
retinopathy identification from retinal fundus image using probabilistic neural
network. 2017 International Conference on Advanced Informatics, Concepts,
Theory, and Applications (ICAICTA). Denpasar, Indonesia.
Vijayakumar, R. & Gireesh, G. 2013. Quantitative Analysis and Fractue Detection Of
Pelvic Bone X-Ray Images. International Conference on Computing,
Communications and Networking Technologies (ICCCNT).
Yodha, J.W. & Kurniawan, A.W. 2014. Perbandingan penggunaan deteksi tepi dengan
metode laplace, sobel dan prewit dan canny pada pengenalan pola. Jurnal
Teknologi Informasi Techno.Com 13(3) : 189-197.
Universitas Sumatera Utara
Top Related