Bab fraktur tibia fibula

55
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fraktur telah diidentifikasikan sebagai masalah medis sepanjang sejarah. Fraktur femur dimana penyebab terbanyak yaitu akibat trauma, telah menjadi perhatian baik masyarakat maupun tenaga kesehatan. Selain femur, tibia merupakan tulang panjang yang sering mengalami cedera. Tibia mempunyai permukaan subkutan yang paling panjang, sehingga paling sering terjadi fraktur terbuka. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga industri, olahraga, dan rumah tangga. 1,2 Walaupun penatalaksanaan di bidang orthopaedi telah berkembang, mortalitas trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10 - 20 persen. Sebanyak 87% kecelakaan di Amerika Serikat menyebabkan fraktur pada individu antara usia 1 dan 44 tahun dan merupakan salah satu 10 penyebab paling umum kematian pada usia diatas 34 tahun. 1 Di Indonesia, kecelakaan juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya fraktur dan terdapat lebih dari 12.000 kematian setiap tahunnya. 2 Sedangkan di kota Medan, berdasarkan penelitian yang dilakukan di rumah sakit tahun 2009, proporsi penderita fraktur berdasarkan sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 16 - 26 tahun (40,3%) yang disebabkan oleh kecelakaan 1

description

laporan kasus tentang fraktur tibia fibula di bag. anestehsia

Transcript of Bab fraktur tibia fibula

Page 1: Bab fraktur tibia fibula

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fraktur telah diidentifikasikan sebagai masalah medis sepanjang sejarah. Fraktur

femur dimana penyebab terbanyak yaitu akibat trauma, telah menjadi perhatian baik

masyarakat maupun tenaga kesehatan. Selain femur, tibia merupakan tulang panjang

yang sering mengalami cedera. Tibia mempunyai permukaan subkutan yang paling

panjang, sehingga paling sering terjadi fraktur terbuka. Kecelakaan lalu lintas merupakan

penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan fraktur. Penyebab

yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga industri, olahraga,

dan rumah tangga.1,2

Walaupun penatalaksanaan di bidang orthopaedi telah berkembang, mortalitas

trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10 - 20 persen. Sebanyak 87% kecelakaan di

Amerika Serikat menyebabkan fraktur pada individu antara usia 1 dan 44 tahun dan

merupakan salah satu 10 penyebab paling umum kematian pada usia diatas 34 tahun.1 Di

Indonesia, kecelakaan juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya fraktur dan

terdapat lebih dari 12.000 kematian setiap tahunnya.2 Sedangkan di kota Medan,

berdasarkan penelitian yang dilakukan di rumah sakit tahun 2009, proporsi penderita

fraktur berdasarkan sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 16 - 26 tahun (40,3%)

yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas sebanyak 78,9%, fraktur tertutup 73,7%,

ekstremitas bawah 55,3%. Dari seluruh kejadian tersebut yang memerlukan tindakan

operasi 55,3%.3

Berdasarkan data di atas, maka desakan untuk meningkatkan cara dan system

penanggulangan penderita gawat darurat sekarang sangat dirasakan. Oleh sebab itu,

diperlukan pengetahuan penanggulangan fraktur yang meliputi primary survey serta

tindakan penanggulangan definitive sehingga dapat menyelamatkan hidup penderita dan

mencegah kecatatan dengan pengobatan yang adekuat serta terpadu. 2

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk memaparkan kasus

fraktur femur dan fraktur tibia di rumah sakit Haji Adam Malik Medan.

1

Page 2: Bab fraktur tibia fibula

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang

rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya

disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak

dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan.2

Fraktur femur dapat bersifat intrakapsular dan ekstrakapsular berdasarkan di

dalam atau di luar sendi. Fraktur kruris (crus = tungkai) merupakan fraktur yang terjadi

pada tibia dan fibula. 3

2.2. Anatomi femur dan Tibia 4,5

2.3. Klasifikasi 1,5

2

Page 3: Bab fraktur tibia fibula

Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan Melalui kepala

femur (capital fraktur)

Terdiri dari:

Fraktur kapital : fraktur pada kaput femur

Fraktur subkapital : fraktur yang terletak di bawah kaput femur

Fraktur transervikal : fraktur pada kolum femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;

Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang

lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.

Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah

trokhanter kecil.

Klasifikasi fraktur pada tibia dan fibula:

1. Fraktur proksimal tibia

2. Fraktur diafisis

3. Fraktur dan dislokasi pada  pergelangan kaki

fraktur proksimal tibia

a)      Fraktur Infrakondilus Tibia

Fraktur Infrakondilus tibia terjadi sebagai akibat pukulan pada tungkai pasien

yang mematahkan tibia dan fibula sejauh 5cm di bawah lutut. Walaupun tungkai bawah

dapat membengkak dalam segala arah, namun biasanya terjadi pergeseran lateral ringan

dan tidak ada tumpang tindih atau rotasi. Fraktur tidak masuk ke dalam lututnya. Dapat

dirawat dengan gips tungkai panjang, sama seperti fraktur pada tibia lebih distal. Jika

fragmen tergeser, dapat dilakukan manipulasi ke dalam posisinya dan gunakan gips

tungkai panjang selama 6 minggu. Kemudian dapat dilepaskan dan diberdirikan dengan

menggunakan tongkat untuk menahan berat badan.

b)      Fraktur Berbentuk T

Terjadi karena terjatuh dari tempat yang tinggi, menggerakkan korpus tibia ke

atas diantara kondilus femur, dan mencederai jaringan lunak pada lutut dengan hebat.

Kondilus tibia dapat terpisah, sehingga korpus tibia tergeser diantaranya. Traksi tibia

distal sering dapat mereduksi fraktur ini secara adekuat.

3

Page 4: Bab fraktur tibia fibula

c)      Fraktur Kondilus Tibia (bumper fracture)

Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi terhadap femur

dimana kaki terfiksasi pada dasar. Fraktur ini biasanya terjadi akibat tabrakan pada sisi

luar kulit oleh bumper mobil, yang menimbulkan fraktur pada salah satu kondilus tibia,

biasannya sisi lateral.

d)     Fraktur Kominutiva Tibia Atas

Pada fraktur kominutiva tibia atas biasanya fragmen dipertahankan oleh bagian

periosteum yang intak. Dapat direduksi dengan traksi yang kuat, kemudian merawatnya

dengan traksi tibia distal.

fraktur diafisis

Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur

dapat juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja. Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi

karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik

pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan trauma tipe spiral. Fraktur jenis ini

dapat diklasifikasikan menjadi:

a)      Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Orang Dewasa

Dua jenis cedera dapat mematahkan tibia dewasa tanpa mematahkan fibula:

1) Jika tungkai mendapat benturan dari samping, dapat mematahkan secara transversal

atau oblik, meninggalkan fibula dalam keadaan intak, sehingga dapat membidai fragmen,

dan pergeseran akan sangat terbatas.

2) Kombinasi kompresi dan twisting dapat menyebabkan fraktur oblik spiral hampir

tanpa pergeseran dan cedera jaringan lunak yang sangat terbatas.

Fraktur jenis ini biasanya menyembuh dengan cepat. Jika pergeseran minimal, tinggalkan

fragmen sebagaimana adanya. Jika pergeseran signifikan, lakukan anestesi dan

reduksikan.

b)      Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Anak-anak

Pada bayi dan anak-anak yang muda, fraktur besifat spiral pada tibia dengan

fibula yang intak. Pada umur 3-6 tahun, biasanya terjadi stress torsional pada tibia bagian

medial yang akan menimbulkan fraktur green stick pada metafisis atau diafisis

4

Page 5: Bab fraktur tibia fibula

proksimaldengan fibula yang intak. Pada umur 5-10 tahun, fraktur biasanya bersifat

transversaldengan atau tanpa fraktur fibula.

c)      Fraktur Tertutup Pada Korpus Fibula

Gaya yang diarahkan pada sisi luar tungkai pasien dapat mematahkan fibula

secara transversal. Tibianya dapat tetap dalam keadaan intak, sehingga tidak terjadi

pergeseran atau hanya sedikit pergeseran ke samping. Biasanya pasien masih dapat

berdiri. Otot-otot tungkai menutupi tempat fraktur, sehingga memerlukan sinar-X untuk

mengkonfirmasikan diagnosis. Tidak diperlukan reduksi, pembidaian, dan perlindungan,

karena itu asalkan persendian lutut normal, biarkan pasien berjalan segera setelah cedera

jaringan lunak memungkinkan. Penderita cukup diberi analgetika dan istirahat dengan

tungkai tinggi sampai hematom diresorbsi.

d)     Fraktur Tertutup pada Tibia dan Fibula

Pada fraktur ini tungkai pasien terpelintir, dan mematahkan kedua tulang pada

tungkai bawah secara oblik, biasanya pada sepertiga bawah. Fragmen bergeser ke arah

lateral, bertumpang tindih, dan berotasi. Jika tibia dan fibula fraktur, yang diperhatikan

adalah reposisi tibia. Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah

terlihat dan dikoreksi. Perawatan tergantung pada apakah terdapat pemendekan. Jika

terdapat pemendekan yang jelas, maka traksi kalkaneus selama seminggu dapat

mereduksikannya. Pemendekan kurang dari satu sentimeter tidak menjadi masalah karena

akan dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian,

pemendekan sebaiknya dihindari.

Klasifikasi Klinis :

Fraktur tertutup (simple fracture)

Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia

luar.

Fraktur terbuka (compound fracture)

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui

luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau

from without (dari luar)

Derajat I :

Luka < 1 cm

5

Page 6: Bab fraktur tibia fibula

Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk

Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan

Kontaminasi minimal

Derajat II

Laserasi > 1 cm

Kerusakan jaringan lunak, tidak luas

Fraktur kominutif sedang

Kontaminasi sedang

Deajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot dan

neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :

a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat

laserasi luas, atau fraktur segmental / sangat kominutif yang dsebabkan oleh

trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.

b. Kehilangan jaringan lunak dengan besarnya fraktur tulang yang terpapar atau

kontaminasi masif

c. Luka pada pembuluh arteri

Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)

Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya

malunion, delayed union, infeksi tulang.

Gambar :

2.4. Penyebab Fraktur1,5

6

Page 7: Bab fraktur tibia fibula

Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:

1. Peristiwa trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang

dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila

terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan

lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami

fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan

lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.

2. Fraktur kelelahan atau tekanan

Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada

atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.

3. Fraktur patologik

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh

tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).

Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang

berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada

tingkatyang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat

menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur.

Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim.

2.5. Patofisiologi fraktur

a) Gaya atau trauma penyebab fraktur dapat berupa :

1) Gaya langsung

2) Gaya tidak langsung

b) Pada tulang panjang

1) Gaya twisting => fraktur spiral

2) Gaya bending dan kompresi => fraktur tranversal disertai separasi triangular

fragment butterfly

3) Kombinasi twisting, bending dan kompresi => fraktur oblik pendek

4) Tarikan tendon atau ligament => fraktur avulsi.

7

Page 8: Bab fraktur tibia fibula

Pada tulang kanselous seperti vertebra atau calcaneal memberikan crush fracture yang

komminutif.

2.6. Gejala Klinis1,4,5

Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas, kadang-kadang kulit tetap

utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan terdapat bahaya bahwa kulit itu dapat

mengelupas dalam beberapa hari. Kaki biasanya memuntir keluar dan deformitas tampak

jelas. Kaki dapat menjadi memar dan bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi,

dan jari kaki diraba untuk menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tetapi

pasien diminta untuk menggerakkan jari kakinya. Sebelum merencanakan terapi, perlu

dilakukan penentuan beratnya cedera.

Pada anamnesis dalam kasus fraktur kondilus tibia terdapat riwayat trauma pada

lutut, pembengkakan dan nyeri serta hemartrosis. Terdapat gangguan dalam pergerakan

sendi lutut. Pada fraktur diafisis tulang kruris ditemukan gejala berupa pembengkakan,

nyeri dan sering ditemukan penonjolan tulang keluar kulit. Pada fraktur dan dislokasi

sendi pergelangan kaki ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki,

kebiruan atau deformitas. Yang penting diperhatikan adalah lokaliasasi dari nyeri tekan

apakah pada daerah tulang atau pada ligament.

Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal

serta fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab:

1) Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen atas dan bawah

berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang patah

membengkak.

2) Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas. Fraktur

memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja tanpa ada aksi

antagonis.

3) Beban berat kaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna.

4) Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur yang

tajam dan paha terisi dengan darah, sehingga terjadi pembengkakan (1,2,3).

Selain itu, adapun tanda dan gejalanya adalah :

Nyeri hebat di tempat fraktur

8

Page 9: Bab fraktur tibia fibula

Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah

Rotasi luar dari kaki lebih pendek

Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,

bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

2.7. Diagnosis1,2

Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap

danmelakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan

denganmelakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu

mengarahkan danmenilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.

A.  Anamnesa

Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang

hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan

anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak

selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma

dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas,  jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar

mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh

karena mesin atau karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena nyeri,

pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi

atau datang dengan gejala-gejala lain.

B.  Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

Syok, anemia atau perdarahan.

Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau

organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen.

Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).

Pada pemeriksaan fisik dilakukan:

9

Page 10: Bab fraktur tibia fibula

Look (Inspeksi)

- Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi

(rotasi,perpendekan atau perpanjangan).

-   Bengkak atau kebiruan.

-   Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).

-   Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting

adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan

fraktur, cedera itu terbuka (compound).

Feel (palpasi)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

1. Temperatur setempat yang meningkat

2. Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh kerusakan

jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.

3. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati.

4. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis,

arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang

terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.

5. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.

Move (pergerakan)

1. Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.

2. Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.

3. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat

sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga

dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan

saraf.

C.  Pemeriksaan Penunjang

10

Page 11: Bab fraktur tibia fibula

Sinar -X

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun

demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta

eksistensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya,

maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi

sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.

Tujuan pemeriksaan radiologis:

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.

Untuk konfirmasi adanya fraktur.

Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta

pergerakannya.

Untuk mengetahui teknik pengobatan.

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.

Untuk melihat adanya benda asing.

Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of Two´:

Dua pandangan

Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan sekurang-

kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).

Dua sendi

Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi. Tetapi

angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi

mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan

dalam foto sinar-X.

Dua tungkai

Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada tungkai

yang tidak cedera akan bermanfaat.

Dua cedera

11

Page 12: Bab fraktur tibia fibula

Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat. Karena itu

bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis

dan tulang belakang.

Dua kesempatan

Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu, sebagai

akibatresorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan

diagnosis.

Pencitraan Khusus

Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu

dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan

lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.

Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan fraktur,

misalnya penyembuhan fraktur transversal lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak

yang kurang. Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X

biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau

MRI mungkin merupakan satu-satunya cara yang dapat membantu, sesungguhnya potret

transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat yang

sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis fraktur-tekanan yang dicurigai

atau fraktur tak bergeser yang lain.

2.8. Penatalaksanaan6,7

Penilaian awal terhadap pasien trauma dapat dibagi menjadi primer, survei

sekunder, dan tersier. Survei primer harus dilakukan dalam 2-5 menit dan terdiri dari

urutan ABCDE : Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure. Jika fungsi

dari setiap dari tiga sistem pertama terganggu, resusitasi harus segera dimulai. Pada

pasien yang kritis, resusitasi dan penilaian dilanjutkan secara bersamaan oleh tim praktisi

trauma. Pemantauan dasar termasuk electroencephalograph (ECG), tekanan darah

noninvasive, dan oksimetri nadi sering dapat dimulai di lapangan dan dilanjutkan selama

pengobatan. Resusitasi trauma mencakup dua tahap tambahan: kontrol perdarahan dan

12

Page 13: Bab fraktur tibia fibula

perbaikan cedera secara definitif. Survei sekunder dan tersier yang lebih komprehensif

dari pasien dilakukan setelah survei primer.

Primary survey

a. Jalan napas

Mempertahankan saluran napas adalah selalu menjadi prioritas pertama. Jika

pasien dapat berbicara dengan jelas jalan napas biasanya baik, tetapi jika pasien tidak

sadar mungkin akan membutuhkan saluran napas dan bantuan ventilasi. Tanda-tanda

penting dari obstruksi termasuk mendengkur, stridor, dan gerakan dada paradoks.Adanya

benda asing harus dipertimbangkan pada pasien tidak sadar. Lanjutan manajemen jalan

napas (seperti intubasi endotrakeal, cricothyrotomy, atau trakeostomi) diindikasikan jika

ada apnea, obstruksi terus-menerus, cedera kepala berat, trauma maksilofasial, cedera

leher dengan hematoma yang meluas, atau cedera dada berat.

Cedera tulang belakang leher tidak mungkin terjadi pada pasien tanpa nyeri pada

leher. Lima kriteria meningkatkan risiko ketidakstabilan dari tulang cervikal: (1) Nyeri

pada leher, (2) severe distracting pain, (3) ditemukan tanda atau gejala neurologis, (4)

keracunan, dan (5) kehilangan kesadaran di tempat kejadian . Sebuah fraktur tulang

belakang leher harus diasumsikan jika salah satu dari kriteria ini ditemukan, bahkan jika

tidak ada cedera diatas tingkat klavikula. Bahkan dengan kriteria ini, kejadian trauma

tulang leher adalah sekitar 2%. Insiden ketidakstabilan tulang belakang leher meningkat

hingga 10% dengan adanya cedera kepala berat. Untuk menghindari leher hiperekstensi,

manuver jaw-trhust adalah cara yang baik untuk mempertahankan saluran napas. Mulut

dan saluran udara hidung dapat membantu menjaga patensi jalan napas. Pasien tidak

sadar dengan trauma berat selalu dianggap beresiko untuk terjadinya aspirasi, dan jalan

napas harus diamankan sesegera mungkin dengan endotrakeal tube atau trakeostomi.

Leher hiperekstensi dan traksi aksial yang berlebihan harus dihindari, dan imobilisasi

manual dari kepala dan leher oleh asisten harus digunakan untuk menstabilkan tulang

belakang leher selama laringoskopi ("in-line panduan stabilisasi" atau MILS). Asisten

meletakkan kedua tangan-nya di kedua sisi kepala pasien, menekan oksiput dan

mencegah rotasi kepala. Dari semua teknik ini, MILS mungkin paling efektif, tetapi dapat

juga menyulitkan laringoskopi. Untuk alasan ini, beberapa dokter lebih memilih intubasi

13

Page 14: Bab fraktur tibia fibula

nasal pada pasien dengan pernapasan spontan yang diduga mengalami cedera tulang

belakang servikal, meskipun teknik ini mungkin beresiko tinggi mengalami aspirasi

paru.

Lainnya menganjurkan penggunaan suatu lightwand, Bullard laringoskop,

WuScope, atau intubating laryngeal mask airway. Jelas, keahlian dan preferensi seorang

dokter secara individu mempengaruhi pilihan teknik, bersama dengan kebutuhan untuk

kebijaksanaan dan risiko komplikasi pada pasien yang diberikan. Kebanyakan praktisi

lebih familiar dengan intubasi oral, dan teknik ini harus dipertimbangkan pada pasien

yang membutuhkan intubasi apneic dan segera. Selanjutnya, nasal intubasi harus

dihindari pada pasien dengan patah tulang tengkorak midface atau basilar. Jika jalan

napas obturatorius esofagus telah dipasang di lapangan atau tempat keladian, itu tidak

boleh dilepas sampai trakea telah diintubasi karena kemungkinan regurgitasi.

Trauma laring membuat situasi lebih buruk. Luka terbuka dapat berhubungan

dengan perdarahan dari pembuluh leher besar, obstruksi dari hematoma atau edema,

emfisema subkutan, dan cedera tulang belakang leher. Trauma laring tertutup kurang

jelas, tetapi dapat ditemukan sebagai krepitasi leher, hematoma, disfagia, hemoptisis, atau

fonasi yang buruk. Sebuah intubasi dengan tabung endotrakeal kecil (6,0 pada orang

dewasa) di bawah laringoskopi langsung atau bronkoskopi serat optik dengan anestesi

topikal dapat dicoba jika laring dapat dilihat dengan jelas. Jika luka pada wajah atau leher

mencegah atau menghalangi intubasi endotrakeal, trakeostomi di bawah anestesi lokal

harus dipertimbangkan. Obstruksi akut dari trauma saluran napas bagian atas mungkin

memerlukan cricothyrotomy darurat atau perkutan atau bedah trakeostomi

b. Pernafasan

Penilaian ventilasi yang terbaik dilakukan dengan melihat, mendengarkan, dan

merasakan hembusan nafas. Lihat apakah ada tanda-tanda sianosis, penggunaan otot

aksesori, flail chest, dan sucking wound. Dengarkan adanya, tidak adanya, atau

berkurangnya bunyi nafas. Perhatikan juga tanda-tanda emfisema subkutan, pergeseran

trakea, dan tulang rusuk patah. Dokter harus memiliki indeks kecurigaan yang tinggi

untuk tension pneumothorax dan hemothorax, terutama pada pasien dengan gangguan

pernapasan. Drainase pleura mungkin diperlukan sebelum sinar-X dada dilakukan.

14

Page 15: Bab fraktur tibia fibula

Kebanyakan pasien trauma yang kritis membutuhkan bantuan kontrol

ventilasi.Perangkat Tas-katup (misalnya, sebuah tas menggembungkan diri dengan katup

nonrebreathing) biasanya menyediakan ventilasi yang memadai segera setelah intubasi

dan selama periode transportasi pasien. Konsentrasi oksigen 100% disampaikan sampai

oksigenasi dinilai oleh gas-gas darah arteri.

c. Circulation

Kecukupan sirkulasi didasarkan pada denyut nadi, tekanan nadi, tekanan darah,

dan tanda-tanda perfusi perifer. Tanda-tanda sirkulasi inadekuat meliputi takikardi, nadi

perifer lemah atau tidak teraba, hipotensi, dan ekstremitas pucat, dingin, atau sianotik.

Prioritas pertama dalam memulihkan sirkulasi yang adekuat adalah untuk menghentikan

pendarahan, prioritas kedua adalah untuk menggantikan volume intravaskular. Cardiac

arrest selama transportasi ke rumah sakit atau segera setelah tiba pada trauma tembus

thoraks dan kemungkinan trauma tumpul thoraks merupakan indikasi untuk torakotomi

emergensi, disebut juga torakotomi resusitasi, memungkinkan kontrol cepat perdarahan

yang jelas, membuka perikardium, dan memungkinkan menjahit luka-luka jantung dan

mengklem aorta di atas diafragma. Beberapa dokter bedah trauma juga mendukung

torakotomi emergensi pada cardiac arrest selama transportasi atau segera setelah tiba di

rumah sakit pada trauma tembus atau tumpul abdomen. Pasien hamil yang berada dalam

cardiac arrest atau syok sering dapat diresusitasi dengan benar hanya setelah melahirkan

bayi.

Pada pasien-pasien dengan fraktur baik fraktur tertutup maupun terbuka, penting

untuk mengetahui tingkat perdarahan yang dialaminya. Penentuan tingkat perdarahan

dapat ditentukan dengan menilai beberapa parameter hemodinamik. Kelas perdarahan

menurut ATLS:

Class I Class II Class III Class IV

Blood loss (ml) <750 750-1500 1500-2000 >2000

Blodd loss (%EBV) <15 % 15-30% 30-40% >40%

Pulse rate (x/min) <100 >100 >120 >140

Blood pressure Normal Normal Decreased Decreased

15

Page 16: Bab fraktur tibia fibula

Pulse pressure Normal or

decreased

Decreased Decreased Decreased

Respiratory rate 14-20 20-30 30-35 >35

Urine output

(ml/hour)

>30 20-30 5-15 Negligible

Mental status/ CNS Slightly

anxious

Midly anxious Anxious and

confused

Confused and

lethargic

Perhitungan perkiraan kehilangan darah tubuh:

EBV : 70cc x BB

EBL : derajat perdarahan x EBV

Cara pemberian cairan:

- Atasi syok dengan guyur 20 cc/ kgBB

- Guyur hingga 2-4 x EBL

- Bila syok sudah teratasi, lasung ke maintenance

d. Disability

Evaluasi disability terdiri dari penilaian neurologis yang cepat. Karena biasanya

tidak ada waktu untuk Glasgow Coma Scale, sistem AVPU digunakan: awake, verbal

response, painful response, and unresponsive

e. Exposure

Pasien harus menanggalkan pakaian untuk memungkinkan pemeriksaan untuk

cedera. In-line immobilization harus digunakan jika cedera leher atau tulang belakang

dicurigai.

Secondary Survey

Secondary Suvey dimulai hanya ketika ABC yang stabil. Dalam survei sekunder,

pasien dievaluasi dari kepala sampai kaki dan pemeriksaan yang diindikasikan (misalnya,

radiografi, tes laboratorium, prosedur diagnostik invasif) diperoleh. Pemeriksaan kepala

meliputi mencari luka pada kulit kepala, mata, dan telinga. Pemeriksaan neurologis

16

Page 17: Bab fraktur tibia fibula

termasuk Glasgow Coma Scale dan evaluasi dari fungsi motorik dan sensorik serta

refleks. Pupil melebar tetap tidak selalu berarti kerusakan otak ireversibel. Dada

diauskultasi dan diperiksa lagi untuk patah tulang dan integritas fungsional (flail chest).

Suara napas berkurang dapat mengungkapkan pneumotoraks tertunda atau membesar

yang membutuhkan penempatan tabung dada. Demikian pula, bunyi jantung menjauh,

tekanan nadi sempit, dan distensi vena leher merupakan tanda tamponade perikardium,

dilakukan pericardiocentesis. Sebuah pemeriksaan awal normal tidak definitif

menghilangkan kemungkinan masalah ini. Pemeriksaan abdomen harus terdiri dari

inspeksi, auskultasi, dan palpasi. Ekstremitas diperiksa untuk fraktur, dislokasi, dan

denyut nadi perifer. Kateter urin dan tabung nasogastrik juga biasanya dimasukkan.

Analisis laboratorium dasar termasuk hitung darah lengkap (atau hematokrit atau

hemoglobin), elektrolit, glukosa, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin. AGDA juga

dapat sangat membantu. Foto thoraks harus diperoleh pada semua pasien dengan trauma

besar. Kemungkinan cedera tulang belakang leher dievaluasi dengan memeriksa semua

tujuh vertebra dalam radiografi AP/lateral. Meskipun penelitian ini mendeteksi 80-90%

dari patah tulang, hanya CT normal dapat dipercaya menyingkirkan trauma tulang leher

yang signifikan. Penelitian radiografi tambahan termasuk tengkorak, panggul, dan film

tulang panjang. Focused assessment with sonography for trauma (FAST) merupakan

pemeriksaan cepat, di samping tempat tidur menggunakan USG yang dilakukan untuk

mengidentifikasi perdarahan intraperitoneal atau tamponade perikardial. FAST, yang

telah menjadi perpanjangan dari pemeriksaan fisik pasien trauma, memeriksa empat area

untuk cairan bebas: ruang perihepatik/hepatorenal, ruang perisplenik, panggul, dan

perikardium. Tergantung pada cedera dan status hemodinamik pasien, teknik pencitraan

lain (misalnya, computed tomography [CT] thoraks atau angiografi) atau tes diagnostik

seperti diagnostic peritoneal lavage (DPL) juga dapat diindikasikan.

Penanganan Definitif

Penanganan definitif meliputi tindakan operatif dan non-operatif. Hal ini juga

dipengaruhi diagnosa fraktur tersebut. Terapi fraktur meliputi 3 dasar obyektif yaitu :

a) Reduksi / reposisi : menempatkan kembali fragment tulang pada posisi

seanatomis mungkin. Dapat dilakukan dengan reduksi tertutup / reduksi terbuka

17

Page 18: Bab fraktur tibia fibula

b) Mempertahankan reduksi sampai healing dan cukup untuk mencegah

displacement (immobilisasi). Ada 3 metoda yang lazim yaitu

(1) fiksasi eksternal dengan cast atau splint,

(2) traksi

(3) fiksasi internal dengan nail, plate atau screw.

c) Mengembalikan fungsi otot, sendi dan tendon (rehabilitasi) untuk mencegah joint

stiffness & disuse atrophy. Harus dilakukan sesegera mungkin

Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:

a. Absolut

1. Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi

dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.

2. Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya darah

di tungkai.

3. Fraktur dengan sindroma kompartemen.

4. Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga

mengurangi nyeri.

b. Relatif, jika adanya:

1. Pemendekan

2. Fraktur tibia dengan fibula intak

3. Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama

Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Fiksasi

a. Standar

Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang

hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka dengan luka

terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih kecil, sehingga

menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan

penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar dari fiksasi eksternal tipe standar.

18

Page 19: Bab fraktur tibia fibula

b. Ring Fixators

Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis cincin dan

kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat digunakan untuk fraktur

ke arah proksimal atau distal. Cara ini baik digunakan pada fraktur tertutup tipe

kompleks. Di bawah ini merupakan gambar pemasangan ring fixators pada fraktur

diafisis tibia.

c. Open reduction with internal fixation (ORIF)

Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke metafisis.

Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan sendinya menjadi

lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi komplikasi pada penyembuhan

luka operasi. Berikut ini merupakan gambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.

d. Intramedullary nailing

Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau tertutup.

Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang cidera dan

menghindarkan trauma pada jaringan lunak.

2. Amputasi

Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia dan

pada crush injury dari tibia.

General Anestesi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthetos,

"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan

menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya

yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh

Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Beberapa tipe anestesi adalah:

• Anestesi umum adalah hilangnya kesadaran total

• Anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian

tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran

19

Page 20: Bab fraktur tibia fibula

• Anestesi regional adalah hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh

oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan

dengannya.

Anestesi Umum (General Anesthesia)

Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Trias anestesi, yaitu :

1. Hipnotik

2. Analgesik

3. Relaksasi

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyebab terjadinya

kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan

pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan

bugar. Tujuan kunjungan pra anestesi adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi,

mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan premedikasi

yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberikan dengan tujuan untuk

melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi  diantaranya :

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

2. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

3. Mengurangi mual dan muntah pasca bedah

4. Mengurangi isi cairan lambung

5. Membuat amnesia

6. Memperlancar induksi anestesi

7. Meminimalkan jumlah obat anestesi

8. Mengurangi reflek yang membahayakan

20

Page 21: Bab fraktur tibia fibula

Obat Premedikasi

a. Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik

Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk

mengurangi efek bronchial dan cardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik

akibat obat atau anestesi maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek lainnya

adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme

gastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame

yang berkaitan dengan anestesi umum.

Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosis terapeutik ada

perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan jadi kabur. Karena itu sebaiknya obat ini

tidak digunakan untuk anestesi regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada

penderita dengan suhu diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung

khususnya fibrilasi aurikuler.

Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.

Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg

untuk dewasa dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-anak.

b. Hipnoz 2 mg (Midazolam) : obat penenang (transquilaizer)

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untukpremedikasi, induksi

dan pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat

karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua

dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus

ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan.

Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikandengan umur dan

keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. padaorang tua dan pasien lemah dosisnya

0,025-0,05 mg/kgBB. Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut

nadi dan pernafasan, umumnya hanya sedikit.

21

Page 22: Bab fraktur tibia fibula

c. Cedantron 4 mg (Ondansentrone)

Suatu antagonis reseptor serotonin 5 – HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan dan

pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa hipotensi, bronkospasme,

konstipasi dan sesak nafas. Dosis dewas 2-4 mg.

Obat Induksi

1. Tracrium 20 mg (Atracurium) : nondepolarisasi

Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan

reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi

asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.

Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya selama 20-

45 menit dan dapat meningkat menjadi 2 kalilipat pada suhu 250 C, kecepatan efek

kerjanya 1-2 menit.

Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf-otot

mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja.

Antikolinesterase yang paling sering digunakan ialah neostigmin dengan dosis (0,04-0,08

mg/kgBB) atau obat antikolinergik lainnya. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik

menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang bronkus, hipermotilitas usus

dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai obat vagolitik seperti atropin

dosis 0,01-0,02 mg/kgBB atau glikopirolat 0,005-0,01 mg/kgBB sampai 0,2-0,3

mg/kgBB pada dewasa.

2. Recofol 80 mg (Profofol)

Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter

recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Profofol merupakan

cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan

1% (1ml=10 mg) dan mudah larut dalam lemak. Profopol menghambat transmisi neuron

yangdihantarkan oleh GABA. Propofol adalah obat anestesi umum yangbekerja cepat

yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik.

Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis

sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yangberumur diatas 55 tahun dosis

22

Page 23: Bab fraktur tibia fibula

untuk induksi maupun maintenance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan

untik pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara suntikan bolus

intravena atau secara kontinu melalui infus, namun kecepatan pemberian harus lebih

lambat daripada cara pemberian pada oranag dewasa di bawah umur 55 tahun. Pada

pasien dengan ASA III-IVdosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih lambat.

Maintenance

1. N2O (gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)

N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak

terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus

disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya kuat,

sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada

anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu

anestesi lain seperti halotan dan sebaagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan,

maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan

terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2

100% selama 5-10 menit.Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi

N2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik

digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan

70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothorak,

pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.

2. Halothane (Fluothane)

Halothane adalah obat anestesi inhalasi berbentuk cairan bening tak berwarana

yang mudah menguap dan berbau harum. Pemberian halothane sebaiknya bersama

dengan oksigen atau nitrousokside 70% oksigen dan sebaiknya menggunakan vaporizer

yang khusus dikalibrasi untuk halothane agar konsentrasi uap dihasilkan itu akurat dan

mudah dikendalikan. Pada nafas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada

nafas kendali sekitar 0,5-1 vol % yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien.

Kelebihan dosis menyebabkan depresi pernafasan, menurunnya tonus simpatis, terjadi

hipotensi, bradikardia, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard dan

23

Page 24: Bab fraktur tibia fibula

inhibisi refleks baroreseptor. Paska pemberian halothane sering menyebabkan pasien

menggigil.

Intubasi

Setelah dilakukan induksi anestesia yaitu tindakan untuk membuat pasien dari

sadar menjadi tidak sadar, maka memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan.

Induksi dapat dilakukan secara intrvena, intramuskular, inhalasi dan rektal. Sebelum

dilakukan induksi sebaiknya disiapkan terlebih dahulu peralatan dan obat-obatan yang

diperlukan. Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat:

S = Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.

T = Tubes Pipa trakea. Usia <>5 tahun dengan balon (cuffed)

A = Airway Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring(nasofaring) yang

digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidaksadar agar lidah tidak menymbat jalan

napas

T = Tape Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut

I = Intro Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan

C = Connec Penyambung pipa dan perlatan anestesia

S = Suction Penyedot lendir dan ludah

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan

saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah

aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi.

Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal:

a. Mempermudah pemberian anestesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan

kelancaran pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan

tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

24

Page 25: Bab fraktur tibia fibula

g.Obat.

Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara

lain :

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen

arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen

melalui masker nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan

karbondioksida di arteri.

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai

bronchial toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau

pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi

endotrakheal antara lain :

a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan

untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah

cricothyrotomy pada beberapa kasus.

b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,

sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal biasanya dijumpai

pada pasien-pasien dengan :

a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.

b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental

symphisis dengan lower alveolar margin yangmelebar memerlukan depresi rahang

bawah yang lebih lebarselama intubasi.

c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi. Gigi incisium

atas yang menonjol (rabbit teeth).

25

Page 26: Bab fraktur tibia fibula

d. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi

temporomandibuler, spondilitis servical spine.

e. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala

pada leher di sendi atlantooccipital.

f. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi

leher.

Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang

telah ditetapkan antara lain :

a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput

diganjal dengan menggunakan alas kepala (bias menggunakan bantal yang cukup

keras atau botol infus 1 gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta

trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.

b. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan

oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit.

Sungkup muka dipegang dengan tangankiri dan balon dengan tangan kanan.

c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop

dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan

lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga

mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta

epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat

sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf

V.

d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui

sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu,

sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior

sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet

dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan

memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dandaun

laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.

26

Page 27: Bab fraktur tibia fibula

e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi.

Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada denganstetoskop, diharapkan suara

nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa

endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa

suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara

wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada

ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru

sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum

atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop),

kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak

semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan

kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.

2.9 Komplikasi1,2

1) Infeksi

Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal

fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang tidak

steril.

2) Delayed union

Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi

terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah

ke fragmen.

3) Non union

Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan

mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada

tempat fraktur.

4) Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi

suplay darah.

27

Page 28: Bab fraktur tibia fibula

5). Kompartemen Sindrom

Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan

terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial yang

tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya

oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan kematian jaringan.

6) Mal union

Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti

adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.

6) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.

7) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.

Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai

bawah.

28

Page 29: Bab fraktur tibia fibula

BAB III

LAPORAN KASUS

Seorang pria 17 tahun dengan berat badan 80 kg, datang ke IGD RSUP HAM

dengan keluhan utama tungkai kanan bawah sulit digerakkan. Hal ini sudah dialami

pasien 1 jam sebelum masuk RSUP HAM. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan

lalu lintas saat mengendarai sepeda motor. Mekanisme trauma tidak jelas. Riwayat

muntah (-), kejang (-), pingsan (-).

Riwayat penyakit terdahulu tidak dijumpai. Riwayat pemakaian obat sebelumnya

tidak dijumpai.

TIME SEQUENCE

23/11/2011

Masuk RSUP HAM, IGD, pukul 22.00 Wib

24/11/2011, pukul 01.00 Wib

Pasien konsul anestesi untuk dilakukan operasi

24/11/2011, pukul 02.00 WIB

Dilakukan tindakan debridement emergency + Back slab

Primary Survey

Airway : Clear,

Breathing : Spontan

Frekuensi nafas : 24 x/i

Suara Pernafasan : vesikuler

Suara Tambahan : -

Circulation : Akral : dingin/ pucat/ basah

Tekanan Darah : 90/30 mmHg

29

Page 30: Bab fraktur tibia fibula

Nadi : 119 x/i ,tekanan/volume: lemah

Disability : Alert, pupil isokor ɸ3/3mm, RC +/+

Exposure : Regio Femur dan Cruris: fraktur + lacerated wound

Secondary Survey

B1 : Airway clear, RR: 24 x/men, SP: vesikuler ka=ki, ST: -/-.

Riw. asma(-), batuk(-), alergi(-), sesak(-)

MLP I, JMH<6cm, GL: bebas.

B2 : Akral D/P/B, TD: 90/30 mmHg, HR: 119 x/men, t/v lemah, reguler. Temp. 36,5°C

B3 : Sens: CM, GCS 15 (E4V5M6), pupil isokor, ø 3 mm/3mm, RC +/+, Riw. kejang

(-).

B4 : UOP (+), vol. 150 cc (ress), warna kuning jernih

B5 : Abdomen : soepel, peristaltik (+), mual/muntah (-), MMT pukul 19.00 WIB

B6 : Open (R) Femur Fx grade IIIa + Open (R) Cruris Fx grade IIIc

Tindakan di IGD

- Pasang iv line 2 jalur, bore besar (abbocath 16G)

- Perdarahan kelas 3 à 30-40%

EBV: 70x80=5600

EBL: 30-40%=1680-2240cc

à Ganti perdarahan dengan kristaloid + Koloid + Darah

à 4500 cc RL + 500 cc HES 6% + Transfusi PRC 1 bag

- Pasang Kateter à keluar urin 150 cc, lalu kosongkan kantong urine.

- Beri analgetik adekuat à Inj. Ketorolac 1 30 mg

- Beri antibiotik à Inj. Ceftriakson 1 gram

- Injeksi ATS 3000 IU

- Cek lab Darah Rutin, HST.

Hasil Laboratorium

- Hb/ Ht/ Leu/ Plt : 6,7/19,8/21.710/191.000

- PT/ APTT/ TT/ INR : 22(12) s/40,8(29) s/16,9(11) s/1,76

30

Page 31: Bab fraktur tibia fibula

Pemeriksaan Fisik post resusitasi

B1: Airway: Clear, RR: 2o x/mnt,

SP: Vesikular, ka=ki, ST: (-)

GL: Bebas, JMH: < 6 cm, Mallampati: 1.

B2 : Akral: D/P/K, TD: 130/70 HR: 107 x/mnt, Reguler, t/v: lemah

B3 : Sens:CM, GCS 15 (E4V5M6), Pupil: Isokor, Ø: 3mm/3 mm, RC: +/+, Riw.

Kejang: (-)

B4 : BAK: (+), Volume, vol: 100 cc/jam, warna kuning jernih

B5 : Abdomen: Soepel, Peristaltik: (+), Mual/Muntah: (-),

MMT: Pukul 19.00 WIB

B6 : Open (R) Femur Fx grade IIIa + Open (R) Cruris Fx grade IIIc

Pemeriksaan Foto X-Ray pada regio Femur dan Cruris

Foto Femur : Kesan : Simple fracture o/t 1/3 mid femur

Foto Cruris : Kesan : Simple fracture o/t 1/3 mid tibia dan Cominuted fracture o/t 1/3

mid fibula

Diagnosa Sementara :

Open Fx o/t (R) Midshaft Femur grade IIIa + Open Fx o/t (R) Mid Third Tibia-Fibula

grade IIIc

Operasi :

Tindakan : Debridement emergency + Back slab

Anestesi : GA-ETT

ASA : 2E

Posisi : Supine

Pemeriksaan Fisik Pra-Anesthesia

B1: Airway: Clear, RR: 20 x/mnt,

SP: Vesikular, ka=ki, ST: (-)

31

Page 32: Bab fraktur tibia fibula

GL: Bebas, JMH: < 6 cm, Mallampati: 1.

B2 : Akral: D/P/K, TD: 120/70 HR: 1014 x/mnt, Reguler, t/v: lemah

B3 : Sens:CM, GCS 15 (E4V5M6), Pupil: Isokor, Ø: 3mm/3 mm, RC: +/+, Riw.

Kejang: (-)

B4 : BAK: (+), Volume, vol: 130 cc/jam, warna kuning jernih

B5 : Abdomen: Soepel, Peristaltik: (+), Mual/Muntah: (-),

MMT: Pukul 19.00 WIB

B6 : Open Fx o/t (R) Midshaft Femur grade IIIa + Open Fx o/t (R) Mid Third Tibia-

Fibula grade IIIc

Persiapan Alat : Intubasi set dewasa ETT 7,0

Persiapan obat GA ETT

Persiapan obat emergensi

Teknik Anesthesia

- Preload 500 cc RL

- Pre medikasi dengan midazolam 5 mg, S.A 0.5mg

- Oksigenasi dengan sungkup 8 L/menit

- Induksi dengan ketamin 160 mg.

- inj Rocuronium 80 mg,à intubasi dengan ETT 7,5

- cuff (+), SP ka=ki, fiksasi

- maintenance ketamin 1mg/ccà 0,05x80kgBB/men=4mg/menà80 tetes/men

Rocuronium 10 mg/20 mnt

Durante Operasi

- HR : 100-120 x/mnt

- SpO2 : 98 – 100 %

- TD : 100-130/ 60-80 mmHg

- Perdarahan :± 100 cc

- Maintenance + Penguapan = 160 cc/jam

- UOP : PO : 100 cc,

32

Page 33: Bab fraktur tibia fibula

warna : kuning jernih

DO : 200 cc/jam

- Cairan : PO : RL : 500 cc

DO : RL : 1000 cc

PRC : 525 cc

- Lama operasi: 1 jam

Pemeriksaan Fisik Post Operasi

B1: Airway: Clear, RR: 18 x/mnt,

SP: Vesikular, ka=ki, ST: (-)

B2 : Akral: D/P/K, TD: 120/70 HR: 110 x/mnt, Reguler, t/v: lemah

B3 : Sens:CM, GCS 15 (E4V5M6), Pupil: Isokor, Ø: 3mm/3 mm, RC: +/+, Riw.

Kejang: (-)

B4 : BAK: (+), Volume, vol: 200 cc, warna kuning jernih

B5 : Abdomen: Soepel, Peristaltik: (+), Mual/Muntah: (-)

B6 : Luka post op tertutup verban

Rencana Penanganan Post Operasi

- Bed Rest

- Diet MB

- IVFD RL 30 gtt/i

- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/i.v

- Inj. Tramadol 100mg/8 jam/i.v

- Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam /i.v

- Cek darah rutin post op

Follow Up RR IGD tanggal 24/11/2011

S : -

O : B1: Airway: Clear, RR: 18 x/mnt, SP: Vesikular, ka=ki, ST: (-)

B2 : Akral: H/M/K, TD: 130/80 HR: 97 x/mnt, Reguler, t/v: cukup

33

Page 34: Bab fraktur tibia fibula

B3 : Sens:CM, GCS 15 (E4V5M6), Pupil: Isokor, Ø: 3mm/3 mm, RC: +/+, Riw.

Kejang: (-)

B4 : BAK: (+), Volume, vol: 75 cc/jam, warna kuning jernih

B5 : Abdomen: Soepel, Peristaltik: (+), Mual/Muntah: (-)

B6 : Luka post op tertutup verban

A : Open Fx o/t (R) Midshaft Femur grade IIIa + Open Fx o/t (R) Mid Third Tibia-

Fibula grade IIIc

P : - Bed Rest

- Diet MB

- IVFD RL 30 gtt/i

- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/i.v

- Inj. Tramadol 100mg/8 jam/i.v

- Inj. Cefotaxime 1gr/8 jam /i.v

34

Page 35: Bab fraktur tibia fibula

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan tungkai kanan bawah sulit digerakkan setelah

pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengalami hal ini 1 jam sebelum masuk

rumah sakit. Untuk itu, pasien kembali dinilai secara klinis, dan didapati pasien

mengalami perdarahan kelas III menurut ATLS. Hal ini dilihat dari denyut nadi >100

x/menit (119x/menit), tekanan darah : 90/30 mmHg, tekanan nadi 50 mmHg,dan urine

output > 30cc (150 cc).

Penatalaksanaan dengan fraktur terbuka pada tungkai bawah diawali dengan

tindakan primary survey yaitu Airway (jalan nafas), yaitu membersihkan jalan nafas

dengan memperhatikan kontrol servikal. Breathing dengan ventilasi yang baik meliputi

inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada

yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara

dalam rongga pleura, auskultasi untuk memastikan masuknya udara kedalam paru.

Circulation dengan kontrol pendarahan. Disability dengan pemeriksaan mini neurologis

meliputi GCS, bentuk, ukuran dan reflek cahaya pupil, kekuatan motorik kiri dan kanan.

Exposure dengan menghindarkan hipotermia.

Pada pasien ini, telah dilakukan penanganan di IGD dengan tindakan berupa

ABCDE. Airway pada pasien ini dilakukan tindakan kontrol servikal. Breathing pada

pasien ini dilakukan tindakan pemberian oksigen melalui face mask non-rebreathing 10

lpm untuk mengatasi takipnoe pada pasien. Berdasarkan referensi, hiperventilasi

merupakan terapi medikamentosa untuk cedera otak dengan tujuan untuk menurunkan

PCO2 yang akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak. Circulation pada

pasien ini dilakukan tindakan pemasangan IV line satu jalur (IV cath no 18) dengan

memastikan IV line lancar. Dengan menggunakan perhitungan perkiraan kehilangan

darah tubuh diperoleh perkiraan kehilangan darah sebanyak 1680 cc yang akan

direhidrasi dengan cairan RL Ganti perdarahan dengan kristaloid + Koloid + Darah yakni

4500 cc RL + 500 cc HES 6% + Transfusi PRC 1 bag. Alasan pemberian cairan

kristaloid, koloid dan darah pada pasien ini adalah untuk mengisi volume intravaskuler

sehingga dapat mencegah terjadinya syok hipovolemik oleh karena perdarahan. Selain itu

35

Page 36: Bab fraktur tibia fibula

dilakukan pemasangan kateter urin untuk monitoring cairan yang telah diberikan. Pada

Disability pasien ini dijumpai sensorium compos mentis, GCS 15 (E4V5M6), pupil

isokor, RC +/+, diameter pupil 3mm/ 3mm. Exposure pada pasien ini dijumpai fraktur

terbuka pada regio femur dan kruris disertai luka robek pada bagian tersebut.

Tindakan selanjutnya adalah dengan secondary survey sesuai dengan penanganan

dalam ATLS. Prosedur diagnostik yang dilakukan pada pasien ini adalah foto toraks, foto

servikal AP/L, foto femur dekstra, cruris dekstra dan pelvis. Berdasarkan referensi,

pemeriksaan ini segera dilakukan setelah hemodinamik stabil. Selanjut pada pasien ini

dilakukan debridement dan pemasangan back slab untuk immobilisasi di ruangan

menunggu penanganan definitif yaitu perbaikan fraktur dengan cara fiksasi eksternal.

Pasien dirawat dengan istirahat total serta posisi kepala head up 300, dengan

tujuan memperlancar aliran balik darah vena dari otak sehingga dapat mengurangi

peningkatan tekanan intrakranial. Manajemen nyeri post operasi pada pasien ini

dilakukan dengan memberikan ketorolac dan Tramadol untuk mengurangi nyeri.

36

Page 37: Bab fraktur tibia fibula

BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang pasien dengan keluhan tungkai kanan bawah sulit

digerakkan setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas.

Penatalaksanaan cedera kepala berat diawali dengan tindakan primary survey

yaitu Airway (jalan nafas), yaitu membersihkan jalan nafas dengan memperhatikan

kontrol servikal. Breathing dengan ventilasi yang baik meliputi inspeksi terhadap bentuk

dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu

ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara dalam rongga pleura,

auskultasi untuk memastikan masuknya udara kedalam paru. Circulation dengan kontrol

pendarahan. Disability dengan pemeriksaan mini neurologis meliputi GCS, bentuk,

ukuran dan reflek cahaya pupil, kekuatan motorik kiri dan kanan. Exposure dengan

menghindarkan hipotermia. Pada pasien ini, telah dilakukan penanganan di IGD dengan

tindakan berupa ABCDE.

Pada pasien kemudian dilakukan operasi debridement dan pemasangan backslab

untuk immobilisasi sementara menunggu tindakan definitif.

37