BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi.
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat
kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput.
Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh
tubuh terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot
mengecil, pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-
kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari
marasmus dan kwashiorkor.1
Sedangkan menurut Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Departemen
Kesehatan RI 2003 marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk dengan gambaran
klinik yang merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema yang
tidak mencolok.5
3.2 Klasifikasi
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya
KEP, klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:
3.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Baku Median WHO-NCHS.6
Klasifikasi KEP BB/U BB/TB
Ringan 70-80% 80-90%
Sedang 60-70% 70-80%
Berat <60% <70%
Table 3.1. Klasifikasi KEP berdasarkan baku median WHO-NHCHS6
3.2.2 Klasifikasi Menurut Kementerian Kesehatan RI.
Klasifikasi malnutrisi KEP berdasarkan berat badan (BB), tinggi badan
(TB), dan umur menurut Depkes RI adalah sebagai berikut :6
18
BB/TB
(berat menurut tinggi)
TB/U
(tinggi menurut umur)
Mild 80 – 90 % 90 – 94%
Moderate 70 – 79 % 85 – 89 %
Severe < 70 % <85 %
Table 3.2. Klasifikasi KEP menurut Departemen Kesehatan RI6
3.2.3 Klasifikasi Menurut Gomez (1956)
Klasifikasi ini berdasarkan berat badan individu dibandingkan dengan berat
badan yang diharapkan pada anak sehat seumur.6
Derajat KEP Berat badan % dari baku*
0 (normal) ≥90%
1 (ringan) 89-75%
2 (sedang) 74-60%
3 (berat) <60%
Table 3.3 Klasifikasi KEP menurut Gomez6
3.2.4 Klasifikasi Menurut McLaren (1967)
McLaren mengklasifikasikan KEP berat dalam 3 kelompok menurut
tipenya. Gejala klinis edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan
pembesaran hati diberi nilai bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin
atau total protein serum.6
Gejala klinis / laboratoris Angka
Edema 3
Dermatosis 2
Edema disertai dermatosis 6
Perubahan pada rambut 1
Hepatomegali 1
Albumin serum atau protein total serum/g %
<1,00 <3,25 7
1,00-1,49 3,25-3,99 6
1,50-1,99 4,00-4,74 5
2,00-2,49 4,75-5,49 4
2,50-2,99 5,50-6,24 3
19
3,00-3,49 6,25-6,99 2
3,50-3,99 7,00-7,74 1
>4,00 >7,75 0
Tabel 3.4. Klasifikasi KEP menurut McLaren6
Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan tiap
penderita:
0-3 angka = marasmus
4-8 angka = marasmic-kwashiorkor
9-15 angka = kwashiorkor
Cara demikian mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan dengan
cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan
bantuan laboratorium.
3.2.5 Klasifikasi Menurut Wellcome Trust Party (1970).
Cara klasifikasi ini dapat dipraktekkan dengan mudah, namun jika cara ini
diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari dirawat dan mendapat
pengobatan diet, maka akan dapat dibuat diagnose yang salah. Seperti pada
penderita kwashiorkor (edema, berat >60%, gejala klinis khas kwashiorkor yang
lain) yang sudah dirawat selama satu minggu, edema pada tubuh pasien sudah
tidak terlihat lagi dan berat badan bisa turun sampai 60%, dengan gejala yang
seperti itu akan didiagnosis sebagai penderita marasmus.6
Berat badan %
dari baku
Edema
Tidak ada Ada
>60% Gizi kurang Kwashiorkor
<60% Marasmus Marasmik-Kwashiorkor
Tabel 3.5. Klasifikasi KEP menurut Wellcome Trust Party6
3.2.6 Klasifikasi Menurut Waterlow (1973).
20
Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan
menahun. Waterlow berpendapat bahwa defisit berat terhadap tinggi
mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting
(kurus kering). Sedangkan defisit tinggi menurut umur merupakan akibat
kekurangan gizi yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju tinggi badan
akan terganggu, hingga anak akan menjadi pendek (stunting) untuk seusianya.6
Gangguan Derajat Stunting (BB/U) Wasting(BB/TB)
0 >95% >90%
1 95-90% 90-80%
2 89-85% 80-70%
3 <85% <70%
Tabel 3.6. Klasifikasi KEP menurut Waterlow6
3.2.7 Klasifikasi menurut Jelliffe.
Jelliffe mengklasifikasikan malnutrisi KEP berdasarkan berat badan (BB)
menurut umur (U) sebagai berikut:6
Kategori BB/U (% baku)
KEP I 90 – 80
KEP II 80 – 70
KEP III 70 – 60
KEP IV <60
Tabel 3.7. Klasifikasi KEP menurut Jelliffe6
3.3 Epidemiologi.
Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang menderita gizi
buruk pada tahun 2000 – 2002, dengan 815 juta orang yang hidup di negara
berkembang. Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005
diperkirakan sekitar 5 juta anak menderita gizi kurang (berat badan menurut
umur), 1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi
buruk tersebut ada 150.000 menderita gizi buruk tingkat berat yang disebut
marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor, yang memerlukan
perawatan kesehatan yang intensif di Puskesmas dan Rumah Sakit. Masalah gizi
21
kurang dan gizi buruk terjadi hampir di semua Kabupaten dan Kota. Pada saat ini
masih terdapat 110 Kabupaten / Kota dari 440 Kabupaten / Kota di Indonesia
yang mempunyai prevalensi di atas 30% (berat badan menurut umur). Menurut
WHO keadaan ini masih tergolong sangat tinggi. Berdasarkan hasil surveilans
Dinas Kesehatan Propinsi dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember
2005, total kasus gizi buruk sebanyak 76.178 balita.7
Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita pada tahun 2007 yang diukur
berdasarkan BB/U adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%.
Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 18,4%. Bila dibandingkan
dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk
Indonesia sebesar 18,5%, maka secara nasional target-target tersebut sudah
terlampaui. Namun pencapaian tersebut belum merata di 33 provinsi. Sebanyak 19
provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi
nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (26,5%), Sumatera Utara (22,7%),
Sumatera Barat (20,2%), Riau (21,4%), Jambi (18,9%), Nusa Tenggara Barat
(24,8%), Nusa Tenggara Timur (33,6), Kalimantan Barat (22,5%), Kalimantan
Tengah (24,2%), Kalimantan Selatan (26,6%), Kalimantan Timur (19,2%),
Sulawesi Tengah (27,6%), Sulawesi Tenggara (22,7%), Gorontalo (25,4%),
Sulawesi Barat (16,4%), Maluku (27,8%), Maluku Utara (22,8%), Papua Barat
(23,2%)dan Papua (21,2).8
3.4 Etiologi.
Penyebab KEP berdasarkan / bagan sederhana yang disebut sebagai “model
hirarki” yang akan terjadi setelah melalui lima level seperti yang tertera sebagai
berikut:7
22
Gambar 3.1. Model Hirarki penyebab KEP7
UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro (Bagan 2)
sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam
kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:7
1. Penyebab langsung.
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang,
tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering
menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula
pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya
akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
2. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :
Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga
diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu
gizinya.
23
Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat
diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap
anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan
sosial.
Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan
kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih
dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap
keluarga yang membutuhkan.
Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan dan keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan,
pengetahuan dan keterampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan
keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga
yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
3. Pokok masalah di masyarakat
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber
daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun tidak
langsung.
4. Akar Masalah.
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya
pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi,
politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997.
Hasil penelitian Erledis Simanjuntak menunjukkan bahwa banyak faktor
resiko terjadinya KEP pada balita diantaranya: penyakit infeksi, jenis kelamin,
umur, berat badan lahir rendah, tidak diberi ASI eksklusif, imunisasi tidak
lengkap, nomor urut anak, pekerjaan ayah dengan tingkat sosial ekonomi yang
rendah, ibu pekerja, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, jumlah anggota
keluarga yang besar dan lain- lain.9
Hal ini berarti bahwa penyebab terjadinya KEP pada balita adalah sebagai
berikut:
24
Penyakit Infeksi
Tingkat Pendapatan Orang Tua yang rendah
Konsumsi Energi yang kurang
Perolehan Imunisasi yang kurang
Konsumsi Protein yang kurang
Kunjungan Ibu ke Posyandu, hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu.
Selain itu besarnya masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor
penting, yaitu karena ketidaktahuan serta karena bagitu lekatnya tradisi dan
kebiasaan yang mengakar di masyarakat khususnya dibidang makanan, cara
pengolahan makanan, dan cara penyajian serta menu masyarakat kita.
Salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) diantaranya karena faktor
ekonomi yaitu daya beli yang rendah dari para keluarga yang kurang mampu.
Nampaknya ada hubungan yang erat antara pendapatan keluarga dan status gizi
anak-anaknya. Pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor terjadinya
kurang gizi pada balita, karena masih banyak orang yang beranggapan bahwa bila
anaknya sudah kenyang berarti kebutuhan mereka terhadap gizi sudah terpenuhi.10
3.5 Patogenesis.
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai
dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein
dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka
kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3
SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut / ”decompensated
malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan.
Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan
terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik
(malnutrisikronik/ compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat
terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum,
25
penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai
sintesa enzim.11
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara
penyakit marasmus dan kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah 60% dari
normal, memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP
terdapat perubahan nyata dari komposisi tubuhnya, seperti jumlah dan distribusi
cairan, lemak, mineral, dan protein, terutama protein otot.12,13
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai
asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi
hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus kwashiorkor juga sering
menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin
memperparah berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan
akan semakin lanjut untuk memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis
glukosa dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori
dalam diet akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Ha
ini akan menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada
awalnya, kelaina ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup,
jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang
diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri
sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi.
Tubuh akan mengandung lebih banyak cairan sebagai akibat menghilangnya
lemak dan otot sehingga tampak edema.12,13
26
Gambar 3.2. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor
27
3.6 Manifestasi Klinis.
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS
disertai edema yang tidak mencolok. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.
Penampilan muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seperti
orang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian
besar lemak dan otot-ototnya, iga gambang, bokong baggy pant, perut cekung,
wajah bulat sembab. Perubahan mental adalah anak mudah menangis, walapun
setelah mendapat makan karena anak masih merasa lapar. Kesadaran yang
menurun (apatis) terdapat pada penderita marasmus yang berat. Kelainan pada
kulit tubuh yaitu kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan
kehilangan banyak lemak di bawah kulit serta otot-ototnya. Kelainan pada rambut
kepala walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya
tampak rambut yang kering, tipis dan mudah rontok. Lemak subkutan menghilang
hingga turgor kulit mengurang. Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat
lebih jelas. Pada saluran pencernaan, penderita marasmus lebih sering menderita
diare atau konstipasi. Tidak jarang terdapat bradikardi, dan pada umumnya
tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur.
Terdapat pula frekuensi pernafasan yang berkurang dan ditemukan kadar
hemoglobin yang agak rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi yang
umumnya kronis berulang akibat defisiensi imunologik.6
Gejala klinis kwashiorkor yaitu penampilannya seperti anak yang gemuk
(sugar baby) bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh lainnya, terutama di pantatnya terlihat adanya
atrofi. Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 80% dari baku Harvard
persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi badannya terutama jika
KEP sudah berlangsung lama. Perubahan mental sangat mencolok. Pada umumnya
mereka banyak menangis, dan pada stadium lanjut bahkan sangat apatis. Perbaikan
28
kelainan mental tersebut menandakan suksesnya pengobatan. Edema baik yang
ringan maupun berat ditemukan pada sebagian besar penderita kwashiorkor.
Walaupun jarang, asites dapat mengiringi edema. Atrofi otot selalu ada hingga
penderita tampak lemah dan berbaring terus menerus, walaupun sebelum
menderita penyakit demikian sudah dapat berjalan-jalan. Gejala saluran
pencernaan merupakan gejala penting. Pada anoreksia yang berat penderita
menolak segala macam makanan, hingga adakalanya makanan hanya dapat
diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar penderita,
dengan feses yang cair dan mengandung banyak asam laktat karena mengurangnya
produksi laktase dan enzim disaharidase lain. Adakalanya diare demikian
disebabkan pula oleh cacing dan parasit lain. Perubahan rambut sering dijumpai.
Sangat khas bagi penderita kwashiorkor ialah rambut yang mudah dicabut. Pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering,
halus, jarang, dan berubah warnanya.
Perubahan kulit yaitu crazy pavement dermatosis merupakan kelainan kulit
yang khas bagi penyakit kwashiorkor. Kelainan kulit tersebut dimulai dengan titik-
titik merah menyerupai petechia, kemudian menjadi bercak yang lambat laun
menghitam. Setelah bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagian yang merah
dikelilingi oleh batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering
membasah dikarenakan keringat atau air kencing, dan yang terus-menerus
mendapat tekanan merupakan predeleksi crazy pavement dermatosis, seperti di
punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya. Kadang-kadang pada kasus yang
sangat lanjut ditemui petechia tanpa trombositopenia dengan prognosis yang buruk
bagi si penderita.6
Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-
kadang batas hati terdapat setinggi pusar. Hati yang membesar dengan mudah
dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan dengan permukaan yang licin dan
pinggir yang tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat dibawah mikroskop
menunjukkan bahwa banyak sel hati terisi dengan lemak. Pada kwashiorkor yang
relatif ringan, infiltrasi lemak itu terdapat terutama di segi tiga Kirnan. Anemia
ringan selalu ditemukan pada penderita demikian. Pada kwashiorkor yang disertai
oleh penyakit lain, terutama ankylostomiasis, maka dapat dijumpai anemia yang
29
berat. Jenis anemia pada kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik
normokrom, mikrositik hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya.
Perbedaan macam anemia pada kwashiorkor dapat dijelaskan oleh kekurangan
berbagai faktor yang mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam folik,
vitamin B12, vitamin C, tembaga, insufisiensi hormon, dan sebagainya. Pada
pemeriksaan sumsum tulang sering-sering ditemukan mengurangnya sel sistem
eripoitik. Hipoplasia atau aplasia sumsum tulang demikian disebabkan terutama
oleh kekurangan protein dan infeksi menahun.6
Marasmus Kwshiorkor Obesitas Pertumbuhan berkurang
atau berhenti Terlihat sangat kurus Penampilan wajah seperti
orangtua Perubahan mental Cengeng Kulit kering, dingin,
mengendor, keriput Lemak subkutan
menghilang hingga turgor kulit berkurang
Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas
Vena superfisialis tampak jelas
Ubun – ubun besar cekung tulang pipi dan dagu
kelihatan menonjol mata tampak besar dan
dalam Kadang terdapat
bradikardi Tekanan darah lebih
rendah dibandingkan anak sebaya
Perubahan mental sampai apatis
Anemia Perubahan warna dan
tekstur rambut, mudah dicabut / rontok
Gangguan sistem gastrointestinal
Pembesaran hati Perubahan kulit Atrofi otot Edema simetris pada
kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh.
wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap
leher relatif pendek
dada membusung dengan payudara membesar
perut membuncit dan striae abdomen
pada anak laki-laki : Burried penis, gynaecomastia
pubertas dini genu valgum
(tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala marasmus dan kwashiorkor
Tabel 3.7 Manifestasi klinis pada Marasmus-kwashiorkor.
30
a. Marasmus4
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
- Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.
- Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai hubungan
orang tua – anak terganggu.
- Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance.
- Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus,
hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.
b. Kwashiorkor.5
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang
berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara lain.
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk
tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang
cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai.
Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang
diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-
sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan
penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke
makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial.
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan
sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang
menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
31
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana
ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain.
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan
infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya
MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap
infeksi.
c. Marasmic – kwashiorkor6
Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu
malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan
kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak
adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan
yang meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan protein
maupun energi dari tubuh.
Gambar 3.3 Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor
Diagnosis untuk marasmus-kwashiorkor dapat ditegakkan berdasarkan
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan antropometrik.14,15
32
1. Manifestasi klinis.
Anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit
yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik. Manifestasi yang umumnya timbul
adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu terdapat pula satu atau lebih
manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor lainnya.
2. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb memperlihatkan anemia
ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan faal hepar, kadar albumin serum
sedikit menurun.Kadar elektrolit seperti Kalium dan Magnesium rendah,
bahkan K mungkin sangat rendah, sedangkan kadar Natrium, Zinc, dan
Cuprum bisa normal atau menurun. Kadar glukosa darah umumnya rendah,
asam lemak bebas normal atau meninggi, nilai β-lipoprotein dapat rendah
ataupun tinggi, dan kolesterol serum rendah. Kadar asam amino esensial
plasma menurun. Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi hormon
pertumbuhan dapar normal, rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati hanya
tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai kasus dengan perlemakan
yang berat. Pada pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang
yang terlambat dan terdapat osteoporosis ringan.
3. Antropometrik.
Ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang / tinggi badan,
lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipaan kulit. Diagnosis ditegakkan
dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan seperti BB/U (berat
badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar
lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan),
LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan
antropometrik dapat diklasifikasikan menurut Wellcome Trust Party, klasifikasi
menurut Waterlow, klasifikasi Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan
Depkes RI.
3.7 Penatalaksanaan.
Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak gizi buruk:4
33
34
Gambar 3.4. Langkah Rencana Pengobatan Anak Gizi Buruk4
Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena terdapat
berbagai komplikasi yang membahayakan hidupnya. Tindakan yang dilakukan
berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang
dikelompokkan menjadi 5, yaitu:4
Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi.
Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Pasang O2 1-2L/menit
2. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan
perbandingan 1:1 (RLG 5%)
3. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan
dengan
4. ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT
Kondisi II.
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan
Rencana II, dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB
35
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
Berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis :
5ml/kgBB setiap pemberian
Catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30
menit
Kondisi III.
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana III,
dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)
2. 2 Jam pertama
berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis
5ml/kgBB setiap pemberian
catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi IV.
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera,
yaitu:4
1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai
dengan berat badan (NGT)
catat nadi, frekuensi nafas
Kondisi V.
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi. Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
2. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran
36
Menurut Kemenkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4
faseyang harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14),
faserehabilitasi (Minggu ke 3 – 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26). Dimana
tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb: 4
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala
(1 minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit
Gambar 3.5. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
A. Prinsip Dasar Pengobatan Rutin Marasmus Kwashiorkor (10 Langkah
utama).
1. Langkah Ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia.
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali
sebagai tanda adanya infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia
37
( suhu ketiak <36C/suhu dubur <36C). Pemberian makanan yang sering
penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut.4,16
Bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl, berikan:
1. 50 ml “bolus” (pemberian sekaligus) glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% (1
sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik.
2. Selanjutnya berikan larutan tsb. setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali
berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2 jam).
3. Berikan antibiotika (lihat langkah 5).
4. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (lihat langkah 6).
Pemantauan:
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah
dari ujung jari atau tumit setelah 2 jam.
Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit.
Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml (bolus)
larutan glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit
sampai stabil.
Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36C dan/atau kesadaran
menurun.
Pencegahan :
Mulai segera pemberian makan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi
yang ada dikoreksi.
Selalu memberikan makanan sepanjang malam.
Catatan :
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak
KEP berat/gizi buruk menderita hipoglikemia dan atasi segera dengan
ditatalaksana seperti tersebut di atas.
2. Langkah Ke-2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia.
Bila suhu ketiak <36C :
Periksalah suhu dubur dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila
tidak tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada
pemeriksaan dengan termometer biasa, anggap anak menderita hipotermia.4,16
Bila suhu dubur <36C :
38
Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu).
Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan
dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di
dada ibu, selimuti (metoda kanguru).
Berikan antibiotika (lihat langkah 5).
Pemantauan:
Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila memakai
pemanas ukur setiap 30 menit.
Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam
hari.
Raba suhu anak.
Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.
Pencegahan:
Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
Sepanjang malam selalu beri makan.
Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat tidur).
Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis terlalu
lama).
3. Langkah Ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi.
Jangan menggunakan “jalur intravena/ i.v.” untuk rehidrasi kecuali pada
keadaan syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan
perlahan-lahan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. (Lihat penanganan
kegawatan).4,16
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak natrium
dan kurang kalium untuk digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk. Sebagai
pengganti, berikan larutan garam/elektrolit khusus yaitu Resomal. Tidaklah
mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat/gizi buruk dengan
menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat/gizi
buruk dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi:4,16
Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2 jam
secara oral atau lewat pipa nasogastrik.
39
Selanjutnya beri 5–10 ml/kg/jam untuk 4–10 jam berikutnya; jumlah tepat yang
harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan
banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan muntah.
Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula
khusus sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.
Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6).
Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak
mulai kencing.
Pemantauan
Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2
jam pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan memantau:
denyut nadi, pernafasan, frekwensi kencing, frekwensi diare / muntah.
Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang
berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah
berlangsung, tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini seringkali tidak
terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang
cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan
cairan.4,16
Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema
dan pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut,
hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.
Pencegahan:
Bila diare encer berlanjut:Teruskan pemberian formula khusus (langkah 6) .
Ganti cairan yang hilang dengan Resomal / pengganti (jumlah + sama).
Sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml setiap kali
buang air besar cair.
Bila masih mendapat ASI, teruskan.
4. Langkah Ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit.
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun
kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering
terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.Ketidakseimbangan
40
elektrolit ini ikut berperan pada terjadinya edema (jangan obati edema dengan
pemberian diuretikum). 4,16
Berikan :
Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari).
Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari).
Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti).
Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang
ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut pada 1
liter formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat lampiran 6 untuk cara
pembuatan larutan).
5. Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi.
Pada KEP berat / gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya
infeksi seperti demam seringkali tidak tampak.Karenanya pada semua KEP
berat/gizi buruk beri secara rutin:4,16
Antibiotik spektrum luas.
Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi
(tunda bila ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak
menjadi baik.
Catatan:
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7
hari) sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat
perbaikan mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi
sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
a. Bila tanpa komplikasi: Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2
x/hari selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 Kg), Atau.
b. Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia:
hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), beri :
Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan
dengan Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari.
41
Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam
secara oral, dan
Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
c. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
d. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang
sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria
positif.
e. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi
pemberian hingga 10 hari.
f. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap, termasuk
lokasi infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah
vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar.
6. Langkah Ke-6: Mulai Pemberian Makanan.
Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-nati karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian
makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian
rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal.4,16
Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :
Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar.
Berikan secara oral/nasogastric.
Energi : 80 – 100 kal/kgBB/hari.
Protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari .
Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema).
Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.
Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian
makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di
atas: (lihat tabel 2 halaman 24). Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila anak
terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet.4,16
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari
untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg
42
BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan
lebih 100 Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.4,16
Pantau dan catat:Jumlah yang diberikan dan sisanya, Muntah, Frekwensi
buang air besar dan konsistensi tinja, BB (harian).
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik,
tetapi pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan
dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.
Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah
berhati-hati, lihat bab diare persisten.
7. Langkah Ke-7: Fasilitasi Tumbuh Kejar.
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar
tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan
50g/minggu. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan,
biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk
menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi
bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.4,16
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari
formula khusus awal ke formula khusus lanjutan 4,16
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100
ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat
digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200
ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada masa transisi: frekwensi nafas, frekwensi denyut nadi.
Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.Setelah
normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari.
43
Protein 4-6 gram/kgBB/hari.
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Pemantauan setelah periode transisi: kemajuan dinilai berdasarkan
kecepatan pertambahan berat badan: timbang anak setiap pagi sebelum diberi
makan, evaluasi kenaikan BB setiap minggu. Bila kenaikan BB:
Kurang ( <50 g/minggu ), perlu re-evaluasi menyeluruh : cek apakah asupan
makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat diatasi.
Baik ( 50 g/minggu ), lanjutkan pemberian makanan
8. Langkah Ke-8: Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien.
Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun
anemia biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi
tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah
minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan
infeksinya. Berikan setiap hari4,16
Suplementasi multivitamin.
Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama).
Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari.
Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari.
Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari.
Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan : 100.000
SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah mendapat
suplementasi vitamin A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda / gejala defisiensi
vitamin A, berikan vitamin dosis terapi.
9. Langkah Ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional.
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan: 4,16
Kasih saying.
Lingkungan yang ceria.
Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari.
Aktifitas fisik segera setelah sembuh.
Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).
44
10. Langkah Ke-10: Tindak Lanjut Di Rumah.
Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U,
dapat dikatakan anak sembuh.Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi
harus tetap dilanjutkan dirumah setelah penderita dipulangkan.Peragakan kepada
orangtua tentang pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan
nutrien yang padat dan terapi bermain terstruktur.4,16
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di
Puskesmas.
Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-
Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5)
dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu /
puskesmas.
pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat.
penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu.
Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau
100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.
B. Pengobatan Penyakit Penyerta
1. Defisiensi vitamin A.
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan14
atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis
diberikan vitamin A dengan dosis:4,16
Umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali.
umur 6 - 12 bulan : 100.000 SI/kali.
umur 0 - 5 bulan : 50.000 SI/kali.
Bila ada ulkus dimata diberikan : tetes mata khloramfenikol atau salep
matatetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, teteskan tetes mata atropin, 1
45
tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan
garam faal.4,16
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya: hipo / hiperpigmentasi, deskuamasi (kulit
mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai
infeksisekunder, antara lain oleh Candida.4,16
Tatalaksana :
a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4
(Kpermanganat) 1% selama 10 menit.
b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor).
c. usahakan agar daerah perineum tetap kering.
d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit / Cacing.
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat
antihelmintik lain.4,16
4. Diare Melanjut.
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum.
Berikan formula bebas / rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan
giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin,
lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap
8 jam selama 7 hari.4,16
5. Tuberkulosis.
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin / Mantoux (sering kali
anergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai
pedoman pengobatan TB.4,16
C. Kegagalan Pengobatan.
Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat
badan:4,16
1. Tingginya angka kematian. Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi
kematian.
46
Dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis
yang terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.
Dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau
pemilihan formula tidak tepat.
Malam hari: kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang
memadai, tidak diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu
cepat.
2. Kenaikan berat-badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi. Penilaian
kenaikan BB:
Baik : 50 gram/kgBB/minggu
Kurang : <50 gram/kgBB/minggu.
Kemungkinan penyebab kenaikan BB <50 gram/kgBB/minggu antara lain:
Pemberian makanan tidak adekuat.
Defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral.
infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.
Masalah psikologik.
D. Penanganan Pasien Pulang Sebelum Rehabilitasi Tuntas.
Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis
sudah menghilang, BB/U mencapai minimal 70% atau BB/TB mencapai minimal
80%.4,16
Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus
diberi makanan tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6
gram/kgBB/hari):
Beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling sedikit
5 kali sehari.
Beri makanan selingan di antara makanan utama.
Upayakan makanan selalu dihabiskan.
Beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit.
Teruskan ASI.
E. Tindakan Kegawatan.
47
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit
membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik
dengan cepat pada pemberian cairanintravena, sedangkan pada sepsis tanpa
dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.4,16
Pedoman pemberian cairan :
a. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan
kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama. Evaluasi
setelah 1 jam.
b. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status
hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas
untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal /
pengganti, peroral / nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya
mulai berikan formula khusus (F-75 / pengganti).
c. Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini,
berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah
sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian
mulailah pemberian formula (F-75 / pengganti)
2. Anemia berat.
Transfusi darah diperlukan bila:Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl disertai
distress pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi
dengan jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai. Perhatikan
adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak
dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl,
jangan diulangi pemberian darah.
3.8 Pencegahan KEP.
48
Prevalensi KEP ringan seperti pendek dan kurus kering adalah 40-50 %
sementara KEP berat mencapai 5-10 % pada negara yang sedang berkembang.
Jika kasus KEP ini bisa dideteksi awal dengan pengukuran berat badan dan tinggi
badan serta langkah yang tepat maka KEP berat dapat dicegah dengan mudah.
Tidaklah bijaksana jika hanya mengobati malnutrisi berat yang datang ke sarana
layanan kesehatan. Seolah-olah seperti fenomena gunung es. Oleh karena itu
diperulkan pendekatan kepada masyarakat terutama masyarakat level ekonomi
menengah ke bawah. Di bawah ini adalah beberapa pendekatan penanganan
nutrisi yang bisa dilakukan di masyatakat:
3.8.1 Penganekaragaman makanan dan pendidikan gizi.
Pendekatan ini difokuskan kepada pendidikan ibu / pengasuh terhadap
pentingnya makanan seimbang melalui penganekaragaman makanan. Ini
juga ditujukan agar ibu bisa mengolah bahan makanan dari kebun dan hasil
pertanian. Pendidikan gizi ini berfokus pada :
Mengubah pola pikir ibu yang salah tentang pemberian makan dan
proses menyusui, serta paparan sinar matahari, yang sering dipengaruhi
oleh budaya dan kepercayaan yang keliru.
Memperbaiki kesalahan pembagian jatah makanan di rumah
antaranggota keluarga yang dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.
Menumbuhkan kesadaran terhadap status gizi anak serta penanganan
praktis dan tepat jika terjadi gangguang status gizi pada anak.
Pentingnya ASI eksklusif.
Meningkatkan higiene (hygiene personal, makanan, dan lingkungan).
Pentingnya imunisasi.
Pentingnya menanam buah-buahan dan sayur-sayuran yang bisa
dikonsumsi oleh anggota kelarga di pekarangan rumah.
Pentingnya memantau pertumbuhan anak dengan membawanya ke
pusat pelayanan kesehatan.
3.8.2 Pendekatan Ekonomi.
49
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan komunitas
target sebagai solusi terhadap masalah gizi mereka. Beberapa metode yang
bisa digunakan adalah :
Food for work.
Menawarkan sejumlah pekerjaan kepada masyarakat miskin atau
yang membutuhkan dan membayarnya dengan makanan.
Food subsidy.
Metode ini berupa pemberian makanan jadi atau bahan makanan
oleh pemerintah.
Income generating project.
Metode ini telah dipraktikkan di beberapa daerah di Ethiopia dengan
menggunakan cara mengumpulkan dana dari masyarakat untuk dibelikan
makanan. Metode ini melibatkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
3.9 Komplikasi.
Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain:
Masalah pada mata.
Anemia berat.
Lesi kulit pada kwashiorkor.
Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi laktosa,
3.10 Prognosis.
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian
sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara
kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari
stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun
kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat
dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irrever-sibel dari set-sel tubuh
akibat under nutrition maupun overnutrition.
50
Top Related