LAPORAN KASUS HIPERTENSIPUSKESMAS PANDANARAN
PERIODE 13 AGUSTUS – 25 AGUSTUS 2012
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
..
Disusun oleh:
Kallida Nariswari (01.207.5506)
Diana Hayati (01.208.5631)
Emy Novita Sari (01.208.5645)
Nailil Khilmah (01.208.5728)
Radya Agri Pratyaksa (01.208.5751)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2012
1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
Puskesmas Pandanaran 13 Agustus – 25 Agustus 2012
Telah Disahkan
Semarang, Agustus 2012
Mengetahui
Kepala Puskesmas Pandanaran Kepala Departemen IKM
dr. Antonia Sadniningtyas Prof. dr. Budioro Broto Saputro, MPH
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah
memberikan rahmat karunia dan hidayah, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Hipertensi ” di Puskesmas Pandanaran.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Laporan ini memuat data tentang kasus Hipertensi di
Puskesmas Pandanaran, Kota Semarang.
Laporan ini dapat terselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk ini kami mengucapkan terima kasih sebesar - besarnya
kepada yang terhormat :
1. Prof. dr. Budioro Broto Saputro, MPH, kepala departemen IKM FK
Unissula Semarang
2. dr. Ophi Indria Desanti, Koordinator Pendidikan IKM FK Unissula
Semarang
3. dr. Antonia Sadniningtyas, M.Kes, Kepala Puskesmas Pandanaran
Semarang
4. dr. Djoko Sulistiono selaku pebimbing di Puskesmas Pandanaran Kota
Semarang.
5. Seluruh Staf Puskesmas Pandanaran Semarang
6. Semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan laporan kasus
ini.
Kami menyadari bahwa hasil penulisan Laporan kasus ini masih jauh dari
kata sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun guna kesempurnaan dan perbaikan laporan kasus ini
agar lebih baik.
Akhir kata kami berharap semoga laporan kasus Hipertensi di Puskesmas
Pandanaran Kota Semarang ini bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, Agustus 2012
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan
kabupaten / kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunankesehatan disuatu wilayah. Puskesmas sebagai pusat pelayanan
kesehatan strata pertama menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan
tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu , dan berkesinambungan, yang
meliputi pelayanan kesehatan perorang (private goods) dan pelayanan
kesehatan masyarakat (public goods). Puskesmas melakukan kegiatan-
kegiatan termasuk upaya kesehatan masyarakat sebagai bentuk usaha
pembangunan kesehatan.Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi
dua yaitu upaya kesehatan wajib (meliputi promosi kesehatan, kesehatan
lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, perbaikan gizi
masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pengobatan)
dan upaya kesehatan pengembangan yaitu : Usaha Kesehatan Sekolah (UKS),
Kesehatan Gigi dan Mulut, Laboratorium Sederhana, Kesehatan Usia Lanjut,
dan lain-lain. Menurut data dari puskesmas pandanaran semarang pada tahun
2011 sejumlah 3612 merupakan penderita hipertensi dengan rentang usia dari
45 tahun - 65 tahun. Data jumlah penderita hipertensi dari bulan januari -
mei tahun 2012 sebesar 237 penderita.
Data WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa sekitar 972 juta (26,4%)
penduduk dunia menderita hipertensi dan angka tersebut kemungkinan
4
meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025. Dari 972 juta penderita
hipertensi, 333 juta berada di negara maju sedangkan 639 juta sisanya berada
di negara berkembang. Di Indonesia, pada tahun 2007, prevalensi hipertensi di
daerah urban dan rural berkisar antara 17-21%, tetapi data secara nasional
belum lengkap. Sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia tidak
terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari
kondisi penyakitnya. Padahal hipertensi merupakan penyebab utama penyakit
jantung, otak, syaraf, kerusakan hati, dan ginjal sehingga membutuhkan biaya
yang tidak sedikit (Yogiantoro, 2006; Misbach, 2007). Menurut hasil riset
kesehatan dasar (Riskesdas, 2007) yang dilakukan di Indonesia menunjukkan
bahwa penyebab kematian tertinggi adalah PTM, yaitu penyakit
kardiovaskuler (31,9%) termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%).
Menurut data sosio demografi yang diperoleh dari profik kesehatan
Indonesia menunjukkan prevalensi hipertensi di pulau Jawa sebesar 41,9%
dari jumlah keseluruhan penduduk di pulau Jawa. Dengan kisaran masing-
masing provinsi 36,6 %-47,7 %. Prevalensi hipertensi di kota Semarang tahun
2009, terjadi sebanyak 2063 kasus (12,85%).Penyakit hipertensi menempati
urutan kedua pada grafik sepuluh besar penyakit di Puskesmas Pandanaran
pada tahun 2010. Pada bulan Januari 2011 jumlah kasus hipertensi di
Puskesmas Pandanaran sebanyak 327 kasus, bulan Februari sebanyak 355
kasus, bukan Maret sebanyak 304 kasus, bulan April sebanyak 346 kasus,
bulan Mei sebanyak 195 kasus, bulan Juni sebanyak 270 kasus, bulan Juli
sebanyak 291 kasus dan bulan Agustus sebanyak 249 kasus. Oleh karena itu,
5
upaya penanganan hipertensi primer lebih mendapatkan prioritas (Lubis,
2001).
Dari uraian di atas, penulis bermaksud ingin mengetahui faktor –
faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyakit hipertensi berdasarkan
pendekatan H.L. Blum.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum :
Mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penemuan penyakit Hipertensi dari aspek lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan kependudukan
1.2.2. Tujuan khusus
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku yang
mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi.
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan yang
mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi.
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan kesehatan
yang mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi.
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor genetik yang
mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi.
- Untuk melakukan proses tindak lanjut pada pasien hipertensi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir
konstan pada arteri. Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi,
dimana tekanan tersebut dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa
darah sehingga hipertensi ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik
dan tekanan diastolik. Standar hipertensi adalah sistolik ≥ 140 mmHg dan
diastolik ≥ 90 ( Gunawan, 2001)
2.2 Klasifikasi Hipertensi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (tabel 1)
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
NormalPrahipertensi
Hipertensi derajat 1Hipertensi derajat 2
< 120120-139140-159
≥ 160
< 8080-8990-99≥ 100
TDS = tekanan darah sistol, TDD = tekanan darah diastol (Lubis, 2001).
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yakni :
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer : yang tidak diketahui
penyebabnya (Selekta, 1999)
Klasifikasi
7
- Hipertensi Benigna : hipertensi esensial yang bersifat progresif
lambat (Sylvia, 2005).
- Hipertensi Maligna : keadaan klinis dalam penyakit hipertensi yang
bertambah berat dengan cepat sehingga dapat menyebabkan
kerusakan berat pada berbagai organ (Sylvia, 2005).
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal (Selekta, 1999).
2.3 Patogenesis Hipertensi
Didalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan
tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang
berfungsi mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang.
Berdasarkan kecepatan reaksinya, dibedakan dalam sistem yang bereaksi
segera, yang bereaksi kurang cepat, dan yang bereaksi dalam jangka panjang
(Lubis, 2001).
Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial
yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopressin termasuk sistem
kontrol yang bereaksi kurang cepat. Kestabilan tekanan darah dalam jangka
waktu panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan
tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal. Jadi terlihat bahwa
system pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai
oleh system yang bereaksi kurang cepat dan dilanjutkan oleh system yang
poten dan berlangsung dalam jangka waktu panjang (Lubis, 2001).
Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan
tahanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas
8
simpatik. Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan
tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh reflex autoregulasi. Yang
dimaksud efek autoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk
mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah
jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter prekapiler yang
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer
(Lubis, 2001).
Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukkan
curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan
tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap.
Peningkatan tahanan perifer terjadi secara bertahap dalam waktu yang lama
sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu yang singkat. Oleh
karena itu, diduga terdapat faktor lain yang berpengaruh selain faktor
hemodinamik yang berperan pada hipertensi primer. Secara pasti belum
diketahui faktor hormonal atau perubahan faktor anatomi yang terjadi pada
pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan
hemodinamik tersebut diikuti pula kelainan structural pada pembuluh darah
dan jantung. Pada pembuluh darah terjadi hipertropi dinding sedangkan
pada jantung terjadi penebalan dinding ventrikel (Lubis, 2001).
Garam merupakan faktor yang sangat berpengaruh penting dalam
patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap
hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan
9
garam antara 5-15 gram tiap hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi
15-20 % (Lubis, 2001).
Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Peningkatan
asupan garam ini akan diikuti oleh peninggian ekskresi garam sehingga
tercapai kembali keadaan hemodinamik yang normal. Pada pasien hipertensi
primer, mekanisme peningkatan ekskresi garam tersebut terganggu, selain
adanya faktor lain yang berpengaruh. Makanan yang mengandung lemak
dan kolesterol dapat menimbulkan penumpukan plak dari timbunan
kolesterol LDL lubang pembuluh darah akan menyempit sehingga
kecepatan aliran darah semaki tinggi (Lubis, 2001).
Pada tahun 1966, Welborn dan kawan-kawan menunjukkan
peninggian kadar glukosa darah dan insulin pada pasien hipertensi yang
menjalani tes pembebanan. Studi pasien framingharm juga melaporkan
adanya korelasi antara gangguan toleransi glukosa dan hipertensi (Lubis,
2001).
Intoleransi glukosa terjadi bersamaan dengan peningkatan kadar
insulin dalam plasma yang disebut hiperinsulinisme. Keadaan ini
menunjukkan adanya gangguan adanya gangguan pengambilan glukosa oleh
jaringan. Terdapat beberapa kemungkinan mekanisme yang bekerja dalam
pengaturan tekanan darah pada keadaan hiperinsulinisme. Diantaranya
adalah pengaktifan saraf simpatis, peningkatan reabsorpsi natrium oleh
tubulus proksimal ginjal dan gangguan transport membrane sel yaitu terjadi
10
penurunan pengeluaran natrium dari dalam sel yang disebabkan oleh
kelainan pada sistem Na+K+ATPase dan Na+H+excharger. Gangguan
pengeluaran ion Na+ dan Ca+ dari dalam sel menyebabkan peninggian kadar
ion tersebut didalam sel, yang akan mengakibatkan peninggian sensitivitas
sel otot polos pembuluh darah terhadap zat vasokonstriktor seperti
norepineprin dan angiotensin sehingga terjadi peninggian kontraktilitas.
Sementara itu kadar ion H+ intrasel juga akan merendah dan keadaan
alkalosis intraselular ini akan meningkatkan sintesis protein, proliferasi sel
dan hipertropi pembuluh darah (Lubis, 2001).
Selain faktor yang telah disebutkan diatas faktor lingkungan seperti
stress psikososial, obesitas dan kurang olah raga juga berpengaruh terhadap
timbulnya hipertensi primer. Hubungan antara stress dengan hipertensi
diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermiten. Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan
peninggian tekanan darah yang menetap (Lubis, 2001).
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran
obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah
akan memudahkan timbulnya hipertensi (Lubis, 2001).
Rokok dan alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi meskipun
mekanisme yang pasti pada menusia belum diketahui. Hubungan antara
11
rokok dengan peningkatan resiko kardiovaskular telah banyak dibuktikan.
Dari seluruh faktor tersebut diatas, faktor mana yang lebih berperan pada
timbulnya hipertensi tidak dapat diketehui dengan pasti. Sampai sekarang
masih tetap dianut pendapat bahwa hipertensi disebabkan oleh banyak
faktor (Lubis, 2001).
2.4 Komplikasi Hipertensi
Penyakit Jantung Hipertensi
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaandarah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah.
Sebagai akibatnya terjadi hipertrofiventrikel kiri untuk meningkatkan
kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dindingyang bertambah,
fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan
tetapikemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan
hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah
jantung. Jantung semakin terancam seiringparahnya aterosklerosis koroner.
Angina pectoris juga dapat terjadi karena gabungan penyakitarterial koroner
yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah
akibatpenambahan massa miokard.
Penyakit Arteri Koronaria
Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit arteri
koronaria, bersamadengan diabetes mellitus. Plaque terbentuk pada
percabangan arteri yang ke arah aterikoronaria kiri, arteri koronaria kanan
dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah kedistal dapat
12
mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan
olehakumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang
di sekitar obstruksiarteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi
ke miokardium.Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply
oksigen yang adekuat ke sel yangberakibat terjadinya penyakit arteri
koronaria.
Aorta disekans
Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang terpisah
sehingga ada ruanganyang memungkinkan darah masuk. Pelebaran
pembuluh darah bisa timbul karena dindingpembuluh darah aorta terpisah
atau disebut aorta disekans. Ini dapat menimbulkan penyakitAneurisma,
dimana gejalanya adalah sakit kepala yang hebat, sakit di perut sampai ke
pinggangbelakang dan di ginjal. Mekanismenya terjadi pelebaran pembuluh
darah aorta (pembuluh nadibesar yang membawa darah ke seluruh tubuh).
Aneurisma pada perut dan dada penyebabutamanya pengerasan dinding
pembuluh darah karena proses penuaan (aterosklerosis) dantekanan darah
tinggi memicu timbulnya aneurisma.
Gagal GinjalGagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan irreversible dariberbagai penyebab, salah satunya pada bagian
yang menuju ke kardiovaskular.
Mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena
penimbunan garam danair, atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA)
13
Hipertensi dipercepat dan maligna
Pasien hipertensi dipercepat mempunyai tekanan arteri diastolic yang
meningkat disertaidengan retinopati eksudatif. Pada hipertensi maligna,
progresif lebih lanjut; fundus optikusmenunjukkan papiledema. Hipertensi
maligna disertai penyakit parenkim ginjal yang parah(misal
glomerulonefritis kronik), maka proteinuria tidak berkurang.
Ensefalopati hipertensi
Ensafelopati hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan parah tekanan
arteri disertaidengan mual, muntah dan nyeri kepala yang berlanjut ke koma
dan disertai tanda klinik defisitneurologi. Jika kasus ini tidak diterapi secara
dini, syndrome ini akan berlanjut menjadi stroke, ensefalopati menahun, atau
hipertensi maligna. Kemudian sifat reversibilitas jauh lebih lambatdan jauh
lebih meragukan
2.5 Faktor Risiko
Faktor resiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi antara lain
adalah (Yogiantoro, 2006) :
a. Perilaku
- Merokok dan alcohol
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.
Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada
jumlah rokok yang dihisap perhari. Otak bereaksi terhadap nikotin
dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan
14
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat
karena tekanan yang lebih tinggi. Menurut Ali Khomsan konsumsi
alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10 %
kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol. Mekanisme
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.
Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume
sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam
menaikkan tekanan darah.
- Kurangnya aktivitas fisik (kurang olahraga)
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi,
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah
- Pola makan tidak sehat (makan makanan yang mengandung kadar
garam tinggi, kadar lemak tinggi)
b. Stress : Hal ini diduga melalui saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stress
berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah
yang menetap.
c. Genetik
Menurut Nurkhalida (2003) yang dikutip dari Sugiharto (2007),
orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi
lebih sering menderita hipertensi. Faktor Keturunan dekat yang
menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko
15
terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang
memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko
hipertensi 2-5 kali lipat. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang
akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan
hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Menurut Sheps
(2006) yang dikutip dari Sugiharto (2007), hipertensi cenderung
merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita
mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25%
kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita
mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit
tersebut 60%.
d. Lingkungan
- Tinggal di daerah pesisir pantai dimana terdapat kandungan garam
yang tinggi didalam air
e. Pelayanan kesehatan
Lokasi serta akses pelayanan kesehatan susah dijangkau.
f.Obesitas
Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan
aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang
rendah. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena
beberapa sebab.
16
2.6 Tanda dan Gejala Klinis
a. Tanda
Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda
pada hipertensi primer.
b. Gejala Klinis
Gejala yang timbul dapat berbeda-beda dan tergantung dari
tingginya tekanan darah. Kadang-kadang hipertensi primer berjalan
tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada
organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung (Lubis,
2001).
Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing dan migren dapat
ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi primer meskipun tidak
jarang yang tanpa gejala. Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat
berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi yakni kepala
pusing, telinga berdenging, mimisan, sukar tidur, sesak nafas, rasa
berat ditengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang
merupakan gejala yang sering dijumpai (Lubis, 2001).
Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti
gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung, dan
gangguan fungsi ginjal tidak jarang dijumpai. Gagal jantung dan
gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi berat atau
hipertensi maligna yang umumnya juga disertai oleh gangguan
17
fungsi ginjal bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan serebral yang
disebabkan oleh hipertensi dapat berupa kejang atau gejala akibat
perdarahan pembuluh darah otak yang berupa kelumpuhan,
gangguan kesadaran bahkan sampai koma. Timbulnya gejala
tersebut merupakan tanda bahwa tekanan darah perlu segera
diturunkan (Lubis, 2001).
c. Diagnosis Hipertensi
Diagnosis hipertensi disusun berdasarkan hasil dari anamnesa,
pemeriksaan fisik yang difokuskan pada pemeriksaan tekanan darah dan
menentukan apakah sudah terjadi komplikasi pada organ target atau
belum yang akan membantu mengetahui apakah pasien mengalami
krisis hipertensi apa tidak yang akan mempengaruhi terapi serta
prognosis dan pemeriksaan penunjang yang akan membantu dalam
penegakan diagnosis hipertensi (Yogiantoro, 2006) :
Anamnesis
Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
Indikasi adanya hipertensi sekunder :
- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
- Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri,
pemakaian obat-obat analgesik dan obat/bahan lain
- Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
- Episode lemah otot dan tetani
Faktor-faktor resiko :
18
- Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien
- Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
- Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya
- Kebiasaan dan gaya hidup : kebiasaan merokok, pola makan
sehari-hari, berat badan berlebih (obesitas), intensitas olah
raga
- Psikososial : faktor-faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan.
Gejala kerusakan organ
- Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,
transient ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris
- Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, kaki bengkak
- Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri
- Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
Riwayat penggunaan obat anti hipertensi dan obat-obat lainnya
Pemeriksaan fisik: selain memeriksa tekanan darah, juga untuk
mengevaluasi adanya penyakit penyerta, kerusakan organ target
serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder (Yogiantoro, 2006).
Cara pengukuran tekanan darah :
1. Pengukuran rutin di kamar periksa
Pengukuran rutin di kamar periksa dilakukan pada posisi
duduk dikursi setelah pasien istirahat selama 5 menit, kaki di
lantai dan lengan pada osisi setinggi jantung. Pengukuran
19
dilakukan 2 kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit.
Pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi
dilakukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan
darah. Untuk orang usia lanjut, diabetes dan kondisi lain di
mana diperkirakan ada hipotensi ortostatik, perlu dilakukan
juga pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri.
2. Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Preassure
Monitoring). Indikasi penggunaan APBM antara lain :
a. Hipertensi yang bersifat episodic
b. Hipertensi office atau white coat
c. Adanya disfungsi saraf otonom
d. Hipertensi sekunder
e. Sebagai pedoman dalam pemilihan obat antihipertensi
f. Tekanan darah yang resisten terhadap pengobabatan anti
hipertensi
g. Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan
anti hipertensi (Yogiantoro,2006).
Pemeriksaan Penunjang
1. Test darah rutin
2. Glukosa darah
3. Kolesterol total serum
4. Kolesterol LDL dan HDL serum
5. Trigiserida serum
20
6. Asam urat serum
7. Kreatinin serum
8. Kalium serum
9. Hemoglobin dan hematokrit
10. Elektrokardiogram (Yogiantoro,2006).
11. Melakukan evaluasi pada pasien hipertensi juga diperlukan
untuk menentukan adanya penyakit penyerta sistemik, yaitu :
- Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak)
- Diabetes (terutama pemeriksaan gula darah)
- Fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin
serum, serta memperkirakan laju filtrasi glomerulus)
(Yogiantoro,2006).
12. Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan target organ
meliputi :
- Jantung
Pemeriksaan fisik
Foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung,
kondisi arteri intratoraks, dan sirkulasi pulmoner)
Elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia, gangguan
konduksi, aritmia, serta hipertrofi ventrikel)
Ekokardiografi
- Pembuluh darah
Pemeriksaan fisik terutama perhitungan pulse preassure
21
USG karotis
Fungsi endotel
- Otak
Pemeriksaan neurologis
Diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan
CT Scan atau MRI
- Mata
Funduskopi
- Ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya
proteinuria / mikro – makroalbuminuria serta ratio
albumin kreatinin urin
Perkiraan laju filtrasi glomerulus
(Yogiantoro,2006)
d. Pengobatan Hipertensi
Tujuan
- Tujuan pengobatan hipertensi esensial : mencegah morbiditas dan
mortalitas yang disebabkan oleh gangguan dengan menggunakan
cara yang paling nyaman.
- Tujuan utamanya adalah untuk mencapai tekanan darah kurang
dari 140/90 mmHg dan mengendalikan setiap faktor resiko
kardiovaskular melalui perubahan gaya hidup. Apabila perubahan
gaya hidup tidak cukup untuk memadai untuk mendapatkan
22
tekanan darah yang diharapkan, maka harus dimulai terapi obat.
Pada awalnya sebaiknya diberikan satu jenis obat.
- Pengobatan utamanya dapat berupa diuretika, penyekat reseptor
beta-adrenergik, penyekat saluran kalsium, inhibitor ACE
(angiotensin-converting enzyme), atau penyekat reseptor alfa
adrenergic, bergantung pada berbagai pertimbangan pasien,
termasuk mengenai biaya, karakteristik demografi, penyakit yang
terjadi bersamaan dan kualitas hidup (Yogiantoro, 2006).
Jenis Pengobatan
- Non-Farmakologis
Terapi non farmakologis harus dilaksanankan oleh semua pasien
hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan
mengendalikan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor
resiko serta penyakit penyerta lainnya (Yogiantoro, 2006). Terapi
non farmakologis antara lain menghentikan rokok, menurunkan
berat badan berlebih, menurunkan konsumsi alkohol berlebih,
latihan fisik, menurunkan asupan garam, meningkatkan konsumsi
buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak (Yogiantoro,
2006).
- Farmakologis
Jenis-jenis obat hipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi
yang dianjurkan oleh JNC VII antara lain :
23
Diuretika, terutama jenis Thiazide atau Aldosterone
Antagonist
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzime Inhibitor (ACEI)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT, Receptor
antagonist/blocker (ARB) (Yogiantoro, 2006).
Tabel 2. Tata laksana hipertensi menurut JNC VII (Yogiantoro, 2006).
Klasifikasi tekanan darah
TDS (mmHg)
TDD (mmHg)
Perbaikan Pola Hidup
Terapi Obat AwalTanpa Indikasi Dengan Indikasi
Normal < 120 < 80 DianjurkanPrehipertensi 120-139 80-89 Ya Tidak indikasi
obatObat-obatan untuk indikasi yang memaksa
Hipertensi Derajat 1
140-159 90-99 Ya Diuretika jenis Thiazide, dapat dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi
Obat-obatan untuk indikasi yang memaksaObat hipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, BB, CCB) sesuai kebutuhan
Hipertensi Derajat 2
≥ 160 ≥ 100 Ya Kombinasi 2 obat sebagian besar kasus, umumnya diuretika jenis Thiazide dan ACEI atau ARB,CCB atauBB atau CRB
24
- Pengobatan Khusus
Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokan pasien berdasar
yang memerlukan pertimbangan khusus yaitu kelompok indikasi
yang memaksa dan keadaan khusus lainnya. Indikasi yang
memaksa antara lain Gagal jantung, Pasca infark miokardium,
Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi, Diabetes,
Penyakit ginjal kronis, Pencegahan stroke berulang. Keadaan
khusus lainnya yaitu Populasi minoritas, Obesitas dan sindrom
metabolik, Hipertropi ventrikel kanan, Penyakit arteri perifer,
Hipertensi pada usia lanjut, Hipotensi postural, Demensia,
Hipertensi pada perempuan, Hipertensi pada anak dan dewasa
muda, dan Hipertensi urgensi dan emergensi (Yogiantoro, 2006).
2.7 KRISIS HIPERTENSI
a. Definisi
Peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan diastolic > 120
mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target. (Starry, 2007).
Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak
atau lalai memakan obat antihipertensi (Susalit, 2002).
b. Pembagian
Krisis hipertensi dibagi menjadi dua kelompok yakni :
1. Hipertensi darurat (emergency hypertension)
25
Situasi dimana selain tekanan darah yang sangat tinggi terdapat
kelainan/kerusakan target organ yang bersifat progresif, sehingga
tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai
jam) agar dapat mencegah/membatasi kerusakan organ target yang
terjadi (Susalit, 2002).
2. Hipertensi mendesak (urgency hypertension)
Situasi dimana terdapat tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak
disertai kelainan/kerusakan organ target yang progresif, sehingga
penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam
hitungan jam sampai hari) (Susalit, 2002).
c. Gejala
Adanya gejala organ target yang terganggu, diantaranya:
1. nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta
2. mata kabur pada edema papil mata
3. sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada
gangguan otak, gagal ginjal akut pada gangguann ginjal
4. disamping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan
darah pada umumnya (Susalit, 2002).
d. Diagnosis
Diagnosis krisis hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala
dan tanda keterlibatan organ target.
1. Anamnesis : Riwayat hipertensi dan terapinya, Kepatuhan minum
obat pasien, Tekanan darah rata-rata, Riwayat pemakaian obat-obat
26
simpatomimetik dan steroid, Kelainan hormonal, Riwayat penyakit
kronik lain, Gejala-gejala serebral, jantung dan gangguan
penglihatan
2. Pemeriksaan fisik : Tekanan darah kedua ekstremitas, Perabaan
denyut nadi perifer, Bunyi jantung, Bruit pada abdomen, edema
atau tanda penumpukan cairan, Funduskopi, Status neurologis
3. Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan darah rutin, Pemeriksaan
kimia urin untuk mengetahui adanya proteinuria, hematuri, silinder,
kadar ureum dan kreatinin., Pemeriksaan kadar elektrolit darah,
EKG, USG (Tessy, 2006)\
e. Terapi
Pengobatan hipertensi mendesak (urgency hypertension) cukup dengan
obat oral yang bekerja cepat sehingga menurunkan tekanan darah dalam
beberapa jam (Nainggolan, 2006)
Tabel 3. Obat hiperetensi oral
Obat Dosis Efek Lama kerja Perhatian khusus
Nifedipin 5-10 mg
diulang 15 menit
5-15 menit 4-6 jam Gangguan
koroner
Kaptopril 12,5-25 mg
diulang ½ jam
15-30 menit 6-8 jam Stenosis a.renalis
Klonidin 75-150 μg
diulang 1 jam
30-60 menit 8-16 jam Mulut kering,
ngantuk
Propanolol 10-40 mg
diulang ½ jam
15-30 menit 3-6 jam Bronkokonstriksi,
blok jantung
27
Pengobatan hipertensi darurat (emergency hypertension) memerlukan obat yang
segera menurunkan tekanan darah dalam menit-jam sehingga umumnya bersifat
parenteral (Starry, 2007).
Tabel 4. Obat hipertensi parenteralObat Dosis Efek Lama kerja Perhatian khususKlonidin IV 6 amp/250 cc
glukosa 5 % mikrodrip
30-60 menit 24 jam Ensefalopati dengan gangguan koroner
Nitrogliserin IV
10-50 μg 100 μg/cc per 500 cc
2-5 menit 5-10 menit
Nikardipin IV 0,5-6 μg/kg/menit
1-5 menit 15-30 menit
Diltiazem IV 5-15 μg/kg/menit lalu sama 1-5 μg/kg/menit
1-5 menit 15-30 menit
Nitroprusid IV
0,25 μg/kg/menit
Langsung 2-3 menit Selang infus lapis perak
28
ALGORITMA PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS
BAB III
29
Anamnesa
Pemeriksaan Penunjang
Gula darah
Urin
Identifikasi faktor resiko
Pemeriksaan Fisik
Resiko TinggiResiko Rendah
Medikamentosa:
Hipertensi ringan s/d sedang atasi dgn pola hidup seimbang
Hipertensi Stage I : (salah satu di bawah)
Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25mg/hari dosis tunggal pagi hari
Propanolol 2 x 20-40 mg sehari
Kaptopril 2-3 x 12,5 mg sehari
Nifedipin long acting 1 x 20-60 mg
Tensigard 3 x 1 tablet
Amlodipine 1 x 5-10mg
Diltiazem (3x30-60 mg/hari)
Methyldopa
MgSO4
Hipertensi Stage II
Kombinasi HCT + Propanolol atau HCT + kaptopril, atau ditambah metildopa 2 x 125-250 mg
Hipertensi dengan asma bronchial jangan diberi beta bloker
Bila ada penyulit/hipertensi emergensi segera rujuk ke rumah sakit
Non Medikamentosa :
Pengendalian factor resiko
Promosi Kesehatan
Dietetik
Hipertensi terkontrol :
Kendalikan dgn factor resiko dgn pola hidup sehat
Hipertensi Tidak Terkontrol
Rujuk ke Rumah Sakit
Rehabilitasi / Preventif Berpola hidup sehatTeruskan pengobatan Evaluasi berkala
STATUS PRESENT
3.1 DAFTAR PENDERITA
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. Kasminah
Tempat Tanggal Lahir: Semarang, 31 Desember 1942
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Katolik
Status pernikahan : Bercerai
Pendidikan terakhir : SD
Alamat : TM Mugas Timur 16 RT 07 RW IV Mugasari Smg
b. Keluhan Utama : Sakit Kepala
c. Riwayat Penyakit Sekarang
- Onset : 3 hari sebelum ke Puskesmas Pandanaran
- Kualitas : Sakit Kepala dirasakan semakin berat sehingga
pasien periksa ke puskesmas
- Kuantitas : Sakit kepala sampai mengganggu aktivitas
- Faktor yang memperingan : Istirahat
- Faktor yang memperberat : Beraktivitas
- Gejala yang menyertai : Pegal di seluruh badan dan tegang daerah
tengkuk
- Kronologis : Sakit kepala timbul saat pasien sedang beraktivitas
yaitu menimba air. Sakit kepala dirasakan semakin berat dan diikuti
tegang daerah tengkuk. 2 hari sebelum pasien ke puskesmas, seluruh
badan terasa pegal.
d. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat darah tinggi : Diakui, sejak Oktober 2011
- Riwayat kencing manis : Disangkal
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat alkohol : Disangkal
- Riwayat merokok : Disangkal
30
- Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
- Pasien mengaku jarang kontrol tensi di puskesmas
e. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Darah Tinggi : Tidak Diketahui adanya riwayat hipertensi
dalam keluarga
- Riwayat kencing manis: disangkal
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang pedagang warung . Biaya pengobatan dengan
JAMKESMAS.
g. Pemeriksaan Fisik
- Kesan Umum : Baik
- Tanda vital
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 88/menit,reguler,amplitudo kuat, irama ritmik.
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,2o C
BB/TB : 56/159 cm
Kepala : mesocephal
Rambut : Beruban,tidak mudah dicabut
Mata : conjungtiva anemis (-/-), pupil isokor Ø 3cm, reflek
cahaya +N/+N, oedema palpebra (-) dengan rangsangan suara pasien
spontan membuka mata
Telinga: Discgarge (-/-), gangguan pendengaran (-)
Hidung: simetris,discharge (-), nafas cuping hidung (-), epitaksis (-)
Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-), bau mulut (-),
papil lidah atrofi (-),mampu mengucap kalimat yang mempunyai
arti.
Leher : simetris (-), deviasi trakea (-), tidak ada pembesaran
kelenjar limfe, pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk(-).
Thorak :
Pulmo
31
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, tidak ada
retraksi.
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor diseluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesicular, suara tambahan
ronchi (-), wheezing (-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tampak IV linea mid
claviculare kiri.
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela igaIV, linea mid
claviculare kiri, tidak kuat angkat, tidak melebar.pulsus
epigastrium (-),pulsus parasternal(-)
Perkusi :
Batas atas : Setinggi ICS II-IV linea
parasternalis kiri
Batas pinggang : Setinggi ICS II-V linea
parasternalis kiri
Batas kiri bawah : Setinggi ICS VI linea midclavicula
kiri
Batas kanan bawah : Setinggi ICS IV-VI linea sternalis
kanan.
Auskultasi : Suara jantung I dan II
reguler, bising (-).
Abdomen :
Inspeksi : Permukaan datar, venektasi tidak
ada, umbilical tidak menonjol
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/ lien
tidak teraba, ascites (-), tumor (-), ginjal
balotement (-).
Perkusi : Timpani, nyeri ketok sudut
costovertebra (-)
32
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, tidak ada
bising bruit
Ekstremitas : superior inferior
Akral dingin - / - - / -
Capillary refill <2’’ <2’’
Edema -/- -/-
Kekuatan otot 5/5 5/5
Ref. Fisiologis N/N N/N
Ref. Patolois -/- -/-
Eritema palmaris -/- -/-
Kekuatan 5/5 5/5
Sensibilitas N N
h. Pemeriksaan Tambahan Yang Ada
Tidak dilakukan
i. Diagnosa
Hipertensi Grade II
j. Terapi yang diberikan
Captopril 3 x 25mg selama 3 hari
Antalgin 3 x 1 selama 3 hari
Vitamin B complex 3 x 1 selama 3 hari
k. Edukasi
- Istirahat yang cukup
- Diet rendah garam
- Diet rendah lemak (mengurangi makanan gorengan dan makanan yang
lain)
- Kontrol teratur dan minum obat teratur karena pasien mempunyai faktor
resiko hipertensi
3.2 DATA PERKESMAS
a. Identitas Keluarga
33
Jumlah Kepala Keluarga yang tinggal dirumah sebanyak 9 anggota
keluarga
No Nama Tempat Tanggal Lahir Pendidikan Status
1
2
3
4
5
6
b. Data Lingkungan
1. Individu / Keluarga
- Kedua anak laki- laki yang setiap hari berkunjung ke rumah pasien
merokok baik di dalam dan luar rumah.
2. Ekonomi
- Pasien adalah seorang pedagang warung yang mempunyai
penghasilan sendiri.
- Pasien bercerai dengan suami 19 tahun yang lalu
- Sumber penghasilan keluarga bergantung kepada anak laki-laki
beserta cucu. Keseharian bekerja sebagai pedagang warung kecil-
kecilan. Penghasilan sehari-hari ± Rp 7.000
c. Data Perilaku
1. Individu / Keluarga
Pasien memiliki kebiasaan menambahkan garam berlebih pada
masakannya, karena pasien gemar makan asin.
2. Masyarakat
34
Belum ada kegiatan olahraga bersama, belum ada penyuluhan tentang
hipertensi di daerah setempat.
d. Data Pelayanan Kesehatan yang Terdekat
Promotif
- Posyandu lansia : (-)
- Poskesdes : (-)
- Puskesmas : (-)
Preventif
- Posyandu lansia : (-)
- Puskesmas : (+)
Kuratif
- Dokter praktik swasta : (-)
- Puskesmas : Puskesmas
Pandanaran
- Rumah Sakit Swasta : RSIA
Hermina
- RSUD : RSUD Dr Kariadi
- Apotek : (-)
- Posyandu lansia : -
Rehabilitatif
- Puskesmas : Puskesmas
Pandanaran
- RSUD : RSUD Dr Kariadi
e. Data Genetika
Tidak diketahui adanya pengaruh genetika pada pasien ini.
35
DIAGRAM KELUARGA NY. KASMINAH
Keterangan :
: Perempuan sudah meninggal : Laki – laki hidup
: Laki – laki sudah meninggal : Perempuan hidup
: Tinggal 1 rumah : Pasien
36
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Perilaku
a. Data : kedua anak laki- laki pasien merokok di dalam rumah.
- Teori : merokok dapat menyebabkan kekauan pembuluh darah,
sehingga kemampuan elastisitas saat mengalami tekanan yang tinggi
menjadi hilang (Lubis, 2001).
- Pembahasan : pada kasus ini kemungkinan factor resiko terjadinya
penyakit hipertensi disebabkan karena pasien menjadi perokok pasif.
b. Data : Pola makan pasien yang sering mengonsumsi masakan asin.
- Teori : Garam merupakan faktor yang sangat berpengaruh penting
dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak ditemukan pada
suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam
kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang
rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram tiap hari
prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan
garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan
volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Peningkatan asupan
garam ini akan diikuti oleh peninggian ekskresi garam sehingga
tercapai kembali keadaan hemodinamik yang normal. Pada pasien
hipertensi primer, mekanisme peningkatan ekskresi garam tersebut
terganggu, selain adanya faktor lain yang berpengaruh. Tingginya
37
kadar garam yang di konsumsi mengakibatkan peningkatan
kekentalan darah, sehingga jantung membutuhkan tenaga yang lebih
untuk mendorong darah sampai ke jaringan paling kecil (Lubis, 2001).
- Pembahasan : pada kasus ini kemungkinan factor resiko terjadinya
penyakit hipertensi pada pasien disebabkan karena pasien sering
mengkonsumsi masakan asin yang dapat menyebabkan peningkatan
kekentalan darah yang dapat menyebabkan hipertensi.
4.2 Genetik
a. Data : pasien tidak mengetahui ada riwayat penyakit hipertensi pada
keluarga.
- Teori : salah satu faktor penyebab hipertensi primern adalah genetic.
Akan tetapi, faktor genetic hanya akan muncul jika ada factor pemicu
lain seperti : obesitas, merokok, konsumsi garam, alcohol, stress atau
kurang olahraga.
- Pembahasan : pada pasien ini tidak diketahui adanya factor resiko
genetic karena pasien tidak mengetahui riwayat hipertensi pada
keluarga, namun terdapat factor pemicu lain yaitu pasien menjadi
perokok pasif dan konsumsi masakan asin yang berlebihan serta
kurang olahraga.
4.3 Lingkungan
a. Data : pasien sering memikirkan kebutuhan ekonomi keluarga terutama
cucu, karena kedua anak pasien yang tinggal serumah tidak memiliki
pekerjaan yang tetap.
- Teori : paling sedikit ada 3 faktor lingkungan yang menyebabkan
hipertensi yaitu : kandungan garam di dalam air berlebihan, stress
psikis dan obesitas.
- Pembahasan : pada pasien ini mempunyai factor resiko terjadinya
hipertensi karena pasien sering mengalami stress psikis karena
ekonomi keluarga.
38
b. Data : pasien tinggal di rumah bersama sembilan anggota keluarga yang
lain, diantaranya dua orang anak dan tujuh orang cucu. Hasil
pengamatan terhadap kebersihan perseorangan pasien dan masing-
masing anggota keluarga menunjukan bahwa masing-masing orang
kurang paham mengenai higiene perorangan. Hal ini ditunjukkan oleh
keadaan rumah yang tidak rapi dan cenderung berantakan. Penghasilan
rata-rata keluarga Rp 7.500 sampai 10.000 per hari untuk memenuhi
kebutuhan sendiri dan cucu-cucunya. Kedua anak pasien yang tinggal
serumah dengan pasien tidak memiliki pekerjaan yang tetap.
- Teori : UMR untuk wilayah Semarang minimal Rp 880.000. Untuk
perumahan sederhana, minimum 10m2/orang. Untuk kamar tidur
diperlukan minimum 3m2/orang. Kamar tidur setidaknya tidak
dihuni >2 orang, kecuali untuk suami, istri serta anak dibawah 2
tahun.
- Pembahasan : hasil tersebut tidak memenuhi UMR untuk wilayah
Semarang minimal Rp 880.000,00. Dengan demikian kesan ekonomi
rendah. Rumah pasien berukuran 10x8 meter. Kamar pasien
berukuran 3x2 meter. Terdapat 3 kamar, 1 ruang keluarga, 1 dapur
dan 1 kamar mandi. Rumah tersebut dihuni 10 orang anggota
keluarga. Tidak ada jarak antar rumah pasien dan tetangga. Dari data
tersebut penulis menyimpulkan pasien tinggal di lingkungan
pemukiman padat penduduk dan tempat tinggal pasien tidak
memenuhi syarat rumah sehat.
4.4 Pelayanan Kesehatan
a. Data : jarak tempuh rumah pasien dengan puskesmas sekitar 300 meter
dan pasien jalan kaki setiap kali datang ke puskesmas.
- Teori : Salah satu factor yang mempengaruhi pasien tidak patuh
untuk kontrol rawat jalan adalah karena letak pelayanan kesehatan
tersebut susah dijangkau (Lubis, 2001).
- Pembahasan : posisi rumah pasien terletak tidak terlalu jauh dari
puskesmas, jalannya sempit dan padat penduduk. Pasien tidak ada
39
kendaraan untuk ke puskesmas. Jadi, kemungkinan pasien malas
untuk berobat ke tempat pelayanan kesehatan dan berobat pada saat
ini karena keluhan pasien semakin berat.
b. Data : tidak adanya program posyandu lansia di daerah tempat tinggal
pasien
- Teori : : Salah satu factor yang mempengaruhi status kesehatan
pasien adalah peranan pelayanan kesehatan di daerah tersebut
(Lubis, 2001).
- Pembahasan : karena di daerah tempat tinggal pasien tidak ada
posyandu lansia, menjadikan tidak adanya pemantauan kesehatan
lansia didaerah tersebut, sehingga pencegahan terjadinya hipertensi
oleh warga lansia kurang, dikarenakan warga lansia kurang
mengetahui status kesehatannya.
MASALAH
Menurut pendekatan HL. Blum dan data-data yang diperoleh, didapatkan :
40
HIPERTENSI
LINGKUNGAN
Stress Psikis
GENETIKA
Tidak Diketahui
PELAYANAN KESEHATAN
Tidak ada Posyandu LansiaAkses ke pelayanan kesehatan tidak mudah
PERILAKUPerokok PasifPola Konsumsi Masakan Asin
PENYEBAB MASALAH
Penyebab
1. Pasien merupakan perokok pasif
2. Pasien dengan pola konsumsi masakan asin
3. Pasien dengan stress psikis
4. Pasien dengan ekonomi rendah
5. Akses tempuh pasien dengan tempat pelayanan kesehatan yang tidak
mudah
6. Tidak tersedianya posyandu lansia
METODE HANLON KUALITATIF
URGENSI
1 2 3 4 5 6 Horizontal
41
1 + - + + + 4
2 - + + + 3
3 + + + 3
4 - - 0
5 - 0
6 0
Total Vertikal 0 0 2 0 1 2
Total Horizontal 4 3 3 0 0 0
TOTAL 4 3 5 0 1 2
SERIOUS
42
1 2 3 4 5 6 Horizontal
1 + + + + + 5
2 + + + + 4
3 + + + 3
4 - - 0
5 - 0
6 0
Total Vertikal 0 0 0 2 1 0
Total Horizontal 5 4 3 0 0 0
TOTAL 5 4 3 2 1 0
GROWTH
43
1 2 3 4 5 6 Horizontal
1 + + + + + 5
2 - + + + 3
3 + + + 3
4 - - 0
5 - 0
6 0
Total Vertikal 0 0 0 2 1 0
Total Horizontal 5 3 3 0 0 0
TOTAL 5 3 3 2 1 0
44
Total USG
1 2 3 4 5 6
Urgency 4 3 5 0 1 2
Serious 5 4 3 2 1 0
Growth 5 3 3 2 1 0
Total 14 10 11 4 3 2
Prioritas penyebab masalah
1. Pasien merupakan perokok pasif
2. Pasien dengan stress psikis
3. Pasien dengan pola konsumsi masakan asin
4. Pasien dengan ekonomi rendah
5. Tidak tersedianya posyandu lansia
6. Akses tempuh pasien dengan tempat pelayanan kesehatan yang tidak
mudah
45
BAB V
SARAN-SARAN
PEMECAHAN MASALAH
NO. MASALAH PEMECAHAN MASALAH
LINGKUNGAN- pada pasien ini
mempunyai factor resiko terjadinya hipertensi karena pasien sering mengalami stress psikis
Edukasi pada pasien untuk tidak terlalu merasa terbebani masalah keluarga
PERILAKU- Pasien adalah perokok
pasif- Pola makan pasien yang
sering mengkonsumsi masakan asin
Edukasi terhadap keluarga yg perokok untuk tidak merokok di dalam rumah
Edukasi kepada pasien untuk diet rendah garam
PELAYANAN KESEHATAN- Akses tempuh rumah
pasien dengan puskesmas pandanaran tidak mudah.
- Tidak aadanya posyandu lansia didaerah tempat tinggal pasien
Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke puskesmas untuk kontrol
Usul kepada pihak puskesmas untuk mengadakan posyandu lansia di daerah sekitar rumah pasien, karena belum ada posyandu lansia
GENETIKATidak diketahui
46
Pemecahan Masalah
1. Edukasi pada pasien untuk tidak terlalu merasa terbebani masalah keluarga
2. Edukasi terhadap keluarga yg perokok untuk tidak merokok di dalam rumah
3. Edukasi kepada pasien untuk diet rendah garam
4. Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke
puskesmas untuk kontrol
5. Usul kepada pihak puskesmas untuk mengadakan posyandu lansia di daerah
sekitar rumah pasien, karena belum ada posyandu lansia
47
BAB VI
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Masalah Kegiatan Waktu Implementasi Hasil EvaluasiLingkunganpasien yang sering mengalami stress psikis karena masalah ekonomi keluarga
Edukasi pada pasien tentang factor seperti stress yang dapat memicu hipertensi
16 Agustus 2012Jam 12.30 – 14.00 WIB
Mengukur Tekanan darah pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik pada pasien dan memberikan pertanyaan kuosioner
Tekanan darah pasien 160/100 mmHg, Pemeriksaan fisik dalam batas normal, pasien bersedia melakukan pemeriksaan tekanan darah Pasien menjawab pertanyaan kuosioner postest dengan prosentase ≥65%
PerilakuPasien sering mengkonsumsi masakan asin dan menjadi perokok pasif
Edukasi pada pasien dan keluarga tentang perilaku yang dapat menyebabkan hipertensi
16 Agustus 2012Jam 12.30 – 14.00
Memberikan contoh menu makanan sehat disesuaikan penghasilan keluarga.
Pasien mengonsumsi makanan sesuai dengan menu sehat
48
(pola makan rendah garam dan tidak merokok dalam rumah bagi anggota keluarga yang merokok)
Masalah Kegiatan Waktu Implementasi Hasil EvaluasiPelayanan kesehatanAkses tempuh rumah pasien dengan puskesmas pandanaran tidak mudah.
Edukasi kepada anggota keluarga pasien agar bisa mengantar pasien ke puskesmas untuk kontrol
16 Agustus 2012Jam 12.30 – 14.00
BAB VII
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan laporan, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi pada kasus ini
berdasarkan pendekatan HL Blum adalah :
Perilaku
- Anak laki – laki pasien merokok di dalam rumah dan di luar rumah.
- Pola makan pasien yang gemar makan masakan yang asin
Genetik
49
- Riwayat Penyakit keluarga: Tidak didapatkan data
Pelayanan Kesehatan
- Jarak tempuh rumah pasien dengan puskesmas pandanaran tidak mudah.
- Tidak tersedianya layanan posyandu lansia
Lingkungan
- Pasien sering mengalami stress psikis karena memikirkan masalah ekonomi.
BAB VIII
PENUTUP
Demikianlah hasil laporan kasus Hipertensi di Puskesmas Pandanaran
Kota Semarang. Dalam penulisan laporan tentu masih terdapat banya kekurangan
sehingga diharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan ini. Penulis
berharap semoga laporan kasus Hipertensi di Puskesmas Pandanaran Kota
Semarang ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
50
BAB IX
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Tessy, Hipertensi Pada Penyakit Ginjal, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Balai Penerbit FKUI, Edisi IV, Jakarta, 2006, Hal. 604
2. Departemen Kesehatan RI, 2006. Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas.
Jakarta: Direktorat Jendral Biro Kesehatan Masyarakat.
3. E.J Kapojos, H.R Lubis, Hipertensi Primer, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Balai Penerbit FKUI, Edisi III, Jakarta, 2001, hal. 453
51
4. Endang Susalit. Penatalaksanaan krisis hipertensi. Dalam Alwi I, Bawazier
LA eds. Penatalaksanaan kedaruratan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2002.
109-116.
5. Ginova Nainggolan, Hiperaldosteronisme Primer, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Edisi IV, Jakarta, 2006, Hal. 610
6. Imam Effendi, Feokromositoma, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai
Penerbit FKUI, Edisi IV, Jakarta, 2006, Hal. 612
7. Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI, Jakarta, 1999
8. Kaplan NM. Kaplan’s Clinical Hypertension. 8 th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, 2002. p. 137
9. Mohammad Yogiantoro, Hipertensi Esensial, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Balai Penerbit FKUI, Edisi IV, Jakarta, 2006, Hal.599
10. Price Sylvia Anderson dan Wilson M. Lorraine, Patofisiologi, Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005.
11. Rampengan, Starry, Krisis Hipertensi, Bik Biomed, Vol.4, 2007, Hal 1.
Lampiran 1
SOP PELAYANAN HIPERTENSI DI
PUSKESMAS PANDANARAN
JENIS PELAYANAN Pelayanan Hipertensi
SASARAN Klien/pengunjung puskesmas (Klinik Umum) dengan
usia 30 tahun keatas.
TUJUAN Meningkatkan kualitas pelayanan hipertensi
52
TENAGA Dokter dan Perawat
SARANA NON
MEDIK (ALAT-
BAHAN)
- Ruangan, 1 buah
- Tempat tidur, 1 buah
- Meja, 1 buah
- Kursi, 2 buah
- Wastafel dengan air mengalir, 1 buah
- Sabun untuk cuci tangan, 1 buah
- Handuk, 1 buah
- Alat tulis (ballpoint, penghapus, status klien),
masing-masing 1 buah
- Timbangan injak, 1 buah
- Microtoice, 1 buah
- Pencatat waktu (arloji/stopwatch), 1 buah
SARANA MEDIK
(ALAT-BAHAN)
- Stetoskop 1 buah (membran/diafragma/bel dan
pluge dalam keadaan baik)
- Tensimeter air raksa (balon, sekrup, selang,
manset dalam keadaan baik)
PROSEDUR TETAP
(URUTAN
KEGIATAN)
a. Menyapa klien
b. Anamnesa
c. Pemeriksaan fisik
d. Pemeriksaan laboratorium
e. Diagnosis
f. Pengobatan
g. Penyuluhan
h. Peragaan
53
i. Pencatatan dan pelaporan
CARA
MELAKSANAKAN
TIAP KEGIATAN
a. Menyapa klien
1. Mengucapkan salam “selamat pagi/siang”
dengan tersenyum dan menatap mata
pasien
2. Mengucapkan : “ Apa yang bisa saya bantu
Pak/Bu?
b. Anamnesa
Dengan suara lembut dan ramah sambil
menatap mata klien menanyakan :
1. Nama, umur, alamat?
2. Apakah ini merupakan kunjungan
pertama/ulangan?
3. Apa keluhan utama yang bapak/ibu
rasakan?
4. Sudah berapa lama diderita
5. Apa ada keluhan lainnya, seperti sakit
kepala, leher/tengkuk tegang, suka terkejut,
sulit tidur, mudah marah?
6. Selama ini pernah berobat kemana saja?
7. Obat-obatan yang sudah digunakan untuk
mengurangi keluhan apa saja?
8. Apa saja penyakit yang pernah bapak/ibu
derita sebelum ini?
9. Apa saja penyakit yang pernah keluarga
(kakek, nenek, orangtua. Saudara)
bapak/ibu derita?
10. Obat-obatan apa yang sering bapak/ibu
54
gunakan selama ini?
11. Kebiasaan apa (merokok, makanan,
minuman) yang dilakukan oleh bapak/ibu
atau keluarga selama ini? Seperti:
Merokok tidak?
Sering makan makanan berlemak,
asin tidak?
Konsumsi minuman beralkohol
tidak?
c. Pemeriksaan fisik
Petugas mencuci tangan
Mengukur tinggi badan klien
1. Memberitahukan kepada klien
bahwa akan dilakukan pengukuran
tinggi badan yang bertujuan untuk
menilai apakah pasien mengalami
obesitas atau/tidak.
2. Memastikan microtoice sudah pada
posisi dan angka yang benar.
Dengan cara : tempelkan garis
pengukur microtoice ke tembok
atau dinding bagian bawah
kemudian tarik pita microtoice ke
atas sampai garis merah microtoice
menunjukkan angka 200 cm,
3. Meminta pasien untuk melepas alas
kaki dan topi.
4. Meminta pasien untuk berdiri tepat
di bawah microtoice dengan posisi
menghadap petugas, badan dan
kepala tegak serta pandangan lurus
55
ke depan.
5. Memastikan kepala, badan dan
kedua tumit di bagian belakang
menempel pada dinding/tembok.
6. Tarik garis pengukur microtoice
sehingga menempel persis ke
kepala klien.
7. Baca angka yang tertera pada garis
merah.
8. Mempersilakan klien untuk duduk
kembali dan mengucapkan terima
kasih
9. Beritahukan hasil pengukuran pada
klien dan mencatat pada status.
Mengukur berat badan klien
1. Memberitahukan kepada klien
bahwa akan dilakukan
penimbangan berat badan yang
bertujuan untuk menilai apakah
klien mengalami obesitas/tidak.
2. Posisikan jarum penunjuk
timbangan pada posisi nol.
3. Meminta klien untuk melepas
sepatu/alas kaki, jaket dan topi.
4. Meminta klien untuk naik ke atas
timbangan dengan posisi
menghadap pemeriksa.
5. Tunggu sampai jarum penunjuk
berhenti kemudian baca angka
yang tertera pada jarum petunjuk.
6. Mempersilakan klien untuk duduk
56
kembali dan mengucapkan terima
kasih.
7. Memberitahukan hasil
penimbangan dan mencatat pada
status.
Lakukan perhitungan indeks masatubuh (IMT) dengan
rumus berikut :
IMT = berat badan (kg)
Tinggi badan (m2)
Bandingkan hasil perhitungan dengan table berikut:
IMT Interpretasi
< 18,5 BB dibawah normal
18,5-24,9 BB noemal
25-29,9 BB berlebih (meningkatkan risiko
penyakit *)
30-34,9 Obesitas dengan resiko tinggi terkena
penyakit
35-39,9 Obesitas dengan resiko sangat tinggi
terkena penyakit
≥ 40 Obesitas dengan resiko paling tinggi
terkena penyakit
*) DM tipe 2, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler
Menghitung denyut nadi radialis
klien
1. Memberitahukan kepada klien
bahwa akan dilakukan penilaian
denyut nadi yang bertujuan untuk
menilai apakah terjadi perubahan
denyut nadi.
2. Mengatur posisi yang nyaman dan
57
rileks. Pastikan sebelumnya klien
sudah beristirahat ± 5 menit.
3. Mencari arteri radialis dengan cara
menggunakan 3 jari dan hitung
selama 60 detik sekaligus juga
penilaian terhadap ritme/irama
(regular/irregular) dan kekuatan
denyut nadi (kuat/cukup/lemah).
4. Memberitahukan hasil penghitungan
dan mencatat pada status.
Mengukur tekanan darah klien
1. Memberitahukan kepada klien
bahwa akan dilakukan pengukuran
tekanan klien normal atau tidak.
2. Klien diminta duduk, dipastikan
bahwa posisi kaki tidak menyilang
satu sama lain.
3. Meletakkan tensimeter dengan
posisi skala pembacaan menghadap
kearah pemeriksa.
4. Memastikan reservoir air raksa
pada posisi “on”, serta pastikan
manset dalam keadaan tanpa udara.
Setelah itu tutup sekrup balon.
5. Meletakkan lengan kiri klien diatas
meja dengan posisi sejajar dengan
jantung.
6. Membuka lengan baju sehungga
lengan terbebas dari baju.
7. Rada arteri brakialis dengan cara
meluruskan tangan pasien, tarik
58
garis dari ujung jari tengah sampai
ke aksila kemudian letakkan 3 jari
kanan pada sisi dalam lengan atas.
8. Memasang manset 1 inchi (2,5 cm)
atau 3 jari di atas fossa cubiti.
Pastikan posisi selang manset
berada di ats arteri brakialis.
9. Raba arteri brakialis di fossa cubiti.
10. Raba arteri radialis dengan tangan
kiri dan pompa balon dengan
tangan kanan. Pompa terus sampai
arteri radialis tidak teraba.
Kemudian pemompaan ditambah
20 mmHg.
11. Letakkan bel stetoskop diatas arteri
brakialis (fossa cubiti) tanpa
menekan.
12. Buka perlahan-lahan sekrup pompa
(± 2-3 mmHg perdenyut).
13. Dengarkan bunyi Korokoff I dan V
atau bunyi detak pertama (systole)
dan sampai terjadi perubahan suara
(diastole).
14. Melomggarkan pompa segera
sesudah terjadi perubahan suara.
15. Jika pengukuran perlu diulang,
tunggu 5 menit.
16. Melepas dan melipat manset,
kemudian menyimpannya kembali.
17. Memberitahukan hasil pengukuran
dan mengucapkan terima kasih.
59
18. Mencatat hasil pengukuran pada
status pasien.
Menghitung pernafasan
1. Memberitahukan kepada klien
bahwa akan dilakukan
penghitungan pernafasan untuk
mengetahui apakah pasien
mengalami sesak nafas/tidak.
2. Mengatur posisi pasien. Dan
membiarkan klien untuk tenang.
3. Membuka baju klien bila perlu
untuk mengobservasi gerakan dada
(tirai harus ditutup terlebih dahulu).
4. Meletakkan arloji di tempat yang
mudah dilihat jarum detiknya.
5. Menentukan irama pernafasan
selama 60 detik.
6. Memberitahukan hasil pengukuran
dan mencatat pada status pasien.
Pemeriksaan paru
1. Memberitahukan kepada klien
bahwa akan dilakukan pemeriksaan
paru yang bertujuan untuk
mendeteksi adanya kelainan pada
paru.
2. Klien diminta membuka pakaian,
posisi klien duduk tenang.
3. Inspeksi : lihat dada simetris/tidak
4. Palpasi :
Letakkan telapak tangan kanan &
kiri pemeriksa di dada kanan &
60
kiri klien. Klien diminta
menirukan kata-kata “Sembilan-
sembilan atau satu-satu” yang
diucapkan pemeriksa.
Bandingkan fremitus yang
dirasakan antara dada kanan dan
kiri (apakah ada yang
melemah/tidak).
Letakkan telapak tangan kanan &
kiri di punggung klien dengan
posisi sejajar dimana kedua ibu
jari saling menempel. Klien
diminta untuk menarik nafas
dalam. Nilai pergerakan tangan
punggung sama (simetris)/atau
tidak.
5. Perkusi : letakkan telapak tangan
kiri pemeriksa di dada klien, ketuk
jari tengan dengan menempel di
dada dengan jari tengah tangan
kanan pemeriksa, dengarkan suara
yang dihasilkan saat ketukan
(normal : sonor).
6. Auskultasi : letakkan
membran/diafragma stestoskop di
dada klien, dengarkan suara paru-
paru kanan dan kiri.
7. Memberitahukan hasil pemeriksaan
dan mencatat pada status pasien.
Pemeriksaan Jantung
1. Memberitahukan kepada klien bahwa akan
61
dilakukan pemeriksaan jantung.
2. Klien diminta membuka pakaian dan tidur
terlentang di atas tempat tidur.
3. Inspeksi : lihat ictus cordis tampak/tidak
4. Perkusi :
Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa
dalam posisi telungkup di dada klien daerah
ICS II linea sternalis kiri dan lakukan ketukan
dengan jari tengah tangan kanan di atas jari
tengah telapak tangan kiri yang menempel di
dada bergerak kea rah lateral, dengarkan
bunyi ketukan, batas atas jantung berada pada
perubahan dari sonor ke redup.
Kemudian, letakkan telapak tangan kiri
pemeriksa dalam posisi telungkup di dada
klien daerah ICS V linea sternalis kiridan
lakukan ketukan dengan jari tengah tanaga
kanan diatas jari tengah telapak tangan kiri
yang menempel di dada bergerak ke arah
lateral, dengarkan bunyi ketukan, batas kiri
bawah, jantung berada pada perubahan dari
sonor ke redup.
Kemudian, letakkan telapak tangan kiri
pemeriksa dalam posisi telungkup di dada
klien daerah ICS V linea sternalis kanan dan
lakukan ketukan dengan jari tengah tangan
kanan diatas jari tengah telapak tangan kiri
yang menempel di dada bergerak ke arah
lateral, dengarkan bunyi ketukan, batas kanan
bawah jantung berada pada perubahan dari
sonor ke redup.
62
Kemudian, letakkan telapak tangan kiri
pemeriksa dalam posisi telungkup di dada
klien daerah ICS III linea sternalis kiri dan
lakukan ketukan dengan jari tengah tangan
kanan diatas jari tengah telapak kiri yang
menempel di dada bergerak kea rah lateral,
dengarkan bunyi ketukan, batas pinggang
jantungberada pada perubahan dari sonor ke
redup.
5. Auskultasi : letakkan membran/diafragma
stetoskop di ICS V medial linea mid clavicula
sinistra. Dengarkan detak jantung (irama
regular/tidak, ada suara tambahan/tidak).
Dengarkan juga suara pada setiap area katup
jantung.
6. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan
mencatat pada status pasien.
Pemeriksaan Ginjal
1. Memberitahukan kepada klien bahwa akan
dilakukan pemeriksaan ginjal yang bertujuan
untuk mendeteksi adanya kelainan pada ginjal.
2. Klien diminta membuka pakaian dan tidur
miring dengan kaki/lutut ditekuk 45 ̊ diatas
tempat tidur.
3. Lakukan palpasi dengan meletakkan tangan
kanan di atas dan dibawah pinggang untuk
mengetahui adanya pembesaran ginjal. Tekan
tangan kanan.
4. Lakukan perkusi dengan cara meletakkan
telapak tangan kiri I atas costa terakhir dengan
tulang panggul dan memukulkan genggaman
63
tangan kiri. Tanyakan pada klien “apakah ada
rasa sakit/tidak?”.
5. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan
mencatat pada status pasien.
Pemeriksaan Ekstremitas bawah/kaki
1. Memberitahukan kepada klien bahwa akan
dilakukan pemeriksaan pada kaki klien.
2. Mengatur posisi klien.
3. Menyingsingkan celana klien keatas.
4. Inspeksi : perhatikan kaki klien dengan seksama.
Tentukan ada atau tidaknya pembengkakan
(udema).
5. Palpasi : tekan dengan jari telunjuk bagian yang
bengkak. Lepaskan jari telunjuk dan perhatikan
posisi kembalinya bagian yang ditekan tadi.
Lakukan penilaian apakah terjadi udema/tidak.
6. Lakukan pemeriksaan reflex otot-otot
ekstremitas.
7. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan
mencatat pada status.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1. Memberitahukan kepada klien bahwa klien perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium
untuk menegakkan diagnose penyakit yang
dideritanya.
2. Menentukan jenis pemeriksaan laboratorium
yang perlu dilakukan (kolesterol, GDS/GDP-
2PP, Protein urin).
3. Menjelaskan persiapan-persiapan khusus yang
64
perlu dilakukan klien sebelum dilakukan
pemeriksaan.
4. Membuat/mengisi form permintaan pemeriksaan
lab.
5. Menyerahkan form yang telah diisi dan meminta
klien untuk ke laboratorium.
6. Meminta klien untuk kembali pada pemeriksa
(dokter) setelah ada hasil pemeriksaan
laboratorium.
7. Menjelaskan hasil pemeriksaan laboratorium
kepada klien.
e. Diagnosis
Tegakkan diagnosa penyakit hipertensi berdasarkan
kriteria hipertensi menurut JNC VII berikut :
Klasifikasi Sistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Pre
Hipertensi
120-139 Atau 80-89
Hipertensi
TK I
140-159 Atau 90-99
Hipertensi
Tk II
>/= 160 Atau >/=100
f. Pengobatan
1. Memberitahukan kepada klien perlu tidaknya
dilakukan pengobatan.
2. Tentukan bat-obatan yang tepat untuk digunakan
pada klien berdasar hasil anamnesa dan
65
pemeriksaan fisik maupun laboratorium.
Hipertensi Tk I :
Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg/hari
dosis tunggal pagi hari.
Propanolol 2x20-40 mg sehari.
Metildopa.
MgSO4
Kaptopril 2-3x12,5 mg sehari.
Nifedipine long acting1x20-60 mg.
Tensigard 3x1 tablet
Amlodipine 1x5-10 mg.
Diltiazem (3x30-60 mg) kerja panjang 90 mg
sehari.
Hipertensi sedang-berat diobati dengan
kombinasi HCT+propanolol, atau
HCT+kaptopri, bila obat tunggal tidak
efektif.
Hipertensi berat yang tidak sembuh dengan
kombinasi di atas, ditambahkan metildopa
2x125-250 mg.
3. Menulis resep.
4. Menjelaskan jenis & macam obat, jumlah &
lamanya pengobatan, aturan dan cara
penggunaan obat, kapan obat dihentikan, efek
samping yang mungkin timbul/dirasakan klien
serta cara pengatasan efek samping terseut.
(perlu diingat : jangan sampai menakuti pasien).
5. Menyerahkan resep kepada klien.
g. Penyuluhan
1. Menjelaskan pada klien komplikasi-komplikasi
(otak, mata, jantung, ginjal) yang dapat
66
imbul/terjadi bila klien tidak berobat secara
teratur.
2. Menjelaskan pada klien bahwa perlu dilakukan
perubahan gaya hidup (life-style change) spt :
- Menurunkan berat badan bila klien obesitas.
- Pembatasan konsumsi garam dapur.
- Hentikan konsumsi alcohol.
- Hentikan merokok.
- Olahraga teratur.
- Pola makan yang sehat.
- Istirahat yang cukup dan hindari stress.
3. Menjelaskan pada klien mengenai makanan
yang dapat memicu terjadinya hipertensi, antara
lain :
- Semua makanan termasuk buah dan sayur
yang diolah dengan menggunakan garam
dapur.
- Otak, ginjal, lidah, keju, dll.
- Margarine dan mentega biasa.
- Bumbu – bumbu : garam dapur, baking
powder, soda kue, vetsin, kecap, terasi,
maggi, tomato kecap, petis, taoco, dll.
4. Memberitahukan perlu tidaknya klien untuk
dating kembali (kontrol) dan kapan (sebutkan
hari, tanggal dan tahun) harus datang kembali
(kontrol).
h. Peragaan
Memperagakan cara penghitungan denyut nadi
sebelum dan setelah olah raga/exercise :
1. Mengatur posisi yang nyaman dan rileks
(duduk).
67
2. Meraba arteri radialis dengan cara menggunakan
tiga jari dan hitung selama lebih 60 detik.
3. Bandingkan hasil perhitungan sebelum dan
sesudah olahraga/exercise.
i. Pencatatan dan Pelaporan
1. Mengisi register kunjungan.
2. Entri data dalam computer (SIMPUS).
3. Membuat laporan yang diperlukan oleh DKK.
4. Mengirim laporan paling telat tanggal 10 setiap
bulannya.
Lampiran 2. QUESIONER PRE TEST DAN POST TEST
68
69
NO PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah anda mengetahui tentang
hipertensi merupakan peningkatan tekanan
darah?
2 Apakah kegemukan dapat memicu
terjadinya hipertensi?
3 Apakah orang tua dengan penyakit
hipertensi dipastikan akan mempunyai
keturunan hipertensi?
4 Apakah pola konsumsi makanan dengan
garam tinggi dapat memicu peningkatan
tekanan darah?
5 Apakah perokok aktif ataupun pasif dapat
meningkatkan resiko terjadinya hipertensi?
6 Apakah dengan olahraga rutin dapat
menurunkan resiko peningkatan tekanan
darah (hipertensi)?
7 Apakah hipertensi juga dipengaruhi
peningkatan usia seseorang?
8 Apakah tingkat stress seseorang juga dapat
memicu timbulnya hipertensi?
9 Apakah hipertensi dapat menyebabkan
komplikasi menjadi stroke?
10 Apakah hipertensi juga dapat
menimbulkan gangguan fungsi
penglihatan?
11 Apakah hipertensi dapat memicu
timbulnya serangan jantung?
12 Apakah sakit kepala cekot-cekot dan
tegang pada leher merupakan salah satu
gejala dari hipertensi?
13 Apakah hipertensi dapat menimbulkan
gangguan fungsi ginjal?
14 Apakah hipertensi dapat diobati dan
memerlukan pengobatan secara rutin?
15 Apakah pemantauan tekanan darah perlu
dilakukan secara rutin bila seseorang
sudah dinyatakan hipertensi?
16 Apakah pengobatan hipertensi hanya
ditujukan untuk menurunkan tekanan
darah?
PRESENTASI SKOR KUOSIONER:
Nilai minimum pasien dianggap tahu tentang hipertensi adalah ≥ 65%
Jumlah jawaban ya 100%
16
LAMPIRAN 3
70
Top Related