126
BAB IV
IMPLEMENTASI FUNGSI MANAJEMEN
PENGORGANISASIAN DAN PENGAWASAN
DALAM PENGELOLAAN WAKAF PRODUKTIF DI SINGAPURA
MUIS telah memulai banyak proyek-proyek pembangunan yang agresif
dimulai pada tahun 1990. WAREES berusaha memperbaharui properti wakaf
yang sudah lama. Bangunan-bangunan lama yang lebih 50 tahun harus
diperbaharui. Sehingga dalam melakukan pembangunan aset-aset wakaf dibuat
skala prioritas (wawancara dengan Harrif, 22 Februari 2012). Demikian pula
menurut Walshalafah (wawancara, 21 Februari 2012), MUIS akan berusaha
mengupayakan aset-aset wakaf secara maksimal. Dalam hal ini, terhadap aset-aset
wakaf yang memiliki pendapatan tidak maksimal, atau aset-aset wakaf yang sudah
perlu diperbaharui, akan diperbaharui dan dibangunkan properti-properti yang
bisa menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi.
Pengelolaan dan pengembangan aset-aset wakaf yang telah dilakukan oleh
MUIS bersama WAREES telah mampu meningkatkan nilai aset wakaf.
Peningkatan nilai aset-aset wakaf di Singapura, sudah barang tentu meningkatkan
Produktivitas dan pendapatan wakaf.
Memperhatikan pengembangan aset-aset wakaf tersebut, maka
pengelolaan wakaf di Singapura cenderung dilakukan secara produktif.
Sebagaimana dikemukakan oleh Qahaf (2006:34), wakaf produktif, yaitu wakaf
harta yang digunakan untuk kepentingan produksi, baik di bidang pertanian,
perindustrian, perdagangan dan jasa yang manfaatnya bukan pada benda wakaf
secara langsung, tetapi dari keuntungan bersih hasil pengembangan wakaf yang
127
diberikan kepada orang-orang yang berhak sesuai dengan tujuan wakaf. Dalam hal
ini, wakaf produktif diolah untuk dapat menghasilkan barang atau jasa kemudian
dijual dan hasilnya dipergunakan sesuai dengan tujuan wakaf.
Produktivitas pengelolaan wakaf di Singapura tersebut, sebagaimana
ditegaskan oleh Zalman, kepala divisi pembangunan agama dan penelitian MUIS,
wakaf dikelola dengan sistem wakaf produktif. Harta benda wakaf dikelola
dengan asas manfaat, bukan hanya untuk pembangunan masjid atau kuburan.
Misalnya, dana wakaf digunakan untuk pembangunan real estate atau supermarket
atau usaha lainnya yang menguntungkan. Keuntungannya kemudian disalurkan
untuk pengembangan Islam (http://komunitaswakaf.org, diakses 2 Maret 2012).
Berkaitan dengan keberhasilan pengembangan aset-aset wakaf di
Singapura tersebut, maka penting dilihat dari perspektif manajemen. Fungsi-
fungsi manajemen, menurut Nickels, McHugh (1997) sebagaimana dikutip oleh
Tisnawati dan Saefullah (2010:8), terdiri dari empat fungsi, yaitu: perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pengimplementasian (directing),
pengendalian dan pengawasan (controlling). Sebagaimana telah dikemukakan
dalam fokus dan ruang lingkup penelitian, maka dalam penelitian ini dibatasi pada
2 fungsi manajemen, yaitu pengorganisasian dan pengawasan.
A. Pengorganisasian
Siswanto (2011: 73) mendefinisikan organisasi sebagai sekelompok
orang yang saling berinteraksi dan bekerjasama untuk merealisasikan tujuan
bersama. Berdasarkan definisi tersebut, maka suatu organisasi minimum
mengandung tiga elemen yang saling berhubungan. Ketiga elemen tersebut
128
adalah: 1. sekelompok orang, 2. interaksi dan kerjasama, serta 3. tujuan
bersama. Sehingga organisasi memiliki beberapa ciri sebagai berikut. Ciri yang
utama, adanya sekelompok orang yang menggabungkan diri dengan suatu
ikatan norma, peraturan, ketentuan, dan kebijakan yang telah dirumuskan dan
masing-masing pihak siap untuk menjalankannya dengan penuh tanggung
jawab. Ciri yang kedua, organisasi terdiri atas sekelompok orang tersebut
saling mengadakan hubungan timbal balik, saling memberi dan menerima, dan
juga saling bekerja sama untuk melahirkan dan merealisasikan maksud
(purpose), sasaran (objective), dan tujuan (goal). Ciri yang ketiga adalah
bahwa dalam suatu organisasi yang terdiri atas sekelompok orang yang saling
berinteraksi dan bekerja sama tersebut diarahkan pada suatu titik tertentu, yaitu
tujuan bersama dan ingin direalisasikan.
Untuk mewujudkan ketiga ciri tersebut, yaitu adanya
kerjasama/interkasi orang-orang yang berada dalam organisasi untuk mencapai
tujuan, maka pengorganisasian penting untuk dilakukan. Siswanto (2011: 75-
76) mendefinisikan pengorganisasian (organizing) adalah pembagian kerja
yang direncanakan untuk diselesaikan oleh anggota kesatuan pekerjaan,
penetapan hubungan antar pekerjaan yang efektif di antara mereka, dan
pemberian lingkungan dan fasilitas pekerjaan yang wajar sehingga mereka
bekerja secara efisien. Pengorganisasian juga dapat didefinisikan sebagai suatu
pekerjaan membagi tugas, mendelegasikan otoritas, dan menetapkan aktivitas
yang hendak dilakukan oleh manajer pada seluruh hierarki organisasi.
129
Berkaitan dengan pengorganisasian yang telah dilakukan oleh MUIS
telah dilakukan sesuai dengan ketentuan organisasi moderen tersebut.
Demikian pula tahapan dalam pengorganisasian telah dilakukan oleh MUIS
dan WAREES. Sebagaimana dalam pengorganisasian diperlukan tahapan
sebagai berikut:
1). mengetahui dengan jelas tujuan yang hendak dicapai;
2). deskripsi pekerjaan yang harus dioperasikan dalam aktivitas tertentu;
3). klasifikasi aktivitas dalam kesatuan yang praktis;
4). memberikan rumusan yang realistis mengenai kewajiban yang hendak
diselesaikan, sarana dan prasarana fisik serta lingkungan yang diperlukan
untuk setiap aktivitas atau kesatuan aktivitas yang hendak dioperasikan;
5). penunjukan sumber daya manusia yang menguasai bidang keahliannya;
6). mendelegasikan otoritas apabila dianggap perlu kepada bawahan yang
ditunjuk.
Mengetahui dengan jelas tujuan yang hendak dicapai
MUIS telah menetapkan tujuan yang jelas berkaitan dengan
pengelolaan wakaf produktif. Sebagaimana dikemukakan oleh Walshalafah
(wawancara, 21 Februari 2012), tujuan utama pengelolaan wakaf produktif
adalah mengoptimalkan nilai dan pendapatan dari aset wakaf. Hal ini senada
dengan yang dikemukakan oleh Shamsiah (2008), dalam pengelolaan wakaf
MUIS memiliki tujuan memaksimalkan potensi benda wakaf untuk
kepentingan penerima wakaf. Demikian pula yang dikemukakan oleh Yacob
(2008), prinsip WAREES dalam pengembangan wakaf adalah keberlangsungan
130
ekonomi dan nilai dari hasil wakaf yang meningkat. Hal tersebut sangat sesuai
dengan filosofi dan pengertian wakaf yang disepakati, sebagaimana
dikemukakan oleh Abu Zahrah makna yang disepakati adalah “menahan harta
dan mengalirkan manfaatnya”, atau “menahan pokok harta dan
menyedekahkan manfaatnya” (1971:41).
Sebagaimana ditegaskan oleh Shamsiah (2008) bahwa dalam
pengelolaan wakaf, MUIS berkomitmen untuk memaksimalkan potensi benda
wakaf untuk kepentingan penerima wakaf. Demikian pula dikemukakan oleh
Yacob (2008), pengelolaan wakaf oleh MUIS dan WAREES dilakukan upaya
meningkatkan fleksibilitas, efektivitas dan efisiensi serta meningkatkan
profitabilitas.
Deskripsi pekerjaan yang harus dioperasikan dalam aktivitas tertentu dan
klasifikasi aktivitas dalam kesatuan yang praktis
Tahapan kedua dan ketiga yaitu deskripsi pekerjaan yang harus
dioperasikan dalam aktivitas tertentu dan klasifikasi aktivitas dalam kesatuan
yang praktis, telah mampu dirumuskan dan dilaksanakan oleh MUIS dan
WAREES secara baik. Tahapan tersebut yang disebutkan oleh Stoner, Freeman
dan Gilbert (1996: 7), empat langkah mendasar mengenai pengorganisasian.
Keempat pilar tersebut adalah pembagian kerja (division of work),
pengelompokan pekerjaan (departementalization), penentuan relasi antar
bagian dalam organisasi (hierarchy), serta penentuan mekanisme untuk
mengintegrasikan aktivitas antar bagian dalam organisasi atau koordinasi
(coordination).
131
Jika dilihat struktur MUIS:
Gambar 8: Struktur MUIS
Struktur MUIS telah dibagi berdasarkan klaster-klaster yang telah
ditentukan. MUIS memiliki pembagian menjadi 6 (enam) klaster, yaitu Klaster
Pengembangan Agama (Religious Development Cluster), Klaster Pendidikan
Agama (Religious Education Cluster), Klaster Peningkatan Kapasitas &
Perjanjian Strategis (Capacity Building & Strategic Engagement Cluster),
Klaster Aset (Asset Cluster), Klaster Pengembangan Sosial & Masjid (Mosque
& Social Development Cluster), Klaster Pengembangan Organisasi
(Organisational Development Cluster). Pengelolaan wakaf termasuk dalam
132
klaster aset, yang terdiri dari Pembiayaan, sertifikasi halal, pelayanan haji serta
zakat dan wakaf. Unit zakat dan wakaf terdiri dari deputy director, asset
development, head, zakat & wakaf, senior executive wakaf.
Majlis Ugama Islam Singapura adalah lembaga atau badan yang
diberikan kewenangan menurut Undang-Undang mengelola aset-aset wakaf di
Singapura. Kewenangan tersebut sebagaimana disebutkan dalam AMLA (Pasal
3 ayat 2C): untuk mengelola semua wakaf dan dana-dana yang tetap (abadi)
berdasarkan hukum tertulis atau yang dipercayakan oleh umat Islam.
Sebagai mutawalli MUIS memiliki tugas:
1). Mengelola benda wakaf dengan akuntabilitas dan kompetensi yang tinggi
dan sesuai dengan keinginan wakif.
2). Memaksimalkan potensi benda wakaf untuk kepentingan penerima wakaf.
3). Untuk pemisahaan tugas-tugas, MUIS membuat anak perusahaan WAREES
yang mengelola dan mengembangkan harta-harta wakaf.
Sedangkan struktur WAREES adalah:
Gambar 9: Struktur WAREES
Board of Directors
WAREES Investments
WAREES Land WAREES Halal WAREES Managements
Lease
Management
IT & Corporate
Support
Facilities
Management
Project
Management
133
Struktur WAREES terdiri dari 6 (enam) pembidangan/bagian, yaitu
WAREES Land, WAREES Halal, WAREES Management, Project
Management, Facilities Management, Lease Management, IT & Corporate
Support.
Berdasarkan struktur MUIS dan WAREES tersebut, telah dilakukan
pembidangan dan pembagian kerja sesuai dengan ketentuan dalam
pengorganisasian. Berkaitan dengan peran MUIS dan WAREES, maka telah
dipisahkan secara jelas antara keduanya sebagai berikut (Shamsiah: 2008):
Tabel 5. Pemisahan Peran MUIS dan WAREES
MUIS WAREES
Kewajiban-kewajiban agama
Fungsi Regulasi
Fungsi komersil (Investasi Harta
Wakaf)
Penjabaran peran tersebut sebagai berikut (Shamsiyah:2008):
Kewajiban-kewajiban agama (MUIS):
a. Perlindungan dan pelestarian aset;
b. Pelaksanaan keinginan wakif;
c. Pengumpulan keuntungan;
d. Pembayaran/penyaluran kepada penerima.
Fungsi regulasi (MUIS):
a. Pengamanan rekaman/dokumentasi;
b. Tanggung jawab akunting dan audit;
c. Pemilihan mutawwali;
d. Administrasi dan pengelolaan benda wakaf.
134
Fungsi komersil (WAREES):
a. Manajemen proyek;
b. Manajemen properti;
c. Manajemen sewa;
d. Investasi dan pengembangan.
Berkaitan dengan pemisahan peran tersebut, maka manfaatnya adalah
(Shamsiah: 2008):
a. Membuat MUIS mampu fokus kepada fungsi utama dan terpisah dari
aktivitas bisnis dan komersil.
b. Meningkatkan fleksibilitas, efektivitas dan efisiensi.
c. Menyediakan pengawas langsung terhadap resiko komersil.
d. Meningkatkan profitabilitas (kemampuan dalam meraih keuntungan).
Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) memiliki tanggung jawab:
a. Mengatur dan mengelola properti-properti wakaf;
b. Secara efisien mengelola dana-dana wakaf;
c. Memaksimalkan potensi properti-properti wakaf untuk kemanfaatan ahli
waris dan masyarakat muslim.
Sedangkan peran MUIS dalam pengembangan wakaf di Singapura
adalah:
a. Untuk melanjutkan pembangunan kembali semua properti wakaf dalam
portfolio-nya
b. Untuk menjamin pertumbuhan dan diversifikasi aset-aset wakaf
c. Untuk memaksimalkan potensi properti-properti wakaf
135
d. Untuk mengelola dana-dana wakaf secara efisien dan efektif
e. Untuk membangun pemahaman bahwa wakaf adalah formula yang menjadi
model untuk mengeluarkan sedekah.
f. Untuk menghubungkan hasil-hasilnya bagi pembangunan masyarakat.
WAREES memiliki ruang lingkup layanan:
a. Manajemen proyek.
1).Pengelola untuk semua proyek MUIS.
2).Bertanggung jawab untuk pembangunan desain, kontrak, proyek,
pembiayaan dan kontrol harga.
3).Menangani lebih dari 10 proyek pada satu waktu.
b. Manajemen dan perawatan properti
1).Mengelola agen semua properti.
2).Mengelola 69 masjid dan lebih dari 150 unit wakaf/harta baitul mal.
c. Manajemen sewa.
1).Penjualan dan penyewaan semua properti MUIS.
2).Permasalahan-permasalahan sewa.
3).Koleksi/daftar sewa.
d. Pengembangan dan investasi real estate.
1).Investasi atau pembelian gedung.
2).Pengembangan penjaga.
3). Permintaan dan penyusunan penawaran properti.
4). Membangun dan mendesain masjid.
136
Memberikan rumusan yang realistis mengenai kewajiban yang hendak
diselesaikan, sarana dan prasarana fisik serta lingkungan yang diperlukan untuk
setiap aktivitas atau kesatuan aktivitas yang hendak dioperasikan
Memberikan rumusan yang realistis mengenai kewajiban yang hendak
diselesaikan, sarana dan prasarana yang diperlukan untuk setiap aktivitas, telah
durumuskan oleh WAREES dalam setiap aktivitas atau kesatuan aktivitas yang
hendak diselesaikan. WAREES atas persetujuan MUIS telah mengembangkan
wakaf di Jalan Duku pada tahun 1991 dengan target penyelesaian tahun 1993.
Kewajiban dan target yang hendak diselesaikan tersebut diselesaikan sesuai
dengan target tahun 1993. Untuk mewujudkan pengembangan aset wakaf ini,
maka dibutuhkan dana untuk pembangunannya, maka WAREES atas
persetujuan MUIS menjual 2 bidang tanah dan bangunan wakaf dari 4 bidang
yang ada, untuk membangun di atas 2 bidang tanah yang tidak dijual.
Pembangunan wakaf Somerset Bencoolen yang berada di Beach Road
11 (wawancara dengan Harrif, 22 Februari 2012) tahun 2008, awalnya
merupakan sebuah masjid dan 4 buah kedai/toko yang sudah tidak layak pakai.
WAREES atas persetujuan MUIS akan membangun bangunan untuk masjid,
apartemen dan perkantoran. WAREES atas persetujuan MUIS melakukan
pembangunan ini dengan kombinasi pendanaan istibdal dan obligasi syariah
(sukuk).
Penunjukan sumber daya manusia yang menguasai bidang keahliannya
Berdasarkan pemisahan peran antara MUIS dan WAREES, maka
profesionalisme dalam pengelolaan wakaf di Singapura telah dilakukan secara
baik. MUIS yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang untuk
137
mengelola wakaf, tidak mau mempertaruhkan pengembangan atau investasi
wakaf dengan mengelola secara langsung. Akan tetapi, MUIS membuat anak
perusahaan yang secara khusus memiliki tugas dan tanggung jawab dalam
pengembangan dan investasi wakaf.
Ada beberapa ciri atau karakteristik profesi, yang juga berlaku dalam
pekerjaan mengelola wakaf, jika pekerjaan ini (kerja-kerja nazhir) ingin
dikategorikan sebagai profesi (Depag. RI., 2005:75-78). Pertama, adanya
keahlian dan keterampilan khusus untuk bisa menjalankan sebuah pekerjaan
dengan baik. Keahlian dan ketrampilan khusus ini umumnya dimiliki dengan
kadar, lingkup, dan tingkat yang melebihi keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki oleh orang kebanyakan lainnya. Kaum profesional berarti harus lebih
ahli dan terampil dalam bidang profesinya daripada orang lain. Keahlian dan
ketrampilan ini biasanya dimilikinya berkat pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman yang diperolehnya selama bertahun-tahun. Bahkan pendidikan
dan pelatihan ini (formal maupun informal) dijalaninya dengan tingkat yang
sangat ketat dan keras. Pengetahuan atau keahlian dan ketrampilan ini
memungkinkan orang yang profesional mengenali dengan cukup cepat dan
tepat persoalan yang dihadapi bidang pekerjaannya serta solusinya yang
tepat. Dengan kata lain pengetahuan dan ketrampilan ini memungkinkan
seorang profesional menjalankan tugasnya dengan tingkat keberhasilan dan
mutu yang paling baik. Karena itu, masyarakat pun lalu mempercayakan
persoalan yang dihadapinya pada orang yang dianggapnya profesional.
Kedua, adanya komitmen moral yang tinggi. Komitmen moral ini biasanya
138
dituangkan, khususnya untuk profesi yang luhur, dalam bentuk aturan khusus
yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi yang
bersangkutan. Ketiga, biasanya orang yang profesional adalah orang yang
hidup dari profesinya. Keempat, pengabdian kepada masyarakat. Adanya
komitmen moral yang tertuang dalam kode etik, lebih mendahulukan dan
mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadinya.
Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Hasibuan
(2002:78), untuk menjadikan sebuah pekerjaan menjadi professional
memunculkan suatu pekerjaan yang penuh waktu atau full time, bukan
pekerjaan sambilan. Selanjutnya adalah menetapkan sekolah (seminar,
lokakarya, pelatihan) sebagai tempat menjalani proses pendidikan atau
pelatihan.
Personalia atau jajaran dalam MUIS dan WAREES sudah
menunjukkan identitas dan ciri-ciri profesionalisme mereka. Personalia atau
jajaran pengurus MUIS dan WAREES telah menjadikan pekerjaan secara
penuh waktu (full time), bukan dijadikan sebagai pekerjaan sampingan (side
job). Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Harrif Hambali yang menjabat
sebagai Head Finance dan Ahmad Aizat Rahmat yang menjabat Asset
Specialist Warees Investnents Ltd, bahwa mereka berdua bekerja di
WAREES secara penuh waktu. Mereka berdua menjadikan pekerjaan di
WAREES sebagai pekerjaan utama, fokus, dan tidak menjadikannya sebagai
pekerjaan sampingan. Kesesuaian latar belakang pendidikan dengan jabatan
juga memiliki kesesuaian. Sebagai contoh jabatan Deputy Director, Asset
139
Development yang dijabat oleh Dr. Shamsiah Abdul Karim, memiliki latar
belakang pendidikan yang sangat sesuai dengan jabatannya. Yang
bersangkutan memperoleh gelar Doktor di Universitas Durham (2010)
dengan kajian atau judul disertasinya “Contemporary Shari’ah Compliance
Structuring for The Development and Management of Waqf Assets in
Singapore”. Harrif Hambali sebagai head finance memiliki latar belakang
pendidikan Administrasi Bisnis dari Unversity of South Australia, sebagai
Assiciate Financial Planner. Sekitar 22 tahun memiliki pengalaman di bidang
akunting dan keuangan serta mengurus portofolio para pelanggan dari
berbagai macam dan tingkatan industri. Ia juga merupakan seorang auditor
dan konsultan bisnis sebelum bergabung dengan WAREES (http://www.
warees.com, 16 Februari 2015).
Demikian pula berdasarkan parameter yang disebutkan oleh Anoraga
(2001:69), suatu pekerjaan bisa disebut profesional bila memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil
(perfect result), sehingga dituntut untuk selalu mencari peningkatan
mutu.
b. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang
hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
c. Profesionalisme menuntut adanya ketekunan dan ketabahan, yaitu
sifat tidak mudah puas atau putus asa sampai hasil maksimal
tercapai.
140
d. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak
tergoyahkan oleh “keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti
harta dan kenikmatan hidup.
e. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan pikiran dan
perbuatan, sehingga terjaga efektifitas kerja yang tinggi.
Ciri-ciri yang disebutkan oleh Anoraga tersebut, secara keseluruhan
bisa dinyatakan melekat pada jajaran pengurus MUIS dan WAREES. Mereka
memiliki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result), sehingga dituntut
untuk selalu mencari peningkatan mutu, kesungguhan dan ketelitian kerja,
ketekunan dan ketabahan, integritas tinggi dan kebulatan pikiran dan
perbuatan, sehingga terjaga efektifitas kerja yang tinggi.
Pengelolaan wakaf secara profesional tersebut dinyatakan secara tegas
oleh Zalman Putra Ahmad Ali, kepala divisi pembangunan agama dan
penelitian MUIS. Zalman menyatakan bahwa pengelolaan zakat dan wakaf
diperuntukkan bagi pemerataan dan kesejahteraan umat Islam. Pemberdayaan
amanat agama ini tidak akan mencapai target maksimal jika tidak dikelola
secara profesional (http://komunitaswakaf.org, diakses 2 Maret 2012).
Mendelegasikan otoritas apabila dianggap perlu kepada bawahan yang
ditunjuk.
Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) memiliki tanggung jawab:
a. Mengatur dan mengelola properti-properti wakaf;
b. Secara efisien mengelola dana-dana wakaf;
141
c. Memaksimalkan potensi properti-properti wakaf untuk kemanfaatan ahli
waris dan masyarakat muslim.
Sedangkan peran MUIS dalam pengembangan wakaf di Singapura
adalah:
a. Untuk melanjutkan pembangunan kembali semua properti wakaf dalam
portofolio-nya
b. Untuk menjamin pertumbuhan dan diversifikasi aset-aset wakaf
c. Untuk memaksimalkan potensi properti-properti wakaf
d. Untuk mengelola dana-dana wakaf secara efisien dan efektif
e. Untuk membangun pemahaman bahwa wakaf adalah formula yang menjadi
model untuk mengeluarkan sedekah.
f. Untuk menghubungkan hasil-hasilnya bagi pembangunan masyarakat.
Berdasarkan dengan hal tersebut, maka pada hakikatnya MUIS yang
memiliki memiliki tanggung jawab untuk mengatur dan mengelola properti-
properti wakaf, secara efisien mengelola dana-dana wakaf, memaksimalkan
potensi properti-properti wakaf. Demikian juga peran MUIS dalam
pengembangan wakaf yang meliputi: melanjutkan pembangunan kembali
semua properti wakaf, menjamin pertumbuhan dan diversifikasi aset-aset
wakaf, memaksimalkan potensi properti-properti wakaf. MUIS tidak
melakukannya secara langsung, terutama berkaitan dengan pengembangan dan
memaksimalkan potensi properti-properti wakaf, namun dalam hal ini MUIS
mendelegasikan hal tersebut kepada WAREES. Dalam hal ini MUIS
mendelegasikan otoritasnya kepada WAREES. MUIS yang diberikan
142
kewenangan oleh Undang-Undang untuk mengelola wakaf, tidak mau
mempertaruhkan pengembangan atau investasi wakaf dengan mengelola secara
langsung. Akan tetapi MUIS membuat anak perusahaan yang secara khusus
memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pengembangan dan investasi wakaf.
Menurut Ahmad Aizat (wawancara, 22 Februari 2012), WAREES
diberikan kewenangan oleh MUIS untuk mengelola dan mengembangkan aset-
aset wakaf yang berada dalam kelolaan MUIS. WAREES telah berusaha secara
maksimal melakukan amanah dan tugas yang diberikan oleh MUIS. WAREES
dalam mengelola dan mengembangkan aset-aset wakaf tetap melakukan
koordinasi dan persetujuan kepada MUIS, terutama berkaitan dengan upaya-
upaya pengembangan yang dilakukan.
Demikian pula dalam struktur MUIS terjadi pendelegasian kepada
bawahannya. MUIS memiliki fungsi dan tugas sebgaimana dikemukakan
dalam pasal 3 ayat (2) AMLA bagian II:
1). Untuk memberikan nasihat kepada Presiden Singapura dalam hal yang
berkaitan dengan agama Islam di Singapura;
2). Untuk mengelola hal yang berkaitan dengan agama Islam dan muslim di
Singapura termasuk segala hal yang berkaitan dengan haji atau sertifikasi
halal;
3). Untuk mengelola semua wakaf dan dana-dana yang diperuntukkan bagi
kepentingan umat Islam menurut hukum tertulis atau kepercayaan muslim;
143
4). Untuk mengelola dana zakat maal maupun zakat fitrah dan dana-dana
dermawan lainnya untuk memberikan dukungan dan pengembangan agama
Islam atau untuk kepentingan umat Islam sesuai dengan undang-undang ini;
5). Untuk mengelola semua masjid dan sekolah Islam di Singapura; dan
6). Untuk melaksanakan fungsi-fungsi lain seperti tugas yang diberikan pada
Majlis berdasarkan undang-undang ini atau hukum tertulis lainnya.
MUIS memiliki fungsi dan tugas yang sedemikian banyak dan luasnya,
maka tugas mengelola semua wakaf pada poin 3 tersebut didelegasikan kepada
klaster aset. Selanjutnya klaster aset memiliki lingkup tugas sertifikasi halal,
pelayanan haji serta zakat dan wakaf. Maka dalam hal ini klaster aset
mendelegasikan tugas tentang zakat dan wakaf kepada bagian zakat dan wakaf.
Hal ini dibenarkan oleh Walshalafah (wawancara, 21 Februari 2012), bahwa
MUIS memiliki fungsi dan tugas mengurus yang berkaitan dengan umat Islam
secara keseluruhan. Berkaitan dengan wakaf merupakan tugas klaster aset.
Selain wakaf, yang termasuk tugas klaster aset adalah sertifikasi halal dan
pelayanan haji. Maka untuk urusan wakaf didelegasikan oleh klaster aset
kepada bidang yang menangani wakaf.
B. Pengawasan
Schermerhorn sebagaimana dikemukakan oleh Tisnawati dan
Saefullah (2010: 317), mendefinisikan pengawasan sebagai proses dalam
menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung
pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan
tersebut. Definisi tersebut sejalan dengan pengertian pengawasan menurut
144
Stoner, Freeman, dan Gilbert (1996: 248) pengawasan/pengendalian adalah
proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas
yang direncanakan. Pengendalian membantu manajer memonitor keefektifan
aktivitas perencanaan, pengorganisasian, dan kepemimpinan mereka. Bagian
terpenting dari proses pengendalian adalah mengambil tindakan korektif
seperti yang diperlukan.
Sedangkan Robert J. Mokler sebagaimana dikemukakan oleh
Siswanto (2011: 139) mendefiniskan pegendalian (controlling) adalah suatu
usaha sistematik untuk menetapkan standar kinerja dengan sasaran
perencanaan, mendesain sistem umpan balik informasi, membandingkan
kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan, menentukan apakah
terdapat penyimpangan dan mengukur siginifikansi penyimpangan tersebut,
dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa
semua sumber daya perusahaan yangs sedang digunakan sedapat mungkin
secara lebih efisien dan efektif guna mencapai sasaran perusahaan.
Berdasarkan definisi pengendalian dan pengawasan tersebut, maka
dalam pengelolaan wakaf di Singapura, sebagaimana diatur dalam AMLA,
MUIS telah diberikan kewenangan untuk melakukan pengendalian dan
pengawasan terhadap seluruh pengelolaan wakaf di Singapura. Hal ini
sebagaimana termuat dalam AMLA (Pasal 64 ayat 12):
(12) Majlis, dengan rekomendasi resmi Kementerian, membuat aturan-aturan
untuk menyediakan:
145
a. persiapan keterangan tahunan mengenai rekening, laporan dan
penerimaan oleh para mutawalli wakaf dan penyerahannya kepada
Majlis;
b. pembayaran atas biaya-biaya inspeksi, dan intisari dari, registrasi
wakaf; dan
c. secara umum memberikan efek sepenuhnya atau mengejawantahkan
tujuan-tujuan dari bagian ini.
Untuk mewujudkan pengendalian dan pengawasan terhadap aset-aset
wakaf dan pengelolaannya, dimulai dari kewajiban melakukan pendaftaran
terhadap aset-aset wakaf. Berdasarkan Administrasion of Muslim Law Act
(AMLA: Pasal 64 ayat 1) setiap wakaf, apakah yang dibuat sebelum atau
sesudah 1 Juli 1968 akan didaftarkan pada kantor Majelis. Sedangkan
pelaksanaan pendaftaran wakaf dilakukan oleh mutawwali wakaf (AMLA:
Pasal 64 ayat 2). Adapun tata cara dan ketentuan pendaftaran wakaf adalah
sebagai berikut (AMLA: Pasal 64 ayat 3-8):
(3) Aplikasi pendaftaran akan dilakukan dalam bentuk dan cara sebagaimana
Majelis syaratkan dan terdiri dari beberapa rincian sebagai berikut:
a. Pendeskripsian properti-properti wakaf dianggap cukup untuk
mengidentifikasi properti-properti;
b. total income tahunan dari properti-properti wakaf;
c. jumlah tarif dan pajak tahunan dibayarkan sesuai dengan properti-
properti wakaf;
146
d. Estimasi pengeluaran tahunan yang diadakan dalam realisasi income
dari properti-properti wakaf;
e. Jumlah tersebut diatur dari wakaf untuk:
1) Gaji mutawalli dan biaya hidup bagi para individu-individu;
2) Tujuan-tujuan yang murni keagamaan
3) tujuan-tujuan sosial; dan
4) tujuan-tujuan suci lainnya; dan
5) setiap rincian-rincian lain disyaratkan oleh Majelis.
(4) setiap aplikasi pendaftaran disertai dengan salinan dokumen wakaf, atau
jika tidak ada dokumen seperti itu dieksekusi atau salinan karena itu tidak
bisa diperoleh, harus berisi salinan lengkap, sejauh semua itu diketahui
oleh pendaftar, asal-usulnya, sifat dan objek wakafnya.
(5) majelis mensyaratkan pendaftar untuk menyediakan rincian-rincian lebih
lanjut atau informasi yang Majlis anggap diperlukan.
(6) mengenai tanda penerimaan pendaftaran, Majelis, sebelum pendaftaran
wakaf, melakukan investigasi apakah sesuai dengan kenyataan dan
keabsahan pelaksanaananya dan kebenaran setiap rincian dalam
pelaksanaan pendaftaran.
(7) Ketika aplikasi pendaftaran dilakukan oleh setiap orang selain orang yang
mengelola properti wakaf, Majelis, sebelum mendaftarkan wakaf, memberi
catatan mengenai aplikasi tersebut kepada orang yang mengelola properti
wakaf dan akan menginformasikan kepadanya jika yang bersangkutan
ingin mengetahuinya.
147
(8) dalam kasus wakaf yang dibuat sebelum 1 Agustus 1999, setiap aplikasi
pendaftaran dilakukan dalam jangka waktu 6 bulan dari tanggal tersebut;
dan dalam kasus wakaf-wakaf yang dibuat setelah tanggal itu, dalam
jangka waktu 6 bulan dari tanggal penetapan wakafnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa untuk
pendaftaran wakaf yang melakukannya adalah mutawwali (pengelola wakaf).
Untuk melakukan pendaftaran wakaf, maka mutawwali harus medeskripsikan
kondisi wakaf, total pendapatan tahunan dari hasil kelolaan wakaf, estimasi
pengeluaran tahunan, gaji mutawwali, serta dokumen-dokumen sebagai bukti
aset wakaf yang dikelola. Setelah mutawwali melakukan aplikasi pendaftaran
disertai dengan syarat-syarat dan dokumen yang harus dilampirkan, maka
kemudian Majlis melakukan investigasi (cross check) ke lapangan untuk
melihat kesesuaian antara dokumen yang disertakan dengan kondisi aset wakaf
secara faktual.
Majlis melakukan pencatatan dan dokumentasi wakaf, bahkan dalam
hal ini termasuk dalam bentuk elektronik komputer. Hal ini sebagaimana
termuat dalam AMLA (Pasal 64 ayat 9-10):
(9) Majlis akan menjaga catatan wakaf-wakaf dalam cara yang Majelis anggap
sesuai, termasuk dalam bentuk elektronik di komputer, di mana akan
dimasukkan rincian-rincian tersebut di mana Majlis akan tentukan dari
waktu ke waktu.
(10) Majelis sendiri membuat wakaf terdaftar atau menerima daftar wakaf
setiap waktu.
148
Demikian pula disebutkan dalam pasal lain (AMLA: Pasal 62 ayat 5):
(5) Semua instrumen yang menetapkan, menjadi bukti atau membawahi setiap
wakaf atau nazar „amm, bersama dengan setiap dokumen atau jaminan-
jaminan lain berkait ke sana, akan dioperasikan dan disimpan oleh Majlis.
Sedangkan bagi mutawwali yang gagal/tidak melakukan pendaftaran
wakaf, atau memberikan keterangan/informasi yang tidak benar, tidak
mengizinkan inspeksi atas properti-properti wakaf, maka dikategorikan sebagai
tindakan pidana dan dapat diberikan sanksi pidana berupa denda tidak melebihi
$5000 atau penjara tidak melebihi 12 bulan atau keduanya. Hal tersebut
sebagai tertuang dalam AMLA (Pasal 64 ayat 11):
(11) Setiap mutawalli wakaf yang gagal untuk:
a. aplikasi registrasi wakaf;
b. membuat keterangan atas rincian sebagaimana disyaratkan di bawah
bagian ini;
c. menyediakan informasi atau rincian-rincian sebagaimana disyaratkan
oleh Majlis;
d. mengizinkan inspeksi atas properti-properti wakaf, rekening, rekaman-
rekaman atau kontrak-kontrak dan dokumen-dokumen berkait dengan
wakaf;
e. mengantarkan kepemilikan setiap properti wakaf, jika diminta oleh
Majlis;
f. melaksanakan perintah-perintah Majlis; atau
149
g. melakukan setiap tindakan lain yang secara legal disyaratkan untuk
dilakukan atau berdasarkan bagian ini, akan dianggap bersalah atas
kejahatan dan akan mendapatkan denda tidak melebihi $5000 atau penjara
untuk waktu tidak melebihi 12 bulan atau keduanya dan, dalam kasus
pembelaan yang sedang berlangsung, untuk denda lebih lanjut yang tidak
melebihi $50 untuk setiap harinya atau sebagiannya yang dalam jangka
waktu itu tindak kejahatan berlangsung setelah vonis.
Berkaitan dengan adanya ancaman sanksi pidana tersebut, menurut
Zalman Putra Ahmad Ali, kepala divisi pembangunan agama dan penelitian
MUIS, tidak ada kesempatan penyelewangan dalam pengelolaan wakaf. Sebab
jika terbukti melakukan penyelewengan terhadap dana wakaf , maka
hukumannya sangat berat (http://komunitaswakaf.org, diakses 2 Maret 2012).
Hal tersebut sangat beralasan, mengingat penegakan hukum di Singapura
sangat bagus, sehingga tingkat penyelewangan dan korupsi sangat minim.
Berkaitan dengan pendaftaran aset-aset wakaf di Singapura, maka
menurut Walshalafah (Wawancara: 21 Februari 2012) semua wakaf telah
terdaftar di MUIS. Demikian pula yang dikemukakan oleh Shamsiah Abdul
Karim, semua wakaf telah tercatat di MUIS (Sudewo:32). Wakaf-wakaf di
Singapura diberikan sertifikat wakaf (bukti wakaf) dan dinamakan sesuai
dengan nama wakifnya. Seperti wakaf Masjid Kasim, karena yang
mewakafkan Kasim. Namun demikian tidak seluruhnya dinamakan sesuai
dengan nama wakifnya.
150
Menurut Shamsiah (2006), peranan MUIS dalam menjalankan fungsi
pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan wakaf yang dilakukan
oleh WAREES maupun mutawalli lainnya adalah:
a. Daftar dan catatan wakaf tersimpan/terdokumentasi dengan baik.
b. Menjalankan fungsi audit (selain audit eksternal).
c. Kinerja mutawalli terkontrol.
d. Pengurusan dan pengelolaan wakaf dilakukan dengan baik.
Pengendalian dan pengawasan MUIS tersebut terhadap WAREES
dalam menjalankan fungsi komersilnya sebagai berikut (Shamsiah, 2006):
a. Pengelolaan projek.
b. Pengelalaan aset-aset wakaf.
c. Pengurusan pajak tanah-tanah wakaf.
d. Peleburan dan pembangunan aset-aset wakaf.
e. Pembukuan.
Pengelolaan wakaf baik yang dilakukan oleh WAREES maupun
mutawalli lainnya, menurut Walshalafah (wawancara, 21 Februari 2012)
harus memberikan laporan tahunan. Laporan keuangan pengelolaan wakaf
yang dilakukan oleh mutawalli, selain diaudit oleh MUIS, juga diaudit oleh
auditor independen. Berdasarkan laporan-laporan mutawalli, kemudian MUIS
membuat laporan secara keseluruhan pengelolaan wakaf. Demikian pula
laporan tahunan yang dibuat MUIS akan diaudit oleh auditor independen.
Setelah melalui proses audit dan disampaikan kepada pemerintah Singapura
melalui Kementerian Pembangunan Masyarakat dan Olahraga, laporan
151
dipublikasikan melalui situs resmi MUIS. Menurut Shamsiah (2008), Prinsip
pengembangan wakaf yang dianut MUIS adalah melakukan proses
penghitungan yang ketat, menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas.
Berdasarkan ketentuan dan data tersebut, maka pengendalian dan
pengawasan pengelolaan wakaf di Singapura telah dilakukan. Pengelolaan
wakaf yang memenuhi akuntabilitas dan transparansi, menjadikan umat Islam
di Singapura memberikan kepercayaan penuh kepada MUIS bersama
WAREES dalam pengelolaan wakaf. Pengakuan terhadap akuntabilitas dan
kepercayaan terhadap pengelolaan wakaf oleh MUIS, sebagaimana
dinyatakan oleh Salma (wawancara, 23 Februari 2012), MUIS telah mampu
mengelola wakaf secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Lebih lanjut
ia menegaskan, bahwa MUIS setiap tahunnya akan memberikan laporan
kepada pemerintah dan mempublikasikannya, sehingga bisa dikonsumsi
publik. Namun di sisi lain, baik MUIS dan WAREES kurang transparan
dalam kegiatan penelitian. Hal ini sebagaimana yang dialami oleh peneliti,
kurang mendapat respon yang baik serta tidak diberikan akses yang seluas-
luasnya berkaitan dengan data penelitian yang dibutuhkan.
Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa
keberhasilan pengelolaan wakaf di Singapura disebabkan fungsi manajemen
pengorganisasian dan pengawasan telah diimplementasikan dengan baik.
Implementasi fungsi manajemen pengorganisasian dan pengawasan tersebut
telah mampu mewujudkan produktivitas dan peningkatan aset wakaf di
Singapura.
Top Related