BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi dan Fisiologi Kehamilan
1. Uterus
Pertumbuhan uterus yang fenomenal pada trimester pertama berlanjut saebagai
respons terhadap stimulus kadar hormone esterogen dan progesterone yang tinggi.
Pembesaran terjadi akibat (1) peningkatan vaskularisasi dan dilatasi pembuluh darah,
(2) hiperplasia (produksi serabut otot dan jarongan fibroelastis baru) dan hipertrofi
(pembesaran serabut otot dan jaringan fibroelastis yang sudah ada), dan (3)
perkembangan desidua. Pada minggu ke – 7 ukuran uterus sebesar telur ayam negeri;
pada minggu ke -10 uterus mencapai ukuran buah jeruk (dua kali ukuran uterus tidak
hamil); pada minggu ke - 12 uterus mencapai ukuran buah grapefruit (jeruk asam
berwarna kuning yang besarnya sekitar dua kali jeruk biasa). Setelah bulan ke-3,
pembesaran uterus terutama disebabkan oleh tekanan mekanis akibat pertumbuhan
janin (Seidel, dkk, 1995).
Selain bertambah besar, uterus juga mengalami perubahan berat, bentuk, dan
posisi. Dinding-dinding otot menguat dan menjadi lebih elastis. Pada saat konsepsi
uterus berbentuk seperti buah pir terbalik. Selama trimester ke – 2 bentuk uterus bula.
Karena kemudian janin memanjang, uterus menjadi lenih besar, lebih lonjong, dan
membesar keluar rongga panggul menuju rongga abdomen. Rongga uterus wanita
tidak hamil mampu menampung sekitar 10 ml cairan. Selama hamil, kapasitasnya
meningkat 5 sampai 10 liter atau lebih (Cunningham, dkk, 1993).
Selama minggu-minggu awal kehamilan, peningkatan aliran darah uterus dan
limfe mengakibatkan edema dan kongesti panggul. Akibatnya, uterus, serviks, dan
istmus melunak secara progressif dan serviks menjadi agak kebiruan (tanda
Chadwick, tanda kemungkinan kehamilan).
Pada sekitar minggu ke - 7 dan minggu ke – 8, terlihat pola pelunakan uterus
sebagai berikut : istmus melunak dan dapat ditekan (tanda Hegar), serviks mudah
4
fleksi (tanda Mc Donald). Ini adalah tanda kemungkinan kehamilan. Setelah minggu
ke – 8, korpus uteri dan serviks melunak dan membesar secara keseluruhan.
2. Vagina dan vulva
Hormone kehamilan mempersiapkan vagina supaya distensi selama persalinan
dengan memproduksi mukosa vagian yang tebal, jaringan ikat longgar, hipertrofi otot
polos dan pemanjangan vagina. Peningkatan vaskularisasi menimbulkan warna ungu
kebiruan pada mukosa vagina dan serviks. Perubahan warna ynag disebut
Chadwick,suatu tanda kemungkina kehamilan, dapat muncul pada minggu ke – 6,
tetapi dengan mudah dapat terlihat pada minggu ke -8 kehamilan. Deskuamasi
(eksfoliasi) sel-sel vagina yang kaya glikogen terjadi akibat stimulasi esterogen. Sel-
sel yang tanggal ini membentuk rabas vagina yang kental dan berwarna keputihan,
yang disebut leukore.
Selama masa hamil, ph sekresi vagina menjadi lebih asam. Keasaman berubah
dari 4 menjadi 6,5. Peningkatan pH ini membuat wanita lebih rentan terhadap infeksi
vagina, khususnya infeksi jamur. Diet yang mengandung gula dalam jumlah besar
dapat membuat lingkungan vagina lebih cocok untuk infeksi jamur.
Struktur eksterna vulva membesar selam masa hamil akibat peningkatan
vaskulatur, hipertrofi badan perineum, dan deposisi lemak. Pada nulipara kedua labia
mayora saling mendekat dan menutupi introitus vagina. Pada wanita yang pernah
melahirkan, kedua labia memisah dan menganga setelah melahirkan atau setelah
cedera vagina. Sisa robekan hymen terlihat setelah koitus, penggunaan tampon, atau
melahirkan pervaginam.
3. Payudara
Rasa penuh, peningkatan sensitivitas, rasa geli, dan rasa berat di payudara
mulai timbul sejak minggu ke-6 gestasi. Perubahan payudara ini adalah tanda
kemungkinan kehamilan. Sensitivitas payudara bervariasi dari rasa geli ringan sampai
nyeri yang tajam. Puting susu dan areola menjadi lebih berpigmen, terbentuk warna
merah muda sekunder pada areola, dan putting susu menjadi lebih erektil. Hipertrofi
kelenjar sebasea (lemak) yang muncul di areola primer dan disebut tuberkel
Montgomery dapat terlihat disekitar putting susu. Kelenjar sebasea ini memilik peran
5
protekrif sebagai pelumas putting susu.kelembutan putting susu terganggu, jika lemak
pelindung ini dicuci dengan sabun.
4. Cairan amnion
Pada tahap awal, rongga amnion memperoleh cairan dari darah ibu melalui
proses difus. Jumlah cairan meningkat setiap minggu, sehingga pada aterm antara
antara 800 sampai 1200 ml cairan bening agak kekuningan. Volume cairan amnion
terus berubah. Janin menelan cairan dan cairan mengalir masuk dan keluar paru janin.
Janin mengeluarkan urin ke dalam cairan, sehingga volume cairan meningkat. Jumlah
cairan amnion kurang dari 300 ml (oligohidroamnion) dikaitkan dengan kelainan
ginjal janin. Jumlah cairan amnion lebih dari 2 liter (hidramnion) dikaitkan dengan
malformasi saluran cerna dan malformasi lain.
Ada banyak fungsi cairan amnion untuk embrio janin. Cairan ini merupakan
bantalan bagi janin terhadap trauma, yakni dengan mengumpulkan dan menyebarkan
kekuatannya. Cairan ini memungkinkan muskuloskletal janin bergerak bebas selama
janin berkembang. Cairan ini menjaga embrio supaya tidak terbelit membrane dan
membantu supaya pertumbuhan janin simetris. Apabila embrio terbelit membrane,
dapat terjadi amputasi anggota gerak atau deformitas lain akibat belitan amnion
(Reed, Claireaux, Bain, 1989). Cairan amnion membantu temperature tubuh konstan.
Cairan ini juga berfungsi sebagai sumber cairan oral dan tempat pembuangan.
Cairan amnion mengandung albumin, ure, asam urat, kreatinin, lesitin,
sfingomielin, bilirubin, fruktosa, lemak, leukosit, protein, sel epitel, enzim, dan
rambut lanugo. Penyelidikan cairan amnion melalui amniosentesis memberi banyak
informasi tentang janin. Studi genetika (pemetaan kariotipe) memberi pengetahuan
tentang jenis kelamin dan normalitas jumlah dan struktur kromosom. Dari hasil
penyelidikan lain ditemukan bahwa cairan amnion menentukan kesehatan atau
maturitas janin.
B. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila
pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multi para kurang dari 5 cm
(Mochtar, R 2002). Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum
6
terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan aterm atau preterm.
Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membran ketuban sebelum persalinan
berlangsung. Ketuban pecah dinyatakan dini jika terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu. Suatu proses infeksi dan peradangan dimulai di ruangan yang berada diantara
amnion korion.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini
(KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi
pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm
adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD
yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
C. Klasifikasi
Dalam ilmu medis KPD dibagi menjadi 2, yaitu :
1. KPD cukup bulan yaitu terjadi pada saat kehamilan yang telah mencapai umur
lebih dari 37 minggu dan normal.
2. KPD premature yaitu terjadi sebelum umur kehamilan dari sang ibu mencapai 37
minggu (sangat dihindari)
D. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini tidak diketahui atau masih belum jelas, maka
preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi (Mochtar,
2002). Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan membran atau
7
meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan servik.
Menurut Manuaba (2009), penyebab ketuban pecah dini antara lain :
1. Servik inkompeten yaitu kelainan pada servik uteri dimana kanalis servikalis
selalu terbuka.
2. Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda dan
hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban di atas
ostium uteri internum pada servik atau peningkatan intra uterin secara
mendadak.
3. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).
4. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten.
a. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi.
b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin.
c. Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat.
5. Kelainan letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan letak
lintang, karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu atas panggul
yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.
kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik, disproporsi.
6. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini.
Menurut Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UI RSCM
(2012), penyebab terjadinya ketuban pecah dini meliputi hal-hal berikut:
1. Serviks inkompeten
2. Ketegangan rahim berlebihan seperti pada kehamilan ganda, hidramnion
3. Kelainan letak janin dalam rahim seperti letak sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul seperti perut gantung, bagian terendah
belum masuk PAP (pintu atas panggul), disproporsi sefalopelvik.
5. Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
6. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
8
Ketuban pecah dini terjadi akibat mekanisme sebagai berikut:
a. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi.
b. Jika terjadi pembukaan servik, selaput ketuban sangat lemah dan mudah
pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
E. Patofisiologis
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :
1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi
2. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah
pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
9
Mudahnya mikroorganisme masuk
secara asendens
Defisit pengetahuan
Ketuban pecah dini
Pasien tidak mengetahui penyebab dan akibat KPD
Air ketuban terlalu banyak
keluar
Resiko infeksi
Tidak adanya pelindung dunia luar dengan daerah rahim
Ansietas
Kecemasan ibu terhadap
keselamatan janin dan ibunya
F. Manifestasi klinis
1. Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
3. Janin mudah diraba.
4. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah bersih.
5. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.
G. Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia
kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40%
bayi baru lahir. Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini. Semua
ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu
kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada ketuban pecah dini
(Ayurai, 2010).
1. Pada anak :
IUFD dan IPFD, aspiksia dan prematuritas.
2. Pada ibu :
Partus lama dan infeksi, atuniouteri, perdarahan post partum, atau infeksi nifas.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Hitung darah lengkap (H2TL) untuk menentukan adanya anemia, infeksi
2. Golongan darah dan faktor RH
3. Rasio Lesitin terhadap spingomielin (rasio US): menentukan maturasi janin
4. Tes ferning dan kertas nitrazine: memastikan pecah ketuban
5. USG : menentukan usia gestasi , ukuran janin, gerakan jantung janin, dan lokasi
plasenta
6. Pelvimetri : identifikasi posisi janin
I. Penatalaksanaan
1. Pertahankan kehamilan sampai cukup matur, khususnya maturitas paru sehingga
mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang yang sehat.
10
2. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu sepsis,
meningitis janin, dan persalinan prematuritas.
3. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung
dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru
janin dapat terjamin.
4. Pada kehamilan 24 sampai 32 minggu yang menyebabkan menunggu berat janin
cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan
kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan.
5. Menghadapi KPD, diperlukan KIM terhadap ibu dan keluarga sehingga terdapat
pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin dilakukan dengan pertimbangan
untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan janinnya.
6. Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia
biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan
kematangan paru melalui perbandingan L/S.
7. Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan selang waktu 6 jam sampai 24
jam, bila tidak terjadi his spontan.
J. Asuhan Keperawatan Ketuban Pecah Dini
1. Pengkajian
a. Identitas ibu
b. Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang : ibu datang dengan pecahnya ketuban
sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa
komplikasi.
2) Riwayat kesehatan dulu.
a) Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion
b) Sintesis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan seksual.
c) Kehamilan ganda, polhidramnion.
d) Infeksi vagina/serviks oleh kuman streptokokus.
e) Selaput amnion yang lemah/tipis.
f) Pisisi fetus tidak normal.
g) Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks yang
pendek.
h) Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
11
3) riwayat kesehatan keluarga : ada tidaknya keluhan ibu yang lain yang
pernah hamil kembar atau turunan kembar.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
a) Mata perlu diperiksa dibagian sclera, konjungtiva.
b) Hidung : ada/tidaknya pembengkakan konka nasalis. Ada/tidaknya
hipersekresi mukosa.
c) Mulut : gigi karies/tidak, mukosa mulut kering dan warna mukosa gigi.
d) Leher berupa pemeriksaan JVP, KGB dan tiroid.
2) Dada
a) Toraks
Inspeksi kesimetrisan dada, jenis pernapasan torakoabdominal, dan
tidak ada retraksi dinding dada. Frekuensi pernapasan normal 16-24
kali/menit. Iktus cordis terlihat/tidak.a
Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan.
Auskultasi : terdengar bj I dan II IC kiri/kanan. Bunyi napas normal
vesicular.
b) Abdomen
Inspeksi : ada/tidak bekas operasi, striae dan linea.
Pakpasi : TFU, kontraksi ada/tidak, posisi, kandung kemih
penuh/tidak.
Auskultasi DJJ ada/tidak.
3) Genitalia
a) Inpeksi : kebersihan, ada/tidaknya tanda-tanda REEDA (red, edema,
discharge, approximately) ; pengeluaran air ketuban (jumlah, warna,
bau) dan lender merah muda kecoklatan.
b) Palpasi : pembukaan serviks (0-4)
c) Ekstremitas : edema, varises ada/tidak
d. Pemeriksaan diagnostik
1) Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi.
2) Golomgan darah dan faktor Rh.
12
3) Rasio lesitin terhadap spingomielin (rasio US) : menentukan maturitas
janin.
4) Tes ferning dan kertas nitrazine : memastikan pecah ketuban.
5) Utrasonografi : menetukan usia gestasi, ukuran janin, gerakan jantung
janin, dan lokasi plasenta
6) Pelvimetri : identifikasi posisi janin.
2. Diagnosis keperawatan.
a. Risiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan procedure invasive,
pemeriksaan, vagina berulang, dan rupture membrane amniotic.
b. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada diri
sendiri/janin.
3. Intervensi keperawatan
a. Diagnosis 1 : risiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan prosedur
invasive, pemeriksaan vagina berulang, atau rupture membrane amniotic.
Tujuan : infeksi maternal tidak terjadi.
Kriteria hasil : dalam waktu 3 x 24 jam ibu bebas dari tanda-tanda infeksi (tidak
demam, cairan amnion jernih, hamper tidak berwarna dan tidak berbau).
Intervensi Rasional
Mandiri :
A Lakukan pemeriksan vagina
awal, ulangi bila pola kontraksi
atau perilaku ibu menandakan
kemajuan
A Pengulangan pemeriksaan
vagina berperan dalam insiden
infeksi saluran asendens.
B Gunakan teknik aseptic selama
pemeriksaan vagina
B Mencegah pertumbuhan bakteri
dan kontaminasi pada vagina
C Anjurkan perawatan perineum
setelah eliminasi setiap 4 jam dan
sesuai indikasi
C Menurunkan risiko infeksi
saluran asendens
D Pantau dan gambarkan karakter
cairan amniotic
D Pada infeksi, cairan amnion
menjadi lebih kental dan kuning
13
pekat serta dapat terdeteksi
adanya bau yang kuat
E Pantau suhu, nadi, pernapasan,
dan sel darah putih sesuai
indikasi
E Dalam 4 jam setelah membrane
rupture, insiden korioamnionitis
meningkat secara progresif
sesuai dengan waktu yang
ditunjukan melalui TTV
F Tekankan pentingnya mencuci
tangan yang baik dengan benar
F Mengurangi perkembangan
mikroorganisme
Kolaborasi
G Berikan cairan oral dan
parenteral sesuai indikasi.
Berikan enema pembersih bula
sesuai indikasi.
G Meski tidak boleh sering
dilakukan, namun evaluasi usus
dapat meningkatkan kemajuan
persalinan dan menurunkan
risiko infeksi
H Berikan antibiotic profilaktik bila
diindikasikan
H Antibiotic dapat melindungi
perkembangan korioamnionitis
pada ibu beresiko
I Dapatkan kultur darah bila gejala
sepsis ada
I Mendeteksi dan
mengidentifikasi organisme
penyebab terjadinya infeksi
b. Diagnosis 2 : ansietas yang berhubungan dengan situasi kritis, ancaman pada
diri sendiri/janin.
Tujuan : mengurangi kecemasan
Kriteria yang diharapkan dalam waktu 1 x 24 jam :
1) Menggunakan teknik pernapasan dan relaksasi yang efektif
2) Berpartisipasi aktif dalam proses melahirkan
Pada panggul yang normal, pada waktu pembukaan lengkap, janin harus
segera dilahirkan. Pada letak sungsang janin harus dilahirkan dengan
ekstraksi kaki, pada letak lintang dilakukan versi ekstraksi. Sedangkan pada
presentsi belakang.
14