12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Down Syndrome
2.1.1 Definisi Down Syndrome
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan fisik dan
mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk
saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Judarwanto, 2012).
Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan
hingga jumlahnya menjadi 46. Pada penderita down syndrome, kromosom
nomor 21 berjumlah tiga (trisomi), sehingga totalnya menjadi 47
kromosom. Jumlah yang berlebihan ini mengakibatkan ketidakstabilan
pada sistem metabolisme sel dan kelainan dari jumlah kromosom ini
mengakibatkan kelainan perkembangan otak dan terganggunya
keseimbangan motorik yang akhirnya memunculkan down syndrome.
Hingga saat ini, penyebab terjadinya down syndrome dikaitkan dengan
hubungan antara usia sang ibu ketika mengandung dengan kondisi bayi.
Yaitu semakin tua usia ibu, maka semakin tinggi pula risiko melahirkan
anak dengan down syndrome (Miftah, 2013).
Kromosom merupakan serat-serat khusus yang terdapat di dalam
setiap sel di dalam badan manusia dimana terdapat beberapa genetik yang
menentukan sifat-sifat seseorang. Manusia secara normal memiliki 46
13
kromosom, sejumlah 23 diturunkan oleh ayah dan 23 lainnya diturunkan
oleh ibu (Soetjiningsih, 2015).
Kromosom pada anak down syndrome hampir selalu memiliki 47
kromosom bukan 46. Ketika terjadi pematangan telur, 2 kromosom pada
pasangan kromosom 21, yaitu kromosom terkecil gagal membelah diri.
Jika telur bertemu dengan sperma akan terdapat kromosom 21 yang istilah
teknisnya adalah trisomi 21. Down syndrome bukanlah suatu penyakit
menular, karena sudah terjadi sejak dalam kandungan (Hazmi, 2014).
Gambar 2.1 Gambar kromosom anak down syndrome
(Suryo, 2015)
Perbedaan fisik anak normal dengan anak down syndrome dapat
diketahui ciri utama dari bentuk ini adalah dari segi struktur muka dan
atau ketidakmampuan fisik serta waktu hidup yang singkat. Pada tahun
1866, John Langdon Haydon Down pertama kali mendeskripsikan
gambaran fisik dan masalah kesehatan yang sesuai dengan gambaran
down syndrome. Lejeune dan Jacobs, pada tahun 1959, pertama kali
menemukan bahwa kelainan ini disebabkan oleh Trisomi 21
(Soetjiningsih, 2015).
14
Gambar 2.2 Gambar perbedaan fisik anak normal dengan anak down syndrome
(Suryo, 2015)
Untuk mengetahui atau mendeteksi adanya down syndrome anak
harus melalui prosedur yang disebut kariotipe. Kariotipe adalah suatu
visual yang menampilkan kromosom lalu dikelompokkan menurut
ukuran, jumlah dan bentuk. Kromosom dapat diketahui dengan
memeriksa darah atau sel-sel jaringan.
Anak yang mengalami kelainan perkembangan otak kehilangan
kemampuan untuk menyerap informasi (sensorik) dan merespons
informasi (motorik) (Indriasari, 2011). Kromosom dapat dianggap
memberikan pengaruh penting untuk perkembangan otak karena kelainan
kromosom dapat mengganggu perkembangan otak pada semua tahap.
Seperti perkembangan otak di basal ganglia, hipotalamus mengalami
gangguan neurologis (Bremner and Wachs, 2010).
Basal ganglia memiliki peran kompleks dalam mengontrol gerakan
tubuh manusia. Secara khusus, basal ganglia penting dalam
perkembangan tonus otot di seluruh tubuh (Irfan, 2010). Pada down
syndrome basal ganglia tidak berkembang dengan baik untuk
15
melaksanakan peran-perannya mengontrol gerakan tubuh. Kelebihan
kromosom dapat menyebabkan perubahan dalam proses normal yang
mengatur embryogenesis dan memungkinkan terjadinya penyimpangan
perkembangan fisik (kelainan otot), system saraf pusat (penglihatan,
pendengaran, keseimbangan) dan kecerdasan yang terbatas (Ratna, 2014).
Ada berbagai tingkat disfungsi integrasi sensorik pada anak-anak
down syndrome. Anak dengan down syndrome memiliki masalah untuk
menjaga keseimbangan mereka, baik sambil berdiri dan berjalan.
Gangguan fungsi pada ekstremitas bawah membuat dirinya berbeda dari
orang normal. Kompensasi dari gangguan tersebut menyebabkan
berlebihnya usaha atau upaya untuk mempertahankan agar tubuh mampu
menjaga keseimbangan.
2.1.2 Patofisiologi Down Syndrome
Tubuh manusia memiliki sel di dalamnya terdapat nucleus, dimana
materi genetik disimpan dalam gen. Gen membawa kode yang
bertanggung jawab atas semua sifat yang diwarisi oleh orang tua
kemudian dikelompokkan bersama batang seperti struktur yang disebut
kromosom. Biasanya, inti dri setiap sel mengandung 23 pasang
kromosom. Down syndrome terjadi ketika seorang individu memiliki
salinan ekstra yang terjadi pada kromosom 21 (Hazmi, 2014).
Selama masa pembuahan, cedera otak biasa terjadi bila ada faktor
genetik yang mempengaruhi, seperti kelainan kromosom yang
menyebabkan kelainan otak pada anak down syndrome. Anak yang
16
mengalami cedera otak kehilangan kemampuan untuk menyerap
informasi (sensorik) dan merespon informasi (motorik) (Indriasari, 2011).
Kromosom dapat dianggap sebagai pengaruh penting untuk
perkembangan otak dank arena kelainan kromosom dapat menganggu
perkembangan otak pada semua tahap. Seperti perkembangan otak di
ganglia basal, hipotalamus mengalami gangguan neurologis (Bremner and
Wachs, 2010).
Ganglia basal memiliki peran kompleks dalam mengontrol gerakan
selain memiliki fungsi-fungsi non-motorik yang masih belum diketahui.
Secara khusus, ganglia basal penting dalam perkembangan tonus otot di
seluruh tubuh. Pada down syndrome ganglia basal tidak berkembang
dengan baik untuk melaksanakan peran-peran integratif yang kompleks
(Irfan, 2010).
Kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal
yang mengatur embryogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut
terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya
dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis
yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik
(kelainan otot), sistem saraf pusat (penglihatan, pendengaran,
keseimbangan) dan kecerdasan yang terbatas (Ratna, 2013).
Otak anak-anak down syndrome menunjukkan karakteristik dari
ketidakdewasaan neurologis dalam hal convolutions (penggabungan)
yang lebih kecil dari korteks serebral dan mengurangi mielinasi misalnya,
17
lobus frontal dan cerebellum (Lauteslager, 2004). Neuron di korteks
terlalu sedikit, terutama dari lobus temporal, tetapi juga di lobus frontal,
parietal dan oksipital. Pada anak down syndrome menunjukkan penurunan
di korteks oksipital sekitar 50% dan peningkatan dari satu setengah kali
dalam ukuran inti sel dalam neuron yang tersisa, dalam hal ini gangguan
koneksi dalam proses diferensiasi sel. Hal lain menggambarkan ada
gangguan dalam struktur dendrite neuron piramidal di korteks motorik.
Area korteks motorik merupakan tempat asal kortikospinalis dan
kortikobulbaris, umumnya dianggap daerah yang perangsangannya cepat
menghasilkan gerakan tersendiri. Kortek yang paling dikenal adalah
korteks motorik di girus prasentalis. Namun terdapat daerah motorik
suplementer diatas tepi superior sulkus singulatum di sisi medial hemisfer
yang mencapai korteks pramotorik di permukaan lateral otak. Selain
gangguan struktural, pengembangan neuron tampak normal selama
kehamilan, namun setelah kehamilan jumlah dendrit berkurang
dibandingkan dengan anak normal pada umumnya (Irfan, 2010).
Keterlambatan mengidentifikasi atlantoaxial dan atlanto-occipital
yang tidak stabil dapat mengakitabkan kerusakan pada saraf spinal yang
irreversible. Gangguan pendengaran, visus, retardasi mental dan defek
yang lain akan menyebabkan keterbatasan kepada anak-anak dengan
down syndrome dalam meneruskan kelangsungan hidup. Mereka juga
akan menghadapi masalah dalam pembelajaran, proses membangunkan
18
upaya berbahasa, kemampuan interpersonal dan kemampuan motorik
(Villarroya et al, 2012).
2.1.3 Ciri-Ciri Umum Down Syndrome
Down syndrome memiliki ciri yang khas yaitu, tonus otot rendah,
wajah datar, hidung pesek, hipermobilitas sendi, ruas pada jari-jari
memiliki space yang lebih luas, ukuran lidah cenderung lebih panjang dari
ukuran normal. Anak down syndrome akan mengalami gangguan kognitif
(ringan sampai sedang) dan akan mengalami keterlambatan
perkembangan motorik seperti merangkak, duduk, berdiri dan berjalan
(Hazmi, 2014).
Down syndrome mempunyai wajah yang khas, misalnya karena ada
gangguan pada pertumbuhan tulang, maka tulang dahinya lebih datar,
mata kiri dan mata kanan agak berjauhan, posisi daun telinganya lebih
rendah. Secara fisik down syndrome memiliki tanda-tanda yang sama
meskipun kadar dan kondisinya berbeda antara seorang individu down
syndrome dengan individu down syndrome lainnya (Hazmi, 2014).
Menurut Blackman dalam Gunarhadi (2015), penyimpangan
kromosom trisomi 21 menyebabkan ciri-ciri fisik perkembangan anak
down syndrome seperti penyakit jantung bawaan, gangguan mental, tubuh
kecil, kekuatan otot lemah, kelenturan yang tinggi pada persendian, posisi
mata miring ke atas, adanya lipatan ekstra pada sudut mata, lubang mulut
kecil sehingga lidah cenderung menekuk, tangan pendek tetapi lebar
dengan lipatan tunggal pada telapak tangan.
19
Menurut Dyah Emmi (2013), menyebutkan karakteristik anak down
syndrome menurut tingkatan adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik anak down syndrome ringan
Anak down syndrome ringan banyak yang lancar berbicara tetapi
kurang pembendaharaan katanya, Mengalami kesukaran berpikir
abstrak tetapi masih mampu mengikuti mengikuti kegiatan akademik
dalam batas-batas tertentu. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur
kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun.
2. Karakteristik anak down syndrome sedang
Anak down syndrome sedang hampir tidak bisa mempelajari
pelajaran-pelajaran akademik. Mereka umumnya dilatih untuk
merawat diri dan aktivitas sehari-hari. Pada umur dewasa mereka baru
mencapai tingkat kecerdasan yang sama dengan umur 7 tahun.
3. Karakteristik anak down syndrome berat dan sangat berat
Anak down syndrome berat dan sangat berat sepanjang hidupnya
akan selalu bertanggung pada pertolongan dan bantuan orang lain.
Mereka tidak dapat memelihara diri, tidak dapat membedakan bahaya
atau tidak, kurang dapat bercakap-cakap. Kecerdasannya hanya
berkembang paling tinggi seperti anak normal yang berusia 3 atau 4
tahun. Mereka mempunyai paras muka yang hampir sama seperti
muka orang mongol. Pangkal hidungnya pendek. Jarak diantara 2
mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam.
20
2.2 Definisi Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan reaksi atas
setiap perubahan posisi tubuh, sehingga tubuh tetap stabil dan terkendali.
Keseimbangan ini terdiri atas keseimbangan statis (tubuh dalam posisi diam)
dan keseimbangan dinamis (tubuh dalam posisi bergerak). Keseimbangan statis
diperlukan saat duduk atau berdiri diam. Keseimbangan dinamis diperlukan saat
jalan, lari atau gerakan berpindah dari satu titik ke titik yang lainnya dalam suatu
ruang (Nala, 2015).
Keseimbangan secara umum didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mempertahankan pusat gravitasi tubuh (center of gravity) dalam basis
dukungannya (base of support). Keseimbangan dapat dikategorikan menjadi
keseimbangan statis dan dinamis. Keseimbangan statis adalah kemampuan
untuk mempertahankan tubuh statis dalam basis dukungannya. Keseimbangan
dinamis didefinisikan sebagai kemampuan untuk beralih dari keadaan dinamis
ke keadaan statis atau kemampuan untuk mempertahankan stabilitas saat
melakukan gerakan dinamis (Distefano et al., 2009).
2.2.1 Keseimbangan Statis
Dalam keseimbangan statis, ruang geraknya sangat kecil, misalnya
berdiri di atas dasar yang sempit (balok keseimbangan, rel kereta api),
melakukan hand stand, mempertahankan keseimbangan setelah berputar-
putar di tempat.
21
2.2.2 Keseimbangan Dinamis
Kemampuan orang untuk bergerak dari satu titik atau ruang ke lain
titik dengan mempertahankan keseimbangan, misalnya menari, berjalan,
duduk ke berdiri, mengambil benda di bawah dengan posisi berdiri dan
sebagainya.
Permasalahan yang terjadi pada anak down syndrome adalah
gangguan keseimbangan, pada saat posisi berdiri seimbang susunan saraf
pusat berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh (center of body mass)
dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali
tubuh membentuk batas bidang tumpu lain (misalnya melangkah). Selain
itu, input visual berfungsi sebgai kontrol keseimbangan, pemberi
informasi, serta memprediksi datangnya gangguan. Input dari kulit di
telapak kaki juga merupakan hal penting untuk mengatur keseimbangan
saat berdiri dan saat ingin melangkah (Irfan, 2010).
Kontrol postur dan gerakan terjadi karena aktivitas motorik somatik
sangat bergantung pada pola dan kecepatan lepas muatan saraf motorik
spinalis dan saraf homolog yang terdapat di nucleus motorik saraf
kranialis. Saraf ini merupakan jalur terakhir ke otot rangka yang dibawa
oleh impuls dari berbagai jalur (Fatimah, 2015).
Berbagai input supra segmental juga bertemu di sel saraf ini yaitu
dari segmen spinal lain, batang otak dan korteks serebrum. Sebagaian
input ini berakhir langsung ke saraf motorik, tetapi banyak yang
efeknyanya dilanjutkan melalui neuron antara (interneuron) atau sistem
22
saraf afferent y ke kumparan otot dan kembali melalui serat afferent lalu
ke medulla spinalis. Aktifitas terintegrasi dari tingkat spinal, medula
oblongata, otak tengah dan korteks inilah yang mengatur postur tubuh dan
memungkinan terjadinya gerakan terkoordinasi (Irfan, 2010).
Input-input yang bertemu di neuron motorik mengatur 3 fungsi yang
berbeda antara lain menimbulkan aktivitas volunter, menyesuaikan postur
tubuh untuk menghasilkan landasan yang kuat bagi gerakan dan
mengkoordinasikan kerja berbagai otot agar gerakan yang dihasilan
teratur dan tepat. Pola aktivitas volunter direncanakn di otak, kemudian
perintah tersebut dikirim ke otot terutama melalui sistem kortikospinalis
dan kortikobulbaris (Yulinawati, 2009).
Postur tubuh secara terus menerus disesuaikan, tidak saja sebelum
tetapi juga sewaktu melakukan gerakan oleh sistem pengatur postur.
Gerakan diperhalus dan dikoordinasikan oleh serebelum bagian medial
dan intermedial (spinoserebelum) dan hubungan-hubungannya. Ganglia
basal dan serebelum bagian lateral (neocerebelum) merupakan bagian dari
sirkuit umpan balik ke korteks pramotorik dan motorik yang berkaitan
dengan perencanaan dan pengaturan gerakan volunter (Irfan, 2010).
Otak kecil memainkan peran sentral terhadap koordinasi gerak dan
postur, informasi itu diterima vestibulum dan tractus spinocerebellar.
Neukorteks berinteraksi dari perintah gerakan volunter berasal. Informasi
dunia luar diperoleh melalui indera yang lebih tinggi. Selain itu,
penyesuaian konstan berlangsung dari korteks cerebellar melalui inti
23
cerebellar untuk ekstra-piramidal sirkuit motor di batang otak melalui
thalamus kembali ke korteks otak. Ketika ada kerusakan cerebellum
gangguan yang terlibat adanya masalah koordinasi, kesimbangan, dan
hypotonia. Penting untuk mengontrol postur, dimana postur di fasilitasi
melalui gamma-motor neuron yang diatur pada tingkat batang otak. Tanpa
kegiatan dasar fasilitasi dari alpha motor neuron keluar melalui lingkaran
gamma. Khususnya ekstensor yang terlibat dalam pemeliharaan postur
tubuh, ekstensor tersebut harus memiliki tonus otot yang cukup dalam
sistem ini (Lauteslager, 2004).
Sistem pengatur postur terdapat beberapa mekanisme pengatur
postur. Mekanisme ini mencakup serangkai nucleus dan banyak struktur
termasuk medula spinalis, batang otak dan korteks serebrum. Sistem ini
tidak hanya berperan dalam postur statik, tetapi juga bersama sistem
kortikospinalis dan kortikobulbaris, berperan dalam pencetus dan
pengendalian gerakan (Hakim, 2009).
Penyesuaian postur dan gerak volunter tidak mungkin dipisahkan
secara tegas, tetapi dapat diketahui dengan adanya serangkaian reflek
postur yang tidak hanya mempertahankan posisi tegak dan seimbang,
tetapi terus menerus melakukan penyesuaian untuk mempertahankan latar
belakang postur yang stabil untuk aktivitas volunter. Penyesuaian ini
mencakup reflek static dan reflek fasik jangka pendek yang dynamic.
Pertama mencakup kontraksi menetap otot-otot, sedangkan yang terakhir
melibatkan gerakan-gerakan sesaat. Kedua terintegrasi di berbagai tingkat
24
dalam susunan saraf pusat, dari medulla spinalis sampai korteks serebrum
dan sebagian besar dipengaruhi melalui berbagai jalur motorik (Hakim,
2009).
Faktor utama kontrol postur adalah variasi ambang reflek regang
spinal, yang pada akhirnya disebabkan oleh perubahan tingkat rangsangan
neuron motorik dan secara tidak langsung oleh perubahan kecepatan lepas
muatan oleh neuron afferent y ke kumparan otot (Berbudi, 2014).
Postur adalah posisi atau sikap tubuh dimana tubuh dapat
membentuk banyak bentuk yang memungkinkan tubuh dalam posisi yang
nyaman selama mungkin. Pada saat berdiri tegak, hanya terdapat gerakan
kecil yang muncul dari tubuh, yang biasa disebut dengan ayunan tubuh.
Luas dan arah ayunan diukur dari permukaan tumpuan dengan
menghitung gerakan yang menekan di bawah telapak kaki, yang disebut
pusat tekanan (center of preassure). Jumlah ayunan tubuh ketika berdiri
tegak dipengaruhi oleh faktor posisi kaki dan lebar dari bidang tumpu
(Nugroho, 2011).
Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat ke simestrisannya dengan
kaki selebar sendi panggul, lengan di sisi tubuh dan mata menatap ke
depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan sebagai posisi yang paling
nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama karena seseorang akan berganti
posisi untuk mencegah kelelahan (Nugroho, 2011).
25
2.2.3 Fisiologi Keseimbangan
Keseimbangan merupakan tugas kontrol motorik kompleks yang
melibatkan deteksi dan integrasi informasi sensorik untuk menilai posisi
dan gerakan tubuh dalam ruang dan pelaksanaan respon muskuloskeletal
yang apropiat untuk mengontrol posisi tubuh dalam konteks lingkungan
dan tugas. Sehingga, kontrol keseimbangan memerlukan interaksi sistem
saraf, muskuloskeletal dan efek kontekstual dari lingkungan (Kisner and
Colby, 2007).
Sistem saraf menyediakan proses sensori yang melibatkan visual,
vestibular dan sistem somatosensorik, intergrasi sensorimotor penting
untuk menghubungkan sensasi ke respon motor dan untuk adaptasi dan
antisipasi, strategi motorik untuk merencanakan, memprogram dan
mengeksekusi respon keseimbangan (Kisner and Colby, 2007).
Kontribusi dari sistem muskuloskeletal meliputi alignment postural,
fleksibilitas muskuloskeletal seperti lingkup gerak sendi (LGS), integrasi
sendi, performa otot dan sensasi (sentuhan, tekanan, vibrasi, propioseptif
dan kinestetik). Sedangkan efek kontekstual dari lingkungan yang
berinteraksi dengan keduanya, yaitu; pencahayaan, permukaan, dan
gravitasi (Kisner and Colby, 2007).
Tujuan dari tubuh untuk mempertahankan keseimbangan adalah
menyangga tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk
mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu,
26
serta menstabilkan bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak.
Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah sebagai berikut:
a. Sistem neurologis
Sistem informasi neurologis antara lain berasal dari sistem
ekstrapiramidal, ganglia basalis dan serebelum.
1) Sistem ekstrapiramidal
Sistem ekstrapiramidalis dianggap sebagai suatu sistem
fungsional dengan tiga lapisan integrasi yakni kortikal, striata
(basal ganglia) dan segmental (mesencephalon). Fungsi utama
dari sistem ekstrapiramidalis berhubungan dengan gerakan yang
berkaitan dengan pengaturan sikap tubuh dan integrasi otonom
(Duus, 2010).
27
Gambar 2.3
Traktus Ekstrapiramidalis (Duus, 2010)
2) Ganglia basalis
Ganglia basalis merupakan bagian dari sistem motorik. Inti
utama dari ganglia basalis adalah nucleus kaudatus, putamen, dan
globus palidus, yang semuanya terletak pada materi putih
subkortikal telensepalon. Ketiga inti ini saling terhubung satu
sama lain ke korteks motor di kompleks sirkuit pengaturan.
Mereka memainkan peran penting dalam inisiasi, modulasi
gerakan dan kontrol otot (Baehr and Michael, 2005).
28
Gambar 2.4
Ganglia basalis (Baehr and Michael, 2005)
3) Serebelum
Serebelum adalah organ pusat untuk kontrol motorik halus.
Memproses informasi dari beberapa sistem sensorik (terutama
vestibular dan proprioseptif), impuls motorik, dan memodulasi
aktivitas motorik daerah nuklear di otak dan sumsum tulang
belakang. Secara anatomis, otak kecil terdiri dari dua belahan dan
vermis yang terletak di antaranya. Terhubung ke batang otak oleh
tiga Bagian pedunkulus (Baehr and Michael, 2005).
Fungsional otak kecil dibagi menjadi tiga komponen:
vestibulocerebellum, spinocerebellum, dan cerebrocerebellum.
Vestibulocerebellum menerima masukan aferen terutama dari
organ vestibular, dan fungsinya adalah untuk mengatur
keseimbangan. Spinocerebellum memproses impuls proprioseptif
dari jalur spinocerebellar, mengontrol sikap dan pola jalan.
29
Cerebrocerebellum mempunyai fungsi yang berhubungan dengan
korteks motorik dari telencephalon dan bertanggung jawab untuk
pelaksanaan gerakan-gerakan halus yang mulus dan presisi. Lesi
pada serebelum mengakibatkan gangguan gerakan dan
keseimbangan (Baehr and Michael, 2005).
Gambar 2.5
Serebelum (Baehr and Michael, 2005)
b. Sistem informasi sensoris
Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular dan
somatosensoris.
1) Visual
Sistem visual (penglihatan) mempunyai tugas penting bagi
kehidupan manusia yaitu memberi informasi kepada otak tentang
posisi tubuh terhadap lingkungan berdasarkan sudut dan jarak
dengan objek sekitarnya. Dengan input visual, maka tubuh
manusia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di
lingkungan. Sistem visual memberikan informasi ke otak
30
kemudian otak memberikan informasi supaya sistem
muskuloskeletal (otot dan tulang) dapat bekerja secara sinergis
untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Watson and Black,
2008).
2) Vestibular
Sistem vestibular berperan penting dalam keseimbangan,
gerakan kepala, dan gerakan bola mata. Sistem ini meliputi organ-
organ di dalam telinga bagian dalam. Berhubungan dengan sistem
visual dan pendengaran untuk merasakan arah dan gerakan kepala.
Cairan yang disebut endolymph mengalir melalui tiga kanal
telinga bagian dalam sebagai reseptor saat kepala bergerak miring
dan bergeser.
Melalui refleks vestibulo-reticular mereka mengontrol gerak
mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Kemudian
pesan-pesan diteruskan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus
vestibular yang berlokasi di batang otak (brain stem). Beberapa
stimulus tidak menuju langsung ke nukleus vestibular tetapi ke
serebrum, formation reticularis, thalamus dan korteks serebri
(Watson and Black, 2008).
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor
labirin, reticular formasi dan serebelum. Hasil dari nukleus
vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis,
terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal,
31
kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot
postural). Sistem vertibular bereaksi sangat cepat sehingga
membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan
mengontrol otot-otot postural (Watson and Black, 2008).
3) Somatosensoris (tactile & propioceptive)
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil dan propioseptif
serta persepsi kognitif. Informasi propioseptif disalurkan ke otak
melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar
masukan (input) propioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula
yang menuju ke korteks serebri melalui lumnikulus medialis dan
thalamus (Willis, 2007).
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang
sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra
dalam dan sekitar sendi. Alat indera tersebut adalah ujung-ujung
saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan ligamentum. Impuls
dari alat indera ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain serta
otot diproses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh
dalam ruang (Willis, 2007)
c. Respon otot-otot postural yang sinergis
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu
dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa
kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi
32
mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur
keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada
tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon
dari otot-otot postural bekerja secara sinergis sebagai reaksi dari
perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi dan aligment tubuh.
Kerja otot yang sinergis berarti bahwa adanya respon yang tepat
(kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam
melakukan fungsi gerak tertentu.
d. Kekuatan otot (muscle strength)
Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas.
Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya
peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot
dapat digambarkan sebagai kemampuan otot untuk menahan beban,
baik berupa beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal
(internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan system
neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf
mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin
banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula
kekuatan yang dihasilkan otot tersebut.
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar.
Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan
33
otot untuk melawan gravitasi serta beban eksternal lainnya yang
secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh.
e. Adaptive system
Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan
output motorik ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan
karakteristik lingkungan.
f. Lingkup gerak sendi (joint range of motion)
Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan
mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan
keseimbangan yang tinggi. Masukan dari vestibular, visual dan
somatosensorik biasanya dikombinasikan dengan mulus untuk
menghasilkan rasa dari orientasi dan gerakan. Dari informasi sensoris
diintegrasi dan diproses di serebellum, basal ganglia dan area motorik
suplementer. Informasi somatosensorik memiliki waktu proses
tercepat untuk respon cepat, diikuti oleh masukan dari visual dan
vestibular. Ketika informasi sensoris dari salah satu sistem tidak
akurat karena suatu cidera, central nervous system (CNS) akan
menekan informasi dan menyeleksi dan mengkombinasikan informasi
dari kedua sistem yang lain. Proses adaptasi inilah yang disebut
organisasi sensorik. Kebanyakan individu dapat mengkompensasi
dengan baik jika salah satu dari ketiga sistem terganggu, ini
merupakan konsep dasar untuk program terapi (Kisner and Colby,
2007).
34
2.2.4 Komponen biomekanika keseimbangan
Keseimbangan terbesar adalah ketika center of mass (COM) atau
center of gravity (COG) tubuh dipertahankan di atas base of support
(BOS). COM adalah titik yang sesuai dengan pusat massa tubuh dan
merupakan titik dimana tubuh berada dalam kondisi keseimbangan yang
sempurna. Hal itu ditentukan dengan mencari rata-rata tertimbang dari
COM dari setiap segmen tubuh (Kisner and Colby, 2007).
a. Pusat gravitasi (center of gravity-COG)
Center of gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pada
semua benda baik benda hidup maupun mati, titik gravitasi terbaik
terdapat pada titik tengah benda tersebut. Fungsi dari COG adalah
untuk mendistribusikan massa benda secara merata. Pada manusia jika
beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini maka tubuh dalam keadaan
yang seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan postur maka titik pusat
gravitasi pun berubah, sehingga akan mengakibatkan gangguan
keseimbangan (unstable). Titik pusat gravitasi akan selalu berpindah
secara otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat, jika COG
terletak di dalam dan tepat di tengah maka tubuh akan seimbang. Jika
berada di luar tubuh maka akan terjadi keadan unstable (Bishop and
Hay, 2009).
Semakin rendah atau dekat letak titik berat ini terhadap bidang
tumpu, posisi tubuh akan semakin mantap atau stabil. Pada posisi
berbaring posisi titik berat paling dekat dengan bidang tumpu
35
dibanding posisi duduk, berdiri atau melompat ke atas sehingga posisi
berbaring paling mantap dibanding posisi yang lain (Nala, 2015).
b. Garis gravitasi (line of gravity-LOG)
Garis gravitasi atau garis berat tubuh adalah garis vertikal yang
melalui titik pusat bidang tumpu. Merupakan garis imajiner yang
melalui titik berat tubuh. Semakin dekat letak garis gravitasi dengan
titik pusat bidang tumpuan, apabila melaluinya akan semakin stabil
posisi tubuh. Dalam posisi berdiri garis gravitasi akan melalui pusat
gravitasi dan juga pusat bidang tumpu, sehingga posisi berdiri tegak
lebih stabil jika dibandingkan dengan posisi condong ke depan,
belakang atau samping. Jika tubuh bagian atas (kepala dan dada)
meluncur ke depan, maka pusat gravitasi juga akan berpindah ke
depan. Dengan sendirinya garis gravitasi akan bergeser ke depan,
sehingga tidak melalui titik pusat bidang tumpu. Tubuh akan berusaha
untuk menggeser pusat gravitasi agar bergeser ke belakang mendekati
titik pusat bidang tumpu, dengan cara menarik bagian tubuh lainnya
(tungkai atau lengan) ke belakang sehingga terjadi keseimbangan
(Nala, 2015).
c. Bidang tumpuan (base of support-BOS)
Bidang tumpuan adalah dasar tempat bertumpu atau berpijak
tubuh, baik di lantai, tanah, balok, meja, kursi, tali atau tempat lainnya.
Semakin luas bidang tumpuan posisi tubuh akan semakin mantap.
Posisi berbaring adalah posisi paling mantap atau stabil dibandingkan
36
dengan posisi duduk atau berdiri karena bidang tumpunya paling luas
yaitu seluruh tubuh. Saat duduk, bidang tumpuan hanya selebar pantat
dan tungkai (bersila) atau selebar ke dua telapak kaki (jongkok). Jika
berdiri, jalan atau lari maka bidang tumpuan lebih kecil yaitu hanya
seluas telapak kaki. Saat melayang tidak ada bidang tumpu, sehingga
keseimbangan tubuh akan goyang atau labil (Nala, 2015).
2.2.5 Strategi motorik untuk menjaga keseimbangan
Untuk mempertahankan keseimbangan, tubuh secara terus menerus
menyesuaikan posisinya dalam ruang untuk menjaga COM di atas BOS
atau membawa COM ke posisinya setelah mengalami gangguan (Kisner
and Colby, 2007).
Kontrol postural telah dikaitkan erat dengan kemampuan untuk
memahami lingkungan dengan benar melalui sistem sensoris perifer, serta
untuk proses terpusat dan integrasi masukan propioseptif, visual dan
vestibular pada tingkat CNS. Kemampuan itulah yang memungkinkan
CNS untuk membentuk sinergi otot yang tepat sesuai dengan yang
diperlukan sehingga keseimbangan dapat dipertahankan (Hatzitaki et al.,
2002).
Ada tiga strategi utama yang digunakan tubuh untuk memulihkan
keseimbangan dalam menanggapi adanya gangguan tiba-tiba dari
permukaan tumpuan. Ankle strategies, gerakan dari pergelangan kaki
untuk mengembalikan COM ke posisi yang stabil (dalam posisi yang
tenang dan gangguan kecil). Hip strategies, menggunakan gerakan cepat
37
fleksi dan ekstensi panggul untuk memindahkan COM dalam BOS (untuk
gangguan yang cepat dan besar atau gerakan dengan COG dekat dengan
batas stabilitas). Stepping strategies, melangkah ke depan atau belakang
untuk memperlebar BOS dan mengembalikan kontrol keseimbangan (jika
ada kekuatan besar yang menggeser COM keluar dari batas stabllitas)
(Kisner and Colby, 2007).
2.2.6 Keseimbangan dinamis pada anak down syndrome
Masa anak-anak diawali dengan masa bayi atau infancy. Bayi yang
baru lahir gerakannya didominasi oleh refleks, yaitu gerakan yang bersifat
otomatis dan di luar kendali. Refleks-refleks tersebut akan menghilang
ketika fungsi otak semakin matang dan kendali atas beragam perilaku
mulai berkembang (Santrock, 2012).
Perkembangan masa pertengahan dan akhir anak-anak (middle and
late childhood) adalah periode perkembangan yang terentang dari usia 6
hingga 11 tahun, disebut juga tahun-tahun sekolah dasar. Meningkatnya
myelinasi dari sistem saraf pusat dapat terlihat dalam peningkatan
keterampilan motorik halus. Pada usia 10 hingga 12 tahun, anak-anak
mulai memperlihatkan keterampilan manipulasi serupa dengan orang
dewasa (Santrock, 2012).
Kemampuan motorik berhubungan dengan fisik, intelektual dan
psikologis anak. Kemampuan fisik berkaitan erat dengan self-image anak.
Anak yang mempunyai kemampuan fisik yang lebih baik di bidang olah
raga akan lebih dihargai oleh teman-temannya. Kemampuan motorik yang
38
baik berhubungan erat dengan self-esteem anak. perkembangan motorik
yang baik juga berpengaruh terhadap self-regulatory, bila terjadi
keterlambatan dalam locomotion dan perkembangan motorik akan
merusak akses terhadap sumber-sumber eksternal yang berpengaruh
kurang baik terhadap regulasi emosional, sehingga akan mengakibatkan
terhambatnya perkembangan kecerdasan anak (Fikriyati, 2013).
Volume otak menjadi stabil dimasa kanak-kanak pertengahan awal
dan akhir, namun perubahan signifikan dalam berbagai struktur dan
daerah otak tetap berlangsung. Jalur otak dan sirkuit yang melibatkan
korteks prefrontal, level tertinggi pada otak meningkat. Kemajuan ini
terkait dengan peningkatan atensi, penalaran serta kendali kognitif pada
anak (Santrock, 2012).
Keseimbangan memainkan peranan penting dalam perkembangan
motorik anak. Keseimbangan yang baik akan membuat anak lebih baik
dalam melakukan keterampilan gerak dan menikmati gerakan (Lefebvre,
2010). Keseimbangan yang tidak baik akan mengakibatkan terganggunya
aktivitas fungsional sehari-hari, sehingga anak akan lebih mudah cedera
dan terjatuh, gagal dalam melakukan aktivitas individu, sampai kegagalan
dalam tim yang melibatkan mereka. Akibat dari semua hal tersebut adalah
anak menjadi menarik diri dari lingkungannya (Permana, 2013).
Keseimbangan yang diperlukan anak saat melakukan aktivitas
adalah keseimbangan dinamis. Keseimbangan dinamis dapat
didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempertahankan stabilitas
39
sebagai antisipasi dan reaksi terhadap perubahan gerakan tubuh dalam
ruang. Kemampuan untuk menstabilkan tubuh dan mempertahankan
keseimbangan dinamis adalah penting untuk keberhasilan performa dari
ketrampilan gerak yang mendasar (fundamental motor skill) dan
ketrampilan olahraga (Faigenbum et al., 2015).
Ditinjau dari jenis kelamin, perkembangan keseimbangann dinamis
pada anak-anak usia 7 sampai 12 tahun mengalami perbedaan. Pada usia
7 tahun perkembangan dinamis pada anak laki-laki maupun perempuan
cenderung kurang baik, mereka cenderung mengalami kesulitan saat
melaksanakan tes keseimbangan dinamis. Pada usia 8 tahun
keseimbangan dinamis anak laki-laki dan perempuan sama-sama
mengalami peningkatan dibanding dengan usia sebelumnya, meski
peningkatan tidak terlalu signifikan. Pada usia 9 tahun perkembangan
keseimbangan dinamis pada anak laki-laki sama seperti anak perempuan,
hanya saja anak laki-laki sedikit lebih baik. Pada usia 10 dan 11 tahun
perkembangan keseimbangan dinamis sama seperti usia 9 tahun. Pada usia
12 tahun, keseimbangan dinamis anak laki-laki lebih baik jika
dibandingkan dengan anak perempuan (Permana, 2012).
Strategi yang berbeda digunakan oleh CNS untuk mempertahankan
keseimbangan, tergantung pada kondisi statis atau dinamis.
Keseimbangan pada kondisi statis memiliki asosiasi yang kuat dengan
kemampuan untuk mempersepsikan dan memproses informasi visual
yang mana penting untuk feedback control keseimbangan. Sebagai
40
contoh, berdiri tegak dikontrol oleh umpan balik sensoris dari close-loop
system dimana pusat tekanan kaki bergerak dalam fase dengan COM dan
integrasi dari masukan visual dan propioseptif diperlukan untuk kontrol
ini. Informasi visual dalam mempertahankan postur statis digunakan
untuk memantau postur tubuh. Sebagai tambahan, informasi propioseptif
dari hampir semua area tubuh terproses dan terintegrasi di tingkat pusat
sehingga dapat berkontribusi untuk postur stabil (Hatzitaki et al., 2002).
Keseimbangan pada tugas dinamis membutuhkan penggunaan dari
feedforward control. Dengan feed forward control, gangguan postural
dapat diprediksi yang mengakibatkan terjadinya antisipasi penyesuaian
postural yang memungkinkan adanya pergerakan untuk mempertahankan
stabilitas. Kontrol keseimbangan lebih bersifat reflektif dan tergantung
pada kemampuan secara cepat untuk mengubah gangguan dari
propioseptif atau vestibular dalam respon motorik yang tepat, kemampuan
yang telah dikaitkan dengan proses waktu reaksi fungsi yang memadai
(Hatzitaki et al., 2002).
Fungsi kognitif juga penting untuk organisasi dan integrasi dari
informasi sensoris yang tersedia dalam kondisi keseimbangan statis dan
dinamis. Seleksi dari strategi keseimbangan yang sesuai dalam setiap
kasus tidak hanya tergantung pada kendala tugas dan tuntutan lingkungan,
tetapi juga fungsi kematangan saraf dan pengalaman. Kehadiran dari
perkembangan perilaku antisipatif merupakan tugas tertentu dan terbentuk
melalui latihan dan pelatihan pada lingkungan yang spesifik dan
41
tergantung pada apakah gangguan tersebut berasal dari luar atau dari
dalam diri (Hatzitaki et al., 2002).
Sistem umpan balik dasar dalam kontrol keseimbangan muncul
sangat awal dalam kehidupan, bukti eksperimental menunjukkan bahwa
tanggapan postural sinergi yang dipicu oleh gangguan sensoris telah ada
sejak usia 15-31 bulan dan memiliki latensi sebanding dengan orang
dewasa. Kemampuan anak untuk menerapkan feedforward control dan
inisiasi dalam penyesuaian pengaturan postural untuk gangguan yang
akan datang sangat tergantung pada kemampuan untuk mengendalikan
gravitasi, gaya kelembaban dan untuk menggerakkan kepala secara bebas
dari trunkus pada keterampilan perkembangan selanjutnya antara usia 6
sampai 10 tahun (Hatzitaki et al., 2002).
Kemampuan untuk keseimbangan dan koordinasi kedua tangan
diasosiasikan dengan meningkatnya akurasi dan konsistensi gerakan
mata, yang dicapai melalui proses kematangan berdasarkan usia.
Informasi dari visual memberikan informasi eksteroseptif tentang
lingkungan yang sangat diperlukan dalam kontrol keseimbangan terutama
pada anak-anak. Kontribusi relatif dari visual dalam kontrol
keseimbangan meningkat antara usia 8-9 tahun sampai dewasa. Namun,
ada juga penelitian lain yang menyatakan bahwa kematangan sistem
somatosensoris mengalami kematangan pada usia yang jauh lebih muda,
yaitu pada usia 3 sampai 4 tahun (Atilgan, 2012).
42
Keseimbangan tidak memiliki korelasi dengan panjang tungkai dan
tinggi badan, keseimbangan mempunyai korelasi yang tinggi dengan
koordinasi kedua tangan, tidak ada korelasi antara keseimbangan dengan
kecepatan waktu reaksi, tidak ada korelasi yang signifikan antara
keseimbangan dinamis dengan kekuatan tungkai dan kemampuan lompat.
Anak-anak yang mempunyai koordinasi tangan yang baik juga
mempunyai keseimbangan statis dan dinamis yang baik (Atilgan, 2012).
2.2.7 Gangguan keseimbangan
Gangguan keseimbangan dapat disebabkan oleh cedera atau
penyakit dari tiga tingkat proses informasi yakni sensory input,
sensorimotor integration, motor output generation (Kisner and Colby,
2007).
a. Gangguan pada sensory input
Defisit propioseptif terlibat sebagai penyebab penurunan
keseimbangan menyusul cedera atau penyakit pada ekstremitas dan
trunk. Defisit pada somatosensoris, visual atau vestibular
mengakibatkan penurunan pada keseimbangan dan mobilitas.
Gangguan penglihatan yang disebabkan oleh penyakit, trauma atau
penuaan dapat menurunkan keseimbangan dan beresiko untuk jatuh.
Individu dengan kerusakan sistem vestibular yang disebabkan oleh
cedera otak, infeksi virus atau penuaan mungkin mengalami vertigo
dan instabilitas postur (Kisner and Colby, 2007).
b. Gangguan pada integrasi sensori motor
43
Kerusakan basal ganglia, cerebelum atau area motor suplement
mengganggu proses datangnya informasi sensoris, mengakibatkan
kesulitan mengadaptasikan informasi sensoris dalam menanggapi
perubahan lingkungan dan terganggunya antisipasi dan reaksi
penyesuaian postural (Kisner and Colby, 2007).
c. Gangguan pada biomekanik dan motor output
Defisit dalam komponen motor kontrol keseimbangan dapat
disebabkan oleh gangguan sistem muskuloskeletal dan
neuromuskuler. Malalignment postur mengakibatkan COM bergeser
dari pusat BOS meningkatkan perubahan pada batas stabilitasnya.
Karena kaki beroperasi sebagai rantai tertutup, gangguan LGS atau
kekuatan otot di salah satu sendi dapat mengubah postur dan
keseimbangan gerakan di seluruh tungkai. Sebagai contoh,
pembatasan gerakan pergelangan kaki karena kontraktur, penggunaan
ortose pada kaki atau kelemahan pada penggerak dorsi fleksi
pergelangan kaki menghilangkan penggunaan ankle strategy
mengakibatkan peningkatan penggunaan otot panggul dan trunk untuk
kontrol keseimbangan. Pada individu dengan kasus neurologis
kegagalan untuk menghasilkan kekuatan otot yang adekuat karena
abnormalitas tonus atau gangguan koordinasi dari strategi motorik
menghambat kemampuan seseorang untuk merekrut otot yang
dibutuhkan untuk keseimbangan. Nyeri dapat mengubah batas normal
44
stabilitas seseorang dan jika berlangsung terus-menerus
mengakibatkan gangguan mobilitas (Kisner and Colby, 2007).
d. Proses penuaan
Hal ini disebabkan oleh adanya kemunduran pada semua sistem
sensori (somatosensoris, vision, vestibular) dan ketiga tahap proses
informasi (proses sensori, integrasi sensorimotor dan motor output)
(Kisner and Colby, 2007).
2.3 Dynamic Neuromuscular Stabilization
2.3.1 Definisi Dynamic Neuromuscular Stabilization
Dynamic neuromuscular stabilization atau core stabilization adalah
pendekatan manual dan rehabilitasi untuk mengoptimalkan sistem
gerakan berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah developmental kinesiology
(DK). Bertujuan untuk mengaktifkan ISSS dan mengembalikan regulasi
IAP yang ideal untuk mengoptimalkan efisiensi gerakan dan untuk
mencegah beban sendi yang berlebihan. Salah satu indikator ISSS bekerja
secara optimal adalah adanya intra abdominal pressure yang optimal.
Pendekatan dynamic neuromuscular stabilization menyediakan
peralatan fungsional untuk menilai dan mengaktifkan stabilitas intrinsik
tulang belakang dalam rangka mengoptimalkan sistem gerakan. Stabilitas
ini tidak murni dicapai oleh kekuatan yang memadai dari otot-otot
abdominal, ekstensor spinal, gluteal dan otot-otot lain. Stabilitas ini
dicapai melalui koordinasi yang tepat dari otot-otot tersebut dan intra
abdominal pressure (IAP) yang diregulasi oleh CNS (Frank et al., 2013).
45
Dasar-dasar teori dalam DK adalah perkembangan fungsi motorik
pada anak-anak usia dini yang secara genetik telah ditentukan dan
mengikuti pola yang terprediksi. Pola gerakan dibentuk oleh kematangan
SSP, yang memungkinkan bayi mengontrol postur, mencapai postur tegak
melawan gravitasi dan bergerak bertujuan melalui aktivitas otot. DK
menekankan eksistensi dari gerakan sentral bawaan dan terprogram.
Misalnya, bayi tidak perlu diajarkan kapan dan bagaimana untuk
mengangkat kepalanya, memegang mainan, berguling, merayap atau
merangkak. Semua gerakan atau sinergis otot terjadi secara otomatis
dalam urutan perkembangan tertentu sepanjang perjalanan kematangan
SSP (Frank et al., 2013).
Ada 3 tingkat sensorimotor kontrol pada CNS menurut DK yaitu:
1. Tingkat spinal dan brainsteam
Terjadi pada tahap neonatus yaitu 4 minggu awal setelah
kelahiran. Kontrol sensorimotor didominasi oleh general movement
(GMs) dan refleks primitif. Reflek primitif adalah pola gerakan reflek
yang berkembangn sebagai reaksi motorik terhadap stimulasi aferen
tertentu (spesifik), yang secara normal ada sampai bayi usia 4-6
minggu. Pada tahap ini bayi tidak bisa mempertahankan posisi netral
dan kontak mata. Kontak mata bisa dipertahankan jika posisi postural
bisa dipertahankan netral secara manual.
46
2. Tingkat subkortikal
Memainkan peranan penting setelah tahap neonatus dan
mengalami kematangan selama satu tahun awal kehidupan. Ini
memungkinkan dasar stabilitas trunk, persyaratan setiap gerakan
phasic dan fungsi pergerakan dari ekstremitas. Secara bertahap
sebagai kematangan CNS, sinergis otot secara otomatis mulai
berfungsi. Proses ini berlansung secara bertahap dan berlanjut. Setelah
3 bulan sinergis otot matang yang memungkinkan pelviks, tulang
belakang dan trunkus pada posisi netral terutama pada bidang sagital.
Ini melibatkan sinergis otot antara diafragma, otot-otot perut, dasar
panggul, fleksor leher dan ekstensor tulang belakang.
Pada tahap neonatus sampai usia 3 bulan diafragma hanya
berfungsi sebagai otot respirasi. Setalah 3 bulan diafragma mulai
memainkan peranan ganda sebagai otot pernapasan dan postural,
fungsi ini yang penting dan sering terganggu. Kelemahan pada otot
diafrgama dapat mengakibatkan perkembangan abnormal pada
postural. Usia sekitar 3 bulan dianggap sangat penting pada aspek
fungsi postural. Pada saat ini bayi mampu mempertahankan
ekstremitas bawah pada posisi terlentang dan bisa mempertahankan
posisi kepala selama tengkurap. Jika terjadi kegagalan diafragma
sebagai fungsi postural, akan dikompensasikan oleh otot-otot
paravertebra, kondisi seperti ini dapat dengan mudah menetap jika
tidak diidentifikasi awal dan diperbaiki dengan terapi.
47
Secara fisiologis, diafragma turun ke bawah secara merata
selama melakukan aktivitas postural dan bertindak sebagai piston
sebagai akibat dari kontraksi konsentrik. Otot-otot dasar panggul
bekerja secara konsentrik melawan diafragma. Kemudian dilanjutkan
kontraksi eksentrik dari otot-otot perut yang bertindak sebagai band
yang fleksibel tapi tegas dan sesuai dengan kompresi konten intra
abdominal dari kedua sapek cranial dan kaudal tersebut. Peningkatan
tekanan intra abdominal sebagai hasil dari aktivitas postural ini
menentukan stabilitas dari tulang belakang lumbal dan thorakal bagian
bawah selama gerakan dan postur tubuh yang aktif dalam medan
gravitasi.
Gambar 2.6
IAP Regulation by diaphragm, pelvic floor and transversus abdominis
(Frank et al., 2013)
Thorakal bagian atas dan cervical distabilkan secara seimbang
oleh aktivitas simultan dari fleksor dan ekstensor cervical terutama
lapisan dalam. Adanya sinergi otot postural yang tepat untuk
menyediakan kualitas dan stabilitas trunk yang efektif pada semua
gerakan sangatlah penting. Adanya sinergi otot postural yang
48
patologis dapat mengakibatkan terjadinya low back pain dan
perubahan struktural.
Stabilitas trunk pada bidang sagital ini mendahului setiap
gerakan sadar dan menjadi syarat gerakan yang efisien. Sinergi otot
dipicu secara otomatis tanpa kesadaran. Model gerakan dari stabilitas
sagital dilanjutkan dengan perkembangan fungsi gerak postural.
Semua gerakan dilakukan dalam dua cara, yaitu pola kontralateral dan
ipsilateral. Pola perkembangan ini terpisah sampai usia 7 bulan.
Pola kontralateral berkembang pada posisi tengkurap dan
support dari ekstremitas selalu pada sisi yang berlawanan dari sisi
yang lain. Saat melangkah ke depan ekstremitas bekerja pada rantai
kinematika terbuka yang mana bagian yang mensuport bekerja pada
rantai kinematika tertutup. Pola ipsilateral berkembang pada posisi
terlentang, yang mana semua ekstremitas bekerja pada rantai
kinemaika terbuka. Secara bertahap badan bergerak ke posisi miring
dan bagian bawah ekstremitas atas dan ekstremitas bawah sebagai
support. Sedangkan ekstremitas atas memenuhi fungsi phasic. Pada
posisi miring support ekstremitas selalu pada sisi yang sama.
Setelah usia 7 bulan, pola ipsilateral dan kontralateral saling
berhubungan dalam gerakan yang spontan seperti ketika anak beralih
dari duduk ke samping ke posisi tripot atau quadruped dan mulai
merangkak. Selama support dan gerakan phasic ekstremitas CNS
secara otomatis menggunakan sinergis otot yang menetapkan segmen
49
ke posisi netral. Ini tidak hanya melibatkan posisi sendi secara
individu dalam hubungannya satu sama lain, tetapi juga hubungan
secara global, seperti posisi trunk, spine dan pelvis.
3. Tingkat kortikal
Merupakan tingkat tertinggi dari kontrol motorik. Kontrol
kortikal penting untuk karakteristik dan kualitas gerakan individu,
memungkinkan untuk gerakan segmental yang terisolasi serta
rileksasi. Mulai memainkan peran utama dalam kontrol motorik
setelah usia 1 tahun. Menggabungkan fungsi gnostik, seperti integrasi
multisensorik yang memungkinkan untuk kesadaran tubuh, self
location dan sudut pandang orang pertama untuk membentuk serta
untuk ketegasan dalam kinerja fungsi motorik yang disengaja. Korteks
sangat terlibat pada fase kognitif dari urutan belajar motorik.
Jika kontrol motorik pada level subkortikal memungkinkan
fungsi stabilitas secara otomatis di alam bawah sadar, fungsi kortikal
memungkinkan gerakan yang berbeda-beda. Korteks memungkinkan
untuk memodifikasi dengan disengaja dan bertujuan dari fungsi
postur, respirasi dan gerakan phasic (Huston and Ward, 2015).
50
Gambar 2.7
Posisi perkembangan yang bisa digunakan sebagai latihan : A. obliq sitting
(8 bulan), B. crawling (10 bulan), C. high kneeling (10-11 bulan),
D. squat (12 bulan) (Kobesova and Kolar, 2013)
Integrated spinal stabilizing system (ISSS) terdiri dari koaktivasi
yang seimbang antara deep flexor cervical dan ekstensor pada servikal dan
thorakal bagian atas, diafragma, otot-otot dasar panggul, semua bagian
dari abdominal dan ekstensor pada thorakal bagian bawah dan lumbal.
Diafragma, dasar panggul dan transversus abdominalis mengatur intra
abdominal pressure dan memberikan stabilitas anterior postural
lumbopelvis. Otot-otot stabilisasi intrinsik tulang belakang memberikan
stabilitas tulang belakang dalam koordinasi dengan intra abdominal
pressure yang berfungsi memberikan stabilitas dinamis dari tulang
belakang. Mereka merupakan deep core dan beroperasi secara otomatis
dan feed forward control mechanism bawah sadar dan mendahului setiap
gerakan terarah.
51
Regulasi intra abdominal pressure dan integrated spinal stabilizing
system dapat terganggu oleh gangguan fungsi postural dari diafragma.
Sering mengakibatkan peningkatan kekuatan tekanan pada tulang
belakang akibat aktivitas kompensasi dari superfisial ekstensor tulang
belakang dan posisi abnormal dari dada atau rusuk karena
ketidakseimbangan antara otot-otot dada atas dan bawah.
Integrated spinal stabilizing system menyediakan “punctum fixum”
(dasar yang tetap stabil) darimana otot dapat menghasilkan gerakan.
Strategi neuromuskular ini tidak statis tapi dinamis secara alami dalam
rangka memberikan fungsi sendi netral atau terpusat yang didiskripsikan
sebagai joint centration. Joint centration atau posisi sendi netral terjadi
ketika kongruensi permukaan sendi dan otot-otot yang mendukung sendi
berada di keuntungan mekanis optimal di seluruh rentang gerak dengan
demikian mampu menghasilkan kekuatan yang berbeda-beda sesuai
dengan ketrampilan yang diperlukan. Joint centration memungkinkan
beban optimal pemindahan otot atau pasukan otot pada setiap sendi dan
sepanjang rantai kinetik, stress minimal pada struktur pasif seperti
ligament, kapsul, tulang rawan dan permukaan sendi.
Aktivasi yang tidak proporsional dari otot-otot stabilitas dapat
mengakibatkan tekanan internal dalam tubuh dan bisa mempengaruhi
postur dan gerakan yang dihasilkan oleh ekstremitas, menyoroti efek
regional saling ketergantungan. Defisit integrated spinal stabilizing
system dapat mengakibatkan aktivasi pada otot-otot yang terkait,
52
memungkinkan mengarah ke ketegangan atau overuse karena gerakan
kompensasi. Sangat penting bahwa semua stabilisator di aktivasi secara
proporsional untuk memastikan pola gerakan yang baik pada aktivitas
fungsional atau ketrampilan.
Jika satu link (otot atau bagian otot) terganggu atau capek, otot lain
pada rantai kinematika dapat direkrut untuk menebus hilangnya stabilitas
atau gerakan. Jika ketidakseimbangan otot tidak ditangani melalui analisa
dan rehabilitasi yang tepat dapat mengakibatkan program motorik
suboptimal yang kuat dan menetap pada sistem saraf pusat, nyeri kronis
dan menurunkan performa. Oleh karena itu, strategi stabilitas korelatif
harus selalu menjadi prinsip dasar setiap program latihan. Sistem
stabilisasi pada tulang belakang adalah interaksi dari tiga sistem, yaitu
sistem saraf, aktif (otot) dan pasif (tulang dan sendi). Developmental
kinesiology dan dynamic neuromuscular stabilization menjembatani
kesenjangan tersebut untuk memahami interaksi ketiga sistem.
Analisa dari pola gerakan harus dilakukan, dalam rangka untuk
menentukan integrated spinal stabilizing system yang memadai dan
kelemahan hubungan dari rantai kinematika. Hubungan yang lemah dapat
mencakup stabilitas dinamis pada skapula yang kurang baik, gangguan
mobilitas pada ekstremitas bawah, mobilitas atau stabilitas trunk yang
tidak bagus. Premis utama dari pendekatan dynamic neuromuscular
stabilization adalah setiap posisi sendi tergantung pada fungsi stabilitas
otot dan koordinasi antara otot lokal dan yang jauh untuk memastikan
53
posisi sendi netral atau terpusat dalam rantai kinetik. Kualitas koordinasi
ini penting untuk fungsi sendi dan pengaruhnya tidak hanya lokal tapi juga
anatomi regional dan global dan sebagai parameter biomekanik dalam
rantai kinetik.
Pendekatan dynamic neuromuscular stabilization berdasarkan pada
perbandingan pola stabilitas atlet dengan pola perkembangan stabilitas
pada bayi yang sehat dengan maksud mengarahkan treatment untuk
mengembangkan pola gangguan stabilitas untuk sedekat mungkin dengan
pola yang ideal seperti yang didefinisikan oleh developmental kinesiology.
Pendekatan dynamic neuromuscular stabilization berusaha untuk
mengaktifkan integrated spinal stabilizing system dan mengembalikan
regulasi intra abdominal pressure yang ideal untuk mengoptimalkan
efisiensi gerakan dan untuk mencegah overloading sendi.
Pada dasarnya setiap posisi perkembangan adalah posisi latihan.
Namun setiap latihan harus memenuhi beberapa prinsip dasar, yaitu
mengembalikan pola pernapasan yang tepat dan regulasi intra abdominal
pressure, menetapkan kualitas yang baik dari dukungan untuk gerakan
dinamis dari ektremitas, pastikan semua sendi berpusat dengan baik pada
seluruh gerakan. Tahanan harus sesuai dengan kemampuan atlet untuk
mempertahankan bentuk yang tepat selama latihan (Frank et al., 2013).
Integrasi dari pola stabilitas yang ideal dalam kegiatan olahraga
tidak hanya akan mengurangi resiko terjadinya cedera dan sindroma nyeri
sekunder akibat overloading, tetapi juga meningkatkan performa
54
olahraga. Pemeriksaan dynamic neuromuscular stabilization didasarkan
pada perbandingan pola stabilitas dengan pola stabilitas pada fisiologi
perkembangan. Bayi yang sehat memanfaatkan sinergi otot yang ideal
untuk stabilitas tulang belakang, pelvis dan dada dalam berbagai posisi.
Dynamic neuromuscular stabilization didasarkan pada posisi
perkembangan dan menyediakan tes fungsional untuk menilai kualitas
stabilitas pasien dan untuk mengenali kunci hubungannya dengan
disfungsi. Tujuannya adalah untuk mencapai koordinasi otot yang optimal
dengan penempatkan pasien pada beberapa posisi perkembangan sambil
menyediakan dukungan pada sendi dan segmen dalam posisi terpusat.
Pelatihan ini juga memebahas secara bersamaan fungsi stabilitas dan
respirasi. Tujuan utama dari dynamic neuromuscular stabilization adalah
untuk mengajarkan pasien mengintegrasikan pola pernapasan dan
stabilitas yang optimal pada aktivitas sehari-hari dan performa olahraga
(Kobesova and Kolar, 2013).
2.3.2 Mekanisme Dynamic Neuromuscular Stabilization terhadap
Keseimbangan Dinamis
Efek latihan dynamic neuromuscular stabilization untuk
mengaktifkan integrated spinal stabilizing system dan mengembalikan
regulasi intra abdominal pressure yang ideal untuk mengoptimalkan
efisiensi gerakan dan untuk mencegah overloading sendi. Selain itu
teraktivasinya otot core yang berfungsi sebagai otot stabilisator akan
55
membuat global muscle menjadi rileks, dengan demikian didapatkan pula
stabilitas dan posisi yang baik dalam keadaan netral (Kisner, 2011).
Stabilitas yang baik akan lebih mudah dalam melakukan aktivitas
fungsional seperti berjalan, duduk, berdiri, aktivitas rekreasi dan aktivitas
lainnya. Posisi dynamic neuromuscular stabilization untuk menilai kualitas
stabilitas dan mengenali kunci hubungannya dengan disfungsi. Tujuannya
untuk mencapai koordinasi otot yang optimal dengan menempatkan anak
pada beberapa posisi perkembangan dengan menyediakan dukungan pada
sendi dan segmen dalam posisi terpusat. Dengan demikian dapat
meningkatkan fungsi stabilitas dan respirasi dengan mengajarkan
bagaimana cara mengintegrasikan pola pernapasan dan stabilitas yang
optimal dalam meningkatkan keseimbangan pada aktivitas sehari-hari.
2.4 Perceptual Motor Program
2.4.1 Definisi Perceptual Motor Program
Perceptual motor merupakan proses pencapaian keterampilan
dan kemampuan fungsional menggunakan input sensori, integrasi
sensori, interpretasi motorik, aktivitas gerak dan umpan balik.
Perceptual motor program adalah urutan aktivitas program yang
terorganisir bertujuan untuk mengembangkan persepsi visual,
pendengaran, verbal, taktil dan kinestetik melalui penggunaan
keterampilan motorik dan pemahaman anak tentang dirinya sendiri
dalam hubungannya dengan dunianya, melalui pengalaman
pergerakan (Maryatun, 2012).
56
Dasar dari perkembangan perseptual adalah postur, rasa tentang
arah, lateralitas dan kesadaran posisi tubuh dalam jarak. Program
perbaikan yang berdasar pada perkembangan body image
menggunakan semua area sensasi untuk meningkatkan awareness dan
perkembangan koordinasi mata-tangan (Denhoff, 2010).
Perkembangan kognitif bayi terjadi melalui pengalaman perceptual
motor. Permulaan pengalaman perceptual motor diperoleh setelah
mencapai kemandirian dalam kemampuan motorik seperti duduk,
merangkak dan lokomosi yang memfasilitasi perkembangan kognitif
(Lobo, et al., 2013).
Terdapat 3 (tiga) proses dalam aktivitas perceptual, yaitu:
1. Sensasi
Peristiwa penerimaan informasi oleh indera penerima oleh
karena adanya kontak antara informasi dengan indera penerima.
2. Persepsi
Keterampilan yang dipelajari dari adanya sensasi merupakan
bagian dari proses persepsi. Fungsi utama dari persepsi adalah
lokalisasi (mengetahui dimana keberadaan obyek) dan pengenalan
(mengetahui apa obyek tersebut).
3. Atensi
Mengacu pada selektivitas persepsi. Proses ini tertuju pada
suatu obyek atau informasi dengan mengabaikan objek lainnya.
Cara menentukan atensi adalah dengan melihat selektif,
57
mendengar selektif, pemilihan awal lawan lambat dan
menggabungkan ciri.
Perceptual motor menghubungkan antara fungsi kognitif dan
kemampuan gerak. Perceptual motor terbentuk dari 2 sistem yaitu
sistem persepsi dan sistem indera. Proses perceptual motor dimulai
dengan masuknya rangsang melalui saraf sensoris meliputi
penglihatan, pendengaran, perabaan dan kinestetik yang akan
diteruskan ke dalam otak dalam bentuk pola energi saraf. Rangsang
yang diperoleh kemudian dipadukan atau disimpan bersama dengan
rangsang yang pernah diperoleh dan disimpan dalam memori.
Selanjutnya adalah tahap penafsiran berupa pola gerak apa yang harus
dilakukan dalam merespon rangsang. Ketika keputusan gerak telah
ada, maka dilanjutkan dengan pengaktifan gerak. Tahap terakhir
adalah umpan balik dimana terjadi evaluasi gerak yang dilakukan akan
diteruskan ke beberapa sumber masukan informasi seperti dari
pengamatan atau perasaan.
Perceptual motor mempengaruhi proses motorik selama aksi
produksi, aksi koreksi dan aksi pemahaman (Adolph & Kroblich,
2005). Persepsi, aksi motorik dan kognitif terjadi dalam hubungan
emosi, sosial dan pengalaman yang pada gilirannya mempengaruhi
kesehatan fisik dan mental maupun keseluruhan fungsi otak
(Diamond, 2007). Berikut ini adalah unsur-unsur perceptual motor:
58
1. Body awareness (kesadaran tubuh) adalah kesanggupan
mengenali bagian-bagian tubuh dan bagaimana bagian tubuh
tersebut bekerja.
2. Spatial awareness (kesadaran ruang) adalah kemampuan
menyesuaikan diri antara orang lain dan objek lain dalam suatu
ruang atau tempat serta mengetahui seberapa luas ruang atau
tempat yang digunakan tubuh saat bergerak.
3. Directional awareness (kesadaran arah) adalah pemahaman tubuh
yang berkenaan dengan tempat dan arah misalnya menggerakkan
ke samping kanan, ke samping kiri dan dimensi ruang.
4. Temporal awareness (kesadaran tempo) adalah
memungkinkan koordinasi gerakan antara mata dan anggota
tubuh menjadi efisien.
Jika perkembangan perceptual motor kurang sempurna, maka
akan memperlihatkan orientasi spatial yang buruk, keterbatasan body
awareness, kekakuan fisik, koordinasi dan keseimbangan yang buruk.
Aspek dari perceptual motor program adalah kontak sentuhan. Anak
akan belajar mengontrol tubuhnya melalui banyak keadaan, kesalahan
dan strategi dimana keberhasilan tergantung kepada tugas yang
diberikan. Adaptasi dan pemilihan strategi yang sesuai dengan
lingkungan (kontak sentuhan) akan didukung oleh persepsi atau aksi
dimana akan menambah pemahaman pada kontrol postural (Whitall,
et al., 2006).
59
Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan perceptual motor
penting bagi perkembangan otak kiri dan otak kanan anak.
Kemampuan gross motor yang baik melalui penggunaan lateralitas
dalam aktivitas ini dapat membantu mengembangkan jalan sistem
saraf di otak dalam memperbaiki kemampuan anak pra sekolah
terutama ketika belajar membaca dan menulis. Elemen-elemen
tersebut dideskripsikan sebagai berikut:
a. Input sensori. Mengirim berbagai bentuk stimulasi melalui
reseptor sensori (visual, auditory, taktil, reseptor kinestetik) dan
mengirimkan stimulasi tersebut ke otak dalam bentuk pola energi
otak.
b. Integrasi sensori. Pengorganisasian stimulasi sensori yang datang
dan mengintegrasikannya dengan informasi terdahulu (ingatan).
c. Interpretasi motorik. Membuat keputusan motorik internal
berdasarkan pada kombinasi sensori (sekarang) dan informasi
ingatan jangka panjang terdahulu.
d. Aktivitas gerakan. Melakukan gerakan tindakan nyata.
e. Umpan balik. Evaluasi gerakan dengan cara merasakan berbagai
sensori (visual, auditori, taktil dan kinestetik) yang memberi
umpan informasi balik pada aspek input sensori dari proses,
kemudian mulai dari siklus awal lagi.
Komponen perceptual motor menjadi tiga macam, yaitu eye-
hand coordination (koordinasi tangan dan mata), hand-eye
60
coordination (koordinasi mata-tangan dan perceptual-motor-match
(gabungan perceptual motor) merupakan proses membandingkan dan
mengumpulkan data masukan agar data perseptual menjadi bermakna
yang disesuaikan dengan informasi motorik yang ada dalam diri anak.
Keterampilan-keterampilan gabungan perceptual motor ini meliputi
postur, balancing (keseimbangan), locomotion (lokomosi),
penerimaan dan dorongan (Kephart, 2012).
2.4.2 Mekanisme Perceptual Motor Program terhadap Keseimbangan
Dinamis
Efek latihan perceptual motor program akan mengembangkan
body awareness (kesadaran tubuh), spatial awareness (kesadaran
ruang), directional awareness (kesadaran arah), temporal awareness
(kesadaran tempo). Dengan terjadinya perkembangan perceptual
motor, maka anak akan belajar mengontrol tubuhnya melalui banyak
keadaan, kesalahan dan strategi dan memperlihatkan orientasi
peningkatan pada body awareness, kelenturan fisik, koordinasi dan
keseimbangan yang baik.
Kemampuan perceptual motor yang dimiliki oleh anak
memberikan kesempatan informasi sensori untuk mendapatkan dan
memahami reaksi yang tepat. Hasil dari adanya perceptual motor dan
reaksi akan menghasilkan sebuah gerakan. Aktivitas dari program ini
menghendaki anak untuk menggunakan otak kiri dan otak kanan anak,
selain itu tubuh secara bersama-sama akan menyelesaikan tugas
61
seperti berjalan pada papan keseimbangan sambil mengucapkan
huruf-huruf alfabet.
Dalam latihan perceptual motor program ini dapat membantu
mengembangkan jalan sistem saraf di otak dalam memperbaiki
kemampuan anak terutama input sensori (visual, auditory, taktil,
reseptor kinestetik), integrasi sensori, interpretasi motorik, aktivitas
gerakan, umpan balik dan mengirimkan stimulasi tersebut ke otak
dalam bentuk pola energi otak yang salah satunya dapat meningkatkan
keseimbangan.
2.5 Sixteen Balance Test
2.5.1 Definisi Sixteen Balance Test
Sixteen balance test (SBT) adalah rangkaian test sebanyak 16
pengukuran keseimbangan untuk anak yang telah mampu berjalan sendiri
dan mampu mengikuti instruksi sederhana. Rekomendasi dari 16 tes
pengukuran keseimbangan ini hanya lima penilaian keseimbangan yang
dapat dilakukan dengan benar. Keuntungan menggunakan lima tes adalah
alat yang diperlukan sederhana dan dalam melakukannya tidak harus
fisioterapi atau tenaga kesehatan, tetapi orang tuapun mampu melakukan
tes tersebut (Villamonte, 2009).
Penelitian sebelumnya mengukur keseimbangan pada anak dengan
down syndrome digunakan hanya lima dari enam belas tes yang ada. Anak
dengan down syndrome terlalu sulit untuk melakukan bagian tes lain yang
ada pada SBT ini. Tes-tes tersebut diantaranya meliputi berdiri pada
62
permukaan yang keras, berdiri pada permukaan yang keras dengan mata
tertutup, berdiri pada permukaan lunak, berdiri pada permukaan lunak
dengan mata tertutup, berdiri dengan satu tungkai (Villamonte, 2009).
Setiap tes akan dijelaskan di bawah ini.
1) Berdiri Pada Permukaan Keras
Anak berdiri di atas permukaan keras dengan mata terbuka dan
lengan mereka berada disisi/samping tubuh. Anak diminta untuk tetap
berdiri tanpa melakukan gerakan / langkah pada kaki selama 10 detik.
Penilaian baik jika mampu mempertahankan posisi tersebut tanpa
gerakan selama 10 detik. Mampu mempertahankan 0-3 detik (kurang),
mampu mempertahankan 4-6 detik (cukup), mampu mempertahankan
7-10 detik (baik).
2) Berdiri Pada Permukaan Keras Dengan Mata Tertutup
Anak berdiri di atas permukaan keras dengan mata tertutup dan
lengan mereka berada disisi/samping tubuh. Anak diminta untuk tetap
berdiri tanpa melakukan gerakan / langkah pada kaki selama 10 detik.
Penilaian baik jika mampu mempertahankan posisi tersebut tanpa
gerakan selama 10 detik. Mampu mempertahankan 0-3 detik (kurang),
mampu mempertahankan 4-6 detik (cukup), mampu mempertahankan
7-10 detik (baik).
3) Berdiri Pada Permukaan Lunak
Anak berdiri di atas permukaan lunak dengan mata terbuka dan
lengan mereka berada disisi/samping tubuh. Anak diminta untuk tetap
63
berdiri tanpa melakukan gerakan / langkah pada kaki selama 10 detik.
Penilaian baik jika mampu mempertahankan posisi tersebut tanpa
gerakan selama 10 detik. Mampu mempertahankan 0-3 detik (kurang),
mampu mempertahankan 4-6 detik (cukup), mampu mempertahankan
7-10 detik (baik).
4) Berdiri Pada Permukaan Lunak Dengan Mata Tertutup
Anak berdiri di atas permukaan lunak dengan mata tertutup dan
lengan mereka berada disisi/samping tubuh. Anak diminta untuk tetap
berdiri tanpa melakukan gerakan / langkah pada kaki selama 10 detik.
Penilaian baik jika mampu mempertahankan posisi tersebut tanpa
gerakan selama 10 detik. Mampu mempertahankan 0-3 detik (kurang),
mampu mempertahankan 4-6 detik (cukup), mampu mempertahankan
7-10 detik (baik).
5) Berdiri Dengan 1 Tungkai
Anak berdiri dengan 1 tungkai dan tangan mereka disisi/samping
tubuh, 1tungkai nya lagi diangkat dengan cara lutut di tekuk (flexi
knee). Anak diminta untuk mempertahankan posisi ini selama mereka
bisa. Penguji dapat merekam kegiatan itu dengan video recorder atau
menghitung detik menggunakan stopwatch. Skor maksimum adalah
10 detik. 0-3 detik = kurang | 4-6 detik = cukup | 7-10 = baik.
6) Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan
Anak berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan (lebar
10 cm) danlengan mereka berada di sisi/samping tubuh, 1 tungkai nya
64
lagi diangkat dengan cara lutut di tekuk (flexi knee). Anak diminta
untuk mempertahankan posisi ini selama mereka bisa. Penguji dapat
merekam kegiatan itu dengan video recorder atau menghitung detik
menggunakan stopwatch. Skor maksimum adalah 10 detik. 0-3detik =
kurang | 4-6 detik = cukup | 7-10 = baik.
7) Berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan dengan mata
tertutup
Anak berdiri dengan 1 tungkai diatas balok keseimbangan (lebar
10 cm) denganmata tertutup, lengan mereka berada di sisi/samping
tubuh, 1 tungkai nya lagidiangkat dengan cara lutut di tekuk (flexi
knee). Anak diminta untuk mempertahankan posisi ini selama mereka
bisa. Penguji dapat merekam kegiatan itudengan video recorder atau
menghitung detik menggunakan stopwatch. Skor maksimum adalah
10 detik. 0-3 detik = kurang | 4-6 detik = cukup | 7-10 = baik.
8) Time up and go test
Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan empat tugas
lokomotor yang berbeda. Anak dalam posisi duduk kemudian diminta
berjalan (3 m), berbalik kembali ke kursi, berbalik dan duduk. Penguji
dapat merekam kegiatan itu dengan video recorder atau menghitung
detik menggunakan stopwatch. Skor maksimum adalah 15 detik. 0-5
detik = kurang | 6-10 detik = cukup | 11-15 = baik.
65
9) Berjalan maju pada garis
Anak diminta untuk berjalan maju pada garis dan lengan mereka
berada disisi/samping tubuh. Garis dibuat dengan menggunakan
selotip (lebar = 5 cm danpanjang 3 m) ditempelkan ke lantai. Penguji
dapat merekam kegiatan itu denganvideo recorder. Skor maksimal
adalah enam langkah. 0-2 langkah = kurang | 3-4 langkah = cukup | 5-
6 = baik.
10) Berjalan maju diatas balok keseimbangan
Anak diminta untuk berjalan maju diatas balok keseimbangan
(lebar 10 cm danpanjang 3 m). Penguji dapat merekam kegiatan itu
dengan video recorder. Skor maksimal adalah enam langkah. 0-2
langkah = kurang| 3-4 langkah = cukup | 5-6 =baik.
11) Berjalan maju “heel-to-toe” pada garis
Anak diminta untuk berjalan maju “heel-to-toe” pada garis dan
lengan mereka berada di sisi/samping tubuh. Garis dibuat dengan
menggunakan selotip (lebar = 5cm dan panjang 3 m) ditempelkan ke
lantai. Penguji dapat merekam kegiatan itudengan video recorder.
Skor maksimal adalah enam langkah. 0-2 langkah = kurang | 3-4
langkah = cukup | 5-6 = baik.
12) Berjalan maju “heel-to-toe” pada balok keseimbangan
Anak diminta untuk berjalan maju “heel-to-toe” diatas balok
keseimbangan (lebar 10 cm dan panjang 3 m). Penguji dapat merekam
kegiatan itu dengan videorecorder. Skor maksimal adalah enam
66
langkah “heel-to-toe”. 0-2 langkah = kurang | 3-4 langkah = cukup |
5-6 = baik.
13) Berdiri ke duduk
Dari posisi duduk, anak tidak boleh berpegangan pada kursi.
Diminta berdiri kemudian duduk lagi. Test ini untuk mengukur
kemampuan anak dalam menstransfer berat badan ketika berdiri
kemudian turun ke duduk menggunakan extensor lutut dan punggung
bawah. Penilaian Baik jika mampu melakukan duduk berdiri hingga
10 kali dalam 20 detik. Dapat duduk berdiri 0-3 kali (kurang),
dapatduduk berdiri 4-6 kali (cukup), dapat duduk berdiri 7-10 kali
(baik).
14) Melangkahi balok keseimbangan
Anak diminta untuk berjalan maju melangkahi balok
keseimbangan (lebar 10cm) dan lengan mereka berada di sisi/samping
tubuh. Ketinggian balok adalah 3cm dibawah lutut/pattela anak.
Penguji dapat merekam kegiatan itu dengan video recorder. Skor
maksimal adalah mampu melangkahi balok keseimbangan tanpa
menyentuh balok keseimbangan. Tidak dapat melangkahi balok
keseimbangan = kurang (2), dapat melangkahi namun menyentuh
balok keseimbangan = cukup (4), dapat melangkahi balok
keseimbangan tanpa menyentuh balok keseimbangan = baik (6).
67
15) Maju menggapai benda
Tes ini untuk melihat stabilitas panggul. Diminta untuk tidak
mengambil langkah atau maju kedepan. Anak diminta untuk berdiri
tegak dan meluruskan lengannya (horizontal flexi shoulder) kemudian
beri jarak pada dinding (30cm) ke tangan. Terapis memberikan
mainan / benda didepannya dan meminta pasien meraihnya. Penilaian
pada COG (Center Of Grafity) pada panggul. Lihat apakah ada
perubahan (melangkah dari tempat semula). Melangkah = kurang (2),
melangkah dan kembali pada posisi semula = cukup (4), tidak
melangkah = baik (6).
16) Berputar 360°
Test ini mengukur kemampuan untuk melakukan putaran sampai
360°.Pengujian dilakukan dua kali yaitu berputar ke kiri kemudian
berputar ke kanan.Penilaian baik jika mampu melakukan putaran
hingga 360°. Tidak dapat berputar /berputar 180° = cukup (4), dapat perputar 360° = baik (6)
(Villamonte, 2009).
Top Related