Referat down syndrome

51
BAB I PENDAHULUAN Sindrom Down (juga disebut trisomi 21) adalah gangguan genetik yang terjadi pada 1 dari 800 kelahiran hidup. Ini adalah penyebab utama kerusakan kognitif. Sindrom Down terkait dengan ketidakmampuan belajar ringan sampai sedang, perkembangan terhambat, ciri wajah dan otot rendah nada awal masa bayi. Banyak individu dengan sindrom Down juga memiliki penyakit jantung, leukemia, penyakit Alzheimer, masalah gastro-intestinal, dan masalah kesehatan lainnya. Gejala sindrom Down berkisar dari ringan sampai berat. Harapan hidup untuk individu dengan sindrom Down telah secara dramatis meningkat selama beberapa dekade karena perawatan medis dan keterlibatan sosial telah membaik. Seseorang dengan sindrom Down dengan kesehatan yang baik rata-rata akan hidup sampai usia 55 atau di luar. Sindrom Down dinamai setelah dokter Langdon Down, yang pada tahun 1866 pertama menggambarkan sindrom sebagai gangguan. Meskipun dokter Down membuat beberapa pengamatan penting tentang sindrom Down, ia melakukan tidak benar mengidentifikasi apa yang menyebabkan gangguan. Sampai tahun 1959 bahwa para ilmuwan menemukan asal-usul genetik sindrom Down. 1

description

down syndrome

Transcript of Referat down syndrome

Page 1: Referat down syndrome

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Down (juga disebut trisomi 21) adalah gangguan genetik yang terjadi pada 1

dari 800 kelahiran hidup. Ini adalah penyebab utama kerusakan kognitif. Sindrom Down terkait

dengan ketidakmampuan belajar ringan sampai sedang, perkembangan terhambat, ciri wajah dan

otot rendah nada awal masa bayi. Banyak individu dengan sindrom Down juga memiliki

penyakit jantung, leukemia, penyakit Alzheimer, masalah gastro-intestinal, dan masalah

kesehatan lainnya. Gejala sindrom Down berkisar dari ringan sampai berat.

Harapan hidup untuk individu dengan sindrom Down telah secara dramatis meningkat

selama beberapa dekade karena perawatan medis dan keterlibatan sosial telah membaik.

Seseorang dengan sindrom Down dengan kesehatan yang baik rata-rata akan hidup sampai usia

55 atau di luar.

Sindrom Down dinamai setelah dokter Langdon Down, yang pada tahun 1866 pertama

menggambarkan sindrom sebagai gangguan. Meskipun dokter Down membuat beberapa

pengamatan penting tentang sindrom Down, ia melakukan tidak benar mengidentifikasi apa yang

menyebabkan gangguan. Sampai tahun 1959 bahwa para ilmuwan menemukan asal-usul genetik

sindrom Down.

1

Page 2: Referat down syndrome

BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI

Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena

individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka mempunyai

tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini

akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik

dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh (Pathol, 2003).

Sindroma Down adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan perkembangan

fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Sindrom

Down dapat disebut juga penyakit Mongoloid. Yaitu berupa kelainan pada kromosom no 15 dan

21, yang biasanya kedua kromosom ini berdekatan. Karena salah satu penyebab yang tidak

seharusnya, terjadilah pemecahan yang disebut dispuntum. Karena suatu penyebab, dapat juga

keadaan ini disebut translokasi yang sifatnya sama karena jumlahnya, tetapi pada pembentukan

gamet berlainan. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling

memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Sindroma Down merupakan kelainan kromosom yang

paling sering terjadi. Kelainan sindroma Down terjadi karena kelebihan jumlah kromosom pada

kromosom nomor 21, yang seharusnya dua menjadi tiga, yang menyebabkan jumlah seluruh

kromosom mencapai 47 buah, sehingga disebut trisomi 21. Pada manusia normal jumlah

kromosom sel mengandung 23 pasangan kromosom. Akibat proses tersebut, terjadi goncangan

sistem metabolisme di dalam sel. Kelainan kromosom itu bukan merupakan faktor keturunan.2

Anak yang menyandang sindroma Down ini akan mengalami keterbatasan kemampuan

mental dan intelektual, retardasi mental ringan sampai sedang, atau pertumbuhan mental yang

lambat. Selain itu, penderita seringkali mengalami perkembangan tubuh yang abnormal,

pertahanan tubuh yang relatif lemah, penyakit jantung bawaan, alzheimer, leukemia, dan

berbagai masalah kesehatan lain.3

2

Page 3: Referat down syndrome

EPIDEMIOLOGI

Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi

pada manusia. Kejadian sindroma Down diperkirakan satu per 800 sampai satu per 1000

kelahiran. Pada tahun 2006, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit memperkirakan

tingkat kejadiannya sebagai satu per 733 kelahiran hidup di Amerika Serikat (5429 kasus baru

per tahun). Sekitar 95% dari kasus ini adalah trisomi 21. Sindroma Down terjadi pada semua

kelompok etnis dan di antara semua golongan tingkat ekonomi. Kebanyakan anak dengan

Sindrom Down dilahirkan oleh wanita yang berusia datas 35 tahun. Sindrom Down dapat terjadi

pada semua ras. Dikatakan angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi dari orang hitam.

Sumber lain mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran, terdapat pada penderita

retardasi mental sekitar 10 %, secara statistik lebih banyak di lahirkan oleh ibu yang berusia

lebih dari 30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda.4

ETIOLOGI

Penyebab kelainan kromosom adalah terjadinya pemecahan kromosom dan pecahnya

hilang/melekat pada kromosom lain. Kejadian ini disebut translokasi. Pengaturan kembali yang

dilakukan sel dapat menghasilkan keseimbangan normal tetapi dapat juga menjadi tidak

seimbang. Jika terjadi keseimbangan normal, total materi genetik didalam sel dengan kromosom

normal. Pengaturan semacam ini biasanya tidak akan menimbulkan sindrom klinis. Apabila

terjadi ketidakseimbangan maka terjadi kelebihan atau kekurangan materi genetik dalam barisan

sel-sel tersebut. Pengaturan semacam ini biasanya menimbulkan perubahan dalam fenotif klinis.

Dijumpai penderita Sindrom Down yang hanya memiliki 46 kromosom. Individu ini ialah

penderita Sindrom Down translokasi 46.t (14q21q). Setelah kromosom dari orang tuanya

diselidiki terbukti bahwa ayahnya normal, tetapi ibunya hanya memiliki 45 kromosom, termasuk

satu autosom 21, 1 autosom 14 dan 1 autosom translokasi 14q21q. Jelaslah bahwa bahwa ibu

merupakan “carrier” yang walaupun memiliki 45 kromosom 45.XX.t (14q21q) ia adalah normal.

Sebaliknya, laki-laki “carrier” Sindrom Down translokasi tidak dikenal dan apa sebabnya ,

sampai sekarang belum diketahui. (Suryo. Genetika Manusia. 2001).

3

Page 4: Referat down syndrome

KLASIFIKASI

Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik. Tipe

pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai tiga kromosom

21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus sindrom Down adalah dari tipe ini (Lancet,

2003).

Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan berkombinasi

dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier kromosom

yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita sindrom Down. Tipe ini merupakan

4% dari total kasus (Lancet, 2003)

Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang mempunyai

kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini dan biasanya kondisi si

penderita lebih ringan. (Lancet, 2003).

PATOFISIOLOGI

Pada sel-sel yang tidak membelah, DNA ditemukan hampir diseluruh bagian dalam

nukleus. Walaupun dengan mikroskop, molekul DNA tidak dapat lolos sebagai struktur

tersendiri, tetapi hanya sebagai bagian dari bahan dalam nukleus yang diwarnai dengan jelas.

Sewaktu sel mulai membelah, bahan tersebut mulai mengatur dirinya untuk membentuk untaian

kromosom. Kromosom ini mengandung banyak molekul DNA yang tersusun dalam urutan

tertentu.

Sel-sel tubuh manusia pada umumnya terdiri dari 46 kromosom/23 pasang, merupakan

susunan diploid. Dari ke 23 pasang disebut sebagai otosom, dan 1 pasang kromosom seks.

Wanita memiliki 2 kromosom X, dan pria memiliki 1 kromosom X dan 1 kromosom Y dalam

setiap sel. Dalam terminologi standar, seorang wanita normal ditandai dengan 46 XX, seorang

pria normal ditandai dengan 46 XY. Kromosom yang terbentuk pada setiap individu berasal dari

kedua orangtua dalam porsi yang sama. Ovum dan sperma normal masing-masing mengandung

4

Page 5: Referat down syndrome

23 kromosom, merupakan susunan haploid, sehingga pembuahan menghasilkan zigot yang

tersusun diploid dari 23 pasang yang homolog.

Akan tetapi, kadang-kadang dijumpai penderita Sidrom Down yang hanya memiliki 46

kromosom. Individu ini ialah penderita Sidrom Down translokasi 46. t(14 q 21q). setelah

kromosom orang tuanya diselidiki terbukti bahwa ayahnya normal, tetapi ibunya hanya memiliki

45 kromosom, termasuk satu autosom 21, 1 autosom 14 dan satu autosom translokasi 14q 21q.

jelaslah bahwa ibu itu merupakan “carrier” yang walupun memiliki 45 kromosom 45.xx.t

(14q21q) ai adalah normal. Sebaliknya laki-laki “carrier” Sindrom Down translokasi tidak

dikenal dan apa sebabnya demikian, sampai sekarang belum diketahui. (Suryo.Genetika

Manusia. 2001) (Patofisiologi, Edisi 4. 1994)

Pada Down syndrome trisomi 21, dapat terjadi tidak hanya pada meiosis pada waktu

pembentukan gamet, tetapi juga pada mitosis awal dalam perkembangan zigot, walaupun

kejadian yang lebih sering terjadi adalah kejadian yang pertama. Oosit primer yang terhenti

perkembangannya saat profase pada meiosis I stasioner pada tahap tersebut sampai terjadi

ovulasi, yang jaraknya dapat mencapai hingga 40 sampai 45 tahun. Diantara waktu tersebut,

oosit mungkin mengalami disposisi. non-disjunction. Pada kasus Down syndrome, dalam meiosis

I menghasilkan ovum yang mengandung dua buah autosom 21, dan apabila dibuahi oleh

spermatozoa normal yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21. 

Beberapa sebab dapat terjadinya non-disjunction ini adalah :

a. Infeksi virus atau radiasi dimana makin mudah berpengaruh pada wanita usia tua

b. Kandungan antibody tiroid yang tinggi

c. Mundurnya sel telur di tuba falopii setelah 1 jam tidak dibuahi. Oleh karena itu para

ibu yang berusia agak lanjut (>35 tahun) biasanya mempunyai risiko yang lebih besar

untuk mendapat anak sindroma Down Tripel-21.

Non-disjunction hanya ditemukan terjadi pada oogenesis, sementara tidak pernah

ada non-disjunction dalam spermatogenesis, karena spermatogenesis terjadi setiap hari dan tidak

ada waktu penundaan spermatogenesis seperti halnya pada oogenesis. Akibat dari adanya trisomi

21 dalam zigot, kromosom penderita Down syndrome jenis ini mempunyai 47 kromosom

(47,XX,+21 atau 47,XY,+21).

5

Page 6: Referat down syndrome

Gambar (1). Kariotipe Trisomi 21.

Sumber:http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/genetics/diseases/downs_syndrome.htm

Jika pada trisomi 21 karena non-disjunction mempengaruhi seluruh sel tubuh, pada

kasus Down syndrome mosaik (46,XX/47,XX,+21),  terdapat sejumlah sel yang normal dan yang

lainnya mempunyai mengalami trisomi 21. Kejadian ini dapat terjadi dengan dua cara:non-

disjunction pada perkembangan sel awal pada embryo yang normal menyebabkan pemisahan sel

dengan trisomi 21, atau embryo dengan Down syndrome mengalami non-disjunction dan

beberapa sel embryo kembali kepada pengaturan kromosom normal.

Penderita Down syndrome translokasi mempunyai 46 kromosom t(14q21q). Setelah

kromosom orang tua diselidiki, ternyata ayah normal, tetapi ibu hanya mempunyai 45

kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14, dan satu autosom translokasi 14q21q.

Ibu merupakan karier, sehingga normal walaupun kariotipenya 45,XX,t(14q21q). Perkawinan

laki-laki normal (46,XY) dengan perempuan karier Down syndrome secara teoritis menghasilkan

keturunan dengan perbandingan fenotip 2 normal : 1 Down syndrome. (Suryo, 2005). Pada Down

syndrome translokasi, susunan kromosom tidak sesuai dengan susunan kromosom normal.

6

Page 7: Referat down syndrome

Jumlah kromosom tetap 46, tetapi karena terdapat bagian tambahan dari kromosom ke-21, anak

akan memiliki fitur Down syndrome.6

Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan menyebabkan

perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam

nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan

menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak – anak

yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan

tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat.

Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang

tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstremitas atas, dan

penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada

kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital pada penderita

sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio

21q22.1-q22.2, adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama

retardasi mental dan defek jantung (Mayo Clinic Internal Medicine Review, 2008).

Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme tiroid dan malabsorpsi

intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun yang lemah, dan

meningkatnya insidensi terjadi kondisi aotuimun, termasuk hipothiroidism dan juga penyakit

Hashimoto. Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas terhadap

proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan respons lain yang

abnormal. Sebagai contoh, anak – anak dengan sindrom Down yang menderita leukemia sangat

sensitif terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolik menjadi faktor predisposisi

terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap insulin. Ini adalah penyebab

peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada penderita Sindrom Down (Cincinnati Children's

Hospital Medical Center, 2006).

Anak – anak yang menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti

Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir

keseluruhan anak yang menderita sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi akibat mutasi

7

Page 8: Referat down syndrome

hematopoietic transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak – anak dengan

sindrom Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi ketiga yang

berupa proses perubahan genetik yang belum diketahui pasti (Lange BJ,1998).

MANIFESTASI KLINIS

Anak dengan sindroma Down pada umumya memiliki berat badan lahir yang kurang dari

normal. Diperkirakan 20% kasus mempunyai berat badan lahir 2500 gr atau kurang.8 Secara

fenotip karakteristik yang terdapat pada bayi dengan sindroma Down yaitu: 1,8,9

• Sutura sagitalis yang terpisah

• Fisura palpebralis yang oblique

• Jarak yang lebar antara jari kaki I dan II

• “plantar crease” jari kaki I dan II

• Hiperfleksibilitas

• Peningkatan jaringan sekitar leher

• Bentuk palatum yang abnormal

• Tulang Hidung hipoplasia

• Kelemahan otot

• Hipotonia (Kaplan)

• Bercak Brushfield pada mata (Prof Suci, Baby Down Syd)

• Mulut terbuka

• Lidah terjulur

• Lekukan epikantus

• “single palmar crease” pada tangan kiri

• ”single palmar crease” pada tangan kanan

• “Brachyclinodactily” tangan kiri

• “Brachyclinodactily” tangan kanan

• Jarak pupil yang lebar

Tangan yang pendek dan lebar

• Oksiput yang datar

8

Page 9: Referat down syndrome

• Ukuran telinga yang abnormal

• Kaki yang pendek dan lebar

• Bentuk atau struktur telinga abnormal

• Letak telinga yang abnormal

• Kelainan tangan lainnya

• Kelainan mata lainnya

• Sindaktili

• Kelainan kaki lainnya

• Kelainan mulut lainnya

Karakteristik dari sindroma tersebut ada yang berubah dengan bertambahnya umur anak,

misalnya lekukan epikantus atau jaringan tebal di sekitar leher akan berkurang dengan

bertambahnya umur anak. Berdasarkan atas ditemukannya karakteristik dengan frekuensi yang

tinggi pada sindroma Down, maka gejala–gejala tersebut dianggap sebagai “cardinal sign” dan

petunjuk diagnostik dalam mengidentifikasi sindroma Down secara klinis. Tetapi yang perlu

diketahui adalah tidak adanya kelainan fisik yang terdapat secara konsisten dan patognomonik

pada sindroma Down. Bentuk muka anak dengan sindroma Down pada umumnya mirip dengan

ras Mongoloid.8

Gambar (3). Neonatus dengan Sindroma Down.

9

Page 10: Referat down syndrome

Gambar 4. Penampakan klinis tangan anak dengan Sindroma Down.

Selain beberapa tampilan dari anak dengan sindroma Down terdapat juga kelainan

klinis antara lain: 9,11,12

Cacat jantung bawaan, cacat jantung kongenital yang umum (40 - 50%) jantung bawaan

yang paling sering endocardial cushion defect (43%), ventricular septal defect (32%),

secundum atrial septal defect (10%), tetralogy Fallot cacat septum atrium (6%), dan

isolated patent ductus arteriosus (4%), lesions pada patent ductus arteriosus (16%) dan

pulmonic stenosis (9%). Sekitar 70% dari semua endocardial cushion defects terkait

dengan sindroma Down.

Vision disorders

Hearing disorders

Obstructive sleep apnoea syndrome, terjadi ketika aliran udara inspirasi dari saluran

udara bagian atas ke paru-paru yang terhambat untuk 10 detik atau lebih sehingga sering

mengakibatkan hypoxemia or hypercarbia.

Wheezing airway disorders

Congenital defek pada gastrointestinal tract

Coeliac disease

Obesity dan bertubuh pendek selama remaja

Transient myeloproliferative disorder

Thyroid disorders, yaitu hipotiroidism

Atlanto-axial instability,

Anomali saluran kemih

10

Page 11: Referat down syndrome

Masalah kulit seperti Atopik eksim, Seborrhoeic eczema, Alopecia areata, Vitiligo

Syringomas, Perforans elastosis serpiginosa, Onychomycosis, Tinea corporis,

Anetoderma, Folliculitis, Chelitis, Keratosis pilaris, Psoriasis , Cutis marmorata⁄ivedo

reticularis, Xerosis, hyperkeratosis Palmar atau hiperkeratosis plantar

Behaviour problems, spontanitas alami, kehangatan, ceria, kelembutan dan kesabaran

sebagai karakteristik toleransi. Beberapa pasien menunjukkan kecemasan dan keras

kepala.

Psychiatric disorder, Prevalensi dari 17.6% gangguan kejiwaan di kalangan anak-anak

dan di antara orang dewasa adalah 27,1%. Anak-anak dan remaja berada pada risiko

tinggi untuk autisme, attention deficit hyperactivity disorder dan conduct disorder.

Obsessive-compulsive disorder, Tourette syndrome, gangguan depresi, dan dapat terjadi

selama transisi dari remaja sampai dewasa.

Gangguan Kejang 5-10 %, yaitu umumnya kejang infantil pada bayi, sedangkan-kejang

tonik klonik umumnya diamati pada pasien yang lebih tua.

Gambar (5). Tanda & gejala sindrom Down

Efek Pada Fisik Dan Sistem Tubuh

11

Page 12: Referat down syndrome

Temuan Fisik

Fisikalnya pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang pendek. Mereka sering

kali gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang rangka tubuh penderita sindrom Down

mempunyai ciri – ciri yang khas. Tangan mereka pendek dan melebar, adanya kondisi

clinodactyly pada jari kelima dengan jari kelima yang mempunyai satu lipatan (20%), sendi jari

yang hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki dengan jari kedua yang terlalu jauh, dan dislokasi

tulang pinggul (6%) (Brunner, 2007).

Bagi panderita sindrom Down, biasanya pada kulit mereka didapatkan xerosis, lesi

hiperkeratosis yang terlokalisir, garis – garis transversal pada telapak tangan, hanya satu lipatan

pada jari kelima, elastosis serpiginosa, alopecia areata, vitiligo, follikulitis, abses dan infeksi

pada kulit yang rekuren (Am J., 2009).

Retardasi mental yang ringan hingga berat dapat terjadi. Intelegent quatio (IQ) mereka

sering berada antara 20 – 85 dengan rata-rata 50. Hipotonia yang diderita akan meningkat

apabila umur meningkat. Mereka sering mendapat gangguan artikulasi. (Mao R., 2003).

Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan, sikap ramah, ceria,

cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka akan menunjukkan perlakuan yang nakal

dengan rasa ingin tahu yang tinggi (Nelson, 2003)

Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak – anak sindrom

Down sementara kejang tonik klonik lebih sering didapatkan pada yang dewasa. Tonus kulit

yang jelek, rambut yang cepat beruban dan sering gugur, hipogonadism, katarak, kurang

pendengaran, hal yang berhubungan dengan hipothroidism yang disebabkan faktor usia yang

meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular degeneratif, ketidakmampuan dalam

melakukan sesuatu, pikun, dementia dan Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita

sindrom Down. Semuanya adalah penyakit yang sering terjadi pada orang – orang lanjut usia

(Am J., 2009).

Penderita sindrom Down sering menderita Brachycephaly, microcephaly, dahi yang rata,

occipital yang agak lurus, fontanela yang besar dengan perlekatan tulang tengkorak yang lambat,

12

Page 13: Referat down syndrome

sutura metopik, tidak mempunyai sinus frontal dan sphenoid serta hipoplasia pada sinus

maksilaris (John A. 2000).

Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting) karena fissure

palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal, titik – titik Brushfield, kesalahan

refraksi sehingga 50%, strabismus (44%), nistagmus (20%), blepharitis (33%), conjunctivitis,

ruptur kanal nasolacrimal, katarak kongenital, pseudopapil edema, spasma nutans dan

keratoconus (Schlote, 2006).

Pasien sindrom Down mempunyai hidung yang rata, disebabkan hipoplasi tulang hidung

dan jembatan hidung yang rata (Schlote, 2006).

Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang kecil dan

mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air liur, bibir bawah yang

merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi yang tidak terbentuk dengan sempurna,

pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia pada gigi primer dan sekunder, maloklusi gigi serta

kerusakan periodontal yang jelas (Selikowitz, Mark., 1997).

Pasien sindrom Down mempunyai telinga yang kecil dan heliks yang berlipat. Otitis

media yang kronis dan kehilangan pendengaran sering ditemukan. Kira – kira 60–80% anak

penderita sindrom Down mengalami kemerosotan 15 – 20 dB pada satu telinga (William W. Hay

Jr, 2002).

Hematologi

Anak penderita sindrom Down mempunyai risiko tinggi mendapat Leukemia,

termasuklah Leukemia Limfoblastik Akut dan Leukemia Myeloid. Diperkirakan 10% bayi yang

lahir dengan sindrom Down akan mendapat klon preleukemic, yang berasal dari progenitor

myeloid pada hati yang mempunyai karekter mutasi pada GATA1, yang terlokalisir pada

kromosom X. Mutasi pada faktor transkripsi ini dirujuk sebagai Transient Leukemia, Transient

Myeloproliferative Disease (TMD), atau Transient Abnormal Myelopoiesis (TAM)

(Lanzkowsky, 2005).

Penyakit Jantung Kongenital

13

Page 14: Referat down syndrome

Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita sindrom Down dengan

prevelensi 40-50%. Walaubagaimanapun kasus lebih sering ditemukan pada penderita yang

dirawat di RS (62%) dan penyebab kematian yang paling sering adalah aneuploidy dalam dua

tahun pertama kehidupan.

Antara penyakit jantung kongenital yang ditemukan Atrioventricular Septal Defects

(AVD) atau dikenal juga sebagai Endocardial Cushion Defect (43%), Ventricular Septal Defect

(32%), Secundum Atrial Septal Defect (ASD) (10%), Tetralogy of Fallot (6%), dan Isolated

Patent Ductus Arteriosus (4%). Lesi yang paling sering ditemukan adalah Patent Ductus

Arteriosus (16%) dan Pulmonic Stenosis(9%). Kira - kira 70% dari endocardial cushion defects

adalah terkait dengan sindrom Down. Dari keseluruhan penderita yang dirawat, kira – kira 30%

mempunyai beberapa defek sekaligus pada jantung mereka (Baliff JP, 2003).

Atrioventricular septal defects (AVD)

Atrioventricular septal defects (AVD) adalah kondisi dimana terjadinya kelainan

anatomis akibat perkembangan endocardial cushions yang tidak sempurna sewaktu tahap embrio.

Kelainan yang sering di hubungkan dengan AVD adalah patent ductus arteriosus, coarctation of

the aorta, atrial septal defects, absent atrial septum, dan anomalous pulmonary venous return.

Kelainan pada katup mitral juga sering terjadi. Penderita AVD selalunya berada dalam kondisi

asimtomatik pada dekade pertama kehidupan, dan masalah akan mula timbul pada dekade kedua

dan ketiga kehidupan. Pasien akan mula mengalami pengurangan pulmonary venous return, yang

akhirnya akan menjadi left-to-right shuntpada atrium dan ventrikel. Akhirnya nanti akan terjadi

gagal jantung kongestif yang ditandai dengan antara lain takipnu dan penurunan berat badan

(William 2002).

AVD juga boleh melibatkan septum atrial, septum ventrikel, dan ada salah satu, atau kedua dua

katup atrioventikuler. Pada penderita dengan penyakit ini, jaringan jantung pada bagian superior

dan inferior tidak menutup dengan sempurna. Akibatnya, terjadi komunikasi intratrial melalui

septum atrial. Kondisi ini kita kenal sebagai defek ostium primum. Akan terjadi letak katup

atrioventikuler yang abnormal, yaitu lebih rendah dari letak katup aorta. Perfusi jaringan

14

Page 15: Referat down syndrome

endokardial yang tidak sempurna juga mangakibatkan lemahnya struktur pada leaflet katup

mitral.

Pada penderita sering terjadi predominant left-to-right shunting. Apabila penderita

mengalami kelainan yang parsial, shunting ini sering terjadi melalui ostium primum pada

septum. Kalau penderita mendapat defek yang komplit, maka dapat terjadi defek pada septum

ventrikel dan juga insufisiensi valvular. Kemudian akan terjadi volume overloading pada

ventrikel kiri dan kanan yang akhirnya diikuti dengan gagal jantung pada awal usia. Sekiranya

terjadi overload pulmonari, dapat terjadi penyakit vaskuler pulmonari yang diikuti dengan gagal

jantung kongestif (Kallen B.,1996).

Ventricular Septal defect (VSD)

Ventricular Septal Defect kondisi ini adalah spesifik merujuk kepada kondisi dimana

adanya lubang yang menghubungkan dua ventrikel. Kondisi ini boleh terjadi sebagai anomali

primer, dengan atau tanpa defek kardiak yang lain. Kondisi ini dapat terjadi akibat kelainan

seperti Tetralogy of Fallot (TOF), complete atrioventricular (AV) canal defects, transposition of

great arteries,dan corrected transpositions (Freeman SB, 1998)

Secundum Atrial Septal Defect (ASD)

Pada penderita secundum atrial septal defect, didapatkan lubang atau jalur yang

menyebabkan darah mengalir dari atrium kanan ke atrium kiri, atau sebaliknya, melalui septum

interatrial. Apabila tejadinya defek pada septum ini, darah arterial dan darah venous akan

bercampur, yang bisa atau tidak menimbulkan sebarang gejala klinis. Percampuran darah ini juga

disebut sebagai ‘shunt’. Secara medis, right-to-left-shunt adalah lebih berbahaya (Freeman SB,

1998).

Tetralogy of Fallot (TOF)

Tetralogy of Fallot merupakan jenis penyakit jantung kongenital pada anak yang sering

ditemukan. Pada kondisi ini, terjadi campuran darah yang kaya oksigen dengan darah yang

kurang oksigen. Terdapat empat abnormalitas yang sering terkait dengan Tetralogy of fallot.

Pertama adalah hipertrofi ventrikel kanan. Terjadinya pengecilan atau tahanan pada katup

pulmonari atau otot katup, yang menyebabkan katup terbuka kearah luar dari ventrikel kanan. Ini

15

Page 16: Referat down syndrome

akan menimbulkan restriksi pada aliran darah akan memaksa ventrikel untuk bekerja lebih kuat

yang akhirnya akan menimbulkan hipertrofi pada ventrikel. Kedua adalah ventricular septal

defect. Pada kondisi ini, adanya lubang pada dinding yang memisahkan dua ventrikel, akan

menyebabkan darah yang kaya oksigen dan darah yang kurang oksigen bercampur. Akibatnya

akan berkurang jumlah oksigen yang dihantar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala klinis

berupa sianosis. Ketiga adalah posisi aorta yang abnormal. Keempat adalah pulmonary valve

stenosis. Jika stenosis yang terjadi ringan, sianosis yang minimal terjadi karena darah masih lagi

bisa sampai ke paru. Tetapi jika stenosisnya sedang atau berat, darah yang sampai ke paru adalah

lebih sedikit maka sianosis akan menjadi lebih berat (Amit K, 2008).

Isolated Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Pada kondisi Patent ductus arteriosus (PDA) ductus arteriosus si anak gagal menutup

dengan sempurna setelah si anak lahir. Akibatnya terjadi bising jantung. Simptom yang terjadi

antara lain adalah nafas yang pendek dan aritmia jantung. Apabila dibiarkan dapat terjadi gagal

jantung kongestif. Semakin besar PDA, semaki buruk status kesehatan penderita (Amik K,

2008).

Immunodefisiensi

Penderita sindrom Down mempunyai risiko 12 kali lebih tinggi dibandingkan orang

normal untuk mendapat infeksi karena mereka mempunyai respons sistem imun yang rendah.

Contohnya mereka sangat rentan mendapat pneumonia (William W. Hay Jr. 2002).

Sistem Gastrointestinal

Kelainan pada sistem gastrointestinal pada penderita sindrom Down yang dapat

ditemukan adalah atresia atau stenosis, Hirschsprung disease (<1%), TE fistula, Meckel

divertikulum, anus imperforata dan juga omphalocele. Selain itu, hasil penelitian di Eropa dan

Amerika didapatkan prevalensi mendapat Celiac disease pada pasien sindrom Down adalah

sekitar 5-15%. Penyakit ini terjadi karena defek genetik, yaitu spesifik pada human leukocyte

antigen (HLA) heterodimers DQ2 dan juga DQ8. Dilaporkan juga terdapat kaitan yang kuat

antara hipersensitivitas dan spesifikasi yang jelek (Livingstone, 2006).

Sistem Endokrin

16

Page 17: Referat down syndrome

Tiroiditis Hashimoto yang mengakibatkan hipothyroidism adalah gangguan pada sistem

endokrin yang paling sering ditemukan. Onsetnya sering pada usia awal sekolah, sekitar 8 hingga

10 tahun. Insidens ditemukannya Graves disease juga dilaporkan meningkat. Prevelensi

mendapat penyakit tiroid seperti hipothirodis kongenital, hipertiroid primer, autoimun tiroiditis,

dan compensated hypothyroidism atau hyperthyrotropenemia adalah sekitar 3-54% pada

penderita sindrom Down, dengan persentase yang semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya umur (Merritt's, 2000).

Gangguan Psikologis

Kebanyakan anak penderita sindrom Down tidak memiliki gangguan psikiatri atau

prilaku. Diperkirakan sekitar 18-38% anak mempunyai risiko mendapat gangguan psikis.

Beberapa kelainan yang bisa didapat adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD),

Oppositional Defiant Disorder, gangguan disruptif yang tidak spesifik dan gangguan spektrum

Autisme (Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2006).

Trisomi 21 mosaik

Trisomi 21 mosaik biasanya hanya menampilkan gejala – gejala sindrom Down yang

sangat minimal. Kondisi ini sering menjadi kriteria diagnosis awal bagi penyakit Alzheimer.

Fenotip individu yang mendapat trisomi 21 mosaik manggambarkan persentase sel – sel trisomik

yang terdapat dalam jaringan yang berbeda di dalam tubuh (Andriolo, 2005).

FAKTOR RISIKO

Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down didapatkan meningkat dengan

bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang hamil pada usia di atas 35 tahun.

Walaubagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak bebas terhadap risiko mendapat

bayi dengan sindrom Down.

Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan sindrom Down adalah lebih

tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi dengan sindrom Down, atau jika adanya

17

Page 18: Referat down syndrome

anggota keluarga yang terdekat yang pernah mendapat kondisi yang sama. Walau bagaimanapun

kebanyakan kasus yang ditemukan didapatkan ibu dan bapaknya normal (Livingstone, 2006).

Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down berdasarkan umur ibu

yang hamil:

- 20 tahun: 1 per 1,500

- 25 tahun: 1 per 1,300

- 30 tahun: 1 per 900

- 35 tahun: 1 per 350

- 40 tahun: 1 per 100

- 45 tahun: 1 per 30

DIAGNOSIS

Tidak ada kritera diagnosis khusus untuk sindroma Down. Namun, retardasi mental

merupakan gambaran yang menumpang tindih dengan sindroma Down. Sebagian besar orang

dengan sindroma ini mengalami retardasi mental sedang atau berat, hanya sebagian kecil yang

memiliki IQ diatas 50. Perkembangan mental tampak normal dari lahir hingga usia 6 bulan dan

nilai IQ secara bertahap menurun dari hampir normal pada usia 1 tahun hingga sekitar 30 pada

usia yang lebih tua. Penurunan intelegensi dapat nyata atau jelas: uji infantil mungkin tidak

mengungkapkan tingkat defek sepenuhnya, yang mungkin tertungkap ketika uji yang lebih

canggih digunakan pada masa kanak-kanak awal. 1 Derajat atau tingkat retardasi mental

diekspresikan dalam berbagai istilah. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,

Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) memberikan empat tipe retardasi mental, yang

mencerminkan tingkat gangguan intelektual antara lain: retardasi mental ringan, sedang, berat,

dan sangat berat. Adapun kriteria diagnostik untuk retardasi mental menurut DSM-IV antara

lain : 13

18

Page 19: Referat down syndrome

a. Fungsi intelektual yang secara bermakna di bawah rata-rata: IQ kira-kira 70 atau

kurang pada tes IQ yang dilakukan secara individual (untuk bayi, pertimbangan klinis adanya

fungsi intelektual yang jelas di bawah rata-rata)

b. Adanya defisit atau gangguan yang menyertai dalam fungsi adaptif sekarang (yaitu,

efektivitas orang tersebut untuk memenuhi standar-standar yang dituntut menurut usianya dalam

kelompok kulturalnya) pada sekurangnya dua bidang keterampilan berikut: komunikasi, merawat

diri sendiri, keterampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana masyarakat, mengarahkan

diri sendiri, keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, liburan, kesehatan, dan keamanan.

c. Onset sebelum usia 18 tahun

Penulisan didasarkan pada derajat keparahan yang mencerminkan tingkat gangguan

intelektual:

a. Retardasi mental ringan : tingkat IQ 50-55 sampai 70

b. Retardasi mental sedang : tingkat IQ 35-40 sampai 50-55

c. Retardasi mental berat : tingkat IQ 20-25 sampai 35-40

d. Retardasi mental sangat berat : tingkat IQ dibawah 20 atau 25

e. Retardasi mental, keparahan tidak ditentukan : jika terdapat kecurigaan kuat adanya retardasi

mental tetapi inteligensi pasien tidak dapat diuji oleh tes inteligensi baku.

Untuk gangguan kromosom dan metabolik, seperti sindroma Down, sindroma X rapuh,

dan fenilketonuria (PKU) merupakan gangguan yang sering dan biasanya menyebabkan

sekurangnya retardasi mental sedang. 13

Diagnosis Sindrom Down dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan intelektual

yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku anak sekarang adalah

secara bermakna di bawah tingkat yang diharapkan. Suatu riwayat penyakit dan wawancara

psikiatrik sangat berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal perkembangan dan fungsi

anak, sedangkan pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium dapat digunakan untuk memastikan

penyebab dan prognosis.

Pada anamnesis riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh,

dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, kelahiran, riwayat keluarga retardasi

mental, dan gangguan herediter. Selain itu, sebagai bagian riwayat penyakit, klinisi sebaiknya

19

Page 20: Referat down syndrome

menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi intelektual

pasien.

Pada pemeriksaan fisik berbagai bagian tubuh mungkin memiliki karakteristik tertentu

yang sering ditemukan pada orang dengan retardasi mental seperti sindroma Down ini dan

kemungkinan memiliki penyebab pranatal. Pemeriksaan fisik pasien dengan sindroma Down

dapat dilihat dari gambaran klinis fisik pasien yang telah dijelaskan sebelumnya. 13

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Skrining

Terdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi sindrom Down.

Pertama adalah uji skrining yang terdiri daripada blood test dan/atau sonogram. Uji kedua adalah

uji diagnostik yang dapat memberi hasil pasti apakah bayi yang dikandung menderita sindrom

Down atau tidak (American College of Nurse-Midwives, 2005).

Pada sonogram, tehnik pemeriksaan yang digunakan adalah Nuchal Translucency (NT

test). Ujian ini dilakukan pada minggu 11 – 14 kehamilan. Apa yang diuji adalah jumlah cairan

di bawah kulit pada belakang leher janin. Tujuh daripada sepulah bayi dengan sindrom Down

dapat dikenal pasti dengan tehnik ini (American College of NurseMidwives, 2005).

Hasil uji sonogram akan dibandingkan dengan uji darah. Pada darah ibu hamil yang

disuspek bayinya sindrom Down, apa yang diperhatikan adalah plasma protein-A dan hormon

human chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang tidak normal menjadi indikasi bahwa

mungkin adanya kelainan pada bayi yang dikandung (Mayo Foundation for Medical Education

and Research (MFMER), 2011).

b. Amniocentesis

Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang kemudiannya diuji

untuk menganalisa kromosom janin. Amniosentesis merupakan pemeriksaan yang berguna untuk

diagnosis berbagai kelainan kromososm bayi terutama sindroma Down, di mana dengan

mengambil sejumlah kecil cairan amniotik dari ruang amnion secara transabdominal antara usia

kehamilan 14-16 minggu. Amniosentesis dianjurkan untuk semua wanita hamil di atas usia 35

tahun. Risiko keguguran adalah 1 per 200 kehamilan.

20

Page 21: Referat down syndrome

c. Chorionic villus sampling (CVS)

CVS dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut akan diuji

untuk melihat kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada kehamilan minggu kesembilan hingga

14. Resiko keguguran adalah 1 per 100 kehamilan.

d. Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS)

PUBS adalah tehnik di mana darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk melihat

kromosom janin. Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu. Tes ini dilakukan

sekiranya tehnik lain tidak berhasil memberikan hasil yang jelas. Resiko keguguran adalah lebih

tinggi (Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER), 2011).

e. Pemeriksaan sitogenik

Diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan studi sitogenetika. Karyotyping sangat

penting untuk menentukan risiko kekambuhan. Dalam translokasi sindrom Down, karyotyping

dari orang tua dan kerabat lainnya diperlukan untuk konseling genetik yang tepat. 10

Gambar (6). Karyotipe G-banded menunjukkan trisomi 21 (47,XY,+21)10

21

Page 22: Referat down syndrome

Gambar (7). Karyotipe G-banded menunjukkan trisomi 21 dari lengan isochromosome arm 21q

tipe [46,XY,i(21)(q10)]10

f. Interphase fluorescence in situ hybridization (FISH)

FISH dapat digunakan untuk diagnosis cepat. Hal ini dapat berhasil di kedua diagnosis

prenatal dan diagnosis pada periode neonatal. Mosaicism yang tersembunyi untuk trisomi 21

sebagian dapat menerangkan hubungan yang telah dijelaskan antara sejarah keluarga sindroma

Down dan risiko penyakit Alzheimer. Skrining untuk mosaicism dengan FISH diindikasikan

pada pasien tertentu dengan gangguan perkembangan ringan dan mereka dengan Alzheimer

onset dini.

g. Ekokardiografi

Tes ini harus dilakukan pada semua bayi dengan sindroma Down untuk mengidentifikasi

penyakit jantung bawaan, terlepas dari temuan pada pemeriksaan fisik. 10

h. Skeletal Radiografi

Kelainan kraniofasial termasuk brachycephalic microcephaly, hypoplastic facial bones dan

sinuses. Tes ini diperlukan untuk mengukur jarak atlantodens dan untuk menyingkirkan

atlantoaxial instabilitas pada umur 3 tahun. Radiografi juga digunakan sebelum anesthesia

diberikan jika terdapat tanda-tanda spinal cord compression. Penurunan sudut iliac dan

acetabular juga dapat ditemukan pada bayi baru lahir.10

22

Page 23: Referat down syndrome

Diagnosis Banding Sindroma Down

Adapun diagnosis banding dari sindroma Down adalah : 14

a. Hipotiroidisme

Terkadang gejala klinis sindroma Down sulit dibedakan dengan hipotiroidisme. Secara kasar

dapat dilihat dari aktivitasnya karena anak-anak dengan hipotiroidisme sangat lambat dan malas,

sedangkan anak dengan sindroma Down sangat aktif

b.Akondroplasia

c. Rakitis

d.Sindrom Turner

e. Penyakit Trisomi

Penyakit Angka

kejadian

Kelainan Keterangan Prognosis

Trisomi 21

(Sindroma

Down)

1 dari 700 bayi baru

Lahir

Kelebihan

kromosom

21

Perkembangan

fisik & mental

terganggu,

ditemukan

berbagai

kelainan fisik

Biasanya bertahan

sampai usia 30-40

tahun

Trisomi 18

(Sindroma

Edwards)

1 dari

3.000 bayi

baru lahir

Kelebihan

kromosom

18

Kepala kecil,

telinga terletak

lebih rendah,

celah bibir/celah

langit-langit,

tidak memiliki

ibu jari tangan,

clubfeet, diantara

jari tangan

terdapat selaput,

kelainan jantung

Jarang bertahan

sampai lebih dari

beberapa bulan;

keterbelakangan

mental yg terjadi

sangat berat

23

Page 24: Referat down syndrome

& kelainan

saluran

kemihkelamin

Trisomi 13

(Sindroma

Patau)

1 dari

5.000 bayi

baru lahir

Kelebihan

kromosom

13

Kelainan otak &

mata yg berat,

celah bibir/celah

langit-langit,

kelainan jantung,

kelainan saluran

kemih-kelamin

& kelainan

bentuk telinga

Yang bertahan

hidup

sampai lebih dari 1

tahun, kurang dari

20%;

keterbelakangan

mental yg terjadi

sangat berat

PENATALAKSANAAN

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk

mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat

mengalami kemunduran dari sistim tubuhnya. Dengan demikian penderita harus mendapatkan

support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau

fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya.

MEDIKAMENTOSA

Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada

jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan

pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan

terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah

infeksi yang adekuat.

NON MEDIKAMENTOSA

1. Fisio Terapi.

24

Page 25: Referat down syndrome

Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar untuk

mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap

perkembangan yang berkelanjutan.

Fisioterapi pada Down Syndrom adalah membantu anak belajar untuk

menggerakkan tubuhnya seperti duduk dan berjalan dengan cara/gerakan yang

tepat (appropriate ways). Misalkan saja hypotonia pada anak dengan Down

Syndrome dapat menyebabkan pasien berjalan dengan cara yang salah yang

dapat mengganggu posturnya, hal ini disebut sebagai kompensasi.

Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Down Syndrome menyesuaikan

gerakannya untuk mengkompensasi otot lemah yang dimilikinya, sehingga

selanjutnya akan timbul nyeri atau salah postur.

Dapat dilakukan seminggu sekali

2. Terapi Bicara. Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami

keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata.

3. Terapi Okupasi. Melatih anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman, kemampuan sensorik

dan motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak DS tergantung pada orang lain

atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa ada komunikasi dan tidak memperdulikan

orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa

menggunakan alat.

4. Terapi Remedial. Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan

akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran dari sekolah

biasa.

5. Terapi Sensori Integrasi. Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah rangsangan /

sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak DS yang mengalami gangguan

integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll.

Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan

otak akan meningkat.

6. Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy). Mengajarkan anak DS yang sudah berusia

lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-

norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.

25

Page 26: Referat down syndrome

7. Terapi alternatif. Penaganan yang dilakukan oleh orangtua tidak hanya penanganan medis

tetapi juga dilakukan penanganan alternatif. hanya saja terapi jenis ini masih belum pasti

manfaatnya secara akurat karena belum banyak penelitian yang membuktikan manfaatnya,

meski tiap pihak mengklaim dapat menyembuhkan DS. Terapi alternatif tersebut di

antaranya adalah :

Terapi Akupuntur. Dengan cara menusuk titik persarafan pada bagian tubuh tertentu

dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang anak.

Terapi Musik. Anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak sangat senang

dengan musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka dengan

begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan meningkat dan mengakibatkan

fungsi tubuhnya yang lain juga membaik

Terapi Lumba-Lumba. Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi hasil yang

sangat mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak DS. Sel-sel saraf otak

yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika mendengar suara lumba-lumba.

Terapi Craniosacral. Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan

pada syaraf pusat. Dengan terapi ini anak DS diperbaiki metabolisme tubuhnya

sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat.

Terapi-terapi alternatif lainnya, ada yang berupa vitamin, supplemen maupun dengan

pemijatan pada bagian tubuh tertentu.

Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama

dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi, kedaruratan

medis, serta dukungan dan bimbingan dari keluarga, tetapi terdapat beberapa keadaan di mana

anak dengan sindroma Down memerlukan perhatian khusus antara lain: 8

a. Pemeriksaan mata dan telinga serta pendeteksian fungsi tiroid pada bayi baru lahir dan

rutin pada anak sindroma Down

b. Penyakit jantung bawaan, intervensi dini dengan pemeriksaan kardiologi pada bayi baru

lahir

c. Status Nutrisi, perlu perhatian meliputi kesulitan menyusu pada bayi sindroma Down dan

pencegahan obesitas pada usia anak dan remaja

d. Kelainan tulang

26

Page 27: Referat down syndrome

e. Pendidikan, sebagai intervensi dini terhadap kelainan perkembangan terutama

menyangkut kemampuan kognitif dan perkembangan social

f. Monitoring pertumbuhan dan perkembangan dengan kurva spesial untuk sindroma Down

dan disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak sindroma Down

g. Perawatan mulut dan gigi

h. Atlanto-axial instability screening pada usia tiga tahun

i. Konseling genetik.

PROGNOSIS

Survival rate penderita sindroma Down umumnya hingga usia 30-40 tahun. Selain

perkembangan fisik dan mental terganggu, juga ditemukan berbagai kelainan fisik. Kemampuan

berpikir penderita dapat digolongkan idiot dan biasanya ditemukan kelainan jantung bawaan,

seperti defek septum ventrikel yang memperburuk prognosis.15 Sebesar 44% penderita sindroma

Down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14% hidup sampai 68 tahun. Meningkatnya risiko

terkena leukemia pada sindroma Down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer

yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.14

Beberapa penderita sindroma Down mengalami hal-hal berikut:

a. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa.

b. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea.

c. Pada usia 30 tahun menderita dementia (berupa hilang ingatan, penurunan kecerdasan

dan kepribadian).

d. Gangguan tiroid.

Bisa terjadi kematian dini pada penderita sindroma Down meskipun banyak juga

penderita yang berumur panjang. Kematian biasanya disebabkan kelainan jantung bawaan.

Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80%

kematian. Anak-anak dengan sindroma Down memiliki risiko tinggi untuk menderita kelainan

jantung dan leukemia. Jika terdapat kedua penyakit tersebut maka angka harapan hidupnya

berkurang dan jika kedua penyakit tersebut tidak ditemukan maka anak bisa bertahan sampai

dewasa.

Mortalitas/Morbiditas

27

Page 28: Referat down syndrome

Diperkirakan sekitar 75% kehamilan dengan trisomi 21 tidak akan bertahan. Sekitar 85%

bayi dapat hidup sampai umur satu tahun dan 50% dapat hidup sehingga berusia lebih dari 50

tahun. Penyakit jantung kongenital sering menjadi faktor yang menentukan usia penderita

sindrom Down. Selain itu, penyakit seperti Atresia Esofagus dengan atau tanpa fistula

transesofageal, Hirschsprung disease, atresia duodenal dan leukemia akan meningkatkan

mortalitas (William, 2002).

Selain itu, penderita sindrom Down mempunyai tingkat morbiditas yang tinggi karena

mempunyai respons sistem imun yang lemah. Kondisi seperti tonsil yang membesar dan

adenoids, lingual tonsils, choanal stenosis, atau glossoptosis dapat menimbulkan obstruksi pada

saluran nafas atas. Obstruksi saluran nafas dapat menyebabkan Serous Otitis Media, Alveolar

Hypoventilation, Arterial Hypoxemia, Cerebral Hypoxia, dan Hipertensi Arteri Pulmonal yang

disertai dengan cor pulmonale dan gagal jantung (Cincinnati Children's Hospital Medical Center,

2006).

Keterlambatan mengidentifikasi atlantoaxial dan atlanto-occipital yang tidak stabil dapat

mengakibatkan kerusakan pada saraf spinal yang irreversibel. Gangguan pendengaran, visus,

retardasi mental dan defek yang lain akan menyebabkan keterbatasan kepada anak – anak dengan

sindrom Down dalam meneruskan kelangsungan hidup. Mereka juga akan menghadapi masalah

dalam pembelajaran, proses membangunkan upaya berbahasa, dan kemampuan interpersonal

(Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2006).

28

Page 29: Referat down syndrome

KOMPLIKASI

Anak-anak dengan sindrom Down bisa mempunyai berbagai komplikasi, ada yang

menjadi lebih menonjol sesuai dengan umur yang semakin meningkat, antara komplikasi yang

timbul termasuk:

Komplikasi Pada Jantung dan Sistem Vaskular

Walapupun lahir secara normal, asimptomatik dan tidak dijumpai murmur, anak

penderita sindrom Down tetap mempunyai risiko mendapat defek pada jantung. Apabila

resistensi pada vaskular pulmonari dapat dideteksi, kemungkinan terjadinya shunt dari kiri ke

kanan dapat dikurangi, sehingga dapat mencegah terjadinya gagal jantung awal. Apabila tidak

dapat dideteksi, keadaan ini akan menyebabkan hipertensi pulmonal yang persisten dengan

perubahan pada vaskular yang ireversibel (Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2006).

Umumnya tatalaksana operatif untuk memperbaiki defek pada jantung dilakukan setelah

anak cukup besar dan kemampuan bertahan terhadap operasi yang dilakukan lebih baik.

Biasanya tindakan operasi dilakukan apabila anak sudah berusia 6-9 bulan. Saat ini, hasil operasi

sudah lebih baik dan anak yang dioperasi mampu hidup lebih lama (Kallen B, 1996).

Bagi penderita sindrom Down yang menderita defek septal atrioventrikuler, symptom

biasanya timbul sewaktu usia kecil, ditandai dengan shunting sistemik-pulmonari, aliran darah

pulmonari yang tinggi, disertai dengan peningkatan risiko terjadinya hipertensi arteri pulmonal.

Resistensi pulmonal yang meningkat dapat memicu terjadinya kebalikan dari shunting sistemik-

pulmonal yang diikuti dengan sianosis (Baliff JP, 2005).

Penderita sindrom Down mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menderita hipertensi

arteri pulmonal dibandingkan dengan orang normal. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah

alveolus, dinding arteriol pulmonal yang lebih tipis dan fungsi endotelial yang terganggu (Galley

R, 2005).

Tindakan operatif perbaikan jantung pada usia awal dapat mencegah terjadinya kerusakan

vaskuler pulmonal yang permanen pada paru - paru. Apalagi dengan pengobatan yang terkini

(prostacyclin, endothelin, antagonis reseptor dan phosphodiesterase-5-inhibitor) didapatkan

mampu memperbaiki status klinis dan jangka hidup bagi penderita hipertensi arteri pulmonal

(Livingstone, 2006).

29

Page 30: Referat down syndrome

Meskipun demikian penyakit jantung koroner didapatkan rendah pada penderita sindrom

Down. Hal ini dibuktikan melalui pemeriksaan patologi dimana didapatkan rendahnya

kemungkinan terjadi aterosklerosis pada penderita sindrom Down (Tyler, 2004)

Leukemia. Anak-anak dengan sindrom Down lebih cenderung menderita leukemia. Hal

ini berdasarkan pengamatan bahawa leukemia tertentu dapat berhubungan dengan defek

pada kromosom 21.

Penyakit menular. Disebabkan sistem imun yang terganggu, penderita sindrom Down

lebih mudah terkena serangan penyakit menular seperti radang paru-paru.

Demensia. Resiko untuk terkena demensia di waktu tua, tanda dan gejala demensia sering

muncul sebelum berumur 40 tahun. Mereka yang menderita demensia juga mempunyai

kecenderungan yang tinggi menderita kejang.

Apnea tidur. Disebabkan oleh perubahan pada sel jaringan dan tulang yang menyebabkan

penyempitan pada jalan pernafasan, risiko untuk terjadinya sleep apneu tinggi.

Obesitas. Penderita sindrom Down mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk

menjadi obes daripada penduduk umum.

Lain-lain. Sindrom Down juga bisa dikaitkan dengan keadaan kesehatan yang lain,

termasuk masalah gastrointestinal, masalah tiroid, menopause awal, kehilangan

pendengaran, penuaan dini, masalah tulang dan masalah penglihatan.

Sekitar 20% janin sindrom Down mengalami abortus spontan antara masa kehamilan 10-

16 minggu. Banyak janin tidak berimplantasi pada endometrium atau ibu mengalami keguguran

sebelum usia kehamilan 6-8 minggu.

PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui

amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu

hamil yang pernah mempunyai anak dengan Down syndrome atau mereka yang hamil di atas

usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki

resiko melahirkan anak dengan Down syndrome lebih tinggi. Down Syndrome tidak bisa

dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom.

30

Page 31: Referat down syndrome

Deteksi dini sindrom Down dilakukan pada usia janin mulai 11 minggu (2,5 bulan) sampai

14minggu. Dengan demikian, orangtua akan diberi kesempatan memutuskan segala hal

terhadap janinnya. Jika memang kehamilan ingin diteruskan, orangtua setidaknya sudah siap

secara mental.

Amniocentesis - Merupakan prosedur invasif di mana jarum melewati perut ibu bagian

bawah ke dalam rongga ketuban dalam rahim. Cairan ketuban yang cukup akan dicapai mulai

sekitar 14 minggu kehamilan. Untuk diagnosis prenatal, kebanyakan amniocenteses dilakukan

antara 14 dan 20 minggu kehamilan.

Chorionic villus sampling (CVS) – dilakukan antara minggu 11-12 kehamilan. Dalam

prosedur ini, sebuah kateter dimasukkan melalui vagina melalui leher rahim dan masuk ke dalam

rahim ke berkembang ke plasenta di bawah bimbingan USG. Pendekatan alternatifnya adalah

transvaginal dan transabdominal. Penggunaan kateter memungkinkan sampel sel dari chorionic

vili plasenta. Sel-sel ini kemudian akan dilakukan analisis kromosom untuk menentukan

kariotipe janin.

Konseling genetik juga menjadi alternatif yang sangat baik, karena dapat menurunkan

angka kejadian sindrom down. Dengan biologi molekular misalnya Gene targeting atau

Homologous recombination gene dapat dinon-aktifkan. Sehingga suatu saat gen 21 yang

bertanggung jawab terhadap munculnya fenotip sindrom down dapat di non aktifkan.8-10

31

Page 32: Referat down syndrome

BAB III

SIMPULAN

Sindroma Down adalah kumpulan gejala atau kondisi keterbelakangan perkembangan

fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kelainan

sindroma Down terjadi karena kelebihan jumlah kromosom pada kromosom nomor 21 sehingga

kelainan ini disebut trisomi 21. Anak yang menyandang sindroma Down ini akan mengalami

keterbatasan kemampuan mental dan intelektual, retardasi mental ringan sampai sedang, atau

pertumbuhan mental yang lambat. Selain itu, penderita seringkali mengalami perkembangan

tubuh yang abnormal, pertahanan tubuh yang relatif lemah, penyakit jantung bawaan, alzheimer,

leukemia, dan berbagai masalah kesehatan lain. Diagnosis sindroma Down dapat ditegakkan

melalui penelusuran riwayat penyakit dan wawancara psikiatrik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang (pemeriksaan sitogenik, amniosentesis, interphase fluorescence in situ hybridization

(FISH), ekokardiografi, dan skeletal radiografi). Penderita sindroma Down ini biasanya bertahan

sampai usia 30-40 tahun. Pada penderita sindroma Down biasanya ditemukan adanya kelainan

jantung bawaan, seperti defek septum ventrikel dan meningkatnya resiko terkena leukemia. Jika

terdapat kedua penyakit tersebut, maka angka harapan hidupnya berkurang, tetapi jika kedua

penyakit tersebut tidak ditemukan maka anak bisa bertahan sampai dewasa.

32

Page 33: Referat down syndrome

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryo. Abnormalitas akibat kelainan kromosom dalam Genetika manusia, Universitas

Gadjah Mada press, cetakan ke 6 tahun 2001. Hal 259-270

2. Adkinson R.L, Brown M.D. Disorders of gender differentiation and sexual development in

Elsevier’s Integrated Genetics 2007. p 17-20

3. Reed E.P. medical genetics. Current medical diagnosis and treatment, McGraw-Hill

Companies. 44th ed. 2005. p 1670

4. N Heyn, Sietske. 2011. Available at: Down

Syndrome.http://www.medicinenet.com/down_syndrome/article.htm. [Accessed on June

8th 2013.

5. Sherman SL, Allen EG, Bean LH, Freeman SB. Epidemiology of Down Syndrome.

Mental Retardation And Developmental Disabilities Research Reviews. 2007; 13: 221 –

227.

6. Chen H. genetics of Down syndrome. eMedicine. Feb 4, 2011. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/943216-overview#a0104. Accessed on June 6th

2013.

7. Mayo C.S Down syndrome. Available at http://www.mayoclinic.com/health/down-

syndrome/DS00182. Accessed on June 2rd 2013.

8. Sietske N.H. Down syndrome 10 July 2011. Available at

http://www.medicinenet.com/down_syndrome/article.html. Accessed on June 3rd 2013.

9. Down syndrome. Genetics Home Reference. 30 Aug 2010. Available at

http://www.ghr.nlm.nih.gov/condition/down-syndrome. Accessed on June 3rd 2013.

10. Care C. masalah sindrom Down. 2009. Available at

http://www.childcare-center.com/masalah/sindrom-down.html. Accessed on June 3rd

2013.

11. Saharso D. Sindroma Down. 2006. Available at http://www.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214-irky208.htm.

Accessed on June 6th 2013.

33

Page 34: Referat down syndrome

12. Lyle R. Down syndrome. 2004. Available at

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15510164. Accessed on June 6th 2013.

13. Sadock, Benjamin J., Sadock, Virginia A. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.

Ed. 2. Jakarta: EGC, 2010:563.

14. Shin, M., Besser, Lilah M., Kucik, James E., Lu, C., Siffel, C., Correa, A. et al. 2009.

15. Prevalence of Down Syndrome Among Children and Adolescents in 10 Regions of the

United States. Official Journal of the American Academic of Pediatrics. 124:1565-1571.

16. Sindrom Down. Available at :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31669/4/Chapter%20II.pdf. Accessed on

June 8th 2013.

34