BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang diobati secara tidak
memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara
dengan osteoporosis hiperemik, nekrosis karena tekanan dinding-dinding sel tulang dan
pembentukan empiema. Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada anak yang mengalami
pemecahan membran timpani secara spontan selama otitis media dan yang kemudian mengalami
nyeri telinga yang makin mendenyut dengan bertambahnya volume cairan purulen yang keluar
dari telinga. Demam dapat berlangsung terus menerus meskipun telah mendapat antibiotik.
Dari catatan medis di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat sepanjang Januari 2004 sampai
Desember 2005 didapatkan 95 pasien dengan mastoiditis akut. Hanya pasien yang belum
mendapatkan pengobatan baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari terakhir yang
dilakukan dalam penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata 27 tahun termuda 5 tahun dan
tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun (36,8%) terhadap kesamaan distribusi gender dalam
penelitian ini (laki-laki 53,7% dan wanita 46,3%).(anonim, 2008)
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang
menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan
virulensi dari organisme penyebab yang hampir sama dengan penyebab otitis media akut. Bila
tidak segera tertangani akan terjadi komplikasi serius seperti meningitis dan abses otot.
Kelompok mencoba memaparkan tentang konsep mastoiditis beserta asuhan keperawatannya
dengan harapan dapat berguna bagi mahasiswa maupun praktisi kesehatan sebagai salah satu
sumber referensi.
1.2 Rumusan Masalah
Apa konsep teori dari mastoiditis dan bagaimana proses keperawatan klien dengan
mastoiditis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep dan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada klien dengan
mastoiditis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari mastoiditis
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari mastoiditis
3. Mahasiswa mampu memahami Manifestasi klinis dari mastoiditis
4. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari mastoiditis
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari mastoiditis
6. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari mastoiditis, meliputi :
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencananaan Intervensi Keperawatan
4. WOC
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan
keperawatan pada klien dengan mastoiditis, serta mampu mengimplementasikannya dalam
proses keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani.
Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang ulang dapat menyebabkan timbulnya
perubahan pada mastoid berupa penebalan mukosa dan terkumpulnya eksudat. Lama kelamaan
terjadi peradangan tulang (osteitis) dan pengumpulan eksudat/nanah yang makin banyak,yang
akhirnya mencari jalan keluar. Daerah yang lemah biasanya terletak di belakang telinga,
menyebabkan abses superiosteum ( Sumber, tahun)
2.2 Etiologi
Menurut Reeves (2001: 19) etiologi mastoiditis adalah:
1. Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel
udara mastoid
2. Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut
Menurut George (1997: 106) etiologi mastoiditis antara lain:
1. Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya
2. Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut
yaitu streptococcus pnemonieae.
Bakteri penyebab lain ialah Streptococcus hemolytikus (60%), Pneumococcus (30 %),
staphylococcus albus, Streptococcus viridians, H. Influenza
2.3 Manifestasi Klinis
Menurut George (1997: 106) manifestasi klinis pada penderita mastoiditis antara lain:
1. Demam biasanya hilang dan timbul.
2. Nyeri cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di dalam telinga, dan
mengalami nyeri tekan pada mastoid.
3. Gangguan pendengaran sampai dengan kehilangan pendengaran.
4. Membran timpani menonjol berisi kulit yang telah rusak dan bahas sebaseus (lemak).
5. Dinding posterior kanalis menggantung.
6. Pembengkakan postaurikula.
7. Temuan radiologis yaitu adanya apasifikasi pada sel-sel udara mastoid oleh cairan dan
hilangnya trabukulasi normal sel-sel tersebut.
8. Keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau.
2.4 Patofisiologi
Mastoiditis umumnya disebabkan oleh Infeksi
oleh streptococcus (60%),pneumococcus (30%), staphylococcus aureus/albus, s. viridians, H.
influezae. Bakteri ini menyerang telinga bagian luar kemudian menjalar ke cavum tympani.
Cavum tympani mengalami peradangan. Eksudat mulai terakumulasi. Kemudian infeksi
menjalar ke tulang mastoid, mastoid menjadi meradang. Peradangan mastoid ini bisa menjadi 4
macam yaitu jenis I yaitu mastoiditis disertai nanah dan jaringan granulasi, jenis II mastoiditis
dan kolesteatom, mastoiditis campuran (campuran jenis 1 dan 2), Mastoiditis yang sklerotik .
Bila mastoiditis ini terus berlanjut maka akumulasi eksudat dan nanah semakin meningkat,
kemudian dapat menimbulkan edema dan ulserasi dibeberapa tempat. Akibat selanjutnya eksudat
dan nanah menekan pembuluh darah dan penekanan ini menyebabkan nekrosis dan granulasi
ruang abses. Tulang bagian dalam juga bisa mengalami peradangan (osteitis). Peningkatan
akumulasi eksudat di telinga bagian dalam. Eksudat bercampur nanah mencoba mencari jalan
keluar. Komplikasi selanjutnya abses subperiosteum.
2.5 Penatalaksanaan
Terapi
Harus segera dilakukan, dan pemberian antibiotik secara IV dan per oral dalam dosis
besar, karena organisme penyebabnya mungkin Streptococcus β-hemoliticus atau Pneumococcus.
H .influenza. Tetapi harus juga sesuai dengan hasil test kultur dan hasil resistensi.
Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk membuang jaringan yang terinfeksi diperlukan jika tidak
ada respon terhadap pengobatan antibiotik selama beberapa hari. Mastoidektomy radikal/total
yang sederhana atau yang dimodifikasi dengan tympanoplasty dilaksanakan untuk memu-lihkan
ossicles dan membran timpani sebagai suatu usaha untuk memulihkan pendengaran. Seluruh
jaringan yang terinfeksi harus dibuang sehingga infeksi tidak menyebar ke bagian yang lain.
Beberapa komplikasi dapat timbul bila bahan yang terinfeksi belum dibuang semuanya atau
ketika ada kontaminasi dari struktu/bagian lain diluar mastoid dan telinga te-ngah. Komplikasi
mastoiditis meliputi kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial wajah (syaraf-syaraf kranial
VI dan VII), menurunnya kemampuan klien untuk melihat ke arah sam-ping/lateral (syaraf
kranial VI) dan menyebabkan mulut mencong, seolah-olah ke samping (syaraf kranial VII).
Komplikasi-komplikasi lain meliputi vertigo, meningitis, abses otak, otitis media purulen yang
kronis dan luka infeksi.
Mastoidektomi
1. Mastoidektomi Sederhana
Masteidoktomi sederhana adalah tindakan membuka kortek mastoid dari arah permukaan
luarnya, membuang jaringan patologis seperti pembusukan tulang atau jaringan lunak,
menemukan antrum dan membuka aditus ad-antrum bila tersumbat. Masteidoktomi simple yang
lengkap harus membuang seluruh sel-sel mastoid termasuk yang di sudut sino-dura, sel mastoid
di tegmen mastoid, dan sampai seluruh sel-sel mastoid di mastoid tip. Pada mastoidektomi
simple untuk OMSK, jarang sekali dibutuhkan mastoidektomi simple lengkap, cukup hanya
membuang jaringan patologik dan membuka aditus ad antrum bila tersumbat, sedangkan sel
pneumatisasi mastoid yang masih utuh tidak perlu dibuang.
Dibedakan menjadi :
1. Operasi pada jaringan lunak
Operasi pada jaringan lunak tergantung pendekatan yang akan dipakai, apakah enaural
atau retroartikuler.
1. Operasi pada bagian tulang
Mastoidektomi simple adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid dengan tetap
memperetahankan keutuhan tulang dinding belakang liang telinga.
Mastoidektomi Superfisial
Patokan pada tahap ini adalah dinding belakang liang telinga, linea temporalis, spina
Henle, segitiga Mc.Ewen, prosesus mastoid.pada tahap ini mata bor yang dipakai adalah mata
bor yang paling besar. Sebelum pengeboran, permukaan tulang diirigasi lebih dahulu agar serbuk
tulang tidak bertebangan. Irigasi juga berguna untuk meredam panas yang ditimbulkan gesekan
mata bor dengan tulang.
Mastoidektomi dalam
Antrum Mastoid
Antrum mastoid adalah ruang di rongga mastoid yang harus dituju pada setiap
mastoidektomi karena ruangan ini berhubungan langsung dengan aditus ad antrum yang
menghubungkan rongga mastoid dengan kavum timpani. Dengan melanjutkan pengeboran
langsung di belakang liang telinga dengan menjaga dinding liang telinga tetap utuh tetapi tipis,
juga dengan melakukan pengeboran di rongga mastoid bertepatan dengan tegmen mastoid, maka
di sebelah dalam segitiga imajiner Mc.Ewen akan ditemukan antrum mastoid.
Aditus ad Antrum
Aditus ad antrum dapat ditemukan dengan menyusuri bagian anterior-superior pertemuan
dinding belakang liang telinga dengan tegmen mastoid.
Fosa Indikus
Fosa indikus paling mudah dicapai dengan mengebor bagian tulang prosesus zigomatikus
yang menutupi antrum.
2. Mastoidektomi Radikal dan Timpanoplasti dinding runtuh
Timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down tympanoplasty, modified radical
mastoidectomy, open method tympanoplasty) adalah modifikasi dari mastoidektomi radilkal.
Mastoidektomi radikal yang klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di rongga
mastoid, meruntuhkan dinding belakang liang telinga, pembersihan seluruh sel mastoid yang
mempunyai drainage ke kavum timpani, yaitu pembersihan total sel-sel mastoid di sudut sino-
dura, di daerah segitiga Trautman. Mukosa kavum timpani juga dibuang seluruhnya, muara tuba
eustachius ditutup dengan tandur jaringan lunak. Maksud tindakan ini adalah untuk membuang
seluruh jaringan patologis dan meninggalkan kavitas operasi yang kering. Mukosa sel-sel
mastoid atau kavum timpani yang tertinggal akan meninggalkan kavitas operasi yang basah yang
rentan terhadap peradangan.
Pada timpanoplasti dinding runtuh, seperti pada mastoidektomi radikal, maka diusahakan
pembersihan total sel-sel mastoid. Bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang
pendengaran dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan sebersih-bersihnya. Tuba
eustachius tetap dipertahankan, bahkan dibersihkan agar terbuka bila tertutup jaringan patologis.
Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasila m.temporalis baik berupa tandur (free fascia
graft) ataupun sebagai jabir fasia m.temporalis. Dilakukan juga rekonstruksi tulang-tulang
pendengaran.
Perawatan Post Operasi
Rendaman antiseptik gauze (An Antiseptic-Soaked Gauze), seperti Iodoform gauze
(Nuga-uze), dibalut didalam kanal auditori. Apabila dilakukan insisi postauricular atau endaural,
dressing luar ditempatkan diatas tempat operasi. Dressing dijaga/dipertahankan kebersih-an dan
kekeringannya. Perawat menggunakan teknik steril ketika mengganti dressing. Klien tetap dalam
posisi datar dengan telinga diatas, pertahankan sedikitnya selama 12 jam post operasi. Terapi
antibiotik profilaksis digunakan untuk mencegah kekambuhan. Umumnya klien melaporkan
mengalami kemajuan setelah balutan pada kanal dilepaskan. Sampai saat itu, perawat
menggunakan teknik komunikasi khusus karena adanya gangguan pendengaran pada klien dan
melakukan percakapan langsung pada telinga yang tidak terganggu. Perawat melatih klien
mengenai perawatan post operasi
2.6 Asuhan Keperawatan
2.6.1 Pengkajian
1. Keluhan utama
Rasa nyeri di telinga.
1. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa penanganan yang
baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid. Dapat muncul atau keluar cairan yang
berbau dari telinga, timbul nyeri di telinga dan demam hilang timbul.
1. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya otitis media kronik karena adanya episode berulang.
1. Pemeriksaan fisik
1. Suhu tubuh meningkat, denyut nadi meningkat (takikardi)
2. Kemerahan pada kompleks mastoid
3. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir dari telinga tengah
ke auditory canal
4. Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan)
5. Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah)
6. Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan organ lain
7. Riwayat infeksi pada telinga tengah sebelumnya
1. Pemeriksaan Penunjang
2. Laboratorium
Spesimen dari sel mastoid diperoleh selama operasi dan myringotomy cairan. Specimen
tersebut harus dikirim untuk kultur kedua bakteri aerobik dan anaerobic, Gram staining, dan
asam-cepat staining.
b . CT Scan dan MRI
untuk mengetahui perubahan pada sel udara mastoid
c. Tympanocentesis dan myringotomy Myringotomy mungkin awalnya dilakukan, diikuti dengan
terapi antibiotik.
d. Culturing cairan telinga tengah sebelum antimicrobial therapy adalah keharusan.
1. Review Of System pada klien Mastoiditis
1. B1 Breath : -
2. B2 Blood : sekresi nanah
3. B3 Brain : pusing
4. B4 Bladder : -
5. B5 Bowel : mual
6. B6 Bone : nyeri pada tulang mastoid
2.6.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada mastoiditis antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada tulang mastoid akibat infeksi
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan pendengaran.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
5. Resiko cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi
6. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.
2.6.3 Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada tulang mastoid akibat infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi
Kriteria Hasil a. Pasien mengatakan nyeri berkurang
b. Skala nyeri turun
c. Wajah pasien tampak rileks
No Intervensi Rasional
1. Kaji ulang skala nyeri, lokasi,
intensitas
Mengetahui ketidakefektifan intervensi
2. Berikan posisi yang nyaman Mengurangi nyeri
3. Ajarkan teknik relaksasi dan
ciptakan lingkungan yang tenang
Mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri
dan mengurangi nyeri
4. Kolaborasi pemberian analgesik, Dapat mengurangi nyeri, membunuh kuman dan
antibiotika, dan anti inflamasi
sesuai indikasi
mengurangi peradangan sehingga mempercepat
penyembuhan
1. 2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam suhu tubuh dapat normal
(360-370C)
Kriteria Hasil a. Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)
b. Kulit tidak teraba hangat
c. Wajah tidak tampak merah
d. Tidak terjadi dehidrasi
No Intervensi Rasional
1. Pantau input dan output Untuk mengetahui balance cairan pasien
2. Ukur suhu tiap 4-8 jam Untuk mengetahui perkembangan klien
3. Ajarkan kompres hangat dan
banyak minum
Untuk menurunkan panas tubuh dan mengganti
cairan tubuh yang hilang
4. Kolaborasi dengan pemberian
antipiretik
Untuk menurunkan panas
1. 3. Perubahan sensori/ persepsi (auditoris) berhubungan dengan kerusakan
pendengaran
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien mampu
mendengar dengan baik
Kriteria Hasil : a. Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum
b. Pasien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat
No Intervensi Rasional
1. Kaji tentang ketajaman
pendengaran
Menentukan seberapa baik tingkat pendengaran
klien
2. Diskusikan tipe alat bantu dengar Untuk menjamin keuntungan maksimal
dan perawatannya yang tepat
3. Bantu pasien berfokus pada
semua bunyi di lingkungan dan
membicarakannya hal tersebut
Untuk memaksimalkan pendengaran
1. 4. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam risiko infeksi dapat
hilang atau teratasi
Kriteria Hasil : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
No Intervensi Rasional
1. Observasi keadaan umum pasien
selama 24 jam
Mengetahui keadaan umum pasien
2. Anjurkan pentingnya cuci tangan Mencegah penularan penyakit
3. Ajarkan prosedur mencuci telinga
luar
Mencegah infeksi berlanjut
4. Kolaborasi pemberian antibiotik
profilaksis
Agar dapat membunuh kuman, sehingga tidak
menularkan penyakit terus-menerus
1. Resiko cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi cidera
Kriteria Hasil : pasien tidak mengalami cidera fisik
No Intervensi Rasional
1. Cegah infeksi telinga berlebih Agar kerusakan penedengaran tidak meluas
2.
Meminimalkan tingkat
kebisingan di unit perawatan
intensif
Lakukan upaya keamanan
Berhubungan dengan kehilangan pendengaran
Untuk mencegah pasien jatuh akibat gangguan
3.
4.
seperti ambulasi terbimbing
Kolaborasi dengan pemberian
obat antiemetika
keseimbangan
Mengurangi nyeri kepala sehingga terhindar
dari jatuh
1. 6. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ansietas berkurang
Kriteria Hasil : a. Menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping, kontra impuls,
penahanan mutilasi diri secara konsisten dan substansial
b. Menunjukkan ketrampilan interaksi sosial yang efektif
No Intervensi Rasional
1. Informasikan pasien tentang
peran advokat perawat intra
operasi
Kembangkan rasa percaya/ hubungan, turunkan
rasa takut akan kehilangan kontrol pada
lingkungan yang asing
2. Identifikasi tingkat rasa takut
yang mengharuskan dilakukan
penundaan prosedur pembedahan
Rasa takut yang berlebihan/ terus-menerus akan
mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan,
risiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap
prosedur/ zat-zat anestesi
3. Cegah pemajan tubuh yang tidak
diperlukan selama pemindahan
ataupun pada tulang operasi
Pasien akan memperhatikan masalah kehilangan
harga diri dan ketidakmampuan untuk melatih
kontrol
4. Berikan petunjuk/ penjelasan
yang sederhana pada pasien yang
tenang
Ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan
membuat pasien menemui kesulitan untuk
memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan
berbelit-belit
5. Kontrol stimulasi eksternal Suara gaduh dan keributan akan meningkatkan
ansietas
6. Berikan obat sesuai petunjuk,
misal; zat-zat sedatif, hipnotis
Untuk meningkatkan tidur malam hari sebelum
pembedahan; meningkatkan kemampuan koping
2.6.4 WOC
DOWNLOAD : WOC MASTOIDITIS
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani.
Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang ulang dapat menyebabkan timbulnya
perubahan pada mastoid berupa penebalan mukosa dan terkumpulnya eksudat. Lama kelamaan
terjadi peradangan tulang (osteitis) dan pengumpulan eksudat/nanah yang makin banyak,yang
akhirnya mencari jalan keluar. Daerah yang lemah biasanya terletak di belakang telinga,
menyebabkan abses superiosteum.
3.2 Saran
Penulis menghimbau kepada semua pembaca agar selalu menjaga kebersihan telinga dari
virus agar kuman, sebaliknya apabila seorang terkena otitis harus diobati secara tuntas agar tidak
terjadi infeksi pada prosesus mastoiditis yang dapat komplikasi yang lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesahatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Reeves, C.J.2001.Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, S. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta:
EGC
Wilkinson, J. M. 2007. Buku Ajar Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. Jakarta: EGC