PRESENTASI KASUS
ANESTESI UMUM PADA OPERASI FUNCTIONAL ENDOSCOPIC SINUS SURGERY
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anestesi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
Kurniati Hatmi
20090310168
Diajukan Kepada :
dr. Budi Aviantoro, Sp. An
SMF BAGIAN ANESTESI
RSUD TIDAR MAGELANG
2015
3
I. KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kajoran
Agama : Islam
2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Hidung sebelah kanan tersumbat sejak 3 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh hidung sebelah kanan sering
tersumbat, sering berair dan tidak nyaman.
Riwayat pengobatan ada, diterapi dengan obat namun pasien lupa obat apa
saja. Keluhan hidung tersumbat dan berair membaik, namun kemudian muncul
lagi. Oleh karena keluhan sudah semakin mengganggu akhirnya pasien berobat ke
RSUD Tidar Magelang.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Asma disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
Riwayat batuk lama (TB) disangkal
Riwayat operasi sebelumnya (+) 16 tahun yang lalu pernah mengalami
keluhan yang sama dan sudah dilakukan polipektomy
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
4
Riwayat penyakit yang sama didalam keluarga disangkal. Riwayat penyakit
diabetes mellitus, hipertensi, asma, dan alergi obat pada anggota keluarga
disangkal.
3. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos smentis
- Vital Sign : TD : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/m
RR : 22 x/m
T : 36,8ºC
Status General:
Kepala : Normocephali
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor ki-ka,
refleks cahaya (+/+)
THT :
Telinga:
Mikrotia (-), makrotia (-), liang telinga lapang (+), serumen (-),
membran timpani hiperemis (-), refleks cahaya (+)
Hidung:
cavum nasi sempit, sekret (+), massa (+) menutupi cavum nasi
sinistra
Tenggorokan:
T1-T1, uvula ditengah, faring hiperemis (-), granul (-)
Mulut : Raghade (-), lidah kotor (-),atrofi papil (-), protease gigi (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran tyroid (-)
Thorax:
Paru:
- Inspeksi : Simetris kanan-kiri, retraksi (-), spider nevi (-)
5
- Palpasi : Vocal fremitus hantaran sama kanan-kiri, nyeri tekan (-),
krepitasi (-)
- Perkusi : Sonor-pekak, batas paru-hati, ICS VI linea midclavicula dextra
Sonor-timpani, batas paru-lambung, ICS VIII linea axilaris
anterior sinistra
- Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Thrill tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
- Inspeksi : Datar, venektasi (-), strie (-), benjolan (-)
- Auskultasi : BU (+) normal
- Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), massa (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), undulasi (-)
- Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas:
Superior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-)
Inferior : Akral hangat, sianosis (-/-), edema (-/-)
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah rutin
6
WBC : 5,2 103/mm3 (3,5-10,0 103/mm3)
RBC : 4.14 106/mm3 (3,80-5,80 106/mm3)
HGB : 12,7 g/dl (11,0-16,5 g/dl)
HCT : 38,1 % (35,0-50%)
PLT : 226 103/mm3 (150-390 103/mm3)
GDS : 144 mg/dl
CT : 3’
BT : 2’
b. Kimia Darah Lengkap
Faal Hati
SGOT : 19 U/L (<40)
SGPT : 15 U/L (<41)
Faal Ginjal
Ureum : 19,7 mg/dl (15-39)
Kreatinin : 1,2 mg/dl (0,6-1,1)
2. Radiologi
Foto Thoraks
Kesan:
Jantung : ctr < 50 %
Paru : dalam batas normal
5. Diagnosis Kerja Pre-Op:
Massa Cavum Nasi Sinistra
6. Pra Anastesi
Penentuan Status Fisik ASA: 2
Persiapan Pra Anestesi:
- Pasien telah diberikan Informed Consent
7
- Puasa 6 jam sebelum operasi
8
7. Laporan Anestesi
Operasi Polipektomi dilaksanakan pada tanggal 18 November 2013.
- Tindakan Anestesi
1) Metode : Anestesi Umum (Intubasi)
2) Premedikasi : Aminofilin 2 ml
3) Induksi : Recofol (propofol) 160 mg
4) Relaksasi : Tramus (Atracurium Besilate) 3,5 mg
5) Intubasi : Insersi ETT no.7,0 dengan balon
6) Maintenance : Sevoflurance, Isoflurance + N2O : O2
7) Obat lain : Dexamethasone 20 mg
- Keadaan selama operasi
1) Posisi Penderita : Terlentang
2) Penyulit waktu anestesi : Spasme otot pernapasan setelah induksi
3) Lama Anestesi : ± 2 jam
4) Monitoring
TD awal: 110/70 mmHg, N: 84 x/I
Jam TD (mmHg) Nadi (x/i) Sp02
09.45 100/60 79 88
10.00 108/65 68 99
10.15 99/65 58 98
10.30 99/68 68 98
10.45 99/68 79 98
11.00 93/57 64 98
11.15 96/60 60 98
11.30 110/72 62 99
11.45 110/71 62 99
II. PEMBAHASAN
9
2.1 Definisi
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversibel. Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan risiko
yang tidak diinginkan dari pasien.
Anestesi umum merupakan kondisi yang dikendalikan dengan
ketidaksadaran reversibel dan diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara
injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri
(analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan
atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran
(unconsciousness).
2.2 Cara Pemberian Anestesi umum
Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.
1. Anestesi inhalasi: yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi
yang mudah menguap (volaitile agent) sebagai zat anestetik melalui udara
pernafasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan
oksigen) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan
parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentukan kekuatan
daya anestesi, zat anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang
rendah sudah dapat memberi anestesi yang adekuat.
halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane
merupakan cairan yang mudah menguap. Obat-obat ini diberikan sebagai uap
melalui saluran napas.
Cara pemberian anestesi inhalasi:
Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di
depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak
diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara
terbuka.
10
Semiopen drop method: cara ini hampir sama dengan open drop, hanya
untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.
Semiclosed method: udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen
yang dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya
anestesi dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu
dan hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O2.
Closed method: hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi
dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang
mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman,
dan lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.
Selain itu, tektik pemberian anestesi dapat dilakukan dengan cara :4
Inhalasi dengan Respirasi Spontan 1. Sungkup wajah
2. Intubasi endotrakeal
3. Laryngeal mask airway (LMA)
11
Inhalasi dengan Respirasi kendali
1. Intubasi endotrakea2. Laryngeal mask airway
Anestesi Intravena Total (TIVA) 1. Tanpa intubasi endotrakeal2. Dengan intubasi endotrakeal
Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether, cyclopropane,
dan chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara maju karena
sifatnya yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane) dan
toksisitasnya terhadap organ (chloroform).5
2. Anestesi Intravena. Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik sendiri
atau dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau
sebagai komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk
menggunakan propofol. Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi
anestesi. Umumnya diberikan thiopental, namun pada kasus tertentu dapat
digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama anestesi
parenteral dikombinasikan dengan cara lain.3
Pemakaian obat anstetik intravena, dilakukan untuk : induksi anestesi,
induksi dan pemeliharaan anestesi bedah singkat, suplementasi hipnosis pada
anestesia atau tambahan pada analgesia regional dan sedasi pada beberapa
tindakan medik atau untuk membantu prosedur diagnostik misalnya tiopental,
ketamin dan propofol.3
2.3 Klasifikasi Obat-obat Anestesi Umum
12
2.3.1 Anestesi Inhalasi
Halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane
merupakan cairan yang mudah menguap.3,4
Halothane
Bau dan rasa tidak menyengat ,
Khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi khasiat analgetisnya dan daya
relaksasi ototnya ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam
Bersifat menekan refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli
dan mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi
Famakokinetik: sebagian dimetabolisasikan dalam hati bromide,
klorida anorganik, dan trifluoacetik acid.
Efek samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi,
jika penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.
Dosis: tracheal 0,5-3 v%.
Enfluran
Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis
pembedahan, juga sebagai analgetikum pada persalinan.
Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, melemaskan
otot uterus
Tidak begitu menekan SSP
Resorpsinya setelah inhalasi , cepat dengan waktu induksi 2-3 menit
Sebagian besar diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan utuh,
dan sisanya diubah menjadi ion fluoride bebas
Efek samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan
merangsang SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil),
serta mual dan muntah, dapat meningkatkan perdarahan pada saat
persalinan, SC, dan abortus.
Isofluran (Forane)
13
Bau tidak enak
Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi
otot baik
Daya kerja dan penekanannya thdp SSP = enfluran
Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,
meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual,
muntah, dan keadaan tegang
Sediaan : isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 = induksi;
maintenance : 0,5%-3%
Sevofluran
Merupakan halogenasi eter
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan
isofluran
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas
Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia
Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada
laporan toksik terhadap hepar
Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan
2.3.2 Anestesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital);
benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl,
sufentanil, alfentanil, remifentanil); propofol; ketamin, suatu senyawa
arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan
obat-obat lain ( droperianol, etomidate, dexmedetomidine).
Barbiturat
Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis
Hambat pernapasan di medula oblongata
14
Hambat kontraksi otot. jantung, tidak timbulkan sensitisasi jantung
terhadap ketekolamin
Dosis anestesi : rangsang SSP; dosis > = depresi SSP
Dosis : induksi = 2 mg/kgBB (i.v) dlm 60 dtk; maintenance = ½ dosis
induksi
Na tiopental
Induksi : dosis tergtantung BB, keadaan fisik dan penyakit Dewasa : 2-4ml larutan 2,5% secara intermiten tiap 30-60 detik ad capaian
Ketamin
sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat
analgesik kuat untuk sistem somatik, lemah untuk sistem viseral
relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi
tingkatkan TD, nadi, curah jantung
Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri
kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan
kabur, dan mimpi buruk.
Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi
midazolam atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intravena
dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.
Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk
intramuskular 3-10 mg.
Ketamin dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1%
(1ml=10mg), 5% (1ml=50 mg) dan 10 % (1ml=100 mg)
Fentanil dan droperidol
Analgesik & anestesi neuroleptik
Kombinasi tetap
Aman diberikan pada pasien yang mengalami hiperpireksia oleh
karena anestesi umum lain
15
Fentanil : masa kerja pendek, mula keja cepat
Droperidol : masa kerja lama & mula kerja lambat
Propofol
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg).
Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa
detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan
intensif 0.2 mg/kg.
Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.
Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada
wanita hamil tidak dianjurkan.
Diazepam
Suatu benzodiazepine dengan kemampuan menghilangkan
kegelisahan, efek relaksasi otot yang bekerja secara sentral, dan bila
diberikan secara intravena bekerja sebagai antikejang. Respon obat
bertahan selama 12-24 jam menjadi nyata dalam 30-90 menit setelah
pemberian secara oral dan 15 menit setelah injeksi intravena.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian
parenteral dikontraindikasikan pada pasien syok atau koma
Cause tidur dan penurunan kesadaran disertai nistagmus, bicara
lambat
Analgesik (-)
Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure,
induksi anestesia pd pasien kardiovaskuler
Efek anestesia lebih sedikit karena mula kerja lambat, masa pemulihan
lama
Risiko henti napas,flebitis dan trombosis (+) (rute IV)
16
Dosis : induksi = 0,1-0,5 mg/kgBB
Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan
dosis tinggi.
Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan
untuk induksi pasien dengan kelainan jantung.
Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg,
dilanjutkan dengan dosis rumatan 0.3-1 mg/kg/menit.
2.4 Tahapan Anestesi1
1. Stadium 1 (analgesia)
Penderita mengalami analgesi,
Rasa nyeri hilang,
Kesadaran berkurang
2. Stadium II (delirium/eksitasi)
Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran
Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa,
berteriak, menangis, menyanyi)
Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur
Dapat terjadi mual dan muntah
Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi
Midriasis, hipertensi
3. Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)
Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur
(pernapasan perut)
Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut
kehendak
17
Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri
dengan bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa
ditahan
4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)
Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.
Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat
vasomotor. Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat
meninggal. Maka taraf ini sedapat mungkin dihindarkan.
2.6 Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia
diantaranya :3
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anesthesia
Meminimalkan jumlah obat anestetik
Mengurangi mual muntah pasca bedah
Menciptakan amnesia
Mengurangi isi cairan lambung
2.3 Induksi Anestesi
Induksi anestesi : Tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan
pembedahan.
Persiapan induksi anestesi digunakan :
S : Scope à Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringoskop pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia
pasien. Lampu harus cukup terang.
18
T : Tubes à Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa
balon (cuffed) dan usia > 5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway à Pipa mulut-faring (Guedel,orotracheal airway) dan
pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan
lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak
menyumbat jalan napas.
T : Tape à Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau
tercabut
I : Introducer à Mandrin atau stillet untuk memandu agar pipa
trakea mudah dimasukkan
C : Connector à Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia
S : Suction à Penyedot lender dan ludah
Induksi intravena
Induksi intravena agen induksi seperti propofol (recofol, diprivan).
Propofol diberikan dengan dosis 2-3 mg / kgBB. Penggunaan propofol
dikaitkan dengan kurang mual dan muntah pasca operasi dan pemulihan
terjadi lebih cepat.
Induksi intramuscular
Ketamin (ketalar)yang dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis
5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi inhalasi
Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau
sevofluran.
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O
dan O2.
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang
batuk.
Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran) atau
desfluran jarang dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu
induksi menjadi lama.
Induksi per rektal
19
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau
midazolam.
2.8 Mekanisme Kerja
1. Anestesi inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi
digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam
kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan
rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada
permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan
sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan
pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi
intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman
anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi.1,5
2. Anestesi intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol
mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap
senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane.
Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan
pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.1,5
Farmakokinetika
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestesi di dalam susunan
saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi
anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetik yang mempengaruhi
ambilan dan penyebaran anestesi. Faktor tersebut menentukan perbedaan
kecepatan transfer anestesi inhalasi dari paru ke dalam darah serta dari darah ke
otak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut mempengaruhi masa
pemulihan anestesi setelah anestesi dihentikan.1
Dipengaruhi / tek parsial zat anestetik dlm otak. Faktor penentu tekanan parsial :
20
1. Tekanan parsial anestetik gas yang diinspirasi
Untuk mempercepat induksi : kadar gas yang diinspirasi harus lebih tinggi
daripada tekanan parsial yang diharapkan di jaringan
Setelah tercapai, diturunkan untuk pertahankan anestesi
2. Ventilasi paru
Hiperventilasi dapat percepat masuknya gas anestetik ke sirkulasi &
jaringan
Zat larut dalam darah : halothan
3. Pemindahan gas anestetik dr alveoli ke aliran darah
Membran alveoli mudah dilewati gas anestetik secara difusi dari alveoli ke
aliran darh
4. Pemindahan gas anestetik dari aliran dareh ke sel jaringan tubuh
Jaringan yang mempunyai aliran darah cepat, keseimbangan tekanan
parsial lebih mudah tercapai sehingga anestetik gas lebih mudah
berpindah.
Farmakodinamika
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Untuk mendapatkan reaksi yang
secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi.
Senyawa intravena umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan
pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.1
2.9 Rumatan Anestesi
21
Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan cara
mengatur konsentrasi obat anestesi dalan tubuh pasien. Jika konsentrasi obat
tinggi, maka akan dihasilkan anestesi yang dalam. Sebaliknya, jika konsentrasi
obat rendah, maka didapatkan anestesi yang dangkal. Anestesi yang ideal adalah
anestesi yang adekuat. Untuk itu perlu dipantau secara ketat indikator-indikator
kedalaman anestesi.
Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan secara intravena atau
dengan inhalasi atau campuran keduanya. Rumatan anestesi mengacu pada tidur
ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan selama pasien
dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Rumatan intravena misalnya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-
50 ug/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia
cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena
juga dapat menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infus
propofol 4-12 mg/KgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena
menggunakan opioid, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru
digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2
2.10 Komplikasi Anestesi Umum
Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi sendiri atau kondisi
pasien. Penyulit dapat timbul pada waktu pembedahan, atau kemudian segera
ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12 jam).1
Komplikasi kardiovaskular
Hipotensi : tekanan systolic kurang dari 70 mmHg dan kurang 25%
dari sebelumnya
Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode
induksi dan dan pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat
membahayakan khususnya pada penyakit jantung. Karena jantung
akan bekerja keras dengan kebutuhan O2 miokard yang meningkat,
bila tak tercukupi dapat timbul iskemia atau infark miokard.
Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan
dengan menambah dosis anestetika.
22
Aritmia jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi
dapat merangsang saraf simpatik, dapat menyebabkan aritmia.
Bradikardi yang terjadi dapat diobati dengan atropin
Payah jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairang IV
berlebihan.
Komplikasi respirasi
Obstruksi jalan napas
Batuk
Cekukan (hiccup)
Intubasi endobrakial
Apnoe
Atelektasis
Pneumotorak
Muntah dan regurgitas
Komplikasi mata
Laserasi kornea, menekan bola mata terlalu kuat
Komplikasi neurologi
Konvulsi, terlambat sadar, cedera saraf tepi
Perubahan cairan tubuh
Hipovolemia, hipervolemia
Komplikasi lain-lain
Menggigil, gelisah setelah anestesi, mimpi buruk, sadar selama
operasi, kenaikan suhu tubuh.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, SA., suryadi, KA., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi intensif. FKUI : Jakarta
2. Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Anestesi spinal. Dalam: Kapita Selekta
Kedokteran edisi III hal.261- 264. Jakarta.
3. The seventh report of Joint National Committee on Prevention, detection,
evaluation, and treatment of high blood pressure, NIH publication No.03-
5233, December 2003.
4. Varon J and Marik PE. 2008. Perioperative hypertension management.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2515421/
5. Pramono, Ardi, sp.An, dr. 2009. Study Guide Anestesiologi dan
Reanimasi. Yogyakarta : FK UMY.
24