perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM PENGATURAN UPAYA PAKSA
PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN DALAM PENYIDIKAN
PERKARA PENCUCIAN UANG MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN
MALAYSIA ANTI-MONEY LAUNDERING ACT 2001
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
BAMBANG PRAYITNO
NIM. E0008124
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
Allah meninggikan derajat orang yang menuntut ilmu.
(Al-mujadilah 11)
Allah membedakan orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu
(azzumar 9)
"Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia,
wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan
berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa
yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula"
(HR. Bukhari dan Muslim).
Sesungguhnya para nabi tak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanya
mewariskan ilmu. Yang mengambilnya maka dia telah memperoleh
keberuntungan yang banyak
(HR. Abu Daud)
Dua halyang sejatinya dibutuhkan manusia ialah
keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat
(Bambang Prayitno)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati... sebuah karya yang
sederhana ini, penulis persembahkan kepada:
1. Dzat yang Maha Agung, هللاSWT, penguasa alam semesta & pemilik hidupku
2. Nabi Muhammad SAW, suri teladan bagi umat yang senantiasa kita nantikan
safaatnya di akhirat kelak
3. Keluargaku tercinta (kedua orang tuaku, Mas Hartono, Mas Slamet Riyadi,
Mas Santoso, Mas Yono, Mas Anto, Mbak Mulyani, Mba Siti , keponakanku
yang lucu dan menggemaskan Hasan, Rahma, Tama, Ani, Hafidz. Terima
kasih atas cinta yang tak pernah padam, atas kepercayaan, suport, doa&
harapan yang diberikan untukku
4. Keluarga besar Alm. Mbah Harno dan Alm. MbahMerto Dikromo yang
selama ini terus memberikan doa dan motivasi bagi penulis
5. Yudhantara, Cindhy Cincrot, Noor Saefudin, Citra, Rere, Cori Pardosi, Maya
Hapsari, Angga Kristian, Mba Lina, Mba Elvira, Mas Galih, Mas Hage, Mas
Adhy BKKT, Mas Hifni, Mas Jupry, Mas Pengky, Ines, Galuh, Naris, Gea,
Aryani, Kiki,Anik, Ririz terima kasih sobat-sobatku semua atas dukungannya
hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi. Aku bangga dengan
kalian, semoga tetap dijaga persahabatan kita.
6. Mba Ratna Winasih, Mba Desy, Mba Nonik, Mba Anis, Mba Yaya, Mba Nia,
Mba Ary, Mba Mega, Mba Yurista, Mas Qomar, Mas Sasong, Mas Raharjo,
Mas Eky Terima kasih kepercayaan dan bimbingannya.
7. Danis, Ika Doblis Kencono, Syarifah, Wahyu, Mercent, Awaliyah, Mune
Kemprongseng, Maharadhika, Eko Phe, Dewi Priya, Tante Samy, Midhon
Suthe, segenap aktivis , pengurus dan pembinaDewan Ambalan ( Bu Nur
aida, Pak Rohman, Pak Jojo, Bu Heny) yang namanya tidak bisa disebutkan
satu per satu , Terima Kasih semangat dan motivasinya selama ini serta
pelajaran KORSA-nya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8. Pak Muryanto, Bu Medy Aminah, Bu Sri Mulyani, Bu Siti Rohani, Bu Ana
Wulandari (bapak ibu guru SMP yang senantiasa memberikan wejangan-
wejangannya yang tiada henti). Pak Tulus Purwanto, Pak Bambang Budi
Raharjo, Pak Arif Sugiyo(bapak guru SD yang senantiasa memberikan
inspirasi hidup) Terima kasih.
9. Teman belajar kelompokku dari kelas 1-6 SD dan kelas 1-3 SMP; Wawan,
Nani, Rini, Nyanying, Yani, Titik, dan Juwar. Kita Masuk MURI!Hahaha.
10. Keluarga besar penghuni kost “PONDOK ERDHAN” (Mas Yanuar, Mas
Suko, Mas Rendhy, Mas Angga (mahasiswa PascaSarjana Matematika UNS
yang jarangngampus, ayo mas mas thesisnya dikerjain), Lilik, Bandhy, Avi &
Yusuf, Terima kasih atas kebersamaannya selama ini. Menyenangkan!
11. Keluarga besar Paguyuban Sidang Ethok-Ethokan (Moot Court Community)
FH UNS (yang namanya gak bisa disebutin satu per satu, aku belajar banyak
hal dari kalian yang tak akan pernah aku dapatkan di tempat lain, I love U
ALL) dan keluarga besar angkatan 2008 dan temen-temenku yang suka
mencari inspirasi di kantin, TamJus, Taman DPR, Parkiran, Loby, Perpus,
Labkom FH UNS. Terima kasih atas kebersamaannya, semoga kita tetap
menjadi keluarga selamanya. Amin...
12. Jamaah Masjid Al-Hikmah Desa Bawu RT. 03, Terima kasih atas doanya.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsiku yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan bapak, ibu dan
teman-teman semua menjadi amalan kebaikan dan mendapat balasan pahala
dari Allah SWT. Amin...
14. Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
15. Semua insan yang rindu dan terus mengusung tegaknya supremasi hukum di
Indonesia serta selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan…
“viva justitia“...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Bambang Prayitno, E0008124. 2012. ANALISIS PERBANDINGAN
HUKUM PENGATURAN UPAYA PAKSA PENGGELEDAHAN DAN
PENYITAAN DALAM PENYIDIKAN PERKARA PENCUCIAN UANG
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG DENGANMALAYSIA ANTI-MONEY LAUNDERING
ACT 2001. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji persamaan dan perbedaan serta
kelebihan dan kelemahan pengaturan upaya paksa penggeledahan
danpenyitaandalam penyidikan perkara pencucian uang menurut Undang-Undang
Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dengan MalaysiaAnti-Money Laundering Act 2001.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, bersifat preskriptif.
Jenis bahan yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan
cara studi kepustakaan melalui pengumpulan peraturan perundang-undangan,
buku, jurnal dokumen lain yang mendukung. Adapun teknik analisis bahan hukum
dilakukan dengan analisis isi (content analysis).
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu bahwa pengaturan upaya
paksa penggeledahan dan penyitaan dalam tindak pidana pencucian uang
memiliki persamaan sekaligus perbedaan. Keduanya sama-sama merupakan
produk hukum yang mengatur tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang yang memberikan kewenangan kepada penyidik untuk
melakukan penggeledahan dan penyitaan. Sedangkan perbedaan mendasar antara
keduanya adalah mengenai dasar pengaturan dan tata cara penggeledahan dan
penyitaan. Selain itu, ditemukan banyak kelebihan maupun kelemahan mengenai
upaya paksa penggeledahan dan penyitaan Tindak Pidana Pencucian Uang di
Malaysia lebih efektif dibandingkan di Indonesia. Berkaca pada pengaturan upaya
paksa penggeledahan dan penyitaanTindak Pidana Pencucian Uang di Malaysia,
diharapkan Indonesia dapat mengambil nilai positif sehingga dapat meningkatkan
optimalisasi dan efektifitasupaya paksa penggeledahan dan penyitaan Tindak
Pidana Pencucian Uang.
Kata kunci: Penggeledahan dan Penyitaan, Pencucian Uang, Pencegahan dan
Pemberantasan
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Bambang Prayitno, E0008124. 2012COMPARATIVE ANALYSIS OF
REGULATORY MEASURES LAW FORCED ANDSEIZURE IN CASE OF
MONEY LAUNDERING INVESTIGATION BY LAW NUMBER 8 IN 2010
ON PREVENTING AND COMBATING CRIME OF MONEY LAUNDERING
WITH MALAYSIA MALAYSIA ANTI-MONEY LAUNDERING ACT 2001
Faculty of Law of Sebelas Maret University of Surakarta. This study aims to examine the similarities and differences as well as the
strengths and weaknesses of the effort force setting search and seizure in cases of
money laundering investigations under Law No. 8 of 2010 on Preventing and
Combating Money Laundering in Malaysia Anti-Money Laundering Act 2001.This
research is a normative legal research, to be prescriptive. Type of material used
consists of primary legal materials and secondary legal materials. The technique
of collecting legal materials in this study is to study literature through the
collection of laws, books, journals other supporting documents. In addition
analysis technique of material law is doing by content analysis.
The results of this study is that regulation forced efforts in search and
seizure of money laundering have similarities as well as differences. Both are a
product of law pertaining to the prevention and eradication of money laundering
which authorizes the investigator to conduct search and seizure. While the basic
difference between the two is on the basis of arrangements and procedures for
search and seizure. In addition, it was found many strengths and weaknesses of
attempted forcible search and seizure of Money Laundering in Malaysia is more
effective than in Indonesia. Reflecting on the setting of forced effort to search and
seizure of Money Laundering in Malaysia, Indonesia is expected to take positive
values, thereby increasing the effectiveness of efforts to force the optimization and
search and seizure of Money Laundering.
Key words: The search and seizure, Money Laundering,Preventing and
Combating
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum wr. wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan
penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “ANALISIS PERBANDINGAN
HUKUM PENGATURAN UPAYA PAKSA PENGGELEDAHAN DAN
PENYITAAN DALAM PENYIDIKAN PERKARA PENCUCIAN UANG
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG DENGANMALAYSIA ANTI-MONEY LAUNDERING
ACT 2001”.
Penulisan hukum ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Penulisan hukum ini membahas Analisis Perbandingan Hukum
Pengaturan Upaya Paksa penggeledahan danpenyitaan dalam Penyidikan Perkara
Pencucian Uang menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia
Anti-Money Laundering Act 2001 . Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
hukum ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis dengan besar hati
akan menerima segala masukan yang dapat memperkaya pengetahuan penulis di
kemudian hari.
Dengan selesainya penulisan hukum ini, maka dengan segala kerendahan
hati penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penulisan hukum ini :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan,beserta Bapak/Ibu
Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam
penyusunan penulisan hukum ini.
2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H.selaku dosen pembimbing sekaligus Ketua
Bagian Hukum Acara dan Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yangkeduanyatelah mencurahkan segala ilmu dan pengetahuannya dengan
penuh kesabaran membimbing serta mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) ini dengan baik.
3. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum. selaku pembimbing MCC FH
UNSyang telah memberikan banyak ilmu dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan penulisan hukum ini.
4. Bapak Sugeng Praptono, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang
telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan selama penulis belajar di
kampus Fakultas Hukum UNS.
5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
dengan keikhlasan dan kemuliaan hati telah memberikan bekal ilmu kepada
penulis selama penulis belajar di kampus Fakultas Hukum UNS.
6. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta kakak-kakakku yang senantiasa
memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil.
7. Keluarga besar MCC FH UNSyang telah menjadi bagian dari keluarga,
terimakasih atas pengertian dan dukungannya.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsiku yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan bapak, ibu dan
teman-teman semua mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT. Amin.
Demikian, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada
khususnya.
Surakarta, 08Juli 2012
Penulis
Bambang Prayitno
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. vi
ABSTRAK .............................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................. 9
C. Tujuan Penelitian ...................................................... 9
D. Manfaat Penelitian .................................................... 10
E. Metode Penelitian ..................................................... 11
F. Sistematika Penelitian .............................................. 14
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................. 16
A. Kerangka Teori ......................................................... 16
1. Tinjauan Umum tentang Perbandingan Hukum 16
2. Tinjauan Umum tentang Penggeledahan ........... 19
3. Tinjauan Umum tentang Penyitaan ................... 24
4. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Pidana
Pencucian Uang ................................................... 35
B. Kerangka Pemikiran ................................................. 42
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............... 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
A. Pembahasan…. ......................................................... 44
1. Analisis Penggunaan Putusan Pengadilan
sebagai Novum oleh Terpidana dalam
Pengajuan Peninjauan Kembali Perkara
Korupsi dalam Perspektif Kitab Undang-
dalam Pengajuan Peninjauan Kembali
Perkara Korupsi terhadap Prinsip ...................... 444
2. 2
2
84
BAB IV. PENUTUP ....................................................................... 95
A. Simpulan ................................................................... 95
B. Saran ......................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 101
Persamaan dan Perbedaan Pengaturan Upaya
Paksa Penggeledahan dan PenyitaanUndang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dengan Malaysia- Anti Money
Laundering Act 2001...............................................
...........................................................................
.........................
Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Upaya
Paksa Penggeledahan dan Penyitaan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dengan Malaysia- Anti Money
Laundering Act 2001...........................................
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran .......................................... 42
Gambar 2. Skematik Perbedaan Upaya Paksa penggeledahan dan
Penyitaan dalam Perkara Pencucian Uang antara Undang-Undang
Nomor 8 tahun 2012 tentang pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia Anti Money
Laundering Act 2001............................................................................... 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi berdampak pesat pada kemajuan teknologi, komunikasi,
transportasi dan informatika. Globalisasi tidak selamanya membawa dampak
positif bagi kehidupan manusia namun adakalanya dampak negatif dari globalisasi
pun tidak dapat terhindarkan. Dampak negatif globalisasi salah satunya ialah
menjadi ladang subur bagi perkembangan jenis kejahatan baru yang dilakukan
dengan metode baru pula. Oleh karena itu, rumusan norma-norma hukum dan
sanksi hukum tentang kejahatan perlu dikembangkan.
Dalam hal perkembangan kejahatan ini, Bambang Poernomo
mengemukakan bahwa terjadi proses kejahatan ditinjau dari tingkat pertumbuhan
sejak dahulu, dapat dikelompokkan menjadi bentuk kejahatan individual dan
kejahatan konvensional yang menyentuh kepentingan orang dan harta kekayaan
sebagaimana telah dirumuskan dalam aturan hukum pidana atau kodifikasi hukum
pidana. Akan tetapi, dalam perkembangan kehidupan masyarakat yang makin
kompleks kepentingannya itu, menumbuhkan bentuk-bentuk kejahatan
inkonvensional yang makin sulit untuk merumuskan norma dan sanksi hukumnya,
sehingga menumbuhkan aturan hukum pidana baru yang bersifat peraturan khusus
( Bambang Poernomo dalam Supanto, 2010:62).
Kondisi perekonomian di Indonesia dan perubahan sistem perdagangan
dunia (berupa perdagangan bebas) serta di dukung oleh tradisi (budaya) kolusi
dan nepotisme di antara pelaku ekonomi dengan birokrat, merupakan faktor
kriminogen yang sangat potensial, bahkan krusial bagi perkembangan kejahatan di
Indonesia. Sejalan dengan perjuangan bangsa-bangsa di dunia khususnya negara
berkembang untuk persamaan hak politik, hak hukum, hak sosial dan hak
ekonomi, serta hak budaya, perkembangan kejahatan telah semakin meningkat
terutama sejak krisis ekonomi melanda kawasan regional Asean. Harus diakui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bahwa perkembangan kejahatan pada hakekatnya merupakan perkosaan atas hak
asasi tadi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memberikan perhatian besar dan telah
melakukan berbagai upaya untuk mencegah, dan menanggulangi berbagai jenis
kejahatan yang dipandang membahayakan umat manusia (hostis humanis
generis). Melalui upaya-upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa maka lahirlah
berbagai konvensi intrnasional yang mengatur tentang prinsip-prinsip dari
kerjasama di dalam pencegahan atau penanggulangan kejahatan tersebut baik
dalam tingkat internasional maupun di dalam lingkungan nasional.
Di dalam pembangunan ekonomi di Indonesia dianut sistem ekonomi
terbuka yang menempatkan pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan di
bidang ekonomi. Kemudahan-kemudahan diberikan kepada investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Namun demikian tidak terelakan dampak
negatif dari deregulasi yaitu terbuka kemungkinan timbulnya kejahatan jenis baru
seperti money laundering dari negara lain ke Indonesia terutama pencucian uang
haram yang berasal dari perdagangan obat bius dan narkotika (Edy Setiadi dan
Rena Yulia. 2010:22).
Money laundering provisions are part of a legislation‟s criminal law,
which is a state‟s most powerful protective tool. As such, it may not only be used
for the purposes of carrying out this protective task, but selective or abusive
enforcement of the criminal law may become a danger for the very civil liberties it
is meant to protect. This danger concerns (i) selective/abusive proceedings and
(ii) selective/abusive criminal convictions: criminal proceedings can already be
used as an instrument to burden an unwanted person; unwarranted criminal
convictions may be used to silence these persons altogether (Peter Lewisch. 2008.
page 411).
Pada mulanya, kejahatan pencucian uang selalu dikaitkan dengan
perdagangan narkotika atau psikotropika, tetapi dalam perkembangannya
diperluas hingga meliputi uang haram hasil dari kejahatan-kejahatan terorganisasi
yang lain. Hal ini seperti yang tercantum dalam Rekomendasi 1 dari The Forty
Recomendations yaitu Each country should take immediate steps to ratify and to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
implement fully, the 1988 United Nations Convention against Illicit Traffic in
Narcotic Drugs and Psycotropic Substances (Konvensi Wina) (lampiran 4).
Dalam perkembangan selanjutnya, money laundering menjangkau terrorist
financing, yang meliputi freezing and confiscating terrorist assets, reporting
suspisous transactions related to terrorist assets, reporting suspicous transactions
related to terrorism. Bahkan dalam The Forty Recommendations yang telah
direvisi pada tahun 2003, FATF telah pula mencantumkan the 2000 United
Nations Convention on Transnational Organized Crime (The Palermo
Convention) sebagai ruang lingkup dari tindak pidana pencucian uang (lampiran
5) ( M. Arief Amrullah, 2004: 12).
FATF dalam pertemuan putaran ke-14 (2002-2003) yang diketahui oleh
Jochen Sanio, Presiden Federal Financial Supervisory Authority Jerman, telah
dibicarakan upaya-upaya untuk merevisi The Forty Recommendations. Hal itu
merupakan prioritas utama yang dilakukan selama pertemuan tersebut, dan
perubahan-perubahan penting yang dihasilkan dalam rangka memerangi money
laundering dan terrorism financing yang disetujui FATF pada tanggal 18 Juni
2003, meliputi (FATF Annual Report 2002-2003, 20 Juni 2003) :
1) specifying a list of crime that must underpin the money laundering offence;
2) the expansion of the customer due diligence process for financial institutions;
3) enhanced meaures for higher risk customer and transactions, including
correspondent banking and politically exposed persons;
4) the extension of anti-money laundering measures to designated non-financial
businesses and professions (casinos; real estate; agents; dealers of precious
metals/stones; accountans; lawyers; notarises; and independent legal
professions; trust and company service providers);
5) the inclusion of key institutional measures, notably regarding international
co-operation;
6) the improvement of transparency requirement through adequate and timely
information on the beneficial ownership of legal person such as companies, or
arrangement such as trusts;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7) the extension of many anti-money laundering requirements to cover terrorist
financing; and
8) the prohibition of shell banks.
Perubahan rekomendasi tersebut, merupakan sebuah standar baru,
sehingga para anggota FATF harus dengan segera memulai kerja untuk
mengimplementasikannya. Semula, masalah pencucian uang merupakan bagian
dari the United Nations Convention againt Illicit Traffic in Nation Drugs and
Psychotropic Subtances, 1988. Oleh karena itu, dalam Rekomendasi ke-1
dinyatakan bahwa masing-masing negara seharusnya segera mengambil langkah
untuk meratifikasi dan mengimplementasikan secara penuh the United Nations
Convention againt Illicit Traffic in Nation Drugs and Psychotropic Subtances,
1988. Sehubungan dengan itu, Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut
dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 17). Dengan telah diratifikasinya Konvensi PBB itu, bararti masalah
tindak pidana pencucian uang merupakan bagian dari permasalahan Indonesia,
khususnya yang berkaitan dengan Illicit Traffic in Narcotic Drugs and
Psycotropic Subtances.
Namun, dalam perkembangannya, ruang lingkup money laundering tidak
hanya terbatas dari hasil Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotrapic
Substances, tetapi juga meliputi hasil kejahatan yang diperoleh dari smuggling of
illegal migrants, arms traffiking, trafikking in women and children, trafficking in
body parts, theft and smuggling of vehicles, coruption, sebagaimana telah
dikemukakan di atas. Selain itu, dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah pula ditentukan bahwa hasil
tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperolah secara langsung atau tidak
langsung dari kejahatan : korupsi, penyuapan, penyelundupan barang,
penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, perbankan, narkotika,
psikotropika, perdagangan budak, wanita dan anak, perdagangan senjata gelap,
penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan. Kemudian, dalam Pasal
2 Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
No. 15 Tahun 2002, telah diatur ketentuan baru yang sebelumnya tidak diatur
dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2002, yaitu di bidang pasar modal, di bidang
asuransi, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang
kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan, atau tindak pidana
lainnya yang diancam dengan pidana penjara empat tahun atau lebih. ( M. Arief
Amrullah, 2004: 14-15).
Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 menyebutkan bahwa Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang
diperoleh dari tindak pidana: korupsi; penyuapan; narkotika; psikotropika;
penyelundupan tenaga kerja; penyelundupan migran; di bidang perbankan; di
bidang pasar modal; di bidang perasuransian; kepabeanan; cukai; perdagangan
orang; perdagangan senjata gelap; terorisme; penculikan; pencurian; penggelapan;
penipuan; pemalsuan uang; perjudian; prostitusi; di bidang; di bidang perpajakan;
di bidang kehutanan; di bidang lingkungan hidup; di bidang kelautan dan
perikanan; atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat)
tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana
tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Tiada undang-undang yang sempurna dibuat, begitu juga undang-undang
tindak pidana pencucian uang, disinyalir banyak mengandung kelemahan
diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Financial Actions task Force ( FATF)
suatu organisasi internasional anti money laundering yang memandang dari sudut
subtansi undang-undang ini belum memenuhi standar internasional, sehingga
Indonesia masih dimasukan dalam list of uncooperation nations in the fight
against money laundering dan dipandang sebagai tempat yang aman bagi pencuci
uang. Financial Actions task Force ( FATF) dapat memberikan sanksi terhadap
negara-negara yang masuk dalam list of uncooperation nations , misalnya dalam
transaksi keuangan perbankan, perdagangan internasional yang dapat merugikan
negara yang bersangkutan. (Edy Setiadi dan Rena Yulia. 2010:147).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Belum adanya suatu rezim anti pencucian uang yang memadai telah
mengakibatkan masuknya Indonesia ke dalam daftar negara yang tidak kooperatif
dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (non
cooperative countries and territories/NCCTs)2 oleh FATF sejak bulan Juni 2001.
Dimasukkannya Indonesia ke dalam daftar NCCTs telah membawa konsekuensi
negatif tersendiri baik secara ekonomis maupun politis. Secara ekonomis, masuk
ke dalam daftar NCCT’s mengakibatkan mahalnya biaya yang ditanggung oleh
industri keuangan Indonesia khususnya perbankan nasional apabila melakukan
transaski dengan mitranya di luar negeri (tingginya risk premium). Biaya ini
tentunya menjadi beban tambahan bagi perekonomian yang pada gilirannya
mengurangi daya saing produk-produk Indonesia di luar negeri. Sedangkan secara
politis, masuknya Indonesia ke dalam NCCT’s dapat menggangu pergaulan
Indonesia di kancah internasional (Agus Triyono, 2004:1).
Sejak tanggal 11 Februari 2005 akhirnya FATF memutuskan untuk
mengeluarkan Indonesia dari daftar NCCTs, Selanjutnya FATF secara tegas
menyatakan pula bahwa apabila Indonesia tidak dapat menunjukkan
perkembangan yang memadai dan berkelanjutan terhadap beberapa hal
diantaranya meningkatkan pelaporan transaksi keuangan mencurigakan,
khususnya yang disampaikan oleh smaller banks; meningkatkan capacity building
bagi aparat penegak hukum, yaitu penyidik dan penuntut, dengan memfo-kuskan
pada modus-modus tindak pidana pencucian uang (TPPU); melaksanakan
penanganan perkara TPPU secara efektif dan tepat waktu; Melaksanakan
pemeriksaan (audit) terhadap Penyedia Jasa Keuangan secara tegas, yang harus
diikuti pengenaan sanksi dalam ditemukan pelanggaran; mengundangkan RUU
Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance), dan
memastikan efektifitas penerapannya; serta memenuhi komitmen untuk
menyediakan anggaran dan sumber daya manusia yang memadai untuk seluruh
instansi terkait, termasuk di dalamnya kewenangan pengangkatan pegawai tetap
PPATK. Selanjutnya FATF secara tegas menyatakan pula bahwa apabila
Indonesia tidak dapat menunjukkan perkembangan yang memadai dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berkelanjutan terhadap beberapa hal tersebut di atas dalam rangka pembangunan
rezim anti pencucian uang, maka FATF dapat memasukkan kembali Indonesia ke
dalam daftar NCCTs (http://indra5471.wordpress.com/ ; Diakses pada hari Kamis
tanggal 10 Mei 2012 pukul 09.45 WIB).
Implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sangat urgen.
Urgensi implementasi undang-undang tersebut bukan saja agar Indonesia tidak
dikucilkan oleh dunia internasional, tetapi juga bertujuan agar sumber uang haram
yang dicuci dalam proses pencucian uang dapat dicegah, diberantas ataupun
dikurangi. Agar implementasi undang-undang ini tepat sasaran, maka undang-
undang ini harus dipahami oleh aparat penegak hukum.
Di dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan
bahwa penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak
pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan
perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang ini.
Penjelasan Pasal 74 ini menyebutkan bahwa Yang dimaksud dengan “penyidik
tindak pidana asal” adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi
kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika
Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana asal
dapat melakukan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang apabila menemukan
bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana Pencucian Uang saat
melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya. Ketentuan
mengenai proses penyidikan ini khusunya dalam hal penggeledahan dan penyitaan
ini belum begitu jelas sehingga dalam pelaksanaannya menimbulkan kesulitan
serta hambatan-hambatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Rezim pelaksanaan Progran Pencegahan Pengubahan Wang Haram dan
Pencegahan Pembiayaan Keganasan (AML/CFT) Malaysia di bawah Akta
Pencegahan Pengubahan Wang Haram 2001 (AMLA) terus berubah seiring
dengan trend global baru dan pengatran yang diterima pakai di peringkat
antarbangsa, yaitu Rekomendasi 40+9 FATF (Pasukan Petugas Tindakan
Kewenangan mengenai Pencegahan Pengubahan Wang Haram).
Law of Malaysia Act 613 yang dikenal dengan Anti Money Laundering
Act of 2001 (AMLA) atau Akta Pencegahan Pengubahan Wang Haram yang
disetujui oleh raja pada tanggal 25 Juni 2001, diumumkan dalam lembaran negara
pada tanggal 5 juli 2001 dan mulai berlaku pada bulan Januari 2002. Malaysia
bukanlah suatu pusat regional money laundering. Sektor keuangan informal dan
formalnya sangat rentan dengan narkotika traffickers, pembiayaan terorisme, dan
unsur kejahatan. Sejak 2000, Malaysia telah membuat kemajuan penting dalam
membangun anti-money laundering Act. Malaysia‟s National Coordination
Committee to Counter Money Laundering (NCC), yang anggotanya terdiri dari 13
badan pemerintahan, melihat dari draft Malaysia Anti-Money Laundering Act
2001 (AMLA) dan mengkoordinir badan pemerintahan untuk anti-money
laundering.
Telah dibentuk juga suatu financial intelligence unit (FIU) yaitu Unit
Perisikan Kewangan yang ditempatkan damal Bank Sentral yaitu Bank Negara
Malaysia (BNM). Tugas FIU tersebut adalah menerima dan meneliti informasi
keuangan. FIU tersebut bekerja dengan lebih dari dua belas badan lain untuk
mengidentifikasi dan menyelidiki adanya transaksi mencurigakan. The
Government of Malaysia (GOM) mempunyai suatu kerangka pengatur yang baik,
mencakup perijinan dan sistem pemeriksaan yang dapat mengatur lembaga
keuangan. Sekarang ini telah ada memorondum of understanding (MOU) dalam
hal mutual legal assistence antara FIU Malaysia (Unit Perisikan Kewangan)
dengan FIU Indonesia (PPATK) (Anita Tiara Kusuma Wardani, 2008: 66-67).
Selain itu, negara Malaysia juga merupakan salah satu negara yang tidak masuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam daftar NCCTs karena telah dianggap memiliki instrumen rezim anti
pencucian uang yang memadai.
Untuk mengkaji masalah tersebut, diperlukan bahan perbandingan yang
cukup dari Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan undang-undang
terkait lainnya dari negara yang berbeda. Berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul : ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM PENGATURAN
UPAYA PAKSA PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN DALAM
PENYIDIKAN PERKARA PENCUCIAN UANG MENURUT UNDANG-
UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN
MALAYSIA ANTI-MONEY LAUNDERING ACT 2001.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang penulis paparkan
di atas, serta agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan
mencapai tujuan sebgaimana yang penulis harapkan, maka perlu adanya
perumusan masalah. Adapun beberapa permasalahan yang akan penulis kaji
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Apakah persamaan dan perbedaan pengaturan upaya paksa penggeledahan dan
penyitaan dalam penyidikan perkara pencucian uang menurut Undang-Undang
Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dengan Malaysia Anti-Money Laundering Act 2001 ?
2. Apakah kelebihan dan kelemahan pengaturan upaya paksa penggeledahan dan
penyitaan dalam penyidikan perkara pencucian uang menurut Undang-Undang
Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dengan Malaysia Anti-Money Laundering Act 2001?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menyajikan data-data hukum
yang akurat dan memiliki validitas untuk menjawab permasalahan, sehingga
mendatangkan kemanfaatan bagi pihak-pihak terkait dengan penelitian ini.
Berdasarkan hal tersebut, maka Penulis membagi tujuan penelitian ini menjadi
dua antara lain:
1. Tujuan obyektif
a. Untuk mengkaji persamaan dan perbedaan pengaturan upaya paksa
penggeledahan dan penyitaan dalam penyidikan perkara pencucian uang
menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia Anti-
Money Laundering Act 2001.
b. Untuk mengkaji kelebihan dan kelemahan pengaturan upaya paksa
penggeledahan dan penyitaan dalam penyidikan perkara pencucian uang
menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia Anti-
Money Laundering Act 2001.
2. Tujuan subyektif
a. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana Hukum
dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
b. Memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan penulis dalam
mengkaji masalah di bidang hukum acara pidana khususnya mengenai
Perbandingan Hukum Pengaturan Upaya Paksa penggeledahan dan
penyitaan dalam Penyidikan Perkara Pencucian Uang menurut Undang-
Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia Anti-Money Laundering
Act 2001 .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun orang lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum
ini antara lain:
1. Manfaat teoritis
a. Penulisan hukum ini penulis harapkan mampu memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya
dan hukum acara pidana pada khususnya.
b. Memperkaya literatur kepustakaan Hukum Acara Pidana mengenai
Analisis Perbandingan Hukum Pengaturan Upaya Paksa penggeledahan
dan penyitaan dalam Penyidikan Perkara Pencucian Uang menurut
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia Anti-
Money Laundering Act 2001
c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian
sejenisnya pada tahap selanjutnya.
2. Manfaat praktis
a. Untuk memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti.
b. Untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis
sekaligus mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum dimulai dengan melakukan penelusuran bahan hukum
sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan hukum (legal decision making)
terhadap kasus-kasus hukum konkret. Pada sisi lainnya, penelitian hukum juga
merupakan kegiatan ilmiah untuk memberikan refleksi dan penilaian terhadap
keputusan-keputusan hukum yang telah dibuat terhadap kasus-kasus hukum yang
pernah terjadi atau akan terjadi (Johny Ibrahim, 2006: 299).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum
yang timbul. Oleh karena itulah, penelitian hukum merupakan suatu penelitian di
dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk
memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya atas isu yang diajukan.
Mengingat penelitian hukum merupakan suatu kegiatan dalam kerangka know-
how, isu hukum hanya dapat diidentifikasi oleh ahli hukum dan tidak mungkin
oleh ahli yang lain (Peter Mahmud Marzuki, 2005:41)
Dalam penelitian ini, Metode penelitian yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian hukum
normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian
ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari
sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg, dalam penelitian hukum
normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum
normatif, yaitu ilmu hukum yang obyeknya hukum itu sendiri (Johny Ibrahim,
2006: 57). Sebagai konsekuensi pemilihan topik permasalahan hukum, maka
tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni
penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau
norma-norma dalam hukum positif (Johny Ibrahim, 2006: 295)
2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif dan terapan. Ilmu hukum yang bersifat preskriptif berarti ilmu
hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan
hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu
terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan,
rambu-rambu dalam aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22). Sifat
preskriptif dari penelitian ini yaitu penulis akan mempelajari mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
persamaan dan perbedaan pengaturan upaya paksa penggeledahan dan
penyitaan dalam penyidikan perkara pencucian uang menurut Undang-
Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia Anti-Money Laundering Act 2001
serta kelebihan dan kelemahan pengaturan upaya paksa penyitaan dan
penggeledahan dalam penyidikan perkara pencucian uang menurut Undang-
Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia Anti-Money Laundering Act 2001.
3. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek
mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. pendekatan-
pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan
undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)
(Peter Mahmud Marzuki, 2005:93).
Pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan
komparatif (comparative approach). Dalam hal ini, penulis akan
membandingkan pengaturan upaya paksa penggeledahan dan penyitaan dalam
penyidikan perkara pencucian uang menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
dengan Malaysia Anti-Money Laundering Act 2001.
4. Jenis dan Sumber bahan hukum
Dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data, yang ada
dalam penelitian hukum adalah bahan hukum. Bahan hukum terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan
hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
undangan berdasarkan hierarkinya. Bahan hukum sekunder adalah bahan
hukum yang terdiri atas buku-buku teks (textbooks) yang ditulis oleh para ahli
hukum yang berpengaruh (dehersende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat
para sarjana, kasus-kasus hukum, jurisprudensi, dan hasil-hasil symposium
mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. Bahan hukum tersier adalah
bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kasus hukum,
encyclopedia, dan lain-lain (Johny Ibrahim, 2006: 295-296). Bahan hukum
yang digunakan dalam penelitian yaitu:
a. Bahan hukum primer yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
(KUHAP);
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;
3) Malaysia Anti-Money Laundering Act 2001
b. Bahan hukum sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum dan bahan-bahan hukum lain yang
masih relevan dengan topik yang dibahas.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian hukum dalam
penelitian ini adalah menggunakan teknik studi pustaka. Pengumpulan bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier diinventarisasi
dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas dipaparkan,
disistemisasi, kemudian dianalisis untuk menginterprestasikan hukum yang
berlaku (Johny Ibrahim, 2006:296)
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil
penelitian menjadi sebuah laporan. Bahan hukum yang telah terkumpul dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penelitian ini dianalisis dengan teknik analisis konten/ isi (content analysis).
Menurut Krippendorf, analisis isi (content analysis) adalah serangkaian metode
untuk menganalisis isi segala bentuk komunikasi menjadi serangkaian kategori
yang mewakili hal-hal yang ingin diteliti. Dalam penelitian ini, penulis hanya
menggunakan dokumen siap pakai sebagai satu-satunya bahan hukum, yaitu
melakukan inventarisasi dan menganalisis dokumen sekunder yang berkaitan
dengan masalah upaya paksa penggeledahan dan penyitaan.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk
mempermudah pemahaman yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum
serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini,
maka penulis menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang
terdiri dalam sub-sub bagian yang diamksudkan untuk memudahkan pemahaman
mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan ini
adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penulis akan memberikan landasan teori atau
memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan
hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut
secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang penulis teliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Landasan teori tersebut meliputi tinjauan umum perbandingan
hukum, tinjauan umum tentang penggeledahan dan penyitaan, dan
tinjauan umum tentang tindak pidana pencucuian uang. Selain itu
untuk memudahkan pemahaman alur berfikir alur berfikir, maka
dalam bab ini juga disertai kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan
berdasarkan rumusan masalah yaitu, Komparasi Tindakan Paksa
Penggeledahan dan Penyitaan antara Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dengan Anti-Money Laundering Malaysia
Act 2001
BAB IV : PENUTUP
Bab ini menguraikan simpulan dan saran terkait dengan
permasalahan yang teliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Perbandingan Hukum
a. Istilah Dan Definisi Perbandingan Hukum
Istilah perbandingan hukum, dalam bahasa asing
diterjemahkan: comparative law (bahasa Inggris), verleihende
recht stlehre (bahasa Belanda), droit compare‟ (bahasa Perancis).
Istilah ini, dalam pendidikan tinggi hukum di Amerika Serikat,
sering diterjemahkan lain, yaitu sebagai conflict law atau dialih
bahasakan, menjadi hukum perselisihan, yang artinya menjadi
lain bagi pendidikan hukum di Indonesia (Romli Atmasasmita,
2000:6).
Di dalam Black‟s Law Dictionary dikemukakan bahwa,
“Comparative Jurisprudence is the study of principles of legal
science by the comparison of various system of law (suatu studi
mengenai prisip-prinsip ilmu hukum dengan melakukan
perbandingan berbagai macam sistem hukum)“.
Untuk memperoleh bahan yang lebih lengkap, maka perlu
dikemukakan definisi pebandingan hukum dari beberapa pakar
hukum terkenal.
Rudolf B. Schlesinger mengatakan bahwa, perbandingan
hukum merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk
memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum
tertentu. Perbandingan hukum bukanlah perangkat peraturan dan
asas-asas hukum dan bukan suatu cabang hukum, melainkan
merupakan teknik untuk menghadapi unsur hukum asing dari
suatu masalh hukum (Romli Atmasasmita, 2000:7).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Winterton mengemukakan, bahwa perbandingan hukum
adalah suatu metoda yaitu metoda perbandingan yang dapat
digunakan dalam semua cabang hukum. Gutterdigde
membedakan antara comparative law dan foreignlaw (hukum
asing), pengertian istilah yang pertama untuk membandingkan
dua sistem hukum atau lebih, sedangkan pengertian istilah yang
kedua, adalah mempelajari hukum asing tanpa secara nyata
membandingkannya dengan sitem hukum yang lain ( Winterton,
dalam The Am. J. of Comp. L,, 1975:72 diterjemahkan dalam
buku Romli Atmasasmita, 2000:7).
Perbandingan hukum adalah metoda umum dari suatu
perbandingan dan penelitian perbandingan yang dapat diterapkan
dalam bidang hukum. Para hukum ini adalah: Frederick Pollock,
Gutteridge, Rene david, dan George Winterton (Romli
Atmasasmita, 2000:8).
Lemaire mengemukakan, perbandingan hukum sebagai
cabang ilmu pengetahuan (yang juga mempergunakan metoda
perbandingan) mempunyai lingkup: (isi dari) kaidah-kaidah
hukum, persamaan, dan perbedaannya, sebab-sebabnya dan dasar-
dasar kemasyarakatannya (Romli Atmasasmita, 2000:9).
Ole Lando mengemukakan antara lain bahwa
perbandingan hukum mencakup:”analysis and comparison of the
laws”. Pendapat tersebut sudah menunjukan kecenderungan untuk
mengakui perbandingan sebagai cabang ilmu hukum (Romli
Atmasasmita, 2000:9).
Hesel Yutena mengemukakan definisi perbandingan
hukum sebagai berikut: Comparative law is simply another name
for legal science, or like other branches of science it has a
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
universal humanistic outlock; it contemplates that while the
technique nay vary, the problems of justice are basically the same
in time and space throughout the world.( Perbandingan hukum
hanya suatu nama lain untuk ilmu hukum dan merupakan bagian
yang menyatu dari suatu ilmu social, atau seperti cabang ilmu
lainnya perbandingan hukum memiliki wawasan yang universal,
sekalipun caranya berlainan, masalh keadilan pada dasarnya sama
baik menurut waktu dan tempat di seluruh dunia) Romli
Atmasasmita, 2000:9).
Orucu mengemukakan suatu definsi perbandingan hukum
sebagai berikut: Comparative law is legal discipline aiming at
ascertaining similaraties and difference and finding out
relationship between various legal systems, their essence and
style, looking at comparable legal institutions and concepts and
typing to determine solutions to certain problems in these systems
with a definite goal in mind, such as law reform, unification etc.
(Perbandingan hukum merupakan suatu disiplin ilmu hukum yang
bertujuan menemukakan persamaan dan perbedaan serta
menemukakan pula hubungan-hubungan erta antara berbagai
sistem-sistem hukum;melihat perbandingan lembaga-lembaga
hukum kosep-konsep serta mencoba menentukan suatu
penyelesaian atas masalah-masalah tertentu dalam sistem-sistem
hukum dimaksud dengan tujuan seperti pembaharuan hukum,
unifikasi hukum dan lain-lain) (Romli Atmasasmita, 2000:10).
Definisi lain mengenai kedudukan perbandingan hukum
dikemukakan oleh Zweigert dan Kort yaitu: Comparison of the
spirit and style of different legal sistem or of comparable legal
institutions of the solustion of comparable legal problems in
different sistem. (Perbandingan hukum adalah perbandingan dari
jiwa dan gaya dari sistem hukum yang berbeda-beda atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lembaga-lembaga hukum yang berbeda-beda atau penyelesaian
masalah hukum yang dapat diperbandingkan dalam sistem hukum
yang berbeda (Romli Atmasasmita, 2000:10).
Romli Atmasasmita yang berpendapat perbandingan
hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari secara
sistematis hukum (pidana) dari dua atau lebih sistem hukum
dengan mempergunakan metoda perbandingan (Romli
Atmasasmita, 2000:12).
2. Tinjauan Umum Tentang Penyitaan dan Penggeledahan
a. Tinjauan tentang Penggeledahan
1) Pengertian Penggeledahan
Tindakan hukum yang diberikan kewenangan kepada
penyidik polri oleh undang-undang selain penangkapan dan
penahanan, adalah penggeledahan. Secara umum tentu sudah
dipahami bahwa penggeledahan itu adalah tindakan membongkar-
bongkar untuk menemukan sesuatau target yang dicari untuk
kepentingan tertentu yaitu kepentingan penegakan hukum pidana.
Menurut hukum, penggeledahan itu sebgaimana diatur dalam
Pasal 1 angka 17 dan 18, Pasal 33 sampai dengan Pasal 37
KUHAP yang berbunyi sebagai berikut. Berdasarkan Pasal 1
angka 17 KUHAP, Penggeledahan rumah adalah tindakan
penyidik untuk memasuki rumah tinggal dan tempat tertutup
lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau
penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalama
undang-undang ini (Hartono, 2010: 181).
2) Pejabat Yang berwenang Menggeledah
Tidak semua instansi penegak hukum mempunyai
wewenang melakukan penggeledahan. Wewenang penggeledahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
semata-mata hanya diberikan kepada “penyidik”, baik penyidik
Polri maupun penyidik pegawai negeri sipil. Penuntut umum
tidak mempunyai wewenang menggeledah. Demikian juga hakim
pada semua tingkat peradilan, tidak mempunyai wewenang untuk
itu. Penggeledahan benar-benar ditempatkan pada pemeriksaan
penyelidikan dan penyidikan, tidak terdapat pada tingkat
pemeriksaan selanjutnta baik dalam taraf penuntutan dan
pemeriksaan peradilan. Pemberian fungsi isi sesuai dan sejalan
dengan tujuan dan pengertian penggeledahan, bertujuan untuk
mencari dan mengumpulkan fakta dan bukti serta dimaksudkan
untuk mendapatkan orang yang diduga keras sebagai tersangka
pelaku tindak pidana ( M. Yahya Harahap, 2002:249).
3) Waktu Penggeladahan
Barangkali waktu yang baik dan paling tepat, apabila
penggeledahan dilakukan pada waktu siang hari, sebab pada saat
itu anak-anak tersangka sedang berada di sekolah dan tetangga
pun sibuk diuar rumah. Kecuali dalam hal-hal tertentu,
penggeledahan pada waktu malam adalah saat yang tidak tepat
dan tidak baik. Penggeledahan tengah malam, akan menimbulkan
ketakutan dan kekagetan yang sangat terutama bagi anak-anak.
Itu sebabnya, berdasar Stbl. 1865 No. 84, Pasal 3, melarang
penggeledahan rumah dilakukan malam hari dengan
pengecualian, “dalam keadaan mendesak sekali”, baru dapat
dilakukan pada malam hari. Oleh karena itu, penggeledahan
sedapate mungkin harus dilakukan pada “siang hari”. Itupun
hendaknya diusahakan dan dicari momen waktu yang dapat
menghindari akibat sampingan, yang bias merusak pertumbuhan
kejiowaan dan mental anak-anak dan keluarga tersangka ( M.
Yahya Harahap, 2002:251).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Penggeledahan Rumah Tempat Kediaman
Membicarakan penggeledahan rumah tempat kediaman,
dapat dibedakan sifatnya. Pertama bersifat atau dalam keadaan
biasa atau dalam keadaan normal, kesua bersifat atau dalam
keadaan yang “sangat perlu dan mendesak”,. Perbedaan sifat ini
dengan sendirinya membawa perbedaan dalam tata cara
pelaksanaan.
5) Penggeledahan Biasa
Yang dimaksud dengan penggeledahan dalam keadaan
biasa atau dalam keadaan normal adalah sekadar membedakannya
dengan tindakan penggeledahan dalam keadaan “sangat perlu dan
mendesak”. Hal ini berarti, penggeledahan dalam keadaan biasa,
dilakukan dengan cara-cara aturan umum yang ditentukan dalam
Pasal 33 KUHAP. Dengan demikian penggeledahan dalam
keadaan yang sangat perlu mendesak yang diatur dalam Pasal 34,
merupakan penyimpangan dari penggeledahan biasa yang diatur
dalam Pasal 33 ( M. Yahya Harahap, 2002:251).
Tata cara penggeledahan dalam keadaan biasa
(1) Harus ada “surat izin” Ketua Pengedilan Negeri Setempat
(2) Petugas Kepolisian membawa dan memperlihatkan “surat
tugas”
(3) Setiap Penggeledahan rumah tempat kediaman harus ada
pendamping
(4) Kewajiban membuat Berita Acara penggeledahan
(5) Penjagaan rumah atau tempat
(6) mendesak Penggeledahan dalam Keadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Diatur dalam Pasal 34, yang menegaskan: dalam keadaan
yang sangat perlu dan mendesak, bilamana penyidik harus segera
bertindak dan tidak mungkin untuk lebih dulu mendapatkan “surat
izin” Ketua Pengadilan Negeri, penyidik dapat langsung bertindak
mengadakan penggeledahan. ( M. Yahya Harahap, 2002:255)
Tata cara Penggeledahan dalam keadaan mendesak
(1) Penggeledahan dapat langsung dilaksanakan tanpa lebih dulu
ada izin Ketua Pengadilan Negeri
(2) Dalam tempo paling lama dua hari sesudah penggeledahan,
penyidik membuat beriata acara, yang berisi jalannya dan hasil
penggeledahan :
- Berita acara dibacakan lebih dulu kepada yang
bersangkutan;
- Kemudian diberi tanggal;
- Dan ditandatangani oleh penyidik maupun oleh tersangka
dan keluargnanya. Jika mereka tidak mau menandatanmgai,
penyidik membuat catatan tentang itu serta mnyebut
alasannya,
- Turunan berita acara disampaikan kepada pemilik atau
penghuni rumah yang yang bersangkutan, Misalnya,
tersangka digeledah dan ditangkap dalam sebuah hotel,
turunan berita acara penggeledahan disampaikan kepada
pemilik hotel.
(3) Kewajiban penyidik, segera melapor :
- Melaporkan penggeledahan yang telah dilakukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri, dan
- Sekaligus dalam laporan itu penyidik meminta persetujuan
Ketua Pengadilan Negeri atas pengeladahan yang telah
dilakuakn dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak
6) Larangan Memasuki Tempat Tertentu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pembuat undang-undang telah member penghormatan
yang tinggi dan mulia terhadap beberapa tempat tertentu. Selama
dalam tempat tertentu sedang berlangsung upacara peribadatan,
undang-undang melarang penyidik memasuki dan melakukan
penggeladahan di dalamnya kecuali dalam hal tertangkap tangan.
Selain daripada kejadian tertangkap tangan, penyidik dilarang
bertindak memasuki dan melakukan, penggeladahan pada saat :
(1) ruang dimana sedang berlangsung sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, atau
Dewan Perwakilan Daerah,
(2) tempat dimana sedang berlangsung ibadah atau upacara
keagamaan, dan
(3) ruang di mana sedang berlangsung sidang pengadilan ( M.
Yahya Harahap, 2002:258)
7) Penggeledahan Di Luar Daerah Hukum
Adakalanya, untuk kepentingan pemeriksaan penyidikan,
penggeledahan harus dilakukan di luar wilayah kekuasaan
penyidik. Dalam hal seperti ini penyidik memperkirakan alternatif
terbaik yang harus diempuh, ditinjau dari segi efektivitas dan
efisiensi kerja, maupun dari segi kesulitan pembiayaan lain-lain.
Dari segi efektivitas dan efisiensi penyidik yang bersangkutan
kurang memahami seluk-beluk daerah lain tempat dimana
penggeladahan akan dilakukan. Demikian juga halnya mengenai
efisiensi, untuk apa harus membuang tenaga, biaya, dan waktu
jika penggeladahan dapat dilimpahkan atau didelegasikan kepada
penyidik daerah tersebut. Akan tetapi, jika dalam kasus yang
dianggap serius, dan memperkirakan lebih besar manfaatnya jika
dia sendiri yang langsung melakukan penggeledahan, alternatif ini
harus dipilih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Oleh karena itu, wajar ditinjau secara kasuistis atas dasar
pertimbangan cara yang paling berfaedah. Menghadapi peristiwa
seperti ini, penyidik dapat alternatif yang dirumuskan Pasal 36
KUHAP.
(1) Dapat melakukan sendiri
Sekalipun tindakan itu dilakukan di luar wilayah hukum
kekuasaannya, penggeledahan harus tetap mengikuti ketentuan
yang digariskan dalam Pasal 33 (ada izin Ketua Pengadilan
Negeri, ada perintah tugas jika yang melakukan penggeledahan
bukan langsung penyidik, disaksikan dua orang saksi dari
lingkungan aanggota masyarakat yang bersangkutan, dan atau
kepala desa atau kepala lingkungan jika tersangka atau
penghuni menolak atau tidak hadir menyaksikan
penggeledahan serta membuat berita acara yang ditandatangani
pihak-pihak yang berkepentingan, dan menyampaikan turunan
berita acara penggeledahan kepada mereka yang bersangkutan)
( M. Yahya Harahap, 2002:259).
(2) Penggeledahan didelegasikan
Penyidik yang bersangkutan tidak langsung datang melakukan
penggeledahan di luar daerahnya sendiri, tetapi minta bantuan
penyidik di daerah mana penggeledahan akan dilakukan.
Untuk itu di samping surat permintaan bantuan sekaligus
mengirimkan surat izin penggeledahan Ketua Pengadilan
Negeri setempat. Berdasar surat izin ini penyidik yang diminta
bantuan, memberitahukan penggeledahan kepada Ketua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pengadilan Negeri di tempat mana penggeledahan akan
dilaksanakan ( M. Yahya Harahap, 2002:260).
8) Penggeledahan Badan
Mengenai pengertian penggeledahan badan dijelaskan
pada Pasal 1 butir yang berbunyi: penggeledahan badan adalah
tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan
pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada
pada badannya atau dibawanya serta; untuk disita.
Selanjutnya, penjelasan Pasal 37 mengutarakan lagi:
penggeledahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan, yang
wanita dilakuakn oleh pejabat wanita. Dalam hal ini penyidik
berpendapat perlu dilakukan pemeriksaan rongga badan, penyidik
minta bantuan kepada pejabat kesehatan. ( M. Yahya Harahap,
2002:260).
b. Tinjauan tentang Penyitaan
1) Pengertian Penyitaan
Penyitaan adalah tindakan hukum dalam proses
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik untuk menguasai secara
hukum atas suatu barang, baik barang bergerak maupun barang
tidak bergerak yang disuga terkait erat dengan tindak pidana yang
sedang terjadi. Permasalahan ini secara normatif diatur dalam
Pasal 1 angka 16 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil
alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda
bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kepentingan pembuktian dalam penyidikan penuntutan dan
peradilan (Hartono, 2010: 182).
2) Yang Berwenang Menyita
Penyitaan adalah tindakan hukum yang dilakukan pada
taraf penyidikan. Sesudah lewat taraf penyidikan tidak dapat lagi
dilakukan penyitaan untuk dan atas nama penyidik. Itu sebabnya
Pasal 38 dengan tegas menyatakan: penyitaan hanya dapat
dilakukan oleh penyidik. dengan penegasan Pasal 38 tersebut,
telah ditentukan dengan pasti, hanya penyidik yang berwenang
melakukan tindakan penyidikan. ( M. Yahya Harahap, 2002:265).
3) Bentuk dan Tata Cara Penyitaan
Memperhatikan ketentuan yang mengatur penyitaan,
undang-undang membedakan beberapa bentuk tata cara
penyitaan. Ada yang berbentuk biasa dengan tata cara
pelaksanaan biasa. bentuk yang biasa dengan tata cara yang biasa
merupakan landasan aturan umum penyitaan. Akan tetapi,
pembuat undang-undang telah memperkirakan kemungkinan yang
timbul dalam konkreto. Berdasar perkiraan kemungkinan itu
mendorong pembuat undang-undang mengatur berbagai bentuk
dan tata cara penyitaan agar penyitaan bisa terlaksana efektif
dalam segala kejadian.
4) Penyitaan Biasa dan Tata Caranya
Penyitaan dengan bentuk dan prosedur biasa merupakan
aturan umum penyitaan. Selama masih mungkin dan tidak ada
hal-hal yang luar biasa atau keadaan yang memrlukan
penyimpangan, aturan bentuk dan prosedur biasa yang ditempuh
dan diterapkan penyidik. Penyimpangan dari aturan bentuk dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tata cara biasa, hanya dapat dilakukan apabila terdapat keadaan-
keadaan yang mengharuskan untuk mempergunakan aturan
bentuk dan prosedur lain, sesuai dengan yang mengikuti peristiwa
itu dalam kenyataan. ( M. Yahya Harahap, 2002:266).
Adapun tata cara pelaksanaan penyitaan bentuk biasa atau
yang umum dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Harus ada surat izin penyitaan dari ketua pengadilan negeri
b) Memperhatikan atau menunjukan tanda pengenal
c) Memperhatikan benda yang akan disita (Pasal 129)
d) Penyitaan dan memperlihatkan benda sitaan harus disaksikan
oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang
saksi
e) Membuat Berita Acara Penyitaan
f) Menyampaikan Turunan Berita Acara Penyitaan
g) Membungkus benda sitaan
5) Penyitaan dalam Keadaan Perlu dan Mendesak
Sebagai pengecualian penyitaan biasa berdasar aturan
umum yang diuraikan terdahulu, Pasal 38 ayat (2) memberi
kemungkinan melakukan penyitaan tanpa melalui tata cara yang
ditentukan Pasal 38 ayat (1). Hal ini diperlukan untuk memberi
kelonggaran kepada penyidik bertindak cepat sesuai dengan
keadaan yang diperlukan. Seandainya pada setiap kasus penyidik
diharuskan menempuh prosedur penyitaan seperti yang diatur
pada Pasal 38 ayat (1), kemungkinan besar penyidik mengalami
hambatan dalam pencarian dan penemuan bukti tindak pidana.
Untuk menjaga kemungkinan kemacetan dan hambatan pada
kasus tertentu, yang mengharuskan penyidik segera bertindak
dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, dapat
menempuh tata cara penyitaan yang ditentukan Pasal 41.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Landasan alasan penyimpangan ini, didasarkan kepada kriteria:
dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak ( M. Yahya
Harahap, 2002:269).
Mengenai tata cara penyitaan dalam keadaan yang sangat
perlu dan mendesak adalah sebagai berikut:
a) Tanpa surat izin Ketua Pengadilan Negeri
b) hanya terbatas atas benda bergerak saja
c) Wajib segera melaporkan guna mendapatkan persetujuan
6) Penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan
Penyitaan benda dalam keadaan tertangkap tangan
merupakan pengecualian penyitaan biasa. dalam keadaan
tertangkap tangan, penyidik dapat langsung menyita sesuatu
benda dan alat:
- yang ternyata digunakan untuk melakukan tindak pidana atau
- benda dan alat yang patut diduga telah dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana, atau
- benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.
Ketentuan Pasal 40 sangat beralasan, langsung memberi
wewenang kepada penyidik untuk menyita benda dan alat yang
dipergunakan pada peristiwa tindak pidana tertangkap tangan.
Pada ketentuan Pasal 41, pengertian keadaan tertangkap tangan,
bukan terbatas pada tersangka yang nyata-nyata sedang
melakukan tindak pidana, tetapi termasuk pengertian tertangkap
tangan atas paket atau surat dan benda-benda pos lainnya,
sehingga terhadap benda-benda tersebut dpat dilakukan tersebut
dapat dilakukan penyitaan langsung oleh penyidik.
7) Penyitaan Tidak langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kalau dalam keadaan tertangkap tangan dikenal bentuk
dan cara penyitaan langsung oleh pennyidik terhadap benda dan
alat serta benda-benda pos atau paket melaului jawatan maupun
perusahaan pengangkutan., Pasal 42 memperkenalkan bentuk dan
cara penyitaan tidak langsung. Benda yang hendak disita tidak
langsung didatangi dan diambil sendiri oleh penyidik dari tangan
dan kekuasaan orang yang memegang dan menguasai benda
tersebut. Tetapi penyidik mengajak yang bersangkutan untuk
menyerahkan sendiri benda yang hendak disita dengan sukarela (
M. Yahya Harahap, 2002:272).
8) Penyitaan Surat atau Tulisan Lain
Yang dimaksud dengan surat atau tulisan lai pada Pasal 43
adalah surat atau tulisan yang disimpan atau dikuasai oleh orang
tertentu, di mana orang tertentu yang menyimpan atau menguasai
surat itu, diwajibkan merahasiakannya oleh undang-undang.
Misalnya, seorang notaris adalah pejabat atau orang tertentu yang
menyimpan dan menguasai akta testamen, dan oleh undang-
undang diwajibkan untuk merahasiakannya. Akan tetapi harus
diingat, kepada kelompok surat atau tulisan lain ini tidak
termasuk surat atau tulisan yang menyangkut rahasia negara.
Surat atau tulisan yang menyangkut rahasai negara tidak takluk
kepada ketentuan Pasal 43 KUHAP. Oleh karena itu, Pasal 43
tidak dapat diperlakukan sepanjang tulisan atau surat yang
menyangkut rahasia negara. Atau kalau dibalik, Pasal 43 hanya
dapat diterapkan terhadap suratdan tulisan yang tidak menyangkut
rahasia negara. Mengenai syarat dan cara penyitaannya :
- hanya dapat disita atas persetujuan mereka yang dibebani
kewajiban oleh undang-undang untuk merahasiakan. Misalnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
akta notaris atau sertifikat, hanya dapat disita atas persetujuan
notaris atau pejabat agraria yang bersangkutan,
- atas izin khusus Ketua Pengadilan Negeri, jika tidak ada
persetujuan dari mereka ( M. Yahya Harahap, 2002:273).
9) Benda Yang Dapat Disita
Terhadap benda apa saja penyitaan dapat diletakkan, atau
terhadap jenis benda yang bagaimana sita dapat dilakukan,
apabila benda yang bersangkuta ada keterlibatannya dengan
tindak pidana guna kepentingan pembuktian pada tingkat
penyidikan, penuntutan, dan sidang peradilan, ditentukan dalam
Pasal 39.
ayat (1) yang dapat dikenakan penyitaan adalah :
i. benda ata tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau
sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai
hasil dari tindak pidana,
ii. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan tindak
pidana,
iii. benda yang dipergunakan menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana,
iv. benda khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak
pidana,
v. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan
tindak pidana yang dilakukan.
ayat (2) : Benda yang berada dalam sitaan karena perkara
perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan mengadili perkara pidana, sepanjang
memenuhi ketentuan ayat (1) ( M. Yahya Harahap, 2002:275).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Money
Laundering)
a. Pengertian Pencucian Uang (Money Laundering)
The term „„Money Laundering‟‟ was firstly used in 1973
during the Watergate Scandal and is therefore no original legal
definition but a colloquial paraphrase describing the process of
transforming illegal into legal assets. Based on US-American
approaches a supranational definition of money laundering was
created by the United Nations Convention on Drugs and an EU-
directive, which had to be converted into the national law of all
Member States (Friedrich Schneider. Ursula Windischbauer.
2008. page 392-393).
Banyak definisi yang dapat dikemukakan tentang money
laundering misalnya Amin Sunaryadi membuat rumusan Money
laundering adalah proses perubahan keuntungan yang didapat dari
kegiatan melawan hukum menjadi aset keuangan yang berasal dari
sumber yang tidak melawan hukum. Neil Jensen (Austrac) & Rick
MC Donald Money Laundering disefinisikan sebagai proses
perubahan keuntungan dari yang melawan hukum menjadi aset
keuangan yang terlihat berasal dari sumber yang sah.
Welling mengemukakan bahwa: Money Laundering is the
process by which one comcals the existence, illegal source illegal
application of in come, and than disguises that income to make it
legimate. Sedangkan Pamela H Bucy, memberikan pengertian
money laundering sebagai berikut: Money Laundering as
concealment of the existence, nature or illegal source of illict funds
in such a manner that the funds will appear legimate if discovered.
Sebenarnya tidak ada definisi yang universal dan
komprehensif mengenai money laundering, masing-masing pihak
mempunyai definisi sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang berbeda. Definisi untuk tujuan penuntutan lebih sempit
dibandingkan dengan definisi untuk tujuan penyidikan.
Selain ada yang memberikan definisi tentang money
laundering ada juga pihak yang hanya memberikan beberapa
contoh tentang kegiatan yang disebut money laundering misalnya
dalam Statement on Prevention af Criminal Use of the Bunking
Sistem for the purpose of money laundering, Desember 1988 Basle
Committee menyebutkan: Criminal and their associates use the
financials sistem to make payment and transfers of funds from one
account to another; to hide the source and beneficial ownership of
money, and to provide storage for bank notes through a safe-
deposit facility this activities are commonly referred toas money
laundering.
Sutan Remi Sjahdeni memberikan definsi yang lengkap
tentang money laundering, yaitu: Pencucian uang adalah rangkaian
kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang
atau organisasi terhadap uang haram yaitu yang berasal dari
kejahatan, dengan maksud untuk menymbunyikan atau
menyamarkan asal usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas
yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana
dengan cara terutama memasukka uang tersebut ke dalam sistem
keuangan (financial system) sehingga uang tersebut kemudian
dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal
(Edi Setiadi dan Rena Yulia, 2010:152-153).
Financial Action Task Forces on Money Laundering atau
FATF yang dibentuk oleh G 7 Summit di Paris tahun 1982 juga
tidak memberikan definisi mengenai pencucian uang, akan tetapi
memberikan uraian mengenai pencucian uang sebagai The goal of
the large number of criminal act is to generate ofprofilfor the
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
individual or group that carries out the act. Money Laundering is
the processing. of this criminals to disguise their illegal origin.
This Process is of critical importance, as it enable that criminals to
enjoy this profits whitout the joepardissing their course. Illegal
arm sales, smuggling, and the activities of organized crime
induding for example drug trafficking and prostitution rings can
generate huge sums. Embezlement, insider trading, bribery and
computer fraud schems can also produce large profits and create
the intensive to legitimize the ill‟gotten through money laundering
(Pencucian Uang adalah suatu proses yang merupakan perbuatan
atau aktivitas menyembunyikan atau merahasiakn, atau
menyimpan hasil dari sebagian besar tindak kejahatan, dengan
menhyembunyikan sumber ataupun asal-usul uang kotor atau tidak
sah, adanya perdagangan gelap, penyelundupan, ataupun tindak
kejahatan teroragnisasi lainnya seperti halnya penjualan dan
peredaran narkoba, jaringan prostitusi, sehingga memang dapat
menghasilkan sejumlah uang yang sangat besar dari kegiatan
tersebut).
When a criminals activity generate subtanscial profits, the
individuals or groups involved must away to control the fund
whitout attracting attention to the underlaying activity or the
persons involved criminals do this by disguising the source,
changing the form, or moving the funds to a place where they are
les fikely to attract attention. (Ketika aktivitas ataupun tindak
kejahatan tersebut meghasilkan sebuah keuntungan baik secara
individu maupun kolektif terlibat secara ternyata keberadaannya
tidak dapat terdeteksi. Tindak kejahatan pencucian uang dapat
dilakukan dengan berbagai macam metode antara lain dengan
menyembunyikan sumber, merubah format, maupun dengan cara
memutar dana atau uang kotor tersebut dari suatu tempat ke tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang lain sehingga tidak dapat terdeteksi. (Sutan Remy Sjahdeini,
2004:3)
Dalam Draft From Europen Communities (EC) Directive
bulan Maret 1990 memberikan definisi pencucian uang sebagai
The conversions or transfer of property knowing that such property
of assisting any persons who involved in commiting such on
offences to evade the legal consequences of this action, and the
concealment or disguise of the true nature source, location,
disposition, movement, rights, with respect ownership of properties
derived from scious crime (Pencucian Uang adalah suatu proses di
mana, diketahui bahwa harta tersebut didapatkan berasal dari
kejahatan atau tindak pidana, baik dengan menggunakan metode
merahasiakan, menyembunyikan asal usul harta atau uang gelap
tersebut, di samping adanya proses pelibatan yang memang tidak
terdeteksi oleh undang-undang karena telah disamarkan baik
sumber ataupun asal usul uang gelap tersebut, serta adanya
penempatan, dan pergerakan ataupun perpindahan uang hasil
tindak kejahatan tersebut (Sutan Remy Sjahdeini, 2004:4)
Sedangkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa,
TheUnited Nation Convention Againts Illicit Trafic in Narcotics,
Drugs, and Psychotropic Substances of 1998 mengartikan tindak
pidana pencucian uang sebagai The Convention or transfer of
property, knowing that such property is derived from any serious
offences, for the purpose of concealing or disguising the illicit of
the property or of assisting any person who is involeved in the
commission of such and offence or offences to evade the legal
consequences of his action, or the concealment or disguise of the
true neture, source, location, disposition, movement, right with
respect to or ownership of property, knowing that such property is
derived from a serious (indictable) offence or offences or from an
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
act of participation in such an offence or offences (Pencucian Uang
adalah suatu proses penyerahan maupun perpindahan harta
kekayaan, dimana diketahui bahwa harta kekayaan tersebut
didapatkan dari tindak kejahatan atau dalam hal ini diperoleh dari
keikutsertaan dalam tindak kejahatan tersebut, dengan tujuan untuk
merahasiakan atau menyembunyikan baik sumber ataupun pihak-
pihak yang terlibat dari adanya konsekuensi atas undang-undang
atas tindakannya itu, maupun dengan cara penyamaran dari sumber
aslinya, asal-usul, dengan penempatan, pergerakan yang berkenaan
dengan harta kekayaan tersebut, dengan diketahui sebelumnya
bahwa harta kekayaan tersebut diperoleh dari tindak kejahatan,
maupun keikutsertaan dalam tindak kejahatan tersebut).
Menurut Black‟s Law Dictionary, Money Laundering is
term used to describe invesement or other transfer of money
flowing from racketeering, drug transaction and other illegal
sources into legimate chanels so that its originals source can not
be traced (Pencucian Uang adalah istilah yang digunakan dalam
menjelaskan aktivitas, dalam hal menguraikan atau memindahkan
asal usul yang tidak sah menjadi seolah-olah sah, sehingga sumber
asalnya tidak dapat diusut ataupun dideteksi)
Hal demikian berbeda dengan Undang-Undang Pencucian
Uang Malaysia atau Anti Money Laundering Act of 2001, yang
menyebutkan bahwa money laundering means the act of a person
who:
a) engages, directly or indirectly, in a transaction that involves
proceeds of any unlawful activity;
b) acquire, receives, possesses, disguises, transfers, converts,
exchanges, carries, disposes, uses, removes from or brings
into Malaysia proceeds ao any unlawful activity; or
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c) conceals, disguises or impedes the establishment of the true
nature, origin, location, movement, disposition, title of, rights
with respect to, or ownership of, proceeds of any unlawful
activity;
Pencucian Uang adalah perbuatan seseorang yang :
(a) Melakukan/terlibat (langsung/tidak) dalam suatu transaksi
harta kekayaan yang berasal dari perbuatan melawan hukum
(b) Memperoleh, menerima, memiliki, menyembunyikan,
mentransfer, mengubah, menukar, membawa, menyimpan,
menggunakan, memindahkan dari atau membawa ke
Malaysia, harta kekayaan yang berasal dari perbuatan yang
melawan hukum
(c) Menyembunyikan, menyamarkan atau merintangi penentuan
asal usul, tempat, penyaluran, penempatan, hak-hak yang
terkait dengan atau kepemilikan dari harta kekayaan yang
berasal dari perbuatan yang melawan hukum
Kemudian dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan
bahwa Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi
unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
Undang ini.
Sehingga dari beberapa definisi tersebut di atas bahwa yang
dimaksud sebagai pencucian uang dapat dismpulkan sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pencucian uang adalah serangkaian aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang maupun korporasi terhadap uang yang
berasal dari hasil suatu kejahatan yang dilakukan dengan
menyamarkan uang tersebut ke dalam suatu sistem tertentu
sehingga seolah-olah uang tersebut berasal dari perolehan yang
sah/halal.
b. Tahap-Tahap Tindak Pidana Pencucian Uang
Sebenarnya tidak mudah untuk membuktikan adanya suatu
tindakan pencucuian uang yang sangat kompleks, namun para
pakar telah berhasil menggolongkan proses pencucian uang
menjadi tiga tahap, yaitu:
a. Placement, yakni dengan mengubah uang tunai hasil kejahatan
menjadi aset yang legal, dimana ini merupakan suatu tahapan
atau proses menempatkan uang hasil kejahatan kedalam sistem
keuangan. Dalam tahapan ini perbuatan yang dilakukan berupa
pergerakan fisik dari uang tunai dengan maksud untuk
mengaburkan atau memisahkan sejauh mungkin uang hasil
kejahatan dari sumber perolehannya.
b. Layering, yaitu suatu proses yang dilakukan para pelaku
kejahatan setelah uang hasil kejahatan itu masuk kedalam
sistem keuangan (bank) dengan cara melakukan transaksi lebih
lanjut dengan maksud untuk menutupi asal usul uang. Proses
ini juga dapat berupa penggunaan uang baik di dalam negeri
maupun di negeri maupun di luar negeri melalui electronic
funds transfer.
c. Integration, yakni pelaku menggunakan uang hasil kejahatan
tersebut untuk kegiatan ekonomi yang sah karena merasa aman
bahwa kegiatan yang dilakukannya seolah tanpa berhubungan
dengan aktivitas illegal sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kemudian selain hal-hal di atas yang merupakan tahapan-
tahapan proses pencucian uang, karakteristik yang selanjutnya
dapat dijelaskna bahwa tindak pidana pencucian uang melibatkan
penjahat kelas atas atau kejahatan kerah putih, yang pelakunya
mempunyai kedudukan tinggi secara politik maupun dalam
hubungann ekonomi. Di samping adanya sejumlah karakteristik
yang umumnya melekat pada white collar crime adalah sebagai
berikut (Hazzel Croall 1992 sebagaimana dikutip oleh Harkristuti
Harkrisnowo, 2001: 4) :
a) Low Visibility, bahwa kejahatan kerah putih yang memang
super canggih sangat dimungkinkan tidak kasat mata, sehingga
akan sangat sulit diraba.
b) Complexity, dimana kejahatan kerah putih sangan kompleks,
hal tersebut dimungkinkan dengan banyaknya campur tangan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c) Diffusion of Responsibility, dalam perkara-perkara kejahatan
kerah putih selalu terjadi ketidakjelasan pertanggungjawaban
pidana, yang hal ini juga tidak terlepas dari sifat kejahatan
kerah putih yang memang sangat terselubung.
d) Diffusion of Victims, berawal dari pemanfaatan tekonologi yang
super canggih, kemudian dengan metode kejahatan yang
terselubung, maka akan mengakibatkan pula ketidakjelasan
korban yang memang sangat luas akibatnya.
Selain itu juga, tindak kejahatan penucian uang sebagai
bentuk kejahatan yang dilakukan secara terorganisir, dan terjadinya
dapat melintasi batas negara sebagai kejahatan transnasional,
dimana menggunakan sepenuhnya kemajuan teknologi dan
informasi sebagai modus operandi kejahatan berdimensi baru.
c Modus Kejahatan Pencucian Uang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pencucian uang dimulai dengan perbuatan secara
memperoleh uang kotor, dalam hal ini terdapat dua cara utama
(Sutan Remy Sjahdeni, 2004:120) :
a) Tax Evasion, atau pengelakan pajak, dengan cara ini seseorang
memperoleh uang dengan legal, akan tetapi kemudian
melaporkan jumlah keuangan yang tidak sebenarnya supaya
didapatkan perhitungan pajak yang lebih sedikit dari yang
sebenarnya. Yang kemudian cara ini mengembang kepada
variasi yang bersifat collusion, dimana sangat dimungkinkan
ditemouhnya jalan terobosan secara illegal, mengingat
rumitnya birokrasi di negara kita, maka tindakan-tindakan yang
termasuk kategori penyuapan sungguh merajalela. Modus
tersebut juga timbul sebagai akibat dari mekanisme illegal
dengan cara memotong sejumlah pajak, sehingga akan
menimbulkan dua segi kriminalisasi pencucian uang, yakni
wajib pajak dan petugas pajak ( Robert Klitgaard dan Kimberly
Ann Elliot, 1998)
b) Melalui cara-cara criminal, atau yang jelas-jelas melanggar
hukum. cara seperti ini sangat beragam jumlahnya, seperti
dalam hasil amandemen TPPU, yaitu korupsi (Corruption),
penyuapan (bribery), penyelundupan barang (smuggling)
penyelundupan imigran (people smuggling), perbankan, pasar
modal, asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan manusia,
women and children trafficking, perdagangan senjata gelap
(arms trafficking), penculikan, terorisme, pencurian,
penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi,
perpajakan, kehutanan, lingkungan hidup, keleautan, serta
tindak pidana lain yang diancam pidana penjara 4 tahun atau
lebih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perolehan uang secara kriminil di atas secara bawah tanah
(underground business), bahkan di bidang perdagangan umum juga
termasuk sebagai prkatik yang tergolong dirty money.
d. Modus dan Sarana Melakukan Pencucian Uang
Terdapat beberapa modus dengan menggunakan obyek dan sarana
yang dimanfaatkan oleh pelaku pencucian uang dalam operasinya.
Secara rinci dan konkret, modus operasional kejahatan pencucian
uang adalah sebagai berikut (Munir Fuady, 2001 dan Soetijprodjo,
1998):
1) Modus Loan Back, dengan cara meminjam uangnya sendiri, yang
terinci lagi dalam bentuk direct loan, yaitu dengan cara
meminjam uang dari perusahaan luar negeri, yakni semacam
perusahaan bayangan (immobilen invesement company) yang
direksi dan pemegang sahamnya adalah dia sendiri. Kemudian
bentuk pararel loan, yakni dengaan pembiayaan internasional
yang memperoleh aset dari luar negeri. Karena ada hambatan
retriksi mata uang, amka dicarii pperusahaan lain di luar negeri
untuk sama-sama mengambil loan dan dana loan itu
dipertukarkan satu sama lain.
2) Modus C Chase Operation, modus ini cukup rumit karena
memiliki sifat liku-liku sebagai cara menghapus jejak. Dalam hal
ini loan tidak pernah ditagih, namun hanya dengan mencairkan
deposito saja, sehingga hasil investasi ini dapat tercuci dengan
aman.
3) Modus Transaksi Dagang Internasional, dimana modus ini
menggunakan saran adokumen L/C, karena yang menjadi focus
urusan bank itu sendiri dan tidak mengenai keadaan barang,
sehingga pecucian uang dilakukan dengan cara membuat invoice
yang besar terhadap barang yang keccil, atau bahkan tidak ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Modus Penyelundupan Uang Tunai, atau sistem bank pararel ke
negara lain. Modus ini penyelundupan sejumlah fisik uang itu ke
luar negeri. karena modus ini berbahaya maka dicari juga modus
dengan transfer elektronik, yakni mentransfer dari satu negara ke
negara lain tanpa perpindahan fisik uang itu.
5) Modus Akuisisi, dimana yang diakuisisi adalah perusahaannya
sendiri. Dengan cara ini pemilik perusahaan di Indonesia
memiliki dana yang sah, karena telah tercuci melalui penjualan
saham-sahamnya di perusahaan yang terdapat di Indonesia.
6) Modus Real Estate Carousel, yakni dengan menjual suatu
properti beberapa kali kepada perusahaan di dalam kelompok
yang sama. pelaku pemcucian uang memiliki sejumlah
perusahaan (pemegang saham mayoritas) dalam bentuk real
estate. Sasarannya supaya melalui transaski ini hasil uang
penjualan menjadi putih, di samping itu pemilik saham minoritas
dapat ditarik modal dalam proses pencucian uang. Modus yang
sama pula dilakukan di pasar modal, yakni dengan pembeli
saham itu hanya perusahaan-perusahaan di lingkungannhya saja
dengan tawaran harga tinggi.
7) Modus Investasi Tertentu, biasanya dilakukan dalam bisnis
transaksi barang antik atau lukisan. Dimana terdapat kerjasama
antara penjual dengan pembeli dengan harga yang tak terukur.
Sehingga hasil penjualan yang sangat tinggi itu dapat dipandang
sebagai dana yang sah.
8) Modus Over Invoices atau Double Invoices, dilakukan dengan
mendidrikan perusahaan ekspor impor di negara sendiri, lalu di
luar negeri mendirikan pula perusahaan bayangan. Supaya
perusahaan di Indonesia bisa bertahan, maka perusahaan di luat
negeri memberikan loan. Demgam cara loan ini, uang kotor dari
perusahaan di luar negeri itu menjadi resmi masuk ke dalam
negeri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9) Modus Perdagangan Saham, dimana para nasabah burs aefek ini
adalah pelaku pencucian uang, dalam hal ini dana dari
nasabahnya yang diinvestasi bersumebr dari uang gelap.
10) Modus Pizza Conection, dilakukan dengan menginvestasikan
uang hasil perdagangan obat bius diinvestasikan untuk
mendapatkan konsesi pizza, sementara sisa lainnya
diinvestasikan di Swiss atau Karibia sebagai suatu contoh.
11) Modus La Mina, dilakukan dengan dana yang diperoleh dari
perdagangan obat bius diserahkan kepada pedagang grosiran
emas dan permata. Hasil uang tunai tersebut kemudian di bawa
ke bank, dengan maksud supaya seolah-olah berasal dari
penjualan emas dan permata tersebut.
12) Modus Deposit Taking, dimana kasus pencucian uang yang
melibatkan institusi deposit taking antara lain melalui telex,
surat-surat berharga, penukaran valuta asing, pembelian obligasi
pemerintah, dan treasury bills.
13) Modus Identitas Palsu, yakni dengan memanfaatkan lembaga
perbankan sebagai pencucian sebagai mesin pencucian uang ,
dengan cara mendepositkan uang secara nama palsu,
menggunakan safe deposit box untuk menyembunyikan hasil
kejahatan, menyediakan fasilitas transfer supaya mudah
mentransfer ke tempat yang dikehendaki, atau nmenggunakan
electronic fund transfer untuk melunasi kewajiban transaksi
gelap, menyimpan atau mendistribusikan hasil transaksi gelap
tersebut.
e. Metode Pencucian Uang
Selanjutnya perlu diketahui bagaimana para pelaku
pemutihan uang melakukan pencucian uang, sehingga bisa dicapai
hasil dari uang ilegal menjadi uang legal. sebenarnya di atas sudah
dijelaskan beberapa hal mengenai modus-modus pencucian uang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tetapi secara metodiknya dapat dikenal tiga metode dalam
kejahatan pencucuian uang, yang terdiri sebagai berikut (Business
News, 2011)
1) Metode Buy and Sell Conversions, metode ini dilakukan
melalui transaksi barang dan jasa. katakanlah suatu aset dapat
dibeli dan dijual kepada konspirator yang bersedia membeli
atau menjual secara lebih mahal dari harga normal dengan
mendapatkan laba ataupun diskon. Selisih harga dibayar
dengan uang ilegal dan kemudian dicuci secara transaksi bisnis.
Barang atau jasa itu dapat diubah seolah-olah menjadi hasil
yang legal melalui rekening pribadi atau perusahaan yang ada
di suatu bank.
2) Metode Offshore Conversions, dengan cara ini uang kotor,
dikonvensi ke suatu wilayah yang merupakan tempat yang
sangat aman bagi penghindaran pajak (tax heaven money
laundering center) untuk kemudian didepositkan di bank yang
berada di wilayah tersebut. Di negara-negara yang termasuk
atau bercirikan seperti tersebut di atas memang terdapat sistem
hukum perpajakan yang tidak ketat, terdapat sistem rahasia,
bank yang sangat ketat, birokrasi bisnis yang cukup mudah
untuk memungkinkan adanya rahasia bisnis yang ketat serta
pembentukan usaha trust fund.
3) Metode Legimate Business Conversions, metode ini dilakukan
dengan melalui kegiatan bisnis yang sah sebagai cara
pengalihan atau pemanfaatan dari sesuatu hasil uang kotor.
Hasil uang kotor itu kemudian dikonversi secara transfer, cek
atau alat pembayaran lain untuk disimpan di rekening bank
lainnya. Biasanya para pelaku dapat bekerjasama dengan suatu
perusahaan yang rekeningnya dapat dipergunakan sebagai
terminal untuk menampung uang kotor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Globalisasi
Kejahatan
Transnasional/organized
d
Pencucian Uang
INDONESIA MALAYSIA
Persamaan
dan
Perbedaan
Kelebihan
dan
Kelemahan
Pembaharuan hukum
di Indonesia
Perbandingan Hukum
PengaturanUpaya
Paksa Penggeledahan
dan Penyitaan Malaysia Anti-Money
Laundering Act 2001
UU Nomor 10 Tahun 2008
tentang Pencegahan dan
Pemberantasan tindak Pidana
Pencucian Uang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Globalisasi mengakibatkan timbulnya kejahatan jenis baru seperti money
laundering dari negara lain ke Indonesia terutama pencucian uang haram yang
berasal dari perdagangan obat bius dan narkotika, tetapi dalam perkembangannya
diperluas hingga meliputi uang haram hasil dari kejahatan-kejahatan terorganisasi
yang lain.
Tiada undang-undang yang sempurna dibuat, begitu juga undang-undang
tindak pidana pencucian uang, disinyalir banyak mengandung kelemahan
diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Financial Actions task Force ( FATF)
yang memandang dari sudut subtansi undang-undang ini belum memenuhi standar
internasional, sehingga Indonesia masih dimasukan dalam list of uncooperation
nations in the fight against money laundering dan dipandang sebagai tempat yang
aman bagi pencuci uang.Ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
mengenai tindakan penyidikan dalam tindak pidana pencucian uang .Penulis
dalam hal ingin mengkaji persoalan diatas mengenai serangakain penyidikan
khususnya upaya paksa penggeledahan dan penyitaan yang masih belum jelas
pengaturanya, pasti dalam hal pelaksanaan akan menghadapi berbagai kesulitan.
Perbandingan tentang pengaturan penyidikan antara Indonesia dan
Malaysia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Anti-
Money laundering of Act 2001 akan menghasilkan pengetahuan mengenai
persamaan, perbedaan, kelebihan serta kelemahan dari masing-masing aturan
hukum yang mengatur di kedua negara. Dengan belajar dari upaya paksa
penggeledahan dan penyitaan di Malaysia, diharapkan akan didapat rekomendasi
yang berguna untuk pembaharuan hukum di Indonesia di masa yang akan datang,
khususnya terkait masalah upaya paksa penggeledahan dan penyitaan dalam
tindak pidana pencucian uang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persamaan dan Perbedaan Pengaturan Upaya Paksa Penggeledahan dan
Penyitaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia-
Anti Money Laundering Act 2001
1. Persamaan Pengaturan Upaya Paksa penggeledahan dan penyitaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia- Anti
Money Laundering Act 2001
- Kedua perangkat hukum tersebut, yaitu Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dengan Malaysia- Anti Money Laundering Act 2001
Sama-sama merupakan produk hukum yang mengatur tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang
memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan tindakan
penyidikan dan penyelidikan dalam hal ini penggeledahan dan
penyitaan.
- Dasar pertimbangan yang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan
penggeledahan dan penyitaan antara Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Malaysia- Anti Money Laundering Act 2001
adalah sama, yaitu Sama-sama bertujuan untuk menyelamatkan dan
mengembalikan aset hasil tindak pidana pencucian uang untuk negara
atau dikembalikan kepada yang berhak melalui upaya pemberantasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan pencegahan untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan peradilan.
- Baik waktu maupun jangka waktu dalam melakukan tindakan
penggeledahan dan penyitaan oleh penyidik antara Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dan Malaysia- Anti Money Laundering Act
2001, sama-sama tidak ada ketentuan mengenai berapa lama bagi
penyidik untuk melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan dan
kapan waktu yang dianjurkan melakukan penyitaan.
2. Perbedaan Pengaturan Upaya Paksa Penggeledahan dan Penyitaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia- Anti
Money Laundering Act 2001
Tabel 1. Perbedaan Pengaturan Upaya Paksa Penggeledahan dan Penyitaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia- Anti Money
Laundering Act 2001
No. Aspek Pembeda Undang-Undang
Nomor 8 Tahun
2010 tentang
Pencegahan dan
Pemberantasan
Tindak Pidana
Malaysia- Anti Money
Laundering Act 2001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pencucian Uang
1 Dasar Pengaturan
Penggeledahan
dan Penyitaan
Pasal 74 Pasal 31 tentang
penggeledahan ;
Pasal 45 tentang
penyitaan, penyitaan
harta bergerak diatur
pada pasal 46,
penyitaan harta
bergerak di lembaga
keuangan diatur pada
Pasal 50, Penyitaan
harta tidak bergerak
diatur pada Pasal 51,
Ketentuan khusus
tentang penyitaan
bisnis diatur pada Pasal
52.
2 Konsep Mengenai
Pengertian
Penggeledahan
dan Penyitaan
Tidak diatur secara
spesifik karena
mengacu KUHAP
Penggeledahan
berdasarkan Pasal 1
angka 17 KUHAP,
Penggeledahan rumah
adalah tindakan
penyidik untuk
memasuki rumah
tinggal dan tempat
tertutup lainnya untuk
Istilah penggeledahan
dapat ditemukan pada
Pasal 31 yang
menyebutkan bahwa di
mana seorang petugas
menyelidiki , atau
memiliki alasan untuk
mencurigai seseorang
telah melakukan
pelanggaran undang-
undang ini, dia dapat
menggeledah tanpa
surat perintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melakukan tindakan
pemeriksaan dan/atau
penangkapan dalam
hal dan menurut cara
yang diatur dalama
undang-undang ini.
Penyitaan berdasarkan
Pasal 1 angka 16
KUHAP adalah
serangkaian tindakan
penyidik untuk
mengambil alih
dan/atau menyimpan
di bawah
penguasaannya benda
bergerak atau tidak
bergerak, berwujud
atau tidak berwujud
untuk kepentingan
pembuktian dalam
penyidikan penuntutan
dan peradilan
penggeledahan;
Istilah penyitaan
sendiri terdapat pada
Pasal 45 yang
menyebutkan bahwa
bahwa dalam
penyelidikan tindak
pidana dalam ayat 4,
seorang perwira yang
menyelidiki, atas
persetujuan dari atasan,
dapat merampas setiap
harta bergerak yang
memiliki alasan untuk
mencurigai menjadi
subjek soal
pelanggaran atau bukti
yang berkaitan dengan
pelanggaran tersebut
3 Pejabat Yang
Berwenang
Melakukan
Penggeledahan
Dilakukan oleh
Penyidik Tindak
Pidana Asal
Pejabat yang
berwenang atau
lembaga penegak yang
relevan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan Penyitaan
4 Obyek Yang
Dapat Digeledah
dan Disita
Tidak diatur secara
spesifik karena
mengacu KUHAP
Obyek yang dapat
digeledah :
a) penggeledahan
rumah tempat
kediaman
b) pengeledahan
badan
Obyek yang dapat
disita berdasarkan
Pasal 39 ayat (1)
antara lain:
a) benda atau tagihan
tersangka atau
terdakwa yang
seluruh atau
sebagian diduga
diperoleh dari
tindak pidana atau
sebagai hasil dari
tindak pidana,
Obyek yang dapat
digeledah: Pasal 25 (a)
setiap catatan lembaga
pelaporan atau laporan
yang berhubungan
dengan kewajiban
dalam bagian ini, yang
disimpan pada, atau
diakses dari, tempat
lembaga pelaporan ini,
dan
(b) sistem yang
digunakan oleh
lembaga pelaporan di
tempat untuk menjaga
catatan-catatan atau
laporan.
Pasal 26 (a) orang ,
direktur atau petugas
lembaga pelaporan atau
agennya, (b) klien, atau
memiliki hubungan
dengan lembaga
pelaporan; atau (C)
orang yang ia percaya
untuk berkenalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b) benda yang telah
dipergunakan
secara langsung
untuk melakukan
tindak pidana atau
untuk
mempersiapkan
tindak pidana,
c) benda yang
dipergunakan
menghalang-
halangi
penyidikan tindak
pidana,
d) benda khusus
dibuat atau
diperuntukkan
melakukan tindak
pidana,
e) benda lain yang
mempunyai
hubungan
langsung dengan
tindak pidana
yang dilakukan.
dengan fakta-fakta dan
keadaan dari kasus
tersebut, termasuk
auditor atau advokat
dan pengacara dari
lembaga pelaporan, dan
orang itu akan
memberikan dokumen
atau informasi seperti
pemeriksa dapat
meminta dalam waktu
seperti sebagai
pemeriksa dapat
menentukan; (D)
lembaga keuangan ;
Obyek yang dapat
disita: harta bergerak
dan harta tidak
bergerak, harta
bergerak di lembaga
keuangan.
5 Tata Cara
Penggeledahan
dan Penyitaan
Tidak diatur secara
spesifik karena
mengacu KUHAP
Tata cara
penggeledahan diatur
pada Pasal 31,
sedangkan tata cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tata cara
penggeledahan biasa
diatur dalam KUHAP
meliputi:
a) Harus ada “surat
izin” Ketua
Pengedilan Negeri
Setempat;
b) Petugas
Kepolisian
membawa dan
memperlihatkan
“surat tugas”;
c) Setiap
Penggeledahan
rumah tempat
kediaman harus
ada pendamping;
d) Kewajiban
membuat Berita
Acara
Penggeledahan;
e) Penjagaan rumah
atau tempat;
f) mendesak
Penggeledahan
dalam Keadaan.
Tata cara pelaksanaan
penyitaan diatur pada
beberapa pasal:
a) penyitaan harta
bergerak diatur
pada pasal 46;
b) penyitaan harta
bergerak di
lembaga keuangan
diatur pada Pasal
50
c) Penyitaan harta
tidak bergerak
diatur pada Pasal
51
d) Ketentuan khusus
tentang penyitaan
bisnis diatur pada
Pasal 52.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penyitaan bentuk
biasa atau yang umum
dapat diuraikan
sebagai berikut:
h) Harus ada surat
izin penyitaan dari
ketua pengadilan
negeri
i) Memperhatikan
atau menunjukan
tanda pengenal
j) Memperhatikan
benda yang akan
disita (Pasal 129)
k) Penyitaan dan
memperlihatkan
benda sitaan harus
disaksikan oleh
kepala desa atau
ketua lingkungan
dengan dua orang
saksi
l) Membuat Berita
Acara Penyitaan
m) Menyampaikan
Turunan Berita
Acara Penyitaan
n) Membungkus
benda sitaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6 Penggeledahan
dan Penyitaan Di
Luar Wilayah
Hukum
Tidak diatur secara
spesifik karena
mengacu KUHAP
Berdasarkan Pasal 36
KUHAP:
a) Dapat dilakukan
oleh penyidik
sendiri
b) Dapat
didelegasikan
Pasal 29 ; Pejabat yang
berwenang dan aparat
penegak terkait
berkoordinasi dan
bekerja sama dengan
instansi penegak
hukum lainnya dalam
dan luar Malaysia,
sehubungan dengan
penyelidikan tindak
pidana serius atau
pelanggaran serius
7 Efektifitas
Penggeledahan
dan Penyitaan
Masih terdapat banyak
kekurangan sehingga
pelaksanaan belum
dapat optimal
Cukup efektif dalam
tindakan investigasi
untuk mengungkap
harta kekayaan hasil
tindak pidana
pencucian uang
Sumber: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang dan Malaysia- Anti Money Laundering Act 2001
Adapun mengenai perbedaan kedua pengaturan upaya paksa penggeledahan dan
penyitaan antara Indonesia dengan Malaysia sebagaimana diatur di dalam Undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Malaysia- Anti Money Laundering Act 2001 dapat dijelaskan melalui
penguraian masing-masing aspek yaitu sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
1) Dasar Pengaturan Penggeledahan dan Penyitaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menjadi satu-satunya
payung hukum yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang,
tetapi bukan berarti undang-undang ini menjadi penyempurna dari undang-
undang yang telah ada sebelumnya yang juga mengatur mengenai Tindak
Pidana Pencucian Uang. Undang-undang ini merupakan perubahan kedua
untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di
Indonesia. Undang-undang yang telah ada sebelumnya secara teoretis
hukum (doktrin) merupakan lex spesialis systematic, yaitu Undang-
Undang administratif (bersifat regulatif) yang diperkuat dengan sanksi
pidana. Adapun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, secara
teoritis (doktrin) mencerminkan Undang-undang pidana khusus yang
bersifat preventive measure dan repressive measures dalam satu paket.
Adanya perubahan kedua ini menempatkan Tindak Pidana Pencucian
Uang sebagai tindak pidana khusus sehingga memerlukan perhatian,
sikap, dan tindakan khusus dengan tujuan menghilangkan sumber dan
operasional pencucian uang di Indonesia.
Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
menyebutkan bahwa penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dilakukan
oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut
Undang-Undang ini. Pasal 74 ini memberikan kewenangan kepada
penyidik untuk melakukan serangkaian tindakan penyelidikan dan
penyidikan pada tindak pidana pencucian uang , meskipun dalam hal
penggeledahan dan penyitaan belum diatur secara spesifik dalam undang-
undang ini. sehingga dalam pelaksanaannya masih berpedoman pada
KUHAP yang merupakan produk hukum acara pidana Indonesia.
2) Konsep Mengenai Pengertian Penggeledahan dan Penyitaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak mengatur secara
spesifik mengenai penyidikan dan penyelidikan. Untuk itu tata cara
penyitaan dan penggeledahan tetap mengacu pada KUHAP. Permasalahan
penyitaan secara normatif diatur dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP yang
menyebutkan bahwa penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik
untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya
benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk
kepentingan pembuktian dalam penyidikan penuntutan dan peradilan.
Dengan demikian dalam hal tindakan penyitaan pada tindak
pidana pencucian uang dapat diartikan sebagai tindakan hukum dalam
proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik untuk menguasai secara
hukum atas suatu barang, baik barang bergerak maupun barang tidak
bergerak yang diduga terkait erat dengan tindak pidana yang sedang
terjadi.
Penggeledahan itu sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 17
dan 18, Pasal 33 sampai dengan Pasal 37 KUHAP . Berdasarkan Pasal 1
angka 17 KUHAP, Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk
memasuki rumah tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tindakan pemeriksaan dan/atau penangkapan dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalama undang-undang ini.
Dengan demikian dalam hal tindakan penggeledahan pada tindak
pidana pencucian uang dapat diartikan sebagai tindakan hukum yang
diberikan kewenangan kepada penyidik polri oleh undang-undang selain
penangkapan dan penahanan, adalah penggeledahan. Secara umum tentu
sudah dipahami bahwa penggeledahan itu adalah tindakan membongkar-
bongkar untuk menemukan sesuatau target yang dicari untuk kepentingan
tertentu yaitu kepentingan penegakan hukum pidana.
3) Pejabat yang Berwenang Melakukan Penggeledahan dan Penyitaan
Pasal 38 KUHAP dengan tegas menyatakan bahwa penyitaan
hanya dapat dilakukan oleh penyidik. dengan penegasan Pasal 38 tersebut,
telah ditentukan dengan pasti, hanya penyidik yang berwenang melakukan
tindakan penyidikan. Sedangkan pejabat yang berwenang melakukan
penggeledahan adalah tidak semua instansi penegak hukum mempunyai
wewenang melakukan penggeledahan. Wewenang penggeledahan semata-
mata hanya diberikan kepada “penyidik”, baik penyidik Polri maupun
penyidik pegawai negeri sipil. Penuntut umum tidak mempunyai
wewenang menggeledah.
Demikian juga hakim pada semua tingkat peradilan, tidak
mempunyai wewenang untuk itu. Penggeledahan benar-benar ditempatkan
pada pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan, tidak terdapat pada
tingkat pemeriksaan selanjutnya baik dalam taraf penuntutan dan
pemeriksaan peradilan. Pemberian fungsi ini sesuai dan sejalan dengan
tujuan dan pengertian penggeledahan, yang bertujuan untuk mencari dan
mengumpulkan fakta dan bukti serta dimaksudkan untuk mendapatkan
orang yang diduga keras sebagai tersangka pelaku tindak pidana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
menyebutkan bahwa penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dilakukan
oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan
ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut
undang-undang ini.
Penjelasan Pasal 74 ini menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan “penyidik tindak pidana asal” adalah pejabat dari instansi yang
oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan,
yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta
Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana asal
dapat melakukan penyidikan tindak pidana Pencucian Uang apabila
menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana
Pencucian Uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai
kewenangannya.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah memberikan
wewenang kepada penyidik tindak pidana asal (lazimnya penyidik
pegawai negeri sipil/PPNS) di bawah koordinasi PPATK (Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk melakukan penyidikan Tindak
Pidana Pencucian Uang yang berkaitan dengan tindak pidana asalnya .
Kewenangan penyidikan yang diberikan Undang-undang tersebut kepada
penyidik tindak pidana asal (predicate crime) seperti tindak pidana
pabean, imigrasi, korupsi, suap, narkotika, perbankan dan sebagainya akan
menciptakan multi-investigasi sistem dalam mengaitkan tindak pidana
pencucian uang dengan perkara pokok, sekaligus memangkas jalur
birokrasi serta mempermudah penuntut umum dalam melakukan
pembuktian di pengadilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perubahan Fungsi PPATK dari fungsi administratif menjadi
fungsi penegakan hukum, dapat dikatakan bahwa lembaga PPATK bukan
hanya sebagai supporting unit pada Polri dan kejaksaan, melainkan telah
menjadi bagian atau lembaga tersendiri dalam sistem peradilan pidana
(penegakan hukum) di Indonesia. PPATK dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya bersifat independen dan bebas dari campur tangan dan
pengaruh kekuasaan mana pun. PPATK mempunyai tugas mencegah dan
memberantas tindak pidana Pencucian Uang.
Dalam melaksanakan tugas mencegah dan memberantas tindak
pidana Pencucian Uang, berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang, PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut:
a) pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;
b) pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
c) pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan
d) analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan
yang berindikasi tindak pidana;
e) Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1).
Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana Pencucian Uang, berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang PPATK berwenang:
a) meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah
dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data
dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga
swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b) menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan;
c) mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang
dengan instansi terkait;
d) memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya
pencegahan tindak pidana Pencucian Uang;
e) mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum
internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana Pencucian Uang;
f) menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian
uang; dan
g) menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana Pencucian Uang.
PPATK dalam melaksanakan fungsi dan tugas mencegah dan
memberantas tindak pidana pencucian uang sebagaimana yang telah
diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak
secara tegas menyebutkan kewenangannya dalam hal tindakan penyidikan
sebagaimana fungsi penyidik polri dan PPNS. Terkait fungsinya tersebut
maka PPATK tidak memiliki peranan melakukan upaya paksa
penggeledahan dan penyitaan, akan tetapi hanya berperan
mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang
dengan instansi terkait.
KPK juga diberi kewenangan sebagai penyidik pada tindak
pidana pencucian uang. KPK hanya sebatas menangani asal usul uang
tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi.
Tentu saja hal ini akan memaksimalkan dalam proses persidangan
pencucian uang bisa dilebur di Pengadilan Tipikor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pasal 6 Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi
mempunyai tugas:
a. koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
b. supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi;
d. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
e. melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Pasal 7 Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Dalam melaksanakan tugas
koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang :
a. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak
pidana korupsi;
b. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi;
c. meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi kepada instansi yang terkait;
d. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi.
Selain KPK, Badan Narkotika Nasional (BNN) juga diberi
wewenang sebagai penyidik dalam tindak pidana pencucian uang
sudahlah tepat. Menurut Laporan Biro Penegakan Hukum Dan Narkotika
Internasional Departemen Luar negeri Amerika Serikat pada tahun 1999,
dana yang dipergunakan untuk praktek money laundering di Indonesia
berasal dari hasil perdagangan narkotika, penyelewengan dan money
laundering. Tidak jauh berbeda dengan kondisi sekarang di Indonesia
masih marak perdagangan narkotika. Sebagai upaya pencegahan money
laundering, maka BNN perlu diberikan kewenangan penyidikan dalam
mencegah dan memberantas praktik pencucian uang di Indonesia.
Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus
meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor
VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan
kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena
itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas
UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009
tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana narkotika dan prekursor narkotika.
Berdasarkan undang-undang tersebut, status kelembagaan BNN
menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) dengan struktur
vertikal ke propinsi dan kabupaten/kota. Di propinsi dibentuk BNN
Propinsi, dan di kabupaten/kota dibentuk BNN Kabupaten/Kota. BNN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dipimpin oleh seorang Kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden. BNN berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada
Presiden. Kepala BNN dibantu oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur
Utama, dan 5 (lima) Deputi yaitu Deputi Pencegahan, Deputi
Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Rehabilitasi, Deputi Pemberantasan,
dan Deputi Hukum dan Kerja Sama
PPATK juga menerima laporan dari Ditjen Bea dan Cukai berupa
laporan pembawaan uang tunai keluar masuk wilayah pabean Republik
Indonesia senilai Rp 100 juta atau lebih. Apabila dari hasil analisis
terdapat indikasi tindak pidana pencucian uang, maka hasil analisis
tersebut disampaikan kepada Kepolisian dan Kejaksaan ataupun ditindak
lanjuti BNN sendiri.
Sedangkan Ditjen pajak juga diberi wewenang sebagai penyidik
dalam tindak pidana pencucian uang terkait dengan tindak pidana asal
yaitu di bidang perpajakan diantaranya:
a) Setiap orang yang karena kealpaannya :
- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT); atau
- menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
b) Setiap orang yang dengan sengaja :
- tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan, atau menggunakan
tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (PKP); atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
- Tidak menyampaikan SPT; atau
- menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap; atau
- menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau
- memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang
palsu atau dipalsukan seolaholah benar; atau
- tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau
dokumen lainnya; atau
- tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara,
Wewenang Penyidik bidang perpajakan antara lain:
a) menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b) meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
c) meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
d) memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumendokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
e) melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f) meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
g) menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h) memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
i) memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j) menghentikan penyidikan;
k) melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan
peundang-undangan. Penyidik Pajak tidak berwenang melakukan
penahanan dan penangkapan
4) Obyek yang Dapat Digeledah dan Disita
Undang -Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003 perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan
penegakan hukum, praktik, dan standar internasional sehingga perlu
diganti dengan undang-undang baru. Salah satu dasar pertimbangan dalam
Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ini ialah sebagai upaya
penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana yang
telah diubah maupun ditempatkan oleh para pelaku.
Pelacakan harta kekayaan hasil tindak pidana dilakukan oleh para
pejabat yang berwenang melalui serangkaian tindakan penyidikan dalam
hal ini dilakukan dengan penggeledahan maupun penyitaan. Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tindak Pidana Pencucian Uang tidak mengatur secara spesisifik mengenai
obyek yang dapat disita maupun yang digeledah.
Pasal 39 KUHAP mengatur mengenai benda apa saja penyitaan
dapat diletakkan, atau terhadap jenis benda yang bagaimana sita dapat
dilakukan, apabila benda yang bersangkutan ada keterlibatannya dengan
tindak pidana guna kepentingan pembuktian pada tingkat penyidikan,
penuntutan, dan sidang peradilan. Pasal 39 ayat (1) KUHAP yang dapat
dikenakan penyitaan adalah :
a) benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian
diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak
pidana,
b) benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan
tindak pidana atau untuk mempersiapkan tindak pidana,
c) benda yang dipergunakan menghalang-halangi penyidikan tindak
pidana,
d) benda khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana,
e) benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana
yang dilakukan.
Pasal 39 ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa benda yang
berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga
disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan mengadili perkara
pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).
Dalam hal penggeledahan dalam KUHAP mengatur mengenai
penggeledahan rumah tempat kediaman, dapat dibedakan sifatnya.
Pertama bersifat atau dalam keadaan biasa atau dalam keadaan normal,
kesua bersifat atau dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak.
Perbedaan sifat ini dengan sendirinya membawa perbedaan dalam tata cara
pelaksanaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hal ini berarti, penggeledahan dalam keadaan biasa, dilakukan
dengan cara-cara aturan umum yang ditentukan dalam Pasal 33 KUHAP,
sedangkan penggeledahan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak
diatur dalam Pasal 34 KUHAP, yang menegaskan: dalam keadaan yang
sangat perlu dan mendesak, bilamana penyidik harus segera bertindak dan
tidak mungkin untuk lebih dulu mendapatkan “surat izin” Ketua
Pengadilan Negeri, penyidik dapat langsung bertindak mengadakan
penggeledahan.
Selanjutnya dalam hal penggeledahan badan diatur dalam KUHAP
bahwa penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan
pemeriksaan badan dan pakaian tersangka untuk mencari benda yang
diduga keras ada pada badannya atau dibawanya dapat dilakukan
penyitaan.
5) Tata Cara Penggeledahan dan Penyitaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak mengatur secara
spesisifik mengenai tata cara penggeledahan dan penyitaan. Tata cara
penggeledahan dan penyitaan dalam tindak pidana pencucian uang lebih
lanjut berpedoman pada KUHAP sebagai hukum acara pidana di
Indonesia.
Penyitaan dengan bentuk dan prosedur biasa merupakan aturan
umum penyitaan. Selama masih mungkin dan tidak ada hal-hal yang luar
biasa atau keadaan yang memerlukan penyimpangan, aturan bentuk dan
prosedur biasa yang ditempuh dan diterapkan penyidik. Penyimpangan
dari aturan bentuk dan tata cara biasa, hanya dapat dilakukan apabila
terdapat keadaan-keadaan yang mengharuskan untuk mempergunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
aturan bentuk dan prosedur lain, sesuai dengan yang mengikuti peristiwa
itu dalam kenyataan.
Adapun tata cara pelaksanaan penyitaan bentuk biasa atau yang
umum dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Harus ada surat izin penyitaan dari ketua pengadilan negeri
b) Memperhatikan atau menunjukan tanda pengenal
c) Memperhatikan benda yang akan disita (Pasal 129)
d) Penyitaan dan memperlihatkan benda sitaan harus disaksikan oleh
kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi
e) Membuat Berita Acara Penyitaan
f) Menyampaikan Turunan Berita Acara Penyitaan
g) Membungkus benda sitaan
Sebagai pengecualian penyitaan biasa berdasar aturan umum
yang diuraikan terdahulu, Pasal 38 ayat (2) KUHAP memberi
kemungkinan melakukan penyitaan tanpa melalui tata cara yang
ditentukan Pasal 38 ayat (1) KUHAP . Hal ini diperlukan untuk memberi
kelonggaran kepada penyidik bertindak cepat sesuai dengan keadaan yang
diperlukan, Landasan alasan penyimpangan ini, didasarkan kepada
kriteria: dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak.
Mengenai tata cara penyitaan dalam keadaan yang sangat perlu
dan mendesak adalah sebagai berikut:
a) Tanpa surat izin Ketua Pengadilan Negeri
b) hanya terbatas atas benda bergerak saja
c) Wajib segera melaporkan guna mendapatkan persetujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Seperti halnya dengan penyitaan, dalam penggeladahan
dimungkinkan terjadi penggeledehan biasa dan penggeledahan dalam
keadaan mendesak. Tata cara penggeledahan biasa diatur dalam KUHAP
meliputi:
a) Harus ada “surat izin” Ketua Pengedilan Negeri Setempat;
b) Petugas Kepolisian membawa dan memperlihatkan “surat tugas”;
c) Setiap Penggeledahan rumah tempat kediaman harus ada pendamping;
d) Kewajiban membuat Berita Acara Penggeledahan;
e) Penjagaan rumah atau tempat;
f) mendesak Penggeledahan dalam Keadaan.
Sedangkan tata cara Tata carap penggeledahan dalam keadaan
mendesak meliputi:
a) Penggeledahan dapat langsung dilaksanakan tanpa lebih dulu ada izin Ketua
Pengadilan Negeri
b) Dalam tempo paling lama dua hari sesudah penggeledahan, penyidik
membuat beriata acara, yang berisi jalannya dan hasil penggeledahan :
- Berita acara dibacakan lebih dulu kepada yang bersangkutan;
- Kemudian diberi tanggal;
- Dan ditandatangani oleh penyidik maupun oleh tersangka dan
keluargnanya. Jika mereka tidak mau menandatanmgai, penyidik
membuat catatan tentang itu serta mnyebut alasannya,
- Turunan berita acara disampaikan kepada pemilik atau penghuni
rumah yang yang bersangkutan, Misalnya, tersangka digeledah dan
ditangkap dalam sebuah hotel, turunan berita acara penggeledahan
disampaikan kepada pemilik hotel.
c) Kewajiban penyidik, segera melapor :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
- Melaporkan penggeledahan yang telah dilakukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri, dan
- Sekaligus dalam laporan itu penyidik meminta persetujuan Ketua
Pengadilan Negeri atas pengeladahan yang telah dilakukan dalam
keadaan yang sangat perlu dan mendesak.
6) Penggeledahan dan Penyitaan di Luar Wilayah Hukum
Tahap-Tahap Tindak Pidana Pencucian Uang yang dimulai dari
tahap placement, layering sampai Layering. Pada tahap layering ini
merupakan proses yang dilakukan para pelaku kejahatan setelah uang hasil
kejahatan itu masuk kedalam sistem keuangan (bank) dengan cara
melakukan transaksi lebih lanjut dengan maksud untuk menutupi asal usul
uang. Proses ini juga dapat berupa penggunaan uang baik di dalam negeri
maupun di negeri maupun di luar negeri melalui electronic funds
transfer.Tidak jarang juga uang hasil kejahatan maupun obyek lain yang
berasal dari uang haram tersebut berada di luar negeri maupun luar
wilayah hukum penyidik.
Adakalanya demi kepentingan pemeriksaan penyidikan,
penggeledahan maupun penyitaan harus dilakukan di luar wilayah
kekuasaan penyidik. Dalam hal seperti ini penyidik memperkirakan
alternatif terbaik yang harus diempuh, ditinjau dari segi efektivitas dan
efisiensi kerja, maupun dari segi kesulitan pembiayaan lain-lain. Dari segi
efektivitas dan efisiensi penyidik yang bersangkutan kurang memahami
seluk-beluk daerah lain tempat dimana penggeladahan akan dilakukan.
Demikian juga halnya mengenai efisiensi, untuk apa harus membuang
tenaga, biaya, dan waktu jika penggeladahan dapat dilimpahkan atau
didelegasikan kepada penyidik daerah tersebut. Akan tetapi, jika dalam
kasus yang dianggap serius, dan memperkirakan lebih besar manfaatnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
jika dia sendiri yang langsung melakukan penggeledahan, alternatif ini
harus dipilih.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak mengatur mengenai
penggeledahan maupun penyitaan di luar wilayah hukum penyidik.
Berdasarkan Pasal 36 KUHAP, penyidik dapat:
a) Dapat melakukan sendiri
Sekalipun tindakan itu dilakukan di luar wilayah hukum
kekuasaannya, penggeledahan harus tetap mengikuti ketentuan yang
digariskan dalam Pasal 33 KUHAP antara lain: ada izin Ketua
Pengadilan Negeri, ada perintah tugas jika yang melakukan
penggeledahan bukan langsung penyidik, disaksikan dua orang saksi
dari lingkungan anggota masyarakat yang bersangkutan, dan atau
kepala desa atau kepala lingkungan jika tersangka atau penghuni
menolak atau tidak hadir menyaksikan penggeledahan serta membuat
berita acara yang ditandatangani pihak-pihak yang berkepentingan, dan
menyampaikan turunan berita acara penggeledahan kepada mereka
yang bersangkutan.
b) Penggeledahan didelegasikan
Penyidik yang bersangkutan tidak langsung datang melakukan
penggeledahan di luar daerahnya sendiri, tetapi minta bantuan
penyidik di daerah mana penggeledahan akan dilakukan. Untuk itu di
samping surat permintaan bantuan sekaligus mengirimkan surat izin
penggeledahan Ketua Pengadilan Negeri setempat. Berdasar surat izin
ini penyidik yang diminta bantuan, memberitahukan penggeledahan
kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat mana penggeledahan akan
dilaksanakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Apabila penyitaan dilakukan di luar wilayah hukum penyidik
maka harus tetap mengikuti ketentuan pasal 38 KUHAP antara lain :
Harus ada surat izin penyitaan dari ketua pengadilan negeri,
Memperhatikan atau menunjukan tanda pengenal, Memperhatikan benda
yang akan disita (Pasal 129 KUHAP), Penyitaan dan memperlihatkan
benda sitaan harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan
dengan dua orang saksi, Membuat Berita Acara Penyitaan, Menyampaikan
Turunan Berita Acara Penyitaan, dan Membungkus benda sitaan tersebut.
7) Efektifitas Penggeledahan dan Penyitaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak mengatur secara
spesifik mengenai penyidikan dan penyelidikan. Untuk itu tata cara yang
berkaitan dengan penyitaan dan penggeledahan tetap mengacu pada
KUHAP. Implikasinya dalam praktik sering terjadi kesulitan, tentu saja
penyidik di luar Polri dalam hal ini PPNS yang memiliki kewenangan
melakukan penyidikan kurang begitu memahami hukum acaranya. Di
samping itu upaya untuk mengembalikan dan menyelamatkan harta
kekayaan hasil tindak pidana ini kurang begitu optimal karena masih
banyak harta kekayaan pelaku yang sulit untuk dilacak dan dikembalikan
kepada negara maupun orang yang berhak.
b. Malaysia- Anti Money Laundering Act 2001
1) Dasar Pengaturan Penggeledahan dan Penyitaan
Law of Malaysia Act 613 yang dikenal dengan Anti-Money
Laundering Act of 2001 (AMLA) yang disetujui oleh raja pada tanggal 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Juni 2001, diumumkan dalam lembarang negara pada tanggal 5 Juli 2001
dan mulai berlakuu pada bulan Januari 2002. Malaysia bukanlah suatu
pusat regional money laundering. Sektor keuangan informal dan
formalnya sangat rentan dengan narkotika traffickers, pembiayaan
terorisme, dan unsur kejahatan. sejak 2000, Malaysia telah membuat
kemajuan penting dalam membangun anti-money laundeing act.
Malaysia‟s National Coordination Committee to Counter Money
Laundering (NCC), yang anggotanya terdiri dari 13 badan pemerintahan,
melihat dari draft Malaysia‟s Anti-Money Laundering Act 2001 (AMLA)
dan mengkoordinir badan pemerintahan untuk anti-money laundering.
Anti Money laundering Act of 2001 (AMLA) tentang anti-money
laundering, diharapkan mampu memenuhi, mengantisipasi perkembangan
kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan secara efektif setiap bentuk tindak pidana money
laundering yang dapat merusak sistem perekonomian suatu negara pada
khususnya. Upaya yang ditempuh untuk menelusuri dan melacak harta
kekayaan hasil uang haram dilakukan oleh penyidik Malaysia melalui
tindakan penggeledahan dan penyitaan.
Pengeledahan pada tindak pidana pencucian uang diatur Pasal 31
Anti Money laundering Act of 2001 menyebutkan bahwa di mana seorang
petugas menyelidiki atau memiliki alasan untuk mencurigai seseorang
telah melakukan pelanggaran undang-undang ini, dia dapat menggeledah
tanpa surat perintah penggeledahan. Pasal 31 inilah menjadi landasan
hukum bagi penyidik untuk melakukan penggeledahan terhadap harta
kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana pencucian uang.
Sedangkan pengaturan penyitaan dalam tindak pidana pencucian uang
diatur dalam beberapa pasal diantaranya:
a) pada Pasal 45 yang menyebutkan bahwa dalam penyelidikan tindak
pidana dalam ayat 4 , seorang perwira yang menyelidiki, atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
persetujuan dari atasan, dapat merebut setiap harta bergerak yang
memiliki alasan untuk mencurigai menjadi subjek soal pelanggaran
atau bukti yang berkaitan dengan pelanggaran tersebut.
b) Pasal 46 mengatur mengenai penyitaan harta bergerak. Pasal 46 ini
menyebutkan bahwa di mana setiap harta bergerak yang disita
berdasarkan undang-undang ini, yang harus dilakukan dengan
menghapus harta bergerak dari tahanan, memiliki atau menguasai
orang dari siapa itu disita dan menempatkannya di bawah tahanan dari
orang tersebut, dan pada seperti menempatkan, sebagai petugas
menyelidiki ditentukan. Di mana tidak praktis, atau sebaliknya tidak
diinginkan, untuk menghapus setiap properti dalam ayat tersebut,
petugas menyelidiki mungkin meninggalkannya di tempat di mana ia
merebut bawah penjagaan dari orang seperti dia dapat menentukan
untuk tujuan. 4 Hukum Malaysia Act 613.
c) Pasal 50 mengatur mengenai Penyitaan harta bergerak di lembaga
keuangan. Pasal 50 ini menyebutkan bahwa dimana penuntut umum
yakin pada informasi yang diberikan kepadanya oleh petugas
menyelidiki bahwa setiap harta bergerak, termasuk instrumen moneter
atau akresi apapun untuk itu, yang merupakan subyek pelanggaran
dalam ayat 4 atau bukti sehubungan dengan mengakibatkan terjadinya
kejahatan tersebut, dalam, kepemilikan, pengawasan atau kontrol dari
lembaga keuangan dia dapat, meskipun hukum atau aturan hukum,
setelah berkonsultasi dengan Bank Negara Malaysia, Komisi sekuritas
atau labuan lepas pantai keuangan otoritas jasa, kasus mungkin, atas
perintah langsung lembaga keuangan tidak berpisah dengan,
menangani, atau melepaskan kekayaan tersebut atau bagian dari itu
sampai pesanan dibatalkan atau diubah.
d) Pasal 51 mengatur mengenai penyitaan harta tidak bergerak. Pasal 51
menyebutkan bahwa di mana penuntut umum yakin pada informasi
yang diberikan kepadanya oleh petugas menyelidiki bahwa setiap harta
tak gerak adalah subyek tindak pidana dalam ayat 4 atau bukti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terjadinya kejahatan tersebut, kekayaan tersebut dapat disita, dan yang
harus dilakukan :
(a) dengan isu pemberitahuan penyitaan oleh jaksa penuntut umum
menetapkan keterangan dari harta tak gerak yang disita sejauh
khusus tersebut dalam pengetahuannya, dan melarang semua
transaksi dalam bergerak seperti properti;
(b) dengan menerbitkan salinan pemberitahuan tersebut di dua surat
kabar yang beredar di malaysia, salah satunya harus dalam bahasa
nasional dan lainnya dalam bahasa inggris, dan
(c) dengan melayani salinan pemberitahuan tersebut pada
administrator tanah atau Panitera judul, sebagai kasus mungkin, di
Semenanjung Malaysia, atau pada Panitera judul atau Kolektor
Pendapatan tanah, sebagai kasus mungkin, di sabah , atau pada
direktur tanah dan survei atau Panitera bertanggung jawab untuk
sertifikat tanah, sebagai kasus mungkin, di sarawak, daerah di mana
harta tak gerak terletak. () Administrator tanah, Kolektor Pendapatan
tanah, direktur tanah dan survei, Panitera judul atau Panitera
bertanggung jawab untuk sertifikat tanah, sebagai kasus mungkin,
dimaksud pada ayat () harus segera setelah dilayani dengan 49 Anti
Pencucian Uang pemberitahuan penyitaan dalam ayat yang
mendukung hal pemberitahuan penyitaan pada dokumen
kepemilikan sehubungan dengan harta tak gerak dalam Daftar di
kantornya.
e) Pasal 52 mengatur mengenai ketentuan khusus penyitaan bisnis. Pasal
52 ini menyebutkan bahwa di mana lembaga penegak memiliki alasan
untuk percaya bahwa bisnis apapun :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(a) sedang dijalankan oleh atau atas nama setiap orang terhadap siapa
penuntutan atas tindak pidana dalam ayat 4 dimaksudkan untuk
dimulai;
(b) sedang dijalankan oleh atau atas nama keluarga atau rekan dari
orang tersebut;
(c) adalah bisnis yang mana orang tersebut, atau, kerabat atau rekan-
nya memiliki minat yang berjumlah atau membawa hak untuk
tidak kurang dari tiga puluh per Centum dari seluruh bisnis, atau
(d) adalah bisnis setiap orang tersebut atau kerabatnya atau rekan
memiliki manajemen atau kontrol yang efektif, baik sendiri
maupun bersama-sama, lembaga penegakan mungkin merebut
bisnis dengan cara yang diatur dalam Bagian ini atau dengan
perintah secara tertulis :
(a) mengarahkan tingkat dan cara di mana bisnis dapat dilakukan
pada;
(b) menetapkan setiap orang untuk mengawasi, mengarahkan atau
mengendalikan bisnis, termasuk rekening, atau untuk
melakukan usaha atau bagian seperti itu dapat ditentukan;
(c) langsung bahwa seluruh atau sebagian dari hasil atau
keuntungan dari bisnis dibayarkan kepada akuntan Umum dan
disimpan oleh dia menunggu petunjuk lebih lanjut sehubungan
dengan lembaga penegak hukum;
(d) melarang setiap direktur, pejabat atau karyawan atau orang lain
dari yang dengan cara apapun yang terlibat dalam bisnis
dengan efek dari tanggal surat larangan, atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(e) langsung bahwa tempat di mana bisnis dilakukan pada harus
ditutup dan, jika perlu atau tidak bijaksana, ditempatkan di
bawah penjagaan atau pengawasan.
Dimana pesanan dibuat oleh lembaga penegak dalam ayat
tersebut, itu mungkin termasuk dalam urutan, atau selanjutnya
dapat memberikan arah lebih lanjut secara lisan atau tertulis
yang bersifat tambahan atau konsekuensial, atau yang mungkin
diperlukan, untuk memberlakukan , atau untuk melaksanakan
dari, pesanan. 51Anti-Pencucian Uang.
Berbeda dengan Indonesia, pengaturan mengenai penggeledahan
dan penyitaan yang tidak diatur secara khusus pada Undang-Undang Nomor
8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang sehingga dalam pelaksanaannya tetap mengacu pada
KUHAP. Di Malaysia, Anti Money Laundering Act of 2001 secara khusus
telah mengatur mengenai penggeladahan dan penyitaan pada tindak pidana
pencucian uang. Pengaturan penggeledahan diatur pada Pasal 31 dan
penyitaan diatur pada beberapa pasal karena pengaturan penyitaan
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu penyitaan harta bergerak
diatur pada Pasal 31, penyitaan harta bergerak diatur pada Pasal 46,
penyitaan harta bergerak di lembaga keuangan diatur pada Pasal 50,
penyitaan harta tidak bergerak diatur Pasal 51, dan ketentuan khusus
penyitaan bisnis yang diatur pada Pasal 52.
2) Konsep Mengenai Pengertian Penggeledahan dan Penyitaan
Anti Money Laundering Act of 2001 tidak memberikan definisi
penggeledahan dan penyitaan. Istilah penggeledahan dapat ditemukan pada
Pasal 31 yang menyebutkan bahwa di mana seorang petugas menyelidiki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
atau memiliki alasan untuk mencurigai, bahwa seseorang telah melakukan
pelanggaran undang-undang ini, dia dapat, tanpa surat perintah
penggeledahan. Istilah penyitaan sendiri terdapat pada Pasal 45 yang
menyebutkan bahwa bahwa dalam penyelidikan tindak pidana dalam ayat 4,
seorang perwira menyelidiki, atas persetujuan dari petugas menyelidiki
senior di peringkat dia, merebut setiap harta bergerak yang memiliki alasan
untuk mencurigai menjadi subjek soal pelanggaran atau bukti yang berkaitan
dengan pelanggaran tersebut.
Mencermati Pasal 31 tersebut pengertian penggeledahan tidak
dapat dijumpai karena hanya menyebutkan bahwa petugas yeng menyelidiki
memiliki alasan untuk mencurigai bahwa seseorang telah malakukan
pelanggaran terhadap Anti Money Laundering Act of 2001, pelaku dapat
digeledah oleh penyidik meskipun tanpa surat perintah penggeledahan.
Pengertian penyitaan pada pasal 45 yang menyebutkan bahwa seorang
perwira atas persetujuan dari penyelidik senior dapat merebut setiap harta
bergerak yang diduga menjadi subyek atau merupakan bukti yang berkaitan
dengan pelanggaran tindak pidana pencucian uang. Dengan demikian Anti
Money Laundering Act of 2001 secara khusus tidak memberikan pengertian
penggeledahan dan penyitaan, pengertian keduanya dapat ditemukan pada
pasal 31 yang menjadi dasar penggeledahan dan Pasal 45 yang menjadi
dasar penyitaan pada tindak pidana pencucian uang.
3) Pejabat yang Berwenang Melakukan Penggeledahan dan Penyitaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah memberikan
wewenang kepada penyidik tindak pidana asal (lazimnya penyidik pegawai
negeri sipil/PPNS ) di bawah koordinasi PPATK (Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan) untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pencucian Uang yang berkaitan dengan tindak pidana asalnya . Kewenangan
penyidikan yang diberikan Undang-undang tersebut kepada penyidik tindak
pidana asal (predicate crime) seperti tindak pidana pabean, imigrasi,
korupsi, suap, narkotika, perbankan. dan sebagainya .
Pejabat yang berwenang melakukan penggeledahan dan penyitaan
terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana
pencucian uang pada Anti Money Laundering Act of 2001 ialah pejabat
yang berwenang yaitu Polisi diraja Malaysia.
Sedangkan keberadaan Financial intelligence unit (FIU) yang
ditempatkan di Bank Sentral yaitu Bank Negara Malaysia bertugas
menerima dan meneliti informasi keuangan. FIU tersebut bekerja dengan
dua belas badan lain untuk mengidentifikasi dan menyelidiki adanya
transaksi mencurigakan. Sama halnya dengan fungsi PPATK di Indonesia,
keberadaan FIU di Malaysia sama-sama tidak memiliki kewenangan
melakukan upaya paksa penggeledahan dan penyitaan, akan tetapi hanya
berperan mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian
Uang dengan instansi terkait.
4) Obyek yang Dapat Digeledah dan Disita
Adanya sinyalmen bahwa keinginan yang kuat dari pemerintah
untuk sesegera mungkin dapat membangun suatu rezim anti money
laundering yang efisien dan efektif di Malaysia adalah karena adanya
tekanan internasional dengan berbagai ancaman tersebut. Sinyalemen
tersebut tidaklah sepenuhnya benar apabila ditinjau dari sisi kepentingan
nasional yang lebih besar terutama dalam kerangka penegakan hukum (law
enforcement) di Malaysia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam sistem penegakkan hukum sekarang ini, rezim anti money
laundering hadir dengan paradigama baru. Pada awalnya orinetasi tindak
pidana pada umumnya adalah mengejar pelaku pidana, sedangkan pada
tindak pidana money laundering lebih mengejar pada hasil tindak pidananya.
Untuk efektifitasnya, undang-undang money laundering telah dilengkapi
dengan ketentuan khusus, antara lain pengecualian dari ketentuan rahasia
bank dan kerahasian transaksi keuangan lainnya, azas pembuktian terbalik,
serta penyitaan dan perampasan aset. Di samping itu, agar rezim anti money
laundering dapat terlaksana secara efektif, koordinasi antara instansi terkait
merupakan kunsi pokok keberhasilan (Anita Tiara Kusuma Wardani,
2008:89).
Upaya untuk mengejar hasil tindak pidana money laundering
dilakukan penyidik melalui tindakan penggeladahan dan penyitaan. Obyek
yang dapat digeledah dan disita telah diatur Anti Money Laundering Act of
2001 antara lain :
a) Obyek yang dapat digeledah
Obyek yang dapat digeledah diatur pada Pasal 25 dan Pasal 26. Pasal 25
menyebutkan bahwa untuk tujuan pemantauan kepatuhan lembaga
pelaporan dengan bagian ini, pihak yang berwenang dapat mengizinkan
pemeriksa untuk memeriksa :
(a) setiap catatan lembaga pelaporan atau laporan yang berhubungan
dengan kewajiban dalam bagian ini, yang disimpan pada, atau
diakses dari, tempat lembaga pelaporan ini, dan
(b) sistem yang digunakan oleh lembaga pelaporan di tempat untuk
menjaga catatan-catatan atau laporan.
Selain Pasal 25 yang mengatur mengenai obyek yang dapat
digeledah, Pasal 26 juga mengatur mengenai permasalahan ini. Pasal 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menyebutkan bahwa Pemeriksa yang berwenang menurut pasal 5 dapat
memeriksa :
(a) orang yang, atau apakah setiap saat, direktur atau petugas lembaga
pelaporan atau agennya,
(b) orang yang, atau pada waktu apapun, klien, atau memiliki hubungan
dengan lembaga pelaporan; atau
(c) orang yang ia percaya untuk berkenalan dengan fakta-fakta dan
keadaan dari kasus tersebut, termasuk auditor atau advokat dan
pengacara dari lembaga pelaporan, dan orang itu akan memberikan
dokumen atau informasi seperti pemeriksa dapat meminta dalam
waktu seperti sebagai pemeriksa dapat menentukan.
b) Obyek yang dapat disita
Anti Money Laundering Act of 2001 mengatur mengenai obyek yang
dapat disita :
(1) penyitaan harta bergerak diatur pada pasal 46;
(2) penyitaan harta bergerak di lembaga keuangan diatur pada Pasal 50
(3) Penyitaan harta tidak bergerak diatur pada Pasal 51
(4) Ketentuan khusus tentang penyitaan bisnis diatur pada Pasal 52.
Apabila dicermati antara Indonesia dan Malaysia dalam hal
pengaturan obyek yang dapat digeledah sangat berbeda, Indonesia lebih luas
dalam hal menentukkan obyek yang dapat digeledah yaitu membedakannya
menjadi dua antara lain penggeledahan tempat kediaman dan penggeledahan
badan. penggeledahan tempat kediaman pun masih dibedakan menjadi dua
keadaan yaitu penggeledahan biasa dan penggeledahan dalam keadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mendesak. Sedangkan ketentuan mengenai obyek yang dapat digeledah di
Malaysia lebih spesifik.
5) Tata Cara Penggeledahan dan Penyitaan
Tata cara penggeladahan diatur pada Pasal 31 yang menyebutkan
bahwa seorang petugas yang menyelidiki atau memiliki alasan untuk
mencurigai, bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran undang-undang
ini, dia dapat menggeledah tanpa surat perintah penggeledahan :
(a) memasukkan tempat milik atau yang dikuasai atau kontrol dari orang
atau karyawan, dan dalam hal suatu badan hukum, direktur atau
manajer;
(b) mencari tempat untuk apapun, catatan laporan properti, atau dokumen;
(c) memeriksa, membuat salinan atau mengambil ekstrak dari setiap
laporan, catatan atau dokumen sehingga ditangkap dan ditahan;
(d) mengambil kepemilikan, dan menghapus dari tempat, properti, catatan,
laporan atau dokumen sehingga ditangkap dan ditahan dan menahan
untuk periode seperti dianggap perlu; Anti-Pencucian Uang
(e) mencari setiap orang yang berada, atau pada, dasar pemahaman ini,
jika petugas menyelidiki memiliki alasan untuk menduga bahwa orang
yang memiliki di badannya properti, catatan, laporan atau dokumen,
termasuk dokumen pribadi, perlu, petugas menyelidiki ini pendapat,
untuk tujuan penyelidikan tindak pidana dalam undang-undang ini;
(f) istirahat terbuka, memeriksa dan mencari setiap artikel, kontainer atau
wadah, atau
(g) berhenti, menahan atau mencari alat angkut apapun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Selain itu penyidik dalam hal penggeledahan juga dimungkinkan
untuk melakukan tindakan diantaranya , Petugas menyelidiki dapat, jika
perlu untuk melakukannya :
(a) membuka setiap pintu luar atau bagian dalam bangunan atau alat angkut
dan memasuki tempat atau alat angkut,
(b) menghapus secara paksa halangan untuk masuk seperti itu, pencarian,
penyitaan, penahanan atau penghapusan karena ia diberdayakan untuk
efek; atau
(c) menahan siapapun yang ditemukan di lokasi, atau dalam alat angkut
tersebut, sampai pencarian selesai.
Penyidik dapat merebut, menguasai, dan menahan untuk jangka
waktu tertentu yang dia rasa perlu seperti properti, catatan, laporan atau
dokumen yang ditemukan pada saat penyelidikan atau ditemukan pada
orang yang sedang dicari. Seorang petugas investigasi, dalam perjalanan
penyelidikan atau pencarian akan :
a. menyiapkan dan menandatangani setiap daftar, catatan laporan properti,
atau dokumen disita, dan
b. menyatakan dalam daftar lokasi atau orang, properti, catatan, laporan atau
dokumen yang ditemukan.
c. seseorang yang terlibat dalam proses investigasi, atau orang atas namanya,
harus hadir selama pencarian dan salinan daftar yang dibuat dalam ayat (4)
disampaikan kepada orang tersebut atas permintaannya.
Tata cara penyitaan diatur dalam Pasal 45 meliputi penyitaan
terhadap obyek harta bergerak, harta tidak bergerak, harta bergerak di
lembaga keuangan, dan ketentuan khusus penyitaan bisnis yang prosedurnya
meliputi:
Pasal 45 menyatkan bahwa penyelidikan tindak pidana dalam ayat 4,
seorang perwira yang menyelidiki atas persetujuan dari atasannya, dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
merebut setiap harta bergerak yang dicurigai menjadi subjek pelanggaran
atau bukti yang berkaitan dengan pelanggaran tersebut. Daftar seluruh harta
bergerak disita sesuai dengan ayat tersebut dan tempat masing-masing
ditemukan disusun oleh petugas yang menyelidiki dan ditandatangani oleh
dia. Selanjutnya salinan daftar sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut
akan dilayani secepatnya pada pemilik properti atau pada orang dari siapa
properti itu disita.
ketentuan ayat ini tidak berlaku untuk harta bergerak dikenakan yang dalam
ayat tersebut yang berada dalam tahanan, memiliki atau menguasai suatu
lembaga keuangan.
Ketentuan lebih lanjut yang berkaitan dengan penyitaan harta
bergerak adalah: Di mana setiap harta bergerak yang disita berdasarkan
undang-undang ini, yang harus dilakukan dengan menghapus harta bergerak
dari tahanan, memiliki atau menguasai orang dari siapa itu disita dan
menempatkannya di bawah tahanan dari orang tersebut, dan seperti
menempatkan, sebagai petugas menyelidiki ditentukan. Di mana tidak
praktis, atau sebaliknya tidak diinginkan, untuk menghapus setiap properti
dalam ayat tersebut, petugas menyelidiki mungkin meninggalkannya di
tempat di mana ia merebut bawah penjagaan dari orang seperti dia.
Meskipun ayat tersebut, bila ada harta bergerak, termasuk harta gerak
dimaksud pada ayat (6), telah disita berdasarkan undang-undang ini, seorang
perwira menyelidiki, selain petugas menyelidiki yang sudah melakukan,
setelah mendapat persetujuan dari atasannya dimungkinkan untuk:
(a) sementara mengembalikan harta bergerak kepada pemiliknya, atau
kepada orang tersebut dari pihak yang memiliki, menguasai atau
mengontrol itu disita, atau orang yang berhak untuk itu, sesuai dengan
syarat dan kondisi yang dapat dikenakan, dan subyek dalam hal apapun,
untuk keamanan cukup sedang dilengkapi untuk memastikan bahwa
harta bergerak harus diserahkan pada permintaan yang dibuat oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
petugas yang berwenang menyelidiki rilis dan bahwa syarat dan kondisi,
jika ada, harus dipenuhi, atau
(b) mengembalikan harta bergerak kepada pemilik, atau ke orang dari yang
memiliki, menguasai atau mengontrol itu disita, atau ke orang
sebagaimana dapat berhak atas harta bergerak, dengan kebebasan bagi
orang kepada siapa harta bergerak begitu kembali ke membuang harta
gerak, seperti kembali menjadi subjek keamanan yang dilengkapi dalam
jumlah yang tidak kurang dari jumlah yang merupakan nilai pasar
terbuka bahwa properti pada tanggal itu.
Pada Pasal 45 ayat (4) menyebutkan bahwa di mana setiap orang
kepada siapa bergerak properti untuk sementara dikembalikan dalam ayat
(a) gagal menyerahkan harta bergerak pada permintaan atau mematuhi atau
ketentuan apapun yang dikenakan berdasarkan ayat tersebut
(a) keamanan dilengkapi dalam hal harta gerak tersebut harus dibatalkan,
dan
(b) orang yang melakukan kejahatan dan harus pada keyakinan dikenakan
denda jumlah kurang dari dua kali dari keamanan yang diberikan oleh
dia atau penjara untuk jangka waktu tidak melebihi dua tahun atau
keduanya, dan, dalam kasus ini dari pelanggaran terus, untuk lebih jauh
denda seribu ringgit untuk setiap hari di mana pelanggaran itu berlanjut
setelah keyakinan.
Pasal 45 ayat (5) menyebutkan bahwa mana urutan penyitaan
dibuat oleh pengadilan dalam hal harta gerak dikembalikan dalam ayat
tersebut (b), seperti pada ayat (4), penyitaan akan berlaku efektif dengan
mengorbankan keamanan yang diberikan oleh orang kepada siapa harta
milik selanjutnya dikembalikan.
Pasal 45 ayat (6) menyebutkan bahwa bila ada harta gerak disita
berdasarkan undang-undang ini terdiri dari uang, saham, surat berharga,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
saham, obligasi atau memilih-in-action dalam kepemilikan atau di bawah
pengawasan atau kontrol orang lain selain orang terhadap siapa penuntutan
adalah dimaksudkan untuk diambil, yang harus dilakukan oleh petugas
menyelidiki melayani perintah pada orang tersebut :
(a) yang melarang dia dari menggunakan, mentransfer, atau berurusan
dengan unit bangunan tersebut, atau
(b) membutuhkan dia untuk menyerah properti kepada petugas menyelidiki
dengan cara dan dalam waktu tertentu dalam urutan.
Pasal 45 ayat (7) menyebutkan bahwa di mana setiap harta gerak
disita dikenakan pembusukan cepat atau kerusakan, atau properti yang tidak
dapat dipertahankan tanpa kesulitan, atau yang tidak praktis untuk
mempertahankan, dan yang tidak dapat ditangani dalam ayat tersebut,
petugas menyelidiki dapat menjual atau menyebabkan properti yang akan
dijual dan memegang hasil penjualan, setelah dikurangi biaya dan
pengeluaran pemeliharaan dan penjualan harta bergerak, untuk mematuhi
hasil dari setiap proses dalam undang-undang ini.
Tata cara penyitaan harta bergerak di lembaga keuangan diatur
pada Pasal 50 yang menyebutkan bahwa: Di mana penuntut umum atas
informasi yang diberikan kepadanya oleh petugas menyelidiki bahwa setiap
harta bergerak, termasuk instrumen moneter atau akresi apapun untuk itu,
yang merupakan subyek pelanggaran dalam ayat 4 atau bukti sehubungan
dengan mengakibatkan terjadinya kejahatan tersebut, dalam, kepemilikan,
pengawasan atau kontrol dari lembaga keuangan dia dapat, meskipun hukum
atau aturan hukum, setelah berkonsultasi dengan Bank Negara Malaysia,
Komisi sekuritas atau labuan lepas pantai keuangan otoritas jasa, kasus
mungkin, atas perintah langsung lembaga keuangan tidak berpisah dengan,
menangani, atau melepaskan kekayaan tersebut atau bagian dari itu sampai
pesanan dibatalkan atau diubah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lembaga keuangan atau agen atau pegawai dari sebuah lembaga
keuangan tidak boleh, karena mematuhi perintah dari jaksa penuntut umum
dalam ayat tersebut, bertanggung jawab untuk setiap penuntutan berdasarkan
undang-undang atau untuk setiap proses atau klaim oleh setiap orang bawah
undang-undang atau perjanjian, kontrak, atau pengaturan, atau sebaliknya.
Tata cara penyitaan yang diatur pada Pasal 51 yang menyebutkan
bahwa di mana penuntut umum yakin pada informasi yang diberikan
kepadanya oleh petugas menyelidiki bahwa setiap harta tak gerak adalah
subyek tindak pidana dalam ayat 4 atau bukti terjadinya kejahatan tersebut,
kekayaan tersebut dapat disita, dan yang harus dilakukan :
(a) dengan isu pemberitahuan penyitaan oleh jaksa penuntut umum
menetapkan keterangan dari harta tak gerak yang disita sejauh khusus
tersebut dalam pengetahuannya, dan melarang semua transaksi dalam
bergerak seperti properti;
(b) dengan menerbitkan salinan pemberitahuan tersebut di dua surat kabar
yang beredar di malaysia, salah satunya harus dalam bahasa nasional dan
lainnya dalam bahasa inggris, dan
(c) dengan melayani salinan pemberitahuan tersebut pada administrator
tanah atau Panitera judul, sebagai kasus mungkin, di Semenanjung
Malaysia, atau pada Panitera judul atau Kolektor Pendapatan tanah,
sebagai kasus mungkin, di sabah , atau pada direktur tanah dan survei
atau Panitera bertanggung jawab untuk sertifikat tanah, sebagai kasus
mungkin, di sarawak, daerah di mana harta tak gerak terletak.
Administrator tanah, Kolektor Pendapatan tanah, direktur tanah dan
survei, Panitera judul atau Panitera bertanggung jawab untuk sertifikat
tanah, sebagai kasus mungkin, dimaksud pada ayat tersebut harus segera
setelah dilayani dengan Anti Pencucian Uang.
Pemberitahuan penyitaan dalam ayat yang mendukung hal
pemberitahuan penyitaan pada dokumen kepemilikan sehubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan harta tak gerak dalam Daftar di kantornya. Di mana suatu
dukungan dari pemberitahuan penyitaan telah dibuat dalam ayat tersebut,
pemberitahuan harus memiliki efek melarang semua transaksi
sehubungan dengan harta tak gerak, dan setelah pengesahan tersebut
telah dibuat tidak berurusan sehubungan dengan harta tak gerak harus
didaftarkan, terlepas apakah itu berpengaruh sebelum atau setelah
masalah pemberitahuan atau pembuatan dukungan tersebut.
(d) ayat tersebut tidak berlaku terhadap transaksi yang dipengaruhi oleh
petugas badan publik dalam kapasitasnya sebagai petugas tersebut, atau
oleh atau atas nama Pemerintah federal Malaysia atau Pemerintah negara,
atau pemerintah daerahnya atau otoritas hukum lainnya.
Ketentuan khusus yang berkaitan dengan penyitaan bisnis diatur
pada pasal 52, ketentuan mengenai tata cara penyitaan menyebutkan bahwa
di mana lembaga penegak memiliki alasan untuk percaya bahwa bisnis
apapun :
a) sedang dijalankan oleh atau atas nama setiap orang terhadap siapa
penuntutan atas tindak pidana dalam ayat 4 dimaksudkan untuk dimulai;
b) sedang dijalankan oleh atau atas nama keluarga atau rekan dari orang
tersebut;
c) bisnis yang mana orang tersebut atau kerabat atau rekan-nya memiliki
minat yang berjumlah atau membawa hak yang tidak kurang dari tiga
puluh per Centum dari seluruh bisnis, atau
d) bisnis setiap orang tersebut atau kerabatnya atau rekan memiliki
manajemen atau kontrol yang efektif, baik sendiri maupun bersama-
sama,
lembaga penegakan mungkin merebut bisnis dengan cara yang diatur
dalam Bagian ini atau dengan perintah secara tertulis:
(1) mengarahkan tingkat dan cara di mana bisnis dapat dilakukan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(2) menetapkan setiap orang untuk mengawasi, mengarahkan atau
mengendalikan bisnis, termasuk rekening, atau untuk melakukan
usaha atau bagian seperti itu dapat ditentukan;
(3) langsung bahwa seluruh atau sebagian dari hasil atau keuntungan
dari bisnis dibayarkan kepada akuntan Umum dan disimpan oleh dia
menunggu petunjuk lebih lanjut sehubungan dengan lembaga
penegak hukum;
(4) melarang setiap direktur, pejabat atau karyawan atau orang lain
dengan cara apapun yang terlibat dalam bisnis dengan efek sejak
tanggal surat larangan, atau
(5) langsung bahwa tempat di mana bisnis dilakukan harus ditutup dan
jika perlu atau tidak bijaksana, ditempatkan di bawah penjagaan atau
pengawasan. Dimana pesanan dibuat oleh lembaga penegak dalam
ayat tersebut, mungkin termasuk dalam urutan atau selanjutnya dapat
memberikan arah lebih lanjut secara lisan atau tertulis yang bersifat
tambahan atau konsekuensial, atau yang mungkin diperlukan, untuk
memberlakukan atau untuk melaksanakan dari pesanan.
Apabila dicermati di Malaysia untuk melaksanakan
penggeledahan, penyidik tanpa menunjukkan surat perintah penggeledahan
dapat melaksanakan penggeledahan terhadap pelaku tindak pidana money
laundering. Sedangkan untuk melaksanakan penyitaan seorang penyidik
tidak harus meminta izin kepada ketua pengadilan negeri setempat
melainkan harus mendapat persetujuan dari atasannya. Dengan demikian
seorang penyidik tidak dapat melakukan penyitaan atas dasar inisiatifnya
sendiri sebelum mendapat persetujuan dari atasannya.
Berbeda dengan Indonesia, yang memberikan kelonggaran kepada
penyidik untuk melaksanakan penggeledahan dan penyitaan tanpa izin ketua
pengadilan negeri dalam keadaan mendesak. Hal itu dikhawatirkan pelaku
akan menghilangkan barang bukti, sehingga tanpa izin ketua pengadilan
negeri, penyidik dapat melaksanakan penggeledahan dan penyitaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6) Penggeledahan dan Penyitaan di Luar Wilayah Hukum
Penegakan hukum money laundering dapat terlaksana secara
efektif, koordinasi antara instansi terkait merupakan kunsi utama
keberhasilan. Tindakan penggeledahan dan penyitaan di luar wilayah
hukum, Pasal 29 memberikan landasan normatif dalam permasalahan ini.
Pasal 29 ini menyebutkan bahwa Pejabat yang berwenang dan badan
penegak relevan berkoordinasi dan bekerja sama dengan instansi penegak
hukum lainnya dalam dan luar Malaysia, sehubungan dengan penyelidikan
tindak pidana serius atau pelanggaran serius asing, sebagai kasus mungkin.
7) Efektifitas Penggeledahan dan Penyitaan
Dalam sistem penegakkan hukum sekarang ini, rezim anti money
laundering hadir dengan paradigama baru. Pada awalnya orinetasi tindak
pidana pada umumnya adalah mengejar pelaku pidana, sedangkan pada
tindak pidana money laundering lebih mengejar pada hasil tindak pidananya.
Untuk efektifitasnya, undang-undang money laundering telah dilengkapi
dengan ketentuan khusus, antara lain pengecualian dari ketentuan rahasia
bank dan kerahasian transaksi keuangan lainnya, azas pembuktian terbalik,
serta penyitaan dan perampasan aset. Di samping itu, agar rezim anti money
laundering dapat terlaksana secara efektif, koordinasi antara instansi terkait
merupakan kunsi pokok keberhasilan. Pada tahun 2005 dengan total 188
tuduhan pencucian uang senilai RM 29,9 juta ($ 7.900.000) dan pemerintah
Malaysia saat ini juga memiliki wewenang untuk mengidentifikasi dan
membekukan aset teroris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Upaya Paksa Penggeledahan dan Penyitaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia- Anti Money Laundering Act 2001
1. Kelebihan Pengaturan Upaya Paksa Penggeledahan dan Penyitaan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia- Anti Money Laundering Act 2001
a. Kelebihan Pengaturan Upaya Paksa Penggeledahan dan Penyitaan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang
1) pemberian wewenangan kepada PPNS untuk melakukan
penyidikan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
telah memberikan wewenang kepada penyidik tindak pidana asal
(lazimnya penyidik pegawai negeri sipil/PPNS ) di bawah
koordinasi PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan) untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian
Uang yang berkaitan dengan tindak pidana asalnya. Tentu saja
beban tugas penyidik polisi menjadi agak lebih berkurang,
sehingga dengan diberikannya wewenang kepada PPNS antara lain
: BNN, KPK, Dirjen Bea dan Cukai, serta Dirjen Pajak akan
memudahkan aparat penegak hukum untuk mengungkap dan
menelusuri harta kekayaan hasil tindak pidana pencucian uang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Pada waktu keadaan mendesak Penyidik dapat melakukan
penggeledahan dan penyitaan tanpa harus izin Ketua Pengadilan
Negeri setempat
Pada waktu keadaan mendesak, penyidik tanpa harus izin
ketua pengadilan negeri yang obyek penggeledahan dan penyitaan
berada di wilayah hukumnya dapat melakukan tindakan
penggeledahan dan penyitaan terhadap harta kekayaan hasil
kejahatan tindak pidana pencucian uang. Hal ini menjadi
kemudahan bagi penyidik, terutama apabila pelaku yang berniat
menghilangkan barang bukti hasil kejahatannya. Meskipun
nantinya setelah tindakan penggeledahan dan penyitaan ini,
penyidik harus segera melaporkan tindakannya kepada ketua
pengadilan negeri setempat yang obyek penggeledahan dan
penyitaan berada di wilayah hukumnya.
3) Memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan
penggeledahan dan penyitaan di luar wilayah hukum
Adakalanya demi kepentingan pemeriksaan penyidikan,
penggeledahan maupun penyitaan harus dilakukan di luar wilayah
kekuasaan penyidik. Dalam hal seperti ini penyidik memperkirakan
alternatif terbaik yang harus diempuh, ditinjau dari segi efektivitas
dan efisiensi kerja, maupun dari segi kesulitan pembiayaan lain-
lain. KUHAP sendiri memberikan alternatif kepada penyidik yaitu
apabila obyek penggeledahan dan penyitaan berada di luar wilayah
hukum yaitu dilakukan sendiri atau mendelegasikan kepada
penyidik yang obyek penggeledahan dan penyitaan berada di
wilayah hukumnya. Apabila ternyata obyek penggeledahan dan
penyitaan tersebut berada di luar wilayah hukum Indonesia, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penyidik Indonesia harus berkoordinasi dengan aparat dari negara
bersangkutan untuk melakukan tindakan penggeledahan dan
penyitaan. Biasanya antara pemerintah Indonesia melakukan kerja
sama bilateral dengan negara tertentu untuk melakukan tindakan
ini.
b. Kelebihan Pengaturan Upaya Paksa Penggeledahan dan Penyitaan Malaysia-
Anti Money Laundering Act 2001
1) AMLA mengatur secara komprehensif mengenai tata cara
penggeledahan dan penyitaan
Berbeda dengan Indonesia, Anti Money Laundering Act
mengatur tata cara penggeledahan dan penyitaan lebih
komprehensif, tentu saja dalam praktiknya sangat memudahkan
bagi penyidik untuk melacak dan menelusuri terhadap harta
kekayaan hasil money laundering. Di Indonesia tata cara
penggeledahan dan penyitaan masih berpedoman pada KUHAP,
hal ini berakibat kesulitan dalam pelaksanaannya karena sifat
kejahatan money laundering adalah sangat kompleks sehingga
perlu instrumen secara khusus yang mengatur mengenai masalah
penggeledahan dan penyitaan.
2) Tanpa surat perintah penggeledahan dapat penyidik melakukan
penggeledahan
Berdasarkan Pasal 31 yang menyebutkan bahwa di mana
seorang petugas menyelidiki yakin, atau memiliki alasan untuk
mencurigai, bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
undang-undang ini, dia dapat, tanpa surat perintah penggeledahan.
Sehingga bagi penyidik apabila mencuriagi seseorang yang diduga
melakukan money laundering, tanpa surat perintah penggeledahan
dari atasan, penyidik tersebut dapat melakukan penggeledahan. Hal
ini memberikan implikas bagi proses pengungkapan yang diduga
harta kekayaan hasil mkoney laundering sehingga dapat mencegah
pelaku untuk mengalihkan, menyamarakan ataupun menghilangkan
barang bukti ini.
3) Memberikan keleluasaan yang penuh kepada penyidik pada waktu
penggeledahan
Malaysia Anti Money Laundering Act of 2001 telah
memberikan keleluasaan penuh kepada penyidik pada waktu
penggeledahan. Keleluasaan tersebut meliputi :
a) membuka setiap pintu luar atau bagian dalam bangunan atau
alat angkut dan memasuki tempat atau alat angkut,
b) menghapus secara paksa halangan untuk masuk seperti itu,
pencarian, penyitaan, penahanan atau penghapusan karena ia
diberdayakan untuk efek; atau
c) menahan siapapun yang ditemukan di lokasi, atau dalam alat
angkut tersebut, sampai pencarian selesai.
Selain keleluasaan di atas, penyidik dapat dimungkinkan
untuk merebut, menguasai, dan menahan untuk jangka waktu
seperti yang dia anggap perlu, properti apapun, catatan, laporan
atau dokumen diproduksi sebelum dia dalam perjalanan
penyelidikan atau ditemukan terhadap orang yang telah dia cari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Mengelompokkan obyek-obyek yang dapat digeledah dan disita
secara jelas
Sama halnya dengan tata cara penggeledahan dan
penyitaan yang telah diatur lebih komprehensif. Anti Money
Laundering Act juga secara jelas dan spesifik telah mengatur
permasalahana mengenai obyek-obyek yang dapat digeledah
maupun disita. Obyek-obyek yang dapat digeledah sebagaimana
diatur pada Pasal 25 dan Pasal 26 sedangkan obyek-obyek yang
dapat disita diatur pada Pasal 46 tentang penyitaan harta bergerak;
Pasal 50 tentang penyitaan harta bergerak di lembaga keuangan;
Pasal 51 tentang Penyitaan harta tidak bergerak dan Pasal 52
tentang Ketentuan khusus tentang penyitaan bisnis.
2. Kelemahan Pengaturan Upaya Paksa Penggeledahan dan Penyitaan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia- Anti Money Laundering Act 2001
a. Kelemahan Pengaturan Upaya Paksa Penggeledahan dan Penyitaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
1) Ketentuan penggeledahan dan penyitaan tidak diatur secara khusus
di undang-undang ini melainkan berpedoman pada KUHAP
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
tidak mengatur secara spesifik mengenai penyidikan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penyelidikan. Untuk itu tata cara yang berkaitan dengan penyitaan
dan penggeledahan tetap mengacu pada KUHAP. Menurut penulis
ini menjadi salah satu hambatan dalam mengungkap harta
kekayaan hasil tindak pidana pencucian uang. Hal ini dikarenakan
begitu kompleksnya kejahatan pencucian uang ini. Terlihat
tahapan-tahapan ada tindakan pidana ini mulai dari placement,
layering, dan placement. Sehingga apabila ketentuan
penggeledahan dan penyitaan berpedoman pada ketentuan KUHAP
padahal sifat dari kejahatan ini begitu kompleks dapat menghambat
dalam mengungkap harta kekayaan pelaku.
2) Kesulitan melacak apabila obyek yang akan digeledah dan disita
berada di luar wilayah hukum Republik Indonesia, karena terbentur
yurisdiksi hukum.
Seperti banyak negara di dunia, indonesia hanya bisa
melacak hasil money laundering sampai tahap placement.
Walaupun terkesan terlambat, melalui PPATK, lembaga yang
bertanggung jawab menjawab tantangan internasional perihal
money laundering di Indonesia, dikeluarkanlah empat pedoman
pemeberantasan money laundering di Indonesia. Satu, Pedoman
identifikasi transaksi keuangan mencurigakan bagi penyedia jasa
keuangan. Dua, pedoman tata cara pelaporan transaksi keuangan
mencurigakan bagi penyedia jasa keuangan. Tiga, pedoman
identifikasi transaksi keuangan mencurigakan bagi pedagang valuta
asing dan pengiriman uang. Empat, Pedoman tata cara pelaporan
transaksi keuangan mencurigakan bagi pedagang valuta asing dan
unit jasa pengiriman uang (Anita Tiara Kusuma Wardani, 2008:
59).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kesulitan melacak obyek yang akan digeledah dan disita
berada di luar wilayah hukum Indonesia, karena terbentur
yurisdiksi hukum. Kedepannya perlu koordinasi penyidik
Indonesia dengan negara lain untuk bersama-sama untuk mencegah
dan memberantas money laundering. Meskipun dalam ketentuan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 terdapat pengaturan
mengenai hal tersebut. Namaun dalam praktiknya,penyidik
mengalami kesulitan melacak harta kekayaan hasil kejahatan
money laundering. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan
predikat Indonesia sebagai salah satu surga money laundering.
Dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang, dapat dilakukan kerjasma bantuan timbal balik di
bidang hukum dengan negara lain, melalui forum bilateral atau
multilateral sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
berdasarkan prinsip reprositas. Kerjasama bantuan timbal balik
dengan negara lain antara lain:
a) Pengambilan barang bukti dan pernyataan seseorang termasuk
pelaksanaan surat ragotari;
b) Pemberian barang bukti berupa dokumen dan catatan;
c) Identifikasi dan lokasi keberadaan seseorang;
d) Pelaksanaan permintaan untuk pencarian barang bukti dan
penyitaan;
e) Upaya untuk melakukan pencarian, pembekuan dan penyitaan
hasil kejahatan;
f) Mengusahakan persetujuan orang-orang yang bersedia
memberikan kesaksian atau membantu penyidikan di negara
peminta;
g) bantuan lain yang sesuai dengan tujuan pemberian kerjasama
timbal balik yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan (Yokotani. 2007:49).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Kurangnya peran PPATK dalam melakukan penggeledahan dan
penyitaan
Kelemahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang selanjutnya adalah kurangnya peran PPATK dalam
melakukan penggeledahan dan penyitaan. Keterlibatan PPATK
lebih pada pemberian informasi keuangan yang bersifat rahasia
(financial intelligence) kepada penegak hukum terutama kepada
penyidik tindak pidana pencucian uang, mengawasi transaksi
keuangan mencurigakan dan memeriksa penyedia jasa keuangan
maupun lembaga keuangan akan tetapi selanjutnya PPATK
melaporkan kepada aparat penegak hukum apabila terbukti
terdapat indikasi tindak pidana pencucian uang untuk dilakukan
penyidikan.
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang mengenai Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan
adalah transaksi keuangan yang menyimpang dari profil,
karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang
bersangkutan, transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi
yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa
Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-undang, transaksi
keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan
menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak
pidana. Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang PPATK hanya berwenang:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a) meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi
pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki
kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari
instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima
laporan dari profesi tertentu;
b) menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan
Mencurigakan;
c) mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian
Uang dengan instansi terkait;
d) memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya
pencegahan tindak pidana Pencucian Uang;
e) mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan
forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;
f) menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan
antipencucian uang; dan
g) menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana Pencucian Uang.
4) Terbatasnya instrumen formal untuk pendeteksian dan penafsiran
serta penyitaan aset hasil kejahatan
Karaktersitik tindak pidana pencucian uang sangatlah
rumit, terlihat dari tahapan-tahapan tindak pidana ini mulai dari
placement, yaitu proses menempatkan uang hasil kejahatan
kedalam sistem keuangan. Dalam tahapan ini perbuatan yang
dilakukan berupa pergerakan fisik dari uang tunai dengan maksud
untuk mengaburkan atau memisahkan sejauh mungkin uang hasil
kejahatan dari sumber perolehannya, selanjutnya layering yaitu
proses yang dilakukan para pelaku kejahatan setelah uang hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kejahatan itu masuk kedalam sistem keuangan (bank) dengan cara
melakukan transaksi lebih lanjut dengan maksud untuk menutupi
asal usul uang. Proses ini juga dapat berupa penggunaan uang baik
di dalam negeri maupun di negeri maupun di luar negeri melalui
electronic funds transfer, dan tahap terakhir , kemudian integration
ialah pelaku menggunakan uang hasil kejahatan tersebut untuk
kegiatan ekonomi yang sah karena merasa aman bahwa kegiatan
yang dilakukannya seolah tanpa berhubungan dengan aktivitas
illegal sebelumnya.
Begitu rumitnya mengungkap kejahatan pencucian ini ,
terlebih dalam upaya untuk pendeteksian dan penafsiran serta
penyitaan aset hasil kejahatan. Instrumen yang ada sekarang yakni
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak terdapat
metode untuk pendeteksian dan penafsiran serta penyitaan aset
hasil kejahatan. PPATK hanya menerima laporan meminta dan
mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau
lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan
informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga
swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu. Akan tetapi
PPATK hanya sebagai financial intelligence unit tidak dapat
melakukan pendeteksian dan penafsiran serta penyitaan aset hasil
kejahatan.
Dengan demikian jelas bahwa konsep kriminalisasi
pencucian uang dan Asset Recorvery adalah suatu pesan yang
sangat penting dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
korupsi. Upaya pengembalian aset yang dikorupsi terutama setelah
hasil tindak pidana itu mengalir ke luar negeri, tentulah akan
menciptakan suatu kesulitan yang luar biasa dalam hal melacak
(tracing) dan, menyita (forfeiture) pada waktu proses persidangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ataupun perampasan (confiscation) setelah ada keputusan hakim
yang telah mempunyai kekuatan mengikat. Untuk itu, diperlukan
suatu kerja sama internasional (Mutual Legal Assistance) dalam
upaya pengembalin aset. dari uraian di atas sangatlah penting untuk
segera mengesahkan ketentuan tentang Pengembalian aset (Asset
Recorvery). Dalam menyusun Asset Recorvery Act ( RUU
perampasan Aset ) tentu harus dikaji dan disesuaikan dengan hal-
hal yang secara tegas telah diamanatkan oleh UNCAC, 2003 (Yenti
Garnasih, 2010: 631).
b. Kelemahan Pengaturan Upaya Paksa Penggeledahan dan Penyitaan
Malaysia- Anti Money Laundering Act 2001
1) Penyidik harus mendapat izin dari atasannya untuk melakukan
penyitaan
Pada saat melakukan penyitaan, AMLA memberikan
ketentuan bahwa seorang penyidik harus memperoleh izin dari
atasannya. Sehingga tanpa izin dari atasannya, penyidik tidak dapat
melakukan penyitaan. Kondisi seperti ini menurut penulis tidaklah
menguntungkan bagi penyidik untuk melakukan penyitaan
terhadap harta kekayaan hasil pencucian uang, terkadang penyidik
dihadapkan pada kondisi yang mendesak sehingga perlu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melakukan penyitaan seketika itu juga supaya pelaku tidak akan
mengaburkan barang bukti maupun menghilangkan barang bukti.
2) Terbatasnya penyidik, hanya disebutkan pejabat yang berwenang
saja
Apabila Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
memberikan kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal antara
lain KPK, BNN, Ditjen Bea dan Cukai, dan Ditjen Pajak. Sehingga dalam
hal penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang tidak hanya
dilakukan oleh kepolisian saja, melainkan PPNS juga diberikan
kewenangan untuk melakukan penyidikan.
AMLA hanya menyebutkan bahwa pejabat yang berwenang
saja yang dapat melakukan penyidikan, akan tetapi PPNS tidak diberikan
wewenang untuk melakukan penyidikan. Hal demikian akan berimplikasi
pada terbatasnya penyidik untuk melakukan penyidikan terlebih pada
upaya penggeledahan dan penyitaan.
BAB IV. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di dalam bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa:
3. Persamaan pengaturan upaya paksa penggeledahan dan penyitaan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia- Anti Money Laundering Act
2001 adalah yang pertama, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan
Malaysia- Anti Money Laundering Act 2001 Sama-sama merupakan produk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hukum yang mengatur tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang yang memberikan kewenangan kepada penyidik untuk
melakukan tindakan penyidikan dan penyelidikan dalam hal ini
penggeledahan dan penyitaan. Yang kedua, dasar pertimbangan yang
dijadikan alasan untuk melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan
antara Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Malaysia- Anti Money
Laundering Act 2001 adalah sama, yaitu Sama-sama bertujuan untuk
menyelamatkan dan mengembalikan aset hasil tindak pidana pencucian uang
untuk negara atau dikembalikan kepada yang berhak melalui upaya
pemberantasan dan pencegahan untuk kepentingan pembuktian dalam
penyidikan, penuntutan dan peradilan. Yang ketiga, Baik waktu maupun
jangka waktu dalam melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan oleh
penyidik antara Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Malaysia- Anti Money
Laundering Act 2001, sama-sama tidak ada ketentuan mengenai berapa lama
bagi penyidik untuk melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan dan
kapan waktu yang dianjurkan melakukan penyitaan. Sedangkan perbedaan
pengaturan upaya paksa penggeledahan dan penyitaan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dengan Malaysia- Anti Money Laundering Act 2001 antara
lain Dasar Pengaturan Penggeledahan dan Penyitaan, Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan
bahwa penyidikan tindak pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik
tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan
peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut Undang-
Undang ini. meskipun dalam hal penggeledahan dan penyitaan belum diatur
secara spesifik dalam undang-undang ini. sehingga dalam pelaksanaannya
masih berpedoman pada KUHAP yang merupakan produk hukum acara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pidana Indonesia. Sedangkan Pengeledahan pada tindak pidana pencucian
uang diatur Pasal 31 Anti Money laundering Act of 2001 dan Pasal 45 tentang
penyitaan, penyitaan harta bergerak diatur pada pasal 46, penyitaan harta
bergerak di lembaga keuangan diatur pada Pasal 50, Penyitaan harta tidak
bergerak diatur pada Pasal 51, Ketentuan khusus tentang penyitaan bisnis
diatur pada Pasal 52. Konsep Mengenai Pengertian Penggeledahan dan
Penyitaan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Tidak diatur secara spesifik
karena mengacu KUHAP, sedangkan pada AMLA, Istilah penggeledahan
dapat ditemukan pada Pasal 31, dan Istilah penyitaan sendiri terdapat pada
Pasal 45, Pejabat Yang Berwenang Melakukan Penggeledahan dan Penyitaan,
pada , Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Dilakukan oleh Penyidik
Tindak Pidana Asal, sedangkan pada AMLA, Pejabat yang berwenang atau
lembaga penegak yang relevan yaitu polisi diraja dan PPNS. Obyek Yang
Dapat Digeledah dan Disita, pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Tidak
diatur secara spesifik karena mengacu KUHAP, Obyek yang dapat digeledah
pada AMLA yaitu Pasal 25 dan Pasal 26 dan obyek yang dapat disita Obyek
yang dapat disita: harta bergerak dan harta tidak bergerak, harta bergerak di
lembaga keuangan. Indikator perbedaan lainnya meliputi Tata Cara
Penggeledahan dan Penyitaan, Penggeledahan dan Penyitaan Di Luar Wilayah
Hukum, serta Efektifitas Penggeledahan dan Penyitaan
4. Selain memiliki persamaan dan perbedaan, Pengaturan upaya paksa
penggeledahan dan penyitaan antara Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
dengan Malaysia- Anti Money Laundering Act 2001 juga memiliki kelebihan
maupun kelemahan. Kelebihan Pengaturan Tindakan Upaya Paksa
Penggeledahan dan Penyitaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ialah
pemberian wewenangan kepada PPNS untuk melakukan penyidikan antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lain KPK, BNN, Ditjen Pajak, dan Ditjen Bea dan Cukai, Pada waktu keadaan
mendesak Penyidik dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan tanpa
harus izin Ketua Pengadilan Negeri setempat , Memberikan kewenangan
kepada penyidik untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan di luar
wilayah hukum, Apabila ternyata obyek penggeledahan dan penyitaan tersebut
berada di luar wilayah hukum Indonesia, maka penyidik Indonesia harus
berkoordinasi dengan aparat dari negara bersangkutan untuk melakukan
tindakan penggeledahan dan penyitaan. Akan tetapi, Ketentuan penggeledahan
dan penyitaan tidak diatur secara khusus di Undang-undang ini melainkan
berpedoman pada KUHAP, Kesulitan melacak apabila obyek yang akan
digeledah dan disita berada di luar wilayah hukum Republik Indonesia, karena
terbentur yurisdiksi hukum. kurangnya peran PPATK dalam melakukan
penggeledahan dan penyitaan. Keterlibatan PPATK lebih pada pemberian
informasi keuangan yang bersifat rahasia (financial intelligence) kepada
penegak hukum terutama kepada penyidik tindak pidana pencucian uang,
mengawasi transaksi keuangan mencurigakan dan memeriksa penyedia jasa
keuangan maupun lembaga keuangan akan tetapi selanjutnya PPATK
melaporkan kepada aparat penegak hukum apabila terbukti terdapat indikasi
tindak pidana pencucian uang untuk dilakukan penyidikan. Sedangkan di
Malaysia, Anti Money Laundering Act mengatur tata cara penggeledahan dan
penyitaan lebih komprehensif, tentu saja dalam praktiknya sangat
memudahkan bagi penyidik untuk melacak dan menelusuri terhadap harta
kekayaan hasil money laundering. Tanpa surat perintah penggeledahan dapat
penyidik melakukan penggeledahan, Serta memberikan kewenangan kepada
penyidik untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan di luar wilayah
hukum. Akan tetapi Pada saat melakukan penyitaan, AMLA memberikan
ketentuan bahwa seorang penyidik harus memperoleh izin dari atasannya,
AMLA hanya menyebutkan bahwa pejabat yang berwenang saja yang dapat
melakukan penyidikan, akan tetapi PPNS tidak diberikan wewenang untuk
melakukan penyidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Saran
1. Permasalahan mengenai pengaturan upaya paksa penggeledahan dan
penyitaan merupakan salah satu masalah yang sangat penting untuk ditangani
dengan baik hampir di setiap negara karena untuk menyelamatkan dan
mengembalikan aset hasil tindak pidana pencucian uang untuk negara atau
dikembalikan kepada yang berhak melalui upaya pemberantasan dan
pencegahan untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan
dan peradilan. Indonesia yang sebelumnya pernah dimasukan dalam daftar
NCCTs oleh FATF dan baru pada tanggal 11 Februari 2005 akhirnya FATF
memutuskan untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar NCCTs. Adanya
penulisan mengenai perbandingan Tindakan Upaya Paksa Penggeledahan dan
Penyitaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Malaysia- Anti Money
Laundering Act 2001 diharapkan mampu menjadi bahan kajian bagi lembaga
penegak hukum yang ada di Indonesia, khususnya yang bertugas untuk
melakukan penggeledahan dan penyitaan dalam perkara pencucian uang.
2. Upaya paksa penggeledahan dan penyitaan di Indonesia seharusnya
dilaksanakan berdasarkan suatu instrumen yang jelas agar pelaksanaanya
dapat efektif dalam mengungkap dan menelusuri harta kekayaan hasil tindak
pidana money laundering. Ini artinya, perlu adanya perbaikan dan
pembenahan dalam hal regulasi dan koordinasi dengan instansi lain yang
terkait yang perlu dikaji ulang. Dengan demikian, pelaksanaan Tindakan
Upaya Paksa Penggeledahan dan Penyitaan dapat berjalan lebih efektif dan
tepat sasaran sehingga permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
Tindakan Upaya Paksa Penggeledahan dan Penyitaan seperti yang selama ini
banyak terjadi, dapat dihindari. Berkaca pada Anti Money Laundering Act of
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2001 yang mengatur tata cara penggeledahan dan penyitaan lebih
komprehensif, tentu saja dalam praktiknya sangat memudahkan bagi penyidik
untuk melacak dan menelusuri terhadap harta kekayaan hasil money
laundering. Tanpa surat perintah penggeledahan dapat penyidik melakukan
penggeledahan, Serta memberikan kewenangan kepada penyidik untuk
melakukan penggeledahan dan penyitaan di luar wilayah hukum.
3. Perlu dilakukannya peninjauan ulang terhadap Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, terutama untuk Ketentuan penggeledahan dan penyitaan tidak diatur
secara khusus di Undang-undang ini melainkan berpedoman pada KUHAP,
Kesulitan melacak apabila obyek yang akan digeledah dan disita berada di luar
wilayah hukum Republik Indonesia, karena terbentur yurisdiksi hukum.
kurangnya peran PPATK dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan.
Keterlibatan PPATK lebih pada pemberian informasi keuangan yang bersifat
rahasia (financial intelligence) kepada penegak hukum terutama kepada
penyidik tindak pidana pencucian uang, mengawasi transaksi keuangan
mencurigakan dan memeriksa penyedia jasa keuangan maupun lembaga
keuangan akan tetapi selanjutnya PPATK melaporkan kepada aparat penegak
hukum apabila terbukti terdapat indikasi tindak pidana pencucian uang untuk
dilakukan penyidikan. Oleh karena itu, peninjauan kembali (Judicial Review)
terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang perlu dilakukan untuk
memperbaiki ketidakjelasan regulasi yang terlanjur berjalan agar tidak
semakin terpuruk dan Indonesia tidak kembali dimasukkan ke dalam daftar
NCCTs oleh FATF dan dianggap sebagai negara yang tidak kooperatif dalam
mencegah dan memberantas tindak pidana pencucia uang.
Top Related