Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Hemostasis, Thrombosis, Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Pendahuluan
Hemostasis merupakan suatu sistem pengaturan yang tepat oleh beberapa faktor yang
saling mempengaruhi, diantaranya trombosits, coagulasi cascade, sel endotel, dan sistem
fibrinolitic. Dalam bahasan berikut, masing – masing unsur tersebut akan dibicarakan secara
terpisah. Kelainan kongenital dan Cacat bawaan dari setiap unsur pada pendarahan patologic,
dan diahtesis thrombosis serta efek dari intervensi farmakologic akan diuraikan. Kelainan
komplek hemostasis akan dibahas diakhir.
Hemostasis berarti pencegahan hilangnya darah . baila pembuluh darah mengalami
cedera atau pecah, hemostasis terjadi melalui berbagai cara , antara lain spasme pembuluh
darah, pembentukan trombosit, pembentukan bekuan dan terjadi pertumbuhan jaringan ikat ke
dalam bekuan darah untuk menutup lubang pada pembuluh secara permanen.
Tinjauan tentang sistem hemostasis.
Hasil dari setiap prosedur bedah, meskipun prosedur bedah minor, tergantung pada
komplek faktor yang saling mempengaruhi yang mengakibatkan tebentuknya bekuan yang
stabil. Endotel pembuluh darah, trombosits, dan substansi lain yang ada dalam sirkulasi
semuanya memberikan peranan. Ketika pembuluh darah terpotong, trombosits terikat pada
collagen subendotelial yang terekspose. Von Willebrand factor (vWF), disintesa dan
dilepaskan oleh sel endotelial berperan dalam perlekatan trombosit dengan collagen.
Trombosit menyebar keluar dan melepaskan substansi dari granula sitoplasma yang
menyebabkan vasokonstriksi lokal dan merangsang agregasi trombosit sehingga
menggunakan trombosit yang lebih banyak. Trombosit juga melepaskan vasoactive amine dan
growth factor. Faktor sirkulasi dari cascade coagulation menjadi aktif. Hemostasis primer
merupakan peristiwa yang mengarah ke pembentukan plug hemostasis, yaitu massa dari
trombosit yang saling mengikat. Vasokontriksi diperkuat oleh faktor neural dan humoral
seperti tromboxan A2, yang dihasilkan oleh trombosit. Sel endotel juga mensinstesa
prostacyclin (PGI2), suatu vasodilator dan inhibitor agregasi trombosit. Hemostasis primer
memerlukan adanya trombosit, Collagen, dan vWF yang berfungsi secara normal dan
adekuat, dan hasil dari cascade coagulasi ( Thrombin dan fibrinogen ). Defisit hemostasis
1
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
primer diketahui dalam kamar operasi ketika avaskular normal berlanjut mengeluarkan darah,
dan banyak kapiler kecil tetap mengeluarkan darah., meskipun sudah dilakukan penekanan.
Trombosit plug menjadi stabil, dan menjadi bekuan yang kuat yang terdiri dari fibrin,
trombosit dan eritrosit melalui mekanisme hemostasis sekunder. Pembentukan trombus pada
trauma dibatasi oleh beberapa faktor mekanisme regulasi. Awal proses koagulasi diatur oleh
tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Sel endotial berpartisipasi dengan menurunkan
regulasi dari suatu simtem yang kuat sehingga mencapai koagulasi intravaskuler yang
massive. Trombo-modulin pada permukaan sel endotel mengikat kelebihan thrombin dan
menjadikannya tidak aktif. Komplek Thrombomodulin-trombin mengaktifkan protein C, yang
mana, dengan cofaktor protein S, menginaktifkan faktor Va dan VIIa dari faktor pembekuan.
Trombin juga dinonaktifkan oleh sirkulasi antitrombin III. Aktifitas dari faktor ini dipercepat
oleh heparan sulfat pada permukaan endotelial sel ( atau oleh heparin eksogen )
Faktor kemotaktik merangsang leukosit phagositic pindah ke daerah luka untuk
membersihkan debris. Substansi seperti platelet derived growth factor di lepaskan oleh
trombosit yang berdegranulasi dan menstimulasi perbaikan vaskular. Pada akhirnya, ketika
penyembuhan dan perbaikan kontinuitas endotel berlangsung, sistem fibrinolitic diaktifkan
dan trombus dihancurkan. Plasminogen mengelilingi fibrin sampai bekuan menghasilkan
akumulasi lokal plasmin, yang mana plasmin itu dilindungi dari inaktifators sirkulasi, dan
dimana aktivitasnya terbatas pada lokasi yang membutuhkan.
2
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Gambar 1 : Sistem hesmostasis.
Trombosit dan Pembentukan Bekuan Hemostasis Primer.
Trombosit adalah fragmen berbentuk cakram dari sitoplasma megakaryocyte,
panjangnya kira- kira 1.5 sampai 3.5 micrometer, terdiri dari tiga element fungsional primer ;
1. Granula secretory. 2. sistem kontraksi intrinsik, 3. Membran permukaan yang khusus.
Dengan lapisan proteoglycan yang tebal yang berisi reseptor spesifik.
Tiga fase dari fungsi trombosit adalah Adhesi, aktivasi dan aggregasi. Trombosit
melekat pada endotelial yang terekspose dengan bantuan vWF yang disintesa dan dilepaskan
oleh sel endotel. Trombosit yang melekat menjadi aktif , berubah bentuk dan melepaskan isi
dari granulanya. Hal ini membutuhkan trombosit lebih banyak pada pertumbuhan trombus
( aggregasi trombosit ). Aktivasi trombin pada sisi ikatan trombosit yang terekspose untuk
Xase dan protrombinase kompleks (procoagulant affect) hingga pertumbuhan trombosit
trombus bekerja sebagai sisi untuk pertemuan enzym reaksi coagulation.
Gambar 2: tiga fase dari fungsi trombosit, adhesi, aktivasi, dan aggregasi
Produksi dan Destruksi Trombosit
Trombosit dilepaskan kedalam sinusoid sumsum tulang sebagai fragmen cytoplasma
yang disebut protrombosits. Benang benang trombosit ini kemudian menjadi individual
3
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
trombosits. Trombopoeitin mengatur produksi trombosit melalui interaksinya dengan reseptor
Mpl pada megakariocyte. Sirkulasi trombosit pada individual sangat konstan, dan
produksinya bisa meningkat sampai 6 kali pada respon terhadap peningkatan penghancuran
trombosit
Masa hidup trombosit rata–rata 8 – 12 hari. Trombosit yang sudah tua dihancurkan
terutama dalam sumsum tulang, selain itu juga dihancurkan di ginjal dan hati.
Kelainan Jumlah Trombosit
Jumlah trombosit normal rata – rata 150.000 – 400.000, dengan batas tepatnya
tergantung pada teknik pemeriksaan di laboratorium. Ukuran trombosit bisa bervariasi atau
menggumpal dengan penggunaan antikoagulant EDTA, hal ini menyebabkan perhitungan
otomatis menjadi salah. Karena alasan ini, perhitungan trombosits yang abnormal harus selalu
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan visual dengan blood smear. Pemeriksaan dengan smear
juga memberikan informasi penting tentang ukuran trombosits dan bisa mengungkapkan bukti
tambahan, seperti karakteristik sel darah merah pada anemia hemolitik microangiopathic.
Penurunan produksi trombosits terjadi pada saat fungsi sumsum tulang digantikan oleh
tumor, sel leukemic atau fibrosis serta adanya respon terhadap obat – obat myelosupresan dan
radiasi, beberapa obat dan racun menunjukkan efek pada produksi trombosit. Pengguna
alkohol yang kronis bisa menyebabkan trombositopenia, yang ternyata juga dapat
memberikan efek toxic langsung pada megakariocyte dan trombositosis.
Pemeriksaan sumsum tulang akan mengungkapkan normal atau meningkatnya jumlah
megakariocyte pada saat trombositopenia akibat peningkatan penghancuran trombosit.
Tingkat trombopoetin bervariasi dan tidak begitu berguna untuk kriteria diagnostik.
Penghancuran trombosit yang dimediasi oleh sistem imun biasanya disebakan oleh Ig G,
terjadi secara idiopatik atau autoimun TTP. Setelah transfusi purpura dan heparin
menyebabkan terjadinya trombositopeni.
Paroxismal nocturnal hemoglobinuria adalah suatu penyakit stem sel dimana produksi
trombosit berkurang dan trombosit digunakan oleh formasi trombus yang tidak cocok,
sehingga menimbulkan trombositopenia.
Transfusi trombosit berguna jika trombositopeni yang sangat besar mengkomplikasi
hemosatasis pada kasus bedah, sebagai aturan, transfusi 6 -10 unit akan meningkatkan jumlah
trombosit 17.000 – 31.000
4
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Trombositosis terjadi akibat reaksi dari beberapa rangsangan, trombositosis primer
merupakan kelainan myeloploriveatif yang kadang tejadi berhubugan dengan polisitemia vera
atau kelainan myeloproliferativ lainnya.
Komplikasi trombotik juga bisa terjadi terutama pada pasien usia lanjut. Sangat
penting mengenal dini pasien dengan kelainan ini untuk mengetahui resiko tindakan bedah,
khususnya jumlah trombosit lebih dari 1.500.000/mm3. Penurunan jumlah trombosit dengan
myelosupresive terapi adalah pengobatan yang efektif dan hal ini dianjurkan sebelum
tindakan bedah apapun. Aspirin hanya digunakan ketika komplikasi trombotik dominan, dan
penggunaanya bisa menimbulkan pendarahan katatropik.
Kelainan hemostatik sering terjadi pada trombositosis sekunder, pada pasien bedah
sering dijumpai setelah splenektomy. Karena ketakutan tehadap trombosis, banyak para ahli
memberikan terapi jika trombosit > 1.000.000/mm3, dimana dengan mengunakan
antitrombosit komplikasi jarang terjadi, kecuali pada pasien dengan anemia hemolitik.
Trombosit Granul, Receptor, dan Sistem Kontraktil Intrinsik
Granula sitoplasmik terdiri dari kira – kira 20 % volume trombosit. Secara
morphology dibagi menjadi 2 tipe utama, alfa granula dan dense granula. Alfa granula adalah
yang paling banyak jumlahnya. Isi dari trombosit yaitu protein spesifik, faktor koagulasi dan
protein lain. Dense granula terdiri dari ATP, ADP, GTP, GDP, pyrophospat, orthopospat,
calsium dan serotonin. Meskipun sebagian besar isi dari granula trombosit berasal dari
megakariocyte, serotonin diserap oleh trombosit dari sel enterokromafin pada usus dan
5
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
disimpan dalam dense granula, dan beberapa unsur pokok dari alfa granula disintesa dalam
trombosit.
ADP yang dilepaskan oleh dense granula merangsang perubahan bentuk trombosit dan
agregasi. Hal ini mengharuskan trombosit untuk mensintesa prostaglandin dan ini dihambat
oleh aspirin. Faktor pertumbuhan juga dilepaskan oleh trombosit.
Reseptor pada membran trombosit membentuk bagian yang kritis pada mekanisme
hemostasis. Trombosit agonis seperti trombin, terikat pada reseptor spesifik pada permukaan
trombosit. Efek akhir dari stimulus trombosit agonis muncul sebagai peningkatan kalsium
intra seluler.
Perkiraan Koagulasi Invitro
Untuk mengukur koagulasi invitro, PT dan PTT digunakan sebagai screening tes
untuk kelainan dari proses koagulasi dan untuk memonitor terapi antikoagulan. Test ini
adalah relatif dan umumnya tidak memanjang kadar factor menurun dibawah 30% dari nilai
normal.
Pada tes PT, campuran antara kalsium dan tromboplastin ditambahkan kedalam darah
yang sudah berisi citrat, dan waktu pembekuan bisa dinilai. Hal ini disebut jalur koagulasi
ekstrinsik ( karena jaringan tromboplastin, faktor ekstrinsik dari darah harus ditambahkan ).
PT memanjang pada penurunan factor VII, Faktor V, prothrombin dan fibrinogen. Dalam
klinik digunakan ntuk memonitor obat tipe coumarin.
PTT mengukur jalur intriksik yang lambat. PTT sering digunakan untuk memonitor
anti koagulan dengan heparin.
Antikoagulant lupus adalah antibodi antikardiolipin yang didapat yang menimbulkan
pemanjangan PTT dengan menghambat aktivitas phospolidipid yang digunakan pada tes ini.
Pendarahan klinik jarang terjadi. Pada pemulaannya digambarkan pada pasien SLE, anti bodi
kemudian dijumpai pada penyakit autoimun, berhubungan dengan penggunaan obat, infeksi
akut dan pasien dengan neoplasma.
TT ( Thrombine Time ) mengukur thombin yang diconversi dari fibrinogen menjadi
fibrin dan memanjang pada penurunan fibrinogen atau karna adanya bentuk yang tidak
normal dari fibrinogen atau antikoagulasi sirkulasi, temasuk Fibrin Degradation Products
(FDPs), tes ini berguna untuk hipofibrinogenemia.
6
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Gambar 3. overview the coagulation cascade
Kelainan Coagulasi Cascade
Pada kelainan koagulasi kongenital, faktor pembekuan individual diproduksi dalam
jumlah yang rendah atau dalam bentuk yang abnormal. Hal ini dikelompokkan menurut faktor
yang bekurang atau abnormal ( mis. Fc VII pada Hemofili A). Kadar faktor sangat jelas
dibawah normal sebelum screening tes , seperti PT dan PTT yang memanjang. Pengaruh
pada tiap individu berbeda dalam beratnya masalah perdarahan yang terjadi, tergantung
berapa jumlah factor yang ada atau seberaba abnormal faktor tersebut. Misal pada hemofili A,
PTT normal hingga faktor VIII dibawah 30% dari nilai normal. Riwayat keluarga dengan
pendarahan spontan, khususnya pendaran sendi, jarigan lunak dan rongga tubuh, atau riwayat
pendarahan abnormal setelah tindakan bedah atau trauma merupakan suatu petunjuk.
Ketika tindakan bedah harus dilakukan pada seorang individu dengan kelainan
koagulasi, terapi pengganti berpedoman kepada kadar serum faktor. Pada hemofili A dan
kebanyakan kelainan lain, kadar faktor harus mencapai 100 % sebelum tindakan bedah elektif
dan dipertahankan pada 40% dari nilai normal hingga drain dan jahitannya dilepas.
Pasien dengan Hemofili B akan menimbulkan komplikasi trombotik > 50% dan tidak
boleh dibiarkan lebih dari kadar tesebut. Penting untuk diketahui kadar faktor untuk setiap
kelainan dan mengikuti kadar faktor tersebut.
Pada beberapa kelainan, penyembuhan luka tertunda, hal ini harus diantisipasi dan
jahitan dibiarkan lebih lama. Zat hemostatik lokal dan pengikat fibin mungkin berguna, tapi
tidak bisa menggantikan hemostasis yang lebih teliti.
Hemofili A ( FC VIII defisiensi ), adalah kondisi resesive genetik dan ini paling sering
terjadi diantara kelainan koagulasi kongenital lainnya. Terjadi kira – kira 1 dari 10.000
kelahiran, dan kira – kira 80% dari semua kelainan kekurangna faktor pembekuan.
Manifestasi klinik berhubungan dengan jumlah faktor VIII. Pasien dengan faktor VIII > 5%
7
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
jarang terjadi pendarahan spontan, tapi akan terjadi masalah pendarahan setelah trauma atau
tindakan bedah.
Hemofili B dijumpai ketika terjadi pemanjangan waktu pendarahan dari seorang
penderita hemofili sedang diteliti. Manifestasi klinik sama, namun biasanya kadar PT normal
dan PTT memanjang. Bagaimanapun juga pemanjangna PTT terjadi kadar faktor IX < 30%
normal.
Defisiensi faktor V herediter ( Parahemofili ), faktor VII dan faktor X. Faktor XI juga
bisa terjadi, namun sangat jarang, biasanya diturunkan oleh gen autosomal resesive.
Faktor XII menyebabkan PTT memanjang. Namun, jika tidak dijumpai sama sekali
faktor XII. Juga tidak menimbulkan pendarahan abnormal. Biasanya pasien dengan
penurunan faktor XII muncul tanpa gejala. Dan teridentifikasi pada saat pemeriksaan PTT.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan peeriksaan khusus factor XII dan tidak ada penanganan
yang harus dilakukan. Pendarahan abnormal juga tidak terjadi setelah pembedahan.
Perikalikrein defisiensi dan defisiensi produksi HMWK, hampir sama dengan dengan
defisiensi faktor XII, dimana tidak muncul gejala meskipun PTT memanjang.
Beberapa penyakit kongenital dengan penurunan faktor pembekuan yang
berkombinasi sudah pernah ditemukan. Sebagiannya disebabkan karena penurunan enzym
sistem karboxilasi dependent vitaminK. Mekanisme dari gejala lain tidak diketahui.
Sel endotel dan regulation dari koagulasi
Sel endotel membentuk barrier yang bersambung yang dan mempertahankan bentuk
cair dari darah. Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg, permukaan sel endotel total
mencapai 1.000 m². Lebih dari barrier pasif yang simpel, sel endotel mengatur respon
hemostatik dengan beberapa mekanisme.
Aliran darah pada pembuluh yang normal adalah laminar, dengan aliran darah yang
tercepat pada bagian tengah saluran. Eritrosit dan element dengan bentuk yang lebih besar
berada pada bagian tengah saluran. Trombosit ditemukan pada permukaan yang bergerak
lebih lambat yang berdektan segera endotelium. Pada sirkulasi mikro, rasio dari sel endotel
terhadap trombosit dapat mencapai 1:1, dan hambatan yang bermakna pada fungsi trombosit
oleh PGI2 dan unsur lain yang dikeluarkan oleh sel endotelial terjadi . Stasis, elemen pertama
dari virchow triad, terjadi lebih sering pada pembuluh darah yang lebih besar, seperti vena
pada betis. Disini, aggregates trombosit dapat terbentuk dan aktifasi transien dari enzim
koagulasi dapat terjadi. Pembentukan kembali dari aliran darah membubarkan dengan cepat
8
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
aggregates ini. Regio dari aliran darah yang abnormal, seperti bifurkasi dan stenosis,
menghasilkan turbulance yang dapat menghasilkan kerusakan sel endotelial dan trombosis.
Sel endotelial pada matrik subendotelial. Bentuk endotelium yang sehat secara fungsi
terlihat melapisi, resisten terhadap aggregation dari trombosit, over the thrombogenic
subendothelium. Sel endotelial disatukan, oleh adhesi molekul interseluler, yang membentuk
tight junctions dan membatasi permeabilitas dari endotelium terhadap plasma dan sel. Sel
yang secara normal melewati dinding kapiler, seperti neutrofil, monosit, basofil, dan eosinofil,
first adhere to sel endotel adhetion moleculs oleh reseptor khusus lalu melewati diantara sel
endotelial. Trombosit mungkin memiliki perann penting untuk/pada mempertahankan
integritas kapiler. Thrombocytopenia berhubungan dengan peningkatan fragility dari kapiler
dan meningkatkan permeabilitas terhadap eritrosit dan partikel karbon. Matrik subendotelial
terdiri kolagen, elastin, fibronektin, trombospondin, vitronectin, mukopolisakarida (heparan
sulfat, dermatan sulfat, chondroitin sulfate), laminin, vWF, dan substansi lain. Substances ini
menghasilkan stabilitas mekanis dan berperan dalam pelekatan dari sel endotelial dengan
dasar membran. Sel endotelial dan dasar membran (subendotelium) merpakan intima
pembuluh darah besar. Subendotelium provides menghasilkan penahan mekanis tambahan
terhadap kehilangan darah setelah kecelakaan dan beraksi sebagai stimulus yang potensial
dalam aggregation dari trombosit. Hal penting dari subendotelium yaitu mempertahankan
integritas kapiler yang ditekan oleh defesiensi vitamin C dimana kolagen abnormal terbentuk
pada endotelium dan menghasilkan petechial bleeding (petece) dispite (selain) fungsi normal
trombosit.
Intact sel endotelial merupakan nontrombogenik dan, terutama pada sirkulasi mikro
dimana rasio permukaan sel endotelial terhadap darah sangat tinggi, substances sekresi yang
menghambat dan dapat menyebabkan deaktifasi trombosit. Mungkin yang sangat penting
pada inaktifasi trombosit substances adalah PGI2. pada konsentrasi yang rendah, PGI2 terikat
pada reseptor trombosit khusus dan mestimulasi adenylate cyclase, meningkatkan trombosit
cAMP
Sistem Fibrinolitik dan Penyembuhan
Tujuan utama dari sistem fibrinolitik adalah untuk membatasi pembentukan thrombus
pada sisi luka, juga melarutkan pembekuan selama penyembuhan luka, sehingga timbul
rekanalisasi pembuluh. Sistem ini diatur oleh rangkaian aktivator dan inhibitor. Jika aktivitas
9
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
fibrinolitik tertekan, trombotic diathesis bisa tejadi. Sebaliknya, overaktivitas sistem ini
menimbulkan pendarahan.
Plasminogen dan Plasmin.
Pecahnya ikatan peptida tunggal, merobah plasminogen menjadi plasmin, Bentuk aktif
dari enzym. Plasmin bisa menurunkan fibrin dan fibrinogen. Plasminogen disintesa di hati.
Kelainan kongenital displasminogenemia atau hipoplasminogenemia jarang terjadi
dan ini dihubungkan dengan trombotic diathesis.
Zat plasminogenik, EACA dan AMCA, menghambat fibrinolisis melalui kompetisi
pengikatan plasminogen. Sehinga tidak terjadi ikatan. Plasminogen dan fibrin menjadi pecah.
AMCA lebih kuat dari EACA dan lebih sedikit disekresi di ginjal.
Plasminogen Aktivator
tPA dan uPA ( urokinase type plasminogen aktivator ) dua - duanya memecahkan
plasminogen dan menghasilkan plasmin. tPA dihasilkan oleh sel endotelial dan dilepaskan
kedalam sirkulasi. Konsentrasi lokal yang tinggi dari trombin dan kondisi venas stasis
menstimulasi pelepasan tPA. Hal ini lepaskan dengan cepat oleh hati. tPA teikat kuat dengan
fibrin, dan membawanya ke ikatan fibrin plasminogen dan meningkatkan aktivasi enzymatik
tPA. tPA menghasilkan plasmin kedalam trombus dengan sedikit aktivator sirkulasi plasmin
uPA ditemukan dalam jumlah tebatas dalam darah. Urokinase adalah salah satu uPA
yang bertanggung jawab tehadap aktivator fibrinolitik dalam urine. uPA mengurangi aktivitas
tPA dan tidak menunjukkan aktivitas enzymatik yang besar tehadap plasminogen dalam
munculnya fibrin. Urokinase sangat efektif sebagai zat trombolitik, tidak ada efek hemostasis.
Streptokinase, glikprotein yang dihasilkan oleh streptokokus beta hemolitikus, bukan enzym
proteolitik dan tidak mengubah plasminogenogen menjadi plasmin, malahan dia bergabung
bersama plasminogen, dan gabungan ini biasanya mengaktifkan molekul plasminogen
lainnya. Afinitas streptokinase tehadap protein sangat rendah. Seperti uPA, streptokinase
tidak selektif untuk ikatan fibrin plasminogen karena streptokinase bukan human protein, dia
bisa menimbulkan alergi ( demam )
sistim aktivator intrinsik plasminogen diawali dengan kontak dengan faktor XII
dengan permukaan. Faktor XII mengubah prekalikrein menjadi kalikrein yang meningkatkan
10
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
aktivitas uPA. Dengan demikian aktivasi intriknsik sistem koagulasi in vivo juga
mengaktifkan fibrinolisis. Plasmin aktivates factor XII membentuk sistem yang kuat.
Penghambat fibrinolitik
Penghambat fibrinolitik utama adalah alfa 2 anti plasmin dan PAI. Alfa 2 anti plasmin
terikat dengan kuat pada sirkulasi plasmin, dan menginaktifkannya, mencegah fibrinolik
dalam sirkulasi darah. Dengan adanya trombus, situasi menjadi lebih komplek. Selama
pembekuan darah, jumlah yang kecil dari alfa 2 antiplasmin dimasukkan kedalam lubang
fibrin dan terikat kembali dengan fibrin sebagai faktor XIIa, menstimulasi ikatan fibrin.
Karena alasan ini pembekuan yang matang, dimana fibrin cross linked telah tejadi lebih
resisten tehadap plasmin dibandingan dengan trombus segar.
PAI-1 disintesa oleh sel endotel dan dilepaskan ke dalam darah dan matrix ekstrasel.
Ini adalah salah satu dari mediasi fase akut reaktan, sehingga sintesa dan pelepasan PA-1 bisa
terjadi karena respon tehadap berbagai rangsangan termasuk endotoxin bakteri. PA-1 terikat
dengan penghambat tPA. Mencegah pecahnya plasminogen menjadi plasmin dan
menghambat fibrinolisis. PAI-1 meningkat pada pasien dengan MIA dan peningkatan PAI-1
bisa mewakili abnormalitas tebanyak dari sitem hemostasis yang menunjang trombosis. PAI-2
bisa diisolasi dari epitel trofoblas plasenta
Hipofibrinolisis atau aktivasi patologic dari mekanisme fibrinolitik tejadi dalam
respon stres berat atau heat stroke dan behubungan dengan neoplasma. Pada saat ini lebih
sering terjadi karena efek samping dari terapi fibrinolitik.
11
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Agen fibrinolitik dalam praktek klinis
Dalam beberapa situasi, lisis dari trombus pada arteri asli atau buatan, mungkin
merupakan satu – satunya alat terapi yang diperlukan untuk revaskulaisasi iskemia jaringan
yang berat. Bagaimanapun juga pada banyak kasus, hal ini hanya memperbaiki untuk
sementara waktu.
Antikagulan sistemik oleh heparin sering digunakan untuk menurunkan resiko
trombosis yang behubungan dengan kateter atau retrombosis.
Waktu lisis euglobulin digunakan untuk mengevakuasi fibrinolisis sistemik dan
dipercaya untuk menggambarkan level aktivator plasminogen. Fraksi euglobulin secara relatif
membebaskan inhibitor fibrinolisis.
Plasminogen, fibrinogen atau FDPs bisa dihitung secara langsung. Banyak komplikasi
pendarahan behubungan dengan terapi fibrinolitik, tejadi ketika kadar fibrinogen < 500 – 100
mg/dl. Infus trombolitik harus dikurangi sampai 50% jika kadar fibrinogen < 150 mg/dl, tidak
dilanjutkan jika <100 g/dl, dan FFP harus disiapkan sebagai profilak untuk melengkapi
kembali fibrinogen jika kadarnya < 80 mg/dl.
Agen fibrinolitik dikontraindikasikan jika komplikasi pendarahan yang fatal terjadi,
sepeti pendarahan intra kranial,kehamilan atau pada trauma liver dan ginjal.
Kelainan Komplek Hemostasis dan Trombosis
Pada kelainan komplek terdapat keabnormalan lebih dari satu komponen mekanisme
hemostasis, DIC dan kelainan pendarahan yang berhubungan dengan uremia, penyakit hati
dan transfusi multiple sering dijumpai pada praktek bedah
Disseminated Intravaskular Coagulation
DIC adalah manifestasi pokok dari proses penyakit. Dibagi menjadi akut dan kronis.
Gambaran klinis didominasi oleh pendarahan atau trombosis. Beberapa kondisi yang bisa
menimbulkan atau berperan dalam DIC terlihat pada tabel berikut
12
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Uremia
Uremia bisa menyebabkan gangguan pendarahan yang komplek yang ditandai dengan
fungsi trombosit yang abnormal dan meningkatnya dialisis. Pada beberapa pasien
trombositopeni terlihat jelas. Bagaimanapun juga transfusi ptrobosit tidak efektif dan cepat
menjadi abnormal. Perlekatan trombosit ke sub endotelia terganggu, meskipun jumlah total
vWF sirkulasi normal.
Sintesa trombosit tromboxan A2 menurun, trombosit uremik memiliki konsentrasi
serotonin ,ADP, vWF dibawah normal.
Peningkatan jumlah cAMP dan kalsium intraselular juga terlihat, defek tambahan
terlihat pada endotel. PGI2 endotel meningkat dan secara paradok kadar vWF meningkat.
Fibrinogen dan beberapa faktor pembekuan bisa menurun, anti trombin, protein C menurun
dan sistem fibrinolitik terganggu, mungkin akibat penghambat sirkulasi.
Penanganan utama pada pendarahan uremia adalah dialisis yang kuat dan meningkat
kan hematokrit. Efek dialisis terjadi selama 2 – 3 hari, infus cryoprecipitate juga bisa
memperbaiki pendarahan, seperti desmopresin (DDAVP) yang merupakan sintesa anolog
vasopresin.
13
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Penyakit Hati
Penyakit hati yang berat menghasilkan coagulopati melalui beberapa mekanisme
sintesa semua faktor koagulasi, kecuali faktor VIII. Penurunan intake oral, malabsorbsion atau
obstruksi, dapat menghasilkn defisiensi vitamin K, faktor dependent prokoagulan dan
antikoagulan. Sintesa fibrinogen bekurang pada pepnyakit hati yang berat, dan sering
dihasilkan fibrinogen yang abnormal. Hypofibrinogenemia ini mempengaruhi fungsi
trombosit. Trombositopeni biasanya dijumpai pada pasien dengan hipertensi portal dan
hipersplenisme sekunder.
Hepatic clearance dari substansi partikel, termasuk macroaggregate, pada aliran
darah berkurang. Endotoxin yang diserap dari lambung sangat sedikit dibersihkan dari
sirkulasi portal dan dapat menyebar pada sirkulasi sistemik. Dapat terjadi DIC derajat rendah
yang kronik. Lemahnya pembersihan hati dari plasminogen aktifator menghasilkan
fibrinolisis sistemik.
Peritoneovenous shunting pada asites (LeVeen atau Denver shunt) menyebabkan
infusi langsung dari materi koagulan ke dalam sirkulasi vena, dan juga memicu DIC.
Perawatan dari kelainan multifaktor ini melibatkan penggantian faktor pembekuan darah
dengan FPP, cryoprecipitate, dan vitamin K.
Myeloma Multiple dan Keganasan Darah Lain.
Ahli bedah mengetahui pasien dengan plasma sel discrasia dan keganasan darah lain
cenderung untuk terjadi pendarahan. Pada myeloma multiple, vWF yang didapat dan
penurunan faktor X pernah dilporkan. Mekanisme pasti dan implikasi pada hemnostasis bedah
masih dipelajari.
Dasar Hematopoeitik
Bentuk elemen darah ( eritrosit, granulosit, limfosit dan trtombosit ) berasal dari stem
sel pluripotent, yang bentuknya tidak dapat dibedakan. Stem sel ini mampu mereplikasi
dirinya sendiri untuk membentuk sel baru yang berbeda. Dalam suatu proses yang disebut
“death by differentiation “, turunan dari stem sel mengalami perubahan yang progresive. Sel
ini kehilangan kemampuan untuk berproliferasi,
Stem sel awalnya mengalami perubahan menjadi limphopoetik atau sel induk
hematopoeitk, selanjutnya juga mengalami perubahan menjadi sel induk granulosit ( netrofil,
basofil, eusinofil ), dan eritrosit.
14
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Awal pembemtukan darah terjadi di yolk sac embrio ,pada bulan kedua kehidupan
janin , hati merupakan organ hematopoitik utama. setelah bulan kelima kehamilan proses
hematopoitik mulai terjadi di sum sum tulang.
Eritropoeisis
Usia eritrosit kira – kira 120 hari, untuk mempertahankan hct normal, sum sum tulang
harus memproduksi 3 x 104 sel darah merah atau retikulosit setiap harinya. Respon sum sum
tulang memerlukan lingkungan yang terstruktur, pelopor eritrosit yang sensitif terhadap
eritropoeitik, suplai zat besi yang optimal, kadar yang baik untuk fungsi EPO. Gangguan
fungsi hati setiap komplemen ini bisa menurunkan produk sel darah merah dan menyebabkan
anemia.
EPO adalah glikoprotein hematopoitik faktor yang secara primer merangsang
precursor eritroid, tapi mempunyai efek terhadap megakariocyte. Pada janin hati adalah
sumber utama EPO, setelah kelahiran >90% EPO diproduksi di ginjaldan 10 % yang
diproduksi hati.
Anemia prematur mungkin berhubungan dengan kegagalan produksi dari hati dan
ginjal.
Produksi EPO meningkat pada pasioen hipoxia yang disebabkan anemia, hypoxemia,
ischemia dan Hb yang abnormal. Nilai normal EPO kira – kira 10 – 20 u/L
15
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Resiko Transfusi Darah.
Reaksi Transfusi
Reaksi dari transfusi RBC allogenik mencakup reaksi transfusi, penyakit yang
ditularkan melalui transfusi, imunomodulasi. Reaksi transfusi bisa dibagi menjadi 3 kelompok
; akut intravaskular imunohemolitik reaction dari compatibility ABO, reaksi imunohemolitik
yang tertunda, dan reaksi demam. Reaksi terjadi pada kira – kira 5% resipien. Reaksi
hemolitik fatal 1:1000.000, no fatal dan reaksi demam 1: 25.000. untungnya kebanyakan
antigen dalam kelompok darah adalah imunologik yang lemah. ,<1 % pasien yang mendapat
transfusi RBC akan membentuk antibodi sendiri.
Penyakit yang Ditularkan Melalui Transfusi
Darah bisa membawa dan menularkan penyakit virus, parasit, riketsia, dan bakteri.
Perkiraan resiko terjadinya penyakit akibat transfusi darah bervariasi tergantung kepada
banyak faktor, termasuk organisme, faktsor resiko pada pasien dan screening proses yang
digunakan, bahkan suku bangsa.
16
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
17
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Banyak penyakit lain yang bisa ditularkan melalui transfusi darah, termasuk malaria,
capas disease, Q fever, dan lyme disease, dan lain – lain. Transfusi darah yang telah
terkontaminasi bisa menyebabkan sepsis bahkan kematian.
Seorang ahli bedah harus ingat bahwa darah transfusi sangat berpotensi untuk
menularkan penyakit onfeksi, meskipun usaha terbaik sudah dilakukan , jika diberikan
transfusi tetap ada kemungkinan resiko untuk tertular penyakit melalui transfusi. Zat yang
bisa menon aktifkan bakteri dan virus akan menjadi masalah berat dimasa yang akan datang
yang harus dicarikan jalan keluarnya.
Tranfusi pada Kehilangan Darah Akut
Para klinisi telah menggunakan dua metode terhadap klasifikasi kehilangan darah,
dimana pada pendarahan dibagi dalam tiga klass yang didasarkan pada angka kehilangan
darah. Pendarahan hebat didefinisikan sebagai suatu dasar dari kehilangan darah dalam
jumlah besar pada 150ml/min yang dapat berperan penting terhadap kehilangan sebagian
volume darah dalam 20 menit. Pasien ini relatif mudah untuk mengenal bagian tanda klinis
pada shock seperti hipotensi dan takikardi. Sayangnya sistem ini tidak begitu berguna
18
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
terhadap identifikasi pasien dengan perdarahan yang tidak begitu hebat. Untuk alasan ini,
klasifikasi pada shock perdarahan didasarkan pada yang digunakan pada saat ini.
Klass I perdarahan merupakan pertimbangan terhadap hilangnya total volume darah
yang lebih dari 15% dan merupakan manifestasi klinis pada denyut nadi normal, tekanan
darah, dan tekanan nadi tanpa merubah tanda perfusi jaringan. Pada perdarahan klass II (15%
- 30% kehilangan volume darah), dimana kecepatan nadi meningkat dan tekanan darah
sistolik normal, akan tetapi berkurangnya tekanan nadi dalam respon terhadap vasokontriksi
dan takikardi, yang mana mengimbangi terhadap perfusi yang menurun. Pasien dengan
pendarahan klass III (30% sampai 40% kehilangan darah) menimbulkan takikardi sebanyak
120 denyut/min, menurunnya tekanan darah sistolik dan tekanan nadi memperlambat
pengisisan kembali pembuluh darah kapiler, serta adanya peningkatan pernafasan secara
progresif. Keluarnya urine berkurang, sehingga pasien merasa tidak nyaman dalam kondisi
ini. Pada pendarahan klass IV (lebih besar dari 40% kehilangan darah), tanda klinis berupa:
shock, takikardi, hipotensi, oliguria, dan kelesuan ataupun koma. Penilaian secara klinikal
pada shock perdarahan hebat biasanya nyata.
Indikasi primer terhadap tranfusi darah dan produk darah pada trauma atau pasien
dengan kondisi pembedahan emergency berupa shock dari kehilangan darah yang tiada henti
19
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Tranfusi masif (menyeluruh)
Tranfusi masif biasanya didefinisikan sebagai tranfusi yang mempunyai volume darah
yang banyak dalam 24 jam. Bagaimanapun juga dalam kondisi trauma volume darah ini
diambil dalam kurun waktu yang singkat, dimana kehilangan darah berada antara 30% dan
50% dari total volume darah yang didefinisikan sebagai pendarahan masif. Hal yang penting
dari definisi tranfusi masif adalah pemahaman terhadap prinsip pertukaran darah serta konsep
pengenceran koagulopati. Cara kerja pada tranfusi darah meramalkan bahwa hampir 37% dari
sisa volume darah semula mengikuti kehilangan volume darah tunggal (10 unit dalam 70 kg
berat badan orang dewasa). Dua atau tiga kali pertukaran volume darah menyisakan faktor
koagulasi dan platelet yang akan menurun sampai ke level 15% dan 5% secara berturut-turut.
Tidak mengherankan lagi, jika pasien trauma menerima tranfusi masif mudah terkena
kelainan perkembangan koagulasi.
Menurut para ahli bedah faktor koagulasi dan penipisan platelet tidak lazim berasal
dari pendarahan intraoperatif. Hipothermia merupakan sebagai faktor kontribusi. Hal ini sukar
untuk menghubungkan secara langsung pengamatan klinis pada pendarahan dengan
perpanjangan pada PT dan aPTT yang berdasarkan pada bahan reaksi dan suhu. Tes
koagulasi yang dilakukan secara rutin pada suhu 37 derjat Celcius daripada suhu invivo
pasien sebenarnya, tes koagulasi normal tetap dapat dimasukkan sebagai tanda klinikal pada
koagulopati. Hasil dari tes normal dalam penetapan ini menyarankan bahwa faktor
penggumpalan darah yang tersedia cukup untuk koagulasi jika normothermia telah diperbaiki.
Pengenceran koagulopati mungkin keliru atau memperburuk perkembangan pada DIC.
Berdasarkan penetapan tranfusi masif DIC telah dilaporkan terhadap kejadian dalam 5%
sampai 30% dari pasien yang trauma dan telah dihubungkan dengan angka kelahiran dan
kematian yang hampir 70%. Luka jaringan dan hemolisis dengan membebaskan citokin dan
jaringan tromboplastin kedalam sirkulasi yang menyebabkan aktivasi langsung pada kedua
koagulasi dan sistem fibrinolitik, yang hasilnya berada dalam DIC sederhana. Pada saat ini,
tes laboratorium dapat digunakan sebagai konfirmasi atau meniadakan diagnosa terhadap
DIC. Bagaimanapun juga kombinasi pada jumlah platelet dan fibrinogen yang sedikit,
tingginya D-dimer, dan adanya monomer fibrin yang pecah dalam kontek kondisi pasien
merupakan indikasi dari DIC.
Faktor koagulasi dan platelet dapat diganti oleh infus FFP atau platelet. Darah
Allogenik disimpan untuk mempertahankan level yang cukup terhadap semua faktor
koagulasi yang dibutuhkan untuk mencegah pendarahan terkecuali faktor V dan VIII yang
20
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
mengurangi kelebihan waktu, jika tersedia, jumlah darah yang didapat melalui ANH dapat
digunakan untuk perbaikan faktor koagulasi dan platelet.
Alternatif untuk Darah Allogenik
Donor Darah langsung
Pasien yang terhitung kuat untuk pendonoran, tetap tidak kuat untuk tranfusi
allogenik, dikarenakan sifat allogenik dari darah tesebut. Donor darah langsung meningkatkan
resiko yang signifikan, termasuk penyakit-penyakit karena penularan dan GVHD.
Penggunaan donor darah langsung berkemungkinan dapat diterima untuk pengaturan-
pengaturan yang spesifik, seperti kelahiran, atau operasi pediatri, tetapi secara keseluruhan,
perlu diberitahukan manfaat dan kegunaannya serta menginstruksikan kepasien mengenai
kemungkinan bahaya tersebut.
Autologus Predonasi
Autologus Predonasi adalah suatu tindakan yang terbukti dapat mengurangi
ketergantungan akan darah allogenik, yang banyak terdapat pada studi variasi prosedur
operasi. Kesuksesan Autologus Predonasi tergantung pada: (i) waktu donasi yang memadai,
(ii) level Hb lebih tinggi dari 11,0 g/dl, (iii) penyakit menular pada pasien tidak ada,
aortistenosis yang kuat atau angina aktif, (iv) pemilihan pasien yang pantas berdasarkan
antisipasi kehilangan darah dan tranfusi darah yang dibutuhkan, (v) kerjasama antara pasien
dan dokter.
Pasien yang ideal untuk predonasi adalah yang telah diantisipasi membutuhkan tranfusi darah
2 minggu atau lebih sebelum operasi untuk donasi dilakukan. Kemungkinan kontraindikasi
untuk predonasi, termasuk sejarah gagal jantung, penyakit valvular, infark myokard terakhir,
angina, disritmias, hipertensi karena penggunaan obat-obatan tertentu secara bersamaan,
seizures, atau penyakit celebrovaskular. Peningkatan insiden karena reaksi-reaksi tertentu
biasanya diakibatkan donor yang berusia dibawah 17 tahun, berat kurang dari 110 lb, berjenis
kelamin wanita dan memiliki sejarah reaksi sebelumnya (320). Kenyataannya 10-15% dari
pasien tidak bisa mencapai batas level Hb 11g/dl. Untuk predonasi yang berjenis kelamin pria
dan inisial Hct yang tinggi adalah faktor yang tidak tergantung pada penyelesaian yang
sukses dari 4 unit order. Perawatan dengan kombinasi ulang EPO manusia dapat menjadikan
predonasi dalam penanganan pasien anemik untuk operasi ortopedi.
21
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
Auto Tranfusi
Nilai dari autotransfusi atau collection dan reinfusi dari shed blood (darah pengganti),
untuk mengurangi kebutuhan dari tranfusi darah allogenik telah banyak ditulis dalam analis
retrospektif. Laporan dari ahli bedah yang melakukan autotransfusi pada 20.000 pasien
selama a variety prosedur bedah pilihan menunjukkan penurunan penggunaan darah
allogenik hingga 75% dari seluruh transfusi yang dibutuhkan. Autotransfusi intraoperatif
dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan darah secara langsung, memberikan
antikoagulan dan reinfuse melalui filter, mencucinya dan menginfus produk sel darah merah.
System yang tidak memiliki kemampuan mencuci mengumpulkan shed blood melalui suction
wand yang secara simultan menambahkan heparin ataupun antikoagulan citrate-phospate-
dextrose ke dalam ruang pengumpulan. Darah yang terkumpulkan dikembalikan kepada
pasien melalui filter, yang sangat tergantung atas ini karena hanya filter yang dapat
menyiapkan darah. Filter memiliki kemampuan untuk mengeluarkan debris yang besar, e.g.
bone chip pada beberapa kasus dan materi yang lebih kecil hingga 260 µ, e.g. , fragmen
selluler. Following Penyaringan., darah kotor memberikan gambaran “sel darah merah yang
suspended pada plasma” mengandung trombosit, fibrinogen, faktor pembekuan darah.
Darah yang tidak dibersihkan dapat mengandung vasoactive contaminant, faktor
pembekuan darah yang teraktifasi, FDP’s, dan Hb bebas, dimana semua itu sangat berbahaya.
Bartel’s et al. Menganalisis beberapa perbedaan dalam proses hemostatik, hemolitik,
parameter hematologik autotranfusi dari sel yang dibersihkan versus yang tidak diproses,
shed whole blood selama pembedahan aorta utama pada 32 pasien. Level dari bilirubin, Hb
bebas, laktat dehydrogenase, D-dimers, dan FDP’s secara signifikan tinggi sebelum transfusi
pada seluruh darah dibandingkan dengan cell saver blood. Selain itu, pasien yang menerima
whole blood (darah murni) yang tidak diproses secara signifikan memiliki level sirkulasi yang
tinggi dari produk ini dan D-dimers (penyuram) setelah transfusi. Level serum yang tinggi
setelah operasi dari creatine kinase dan enzim lactat dehydrogenase telah diukur setelah
pemberian infus shed blood dari mediastinum, yang mengarah kepada kemungkinan
misintrepetasi dari enzim ini sebagai bukti dari myocardial infartion (kegagalan jantung)
baru. Reaksi Febrile transfusion dari pasien yang menerima filtered, darah yang tidak dicuci
dapat disebabkan oleh leukocyte-derived vaso aktif contaminant. Pencucian darah murni
mengurangi tetapi tidak seluruhnya menghilangkan leukosit dari the infused product.
Dzick secara menyeluruh reviewed literatur-literatur terakhir yang menuliskan
kontroversi antara perlunya mencuci darah murni tidak sebelum autotransfusi, concluding
22
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
mencuci darah murni is preferable untuk tidak mencucinya. Bagaimanapun juga, dia
menunjukkan bahwa penelitian klinis dari penggunaan darah murni yang tidak dicuci
menunjukkan penggunaannya masih aman under spesifik circumtances. Keamanannya
tergantung pada membatasi pemberian infus menjadi kuantitas kecil, membatasi waktu
pengumpulan dan pemberian infus menjadi 6 jam atau kurang, dan mengurangi toksisitas
dengan menghindari skimming, pengunaan suction wand kedua untuk darah yang tidak cocok
untuk pemberian infus, dan menghindari chemical agents (bahan kimia), sebagai contoh,
hemostatik topikal, dan cairan biologis, contohnya urin.
Sitem yang mencuci dan concentrate sel darah merah memiliki keuntungan yaitu
menyediakan produk yang lebih bersih yang bebas dari kontaminan yang ditemukan pada
darah yang tidak dicuci. Dengan alat ini, darah dikumpulkan dari daerah operasi, disaring,
diberikan antikoagulasi, dan temporarily disimpan pada reservoir. Darah ditransfer ke
centrifuge bowl (mangkuk sentrifugal) yang berputar approximately 5.000 revolusi per menit,
memisahkan sel darah merah dari plasma. Sel darah merah dicuci dan resuspended in saline
untuk attain (mempertahankan, memperoleh) Hct yang berkisar antara 40% hingga 60%
sebelum pemberian infus. Kerugian dari sistem ini termasuk hilangnya komponen plasma,
membutuhkan ahli yang berpengalaman, membutuhkan set up time (waktu penyiapan), dan
harga yang lebih tinggi.
Hemoglobinopathy
Pasien yang menderita hemoglobinopathy dapat mentoleransi ANH, tetapi data yang
terbaca pada RBC survivability pada suhu kamar tidak diketahui. Untuk itu, other blood
conservation method should be used first, kecuali nyawa pasien beresiko dan dia menolak
atau tidak mampu menerima tranfusi dari darah allogenik.
Penyakit Jantung
Penyakit jantung khususnya penyakit jantung iskemik, telah dipertimbangkan sebagai
sesuatu yang relatif atau absolut yang kontraindikasi terhadap ANH. Catatan dari pasien yang
tidak mentoleransi Hb kurang dari 9,0 g/dl tanpa tanda-tanda serangan iskemik menyebabkan
beberapa dokter menghindari prosedur yang ada (359-361).
Didalam pengalaman kami, pasien dengan penyakit jantung iskemik aktif mentolerir jumlah
ANH tanpa masalah. Pengobatan jantung seperti nitrat dan beta-blockers, tahap pertama
23
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
pengobatan untuk iskemik. Melengkapi volume dan sel merah harus dicadangkan untuk tahap
kedua pengobatan. Sekarang si segmen analisis merupakan alat standar monitor untuk pasien
selama pembedahan dan pengobatan. Pasien dengan penyakit hati valvular memiliki masalah
yang komplit dan telah mengganggu monitoring atau dalam perjalanan esophangeal
echocardiography jika ANH dipertimbangkan. Ini adalah kesulitan umum untuk menilai
status volume, dan perubahan dalam diri pasien terhadap penyakit hati valvular. Pengenalan
dari ANH dibawah keadaan seperti ini membuat lebih sulit dan komplek.
Penyakit Ginjal.
Gagal ginjal diperkirakan sebuah kontradiksi dari ANH, karena volume sirkulasi
penyimpanan tidak bisa berjalan dengan efektif selama periode intra operatif untuk pasien
dengan ketergantungan darah ANH karena mereka tidak bisa atau tidak menerima tranfusi
allogenik. ANH dengan kelanjutan veno-veno hemofiltrasi bisa terbentuk (362). Menjaga
aliran darah sama dengan antikoagulasi menghadirkan sebuah masalah untuk ahli anastesi dan
ahli bedah, tetapi umumnya pembedahan jantung dan vaskular dilakukan dengan sukses
dalam kondisi sebagian atau penuh antikoagulan. Pasien dengan pembekuan abnormal,
ukuran pembekuan dalam vitro dengan hormat untuk pasien dengan status pembekuan.
Pada awal dokumentasi asosiasi koagulopaty dengan pendarahan. Kesulitan ini untuk
prediksi hasil efek konservasi darah. ANH sudah tebentuk dalam partuient neonate dan
pasien pediatrik. ANH juga telah berhasil digunakan pada trauma dan pembedahan
emergency lain.
Algorithm atau respon physiologi untuk normovolemik akut.
Kontroversi sebagai akhir dari ANH. Di centre dengan banyak pengalaman dalam
radikal prostatektomy, ANH digunakan untuk mengurangi exposure pasien untuk darah
allogenik (351). Pembersihan darah untuk target Hb 9 g/dl digunakan untuk limit ANH. Kita
lebih suka untuk menggunakan tanda vital pasien sebagai indikator untuk darah terakhir
withdrawal, karena tidak ada kesepakatan sekarang, author yang benar-benar
merekomendasikan mencapai sebuah level untuk pengalaman dan kenyamanan dalam order
untuk berkembang dan guideline singkat untuk yang membentuk ANH. Meskipun rumus
guide untuk klinik ada, hal ini bisa atau tidak bis membuktikan yang berguna dalam setting
ruang operasi. Ikuti rumus umum yang digunakan :
( Hcti - Hctf )
24
Hemostasis, Thrombosis,
Hematopoiesis, dan Tranfusi Darah
ANHv = EBV ----------------
HctAV
Dimana EBV adalah volume estimasi darah, ANH adalah jumlah darah yang terkumpul
melalui ANHv, Hcti dan Hctf adalah yang pertama dan yang terakhir, dan HctAV adalah Hct
rata rata
25