LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II
UJI STABILITAS
NAMA : INA WIDIA
NPM : 260110140034
HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : SENIN, 30 MARET 2015
ASISTEN : ANUGRAH RAHMAWAN
FERSTY ANDINI
LABORATORIUM FARMASI FISIKA II
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
I. ABSTRAK
Kali ini praktikan melakukan percobaan mengenai uji stabilitas,
dimana percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu
dan waktu terhadap stabilitas suatu senyawa. Prinsip yang mendasari
percobaan ini sendiri yaitu Hukum Arrhenius , Laju reaksi dan Titrasi.
Uji stabilitas ini menggunakan metode titrasi asam basa, yaitu NaOH
sebagai titran yang merupakan larutan baku sekunder yang dibakukan
dengn asam oksalat yang merupakan larutan baku primer. Bahan
utama yang diuji yaitu asetosal yang dilarutkan dalam larutan na-sitrat.
Kadar asetosal dihitung dengan adanya pengaruh suhu dan waktu
menggunakan rumus-rumus. Semakin tinggi suhu dan semakin lama
waktu penguraian, maka kestabilan suatu zat akan menurun.
Kata kunci:stabilitas, hukum Arrhenius, laju reaksi, titrasi, suhu,
waktu.
II. ABSTRACT
This time practitioner conduct experiments on the stability test , where
this experiment was to study the effect of temperature and time on the
stability of a compound . The underlying principle of this experiment
itself is the Arrhenius law , the reaction rate and titration . The stability
test using acid-base titration method , NaOH as titrant which is a
secondary standard solution with less standardized oxalic acid which is
the primary standard solution . The main ingredients are tested ,
namely aspirin dissolved in a solution na - citrate. Asetosal levels
calculated by the influence of temperature and time using formulas .
The higher the temperature and the longer the time of decomposition ,
it will decrease the stability of a substance .
Keywords : stability , Arrhenius law , the rate of reaction , titration ,
temperature , time .
III. TUJUAN PERCOBAAN
3.1. Membuat larutan yang mengandung 4% asetosal dan 10% natrium
sitrat.
3.2. Menentukan kadar asetosal dengan berbagai bervariasi suhu dan
waktu tertentu dengan menggunakan titrasi asam basa.
3.3.Memperlihatkan penguraian sediaan farmasi yang disebabkan oleh
kenaikan suhu.
3.4.Meramalkan kecepatan sediaan yang terurai pada suhu penyimpanan
yang biasa (suhu kamar) dengan menggunakan persamaan Arrhenius
dan ekstrapolasi grafik.
IV. PRINSIP PERCOBAAN
4.1.Hukum Arrhenius
Persamaan Arrhenius menyatakan hubungan antara energi aktivasi dan
laju reaksi (Ilmukimia, 2014).
4.2.Raksi Netralisasi
Reaksi yang terjadi anatar pembentukkan garam H2O netral (Ph=7)
hasil reaksi antara H+ dari suatu asam dan OH
- dari suatu basa
(Sumardjo, 2006).
4.3.Azas Le Chatelier
Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan
mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu
menjadi sekecil-kecilnya (Ratna, 2009).
4.4.Laju Reaksi
Laju reaksi dapat dikatakan sebagai penambahan atau pengurangan
konsentrasi zat persatuan waktu (Sukardjo, 2002).
4.5.Titrasi Asam Basa
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi
suatu larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan
tersebut terhadap sejumlah volume larutan yang konsentrasinya sudah
diketahui. Titrasi yang melibatkan reaksi asam basa (Muchtaridi, 2007).
4.6. Pengenceran
Prosedur untuk penyiapan larutan yang kurang pekat dari larutan yang
lebih pekat disebut pengenceran. Dalam melakukan proses
pengenceran, perlu diingat bahwa penambahan lebih banyak pelarut ke
dalam sejumlah tertentu larutan stock akan mengubah (mengurangi)
konsentrasi larutan tanpa mengubah jumlah mol zat terlarut yang
terdapat dalam larutan (Chang, 2005).
4.7.Stoikiometri
Stoikiometri reaksi merupakan pemutusan perbandingan massa unsur-
unsur dalam senyawa pada pembentukan senyawanya (Alfian, 2009).
V. REAKSI
H2C2O4 + 2NaOH Na2C2O4 + 2H2O (Svehla,1990)
VI. TEORI DASAR
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi
setiap orang yang berkaitan dengan bidang kefarmasian, mulai dari
pengusaha obat sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas
menunjukkan bahwa bentuk obat atau sediaan yang dihasilkannya
cukup stabil sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup
lama, dimana obat tidak berubah menjadi zat tidak berkhaziat atau
racun; ahli farmasi harus mengetahui ketidakstabilan potensial dari
obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita harus diyakinkan bahwa
obat yang ditulis atau yang digunakannya akan sampai pada tempat
pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai efek
pengobatan yang diinginkan. Beberapa prinsip dan proses laju yang
berkaitan dimasukkan dalam rantai peristiwa ini:
1. Kestabilan dan tak tercampurkan proses laju umumnya adalah sesuatu
yang menyebabkan ketidakaktifan obat melalui penguraian obat, atau
melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan
kimia yang kurang diinginkan dari obat tersebut.
2. Disolusi, di sini yang diperhatikan terutama kecepatan berubahnya
obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molecular.
3. Proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi beberapa proses ini
berkaitan dengan laju absorpsi obat ke dalam tubuh, laju distribusi
obat dalam tubuh dan laju pengeluaran obat setelah proses distribusi
dengan berbagai factor, seperti metabolisme, penyimpanan dalam
organ tubuh lemak, dan melalui jalur-jalur pengelepasan.
4. Kerja obat pada tingkat molecular obat dapat dibuat dalam bentuk
yang tepat dengan menganggap timbulnya respons dari obat
merupakan suatu proses laju. (Martin,dkk.2008)
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan
dalam membuat formulasi suatu sedian farmasi. Hal ini penting
mengingat suatu sedian biasanya diproduksi dalam jumlah besar dan
memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang
membutuhkan.Obat yang disimpan dalam jangka waktu lama dapat
mengalami penguraian dan mengakibatkan dosis yang diterima pasien
berkurang.Adakalanya hasil uraian zat tersebut bersifat toksik sehingga
dapat membahayakan jiwa pasien.Oleh karena itu perlu diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat
dipilih kondisi pembuatan sedian yang tepat sehingga kestabilan obat
terjaga.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara
lain panas,cahaya,kelembaban,oksigen,pH,mikroorganisme dan bahan-
bahan tambahan yang dipergunakan dalam formula sedian
obat.Sebagai contoh;senyawa-senyawa ester dan amil nitrat seperti
anvil nitrat dan kloramfenikol merupakan zat yang mudah terhidrolisis
dengan adanya lembab.Sedangkan vitamin C sangat mudah sekali
mengalami oksidasi.Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat
dapat dilakukan melalui perhitungan kinetika kimia.Cara ini tidak
memerlukan waktu lama sehingga cukup praktis digunakan dalam
bidang farmasi. (Tim Penyusun. 2009)
Beberapa macam stabilitas sediaan formulasi (obat) :
Stabilitas kimia : jaminan mutu zat aktif dalam sediaan memiliki
sifat kimia dan potensi seduai dengan persyaratan (farmakope)
Stabilitas fisik : jaminan mutu zat aktif dalam sediaan memiliki
sifat fisik, kelarutan, warna dan lain-lain, tetap sampai waktu
tertentu
Stabilitas mikrobiologi : jaminan mutu bahwa sediaan obat
menjamin sterilitas dan resistensi terhadap mikroorganisme masih
memenuhi syarat, bahwa pengawet masih bekerja efektif dalam
batas tertentu
Stabilitas farmakologi : jaminan bahwa obat menunjukkan
aktifitas terapi yang baik dan tidak menunjukkan efek toxik yang
menonjol
(Sukmadjaja, tanpa tahun)
Tujuan utama dalam penggunaan uji stabilitas :
Untuk memilih teknik formulasi dan sistem penutupan wadah yang
sesuai (berdasarkan stabilitas)
Untuk menentukan masa edar dan kondisi penyimpanan
Untuk menegaskan masa edar yang telah ditetapkan
Untuk membuktikan bahwa tidak ada perubahan yang terjadi dalam
formulasi atau proses pembuatan yang dapat memberikan efek
merugikan pada stabilitas obat
(Manurung dkk, 2007)
Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat di
dalam larutan. Titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan larutan
tersebut dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Reaksi ini
dilakukan secara bertahap (tetes demi tetes) hingga tepat mencapai titik
stoikiometri atau titik setara. Ada beberapa macam titrasi bergantung
pada jenis reaksinya seperti titrasi asam basa, titrasi permanganometri,
titrasi argenometri, dan titrasi iodometri. Dalam titrasi asam basa zat-zat
yang bereaksi umumnya tidak berwarna sehingga tidak diketahui kapan
titik stoikiometri diketahui. Oleh karena itu digunakanlah indikator
asam basa sebagai penunjuk tentang perubahan pH dari suatu larutan
asam atau basa. Indikator bekerja berdasarkan perubahan warna pada
rentang pH tertentu. Terdapat beberapa indikator yang memiliki trayek
perubahan warna cukup akurat akibat pH larutan berubah, contohnya
indikator fenolftalein (Sunarya dkk, 2007).
VII. ALAT DAN BAHAN
7.1.Alat :
Bulb Pipet
Buret
Corong
Erlenmeyer
Gelas Kimia
Gelas Ukur
Labu Ukur
Pipet
Pipet volume
Penangas Air
Statif
7.2.Bahan :
Air
Asam oksalat
Asetosal
Fenolftalein
Natrium hidroksida (NaOH)
Natrium sitrat
7.3.Gambar Alat :
Bulb pipet Buret Corong
Erlenmeyer Gelas kimia Gelas ukur
Labu ukur Pipet Pipet Volume
Labu ukur Pipet Pipet volume
Penangas air Statif
VIII. PROSEDUR
Dalam praktikum kali ini langkah pertama yang harus dilakukan
adalah larutan NaOH dibakukan oleh larutan asam oksalat. Masing-
masing bahan dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan pelarut
yang cocok. Lalu larutan NaOH dimasukkan ke dalam buret dengan
volume tertentu dan dipasangkan pasa statif. Larutan asam oksalat
dibuat sampai normalitas 2N, kemudian dimasukan ke dalam labu
erlenmeyer dengan volume tertentu. Larutan asam oksalat dalam labu
erlenmeyer ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 2 tetes,
kemudian titrasi dilakukan secara triplo.
Kemudian 200 ml Na-sitrat 10% dalam labu ukur dihangatkan
pada suhu 50oC selama 10 menit. Kemudian asetosal yang telah
ditimbang dimasukkan ke dalam labu ukur yang berisi 200 ml Na-
sitrat dan dikocok hingga homogen. Lalu larutan Na-sitrat
ditambahkan hingga volumenya 250 ml pada larutan campuran. Dari
250 ml larutan stok tersebut diambil 4 kali masing-masing volumenya
50 ml dan dimasukkan ke dalam wadah tertutup. Masing-masing
dipanaskan sesuai suhu yang telah ditentukan yaitu 30oC, 40
OC, 50
OC
dan 60oC dan dicatat waktunya. Sambil dipanaskan dilakukan
pembakuan NaOH kembali dilakukan untuk mengetahui kadar awal
asetosal, titrasi dilakukan secara duplo, larutan asetosal dimasukkan
ke dalam erlenmeyer dengan volume tertentu kemudian ditambahkan
fenolftalein sebanyak 2 tetes, amati volume NaOH yang terpakai
kemudian hitung potensi dan kadar asetosal awal. Sampel yang sudah
dipanaskan ditentukan kadarnya pada interval waktu 15 menit selama
satu jam, yaitu setelah 0 menit, 15 menit, 30 menit dan 45 menit
dengan menggunakan larutan NaOH.
IX. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
9.1.Pembakuan NaOH
=2
40 x
1000
500 = 0,1
=1,26
126 x
1000
100 = 0,1
Normalitas
asam oksalat
(N)
Volume
asam oksalat
(mL)
Volume
NaOH
(mL)
Normalitas
NaOH
(N)
Rata-rata
Normalitas
NaOH (N)
0,1 5 4,4 0,11 0,11
0,1 5 4,1 0,12
Pembakuan NaOH I :
11 = 22
0,1 . 5 = 2 4,4
2 = 0,11
Pembakuan NaOH II :
11 = 22
0,1 . 5 = 4,1
= 0,12
=0,11 + 0,12
2= 0,11
9.2.Pembakuan NaOH untuk mengetahui kadar asetosal awal
Volume sampel (ml) Volume NaOH (ml) Rata-rata volume
NaOH (ml)
10 20,9 21,8
10 22,7
Potensi asetosal = 2
.100%
= 2.21,821.8
21.8 .100% = 100%
Kadar asetosal =
.
= 21,8 0,1 90,08
10. 250 = 4909,36
250
=1963,744
100
9.3.Asetosal dalam variasi suhu dan waktu
Suhu 30oC (Kelompok I)
Waktu
(menit)
Titrasi Asetosal
gr/250ml
Potensi Log
Potensi
pH
(1) (2) Rata-
rata
0 12,6 9,9 11,25 50670 100% 2 5
15 9,7 13,8 11,75 5334,5 95,5% 1,980 5
30 12,7 10,3 11,5 5179,6 97,7% 1,989 5
45 10,6 12,7 11,65 5247,16 96,4% 1,984 5
Potensi
a. Pada waktu 0 menit
Potensi = 2
.100% =
2.11,2511,25
11,25 .100% = 100%
b. Pada waktu 15 menit
Potensi = 2
.100% =
2.11,2511,75
11,25 .100% = 95%
c. Potensi waktu 30 menit
Potensi = 2
.100% =
2.11,2511,5
11,25 .100% = 97,7%
d. Potensi waktu 45 menit
Potensi = 2
.100% =
2.11,2511,65
11,25 .100% = 96,4%
Kadar tiap waktu
Kadar =
.
a. Kadar waktu 0 menit
Kadar = 11,25 0,1 90,08
5 .250 = 50670
250
b. Kadar waktu 15 menit
Kadar = 10,9 0,1 90,08
5 .250 = 5334,5
250
c. Kadar waktu 30 menit
Kadar = 2,4 0,1 90,08
5 .250 = 5179,6
250
d. Kadar waktu 45 menit
Kadar = 9,25 0,1 90,08
5 .250 = 5247,16
250
Suhu 40OC (Kelompok II)
Waktu
(menit)
Titrasi Asetosal
gr/250ml
Potensi Log
Potensi
pH
(1) (2) Rata-
rata
0 12,1 9,7 10,9 2454,5 100% 2 5
15 10,5 11,2 10,35 2443,4 100,4% 2 5
30 13,1 6,9 10 2252 108% 2,03 5
45 10 11 10,5 2364,6 103,6% 2,015 5
Potensi
a. Pada waktu 0 menit
Potensi = 2
.100% =
2.10,910,9
10,9 .100% = 100%
b. Pada waktu 15 menit
Potensi = 2
.100% =
2.10,910,35
10,9 .100% = 100,4%
c. Potensi waktu 30 menit
Potensi = 2
.100% =
2.10,910
10,9 .100% = 108%
d. Potensi waktu 45 menit
Potensi = 2
.100% =
2.10,910,5
10,9 .100% = 103,6%
Kadar tiap waktu
Kadar =
.
a. Kadar waktu 0 menit
Kadar = 10,9 0,1 90,08
5 .250 = 2454,5
250
b. Kadar waktu 15 menit
Kadar = 10,35 0,1 90,08
5 .250 = 2443,4
250
c. Kadar waktu 30 menit
Kadar = 10 0,1 90,08
5 .250 = 2252
250
d. Kadar waktu 45 menit
Kadar = 10,5 0,1 90,08
5 .250 = 2364,6
250
Suhu 50oC (Kelompok III)
Waktu
(menit)
Titrasi Asetosal
gr/250ml
Potensi Log
Potensi
pH
(1) (2) Rata-
rata
0 11,2 11,8 11,5 51796 100% 2 5
15 11,9 10,8 11,35 5112,04 101,3% 2,005 5
30 10,5 10,7 10,6 4774,24 107,826% 2,03 5
45 11,8 11,7 11,75 5292,2 97,83% 1,9904 5
Potensi
a. Pada waktu 0 menit
Potensi = 2
.100% =
2.11,5115
11,5 .100% = 100%
b. Pada waktu 15 menit
Potensi = 2
.100% =
2.11,511,35
11,5 .100% = 101,3%
c. Potensi waktu 30 menit
Potensi = 2
.100% =
2.11,510,6
11,5 .100% = 107,826%
d. Potensi waktu 45 menit
Potensi = 2
.100% =
2.11,511,75
11,5 .100% = 97,83%
Kadar tiap waktu
Kadar =
.
a. Kadar waktu 0 menit
Kadar = 11,5 0,1 90,08
5 .250 = 51796
250
b. Kadar waktu 15 menit
Kadar = 11,35 0,1 90,08
5 .250 = 5112,04
250
c. Kadar waktu 30 menit
Kadar = 10,6 0,1 90,08
5 .250 = 4774,24
250
d. Kadar waktu 45 menit
Kadar = 11,75 0,1 90,08
5 .250 = 5292,2
250
Suhu 60OC (Kelompok IV)
Waktu
(menit)
Titrasi Asetosal
gr/250ml
Potensi Log
Potensi
pH
(1) (2) Rata-
rata
0 12 10,2 11,1 4999,44 100% 2 5
15 10,5 11,3 10,9 4909,36 101,8% 2,007 5
30 2,5 2,3 2,4 1089,6 178,38% 2,25 5
45 9,5 10 9,25 4166,2 116,67% 2,067 5
Potensi
a. Pada waktu 0 menit
Potensi = 2
.100% =
2.11,111,1
11,1 .100% = 100%
b. Pada waktu 15 menit
Potensi = 2
.100% =
2.11,110,9
11,1 .100% = 101,8%
c. Potensi waktu 30 menit
Potensi = 2
.100% =
2.11,12,4
11,1 .100% = 178,38%
d. Potensi waktu 45 menit
Potensi = 2
.100% =
2.11,19,25
11,1 .100% = 116,67%
Kadar tiap waktu
Kadar =
.
a. Kadar waktu 0 menit
Kadar = 11,1 0,1 90,08
5 .250 = 4999,44
250
b. Kadar waktu 15 menit
Kadar = 10,9 0,1 90,08
5 .250 = 4909,36
250
c. Kadar waktu 30 menit
Kadar = 2,4 0,1 90,08
5 .250 = 1089,6
250
d. Kadar waktu 45 menit
Kadar = 9,25 0,1 90,08
5 .250 = 4166,2
250
Perhitungan K tiap suhu
M = y2y1
21 ; y2 = log potensi t=45 x2= t= 45
y1= log potensi t=0 x1= t=0
a. Suhu 30oC
M = y2y1
21=
1,9842
450=
0,0159
45= 0,00035
M =
2,303
-0,00035 =
2,303
K = 0,000815
Log K = -3.088
b. Suhu 40oC
M = y2y1
21=
2,0152
450=
0,015
45= 0,000333
M =
2,303
0,000333 =
2,303
K = -0,000767
-Log K = 3,115
c. Suhu 50oC
M = y2y1
21=
1,99042
450=
0,0096
45= 0,000213
M =
2,303
-0,000213 =
2,303
K = 0,00049
Log K = -3,3
d. Suhu 60oC
M = y2y1
21=
2,0672
450=
0,,067
45= 0,001488
M =
2,303
0,00148 =
2,303
K = -0,0034289
-Log K = 2,5
Perhitungan energi aktivasi (Ea)
M = y2y1
21 ; y2 = log K suhu akhir x2= 1/T
y1= log K suhu awal x1= t=0
x1= T= 30OC = 273 + 30
OC= 303
OK
x2=T= 60OC = 273 + 60
OC = 333
OK
R = 1,98
M = 2,5(3,088)
0,0030,0033=
5,588
0,0003= 18.626.67
M=
2,303
-18.626.67 =
2,303 1,98
Ea = 84.936,5
Perhitungan niali A
T = 60OC = 273 + 60 = 333
OK
ln A =
2,303
1
ln A = 84.936,5
2,303
1
333 = 110,75
A = 1,25 . 1048
Log A = 48,096
Perhitungan K25
T = 60OC = 273 + 60 = 333
OK
Log K25 = Log A -
2,303..
Log K25 = 48,096 84.936,5
2,303.1,98.333= 48,096 55,935 = -7,838
K25 = 1,452 . 10-8
Perhitungan t90
t90 = 0,105
25=
0,105
1,452.10^8= 7231404.96
Grafik potensi terhadap waktu (suhu 60oC)
Grafik log K terhadap 1/T
X. PEMBAHASAN
Pada praktikum Uji Stabilitas ini dilakukan bertujuan
untuk membuat larutan yang mengandung 4% asetosal dan 10%
100 101,8
178,38
116,67
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0 15 30 45
Series 1
Series 1
waktu
Potensi
-3,088
3,115
-3,3
2,5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
0,0033 0,00319 0,00309 0,003
Series 1
Series 11/T
Log K
natrium sitrat, menentukan kadar asetosal dalam berbagai variasi suhu
dan waktu tertentu dengan menggunakan titrasi asam basa,
memperlihatkan penguraian sediaan farmasi yang disebabkan oleh
kenaikan suhu, dan meramalkan kecepatan sediaan yang terurai pada
suhu penyimpanan yang biasa (suhu kamar) dengan menggunakan
persamaan Arrhenius dan ekstrapolasi grafik.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat-
alat serta bahan. Sebelum dilakukannya perlakuan untuk mengetahui
kadar suatu sample yang didasarkan pada waktu dalam uji stabilitas,
dilakukan pembakuan terlebih dahulu terhadap NaOH guna
mengetahui konsentrasi NaOH yang sebenarnya. Larutan baku adalah
larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tetap dan dapat
digunakan untuk menetapkan kadar suatu larutan lain yang belum
diketahui konsentrasinya. Larutan baku dibagi menjadi dua, antara
lain; larutan baku primer adalah larutan yang mengandung zat padat
murni yang konsentrasinya diketahui dengan tepat sehingga dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan lain yang belum
diketahui. Sedangkan larutan baku sekunder adalah larutan suatu zat
yang tidak dapat diketahui dengan tepat sebab dibuat dari zat yang
tidak pernah murni.
Larutan baku pertama yang dibuat adalah NaOH. Larutan
baku NaOH termasuk ke dalam larutan baku sekunder. NaOH
merupakan zat yang mudah terkontaminasi, bersifat higroskopis
sehingga mudah menarik uap air dari udara dan juga mudah bereaksi
dengan CO2 dalam udara. Di mana akan menyebabkan penimbangan
sejumlah tertentu NaOH tidak akan memberikan kepastian massa yang
sesungguhnya, karena jumlah air dan CO2 yang diserap oleh NaOH
tidak diketahui dengan pasti. Hal ini mengakibatkan kensentrasi
NaOH yang dihasilkan juga tidak tepat. Dengan demikian apabila
menggunakan NaOH sebagai pereaksi dalam suatu titrasi maka zat
tersebut harus distandarisasi sebelumnya. Larutan NaOH dibuat
dengan konsentrasi 0,1 N dalam 500 ml pelarut. Pelarut yang
digunakan untuk membuat larutan baku ini adalah air.
Dengan menggunakan perhitungan N = gram/mr x 1000/v
maka didapat massa NaOH yang dibutuhkan adalah sebanyak 2 gram
dalam volume 500 ml. NaOH kemudian ditimbang menggunakan
timbangan analitis diatas kaca arloji. Penggunaan wadah kaca dalam
keadaan tertutup untuk menempatkan NaOH dikarenakan NaOH
bersifat higroskofis dan secara spontan menyerap karbondioksida dari
udara bebas yang menyebabkan NaOH meleleh. Melelehnya NaOH
akan mempengaruhi massa yang diperlukan sebagaimana harusnya.
Sebelum dilarutkannya NaOH dalam pelarut. Pelarut dipanaskan
terlebih dahulu diatas pemanas air untuk membebaskan CO2.
Kemudian setelah cukup mendidih, pelarut didiamkan sampai terasa
hangat. Hal ini dikarenakan agar pelarut tidak dalam keadaan bersuhu
tunggi ketika terlarut dimasukkan dikarenakan suhu tinggi akan
merusak struktur dari NaOH. Setelah pelarut didiamkan beberapa saat
hingga hangat, NaOH dimasukkan ke dalam pelarut kemudian
diaduknya.
Larutan baku yang kedua yang dibuat adalah asam oksalat.
Sama halnya dengan pembuatan NaOH. Asam oksalat juga akan
dibuat dengan konsentrasi 0,1 N namun dalam 100 ml pelarut. Pelarut
yang digunakan untuk membuat larutan baku ini pun juga adalah air.
Dengan menggunakan perhitungan N = gram/mr x 1000/v maka
didapat massa asam oksalat yang dibutuhkan adalah sebanyak 1,26
gram. Asam oksalat kemudian ditimbang menggunakan neraca analitis
di atas kertas perkamen. Setelah itu dimasukkannya asam oksalat yang
telah ditimbang tadi ke dalam pelarut dengan volume 100 ml dalam
labu ukur. Hal ini dilakukan karena pembuatan larutan baku primer
harus dilakukan secara kuantitatif agar tidak terjadi kesalahan dalam
melakukan titrasi, kemudian diaduk. Larutan asam oksalat merupakan
larutan baku primer dikarenakan asam oksalat tidak bersifat
higroskopis dan memiliki berat ekuivalen yang tinggi sehingga dapat
mengurangi kesalahan dalam penimbangan zat.
Setelah dibuat kedua jenis larutan baku; dimana NaOH
merupakan larutan baku sekunder dan asam oksalat merupakan larutan
baku primer. Untuk menentukan konsentrasi dari larutan NaOH, maka
dilakukan titrasi antara asam oksalat dengan NaOH sebagai pentitran.
Larutan asam oksalat dipipet menggunakan pipet ukur sebanyak 5 ml
dan dimasukan ke dalam labu erlenmeyer. Sedangkan larutan NaOH
yang digunakan sebagai pentitran dimasukkan ke dalam buret sampai
titik nol dengan menggunakan bantuan corong. Titrasi merupakan
suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan
zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Sebelum dilakukannya
titrasi ini, diberikan penambahan 2-3 tetes indikator fenolftalein ke
dalam larutan asam oksalat. Indikator fenlftalein digunakan dalam
percobaan ini karena fenophtalein tak berwarna dengan pH antara 8,3-
10,0 akan mempermudah praktikan dalam mengetahui bahwa dalam
proses sudah mencapai titik ekivalen. Pemilihan indikator felnolftalein
ini juga dikarenakan pada standarisasi ini merupakan titrasi asam
lemah (C2H2O4) dan basa kuat (NaOH) sehingga titik ekivalennya
diatas 7 dan berada pada trayek indikator fenolftalein. Perubahan yang
terjadi pada proses pentitrasian ini adalah berubah menjadi warna
merah muda yang konstan dari warna asal mula bening. Perubahan
warna ini terjadi karena telah tercapainya titik ekivalen
Titrasi asam oksalat dengan NaOH dilakukan secara duplo,
yaitu sebanyak 2 kali. Pada titrasi pertama volume NaOH yang
diperlukan adalah sebanyak 4,4 ml dan pada titrasi kedua volume
NaOH yang diperlukan adalah sebanyak 4,1 ml. Dengan
menggunakan perhitungan V1 X N1 = V2 X N2, maka dari hasil
kedua titrasi tersebut dapat diketahui normalitas NaOH pertama 0,11N
dan normalitas NaOH kedua 0,12 N, didapatlah hasil akhir rata-rata
normalitas NaOH sebesar 0,11 N. Dilakukannya titrasi sebanyak 2
kali dikarenakan agar hasil konsentrasi NaOH yang didapat semakin
mendekati konsentrasi yang sebenarnya sehingga dapat didapat
konsentrasi NaOH yang cukup akurat.
Selanjutnya dilakukan pembakuan NaOH untuk
mengetahui kadar awal asetosal. Larutan asetosal dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dan ditambahkan fenolftalein sebanyak 2 tetes.
Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali, amati volume NaOH yang terpakai,
catat kemudian hitung potensi dan kadar astosal awalnya dengan
menggunakan rumus.
Selanjutnya langkah yang dilakukan adalah pembuatan
Natrium Sitrat 10% dan Asetosal 4%. Natrium sitrat berupa hablur
tidak berwarna atau serbuk halus putih dilarutkan dengan pembawa
aquadest bukan dengan etanol karena Natrium sitrat dalam etanol
praktis tidak larut tetapi mudah larut dalam air. Dibuatlah larutan Na-
sitrat sebanyak 200 ml dalam labu ukur dan dipanaskan dalam suhu
50OC selama 10 menit. Kemudian serbuk asetosal yang telah
ditimbang dimasukkan ke dalam larutan na-sitrat, kocok labu ukur
sampai campuran homogen secara sempurna. Setelah itu, tambahkan
lagi larutan na-sitrat sampai volume 250 ml. Larutan dibuat dalam
labu ukur agar volumenya lebih tepat dan lebih akurat karena labu
ukur merupakan alat kimia yang mempunyai nilai akurasi tinggi
dibandingkan dengan gelas beaker dan sekaligus alat laboratorium
yang paling tepat dalam melarutkan campuran agar mendapatkan hasil
campuran yang homogen secara sempurna. Setelah itu larutan
campuran stok dipipet sebanyak 50 ml dilakukan sebanyak 4 kali lalu
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang akan dipanaskan dengan
berbagai variasi suhu.
Percobaan uji stabilitas ini didasarkan pada variasi suhu dan
waktu. Adapun tujuan dilakukan pada berbagai suhu 30 C, 40 C, 50
C dan 60 C dimaksudkan untuk membedakan atau mengetahui pada
suhu berapa obat dapat stabil dengan baik dan pada suhu berapa obat
akan terurai dengan cepat. Alasan menggunakan suhu yang tinggi
karena bila kita ingin mengetahui batas kestabilan suatu campuran zat,
maka campuran zat harus disimpan pada jangka waktu yang lama
sampai campuran zat tersebut berubah, hal ini tentu tidak bisa
dilakukan karena keterbatasan waktu, sehingga kita menggunakan
suhu yang tinggi karena uji kestabilan dapat dipercepat dengan
menggunakan perubahan suhu atau menggunakan suhu yang tinggi.
Semakin tinggi suhunya maka akan semakin cepat bahan obat tersebut
untuk terurai. Metode ini dikenal sebagai studi stabilitas yang
dipercepat. Untuk variasi suhu dibagi pada masing-masing kelompok
praktikum sedangkan untuk variasi waktu masing-masing tiap
kelompok menggunakan variasi waktu dalam percobaannya. Variasi
suhu yang digunakan pada kelompok 4 adalah 60OC dalam variasi
waktu menit ke 0, 15, 30, dan 45. Untuk menjaga suhu digunakan
waterbath agar campuran tetap stabil pada suhu yang telah
ditetapkan.Waterbath dinyalakan dan diset pada suhu 60oC. Kemudian
campuran dari Natrium Sitrat 10% dan Asetosal 4% dimasukkan ke
dalam waterbath guna dijaga suhunya. Sementara pada saat waktu
menunjukan variasi waktu menit ke-sekian yang sudah ditentukan,
campuran Natrium Sitrat 10% dan Asetosal 4% diambil sebanyak 5 ml
sebanyak 2 kali dan ditempatkan pada gelas ukur kemudian
dimasukkan ke dalam labu Erlenmayer yang selanjutnya akan
dilakukan pentitrasian. Sebelumnya telah disiapkan buret berisi NaOH
yang telah dibakukan pada saat awal praktikum tadi untuk digunakan
sebagai pentiter dalam titrasi. Campuran Natrium Sitrat 10% dan
Asetosal 4% pada masing-masing waktu, yang telah ditempatkan
dalam labu Erlenmeyer, ditetesi indicator fenolftalein, yang memiliki
rentang pH 8,0-10,0, terlebih dahulu sebanyak kurang lebih 3 tetes
kemudian dititrasi dengan NaOH untuk mendapatkan volume NaOH
yang dibutuhkan hingga mencapai titik akhir titrasi yang ditandai
dengan berubahnya warna larutan dari tidak berwarna menjadi warna
merah muda atau pink-rose yang konstan. Perubahan warna ini
merupakan tanda bahwa larutan baku primer telah bereaksi sempurna
dengan larutan baku sekunder. Pentitrasian ini dilakukan secara duplo
(2 kali) agar hasil yang didapat lebih akurat.
Setelah sample campuran setiap variasi waktu dilakukan
pentitrasian, dihasilkan data sebagai berikut: untuk variasi waktu pada
menit ke-0, NaOH yang dibutuhkan pada titrasi pertama adalah
sebanyak 12 ml, sedangkan NaOH yang dibutuhkan pada tirasi kedua
sebanyak 10,2 sehingga didapat rata-rata volume NaOH yang
dibutuhkan pada variasi waktu menit ke-0 adalah sebanyak 11,1.
Kemudian, untuk variasi waktu pada menit ke-15, NaOH yang
dibutuhkan pada titrasi pertama adalah sebanyak 10,5 ml, sedangkan
NaOH yang dibutuhkan pada tirasi kedua sebanyak 11,3 sehingga
didapat rata-rata volume NaOH yang dibutuhkan pada variasi waktu
menit ke-15 adalah sebanyak 10,9. Lalu, untuk variasi waktu pada
menit ke-30, NaOH yang dibutuhkan pada titrasi pertama adalah
sebanyak 2,5 ml, sedangkan NaOH yang dibutuhkan pada tirasi kedua
sebanyak 2,3 sehingga didapat rata-rata volume NaOH yang
dibutuhkan pada variasi waktu menit ke-30 adalah sebanyak 2,4. Dan
yang terakhir, untuk variasi waktu pada menit ke-60, NaOH yang
dibutuhkan pada titrasi pertama adalah sebanyak 9,5 ml, sedangkan
NaOH yang dibutuhkan pada tirasi kedua sebanyak 10 sehingga
didapat rata-rata volume NaOH yang dibutuhkan pada variasi waktu
menit ke-60 adalah sebanyak 9,25.
Dari hasil data yang diperoleh dapat dicari potensi dan kadar
dari campuran Natrium Sitrat 10% dan Asetosal 4% pada suhu 60oC
yang didasarkan waktu. Pada menit ke-0, potensi yang diperoleh
adalah senilai 100%, sedangkan kadar yang diperoleh adalah senilai
51796. Kemudian pada menit ke-15, potensi yang diperoleh adalah
senilai 101,8%%, sedangkan kadar yang diperoleh adalah senilai
5112,04. Lalu, pada menit ke-30, potensi yang diperoleh adalah
senilai 178,38%, sedangkan kadar yang diperoleh adalah 4774,24.
Dan yang terakhir, pada menit ke-45, potensi yang diperoleh adalah
senilai 116,67%, sedangkan kadar yang diperoleh adalah senilai
5292,2.,026.
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari percobaan kali
ini. Maka dapat dianalisis suatu kadar campuran zat akan menurun
seiring bertambahnya waktu, sehingga potensinya pun semakin
meningkat. Hasil yang palinga mendekati literatur diantara data diatas
adalah hasil pada suhu 60OC dibuktikan dengan kasar asetosal yang
menurun dan potensial yang meningkat seiring bertambahnya suhu
dan waktu. Degradasi Asetosal dipengaruhi oleh suhu, cahaya, dan
faktor-faktor lainya. Berdasarkan literatur semakin tinggi suhu dan
semakin lama waktu penguraian, maka kestabilan suatu zat akan
menurun. Hal tersebut terjadi karena peningkatan suhu akan
memperepat waktu penguraian, sehingga jika suhu diningkat maka zat
akan terurai lebih cepat dan konsentrasinya semakin berkurang.
Waktu yang semakin meningkat akan membuat penguraian suatu zat
cenderung lebih lama sehingga zat yang terurai akan semakin banyak
dan konsentrasi zat akan berkurang seiring dengan peningkatan waktu
penguraian. Semakin meningkat suhu dan waktu nilai absorbansi yang
didapat semakin kecil.
XI. SIMPULAN
11.1.1. Praktikan mampu membuat larutan yang mengandung 4%
asetosal dan 10% natrium sitrat.
11.1.2. Praktikan mampu menentukan kadar asetosal dengan berbagai
bervariasi suhu dan waktu tertentu dengan menggunakan titrasi
asam basa.
11.1.3. Praktikan mampu memperlihatkan penguraian sediaan farmasi
yang disebabkan oleh kenaikan suhu yang dibuktikan dengan
ekstrapolasi grafik.
11.1.4. Praktikan mampu meramalkan kecepatan sediaan yang terurai
pada suhu penyimpanan yang biasa (suhu kamar) dengan
menggunakan persamaan Arrhenius dan ekstrapolasi grafik.
11.1.5. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu penguraian,
maka kestabilan suatu zat akan menurun.
11.1.6. Suatu kadar campuran zat akan menurun seiring bertambahnya
waktu, sehingga potensinya pun semakin meningkat.
XII. DAFTAR PUSTAKA
Asyarie, Sukmadjaja. Tanpa tahun. Penelitian Kualitas Injeksi Piracetam di
Indonesia. Available online at
http://www.kalbemed.com/Portals/6/KOMELIB/CENTRAL%20NERVOUS
%20SYSTEM/Neurologi/Piracetam1/penelitian%20injeksi%20piracetam.pdf
(diakses pada tanggal 1 April 2015)
Martin, dkk. 2008. Farmasi Fisik. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Manurung, July. 2007. Pemastian Mutu Obat Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Sunarya, Yayan dan Agus Setiabudi. 2007. Mudah dan Aktif Belajar Kimia.
Bandung : PT. Setia Purna Invers
Tim Penyusun. 2009. Petujuk Praktikum Farmasi Fisika. Jimbaran : Jurusan
Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana.
Lampiran
Top Related