upaya meningkatkan kemampuan menulis matematis melalui ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of upaya meningkatkan kemampuan menulis matematis melalui ...
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENULIS MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN
MATEMATIKA REALISTIK (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III MIN Bantargebang)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh
Shifa Fauziah NIM 1110018300035
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENULIS MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN
MATEMATIKA REALISTIK
(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III MIN Bantargebang)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh
Shifa Fauziah
NIM 1110018300035
Di bawah bimbingan
NIP 19670812 199402 1 001
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III MIN Bantargebang” disusun oleh Shifa Fauziah, NIM 1110018300035, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh pihak fakultas.
Jakarta, 11 Juni 2015
Yang mengesahkan,
Pembimbing
NIP 19670812 199402 1 001
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Shifa Fauziah
NIM : 1110018300035
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Angkatan Tahun : 2010
Alamat : Komplek Sapta Taruna IV, Blok D no.50 RT 06/
RW 06 Sumur Batu, Bantargebang, Bekasi
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan
Menulis Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik: Penelitian
Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III MIN Bantargebang” adalah benar hasil
karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
Nama : Dr. Kadir, M.Pd.
NIP : 19670812 199402 1 001
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya
sendiri.
Jakarta, 11 Juni 2015
i
ABSTRAK
Shifa Fauziah (NIM: 1110018300035). Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas III Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Bantargebang. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
Matematika realistik merupakan pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menggunakan konteks dunia nyata untuk menjembatani konsep matematika dengan kemampuan pemahaman siswa. Adapun kemampuan menulis matematis merupakan kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematis ke dalam bentuk tulisan yang benar, runtut dan logis sebagai upaya pencarian solusi atau pemecahan masalah matematis.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa melalui pendekatan matematika realistik dan untuk meningkatkan aktivitas siswa di dalam pembelajaran tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di kelas III MIN Bantargebang pada semester II tahun ajaran 2014/2015. Subjek penelitian ini terdiri dari 35 siswa kelas III MIN Bantargebang.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Desain penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaboratif. Ini berarti bahwa penulis berkolaborasi dengan guru matematika kelas III MIN Bantargebang selaku observer dan kolaborator. Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan prosedur penelitian tindakan: perencanaan, pelaksanaan, obervasi dan refleksi. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Siklus pertama terdiri dari empat pertemuan dan siklus kedua tiga pertemuan. Pengumpulan data penelitian ini melalui wawancara, observasi, catatan lapangan dan tes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan menulis matematis siswa. Hampir semua siswa secara bertahap meraih skor yang bagus di akhir siklus kedua. Skor kriteria ketuntasan minimal (KKM) dari mata pelajaran matematika ialah 70. Skor rata-rata siswa di siklus I ialah 59,91 dan di siklus II menjadi 70,43. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa partisipasi aktif siswa mencapai 55,83% di siklus I dan meningkat menjadi 77,78% di siklus II.
Kata Kunci: Kemampuan Menulis Matematis, Pendekatan Matematika Realistik
ii
ABSTRACT
Shifa Fauziah (NIM: 1110018300035). The Effort of Improving Student’s Mathematical Writing Ability Through Realistic Mathematics Approach: A Classroom Action Research in 3rd Grade of State Islamic Elementary School (MIN) Bantargebang. Scientific paper of Islamic Elementary School Teachers Education at Faculty of Tarbiyah and Teaching’s Science of Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2015.
Realistic Mathematics was an approach in learning mathematics which using context of real-world to connect mathematical concepts with student’s ability of mathematical concepts understanding. Meanwhile, mathematical writing ability was an ability to express mathematical ideas into mathematical sentences correctly, systematically and logically as an effort to solve mathematical problems.
The purpose of this study was to improve the student’s ability in mathematical writing through realistic mathematics approach and also to improve student’s activity in the learning process. This study was held in the second year of 3rd grade of MIN Bantargebang academic year 2014/2015. The subjects of this study were consisted of 35 student’s 3rd grade of MIN Bantargebang.
The method used in this study was Classroom Action Research (CAR). The classroom action research design applied in this study was a collaborative classroom action research. It meant that the writer collaborated with the Mathematics teacher of 3rd grade of MIN Bantargebang as an observer and collaborator. This study was conducted following procedures of the action research: planning, acting, observing, and reflecting. The study was carried out in two cycles. The 1st cycle consisted of four meetings and the 2nd was three. The data gathering in this study through interview, observation checklist, fieldnotes and tests.
The results of the study showed that there was improvement of the student’s ability in mathematical writing. Most of students gradually gained good scores at the end of the 2nd cycle. The score of Minimum Mastery Criterion of Mathematics lesson was 70 (seventy). The student’s mean score in the 1st cycle was 59,91 and in the 2nd cycle became 70,43. Besides, it also showed that student’s active participation in the 1st cycle gained 55,83% and became 77,78% in the 2nd cycle.
Keywords: Mathematical Writing Ability, Realistic Mathematics Approach.
iii
KATA PENGANTAR Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Segala puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah Subhaanahu Wa
Ta’aala, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis
Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik: Penelitian Tindakan Kelas
pada Siswa Kelas III Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Bantargebang”.
Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad Shollallaahu
‘Alaihi Wa sallam, sebagai teladan terbaik bagi umat manusia dan pembawa
rahmat bagi seluruh alam.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di bidang pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa banyak kesulitan dan hambatan
yang dialami. Namun, berkat kesungguhan hati, usaha, do’a dan dukungan dari
berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat dilewati. Oleh karena
itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan.
2. Dr. Khalimi, M.Ag, selaku Ketua Jurusan KI/PGMI.
3. Dr. Kadir, M.Pd, selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam
membimbing, mengoreksi, memotivasi, serta memberikan nasihat kepada
penulis, selama proses penulisan skripsi ini.
4. Abdul Ghofur, MA, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan motivasi dan nasihat dengan bijak.
5. Seluruh Dosen PGMI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan dosen-dosen
jurusan lainnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya
kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Semoga ilmu yang telah kalian
berikan menjadi amal jariyah dan mendapat ganjaran pahala dari Allah SWT.
6. H. Genon, S.Ag, selaku Kepala MIN Bantargebang yang telah memberikan
izin penelitian di sekolahnya dan bantuan selama proses penelitian.
iv
7. Nurul Qomariyah, S.Pd, selaku guru matematika dan wali kelas III di MIN
Bantargebang yang telah memberikan izin penelitian di kelasnya dan bantuan
selama proses penelitian.
8. Teristimewa kepada kedua orang tuaku, Bapak Abdul Azis, M.Si., dan Mama
Ida Ratnaningsih atas curahan kasih sayang, nasihat dan do’a untuk penulis
dalam setiap fase kehidupan. Satu-satunya kakakku, Dawam Fikri, S.Kep. dan
kedua adikku, Riza Sofyan dan Samira Rizkia yang telah memberikan do’a,
semangat dan hiburan ketika penulis sedang badmood. Kepada semua sanak
saudaraku—yang tidak dapat disebutkan satu-persatu—yang juga mendo’akan
dan memotivasi penulis.
9. Teman-teman dekatku, “Miss-miss” Alen, Dini, Dwi, Eva, Mega, Rahmi, dan
Yuliyanti, serta kawan-kawan di LDK Syahid, khususnya forkat An-Najm
yang telah memberikan banyak motivasi, do’a, bantuan dan saran kepada
penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini.
10. Teman-teman mahasiswa PGMI 2010 yang telah banyak memberikan
dukungan kepada penulis serta pengalaman yang sulit dilupakan selama
perkuliahan, khususnya kepada A’Community (Alfi, Fatah, Irfan, Uus, Aila,
Miar, Lia, Pela, Tuti, Rama, Asiah, grup “Lusinan” dan rekan-rekan lainnya
yang tidak bisa dituliskan satu persatu).
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan
skripsi ini yang perlu diperbaiki. Oleh karenanya, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan dalam upaya penyempurnaan. Akhir kata, penulis
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan dan penyusunan skripsi ini.
Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Tangerang, 11 Juni 2015
Shifa Fauziah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x
DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ............................................. 6
C. Pembatasan Fokus Penelitian ............................................................ 6
D. Perumusan Masalah Penelitian ......................................................... 7
E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian ............................................. 7
BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti ....................................... 9
1. Kemampuan Menulis Matematis ................................................. 9
a. Pengertian Kemampuan Menulis .............................................. 9
b. Fungsi Menulis ......................................................................... 11
c. Tujuan Menulis ......................................................................... 12
d. Menulis Matematis ................................................................... 13
2. Pendekatan Matematika Realistik ................................................ 17
a. Definisi Pendekatan Matematika Realistik ............................... 17
b. Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik ...................... 19
c. Prinsip-prinsip Pendekatan Matematika Realistik .................... 20
d. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik ............ 21
e. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Matematika Realistik 24
vi
B. Hasil Penelitian yang Relevan .......................................................... 24
C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan ..................................... 26
D. Hipotesis Tindakan ........................................................................... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 29
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ........................ 29
1. Metode Penelitian ....................................................................... 29
2. Rancangan Siklus Penelitian ........................................................ 30
C. Subjek Penelitian .............................................................................. 32
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ....................................... 32
E. Tahapan Intervensi Tindakan ............................................................ 32
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ..................................... 34
G. Data dan Sumber Data ...................................................................... 34
H. Instrumen Penelitian ......................................................................... 35
I. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 36
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan ................................................ 37
K. Analisis Data dan Interpretasi Data .................................................. 41
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ............................................. 43
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Intervensi Tindakan ........................................ 44 1. Pelaksanaan Siklus I ................................................................... 44
a. Tahap Perencanaan .................................................................. 45
b. Tahap Pelaksanaan .................................................................. 45
c. Observasi dan Analisis ............................................................ 60
d. Refleksi ................................................................................... 68
2. Pelaksanaan Siklus II .................................................................. 70
a. Tahap Perencanaan .................................................................. 70
b. Tahap Pelaksanaan .................................................................. 70
c. Observasi dan Analisis ............................................................ 79
vii
d. Refleksi ................................................................................... 87
B. Analisis Data ..................................................................................... 87
1. Analisis Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis ................... 88
2. Analisis Hasil Observasi Aktivitas Siswa .................................... 92
C. Pembahasan Temuan Penelitian ....................................................... 95
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 98
B. Saran ................................................................................................ 99
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 100
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 A Mathematical Writing Checklist .................................................. 16
Tabel 2.2 Rubrik Kemampuan Menulis Matematis ........................................ 17
Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik ................... 23
Tabel 3.1 Waktu Penelitian ............................................................................ 29
Tabel 3.2 Tahapan Intervensi Tindakan .......................................................... 33
Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ....................................................... 40
Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ........................................................ 40
Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda .............................................................. 41
Tabel 3.6 Kategorisasi Persetase Hasil Tes .................................................... 42
Tabel 4.1 Distribusi Kelompok Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus I ............................................................................................ 60
Tabel 4.2 Perolehan Nilai Berdasarkan Dimensi Kemampuan Menulis Matematis Siklus I .......................................................................... 62
Tabel 4.3 Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I ............................... 65
Tabel 4.4 Hasil Refleksi Terhadap Siklus I ..................................................... 69
Tabel 4.5 Distribusi Kelompok Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus II ........................................................................................... 80
Tabel 4.6 Perolehan Nilai Berdasarkan Dimensi Kemampuan Menulis Matematis Siklus II ......................................................................... 81
Tabel 4.7 Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II .............................. 85
Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis ............... 88
Tabel 4.9 Persentase Kemampuan Menulis Matematis Siswa Perdimensi ..... 91
Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa ................................ 93
ix
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Konseptual Intervensi Tindakan .................................... 28
Bagan 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas .................................................. 29
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Desain Model Kurt Lewin ......................................................... 30
Gambar 4.1 Jawaban Siswa pada LKS 1 (sesi 1) .......................................... 48
Gambar 4.2 Siswa menyelesaikan masalah kontekstual menggunakan benda nyata .......................................................................................... 51
Gambar 4.3 Jawaban Siswa pada LKS 1 (sesi 2) .......................................... 52
Gambar 4.4 Jawaban Siswa pada LKS 2 ....................................................... 54
Gambar 4.5 Jawaban Siswa pada LKS 3 ....................................................... 57
Gambar 4.6 Suasana Kelas Ketika Tes Akhir Siklus I .................................. 59
Gambar 4.7 Jawaban Siswa pada Dimensi Ketepatan................................... 63
Gambar 4.8 Jawaban Siswa pada Dimensi Penggunaan Istilah Matematis .. 64
Gambar 4.9 Jawaban Siswa pada Dimensi Penjelasan Berpikir Matematis . 64
Gambar 4.10 Siswa sedang Menyelesaikan Masalah Kontekstual ................. 72
Gambar 4.11 Jawaban Siswa pada LKS 4 ....................................................... 73
Gambar 4.12 Jawaban Siswa pada LKS 5 ....................................................... 75
Gambar 4.13 Siswa sedang Menyelesaikan Masalah Kontekstual ................. 76
Gambar 4.14 Jawaban Siswa pada LKS 6 ....................................................... 77
Gambar 4.15 Suasana Kelas Ketika Tes Akhir Siklus II ................................ 79
Gambar 4.16 Jawaban Siswa pada Dimensi Ketepatan................................... 82
Gambar 4.17 Jawaban Siswa pada Dimensi Penggunaan Istilah Matematis .. 83
Gambar 4.18 Jawaban Siswa pada Dimensi Penjelasan Berpikir Matematis . .84
xi
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus I ....................................................................... 61
Diagram 4.2 Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus II ..................................................................... 80
Diagram 4.3 Perolehan Rata-rata Skor Kemampuan Menulis Matematis Siswa Siklus I dan II .............................................................................. 89
Diagram 4.4 Persentase Kemampuan Menulis Matematis Siswa Perdimensi..92
Diagram 4.5 Histogram dan Poligon Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I dan II .............................................................................. 94
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ........................................... 103
Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa ................................................................... 121
Lampiran 3 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Menulis Matematis ........ 131
Lampiran 4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Menulis Matematis ....... 135
Lampiran 5 Lembar Tes Kemampuan Menulis Matematis ............................ 138
Lampiran 6 Pedoman Jawaban Tes Kemampuan Menulis Matematis .......... 142
Lampiran 7 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ............................................. 144
Lampiran 8 Lembar Pedoman Wawancara Guru ........................................... 151
Lampiran 9 Lembar Pedoman Wawancara Siswa ......................................... 152
Lampiran 10 Penghitungan Uji Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda ............................................................................ 153
Lampiran 11 Penghitungan Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis ...................................................................... 157
Lampiran 12 Penghitungan Skor Tes Kemampuan Menulis Matematis Siswa ........................................................................................... 161
Lampiran 13 Penghitungan Hasil Lembar Observasi Siswa ............................ 163
Lampiran 14 Transkrip Hasil Wawancara Guru .............................................. 164
Lampiran 15 Transkrip Hasil Wawancara Siswa ............................................. 168
Lampiran 16 Catatan Lapangan ....................................................................... 171
Lampiran 17 Lembar Uji Referensi ................................................................. 173
Lampiran 18 Surat Bimbingan Skripsi ............................................................. 178
Lampiran 19 Profil Sekolah ............................................................................. 179
Lampiran 20 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian .......................... 181
Lampiran 21 Biodata Penulis ........................................................................... 182
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia menyadari bahwa pendidikan mempunyai peran yang
sangat strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut
diperjelas dalam Undang-undang RI tentang Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003 Bab
II (tentang dasar, fungsi dan tujuan) Pasal 3 yang berbunyi:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1
Maka, berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia
melalui pendidikan sudah seharusnya mendapat perhatian khusus dari para
pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah melalui kementrian pendidikan dan
kebudayaan, orangtua−sebagai “sekolah pertama” bagi anak, para pendidik dan
pengajar, hingga masyarakat. Jika semua pihak tersebut menjalankan peran dan
fungsinya dengan baik dan saling bersinergi dalam mendidik generasi muda maka
bukan tidak mungkin akan melahirkan generasi muda yang karakteristiknya sesuai
dengan kriteria yang termaktub dalam UU Sisdiknas No.20 pasal 3 tersebut.
Pendidikan di Indonesia masih tergolong masih rendah jika dibandingkan
dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia. Hal ini
berdasarkan hasil survei yang sudah dirilis oleh TIMSS tahun 2011 lalu, terkait
kemampuan rata-rata siswa di bidang matematika. Hasil survei tersebut
menunjukkan bahwa dari 42 negara partisipan, kemampuan matematika siswa di
Indonesia menduduki peringkat 38, dengan pencapaian skor hanya sebesar 386
poin, kalah oleh Malaysia yang meraih skor 440. Padahal, skor ideal yang
1 Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung:
Fokusmedia, 2009), h. 6.
2
ditetapkan oleh TIMSS untuk kedua bidang itu sebesar 500 poin.2 Tentunya fakta
tersebut memprihatinkan bagi dunia pendidikan tanah air, karena pada dasarnya
matematika adalah ilmu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Dalam Lampiran Permendiknas Nomor 20 tahun 2006 tentang Standar Isi
dikemukakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah bertujuan supaya siswa
memiliki beberapa kemampuan sebagai berikut: 1) memahami konsep
matematika; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat; 3) memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah dan merancang model
matematika; 4) mengkomunikasikan gagasan; dan 5) memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan.3 Jika diperhatikan, bisa kita katakan
bahwa sebenarnya pendidikan matematika di Indonesia telah memperhatikan
pengembangan kemampuan komunikasi matematis. Hal ini dapat kita lihat pada
tujuan ketiga dan keempat. Namun sayangnya, banyak guru yang cenderung
masih kurang memperhatikan tujuan-tujuan tersebut.
Terkait komunikasi, matematika dapat dikatakan sebagai bahasa karena
mampu menyampaikan gagasan antar-manusia dengan menggunakan angka dan
simbol yang khas dan memiliki aturan-aturan penulisan tertentu. Dalam kegiatan
pembelajaran matematika, pengungkapan gagasan matematis akan mudah
disampaikan dengan menggunakan bahasa matematis. Dengan demikian, akan
terciptalah suatu komunikasi yang matematis. Selanjutnya, Baroody (1993: 2-99)
menyatakan bahwa ada lima aspek dalam kegiatan komunikasi, yaitu
merepresentasi (representing), mendengar (listening), membaca (reading),
berdiskusi (discussing), dan menulis (writing).4 Jadi, dapat disimpullkan bahwa
menulis merupakan salah satu aspek dari komunikasi, terrmasuk dalam
komunikasi matematis.
2 Overview TIMSS and PIRLS 2011 Achievement.pdf. http://timssandpirls.bc.edu./data-release-2011. Diakses pada 10 Mei 2014 pukul 06:38.
3 Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006), h.148.
4 Bansu Irianto Ansari, “Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write”, Disertasi pada Program Pascasarjana UPI Bandung, (Bandung: Perpustakaan UPI Bandung), h.21.tidak dipublikasikan.
3
Kegiatan menulis matematis merupakan proses yang tidak dapat
dipisahkan dalam pembelajaran matematika. Sekalipun seseorang mampu
melakukan operasi matematis yang hanya direpresentasikan secara internal
(melalui aktivitas berpikir), namun untuk mencapai kemampuan pemecahan
masalah matematis sampai pada level itu, tentunya tidak lepas dari kegiatan
menulis matematis. Ketika orang tersebut diminta untuk mengkomunikasikannya
kepada orang lain, atau ketika melakukan pembuktian atau pengecekan ulang atas
perhitungannya maka disaat itulah kemampuan menulis matematis yang baik
dibutuhkan. Karenanya, kemampuan menulis matematis harus diajarkan sejak di
jenjang pendidikan dasar.
Sayangnya, hal tersebut tidak sesuai dengan fakta yang penulis temukan di
MIN Bantargebang. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pra-penelitian
yang peneliti lakukan terhadap guru dan siswa kelas III pada Desember 2014,
terkuak bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika.
Guru matematika mengakui bahwa penggunaan strategi pembelajaran matematika
di kelas masih minim, termasuk pendekatan dalam pembelajaran. Padahal
pendekatan pembelajaran yang tepat akan membuat proses pembelajaran lebih
efektif dan tujuan pembelajaran tercapai. Kondisi siswa kelas III cenderung pasif,
hanya menerima informasi dari guru. Dalam proses pembelajaran hanya ada
beberapa siswa saja yang bertanya kepada guru, bahkan beberapa siswa memilih
untuk tidak mengerjakan soal yang diberikan oleh guru jika mereka tidak paham.
Saat diwawancara, siswa mengatakan bahwa matematika adalah pelajaran yang
sulit. Selain itu, pembelajaran matematika yang berlangsung ternyata masih
terpusat pada guru dan berlangsung secara konvensional.
Pembelajaran konvensional yang penulis maksud adalah pembelajaran
yang memiliki siklus sebagai berikut: guru mengawali pembelajaran langsung
pada tataran formal, dilanjutkan dengan pemberian contoh soal beserta langkah-
langkah penyelesaiannya. Kemudian peserta didik diminta mengerjakan latihan-
latihan yang ada di buku paket atau LKS, untuk kemudian dinilai oleh guru.
Ketika menanamkan konsep matematika yang notabene bersifat abstrak, guru
langsung memperkenalkan konsep pada tataran formal sehingga jarang sekali
4
menggunakan alat peraga dan minim media pembelajaran lainnya. Hal tersebut
tentu menambah kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep matematika.
Wajar saja, karena seperti yang diungkapkan Piaget, tingkat kognisi anak-anak
usia sekolah dasar (7-11 tahun) masih berada dalam tahap pemikiran pra-
operasional/konkret-operasional, yaitu masa di mana aktivitas mental anak
terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah
dialaminya.5
Pembelajaran konvensional tersebut membuat siswa bergantung kepada
guru, sehingga setiap memulai mengerjakan soal, pasti selalu bertanya terlebih
dahulu sebelum mencoba. Jika soal yang diberikan kepada siswa diubah sedikit
konteks kalimat atau model pertanyaannya maka siswa langsung kebingungan dan
tidak mau mengerjakannya. Ini mengindikasikan bahwa pemahaman konsep
matematika siswa masih rendah.
Berdasarkan wawancara dengan guru matematika kelas III, dalam
pembelajaran aspek menulis matematis tidak ditekankan, baik dalam mencatat
maupun dalam mengerjakan soal. Siswa tidak terbiasa mengerjakan soal esai yang
dapat memaksa mereka untuk menuliskan ide-ide yang muncul dalam pikiran
mereka, sehingga mereka tidak terbiasa mengeksplorasi ide-ide dan mengasah
kemampuan menulis matematisnya. Dalam penyelesaian soal, sering ditemukan
siswa menuliskan simbol atau bahasa matematika yang kurang tepat. Padahal guru
tersebut mengakui bahwa penulisan yang salah akan menimbulkan persepsi yang
salah sehingga pemahaman konsep siswapun menjadi rendah. Akan tetapi aspek
tersebut diabaikan begitu saja.
Hal yang terlihat sepele ini dapat menimbulkan masalah serius jika
dibiarkan. Pasalnya, menulis matematis merupakan sarana penanaman sekaligus
sebagai refleksi dari pemahaman konsep seseorang dikarenakan tulisan adalah
salah satu bentuk representasi bahasa yang digunakan dalam penyampaian suatu
informasi. Jika terdapat penulisan yang salah maka akan menimbulkan kesalahan
pembaca dalam menerima informasi yang seharusnya. Jadi, diperlukan strategi
5 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2009), Cet.I, h. 104.
5
atau pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dapat membantu siswa
memahami konsep-konsep dasar matematika, mengasah kemampuan menulis
matematis serta meningkatkan aktivitas siswa. Salah satu pendekatan sederhana
dalam pembelajaran matematika di Indonesia adalah pendekatan matematika
realistik Indonesia atau yang biasa disingkat PMRI.
Berdasarkan studi pustaka yang telah penulis lakukan, pendekatan
Matematika Realistik (PMR)− yang merupakan adaptasi dari pendekatan Realistic
Mathematic of Education (RME)−adalah salah satu pendekatan dalam
pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa (Anisa, 2014). RME sendiri pertama kali diperkenalkan dan
dikembangkan di Belanda sekiar tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Pendekatan
pembelajaran ini berorientasi pada pendapat Hans Freudenthal yang mengatakan
bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Jadi, matematika bukanlah suatu
“produk jadi” yang diajarkan guru melainkan proses yang harus dialami siswa.
Selain itu, menurut Badan Standar Nasional Pendidikan, “...dalam setiap
kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan
masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai
konsep matematika”.6 Jadi, dengan menerapkan pembelajaran matematika
berbasis pendekatan matematika realistik −yang dapat memfasilitasi siswa dalam
menguasai konsep matematika−diharapkan juga dapat memfasilitasi upaya untuk
meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menduga bahwa dengan
menerapkan pendekatan Matematika Realistik, kemampuan menulis matematis
siswa dapat ditingkatkan. Hal tersebut yang mendorong penulis untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis
Matematis Melalui Pendekatan Matematika Realistik: Penelitian Tindakan
Kelas pada Siswa Kelas III MIN Bantargebang”.
6 Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006), h. 147-148.
6
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian Beberapa permasalahan yang ditemukan berdasarkan latar belakang pada
penelitian ini adalah:
1. Masih banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika adalah mata
pelajaran yang sulit.
2. Siswa bersikap pasif dalam pembelajaran.
3. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika.
4. Pembelajaran masih teacher centric dan konvensional yakni langsung
memperkenalkan konsep pada tataran formal, sehingga pembelajaran
minim strategi.
5. Rendahnya kemampuan menulis matematis siswa.
Adapun fokus penelitian ini adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan menulis matematis siswa kelas tiga di MIN Bantargebang dengan
menerapkan pendekatan matematika realistik.
C. Pembatasan Fokus Penelitian Melihat banyaknya permasalahan yang muncul dalam identifikasi masalah,
peneliti dalam hal ini perlu membatasi masalah-masalah yang akan diteliti pada
masalah rendahnya kemampuan menulis matematis. Untuk mengatasinya akan
diterapkan pendekatan Matematika Realistik (PMR), dan untuk membatasi
masalah yang begitu luas dapat dibuat pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Matematika Realistik, sebagai pendekatan dalam pembelajaran
matematika dibatasi untuk meningkatkan kemampuan menulis matematis
siswa. Selain itu, mengacu pada fokus Matematika Realistik dalam
penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan oleh siswa. Jadi, tidak
harus selalu menggunakan alat peraga/benda nyata.
2. Kemampuan menulis matematis yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kemampuan siswa dalam menuangkan gagasan-gagasan matematis
secara tertulis dalam rangka memecahkan masalah matematika.
Kemampuan menulis yang dimaksud dilihat dari tiga dimensi, yakni:
7
kejelasan penulisan atau penjelasan dari berpikir matematis, penggunaan
istilah matematis dan ketepatan dalam perhitungannya.
3. Materi ajar dibatasi pada kelas III semester II, yakni pokok bahasan
“Pecahan”.
D. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian identifikasi area dan fokus penelitian di atas, maka
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan menjadi:
1. Bagaimanakah Pendekatan Matematika Realistik dapat meningkatkan
kemampuan menulis matematis siswa kelas III di MIN Bantargebang?
2. Bagaimanakah aktivitas siswa kelas III MIN Bantargebang dalam
pembelajaran matematika dengan pendekatan Matematika Realistik?
E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis matematis dan
aktivitas siswa kelas III (tiga) MIN Bantargebang selama pembelajaran
matematika berbasis pendekatan matematika realistik.
Adapun kegunaannya, antara lain sebagai berikut:
1. Bagi siswa:
a. Dapat meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa.
b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif mengembangkan
kemampuan komunikasi matematis lainnya.
c. Meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika.
2. Bagi guru:
a. Dapat membantu guru dalam menyusun rencana pembelajaran
matematika yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa.
b. Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan
kualitas proses pembelajaran matematika melalui berbagai pendekatan
pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif.
8
3. Bagi sekolah:
a. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam
pengembangan pembelajaran matematika, khususnya terkait dengan
penerapan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan
perkembangan psikologis siswa.
b. Diharapkan mampu meningkatkan kualitas lulusan.
c. Meningkatkan kredibilitas sekolah yang bersangkutan.
4. Bagi Peneliti:
a. Sebagai lahan praktik untuk menerapkan berbagai teori kependidikan
dan keguruan yang telah diperoleh selama belajar di bangku
perkuliahan.
b. Menjadi bekal pengalaman dalam menerapkan salah satu pendekatan
matematika untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran yang lebih
realistis, ketika sudah terjun ke masyarakat kelak.
5. Bagi Pembaca:
a. Dapat dijadikan bahan kajian dan bahan referensi dalam rangka
diadakannya penelitian lebih lanjut
b. Sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkaya khazanah ilmu
pengetahuan kependidikan dan keguruan, khususnya pendidikan dasar.
9
BAB II
KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 1. Kemampuan Menulis Matematis
a. Pengertian Kemampuan Menulis
Setiap makhluk hidup terlahir dengan kemampuan yang khas dan
bervariasi, terutama antara jenis yang satu dengan yang lain. Begitupun manusia,
setiap individu yang lahir telah dianugerahi dengan potensi berupa bakat dan
kemampuan yang berbeda-beda. Bakat dan kemampuan itu dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti kondisi fisik dan kecerdasan (yang berasal dari genetik),
serta kekuatan dan keterampilan yang merupakan faktor lingkungan (sebagai
akibat dari pengalaman, kebiasaan, latihan, dsb.). Demikian halnya dengan
kemampuan menulis, merupakan hasil dari pengajaran dan latihan yang dilakukan
seseorang.
Menurut Urquhart, “writing is the ability to compose text effectively for
different purposes and audiences” (menulis merupakan kemampuan untuk
menyusun teks secara efektif bagi tujuan dan audiens yang berbeda).1 Adapun
keterampilan menulis merupakan salah satu dari keterampilan berbahasa yang
dikuasai seseorang sesudah menguasai keterampilan menyimak, berbicara dan
membaca. Oleh karena itu, menulis merupakan keterampilan yang sukar dan
kompleks.2
Menulis sering diidentikkan dengan ungkapan the silent activity (aktivitas
hening). Hal ini dikarenakan, banyak orang yang lebih sering melakukan aktivitas
menulis dalam keadaan atau suasana yang relatif hening, tidak banyak kebisingan.
Tentu saja ada beberapa alasan yang melatarbelakangi hal itu. Biasanya,
1 Vicki Urquhart, Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning, (Colorado:
McREL, 2009), h. 3. 2 Kundharu Saddhono dan St.Y.Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa
Indonesia, (Bandung: Karya Putra Darwati, 2012), h. 96.
10
alasannya ialah karena orang tersebut memang terbiasa dengan suasana hening
dalam menjalani rutinitasnya atau karena orang tersebut merasa lebih bisa
berkonsentrasi mencurahkan berbagai idenya ketika menulis jika dalam situasi
hening.
Terkait menulis, ada berbagai pendapat dari beberapa ahli mengenai
pengertian menulis, yakni sebagai berikut:
1) Menulis adalah membuat huruf (angka,dsb) dengan pena, melahirkan pikiran dan perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan; mengarang di majalah, mengarang roman (cerita, membuat surat).
2) Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa, yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa gambar itu.
3) Menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Dapat juga diartikan bahwa menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis.
4) Robert Lado mengatakan bahwa: “to write is to put down the graphic symbols that represent a language one understands, so that other can read these graphic representation”. Menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti oleh seseorang, kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa tersebut beserta simbol-simbol grafisnya. 3
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah kemampuan
seseorang dalam melukiskan lambang-lambang grafik untuk menyampaikan ide
atau gagasan yang dapat dimengerti oleh orang lain.4 Selain itu, dapat
disimpulkan bahwa menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang
digunakan sebagai alat komunikasi secara tidak langsung antara penulis dengan
pembaca dalam ragam bahasa tulis (tulisan).
3 Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas
Tinggi, Edisi Kesatu, (Bandung: UPI Press, 2007), h.115. 4 Alek, H. dan Achmad H.P., Buku Ajar Bahasa Indonesia, (Jakarta: FITK Press UIN
Syarif Hidayatullah,), h. 67.
11
b. Fungsi Menulis
Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa, selain
membaca, menyimak, dan berbicara. Dalam kegiatan berbahasa, menulis memiliki
fungsi utama yaitu sebagai alat komunikasi secara tertulis dan tidak langsung.
Selain dapat membantu memperjelas pikiran-pikiran si penulis, menulis juga
memiliki fungsi lain, yakni sebagai berikut:
1) Fungsi Penataan Ketika menulis terjadi penataan terhadap gagasan, pikiran
pendapat, imajinasi dan yang lainnya, serta terhadap penggunaan bahasa untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, pikiran dan lainnya mempunyai wujud yang tersusun.
2) Fungsi Pengawetan Mengarang mempunyai fungsi untuk mengawetkan pengutaraan
sesuatu dalam wujud dokumen tertulis. Dokumen sangat berharga, misalnya untuk mengungkapkan kehidupan pada zaman dahulu.
3) Fungsi Penciptaan Dengan mengarang, kita menciptakan atau mewujudkan sesuatu
yang baru. Karangan sastra menunjukkan fungsi demikian. Begitu pula karangan fisafat dan keilmuan, ada yang menunjukkan fungsi penciptaan.
4) Fungsi Penyampaian Penyampaian itu terjadi bukan saja kepada orang yang berdekatan
tempatnya, melainkan juga kepada orang yang berjauhan. Malahan penyampaian itu dapat terjadi pada masa yang berlainan, misalnya surat wasiat.5
Dengan demikian, fungsi menulis itu bukan hanya untuk berkomunikasi
secara tertulis atau tidak langsung saja, melainkan juga berfungsi sebagai
penataan, pengawetan, penciptaan dan penyampaian. Jika dikaitkan dengan fungsi
menulis matematis maka aktivitas menulis dalam kelas matematika tidak hanya
berfungsi sebagai pengawetan/dokumentasi, melainkan juga berfungsi sebagai
penataan dan penciptaan dan penyampaian berbagai gagasan matematis. Hal ini
seperti yang dinyatakan Urquhart dalam prolog jurnalnya, seperti berikut:
“… When many of us reflect on our own school experiences, we recall writing in English and history classes, but not in mathematics. Math
5 Resmini, op. cit., h.116.
12
classes previously relied on skill building and conceptual understanding activities. Today, teachers are realizing that writing during a math lesson is more than just a way to document informations; it is a way to deepen student learning and a tool for helping students gain new perspectives”.6
c. Tujuan Menulis
Kemampuan menulis merupakan kemampuan berbahasa yang bersifat
produktif. Artinya, kemampuan menulis itu merupakan kemampuan yang
menghasilkan; dalam hal ini, menghasilkan tulisan. Menulis di sini merupakan
kegiatan yang memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks. Kemampuan
yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan logis,
kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jelas, dengan
menggunakan bahasa yang efektif. Setiap penulis dituntut untuk mampu
mengekspresikan gagasan-gagasannya ke dalam bentuk tulisan yang bisa
dipahami oleh orang lain.
Seseorang melakukan aktivitas menulis pasti memiliki tujuan atau alasan
yang melatarbelakanginya. Sehubungan dengan “tujuan” penulisan tersebut, Hugo
Hartig merangkumkannya sebagai berikut:
1) Assignment Purpose (tujuan penugasan) Artinya, penulis menulis bukan atas dasar kemauan sendiri, melainkan karena ada unsur paksaan, yakni memenuhi tugas.
2) Altruistic Purpose (tujuan altruistik) Penulis bertujuan menyenangkan pembaca, ingin menolong pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya.
3) Persuasive Purpose (tujuan persuasif) Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.
4) Informational Purpose (tujuan informasi) Tulisan yang bertujuan memberikan informasi atau keterangan/ penerangan kepada pembaca
5) Self-expressive Purpose (tujuan mengekspresikan diri) Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca.
6) Creative Purpose (tujuan kreatif) Tulisan ini bertujuan mencapai nilai-nilai artistik dan nilai-nilai kesenian.
6 Vicki Urquhart, Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning, (Colorado:
McREL, 2009), h. 3.
13
7) Problem-solving Purpose (tujuan pemecahan masalah) Tulisan ini bertujuan memecahkan masalah yang dihadapi.7
Berdasarkan beberapa macam tujuan di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan
menulis matematis bisa termasuk ke dalam beberapa tujuan sekaligus, misalnya
tujuan pemecahan masalah, kreatif dan atau mengekspresikan diri.
d. Menulis Matematis
Menuliskan ide matematika adalah menugaskan kepada siswa untuk
menuliskan mengenai konsep khusus matematika.8 Aktivitas menuangkan ide-ide
secara tertulis yang berkaitan dengan matematika merupakan bagian dari menulis
matematis. Gipayana, seperti dikutip Iwan, menyatakan bahwa menulis sebagai
aspek kemampuan berbahasa pada hakikatnya merupakan refleksi pikiran. Karena
itu aktivitas menulis matematis merupakan representasi dari gambaran mental
seseorang yang divisualisasikan dalam bentuk simbol-simbol grafis maupun
simbol-simbol matematis.9
Representasi dapat dinyatakan secara internal maupun secara eksternal.
Berpikir ide matematis yang dikomunikasikan dalam wujud verbal, gambar,
grafik, tabel, diagram, dan benda konkrit merupakan representasi eksternal
(Hudoyo, 2005). Knuth (1989) menyatakan bahwa ada aturan dasar dalam
menulis matematis seperti (a) memisahkan simbol-simbol yang berbeda dari kata,
(b) tidak memulai kalimat dengan simbol, (c) tidak menggunakan simbol-simbol
⇔, ⇒, ∃,∴, ∋, ∀ dan lain-lain di awal teks kalimat, kecuali digunakan pada
logika, dan (d) menulis kalimat atau teorema secara lengkap. Representasi yang
memiliki peraturan seperti itu membuat matematika layaknya suatu bahasa, yang
membuatnya lebih praktis, sistematis dan efisien dalam mengkomunikasikan ide-
ide matematis.
7 Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:
Angkasa, 2008), h. 25. 8 http://id.wikipedia.org/wiki/ide diakses pada tanggal 6 Juli 2015 pukul 22.15 9 Iwan Junaedi, “Pembelajaran Matematika dengan Strategi Writing in Performance
Tasks (WiPT) untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, h. 26, tidak dipublikasikan.
14
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis
matematis adalah kemampuan seseorang untuk mengekspresikan ide-ide
matematika ke dalam bentuk tulisan yang benar, runtut dan logis sebagai upaya
pencarian solusi atau pemecahan masalah matematis.
Menulis tidak dapat dipisahkan dari kurikulum matematika, menulis
merupakan bagian darinya. Di antara tujuan pembelajaran menurut NCTM adalah
mengatur seluruh siswa untuk mengkomunikasikan pemikiran matematika
mereka.10 Jadi, menulis merupakan kegiatan yang esensial dalam pembelajaran
matematika, seperti yang diungkapkan oleh Profesor Maurer sebagai berikut:
“Writing is an essential form of communication, especially for subtle material like mathematics. Some people think writing and mathematics are disjoint activities, but far from it. In mathematics, you use all the tools of ordinary language plus the additional conventions of mathematical symbolism-solution consist of both word and symbols. So, writing plays an important role in my course”.11
Adapun Dr. Kevin P. Lee mengungkapkan manfaat dari kegiatan menulis dalam
pembelajaran matematika sebagai berikut:
“You will find that writing good mathematical explanations will improve your knowledge and understanding of the mathematical ideas you encounter. Putting an idea on paper requires careful thought and attention. Hence, mathematics which is written clearly and carefully is more likely to be correct. The process of writing will help you learn and retain the concepts which you will be exploring in your math class”.12
Countryman (1992), seseorang yang mengeksplorasi hubungan antara
matematika dan menulis, menawarkan empat kelebihan menulis matematis, yaitu:
1) Siswa menulis untuk terus menjaga apa saja yang mereka kerjakan dan pelajari;
2) Siswa menulis untuk menyelesaikan masalah matematika; 3) Siswa menulis
untuk memaparkan ide matematika; dan 4) Siswa menulis untuk menggambarkan
10 Vicki Urquhart, Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning, (Colorado:
McREL, 2009), h. 6. 11 Delano P. Wegener, Writing Mathematics Correctly: Guidelines for Math 160C.
http://www.college-algebra.com/essays/writing-mathematics-correctly.pdf.18-Agustus-2014. 12Kevin P. Lee, A Guide to Writing Mathematics, h. 1.
(http://www.cs.uucdavis.edu/writingman.pdf). Diakses pada 17 September 2014 pukul 13:13.
15
proses pembelajaran.13 Menurut Junaedi (2005), “beberapa keuntungan dari
menulis matematika antara lain: 1) dapat meningkatkan pemahaman, 2)
meningkatkan penalaran dan problem solving, 3) dapat sebagai stimulasi untuk
problem posing dan 4) membuat mandiri dan independen dalam belajar”.14
Lebih lanjut, David Pugalee (2005), yang meneliti hubungan antara bahasa
dan pembelajaran matematika, menegaskan bahwa menulis mendukung penalaran
dan penyelesaian masalah matematis dan membantu para siswa
menginternalisasikan karakteristik-karakteristik dari komunikasi efektif. Dia
menyarankan agar para guru membaca tulisan siswa sebagai bukti kesimpulan-
kesimpulan logis, pembenaran atas berbagai jawaban dan proses, serta
penggunaan fakta-fakta untuk menjelaskan pemikiran siswa.15
Lantas, tentu pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah: Bagaimana cara
untuk mengukur kemampuan menulis matematis seseorang? Apa saja kriteria
yang digunakan untuk mengukurnya?
Agar struktur penulisan dalam penyelesaian persoalan matematika menjadi
lebih jelas dan terarah, lazimnya guru matematika memberikan instruksi kepada
siswa tentang hal-hal yang perlu ditulis dalam menyelesaikan soal. Misalnya,
dimulai dengan mengidentifikasi: hal yang diketahui, hal yang ditanyakan atau
diminta, hingga akhirnya memikirkan langkah-langkah penyelesaian serta
kesimpulannya. Tetapi hal itu tidak lantas menjamin siswa mampu menyelesaikan
persoalan matematika dengan baik hingga akhir perhitungan atau penarikan
kesimpulan. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, misalnya seperti kesalahan
dalam mengidentifikasi soal, kesalahan dalam proses komputasi, namun yang
paling utama adalah rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika
atau bahkan miskonsepsi.
13 Vicki Urquhart, Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning, (Colorado:
McREL, 2009), h. 6. 14 L. Winayawati, dkk., “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi
Think-Talk-Write Terhadap Kemampuan Menulis Rangkuman dan Pemahaman Matematis Materi Integral”, Unnes Journal of Research Mathematics Education, h. 66, dipublikasikan pada Juni 2012.
15 Urquhart, op. cit., h. 4.
16
Seperti halnya kemampuan yang lain, kemampuan menulis matematis juga
bisa diukur. Tentu saja ada berbagai pandangan dari para ahli terkait teknik dan
indikator yang menjadi tolok ukur yang digunakan untuk mengungkapkan
kemampuan tersebut, walaupun pada prinsipnya semua pandangan itu sejalan.
Menurut Cai, Lane dan Jakabesin (1996), untuk mengungkapkan kemampuan
menulis matematis dapat dilakukan dengan berdiskusi mengerjakan berbagai
bentuk soal, baik soal pilihan ganda maupun uraian.16
Dalam penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan soal berbentuk
isian terbatas dan uraian saja. Hal ini karena peneliti menganggap bahwa soal
berbentuk uraian cenderung lebih bisa mengeksplorasi kemampuan menulis
matematis siswa daripada soal berbentuk pilihan ganda yang pilihan jawabannya
telah disediakan dan memungkinkan terjadinya aksi tebak-tebakan oleh siswa.
Terkait tolok ukur tersebut, Dr. Kevin P. Lee menawarkan sebuah daftar cek
berisi sebelas kriteria seperti berikut:
Tabel 2.1
A Mathematical Writing Checklist17
Below is a checklist which will help you follow the guidelines outlined above in your mathematical writing.
1) Is your paper neatly typed? 2) Has there an introduction? 3) Is the paper been proofread? 4) Did you state all of your assumptions? 5) Is the writing clear and easy to understand? 6) Are the mathematical symbols used correctly? 7) Are all of the variables defined and described adequately? 8) Are the words used correctly and precisely? 9) Are the diagrams, tables, graphs, and any other pictures you include
clearly labeled?
10) Is the mathematics correct? 11) Did you solve the problem?
16 Iwan Junaedi, “Pembelajaran Matematika dengan Strategi Writing in Performance
Tasks (WiPT) untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, ,h. 35, tidak dipublikasikan.
17Kevin P. Lee, A Guide to Writing Mathematics, h. 16. (http://www.cs.uucdavis.edu/writingman.pdf). Diakses pada 17 September 2014 pukul 13:13
17
Lalu ada pula kriteria yang ditawarkan oleh Stacie Lefler melalui rubrik journal
entry-nya sebagai berikut:
Tabel 2.2 Rubrik Kemampuan Menulis Matematis18
Dimensi 1 2 3 4 Ketepatan Respon
terhadap pertanyaan tidak tepat
Respon terhadap pertanyaan agak tepat
Respon terhadap pertanyaan tepat, namun ada yang keliru
Respon terhadap pertanyaan tepat
Penggunaan Istilah Matematis
Tidak ada penggunaan istilah matematika
Berusaha menggunakan, tapi tidak benar atau pengguna-annya sedikit
Menggunakan beberapa istilah matematika dan sedikit kesalahan
Menggunakan istilah matematika dengan benar
Penjelasan Berpikir Matematis
Tidak meliputi permasalah-an
Minim penjelasan dan/ atau sangat membingung-kan
Penjelasan kurang lengkap namun mudah dipahami
Penjelasan lengkap dan mudah dipahami
Berdasarkan kriteria yang ditawarkan oleh Dr. Kevin P.Lee dan Stacie Lefler
tersebut, peneliti memilih untuk mengadaptasi rubrik journal entry yang
ditawarkan oleh Stacie Lefler tersebut untuk dijadikan rubrik penilaian
kemampuan menulis matematis siswa.
2. Pendekatan Matematika Realistik
a. Definisi Pendekatan Matematika Realistik
Secara bahasa, kata “pendekatan” merupakan terjemahan dari kata
“approach” dalam bahasa Inggris, diartikan sebagai come near to..(menghampiri);
18 Diadaptasi dari jurnal yang ditulis oleh Stacie Lefler,”Writing in Mathematics
Classroom: A Form of Communication and Reflection”, Action Research Project, (Heaton: Math in Middle Institute Partnership, 2006), h.29.
18
atau road, way (jalan).19 Adapun secara istilah, HM. Chabib Thaha
mendefinisikan pendekatan sebagai “cara memproses subjek atas objek untuk
mencapai tujuan. Pendekatan juga bisa diartikan cara pandang terhadap sebuah
objek persoalan, di mana cara pandang itu adalah cara pandang dalam konteks
yang lebih luas”.20 Sedangkan Lawson dalam konteks belajar, mendefinisikan
pendekatan sebagai “segala cara atau strategi yang digunakan peeserta didik untuk
menunjang keefektifan, keefisienan dalam proses pembelajaran materi tertentu”.21
Berdasarkan beberapa definisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang pembelajar terhadap proses
pembelajaran.
Salah satu pendekatan yang khas dalam pembelajaran matematika adalah
pendekatan matematika realistik. Pendekatan Matematika Realistik (MR) sudah
diterapkan di Indonesia sejak tahun 2001 dengan nama PMRI (Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia), yang merupakan adaptasi dari Realistic
Mathematics of Education (RME).
RME sendiri merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
menekankan pada kebermaknaan ilmu pengetahuan, yang pertama kali
diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda sekiar tahun 1970 oleh Institut
Freudenthal. Pendekatan pembelajaran ini berorientasi pada pendapat Hans
Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia
(mathematics is a human activity). Ia juga memandang bahwa matematika bukan
sebagai suatu produk jadi yang guru berikan kepada siswa, melainkan suatu
proses yang dikonstruksi oleh siswa.
Dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Matematika Realistik: Suatu
Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika, Ariyadi mengungkapkan bahwa
kata “realistik” sering disalah-artikan oleh banyak pihak sebagai “real-world”
(dunia nyata), dan menunjukkan bahwa pendekatan matematika realistik harus
selalu menggunakan masalah sehari-hari. Padahal, menurut Van den Heuvel-
19 Oxford Learner’s Pocket Dictionary: Third Edition. (China: Oxford University Press,
2005), h. 17. 20 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), h. 169. 21 Ibid., h.169.
19
Panhuizen, penggunaan kata “realistic” tersebut tidak sekadar menunjukkan
adanya keterkaitan dengan dunia nyata (real-world) tetapi lebih mengacu pada
fokus Pendidikan Matematika Realistik dalam menempatkan penekanan
penggunaan situasi yang bisa dibayangkan oleh siswa. Jadi, suatu masalah
realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (real-world
problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Suatu masalah
disebut “realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan atau nyata dalam
pikiran siswa.22
b. Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik
Seperti yang dikutip oleh Ariyadi dalam bukunya, Treffers (1987)
merumuskan lima karakteristik Pendidikaan Matematika Realistik, yaitu:23
1) Penggunaan konteks atau permasalahan realistik sebagai titik awal
pembelajaran matematika.
Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk
permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal itu bermakna
dan bisa dibayangkan oleh siswa.
2) Penggunaan model untuk matematisasi.
Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model digunakan dalam
melakukan matematisasi secara progresif, sebagai jembatan dari pengetahuan
dan matematika tingkat konkret menuju pengetahuan matematika tingkat
formal.
3) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa.
Mengacu pada pandangan Freudenthal terhadap matematika, maka dalam
PMR siswa memiliki posisi sebagai subjek belajar. Artinya, siswa memiliki
kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah, sehingga
diharapkan akan didapat strategi yang bervariasi. Selanjutnya, hasil kerja dan
konstruksi siswa dimanfaatkan untuk landasan pengembangan konsep
matematika.
22Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika, (Jogjakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet.I, h. 20-21.
23 Ibid, h. 23.
20
4) Adanya interaktivitas.
Disadari atau tidak, proses belajar yang dialami oleh seseorang bukan
berarti hanya melibatkan dirinya, melainkan juga melibatkan orang-orang di
sekitarnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan
interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan
kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.
5) Adanya keterkaitan antarkonsep matematika.
Perlu kita ketahui, bahwa konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat
parsial, namun memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Karenanya,
Pendidikan Matematika Realistik menempatkan keterkaitan tersebut sebagai
hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran.
c. Prinsip-prinsip Pendekatan Matematika Realistik
Widayanti, dkk. dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Matematika MI,
mengungkapkan bahwa ada tiga prinsip utama dalam PMR, yakni:24
1) Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi
progresif (progressive mathematization).
Freudenthal mengenalkan istilah guided reinvention sebagai proses yang
dilakukan siswa secara aktif untuk menemukan kembali suatu konsep
matematika dengan bimbingan guru.
2) Fenomenologi didaktik (didactical phenomenology).
Maksudnya ialah bahwa dalam membelajarkan siswa mengenai berbagai
konsep matematika, guru perlu bertolak dari berbagai permasalahan dan
fenomena kontekstual, yang dapat dibayangkan oleh siswa.
3) Mengembangkan model sendiri (self-developed models).
Maksudnya ialah dalam mempelajari konsep-konsep matematika melalui
masalah yang kontekstual, siswa perlu diberikan kebebasan untuk
mengembangkan sendiri model matematisasi sebagai upaya pemecahan
masalah tersebut.
24 Esti Yuli Widayanti, dkk., Pembelajaran Matematika MI Paket 1-6, Edisi 1, (Surabaya:
LAPIS PGMI, 2009), h. 3.
21
d. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Sebelumnya telah dipaparkan mengenai prinsip-prinsip dan karakteristik
pendekatan matematika realistik. Kini, peneliti akan menyampaikan prosedur
pembelajaran yang berbasis pendekatan matematika realistik. Pembelajaran
matematika realistik dapat dilaksanakan melalui empat fase, yaitu: memahami
masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan dan
mendiskusikan jawaban, dan menyimpulkan (Arends, dalam Yuwono, 2007:4).25
Berikut penjabarannya:
1) Memahami masalah kontekstual
Guru memberi masalah kontekstual dan meminta siswa memahaminya.
Masalah yang disajikan tidak harus konkret, asalkan dapat dibayangkan oleh
siswa. Guru menjelaskan situasi dan kondisi masalah dengan memberikan
petunjuk atau pertanyaan pancingan seperlunya terhadap bagian tertentu yang
belum dipahami siswa. Jadi, melalui kegiatan bertanya, siswa dapat secara
aktif berusaha mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuannya sendiri
dengan mengaitkan penjelasan guru dengan pengetahuan dan pengalaman
yang dimiliki. Karakteristik yang muncul pada fase ini yaitu penggunaan
masalah kontekstual (prinsip fenomenologi didaktis).
2) Menyelesaikan masalah kontekstual
Guru memberi bantuan terbatas. Selebihnya guru mendorong dan memberi
kesempatan siswa secara mandiri menghasilkan penyelesaian dari masalah
yang disajikan. Siswa diberi kesempatan mengalami proses layaknya konsep-
konsep matematika ditemukan sehingga dapat “menemukan kembali” sifat,
definisi, teorema, atau prosedur.
Siswa didorong untuk menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara
mereka sendiri, baik secara individual maupun kelompok. Siswa perlu
membangun kerjasama interaktif antarsiswa maupun siswa dengan guru agar
proses pemecahan masalah dapat diselesaikan dengan lebih baik. Dalam
menyelesaikan masalah kontekstual, dapat digunakan model berupa benda
25 Sumaryanta, Pembelajaran Matematika Realistik dan Strategi Implementasinya di Kelas,
h. 2, (http://www.p4tkmatematika.org). Diakses pada 15 September 2014.
22
manipulatif, skema, atau diagram untuk menjembatani kesenjangan antara
konkret dan abstrak atau dari abstraksi yang satu ke abstraksi lanjutannya.
Karakteristik yang muncul pada fase ini yaitu penggunaan model untuk
matematisasi dan prinsip guided reinvention.
3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban secara berkelompok kecil, agar siswa dapat belajar
mengemukakan pendapat dan menanggapi pendapat orang lain. Guru harus
berusaha agar semua siswa berpartisipasi dan berkontribusi selama diskusi.
Selanjutnya, beberapa siswa mewakili kelompoknya masing-masing untuk
memaparkan strategi pemecahan masalah hasil diskusinya di depan siswa-
siswa lainnya. Melalui membandingkan hasil temuan, siswa dapat
menyampaikan pendapat (proses pemikiran) untuk menemukan pemecahan
yang lebih baik sekaligus media untuk meningkatkan level belajar.
Karakteristik yang muncul pada fase ini yaitu adanya interaktivitas.
4) Menyimpulkan
Berdasarkan hasil membandingkan dan mendiskusikan jawaban, guru
mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep matematika.
Guru meminta siswa membuat kesimpulan tentang apa yang telah dikerjakan.
Jika siswa gagal, guru perlu mengarahkan ke arah kesimpulan yang
seharusnya. Karakteristik yang muncul pada fase ini adalah pemanfaatan hasil
konstruksi siswa.
Berdasarkan prinsip dan karakteristik pendekatan matematika realistik
serta dengan memperhatikan sintaks pembelajaran yang telah dikemukakan di
atas, maka dapat disusunlah langkah-langkah pembelajaran dengan Pendekatan
Matematika Realistik (PMR) yang akan menjadi acuan dalam tahap tindakan
penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
23
Tabel 2.3
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik26
Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Fase ke-1 Memahami masalah kontekstual
1) Memberikan siswa masalah kontekstual
2) Meminta siswa untuk memahami masalah tersebut secara individual
3) Guru menjelaskan masalah kontekstual dengan cara memberikan petunjuk seperlunya
1) Menanyakan masalah yang belum dipahami
2) Berusaha mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuannya, dengan cara mengaitkan penjelasan guru dengan pengetahuannya.
Fase ke-2 Menyelesai-kan masalah kontekstual
Mengamati dan memberi bimbingan dan pengarahan terbatas, sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah kontekstual tersebut
1) Memikirkan strategi pemecahan masalah yang memungkinkan
2) Menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki
Fase ke-3 Membandingkan dan mendiskusi-kan jawaban
1) Meminta siswa membentuk kelompok kecil
2) Meminta siswa untuk mendiskusikan penyelesaian masalah yang telah dikerjakan secara individual
3) Mengarahkan jalannya diskusi dan membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil diskusinya
4) Meminta perwakilan tiap kelompok untuk menyampaikan dan atau menuliskan jawaban kelompoknya
1) Membentuk kelompok kecil 2) Berdiskusi, dengan
membandingkan hasil jawaban yang telah dibuat secara individual
3) Dengan bimbingan guru, siswa membuat kesimpulan sementara dari permasalahan yang telah diselesaikan
4) Satu orang mewakili kelompoknya, maju untuk menuliskan dan mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
Fase ke-4 Menyimpul-kan
Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari hasil presentasi yang telah dipelajari bersama
Bersama guru, membuat kesimpulan pembelajaran pada hari itu.
26 Diadaptasi dari makalah yang ditulis oleh Sumaryanta, berjudul Pembelajaran
Matematika Realistik dan Strategi Implementasinya di Kelas, h. 2, (http://www.p4tkmatematika.org). Diakses pada 15 September 2014.
24
e. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Matematika Realistik
Sama halnya dengan pendekatan pembelajaran lainnya, dalam pendekatan
Matematika Realistik yang merupakan adaptasi dari Realistic Mathematic
Education ini terdapat kelebihan dan kekurangan, diantaranya:27
Kelebihan Realistic Mathematic Education:
1) Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah
lupa dengan pengetahuannya
2) Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan
realitas kehidupan sehingga siswa tidak cepat bosan belajar matematika
3) Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban ada
nilainya
4) Memupuk kerjasama siswa dalam kelompok
5) Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya
6) Melatih siswa untuk terbiasa berfikir dan mengemukakan pendapat
7) Pendidikan budi pekerti, misalnya saling kerjasama dan menghormati teman
yang sedang berbicara
Kekurangan Realistic Mathematic Education:
1) Karena sudah terbiasa diberikan informasi terlebih dahulu maka siswa masih
kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya
2) Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah
3) Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang
belum selesai
4) Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu
B. Hasil Penelitian yang Relevan Berikut ini peneliti uraikan beberapa hasil penelitian lain yang dianggap
relevan, yang berguna sebagai bahan penguat penelitian ini yang berfokus pada
upaya meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa melalui penerapan
pendekatan matematika realistik:
27Edy Tandiling, Implementasi Realistic Mathematics Education di Sekolah, FMIPA FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak, h. 3, tidak dipublikasikan.
25
1. Witri Nur Anisa (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui
Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Untuk Siswa SMP Negeri di
Kabupaten Garut”.
Hasil analisis penelitiannya menunjukkan bahwa peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematik dan kemampuan komunikasi
matematik siswa dengan pembelajaran pendidikan matematika realistik lebih
baik dibandingkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
dan kemampuan komunikasi matematik dengan pembelajaran langsung.28
2. Raudatul Husna, Sahat Saragih dan Siman (2012) dalam penelitiannya yang
berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi
Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas
VII Langsa”.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) adanya peningkatan
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa dengan
menggunakan pendekatan matematika realistik lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (2) tidak terdapat
interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap
peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik
siswa; (3) proses penyelesaian masalah jawaban siswa yang pembelajarannya
dengan menggunakan pendekatan matematika realistik lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.29
Berdasarkan uraian di atas, hasil-hasil penelitian tersebut relevan untuk
penelitian ini, yang bertujuan meningkatkan kemampuan menulis matematis dan
aktivitas siswa melalui penerapan pendekatan matematika realistik. Hal ini
dikarenakan terdapat persamaan antara variabel-varibel penelitian tersebut dengan
variabel penelitian yang akan dilakukan.
28 Witri Nur Anisa, “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi
Matematik Melalui Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Untuk Siswa SMP Negeri di Kabupaten Garut”, Jurnal Pendidikan dan Keguruan Vol.1 No. 1, 2014, artikel 8.
29Raudatul Husna, dkk., “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas VII Langsa”, Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol 6 Nomor 2, 2012, h. 175.
26
Variabel yang dimaksud ialah kemampuan komunikasi matematik−yang
merupakan “rumah” bagi kemampuan menulis matematis−dan pendekatan
matematika realistik. Adapun perbedaannya terletak pada jenis dan subjek
penelitiannya. Kedua penelitian tersebut merupakan penelitian kuasi eksperimen
yang menggunakan siswa SMP sebagai subjek penelitiannya, sedangkan
penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang menggunakan siswa SD
sebagai subjek penelitiannya.
C. Pengajuan Konseptual Intervensi Tindakan Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu tujuan yang
ingin dicapai dalam pembelajaran matematika. Komunikasi dalam perspektif
Baroody terdiri atas lima aspek, salah satunya ialah menulis. Menulis matematis
merupakan kegiatan yang esensial dalam pembelajaran matematika. Dengan
melihat tulisan tersebut, dapat diketahui tingkat pemahaman seseorang terhadap
suatu konsep dan konteks permasalahan. Oleh karena itu, kemampuan menulis
sebagai bagian dari aspek komunikasi matematis merupakan salah satu
kemampuan yang harus diperhatikan, dilatih dan dikembangkan, terutama sejak
dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar, yang notabene merupakan
tempat penanaman berbagai konsep dan pelatihan keterampilan dasar.
Menurut pendapat beberapa pakar, pendekatan Matematika Realistik
adalah pendekatan dalam pembelajaran matematika yang mendorong guru untuk
menghubungkan konsep matematika dengan kemampuan pemahaman konsep
siswa melalui penggunaan konteks/situasi dunia nyata. Penggunaan konteks atau
permasalahan realistik tersebut layaknya sarana “brainstorming” bagi para siswa.
Ditambah dengan adanya prinsip guided reinvention dan self-developed models,
mendorong siswa untuk mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka masing-masing dan
mendorong siswa untuk membuat dan menggunakan model (matematisasi), guna
memecahkan masalah kontekstual. Pada matematisasi inilah diperlukan
kecakapan dalam pemahaman terhadap konteks/masalah dan dalam menulis
matematis. Karena jika tidak, maka perhitungan yang dilakukan siswa bisa
27
bernilai salah. Begitu juga dengan proses penarikan kesimpulan terhadap suatu
konsep sebagai bentuk pemanfaatan hasil konstruksi siswa, bisa keliru.
Selain itu, adanya interaktivitas antarsiswa dalam pembelajaran
matematika realistik menunjukkan bahwa pendekatan ini menghendaki
terciptanya efektivitas dan kebermaknaan dalam pembelajaran matematika. Hal
ini dapat dilihat jelas dari langkah-langkah pembelajarannya, yang dimulai dari
tahap menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan jawaban hingga
menyimpulkan konsep. Tidak sampai disitu, pendekatan ini juga menempatkan
keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan
dalam pembelajaran karena memang pada dasarnya berbagai konsep dalam
matematika tidak bersifat parsial. Karenanya, konsep-konsep tersebut tidak
diperkenalkan secara terpisah. Melalui keterkaitan ini, dalam satu pembelajaran
diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika
secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan). Misalnya saja dalam konsep
pecahan, guru dapat memanfaatkan konsep pembagian yang telah dipelajari siswa
sebagai pengantar untuk mengenalkan konsep pecahan.
Adanya interaktivitas antarsiswa tersebut tentunya akan berdampak pada
meningkatnya aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika. Di samping itu,
pendekatan matematika realistik dapat membantu para siswa, terutama siswa di
sekolah dasar untuk dapat lebih memahami konsep matematika. Hal ini mengingat
karakteristik siswa SD/MI yang masih dalam tahap berpikir operasional konkret,
seperti teori yang diungkapkan oleh Piaget. Pada tahap berpikir konkret, anak
berpikir berdasarkan pengalaman nyata/konkret. Sehingga, dalam kegiatan
mengkomunikasikan ide-ide matematis yang tidak pernah lepas dari media tulis,
siswa dapat menulis berdasarkan pengalaman inderawi dan pemahamannya
terhadap realita yang ada dengan pemodelan. Berdasarkan hal tersebut,
pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Matematika Realistik
diharapkan akan mampu meningkatkan kemampuan menulis matematis dan
aktivitas siswa. Untuk lebih jelas dan mudah dalam memahami konseptual
intervensi tindakan yang peneliti ajukan, berikut ini sajian dalam bentuk
bagannya:
28
Bagan 2.1 Kerangka Konseptual Intervensi Tindakan
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoritik dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan
maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Penerapan
pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran matematika kelas III (tiga)
di MIN Bantargebang dapat meningkatkan: (1) kemampuan menulis matematis
siswa dan (2) aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika”.
Pola pikir siswa masih tahap konkret-operasional
1. Asumsi siswa bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit. 2. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika 3. Model pembelajaran masih teacher centric dan konvensional
Kemampuan menulis matematis siswa rendah
Pendekatan Matematika Realistik
1. Memahami masalah kontekstual 2. Menyelesaikan masalah kontekstual 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban 4. Menyimpulkan
1. Membantu siswa dalam menguasai konsep matematika 2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik 3. Meningkatkan kemampuan komunikasi matematik
Kemampuan Menulis Matematis Meningkat
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di MIN Bantargebang Kota
Bekasi, yang beralamat di Desa Cisalak RT.01 RW.04 Kelurahan Sumurbatu,
Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi. Adapun waktu pelaksanaannya ialah pada
semester genap tahun ajaran 2014/2015, tepatnya selama bulan Januari 2015.
Tabel 3.1
Waktu Penelitian
No. Kegiatan
2014 2015
Sept
embe
r
Okt
ober
Nov
embe
r
Des
embe
r
Janu
ari
Febr
uari
Mar
et
Apr
il
1 Persiapan
2 Perencanaan (Studi
Lapangan)
3 Pelaksanaan Pembelajaran
4 Analisis Data
5 Laporan Penelitian
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian 1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian
Tindakan Kelas (PTK), yakni suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi di sebuah kelas.11Model
penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model Lewin. Secara
garis besar, terdapat 4 (empat) tahapan yang lazim dilalui dalam setiap siklus,
1 Suharsimi Arikunto dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010),
Cet. IX, h. 3.
30
yaitu 1) perencanaan (planning), 2) tindakan (acting), 3) pengamatan (observing)
dan 4) refleksi (reflecting).
Gambar 3.1: Desain Model Kurt Lewin
2. Rancangan Siklus Penelitian
Adapun rancangan siklus penelitian yang digunakan dalam penelitian
tindakan kelas (PTK) digambarkan dalam bagan di bawah ini: 2
Bagan 3.1
Siklus Penelitian Tindakan Kelas
2 Arikunto, dkk, op.cit., h. 16..
Perencanaan 1
Refleksi SIKLUS 1 Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan 2
Refleksi SIKLUS 2 Pelaksanaan
Pengamatan
?
ACTING
OBSERVING
REFLECTING
PLANNING
31
Penelitian ini terdiri dari dua siklus, pada setiap siklus terdiri dari empat
tahap kegiatan, yaitu tahap perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan
(acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting).
a. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan
penelitian. Peneliti membuat rencana dan skenario pembelajaran yang
akan disajikan dalam materi penelitian. Selain itu pada tahap ini juga
peneliti menyiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari soal yang harus
dijawab oleh siswa, lembar observasi dan lembar wawancara.
b. Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan
rencana dan skenario pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya.
c. Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang
berlangsung. Peneliti dibantu oleh observer yang mengamati segala
aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Observasi dimaksudkan
sebagai kegiatan mengamati, mengenali dan mendokumentasikan semua
gejala atau indikator dari proses, hasil tindakan terencana maupun efek
sampingnya.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan ketika peneliti sudah selesai
melakukan tindakan. Hasil yang diperoleh dari pengamatan dikumpulkan
dan dianalisis bersama oleh peneliti dan observer, sehingga dapat diketahui
apakah kegiatan yang dilaksanakan mencapai tujuan yang diharapkan atau
masih perlu adanya perbaikan. Refleksi ini dilakukan untuk memperoleh
masukan bagi rencana tindakan siklus berikutnya.
Apabila sudah diketahui letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan
yang baru selesai dilaksanakan dalam satu siklus, guru pelaksana (bersama
pengamat) dapat melakukan perbaikan/remedial atau menentukan rancangan
untuk siklus II. Apakah guru tersebut akan mengulangi kesuksesasan untuk
meyakinkan atau menguatkan hasil, atau akan memperbaiki langkah-langkah
32
hambatan atau kesulitan yang ditemukan dalam siklus pertama? Hasil keputusan
tersebut dijadikan untuk rancangan siklus kedua. Setelah menyusun rancangan
untuk siklus kedua, guru dapat melanjutkan ke tahap 2, 3 dan 4, seperti yang
terjadi dalam siklus pertama. Jadi, penambahan siklus akan didasarkan pada hasil
refleksi siklus sebelumnya.
C. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III MIN Bantargebang, yang
sedang menjalani semester genap tahun ajaran 2014/2015. Kelas ini memiliki 35
siswa, terdiri dari 20 orang siswa laki-laki dan 15 orang siswa perempuan. Alasan
dipilihnya siswa kelas tiga sebagai subjek penelitian ini adalah karena peneliti
menemukan masalah saat proses belajar mengajar matematika, yaitu rendahnya
kemampuan menulis matematis siswa. Temuan ini berdasarkan hasil observasi
dan wawancara pra-penelitian yang dilakukan pada bulan Desember 2014.
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai perancang sekaligus
pelaksana kegiatan penelitian. Peneliti membuat perencanaan, melaksanakan
tindakan, melakukan pengamatan, mengumpulkan dan menganalisis data serta
melaporkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh
kolaborator, yaitu walikelas sekaligus guru matematika kelas III, yang bertindak
sebagai pengamat (observer). Pengamat membantu peneliti dalam mengamati
pelaksanaan tindakan sebagai sumber data guna mendapatkan informasi yang
lengkap dari kelas yang diteliti.
E. Tahapan Intervensi Tindakan Tahapan penelitian ini diawali dengan kegiatan pra penelitian berupa survei
dan observasi dan dilanjutkan dengan tindakan pada siklus I yang terdiri dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Setelah melakukan
tindakan dan evaluasi pada siklus I tetapi belum mencapai indikator keberhasilan,
33
maka penelitian akan dilanjutkan ke siklus II. Untuk lebih jelasnya, tahapan
intervensi tindakan ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Tahapan Intervensi Tindakan
Tahapan Kegiatan
Pendahuluan Melakukan survei lapangan untuk memperoleh gambaran
kondisi sekolah. Survei dilakukan dengan wawancara kepada
guru kelas tiga bidang studi matematika dan observasi untuk
mengetahui kemampuan menulis matematis siswa.
SIK
LUS
I
Perencanaan
1. Membuat RPP matematika realistik dengan materi
“Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya
dalam pemecahan masalah”.
2. Mempersiapkan instrumen-instrumen penelitian.
3. Melakukan uji kelayakan/validitas instrumen (soal tes).
Tindakan
1. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan prosedur yang
telah disusun (RPP).
2. Ketika proses pembelajaran berlangsung, peneliti
membuat catatan lapangan dan dokumentasi kegiatan.
3. Melakukan tes akhir untuk mengetahui kemampuan
menulis matematis siswa setelah diterapkan PMR.
4. Melakukan wawancara terhadap guru kelas/bidang studi
matematika dan beberapa siswa sebagai umpan balik dari
proses pembelajaran yang telah dilakukan.
Observasi
dan Analisis
1. Mengumpulkan data-data hasil tindakan penelitian.
2. Menganalisis data yang telah diperoleh untuk
memperbaiki tahap perencanaan dan tindakan pada siklus
berikutnya.
Refleksi Mengevaluasi kekurangan dan kelebihan dari hasil analisis
data temuan.
Siklus II, dst.
34
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan Penelitian ini mengungkapkan upaya meningkatkan kemampuan menulis
matematis dan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika melalui
pendekatan matematika realistik. Data rendahnya kemampuan menulis matematis
diperoleh dari hasil observasi dan wawancara terhadap guru dan siswa kelas III
pada pra-penelitian. Memanfaatkan teori sebagai bahan pendukung maka
dilakukan penelitian tindakan kelas yaitu dengan mengubah pembelajaran
konvensional menjadi pembelajaran matematika realistik.
Penelitian ini diharapkan memberi solusi terhadap masalah yang dihadapi
yakni dapat meningkatkan kemampuan menulis matematis dan patisipasi aktif
siswa dalam pembelajaran matematika. Jika hasil yang diharapkan sudah tercapai,
maka penelitian ini dihentikan atau siklus berakhir. Berikut ini dua indikator
keberhasilan penelitian:
1. Skor rata-rata tes kemampuan menulis matematis siswa mencapai ≥ 70.
2. Apabila hasil pengamatan (melalui lembar observasi) pada akhir siklus
menunjukkan bahwa ≥ 60,01% siswa berpartisipasi secara aktif selama
pembelajaran berbasis matematika realistik.
G. Data dan Sumber Data 1. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu data kualitatif dan
data kuantitatif:
a. Data kualitatif, berupa: hasil observasi terhadap aktivitas siswa pada
proses pembelajaran, hasil wawancara terhadap guru dan siswa, catatan
lapangan, serta hasil dokumentasi.
b. Data kuantitatif, berupa: skor kemampuan menulis matematika pada tes di
setiap akhir siklus
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah guru kelas, siswa dan peneliti.
35
H. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan oleh peneliti untuk
mendapatkan data, sesuai dengan indikator yang telah disusun guna mencapai
tujuan dan menjawab rumusan masalah yang telah dibuat. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Instrumen Tes
a. Lembar Soal/Tes
Lembar soal tes digunakan untuk mengetahui seberapa besar
peningkatan kemampuan menulis matematis siswa. Bentuk soal/tes berupa
soal uraian dan dilaksanakan di setiap akhir siklus. Adapun dimensi yang
diamati dibatasi pada dimensi ketepatan, penggunaan istilah dan kejelasan.
Penilaian tes menggunakan pedoman penskoran kemampuan menulis
matematis yang diadaptasi dari rubrik catatan jurnal yang dirumuskan oleh
Lafler (2006), dengan kategori penilaian setiap dimensi yaitu: 3
Sangat Baik : 4
Baik : 3
Cukup Baik : 2
Kurang baik : 1
b. Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS juga digunakan untuk melatih kemampuan menulis matematis
siswa dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kontekstual. Dimensi yang
diamati dan pedoman penskoran yang digunakan untuk LKS sama dengan
yang digunakan untuk tes akhir siklus.
2. Instrumen Non-tes
a. Pedoman Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap guru dan siswa pada tahap pra-
penelitian dan pada setiap akhir siklus. Wawancara dengan guru difokuskan
pada semua tanggapan guru serta kendala-kendala yang dihadapi selama
3 Stacie Lefler,”Writing in Mathematics Classroom: A Form of Communication and
Reflection”, Action Research Project, (Heaton: Math in Middle Institute Partnership, 2006), h.29.
36
proses pembelajaran berlangsung, sedangkan wawancara dengan siswa
difokuskan pada antusiasme siswa serta perkembangan yang dialami atau
dirasakan oleh siswa, terkait penerapan pembelajaran matematika realistik.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung kondisi siswa dan
gambaran umum mengenai pelaksanaan pembelajaran dan masalah- masalah
yang dihadapi di kelas.
b. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Lembar observasi terhadap aktivitas siswa digunakan sebagai panduan
peneliti dan observer untuk mengetahui aktivitas siswa dan perkembangan
belajarnya selama pembelajaran di kelas. Lembar observasi ini disusun
berdasarkan langkah-langkah pembelajaran berbasis pendekatan matematika
realistik. Berdasarkan langkah-langkah tersebut, disusunlah kisi-kisi lembar
observasi. Lembar observasi juga digunakan untuk menganalisa dan
merefleksi kegiatan setiap siklus untuk perbaikan bagi pembelajaran pada
siklus berikutnya.
c. Catatan Lapangan
Catatan lapangan adalah catatan tertulis yang menggambarkan situasi dan
kondisi selama pembelajaran berlangsung, termasuk permasalahan yang
ditemukan oleh peneliti.
d. Dokumentasi
Dokumen berupa foto hasil kegiatan proses pembelajaran matematika.
Dokumen dibuat untuk melengkapi kejadian-kejadian penting yang terjadi di
dalam kelas dan sebagai data pendukung penelitian.
I. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada setiap aktivitas, situasi atau kejadian
yang berkaitan dengan tindakan penelitian yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan
untuk menjawab pertanyaan penelitian. Perencanaan teknik ini perlu dilakukan
guna mendapatkan data yang valid dan akurat. Teknik pengumpulan data yang
digunakan pada penelitian ini ialah sebagai berikut:
37
1. Observasi
Data yang dikumpulkan melalui teknik ini berdasarkan pada lembar
observasi yang telah disusun. Observer cukup mengamati pembelajaran sambil
mengecek lembar observasi lalu memberikan tanda checklist di setiap kolom yang
telah disiapkan. Adapun peneliti mencatat temuan-temuan penting yang terjadi
selama proses pembelajaran. Hal ini penting dilakukan untuk lebih memberikan
detail pada deskripsi pengamatan yang tidak teramati dalam lembar observasi.
2. Wawancara
Lembar wawancara berisikan bertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana
aktivitas pembelajaran dengan penerapan pendekatan matematika realistik dalam
upaya meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa sekaligus untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah berlangsung.
Wawancara dilakukan terhadap siswa dan guru kelas pada tahap pra-penelitian
dan pada setiap akhir siklus.
3. Tes
Tes terdiri atas tes siklus I dan tes siklus lanjutan yang diberikan pada
setiap akhir siklus, guna mengukur peningkatan kemampuan menulis matematis
siswa. Soal berbentuk uraian.
4. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk memperkuat data yang diperoleh dalam
observasi. Dokumentasi yang dimaksud berupa foto-foto saat pelaksanaan
tindakan berlangsung.
5. Catatan lapangan
Pencatatan kejadian-kejadian menarik dan unik dalam catatan lapangan pada
setiap pertemuan yang dilakukan oleh peneliti.
J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Untuk memperoleh data yang valid, digunakan teknik triangulasi yaitu:
1. Menggali data dari sumber yang sama dengan menggunakan cara yang
berbeda. Dalam penelitian ini, untuk memperoleh informasi tentang aktivitas
38
siswa dilakukan dengan mengobservasi siswa, wawancara sisiwa, dan
memeriksa hasil kerja dalam mengerjakan soal.
2. Menggali data dari sumber yang berbeda untuk informasi tentang hal yang
sama. Untuk memperoleh informasi tentang pemahaman siswa dilakukan
dengan memeriksa pekerjaan siswa dan mengadakan wawancara dengan guru.
3. Memeriksa kembali data-data yang terkumpul, baik tentang kejanggalan-
kejanggalan, keaslian maupun kelengkapan.
4. Mengulang pengolahan dan analisis data yang sudah terkumpul.
Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat ukur untuk
mengevaluasi pun harus valid. Oleh karena itu, sebelum digunakan dalam
penelitian, instrumen tes kemampuan menulis matematis terlebih dahulu
diujicobakan untuk mengetahui dan mengukur validitas, realibilitas, taraf
kesukaran, dan daya pembeda.
a. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen.4 Sebuah alat ukur kemampuan menulis
matematika dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium,
dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.
Tes yang digunakan dalam penelitian perlu dilakukan uji validitas agar
ketepatan penilaian terhadap dimensi yang dinilai sesuai, sehingga betul-betul
menilai apa yang harus dinilai. Untuk mengetahui kesejajaran tersebut penulis
menggunakan teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson
sebagai berikut:5
rxy = N Σ XY – (ΣX) (ΣY)
√{N ΣX2 − (ΣX)2} {N ΣY2 − (ΣY)2}
4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), Cet.XIV, h.211. 5 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),
Cet.X,,hal 78.
39
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
X = Skor Item
Y =Skor Total
N = Jumlah atau banyaknya responden
Hasil perhitungan dengan koefisien korelasi dapat dihubungkan dengan
tabel r hasil korelasi Product-Moment. Jika lebih kecil daripada rtabel maka butir
soal tidak valid. Jika lebih besar daripada rtabel maka butir soal dikatakan valid.
b. Reliabilitas
Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut
dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapanpun alat penilaian tersebut
digunakan, akan memberikan hasil yang relatif sama. Untuk mengukur reliabilitas
instrumen tes kemampuan menulis matematis digunakan rumus alpha cronbach,
yaitu:6 r11 =
Keterangan:
r11 = reliabilitas yang dicari
Σσt2= jumlah varians skor tiap-tiap item
σt = varians total
n = jumlah soal yang valid
Rumus varians yang digunakan adalah:
Keterangan:
σ2 = varians populasi
ΣX= jumlah skor semua item
N = jumlah populasi
6 Ibid., h.109
40
Klasifikasi tingkat ketetapan/reliabilitas adalah sebagai berikut:7
Tabel 3.3
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Nilai r11 Reliabilitas
r11 < 0,20 Sangat Rendah
0,20 ≤ r11 < 0,40 Rendah
0,40 ≤ r11 < 0,70 Sedang
0,70 ≤ r11 < 0,90 Tinggi
0,90 ≤ r11 < 1,00 Sangat Tinggi
c. Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.
Tingkat kesukaran dapat diperoleh dengan rumus:8
P = indeks kesukaran
B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 3.4
Klasifikasi Tingkat Kesukaran
Nilai P Tingkat Kesukaran
0,0 − 0,30 Sukar
0,31 − 0,70 Sedang
0,70 − 1,00 Mudah
d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal, adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh
7 Eman Suherman, Evaluasi Pembelajaran Matematika, (Bandung: JICA-UPI, 2003),
h.139. 8 Arikunto, op. cit., h.208.
41
(berkemampuan rendah). Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda
disebut indeks diskriminasi, disingkat D. Adapun cara menentukan daya pembeda
dapat menggunakan rumus:9
D = Daya beda
BA = Banyak peserta kelompok atas
BB = Banyak peserta kelompok bawah
JA = Skor maksimum yang bisa diperoleh siswa kelompok atas
JB = Skor maksimum yang bisa diperoleh siswa kelompok bawah
Adapun klasifikasi daya pembeda dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.5
Klasifikasi Daya Pembeda
Nilai D Daya Pembeda
< 0,00 (negatif) Negatif (dibuang saja)
0,00 − 0,20 Jelek (poor)
0,21 − 0,40 Cukup (satisfactory)
0,41 − 0,70 Baik (good)
0,71 − 1,00 Baik Sekali (excellent)
K. Analisis Data dan Interpretasi Data Setelah data-data penelitian terkumpul, peneliti memeriksa kembali
kelengkapan dan keabsahan data-data tersebut. Tahap selanjutnya adalah
menganalisis data tersebut. Dalam pelaksanaan penelitian, ada dua jenis data yang
dapat dikumpulkan oleh peneliti yaitu:
1. Data Kuantitatif
Data kuantitatif berupa data skor tes kemampuan menulis matematis yang
dilakukan setiap akhir siklus dan skor latihan soal pada LKS yang dikerjakan
setiap pertemuan. Data-data tersebut peneliti sajikan dalam bentuk tabel, diagram
poligon dan histogram, diagram batang, serta mengelompokkannya ke dalam tabel
9 Ibid., h.213.
42
distribusi frekuensi. Hasil skor tes tersebut dianalisis menggunakan statistik
deskriptif berupa skor rata-rata, persentase, modus, median dan standar deviasi,
skor tertinggi dan skor terendah.
Kriteria keberhasilan peningkatan kemampuan menulis matematis siswa
yang disebabkan pembelajaran matematika realistik ditunjukkan dengan rata-rata
skor tes kemampuan menulis matematis siswa yang mencapai ≥70 dari jumlah
skor maksimum. Adapun persentase dari total perolehan skornya dapat dihitung
dengan rumus:
Skor ideal diperoleh dari jumlah siswa yang mengikuti tes dikali dengan skor
maksimal tiap item (4). Adapun kategorisasinya sebagai berikut:
Tabel 3.6
Kategorisasi Persentase Skor Tes 10
Persentase Kategori
80,01% − 100% Sangat Baik
60,01% − 80% Baik
40,01% − 60% Cukup
20,01% − 40% Buruk
≤20% Sangat Buruk
2. Data Kualitatif
Data kualitatif berupa hasil observasi terhadap proses pembelajaran dan
hasil wawancara peneliti terhadap guru matematika dan siswa kelas III. Analisis
data kualitatif dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:11
a. Reduksi data: reduksi data merupakan proses penyederhanaan yang
dilakukan melalui seleksi, pengelompokan, dan pengorganisasian data
mentah menjadi sebuah informasi bermakna.
10 Riduwan, Dasar-dasar Statistika , (Bandung : Alfabeta ,2009) , Cet. VII, h. 15. 11Sukarno, Penelitian Tindakan Kelas: Prinsip-prinsip Dasar, Konsep dan
Implementasinya, (Surakarta: Media Perkasa, 2009), h. 41.
43
b. Paparan data: merupakan suatu upaya menampilkan data secara jelas dan
mudah dipahami dalam bentuk paparan naratif, tabel dan grafik.
c. Penyimpulan: setelah sajian data telah terorganisasikan maka dilakukan
pengambilan intisari sajian data tersebut dalam bentuk pernyataan yang
singkat, padat dan bermakna.
Proses perhitungan lembar observasi aktivitas siswa menggunakan
perhitungan sesuai dengan skala likert, yaitu untuk setiap pernyataan, jumlah
skor ideal = n x 5.12 Sedangkan untuk perhitungan persentase dan interval
kategori penilaiannya, sama seperti yang digunakan untuk tes kemampuan
menulis matematis.
Selanjutnya, untuk tanggapan guru dan siswa dari hasil wawancara
akan ditranskripsi, kemudian disusun menjadi rangkuman hasil wawancara.
Data ini dapat memperkuat hasil temuan pengolahan nilai tes dan observasi.
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan Setelah peneliti melakukan tindakan pada siklus I, maka ditindaklanjuti
dengan melakukan tahapan pada siklus II. Adapun tahapan dalam siklus II
adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan tindakan
Identifikasi terhadap permasalahan pembelajaran yang dijumpai pada siklus
I serta penentuan alternatif pemecahan terhadap permasalahan tersebut,
kemudian dilakukan pengembangan skenario tindakan.
2. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan sesuai dengan skenario yang telah disusun yang
terdapat pada RPP.
3. Pengamatan tindakan
Peneliti melakukan pengamatan terhadap tindakan dan mengumpulkan data-
data penelitian dengan menggunakan instrumen yang telah disusun.
4. Refleksi Tindakan
Menganalisis, mengevaluasi, dan melakukan refleksi data hasil penelitian.
12 Riduwan, Dasar-dasar Statistika , (Bandung : Alfabeta ,2009) , Cet. VII, h. 40-41.
44
BAB IV
DESKRIPSI, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Intervensi Tindakan Penelitian ini dilakukan di kelas III (tiga) MI Negeri Bantargebang Kota
Bekasi dengan jumlah siswa 35 orang, yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 15
siswa perempuan. Dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015
sejak tanggal 5 hingga 31 Januari 2015. Adapun judul penelitian ini adalah
“Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis Melalui Pendekatan
Matematika Realistik”. Penelitian ini dilaksanakan melalui dua siklus. Setiap
siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan analisis serta
refleksi. Sebelum melaksanakan penelitian siklus I, terlebih dahulu dilakukan
penelitian pendahuluan yang berupa wawancara kepada guru kelas pada tanggal
19 Desember 2014, dilanjutkan dengan observasi pembelajaran matematika di
kelas III (tiga) selama satu hari, sekaligus wawancara terhadap beberapa siswa di
hari yang sama. Penelitian dihentikan sampai siklus II karena indikator
keberhasilan yang ditetapkan peneliti pada penelitian ini, yaitu: 1) Apabila skor
rata-rata kemampuan menulis matematis siswa mencapai ≥ 70; dan 2) Apabila
hasil pengamatan (melalui lembar observasi) pada akhir siklus menunjukkan
bahwa ≥ 60,01% siswa berpartisipasi secara aktif selama pembelajaran berbasis
matematika realistik telah tercapai.
Berikut merupakan rincian pelaksanaan pembelajaran matematika dengan
menerapkan pendekatan matematika realistik pada siklus I dan II:
1. Pelaksanaan Siklus I
Tindakan pembelajaran siklus I merupakan implikasi dari hasil penelitian
pendahuluan yang menjadi bahan refleksi bagi peneliti pada tindakan
pembelajaran yang sesungguhnya. Berdasarkan hasil observasi pembelajaran di
kelas pada penelitan pendahuluan, diambil keputusan bahwa setiap LKS dibagi
menjadi dua bagian, bagian pertama dikerjakan secara kelompok dan bagian
kedua secara invidual (tugas mandiri di rumah). Pada tahap pelaksanaan siklus I
45
ini, peneliti membimbing kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan
matematika realistik pada setiap pertemuannya. Peneliti melaksanakan tindakan
sesuai langkah-langkah pembelajaran berbasis matematika realistik yang telah
ditetapkan, yaitu: memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah
kontekstual, membandingkan jawaban dan menyimpulkan. Sub pokok bahasan
yang dipelajari siswa pada tindakan pembelajaran siklus I yaitu mengenal pecahan
sederhana dan unsur-unsurnya, membaca dan menuliskan lambang bilangan
pecahan serta membilang pecahan. Uraian proses pembelajaran siklus I adalah
sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan
Dalam tahap perencanaan siklus I, peneliti mempersiapkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan materi mengenal pecahan sederhana
dan unsur-unsurnya, membaca dan menuliskan lambang bilangan pecahan serta membilang pecahan untuk tiga kali pertemuan. Peneliti mempersiapkan
instrumen-instrumen penelitian, berupa lembar observasi aktivitas siswa,
lembar kerja siswa untuk setiap pertemuan, instrumen tes akhir siklus satu,
pedoman wawancara siswa dan guru untuk akhir siklus I serta alat untuk
dokumentasi.
Lembar kerja siswa (LKS) yang berbasis pendekatan matematika realistik
dibuat sendiri oleh peneliti untuk mengetahui bagaimana pendekatan tersebut
dapat meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa, terutama pada
materi pecahan. Pada tahap ini, peneliti juga berdiskusi dengan observer
terkait teknik mengobservasi aktivitas siswa selama pembelajaran pada siklus
I yang akan digunakan sebagai refleksi dan evaluasi. Hasil refleksi dan
evaluasi siklus I akan digunakan untuk perencanaan pada siklus II agar tujuan
penelitian dapat tercapai.
b. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I rencananya akan dilaksanakan
untuk tiga kali pertemuan. Namun, karena ada sebab yang tidak bisa dihindari,
ternyata menjadi empat kali pertemuan Perlu diketahui bahwa mata pelajaran
46
matematika di kelas III MIN Bantargebang ini sendiri hanya terdapat di hari
Senin, dengan alokasi waktu sebanyak tiga jam pelajaran (3JP) dan hari Kamis
sebanyak dua jam pelajaran (2JP). Jadi, total alokasi waktu untuk mata
pelajaran matematika adalah lima jam pelajaran tiap pekannya—dengan
catatan, satu jam pelajaran (1JP) setara dengan 1 x 30 menit. Adapun uraian
proses pembelajaran pada siklus I (satu) adalah sebagai berikut:
1) Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 5 Januari
2015 dengan jumlah siswa yang hadir sebanyak 34 siswa. S1 tidak hadir tanpa
ada keterangan apapun. Pada pertemuan perdana ini peneliti juga harus
mengambil alih tugas observer. Hal ini dikarenakan guru kelas tidak hadir.
Materi yang disampaikan pada pertemuan perdana di semester genap
ini adalah mengenal pecahan sederhana dan unsurnya. Pembelajaran yang
seharusnya berlangsung pukul 08.00 − 09.00 WIB diubah menjadi pukul
07.30 − 08.30 WIB, karena ditiadakannya upacara pengibaran bendera merah-
putih, terkait kesiapan petugas upacara yang belum latihan pasca libur
semester ganjil. Namun, peneliti memutuskan untuk masuk ke kelas pada
pukul 07.15, untuk mengecek kondisi kelas dan menyapa para siswa setelah
mendapatkan izin dari kepala sekolah tentunya.
Kegiatan awal yang dilakukan setelah mengucapkan salam dan
perkenalan singkat kembali adalah mengkondisikan siswa agar siap
melakukan proses pembelajaran dan mengecek kehadiran siswa. Untuk
mencairkan suasana, pertama-tama peneliti menanyakan kegiatan siswa
selama masa libur semester ganjil yang bertepatan dengan momen pergantian
tahun masehi. Namun, rupanya para siswa masih malu-malu untuk membagi
pengalaman liburannya secara detail.
Setelah itu, peneliti menjelaskan tujuan pembelajaran, yakni: untuk
mengetahui pecahan dan unsur-unsurnya dan contoh pecahan dalam
kehidupan sehari-hari. Saat guru mengajukan pertanyaan pertama terkait
pecahan, hanya sedikit siswa yang memberikan respon, yang lain hanya bisa
47
diam atau menggeleng-gelengkan kepala. S32 memberikan contoh gelas yang
pecah, maka pecahannya disebut pecahan (gelas), lalu ada lagi S35 dan S28
yang menyebutkan pembilang dan penyebut. Peneliti pun mengapresiasi
jawaban-jawaban tersebut.
Namun, saat siswa diminta untuk menyebutkan contoh nilai pecahan
sebagian besar siswa masih nampak ragu dan bingung untuk mengungkapkan
jawaban mereka. Ketika ada satu siswa yang berani mengungkapkan
jawabannya, siswa lainnya mulai percaya diri untuk memberikan pendapatnya.
Proses pembelajaran selanjutnya adalah menerapkan pendekatan
matematika realistik dengan empat tahapan. Tahap pertama dalam kegiatan
pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik adalah memberikan
masalah kontekstual agar siswa lebih mudah memahami konsep, tahap ini
dinamakan memahami masalah kontekstual. Peneliti mengawalinya dengan
memberikan pertanyaan pancingan, “Misalnya ibu punya satu kue, nih. Terus
ibu mau ngasih kue itu ke Ita dan Tara. Nah, gimana caranya supaya ibu bisa
ngasih sepotong kue itu ke Ita dan Tara?” serempak para siswa menjawab,
“dipotong/dibagi, Bu..!” guru lanjut bertanya, “Nah, jadi si Ita dan Tara
masing-masing dapat berapa bagian (kuenya)?” beberapa siswa pun spontan
menjawab, “ya setengah lah, Bu!” Peneliti tersenyum, lalu menjelaskan
jawaban para siswa bahwa setengah itu jika ditulis menjadi (baca: satu per
dua), karena satu (kue) dibagi menjadi dua.
Selanjutnya masuk ke tahap dua, yaitu menyelesaikan masalah
kontekstual. Setelah mendapatkan LKS, siswa diminta berdiskusi dengan
teman sebangkunya. Melalui LKS, guru memberikan beberapa masalah
kontekstual yang harus mereka pecahkan. Siswa diarahkan untuk menuliskan
nilai pecahan berdasarkan suatu gambar. Ketika peneliti berkeliling
memperhatikan diskusi siswa, awalnya terdapat siswa yang keliru menuliskan
nilai pecahan, namun setelah diberikan sedikit petunjuk, maka siswa pun
memikirkan kembali jawaban yang akan mereka tuliskan. Selain itu, masih
banyak siswa yang enggan bekerjasama, terutama pada siswa perempuan.
Mereka bahkan berusaha menutupi LKS-nya dengan membuat sekat
48
penghalang dengan menggunakan buku tulis. Peneliti langsung menegaskan
kembali kepada para siswa bahwa mereka sangat dianjurkan untuk
bekerjasama dengan teman sebangkunya.
Tahap ketiga yaitu membandingkan jawaban. Awalnya peneliti
meminta siswa untuk mempresentasikan jawaban di depan kelas, namun
karena mereka merasa keberatan dan masih belum berani, akhirnya peneliti
meminta perwakilan siswa untuk membacakan hasil diskusi mereka di bangku
masing-masing, sementara siswa lainnya membandingkan jawaban teman
mereka dari kelompok lain setelah bertukar LKS. Sempat hampir terjadi
kegaduhan, karena mereka berpikir membandingkan jawaban sama halnya
dengan mengoreksi. Karenanya, untuk pertemuan berikutnya peneliti
memutuskan untuk tidak meminta siswa membandingkan jawaban dengan
cara bertukar LKS. Berikut ini contoh rata-rata jawaban siswa (53%-60%
siswa) untuk soal nomor 2 dan 3 pada LKS 1:
(a)
(b)
Gambar 4.1 Jawaban Siswa pada LKS 1 (sesi 1)
49
Gambar 4.1 (a) menunjukkan bahwa siswa sudah bisa mengidentifikasi
secara tepat namun, ketika diminta untuk menentukan nilai dan unsur-unsur
pecahan, banyak siswa yang salah dalam menjawabnya. Hal ini menyebabkan
banyak siswa yang memperoleh skor yang kurang maksimal untuk soal nomor
2 tersebut, terkait dimensi ketepatan.
Gambar 4.1 (b) menunjukkan bahwa siswa belum dapat menjelaskan
pemikiran matematisnya ketika diminta untuk menentukan unsur-unsur
pecahan. Siswa hanya mampu mengidentifikasi dan menentukan nilai
pecahan. hal ini menyebabkan banyak siswa yang tidak memperoleh skor
yang maksimal untuk soal nomor 3 tersebut.
Setelah melakukan pembahasan terkait jawaban yang benar dan yang
salah, pada tahap penutup peneliti membimbing siswa untuk membuat
kesimpulan sementara dari materi pembelajaran yang sudah dibahas. Peneliti
juga menginformasikan kepada seluruh siswa untuk membawa alat dan bahan
berupa lem kertas dan gunting untuk mendukung praktik pembelajaran yang
akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya.
Hasil observasi pada pertemuan kesatu ini menunjukkan bahwa pada
dasarnya siswa sudah memahami konsep pecahan dan unsur-unsurnya, hanya
saja sebagian besar siswa masih sering melakukan kesalahan seperti pada
jawaban 4.1 (a) dan 4.1 (b), yaitu belum bisa menentukan nilai pecahan
berdasarkan gambar suatu benda/populasi dan menentukan unsur-unsurnya.
Selain itu, pada kemampuan menulis matematis, dimensi ketepatan siswa
lebih baik dibanding dimensi penggunaan istilah dan penjelasan berpikir
matematisnya.
Untuk pertemuan perdana ini siswa belum terkondisikan dengan baik.
Hal ini terlihat dengan banyak siswa yang masih bingung dan belum percaya
diri untuk mengungkapkan hasil pemikiran mereka. Peneliti memaklumi hal
tersebut karena untuk pertama kalinya siswa mengikuti pembelajaran berbasis
pendekatan matematika realistik, yang notabene belum pernah diterapkan di
sekolah tersebut.
50
2) Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan hari Kamis, 8 Januari 2015 pada pukul
07.30 − 08.30 WIB. Siswa yang hadir berjumlah 33 orang dengan catatan S6
sakit dan S25 tanpa keterangan. Materi pembelajaran yang disampaikan pada
pertemuan ini merupakan lanjutan dari RPP dan LKS kesatu, yakni masih
terkait mengenal dan membedakan unsur-unsur pecahan. Peneliti mengawali
pembelajaran dengan meninjau ulang materi yang telah dipelajari sebelumnya,
yaitu cara menentukan besar/nilai pecahan berdasarkan gambar.
Peneliti meminta siswa bekerjasama lagi dengan teman sebangkunya
selama pembelajaran kali ini, yang dibuka dengan tahap memahami masalah
kontekstual, yakni dengan konteks pecahan sebagai pembagian sekaligus
perbandingan. Peneliti mengajak siswa mendemonstrasikan konsep tersebut.
Awalnya para siswa tampak sangat antusias mengikuti petunjuk yang
peneliti berikan. Namun, mereka sempat bingung dan ragu untuk
menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan karena harus
menggunakan benda nyata. Namun akhirnya mereka memahaminya. Dalam
praktik/demonstrasi ini mulai terlihat kekompakan, kerjasama kelompok, dan
interaksi sesama siswa dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang
dimaksud, meskipun masih terbatas/sedikit. Hal ini merupakan indikasi awal
yang cukup baik dalam pembangunan karakter siswa.
Dalam tahap menyelesaikan masalah kontekstual ini, siswa diarahkan
untuk menentukan nilai pecahan dengan bantuan benda nyata serta
membedakan unsur-unsur pecahan dan mendefinisikan pecahan. Tahap ini
terdapat di soal nomor satu, yakni menuliskan nilai pecahan berdasarkan
masalah setelah siswa mengidentifikasi unsur-unsur pecahan, hingga membuat
kesimpulan, yakni mendefinisikan pecahan. Dalam menyelesaikan masalah
ini, sebagian besar siswa masih terlihat bingung, karenanya peneliti
membimbing diskusi siswa untuk mengidentifikasi kembali gambar dengan
memberikan pertanyaan yang memancing jawaban siswa agar dapat
menentukan nilai pecahan dan mendefinisikannya. Setelah diberi bimbingan,
siswa mulai paham dan berdiskusi kembali untuk menentukan dan
51
mendefinisikan pecahan sesuai masalah pada nomor sebelumnya. S15 dan S32
sempat menanyakan arti kata “rasio”, lalu peneliti menjelaskan bahwa rasio
yang dimaksud pada LKS berarti perbandingan.
Gambar 4.2
Siswa menyelesaikan masalah kontekstual menggunakan benda nyata
Selanjutnya tahap membandingkan jawaban. Peneliti mempersilakan
siswa untuk mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas.
Namun, karena mereka masih merasa enggan dan saling tunjuk, peneliti pun
berinisiatif untuk menjanjikan hadiah bagi siswa yang aktif selama
pembelajaran. Setelah itu, barulah beberapa siswa bersedia mempresentasikan
jawabannya. Dalam tahap ini, peneliti bertindak sebagai fasilitator dan
moderator. Peneliti tidak langsung menyatakan jawaban yang benar dan yang
salah, sehingga terjadi komunikasi antar siswa dan siswa akan mendapatkan
informasi tetang kebenaran jawabannya dari siswa lain. Inilah yang disebut
interaktivitas dalam pembelajaran matematika realistik. Hal ini sangat nampak
pada pembelajaran kali ini. Peneliti memantau proses diskusi agar siswa
menemukan bahwa pecahan terdiri dari pembilang dan penyebut.
Siswa akhirnya dapat menyimpulkan bahwa pecahan merupakan
perbandingan atau pembagian antara pembilang dan penyebut. Peneliti
meminta siswa membahas dan mengevaluasi bersama dengan
membandingkan cara penyelesaian dan hasil jawaban dari setiap kelompok.
Berikut contoh hasil jawaban siswa secara umum dalam mengerjakan LKS 1:
52
Gambar 4.3
Jawaban Siswa pada LKS 1 (sesi 2)
Berdasarkan Gambar 4.3 di atas, menunjukkan bahwa siswa sudah
memahami konsep pecahan sehingga mereka dapat menerapkannya untuk
menentukan nilai pecahan. Namun sebagian besar kekurangan siswa adalah
pada proses menyimpulkan. Banyak siswa yang hanya menjawab dengan
“pembandingan/perbandingan,” atau “potongan”. Hal ini menyebabkan siswa
tersebut mendapat skor yang kurang sempurna, yakni hanya 3 poin untuk
dimensi penggunaan istilah matematis. Padahal, pada pertanyaan
sebelumnya−yang terkait unsur-unsur pecahan−sudah dijawab dengan baik
sehingga mendapat skor yang maksimal untuk dimensi ketepatan.
3) Pertemuan Ketiga
Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 12 Januari
2015 dengan jumlah siswa yang hadir sebanyak 31 siswa. Sedangkan keempat
siswa lainnnya, yakni S14, S25, S30 dan S33 tidak hadir tanpa disertai alasan
yang jelas atau keterangan apapun. Sesuai jadwal, pembelajaran pada Senin
kali ini berlangsung pada pukul 08.00−09.30 WIB.
53
Peneliti mengawali pertemuan ketiga ini dengan do’a bersama,
mengkondisikan siswa melalui pemberian motivasi dan mengabsen siswa.
Tidak lupa peneliti melakukan apersepsi dengan mengulang sedikit materi
yang dipelajari sebelumnya dan mengajukan tanya- jawab kepada siswa
mengenai contoh dan definisi pecahan serta unsur-unsurnya. Setelah
membagikan LKS, peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan
dipelajari. Materi pelajaran pada pertemuan ini adalah membaca dan
menuliskan nilai pecahan, yang juga bertujuan agar siswa dapat menyajikan
nilai pecahan sederhana melalui gambar daerah bangun datar secara tepat.
Peneliti membuka tahap memahami masalah kontekstual dengan
konteks “belanja”. Selama penjelasan masalah kontekstual, siswa yang
menempati bagian depan dan tengah tampak mengikuti dan memperhatikan
penjelasan dengan baik, namun beberapa siswa yang menempati bangku
belakang dan pinggir terlihat masih belum fokus.
Setelah penjelasan masalah dirasa cukup dipahami oleh siswa, peneliti
meminta siswa untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada di LKS.
Dalam tahap menyelesaikan masalah kontekstual kali ini, kelas tampak
lebih tenang dibandingkan pertemuan sebelumnya. Peneliti berasumsi bahwa
ini tidak terlepas dari sederhananya tingkat soal/permasalahan yang diberikan,
sehingga siswa cenderung lebih mudah memahami permasalahan. Mereka
mengerjakan soal sesuai pemahaman mereka dengan berdiskusi bersama
kelompoknya. Ketika siswa berdiskusi peneliti berkeliling untuk memastikan
semua siswa mengerjakan LKS.
Tahap selanjutnya adalah membandingkan jawaban. Kali ini,
peneliti meminta beberapa siswa untuk menyampaikan solusi pemecahan
masalah mereka dengan menuliskannya di papan tulis. Presentasi kali ini
siswa masih terlihat tegang dan kurang percaya diri. Sebelumnya siswa juga
terlihat saling tunjuk untuk menentukan perwakilan kelompok yang akan
menuliskan jawaban di depan kelas. Berikut ini contoh jawaban siswa yang
paling banyak ditemukan (sekitar 19 orang) pada LKS 2:
55
Gambar 4.4 (a) menunjukkan bahwa kemampuan menulis matematis
siswa pada dimensi ketepatan secara umum sudah baik. Siswa mampu
mencocokkan pernyataan dengan gambar secara tepat kemudian mengarsir
gambar sesuai dengan nilai pecahannya.
Gambar 4.4 (b) menunjukkan bahwa kemampuan menulis matematis
siswa pada dimensi penjelasan berpikir matematis masih buruk. Siswa tidak
mampu memanfaatkan model berupa kertas berpetak untuk menghitung
setengah, seperempat, seperdelapan dan tiga perempat dari 16, sehingga siswa
hanya menuliskan nilai pecahannya.
Gambar 4.4 (c) menunjukkan bahwa kemampuan menulis matematis
siswa pada dimensi penggunaan istilah matematis cukup baik. Rata-rata siswa
sudah mampu membaca dan menuliskan nilai pecahan berdasarkan gambar
daerah bangun datar yang diarsir. Hanya saja, banyak siswa terkecoh di no.2,
3 dan 4, yang kedua pembilangnya bukan satu, sehingga mereka keliru ketika
diminta menuliskan sebutan lain dari nilai pecahannya. Contohnya pada no.4,
seharusnya siswa menuliskan empat perdelapan atau empat dibagi delapan.
Akan tetapi, yang banyak terjadi adalah siswa menuliskan seperdelapan.
Adapun untuk no.5, ada beberapa siswa yang salah dalam menentukan nilai
pecahannya. Ada yang menuliskan duaperenam atau satu pertiga.
Setelah jawaban dikumpulkan, siswa dan peneliti membahas bersama
jawaban yang benar. Peneliti menutup pembelajaran dengan mengajukan
pertanyaan, agar siswa berpendapat tentang materi yang telah dipelajari dan
yang belum dipahami. Dari tiga orang yang ditunjuk secara acak, dua siswa
menjawab pertanyaan dengan benar dan satu orang siswa menjawab salah.
Sebagai penutup pembelajaran kali ini, seperti biasa peneliti bersama
siswa menyimpulkan konsep yang telah dipelajari dan meminta siswa
mengerjakan tugas mandiri yang terdapat di lembar kedua LKS untuk
kemudian mengumpulkannya pada pertemuan berikutnya. Hal itu bertujuan
untuk menguatkan materi yang baru disampaikan dan menguji kemampuan
56
menulis matematis masing-masing siswa, khususnya terkait dimensi
penggunaan istilah matematis.
4) Pertemuan Keempat
Pertemuan keempat dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 15 Januari
2015 dengan siswa yang hadir lengkap, yakni 35 siswa. Pembelajaran pada
Kamis ini berlangsung pada pukul 08.30−09.30 WIB, karena ternyata pada
Kamis pekan lalu, peneliti salah masuk jam pelajaran. Materi kali ini adalah
mengidentifikasi dan membilang pecahan. Adapun tujuannya adalah agar
siswa dapat membilang pecahan sederhana dan dapat mengidentifikasi gambar
yang menunjukkan nilai pecahan dan bukan pecahan.
Agar siswa dapat memahami masalah kontekstual, peneliti
menggunakan alat peraga berupa kertas warna/origami berbentuk persegi yang
dilipat menjadi sebuah persegi panjang, lalu berkata “misalnya segitiga ini
adalah tahu yang bernilai setengah. Nah, seperti apakah bentuk asli/utuh dari
tahu?” Awalnya siswa terlihat bingung dan berpikir keras. Karena belum ada
yang berani menjawab, peneliti memberikan pertanyaan pancingan yakni
dengan meminta siswa mengingat praktik membagi kertas yang telah mereka
lakukan pada pertemuan kedua, tepatnya pada Kamis pekan lalu. Barulah
siswa memahami maksud dari permasalahan yang harus mereka pecahkan.
Selanjutnya, peneliti mempersilakan siswa untuk berdiskusi dalam
memecahkan beragam masalah kontekstual yang terdapat di LKS ketiga
yang berfokus pada membilang pecahan. Siswa terlihat begitu semangat dan
lebih serius dalam berupaya memecahkan beragam soal, dibanding pertemuan
sebelumnya. Namun ternyata, ketika guru berkeliling dan melihat LKS siswa,
banyak di antara mereka yang masih bingung. Akhirnya untuk
mengefisiensikan waktu, guru membimbing para siswa dalam memahami
setiap soal, tapi tetap hanya sebatas memberikan petunjuk.
Ketika tiba saatnya untuk masuk ke tahap ketiga, yakni
membandingkan jawaban, peneliti meminta para siswa berhenti
mengerjakan LKS. Lalu secara random peneliti menunjuk beberapa siswa
57
untuk menyebutkan jawaban mereka. Ketika peneliti menanyakan jawaban
dari satu nomor soal, peneliti menanyakan setiap kelompok. Hal tersebut
karena setiap kelompok belum tentu memiliki solusi pemecahan masalah yang
sama. Ketika hal itu berlangsung, terjadilah pertukaran pendapat antar-
kelompok. Setelah semua soal selesai dijawab, peneliti meminta
membandingkan jawaban mereka dengan jawaban yang benar, yang ada di
papan tulis. Berikut ini adalah contoh jawaban siswa yang paling banyak
ditemukan pada LKS 3:
(a)
(b)
Gambar 4.5 Jawaban Siswa pada LKS 3
58
Gambar 4.5 (a) menunjukkan bahwa kemampuan menulis matematis
siswa pada dimensi penggunaan istilah matematis (no. 2) masih buruk
sedangkan pada dimensi ketepatan (no.1 dan 3) cukup baik. Rata-rata siswa
masih kurang mampu membilang nilai pecahan berdasarkan gambar. Namun
sudah mampu membuat model matematika secara tepat. Hanya saja, banyak
siswa yang tidak menuliskan nilainya sehingga skor yang mereka peroleh pun
kurang maksimal.
Gambar 4.5 (b) menunjukkan bahwa kemampuan menulis matematis
siswa pada dimensi penjelasan berpikir matematis (no.4 dan 5) masih buruk.
Untuk no.4, rata-rata siswa memang sudah mampu memilih gambar bangun
datar yang tepat, hanya saja mereka tidak bisa memberikan penjelasannya.
Adapun pada no.5, sebagian besar siswa belum bisa memberikan penejelasan
dari perbedaan kedua gambar tersebut. Hal ini menyebabkan banyak siswa
yang memperoleh nilai tidak maksimal, serta menjadi perhatian bagi peneliti
dan observer. Observer menilai tingkat kesulitan materi dan soal cukup tinggi
bagi kelas III MIN Bantargebang.
Beberapa menit menjelang berakhirnya jam pelajaran, peneliti
memandu siswa dalam membuat kesimpulan. Setelah itu, sebelum pamit dan
menutup pembelajaran, peneliti mengumumkan kepada siswa bahwa pada
pertemuan selanjutnya akan diadakan tes akhir siklus I. Setelah LKS
dikumpulkan, siswa pun diizinkan untuk beristirahat.
5) Pertemuan Kelima
Pertemuan kelima dilaksanakan pada Senin, 19 Januari 2015 dengan
agenda pelaksanaan tes akhir siklus I yang alokasi waktunya setara dengan
alokasi waktu pembelajaran matematika di hari Senin, yakni selama tiga jam
pelajaran atau setara dengan 3x30 menit. Dua orang siswa tidak dapat hadir
dengan penyebab yang berbeda, yakni S26 absen dan S28 sakit.
Ketika peneliti memasuki kelas, siswa segera kembali ke tempat duduk
masing-masing. Peneliti meminta siswa untuk mempersiapkan alat tulis yang
59
mereka perlukan dan mempersilakan mereka untuk berdo’a. Saat
pendistribusian soal, peneliti menginformasikan kepada siswa untuk tidak
langsung menjawab soal, melainkan membaca petunjuknya terlebih dahulu,
serta mengingatkan mereka untuk menuliskan identitas mereka masing-
masing di kolom yang telah disediakan. Saat siswa mengerjakan tes, guru
dibantu oleh kolaborator (guru kelas III) untuk mengawasi mereka.
Dalam tes kemampuan menulis siklus I ini, siswa harus menyelesaikan
enam nomor dengan tujuh butir soal berbentuk uraian singkat dan berfokus
pada materi pecahan dan unsur-unsurnya, membilang, dan menentukan nilai
pecahan. Secara keseluruhan, kegiatan tes siklus I berlangsung dengan tertib.
Berikut adalah gambaran suasana di kelas saat tes siklus I berlangsung:
Gambar 4.6
Suasana Kelas Ketika Tes Akhir Siklus I
Setelah pelaksanaan tes siklus I selesai, peneliti sedikit membahas
soal-soal yang diujikan, dilanjutkan dengan pemberian informasi kepada siswa
terkait pertemuan berikutnya lalu meminta bantuan siswa untuk menjadi
informan dalam wawancara. Peneliti memanfaatkan jam istirahat dengan
melakukan wawancara terhadap beberapa siswa untuk mengungkapkan
pendapat mereka tentang pembelajaran matematika realitik yang telah mereka
lakukan selama siklus I (sebanyak empat pertemuan). Ketika semua jam
pelajaran telah usai, peneliti segera ke ruang guru untuk meminta dan
mendiskusikan lembar observasi yang telah diisi oleh observer selama proses
pembelajaran di siklus I. Pada saat yang bersamaan, peneliti juga melakukan
60
wawancara terhadap guru terkait proses pembelajaran yang telah dilaksanakan
pada siklus I.
c. Observasi dan Analisis
Tahap observasi berlangsung bersamaan dengan tahap tindakan.
Dibantu guru kelas, peneliti mengobservasi perkembangan kemampuan
menulis matematis dan aktivitas siswa. Kegiatan analisis dilakukan oleh
peneliti setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul, yakni melalui LKS,
lembar observasi, hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi dan hasil
tes kemampuan menulis matematis siswa. Berikut ini merupakan paparan hasil
analisis terhadap hasil tes dan observasi terhadap aktivitas siswa pada siklus I:
1) Tes Kemampuan Menulis Matematis
Instrumen yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini ialah tes, yang
bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendekatan matematika realistik dapat
meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa. Soal yang diberikan
berupa soal esai sebanyak enam nomor soal. Setiap nomor soal mewakili
indikator kemampuan menulis matematis siswa dan indikator pencapaian
kompetensi pembelajaran yang telah dibuat oleh peneliti di dalam RPP.
Gambaran umum dari kemampuan menulis matematis siswa selama
siklus I dalam penelitian ini akan terlihat melalui hasil tes yang dilakukan di
akhir siklus. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan distribusi skor hasil
tes kemampuan menulis matematis siswa pada akhir siklus I:
Tabel 4.1 Distribusi Kelompok Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus I
No. Kelas Nilai fr fk fk (%) Nilai Tengah (Xi) 1 12 − 26 1 1 3,03% 19
2 27 – 41 7 8 24,24% 34
3 42 – 56 8 16 48,48% 49
4 57 – 71 6 22 66,66% 64
5 72 – 86 6 28 84,84% 79
6 87− 101 5 33 100% 94
61
Berdasarkan Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai
kemampuan menulis matematis siswa pada tes siklus I adalah 59,91 dengan
tingkat ketuntasan (≥70) sebesar 36,36%, artinya hanya 12 dari 33 siswa dan
siswa yang memperoleh nilai < 70 sebanyak 21 siswa atau setara dengan
63,63%. Artinya, tingkat ketuntasan kemampuan menulis matematis siswa
masih rendah. Adapun modus (Mo) dari tes siklus I ialah 46,5 yang artinya
banyak siswa yang memperoleh nilai 46,5 dengan median (Md) 57,75. Selain
itu, standar deviasi mencapai 21,62 sedangkan jangkauan nilai siswa mencapai
87,5 karena nilai tertinggi mencapai 100 dan nilai terendah mencapai 12,5.
Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan nilai antara siswa yang berkemampuan
tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah sangat jauh. Secara visual,
sebaran data kemampuan menulis matematis siswa pada tes siklus I dapat
dilihat melalui diagram berikut:
Diagram 4.1
Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus I
Berdasarkan Diagram 4.1, terlihat bahwa kemampuan siswa paling
banyak terdapat pada rentang nilai 42 hingga 56 sehingga dapat dikatakan
bahwa kemampuan menulis matematis siswa pada siklus I mengelompok pada
kelompok bawah. Tentu saja capaian ini belum memenuhi salah satu indikator
62
keberhasilan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, yakni rata-rata nilai
tes kemampuan menulis matematis siswa harus mencapai ≥70.
Selanjutnya, kemampuan menulis matematis siswa pada ketiga
dimensi dapat dilihat berdasarkan hasil persentase nilai yang diperoleh dari
tiap soal yang mewakili dimensi tersebut. Berikut ini perolehan skor siswa
pada tes siklus I dan besar persentasenya yang ditinjau berdasarkan ketiga
dimensi kemampuan menulis matematis:
Tabel 4.2 Perolehan Nilai Berdasarkan Dimensi Kemampuan Menulis Matematis
Siklus I No. Dimensi Indikator Σ
Skor Skor Ideal
%
1 Ketepatan
Membaca dan menuliskan lambang bilangan pecahan
88
132
66,67%
Menyajikan nilai pecahan sederhana menggunakan model
91 132 68,94%
Rata-rata 89,5 132 67,80% 2 Penggunaan
Istilah Matematis
Menuliskan pecahan dan unsur-unsurnya
84 132 63,64%
Membilang pecahan sederhana 68 132 51,52% Rata-rata 76 132 57,58%
3 Penjelasan Berpikir
Matematis
Menyajikan nilai pecahan sederhana menggunakan model
75 132 56,82%
Menuliskan pecahan dan unsur-unsurnya
69 132 52,27%
Rata-rata 72 132 54,55% Rata-rata Total 79,17 132 59,98%
Keterangan:
Jumlah (Σ) skor = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa
Skor ideal = skor dari hasil perkalian antara skor maksimal setiap item/
soal (yakni 4) dengan jumlah siswa yang hadir mengikuti
tes siklus (siklus I sebanyak 33 siswa).
Berdasarkan Tabel 4.2, diperoleh informasi bahwa pencapaian kemampuan
menulis matematis siswa pada akhir siklus I jika ditinjau dari ketiga
dimensinya adalah sebagai berikut:
63
a) Ketepatan
Ketepatan rata-rata siswa dalam membaca dan menuliskan lambang
bilangan pecahan serta menyajikan nilai pecahan sederhana menggunakan
model matematis sudah mencapai 67,80%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
pada dimensi ketepatan, kemampuan menulis matematis siswa sudah
mencapai kategori baik. Berikut adalah kecenderungan jawaban siswa untuk
dimensi ketepatan dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7
Jawaban Siswa pada Dimensi Ketepatan
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa pada nomor 2.a, siswa dapat
menentukan nilai pecahan berdasarkan daerah yang diarsir dengan tepat,
begitupun dalam penulisan nilai pecahannya. Perbedaan terletak pada nomor
2.b, yakni siswa keliru dalam menafsirkan gambar daerah yang diarsir.
Adapula siswa yang tepat dalam menjawab no. 2.b, tapi salah pada no. 2.a.
sehingga salah menentukan nilai pecahan sehingga mendapat skor yang tidak
maksimal.
b) Penggunaan Istilah Matematis
Persentase skor rata-rata siswa pada dimensi penggunaan istilah
matematis mencapai 57,58%. Rata-rata tersebut termasuk kategori cukup baik,
yang artinya kemampuan penggunaan istilah matematis siswa cukup baik
dalam menuliskan pecahan dan unsur-unsurnya dan membilang pecahan
sederhana. Berikut ini adalah Kecenderungan jawaban siswa untuk dimensi
penggunaan istilah matematis, dapat dilihat pada Gambar 4.8, yaitu jawaban
dari soal nomor 3:
64
Gambar 4.8
Jawaban Siswa pada Dimensi Penggunaan Istilah Matematis
Pada Gambar 4.8, terlihat bahwa jawaban siswa bernilai benar dalam
menggunakan istilah matematis, sehingga mendapat skor maksimal. Namun
tidak sedikit pula ditemukan jawaban siswa yang hanya bertuliskan nilai
pecahan tanpa ditunjukkan unsur-unsurnya.
c) Penjelasan Berpikir Matematis
Persentase skor rata-rata siswa pada dimensi penjelasan berpikir
matematis mencapai 54,55%. Rata-rata tersebut termasuk kategori cukup baik.
Berikut ini adalah kecenderungan jawaban siswa untuk dimensi penjelasan
berpikir matematis dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9
Jawaban Siswa pada Dimensi Penjelasan Berpikir Matematis
Pada Gambar 4.9, terlihat bahwa jawaban siswa dalam penjelasan berpikir
matematisnya kurang maksimal karena tidak disertai penjelasan apapun
seperti model matematika, sehingga tidak mendapat skor maksimal.
Berdasarkan uraian pencapaian kemampuan menulis matematis siswa
pada siklus I di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa masih lemah dalam
dimensi penggunaan istilah matematis dan penjelasan berpikir matematis.
Salah satu indikator keberhasilan penelitian ini adalah skor rata-rata
kemampuan menulis matematis siswa di setiap siklus minimal harus mencapai
70, tetapi karena nilai rata-rata tes kemampuan menulis matematis pada siklus
I hanya 59,91 maka akan diperbaiki dengan pelaksanaan siklus II.
65
2) Lembar Observasi dan Wawancara
Lembar observasi dan wawancara digunakan untuk memperkuat
informasi mengenai aktivitas siswa selama pembelajaran dengan penerapan
pendekatan matematika realistik. Berikut merupakan hasil observasi terhadap
aktivitas siswa selama proses pembelajaran siklus I:
Tabel 4.3 Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I
No Aktivitas
Pertemuan Ke-
Skor Maks.
%
1 2 3 4 20 1 Mendengarkan penjelasan guru
mengenai tujuan pembelajaran 5 4 5 5 19 95%
2 Menanggapi apersepsi yang diberikan guru
1 2 4 3 10 50%
3 Mengajukan pertanyaan atau tanggapan kepada guru
1 2 2 2 7 35%
4 Mengaitkan masalah dengan konteks dunia nyata
2 3 2 3 10 50%
5 Siswa berusaha mencari pemecahan masalah kontekstual
2 3 3 3 11 55%
6 Melakukan matematisasi horizontal/membuat model
2 3 2 2 9 45%
7 Mempresentasikan hasil diskusi dengan percaya diri
1 1 2 2 6 30%
8 Membandingkan jawaban siswa lain dengan cermat
3 3 3 3 12 60%
9 Mendiskusikan jawaban siswa lain
3 3 3 3 12 60%
10 Siswa berusaha menyimpulkan konsep yang baru dipelajari
1 3 2 2 8 40%
11 Mencatat inti pembelajaran yang telah dijelaskan oleh guru
2 2 4 4 12 60%
12 Memperhatikan penguatan yang diberikan oleh guru
5 4 5 4 18 90%
Jumlah 28 33 37 36 134 Skor Maksimum 60 60 60 60 240
Persentase 46,67% 55% 61,67% 60% 55,83% Kategori CB CB B CB CB
66
Berdasarkan Tabel 4.3 yang merupakan hasil observasi terhadap
aktivitas siswa selama pembelajaran siklus I, diketahui bahwa aktivitas siswa
dalam pembelajaran berbasis matematika realistik dikategorikan cukup baik.
Pada pertemuan kesatu tergolong belum mencapai kategori baik dikarenakan
pembelajaran yang diterapkan peneliti baru pertama kali dilakukan sehingga
siswa masih bersikap ragu-ragu dan bingung dengan langkah-langkah
pembelajaran yang harus mereka lakukan. Selain itu, meskipun awalnya
tampak antusias, tapi masih banyak di antara siswa yang terlihat malu-malu
ketika peneliti bertanya kepada mereka. Peneliti memaklumi hal tersebut
karena pada tahap pra-penelitian, peneliti tidak sempat berinteraksi secara
intens dengan siswa.
Pada pertemuan kedua, meskipun secara persentase mengalami
peningkatan, namun tidak demikian halnya dengan aktivitas no. 7, 8, 9 dan 11,
yang notabene masih berada pada kategori “cukup baik”. Hal ini disebabkan
peningkatan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Meskipun begitu,
peningkatan antusiasme dan interaksi siswa terjadi terjadi ketika siswa diminta
untuk menyelesaikan masalah kontekstual dengan bantuan kertas origami
sebagai benda nyata dan ketika siswa diminta untuk menyimpulkan konsep
pecahan yang baru mereka pelajari.
Selanjutnya pada pertemuan ketiga terjadi peningkatan yang cukup
signifikan. Berdasarkan pengamatan peneliti, siswa terlihat mulai terbiasa
dengan pendekatan pembelajaran yang dilakukan, seperti membandingkan dan
mendiskusikan jawaban. Di samping itu, hal ini tidak terlepas dari ringannya
bobot masalah kontekstual yang disajikan. Meskipun demikian, faktanya
siswa masih mengalami kesulitan ketika diminta membuat model matematika
walau sudah dibantu dengan menggunakan benda nyata.
Adapun pada pertemuan keempat, terjadi sedikit penurunan meskipun
tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan bobot materi dan masalah yang
ternyata cukup sulit dipahami oleh siswa. Ditambah lagi dengan faktor human
error yang dilakukan oleh peneliti, yakni tidak mempersiapkan alat peraga
dengan baik. Imbasnya tentu saja terhadap kemampuan siswa dalam
67
mengaitkan permasalahan kontekstual dengan pengalaman mereka sehingga
siswa sulit untuk memahami masalah kontekstual yang notabene harus mereka
pecahkan. Meskipun demikian, para siswa masih mampu membandingkan
jawaban dan mendiskusikannya dengan baik.
Berdasarkan hasil observasi selama pembelajaran siklus I, persentase
rata-rata aktivitas siswa yaitu baru mencapai 55,83%, yang termasuk dalam
kategori “cukup baik”. Dalam penelitian ini, intervensi tindakan yang
diharapkan yaitu hasil pengamatan melalui lembar observasi siswa pada akhir
siklus menunjukan peningkatan aktivitas belajar yang baik, yakni mencapai ≥
60,1%. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik
harus ditingkatkan sampai tahap intervensi tindakan yang diharapkan.
Selain menggunakan lembar observasi, peneliti juga melakukan
wawancara kepada siswa dan guru untuk memperkuat data observasi. Hasil
wawancara dengan guru kelas yang juga guru bidang studi matematika,
diperoleh kesimpulan bahwa guru kelas cukup setuju dengan penerapan
pendekatan matematika realistik dalam proses pembelajaran karena dapat
membantu siswa dalam memahami suatu konsep secara bertahap, menuntut
siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran matematika. Sedangkan dari hasil
wawancara dengan siswa diperoleh informasi bahwa siswa merasa kesulitan
saat mengerjakan LKS disebabkan oleh belum terbiasanya siswa untuk
memahami konsep secara mandiri. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena
biasanya di awal pembelajaran mereka diberi penjelasan dulu oleh guru dan
diberi contoh penyelesaian soal. Selain itu, siswa masih belum percaya diri
ketika harus mengungkapkan jawaban mereka. Siswa juga memberi saran
kepada peneliti agar pembelajaran yang diberikan peneliti tidak terlalu cepat.
Meskipun demikian, siswa mengaku mulai suka dengan pembelajaran
matematika sejak menggunakan pendekatan matematika realistik dan sebagian
besar berpendapat bahwa pembelajaran dirasakan cukup seru karena
menggunakan benda nyata.
68
d. Refleksi
Tahap ini merupakan tahap bagi peneliti dan observer (guru kelas III)
bekerjasama melakukan refleksi terhadap analisis terhadap hasil tes
kemampuan menulis matematis dan hasil observasi selama proses
pembelajaran siklus I. Observasi pra-penelitian menunjukkan bahwa dalam
mengerjakan soal siswa masih sering mengandalkan guru dan temannya tanpa
mau berusaha mencoba terlebih dahulu. Oleh karena itu, di setiap pertemuan
siklus I diberikan LKS guna membantu siswa dalam memahami konsep yang
sedang saja dipelajari. Agar siswa dapat lebih memahami konsep pecahan
maka pengerjaan LKS−pada poin-poin tertentu−ada yang harus dikerjakan
secara individual, lebih tepatnya dijadikan pekerjaan rumah. Namun dalam
pelaksanaannya, ternyata seringkali terjadi beberapa siswa tidak mengerjakan
tugas tersebut dan ada juga yang yang lupa untuk mengumpulkan kembali
LKS padahal sudah mengerjakan tugas individualnya. Setelah peneliti
tanyakan, beberapa siswa yang tidak mengerjakan tugas tersebut beralasan
bahwa mereka lupa atau tidak tahu cara mengerjakannya, ditambah lagi
dengan tidak adanya anggota keluarga yang bisa dimintai tolong untuk
membantu mereka mengerjakan tugas tersebut.
Berdasarkan lembar observasi dan catatan lapangan, kondisi kelas
hampir selalu ramai pada saat pengerjaan LKS. Beberapa siswa masih saja
sibuk bertanya kepada teman yang tidak sebangku dengannya atau bahkan
bertanya kepada guru. Sehingga alokasi waktu pembelajaran lebih banyak
didominasi oleh tahap memahami dan menyelesaikan masalah kontekstual
daripada membandingkan dan mendiskusikan jawaban apalagi menyimpulkan.
Hal tersebut sempat disinggung oleh guru kelas dalam wawancara yang
dilakukan pasca tes siklus I. Beliau juga mengeluhkan jumlah soal yang
menurutnya banyak dan bobotnya cukup sulit untuk dipahami oleh para siswa,
serta pembahasan soal yang terburu-buru.
Selanjutnya, berdasarkan pengolahan dan analisis data hasil tes
kemampuan menulis matematis dan lembar observasi siklus I, diperoleh
kesimpulan bahwa masih belum ada indikator keberhasilan penelitian yang
69
tercapai. Dengan demikian, siklus II akan dilaksanakan agar tujuan penelitian
dapat tercapai. Hal-hal yang menghambat siklus I akan diperbaiki pada siklus
II agar hasil yang diperoleh membaik dan meningkat secara signifikan. Secara
rinci, hal-hal yang menghambat pembelajaran pada siklus I dan rencana
perbaikan yang akan dilakukan pada siklus II disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Hasil Refleksi Terhadap Siklus I
Hambatan Rencana Perbaikan 1) Saat mengerjakan LKS, siswa
kesulitan dalam memahami masalah kontekstual. Terkadang siswa mengisinya tanpa memperhatikan dan tanpa mencoba memahami kalimat secara detail. Suasana kelas menjadi ramai karena siswa sibuk bertanya.
Peneliti memberikan petunjuk (verbal dan non-verbal) sebelum pengerjaan LKS. Petunjuk tersebut mengenai inti soal yang harus dipahami siswa, khususnya pada soal-soal dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Peneliti juga akan membuat kelompok dengan kapasitas yang lebih besar, agar siswa lebih leluasa dalam berdiskusi.
2) Kemampuan siswa pada dimensi penggunaan istilah dan penjelasan berpikir matematis masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan saat pengerjaan LKS, siswa menghabiskan banyak alokasi waktu sehingga pembahasan soal tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
Sama seperti rencana perbaikan pada nomor 1, diharapkan sesi pembahasan jawaban akan dapat dilaksanakan dengan baik dan akan lebih ditekankan pada pembahasan soal berdimensi penggunaan istilah dan penjelasan berpikir matematis.
3) Kemampuan menulis matematis siswa masih rendah.
Menampilkan hasil jawaban tes siswa yang memiliki skor tertinggi guna memotivasi siswa untuk mengerjakan tes secara lebih baik.
4) Aktivitas siswa pada pembelajaran matematika berbasis pendekatan matematika realistik pada siklus I hanya mencapai 55,83%.
Inisiatif untuk memberikan hadiah kepada siswa yang aktif di kelas secara positif, sebagai bentuk apresiasi. Lebih mempersiapkan alat peraga yang mudah dibawa dan diperoleh untuk membantu siswa dalam memahami masalah kontekstual.
70
2. Pelaksanaan Siklus II
Tindakan pembelajaran siklus II merupakan implikasi dari analisa dan
refleksi terhadap hasil dan temuan-temuan pada pembelajaran siklus I.
Pelaksanaan siklus II diharapkan mampu meningkatkan kualitas proses
pembelajaran yang ditandai dengan peningkatan aktivitas siswa dan kemampuan
menulis matematis siswa.
a. Tahap Perencanaan
Dalam tahap perencanaan siklus II, peneliti mengkaji ulang semua
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta LKS yang telah dibuat
untuk tiga kali pertemuan. Adapun sub-materi pada siklus II ini adalah
membandingkan dua pecahan yang salah satu unsurnya senilai dan yang kedua
unsurnya tidak senilai. Selain menyiapkan RPP dan LKS, peneliti juga
menyiapkan instrumen-instrumen penelitian lain untuk mendukung
pembelajaran pada siklus II, yakni berupa lembar observasi aktivitas siswa,
instrumen tes akhir siklus satu, pedoman wawancara siswa dan guru untuk
akhir siklus II serta alat dokumentasi.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan sebanyak
tiga kali pertemuan dengan total alokasi waktu sebanyak sembilan jam
pelajaran (9JP) atau setara dengan 9x30 menit untuk ketiga pertemuan
tersebut. Uraian proses pembelajaran pada siklus II adalah sebagai berikut:
1) Pertemuan Keenam
Pertemuan keenam dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 22 Januari
2015 dengan siswa yang hadir berjumlah 32 siswa, disebabkan S8 dan S25
alfa sementara S28 sakit. Sesuai jadwal, pembelajaran pada Kamis ini
berlangsung pada pukul 08.30−09.30 WIB. Sub-materi pembelajaran kali ini
adalah membandingkan dua pecahan yang pembilangnya senilai. Adapun
tujuannya adalah agar siswa dapat menentukan besar pecahan yang
pembilangnya senilai berdasarkan pembandingan terhadap penyebut.
71
Sesaat setelah berdo’a para siswa serempak meminta guru untuk
mengumumkan hasil tes siklus I, kemudian mengumumkan dengan cara hanya
menyebutkan nomor absen siswa yang lulus dengan nilai tertinggi. Siswa
ramai karena banyak di antara mereka yang belum lulus. Kemudian peneliti
memotivasi siswa dengan cara memberikan dorongan-dorongan positif agar
siswa tidak terpuruk. Pada pertemuaan keenam ini, peneliti juga memberikan
pengarahan kepada siswa agar semakin aktif, tertib dan lebih serius mengikuti
kegiatan pembelajaran agar mendapatkan manfaat dari pembelajaran. Setelah
kelas terkondisikan dengan baik, barulah pembelajaran dimulai.
Sebelum membagikan LKS, terlebih dahulu peneliti meminta siswa
untuk duduk secara berkelompok, dengan kapasitas setiap kelompok
maksimal tujuh orang dengan syarat tingkat kemampuan matematikanya harus
bervariasi. Karena jumlah siswa yang tidak lengkap, sempat terjadi sedikit
kegaduhan. Ternyata, masih ada tiga-empat orang yang tidak diajak masuk ke
kelompok manapun. Mereka pun tidak berusaha untuk masuk dan terlihat
pasrah begitu saja. Untunglah ketika peneliti bernegosiasi meminta kesediaan
tiga kelompok untuk menerima mereka masuk ke dalam kelompoknya, ketiga
kelompok itu bersedia, walaupun ada proses “seleksi” singkat terlebih dahulu.
Sambil membagikan LKS, peneliti mengingatkan siswa untuk mengisi
kolom keterangan pada bagian atas. Pada waktu yang hampir bersamaan,
peneliti membagikan alat peraga berupa pita guna membantu siswa dalam
pemecahan masalah kontekstual serta mempersilakan seluruh kelompok untuk
membaca soal yang ada di LKS. Aktivitas tersebut merupakan pembuka dari
fase memahami masalah kontekstual.
Selang beberapa menit kemudian, peneliti menanyakan kepada siswa
soal mana saja yang belum mereka pahami secara berurutan, dimulai dari
nomor 1. Sebenarnya sebagian besar siswa paham dengan masalah yang
dimaksud hanya saja mereka merasa kesulitan dan ragu dengan solusi
penyelesaian masalahnya. Peneliti pun memberikan petunjuk bahwa solusinya
dengan menggunakan pita kain yang telah mereka terima. Tidak cukup sampai
disitu, peneliti juga memberikan petunjuk dan arahan kepada siswa untuk
72
membagi pita agar sama rata, mulai dari menghitung hingga mengukur dan
menandai pita. Barulah siswa paham dan mulai berdiskusi untuk
menyelesaikan soal nomor 1 itu secara keseluruhan. Inilah yang disebut
dengan fase menyelesaikan masalah kontekstual. Berikut ini adalah suasana
ketika salah satu kelompok sedang berdiskusi untuk menyelesaikan masalah
kontekstual tersebut:
Gambar 4.10
Siswa sedang Menyelesaikan Masalah Kontekstual Ketika proses diskusi berlangsung, masih terlihat beberapa siswa yang
justru bertanya kepada anggota kelompok lain. Selain itu, ada juga siswa yang
bertindak kurang kooperatif, seperti bercanda dengan teman satu
kelompoknya atau bahkan mengganggu anggota kelompok lain. Tentu saja
kejadian tersebut mendapat atensi yang cukup besar dari peneliti dan observer.
Peneliti pun langsung bertindak tegas dengan menegur siswa yang tidak serius
dan tidak bisa kooperatif tersebut.
Menjelang satu jam pelajaran pertama berakhir, peneliti meminta
siswa untuk segera menyelesaikan semua soal dan mempersiapkan perwakilan
yang akan maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya. Meski tampak terkejut, siswa tetap berusaha menyelesaikan
semua soal dan mengeceknya dengan meminta pendapat kepada observer
ataupun peneliti. Setelah merasa yakin, para utusan dari setiap kelompok pun
maju ke depan kelas. Mereka berdiri secara berjajar dan mulai
mempresentasikan jawaban mereka sesuai dengan urutan nomor kelompok.
Inilah yang dinamakan fase membandingkan jawaban.
73
Berikut ini contoh jawaban siswa yang paling banyak ditemukan pada LKS 4:
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.11 Jawaban Siswa pada LKS 4
Berdasarkan Gambar 4.11 (a) di atas, terlihat bahwa siswa mampu
memanfaatkan media benda konkret berupa pita yang sudah disediakan oleh
peneliti untuk menyelesaikan masalah kontekstual secara tepat. Skor yang
mereka peroleh pun cukup maksimal. Adapun berdasarkan Gambar 4.11 (b),
terlihat bahwa siswa juga sudah mampu memberikan penjelasan berpikir
matematis secara baik, meskipun masih ada juga sebagian siswa yang belum
bisa memberikan penjelasan berpikir matematis. Selanjutnya, pada dimensi
penggunaan istilah matematis, siswa juga sudah cukup baik. Hal tersebut
dapat dilihat pada Gambar 4.11 (c).
Selesai membandingkan jawaban, peneliti bergegas bertanya kepada
siswa terkait kesimpulan yang dapat mereka ambil dari sub-materi yang telah
74
mereka pelajari. Fase menyimpulkan memang fase yang krusial karena
respon siswa pada fase ini bisa dijadikan indikator tingkat pemahaman siswa
terhadap suatu konsep.
Sebelum pembelajaran ditutup, siswa mengumpulkan LKS. Lalu
peneliti menyampaikan informasi terkait persiapan pembelajaran pada
pertemuan berikutnya kemudian pamit.
2) Pertemuan Ketujuh
Pertemuan ketujuh dilaksanakan pada hari Senin, 26 Januari 2015
dengan jumlah siswa yang hadir hanya 26 siswa, disebabkan lima orang
menderita sakit dan empat lainnya tanpa keterangan. Sub-materi pembelajaran
kali ini adalah membandingkan dua pecahan yang penyebutnya senilai.
Adapun tujuannya adalah agar siswa dapat menentukan besar pecahan yang
penyebutnya senilai berdasarkan pembandingan terhadap pembilang.
Seperti biasa, selesai berdoa dan mengecek daftar hadir, peneliti
meminta siswa duduk secara berkelompok. Namun, sempat terjadi sedikit
kegaduhan karena banyaknya siswa yang tidak hadir mengurangi jumlah
anggota setiap kelompok. Peneliti pun segera mengatasi keadaan dengan
meminta siswa membuat ulang kelompok. Selesai mengkondisikan kelas,
barulah peneliti membagikan LKS. Pada tahap memahami masalah
kontekstual kali ini, siswa terlihat sudah lebih mandiri. Namun, peneliti tetap
mengkonfirmasikan hal itu kepada siswa.
Masuk ke tahap menyelesaikan masalah kontekstual, peneliti pun
segera mempersilakan siswa untuk mendiskusikan penyelesaian dari semua
masalah yang ada di LKS. Kali ini, siswa sedikit mengalami kesulitan. Mereka
tampak ragu dengan cara yang harus mereka gunakan. Peneliti memberikan
bantuan melalui petunjuk dan sedikit instruksi kepada siswa dalam membuat
gambar/ilustrasi dari penyelesaian masalah yang ada.
Setelah semua kelompok menyelesaikan masalah, peneliti meminta
siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka. Perwakilan setiap
kelompok pun maju ke depan kelas dan menuliskan hasil diskusi mereka. Pada
75
saat yang bersamaan, peneliti meminta siswa untuk membandingkan
jawaban mereka dengan jawaban kelompok lain. Berikut ini adalah contoh
jawaban siswa dari jawaban yang paling sering dijumpai pada LKS 5:
(a)
(b)
Gambar 4.12 Jawaban Siswa pada LKS 5
Berdasarkan Gambar 4.12 (a) di atas, terlihat bahwa siswa mampu
membuat model matematis dengan tepat, sesuai dengan masalah kontekstual
yang ditanyakan. Karena model matematis yang dibuat benar/sesuai, maka
skor yang diperoleh pun maksimal. Adapun berdasarkan Gambar 4.12 (b),
menunjukkan bahwa siswa keliru dalam penarikan kesimpulan, tetapi benar
dalam penggunaan istilah matematisnya. Harusnya, kesimpulan yang benar
adalah sebagai berikut: “Jadi, jika pembilang beda-penyebut sama, semakin
besar pembilang semakin besar nilai pecahan… ”.
Tahap menyimpulkan dilakukan setelah pembahasan hasil diskusi
secara bersama-sama. Sebelum menutup pembelajaran, peneliti memberikan
penguatan materi dengan melakukan tanya-jawab secara singkat kepada para
siswa. Hal ini peneliti lakukan agar siswa tidak bingung atau keliru atau
bahkan tertukar dalam memahami konsep, antara konsep pada pertemuan
ketujuh dengan konsep pada pertemuan keenam.
76
3) Pertemuan Kedelapan
Pertemuan kedelapan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 29
Januari 2015 dengan siswa yang hadir berjumlah 34 siswa, disebabkan S24
sakit. Sub-materi pembelajaran kali ini adalah membandingkan dua pecahan
yang kedua unsurnya tidak senilai.
Setelah peneliti masuk, siswa langsung berdo’a. Kemudian siswa
segera duduk berkelompok sementara peneliti membagikan LKS, lalu
mempersilakan siswa untuk membaca dan memahami masalah yang ada di
LKS. Setelah dirasa cukup, peneliti menanyakan pemahaman siswa terhadap
masalah kontekstual yang diberikan. Tidak jauh berbeda dengan pertemuan
dua hari yang lalu, sebagian besar siswa sudah memahami masalah tersebut,
sehingga peneliti cukup memberikan sedikit petunjuk kepada siswa agar
mereka lebih memahami masalah kontekstual yang belum mereka pahami.
Setelah dirasa cukup, peneliti mempersilakan para siswa untuk mulai
berdiskusi guna menyelesaikan berbagai masalah kontekstual yang ada di
LKS. Pada tahap menyelesaikan masalah kontekstual kali ini pun, terjadi
peningkatan aktivitas siswa yang cukup signifikan. Sebagian besar siswa tidak
lagi bertanya mengenai cara penyelesaian masalah, melainkan menanyakan
ketepatan cara yang telah mereka tuliskan. Setiap kelompok sudah
menunjukkan kekompakan dan kerjasama yang baik dalam berdiskusi.
Gambar 4.13
Siswa sedang Menyelesaikan Masalah Kontekstual
Beralih ke tahap berikutnya, yakni tahap membandingkan jawaban.
Peneliti meminta perwakilan setiap kelompok maju ke depan kelas untuk
77
mempresentasikan penyelesaian masalah dari hasil diskusi kelompok mereka.
Akan tetapi, peneliti mengingatkan semua kelompok untuk memberikan
kesempatan kepada anggota lainnya, yang belum pernah maju pada presentasi
sebelumnya. Pada tahap kali ini pun, hampir semua kelompok mantap
mengutus satu anggotanya untuk bertindak sebagai delegat. Berikut ini adalah
contoh jawaban siswa yang paling banyak ditemukan pada LKS 6:
(a)
(b)
Gambar 4.14 Jawaban Siswa pada LKS 6
Berdasarkan Gambar 4.14 (a) di atas, untuk dimensi penjelasan
berpikir matematis,, terlihat bahwa siswa sudah mampu membuat model
78
matematis guna menjelaskan alasan yang telah mereka kemukakan secara
tepat, sesuai dengan masalah kontekstual yang ada. Adapun untuk dimensi
ketepatan, terlihat pada Gambar 4.14 (b) bahwa siswa sudah mampu
menentukan nilai pecahan untuk kemudian dibandingkan dan diurutkan
dengan baik.
Beberapa menit menjelang berakhirnya jam pelajaran, peneliti
memandu siswa dalam membuat kesimpulan dari materi yang baru mereka
pelajari. Sebelum menutup pembelajaran, peneliti menghimbau kepada siswa
untuk mempelajari kembali materi yang sudah dipelajari sebelumnya karena
lusa (hari Sabtu) akan diadakan tes akhir siklus II. Setelah mengumpulkan
LKS, peneliti pun pamit dan siswa diizinkan untuk beristirahat.
4) Pertemuan Kesembilan
Pertemuan kesembilan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 31
Januari 2015 dengan agenda pelaksanaan tes akhir siklus II. Alokasi waktunya
selama dua jam pelajaran atau setara dengan 2x30 menit. Siswa yang hadir
berjumlah 30 orang.
Ketika peneliti memasuki kelas, siswa segera duduk di bangku masing-
masing. Peneliti segera meminta siswa untuk mempersiapkan alat tulis yang
diperlukan dan mempersilakan mereka untuk berdo’a. Ketika pendistribusian
soal, peneliti kembali menghimbau kepada siswa untuk tidak langsung
menjawab soal, melainkan membaca petunjuknya terlebih dahulu, serta
mengingatkan mereka untuk menuliskan identitas mereka di kolom yang telah
disediakan. Sama seperti tes siklus I, peneliti dibantu oleh kolaborator untuk
mengawasi jalannya tes. Tes terdiri dari empat nomor dengan delapan butir
soal berbentuk esai yang berfokus pada sub-materi membandingkan pecahan.
Karena keterbatasan waktu, selesai tes siklus II, peneliti tidak
mengulas jawaban dari soal-soal tes melainkan langsung memberikan
informasi kepada siswa terkait keberlanjutan pembelajaran, sekaligus meminta
perwakilan siswa untuk menjadi informan dalam sesi wawancara. Kali ini,
peneliti mewawancarai beberapa siswa setelah semua jam pelajaran usai. Lalu
79
peneliti bergegas ke ruang guru untuk mengumpulkan dan mendiskusikan
lembar observasi yang telah diisi oleh observer dan mewawancara observer
terkait proses pembelajaran yang telah dilaksanakan selama siklus II. Secara
keseluruhan, kegiatan tes siklus II berlangsung dengan tertib. Berikut adalah
suasana kelas saat tes siklus II berlangsung:
Gambar 4.15
Suasana Kelas Ketika Tes Akhir Siklus II
c. Observasi dan Analisis
Sama seperti pelaksanaan siklus I, observer pada siklus II adalah guru
kelas yang membantu mengisi lembar observasi terbimbing. Adapun peneliti
melakukan observasi dan analisis terhadap LKS, tes, lembar observasi,
wawancara dan catatan lapangan untuk mengamati perkembangan
kemampuan menulis matematis dan aktivitas siswa. Berikut merupakan
deskripsi hasil analisis peneliti terhadap hasil tes kemampuan menulis
matematis dan lembar observasi aktivitas siswa di siklus II:
1) Tes Kemampuan Menulis Matematis
Salah satu indikator keberhasilan dalam penelitian ini dilihat
berdasarkan hasil skor rata-rata tes siklus minimal harus mencapai 70.
Indikator ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui bagaimanakah penerapan
pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan
kemampuan menulis matematis siswa. Berikut ini merupakan distribusi skor
tes kemampuan menulis matematis siswa pada siklus II:
80
Tabel 4.5 Distribusi Kelompok Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis Siklus II
No. Interval fi fk fk (%) Nilai Tengah (Xi)
1 35 – 45 6 6 20% 40 2 46 – 56 1 7 23,33% 51 3 57 – 67 4 11 36,66% 62 4 68 – 78 7 18 59,99% 73 5 79 – 89 7 25 83,32% 84 6 90− 100 5 30 100% 95
Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai
kemampuan menulis matematis siswa pada tes siklus II adalah 70,43 dengan
tingkat ketuntasan sebesar 63,33%, artinya hanya 19 dari 30 siswa, dan siswa
yang memperoleh nilai <70 hanya 11 siswa (36,67%). Artinya, tingkat
ketuntasan kemampuan menulis matematis siswa sudah tinggi. Modus (Mo)
dari tes siklus II ini 78,5 yang artinya banyak siswa yang memperoleh nilai
78,5 dengan median (Md) 73,79. Selain itu, standar deviasi mencapai 18,77
sedangkan jangkauan nilai siswa mencapai 65 karena nilai tertinggi 100 dan
nilai terendah 35. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan nilai antara siswa
berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah masih cukup jauh.
Secara visual, sebaran data dari kemampuan menulis matematis siswa pada
siklus II dapat dilihat melalui histogram dan poligon sebagai berikut:
Diagram 4.2
Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis
81
Siklus II Berdasarkan data yang disajikan pada Diagram 4.2, terlihat bahwa
kemampuan siswa paling banyak pada rentang nilai 68 hingga 89 sehingga
dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis matematis siswa pada siklus II
mengelompok di atas. Karenanya, tidak mengherankan jika pencapaian tes
siklus II ini sudah memenuhi salah satu indikator keberhasilan yang telah
ditetapkan dalam penelitian ini, yaitu rata-rata nilai tes kemampuan menulis
matematis siswa harus mencapai ≥70. Adapun kemampuan siswa berdasarkan
ketiga dimensi kemampuan menulis matematis dapat dilihat berdasarkan hasil
persentase nilai yang diperoleh dari tiap soal yang mewakili dimensi tersebut.
Berikut ini perolehan nilai siswa berdasarkan ketiga dimensi kemampuan
menulis matematis:
Tabel 4.6 Perolehan Nilai Berdasarkan Dimensi Kemampuan Menulis Matematis
Siklus II No. Dimensi Indikator Σ
Skor Skor Ideal
%
1
Ketepatan
Membandingkan pecahan sederhana yang pembilangnya sama
105
120
87,50%
Membandingkan pecahan sederhana yang penyebutnya sama
91
120 75,83%
Rata-rata 98 120 81,67% 2 Penggunaan
Istilah Matematis
Memecahkan masalah kontekstual yang berkaitan dengan pembandingan pecahan sederhana
83
120
69,17%
Rata-rata 83 120 69,17% 3 Penjelasan
Berpikir Matematis
Memecahkan masalah kontekstual yang berkaitan dengan pembandingan pecahan sederhana
85
120
70,83%
Membandingkan pecahan sederhana yang kedua unsurnya berbeda
63
120
52,50%
Rata-rata 74 120 61,67% Rata-rata Total 85 120 71,17%
82
Keterangan:
Jumlah (Σ) skor = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa
Skor ideal = skor dari hasil perkalian antara skor maksimal setiap item/
soal (yakni 4) dengan jumlah siswa yang hadir mengikuti
tes siklus (siklus I sebanyak 33 siswa).
Berdasarkan Tabel 4.6 diperoleh informasi mengenai indikator kemampuan
menulis matematis siswa pada siklus II sebagai berikut:
a) Ketepatan
Dimensi ketepatan ada pada nomor satu dengan empat butir soal.
Berdasarkan Tabel 4.6 di atas, terlihat bahwa ketepatan rata-rata siswa dalam
membandingkan pecahan sederhana yang pembilang atau penyebutnya sama
sudah mencapai 81,67%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada dimensi
ketepatan, kemampuan menulis matematis siswa sudah mencapai kategori
sangat baik. Kecenderungan jawaban siswa untuk dimensi ketepatan dapat
dilihat pada Gambar 4.16.
Gambar 4.16
Jawaban Siswa pada Dimensi Ketepatan
Pada Gambar 1, terlihat bahwa siswa menjawab dengan cuikup tepat
dalam mengurutkan pecahan yang pembilangnya sama. Akan tetapi, ketika
83
membandingkan pecahan yang penyebutnya sama, siswa keliru, sehingga skor
yang diperoleh pun berbeda. Hal ini terlihat pada poin 4.16(c) dan 4.16(d)
yang juga mengharuskan siswa untuk membandingkan dua pecahan yang
salah satu unsurnya senilai dengan memanfaatkan garis bilangan yang sudah
disediakan. Siswa keliru dalam mengurutkan pecahan, sehingga
kesimpulannya pun salah dan skor yang diperoleh pun lebih rendah dibanding
skor pada poin 4.16(a) dan 4.16(b).
b) Penggunaan Istilah Matematis
Persentase skor rata-rata siswa pada dimensi penggunaan istilah
matematis mencapai 69,17%. Rata-rata tersebut termasuk kategori baik, yang
artinya bahwa kemampuan siswa dari dimensi penggunaan istilah matematis
dalam memecahkan masalah kontekstual yang berkaitan dengan
pembandingan pecahan sederhana, sudah baik. Kecenderungan jawaban siswa
untuk dimensi penggunaan istilah matematis dapat dilihat pada Gambar 4.17.
Gambar 4.17
Jawaban Siswa pada Dimensi Penggunaan Istilah Matematis
Pada Gambar 4.17, terlihat bahwa jawaban siswa bernilai benar dalam
menggunakan istilah matematis dan argumen yang diberikan, sehingga
mendapatkan skor maksimal.
c) Penjelasan Berpikir Matematis
Persentase skor rata-rata siswa pada dimensi penjelasan berpikir
matematis mencapai 61,67%. Rata-rata tersebut termasuk kategori baik, yang
artinya kemampuan menulis matematis siswa baik dalam memecahkan
masalah kontekstual yang berkaitan dengan pembandingan pecahan
sederhana. Berikut ini adalah kecenderungan jawaban siswa untuk dimensi
penjelasan berpikir matematis dapat dilihat pada Gambar 4.18.
84
Gambar 4.18
Jawaban Siswa pada Dimensi Penjelasan Berpikir Matematis
Pada Gambar 4.18, terlihat bahwa jawaban siswa sudah cukup maksimal
karena jawaban semua poin benar meskipun minim penjelasan, sehingga
mendapat skor maksimal.
Berdasarkan uraian pencapaian kemampuan menulis matematis siswa
tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa sudah baik dari dimensi ketepatan,
penggunaan istilah matematis dan penjelasan berpikir matematis. Seperti yang
sudah dijelaskan bahwa salah satu indikator keberhasilan pada penelitian ini
adalah skor rata-rata siswa pada setiap tes kemampuan menulis matematis
minimal harus mencapai 70. Mengingat bahwa nilai rata-rata tes kemampuan
menulis matematis pada siklus II ini sudah mencapai 70,43 berarti indikator
kesatu dari penelitian ini telah tercapai, meskipun nilainya hanya sedikit
melewati nilai KKM.
2) Lembar Observasi dan Wawancara
Lembar observasi dan wawancara digunakan untuk memperkuat
informasi mengenai aktivitas siswa selama pembelajaran dengan penerapan
pendekatan matematika realistik. Sehingga, perkembangan aktivitas siswa
juga dapat dipantau dan dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan proses
pembelajaran berikutnya. Berikut ini merupakan hasil observasi terhadap
aktivitas siswa selama proses pembelajaran siklus II:
85
Tabel 4.7 Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II
No. Aktivitas
Pertemuan ke- Skor
Maks.
% 6 7 8 15
1 Mendengarkan penjelasan guru mengenai tujuan pembelajaran
5
4
5
14
93,33%
2 Menanggapi apersepsi yang diberikan guru
4 3 4 11 73,33%
3 Mengajukan pertanyaan atau tanggapan kepada guru
3 3 4 10 66,67%
4 Mengaitkan masalah dengan konteks dunia nyata
4 4 4 12 80%
5 Siswa berusaha mencari pemecahan masalah kontekstual
4
4
4
12
80%
6 Melakukan matematisasi horizontal/membuat model
2 4 3 9 60%
7 Mempresentasikan hasil diskusi dengan percaya diri
3 2 3 8 53,33%
8 Membandingkan jawaban siswa lain dengan cermat
5 4 4 13 86,67%
9 Mendiskusikan jawaban siswa lain
4 4 5 13 86,67%
10 Siswa berusaha menyimpulkan konsep yang baru dipelajari
4
4
5
13
86,67%
11 Mencatat inti pembelajaran yang telah dijelaskan guru
4 3 4 11 73,33%
12 Memperhatikan penguatan yang diberikan oleh guru
5 4 5 14 93,33%
Jumlah 47 43 50 140 Skor Maksimum 60 60 60 180
Persentase 78,33% 71,67% 83,33% 77,78% Kategori Baik Baik Sangat
Baik Baik
Berdasarkan Tabel 4.7 yang merupakan hasil observasi terhadap
aktivitas siswa selama proses pembelajaran siklus II, menunjukkan bahwa
secara keseluruhan, respon siswa terhadap pembelajaran berbasis pendekatan
matematika realistik sudah termasuk kategori baik dan proses
86
pembelajarannya berjalan dengan baik pula. Diawali dengan pertemuan
keenam yang mencapai kategori baik dikarenakan pembelajaran yang
diterapkan peneliti kali ini dengan alat peraga yang variatif. Selain itu,
kapasitas kelompok dibuat menjadi lebih besar sehingga siswa lebih leluasa
dan nyaman dalam berdiskusi. Para siswa juga sudah terbiasa dengan langkah-
langkah pembelajaran yang harus mereka lakukan.
Selanjutnya pada pertemuan ketujuh, terjadi penurunan yang cukup
signifikan. Penurunan yang terjadi disebabkan oleh banyaknya siswa yang
tidak hadir pada hari itu, yakni mencapai sembilan orang atau setara dengan
25,7%. Padahal, secara umum, terjadi perbaikan kualitas dari aktivitas siswa
selama pembelajaran hari itu.
Terakhir, pada pertemuan kedelapan, terjadi peningkatan yang sangat
signifikan. Berdasarkan pengamatan peneliti, hampir semua siswa terlihat
sudah terbiasa dengan pendekatan pembelajaran yang dilakukan, seperti
berdiskusi, mempresentasikan dan membandingkan jawaban. Meskipun
faktanya siswa masih mengalami kesulitan ketika diminta membuat
kesimpulan di akhir pembelajaran, namun hal tersebut masih lebih baik
dibanding pertemuan-pertemuan sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa
proses pembelajaran berjalan dengan baik dan tidak ada kendala yang berarti.
Berdasarkan wawancara dengan guru matematika kelas III, dapat
disimpulkan bahwa guru sangat senang dengan antusiasme siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran, dengan keaktifan dan keberanian siswa untuk
bertanya dan menyampaikan ide matematika, juga dengan kemandirian
mereka dalam berdiskusi. Selanjutnya, berdasarkan wawancara dengan siswa
dapat disimpulkan bahwa siswa senang dengan proses pembelajaran dengan
pendekatan matematika realistik dikarenakan siswa memudahkan mereka
dalam memahami konsep, melatih kemampuan mereka untuk menyelesaikan
masalah kontekstual dan secara tidak langsung mengetahui manfaat dari
pembelajaran matematika itu sendiri bagi kehidupan mereka sehari-hari.
Selain itu, siswa juga jadi lebih sedikit percaya diri karena belajar untuk
menyampaikan pendapat (melalui presentasi).
87
d. Refleksi
Pada tahap ini peneliti dan guru matematika kelas III melakukan
refleksi terhadap analisis data dan pelaksanaan pembelajaran siklus II. Adapun
hasil refleksi tersebut adalah sebagai berikut:
Secara umum, suasana kelas pada pelaksanaan pembelajaran yang
berbasis pendekatan matematika realistik siklus II terlihat lebih kondusif dan
siswa terlihat antusias dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang
terdapat di LKS. Antusias dan respon positif siswa terhadap pembelajaran
matematika siklus II dan juga terhadap peneliti ditunjukkan dari tanggapan
siswa yang sangat kecewa saat peneliti menyampaikan bahwa peneliti sudah
tidak akan mengajar kelas III lagi dikarenakan penelitian telah berhasil dan
harus dihentikan. Siswa menyampaikan bahwa siswa lebih senang dan paham
ketika diajarkan dengan menggunakan pendekatan matematika realistik
Nilai rata-rata tes kemampuan menulis matematis siswa pada siklus II
adalah 70,43 yang dapat dikategorikan bahwa rata-rata kelasnya baik. Jumah
skor tes kemampuan menulis matematis siswa mencapai 427 dari jumlah skor
ideal 600 sehingga persentase skor yang dicapai adalah 71,17%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa indikator keberhasilan kesatu yang ditetapkan pada
penelitian ini juga telah tercapai.
Berdasarkan perolehan data yang telah dikumpulkan berupa tes akhir
kemampuan menulis matematis, lembar observasi aktivitas siswa, pedoman
wawancara, catatan lapangan serta foto dokumentasi selama siklus II,
didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa kedua indikator keberhasilan yang
ditetapkan pada penelitian ini telah tercapai dan terjadi peningkatan. Oleh
karena itu, maka penelitian tindakan kelas ini dihentikan sampai siklus II.
B. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan membandingkan hasil tes kemampuan
menulis matematika siswa dan hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I dan II.
Analisis penelitian ini dilakukan pada hal-hal yang spesifik agar diperoleh
88
informasi yang detail dan akurat mengenai peningkatan kemampuan menulis
matematis dan aktivitas siswa. Berikut ini hasil analisis dan interpretasi data:
1. Analisis Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis
Tes kemampuan menulis matematis dilaksanakan pada setiap akhir siklus
dengan soal sesuai dengan materi yang telah dipelajari oleh siswa pada setiap
siklusnya. Secara umum, hasil tes siklus I dan II dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Tes Kemampuan Menulis Matematis
Statistik Deskriptif Siklus ke-
I II
Rata-rata (Mean) 59,91 70,43
Skor Maksimum 100 100
Skor Minimum 12,50 35
Modus (Mo) 46,50 78,50
Median (Md) 57,75 73,79
Standar Deviasi (Sd) 21,62 18,77
Tabel 4.8 menunjukkan adanya perbedaan perhitungan statistik deskriptif
antara kedua siklus. Berdasarkan Tabel 4.8, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata
kemampuan menulis matematis siswa pada siklus II lebih tinggi daripada nilai
rata-rata pada siklus I, dengan selisih 10,52. Nilai siswa tertinggi dari dua siklus
tersebut memang terdapat pada kedua siklus, dengan nilai 100, akan tetapi nilai
terendah terdapat pada siklus I dengan nilai 12,50, artinya kemampuan menulis
matematis perorangan tertinggi terdapat di siklus II sedangkan kemampuan
menulis matematis perorangan terendah terdapat di siklus I. Dengan kata lain,
telah terjadi peningkatan kemampuan menulis matematis siswa pada pembelajaran
berbasis pendekatan matematika realistik. Secara visual, histogram hasil
perbandingan tes kemampuan menulis matematis siswa pada siklus I dan siklus II
disajikan sebagai berikut:
89
Diagram 4.3
Perolehan Rata-rata Skor Kemampuan Menulis Matematis Siswa Siklus I dan II
Berdasarkan Diagram 4.3 di atas, terlihat bahwa terjadi peningkatan rata-
rata skor hasil tes kemampuan menulis matematis siswa, yaitu dari 59,91 pada
siklus I, meningkat menjadi 70,43 pada siklus kedua, yang artinya penelitian ini
telah mencapai indikator keberhasilan. Pada tes siklus I hanya ada 12 siswa
(36,36%) dari 33 siswa yang mengikuti tes siklus I, yang mencapai KKM (70),
dan pada siklus II yang berhasil mencapai KKM meningkat menjadi 19 siswa
(63,33%) dari 30 siswa yang mengikuti tes siklus II. Jika perolehan kedua siklus
dibandingkan, maka penelitian dengan penerapan pendekatan matematika realistik
dapat dikatakan berhasil untuk meningkatkan kemampuan menulis matematis
siswa.
Pada siklus I ada 12 siswa yang memperoleh nilai sangat rendah yaitu di
bawah 50. Pada siklus II terjadi perubahan yang signifikan, karena hanya ada 6
siswa yang memperoleh nilai di bawah 50. Ini menunjukkan bahwa kemampuan
menulis matematis siswa meningkat dan secara tidak langsung membuktikan
bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa juga membaik, meskipun hal
tersebut tidak menjadi fokus dalam penelitian ini. Siswa yang mengalami
peningkatan nilai dari siklus I ke II ada 17 siswa dengan seorang siswa yang
mengalami peningkatan terbesar yaitu S34, dengan peningkatan sebesar 57,5 poin.
Namun ada juga siswa yang mengalami stagnasi, yakni S4 dan S35 yang pada tes
siklus I dan II masing-masing berhasil mendapatkan nilai 75 dan 100.
90
Pada tes akhir siklus tidak hanya terjadi peningkatan tetapi juga terjadi
penurunan nilai dari tes siklus I ke II, yakni sebanyak 10 siswa, dengan penurunan
terbesar yaitu (-)38,33 poin dari 83,33 menjadi 45, yang dialami oleh S8. Sisanya,
yakni sebanyak 6 siswa, yakni S15, S24, S26, S27, S28 dan S29 tidak termasuk
penghitungan karena mereka tidak mengikuti salah satu atau bahkan kedua tes
akhir siklus tersebut, sehingga peneliti tidak bisa mengamati progress yang
mereka alami secara utuh. Jika diamati, penurunan skor dari tes siklus I ke II
adalah siswa-siswa yang berkemampuan baik dan turun menjadi kategori cukup
baik pada siklus II. Penurunan ini masih mengindikasikan bahwa siswa memiliki
kemampuan menulis matematis yang baik.
Siswa yang sangat rendah kemampuan menulis matematisnya adalah S6,
S9, S14 dan S25 karena nilai kedua siswa tersebut tidak pernah mencapai lebih
dari 50. Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti kepada keempat siswa
tersebut, mereka tidak berminat terhadap pelajaran matematika. Mereka
mengatakan bahwa matematika itu sulit untuk dipahami. Bahkan siswa sering
kesulitan dalam mengoperasikan perhitungan dasar, seperti penjumlahan dan
pengurangan. Untuk kedua siswa ini, perlu ada perlakuan khusus. Bahkan
berdasarkan wawancara dengan guru, keempat siswa ini memang lemah sekali
dalam pelajaran matematika pada semester satu.
Selain terdapat siswa yang berkemampuan rendah, terdapat pula siswa
yang memiliki rata-rata nilai ≥80 dengan kategori kemampuan menulis
matematisnya sangat baik, yaitu S16, S18, S23, S31, S32 dan S35. Di antara
keenam siswa tersebut, S35 memperoleh rata-rata skor tertinggi, yakni mencapai
100. Secara rinci, perolehan skor pada tiap-tiap dimensi kemampuan menulis
matematis siswa yang terdiri dari ketepatan, penggunaan istilah matematis dan
penjelasan berpikir matematis adalah sebagai berikut:
91
Tabel 4.9
Persentase Kemampuan Menulis Matematis Siswa Perdimensi
Dimensi Siklus I Siklus II
Ketepatan 67,80 81,67
Penggunaan Istilah Matematis 57,58 69,17
Penjelasan Berpikir Matematis 54,55 61,67
Berdasarkan Tabel 4.9 diperoleh informasi bahwa perolehan skor dari
siswa yang menjawab benar pada dimensi ketepatan mengalami peningkatan dari
siklus I ke siklus II, yakni sebesar 13,87%. Peningkatan yang sangat signifikan
tersebut dikarenakan pada siklus II siswa sudah lebih teliti dalam proses
penyelesaian masalah kontekstual. Rata-rata kemampuan menulis matematis
siswa dimensi ketepatan pada siklus II mengenai membandingkan nilai dari dua
pecahan sederhana sudah baik. Meskipun mengalami peningkatan dengan
persentase terendah, persentase rata-rata dari kedua siklus pada dimensi ketepatan
mencapai 74,74%.
Dimensi penggunaan istilah matematis mengalami peningkatan yang juga
signifikan, yakni mencapai 11,59% . Ini dikarenakan pada setiap pertemuan dalam
kedua siklusnya peneliti selalu memberikan soal yang menuntut siswa untuk
menggunakan istilah matematis. Meskipun mengalami peningkatan dengan
persentase terbesar kedua, persentase rata-rata dari kedua siklus untuk dimensi
penggunaan istilah matematis hanya mencapai 63,38%.
Adapun dalam dimensi penjelasan berpikir matematis, dari siklus I ke
siklus II hanya mengalami peningkatan sebesar 7,12%, merupakan peningkatan
yang tidak signifikan. Persentase rata-rata dari kedua siklus untuk dimensi ini
merupakan yang terendah, karena hanya mencapai 58,11%. Pada siklus II, untuk
soal berdimensi penjelasan berpikir matematis ini soal nomor empatlah yang
membuat turunnya persentase, ini dikarenakan pemahaman konsep siswa dalam
menyelesaikan soal yang berindikator membandingkan nilai dua pecahan
sederhana yang salahsatu atau kedua unsurnya berbeda masih kurang baik.
Berdasarkan wawancara, siswa memang mengamati kesulitan dalam memahami
92
soal-soal seperti ini karena mereka masih sering tertukar antara pembilang dan
penyebut. Selain itu, ternyata banyak di antara mereka yang tidak mencatat
kesimpulan pada saat pembelajaraan tersebut berlangsung, sehingga mereka lupa
dengan pembahasan soal yang sudah dijelaskan oleh peneliti.
Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran pada penelitian tindakan kelas
yang dilakukan peneliti selama dua siklus, diperoleh kebenaran informasi, yakni
bahwa soal-soal yang menekankan dimensi ketepatan lebih dikuasai oleh para
siswa dibandingkan dengan soal-soal berdimensi penggunaan istilah matematis
ataupun penjelasan berpikir matematis. Hal tersebut dapat dilihat jelas dari hasil
analisis terhadap persentase perolehan skor dari ketiga dimensi, yakni bahwa
kemampuan siswa pada kedua dimensi tersebut mengalami peningkatan yang
tidak lebih signifikan dibandingkan dengan peningkatan pada dimensi ketepatan,
setelah dilakukan perbaikan melalui pelaksanaan siklus II. Secara visual, hasil
perbandingan persentase perolehan skor tiap dimensi kemampuan menulis
matematis siswa pada siklus I dan II disajikan melalui diagram seperti berikut:
Diagram 4.4
Persentase Kemampuan Menulis Matematis Siswa Perdimensi
2. Analisis Hasil Observasi Aktivitas Siswa
Jika tes akhir siklus digunakan untuk mengukur kemampuan menulis
matematis siswa secara kuantitatif maka observasi terhadap aktivitas siswa selama
pembelajaran digunakan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran berbasis
93
matematika realistik secara kualitatif. Kegiatan observasi terhadap aktivitas siswa
dilakukan setiap pertemuan selama siklus I dan II berlangsung, yakni sebanyak
sembilan pertemuan dengan tujuh pertemuan untuk proses pembelajaran. Jadi,
pada pertemuan kelima (P5) dan kesembilan (P9) tidak dilakukan observasi
karena keduanya merupakan pertemuan untuk tes akhir siklus I dan II. Sedangkan
untuk rekapitulasi hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran
yang dilakukan pada siklus I dan II dapat dilihat melalui sajian tabel berikut ini:
Tabel 4.10
Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa
No Aktivitas Siklus I Siklus II 1 Mendengarkan penjelasan guru mengenai tujuan
pembelajaran 95% 93,33%
2 Menanggapi apersepsi yang diberikan guru 50% 73,33% 3 Mengajukan pertanyaan atau tanggapan 35% 66,67% 4 Mengaitkan masalah dengan konteks dunia nyata 50% 80% 5 Siswa berusaha memecahkan masalah kontekstual 55% 80% 6 Melakukan matematisasi horizontal 45% 60% 7 Mempresentasi-kan hasil diskusi 30% 53,33% 8 Membandingkan jawaban siswa lain 60% 86,67% 9 Mendiskusikan jawaban siswa lain 60% 86,67% 10 Siswa berusaha menyimpulkan konsep yang baru
dipelajari 40% 86,67%
11 Mencatat inti pembelajaran yang telah dijelaskan guru
60% 73,33%
12 Memperhatikan penguatan yang diberikan guru 90% 93,33% Rata-rata Persentase 55,83% 77,78%
Berdasarkan Tabel 4.10 mengenai hasil observasi proses pembelajaran
pada siklus I dan II, diperoleh informasi bahwa terjadi peningkatan kualitas proses
pembelajaran berupa partisipasi aktif siswa, yang awalnya hanya 55,83%
meningkat secara signifikan menjadi 77,78%. Hasil observasi tersebut
menunjukkan bahwa siswa mengikuti dengan baik setiap tahap dalam
pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik. Secara visual, sebaran data
dari persentase hasil observasi aktivitas siswa selama siklus I dan II disajikan
melalui histogram dan poligon seperti di bawah ini:
94
Diagram 4.5
Histogram dan Poligon Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pada Siklus I dan II
Pada Diagram 4.5 di atas, terlihat bahwa selama penelitian berlangsung,
aktivitas siswa sempat mengalami penurunan sebanyak dua kali, yakni pada
pertemuan keempat (P4) dan ketujuh (P7). Hal tersebut dikarenakan faktor human
error, yakni kelalaian peneliti dalam mengantisipasi dan memprediksi tingkat
kesulitan materi pada pertemuan keempat, serta tingginya tingkat ketidakhadiran
siswa pada pertemuan ketujuh.
Sebagai tambahan, hasil wawancara dengan guru dan siswa pada siklus I
dan II memperkuat informasi bahwa guru dan siswa merespon positif proses
pembelajaran yang berbasis pendekatan matematika realistik karena selain dapat
meningkatkan partisipasi aktif (aktivitas) siswa selama proses pembelajaran dan
juga meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa. Selain itu, secara tidak
langsung juga telah membantu siswa dalam memahami konsep matematika
dengan cara yang mudah dan menyenangkan karena menggunakan alat peraga.
Hanya saja terkadang siswa menjadikan alat peraga dan bahan lainnya sebagai
permainan yang membuat mengganggu jalannya pembelajaran dan alokasi waktu
terasa singkat.
95
C. Pembahasan Temuan Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, diketahui bahwa
pembelajaran matematika berbasis pendekatan matematika realistik yang
diterapkan pada siswa kelas III MIN Bantargebang berhasil meningkatkan
kemampuan menulis matematis siswa, yang juga secara tidak langsung
membuktikan bahwa pemahaman siswa terhadap konsep matematika juga
meningkat. Peningkatan tersebut diketahui setelah dilakukan analisa terhadap
hasil tes kemampuan menulis matematis di setiap akhir siklus. Selain kemampuan
menulis, ternyata berdasarkan hasil analisis terhadap lembar observasi aktivitas
siswa diketahui, bahwa siswa yang berpartisipasi aktif selama pembelajaran terus
meningkat pada peralihan pertemuan dan siklusnya. Berdasarkan lembar
observasi, siswa yang aktif dalam pembelajaran berbasis pendekatan berbasis
matematika realistik mencapai 77,78% pada siklus II, naik sebanyak 21,95%. Ini
menunjukkan bahwa siswa merasa senang dan nyaman dalam proses
pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik serta siswa merasakan
manfaat dari pendekatan tersebut. Hasil observasi tersebut juga didukung oleh
hasil wawancara terhadap siswa yang dilakukan di setiap akhir siklus.
Melalui observasi dan analisa terhadap LKS dan lembar tes, peneliti (yang
bertindak sebagai guru) dapat menilai pemahaman siswa terhadap suatu konsep
matematika, termasuk jika terjadi miskonsepsi. Temuan ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Countryman (1992), yang menawarkan empat kelebihan
menulis matematis, yaitu: 1) Siswa menulis untuk terus menjaga apa saja yang
mereka kerjakan dan pelajari; 2) Siswa menulis untuk menyelesaikan masalah
matematika; 3) Siswa menulis untuk memaparkan ide matematika; dan 4) Siswa
menulis untuk menggambarkan proses pembelajaran.1 Peningkatan kemampuan
menulis matematis tersebut, secara tidak langsung juga telah membuktikan bahwa
melalui pendekatan matematika realistik, masalah kesulitan siswa dalam
memahami konsep telah terbantu/teratasi. Hal tersebut sesuai dengan anjuran yang
diberikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan “...dalam setiap kesempatan,
1 Vicki Urquhart, Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning, (Colorado: McREL, 2009), h. 6.
96
pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang
sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah
kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep
matematika”.2 Selain itu, diketahui pula bahwa pembelajaran berbasis pendekatan
Metamatika Realistik juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam
pembelajaran matematika. Temuan ini sesuai dengan salahsatu karakteristik dari
pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik, yakni adanya
interaktivitas.
Temuan pada hasil tes kemampuan menulis matematis dan observasi
terhadap aktivitas siswa yang telah dipaparkan tersebut serupa dengan hasil
penelitian kuasi eksperimen yang dilakukan oleh Raudatul Husna, dkk. (2012)
dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik
pada Siswa SMP Kelas VII Langsa”. Salah satu hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa ada peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi
matematik siswa dengan menggunakan pendekatan matematika realistik lebih
tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.3
Meskipun penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Raudatul dan kawan-
kawan tersebut merupakan kuasi eksperimen yang menggunakan siswa SMP
sebagai subjek penelitiannya, sedangkan penelitian ini merupakan penelitian
tindakan yang menggunakan siswa SD sebagai subjek penelitiannya, namun hasil
dari kedua penelitian tersebut relevan. Hal ini dikarenakan, pada penelitian
terdahulu berhasil meningkatkan kemampuan komunikasi matematik yang
notabene “rumah” bagi kemampuan menulis matematis. Kedua penelitian berhasil
meningkatkan kedua variabel (kemampuan matematis) tersebut melalui
penerapan pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik.
2 Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar SD/MI, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006), h. 147-148. 3Raudatul Husna, dkk., “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi
Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas VII Langsa”, Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol 6 Nomor 2, 2012, h. 175.
97
Hanya saja, masih terdapat hambatan dan juga kekurangan dalam
penelitian tindakan ini. Hambatan yang terjadi ialah kesulitan menyesuaikan
alokasi waktu untuk setiap fase/tahapan pembelajaran dengan alokasi waktu yang
tersedia. Tidak jarang, karena terlalu lama berdiskusi menyebabkan minimnya
alokasi waktu untuk membandingkan jawaban dan menyimpulkan. Padahal,
peneliti sudah berusaha untuk meminimalisir hambatan tersebut dengan cara
meminta siswa duduk secara berkelompok sejak tahap/fase awal pembelajaran,
namun hal itu memberikan pengaruh yang tidak terlalu signifikan. Selain itu,
hambatan lain yang peneliti alami juga serupa dengan kekurangan pendekatan
matematika realistik, seperti yang diungkapkan oleh Edy Tandiling dalam
makalahnya “Implementasi Realistic Mathematics Education di Sekolah”, yakni: 4
1) Karena sudah terbiasa diberikan informasi terlebih dahulu maka siswa masih
kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya; 2) Membutuhkan waktu yang
lama terutama bagi siswa yang lemah; 3) Siswa yang pandai kadang-kadang tidak
sabar untuk menanti temannya yang belum selesai; dan 4) Membutuhkan alat
peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu, karena jika tidak, maka
siswa masih akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika.
4Edy Tandiling, Implementasi Realistic Mathematics Education di Sekolah, FMIPA FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak, h. 3, tidak dipublikasikan.
98
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dalam penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembelajaran matematika berbasis pendekatan matematika realistik dapat
meningkatkan kemampuan menulis matematis siswa. Hal ini terlihat dari
peningkatan rata-rata skor yang dicapai siswa pada hasil tes kemampuan
menulis matematis, yakni yang awalnya hanya 59,91 pada tes siklus I
kemudian meningkat menjadi 70,43 pada tes siklus II. Kemampuan menulis
matematis yang dimaksud dalam penelitian ini dilihat dari dimensi ketepatan
jawaban siswa, dimensi penggunaan istilah matematis, dan dimensi penjelasan
berpikir matematis.
2. Pembelajaran matematika dengan penerapan pendekatan matematika realistik
juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika. Hal
ini dikarenakan persentase aktivitas siswa di siklus I yang awalnya hanya
55,83% meningkat secara signifikan menjadi 77,78% di siklus II.
B. Saran Adapun saran berdasarkan penelitian ini adalah: 1. Bagi para guru yang ingin meningkatkan kemampuan menulis matematis
siswanya−yang termasuk kategori berkemampuan rendah dalam pembelajaran
matematika−sebaiknya menerapkan pendekatan matematika realistik dan
mulai menggunakan soal yang berbentuk esai/uraian, guna mengeksplorasi
ide-ide matematis dan kemampuan menulis matematis siswa.
2. Bagi para siswa, agar lebih memperhatikan penulisan dalam penyelesaian
masalah atau soal-soal matematika agar tidak terjadi kesalahan dalam
perhitungan dan penarikan kesimpulan.
99
3. Proses pembelajaran berbasis pendekatan matematika realistik sebaiknya lebih
sering diterapkan, karena secara tidak langsung dapat membantu siswa dalam
memahami konsep matematika secara lebih mudah dan sederhana dan siswa
lebih bisa merasakan manfaat dari pembelajaran matematika yang mereka
terima di sekolah.
4. Bagi sekolah, sebaiknya mendukung pembelajaran matematika dengan
penerapan pendekatan matematika realistik, misalnya menyediakan bahan ajar
yang berbasis pendekatan matematika realistik.
5. Bagi pembaca yang berminat untuk meneliti, sebaiknya dilakukan penelitian
lanjutan mengenai kemampuan menulis matematis dilengkapi dengan teknik
menulis matematis dalam pembelajaran matematika, sehingga turut
memperkuat teori-teori kemampuan menulis matematik secara empiris. Selain
itu, terbuka kemungkinan untuk menerapkan pendekatan matematika realistik
dalam upaya meningkatkan aspek lain dari kemampuan komunikasi
matematis.
100
DAFTAR PUSTAKA
Anisa, Witri Nur. “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Untuk Siswa SMP Negeri di Kabupaten Garut”. Jurnal Pendidikan dan Keguruan, artikel 8, 2014.
Ansari, Bansu Irianto. “Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write”. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Perpustakaan UPI Bandung: t.t. tidak dipublikasikan.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Cet. XIV, 2006.
---------. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. X, 2009.
---------. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cet. IX, 2010.
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, Cet. I, 2009.
H, Alek, dan P, Achmad H. Buku Ajar Bahasa Indonesia. Jakarta: FITK Press
UIN Syarif Hidayatullah, t.t.
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokusmedia, 2009.
Husna, Raudatul, dkk. “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik pada Siswa SMP Kelas VII Langsa”, Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, 6, 2012.
Junaedi, Iwan, “Pembelajaran Matematika dengan Strategi Writing in Performance Tasks (WiPT) untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: ____, tidak dipublikasikan.
101
Lee, Kevin P., “A Guide to Writing Mathematics”. http://www.cs.uucdavis.edu/writingman.pdf, 17 September 2014.
Lefler, Stacie. “Writing in Mathematics Classroom: A Form of Communication and Reflection”. Action Research Project, Heaton: Math in Middle Institute Partnership, 2006.
“Overview TIMSS and PIRLS 2011 Achievement.pdf.”
http://timssandpirls.bc.edu./data-release-2011, 10 Mei 2014.
Oxford Learner’s Pocket Dictionary: Third Edition. China: Oxford University Press, 2005.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2006.
Resmini, Novi dan Juanda, Dadan. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Edisi Kesatu. Bandung: UPI Press, 2007.
Riduwan. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta, Cet.VII, 2009.
Saddhono, Kundharu dan Slamet, St.Y. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Bandung: Karya Putra Darwati, 2012.
Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006.
Suherman, Eman. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung:JICA-UPI, 2003.
Sukarno. Penelitian Tindakan Kelas: Prinsip-prinsip Dasar, Konsep dan Implementasinya. Surakarta: Media Perkasa, 2009.
Sumaryanta. “Pembelajaran Matematika Realistik dan Strategi Implementasinya di Kelas”. http://www.p4tkmatematika.org,15 September 2014.
102
Tandiling, Edy. “Implementasi Realistic Mathematics Education di Sekolah”. Universitas Tanjungpura Pontianak: t.t. tidak dipublikasikan.
Tarigan, Henry Guntur. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa, 2008.
Urquhart, Vicki. Using Writing in Mathematics to Deepen Student Learning. Colorado: McREL, 2009.
Wegener, Delano P. “Writing Mathematics Correctly: Guidelines for Math 160C”. http://www.college-algebra.com/essays/writing-mathematics-correctly.pdf., 18-Agustus-2014.
Widayanti, Esti Yuli, dkk. Pembelajaran Matematika MI Paket 1-6. Edisi 1. Surabaya: LAPIS PGMI, 2009.
Wijaya, Ariyadi. Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Jogjakarta: Graha Ilmu, Cet. I, 2012.
Winayawati, L., dkk. “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi Think-Talk-Write Terhadap Kemampuan Menulis Rangkuman dan Pemahaman Matematis Materi Integral”. Unnes Journal of Research Mathematics Education, 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/ide Diakses pada tanggal 6 Juli 2015.
121
Lampiran 2
Lembar Kerja Siswa Kelompok :
Nama Siswa :
Hari/Tanggal :
Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
1. Baca dan pahamilah masalah di bawah ini!
a. Bagaimanakah cara yang tepat untuk memberikan kertas itu agar setiap teman
mendapat kertas sama banyak/rata?
Jawab:
Bentuk awal kertas Bentuk akhir kertas
b. Arsirlah salah satu potongan kertas! Perhatikan kembali potongan kertas yang
telah kalian tempel! Apakah ukurannya sama besar?
c. Isilah titik-titik di bawah ini!
Banyak potongan kertas yang diperoleh Fia dan Ina
Banyak potongan kertas seluruhnya
Rasio antara banyaknya potongan kertas yang diperoleh dengan
semua potongan
:
Nilai 1 potong kertas : angka ini disebut …
angka ini disebut …
d. Apa yang kamu pahami tentang pecahan?
Jadi, pecahan adalah …
Rafi memiliki selembar kertas. Rafi ingin membagi kertas itu kepada Fia dan Ina.
122
Lembar Kerja Siswa Kelompok :
Nama Siswa :
Hari/Tanggal :
Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
1. Ibu pergi ke supermarket untuk membeli bahan makanan, seperti cokelat batang,
buah belimbing, roti dan kue.
Tiba di rumah, bahan makanan itu langsung dipotong-potong menjadi beberapa
bagian yang ukurannya sama besar. Kemudian, ibu memakan 𝟑𝟓 bagian belimbing, 𝟐
𝟔
cokelat batang, 𝟏𝟑 kue, dan 𝟐
𝟖 potong roti. Tentukanlah makanan dan bagian-bagian
yang diambil ibu!
…
….
….
…..
2. Ayah ingin memperbaiki sejumlah lantai keramik yang rusak, berbentuk persegi
dengan ukuran 4x4 lantai. Berapakah setengah, seperempat, seperdelapan, dan tiga
perempat dari jumlah keramik? Buktikan!
Jawab:
(setengah) dari 16 keramik = ... 𝟏𝟖 ( … ) dari 16 = …
𝟏𝟒 ( … ) dari 16 = … 𝟑
𝟒 ( … ) dari 16 = …
123
Tugas Individual 3. Ayo kita perhatikan gambar dan lengkapi kalimat di bawah ini!
a. Luas daerah yang diarsir pada gambar di samping adalah
(… : … ) = ___ , dibaca … atau …
b. Luas daerah yang diarsir pada gambar di samping adalah
(… : …) = ___ , dibaca ... atau …
c. Luas daerah yang diarsir pada gambar di samping adalah
(… : …) = ___ , dibaca ... atau …
d. Banyak daerah yang diarsir pada gambar di samping
adalah (… : …) = ___ , dibaca ... atau …
e. Banyak daerah yang diarsir pada gambar di samping
adalah (… : …) = ___ , dibaca ... atau …
Kesimpulan:
Pembilang adalah …
Penyebut adalah …
Cara penulisan lambang pecahan yang benar memakai tanda … ( ), bukan
memakai … ( ).
Belajar asik dengan matematika realistik
~ Selamat Mengerjakan!! ~
124
Lembar Kerja Siswa Kelompok :
Nama Siswa :
Hari/Tanggal :
Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
5. Apa perbedaan dari kedua gambar di
samping? Jelaskan!
Jawab:
a.
= …
b. = dua-…
~ Selamat Mengerjakan!! ~
1. Misalkan segitiga di samping ini menunjukkan 𝟏𝟐 tahu.
Bagaimanakah bentuk asli/utuh tahu?
Jadi, … tahu yang dibagi menjadi dua, menghasilkan
… potong setengahan.
Jawab:
2. Perhatikan gambar berikut ini, lalu
lengkapi kalimat di bawahnya!
… buah jeruk dibelah menjadi …
bagian yang sama besar. Sehingga, ada 8
potong …
3. Jika ada dua batang cokelat yang
dibagikan kepada empat anak, berapa
potongkah cokelat yang diperoleh
setiap anak?
Jawab:
(a) (b) (c)
4. Dari ketiga gambar di samping, gambar
mana sajakah yang menunjukkan 𝟏𝟒 bagian? Mengapa?
Jawab:
125
Lembar Kerja Siswa Kelompok :
Nama Siswa :
Hari/Tanggal :
Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
1. Anis membeli tiga pita yang sama panjang. Pita-pita itu berwarna kuning, merah dan
biru. Ia membagikan pita kuning kepada 4 adiknya, pita merah untuk 5 orang
temannya, dan pita biru untuk ketiga sepupunya. Di antara mereka, siapakah yang
mendapatkan pita paling panjang? Urutkanlah dari yang terpanjang!
Jawab:
2. Dalam perlombaan lari estafet, Rian berhasil menempuh 110
km, Doni 18 km dan
Anjar 16 km. Siapakah yang berhasil menempuh lintasan terpanjang? Urutkanlah dari
yang terpanjang!
Jawab:
3. Bapak membeli 12 kg kapas dan 1
2 kg paku. Apakah keduanya sama berat? Mengapa?
Jawab:
126
4. Dapatkah kamu membuat kesimpulan dari jawaban soal nomor 1 dan 2? Sebutkan!
Jawab:
Jadi, jika pembilang sama-penyebut beda, semakin … penyebut, semakin
… nilai pecahan.
Pengurutan pecahan seperti itu dengan memperhatikan ....
Tugas Individual 5. Isilah titik-titik di bawah ini dengan tanda lebih besar (>), lebih kecil (<) atau sama
dengan (=), serta lengkapilah garis bilangannya!
a. 210
… 28 0 2
9 2
7
b. 47 … 4
12 4
12 = 4
4 =1
c. 78 … 7
14 7
14 = 1
2 =1
d. 614
… 67 = 1
2 =1
e. 812
… 816
= 12 =1
Belajar asik dengan matematika realistik
~ Selamat Mengerjakan!! ~
127
Lembar Kerja Siswa Kelompok :
Nama Siswa :
Hari/Tanggal :
Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
1. Firda mempunyai sebuah kue. Seperempatnya diberikan kepada Mia dan sisanya
kepada Roni.
a. Berapa bagiankah kue yang diterima Mia dan Roni?
b. Siapakah yang menerima bagian kue paling besar? Mengapa?
Jawab:
2. Ayah memiliki sebatang bambu yang memiliki 10 ruas sama panjang. Lalu ia potong
menjadi dua. 4 ruas untuk tiang jemuran dan sisanya untuk tiang bendera.
a. Nyatakan panjang kedua tiang itu dalam bentuk pecahan!
b. Manakah yang lebih panjang, tiang jemuran atau tiang bendera? Mengapa?
Jawab:
3. Dapatkah kamu membuat kesimpulan dari jawaban soal nomor 1 sampai 2?
Sebutkan!
Jawab:
128
Jadi, jika pembilang beda-penyebut sama, semakin … pembilang, semakin
… nilai pecahan.
Cara mengurutkannya dengan memperhatikan … .
Tugas Individual 4. Isilah titik-titik di bawah ini dengan tanda: lebih besar (>), lebih kecil (<) atau sama
dengan (=)!
a. 710
… 510
0 10
= 12 8
10
b. 37 … 6
7
0 =1
c. 812
… 412
0 12
= 14
12 = 1
3
12 = 1
2
d. 68 … 2
8
0 8
= 14
8 = 1
2 = 1
e. 39 … 1
3
13
3
3 = 1
19 69
99 = 1
Belajar asik dengan matematika realistik
~ Selamat Mengerjakan!! ~
129
Lembar Kerja Siswa Kelompok :
Nama Siswa :
Hari/Tanggal :
Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
1. Seorang siswa kelas empat mengatakan bahwa 12 pita kertas dan 3
4 pita kertas
berukuran sama panjang karena keduanya memiliki selisih satu. Apakah kamu
setuju? Jelaskan alasannya!
Jawab:
2. Seorang pelari cepat telah empat kali latihan di suatu lintasan.
Panjang lintasan yang berhasil ia tempuh berbeda-beda (seperti
gambar di bawah ini). Tuliskan panjang lintasan dan urutkanlah
dari lintasan yang terpendek (dengan kata dan simbol)!
Jawab:
Lintasan A = … km.
Lintasan B = … km.
Lintasan C = … km.
Lintasan D = … km.
130
Urutan lintasan (terpendek-terpanjang):
Lintasan … < lintasan … < lintasan … < lintasan …
Jadi,
Lintasan … adalah lintasan yang terpendek
Lintasan … adalah lintasan yang terpanjang
3. Perhatikan lintasan A dengan B serta lintasan C dengan D pada gambar di atas!
Dapatkah kamu menemukan garis yang sejajar? Hubungkanlah garis-garis itu!
a. pada lintasan A, setara dengan pada lintasan … atau, =
b. pada lintasan … , setara dengan pada lintasan D atau, = dan
=
Tugas Individual
4. Manakah yang lebih besar, 37 atau 4
9 ? (gunakan cara lain selain gambar!)
Jawab:
Belajar asik dengan matematika realistik
~Selamat Mengerjakan!! ~
131
Lampiran 3
Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Menulis Matematis
Siklus I
Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI)
Kelas/Semester : III (Tiga) / II (Dua)
Standar Kompetensi: 3. Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam
pemecahan masalah
Kompetensi Dasar : 3.1 Mengenal pecahan sederhana
No. Indikator
Pencapaian
Kompetensi
(IPK)
Dimensi Jumlah
Soal Ketepatan
(K)
Penggunaan
Istilah
Matematika
(I)
Penjelasan
Berpikir
Matematis
(P)
1 Menuliskan pecahan
dan unsurnya
1 7 2
2 Membaca dan
menuliskan lambang
bilangan pecahan
2
(a) dan (b)
2
3 Membilang pecahan
sederhana
3 5
(invalid)
2
4 Menyajikan nilai
pecahan sederhana
menggunakan model
6 4 2
Jumlah Soal 3 2 3 8
132
Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Menulis Matematis
Siklus II
Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI)
Kelas/Semester : III (Tiga) / II (Dua)
Standar Kompetensi: 3. Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam
pemecahan masalah
Kompetensi Dasar : 3.2 Membandingkan pecahan sederhana
3.2 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan pecahan
sederhana
No. Indikator Pencapaian
Kompetensi (IPK)
Dimensi Jumlah Soal Ketepatan
(K) Penggunaan
Istilah Matematika
(I)
Penjelasan Berpikir
Matematis (P)
1 Membandingkan pecahan sederhana yang pembilangnya sama
1 (a), (b)
2
2 Membandingkan pecahan sederhana yang penyebutnya sama
1 (c), (d)
2
3 Membandingkan pecahan sederhana yang kedua unsurnya berbeda
4 (invalid)
5
2
4 Memecahkan masalah kontekstual yang berkaitan dengan pecahan sederhana
2
3 3
Jumlah Soal 4 2 2 8
133
Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Menulis Matematis
Aspek No.
Soal
Indikator
Pencapaian
Kompetensi
Butir Soal
Ketepatan
2 Membaca dan
menuliskan lambang
bilangan pecahan
Tuliskan lambang dan nilai pecahannya!
a.
b.
6 Menyajikan nilai
pecahan sederhana
menggunakan model
Jika persegi di bawah ini mewakili satu
seperempatan, seperti apa yang
menyatakan satu?
8
a,b
Membandingkan
pecahan sederhana
yang pembilangnya
sama
a. 614
… 67
b. 812
… 816
8
c,d
Membandingkan
pecahan sederhana
yang penyebutnya
sama
c. 812
… 412
d. 68 … 2
8
Penggunaan
Istilah
Matematika
1 Menuliskan pecahan
dan unsur-unsurnya
Apa yang kamu ketahui tentang
pecahan? Tuliskan satu contoh pecahan
dalam bentuk lambang, serta tandai
unsur-unsurnya!
3 Membilang pecahan
sederhana
Sebuah apel yang dibagi menjadi empat
bagian sama besar, sehingga ada empat
potong … . Jadi, setiap
potongnya bernilai …
9 Memecahkan masalah
kontekstual yang Ibu membeli 3
2 kg beras dan 3
2 kg
plastik. Apakah keduanya sama berat?
134
berkaitan dengan
pecahan sederhana
Mengapa?
11 Membandingkan
pecahan sederhana
yang kedua unsurnya
berbeda
Adakah cara lain untuk membuktikan
bahwa 34 < 5
6 ? Tuliskanlah cara itu!
Penjelasan
Berpikir
Matematis
4 Menyajikan nilai
pecahan sederhana
menggunakan model
Jika tiga kue dibagikan kepada enam
anak, berapa bagiankah yang diperoleh
setiap anak? Buktikan!
5 Membilang pecahan
sederhana
Jika empat buah kelereng mewakili
satu-sepertigaan dari sebuah
himpunan, berapa jumlah kelereng
dalam satu himpunan?
7 Menuliskan pecahan
dan unsur-unsurnya
Apakah menurutmu bagian tengah
bendera di samping ini menunjukkan 15
bagian? Mengapa?
12 Membandingkan
pecahan sederhana
yang kedua unsurnya
berbeda
Apakah benar bahwa, 79 > 3
8 ?
Buktikan!
10 Memecahkan masalah
kontekstual yang
berkaitan dengan
pecahan sederhana
Ibu membagi sebuah melon menjadi 8
bagian sama besar. Potongan melon
tersebut diberikan kepada Dani 2
potong, Nia 1 potong, Bayu 3 potong.
a. Berapa bagiankah yang diterima tiap
anak jika dinyatakan dalam
pecahan?
b. Siapakah yang mendapatkan potongan
melon paling besar? Paling kecil?
135
Lampiran 4
Rubrik Tes Kemampuan Menulis Matematis
No.
Soal
Indikator
Pencapaian
Kompetensi
Kriteria Penilaian Skor
1 Menuliskan
pecahan dan unsur-
unsurnya
Menuliskan pecahan dan membedakan kedua
unsurnya (pembilang dan penyebut) dengan benar.
4
Menuliskan pecahan dan membedakan kedua
unsurnya (pembilang dan penyebut) dengan sedikit
kesalahan.
3
Berusaha menuliskan pecahan dan membedakan
kedua unsurnya (pembilang dan penyebut) tapi
tidak benar.
2
Tidak menuliskan pecahan dan tidak membedakan
kedua unsurnya (pembilang dan penyebut) dengan
benar.
1
2 Membaca dan
menuliskan
lambang bilangan
pecahan
Membaca dan menuliskan pecahan dengan tepat. 4
Membaca dan menuliskan pecahan dengan tepat,
namun ada yang keliru.
3
Membaca dan menuliskan pecahan dengan agak
tepat.
2
Membaca dan menuliskan pecahan dengan tidak
tepat.
1
3 Membilang
pecahan sederhana
Membilang pecahan sederhana dengan benar. 4
Membilang pecahan dengan sedikit kesalahan. 3
Berusaha membilang pecahan tapi tidak benar. 2
Tidak membilang pecahan sederhana. 1
4 Menyajikan nilai
pecahan sederhana
menggunakan
model sendiri
Penjelasan dengan model lengkap dan mudah
dipahami dan jawaban benar.
4
Penjelasan dengan model kurang lengkap namun
masih bisadipahami dan jawaban benar
3
136
Minim penjelasan dan/atau sangat
membingungkan, dan jawaban salah
2
Penyelesaian tidak menjawab permasalahan 1
5 Membilang
pecahan sederhana
(menghitung
jumlah
keseluruhan)
Membilang pecahan sederhana dengan benar
disertai penjelasan yang lengkap dan mudah
dipahami.
4
Membilang pecahan dengan benar walau
penjelasan kurang lengkap namun masih bias
dipahami
3
Minim penjelasan dan/atau sangat membingungkan
dan jawaban salah
2
Tidak ada penjelasan dan jawaban tidak benar. 1
6 Menyajikan nilai
pecahan sederhana
menggunakan
model
Model terhadap pertanyaan/petunjuk, tepat. 4
Model terhadap pertanyaan/petunjuk sudah tepat
namun ada yang keliru
3
Model terhadap pertanyaan/petunjuk agak tepat. 2
Model terhadap pertanyaan/petunjuk tidak tepat. 1
7 Menuliskan
pecahan dan unsur-
unsurnya
(mengidentifikasi
pecahan atau bukan
pecahan)
Penjelasan benar, lengkap dan mudah dipahami. 4
Penjelasan kurang lengkap namun masih
bisadipahami
3
Minim penjelasan dan/atau sangat
membingungkan, dan jawaban salah.
2
Penyelesaian tidak menjawab permasalahan
(jawaban salah dan tidak ada penjelasan)
1
8 Membandingkan
pecahan sederhana
yang salah satu
unsurnyasama
Membandingkan dan mengurutkan pecahan dengan
tepat
4
Membandingkan dan mengurutkan pecahan dengan
tepat, namun ada yang keliru.
3
Keliru dalam membandingkan atau mengurutkan
pecahan.
2
Membandingkan dan mengurutkan pecahan dengan
tidak tepat.
1
9 Memecahkan Penjelasan benar, lengkap dan mudah dipahami 4
137
masalah
kontekstual yang
berkaitan dengan
pecahan sederhana
Penjelasan benar, meskipun kurang lengkap dan
kurang mudah dipahami
3
Tidak ada penjelasan, tapi jawaban benar 2
Tidak ada penjelasan dan jawaban salah 1
10 Memecahkan
masalah
kontekstual yang
berkaitan dengan
pecahan sederhana
Memecahkan masalah dengan benar 4
Memecahkan masalah dengan benar meski ada
sedikit kesalahan
3
Berusaha memecahkan masalah meski banyak
jawaban tidak benar.
2
Tidak memberikan pemecahan masalah dan tidak
ada jawaban yang benar
1
11 Membandingkan
pecahan sederhana
yang kedua
unsurnya berbeda
Penjelasan pendapat benar, lengkap dan mudah
dipahami
4
Penjelasan pendapat benar,meskipun kurang
lengkap dan kurang mudah dipahami
3
Tidak ada penjelasan, tapi jawaban benar 2
Tidak ada penjelasan dan jawaban salah 1
12 Membandingkan
pecahan sederhana
yang kedua
unsurnya berbeda
(tanpa
menggunakan
model)
Membuktikan pembandingan dengan benar 4
Membuktikan pembandingan dengan benar meski
ada sedikit kesalahan
3
Berusaha membuktikan pembandingan meski
jawaban tidak benar.
2
Tidak ada pembuktian dan jawaban tidak benar 1
138
Lampiran 5
Tes Kemampuan Menulis Matematis
Siklus 1
Nama: Mata Pelajaran: Matematika
Kelas: Hari,Tanggal :
Petunjuk mengerjakan soal:
a. Awali dengan membaca lafadz basmalah
b. Isilah identitasmu pada bagian yang disediakan
c. Bacalah soal dengan teliti, lalu jawablah sesuai dengan pemahamanmu
Pahami soal-soal di bawah ini, lalu jawablah! 1. Apa yang kamu ketahui tentang pecahan? Tuliskan satu contoh pecahan dalam
bentuk lambang, serta tandai unsur-unsurnya!
Jawab:
2. Perhatikan bagian yang diarsir di bawah ini!
Bentuk Lambang Tulisan (Cara Baca)
a.
b.
3. Ayo lengkapi kalimat berikut ini:
Sebuah apel yang dibagi menjadi empat bagian sama besar, sehingga ada empat
potong … atau setiap potongnya bernilai …
139
4. Jika tiga kue dibagikan kepada enam anak, berapa bagiankah yang diperoleh setiap
anak? Buktikan!
Jawab:
5. Jika persegi di bawah ini mewakili seperempatan, seperti apa yang menyatakan
satu?
Jawab:
6. Apakah menurutmu bagian tengah bendera di samping ini
menunjukkan 15 bagian? Mengapa?
Jawab:
Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
Belajar asik dengan matematika realistik
~Selamat Mengerjakan!!~
140
Tes Kemampuan Menulis Matematis
Siklus 2
Nama: Mata Pelajaran: Matematika
Kelas: Hari,Tanggal :
Petunjuk mengerjakan soal:
a. Awali dengan membaca lafadz basmalah
b. Isilah identitasmu pada bagian yang disediakan
c. Bacalah soal dengan teliti, lalu jawablah sesuai dengan pemahamanmu
Pahami soal-soal di bawah ini, lalu jawablah!
1. Isilah titik-titik di bawah ini dengan tanda lebih besar (>), lebih kecil (<) atau sama
dengan (=), serta lengkapilah garis bilangannya!
a. 614
… 67
613
611
69 6
7 =1
b. 812
… 816
815
813
811
89 =1
c. 812
… 412
0 112
312
512
712
d. 68 … 2
8
0 18
38 =1
2. Ibu membeli 32 kg beras dan 3
2 kg plastik. Apakah keduanya sama berat? Mengapa?
Jawab:
141
3. Ibu membagi sebuah melon menjadi 8 bagian sama besar. Potongan melon tersebut
diberikan kepada Dani 2 potong, Nia 1 potong, Bayu 3 potong.
a. Berapa bagiankah yang diterima tiap anak jika dinyatakan dalam pecahan?
b. Siapakah yang mendapatkan potongan melon paling besar? Paling kecil?
Jawab:
4. Apakah benar bahwa 79 > 3
8 ? Buktikan! (Gunakan cara selain gambar!)
Jawab:
Ketepatan: ___. Penggunaan Istilah: ___. Penjelasan: ___. Total: ___.
Belajar asik dengan matematika realistik
~Selamat Mengerjakan!!~
142
Lampiran 6
Pedoman Jawaban Tes Kemampuan Menulis Matematis
Tes Siklus 1
1. Pecahan adalah bilangan yang terdiri dari pembilang dan penyebut.
Contoh (bebas): 15
pembilang
penyebut
2. a. 58
= lima perdelapan b. 56
= lima perenam
3. Sebuah apel yang dibagi menjadi empat bagian sama besar, sehingga ada
empat potong seperempatan atau setiap potongnya bernilai seperempat ( 14
).
4. 3 (kue) : 6 (anak) =
1 kue dibagi untuk 2 anak, sehingga setiap anak mendapatkan 12 potong kue.
5. Harus ada 4 seperempatan untuk mewakili 1
6. Tidak/bukan. Karena (bagian tengah bendera) ukurannya berbeda dengan
empat bagian yang lain.
1 2 3 4 5 6
143
Tes Siklus 2
1. (keterangan: bilangan pecahan yang dicetak tebal merupakan bagian yang
rumpang)
a. 614
< 67
𝟔𝟏𝟒
613
𝟔𝟏𝟐
611
𝟔𝟏𝟎
69 𝟔
𝟖 6
7 𝟔
𝟔 =1
b. 812
> 816
𝟖𝟏𝟔
815
𝟖𝟏𝟒
813
𝟖𝟏𝟐
811
𝟖𝟏𝟎
89 𝟖
𝟖 =1
c. 812
> 412
0
112
𝟐𝟏𝟐
312
𝟒𝟏𝟐
512
𝟔𝟏𝟐
712
𝟖𝟏𝟐
d. 68 > 2
8
0 18
𝟐𝟖
38
𝟒𝟖
𝟓𝟖
𝟔𝟖
𝟕𝟖 𝟖
𝟖 =1
2. Iya, betul (sama berat). Karena berat/nilai/pecahannya sama atau karena sama-
sama 32
.
3. a. Dani = 28 , Nia =
18 , Bayu =
38
b. Bayu mendapat potongan melon terbesar dan Nia mendapat potongan
melon terkecil.
4. Benar/sama. Dapat dibuktikan dengan perkalian silang:
79 3
8 7 × 8 = 56 dan 9 × 3 = 27.
56 > 27
Sehingga, betul/benar bahwa 79 > 3
8
144
Lampiran 7
LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS SISWA
Nama Sekolah: MIN Bantargebang Mata Pelajaran: Matematika
Hari, Tanggal : 5 Januari 2015 Pokok Bahasan: Pecahan
Pertemuan ke-: 1 Sub-pokok Bahasan: Mengenal Peca-
han dan Unsur-unsurnya
Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang telah disediakan, sesuai pengamatan Anda!
No
Pernyataan Skor 1 2 3 4 5
1 Pendahuluan • mendengarkan penjelasan dari guru mengenai tujuan
pembelajaran √
• menanggapi apersepsi yang diberikan guru √ 2 Kegiatan Inti Memahami masalah kontekstual
• mengajukan pertanyaan atau tanggapan kepada guru • mengaitkan masalah dengan konteks dunia
nyata/pengalamannya
√
√
Menyelesaikan masalah kontekstual • siswa berusaha mencari pemecahan masalah kontekstual • melakukan matematisasi horizontal/membuat model
matematika
√ √
Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban • mempresentasikan hasil diskusi dengan percaya diri • membandingkan jawaban siswa lain dengan cermat • mendiskusikan jawaban siswa lain
√
√ √
Menyimpulkan • siswa berusaha menyimpulkan konsep yang baru dipelajari • mencatat inti pembelajaran yang telah dijelaskan oleh guru
√
√
3 Penutup • mendengarkan/memperhatikan penguatan yang diberikan
oleh guru √
JUMLAH SKOR Keterangan: Bekasi, 5 Januari 2015
1 = Buruk (1−7 siswa yang melakukan aktivitas) Observer/Kolaborator,
2 = Kurang (8−14 siswa yang melakukan aktivitas)
3 = Cukup (15−21 siswa yang melakukan aktivitas)
4 = Baik (22−28 siswa yang melakukan aktivitas)
5 = Sangat Baik (28−35 siswa yang melakukan aktivitas) __________________
151
Lampiran 8
PEDOMAN WAWANCARA GURU
Narasumber: Guru Matematika di Kelas III (Tiga)
Tujuan : untuk mengetahui gambaran keadaan pembelajaran dan siswa kelas
III (tiga).
Daftar Pertanyaan untuk Pra-Penelitian:
1. Bagaimanakah hasil belajar matematika siswa kelas III (Tiga)?
2. Berapakah nilai KKM untuk mata pelajaran matematika kelas III (Tiga)di
sekolah ini?
3. Metode pembelajaran apa sajakah yang pernah Anda terapkan dalam
pembelajaran matematika? Kendala apa saja yang biasanya dihadapi siswa?
4. Menurut Anda, apakah aktivitas menulis matematika siswa baik dalam
mencatat atau menyelesaikan soal matematika itu perlu diperhatikan?
Mengapa?
Tujuan : Untuk mengetahui bagaimana penerapan Pendekatan Matematika
Realistik (PMR) di kelas penelitian dan kendalanya serta rencana
perbaikan untuk siklus selanjutnya.
Daftar Pertanyaan untuk Akhir Siklus:
1. Bagaimana pendapat Anda tentang proses pembelajaran dengan penerapan
Pendekatan Matematika Realistik (PMR)?
2. Apakah penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) cukup efektif
dalam pembelajaran matematika di MI/SD?
3. Menurut Anda, apakah ada manfaat dari penerapan Pendekatan Matematika
Realistik (PMR) bagi guru dan siswa? Adakah kendalanya?
4. Apa saran Anda untuk kegiatan proses pembelajaran dengan penerapan
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) ini?
152
Lampiran 9
PEDOMAN WAWANCARA SISWA
Narasumber: Perwakilan siswa kelas III (Tiga)yang terdiri dari siswa berkemam-
puan tinggi, sedang dan rendah.
Tujuan : untuk mengetahui gambaran keadaan pembelajaran dan siswa kelas
III (tiga).
Daftar Pertanyaan untuk Pra-Penelitian:
1. Mata pelajaran apa yang paling kamu sukai dan tidak kamu sukai? Mengapa?
2. Apakah adik sering memiliki kesulitan saat mempelajari matematika?
Mengapa?
3. Apakah adik sering mencatat materi pelajaran yang sudah disampaikan Guru?
Kapan adik mencatat, ketika sedang Guru sedang menjelaskan atau
setelahnya?
4. Apakah adik sering membaca kembali catatan matematika itu? Dan apakah
kamu merasa terbantu dengan adanya catatan itu?
Tujuan : Untuk mengetahui bagaimana penerapan Pendekatan Matematika
Realistik (PMR) di kelas penelitian dan kendalanya serta rencana
perbaikan untuk siklus selanjutnya.
Daftar Pertanyaan untuk Akhir Siklus:
1. Apa pendapatmu setelah mengikuti pembelajaran (matematika realistik) ini?
2. Apakah sekarang belajar matematika sudah lebih mudah dan menyenangkan?
Kenapa?
3. Manfaat apa yang kamu rasakan setelah belajar dengan cara (pendekatan
matematika realistik) ini?
4. Apakah kamu ingin materi-materi yang lain juga dipelajari dengan cara seperti
ini?
153
ab
ab
cd
ab
12
33
22
11
22
33
32
23
10
352
23
31
21
12
33
22
23
30
134
33
23
33
11
32
21
22
23
10
344
22
21
11
22
11
22
12
30
025
53
34
33
11
33
33
33
34
13
476
12
22
21
02
22
22
12
21
026
73
34
33
21
33
34
43
34
12
498
23
32
21
13
22
33
23
31
036
93
44
33
11
32
34
43
33
13
4810
22
12
31
02
11
22
03
20
024
112
33
22
12
33
32
22
33
11
3812
44
43
31
33
44
33
33
42
152
132
33
32
01
22
33
32
23
10
3514
34
33
31
13
23
44
33
31
145
152
21
11
10
21
23
32
23
10
2716
34
43
31
34
22
33
33
40
348
173
33
33
21
33
33
32
23
10
4118
23
32
20
12
12
44
23
31
136
192
12
11
10
21
33
32
13
00
2620
23
21
20
21
12
33
22
31
030
214
44
33
22
32
34
43
44
13
5322
21
12
21
02
12
43
01
31
026
233
33
22
11
31
13
32
14
00
3324
12
21
11
21
12
22
02
32
025
252
33
22
12
21
33
32
34
10
37∑
6070
7054
5625
3061
4761
7373
4961
8021
1991
0r h
itung
0.82
60.
848
0.90
80.
785
0.74
50.
379
0.50
50.
738
0.68
10.
643
0.49
80.
627
0.85
50.
672
0.67
90.
265
0.79
6r t
abel
ket.
valid
valid
valid
valid
valid
invali
dva
lidva
lidva
lidva
lidva
lidva
lidva
lidva
lidva
lidinv
alid
valid
Uji
Valid
itas
0.39
6
Res
Ʃ N
omor
But
ir So
al
x3x1
x4x5
x6x7
x8x9
x2x1
0x1
1x1
2
Lampiran 10
154
ab
ab
cd
ab
12
33
22
12
23
33
22
30
332
23
31
21
23
32
22
33
133
33
23
33
13
22
12
22
30
324
22
21
12
21
12
21
23
024
53
34
33
13
33
33
33
43
456
12
22
20
22
22
21
22
024
73
34
33
13
33
44
33
42
468
23
32
21
32
23
32
33
034
93
44
33
13
23
44
33
33
4610
22
12
30
21
12
20
32
023
112
33
22
23
33
22
23
31
3612
44
43
33
34
43
33
34
149
132
33
32
12
23
33
22
30
3414
34
33
31
32
34
43
33
143
152
21
11
02
12
33
22
30
2516
34
43
33
42
23
33
34
347
173
33
33
13
33
33
22
30
3818
23
32
21
21
24
42
33
135
192
12
11
02
13
33
21
30
2520
23
21
22
11
23
32
23
029
214
44
33
23
23
44
34
43
5022
21
12
20
21
24
30
13
024
233
33
22
13
11
33
21
40
3224
12
21
12
11
22
20
23
022
252
33
22
22
13
33
23
40
35∑
6070
7054
5630
6147
6173
7349
6180
1986
4S
i0.
764
0.86
60.
957
0.80
00.
723
0.86
60.
712
0.88
10.
768
0.81
20.
702
0.93
50.
768
0.57
71.
128
Si²
0.58
30.
750
0.91
70.
640
0.52
30.
750
0.50
70.
777
0.59
00.
660
0.49
30.
873
0.59
00.
333
1.27
3Σ
Si²
St
St²
r₁₁
Uji
Rel
iabi
litas
Ʃ
Nom
or B
utir
Soa
l
k
ete
ran
gan
: sa
ng
at t
ing
gi
10.2
608.
935
79.8
40
x6
x7
x8
x9
x1
0R
esx
1x
2x
3x
4
0.93
37
x1
2
155
Uji
Day
a Pe
mbe
da
ab
ab
cd
ab
214
44
33
22
32
34
43
44
13
5312
44
43
31
33
44
33
33
42
152
73
34
33
21
33
34
43
34
12
499
34
43
31
13
23
44
33
31
348
163
44
33
13
42
23
33
34
03
485
33
43
31
13
33
33
33
41
347
143
43
33
11
32
34
43
33
11
4517
33
33
32
13
33
33
22
31
041
112
33
22
12
33
32
22
33
11
3825
23
32
21
22
13
33
23
41
037
82
33
22
11
32
23
32
33
10
3618
23
32
20
12
12
44
23
31
136
12
33
22
11
22
33
32
23
10
35B
A36
4445
3434
1520
3730
3743
4333
3845
1318
JA52
5252
5252
5252
5252
5252
5252
5252
5252
132
33
32
01
22
33
32
23
10
352
23
31
21
12
33
22
23
30
134
33
23
33
11
32
21
22
23
10
3423
33
32
21
13
11
33
21
40
033
202
32
12
02
11
23
32
23
10
3015
22
11
11
02
12
33
22
31
027
61
22
22
10
22
22
21
22
10
2619
21
21
11
02
13
33
21
30
026
222
11
22
10
21
24
30
13
10
264
22
21
11
22
11
22
12
30
025
241
22
11
12
11
22
20
23
20
2510
22
12
31
02
11
22
03
20
024
BB
2426
2520
2210
1024
1724
3030
1623
358
1JB
4848
4848
4848
4848
4848
4848
4848
4848
48D
0.19
20.
304
0.34
50.
237
0.19
60.
080
0.17
60.
212
0.22
30.
212
0.20
20.
202
0.30
10.
252
0.13
60.
083
0.32
5K
et.
Jele
kC
ukup
Cuk
upC
ukup
Jele
kJe
lek
Jele
kC
ukup
Cuk
upC
ukup
Jele
kJe
lek
Cuk
upC
ukup
Jele
kJe
lek
Cuk
up
Res
Nom
or B
utir
Soa
lƩ
x1
x2x3
x4x5
x6x7
x8x9
x10
x11
x12
156
ab
ab
cd
ab
12
33
22
11
22
33
32
23
10
352
23
31
21
12
33
22
23
30
134
33
23
33
11
32
21
22
23
10
344
22
21
11
22
11
22
12
30
025
53
34
33
11
33
33
33
34
13
476
12
22
21
02
22
22
12
21
026
73
34
33
21
33
34
43
34
12
498
23
32
21
13
22
33
23
31
036
93
44
33
11
32
34
43
33
13
4810
22
12
31
02
11
22
03
20
024
112
33
22
12
33
32
22
33
11
3812
44
43
31
33
44
33
33
42
152
132
33
32
01
22
33
32
23
10
3514
34
33
31
13
23
44
33
31
145
152
21
11
10
21
23
32
23
10
2716
34
43
31
34
22
33
33
40
348
173
33
33
21
33
33
32
23
10
4118
23
32
20
12
12
44
23
31
136
192
12
11
10
21
33
32
13
00
2620
23
21
20
21
12
33
22
31
030
214
44
33
22
32
34
43
44
13
5322
21
12
21
02
12
43
01
31
026
233
33
22
11
31
13
32
14
00
3324
12
21
11
21
12
22
02
32
025
252
33
22
12
21
33
32
34
10
37∑
6070
7054
5625
3061
4761
7373
4961
8021
1991
0JS
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
P0.
600
0.70
00.
700
0.54
00.
560
0.25
00.
300
0.61
00.
470
0.61
00.
730
0.73
00.
490
0.61
00.
800
0.21
00.
190
Ket
.se
dang
seda
ngse
dang
seda
ngse
dang
Suka
rSu
kar
seda
ngse
dang
seda
ngm
udah
mud
ahse
dang
seda
ngm
udah
Suka
rSu
kar
x11
x12
Res
Nom
or B
utir
Soal
Ʃ x1
x2x3
x4x5
x6
Uji
Tara
f Kes
ukar
an
x7x8
x9x1
0
157
Lampiran 11
Penghitungan Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Tes
Kemampuan Menulis Matematis
A. Distribusi Frekuensi Kelompok untuk Skor Tes Siklus I 1. Data diurutkan 2. Banyak Data (n) = 33 Keterangan: 3. Rentang Data (R)= Xmax – Xmin R = Rentangan/Range
R = 100 – 12,5 0 Xmax = Nilai maksimum (tertinggi) R = 87,5 Xmin = Nilai minimum (terendah)
4. Banyak kelas interval (K) = 1 + 3,3 log n Keterangan: K = banyak kelas n = banyak data K = 1 + 3,3 log 33 = 1 + 3,3 (1,52) = 6,016 ≈ 6 (dibulatkan ke bawah)
5. Panjang kelas (i) = 𝑅𝐾
= 87,56
= 14,583 ≈ 15 (dibulatkan ke atas)
Tabel Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Matematis Siklus I
No Interval Batas Bawah
Batas Atas
fi Nilai Tengah (Xi)
Xi2 fi Xi fi Xi
2
1 12 − 26 11,5 26,5 1 19 361 19 361 2 27 − 41 26,5 41,5 7 34 1156 238 8092 3 42 − 56 41,5 56,5 8 49 2401 392 19208 4 57 − 71 56,5 71,5 6 64 4096 384 24576 5 72 − 86 71,5 86,5 6 79 6241 474 37446 6 87− 101 86,5 101,5 5 94 8836 470 44180
Jumlah Frekuensi (Σfi ) 33 1977 133863
a) Mean/Nilai Rata-rata (Me)
Mean (X) = Σ𝑓𝑖.𝑋𝑖 Σ𝑓𝑖
Keterangan: Me = Mean/Nilai rata-rata Σfi.Xi = Jumlah dari perkalian nilai tengah (midpoint) dari masing-masing
158
interval dengan frekuensinya Σfi = Jumlah frekuensi/banyak data
Mean (X) = Σ𝑓𝑖.𝑋𝑖 Σ𝑓𝑖 =
197733
= 59,909 ≈ 59,91 b) Median/Nilai Tengah (Md)
Md = l + ( 12 𝑛−𝐹
𝑓𝑖 ).i
Keterangan: Md= Median/Nilai tengah l = Lower limit (Batas bawah dari interval kelas median) n= jumlah frekuensi /banyak data F= Frekuensi kumulatif yang ada di bawah/sebelum interval kelas median fi=frekuensi kelas median i = interval kelas Jadi, berdasarkan tabel di atas:
Md = 56,5 +( 16,5− 16
6).15 = 57,745 ≈ 57,75
c) Modus (Mo)
Mo = l + ( 𝛿1𝛿1+𝛿2
).i atau Mo = h − ( 𝛿2𝛿1+𝛿2
).i
Keterangan: Mo= Modus/Nilai yang paling banyak muncul l = Lower limit (Batas bawah dari interval kelas modus) h = Higher limit (Batas atas dari interval kelas modus)
𝛿R1= selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya
𝛿R2= selisih frekuensi kelas modus dengan kelas setelahnya i = interval kelas Sehingga,
Mo = 41,5 +( 1
1+2 ).15 Mo = 56,5 – ( 2
1+2 ).15
= 41,5 + 5 = 46,5 = 56,5 – 10 = 46,5
d) Standar Deviasi (σ)
𝜎 = � 𝛴𝑓𝑖𝑋𝑖²−(𝛴𝑓𝑖𝑋𝑖)² 𝑛⁄𝑛
Keterangan: σ = standar deviasi/simpangan baku
159
xi = data ke-i f = frekuensi n = banyak data Sehingga,
𝜎 = � 133863−3908529 33⁄33
𝜎 = � 133863−118440,333
𝜎 = √467,4 = 21,619 ≈ 21,62
B. Distribusi Frekuensi Kelompok untuk Skor Tes Siklus II 1. Data diurutkan 2. Banyak Data (n) = 30 Keterangan: 3. Rentang Data (R)= Xmax – Xmin R = Rentangan/Range
R = 100 – 35 Xmax = Nilai maksimum (tertinggi) R = 65 Xmin = Nilai minimum (terendah)
4. Banyak kelas interval (K) = 1 + 3,3 log n Keterangan: K = banyak kelas n = banyak data K = 1 + 3,3 log 30 = 1 + 3,3 (1,477) = 5,874 ≈ 6 (dibulatkan ke atas)
5. Panjang kelas (i) = 𝑅𝐾
= 656
= 10,833 ≈ 11 (dibulatkan ke atas)
Tabel Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Menulis Matematis Siklus II
No Interval Batas Bawah
Batas Atas
fi Nilai Tengah (Xi)
Xi2 fi Xi fi Xi
2
1 35 − 45 34,5 45,5 6 40 1600 240 9600 2 46 – 56 45,5 56,5 1 51 2601 51 2601 3 57 – 67 56,5 67,5 4 62 3844 248 15376 4 68 − 78 67,5 78,5 7 73 5329 511 37303 5 79 − 89 78,5 89,5 7 84 7056 588 49392 6 90− 100 89,5 100,5 5 95 9025 475 45125
Jumlah Frekuensi (Σfi ) 30 2113 159397
Jadi, berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa:
160
a) Mean (X) = Σ𝑓𝑖.𝑋𝑖 Σ𝑓𝑖 =
211330
= 70,433 ≈ 70,43
b) Median/Nilai Tengah (Md)
Md = l + ( 12 𝑛−𝐹
𝑓𝑖 ).i
= 67,5 + ( 15− 11
7).11 = 73,786 ≈ 73,79
c) Modus (Mo)
Mo = l + ( 𝛿1𝛿1+ 𝛿2
).i atau Mo = h − ( 𝛿2𝛿1+ 𝛿2
).i
Nilai modus berada pada dua interval, yakni interval ke-4 dan ke-5, sehingga keduanya dihitung: Interval ke-4:
Mo = 67,5 + ( 33+0
).11 = 78,5
Interval ke-5:
Mo = 89,5 − ( 20+2
).11 = 78,5
d) Standar Deviasi (σ)
𝜎 = � 𝛴𝑓𝑖𝑋𝑖²−(𝛴𝑓𝑖𝑋𝑖)² 𝑛⁄𝑛
𝜎 = � 159397−4464769 30⁄30
𝜎 = � 159397−148825,6330
𝜎 = √352,379 = 18,771 ≈ 18,77
161
Lampiran 12
Penghitungan Skor Kemampuan Menulis Matematis Siswa
pada Tes Siklus I
Inisial SkorSiswa 2 5 Jumlah 1 3 Jumlah 4 6 Jumlah Total
S1 0 4 7 3 2 5 4 4 8 20 83.33S2 4 4 8 1 1 2 1 1 2 12 50.00S3 2 1 3 2 1 3 1 1 2 8 33.33S4 4 4 8 3 1 4 3 3 6 18 75.00S5 2 2 4 2 1 3 3 2 5 12 50.00S6 2 4 6 2 1 3 1 1 2 11 45.83S7 3 4 7 4 2 6 4 1 5 18 75.00S8 3 4 7 3 2 5 4 4 8 20 83.33S9 2 2 4 1 1 2 1 1 2 8 33.33S10 3 2 5 4 2 6 2 1 3 14 58.33S11 2 2 4 2 2 4 2 2 4 12 50.00S12 1 4 5 1 1 2 1 1 2 9 37.50S13 2 2 4 1 1 2 2 1 3 9 37.50S14 3 3 6 1 1 2 1 1 2 10 41.67S15 3 4 7 4 4 8 3 2 5 20 83.33S16 4 0 4 3 2 5 3 4 7 16 66.67S17 2 1 3 2 2 4 2 1 3 10 41.67S18 4 4 8 4 4 8 3 2 5 21 87.50S19 3 2 5 1 1 2 1 1 2 9 37.50S20 0 4 4 2 3 5 4 2 6 15 62.50S21 2 4 6 4 2 6 4 4 8 20 83.33S22 2 4 6 3 2 5 2 4 6 17 70.83S23 4 4 8 4 3 7 3 4 7 22 91.67S24 4 2 6 3 2 5 0 3 3 14 58.33S25 2 1 3 2 2 4 1 1 2 9 37.50S26S27 3 1 4 3 3 6 2 1 3 13 54.17S28S29 1 0 1 0 1 1 0 1 1 3 12.50S30 1 2 3 2 3 5 1 1 2 10 41.67S31 4 4 8 4 4 8 4 4 8 24 100.00S32 4 4 8 4 3 7 4 4 8 23 95.83S33 2 3 5 3 3 6 3 1 4 15 62.50S34 3 1 4 2 1 3 1 1 2 9 37.50S35 4 4 8 4 4 8 4 4 8 24 100.00
Jumlah 88 91 179 84 68 152 75 69 144 475Skor Ideal 132 132 264 132 132 264 132 132 264 792Persentase 66.67 68.94 67.80 63.64 51.52 57.58 56.82 52.27 54.55 59.97
Ketepatan Istilah Matematis Penjelasan Berpikir Nilai
162
Penghitungan Skor Kemampuan Menulis Matematis Siswa
pada Tes Siklus II
Inisial SkorSiswa 8a 8b Jumlah 9 Jumlah 10 12 Jumlah Total
S1 4 3 7 4 4 3 1 4 15 75.00S2 4 4 8 4 4 2 3 5 17 85.00S3 4 4 8 1 1 3 1 4 13 65.00S4 4 4 8 2 2 3 2 5 15 75.00S5 2 2 4 2 2 3 3 6 12 60.00S6 2 2 4 0 0 2 3 5 9 45.00S7 4 2 6 4 4 3 0 3 13 65.00S8 3 2 5 1 1 2 1 3 9 45.00S9 2 1 3 0 0 3 1 4 7 35.00S10 4 4 8 3 3 3 3 6 17 85.00S11 4 3 7 4 4 3 3 6 17 85.00S12 4 4 8 0 0 1 1 2 10 50.00S13 3 2 5 3 3 4 2 6 14 70.00S14 3 2 5 2 2 1 1 2 9 45.00S15S16 4 4 8 4 4 4 4 8 20 100.00S17 4 4 8 4 4 3 1 4 16 80.00S18 4 4 8 4 4 3 1 4 16 80.00S19 2 2 4 4 4 2 2 4 12 60.00S20 3 2 5 2 2 1 1 2 9 45.00S21 4 2 6 4 4 3 1 4 14 70.00S22 4 4 8 2 2 3 1 4 14 70.00S23 4 4 8 4 4 4 4 8 20 100.00S24S25 2 2 4 0 0 2 3 5 9 45.00S26S27S28 4 4 8 3 3 4 3 7 18 90.00S29S30 4 2 6 4 4 2 3 5 15 75.00S31 4 2 6 4 4 4 3 7 17 85.00S32 4 4 8 4 4 3 1 4 16 80.00S33 3 4 7 2 2 3 3 6 15 75.00S34 4 4 8 4 4 4 3 7 19 95.00S35 4 4 8 4 4 4 4 8 20 100.00
Jumlah 105 91 196 83 83 85 63 148 427Skor Ideal 120 120 240 120 120 120 120 240 600Persentase 87.50 75.83 81.67 69.17 69.17 70.83 52.50 61.67 71.17
Ketepatan Istilah Matematika Penjelasan Berpikir Nilai
163
Lampiran 13
Penghitungan Hasil Lembar Observasi Siswa
Kategori Penilaian Per-Pertemuan:
Kategori Penilaian Per-Siklus:
1 2 3 4 6 7 81 5 4 5 5 5 4 52 1 2 4 3 4 3 43 1 2 2 2 3 3 44 2 3 2 3 4 4 45 2 3 3 3 4 4 46 2 3 2 2 2 4 37 1 1 2 2 3 2 38 3 3 3 3 5 4 49 3 3 3 3 4 4 5
10 1 3 2 2 4 4 511 2 2 4 4 4 3 412 5 4 5 4 5 4 5
Jumlah 28 33 37 36 47 43 50Total
Kategori
Siklus II
140Cukup Baik
Siklus INo.
134Baik
Siklus ke- I II
49 − 60 49 − 60Baik
Buruk ≤ 12 ≤ 12
Cukup Baik 25 − 36 25 − 3613 − 24Kurang Baik 13 − 24
37 − 48 37 − 48
Jumlah Maks. 60 60Kategori Rentang NilaiSangat Baik
Jumlah Maks.Siklus ke- I II
Baik
KategoriSangat Baik
240 180Rentang Nilai
Buruk ≤ 48 ≤ 36
97 − 144 73 − 10849 − 96 37 − 72
Cukup BaikKurang Baik
193 − 240 145 − 180145 − 192 109 − 144
164
Lampiran 14
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA GURU
Pra-penelitian: (19 Desember 2014)
1. Bagaimana hasil belajar matematika siswa kelas III (Tiga)?
Alhamdulillah cukup baik, mba. Sebagian besar mencapai KKM, paling dua-
tiga orang aja yang kurang. Yaa.. Maklumlah, rata-rata kemampuan siswa di
sekolah ini kan lambat (dalam memahami konsep-red), nggak seperti anak-
anak SD di kota (besar).
2. Berapa nilai KKM untuk mata pelajaran matematika kelas III (Tiga) di
sekolah ini?
Untuk KKM kelas tiga di sini masih standar mba, 68. Karena kan kita juga
lihat dari kemampuan anak-anaknya, jadi gak mau tinggi-tinggi, kasihan
mereka nanti.
3. Metode pembelajaran apa saja yang pernah Ibu terapkan dalam
pembelajaran matematika? Kendala apa saja yang biasanya dihadapi
siswa?
Kalau untuk metode sih, nggak macem-macem, mba. Saya ngajarinnya ya
biasa aja, kasih contoh soal, dijelasin, terus kasih soal yang mirip, biar
mereka kerjain. Nanti juga kan dari situ ketahuan, bisa/paham atau nggaknya
mereka.
4. Menurut Ibu, apakah aktivitas menulis matematika siswa baik dalam
mencatat atau menyelesaikan soal matematika itu perlu diperhatikan?
Mengapa?
Yaa, sebenarnya sih perlu, mba. Karena kan kita bisa tau si anak udah paham
atau belumnya dari tulisan/jawaban si anak. Masa si anak jawab tanpa nulis?
Kan enggak mungkin, mba.
165
Maaf, maksud saya seperti cara siswa dalam menjawab soal, langkah-
langkahnya gitu, bu.
Oh, kalau langkah-langkah juga iya, tapi kan kalau materi kelas tiga mah
soal-soalnya masih sederhana mba, nggak seperti soal-soal kelas lima atau
enam yang nuntut jawaban pake diketahui, ditanya, terus caranya, iya kan?
Jadi ya paling jawaban/caranya masih yang singkat-singkat, nggak panjang.
Tapi ya, memang saya akui, siswa kelas tiga di sini masih ada beberapa anak
yang susah kalau disuruh nulis, ada juga yang bisa, tapi susah dibacanya.
Oh, berarti kadang mereka juga suka ibu suruh mencatat materi ya, Bu?
Iya, tapi nggak banyak, mba. Kadang langsung saya bagikan fotokopiannya
saja, biar cepet, nggak ngabisin waktu.
Akhir Siklus I: (19 Januari 2015)
1. Bagaimana pendapat Anda tentang proses pembelajaran dengan
penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR)?
Awalnya agak merepotkan sih, mba. Karena anak-anak langsung dikasih soal
gitu aja tanpa dijelasin dulu. Mba lihat sendiri kan, jadinya anak-anak
banyak yang bingung. Ya, walaupun pakai alat peraga, terus dijelasinnya pas
terakhir. Tapi ada bagusnya, misalnya biar anak-anak belajar berpikir kritis
dan aktif bertanya, jadi nggak “disuapin” terus.
2. Apakah penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) cukup
efektif dalam pembelajaran matematika di MI/SD?
Ya, ini kan baru beberapa kali pertemuan ya, mba. Jadi sepertinya
belum,terlihat jelas efektif atau nggaknya karena anak-anak belum terbiasa
sama langkah-langkah pembelajaran yang mba terapin.
3. Menurut Anda, apakah ada manfaat dari penerapan Pendekatan
Matematika Realistik (PMR) bagi guru dan siswa? Adakah kendalanya?
Ya itu tadi mba, murid jadi nggak harus selalu disuapin sama guru, mulai
belajar mandiri,lah. Memahami materiya juga jadi lebih bertahap.
166
Kendalanya ya, kalau belum terbiasa kaya’ gini, mba. Pakai diskusi dan
presentasi. Terus kalau banyak murid yang masih kurang paham sama soal
yang dikasih.
4. Apa saran Anda untuk kegiatan proses pembelajaran dengan penerapan
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) ini?
Kalau untuk saran, ya..lebih baik tetap dijelasin dulu, atau minimal dikasih
contoh soal dulu, mba. Biar murid pada nggak kaget. Terus kalau bisa,
soalnya nggak usah banyak-banyak dan susah mba, yang penting mereka
paham sama konsepnya. Mereka juga kan nulisnya masih lambat, kalau
soalnya kebanyakan, nanti waktunya habis buat ngerjain soal aja, terus
pembahasannya jadi terburu-buru. Padahal kan itu yang paling penting.
Akhir Siklus II: (31 Januari 2015)
1. Bagaimana pendapat Anda tentang proses pembelajaran dengan
penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR)?
Ya.. kalau dilihat dari hasil observasi sih udah lebih baik dibanding yang
kemarin (siklus I-red), mba. Anak-anak udah terbiasa untuk diskusi sama
teman-temannya, dan jadi lebih berani untuk bertanya dan presentasiin
jawaban ke depan.
2. Apakah penerapan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) cukup
efektif dalam pembelajaran matematika di MI/SD?
Iya, cukup efektif, mba. Karena anak-anak kelihatan suka kalau dikasih
contoh soal dari kehidupan mereka sehari-hari. Apalagi kalau ada alat
peraganya, walaupun kadanga akhirnya malah mereka jadi asik (mainan)
sendiri atau bercanda sama teman-temannya.
3. Menurut Anda, apakah ada manfaat dari penerapan Pendekatan
Matematika Realistik (PMR) bagi guru dan siswa? Adakah kendalanya?
167
Siswa jadi lebih semangat dalam mengikuti pembelajaran dan jadi lebih aktif,
mandiri. Mereka juga belajar jadi berani presentasi dan
berpendapat/bertanya terus jadi terampil bekerjasama/berdiskusi.
Kendalanya jika siswa terbiasa untuk berdiskusi dalam kelompok besar, jadi
saling mengandalkan dan suasana kelas lebih ribut.
4. Apa saran Anda untuk kegiatan proses pembelajaran dengan penerapan
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) ini?
Soal tahapan pembelajarannya ribet dan kurang efisien mba’, karena jadi
membutuhkan banyak waktu.
Maaf, bu. Bisa diperjelas dan berikan contohnya?
Iya, misalnya, waktu untuk anak-anak untuk ngerjain LKSnya jadi lebih
sedikit karena harus dipresentasikan. Terus kalau kelompok diskusinya besar,
anak-anak jadi saling mengandalkan ke temannya yang dianggap paling
pintar, mba. Kan kasihan sama si anak yang cepet paham, tapi sebenarnya
lebih kasihan sama yang lambat.
168
Lampiran 15
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA SISWA
Pra-Penelitian: (19 Desember 2014)
Responden: S12, S28, S32, S34 dan S35
1. Mata pelajaran apa yang paling kamu sukai dan tidak kamu sukai?
Kalau yang paling disukain penjas dan SBK, Bu..Kalau yang paling nggak
disukain matematika.
Lho, memangnya kenapa, (tidak suka matematika)?
Ya, susah bu.. males bu.. ribet, capek ngitung mulu. Banyak rumus, jadi
pusing ngapalinnya.
2. Apakah kalian sering memiliki kesulitan saat mempelajari matematika?
Iya, sering bu.
Kenapa?
Ya karena nggak ngerti aja. Di rumah juga nggak ada yang bisa ngajarin.
3. Apakah kalian sering mencatat materi pelajaran yang sudah
disampaikan Guru?
Iya, tapi kadang nggak sih bu, hehehe.. abisnya capek nulis terus. Lagian kita
sering dikasih fotokopiannya doang. Kalau nyatet palingan seringnya nyatet
soal aja, bu.
Kapan kalian mencatat, ketika sedang Guru sedang menjelaskan atau
setelahnya?
Setelah dijelasin. Soalnya disuruh bu Nurul (guru matematika kelas III)
begitu. Kalau nyatetnya pas lagi dijelasin, kadang diomelin. Katanya nanti
nggak ngerti.
4. Apakah kalian sering membaca kembali catatan matematika itu?
Nggak. jarang/ kadang-kadang. Kalau lagi mau ulangan aja.
169
Lalu apakah kalian merasa terbantu dengan adanya catatan itu?
Iya, sedikit. Soalnya kadang nggak ngerti sama yang ditulis, walaupun udah
dibaca lagi (ulang).
Akhir Siklus I: (19 Januari 2015)
1. Apa pendapat kalian setelah mengikuti pembelajaran (matematika
realistik) ini?
Pusing/bingung bu. Ada enaknya ada enggaknya.
Enaknya gimana, enggak enaknya gimana?
Enggak enaknya pusing sama prosesnya. Tau-tau langsung disuruh ngerjain
LKS. Padahal kan biasanya kalau sama Bu Nurul dijelasin dan dikasih contoh
soal dulu. Terus disuruh maju nulis jawaban (presentasi). Kalau enaknya
karena ibunya cantik dan baik, terus seru juga karena belajarnya pake alat
peraga.
2. Apakah sekarang belajar matematika sudah lebih mudah dan
menyenangkan?
Sedikit sih, bu.. hehehe.
Kenapa?
Ya itu, karena pake alat peraga..
3. Manfaat apa yang kalian rasakan setelah belajar dengan cara
(pendekatan matematika realistik) ini?
Hmm.. nggak/belum tau bu.. jadi rajin nulis kali ya?
4. Apakah kalian ingin materi-materi yang lain juga dipelajari dengan cara
seperti ini?
ya mau, bu. Tapi kalo pake alat peraga terus ibu yang ngajarin, hehehe. Ibu
ngejelasinnya jangan cepet-cepet, biar kita ngerti.
170
Akhir Siklus II: (31 Januari 2015)
1. Apa pendapat kalian setelah mengikuti pembelajaran (matematika
realistik) ini?
Enak dan seru, bu.
2. Apakah sekarang belajar matematika sudah lebih mudah dan
menyenangkan?
Iya, jadi bisa lebih paham sama materinya.
Kenapa?
Karena pake alat peraga dan soal-soalnya beda dari yang biasanya dikasih
Bu Nurul. Ada gambar-gambarnya.
3. Manfaat apa yang kalian rasakan setelah belajar dengan cara
(pendekatan matematika realistik) ini?
Jadi lebih paham sama pecahan. terus jadi agak pede (percaya diri-red) karena
diajarin/disuruh berpendapat sama maju ke depan kelas (melakukan
presentasi-red).
4. Apakah kalian ingin materi-materi yang lain juga dipelajari dengan cara
seperti ini?
ya mau, bu. Tapi kalo pake alat peraga terus ibu yang ngajarin, hehehe..
171
Lampiran 16
CATATAN LAPANGAN
Hari, Tanggal: Senin, 5 Januari 2015 Pertemuan ke-: 1
Sub Materi : Mengenal pecahan sederhana dan unsur-unsurnya.
• Siswa yang absen: S1 (tanpa keterangan)
• Guru (matematika) kelas III selaku observer/kolaborator tidak bias hadir.
• KBM seharusnya pukul 08.00 WIB jadi pukul 07.30 WIB karena upacara
pengibaran bendera (sementara) ditiadakan.
• Ice breaking: menanyakan kegiatan siswa ketika libur semester ganjil.
• Sebagian besar siswa ragu dan bingung saat diminta berpendapat
• Banyak siswa kurang kooperatif ketika diskusi.
• Ada kegaduhan ketika membandingkan jawaban.
Hari, Tanggal: Kamis, 8 Januari 2015 Pertemuan ke-: 2
Sub Materi : Mengenal pecahan sederhana dan unsur-unsurnya (lanjutan)
• Siswa yang absen: S6 sakit dan S25 tanpa keterangan.
• Siswa sangat antusias mengikuti instruksi peneliti saat demonstrasi
• Siswa terlihat kompak.
• S15 dan S32 sempat menanyakan arti kata “rasio”
• Presentasi masih malu/takut, jadi salingtunjuk
Hari, Tanggal: Senin, 12 Januari 2015 Pertemuan ke-: 3
Sub Materi : Membaca dan Menuliskan Pecahan
• Siswa yang absen: S14, S25, S30 dan S33 tanpa keterangan
• Siswa di barisan belakang dan pinggir terlihat masih belum fokus.
• Siswa sudah berani bertanya.
• Presentasi masih malu/takut, jadi salingtunjuk.
172
Hari, Tanggal : Kamis, 15 Januari 2015 Pertemuan ke-: 4
Sub Materi : Membilang dan Mengidentifikasi Pecahan
• Siswa hadir semua
• KBM berlangsung pada pukul 08.00−09.30 WIB. Kamis lalu salah jam.
• Presentasi masih malu/takut, jadi salingtunjuk
• Banyak siswa yang bingung dengan “membilang”
Hari, Tanggal : Kamis, 22 Januari 2015 Pertemuan ke-: 6
Sub Materi : Membandingkan Dua Pecahan yang Pembilangnya Senilai
• Siswa yang absen: S8 dan S25 alfa, S28 sakit.
• Terjadi kegaduhan saat membuat kelompok
• 3-4 siswa tidak masuk ke kelompok manapun.
• Ada siswa yang kurang kooperatif (bercanda) saat diskusi
• Presentasi lancar
Hari, Tanggal : Senin, 26 Januari 2015 Pertemuan ke-: 7
Sub Materi : Membandingkan Dua Pecahan yang Penyebutnya Senilai
• Siswa yang absen: 4 orang tanpa keterangan,5 sakit.
• Siswa sedikit kesulitan saat membuat model matematika
• Diskusi dan presentasi lancer
Hari, Tanggal : Senin, 29 Januari 2015 Pertemuan ke-: 8
Sub Materi : Membandingkan Pecahan Sederhana
• Siswa yang absen: S24 sakit
• Siswa paham soal, tapi ragu dengan solusi
• Diskusi dan presentasi lancar
179
Lampiran 19
PROFIL SEKOLAH
1. Data Umum
a. Nama Madrasah : Madrasah Ibtidaiyah Negeri Bantargebang
b. Status Madrasah : Negeri
c. No. Statistik : 11.1.1.32.75.0001
d. Tahun Berdiri : 2001
e. Alamat : Kp. Cisalak RT 01/04 Kel. Sumurbatu Kec.
Bantargebang Bekasi
2. Kondisi Madrasah
a. Lokasi
1. Luas Tanah : 4.450 m2
2. Status Tanah : Wakaf
b. Kondisi Bangunan
1. Luas Bangunan : 1.260 m2
2. Bangunan : Permanen
3. Ruang Kelas : 9 lokal
4. Kantor/Ruang Guru : 1 lokal
5. Kamar Mandi/WC : 9 lokal
6. Gudang : 1 lokal
7. Masjid/Mushola : 1 buah
8. Meubeler
a. Meja/Kursi : 300 set
b. Meja Guru : 7 set
c. Lemari : 7 set
180
3. Sarana/Fasilitas yang Dibutuhkan/Tidak Ada
a. Sarana Olahraga : ada/kurang memadai
b. Alat Peraga : ada/kurang memadai
c. Buku Paket : tidak cukup
d. Mesin Tik : ada
e. Ruang UKS : tidak ada
f. Ruang Perpustakaan : ada
g. Ruang Kelas : tidak cukup
4. Ketenagaan
No.
Ketenagaan
Pendidikan Golongan
Jumlah
Ket. SD SMA Dipl. S.1 II III IV
1 PNS - 2 5 14 6 14 1 21
2 Guru Kontrak - - - - - - - -
3 Guru Honorer - 3 - - - - - 3
4 Penjaga 1 - - - - - - 1
Jumlah 1 5 5 14 6 14 1 25
5. Data Siswa
Kelas
Jumlah Siswa
Jumlah
Keterangan Putra Putri
I 35 47 82 -
II 42 23 65 -
III 20 15 35 -
IV 19 19 38 -
V 23 27 50 -
VI 26 11 37 -
Jumlah 160 147 307 -
182
Lampiran 21
BIODATA PENULIS
Shifa Fauziah (NIM:1110018300035),
Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
Penulis lahir di Bandung, 2 Mei 1992. Kini bertempat tinggal di Kompleks Sapta Taruna IV, Blok D no.50 RT 06/RW 06 Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Orang tua penulis adalah Abdul Azis dan Ida Ratnaningsih.
Riwayat pendidikan formal penulis diawali di TK Islam Fitria II lulus
tahun 1998, kemudian lanjut ke SDN Bojong Nangka (kini sudah berganti nama) di Pondok Gede, Bekasi. Lalu pindah ke SDN Sumur Batu IV Bekasi dan lulus tahun 2004. Kemudian masuk SMPN 27 Kota Bekasi dan lulus pada 2007, lanjut ke SMAN 9 Bekasi dan lulus tahun 2010. Terakhir, penulis melanjutkan studi ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan lulus pada tahun 2015. Pengalaman berorganisasi yaitu Pramuka, RISMA (Remaja Masjid), Karang Taruna, Rohis SMA, dan LDK (Lembaga Dakwah Kampus). Motto penulis yaitu “Lebih baik berusaha di hari ini daripada berjanji ‘tuk esok hari” atau “Hari ini harus semangat! Esok rehat”.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa pun yang membacanya.