Untitled - Jurnal Untirta

19

Transcript of Untitled - Jurnal Untirta

iVolume 1 Nomor 2 November 2016

ii Jurnal Membaca

JURNAL MEMBACA BAHASA DAN SASTRA INDONESIAPertama kali menerbitkan jurnal volume 1 nomor 1 pada April 2016,

jurnal ini memuat tulisan-tulisan sekitar bahasa dan sastra Indonesia dengan tujuanuntuk mengembangkan studi ilmiah di Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.

SUSUNAN REDAKSIPenanggung Jawab:

Dr. H. Aceng Hasani, M.Pd.

Redaktur:Arip Senjaya, S.Pd., M.Phil.

Mitra Bestari:Dr. Yeyen Maryani, Hum.Dr. Sumiyadi, M.Hum.

Desain Grafis dan Fotografer:Farid Ibnu Wahid, M.Pd.Desma Yuliadi Saputra, S.Pd.

Sirkulasi:Mufti Lathfullah Syaukat Fasya

TEKNIK PENULISANPara kontributor hanya diperbolehkan menulis menggunakan bahasa nasional dan bahasa

internasional (khususnya bahasa Inggris). Jika tulisan dalam berbahasa Indonesia maka abstrakdalam bahasa Inggris dan bila tulisan bahasa Inggris, maka abstrak menggunakan bahasaIndonesia.

Alamat Redaksi:Jalan Raya Jakarta KM. 4, Pakupatan Serang-Banten,

Telepon (0254) 280330 ext. 111email: [email protected]/[email protected]

Dewan Penyunting:Dr. Dase Erwin Juansah, M.Pd.Dr. Ade Husnul Mawadah, M.Hum.Dr. Hj. Tatu Hilaliyah, M.Pd.Odien Rosidin, S.Pd., M.Hum.

Sekretariat:Ahmad Supena, S.Pd., M.A.Erwin Salpa Riansi, M.Pd.Lela Nurfarida, M.Pd.Ilmi Solihat, M.Pd.

iiiVolume 1 Nomor 2 November 2016

PERSYARATAN PENULISAN JURNAL MEMBACABahasa dan Sastra Indonesia

PEDOMAN PENULISAN:1. Jenis Artikel: Artikel seyogianya merupakan tulisan yang didasarkan pada hasil penelitian

empirik (antara lain dengan menggunakan strategi penelitian ilmiah termasuk survei, studikasus, percobaan/eksperimen, analisis arsip, dan pendekatan sejarah), atau hasil kajian teoretisyang ditujukan untuk memajukan teori yang ada atau mengadaptasi teori pada suatu keadaansetempat, dan/atau hasil penelaahan teori dengan tujuan mengulas dan menyintesis teori-teori yang ada. Semua jenis artikel belum pernah dimuat di media apapun.

2. Format Tulisan: Tulisan harus sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia dengan extensifile docx. (Microsoft Word) dan menggunakan acuan sebagai berikut.2.a Margin: Kiri & Atas (4 cm), Kanan & Bawah (3 cm)2.b Ukuran Kertas: A4 (21 cm x 29,7 cm)2.c Jenis huruf: Times New Roman2.d Ukuran Font: 12 pt2.e Spasi: 1,5 (kecuali judul, identitas penulis, abstrak dan referensi: 1 spasi)2.f Penulisan judul menggunakan huruf kapital dan sub-judul dengan huruf besar-kecil.2.g Jumlah halaman termasuk tabel, diagram, foto, dan referensi adalah 15-20 halaman.

3. Struktur Artikel: Untuk artikel hasil penelitian menggunakan struktur sebagai berikut:3.a Judul idealnya tidak melebihi 12 kata yang menggunakan Bahasa Indonesia, 10 kata

yang menggunakan Bahasa Inggris, atau 90 ketuk pada papan kunci, sehingga sekalibaca dapat ditangkap maksudnya secara komprehensif

3.b Identitas penulis (baris pertama: nama tanpa gelar. Baris kedua: prodi/jurusan/instansi.Baris ketiga: alamat lengkap instansi. Baris keempat: alamat email dan nomor HP. Untukpenulis kedua dan seterusnya selain nama dicantumkan di footnote halaman pertama);

3.c Abstrak. Jika bagian isi dalam bahasa Indonesia, maka abastrak dibuat dalam bahasaInggris. Jika bagian isi dalam bahasa Inggris, maka abstrak dibuat dalam bahasa In-donesia. Ditulis secara gamblang, utuh, dan lengkap menggambarkan esensi isikeseluruhan tulisan dan dibuat dalam satu paragraf.

3.d Kata kunci dipilih secara cermat sehingga mampu mencerminkan konsep yangdikandung artikel terkait untuk membantu peningkatan keteraksesan artikel yangbersangkutan.

3.e Sistematika penulisan untuk penelitian empiriki. Pendahuluan: Berisi latar belakang masalah penelitian, dasar pemikiran, tujuan,

manfaat.ii. Kajian Pustaka: Bahan yang diacu dalam batas 10 tahun terakhir. Karya klasik

yang relevan dapat diacu sebagai sumber masalah tetapi tidak untuk pem-bandingan pembahasan.

iv Jurnal Membaca

iii. Metode Penelitian: Menggunakan metode penelitian yang relevan.iv. Analisis dan Hasil: Mengungkapkan analisis dan hasil penelitian, membahas temuan,

sesuai dengan teori dan metode yang digunakanv. Penutupvi. Daftar Pustaka: Nama belakang/keluarga, nama depan. Tahun. Judul

(tulis miring). Kota: Penerbit3.f Sistematika penulisan untuk kajian teoretis

i) Judul (Tidak lebih dari 10 kata);ii) Identitas Penulis (Baris pertama: nama tanpa gelar. Baris kedua: prodi/ jurusan/

instansi. Baris ketiga: alamat lengkap instansi. Baris keempat: alamat email dannomor HP);

iii) Abstrak (Dibuat dalam bahasa Inggris, maksimal 150 kata; disertai kata kuncimaksimal lima kata);

iv) Pendahuluan (Berisi latar belakang disertai tinjauan pustaka dan tujuan);v) Pembahasan (Judul bahasan disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat dibagi ke

dalam sub-bagian);vi) Simpulan;vii) Referensi (Memuat referensi yang diacu saja, minimal 80% terbitan 10 tahun

terakhir).

4. Penyuntingan4.a Artikel dikirim kepada tim redaksi dengan alamat email:

[email protected] (cc: [email protected] dan [email protected])jika menggunakan file dalam bentuk CD dikirim ke alamat redaksi.

4.b Artikel yang telah dievaluasi oleh tim penyunting atau mitra bebestari berhak untuk ditolakatau dimuat dengan pemberitahuan secara tertulis, dan apabila diperlukan tim penyuntingakan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan revisi sesuai denganrekomendasi hasil penyuntingan. Untuk keseragaman format, penyunting berhak untukmelakukan pengubahan artikel tanpa mengubah substansi artikel.

4.c Semua isi artikel adalah tanggung jawab penulis, dan jika pada masa pracetak ditemukanmasalah di dalam artikel yang berkaitan dengan pengutipan atau HAKI, maka artikel yangbersangkutan tidak akan dimuat. Tulisan yang dimuat dan ternyata merupakan hasil plagiasi,sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

4.d Untuk artikel yang dimuat, penulis akan mendapatkan 10 eksemplar berkala sebagai tandabukti pemuatan, dan wajib memberikan kontribusi biaya pencetakan sesuai ketentuan timberkala Jurnal Membaca Bahasa dan Sastra Indonesia sebesar Rp300.000 di luar ongkoskirim. Untuk penulis intern (Untirta) Rp500.000 tanpa ongkos kirim.

Alamat Redaksi Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UntirtaJl. Raya Jakarta KM. 4 Pakupatan, Serang-Banten Telp. 0254 280330 ext. 111,Email: [email protected]

Narahubung:Farid Ibnu Wahid, M.Pd. (08176961532)Desma Yuliadi Saputra, S.Pd. (08998666141)

vVolume 1 Nomor 2 November 2016

Daftar Isi

PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 10 BULAN (studikasus pada anak laki-laki bernama Muhamad Hafiz Firdaus)

Ade Eka Anggraini

MEKANISME PERTAHANAN EGO TOKOH AKU DALAM NOVELSEMUSIM DAN SEMUSIM LAGI KARYA ANDINA DWIFATMA

Ahmad Supena dan Firda Rastia

KEBIJAKAN BAHASA DAN PENDIDIKAN: MENYOAL PERDAPROVINSI BENGKULU TENTANG BUDAYA, BAHASA,PENGAJARAN BAHASA, DAN POLITIK BAHAS

Arono

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM LIRIK LAGU ALBUM BILA TIBAOST SANG KIAI GRUP BAND UNGU DAN IMPLIKASINYASEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMP

Dema Tesniyadi

METAFORA DALAM LEMBAR OPINI, WUJUD KONGKRETGAMBARAN PERUBAHAN BAHASA

Diana Tustiantina

PENGGUNAAN ALIH KODE (CODE SWITCHING) DAN CAMPURKODE (CODE MIXING) SEBAGAI STRATEGI DAYA TARIK IKLANPADA MAJALAH GAYA HIDUP COSMOPOLITAN

Erwin Salpa Riansi

CITRA REMAJA DALAM NASKAH DRAMA MAJALAH DINDINGKARYA BAKTI SOEMANTO

Farid Ibnu Wahid

PENGUKURAN TEORI PSIKOLOGI SASTRA ANAK TERHADAPKESESUAIAN ANTARA KARYA SASTRA ANAK DENGAN TINGKATPSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK DI SEKOLAH DASAR

Herwan FR

PEMBELAJARAN MENULIS TEKS PIDATO DENGAN MODELTHINK TALK WRITE DI KELAS IX SMP NEGERI 6 KOTA SERANG

Meti Istimurti

105

117

125

137

143

149

157

163

171

vi Jurnal Membaca

DERE SEBAGAI VARIASI BAHASA REMAJASundawati Tisnasari

KEMAMPUAN MEMBACA ANAK USIA DINITatu Hilaliyah

REPOSISI DAN REAKTUALISASI PENDIDIKAN MADRASAHDALAM PEMBELAJARAN DI ERA DIGITAL

Tubagus Rahmat

BAHASA KITA DAN PENDIDIKAN KITAAdang Heriawan

183187195

205

125Volume 1 Nomor 2 November 2016

KEBIJAKAN BAHASA DAN PENDIDIKAN: MENYOALPERDA PROVINSI BENGKULU TENTANG BUDAYA,

BAHASA, PENGAJARAN BAHASA, DAN POLITIK BAHASA

AronoUniversitas Bengkulu

[email protected]

AbstrakLaw is expected to overcome the various problems associated with the establishment of

practices and procedures for the use of language, as well as regulates various matters relatedto the establishment and procedures for the use of language, including the set of criminalprovisions. In fact, of the nine districts and one municipality, only one Rejang Lebong memunyailocal regulations in terms of culture, language, language teaching and language politics. Verydifferent from the actual conditions in Bengkulu multicultural society the majority of the othergroup less thinking about the continuity of language and culture in society. This paperdescribes the language and education policies on the basis of Rejang Lebong RegionalRegulation No. 2 of 2009 on the System of Education in Rejang Lebong penyelenggraan notignore the other conditions in the province of Bengkulu. This paper uses a descriptivequalitative methods literature / documentation, interviews, and observations. Education as theorganizer of the policy is still responding in one setup educators still focus on one languageregardless of the language the other so that the effect on the preparation of educators, theschool is still very limited apply learning regional languages? are still in local content selection,and the community is still limited on the use of language and cultural traditions without orientedtowards sustainability and the preservation of language and culture developed. In addition, thegovernment less responsive and sensitive to the phenomenon of language and culture ofminority communities, as well as geography. Grain to issue teaching, politics national languageof wider scope than the policy national language, not only covering the curriculum, teachingmaterials, staff, linguistic, and means, but also to the study of teaching, determination ofdidactic and methodical appropriate, as well as the development literature. Several attemptsto do planning of language in education, namely (1) Language and education work together toestablish, maintain and elevate human dignity. (2) The relationship and a close affinity betweenthe development of language and education development takes place in the family, formaleducation institutions, and communities. (3) There should be an emphasis and review again interms of both content and use of language teaching methods contained in the curriculum (4) Indaily life in the community seems necessary their appetite similarity in the use of language orterms.

Keywords: language policy, education, culture, language, language teaching, languagepolitics.

126 Jurnal Membaca

PENDAHULUANKebijakan bahasa nasional memberikan

perhatian yang lebih luas dan mendalamterhadap bahasa daerah (Alwi dan Sugono,2003:xxi). Hal itu juga sesuai dengan UUD1945 Pasal 36 yang menyatakan bahwabahasadaerah yang dipelihara dengan baikoleh para penuturnya akan dihormati dan di-pelihara juga oleh negara karena bahasa daerahtersebut merupakan sebagian dari kebudayaanIndonesia yang hidup. Selain itu, kewenanganpemerintah dan kewenangan provinsi sebagaidaerah otonomi terhadap bahasa Indonesiadan bahasa daerah (Peraturan PemerintahNomor 25 Tahun 2000). Kebijakan bahasasebagai peningkatan mutu penggunaanbahasa daerah dapat dilakukan dengan pelak-sanaan program, yaitu penelitian masalah,pengajaran bahasa daerah, dan jalan pemecah-annya, perumusan kurikulum, persiapan pro-gram khusus pengajaran bahasa daerah yangsecara langsung dapat menghasilkan ahlibahasa daerah, penentuan didaktik dan me-todik bahasa yang paling coock, dan pengem-bangan kepustakaan (Mahsun, 2003:41).

Berbagai kebijakan dan program yangditetapkan di atas, masih belum dapat dirasa-kan. Selain disebabkan oleh beratnya pem-binaan bahasa daerah, sikap penutur bahasadaerah kurang positif, semakin dominannyapemakaian bahasa nasional, juga bahasadaerah dianggap sebagai bahasa pengantardi sekolah dasar (Mahsun, 2003:42). Hal ituakan berdampak pada bahasa marbound danendangered (Kraus dalam Mahsun, 2003:42).Hal itu juga dialami pada masayarakat Beng-kulu. Hal itu terlihat dari sembilan kabupatendan satu kotamadya, hanya satu kabupatenyang memiliki perda tentang bahasa dan sastradaerah, yaitu Kabupaten Kejang Lebong.

Masyarakat Bengkulu yang wilayahnyasebagian besar berada pada daerah pesisirmemuliki keunikan dalam penggunaan bahas-anya. Keunikan dan keragaman tersebut dapatdilihat berdasarkan bahasa daerah yang ada.Berdasarkan geografis dan daerah adminis-

tratif bahwa bahasa daerah yang ada diProvinsi Bengkulu terdiri atas sembilanbahasa, yaitu bahasa Serawai, Besemah, danbahasa Mulak yang terdapat di Bengkulubagian selatan, bahasa Melayu Bengkulu diKota Bengkulu, bahasa Lembak di Bengkulubagian utara dan Kota Bengkulu, bahasaRejang di Rejang Lebong dan di Curup,bahasa Muko-Muko dan bahasa Pekal, sertabahasa Enggano terdapat di Bengkulu bagianUtara (Arono, 2004:4). Keanekaragamanmembuktikan bahwa wilayah Bengkulu me-miliki kekhasan dan pola hidup masyarakat-nya, seperti daerah Enggano, Lebong, danMulak Bintuhan. Ketiga daerah ini memilikikeunikan tersendiri dalam hal bahasa danbudayanya. Salah satu alasannya, jika kita kedaerah tersebut, kita akan kesulitan dalammemahami dan berkomunikasi kepadamasyarakatnya, begitu juga sebaliknya.

Beberapa bahasa daerah Bengkulu yangada di Provinsi Bengkulu dengan segala ke-khasannya sehingga dalam pemilihan bahasadaerah sebagai bahasa pengantar dalamproses pembelajaran ditentukan pada daerahsetempat yang menggunakan bahasa daerah-nya. Hal itu tidak seperti pada daerah-daerahatau pada satu provinsi bisa dikembangkanatau diterapkan dalam pembelajaran dengansatu bahasa daerah. Diterapkannya bahasadaerah sebagai bahasa pengantar di sekolahakan dimungkinkan bahasa daerah terhindardari kepunahan (Mu’adz dalam Mahsun,2003:45). Kondisi demikian disebabkanbeberapa faktor, yaitu keuntungan psikologisyang diperoleh jika pengajaran berlangsungdengan perantaraan bahasa ibu; tuntutan yangdisuarakan oleh berbagai kelompok etnis su-paya martabat bahasanya diakui dan pengaruhpolitis yang dimilikinya di dalam amsyarakat;biaya yang diperlukan jika jumlah bahasapengantar harus dilipatkandakan; ketersediaankaum guru yang mahir dalam bahasa daerahdan bahasa nasional sekaligus; ketiadaan bukupelajaran dalam bahasa daerah dan konse-kuensinya untuk menulis, menerjemahkan, dan

127Volume 1 Nomor 2 November 2016

menerbitkannya;sistem pengujian yang setara;objek studi tidak memiliki susastra yangmemadai (Bowers dalam Moeliono, 1985:60-61)

Beberapa argumen dan hasil penelitianterhadap bahasa daerah, yaitu penggunaanbahasa daerah dalam proses pembelajaran,siswa tidak menemui kendala atau kesulitandalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Itumemungkinkan bahwa bahasa daerah ter-sebut terhindar dari kepunahan. Namun,bahasa kedua sebagai bahasa pengantar, siswamengalami kesulitan dalam memahami pel-ajaran (Freeman dan Freeman; Cumminsdalam Mahsun, 2003:44). Simanjuntak menge-mukakan bahwa penggunaan bahasa daerahEnggano oleh masyakatnya sangat positifdalam penggunaanya. Hal itu dikarenakanmasih terbatasnya (Level 2 pada tingkat ILR/Interagency Language Roundatable, 2007) ke-mampuan berbahasa Indonesia dalam situasidan ranah tertentu (2014:33). Untuk menun-jang hal tersebut, penelitian mengenai pe-mahaman kebahasaan dalam pertimbangankebijakan bahasa terutama bahasa daerah. Halitu telah dilakukan penelitian oleh Rahayu(1995) dinyatakan bahwa ada tiga daerahpersebaran bahasa Rejang berdasarkan berkaspeta leksikal dan nonleksikal, yaitu daerahLebong, daerah Musi, dan daerah KebanAgung. Lebong terhadap Musi terjadi per-bedaan subdialek dan Musi terhadap KabanAgung terjadi perbedaan dialek.

Empat aksara ulu, Ka Ga Nga milik sukuasli Provinsi Bengkulu, Lembak, Rejang,Pasemah dan Serawai sudah bisa diaplikasikandalam font (huruf) di komputer, digitalisasi inijuga tengah dirancang untuk ditransliterasi keperangkat android di telepon seluler (Sarwono,dalam Aman Bengkulu, 2013). Begitu jugadengan dalam bentuk buku belajar bagi siswatingkat SMA. Di Kabupaten Bengkulu Utarasudah menerapkan buku ajarnya dalambentuk muatan lokal. Kalau di Curup, RejangLebong, sudah ada juga, tetapi belum sesiapyang di Bengkulu Utara, yang sudah menerap-

kan buku ajarnya dalam bentuk muatan lokal.Selain itu, berdasarkan wawancara denganSarwono (2015) menambahkan bahwa di-perlukannya bahasa daerah diterapkan dalampembelajaran muatan lokal dengan memper-hatikan banyaknya penuturnya, khasanahlengkap, jauh dari bahsa Indonesia, dan men-jadi langka atau mendekati kepunahan. Halitu lebih tepatnya ada pada bahasa daerahRejang.

Berdasarkan permasalahan di atas, pe-neliti memaparkan permasalahan pengajaranbahasa daerah dan pemecahannya denganmengambil beberapa kasus bahasa daerahyang sudah memiliki perda, yaitu PerdaRejang Lebong Nomor 2 Tahun 2009tentang Sistem Penyelenggraan Pendidikan diRejang Lebong dengan tidak mengabaikanpada kasus-kasus daerah yang lain, daerahyang ada di Provinsi Bengkulu. Denganharapan dapat memberikan masukan bagikemungkinan pelestarian bahasa daerah ter-utama dalam proses pembelajaran di ProvinsiBengkulu terhadap kebijakan bahasa daerah-nya dalam bentuk alternatif kerangka modelkebijakan bahasa dan perencanaan bahasadaerah.

METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini mengunakan penelitian

deskriptif kualitatif dengan metode analisisisi. Secara deskriptif penelitian ini dilakukansemata-mata berdasarkan pada fakta yang adaatau fenomena yang memang secara empirisdilakukan oleh masyarakat di KabupatenRejang Lebong, BengkuluUtara, dan kabupa-ten lain pada umumnya, sedangkan secarakualitatif bertujuan mengungkapkan isi danpesan-pesan atau maksud yang terkandungdalam aktivitas pembelajaran jika dihubung-kan dengan kebijakan bahasa yang telah di-tetapkan pemerintah(Mardalis, 1995:26 danMuhadjir, 1996:49). Metode analisis isi me-rupakan metode yang memberikan perhatianpada isi pesan, dilakukan dalam dokumen-dokumen yang padat isi, pemaknaan isi

128 Jurnal Membaca

komunikasi lisan, memaknakan isi interaksisimbolik yang terjadi dalam peristiwa komu-nikasi. Metode analisis isi terdiri atas duamacam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isilaten adalah isi yang terkandung dalam doku-men dan naskah, sedangkan isi komunikasiadalah pesan yang terkandung sebagai akibatkomunikasi yang terjadi. Dengan kalimat lain,isi komunikasi pada dasarnya juga meng-implikasikan isi laten, tetapi belum tentu se-baliknya. Objek formal metode analisis iniadalah isi komunikasi. Analisis terhadap isilaten akan menghasilkan arti, sedangkananalisis terhadap isi komunikasi akan meng-hasilkan makna (Ratna, 2010:48-49). Datadiperoleh menggunakan teknik observasi,dokumentasi, dan wawancara/pencatatan.

PEMBAHASANKebijakan bahasa merupakan suatu per-

timbangan konseptual dan politis yang di-maksudkan untuk dapat memberikan pe-rencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasarbagi pengolahan keseluruhan, masalahkebahasaan yang dihadapai oleh suatu bangsasecara nasional (Halim 1976; Chaer 1995). Ke-bijakaan bahasa (Chaer, 1995:232) merupakansatu pegangan yang bersifat nasional untukkemudian membuat perencanaan bagaimanacara membina dan mengembangkan satubahasa sebagai alat komunikasi verbal yangdapat digunakan secara tepat di seluruhnegara, dan dapat diterima oleh segenapwarga yang secara lingual, etnis, dan kulturberbeda. Hal itudapat diartikan bahwa ke-bijakan bahasa merupakan pertimbangankonseptual dan politis untuk membuat pe-rencanaan, pengarahan, dan ketentuan-keten-tuan yang dipakai dalam pengelolaan bahasa.

Kebijakan bahasa dapat dikelompokkandalam tiga pendekatan, yaitu mono-lingualisme, persamaan multilingualisme, dansistem bahasa regional. Beberapa negaramenerapkan pendekatan tersebut, diantaranyaPerancis mengikuti pendekatan pertama sejak

abad ketujuh belas, Belgia mengadopsi pen-dekatan kedua pada abad kedua puluh,sedangkan India menggunakan pendekatanketiga sejak kemerdekaan. Dalam ketiga pen-dekatan tersebut, hanya pendekatan pertamayang dinyatakan secara implisit, sedangkankedua pendekatan lainnya dirumuskan dalamperundang-undangan.

Upaya empiris dan eksplorasi deskriptifkasus kebijakan dan perencanaan bahasanasional.Ricento mencirikan pengembanganKPB dalam tigafase, makrososial politik,proses dan peristiwa; paradigma epistemo-logis; strategis ujung. Diamencirikan dua tahappertama menangani praktismasalah bahasanegara baru, padaawalnya dengan rasaoptimis dan netralitas ideologis, dan ke-mudian dengan kesadaranyang berkembangdaridampak negatif potensial dan keterbatas-an dari modernisasi serta model pengem-bangan upaya awal KPB (Hornberger dalamSicento, 2006:197-203).

Faktor demografi sangat penting dalammenentukan kebijakan bahasa. Kebijakanbahasa dapat berjalan lancar jika bahasa di-tentukan sebagai bahasa pertama ditentukansebagai perluasan mayoritas pembicara disuatu Negara atau bahasa pertama menjadibagian yang diabaikan oleh penduduk se-tempat. Penyamaan hukum antara dua ataulebih bahasa tampak seperti pada negaraKanada, dengan sejumlah bahasa terkecilsecara bersamaan dipakai oleh sebagian besarmayoritas penduduknya. Konteks bahasanasional-bahasa regional sangat sulit untukdidefinisikan. Salah satu konteks yang menon-jol di India dan bekas Uni Soviet, berakibatsecara signifikan bagi negara-negara yangmenggunakan bahasa percakapan dalamsejumlah penduduk. Spanyol menerapkankebijakan ini dengan melibatkan bahasa ketiga.

Faktor di atas memerlukan penjelasansecara mendalam. Berdasarkan pandanganpertama, India dan Nigeria tampak serupa.Keduanya merupakan negara bekas pen-jajahan Inggris dengan berbagai pembagian

129Volume 1 Nomor 2 November 2016

penduduk berdasarkan bahasa. India me-nerapkan kebijakan bahasa nasional-bahasaregional, sedangkan Nigeria memberlakukansecara resmi monolingualisme dalam bahasaasli, seperti bahasa Inggris. Tidak satu punNegara yang mempertimbangan secara seriustentang kebijakan bahasa lain. Faktor per-bedaan tampak dalam martabat bahasa asli,yang dipengaruhi oleh keyakinan parapengguna bahasa yang menganggapnya se-bagai penghargaan terhadap bahasa nasional.Martabat kebahasaan ini mengandung tradisikesusasteraan tertulis. Di India, keenam bahasasecara menyeluruh berfungsi sebagai bahasakenegaraan (state languages) yang mengandungtradisi tertulis selama berabad-abad, contoh-nya, ketiadaan bahasa asli di Nigeria.

Secara ringkas, kebijakan bahasa nasionaldapat didasarkan atas penghargaan varietastunggal sebagai bahasa nasional tunggal, danatau penghargaan terhadap dua atau lebihvarietas tunggal sepanjang bangsa tersebutberada pada kedudukan resmi yang samadengan varietas lain dalam sebagian bangsakhusus. Salah satu kebijakan ini menyertaitoleransi terbesar atau terkecil terhaadapbahasa lain dalam ruang lingkup hukum danpendidikan. Keberhasilan kebijakan bahasaakan mempertimbangkan fakta demografidari distribusi bahasa dalam kebangsaan danpenghargaan yang dihasilkan oleh setiappersaingan varietas bahasa.

Tujuan kebijakan bahasa (Chaer, 1995:238) agar berlangsungnya komunikasi ke-negaraan dan komunikasi intrabangsa denganbaik, tanpa menimbulkan gejolak sosial danemosional yang dapat mengganggu bangsa.Lanjut Chaer (1995:239), kebijakan untukmengangkat satu bahasa tertentu sebagaibahasa nasional dan sekaligus sebagai bahasanegara; atau mengangkat satu bahasa nasionaldan mengangkat satu bahasa lain sebagaibahasa negara boleh saja dilakukan asal sajatidak membuat bahasa-bahasa yang lain yangada di dalam negeri itu menjadi tersisih, ataumembuat para penuturnya menjadi resah,

yang pada gilirannya dapat menimbulkangejolak politik dan gejolak sosial. Dalam halini, Indonesia tampaknya telah dapat dengantepat menyelesaikan masalah kebahasaan inidengan menetapkan fungsi dan status bahasa

pada tempatnya masing-masing.

a. UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bahasadan UUD 1945Undang-Undang diharapkan mampu

mengatasi berbagai masalah yang terkaitdengan praktik penetapan dan tata cara peng-gunaan bahasa, serta mengatur tentang ber-bagai hal yang terkait dengan penetapan dantata cara penggunaan bahasa, termasuk didalamnya diatur tentang ketentuan pidana bagisiapa saja yang secara sengaja melakukan pe-langgaran terhadap ketentuan yang terdapatdi dalam Undang-Undang ini. Namun, be-berapa hal yang patut dicermati dalam UUini tindak pidananya, yaitu tidak ada larangandan tidak ada ancaman pidana. Tindak pidanatersebut sebaiknya diberikan kepada institusiatau lembaga resmi, seperti perusahaan atauinstitusi pemerintah dan tidak tertutup ke-mungkinan bagi petinggi pemerintahan atauakdemisi dalam melanggar ketentuanpenggunaan bahasa Indonesia. Selain itu,setiap lembaga harus berkoordinasi dalammenentukan ketetentuan hukum pelanggaranpenggunaan bahasa Indonesia kepada PusatBahasa baik di tingkat maupun tingkat daerah.Hal tersebut dapat dicermati dalam UU No24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, danLambang Negara serta Lagu Kebangsaan inidisahkan pada 9 Juli 2009. UU 24/2009 inisecara umum memiliki 9 Bab dan 74 pasalyang pada pokoknya mengatur tentangpraktik penetapan dan tata cara penggunaanbendera, bahasa dan lambang negara, sertalagu kebangsaan berikut ketentuan – ketentuanpidananya. Setidaknya ada tiga hal tujuan daridibentuknya UU No 24 Tahun 2009 iniadalah untuk (a) memperkuat persatuan dankesatuan bangsa dan Negara Kesatuan

130 Jurnal Membaca

Republik Indonesia; (b) menjaga kehormatanyang menunjukkan kedaulatan bangsa danNegara Kesatuan Republik Indonesia; dan (c)menciptakan ketertiban, kepastian, dan stan-darisasi penggunaan bendera, bahasa, danlambang negara, serta lagu kebangsaan.

UUD 1945 sudah mengatur berbagai halyang menyangkut tentang bendera, bahasa,dan lambang negara, serta lagu kebangsaan,yaitu dalam Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A,Pasal 36B dan untuk implementasinya kedalam UU diperintahkan melalui Pasal 36 C.Namun demikian Bendera, bahasa, danlambang negara serta lagu kebangsaan hinggakini belum diatur secara lengkap dalamsebuah UU. Selama ini pengaturan tentangbendera, bahasa, lambang negara, serta lagukebangsaan diatur dalam beragam peraturanperundang-undangan antara lain (1) KitabUndang-Undang Hukum Pidana (KUHP)yang hanya mengatur tentang kejahatan(tindak pidana) yang menggunakan BenderaSang Merah Putih; penodaan terhadapbendera negara sahabat; penodaan terhadapBendera Sang Merah Putih dan LambangNegara Garuda Pancasila; serta pemakaianBendera Sang Merah Putih oleh mereka yangtidak memiliki hak menggunakannya. Untukbendera, lambang, Negara, dan lagukebangsaan sudah ada ketentuan hukumtindak pidana yang berlaku bagi setiappelanggaran, tetapi dalam hal ini bahasa masihbelum tampak peraturan dan ketentuantindak pidana yang berlaku.

b. Perda Kabupaten Rejang LebongNomor 2 Tahun 2009Pentingnya bahasa ibu sudah diamanat-

kan pada UU no 20 Tahun 2003 tentangsistem pendidikan nasional pasal 37 ayat 1yang mengatakan kurikulum pendidikan dasardan menengah wajib memuat muatan lokal,di antaranya bahasa daerah. Berdasarkanperda tersebut, kita patut memberikanapresiasi terhadap wujud nyata pemerintahdalam bahasa sebagai salah satu media dalam

pelestarian budaya, tetapi tidak cukup sampaidi sana perlu adanya kebijakan teknis dalampelestarian dan pembelajarannya baik dibidang formal maupun nonformal, sepertidalam penerapan pembelajaran di sekolahserta perlakuannnya di pemerintahan.

Setiap daerah memiliki kewenangansendiri dalam memelihara dan mengembang-kan bahasa daerah sebagai bagian dari unsurkebudayaan Indonesia yang memiliki bahasa-nya sendiri (UU nomor 22 Tahun 1999 danPasal 36 UUD 1945). Keadaan ini akan me-munculkan kondisi saling menyaingi antar-daerah dalam mengembangkan potensi yangada di wilayah masing-masing (dalam Mahsun,2014). Namun, berbeda dengan kondisi yangada di Provinsi Bengkulu dari sembilan kabu-paten dan satu kota, hanya satu kabupatenyang menerapkan bahasa daerah dalam pem-belajaran di kelas seabagai muatan lokal, yaituKabupaten Rejang Lebong.

Perda Rejang Lebong Nomor 2 Tahun2009 tentang Sistem Penyelenggraan Pen-didikan di Rejang Lebong dinyatakan bahwabahasa daerah dapat digunakan sebagai ba-hasa pengantar dalam tahap awal pendidikanjika diperlukan dalam penyampaian penge-tahuan (Bab X Pasal 44 Ayat 2). Bahasa daerahyang digunakan adalah bahasa Rejang danbahasa Lembak yang ada di Rejang Lebong.Dalam perkembangannya, kebijakan bahasadaerah ini tidak terlepas dari kebijakan pen-didikan. Adapun kebijakan pendidikan dalammendukung bahasa daerah dalam lingkuppendidikan, yaitu kurikulum, buku murahbahkan gratis, bantuan operasional sekolah,evaluasi, jejaring, kelas baru, dan sarana.Adanya kebijakan pendidikan ini akan sangatberpengaruh terhadap perkembangan kualitasbahasa daerah dalam pembelajaran. Selain itu,kebijakan pemerintahan daerah dalam hal inipendidikan setempat jauh lebih penting dalammenjalankan keberlangsungan bahasa daerahdalam lingkup pendidikan.

Pemerintah Daerah Rejang Lebongmelalui Dinas Pendidikan Rejang Lebong

131Volume 1 Nomor 2 November 2016

merupakan salah satu pemerintah daerah yangikut melaksanakan dan menerapkan pelak-sanaan pmbelajaran muatan lokal dalambentuk pembelajaran muatan lokal bahasadaerah Rejang yang dikenal dengan kurikulumbahasa Rejang Kaganga. Penerapan pelak-sanaan pembelajaran muatan lokal ini sangatmengutamakan keunggulan dan potensi yangdapat dikembangkan dan menjadi ciri khasdari suatu daerah. Kurikulum yang dikem-bangkan yaan setempat dengan lambang danhuruf bahasa Rejang. Dukungan pemerintahdalam bentuk pengadaan sumber balajardalam bentuk buku pelajaran, pengembangankurikulum, dan peningkatan kualitas pembel-ajaran dari segi kesiapan guru dalam mengajar.

Beberapa kendala dalam pembelajaranmoatan lokal ini, yaitu belum adanya gurumuatan lokal Kaganga dan Bahasa Rejangyang mempunyai spesifikasi khusus berlatarbelakang pendidikan bahasa Rejang. Upayayang dilakukan pemerintahan daerah, yaitudengan menggunakan guru yang ada terutamaguru kelas yang telah lama atau menetap didaerah setempat. Selain itu, belum adanya lem-baga pendidikan yang menyelenggarakanpendidikan muatan lokal Kaganga baik padaperguruan tinggi negeri maupun swasta. Halitu hanya sekadar diberikan pada beberapamatakuliah pada Prodi Pendidikan Bahasadan Sastra Indonesia FKIP Universitas Beng-kulu. Padahal, beberapa guru kelas bisa dilatihdalam penerapan pembelajarannya mulai daripersiapan pembelajarannya, pelaksanaan,sampai pada evaluasi juga pada pengembang-an perangkat pembelajaran. Untuk hal inibelum dilakukan oleh pihak pemerintah se-tempat. Sarana dan prasarana juga kurang men-dukung karena pelaksanaan pembelajaran di-serahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah.Pihak pemerintah dalam hal ini dinas pendidik-an hanya mengadakan bahan ajar atau buku.

c. Analisis terhadap Pengajaran Bahasa DaerahPermasalahan pengajaran bahasa Indo-

nesia tidak terlepas dari permasalahan pen-

didikan di Indonesia yang sangat kompleks.Menurut Tilaar (2009) masalah pokok pen-didikan di Indonesia dapat dikelompokkanberdasarkan masa kepemerintahan suatubangsa, yaitu masa orde lama dan orde baru,a. Orde Lama: 1) Pendidikan sebagai indo-krinasi. Politik dijadikan sebagai panglima.Segala kegiatan diarahkan kepada berbagaiusaha untuk mencapai tujuan politik. Praksispendidikan diarahkan kepada proses indo-ktrinasi dan menolak segala unsur budayayang datangnya dari luar. Pendidikan diIndonesia mulai diarahkan bukan kepadapeningkatan kualitas tetapi dijadikan sebagaialat kekuasaan dalam mencapai tujuan politik.b. Orde Baru. 1) Pendidikan sebagai alat penye-ragaman. 2) Ekonomi sebagai panglima. 3)Pendidikan mengingkari kebhennikaan.

Pelaksanaan pembelajaran muatan lokaldi Kabupaten Rejang Lebong terintegrasidengan KTSP yang disusun setiap tahun se-bagai pedoman pelaksanaan kegiatan pem-belajaran di sekolah. Hal ini disusun oleh timpengembangan kurikulum yang beranggota-kan guru-guru, penyusunan rencana pembel-ajaran mengacu pada komponen yang adadalam merancang pembelajaran berdasarkanKTSP. Hal ini diberikan pada jenjang kelasIV, Kelas V, dan Kelas VI dengan bebanbelajar perminggu sebanyak dua jam pelajar-an dengan materi kompetensi membaca,menulis, mendengarkan, dan berbicara. Pe-nyajian pembelajaran dilakukan dengan dia-log singkat, pelatihan lisan dialog yang disaji-kan, tanya jawab, pengkajian, penarikan ke-simpulan, aktivitas interpretatif, aktivitasproduksi lisan, pemberian tugas, dan evaluasi.Pelaksanaan pembelajaran muatan lokal diKabupaten Bengkulu Utara sudah diterapkanpada semua jenjang pendidikan baik SD,SLTP, maupun di SLTA, namun masih padabeberapa sekoah yang ditentukan saja.

Kompetensi membaca dimaksudkanagar siswa dapat memahami bacaan bahasaRejang dan menggunakan tulisan kagangayang menjadi alat komunikasi masyarakat

132 Jurnal Membaca

Rejang. Dengan memahami bahasa Rejangsebagai bahasa daerah setempat, siswa akanmenghormati budaya setempat dengan ber-tindak sesuai kearifan lokal yang dimiliki. Halitu bisa juga dilakukan dengan memasukkanunsur sastra dalam keterampilan membaca.Sayuti (2003:514) mengemukakan bahwasastra memiliki nilai-nilai kemanusiaan baikcara berpikir, perilaku religius, adat istiadat,sejarah, maupun nilai kultural lainnya.

Menulis kaganga mempunyai keteram-pilan sendiri karena bentuk dan penggunaantulisan kaganga sangat berbeda dengankaidah penulisan huruf latin pada mata pel-ajaran Bahasa Indonesia. Penggunaan simbol-simbol pada tulisan kaganga mempunyai tatacara tersendiri dalam penerapannya. Simbol-simbol tulisan yang mempunyai kaidah pem-bentuk kata dan kalimat juga sangat berbedadengan penggunaan bahasa Indonesia.Namun, pelaksanaan menulis pada masya-rakat di Bengkulu Utara masih “kering”.Lebih banyak pada menulis huruf kagangasehingga siswa kurang menarik dalam meng-ikuti pembelajaran.

Menyimak pada pembelajaran muatanlokal kaganga dimaksudkan untuk menyimakmateri dalam bahasa Rejang dengan menge-depankan muatan pada keunggulan daerah,seperti sejarah tanah Rejang dan peristiwasejarah pada daerah ini. Siswa juga dituntutuntuk menyimak bunyi bahasa yang diucap-kan dengan dialek daerah. Terdapat kelom-pok-kelompok kosakata yang mempunyaibunyi bahasa yang sama, tetapi artinya ber-beda, demikian juga terdapat bunyi yang tidaksama tetapi memiliki arti yang sama.

Pelaksanaan pembelajaran muatan lokaldidasarkan pada kebutuhan daerah, kagangasebagai salah suatu materi pembelajaran kuri-kulum muatan lokal memiliki andil yangcukup baik untuk mengisi kebutuhan tersebut.Materi yang cukup bervariasi pada penerapanbahasa Rejang menrupakan hal yang perlumenjadi pertimbangan dalam penyusunanrencana pelaksanaan pembelajaran ini. Pene-

rapan dan pemilihan materi seyogyanya di-kembangkan mencakup materi yang dapatmewakili masyarakat Rejang secara keseluruh-an. Semakin berkembang materi yang diguna-kan dalam penyusunan kurikulum, semakinbaik dan mewakili kondisi siswa dan masyara-kat sehingga kelestarian budaya akan dapatterpelihara. Penerapan salah satu budaya yangkurang berimbang akan terjadi perkembang-an budaya yang satu dan menghambat per-kembangan budaya yang lain.

Hal tersebut sesuai dengan penelitianyang dilakukan Suwardi (2006) bahwa kom-petensi guru bahasa Jawa yang pelu dikuasai,yaitu kompetensi mental (tatakrama, sikapotonom dan kreatif), kompetensi profesional(strategi belajar, perkembangan jiwa siswa,sikap berbudi), dan kompetensi bustansial(membaca-menulis, menembang, pidato,membaca serta mencipta karya sastra). Selainitu, hal yeng perlu dilakukan dalam perencana-an kompetensi guru, yaitu kompetensi sosial,pedagogik, dan kepribadian. Selain itu, ke-bijakan berkaitan dengan buku teks, yaitubuku teks perlu disusun oleh beberapa timahli, dikaji oleh tim ahli, merangsang siswabelajar mandiri, tidak berbau komersial, men-ciptakan suasana riang, suka, dan ceria.

d. Analisis terhadap Politik BahasaPolitik Bahasa Nasional (PBN) tidak

terlepas dengan Kebijakan Bahasa Nasional(KBN). PBN merupakan hasil seminar tahun1975, sedangkan KBN merupakan hasil semi-nar tahun 1999. Masalah PBN masih terpakupada masalah bahasa, yaitu bahasa Indonesia,bahasa daerah, dan bahasa asing, sedangkanKBN lebih luas lagi dengan menambahkanaspek lain, yaitu sastra Indonesia, sastradaerah, dan sastra asing. Mengenai penamaanPBN menempatan bahasa Melayu sebagaibagian dari bahasa daerah, sedangkan KBNsecara tegas mengisyaratkan bahawa bahasarumpun Melayu dipandang sebagai bahasatersendiri. Untuk butir-butir persoalan peng-ajaran, PBN lebih luas cakupannya dibanding-

133Volume 1 Nomor 2 November 2016

kan dengan KBN, tidak hanya meliputikurikulum, bahan ajar, tenaga kependidikan,kebahasaan, dan sarana, tetapi juga menyang-kut penelitian pengajaran, penentuan didaktikdan metodik yang sesuai, serta pengembangankepustakaan. Itu artinya KBN merupakanpenyempurnaan dari PBN yang pada prinsip-nya saling mendukung dan melengkapi dalamperan dan kedudukan bahasa apakah suataubahasa sebagai PBN atau sebagai KBN.

Politik bahasa nasional dalam konteksbahasa daerah terutama dalam pembelajaranbahasa daerah, dalam hal ini bahasa Rejang.Pelaksanaan pembelajarannya dalam peren-canaannya masih kurang atau belum sesuaidengan kirikulum atau perencanaan yang di-harapkan. Begitu juga dengan pengembang-annya, guru kurang inovatif dan kreatif dalammengembangkan bahan ajar yang telah ter-sedia. Begitu juga dengan guru mata pel-ajarannya masih diampu oleh guru kelasdengan menggunakan bahan ajar Baso JangTe mencakup materi bahasa Rejang dan tulis-an kaganga. Selain itu, bahan ajar yang disajikanseolah masih “kering”. Artinya lebih padapembelajaran menulis huruf kaganga se-hingga siswa mengalami kesulitan dan bosandalam belajar. Hal itu perlu dilakukan perbaik-an dan peningkatan pada setiap daerah agarmampu menerapkan bahasa daerah sesuaidengan daerahnya masing-masing. Berikut inidapat dilihat model dan rancangan kebijakanbahasa sebagai alternatif dalam pengembang-an dan pembinaan bahasa daerah yang adadi Provinsi Bengkulu.

Tabel 1. Kebijakan Bahasa danPerencanaannya: Kerangka Integratif

(Hornberger in Sicento, 2006:24-41)

Kebijakan bahasa dan perencanaanbahasa daerah di Provinsi Bengkulu dapatdilakukan dengan dua tipe, yaitu perencanaanstatus dan implementasi yang mengacu padabentuk (kebijakan) dan fungsi bahasa masya-rakat Bengkulu (pelestarian bahasa). Peren-canaan status merupakan usaha menentukanatau memilih suatu dealek atau bahasa yangada untuk dijadikan bahasa yang bersatustertentu, misalnya bahasa yang ada di Kabupa-ten Kaur dengan menggunakan dua bahasadaerah dalam satu kabupaten, yaitu bahasaBesemah dan bahasa Mulak sehingga dalampelaksanaan pembelajarannya perlu menjadiperhatian khusus pada daerah tertentu. Modeldi atas tersebut tepat digunakan bagi masya-rakat Bengkulu yang masih memerlukanpenataan dan peencanaan yang matang karenaterbatasnya kebijakan yang ditetapkan daerahbaik di tingkat provinsi, kota, maupun kabu-paten. Perencanaan bahasa merupakan usahayang terkait dengan pembentukan istilah,pembakuan ejaan, pembakuan tata bahasa,dan bagaimana penerapannya dalam praktikbahasa.

Menurut Moeliono (1985:5-11) peren-canaan bahasa harus dilihat dari dua sudutpandang, yakni perencanaan fungsional danperencanaan proses. Dari sisi perencanaan

Tipe Pendekatan perencanaan

kebijakan (pada bentuk)

Pendekatan perencanaan

budidaya (pada fungsi)

Perencanaan Status (sekitar

penggunaan bahasa)

Kelompok Pendidikan/Sekolah Sastra Keagamaan Media massa Keja

Pemerolehan kembali Pemerolehan Perubahan Bahasa asing/keduaBahasa/literasi

Pilihan Peran bahasa formal di masyarakat Tujuan esktralinguistik

Implementasi Peran fungsional bahasa di masyarakat Tujuan ekstralinguistik

Implementasi Peran

fungsional bahasa dalam

masyarakat Tujuan

ekstralinguistik

Standardisasi korpus Standardisasi kode/pembakuan tambahan Pengabjadan

Modernisasi (fungsi baru) Leksikal Stilistika Renovasi (bentuk baru, fungsi tua) Pumurnian Pembahruan Penyederhanaan gaya Terminologi unifikasi

Kodifikasi Bentuk bahasa Tujuan lingustik

Elaborasi Fungsi bahasa Tujuan semilinguistik

134 Jurnal Membaca

fungsional, perencanaan itu tidak semata-matameramalkan masa depan berdasarkan apayang diketahui pada masa lampau, tetapi me-rupakan usaha yang terarah untuk memenga-ruhi masa depan itu. Contohnya pembuatantata ejaan yang normatif, penyusunan tatabahasa dan kamus, yang akan menjadi pe-doman bagi penulis dan penutur di dalammasyarakat yang tidak homogen. Dalamkonteks perencanaan fungsional ini, banyakpakar bahasa yang mengemukakan gagasan-nya. Garvin (dalam Moeliono, 1985:9), misal-nya, dalam ulasannya terhadap konsep pe-rencanaan bahasa mengajukan pendapatbahwa di dalam perencanaan harus dibeda-kan dua hal: (1) pemilihan bahasa untukmaksud dan tujuan yang direncanakan; misal-nya sebagai bahasa kebangsaan, atau bahasaresmi, dan yang melibatkan banyak faktor diluar bahasa; dan (2) pengembangan bahasayang terutama bertujuan meningkatkan tarafkeberaksaraan dan usaha membakukanbahasa.

Dalam kaitan perencanaan sebagai proses,Moeliono, antara lain, mengemukakan pen-dapat Haugen (1966a dalam Moeliono,1985:9) yang menganjurkan agar perencanaanbahasa dimulai dengan pengetahuan situasi ke-bahasaan. Setelah itu, disusun program kegiatanyang meliputi sasaran, penetapan garis haluanatau kebijakan untuk mencapai sasaran itu dansejumlah prosedur untuk melaksanakan prog-ram itu. Pada akhirnya dilakukan penilaianterhadap garis haluan dan kegiatan pelaksana-annya. Prosedur tersebut dapat dipecahkanmenjadi empat jenis, yaitu perumusan garishaluan, kodifikasi, elaborasi/pemekaran, danimplementasi atau pelaksanaan.

SIMPULAN DAN REKOMENDASIUndang-Undang diharapkan mampu

mengatasi berbagai masalah yang terkaitdengan praktik penetapan dan tata cara peng-gunaan bahasa. Kenyataannya dari sembilankabupaten dan satu kota madya, hanya satuKabupaten Rejang Lebong yang memunyai

perda daerah dalam hal budaya, bahasa, peng-ajaran bahasa, dan politik bahasa. Pendidikansebagai penyelenggara kebijakan, yaitu per-guruan tingi masih menyikapi pada salah satupenyiapan tenaga pendidik yang masih fokuske satu bahasa tanpa memandang aspekbahasa lainnya sehingga berpengaruh padapenyiapan tenaga pendidik, pihak sekolahmasih sangat terbatas menerapkan pembel-ajaran bahasa daerah yang masih pada muatanlokal pilihan, dan masyarakat masih terbataspada penggunaan tradisi bahasa dan budayatanpa berorientasi pada keberlangsungan danpelestarian bahasa dan budaya yang di-kembangkan. Selain itu, pihak pemerintahkurang tanggap dan peka terhadap fenomenabahasa dan budaya masyarakat minoritas,serta kondisi geografisnya. Untuk butir-butirpersoalan pengajaran, politik bahasa nasionallebih luas cakupannya dibandingkan dengankebijakan bahasa nasional, tidak hanya me-liputi kurikulum, bahan ajar, tenaga kepen-didikan, kebahasaan, dan sarana, tetapi jugamenyangkut penelitian pengajaran, penentuandidaktik dan metodik yang sesuai, sertapengembangan kepustakaan. Beberapa upayayang dapat dilakukan perencanan bahasadalam pendidikan berdasarkan kebijakanbahasa yang telah ada dalam perda, yaitu (1)Bahasa dan pendidikan bekerjasama dalammembentuk, memelihara, serta mengangkatmartabat manusia. (2) Hubungan dan per-talian yang erat antara pengembangan bahasadan pengembangan pendidikan berlangsungdalam keluarga, lembaga-lembaga pendidik-an formal, dan masyarakat. (3) Perlu adanyapenekanan dan peninjauan lagi dalam halpenggunaan bahasa baik isi dan metodepengajaran yang terdapat dalam kurikulum(4) Dalam kehidupan sehari-hari di masyara-kat tampak perlu adanya kesamaan seleradalam penggunaan bahasa atau istilah.

Adapun beberapa rekomendasi yangdapat dilakukan, yaitu (1) Pemerintah perlumengintensifkan dan menyosialisasikan me-lalui pelatihan-pelatihan ke arah pembelajaran

135Volume 1 Nomor 2 November 2016

sederhana, bermanfaat, menyenagkan, danmenanamkan budi pekerti luhur. (2) Diperlu-kan payung berupa SK gubernur/walikota/bupati dan Perda pembelajaran bahasa daerahBengkulu dari masing-masing daerah. (3)Pemerintah dan masyarakat perlu menyiapkankompetensi guru bahasa daerah Bengkuluyang memadai dengan cara melakukan ujikompetensi baik tingkat awal pengangkatanguru maupun setelah menjadi guru. (4) Perlusegera melakukan pelatihan-pelatihan intensifdi tiap-tiap dinas pendidikan berkaitandengan inovasi pembelajaran. (5) Perlu segeradisusun kurikulum dan buku teks yang me-madai dengan mempertimbangkan aspekidealisme, khususnya Bengkulu bagian Selatan(Manna, Kaur, Seluma), Kota Bengkulu, danMuko-muko.

DAFTAR PUSTAKAArono. 2004. “Bahasa Besemah di Kabupaten

Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kaur:Sebuah Kajian Giografi Dialek”. Padang:Tesis Program Pascasarjana UniversitasNegeri Padang.

Alwasiah, Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa.Bandung: Angkasa.

Alwi, Hasan & Dendi Sugono (Ed.) 2003.Politik Bahasa; Risalah Seminar PolitikBahasa. Jakarta: Progres.

Aman Bengkulu. 2013. “Kaganga Digitalisasi4 Aksara Ulu Bengkulu Rampung”.http://amanbengkulu.or.id/kaganga-digitalisasi-4-aksara-ulu-bengkulu-rampung/. Bengkulu, 28 Juli 2015.

Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik: PerkenalanAwal. Jakarta: Rineka Cipta.

Cooper, Robert L. 1989. Language Planningand Social Change. Cambridge: CambridgeUniversity Press.

Fasold, Ralph. 1984. The Sociolinguistics of So-ciety. USA: Basil Blackwell.

Ferguson, Gibson. 2006. Language Planning andEducation. Edinburgh: Edinburgh Uni-versity Press.

Frier, Paulo. 2004. Politik Pendidikan: Kebudaya-

an, Kekuasaan, dan Pembebasan. PenerjemahAgung Prihantoro dan Fuad ArifFudiyartanto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Halim, Amran ( Ed. ) 1976. Politik BahasaNasional. Jakarta: Pusat Pembinaan danPengembangan Bahasa

Hornberger, Nancy H. 2006. “Frameworksand Models in Language Policy and Plan-ning” in In Introduction to Language Policy:Theory and Method. Editor ThomasRicento. USA: Blackwell Publihing.

Jernudd, Bjorn H. & das Gupta, Jyotirindra.Towards A Theory of Language Planning.Dalam Joan Rubin & Bjorn H.Jernudd(Ed.) 1975, Can Language Be Planned(195-215). Honolulu: The University Press ofHawaii.

Liddicoat, Anthony J. (Ed.) 2007. LanguagePlanning and Policy: Issues in Holmes, Janet.1992. An Introduction to Sociolinguistics. NewYork: Longman Language Planning and Lit-eracy. Clevedon: Multilingual Matters.

Liddicoat, Anthony J and Richard B. BaldaufJr. 2008. Language Planning and Policy:Languange Planning and Local Contexts.Canada: British Library Caraloguing inPublication Data.

Mahsun. 2003. “Bahasa Daerah sebagaiSarana Peningkatan Pemahaman KondisiKebhinekaan dalam KetunggalikaanMasyarakat Indonesia: Ke Arah Pemikir-an dalam Mereposisi Fungsi BahasaDaerah” dalam Politik Bahasa; RisalahSeminar Politik Bahasa. Editor Alwi, Hasan& Dendi Sugono. Jakarta: Progres.

Mahsun. 2014. “Fungsi Bahasa Daerah dalamEra Globalisasi dan Otonomi Daerah”.http://prof-mahsun.com/fungsibahasadaerahdalameraglobalisasi danotonomidaerah. Bengkulu, 20 Juli 2014.

Mardalis. 1995. Metode Penelitian Suatu Pen-dekatan Proposal. Jakarta: Sinar GrafikaOffset.

Moeliono M. Anton. 1985. Pengembangan danPembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif didalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Penerbit

136 Jurnal Membaca

Pahala Djambatan.Muhadjir, Neong. 1996. Metode Penelitian

Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.Muslich, Masnur. 2010. Dasar-dasar Perencanaan

Bahasa pada Era Globalisasi. Jakarta: BumiAksara.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1995. Pedoman Pengindonesiaan Nama danKata Asing. Jakarta: Pusat Pembinaan danPengembangan Bahasa

Ramlan M, I Dewa Putu Wijana, Johanes TriMastoyo, Sunarso. 1992. Bahasa Indonesiayang Salah dan yang Benar. Yogyakarta:Andi Offset.

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode,dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar:Pustaka Pelajar.

Robin Joan dan Bjorn H Jermud. 1971. Canlanguage be Planed? Honolulu : The Uni-versity Press of Hawaii.

Santoso, Anang. 2003. Bahasa Politik Pasca OrdeBaru. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Sayuti, Sominto A. 2003. “Pengajaran Sastrasebagai Media Transformasi EdukatifKultural, dan Keluhuran Budi Manusia”.Dalam Sujarwanto dan Jabrohim (Ed)Bahasa dan Sastra Indonesia MenujuAbad XXI. Yogyakarta: Gama Media.

Simajuntak, Rindu Parulian. 2014. “Measur-

ing Proficiency in Satndard Indonesianfor Enggano Speakers” dalam JurnalMasyarakat Linguistik Indonesia Volumeke-32, Nomor 1. Februari 2014

Sugono, Dendi. 2010. Pemertahanan BahasaNusantara dalam Perspektif Lokal, Nasionaldan Global. Makalah. KementerianPendidikan Nasional: Jakarta.

Sugono, Dendi. 2011. “Perencanaan Bahasadi Indonesia dalam Era Globalisasi”.Badan Bahasa Kementerian PendidikanNasional Republik Indonesia (BahanKuliah Matakuliah Perencanaan BahasaS-3 Prodi Pendidikan Bahasa IndonesiaSPS UPI, 27 Mei 2011).

Sugono, Dendi. 2010. Perencanaan Bahasa dalamEra Globalisasi. Makalah DepartemenPendidikan Nasional: Jakarta

Sugono, Dendi. 2010. Pengutamaan Bahasa In-donesia Membangun Karakt er Bangsa.Makalah. Departemen PendidikanNasional: Jakarta

Suwardi. 2006. Kebijakan, Idealisme, danInovasi: Pembelajaran bahasa Jawa dalamKonteks Kebenekatunggalekaan. DalamKebijakan Bahasa Jawa IV di Semarang,10 – 14 September 2006.

Tilaar, H. A. R. 2009. Paradigma BaruPendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.