Untitled - Jurnal UNISFAT
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Untitled - Jurnal UNISFAT
ii
SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER
SEMINAR BISNIS MAGISTER MANAJEMEN
(SAMBIS)
2019
TEMA
“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
PELAKSANAAN
Hari, Tanggal : Sabtu, 22 Juni 2019
Tempat : Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana lt 5 UMS
Pembicara Utama : Prof. Mudrajat Kuncoro (UGM)
Pimpinan Bank Indonesia
Alamat Sekretariat
Program Magister Manajemen, Sekolah Pascasarjana
Kampus II UMS
Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura Surakarta 57102
Telp: 0271-717417 ext453
Email : [email protected]
Website : sambis.mm.ums.ac.id
iii
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuhu
Salam Sejahtera bagi kita semua
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia-Nya
Prosiding Seminar Bisnis Magister Management dengan tema “Membangun Ekonomi
Kreatif yang Berdaya Saing” dapat diterbitkan. SAMBIS 2019 ini telah terselenggara
Program Studi Magister Manajemen UMS Manajemen Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Tema tersebut dipilih dengan alasan untuk memberikan perhatian dunia
akademik tentang apa saja tantangan dan bagaimana strategi pengembangan bisnis
dalam peningkatan ekonomi kreatif
Para akademisi nasional telah banyak menghasilkan penelitian di bidang
ekonomi akuntansi, manajemen serta pengabdian masyarakat, namun masih banyak
yang belum didesiminasikan dan dipublikasikan secara luas, sehingga tidak dapat
diakses oleh masyarakat yang membutuhkan. Atas dasar tersebut, Seminar Nasional ini
menjadi salah satu ajang bagi para Akademisi nasional untuk mempresentasikan
penelitiannya, sekaligus bertukar informasi dan memperdalam masalah penelitian, serta
mengembangkan kerjasama yang berkelanjutan
Pelaksanaan Seminar & Call For Papers tanggal 22 Juni 2019, sebagai wujud
pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dalam bentuk publikasi ilmiah. Terkait
dengan hal ini, Uni. Muhammadiyah Surakarta, Univ. Muhammadiyah Sumtra, Univ.
Pelita Harapan, UMKT, UNS, univ. Muhammadiyah Makassar, IAIN Surakarta, Univ,
Sultan Fatah Demak, klinik Kasih Ibu dan Univ. Mercu Buana, bersinergi
melaksanakan event ini sebagai wahana berbagi gagasan mengenai strategi
pengembangan bisnis dalam peningkatan ekonomi kreatif dan membangun jejaring
kerjasama antara Akademisi, Peneliti dan Praktisi dalam upaya bersama
mengembangkan ekonomi kreatif 4.0 untuk menciptakan praktik sustainable business.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu terselenggaranya Seminar Nasional & Call For Papers SAMBIS
2019 ini. Semoga Prosiding ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Wassalaamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuhu
Surakarta, 29 Mei 2019
Hormat Saya,
Ketua Panitia
Ihwan Susila, Ph.D
iv
SEMINAR BISNIS MAGISTER MANAJEMEN
(SAMBIS)
2019
Reviewer
1. M.Farid Wajdi, Ph.D
2. Dr. Anton Agus Setyawan
3. Ihwan Susila, Ph.D
4. Dr. Syamsudin, MM.
5. Imronudin, Ph.D
6. Wiyadi, Ph.D
7. Soepatini, Ph.D
8. Dr. Edy Purwo Saputro
9. Dr. Muzakar Isa, SE., Msi.
10. Kussudyarsana, Ph.D
Dewan Redaksi
Ketua Redaksi : Dr. Muzakar Isa, SE., MSi
Dewan Redaksi :
1. M.Farid Wajdi, Ph.D
2. Dr. Anton Agus Setyawan
3. Ihwan Susila, Ph.D
4. Dr. Syamsudin, MM.
5. Imronudin, Ph.D
6. Wiyadi, Ph.D
7. Soepatini, Ph.D
8. Dr. Edy Purwo Saputro
9. Kussudyarsana, Ph.D
Sekertariat/Sirkulasi :
1. Sajiwo Tri Prakoso, SE., MM
2. Sasongko Tri Utomo, SE., MM
3. Civi Erikawati, SE., MM
4. Aulia Uswatun Khasanah, SE., MM.
5. Febrianur Ibnu Fitroh SP, SE.
Desain dan Layout : Sajiwo Tri Prakoso, SE., MM
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR REVIEWER
DAFTAR ISI
1. TINGKAT LITERASI KEUANGAN DOSEN FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA
UTARA
Ade Gunawan, Delyana Rahmawany Pulungan, Murviana Koto .......................... 1
2. THE IMPACT OF FIRM AND BOARD CHARACTERISTICS
TOWARDS EARNINGS MANAGEMENT
Nikki Rosellyn A. dan Herlina Lusmeida ................................................................. 10
3. ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAN GOOD
CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP FINANCIAL DISTRESS
(Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI 2014-
2017)
Vionita dan Herlina Lusmeida .................................................................................. 36
4. PENGARUH RETURN ON EQUITY DAN DEBT TO EQUITY RATIO
TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN SUB SEKTOR
PERDAGANGAN ECERAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA PERIODE 2013-2017 Maya Sari Jufrizen, dan Huda M. Al-Attas ............................................................. 63
5. PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DANCORPORATE
SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADA PPROFITABILITAS (RETURN
ON EQUITY) PADA PERUSAHAAN ASURANSI YANG
TERDAFTARDI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2013-2017.
Radiman, dan Sri Fitri Wahyuni .............................................................................. 76
6. PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO, UKURAN
PERUSAHAANDAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP
PERTUMBUHANLABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2013-2017
Sri Fitri Wahyuni, dan Muhammad Andi Prayogi ................................................. 85
7. ANALISIS SWOT DAN POSISI KEWIRAUSAHAAN JAMAAH
MASJID
Agung Riyardi, Wafiatun Mukharomah, dan Triyono........................................... 95
vi
8. MENGINTEGRASIKAN NILAI SOSIAL DAN FINANSIAL DARI
PERSPEKTIF PERUSAHAAN
Yohana F.Cahya Palupi Meilani ......................................................................... 104
9. PENGUKURAN EFISIENSI KINERJA UMKM MENGGUNAKAN
METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
Maya Fauziah Permatasari, Anton Agus Setyawan. ............................................. 118
10. PENGARUH LITERASI KEUANGAN DAN MODAL SOSIAL TERHADAP
INKLUSI KEUANGAN MAHASISWA
Delyana Rahmawany Pulungan1Ameliyani Ndruru ............................................. 132
11. PENGARUH MOTIVASI, BIAYA PENDIDIKAN DAN LAMA
PENDIDIKAN TERHADAP MINAT MAHASISWA AKUNTANSI UNTUK
MENGIKUTI PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI (PPAk) (Studi Empiris
Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Surakarta)
Devita Anggraini dan Nursiam ............................................................................... 143
12. PENGARUH HARGA, KUALITAS INFORMASI, DAN KEAMANAN
TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK MELALUI E-
COMMERCE (studi empiris pada Konsumen E-commerce di Kota Surakarta)
Dian Tri Sulistyawati dan Nursiam......................................................................... 160
13. PERSEPSIAN RISIKO ADOPSI E-BANKING
Dr. Edy Purwo Saputro, SE, MSi ....................................................................... 179
14. DAYA TARIK PRODUK RAMAH LINGKUNGAN
M. Nasir, SE, MM dan Dr. Edy Purwo Saputro, SE, MSi ................................ 189
15. ANALISIS PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT
TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RAWAT JALAN RSUD
KARANGANYAR
Oktavy Budi Kusumawardhani ........................................................................ 199
16. KEBIJAKAN SPASIAL SPILLOVER TENAGA KERJA PROPINSI JAWA
TENGAH Dr. E. Caroline, SE, MSi
1) Dr. Etty Puji Lestari, SE, MSi, Dr Ceacilia
Srimindarti S.Pd, M.Si, Dyah Kusumawati S.Sos, M.Si, Achmad Nuruddin
Safriandono M.Kom .................................................................................................. 214
17. PENGARUH REVOLUSI INDUSTRI 4.0 PADA KEWIRAUSAHAAN
UNTUK KEMANDIRIAN EKONOMI Niko Sangaji
1 Vincent Hadi Wiyono
2Tri Mulyaningsih ........................................ 226
vii
18. PERMINTAAN DAN PENAWARAN TENAGA KERJA SERTA
PENGANGGURAN DI INDONESIA
Novia Dani Pramusinto, Akhmad Daerobi, dan Tri Mulyaningsih .................... 233
19. PERANAN KEBIJAKAN MONETER MENGENDALIKAN SUKU
BUNGA DAN INFLASI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DI 4 NEGARA ASIA Dedy Sunaryo Nainggolan, SE
1 dan Siti Aisyah Tri Rahayu,SE.,M.Si.,Ph.D,
Lukman Hakim,SE.,M.Si.,Ph.D ............................................................................... 244
20. PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM,
DAN SISA LEBIH ANGGARAN TERHADAP BELANJA LANGSUNG
(STUDI PADA KABUPATEN/KOTA EKS KARESIDENAN SURAKARTA
TAHUN 2012-2016) Dowes Ardinugroho, S.Pd, Dr. Albertus Maqnus Soesilo, M.S, dan Dr.
Mulyanto, M.E ........................................................................................................... 258
21. POTENSI PAJAK PELAKU UMKM DIGITAL DAN KEWAJIBAN
ZAKAT Fenty Fauziah ............................................................................................................ 276
22. TATA KELOLA KEUANGAN YANG BAIK BAGI UMKM Noer Sasongko, Rina Trisnawati, Erma Setiawati dan Evi Dewi kusumawati .. 287
23. PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT MELALUI INDUSTRI
KREATIF PADA WISATA RELIGI MASJID JAMI’ MENGGORO DAN
WISATA TRADISI JUMAT PAHING Yulfan Arif Nurohman, dan Fahri Ali Ahzar ........................................................ 292
24. PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TRANSPARANSI
PENGELOLAAN KEUANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Fahri Ali Ahzar , dan Yulfan Arif Nurohman ...................................................... 300
25. PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN MEMBUAT ORNAMEN DEKORASI
PESTA POM-POM LAMPION PADA SISWA-SISWI SMA NEGERI 112
JAKARTA
Ade Permata Surya, dan Fitria Nursanti ........................................................... 304
26. PENGABDIAN MASYRAKAT TENTANG PENITNGNYA
PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PADA BANK SAMPAH
Noer Sasongko, dan Eskasari Putri .................................................................. 317
27. PENGUATAN KELEMBAGAAN DESA WISATA KREATIF KENEP
SUKOHARJO
Muzakar Isa dan Aflit Nuryulia P ......................................................................... 321
28. STUDI KELAYAKAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR WOOD
PELLET PADA IKM NATA DE COCO DI KABUPATEN SRAGEN
Syamsudin1, Muzakar Isa
2, Liana Mangifera
3, Siti Fatimah Nurhayati 327
viii
29. PENGARUH ANEMIA, STATUS GIZI, DIABETES MELITUS, DAN
HIPERTENSI TERHADAP KELELAHAN KERJA
Noor Dhian M, Wiyadi, Hari Wujoso, dan Chuzaimah ............................. 336
30. PENGARUH KOMITE AUDIT, PROPORSI KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL, PROFITABILITAS DAN KOMPENSASI RUGI
FISKAL TERHADAP PENGHINDARAN PAJAK
Mutiah Munawaroh dan Shinta Permata Sari .............................................. 352
31. FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA
SELAMA SATU DEKADE (2009-2018)
Bagus Supriyanto dan Shinta Permata Sari ................................................ 368
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
1
TINGKAT LITERASI KEUANGAN DOSEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
Ade Gunawan1, Delyana Rahmawany Pulungan2
1,2Ekonomi dan Bisnis, UMSUJl. Mukhtar Basri No. 3 Medan, 20238, 061-6619056
Murviana Koto3
3Ekonomi dan Bisnis, UMSUJl. Mukhtar Basri No. 3 Medan, 20238, 061-6619056
AbstractFinancial literacy is a basic and important requirement for individual to be able to make financialplanning, managing personal finance and make appropriate financial decisions including lecturersat the Faculty of Economics and Business University of Muhammadiyah Sumatera Utara. Thisstudy aims to determine how the level of financial literacy of lecturers at Faculty of Economics andBusiness UMSU based on gender, age, monthly income and expenditure per month. This type ofresearch is explanatory research and quantitative descriptive. The population is 94 permanentlecturers who teach at the Faculty of Economics and Business UMSU, using saturated samplesmeans the entire population is the sample of this study. Data analysis techniques used descriptiveanalysis assisted by SPSS software. The results of the study prove that lecturers of Faculty ofEconomics and Business UMSU have a low level of financial literacy (below 60%). Femalelecturers have a low level of financial literacy compared to male lecturers, a group of younglecturers with an age range of 23-35 years as a group of lecturers with the lowest level of financialliteracy, a group of lecturers with income and expenditure levels in the category between IDR1,000,000 to Rp.5,000,000, - as the group with the lowest literacy level. Financial awareness andeducation is the most appropriate solution to overcome low financial literacy levels.
Keywords: Financial literacy, Financial capability
1. Pendahuluan
Kesulitan ekonomi menjadi gambaran bahwa adanya kesulitan keuangan yang mengancam
kehidupan manusia pada saat sekarang ini maupun di masa depan khususnya untuk persiapan masa
pensiun yang lebih baik. Seseorang mengalami kesulitan dalam mengelola keuangan adalah
gambaran akan rendahnya tingkat literasi keuangan yang juga menjadi gambaran bagaimana bentuk
perilaku dalam mengelola keuangan pribadinya. Perilaku keuangan seseorang dalam
membelanjakan uang pribadinya bergantung pada tingkat literasi keuangan yang dimiliki seorang
individu(Finansialku 2017)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
2
Literasi keuangan adalah pendidikan dan pemahaman tentang berbagai seluk beluk
pengelolaan keuangan, agar seseorang mampu mengelola keuangan pribadi secara baik dan efisien
serta mampu mengambil keputusan keuangan yang tepat seperti investasi, asuransi, properti, biaya
pendidikan dan kesehatan, membuat angsuran, pensiun dan perencanaan pajak (Finansialku 2017)
Literasi keuangan ini juga dianggap sebagai solusi yang membantu seseorang untuk terhindar dari
masalah keuangan. Masalah keuangan bukan hanya tentang penghasilan rendah, melainkan juga
kesalahan mengelola keuangan seperti pemakaian kartu kredit berlebihan, perencanaan keuangan
yang salah hingga mempersiapkan pensiun yang mapan.(Krishna, Rofaida, and Sari 2010)
Orang-orang yang memiliki tingkat literasi keuangan yang tinggi maka akan lebih suka untuk
merencanakan persiapan masa pensiunnya karena mengharapkan masa tua yang nyaman dan
berkecukupan, sehingga mereka mencari program peningkatan pemahaman dan keterampilan
mengelola keuangan untuk menambah kemampuan mengelola keuangan pribadi(Lusardi and
Mitchell 2011) Perilaku positif seseorang dalam mengelola keuangan sebagai dampak dari tingkat
pengetahuan dan keterampilan keuangan yang baik sehingga masa depan bisa direncanakan dengan
baik termasuk persiapan masa pensiun yang sejahtera. Tetapi ada temuan lain bahwa edukasi
keuangan tidak mampu secara maksimal mendukung seseorang untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilannya dalam mengelola keuangan pribadi sehingga menjadi gambaran bahwa
edukasi keuangan yang diperoleh tidak berhasil meningkatkan literasi keuangannya. Ada peran
faktor motivasi dan lingkungan baik internal dan eksternal yang berperan untuk meningkatkan
literasi keuangan yang akan berdampak pada perencanaan masa pensiun seseorang(Hui, Taylor
Shek-wai 2016)
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU tentu dianggap dan dinilai sebagai individu yang
mampu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola keuangan pribadi dengan baik.
Khususnya dosen yang mengampu mata kuliah manajemen keuangan atau mata kuliah yang berlatar
belakang keuangan. Dosen pengampu mata kuliah berlatar belakang keuangan dinilai sudah
memiliki pengetahuan tentang keuangan yang baik yang secara otomatis juga memberikan
keterampilan dalam mengelola keuangan pribadinya secara baik dan benar. Dosen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis juga dianggap memiliki perilaku keuangan yang positif sebagai hasil dari
tingkat pengetahuan dan keterampilan keuangan yang baik sehingga bermanfaat bagi persiapan
masa pensiun mereka untuk rasa aman di hari tua. Tetapi kondisi pengamatan penulis sebagai salah
satu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang juga mengampu mata kuliah berlatar belakang
keuangan ternyata tidak semua dosen memiliki anggaran atau pencatatan terhadap arus kas masuk
dan arus kas keluar keuangan pribadinya, sehingga ada anggapan bahwa tidak semua dosen
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
3
memiliki tingkat literasi keuangan yang baik. Kondisi ini menjadi tantangan bagi para dosen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis apakah mampu memiliki tingkat literasi keuangan yang baik sehingga
berdampak pada kemampuan mengelola keuangan yang baik demi masa depan yang baik tanpa
harus bergantung pada orang lain.
Berdasarkan pemaparan yang disajikan, maka penulis tertarik untuk menggali lebih dalam
bagaimana tingkat literasi keuangan para dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).
2. Kajian Pustaka
2.1 Literasi Keuangan
Literasi keuangan didefinisikan sebagai pengetahuan dalam mengelola keuangan tentang
manajemen keuangan, tabungan dan pinjaman, asuransi dan investasi. Semakin tinggi tingkat
literasi keuangan seseorang tergambar pada perilaku keuangan dan kebijaksanaan dalam mengelola
keuangan yang efektif (Huston, 2010)
Literasi keuangan juga diartikan sebagai kemampuan untuk membaca, menganalisis,
mengelola dan mengkomunikasikan tentang bagaimana kondisi keuangan pribadi yang dikaitkan
dengan kesejahteraan materi. Kemampuan yang dimiliki berhubungan dengan kemampuan untuk
membedakan pilihan keuangan, kemampuan untuk mendiskusikan masalah keuangan, dapat
membuat perencanaan keuangan masa depan serta kemampuan secara kompeten merespons segala
ketidakpastian yang bisa terjadi sehingga mampu mempengaruhi keputusan keuangan sehari-hari
((Cude et al. 2006; Huston, 2010)
Literasi keuangan menjadi sangat penting, untuk meningkatkan tanggung jawab individu
serta melihat kemampuan tabungan yang bisa mencukupi masa tua atau masa pensiunnya. Adanya
fluktuasi bunga pinjaman yang besar dapat menyebabkan potensi kebangkrutan pada seseorang. Hal
ini terjadi akibat kesalahan dalam mengelola keuangan. Literasi keuangan dibagi dalam lima
kategori (Remund, 2010), yaitu:
1) Pengetahuan tentang konsep keuangan
2) Kemampuan mengkomunikasikan konsep keuangan
3) Kemampuan mengelola keuangan pribadi
4) Keterampilan membuat keputusan keuangan secara tepat
5) Kepercayaan diri dalam merencanakan kebutuhan keuangan masa depan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
4
2.2 Financial Capability
Financial Capability merupakan kemampuan keuangan sebagai konsep tentang pengetahuan
dan keterampilan masyarakat dalam memahami kondisi keuangan pribadi sejalan dengan kemauan
untuk bertindak. Seseorang yang memiliki kemampuan mengelola keuangan artinya memiliki
rencana keuangan untuk masa depan mereka, menemukan dan menggunakan informasi yang
dibutuhkan, memahami dan bertindak berdasarkan saran yang diberikan sehingga mendukung
partisipasi yang besar pada pasar jasa keuangan.
Kemampuan keuangan dan literasi keuangan dibedakan berdasarkan definisi masing-masing.
Seseorang yang mampu secara finansial tidak hanya diartikan memiliki tingkat literasi yang baik
tetapi juga memiliki pemahaman akan produk dan layanan keuangan yang berkualitas sehingga
membantu mereka mengambil keputusan keuangan yang tepat.
Kemampuan keuangan diukur dari seberapa baik seseorang dalam memenuhi kebutuhan,
membuat perencanaan keuangan ke depan, memilih dan mengelola produk keuangan, serta
memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam membuat keputusan keuangan (Lusardi and Mitchell
2011). Kemampuan seorang individu dalam mengelola keuangan berdasarkan keterampilan,
pengetahuan dan kemampuan mengelola keuangan pribadi serta mampu membuat laporan
keuangan. Oleh karena itu pengelolaan keuangan didasrkan pada pengetahuan dan pemahaman dan
mengelola keuangan untuk membantu mengambil keputusan keuangan secara baik dan benar
(Gunawan, et al, 2018). Kemampuan dalam mengelola keuangan diuku dengan beberapa faktor
berikut ini (Gunawan, et al, 2018).
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan telaah pustaka yang dipaparkan , maka kerangka berpikir yang dibangun dalam
penelitian ini adalah tingkat literasi keuangan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU diukur
berdasarkan jenis kelamin, usia, rata-rata penghasilan keluarga setiap bulan, rata-rata pengeluaran
keluarga setiap bulan.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan keterampilan
dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU memiliki tingkat yang berbeda pada saat diukur
berdasarkan jenis kelamin, usia, rata-rata penghasilan keluarga setiap bulan, rata-rata pengeluaran
keluarga setiap bulan.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
5
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU pada tahun 2017-2018.
Jenis penelitian bersifat explanatory research dan bersifat deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian
adalah dosen tetapy yang mengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU sebanyak 94 orang
dengan menggunakan sampel jenuh yang artinya seluruh populasi dijadikan sampel penelitian ini.
Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara. Teknik pengolahan data
diawali dengan penyebaran kuesioner untuk menguji validitas dan reliabilitas sampel kepada 30
responden diluar sampel penelitian. Kemudian dilakukan pada seluruh sampel yaitu 94 responden.
Teknik pengukuran tingkat literasi keuangan dilakukan dengan menyebarkan kusioner pilihan
berganda kepada seluruh responden. Peringkat ditentukan berdasarkan persentase kebenaran dari
seluruh jawaban responden dari 26 pertanyaan yang diadaptasi dari penelitian Chen dan Volve
(Chen and Volpe 1998)
Jawaban responden pada kuisioner personal literasi keuangan kemudian dibagi ke dalam tiga
kategori, yaitu:(Gunawan, Pulungan, and Koto 2018)
1. < 60%, menunjukkan tingkat literasi keuangan individu pada level rendah
2. 60% - 79%, menunjukkan tingkat literasi keuangan individu pada tingkat menengah
3. > 80%, menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan individu berada pada level
tinggi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Deskriptif Tingkat Literasi Keuangan Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 1: Tingkat Literasi Keuangan Dosen FEB UMSU Berdasarkan Jenis Kelamin
4 4 3 3
Low MediumHigh
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
6
Gambar 1 menjelaskan tentang tingkat literasi keuangan para dosen mayoritas berada
pada level rendah, yaitu 7,06% responden dosen memiliki tingkat literasi keuangan yang
tinggi, 9,44% dosen memiliki tingkat literasi keuangan pada level menengah dan yang
paling banyak adalah 83,5% dosen memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah.
b. Deskriptif Tingkat Literasi Keuangan Berdasarkan Usia
Gambar 2: Tingkat Literasi Keuangan Dosen FEB UMSU Berdasarkan Usia
Gambar 2 menjelaskan bahwa mayoritas dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UMSU memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah berada pada dosen yang memiliki
rentang usia 23 hingga 35 tahun. Dosen dengan rentang usia ini merupakan dosen muda
yang baru berprofesi sebagai dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU.
c. Deskriptif Tingkat Literasi Keuangan Berdasarkan Rata-Rata Penghasilan KeluargaSetiap Bulan
Gambar 3: Tingkat Literasi Keuangan Dosen FEB UMSU Berdasarkan Rata-RataPenghasilan Keluarga Setiap Bulan
25-35tahun 36-45tahun 46-55tahun >55tahun
Low
Mediu
m High
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Tingkat Finansial Literasi Berdasarkan Usia
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
7
Gambar 3 menjelaskan bahwa rata-rata penghasilan keluarga setiap bulan, terlihat
bahwa mayoritas dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU berada pada tingkat
penghasilan keluarga > Rp 1 juta hingga Rp 5 juta, yaitu 47% responden berada pada
tingkat literasi keuangan yang rendah. 30 % responden memiliki rata-rata penghasilan
keluarga berada pada kelompok penghasilan Rp 5 juta – Rp 10 juta memiliki level literasi
keuangan yang sedang, 15,3% responden memiliki rata-rata penghasilan keluarga sebesar
Rp 10 juta – Rp 15 juta dengan tingkat literasi keuangan yang tinggi dan 7% responden
dengan rata-rata penghasilan keluarga lebih besar dari Rp 20 juta memiliki tingkat literasi
keuangan pada level sedang.
5. Pembahasan
Literasi keuangan merupakan kebutuhan penting dan paling mendasar bagi semua orang agar
terhindar dari masalah keuangan dan perilaku konsumtif sehingga tidak memiliki perencanaan
keuangan untuk masa depan dalam mempersiapkan masa pensiunnya. Tingkat literasi keuangan
yang baik diharapkan dapat membantu seseoranng mengelola keuangan pribadi, membuat
perencanaan keuangan dan menghasilan keputusan keuangan yang tepat bagi hidupnya terutama
keamanan masa depannya. Seseorang yang memiliki tingkat literasi keuangan yang baik akan
memiliki pengetahuan keuangan yang berhubungan dengan perencanaan keuangan secara umum,
mampu mengkomunikasikan konsep keuangan secara benar, mengelola keuangan dengan tepat,
terampil mengambil keputusan yang benar, serta percaya diri untuk merencanakan keuangan
keluarga secara efektif (Remund 2010)
Seseorang yang memiliki tingkat literasi keuangan yang tinffi akan suka merencanakan
persiapan masa pensiun karena menginginkan masa tua yang nyaman dan berkecukupan. Mereka
akan mencari program peningkatan literasi keuangan mereka agar dapat meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan mereka dalam mengelola keuangan pribadinya (Lusardi and Mitchell 2011)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU memiliki
tingkat literasi keuangan yang rendah, karena di bawah angka 60% yang menjawab pertanyaan
pengukuran literasi keuangan secara benar. Dosen yang berjenis kelamin perempuan memiliki
tingkat literasi keuangan jauh lebih rendah dibandingkan dosen berjenis kelamin pria. Adanya
gambaran bahwa dosen sebagai pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan secara umum
diketahui memiliki pemahaman yang baik dalam bidang ekonomi tetapi belum tentu memiliki
pemahaman yang cukup dalam mengelola keuangan pribadinya secara benar. Literasi keuangan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
8
tidak hanya tentang pengetahuan tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya dalam mengelola
keuangan pribadi secara baik dan tepat.
Berdasarkan kategori usia juga diketahui bahwa dosen dengan rentang usia 25-35 tahun
diketahui memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah sebagai kelompok dosen yang mayoritas
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU dibandingkan dengan dosen yag berusia di atas 35 tahun.
Adanya gambaran bahwa umumnya dosen dengan usia muda memiliki tingkat literasi keuangan
yang lebih rendah serta tidak memiliki perencanaan untuk masa depan dan masa pensiunnya karena
lebih opitimis beranggapan memiliki waktu kerja yang lebih panjang.
Berdasarkan kategori penghasilan diketahui bawah mayoritas dosen dengan penghasilan Rp.
1.000.000,- s/d Rp. 5.000.000,-memiliki literasi keungan yang rendah dibandingkan dosen dengan
penghasilan di atas Rp. 5.000.000,- Hal ini menggambarkan bahwa dosen yang berpenghasilan
terbatas akan menyebabkan lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan
merasa terbatas untuk berinvestasi karena memiliki dana terbatas sehingga mencegah mereka untuk
berinvestasi dalam bentuk asset non riil melainkan memilih untuk berinvestasi dalam bentuk asset
riil seperti tanah, rumah tinggal serta emas perhiasan. Kategori lain untuk melihat tingkat literasi
keuangan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU adalah rata-rata pengeluaran keluarga setiap
bulan. Hasilnya diketahui bahwa dosen dengan jumlah pengeluaran Rp.1.000.000,- s/d
Rp.5.000.000,- memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah karena menghabiskan
penghasilannya pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari, dana yang dimiliki diutamakan untuk
konsumtif, sedangkan investasi bukan menjadi hal penting untuk persiapan pensiun dan masa depan
yang aman dan sejahtera.
Kenyataan hasil penelitian menyebabkan perlunya ada kesadaran untuk merubah pola hidup
dan menambah edukasi keuangan yang dilakukan secara konsisten bagi dosen Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UMSU agar pemahaman dan kemmampuannya mengelola keuangan pribadi menjadi
lebih baik.
6. Kesimpulan
Pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam mengelola keuangan yang diukur dalam
tingkat literasi keuangan merupakan kebutuhan utama dan mendasar bagi semua orang agar
terhindar dari masalah keuangan. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU memiliki tingkat
literasi keuangan yang rendah sehingga memberikan gambaran bahwa meskipun responden
merupakan pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di UMSU, memiliki pengetahuan yang cukup
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
9
tentang manajemen keuangan, pemahaman bidang ekonomi yang baik tetapi masih masuk dalam
kategori individu yang belum mampu mengelola keuangan yang baik bahkan masih masuk dalam
kategori tidak memiliki perencanaan keuangan yang baik sehingga selalu gagal mengambil
keputusan keuangan secara tepat.
Acknowledgement
Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada UMSU yang telah memberikan
kontribusi baik secara pendanaan maupun dukungan moril pada saat proses pengambilan data
sehingga penelitian ini bisa dilaksanakan dan selesai dengan baik dan memberikan kontribusi
besar dalam mengukur tingkat literasi keuangan yang dimiliki oleh Dosen Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UMSU. Saya juga mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh Dosen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU yang bersedia memberikan waktu dan pemikirannya
untuk menjadi responden dalam penelitian ini sehingga hasilnya diharapkan dalam menjadi
kontribusi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para Dosen Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UMSU dalam mengelola keuangan pribadi demi keberhasilan dalam
mempersiapkan masa pensiun dengan baik.
Daftar PustakaChen, H, and R.P Volpe. 1998. “An Analysis of Personal Financial Literacy Among College
Student.” Financial Services Review 7(2): 107–28.Cude, B. J et al. 2006. College Students and Financial Literacy:What They Know and What We
Need to Learn.Finansialku. 2017. “No.”Gunawan, Ade, Delyana Rahmawany Pulungan, and Murviana Koto. 2018. Peran Literasi
Keuangan Pada Kemampuan Pengelolaan Keuangan Untuk Persiapan Masa Pensiun SecaraMandiri (Studi Kasus Pada Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis UMSU). Medan.
Hui, Taylor Shek-wai, et al. 2016. The Role Of Financial Literacy In Financial Decisions AndRetirement Preparedness Among Seniors And Near-Seniors. Social Research andDemonstration Corporation.
Huston, S.J. 2010. “Measuring Financial Literacy.” Journal of Consumer Affairs 44(2).Krishna, A, R Rofaida, and M Sari. 2010. “Analisis Tingkat Literasi Keuangan Di Kalangan
Mahasiswa Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Survey Pada Mahasiswa UniversitasPendidikan Indonesia.” In Proceedings of The 4th International Conference on TeacherEducation, Bandung, Indonesia.
Lusardi, Annamaria, and Olivia S. Mitchell. 2011. “Financial Literacy And Retirement Planning InThe United States.” Journal of Pension Economics and Finance. 10(4): 509–25.
Remund, D L. 2010. “Journal of Consumer Affairs.” Financial literacy explicated: the case for aclearer definition in an increasingly complex economy 44(2).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
10
THE IMPACT OF FIRM AND BOARD CHARACTERISTICS TOWARDSEARNINGS MANAGEMENT
Nikki Rosellyn A.1 dan Herlina Lusmeida2
Universitas Pelita HarapanTangerang - Banten
Email: [email protected]
AbstractThis research aims to empirically prove the impact of firm and board characteristics, consisting offirm leverage, firm size, audit quality, independence of board of directors, CEO duality, board size,share ownership, board composition, and size of audit committee towards earnings management.The population in this study are manufacturing companies that have been listed on the IndonesiaStock Exchange in the period of 2013-2017. Sample used was a total of 100 manufacturingcompanies per year observed. Audit quality, independence of board of directors, CEO duality,board size, share ownership, board composition, and size of audit committee were taken from theannual reports of the companies. Data analysis method uses a multiple regression analysis. Theresults of the analysis found that firm leverage, audit quality, and board composition has asignificant effect on earnings management. On the other hand, firm size, independence of board ofdirectors, CEO duality, board size, share ownership, and size of audit committee did not have asignificant effect towards earnings management.
Keywords: firm characteristics, board characteristics, earnings management, leverage, firm size
1. Background
Over time, the issue regarding the theory of earnings management has been raising concerns
among financial market regulators, financial operators, investors and also academic researchers
according to one of the former US Security Exchange Commission Chairman circa 2002 as quoted
by Uwuigbe et al (2015). The concept of earnings management had been going on and has been
receiving much attention due to corporate failures. The trend had enlarged the doubts of
stakeholders regarding to the credibility and reliability of the financial report. The importance of a
company’s earnings is quite big such that it should not be over emphasized. To add, according to
Uwuigbe et al (2015), the profession in accounting also has responsibility to protect the company,
with keeping in mind that a company’s final product of the accounting process is earnings.
Waweru and Riro (2013) elaborated that financial reports with high quality is more
acknowledged by investors and other stakeholders that are final users of the said financial reports.
By having high qualityfinancial reports, it gives users more reliable information that is finally
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
11
later used for decision making. Inaddition, high quality financial reporting increases the
transparency level and helps in executing better contracts. In addition, the International Chamber
of Commerce (ICC), which is a company that helps business around the globe to operate
internationally and responsibly, states that the efficiency of the market and also investors’
confidence level increase in the situation where the financial report information is reliable and
has high quality in the aspects of consistency, comparability and understandability. In a journal
article by Nugroho and Eko (2011), they argued that the independence of the board of
commissioners and the existence of an audit committee contribute to a firm’s corporate
governance. They also added that those two factors are the main focus for the Indonesia’s SEC
(Stock Exchange Committee) and regulator, BAPEPAM, (Indonesian Capital Market and
Financial Institution Supervisory Agency). Nugroho and Eko (2011) also stated in their research
that in addition to independence of board of commissioners and also the existence of audit
committee, stock ownership, chief executive officer duality, board size, board composition, board
tenure, and board interlock can have effect on a firm’s earnings management.
This topic of research is interesting to be researched on because of the fact that this concept of
earning management up till now has been topic of debate and concern for regulators, financial
operators, investors and researchers. Particularly, this topic of research has been discussed several
times in journal articles from other countries outside of Indonesia. With this topic being discussed
in many countries, it seemed to be a good opportunity to apply and further explore this research
topic into Indonesia.
This research paper will explore deeper about the impact of a firm’s characteristics and
board characteristics towards earnings management in Indonesia. This research is made based on
companies in Indonesia that is listed on the Indonesia Stock Exchange, with observation years
spanning from 2013 to 2017. Based from the facts above, writer wishes to further study and
explore whether firm characteristics such as; firm size, leverage, and corporate strategy impacts
the earning management of a company.
.
2. Theoritical Framework And Hypothesis Development
2.1 Basic Concept Definitions
2.1.1 Earnings Management
To discuss the earnings management, it is important to know the role of the financial
statements in a company’s operations. By the explanation by Sun and Rath (2008), the main role
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
12
of the financial statements of a company is to give a report regarding the financial situation and
information of firms with faithful representation and timeliness for both internal and external
users. These financial statements are the main method of how the end users are able to
understand the financial performance of the firm. Earnings in a major part of the financial
statements as it is used to create business decisions.
The definition of earnings as provided by Goel (2012) is that it represents the bottom line or
net income. It is the most important element of the financial reports because it specifies a
company’s value added activities and also helps in the organization of resources in the capital
market.
Mentioned in a study conducted by Uwuigbe et al (2015), earnings management is defined
as the efforts of management to influence the financial reports, especially earnings, through the
use of accounting techniques, or the changing of the use of accounting techniques that has been
intended to have an effect on earnings.
2.1.2 Information Asymmetry
One of the reasons to explain earnings management in information asymmetry. Sun and
Rath (2008) explained that the existence of asymmetry of information leads management to
manage earnings and as a result, external users of the information are unable to attain the full
information in a company environment which has information asymmetry.
In an argument by Jiraporn et al (2008), he states that a greater level of information
asymmetry creates a more difficulty for the users of information to observe the behavior of
management, and as a result, it gives management more luxury in mistreating their ways in the
process of financial reporting.
A solution to information asymmetry as proposed by Al-Fayoumi et al (2010) is to
increase institutional investors as they are more sophisticated and well informed than normal
individual investors. Al-Fayoumi et al (2010) also added that if there are more institutional
investors, the information asymmetry in the company will decrease, thus in turn will make it
more difficult for managers to influence earnings.
2.1.3 Agency Theory
One of the more earlier researches regarding the agency theory as written by Jensen and
Meckling (1976), suggested that the agency theory problem is that when managers of the
company (agents) acts according to their own will and advantage, and in an opportunistic way,
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
13
while inflicting damages to the owners or shareholders of the company.
An explanation provided by Bhundia (2012) reveals that agents are willing to give a good
image and representation of the company’s financial position for the shareholders so that they
may be able to maximize their interests and keep their positions in the company. On the other
hand, agency issues may appear if it so happens that the agent’s wealth increase does not
indicate that the shareholders wealth also increase. Basically meaning that opportunistic
earnings management can have agency issues.
Teshima and Shuto (2008) discusses that an incentive alignment, meaning that
management are also shareholders of the firm, will decrease the earnings management. This is
due to the fact that the goals of management and the shareholders are the same.
2.1.4 Earnings Management Techniques
2.1.4.1 Accrual Based Earnings Management
In a paper published by the Congressional Research Service, written by Gnanarajah
(2014), the accrual basis of earnings management is defined as an accounting method where
revenue is recorded when it has been earned, expenses are recorded when they are incurred,
even when the payment has not yet been done. According to Ewert and Wagenhofer (2011),
accrual based earnings management begins with the transactions, with the goal of manipulating
the recognirtion, measurement and disclosure of the said transactions and also other events that
will be represented in the financial statements. The influencing of recognition and measurement
choices will have an effect on the net assets and earnings of a certain period and will be reversed
in the coming periods. On the other hand, the influencing of classification and presentation don’t
have any effect on the numbers, but will have effect on the subtotals of the numbers. Lastly, the
influencing of disclosures will have effect on the amounts that have been reflected in the
financial statements, yet they don’t change the numbers in the balance sheets and income
statement.
2.1.4.2 Real Earnings Management
In the definition provided by Ewert and Wagenhofer (2011), real earnings management is
the form of management that includes arranging transactions that are reported in the financial
statements so that they will influence the reported amounts. These influenced transactions
generally influence negatively the total cash flows, thus the results cannot be reversed. Since
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
14
the results are unable to be reversed, the consequences are costly to the firm. Due to this fact,
accounting standards and rules are unable to prevent management from conducting real
earnings management as the accounting standards and rules is incapable of differentiating the
real transactions and those transactions which has been designed for the purpose of earnings
management.
Explained by Zang (2012), this type of earnings management is described to be an action
with a goal which is done to change the reported financial information to go a certain way by
changing the timing, or organizing financial transaction.
2.1.5 Firm Characteristics
2.1.5.1 Firm Size
In a research by Ali et al (2015), they mentioned that larger firms have a tendency to have
a better internal control system. These internal controls in larger firms are more effective. Ali et
al (2015) also mentioned that larger companies have better teams of internal auditors who are
much more qualified and competent as compared to firms that are smaller. They further added
that larger firms havebetter chance to hire the Big 4 accounting firms as their external auditors.
Larger firms also have much more funds to have the best technology in the process of financial
information preparation. Nugroho and Eko (2011) defines size of the firm to be measured by
the natural logarithm of the total assets of thefirm.
2.1.5.2 Firm Leverage
In the research by Prasavita et al (2014), a company’s leverage ratio gives an idea to
external parties about how much of the company is being funded by loans or debt. A company
that has a high debt have a chance to conduct a debt violation, therefore sometimes company
turn to earnings management to try and reduce the level of debt they have. Usually in this
situation, managers would reduce the level of debt by increasing the earnings they record. By
doing so, the managers help the company to maintain its reputation amongst the external
parties, as companies that have higher debt level has a tendency to have a more difficult time
getting more funds.
2.1.6 Audit Quality
In a research by Bassiouny et al (2016), it was mentioned that a high audit quality has a
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
15
better change of detecting and reporting any errors and any irregular things in the financial
reports. The auditing process reduces the chance of managers to hide information from the
shareholders by the process of the validation of the financial reports created by the company.
Therefore, there is a need for good quality auditors to make good quality audit reports. Rusmin
(2010) and Chung et al (2005) mentions that the big 4 companies have a much higher audit
quality because they are more well-known and have better resources to train their auditors.
Bassiouny et al (2016) audit quality is measured on whether or not the public accountant used is
from the big four (Pricewaterhouse Coopers, Ernst and Young, Deloitte, KPMG).
2.1.7 Board Characteristics
2.1.7.1 Independence of Board of Directors
According to Nugroho and Eko (2011) board of directors is defined as the number of
people, selected by the shareholders of a company, to take a very high position in the company
along with its responsibilities, including forming policies for company operations. Defined by
Daghsni et al (2016), board independence is the most important aspect in figuring out the
effectiveness of the board’s work in reducing opportunistic chances for managers to practice
earnings management.
They suggested that the ratio of external directors on the board should outnumber the
internal directors on the board. Dagshni et al (2016) also mentioned that an independent
director is a person who is not affiliated with the company, and hasno interest in it as well.
2.1.7.2 CEO Duality
As defined by Nugroho and Eko (2011) chief executive officer duality means that the
chief executive officer has another role in the company, usually as the owner of the company,
apart from he or she being the chief executive officer of the company. In a definition by
Obigbemi et al (2016), they mentioned that by the Code of Corporate Governance, the positions
of CEO and owner should not be mixed together as the combined role of both CEO and owner
could lead to a large power owned by an individual. If a single individual has too much power,
this individual could turn into a situation where there is a power concentration, which could
lead to the CEO or owner to cause harm to stakeholders of the company.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
16
2.1.7.3 Board Size
Nugroho and Eko (2011) gave a definition that board size is described as the number of
members in the board. It consists of the members on the board of directors and the board of
commissioners. Mentioned in a research by Daghsni et al (2016), a larger sized board improves
the ability to have control over the company. They further explained that the size of the board
should not be too big or not too small. They suggested the optimal size for a board is between 5
to 9 members. This is because a board too big will lose its effectiveness in the controlling of
the company.
2.1.7.4 Board Ownership
Nugroho and Eko (2011) defines board ownership as the number or percentage of shares
that is owned by the members of the board. Aygun et al (2014) explains that according to the
agency theory, managers at times do not wish to act in the company on behalf of the
stakeholders. This is because the managers do not have the same interest in the company as the
stakeholders do. Aygun et al (2014) further discusses that if managers have a higher level of
shares of the company, they have a tendency to work on behalf of the stakeholders as they have
also become stakeholders, when they own the company shares.
2.1.7.5 Board Compositon
Defined by Nugroho and Eko (2011), board composition refers to the ratio of
independent commissioners to the total number of members on the board. Board composition
should be effective, accurate, and be fast in making decisions. The role of independent
commissioners in the board is as a neutral and have a balanced decision making environment,
so to satisfy the interest of all stakeholders of the company.
2.1.7.6 Audit Committee
Nugroho and Eko (2011) defines audit committee or independent auditors as the ones
who are responsible for supervision of the company from a third party point of view. They are
tasked with the review of financial information that will be publicized for the company’s
shareholders, and they will give an assessment of those reports. They are required to discover
any issues in the financial statements and should there be any issues found, they are to report
them to the board.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
17
2.2 Conceptual Framework
Picture 1. Conceptual Framework
Source : data processed by researchers
2.3 Hypothesis Development
The theory of financial distress studies the incentives of earnings management by managers
in companies facing financial distress. As discussed by Fung and Goodwin (2013), they argue that
in the situation where managers influence the earnings of a company, the reason to that action is
because the worthiness of the firm’s credit is in doubt.
In another aspect, through the information asymmetry theory as discussed by Jones et al
(2005), the presence of information asymmetry is less for companies with larger loans and this is
due to the fact that the costs of obtaining information regarding a borrower is lower and access is
more easily granted to those with large loans. Oppositely, companies with smaller loans are more
likely to face larger information asymmetry.
With these prior research, writer expects that as a company has a larger loan, the practice of
earnings management is increased as management would like for the users of the financial
information to have the image that the company is doing financially well. Therefore, writer comes
up with the following hypothesis:
H1: There is a positive significant relationship between Firm Financial Leverage and
EarningsManagement
In a previous research conducted by Meek et al (2007), he discussed that through the
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
18
information asymmetry theory, larger firms have a lower tendency of information asymmetry. The
reason to this fact is that as a company is larger, the governance and controls of the company is
greater, thus leading to a lower practice of earnings management.
Another reason as to why there is a possibility of a negative relationship between firm size
and earnings management is explained in by Kim et al (2003). The study claims that as larger firm
has a stronger internal control, there would be more knowledgeable auditors that help in making the
financial statements published become more reliable, and therefore lessening the practice of
earnings management. In addition to the internal controls of a company decreasing earnings
management, it was also discussed that large companies have a reputation to upkeep and that their
reputation cost is high as they have more knowledge and understanding about their line of
business, consequently this may prevent larger firms to reduce their practice of earnings
management.
With the basis of these prior research, writer expects that as a firm grows larger, it would
have a reduction in the practice of earnings management. As a result, writer comes up with the
hypothesis as follows:
H2: There is a negative significant relationship between Firm Size and Earnings Management
In a research previously conducted by Alzoubi (2015), their results show that companies
that have been audit ed by the big four audit firms have lower earnings management, and
companies that are audited by audit firm other than the big four show larger instances of earnings
management. With this results, writer assumes that as a company is audited by the big four auditing
firms, the level of earnings management tend to decrease. This results in the writer formulating the
following hypothesis:
H3: There is negative significant relationship between audit quality and earnings management.
Cornett et al (2008) also adds that independent members of the board of directors are in a
better role in terms of the monitoring and controlling of the company’s managers. The study by
Cornett et al (2008) further elaborated that as the monitoring of managers increase, there would be
a lower practice of earnings management. With the facts stated above gathered from previous
research, writer expects that as the number of members on the board of directors increase, the
chances of performing earnings management will decrease. Consequently, writer comes up with
the following hypothesis:
H4: There is negative significant relationship between independence of board of directors and
earnings management.
Chief Executive Officer Duality is defined as a manager’s dual role in the company by
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
19
Nugroho and Eko (2011). This basically means that the CEO of the company has more than one
position in the structure of the company. This is mentioned by Gul and Leung (2004), and quoted
by Nugroho and Eko (2011) as the situation in which the CEO also takes the position of the
chairman of the board. This duality of CEO is also mentioned to end up in a power concentration,
which can lead to management preference.
Cornett et al (2008) argues that the separation of the duties of CEO and chairman to two
people will create a more efficient and effective supervision of the company. With this, writer
expects that CEO duality will create earnings management to take place. As mentioned above, with
the CEO having two positions to fill inthe company, the supervision will not be more efficient and
effective if there are two people doing the job, thus writer comes up with the following hypothesis:
H5: There is positive significant relationship between chief executive officer duality and earnings
management.
Based on previous research conducted by Syahirah (2017), it is mentioned that by having
more members in the board, the board will then consist of people from different professional
backgrounds and this may include financial experts or funders. Saleh et al (2005) adds that due to
the increased variety of background of the members on the board, the company may have better
performance and can help better their supervision on the company’s operations. These two
researches basically explain that with a larger board size, the jobs are then distributed more
equally and will result in better performance and supervision. To counter the previous research,
Gulzar and Zongjun (2011) explained that with a smaller board size, the members are able to focus
more on decision making. With these researches in mind, writer takes assumption that as the
number of board members increase, the manipulation of financial reporting will lessen, thus
resulting in the following hypothesis:
H6: There is a negative significant relationship between board size and earnings management.
As previously mentioned above in the basic concept definition section of this paper,
Teshima and Shuto (2008) reveals that with incentive alignment, the level of earnings
management will decrease. The reason is that management will have the same goals as the
shareholders of the company. In addition, Nugroho and Eko (2011) mentioned in their research that
as managers own corporate shares, they will eventually have the same objectives as the company’s
shareholders. This will in turn control management’s behavior in the process of preparing the
financial statements of the company.
From the results of the previous research conducted, writer takes into consideration and
assumption that as the percentage of share ownership by management increases, the company will
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
20
then reduce the level of earnings management as their goals are in line with those of other
shareholders. With this, writer suggests the following hypothesis:
H7: There is negative significant relationship between board ownership and earnings
management.
In addition, Nugroho and Eko (2011) also stated in their research that the independent
commissioners present in the board should create balanced decision making, so that they are able
to protect the minority shareholders and other parties. Writer assumes that as independent
commissioners are present in the board,
there should be information fairness and equality as above it has been mentioned that the
independent commissioners in the board are working to represent and protect the smaller
shareholder. Therefore, writer suggests the following hypothesis:
H8: There is negative significant relationship between board composition and earnings
management.
The audit committee’s task is to monitor the process of financial reporting, monitor the
company’s internal control effectiveness, monitor the statutory audit of the financial statements,
and lastly review and monitor the audit firm’s independence. Basically, the audit committee is to
oversee the company’s audit process and also take part in the communication with external auditors
directly, not through management. A research by Mishra and Malhotra (2016), shows result that as
companies have a larger audit committee size, earnings management decrease.
With these theories in mind, writer takes assumption that since the audit committee are
paying much attention to the process of the company’s financial reporting, and more people to
monitor, there should be lesser chances for management to try and influence the earnings amount,
thus reducing the possibility of earnings management. Due to this, writer proposes the following
hypothesis:
H9: There is a negative significant relationship between the size of an audit committee and
earnings management
3. Research Methodology
The population for the data collection is manufacturing companies that has been listed on
the Indonesia Stock Exchange for the period of 2013-2017. The sample is selected by using
purposive sampling method with criteria as follow:
1. The company are manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange in the
period of observation 2013 - 2017.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
21
2. The company publishes its financial statements and audited annual report each year,
especially in the observation period beginning with the fiscal year ended at December 31,
2013 through fiscal year ended at December 31, 2017.
3. Published financial statements and annual reports of companies observed use Indonesian
Rupiah as its currency.
4. The financial statements and annual report published by the company contain information
necessary for the research.
This research paper uses the following regression model to examine and test for the impact of
multiple independent variables which are the firm characteristics on the dependent variable which
is the earnings management practice in firms listed in the Indonesia Stock Exchange.
= 0+ 1 + 2 + 3 + 4 + 5+ 6 + + 7 + 8 + 9 +
Where:
DAC : is the dependent variable earnings managementmeasured by the discretionary accrual,
FSIZE : is the firm's size,FLEV : is the firm's financial leverage,AQ : audit quality, dummy variable, given score 1 if
audit firm is Big 4.BODIND : is the independence of BODCEODUAL : is the duality of company CEO, dummy
variable, given score 1 if CEO has dual role.BSIZE : number of members on the boardOWN : share ownership of managers on the boardBCOMP : ratio of independent managers to total number of
managers on the boardAC : Audit committee size, measured by number of
memberson the audit committeeAnd the ε is the error term
Model for Total Accruals
= −Where:
TACCt: total accruals in year t,NIt: net income in year t,
CFOt: cash flows from operating activities in year t.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
22
According to Bassiouny et al (2016), earnings management is part of accruals that
managers are able to control and manipulate. Total accruals are divided into two parts which are
discretionary accruals and non-discretionary accruals. To calculate discretionary accruals, non-
discretionary accruals are deducted from total accruals (Shah et al 2009)
= +
Where:
TA: total accruals,DA: discretionary accruals,NDA: non-discretionary accruals
on the modified Jones model 1995, which the study by Bassiouny et al (2016) uses, the
equation to be used in calculating the NDA is as follows: (Shah et al 2009).
Where:
NDAt: Non-discretionary accruals for firm in year t,At-1: Total assets for firm in year t-1,ΔREVt: Change in the revenues (sales) for firm in year t less revenue in year t-1
ΔARt: Change in accounts receivables for firm in year t less receivable in year t-1
PPEt: Gross properties, plants and equipment for the firm in year t
The calculation for total accruals for the Jones Model is then calculated using the followingformula:
Following the calculation of the total accruals and the non-discretionary accruals through the
equation of the modified Jones Model 1995, the discretionary accruals is then to be calculated using
the following equation: (Bassiouny 2016)
= −1−
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
23
4. Results And DiscussionDescriptive Statistic
Table 1. Descriptive Statistics
Source: Output Result from Stata 12
The data provided in table above shows the results of the data’s descriptive statistics. The
data’s characteristics are shown in the descriptive statistics test, such as the number of
observations, the mean, standard deviations, minimum, and maximum value of the data.
Test of Classical Assumption
For the purpose of this research, the measurement for the dependent variable uses the
absolute values. This is to gain better results as compared to when using the data that includes both
positive and negative signs. Based on the test done, the data for this research has been passed test
of classical assumption for normality test, autocorrelation test, heteroskedasticity test, and
multicolonierity test.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
24
Test of Hypothesis
Table 2. Results of Regression
Source: Output Result from Stata 12
4.1.1 Coefficient of Determination (R2)
The coefficient of determination R2 basically estimates how much the ability of the
research model to explain the dependent variable is. The coefficient of determination value is
between 0 and 1. A small R2 value means that the ability of the research model to explain the
dependent variable is limited. On the other as the R2 value gets closer to 1, it means that the
independent variables give almost all the information needed to predict the dependent variable. In
this research, the R2 value is 0.0589 which means that only 5.89% of the research model can explain
the dependent variable. This is due to the fact that there are still many other factors or other
variables outside the research model that explains the dependent variable, which is earnings
management.
4.1.2 T-Statistics
The T-statistics test is done to see the significance of the independent variables
individually in explaining the dependent variable. In this research, the dependent variable is
earnings management, with the discretionary accruals as its proxy. The test is done at a significance
level of 5% (α=5%). If the significance value of the independent variable is less than 0.05, then the
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
25
independent variable has a significant effect on the dependent. Based on the results of the
regression, leverage, audit quality, and board composition have come to have significant effect on
the dependent variable.
Leverage stands with a value of 0.032 and the coefficient is positive. This means that
leverage has a significant positive relationship to earnings management. Next, the audit quality
results in a value of 0.014, which means that it has a significant relationship with the dependent, yet
it has a negative association as the coefficient is a negative. This means that a company’s audit
quality has a significant negative relationship to earnings management. Lastly, board composition
resulted in a value of 0.022, which means there is a significant relationship. Since the coefficient is
a negative, this means that there is a significant negative relationship between board composition
and earnings management. The rest of the independent variables; firm size, board independence,
CEO duality, board size, ownership, and number of audit committee members, do not support the
hypothesis developed earlier in the research.
4.1.3 F-Statistics
F-test is conducted to see whether the independent variables in the data regression model as
the whole has a significant effect on the dependent variable. F- statistics is also used to see the
appropriateness of the regression model used. This research uses a significance level of 5%
(α=5%). If the probability value of F is smaller than 0.05, it can be deduced that the independent
variables have an influence on the dependent variable. Based on the results above, the probability
value is 0.0005 which shows that simultaneously, the independent variables have a significant
impact on the dependent variable.
4.5 Analysis of Regression
4.5.1 Firm Leverage
In table 2, the coefficient for firm leverage (lev) is shown to be 0.2319429 with a probability
of 0.032 (<0.05). From the results of the regression, the study shows that firm leverage has a
significant effect on the dependent variable, earnings management. The positive sign on the
coefficient suggests that there is a positive relationship between leverage and earnings
management.
Excluding the signs of discretionary accruals, as this study has used the absolute value for
the measurement of earnings management, with discretionary accruals as a proxy, the study cannot
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
26
specify whether leverage increases or decreases earnings management. However, by the results
from this study, there is a positive correlation between leverage and earnings management.
The result of this study is not in consistence with the study done by Uwuigbe et al (2015) in
which they stated that there is an insignificant relationship between leverage and earnings
management. On the other hand, the research done by Moghaddam and Abbaspour (2017) found
that leverage has a positive significant relationship with earnings management. Relating this
explanation back into the results of the study, the study sums up that the greater the degree the
leverage, the greater the degree of earnings management.
A reason to explain the significant relationship between leverage and earnings
management is may be trying to lower their leverage so that the investors would get to see that the
company they are going to invest in is actually doing well financially, and not in too much debt.
Simply put, as leverage increases, managers would try to find a way in their accounting practice to
bring down the level of leverage so that investors can see that the company does not have too much
loan on their hands.
4.5.2 Firm Size
From table 2, it can be seen that the coefficient of firm size (size) is 0.0179913 with a
probability of 0.484 (>0.05). From this result of the regression, it can be seen that firm size,
measured as the natural logarithm of the firm’s total assets, has no significant relationship towards
earnings management.
This result is inconsistent with the research conducted by Uwuigbe et al. (2015) and Ali et
al (2015) in which in their research shows that there is a positive significant relationship between
the firm’s size and the practice of earnings management. The result from this study shows that the
size of a firm does not have any effect to whether or not the company practices earnings
management. A reason to explain this result is probably due to earnings management not being a
practice that is exclusive for a certain firm size. A company of any size is able to perform earnings
management, therefore it may explain the reason why the size of the firm does not have any
significant effect on earnings management.
4.5.3 Firm Audit Quality
Table 2 gives the value of the coefficient of audit quality (aq) to be - 0.2067874 and a
probability of 0.014 (<0.05). This value means that there is a significant relationship between a
firm’s audit quality, measured as a dummy variable, and earnings management. The negative sign
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
27
on the coefficient suggests that there is a negative correlation between audit quality and earnings
management. This result is in accordance with the research done by Lopes (2018) in which it stated
that there is a negative significant relationship between audit quality and earnings management.
The result of this study is also consistent with the results from the study by Alzoubi (2015) in
which the results were that there is a negative significant relationship between audit quality and
earnings management
Since the measurement for earnings management uses the absolute value of the
discretionary accruals, the study cannot explicitly specify whether the dependent variable increases
or decreases as the independent increase or decrease, but can summarize that since there is a
negative relationship between audit quality and earnings management, as shown by the sign of the
coefficient, earnings management is lesser when the big four companies are employed by the
company. The reasoning to the results come from the fact as stated by Rusmin (2010) and Chung et
al (2005) that the big four companies have great awareness of high quality of audit. Since these big
four companies are internationally known, they would not risk to tarnish their reputation as to let
large levels of earnings management be present in their clients.
4.5.4 Independence of Board of Directors
As seen in table 2, the coefficient of independence of board of directors (indbod) is
0.0460349 with a probability of 0.279 (>0.05). From this result, the study suggests that the
independence of the board of directors, as measured by the number of independent directors on the
board, do not have any significant relationship with earnings management.
The result is inconsistent with the study conducted by Busirin et al (2015) in which their
results show a negative significant relationship between independence of directors and earnings
management. An explanation to why the results come up as insignificant could be that independent
directors are incapable of having a significant level of supervision on the management of the
company. As suggested in the study by Nugroho and Eko (2011), they stated that it is possible that
independent directors are hired due to the interest of the company to put up a face of
professionalism and to be seen by the shareholders to have a sense of external supervision over the
management of the company.
4.5.5 CEO Duality
Table 2 shows the coefficient of CEO duality (ceo) to be -0.1040661 with the probability
of 0.268 (>0.05). From this result, it explains that the duality of the chief executive officer,
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
28
measured as a dummy variable, has no significant relationship to earnings management.
The results from the regression is inconsistent with the results produced in the research
conducted by Daghsni et al (2016) and Salihi and Kamardin (2015) in which their results is a
positive significant relationship between the CEO duality and earnings management. Here in this
study it can be seen from table 4.1 that the mean for CEO duality is 0.824, meaning that the CEOs
in 82.4% of the data in the sample has two positions in the company. Yet with that many data, it
was shown that there is an insignificant relationship between CEO duality and earnings
management. This comes to explanation that even though in theory CEO duality could create more
opportunity to practice earnings management, it does not mean that the CEO will take that option,
as shown in the results of this study.
4.5.6 Board Size
The coefficient of board size (bsize) as provided in table 2 gives the value of -0.0031978
and the probability of it being 0.764 (>0.05). This result means that the relationship between the size
of the board, measured by the number of members on the board of directors and the board of
commissioners, is not significant The result of the study’s regression is inconsistent with the
findings of Daghsni et al (2016) and Obigbemi et al (2016) in which they found that there is a
negative significant relationship between the size of the board and earnings management. The
results of this study shows that the number of members on the board, may it be many or little, does
not have any effect to whether or not the company practices earnings management. To explain the
reason behind the results, it is possible that indifferent to the number of members on the board, all
management people want the financials of the company to show good numbers so that shareholders
would have more interest in the company, and shareholders are satisfied with the company’s
financial situations. So no matter how many people there are on the board, all managers have the
same goal which is to make the company seem to be in a good financial condition at all times so to
also satisfy their shareholders.
4.5.7 Share Ownership
The result for share ownership as shown in table 2, gives a coefficient value of -
0.3572073 with a probability of 0.127 (>0.05). This result has meaning that the relationship
between share ownership, measured by the percentage of shares owned by member of the board of
directors and commissioners, and earnings management is insignificant.
The result of the regression is inconsistent with the results from the research conducted by
Aygun et al (2014) which gives a positive significant relationship between share ownership and
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
29
earnings management. This study’s results give meaning that regardless of the amount of shares
owned by the directors and commissioners of the company, there is no effect towards earnings
management. An explanation to why the result of the study is insignificant is possibly because on
average, the percentage of ownership from the data is only 5.52517%. Therefore, from this piece
of information, it can be said that this percentage of shares in too small in comparison to the total
number of shares that are distributed by the companies in the data, therefore it may have resulted in
an insignificant result.
4.5.8 Board Composition
As shown in table 2, board composition (comp) is shown to have a coefficient of -
0.4885283 and a probability of 0.022 (<0.05). These numbers mean that there is a significant
relationship between board composition, measured bythe ratio independent commissioners against
the total number of commissioners on the board, and earnings management. The negative sign on the
coefficient suggests that there is a negative correlation between board composition and earnings
management.
The results of this study is in accordance to the research of Obigbemi et al (2016) in which
it says that there is a negative significant relationship between board composition and earnings
management. Since the measurement for earnings management, with discretionary accruals as a
proxy, uses the absolute value, the study cannot specify whether the dependent variable increases
or decreases as the independent increase or decrease. This study suggests that the greater the board
composition, the lesser the earnings management.
An explanation to this relationship is that the role of independent commissioners is to
create balanced decisions as an external party to represent the minority shareholders and other
external parties. The fact that they are independent means that they are making decisions for the
good of external parties rather than for the internals of the company. Therefore these independent
commissioners are acting supposedly working on behalf of the shareholders, and the interest of
shareholders are usually wanting for the company to be truthful and transparent in their financial
reporting.
4.5.9 Audit Committee
From table 2, the coefficient for audit committee (audcom) is given to be 0.225591 with a
probability of 0.703 (>0.05). This results show that audit committee, measured by the number of
members on the audit committee, have an insignificant relationship with earnings management.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
30
The results of this study is inconsistent with the research conducted by Mishra and
Malhotra (2016) in which their study gives result that there is a negative significant relationship
between the size of the audit committee and earnings management. To explain why the result of
this study turned up to be insignificant, it is much likely to be because of the variety of data for this
particular variable. Seen in table 4.1, the mean of the size of audit committee is 2.984. During the
data collection process, researcher has observed that most of the companies used for the sample has
the audit committee size to be of 3 people. From the 500 observations used in the research, 428
observations give the value of 3 people as the size of the audit committee. This somehow makes the
result redundant as there are too little variations to the data to produce a more fair result.
5.1 Conclusion
1. Leverage has a significant relationship to earnings management. It is consistent to the
research done by Moghaddam and Abbaspour (2017) which the results show that leverage
has a positive significant relationship with earnings management. This is due to managers
wanting to reduce the level of leverage so that future investors can have more certainty
regarding the financial well-being of the company.
2. Firm size does not have any significant relationship to earnings management. This is not
consistent to the research done by Uwuigbe et al (2015) and Ali et al (2015) which indicated
that there is a positive relationship between firm size and earnings management. This
insignificance could be due to earnings management not being specifically used for only big
firms or small firms, but can be used by firms of allsizes.
3. Audit Quality has a significant relationship with earnings management. This is in accordance
with the research done by Lopes (2018) in which it stated that there is a negative significant
relationship between audit quality and earnings management. Results from this study is also
consistent with the results from the study by Alzoubi (2015), where results show that there
was a negative significant relationship. This is due to the big four companies having great
awareness of high quality of audit and having responsibility to keep their reputation as
independent auditors.
4. Independence of board of directors does not have a significant relationship with earnings
management. The result is inconsistent with the study conducted by Busirin et al (2015) in
which the results have shown a negative significant relationship between independence of
directors and earnings management. As mentioned in the study by Nugroho and Eko (2011),
there is a possibility that independent directors are hired into the company to put a face of
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
31
external supervision for the shareholders.
5. CEO duality is shown to have no significant relationship to earnings management. The
results is inconsistent with the results produced in the research conducted by Daghsni et al
(2016) and Salihi and Kamardin (2015) in which their results is a positive significant
relationship between the CEO duality and earnings management. Even though in theory CEO
duality could create more opportunity to practice earnings management, it does not mean that
management will take the choice to practice earnings management due to CEO duality.
6. Board size results have shown that there is no significant relationship to earnings
management. The result of the study’s regression is inconsistent with the findings of Daghsni
et al (2016) and Obigbemi et al (2016) in which they found that there is a negative significant
relationship between the size of the board and earnings management. Regardless to the
number of people on the board, most managers would achieve for the goal of keeping the
company to be in a good financial situation, thus also satisfying the shareholders of the
company.
7. Share ownership does not have any significant relationship to earnings management. The
result of the regression is inconsistent with the results from the research conducted by Aygun
et al (2014) which gives a positive significant relationship between share ownership and
earnings management. On average, the ownership of shares is only 5.52517%, thus it is a very
small number when compared to the total number of shares that the companies have
distributed, and thus it may lead the result to be insignificant.
8. Board Composition has a significant relationship with earnings management. The results
produced in this study is in accordance to the research of Obigbemi et al (2016) in which it
says that there is a negative significant relationship between board composition and earnings
management. The role of an independent commissioner is to work on the behalf of the
shareholders, and to make fair and balanced decisions for the interest of the shareholders.
Therefore, these commissioners are to work truthfully and transparently as with the wishes
of the shareholders.
9. Audit committee size does not have any significant relationship to earnings management. The
results of this study is inconsistent with the research conducted by Mishra and Malhotra
(2016) in which their study gives result that there is a negative significant relationship
between the size of the audit committee and earnings management. From the 500
observations used in the research, 428 observations give the value of 3 people as the size of
the audit committee, therefore it could have led to an unfair result.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
32
5.2 Implications
The implications of the results from this study as applied in real life could be that as other
people read from the results of this study, they would become moreknowledgeable regarding the
topic of earnings management practice in companies. Future researchers could get an idea to how
they can improve on this research as they can include more factors that may affect earnings
management in their own research. For the companies who may happen to read this study, it could
help them to realize just what factors happen to be able to affect their decisions regarding earnings
management practice. As shown from the results of this study, the leverage, audit quality and board
composition has proven to be able to affect a firm’s earnings management practice. By knowing
this result, firms can analyze further on how to decrease
the practice of earnings management.
REFERENCES
Alzoubi, E. (2015). Audit quality and earnings management: evidence from Jordan. Journal OfApplied Accounting Research, 17(2), 170-189. doi: 10.1108/jaar-09-2014-0089
Aygun, M., Ic, S., and Sayim, M. (2014). The Effects of Corporate Ownership Structure and BoardSize on Earnings Management: Evidence from Turkey. International Journal Of Business AndManagement, 9(12), 123-132. doi: 10.5539/ijbm.v9n12p123
Bassiouny, S., Soliman, M., and Ragab, A. (2016). The Impact of Firm Characteristics on EarningsManagement: An Empirical Study on the Listed Firms in Egypt. The Business AndManagement Review, 7(2), 91-101
Bhundia, A., (2012), “A Comparative Study between Free Cash Flows and Earnings Management”,Business Intelligence Journal, 5(1): 123-129.
Busirin, M., Azmi, N., and Zakaria, N. (2015). How Effective is Board Independence to theMonitoring of Earnings Manipulation?. Procedia Economics And Finance, 31, 462-469. doi:10.1016/s2212-5671(15)01177-6
Chung, R., Firth, M., and Kim, J. (2005). Earnings management, surplus free cash flow, andexternal monitoring. Journal Of Business Research, 58(6), 766-776. doi:10.1016/j.jbusres.2003.12.002
Cornett, M., Marcus, A., and Tehranian, H. (2008). Corporate governance and pay-for-performance:The impact of earnings management☆. Journal Of Financial Economics, 87(2), 357-373. doi:10.1016/j.jfineco.2007.03.003
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
33
Daghsni, O., Zouhayer, M., and Mbarek, K. (2016). Earnings Management and BoardCharacteristics: Evidence from French Listed Firms. Arabian Journal Of Business AndManagement Review, 6(5). doi: 10.4172/2223-5833.1000249
Ewert, R., and Wagenhofer, A. (2011). Earnings Management, Conservatism, and EarningsQuality. Foundations And Trends® In Accounting, 6(2), 65-186. doi: 10.1561/1400000025
Fung, S., and Goodwin, J. (2013). Short-term debt maturity, monitoring and accruals-basedearnings management. Journal Of Contemporary Accounting and Economics, 9(1), 67-82. doi:10.1016/j.jcae.2013.01.002
Gnanarajah, R. (2014). Cash Versus Accrual Basis of Accounting: An Introduction.
Goel, S., (2012), “Demystifying Earnings Management through Accruals Management: An IndianCorporate Study”, Vikalpa, 37(1): 49-56
Gul, F., and Leung, S. (2004). Board leadership, outside directors’ expertise and voluntarycorporate disclosures. Journal Of Accounting And Public Policy, 23(5), 351-379. doi:10.1016/j.jaccpubpol.2004.07.001
Gulzar, M., and Zongjun, W. (2011). Corporate Governance Characteristics and EarningsManagement: Empirical Evidence from Chinese Listed Firms. International Journal OfAccounting And Financial Reporting, 1(1), 133-152.
Jiraporn, P., Miller, G., Yoon, S., and Kim, Y., (2008), “Is Earnings Management Opportunistic orBeneficial? An Agency Theory Perspective”, International Review of Financial Analysis, 17:622-634
Jensen, M., and Meckling, W. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs andownership structure. Journal Of Financial Economics, 3(4), 305-360. doi: 10.1016/0304-405x(76)90026-x
Jones, J., Lang, W., & Nigro, P. (2005). AGENT BANK BEHAVIOR IN BANK LOANSYNDICATIONS. Journal Of Financial Research, 28(3), 385-402. doi: 10.1111/j.1475-6803.2005.00130.x
Kim, Y., Liu, c., and Rhee, S. (2003). The Effect of Firm Size on Earnings Management.
Lopes, A. (2018). Audit Quality and Earnings Management: Evidence from Portugal. AthensJournal Of Business And Economics, 4(2), 179-192.
Meek, G., Rao, R., and Skousen, C. (2007). Evidence on factors affecting the relationship betweenCEO stock option compensation and earnings management. Review Of Accounting AndFinance, 6(3), 304-323. doi: 10.1108/14757700710778036
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
34
Mishra, M., & Malhotra, A. (2016). Audit Committee Characteristics and Earnings Management:Evidence from India. International Journal Of Accounting And Financial Reporting, 6(2), 247.doi: 10.5296/ijafr.v6i2.10008
Moghaddam, A., and Abbaspour, N. (2017). The Effect of Leverage and Liquidity Ratios onEarnings Management and Capital of Banks Listed on the Tehran StockExchange. International Review Of Management And Marketing, 7(4), 99-107.
Nugroho, B., and Eko, U. (2011). Board Characteristics and Earnings Management. Journal OfAdministrative Science and Organization, 18(1), 1-10.
Obigbemi, I., Omolehinwa, E., Mukoro, D., Ben-Caleb, E., and Olusanmi, O. (2016). EarningsManagement and Board Structure: Evidence from Nigeria. SAGE Open, 1-15. doi:10.1177/2158244016667992
Prasavita Amertha, I., Agung Ulupui, I., and Made Asri Dwija Putri, I. (2014). Analysis of firmsize, leverage, corporate governance on earnings management practices (Indonesianevidence). Journal Of Economics, Business, And Accountancy | Ventura, 17(2), 259. doi:10.14414/jebav.v17i2.308
Rusmin, R. (2010). Auditor quality and earnings management: Singaporean evidence. ManagerialAuditing Journal, 25(7), 618-638. doi: 10.1108/02686901011061324
Saleh, N., Iskandar, T., and Rahmat, M. (2005). Earnings Management and Board Characteristics:Evidence from Malaysia. Jurnal Pengurusan, 24(24), 77-103.
Salihi, A., and Kamardin, P. (2015). The Relationship between CEO Dualities, Directors’independence and Discretionary Accruals in the Nigerian Industrial GoodsCompanies. European Journal Of Accounting, Auditing And Finance Research, 3(12), 1-16.
Shah, S., Butt, S., and Hassan, A. (2009). Corporate Governance and Earnings Management anEmpirical Evidence From Pakistan Listed Companies. European Journal Of ScientificResearch, 26(4), 624-638.
Sun, L. and Rath, S., (2008), “Fundamental Determinants, Opportunistic Behaviour and SignallingMechanism: An Integration of Earnings Management Perspectives”, International Review ofBusiness Research Papers, 4(4): 406-420.
Syahirah, N. (2017). Board of Directors' Characteristics and Earnings Management of FamilyOwned Companies. International Journal Of Accounting & Business Management, 5(2), 68-83.
Teshima, N. and Shuto, A., (2008), “Managerial Ownership and Earnings Management: Theory andEmpirical Evidence from Japan”, Journal of International Financial Management andAccounting, 19(2): 107-132.
Uwuigbe, U., Ranti, U., and Bernard, O. (2015). Assessment of the Effects of Firms Characteristicson Earnings Management of Listed Firms in Nigeria. Asian Economic And FinancialReview, 5(2), 218-228. doi: 10.18488/journal.aefr/2015.5.2/102.2.218.228
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
35
Waweru, N., and Riro, G. (2013). Corporate Governance, Firm Characteristics and EarningsManagement in an Emerging Economy. Jamar, 11(1), 43-64.
Zang, A., (2012), “Evidence of the Trade-off between Real Activities Manipulation andAccrualBased Earnings Management”, The Accounting Review, 87(2): 675-703.
BIOGRAFI PENULIS
Penulis Kedua adalah dosen di Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi, Universitas Pelita Harapan, Tangerang-Banten, Indonesia. Beliaumendapatkan gelar Magister Manajemen, dari Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia, padatahun 2005. Fokus pengajaran dan penelitiannya adalah pada Akuntansi Keuangan, AkuntansiBiaya dan Akuntansi Manajemen. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi [email protected]
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
36
ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAN GOOD CORPORATEGOVERNANCE TERHADAP FINANCIAL DISTRESS (Studi Kasus Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI 2014-2017)
Vionita1 dan Herlina Lusmeida2
Universitas Pelita HarapanKarawaci, Tangerang -Banten
Email: [email protected]
AbstractThis research was conducted with the aim of knowing and testing whether there is aninfluence of financial performance (leverage, liquidity, profitability and sales growth)and the mechanism of good corporate governance (managerial ownership, institutionalownership, board of directors, independent board of commissioners and auditcommittee) on financial distress on manufacturing companies listed on the IDX.Based on the criteria set out in this study during the 2014-2017 period, 58 selectedmanufacturing companies with 232 data were sampled in this study. This researchmodel was analyzed using logistic regression. The results of this study indicate thatleverage and independent board of commissioners have a positive effect on financialdistress. Profitability and managerial ownership have a negative effect on financialdistress. Liquidity, sales growth, institutional ownership, board of directors and auditcommittee have no effect on financial distress.
Keywords: financial distress, financial performance, profitability, good corporategovernance.
1. Pendahuluan
Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan yang besar secara terus
menerus, dimana keuntungan tersebut akan digunakan untuk membiayai kegiatan operasional
perusahaan dan aktivitas lainnya dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup usahanya.
Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua perusahaan dapat mewujudkan hal tersebut,
dikarenakan masih banyaknya perusahaan yang mengalami kebangkrutan sebagai akibat dari
adanya permasalahan financial distress yang tidak dapat diatasi dengan baik. Financial distress
merupakan situasi ketika perusahaan tidak memiliki aset yang cukup untuk melunasi
kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjangnya (Madhushani
dan Kawshala, 2018).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
37
Permasalahan financial distress yang dialami oleh suatu perusahaan akan memberikan
dampak negatif berupa kerugian yang akan diderita oleh berbagai pihak, diantaranya adalah
perusahaan itu sendiri, shareholders, stakeholder lainnya, dan juga perekonomian global (Liang et
al., 2016). Terjadinya financial distress menyebabkan perusahaan kehilangan beberapa pihak
penting yang dapat membantu dalam pencapaian tujuan perusahaan. Contohnya perusahaan akan
kehilangan investor, dikarenakan adanya keyakinan investor bahwa perusahaan tidak dapat
memberikan return atas dana yang telah mereka investasikan ketika perusahaan mengalami
financial distress. Dengan begitu, investor pun akan memutuskan untuk tidak berinvestasi pada
perusahaan tersebut (Wibowo dan Musdholifah, 2017). Oleh karena itu, setiap perusahaan harus
menghindari berbagai kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya financial distress.
Salah satu yang dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk memprediksi terjadinya financial
distress yaitu dengan melakukan pengukuran kinerja keuangan yang terdapat dalam laporan
keuangan yang telah disusun secara akurat. Laporan keuangan merupakan infomasi yang sangat
dibutuhkan oleh pihak internal dan pihak eksternal perusahaan karena informasi tersebut dapat
memberikan gambaran mengenai hasil yang telah dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka
waktu tertentu, sehingga informasi tersebut juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan. Dengan adanya kinerja keuangan yang baik maka kemungkinan
terjadinya financial distress akan semakin kecil. Kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dengan
menggunakan rasio keuangan. Rasio keuangan merupakan angka yang diperoleh dari hasil
perbandingan antara satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan
yang relevan dan signifikan. Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi
keuangan perusahaan dan kinerjanya (Wongsosudono dan Chrissa, 2013).
Meminimalkan terjadinya financial distress bukan merupakan hal yang mudah bagi setiap
perusahaan, karena adanya konflik kepentingan yang muncul diantara pihak agent dan principal
atau yang dikenal dengan istilah konflik keagenan. Perbedaan kepentingan tersebut dapat
menyebabkan pemegang saham mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan
oleh pihak manajer. Sering sekali tindakan yang dilakukan oleh manajer sebagai pihak agent hanya
berdasarkan keinginannya saja, tanpa memperhatikan kepentingan pemegang saham sebagai pihak
principal (Ridwan dan Gunardi, 2013). Kesalahan manajer dalam mengambil tindakan merupakan
kesalahan besar yang dapat berakibat fatal bagi pihak perusahaan itu sendiri, dikarenakan
kesalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kondisi financial distress pada perusahaan
(Cinantya dan Merkusiwati, 2015). Dengan kata lain, timbulnya konflik keagenan dapat
menyebabkan semakin besar kemungkinan terjadinya financial distress.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
38
Adapun solusi untuk meminimalkan terjadinya konflik kepentingan yang berbeda antara
pihak manajemen dan pemegang saham yaitu dengan menerapkan mekanisme good corporate
governance yang berfungsi untuk membangun rasa kepercayaan pemegang saham mengenai
sebagaimana manajer tidak akan melakukan tindakan kecurangan yang dapat membuat pemegang
saham mengalami kerugian atas dana yang telah diinvestasikan sebelumnya. Selain itu juga
memberikan kepastian kepada pemegang saham mengenai return yang akan mereka terima (Aljana
dan Purwanto, 2017).
Financial distress menjadi salah satu pokok permasalahan yang perlu diperhatikan oleh setiap
perusahaan, dikarenakan banyaknya perusahaan yang mengalami kesuiltan didalam mencegah dan
mengatasi terjadinya permasalahan tersebut. Salah satu penyebab terjadinya financial distress
adalah ketika perusahaan tidak dapat meningkatkan kinerja keuangannya dan tidak menerapkan
mekanisme good corporate governance dengan baik. Melihat keadaan seperti itu, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan dan Good
Corporate Governance terhadap Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di BEI pada Periode 2014 - 2017.”
2. Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis
2.1 Tinjauan Literatur
Teori keagenan menjelaskan adanya hubungan kontraktual antara pemegang saham sebagai
pihak prinsipal dan manajer sebagai pihak agen. Kontrak yang terikat diantara kedua pihak tersebut
harus menghasilkan hubungan yang efisien agar keduanya mendapatkan keuntungan yang
maksimal. Hubungan yang efisien dapat terjadi apabila pihak prinsipal dan agen memiliki jumlah
informasi yang sama dengan kualitas informasi yang baik, artinya pihak mana pun tidak boleh
menyembunyikan informasi dalam bentuk apapun, terlebih lagi apabila informasi tersebut dapat
menguntungkan salah satu pihak saja (Barolla dalam Muid dan Bernandhi, 2014).
Dalam teori keagenan sering menimbulkan asimetri informasi, dikarenakan manajer sebagai
pengendali perusahaan biasanya memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pemegang
saham (Gunawijaya, 2015). Selain itu, pemegang saham juga tidak dapat mengawasi semua
tindakan yang dilakukan oleh manajer, sehingga sulit bagi pemegang saham untuk mengetahui
apakah keputusan yang diambil oleh manajer akan menguntungkan atau merugikan dirinya
(Cinantya dan Merkusiwati, 2015). Dengan adanya asimetri informasi dan kesulitan pemegang
saham dalam mengawasi tindakan manajer, maka hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh manajer
untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
39
Financial distress adalah situasi ketika perusahaan tidak memiliki aset yang cukup untuk
melunasi kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjangnya
(Madhushani dan Kawshala, 2018). Financial distress merupakan suatu kondisi keuangan
perusahaan sedang dalam keadaan yang tidak sehat, dimana situasi ini terjadi ketika perusahaan
tidak mampu melunasi utang dan beban bunganya. Ketidakmampuan tersebut dapat diakibatkan
karena kerugian yang telah dialami oleh perusahaan selama beberapa periode (Hapsari, 2012).
Financial distress juga merupakan suatu tahap dimana kondisi perusahaan mengalami penurunan
yang dapat dilihat dari sisi keuangannya. Tahapan tersebut terjadi sebelum perusahaan mengalami
kebangkrutan (Ramadhani dan Lukviarman, 2009).
Kinerja keuangan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana prestasi
kerja yang telah dicapai oleh suatu perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan dapat dilakukan
dengan melakukan analisis rasio keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan yang telah
disusun secara lengkap. Laporan keuangan merupakan hasil yang diperoleh dari adanya proses
akuntansi. Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan digunakan sebagai bentuk komunikasi
yang dilakukan oleh pihak perusahaan kepada berbagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap
informasi tersebut. Hal ini dikarenakan laporan keuangan dapat menggambarkan data keuangan
dan berbagai aktivitas perusahaan. Laporan keuangan akan menjadi informasi yang lebih berguna
apabila angka-angka tersebut saling dibandingkan dalam bentuk rasio keuangan (Hery, 2016).
Leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aset perusahaan
dibiayai dengan utang. Leverage timbul dari aktivitas perusahaan dalam menggunakan dana yang
berasal dari pinjaman yang diberikan oleh pihak ketiga (Cinantya dan Merkusiwati, 2015). Dalam
penelitian ini, leverage dianalisis dengan menggunakan proksi debt to total assets ratio, dimana
proksi tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan yang telah dilakukan oleh peneliti.
Debt to total assets ratio adalah rasio utang yang digunakan untuk membandingkan antara
total utang dengan total aset. Dengan adanya rasio ini kita dapat melihat seberapa besar aset
perusahaan dibiayai oleh utang. Apabila dari hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh
perusahaan itu menunjukkan adanya debt to total assets ratio tinggi, maka dapat diartikan bahwa
perusahaan memiliki pendanaan yang besar dengan menggunakan utang. Apabila perusahaan
sudah terlalu banyak menggunakan pendanaan yang berasal dari utang maka hal tersebut akan
menyebabkan sulitnya perusahaan melakukan penambahan pinjaman kepada pihak kreditur di
masa mendatang, dikarenakan kreditur merasa takut apabila utang sudah terlalu banyak maka
perusahaan tidak dapat melunasi utang-utangnya beserta dengan beban bunga yang juga semakin
besar (Kasmir, 2016).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
40
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya
dengan cara mengkonversi aset menjadi kas. Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa likuid
suatu perusahaan. Perusahaan dikatakan likuid apabila perusahaan mampu melunasi kewajiban
jangka pendeknya saat jatuh tempo dan apabila perusahaan tidak mampu melunasi kewajiban
jangka pendeknya saat jatuh tempo maka perusahaan tersebut tidak likuid (Hery, 2016). Tingkat
likuiditas yang tinggi menunjukkan adanya ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk
membayar kewajiban jangka pendek kepada kreditor, pembayaran dividen dan pembiayaan operasi
perusahaan lainnya (Putra dan Lestari, 2016). Dalam penelitian ini, likuiditas dianalisis dengan
menggunakan proksi current ratio, dimana proksi tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan yang
telah dilakukan oleh peneliti. Current ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
sejauh mana perusahaan menggunakan aset lancar untuk melunasi kewajiban lancar yang akan
jatuh tempo (Sugiono dan Untung, 2016). Adapun standar current ratio yang baik adalah 2:1,
artinya perusahaan memiliki kas lebih banyak dua kali lipat daripada kewajiban jangka pendeknya
(Hery, 2016)
Analisis rasio profitabilitas juga merupakan suatu hal yang sangat penting bagi investor dalam
mengambil keputusan investasi mereka, karena dengan hasil analisis yang baik mengenai
keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan maka hal tersebut akan menjadi daya tarik bagi
investor untuk melakukan investasi pada perusahaan tersebut (Moeljadi, 2014). Dalam penelitian
ini, proksi yang digunakan untuk menghitung rasio profitabilitas adalah return on assets.
Pertumbuhan penjualan merupakan suatu penghasilan yang diperoleh perusahaan yang berasal
dari konsumen atas setiap produk atau jasa yang telah di hasilkan oleh perusahaan (Simanjuntak et
al, 2017). Pertumbuhan penjualan juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan
penjualan perusahaan dengan membandingkan penjualan periode sekarang dengan penjualan
periode lalu, sehingga ukuran tersebut dapat dijadikan sebagai prediksi untuk pertumbuhan
perusahaan di masa yang akan datang (Widarjo dan Setiawan, 2009).
Good corporate governance merupakan suatu sistem yang diciptakan untuk mengatur dan
mengendalikan perusahaan agar dapat terwujudnya nilai tambah bagi stakeholder (Sutedi, 2012).
Good corporate governance memiliki tujuan untuk memastikan manajer selalu mengambil
tindakan yang tepat agar semua pihak yang terkait dalam perusahaan, baik pihak internal maupun
pihak eksternal perusahaan mendapatkan keuntungan. Dengan kata lain, dalam penerapan good
corporate governance manajer tidak boleh mementingkan kepentingannya sendiri, melainkan
manajer juga harus memperhatikan kepentingan stakeholder (Al-Haddad et al, 2011). Penerapan
good corporate governance yang baik akan meminimalkan risiko terjadinya financial distress pada
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
41
perusahaan, sehingga hal tersebut menjadi suatu hal yang sangat penting bagi perusahaan,
dikarenakan penerapan tersebut dapat menentukan kesuksesan sebuah perusahaan (Putri dan
Merkusiwati, 2014).
Kepemilikan manajerial memiliki tujuan untuk meminimalkan konflik kepentingan yang
terjadi antara pihak prinsipal dan agen. Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham
yang dimiliki oleh manajemen perusahaan, dimana pengambilan keputusan juga secara aktif
diikuti oleh manajemen (Muid, 2009). Dengan adanya kehadiran manajemen yang memiliki
sebagian kepemilikan saham perusahaan, maka hal tersebut dapat membuat manajer mengambil
tindakan yang terbaik dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang saham. Hal ini
dikarenakan manajer juga akan merasakan langsung keuntungan maupun kerugian dari keputusan
yang telah ia ambil (Radifan dan Yuyetta, 2015).
Kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh suatu lembaga atau institusi
yang berukuran lebih besar, baik perusahaan asing, BUMN, maupun perusahaan swasta, dimana
biasanya mereka sering disebut sebagai pemegang saham mayoritas (Radifan dan Yuyetta, 2015).
Kepemilikan institusional dapat meningkatkan sistem kontrol dalam perusahaan melalui proses
monitoring secara efektif sehingga dapat meminimialkan terjadinya berbagai tindakan manajemen
yang dapat merugikan pihak lain (Utami dan Muslih, 2018). Kepemilikan institusional biasanya
sering disebut sebagai pemegang saham mayoritas. Hal tersebut dikarenakan mereka lebih dapat
untuk memanfaatkan informasi dalam memprediksi kondisi perusahaan, baik pada masa sekarang
maupun masa depan (Indriastuti, 2012). Dengan adanya kepemilikan institusional maka manajer
akan selalu berusaha untuk memaksimalkan nilai perusahaannya agar terhindar dari kondisi
financial distress.
Dewan direksi merupakan salah satu unsur yang penting di dalam penerapan good corporate
governance, karena dewan direksi memiliki kewenangan dan tanggungjawab penuh atas
perusahaan untuk menentukan kebijakan dan strategi yang akan diambil oleh pihak perusahaan,
baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang (Setiawan et al, 2016). Biasanya perusahaan
akan membentuk dewan direksi lebih dari satu orang, dikarenakan kehadiran dewan direksi dapat
menciptakan kinerja yang lebih efektif, sehingga dapat memberikan keuntungan bagi setiap pihak
yang terkait dalam perusahaan (Radifan dan Yuyetta, 2015).
Dewan komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang bukan bagian dari
anggota manajemen maupun pemegang saham. Dewan komisaris independen juga tidak boleh
memiliki hubungan apapun dengan pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam
perusahaan, baik dalam hal keuangan maupun non keuangan, serta komisaris independen tidak
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
42
boleh memiliki hubungan kekeluargaan dengan pihak direksi, manajemen dan pemegang saham.
Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar dewan komisaris dapat mengelola perusahaan secara
independen dan tidak adanya keberpihakan yang terhadap pihak lainnya (Karuniasih, 2013).
Komite audit merupakan komite yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan dalam
pengelolaan perusahaan. Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris dan biasanya beranggotakan
paling sedikit tiga orang (Karuniasih, 2013). Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi
sistem pengendalian internal, pelaksanaan audit dan manajemen risiko. Komite audit juga harus
memiliki keahlian dan pengetahuan yang baik mengenai konsep dasar akuntansi dan keuangan
agar dapat menganalisis laporan keuangan agar dapat meningkatkan kinerja perusahaan, sehingga
meminimalkan terjadinya financial distress (Gunawijaya, 2015).
Penelitian mengenai financial distress telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya,
diantaranya sebagai berikut :
Leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan
dibiayai dengan utang. Adanya hasil dari pengukuran leverage yang tinggi, maka menunjukkan
bahwa perusahaan memiliki utang besar dalam melakukan pendanaannya. Hal tersebut
memungkinkan perusahaan akan mengalami kondisi financial distress, dikarenakan financial
distress diawali dengan kegagalan perusahan dalam membayar utangnya (Mafiroh dan Triyono,
2016). Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Septivani dan Agoes (2014), Simanjuntak et al (2017) dan Khaliq (2014) yang menyatakan bahwa
leverage berpengaruh positif terhadap terjadinya kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.
Dari penjelasan yang telah diuraikan diatas, maka diperoleh hipotesis sebagai berikut :
Perusahaan dikatakan likuid apabila perusahaan mampu melunasi kewajiban jangka
pendeknya saat jatuh tempo dan apabila perusahaan tidak mampu melunasi kewajiban jangka
pendeknya saat jatuh tempo maka perusahaan tersebut tidak likuid (Hery, 2016). Apabila suatu
perusahaan telah dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak likuid, maka hal tersebut dapat
berdampak negatif bagi perusahaan itu sendiri, dikarenakan masalah tersebut dapat mengarah pada
penjualan aset yang dilakukan secara paksa, bahkan mengarah pada kondisi financial distress
(Mafiroh dan Triyono, 2016). Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Cinantya dan Merkusiwati (2015), Septivani dan Agoes (2014) dan Widhiari
dan Merkusiwati (2015) yang menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh negatif terhadap
terjadinya kondisi financial distress dalam suatu perusahaan
Salah satu kegunaan dari pengukuran profitabilitas yaitu untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dengan menggunakan total aset yang dimiliki
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
43
perusahaan (Putra dan Lestari, 2016). Apabila hasil pengukuran dari profitabilitas itu tinggi maka
menunjukkan semakin baik juga kondisi perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Dengan
begitu, hal tersebut juga akan meminimalkan terjadinya kondisi financial distress (Sugiono dan
Untung, 2016). Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Wongsosudono dan Chrissa (2013) dan Sutrisno dan Liana (2014) yang menyatakan bahwa
profitabilitas berpengaruh negatif terjadinya kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.
Pengukuran yang dilakukan pada rasio pertumbuhan penjualan digunakan untuk melihat
tingkat keberhasilan penjualan perusahaan dari satu periode ke periode berikutnya. Semakin tinggi
tingkat penjualan, maka semakin tinggi pula keuntungan yang akan diperoleh perusahaan. Dengan
tingkat keuntungan yang semakin besar maka akan meminimalkan kemungkinan terjadinya
financial distress yang akan dialami oleh suatu perusahaan (Widarjo dan Setiawan, 2009).
Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Widhiari
dan Merkusiwati (2015) dan Eliu (2014) yang menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan
berpengaruh negatif terhadap terjadinya kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.
Adanya kehadiran manajemen yang memiliki sebagian kepemilikan saham perusahaan, maka
akan terciptanya kepentingan yang sama antara pihak prinsipal dan agen, sehingga dalam hal ini
manajer akan lebih berhati dalam mengambil segala keputusan yang ada (Mukhtaruddin et al,
2014). Dengan begitu, pemegang saham pun akan semakin percaya bahwa manajer akan
menciptakan kinerja yang baik dan mampu meminimalkan kemungkinan terjadinya financial
distress (Cinantya dan Merkusiwati, 2015). Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Setiawan et al (2016) yang menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif terhadap terjadinya kondisi financial distress dalam suatu
perusahaan
Kepemilikan institusional dalam suatu perusahaan dapat meningkatkan kinerja manajemen
melalui proses monitoring yang dilakukan secara efektif agar manajemen dapat menciptakan nilai
perusahaan menjadi lebih baik. Dengan begitu kondisi financial distress juga akan terhindar dari
perusahaan (Utami dan Muslih, 2018). Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Cinantya dan merkusiwati (2015) dan Setiawan et al (2016)
yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap terjadinya kondisi
financial distress dalam suatu perusahaan.
Dewan direksi merupakan salah satu hal terpenting yang ada di dalam perusahaan, sehingga
pada umumnya perusahaan akan membentuk lebih dari satu orang untuk menjadi dewan direksi.
Kehadiran dewan direksi akan menciptakan kinerja yang lebih efektif bagi perusahaan. Dengan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
44
adanya kinerja yang baik maka hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu faktor yang digunakan
untuk meminimalkan terjadinya kondisi financial distress (Radifan dan Yuyetta, 2015). Pernyataan
tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Setiawan et al (2016),
Radifan dan Yuyetta (2015) dan Harahap (2017) yang menyatakan bahwa dewan direksi
berpengaruh negatif terhadap terjadinya kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.
Dewan komisaris independen memiliki tanggung jawab untuk mengawasi kinerja dewan
direksi. Dewan komisaris independen harus mengutamakan prinsip keadilan agar tidak ada pihak
yang merasa dirugikan oleh perusahaan (Karuniasih, 2013). Dengan begitu, adanya kehadiran
dewan komisaris independen dapat meminimalkan terjadinya financial distress pada perusahaan
(Mafiroh dan Triyono, 2016).
Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Septivani
dan Agoes (2014) yang menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh negatif
terhadap terjadinya kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.
Komite audit harus memiliki keahlian dan wawasan yang baik mengenai akuntansi, karena ia
bertanggung jawab untuk mengawasi sistem pengendalian internal, pelaksanaan audit, manajemen
risiko dan menganalisis laporan keuangan, sehingga dengan adanya komite audit yang dibentuk
dalam perusahaan diharapkan dapat meminimalkan terjadinya financial distress (Gunawijaya,
2015). Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Sastriana dan Fuad (2013) yang menyatakan bahwa komite audit berpengaruh negatif terhadap
kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.
2.2 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan teori yang ada serta penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, maka
penulis mencoba menyusun kerangka pemikiran dari penelitian ini yang dapat dilihat pada
gambar berikut di bawah ini :
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
45
2.3 Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan literatur dan kerangka pemikiran yang ada, maka hipotesis daripenelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Leverage berpengaruh positif terhadap financial distress.
H2 : Likuiditas berpengaruh negatif terhadap financial distress.
H3 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap financial distress.
H4 : Pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif terhadap financial distress.
H5 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap financial distress.
H6 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap financial distress.
H7 : Dewan direksi berpengaruh negatif terhadap financial distress.
H8 : Dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap financial distress.
H9 : Komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
46
3. Metode Penelitian
3.1 Data dan Sampel
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling sebagai metode yang digunakan
untuk memilih sampel dalam penelitian ini. Dalam metode purposive sampling, sampel yang
dipilih secara khusus sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian (Sakti dan
Nugroho, 2012). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI periode 2014 – 2017 yang memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan manufaktur secara konsisten terdaftar di BEI selama periode 2014 – 2017.
2. Perusahaan manufaktur yang menyajikan laporan keuangan per 31 Desember selama
periode 2014-2017
3. Perusahaan manufaktur yang menggunakan mata uang Rupiah dalam pelaporan
keuangannya.
4. Perusahaan manufaktur yang menyajikan data terkait dengan informasi yang sesuai dengan
variabel dependen dan independen yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
5. Perusahaan manufaktur yang memiliki nilai Altman Z-Score kurang dari 1,8 dan lebih dari
3 dipilih menjadi sampel dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model regresi
logistik. Model tersebut dipilih karena variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini
bersifat non metrik dan memiliki lebih dari satu variabel independen (Sekaran dan Bougie, 2013).
Dalam penelitian ini variabel dependen menggunakan variabel dummy dengan memberikan angka
0 dan 1, dimana angka 0 untuk perusahaan non financial distress dan angka 1 untuk perusahaan
financial distress. Adapun model regresi logistik dalam persamaan linear sebagai berikut :
FD = = + DAR + CR + ROA + SG + KM + KI + DD +
DKI + KA + e
………………………....................................................................(1)
Keterangan :
FD = Financial Distress
= Koefisiensi konstanta
- = Koefisiensi model regresi
DAR = Debt to Assets Ratio
CR = Current Ratio
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
47
ROA = Return On Assets
SG = Sales Growth
KM = Kepemilikan Manajerial
KI = Kepemilikan Institusional
DD = Dewan Direksi
DKI = Dewan Komisaris Independen
KA = Komite Audit
e = error
3.2 Definisi Variabel Operasional
Variabel dependen biasanya disebut juga sebagai variabel terikat. Variabel dependen
merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen (Sekaran dan Bougie, 2013).
Dalam penelitian ini, financial distress menjadi variabel dependen. Financial distress merupakan
suatu tahap dimana kondisi keuangan perusahaan sedang mengalami penurunan (Ramadhani dan
Lukviarman, 2009). Kondisi financial distress juga tercermin ketika perusahaan tidak memiliki
aset yang cukup untuk melunasi kewajibannya (Madhushani dan Kawshala, 2018).
Dalam penelitian ini, financial distress diukur dengan menggunakan Earning Per Share
(EPS). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Putri dan Merkusiwati
(2014), Radifan dan Yuyetta (2015), Widhiari dan Merkusiwati (2015). Variabel dependen dalam
penelitian ini disajikan dalam bentuk variabel dummy. Apabila perusahaan memiliki EPS negatif
maka diberi nilai 1 dan untuk perusahaan yang memiliki EPS positif maka diberi nilai 0.
Variabel independen biasanya disebut juga sebagai variabel bebas. Variabel independen
adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik secara positif maupun secara negatif
(Sekaran dan Bougie, 2013).
Leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan
dibiayai dengan utang (Cinantya dan Merkusiwati, 2015). Dalam penelitian ini, leverage diukur
dengan menggunakan debt to total assets ratio (Septivani dan Agoes, 2014). Berikut adalah rumus
yang digunakan
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dengan cara mengkonversi aset menjadi kas (Hery, 2016). Dalam penelitian ini,
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
48
likuiditas diukur dengan menggunakan current ratio (Septivani dan Agoes, 2014). Berikut adalah
rumus yang digunakan :
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba bersih, sehingga dapat terlihat perkembangan laba yang
diperoleh dari waktu ke waktu (Kasmir, 2016). Dalam penelitian ini, likuiditas diukur dengan
menggunakan return on asset (Simanjuntak et al, 2017). Berikut adalah rumus yang digunakan :
Pertumbuhan penjualan merupakan suatu indikator perusahaan yang berasal dari penerimaan
pasar atas setiap produk atau jasa yang telah di hasilkan oleh perusahaan (Simanjuntak et al, 2017).
Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung pertumbuhan penjualan (Widhiari dan
Merkusiwati, 2015)
Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajemen
perusahaan, dimana pengambilan keputusan juga secara aktif diikuti oleh manajemen. Dengan
adanya kepemilikan manajerial maka akan meminimalkan terjadinya konflik kepentingan antara
prinsipal dan agen (Muid, 2009). Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengukur
kepemilikan manajerial (Makhtaruddin et al, 2014):
Kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh suatu lembaga atau institusi
yang berukuran lebih besar, baik perusahaan asing, BUMN, maupun perusahaan swasta (Radifan
dan Yuyetta, 2015). Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengukur kepemilikan
institusional (Makhtaruddin et al, 2014):
Dewan direksi merupakan salah satu unsur dari good corporate governance yang memiliki
kewenangan dan tanggungjawab penuh atas perusahaan untuk menentukan kebijakan dan strategi
yang akan diambil oleh pihak perusahaan, baik untuk jangka pendek mapun jangka panjang
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
49
(Setiawan et al, 2016). Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengukur dewan direksi
(Harahap, 2017) :
DD = Σ Anggota dewan direksi yang dalam perusahaan pada periode t, termasuk CEO
Dewan komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang bukan bagian dari
anggota manajemen maupun pemegang saham. Dewan komisaris independen juga tidak boleh
memiliki hubungan apapun dengan pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam
perusahaan (Karuniasih, 2013). Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengukur dewan
komisaris independen (Makhtaruddin et al, 2014) :
Komite audit merupakan komite yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan dalam
pengelolaan perusahaan (Karuniasih, 2013). Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi
sistem pengendalian internal, pelaksanaan audit dan manajemen risiko (Gunawijaya, 2015).
Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengukur komite audit (Mukhtaruddin et al 2014) :
KA = Σ Anggota komite audit dalam perusahaan
4. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Statistik Deskriptif
Untuk nilai minimum dan maksimum serta nilai rata-rata masing –masing variabel dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel di atas.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
50
Tabel 2. Uji Kelayakan Model Regresi
Hosmer and Lemeshow Test
Step
Chi-square df Sig.
1 11,709 8 ,165
Sumber : Data diolah penulis menggunakan program SPSS
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nilai chi-square yang diperoleh yaitu sebesar 11,709
dengan nilai signifikansi sebesar 0,165, dimana nilai signifikansi tersebut lebih besar jika
dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05. Dengan begitu
dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat kecocokan signifikan antara model dengan
data observasinya, sehingga model dapat diterima.
Tabel 3. Uji Koefisien Determinasi
Model SummarySt
ep-2 Log
likelihoodCox &
Snell R SquareNagelkerke
R Square1 73,272a ,631 ,864a. Estimation terminated at iteration number 12
because parameter estimates changed by less than ,001.Sumber : Data diolah penulis menggunakan program SPSS
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nilai Cox & Snell R Square yang diperoleh yaitu
sebesar 0,631 dan Nagalkerke R Square sebesar 0,864, dimana hasil tersebut menunjukan bahwa
variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 86,4%.
Sedangkan sisanya sebesar 13,6% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Tabel 4. Matriks Klasifikasi
Classification Tablea
Observed
Predicted
Y PercentageCorrect0 1
Step 1 Y 0 140 7 95,2
1 2 83 97,6Overall Percentage 96,1
a. The cut value is ,500
Sumber : Data diolah penulis menggunakan program SPSS
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
51
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terdapat estimasi untuk perusahaan yang tidak
mengalami financial distress (Y=0) yaitu sebesar 95,2%, sedangkan estimasi untuk perusahaan
yang mengalami financial distress (Y=1) yaitu sebesar 97,6%. Secara keseluruhan persentase yang
diperoleh dari hasil klasifikasi memiliki tingkat akurasi sebesar 96,1%.
Tabel 5. Uji T
Dari hasil uji SPSS dapat dilihat bahwa leverage memiliki nilai signifikansi sebesar 0,002,
dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05,
sehingga leverage berpengaruh terhadap financial distress. Selain itu, dalam tabel 4.6 dapat
dilihat bahwa leverage memiliki nilai β sebesar 5,396, dimana hal ini menunjukan terdapat arah
yang positif untuk variabel leverage. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa leverage secara
signifikan berpengaruh positif terhadap financial distress.
Likuiditas memiliki nilai signifikansi sebesar 0,101, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai
signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05. Dengan adanya hasil pengujian tersebut
dapat disimpulkan bahwa likuiditas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap financial
distress.
Untuk profitabilitas memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000, dimana nilai tersebut lebih kecil
dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05, sehingga profitabilitas berpengaruh
terhadap financial distress. Selain itu, dalam tabel 4.6 dapat dilihat bahwa profitabilitas memiliki
nilai β sebesar -48,900, dimana hal ini menunjukan terdapat arah koefisien yang negatif untuk
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
52
variabel profitabilitas. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa profitabilitas secara signifikan
berpengaruh negatif terhadap financial distress.
Dari hasil uji SPSS dapat dilihat bahwa pertumbuhan penjualan memiliki nilai signifikansi
sebesar 0,272, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu
sebesar 0,05. Dengan adanya hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
penjualan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress.
kepemilikan manajerial memiliki nilai signifikansi sebesar 0,042, dimana nilai tersebut lebih
kecil dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05, sehingga kepemilikan
manajerial berpengaruh terhadap financial distress. Selain itu, dalam tabel 4.6 dapat dilihat bahwa
kepemilikan manajerial memiliki nilai β sebesar -7,065, dimana hal ini menunjukan terdapat arah
koefisien yang negatif untuk variabel kepemilikan manajerial. Dengan begitu dapat disimpulkan
bahwa kepemilikan manajerial secara signifikan berpengaruh negatif terhadap financial distress
kepemilikan institusional memiliki nilai signifikansi sebesar 0,146, dimana nilai tersebut lebih
besar dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05. Dengan adanya hasil
pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap financial distress.
Dari hasil uji SPSS dapat dilihat bahwa dewan direksi memiliki nilai signifikansi sebesar
0,130, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar
0,05. Dengan adanya hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa dewan direksi tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress.
Dari hasil uji SPSS dapat dilihat bahwa dewan komisaris independen memiliki nilai
signifikansi sebesar 0,022, dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai signifikansi yang telah
ditentukan yaitu sebesar 0,05, sehingga dewan komisaris independen berpengaruh terhadap
financial distress. Selain itu, dalam tabel 4.6 dapat dilihat bahwa terdapat nilai β sebesar 4,824,
dimana hal ini menunjukan terdapat arah yang positif untuk variabel dewan komisaris independen.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris independen secara signifikan
berpengaruh positif terhadap financial distress.
Dari hasil uji SPSS dapat dilihat bahwa komite audit memiliki nilai signifikansi sebesar
0,708, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar
0,05. Dengan adanya hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa komite audit tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
53
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa
variabel leverage berpengaruh positif terhadap financial distress, artinya semakin besar tingkat
leverage dalam suatu perusahaan maka kemungkinan terjadinya financial distress juga akan
semakin besar. Hasil dari pengujian ini sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah diajukan.
4.2.1 Leverage
Rasio leverage digunakan untuk mengukur seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai
dengan utang. Semakin besar tingkat leverage suatu perusahaan maka pendanaan perusahaan
dengan menggunakan utang juga semakin besar. Hal tersebut juga diikuti dengan adanya
penambahan beban bunga pinjaman yang harus dibayar oleh perusahaan semakin besar. Oleh
karena itu perusahaan harus membatasi pinjaman tersebut, karena apabila jumlah pinjaman terlalu
banyak dan perusahaan tidak dapat melakukan pelunasan dengan baik, maka hal ini dapat
berdampak terhadap kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan tersebut (Kasmir,
2016). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Simanjuntak et
al, (2017), Septivani dan Agoes (2014) dan Khaliq et al, (2014).
4.2.2 Likuiditas (X2)
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa
variabel likuiditas tidak berpengaruh terhadap financial distress, artinya tingkat likuiditas dalam
suatu perusahaan yang semakin besar maupun semakin kecil tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress. Hasil dari pengujian ini tidak sesuai
dengan teori dan hipotesis yang telah diajukan.
Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan dapat memenuhi
kewajiban jangka pendeknya dengan mengkonversi aset menjadi kas. Setiap perusahaan memiliki
waktu yang berbeda-beda untuk mengkonversi aset menjadi kas. Sebagian perusahaan dapat
mengkonversi aset menjadi kas dalam waktu yang singkat. Akan tetapi sebagian lainnya
perusahaan memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat mengkonversi aset menjadi kas.
Oleh karena itulah, variabel likuiditas tidak memiliki pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya
financial distress (Putri dan Merkusiwati, 2014). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Putri dan Merkusiwati (2014), Sutrisno dan Liana (2014), Simanjuntak
et al, (2017), Mafiroh dan Triyono (2016), Santoso et al, (2018), Wibowo dan Musdholifah
(2017).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
54
4.2.3 Profitabilitas (X3)
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa
variabel profitabilitas berpengaruh negatif terhadap financial distress, artinya semakin besar
tingkat profitabilitas yang diperoleh perusahaan maka kemungkinan terjadinya financial distress
akan semakin kecil. Hasil dari pengujian ini sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah diajukan.
Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur seberapa besar perusahaan memperoleh laba.
Selain itu, rasio ini digunakan untuk menganalisis perkembangan laba yang diperoleh perusahaan
dari waktu ke waktu. Hasil pengukuran yang semakin tinggi memiliki arti bahwa kondisi
perusahaan juga semakin baik dalam memperoleh laba, sehingga perusahaan pun dapat
meminimalkan terjadinya financial distress (Sugiono dan Untung, 2016). Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Septivani dan Agoes (2014).
4.2.4 Pertumbuhan Penjualan (X4)
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa
variabel pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap financial distress, artinya tingkat
pertumbuhan penjualan dalam suatu perusahaan yang semakin besar maupun semakin kecil tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress. Hasil dari
pengujian ini tidak sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah diajukan.
Rasio pertumbuhan penjualan digunakan untuk melihat perkembangan penjualan perusahaan
dari tahun ke tahun. Rasio ini tidak berpengaruh terhadap terjadinya financial distress dikarenakan
penurunan penjualan hanya akan mengurangi laba perusahaan yang dimana kondisi tersebut tidak
akan membuat perusahaan langsung mengalami financial distress, apalagi jika penurunan
penjualan tidak melebih batas yang telah ditentukan maka hal tersebut bukan menjadi masalah
(Sutrisno dan Liana, 2014). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Sutrisno dan Liana (2014), Simanjuntak et al, (2017).
4.2.5 Kepemilikan Manajerial (X5)
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa
variabel kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap financial distress, artinya semakin
besar kepemilikan manajerial yang ada dalam perusahaan maka kemungkinan terjadinya financial
distress akan semakin kecil. Hasil dari pengujian ini sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah
diajukan.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
55
Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajemen
perusahaan, sehingga pihak manajemen akan mengambil keputusan dan tindakan yang terbaik,
dikarenakan pihak manajemen juga akan merasakan dampak dari keputusan yang akan ia ambil.
Hal ini tentunya akan meminimalkan konflik kepentingan yang terjadi antara pihak prinsipal dan
agen (Muid, 2009). Dengan begitu pihak pemegang saham pun akan semakin percaya bahwa
perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya dan mampu menghindari berbagai hal yang akan
mengakibatkan terjadinya kondisi financial distress dalam perusahaan (Cinantya dan Merkusiwati,
2015). Hasil dari penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Setiawan et
al, (2016).
4.2.6 Kepemilikan Institusional (X6)
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa
variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap financial distress, artinya seberapa
banyak kepemilikan institusional dalam suatu perusahaan tidak akan berpengaruh terhadap
kemungkinan terjadinya financial distress. Hasil dari pengujian ini tidak sesuai dengan teori dan
hipotesis yang telah diajukan.
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi besar
atau yang biasa dikenal dengan sebutan pemegang saham mayoritas. Pengawasan yang dilakukan
oleh pihak institusi dalam satu perusahaan dengan pihak institusi pada perusahaan lain memiliki
tingkat pengawasan yang berbeda-beda. Terdapat beberapa pihak institusi yang memiliki tingkat
pengawasan yang efektif, tetapi ada juga yang tidak memiliki tingkat pengawasan yang efektif.
Oleh karena itu, variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kondisi financial
distress. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Harahap
(2017), Putri dan Merkusiwati (2014), Santoso et al, (2018).
4.2.7 Dewan Direksi (X7)
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa
variabel dewan direksi tidak berpengaruh terhadap financial distress, artinya seberapa banyak
jumlah dewan direksi dalam suatu perusahaan tidak akan berpengaruh terhadap kemungkinan
terjadinya financial distress. Hasil dari pengujian ini tidak sesuai dengan teori dan hipotesis yang
telah diajukan.
Dewan direksi mengetahui banyak hal mengenai kondisi perusahaan. Akan tetapi, dewan
direksi juga memiliki keterbatasan misalnya dalam pengambilan keputusan dewan direksi tidak
dapat langsung mengambil keputusan tersebut, melainkan keputusan harus diambil melalui Rapat
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
56
Umum Pemegang Saham (RUPS) (Cinantya dan Merkusiwati, 2015). Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Cinantya dan Merkusiwati (2015).
4.2.8 Dewan Komisaris Independen (X8)
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa
variabel dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap financial distress, artinya
semakin banyak jumlah dewan komisaris independen dalam suatu perusahaan maka kemungkinan
terjadinya financial distress juga akan semakin besar. Hasil dari pengujian ini tidak sesuai dengan
teori dan hipotesis yang telah diajukan.
Hasil pengujian dalam penelitian ini sangat bertolak belakang dengan teori yang menyatakan
bahwa dengan adanya dewan komisaris independen akan memberikan dampak yang baik bagi
perusahaan dikarenakan dewan komisaris independen memiliki peran untuk mengawasi dan
memberikan nasihat kepada direksi agar terciptanya kinerja yang baik (Sutedi, 2012). Walaupun
hasil penelitian ini bertolak belakang dengan teori yang ada, tetapi hasil penelitian ini konsisten
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Chariri dan Ariesta (2013).
4.2.9 Komite Audit (X9)
Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa
variabel komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress, artinya seberapa banyak jumlah
komite audit dalam suatu perusahaan tidak akan berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya
financial distress. Hasil dari pengujian tersebut tidak sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah
diajukan.
Kebanyakan komite audit yang dimiliki oleh perusahaan belum bisa melaksanakan tugas-
tugasnya dengan baik. Hal tersebut dikarenakan keberadaan komite audit hanya untuk memenuhi
peraturan dari pihak pemerintah saja yang mengharuskan perusahaan publik memiliki komite audit
dengan harapan kinerja perusahaan dapat meningkat. Oleh karena itulah variabel komite audit tidak
memiliki pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya financial distress (Santoso et al, 2018). Hasil
penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Putri dan Merkusiwati (2014),
Radifan fan Yuyetta (2015), Mafiroh dan Triyono (2016), Santoso et al, (2018).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
57
5. Kesimpulan, Implikasi dan Saran
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang terdapat pada bab sebelumnya, maka peneliti
dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel leverage yang
dihitung dengan menggunakan rumus debt to total assets ratio menunjukkan bahwa
variabel leverage berpengaruh positif terhadap financial distress.
2. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel likuiditas yang
dihitung dengan menggunakan rumus current ratio menunjukkan bahwa variabel likuiditas
tidak berpengaruh terhadap financial distress.
3. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel profitabilitas
yang dihitung dengan menggunakan rumus return on assets menunjukkan bahwa variabel
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap financial distress.
4. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel pertumbuhan
penjualan menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh
terhadap financial distress.
5. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel kepemilikan
manajerial yang dihitung dengan cara membandingkan jumlah kepemilikan saham
manajerial dengan jumlah saham yang beredar, menunjukkan bahwa variabel kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif terhadap financial distress.
6. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel kepemilikan
institusional yang dihitung dengan cara membandingkan jumlah kepemilikan saham
institusional dengan jumlah saham yang beredar, menunjukkan bahwa variabel
kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap financial distress.
7. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel dewan direksi
yang dihitung dengan menjumlahkan anggota dewan direksi yang ada dalam perusahaan,
menunjukkan bahwa variabel dewan direksi tidak berpengaruh terhadap financial distress.
8. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel dewan komisaris
independen yang dihitung dengan cara membandingkan jumlah komisaris independen
dengan jumlah anggota dewan komisaris, menunjukkan bahwa variabel dewan komisaris
independen berpengaruh positif terhadap financial distress.
9. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel komite audit
yang dihitung dengan menjumlahkan anggota komite audit yang ada dalam perusahaan,
menunjukkan bahwa variabel komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
58
Implikasi dan Saran Hasil Penelitian
Peneliti berharap dalam penelitian yang telah dilakukan ini dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak. Terdapat beberapa implikasi dari hasil penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagi perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak perusahaan dalam meminimalkan
terjadinya financial distress dengan memperhatikan berbagai aspek yang telah terbukti
berpengaruh terhadap financial distress seperti leverage, profitabilitas, kepemilikan
manajerial dan dewan komisaris independen yang ada dalam perusahaan. Dengan
memperhatikan aspel-aspek tersebut maka diharapkan perusahaan dapat meningkatkan
kinerja keuangannya dan dapat menerapkan mekanisme good corporate governance
dengan baik agar terhindar dari kondisi financial distress.
2. Bagi investor dan kreditor
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak investor dalam pengambilan keputusan
untuk berinvestasi di suatu perusahaan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
membantu pihak kreditor dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan pemberian
pinjaman kepada perusahaan. Berbagai faktor yang harus diperhatikan oleh pihak investor
dan kreditor sesuai dengan hasil penelitian ini adalah leverage, profitabilitas, kepemilikan
manajerial dan dewan komisaris independen yang ada dalam perusahaan.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini memberikan banyak informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
financial distress, sehingga dapat menambah wawasan pembaca dan dapat dijadikan
sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
Daftar Pustaka
Al-Haddad, et al. (2011). The Effect of Corporate Governance on the Performance of JordanianIndustrial Companies: An empirical study on Amman Stock Exchange. InternationalJournal of Humanities and Social Science, Vol. 1 No. 4: 55-69.
Aljana, B. T. dan Purwanto, A. (2017). Pengaruh Profitabilitas, Struktur Kepemilikan dan KualitasAudit Terhadap Manajemen Laba (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar diBursa Efek Indonesia Tahun 2013-2015). Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 6,No. 3: 1-10.
Cinantya dan Merkusiwati. (2015). Pengaruh Corporate Governance, Financial Indicator, danUkuran Perusahaan pada Financial Distress. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana,Vol. 10, No. 3: 897-915.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
59
Eliu, V. (2014). Pengaruh Financial Leverage dan Firm Growth Terhadap Financial Distress.Finesta, Vol. 2, No. 2: 6-11.
Gunawijaya. (2015). Pengaruh Karakteristik Komite Audit, Independensi Dewan Komisaris,Reputasi Auditor Terhadap Financial Distress. Jurnal Akuntansi Bisnis, Vol. XIV, No.27: 111-130.
Hapsari, E. I. (2012). Kekuatan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi Financial DistressPerusahaan Manufaktur di BEI. Jurnal Dinamika Manajemen, Vol. 3, No. 2: 101-109.
Harahap, L. W. (2017). Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Firm Size TerhadapKondisi Financial Distress pada Perusahaan Property and Real Estate yang Terdaftar diBEI Tahun 2010-2014. Vol. 17, No.2: 1-13.
Hery. (2016). Financial Ratio for Business. Jakarta : PT. Gramedia Widisarana Indonesia.
Indriastuti, M. (2012). Analisis Kualitas Auditor dan Corporate Governance Terhadap ManajemenLaba. Eksistansi, Vol. IV, No. 2: 532-543.
Kasmir. (2016). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Karuniasih, D. M. (2013). Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba padaPerusahaan Perbankan. Accounting Analysis Journal, Vol. 2, No. 1: 27-34.
Khaliq, A., et al. (2014). Identifying Financial Distress Firms: A Case Study of Malaysia’sGovernment Linked Companies (GLC). International Journal of Economics, Financeand Management, Vol. 3, No. 3: 141-150.
Liana, D. dan Sutrisno. (2014). Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi FinancialDistress Perusahaan Manufaktur. Jurnal Studi Manajemen dan Bisnis, Vol. 1, No. 2: 52-62.
Liang, D., et al. (2016). Financial Ratio and Corporate Governance Indicators in BankruptcyPrediction : A Comprehensive Study. European Journal of Operational Research 252 :561-572.
Madhushani dan Kawshala. (2018). The Impact of Financial Distress on Financial Performance.International Journal of Scientific and Research Publications, Vol. 8, No. 2: 393-405.
Mafiroh, A. dan Triyono. (2016). Pengaruh Kinerja Keuangan dan Mekanisme CorporateGovernance Terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufakturyang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2014). Jurnal Riset Akuntansi danKeuangan Indonesia, Vol. 1, No.1: 46-53.
Moeljadi. (2014). Factors Affecting Firm Value : Theoretical Study On Public Manufacturing FirmIn Indonesia. South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law,Vol. 5, No. 2: 6-15.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
60
Muid, A. dan Bernandhi, R. (2014). Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional,Kebijakan Dividen, Leverage dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan.Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 3, No. 1: 1-14.
Muid, D. (2009). Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba. FokusEkonomi, Vol. 4, No. 2: 94-108.
Mukhtaruddin, et al. (2014). Good Corporate Governance Mechanism, Corporate SocialResponsibility Disclosure on Firm Value: Empirical Study on Listed Company inIndonesia Stock Exchange. International Journal of Finance & Accounting Studies,Vol. 2 No. 1: 1-10.
Muslih, M. dan Utami. (2018). Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaandengan Kinerja Keuangan Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus pada Perusahaan SubSektor Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2016). JurnalAkrab Juara, Vol. 3, No. 3: 111-125.
Putra dan Lestari, P. V. (2016). Pengaruh Kebijakan Dividen, Likuiditas, Profitabilitas dan UkuranPerusahaan Terhadap Nilai Perusahaan. E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No. 7: 4044-4070.
Radifan, R. dan Yuyetta. (2015). Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate GovernanceTerhadap Kemungkinan Financial Distress. Diponegoro Journal Of Accounting, Vol. 4,No. 3: 1-11.
Ramadhani, A. S. dan Lukviarman, N. (2009). Perbandingan Analisis Prediksi KebangkrutanMenggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, dan Altman Modifikasi DenganUkuran dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas (Studi pada PerusahaanManufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Siasat Bisnis, Vol. 13, No.1: 15-28.
Ridwan, M. dan Gunardi, A. (2013). Peran Mekanisme Corporate Governance sebagai PemoderasiPraktik Earning Management terhadap Nilai Perusahaan. Trikonomika, Vol. 12, No. 1:49–60.
Santoso, et al. (2018). Analysis of Effect of Good Corporate Governance, Financial Performanceand Firm Size on Financial Distress in Property And Real Estate Company Listed BEI2012-2016. Journal of Management, Vol. 4, No. 4: 1-10.
Sastriana, D. dan Fuad. (2013). Pengaruh Corporate Governance dan Firm Size TerhadapPerusahaan yang Mengalami Kesulitan Keuangan (Financial Distress). DiponegoroJournal of Accounting, Vol. 2, No. 3: 1-10.
Sekaran, U. dan Bougie, R. (2013). Research Method for Business. John Wiley & Sons Ltd.
Septivani, R. dan Agoes, S. (2014). Pengaruh Kinerja Keuangan Perusahaan, CorporateGovernance dan Intellectual Capital Terhadap Kemungkinan Terjadinya Financial
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
61
Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Non Jasa Keuangan di Bursa Efek Indonesia).Jurnal Tekun, Vol. V, No. 1: 161-176.
Simanjuntak, C., et al. (2017). Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress (Studi padaPerusahaan Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015). e-Proceeding of Management, Vol. 4, No. 2: 1580-1587.
Sugiono, A. dan Untung, E. (2016). Analisa Laporan Keuangan. Jakarta : PT. GramediaWidisarana Indonesia.
Sutedi, A. (2012). Good Corporate Governance. Jakarta : Sinar Grafika.
Wibowo, W. dan Musdholifah. (2017). Pengaruh Corporate Governance, Kinerja Keuangan danUkuran Perusahaan terhadap Financial Distress pada Sektor Pertambangan Indonesia.Jurnal Ilmu Manajemen, Vol. 5, No. 3: 1-13.
Widarjo, W. dan Setiawan, D. (2009). Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kondisi FinancialDistress Perusahaan Otomotif. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.11, No. 2: 107-119.
Widhiari dan Merkusiwati. (2015). Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Operating Capacity danSales Growth Terhadap Financial Distress. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana,Vol. 11, No.2 : 456-469.
Wongsosudono, C. dan Chrissa. (2013). Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi FinancialDistress pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.Jurnal Bina Akuntansi, Vol. 19 No. 2: 5-14.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
62
BIOGRAFI PENULIS
Penulis Kedua adalah dosen di Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi, Universitas Pelita Harapan, Tangerang-Banten, Indonesia. Beliau mendapatkangelar Magister Manajemen, dari Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia, pada tahun 2005. Fokuspengajaran dan penelitiannya adalah pada Akuntansi Keuangan, Akuntansi Biaya dan AkuntansiManajemen. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi [email protected]
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
63
PENGARUH RETURN ON EQUITY DAN DEBT TO EQUITY RATIO TERHADAPHARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN SUB SEKTOR PERDAGANGAN
ECERAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2013-2017
Maya Sari1 dan Jufrizen2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Medan, IndonesiaJl. Kapten Mukhtar Basri No. 3 Medan 20221
Email : [email protected]
Huda M. Al-AttasFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Medan, Indonesia
Jl. Kapten Mukhtar Basri No. 3 Medan 20221
AbstrakThe purpose of this study was to determine the effect of Return On Equity and Debt toEquity Ratio on Stock Prices both partially and simultaneously on Retail Trade SubSector Companies Listed on the Indonesia Stock Exchange for the period 2013-2017.The approach taken in this study is an associative approach. Data collectiontechniques in this study are documentation techniques. The data analysis technique inthis study used Classical Assumption Test, Multiple Linear Regression, HypothesisTest (t Test and F Test) and Determination Coefficient using SPSS Software version22.00. The results of this study prove that partially Return On Equity has a significanteffect on Stock Prices, partially Debt to Equity Ratio does not have a significant effecton Stock Prices, simultaneously Return On Equity and Debt to Equity Ratio have asignificant effect on Stock Prices.
Keyword: Return On Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), Harga Saham
1. PENDAHULUAN
Pasar modal merupakan tempat bertemunya permintaan dan penawaran instrument keuangan
(Samsul, 2006). Instrumen keuangan yang biasa diperjualbelikan di pasar modal adalah saham,
obligasi, reksadana dan instrumen derivatif. Berbagai jenis instrumen yang tersedia di pasar modal
menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk menginvestasikan dananya di pasar modal
(Ramadhani and Pustikaningsih, 2017). Investor pasar modal perlu memiliki sejumlah informasi
yang relevan tentang kinerja keuangan perusahaan, manajemen perusahaan, kondisi ekonomi dan
informasi relevan yang lainnya untuk menilai saham secara akurat (Maskun, 2012)
Pasar modal memiliki peran ganda dalam perekonomian yaitu memberikan kesempatan bagi
perusahaan yang ingin mendapatkan tambahan modal dengan menjual sekuritas dan menciptakan
peluang bagi investor untuk menginvestasikan dananya. Pasar modal berperan besar bagi
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
64
perekonomian suatu negara karena menjalankan dua fungsi sekaligus yaitu ekonomi dan keuangan.
Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana
yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan
pihak yang memerlukan dana (issuer)(Darmadji and Fakhruddin, 2012).
Selain pemerintah, swasta juga punya andil dalam pembangunan dan pertumbuhan
perekonomian suatu Negara. Peran swasta yaitu dengan investasi dan membuka lapangan kerja.
Selain itu perkembangan zaman juga telah menempatkan pasar modal pada peranan yang semakin
penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan merupakan salah satu sarana
terbesar dalam pembentukan modal dan tempat mengalokasikan dana yang dapat diarahkan untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat guna menunjang pembiayaan untuk pembangunan nasional.
Pasar modal juga menyediakan alternatif investasi jangka pendek maupun jangka panjang bagi
pemilik modal (Diaz and Jufrizen, 2014).
Dengan adanya pasar modal, pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan
dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return), sedangkan pihak issuer (dalam hal ini
perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu
tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan karena
memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana sesuai
dengan karakteristik investasi yang dipilih (Darmadji and Fakhruddin, 2012).
Salah satu instrumen pasar modal yang paling sering diperdagangkan dalam investasi adalah
saham. Secara sederhana saham dapat didefinisikan sebagai surat berharga sebagai bukti penyertaan
atau kepemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan. Dengan menyertakan modal
tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset
perusahaan dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Bagi perusahaan
penerbit saham, saham akan meningkatkan nilai ekuitas perusahaan sehingga perusahaan dapat
memanfaatkannya sebagai sarana memperoleh pendanaan. Dengan melonjaknya jumlah saham
yang ditransaksikan, akan dapat mendorong perkembangan pasar modal di Indonesia (Hadi, 2013).
Harga saham suatu perusahaan menjadi tolak ukur investor untuk menanamkan sahamnya.
Harga saham merupakan nilai sekarang (present value) dari penghasilan-penghasilan yang akan
diterima oleh pemodal dimasa yang akan dating (Husnan, 2009). Terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi harga saham terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor
internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari internal perusahaan serta dapat dikendalikan
oleh manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar
perusahaan serta tidak dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan (Wuryaningrum and
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
65
Budiarti, 2015).
Return on Equity (ROE) merupakan suatu pengukuran dari hasil yang tersedia bagi para
pemilik perusahaan atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. Return On Equity
(ROE) mencerminkan seberapa besar return yang diberikan bagi pemegang saham atau setiap
rupiah uang yang ditanamkannya menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi
Return On Equity (ROE), maka semakin baik perusahaan tersebut di mata investor dan hal ini dapat
menyebabkan harga saham perusahaan yang bersangkutan semakin naik (Syamsuddin, 2009).
Dampaknya bagi perusahaan adalah perusahaan tidak mampu memenuhi kebutuhan
perusahaannya yang dapat menyebabkan investor tidak tertarik untuk menanamkan saham. Agar
perusahaan dapat memenuhi laba sesuai dengan targetnya, maka perusahaan perlu menyusun
perencanaan laba yang baik sehingga dapat memprediksi kondisi laba perusahaan di masa yang
akan datang. Debt to Equity Ratio (DER) merupakan utang sumber pendanaan eksternal yang
menjadi salah satu bagian penting bagi suatu perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan dapat
dinilai, salah satunya dengan memperhatikan utang perusahaan. Utang juga menjadi bahan
pertimbangan bagi seorang investor untuk menentukan saham pilihan. Perbandingan hutang dan
modal dalam pendanaan perusahaan menunjukkan kemampuan modal perusahaan sendiri untuk
memenuhi seluruh kewajibannya, dan apabila semakin tinggi Debt to Equity Ratio menunjukkan
semakin besar total hutang terhadap total ekuitas. Pinjaman hutang suatu perusahaan dapat menjadi
acuan untuk investor menanamkan modalnya pada perusahaan.
Pengembangan Hipotesis
ROE merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) atas modal yang diinvestasikan
dalam perusahaan (Syamsuddin, 2009). Selanjutnya Return On Equity (ROE) merupakan rasio laba
bersih terhadap ekuitas biasa yang mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham
biasa (Brigham & Houston, 2010). Hasil penelitian (Sondakh, Tommy & Mangantar, 2015)
mengemukakan bahwa Return On Equity (ROE) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
harga saham. Selanjutnya menurut (Ramadhani and Pustikaningsih, 2017) juga menyatakan bahwa
Return On Equity berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham pada Perusahaan
Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan hasil peneliti terdahulu oleh
(Alfiah and Diyani, 2017) yang menyatakan bahwa Return On Equity tidak berpengaruh signifikan
terhadap harga saham pada sektor Perdagangan Eceran.
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk menghitung
perbandingan antara total hutang dengan ekuitas dalam pendanaan perusahaan. Rasio ini juga
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
66
menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Rasio
Utang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
perbandingan antara total utang dengan total ekuitas (Hery, 2016). Pengertian lainnya dari Debt to
Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari
dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas
(Kasmir, 2012).
Debt to Equity Ratio (DER) adalah menunjukkan berapa bagian dari setiap rupiah modal
sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutangnya (Hani, 2014, hal. 124). Pengertian
lainnya dari Debt to Equity Ratio adalah rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas.
Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan
seluruh ekuitas (Kasmir, 2012). Debt to Equity Ratio (DER) yang tinggi menunjukkan tingginya
ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar, sehingga beban perusahaan juga
semakin berat (Stella, 2009). Jika suatu perusahaan menanggung beban utang yang tinggi, yaitu
melebihi modal sendiri yang dimiliki, maka harga saham perusahaan akan menurun (Devi and
Sudjarni, 2012).
Hasil peneliti terdahulu menunjukkan bahwa Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh yang
berarti terhadap Harga Saham (Munira, Merawati & Astuti, 2017). Selanjutnya sejalan juga dengan
peneliti terdahulu yang menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap
Harga Saham (Alfiah and Diyani, 2017).
Harga saham merupakan nilai sekarang (present value) dari penghasilan-penghasilan yang
akan diterima oleh pemodal di masa yang akan datang (Husnan, 2009). Harga saham menentukan
kekayaan pemegang saham. Maksimalisasi kekayaan pmegang saham diterjemahkan menjadi
maksimalkan harga saham peusahaan. Harga saham pada satu waktu tertentu bergantung pada arus
kas yang diharapkan diterima di masa depan oleh investor “rata-rata” jika Harga saham merupakan
salah satu indikator keberhasilan manajemen dalam mengelola perusahaannya. Jika harga saham
suatu perusahaan selalu mengalami kenaikan, maka investor dapat menilai bahwa perusahaan
tersebut berhasil mengelola keuangan perusahaan. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang
mempengaruhi harga saham yaitu Return On Equity Ratio (ROE) dan Debt to Equity Ratio (DER).
Dari penelitian sebelumnya oleh (Alfiah and Diyani, 2017) menyatakan bahwa Return on
Equity Ratio dan Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan. Dan juga sejalan dengan peneliti
terdahulu oleh (Munira, Merawati and Astuti, 2017) menyatakan bahwa Return On Equity dan Debt
to Equity Ratio secara simultan (bersama-sama) memiliki pengaruh yang berarti terhadap Harga
Saham. Hal ini merupakan salah satu indikator yang dilihat investor untuk mengambil keputusan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
67
dalam berinvestasi karena ROE dan DER mempengaruhi terhadap naik turunnya harga saham.
Berdasarkan uraian diatas maka kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:
Gambar 1. Model Penelitian
2. METODE
Pendekatan penelitian ini adalah menggunakan pendekatan asosiatif. Penelitian asosiatif
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Hasil penelitian ini dapat
membangun teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala
(Rochaety, Tresnati & Latief, 2007). Pada penelitian ini penulis melakukan penelitian yang berjudul
Pengaruh Return On Equity (ROE) dan Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Harga Saham Pada
Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel
terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Harga Saham. Harga saham merupakan uang
yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan yang
berlangsung di bursa efek dan terbentuk karena adanya interaksi permintaan dan penawaran saham
tersebut di pasar modal. Pada penelitian kali ini penulis mengambil data harga saham pada
perusahaan sub sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel bebas
(X1) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Equity (ROE). Return On Equity (ROE)
atau disebut sebagai hasil pengembalian atas ekuitas merupakan rasio yang menunjukkan seberapa
besar kontribusi ekuitas dalam menciptakan laba bersih. Pada penelitian ini penulis mengambil data
Return On Equity (ROE) pada perusahaan sub sector. Variabel bebas (X2) yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio (DER). Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang
digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan membandingkan antara
seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Pada penelitian ini penulis mengambil
Debt to Equity Ratio
Harga Saham
Return On Equity
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
68
data pada perusahaan sub sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada perusahaan sub sektor Perdagangan
Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2017 sebanyak 25 perusahaan. Teknik
pengambilan sampel adalah purposive sampel, yaitu penge,mbilan sampel berdasrkan kriteria
tertentu. Berdasarkan kriteria pengambilan sampel, maka perusahaan yang menjadi sampel dalam
penelitian ini berjumlah 7 perusahaan sub sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun 2013-2017.
Tabel.1Sampel Penelitian Perusahaan Sub Sektor Perdagangan
Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
No Kode Emiten Nama Perusahaan
1 ACES PT. Ace Hardware Indonesia Tbk.
2 AMRT PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk.
3 CSAP PT. Catur Sentosa Adiprana Tbk.
4 ERAA PT. Erajaya Swasembada Tbk.
5 LPPF PT. Matahari Department Store Tbk.
6 MAPI PT. Mitra Adiperkasa Tbk.
7 TELE PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.Sumber: www.idx.co.id (2018)
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber sekunder.
Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul
data. Data yang digunakan adalah data eksternal, yaitu mengambil data-data yang dipublikasikan
oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada penelitian ini data yang digunakan dikumpulkan dengan
mendokumentasikan laporan keuangan pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data kuantitatif, yaitu dengan menguji dan menganalisis data dengan perhitungan angka-
angka dan kemudian menarik kesimpulan dari hasil pengujian tersebut dengan menggunakan
analisis Regresi Linier Berganda.
3. HASIL
Hasil uji normalitas dalam penelitian ini membuktikan bahwa model regresi telah memenuhi
asumsi yang telah dikemukakan sebelumnya, dikatakan memenuhi asusmsi normalitas jika data
menyebar disekitar garis diagonal dan mengikti ara garis diagonal maka model regresi memenuhi
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
69
asumsi normalitas. Berdasarkan hasil uji multikolinieritas, diperoleh nilai VIF menunjukkan bahwa
setiap nilai variabel independen tersebut yakni Return On Equity dan Debt to Equity Ratio memiliki
nilai VIF dalam batas toleransi yang telah ditentukan yakni sebesar 1.021 dan 1.021 artinya
melebihi 10, sehingga terjadi multikolinearitas. Sedangkan untuk nilai Tolerance untuk setiap
variabel independen adalah 0.979 dan 0,979 artinya nilai Tolerance lebih besar 0,1 sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel Return On Equity dan Debt to Equity Ratio terjadi tidak
multikolinearitas. Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas, dengan melihat pada grafik Scatterplot
memperlihatkan bahwa titik-titik menyebar secara acak tidak berbentuk pola jelas atau teratur, serta
diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi heterokedastisitas pada model regresi atau dengan kata lain variabel-variabel yang akan di
uji dalam penelitian ini bersifat homokedastisitas, dan tidak terjadi autokorelasi dalam model
regresi ini. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa model
regeresi menggunakan analisis linear berganda ini dilihat dari tabel berikut :
Tabel 2.Hasil Uji Regresi Linear Berganda
Model
UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
t Sig.B
Std.Error
Beta
1 (Constant) 4.603 1.058 4.352 .000ROE .484 .150 .483 3.217 .003DER .252 .201 .188 1.253 .219
a. Dependent Variable: Harga Saham
Dari tabel di atas, di dapat dalam persamaan regresi linear berganda sehingga diketahui
persamaan Y = 4.603 + 484 + 252. Dimana, nilai konstanta (α) sebesar 4.603 dengan arah
hubungan positif menunjukkan bahwa jika variabel independen yaitu Return On Equity dan Debt to
Equity Ratio dalam keadaan konstan atau tidak mengalami perubahan sama dengan Nol (0), maka
Harga Saham akan mengalami kenaikan sebesar 4.603. Nilai koefisien regresi Return On Equity
sebesar 0.484 atau 48.4% dengan arah positif menunjukkan bahwa setiap kenaikan Return On
Equity maka akan diikuti penurunan Harga Saham sebesar 0.484 atau 48.4% dengan asumsu
variabel independen lainnya dianggap konstanta. Nilai koefisien regresi Debt to Equity Ratio
sebesar 0.252 atau 25.2% dengan arah positif menunjukkan bahwa setiap kenaikan Debt to Equity
Ratio maka akan diikuti peningkatan Harga Saham sebesar 0.252 atau 25.2%.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
70
Pada tabel 2 di atas memperlihatkan nilai thitung return on equity sebesar 3.217 dan ttabel 2.035.
Dengan demikian thitung lebih besar dari ttabel (3.217 > 2.035) dan nilai signifikan sebesar (0.003 <
0.05). Berdasarkan kriteria pengambilan keputusan, dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Hα
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial berpengaruh signifikan antara Return On
Equity terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Nilai thitung debt to equity ratio sebesar 1.253 dan ttabel 2.035. Dengan
demikian thitung lebih kecil dari ttabel ( 1.235 < 2.035 ) dan nilai signifikan sebesar ( 0.219 > 0.05 ).
Berdasarkan kriteria pengambilan keputusan, dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan Hα ditolak.
Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara Debt to Equity
Ratio terhadap Harga Saham. Artinya Debt to Equity Ratio yang meningkat maka akan diikuti
dengan menurunnya Harga Saham Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Hasil Uji secara simultan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3Hasil Uji Simultan (Uji F)
ModelSum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
1 Regression
15.608 2 7.804 6.675 .004b
Residual 37.414 32 1.169Total 53.022 34
a. Dependent Variable: LN_Yb. Predictors: (Constant), LN_X2, LN_X1
Berdasarkan hasil pengujian secara simultan pengaruh Return On Equity dan Debt to Equity
(Valintino & Sularto, 2013) Ratio terhadap Harga Saham diperoleh Fhitung > Ftabel (6.675 > 3.29) dan
nilai signifikan (0.004 < 0.05), maka dapat dinyatakan bahwa H0 diterima dan Hα ditolak.
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Return On Equity dan Debt to Equity
Ratio secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor
Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Untuk mengetahui sejauh mana
kontribusi atau persentase pengaruh Return On Equity dan Debt to Equity Ratio terhadap Harga
Saham, maka dapat dilihat uji determinasi sebagai berikut:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
71
Tabel 4.Hasil Koefisien Determinasi (R-Square)
Model RR
SquareAdjusted R
SquareStd. Error ofthe Estimate
1 .543a .294 .250 1.08128a. Predictors: (Constant), DER, ROEb. Dependent Variable: Harga Saham
Nilai R-Square diatas menunjukkan bahwa sekitar 29.4% variabel terikat (Y) Harga Saham
dapat dijelaskan oleh variabel bebas (X1) Return On Equity dan (X2) Debt to Equity Ratio. Atau
dapat dikatakan bahwa kontribusi Return On Equity dan Debt to Equity Ratio terhadap Harga
Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2013-2017 yaitu sebesar 29.4%. Sedangkan sisanya 70.6% dipengaruhi oleh variabel-
variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
4. PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Return On Equity Terhadap Harga Saham
Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai pengaruh Return On Equity terhadap Harga
Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2013-2017 menyatakan bahwa Return On Equity thitung > ttabel (3.217 > 2.035) dan nilai
signifikan sebesar (0.003 < 0.05) artinya adalah H0 ditolak dan Hα diterima. Dapat disimpulkan
bahwa secara parsial berpengaruh signifikan antara Return On Equity terhadap Harga Saham pada
Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi Return On Equity maka akan
semakin meningkatkan nilai Harga Saham pada perusahaan. Meningkatnya Return On Equity
disebabkan karena perusahaan mampu memenuhi laba sesuai dengan targetnya dan mampu
mengelola asetnya dengan efektif. Sehingga memiliki dampak positif terhadap kinerja keuangan
perusahaan di mata para investor, sehingga dapat menarik minat investor untuk menanamkan
sahamnya pada perusahaan.
Return On Equity atau disebut sebagai hasil pengembalian atas ekuitas merupakan rasio yang
menunjukkan seberapa besar kontribusi ekuitas dalam menciptakan laba bersih. (Hery, 2016, hal.
194)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
72
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sondakh, Tommy &
Mangantar, 2015) yang menyatakan bahwa Return On Equity berpengaruh signifikan terhadap
Harga Saham pada Indeks LQ 45 di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014. Selanjutnya menurut
(Ramadhani & Pustikaningsih, 2017) juga menyatakan bahwa Return On Equity berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2011-2015. Selanjutnya menurut (Valintino & Sularto, 2013) juga menyatakan
bahwa Return On Equity berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Harga Saham pada
Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia.
Namun penelitian ini juga bertolak belakang dengan hasil penelitian terdahulu oleh (Alfiah &
Diyani, 2017) yang menyatakan bahwa Return On Equity tidak berpengaruh signifikan terhadap
Harga Saham pada sektor Perdagangan Eceran karena adanya fluktuasi laba bersih dari tahun 2011-
2015 maka tingkat pengembalian modal yang lemah tidak menarik investor untuk menanamkan
modal. Selanjutnya bertolak belakang juga dengan hasil penelitian terdahulu oleh (Putri, 2015) yang
menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan secara parsial antara Return On Equity
terhadap Harga Saham pada perusahaan Pertambangan Batubara di Indonesia.
4.2 Pengaruh Debt to Equity Ratio Terhadap Harga Saham
Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap
Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2013-2017 menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio thitung < ttabel (1.235 < 2.035)
dan nilai signifikan sebesar (0.219 > 0.05). artinya adalah H0 diterima dan Hα ditolak. Dapat
disimpulkan bahwa secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara Debt to Equity Ratio
terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa meningkatnya Debt to Equity Ratio maka ada
kemungkinan juga harga saham perusahaan akan menurun dikarenakan keuntungan yang diperoleh
cenderung digunakan untuk membayar hutang dibandingkan dengan membagi deviden. Namun jika
hutang meningkat dan bisa dikelola dengan baik maka tidak akan mempengaruhi laba yang
dihasilkan perusahaan. Jika hutang tidak bisa dikelola dengan baik, maka akan mempengaruhi
keuangan perusahaan yang didanai oleh hutang akan menyebabkan investor tidak tertarik untuk
menanamkan modalnya pada perusahaan.
Debt to Equity Ratio menunjukkan berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang
dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutangnya. Makin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
73
jumlah dana dari luar yang harus dijamin dengan jumlah modal sendiri (Hani, 2014).
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Wangarry, Poputra & Runtu, 2015) menyimpulkan
bahwa Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham Perbankan di
Bursa Efek Indonesia. Selanjutnya hasil penelitian ini juga sejalan dengan (Valintino & Sularto,
2013) menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh secara parsial terhadap Harga
Saham pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia.
Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian terdahulu oleh
(Sondakh, Tommy & Mangantar, 2015) yang menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh
signifikan terhadap Harga Saham pada Indeks LQ 45 di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014.
Selanjutnya bertolak belakang juga oleh (Munira, Merawati & Astuti, 2017) yang menyatakan
bahwa Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh yang berarti terhadap Harga Saham pada
Perusahaan Kertas yang tercatat di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2012-2016. Selanjutnya
bertolak belakang juga dengan hasil penelitian (Alfiah & Diyani, 2017) yang menyatakan bahwa
Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada Sektor Perdagangan
Eceran.
4.3 Pengaruh Return On Equity dan Debt to Equity Ratio Terhadap Harga Saham
Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai pengaruh Return On Equity dan Debt to
Equity Ratio terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017 menyatakan bahwa dilihat dari Uji ANOVA
(Analysis Of Variance) pada tabel diatas dapat dilihat bahwa Fhitung > Ftabel (6.675 > 3.29) dan nilai
signifikan (0.004 < 0.05), maka dapat dinyatakan bahwa H0 diterima dan Hα ditolak. Berdasarkan
hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Return On Equity dan Debt to Equity Ratio secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan
Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan hasil Uji Koefisien Determinasi menunjukkan bahwa nilai R-Square sebesar
29.4% variabel terikat (Y) Harga Saham dapat dijelaskan oleh variabel bebas (X1) Return On Equity
dan (X2) Debt to Equity Ratio. Atau dapat dikatakan bahwa kontribusi Return On Equity dan Debt
to Equity Ratio terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017 yaitu sebesar 29.4%. Sedangkan sisanya
70.6% dipengaruhi variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Alfiah & Diyani, 2017) yang menyatakan bahwa secara
bersamaan Return On Equity dan Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Harga
Saham pada Sektor Perdagangan Eceran. Selanjutnya penelitian ini juga sejalan dengan (Munira,
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
74
Merawati, & Astuti, 2017) yang menyatakan bahwa Return On Equity dan Debt to Equity Ratio
secara simultan (bersama-sama) memiliki pengaruh yang berarti terhadap Harga Saham pada
Perusahaan Kertas yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
5. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial
Return On Equity berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor
Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017. Secara parsial Debt
to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor
Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017. Secara simultan
Return On Equity dan Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada
Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-
2017.
REFERENSIAlfiah, N. and Diyani, L. A. (2017) ‘Pengaruh ROE dan DER Terhadap Harga Saham Pada Sektor
Perdagangan Eceran’, Jurnal Bisnis Terapan, 1(2), pp. 47–54.
Brigham, E. F. and Houston, J. F. (2010) Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: PT.Salemba Empat.
Darmadji, T. and Fakhruddin, H. M. (2012) Pasar Modal Di Indonesia Edisi 3. Jakarta: SalembaEmpat.
Devi, N. L. P. A. C. and Sudjarni, L. K. (2012) ‘Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap PendapatanSaham Dengan DPR Sebagai Variabe Moderasi di BEI’, E-Jurnal Manajemen, 1(1), pp.52–61.
Diaz, R. & Jufrizen (2014) ‘Pengaruh Return On Assets (ROA) Dan Return On Equity (ROE)Terhadap Earning Per Share (EPS) Pada Perusahaan Asuransi Yang Terdaftar Di BursaEfek Indonesia’, Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, 14(2), pp. 127–134.
Hadi, N. (2013) Pasar Modal : Acuan Teoritis dan Praktis Investasi di Instrumen Keuangan PasarModal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hani, S. (2014) Teknik Analisa Laporan Keuangan. Medan: IN MEDIA.
Hery (2016) Analisis Laporan Keuangan Integrated And Comprehensive Edition. Jakarta: PT.Grasindo.
Husnan, S. (2009) Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas Edisi Empat. Yogyakarta:UPP STIM YPKN.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
75
Kasmir (2012) Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Munira, M., Merawati, E. E. and Astuti, S. B. (2017) ‘Pengaruh ROE dan DER terhadap HargaSaham Perusahaan Kertas di Bursa Efek Indonesia’, Journal of Applied Business andEconomics, 4(3), pp. 191–205.
Putri, L. P. (2015) ‘Pengaruh Profitabilitas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan PertambanganBatubara Di Indonesiae’, Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, 16(2), pp. 51–59.
Ramadhani, F. H. and Pustikaningsih, A. (2017) ‘Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Return OnEquity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM) Terhadap Harga Saham Perusahaan SektorPertambangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015’, Profita :Kajian Ilmu Akuntansi, 5(8), pp. 1–13.
Rochaety, E., Tresnati, R. and Latief, A. M. (2007) Metodologi penelitian bisnis dengan aplikasiSPSS. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Samsul, M. (2006) Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga.
Sondakh, F., Tommy, P. and Mangantar, M. (2015) ‘Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return OnAsset, Return On Equity Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Pada Indeks LQ 45 di BEIPeriode 2010-2014’, Jurnal EMBA, 3(2), pp. 749–756.
Stella (2009) ‘Pengaruh PER, DER, ROA dan PBV terhadap Harga Pasar Saham’, Jurnal Bisnisdan Akuntansi, 11(2), pp. 97–106.
Syamsuddin, L. (2009) Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: Rajawali Pers.
Valintino, R. and Sularto, L. (2013) ‘Pengaruh Return On Asset (ROA), Current Ratio (CR), ReturnOn Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER) Dan Earning Per Share (EPS) TerhadapHarga Saham Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi di BEI’, inProceding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil), pp. E195–E202.
Wangarry, A. R., Poputra, A. T. and Runtu, T. (2015) ‘Pengaruh Tingkat Return On Investment(ROI), Net Profit Margin (NPM) dan Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Harga SahamPerbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI)’, Jurnal EMBA, 3(4), pp. 470–477.
Wuryaningrum, R. & Budiarti (2015) ‘Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap harga Saham padaPerusahaan Farmasi di BEI’, Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, 4(11).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
76
PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DANCORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY TERHADAPPROFITABILITAS (RETURN ON EQUITY) PADA
PERUSAHAAN ASURANSI YANG TERDAFTARDI BURSA EFEK INDONESIA
PERIODE 2013-2017
1Radiman, 2Sri Fitri Wahyuni1Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Email : [email protected] dan [email protected]
AbstrackThis study aims to determine whether Good Corporate Governance and Corporate SocialResponsibility have a significant and simultaneous effect on Profitability (Return OnEquity). The independent variable used in this study is GCG and CSR towards thedependent variable Profitability (ROE). The research approach used in this study is theAssociative approach. Where the Associative approach is knowledge that is carried out todetermine the relationship or influence between two or more variables. Samples in thisstudy amounted to 9 of the 14 Insurance Companies listed on the Indonesia StockExchange in the period 2013-2017. The results of this study are obtained partially GoodCorporate Governance negative and not significant effect on Return On Equity, partiallyCorporate Social Responsibility has a negative and not significant effect on Profitability(Return On Equity), and simultaneously the Good Corporate Governance and CorporateSocial Responsibilitty variables have an effect but not significant on profitability (ReturnOn Equity) on Insurance companies listed on the Indonesia Stock Exchange for theperiod 2013-2017.
Keyword : Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, Return OnEquity.
1. Pendahuluan
Tujuan dari didirikannya suatu perusahaan yaitu untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimal. Dewasa ini juga perusahaan-perusahaan asuransi pada berdiri. Perusahaan Asuransi
merupakan lembaga keuangan non bank yang mempunyai peranan yang tidak jauh berbeda dari
bank, yaitu bergerak dalam bidang layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat dalam mengatasi
resiko yang terjadi dimasa yang akan datang. Perkembangan perusahaan asuransi di Indonesia
mengalami perkembangan yang cukup pesat setelah pemerintah mengeluarkan deregulasi pada
tahun 1980an dan diperkuat dengan keluarnya UU No.2 tahun 1992 tentang usaha Perasuransian.
Adanya deregulasitersebut, pemerintah memberikan kemudahan baru dan pada gilirannya
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
77
akanmeningkatkan hasil produksi nasional. Salah satu cara untuk melihat baik atauburuknya kinerja
keuangan suatu perusahaan dapat dilihat dengan kemampuanbagaimana perusahaan tersebut
memperoleh laba melalui rasioprofitabilitas.Dalam penelitian kinerja keuangan suatu perusahaan ini
dilakukandengan rasio Profitabilitas yaitu dengan menggunakan Return On Equitas (ROE).Menurut
Syamsuddin (2009, hal 65) “Return On Equity (ROE) menggambarkan pengaruh dari leverage
(penggunaan modal pinjaman) atas return yang diperoleh pemilik perusahaan.” Secara umum jika
semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan pemilik
perusahaan.
Menurut Kasmir, (2014,hal 196) menyatakan :”bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai suatu
perusahaan yang terpenting adalah memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal, disamping
hal-hal lainnya.”Perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan pemilik, karyawan, serta
meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Rasio profitabilitas adalah rasio untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran
tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari
penjualan dan pendapatan investasi.Menurut Desiana, dkk (2016) menyatakan sejak krisis ekonomi
tahun 1997 pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik, atau lebih dikenal dengan Good
Corporate Governance (GCG) menjadi isu yang mengemuka di Indonesia. Akibat tata kelola
pemerintahan dan perusahaan di Indonesia pada masa itu, menyebabkan perekonomian Indonesia
menjadi terpuruk. Berbagai upaya memperbaiki tata kelola dilakukan dengan menerapkan prinsip
Good Corporate Governance (GCG) di semua lingkungan masyarakat.
Menurut Sutedi (2012, hal 2) menyatakan : “Good Corporate Governance secara definitif
merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah
(Value added) untuk semua Stakeholder.” Secara singkat, ada empat komponen utama yang
diperlukan dalam konsep GCG ini, yaitu fairness, transparancy, accountability, dan
responsibility.Selain Good Corporate Governance isu yang sedang berkembang dalam perusahaan
adalah Corporate Social Responsibility (CSR). Dimana Corporate Social Responsibility (CSR)
adalah salah satu informasi yang harus tercantum di dalam laporan tahunan perusahaan seperti yang
diatur UU RI No.40 Tahun 2007 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan yang mewajibkan
perseroan yang kegiatan usahanya dibidang sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan. Implementasi Corporate Social Responsibility merupaka salah satu wujud
pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance. Perusahaan yang telah melaksanakan Corporate
Governance dengan baik sudah sseharusnya melaksanakan aktivitas Corporate Social
Responsibility sebagai wujud kepedulian perusahaan pada lingkungan sosial. Penganut paham
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
78
Corporate Governance lebih mudah menerima adanya kebutuhan dan kewajiban untuk
melaksanakan Corporate Social Responsibility karena kedua kegiatan tersebut berlandaskan
pemahaman falsafah yang sama.
Menurut Oktariani (2013) banyak perusahaan di Indonesia yang telah melaksanakan aktivitas
Corporate Social Responsibility (CSR) dilapangan, akan tetapi belum banyak yang mengungkapkan
aktivitas tersebut dalam laporan hanya bebrapa perusahaan yang telah mengungkapkan informasi
lingkungan dan tanggung jawab sosial didalam laporan tahunan perusahaan. Penelitian yang
dilakukan yaitu kepada 9 perusahaan asuransi yang terdapat pada Bursa Efek Indonesia, yaitu :
Tabel 1. Perusahaan Asuransi yang terdapat dalam Bursa Efek Indonesia
NO PERUSAHAAN KODE1 Asuransi Harta Aman Pratama Tbk. AHAP2 Lippo General Insurance Tbk. LPGI3 Asuransi Bina Dana Arta Tbk. ABDA4 Asuransi Dayin Mitra Tbk. ASDM5 Asuransi Jaya Tania Tbk. ASTJ6 Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. MREI7 Paninvest Tbk. PNIN8 Asuransi Multi Artha Guna Tbk. AMAG9 Asuransi Ramayana Tbk. ASRM
Permasalahan yang sering terjadi yaitu, penurunan pada rata-rata Return On Equity pada setiap
perusahaanyang diduga karena adanya penurunan pada laba bersih setelah pajak dankenaikan pada
total ekuitas, penurunan Good Corporate Governance yang menunjukkanPerusahaan manajemen
belum berhasil untuk memuaskan kepemilikan publik, kenaikan pengungkapan Corporate Social
Responsibility yangmenunjukkan perusahaan sudah memenuhi tanggung jawab sosial
padaperusahaan. Semakin besar indeks pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada
suatu perusahaan, maka semakin tinggi pengungkapan Corporate Social Responsibility yang
dilakukan pada perusahaan.
Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan dari
usahanya. Profitabilitas merupakan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang
dihasilkan laba tersebut yang dinyatakan dalam presentase. Karena profitabilitas sering
dipergunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan.Menurut Hery (2018,
hal 192) Rasio Profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktivitas normal bisnisnya.Menurut Kasmir (2014, hal
204) “ hasil pengembalian ekuitas atau Return On Equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri
merupakan rasio untuk mengukur laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri”.“ Return On
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
79
Equity disebut juga dengan laba atas equity. Rasio ini mengkaji sejauh mana suatu perusahaan
mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas (Fahmi,
2015, hal 96).”Menurut Hani (2015, hal 120) adapun faktor yang mempengaruhi Return On Equity
(ROE), yaitu : 1) Volume Penjualan, 2) Struktur Modal, 3) Struktur Hutang.Menurut Kasmir
(2014, hal 197), manfaat penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi pihak luar
perusahaan, yaitu : 1)Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam sutu
periode tertentu, 2)Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang,
3)Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu, 4)Untuk menilai besarnya laba bersih
sesudah pajak dengan modal sendiri. Untuk perhitungan terhadap Return On Equity menurut
(Kasmir, 2014, hal. 204) dengan rumus :
Return On Equity (ROE)=
Salah satu tujuan pelaksanaan corporate governance adalah mendorong timbulnya kesadaran
dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan disekitar
perusahaan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang.Good
Corporate Governance didefenisikan sebagai seperangkat aturan dan prinsip-prinsip antara lain
fairness, transparency, accountability dan responsibility, yang mengatur hubungan antar pemegang
saham, manajemen,perusahaan (direksi dan komisaris), kreditur, karyawan serta stakeholders
lainnyayang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak.Menurut Efendi (2009, hal
1) Good Corporate Governance merupakan sebagai suatu sistem pengendalian internal perusahaan
yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya
melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam
jangka panjang.Menurut Sutedi (2012, hal 1) “Good Corporate Governanceyaitu suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (pemegang saham/ Pemilik modal,
Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
Akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjangdengan
tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundang-
undangan dan nilai-nilai etika.”Sulistyanto (2014, hal 145) adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi Good Corporate Governance yaitu : 1) Sistem Regulasi yang Lemah, 2) Standar
Akuntansi, 3) Audit yang Inkonsisten, 4) Praktek Perbankan yang buruk.Pengukuran kepemilikan
publik menggunakan pengukuran yang digunakan (Deviyanti, 2012) yaitu :
Kepemilikan Publik =
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
80
Kompleksitas permasalahan sosial (Social Problems) yang semakin rumitdalam dekade
terakhir dan implementasi desentralisasi telah menempatkanCorporate Social Responsibility (CSR)
sebagai suatu konsep yang diharapkanmampu memberikan alternatif terobosan baru dalam
pemberdayaan masyarakatmiskin. Menurut Rudianto dan Famiola (2013, hal 1) tanggung jawab
sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebuah kebutuhan bagi
korporat untuk dapat berinteraksi dengan komunitas lokal sebagai bentuk masyarakat secara
keseluruhan.Faktor-faktor yang mempengaruhi Corporate Social Responsibility (CSR) menurut
Hendrik (2017, hal 11) adalah sebagai berikut : 1) Menyangkut Human Capital atau pemberdayaan
manusia, 2) Environments yang berbicara tentang lingkungan, 3) Good Corporate Governance, 4)
Social Cohesion Artinya dalam melaksanakan CSR jangan sampai menimbulkan kecemburuan
sosial, 5) Economic Stregth atau memberdayakan lingkungan menuju kemadirian di bidang
ekonomi.Manfaat Corporate social Responsibilitypada perusahaan menurut Hendrik (2017, hal 6)
yaitu:1) Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan, 2) Mendapatkan
lisensi untuk beroperasi secara sosial, 3) Meredukasi resiko bisnis perusahaan, 4) Melebarkan akses
sumber daya bagi operasional usaha, 5) Membuka peluang pasar yang lebih luas, 6)Meredukasi
biaya, misalnya terkait dampak pembuanganlimbah , 7) Memperbaiki hubungan dengan
stakeholders, 8) Memperbaiki hubungan dengan regulator, 9) Meningkatkan semangat dan
produktivitas karyawan, 10) Peluang mendapatkan penghargaan.Pengungkapan Corporate Social
Responsibility dapat diukur dengan menggunakan indeks Global Reportering Initiative (GRI)
generasi ke 4 (G4) yang berjumlah 91 indikator kinerja dalam 3 kategori (ekonomi, lingkungan,
sosial). Semakin besar indeks pengungkapan CSR pada suatu perusahaan, maka semakin tingggi
pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan :
CSRD =
Gambar 1. Kerangka Konseptual
Good CorporateGovernance
Corporate SocialResponsibility
Return On Equity
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
81
2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan asosiatif, merupakan pendekatan untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel atau lebih, adanya pengaruh diantara kedua variabel tersebut yaitu
variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Sampel dalam
penelitian ini berjumlah 9 dari 14 Perusahaan Asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2013- 2017.Metode analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode
analisis kuantitatif. Metode analisis data kuantitatif adalah metode analisis data yang menggunakan
perhitungan angka-angka yang nantinya akan dipergunakan untuk mengambil suatu keputusan di
dalam memecahkan masalah dan data-data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan
teori-teori yang telah berlaku secara umum, sedangkan alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu dengan menggunakan analisis regresi berganda, secara umum model regresi ini
dapat ditulis :
Y=α+β1X1+β2X2+ ε
3. Hasil dan Pembahasan
3.1Uji Normalitas
Hasilujinormalitas denganmenggunakangrafikP-Plotsebagaiberikut:
Gambar 2. GrafikNormalP-Plot
Sumber:HasilPengolahan DataSPSS
Hasil dari pengujiannormalitasbahwa data menyebar disekitar diagram dan hasil titik-titiknya
mendekati grafik diagonal,sehinggadapatdisimpulkan bahwadatayang diolahmerupakan data
yangberdistribusinormal danujinormalitasterpenuhi.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
82
3.2Uji Heteroskedastisitas
Uji Heterokedastisitasdilakukanuntukmengetahui apakahdalam sebuah model regresi terjadi
ketidakssamaanvariansdanresidualsatupengamatan kepengamatanyanglain.Untukmengetahui apakah
terjadi atau tidak terjadi heterokedastisitas dalam model regresi penelitian ini analisis yang
digunakan yaitudenganmetodeinformal.Metodeinformal dalam pengujian Heterokedastisitas yaitu
metode grafik scatterplot.
Gambar 3. Uji Heteroskedastisitas
3.3 Uji Autokorelasi
Tabel 2. Hasil Uji Autokorelasi
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error oftheEstimate
Durbin-Watson
1 .311a . 097 .054 .053748 2.006a.Predictors : (Constant), CSR, GCG
b.Dependent Variable : ROE
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Hasil dari Durbin-Watson terlihat 2.006 yang berarti tidak terjadi autokorelasi, dimana angka
D-W yang dihasilkan terletak diantara 2 sampai 4 yang artinya tidak terjadi autokorelasi.
3.4 Uji Hasil Parsial (Uji t)
Tabel 3. Uji t (Parsial)
Model Unstandardized Coefficients StandardizedCoefficients
t SigB Std.Eror Beta1 (Constant) .156 .020 7.950 .000
GCG -.093 .046 -.300 -2.015 .050
CSR -.084 .288 -.044 -.292 .771a.Dependent Variable: ROE
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
83
Nilai thitung untuk variabel Good Corporate Governance adalah -2,015 dan t tabel dengan =
5% diketahui sebesar 2,017. Dengan demikian –thitung lebih besar dari –ttabel (-2,017 > -2,015) dan
nilai signifikan sebesar 0,050, secara parsial Good Corporate Governance berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap Return On Equity. Nilai thitung untuk variabel Corporate Social
Responsibility adalah -0,292dan ttabel dengan = 5% diketahui sebesar 2,017. Dengan demikian
thitung lebih besardari ttabel (-0,292 > -2,017) dan nilai signifikan sebesar 0,771 (lebih besar dari
0,05), secara parsial Corporate Social Responsibility berpengaruh negatif dan tidak
signifikanterhadap Profitabilitas (Return On Equity).
Uji F (Simultan)
Tabel 4. Uji F
Model SumofSquares Df MeanSquare F Sig.
1RegressionResidualTotal
.013 2 .007 2.250 .118b
.121 42 .003
.134 44a. Dependent Variable: ROE
b. Predictors: (Constant), CSR, GCG
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS
Dari uji Anova (Analysis Of variance) pada tabel diatas didapat Fhitungsebesar 2,250 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,118 sedangkan Ftabel diketahui sebesar 3,22. Fhitung < Ftabel(2,250
< 3,22) dan signifikansi (0,118 > 0,05), Good Corporate Governance danCorporate Social
Responsibility secara simultan berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap profitabilitas (Return On
Equity) pada Perusahaan Asuransiyang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Periode 2013-2017.
4. Kesimpulan
Adapun kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian mengenai pengaruh
Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility terhadapProfitabilitas (Return
On Equity) pada Perusahaan Asuransi yang terdaftar diBursa Efek Indonesia periode 2013-2017
yaitu : terdapat pengaruh negatif tidak signifikan antara Good Corporate Governance terhadap
Profitabilitas (Return On Equity) pada Perusahaan Asuransi yangterdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2013-2017, terdapat pengaruh negatif tidak signifikan antara Corporate Social
Responsibility terhadap Profitabilitas (Return On Equity) pada Perusahaan Asuransi yang terdaftar
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
84
di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017, secara simultan Good Corporate Governance dan
Corporate Social Responsibility terdapat pengaruh tidak signifikan terhadap Profitabilitas (Return
On Equity) pada Perusahaan Asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017
Daftar Pustaka
Desiana, Lidia., Mawardi., dan Gustiana, Sellya (2016), “Pengaruh GoodCorporate Governance Terhadap Profitabilitas (Return On Equity) PadaBank Umum Syariah di Indonesia periode 2010-2015”, JurnaI-Finance, 2(2), 1-20.
Fahmi, Irham (2015), Manajemen Investasi Edisi 2, Jakarta Selatan: SalembaEmpat
Gantino, Rilla. (2016), “Pengaruh Corporate Social Responsibility TerhadapKinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa EfekIndonesia periode 2008-2014”, Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis, 3(2),19-32.
Hani, Syafrida (2015).Teknik Analisa Laporan Keuangan, Medan: Umsu PressHery (2018). Analisis Laporan Keuangan, Integrated and Comprehensive Edition,
Cetakan Ketiga, Jakarta: PT GramedikaHeryanto, Robby dan Juliarto Agung. (2017), “Pengaruh Corporate Social
Responsibility Terhadap Profitabilitas Perusahaan (Studi Empiris padaPerusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode2014-2015)”, Jurnal Of Accounting, 6(4), 1-8
Harsalim, Jessica Patricia. (2017), “Pengaruh Good Corporate GovernanceTerhadap Kinerja Keuangan Pada Peserta CGPI yang Terdaftar di BursaEfek Indonesia Periode 2008-2013”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa UniversitasSurabaya, 6(2), 13-34.
Kasmir (2014), Analisis Laporan Keuangan, Cetakan Ketujuh, PT Raja GrafindoPersada, Jakarta.
Rahmayanty, Sri. (2015), “Pengaruh Size Perusahaan, Kepemilikan SahamPublik, Kepemilikan Saham Asing, dan Profitabilitas Perusahaan TerhadapPengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada PerusahaanFood And Beverages yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2013”, Jurnal JomFekon, 2(2), 54-58.
Rudito, Bambang dan Famiola, Melia (2017), Corporate Social Responsibility,Cetakan Kedua, Bandung: Rekayasa Sains
Situmeang, Chandra (2014), Manajemen Keuangan, Cetakan Pertama,Medan:Universitas Negri Medan
Sutedi, Andrian (2011), Good Corporate Governance, Cetakan Pertama, Jakarta:Sinar Grafika Offset
Viola dan Diana, Patricia (2016), “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Leverage,Financial Distress dan Kepemilikan Publik Terhadap KonservatismeAkuntansi (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BursaEfek Indonesia Periode 2012-2014),Jurnal Ultima Accounting, 8(1), 16-22.
Wahyuni, Sri Fitri (2018), Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai PerusahaanDengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating, Maneggio: Jurnal Ilmiah MagisterManajemen, 1(1), 109-117.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
85
PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO, UKURAN PERUSAHAANDANKEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP PERTUMBUHANLABA PADA
PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEKINDONESIA PERIODE 2013-2017
1Sri Fitri Wahyuni, 2Muhammad Andi Prayogi1Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Email : [email protected] dan [email protected]
AbstrakThis study uses associative namely to see the relationship between two or more variables.The sample in this study amounted to 6 companies contained in the Indonesia StockExchange. As for the results of this study, the t-count value for Capital Adequacy Ratio is2.254 and ttabel with known amounting to 2,051 (2,254> 2,051). From the results of thisstudy obtained a significant value of Capital Adequacy Ratio based on the t test obtainedhas a significance value of 0.033 (sig. 0.033 <0.05), the value of tcount for Company Sizeis -0.263 and ttable with 2.051. From the results of this study obtained a significant valueof the Company Size based on the obtained t test has a significant number of 0.795 (sig.0.795> 0.05), the tcount for Managerial Ownership is -2.278 and ttable with a knownvalue of 2.051. From the results of this study obtained a significant value of ManagerialOwnership based on the obtained t test has a significant number of 0.031 (sig. 0.031<0.05). The results of the F test shown in the table above shows that the F count is 4,062,so Fcount> Ftable (4,062> 2.98) . With a significance level of 0.017 <0.05.Simultaneously, the Capital Adequacy Ratio, Company Size, Managerial Ownership havea significant effect on Profit Growth in Banking Sub-Sector Companies Listed on theStock Exchange for the 2013-2017 Period.
Keyword : Capital Adequacy Ratio, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial,Pertumbuhan Laba
1. Pendahuluan
Dalam kehidupan bermasyarakat pada saat ini Perbankan mempunyai peran yang sangat
penting dalam aktivitas yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Perbankanpada umumnya
telah memegang peranan yang sangat penting dalam membantudan mendorong kemajuan ekonomi
(Wahyuni, 2016). Menurut undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998,
bank yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Kasmir (2017, hal. 24), bank merupakan
perusahaan yang bergerak dalambidang keuangan, sehingga berbicara mengenai bank tidak terlepas
dari masalahkeuangan.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
86
Tujuan utama dari bank yaitu untuk mencapaiprofitabilitas dengan secara semaksimal
mungkin. Profitabilitas diartikan sebagaikemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dengan
sumber-sumber yangmampu menghasilkan laba bagi perusahaan. Pertumbuhan laba merupakan
indikator penilaiaian tinggi rendahnya laba yang di peroleh perusahaan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.Menurut Harahap (2010, hal. 17) “Pertumbuhan laba merupakan angka yang penting
dalam laporan keuangan karena berbagai alasan antara lain laba merupakan dasar dalam
perhitungan pajak, pedoman dalam menentukan kebijakan investasi dan pengambilan keputusan.
Dasar dalam peramalan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan lainnya dimasa yang akan
datang, dasar dalam perhitungan dan penilaian efisiensi dalam menjalankan perusahaan, serta dasar
dalam penilaian prestasi atau kinerja perusahaan”.Oleh karena rasio keuangan menghubungkan
perkiraan-perkiraan yang terdapat di neraca dan laporan laba rugi, pertumbuhan laba terindikasi
dari adanya peningkatan dan penurunan laba yang dihasilkan bank. Pada Penelitian ini yang akan
diteliti sebanyak 6 perusahaan yang terdapat di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu sebagai
berikut:
Tabel 1. PerusahaanSubSektorPerbankan
NO Kode NamaPerusahaan
1. AGRO BankRakyatIndonesiaAgroNiagaTbk2. BABP BankMNCInternasionalTbk
d.hICBBumiputeraTbk3. BACA BankCapitalIndonesiaTbk4. BBCA BankCentralAsiaTbk5. BBKP BankBukopinTbk6. BSIM BankSinarmasTbk
Jumlah saham yang mengalami penurunan akan menyebabkan penurunan jumlah saham
oleh pihak luar perusahaan. Adapun dampak atau akibat dari jumlah saham beredar yang
mengalami penurunan adalah mengurangi kepercayaan pihak penanam modal atau investor untuk
kembali menanamkan modalnya diperusahaan tersebut. Sebaiknya investor melakukan penanaman
modalnya dalam bentuk saham yang Jumlah Sahamnya diatas rata- rata dan terus meningkat setiap
tahunnya. Permasalahan yang sering terjadi yaitu, terjadi penurunan nilai rata-rata Laba pada
perusahaan sub sektor perbankan yang akan mempengaruhi penurunan pada nilai Pertumbuhan
Laba, terjadi penurunan nilai rata-rata Modal pada perusahaan sub sektor perbankan yang akan
mempengaruhi penurunan pada nilai Capital AdecuacyRatio, terjadi penurunan nilai rata-rata
aktiva pada perusahaan sub sektor perbankan yang akan mempengaruhi penurunan pada nilai
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
87
Capital Adecuacy Ratio, terjadi penurunan nilai rata-rata Saham Manajer pada perusahaan sub
sector perbankan yang akan mempengaruhi penurunan pada nilai Kepemilikan Manajerial, terjadi
penurunan nilai rata-rata Jumlah Saham beredar pada perusahaan subsector perbankan yang akan
mempengaruhi penurunan pada nilai Kepemilikan Manajerial.
Pertumbuhan laba merupakan kenaikan laba atau penurunan laba pertahun. Pertumbuhan laba
dapat digunakan untuk menilai bagaimana perkembangan kinerja suatu perusahaan. Maka
semakin tinggi laba yang dicapai perusahaan, mengindikasikan semakin baik kinerja perusahaan.
Menurut Kasmir (2017,hal.302)“Laba atau keuntungan Merupakan salah satu tujuan utama
perusahaan dalam Menjalankan aktivitasnya. Pihak manajemen selalu Merencanakan besar
perolehan laba setiap periodnya, Yang ditentukan melalui target yang harus dicapai”.Menurut
Wardiyah (2017,hal.265)“Laba merupakan sumber utama perusahaan untuk menjaga
kelangsungan hidupnya. Dalam pengambilan keputusan untuk masa yang akan datang,
perusahaan perlu pembuatan laporan rugi laba agar dapat melihat seberapa besar keuntungan
yang diperoleh perusahaan dalam jangka waktu tertentu. ”Ada beberapa tujuan pelaporan laba
menurut Imam dan Anis (2007,hal.350) adalah sebagai berikut:1) Sebagai indikator efisiensi
penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian, 2)
Sebagai pengukur prestasi manajemen, 3) Sebagai dasar penggunaan besarnya pengenaan pajak, 4)
Sebagai alat pengendalian alokasi sumberdaya ekonomi suatu negara, 5) Sebagai dasar kompensasi
dan pembagian bonus, 6) Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan, 7)
Sebagai dasar untuk kenaikan kemakmuran. Menurut Harahap (2013, hal.310) rumus untuk
pertumbuhan laba, yaitu :
Kenaikan Laba Bersih =
Permodalan sangat pentingdalam menjalankan operasional bank, modal juga dapat menjadi
penyangga terhadap resiko yang akan dihadapi bank. Modal berkaitan dengan aktivitas perbankan
dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga simpanan dan pinjaman nasabah. Capital Adequacy
Ratio merupakan bagian dari Rasio Leverage, rasio ini dapat menggambarkan seberapa besar
hubungan antara hutang dan modal perusahaan. Rasio ini dapat mengukur pembiayaan yang
dilakukan perusahaan yang dibiayai oleh hutang dan kemampuan perusahaan dalam membayar
hutang dengan modal atau asset yang dimiliki perusahaan. Menurut Pandia (2012,hal.224)
menyatakan bahwa“Ratio Permodalan adalah factor penting bagi suatu perusahaan dalam rangka
mengembangkan usaha serta untuk menampung resiko-resiko yang akan terjadi.”. Capital
Adequacy Ratio suatu rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
88
mengandung resiko (Kredit, Penyertaan, Surat Berharga, Tagihan pada bank lain) ikut
membiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar
bank.
Menurut Hasibuan (2009,hal.58) “Capital Adequacy Ratio adalah salah satu cara untuk
menghitung apakah modal yang ada pada suatu bank telah memadai atau belum”. Semakin tinggi
rasio capital adequacy ratio menandakan semakin baik kemampuan bank untuk menanggung
resiko dari asset yang memiliki resiko. Menurut Pandia (2012,hal.224) adapun manfaat dari modal
bank adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengukur kemampuan bank dalam menyerap kerugian-
kerugian yang tidak dapat diharapkan, 2) Sebagai sumber dana yang diperlukan untuk membiayai
usaha, 3) Sebagai alat pengukur besar kecilnya kekayaan bank atau kekayaan para pemegang
saham, 4) Dengan modal yang mencukupi memungkinkan bagi manajemen bank untuk bekerja
dengan efisiensi yang tinggi. Capital Adequacy Ratio menurut Pandia(2012,hal.224) adalah:
Capital Adequacy Ratio =
Ukuran perusahaan pada dasarnya adalah pengelompokan perusahaan kedalam beberapa
kelompok, diantaranya perusahaan besar, sedang dankecil. Skala bank dapat dijadikan alat ukur
yang digunakan untuk mengukur besar kecilnya perusahaan yang didasarkan kepada total aktiva
bank. Menurut Wardiyah(2017,hal.10)“Perusahaan sebagai salah satu pelaku ekonomi yang
mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan perekonomian dan masyarakat luas sehingga
perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada investor dan kreditor, tetapi juga
bertanggungjawab kepada masyarakat luas.” Menurut Riyanto (2007,hal.112) “Ukuran Perusahaan
adalah besar kecilnya suatu perusahaan, salah-satunya dapat diukur dari nilai logaritma total aktiva
(asset) perusahaan”. Tahap kedewasaan perusahaan ditentukan berdasarkan total aktiva, semakin
besar total aktiva menunjukan bahwa perusahaan memiliki prospek baik dalam jangka waktu yang
relative panjang. Menurut Sawir (2014,hal.101) ukuran perusahaan dipengaruhi oleh beberapa factor
sebagai berikut:1) Tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal, 2) Kekuatan
tawar menawar dalam kontrak keuangan, 3) Pengaruh skala dalam biaya dan return. Menurut
Hidayah (2015) pengukuran ukuran perusahaan dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Ukuran perusahaan=Log Total aktiva
Kepemilikan Manajerial adalah situasi dimana seorang manajerme miliki saham pada
perusahaan tersebut. Kepemilikan manajerial menunjukkan peran ganda seorang manajer. Adanya
peran ganda tersebut, maka manajer akan mengoptimalkan keuntungan perusahaan dan tidak
menginginkan perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan atau bahkan mengalami
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
89
kebangkrutan yang berdampak hilangnya insentif dan return serta investasinya. Menurut
Christiawan dan Tarigan(2007) “Kepemilikan Manajerial adalah kepemilikan saham perusahaan
oleh manajer atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham.”
Menurut Imanta dan Satwiko (2011,hal.68) “Kepemilikan Manajerial adalah kepemilikan
saham perusahaan oleh pihak manajer atau sebagai pemegang saham”. Keberadaan kepemilikan
manajerial sendiri memiliki manfaat sebagai berikut:1) Kepemilikan manajerial membantu para
manajemen untuk mengatur perusahaan sesuai dengan yang diinginkan oleh pemilik perusahaan, 2)
Kepemilikan manajerial membantu paramanajer mengambil keputusan yang benar untuk
memberikan keuntungan yang lebih bagi pihak pemilik perusahaan. Menurut Hidayah (2015) rumus
untuk menghitung Kepemilikan Manajerialadalah:
Kepemilikan Manajerial =
Gambar 1. Kerangka Konseptual
2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan asosiatif, merupakan pendekatan untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel atau lebih, adanya pengaruh diantara kedua variabel tersebut yaitu
variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Alasan memilih
penelitian asosiatif sebagai metode penelitian disebabkan karena untuk meneliti data yang bersifat
Capital Adequacy Ratio
Kepemilikan Manajerial
Ukuran Perusahaan Kenaikan Laba Bersih
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
90
menanyakan hubungan atau pengaruh antara dua variabel atau lebih (Sugiono, 2010, hal.36).
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 6 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
dengan laporan keuangan tahunan yang telah dipublikasikan selama 5 periode dari tahun 2013-
2017 yang dipilih menjadi objek dalam penelitian ini. Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode analisis data kuantitatif dengan Analisis regresi berganda dalam
penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan dan
Resiko Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan. Adapun bentuk model yang akan diuji daalam
penelitian ini menurut Sugiyono (2017,hal.277) adalah:
Y=α+β1X1+β2X2+ β3X3 + ε
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Ujinormalitas
Hasil uji normalitas dengan menggunakan grafik P-Plot sebagai berikut:
Gambar 2. UjiNormalP-PPlotofRegressionStandardized
Sumber:HasilPengolahanData SPSS20
Hasil dari pengujian normalitas bahwa data menyebar disekitar diagram dan hasil titik-titiknya
mendekati grafik diagonal, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diolah merupakan data
yang berdistribusi normal dan uji normalitas terpenuhi.
3.2 Uji heteroskedastisitas
Uji Heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi
ketidaks samaan varians dan residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Untuk mengetahui
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
91
apakah terjadi atau tidak terjadi heterokedastisitas dalam model regresi penelitian ini analisis
yang digunakan yaitu dengan metode informal. Metode informal dalam pengujian
Heterokedastisitas yaitu metode grafik scatterplot.
Gambar 3. UjiHeterokedastisitas
Sumber:HasilPengolahanData SPSS20
3.3 Uji Autokorelasi
Tabel 2. Hasil Uji Autokorelasi
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error oftheEstimate
Durbin-Watson
1 .565 .319 .241 36.05793 2.378a.Predictors:(Constant),Kepemilikan Manajerial,Car,Ukuran Perusahaan
b.Dependent Variable : Pertumbuhan LabaSumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 20
Hasil dari Durbin-Watson terlihat 2.378 yang berarti tidak terjadi autokorelasi, dimana angka
D-W yang dihasilkan terletak diantara 2 sampai 4 yang artinya tidak terjadi autokorelasi.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
92
3.4 Uji Hasil Parsial (Uji t)
Tabel 3. Uji t (Parsial)
Model
UnstandardizedCoefficients
Standardized
Coefficientst Sig
.
CollinearityStatistics
B Std.Error Beta Tolerance VIF
1Constant
CAR
UkuranPerusahaan
Kepemilikan
Manajerial
1.153 136.317 .008 .993
4.292 1.904 .369 2.254 .033 .976 1.024
-1.118 4.259 -.044 -.263 .795 .945 1.058
-.999 .439 -.383 -2.278 .031 .925 1.081
a.Dependent Variable: Pertumbuhan Laba
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 20
Nilai thitung untuk Capital Adequacy Ratio adalah 2.254 dan ttabel dengan diketahui sebesar
2.051 (2.254 > 2.051). Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai signifikan Capital Adequacy Ratio
berdasarkan uji t diperoleh mempunyai angka signifikan sebesar 0.033 (sig. 0.033 < 0.05), Capital
AdequacyRatio secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan
Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2013-2017. Nilai thitung untuk
Ukuran Perusahaan adalah -0.263 dan ttabel dengan diketahui sebesar 2.051. Dari hasil penelitian
ini diperoleh nilai signifikan Ukuran Perusahaan berdasarkan uji t diperoleh mempunyai angka
signifikan sebesar 0.795 (sig. 0.795> 0.05), Ukuran Perusahaan secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia (BEI) Periode 2013-2017. Nilai thitung untuk Kepemilikan Manajerial adalah -
2.278 dan ttabel dengan diketahui sebesar 2.051. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai signifikan
Kepemilikan Manajerial berdasarkan uji t diperoleh mempunyai angka signifikan sebesar 0.031
(sig. 0.031 < 0.05), Kepemilikan Manajerial secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Periode 2013-2017.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
93
3.5 Uji F (Simultan)
Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel independen
secara serentak terhadap variabel dependen digunakan uji F.
Model Sum of Squares Df Mean Squares F Sign.1 regression
15842.871 3 5280.957 4.062 .017a
Residual33804.532 26 1300.174
Total 49647.403 29c. Predictors: (Constant), Kepemilikan Manajerial, CAR, Ukuran Perusahaan
d. Dependent Variable: Pertumbuhan Laba
Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 20
Hasil uji F yang ditampilkan pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai
Fhitung adalah 4.062. Sementara itu nilai dari Ftabel dengan (N = 30, k = 4, α =
5%) diketahui sebesar 2.98. Apabilai nilai dari Fhitung dibandingkan dengan nilai
dari Ftabel maka diperoleh Fhitung >Ftabel = 4.062 > 2.98. Dengan tingkat
signifikansi 0.017 < 0.05. Secara simultan Capital Adequacy Ratio, Ukuran
Perusahaan, Kepemilikan Manajerial berpengaruh signifikan terhadap
Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Sub Sektor Perbankan Yang Terdaftar di BEI
Periode 2013-2017.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil
kesimpulan yaitu : Secara parsial, penelitian ini menunjukkan Capital Adequacy Ratio berpengaruh
signifikan terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Periode 2013-2017, secara parsial penelitian ini menunjukkan Ukuran Perusahaan
secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Perbankan
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2013-2017, secara parsial, penelitian ini
menunjukkan Kepemilikan Manajerial secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan
Laba pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2013-
2017, Secara simultan Capital Adequacy Ratio, Ukuran Perusahaan dan Kepemilikan Manajerial
berpengaruh signifikan terhadap Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
(BEI) Periode 2013-2017.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
94
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, N. S., Yuniarta, G. A., & Sinarwati, N.K. (2015). Pengaruh Modal Kerja, Likuiditas,Aktivitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur YangTerdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntasi, 3(1), 1-11.
Anggraeni, Z. G. (2017). Pengaruh Current Ratio, Debt To Equity Ratio, TotalAsset Turnover Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pertumbuhan LabaPada Perusahaan Food And Beverage Yang Terdaftar Di Bursa EfekIndonesia. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, 5(11), 8-19.
Aryanti, I., Kristanti, F. T., & Hendratno. (2017). Kepemilikan Institusional,Kepemilikan Manajerial dan Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba.Jurnal Riset Akuntansi Kontemporer, 9(2), 66-70.
Barus, A. C., & Leliani (2013). Analisis Faktor-Faktor yang MempengaruhiProfitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa EfekIndonesia. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil, 3(2), 111-121.
Brigham, E.F., & Houston, J. F. (2012). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.Edisi 11. Jakarta: PT. Salemba Empat.
Christiawan, Y. J., & Tarigan, I. (2009). Kepemilikan Manajerial; KebijakanHutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan,9(1), 1-8.
Harahap, S. S. (2013). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Edisi 11. Jakarta:Rajawali Pers.
Hasibuan, M. S. P. (2009). Dasar-Dasar Perbankan. Edisi 11. Jakarta: BumiAksara
Hidayah, N. (2015). Pengaruh Invesment Opportunity Set (IOS) Dan KepemilikanManajerial Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Property Dan RealEstate Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi, 19(3), 420-432
Innsani, V. A. (2015) Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan,Biaya Operasional/Pendapatan Operasional, Net Interest Margin, LoanDeposit Ratio Terhadap Perubahan Laba. Jurnal Akuntasi, 6(1), 25-35.
Kasmir. (2016). Manajemen Perbankan, Edisi 11. Jakarta: Rajawali Pers,____. (2017). Analisis Laporan Keuangan,Edisi 1-10. Jakarta: Rajawali Pers,Nilayanti, M., & Suaryana, A. (2019). Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan
Kepemilikan Konstitusional Terhadap Kinerja Keuangan PerusahaanDagang Kebijakan Deviden Sebagai Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi,26(2), 906-936.
Pandia, F. (2012). Manajemen Dana dan Kesehatan Bank. Jakarta: Rineka Cipta
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
95
ANALISIS SWOT DAN POSISI KEWIRAUSAHAAN JAMAAH MASJID
Agung Riyardi1, Wafiatun Mukharomah, dan TriyonoUniversitas Muhammadiyah Surakarta
Jalan Ahmad Yani Pabelan Kartasura Tromol Pos 1 Surakarta 57162, Telp 0271-717417Email: [email protected]
AbstractThe purpose of this study is to analyze entrepreneurial positions through strengths, weaknesses,opportunities and threats of entrepreneurship in mosque worshipers community. The researchmethod is a double case study on the Baitusyukur Gonilan and Istiqlal Sumber mosques worshiperscommunity. Data is obtained through interview from parties who understand theworshiperscommunity of mosques and observation. The results of the study show that mosqueworshipers have great strength and potential for entrepreneurship and small threats. The results ofthe study also showed that mosque worshipers were in positions of weakness in entrepreneurialknowledge and mentality. If these weaknesses can be overcome, then strength can be used to reachthe existing potential. Therefore, it is recommended that the worshipers of the two mosquesovercome the weaknesses of entrepreneurial knowledge and mentality.
Keywords: Swot analysis, entrepreneurship, mosque community
1. Pendahuluan
Jamaah masjid tidak hanya melakukan akitivitas peribadatan, namun melakukan aktivitas
yang lain. Selama aktivitas tersebut bermanfaat dan memperkuat peribadatan, jamaah masjid pasti
menerima secara terbuka aktivitas tersebut. Salah satunya adalah aktivitas memperkuat
kewirausahaan.
Hanya saja, sejauh pengetahuan kami, belum ada studi yang menganalisis aspek
kewirausahaan jamaah masjid. Yang ada adalah studi kewirausahaan Islam secara umum. Sebagai
contoh adalah Subur (2007), Faizal, Ridhwan, & Kalsom(2013), Fauzan (2014), Imanda & Faizah,
(2015)Rimiyati & Munawaroh (2016), Juhanis (2017) dan Bahri (2018).
Kami tertarik untuk mengamati posisi kewirausahaan jamaah masjid berdasarkan kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman kewirausahaan. Tujuan pembahasan meliputi kekuatan,
kelemahan, peluang, ancaman dan posisi kewirausahaan jamaah masjid. Harapan kami, pengamatan
ini dapat memperkaya khazanah pemikiran kewirausahaan Islam dari sisi topik dan obyek
pembahasan. Demikian juga, dapat menjadi acuan dalam pengembangan kewirausahaan di masjid.
Sebagai catatan, analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tidak kami gunakan
untuk membahas manajemen strategis organisasi sebagaimana dikemukakan oleh GÜREL &
TAT(2017). Namun, analisis ini kami gunakan untuk merumsukan permasalahan yang dihadapi
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
96
suatu komunitas. Hal itu sebagaimana Abdullah(2012) dan Salamah(2017).
Terdapat tiga hasil pengamatan. Pertama, jamaah masjid memiliki kekuatan dan potensi besar
untuk berwirausaha dengan ancaman yang tidak serius. Kedua, jamaah masjid memiliki kelemahan
fundamental berwirausaha. Ketiga, posisi kewirausahaan jamaah masjid adalah mengatasi
kelemahan yang ada sehingga dapat memanfaatkan kekuatan yang ada untuk meraih potensi
kewirausahaan.
Tulisan ini terdiri lima bagian. Bagian pertama adalah bagian ini yang menunjukan latar
belakang tulisan ini. Bagian kedua adalah tinjauan pustaka yang membahas kewirausahaan Islam.
Bagian ketiga adalah metode yang menunjukan bagaimana tujuan diperoleh. Bagian keempat adalah
hasil dan pembahasan yang menunjukan perolehan dari penelitian ini. Bagian kelima adalah bagian
akhir yang menunjukan bahwa tujuan telah tercapai.
2. Tinjauan Pustaka
Literatur kewirausahaan dalam perspektif agama Islam dapat dibagi menjadi tiga. Pertama
adalah literatur tentang kelembagaan kewirausahaan, kedua adalah literatur tentang penyebab
kewirausahaan dan ketiga adalah literatur tentang ajaran agama Islam mengenai kewirausahaan.
Semua tinjauan pustaka tersebut mendukung kesuksesan kewirausahaan.
Tinjauan pustaka kelembagaan kewirausahaan membahas kewirausahaan sebagai faktor
produksi dan arti penting inkubator kewirausahaan. Kewirausahaan adalah salah satu faktor
produksi yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan produk. Faktor produksi yang lain adalah
tenaga kerja, barang modal dan bahan baku, sumber daya alam dan tanah. Kewirausahaan
mengelola tenaga kerja, barang modal dan bahan baku, sumber daya alam dan tanah dalam suatu
proses produksi sehingga menghasilkan suatu output (McTaggart, Findlay, & Perkin, 2010, hal.
382) dan (Çizakça, 2012, hal. 3) (Çizakça, 2012, hal. 3).
Kewirausahaan dibentuk oleh lembaga inkubator kewirausahaan. (Suranto, Muhtadi, Dwi P.,
& Santosa, 2016). Ceramah kewirausahaan dan tanya jawab/diskusi cukup mendukung bagi
keinginan berwirausaha. Khususnya apabila dalam ceramah dimotivasi dan dikemukakan kisah
sukses wirausahawan (Alfianto, 2012). Namun tidak hanya ceramah, inkubator dapat melakukan
pelatihan, pendampingan dan pemberdayaan kewirausahaan yang di dalamnya mengandung praktik
kewirausahaan (Dewi, Yacob, Octavia, Jamal S., & Setiawati, 2012).
Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 telah menjelaskan bahwa inkubator kewirausahaan
adalah institusi yang bertugas membentuk dan mengembangkan wirausahawan. Undang-undang ini
juga menjelaskan aspek penting dalam menghasilkan kewirausahaan seperti teknologi dan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
97
pemasaran. Oleh karena itu, inkubator kewirausahaan harus menspesifikasikan dirinya dalam aspek
tersebut seperti menjadi inkubator esensi bisnis, teknologi, atau pemasaran bagi kewirausahaan.
Selain itu, Undang-undang ini juga menjelaskan pentingnya aspek lingkungan. Inkubator
kewirausahaan harus mampu menghasilkan wirausahawan yang jeli melihat potensi ekonomi lokal.
Tinjauan pustaka tentang peyebab kewirausahaan dimulai dari dua pendekatan yang
menganalisis kewirausahaan. Yang pertama adalah pendekatan karakter dan bakat sebagai
pembentuk kewirausahaan pada seseorang (trait approach). Yang kedua adalah pendekatan
perilaku sebagai pembentuk kewirausahaan pada seseorang (behavior approach). Hanya saja, pada
saat ini ada anggapan bahwa pendekatan perilaku lebih tepat dari pendekatan karakter dan bakat.
(Gartner, 1989).
Beberapa perilaku kewirausahaan yang penting adalah: (1) Kepemimpinan dan atau
kepengelolaan suatu organisasi khususnya perusahaan. Khususnya adalah kepengelolaan faktor
produksi. Ini adalah karakteristik kewirausahaan yang paling tua. Sejak zaman dahulu sejak istilah
kewirausahaan digunakan, yang dimaksudkan dan ditunjuk oleh kewirausahaan adalah
kepemimpinan dan kepengelolaan bisnis. (2). Kreatif dan inovatif. Ini adalah perilaku
kewirausahaan yang berasal dari julukan Schumpeter terhadap kewirausahaan. Schumpeter
menyatakan bahwa peran wirausahawan adalah Creative Destruction (Penghancuran yang Kreatif).
(3) Kemampuan mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengeksploitasi peluang. Ini adalah perilaku
yang muncul sejak tahun 2000-an. Para ahli kewirausahaan mendapati fakta bahwa tidak semua
orang mampu dan bersedia menjadi wirausahawan dan tidak semua orang mampu dan bersedia
kreatif dan inovatif. Hingga akhirnya mereka menyimpulkan bahwa perbedaan tersebut terjadi
karena perbedaan dalam mensikapi peluang yang terdiri atas mengidentifikasi, mengevaluasi dan
mengeksplotasi peluang (Wikipedia, 2017).
Agama Islam mengajarkan kewirausahawan. Sebagai contoh adalah studi yang
mendefinisikan kewirausahaan Islam (Subur, 2007), (Faizal, Ridhwan, & Kalsom, 2013),
(Fauzan, 2014), (Juhanis, 2017) atau (Bahri, 2018). Contoh yang lain adalah studi yang membahas
wirauasaha muslim (Imanda & Faizah, 2015) atau (Rimiyati & Munawaroh, 2016).
3. Metode
Metode penelitian digunakan adalah metode double case, yaitu studi kasus yang dilakukan
pada lebih dari satu partisipan penelitian. Dalam hal ini digunakan dua partisipan. Harapannya
diperoleh data dan informasi yang lebih banyak dan lebih bervariasi sehingga lebih mudah
digunakan untuk mengambil kesimpulan.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
98
Dua partisipan dalam penelitian ini adalah jamaah masjid Baitusyukur Gonilan kabupaten
Sukoharjo dan jamaah masjid Istiqlal Sumber kota Surakarta. Dua partisipan tersebut dipilih dengan
pertimbangan mereka adalah jamaah masjid yang berada pada lokasi yang bukan daerah pertanian
sehingga membuka peluang perkembangan kewirausahaan. Masjid Baitusyukur Gonilan berada di
dekat kota Surakarta di mana lingkungannya adalah pendidikan, perumahan, hotel, rumah makan
dan pondok pesantren. Masjid Istiqlal Sumber berada di kota Surakarta di mana lingkungannya
adalah perumahan, perkantoran, pendidikan, penyelenggara perjalanan umrah/haji dan bisnis.
Data dan informasi diperoleh melalui penggalian informasi dari pihak yang memahami
jamaah dan observasi lapangan. Selanjutnya, data dan informasi dipilah dan diklasifikasikan
menjadi data dan informasi tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Selanjutnya lagi
dapat dianalisis posisi kewirausahaan jamaah masjid. Data diperoleh sejak Oktober 2018 hingga
Januari 2019.
4. Hasil dan Pembahasan
Kekuatan Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin
berwirausaha sangat besar. Terdapat tiga alasan yang menunjukan hal itu. Tiga alasan tersebut
adalah terdapat ajaran berwirausaha dalam Islam, dukungan Pemerintah Indonesia dalam
berwirausaha, dan nilai strategis Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Masjid Istiqlal Sumber.
Ajaran agama Islam untuk berwirausaha tidak terlihat secara eksplisit. Namun apabila
mencermatinya sebagaimana terdapat pada berbagai ayat Al Quran, hadits Nabi SAW, realitas
kehidupan ekonomi para sahabat Nabi SAW akan diperoleh kesimpulan adanya ajaran tentang
berwirausaha sebagai salah satu upaya bekerja. Demikian pula jika memperhatikan adanya berbagai
tokoh umat Islam khususnya di Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan dan setelah
kemerdekaan diraih yang melakukan kegiatan wirausaha (Subur, 2007).
Ajaran agama Islam untuk berwirausaha tersebut pasti dilaksanakan oleh umat Islam yang
memiliki religiusitas Islami ketika mereka berwirausaha. Dengan kata lain, terdapat religiusitas
Islam dalam berwirausaha. Bahkan religiusitas dalam berwirausaha signifikan mempengaruhi
kesuksesan berwirausaha. (Fauzan, 2014).
Pemerintah Indonesia memberi dukungan terhadap munculnya wirausaha baru. Hal itu
dapat diketahui Dari penerbitan Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah untuk menggantikan Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Penerbitan UU ini diharapkan memberikan peluang bagi usaha mikro untuk berkembang dan
mampu bersaing secara global. Selain itu pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
99
Nomor 27 tahun 2013 yang mengamanahkan kepada semua komponen pemerintahan pusat dan
daerah yang terkait dengan usaha mikro, kecil dan menengah, sebagai tindak lanjut dari UU Nomor
20 tahun 2008 tersebut, untuk mengembangkan inkubator wirausaha. Bahkan pada tahun 2015,
Bapennas telah mengadakan FGD, kajian dan monitoring tentang berbagai faktor yang dapat
mendukung kesukesan lembaga inkubator wirausaha di berbagai daerah.
Nilai strategis Masjid Baitu Syukur Gonilan terdapat pada posisi geografis dan ekonomis,
dan nilai strategis Masjid Istiqlal Sumber terdapat pada peran keagamaan di tengah masyarakat.
Masjid Baitu Syukur terletak di daerah Gonilan yang dekat dengan pusat pendidikan dan sosial
Islam seperti Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Pondok Pesantren Modern AsSalaam.
Masjid ini juga dekat dengan lingkungan dan kegiatan ekonomi dan bisnis seperti bisnis kuliner,
perlengkapan pelajar dan mahasiswa, perhotelan, dan properti. Nilai strategis juga datang dari
ragam jamaahnya, khususnya dari segi profesi. Nilai strategis Masjid Istiqlal Sumber terdapat pada
perannya di tengah masyarakat. Masjid Istiqlal menjadi pusat sosial, ekonomi dan penyiaran agama
Islam. Hal itu karena Masjid tersebut menjadi kantor dan tempat kegiatan manasik haji dari
Lembaga Bimbingan Haji dan Umroh Mandiri. Selain itu menjadi tempat berbagai kegiatan kajian
Islam. Kegiatan Syiar dan pendidikan Islam di sana juga berkembang melalui berbagai ceramah dan
buletin Jumat untuk dakwah agama Islam. Ada pula kegiatan kerja sama pendidikan dengan SMPIT
Nurhidayah. Pada bulan Ramadhan, Masjid Istiqlal mengadakan shalat tarawih berjamaah dengan
dipimpin seorang imam shalat yang membacakan 1 juz Al Quran setiap kali shalat tarawih.
Kelemahan Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin
berwirausaha terdapat pada kurangpengetahuan dalam wirausaha dan kurang terlatih dalam
wirausaha. Terdapat empat hal yang menyebabkannya.
Tidak ada struktur kepengurusan masjid di sana yang khusus mengelola kewirausahaan. Struktur
kepengurusan yang ada hanya untuk mengelola masjid dan peribadatan.
Tidak ada keberlanjutan dalam syiar tentang bisnis Islami dan kewirausahaan Islami di sana. Sekali
waktu ada penceramah atau buletin Jumat yang membahas ekonomi, bisnis dan kewirausahaan
syariah.
Tidak ada sub-komunitas kewirausahaan di masjid tersebut walaupun ada beberapa jamaahnya yang
tertarik kepada kewirausahaan dan menjadi pebisnis.
Tidak ada jaminan bahwa kewirausahaan di sana mudah dilaksanakan. Bahkan seolah-olah
kewirausahaan susah dilaksanakan karena hukumnya tidak wajib bagi seluruh umat Islam dan
khususnya membutuhkan modal dalam jumlah besar. Hal ini tidak seperti ibadah sholat yang mudah
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
100
dilaksanakan karena merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam sesuai dengan syarat sah shalat
dan tidak membutuhkan modal banyak.
Kelemahan ini tidak dapat diremehkan. Sebab berwirausaha dan berbisnis Islami
memerlukan pengetahuan dan mental. Tanpa pengetahuan dan mental yang cukup, kewirausahaan
tidak dapat berkembang. Bahkan, tanpa hal itu minat, semangat dan mental kewirausahaan dapat
hilang.
Peluang Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin
berwirausaha cukup besar karenaPeluang bisnis di sekitar Masjid Baitu Syukur Gonilan dan di
sekitar Masjid Istiqlal Sumber sangat terbuka. Hal itu karena Kelurahan Gonilan merupakan
kelurahan paling ramai dibandingkan dengan kelurahan lain di kecamatan Kartasura karena
aktivitas pendidikan, aktivitas wisata dan posisi strategis yang dimiliki berupa akses Surakarta-
Karanganyar dan Surakarta-Sukoharjo (AlFathoni, 2017). Sedangkan kelurahan Sumber
merupakan daerah yang akan berkembang di masa yang akan datang di mana jumlah pengusahanya
baru sekitar 10% dari total pengusaha. (Pemerintah Kota Surakarta, 2012). Adanya lembaga-
lembaga di sekitar mereka yang welcome terhadap bisnis dan kewirausahaan Islam menyebabkan
peluang mereka terbuka luas. Terdapat juga berbagai lembaga yang antusias dengan kemajuan umat
Islam. Sebagai contoh di sekitar masjid Baitu Syukur Gonilan terdapat bank syariah seperti BPD
Syariah, Bukopin Syariah, Bank Mandiri Syariah dan Bank Mega Syariah. Sedangkan di dekat
masjid Istiqlal Sumber terdapat kantor Kementerian Agama di kota Surakarta. Organisasi
masyarakat dan organisasi politik yang berbasis agama Islam dan umat Islam juga banyak
bertebaran di sekitar mereka. Sebagai contoh adalah Muhammadiyah, NU, PPP, PKB, PAN, atau
PKS.
Ancaman yang dihadapi Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber
yang ingin berwirausahasangat kecil. Ada pihak yang menginginkan masjid hanya sebagai sarana
peribadatan semata, tidak perlu mengembangkan sarana perekonomian dan bisnis. Namun hal itu
sebenarnya hanya dilandasi kekhawatiran dan kesalahpahaman semata. Ada perasaan khawatir dan
kesalahpahaman bahwa fungsi masjid sebagai sarana peribadatan akan diabaikan seiring
meningkatnya fungsi masjid dalam meningkatkan etos kewirausahaan di kalangan jamaah masjid.
Kenyataannya tidak seperti itu. Pengurus dan jamaah masjid banyak yang memiliki profesi utama
dan sampingan di bidang bisnis. Di Masjid Baitu Syukur ada pengurus dan jamaah yang bisnis
percetakan dan kelontong, Sedangkan di masjid Istiqlal ada pengurus dan jamaah yang aktif
berbisnis kuliner, biro umrah dan jadi atau air minum kemasan. Jadi ancaman yang ada relatif kecil.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
101
Berdasarkan analisis situasi tersebut, Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal
Sumber yang ingin berwirausaha Pembangunan UMS harusmengatasi kelemahan yang ada. Di
satu sisi Kekuatan dan peluang besar, dan di sisi lain ancaman kecil, namun kelemahan yang ada
terlihat dengan jelas. Jika kelemahan dapat diatasi, maka peluang akan lebih leluasa diraih dengan
kekuatan yang dimiliki. Sedangkan ancaman yang ada tidak akan berpengaruh.
Tabel 1 menunjukan ringkasan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada
Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin berwirausaha.
Tabel 1Analisis Situasi Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin
berwirausahaSITUASI ANALISIS
KekuatanJamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin
berwirausaha memiliki semangat tinggi sebab ajaran agama Islam dan pemerintahmendorong kewirausahaan
KelemahanJamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin
berwirausaha tidak memiliki pengetahuan dan mental bisnis dan wirausaha Islam
PeluangJamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin
berwirausaha memiliki peluang sebab kawasan di mana mereka tinggal adalahkawasan yang perekonomiannya berkembang pesat
Ancaman
Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang inginberwirausaha mendapatkan ancaman kecil dari kekhawatiran dan kesalahpahamanpihak-pihak yang menganggap peribadatan menurun dengan meningkatnya bisnis
dan kewirausahaan Islam.
PosisiKewirausahaan
Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang inginberwirausaha harus mengatasi kelemahan sehingga dapat mengambil peluang
secara maksimal berdasarkan kekuatan dimiliki
5. Kesimpulan
Tujuan penelitian telah tercapai. Sudah dianalisis bahwa jamaah masjid memiliki tiga
kekuatan kewirausahaan, kelemahan fundamental dalam pengetahuan dan mental kewirausahaan,
peluang besar karena lokasi yang mendukung kewirausahaan dan ancaman kecil dalam
kewirausahaan. Demikian juga sudah dianalisis posisi wirausaha jamaah masjid adalah mengatasi
kelemahan yang ada.
Berdasarkan hal itu disarankan pada jamaah masjid yang tertarik kepada kewirausahaan
Islam untuk memahami pengetahuan dan mental kewirusahaan Islam secara mendalam. Selain itu,
berbagai pihak terkait dengan jamaah masjid seperti pengurus jamaah masjid, pemerintah dan
kalangan perguruan tinggi diharapkan dapat membantu peningkatan pengetahuan dan mental
kewirausahaan Islam jamaah masjid.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
102
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. (2012). Analisis Swot Dakwah di Indonesia: Upaya Merumuskan Peta Dakwah. Miqot,XXXVI(2), 409-426.
AlFathoni, R. (2017). Kelurahan Gonilan. Retrieved from Kelurahan Gonilan Web site:https://desagonilan.wordpress.com/
Alfianto, E. A. (2012). Kewirausahaan: Sebuah Kajian Pengabdian kepada Masyarakat. JurnalHeritage, 1(2), 33-42.
Bahri. (2018). Kewirausahaan Islam: Penerapan Konsep Berwirausaha dan Bertransaksi Syariahdengan Metode Dimensi Vertikal (Hablumminallah) dan Dimensi Horizontal(Hablumminannas). Maro, Jurnal Ekonomi Syariah dan Bisnis, 1(2), 67-87. Retrieved fromhttp://jurnal.unma.ac.id/index.php/Mr/index
Çizakça, M. (2012). Finance and economic development in Islam, historical perspective. Munchen:Munich Personal RePEc Archive. doi:http://mpra.ub.uni-muenchen.de/42046/
Dewi, E., Yacob, S., Octavia, A., Jamal S., H., & Setiawati, R. (2012). Pelatihan Motivasi danKewirausahaan Bagi Tim Penggerak PKKKelurahan Rawasari Kecamatan Kota Baru KotaJambi. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 52, 80-88.
Faizal, P. R., Ridhwan, A. A., & Kalsom, A. (2013). The Entrepreneurs Characteristic from al-Quran and al-Hadis. International Journal of Trade, Economics and Finance, 4(4), 191-196. doi:10.7763/IJTEF.2013.V4.284
Fauzan. (2014). Hubungan Religiusitas dan Kewirausahaan: Sebuah Kajian Empiris dalamPerspektif Islam. Modernisasi, 10(2), 147-157.
Gartner, W. B. (1989). "Who is an Entrepreneur?" is a Wrong Question . Entrepreneurship Theoryand Practice, 49-68.
GÜREL, E., & TAT, M. (2017). SWOT ANALYSIS: A THEORETICAL REVIEW. The Journal ofInternational Social Research, 10(51), 995-1006. doi:10.17719/jisr.2017.1832
Imanda, R., & Faizah, S. I. (2015). Motivasi Pengusaha Dalam Pengembangan Inovasi Produk(Penelitian Deskriptif Terhadap Pengusaha Garmen Muslim Di Gresik). Jurnal EkonomiSyariah Teori dan Terapan, 2(5), 413-425.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
103
Juhanis. (2017). FILOSOFI WIRAUSAHA PROFETIK; SEBUAH REFLEKSI DALAMMERINTIS WIRAUSAHA DEWASA INI. Rausyan Fikr, 13(2), 201-224.
McTaggart, D., Findlay, C., & Perkin, M. (2010). Economics. Brisbane: Pearson.
Pemerintah Kota Surakarta. (2012). kec-banjarsari. Retrieved from kelurahan-sumber Web site:http://kec-banjarsari.blogspot.co.id
Rimiyati, H., & Munawaroh, M. (2016). Pengaruh Penerapan Nilai-Nilai Kewirausahaan IslamiTerhadap Keberhasilan Usaha (Studi Pada Pengusaha UMKM Muslim Di KotaYogyakarta). Jurnal Manajemen Bisnis, 7(2), 130-157.
Salamah, L. (2017). Analisa Strengths, Weaknesses, Opprotunities, and Threats (SWOT): Peluangdan tantangan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dalam mewujudkanintegrasi Asia Tenggara. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 30(3), 300-309.
Subur. (2007). Islam dan Mental Kewirausahaan: Studi tentang Konsep dan Pendidikannya.Insania, 12(3), 341-354.
Suranto, Muhtadi, Dwi P., K., & Santosa, T. B. (2016). Pengembangan Inkubator Kewirausahaan diUniversitas Muhammadiyah Surakarta. Warta, 19(1), 1-9.
Wikipedia. (2017). Wikipedia. Retrieved from Entrepreneurship:https://en.wikipedia.org/wiki/Entrepreneurship
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
104
MENGINTEGRASIKAN NILAI SOSIAL DAN FINANSIAL DARI PERSPEKTIFPERUSAHAAN
Yohana F.Cahya Palupi Meilani1
Jurusan Manajemen, Universitas Pelita Harapan, TangerangEmail: [email protected]
ABSTRACTThe purpose of this article is to provide an overview of how to integrate social andfinancial values as a corporate responsibility and the importance of integrating both froma company perspective. In particular, this paper aims to develop a conceptual frameworkthat predicts how through corporate strategy can integrate social value and financialreturns in order to achieve corporate sustainability in the Indonesian context. Thecontribution of this article helps provide a general picture for the parties concerned whocare about the balance of corporate social and financial responsibility to supportsustainability. Conversely, the company's goal is not only to seek profit, but also toimprove welfare and help increase economic empowerment and productivity of thecommunity which leads to a positive sustainability of the company.
Keywords: Social Value, Financial Value, Company Sustainability
1. Pendahuluan
Perusahaan adalah bagian dari komunitas masyarakat.Perusahaan tidak dapat berdiri sendiri
dan terpisah dari masalah sosial kemasyarakatan di sekitarnya termasuk di Indonesia.Terdapat
beberapa permasalahan sosial di Indonesia seperti:(1)Tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi,
yaitu berdasarkan data BPS pada September 2018 sebesar 25,67 juta orang.(2) Pengangguran cukup
tinggi, per Agustus 2018 sebesar 7 juta orang.Termasuk di dalamnya tingkat pengangguran muda
yang berusia 15-29 tahun masih cukup tinggi di Asia. (3) Indeks pembangunan manusia,
menunjukkan pada tahun 2017 masih sebesar 70.81 dan ditargetkan menjadi 71.98 pada 2019. Hal
ini terjadi karena masih belum merata pendidikan sehingga tenaga kerja tersedia masih banyak
berpendidikan rendah dan dapat mempengaruhi tingkat pengangguran.Bagaimanapun, pemerintah
Indonesia memerlukan bantuan menyelesaikan masalah sosial melalui tanggung jawab sosial yang
dilakukan perusahaan. Hal ini selaras dengan teori stakeholders bahwa perusahaan diharapkan
memegang etika bisnis, termasuk perilaku terhadap karyawan, mempunyai kepedulian atas dampak
lingkungan yang terjadi (Kurnianto, 2011).
Mengintegrasikan tanggung jawab sosial dan finansial dari perspektif perusahaan harus
dimulai atas pemahaman tentangapa itu tanggung jawab sosial perusahaan. Pada dasarnya tanggung
jawab sosialperusahaan merupakan kesadaran yang muncul bahwa selain perlu peningkatan
keuntungan perusahaan, sebagai korporasiperusahaan juga mempunyai tanggung jawab dalam
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
105
kesejahteraan lingkungan sosial dan masyarakat di sekitarnya.Artinya perusahaan saat ini dituntut
tidak hanya berorientasi pada aspek finansial profitabilitas belaka, tetapi juga memiliki tanggung
jawab terhadap masyarakat(McWilliam &Siegel, 2011).Demikian juga dengan perusahaan yang
berbentuk Perseroan Terbatas, yaitu perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum. Berdasarkan
undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 Pasal 74 menyatakan bahwa perusahaan
diminta melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) atau karena tanggung jawab atas sosial
dan lingkungan perusahaan. Itu berarti tanggung jawab sosial dan lingkungan bertujuan untuk
mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
dan lingkungan bagi perusahaan itu sendiri, masyarakat setempat, dan masyarakat pada umumnya.
Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, tanggung jawab sosial dan kegiatan lingkungan
harus dianggarkan dan dicatat sebagai biaya yang dilakukan perusahaan sehubungan dengan
kepatutan dan keadilan.Aktivitas tersebut dimuat dalam laporan tahunan perusahaan. Jika
perusahaan tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut akan dikenakan
sanksi oleh pemerintah.
Tanggung jawab sosialmerupakan penghargaan organisasi terhadap kepentingan masyarakat,
melalui kegiatan-kegiatan yang berdampak pada para pemegang kepentingan inti, termasuk
pelanggan, karyawan, pemegang saham, masyarakat, lingkungan di seluruh wilayah operasional
mereka. Dalam hal ini perusahaan melihat pada implikasi sosial atas bisnis yang dibangun,
melampaui pandangan tradisional yang hanya berorientasi pada profitnya saja, bawahnya pada
implikasi sosial dari bisnisnya(McWilliam &Siegel, 2011; Sari, 2012). Tanggung jawab sosial akan
berdampak, baik secara langsung atau tidak langsung pada biaya perusahaandi masa depan. Investor
juga menginginkan investasi dan kepercayaan publik terhadap perusahaan memiliki citra baik di
masyarakat. Dengan demikian, dengan melakukan program tanggung jawab sosial secara
berkelanjutan, perusahaan dapat berjalan baik di masa datang. Karena itu, lebih tepat ketika
program tanggung jawab sosial perusahaan digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi
strategi bisnis perusahaan (Hadi, 2011).
Di Indonesia khususnya, meskipun perusahaan mempunyai bisnis yang sama namun karena
aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan berbeda, dalam jangka panjang akan berdampak pada
kinerja keuangan perusahaan. Sehingga perusahaan yang mempunyai karakteristik lebih kuat
diharapkan lebih dalam memberikan dampak sosial memenuhi tanggung jawab pada masyarakat
(Sari, 2012).Aspek keberlanjutan perusahaan akan menerjemahkan prinsip keberlanjutan menjadi
strategi dalam operasional perusahaan, sehingga menjadi faktor laba bagi perusahaan. Juga dapat
menjadi input dalam konteks pengambilan keputusan oleh investor. Tetapi di Indonesia dengan UU
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
106
Nomer 40 tahun 2007 membuat implementasi atas tanggung jawab sosial untuk semua perusahaan
tanpa melihat perusahaan besar atau kecil. Hal ini juga memengaruhi bagaimana kepatuhan
perusahaan besar dalam menyediakan anggaran untuk CSR yang berdampak pada Return on Equity
(ROE) (Fitria, et al, 2014).
Dapat dijelaskan bahwa perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosial turutmerasakan
bahwa komunitas masyarakatmerupakan bagian darinya. Sehingga apapun yang terjadi di
masyarakat akan mempengaruhi keadaan perusahaan. Bentuk tanggungjawab sosial perusahaan
dilakukan oleh perusahaan melalui program-program kepedulian atas komunitas masyarakat di
sekitar, kemitraan dengan organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tidak berorientasi
profit semata.Dan saat ini banyak melakukan inovasi dengan beradaptasi pada model bisnis
perusahaan itu sendiri dan lebih berorientasi pada keberlanjutan.Mengintegrasikan tanggung jawab
sosial dan finansial dari perspektif perusahaan harus dimulai atas pemahaman tentang tanggung
jawab sosial perusahaan (Di Dominico, et al., 2010). Pada dasarnya tanggung jawab sosial
perusahaan merupakan kesadaran yang muncul bahwa selain bagi peningkatan keuntungan
perusahaan, sebagai korporasi perusahaan juga mempunyai tanggung jawab dalam kesejahteraan
lingkungan sosial dan masyarakat di sekitarnya. Dilakukan oleh perusahaan melalui program-
program kepedulian atas komunitas masyarakat di sekitar, kemitraan dengan organisasi LSM yang
tidak berorientasi profit semata.Dan saat ini banyak melakukan inovasi perusahaan dengan
beradaptasi pada model bisnis perusahaan itu sendiri dan lebih berorientasi pada keberlanjutan
(McWilliam &Siegel, 2011).
Selanjutnya perusahaan perlu memikirkan cara dalam melakukan inovasi pada model bisnis
yang mengarah pada Creating Social Value (CSV). Jika dulunya perusahaan menjalankan tanggung
jawab sosial mungkin hanya sekedar pada even amal dan pemberdayaan masyarakat, saat ini
melakukan beberapa manfaat bagi para pemangku kepentingan. Caranya pelaksanaan tanggung
jawab sosial perusahaan diselaraskan dengan strategi bisnis dan didukung penuh para pemangku
kepentingan.Seperti saat ini banyak perusahaan modern yang sudah menerapkan pendekatan CSV
sesuai ISO 26000 sebagai panduan dalam CSR yang selaras strategi bisnis dan berpegang pada tata
kelola perusahaan yang baik.Dimana konsep CSV membuat bentuk kegiatan tanggung jawab sosial
perusahaan bermanfaat memberikan pemecahan atas permasalahan sosial.Oleh karena itu
berdasarkan uraian di atas perlu pemahaman berbasis literatur tentang:
1. Bagaimana mengintegrasikan aspek sosial dan pengembalian finansial dari perspektif
perusahaan?
2. Seberapa penting mengintegrasikan keduanya dari perspektif perusahaan?
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
107
Maka, dalam paper konseptual ini akan disajikan tinjauan definisi konseptual tentang bentuk
implementasi tanggung jawab sosial, kewirausahaan sosial dan dampak bagi kinerja keuangan
perusahaan jangka panjang. Paparan ini akan dapat menambah pemahaman tentang CSR yang
diperdalam dengan bentuk CSV termasuk dalam upaya membangun kemampuan perusahaan dalam
hal keberlangsungan bisnis.Kontribusi penulisan ini memberikan gambaran bagi pembuat
kebijakan, pelaku bisnis di Indonesia dalam mengintegrasikan aspek sosial dan finansial yang tetap
dapat menjaga keberlanjutan bagi perusahaan.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Kinerja Keuangan Perusahaan
Ikatan Akuntansi Indonesia atau IAI (2007) menyatakan bahwa kinerja keuangan adalah
bentuk formal kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumberdaya yang
dimiliki.Sehingga melalui kinerja keuangan dapat terukur sejauh mana perusahaan mempunyai
profitabilitas. Hasil dari kinerja keuangan akan berdampak pada prospek, pertumbuhan dan potensi
perusahaan berdasarkan sumber daya yang dimiliki perusahaan.
Kinerja keuangan dapat diukur dengan: (1) Analisis perbandingan Laporan
Keuangandengan membandingkan laporan keuangan dua periode atau lebih melihat perubahan
absolut ataupun relatif. (2)Analisis Tren untukmelihat keadaan keuanga naik atau turun.(3) Analisis
Persentase per Komponen mengetahui persentase investasi peraktiva atas total aktiva maupun
utang.(4) Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja dengan melihat besarnya sumber dan
penggunaan modal kerja dari dua periode waktu yang dibandingkan.(5) Analisis Sumber dan
Penggunaan Kas untuk mengetahui kondisi kas disertai perubahan kas periode waktu
tertentu.(6)Analisis Rasio Keuangan melihat hubungan pos tertentu dalam neraca atau laporan laba
rugi.(7) Analisis Perubahan Laba Kotor melihat sebab terjadinya perubahan laba. (8)Analisis Break
Even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat penjualan yang harus dicapai agar
perusahaan tidak mengalami kerugian (Rahmah dan Komariah, 2016; Yusuf dan Surjaatmadja,
2018).
Pengukuran kinerja keuangan menurut Fahmi (2012) dapat dilakukan melalui:
1. Rasio profitabilitas memberi gambaran seberapa perusahaan mampu menghasilkan
keuntungan. Pengukuran dilakukan dengan Gross Profit Margin, Operating Profit Margin,
Net Profit Margin, Return On Assets (ROA), Return On Investment (ROI).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
108
2. Rasio likuiditas memberi gambaran seberapa perusahaan mampu memenuhi kewajiban
finansial jangka pendek dalam operasionalnya. Pengukuran dilakukan dengan Current Ratio,
Quick Ratio.
3. Rasio solvabilitas yang memberikan gambaran seberapa kemampuan perusahaan memenuhi
semua kewajiban jangka panjang maupun jangka pendek saat dilikuidasi. Pengukuran
dilakukan dengan Total debt to total assets ratio dan Debt to equity ratio.
4. Rasio aktivitas yang melakukan pengukuran seberapa penggunaan aktiva kekayaan
perusahaan. Pengukuran dilakukan dengan rasio perputaran hutang, rasio perputaran
persediaan tetap, rasio aktiva tetap, rasio perputaran total aktiva.
Dalam kaitan dengan tanggung jawab perusahaan peran pengukuran kinerja keuangan
adalah mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.Karena penjajian laporan keuangan yang baik
menunjukkan perusahaan menjalankan Good Corporate Governance(Kahn, 2010).
2.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)dan Implementasinya
Tokoh awal CSR adalah Adolf Berle dan E. Merrick Dodd pada 1930 berdiskusi tentang
pandangan berbeda atas tanggung jawab sosial. Berle lebih menitikberatkan pada kepentingan
pemegang saham harus diperhatikan perusahaan dalam tanggung jawab sosial dan selanjutnya
dikenal sebagai shareholder primacy dan fiduciary duty. Namun Dodd menyatakan tanggung jawab
sosial perusahaan bertujuan melindiungi kepentingan masyarakat dan bukan sekedar pemegang
saham(Mukti, 2010). Mengikuti artikel Milton Friedman (1970) berjudul the business of business is
business,sehinggaThe World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dengan
anggota 120 perusahaan multinasional dari 30 negara, dalam artikel “Making Good Business
Sense” mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. CSR adalah satu kegiatan
bermula dari pertimbangan etis perusahaan demi meningkatkan ekonomi, bersama-sama
peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya,serta peningkatan kualitas hidup masyarakat
sekitar.Demikian pula Pemerintah Indonesia telah mengelola dampak lingkungan sebagai
bagianpengungkapan CSR, dan juga telah diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SFA) No. 1
paragraf 9. Orientasi perusahaan harus bergeser dari yang berorientasi kepada pemegang saham
atau orientasi ekonomi semata, ke arah keberlanjutan lingkungan dan masyarakat dengan
mempertimbangkan dampak sosial atau orientasi pemangku kepentingan (Hadi, 2011). Secara
umum, karakteristik perusahaan yang lebih kuat menghasilkan dampak sosial bagi masyarakat ,
akan semakin kuat memenuhi CSR kepada publik (Kurnianto, 2011).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
109
Penerapan CSR bergantung pada manajerial level atas di perusahaan karena sebagai
pemimpin yang mempunyai komitmen melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Karenanya
kebijakan CSR dimulai dari komitmen top manajerial yang tercermin dari visi dan misi perusahaan
untuk memperhatikan peopledan planet selain hanya profit dan sering dikenal sebagai triple bottom
line (Schemerhorn & Bachrach, 2015). Maka jika top manajerial punya kesadaran moral tinggi,
perusahaan akan membuat kegiatan tanggung jawab sosial yang tepat tidak sekedar pemenuhan
peraturan belaka. Implementasi kegiatan tanggung jawab sosial yang terkait strategi perusahaan
meliputi:
1. Strategi branding seperti yang dilakukan Danone sesuai Elfajri (2019) telah melakukan CSV
dalam bentuk konservasi, pertanian terpadu, bank sampah dan filantropi strategis yang
berujung pada citra produk dari Danone lebih baik di mata masyarakat.
2. Pengurangan resiko sosial artinya kegiatan dilakukan untuk meminimalisir protes dari
masyarakat sekitar atas bisnis yang dilakukan dengan membuat kegiatan yang positif di mata
masyarakat seperti yang dilakukan oleh Semen Gresik membuat pot dan bunga di sepanjang
jalan kota Pontianak agar rapi dan indah (Kurnianto, 2011).
3. Mengurangi dampak operasi bisnis (Kurnianto, 2011)
4. Strategi kolaborasi dengan pemangku kepentingan (Kurnianto, 2011)
Masalahnya banyak perusahaan belum melakukan pemetaan sosial yang berakibat
kegaiatan CSR dalam programnya belum sesuai kebutuhan masyarakat.Karena CSR hanya ada di
permukaan dan belum ada indikator yang mengukur dampaknya (McWilliam &Siegel, 2011).
2.3Kewirausaahaan Sosial
Kewirausahaan sosial merupakan upaya berkontribusi dalam pemecahan permasalahan sosial
melalui perubahan-perubahan dan mempunyai pola berbeda dari bisnis yang sudah ada
Kewirausahaan sosial terdiri dari terbentuk dari kewirausahaan, gagasan, peluang, organisasi.
Dengan adanya kewirausahaan sosial maka permasalahan dalam masyarakat dapat diberikan solusi
sehingga berkontribusi pada manfaat karena tujuan dan target jelas bagi masyarakat..Kegiatan
kewirausahaan sosial dapat dipetakan yakni tidak bertujuan profit, berbisnis untuk tujuan sosial dan
gabungan keduanya yaitu tidak bertujuan profit tetapi kepentingan sosial belaka (Duymedjian dan
Ruiling, 2010).Sebelumnya pada 1972, Bill Drayton sudah menginisiasi yayasan Ashoka yang
pertama kalimendukung perkembangan kewirausahaan sosial.Dinyatakan bahwa melalui
kewirausahaan sosial bukan sekedar kedermawanan sosial tetapi mampu berdampak pada
perubahan atas solusi masalah sosial yang bermanfaat.Kewirausahaan sosial juga dapat membuat
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
110
kekayaan sosial meningkat melalui penciptaan usaha baru maupun pengelolaan bisnis secara
inovatif (Zahra et al, 2009).
2.4 Creating Social Value (CSV)
Creating Social Value merupakan pengembangan konsep dari CSR yang melibatkan
pengembangan masyarakat dengan cara mengembangkan potensi masyarakat sasaran. Kegiatan
pengembangan tersebut adalah sesuatu yang wajib dilakukan perusahaan. Partisipasi masyarakat
dibuat lebih aktif dan dalam hal ini perusahaan diminta menciptakan nilai ekonomi dan nilai sosial
secara bersama-sama. Melalui CSV perusahaan menyadari bahwa memberikan solusi atas
permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan dilakukan dengan kesadaran dan komitmen.Bedanya
dengan CSR bahwa CSV mempunyai aspek long term dan bersentuhan dengan nilai positif pada
strategi perusahaan (Porter, 2014).Konsep CSV sudah dilakukan di perusahaan di Indonesia salah
satunya PT Unilever Indonesia bermitra dengan petani kecil untuk kesejahteraan mereka melalui
peningkatan produktivitas budidaya kedelai hitam (www.unilever.co.id).
Bagi perusahaan yang go public, tanggung jawab sosial yang dimaksud diungkapkan
dalam laporan tahunan sebagai bentuk akuntabilitas kepada pemangku kepentingan.
Keterukuran pelaksanaan program CSR ditentukan dengan pengungkapan informasi mengenai
pemenuhan aspek-aspek tanggung jawab sosial seperti yang dikembangkan BAPEPAM dalam 49
item yang dikutif oleh Noviyanti (2009), yaitu :1)Hubungan dengan lingkungan : (1) kepatuhan
kepada regulasi berkenaan dengan lingkungan ; (2) pencegahan/perbaikan kerusakan
lingkungan akibat pengolahan sumber daya alam ; (3) konservasi sumber daya alam ; (4)
penggunaan material daur ulang ; (5) menerima penghargaan atas program lingkungan ; (6)
perancangan fasilitas yang harmonis dengan lingkungan ; (7) pengolahan limbah ; (8)
mempelajari dampak lingkungan ; (9) upaya minimalisasi limbah, emisi gas, serta polutan
lainnya, dan ; (10) menerima penghargaan atas pengolahan limbah. 2)Kesehatan dan keselamatan
kerja : (1) keselamatan kerja, dan kesehatan fisik/mental ; (2) kepatuhan kepada peraturan
standar kesehatan dan keselamatan kerja ; (3) penghargaan berkenaan dengan keselamatan
kerja, dan ; (4) statistik keselamatan kerja. 3)Tenaga Kerja : (1) bantuan keuangan kepada tenaga
kerja dalam bidang pendidikan ; (2) adanya pusat penelitian tenaga kerja ; (3) program diklat
atau peningkatan kompetensi ; (4) persentase gaji untuk pensium ; (5) jumlah tenaga kerja ; (6)
kualifikasi tenaga kerja ; (7) kebijakan Jurnal Magister Manajemen ISSN : 2085-7055 Vol 5 No
1 Maret 2012 Universitas Siliwangi promosi dan karier tenaga kerja, dan ; (8) hubungan
manajemen dengan tenaga kerja dalam hal meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
111
4)Hubungan dengan pemegang saham : (1) visi, misi dan tujuan ; (2) struktur organisasional
; (3) good governance ; (4) manajemen risiko ; (5) R & D ; (6) pembaharuan teknologi ; (7)
unit saham dan pemegang saham ; (8) kondisi saham ; (9) jenis dan output produksi ; (10) produk
baru ; (11) kontrak dan perjanjian ; (12) sertifikasi kualitas produksi, dan ; (13) kapasitas
produksi.5)Hubungan dengan konsumen : (1) pemenuhan standar kualitas produk ; (2) pemberian
layanan konsumen, dan ; (3) penghargaan tingkat kepuasan konsumen. 6)Hubungan dengan
masyarakat : (1) donasi/sumbangan/kontribusi amal ; (2) kemitraan/asistensi teknis bagi UMKM
atau sektor usaha lain ; (3) kontribusi untuk bidang pendidikan ; (4) kontribusi untuk
kegiatan keagamaan ; (5) kontribusi untuk bidang seni budaya ; (6) kontribusi untuk bidang
olah raga ; (7) kontribusi untuk bidang kesehatan masyarakat, dan ; (8) kontribusi untuk
membangun sarana dan prosarana publik. 7)Hubungan dengan pemangku kepentingan lainnya :
(1) komitmen kepada pemerintah ; (2) komitmen kepada kontraktor, suplier atau pemangku
kepentingan lainnya, dan (3) penghargaan dari pemerintah.
Selanjutnya dikemukankan bahwa aspek tersebut dikuantifikasikan dalam rumusan Indeks
Pengungkapan Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility Disclousure
Idex – CSRDI) sebagai berikut :
CSRDI = Jml Item yang Dipenuhi/diungkapkan Jml Item yang Diharapkan
2.5 Good Corporate Governance (GCG)
Tata kelola perusahaan atau serig disebut GCG adalah standar yang merumuskan
keterkaitan manajemen suatu perusahaan dengan para pemangku kepentingannya.Thomas, 2006
(dalam Renny, 2012) menyatakan melalui GCG dibuat suatu sistem yang dapat membuat
perusahaan menciptakan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan. Sehingga melalui GCG
investor dapat memperoleh return sesuai nilai investasinya. Purwani (2010) menyampaikan apabila
GCG berjalan baik maka proses operasional perusahaan akan bai dan berimbas pada kinerja yang
baik dalam finansial dan nonfinansialnya.
3. Pembahasan
3.1 Mengintegrasikan Aspek Sosial Dan Pengembalian Finansial Dari Perspektif Perusahaan
Mengintegrasikan aspek sosial dan pengembalian finansial bagi perusahaan seharusnya
bukan karena basa-basi atau keterpaksaan karena takutaturan perundangan belaka. Dimulai dari
komitmen top manajerial yang diwujudkan dalam visi, misi, goal dan strategi perusahaan tentang
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
112
kesadaran perlunya melakukan penciptaan nilai sosial yang berdampak pada keberlanjutan
perusahaan. Kemudian penentuan misi kegiatan tanggung jawab sosial tersebut ditentukan oleh
nilai–nilai yang dianut perusahaan.Misalnya jika perusahaan merasa bagian dari komunitas maka
perlu memperhatikan kepentingan komunitas.Atau Membina hubungan yang saling menguntungkan
dengan komunitas.Dan alasan bahwa kegiatan tersebut dilakukan untuk menghindari konflik
sosial.Di Indonesia diharapkan program CSR bukan sekedar kepatuhan atas Undang-Undang.
Seperti:
UU No. 40/ 2007 tentang Perseroan Terbatas
PP No. 47/ 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas
UU No. 25/ 2007 tentang Penanaman Modal
Bahkan di Indonesia diharapkan sebagai program yang menciptakan sinergi antara
pemerintah, perusahaan dan masyarakat.Karena melalui penerapan tanggung jawab sosial yang
berkesinambungan diharapkan diperoleh peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keberhasilan
usaha jangka panjang.
Tanggung jawab sosial tersebut meliputi internal dan eksternal berdasarkan triple bottom
line. Secara internal meliputi tanggung jawab kepada: (1) Bagi Karyawan sepertidalam bentuk
keamanan, kenyamanan, perlakuan adil dan pengembangan. (2) Bagi Pemegang Saham seperti
keputusan yang memberi hal positif bagi pemegang saham dalam menjalankan perusahaan. Secara
ekternal meliputi tanggung jawab kepada: (1)Bagi Konsumen bahwa produk dan jasa yang
ditawarkan benar memberikan manfaat sesuai harga yang ditawarkan. (2) Bagi Kreditor, jika ada
hutang bertanggung jawab dalam proses pembayaran. (3)Bagi Lingkungan dengan menjaga
kelestarian sumber daya alam agar tidak tercemar berkenaan dengan proses operasional perusahaan.
(4)Bagi Masyarakat melalui kegiatan penyediaan infrastruktur, kebutuhan masyarakat.
Selanjutnya perusahaan dalam menentukan strategi perusahaan yang melekat dengan CSV.
Terdiri dari beberapa tahap yaitu:
(1) Assesing, Pengukuran apa kegiatan yang akan dilakukan sesuai kondisi yang dibutuhkan sasaran
dan kondisi finansial perusahaan.
(2) Strategy Formulation, Penentuan cara mencapai tujuan.
(3) Identify Partner, Identifikasi pihak-pihak yang dapat terlibat dan saling dukung.
(4) Implementation yaitu pelaksanaan kegiatan.
(5) Measurement, Memetakan dan membuat laporan kegiatan secara dokumentasi untuk evaluasi.
(6) Improvement Membuat proses evaluasi dan pengembangan dari yang sudah dilakukan.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
113
Saat ini di Indonesia integrasi nilai sosial dan finansial mengacu Keputusan Menteri BUMN
No Kep-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), menyebutkan
bahwa program tersebut didanai dari penyisihan laba bersih sebesar 2%. Walaupun masih sering
dilihat abu-abu dalam pelaksanaan pembiayaan program CSR mengikuti aturan tersebut. Hitchner
(2011) menyampaikan bahwa laba bersih akan mengindikasikan kinerja operasionall perusahaan
dalam manfaat ekonomis yang termuat di laporan keuangan.Sehingga efektifitas serta efisiensi
penggunaan sumber daya alam, SDM, infrastuktur dapat diukur dalam bentuk asset finansial yang
menunjang pencapaian tujuan perusahaan.
Rustendi (2012) menyatakan ada kesesuaian kinerja keuangan dengan tanggung jawab sosial.
Artinya bila perusahaan konsisten melakukan CSV maka citranya akan baik dan membuat potensi
loyalitas pelanggan meningkat dan berdampak padakinerja keuangan baik dengan profitabilitas
semakin baik. Dan berimbas pada pemenuhan tanggung jawab pada eksternal dan internal
pemangku kepentingan.Di Indonesia masih sering ditemukan bahwa tanggung jawab sosial sebatas
tanggung jawab pada kepentingan pemegang saham, kemudian manajemen, diikuti karyawan.Baru
selanjutnya pada konsumen, lingkungan dan pemerintah. Dalam waktu lama perusahaan yang
mampu mengintegrasikan nilai sosial dan finansial akan memperoleh kepercayaan investor atau
juga lembaga perbankan dan pembiayaan, masyarakat secara umum.Integrasi nilai sosial dan
finansial juga relevan dengan kepedulian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mendorong Lembaga
Jasa Keuangan(LJK) lebih mengutamakan penerapan keuangan yang lebih ramah lingkungan bagi
proyek bisnis yang ramah lingkungan. Dilatarbelakangi kondisi bahwa target pemerintah RI
menaikkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) 4.5 triliun masih diiringi banyak dampak negatif
pada kondisi lingkungan dan sosial seperti efek rumah kaca, sampah plastik, polusi udara
meningkat dan lainnya (www.wwf.or.id).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
114
Komitmen TopManajemenPerusahaan
Persepsi atas CSV:Tuntutan EksternalTuntutan InternalComplience
VisiMisiGoal
Strategi – Melekatdengan strategi CSV
UU tentang CSR&Kebijakan Pemerintah
Penerapan Program CSV
Kontribusi Program CSV BagiMasyarakat Dampak Dalam
Taraf Hidup atau KeberlanjutanLingkungan
Kontribusi Program CSVBagi Perusahaan DampakCitra Positif Perusahaan
Kebijakan CSV
Laporan Keuangan danLaporan ManajemenLaporan Berbasis Greendan
Sustainaiblity
Integrasi Nilai Sosialdan Finansial
Evaluasi UntukPenentuanKebijakan
KeberlanjutanBisnis Selanjutnya
Analisa kebutuhanProgram CSV
Dari pemaparan di atas berikut dirumuskan model integrasi nilai sosial dan finansial dari
perspektif perusahaan:
Gambar 1. Model integrasi nilai sosial dan finansial dari perspektif perusahaan
3.2 Pentingnya Mengintegrasikan Aspek Sosial Dan Pengembalian Finansial Dari Perspektif
Perusahaan?
Bermula dari teori Milton Friedman semula the business of business is businessyang
mengutamakan profitabilitas bagi perusahaan saja,lalu bergeser menjadi kepedulian atas triple
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
115
bottom line.Tahun1990 sampai sekarang di Indonesia, banyak perusahaan yang tidak dapat
berlangsung lama jika kurang peduli atas triple bottom line dan para pemangku kepentingan.Artinya
aktivitas perusahaan dapat berdampak negatif atu positif untuk lingkungan (planet), masyarakat
(people). Ketika hal tersebut diabaikan akan membuat mereka sebagai pemangku kepentingan
ekternal merasa dirugikan. Sehingga pihak yang merasa dirugikan akan kurang mendukung
operasional perusahaan. Terlebih jika sudah menyangkut permasalahan hokum, HAM, isu
ketenagakerjaan, isu lingkungan, isu konsumen.
Sehingga perusahaan-perusahaansaat Ini, sesuai gambar 1 membuat strategi yang melekat
dengan mempertimbangkan penerapan CSR. Selanjutnya dalam mencapai keseimbangan nilai sosial
dan finansial pengukuran rasio keuangan, solvabilitas,profitabilitas aktivitas dan rasio pasar.
Telebih dengan adanya UU di Indonesia yang mewajibkan pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan sebagai intervensi pemerintah.Kemudian tanggung jawab sosial perusahaan tersebut
disampaikan dalam laporan tahunan yang dapat dipantau sebagai akuntabilitas perusahaan.
Indikator pengukurannya berdasarkan 49 poin yang dibuat oleh BAPEPAM (Sawaka dan Putri,
2016). Untuk mengukurnya indikator-indikator dibuat kuantitatif dengan rumus CSRDI (indeks
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan).Dimana nilai CSRDI adalah Jumlah Indikator
Yang Dipenuhi Perusahaan dibagi Jumlah Indikator Yang Diharapkan.
Maka semakin besar angka CSRDI (mendekati 1) menunjukkan perusahaan semakin baik
dalam memenuhi tanggung jawab sosial. Selanjutnya akan membuat perusahaan semakin bercitra
baik sebagai bagian dari bisnis yang mempunyai kepeduliaan atas lingkungan dan masyrakat.Dari
sisi konsumen, berujung menarik bagi konsumen yang berpotensi menjadi pelanggan dalam
mengambil keputusan pembelian produk atau jasa. Dari sisi investor yang akhir-akhir ini lebih
menyukai berinvestasi pada perusahaan yang beretika dalam usahanya, akan memberi informasi
tentang laporan keuangan yang berkelanjutan. Hal ini juga menunjukkan seberapa baik tatakelola
perusahaan tersebut (good corporate governance).Sebagai contoh tahun 2017, PT Comphipar
merupakan salah satu perusahaan Indonesia yang penghargaan Asia Responsible Entrepreneurship
Award (AREA).Karena dianggap telah melaksanakan inovasi tanggung jawabsosial perusahaan
yang manusiawi dan berkelanjutan. PT Combiphar, dengan melaksanakan program COMBI HOPE
Healthy Living Education berfokus dalam mewujudkan hidup sehat di Indonesia menjalankan
program meningkatkan kemampuan literasi sejak tahu 2014 bagi 6500 pelajar SMA di Jabar, Jatim
dan Bali (Kompas.com,2017).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
116
4. Kesimpulan dan Rekomendasi
Penerapan dan semangat CSV harus bersifat jangka panjang.Karena dalam penerapan
tanggung jawab sosial perusahaan terkandung makna penerapan etika bisnis, keterbukaan,
akuntabilitas. Maka perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial perusahaan baik akan
mempunyai tata kelola perusahaan yang baik. Hal ini tidak dapat dicapai jika penerapan tanggung
jawab perusahaan tidak melekat pada strategi perusahaan.Studi ini hanyamenyampaikan tinjauan
umum mengintegrasikan nilai sosial dan finansial dari perspektif perusahaan. Studi berikutnya
sebaiknya melakukan uji empiris atas model yang dibuat dengan pengembangan skala.
Daftar Pustaka
Di Domenico, M., Haugh, H. and Tracey, P. (2010).Social bricolage: Theorizing social valuecreation in social enterprises. Entrepreneurship Theory and Practice, 34 (4):681-703.
Duymedjian, R. & Ruling, C.C. (2010) Towards a Foundation of Bricolage in Organization andManagement Theory.Organization Studies, 31(2): 133– 151.
Fahmi, I., (2012). Analisis Laporan Keuangan. Cetakan ke-2. Bandung: Alfabeta.Friedman, M. (1970).The Social Responsibility of Business is to increase its profits.New York
Times Magazine, September 13th, pp. 32-33, 122, 126.Fitria Ayuning P; Darminto; Dwiatmanto. (2014). Pengaruh CSR Terhadap Profitabilitas
.Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol.13, No. 1: 1-10.Garriga, E & Mele, D. (2004). Corporate Responsibility Theories: Mapping the Territory. Journal
of Business Ethic 53: 51-71.Hadi, Noor. (2011). Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu.Hitchner, James R. (2011). Financial Valuation ; Applications and Models, 3rd edition.Jhon
Wiley & Sons Inc., Hoboken, New Jersey – USA.Ikatan Akuntan Indonesia. (2013). Pernyataan Standar Keuangan 01 : Penyajian Laporan
Keuangan (Revisi 2013).Jakarta : IAI.Kementerian BUMN RI. (2003). Keputusan Menteri BUMN Republik Indonesia No Kep
236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).Khan, Md. H.U.Z.(2010).The effect of corporate governance elements on corporate social
responsibility (CSR) reporting. International Journal of Law and Management, Vol.52No.2:82-109.
Kurnianto, A.E.(2011). Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap KinerjaKeuangan Perusahaan. Semarang
McWilliam, Abagail; Siegel Donald S. Creating and Capturing Value: Strategic Corporate SocialResponsibility, Resource-Based Theory, and Sustainable Competitive Advantage.(2011). Journal of Management Vol.37No.5,September2011:1480-1495.
Mukti Fajar. (2010). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Studi tentang penerapanCSR padaPerusahaan Multinasional, Swasta Nasional, dan BUMN di Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Porter, Michael E and Mark R. Kramer. (2015). Creating Shared Value: How to ReinventCapitalism and Unleash A Wave of Innovation and Growth. Boston, MA: HarvardBusiness Review.
Rahmah, Mutiara Nur & Komariah, Euis. (2016). Analisis Laporan Keuangan Dalam MenilaiKinerja Keuangan Industri Semen Yang Terdaftar Di BEI (Studi Kasus PT.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
117
Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk).Jurnal Online Insan Akuntan, Vol.1, No.1,Juni 2016: 43 – 58. Akademi Akuntansi Bina Insani.Bekasi.Timur.
Reny, Dyah Retno M.(2012). Pengaruh Good Corporate Governance dan PengungkapanCorporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Studi Empiris PadaPerusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010.JurnalNominal. 1(1), h: 84-103.
Rustendi, T. (2012).Hubungan Kinerja Keuangan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.JurnalMagister Manajemen Vol 5 No 1 Maret 2012: 83- 95.
Sawaka, K I Gst Ngr Hiwa ; Putri, I Gusti Ayu Made Asri Dwija. (2016). Analisis PengungkapanDan Dampak Penerapan CSR PT BPD Bali, E-Jurnal Akuntansi Universitas UdayanaVol.16.2. Agustus (2016): 837-864.
Sari, Anggita.R.(2012). Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate SocialResponsibility Disclosure Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa EfekIndonesia. Jurnal Nominal Vol. 1 No. 1 Tahun 2012:125-130
Schemerhorn, J.R; Bahchrach, Daniel G. (2015).Introduction to Management. John Wiley.Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 Pasal 74 tentang Perseroan
Terbatas.Unilever,ProgramPeningkatanTaraf Hidup,https://www.unilever.co.id/about/who-
weare/yayasan-unilever-indonesia/program-peningkatan-taraf-hidup. Diakses:20 April 2019
Varadarajan, P.R., & Menon, A. (1988). Cause-Related Marketing: A Coalignment of MarketingStrategy and Corporate Philanthropy. Journal of Marketing 52(3):58.
Yusuf, M.;Surjaatmadja, S. (2018). Analysis of Financial Performance on Profitability withNon Performance Financing as Variable Moderation (Study at Sharia CommercialBank in Indonesia Period 2012–2016). International Journal of Economics andFinancial Issues, 2018, 8(4): 126-132.
Zahraa, Shaker A., Eric Gedajlovicb, Donald O. Neubaumc, Joel M. Shulmand. (2009). Atypology of social entrepreneurs: Motives, search processes and ethical challenges.Journal of Business Venturing, Vol 24 (5): 519- 532.
https://www.bps.go.id/pressrelease/2019/01/15/1549/persentase-penduduk-miskin-pada-september-2018-sebesar-9-66-persen.html. Diakses: 15 April 2019.
https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/11/05/1485/agustus-2018--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-5-34-persen.html. Diakses: 15 April 2019.
https://www.bps.go.id/subject/26/indeks-pembangunan-manusia.html. Diakses: 15 April 2019.https://www.wwf.or.id/program/inisiatif/mti_indonesia/keuangan_berkelanjutan/. Diakses 20 April
2019.https://www.unilever.co.id/about/who-we-are/yayasan-unilever-indonesia/program-peningkatan-
taraf-hidup/ Diakses 20 April 2019.https://money.kompas.com/read/2017/06/03/151821926/4.perusahaan.indonesia.dapat.penghargaan.
inovasi.csr.tingkat.asia Diakses 26 April 2019.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
118
PENGUKURAN EFISIENSI KINERJA UMKM MENGGUNAKAN METODEDATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
Maya Fauziah Permatasari, Anton Agus SetyawanProgram Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakartae-mail: [email protected]
ABSTRACT
This study aimed for the performance efficiency of Housware SMEs Cluster inSragen Regency through the Data Envelopment Analysis (DEA). There were 10 SMEsinvolved as sample of this study. The input consisted of overall capital and operational, labor, and transportation cost while the output was profits, assets, and earnings. Thefindings showed that among the 10 SMEs, there were inefficient management 3 likeUD Cantika Jaya (90,91%), UD PDDS (62,82%), UD Kinian Jaya (72,16%), and the7 remainings (UD Karina Mulya, UD Mulya Jaya Plastik, UD Adib Jaya, UD BakriGrup, UD Firman Jaya, UD RGS, UD SSS) had the efficient management.
Keywords: Overall Capital, Operational Cost, Labor cost, Transport Cost, OperatingProfit, Total Asset, and Sales Turnover.
1. PENDAHULUAN
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan salah satukomponen pelaku usaha yang
mempunyai sumbangan cukup besar dalammenciptakan lapangan pekerjaan (Badan Pusat Statistik
2010). Oleh sebab itukeberadaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sangat
dibutuhkanmasyarakat khususnya masyarakat dengan kemampuan ekonomi danketerampilan
terbatas. Peranan penting UMKM dalam kehidupan masyarakatadalah sebagai tempat mendapatkan
penghasilan dan mengembangkan potensi atau keterampilan yang mereka miliki (Maryati 2014).
Sektor UMKM juga memberikan kontribusi yang sangat penting bagi perekonomian
Indonesia ketika terjadi krisis, dimana UMKM memiliki dayatahan menghadapi krisis ekonomi
yang terjadi karena UMKM tidak banyakmemiliki ketergantungan pada faktor eksternal seperti
hutang dalam valutaasing, dan bahan baku impor dalam melakukan kegiatan operasionalnya (Malik
dalam Maryati 2014).
UMKM dipilih sebagai titik perhatian Pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan
karena UMKM mempunyai karakteristik yang unik. Karakteristik UMKM menurut Lies
Indriyatni 2013 adalah:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
119
a. Perputaran usaha (turn over) cukuptinggi.
b. Tidak sensitif terhadap suku bunga.
c. Tetap berkembang walaupun dalam situasi krisis ekonomi dan moneter.
d. Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan asal dilakukan
dengan pendekatan yang tepat.
Sulitnya mendapatkan pekerjaan mendorong masyarakat untuk menciptakan lapangan
pekerjaan sendiri atau UMKM karena mereka beranggapan bahwa dengan membangun usaha
sendiri dapat membantu perekonomian keluarga. Selain itu, UMKM mampu memberikan kontribusi
terhadap pembentukan PDB nasional. Namun, UMKM tidak lepas dari persoalan utama yang harus
dihadapi seperti keterbatasan infrastruktur dan akses pemerintah yang terkait dengan perizinan dan
birokrasi serta tingginya tingkat pungutan. Dengan segala persoalan yang ada, maka perkembangan
UMKM menjadi terhambat. Meskipun UMKM bisa dikatakan mampu bertahan dari krisis global
namun pada kenyataannya kendala-kendala yang dihadapi sangat banyak dan kompleks. Hal
tersebut tidak dipengaruhi oleh krisis global secara langsung, UMKM diharuskan dapat memenuhi
persoalan domestik yang tidak kunjung terselesaikan seperti masalah upah buruh, ketenaga kerjaan,
pungutan liar, korupsi, dan lain-lain.
Jumlah UMKM di Indonesia terus meningkat akan tetapi penerapannya belum diimbangi
oleh meratanya peningkatan kualitas dan efisiensi kinerja, sehingga permasalahan yang dihadapi
dalam pengembangan jenis industri ini yaitu rendahnya efisiensi kinerja usaha. Efisiensi merupakan
perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input). Kemampuan menghasilkan output
yang maksimal dengan input yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat
pengukuran efisiensi dilakukan, lembaga keuangan dihadapkan pada kondisi bagaimana
mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada atau dengan cara
mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu. Dengan menganalisa
alokasi input dan output, dapat dianalisa lebih jauh untuk melihat ketidakefisienan (Za’imatun
Niswati, 2014).
Di Kabupaten Sragen memiliki puluhan UKM, memiliki 7 klaster usaha, yaitu klaster Sapi,
Konveksi, Alat Rumah Tangga, Ikan, Meubel, Batik, dan Padi Organik. Pengembangan UMKM
melalui klaster tersebut diharapkan dapat meningkatkan kontribusi industri pengolahan terhadap
PDRB Kabupaten Sragen. Dari Industri pengolahan di Kabupaten Sragen yang potensial salah
satunya Klaster Alat Rumah Tangga. Tak dapat dihindari, mereka dipengaruhi oleh kenaikan harga
bahn baku yang akan mengurangi keuntungan mereka. Untuk itu, mereka dituntut memiliki
kemampuan bertahan dan tetap kompetitif. Produktivitas adalah salah satu indikator utama untuk
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
120
mengukur kemampuan bertahan dan bersaing. Secara umum, produktivitas dilihat dari rasio
keuangan, di mana ia menjadi titik balik dalam pengukuran kinerja perusahaan. Memperkirakan
atau menilai kinerja adalah tindakan penilaian atas berbagai kegiatan dalam satu rantai nilai
organisasi (Yuwono dan Sukarno, 2002). Sayangnya, pengukuran rasio keuangan hanya
menggambarkan posisi keuangan bukan penggunaan sumber daya terbatas perusahaan (input)
terhadap output.
Oleh karena itu, diperlukan analisis yang mempertimbangkan bagaimana perusahaan
memiliki kemampuan untuk memaksimalkan sumber daya mereka. Charnes, Cooper dan Rhodes
(1978) mengembangkan teknik pemrograman linier yang disebut DEA, model pemrograman
matematis dan non parametrik untuk produktivitas relatif dari satu kelompok menggunakan
beberapa input dan output data yang relatif sama (Indrawati, 2009)
Selain itu alasan penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA)
adalah karena metode ini tidak membutuhkan bentuk fungsional. Selain itu, metode DEA telah
banyak digunakan dalam pengukuran efisiensi oleh banyak peneliti. Kabupaten Sragen telah.
Setiana et. al. (2015) menggunakannya untuk mengevaluasi UMKM pengolahan tempe di
Yogyakarta dan Qomarudin (2011) mengaplikasikan DEA guna mengukur efisiensi UMKM Batik
di Kota Pekalongan.
2. KAJIAN PUSTAKA
Kinerja Keuangan
Menurut Fahmi (2012) Kinerja Keuangan adalah gambaran dari pencapaian keberhasilan
perusahaan dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai atas berbagai aktivitas yang telah
dilakukan. Dapat dijelaskan bahwa kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk
melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Sedangkan Kinerja keuangan menurut Knight dan
Bertoneche (2001) mendeskripsikan kinerja keuangan sebagai satu titik yang dinilai berdasarkan
laporan keuangan perusahaan, atau secara khusus merupakan kondisi perusahaan yang ditelaah
berdasarkan posisi finansial. Secara lebih lanjut kinerja keuangan merupakan pengukuran yang
membutuhkan kerangka konseptual dalam pelaporan dan penanganan masalah keuangan. Kinerja
keuangan sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengetahui dan mengevaluasi sampai dimana
tingkat keberhasilan perusahaan berdasarkan aktivitas keuangan yang telah dilaksanakan. Kinerja
keuangan perusahaan dan pengukuran serta penilaian kinerja sangatlah berkaitan erat. Pengukuran
kinerja (performing measurement) adalah kualifikasi dan efisiensi serta efektivitas perusahaan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
121
dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan
untuk melakukan perbaikan atas kegiatan operasionalnya agar bisa bersaing dengan perusahaan
lain. Analisis kinerja keuangan adalah proses pengkajian secara kritis terhadap review data,
menghitung, mengukur, menginterpretasi, dan memberikan solusi pada keuangan perusahaan pada
suatu periode tertentu.
EfisiensiKinerja dengan Data Envelopment Analysis (DEA).
Konsep efisiensi di awali dari konsep teori ekonomi mikro dan makro yaitu teori produsen
dan konsumen. Teori produsen mengatakan bahwa produsen cenderung memaksimalkan
keuntungan dan meminimalkan biaya. Sedangkan teori konsumen cenderung memaksimalkan
utilitas atau tingkat kepuasan. Dalam teori produsen dikenal dengan garis frontier yaitu garis
yang mencerminkan tingkat input yang digunakan untuk menghasilkan output. Menurut
syafroedin, Muharram, dan Purvitasari dalam Heny Yuningrum, 2012 suatu perusahaan dikatakan
efisien apabila:
a. Menggunakan jumlah input yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah unit input
yang digunakan oleh perusahaan lain dengan menghasilkan output yang sama.
b. Menggunakan jumlah unit input yang sama dapat menghasilkan jumlah output yang lebih
besar.
Menurut Huri dan Susilowati dalam Heny Yuningrum, 2012 Efisiensi adalah kemampuan
menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada merupakan ukuran kinerja yang
diharapkan. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, lembaga keuangan dihadapkan pada
kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan input yang ada atau dengan
cara mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu. Sedangkan menurut
Haas (2003) berpendapat bahwa dalam konsep ekonomi yang paling mendasar, efisiensi merupakan
pengelolaan dengan melakukan penggabungan terhadap faktor produksi (input) secara optimal
untuk mencapai atau memenuhi output yang diharapkan. Menurut Portela (2014) ada dua
perbedaan tipe efisiensi, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis dipandang
dari mikro ekonomi sedangkan efisiensi ekonomi dilihat dari makro ekonomi. Efisiensi teknis pada
dasarnya menyatakan hubungan antara input dan output dalam suatu proses produksi. Suatu
proses produksi dikatakan efisien jika pada penggunaan input sejumlah tertentu dapat
dihasilkan output maksimal, atau untuk menghasilkan output teretentu digunakan input yang
paling minimal. Efisiensi ekonomi mempunyai konsep yang lebih luas daripada efisiensi
teknik. Dalam efisiensi ekonomi perusahaan harus memilih tingkatan input ataupun output dan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
122
kombinasinya untuk mengoptimalkan tujuan ekonomi. Biasanya dengan minimalisasi biaya atau
maksimalisasi keuntungan. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah konsep efisiensi teknis.
Pengukuran efisiensi Menurut Muharram dan Purvitasari dalam Heny Yuningrum (2012),
pengukuran efisiensi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu:
a. Pendekatan rasio
Pendekatan rasio dalam mengukur efisiensi dilakukan dengan cara menghitung
perbandingan output dengan input yang digunakan. Pendekatan rasio akan dinilai memiliki
efisiensi yang tinggi apabila dapat memproduksi jumlah output yang maksimal dengan jumlah
input yang seminimal mungkin.
Efisiensi =
pendekatan rasio merupakan”the most criticallimitation of the financial ratio is that
they fail to consider the multiple input-output...” Oleh karena itu pendekatan ini belum
mampu menilai kinerja lembaga keuangan secara menyeluruh.
b. Pendekatan regresi
Pendekatan ini dalam mengukur efisiensi menggunakan sebuah model dari tingkat
output tertentu sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu. Persamaan regresi dapat
ditulis sebagai berkut:
Y = f(X1, X2, X3, X4 ... .......... ,......Xn)
Dimana Y = output
X = input
Pendekatan ini juga tidak dapat mengatasi kondisi banyak output, karena hanya
satu indikator output yang dapat ditampung dalam sebuah persamaan regresi.
c. Pendekatan frontier
Pendekatan frontier dalam mengukur efisiensi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
pendekatan frontier parametrik dan non parametrik. Pendekatan parametrik dapat diukur
dengan tes statistik parametrik seperti menggunakan Stochastic Frontier Approach (SFA) dan
Distribution Free Approach (DFA). Pendekatan frontier non parametrik diukur dengan tes
statistik non parametrik yaitu dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis
(DEA).
Menurut Ghozali dan Castellan (2002), tes parametrik adalah suatu tes yang
modelnya mensyaratkan asumsi khusus tentang data. Dalam penelitian ini metode yang
digunakan adalah metode non parametrik DEA. DEA merupakan metodologi non-parametrik
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
123
yang didasarkan pada linear programming. Pada awalnnya dikembangkan untuk pengukuran
kinerja, dan sekarang aplikasi DEA telah dipakai sebagai pengukuran pada berbagai disiplin ilmu
pengetahuan dan berbagai kegiatan operasional (Cooper et. al, 2007). Metodologi ini berhasil
diterapkan untuk mengukur kinerja relatif dari sekumpulan perusahaan yang menggunakan
beragam input identik untuk menghasilkan beragam output identik. Prinsip-prinsip DEA
diperkenalkan oleh Farrel (1957) yang kemudian dikembangkan secara luas oleh Charnes,
Cooper dan Rhodes (1978). Metode DEA dibuat sebagai alat bantu untuk evaluasi kinerja
suatu aktifitas dalam sebuah unit entitas (organisasi).
DEA juga berfungsi sebagai alat benchmarking. Pertama, karena DEA menghasilkan
efisiensi untuk setiap DMU, relative terhadap DMU yang lain didalam sampel. Angka efisiensi
ini memungkinkan seorang analisis untuk mengenali DMU yang paling membutuhkan perhatian
dan merencanakan tindakan perbaikan bagi DMU yang tidak atau kurang efisien. Kedua, jika
suatu DMU kurang efisien (nilai efisiensi <100%), DEA menunjukkan sejumlah DMU yang
memiliki efisiensi sempurna (efficient reference set, nilaiefisiensi = 100%) dan seperangkat
angka pengganda (multipliers) yang dapat digunakan oleh manajer untuk menyusun strategi
perbaikan. Informasi tersebut memungkinkan seorang analisis membuat DMU hipotesis yang
menggunakan input yang lebih sedikit dan menghasilkan output yang paling tidak sama atau lebih
banyak dibanding DMU yang tidak efisien, sehingga DMU hipotesis tersebut akan memiliki
efisiensi yang sempurna jika menggunakan bobot input dan bobot output dari DMU yang tidak
efisien.
Ada dua macam model didalam metode Data Envelopment Analysis (DEA). Model yang
pertama kali diperkenalkan adalah model DEA Constant Return To Scale (CRS) atau dilihat
dari nama penemunya disebut juga sebagai model Charnes, Cooper dan Rhodes (CCR), yaitu
terdapatnya hubungan yang linier antara input dan output, setiap penambahan sebuah input akan
menghasikan pertambahan output yang proporsional dan konstan. Ini juga berarti dalam skala
berapapun unit beroperasi, efisiensinya tidak akan berubah. Model yang kedua adalah model
DEA Variabel Returns To Scale (VRS) atau yang biasa disebut juga model Barnes, Charnes
dan Cooper (BCC) sesuai dengan nama penemunya, merupakan kebalikan dari CRS, yaitu tidak
terdapat hubungan linier antara input dan output. Setiap penambahan input tidak menghasilkan
output yang proporsional, sehingga efisiensinya bisa saja naik ataupun turun. Pada penelitian ini
digunakan metode DEA Constant Return To Scale (CRS).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
124
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi empirik yang merupakan penyajian sudah
dalam bentuk kuantitatif, yaitu penelitian yang menganalisa data yang berbentuk angka (numerik).
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat efisiensi kinerja Klaster Alat Rumah
Tangga di Kabupaten Sragen.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah UMKM Klaster Alat Rumah Tangga di
Kabupaten Sragen. Jumlah keseluruhan populasi UMKM Klaster Alat Rumah Tangga di Kabupaten
Sragen 48.Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan Data
Envelopment Analysis (DEA).
Cara kerja DEA adalah dengan membandingkan data input dan output dari satu organisasi
(atau dalam terminologi DEA, Unit Pengambil Keputusan, DMU), ke data input dan output lain dari
DMU yang sama. Istilah DMU dapat digunakan untuk berbagai unit, seperti bank, rumah sakit, toko
ritel, dan unit apa pun yang memiliki kesamaan dengan karakteristik operasional (Purwono, 2004).
Perbandingan antara input dan output akan menghasilkan satu nilai efisiensi. Menurut metode DEA,
efisiensi merupakan nilai relatif, bukan nilai absolut yang dicapai oleh suatu unit. DMU dengan
kinerja terbaik akan mencapai efisiensi 100%. Namun, DMU lain di bawah nilai ini akan memiliki
efisiensi yang bervariasi, yaitu 0 - 100% (Retno, 2013).
Langkah pengukuran nilai efisiensi pada metode DEA adalah: 1) melakukan DMU penentuan
dan mengidentifikasi DMU yang akan dievaluasi, 2) memutuskan input dan output DMU, 3)
melakukan analisis untuk mendapatkan nilai efisiensi relatif (Umri, Hidayat, dan Dyah, 2011).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
125
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian dengan Data Envelopment Analysis (DEA)
Nama Usaha Eficiency(%) Efficient Reference Set Multipliers
UD. Cantika Jaya 90,91% UD. Bakri Group 0,091UD. Karina Mulya 100% Tidak ada Tidak adaUD. Mulya Jaya Plastik 100% Tidak ada Tidak ada
UD. PDDS 62,82%UD. Mulya Jaya PlastikUD. Bakri GroupUD. Firman Jaya
0,8121,2600,348
UD. Adib Jaya 100% Tidak ada Tidak adaUD. Bakri Group 100% Tidak ada Tidak adaUD. Firman Jaya 100% Tidak ada Tidak ada
UD. Kinian Jaya 72,16%
UD. Mulya Jaya PlastikUD. Adib JayaUD. Bakri GroupUD. SSS
0,2700,2290,2410,052
UD. RGS 100% Tidak ada Tidak adaUD. SSS 100% Tidak ada Tidak ada
Sumber: Data Olahan WDEA, 2017
Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan tabel 4.2 diatas, terdapat 10 sampel UMKM
dengan tipe usaha pedagang besar. Dari kesemua sampel tersebut terdapat 3 UMKM yang tidak
efsien dan 7 UMKM yang efisien. Untuk ke 3 UMKM yang tidak efisien adalah UD. Cantika Jaya,
UD. PDDS, UD. Kinian Jaya dan untuk 7 UMKM yang efisien adalah UD. Karina Mulya, UD.
Mulya Jaya Plastik, UD. Adib Jaya, UD. Bakri Group, UD. Firman Jaya, UD. RGS, dan UD. SSS.
Berarti UMKM yang belum efisien harus meningkatkan usahanya dari sisi output ataupun
mengurangi dari inputnya.
Hasil Pencapaian Target Value UD. Cantika Jaya Nilai Efisiensi (90,91%)Variabel Actual Target To Gain AchievedInput:Modal Operasional 10.000.000,- 1.818.181,8 81,8% 18,2%Modal Keseluruhan 25.000.000,- 22.727.272,7 9,1% 90,9%Tenaga Kerja 14.000.000,- 1.000.000,- 92,9% 7,1%Transport 500.000,- 454.545,5 9,1% 90,9%Output:Omset 20.000.000,- 77.272.727,3 286,1% 25,9%Laba 5.000.000,- 5.000.000,- 0% 100,0%Total Asset 21.000.000,- 90.909.090,9 332,9% 23,1%
Sumber: Data Analisis Data Envelopment Analysis (DEA)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
126
Hasil Pencapaian Target Value UD. PDDS Nilai Efisiensi (62,82%)Variabel Actual Target To Gain AchievedInput:Modal Operasional 450.000.000,- 28.558.011,- 93,7% 6,3%Modal Keseluruhan 1.000.000.000,- 628.176.795,6 37,2% 62,8%Tenaga Kerja 30.000.000,- 18.845.303,9 37,2% 62,8%Transport 300.000.000,- 8.618.784,5 97,1% 2,9%Output:Omset 1.500.000.000,- 1.500.000.000,- 0,0% 100%Laba 20.000.000,- 92.486.187,8 362,4% 21,6%Total Asset 3.000.000.000,- 3.000.000.000,- 0,0% 100%
Sumber: Data Analisis Data Envelopment Analysis (DEA)
Hasil Pencapaian Target Value UD. Kinian Jaya Nilai Efisiensi (72,16%)Variabel Actual Target To Gain AchievedInput:ModalOperasional
23.000.000,- 11.234.285,9 51,2% 48,8%
ModalKeseluruhan
260.000.000,- 187.603.648,2 27,8% 72,2%
Tenaga Kerja 10.000.000,- 7.215.524,9 27,8% 72,2%Transport 3.500.000,- 2.525.433,7 27,8% 72,2%Output:Omset 500.000.000,- 500.000.000,- 0% 100%Laba 27.000.000,- 27.000.000,- 0% 100%Total Asset 400.000.000,- 786.385.639,8 96,6% 50,9%
Sumber: Data Analisis Data Envelopment Analysis (DEA)
Dari yang belum efisiensi tersebut maka dapat dilakukan solusi yang mampu dihasilkan agar
ketiga UMKM yang beroperasi mampu mendapat efisiensi dalam menjalankan usaha yaitu:
a. UD. Cantika Jaya
UD. Cantika Jaya memiliki efisiensi 90,91% maka UD. Cantika Jaya agar mampu meningkatkan
efisiensinya menjadi 100% dengan cara melakukan pengurangan pada setiap inputnya sebesar
100%-90,91% = 9,09% dan mempertahankan setiap outputnya. Dari setiap input yang dikurang
maka menjadi :
- Modal Operasional 10.000.000 – (10.000.000 x 9,09%) = 9.091.000
- Modal Keseluruhan 25.000.000 – (25.000.000 x 9,09%) = 22.727.500
- Tenaga Kerja 14.000.000 – (14.000.000 x 9,09%) = 12.727.400
- Transport 500.000 – (500.000 x 9,09%) = 454.550
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
127
b. UD. PDDS
UD. PDDS memiliki efisiensi 62,82% maka UD. PDDS agar mampu meningkatkan efisiensinya
menjadi 100% dengan cara melakukan pengurangan pada setiap inputnya sebesar 100%-
62,82% = 37,18% dan mempertahankan setiap outputnya. Dari setiap input yang dikurang
maka menjadi
- Modal Operasional 450.000.000 – (450.000.000 x 37,18%) = 2.82.690.000
- Modal Keseluruhan 1.000.000.000 – (1.000.000.000 x 37,18%) = 628.200.000
- Tenaga Kerja 30.000.000 – (30.000.000 x 37,18%) = 18.846.000
- Transport 300.000 – (300.000 x 37,18%) = 188.460.000
c. UD. Kinian Jaya
UD. Kinian Jaya memiliki efisiensi 72,16% maka UD. Cantika agar mampu meningkatkan
efisiensinya menjadi 100% dengan cara melakukan pengurangan pada setiap inputnya sebesar
100%-72,16% = 27,84% dan mempertahankan setiap outputnya. Dari setiap input yang
dikurang maka menjadi
- Modal Operasional 23.000.000 – (23.000.000 x 27,84%) = 16.596.800
- Modal Keseluruhan 260.000.000 – (260.000.000 x 27,84%) = 187.616.000
- Tenaga Kerja 10.000.000 – (10.000.000 x 27,84%) = 7.216.000
- Transport 3.500.000 – (3.500.000 x 27,84%) = 2.525.600
Pembahasan
Dengan nilai efisien yang belum mencapai 100% berarti 3 UMKM tersebut memiliki kinerja
yang masih rendah. Kinerja yang rendah dapat disebabkan oleh beban tenaga kerja yang besar
sehingga menyebabkan tidak optimalnya dalam bekerja sehingga optimalisasi tenaga kerja yang
belum sesuai akan meningkatkan modal operasional maupun modal keseluruhan yang
dipergunakan, dan transportasi dan akan berakibat pada penurunan laba perusahaan. Secara rata-rata
nilai Inefisien berkisar antara 60% sampai 90% menunjukkan bahwa ketiga UMKM tersebut ada
kemungkinan sudah mampu menjalankan fungsi produk dengan pengelola asset yang ada akan
tetapi belum mencapai optimal.
Secara rata-rata ketiga UMKM tersebut harus melakukan penurunan input modal operasional,
modal keseluruhan, tenaga kerja, dan transport akan tetapi dengan penurunan tersebut belum
menghasilkan ouput dalam keadaan yang optimum. Pada UD. Cantika Jaya akan mendapatkan
optimum pada laba tetapi belum optimum pada sisi omset dan total Asset, dengan UD. PDDS akan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
128
optimum pada sisi omset dan total asset akan tetapi pada sisi laba belum optimum. Sedangkan UD.
Kinian Jaya akan optimpum pada sisi omset dan laba tetapi pada sisi total asset belum optimum.
Hal ini membuktikan bahwa terjadi inefisien pada UMKM disebabkan karena modal keseluruhan
maupun modal operasional dalam melakukan kegiatan usaha yang besar yang menyebabkan beban
biaya tenaga kerja, dan transport untuk pekerja juga semakin tinggi. Sehingga pengelolaan dana
yang besar dengan omset yang belum mencapai optimum akan menghasilkan laba yang rendah.
Sesuai dengan hasil penelitian Charmondusit, Phatarachaisakul, dan Prasertpong (2014)
menyajikan pengembangan indicator eko-efisiensi pada industry mainan kayu serta pemasok bahan
baku yaitu dengan penjualan bersih, margin kotor, bahan, energy, konsumsi air, pembuangan
limbah. Hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan telah memperoleh sistem manajemen yang
mendukung secara sosial di tingkat perusahaan, tingkat masyarakat, dan tingkat sosial serta akan
meningkat efisiensi dari sisi dimensi ekonomi. Dengan evaluasi tersebut mampu memberikan
kebijakan pengembangan dan strategis pada ekonomi efisiensi untuk usaha kecil dan menengah di
Thailand.
Maliszewska dan Hochmeister (2011) yang menjelaskan sumber daya manusia sebagai
sumber pengetahuan strategis, yang dimotivasi oleh: konsep pengelolaan sumber daya yang efektif
dalam sebuah organisasi (Sirmon dan Hitt, 2003), potensi unik suatu perusahaan dalam bentuk
pengetahuan dan pengalaman (Barney, 1995). ), dan konsep manajemen kompetensi (Hamel dan
Prahalad, 1994). Hasil ini menggambarkan kompetensi dan manajemen sumber daya mampu
menjadi model pengelolaan pengetahuan sumber daya yang strategis sehingga dengan kemampuan
manajemen dalam mengimplementasikan pengelolaan maka pengelolaan manajemen akan berjalan
dengan baik.
Theodoridis dan Anwar (2011) yang menggunakan perkiraan efisiensi teknis dengan dua
pendekatan dengan pendekatan DEA dan SFA. Yang mengindikasikan dengan pendekatan DEA
mampu melihat potensi yang dapat ditingkatkan dengan produk pertanian melalui peningkatan
efisiensi.
Menurut Tun dan Kang (2015) yang merepresentasikan Data Envelopmen Analysis (DEA)
dengan tingkat pengembalian produksi beras Myanmar dengan 9 penggunaan mesin pertanian yang
menunjukkan dengan alat bantu mekanik pertanian mampu meningkatkan secara signifikan
efisiensi produksi beras di Myanmar. Artinya bahwa DEA mampu melihat tingkat efisiensi dengan
pada peningkatan produk pertanian.
Menurut Backman, Islam, dan Sumelius (2011) dalam penentuan efisiensi teknis
menunjukkan bahwa usia dan pendidikan kepala rumah tangga, ketersediaan pendapatan di luar
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
129
pertanian, fragmentasi tanah, akses terhadap keuangan mikro, kunjungan penyuluhan, dan variasi
regional merupakan faktor utama yang menyebabkan perbedaan efisiensi antara pertanian rumah
tangga yang melakukanusulan bahwa strategi dalam penyuluhan dan pelayanan petani agar lebih
baik dan memastikan akses pada keuangan mikro pertanian, mengurangi fragmentasi tanah dan
meningkatkan tingkat pendidikan petani untuk meningkatkan efisiensi teknis. Hal ini menunjukkan
bahwa DEA mampu memberikan strategi dalam peningkatkan sektor pertanian
5. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang terlihat pada bab 4 maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Dari 10 sampel UMKM di Sragen ternyata ada 3 UMKM yang belum efisien dan 7
sudah dianggap efisien.
2. Tiga UMKM yang belum efisien adalah UD. Cantika Jaya, UD. PDDS, dan UD.
Kinian Jaya sedangkan 7 UMKM yang sudah efisien adalah UD. Karina Mulya, UD.
Mulya Jaya Plastik, UD. Adib Jaya, UD. Bakri Group, UD. Firman Jaya, UD. RGS,
dan UD. SSS.
3. Nilai UMKM yang belum mencapai efisiensi adalah UD. Cantika Jaya sebesar
90,91%, UD. PDDS sebesar 62,82%, dan UD. Kinian Jaya sebesar 72,16%.
Keterbatasan Penelitian
1. Sampel yang diteliti berjumlah 10 dari 48 populasi, dengan sampel yang sedikit belum mampu
secara keseluruhan menggambarkan bahwa UMKM yang diteliti dapat dinyatakan efisien atau
tidak.
2. Pembanding sampel sedikit sehingga tidak dapat melihat pemetaan UMKM yg efisien. Dengan
pemetaan tersebut akan terlihat bahwa UMKM mana yang sudah mengalami efisien atau
belum. Akan tetapi dengan UMKM yang diteliti tidak menggunakan UMKM yang sudah
memiliki struktur manajemen yang jelas baik dalam melakukan pembuatan yang jelas sehingga
akan terlihat jelas dalam melakukan kegiatan operasional usaha sudah memiliki manajemen
yang baik.
3. Variabel input dan output yang dipilih dalam penelitian ini mungkin belum lengkap karena
variabel input yaitu modal operasional, modal keseluruhan, biaya transportasi, tenaga kerja
padahal masih ada variabel input yang lain yang mempengaruhi variabel output.
4. Studi ini hanya terbatas untuk melihat UMKM dalam melakukan kegiatan operasional
usahanya sudah mengalami efisien atau belum.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
130
5. Dalam analisis DEA sangat sensitif terhadap outlier yang berfungsi untuk mempengaruhi batas
optimal. Dengan demikian ada kemungkinan salah satu UMKM dapat menjadi anomaly dalam
membuat patokan yang berpotensi dihasilkan dari variabel yang tidak termasuk dalam analisis
ini.
SARAN
Hasil analisis ini dapat diberikan beberap saran sebagai berikut:
1. Bagi Pihak UMKM
a) Bagi UMKM yang belum mencapai efisiensi 100% perlu adanya optimalisasi pada alokasi
input yang mengalami pemborosan dalam kegiatan operasional agar dapat memperoleh
output yang optimal dengan berpedoman pada benchmark masing-msing UMKM yang
sudah ditentukan dengan alat analisisData Envelopment Analysis (DEA). Untuk yang sudah
mencapai 100% efisien perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan agar kinerjanya semakin
meningkat sehingga mampu menghasilkan output yang lebih banyak lagi.
b) Dalam analisis yang lebih lanjut perlu mempertimbangkan faktor resiko dalam melakukan
kegiatan operasional yang bersamaan dengan efisiensi produktif karena berbagai UMKM
yang sudah mulai besar tidak selalu melakukan kegiatan operasional yang menyeimbangkan
efisiensi dengan asumsi rendah.
c) Perlu formulasi model yang lebih baik dan mendalam dalam pendefinisian input dan output
agar mampu menghasilkan analisis efisiensi yang semakin akurat dalam menyeimbangkan
antara input dan outputnya.
d) Untuk analisis DEA dalam penyeimbangan antara input dan outputdiperlukan diskusi yang
lebih mendalam antar Controlled input dan Uncontrolled Ouput agar lebih baik dalam
memaksimukan output dan meminimumkan input dengan asumsi constant return to scale
atau variable return on scale dan disamping itu ketersediaan data yang baik adalah sangat
penting.
2. Bagi penelitian Berikut
Karena penelitian ini hanya menggunakan sampel yang sedikit maka perlunya sampel UMKM
yang lebih banyak dikawasan Sragen agar mampu melihat kinerja yang dihasilkan oleh
UMKM di Sragen sehingga akan dapat dijadikan evaluasi bagi pemerintah karena suatu
daerah dapat dikatakan maju apabila mampu menghasilkan UMKM-UMKM yang baik.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
131
DAFTAR PUSTAKA
Bäckman, S., Islam, K. Z., & Sumelius, J. 2011. Determinants of technical efficiency of rice farmsin North-Central and North-Western regions in Bangladesh. The Journal of DevelopingAreas, 45(1), 73-94.
Charnes, A., Cooper, W. W., & Rhodes, E. 1978. Measuring the efficiency of decision makingunits. European journal of operational research, 2(6), 429-444.
Farrell, M. J. (1957). The measurement of productive efficiency. Journal of the Royal StatisticalSociety. Series A (General), 120(3), 253-290.
Patalas-Maliszewska, J., & Hochmeister, M. 2011. Modeling strategic-knowledge-resourcemanagement based on individual competencies in SMEs.
Purwantoro, N. 2004. Efiktivitas Kinerja Pelabuhan dengan Data Envelopment Analysis (DEA).Usahawan No 05 th. XXXIII
Qomarudin. 2011. ANALISIS EFISIENSI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) BATIKDI DESA KAUMAN KOTA PEKALONGAN DENGAN METODE DATAENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) (Skripsi Sarjana, Universitas Sebelas MaretSurakarta).
Retno, Dwi, 2013, Evaluasi Tingkat Efisiensi Dengan Menggunakan DEA (Data EnvelopmentAnalysis), Kompas, http://edukasi.kompasiana.com/2013/06/12/evaluasi-tingkat-efisiensi-dengan-metode-dea dataenvelopment-analysis-568207.html.
Schmitz, H., & Nadvi, K. 1999. Clustering and industrialization: introduction. World development,27(9), 1503-1514.
Setiana, F., Guritno, A. D., & Yuliando, H. 2015. ANALISIS TINGKAT EFISIENSI KINERJAUSAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UKM) PENGOLAHAN TEMPE DIYOGYAKARTA MENGGUNAKAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)(Disertasi Doktor, Universitas Gadjah Mada).
Sirmon, D. G., & Hitt, M. A. 2003. Managing resources: Linking unique resources, management,and wealth creation in family firms. Entrepreneurship theory and practice, 27(4), 339-358
Umri, Nazmil., Hidayat, Rachmad., Dyah, Issa Utami. 2011. Kinerja Efisiensi Biaya dengan metodeData Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Teknik Industri. Universitas Trisakti.Jakarta
Yuwono, Sony dan Sukarno, Edy, 2002, Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard MenujuOrganisasi yang Berfokus pada Strategi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
132
PENGARUH LITERASI KEUANGAN DAN MODAL SOSIALTERHADAP INKLUSI KEUANGAN MAHASISWA
DelyanaRahmawany Pulungan1 dan Ameliyani Ndruru2
1,2Ekonomi dan Bisnis, UniversitasMuhammadiyah Sumatera UtaraJl. Mukhtar Basri No. 3 Medan, 20238, 061-6619056
AbstractFinancial inclusionis a process to ensurean easy accessan availability of the formalfinancial system for all financial economic actors Financial inclusion can be influencedby two factors, i.e: financial literacy and social capital. This study aims to determine theeffect of financial literacy and social capital on UMSU Faculty of Economics andBusiness students. The population in this study were Faculty of Economics and Businessstudents, amounting to 1,033 students of 2016 using rurmus Slovin, the sample was 288students, and those who could fill in the questionnaire were 260 samples. This populationtechnique uses accidental sampling. This data collection technique uses interviews andquestionnaires. The data analysis technique used is descriptive statistics and multiplelinear regression with the help of SPSS. The results of this study provethat (1) financialliteracy has a positive and significant effects on financial inclusion, (2) social capital hasa positive and significant effects on financial inclusion. Basedonthe F testresults,financial inclusion and social capital simultaneously have a significant effect on financialinclusion.
Keywords: Financial literacy, Social capital, Financial Inclusion
1. PendahuluanUrgensi peningkatan literasi dan inklusi keuangan untuk pelajar dan mahasiswa semakin
penting karena hasil survey nasional literasi dan inklusi keuangan Indonesia yang dilaksanakan oleh
OJK tahun 2016 menunjukan tingkat literasi dan inklusi keuangan pelajar dan mahasiswa yang
masih rendah (Soetiono and Setiawan 2018) literasi keuangan adalah cara seseorang mengatur
keuangannya dalam aspek asuransi, investasi , tabungan dan pendanaan (Rizkiana and Kartini 2016)
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa karakteristik mahasiswa ada 95% menyatakan bahwa
mereka lebih sering menghabiskan waktu di mall dan pusat hiburan atau perbelanjaan dalam
seminggu yaitu hamper setiap hari. Sisanya hanya 5% yang menyatakan hanya 2-3 kali
mengunjungi mall atau pusat pembelanjaan/hiburan di Kota Medan. Bahkan juga diketahui bahwa
ada 95% mahasiswa yang menyatakan melakukan aktivitas belanja lebih dari 5 kali dalam
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
133
seminggu sedangkan sisanya 5% melakukan aktivitas belanja dalam rentang 2-3 kali dalam
seminggu (Pulungan, Koto, and Syahfitri 2018) (Pulungan and Febriaty 2018)
Modal sosiala dalah Modal social adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal
yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan
terjalinnya kerjasama diantara mereka (Widodo 2016) Fenomena yang terja dibaru-baru ini di
Indonesia, yaitu terdapat jejaring sosial online yang mewadahi pinjam meminjam buku antar
anggota komunitasnya. Jejaring social tersebut bernama Lenda book. Seperti yang dikutip pada
harian Kompas, adanya jejaring social Lenda book sangat memudahkan penggunanya dalam
memperoleh buku yang sedang dibutuhkan. Hal ini kemudian menjelaskan bahwa dengan adanya
Lenda book, pengguna tidak harus pergi keperpustakaan atau ketoko buku untuk mendapatkan
bahan bacaan yang diinginkan. Selainitu, interaksi antar pengguna yang ada di jejaring social Lenda
book ini tujuan utamanya adalah untuk saling pinjam buku. Maka dari itu, dibutuhkan modal sosial
yang besar untuk mencapai tujuan pengguna di jejaring social tersebut. Berangkat dari
permasalahan tersebut, penelitian ini berfokus pada persoalanpengembangan modal sosial pada
komunitas virtual Lendabook, Denganadanyafenomenasepertiinimaka modal social dapat
membantu dalam mengembangkan inklusi keuangan di Indonesia khususnya pada generasi muda
(Ningrum 2016)
Inklusi keuangan adalah proporsi individu dan perusahaan yang menggunakan produk dan
jasa keuangan menurut S. Soetiono & Setiawan. Inklusi keuangan adalah sebagai sebuah proses
yang menjamin kemudahan dalam akses, ketersediaan dan manfaat dari system keuangan formal
bagi seluruh pelaku ekonomi (Ummah, Nuryartono, and Anggraeni 2014).
2. Kajian Pustaka
2.1 Literasi Keuangan
Literasi keuangan meliputi kesadaran dan pengetahuan akan instrument keuangan dan
aplikasinya di dalam bisnis dan kehidupannya. Menurut Chen dan Volpe (1998) literasi keuangan
keuangan merupakan pengetahuan untuk mengelola keuangan (financial literacy is money
management knowledge) (Segara 2018) Lterasi juga merupakan kemampuan individu untuk
menggunakan segenap potensi dan keterampilan yang dimiliki dalam hidupnyasehinggapengertian
literasi mencakup kemampuan seseorang dalam mengelola dan memahami informasi saaat
melakukan proses membaca dan menulis (Soetiono and Setiawan 2018) Menurut Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat literasi keuangan, yaitu: 1. Jenis
kelamin 2. Tingkat pendidikan 3. Tingkat pendapatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
134
literasi keuangan yaitu: 1. Status social ekonomi orang tua 2. Pendidikan pengelolaan keuangan
keluarga 3. Pembelajaran keuangan di perguruan tinggi negeriwi (Widayati 2012) Adapun
indikatornya adalah (Latifiana 2010)
1. Pengetahuan Dasar Pengelolaan Keuangan
2. Pengelolaan Kredit
3. Pengelolaan Tabungan dan Investasi
2.2 Modal Sosial
Modal social adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki
bersamadiantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya
kerjasamadiantara mereka (Widodo 2016) Modal social adalah kohesifitas antar indivudu sehingga
terbentuk saling percaya (mutual trust) diantara mereka (Kurnianto Tjahjono 2017) Selain itu
Syafitri and Sudarwati (2015) modal social adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma
informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang
memungkinkan terjainnya kerjasama diantara Analisis dan kajian dari beberapa ahli juga
menyimpulkan bahwa, modal social memiliki beberapa unsure pokok.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penumbuhan dan pertumbuhan modal sosial yang
termasuk dalam katagori ini (Harahap 2016): 1. Mobilitas Penduduk 2. Keberagaman Penduduk 3.
Kehidupan Ekonomi 4. Tingkat Partisipasi Pendidikan 5. Tingkat SalingPercaya, sedangkan untuk
indikatornya (Balau 2016), yaitu;
1. Kepercayaan
2. Norma
3. Jaringan
2.3 Inklusi Keuangan
Inklusi adalah menyediakan jasa keuangan seperti tabungan, kredit, asuransi, dan
pembayaran pada tingkat harga yang mampu dibayar oleh seluruh pelaku ekonomi, terutama pelaku
ekonomi berpendapatan rendah (Anwar and Amri 2017) Pendapat lain yaitu Ummah, Nuryartono,
and Anggraeni (2014) Inklusi keuangan adalah proporsi individu dan perusahaan yang
menggunakan produk dan jasa keuangan. Inklusi keuangan adalah proses mempromosikan akses
yang terjangkau, tepatwaktu dan memadai untuk berbagai produk dan jasa keuangan yang diatur
dan memperluas penggunaannya oleh semua segmen masyarakat melalui penerapan pendekatan
yang ada dan inovatif yang disesuaikan termasuk kesadaran keuangan dan pendidikan dengan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
135
tampilan untuk mempromosikan kesejahteraan keuangan serta inklusi ekonomi dan social (Saputra
and Dewi 2017)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi inklusi keuangan (Ummah, Nuryartono, and
Anggraeni 2014)
1. Penelitian Sarma dan Pain (2011) menganalisis bagaimana pembangunan ekonomi dapat
mempengaruhi inklusi kuangan di suatu Negara berdarkan data dari 49 negara pada tahun
2004.
2. Menurut Wachira dan Kihiu (2012) terkait pengaruh literasi keuangan terhadap akses jasa
keuangan di Kenya pada tahun 2009, bahwa akses terhadap jasa keuangan tidak hanya
dipengaruhi oleh tingkat literasi keuangan tetapi lebih besar dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan, jarakdari bank, usia, ukuran rumah tangga dan tingkat pendidikan.
3. Menurut Andrianaivo dan Kpodar (2012) Inklusi keuangan dipengaruhi oleh perkembangan
teknologi, mereka menganalis 44 negara di benua Afrika dengan menggunakan data tahun
1988-2007 terkait hubungan telepon seluler, inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi.
Otoritas Jasa Keuangan (2016)menyebutkan ada beberapa indicator yaitu:
1. Ketersediaan / akses
2. Penggunaan
3. Kualitas
4. Kesejahteraan
2.4 Kerangka Berpikir
Berdasarkan telaah pustaka yang dipaparkan ,makakerangkaberpikir yang dibangun dalam
penelitian ini adalah:
Gambar 1:Kerangka Berpikir Penelitian
Literasi keuangan
Modal Sosial
Inklusi keuangan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
136
2.5 HipotesisPenelitian
Mengarah pada rumusan masalah, teori yang dikemukakan dalam penelitian-penelitian
terdahulu yang telah dilaksanakan maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Literasi keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi keuangan pada
mahasiswafakulta sekonomi dan bisnis universitas Muhammadiyah Sumatera Utara .
2. Modal social berpengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi keuangan pada
mahasiswafakulta sekonomi dan bisnis universitas Muhammadiyah Sumatera Utara .
3. Literasi keuangan dan modal social berpengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi
keuangan mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara .
3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian asosiatif, yang berarti
penelitian yang berusaha mencari hubungan antara satu variable dengan variable lainnya. Populasi
dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis semester 6. Populasi semester
6 Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara sebanyak 1.033 populasi yang kemudian
menghasilkan sebanyak 288 sampel, karena teknik pengambilan penelitian ini menggunakan rumus
slovin maka penelitian hanya akan mengambil 250 jiwa. Teknik pengambilan data menggunakan
wawancara dan angket kuesioener.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis data dalam peelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Dalam penelitian ini
terdapat dua variabel independen yaitu literasi keuangan dan modal sosial serta satu variabel
dependen yaitu inklusi keuangan. Adapun rumus regresi linear berganda sebagai berikut:
Y=a+b1X1+b2X2+e
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
137
Tabel 2: Hasil Uji Regresi Linear BergandaCoefficientsa
Model
UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
T Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) 6.426 1.855 3.464 .001
LiterasiKeuangan
.353 .059 .336 6.024 .000
Modal Sosial .595 .078 .425 7.619 .000a. Dependent Variable: InklusiKeuangan
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan SPSS diatas, maka dapat dilihat
persamaan regresi berganda sebagai berikut:
6,426 + 0,353 literasi keuangan + 0,595 modal sosial
Berdasarkan persamaan regresi tersebut dianalisis pengaruh literasi keuangan dan modal
sosial terhadap inklusi keuangan mahasiswa adalah sebagai berikut:
1) 6,426 menunjukkan bahwa apabila variabel literasi keuangan dan modal sosial adalah 0
maka nilai inklusi keuangan pada mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis sebesar 6,426.
2) 0,353 menunjukan bahwa apabila variabel literasi keuangan ditingkatkan 100% maka nilai
inklusi keuangan mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis akan bertambah sebanyak 35,3%.
3) 0,595 menunjukkan apabila variabel modal sosial ditingkatkan 100% maka nilai inklusi
keuangan mahasisa fakultas Ekonomi dan Bisnis akan bertambah sebanyak 59,5%.
Pengujian Hipotesis
a. Pengujian secara Parsial
Pengujian pengaruh variabel-variabel (X) terhadap variable terikat (Y):
Tabel 3: Hasil uji Parsial (Uji t)
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) 6.426 1.855 3.464 .001
Literasi.Keuanga
n.353 .059 .336 6.024 .000
Modal.Sosial .595 .078 .425 7.619 .000
a. Dependent Variable: Inklusi.Keuangan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
138
Berdasarkan hasil pengujian tabel 3 pengaruh antara variable literasi keuangan (X1)
terhadap inklusi keuangan (Y) diperoleht tabel sebesar 1,969 dan diperoleh nilai t hitung =
6,024 dengan arti bahwa t hitung>t tabel dengan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan antara variable literasi keuangan
(X1) terhadap inklusi keuangan (Y) pada mahasiswa UMSU.
Berdasarkan hasil pengujian tabel 3 pengaruh antara variabel modal sosial (X2)
terhadap inklusi keuangan (Y) diperoleh t tabelsebesar 1,969 dan diperoleh nilai t hitung =
7,619 dengan arti bahwa t hitung>t tabel dengan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0.05. Hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel modal
sosial (X2) terhadap inklusi keuangan (Y) pada mahasiswa UMSU.
b. Pengujian Secara Simultan
Untuk menguji pengaruh literasi keuangan dan modal social secara simultan terhadap
inklusi keuangan pada mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis maka penelitian ini
menggunakan uji F melalui program SPSS dan berikut adalah hasil pengujiannya:
Tabel 4: Uji SignifikanSimultan (Uji F)ANOVAa
ModelSum ofSquares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 1695.930 2 847.965 107.734 .000b
Residual 2022.824 257 7.871
Total 3718.754 259
Berdasarkan data tabel uji F tabel IV.15 dengan kriteria di atas diperoleh nilaiF hitung
sebesar 107,734 >nilai F tabel 3,030 atau signifikan 0.000b<0,05 sehingga dapat dipahami
bahwa terdapat pengaruh signifikan antara variable bebas (X) terhadap variabelt erikat (Y).
c. Koefisien Determinasi
Koefisien Determinasi berfungsi untuk melihat sejauh mana keseluruhan variable
independen menjelaskan variable dependen.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
139
Tabel 5. Hasil KoefisienDeterminasiModel Summary
Model R R Square Adjusted R SquareStd. Error of theEstimate
1.675a .456 .452 2.806
a. Predictors: (Constant), Modal sosial, LiterasikeuanganSumber : Data Diolah SPSS (2019)
Berdasarkan hasil ujian tabel IV.16 regresi koefisien determinasi model summary
pada table diatas dapat diketahui bahwa koefisien determinasi(R square) yang diperoleh
dalam penelitian ini sebesar 0,456, hal ini menunjukkan arti bahwa 45,2% variable literasi
keuangan (X1) dan modal sosial (X2). Sisanya sebesar 54,8% dapat dijelaskan oleh variable
lainnya yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.
PembahasanPengaruh Literasi Keuangan terhadap Inklusi Keuangan
Literasi keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi keuangan pada
mahasiswa UMSU, artinya semakin baik tingkat literasi keuangan mahasiswa maka inklusi
keuangan semakin meningkat dalam perkembangannnya di Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara. Hal ini dapat dilihat dari signifikan t pengaruh variabel literasi keuangan terhadap inklusi
keuangan sebesar t_hitung 6,024 > 1,969 ttabel (sig 0,000), dimana signifikan t lebih kecil dari α
= 0,05, hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif dan signifikan antara variabel literasi
keuangan terhadap inklusi keuangan.
Penelitian ini sejalan dengan pendapat Sohilauw (2018) dalam risetnya menemukan bahwa
background pendidikan, penghasilan dan faktor demografis sangat berpengaruh terhadap inklusi
keuangan, karena mereka paham akan manfaat yang akan diterima. Pendapat diatas juga relavan
dengan penelitian Saputra and Dewi (2017) yaitu mengatakan terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara perceived pinjaman bank, literasi keuangan dan akses ke kredit formal, sehingga
dapat disimpulkan bahwa literasi keuangan berpengaruh terhadap inklusi keuangan. Pendapat lain
yaitu Sardiana (2018), sistem keuangan yang inklusif berperan penting dalam pengentasan
kemiskinan dan mengurangi perbedaan pendapatan. Pengembangan sektor keuangan berpengaruh
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
140
positif pada GDP per kapita melalui alokasi dana yang efisien dan meningkatkan output per pekerja
serta dapat mengundang masuknya modal asing.
Pengaruh Modal Sosial terhadap Inklusi KeuanganModal social berpengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi keuangan pada mahasiswa
UMSU, artinya semakin baik tingkat kepercayaan mahasiswa terhadap inklusi keuangan, maka
semakin meningkat perkembangan inklusi keuangan di Universitas UMSU. Hal ini dapat dilihat
dari signifikan t pengaruh variabel modal social terhadap inklusi keuangan sebesar t_hitung 7,619
> 1,969 t_tabel (sig 0,000), dimana signifikan t lebih kecil dari α = 0,05, hal ini menunjukkan
bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel modal sosial (X2) terhadap inklusi
inklusi keuangan (Y).
Penelitian ini juga didukung oleh Saputra and Dewi (2017), yang menyatakan bahwa dampak
literasi keuangan pada inklusi keuangan meningkat jika terdapat modal social sebagai variable
mediasi. Ini berarti dampak literasi keuangan pada inklusi keuangan akan maksimal jika didorong
oleh peran modal social sebagai mediator. Penelitian ini juga sejalan dengan pernyatan Salam Dz
(2017), yang mengemukakan bahwa modal manusia merupakan factor kunci bagi perkembangan
keuangan yang pada gilirannya mengarah pada penciptaan modal manusia lebih jauh. Hal ini juga
didukung dengan pernyataan Marlah and Dewi (2017), yaitu dapat meningkatkan literasi dan
inklusi keuangan secara perlahan di masyarakat, modal social sebagai suatu dimensi yang dibangun
berdasarkan nilai, kultur, persepsi, institusi serta mekanisme dalam kegiatan positif sebagai sarana
pemberdayaan terhadap sesame masyarakat, sehinggadapat disimpulkan bahwa modal social
berpengaruh terhadap inklusi keuangan.
Pengaruh Literasi Keuangan dan Modal Sosial terhadap Inklusi KeuanganLiterasi keuangan dan modal sosial berengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi
keuangan pada mahasiswa UMSU, artinya semakin baik tingkat literasi dan kepercayaan
mahasiswa, maka semakin tinggi perkembangan inklusi keuangan pada mahasiswa Universitas
UMSU hal ini dapat dilihat signifikan f pengaruh literasi keuangan dan modal sosial terhadap
inklusi keuanganF hitung 107,734 >F tabel 3,030 (sig.0,000) dengan sig 0,000<0,05 menunjukkan
H0ditolak dan Haditerima.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Salam Dz (2017), yaitu, modal manusia merupakan
faktor kunci bagi perkembangan keuangan yang pada gilirannya mengarah pada penciptaan modal
manusia lebih jauh. Modal sosial berperan penting dalam mediasi dan meningkatkan berbagi
sumberdaya termasuk pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh masyarakat sebagai driver dari
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
141
literasi keuangan (Saputra and Dewi 2017) Hal ini juga didukung dengan pernyataan Marlah and
Dewi (2017) yaitu literasi dan inklusi keuangan secara perlahan di masyarakat dapat meningkat jika
modal sosial sebagai suatu dimensi yang dibangun berdasarkan nilai, kultur, persepsi, institusi serta
mekanisme dalam kegiatan positif sebagai sarana pemberdayaan terhadap pandangan masyarakat,
sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh literasi keuangan dan modal sosial terhadap inklusi
keuangan fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU. Mahasiswa membutuhkan literasi keuangan yang
baik dengan dukungan modal sosial yang diterimanya dari lingkungan kampus dan keluarga agar
memberikan dampak positif dan membantu pencapaian inklusi keuangan yang baik dalam
kehidupannya saat ini sebagaima hasiswa maupun di masa yang akan datang hingga berdampak
pada kemapanan dan kenyamanan keuangan pribadi dan keluarga.
5. PENUTUPLiterasi keuangan dan modal sosial yang diterima oleh mahasiswa memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap pencapaian inklusi keuanganmahasiswa. Mahasiswa yang memiliki
pengetahuan dan keteranpilan yang baik dalam mengelola keuangan pribadinya dan dengan adanya
dukungan lingkungan yang baik di sekitarnya terutama kampus dan keluarga akan membantu
mahasiswa untuk menyerap seluruh perilaku keuangan yang positif, mahasiswa mampu mengakses
seluruh produk dan layanan keuangan dengan baik untuk mengelola keuangan pribadinyaatau
bahkan mampu menularkan pola perilaku keuangan yang positif bagi keluarga dan lingkungan
sekitarnya sehingga dinyatakan pencapaian inklusi keuangan pada mahasiswa berhasil.
AcknowledgementTerimakasih kepada UMSU yang telah memberikan dukungan baik moril dan materi kepada Saya
dan tim dalam menyelesaikan penelitian ini sehingga bisa diperoleh hasil penelitian yang akan
memberikan kontribusi baik untuk peningkatan edukasi dan pelatihan keuangan bagi mahasiswa
khususnya mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU. Saya juga mengucapkan terima kasih
banyak kepada seluruh mahasiswa yang berkenan menjadi responden ini sehingga seluruh
pengumpulan data berjalan maksimal. Tetapi saya juga mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi perbaikan dan pengembangan penelitianini di masa yang akandatang dan mohon
maaf jika ada kesalahan karena saya yakin penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga
nantinya saran dan kritikan yang membangunakan membantusaya dan tim untuk melakukan revisi
dan pengembangan penelitian di masa yang akan datang.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
142
Daftar PustakaAnwar, K, and Amri. 2017. “Pengaruh Inklusi Keuangan Terhadap PDB Indonesia.” Jurnal Ilmiah
Mahasiswa (JIM) 2(3): 454–62.Balau, A. 2016. “Definisi, Dimensi, Tipologi, Parameter, Indikator, Serta Opini Modal Sosial.”Harahap, Y. A. 2016. “Pengertian, Bentuk, Unsur, Fungsi, Perubahan Dan Faktor MODAL
SOSIAL.”Kurnianto Tjahjono, H. 2017. “Modal Sosial Sebagai Properti Individu : Konsep, Dimensi Dan
Indikator.” Jurnal Bisnis Teori dan Implementasi 8(2): 185.Latifiana, D. 2010. “Studi Literasi Keuangan Pengelola Usaha Kecil Menengah (UKM).” African
Journal of Economy and Management Studies 1(2): 3.Marlah, P. G, and A. S Dewi. 2017. “Peran Modal Sosial Sebagai Mediator Literasi Keuangan Dan
Inklusi Keuangan Pada Usia Produktif Di Kota Bandun.” Sosiohumanitas Journal 19(2): 92–103.
Ningrum, I. F. 2016. “Pengembangan Modal Sosial Pada Komunitas Virtual ‘Lendabook.’” OpenJournal Universitas Airlangga Management 5(2): 19–20.
Otoritas Jasa Keuangan. 2016.Pulungan, D. R., and H Febriaty. 2018. “Pengaruh Gaya Hidup Dan Literasi Keuangan Terhadap
Perilaku Konsumtif Mahasiswa.” Jurnal Riset Sains Manajemen 2(3): 103–10.Pulungan, D. R., M Koto, and L Syahfitri. 2018. “Pengaruh Gaya Hidup Hedonis Dan Kecerdasan
Emosional Terhadap Perilaku Keuangan Mahasiswa.” Jurnal Seminar Nasional Royal (SENAR):401–6.
Rizkiana, Y. P, and Kartini. 2016. “Analisis Tingkat Financial Literacy Dan Financial BehaviorMahasiswa S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.” Efektif Jurnal Ekonomi danBisnis 8(1): 76–99.
Salam Dz, A. 2017. “Contribution Of Financial Inclusion On Human Capital Establishment In RealSector Business.” Batusangkar International Conference II 1(1): 61–70.
Saputra, R. S, and A. S Dewi. 2017. “Peran Modal Sosial Sebagai Mediator Literasi Keuangan DanInklusi Keuangan Pada Kaum Muda Di Indonesia (Studi Kasus Pada Komunitas Investor SahamPemula).” Jurnal Manajemen Teori dan Terapan 10(3): 246.
Sardiana, A. 2018. “Pengaruh Literasi Keuangan Pada Keuangan Inklusif Penggunaan BankSampah Di Jakarta Selatan.” Journal of Islamic Economics, Finance and Banking 2(1): 80–94.
Segara, T. 2018. “Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisi 2017).”Soetiono, K. S., and C Setiawan. 2018. Literasi Dan Inklusi Keuangan Indonesia. 1st ed. Depok:
Raja Grafindo Persada.Sohilauw, M. I. 2018. “Moderasi Inkusi Keuangan Terhadap Hubungan Literasi Keuangan Dan
Keputusan Struktur Modal UKM.” Jurnal Bisnis dan Manajemen 6(2): 92–114.Syafitri, A, and L Sudarwati. 2015. “Pemanfaatan Modal Sosial Dalam Sektor Perdagangan.”
Jurnal Perspektif Sosiologi 3(1): 4.Ummah, B. B, N Nuryartono, and L Anggraeni. 2014. “Analisis Inklusi Keuangan Dan Pemerataan
Pendapat Di Indonesia.” Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan 4(1): 1–27.Widayati, I. 2012. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Literasi Finansial Mahasiswa Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya.” Jurnal Akuntansi dan Pendidikan 1(1): 92.Widodo, H. T. 2016. “Peran Dan Manfaat Modal Sosial Dalam Peningkatan Efektivitas Kerja
Karyawan Sektor Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Sentra Kerajinan Tas Dan KoperTanggulangi Sidoarjo.” Jurnal Bisnis, Manajemen dan Perbanka 2(1): 1–14.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
143
PENGARUH MOTIVASI, BIAYA PENDIDIKAN DAN LAMA PENDIDIKANTERHADAP MINAT MAHASISWA AKUNTANSI UNTUK MENGIKUTI
PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI (PPAk)(Studi Empiris Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Surakarta)
Devita Anggraini dan NursiamFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Keyongan Rt05/Rw06, Keyongan, Keyongan, Nogosari, Boyolali-57378, Jawa Tengahe-mail: [email protected] / telp : +6285 812 606 667
ABSTRACT
Accounting Professional Education (PPAk) is very important for accounting studystudents, because PPAk can contribute to becoming a professional accountant. Thepurpose of this study was to determine the effect of career motivation, quality motivation,education costs and duration of education on the interest of accounting studentsfollowing Accounting Professional Education. The sample of this study was 87respondents with the method of determining the sample using nonprobality sampling withthe technique of convection sampling. The method of data collection used was using a 5-point Likert scale questionnaire that was distributed to all students of the AccountingStudy Program of the Faculty of Economics and Business, Muhammadiyah University,Surakarta. Data analysis in this study uses multiple linear regression analysis by lookingat the goodness of fit, namely the F statistic value, t statistic, and coefficient ofdetermination. Based on the results of the analysis, it can be concluded that careermotivation variables and education costs do not affect the interest of accounting studentsto participate in Accounting Professional Education, while the quality and length ofmotivation motivation variables influence the interest of students to take AccountingProfessional Education.
Keywords: career motivation, quality motivation, education costs, long education,interest accounting student following PPAk
1. Pendahuluan
Pada era modern ini, akuntansi merupakan salah satu cabang ilmu yang banyak diminati oleh
mahasiwa fakultas Ekonomi dan Bisnis. Akuntansi memiliki perkembagan yang sangat pesat,
banyak mahasiswa yang tertarik memasuki perguruan tinggi dengan jurusan Akuntansi. Dapat
dilihat dari setiap tahunnya, peminat jurusan akuntansi terus meningkat. Dalam dunia persaingan,
bidang Ekonomi memiliki jumlah besar dibanding dengan persaingan dalam bidang lainnya.
Terlebih pada Akuntansi yang membuat para Akuntan harus meningkatkan kualitas agar tidak kalah
dengan pesaing lain dalam persaingan dunia kerja. Semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi dan
bertambah pula perusahaan-perusahaan di Indonesia serta bertambahnya lembaga baru diindonesia
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
144
tidak sebanding dengan jumlah akuntan publik yang ada di Indonesia, padahal akuntan publik
sangat berpengaruh bagi suatu perusahaan maupun lembaga baru untuk meningkatkan kualitas.
Tidak hanya bersaing dengan pedagang dalam negeri, dengan adanya pedagang asing yang bebas
keluar masuk di Negara manapun membuat para pembisnis harus bekerja secara profesional. Hal
inilah yang membuat pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik
dimana Pemerintah memberikan syarat-syarat tentang perizinan Akuntan asing untuk berkarir di
Indonesia. Peraturan yang dikeluarkan tersebut selain untuk melindungi akuntan dalam negeri dari
kemungkinan banyaknya akuntan asing yang masuk juga untuk meningkatkan profesionalisme
akuntan sehingga mampu bersaing secara global. Tanpa mempersiapkan diri sejak dini maka
globalisasi akan menjadi ancaman yang sangatmerugikan bagi negara Indonesia. Hal ini juga
berlaku pada sektor jasa, termasuk “jasa akuntansi” . Profesi akuntansi harus mempunyai standar
kualitas global.
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) adalah pendidikan lanjutan pada pendidikan tinggi
untuk mendapatkan gelar Profesi Akuntan. Melalui SK Mendiknas No.179/U/2001 tentang
penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi, dan SK Mendiknas No.180/P/2001 tentang
pengangkatan ahli persamaan ijazah akuntan, serta ditandatanganinya Nota Kesepahaman (MoU)
pada tanggal 28 Maret 2002, antara IAI dengan Dirjen Dikti Depdiknas atas pelaksanaan PPAk di
Indonesia dapat terealisir.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 25/PMK.01/2014 tentang Akuntan Beregister Negara pasal 3
ayat 3 menyatakan bahwa untuk mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk), seseorang harus
berpendidikan paling rendah Diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S-1) yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi Indonesia atau luar negeri yang telah disetarakan oleh instansi yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan. Pernyataan ini
ditekankan kembali dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 153 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pendidikan program profesi akuntan pasal 1
menyatakan bahwa pendidikan program profesi akuntanmerupakan jenis pendidikan tinggi setelah
program sarjana atau setara yang menyiapkan mahasiswa dalam pekerjaan yang memerlukan
persyaratan keahlian khusus di bidang akuntansi. Peraturan ini mengganti ketentuan sebelumnya
yaitu KMK No.331/KMK.017/1999 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Akuntan pada Register
Negara. Peraturan tersebut dibuat agar menjadi legal backup profesi akuntan dan panduan yang
jelas mengenai tata kelola akuntan profesional. Dimana dengan peraturan tersebut dapat membuat
profesi akuntan di Indonesia semakin profesional untuk bersiap menghadapai Masyarakat Ekonomi
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
145
ASEAN 2015.
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) penting bagi mahasiswa jurusan akuntansi, hal ini
dikarenakan PPAk dapat memberikan kontribusi untuk menjadi seorang akuntan yang profesional.
Mengingat pentingnya PPAk bagi mahasiswa akuntansi maka dibutuhkannya motivasi dari dalam
diri mahasiswa terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti PPAk. Dalam mengikuti
PPAk besarnya biaya yang harus dikeluarkam selama menempuh pendidikan juga menjadi hal
penting dalam pertimbangan mahasiswa akuntansi untuk mengikuti PPAk. Lamanya pendidikan
yang harus ditempuh dalam menjalani pendidikan profesi agar mendapat gelar juga menjadi
pertimbangan para mahasiswa akuntansi untuk mengikuti PPAk. Mahasiswa yang telah mengikuti
Pendidikan Profesi Akuntansi berhak mengikuti Ujian Sertifikasi Akuntan Publik, sebagai syarat
untuk mendapatkan izin praktek mendirikan Kantor Akuntan Publik (KAP). Tujuan diadakannya
ujian tersebut untuk meningkatkan keprofesionalan calon akuntan dalam kinerjanya, lulusan
Pendidikan Profesi Akuntansi akan memiliki kualitas kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan
yang hanya menempuh pendidikan Sarjana (S1).
Tujuan pendidikan profesi akuntansi adalah untuk menghasilkan lulusan yang menguasai
keahlian bidang profesi akuntansi dan memberikan kompetensi keprofesian akuntansi. Mereka yang
telah menempuh Pendidikan Profesi Akuntansi nantinya berhak memperoleh sebutan Profesi
Akuntan (AK). Motivasi, minat, biaya pendidikan dan lama pendidikan merupakan hal yang
diperlukan untuk mengetahui seberapa besar potensi mahasiswa untuk mengikuti PPAk.
2. Tinjauan Pustaka dan Perumusan Hipotesis
2.1 Teory of Planned Behavior (TPB)
Ajzendan (1991) menyempurnakan Teory of Reasoned Action (TRA) dan memberikan nama
TPB. TPB menjelaskan mengenai perilaku yang dilakukan individu timbul karena adanya niat dari
individu tersebut untuk berperilaku dan niat individu disebabkan oleh beberapa faktor internal dan
eksternal dari individu tersebut. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah mahkluk
rasional yang akan memperhitungkan implikasi dari tindakan mereka sebelum memutuskan untuk
melakukan suatu perilaku.
2.2 Teory Maslow
Setiap individu memiliki kebutuhan dari yang terkecil hingga terbesar. Tingkatan kebutuhan
manusia dapat dijabarkan dalam piramida kebutuhan Maslow yang menjadi gambaran kebutuhan
setiap individu. Hierarki kebutuhan Maslow tergambar dari sebuah piramida yang berisi tingkatan
kebutuhan (Adhitya et al., 2015).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
146
2.3 Pengaruh Motivasi Karir Terhadap Minat Mahasaiswa Akuntansi untuk Mengikuti
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)
Motivasi Karir merupakan suatu keahlian atau profisional seseorang di bidang ilmunya
yang dinilai berdasarkan pengalaman kerja yang akan memberikan kontribusi kepada organisasi
(Sri Susanti et al., 2015). Pilihan karir merupakan ungkapan diri seseorang, karena pilihan
menunjukkan motivasi seseorang, ilmu, kepribadian dan seluruh kemampuan yang dimiliki.
Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang dibentuk adalah:
H1 : Motivasi karir berpengaruh terhadap minat mahasiswaakuntansi untuk mengikuti Pendidikan
Profesi Akuntansi (PPAk).
2.4 Pengaruh Motivasi Kualitas Terhadap Minat Mahasaiswa Akuntansi untuk Mengikuti
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)
Motivasi kualitas merupakan suatu dorongan yang timbul dalam diri seseora ng untuk
memiliki dan meningkatkan kualitas diri dan kemampuannya dalam bidang yang ditekuninya
sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik dan benar (Ni Putu Sri Indra et al, 2017).
Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang dibentuk adalah:
H2 : Motivasi kualitas berpengaruh terhadap minat mahasiswaakuntansi untuk mengikuti
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).
2.5 Pengaruh Biaya Pendidikan Terhadap Minat Mahasaiswa Akuntansi untuk Mengikuti
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)
Biaya Pendidikan merupakan keseluruhan pengorbanan finansial yang dikeluarkan oleh
mahasiswa untuk keperluan selama menempuh pendidikan dari awal sampai berakhirnya
pendidikan. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang dibentuk adalah:
H3 : Biaya Pendidikan berpengaruh terhadap minat mahasiswaakuntansi untuk mengikuti
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).
2.6 Pengaruh Lama Pendidikan Terhadap Minat Mahasaiswa Akuntansi untuk Mengikuti
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)
Lama pendidikan adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan
kesan-kesan sensoris mereka terhadap masa studi terjadwal yang harus ditempuh oleh mahasiswa
tersebut sesuai dengan rentang waktu yang telah dipersyarakan. Sebagian besar lulusan sarjana
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
147
ekonomi banyak yang memilih untuk segera bekerja setelah mereka lulus karena adanya desakan
ekonomi atau karir. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang dibentuk adalah:
H4 : Lama Pendidikan berpengaruh terhadap minat mahasiswaakuntansi untuk mengikuti
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).
3. Metode penelitian
3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh MahasiswaAkuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta angkatan 2015. Total populasi dalam
penelitiann ini sebanyak 338 mahasiswa.
3.2 Sampel
Sampel ditentukan dengan metode nonprobality sampling dengan teknik convecience
sampling. Teknik convecience sampling merupakan pengambilan sampel yang dipilih
berdasarkan kemudahan data yang didapatkan (Hariyani, 2014). Menurut Hair et al., (1995)
dalam Ferdinand Augusty (2006) menyatakan bahwa jumlah sampel adalah jumlah indikator
kuisioner dikali lima sampai dengan sepuluh. Dalam penelitian ini jumlah indikator kuisioner
sebanyak 15 buah indikator, jadi minimal sampel sebanyak 75-150 responden.Data penelitian
dikumpulkan melalui penyebaran kuisioner kepada 87 mahasiswa program studi akuntansi
Universitas Muhammadiyah Surakarta semester 7 angkatan 2015.
3.3 Data penelitian
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
dengan menyebarkan kuisioner. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam mencapai tujuan penelitian. Data dapat diperoleh dengan menyebarkan
kuisioner kepada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Program Studi Akuntansi angkatan 2015.
3.4 Variabel Pengukuran
3.4.1 Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi
Minat merupakan suatu kecenderungan yang menyebabkan seseorang berusaha untuk
mencari ataupun mencoba aktivitas dalam bidang tertentu. Minat berkaitan dengan perasaan
suka atau senang dari seseorang terhadap suatu objek. Persepsi responden terhadap indikator
tersebut diukur dengan 5 point skala likert, point 5 untuk jawaban tertinggi dan point 1 untuk
jawaban terendah :
a. Skor 5 untuk jawaban Sangat Setuju (SS)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
148
b. Skor 4 untuk jawaban Setuju (S)
c. Skor 3 untuk jawaban Netral (N)
d. Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS)
e. Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS)
3.4.2 Motivasi Karir
Karir merupakan suatu keahlian atau profisional seseorang di bidang ilmunya yang dinilai
berdasarkan pengalaman kerja yang akan memberikan kontribusi kepada organisasi. Persepsi
responden terhadap indikator tersebut diukur dengan 5 point skala likert, point 5 untuk jawaban
tertinggi dan point 1 untuk jawaban terendah :
a. Skor 5 untuk jawaban Sangat Setuju (SS)
b. Skor 4 untuk jawaban Setuju (S)
c. Skor 3 untuk jawaban Netral (N)
d. Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS)
e. Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS)
3.4.3 Motivasi Kualitas
Motivasi kualitas diartikan sebagai dorongan yang timbul dari diri seseorang untuk
meningkatkan kualitas diri dan kemampuannya dalam bidang yang ditekuni sehingga dapat
melaksanakan tugas dengan baik dan benar. Persepsi responden terhadap indikator tersebut
diukur dengan 5 point skala likert, point 5 untuk jawaban tertinggi dan point 1 untuk jawaban
terendah :
a. Skor 5 untuk jawaban Sangat Setuju (SS)
b. Skor 4 untuk jawaban Setuju (S)
c. Skor 3 untuk jawaban Netral (N)
d. Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS)
e. Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS)
3.4.4 Biaya Pendidikan
Biaya pendidikan merupakan keseluruhan pengorbanan finansial yang dikeluarkan oleh
mahasiswa untuk keperluan selama menempuh pendidikan dari awal sampai berakhirnya
pendidikan. Persepsi responden terhadap indikator tersebut diukur dengan 5 point skala likert,
point 5 untuk jawaban tertinggi dan point 1 untuk jawaban terendah :
a. Skor 5 untuk jawaban Sangat Setuju (SS)
b. Skor 4 untuk jawaban Setuju (S)
c. Skor 3 untuk jawaban Netral (N)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
149
d. Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS)
e. Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS)
3.4.5 Lama Pendidikan
Persepsi lama pendidikan adalah sebuah proses saat individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka terhadap masa studi terjadwal yang harus
ditempuh oleh mahasiswa tersebut sesuai dengan rentang waktu yang telah dipersyarakan.
Persepsi responden terhadap indikator tersebut diukur dengan 5 point skala likert, point 5 untuk
jawaban tertinggi dan point 1 untuk jawaban terendah:
a. Skor 5 untuk jawaban Sangat Setuju (SS)
b. Skor 4 untuk jawaban Setuju (S)
c. Skor 3 untuk jawaban Netral (N)
d. Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS)
e. Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS)
3.5 Metode Analisis data
Pengujian hipotesis dilakukan setelah model regresi berganda bebas dari pelanggaran
asumsi klasik, agar hasil pengujian dapat di interpretasikan dengan tepat. Adapun bentuk
persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
MMP = a + β1MKa + β2MKu + β3BP+β4LP+ eKeterangan :
MMP= Minat Mengikuti PPAk
α = Konstanta
β = Koefisien Regresi
Mka = Motivasi Karir
MKu= Motivasi Kualitas
BP = Biaya Pendidikan
LP = Lama Pendidikan
ε = Error
4. Hasil dan Pembahasan
Populasi mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas
Muhammadiyah Surakarta angkatan 2015 sebanyak 338 mahasiswa. Data populasi di dapat dari
bagian tata usaha program studi akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang bersedia menjadi objek penelitian. Pada penelitian ini teknik
pengambilan sampel menggunakan teknik convecience sampling. Menurut Hair et al., (1995)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
150
dalam Ferdinand Augusty (2006) menyatakan bahwa jumlah sampel adalah jumlah indikator
kuisioner dikali lima sampai dengan sepuluh. Dalam penelitian ini jumlah indikator kuisioner
sebanyak 15 buah indikator, jadi minimal sampel sebanyak 75-150 responden. Peneliti akan
mengambil sampel sebanyak 87 responden, karena sampel sejumlah 87 ini sudah mencukupi
sesuai dengan kriteria penentuan ukuran sampel.
Tabel IV.1
Tingkat Pengembalian Kuisioner
Keterangan Jumlah KuisionerProsentase
Kuisioner yang disebar 87 100%
Kuisioner yang tidak dapat diolah 01 1,15%
Lengkap dan dapat digunakan untuk dianalisis 86 98,85%
Sumber : Data Primer diolah, 2019
Tabel IV.1 menunjukkan bahwa dari penyebaran kuisioner yang dilakukan yaitu kepada
mahasiswa Program Studi AkuntansiUniversitas Muhammadiyah Surakartaangkatan 2015
sebanyak 87 kuisioner sedangkan kuisioner yang tidak dapat diolah sebanyak 1 kuisioner dan
kuisioner yang dapat digunakan untuk dianalisis sebanyak 86 kuisioner.
Tabel IV.2
Umur Responden
Umur (th) Jumlah Prosentase
20tahun 06 6,98%
21tahun 40 46,51%
22 tahun 35 40,70%
23 tahun 04 4,65%
25 tahun 01 1,16%
Total 86 100%
Sumber : Data Primer diolah, 2019
Berdasarkan tabel IV.2 karakteristik umur responden yang mendominasi adalah umur 21
tahun sebanyak 40 responden dengan tingkat prosentase sebesar 46,51%, umur 20 tahun sebanyak
6 responden dengan tingkat prosentase sebesar 6,98%, umur 22 tahun sebanyak 35 responden
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
151
dengan tingkat prosentase sebesar 40,70%,umur 23 tahun sebanyak 4 responden dengan
prosentase sebesar 4,65%, dan umur 25 tahun sebanyak 1 responden dengan prosentase sebesar
1,16%.
Tabel IV.3
Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
Wanita
Pria
59
27
68,60%
31,40%
Total 86 100%
Sumber : Data Primer yang diolah, 2019
Berdasarkan IV.3 diketahui karakteristik tentang jenis kelamin responden yang mendominasi
adalah jenis kelamin wanita sebanyak 59 responden dengan tingkat prosentase sebesar 68,60%
dan jenis kelamin pria sebanyak 27 responden dengan tingkat prosentase sebesar 31,40%.
Tabel IV.4
Hasil Uji Validitas Kuisioner Motivasi Karir
MkaValiditas
Keteranganr hitung r tabel
Mka1 0,697 0,212 Valid
Mka2 0,615 0,212 Valid
Mka3 0,748 0,212 Valid
Mka4 0,712 0,212 Valid
Mka5 0,675 0,212 Valid
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019
Berdasarkan tabel IV.4 diketahui r hitung terendah 0,615 dan r hitung tertinggi 0,748 dan r
tabel pada tingkat kesalahan 5% dan jumlah responden 86 mahasiswa diketahui nilai r tabel
sebesar 0,212. Hal ini menunjukkan r hitung (0,615-0,748) > r tabel (0,212), sehingga kelima item
tersebut dinyatakan valid.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
152
Tabel IV.5
Hasil Uji Validitas Kuisioner Motivasi Kualitas
MkuValiditas
Keteranganr hitung r tabel
Mku1 0,570 0,212 Valid
Mku2 0,476 0,212 Valid
Mku3 0,547 0,212 Valid
Mku4 0,612 0,212 Valid
Mku5 0,451 0,212 Valid
Mku6 0,610 0,212 Valid
Mku7 0,584 0,212 Valid
Mku8 0,614 0,212 Valid
Mku9 0,427 0,212 Valid
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019
Berdasarkan tabel IV.5 diketahui r hitung terendah 0,427 dan r hitung yang tertinggi 0,614
dan r tabel pada tingkat kesalahan 5% dan jumlah responden 86 mahasiswa diketahui nilai r tabel
sebesar 0,212. Hal ini menunjukkan r hitung (0,427-0,614) > r tabel (0,212), sehingga kelima item
tersebut dinyatakan valid.
Tabel IV.6
Hasil Uji Validitas Kuisioner Biaya Pendidikan
BpValiditas
Keteranganr hitung r tabel
Bp1 0,779 0,212 Valid
Bp2 0,755 0,212 Valid
Bp3 0,668 0,212 Valid
Bp4 0,620 0,212 Valid
Bp5 0,562 0,212 Valid
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019
Berdasarkan tabel IV.6 diketahui r hitung terendah 0,562 dan r hitung yang tertinggi 0,779
dan r tabel pada tingkat kesalahan 5% dan jumlah responden 86 mahasiswa diketahui nilai r tabel
sebesar 0,212. Hal ini menunjukkan r hitung (0,562-0,779) > r tabel (0,212), sehingga kelima item
tersebut dinyatakan valid.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
153
Tabel IV.7
Hasil Uji Validitas Kuisioner Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan
Profesi Akuntansi (PPAk)
MinatValiditas Keterangan
r hitung r tabel
Minat1 0,598 0,212 Valid
Minat2 0,699 0,212 Valid
Minat3 0,825 0,212 Valid
Minat4 0,789 0,212 Valid
Minat5 0,760 0,212 Valid
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019
Berdasarkan tabel IV.7 diketahui r hitung terendah 0,598 dan r hitung yang tertinggi 0,825
dan r tabel pada tingkat kesalahan 5% dan jumlah responden 86 mahasiswa diketahui nilai r tabel
sebesar 0,212. Hal ini menunjukkan r hitung (0,598-0,825) > r tabel (0,212), sehingga kelima item
tersebut dinyatakan valid.
Tabel IV.8
Hasil Uji Reliabilitas
VariabelJumlah
Instrumen
Cronbach’sAlpha
Keterangan
Motivasi Karir
Motivasi Kualitas
Biaya Pendidikan
Minat PPAk
5
9
5
5
0,724
0,701
0,702
0,792
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Hasil uji reliabilitas tabel IV.8 menunjukan instrumen penelitian yaitu kuesionermotivasi
karir, motivasi kualitas, biaya pendidikan, lama pendidikan dan minat PPAk dinyatakan reliabel,
terbukti dengan masing-masing nilai x cronbach alpha >0,6. Hasil uji reliabilitas di atas
menunjukan insrumen tersebut memiliki kehandalan untuk memperoleh data penelitian.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
154
Tabel IV.9
Statistik Deskriptif
Keterangan N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Motivasi Karir 86 12 25 19,80 2,828
Motivasi Kualitas 86 19 45 35,15 3,873
Biaya Pendidikan 86 5 23 14,14 3,424
Lama Pendidikan 86 1 5 3,40 0,911
Minat 86 8 25 19,16 2,966
Valid N (listwise) 86
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019
Variabel motivasi karir mempunyai nilai minimum sebesar 12, nilai maksimum sebesar 25,
nilai mean sebesar 19,80 dan deviasi standar sebesar 2,828. Variabel motivasi kualitas mempunyai
nilai minimum sebesar 19, nilai maksimum sebesar 45, nilai mean sebesar 35,15dan deviasi standar
sebesar 3,873. Variabel biaya pendidikan mempunyai nilai minimum sebesar 5, nilai maksimum
sebesar 23, nilai mean sebesar 14,14 dan deviasi standar sebesar 3,424. Variabel lama pendidikan
mempunyai nilai minimum sebesar 1, nilai maksimum sebesar 5, nilai mean sebesar 3,40dan deviasi
standar sebesar 0,911. Variabel minat mahasiswa akuntansi mengikuti PPAk mempunyai nilai
minimum sebesar 8, nilai maksimum sebesar 25, nilai mean sebesar 19,16 dan deviasi standar
sebesar 2.966.
Tabel IV.10Hasil Analisis Regresi Berganda
VariabelUnstandardized
Coefficients t hit Sig KeteranganB
(Constant) 3,902 1,438 0,154Motivasi Karir 0,073 0,615 0,540 TidakSignifikan
Motivasi Kualitas 0,271 2,933 0,004 SignifikanBiaya Pendidikan 0,103 1,260 0,211 Tidak SignifikanLama Pendidikan 0,837 2,601 0,011 SignifikanR² = 0,321 F hit = 9,561Adjusted R² = 0,287 F tab = 2,48t table = 0,67753
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019
Dari tabel IV.10, hasil persamaan regresi linier berganda dapat ditentukan sebagai berikut :
Minat = 3,902+ 0,073Mka + 0,271Mku + 0,103Bp + 0,837Lp + ε
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
155
Berdasarkan hasill analisis regresi berganda di atas, dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :
a. Nilai konstanta yang terbentuk adalah 3,902. Hal ini menunjukkan bahwa variabel motivasi
karir, motivasi kualitas, biaya pendidikan dan lama pendidikan dianggap konstan maka
variabel minat akan meningkat sebesar 3,902.
b. Dari tahapan pengujian diketahui bahwa variabel motivasi karir memiliki arah dan slop
koefisien regresi sebesar 0,073 yang berarti jika diasumsikan motivasi karir meningkat 1%
dan variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel minat meningkat sebesar 0,073.
c. Dari tahapan pengujian diketahui bahwa variabel motivasi kualitas memiliki arah dan slop
koefisien regresi sebesar 0,271 yang berarti jika diasumsikan motivasi ekonomi meningkat
1% dan variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel minat meningkat sebesar 0,271.
d. Dari tahapan pengujian diketahui bahwa variabel biaya pendidikan memiliki arah dan slop
koefisien regresi sebesar 0,103 yang berarti jika diasumsikan biaya pendidikan meningkat 1%
dan variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel minat meningkat sebesar 0,103.
e. Dari tahapan pengujian diketahui bahwa variabel lama pendidikan memiliki arah dan slop
koefisien regresi sebesar 0,837 yang berarti jika diasumsikan lama pendidikan meningkat 1%
dan variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel minat meningkat sebesar 0,837.
Tabel IV.11
Hasil Uji Normalitas
Indikator uji
normalitasValue Value asymp.sig Keterangan
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
0,429
0,985 >0,05
Data berdistribusi
normal
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019
Hasil uji normalitas seperti tersaji pada tabel IV.11 menunjukkan bahwa data penelitian telah
terdistribusi normal yang dibuktikan dengan asymp.sig. sebesar 0,985 yang lebih besar dari tingkat
signifikansi penelitian 0,05. Dapat disimpulkan bahwa penelitian telah terdistribusi normal, maka
data dapat digunakan dalam pengujian dengan model regresi berganda.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
156
Tabel IV.12
Hasil Uji Multikolinieritas
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
(Constant)
Mka ,663 1,507
Mku ,575 1,738
Bp ,947 1,055
Lp ,858 1,165
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019
Tabel IV.12 menunjukkan bahwa nilai tolerance untuk semua variabel dalam tiap-tiap model
regresi lebih dari 0,1 dan nilai value inflating factor untuk semua variabel dalam tiap-tiap model
regresi lebih besar dari 1 dan lebih kecil dari 10. Hasil pengujian ini mengindikasikan bahwa dalam
model-model regresi yang digunakan dalam penelitian in tidak terjadi gejala multikolinieritas.
Tabel IV.13
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel Sig Keterangan
Motivasi Karir 0,142 Tidak terjadi heterokedastisitas
Motivasi Kualitas 0,526 Tidak terjadi heterokedastisitas
Biaya Pendidikan 0,526 Tidak terjadi heterokedastisitas
Lama Pendidikan 0,301 Tidak terjadi heterokedastisitas
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019
Berdasarkan tabel IV.13 menunjukkan bahwa probabilitas (sig) dalam tiap model regresi
yang digunakan dalam penelitian ini lebih besar dari 0,05 atau 5% sehingga dapat dinyatakan
bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dalam semua model regresi penelitian ini.
Tabel IV.15
Hasil Uji Determinasi Koefisien
Model R R SquareAdjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 0,566a 0,321 0,287 2,504
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
157
Dari tabel IV.15 diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,287. Angka ini menjelaskan
bahwa 28,7% minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)
dipengaruhi oleh Motivasi Karir, Motivasi Kualitas, Biaya Pendidikan dan Lama Pendidikan.
Sementara sekitar 71,3% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model penelitian ini.
Tabel IV.15
Hasil Uji Simultan
ModelSum of
SquaresDf
Mean
SquareF Sig.
1
Regression 239,802 4 59,951 9.561 ,000b
Residual 507,919 81 6,271
Total 747,721 85
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019
Berdasarkan pada tabel IV.15 hasil menunjukkan pengujian uji f yang memiliki nilai sig <
0,05 yaitu 0,000 < 0,05 yang artinya model regresi yang digunakan fit of goodness.
Tabel IV.16
Hasil Uji Hipotesis
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
CoefficientsT Sig.
BStd.
ErrorBeta
(Constant)
Motivasi Karir
Motivasi Kualitas
Biaya Pendidikan
Lama Pendidikan
3,902
0,073
0,271
0,103
0,837
2,713
0,118
0,092
0,082
0,322
0,069
0,354
0,118
0,257
1,438
0,615
2,933
1,260
2,601
0,154
0,540
0,004
0,211
0,011
Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019
Berdasarkan pada tabel IV.16 Uji hipotesis (uji t) dimaksudkan untuk menguji pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dalam penelitian sebagaimana
dinyatakan dalam hipotesis penelitian ini.
H1: Motivasi karir berpengaruh terhadap minat mahasiswaakuntansi untuk mengikuti Pendidikan
Profesi Akuntansi (PPAk).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
158
Berdasarkan pada hasil uji regresi berganda, menunjukkan bahwa variabel motivasi karir
mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,073. Pada tabel IV.16 diatas diketahui bahwa nilai
thitung (0,615) < ttabel (0,67753) dengan nilai sig. sebesar 0,540>0,05. Hal ini berarti H1 ditolak yang
artinya motivasi karir tidak berpengaruh pada minat mengikuti pendidikan profesi akuntansi.
H2 : Motivasi kualitas berpengaruh terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).
Berdasarkan pada hasil uji regresi berganda, menunjukkan bahwa variabel motivasi ekonomi
mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,271. Pada tabel IV.16 diatas diketahui bahwa nilai
thitung (2,933) > ttabel (0,67753) dengan nilai sig. sebesar 0,004<0,05. Hal ini berarti H2 diterima yang
artinya motivasi kualitasberpengaruh pada minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti Pendidikan
Profesi Akuntansi (PPAk).
H3:Biaya pendidikan berpengaruh terhadap minat mahasiswa akuntansiuntuk mengikuti Pendidikan
Profesi Akuntansi (PPAk).
Berdasarkan pada hasil uji regresi berganda, menunjukkan bahwa variabel biaya pendidikan
mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,103. Pada tabel IV.16 diatas diketahui bahwa nilai
thitung (1,260) > ttabel (0,67753) dengan nilai sig. sebesar 0,211>0,05. Hal ini berarti H3 ditolak yang
artinya motivasi kualitas tidak berpengaruh pada minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).
H4:Lama pendidikan berpengaruh terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).
Berdasarkan pada hasil uji regresi berganda, menunjukkan bahwa variabel lama pendidikan
mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,837. Pada tabel IV.16 diatas diketahui bahwa nilai
thitung (2,601> ttabel (0,67753) dengan nilai sig. sebesar 0,011<0,05. Hal ini berarti H4 diterima yang
artinya lama pendidikan berpengaruh pada minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti Pendidikan
Profesi Akuntansi (PPAk).
5. Penutup
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel motivasi kualitas dan lama pendidikan
berpengaruh terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti pendidikan profesi akuntasi
sedangkan variabel motivasi ekonomi dan biaya pendidikan tidak berpengaruh terhadap minat
mahasiswa akuntansi untuk mengikuti pendidikan profesi akuntansi.
Penelitian ini tak lepas dai keterbatasan, diantara peneliti hanya menggunakan faktor internal
saja, peneliti juga menggunakan kuisioner dalam pengumpulan data dan sampel dalam peneliti
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
159
hanya satu Universitas. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya menggunakan faktor eksternal
dalam melakukan penelitian, bagi peneliti selanjutnya dalam pengumpulan data tidak menggunakan
kuisioner tetapi dengan wawancara maupun survey, dan bagi peneliti selanjutnya memperluas
populasi yang digunakan agar hasil dapat digenerelisasikan lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Adhitya R, K, Zulaikha. 2015. Pengaruh Motivasi Karier, Motivasi Ekonomi, Dan Motivasi GelarTerhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi. E-JurnalDiponegoro Journal Of Accounting. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015. ISSN (Online):2337-3806. Halaman 1. Semarang.
Ajzedan. 1991. The of Planned Behavior Organizational Behavior and Human Dicision ProcessesArticle. Vol. 50, h-179-211.
Ferdinand, A. 2016. Metode Penelitian Manajemen : Pedoman Penelitian Skripsi, Tesis.Semarang: Universitas Diponegoro.
Hariyani, Reni. 2014. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa Akuntansi UntukMengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk). E-Jurnal Akuntansi dan KeuanganUniversitas Budi Luhur. Vol.3 No.1 April 2014. ISSN:22527141.
Susanti et al. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi MinatMahasiswa Akuntansi UntukMengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)Pada Perguruan Tinggi di Pekanbaru.JOM Fekon Vol.2. No.1. Februari 2015.
Wahyuni et al. 2017. PengaruhMotivasi Kualitas, Motivasi Pengetahuan Perpajakan, MotivasiKarir danMotivasi Sosisal Terhadap Minat Mahasiswa Mengikuti Program Brevet Pajak(Studi Kasus Pada Mahasiswa Jurusan Akuntansi Program S1 UniversitasPendidikanGanesha). E-Journal Vol:7 No:1 Tahun 2017.
BIOGRAFI PENULIS
Penulis Pertama adalah Mahasiswa pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Penulis pada saat ini sedang
menempuh semester akhir dari masa studinya dan sudah menyelesaikan skripsi. Untuk lebih lanjut,
dapat dihubungi melalui [email protected]
Penulis Kedua adalah Dosen pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Pendidikan S1 adalah Sarjana
Ekonomi di bidanf Akuntansi dan S2 adalah Magister Ilmu Hukum di bidang Hukum Bisnis. Fokus
pengajaran dan penelitian penulis adalah pada Akuntansi Keuangan dan Auditing. Untuk lebih
lanjut, beliau dapat dihubungi melalui [email protected]
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
160
PENGARUH HARGA, KUALITAS INFORMASI, DAN KEAMANAN TERHADAPKEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK
MELALUI E-COMMERCE(studi empiris pada Konsumen E-commerce di Kota Surakarta)
Dian Tri Sulistyawati1) dan Nursiam2)
1)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah SurakartaEmail : [email protected] dan
ABSTRACTThis problem is motivated by the problem of the desire to transact online through e-commerce,
which usually often occurs other frauds. This study aims to analyze and test the effect of price,information quality and security on product purchase decisions through e-commerce in SurakartaCity. This study uses a type of quantitative research. The sample used in this study were 130respondents. The sample collection technique uses accidental sampling and data collection usingan online questionnaire. Data analysis using multiple linear regression analysis accompanied by Ftest (simultaneous) and t test (partial). The calculation process uses SPSS 21.0. The results of thestudy show that in the F test the regression found that all independent variables include price,information quality, and security simultaneously influence the product purchase decisions throughe-commerce. Whereas for the partial T test the influential variables are price, and security forproduct purchasing decisions through e-commerce, while for information quality variables partiallydoes not affect the product purchase decisions through e-commerce. The most influential factor forproduct purchasing decisions through e-commerce is security.
Keywords : price, information quality, security, product purchase decisions
1. PENDAHULUAN
Pada era globalisasi seperti saat ini, teknologi komunikasi dan dunia bisnis semakin
berkembang sangat pesat. Dengan teknologi dan bisnis yang semakin berkembang, kebutuhan
manusiapun semakin bertambah. Salah satu bukti bahwa teknonologi berkembang sangat pesat
adalah dengan terciptanya internet. Hampir semua manusia, baik orang tua, dewasa, remaja, serta
anak-anak bisa menggunakan teknologi saat ini. Setiap tahunnya internet semakin canggih dan
berkembang, sehingga memudahkan manusia dalam usaha untuk membuka bisnis.
Menurut Jamalul Izza yang merupakan Ketua Umum APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia) pada tanggal 4 Februari 2019, pengguna internet di Indonesia sebesar 143 juta
pengguna. Ini berati, pada tahun 2018 pengguna internet di Indonesia meningkat dibandingkan pada
tahun 2017, yang hanya berjumlah sebesar 133 juta pengguna (Reska K. Nistanto, 2019, para. 6).
Berdasarkan data sensus penduduk yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 jumlah
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
161
penduduk di Indonesia pada tahun 2018 mencapai sekitar 264 juta orang (Dery Ridwansah, 2017,
para. 1). Dapat disimpulkan bahwa internet sudah menyebar keseluruh wilayah Indonesia dan sudah
terbukti dari data-data tersebut lebih dari setengah jumlah penduduk di Indonesia sudah mengenal
dan menggunakan internet.
Dengan banyak orang sudah mengenal dan menggunakan internet, dan internet yang
berkembang sangat pesat seperti sekarang ini, orang-orang memanfaatkan hal tersebut untuk
membuka dan menjalankan usaha bisnis secara online. Terciptalah media untuk berbisnis melalui
online yaitu e-commerce. E-commerce merupakan sebuah media online yang digunakan untuk
aktifitas yang berkaitan dengan penjualan, pembelian, dan pemasaran barang atau jasa. E-commerce
sangat penting sebagai sarana untuk berbisnis sekarang ini, karena dengan e-commerce penjualan,
pembelian, dan pemasaran barang atau jasa bisa dilakukan kapan dan dimana saja. Seperti
Tokopedia, Lazada, Shopee, BukaLapak, dan lain-lain.
E-commerce berbeda dengan pasar tradisional. E-commerce sangat memudahkan para
konsumen untuk belanja karena dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Namun, tak sedikit
juga konsumen yang mengalami masalah dalam pembelian produk melalui e-commerce. Masalah
yang dihadapi konsumen adalah mengenai produk yang dibeli tidak sesuai dengan produk yang
dijualnya sehingga konsumen merasa kecewa. Konsumen ketika ingin membeli produknya melihat
harga produknya terlebih dahulu, karena melalui e-commerce tersedia berbagai harga yang berbeda-
beda. Biasanya konsumen, memilih harga yang murah namun dengan kualitas yang yang baik,
maka dari itu untuk penjual harus memperhatikan kualitas informasi bukan hanya harganya saja.
Jika penjual hanya memperhatikan harganya namun tidak dengan kualitas informasinya maka akan
mempengaruhi reputasi produk dan toko pada e-commerce. Dengan reputasi yang jelek maka
konsumen akan mempertimbangkan untuk membeli produk di toko tersebut.
Konsumen memilih membeli produk melalui e-commerce karena media yang keamanannya
terjamin dan dijaga. Tak sedikit konsumen yang ragu untuk melakukan belanja online karena
masalah keamanannya. Pembelian jika tidak melalui e-commerce harus sangat berhati-hati karena
konsumen sudah mentransfer uang yang harus dibayarnya namun penjual tidak mengirimkan
barangnya. Dengan adanya media e-commerce ini konsumen sedikit tidak takut untuk belanja
online karena e-commerce terdapat pihak ketiga yang memperhatikan kegiatan jual beli. Sekarang
ini e-commerce banyak sekali peminatnya karena sangat membantu sekali bagi konsumen. Di
Surakarta tersedia tempat yang berisi toko-toko untuk para penjual online shop seperti Beteng Trade
Center, dan Pasar Grosir Solo. Ini sangat memudahkan bagi para penjual online untuk menyetok
produknya tinggal beli di BTC dan PGS karena harganya terjangkau untuk dijual kembali.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
162
Proses pembayaran transaksi melalui e-commerce tidak dilakukan secara konvensional,
melainkan menggunakan sistem transfer antar bank dan kartu kredit. Namun, ada bebrerapa yang
menggunakan system pembayaran transaksi secara Cash On Delivery dimana pembayarannya
dilakukan saat barang yang dibeli diterima oleh konsumen. Selain, kemudahan pembayaran
transaksi juga memudahkan dalam memperbandingkan harga barang, kelengkapan informasi
produk, dan keamanan. Harga barang yang ditawarkan pada e-commerce sangat beragam dari harga
yang murah hingga harga yang mahal. Dalam penjualan harga saling bersaing antar penjual, karena
produk yang dijual sama namun harganya berbeda. Setiap penjual pada e-commerce akan
mendiskripsikan produk yang dijual selengkap dan semenarik mungkin agar konsumem tertarik
terhadap produknya.
Penelitian ini, berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang hasilnya berbeda
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian produk melalui e-commerce.
Maka, penulis melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH HARGA, KUALITAS
INFORMASI, DAN KEAMANAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK
MELALUI E-COMMERCE (studi empiris pada Konsumen E-commerce di Kota Surakarta)”.
2. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Techology Acceptance Model (Teori TAM)
Techology Acceptance Model (TAM) adalah salah satu teori tentang penggunaan system
teknologi informasi yang dianggap sangat berpengaruh dan umumnya digunakan untuk
menjelaskan penerimaan individual terhadap penggunaan system teknologi informasi (Jogiyanto,
2007 :111).
2.2 Theory of Planned Behavior (TPB)
Teori ini disebut dengan control perilaku persepsian. Teori perilaku rencanaan (TPB)
bertujuan untuk mengontrol perilaku individual yang dibatasi oleh kekurangan dan keterbatasan
dari sumber daya yang digunakan untuk melakukan perilakunya (Chau and Hu, 2002 dalam
Jogiyanto, 2007).
2.3 Teori Minat Menggunakan E-commerce
Minat atau intensi (intention) menurut Jogiyanto (2007:25) adalah keinginan untuk
melakukan perilaku. Theory of Reasoned Action (TRA) merupakan perilaku dilakukan karena
individual mempunyai keinginan atau minat untuk melakukannya.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
163
2.4 Pengaruh Harga Terhadap Keputusan Pembelian Melalui E-commerce
Harga adalah satuan dari sejumlah uang yang ditukarkan untuk memperoleh manfaat dari suatu
produk atau jasa (Fransiska Vania Sudjatmika, 2017). Untuk itu peranan harga sangat
mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu perusahaan atau penjual dalam menjual produknya,
sehingga penjual dalam e-commerce dalam menarik konsumennya dengan melakukan berbagai
cara, seperti menawarkan harga yang rendah dengan kualitas yang bagus atau memberikan diskon
pada produk yang dijualnya. Oleh sebab itu hipotesis pertama dirumuskan:
: Harga memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian produk melalui e-commerce.
2.5 Pengaruh Kualitas Informasi Terhadap Keputusan Pembelian Melalui E-commerce
Kualitas informasi adalah kualitas web yang terdiri dari isi website, kesesuaian dan bentuk
informasi, jumlah, akurasi dan relevansi tentang produk atau jasa pada web yang ditunjukkan
pada pengguna (Jihan Ulya Alhasanah, 2014). Dalam e-commerce kualitas informasi sangatlah
dibutuhkan karena informasi harus dituliskan atau dijelaskan sesuai dengan barang atau jasa yang
ingin dijualnya karena konsumen dalam melakukan pembelian produk melalui e-commerce
biasanya melihat informasi yang dituliskan mengenai produknya tersebut.
: Kualitas informasi tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk melalui
e-commerce.
2.6 Pengaruh Keamanan terhadap Keputusan Pembelian Produk Melalui E-commerce
Keamanan adalah kemampuan e-commerce dalam melakukan pengontrolan dan penjagaan
keamanan atas transaksi data (Fransiska Vania Sudjatmika, 2017). Setiap e-commerce pasti
memiliki sistem keamanan yang baik, karena setiap pembayarannya menggunakan rekening. Oleh
sebab itu keamanan rekening pembeli harus dilindungi secara baik dan benar, keamanan salah
satu sebagai penunjang dari keberhasilan penjualan dalam e-commerce.
: Keamanan berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk melalui e-commerce.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
164
2.7 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan telaah teori yang telah dilakukan, maka kerangka pemikiran
dapat di gambarkan sebagai berikut:
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Penelitian
3. METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen e-commerce di Surakarta, yang pernah
melakukan keputusan pembelian produk melalui e-commerce minimal satu kali. Sampel yang
diambil dari rumus Hair et al., (1995) dalam Ferdinand Augusty (2006) menyatakan bahwa jumlah
sampel adalah jumlah indikator kuesioner dikali lima sampai sepuluh. Dalam penelitian ini
terdapat 20 buah indikator kuesioner. Maka, jumlah minimal anggota sampel adalah 100-200
responden. Peneliti akan mengambil sampel sebanyak 130 responden, karena jumlah populasi
dalam sampel ini tidak dapat diketahui dengan pasti dan dianggap sudah mampu mewakili
populasi dan teknik pengambilan sampelnya menggunakan sampel aksidental.
3.2 Data dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer. Data diperoleh dari kuisioner online.
Penyebaran kuesioner dilakukan dengan mengirimkan link kuisioner ke setiap konsumen yang
bersedia untuk memberikan jawabannya. Setelah link kuisioner disebar dan dikirim kembali, maka
jawaban akan terkirim pada google drive email peneliti dengan cara memberikan beberapa
pertanyaan mengenai harga, kualitas informasi, keamanan yang mempengaruhi keputusan
pembelian produk melalui e-commerce.
Harga(X1)
KualitasInformasi
(X2)
Keamanan
(X3)
KeputusanPembelian Produk
Melalui E-commerce(Y)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
165
3.3 Definisi Operasional Dan PengukuranVariabel
3.3.1 Keputusan Pembelian Produk Melalui E-Commerce
Keputusan pembelian merupakan konsumen memilih-milih produk, membandingkan dan
kemudian konsumen membelinya produk yang telah dipilih dan diinginkannya pada media e-
commerce. Terdapat indikator keputusan pembelian (Yugi Setyarko, 2016), yaitu menghemat
waktu dan biaya, harga murah, dan kepuasan konsumen.
3.3.2 Harga
Harga merupakan jumlah uang yang perlu dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan
produk atau jasa yang dibutuhkannya. Terdapat indikator keputusan pembelian (Fransiska Vania
Sudjatmika, 2017), yaitu kelayakan harga, kesesuian harga dengan kualitas produk, adanya diskon
/ potongan harga, persaingan harga, fitur flashsale, dan harga mempengaruhi pembeli ulang.
3.3.3 Kualitas Informasi
Kualitas informasi merupakan keterangan atau detail yang digunakan untuk mendeskripsikan
suatu produk yang terdapat dalam e-commerce. Terdapat indikator keputusan pembelian (Jihan
Ulya Alhasanah, 2014), yaitu kesadaran atau awareness , bukti fisik atau tangibles, kehandalan
atau reliability, ketangganpan atau responsiveness, dan terkini atau up to date.
3.3.4 Keamanan
Keamanan merupakan kemampuan e-commerce dalam melakukan pengontrolan dan penjagaan
keamanan atas transaksi data dalam proses jual beli secara online. Terdapat indikator keputusan
pembelian (Fransiska Vania Sudjatmika, 2017), yaitu Integritas atau integrity, Pencegahan
penyangkalan atau Nonrepudiation, Keasliaan atau Authentication, Kerahasiaan atau
Confidentially, Privasi atau Privacy, dan Ketersediaan atau Availability.
3.3.5 Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala likert. Menurut
Sugiyono (2010, p. 93), skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena untuk menjamin sosial. Berikut merupakan
skala penilaian yang dipakai dalam penelitian ini :
1. Sangat Setuju 5
2. Setuju 4
3. Netral 3
4. Tidak Setuju 2
5. Sangat Tidak Setuju 1
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
166
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian kuantitatif ini menggunakan statistik, dan dalam
perhitungan analisis data menggunakan alat bantu SPSS (Statistical Package for the Social
Sciences) 21.0 for Windows. Pengujian-pengujian / analisis yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah analisis deskriptif profil responden, uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik (uji
normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas), analisis regresi berganda, uji F, uji t dan
analisis koefisien determinasi berganda. Adapun bentuk persamaan regresi linier berganda sebagai
berikut:
y = a + β1 + β2 + β3 + e
Keterangan :
y = Keputusan Pembelian Produk melalui E-commerce
α = Konstanta
β = Koefisien Regresi
= Harga
= Kualitas Informasi
= Keamanan
ε = Error of Estimation
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen e-commerce di
Surakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner online kepada
konsumen yang telah melakukan pembelian produk melalui e-commerce. Dalam penelitian ini
untuk menentukan jumlah sampelnya menggunakan teori dari Hair et al., (1995) dalam Ferdinand
Augusty (2006) yaitu jumlah indikator kuesioner dikali lima sampai sepuluh. Dalam penelitian ini
terdapat 20 buah indikator kuesioner. Maka, jumlah minimal anggota sampel adalah 100-200
responden. Peneliti membagikan kuesioner ke 100 responden yang melakukan pembelian produk
melalui e-commerce di Surakarta. Tanggapan yang masuk link kuesioner peneliti berjumlah 160
responden. Namun, ketika diuji reliabilitasnya dengan menggunakan spss hasil dari 100 responden
tersebut tidak realibel maka peneliti untuk menambah lagi responden sebanyak 30 responden.
Setelah dilakukan uji reliabilitas 130 responden tersebut reliabel. Jadi, peneliti menggunakan 130
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
167
responden yang pembelian produk melalui e-commerce di Surakarta dan teknik sampel yang
digunakan adalah sampel aksidental. Berikut ini adalah karakteristik responden berdasarkan umur,
jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, pengalaman pembelian belanja, media belanja e-
commerce, barang yang dibeli, frekuensi belanja, dan nominal belanja responden:
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan umur responden yang melakukan pembelian produk
melalui e-commerce di Surakarta, mayoritas responden atau sebanyak 107 orang (81%) dari
responden berumur 21 - 30 tahun. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas orang yang melakukan
belanja secara online adalah orang-orang yang relatif muda.
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan jenis kelamin responden yang melakukan pembelian
produk melalui e-commerce di Surakarta adalah Responden perempuan lebih banyak dari laki-laki.
Responden perempuan berjumlah 99 orang atau 78.3%, sedangkan responden laki-laki berjumlah
31 orang atau 21.7%.
Tabel 4.1
Umur Responden
NO Umur Jumlah Presentase (%)
1 < 20 tahun 13 10.82 20-30 tahun 107 80.83 31-40 tahun 5 4.24 41-50 tahun 4 3.35 >50 tahun 1 0.8
Total 130 100.0
Sumber: data primer yang diolah, 2019
Tabel 4.2
Jenis Kelamin Responden
NoJenis Kelamin
Jumlah Presentase
(%)
1 Perempuan 99 78.32 laki-laki 31 21.7
Total 130 100.0
Sumber: data primer yang diolah, 2019
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
168
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan mayoritas responden yaitu sebanyak 50 orang (37.5%)
memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA. Disimpulkan bahwa orang yang memiliki tingkat
pendidikan terakhir menengah ke atas baik SMA / SMK maupun perguruan tinggi lebih mengenal
teknologi dan mengerti cara melakukan belanja online.
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan mayoritas responden yaitu pelajar/mahasiswa sebanyak
60 orang (50.8%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas orang yang melakukan belanja secara online
adalah orang-orang yang relatif muda dan sangat paham mengenai teknologi dan sering terhubung
dengan internet.
Tabel 4.3Pendidikan Terakhir Responden
No Pendidikan Terakhir Jumlah Presentase (%)1 SMP 2 1.72 SMA 50 37.53 D1-D3 43 33.34 Perguruan Tinggi 35 27.5
Total 130 100.0Sumber: data primer yang diolah, 2019
Tabel 4.4
Pekerjaan Responden
No Pekerjaan Jumlah Presentase (%)1 Pelajar/Mahasiswa 66 50.82 PNS/Pegawai
BUMN/ABRI5 4.2
3 Pegawai Swasta 41 32.54 Wiraswasta 7 5.85 Ibu Rumah Tangga 2 1.76 Lainnya 9 5.0
Total 130 100.0
Sumber: data primer yang diolah, 2019
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
169
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan responden banyak yang sudah pernah melakukan
pembelian produk melalui e-commerce dibandingkan dengan responden yang jarang melakukan
pembelian produk melalui e-commerce. Responden yang pernah melakukan pembelian produk
melalui e-commerce berjumlah 58 orang atau 43.3%.
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan mayoritas responden yaitu sebanyak 68 orang (52.5%)
berbelanja melalui media e-commerce shopee. Disimpulkan bahwa shopee media e-commerce
sangat digemari responden untuk melakukan pembelian produk melalui e-commerce.
Tabel 4.5Pengalaman Pembelian Belanja Responden
No Pengalaman Pembelian BelanjaResponden
Jumlah Presentase (%)
1 Sering 42 31.72 Jarang 30 25.03 Pernah 58 43.3
Total 130 100.0Sumber: data primer yang diolah, 2019
Tabel 4.6Media Belanja E-commerce Responden
Frequency PercentTokopedia 17 12.5Shopee 68 52.5Lazada 25 20.8Bli-Bli 1 .8BukaLapak 13 8.3Zalora 6 5.0
Total 130 100.0Sumber: data primer yang diolah, 2019
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
170
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan Responden lebih suka berbelanja fashion dibandingkan
yang lain. Responden yang belanja fashion berjumlah 73 orang atau 56.7%. Disimpulkan bahwa
responden lebih tertarik belanja fashion karena lebih mudah, lengkap dan menghemat waktu.
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan mayoritas responden yaitu sebanyak 52 orang (39.2%)
berbelanja produk sejumlah satu kali dalam sebulan melalui e-commerce. Disimpulkan bahwa
belanja online sudah menjadi gaya hidup masyarakat pada saat ini.
Tabel 4.7
Barang yang Dibeli Responden
Frequency Percent
Kosmetik 34 24.2
Fashion 73 56.7
Otomotif 3 2.5
Peralatan Rumah 7 5.8
Elektronik 12 10.0
Lainnya 1 .8
Total 130 100.0
Sumber: data primer yang diolah, 2019
Tabel 4.8Frekuensi Belanja Responden
No FrekuensiBelanja
(berapa kali)
Jumlah Presentase(%)
1 1x 52 39.22 2x 44 34.23 3x 15 10.84 4x 9 7.55 5x 1 .86 >5x 9 7.5
Total 130 100.0Sumber: data primer yang diolah, 2019
Tabel 4.9Nominal Belanja Responden
No Nominal Belanja Responden Jumlah Presentase (%)1 < Rp. 50.000 1 .82 Rp. 50.000 - Rp.100.000 37 25.83 Rp. 100.001 - Rp. 200.000 57 45.04 Rp. 200.001 - Rp. 300.000 25 20.05 > 300.000 10 8.3
Total 130 100.0Sumber: data primer yang diolah, 2019
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
171
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan mayoritas responden yaitu sebanyak 57 orang (45%)
menghabiskan Rp 100.001 – Rp 200.000 dalam sekali pembelanjaan melalui media e-commerce,
karena mayoritas pembeli adalah pelajar atau mahasiswa yang masih belum bekerja, sehingga
mereka membeli barang menggunakan uang saku mereka.
4.1 Uji Validitas
Hasil uji validitas dari kuesioner penelitian digunakan untuk memastikan bahwa kuesioner
penelitian yang disebar telah valid sehingga data yang dihasilkan akurat. Uji validitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 130 responden. Pernyataan di
kuesioner dikatakan valid apabila nilai signifikansi dari korelasi <0,05. Hasil olah data
menunjukkan bahwa semua pernyataan dalam penelitian ini adalah valid karena:
a. Nilai sig pernyataan-pernyataan X1.1-X1.6 : 0,000
b. Nilai sig pernyataan-pernyataan X2.1-X2.5 : 0,000
c. Nilai sig pernyataan-pernyataan X3.1-X3.6 : 0,000
e. Nilai sig pernyataan-pernyataan Y1.1-Y1.3 : 0,000
4.2 U
j
i
R
e
l
i
a
b
i
l
i
t
a
s
Tabel 4.10Hasil Uji Validitas
Variabel Butir Pernyataan r hitung sig Keterangan
HARGA HRG1 0.661 0,000 Valid
HRG2 0.653 0,000 Valid
HRG3 0.631 0,000 ValidHRG4 0.635 0,000 ValidHRG5 0.668 0,000 ValidHRG6 0.662 0,000 Valid
KUALITASINFORMASI
KI1 0.409 0,000 ValidKI2 0.666 0,000 ValidKI3 0.793 0,000 ValidKI4 0,704 0,000 ValidKI5 0,682 0,000 Valid
KEAMANAN K1 0,799 0,000 ValidK2 0,799 0,000 ValidK3 0,773 0,000 ValidK4 0,831 0,000 ValidK5 0,857 0,000 ValidK6 0,810 0,000 Valid
KEPUTUSANPEMBELIAN
KP1 0,801 0,000 ValidKP2 0,862 0,000 ValidKP3 0,669 0,000 Valid
Sumber: data primer yang diolah, 2019
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
172
Variabel dalam penelitian ini dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha adalah > 0,6.
Hasil pengujian realibilitas untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut :
a. Nilai Cronbach’s Alpha Variabel Harga : 0,725
b. Nilai Cronbach’s Alpha Variabel Kualitas Informasi : 0,669
c. Nilai Cronbach’s Alpha Variabel Keamanan : 0,894
d. Nilai Cronbach’s Alpha Variabel Keputusan Pembelian Produk : 0,670
Semua variabel dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel karena semua variabel
memiliki Cronbach Alpha lebih dari 0,6.
4.3 Uji Normalitas
Hasil uji normalitas dengan membandingkan probabilitas (p) yang diperoleh dengan taraf
signifikansi (α) 0,05. Apabila nilai p > α maka terdistribusi normal atau sebaliknya (Ghazali,2013:
160). Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menujukkan nilai signifikansi > 0,05 yaitu 0,646. Dari data
yang ada, disimpulkan bahwa residual model regresi berdistribusi normal.
Tabel 4.11
Hasil Uji ReliabilitasVariabel Penelitian Alpha
cronbach”sCritical value Kesimpulan
HARGA 0,725 0,60 Reliabel
KUALITASINFORMASI
0,669 0,60 Reliabel
KEAMANAN 0,894 0,60 Reliabel
KEPUTUSANPEMBELIAN
0,670 0,60 Reliabel
Sumber: data primer yang diolah, 2019
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
173
Tabel 4.12Uji Kolmogorov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov TestUnstandardized
ResidualN 130Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation 1.068487
Most ExtremeDifferences
Absolute .065
Positive .063
Negative -.065
Kolmogorov-Smirnov Z .739
Asymp. Sig. (2-tailed) .646
a. Test distribution is Normal.b. Calculated from data.
4.4 Uji Multikolinieritas
Tabel 4.13
Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel
Collinearity Statistic
Tolerance VIF
HRG .408 2.450
KI .444 2.254
K .546 1.831
Tabel 13, bahwa nilai VIF dan tolerance untuk masing-masing variabel yaitu harga, kualitas
informasi, dan keamanan adalah memenuhi syarat yang seharusnya yaitu hasil VIF di bawah 10
dan nilai tolerance > 0,1. Kesimpulan bahwa dalam model regresi tidak ada gejala
multikolinieritas.
4.5 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dengan metode Glesjer menunjukkan bahwa nilai signifikan harga
sebesar 0,535, kualitas informasi sebesar 0,084, dan keamanan sebesar 0,761. Hal ini terlihat nilai
Signifikan >0.05. Dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
174
Tabel 4.14
Uji Heteroskedastisitas
4.6 Analisis Regresi Berganda
Persamaan regresi yang didapat dalam penelitian ini yaitu : Y= 1.973 + 0,181 + 0,139
+ 0,144 + e. Berdasarkan persamaan regresi di atas, dapat dijelaskan bahwa :
a = Konstanta = 1.973
Menunjukkan bahwa apabila harga, kualitas informasi, dan keamanan bernilai
konstan, maka keputusan pembelian akan bernilai positif yaitu sebesar 1.973.
b1 = Koefisien regresi untuk harga (X1) = 0,181
Menunjukkan bahwa harga mempunyai pengaruh positif terhadap keputusan
pembelian produk melalui e-commerce, artinya dengan semakin baiknya variabel
harga maka keputusan pembelian produk melalui e-commerce akan semakin
meningkat.
b2 = Koefisien regresi untuk kualitas informasi (X2) = 0,139
Menunjukkan bahwa apabila variabel kualitas informasi mempunyai pengaruh
positif terhadap keputusan pembelian produk melalui e-commerce, artinya dengan
semakin baiknya variabel kualitas informasi maka keputusan pembelian produk
melalui e-commerce akan semakin meningkat.
b3 = Koefisien regresi untuk keamanan (X3) = 0,144
Menunjukkan bahwa apabila variabel keamanan mempunyai pengaruh positif
terhadap keputusan pembelian produk melalui e-commerce, artinya dengan semakin
baiknya variabel keamanan maka keputusan pembelian produk melalui e-commerce
Model Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 1.916 .555 3.453 .001
HRG .020 .031 .085 .623 .535
KI -.068 .039 -.229 -1.743 .084
K -.006 .021 -.036 -.305 .761
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
175
akan semakin meningkat.
ε = Faktor lain yang tidak diteliti.
4.7 Koefisien Determinasi Berganda (R2)
Tabel 4.15 Koefisien determinasi
T
a
b
e
l
4
.
Hasil analisis koefisien determinasi (R2) sebesar 0,552 artinya atau 55,2% variasi perubahan
skor variabel harga, kualitas informasi, dan keamanan dapat menjelaskan variasi perubahan
keputusan pembelian produk melalui e-commerce. Sedangkan 44,8% lagi dijelskan oleh variabel
lain diluar model.
4.8 Uji F
Tabel 4.16 Uji F
Uji F diperoleh nilai Fhitung sebesar 51.794 dan nilai Sig. 0,000. Sedangkan nilai Ftabel =
Model Summaryb
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F
Chang
e
df1 df2 Sig. F
Change
1.743a .552 .542 1.081 .552 51.79
4
3 12
6
.000
a. Predictors: (Constant), K, KI, HRG
b. Dependent Variable: KP
Sumber: data primer yang diolah, 2019
ANOVAa
Model Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
Regression 181.617 3 60.539 51.794 .000b
Residual 147.275 126 1.169
Total 328.892 129
a. Dependent Variable: KP
b. Predictors: (Constant), K, KI, HRG
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
176
2,68 berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil menunjukan bahwa faktor harga, kualitas informasi,
dan keamanan secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap keputusan pembelian
produk melalui e-commerce.
4.9 Uji t
Tabel 4.17
Uji t
Dari Tabel 7, hasil analisis uji t yang diperoleh adalah sebagai berikut :
a. Hasil thitung harga (X1) sebesar 3.424 sedangkan ttabel =1,657, maka nilai thitung > ttabel.
Sementara nilai signifikansi variabel harga sebesar 0,001. Berdasarkan hasil tersebut maka Ho
ditolak dan Ha diterima yang berarti harga berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan
pembelian produk melalui e-commerce (Y).
b. Hasil thitung kualitas informasi (X2) sebesar 2.109 sedangkan ttabel =1,657, maka nilai thitung
> ttabel. Sementara nilai signifikansi variabel kualitas informasi (X2) sebesar 0,148.
Berdasarkan hasil tersebut maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap keputusan pembelian (Y).
c. Hasil thitung keamanan (X3) sebesar 4,161 sedangkan ttabel =1,657, maka nilai thitung< ttabel.
Sementara nilai signifikansi variabel harga (X3) sebesar 0,000. Berdasarkan hasil tersebut maka
Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti harga berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan
pembelian produk melalui e-commerce (Y).
Coefficientsa
No Item Thitung Ttabe Sig.
1 (Constant) 2.113 1,657 .037
2 Harga 3.424 1,657 .001
3 Kualitas
Informasi
2.109 1,657 .037
4 Keamanan 4.161 1,657 .000
a. Dependent Variable: KP
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
177
5. KESIMPULAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa variabel harga dan keamanan berpengaruh
pada keputusan pembelian produk melalui e-commerce sedangkan variabel kualitas informasi tidak
berpengaruh pada keputusan pembelian produk melalui e-commerce.
Penelitian ini tak lepas dari keterbatasan, diantaranya peneliti dalam pengumpulan datanya
menggunakan kuesioner, peneliti hanya menggunakan faktor internal saja sehingga hasil penelitian
belum maksimal, dan objeknya hanya seluruh konsumen e-commerce di kota Surakarta saja yang
kurang luas sehingga hasil penelitian ini belum bisa tergeneralisasi. Oleh karena itu, bagi penelitian
selanjutnya diharapkan untuk pengumpulan datanya tidak hanya menggunakan kuesioner saja
melainkan dengan wawancara atau interview mendalam terhadap responden, sehingga informasi
yang diperoleh dapat lebih bervariasi, dalam melakukan pengujian lebih lanjut terhadap variabel
menggunakan faktor eksternal,dan lebih memperluas ruang lingkup penelitian atau obyek penelitian
sehingga tingkat generalisasi ke populasi lebih luas, misalnya seluruh konsumen e-commerce di
Jawa Tengah.
DAFTAR PUSTAKA
Alhasanah, Jihan Ulya. 2014. Pengaruh Kegunaan, Kualitas Informasi Dan Kualitas InteraksiLayanan Web E-Commerce Terhadap Keputusan Pembelian Online (Survei padaKonsumen www.getscoop.com). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 15 No. 2Oktober 2014.
Augusty, Ferdinand. 2006. Metode Penelitian Manajemen : Pedoman Penelitian untuk Skripsi,Tesis dan Disertai Ilmu Manajemen. Semarang : Universitas Diponegoro.
Istanti, Fredianaika. 2017. Pengaruh Harga, Kepercayaan, Kemudahan Berbelanja Dan E-PromosiTerhadap Keputusan Pembelian Belanja Online Di Kota Surabaya. Jurnal Bisnis &Teknologi Politeknik NSC Surabaya. 14 Volume 4, Nomor 1, Juli 2017. ISSN : 2355 -8865 & E - ISSN : 2356 – 2544.
Jogiyanto, 2007. Sistem Informasi Keperilakuan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset.
Nistanto, Reska K. 2019, Februari 4. Riset: Penetrasi Internet Indonesia Naik Jadi 56 Perse.Kompas.com. Retrieved April 3, 2019, fromhttps://amp.kompas.com/tekno/read/2019/02/04/11420097/riset-penetrasi-internet-indonesia-naik-jadi-56-persen, paragraf 6.
Ridwansah, Dery. 2019, Januari 26. Usia Produktif Penduduk Indonesia Capai 68%. JawaPos.com.Retrieved April 3, 2019, from https://www.jawapos.com/photo/usia-produktif-penduduk-indonesia-capai-68/, paragraf 1
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
178
Setyarko, Yugi. 2016. ANALISIS PERSEPSI HARGA, PROMOSI, KUALITAS LAYANAN,DAN KEMUDAHAN PENGGUNAAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIANPRODUK SECARA ONLINE. Jurnal Ekonomika dan Manajemen, Vol. 5 No. 2Oktober 2016. ISSN: 2252-6226.
Sudjatmika, Fransiska Vania., 2017. Pengaruh Harga, Ulasan Produk, Kemudahan, Dan KeamananTerhadap Keputusan Pembelian Secara Online Di Tokopedia.Com. Jurnal AGORA Vol.5, No. 1 2017.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
BIOGRAFI PENULIS
PENULIS PERTAMA adalah mahasiswa pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Penulis saat ini
sedang menempuh semester akhir dari masa studinya dan sudah menyelesaikan skripsi.
Untuk lebih lanjut, dapat menghubungi melalui [email protected].
PENULIS KEDUA adalah Dosen pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Pendidikan S1 adalah
Sarjana Ekonomi dibidang Akuntansi dan S2 adalah Magister Ilmu Hukum dibidang
Hukum Bisnis. Fokus pekerjaan dan penelitian penulis adalah pada Akuntansi Keuangan
dan Auditing. Untuk lebih lanjut, dapat menghubungi melalui [email protected].
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
179
PERSEPSIAN RISIKO ADOPSI E-BANKING
Dr. Edy Purwo Saputro, SE, MSiFakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta
email: [email protected]
Abstraksi
The adoption of technology has become an inseparable part of the demands oftechnological development in the banking sector. On the one hand, e-banking providesconvenience to customers, although on the other hand there is a risk threat that cannot beunderestimated because it is related to the risk of loss, either due to human error ortechnical error. The purpose of this research is to find out the perceived risk of adoptionof e-banking among customers conducted by surveys with case observation settings inSolo. The results of the research confirm that there are a number of risks that must beobserved related to e-banking adoption so that banks and customers need to be careful inresponding as an effort to increase trust and reduce risk, whether human error ortechnical error. Further research limitations and suggestions are elaborated to reducerisk threats from e-banking adoption.
Keywords: bank, e-banking, risk
1. PENDAHULUA
Riset tentang risiko adopsi e-banking menarik diteliti karena sejumlah hasil penelitian
menunjukan hasil yang beragam (Demirdogen, et al., 2010; Saputro, 2013; 2017; Saputro, et al.,
2017; Echchabi, et al., 2019). Di satu sisi, adopsi e-banking memberikan sejumlah manfaat meski di
sisi lain ada juga ancaman yang tidak bisa diabaikan sebagai konsekuensi dari realitas
perkembangan teknologi. Meski demikian, perbankan tidak bisa mengelak dari tuntutan modernitas
layanan dan salah satunya yaitu dengan adopsi e-banking sebagai salah satu dari bagian layanan
online (Sujadi dan Saputro, 2010; Saputro dan Achmad, 2015).
Perkembangan teknologi kekinian tidak bisa dihindari dan semua jenis usaha dituntut untuk
melakukan adopsi untuk mendukung percepatan layanan yang diberikan untuk bisa memuaskan
konsumen. Terkait ini, sektor perbankan juga dituntut untuk bisa melakukan peningkatan kualitas
layanan termasuk melalui adopsi e-banking. Di satu sisi, perbankan dengan model layanan
tradisional atau offline masih dilakukan, meski di sisi lain tuntutan modernitas layanan dengan
model online juga tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, fakta perkembangan internet secara tidak
langsung memberikan perubahan terhadap layanan di sektor perbankan, baik secara langsung atau
tidak langsung (Ssputro, 2010; Solanki, 2012).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
180
Adopsi e-banking sebagai konsekuensi dari tuntutan layanan memberikan dualisme kepada
sektor perbankan karena adanya dua jenis nasabah pertama: nasabah tipe high touch yang
berkarakter belum melek teknologi, rentan terhadap risiko human error dan technical error,
mayoritas berdomisili di perdesaan, masih bergantung dengan layanan perbankan yang bersifat
humanis karena masih kuatnya interaksi dengan SDM perbankan. Kedua: nasabah tipe high tech
yang berkarakter melek teknologi, familier dengan era internet dan layanan berbasis online, meski
rentan terhadap ancaman risiko technical error, tidak lagi bergantung dengan layanan humanis
karena sudah mampu mengandalkan layanan online, dan mayoritas berdomisili di perkotaan
(Saputro, 2013 dan 2017).
Dualisme dibalik adopsi e-banking maka perbankan dituntut untuk dapat memetakan semua
risiko yang ada, baik dalam bentuk human error atau technical error karena kedua risiko ini sangat
rentan terhadap kepercayaan dan sekaligus berdampak terhadap sikap dari nasabah. Teoritis
menegaskan bahwa sikap individu dapat terbentuk melalui sikap positif dan negatif. Sikap positif
akan memberikan pengaruh terhadap niat adopsi dan juga loyal terhadap layanan perbankan, baik
yang konvensional ataupun tradisional (offline) dan juga yang modern atau e-banking (online).
Artinya, pemetaan terhadap risiko adopsi e-banking bisa mereduksi berbagai kemungkinan negatif
yang ada dan sekaligus dapat meningkatkan kepercayaan (trust) dan sikap positif individu –
nasabah terhadap modernitas layanan dari perbankan dalam jangka panjang (ibid, 2013).
Pembahasan diatas memberikan gambaran bahwa keamanan, kenyamanan, kecepatan,
kehandalan dan kemudahan bertransaksi merupakan dambaan nasabah di era mobilitas yang
semakin tinggi. Hal ini didukung oleh ketersediaan internet yang semakin murah – mudah dan
kecepatan aksesnya semakin tinggi. Oleh karena itu layanan e-banking saat ini dan juga ke depan
akan menjadi layanan utama dan trend-nya akan berkembang pesat. Data OJK memberikan
gambaran bahwa penggunaan e-banking pada tahun 2012 frekwensi transaksi mencapai 3,79 miliar,
lalu menjadi 4,73 miliar pada 2013 dan 5,69 miliar pada 2014. Selain itu, volume penggunaan e-
banking naik dari Rp.4.441 triliun pada 2012 menjadi Rp.5.495 pada 2013 dan menjadi Rp.6.447 di
tahun 2014. Di sisi lain, ancaman kejahatan perbankan (fraud) juga meningkat dan dari data OJK
nilai kerugian pada semester pertama tahun 2014 mencapai Rp.23 miliar sedangkan di semester
pertama 205 menjadi Rp.23,3 miliar
2. KAJIAN PUSTAKA
Transformasi layanan perbankan cenderung terus berkembang seiring dengan tuntutan dari
modernitas yang diharapkan. Oleh karena itu, adopsi e-banking menjadi bagian yang tidak bisa
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
181
terpisahkan dalam komitmen perbankan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada nasabah. Hal
ini memberikan gambaran bahwa modernitas layanan adalah hal yang wajib diciptakan oleh
perbankan, apalagi persaingan di sektor perbankan cenderung bersifat homogen karena semua
perbankan menyajikan jenis layanan yang hampir sama. Artinya hal ini menuntut perbankan untuk
bisa secepat mungkin memberikan layanan terbaik kepada nasabah karena dengan layanan terbaik
tersebut maka nasabah akan loyal (Zarei, 2011).
Konsekuensi untuk bisa memberikan kualitas layanan terbaik maka adopsi e-banking tidak
bisa diabaikan dan semua perbankan saat ini dipastikan sudah mengadopsi e-banking, meski di sisi
lain juga masih menerapkan model layanan tradisional berbasis offline yang lebih mengedepankan
layanan bersifat humanis. Oleh karena itu, beralasan jika kemudian layanan e-banking bersifat
dualisme yaitu di satu sisi perbankan membutuhkan investasi yang tidak kecil untuk tahapan
adopsinya dan di sisi lain perbankan juga masih melakukan layanan tradisional yang bersifat offline
dengan mengedepankan peran humanis dari SDM perbankan di sejumlah kantor cabang perbankan
(interaksi melalui face-to-face contact).
Pemahaman tentang dualisme dari modernitas layanan perbankan tidak bisa terlepas dari
model layanan yang tersedia, yaitu pertama: model layanan tradisional – konvensional atau offline.
Model layanan ini lebih banyak mengacu kepada bentuk interaksi di kantor cabang dengan
mengandalkan interaksi humanis dalam bentuk face-to-face contact. Bank dalam model layanan ini
tidak bisa sepenuhnya mengalihkan ke model layanan modern dari format digitalisasi yang tersedia,
terutama melalui dukungan jejaring internet yang dapat memberikan kemudahan dalam layanan
online perbankan. Kedua: model layanan terbaru yang bersifat modern karena adanya dukungan
internet dengan tarifnya yang kini semakin murah dan kecepatan aksesnya yang semakin tinggi.
Oleh karena itu, model layanan yang terbaru tidak bisa terlepas dari tuntutan adopsi e-banking
sehingga adopsi e-banking adalah bagian dari modernitas pengembangan layanan online kepada
nasabah untuk memberikan kualitas layanan yang terbaik (Demirdogen, et al., 2010; Zarei, 2011;
Saputro, 2013; 2017; Saputro, et al., 2017; Echchabi, et al., 2019).
Fakta dari adopsi e-banking dan konsekuensi layanan manual, konvensional, offline atau
tradisional secara tidak langsung memberikan gambaran tentang urgensi membangun sikap positif
konsumen – nasabah. Hal ini mengacu teoritis yang menegaskan bahwa ada dua persepsian terkait
sikap yaitu sikap positif dan sikap negatif. Implikasi dari konsumen yang memiliki sikap positif
akan membangun komitmen niat, begitu juga sebaliknya jika sikap negatif konsumen yang
terbentuk maka tidak akan berpengaruh terhadap niat. Oleh karena itu, adopsi e-banking tidak bisa
terlepas dari kepentingan untuk membangun sikap positif sehingga implikasi terhadap kepentingan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
182
jangka panjang, baik untuk berniat adoopsi atau loyal terhadap layanan e-banking akan berhasil
(Sujadi dan Saputro, 2010).
Persoalan dibalik membangun sikap positif harus juga mencermati adanya ancaman yaitu
human error dan juga technical error. Persoalan tentang ancaman human error lebih banyak
disebabkan karena kesalahan individu atau nasabah, misalnya menyampaikan PIN ke orang lain dan
atau kelalaian yang berakibat hilangnya sejumlah nominal tertentu, termasuk juga misalnya salah
transfer sehingga saldo berkurang yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Selain itu, ancaman
terjadinya technical error juga dimungkinkan, misalnya karena kasus hacker, cracker dan phising
sehingga saldo berkurang akibat kesalahan sistem atau pihak lain yang mencari keuntungan dengan
memanfaatkan sistem perbankan berbasis online (Saputro, 2013; Saputro dan Achmad, 2015;
Saputro, et al., 2017). Oleh karena itu, nasabah juga perlu mencermati kasus-kasus kejahatan
perbankan, terutama kejahatan kerah putih yang mengandalkan canggihnya teknologi, termasuk
misalnya kasus skimming yang beberapa kali kasusnya terjadi.
Fakta lain yang juga menarik dicermati dibalik ancaman kejahatan human error dan technical
error adalah keperilakuan dari tipe nasabah. Secara umum nasabah dikelompokan menjadi dua,
yaitu pertama: nasabah tipe high touch dengan sejumlah karakter yang telah dijabarkan diatas dan
juga kedua: nasabah tipe high tech dengan sejumlah karakter yang juga telah disebutkan diatas.
Kedua karakter nasabah ini memiliki persepsian yang berbeda sehingga keduanya membutuhkan
pendekatan yang juga berbeda karena nasabah tipe high touch masih mengandalkan interaksi
humanis dalam bentuk layanan face-to-face contact sedangkan nasabah tipe high tech sudah
mengandalkan model layanan modern berbasis online termasuk dengan e-banking sehingga
interaksi humanis semakin kecil. Oleh karena itu, perbankan tidak bisa mengabaikan salah satunya
dan karenanya kedua karakter nasabah tersebut perlu mendapatkan kualitas layanan yang terbaik
(Demirdogen, et al., 2010; Zarei, 2011; Saputro, 2013; 2017; Saputro, et al., 2017; Echchabi, et al.,
2019)..
Identifikasi risiko adopsi e-banking mengacu sejumlah argumen menujukan adanya beragam
faktor. Hal ini secara tidak langsung menegaskan bahwa risiko adopsi e-banking tidaklah sederhana
dan karenanya identifikasi dari semua ancaman risiko tersebut menjadi penting untuk dikaji. Versi
Zarei (2011) ada 8 jenis risiko e-banking yaitu pertama: risiko keamanan (security risks). Hal ini
muncul karena peluang terjadinya akses ilegal ke sistem perbankan sehingga pelaanggaran
keamanan ini bisa mengakibatkan kerugian finansial bagi bank dan nasabah, termasuk misanya
akses karena PIN dan password yang disalahgunakan. Kedua: risiko hukum dan etika (legal and
ethical risks). Risiko hukum muncul jika terjadi pelanggaran dan atau ketidaksesuaian dengan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
183
hukum, regulasi atau praktek yang ditetapkan oleh pemerintah atau otoritas yang berwenang. Selain
itu, risiko ini juga muncul jika ada hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang tidak sesuai
atau menyalahi regulasi.
Ketiga: risiko reputasi (reputational risks). Risiko ini muncul karena opini negatif dari publik
yang mengakibatkan kerugian bagi perbankan misalnya sistem atau produk yang ada bekerja tidak
sesuai dengan harapan nasabah, informasi yang tidak relevan sehingga dapat merugikan nasabah
dan masalah jaringan yang bisa diakses oleh pihak lain sehingga hal ini merugikan perbankan dan
nasabah. Keempat: risiko operasional atau transaksional (operational risks). Hal ini adalah risiko
umum dari layanan e-banking. Risiko ini muncul jika ada kelemahan sistem dan implementasi
sistemnya dan bisa terjadi akibat kesalahan manusian dan faktor lain. Kelima: risiko pencucian uang
(money laundering risk). Risiko ini muncul karena model layanan e-banking memungkinkan
terjadinya transaksi dilakukan dari tempat lain sehingga perbankan tidak memiliki kewenangan
untuk mendeteksi atau mengontrol berbagai kemungkinan yang terjadi, termasuk misalnya
kriminalitas dari uang yang ditransaksikan nasabah.
Keenam: risiko strategik (strategic risks). Risiko ini muncul karena kesalahan dibalik
pendahuluan dari suatu produk atau layanan terbaru. Oleh karena itu, risiko ini tergantung seberapa
baik perbankan menangani permasalahan yang muncul terkait pengembangan rencana bisnis,
ketersediaan SDM, dan kredibilitas yang mendukungnya. Mereduksi risiko ini dilakukan dengan
mengantisipasi semua ancaman yang mungkin muncul. Ketujuh: risiko lintas batas (cross border
risks). Risiko ini muncul sebagai konsekuensi dari layanan e-banking yang memiliki akses tanpa
batas sehingga memungkinkan munculnya risiko antar negara karena regulasi yang berbeda
sehingga aspek kepatuhan hukum menjadi salah satu faktor risiko yang tidak bisa diabaikan,
termasuk misalnya perlindungan terhadap nasabah. Kedelapan: risiko tradisional (traditional risks).
Risiko ini cenderung klasik misal terkait dengan risiko kredit (credit risk), risiko lukuiditas
(liquidity risk), risiko tingkat suku bunga (interest rate risk) dan juga risiko pasar sebagai
konsekuensi persaingan (market risk).
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan survei dengan melibatkan 100 responden orang tua calon
mahasiswa yang sedang mendampingi pendaftaran calon mahasiswa baru di UMS. Survei dilakukan
pada Senin – Jumat tanggal 25-29 Maret 2019 di Gedung Siti Walidah UMS. Survei melibatkan 5
mahasiswa FEB UMS dan tidak ada responden ganda dalam riset ini. Eksplorasi terhadap
kepentingan modernitas layanan perbankan dimungkinkan melalui cara survei yang dilakukan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
184
melalui riset ini sehingga bukan hanya mengacu pemenuhan untuk kepentingan layanan nasabah
tipe high tech, tapi juga karakter dari nasabah tipe high touch.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah responden yang terlibat dalam riset ini berjumlah 100 orang dan semua hasil survei
dapat diolah sehingga response rate mencapai 100%. Pelaksanaan survei melibatkan asisten
mahasiswa yang sebelumnya telah mendapatkan pengarahan sehingga memahami maksud dan
tujuan dari riset ini. Identifikasi responden terlihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1 Identifikasi Responden
IDENTIFIKASI KET JML
GenderPria (P)
Wanita (W)4357
Usia< 30
40– 50> 50
214336
PekerjaanPNS
SwastaWiraswasta
283834
Pendidikan
SMAS1S2S3
1345375
AsalSolo
Luar SoloLuar Jawa
553510
Penghasilan / bln< 10 juta> 10 juta
2674
Rekening bank1 rek2 rek
> 2 rek
463420
Transaksi bank / bln< 5
5 – 10> 10
155332
Tipe NasabahHigh TouchHigh Tech
6238
Sumber: Data primer diolah (2019)
Dari tabel 1 menunjukan jumlah respoden pria tidak jauh berbeda dengan wanita yaitu 43%
dan 57%, sedangkan rentang usia antara kurang dari 30 sampai lebih dari 50 tahun yang berjumlah
21%, 43% dan 36%. Penjabaran untuk pekerjaan yaitu PNS 28%, swasta 38% dan wiraswasta 34%,
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
185
sedangkan tingkat pendidikan yaitu SMA 13%, S1 45%, S2 37% dan S3 5%. Identifikasi asal
daerah yaitu dari Solo 55%, luar Solo 35% dan luar Jawa 10%. Potret penghasilan responden
mayoritas lebih dari Rp.10 juta per bulan mencapai 74% dan yang kurang dari Rp.10 juta sebesar
26%. Kepemilikan rekening perbankan yang hanya 1 rekening yaitu 46%, kepemilikan 2 rekening
34% dan yang memiliki lebih dari 3 rekening mencapai 20%. Jumlah transaksi perbankan yang
dilakukan kurang dari 5 kali per bulan berjumlah 15%, antara 5-10 kali berjumlah 53% dan yang
lebih dari 10 kali sebesar 32%. Identifikasi dari tipe respoden yang termasuk kelompok nasabah
high touch 62% sedangkan sisanya 38% termasuk kelompok nasabah high tech.
Tabel 2 Identifikasi Risiko E-banking
RISIKOHUMAN ERROR
Σ P WRISIKO
TECHNICAL ERRORΣ P W
1. Salah PIN2. Salah Password3. Salah Kode Bank4. Salah Membaca Petunjuk5. Prosedur Pendaftaran6. Salah Website e-banking7. Pemahaman Terkait
Token8. Notifikasi e-mail
transaksi9. Risiko Hacker & Cracker10. Risiko Phising &
Skimming
181712111098753
100
984544322142
998665553258
1. Sistem Operasi Up todate
2. Update Secara Otomatis3. Aplikasi Berbasis
Android4. Aplikasi Resmi5. Ancaman Virus Sistem6. Ancaman Cybercrime7. Risiko User Friendly8. Risiko Smartphone9. Risiko koneksi internet10. Risiko tampilan rumit
171614121198643
100
875553321140
999766543260
Sumber: Data primer diolah (2019)
Dari tabel diatas menunjukan bahwa identifikasi untuk risiko human error ada 10 dan
kelompok risiko technical error juga 10. Risiko human error yang dianggap terbesar adalah
kesalahan PIN 18% dengan perbandingan antara pria dan wanita adalah sama yaitu masing-masing
9%, lalu salah password 17% (pria 8% dan wanita 9%), termasuk juga risiko hacker dan cracker
5% (2% pria dan 3% wanita) serta risiko phising dan skimming 3% (1% pria dan 2% wanita).
Temuan ini memberikan gambaran bahwa risiko human error kelompok wanita lebih besar (58%)
dibanding pria (42%).
Kelompok risiko technical error yang terbesar menurut persepsian responden adalah sistem
operasi up to date sebesar 17% (8% pria dan 9% wanita), lalu update secara otomatis 16% (7% pria
dan 9% wanita), aplikasi berbasis android 14% (5% pria dan 9% wanita), dan risiko aplikasi resmi
12% (5% pria dan 7% wanita) serta ancaman virus sistem 11% (5% pria dan 6% wanita) sedangkan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
186
risiko koneksi internet 4% (1% pria dan 3% wanita) serta risiko tampilan rumit 3% (1% pria dan
2% wanita). Dari gambaran ini terlihat bahwa untuk risiko technical error dari persepsian wanita
lebih besar (60%) dibanding pria (40%).
Persoalan tentang ancaman risiko dari adopsi e-banking menunjukan keberagaman dari faktor
yang mempengaruhi (Demirdogen, et al., 2010; Zarei, 2011; Saputro, 2013; 2017; Saputro, et al.,
2017; Echchabi, et al., 2019).. Hal ini mengacu sejumlah faktor yang mendukung dan karakteristik
dari media yang menjadi perangkat, baik hardware ataupun software-nya. Beberapa aspek yang
mendukung misalnya risiko yang disebut smishing yaitu ketika nasabah menerima sms atau telpon
palsu yang menanyakan detil tentang rekening bank dari oknum yang berusaha mencari keuntungan
melalui ketidakcermatan nasabah. Selain itu, ada juga phising yaitu meminta nasabah
menyampaikan informasi dengan cara mengirimkan pesan penting palsu, dapat berupa e-mail, atau
komunikasi elektronik lainnya. Pesan palsu tersebut tampak seperti nyata dan meminta korban
untuk segera mengirimkan informasi tertentu yang akhirnya dimanfaatkan untuk kepentingan
kejahatan. Risiko lain yang perlu diwaspadai yaitu malware suatu teknik pembobolan rekening
dengan memakai software jahat (malware) yang menginfeksi browser internet nasabah. Selain itu,
ada juga typosite pada layanan internet banking yaitu membuat halaman web yang alamatnya mirip
halaman web internet banking suatu bank. Tujuannya menjebak agar memasukkan user ID,
password, dan informasi rahasia lainnya pada halaman web palsu tersebut.
Risiko lain yang juga perlu dicermati adalah keylogger adalah suatu perangkat yang dipasang
di antara keyboard dan CPU, digunakan untuk merekam apapun yang diketikkan nasabah
di keyboard. Tujuannya adalah untuk mendapatkan user ID dan password nasabah. Meski saat
mengetik password tampilan di layar hanya ‘*****’, tapi isi password tersebut dapat terekam dan
terbaca. Hasil rekamannya bisa dikirimkan melalui e-mail kepada pelaku atau dapat juga di-
copy langsung dari perangkat keylogger. Seiring dengan perkembangan teknologi, keylogger dapat
berupa software yang terinstal di komputer nasabah.
5. PENUTUP
Perkembangan teknologi memberikan peluang bagi peningkatan kinerja, bukan saja dari
aspek produsen tapi juga konsumen. Oleh karena itu, adopsi e-banking bagi perbankan tidak saja
diharapkan meningkatkan kualitas layanan kepada nasabah tetapi juga diharapkan meningkatkan
kinerja perbankan (Demirdogen, et al., 2010; Zarei, 2011; Saputro, 2013; 2017; Saputro, et al.,
2017; Echchabi, et al., 2019). Hal ini penting karena persaingan di sektor perbankan cenderung
homogen sehingga komitmen terhadap peningkatan kualitas layanan bagi nasabah merupakan faktor
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
187
kunci kualitas layanan yang sekaligus menunjukan faktor keunggulan kompetitif dibanding
pesaingnya. Meski demikian, dibalik peluang dari adopsi e-banking ternyata ada risiko yang harus
dicermati, baik itu risiko human error atau technical error (Saputro dan Achmad, 2015; Saputro, et
al., 2017). Kedua risiko ini sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak lain yang berkepentingan dengan
kejahatan perbankan untuk kepentingan pribadi. Terkait ini maka edukasi kepada nasabah pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya menjadi sangat penting, tidak saja sebagai bentuk
komitmen layanan kepada nasabah dan juga masyarakat tapi juga proses edukasi secara sistematis
dan berkelanjutan untuk mereduksi semua ancaman risiko yang ada, baik untuk nasabah tipe high
touh ataupun high tech (Zarei, 2011; Solanki, 2012; Saputro, 2013 dan 2017).
Temuan riset ini memberikan gambaran tentang adanya sejumlah risiko yang perlu
diantisipasi, meski di sisi lain temuan ini tidak bisa terlepas dari keterbatasan karena riset dilakukan
dengan setting amatan kasus di Solo dengan melibatkan 100 responden orang tua calon mahasiswa
yang mendaftar di UMS. Padahal ancaman dibalik risiko adopsi e-banking meliputi cakupan area
yang sangat luas karena pertimbangan homogenitas bentuk layanan dari e-banking yang cenderung
sama, baik itu bank pesero ataupun bank swasta. Selain itu, eksplorasi dari ragam risiko yang ada
terbatas dengan identifikasi risiko human error dan technical error, termasuk juga aspek
pendalaman terhadap responden yang terbatas dengan mengacu karakteristik nasabah tipe high
touch dan high tech.
Identifikasi dari keterbatasan riset ini menjadi acuan untuk saran penelitian lanjutan sehingga
temuan dari keterbatasan riset ini bisa menjadi research gap dalam kaitan untuk eksplorasi berbagai
faktor dan identifikasi untuk melakukan pendalaman kasus dari adopsi e-banking. Acuan dari
eksplorasi tersebut juga diharapkan bisa menjadi generalisasi hasil untuk mereduksi risiko adopsi e-
banking yang sekaligus meningkatkan sikap positif dari nasabah terhadap kualitas layanan e-
banking.
DAFTAR PUSTAKA
Demirdogen, O., Yaprakli, S., Yilmaz, M.K., dan Husain, J. 2010. Customer Risk Perceptıons ofInternet Bankıng: A Study in Turkey. The Journal of Applied Business Research. 26(6):57-68.
Echchabi, A., Al-Hajri, S., dan Tanas, I.N. 2019. Analysis of E-Banking Acceptance in Oman: TheCase of Islamic Banks’ Customers. IJIEF: International Journal of Islamic Economicsand Finance. 1 (2): 145-164.
Saputro, E.P. 2010. Kualitas Layanan E-Banking di Era E-Service: Transformasi Pendekatan RisetEmpiris Servqual, BSQ & E-S-Qual. BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis. 14(1): 28-37.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
188
------- 2013. Pemetaan Persepsi Risiko Dalam Kasus Adopsi E-Banking. Proceeding SeminarNasional dan Call For Papers Sancall. UMS Solo.
------- 2017. Adopsi E-Banking: Risiko dan Tantangan. The 5th Urecol Proceeding UAD,Yogyakarta.
Saputro, E.P., dan Achmad, N. 2015. Factors Influencing Individual Belief on The Adoption ofElectronic Banking. Mediterranean Journal Of Social Sciences. 6(4): 442-450.
Saputro, E.P., Haryono, T., Haryanto, B., dan Sawitri, H.S.R. 2017. E-banking Adoption in the E-Service Era. International Business Management. 11(12): 1991-1997.
Solanki, V.S. 2012. Risks in E-Banking and Their Management. International Journal ofMarketing, Financial Services & Management Research. 1(9): 164-178.
Sujadi Dan Saputro, E.P. 2010. E-Banking: Urgensi Aspek Trust di Era E-Service. SeminarNasional Informatika 2010 (Semnasif 2010) UPN ”Veteran” Yogyakarta.
Zarei, S. 2011. Risk Management of Internet Banking. Proceedings of the 10th WSEASInternational Conference On Artificial Intelligence, Knowledge Engineering And DataBases. Cambridge, UK. February 20-22.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
189
DAYA TARIK PRODUK RAMAH LINGKUNGAN
M. Nasir, SE, MM1 dan Dr. Edy Purwo Saputro, SE, MSi2
Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Solo,email: [email protected] dan [email protected]
AbstractEnvironmentally friendly products are a demand of the impact of the rapidindustrialization that affects the quality of the environment. Therefore, demand forenvironmentally friendly products tends to continue to increase, not only in developedindustrial countries but also in poorer developing countries. This interesting phenomenonis examined and hence the purpose of this research is to identify the attractiveness ofenvironmentally friendly products carried out with qualitative research through theperception of 100 millennial generations represented by FEB UMS students. The resultsof the analysis show that there are several aspects that underlie the millennial generationtowards the appeal of environmentally friendly products. Limitations and suggestions forfurther research are taken into consideration in research, especially related to researchgaps related to the attractiveness of environmentally friendly products.
Keywords: industrialization, environmentally friendly products, consumption.
1. PENDAHULUAN
Riset tentang produk ramah lingkungan menarik diteliti karena sejumlah penelitian
menunjukan hasil beragam sehingga hal ini menegaskan adanya research gap yang menarik untuk
dikaji secara lebih mendalam (Ali dan Ahmad, 2012; Fisher, et al., 2012; Shabani, et al., 2013;
Suki, 2013; Kumar dan Sharma, 2015; Lorek, 2015; Yasin, et al., 2015; Biswas, 2016; Devipriya
dan Nandhini, 2016; Pillai dan Junare, 2016; Suganya dan Kavitha, 2017; Suntornpithug dan
Indiana, 2017). Sejumlah kasus terkait dengan produk ramah lingkungan menunjukan adanya
persepsian yang beragam, misal terkait dengan aspek harga, kualitas produk dan potensi untuk daur
ulang pasca konsumsi. Selain itu, ada juga kajian tentang bagaimana proses produksi dari produk
ramah lingkungan, termasuk juga aspek pemasaran dari produk ramah lingkungan, terutama dari
model green marketing (Yasin, et al, 2015 dan Suntornpithug dan Indiana, 2017). Fakta ini
memberikan gambaran bahwa produk ramah lingkungan tidak hanya dilihat dari persepektif
konsumsi, tapi juga distribusi, produksi dan juga daur ulangnya. Oleh karena itu, perkembangan
riset tentang produk ramah lingkungan cenderung semakin berkembang dan hal ini memberikan
gambaran tentang kompleksitas dibalik konsumsi produk ramah lingkungan, tidak hanya di negara
industri maju, tapi juga di negara miskin berkembang. Hal ini tidak saja menggambarkan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
190
perkembangan riset tapi juga menegaskan urgensi pendalaman kasus tentang produk ramah
lingkungan, tidak saja di negara industri maju tapi juga di negara miskin berkembang.
Yang juga menarik dari riset tentang produk ramah lingkungan adalah pendekatan melalui
marketing mix yaitu 4P (Bhalerao dan Deshmukh, 2015; Solaiman, et al., 2015; Chockalingam dan
Isreal, 2016; Mahmoud, 2018). Argumen yang mendasari adalah keterkaitan dari semua unsur
dalam marketing mix untuk menjawab daya tarik konsumsi produk ramah lingkungan terutama
dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu, sisi penting 4P
menjadi acuan keberhasilan pemasaran produk dan juga orientasi untuk memacu niat beli
konsumen. Terkait ini, produk ramah lingkungan tidak terlepas dari kepentingan dengan 4P yaitu
tidak saja dalam konteks persaingan tapi juga komitmen membangun persepsian positif terhadap
konsumen. Selain itu, sinergi dari 4P juga mengacu kepentingan mmebangun sikap positif dalam
kaitannya dengan loyalitas.
Identifikasi persoalan terkait daya tarik produk ramah lingkungan tidak bisa terlepas dari
kepentingan untuk membangun loyalitas. Argumen yang mendasari karena persaingan semakin
ketat, yaitu tidak saja dalam bentuk generic competition, tetapi juga product form competition
sehingga hal ini memerlukan strategi yang tepat untuk bisa memenangkan persaingan. Oleh karena
itu, produk ramah lingkungan kini bukan hanya bersaing dengan sesama produk ramah lingkungan
tapi juga dengan produk subsitusi dan komplementernya, selain tentunya bersaing dengan produk
yang tidak ramah lingkungan. Hal ini memberikan gambaran bahwa identifikasi terhadap daya tarik
produk ramah lingkungan tidak hanya dari aspek pemasaran saja tapi juga produksi dan distribusi
sehingga menjadi pertimbangan oleh konsumen dalam memutuskan mengkonsumsi produk ramah
lingkungan (Chockalingam dan Isreal, 2016; Devipriya dan Nandhini, 2016; Suganya dan Kavitha,
2017; Suntornpithug dan Indiana, 2017; Mahmoud, 2018).
2. KAJIAN PUSTAKA
Persepsian tentang produk ramah lingkungan pada dasar bukan hanya dilihat dari aspek
proses produksi dan pasca konsumsi tetapi juga bisa dilihat dari kemasan produknya. Hal ini
memberikan gambaran bahwa pemahaman tentang produk ramah lingkungan pada dasarnya
mengacu secara keseluruhan dari produk tersebut yaitu dari proses awal sampai akhir pasca
konsumsi dan semua yang melekat pada produk tersebut (Suntornpithug dan Indiana, 2017).
Argumen terkait nilai pentingnya kemasan dalam konsumsi produk ramah lingkungan adalah
fenomena pemasaran hijau atau green marketing yang semakin pesat di beberapa tahun terakhir. Di
satu sisi, ini memberikan gambaran tentang progres kepedulian masyarakat terhadap lingkungan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
191
dan di sisi lain ada konsekuensi bagi dunia usaha untuk bisa menciptakan produk ramah
lingkungan. Fenomena green marketing juga tidak terlepas dari tekanan global untuk lebih peduli
terhadap manajemen lingkungan secara menyeluruh sehingga proses produksi tidak hanya terfokus
kepada efisiensi dan produktivitas tetapi juga bagaimana menciptakan produk ramah lingkungan
yang dimulai sedari awal yaitu melalui bahan baku sampai hasil akhir pasca konsumsi yang bisa
didaurulang sehingga berdampak positif terhadap komitmen zero waste dalam semua tahapan
proses produksinya (Bhalerao dan Deshmukh, 2015; Solaiman, et al., 2015; Yasin, et al., 2015;
Mahmoud, 2018).
Trend permintaan terhadap produk ramah lingkungan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
misalnya kepedulian terhadap lingkungan, pengetahuan tentang lingkungan dan persepsian tentang
produk ramah lingkungan (Ali dan Ahmad, 2012). Realitas ini secara tidak langsung menegaskan
bahwa membangun kesadaran kolektif terhadap produk ramah lingkungan secara berkelanjutan
dapat berpengaruh positif terhadap kepedulian terhadap manajemen lingkungan melalui niat beli
dan kontinuitas dalam konsumsi terhadap produk ramah lingkungan. Oleh karena itu, dunia usaha
perlu mencermati hal ini sebagai upaya penciptaan dan produksi produk ramah lingkungan. Meski
demikian harus dicermati bahwa orientasi terhadap penciptaan produk ramah lingkungan tidaklah
mudah terutama hal ini dikaitkan dengan ketersediaan bahan baku, jaminan pada proses
produksinya dan tentunya daur ulang pasca konsumsi (Shabani. Et al., 2013; Suki, 2013; Pillai dan
Junare, 2016).
Kepedulian konsumen terhadap produk ramah lingkungan juga ditunjukan melalui
kesediaannya untuk membayar lebih mahal terhadap konsumsi produk ramah lingkungan sebagai
konsekuensi serangkaian tahap proses produksi untuk menciptakan produk ramah lingkungan
(Lorek, 2015; Biswas, 2016). Keyakinan terhadap kesediaan membayar lebih tidak terlepas dari
semakin berkembangnya fenomena green consumerism melalui green consumption di berbagai
negara, tidak hanya di negara industri maju tetapi juga di negara berkembang (Ali dan Ahmad,
2012; Shabani, et al., 2013; Lorek, 2015; Biswas, 2016). Fakta ini menegaskan semakin tingginya
kesadaran kolektif terhadap produk yang ramah lingkungan sehingga social cost yang diharapkan
dari konsumsi produk ramah lingkungan menjadi lebih rendah. Artinya, memadukan keseimbangan
alam dengan lingkungan bisa dibangun sedari awal dengan mengkonsumsi produk ramah
lingkungan. Oleh karena itu, komitmen mencapai tahapan tersebut sangatlah penting untuk
melibatkan generasi milenial, meski di sisi lain juga berkepentingan untuk melibatkan kelompok
usia yang lainnya karena perilaku konsumsi cenderung bersifat kompleks dan heterogen.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
192
Temuan lain dari riset Fisher et al (2012) menunjukan bahwa konsumsi terhadap produk
ramah lingkungan juga dipengaruhi oleh faktor demografi, misal usia, jumlah anak, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, status perkawinan, suku dan tingkat pendapatan. Fakta ini menguatkan argumen
bahwa persepsian terhadap produk ramah lingkungan dipengaruhi oleh banyak faktor, bukan hanya
dari internal tapi juga eksternal. Oleh karena itu, temuan ini menjadi acuan bagi produsen untuk
memperhatikan semua faktor yang mempengaruhi niat beli terhadap konsumsi produk ramah
lingkungan. Temuan ini diperkuat hasil riset dari Suganya dan Kavitha (2017) bahwa tingkat
kepedulian terhadap produk ramah lingkungan bukan hanya diperoleh dari pertemanan dan kolega,
tapi juga iklan dan media lainnya yang kini semakin mudah menyampaikan informasi karena
didukung tarif internet yang semakin murah dan aksesnya yang semakin mudah. Temuan ini
mendukung hasil riset Devipriya dan Nandhini (2016) terkait keberagaman kepedulian dari produk
ramah lingkungan. Selain itu, regulasi global misal regulasi ISO 14001 sejak september 1996
menjadi isu sangat penting terkait manajemen lingkungan dan produk ramah lingkungan sehingga
dunia usaha tidak bisa mengelak dari tuntutan untuk bisa memenuhi semua standar dan prosedur
yang berlaku agar bisa diterima pasar global.
3. METODE PENELITIAN
Metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan 100 responden yang
mewakili karakteristik generasi milenial. Generasi milenial yaitu mereka yang berusia antara 18-34
tahun dengan kepedulian sangat tinggi terhadap lingkungan, melek teknologi, familiar dengan
internet dan cenderung berpendidikan serta mayoritas tinggal di perkotaan (Suntornpithug dan
Indiana, 2017). Oleh karena itu, pemilihan responden riset ini memakai purposive sampling yang
diwakili mahasiswa FEB UMS yaitu mereka yang telah lulus mata kuliah metodologi penelitian.
Eksplorasi kepada generasi milenial terkait daya tarik produk ramah lingkungan dilakukan dengan
wawancara secara terbuka sehingga dimungkinkan mendapatkan semua informasi.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Wawancara kepada generasi milenial yang diwakili mahasiswa FEB UMS dilakukan pada
hari Senin-Rabu tanggal 11-13 Maret 2019 pada jam 09.00-16.00 dan dipastikan tidak ada
responden ganda. Wawancara melibatkan asisten yang telah mendapatkan pengarahan sebelumnya
sehingga dipastikan bahwa dari kelima asisten yang dilibatkan memperoleh pemahaman yang sama
terhadap tujuan penelitian. Identifikasi dari responden terlihat pada tabel sebagai berikut:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
193
Tabel 1 Identifikasi Responden
IDENTIFIKASI KET JMLJenis Kelamin Pria (P)
Wanita (W)4753
Asal SoloLuar Solo
6535
Tempat tinggal KosTidak Kos
7525
Konsumsi/bulan < Rp.1 juta> Rp.1 juta
2179
Sumber: Data primer diolah (2019)
Dari tabel 1 menunjukan bahwa proporsi responden hampir sama yaitu pria 47% dan wanita
53%, sedangkan daerah asal responden mayoritas adalah sekitar area Solo mencapai 65% dan
sisanya dari luar Solo. Konsekuensi dari asal responden adalah status tinggalnya yaitu kos 75% dan
sisanya tidak kos yaitu 25%. Terkait ini, keperilakuan konsumsi dapat terlihat dari tingkat
pengeluaran atau konsumsi per bulan yaitu mayoritas diatas Rp 1 juta mencapai 89%.
Tabel 2 Identifikasi tentang produk ramah lingkungan
NO KETERANGANYA TIDAK
Σ P W Σ P W
1. Mengetahui produk ramah lingkungan 80 45 35 20 5 15
2. Mengetahui kampanye lingkungan hijau 75 40 35 25 9 16
3. Mengetahui green marketing & green product 87 45 42 13 3 10
4. Mendukung green marketing & green product 75 40 35 25 11 14
5. Pernah membeli produk ramah lingkungan 81 45 36 19 9 10
6. Akan loyal terhadap produk ramah lingkungan 77 47 30 23 12 11
7. Melakukan WOM atas produk ramah lingkungan 66 45 21 34 25 9
8. Proaktif terhadap produk ramah lingkungan 75 45 30 25 12 13
9. Mencari info terbaru produk ramah lingkungan 47 30 17 53 19 34
10. Mendukung 3R (reduce, reuse, dan recycle) 90 47 43 10 4 6
Sumber: Data primer diolah (2019)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
194
Dari tabel 2 diatas memberikan gambaran bahwa responden yang mengetahui tentang produk
ramah lingkungan mencapai 80% (45% pria dan 35% wanita) sedang yang tidak mengetahui produk
ramah lingkungan mencapai 20% (5% pria dan 15% wanita). Tindak lanjut dari mengetahui tentang
produk ramah lingkungan adalah mengetahui kampanye tentang produk ramah lingkungan yang
mencapai 75% terdiri 40% pria dan 35% wanita sedangkan yang tidak mengetahui kampanye
tentang produk ramah lingkungan mencapai 25% (9% pria dan 16% wanita). Yang menarik
dicermati bahwa responden mengetahui dan mendukung kampanye green marketing dan green
product yaitu 87% (45% pria dan 42% wanuta) dan 75% (40% pria dan 35% wanita). Meski ada
juga yang tidak mendukung dari keduanya yaitu 13% (3% pria dan 10% wanita) dan 25% (11% pria
dan 14% wanita). Hal ini memberikan gambaran bahwa mayoritas responden, terutama dari
kalangan pria telah mengetahui produk ramah lingkungan dan kampanyenya serta mengetahui dan
memberikan dukungan terhadap kampanye green marketing dan green product.
Implikasi yang menarik dari temuan bahwa mayoritas responden pernah membeli produk
ramah lingkungan sebesar 81% (45% pria dan 36% wanita) sedangkan yang belum pernah membeli
hanya 19% (9% pria dan 10% wanita). Tindaklanjut dari perilaku pernah membeli adalah komitmen
akan loyal terhadap konsumsi produk ramah lingkungan yaitu mencapai 77% (47% pria dan 30%
wanita) sedangkan yang akan melakukan word-of-mouth atau WOM mencapai 66% terdiri dari 45%
pria dan 21% wanita sedangkan yang tidak akan melakukan WOM sebanyak 34% terdiri 25% pria
dan 9% wanita. Responden yang proaktif terkait perkembangan produk ramah lingkungan mencapai
75% (45% pria dan 30% wanita). Pemahaman tentang sikap proaktif karena regulasi dan semua
aspek yang menyangkut dari produk ramah lingkungan cenderung mengalami perkembangan sangat
pesat sehingga hal ini menuntut adanya kesigapan konsumen dalam memahami perkembangannya.
Selain itu, sebagai sesuatu hal yang baru tentunya eksistensi dari produk ramah lingkungan juga
butuh apresiasi dari semua pihak, tidak hanya dari konsumen dan produsen semata. Terkait hal ini
maka beralasan jika komitmen konsumen mencari informasi terbaru tentang produk ramah
lingkungan juga sangat dibutuhkan terutama untuk melakukan update informasi terkait produk
ramah lingkungan. Responden yang responsif terhadap hal ini mencapai 47% (31% pria dan 16%
wanita), sedangkan yang reaktif atau tidak responsif melakukan update info terbaru tentang produk
ramah lingkungan mencapai 53% (19% pria dan 34% wanita). Hal lain yang juga menarik dicermati
adalah komitmen responden dalam mendukung program 3R yaitu reduce, reuse dan recycle
mencapai 90% terdiri 47% pria dan 43% wanita, tetapi yang tidak mendukung sebanyak 10% terdiri
4% pria dan 6% wanita.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
195
Temuan lain yang juga menarik dicermati terkait daya tarik konsumsi produk ramah
lingkungan adalah keterkaitannya dengan 4P sebagai bagian dari marketing mix. Penjelasan tentang
produk (product) terdiri 8 variabel dengan pertimbangan yang utama adalah sayuran organik
sebagai produk familier dari produk ramah lingkungan yaitu 18% (10% pria dan 8% wanita), diikuti
produk makanan 16% (9% pria dan 7% wanita) dan yang terendah yaitu mengikuti trend – status
sosial – lifestyle sebesar 7% (3% pria dan 4% wanita). Selain itu, faktor tempat (place) tidak bisa
terlepas dari pertimbangan lokasi, saluran distribusi dan juga ketersediaan produk yang dijabarkan
dalam 4 variabel yaitu tersedia terbatas sebesar 37% (17% pria dan 20% wanita), bisa dibeli secara
online sebesar 26% (10% pria dan 16% wanita), problem distribusi yang terbatas mencapai 22%
(9% pria dan 13% wanita), dan hanya tersedia di tempat tertentu yaitu mall dan supermarket sebesar
15% (7% pria dan 8% wanita). Pertimbangan tentang harga (price) meliputi 5 variabel mulai dari
harga relatif mahal 30% (13% pria dan 17% wanita) dan harga selaras dengan kualitas 25% (10%
pria dan 15% wanita) sampai harga dibanding produk konvensional sebesar 10% (4% pria dan 6%
wanita). Pertimbangan faktor promosi (promotion) terdiri 4 variabel yaitu informasi dari media
cetak 35% (20% pria dan 15% wanita), minimnya promosi 27% (13% pria dan 14% wanita),
frekwensi terbatas 21% (9% pria dan 12% wanita) dan visualisasi yang tidak maksimal sebesar 17%
(7% pria dan 10% wanita).
Tabel 2 Variabel daya tarik dari 4PNO 4P VARIABEL JML P / W
1 PRODUCT
Sayuran organik 18 P = 10 / W = 8Produk makanan 16 P = 9 / W = 7
Daya tahan produk 15 P = 6 / W = 9Produk komplementer 13 P = 5 / W = 8Pertimbangan kualitas 12 P = 6 / W = 6
Varietas produk terbatas 10 P = 4 / W = 6Pilihan terbatas / tidak beragam 9 P = 4 / W = 5
Mengikuti trend / status sosial / lifestyle 7 P = 3 / W = 4
2 PLACE
Tersedia terbatas 37 P = 17 / W = 20Bisa dibeli secara online 26 P = 10 / W = 16
Problem distribusi terbatas 22 P = 9 / W = 13Hanya ada di mall – supermarket 15 P = 7 / W= 8
3 PRICE
Harga relatif mahal 30 P = 13 / W = 17Harga selaras dengan kualitas 25 P = 10 / W = 15
Harga menjamin isu lingkungan 20 P = 10 / W = 10Harga dibanding produk pesaing 15 P = 7 / W = 8
Harga dibanding produk konvensional 10 P = 4 / W = 6
4 PROMOTION
Dari media cetak 35 P = 20 / W = 15Minimnya promosi 27 P = 13 / W = 14Frekwensi terbatas 21 P = 9 / W = 12
Visualisasi tidak maksimal 17 P = 7 / W = 10Sumber: Data primer diolah (2019)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
196
Hasil riset menunjukan bahwa produk ramah lingkungan dipersepsikan beragam oleh
generasi milenial yang notabene adalah calon pembeli potensial di masa depan terutama dikaitkan
dengan semakin tingginya persepsian tentang kesehatan konsumsi. Pertimbangan tentang 4P dalam
kaitan dengan marketing mix memberikan gambaran bahwa persepsian dari generasi milenial
tentang produk tidak hanya mengacu pertimbangan kualitas semata tapi juga kuantitas, kemasan,
keberagaman produk yang ditawarkan, daya tahan produk dan ketersediaan produk
komplementernya (Bhalerao dan Deshmukh, 2015; Solaiman, et al., 2015; Chockalingam dan
Isreal, 2016; Mahmoud, 2018). Pertimbangan tentang tempat – distribusi secara tidak langsung
terkait dengan keterjangkauan dan ketersediaan produk di pasaran sehingga mudah diperoleh oleh
konsumen. Hal ini menegaskan bahwa semakin mudah diperoleh maka akan meningkatkan
kepercayaan untuk mendapatkannya, begitu juga jika yang terjadi adalah sebaliknya. Oleh karena
itu, pertimbangan distribusi menjadi salah satu hal yang penting dari daya tarik konsumsi produk
ramah lingkungan.
Persoalan tentang harga dari produk ramah lingkungan tidak bisa terlepas dari aspek
mahalnya harga produk sementara di sisi lain pertimbangan harga dari produk pesaingnya juga
relatif murah sehingga hal ini berdampak terhadap permitaan terhadap produk ramah lingkungan.
Selain itu, pertimbangan terhadap produk subsitusi dan komplementer perlu juga dicermati sebagai
pertimbangan rasional terhadap daya tarik produk ramah lingkungan. Faktor terakhir dari
marketing mix yang juga menarik dicermati terkait daya tarik produk ramah lingkungan adalah
pertimbangan promosi. Keterbatasan promosi dan cakupan iklan yang tidak luas serta keterbatasan
media yang ada menjadi tantangan dibalik daya tarik dari produk ramah lingkungan. Padahal akses
terhadap media, baik itu offline dan online saat ini semakin luas dan tanpa batas. Oleh karena itu,
realitas ini menjadi tantangan untuk memacu daya tarik konsumsi produk ramah lingkungan,
terutama dikalangan generasi milenial sebagai konsumen potensial untuk masa depan.
5. PENUTUP
Identifikasi terhadap daya tarik konsumsi produk ramah lingkungan menunjukan ada
sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan, meski di satu sisi dapat dikelompokan dengan
mengacu teoritis marketing mix yaitu 4P dan di sisi lain mencakup sejumlah faktor lainnya sesuai
persepsian generasi milenial yang menjadi responden dalam riset ini. Temuan riset ini memberikan
gambaran tentang daya tarik konsumsi produk ramah lingkungan meski di sisi lain ada juga
pertimbangan tentang faktor persepsian dari responden yang mewakili karakteristik generasi
milenial.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
197
Temuan riset ini belum mengidentifikasi secara keseluruhan dari daya tarik konsumsi produk
ramah lingkungan sehingga pertimbangan terhadap generalisasi hasil belum dapat mencerminkan
fenomena yang berkembang. Oleh karena itu penelitian ke depan perlu juga mempertimbangan
sejumlah faktor yang menjadi keterbatasan dari riset ini, termasuk juga misalnya pemilihan
responden sebagai konsumen aktual, tidak sekedar konsumen potensial dan juga faktor pengujian
secara statistik dengan mengacu temuan variabel dari riset ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A. dan Ahmad, I. 2012. Environment Friendly Products: Factors that Influence the GreenPurchase Intentions of Pakistani Consumers. Pakistan Journal of Engineering,Technology & Science. 2(1): 84-117.
Bhalerao, V.R dan Deshmukh, A. 2015. Green Marketing: Greening the 4 Ps of Marketing.International Journal of Knowledge and Research in Management & E-Commerce. 5(2):5-8.
Biswas, A. 2016. A Study of Consumers’ Willingness to Pay for Green Products. Journal ofAdvanced Management Science. 4(3): 211-215.
Chockalingam, S.N. dan Isreal, D.J. 2016. Redesigning The Marketing Mix For Eco-FriendlyProduct Consumption Among Non-Purchasers In India. Management & Marketing:Challenges For The Knowledge Society. 11(1): 355-370.
Devipriya. B. dan Nandhini, M. 2016. A Study on Consumer Attitude towards Eco-FriendlyProducts in Coimbatore City. International Journal of Management and DevelopmentStudies. 5(6): 1-5.
Fisher, C., Bashyal, S., dan Bachman, B. 2012. Demographic Impacts On Environmentally FriendlyPurchase Behaviors. Journal of Targeting, Measurement and Analysis for Marketing. 20:172-184.
Kumar, D.S. dan Sharma, R. 2015. A Study Of Consumers’ Perception And Attitude TowardsGreen Products. International Journal of Advanced Research in Management and SocialSciences. 4(8): 285-297.
Lorek, A. 2015. Current Trends In The Consumer Behaviour Towards Eco-Friendly Products.Economic and Environmental Studies (E&ES). 15(2): 115-129.
Mahmoud, T.O. 2018. Impact of green marketing mix on purchase intention. International Journalof Advanced and Applied Sciences. 5(2): 127-135.
Pillai, P., dan Junare, S.O. 2016. A Study on Consumers’ Perception towards Eco-friendly Productsin Ahmedabad. International Journal of Research in IT and Management (IJRIM). 6(7):14-28.
Shabani, N., Ashoori, M., Taghinejad, M., Beyrami, H., dan Fekri. M.N. 2013. The Study Of GreenConsumers’ Characteristics And Available Green Sectors In The Market. InternationalResearch Journal of Applied and Basic Sciences. 4 (7): 1880-1883.
Solaiman, M., Osman, A., dan Halim, M.B. 2015. Green Marketing: A Marketing Mix Point ofView. International Journal of Business and Technopreneurship. 5(1): 87-98.
Suganya, D dan Kavitha, S. 2017. A Study on Consumer Awareness towards Eco Friendly Productsat Coimbatore. International Journal of Current Research and Modern Education. 2(1):237-241.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
198
Suki, N.H. 2013. Green Awareness Effects On Consumers' Purchasing Decision: Some InsightsFrom Malaysia. International Journal of Asia Pacific Studies (IJAPS). 9(2): 49-63.
Suntornpithug, N., dan Indiana, S.K. 2017. Green Marketing: Millennials’ Perceptions OfEnvironmentally Friendly Consumer Packaged Goods Products. Proceedings Of IserdInternational Conference, Taipei, Taiwan, 26th-27th June.
Yasin, S., Ghafoor, A., Lodhi, A.S., Ahmed, M., dan Kausar, R. 2015. Green Marketing: A Study ofConsumers’ Attitude towards Environment Friendly Products. Lasbela University Journalof Science and Technology. 4: 109-116.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
199
ANALISIS PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAPKEPUASAN PASIEN DI RAWAT JALAN RSUD KARANGANYAR
Oktavy Budi KusumawardhaniKlinik Pratama Kasih Ibu Jaten
Jln Sawo 4 No 104 RT 04 RW 18 Ngringo, Jaten, Karanganyar, 57772, (0271) [email protected]
AbstractThe aim of this research is to analyze the influence of nurse therapeutic communication to
the satisfaction of the patient in Karanganyar Regency Hospital. The steps of nurse therapeuticcommunication can influence the satisfaction of the out patients in Karanganyar RegencyHospital. The steps of nurse therapeutic communication can influence the satisfaction of the outpatients in Karanganyar Regency Hospital. This research uses kuantitatif by observasionalanalitik by means of cross sectional approach. The population of this research is the out-patientsthat are less than 200 in order to avoid the insentive risk. The technique oftaking the sample forthis research uses simple random sampling method. For hypothesis test uses double regressionanalysis. The conclusions of this research are (1) there is an influence of nurse therapeuticcommunication at the orientation step of the out-patient satisfaction. (2) There is no influence ofnurse therapeutic communication to the out-patient satisfaction at the steps of work andtermination. (3) the step that is the most influenced in the nurse therapeutic communication of theout-patients satisfaction in Karanganyar Regency Hospital is at the orientation one.
Key Keywords: therapeutic communication, nurse, satisfaction, hospital
1. Pendahuluan
Rumah sakit pemerintah pada abad 21 dituntut untuk menjadi Badan Layanan Umum (BLU).
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam
pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, rumah sakit harus dapat memberikan kepuasan terhadap
pasien selaku konsumen utama rumah sakit (Akbar, Sidin & Pasinringi, 2013). Rumah sakit sebagai
salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat
yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan
medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan
tersebut dilakukan melalui unit gawat darurat, unit rawat inap dan unit rawat jalan (Putra, 2013).
Pelayanan ditentukan oleh tiga komponen utama antara lain jenis pelayanan yang diberikan,
manajemen sebagai pengelola pelayanan dan tenaga keperawatan sebagai pemberi pelayanan
keperawatan. Pelayanan keperawatan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh ketepatan dalam
memberikan pelayanan tetapi dengan membina hubungan komunikasi yang dapat menyembuhkan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
200
pasien (komunikasi terapeutik). Perawat perlu memiliki keterampilan berkomunikasi secara
terapeutik dalam menjalankan perannya sehingga dapat menentukan keberhasilan pelayanan atau
asuhan keperawatan yang professional dengan memperhatikan kebutuhan holistik pasien (Misi,
Zulpahiyana, Sofyan, 2016). Komunikasi merupakan komponen dari pengalaman individu dengan
ekspresi seperti emosi, ide, verbal dan nonverbal. Komunikasi merupakan komponen essensial
pokok yang membuat hubungan interpersonal yang baik (Prasad & George, 2014).
Keperawatan merupakan landasan dasar di dalam sistem pelayanan kesehatan dan perawat
bagian penting dari itu. Perawat memberikan pelayanan asuhan keperawatan untuk pasien dan
berurusan dengan mereka selama 24 jam, 7 hari seminggu sehingga perawat adalah bagian yang
sangat berharga dalam sistem pelayanan kesehatan. Komunikasi dengan pasien merupakan bagian
dalam memberikan asuhan keperawatan. Komunikasi perawat dengan pasien terdapat beberapa
cara tapi yang sangat penting yaitu komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik dilakukan oleh
profesioanal perawat dan perawat harus tahu karena untuk melakukan asuhan keperawatan. Hal ini,
dilakukan agar ketika pasien dan keluarga tiba-tiba stress atau hal yang tidak dapat diubah dating
pasien dan keluarga dapat menerima (Yas & Mohammed, 2016).
Menurut Kusumo (2017) di RSUD Kota Jogja kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak
faktor, salah satunya komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat. Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan ditemukan bahwa terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap
kepuasan pasien rawat jalan dan IGD di RSUD Kota Jogja. Tahap orientasi komunikasi terapeutik
merupakan tahap yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien sedangkan tahap komunikasi
terapeutik yang paling berpengaruh di IGD adalah tahap terminasi.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di bangsal rawat jalans
RSUD Karanganyar kepada 15 pasien mengatakan 9 menyatakan kurang puas dengan komunikasi
terapeutik yang dilakukan oleh perawat. Pasien mengatakan beberapa perawat kurang ramah,
kurang senyum, cuek dan kurang memberikan informasi yang jelas kepada pasien. Hal ini sesuai
dengan hasil survei awal pada 3 perawat yang menyatakan bahwa pelaksanaan komunikasi
terapeutik belum dilakukan secara maksimal. Prakteknya, komunikasi terapeutik yang
sesungguhnya sangat jarang dilakukan oleh perawat di RSUD Karanganyar dalam memberikan
pelayanan kepada pasien. Berdasarkan data studi pendahulan yang dilakukan oleh peneliti maka
peneliti tertarik untuk mengambil tentang “Analisis Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat
Terhadap Kepuasan Pasien Di Rawat Jalan RSUD Karanganyar”.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
201
Kerangka Konsep
Gambar 1 Kerangka Konsep
Keterangan : Dilakukan
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Komunikasi Terapeutik
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communicatio yang artinya pemberitahuan
atau pertukaran ide sedangkan teraupetik sendiri adalah pengobatan. Komunikasi terapeutik
merupakan komunikasi yang dirancang dan direncakan dengan sadar oleh perawat yang bermaksud
membangun hubungan kepercayaan demi kesembuhan pasien (Lalongkoe, 2013). Komunikasi
terapeutik ini masuk pada komunikasi interpersonal dengan titik tolok saling memberikan
pengertian antara perawat dengan pasien. La Ode (2012) mengatakan bahwa komunikasi dalam
keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat pada saat
melakukan intervensi keperawatan bermanfaat memberikan terapi bagi proses penyembuhan.
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk memotivasi dan mengembangkan pribadi klien ke arah
yang lebih konstruktif dan adaptif (Priyanto, 2009). Musliha & Fatmawati (2010) menyatakan
bahwa tujuan komunikasi terapeutik yaitu membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi
beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal yang diperlukan serta mengurangi keraguan, membantu dalam hal
Komunikasi Terapeutik
Tahap Orientasi
(X1)
Tahap Kerja
(X2)
TahapTerminasi
(X3)
Kepuasan Pasien
(Y)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
202
mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan ego. Menurut La Ode (2012) jenis
komunikasi terdapat dua yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk terapi pada pasien, sehingga pelaksanaan komunikasi
harus direncanakan dan terstruktur dengan baik melalui 4 tahapan yaitu :
a. Tahap pre interaksi
Tahap ini merupakan masa persiapan sebelum berinteraksi dengan pasien
b. Tahap orientasi
Tahap ini yaitu tahap perkenalan yang dilakukan oleh perawat saat pertama kali bertemu
dengan pasien. Perawat memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada pasien, dengan begitu
perawat telah bersikap terbuka pada pasien. Situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan
penerimaan serta membantu pasien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya.
c. Tahap kerja
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap ini perawat
bekerja sama dengan pasien untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh pasien.
Tahap kerja berhubungan dengan rencana pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan kepada pasien. Perawat dituntut untuk mempunyai tingkat analisa yang tinggi
sehingga dapat mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi,
memfokuskan dan menyimpulkan. Jika perawat tidak menyimpulkan percakapannya dengan
pasien pada tahap ini, dapat terjadi perbedaan persepsi antara perawat dengan pasien sehingga
penyelesaian masalahnya menjadi tidak terarah serta tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan
yang membuat masalah pasien menjadi tidak terselesaikan.
d. Tahap terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir dari pertemuan antara perawat dengan pasien. Tahap
terminasi ini dibagi menjadi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart dan
Laraia, 2001). Pertemuan antara perawat dan pasien terdiri atas beberapa kali pertemuan.
Setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan pasien pada waktu yang
telah ditetapkan, sedangkan terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesikan proses
keperawatan secara keseluruhan.
2.2 Perawat
Berdasarkan Permenkes RI No 1239 tahun 2001 tentang registrasi dan praktik perawat,
dijelaskan perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik didalam maupun
diluar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.. Menurut
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
203
Budiono & Pertami (2015) seseorang dapat disebut sebagai perawat dan mempunyai tanggung
jawab sebagai perawat apabila yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya telah
menyelesaikan pendidikan perawat baik di luar maupun di dalam negeri yang biasanya dibuktikan
dengan ijazah ataau surat tanda tamat belajar.
Menurut Budiono & Pertami (2015) peran dan fungsi perawat profesional disusun untuk
mengidentifikasi dan memperjelas aspek-aspek yang membedakan praktik keperawatan profesional
dan praktik keperawatan yang diberikan oleh orang yang tidak mempunyai kualifikasi keperawatan
profesional. Menurut Perry & Potter (2005) perawat memiliki beberapa peran yaitu : pemberi
asuhan keperawatan, pembuat keputusan klinis, pelindung dan advokat pasien, manajer kasus,
rehabilitator, pemberi kenyamanan, komunikator, penyuluh atau pendidik, role model, peneliti dan
kolaborator.
2.3 Pelayanan Rawat Jalan
Menurut Kusumo (2017) pelayanan rawat jalan (ambulatory) merupakan salah satu bentuk dari
pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien yang tidak menjalani proses rawat inap
(hospitalization). Pelayanan rawat jalan tidak hanya dilaksanakan oleh sarana pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit ataupun klinik, tapi dapat dilaksanakan di rumah pasien (home care) dan di
rumah perawatan (nursing homes). Pasien rawat jalan yaitu pasien yang tidak dirawat di rumah
sakit selama 24 jama atau lebih tapi mengunjungi rumah sakit, klinik ataupun fasilitas kesehatan
yang terkait untuk mendiagnosa atau dalam pengobatan.
Jenis pelayanan rawat jalan di rumah sakit dapat dibedakan dalam beberapa macam yaitu
(Kusumo, 2017) : pelayanan gawat darurat yakni untuk menangani pasien gawat yang
membutuhkan pertolongan segera dan mendadak, pelayanan rawat jalan paripurna yaitu pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien, pelayanan rujukan yaitu melayani pasien-pasien rujukan
oleh sarana kesehatan lain. Biasanya hanya untuk diagnosis dan terapi untuk perawatan selanjutnya
ditangani oleh sarana kesehatan yang merujuk dan pelayanan bedah jalan yaitu pelayanan yang
memberikan pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang sama.
2.4 Kepuasan Pasien
Kepuasan atau statisfaction berasal dari Bahasa latin yaitu statis yang berarti enough atau
cukup dan facere yang berarti to do atau melakukan. Jadi jasa yang memuaskan yaitu jasa yang
sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen pada tingkat yang cukup (Irawan, 2004).
Tingkat kepuasan pasien terdiri dari penilaian pasien terhadap pelayanan kesehatan, bertujuan agar
respon komprehensif pelayanan yang dihasilkan dari harapan sebelumnya dapat dilihat serta hasil
pengobatan yang diperoleh setelah adanya pelayanan kesehatan (Liyang & Tang, 2013). Terdapat
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
204
tiga tingkat kepuasan pasien diantaranya bila pelayanan kurang dari harapan, pasien tidak
dipuaskan. Bila pelayanan sebanding dengan harapan, pasien puas. Apabila pelayanan melebihi
harapan, pasien amat puas atau senang (Wijono, 2008). Menurut Wijono (2008), elemen kepuasan
dibagi menjadi lima yaitu: akses, hal yang menyenangkan, komunikasi, mutu pelayanan kesehatan
yang diterima dan pelayanan personal.
Muninjaya (2013), menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan Rumah Sakit atau organisasi
pelayanan kesehatan lain dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pendekatan dan perilaku petugas,
mutu informasi, prosedur perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum yang tersedia, fasilitas
perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, pengaturan kunjungan dan privasi outcome dan
perawatan yang diterima. Pendekatan dan perilaku petugas yaitu komunikasi terapeutik merupakan
salah satu bagian dari kepuasan pasien yang mempengaruhi mutu. Komunikasi terapeutik
merupakan hal penting bagi perawat untuk mendukung proses keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian. Peran komunikasi sebagai sarana untuk menggali kebutuhan pasien
agar kepuasan pasien dapat terpenuhi serta masalah yang dialami pasien dapat teratasi.
3. Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan cross-sectional. Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di RSUD Karanganyar. Pada penelitian jumlah
populasi tidak diketahui. Penentuan jumlah sampel untuk subjek penelitian kurang dari 200 orang
agar tidak terjadi resiko tidak sensitif. Sampel penelitian ini adalah sebagian dari pasien di RSUD
Kabupaten Karanganyar untuk rawat jalan yang telah memenuhi kriteria. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan cara simple random sampling yaitu dengan pengambilan
sampel secara acak (Sugiyono, 2015). Penelitian ini menggunakan kuesioner dalam pengumpulan
data. Analisis data dibantu dengan bantuan software statistik computer SPSS versi 20. Analisis data
yang dilakukan adalah (1) analisis deskriptif profil responden, (2) uji validitas data, (3) uji
reliabilitas data dan (4) analisis regresi berganda.
4. Analisa Data dan Pembahasan
4.1 Profil responden
Penelitian ini mengambil responden pasien rawat jalan RSUD Karanganyar. total responden
dalam penelitian ini sebanyak 100 responden. Dari jumlah tersebut, sebanyak 45 orang berjenis
laki-laki dan 55 orang berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan usia 41 responden berusia 17-30
tahun, 28 responden berusia 31-40 tahun, 16 responden berusia 41-50 tahun, 13 responden berusia
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
205
51-60 tahun dan 2 responden berusia 61-100 tahun. Berdasarkan status pernikahan terdapat 75
responden yang menikah dan 25 responden yang belum menikah. Berdasarkan pendidikan paling
banyak berpendidikan SMA dengan 54 responden dan sedikit pendidikan D3 dengan 4 responden.
Berdasarkan pekerjaan paling banyak wiraswasta sebanyak 35 responden dan sedikit PNS dengan 7
responden. Berdasarkan kunjungan pasien paling banyak 1 kali dengan 43 responden dan sedikit 4
kali dengan 11 responden.
4.2 Analisis Data
4.2.1 Regresi Linear Berganda
Tabel 1
Uji Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficientst Sig.
BStd.
ErrorBeta
(Constant) 10.241 .426 24.057 .000
Orientasi .428 .112 .520 3.775 .000
Kerja -.140 .118 -.162 -1.186 .239
Terminasi -.141 .112 -.116 -1.254 .213
Sumber: Data Primer Olahan, 2017
Berdasarkan tabel 5 dan bentuk persamaan regresi diperoleh sebegai berikut :
Y = a + B1 X1 + B2 X2 + B3 X3
Y = 10.241 + 0.428 X1 – 0.140 X2 – 0.141 X3
Konstanta ( a ) sebesar 10.241, artinya apabila fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi tidak ada
atau nilainya adalah 0, maka kepuasan pasien di RSUD Karanganyar nilainya sebesar 10.241.
Koefisien regresi variabel fase orientasi (X1) sebesar 0.428, artinya apabila fase orientasi
ditingkatkan 1 satuan, maka kepuasan pasien di RSUD Karanganyar mengalami kenaikan yang
cukup berarti yaitu sebesar 0,380 satuan. Koefisien bernilai positif artinya ada hubungan searah
antara fase orientasi dengan kepuasan pasien. Apabila fase orientasi ditingkatkan maka
kepuasan pasien RSUD Karanganyar akan semakin meningkat.
Koefisien regresi variable fase kerja (X2) sebesar 0.140, artinya apabila fase kerja ditingkatkan 1
satuan, maka kepuasan pasien di RSUD Karanganyar mengalami penurunan dan satu variable
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
206
Kepuasan Pasien akan turun sebesar 0.140 satuan. Koefisien bernilai negative artinya terdapat
hubungan yang berlawanan arah antara fase kerja dengan kepuasan pasien. Apabila fase kerja
ini ditingkatkan maka kemungkinan akan meningkatkan kepuasan pada pasien RSUD
Karanganyar.
Koefisien regresi variable fase terminasi (X3) sebesar 0.141, artinya apabila fase terminasi
ditingkatkan 1 satuan, maka kepuasan pasien di RSUD Karanganyar mengalami penurunan dan
satu variable Kepuasan Pasien akan turun sebesar 0.141 satuan. Koefisien bernilai negative
artinya terdapat hubungan yang berlawanan arah antara fase terminasi dengan kepuasan pasien.
Apabila fase terminasi ini ditingkatkan maka kemungkinan akan meningkatkan kepuasan pada
pasien RSUD Karanganyar.
4.2.2 Uji Koefisiensi Regresi Secara Parsial (Uji t Parsial)
Tabel 2
Uji t parsial
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 10.241 .426 24.057 .000
Orientasi .428 .112 .520 3.775 .000
Kerja -.140 .118 -.162 -1.186 .239
Terminasi -.141 .112 -.116 -1.254 .213
Sumber: Data Primer Olahan, 2017
4.2.2.1 Komunikasi Terapeutik pada Tahap Orientasi
Dapat dilihat pada tabel 6 oleh karena nilai t hitung > t tabel ( 3.775 > 1.98397) dengan
signifikansi < 0,05 dan koefisiensi regresi mempunyai nilai positif pada komunikasi terapeutik
tahap orientasi maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada
tahap orientasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Karanganyar diterima.
4.2.2.2 Komunikasi Terapeutik pada Tahap Kerja
Dapat dilihat pada tabel 6 oleh karena nilai t hitung < t tabel ( 1.186 < 1.98397) dengan
signifikansi > 0,05 dan koefisiensi regresi mempunyai nilai negatif pada komunikasi terapeutik
tahap kerja maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada
tahap kerja terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Karanganyar ditolak.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
207
4.2.2.3 Komunikasi Terapeutik pada Tahap Terminasi
Dapat dilihat pada tabel 6 oleh karena nilai t hitung > t tabel ( 1.254 < 1.98397) dengan
signifikansi > 0,05 dan koefisiensi regresi mempunyai nilai negatif pada komunikasi terapeutik
tahap terminasi maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada
tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Karanganyar ditolak.
4.2.2.4 Komunikasi Terapeutik yang paling berpengaruh
Dari ketiga tahap komunikasi terapeutik perawat di RSUD Karanganyar didapatkan nilai t
hitung yang paling besar diantara ketiga tahap tersebut yaitu nilai t hitung pada komunikasi
terapeutik tahap orientasi. Artinya tahap orientasi yang paling berpengaruh terhadap kepuasan
pasien di RSUD Karanganyar
4.2.3 Uji Koefisiensi Regresi Secara Bersama-sama (Uji F)
Tabel 3
Hasil Uji F
ModelSum of
SquaresDf
Mean
SquareF Sig
1
Regression 25.818 3 8.606 7.802 .000b
Residual 105.892 96 1.103
Total 131.710 96
Sumber: Data Primer Olahan, 2017
Hasil Uji F pada tabel 7 didapatkan bahwa nilai F hitung > F tabel (7.802 > 2,70) dengan
signifikansi < 0,05 (0,000) yang artinya ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap
kepuasan pasien rawat jalan RSUD Karanganyar.
4.2.4 Analisis Determinasi
Tabel 4
Analisis Determinasi
Model R R
Square
Adjusted R Square Std error of the
Estimate
1 .443a .196 .171 1.050
Sumber: Data Primer Olahan, 2017
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
208
Untuk mengetahui seberapa besar prosentase pengaruh komunikasi terapeutik pada tahap
orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Karanganyar
dapat dilihat pada tabel 8 yakni berpengaruh 19,6%.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Komunikasi Terapeutik Perawat
Distribusi frekuensi yang didapat dari data pada komunikasi terapeutik perawat fase orientasi
yang paling tinggi pada prosentase 24% dengan responden 24 orang menyatakan bahwa “hampir
tidak pernah”. Hal ini dapat terjadi karena pada fase orientasi yang dilakukan di rawat jalan ada
yang sudah melakukan komunikasi terapeutik dan juga ada yang belum melakukan komunikasi
terapeutik pada tahap ini. Pada tahap ini sebaiknya perawat selalu melakukan fase orientasi kepada
pasien karena pada tahap ini penilaian awal terhadap pelayanan perawat pada pasien. Tahap
orientasi merupakan tahap perkenalan yang dilakukan oleh perawat saat bertemu dengan pasien.
Pada tahap ini tugas perawat yaitu membina hubungan saling percaya, merumuskan kontrak
bersama dengan pasien, menggali pikiran dan perasaaan serta mengidentifikasi masalah pasien dan
merumusakan tujuan dengan pasien (Lalongkoe, 2015).
Data penelitian mengenai komunikasi perawat tahap kerja didapatkan hasil tertinggi dengan
prosentase 39% dengan jumlah responden 39 orang menyatakan bahwa “hampir tidak pernah”. Ini
menunjukkan bahwa masih banyak perawat yang belum melakukan komunikasi terapeutik pada
pasien. Padahal pada fase kerja ini merupakan fase paling penting dari fase-fase komunikasi
terapeutik perawat. Lalongkoe (2015) mengatakan bahwa tahap ini merupakan inti dari keseluruhan
proses komunikasi terapeutik. Tahap ini perawat bekerja sama dengan pasien untuk mengatasi
msalah yang sedang dihadapi oleh pasien. Pada tahap ini perawat dituntut untuk mempunyai tingkat
analisa yang tinggi sehingga dapat menyimpulkan permasalahan pasien dan dapat mengatasinya.
Komunikasi terapeutik perawat tahap terminasi didapatkan hasil tertinggi dengan prosentase
54% dengan responden 54 orang menyatakan bahwa “ragu-ragu”. Dapat disimpulkan bahwa masih
banyak perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien masih ragu-ragu dalam melakukan
komunikasi fase terminasi di rawat jalan RSUD Karanganyar. Pada fase ini fase terpenting setelah
fase kerja karena di fase ini perawat mengevaluasi tentang pencapaian tujuan interaksi yang telah
dilakukan dengan menyakan perasaan pasien setelah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan
tertentu dan selanjutnya membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Lalongkoe (2015)
menyatakan bahwa tahap terminasi merupakan tahap akhir dari pertemuan antara perawat dengan
pasien. Stuart & Laraia (2001) mengatakan terminasi dibagi menjadi dua yaitu terminasi sementara
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
209
dan terminasi akhir. Pada tahap ini perawat mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi,
melakukan evaluasi subjektif, menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi dan membuat kontrak
untuk pertemuan berikutnya.
4.3.2 Kepuasan Pasien
Kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi sebagian besar
pasien dengan prosentasi 61% dengan responden 61 menyatakan “puas”, pada tahap kerja sebagian
besar pasien dengan prosentase 75% dengan responden 75 menyatakan “puas, ”serta tahap
terminasi sebagian besar pasien dengan prosentase 55% dengan responden 55 menyatakan “ragu-
ragu”. Dari hasil ini dapat disimpulkan bawah komunikasi terapeutik perawat di rawat jalan RSUD
Karanganyar, responden merasa puas dengan komunikasi perawat pada tahap orientasi, tahap kerja
serta pada tahap terminasi responden merasa ragu-ragu dengan komunikasi yang dilakukan oleh
perawat pada pasien. Komunikasi yang diaplikasikan dengan baik dapat memberikan kenyamanan
pada pasien sehingga pasien akan merasa puas dengan pelayanan yang telah diberikan oleh perawat
terutama dari komunikasi terapeutik yang diberikan oleh perawat.
Menurut Akbar (2017) komunikasi terapeutik perawat di rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta
bahwa responden merasa puas pada semua fase komunikasi terapeutik. Hal ini berarti sebagian
besar perawat telah melakukan komunikasi terapeutik yang baik pada setiap pasien rawat jalan. Jika
hal ini ditingkatkan maka tingkat kepuasan pasien akan meningkat karena informasi yang diperoleh
dari pasien menyatakan akan kepuasan pelayanan kesehatan, maka akan dijadikan referensi untuk
menggunakan ataupun memilih pelayanan jasa kesehatan yang ada di rumah sakit tersebut.
4.3.3 Pengaruh KomunikasiTerapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien
Dalam analisa determinasi yang dilakukan ditemukan hasil bahwa pengaruh komunikasi
terapeutik pada tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat
jalan RSUD Karanganyar dapat dilihat pada tabel 7 yakni berpengaruh 19,6%. Pada pengujian Uji F
didapatkan bahwa nilai F hitung > F tabel (7.802 > 2,70) dengan signifikansi < 0,05 (0,000) yang
artinya ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD
Karanganyar.
Kepuasan pasien pada Uji t didapatkan bahwa, pada tahap orientasi nilai t hitung > t tabel
disertai nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh
komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi terhadap kepuasan pasien. Pada tahap kerja
didapatkan nilai t hitung < t tabel di sertai nilai signifikansi 0,239 (p>0,05) sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja terhadap
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
210
kepuasan pasien. Untuk tahap terminasi didapatkan hasil nilai t hitung < nilai t tabel di sertai
dengan nilai signifikansi 0,213 (p > 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh
komunikasi terapeutik perawat tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD
Karanganyar.
Tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat jalan
di RSUD Karanganyar yang dilihat dari t hitung yang paling tinggi yaitu t hitung pada fase orientasi
sebesar 3.775. Dapat dikatakan bahwa komunikasi terapeutik tahap terminasi merupakan yang
paling berpengaruh dalam kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Karanganyar.
Penelitian yang dilakukan oleh Kusumo (2017) tentang pengaruh komunikasi terapeutik
perawat terhadap kepuasan pasien di rawat jalan RSUD Jogja ditemukan bahwa terdapat pengaruh
komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien rawat jalan dan IGD di RSUD Jogja.
Tahap orientasi komunikasi terapeutik merupakan tahap yang paling berpengaruh terhadap
kepuasan pasien. Sedangkan tahap komunikasi yang paling berpengaruh di IGD yaitu tahap
terminasi. Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh peneliti yang menyatakan bahwa
tahap yang paling berpengaruh yaitu pada tahap orientasi di rawat jalan RSUD Karanganyar.
Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2017) yang
hasilnya terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan
pasien. Dengan hasil bahwa pada fase orientasi yang paling berpengaruh pada kepuasan pasien
dengan fase kerja dan fase terminasi tetap signifikan. Sedangkan pada hasil penelitian signifikansi
pada tahap terminasi dan pada tahap tahap kerja tidak terdapat signifikansi. Hal ini dapat
dikarenakan bahwa perawat kadang menggunakan bahasa yang sulit dimengerti oleh pasien.
Menurut Handayani dan Armina (2017) tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan
penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat pada pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum
Daerah Raden Mattaher Jambi” menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
yaitu pendidikan perawat, lama masa kerja perawat, pengetahuan perawat, sikap perawat, dan jenis
kelamin. Semakin tinggi pendidikan perawat maka akan semakin terampil dalam melakukan
komunikasi terapeutik. Semakin lama masa kerja maka komunikasi terapeutik dapat terlaksana
secara prosedur. Semakin tinggi pengetahuan perawat juga mempengaruhi dalam melakukan
komunikasi terapeutik pada pasien. Sikap yang baik maka akan dapat membuat perawat mampu
melakukan komunikasi terapeutik dan pada sebagian responden perawat menerapkan komunikasi
terapeutik dengan pasien secara kurang baik. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi dalam
proses komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien dalam menunjang kesuksesan asuhan
keperawatan.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
211
5. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian serta analisis data tentang pengaruh komunikasi terapeutik
perawat terhadap kepuasan pasien di rawat jalan maka diambil kesimpulan yaitu terdapat pengaruh
komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD
Karanganyar, tetapi tidak terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja dan
terminasi terhadap kepuasan pasien. Tidak terdapat hubungan yang berpengaruh ini disebabkan
peneliti hanya meneliti pada elemen komunikasi saja tidak secara keseluruhan elemen kepuasan.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Sidin Dan Pasinringi. 2013. Gambaran Kepuasan Pasien Terhadap PelaksanaanKomunikasi Terapeutik Perawat Di Instalasi Rawat Inap Rsud Labuang Baji Makssar
Tahun 2013. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas HasanuddinArikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan Praktik. Jakarta: Rineke CiptaAswad, Mulyadi, Jiil. 2015. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien
Di Instalasi Gawat Darurat RSUD DR. H. Chasan Boesoirie Ternate. EjournalKeperawatan (e-Kp) Volume 3 Nomor 2, Mei 20015
Budiono & Pertami. 2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Bumi MedikaDamayanti. 2008. Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan. Bandung: Pt Refika
AditamaEsmeralda S, Sotiri, Lika. 2013. Therapeutic Communication. JAHR Vol. 4 No. 7 Review ArticleHanafi & Richard. 2012. Keterampilan Komunikasi Interpersonal Perawat Berpengaruh
Peningkatan Kepuasan Pasien. Vol. 5 No.2Handayani & Armina. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Penerapan Komunikasi
Terapeutik Oleh Perawat Pada Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum DaerahRaden Mattaher Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim Volume 6 Nomor 2 September2017
Irawan, H, 2004. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PT. Elex media komputindo.Lalongkoe. 2013. Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta: Graha IlmuLa ode. 2012. Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Nuha MedikaLiyang. 2013. The Chinese Community patient’s Life Statisfaction, Assesment Of Community
Medical Service And Trust in Community Health Delivery System Health And Quality Oflife Outcomes.
Khotimah, Marsito, Iswati. 2012. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan
Pelayanan Keperawatan Di Ruang Inayah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong.Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan Volume 8 No 2 Juni 2012
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
212
Kusumo. 2017. Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Di RawatJalan Rsud Jogja Vol 6 (1): 72-81. UMY: Jurnal Medicolegal Dan Manajemen RumahSakit.
Martono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Grafindo PersadaMisi, Zulpahiyana, Sofyan. 2016. Komunikasi Terapeutik Perawat Berhubungan Dengan Kepuasan
Pasien Vol. 4 No. 1 Hal 30-34. Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia (JNKI)Muninjaya. 2013. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit EGCMusliha & Fatmawati. 2010. Komunikasi Keperawatan Terapeutik. Yogyakarta: Nuha MedikaNasir A, Muhith, A., Sajidin, M., dan Mubarak, W. I. 2009. Komunikasi
dalam Keprawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.Negi, Kaur, Singh, Pugazhendi. 2017. Quality Of Nursing Patient Therapeutic Communication And
Overall Patient Satisfaction During Their Hospitalization Stay Vol. 6 Issue 4.
International Journal Of Medical Science And Public HealthNorouzinia, Aghabarari, Shiri, Karimi, Samami. 2016. Communication Barriers Perceived By
Nurses And Patients Vol. 8 No. 6. Global Journal Of Health ScienceNorvin T, Miguel. 2014. Therapeutic Relationship of Staff Nurses with Medical Patients: Basic for
In-Service Training Program. GSTF Journal of Nursing and Health Care (JNHC) Vol.1No.2, Ausgust 2014
Nurul, Marsito, Ning. 2012. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan KepuasanPelayanan Keperawatan Di Ruang Inayah Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Gombong
Volume 8 No2 Juni. Jurnal Ilmiah Kesehatan KeperawatanPatty, Sari & Pradikatama. 2015. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat
Stres Pasien di Ruang Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah dr.M.Haulussy Ambon.Jurnal Komunikasi, ISSN 1907-898X, Volume 9 Nomor 2April 2015
Priyanto. 2009. Komunikasi dan Konseling Aplikasi Dalam Sarana Pelayanan Kesehatan UntukPerawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika
Pohan. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan Dasar-Dasar Pengertian Dan Penerapan.Jakarta: EGC
Prasad & George. 2014. Effectiveness Of Structured Teaching Module On Therapeutic
Communication Among Staff Nurses Volume 3 Issue 2 Ver I(May-Apr). Iosr Journal OfNursing And Health Science (IOSR-JNHS)
Putra. 2013. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang RawatInap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Vol. 1 No. 1. Jurnal IlmuKeperawatan
R.S. Diana. 2006. Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Terhadap Kemampuan
Komunikasi Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Di Rumah SakitElisabeth Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman ( The Soedirman Journal ofNursing), Volume 1 No 2 November 2006
Tjiptono, F. 2006. Manajemen dan pemasaran.Yogyakarta: Penerbit Andi.Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
213
Stuart & Laraia. 2001. Principle and Practice of Psyciatric Nursing. 7th Ed. St. Louis Missuri:Mosby Year Book
Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit EGCSugiyono. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta.Suryani. 2015. Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik, Ed 2. Jakarta: Penerbit EGC.Swarjana. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi) – tuntunan Praktis Pembuatan
Proposal Penelitian untuk Mahasiswa Keperawatan, Kebidanan dan Profesi BidangKesehatan Lainnya. Yogyakarta: Andi
Sya’diyah. 2012. Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta: Graha IlmuViji Prasad & Samuel George. 2014. Effectiveness of Structured Teaching Module on Therapeutic
Communication among staff nurses. IOSR Journal of Nursing and Health Science(IOSR-JNHS) Volume 3, Issue 2 Versi I (Mar-Apr. 2014) page 27-31
Wijono D. 2008. Manajemen mutu rumah sakit dan kepuasan pasien. Surabaya: Duta PrimaAirlangga.
Yas & Mohammed. 2016. Assessment Of Nursing Knowledge About Therapeutic Communication In
Psychiatric Teaching Hospitals At Baghdad City Vol. 6 No. 2 May-Auguest. Kufa JournalFor Nursing Sciences
Younis, Mabrouk, Kamal. 2015. Effect Of The Planned Therapeutic Communication Program OnTherapeutic Communication Skills Of Pediatric Nurses Vol. 5 No. 8. Journal Of NursingEducation And Practice
Zaidin. 2001. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika
BIOGRAFI PENULIS
Penulis Pertama adalah perawat dan sekretaris di Klinik Pratama Kasih Ibu Jaten
Penulis mendapatkan gelar Magister Manajemen Konsentrasi Rumah Sakit, dari Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia, pada tahun 2018. Fokus penulis sekarang
sebagai perawat dan manajerial bertindak sebagai sekretaris klinik. Untuk informasi lebih lanjut,
penulis dapat dihubungi melalui [email protected] .
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
214
KEBIJAKAN SPASIAL SPILLOVER TENAGA KERJA PROPINSI JAWA TENGAH
Dr. E. Caroline, SE, MSi 1) dan Dr. Etty Puji Lestari, SE, MSi 2)
Universitas Sultan Fatah Demak, Universitas Terbuka
Dr Ceacilia Srimindarti S.Pd, M.Si3)
Universitas Stikubank
Dyah Kusumawati S.Sos, M.Si4)
Universitas Sultan Fatah Demak
Achmad Nuruddin Safriandono M.Kom5)
Universitas Sultan Fatah Demak
AbstractSpatial spillover of workers in Central Java Province requires an appropriate policy in
overcoming the problem of labor migration in Central Java Province. The large numberof population in Central Java Province, different minimum wages in regencies / cities inCentral Java Province, income disparities, unequal welfare, uneven infrastructure is thereason why labor migrates both internal migration to districts / cities in Central JavaProvince, as well as external migration to outer islands, even abroad. In addition, theeconomic growth of Central Java Province which is low compared to West Java Provinceand East Java Province also makes the reason for migrating. Another reason for workersmigrating is that the poverty rate in Central Java Province is lower than Indonesia'spoverty level, the number of workers who have graduated on average with low educationwill get low monthly income so that there is less welfare, and increasing poverty. Thepurpose of this study is to examine the Central Java Province Workforce Spillover policy.The results of this study found that the labor spillover policy of Central Java Provinceincluded: 1). Internal migration policies need to be carried out to increase regionalminimum wages, increase infrastructure, and reduce interest rates; the internationalmigration policy is a need to study rupiah depreciation;
Keywords: Spatial Spillover, Labor Migration, Policy
1. Pendahuluan
Migrasi tenaga kerja terjadi akibat adanya dampak dari pemberlakuan kerjasama bidang
tenaga kerja Masyarakat Ekonomi ASEAN. Migrasi tenaga kerja terjadi dalam skala besar yaitu
migrasi tenaga kerja yang terjadi antara negara dalam suatu kawasan ASEAN, maupun skala kecil
yaitu migrasi yang terjadi antar kabupaten/kota dalam suatu propinsi.
Migrasi tenaga kerja tidak terlepas dari adanya pertumbuhan ekonomi suatu propinsi.
Pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah menjadi salah satu masalah terjadinya migrasi tenaga
kerja keluar di Propinsi Jawa Tengah. Tabel 1 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2015
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
215
sampai 2018 rata-rata pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah 5,40 persen berada pada posisi
dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat 5,43 persen , dan rata-rata
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur 3,47 persen.
Tabel 1Pertumbuhan Ekonomi
Propinsi Jawa Timur, Propinsi Jawa Tengah, dan Propinsi Jawa Barat(persentase)
Tahun Propinsi Jawa Timur Propinsi Jawa Tengah Propinsi Jawa Barat2015 5,44 5,45 5,042016 5,55 5,72 5,672017 5,37 5,19 5,352018 5,50 5,25 5,64
Rata-rata 5,47 5,40 5,43Sumber : BPS 2015 s/d 2017
Salah satu pendorong adanya migrasi tenaga kerja keluar dari Propinsi Jawa Tengah adalah
adanya kemiskinan yang terjadi di Propinsi Jawa Tengah. Persentase jumlah penduduk miskin
Propinsi Jawa Tengah diatas Indonesia yaitu Persentase jumlah penduduk miskin Propinsi Jawa
Tengah tahun 2015, 2016, 2017, dan 2018 adalah 13,32 persen, 13,27 persen, 12,23 persen, dan
11,32 persen. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin Indonesia tahun 2015, 2016, 2017,
dan 2018 adalah 11,13 persen, 10,71 persen, 10,12 persen, dan 9, 82 persen.
Tabel 2Jumlah Penduduk Miskin, dan Persentase Penduduk MiskinPropinsi Jawa Tengah, dan Indonesia Tahun 2015 s/d 2018
(Jutaan Penduduk)
Tahun
Propinsi Jawa Tengah Indonesia
Jumlah Penduduk Miskin Persentase Jumlah Penduduk Miskin Persentase
2015 4,50 13,3228,51 11,13
2016 4,50 13,2727,76 10,71
2017 4,19 12,23 26,58 10,12
2018 3,90 11,32 25,95 9,82Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah, dan BPS , diolah
Penyebab kemiskinan di Propinsi Jawa Tengah salah satunya adalah rendahnya tingkat
pendidikan Sumber Daya Manusia (SDM). Tabel 3 menunjukan bahwa rata-rata penduduk yang
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
216
bekerja beedasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan kebanyakan tamatan pendidikan : SD
27,39 persen, SLTP 18,77 persen, dan SMU 18,22 persen. Pendidikan yang rendah dari pekerja
menyebabkan terjadinya kemiskinan, mengingat penghasilan yang diperoleh dari pekerja dengan
tingkat pendidikan rendah akan memperoleh penghasilan yang rendah.
Tabel 3Jumlah Penduduk Miskin Berdasarkan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan
Propinsi Jawa Tengah, 2015 s/d 2018Pendidikan Tertinggiyang Ditamatkan 2015 2016 2017 2018 Rata-rataTidak/belum pernahsekolah 4.387.904 4.018.359
3.807.374 3.361.4323.893.767
3,82 3,503,32 2,93
3,39
Tidak/belum tamat SD14.951.112 14.134.282
15.947.147 15.836.22715.217.192
13,02 12,3113,89 13,79
13,25
SD31.487.578 31.814.185
31.223.380 31.260.83431.446.494
27,42 27,7127,19 27,23
27,39
SLTP20.698.644 21.358.030
21.716.713 22.424.72821.549.529
18,03 18,6018,91 19,53
18,77
SLTA Umum/SMU19.813.373 20.413.413
21.131.391 22.336.55620.923.683
17,26 17,7818,40 19,45
18,22
SLTA Kejuruan/SMK10.837.249 12.170.267
12.587.547 13.681.53012.319.148
9,44 10,6010,96 11,92
10,73
Akademi/Diploma3.086.444 3.416.119
3.286.551 3.450.5413.309.914
2,69 2,982,86 3,01
2,88
Universitas9.556.895 11.087.318
11.322.320 11.653.10210.904.909
8,32 9,66 9,86 10,15 9,50
Total 114.819.199 118.411.973 121.022.423 124.004.950 119.564.636Sumber : https://www.bps.go.id/statictable/2016/04/05/1909/penduduk-berumur-15-tahun-ke-
atas-menurut-pendidikan-tertinggi-yang-ditamatkan-dan-jenis-kegiatan-selama-seminggu-yang-lalu-2008-2018.html
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
217
Keterangan :angka ditulis miring adalah persentase jumlah penduduk yang ditamatkan pada pendidikan tertentudibagi jumlah jumlah penduduk yang tamat pendidikan tertentu
Hasil Penelitian Amartya Sen (1999) mengemukan bahwa alat ukur untuk mengetahui
keberhasilan dari pertumbuhan ekonomi adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi
tiga bidang pembangunan yaitu : pendidikan, kesehatan, dan pendapatan (standar hidup).
Tabel 3Indek Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Tengah,dan Indonesia
2015 s/d 2018
Tahun
Harapan Hidup Rata-rata Lama Sekolah PendapatanPropinsi
Jawa Tengah IndonesiaPropinsiJawa Tengah Indonesia
PropinsiJawa Tengah Indonesia
2015 73,96 68,29 7,03 7,64 9.930 10.150
2016 74,02 68,73 7,15 7,75 10.153 10.420
2017 74,08 68,78 7,27 7,95 10.377 10.664
2018 74,18 69,61 7,35 8,02 10.777 11.059
Rata-rata 74,06 68,85 7,20 7,84 10.309 10.573Sumber : BPS 2015 s/d 2018, diolah
Keterangan :Harapan hidup satuannya tahunRata-rata lama sekolah satuannya tahunPendapatan satuannya ribuan rupiah/orang/tahun
Tabel 3 menunjukkan bahwa IPM rata-rata Propinsi Jawa Tengah bidang Harapan Hidup
(HH) dari tahun 2015 s/d 2018 rata-ratanya lebih tinggi dari IPM Indonesia bidang harapan hidup
yaitu 74,06 tahun; sedangkan IPM Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) Propinsi Jawa Tengah memiliki
rata-rata (dari tahun 2015 s/d 2018) lebih rendah dari IPM Indonesia bidang rata-rata sekolah
(RLS) Indonesia yaitu 7,20 tahun, dan IPM rata-rata pendapatan Propinsi Jawa Tengah dari tahun
2015 s/d 2018 lebih rendah dari rata-rata IPM bidang pendapatan Indonesia yaitu 10.309 ribu
rupiah/orang/tahun. Artinya penduduk yang bekerja di Propinsi Jawa Tengah memiliki rata-rata
IPM - RLS dan Pendapatan yang lebih rendah dari Indonesia, sehingga diperlukan kebijakan di
bidang pendidikan, dan pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja Propinsi Jawa
Tengah.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
218
2. Pembahasan
Penelitian tentang Human Capital : Pendidikan, dan Kesehatan
Pentingnya pendidikan pada tenaga kerja telah diteliti oleh beberapa peneliti, yaitu : Schultz (1960),
Becker (1964), Becker dan Chiswick (1966), Barro (1991), Mankiw, Romer et al., (1992),
Benhabib dan Spiegel (1994), Acemoglu dan Autor (2010) sedangkan hasil penelitian Lucas (1988)
mengemukakan tentang eksternalitas modal manusia.
Kajian tentang human capitalpertama kali dipelopori oleh Schultz (1960), dan Becker
(1962, 1964). Mereka menjelaskan peranan human capital berdasarkan akumulasi modal fisik.
Mereka menjelaskan secara sistimatik dari akumulasi modal fisik menjadi human capital. Schultz
(1960) mengidentifikan human capitalsecara sempit, yaitu dengan investasi pada pendidikan; dan
mengajukan dalil atau proposisi tentang pentingnya peningkatan pendapatan nasional. Peningkatan
pendapatan nasional membawa konsekuensi pada adanya penambahan stok dari bentuk kapital,
terutama human capital. Schultz (1960) memberikan argumen bahwa investasi pada pendidikan
akan meningkatkan pendapatan per kapita Amerika. Pemikiran serupa dikemukakan oleh Becker
(1964).
Becker (1964) memperluas konsep human capitaldengan proksi sekolah formal.
Becker (1964) menambahkan sumber akumulasi human capitalseperti pelatihan kerja (on-the job-
training, pertemuan formal yang memberikan informasi tentang bagaimana caranya meningkatkan
produktivitas pekerja, investasi untuk memperbaiki kesehatan emosional, dan investasi kesehatan
fisik. Pemikiran Becker (1964) berangkat dari analisis investasi individu melalui pelatihan
(training), dan tingkat pengembalian investasi. Selanjutnya Becker dan Chiswick (1966)
mengemukakan argumen tentang adanya perbedaan investasi human capital yang menentukan
tingkat pengembalian pendapatan. “Institutional factors” (termasuk perbedaan pendapatan,
perbedaan kemampuan dan perbedaan kesempatan, subsidi pendidikan) pada gilirannya akan
menentukan human capital. Analisis Becker dan Chiswick (1966) menunjukkan bahwa investasi
pada pendidikan formal berhasil menjelaskan perbedaan rata-rata upah antara pekerja kulit putih
diantara Amerika Selatan, dan non-Amerika Selatan. Tingkat pengembalian pendidikan dibagi
menjadi tiga tingkatan yaitu : angka tahun sekolah rendah, angka tahun sekolah menengah, dan
angka tahun sekolah tinggi. Hasil penelitiannya Becker dan Chiswick (1966) menunjukkan angka
tahun sekolah di Amerika Selatan tinggi.
Penelitian lainnya tentang human capital adalah Barro (1991). Barro (1991)
mengidentifikasikan pendidikan formal yaitu dengan menggunakan pengukuran tingkat pendaftaran
sekolah. Hal itu dibenarkan oleh Mankiw, Romer et al., (1992), yang secara teoritis menjelaskan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
219
peranan human capitaldalam proses pertumbuhan ekonomi. Model pertumbuhan Mankiw, Romer
et al., (1992) menunjukkan penyertaan modal manusia dalam fungsi produksi aggregat. Mankiw,
Romer et al.,(1992) mengembangkan model pertumbuhan Solow (1956) yang menekankan
akumulasi modal fisik. Model empiris Mankiw, Romer et al.,(1992) menjelaskan perbedaan tingkat
tabungan, pendidikan, dan pertumbuhan penduduk. Kemudian menderivasi transisi kondisi mapan,
serta mengestimasi kecepatan konvergen untuk kondisi mapan.
Selanjutnya, Benhabib dan Spiegel (1994) menggunakan pendekatan traditional
growth accounting untuk mengevaluasi kontribusi human capital pada pertumbuhan agregat.
Kebaruan pendekatan model pertumbuhan Benhabib dan Spiegel (1994) adalah modal fisik dan
human capital memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui total factor
productivity. Hasilnya menunjukkan kontribusi human capital via total factor productivity akan
menimbulkan adanya pemimpin teknologi di dunia (the world leader in technology) atau the catch-
up effectyang kemudian pada akhinya akan menimbulkan dampak pertumbuhan endogen.
Lucas (1988) mencetuskan gagasan human capital externalities. Akumulasi teknologi
pada pendidikan formal atau lainnya akan membawa dampak pada tingkat produktivitas, baik
secara pribadi, rekan, atau lainnya. Model Lucas (1988) menunjukkan human capital mempunyai
efek produktivitas internal, dan efek produktivitas eksternal. Peningkatan human capital pada
individu tidak hanya berasal dari produktivitas dirinya sendiri tetapi merupakan bagian dari
produktivitas pekerja lain pada level keahlian tertentu. Penelitian Lucas (1988) diperkuat oleh
Acemoglu dan Autor (2010) yang mendefinisikan human capital sebagai suatu hal yang
berhubungan dengan bekal pengetahuan atau karasteristik pekerja yang dimiliki (baik bawaan atau
diperoleh) yang memberikan kontribusi “ produktivitas”. Adanya efek eksternalitas dikarenakan
adanya pertumbuhan akan menjadi lebih tinggi pada daerah yang menginvestasikan lebih besar
untuk akumulasi human capital(Mathur, 1999).
Acemoglu dan Autor (2010) mendefinisikan human capital sebagai suatu hal yang
berhubungan dengan bekal pengetahuan atau karasteristik pekerja yang dimiliki (baik bawaan atau
diperoleh) oleh pekerja. Pengetahuan atau karasteristik pekerja memberikan kontribusi terhadap
“produktivitas”. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Mathur (1999). Penelitian Mathur (1999)
melihat adanya dampak eksternalitas dari pertumbuhan yang tinggi. Dampak eksternalitas terjadi
pada suatu daerah yang menginvestasikan modal pada akumulasi human capital. Dengan demikian,
investasi yang besar pada akumulasi human capital akan mengingkatkan pertumbuhan ekonomi.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
220
Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Migrasi Tenaga Kerja melalui Pengeluaran di bidang
Pendidikan, dan Kesehatan
Kesepakatan kerjasama antar negara lain dalam hal migrasi tenaga kerja ASEAN
membuka peluang dan kesempatan tenaga kerja bermigrasi dari satu daerah ke daerah lainnya,
bahkan memberi peluang tenaga kerja untuk bermigrasi ke luar negara lain. Salah satu kebijakn
yang dapat mempertahankan tenaga kerja untuk tetap bertahan dan bekerja di daerah asal adalah
adanya kebijakan fiskal pemerintah melalui belanja pemerintah melalui bidang pendidikan
Instrumen kebijakan fiskal dapat berupa pemungutan pajak, pengeluaran pemerintah, dan
pembayaran transfer. Kebijakan fiskal digunakan untuk memacu pembentukan modal, baik modal
fisik maupun modal manusia. Kebijakan fiskal yang dimaksud ditujukan agar dapat meningkatkan
kesempatan kerja, dan mengurangi pengangguran.
Gambar 1 menunjukkan kebijakan fiskal dalam bentuk peningkatan pengeluaran
pemerintah menyebabkan kurva permintan agregat akan bergeser dari ke , dan output
bertambah dari ke . Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan
akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja yang meningkat akan
meningkatkan akan menambah ouput, dan akan menggeser kurva penawaran agregat dari ke
..Tingkat upah riil sama dengan marginal product of labor (MPL = w), sehingga dengan adanya
peningkatan produktivitas akan meningkatkan output dengan asumsi harga tetap, sehingga
keseimbangan akhir akan berada pada titik .
Peningkatan investasi tenaga kerja dalam pendidikan, dan kesehatan akan menyebabkan
ouput meningkat dari dua sisi, yaitu sisi permintaan agregat dan penawaran agregatsecara
bersamaan.Peningkatan investasi tenaga kerja dalam pendidikan, dan kesehatan menyebabkan
output meningkat dari ke , harga tetap pada (Branson dan Litvack, 1981).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
221
Gambar 1Dampak Investasi Pendidikan, dan Kesehatan Tenaga Kerja pada Pasar Barang
Sumber : Branson dan Litvack (1981).
Peningkatan investasi tenaga kerja dalam pendidikan, dan kesehatan akan
menyebabkanouput, dan kesempatan kerja meningkat sehingga diharapkan pengangguran
berkurang, ketimpangan pendapatan berkurang, dan kemiskinan berkurang serta migrasi tenaga
kerja berkurang. Kebijakan peningkatan pengeluaran pendidikan dengan persentase yang sama
dengan pengeluaran kesehatan, memberi dampak yang lebih besar dalam meningkatkan kinerja
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terjadi karena nilai dasar pengeluaran
pendidikan lebih besar dibanding nilai dasar pengeluaran kesehatan.
Berbeda halnya bila peningkatan dilakukan dengan jumlah nominal yang sama, kebijakan
peningkatan pengeluaran kesehatan memberi hasil yang lebih besar dibanding peningkatan
pengeluaran pendidikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan peningkatan pengeluaran
kesehatan ternyata lebih efektif dalam meningkatan kinerja perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat dibanding kebijakan peningkatan pengeluaran pendidikan. Dari hasil ini dapat diartikan
bahwa sistem pendidikan di Jawa Tengah masih belum optimal dalam memberi kontribusi bagi
pembangunan daerah.
Peningkatan pengeluaran kesehatan dengan jumlah nominal yang sama dengan
pengeluaran infrastruktur memberi dampak yang lebih besar dalam meningkatkan human capital,
produktivitas tenaga kerja semua sektor, penyerapan tenaga kerja jasa, output sektor jasa,
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
222
disposable income, konsumsi rumahtangga, pengeluaran per kapita serta pengurangan kemiskinan.
Sedangkan kebijakan peningkatan pengeluaran infrastruktur memberi dampak yang lebih besar
dalam meningkatkan physical capital, penyerapan tenaga kerja pertanian, penyerapan tenaga kerja
industri, output pertanian, output industri, PDRB per kapita, penerimaan pemerintah, pengeluaran
pemerintah, investasi, serta pengurangan pengangguran dan ketimpangan pendapatan(Sulistyowati,
2011).
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Todaro (2003) bahwa modal kesehatan yang baik
dapat meningkatan pengembalian atas pendidikan, karena: (1) kesehatan adalah faktor penting bagi
kehadiran di sekolah, (2) anak-anak yang sehat lebih berprestasi di sekolah, dan dapat belajar secara
lebih efisien, (3) angka kematian anak usia sekolah akan meningkatkan biaya pendidikan per tenaga
kerja, sementara harapanhidup yang lebih lama akan meningkatkan pengembalian atas investasi
pendidikan, dan (4) individu yang sehat akan mampu menggunakan pendidikan secara produktif
dalam kehidupannya. Jadi kesehatan merupakan prasyarat bagi peningkatan produktifitas,
sementara keberhasilan pendidikan bertumpu pada kesehatan yang baik.
Hasil penelitian Sipayung (2000) diperoleh hasil bahwa penyerapan tenaga kerja jasa yang
meningkat cukup efektif dalam meningkatkan PDRB jasa. Setiap peningkatan penyerapan tenaga
kerja jasa sebesar 10 persen akan meningkatkan PDRB jasa sebesar 11,92 persen. PDRB pada
semua sektor, masih banyak didorong oleh adanya peningkatan jumlah tenaga kerja dibanding
dengan produktivitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi yang digunakan di Jawa Tengah
masih bersifat padat karya.
Kebijakan Mobilitas Tenaga Kerja
Propinsi Jawa Tengah dalam menghadapi intergrasi ekonomi regional ASEAN sebaiknya
mempersiapkan 2 kebijakan yaitu : pertama, kebijakan industri dan sektoral. Kebijakan ini
berfungsi untuk memfasilitasipergeseran ke arahsektorproduktivitas yang lebih tinggi,
dandiversifikasikerjadi bidang manufaktur. Kebijakan untuk sektor ini membutuhkan kebijakan
industridan sektoral yang dirancang dengan baikyangterkoordinasidandikembangkanbersama-
samadenganpekerjaan dankebijakanketerampilan.
Kedua, kebijakan bidang pendidikan dan pelatihan. Pergeseran nilai tambah industri yang
tinggi yang terjadi dari akibat adanya persaingan ekonomi, diperlukan keunggulan akademik dalam
ilmu pengetahuan, teknologi, teknik dan matematika. Pekerja perlu dilengkapi dengan keterampilan
untuk pekerjaan saat ini dan pada masa yang akan datang, sehingga memiliki kapasitas untuk
beradaptasi dengan persyaratan yang cepat berubah.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
223
Ketiga, kebijakan perlindungan sosial yang efektif dan kebijakan pasar tenaga kerja
lainnya yang dapat membantu mengurangi biaya penyesuaian perubahan struktural dan mengatasi
informalitas, terutama untuk kelompok yang rentan pada ancaman masuknya tenaga kerja asing.
Keempat, kebijakan untuk usaha kecil menengah dengan cara membuka potensi
perusahaan, dan daya saing perusahaan kecil dan menengah dengan cara memperkuat produktivitas
perusahaan perusahaan tersebut melalui : manajemen yang baik dalam peningkatan prosedur
administrasi praktek ketenagakerjaan, akses ke keuangan dan pengembangan fasilitas bisnis,
kemitraan dengan perusahaan yang lebih besar, dan integrasi ke dalam ekonomi formal.
Kelima, kebijakan investasi infrastruktur. Infrastruktur yang lebih baik akan membantu
mempercepat konektivitas dan pertumbuhan ekonomi daerah dan secara bersamaan mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Ini akan mempersempit kesenjangan pembangunan antara
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Harapannya dengan berlakunya lima kebijakan tersebut,
maka pertumbuhan ekonomi bisa kondusif, dan ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah dapat diperkecil sehingga migrasi tenaga kerja antar kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah dapat diperkecil.
Kelima kebijakan sesuai dengan hasil penelitian Andriani (2000) yaitu peningkatan migrasi
desa ke kota secara besar-besaran mengarah pada terjadinya kelangkaan angkatan kerja di wilayah
pedesaan, dan melimpahnya angkatan kerja di perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
upah riil diluar Jawa lebih tinggi daripada di Jawa. Oleh karena upah menjadi salah satu alasan
mengapa orang bermigrasi dari Jawa ke luar pulau Jawa.
Kebijakan Upah Minimum Regional
Kebijakan Upah Minimum Regional (UMR) yang berbeda-beda di antara kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah menjadi faktor penarik tenaga kerja melakukan migrasi dari kabupaten/kota
yang UMR rendah ke kabupaten/kota UMRnya tinggi.
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Safrida (1999) bahwa pengaruh peningkatan upah
minimum terhadap permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan industri cukup besar dan
berpengaruh nyata, sedang permintaan tenaga kerja di sektor industri pengaruhnya kecil, dan tidak
nyata. Pemerintah harus berhati-hati dalam menentukan upah minimum pada sektor pertanian dan
jasa, karena dengan adanya peningkatan upah minimum sektor pertanian, dan jasa akan
meningkatkan pengangguran.
Berbeda dengan hasil penelitian dari Andriani (2000) bahwa peningkatan angkatan kerja
dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk usia produkstif, dan jumlah angkatan kerja di ilayah
perkotaan dan pedesaan. Upah bukan jadi faktor pendorong tenaga kerja bermigrasi, namun lebih
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
224
dikarenakan karena kurangnya kesempatan kerja di daerah asal. Peningkatan kesempatan kerja
sektoral dipengaruhi oleh pendapatan sektoral yang tinggi, program padat karya di daerah
perkotaan, dan pembangunan prasarana desa tertinggal di pedesaan.
Kebijakan pembangunan infrastruktur
Kebijakan pembangunan infrastruktur akan memperkecil tingkat disparitas pendapatan
antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Kebijakan dari Bapak Joko Widodo dalam
membangun infrastruktur yang telah dilakukan dalam masa pemerintahannya akan menjadi faktor
mengapa alasan tenaga kerja melakukan migrasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari
Tambunan (2006) dengan analisis bahwa dalam jangka panjang pembangunan infrastruktur di
Indonesia harus berdasarkan kebutuhan infrastruktur yang telah disiapkan ditingkat regional dengan
perencanaan yang top-down, yang komprehensif dan berkelanjutan serta terintegrasi dengan
infrastruktur network yang bernilai ekonomis tinggi.
3. SIMPULAN
Kebijakan spillover tenaga kerja Propinsi Jawa Tengah antara lain :
1. Kebijakan migrasi internal maka perlu dilakukan peningkatan upah minimum regional,
peningkatan infrastruktur, dan penurunan suku bunga;
2. Kebijakan migrasi internasional adalah perlu melakukan kajian depresiasi nilai tukar
rupiah;
DAFTAR PUSTAKA
Acemoglu, D., & Autor, D. (2010). Skills, Tasks andTechnologies: Implications for Employmentand Earnings. NBERWorking Paper16082.
Adriani, D. (2006). Keragaan Pasar Kerja Pertanian-Nonpertanian Dan Migrasi Desa-Kota: TelaahPeriode Krisis Ekonomi. SOCA (SOCIO-ECONOMIC OF AGRICULTURRE ANDAGRIBUSINESS).
Becker, G. M., DeGroot, M. H., & Marschak, J. (1964). Measuring utility by a single‐responsesequential method. Behavioral science, 9(3), 226-232.
Becker, G. S., & Chiswick, B. R. (1966). Education and the Distribution of Earnings. The AmericanEconomic Review, 56(1/2), 358-369.
Benhabib, J., & Spiegel, M. M. (1994). The Role of Human Capital in Economic DevelopmentEvidence from Aggregate Cross-Country Data. Journal of Monetary Economics, Vol 34,pp. 143-173.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
225
Branson, W.H. and J.M. Litvack. (1981). Macroeconomics. Second Edition. Harper and RowPublishers, New York.
https://jabar.bps.go.id/statictable/2017/07/05/192/laju-pertumbuhan-pdrb-provinsi-jawa-barat-atas-dasar-harga-konstan-2010-menurut-lapangan-usaha-persen-2011-2016.html
https://jateng.bps.go.id/dynamictable/2016/12/16/35/-metode-baru-usia-harapan-hidup-saat-lahir-jawa-tengah-menurut-kabupaten-kota-tahun-2010-2018.html
https://jatim.bps.go.id/subject/52/produk-domestik-regional-bruto.html#subjekViewTab3
https://www.bps.go.id/dynamictable/2019/04/16/1614/pengeluaran-per-kapita-disesuaikan-menurut-provinsi-2010-2018-metode-baru-.html
Hugo, G. (1995). International labor migration and the family: some observations from Indonesia.Asian and Pacific Migration Journal, 4(2-3), 273-301.
Lucas, R. E. (1988). On The Mechanics of Economic Development. Journal of MonetaryEconomics(22), pp. 3-42.
Mankiw, N. G., Romer, D., & Weil, D. N. (1992). A contribution to the empirics of economicgrowth. The quarterly journal of economics, 107(2), 407-437.
Safrida. (1999). Dampak Kebijakan Upah Minimum dan Makroekonomi terhadap Laju Inflasi,Kesempatan Kerja serta Keragaman Permintaan dan Penawaran Agregat. Tesis MagisterSains. Program Pasca Sarjana. Institute Teknologi Bogor.
Schultz, T. W. (1960). Capital formation by education. Journal of political economy, 68(6), 571-583.
Sen, A. (1999). Commodities and capabilities. OUP Catalogue.
Sipayung, T. (2000). Pengaruh Kebijakan Makroekonomi terhadap Sektor Pertanian dalamPembangunan Ekonomi Indonesia. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor, Bogor.
Sulistiawati, R. (2013). Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja danKesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia.
Tambunan, T. (2006). Kondisi Infrastruktur Indonesia. http://www.kadin-indonesia.go.id
Todaro, M.P. dan S.C. Smith. (2003). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Terjemahan.Erlangga, Jakarta.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
226
PENGARUH REVOLUSI INDUSTRI 4.0 PADA KEWIRAUSAHAAN UNTUKKEMANDIRIAN EKONOMI
Niko Sangaji1 Vincent Hadi Wiyono2Tri Mulyaningsih3
Magister Ekonomi Studi Pembangunan FEB UNSEmail :[email protected]
AbstractThe Industrial Revolution 4.0 is a new technological advancement that integrates thephysical, digital and biological world, where there is a fundamental change in the human’sway of life. With the rapid development of technology that has experienced breakthroughs inall disciplines, including in the field of artifical intelligence, nanotechnology, biotechnology,internet-based technology has an impact on human life that can increase the economicgrowth too. The impact of economic growth has increased in the 4.0 industrial revolutionwhere this can be seen from many business people and entrepreneurs who utilize theinformation technology, so that the basic principles of industrial design 4.0 are known as thedigital revolution because of the proliferation of computers and automation and connectivityin a field. With the Industrial Revolution 4.0, there is an increasing influence in theeconomic sector, where the sector opens opportunities for entrepreneurship and MSMEsincrease rapidly, thus giving an impact on entrepreneurship for economic independence.
Keywords: Industrial Revolution 4.0, Entrepreneurship, Economic Independence,ComputerPoliferation, Artificiall intelligent
1. Pendahuluan
Industri 4.0 muncul dari ide revolusi industri ke-empat dimana teknologi telah menjadi
basis dalam kegiatan bermasyarakat.semua proses diera ini dilakukan dengan system otomatisasi
dalam semua proses aktivasi, dimana perkembangan teknologi internet semakin berkembang tidak
hanya menghubungkan manusia diseluruh dunia akan tetapi juga menjadi suatu basis bagi proses
transaksi perdagangan ekonomi.
Revolusi industri merupakan perubahan cara hidup dan proses kerja manusia secara
fundamental, dimana dengan kemajuan teknologi informasi dapat mengintregrasikan dalam dunia
kehidupan dengan digital yang dapat memberikan dampak bagi seluruh disiplin ilmu. Dengan
perkembangan teknologi informasi yang berkembang secara pesat mengalami terobosan
diantaranya dibidang artificiall intellegent, dimana teknologi komputer suatu disiplin ilmu yang
mengadopsi keahlian seseorang kedalam suatu aplikasi yang berbasis teknologi dan melahirkan
teknolologi informasi dan proses produksi yang dikendalikan secara otomatis. Dengan lahirnya
teknologi digital saat ini pada revolusi industri 4.0 berdampak terhadap kehidupan manusia
diseluruh dunia. Revolusi industri 4.0 semua proses dilakukan secara sistem otomatisasi didalam
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
227
semua proses aktivitasi, dimana perkembangan teknologi internet semakin berkembang tidak hanya
menghubungkan manusia seluruh dunia namun juga menjadi suatu basis bagi proses transaksi
perdagangan dan transportasi secara online.
Dengan perkembangan teknologi yang semakin berkembang banyak sekali munculnya
bisnis transportasi online seperti Go-Jek ,Uber dan Grab dimana menunjukan integrasi aktivitas
manusia dengan teknologi informasi, sehingga mengakibatkan pertumbuhan ekonomi semakin
meningkat. Di Era revolusi industri 4.0 transportasi yang bersifat konvensional tidak pernah
diprediksi bahwa model ini transportasi konvensional ini yang dahulu banyak digunakan oleh
masyarakat untuk kepentingan mobilitas manusia, namun pada era revolusi industri 4.0 model
transportasi konvensional ini sudah sedikit digunakan oleh masyarakat, dimana dapat terlihat antara
taksi konvensional versi taksi online atau ojek pangkalan dengan ojek online, dengan
perkembangan teknologi yang semakin berkembang secara pesat model transportasi konvensional
model transportasi yang memanfaatkan dengan sistem aplikasi berbasis internet menjadi alat
transportasi yang dimanfaatkan masyarakat untuk kepentingan mobilitas manusia, dampaknya
publik menjadi lebih mudah mendapatkan layanan transportasi dan bahkan dengan harga yang
sangat terjangkau.
Gambar 1. Revolusi Industri 4.0 (Sumber: www.kompasiana.com)
Selain transportasi yang memanfaatkan teknologi informasi dengan memanfaatkan sistem
aplikasi berbasis internet menjadi model transportasi yang dipilih oleh masyarakat, tidak sebatas
sebagai transportasi online namun berkembang menjadi bisnis layanan (online delivery order),
teknologi online yang telah membawa perubahan besar terhadap perubahan ekonomi. Di era
revolusi industri 4.0 akan lebih cepat dalam perkembangan produk dan menciptakan konsumen
yang beragam dan berdampak terhadap harga realatif murah, perubahan pada era ini tidak hanya
pada perubahan cara atau strategi dalam proses pemasaran pada aspek fundamental.
Revolusi model bisnis di Era Industri 4.0 pertama, memberikan solusi terhadap
permasalahan yang dihadapi masyakat, Kedua, pada era ini tidak pernah merasa puas dengan hasil
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
228
yang dicapainya sehingga berupaya secara terus menerus melakukan inovasi. Ketiga model
monopolistik kapitalisme baru, dimana model bisnis perusahaan perusahaan pada era ini menganut
paham ekonomi berbagi (sharing ebonomy) sehingga dipersepsikan dapat menjadi solusi
kesenjangan ekonomi. Keempat, model pemasaran 3.0, jika marketing pada era 1.0 fokus pada
produk sedangkan di era 2.0 mareketing fokus kepada konsumen,maka pada marketing 3.0 lebih
dari itu dimana perusahaan melihat konsumen tidak hanya sebatas pengguna produk tetapi melihat
konsumen dari multi dimensinya sebagai manusia sehingga konsumen akan memilih produk yang
memuaskan keinginannya untuk berpartisipasi, berkreasi,komunitas dan idealisme.
2. Tantangan dan Peluang Industri 4.0
Perkembangan teknologi informasi dengan pesat saat ini terjadi otomotisasi yang terjadi
diseluruh bidang, teknologi dan pendekatan baru yang menggabungkan secara nyata,digital dan
secara fundamental (Tjandrawinata,2016). Beberapa tantangan yang dihadapi pada era industri
4.0yaitu masalah keamanan teknologi informasi, keandalan stabilitas mesin produksi, kurangnya
keterampilan yang memadai,ketidakmampuan untuk berubah oleh pemangku kepentingan, dan
hilangnya banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi. Dengan hilangnya banyak
pekerjaan karena berubah menjadi otomotisasi, sehingga pengangguran menjadi ancaman yang
akan terjadi, dimana tingkat pengangguran pada bulan Februari 2018 sebesar 5,33% atau 7,01 jiwa
dari total 131,55 juta orang angkatan kerja (Sumber : BPPS 2018).
3. Prinsip Desain Industri 4.0
Beberapa prinsip desain industri 4.0 sebagai berikut, pertama, interkoneksi yaitu
kemampuan mesin, perangkatsensor dan orang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain
melalui internet of thing (IoT), prinsip ini membutuhkan kolaborasi keamanan dan standar. Kedua,
transparansi informasi merupakan kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan virtual
dunia fisik dengan memperkaya model digital dengan data sensor termasuk data dan penyediaan
informasi. Ketiga, bantuan teknis yang meliputi kemampuan sistem bantuan untuk mendukung
manusia dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat
keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu singkat.Keempat,
keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuansistem fisik maya untuk membuat
keputusan sendiri dan menjalankantugas seefektif mungkin. Secara sederhana, prinsip industri 4.0
menurutHermann et al (2016) dapat digambarkan sebagai berikut.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
229
Gambar 2. Prinsip Industri 4.0 (Sumber: Hermann et al, 2016)
Revolusi industri 4.0 dikenal dengan revolusi digital karena terjadi proliferasi komputer dan
otomatisasi pencatatan disemua bidang, karena otomatisasi dan konektivitas disebuah bidang akan
membuat perubahan secara signifikan di dunia industri dan persaingan kerja menjadi tidak
linier.Salah satu karakteristik dari revolusi industri 4.0 menerapkan pengaplikasikan kecerdasan
buatan atau artificiall intellegent (Tjandarawinata,2016).
4. Bidang Kewirausahaan Untuk Emandirian Ekonomi.
Bidang Ekonomi pada revolusi industri 4.0 saat ini sedang pada perubahan besar pada
kemajuan teknologi memungkinkan otomatisasi hampir disemua bidang. Diantara tantangan yang
sedang dihadapi pada saat ini, teknologi yang menggabungkan dunia fisik,digital dengan cara yang
fundamental mengubah umat manusia, sejauh mana transformasi ini akan berdampak positif.
Transformasi yang memberikan dampak positif, dimana peran dunia usaha dan organisasi
sosial dinilai sangat strategis dalam memperkuat kemandirian ekonomi bangsa, sehingga
pertumbuhan ekonomi mendorong pertumbuhan lebih kuat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
5%.Meningkatnya kemandirian ekonomi mendorong dapat memperkuat orientasi kewirausahaan
guna pertumbuhan lebih baik sehingga dapat mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat secara
merata.
Meningkatnya kemandirian ekonomi pada revolusi model bisnis di Era Industri 4.0terlihat
pada model transportasi konvensional ini yang dahulu digunakan masyarakat untuk kepentingan
mobilitas manusia, namun di Era revolusi industri 4.0 model transportasi konvensional ini tidak
digunakan oleh masyarakat, model transportasi di era industri revolusi 4.0 Go-Jek dapat
memberikan dampak positif dalam perekonomian Indonesia, karena dapat memberikan dampak
sosial dan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung yang dihasilkan oleh Go-Jek pada
perekonomian Indonesia, Go-Jek memberikan dampak pada bidang perekonomian nasional dan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
230
masyarakat, Mitra Pengemudi, mitra UMKM dan dari pihak konsumen.Go-Jek memiliki kontribusi
dalam perekonomian nasional dan masyarakat melalui penghasilan mitra pengemudi sekitar 8,2
triliun per tahun, sedangkan Go-Jek melalui penghasilan mitra UMKM memberikan kontribusi
mencapai 1,7 triliun. (I Dewa G.K Wisana,dkk).
Manfaat Go-Jek dapat kita rasakan dari sisi mitra pengemudi,dimana Go-Jek dapat
mengurangi pengangguran, sehingga dapat memperluas kesempatan kerja, selain itu dapat
meningkatkan penghasilan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan kualitas
kehidupan keluarga pengemudi dapat meningkat. Selain itu peran GO-Jek dapat mendukung
UMKM, dimana dengan Go-Jek dapat mendukung UMKM go online, sehingga dapat
meningkatkan volume transaksi penjualan mitra UMKM, Go-Jek pun dapat membuka akses pasar
untuk mendorong penggunaan perkembangan teknologi,sehingga dapat meningkatkan usaha.Selain
itu Go-Jek dapat memberikan manfaat bagi konsumen, dampaknya masyarakat menjadi lebih
mudah mendapatkan layanan transportasi dan bahkan dengan harga yang sangat terjangkau.
5. Kesimpulan
Revolusi Industri 4.0 dikembangkan dari revolusi 3.0, yang dimana revolusi 4.0 sering
dikenal dengan Revolusi Digital, dimana ditandai poliferasi komputer dan otomatisasi pencatatan
disemua bidang. Dengan perkembangan teknologi informasi yang mengalami terobosan diantaranya
dibidang artificiall intellegent, teknologi nano, bioteknologi, teknologi komputer kuantum,
teknologi berbasis internet. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
pesat telah melahirkan teknologi informasi dan proses produksi yang dikendalikan secara otomatis.
Dengan lahirnya teknologi digital saat ini pada revolusi industri 4.0 berdampak terhadap kehidupan
manusia di seluruh dunia. Beberapa prinsip desain industri 4.0 sebagai berikut, Pertama,
interkoneksi yaitu kemampuan mesin, perangkat,sensor dan orang untuk terhubung dan
berkomunikasi satu sama lain melalui internet of thing (IoT), prinsip ini membutuhkan kolaborasi
keamanan dan standar. di Era revolusi industri 4.0 model transportasi konvensional kini beralih ke
model transportasi yang memanfaatkan dengan sistem aplikasi berbasis internet menjadi alat
trasportasi yang dimanfaatkan masyarakat untuk kepentingan mobilitas manusia, dampaknya publik
menjadi lebih mudah mendapatkan layanan transportasi dan bahkan dengan harga yang sangat
terjangkau. Selain itu dampak dari revolusi industri 4.0 sektor bidang perekonomian meningkat,
dimana sektor sektor perdagangan dan UMKM meningkat dengan pesat.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
231
DAFTAR PUSTAKA
Aoun, J.E. (2017). Robot-proof: higher education in the age of artificialintelligence. US: MIT Press.Afwan,
M. (2013). Leadership on technical and vocational education incommunity college [Versielektronik]. Journal of Education andPractice, 4 (21), 21-23.
Baur, C. & Wee, D. (2015). Manufacturing's Next Act? McKinsey &Company.Brofenbrenner, U. (1989). Ecological system theory. In r. Vasta (Ed).Annals of Child Development
(Vol6).Greenwich: CT, JAI Press.Brown, A., Kirpal, S., & Rauner, F. (2007). Identitas at work. Netherlands:Springer.Bukit, M. (2014). Strategi dan inovasi pendidikan kejuruan darikompetensi ke kompetisi. Bandung:Alfabeta.Cognizant. Informed Manufacturing: The Next Industrial Revolution.
http://www.cognizant.com/InsightsWhitepapers/Informed-Manufacturing-TheNext-IndustrialRevolution.pdf.
Davis, N. 5 ways of understanding the Fourth Industrial Revolution. November 16, 2015.http://www.weforum.org/agenda/2015/11/5-ways-of-understanding-thefourth-industrialrevolution.
Economist Intelligence Unit. From transplants to implants. December11,2015. http://www.eiuperspectives.economist.com/healthcare/transplants-implants.
Edmon, A., & Oluiyi, A. (2014). Re-engineering technical vocationaeducation and training towardsafety practice skill needs ofsawmill workers against workplace hazards in Nigeria[Versielektronik]. Journal of Education and Practice, 5 (7), 150-157.
Era Revolusi Industri 4.0: Perlu Persiapkan Literasi Data, Teknologi dan Sumber Daya Manusia.(2018). Diambil 28 Maret 2018 dari http://belmawa.ristekdikti. go.id/2018/01/17/era-revolusiindustri-4-0-perlu-persiapkan-literasi-data-teknologi-dan-sumber-daya-manusia/
Fakta ketergantungan pada teknologi (2014). Diambil 27 Maret 2019dari http://www.beritasatu.com/gaya-hidup/232713-8-fakta-ketergantungan-pada-teknologi.html
Hermann, M., Pentek, T., & Otto, B. (2016). Design Principles forIndustrie 4.0 Scenarios. Presentedat the 49th HawaiianInternational Conference on Systems Science.
Irianto, D. (2017). Industry 4.0; The Challenges of Tomorrow.Disampaikan pada Seminar NasionalTeknik Industri, Batu-Malang. Kagermann, H., Wahlster, W., & Helbig, J.(2013).Recommendations forImplementing the Strategic Initiative Industrie 4.0. Industrie4.0Working Group, Germany.
Inovasi disruptif. (2016). Diambil 27 Maret 2019 dari https://id.wiki-pedia.org/wiki/Inovasi_disruptif
Kennedy, O.O. (2011). Philosophical and sociological overview ofvocational-technical education inNigeria [Versi elektronik].Journal of Academic Research in Business and Social Sciences,1,167-175.
Kuswana, W.S. (2013). Filsafat teknologi, vokasi dan kejuruan. Bandung:Alfabeta Bandung.Kohler, D, & Weisz, J.D. (2016). Industry 4.0: the challenges of thetransformingmanufacturing.
Germany: BPIFrance.Kompas. WEF: Tahun 2020, Lima Juta Pekerjaan Bisa Menghilang akibat Teknologi. Selasa,
19Januari2016.http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/01/19/105938126/WEF.Tahun.2020. Lima.Juta.Pekerjaan.Bisa.Menghilang.akibat.Teknologi.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
232
Karnawati, D. (2017). Revolusi industri, 75% jenis pekerjaan akan hilang. Diambil darihttps://ekbis.sindonews.com/read/1183599/34/ revolusi-industri-75-jenis-pekerjaan-akanhilang-1488169341
Kasali, R. (2017). Meluruskan Pemahaman soal Disruption. Diambildarihttps://ekonomi.kompas.com/read/2017/05/05/073000626/meluruskan.pemahaman.soal.disruption.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
233
PERMINTAAN DAN PENAWARAN TENAGA KERJA SERTAPENGANGGURAN DI INDONESIA
Novia Dani Pramusinto1 dan Akhmad Daerobi2
Universitas Sebelas MaretEmail: [email protected]
Tri MulyaningsihUniversitas Sebelas Maret
AbstractAn Employment is an important factor in supporting economic growth in a country. Thelabor market is formed by two main forces namely labor demand and labor supply. Labordemand is affected by the marginal value of the product (VMP). VMP shows the benefitsobtained from hiring additional workers and holding constant capital. The supply oflabor is influenced by the free time of labor and wages. The total amount of laborprovided for an economy depends on the population, the percentage of the populationentering the workforce, and the number of hours worked by the workforce. The smallamount of labor demand will result in excess supply of laborers who offer themselves towork, the result is unemployment. Open unemployment is an indicator that can be used tomeasure the level of supply of labor that is not absorbed by the labor market. Everyworkforce must get jobs to be able to have a competitive advantage so that they canincrease competitiveness. The rise and fall of a job will affect the demand for labor forthe supply of labor by the community.
Keywords: Labor Market, Labor Demand, Labor Supply, Unemployment
1. Pendahuluan
Ketenagakerjaan merupakan suatu faktor penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
disuatu negara. Pasar tenaga kerja dibentuk oleh dua kekuatan utama yaitu permintaan tenaga kerja
dan penawaran tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja dilakukan oleh pihak perusahaan (produsen),
sedangkan penawaran tenaga kerja dilakukan oleh pihak tenaga kerja(Mankiw, 2003).Dalam pasar
tenaga kerja, ketidakseimbangan permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja menyebabkan
masalah ketenagakerjaan yang berkepanjangan. Ketidakseimbangan tersebut terjadi jika penawaran
tenaga kerja lebih besar dibanding dengan permintaan tenaga kerja yang ada dalam pasar tenaga
kerja. Sedikitnya jumlah permintaan tenaga kerja akan mengakibatkan kelebihan pasokan tenaga
kerja yang menawarkan diri untuk bekerja, akibatnya adalah terjadi pengangguran.
Tingkat pengangguran terbuka merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
234
tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar tenaga kerja. Sedangkan persentase
tingkat pengangguran terbuka akan meningkat ketika jumlah angkatan kerja yang berkurang
banyak, meskipun jumlah pengangguran menurun. Artikel ini memaparkan teori yang berhubungan
dengan tenaga kerja serta memaparkan fenomena pengangguran di Indonesia.
2. Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh permintaan atas suatu barang produksi sehingga
perusahaan akan menambah tenaga kerja untuk produksinya jika permintaan akan barang produksi
meningkat. Oleh karena itu permintaan tenaga kerja disebut sebagai derived demand atau
permintaan turunan(Borjas, 2016; McConnell, Brue, & Macpherson, 2013; Santoso, 2012;
Simanjuntak, 1985). Untuk mempertahankan tenaga kerja yang digunakan perusahaan, maka
perusahaan harus menjaga permintaan masyarakat atas barang yang diproduksi agar stabil atau
mungkin meningkat. Dalam menjaga stabilitas permintaan atas barang produksi perusahaan dapat
dilakukan dengan pelaksanaan ekspor, sehingga perusahaan harus memiliki kemampuan bersaing
baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Dengan demikian diharapkan permintaan
perusahaan terhadap tenaga kerja dapat dipertahankan pula (Sumarsono, 2003).
Permintaan tenaga kerja memainkan peran penting dalam penilaian kebijakan (Peichl &
Siegloch, 2012). Permintaan tenaga kerja memiliki karakter individu di pasar tenaga kerja. Tenaga
kerja dibeli bukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, tetapi dibeli karena tugas tertentu
untuk dipenuhi dan memiliki layanan yang diberikan (Abdurakhmanov & Zokirova, 2013). Tingkat
permintaan tenaga kerja oleh individu perusahaan yang dapat dimaksimalkan keuntungan terjadi
pada saat nilai produktivitas tenaga kerja sama dengan biaya marginal tenaga kerja (Santoso, 2012).
Kurva Nilai produk marginal (VMP/Value Marginal Product) merupakan kurva permintaan tenaga
kerja jangka pendek dari perusahaan yang bersangkutan yang beroperasi dalam pasar persaingan
sempurna. VMP adalah biaya marjinal dari mempekerjakan satu unit tenaga kerja dan pendapatan
marjinal dari satu unit input. VMP menunjukkan manfaat yang diperoleh dari mempekerjakan
pekerja tambahan dan memegang modal konstan. Asumsi bahwa harga satu input tetap (modal
tetap), sehingga nilai produk marginal tenaga kerja adalah sebagai berikut:
Kondisi tersebut menyatakan bahwa satu unit peningkatan tenaga kerja akan menghasilkan
pendapatan sebesar nilai unit penjumlahan dari satu unit tenaga kerja. Jika diberlakukan harga
produk sebagai variabel eksogen tergantung pada keseimbangan pasar, maka nilai produk rata-rata
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
235
diperoleh sebagai berikut:
Dimana nilai produk rata-rata memberikan harga output per tenaga kerja. Jika tingkat upah
turun, perusahaan akan mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja, sehingga pernintaan akan tenaga
kerja bergeser ke kanan. Namun, jika perusahaan mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja yang
mengarah ke peningkatan output, dan kemudian harga akan menurun artinya nilai marginal produk
menurun, sehingga kurva permintaan jangka pendek untuk tenaga kerja menurun ke bawah.
Sedangkan kenaikan harga output menggeser nilai kurva produk marginal ke atas, dan akan
meningkatkan lapangan pekerjaan(Borjas, 2016).
Gambar 1: Kurva Permintaan Tenaga KerjaSumber: (Borjas, 2016)
Gambar 1 merupakan gambar kurva permintaan tenaga kerja. Kurva tersebut
menggambarkanapa yang terjadi pada pekerja perusahaan ketika upah berubah, dengan asumsi
modal konstan. Kurva permintaan tenaga kerja memiliki slope negatif dan menggambarkan nilai
perusahaan dari kurva produk marjinal atau value marginal product (VMP). Awalnya upah adalah
$22 dan perusahaan mempekerjakan pekerja tinggi. Pada saat upah turun menjadi $18, perusahaan
mempekerjakan 9 pekerja. Nilai produk marjinal perusahaan menurun karena semakin banyak
pekerja yang dipekerjakan. Ketinggian kurva permintaan tenaga kerja tergantung pada harga output
dan produk marjinal. Kurva permintaan tenaga kerja akan bergeser ke kanan jika output menjadi
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
236
lebih mahal.Sebagai contoh, anggaplah bahwa harga output meningkatkan, menggeser kurva
VMPkekanan dari VMPEke VMPE’. Pada tingkat upah $22, kenaikan harga output meningkatkan
lapangan kerja perusahaan dari 8 tenaga kerja yang dibutuhkan menjadi 12 tenaga kerja. Oleh
karena itu, ada hubungan positif antara pekerjaan jangka pendek dan harga output.
Permintaan tenaga kerja juga merupakan alternatif kombinasi tenaga kerja dengan input lain
yang tersedia, dan berhubungan dengan tingkat upah. Apabila harga barang-barang modal turun,
maka biaya produksi juga akan turun. Akibatnya harga jual per unit barang akan turun. Pada
keadaan ini, produsen akan cenderung untuk meningkatkan jumlah produksinya karena permintaan
akan barang bertambah besar. Oleh karena itu, permintaan tenaga kerja juga bertambah besar,
sehingga keadaan tersebut menyebabkan bergesernya kurva permintaan tenaga kerja ke kanan
karena pengaruh efek skala atau efek substitusi (Ismei, Wijarnako, & Oktavianti, 2015).
3. Penawaran Tenaga Kerja
Penawaran tenaga kerja menjelaskan hubungan antara upah dengan jumlah tenaga kerja yang
ditawarkan (Bellante & Jackson, 1990; Santoso, 2012). Penawaran tenaga kerja adalah jumlah
tenaga kerja yang disediakan oleh pemiliki tenaga kerja pada setiap kemungkinan upah dalam
jangka waktu tertentu. Jumlah tenaga kerja keseluruhan yang disediakan bagi suatu perekonomian
tergantung pada jumlah penduduk, presentase jumlah penduduk yang masuk dalam angkatan kerja,
dan jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh angkatan kerja. Masing-masing dari ketiga komponen
dari jumlah jumlah tenaga kerja tersebut tergantung pada besar upah pasar (Bellante & Jackson,
1990). Penawaran tenaga kerja sangat ditentukan oleh banyaknya penduduk di usia kerja yang
memiliki menjadi angkatan kerja. Semakin banyak angkatan kerja makan penawaran tenaga kerja
juga akan meningkat (Santoso, 2012).
Analisis penawaran tenaga kerja meganggap bahwa tidak ada perubahan jumlah populasi
tenaga kerja maupun perubahan tingkat keterampilan. Untuk menganalisis dampak perubahan
tingkat upah terhadap tenaga kerja yang ditawarkan dapat digunakan efek substitusi dan efek
pendapatan. Melalui efek substitusi, perubahan upah menyebabkan perubahan pada opportunity cost
waktu luang sehingga menghabiskan waktu luang menjadi lebih mahal yang pada akhirnya
mengurangi waktu luang dan menambah jam kerja (Borjas, 2016; Santoso, 2012).
Seseorang melakukan penawaran kerja atas dasar keinginan individu untuk memperoleh
barang dan jasa, sehingga mereka harus mengorbankan beberapa jam waktu luang yang dimiliki.
Penawaran tenaga kerja merupakan hasil dari keputusan untuk bekerja tiap individu (Borjas, 2016).
Sedangkan kepuasan individu bias diperoleh melalui konsumsi atau menikmati waktu luang
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
237
(leisure). Namun, kendala yang dihadapi individu adalah tingkat pendapatan dan waktu. Sedangkan
individu bekerja sebagai kontrafersi dari leisure menimbulkan penderitaan, sehingga individu mau
bekerja jika mendapat kompensasi atas waktu atau jam kerja yang mereka tawarkan pada tingkat
upah dan harga yang mereka inginkan (Becker, 1993).
Tenaga kerja yang memaksimalkan kepuasan dengan mengalokasikan waktu mereka
sehingga pendapatan terakhir dihabiskan untuk liburan atau melakukan kegiatan yang menghasilkan
kepuasan yang sama dengan pendapatan terakhir mereka untuk suatu barang. Peningkatan
pendapatan non-kerja akan mengurangi jam kerja pekerja. Peningkatan dalam pendapatan non-kerja
mengurangi kemungkinan seseorang memasuki dunia kerja. Sedangkan peningkatan upah
meningkatkan kemungkinan sesorang dalam keputusan untuk bekerja. Oleh karena itu, upah riil
dapat dikatakan sebagai penentu seseorang dalam keputusan untuk bekerja (Borjas, 2016; Oğuz,
2018). Ketika terjadi perubahan tingkat upah, misal upah meningkat, maka pengaruhnya terhadap
jumlah jam kerja yang ditawarkan dapat dijelaskan dengan konsep efek substitusi dan efek
pendapatan (Borjas, 2016; Santoso, 2012).
Gambar 2: Kurva Asal Penawaran Tenaga KerjaSumber: (Borjas, 2016)
Kurva penawaran tenaga kerja menunjukkan jumlah jam kerja dari pekerja pada berbagai
tingkat upah. Pada tingkat upah di atas reservasi, kurva penawaran tenaga kerja memiliki slope
positif sampai pada titik tertentu. Keadaan selanjutnya akan berubah jika kesejahteraan sudah
membaik atau mempunyai suatu keahlian yang lebih dan jumlah jam kerja yang ditawarkan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
238
semakin berkurang pada saat upah meningkat yang mengakibatkan slope kurva penawaran tenaga
kerja menjadi negatif, sehingga kurva penawaran tenaga kerja melengkung ke belakang atau
backward-bending labor supply curve(Borjas, 2016). Gambar 2menjelaskan asal penawaran tenaga
kerja oleh tenaga kerja dimana kurva penawaran tenaga kerja merupakan kurva hubungan antara
upah dan jam kerja. Pada tingkat upah sebesar $10 tidak ada pekerja yang menawarkan untuk
bekerja, mereka lebih memilih menikmati waktu luang dengan nilai 110 hours of leisure. Pada
tingkat upah lebih dari $13, tenaga kerja mulai masuk ke pasar tenaga kerja dengan memilih 20 jam
kerja dengan tingkat menikmati waktu luang turun menjadi 90 jam waktu luang. Pada tingkat upah
$20, tenaga kerja bekerja selama 40 jam kerja dengan menikmati waktu luang sebesar 70 jam waktu
luang. Tingkat upah $20 merupakan tingkat paling banyak tenaga kerja menghabiskan waktu
mereka untuk bekerja dan sedikit untuk menikmati waktu luang mereka. Pada tingkat upah $25
tenaga kerja bekerja selama 30 jam kerja dengan waktu luang yang dapat dinimati adalah sebesar 80
jam waktu luang. Pada tingkat upah $25 jam yang harus dikorbankan sesorang untuk bekerja lebih
sedikit dibandingkan dengan tingkat upah $20, hal tersebut menggambarkan jika kurva penawaran
tenaga kerja pada segmen miring ke atas menyiratkan bahwa efek substitusi pada awalnya lebih
kuat sedangkan segmen backward-bending menyiratkan bahwa efek pendapatan pada akhirnya
mendominasi (Borjas, 2016).
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja: (1) Jumlah Penduduk.
Makin besar jumlah penduduk, makin banyak tenaga kerja yang tersedia baik untuk angkatan kerja
atau bukan angkatan kerja dengan demikian jumlah penawaran tenaga kerja juga akan semakin
besar (Bloom & Freeman, 2014). Jika jumlah penawaran tenaga kerja semakin besar makan akan
terjadi pergeseran kurva penawaran tenaga kerja ke kanan; (2) Struktur Umur Penduduk.
Bertambahnya umur panjang penduduk merupakan salah satu pencapaian utama masyarakat. Hal
tersebut mencerminkan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Indonesia termasuk dalam
struktur umur muda, ini dapat dilihat dari bentuk piramida penduduk Indonesia. Meskipun
pertambahan penduduk dapat ditekan tetapi penawaran tenaga kerja semakin tinggi karena semakin
banyaknya penduduk yang memasuki usia kerja, dengan demikian penawaran tenaga kerja juga
akan bertambah (Biffl, 1998; Bloom & Freeman, 2014). Bertambahnya jumlah penawaran tenaga
kerja makan akan mengakibatkan kurva penawaran tenaga kerja bergeser ke kanan tergantung pada
tingkat upah di pasar tenaga kerja; (3) Produktivitas. Produktivitas merupakan suatu konsep yang
menunjukkan adanya kaitan antara output dan jam kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan
produk dari seseorang tenaga kerja yang tersedia (Borjas, 2016). Secara umum produktivitas tenaga
kerja merupakan fungsi daripada pendidikan, teknologi, dan keterampilan. Semakin tinggi
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
239
pendidikan atau keterampilan tenaga kerja maka semakin meningkat produktivitas tenaga kerja
(Cazzavillan & Olszewski, 2011; Greenlaw & Shapiro, 2011; Lugauer, 2012; Travaglini &
Bellocchi, 2018); (4) Tingkat Upah. Secara teoritis, tingkat upah akan mempengaruhi jumlah
penawaran tenaga kerja. Apabila tingkat upah naik, maka jumlah penawaran tenaga kerja akan
meningkat dan sebaliknya. Hal ini dapat dibuktikan pada kurva penawaran tenaga kerja yang
berslope positif (Borjas, 2016; Oğuz, 2018; Santoso, 2012); (5) Kebijaksanaan Pemerintah. Dalam
menelaah penawaran tenaga kerja maka memasukkan kebijaksanaan pemerintah kedalamnya adalah
sangat relevan. Misalnya kebijaksanaan pemerintah dalam hal belajar 9 tahun akan mengurangi
jumlah tenaga kerja, dan akan ada batas umur kerja menjadi lebih tinggi. Selain itu juga kebijakan
pembangunan jumlah sekolah baru, serta pengembangan infrastuktur sekolah yang dilaksanakan
pemerintah Indonesia antara tahun 1973-1974 dan 1978-1979. Dengan demikian terjadi
pengurangan jumlah tenaga kerja, dimana penduduk usia kerja dapat terlibat dalam pekerjaan sektor
formal maupun informal. (Comola & Mello, 2009).
4. Pengangguran di Indonesia
Penduduk yang termasuk angkatan kerja menggambarkan jumlah penduduk yang
menawarkan dirinya sebagai tenaga kerja. Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2018
mencapai 131,01 juta orang mengalami peningkatan 2,95 juta atau sebesar 2,30% dibandingkan
dengan jumlah angkatan kerja Agustus 2016 yaitu sebesar 128,06 (BPS, 2018). Peningkatan jumlah
angkatan kerja dipengaruhi oleh tingginya jumlah pertumbuhan penduduk, dimana total penduduk
Indonesia pada Agustus 2018 berdasarkan proyeksi penduduk 2010-2035 diperkirakan sebanyak
265,52 juta orang. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,70 juta orang atau 1,41 persen
dibandingkan total penduduk Indonesia pada Agustus 2016 yaitu sebesar 128,06 juta orang (BPS,
2018). Berikut ringkasan jumlah tenaga kerja yang diminta dengan jumlah tenaga kerja yang
ditawarkan oleh penduduk usia kerja pada tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1. Tabel Jumlah Angkatan Kerja, Jumlah Penduduk yang bekerja, dan JumlahPengangguran di Indonesia Tahun 2014-2018.
Tahun Jumlah AngkatanKerja
(juta jiwa)
Jumlah Pendudukyang Bekerja
(juta jiwa)
JumlahPengangguran
(juta jiwa)2014 121,87 114,63 7,242015 122,38 114,82 7,562016 125,44 118,41 7,032017 128,06 121,02 7,042018 131,01 124,01 7
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
240
Kondisi terus meningkatnya jumlah penduduk akan mengakibatkan bertambahnya jumlah
angkatan kerja, jika tidak diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja maka hal tersebut akan
menjadi masalah yaitu kelebihan penawaran tenaga yang berdampak pada masalah
pengangguran. Konsep penganganggur yang digunakan adalah mereka yang sedang mencari
pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja
dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Penganggur dengan
konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai pengangguran terbuka (open
unemployment).Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia menunjukkan tren menurun. Hal
tersebut di ditunjukkan pada gambar 1.1 grafik tren pengangguran terbuka di Indonesia per
Agustus.
Gambar 3: Persentase Pengangguran Terbuka di Indonesia per AgustusSumber: Badan Pusat Statistik Indonesia
Tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2014 sebesar 7,24 juta orang dengan presentase
tingkat pengangguran terbuka 5,94%. Pada tahun 2015, tingkat pengangguran terbuka sebesar 7,56
juta orang, bertambah sekitar 110 ribu orang pengangguran dengan presentase tingkat
pengangguran terbuka 6,18%. Pada tahun 2016, tingkat pengangguran terbuka sebesar 7,03 juta
orang, berkurang sekitar 530 ribu orang dibandingkan tahun 2015 dengan presentase tingkat
pengangguran terbuka 5,61%. Pada tahun 2017, tingkat pengangguran terbuka sebesar 7,03 juta
orang, bertambah sekitar 8,5 ribu orang dibandingkan tahun 2016 dengan presentase tingkat
pengangguran terbuka turun menjadi 5,50% dikarenakan jumlah agkatan kerja pada tahun 2017
meningkat. Pada tahun 2018, tingkat pengangguran terbuka sebesar 7 juta orang, berkurang 40 ribu
5,94% 6,18%5,61% 5,50% 5,34%
4,50%5,00%5,50%6,00%6,50%
2014 2015 2016 2017 2018
Tingkat Pengangguran Terbuka per Agustus
Tingkat Pengangguran Terbuka per Agustus
Linear (Tingkat Pengangguran Terbuka per Agustus)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
241
orang jika dibandingkan tahun 2017 dengan persentase tingkat pengangguran terbuka sebesar
5,34%. pada Tahun 2018, tingkat pengangguran terbuka tertinggi terjadi di Provinsi Banten yaitu
sebesar 8,52%, sedangkan tingkat pengangguran terbuka terendah di Provinsi Bali yaitu sebesar
1,37%. Pengangguran terjadi pada kondisi saat jumlah tenaga kerja yang ditawarkan (ditunjukkan
dengan jumlah angakatan kerja) lebih besar dibandingkan dengan jumlah permintaan tenaga kerja
(ditunjukkan dengan jumlah penduduk yang bekerja).
5. Kesimpulan
Tenaga kerja mempengaruhi sebuah aktifitas bisnis dan perekonomian di Indonesia. Setiap
tenaga kerja harus mendapatkan lapangan pekerjaan untuk mampu memiliki keunggulan
kompetitifsehingga mereka dapat meningkatkan daya saing. Pengangguran dapat menjadi suatu
ancaman jika tidak segera diatasi karena dapat meningkatkan tindakan kriminal akibat masyarakat
tidak memiliki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, naik turunnya
sebuah lapangan pekerjaan akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja terhadap penawaran tenaga
kerja oleh masyarakat.
Daftar Pustaka
Abdurakhmanov, K., & Zokirova, N. (2013). Labor Economics and Sociology. (E. S. Margianti,Ed.) (Tutorial). Jakarta: Gunadarma University, Indonesia.
Becker, G. (1993). Human Capital: A Theoritical and Empirical Analysis, with SpecialReference to Education (3rd Ed.). Chicago: The University Of Chicago Press.
Bellante, D., & Jackson, M. (1990). Ekonomi Ketenagakerjaan. (K. Wimandjaja & M. Yasin,Ed.). Jakarta: LPFE UI.
Biffl, G. (1998). The Impact of Demographic Changes on Labor Supply. WIFO AUSTRIANECONOMIC QUARTERLY, 4, 219–228. Diambil darihttps://www.wifo.ac.at/jart/prj3/wifo/resources/person_dokument/person_dokument.jart?publikationsid=580&mime_type=application/pdf
Bloom, D. E., & Freeman, R. (2014). Population Growth , Labor Supply , and Employment inDeveloping Countries. The National Bureau of Economic Research, (March 1986). Diambildari http://dergipark.gov.tr/download/article-file/463876
Borjas, G. J. (2016). Labor Economics(Seventh). New York: The MacGrow-Hill Companies.
BPS. (2018). Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia. Jakarta. Diambil darihttps://www.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=YjdlNmNkNDBhYWVhMDJiYjZkODlhODI4&xzmn=aHR0cHM6Ly93d3cuYnBzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9uLzIwMTgvMDYvMDQvYjdlNmNkNDBhYWVhMDJiYjZkODlhODI4L2tlYWRhYW4tYW5na2F0YW4ta2VyamEtZGktaW5kb25lc2lhLWZlYnJ1YXJpLTIwMTguaHRtbA%3D%3D&twoadfnoarfeauf=MjAxOS0wNC0xNiAxMDoxNDo0MA%3D%3D
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
242
Cazzavillan, G., & Olszewski, K. (2011). Skill-biased technological change, endogenous laborsupply and growth: A model and calibration to Poland and the US. Research in Economics,65(2), 124–136. https://doi.org/10.1016/j.rie.2011.03.003
Comola, M., & Mello, L. de. (2009). The Determinants of Employment and Earnings in Indonesia.OECD Economics Departmen Working Papers, OECD Publishing, Paris, 31(690).https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1787/224864812153 OECD
Greenlaw, S. A., & Shapiro, D. (2011). Pronciples of Ecoconomics (2e ed.). Texas: OpenStax,Rice University. Diambil dari https://d3bxy9euw4e147.cloudfront.net/oscms-prodcms/media/documents/Economics2e-OP_3MfrPLF.pdf
Ismei, A., Wijarnako, A., & Oktavianti, H. (2015). Analisis Permintaan Tenaga Kerja pada IndustriKecil dan Menengah di Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013. Media Trend, 10(1), 75–89.Diambil dari http://mediatrend.trunojoyo.ac.id/mediatrend/article/download/691/pdf6
Lugauer, S. (2012). Research in Economics The supply of skills in the labor force and aggregateoutput volatility. Research in Economics, 66(3), 246–262.https://doi.org/10.1016/j.rie.2012.03.002
Mankiw, N. G. (2003). Teori Makro Ekonomi(Edisi ke-5). Jakarta: Erlangga.
McConnell, C. R., Brue, S. L., & Macpherson, D. A. (2013). Contemporary LaborEconomics(Tenth). New York: The McGraw-Hill Companies.
Oğuz, A. (2018). Analysis of The Factors Affecting Labour Supply. SOSYAL BİLİMLERDERGİSİ,56, 157–170. Diambil dari http://dergipark.gov.tr/download/article-file/463876
Peichl, A., & Siegloch, S. (2012). Accounting for Labor Demand Effects in Structural Labor SupplyModels. Labour Economics,19(1), 129–138. https://doi.org/10.1016/j.labeco.2011.09.007
Santoso, R. P. (2012). Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan (Edisi 1).Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Simanjuntak, P. J. (1985). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: FakultasEkonomi Universitas Indonesia.
Sumarsono, S. (2003). Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan Ketenagakerjaan.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Travaglini, G., & Bellocchi, A. (2018). How Supply and Demand Shocks Affect Productivity andUnemployment Growth : Evidence from OECD Countries. Economia Politica.https://doi.org/10.1007/s40888-018-0127-1
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
243
BIOGRAFI PENULIS
Novia Dani Pramusintoadalahmahasiswa Magister Ekonomi Studi Pembangunan, FakultasEkonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bidang konsentrasi kuliah saat ditempuhpada jenjang S2 adalah ekonomi sumberdaya dan pembangunan yang meliputi ekonomisumberdaya manusia dan pembangunan serta ekonomi sumberdaya alam dan pembangunan. Untukinformasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui e-mail ke [email protected]
Dr. Akhmad Daerobi, MS adalah dosen jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi danBisnis, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Focus pengajaran adalah Agricultural Economy, RuralArea Economy, Institutional Economy. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui e-mail ke [email protected]
Tri Mulyaningsih, SE, M.Si., Ph.D adalah dosen jurusan Ekonomi Pembangunan, FakultasEkonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Focus pengajaran adalah industrialeconomics. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui [email protected]
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
244
PERANAN KEBIJAKAN MONETER MENGENDALIKAN SUKU BUNGA DANINFLASI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI
4 NEGARA ASIA(SINGAPURA, KOREA SELATAN, JEPANG DAN INDONESIA )
Dedy Sunaryo Nainggolan, SE1 dan Siti Aisyah Tri Rahayu,SE.,M.Si.,Ph.D2
Universitas Sebelas Maret SurakartaJl. Ir. Sutami No.36 A, Pucangsawit, Jebres, (0271) 647481, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126
Email : [email protected] dan [email protected]
Lukman Hakim,SE.,M.Si.,Ph.D3
Universitas Sebelas Maret SurakartaJl. Ir. Sutami No.36 A, Pucangsawit, Jebres, (0271) 647481, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126
Email : [email protected]
AbstractThis study aims to determine the role of monetary policy in controlling interest rates andinflation and their influence on economic growth in 4 Asian countries, namely Singapore,South Korea, Japan and Indonesia. The number of observations in this study were asmany as 20 data with cross sections of 4 countries in the Asian Continent. The data usedare real interest rate data, inflation data, and Gross Domestic Product (GDP) data. Thedata is sourced from World Bank data from 2013 - 2017. Tests were carried out by paneldata analysis. The results of the analysis using the Chow Test show that interest rates andinflation have a positive influence on economic growth. Interest rates have a significantinfluence on economic growth, inflation also has a positive and significant influence oneconomic growth. F test results simultaneously show that Prob (F-statistic) 0.0001<0.05, it can be said that independent variables simultaneously influence the dependentvariable. While the results of the partial t test of interest rate variables obtained t count>t table that is 3.021500> 1.73406, then Ho is rejected which means the interest ratevariable influences economic growth and the inflation variable is obtained t count> ttable which is 2.077816> 1.73406, then Ho is rejected which meaning that the inflationvariable also affects economic growth.
Keywords : Interest Rates, Inflation, and Gross Domestic Product (GDP)
1. Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi menjadi hal utama yang menjadi sorotan di berbagai negara, karena
merupakan tolak ukur kemajuan dari negara-negara tersebut. Hal ini akan membuat negara yang
satu akan membandingkan kondisi ekonominya dengan negara lain. Karena negara yang memiliki
pertumbuhan ekonomi yang baik dan majulah yang akan menjadi daya tarik tersendiri bagi negara
lain untuk bekerja sama dan berinvestasi. Kesuksesan negara akan terlihat ketika warga negaranya
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
245
telah menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Indriyani (2016) mengatakan bahwa pesatnya
peningkatan pertumbuhan ekonomi terlihat pada meningkatnya standar hidup, kerukunan dan
kesejahteraan masyarakat, dimana standar hidup ini yaitu peningkatan permintaan terhadap barang
dan jasa baik itu dari segi kulatitas maupun kuantitasnya. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak
terlepas dari mekanisme kebijakan moneter yang diambil oleh masing – masing negara. Penerapan
kebijakan tersebut telah diberikan kepada masing – masing lembaga yang akan bertanggung jawab
mengambil kebijakan pengaturan suku bunga dan pengendalian tingkat inflasi untuk menjaga
kestabilan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang positif terlihat dari pendapatan nasional yang meningkat.
Perhitungan pendapatan nasional dapat dihitung dari Produk Domestik Bruto (PDB). Produk
Domestik Bruto yaitu banyaknya jumlah barang dan jasa yang diproduksi pada suatu periode
tertentu. Nilai PDB dipengaruhi oleh jumlah produksi dengan tingkat harga tertentu. Dengan
memahami tentang pendapatan nasional, maka akan semakin mengenal karakteristik perekonomian.
Dalam mengendalikan laju pertumbuhan ekonomi, setiap negara memiliki lembaga yang
akan menentukan kebijakan ekonomi yang tepat untuk mengatasi masalah perekonomian. Secara
umum lembaga yang mengatur kebijakan pengaturan suku bunga, pengawasan perbankan dan
lembaga keuangan lainnya adalah Bank Sentral di masing – masing negara tersebut. Tetapi ada juga
beberapa negara yang telah membentuk lembaga independen lain untuk membantu Bank Sentral
negaranya dalam hal pengaturan dan pengawasan perbankan dan lembaga keuangan non bank.
Semua lembaga tersebut menjalin koordinasi yang baik supaya setiap kebijakan yang diambil tetap
berkaitan dan memiliki satu tujuan yang akan menstabilkan perekonomian dan meningkatkan
kemakmuran. Suku bunga dan tingkat inflasi menjadi 2 faktor utama yang mempengaruhi laju
pertumbuhan ekonomi.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Suku Bunga
Pengertian Suku bunga menurut Sunariyah (2004) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga
merupakan salah satu variabel yang memiliki dampak luas terhadap perekonomian. Dampaknya
dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi suku bunga menurut
Sunariyah (2004) yaitu:
- Daya tarik bagi masyarakat yang memiliki dana lebih untuk ditabung atau diinvestasikan
- Suku bunga digunakan oleh pemerintah untuk mengendalikan permintaan dan penawaran uang
yang beredar dan juga untuk mengatur jumlah uang yang beredar.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
246
2.2. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga secara umum dan terus – menerus. Bila harga
satu atau dua barang saja yang naik, tidak bisa dikatakan inflasi. Beberapa ahli ekonomi
menjelaskan berbagai defenisi dari inflasi diantaranya:
- Gardner Ackley dalam Iswardono (1993) , bahwa inflasi merupakan kenaikan harga barang-
barang dan jasa secara umum yang terus-menerus.
- Venieris dan Sebold dalam Anton Hermanto Gunawan (1991), memberikan arti inflasi yaitu
kecenderungan yang terus - menerus tingkat harga umum untuk meningkat setiap waktu.
Kenaikan harga hanya sekali waktu saja belum bisa dikatakan inflasi.
Inflasi terjadi disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
- Inflasi yang timbul karena permintaan akan barang-barang yang kuat atau disebut juga dengan
Demand Pull Inflation. Kondisi ini terjadi disebabkan karena permintaan agregat yang naik
pada saat perekonomian berada pada kondisi full employment. Sehingga kenaikan permintaan
tidak mendorong kenaikan produksi, melainkan hanya mendorong kenaikan harga saja atau
disebut juga inflasi murni.
- Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi atau disebut juga Cost Push Inflation.
Kondisi ini terjadi karena penawaran agregat yang berkurang, artinya tingkat penawaran lebih
rendah dibandingkan dengan tingkat permintaan. Penawaran agregat menurun disebabkan
adanya kenaikan biaya produksi.
Inflasi yang terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang diatasi dengan mencetak
uang baru merupakan inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation), sedangkan inflasi
yang terjadi akibat kenaikan harga di negara lain yang memiliki hubungan perdagangan disebut
dengan imported inflation. Kondisi ini akan menyebabkan kenaikan biaya kebutuhan sehari-hari di
dalam negeri ( karena kenaikan biaya impor ) dan juga kenaikan biaya produksi ( untuk mesin-
mesin impor).
Inflasi akan mempengaruhi banyak faktor diantaranya:
1. Perubahan tingkat pendapatan
Ketika terjadi inflasi, masyarakat yang memiliki penghasilan tetap akan merasa kesulitan
untuk membeli berbagai kebutuhan, tetapi bagi beberapa pengusaha, kenaikan harga-harga akan
meningkatkan produksinya dan dapat membuka lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
2. Perubahan suku bunga dan minat untuk menabung
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
247
Ketika terjadi inflasi, keinginan masyarakat untuk menabung akan menurun karena biaya
kebutuhan hidup yang bertambah, sehingga ada kecenderungan terjadi kenaikan suku bunga
tabungan untuk meningkatkan minat menabung dan penurunan suku bunga kredit untuk
meningkatkan respon pengusaha menambah modal pengembangan usaha. Namun apabila suku
bunga tabungan dan tingkat inflasi berada pada posisi yang sama, maka minat masyarakat untuk
menabung akan menurun.
3. Perubahan terhadap jumlah barang ekspor
Kondisi inflasi yang berasal dari luar negeri akan menyebabkan berkurangnya daya saing
produk dalam negeri yang diekspor. Hal ini akan berdampak pada pengurangan devisa yang
diperoleh.
Selain dari tiga sektor tersebut, inflasi juga dapat berpengaruh pada sektor riil seperti
bertambahnya jumlah pengangguran dan terjadinya krisis sosial yang dapat menyebabkan
kerusuhan dan lain sebagainya.
2.3. Pertumbuhan Ekonomi
Dalam perekonomian sederhana, nilai output dalam perekonomian dilambangkan dengan
Y, Konsumsi dilambangkan dengan C,dan pengeluaran investasi dilambangkan dengan I. Dan nilai
output yang dihasilkan sama dengan nilai output yang dijual. Output yang terjual dapat dinyatakan
sebagai permintaan/konsumsi dan pengeluaran investasi. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Y ≡ C + I (1)
Jika dikaitkan dengan tabungan, konsumsi dan PDB. Maka dapat dijelaskan alokasi pendapatan.
Pendapatan yang diperoleh akan dialokasikan untuk konsumsi, dan sebagian lagi akan ditabung.
Sehingga dapat dijabarkan sebagai berikut:
Y ≡ S + C (2)
Dimana S merupakan tabungan sektor swasta. Sehingga apabila kedua persamaan ini digabung
menjadi:
C + I ≡ Y ≡ C + S (3)
Persamaan tersebut menekankan bahwa jumlah output yang dihasilkan sama dengan jumlah output
yang terjual. Nilai output yang dihasilkan sama dengan pendapatan yang diterima, dan pendapatan
yang diterima akan digunakan kembali untuk membeli barang atau ditabung. (Dombusch, 2008)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
248
Dalam menghitung nilai PDB harus menghindari perhitungan ganda. Sebagai contoh
apabila ingin menghitung nilai kue, maka nilai kuenya saja yang dihitung dalam PDB, bukan nilai
gandung yang terjual atau nilai tepung yang terjual untuk membuat kue tersebut. Sehingga untuk
menghindari perhitungan ganda, digunakan nilai tambah ( value added). Dalam tiap tahapan
pembuatan barang, hanya nilai tambah barang pada tahapan iyu yang digitung sebagai PDB. Nilai
gandum dihitung sebagai nilai tambah PDB. Sedangkan nilai tepung yang dijual oleh penggilingan
dikurangi biaya gandum adalah nilai tambah penggilingan. Sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa jumlah nilai tambah pada setiap tahapan proses sama dengan nilai akhir dari kue tersebut.
Data PDB ini digunakan selain untuk mengukur total output, juga dapat melihat tingkat
kesejahteraan penduduk suatu negara. PDB riil yaitu perubahan output dalam perekonomian dengan
periode yang berbeda dengan menilai semua barang yang diproduksi dalam periode tersebut dengan
harga yang sama/ harga konstan. Sedangkan PDB nominal yaitu mengukur nilai output dengan
menggunakan harga yang berlaku pada periode tersebut.
Suku bunga dan inflasi merupakan dua dari banyak faktor yang mempengaruhi perubahan
laju pertumbuhan ekonomi.
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menganalisis pengaruh Suku Bunga dan Inflasi terhadap pertumbuhan
ekonomi di 4 negara Asia yaitu Singapura, Jepang, Korea Selatan dan Indonesia. Data yang
digunakan yaitu data panel dari tahun 2013 sampai 2017 yang dikutip dari data World Bank ( World
Development Indicators ). Suku bunga dalam penelitian ini adalah Real Interest Rate. Inflasi dalam
penelitian ini yaitu Consumer price dari tahun 2013 sampai dengan 2017. Pengolahan data 5 tahun
ini dilakukan untuk melihat pengaruh suku bunga dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di 4
negara. Data pertumbuhan ekonomi tiap-tiap negara tersebut dianalisis melalui data GDP ( Gross
Domestik Produk ).
Teori yang digunakan yaitu hasil penurunan dari Teori Pertumbuhan Ekonomi dimana:
Y = C + I + G + (E – I) dimana:
Y = Pertumbuhan Ekonomi
C = Konsumsi
I = Investasi
G = Pengeluaran Pemerintah
E = Ekspor
I = Impor
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
249
Perubahan tingkat suku bunga akan mempengaruhi perubahan tingkat investasi, sedangkan
konsumsi atau permintaan yang semakin tinggi terhadap suatu barang dapat meningkatkan harga
barang tersebut, sehingga apabila harga naik secara terus menerus, dapat menyebabkan inflasi.
Jika pertumbuhan ekonomi dilambangkan dengan huruf “Y”, tingkat suku bunga
dilambangkan dengan “X1” dan tingkat inflasi dilambangkan dengan symbol “X2”, maka dapat
diuraikan menjadi:
Y = X1+ X2 + G + (E-I) (4)
ʃ Y1-n = ʃ X1(1-n) + ʃ X2(1-n) + ʃ G(1-n) + ʃ (E(1-n) - I (1-n)) (5)
Jika faktor – faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu Government Expenditure,
Export dan Import dianggap tetap ( Cateris Paribus ), maka dapat diuraikan sebagai berikut:
Y = f ( X1, X2 ) (6)
Y = α + βX1 + ɤX2 + ϵ (7)
ʃ Y (1-n) = ʃ X1(1-n) + ʃX2(1-n) + ϵ (8)
Keterangan:
Y = Pertumbuhan Ekonomi
α = Konstanta
β = Koefisien
ʃY(1-n) = Total Pertumbuhan Ekonomi
ʃX1(1-n) = Total Suku Bunga
ʃX2(1-n) = Total Inflasi
ϵ = Eror Term
Analisis data panel dilakukan dengan menggunakan 3 metode yaitu: Metode Common-
Constant (Pooled Ordinary Least Square/PLS), Metode Fixed Effect (Fixed Effect Model/FEM),
Metode Random Effect (Random Effect Model/REM). Menurut Widarjono (2007) dalam metode di
atas ada terdapat tiga jenis uji dalam hal memilih teknik estimasi data panel yaitu: Uji Chow, Uji
Hausman dan Uji Lagrange Multiplier. Uji Chow bertujuan untuk memilih metode terbaik antara
Metode Common Effect (Pooled Ordinary Least Square/PLS) dan Metode Fixed Effect (Fixed
Effect Model/FEM). Uji Hausman digunakan untuk memilih motode terbaik antara Metode Fixed
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
250
Effect (Fixed Effect Model/FEM) dan Metode Random Effect ( Random Effect Model/REM). Uji
Lagrange Multiplier digunakan untuk mengetahui metode terbaik antara Random Effect dan
Common Effect.
Melalui Uji Chow dengan hasil terbaik dengan Metode Common-Constant (Pooled
Ordinary Least Square/PLS), maka model yang akan digunakan adalah hasil dari regresi Metode
Common Constant (Pooled Ordinary Least Square/PLS). Tetapi apabila hasil terbaik adalah Metode
Fixed Effect (Fixed Effect Model/FEM), maka tahap selanjutnya perlu dilakukan Uji Hausman
untuk memilih model regresi yang akan digunakan yaitu antara Metode Fixed Effect (Fixed Effect
Model/FEM) dan Metode Random Effect (RandomEffect Model/REM).
3.1. Uji Kelayakan Model
Setelah memperoleh metode analisis terbaik, maka selanjutnya dilakukan uji kelayakan
model. Uji ini bertujuan untuk menganalisis model regresi apakah variabel bebas berpengaruh
terhadap variabel terikat. Uji kelayakan model ini yaitu:
1. Uji Hipotesis, yaitu menguji signifikansi koefisien regresi dengan cara membandingkan t-
statistik dengan t-tabel. Dalam uji ini terdapat dua jenis uji yaitu Uji t dan uji F dimana uji t
dilakukan untuk menguji koefisien regresi secara individu, sedangkan uji F digunakan
untuk menguji koefisien regresi secara bersamaan dan memastikan bahwa model yang
dipilih layak atau tidak dalam menginterpretasikan hubungan variabel bebas dengan
variabel terikat. Menurut Gujarati (2007), pengambilan keputusan dilakukan jika:
Nilai F hitung > F tabel atau nilai prob.F-statistik < taraf signifikansi, maka Ho ditolak dan
jika F hitung < F tabel atau nilai prob.F-statistik > taraf signifikansi maka Ho diterima.
2. Koefisien determinasi
Nilai Koefisien Determinasi mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y
dapat diterangkan oleh variabel bebas X (Nachrowi et al, 2006). Suatu variabel dikatakan
baik jika nilai R2 mendekati angka satu dan jika R2 mendekati angka 0, maka model
tersebut kurang baik ( Widarjono, 2007). Dengan demikian baik tidaknya suatu model
regresi dapat dilihat dari nilai R2 yang dihasilkan.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
251
4. Hasil dan Pembahasan
Regresi data panel ini menjelaskan variabel C = Konstansta, X1 = Suku Bunga, dan X2 =
Inflasi. Regresi dilakukan melalui tahapan dengan 3 metode yang ada diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 2. Common-effect (Pooled ordinary least square/pls)
Dependent Variable: YMethod: Panel Least SquaresDate: 05/16/19 Time: 23:41Sample: 2013 2017Periods included: 5Cross-sections included: 4Total panel (balanced) observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1.423258 0.242019 5.880770 0.0000X1 0.200904 0.066492 3.021500 0.0077X2 0.184207 0.088654 2.077816 0.0332
R-squared 0.675947 Mean dependent var 2.524995Adjusted R-squared 0.637823 S.D. dependent var 1.112481S.E. of regression 0.669504 Akaike info criterion 2.172922Sum squared resid 7.620007 Schwarz criterion 2.322282Log likelihood -18.72922 Hannan-Quinn criter. 2.202079F-statistic 17.73026 Durbin-Watson stat 2.127359Prob(F-statistic) 0.000069
Setelah melakukan tahapan ini, tahap selanjutnya adalah melakukan regresi dengan Metode
fixed effect (fixed effect model/FEM) untuk dapat melangkah memilih metode terbaik melalui uji
Chow. Dan hasil olah data diperoleh sebagai berikut:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
252
Tabel 3. Metode fixed effect (Fixed Effect Model/FEM)
Dependent Variable: YMethod: Panel Least SquaresDate: 05/16/19 Time: 23:46Sample: 2013 2017Periods included: 5Cross-sections included: 4Total panel (balanced) observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1.517108 0.571226 2.655879 0.0188X1 0.188579 0.124070 1.519937 0.1508X2 0.159730 0.149253 1.070199 0.3026
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.727027 Mean dependent var 2.524995Adjusted R-squared 0.629537 S.D. dependent var 1.112481S.E. of regression 0.677119 Akaike info criterion 2.301387Sum squared resid 6.418871 Schwarz criterion 2.600107Log likelihood -17.01387 Hannan-Quinn criter. 2.359700F-statistic 7.457428 Durbin-Watson stat 2.486174Prob(F-statistic) 0.001336
Setelah memperoleh analisis tahap ini, akan dilakukan tahapan pemilihan model terbaik
dengan menggunakan uji Chow yaitu sebagai berikut:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
253
Tabel 4. Uji Chow
Redundant Fixed Effects TestsEquation: UntitledTest cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 0.873253 (3,14) 0.4783Cross-section Chi-square 3.430699 3 0.3299
Cross-section fixed effects test equation:Dependent Variable: YMethod: Panel Least SquaresDate: 05/16/19 Time: 23:51Sample: 2013 2017Periods included: 5Cross-sections included: 4Total panel (balanced) observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1.423258 0.242019 5.880770 0.0000X1 0.200904 0.066492 3.021500 0.0077X2 0.184207 0.088654 2.077816 0.0332
R-squared 0.675947 Mean dependent var 2.524995Adjusted R-squared 0.637823 S.D. dependent var 1.112481S.E. of regression 0.669504 Akaike info criterion 2.172922Sum squared resid 7.620007 Schwarz criterion 2.322282Log likelihood -18.72922 Hannan-Quinn criter. 2.202079F-statistic 17.73026 Durbin-Watson stat 2.127359Prob(F-statistic) 0.000069
dari hasil uji chow diperoleh probability 0,3299 > 0,05 artinya model Common Effect
(Pooled Ordinary Least Square/pls) adalah model yang terbaik. Karena itu akan dilanjutkan ke
tahap selanjutnya yaitu Uji Lagrange multiplier untuk menentukan apakah akan memilih Common
Effect atau Random Effect.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
254
Tabel 5. Uji Lagrange multiplier
Lagrange Multiplier Tests for Random EffectsNull hypotheses: No effectsAlternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided
(all others) alternatives
Test HypothesisCross-section Time Both
Breusch-Pagan 0.123873 0.663663 0.787536(0.7249) (0.4153) (0.3748)
Honda -0.351956 0.814655 0.327177-- (0.2076) (0.3718)
King-Wu -0.351956 0.814655 0.267263-- (0.2076) (0.3946)
Standardized Honda 0.677128 1.067931 -1.785247(0.2492) (0.1428)
--Standardized King-Wu 0.677128 1.067931 -1.852858
(0.2492) (0.1428) --Gourierioux, et al.* -- -- 0.663663
(>= 0.10)
*Mixed chi-square asymptotic critical values:1% 7.2895% 4.321
10% 2.952
Melalui Uji Lagrange Multiplier menggunakan Metode Breusch Pagan diperoleh P value
sebesar 0.7249, dimana nilainya > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa metode analisis terbaik adalah
Common Effect.
Berdasarkan tahapan di atas, diperoleh metode terbaik dalam menganalis data yaitu menggunakan
Metode Common Effect.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
255
Tabel 6. Common-effect (Pooled ordinary least square/pls)
Dependent Variable: YMethod: Panel Least SquaresDate: 05/16/19 Time: 23:41Sample: 2013 2017Periods included: 5Cross-sections included: 4Total panel (balanced) observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1.423258 0.242019 5.880770 0.0000X1 0.200904 0.066492 3.021500 0.0077X2 0.184207 0.088654 2.077816 0.0332
R-squared 0.675947 Mean dependent var 2.524995Adjusted R-squared 0.637823 S.D. dependent var 1.112481S.E. of regression 0.669504 Akaike info criterion 2.172922Sum squared resid 7.620007 Schwarz criterion 2.322282Log likelihood -18.72922 Hannan-Quinn criter. 2.202079F-statistic 17.73026 Durbin-Watson stat 2.127359Prob(F-statistic) 0.000069
Melalui tahapan Uji Common Effect tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:
1.Data suku bunga yang digunakan signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas
variabel suku bunga sebesar 0.0077. Artinya nilai probabilitas < 0.05, sehingga vasiabel
suku bunga memiliki pengaruh yang signifikan dan hubungan positif terhadap pertumbuhan
ekonomi di 4 negara Asia ( Singapura, Korea Selatan, Jepang dan Indonesia). Jika suku
bunga (X1) meningkat 1 %, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar
0,200904% dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai nol.
2. Data inflasi yang dilihat dari data Consumer Price signifikan, terlihat dari nilai probabilitas
variabel inflasi sebesar 0.0332. Artinya nilai probabilitas < 0.05 yang artinya variabel
inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan hubungan positif terhadap pertumbuhan
ekonomi di 4 negara Asia ( Singapura, Korea Selatan, Jepang dan Indonesia ) dalam 5
tahun dari tahun 2013 – 2017.
3. Nilai korelasi sebesar 0.675947 (R-Squared atau bisa juga menggunakan nilai Adjusted R-
Squared), analisis ini menunjukkan bahwa variabel independen dapat menjelaskan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
256
hubungannya dengan variabel dependen sebesar 62% dan sisanya 38 % dapat dijelaskan
oleh variabel lain.
4. Hasil Uji F diperoleh bahwa nilai Prob (F-statistic) 0.000 < 0.05 maka dapat dikatakan
bahwa variabel bebas secara simultan mempengaruhi variabel terikat, artinya Ho ditolak.
5. Hasil Uji t secara parsial diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Hasil pada variabel suku bunga diperoleh t hitung > t tabel yaitu 3.021500 > 1.73406,
maka Ho ditolak yang artinya variabel suku bunga berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi
b. Hasil pada variabel inflasi diperoleh t hitung > t tabel yaitu 2.077816 > 1.73406,
maka Ho ditolak yang artinya variabel inflasi berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriyani (2016) yang mengatakan
bahwa suku bunga dan inflasi berpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi.
5. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini diperoleh bahwa nilai Prob. Cross-section Chi-square (0.00)
> 0.05 sehingga metode common effect yang dipilih daripada metode fixed effect. Dalam tahapan
Uji Lagrange Multiplier menunjukkan bahwa H0 diterima, yang artinya bahwa metode estimasi
Common effect yang terbaik. Dari hasil metode Common Effect, Uji F dan Uji t secara simultan
diperoleh kesimpulan bahwa suku bunga dan inflasi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di
4 negara Asia ( Singapura, Korea Selatan, Jepang dan Indonesia).
Penelitian ini masih memerlukan perbaikan dan pengembangan lebih lanjut untuk lebih
dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan suku bunga, inflasi dan
pertumbuhan ekonomi di 4 negara Asia dengan jangka waktu yang lebih panjang dengan tujuan
pengambilan keputusan kebijakan moneter yang tepat sesuai dengan kondisi ekonomi masing-
masing negara.
Daftar PustakaDornbusch, Rudiger et al. 2008. Makroekonomi. Edisi 10. Jakarta: PT. Media Global Edukasi.Gujarati, Damodar N. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.Gujarati, Damodar N. dan Porter, Dawn C. 2015. Dasar-Dasar Ekonometrika Edisi Kelima Buku
2. Jakarta:Salemba Empat
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
257
Indriyani, Siwi Nur. 2016. Analisis Pengaruh Inflasi dan Suku Bunga Terhadap PertumbuhanEkonomi di Indonesia Tahun 2005 – 2015. Vol.4.No.2 Mei 2016. ISSN: 2338-4794. Jurnal.Jakarta: Universitas Krisnadwipayana.
Mankiw, N. Gregory N. 2003. Teori Makroekonomi Terjemahan. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama
Mankiw, N. Gregory. et al. 2013. Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Asia. Jakarta: SalembaEmpat.
Nachrowi, N. Djalal dan Hardius Usman.2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrikauntuk AnalisisEkonomi dan Keuangan. Jakarta: LPFE Universitas Indonesia
Nainggolan, Dedy S. 2009. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Transaksi di Pasar Modal. Skripsi.Palembang:Universitas Sriwijaya.
Nopirin. 1992. Ekonomi Moneter. Yogyakarta: BPFERahardjo, Mugi. 2015. Ekonomi Moneter. Surakarta: UNS PRESSSukirno, Sadono. 2003. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Sukirno, Sadono. 2004. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LLPFE UI dan Bina Grafika.Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi
kedua.Yogyakarta: Ekonisia FE Universitas Islam Indonesia.
BIOGRAFI PENULISPenulis Pertama adalah mahasiswa Magister Ekonomi Studi Pembangunan tahun 2017Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Untuk informasi lebih lanjutyang bersangkutan dapat dihubungi melalui [email protected]
Penulis Kedua adalah dosen di Jurusan Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Beliau mendapatkan gelarDoktor pada tahun 2012 di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Fokus pengajaran dan penelitianbeliau adalah Ekonomi Moneter. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi [email protected]
Penulis Ketiga adalah dosen di Jurusan Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas maret, Surakarta. Beliau mendapatkan gelarDoktor pada tahun 2011 di Universitas Utara Malaysia. Fokus pengajaran dan penelitian beliauadalah Ekonomi Moneter dan Internasional. Untuk informasi lebih lanjut beliau dapat dihubungimelalui [email protected]
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
258
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN SISALEBIH ANGGARAN TERHADAP BELANJA LANGSUNG
(STUDI PADA KABUPATEN/KOTA EKS KARESIDENAN SURAKARTATAHUN 2012-2016)
Dowes Ardinugroho, S.Pd1 dan Dr. Albertus Maqnus Soesilo, M.S2
Universitas Sebelas Maret SurakartaJl. Ir. Sutami No.36 A, Pucangsawit, Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126
Email : [email protected]
Dr. Mulyanto, M.E3
Universitas Sebelas Maret SurakartaJl. Ir. Sutami No.36 A, Pucangsawit, Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126
Email : [email protected]
AbstractThis study aims to test and provide empirical evidence regarding the effect of RegionalOriginal Income (PAD), General Allocation Funds (DAU), and Remaining Over Budget(SILPA) on direct expenditure. The number of observations of this study was 35 data witha cross section of 7 districts / cities in the Ex Surakarta Residency. The data used is thevisualization of APBD data, namely the realization of PAD, DAU, SILPA and district /city Direct Expenditures at the Ex Surakarta Residency from 2012-2016. The data issourced from the Directorate General of Fiscal Balance of the Ministry of Finance ofIndonesia. Testing is done by panel data analysis. The results of the analysis using theChow Test show that PAD and DAU have a positive and significant relationship to DirectSpending, but for SILPA it does not have a significant effect on Direct Spending. Theresults of the F test simultaneously show that the value of Prob (F-statistic) 0.000 <0.05,it can be said that the independent variables simultaneously / simultaneously affect thedependent variable. While the results of the partial T test of PAD t count> t table are8.562336> 1.694, DAU t count> t table which is 4.800654> 1.694, and SiLPA t count <ttable that is -1.047308 <2.307, then the PAD and DAU variables have positive influencewhile Silpa does not affect Direct Spending.
Keywords: PAD, DAU, SILPA and Direct Shopping.
1. PENDAHULUAN
UU No. 32 Tahun 2004 otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dankewajiban daerah
otonom untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Tujuan otonomi daerah yang hendak dicapai
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
259
baik dalam aspek politik, administratif, dan ekonomi adalah untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan keadilan sosial melalui pengembangan kehidupan demokrasi serta penyediaan
pelayanan publik yang lebih merata dan memperpendek jarak antara pemerintah daerah dengan
masyarakat. Indraningrum (2011)menyatakan bahwa pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan
berdasarkan asas desentralisasi dilakukan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).Menurut PP No.58 Tahun 2005 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) adalahrencana keuangan tahunan pemerintahan yang dibahas dan disetujui bersama
oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Konsekuensi
darikebijakan PP No.58 Tahun 2005 adalah suatu kemandirian masing – masing daerah
dalammenghasilkan suatu pendapatan yang digunakan untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat dalam upaya perwujudan desentralisasi. Pendapatan tersebut yang antara laindiperoleh
dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Dana Alokasi Umum,Dana Alokasi
Khusus, Dana Bagi Hasil), Pinjaman Daerah, dan lain – lain pendapatan yangsah.Dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 Pendapatan asli Daerah terdiri atas pajak daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain – lain pendapatan asli daerah yang
sah, sedangkan pendapatan dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum
dan dana alokasi khusus.
Peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai kebutuhan pengeluaran
daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah, yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Sebagian besar
wilayah Provinsi dapat membiayai kebutuhan pengeluaran kurang dari 10%, hal tersebut
bergantung pada potensi yang dimiliki masing – masing daerah. Untuk mengurangi kesenjangan
fiskal tersebut terdapat dana transfer dari Pemerintah Pusat, dengan harapan penggunaannya secara
efisien dan efektif.Realitas yang sering terjadi dana perimbangan dari pemerintah pusat
menjadi sumber penerimaan utama pemerintah daerah untuk membiayai operasional harian
kegiatan pemerintah daerah. Dengan otonomi daerah diharapkan porsi penerimaan dari dana
transfer ke depan dapat diminimalisasi supaya daerah tidak terlalu bergantung kepada dana transfer
yang diberikan oleh pemerintah.
Selain Pendapatan Asli Daerah,Pemerintah Daerah juga dapat memanfaatkan Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.
Studi mengenai pengaruh SiLPA terhadap belanja langsung pemerintah daerah telah dilakukan oleh
Ardhini (2011) dengan hasil bahwa SiLPA berpengaruh positif signifikan terhadap salah satu
komponen belanja langsung yaitu belanja modal, penelitian dengan hasil yang sama juga
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
260
dilakukan oleh Siti Fatmawatiet al (2013) bahwa SiLPA berpengaruh positif terhadap belanja
langsung. Namun tingginya nilai SiLPA menunjukkan lemahnya eksekutif di bidang perencanaan
dan pengelolaan dana.Belanja Langsung merupakan belanja yang dilakukan oleh pemerintah
untuk memberikan servise kepada masyarakat seperti pengadaan barang dan jasa dalam
rangka perbaikan jalan, jembatan, irigasi dan lainnya. Namun demikian di Eks Karesidenan
Surakarta didapati belum meratanya jasa yang di berikan oleh kota atau kabupaten dalam
memberikan pelayanan yang berupa fasilitas umum, dimana masih kita temukan daerah yang
minim dengan fasilitas yang di berikan oleh pemerintah. Beberapa penelitian sebelumnya
menyimpulkan bahwa PAD, DAU, DAK dan SILPA berpengaruh positif terhadap Belanja
Langsung. Namun peneliti lainnya juga ada yang menyimpulkan bahwa DAK dan SILPA tidak
berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung sedangkan PAD dan DAU berpengaruh positif
terhadap Belanja langsung. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti bermaksud untuk mengetahui
pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan SILPA terhadap Belanja Langsung di
Eks Karesidenan Surakarta tahun 2012-2016.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Otonomi Daerah
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Dalam UU ini
pemberian kewenangan otonomi kepada daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan pada
asas desentralisasi yang dilaksanakan secara luas, nyata dan bertanggung jawab. Tujuan otonomi
daerah dalam undang – undang tersebut adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pelayanan publik yang lebih baik, pemerataan hasil – hasil pembangunan, meningkatkan
potensi daerah secara optimal, dan tentunya kemandirian keuangan daerah. Bastian (2006)
menyatakan asas – asas penting otonomi daerah dalam undang – undang tersebut antara lain:
1) asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
Daerah Otonomi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, 2) asas dekonsentrasi
adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai pemerintah dan/atau
perangkat pusat di daerah, 3) tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai
pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan, 4) perimbangan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
261
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintahan
dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah puast dan
pemerintah daerah serta pemerataan antardaerah secara proporsional, demokratis, adil, dan
transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, serta kebutuhan daerah, sejalan dengan
kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut,
termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.
2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran merupakan bagian penting dalam perencanaan dari setiap proses
manajemen, merepresentasi apa yang akan dilakukan di masa mendatang. Menurut Bastian (2006)
anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran
yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Pengertian
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut Undang – Undang No. 33 Tahun 2004 adalah
rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. Anggaran sektor publik memberikan gambaran tentang pengalokasian sumberdaya
yang dimiliki oleh organisasi dalam periode tertentu untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh organisasi tersebut. Anggaran sektor publik yang dipresentasikan dalam
APBN dan APBD menggambarkan tentang rencana keuangan di masa datang
mengenaijumlah pendapatan, belanja, surplus/defisit, pembiayaan, serta program kerja dan aktivitas
yang akan dilakukan. Menurut Mardiasmo (2009)Aspek – aspek yang harus tercakup dalam
anggaran sektor publik meliputi: (a) aspek perencanaan; (b) aspek pengendalian dan; (c) aspek
akuntabilitas publik
Prinsip dan norma yang harus di acu dalam penyusunan APBD menurut Harun (2009) adalah
sebagai berikut:
a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
b. Disiplin Anggaran
c. Keadilan Anggaran
d. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
262
2.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah. Menurut UU no 33 Tahun 2004, PAD bersumber pada: (a)
Pajak Daerah; (b) Retribusi Daerah; (c) hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang
dipisahkan;dan (d) lain-lain PAD yang sah. Siregar (2001) menyatakan bahwa pendapatan asli
daerah (PAD) merupakan sumber utama penerimaan bagi daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan suatu daerah dari potensi
yang dimiliki oleh daerah.Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan
otonomi daerah yang diatur dalam UU No.33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, salah satunya adalah pembiayaan melalui pendapatan asli daerah.
Pendapatan Asli Daerah menurut Putro et al (2010) dapat dirumuskan sebagai berikut dibawah ini:
PAD = Pajak Daerah + Rertibusi Daerah + Laba Perusahaan Daerah + Lain-lain Pendapatan yang
Sah(1)
2.4 Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU Nomor 33 Tahun 2004). DAU
diberikan pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam
memanfaatkan PAD-nya. Adapun cara menghitung Dana Alokasi Umum menurut ketentuan
adalah sebagai berikut : 1) Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25%
dari penerimaan dalam negeri yang telah ditetapkan dalam APBN; 2) Dana Alokasi Umum
(DAU) untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing
10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas; 3) Dana Alokasi
Umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian
jumlah dana alokasi umum untuk daerah kabupaten/kota yang ditetapkan APBN dengan porsi
daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Menurut Undang Undang Republik Indonesia no 33 Tahun 2004 Ayat (6) dan ayat (7).
Rumus Dana Alokasi Umum sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah: Dana Alokasi Umum
untuk satu Kabupaten / Kota tertentu =
Menurut PP No.6 Tahun 2011 pasal (1) nomor 3, yaitu:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
263
2.5 Sisa Lebih Anggaran (SiLPA)
Dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 pengertian Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran (SiLPA) adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta
penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBD/APBN selama satu periode pelaporan.
Dalam LRA juga terdapat penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan
pembiayaan dapat berupa hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, pinjaman dalam
negeri, dan dari penerimaan kembali pinjaman yang pernah diberikan pemerintah daerah
kepada pihak lain, sedangkan pengeluaran pembiayaan dapat berupa pembentukan dana
cadangan, penyertaan modal pemerintah daerah, pembayaran pokok pinjaman dalam negeri,
dan pemberian pinjaman kepada pihak lain. Selisih antara penerimaan pembiayaan dan
pengeluaran pembiayaan merupakan pembiayaan neto. Selisih antara Surplus/defisit dengan
pembiayaan neto inilah yang disebut sebagai SiLPA.
2.6 Belanja Langsung.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, mengenai belanja langsung yang terdapat dalam Pasal 50,
Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
1. Belanja pegawai, untuk pengeluaran Honorarium atau upah dalam melaksanakan program
dan kegiatan pemerintahan daerah.
2. Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang
nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan
program dan kegiatan pemerintahan daerah. Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian
jasa mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan
kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana
mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman,
pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan
dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.
Jumlah umumuntuk Daerah
Kabupaten/Kota
Bobot Daerah Kabupaten/Kota yg bersangkutan
Jumlah Bobot dari seluruh DaerahKabupaten/Kota (2)=
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
264
3. Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat
lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk
tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap
lainnya. Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang dianggarkan
dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. Belanja honorarium panitia
pengadaan dan administrasi pembelian/pembangunan untuk memperoleh setiap aset yang
dianggarkan pada belanja modal dianggarkan pada belanja pegawai dan/atau belanja barang dan
jasa.
Berdasarkan uraian diatas maka kerangka berpikir yang disusun oleh peneliti adalah sebagai
berikut:
Gambar 1.Kerangka Pemikiran PAD, DAU, dan SILPA terhadap Belanja Langsung.
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah disajikan tersebut, maka hipotesis penelitian yang dapat
disimpulkan dari asumsi diatas adalah sebagai berikut;
H1 =Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung.
H2=Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung.
H3 = Sisa Lebih Anggaran (SILPA) berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu regresi data panel dengan menggunakan software eviews 9. Data sekunder adalah data yang
diambil dari Departemen Keuangan yang diakses melalui website www.djpk.kemenkeu.go.id, yang
Pendapatan Asli Daerah (X1)
Dana Alokasi Umum (X2) Belanja Langsung(Y)
SILPA (X3)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
265
sudah di olah secara berkala untuk melihat perkembangan dari Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, dan SILPA terhadap Belanja Langsung selama periode tahun 2012-2016. Pada
penelitian ini, menggunakan pengujian data panel dengan observasi sebanyak 35 data dengan cross
section sebanyak 7 kabupaten/ kota di Ekskaresidenan Surakarta.
Model persamaan data panel yang merupakan gabungan dari data cross section dan data
time series. Berikut ini adalah persamaan dari variable dalam penelitian ini:
BLit = α + β1PADit + β2DAUit+ β3SILPAit + eit (3)
Dimana;
BL : Belanja langsung
α : Intersept
β1, β2, β3 : Parameter masing-masing variable
i : Urutan kabupaten/ kota (i = 1,2, ……..4)
t : Series tahun 2012-2016
PAD : Pendapatan asli daerah
DAU : Dana alokasi umum
SILPA : Sisa lebih penganggaran
e : error
Analisis data panel dilakukan dengan menggunakan tiga metode yaitu, Metode Common-
Constant (Pooled Ordinary Least Square/PLS), Metode Fixed Effect (Fixed Effect Model/FEM),
Metode Random Effect (Random Effect Model/REM). Dari ketiga metode tersebut menurut
Widarjono (2007) terdapat tiga uji untuk memilih teknik estimasi data panel yaitu Uji Chow, Uji
Hausman dan Uji Lagrange Multiplier. Uji Chow digunakan untuk memilih model antara Metode
Common Effect (Pooled Ordinary Least Square/PLS) dan Metode Fixed Effect (Fixed Effect
Model/FEM). Uji Hausman digunakan untuk memilih model antara Metode Fixed Effect (Fixed
Effect Model/FEM) dan Metode Random Effect (Random Effect Model/REM). Uji Lagrange
Multiplier digunakan untuk mengetahui apakah moden Random Effect lebih baik dari pada metode
Common Effect.
Pengujian dengan Uji Chow bila yang terpilih adalah Metode Common-Constant (Pooled
Ordinary Least Square/PLS), maka model yang digunakan adalah hasil dari regresi Metode
Common-Constant (Pooled Ordinary Least Square/PLS). Namun, bila yang terpilih adalah Metode
Fixed Effect (Fixed Effect Model/FEM), maka perlu dilakukan Uji Hausman untuk memlih model
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
266
regresi yang digunakan yaitu antara Metode Fixed Effect (Fixed Effect Model/FEM) dan Metode
Random Effect (Random Effect Model/REM).
3.1 Uji Kelayakan Model
Selanjutnya setelah menemukan metode analisis data panel yang cocok dengan data kita
maka kita perlu melakukan Uji Kelayakan Model. Uji kelayakan model dilakukan untuk
mengidentifikasi model regresi yang terbentuk layak atau tidak untuk menjelaskan pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji Kelayakan model diantaranya yaitu:
1) Uji Hipotesis, berguna untuk menguji signifikansi koefisien regresi yang diperoleh dengan
membandingkan t-statistik terhadap t-tabel atau nilai probabilitas terhadap taraf signifikansi
yang ditetapkan. Terdapat dua uji dalam uji hipotesis ini yaitu: a.Uji F dan b. Uji T.
a. Uji F diperuntukan guna melakukan uji hipotesis koefisiensi regresi secara bersamaan
dan memastikan bahwa model yang dipilih layak atau tidak untuk mengintepretasikan
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Menurut Gujarati (2007), pengambilan
keputusan dilakukan jika :
^nilai F hitung > F tabel atau nilai prob. F –statistik < taraf signifikansi maka H0 ditolak.
^ nilai F hitung < F tabel atau nilai prob. F –statistik > taraf signifikansi maka H0 diterima.
b. Uji T digunakan untuk menguji koefisien regresi secara individu.
2) Koefisien Determinasi
Nilai Koefisien Determinasi mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y
dapat diterangkan oleh variabel bebas X (Nachrowi et al, 2006). Suatu model dikatakan baik
jika nilai R2mendekati angka satu dan sebaliknya jika R2mendekati angka 0 maka model
tersebut kurang baik (Widarjono, 2007). Dengan demikian baik buruknya suatu model regresi
ditentukan oleh nilai R2yang terletak diantara 0 dan 1.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Estimasi regresi data panel akan diduga menggunakan tiga metode yang ada dalam regresi
data panel dengan persamaan sebagai berikut:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
267
Tabel 1.Common-effect (pooled ordinary least square/pls)
Dependent Variable: LBLMethod: Panel Least SquaresDate: 05/03/19 Time: 14:09Sample: 2012 2016Periods included: 5Cross-sections included: 7Total panel (balanced) observations: 35
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -10.84629 4.546432 -2.385670 0.0233LPAD 0.633569 0.073995 8.562336 0.0000LDAU 0.855661 0.178239 4.800654 0.0000
LSILPA -0.090179 0.086105 -1.047308 0.3031
R-squared 0.826960 Mean dependent var 26.86530Adjusted R-squared 0.810214 S.D. dependent var 0.293184S.E. of regression 0.127724 Akaike info criterion -1.170683Sum squared resid 0.505714 Schwarz criterion -0.992929Log likelihood 24.48696 Hannan-Quinn criter. -1.109323F-statistic 49.38312 Durbin-Watson stat 1.688241Prob(F-statistic) 0.000000
Berdasarkan tabel diatas model regresi data panel untuk random effect model dapat diduga
dengan persamaan, LBLit = (-10.84629) + 0.633569Lpad + 0.855661Ldau-(0.090179)Lsilpa +e
(4)
Tabel 2. Metode fixed effect (fixed effect model/fem)
Dependent Variable: LBLMethod: Panel Least SquaresDate: 05/03/19 Time: 13:59Sample: 2012 2016Periods included: 5Cross-sections included: 7Total panel (balanced) observations: 35
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -20.93220 12.64550 -1.655309 0.1104LPAD 0.305086 0.249538 1.222600 0.2329LDAU 1.404878 0.642783 2.185617 0.0384
LSILPA 0.046033 0.154267 0.298400 0.7679
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
268
R-squared 0.853704 Mean dependent var 26.86530Adjusted R-squared 0.801038 S.D. dependent var 0.293184S.E. of regression 0.130775 Akaike info criterion -0.995718Sum squared resid 0.427554 Schwarz criterion -0.551333Log likelihood 27.42507 Hannan-Quinn criter. -0.842317F-statistic 16.20963 Durbin-Watson stat 1.744133Prob(F-statistic) 0.000000
Berdasarkan tabel diatas model regresi data panel untuk random effect model dapat diduga
dengan persamaan, LBLit = (-20.93220) +0.305086Lpad +1.404878Ldau + 0.046033 Lsilpa + e(5)
Tabel 3. Metode random effect (random effect model/rem)
Dependent Variable: LBLMethod: Panel EGLS (Cross-section random effects)Date: 05/03/19 Time: 14:04Sample: 2012 2016Periods included: 5Cross-sections included: 7Total panel (balanced) observations: 35Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -10.84629 4.655048 -2.330005 0.0265LPAD 0.633569 0.075763 8.362550 0.0000LDAU 0.855661 0.182497 4.688640 0.0001
LSILPA -0.090179 0.088162 -1.022871 0.3143
Effects SpecificationS.D. Rho
Cross-section random 0.000000 0.0000Idiosyncratic random 0.130775 1.0000
Weighted Statistics
R-squared 0.826960 Mean dependent var 26.86530Adjusted R-squared 0.810214 S.D. dependent var 0.293184S.E. of regression 0.127724 Sum squared resid 0.505714F-statistic 49.38312 Durbin-Watson stat 1.688241Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.826960 Mean dependent var 26.86530Sum squared resid 0.505714 Durbin-Watson stat 1.688241
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
269
Berdasarkan tabel diatas model regresi data panel untuk random effect model dapat diduga
dengan persamaan, LBLit = (-10.84629) + 0.633569Lpad + 0.855661Ldau - -0.090179Lsilpa + e (6)
Pemilihan metode terbaik dengan uji chow dan uji hausman
Tabel 4.Uji chow
Redundant Fixed Effects TestsEquation: UntitledTest cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 0.761704 (6,25) 0.6067Cross-section Chi-square 5.876224 6 0.4372
Cross-section fixed effects test equation:Dependent Variable: LBLMethod: Panel Least SquaresDate: 05/03/19 Time: 14:00Sample: 2012 2016Periods included: 5Cross-sections included: 7Total panel (balanced) observations: 35
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -10.84629 4.546432 -2.385670 0.0233LPAD 0.633569 0.073995 8.562336 0.0000LDAU 0.855661 0.178239 4.800654 0.0000
LSILPA -0.090179 0.086105 -1.047308 0.3031
R-squared 0.826960 Mean dependent var 26.86530Adjusted R-squared 0.810214 S.D. dependent var 0.293184S.E. of regression 0.127724 Akaike info criterion -1.170683Sum squared resid 0.505714 Schwarz criterion -0.992929Log likelihood 24.48696 Hannan-Quinn criter. -1.109323F-statistic 49.38312 Durbin-Watson stat 1.688241Prob(F-statistic) 0.000000
Pada baris “Cross-section Chi-square” kolom Prob. Di mana dalam nilainya adalah 0,4372.
Artinya, berdasarkan hasil perhitungan di atas, nilai prob sebesar 0,4372> 0,05 maka chow test
memilih common effectdari pada fixed effect. Langkah selanjutnya yaitu melakukan uji Lagrange
Multiplier Test untuk menentukan apakah memilih modelcommon effect ataukah random effect.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
270
Tabel 5. Uji lagrange multiplier
Lagrange Multiplier Tests for Random EffectsNull hypotheses: No effectsAlternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided
(all others) alternatives
Test HypothesisCross-section Time Both
Breusch-Pagan 1.267875 2.076493 3.344368(0.2602) (0.1496) (0.0674)
Honda -1.125999 -1.441004 -1.815146-- -- --
King-Wu -1.125999 -1.441004 -1.828342-- -- --
Standardized Honda -0.581599 -1.036822 -4.561530-- -- --
Standardized King-Wu -0.581599 -1.036822 -4.531715-- -- --
Gourierioux, et al.* -- -- 0.000000(>= 0.10)
*Mixed chi-square asymptotic critical values:1% 7.2895% 4.321
10% 2.952
Dapat dilihat hasil Uji Lagrange Multiplier dengan Eviews metode Breusch Pagan di atas.
Nilai P Value ditunjukkan oleh angka yang dibawah yaitu sebesar 0.2602 dimana nilainya > 0,05.
Sehingga Lagrange Multiplier Test ini menunjukkan bahwa H0 diterima, yang berarti metode
estimasi terbaik adalah Common Effect.
Berdasarkan perhitungan diatas, maka hasil yang didapatkan adalah metode terbaik yang digunakan
adalah metode Common Effect.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
271
Tabel 6. Metode estimasi yang digunakan (common effect)
Dependent Variable: LBLMethod: Panel Least SquaresDate: 05/03/19 Time: 14:09Sample: 2012 2016Periods included: 5Cross-sections included: 7Total panel (balanced) observations: 35
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -10.84629 4.546432 -2.385670 0.0233LPAD 0.633569 0.073995 8.562336 0.0000LDAU 0.855661 0.178239 4.800654 0.0000
LSILPA -0.090179 0.086105 -1.047308 0.3031
R-squared 0.826960 Mean dependent var 26.86530Adjusted R-squared 0.810214 S.D. dependent var 0.293184S.E. of regression 0.127724 Akaike info criterion -1.170683Sum squared resid 0.505714 Schwarz criterion -0.992929Log likelihood 24.48696 Hannan-Quinn criter. -1.109323F-statistic 49.38312 Durbin-Watson stat 1.688241Prob(F-statistic) 0.000000
Dari tabel hasil Uji Common Effect di atas dapat ditarik hasil sebagai berikut;
a. Data yang digunakan signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas variabel LPAD
sebesar 0.0000 (Artinya bahwa nilai probabilitas <0.05, sehingga variabel LPAD memiliki
pengaruh yang signifikan dan hubungan yang positif terhadap variabel Belanja
Langsung). Berdasarkan hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin tingginya jumlah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka belanja langsung juga akan semakin tinggi. Jika PAD
meningkat 1% maka Belanja Langsung akan meningkat sebesar 0.633569% dengan asumsi
bahwa variabel lain bernilai nol. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rahmawatiet al (2010) yang menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung Daerah. Semakin tinggi PAD
menggambarkan bahwa daerah tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan belanjanya
sendiri tanpa harus bergantung pada pemerintah pusat, hal ini menunjukkan indikasi bahwa
pemerintah daerah tersebut telah mandiri.
b. Data yang digunakan signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas variabel LDAU
sebesar 0.0000 (Artinya bahwa nilai probabilitas < 0.05, sehingga variabel LDAU memiliki
pengaruh signifikan dan hubungan yang positif terhadap variabel Belanja
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
272
Langsung). Berdasarkan hasi uji tersebut maka dapat dijelaskan bahwa semakin tingginya
jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka Dana Alokasi Umum (DAU) juga akan
semakin tinggi. Jika DAU meningkat 1% maka Belanja Langsung akan meningkat
sebesar0.855661% dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai nol. Sejalan dengan
penelitian Nurul Hidayah et al (2014) yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh positive
dan signifikan terhadap Belanja Langsung hal ini dikarenakan dengan DAU pendapatan
dalam APBD meningkat sehingga akan meningkatkan belanja langsung. Adanya otonomi
daerah tidak serta merta menciptakan pemerintah daerah yang mandiri, untuk itu terdapat
dana perimbangan dari pemerintah pusat untuk memenuhi celah fiskal kebutuhan masing –
masing daerah. Salah satunya dalam penelitian ini adalah Dana Alokasi Umum (DAU)
c. Data yang digunakan tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas variabel
LSILPA sebesar 0.3031 (Artinya bahwa nilai probabilitas > 0.05, sehingga variabel
LSILPA tidak memiliki pengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap
variabel Belanja Langsung). Berdasarkan hasil uji tersebut dapat diketahui bahwa SiLPA
tidak berpengaruh terhadap Belanja Langsung sehingga naik atau turunnya SiLPA tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Langsung. Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ardhini (2011) dan Siti Fatmawati (2013). SiLPA bukan
merupakan sumber penerimaan daerah yang utama sehingga SiLPA belum tentu mampu
digunakan untuk membiayai belanja langsung suatu daerah.
d. Nilai Korelasi sebesar 0.826960(R-Squared atau bisa juga menggunakan nilai Adjusted R-
Squared), sehingga variabel independen memiliki pengaruh sebesar 82% terhadap variabel
dependen dan sisanya sebesar 18% dipengaruhi oleh variabel lain.
e. Hasil Uji Fdiperoleh bahwa nilai Prob(F-statistic) 0.000 < 0.05 maka dapat dikatakan
bahwa variabel bebas secara bersama-sama/simultan mempengaruhi variabel terikat, H0
ditolak.
f. Hasil Uji T secara parsial diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Hasil pada variabel LPAD adalah t hitung > t tabel yaitu 8.562336> 1,694, maka
H0ditolak danvariabel Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap variabel
Belanja Langsung.
2) Hasil pada variabel LDAU adalah t hitung > t tabel yaitu 4.800654> 1,694, maka
H0ditolak danvariabel Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap variabel
Belanja Langsung.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
273
3) Hasil pada variabel LSiLPA adalah t hitung < t tabel yaitu -1.047308< 2,307, maka
H0diterima danvariabel Sisa Lebih Anggaran berpengaruh negatif terhadap variabel
Belanja Langsung.
5. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, diketahui bahwa nilai Prob. Cross-
section Chi-square (0,00) > 0,05 maka akan dipilihcommon effect dari pada fixed effect. Kemudian
hasil UjiLagrange Multiplier Test ini menunjukkan bahwa H0 diterima, yang berarti metode
estimasi terbaik adalah Common Effect. Dari hasil Common Effect, Uji F dan Uji T secara simultan
dan parsial diatas maka diketahui bahwa variable Pendapatan Asli Daerah memberikan pengaruh
yang signifikan dan hubungan yang positif terhadap Belanja Langsung sehingga H1 diterima.Hal
tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi Pendapatan Asli Daerah maka akan meningkatkan
Belanja Langsung Pemerintah Daerah .Semakin tinggi PAD menggambarkan bahwa daerah tersebut
mampu untuk memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus bergantung pada pemerintah
pusat, kondisi seperti ini menunjukkan indikasi bahwa pemerintah daerah tersebut telah mandiri.
Dana Alokasi Umum juga memberikan pengaruh yang signifikan dan hubungan yang positif
terhadap Belanja Langsung sehingga H2 diterima. Kenaikan pada variabel DAU juga akan
meningkatkan Belanja Langsung Pemerintah Daerah.Adanya otonomi daerah tidak serta merta
menciptakan pemerintah daerah yang mandiri, untuk itu terdapat dana perimbangan dari pemerintah
pusat untuk memenuhi celah fiskal kebutuhan masing – masing daerah. Pada variabelSisa Lebih
Anggaran tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan mempunyai hubungan negatif terhadap
Belanja Langsungsehingga dapat dikatakan bahwa H3 ditolak. SiLPA bukan merupakan sumber
penerimaan daerah yang utama sehingga tidak memberikan hubungan yang signifikan terhadap
Belanja Langsung Pemerintah Daerah. SiLPA biasanya digunakan untuk menutup anggaran defisit,
jika angkanya negatif maka pembiayaan netto belum dapat menutup defisit anggaran yang terjadi
apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja Pemerintah Daerah.
Dari hasil penelitian diatas masih diperlukan perbaikan serta pengembangan dalam
penelitianselanjutnya, saran yang dapat diberikan yaitu supaya Pemerintah Daerahsebaiknya
lebih meningkatkan kinerja instansi sehingga diharapkan akan menaikkan sumberpenerimaan
daerah agar pengalokasian anggaran ke Belanja Langsung untuk programkegiatan pelayanan
publik juga dapat meningkat. Apabila Dana perimbangan semakin meningkat maka Pemerintah
daerah diharapkan berusaha untuk mengoptimalkan Belanja langsung.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
274
Daftar Pustaka
Ardhini. 2011. Pengaruh Rasio Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal untuk Pelayanan Publikdalam Prespektif Teori Keagenan (Studi pada Kabupaten dan Kotadi JawaTengah).Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Bastian, I. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Andi.Yogyakarta.
Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan. djpk.kemenkeu.go.iddiaksestanggal 19 April 2019
Gujarati, Damodar N. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Harun.2009. Reformasi Akuntansi dan Manajemen Sektor Publik Di Indonesia. SalembaEmpat. Jakarta.
Indraningrum, T. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi UmumTerhadapBelanja Langsung.Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi sektor publik. Andi.Yogyakarta.
Nachrowi, N. Djalal dan Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrikauntuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: LPFE Universitas Indonesia
Nurul Hidayah & Hari Setiyawati.2014.Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus DanPendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Langsung Di Propinsi Jawa Tengah. JurnalAkuntansi/Volume XVIII, No. 01: 45-58
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman PengelolaanKeuangan Daerah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan KeuanganDaerah.
Putro, N.S. dan S. Pamudji. 2010. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah danDana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. JurnalAkuntansidan Keuangan Sektor Publik, BPFE UGM: 33-40. Yogyakarta.
Rahmawati. Dan Nur. I. 2010. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum(DAU) Terhadap Alokasi Belanja Daerah. Skripsi.Fakultas Ekonomi Diponegoro:Semarang.
Siregar B. dan B. Siregar. 2001. Akuntansi Pemerintahan dengan Sistem Dana. Edisi Ketiga.Cetaka Pertama. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Yogyakarta.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
275
Siti Fatmawati, Akhmad Riduwan. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Langsung. JurnalIlmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7
Undang-Undang No.22 Tahun 1999 diakses tanggal 19 April 2019
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 125. Jakarta
Undang – Undang No. 33 Tahun 2004Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat danPemerintah Daerah.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126.Jakarta.
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisikedua. Yogyakarta: Ekonisia FE Universitas Islam Indonesia
BIOGRAFI PENULIS
Penulis Pertama adalah mahasiswa Magister Ekonomi Studi Pembangunan tahun 2017Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Untuk informasi lebih lanjutyang bersangkutan dapat dihubungi melalui mailto:[email protected]
Penulis Kedua adalah dosen di Jurusan Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Beliau mendapatkan gelarDoktor pada tahun 2008 di Universitas Brawijaya, Malang. Fokus Pengajaran dan penelitian beliauadalah Ekonomi Makro dan Mikro. Untuk informasi lebih lanjut yang bersangkutan dapatdihubungi melaluimailto: [email protected]
Penulis Ketiga adalah dosen di Jurusan Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Beliau mendapatkan gelarDoktor pada tahun 2012 di Universitas Diponegoro,Semarang. Fokus Pengajaran dan penelitianbeliau adalah Ekonomi Keuangan Daerah. Untuk informasi lebih lanjut yang bersangkutan dapatdihubungi melalui mailto:[email protected]
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
276
POTENSI PAJAK PELAKU UMKM DIGITAL DAN KEWAJIBAN ZAKAT
Fenty FauziahUniversitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
Abstract
This era of digitalization has encouraged the growth of MSMEs. The large numberof digital MSMEs has not been comparable to tax revenues from MSMEs. Thegovernment issued a new policy on the taxation of MSMEs contained in PP No. 23 of2018. The applicable tax rate for MSMEs in the PP is 0.5% and takes effect as of July 1,2018. This policy aims to stimulate MSME businesses, encourage communityparticipation and knowledge of taxation. The qualitative data analysis technique is doneby collecting, sorting and analyzing data, and finally concluding the data. Based on theresults of in-depth interviews with six respondents, there were three respondents whoalready knew about the new tariff, and three respondents did not know. Respondentsappreciated the new policy by reducing tax rates for these MSMEs. The Tax ServiceOffice must provide socialization and assistance to MSMEs to foster tax awareness andcompliance, so that after the 0.5% tariff limit expires and apply standard bookkeeping,MSME players can carry out their tax obligations. Of all respondents, the obligation ofzakat is carried out. Tax obligations are different from zakat, but the government needs toconsider again for MSME actors who have paid their zakat so they no longer pay taxes,with provisions on zakat payments made with evidence on BAZNAS.
Keyword: UMKM Digital; PPh PP 23 tahun 2018; Zakat
1. Pendahuluan
Para pelaku usaha khususnya dalam perdagangan di era digitalisasi saat ini telah beralih cara
berdagangnya, dari konvensional menjadi online melalui jaringan internet. Era digitalisasi ini
mendorong tumbuhnya pelaku UMKM.Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) berbasis
digital saat ini sangat diminati oleh generasi milenial.Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah mencatat tahun 2017, UMKM menyumbang 60% terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB).jumlah pelaku Usaha Mikro Kecildan Menengah Indonesia mencapai hampir 63 juta pelaku
usaha pada tahun 2017 yang tersebar diseluruh Indonesia. UMKM pun mendominasi struktur usaha
yang ada di Indonesia sekitar 99,99%, yang terdiri dari usaha mikro 98,79%, usaha kecil sebesar
1,11%, usaha menengah sebesar 0,09%. Sedangkan Usaha besar hanya berkontribusi dalam struktur
usaha di Indonesia sebesar 0,01%.
Data tersebut menggambarkan bahwapotensi UMKM sangat besar dalam meningkatkan
pendapatan masyarakat, sehingga dengan memanfaatkan teknologi, performa UMKM diharapkan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
277
dapat meningkat.UMKM berbasis digital di tanah air masih belum dibarengi dengan konsep yang
tajam, baik dari sisi manajemen maupun pemasaran. Oleh sebab itu dibutuhkan gagasan dalam
mendorong perkembangan UMKM berbasis digital agar tetap bertahan dan terus berkembang di
tengah persaingan usaha yang serba online.
Salah satu perusahaan yang mempunyai mitra dengan UMKM adalah PT. Gojek
Indonesia.Hasil riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD
FEB UI), pendapatan UMKM yang menjadi mitra Go-Food mencapai Rp 1,7 triliun pada tahun
2017. Riset itu dilakukan terhadap 7.500 responden, yang terdiri dari 3.465 konsumen dan 806
mitra UMKM Go-Food di sembilan wilayah di Indonesia. Rata-rata omzet mitra Go-Food naik 26%
per tahun. Bergabung dengan Go-Jek menjadikan UMKM dapat berhemat 30,3% sebab tidak perlu
merekrut pegawai untuk mengantar pesanan. Selain itu, 32% mitra merasa popularitas usahanya
meningkat setelah bergabung dengan Go-Jek.Sementara 22% mitra konsisten mendapatkan
pelanggan baru setiap tahunnya.Padahal, 76% UMKM ini tidak punya layanan antar sebelummya.
Begitu juga dengan star up yang lain sebagian besar mitranya adalah pelaku UMKM.
Besarnya jumlah pelaku UMKM digital belum sebanding dengan penerimaan pajak
dariUMKM.Usaha menengah dan besar masih menjadi penyumbang pajak terbesar di Indonesia.Hal
ini disebabkan karena Direktorat Jendral Pajak (DJP) lebih fokus pada wajib pajak besar, sementara
itu pengawasan yang dlakukan terhadap pelaku UMKM masih belum optimal dan tingkat kepatuhan
pajak pelaku UMKM masih rendah(Endrianto, 2015).Kepatuhan wajib pajak timbul oleh beberapa
faktor yang dapat mempengaruhinya.
Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak antara laindipengaruhi oleh pemahaman
peraturan perpajakan, tarif pajak, sanksi dan keadilan (Simanjuntak dan Mukhlis, 2012). Penelitian
Ningtyas (2012) juga membuktikan tarif pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib
pajak.Dengan demikian kepatuhan wajib pajak juga dapat tercapai apabila ada penetapan tarif yang
jelas, selain itu tarif pajak juga harus bersifat adil dalam menentukan subjek dan objek pajaknya.
Tahun 2013 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP)Nomor 46 tahun 2013 yang
mulai berlaku 1 Juli 2013. Dalam PP ini berlaku tarif pajak sebesar 1% dari omset wajib pajak yang
tidak lebih dari 4,8 miliar pada satu tahun pajak. Peraturan ini dibuat bertujuan untuk wajib pajak
semakin patuh, kemudian terdorong untuk melakukan kewajiban perpajakan sehingga target
penerimaan pajak negara dapat tercapai. Pada kenyataannya penerimaan pajak setelah berlakunya
tarif 1% dari omset belum mencapai target (Mustofa dkk, 2016).Tahun 2018 Pemerintah kembali
membuat kebijakan perpajakan UMKM yaitu PP No 23 Tahun 2018. Tarif pajak yang berlaku bagi
UMKM dalam PP 23 adalah sebesar 0,5% dan mulai berlaku per 1 Juli 2018. Tujuan kebijakan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
278
perpajakan ini adalah untuk menstimulus bisnis UMKM, mendorong peran serta masyarakat dalam
pembangunan.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Pajak
Pengertian Pajakberdasarkan Undang- Undang Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.. Pajak merupakan kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara untuk kemakmuranrakyat.
Peraturan mengenai Pajak terhadap transaksi digitaldi Indonesia telah disusun pada 11
November 2016, pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi XIV tentang roadmape-
commerce. Salah satu poin penting yang diatur dalam Paket Kebijakan Ekonomi XIV adalah
pengurangan pajak bagi investor lokal yang berinvestasi di start-up, Penyederhanaan izin prosedur
perpajakan bagi start-up e-commerce dengan omzet dibawah Rp 4.800.000.000,00 per tahun
melalui penurunan tariff pajak 1% pada PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan (PPh) dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu, kemudian dikeluarkan PP No 23 Tahun 2018 dengan tarif 0,5%. Dengan demikian,
PPh final yang dikenakan terhadap penghasilan UMKM hanya sebesar 0,5 persen dari pendapatan
brutonya.
2.2 Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM), pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah sebagai berikut:
a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
Perorangan, yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang.
b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
279
tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.
c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Kriteria UMKM berdasarkan asset dan omset per tahun, terlihat sepeti tabel berikut:
Tabel 1. KriteriaUsaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM)
Jenis Usaha Asset Maksimal (Rp) Omset Maksimal (Rp)Usaha Mikro 50 juta 300 jutaUsaha Kecil > 50 juta sampai 500 juta > 300 juta sampai 2,5 milyar
Usaha Menengah > 500 juta sampai 10 milyar >2,5 milyar sampai 50 milyar
UMKM digital adalah usaha mikro, kecil dan menengah yang penjualanatau pelolehan
omsetnya memanfaatkan kanal digital.Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM
bersama Kementerian Kominfo, berkomitmen untuk mengonlinekan 8 Juta UMKM sampai tahun
2020.Komitmen ini menunjukan keberpihakan pemerintah dalam memajukan UMKM sebagai salah
satu tulang punggung perekonomian Indonesia.
2.3 Zakat
Menurut Peraturan Mentri Agama No 52 tahun 2014, Zakat adalah harta yang wajib
dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang dimiliki oleh orang Islam untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Zakat mal adalah harta yang
dikeluarkan oleh muzaki melalui amil zakat resmi untuk diserahkan kepada mustahik.Menurut
pengertian diatas, pendapatan yang diterima oleh seseorang dari hasil usaha juga harus dikeluarkan
zakat nya.
Harta yang dikenai zakat harus memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Syarat
harta yang dikenakan zakat mal sebagai berikut:
a. milik penuh
b. halal
c. cukup nisab
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
280
d. kepemilikan cukupsatutahun (haul)
Terdapat banyak kesamaan antara pajak dengan zakat, namun tidak bisa dipungkiri bahwa
antara kedua tetap ada perbedaan yang hakiki. Sehingga keduanya tidak bisa disamakan begitu saja.
Perbedaan zakat dengan pajak adalah sebagai berikut:
1. Zakat merupakan manifestasi ketaatan ummat terhadap perintah Allah SWT dan Rasulullah
SAW sedangkan pajak merupakan ketaatan seorang warganegara kepada ulil amrinya
(pemimpinnya)
2. Zakat telah ditentukan kadarnya di dalam Al Qur’an dan Hadits, sedangkan pajak dibentuk
oleh hukum negara.
3. Zakat hanya dikeluarkan oleh kaum muslimin sedangkan pajak dikeluarkan oleh setiap
warganegara tanpa memandang apa agama dan keyakinannya.
4. Zakat berlaku bagi setiap muslim yang telah mencapai nishab tanpa memandang di negara
mana ia tinggal, sedangkan pajak hanya berlaku dalam batas garis teritorial suatu negara saja.
5. Zakat adalah suatu ibadah yang wajib di dahului oleh niat sedangkan pajak tidak memakai niat.
Dan sesungguhnya masih baanyak laagi hal-hal yang membedakan antara zakat dan pajak
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode
penelitian dilandasi filsafat postpositivisme, digunakan untuk pada penelitian saat kondisi objek
yang alamiah dan peneliti sebagai instrumen kunci. Teknik pengumpulan data yang dilakukan
adalah triangulasi, analisis data bersifat induktif.Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi.(Sugiyono 2017).
Responden dalam penelitian ini merupakan pelaku UMKM yang bermitra dengan Go-Jek dan
Tokopedia di wilayah Samarinda-Kalimantan timur yangmemiliki bidang usaha yang berbeda-
beda, yaitu UMKM yang bergerak dalam bidang makanan dan fasion.Jumlah sampel adalah10
UMKM, dengan tehnik simple random sampling.Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
wawancaramendalam terkait kepada para responden untuk memperoleh data yang diperlukan.
Pengujian validitas data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan pengamatan, peningkatan
ketekunan saat penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat,analisis kasus negatif
dan membercheck. Penelitian inii digunakan triangulasisumber yaitu dengan cara mengecek data
yang telah diperoleh melalui beberapa sumberwawancara, juga responden dari pengguna jasa mitra
mitra bisnis pemilikUMKM untuk mendapatkan informasi UMKM yang lebih akurat.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
281
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif.
Langkah-langkah dalamanalisis data kualitatif melalui empat proses, yaitu mengumpulkan data,
menyortir data yang tidakdiperlukan, menyajikan dan menganalisis data, dan terakhir adalah
menyimpulkan data.
4. Hasil dan Pembahasan
Temuan peneliti dari data primer hasil wawancara mendalam kepada responden meliputi
profil usaha masing-masing UMKM, pembayaran pajak pelaku UMKM sebelum diterbitkan PP No.
23 Tahun 2018, potensi kepatuhan pembayaran pajak pelaku UMKM setelah berlakunya PP No. 23
Tahun 2018 dan kewajiban zakat pelaku UMKM.
4.1 Profil UMKM
Responden penelitian terdiri dari UMKM yang bergerak dalam bidang makanan, fashion,
Adapun profil masing-masing UMKM tersebut sebagaiberikut:
a. UMKM yang Bergerak dalam Bidang Fashion
Usaha fashion sonket dayak, pemasaran usaha ini dilakukan secara online dengan
menggunakan jasa pemasaran dari luarperusahaan. Karyawan administrasi yang menangani
operasional usaha hanya 2 orang, yaitucustomer service dan administrasi. Omset penjualannya
mencapai 200-280 juta per bulan.
Sarung tenun samarinda, usaha ini dimiliki suami istri yang sudah lanjut usia. Mereka
meneruskan usahanya kepada anak-anaknya untuk meneruskan. Ditangan pengelolaan anak-
anaknya usaha ini lebih berkembang, karena sudah memanfaatkan teknologi, baik saat
memproduksi ataupun pemasarannya
b. UMKM yang Bergerak dalam Bidang Makanan
UMKM yang memproduksi amplang kuku macan. Berdiri sejak tahun
2010.Bermodalkan pengalaman dan ketekunan akhirnya usaha ini semakin berkembang.
Pelaku UMKM mengakui bahwa pemasaran belum maksimal,tidak ada tim marketing khusus
yang menangani pemasaran. Usaha ini dikelola oleh keluarga dibantu 5 oarang
karyawan.Omset rata-rata sekitar 40-50 juta per bulan.
UMKM yang memproduksi Martabak.Berdiri sejak tahun 2012. Usaha ini hanya di
kelola oleh Ayah dan 2 orangnya .Omset rata-rata perbulan sekitar 15-20 juta per bulan.
UMKM yang bergerak di bidang rumah makan.Didasarkan pengalaman mengelola
rumah makan sebagai karyawan, tahun 2015 pelaku UMKM ini memberanikan diri membuka
usaha sendiri.Selain melakukan penjualan langsung, dia juga membukapesanan catering nasi
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
282
box dan snack. Pelaku UMKM mengakui bahwa pemasaran belum maksimal,tidak ada tim
marketing khusus yang menangani pemasaran. Usaha ini ditangani oleh suami istridibantu
tetangga sekitar. Omset rata-rata sekitar 25-40 juta per bulan.
UMKM yang menjual aneka kue ulang tahun dan kue yang sejenis.Usaha ini dilakukan
di rumah pibadi dibantu oleh seorang pekerja yang merangkap pekerja rumah tangga.Omset
perbulan rata-rata 5-10juta perbulan.Pelaku UMKM ini melakukan pemasaran produknya
melalui facebook dan instalgram.
4.2 Analisis Potensi Pajak UMKM Sesuai PP 46 tahun 2018 dan No. 23 Tahun 2018
Menurut kebijakan perpajakan yang ditetapkan Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah
(PP)Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diperoleh wajib pajak
yangmemiliki penghasilan bruto tertentu yang diterapkan mulai 1 Juli 2013, UMKM yang memiliki
omset kurang dari 4,8 miliar dalam satu tahun dikenai tarif pajak sebesar 1%. Hasil wawancara
yang dilakukan terhadap lima responden UMKM, tidak ada UMKM yangmenjalankan kewajiban
perpajakan tersebut.Hanya satu responden yang telah mengetahui kewajibanperpajakan bagi
UMKM. Lima responden lain belum mengetahui adanya kewajiban perpajakan bagiUMKM.
Responden yang mengetahui kewajiban perpajakan, mengaku memiliki keterbatasan pengetahuan
tentang perpajakan dan dan juga keterbatasan SDM nya, jika menggunakan jasa diluar usahanya
maka akan mengeluarkan biaya ekstra.
Tiga dari enam responden memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) bagi wajib pajakorang
pribadi, karena mereka pernah berstatus sebagai karyawan pada sebuah instansi.Dari tiga responden
hanya satu yang melakukan kewajiban pajak berdasarkan PP 46 dan PP 23 tahun 2018. Margin
laba pelaku UMKM ada pada kisaran 10% - 20%, namun karena volume penjualannya kecil
menjadikan laba keseluruhan juga kecil. Responden menilai tarif pajak 1% dari pendapatannya
memberatkan bagi mereka sebagai pelaku UMKM. Hasil analisis peneliti dengan para responden,
keberatan tersebut antara laindisebabkan karena kekhawatiran mereka terkait laba usaha yang tipis
dan harus dikurangi denganpajak 1% dari pendapatannya. Pelaku UMKM tersebut mengetahui
adanya penurunan tarif pajak sesuai PP 23 tahun 2018 menjadi 0,5%, namun tidak membuat
mereka melakukan kewajiban pajak nya.
4.3 Analisis Potensi Pajak UMKM dan Zakat
Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru tentang perpajakan UMKM yang tertuang dalam PP
No 23Tahun 2018. Tarif pajak yang berlaku bagi UMKM dalam PP tersebut sebesar 0,5% dan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
283
mulaiberlaku per 1 Juli 2018. Kebijakan ini bertujuan untuk menstimulus bisnis UMKM,
mendorong peranserta masyarakat dan pengetahuan perpajakan.Berdasarkan hasil diskusi dengan
enam responden, ada tiga responden yang sudah mengetahuitentang tarif baru tersebut, dan tiga
responden belum mengetahui.Keenam responden mengapresiasikebijakan baru dengan penurunan
tarif pajak bagi UMKM tersebut.
Semua responden menyatakan akanbersedia untuk membayar pajak dengan tarif baru tersebut.
Namun pelaku UMKM berharap mendapatkan informasi dan bimbingan lebih detail untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya. Pelaku UMKM juga mengharapkan Kantor Pelayanan Pajak
Samarinda dapat memberikan pelayanan yangramah dan tidak berbelit-belit.Salah satu responden
menyampaikan pengalaman yang tidak menyenangkan ketika berurusandengan Account
Representative (AR) di kantorpelayanan pajak. Ketika Pelaku UMKM tersebut datang ke KPPuntuk
memperoleh informasi perpajakan dan mengurus NPWP, Account Representative (AR) langsung
mendesakpelaku UMKM tersebut untuk melunasi seluruh kewajiban pajaknya saat itu juga
berdasarkan analisis jumlah omset darihasil wawancara sekilas.Para responden mengaku belum
pernah mendapatkan sosialisasi perpajakan dari Kantor Pajaksetempat.Mereka berharap sosialisasi
perpajakan UMKM dapat diperoleh segera, sehinggamendukung mereka untuk patuh terhadap
kewajiban perpajakan.
Seluruh responden merupakan seorang muslim yang melakukan kewajiban nya dalam
membayar zakat, sesuai dengan ketentuan dalam hukum Islam, yaitu 2,5% dari penghasilan nya.
Sebagian membayar nya melalui lembaga badan amil zakat, sebagian lagi mengeluarkannya
langsung kepada orang-orang yang berhak menerimanya.Seluruh responden berharap seandainya
mereka sudah membayar zakat seharusnya jagan lagi membayar pajak, karena mereka berasumsi
bahwa zakat berfungsi untuk kemakmuran umat, hampir mirip dengan pajak yang dibayarkan
kepada Negara, akhirnya juga bertujuan untuk disalurkan kembali ke rakyat.
5. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan dari
penelitian ini, antara lain adalah:
a. Tarif pajak bagi UMKM sebesar 1% dariomset cukup memberatkan bagi pelaku UMKM,
karena menurut mereka marjin laba yang diterima nya tipis. Selain besarnya tarif pajak,
pemahaman pelaku UMKMterhadap kewajiban perpajakan dan keterbatasan SDM yang
dimiliki untuk mengurus perpajakan jugamenjadi kendala dalamupaya untuk melakukan
kewajiban pembayaran pajak.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
284
b. Pelaku UMKMmengapresiasi tarif pajak baru bagi UMKM sebesar 0,5% dari omset yang
tertuang dalam PP No 23Tahun 2018. Pelaku UMKM menyatakan kesediaannya untuk
membayar pajak akan memperbesar potensi kepatuhanpembayaran pajak bagi pelaku UMKM
di Samarinda.
c. PelakuUMKM yang menjadi sampel penelitian mengharapkan sosialisasi dan pendampingan
untuk mendapatkaninformasi yang lebih detail terkait peraturan perpajakan terbaru bagi
UMKM.
d. Pelaku UMKM berharap jika mereka sudah melaksanakan kewajiban zakatnya menjadi
pertimbangan bagi pemerintah untuk tidak lagi membayar pajak.
Dari hasil penelitian ini penulis dapat memberikan saransebagai berikut:
a. Bagi pemerintah dalam hal ini Kantor Pajak setempat memberikan sosialisasi
danpendampingan kepada UMKM untuk menumbuhkan kesadaran dan kepatuhan
perpajakan. Sosialisasidapat bekerjasama dengan konsultan pajak yang ada dilingkungan
pelaku UMKM secara umum, agar UMKM tidak merasakankekhawatiran akan ditekan
melunasi kewajiban perpajakan.
b. Pemerintah dalam hal ini Dirjen Pajak dapatmengantisipasi adanya batasan waktu kebijakan
insentif pajak bagi UMKM, sebab setelah bataswaktu tersebut akanberlaku ketentuan pajak
penghasilan secara umum, pelaku UMKM harus memahami dan menerapkan pembukuan
standar. Pembukuan menjadi hambatan bagiUMKM, apalagi UMKM didominasi oleh usaha
mikro.Pelaku UMKM sebaiknya lebih aktifmengikuti peraturan perpajakan yang sering
mengalami perubahan dan mulai mempelajaripembukuan sederhana untuk UMKM agar
mendukung pengembangan usaha dan kepatuhan terhadapkewajiban perpajakan.
c. Penulis menyadari kewajiban pajak berbeda dengan zakat, namun perlu dipertimbangkan lagi
untuk pelaku UMKM yang telah membayar zakatnya tidak lagi membayar pajak, dengan
syarat pembayaran zakat dilakukan pada BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional). Sehingga
peraturan tidak tumpang tindih, seperti peraturan yang telah diterapkan di Negara Malaysia
Hasil penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain:
a. Responden dari penelitian ini berasal dariwawancara mendalam terhadap enam (enam)
responden. Jumlah responden yang terbatas memungkinkan ada temuan baru yang lebih
representatif tentang potensi perpajakan dan zakat bagipelaku UMKM.
b. Peneliti hanya menganalisis potensikepatuhan pembayaran pajak dan zakat karena
keterbatasan waktu penelitian.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
285
c. Penelitian selanjutnyadiharapkan memberikan masukan atau solusi yang lebih tepat
terhadapapa yang harus dilakukan terhadap kewajiban pajak dan zakat secara bersamaan,
karena tujuan dari pajak dan zakat adalah untuk kemakmuran dan kemaslahatan umat.
DAFTAR PUSTAKA
Endrianto, W. 2015.Prinsip Keadilan Dalam Pajak Atas UMKM. Binus Business Review.Vol. 6 No.
2 Agustus 2015: 298-308.
Mustofa, F. A., K. Mirza dan Maulinarhadi. 2016. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan,
Tarif Pajak dan Asas Keadilan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. (Studi pada Wajib Pajak
Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang Berada Di Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Batu Setelah Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013).Jurnal
Perpajakan Universitas Brawijaya.Vol. 8 No. 1. Halaman 1-7.
Ningtyas, R. 2012. Pengaruh Pemahaman Perpajakan, Tarif Pajak, Sanksi serta Pelayanan
Pembayaran terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Kota Malang.Skripsi. Universitas
Brawijaya, Malang.
Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat
Mal dan Zakat Fitrah serta Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif.
Simanjuntak dan Mukhlis, 2012.Dimensi Ekonomi Perpajakan dalam Membangun Ekonomi.
Penerbit Raih Asa Sukses. Bandung.
Sugiyono.2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah
Wicaksono, B. 2018.Meningkatkan Potensi Pajak UMKM Online Melalui Data E Commerce (Studi
Kasus Wilayah Pulau Jawa).Simposium Nasional Keuangan Negara. 2018.
Ningtyas, R. 2012. Pengaruh Pemahaman Perpajakan, Tarif Pajak, Sanksi serta
PelayananPembayaran terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Kota
Malang.Skripsi.Universitas Brawijaya, Malang.
http://www.kominfo.go.id. Diakses tanggal 2 Maret 2019 Jam 09.00 Wita
http://www.pajak.go.id. Diakses tanggal 2 Maret 2019 Jam 09.00 Wita
https://www.dompetdhuafa.org. Diakses tanggal 2 Maret 2019 Jam 10.00 Wita
http://www.pkpu.or.id. Diakses tanggal 20 Maret 2019 Jam 14.00 Wita
http://marketeers.com. Diakses tanggal 19 Maret 2019 Jam 10.00 Wita
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
286
BIOGRAFI PENULIS
Penulis adalah dosen jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Hukum Politik dan Psikologi
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.Penulis Mendapatkan gelar Doktor Ilmu
Manajemen dari Universitas Mulawarman Kalimantan Timur tahun 2017.Penulis juga merupakan
praktisi di bidang perpajakan dan telah memiliki Sertifikasi Konsultan Pajak.Fokus mengajar dan
penelitian di bidang manajemen keuangan, akuntansi dan perpajakan. Informasi lebih lanjut penulis
dapat dihubungi melalui [email protected]
https://mail.google.com/mail/u/1/?tab=wm#inbox
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
287
TATA KELOLA KEUANGAN YANG BAIK BAGI UMKM
Noer Sasongko 1), Rina Trisnawati1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSemail: [email protected] dan
2), Erma SetiawatiFakultas Ekonomi dan Bisnis UMS email:
Evi Dewi kusumawati
Abstract
Community Service UMS aims to improve community welfare through improving thefinancial management of Micro, Small and Medium Enterprises or MSMEs that aremembers of the Surakarta MSME forum. The general benefit is to provide training to thecommunity around the Surakarta MSME forum. The benefits of this service are directedat the continuity of business in a sustainable business world so that the level of people'slives and community welfare is overcome. Collaboration service methods with lectures,training, and discussions. Training will be conducted for six months.
Keywords: U M K M , Community Service, financial statements
1. Pendahuluan
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia merupakan salah satu soko guru
perekonomian Indonesia selain koperasi. Hal ini dapat terlihat dari bukti nyata bahwa sebagian
besar UMKM di Indonesia tidak menghadapi krisis di tengahtengah krisis global pada tahun 2008
lalu. Perkembangan jumlah UMKM dari tahun ke tahun semakin bertambah. Perkembangan
UMKM baru terlihat dari sisi jumlahnya saja. Secara umum, khususnya dalam aspek finansial,
hanya sedikit UMKM yang mengalami perkembangan dalam hal kinerja keuangannya. Hal ini tak
lepas dari ketidaksadaran pelaku UMKM terhadap pentingnya pengelolaan keuangan perusahaan.
Pengelolaan keuangan menjadi salah satu aspek penting bagi kemajuanperusahaan.
Pengelolaan keuangan dapat dilakukan melalui akuntansi. Akuntansimerupakan proses sistematis
untuk menghasilkan informasi keuangan yang dapatdigunakan untuk pengambilan keputusan bagi
penggunanya. Sepanjang UMKM masih menggunakan uang sebagai alat tukarnya, akuntansi sangat
dibutuhkan oleh UMKM. Akuntansi akan memberikan beberapa manfaat bagi pelaku UMKM,
antara lain:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
288
1. UMKM dapat mengetahui kinerja keuangan perusahaan,
2. UMKM dapat mengetahui, memilah, dan membedakan harta perusahaan dan harta pemilik,
3. UMKM dapat mengetahui posisi dana baik sumber maupun penggunaannya,
4. UMKM dapat membuat anggaran yang tepat,
5. UMKM dapat menghitung pajak, dan
6. UMKM dapat mengetahui aliran uang tunai selama periode tertentu.
Melihat manfaat yang dihasilkan akuntansi, pelaku UMKM seharusnya sadar bahwa
akuntansi penting bagi perusahaan mereka. Penggunaan akuntansi dapat mendukung kemajuan
UMKM khususnya dalam hal keuangan. Peningkatan laba juga dapat direncanakan dengan
menggunakan akuntansi. Dengan tingkat laba yang semakin meningkat, perkembangan UMKM
akan menjadi lebih baik sehingga UMKM akan benar-benar menjadi salah satu solusi bagi masalah
perekonomian di Indonesia. Namun, masih banyak UMKM yang belum menggunakan akuntansi
dalam menunjang kegiatan bisnisnya. Alasan pelaku UMKM tidak menggunakanakuntansi antara
lain adalah akuntansi dianggap sesuatu yang sulit dan tidak penting.
Beberapa pelaku UMKM mengatakan bahwa tanpa akuntansi pun perusahaan tetapv berjalan
lancar dan selalu memperoleh laba. Banyak pelaku UMKM merasa bahwa perusahaan mereka
berjalan normal namun sebenarnya UMKM tersebut tidak mengalami perkembangan. Ketika
mereka mendapatkan pertanyaan mengenai laba yang didapatkan setiap periode, mereka tidak bisa
menunjukkan dengan nominal angka melainkan dengan aset berujud seperti tanah, rumah, atau
kendaraan. Lebih lanjut, aset tersebut didapatkan tidak hanya dengan dana perusahaan tetapi
terkadang ditambah dengan harta pribadi. Aset tersebut terkadang juga bukan digunakan untuk
perusahaan namun digunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak terdapat pencatatan ataupun
pemisahan di antara keduanya. Hal ini menyebabkan perkembangan perusahaan khususnya dalam
hal kinerja keuangan tidak dapat diketahui secara jelas.
Pelaku UMKM merasa kesulitan jika harus menggunakan akuntansi dalam kegiatan
bisnisnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya pedoman atau buku yang dapat dijadikan referensi
untuk belajar mengelola keuangan UMKM. Buku-buku yang beredar saat ini memang belum ada
yang fokus pada pengelolaan keuangan UMKM. Terdapat beberapa judul buku Akuntansi untuk
UMKM, namun melihat isinya sama seperti buku akuntansi untuk perusahaan besar. Banyak
transaksi yang terjadi di UMKM seperti barter/ tukar jasa namun tidak diberikan contoh dalam buku
sehingga ketika transaksi tersebut terjadi, pelaku UMKM lebih memilih untuk tidak mencatatnya.
Apabila terdapat banyak transaksi serupa dan tidak dicatat tentunya akan membawa dampak negatif
bagi kinerja keuangan perusahaan. Selain belum ada buku yang secara spesifik membahas
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
289
transaksi dalam UMKM, banyak pelaku UMKM yang enggan membaca buku.
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu diadakan kegiatan pelatihan bagi pelaku UMKM
dalam hal mengelola keuangan dengan menggunakan akuntansi. Program pelatihan yang
ditawarkan berupa pelatihan akuntansi sederhana bagi UMKM. Akuntansi yang diajarkan adalah
akuntansi sederhana yang disesuaikan dengan keadaan di UMKM namun tidak meyimpang dari
standar dan peraturan yang ada. Pelatihan ini ditujukan bagi pelaku UMKM yang menjadi
anggota forum UMKM Surakarta. Adanya pelatihan ini diharapkan pelaku UMKM dapat
mengetahui perkembangan perusahaan dan dapat memanfaatkan akuntansi guna mendukung
kemajuan UMKM mereka.
Dengan semakin luasnya ukuran usaha-usaha di Indonesia, pelaku UMKM pun sekarang
menjadi tidak mampu lagi untuk memantau secara langsung kegiatan usaha yang sedang
berjalan. Masalah seperti inilah yang dapat diatasi dengan langkah membuat laporan keuangan dan
menganalisisnya lebih lanjut.Ada banyak manfaat yang akan diperoleh, apabila UMKM
menyusun laporan keuangan. Manfaat tersebut antara lain:
1. 1. Mengetahui informasi tentang posisi keuangan, kinerja keuangan, perubahan
modal pemilik di masa lalu.
2. Menjadi salah satu bahan dalam pengambilan keputusan. Data dalam laporan keuangan
dapat digunakan untuk pengambilan keputusan di masa yang akan datang.
3. Mengetahui nilai perubahan kas dan distribusinya. Berdasarkan laporan arus kas, pelaku
UMKM akan mengetahui berapa nilai kenaikan ataupun penurunan kas dalam satu periode.
Selain dari pada itu pelaku UMKM pun dapat mengetahui darimana sajakah sumber kas
berasal, akan dikeluarkan ke mana saja pengalokasiannya dan berapakah jumlah penerimaan dan
pengeluaran kas, baik yang berasal dari kegiatan operasi, investasi maupun yang berasal dari
pendanaan.
Dengan adanya penyusunan laporan keuangan maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan
pun akan ada data-data atau laporannya secara detail, hal ini akan membuat kemudahan sebuah
UMKM untuk beroperasi secara baik dan efisien, serta UMKM tersebut pun akan dapat
menganalisis kekurangan serta kelebihan yang dimiliki agar dapat mengembangkan dan memajukan
UMKM itu sendiri.
2. Penelitian
Analisa situasi dan survey pendahuluan ke lokasi dilakukan beberapa kali, baik melalui
wawancara dan pengamatan langsung. Hal ini dibutuhkan agar tim pengabdian masyarakat dapat
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
290
menggali permasalahan yang benar-benar dihadapi pada obyek pengabdian. Perumusan masalah
ini harus yang benar-benar penting dan mendesak, yang bisa menyentuh permasalahan dasar,
tidak hanya gejala atau fenomena masalah saja. Maksudnya jika masalah ini bisa terselesaikan
maka tidak akan timbul masalah baru dikemudian hari. Perumusan masalah yang muncul
berdasarkan wawancara dan pengamatan adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana penyajian laporan keuangan yang akuntabel pada UMKM ?
b. Bagaimana pemanfaatan laporan keuangan untuk mengembangkan dan
memajukan UMKM ?
3. Strategi
Dari paparan masalah diatas, Tim Pengabdian Masyarakat terdorong untuk memberikan
solusi berupa pemberian pelatihan bagaimana penyusunan laporan keuangan yang akuntabel serta
cara memanfaatkan laporan keuangan untuk mengembangkan dan memajukan UMKM
4. Eksekusi
Metode pelatihan diberikan bersamaan dengan pemaparan dilakukan oleh pengabdi dalam hal
strategi pemasaran. Metode pelatihan ditekankan pada praktek penerapannya. Serta bagaimana cara
memanfaatkan laporan keuangan untuk memajukan dan mengembangkan UMKM. Masing-masing
peserta dibagi per kelompok yang diketuai satu orang peserta lain sebagai koordinator. Untuk
menguji bahwa masing-masing kelompok sudah menguasai kemampuan yang diajarkan, per
kelompok dipersilahkan memberikan simulasi atau testimoni hasil kerjanya pada kelompok
lainyaitu dengan bagaimana penyusunan laporan keuangan yang akuntabel.. Keberhasilan
kelompok ini jika hasil kerjanya sesuai dengan standar yang ditentukan. Standart yang
ditentukanadalah sesuai dengan teori pemasaran dan produk.
5. Evaluasi Hasil/Dampak
Pelatihan dilaksanakan pada saat pengabdian berlangsung, dan akan di monitoring oleh tim
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (P3M). Nanti akan dilaksanakan evaluasi terhadap
perkembangan di masyarakat. Nanti akan dilaksanakan penyuluhan.
6. Simpulan Dan Implikasi
Simpulan yangdapat disampaikan dalam laporan akhir program pengabdian kepada
masyarakat ini adalah sebagai berikut mitra dapat menyusun laporan keuangan yang akuntabel serta
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
291
penggunaan laporan keuangan untuk mengembangkan dan memajukan UMKM bagi anggota forum
UMKM Surakarta.
7. Ucapan Terima KasihTarget kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah Forum UMKM Surakarta.
8. Daftar Referensi
Carter, William K. 2009. Akuntansi Biaya. Salemba Empat: Jakarta. Echdar, Saban. 2013.Manajemen Entrepreneurship. Andi: Yogjakarta. Suryana. 2006. Kewirausahaan.Salembat Empat: Jakarta.
Edi Siswono (2015), “Penerapan Penyususnan Laporan Keuangan Pada Usaha KecilMenengah Berbasis Standart Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa AkuntabilitasPublik (Study Kasus UKM Brebes Fried Chicken)”
Rihan Mustafa Zahri (2014), “Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Pengusaha TentangPentingnya Pelaporan Keuangan”
Oktiasih Widya Utami (2015), “Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi KesulitanPenerapan Akuntansi”
Sagala, D. (2015). Penerapan akuntansi berdasarkan sak-etap study kasus pada homeindustry otak-otak bandeng mulya semarang
Narsa, I. M., Widodo, A., & Kurnianto, S. (2012). Mengungkap Kesiapan Umkm DalamImplementasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik(PSAK-ETAP) Untuk Meningkatkan Akses Modal Perbankan.
Rudianto, R., & Siregar, S. V. (2012). Kualitas Laporan Keuangan UMKM sertaProspek Implementasi SAK ETAP.
Hamfri Djajadikerta. Perbandingan Pengendalian Intern dan Pengendalian ManajemenDalam Hubungannya Dengan Agency Theory
Kurniawati, E. P., Nugroho, P. I., & Arifin, C. (2012). Penerapan Akuntansi pada UsahaMikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Putra, H. A., & Kurniawati, E. P. (2012). Penyusunan Laporan Keuangan UMKMberdasarkan Standar Akuntansi Keuangan-Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) (Kasus pada UD. Mebel Novell di Banyuwangi).
Oktavia Nicolin, Arifin Sabeni (2013). Pengaruh Struktur Corporate Governance, AuditTenure dan spesialisasi Industri Auditor terhadap Integritas Laporan Keuangan.
Daniel Salfauz Tawakal Putra (2012). Pengaruh Independensi, mekanisme CorporateGovernance, kualitas audit dan manajemen laba terhadap Integritas LaporanKeuangan.
Atiek Sri Purwati (2013). Pengaruh Karakteristik Komite Audit terhadap ketepatanwaktu pelapran keuangan pada perusahaan publik yang tercatat di BEJ.
Dwi Martini (2017). Perkembangan PSAK 2012 – 2017.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
292
PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT MELALUI INDUSTRI KREATIF PADAWISATA RELIGI MASJID JAMI’ MENGGORO DAN WISATA TRADISI JUMAT
PAHING
Yulfan Arif Nurohman 1), Fahri Ali Ahzar 2)
1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakartaemail: [email protected]
2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakartaemail: [email protected]
Abstract
The government is trying to increase foreign exchange received through the tourismsector. Various efforts were made by the government by providing assistance, training,construction of tourism facilities and promotions. The village of Menggoro is one of thevillages in Temanggung Regency which was designated as a tourist village. Thededication to the Surakarta IAIN community raised the relevance of governmentprograms to the tourism sector with opportunities to increase people's income. The waythat is done in increasing people's income through empowering the community moves inthe creative industry. The purpose of community service is to provide training to theyounger generation and housewives to master the making of mirror craft souvenirs. Thebenefits obtained by community service participants are increased income that is usefulfor meeting needs and increasing welfare. Community service methods by deliveringmaterial, training, souvenir making practices, and discussions. The training is dividedinto four sessions or stages, namely making equipment, making designs, making mirrorcrafts, and making frames and mirror installation.
Keywords: creative industries, religious tourism, traditional tourism, menggoro
1. Pendahuluan
Sektor wisata menjadi salah satu unggulan program pemerintahan era Jokowi-Jusuf Kalla.
Pariwisata diproyeksikan oleh pemerintah akan mengalami pertumbuhan yang pesat dalam
menyumbang devisa pada tahun 2019. Pada tahun 2015 dan 2016, sektor wisata mampu
menyumbang devisa sebesar US$ 12,225 milliar dan US$ 13,658 milliar. Wisata religi dan tradisi
menjadi salah satu potensi wisata yang digarap serius oleh Pemerintah Daerah Temanggung.
Dukungan dari pemerintah daerah diberikan dengan memberikan pendampingan, pelatihan,
pembangunan fasilitas dan bantuan promosi wisata. Beberapa wisata religi dan tradisi diharapkan
mampu mendongkrak menjadi ikon baru.
Mayoritas masyarakat Kabupaten Temanggung berprofesi sebagai petani dengan jumlah
mencapai 70% dan tembakau merupakan tanaman unggulan sektor pertanian. Artinya, sebagian
besar masyarakat Kabupaten Temanggung menggantungkan hidup pada hasil pertanian
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
293
Terpuruknya harga tembakau membuat daya beli masyarakat mengalami penurunan. Berdasarkan
data BPS tahun 2016, sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mengalami penurunan secara
perlahan yaitu 26,93% pada tahun 2012 dan mengalami penurunan menjadi 25,27% pada tahun
2016. Diperlukan sumber pendapatan lain yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Temanggung.
Sektor pertanian mengalami penurunan dari harga jual disebabkan oleh gagal panen, perubahan
iklim dan wabah penyakit tanaman.
Pada tahun 2016 Desa Menggoro ditetapkan sebagai wisata oleh Pemerintah Kabupaten
Temanggung. Di Desa Menggoro terdapat Masjid Jami’ dan tradisi jumat pahing. Jumlah
pengunjung wisata religi Masjid Jami’ Menggoro terus mengalami peningkatan. Hal ini
dikarenakan Masjid Jami’ Menggoro merupakan salah satu masjid dari Sembilan masjid tertua di
Jawa. Masjid Jami’ Menggoro berdiri saat pertumbuhan Islam di Jawa. Berdasarkan data dari
Pemerintah Kabupaten Temanggung, Masjid Jami’ Menggoro didirikan pada tahun Saka 1786 atau
sekitar 1722 Masehi. Momentum meningkatnya jumlah pengunjung wisata religi Masjid Jami’
Menggoro dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dengan menjual cinderamata. Selama ini
hanya makanan khas Desa Menggoro seperti cucur dan brongkos kikil yang tersedia sebagai oleh-
oleh yang diperjualbelikan disekitar masjid.
Pembuatan cinderamata diharapkan mampu menjadi alternatif pendapatan lain ketika kondisi
pertanian mengalami penurunan. Ekonomi kreatif menjadi program yang dikembangkan pemerintah
dalam meningkatkan ekonomi mikro. Generasi muda yang belum memiliki pekerjaan dapat
menjadikan bisnis ini sebagai lahan potensial apabila dikerjakan dengan serius. Peluang memasuki
pasar industri kreatif masih terbuka lebar, hal ini disebabkan belum banyak masyarakat yang
menekuni industri kreatif.
Industri kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan
penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri kreatif juga dikenal dengan nama
lain industri budaya (terutama di Eropa) atau juga ekonomi kreatif. Kementerian Perdagangan
Indonesia menyatakan bahwa industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan
kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan
pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
Menurut Simatupang (2007) industri kreatif merupakan industri yang mengandalkan keterampilan,
talenta, dan kreativitas yang berpotensi dalam peningkatan kesejahteraan. Departemen Perdagangan
Republik Indonesia menyatakan ada 15 sub sektor industri kreatif, diantaranya adalah periklanan,
kuliner, arsitektur, seni pertunjukan, barang seni, kerajinan, penerbitan dan percetakan, fashion,
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
294
riset dan pengembangan, permainan interaktif, musik, televisi dan radio, desain, layanan komputer
dan piranti alat lunak.
Industri kreatif dipandang semakin penting dalam mendukung kesejahteraan dalam
perekonomian, berbagai pihak berpendapat bahwa kreativitas manusia adalah sumber daya ekonomi
utama dan bahwa industri abad 21 akan tergantung pada produksi pengetahuan melalui kreativitas
dan inovasi. Pembuatan kerajinan cermin sebagai cinderamata Wisata Religi Masjid Jami’ dan
Tradisi Jumat Pahing diharapkan menjadi kreatifitas baru bagi kalangan muda untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat. Kerajinan ini belum dijual di komplek Masjid Jami’ Menggoro dan Tradisi
Jumat Pahing sebagai cinderamata.
Melihat potensi cinderamata diberbagai tempat wisata religi di Jawa Tengah, diharapkan
dapat menjadi suatu unggulan bagi ekonomi kreatif Desa Menggoro. Studi banding telah dilakukan
oleh Pemerintah Desa Menggoro ke Masjid Agung Demak dalam melihat potensi cinderamata
sebagai salah satu produk unggulan kreatifitas masyarakat. Program pengabdian kepada masyarakat
menyesuaikan dengan program yang dimiliki oleh Pemerintah Desa Menggoro dalam meningkatkan
wirausahawan muda untuk mengurangi jumlah pengangguran. Tujuan pengabdian kepada
masyarakat adalah meningkatkan pendapatan masyarakat dengan memberikan pelatihan kepada
generasi muda dan ibu rumah tangga membuat cinderamata kerajinan cermin.
Pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dosen dalam
rangka melaksanakan tri dharma perguruan tinggi. Pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan
guna melakukan transfer ilmu untuk dapat diterapkan di masyarakat. Pengabdian kepada
masyarakat mengambil tema “Peningkatan Pendapatan Masyarakat melalui Industri Kreatif pada
Wisata Religi Masjid Jami’ Menggoro dan Tradisi Jumat Pahing”. Tema ini diambil mengingat
pentingnya wirausaha dalam mendukung perekonomian masyarakat.
2. Penelitian
Analisa situasi dan survei pendahuluan dilakukan untuk memberikan informasi awal
sebagai latar belakang dalam pemilihan tema pengabdian kepada masyarakat. Metode yang
dilakukan dengan mengamati dan melakukan wawancara kepada pemerintah desa dan masyarakat
Desa Menggoro. Hal ini dilakukan pelaksana pengabdian kepada masyarakat agar dapat
menemukan permasalahan yang sebenarnya dihadapi oleh masyarakat. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Nurohman, Qurniawati dan Hasyim (2019) menyatakan bahwa terdapat
pengaruh negatif antara alokasi dana desa dengan kesejahteraan masyarakat. Dari hasil ini berarti
masyarakat Desa Menggoro yang tinggal di daerah wisata religi jumat pahing tidak merasakan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
295
dampak langsung dari penggunaan dana desa untuk perbaikan fasilitas wisata religi Masjid Jami’
Menggoro dan wisata tradisi jumat pahing. Hal ini dikarenakan lebih banyak pendatang dari luar
desa yang berjualan di wisata religi Masjid Jami’ Menggoro dan wisata tradisi jumat pahing
dibandingkan dengan warga lokal. Maka tujuan pengabdian kepada masyarakat ialah meningkatkan
pendapatan masyarakat Desa Menggoro melalui pelatihan pembuatan cinderamata bagi generasi
muda dan ibu rumah tangga.
Penentuan objek pengabdian kepada masyarakat dilakukan dengan penuh pertimbangan dan
kehati-hatian. Beberapa kriteria harus terpenuhi untuk menjadi objek pengabdian kepada
masyarakat, diantaranya merupakan lingkungan islami dan beragama islam. Sehingga dalam
praktiknya pengabdian kepada masyarakat memilih 50 orang yang terdiri dari anggota karang
taruna dan ibu rumah tangga Desa Menggoro, Kecamatan Tembarak, Kabupaten Temanggung.
3. Strategi
Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada masyarakat Desa Menggoro mendorong tim
pengabdian kepada masyarakat memberikan solusi berupa pelatihan industri kreatif membuat
cinderamata kaligrafi cermin sebagai peningkatan pendapatan masyarakat.
4. Eksekusi
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan dengan memaparkan materi yang
dilakukan oleh narasumber Musa, SH., M.Hum dengan membagi menjadi empat sesi. Sesi pertama
pemateri menyampaikan pentingnya berwirausaha bagi kalangan muda. Manfaat berwirausaha juga
diberikan sebagai wawasan tambahan untuk merubah pola berfikir sebagai pekerja atau buruh.
Potensi wisata religi di Desa Menggoro merupakan peluang bagi generasi muda untuk membuat
usaha sesuai dengan minat dan bakat. Sesi kedua, peserta diberikan materi tentang membuat desain.
Peserta yang terdiri dari 50 orang dibentuk menjadi 10 kelompok untuk memudahkan dalam praktik
membuat cinderamata. Pembuatan desain dilakukan dengan menggunakan media laptop. Tujuan
pembuatan desain menggunakan laptop adalah untuk memudahkan peserta dalam membuat desain
yang akan dibuat pada media cermin. Desain yang dibuat sesuai dengan keinginan peserta.
Sesi ketiga, dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada peserta pengabdian kepada
masyarakat untuk membuat pola atau desain menggunakan kertas karbon yang akan digunakan untuk
membuat pola pada media cermin. Sketsa yang telah tercetak pada cermin dapat diperjelas dengan
menggunakan bolpoin atau spidol
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
296
Gambar 1. Pembuatan Desain pada Kertas Karbon
Berikutnya, para peserta membuat blocking pada cermin sesuai desain yang telah dibuat. Pola yang
terbentuk pada kaca diserut menggunakan alat yang dibuat pada sesi pertama. Pengelupasan warna
pada cermin membutuhkan waktu yang lama dan kehati-hatian. Ketelitian diperlukan agar serutan
tidak keluar dari pola yang telah dibuat dibelakang cermin. Setelah bagian pola terkelupas,
berikutnya membersihkan cermin menggunakan brasso atau pembersih cat. Proses pembuatan
cinderamata yang terakhir adalah memberikan background menggunakan kain atau kertas asturo.
Pembuatan background untuk memperjelas desain yang telah dibuat. Pemasangan pigura dilakukan
untuk memperindah hasil cinderamata dan keamanan dari goresan luka oleh kaca
Gambar 2. Pembuatan Desain pada Cermin
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
297
Sesi keempat, pembuatan bingkai dan pemasangan cermin pada bingkai. Peserta dilatih untuk
membuat bingkai menggunakan bahan yang tersedia dan menyesuaikan pemilihan bingkai dengan
desain kaligrafi pada cermin. Pemilihan bingkai yang tepat dimaksudkan untuk memberikan kesan
mata yang indah dengan mempertimbangkan warna bingkai dan latar belakang kaligrafi.
Gambar 4. Pemasangan Bingkai
Evaluasi Hasil/Dampak
Pelatihan pembuatan cinderamata yang telah dilakukan akan dilakukan evaluasi setelah hasil
yang dibuat dipasarkan pada wisata religi Masjid Jami’ Menggoro dan wisata tradisi jumat pahing.
Evaluasi perlu dilakukan untuk memperbaiki kekurangan produk yang telah dihasilkan. Dampak
yang diperoleh dilakukan dengan memperhatikan pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat Desa
Menggoro yang mengikuti kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
6. Simpulan Dan Implikasi
Simpulan yang dapat disampaikan dalam laporan kegiatan pengabdian kepada masyarakat
sebagai berikut:
1. Peserta pelatihan pengabdian masyarakat sudah memiliki peralatan penunjang pembuatan
cinderamata kerajinan cermin.
2. Peserta pelatihan pengabdian kepada masyarakat mampu membuat cinderamata kerajinan
cermin setalah mengikuti pelatihan. Peserta juga mampu mendesain pola yang menarik untuk
menjadi kerajinan yang memiliki seni dan nilai ekonomis tinggi.
3. Peserta pelatihan pengabdian kepada masyarakat belum memiliki tempat yang menarik untuk
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
298
penataan cinderamata kerajinan cermin. Selama ini tempat yang dimiliki terbatas pada teras
rumah sepanjang jalan menuju Masjid Jami’ Menggoro dan Pasar Jumat Pahing.
Implikasinya adalah harus diadakan pelatihan dan pemberian motivasi secara berkala bagi
peserta pengabdian kepada masyarakat dan warga masyarakat Desa Menggoro untuk meningkatkan
minat wirausaha sehingga dapat mengoptimalkan peran masyarakat pada Desa Wisata Menggoro.
7. Ucapan Terima Kasih
Target kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah anggota karang taruna dan ibu
rumah tangga Desa Menggoro, Kecamatan Tembarak, Kabupaten Temanggung.
8. Daftar Referensi
Jurnal:
Nurohman YA, Qurniawati RS dan Hasyim F. 2019. Dana Desa Dalam Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat pada Desa Wisata Menggoro. Magisma: Jurnal Ilmiah Ekonomi
dan Bisnis. Vol VII. No. 1. 2019.
Website:Edi. 2016. 10 Desa Resmi Menjadi Desa Wisata. Diakses tanggal 20 Maret 2019.http://laman.temanggungkab.go.id/berita/detail/201610/3581/10-desa-resmi-menjadi-desa-wisata.html
Togar MS.2007. Indutri Kreatif Jawa Barat. Diakses Tanggal 20 Maret 2019.https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/30812758/20071109_072406.pdf
Buku:
Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia Statistical Year Book of Indonesia 2016. Jakarta;2016. 1-720.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
299
LAMPIRAN FOTO KEGIATAN
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
300
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKATTRANSPARANSI PENGELOLAAN KEUANGAN INDUSTRI RUMAH
TANGGA
Fahri Ali Ahzar 1), Yulfan Arif Nurohman 2)1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta
email: [email protected] Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta
email: [email protected]
Abstract
This dedication to the Surakarta IAIN Society raised a key issue related to the importanceof transparency in home industry financial management. This service aims to improve thewelfare of the community through the transfer of knowledge to be applied in thecommunity to home industry entrepreneurs in Mojomulyo, Sragen. The general benefit isto provide training to home industry entrepreneurs in Mojomulyo, Sragen regarding thetransparency of home industry financial management. This method of service is withlectures and discussions.
Keywords: community service, financial transparency
1. Pendahuluan
Pembangunan pada bidang perekonomian adalah bagian unsur penting suatu daerah.
Keberhasilan dalam pembangunan ekonomi akan berdampak pada pembangunan di bidang lainnya,
karena keberhasilan pembangunan ekonomi .Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat adalah dengan melakukan wirausaha, karena dengan wirausaha akan membuat
masyarakat menjadi mandiri dan dengan wirausaha akan membuka peluang yang diciptakan
tersebut. selain itu wirausaha dapat berguna untuk menciptkan lapangan kerja bagi orang lain yang
berada di sekitar usaha tersebut.
Dalam kegiatan bisnisnya, manajemen perusahaan memerlukan informasi yang sesuai
kebutuhannya khususnya informasi akuntansi. Pengusaha mempunyai strategi yang baik dalam
memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada, serta menutupi kelemahan dan mengatasi hambatan.
Pada umumnya pemilik industri kecil beranggapan bahwa pencatatan keuangan tidaklah perlu.
Membutuhkan kecermatan, waktu dan juga biaya dengan jumlah tertentu membuat pemilik usaha
industri rumahan enggan untuk melakukan aktifitas pencatatan keuangan
Pengabdian ini menitik beratkan kepada metode transparansi pengelolaan keuangan industri
rumah tangga. Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami ingin melakukan pendampingan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
301
transparansi pengelolaan keuangan industri rumah tangga.
2. Penelitian
Analisa situasi dan survey ke lokasi dilakukan melalui pengamatan langsung. Hal ini
dibutuhkan agar tim pengabdian masyarakat dapat menggali permasalahan pada obyek
pengabdian.
3. Strategi
Dari paparan masalah diatas, Tim Pengabdian Masyarakat terdorong untuk memberikan
materi berupa transparansi pengelolaan keuangan industri rumah tangga.
4. Eksekusi
Tahap Pelaksanaan Deskripsi
Tahap Pertama Persiapan teknis dan pembukaan acara.
Dalam persiapan ini dilakukan pengecekan
kebutuhan serta kelengkapan pelaksanaan
kegiatan
Tahap Kedua Pembukaan acara kegiatan pengabdian yang
dipandu oleh pelaksanaan kegiatan
Tahap Ketiga Pemaparan materi oleh narasumber yang
dipandu oleh moderator
Tahap Keempat Penutupan acara kegiatan oleh moderator
5. Evaluasi Hasil/Dampak
Penyampaian materi dilaksanakan pada saat pengabdian berlangsung, di monitoring oleh tim
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Nanti akan dilaksanakan evaluasi berupa diskusi
terkait dengan materi.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
302
6. Simpulan Dan Implikasi
Simpulan yang dapat disampaikan dalam laporan akhir program pengabdian kepada
masyarakat ini adalah sebagai berikut:
Peserta aktif dalam mengikuti diskusi dalam pengabdian ini. Peserta sudah mampu
memahami cara melakukakan pengawasan keuangan yang transparan dalam setiap industri rumah
tangga yang dimiliki
7. Ucapan Terima KasihPengusaha industri rumah tangga di Mojomulyo, Sragen.
8. Daftar Referensi
Salle. A. 2011. Akuntabilitas Keuangan: Studi Pengelolaan Dana Otonomi KhususBerdasarkan undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi ProvinsiPapua. Disertasi.Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang.
9. Lampiran Foto Kegiatan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
303
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
304
PELATIHAN KEWIRAUSAHAANMEMBUAT ORNAMEN DEKORASI PESTA POM-POM LAMPION
PADA SISWA-SISWI SMA NEGERI 112 JAKARTA
1)Ade Permata Surya, 2)Fitria Nursanti1Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mercu Buana Jakarta
email: [email protected] Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mercu Buana Jakarta
email: [email protected]
Abstract
This Entrepreneurship Training aims to teach and train entrepreneurship for the youngergeneration namely students of Jakarta 112 High School so that it can be a solution tostudents spending free time with positive and beneficial activities, as well as solutions inestablishing young entrepreneurs since early age. So that students can learn to manageresources well, learn to see opportunities well, and make their own money independently.The PPM activity was held for one day face-to-face on Tuesday, January 23, 2018 whereit was scheduled correspondingly with Handicrafts and Crafts subjects in the target classby providing entrepreneurship training to make pom-pom lantern party decorationornaments. 32 participants in one class were divided into 6 small groups guided by theMC, where each group was led by a mentor who would demonstrate how to makelanterns and then practice by the students. Judging from the result of training objectives,in general the results shown were good, this could be seen from the evaluation ofquestionnaires filled by students, where students were motivated to start beingentrepreneur after joining the PPM program, especially they can see businessopportunities from handicraft businesses such as making pom-pom lanterns. Lookingfrom the results of the participants' training, namely lantern pom-pom products andclassroom decorations that have been achieved, it can be concluded that the purpose ofthis activity has been achieved.
Keywords: Entrepreneurship, party decoration, lantern pom-poms, Handicrafts.
1. Pendahuluan
Remaja menurut psikolog menjelaskan periode ini sebagai waktu dimana individu berusaha
membangun pemahaman akan dirinya sendiri dan menemukan jalan untuk menjadi
dewasa(McWilliams, 1993).Adolescence (remaja) berasal dari bahasa latin “adolescer” yang berarti
berkembang atau menjadi dewasa. Masa remaja ada pada rentang usia 10 sampai 21 tahun dimana
terjadi pematangan secara fisiologi dan bertahap dari anak-anak menjadi dewasa (Krummel dan
Kris-Eherton, 1996). Menurut Brown, 2005, remaja yang tergolong dalam periode tengah atau
middle adolescence, yaitu remaja berusia 15 sampai 17 tahun, pada periode ini umumnya remaja
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
305
sedang berada pada bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat seperti Sekolah
Menengah Kejuruan.
Remaja SMA merupakan saat pencarian jati diri, psikologinya masih labil, dan mudah
untuk terpengaruh oleh teman-teman sebaya serta mudah menerima sesuatu hal baru(Suhartini,
2004).Remaja juga merupakan masa yang penuh dengan permasalahan di mana saja, dan kapan
saja. Terutama di zaman sekarang ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi otomatis berpengaruh besar terhadap kemungkinan-kemungkinan masalah yang akan
terjadi khusunya dikalangan remaja. Dalam kehidupan realita sehari-hari, sering kita menyaksikan
di berbagai media, baik itu di Koran, televisi, radio, facebook, BBM, instagram, twiter, dll, yang
memuat tayangan-tayangan dan informasi seputar persoalan para remaja masa kini
(http://www.ksrpmiunhas.or.id).
Menghadapi zaman sekarang hampir semua aktivitas keseharian kita di tunjang oleh sarana
teknologi yang memadai. Meskipun perkembangan teknologi memberikan ribuan dampak positif,
akan tetapi kenyataannya juga berbanding lurus dengan munculnya berbagai permasalahan di
kalangan remaja, misalnya banyak remaja yang menghabiskan waktu luangnya untuk berhura-hura,
nongkrong hingga tengah malam, main game hingga lupa waktu, balapan liar di tempat keramaian,
hingga menggunakan internet dan social media untuk hal-hal yang negatif
(http://www.ksrpmiunhas.or.id).
Di sisi lain, kondisi permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini sebagai negara dengan
jumlah penduduk terbanyak ke 4 dunia atau 256 juta jiwa yaitu: dari jumlah penduduk tersebut,
menurut Bank Dunia, masih ada 27,7 juta penduduk miskin dengan penghasilan di bawah US$ 2
per hari. Di mana di Indonesia hanya sekitar 1,65% penduduk yang telah menjadi pengusaha atau
disebut sebagai entrepreneur. Mereka ini dulunya juga berasal dari start up bisnis dan mampu
mengembangkan usahanya hingga usahanya berkembang dengan lebih baik. Padahal, untuk
menjadi sebuah negara yang kuat secara ekonomi dibutuhkan standar angka 5% jumlah
entrepreneur dari total penduduk. Dengan kata lain, jumlah entrepreneur di Indonesia masih jauh
dari angka seharusnya, di mana selayaknya perlu mencapai sekitar 13 juta orang (www.
smescoindonesia.com).
Dengan melihat kedua permasalahan tersebut, maka mengajarkan dan melatih
kewirausahaan atau entrepreneurship pada generasi muda yaitu remaja SMA di Indonesia bisa
menjadi salah satu solusi, baik dalam mengisi waktu luang mereka untuk kegiatan positif dan
bermanfaat, maupun dalam mencetak para entrepreneur-entrepreneur muda semenjak dini.
Sehingga di usia muda mereka dapat belajar menghasilkan uang mereka sendiri secara mandiri dan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
306
menjadikan waktu luang mereka lebih produktif. Di samping itu, gadget, internet, dan social media
yang biasanya hanya digunakan untuk browsing dan posting hal-hal negatif, kini sebaliknya dapat
mereka gunakan sebagai wadah positif dalam mengembangkan bisnis dan jiwa entrepreneur
mereka. Di mana diharapkan para remaja lainnya yang melihat pun akan terinspirasi dan mengikuti
jejak positif yang sama.
2. Penelitian
SMA Negeri 112 Jakarta merupakan Sekolah Menengah Atas yang berlokasi di Jalan
Pesanggrahan No.2, RT 10/ RW 5, Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat, 11620. Di mana pada
awalnya adalah SPG Negeri 5 Jakarta yang dilikuidasi menjadi PGSD IKIP Jakarta, yang kemudian
berubah menjadi SMA Negeri Baru Kembangan.Jumlah siswa-siswi di sekolah ini mencapai 790
anak murid. Salah satu misi SMA Negeri 112 Jakarta adalah ‘Melakukan pembinaan
ekstrakurikuler untuk menghasilkan peserta didik yang berprestasi dalam bidang non akademik,’
(http://www.sman112jkt.sch.id) , oleh karena itu kegiatan pelatihan kewirausahaan merupakan yang
dapat mendukung pihak sekolah dalam menjalankan misi mulia tersebut. Di sisi lain, SMA Negeri
112 Jakarta ini berada di lokasi tengah kota Jakarta Barat yang sangat strategis, di mana dikelilingi
banyak mall, restoran fast food, dan pusat-pusat hiburan kota, sehingga rentan terbawa arus
pergaulan hedonic yang negatif, untuk itu pelatihan kewirausahaan menjadi sarana pencegahan
siswa mengisi waktu luang mereka dengan hal negatif, namun sebaliknya, jika mereka aktif
berwirausaha akan memiliki kesibukan yang positif baik untuk dirinya, keluarganya, sekolahnya
hingga lingkungannya.
Kata entrepreneurshipsendiri dahulunya sering diterjemahkan dengan kata kewiraswastaan,
namunkini diterjemahkan menjadi kata kewirausahaan. Entrepreneur berasal dari bahasa Perancis
yaitu entreprendre yang artinya memulai atau melaksanakan. Wiraswasta/wirausaha berasal dari
kata: Wira: utama, gagah berani, luhur; swa: sendiri; sta: berdiri; usaha: kegiatan produktif. Dari
asal kata tersebut, wiraswasta pada mulanya ditujukan pada orang-orang yang dapat berdiri sendiri.
Di Indonesia kata wiraswasta sering diartikan sebagai orang-orang yang tidak bekerja pada sektor
pemerintah yaitu; para pedagang, pengusaha, dan orang-orang yang bekerja di perusahaan swasta,
sedangkan wirausahawan adalah orang-orang yang mempunyai usaha sendiri (Hadiyati,
2011).Yaghoobi, Salarzehi, Aramesh dan Akbari (2010) dalam (Hadiyati, 2011) menyatakan bahwa
wirausahawan adalahorang yang berani membuka kegiatan produktif yang mandiri.Wirausaha
merupakan pengambilan resiko untuk menjalankan sendiri dengan memanfaatkan peluang-peluang
untuk menciptakan usaha baru atau dengan pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
307
berkembang menjadi besar dan mandiri tidak bergantung kepada pemerintah atau pihak-pihak lain
dalam menghadapi segala tantangan persaingan. Inti dari kewirausahaan adalah pengambilan resiko,
menjalankan sendiri, memanfaatkan peluang-peluang, menciptakan baru, pendekatan yang inovatif,
dan mandiri (Hadiyati, 2011).
Menjadi wirausaha dibidang produk dekorasi pesta memiliki peluang pasar yang besar dan
cukup menjanjikan. Produk dekorasi pesta sendiri merupakan produk dari segmentasi ‘situasi
pemakaian.’ Di mana kesempatan atau situasi sering menentukan apa yang akan dibeli atau
dikonsumsi para konsumen. Berbagai produk dipromosikan untuk pemakaian khusus pada suatu
peristiwa, misalnya produk dekorasi untuk pesta ulang tahun, pesta tunangan, pesta pernikahan,
pesta bridal shower, pesta baby shower, pesta akikah, pesta syukuran kelulusan, dekorasi untuk
kegiatan seminar, konferensi, atau dekorasi untuk background photoshoot dan sebagainya.
Orang yang berbisnis dibidang usaha dekorasi acara ini belum begitu banyak, sehingga
persaingan pun belum begitu ketat.Hal ini bisa memudahkan produsen dalam menjual layanan
(wirabisnis.com). Di bisnis dekorasi acara ini kita bisa merancang konsepnya, lalu membicarakan
tindak lanjut kepada tim, dan kemudian tim tersebut membuat kerajinan produk secara hand made.
Selain itu, bisnis dekorasi pesta terutama dari bahan dasar kertas, membutuhkan modal yang sangat
sedikit namun keuntungan yang didapat berkali-kali lipat besarnya. Sebagai contoh, untuk satu
pom-pom kecil modal kertas yang diperlukan hanya dengan Rp1000 – Rp2000, sedangkan untuk
satu pom-pom kecil bias dijual Rp8.500 – Rp 15.000 dan untuk pom-pom besar dapat di jual hingga
Rp30.000. Jenis bisnis ini sesuai dengan kondisi kondisi para remaja dimana jumlah mereka yang
besar dapat bergabung menjadi satu tim dalam memulai bisnis usaha dekorasi ini. Modal yang kecil
pun menjadikan bisnis ini dapat dijalankan dengan mudah dan dapat dilakukan secara berkelanjutan
Gambar.1 Contoh Penjualan Pom-pom untuk Dekorasi pada Media Online
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
308
Produk dekorasi berbahan dasar kertas seperti pom-pom lampion pun saat ini menjadi tren
dikalangan para remaja, anak muda, hingga orang dewasa yang sedang mengadakan suatu
pesta.Sehingga bisnis ini dapat dikatakan memiliki sasaran pasar yang luas dan konsumen yang
besar.Cara memasarkan bisnis dekorasi pesta ini pun tergolong mudah. Penjual cukup
memasarkannya secara online, seperti di instagram, facebook, atau website, kemudian konsumen
akan menghubungi nomor penjual dan membeli sesuai paket yang diberikan lalu mentransfer
uangnya terlebih dahulu ke rekening penjual. Setelah uang diterima, penjual hanya perlu
mengirimkan produk dekorasi melalui ojek online seperti GOJEK / GRAB, atau mengirimnya
melalui jasa kurir seperti JNE. Kemudahan transaksi dan pengiriman pun menjadikan model bisnis
ini sangat sesuai dengan kondisi para remaja SMA dimana mereka tetap dapat memiliki waktu
untuk fokus belajar namun dapat tetap berkarya secara kreatif dan memanfaatkan waktu luang
secara produktif.
Sebagai lembaga pendidikan yang berada di wilayah DKI Jakarta, Universitas Mercu Buana
berkewajiban untuk berperan serta secara aktif dalam mendukung pengembangan masyarakat. Salah
satu Trilogi Perguruan Tinggi adalah Pengabdian Pada Masyarakat. Peran serta universitas dalam
pengabdian pada masyarakat akan di lakukan di SMA N 112 Jakarta, Meruya Utara, Jakarta Barat.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilaksanakanlah program pengabdian pada
masyarakat oleh tim Universitas Mercu Buana Jakarta yang berjudul “Pelatihan Kewirausahaan
Membuat Ornamen Dekorasi Pesta Pom-Pom Lampion pada Siswa-Siswi SMA Negeri 112
Meruya Utara, Jakarta Barat.” Yang bertujuan untuk mengajarkan dan melatih kewirausahaan atau
entrepreneurship pada generasi muda yaitu siswa-siswi SMA 112 Jakarta sehingga dapat menjadi
solusi dalam mengisi waktu luang mereka untuk kegiatan positif dan bermanfaat, serta solusi dalam
mencetak para entrepreneur-entrepreneur muda semenjak dini. Sehingga di usia muda mereka dapat
belajar memanajemen sumber daya dengan baik , belajar melihat peluang dengan baik, dan
menghasilkan uang sendiri secara mandiri.
3. Strategi
3.1 Strategi Pelatihan
Metode Pelatihan kewirausahaan dilakukan dengan menyampaikan teori-teori tentang ilmu
kewirausahaan, sharing pengalaman dari wirausahawan sukses, selanjutkan praktek membuat
ornamen dekorasi pesta pom-pom lampion dari bahan dasar kertas.
3.2Metodologi Pelatihan
Metode pelatihan yang digunakan dalam kegiatan meliputi:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
309
1) Penyampaian teori-teori ilmu kewirausahaan
2) Praktek membuat ornamen dekorasi pesta pom-pom lampion dari bahan dasar kertas
3.3 Metode Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan,
mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai
dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya. Adapun
tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif tentang suatu
program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dan hasil yang dicapai,
efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokukan untuk program itu sendiri, yaitu untuk
mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan
untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang terkait
dengan program (Widyoko, 2005).
Menurut Widyoko (2005), kegiatan evaluasi program pelatihan tidak hanya dilaksanakan
pada akhir kegiatan program, tetapi sebaliknya dilakukan sejak awal, yaitu mulai dari penyusunan
rencana program pelatihan, pelaksanaan program pelatihan dan hasil dari program pelatihan.
Penilaian hasil pelatihan tidak cukup hanya pada hasil jangka pendek (output) tetapi dapat
menjangkau hasil dalam jangka panjang (outcome dan impact program). Selain itu, ada empat hal
yang ditekankan pada perumusan evaluasi, yaitu:
1. Menunjuk pada penggunaan metode penelitian
2. Menekankan pada hasil suatu program
3. Penggunaan kriteria untuk menilai
4. Kontribusi terhadap pengambilan keputusan dan perbaikan program di masa mendatang
Pada pelatihan ini, evaluasi pelatihan dilakukan dengan tujuan :
Mengevaluasi modul ajar sebelum diberikan kepada peserta
Menemukan bagian-bagian dari pelatihan, mana yang berhasil mencapai tujuan, serta bagian-
bagian pelatihan mana yang kurang berhasil, sehingga dapat dibuat langkah-langkah perbaikan.
Memberi kesempatan kepada peserta untuk menyumbangkan saran-saran dan penilaian
terhadap program yang dijalankan.
Memberikan masukan untuk perencanaan program.
Memberikan masukan untuk kelanjutan, perluasan, dan penghentian program.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
310
Memberi masukan untuk memodifikasi program.
Memperoleh informasi tentang faktor pendukung dan penghambat program.
Model evaluasi yang digunakan dalam pelatihan ini adalah Evaluasi Model Kirkpatrick,
Dalam Widyoko (2005), pada model Kickpatrick ini evaluasi terhadap efektivitas program training
mencakup empat level evaluasi, yaitu level 1 – reaction, level 2- learning, level 3 – behavior, level 4
– result. (1) Evaluating reation yaitu mengevaluasi terhadap reaksi peserta training yang berarti
mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction). (2) evaluating learning, yaitu peserta training
dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan
pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. (3) Evaluating Behavior, evaluasi difokuskan pada
perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat mereka. (4) evaluating result, yaitu
evaluasi terhadap impact program.
4. Eksekusi
4.1 Tahap Persiapan PPM
Pada tahap persiapan PPM, ketua dan anggota tim menghubungi pihak sekolah untuk
mendapatkan jadwal pelaksanaan kegiatan PPM. Selain itu, pada tahap persiapan pun dilakukan
belanja bahan dan peralatan yang dibutuhkan untuk praktek membuat pom-pom lampion. Setelah
bahan dan peralatan tersedia, pada tahap ini pula dilakukan training for trainer atau pelatihan bagi
para mentor yang akan ikut memberikan demonstrasi dalam membuat pom-pom lampion saat
pelaksanaan kegiatan PPM.
Pelatihan mentor dipimpin oleh ketua kelompok, dimana mengajarkan kepada para anggota
tim pengabdian (dosen dan mahasiswa). Tujuan pelatihan ini adalah untuk menyamaratakan
pemahaman dan kemampuan dalam membuat dekorasi pesta pom-pom lampion di antara para
anggota tim pengabdian yang nantinya akan bertindak sebagai mentor dan mengarahkan siswa
dalam praktek pembuatan.
Pelatihan Mentor tersebut dilakukan sebanyak dua pertemuan, yaitu pada Jumat, 19 Januari
2018 dan Senin, 22 Januari 2018 di mulai sejak pukul 07.30 pagi hingga 15.00 sore. Pertemuan
pertama calon mentor diajarkan dasar pembuatan dari pom-pom lampion hingga dapat membuatnya
sendiri, sedangkan pada pertemuan dua pelatihan bertujuan untuk melancarkan calon mentor dalam
membuat pom-pom serta belajar berimprovisasi dalam membuat pom-pom sesuai dengan kreasi
individu seperti dalam memadukan warna bahan dan membuat berbagai ukuran pom-pom mulai
dari yang kecil hingga yang besar. Terakhir dilakukan brifing mengenai konsep pelatihan yang akan
dilaksanakan saat PPM nanti. Pada pelatihan ini pun para anggota tim meninjau langsung sekolah
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
311
untuk mendapatkan gambaran lokasi dan kondisi sekolah sebelum pelaksanaan PPM berlangsung.
4.2 Tahap Pelaksanaan PPM
Kegiatan PPM dilaksanakan selama satu hari secara tatap muka dengan memberikan
pelatihan kewirausahaan membuat ornament dekorasi pesta pom-pom lampion. Kegiatan PPM ini
dilaksanakan pada Selasa, 23 Januari 2018, di mana Jadwal PPM menyesuaikan dengan jadwal
mata pelajaran Kerajinan Tangan dan Prakarya pada kelas sasaran, yaitu kelas XI IPS 2, dimulai
pada jam ke-3 sampai jam ke-4 sekolah, atau Pukul 08.25 s/d 09.45 pagi. Pelaksanaan PPM ini
bertempat di SMA 112 Negeri Jakarta, yang beralamat di Jl. Pesanggrahan No.2, RT 10/ RW 5,
Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat, 11620.
Pertemuan tatap muka dilakukan dengan metode ceramah teori dan motivasi mengenai
kewirausahaan, demonstrasi membuat pom-pom lampion, dan dilanjutkan dengan praktek untuk
membuat ornament dekorasi pom-pom lampion oleh setiap anak di kelas. Pelaksanaan kegiatan
PPM ini dilakukan oleh 7 orang, dimana 1 orang sebagai ketua; 1 dosen dan 2 mahasiswa sebagai
anggota tim pengabdian; 1 dosen dan 1 mahasiswa di-hire untuk membantu menjadi mentor saat
workshop; serta 1 orang berlaku sebagai moderator dan mc untuk memandu dan memeriahkan acara
agar berjalan dengan tertib dan menyenangkan.
Materi dan pokok bahasan yang disampaikan saat pelaksanaan PPM diantaranya:
1) Teori mengenai kewirausahaan (Mengapa menjadi entrepreneur dan manfaat menjadi
entrepreneur)
2) Motivasi berwirausaha semenjak muda (Sharing pengalaman ketua PPM yang mampu menjadi
pengusaha sukses sejak masih bersekolah SMA)
3) Menjelaskan peluang dari usaha dekorasi, khususnya pom-pom lampion, yang bermodalkan
kecil namun bernilai jual tinggi
4) Menjelaskan bagaimana cara memasarkan usaha jasa dekorasi dan produk pom-pom lampion
5) Demonstrasi langkah-langkah membuat pom-pom lampion
6) Praktek membuat pom-pom lampion
7) Penilaian tim PPM untuk hasil praktek pembuatan pom-pom lampion dan memilih 2 produk
terbaik dari para siswa
8) Evaluasi pelaksanaan PPM dengan membagikan kuesioner kepada siswa dan menginterview 1
siswa secara random.
Poin 1 hingga poin 4 di atas dilakukan dengan metode ceramah oleh ketua tim PPM.
Selanjutnya poin 5 dan 6 yaitu demonstrasi serta praktek pembuatan pom-pom lampion, peserta
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
312
yang berjumlah 32 orang anak dalam satu kelas dibagi ke dalam 6 kelompok kecil yang dipandu
oleh MC, di mana setiap kelompok dipimpin satu orang mentor yang akan mendemonstrasikan
bagaimana langkah membuat pom-pom lampion kemudian dilanjutkan praktek oleh siswa tersebut.
Mentor juga bertugas untuk memastikan setiap anak memahami langkah-langkah membuat pom-
pom dengan baik dan mengarahkannya untuk berkreasi sesuai dengan keinginan mereka.
Setelah praktek, hasil pom-pom lampion tiap kelompok akan dinilai oleh tim PPM dan dipilih dua
kelompok terbaik yang diumumkan oleh MC. Tujuannya untuk menumbuhkan konsentrasi tiap
anak dalam menyerap ilmu yang diberikan serta menumbuhkan jiwa kompetisi dan kekompakan di
antara para kelompok siswa. Kedua kelompok tersebut kemudian diberikan hadiah sebagai
apresiasi.
Gambar.2 Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat
4.3 Tahap Evaluasi PPM
Tahap terakhir dari kegiatan PPM ini adalah evaluasi, di mana setiap anak dibagikan
kuesioner dan diminta untuk memberikan penilaian dari setiap 15 pernyataan yang diberikan.
Jawaban merupakan skala Likert dari angak 1 sampai dengan 5, di mana 1 menunnjukan sangat
tidak setuju sedangkan 5 adalah sangat setuju. Tak hanya itu siswa juga diberikan pertanyaan
terbuka berbentuk essay, di mana mereka diminta untuk mennjelaskan bagaimana kesan mereka
mengikuti kegiatan PPM dan pesan ata saran untuk peningkatan program PPM ke depannya.
5. Evaluasi Hasil/ Dampak
Hasil kegiatan PPM secara garis besar mencakup beberapa komponen diantaranya:
1) Keberhasilan target jumlah peserta pelatihan
2) Ketercapaian tujuan pelatihan
3) Ketercapaian target materi yang telah direncanakan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
313
4) Kemampuan peserta dalam penguasaan materi
5) Kepuasan peserta dalam mengikuti kegiatan PPM secara keseluruhan
Target peserta pelatihan seperti yang direncanakan sebelumnya adalah minimum diikuti
satu kelas atau 30 siswa/siswi SMA N 112 Jakarta. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini diikuti
oleh 32 orang siswa, bahkan terdapat 1 staff TU sekolah yang ikut bergabung dalam kegiatan PPM
karena tertarik memperlajari pembuatan dekorasi pom-pom lampion. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa target peserta mencapai 100%.Persentase tersebut menunjukkan bahwa kegiatan PPM dilihat
dari jumlah pesertayang mengikuti dikatakan berhasil.
Dilihat dari ketercapaian tujuan pelatihan, secara umum hasil yangditunjukkan sudah baik,
hal ini dapat dilihat dari evaluasi kuesioner yang diisi para siswa, di mana siswa termotivasi untuk
memulai berwirausaha setelah mengikuti program PPM, terutama mereka dapat melihat peluang
bisnis dari usaha kerajinan tangan seperti membuat pom-pom lampion. Dilihat dari hasil latihan
para peserta, yaitu produk-produk pom-pom lampion serta dekorasi kelas yang telah dicapai, maka
dapat disimpulkan bahwa tujuan kegiatan ini telah tercapai.
Ketercapaian target materi kegiatan ini pun tergolong baik. Meskipun adanya keterbatasan
waktu yang disediakan oleh pihak sekolah yaitu kurang lebih satu jam, tetapi semua materi yang
ditargetkan dapat disampaikan secara keseluruhan.Namun demikian dengan banyaknya materi yang
disampaikan dibandingkan dengan waktu yang tersedia, mengakibatkan materi yang diberikan tidak
terlalu mendalam.Meskipun kurang mendalam, hasil evaluasi menunjukkan bahwa materi yang
disampaikan sudah cukup jelas, bahkan memotivasi para peserta.
Kemampuan peserta dilihat dari penguasaan materi dapat dikatakan baik. Hal ini
dikarenakan selain proses membuat produk pom-pom lampion yang mudah, para peserta pun selain
mencoba secara individu, mereka juga bekerja secara berkelompok sehingga antara teman yang satu
dengan yang lain saling membantu dan mengingatkan proses pembuatannya. Tak hanya itu, mentor
yang membiarkan setiap anak berkreasi dan berimprovisasi dalam membuat pom-pom lampion
mereka sendiri, seperti pemilihan warna, pemilihan bentuk potongan kertas, hingga pemilihan
ukuran pom-pom lampion, membuat mereka lebih mudah mengingat sembari
mempraktekan.Hasilnya, para siswa menguasai materi pembuatan pom-pom dengan baik, bahkan
diantaranya banyak yang tertarik untuk melanjutkan membuat pom-pom lampion sendiri setelah
PPM berakhir.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
314
Tabel.1 Kuesioner Evaluasi Kegiatan PPM di SMA II2 Jakarta
No PERNYATAAN HASIL(rata2)
1 Kegiatan PPM ini meningkatkan pemahaman saya mengenai kewirausahaan 4,42 Kegiatan PPM ini meningkatkan motivasi saya untuk berwirausaha 4,43 Kegiatan PPM ini meningkatkan keterampilan dan kreativitas saya 4,54 Dari kegiatan PPM ini saya belajar membuat suatu produk 4,75 Produk yang dipelajari memiliki modal kecil namun bernilai jual tinggi 4,76 Produk yang dipelajari menarik 4,37 Kegiatan PPM ini bermanfaat 4,58 Kegiatan PPM ini menyenangkan 4,69 Kegiatan semacam ini perlu dilakukan kembali di sekolah 4,610 MC membawakan acara dengan menarik dan menyenangkan 4,511 Para dosen mengajarkan prakarya dengan baik dan ramah 4,412 Para mahasiswa mengajarkan prakarya dengan baik dan ramah 4,413 Secara umum saya menyukai kegiatan PPM ini 4,314 Secara umum saya puas dengan kegiatan PPM ini 4,215 Saya bersedia mengikuti kegiatan sejenis jika diadakan kembali di sekolah 4,6Sumber :Diolah dari laporan pelaksanaan pengabdian masyarakat
Hasil evaluasi kuesioner yang diberikan kepada siswa menunjukkan hasil pelaksanaan PPM
yang sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan tingginya angka rata-rata penilaian siswa terhadap tiap
variabel pertanyaan, yaitu 4,2 sampai dengan 4,7, seperti pada Tabel.1. Dari tabel dapat diketahui
bahwa kepuasan para siswa terhadap kegiatan PPM ini baik, hal ini ditunjukkan dengan rata-rata 4,2
dimana siswa setuju terhadap pernyataan tersebut. Meskipun rata-rata ini merupakan angka terkecil
dibandingkan dengan hasil pertanyaan lainnya, namun angka tersebut masih tergolong baik karena
> 4.
Data juga menunjukkan bahwa penilaian terbaik yang diberikan siswa terhadap kegiatan
PPM ini yaitu, melalui kegiatan PPM para siswa belajar membuat suatu produk dan produk yang
dipelajari merupakan produk yang bermodal kecil namun bernilai jual tinggi. Di mana keduanya
sama-sama mendapatkan rata-rata 4,7 yang hamper mendekati 5 (sangat setuju). Hal ini
dikarenakan para siswa sebelumnya tidak pernah mempelajari membuat produk pom-pom lampion
sebelumnya, sehingga mereka merasa mendapatkan suatu ilmu baru yang bermanfaat untuk mereka.
Terutama setelah mereka mengetahui bahwa modal untuk membuat 1 pom-pom sangat murah, yaitu
Rp2.000,- namun mereka dapat menjualnya hingga Rp26.000,- untuk pom-pom yang berukuran
besar. Sehingga mereka meyakini bahwa pom-pom ini bernilai jual tinggi dan menguntungkan serta
mudah dalam memasarkannya.
Seecara keseluruhan progam kegiatan PPM ini telah berhasil dilakukan, Bagi para siswa
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
315
kegiatan PPM selain menyenangkan juga sangat bermanfaat.Hal ini yang menjadikan para siswa
sangat antusias dan menanggap kegiatan serupa perlu dilakukan kembali di sekolah dan mereka
bersedia untuk mengikuti kegiatan PPM serupa jika diadakan kembali di sekolah. Hal tersebut
ditunjukkan dengan angka 4,6 untuk pertanyaan kuesioner nomor 9 dan 15.
Berikut ini pula, terdapat lima kesan dan pesan yang diberikan siswa diantaranya:
1. Kegiatan menyadarkan saya bahwa kewirausaahan penting merupakan salah satu proses yang
sangat baik untuk dikejar/ didapatkan karena sekaligus dapat mengembangkan krativitas dan
potensi diri ketimbang terikat pada suatu pekerjaan yang sejatinya terlalu melelahkan dan tidak
sesuai dengan potensi diri. pesan: perbanyak dan kembangkan kegiatan seperti ini karena dapat
memotivasi pelajar.
2. sangat menyenangkan dari awal-akhir , dan juga bisa meningkatkan kreativitas, kaka2 dan
dosennya ramah dan seru. Sering2 ke sini ya Ka!
3. Semoga ke depannya acara ppm ini mengajarkan banyak barang yang lebih banyak agar dapat
memotivasi keinginan siswa untuk berwirausaha
4. sangat membantu dalam meningkatkan kreativitas siswa salam berwirausaha . Sering-sering aja
ada kegiatan ini. Karena anak IPS perlu praktek , bukan anak IPA doing
5. Kegiatan ini membuat saya ingin berwirausaha
6. Simpulan dan Implikasi
Pelatihan kewirausahaan membuat ornamen dekorasi pesta pom-pom lampion pada siswa-
siswi SMA Negeri 112 Meruya Utara Jakarta Barat ini terselenggara dengan baik dan dapat berjalan
dengan lancer sesuai dengan rencana dan target yang telah disusun. Para siswa pun termotivasi
untuk berwirausaha sesuai dengan tujuan program dimana untuk mencetak dan menumbuhkan para
wirausahawan muda.Kegiatan PPM ini pun mendapat sambutan yang sangat baik dari pihak sekolah
serta para murid, terbukti dengan antusiasnya pihak sekolah dan para murid saat mengikuti
pelatihan praktek membuat dekorasi pom-pom lampion. Di mana para murid semua aktif, tidak ada
yang hanya diam menonton saja, tak hanya itu staf TU serta Kepala Sekolah pun tertarik untuk
mengikuti kegiatan PPM dan tertarik ingin belajar membuat dekorasi pom-pom lampion bersama
di kelas.
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan maka dapat diajukan beberapa saran untuk
peningkatan program PPM ke depannya:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
316
1. Lamanya waktu untuk pelaksanaan kegiatan PPM ini perlu ditambah, sehingga materi yang
diberikan tidak terburu-buru dan dapat lebih mendalam, selain itu agar praktek pembuatan
produk pun dapat lebih maksimal.
2. Perlunya kegiatan lanjutan seperti pelatihan kewirausahaan serupa yang dapat dilaksanakan
secara berkelanjutan sehingga peningkatan pemahaman kewirausahaan dan kreativitas akan
jauh lebih baik, motivasi kewirausahaan yang akan diterima pun semakin banyak.
3. Jika waktu yang disediakan lebih panjang, akan lebih baik jika mendatangkan pembicara luar,
seperti role model remaja seumuran peserta yang sudah sukses berwirausaha, sehingga akan
lebih memotivasi para peserta dan meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk mulai
berwirausaha.
4. Kegiatan PPM ke depannya sebaiknya diadakan pada aula sekolah atau kelas yang memiliki
fasilitas LCD projector, sehingga peserta dapat melihat video dan contoh-contoh foto dekorasi
dan produk di kehidupan nyata. Hal tersebut pun juga memudahkan para pemateri dalam
menjelaskan materi bagi para siswa.
DAFTAR PUSTAKA
[1]Brown, J. E. (2005). Nutrition throught the life cycle.Second edition.International StudentEdition.
[2]Hadiyati, E. 2011. Kreativitas dan Inovasi Berpengaruh Terhadap Kewirausahaan Usaha Kecil.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, VOL.13, NO. 1, Maret 2011: 8-16.
[3] Krummel, D., & Kris-Eherton, P. (1996). Nutrition in Women’s Health. Gaithersburg,Maryland : Aspen Publishers, Inc
[4]McWilliams, M. (1993).Nutrition for the growing years.United Statesd: Plycon Press, Inc.[5]“Negeri Berjuta Ukm” dalam https://smescoindonesia.com/ di akses pada 31 Oktober 2017
“Peluang Usaha Dekorasi Acara & Analisanya” dalam http://wirabisnis.com/peluang-usaha-modal-kecil-dekorasi-acara-analisanya.html. July 11, 2015. Di akses 28 September 2017;20.36.
[7]Rahmawati & Asdar. “PERMASALAHAN REMAJA ZAMAN SEKARANG” dalamhttp://www.ksrpmiunhas.or.id di akses pada 31 Oktober 2017; 20.17
[8]Suhartini. (2004). Perbedaan proporsi preferensi, uang saku, pengetahuan gizi dan sumberinformasi dalam menentukan frekuensi konsumsi fast food pada remaja SMA Negeri di KotaBogor. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
[9] “Visi dan Misi” http://www.sman112jkt.sch.id di akses pada 31 Oktober 2017; 20.00[10] Widyoko, E.P. 2005. Evaluasi ProgramPelatihan dalam http://www.umpwr.ac.id (diaksespada28 September 2017; 20.00)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
317
PENGABDIAN MASYRAKAT TENTANG PENITNGNYA PENYUSUNANLAPORAN KEUANGAN PADA BANK SAMPAH
Noer Sasongko 1), Eskasari Putri 2)1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMS email:
[email protected] Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMS
email: [email protected]
Abstract
Community Service This UMS raises key issues related to the importance of financialstatements in the business world, one of which is the 'Waste Bank'. This service aims toimprove the welfare of the community through improving the financial management of theWaste Bank in the go green women's group in the Serengan area of Surakarta. Thegeneral benefit is to provide training to communities around the Women Farmers Group(KWT) with Go Green. The benefits of this service are directed at the continuity ofbusiness in a sustainable business world so that the level of people's lives and communitywelfare is overcome. Collaboration service methods with lectures, training, anddiscussions. The training is conducted for six months.
Keywords: Waste Bank, community service, financial report
1. Pendahuluan
Surakarta dikenal dengan kawasan kali bengawan solo, namun efek dari nama
Bengawan Solo bukan saja sungai di Bengawan Solo, namun hilir dari kali bengawan solo ke
hulunya yaitu kali-kali kecil seperti kali pepe, kali makam bergolo.
Permasalahan sampah dimasyarakat semakin memprihatinkan. Berbagai upaya pemecahan
masalah terus dilakukan, seperti penyediaan tempat pembuangan sampah umum, penyediaan alat
angkut sampah disetiap daerah, penggerakan kegiatan bank sampah dan lain sebagainya. Masalah
berawal dari kesadaran masyarakat terhadap masalah sampah. Pengelolaan sampah diskala rumah
tangga dapat meminimalisir penambahan sampah di suatu daerah. Keberadaan bank sampah sebagai
salah satu upaya mengatasi permasalahan sampah perlu untuk dikembangkan.
Bank sampah adalah suatu tempat yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang sudah
dipilah-pilah. Hasil dari pengumpulan sampah yang sudah dipilah akan disetorkan ke tempat
pembuatan kerajinan dari sampah atau ke tempat pengepul sampah. Bank sampah dikelola
menggunakan sistem seperti perbankkan yang dilakukan oleh petugas sukarelawan. Penyetor adalah
warga yang tinggal di sekitar lokasi bank serta mendapat buku tabungan seperti menabung di bank.
Bank sampah berdiri karena adanya keprihatinan masyarakat akan lingkungan hidup yang
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
318
semakin lama semakin dipenuhi dengan sampah baik organik maupun anorganik. Sampah yang
semakin banyak tentu akan menimbulkan banyak masalah, sehingga memerlukan pengolahan
seperti membuat sampah menjadi produk bernilai ekonomis. Pengelolaan sampah dengan sistem
bank sampah ini diharapkan mampu membantu pemerintah dalam menangani sampah dan
meningkatkan ekonomi masyarakat melalui pembuatan kompos dan kerajinan tas daur ulang.
Selama ini program Go Green yang sudah dikembangkan oleh Kelompok Wanita Tani
(KWT) Serengan Go Green yang berada di kali Makam Bergolo Kelurahan Serengan, Kecamatan
Serengan dan Kali Pepe. Pengabdian ini melibatkan ibu-ibu rumah tangga tepi kali sebagai kaum
marginal yang membutuhkan tambahan ekonomi sebagai penopang hidup membantu suami.
Pengabdian ini menitik beratkan kepada metode Go Green dengan menitik beratkan program
efisiensi penggunaan tas belanja sebagai sarana hasil transaksi berbelanja, efisiensi pengelolaan
sampah dalam penyelenggaraan kampung yang bersih yang berdampak terhadap kesehatan
warganya, efisiensi penggunaan lahan sebagai ruang terbuka hijau dan estetika (landscape),
efisiensi penggunaan listrik , efisiensi penggunaan air, efisiensi pemakaian sumber daya alam.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami ingin melakukan pendampingan
pengembangan model penyelamatan lingkungan dengan metode go green guna peningkatan
ekonomi ibu-ibu rumah tangga di kawasan tepi kali.
2. Penelitian
Analisa situasi dan survey pendahuluan ke lokasi dilakukan beberapa kali, baik melalui
wawancara dan pengamatan langsung. Hal ini dibutuhkan agar tim pengabdian masyarakat dapat
menggali permasalahan yang benar-benar dihadapi pada obyek pengabdian. Perumusan masalah
ini harus yang benar-benar penting dan mendesak, yang bisa menyentuh permasalahan dasar,
tidak hanya gejala atau fenomena masalah saja. Maksudnya jika masalah ini bisa terselesaikan
maka tidak akan timbul masalah baru dikemudian hari. Perumusan masalah yang muncul
berdasarkan wawancara dan pengamatan adalah bagaimana penyajian laporan keuangan yang
akuntabel untuk setiap produk unggulan (bank sampah, produk lainnya). Tujuan dari pengabdian
ini adalah untuk memberikan pelatihan penyusunan laporan keuangan yang akuntabel pada
Kelompok Wanita Tani (KWT) Serengan Go Green yang berada di kali Makam Bergolo
Kelurahan Serengan, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta. Manfaat secara umum adalah
untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat sekitar Kelompok Wanita Tani (KWT)
Serengan Go Green yang berada di kali Makam Bergolo Kelurahan Serengan, Kecamatan
Serengan khususnya pelatihan untuk penyusunan laporan keuangan yang akuntabel.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
319
3. Strategi
Dari paparan masalah diatas, Tim Pengabdian Masyarakat terdorong untuk memberikan
solusi berupa pemberian pelatihan bagaimana penyusunan laporan keuangan yang akuntabel.
4. Eksekusi
Metode pelatihan diberikan bersamaan dengan pemaparan dilakukan oleh pengabdi dalam hal
strategi pemasaran. Metode pelatihan ditekankan pada praktek penerapannya yaitu dengan
bagaimana penyusunan laporan keuangan yang akuntabel. Masing-masing peserta dibagi per
kelompok yang diketuai satu orang peserta lain sebagai koordinator. Untuk menguji bahwa masing-
masing kelompok sudah menguasai kemampuan yang diajarkan, per kelompok dipersilahkan
memberikan simulasi atau testimoni hasil kerjanya pada kelompok lain. Keberhasilan kelompok ini
jika hasil kerjanya sesuai dengan standar yang ditentukan. Standart yang ditentukan adalah sesuai
dengan teori pemasaran dan produk.
5. Evaluasi Hasil/Dampak
Pelatihan dilaksanakan pada saat pengabdian berlangsung, dan akan di monitoring oleh tim
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (P3M). Nanti akan dilaksanakan evaluasi terhadap
perkembangan di masyarakat. Nanti akan dilaksanakan penyuluhan.
6. Simpulan Dan Implikasi
Simpulan yangdapat disampaikan dalam laporan akhir program pengabdian kepada
masyarakat ini adalah sebagai berikut:
a. Mitra sudah memiliki peralatan yang memadai untuk menunjang proses produksi yang efektif
dan efisien, alat-alat tersebut diantaranya mesin pengadukan bahan beras, mesin pemotongan
kerupuk, blender, timbangan, loyangdan pengepresan plastik.
b. Mitra sudah mampu mengemas hasil produksi secara menarik. Dengan memberi pelatihan
singkat cara mengemas dan memberikan alat pengepresan plastik, para mitra sudah
mengetahui teknik pengemasan produk yang menarik yang mampu memberikan ciri khas
yang dapat meyakinkan calon pembeli.
7. Ucapan Terima KasihTarget kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah Kelompok Wanita Tani (KWT)Serengan Go Green yang berada di kali Makam Bergolo Kelurahan Serengan, Kecamatan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
320
Serengan.
8. Daftar Referensi
Carter, William K. 2009. Akuntansi Biaya. Salemba Empat: Jakarta. Echdar, Saban. 2013.Manajemen Entrepreneurship. Andi: Yogjakarta. Suryana. 2006. Kewirausahaan. SalembatEmpat: Jakarta.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
321
PENGUATAN KELEMBAGAAN DESA WISATA KREATIF KENEPSUKOHARJO
Muzakar Isa dan Aflit Nuryulia PProgram Studi Manajemen Universitas Muhamamadiyah Surakarta
AbstractThe purpose of this community service activity is to assist the Kenep Creative TourismVillage in developing good institutions. This activity was carried out in the KenepTourism Village, Sukoharjo District, Sukoharjo Regency. Community service is carriedout with a method of mentoring. Mentoring activities are carried out with stages ofactivities consisting of initial observation, problem formulation and solutions offered,implementation of mentoring, and preparation of reports and evaluations. Partners whowere accompanied were the Kenep Village Government, Sukoharjo District Bappeda,Tourism Awareness Group (Pokdarwis), Lumbung Budoyo Community, Creative IndustryEntrepreneur Kenep Sukoharjo. Institutional preparation assistance has beensuccessfully carried out. Five stages of mentoring have been carried out starting frompreparation, independent interviews, institutional arrangement assistance, accompanyingthe preparation of organizational structures and preparation of strategic plans. Atpresent the tourism village of Kenep has an organizational structure and strategicplanning documents that are used as guidelines in the operational activities of thetourism village of Kenep. This tourist village still needs a lot of assistance to overcomesome of the problems faced. Then there needs to be further assistance related totechnology development for MSMEs, MSME marketing, village tourism marketing,accounting training, opening up.
Keywords: Tourism Village, Institution, Organizational Structure, Strategic Plan,MSMEs
1. PENDAHULUAN
Perekonomian Kabupaten Sukoharjo sangat tergantung pada sector industri pengolahan.
Dalam 5 tahun terakhir, sumbangan sector industri pengolahan terhadap perekonomian daerah
Kabupaten Sukoharjo yang paling tinggi dan prosentasenya kurang lebih sebesar 39%. Angka ini
menunjukkan betapa besarnya sumbangan industri pengolahan terhadap perekonomian Kabupaten
Sukoharjo. Industri kreatif menjadi industri yang banyak menopang industri pengolahan di
Kabupaten Sukoharjo (Isa dan Liana, 2017).
Dokumen Rencana Pengembangan Industri Kabupaten (RPIK) Sukoharjo tahun 2017-2037
menjelaskan pariwisata menjadi ujung tombak dalam pengembangan industri pengolahan di
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
322
Kabupaten Sukoharjo. Pariwisata merupakan sarana utama untuk mempromosikan potensi daerah
sehingga masyarakat yang datang ke Sukoharjo akan tahu produk yang dihasilkan Kabupaten
Sukoharjo. Harapannya masyarakat dari berbagai wilayah akan datang dan membeli produk yang
dihasilkan oleh pelaku usaha di Kabupaten Sukoharjo. Untuk itu, pengembangan destinasi wisata
dan event wisata menjadi agenda utama Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dalam mengembangkan
ekonomi daerahnya.
Kabupaten Sukoharjo memiliki berbagai potensi desa wisata, salah satunya desa wisata
Kenep. Kenep merupakan salah desa/kelurahan yang di Kabupaten Sukoharjo. Kelurahan ini
memiliki banyak potensi usaha kreatif, baik barang maupun jasa kreatif. Usaha kreatif yang
berkembang di keluarahan ini adalah industri jenang, industri batik, industri karak, industri herbal,
obyek wisata religi (Masjid Darussalam, tempat muktamar Muhamamadiyah pertama kali, tahun
1922), obyek wisata agro (petik buah) dan obyek wisata alam (kali mati dan rumah pohon).
Kelurahan Kenep juga memiliki kelompok kesenian tradisional, yaitu kroncong.
Berdasarkan RPJMD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2017-2021, kelurahan ini dicanangkan
menjadi desa/kelurahan wisata kreatif, untuk perlu dilakukan pendampingan dari sisi manajemen
kelembagaan. Berbagai pendampingan manajemen usaha industri kreatif sudah beberapa kali
dilakukan, tetapi aspek kelembagaannya belum pernah dilakukan, padahal ini merupakan sisi makro
yang sangat penting dilakukan. Suatu organisasi akan berkembang dengan baik, jika memiliki
kelembagaan yang baik. Untuk itu, solusi yang ditawarkan dalam pengabdian masyarakat ini adalah
penguatan kelembagaan Desa Wisata Kenep. Kegiatan yang ditawarkan adalah penyusunan struktur
organisasi dan tupoksi, penyusunan rencana strategis dan penyusunan prioritas kegiatan dalam tiap
tahunnya. Dengan ini, pengembangan Desa Wisata Kenep akan dilakukan secara satu kesatuan yang
utuh, bukan parsial-parsial sehingga memiliki multipliyer efek yang tinggi bagi pengembangan
ekonomi daerah Kabupaten Sukoharjo.
Sebagai desa wisata kreatif yang baik, desa kenep harus memiliki struktur organisasi yang
tersusun dengan baik. Susunan kepengurusan menunjukkan bahwa sebagai desa wisata tersebut
betul – betul diperhatikan. Didalam kepengurusan, apapun bentuk organisasinya, ketua adalah hal
yang penting. Ketua dalam maksud sebagai pemimpin menjadi susunan hierarki yang pertama, dan
ketua wajib didampingi oleh seorang wakil, apabila dalam urusan mendadak seorang ketua tidak
dapat hadir, wakil dapat menggantikan posisinya. Organsiasi yang baik juga harus didukung
dokumen rencana strategis (renstra). Dokumen renstra merupakan dokumen yang menjelaskan
proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan
memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Dokumen perencanaan ini merupakan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
323
dokumen tentang gambaran program desa wisata di masa depan dalam rangka untuk
mencapai visi dan misi organisasi yang telah ditetapkan. Renstra merupakan salah satu wujud
dari salah satu fungsi manajemen organsiasi yang sangat penting yang harus dimiliki. Renstra
berfungsi untuk memberi arah dan panduan bagi anggota organisasi dalam rangka menuju
tujuan desa wisata yang lebih baik dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi
ketidakpastian masa depan.
Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah pendampingan bagi Desa wisata
kreatif kenep dalam menyusun kelembagaan yang baik.
2. METODE KEGIATAN
Kegiatan ini di lakukan di Desa Wisata Kenep, kecamatan Sukoharjo, Kabupaten
Sukoharjo. Pengabdian masyarakat ini dilakukan dengan metode pendampingan. Kegiatan
pendampingan dilakukan dengan tahapan kegiatan yang terdiri dari (1) observasi awal, (2) indepth
interview, (3) pelaksanaan pendampingan, dan (4) penyusunan laporan. Mitra yang didampingi
adalah Pemerintah Desa Kenep, Bappeda Kabupaten Sukoharjo, Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis), Komunitas Lumbung Budoyo, Pengusaha Industri Kreatif Kenep Sukoharjo. Kegiatan
ini dilakukan di balai desa dan rumah pelaku usaha.
3. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN
Keberadaan pariwisata sangat penting bagi pengembangan sektor industri pengolahan dan
sektor perdagangan karena akan meningkatkan perekonomian Kabupaten Sukoharjo. Desa wisata
merupakan salah satu destinasi wisata yang penting untuk dikembangkan karena akan mendukung
pengembangan perekonomian daerah. Desa wisata ini memiliki berbagai jenis industry, usaha jasa
dan usaha perdagangan pada level mikro dan kecil. Wajdi et al. (2012) menjelaskan unit usaha pada
level usaha mikro dan kecil merupakan jenis usaha yang masuk dalam kategori membutuhkan
dukungan dari pemerintah. Pemerintah pada level bawah yaitu pemerintah desa merupakan pihak
yang berkepentingan terhadap kinerja bisnis UMKM. Secara umum UMKM belum memiliki
kelembagaan yang baik. Isa dan Liana (2017) menjelaskan peran pentingnya kelembagaan untuk
meningkatkan kinerjanya dan memenangkan persaingan. Kinerja bisnis UMKM berpengaruh
langsung terhadap peningkatan kinerja ekonomi desa/daerah.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
324
Pelaksanaan kegiatan Program Pengabdian Masyarakat Kemitraan Strategis (Pemitra) telah
berjalan dengan baik. Kerjasama yang terjalin dengan baik antara tim pengusul yang terdiri dari ahli
di bidang manajemen, ekonomi dan pembangunan, serta psikologi beserta empat mahasiswa, mitra
Pemerintah Desa Kenep Sukoharjo, Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharho, Kelompok Sadar
Wisata (Pokdarwis), Komunitas Lumbung Budoyo, Pengusaha Inndustri Kreatif Kenep Sukoharjo
dan masyarakat desa telah memperlancar pelaksanaan kegiatan Pemitra. Sumbangan tenaga, waktu,
pemikiran dan fasilitas serta kemudahan dalam mengakses informasi yang dibutuhkan
mempermudah pelaksanaan program penyusunan kelembagaan desa wisata kreatif Kenep
Sukoharjo. Desa wisata kenep memiliki 6 (enam) potensi pariwisata, yaitu Wisata Bengawan Solo,
wisata Kali Mati, Wisata Haritage, Wisata Edukasi Industri, Agro wisata, dan wisata kuliner dan
Handy craft.
Kegiatan pengabdian ini di desa kenep ini dibagi menjadi beberapa tahap kegiatan yaitu:
1. Persiapan.
Persiapan kegiatan dilakukan dengan melakukan kunjungan untuk melakukan survei awal ke
Pemerintah Desa Kenep, pokdarwis dan pelaku usaha.
2. Indepth interview dan Koordinasi.
Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan wawancara dan diskusi dengan Pemerintah Desa Kenep,
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), Komunitas Lumbung Budoyo, Pengusaha Industri
Kreatif Kenep dan masyarakat Desa Kenep Sukoharjo terkait penguatan kelembagaan desa
wisata kenep.
3. Pendampingan penyusunan aspek legal Pembentukan Desa wisata
Kegiatan ini dilakukan bersama denga Pemerintah Desa Kenep dan Bapeda Kabupaten Sukoharjo.
Luaran kegiatan ini adalah SK Bupati Kabupaten Sukoharjo tentang Desa Wisata Kenep.
4. Penyusunan Struktur organisasi Desa Wisata Kenep dan tupoksi (peran masing masing
stakeholders). Struktur organisasi terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan 5 bidang
coordinator bidang, yang terdiri dari bidang UKM, Bidang akomodasi, bidang pemasaran,
bidang keamanan dan bidang pendampingan kunjungan.
5. Penyusunan Renstra Desa Wisata Kenep
Pelaksanaan program penyusunan renstra Desa Wisata Kenep diikuti oleh semua stakeholder
pengembangan Desa Wisata Kreatif Kenep Sukoharjo. Dokumen renstra isinya adalah
pendahuluan, Profil Desa Kenep, aspek kelembagaan (visi, misi, tujuan dan sasaran), staregi
kebijakan.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
325
Desa Wisata Kenep harus memiliki kelembagaan yang baik. Kelembagaan memiliki arti
sebagai organisasi yang membantu kelompok atau masyarakat dalam berinteraksi dan untuk
mencapai suatu tujuan bersama. Kelembagaan ini berfungsi sebagai pedoman yang akan
mendampingi proses pengelolaan sebuah desa wisata kenap. Kelembagaan dalam kata lain dapat
berarti organisasi ini menjadi penggerak adanya desa wisata. Tanpa adanya komponen penting dari
kelembagaan itu sendiri, tentu sebuah desa wisata berjalan dengan semaunya sendiri, lebih lanjut
desa wisata tidak dapat menjadi sebuah desa wisata yang sustainable karena tidak adanya struktur
organisasi kelembagaan.
Sebuah desa wisata yang baik pasti memiliki struktur organisasi yang tersusun dengan rapi.
Susunan kepengurusan menandakan bahwa pariwisata di daerah tersebut betul – betul diperhatikan.
Didalam kepengurusan, apapun bentuk organisasinya, ketua adalah hal yang penting. Ketua dalam
maksud sebagai pemimpin menjadi susunan hierarki yang pertama. Dibawah ketua dan wakil ada
sekretaris dan bendahara, dengan tugasnya masing – masing. Umumnya sekretaris mengurus bagian
notulensi, surat menyurat, dan yang lainnya. Dan bendahara sebagai pemegang penting dalam hal
keuangan. Disusunan hierarki selanjutnya ada sie bidang – sie bidang yang memiliki tugas dan
tanggung jawabnya sesuai dengan perannya. Setiap bagian atau peran dalam organisasi di desa
wisata harus dibedakan, dan alangkah baiknya jika bagian – bagian tesebut dikelompokan menjadi
banyak.
4. PENUTUP
Pendampingan penyusunan kelembagaan telah berhasil dilakukan dengan baik. Lima
tahapan pendampingan telah dilakukan mulai persiapan, indepth interview, pendampingan
penyusunan kelembagaan, pendampingnan penyusunan struktur organisasi dan penyusunan renstra.
Dokumen ini masih jauh dari sempurna dan perlu penyempurnaan.
Desa wisata Kenep masih membutuhkan banyak pendampingan dari berbagai disiplin ilmu,
seperti pengembangan teknologi untuk UMKM, pemasaran UMKM, pemasaran desa wisata,
pelatihan akuntansi, pembukaan dan lain sebagainya.
Acknowledgement
Terimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Sukoharjo serta Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta atas dukungan dan bantuan yang
diberikan untuk pelaksanaan kegiatan ini.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
326
DAFTAR PUSTAKADirgantoro, Crown. 2001. Manajemen Stratejik: konsep, kasus dan implementasi.
Grasindo, Jakarta.David, Fred R. 2002. Manajemen Strategis: Konsep. Edisi Ketujuh. Jakarta: PT. Prenhallindo.Isa, M, Mardalis, A. Mangifera, L. 2018. Analisis Keputusan Konsumen Dalam Melakukan
Pembelian Makanan dan Minuman di Warung Hik. Jurnal Manajemen Dayasaing, 2018, 20(1)
Mangifera, L. dan Isa, M , 2017. Penguatan Kelembagaan Amal Usaha Muhammadiyah (StudiKasus Di MIM PK Wirogunan) – Tarbiyatuna, 2017, 8 (2)
Mangifera, L; Isa, M; Wajdi, MF. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumen Dalam PemilihanKuliner di Kawasan Wisata Alam Kemuning. Jurnal Manajemen Dayasaing, 2018, 20 (1)
Nugroho, S.P; Setyawan, AA;, Isa,M; Susila, I. Praswati,A. Mangifera, L. 2018. StrategiPengembangan MICE sebagai Upaya Peningkatan Sektor Pariwisata Kota Surakarta. TheNational Conference on Management and Business (NCMAB) 2018
Pearce, John A. Dan Richard B. Robinson. 1997. Manajemen Strategik: Formulasi,Implementasi dan Pengendalian. Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
Porter, Michael E.1998. Competitive Advantage: Creating & Sustaining SuperiorPerformance. New York: Free Press.
Rangkuti, Freddy. 2002. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. CetakanKesembilan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Robinson, Pearce. 2001. Strategic Management: Formulation, Implementation andControl. Seventh edition. McGraw. Hi ll Book International.
Wajdi, M.F., dan Isa, M. 2014. Membangun Konsep Modal Manusia yang Berperanan dalamKinerja Pemasaran Industri Kecil. Prosidng Seminar Nasional dan Call for Paper:Research Methods And Organizational Studies, tahun 2014 halaman 452-464
Wajdi, M.F., Mangifera, L., Wahyuddin,M., Isa, M. 2019. peranan Aspek-Aspek Modal ManusiaPengusaha Terhadap Kinerja Bisnis UKM, Jurnal Manajemen Dayasaing, 2019, 20 (2) pp104-111
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
327
STUDI KELAYAKAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR WOOD PELLETPADA IKM NATA DE COCO DI KABUPATEN SRAGEN
Syamsudin1, Muzakar Isa2, Liana Mangifera3, Siti Fatimah Nurhayati4
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakartaemail: [email protected]
abstract
Biomass energy consisting of fuel wood, wood industry waste, plantation / agriculturalwaste, wood briquettes, charcoal briquettes, and wood pellets are alternative fuels forIKMs. The nata de coco business is one of the potential businesses in the processed foodindustry in Sragen Regency. Wood pellet is an alternative fuel that can be used asmaterial for various SMIs and household needs. The calculation results in the processedfood industry of Nata de coco show that the annual production cost by using Wood Pelletfuel is lower than the fuel cost with gas, the cost efficiency of Rp. 34,200,000.00 per year.The period of return on capital using wood pellet in the IKM nata de coco is faster, whichis 1 year 2 months indicated by the value of Payback Period 1.14 compared to the use ofgas 1.34 as well as the value of the Benefit Cost Ratio (BCR) is greater, the ratio of profitto cost is greater then the better or the more feasible the business is to do.
Keywords: wood pellet, studi kelayakan bisnis
1. Pendahuluan
Industri kecil dan menengah (IKM) Kabupaten Sragen sebagai bagian dari sector industri
pengolahan memiliki peran penting bagi perekonomian daerah. Pemerintah daerah bersama
stakeholders terkait terus berupaya mengembangkan IKM menjaga keberlangsungan hidupnya,
salah satunya melalui efisiensi penggunaan bahan bakar. Kelangkaan gas elpiji 3 kg dan fluktuasi
harga kayu serta sekam menjadi permasalahan aspek produksi bagi IKM Kabupaten Sragen.
Banyak Industri Kecil dan Menengah Kabupaten Sragen seperti bergantung pada keberadaan
gas elpiji 3 kg dalam proses produksinya. Gas elpiji yang awalnya diperuntukkan bagi rumah tangga
miskin, banyak digunakan oleh IKM sebagai bahan bakar dan juga digunakan oleh Petani untukl
bahan bakan penyedot air tanah untuk mengairi sawah, terlibih lg pada musim kemarau.
Fluktuasi harga bahan bakar minyak, dan gas elpiji, serta banyaknya permintaan gas elpiji 3 kg
menjadi permasalahan utama bagi IKM Kabupaten Sragen. Sampai saat ini, konsumsi energy
nasional pada sector industri mencapai 49,4 persen. Penggunaan energy terbarukan hanya mencapai
5 persen. Jumlah ini masih sangat sedikit sehingga perlu adanya upaya untuk efisiensi energy.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
328
Penggunaan energi terbarukan (renewable energy) dalam konteks diversifikasi energi sangat
strategis karena sejalan dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan ramah
lingkungan (emisi gas rumah kaca relatif rendah). Hal ini telah terakomodasi dalam Peraturan
Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Potensi energy terbarukan di
Indonesia seperti biomasa, panas bumi, energy surya, air dan angin cukup besar. Namun masih
kurang dimanfaatkan dengan baik karena harga yang belum bisa bersaing dengan harga energy fosil
bersubsidi, minimnya penguasaan teknologi, terbatasnya dana penelitian, pengembangan maupun
investasi dalam pemanfaatan energy terbarukan serta infrastruktur kurang memadai.
Energi biomassa yang terdiri dari kayu bakar, limbah industri perkayuan, limbah
perkebunan/pertanian, briket kayu, briket arang, dan wood pellet menjadi alternative bahan bakar
bagi IKM. Energy terbarukan dari biomassa ini bertujuan untuk meningkatkan kondisi
perekonomian masyarakat namun harus tetap bertanggungjawab pada pelestarian hutan. 50 persen
penduduk Indonesia masih menggunakan kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan energy. Selain
kayu bakar, energi biomassa dapat diperoleh dari limbah limbah pembalakan dan industri
perkayuan. Limbah pembalakan diperkirakan sebesar 329,7 juta m /tahun yang dapat dimanfaatkan
untuk pembuatan arang sesuai dengan Keputusan Dirjen Pengusahaan Hutan No. 212/Kpts/IV-
PHH/1990. Untuk industri perkayuan, limbahnya diperkirakan sebesar 50-60% dari intake log.
Dengan log sebanyak 15,6 juta m akan dihasilkan limbah sebesar 7,8 juta m dan serbuk gergaji 0,78
juta m. Teknologi pembuatan wood pellet telah dikuasai dan selanjutnya perlu dilakukan kajian studi
kelayakan wood pellet sebagai bahan bakar terbarukan. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui kelayakan penggunaan wood pellet pada IKM di Kabupaten Sragen. Sistem penelitian
dan pengembangan teknologi hijau saat ini sedang menarik untuk diteliti. Poin-poin penting dari
penelitian dan pengembangan teknologi hijau meliputi: mengembangkan dan mempromosikan
teknologi pemanfaatan energi, teknologi penghematan dan substitusi, teknologi penggantian bahan
baku yang berbahaya dan berbahaya, perluasan rantai industri dan teknologi terkait, dan 'nol emisi'
teknologi. Melalui pengenalan teknologi, pencernaan dan penyerapan serta riset pengembangan,
sistem teknologi hijau daur ulang dan pemanfaatan sumber daya akan dibentuk bertahap (Zhao,
Chen, & Wang, 2016). Secara rinci, penelitian ini memiliki untuk mengidentifikasi studi kelayakan
bisnis penggunaan wood pellet pada Industri Kecil dan Menengah.
2. Metode Kegiatan
Desain kegiatan yang digunakan adalah deskripsitif kualitatif dan kuantitatif. Data yang
digunakan adalah data primer yang diperoleh langsung dari Industri Kecil dan Menengah di
Kabupaten Sragen. Pengumpulan data menggunakan 2 pendekatan, yaitu sebagai berikut.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
329
a) Observasi. Kegiatan ini dilakukan melalui pengamatan langsung ke obyek kegiatan.
b) Wawancara. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pelaku usaha
Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten Sragen.
Analisis data menggunakan pendekatan analisis deskriptif dan analisis efisiensi penggunaan bahan
bakar.
3. Hasil Pelaksanaan Kegiatan
Poin-poin penting dari penelitian dan pengembangan teknologi hijau meliputi:
mengembangkan dan mempromosikan teknologi pemanfaatan energi, teknologi penghematan dan
substitusi, teknologi penggantian bahan baku yang berbahaya dan berbahaya, perluasan rantai
industri dan teknologi terkait, dan 'nol emisi' teknologi. Melalui pengenalan teknologi, pencernaan
dan penyerapan serta riset pengembangan, sistem teknologi hijau daur ulang dan pemanfaatan
sumber daya akan dibentuk bertahap (Zhao et al., 2016). Penelitian ini mengacu pada hasil
penelitian sebelumnya dimana perlu kajian lebih mendalam mengenai teknologi hijau yaitu melihat
secara komprehensif dari sisi ekologi, ekonomi regional dan perancangan system yang mengacu
pada pemanfaatan teknologi. Alternative energy bahan bakar menggunakan wood pellet ini
merupakan salah satu teknologi hijau. Wood pellet yang terbuat dari limbah gergaji. Limbah gergaji
ini dipadatkan sehingga bisa menjadi bahan bakar pengganti kayu ataupun gas elpiji. Kayu yang
membutuhkan ruang penyimpanan yang luas dan gas elpiji yang persediaannya terbatas serta harga
yang mahal memberikan hambatan pengembangan usaha kecil. Perilaku yang peduli terhadap
pengolahan limbah baik yang bersumber dari rumah tangga atau industry masih lemah. Oleh karena
itu, sangat penting untuk mempromosikan pemanfaatan kembali limbah yang dapat didaur ulang,
yang secara bersamaan dapat menanggapi masalah ruang TPA yang terbatas, polusi lingkungan, dan
penipisan sumber daya alam (Xiao, Donga, Genga, & Brander, 2018). Perilaku recycling sampah
dapat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti umur, jumlah penghasil dan pendidikan, namun dalam
penelitian (Sorkun, 2018)berbeda yaitu adanya norma sosial yang berdampak pada kebiasaan
masyarakat untuk me-recycling barang yang sudah tidak digunakan.
Usaha nata de coco merupakan salah satu usaha potensial pada di industri makanan olahan di
Kabupaten Sragen. Salah satu unit usaha nata decoco yang ada adalah milik Ibu Tri Handayani
dengan nama CV. Tiga Cahaya Sejahtera. Lokasi produksi terletak di Balu RT 12 RW 03
Bendungan Kedawung Kabupaten Sragen. Usaha ini dimulai sejak tahun 2011, dan telah
berproduksi selama 8 tahun. Modal awal yang digunakan sebesar Rp. 300.000,00 dan saat ini
memiliki 6 orang tenaga kerja. Setiap hari mengolah 12 resep dengan menggunakan bahan baku
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
330
utama air kelapa sebanyak 12.000 liter per hari. Dari 12 resep, jumlah produksi nata de coco
mencapai 700 kg per hari dengan harga Rp. 3.500 per kilogram. Sehingga pendapatan bersih yang
diterima mencapai Rp. 5.000.000 per bulan. Pelaku usaha setiap bulannya mengeluarkan biaya
transportasi sebesar Rp. 3.000,000 dan biaya untuk membeli bahan bakar mencapai Rp.
1.500.000,00 per bulan.
Air kelapa yang merupakan bahan baku nata de coco diperoleh dari daerah Sragen dan Ngawi.
Proses perebusan air kelapa menggunakan bahan bakar kayu. Kayu bakar yang digunakan adalah
limbah mebel kayu dari daerah Karanganyar. Pelaku usaha setiap hari mengeluarkan biaya
pembelian kayu bakar sebesar Rp. 120.000. Dulu pengelola IKM nata de coco pernah menggunakan
bahan bakar gas elpiji. Biaya pembelian gas elpiji sebanyak 6 tabung ukuran 3 kg setiap harinya.
Satu tabung gas elpiji ukuran 3 kg bisa untuk merebus 120 liter air kelapa. Namun karena
kelangkaan gas elpiji dan harganya yang tinggi sebesar Rp. 18.000,- membuat pengelola IKM lebih
banyak menggunakan bahan bakar kayu. Hasil rebusan air kelapa tersebut kemudian didiamkan
selama 8 hari hingga siap panen. Rantai pasok (Supply Chain) IKM Nata Decoco CV. Tiga Cahaya
Sejahtera Kabupaten Sragen diilustrasikan sebagaimana gambar di bawah ini.
Gambar 1
Rantai Pasok IKM Nata De Coco Kabupaten Sragen
Bahan Baku Air Kelapa
Produksinata de coco
(BaluBendunganKedawung)
Solo WongCoco
JogjaGaruda
Food
Ngawi1.Pasar Gedhe2.Pasar Pawon3.Pasar Mberan4.Pasar Tawun5.Pasar
Walikulun
PasarJambangan
Karanganyar
PasarJamusSragen
Bahan Bakar Kayu
Pengusahamebel Jenawi
Pengusahamebel Sragen
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
331
Produk Nata de coco dijual kepada perusahaan besar, seperti Wong Coco dan Garuda Food.
Kerjasama ini telah berlangsung selama 5 tahun. Pelaku usaha aktif mengikuti kegiatan pada
asosiasi pengusaha seperti Gabungan Pengusaha Nata de Cocco Indonesia (GAPNI). Usaha ini telah
mendapatkan sertifikat Kategori Pangan–Industri Rumah Tangga (P-IRT). Sedangkan sertifikat
merek dagang sedang dalam proses pengajuan (Kemenperin) dan tahun ini sedang mengajukan
sertifikat halal di Majelis Ulama Indonesia.
Permasalahan yang dihadapi adalah ketidakpastian jumlah persedian bahan baku dari pemasok.
Selama ini sebagian besar proses produksi hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dari
perusahaan besar, sehingga target pasar belum terbentuk. Untuk mengembangkan usaha nata de
coco, membutuhkan inovasi produk. Pelaku usaha telah berusaha untuk melakukan diferensiasi
produk seperti minuman nata de coco beraneka rasa dan virgin coconut oil. Kelemahan keuangan
juga masih dirasakan seperti keterlambatan pembayaran produk nata de coco dari konsumen pabrik.
Jumlah permintaan dari konsumen pabrik juga dipengaruhi oleh stabilitas politik, berkaitan dengan
perijinan perusahaan dari konsumen nata de coco.
Keterbatasan proses produksi juga dihadapi oleh pelaku usaha nata de coco, yaitu kebutuhan
mesin peniris limbah nata de coco. Limbah cairan masih dibuang disawah. Limbah kering dari
proses produksi nata de coco bisa dijadikan bahan bakar. Tungku pembakaran untuk produksi masih
sederhana dan meskipun berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut agar lebih praktis dan efisien.
Wood pellet merupakan bahan bakar alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan berbagai
IKM dan keperluan rumah tangga. Wood pellet merupakah salah satu energy yang ramah
lingkungan. Berikut dijelaskan hasil kajian data sekunder penggunaan wood pellet untuk rumah
tangga dan pengunaan wood pellet untuk industri tahu dan pupuk organic. Wood pellet bisa menjadi
bahan bakar alternatif pengganti gas elpiji 3 kg untuk bahan bakar bagi IKM. Saat ini wood pellet
banyak digunakan untuk bahan bakar keperluan rumah tangga. Hasil penelusuran data skunder
dijelaskan tabung gas elpiji 3 kg dapat menyala dengan kepanasan maksimal secara terus menerus
untuk kurun waktu 7 jam. Saat ini harga 1 tabung gas elpiji 3 kg dalam keadaan umum sebesar Rp.
18.000,00.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
332
Table 3Perbandingan Gas Elpiji Dan Wood Pellet Untuk Rumah Tangga
Industri Gas elpiji 3 kg Wood Pellet
Rumah tangga
(data skunder)
3 kg gas elpiji = 7 jam @Rp. 18.000,00.
1 jam = Rp. 2.571,00
1 kg = 2 jam = 2.000
1 jam = 1.000
Sumber: Hasil Analisis (2018)
Pada sisi yang lain, penggunaan wood pellet untuk jenis tungku kecil dalam durasi waktu 2 jam
diperlukan sebanyak 1 kg wood pellet. Dengan ini, dijelaskan bahwa ketika menggunakan bahan
bakar wood pellet dalam 1 jam aktivitas masak untuk keperluan rumah tangga membutuhkan Rp.
1.000,00. Berdasarkan dua aktifitas di atas, disimpulkan bahwa aktivitas masak untuk rumah tangga
menggunakan wood pellet lebih efisien dibandingkan menggunakan gas elpiji 3 kg. Berdasarkan
hasil kajian pustaka dan kajian data primer terkait penggunaan wood pellet sebagaimana dijelaskan
di atas, dilakuakn analisis perbandingan atau analisis efisiensi bagi IKM dalam penggunakan bahan
bakar. Peneliti mengkaji biaya bahan bakar masing masing IKM dalam menggunakan gas elpiji 3
kg. hasil kajian tersebut selanjutnya dibandingkan dengan hasil simulasi menggunakan bahan bakar
wood pellet.
Tabel 4
Perbandingan penggunaan gas elpiji 3 kg dan wood pellet
Industri Gas Wood Pellet
Penggunaan bahan bakar berdasarkantinjauan waktu
3 kg = 7 jam= Rp.18.000
1 jam =2.571
1 kg = 2 jam =2.000
1 jam = 1.000
Penggunaan bahan bakar Berdasarkantinjauan kalori gas.
Gas Elpiji menghasilkan 11.000 Kcal/kg,sedangkan Wood pellet hanya 4.700kcal/kg
Rp. 18.000 :3 kg
Rp.6.000,00
Rp 2000 x 2,3Kal
Rp. 4.600,00
Sumber: Hasil Analisis (2018)
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
333
Berdasarkan hasil analisis sebagai mana table di bawa ini dijelaskan bahwa penggunaan wood
pellet dinyatakan lebih efisien dibandingkan menggunakan gas elpiji 3 kg dan sekam. Secara detail
sebagaimana dijelaskan pada table berikut ini.
Table 5
Analisis Efisiensi Penggunaan Bahan Bakar bagi IKM di Kabupaten Sragen
IKM BahanBakar
KebutuhanBahan Bakar
Jumlah BahanBakar / hari
Woodpellet keterangan
Nata decoco
Gas elpiji3 kg
Di gunakanuntuk Prosessterilisasi
3 tabung @18.000,
maka 54.000per hari
3 tabung x 7 jam = 21 jamper hari, sehinggakebutuhan 10 ,5 kgsehingga 10,5 kg xRp2000 = 21.000
Wood pelletlebih efisienRp.33.000,00
KayuBakar
Digunakanuntukmendidihkanair kelapa
Kayu bakar 3ikat per hari @15.000, untuk 4jam maka perhari Rp. 45.000
4 jam = 2 kg wood pellet,maka kebutuhan WP = 2kg x Rp.2000= Rp. 4000.
Wood pelletlebih efisienRp.41.000,00
Sumber: Hasil Analisis (2018)
Kelayakan wood pellet sebagai energy biomasa meliputi tiga aspek, yaitu: ekonomi,
lingkungan, dan operasional. Ketiga aspek memiliki peran penting untuk menilai apakah wood pellet
ini merupakan salah satu sumber bahan bakar alternative terbarukan yang dapat mengatasai
permasalahan produksi pada IKM di Kabupaten Sragen. Perbandingan perhitungan ekonomis proses
produksi pada IKM dapat di dasarkan pada biaya produksi dan analisa kelayakan investasi. Biaya
produksi meliputi bahan bakar dan Harga Pokok Produksi, serta waktu produksi. Dari aspek
lingkungan wood pellet merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena memliki kandungan
emisi yang tinggi, sehingga tidak menimbulkan polusi. Aspek operasional wood pellet lebih mudah
dibuat dari limbah grajen dari industri sawmill, dibanding harga bahan bakar lain seperti gas,
minyak tanah, briket batu bara dan arang harga wood pellet lebih murah selain lebih praktis dalam
penyimpanannya tidak membutuhkan tempat yang besar.
Berikut disajikan ringkasan perhitungan kelayakan usaha melalui perbandingan pemakaian
bahan bakar wood pellet dan bahan bakar lain pada IKM Nata De Coco. Hasil perhitungan pada
industri makanan olahan Nata de coco menunjukkan bahwa biaya produksi pertahun dengan
menggunakan bahan bakar Wood Pellet lebih rendah dibanding dengan biaya bahan bakar dengan
gas, efisiensi biaya mencapai Rp. 34.200.000,00 per tahun.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
334
Tabel 6
Ringkasan Analisis Kelayakan Investasi
IKM Nata De Coco Kabupaten Sragen
Pendapatan/Th Rp. 806,400,000.00 Pendapatan/Th Rp. 806,400,000.00
Biaya Produksi/Th Rp. 566,880,000.00 Biaya produksi / Th Rp. 601,080,000.00
Analisa Kelayakan Pemakaian Wood Pellet Analisa Kelayakan Pemakaian Gas
IRR 111.50% IRR 96.60%
NPV Rp. 1,630,407,901.91 NPV Rp. 1,469,170,322.58
Payback Period 1.14 Payback Period 1.31
Benefit Cost Ratio 1.43 Benefit Cost Ratio 1.37
PV of proceeds/Netinvestasi 18.16
PV of proceeds /Net investasi 15.65
Sumber: Hasil Analisis (2018)
Nilai Internal Rate of Return (Brida, Moreno-Izquierdo, & Zapata-Aguirre) pada pemakaian
Wood pellet sebesar 111,50% lebih besar dari IRR pada saat pemakaian Gas sebesar 96,60%. IRR
merupakan suatu indicator efisiensi suatu investasi usaha atau untuk melihat tingkat presentasi
keuntungan suatu investasi tiap tahun. Investasi layak dilakukan apabila Rate of Returnnya lebih
besar daripada Return yang diterimanya. Nilai NPV (nilai bersih investasi saat ini) yang bernilai
positif lebih besar yaitu Rp. 1,630,407,901.91. Demikian juga nilai bersih investasi penggunaan
wood Pellet lebih besar 18,16% di banding investasi dengan Gas 15,65%.
Jangka Waktu pengembalian modal menggunakan wood pellet pada IKM nata de coco lebih
cepat yaitu 1 tahun 2 bulan ditunjukan dengan nilai Payback Periode 1.14 dibanding penggunaan
gas 1,34 demikian juga nilai rasio Benefit Cost Ratio (BCR) lebih besar, semakin besar rasio
keuntungan dibanding biaya maka semakin baik atau semakin layak usaha tersebut untuk dilakukan.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
335
3. Kesimpulan
IKM nata de coco di Kabupaten Sragen lebih layak menggunakan wood Pellet sebagai bahan
bakar dari pada menggunakan gas elpiji 3 kg atau kayu bakar. Berdasarkan penelitian ini dapat
diajukan beberapa rekomendasi yaitu Pemerintah Kabupaten Sragen mendorong IKM di Kabupaten
Sragen untuk menggunakan bahan bakar alternative yang ramah lingkungan, Pemerintah Kabupaten
Sragen mendorong IKM di Kabupaten Sragen untuk tidak menggunakan gas 3 kg sebagai bahan
bakar usahanya karena gas 3 kg diperuntukkan bagi rumah tangga miskin, Pemerintah Kabupaten
Sragen mendukung penggunaan wood pellet sebagai bahan bakar alternative bagi IKM di
Kabupaten Sragen, Pemerintah Kabupaten Sragen mendorong Industri Kecil dan Menengah untuk
menggunakan wood peleet sebagai bahan bakarnya, dan Pemerintah Kabupaten Sragen
memfasilitasi penggunaan tungku berbahan bakar wood pellet pada Industri Kecil dan Menengah.
Acknowledgement
Terimakasih kepada pengusaha nata de coco di Kabupaten Sragen, PemerintahKabupaten Sragen serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UniversitasMuhammadiyah Surakarta serta Kementerian Risktekdikti atas dukungan dan bantuan yangdiberikan untuk pelaksanaan kegiatan ini.
Daftar Pustaka
Brida, J. G., Moreno-Izquierdo, L., & Zapata-Aguirre, S. (2016). Customer perception of servicequality: The role of Information and Communication Technologies (ICTs) at airportfunctional areas. Tourism Management Perspectives, 20, 209-216.doi:10.1016/j.tmp.2016.09.003
Sorkun, M. F. (2018). How Do Social Norms Influence Recycling Behavior In A CollectivisticSociety? A Case Study From Turkey. Waste Management, 80 359–370.doi:10.1016/j.wasman.2018.09.026
Xiao, S., Donga, H., Genga, Y., & Brander, M. (2018). An Overview Of China’s Recyclable WasteRecycling And Recommendations For Integrated Solutions. Resources, Conservation &Recycling, 134, 112-120. doi:10.1016/j.resconrec.2018.02.032
Zhao, Q., Chen, C.-D., & Wang, J.-L. (2016). The effects of psychological ownership and TAM onsocial media loyalty: An integrated model. Telematics and Informatics, 33(4), 959-972.doi:10.1016/j.tele.2016.02.007
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
336
PENGARUH ANEMIA, STATUS GIZI, DIABETES MELITUS, DAN HIPERTENSITERHADAP KELELAHAN KERJA
Noor Dhian M1 dan Wiyadi2
Prodi Magister Manajemen, Universitas Muhammadiyah SurakartaEmail: [email protected]
Hari WujosoRSDM/FK Universitas Sebelas Maret
Email: [email protected]
ChuzaimahUniversitas Muhammadiyah Surakarta
Email:[email protected]
Abstract
Every activity has the potential for fatigue. Many factors play a role in the occurrenceof fatigue, physical factors, psychological factors, and social factors. Fatigue is acommon phenomenon that occurs anywhere, anytime, and anyone. This problem offatigue is a national and worldwide. This study aims to test the hypothesis of theinfluence of anemia, nutritional status, diabetes mellitus, and hypertension on workfatigue. This study subjects were all first level health care provider (clinic) employeeswho partnered with BPJS in Grogol sub-district, Sukoharjo regency, Central Java in2019. This type of research was quantitative, cross sectional approach. This researchused a census sample of 29 respondents. Fatigue is measured using the KAUPK2.Whereas anemia, nutritional status, diabetes mellitus, and hypertension useexamination. The analysis uses the Multiple Linear Regression. There was an effect ofanemia, nutritional status, diabetes mellitus, and hypertension on work fatigue withsignificance. The higher nutritional status, diabetes mellitus, and hypertension, thehigher the fatigue of work. The lower anemia, the higher the work fatigue. The resultsas input to stakeholders about the influence of anemia, nutritional status, diabetesmellitus, and hypertension on work fatigue.
Keywords: fatigue work, anemia, nutritional status, diabetes mellitus, andhypertension
1. Pendahuluan
Pada dasarnya manusia bisa berperan dalam berbagai hal, yaitu sebagai makhluk biologis
yang harus bekerja, sebagai makhluk sosial yang mengadakan penyesuaian sosial dan menempatkan
bekerja sebagai suatu keharusan bagi setiap individu, serta sebagai makhluk ber-Tuhan yang
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
337
berpendapat bahwa bekerja secara baik adalah suatu pengabdian yang mulia bagi Tuhan Yang
Maha Esa. Semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia dengan menggunakan kontraksi otot,
gerakan fisik, pikiran, dan perasaan menandakan bahwa manusia tersebut telah melakukan suatu
pekerjaan dan hal ini berpotensi menimbulkan rasa lelah (Grandjean dan Kogi dalam Maurits,
2013). Perasaan lelah atau kelelahan dipahami sebagai suatu perasaan lelah dan adanya penurunan
kesiagaan (Maurits, 2013). Secara fisiologis, perasaan lelah akan dialami oleh siapa saja, pria
maupun wanita, anak-anak, tua maupun muda, kapan saja, di mana saja baik di Negara
berkembang, Negara maju, maupun Negara terbelakang. Oleh karena itu, perasaan lelah atau
kelelahan menjadi masalah yang mendunia (levy dalam Maurits, 2013). Kelelahan bisa berupa
kelelahan otot atau fisik bisa berupa kelelahan mental atau psikis dan bisa juga berupa kelelahan
sosial (Soedirman dan Suma’mur, 2014). Latar belakang faktor psikososial tersebut sangat
berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja (Yoshitake dalam Maurits, 2013). Pada saat otot
berkontraksi, akan menghasilkan asam laktat yang terakumulasi di dalam otot dan menyebabkan
sakit pada otot (Murray et al, 2009). Kelelahan otot terjadi karena adanya kekurangan oksigen dan
adanya penimbunan hasil metabolik otot yang berupa asam laktat dan C02, yang tidak masuk
kedalam aliran darah (Guyton, 2008). Dari sudut neurologi, bila pengaruh sistem inhibisi lebih kuat
maka tubuh mengalami penurunan kesiagaan bereaksi terhadap suatu rangsangan (Mardjono, 2009).
Status gizi, status kesehatan (misalnya mengidap suatu penyakit, anemia, diabetes mellitus
(DM), dan hipertensi (HT)), lingkungan kerja, manajemen, status kejiwaan, sosial ekonomi, jarak
tempat kerja dengan tempat tinggal dan faktor lainnya juga berperan dalam proses terjadinya
kelelahan kerja. Penyebab kecelakaan kerja bersumber pada faktor manusia. Kelelahan kerja
cenderung meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja (Suma’mur, 2014). Kelelahan kerja terbukti
memberi kontribusi lebih dari 50% dalam kejadian kecelakaan kerja. Di Indonesia, faktor dominan
kecelakaan kerja adalah kelelahan kerja. Maurits menunjukkan data-data bahwa >60% pekerja yang
datang berobat ke poliklinik perusahaan mengeluh adanya perasaan kelelahan kerja. Di dalam
penelitiannya,didapatkan hasil bahwa ada hubungan bermakna antara kelelahan kerja dengan
tingkat produktivitas pekerja (Maurits, 2013). Di sektor jasa pelayanan kesehatan, performa yang
menurun dapat disebabkan oleh kelelahan kerja yang berupa penurunan kesiagaan, penurunan
perhatian, kurang inisiatif, kurang tenaga (tidak enerjik), hambatan dalam berpikir, dan hambatan
dalam persepsi (Grandjean dalam Maurits, 2013). Hal ini dapat menurunkan kualitas pelayanan
(Cameron dalam Maurits, 2013). Serta dapat menurunkan kepuasan pelanggan terhadap jasa
pelayanan yang diterimanya yang pada akhirnya dapat menurunkan kepercayaan pelanggan dalam
hal ini pasien terhadap institusi (Wijono, 2013).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
338
Anemia secara fungsional merupakan penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak
dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup kejaringan perifer.
Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di
daerah tropik. Penderita anemia laki-laki dewasa di Negara berkembang sebesar 26% dan wanita
dewasa 59%. Dengan adanya penurunan jumlah sel darah merah yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen, maka suplai oksigen juga akan menurun. Akibatnya organ tubuh kekurangan
oksigen yang mengganggu proses metabolisme sehingga otot dan jaringan mengalami kelelahan
(Bakta, 2009). Studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status anemia dengan kelelahan
kerja karyawan. Tanda-tanda anemia yang sering dialami ialah mudah merasa lelah, kadang pusing,
dan mudah mengantuk. Asupan gizi karyawan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan beban kerja
serta jarangnya karyawan sarapan sebelum melakukan aktivitas juga menjadi pemicu terjadinya
anemia (Juliana et al, 2018).
Status gizi ialah pemenuhan zat gizi untuk mendapatkan tingkat kesehatan gizi yang
optimal (eunutrisional state). Penilaian status gizi yang menggunakan antropometri yaitu dengan
menggunakan tinggi badan dan berat badan untuk menentukan status gizi. Dalam kondisi
eunutrisional state, jaringan tubuh jenuh oleh zat gizi (Sediaoetama, 2008). Tubuh terbebas dari
penyakit gizi dan mempunyai daya kerja dan efisiensi serta daya tahan tubuh yang optimal(Barasi,
2009). Studi yang dilakukan pada tahun 2017, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status
gizi dengan kelelahan kerja (Suryaningtyas, et al; Triana et al, 2017). Hasil penelitian yang
dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan makanan dan
kuantitas gizi dengan kelelahan kerja (Shirono et all, 2004). Selain itu, studi juga menunjukkan
bahwa penyakit kronik dan perilaku kesehatan yang buruk (merokok dan overweight)memiliki
hubungan signifikan dengan kelelahan (Rose at al, 2017). Sebuah studi menunjukkan bahwa
semakin tinggi BMI (Body Mass Index)maka semakin tinggi tingkat kelelahan kerjanya (Sari et al,
2017).
Peningkatan pendapaan per kapita dan perubahan gaya hidup menyebabkan peningkatan
prevalensi penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes melitus. Di negara-negara
berkembang yang laju pertumbuhan ekonominya sangat menonjol, misalnya Singapura, prevalensi
DM sangat meningkat dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Faktor lingkungan terutama
peningkatan kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan prevalensi DM. Hal ini dikarenakan
pola makan yang salah dan gaya hidup malas atau kurang olahraga. Selain itu, faktor stress berperan
penting atas terjadinya DM. Penelitian oleh Litbang-Depkes yang dikeluarkan Desember 2008
menunjukkan bahwa prevalensi DM 5,7% (1,5% terdiri dari pasien DM yang sudah terdiagnosis
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
339
dan sisanya 4,2% baru ketahuan DM saat penelitian) (Suyono, 2009). Sedang pada hipertensi,
masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal misalnya banyaknya penderita HT yang belum
mendapat pengobatan, atau mungkin sudah diobati tapi belum mencapai target, atau bahkan ada
penyakit penyerta lainnya. Perlu diketahui bahwa kesehatan merupakan faktor yang sangat penting
untuk terjadinya kelelahan dan bagi tenaga kerja selaku sumber daya manusia (Suma’mur, 2014).
Keadaan ini tentunya harus diantisipasi oleh pembuat kebijakan agar menentukan rencana jangka
panjang kebijakan pelayanan kesehatan.
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi gula darah (Purnamasari,
2009). Penyakit diabetes melitus disebabkan oleh karena adanya peningkatan kada gula darah
akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Sebagai responnya, tubuh akan
mengeluarkan hormon-hormon seperti epinefrin/norepinefrin, glukagon, dan kortisol yang dapat
meningkatkan kadar glukosa darah. Peningkatan yang berlangsung lama ini akan menyebabkan
peningkatan stress oksidatif yang mengakibatkan peningkatan apoptosis sel beta panckreas yang
berakibat penurunan hormon insulin. Penurunan hormon insulin tersebut menyebabkan glukosa
tidak dapat dimetabolisme dengan baik. Tidak dibakarnya glukosa ini menyebabkan glukosa darah
meningkat sedangkan otot dan jaringan tidak mendapat tenaga. Meskipun setiap hari makan,
pembentukan glikogen tidak terjadi, sehingga orang yang mengalaminya akan mudah mengeluh
lelah, (Suyono, 2009).
Hipertensi (HT) merupakan penyakit multifaktorial yang timbul akibat interaksi antar faktor
risiko, misalnya stress, obesitas, genetik, merokok, gangguan sistem saraf, serta asupan garam yang
berlebih. Hipertensi tersebut dikenal dengan istilah hipertensi sekunder. Hipertensi yang belum
diketahui penyebabnya disebut dengan HT esensial (HT primer), dimana HT esensial ini merupakan
95% dari seluruh kasus HT. Hipertensi didefinisikan dengan adanya tekanan darah sistolik lebih
dari 120 mmHg atau diastolik lebih dari 90 mmHg. Dampak penikatan tekanan darah yang tidak
terkontrol, dapat memunculkan komplikasi di berbagai organ tubuh. Komplikasi tersebut dapat
mengakibatkan munculnya kelelahan dan karyawan yang mengalami stress secara berkelanjutan
akan menyebabkan terjadinya hipertensi (Yogiantoro, 2009). Studi menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara gaya hidup, aspek kesehatan (gangguan tekanan darah), dan kondisi kerja dengan
kelelahan (Masson et al, 2015)
Di dalam modul HIPERKES yang diterbitkan tahun 2015 oleh Balai HIPERKES
Yogyakarta, berbagai masalah atau aspek ketenagakerjaan yang sering dijumpai akan selalu
mengandung faktor psikologi kerja yang nyata terutama hal-hal yang menyangkut kesejahteraan
tenagakerja, yaitu pengupahan, kondisi dan syarat kerja, hubungan kerja, kesehatan dan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
340
keselamatan kerja serta jaminan sosial. Gambaran kelelahan kerja di suatu instusi merupakan
refleksi kompleksitas problem yang ada di institusi tersebut (chavalitsakulchai dan shahvanaz dalam
Maurits, 2013). Permasalahan di dalam institusi bisa disebabkan oleh masalah sarana prasarana
yang kurang mencukupi dan memadai, hubungan antar personal yang buruk, gaji yang kurang,
masalah manajemen, kondisi kesehatan tenaga kerja, dan sebagainya. Kondisi kesehatan yang baik
merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik pula. Tenaga kerja yang sakit atau
mengalami gangguan kesehatan yang menurun dalam kemampuan bekerja fisik, berfikir, atau
melaksanakan pekerjaan sosial-kemasyarakatan sehingga hasil kerjanya berkurang (Work safety &
Health Council Singapore dalam Maurits, 2013).Selain itu dapat melemahkan ketajaman berfikir
untuk mengambil keputusan yang cepat dan tepat (Suma’mur, 2014). Sedangkan permasalahan dari
luar institusi bisa disebabkan misalnya oleh jarak kerja yang jauh dari tempat tinggal, problem
pribadi karyawan, dan sebagainya (Maurits, 2013). Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
untuk menjangkau seluruh warga Negara Indonesia bisa diprediksi akan menaikkan jumlah fasilitas
kesehatan primer (klinik pratama). Kesiapan fasilitas kesehatan primer dalam segala hal, baik dari
segi SDM, sarana prasarana, manajerial, dan sebagianya perlu ditingkatkan dan disiapkan.
Kompleksitas permasalahan baik dari dalam maupun luar institusi merupakan stressor
biopsikososial (Hawari, 2006). Klinik pratama merupakan kontak pertama pelayanan berkelanjutan,
pelayanan paripurna, dan koordinasi pelayanan. Pelayanan primer ini menjadi ujung tombak
pelayanan kesehatan di Indonesia. Klinik pratama di kecamatan Grogol memiliki letak yang
strategis karena dikelilingi oleh beberapa pabrik industri. Dimana, karyawan pabrik-pabrik tersebut
akan mendapatkan pelayanan kesehatan primer di klinik pratama terdekat. Berdasarkan latar
belakang tersebut di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Anemia, Status Gizi, Diabetes Melitus, dan Hipertensi Terhadap Kelelahan Kerja”.
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional. Ditinjau dari tingkat eksplanasi, penelitian ini merupakan penelitian asosiatif dengan
bentuk hubungan kausal (Sugiyono, 2012). Dalam penelitian ini populasinya ialah semua karyawan
klinik pratama yang bermitra dengan BPJS Kesehatan di kecamatan Grogol kabupaten Sukoharjo,
Jawa Tengah. Jika jumlah populasinya kurang dari 100 orang, maka jumlah sampelnya diambil
secara keseluruhan, tetapi jika populasinya lebih besar dari 100 orang, maka bisa diambil 10-15%
atau 20-25% dari jumlah populasinya (Arikunto, 2009). Sampel yang digunakan pada penelitian ini
sebanyak 29 karyawan klinik pratama di kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
341
dengan menggunakan sampel jenuh. Penelitian ini menggunakan analisis Regresi Linear Berganda
untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen yang diteliti terhadap variabel dependen.
Pada penelitian ini, variabel dependen kelelahan kerja menggunakan instrumenkuesioner
KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) yang selanjutnya diuji validitas dan
reliabilitasnya. Untuk variabel independen anemia digunakan pengukuran kadar Hemoglobin (Hb)
dengan alat Easytouch GCHb. Pengukuran berat badan dan tinggi badan akan dirumuskan sesuai
rumus BMI (Body Mass Index) untuk menentukan status gizi responden. Sedangkan untuk diabetes
mellitus menggunakan alat Easytouch GCHb untuk mengetahui kadar gula darah sewaktu
responden. Serta pengukuran tekanan darah dengan alat sphygmomanometer untuk mengetahui
status hipertensi responden. Data primer yang diperoleh kemudian diolah menggunakan analisis
Regresi Linear Berganda.
3. Hasil dan Pembahasan3.1 Deskripsi Responden
Tabel 1. Karakteristik RespondenNo Karakteristik Responden Keterangan Jumlah Prosentase
1 Usia 15-25
26-35
36-45
46-55
56-65
12
11
3
2
1
41,4 %
37,9 %
10,3 %
6,9 %
3,4 %
2 Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
6
23
20,7 %
79,3 %
3 Profesi Dokter
Perawat
Bidan
Rekam Medis
Farmasi
Karyawan non nakes
4
9
1
2
5
8
13,8 %
31 %
3,4 %
6,9 %
17,2 %
27,6 %
4 Shift Kerja Pagi
Siang
15
14
51,7 %
48,3 %
Sumber data primer 2019, diolah
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
342
Jumlah sampel jenuh yang didapat ialah 29 karyawan, yang berasal dari Klinik Asty
sebanyak 13 karyawan, Klinik Teduh sebanyak 10 karyawan, dan Klinik Mitra Medika sebanyak
6 karyawan. Sedang Klinik Ngudi Sehat tidak bersedia untuk dilakukan penelitian. Seluruh
responden tersebut dikarakteristikan berdasarkan shift kerja saat dilakukannya penelitian, usia,
jenis kelamin, dan profesinya. Sebesar 79,3% (n=23) responden ialah wanita dan 20,7% (n=6)
laki-laki. Responden yang berusia dibawah 35 tahun sebesar 23 karyawan (79,3%). Profesi
perawat menjadi responden terbanyak pada penelitian ini yaitu sebanyak 9 karyawan (31%). Dan
sebesar 51,7% (n=15) responden bekerja pada shift pagi saat dilakukan penelitian, dan sisanya
48,3% (n=14) bekerja pada shift siang.
3.2 Hasil Pemeriksaan
3.2.1 Kelelahan Kerja
Dari hasil pemeriksaan kelelahan kerja didapatkan bahwa semua responden mengalami
kelelahan kerja, dimana sebesar 27,59% (n=8) mengalami kelelahan ringan sekali, 34,48%
(n=10) mengalami kelelahan ringan, dan 37,93% (n=11) mengalami kelelahan sedang.
Tabel2. Hasil Pemeriksaan Kelelahan Kerja
No Kategori Kelelahan Kerja Skor Kelelahan Kerja Jumlah Prosentase (%)
1 Tidak lelah 1-17 0 0
2 Lelah ringan sekali 18-34 8 27,59
3 Lelah ringan 35-51 10 34,48
4 Lelah sedang 52-68 11 37,93
5 Lelah berat 69-85 0 0
6 Lelah berat sekali 86-102 0 0
Sumber data primer 2019, diolah
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
343
3.2.2 AnemiaTabel 3. Hasil Pemeriksaan Anemia
No Status Jenis Kelamin Kategori Hb Jumlah Prosentase (%)
1 Tidak anemia Laki-laki ≥ 13 mg/dl 2 6,90
Perempuan ≥ 12 mg/dl 16 55,17
2 Anemia ringan Laki-laki 11 -12,9 mg/dl 4 13,79
Perempuan 11 – 11,9 mg/dl 3 10,35
3 Anemia sedang Laki-laki 8 – 10,9 mg/dl 0 0
Perempuan 8 - 10,9 mg/dl 4 13,79
4 Anemia berat Laki-laki < 8 mg/dl 0 0
Perempuan < 8 mg/dl 0 0
Sumber data primer 2019, diolah
Dari hasil pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) didapatkan bahwa laki-laki yang tidak
menderita anemia sebanyak 2 responden (6,90%) dan anemia ringan 13,79% (n=4). Sedang pada
karyawan perempuan, yang tidak menderita anemia sebanyak 16 responden (55,17%), 3
responden (10,35%) anemia ringan, dan 4 responden (13,79%) menderita anemia sedang.
3.2.3. Status GiziTabel 4. Hasil Pemeriksaan Status Gizi
No Klasifikasi BMI Status Gizi Jumlah Prosentase (%)
1 ≥ 25 kg/m2 Gizi lebih 9 31,04
2 18,5 – 24,9 kg/m2 Gizi normal 20 68,96
3 < 18,5 kg/m2 Gizi kurang 0 0
Sumber data primer 2019, diolah
Dari hasil pemeriksaan status gizi didapatkan bahwa sebanyak 9 responden (31,04%)
gizinya berlebih sedang sisanya 68,96% (n=20) gizinya normal.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
344
3.2.4. Diabetes MelitusTabel 5. Hasil Pemeriksaan Diabetes Melitus
No Kategori Kadar Gula darah Sewaktu Status Jumlah Prosentase (%)
1 < 140 mg/dl Normal 26 89,66
2 140 – 199 mg/dl Toleransi gula
darah sewaktu
0 0
3 ≥ 200 mg/dl Diabetes melitus 3 10,34
Sumber data primer 2019, diolah
Dari hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu didapatkan bahwa 3 responden (10,34%)
menderita diabetes mellitus dan sisanya 89,66% (n=26) memiliki kadar gula darah sewaktu yang
normal.
3.2.5. HipertensiTabel 6. Hasil Pemeriksaan Hipertensi
No Tekanan Darah Diastole Status Jumlah Prosentase (%)
1 < 80 mmHg Normal 17 58,62
2 80 - 89 mmHg Prehipertensi 6 20,69
3 90 – 99 mmHg Hipertensi derajat I 5 17,24
4 ≥ 100 mmHg Hipertensi derajat II 1 3,45
Sumber data primer 2019, diolah
Dari hasil pemeriksaan tekanan darah didapatkan bahwa 17 responden (58,62%) memiliki
tekanan darah yang normal, 6 responden (20,69%) prehipertensi, 5 responden (17,24%)
menderita hipertensi stage I, dan sisanya 1 responden (3,45%0 menderita hipertensi stage II.
Dari keempat variabel independen yang diteliti, responden yang menderita hipertensi
sebanyak 6 orang (Tabel 6), yang menderita gizi lebih sebanyak 9 orang (Tabel 4), menderita
diabetes melitus sebanyak 3 orang (Tabel 5), dan 11 responden yang menderita anemia (Tabel
3). Responden yang mengalami anemia, sebagian besar ialah wanita (n=7) dimana setiap
bulannya mengalami siklus menstruasi. Responden yang menderita hipertensi terdapat 6 orang
dari total responden (29), hal ini dikarenakan usia responden sebagian besar dibawah 35 tahun
(n= 23). Beban kerja jantung sebagai pompa aliran darah tidak terlalu besar dan kemungkinan
kecil adanya kelainan jantung. Selain itu, fungsi pankreas untuk menghasilkan insulin relatif
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
345
masih bagus mengingat usia responden yang sebagian besar muda. Sehingga yang menderita gizi
lebih dan diabetes mellitus sedikit.
3.3 Uji Validitas dan Relaibilitas Instrumen
Tabel 7. Hasil Uji Validitas KAUPK2
Nomor Soal Nilai R hitung Signifikansi Validitas
1 0,451 0,014 Valid
2 0,554 0,002 Valid
3 0,507 0,005 Valid
4 0,611 0,000 Valid
5 0,644 0,000 Valid
6 0,718 0,000 Valid
7 0,629 0,000 Valid
8 0,573 0,001 Valid
9 0,562 0,002 Valid
10 0,431 0,020 Valid
11 0,786 0,000 Valid
12 0,698 0,000 Valid
13 0,568 0,001 Valid
14 0,391 0,036 Valid
15 0,800 0,000 Valid
16 0,755 0,000 Valid
17 0,601 0,001 Valid
Sumber data primer 2019, diolah
Nilai R tabel untuk jumlah responden 29 dengan signifikansi 0,05 didapatkan sebesar
0,3673. Hasil nilai R hitung yang didapatkan mulai dari soal nomor 1-17, lebih besar dari nilai R
tabelnya. Signifikansinya tidak ada yang melebihi 0,005. Sehingga, instrumen kuesioner
kelelahan kerja KAUPK2 dikatakan valid untuk semua item pertanyaannya.
Nilai Alpha Cronbach sebesar 0,893, dimana lebih besar sama dengan dari 0,6. Sehingga,
instrumen kuesioner kelelahan KAUPK2 dikatakan reliabel (Sumber data primer 2019,
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
346
diolah).Sehingga instrumen kuesioner kelelahan kerja yang digunakan dalam penelitian
ini menunjukkan hasil yang sesuai dengan kenyataannya serta konsisten untuk
respondennya.
3.4 Uji Asumsi Klasik
3.4.1. Normalitas
Uji Jarque Bera yang didapat melalui hasil penghitungan dengan menggunakan rumus,
sebagai berikut:
JB = n
Hasil pengolahan data menggunakan SPSS didapatkan nilai S yang merupakan skewness
sebesar -0,747 dan K (kurtosis) sebesar 0,562. Setelah dimasukkan kedalam rumus diatas, maka
didapatkan nilai JB sebesar 9,80. Dan tabel chi square (dengan nilai α 0,05) sebesar 41,34.
Melihat hasil JB hitung yang lebih besar dari nilai tabel chi square, maka dapat dikatakan bahwa
data berdistribusi normal.
3.4.2. Multikolinearitas
Tabel 8. Hasil Olah Data Mutikolinearitas
Variabel Toleransi VIF
Status Gizi 0,882 1,134
Hipertensi 0,969 1,032
Anemia 0,866 1,155
Diabetes Melitus 0,946 1,057
Dari tabel diatas, didapatkan bahwa nilai toleransi untuk semua variabel lebih besar dari
0,1 dan nilai VIF kurang dari 10. Hasil ini menandakan bahwa data yang diperoleh tidak terjadi
multikolinearitas.
3.4.3. Heteroskesdasitas
Gambaran sebaran data pada hasil scatterplot yang didapat merata. Seperti pada gambar
berikut :
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
347
Pada saat mengestimasi suatu model dengan sejumlah data pada analisis regresi sering
muncul beberapa masalah seperti normalitas, heteroskesdasitas, dan multikolinearitas maka
model perlu diuji terlebih dahulu dengan uji asumsi klasik agar model lolos dari semua masalah
itu. Hasil pengolahan data asumsi klasik menggunakan SPSS didapatkan bahwa data memiliki
sebaran yang normal, tidak terjadi multikolinearitas, dan heteroskesdasitas meskipun jumlah
sampel penelitian sebanyak 29 responden.
3.5 Uji Regresi Linear BergandaTabel 9. Hasil Olah Data Regresi Linear Berganda
Keterangan Koefisien Nilai t hitung Signifikansi
Konstanta 23,514 0,952 0,351
Anemia -7,281 -4.510 0,000
Status gizi 2,598 4,177 0,000
DM 0,077 2,977 0,007
HT 0,490 2,573 0,017
Adj. R2 0,526
F 8,783 Sig 0,000
Sumber data primer 2019, diolah
Penelitian ini memiliki 4 variabel independen, sehingga untuk menentukan uji R2 melihat
pada nilai adjusted R square. Nilai adjusted R square yang didapat sebesar 0,526. Nilai F tabel
untuk 4 variabel independen dengan 29 responden yaitu sebesar 2,76. Nilai F hitung yang
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
348
didapatkan dari hasil ANOVA sebesar 8,783 dan signifikansinya 0,000. Nilai t tabel untuk alpha
0,05 dengan 29 responden sebesar 2,064. Nilai t hitung yang didapatkan sebesar -4,510 untuk
variabel anemia; 4,177 untuk variabel status gizi; 2,977 untuk variabel diabetes mellitus; dan 2,573
untuk variabel hipertensi. Signifikansi untuk masing-masing variabel secara berurutan yaitu 0,000;
0,000; 0,007; dan 0,017. Sehingga, didapatkan persamaan Regresi Linear Berganda sebagai berikut:
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Y = 23,514 + (-7,281) X1 + 2,598 X2 + 0,077 X3 + 0,490 X4 + e
Keterangan:
Y : kelelahan kerja
a : konstanta
b1X1 : koefisien regresi anemia
b2X2 : koefisien regresi status gizi
b3X3 : koefisien regresi diabetes melitus
b4X4 : koefisien regresi hipertensi
e : error (variabel luar yang ikut berpengaruh, missal usia, jenis kelamin, beban kerja,
dll)
Dari hasil analisis Regresi Linear Berganda di atas, dapat diketahui bahwa nilai adjusted R
square yang didapat dari hasil olah data SPSS sebesar 0,526. Artinya bahwa, variasi perubahan
pada kelelahan kerja karyawan dapat dijelaskan oleh 4 variabel independen yang diteliti, yaitu
status gizi, anemia, hipertensi, dan diabetes melitus sebesar 52,6%. Sedangkan sisanya sebesar
47,4% dapat dijelaskan oleh variabel di luar model. H
Hasil nilai F hitung yang diperoleh dari hasil olah data SPSS, memiliki angka yang lebih
besar dari nilai F tabelnya (2,76) serta signifikansinya kurang dari 0,005 maka semua variabel
independen yang diteliti (status gizi, anemia, hipertensi, dan diabetes melitus) secara bersamaan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel kelelahan kerja serta model yang digunakan
tepat.
Hasil nilai t hitung untuk variabel status gizi (4,177), variabel hipertensi (2,573), variabel
anemia (-4,510), dan variabel diabetes mellitus (2,977) memiliki angka yang lebih besar daripada
nilai t tabelnya (2,064). Signifikansi untuk masing-masing variabel secara berurutan yaitu 0,000;
0,017; 0,000; dan 0,007 memiliki angka yang lebih kecil daripada milai alphanya (0,05). Sehingga,
secara parsial masing-masing variabel independen yang diteliti (status gizi, anemia, hipertensi, dan
diabetes melitus) memiliki pengaruh signifikan terhadap kelelahan kerja pada nilai α=0,05. Tanda
negatif pada nilai t hitung anemia (-4,510) memiliki arti pengaruh negatif, yaitu semakin rendah
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
349
anemianya (kadar Hemoglobinnya) maka semakin tinggi kelelahan kerjanya. Dari hasil regresi
linear berganda, didapatkan bahwa variabel anemia yang paling berpengaruh terhadap terjadinya
kelelahan kerja daripada variabel lainnya yang diteliti (t= -4,510). Hal ini berhubungan dengan
adanya jumlah karyawan klinik yang sebagian besar ialah wanita, yang setiap bulannya mengalami
fase menstruasi.
Dari hasil persamaan Regresi Linear Berganda di atas, dapat dijelaskan bahwa setiap
penurunan kadar Hb sebesar 1 mg/dL akan menaikkan persepsi kelelahan kerja sebesar 7,281.
Setiap kenaikan BMI sebesar 1 kg/m2 akan menaikkan persepsi kelelahan kerja sebesar 2,598.
Setiap kenaikan kadar gula darah sebesar 1 mg/dL akan menaikan persepsi kelelahan kerja sebesar
0,077. Dan setiap kenaikan tekanan darah sebesar 1 mmHg akan menaikan persepsi kelelahan kerja
sebesar 0,490.
4. Penutup
Kesimpulan
Semua responden yang diteliti mengalami kelelahan kerja. Instrumen kuesioner yang
digunakan pada penelitian ini (KAUPK2) dapat dikatakan valid dan reliable. Data yang diperoleh
memiliki sebaran distribusi yang normal. Terbukti bahwa terdapat pengaruh signifikan anemia,
status gizi, diabetes melitus, dan hipertensi terhadap kelelahan kerja.
Saran
Untuk penelitian yang akan datang agar dapat meneliti variabel independen yang lainnya.
Hal ini disebabkan oleh variabel penyebab kelelahan kerja yang masih banyak yang belum dapat
diteliti oleh peneliti pada penelitian ini. Serta jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian
berikutnya dapat diperbanyak. Untuk bagian manajemen klinik pratama, agar dapat melakukan
perbaikan manajemen untuk mengatasi masalah kesehatan yang dialami oleh karyawannya. Dapat
dilakukan dengan cara mengadakan medical check-up secara berkala. Pemberian obat tambah darah
bagi karyawan yang mengalami anemia serta pengadaan kegiatan olahraga rutin untuk karyawan
yang memiliki BMI/gizi lebih untuk menurunkan terjadinya kelelahan kerja.
Daftar PustakaArikunto, S. (2009). Metodelogi Penelitian (edisi revisi). Yogyakarta: Bina AksaraBakta, I.M. (2009). Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. Di Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam Jilid
II (edisi V). (hal 1109-1111). Jakarta: Interna Publishing.Barasi, M.E. (2009). At A Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
350
Cameron, C. (1973). A Theory of Fatigue. Di Selintas Tentang Kelelahan Kerja (cetakan keempat).Ergonomics (vol 16 No 5:633-648). Yogyakarta: Amara Books.
Chavalitsakulchai, P dan Shahnavaz, H. (1991). Musculoskeletal Discomfort and Feeling ofFatigue Among Female Professional Worker. Di Selintas Tentang Kelelahan Kerja (cetakankeempat). The Need for Ergonomics Consideration (J.Human Ergol, 20: 257-264).Yogyakarta: Amara Books.
Guyton, A.C dan Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. edisi sebelas, Jakarta: EGC.Grandjean, W. (1995). Fitting the Task to the man. Di Selintas Tentang Kelelahan Kerja (cetakan
keempat). A Text Book of OccupationalnErgonomic 4th ed.Yogyakarta: Amara Books.Grandjean, E dan Kogi, K. (1971). Introductory Remarks. Di Selintas Tentang Kelelahan Kerja
(cetakan keempat). Kyoto Symposium on Methodology of Fatigue Assessment. Yogyakarta:Amara Books.
Hawari, D. (2006). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. edisi 2, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Juliana, M., Camelia, A., Rahmiwati A. (2018). Analisis Faktor Risiko Kelelahan Kerja Pada
Karyawan Bagian Produksi PT. Arwana Anugrah Keramik, Tbk. Jurnal Ilmu KesehatanMasyarakat. p-ISSN 2086-6380. e-ISSN 2548-7949. 9(1):53-63.
Levy, B.S. and Wegman, D.H. (1990). Occupational Health, Recognizing and Preventing Work-Related Disease. Di Selintas Tentang Kelelahan Kerja (cetakan keempat). Little, Brown andCompany. Yogyakarta: Amara Books.
Mardjono, M., Sidharta, P. (2009). Neurologi Klinis Dasar. cetakan ke-14, Jakarta: Dian Rakyat.Masson, et al. (2015). Workers of CEASA: Factors associated with Fatigue and Work Ability. Rev
Bras Enferm . 3: 401-7.Maurits, L.S.K. (2013). Selintas Tentang Kelelahan Kerja (cetakan keempat). Yogyakarta: Amara
Books.Modul Pelatihan HIPERKES dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan. 2015. Balai
HIPERKES dan Keselamatan Kerja Daerah Istimewa Yogyakarta.Murray, R.K., Granner, D.K., Rodwell, V.W., 2009. Biokimia Harper. edisi 27 cetakan I, Jakarta:
EGC.Purnamasari, D. (2009). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Di Buku Ajar ilmu Penyakit
Dalam Jilid III (edisi V, hal 1873). Jakarta: Interna Publishing.Rose, et al. (2017). Associations of Fatigue to Work0Related Stress, Mental and Physical Health in
an Employed Community Sample. BMC Psychiatry. 17: 167.Sari,AR dan Muniroh L. (2017). Hubungan Kecukupan Asupan Energi dan Status Gizi Dengan
Tingkat kelelahan Kerja Pekerja Bagian Produksi (Studi di PT Multi Aneka PanganNusantara Surabaya). Amerta Nutr. 275-281.
Sediaoetama, A.D. (2008). Ilmu gizi Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat.Shirono,S.,Iwamoto, M., Harada N. (2004). Fatigue and its Underlying Factors among Elderly
Citrus Farmers in a Rural Area of Japan. Industrial Health. 42: 57-64.Soedirman dan Suma'mur. (2014). Kesehatan Kerja Dalam Perspektif Hiperkes dan Keselamatan
Kerja. Jakarta: Erlangga.Sugiyono. (2012). Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.Suma'mur. (2014). Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (Hiperkes) edisi 2. Jakarta: Sagung
Seto.Suryaningtyas, Y dan Widajati, N. (2017). Iklim Kerja dan Status Gizi Dengan Kelelahan Kerja
Pada pekerja Di Ballast Tank Bagia Reparasi Kapal PT. X Surabaya. Jurnal ManajemenKesehatan Yayasan RS Dr Soetomo. Vol.3 No.1, 99-114.
Suyono, Slamet. (2009). Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes. DiPenatalaksanaan DIabetes Melitus Terpadu. (Bab I hal 3). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
351
Suyono, Slamet. (2009). Patofisiologi Diabetes Melitus. Di Penatalaksanaan DIabetes MelitusTerpadu. (hal 12). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Triana, E., Ekawati., Wahyuni, I. (2017). Hubungan Status Gizi, Lama Tidur, Masa Kerja, DanBeban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Mekanik Di PT X Plant Jakarta. JurnalKesehatan Masyarakat. Vol.5, No.5. ISSN:2356-3346.
Wijono,Djoko. (2013). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan (vol.2). Surabaya: AirlanggaUniversity Press.
Work Safety and Health (WSH) Council Singapore. (2010). Di Selintas Tentang Kelelahan Kerja(cetakan keempat). Yogyakarta: Amara Books.
Yogiantoro, M. (2009). Hipertensi Esensial. Di Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. (edisi V,hal 11079). Jakarta: Interna Publishing.
Yoshitake, H. (1971). Relation Between the Symptom and The Feeling of Fatigue. Di SelintasTentang Kelelahan Kerja (cetakan keempat). Kyoto Symposium on Methodology of FatigueAssessment. Yogyakarta: Amara Books.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
352
PENGARUH KOMITE AUDIT, PROPORSIKEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROFITABILITAS
DAN KOMPENSASI RUGI FISKAL TERHADAPPENGHINDARAN PAJAK
Mutiah Munawaroh1 dan Shinta Permata Sari2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah SurakartaJalan A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Kartasura, Surakarta-57102, Jawa Tengah
Telp. (0271) 717417 ext. 3228Email: [email protected] 1
AbstractTax avoidance is one of the company’s efforts to minimize or avoid the tax burdenowed for obtaining the maximum profits. This study aims to provide a clearempirical’s evidence about the affect of audit committee, proportion of institutionalownership, profitability and fiscal loss compensation to tax avoidance. The populationin this study is manufacturing company listed on the Indonesia Stock Exchange in2014 to 2017. The selection of samples using the purposive sampling method,specified companies listed at food and beverage sub industrial classification in 2014to 2017. The sample is obtained 13 listed companies with 47 samples and 4 years ofobservation. Data is tested using multiple linear regression methods. The results showthat audit committee and fiscal loss compensation have affect tax avoidance,meanwhile the proportion of institutional ownership and profitability have no affect totax avoidance.
Keywords: tax avoidance, audit committee, the proportion of institutional ownership,profitability, fiscal loss compensation.
1. Pendahuluan
Optimalisasi pendapatan negara sangat penting dalam menunjang pembiayaan
pemerintahan dan pembangunan nasional. Salah satu sumber pendapatan negara dari dalam
negeri yang terbesar ada pada pendapatan penerimaan pajak. Terbukti dari data Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2018, kontribusi penerimaan perpajakan adalah
sebesar Rp1.618,1 triliun dari jumlah total pendapatan negara yang berjumlah Rp1.894,7 triliun
atau sekitar 85,40% pendapatan negara berasal dari penerimaan pajak.
† : Corresponding Author
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
353
Dalam era pemerintahan saat ini dengan Kabinet Kerja, orientasi pemerintah sedang
ditujukan pada pembangunan infrastruktur negara secara besar-besaran. Pembangunan negara
yang dilakukan ini membutuhkan dana pembangunan yang tidak sedikit dan terus meningkat
karena setiap tahun pemerintah berusaha untuk memaksimalkan dana pembangunan untuk
memenuhi kepentingan rakyatnya, sehingga pemerintah terus menggalakkan pendapatan negara
terutama yang bersumber dari perpajakan. Semakin tinggi tingkat penerimaan pajak maka
semakin tinggi kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan dan sebaliknya jika
semakin kecil penerimaan pajak maka semakin rendah kemampuan negara dalam hal
mewujudkan pembangunan negara (Simanjuntak et al., 2012).
Tujuan pemerintah untuk memaksimalkan penerimaan sektor pajak bertentangan dengan
tujuan perusahaan selaku wajib pajak. Perusahaan beranggapan bahwa pajak dianggap sebagai
beban perusahaan yang dapat mengurangi pendapatan. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan
kepentingan antara fiskus (aparatur pajak) dengan pihak perusahaan, sehingga membuat wajib
pajak melakukan berbagai usaha untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada
negara. Salah satu usaha perusahaan untuk meminimalkan beban pajak yaitu dengan
melakukan tindakan penghindaran pajak (tax avoidance). Penghindaran pajak sering dilakukan
oleh perusahaan dan tidak sedikit perusahaan yang melakukan penghindaran pajak. Bagi
perusahaan, pajak merupakan beban yang dapat mengurangi pendapatan laba bersih, dan sudah
menjadi rahasia umum jika perusahaan selalu menginginkan pembayaran pajak seminimal
mungkin (Kurniasih et al., 2013; Rinaldi et al., 2015).
Metode dan teknik yang digunakan untuk melakukan penghindaran pajak adalah dengan
memanfaatkan kelemahan-kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang-undang dan
peraturan perpajakan itu sendiri, untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Indikasi
besarnya tax avoidance dapat dilihat dari perbandingan antara kas yang dikeluarkan untuk biaya
pajak dengan laba sebelum pajak (Cash Effective Rate/CETR). Hal ini dikemukakan oleh Dryeng
et al. (2010) bahwa CETR baik digunakan untuk menggambarkan kegiatan penghindaran pajak
oleh perusahaan karena dengan menggunakan CETR, dapat diketahui cash flow yang digunakan
untuk pembayaran pajak.
Penghindaran pajak dapat dikendalikan dengan adanya komite audit dalam perusahaan.
Komite audit berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah yang
berhubungan dengan kebijakan keuangan dan pengendalian intern (Fadhilah, 2014). Semakin
ketat pengawasan yang dilakukan komite audit pada manajemen perusahaan, maka manajemen
akan menghasilkan informasi yang berkualitas dan kinerja yang efektif (Hanum et al., 2013).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
354
Dengan penggunaan wewenang yang dilakukan dengan tepat, maka komite audit dapat
mencegah segala perilaku atau tindakan yang menyimpang terkait dengan laporan keuangan
perusahaan. Oleh karena itu, adanya komite audit dalam perusahaan dapat meminimalisir
terjadinya praktik tax avoidance.
Pengawasan terhadap praktik penghindaran pajak juga dapat dikendalikan dengan proporsi
kepemilikan institusional. Kepemilikan institusional memperlihatkan adanya kepemilikan yang
bersifat komperatif. Keberadaan kepentingan institusional dalam perusahaan akan mendorong
peningkatan pengawasan agar kinerja manajemen lebih optimal, karena kepemilikan saham
mewakili sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung manajemen atau
sebaliknya (Shafer et al., 2008). Semakin banyak nilai investasi yang diberikan, akan membuat
sistem monitoring dalam organisasi lebih tinggi.
Nilai investasi yang dilakukan oleh investor dipicu oleh profitabilitas perusahaan.
Profitabilitas merupakan gambaran kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Profitabilitas dapat diukur dengan beberapa rasio, salah satunya yaitu return on asset (ROA).
Apabila perusahaan ingin melakukan penghindaran pajak maka perusahaan harus efisien dari
segi beban pendapatan sehingga tidak perlu membayar pajak dalam jumlah besar (Kurniasih et
al., 2013). Tingkat profitabilitas perusahaan berpengaruh negatif dengan tarif pajak efektif
karena semakin efisien perusahaan, maka perusahaan akan membayar pajak yang lebih sedikit
sehingga tarif pajak efektif perusahaan tersebut menjadi lebih rendah (Putri et al., 2017).
Perusahaan tidak selalu mengalami laba, akan tetapi juga mengalami ada kalanya
mengalami kerugian pada tahun-tahun tertentu. Kondisi tersebut memungkinkan perusahaan
untuk tidak melakukan pembayaran pajak. Kompensasi rugi fiskal merupakan proses peralihan
kerugian dari tahun pertama ke tahun berikutnya yang menunjukkan perusahaan yang sedang
merugi tidak akan dibebani pajak. Perusahaan yang telah merugi dalam satu periode akuntansi
diberikan keringanan untuk membayar pajaknya, sehingga kompensasi kerugian fiskal dapat
digunakan perusahaan untuk mengurangi beban pajak tanpa harus melakukan tax avoidance
(Sari, 2014).
Penelitian tentang penghindaran pajak merupakan topik yang menarik ditinjau
perkembangannya, terutama pada perusahaan terbuka dan telah go publik. Dalam praktik tax
avoidance, wajib pajak tidak secara jelas melanggar Undang-Undang atau menafsirkan Undang-
Undang, akan tetapi praktik ini tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Undang-Undang
Perpajakan. Dapat dikatakan jika persoalan penghindaran pajak merupakan persoalan yang rumit
dan unik. Di satu sisi penghindaran pajak diperbolehkan, tapi di sisi yang lain penghindaran
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
355
pajak tidak di inginkan. Penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan tidak terjadi secara
kebetulan, namun telah diatur dalam strategi yang telah ditetapkan (Hanafi et al., 2014). Kondisi
tersebut tentunya akan menjadi preferensi bagi para investor untuk menanamkan modalnya
dalam perusahaan.
2. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis
2.1. Teori Keagenan
Teori keagenan merupakan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai
prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh
pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham (Jensen et al., 1976).
Menurut Suharto (2008), para manajer diberi kekuasaan oleh pemilik perusahaan, yaitu
membuat keputusan. Hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai
teori keagenan (agency theory).
Teori keagenan dapat menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan
akan bertindak, karena pada dasarnya mereka memiliki kepentingan yang berbeda. Konflik ini
terjadi karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Teori
keagenan menyatakan adanya asimetri antara manajer (agent) dan pemegang saham (prinsipal).
Manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan dengan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Demikian juga dengan praktik
penghindaran pajak, manajemen memiliki lebih banyak informasi tentang kondisi keuangan
perusahaan yang sebenarnya.
2.2. Penghindaran Pajak
Penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan efisiensi beban pajak dengan cara
menghindari pengenaan pajak dengan mengarahkannya pada transaksi yang bukan objek pajak
(Pohan, 2013). Hal tersebut menjelaskan bahwa praktik tax avoidance merujuk pada proses
merekayasa usaha dan transaksi wajib pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang
minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Council of Executive Secretaries of
Tax Organization (1991) sebagai bagian dari Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD), memaparkan tiga karakter penghindaran pajak, yaitu: (1) Adanya unsur
artifisial dengan munculnya berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di dalamnya padahal
sebenarnya tidak ada dan dilakukan karena ketiadaan faktor pajak; (2) Memanfaatkan loopholes
dari undang-undang atau menerapkan ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
356
hal tersebut yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undang-undang; (3) Para konsultan
menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran pajak dengan syarat Wajib Pajak
menjaga serahasia mungkin.
2.3. Pengaruh Komite Audit Terhadap Penghindaran Pajak
Komite audit merupakan alat yang efektif untuk melakukan mekanisme pengawasan,
sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas pengungkapan perusahaan.
Anggota komite audit dengan keahlian akuntansi atau keuangan lebih mengerti celah dalam
peraturan perpajakan dalam cara yang dapat menghindari resiko deteksi, sehingga dapat
memberikan saran yang berguna untuk penghindaran pajak (Puspita, 2014). Komite audit
bertugas melakukan kontrol dalam proses penyusunan laporan keuangan perusahaan untuk
menghindari kecurangan pihak manajemen. Berjalannya fungsi komite audit secara efektif
memungkinkan pengendalian pada perusahaan dan laporan keuangan yang lebih baik serta
mendukung good corporate governance (Kurniasih et al., 2013). Hasil penelitian Pohan (2008)
menemukan bahwa jika jumlah komite audit dalam suatu perusahaan tidak sesuai dengan
peraturan BEI yang mengharuskan minimal terdapat tiga orang maka akan meningkatkan
tindakan manajemen melakukan minimalisasi laba untuk kepentingan pajak. Diantari et al.
(2016) juga menyatakan bahwa komite audit yang bertugas untuk melakukan pengawasan dalam
penyusunan laporan keuangan perusahaan dapat mencegah kecurangan pihak manajemen.
Perusahaan yang memiliki komite audit akan lebih bertanggung jawab dan terbuka dalam
menyajikan laporan keuangan, sehingga dapat diketahui bahwa komite audit yang ada pada
perusahaan telah menjalankan tugas dan wewenangnya dalam melakukan pengawasan terhadap
perusahaan. Oleh karena itu, hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H1: Komite audit berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
2.4. Pengaruh Proporsi Kepemilikan Institusional Terhadap Penghindaran Pajak
Perusahaan dengan kepemilikan saham yang lebih besar dimiliki oleh institusi lain maupun
pemerintah, menunjukkan kinerja manajemen yang mampu memperoleh laba yang ditetapkan
dan cenderung diawasi oleh investor tersebut. Kondisi ini mendorong manajemen untuk dapat
meminimalkan nilai pajak yang terutang oleh perusahaan. Kepemilikan institusional berperan
penting dalam mengawasi kinerja manajemen secara optimal, karena dianggap mampu
memonitor setiap keputusan yang diambil oleh para manajer dengan lebih efektif. Hasil
penelitian Fadhilah (2014) menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional maka
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
357
semakin besar tingkat pengawasan kepada manajer dan dapat mengurangi konflik kepentingan
antara manajemen dengan investor, sehingga masalah keagenan menjadi berkurang dan
mengurangi peluang terjadinya tax avoidance. Hasil tersebut didukung oleh temuan Diantari et
al. (2016), bahwa kepemilikan institusional yang bertindak sebagai pihak yang memonitor
perusahaan belum tentu mampu memberikan kontrol yang baik terhadap tindakan manajemen
atas sikap oportunistiknya dalam melakukan praktik tax avoidance tanpa mengoptimalkan
perannya. Berdasarkan tinjauan yang telah dikemukakan, maka hipotesis kedua yang diajukan
dalam penelitian ini adalah:
H2: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
2.5. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Penghindaran Pajak
Profitabillitas adalah suatu indikator kinerja manajemen dalam mengelola kekayaan
perusahaan yang ditujukan oleh laba yang dihasilkan (Sudarmadji et al., 2007). Profitabilitas
dalam bentuk bersih dialokasikan untuk mensejahterakan pemegang saham dalam bentuk
membayar dividen dan laba ditahan (Nuringsih, 2010). Apabila rasio profitabilitas tinggi, berarti
menunjukkan adanya efisiensi yang dilakukan oleh pihak manajemen. Laba yang meningkat
mengakibatkan profitabilitas perusahaan juga meningkat. Perusahaan yang memiliki
profitabilitas tinggi memiliki kesempatan untuk memposisikan diri dalam perencanaan pajak
yang mengurangi jumlah beban kewajiban perpajakan (Chen et al., 2010). Sesuai dengan
tinjauan yang telah dikemukakan, maka hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H3: Profitabilitas berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
2.6. Pengaruh Kompensasi Rugi Fiskal Terhadap Penghindaran Pajak
Perusahaan yang merugi dalam satu periode akuntansi diberikan keringanan dalam
membayar pajaknya. Kerugian fiskal suatu tahun pajak dapat dikompensasikan dengan
penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan lima tahun. Akibatnya,
selama lima tahun tersebut, perusahaan akan terhindar dari beban pajak, karena laba kena pajak
akan digunakan untuk mengurangi jumlah kompensasi kerugian (Sari, 2014). Kompensasi rugi
fiskal dapat dimanfaatkan oleh pihak manajemen dalam melakukan tindakan penghindaran
pajak.Oleh karena itu, hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H4: Kompensasi rugi fiskal berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
358
3. Metode Penelitian
3.1. Populasi, Sampel dan Data Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menggunakan data
sekunder berupa laporan keuangan tahunan (annual report) perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia, dengan sampel penelitian perusahaan sub klasifikasi industri food and beverages
tahun 2014-2017. Data dalam penelitian ini diakses dari situs resmi Bursa Efek Indonesia
(https://www.idx.co.id). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling. Kriteria perusahaan yang menjadi sampel penelitian adalah: (1) Perusahaan sub
klasifikasi industri food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berturut-turut
selama periode 2014-2017; (2) Perusahaan mempublikasikan laporan tahunan yang lengkap dan
berakhir pada tanggal 31 Desember periode 2014-2017 secara berturut-turut; (3) Perusahaan
mempublikasikan laporan keuangan dengan satuan mata uang rupiah; (4) Perusahaan yang
memiliki data lengkap tentang variabel yang dibutuhkan dalam penelitian selama periode 2014-
2017.
Tabel 1. Proses seleksi sampel dengan kriteria
No. Kriteria Jumlah
1. Jumlah perusahaan sub klasifikasi industri food and beverages yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia berturut-turut selama periode 2014-
2017
17
2. Perusahaan tidak mempublikasikan laporan tahunan yang lengkap dan
berakhir pada tanggal 31 Desember periode 2014-2017 secara berturut-
turut
(4)
3. Perusahaan tidak mempublikasikan laporan keuangan dengan satuan
mata uang rupiah
(0)
4. Perusahaan yang memiliki data lengkap tentang variabel yang
dibutuhkan dalam penelitian selama periode 2014-2017
(0)
Perusahaan sampel yang memenuhi kriteria 13
Total sampel penelitian = 13 perusahaan x 4 tahun 52
Data outlier selama waktu pengolahan data (7)
Total sampel penelitian 45
Sumber: data diolah 2019
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
359
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1. Penghindaran Pajak
Penghindaran Pajak merupakan pengaturan untuk meminimumkan atau menghilangkan
beban pajak dengan mempertimbangkan akibat pajak yang ditimbulkannya atau disebut juga
dengan tax avoidance (Mortenson dalam Zain, 2008). Tax avoidance bukan pelanggaran
undang-undang perpajakan karena usaha wajib pajak untuk mengurangi, menghindari,
meminimumkan atau meringankan beban pajak dilakukan dengan cara yang dimungkinkan oleh
Undang-Undang Perpajakan. Variabel tax avoidance diukur dengan Cash Effective Tax Rate
(CETR) sesuai penelitian Dryeng et al. (2010), dengan rumus sebagai berikut:
................................................... (1)
Semakin besar CETR mengindikasikan semakin rendah tingkat penghindaran pajak
perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil CETR mengindikasikan semakin tinggi tingkat
penghindaran pajak perusahaan (Budiman et al., 2012).
3.2.2. Komite Audit
Komite Audit adalah sebuah komite yang bertanggung jawab mengawasi audit eksternal
perusahaan dan merupakan kontak utama antara auditor dengan perusahaan. Perhitungan komite
audit adalah jumlah total anggota komite dalam suatu perusahaan (Hanum et al., 2013).
3.2.3. Proporsi Kepemilikan Institusional
Susiana et al. (2007) menyatakan bahwa persentase saham institusi adalah penjumlahan atas
persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga baik yang berada di
dalam atau di luar negeri. Kepemilikan institusional yaitu kepemilikan saham perusahaan yang
mayoritas dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi,
asset management dan kepemilikan institusi lain). Dalam penelitian ini kepemilikan institusional
diukur menggunakan persentase dari rasio berikut ini (Sheldila et al., 2015):
............. (2)
3.2.4. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi kinerja suatu perusahaan. Profitabilitas
menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
360
tertentu pada tingkat penjualan, aset dan modal saham tertentu. Profitabilitas terdiri dari
beberapa rasio, salah satunya adalah return on assets (ROA). Return on Assets adalah
perbandingan antara laba bersih dengan total aset pada akhir periode, yang digunakan sebagai
indikator kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Kurniasih et al., 2013):
.................................... (3)
3.2.5. Kompensasi Rugi Fiskal
Kerugian fiskal suatu tahun pajak dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun
pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan lima tahun. Kompensasi rugi fiskal dapat diukur
menggunakan variabel dummy, dengan nilai 1 jika terdapat kompensasi rugi fiskal tahun ke t-1
pada awal tahun t dan 0 jika tidak terdapat kompensasi rugi fiskal tahun ke t-1 pada awal tahun t
(Kurniasih et al., 2013).
3.3. Metode Analisis Data
Model dalam penelitian ini dianalisis dengan regresi linear berganda (multiple linear
regression analysis). Model regresi linear yang digunakan untuk menguji hipotesis-hipotesis
penelitian, dirumuskan sebagai berikut:
CETR = a + b1KAU + b2KIN + b3ROA + b4KRF + e ....................... (4)
Keterangan:
CETR = Nilai Penghindaran Pajak
a = Konstanta
b1-b5 = Koefisien regresi
KAU = Komite Audit
KIN = Proporsi Kepemilikan Institusional
ROA = Profitabilitas
KRF = Kompensasi Rugi Fiskal
4. Hasil Analisis Data dan Pembahasan
Jumlah perusahaan sub klasifikasi industri food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI), serta mengeluarkan laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan
berturut-turut selama periode 2014-2017 berjumlah 17 perusahaan, akan tetapi yang memenuhi
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
361
kriteria sampel adalah 13 perusahaan dengan 52 sampel selama empat tahun pengamatan.
Selanjutnya 7 sampel tidak digunakan dalam proses pengolahan data dikarenakan tidak
terpenuhiya asumsi prasyarat regresi, sehingga terdapat 45 sampel terakhir yang diolah.
Pengujian statistik dengan regresi linier berganda mensyaratkan dilakukannya pengujian
asumsi klasik. Hasil uji normalitas dengan menggunakan Uji Kormogorov-Sminov
menunjukkan nilai signifikansi 0,666. Hasil uji normalitas menunjukkan nilai yang lebih besar
dari taraf signifikansi dalam penelitian ini yaitu 0,05, sehingga data terdistribusi normal. Hasil
uji multikolinearitas untuk model persamaan regresi menunjukkan nilai value inflation factors
(VIF) antara 1,018-1,290 (tidak lebih dari 10) dan tolerance value antara 0,775-0,982 (tidak
lebih dari 1), sehingga tidak terjadi masalah multikolinearitas pada persamaan regresi. Hasil uji
autokorelasi menunjukkan nilai Durbin-Watson (DW) 1,643. nilai DW terletak diantara du-(4-
du) atau 1,537-2,463, artinya tidak terjadi masalah autokorelasi pada persamaan regresi. Hasil uji
heterokedastisitas dengan uji Glejser menunjukkan nilai signifikansi dari setiap variabel
penelitian diatas 0,05 sehingga tidak terdapat masalah heterokedastisitas pada persamaan regresi
penelitian ini. Hasil uji heterokedastisitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Hasil uji heterokedastisitas
Variabel Signifikansi Keterangan
Komite Audit (KAU) 0,410 Tidak terjadi heterokedastisitas
Proporsi Kepemilikan Institusional (KIN) 0,795 Tidak terjadi heterokedastisitas
Profitabilitas (ROA) 0,195 Tidak terjadi heterokedastisitas
Kompensasi Rugi Fiskal (KRF) 0,131 Tidak terjadi heterokedastisitas
Sumber: data diolah 2019
Persamaan regresi dalam penelitian ini merupakan model yang fit dengan nilai F = 2,897
dan signifikansi 0,034 (kurang dari 0,10 dan 0,05). Nilai koefisien determinasi (Adjusted R2)
menunjukkan angka 0,147. Pengujian hipotesis dengan menggunakan model analisis regresi
linier berganda menunjukkan persamaan sebagai berikut:
CETR = 0,538 - 0,080KAU - 0,053KIN + 0,00032ROA + 0,055KRF + e
Hasil pengujian hipotesis penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
362
Tabel 3. Hasil uji hipotesis
Variabel Koefisien Regresi Signifikansi Keterangan
Komite Audit (KAU) - 0,080 0,007 H1 diterima
Proporsi Kepemilikan Institusional (KIN) - 0,053 0,237 H2 ditolak
Profitabilitas (ROA) 0,00032 0,673 H3 ditolak
Kompensasi Rugi Fiskal (KRF) 0,055 0,079 H4 diterima
Sumber: data diolah 2019
Hasil pengujian hipotesis untuk Komite Audit menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar -
0,080 dan signifikansi sebesar 0,007. Nilai signifikansi lebih kecil dari 10% atau 0,1 maka H1
diterima, artinya komite audit berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Penelitian ini
menunjukkan bahwa komite audit suatu perusahaan ternyata mampu mengoptimakan wewenang
dan peran monitoring-nya untuk mengendalikan tindakan penghindaran pajak oleh manajemen
perusahaan. Koefeisien regresi menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah komite audit
(meskipun jumlahnya dibatasi oleh peraturan pasar modal), ternyata mampu meminimalisasi
tindakan penghindaran pajak. Hasil ini mendukung pendapat Kurniasih et al., (2013) dan
penelitian Pohan (2008) Diantari et al. (2016).
Hasil pengujian hipotesis untuk Proporsi Kepemilikan Institusional menunjukkan nilai
koefisien regresi sebesar -0,053 dan signifikansi 0,237. Nilai signifikansi lebih besar dari 10%
atau 0,1 maka H2 ditolak, artinya proporsi kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap
penghindaran pajak. Berdasarkan koefisien regresi dapat diketahui bahwa semakin besar jumlah
kepemilikan perusahaan oleh institusi lain maupun pemerintah ternyata mampu meminimalisasi
prakrik penghindaran pajak, akan tetapi nilai tersebut belum terdukung secara statistik. Proporsi
kepemilikan institusional memiliki rata-rata diatas 50%, akan tetapi masih terdapat beberapa
praktik penghindaran pajak yang dilakukan dikarenakan masih terdapat beberapa perusahaan
yang mengalami kerugian dan terdapat perencanaan pajak yang sudah dilakukan oleh
manajemen pada periode sebelumnya sebagai salah satu bentuk tindakan oportunistik
manajemen yang mengetahui lebih banyak tentang informasi keuangan perusahaan. Hasil ini
mendukung pendapat Fadhilah (2014) dan meskipun belum mendukung penelitian Pohan (2008)
serta Diantari et al. (2016).
Pengujian hipotesis untuk Profitabilitas menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar
0,00032 dengan signifikansi sebesar 0,673. Nilai signifikansi lebih besar dari 10% atau 0,1 maka
H3 ditolak, artinya profitabilitas tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Penelitian
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
363
ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan temuan Chen et al. (2010), yang menyatakan
bahwa perusahaan dengan profitabilitas tinggi memiliki kesempatan untuk memposisikan diri
dalam tax planning yang mengurangi jumlah beban kewajiban perpajakan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa justru peningkatan profitabilitas membuat perusahaan tetap berusaha
melakukan perencanaan pajak sesuai dengan transaksi yang terjadi. Kondisi ini bisa terjadi
dikarenakan perusahaan yang menjadi sampel penelitian merupakan perusahaan yang secara
jelas akan mencatatkan transaksinya sekaligus mencantumkan dan memungut langsung jumlah
pajak yang dibayar oleh pelanggan perusahaan. Terlebih lagi pada era keterbukaan informasi
saat ini perhitungan pajak untuk setiap transaksi perusahaan akan lebih mudah dilakukan
sekaligus menghadirkan informasi lebih cepat.
Pengujian hipotesis untuk Kompensasi Rugi Fiskal menunjukkan nilai koefisien regresi
sebesar 0,055 dengan signifikansi sebesar 0,079. Nilai signifikansi lebih kecil dari 10% atau 0,1
maka H4 diterima, artinya kompensasi rugi fiskal berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih et al., (2013) dan Sari
(2014). Berdasarkan hasil pengujian statistik, dapat diketahui bahwa kerugian yang dialami
perusahaan pada tahun fiskal sebelumnya akan tercatat sebagai pengurang pembayaran pajak
perusahaan. Data penelitian menunjukkan terdapat beberapa perusahaan yang mengalami
kerugian fiskal dari tahun ke tahun. Apalagi perusahaan yang merugi diberikan keringanan
pembayaran pajak selama lima tahun, yang secara otomatis dapat digunakan untuk mengurangi
jumlah kompensasi pembayaran pajak perusahaan.
5. Kesimpulan dan Saran
Hasil penelitian memberikan bukti empiris bahwa komite audit dan kompensasi rugi fiskal
berpengaruh terhadap penghindaran pajak, sedangkan proporsi kepemilikan institusional dan
profitabilitas tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Penelitian ini menunjukkan bahwa
praktik penghindaran pajak dilakukan oleh hampir semua perusahaan, bahkan perusahaan yang
sudah go publik di pasar bursa. Pengawasan perlu dilakukan untuk meminimalisasi praktik
penghindaran pajak yang pada akhirnya akan menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan
terutama berkaitan dengan kewajiban perusahaan kepada pemerintah.
Berdasarkan simpulan hasil penelitian, diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat lebih
diamati tentang tindakan dan keputusan yang diambil perusahaan berkaitan dengan keputusan
perpajakannya, misalnya: terkait peraturan Bursa Efek Indonesia mengenai komite audit dan
peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai komisaris independen, serta pelaksanaan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
364
perencanaan pajak dalam perusahaan. Selain itu, pengamatan dapat juga dilakukan dari sudut
pandang fiskus dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang
melaporkan kewajiban perpajakannya, khususnya bagi perusahaan yang melaporkan rugi.
Daftar Pustaka
Budiman, J. & Setiyono. 2012. Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak (TaxAvoidance). Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XV, Universitas LampungMangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan: kode PPJK29.
Chen, S., Chen, X., Cheng, Q. & Shevlin, T. 2010. Are Family Firms More Tax AggressiveThan Non-Family Firms?. Journal of Financial Economics, Vol. 95, Issue 1 (January):pp. 41-61. https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2009.02.003.
Diantari, P.R. & Ulupui, I.G.K.A. 2016. Pengaruh Komite Audit, Proporsi KomisarisIndependen, dan Proporsi Kepemilikan Institusional Terhadap Tax Avoidance. E-JurnalAkuntansi Universitas Udayana, Vol.16, No. 1 (Juli): pp. 702-732. ISSN: 2302-8556.
Dyreng, S.D., Hanlon, M. & Maydew, E.L. 2010. The Effect of Executives on CorporateTax Avoidance. The Accounting Review, Vol. 85, No. 4: pp. 1163-1189.
Fadhilah, R. 2014. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Tax Avoidance (StudiEmpiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2009-2011). Jurnal Akuntansi Universitas Negeri Padang, Vol. 2, No. 1.
Hanafi, U. & Harto, P. 2014. Analisis Pengaruh Kompensasi Eksekutif, Kepemilikan SahamEksekutif dan Preferensi Risiko Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak Perusahaan.Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 3, No. 2: pp. 1-11. ISSN (Online): 2337-3806.
Hanum, H.R. & Zulaikha. 2013. Pengaruh Karakteristik Corporate Governance terhadapEffective Tax Rate. Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 2, No. 2: pp. 201-210.ISSN (Online): 2337-3806.
Jensen, M.C. & Meckling, W.H. 1976. The Theory of The Firm: Manajerial Behaviour, AgencyCost, and Ownership Structure. Journal of Financial and Economics, No. 3: pp. 305-360.
Kurniasih, T. & Sari, M.M.R. 2015. Pengaruh Return on Assets, Leverage, CorporateGovernance, Ukuran Perusahaan dan Kompensasi Rugi Fiskal Pada Tax Avoidance.Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 1 (Februari): pp. 58-66. ISSN: 1410-4628.
Nuringsih, K. 2010. Pengaruh Profitabilitas, Kebijakan Hutang dan Kepemilikan InstitusionalTerhadap Kepemilikan Manajerial dan Pengaruhnya terhadap Risiko. Jurnal Bisnis danAkuntansi, Vol. 12, No. 1 (April): p`p. 17-28. ISSN: 1410-9875.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
365
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). 1991. Taxing Profits in AGlobal Economy-Domestic and International Issues. Paris: OECD at 36-37.
Pohan, C.A. 2013. Manajemen Perpajakan Strategi Perencanaan Pajak dan Bisnis. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama.
Pohan, H.T. 2009. Analisis Pengaruh Kepemilikan Institusi, Rasio Tobin Q, Akrual Pilihan,Tarif Efektif Pajak, dan Biaya Pajak Ditunda Terhadap Penghindaran Pajak PadaPerusahaan Publik. Jurnal Informasi, Perpajakan, Akuntansi dan Keuangan Publik,Vol. 4, No. 2 (Juli): pp. 113 – 135.
Putri, V.R. & Putra, B.I. 2017. Pengaruh Leverage, Profitability, Ukuran Perusahaan DanProporsi Kepemilikan Institusional Terhadap Tax Avoidance. DAYA SAING, JurnalEkonomi Manajemen Sumber Daya, Vol. 19, No. 1 (Juni): pp. 1-10. ISSN: 1411-3422.doi: https://doi.org/10.23917/dayasaing.v19i1.5100.
Rinaldi & Cheisviyanny, C. 2015. Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan dan KompensasiRugi Fiskal Terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yangTerdaftar di BEI Tahun 2010-2013). Proceedings Seminar Nasional EkonomiManajemen dan Akuntansi (SNEMA), Fakultas Ekonomi, Universitas NegeriPadang: pp. 472-483. ISBN: 978-602-17129-5-5.
Sandy, S. & Lukviarman, N. 2015. Pengaruh Corporate Governance Terhadap TaxAvoidance: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur. Jurnal Akuntansi & AuditingIndonesia, Vol. 19, No. 2: pp. 85-98. ISSN: 1410-2420. doi:http://dx.doi.org/10.20885/jaai.vol19.iss2.art1.
Sari, D.K. & Martani, D. 2010. Karakteristik Kepemilikan Perusahaan, Corporate Governancedan Tindakan Pajak Agresif. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XIII,Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah: kode PPJK11.
Sari, G.M. 2014. Pengaruh Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, Kompensasi Rugi Fiskaldan Struktur Kepemilikan Terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada PerusahaanManufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Wahana Riset AkuntansiUniversitas Negeri Padang, Vol. 2, No. 2 (Oktober): pp. 491-512. ISSN: 2338-4786.
Shafer, W.E. & Simmons, R.S. 2008. Social Responsibility, Machiavellianism and TaxAvoidance. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 21 (July): pp. 695-720.
Simanjuntak, T.H. & Mukhlis, I. 2012. Dimensi Ekonomi Perpajakan dalam PembangunanEkonomi. Bogor: Penerbit Raih Asa Sukses.
Sudarmadji, A.M. & Sularto, L. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage,dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary Disclosure LaporanKeuangan Tahunan. Proceeding PESAT Universitas Gunadarma, Vol. 2: pp. A53-A61.ISBN: 1858-2559.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
366
Suharto, E. 2008. Menggagas Standar Audit Program CSR. Diunduh dari:http://www.policy.hu/suharto/ Naskah%20PDF/CSRAudit.pdf pada tanggal 20Desember 2015.
Susiana & Herawaty, A. 2007. Analisa Pengaruh Indepedensi, Mekanisme CorporateGovernance, Kualitas Audit Terhadap Integritas Laporan Keuangan. ProsidingSimposium Nasional Akuntansi X, Universitas Hasanuddin Makasar, Sulawesi Selatan:kode AUEP09.
Zain, M. 2008. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
367
BIOGRAFI PENULIS
Penulis Pertama adalah Mahasiswa pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tegah, Indonesia. Penulis saat ini sedang menempuhsemester akhir dari masa studinya dan sudah menyelesaikan penulisan skripsi. Untuk informasi lebihlanjut, dapat dihubungi melalui [email protected]
Penulis Kedua adalah Dosen pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UniversitasMuhammadiyah Surakarta, Jawa Tegah, Indonesia. Pendidikan S1 adalah Sarjana Ekonomi di bidangAkuntansi dan S2 adalah Magister Manajemen di bidang Manajemen Keuangan. Fokus pengajaran danpenelitian penulis adalah pada manajemen keuangan, akuntansi keperilakuan dan sistem informasiakuntansi. Penulis kedua sekaligus menjadi corresponding author dan untuk informasi lebih lanjut dapatdihubungi melalui [email protected]
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
368
FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG MEMPENGARUHIPERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SYARIAH
DI INDONESIA SELAMA SATU DEKADE (2009-2018)
Bagus Supriyanto 1 dan Shinta Permata Sari2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah SurakartaJalan A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Kartasura, Surakarta-57102, Jawa Tengah
Telp. (0271) 717417 ext. 3228Email: [email protected] 1
AbstractThe development of islamic banking is interesting to observe interm of the increasingnumber of islamic commercial banks over the past decade. Islamic commercialbanks should be able to present their professional services in order to managepeople's funds through assets owned by banks. This study aims to analyze the effectof internal factors, such as profit sharing, promotion, training, non-performingfinancing, return on assets, financing to deposit ratio and the number of offices tothe growth of Islamic commercial bank assets. The population of this study are allislamic commercial banks in Indonesia. The samples of this study are islamiccommercial bank registered on the Otoritas Jasa Keuangan in 2009-2018, andobtained six islamic commercial banks as the samples using purposive samplingmethods. Hypothesis testing is done by multiple linear regression analysis. Theresults show that promotion, non-performing financing and financing to depositratio has affect to the growth of islamic commercial bank assets, while profitsharing, training, return on assets and the number of offices have no affect to thegrowth of Islamic commercial bank assets.
Keywords: islamic commercial bank, growth of assets, profit sharing,promotion, training, non-performing financing, return on assets,financing to deposit ratio, the number of offices.
1. Pendahuluan
Perekonomian dunia sekarang ini mengalami kemajuan yang luar biasa. Kemajuan
teknologi baru telah mempengaruhi berbagai bidang perekonomian. Revolusi industri terkini
(Revolusi Industri 4.0) mendorong sistem otomatisasi dalam semua pemrosesan aktivitas
manusia. Revolusi industri 4.0 semakin berkembang dengan penggunaan teknologi internet yang
semakin massif, yang tidak hanya menghubungkan jutaan manusia di seluruh dunia tetapi juga
telah menjadi basis bagi transaksi perdagangan serta transportasi secara daring (Rosyadi, 2018).
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
369
Revolusi industri 4.0 telah mengubah hidup dan kerja manusia secara fundamental (Schawab,
2017).
Kemajuan perekonomian mencakup semua sektor, termasuk sektor industri jasa perbankan.
Memasuki perekonomian saat ini, masyarakat (baik perorangan maupun organisasi) dituntut
memilih perbankan yang cocok untuk melakukan pengalokasian keuangannya. Masyarakat
berhak menentukan keputusan dalam memilih bank sebagai organisasi yang digunakan untuk
sirkulasi keuangannya. Ahmed (2010, dalam Rabaa et al., 2016) menyatakan bahwa perbankan
yang berfungsi dengan baik memainkan peran penting dalam alokasi sumber daya, pertumbuhan
ekonomi, dan kinerja keuangan.
Kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok perbankan,
sedangkan kegiatan memberikan jasa-jasa bank lain hanyalah merupakan kegiatan pendukung.
Berbagai inovasi produk perbankan dari bank konvensional maupun bank syariah menunjukkan
keunggulannya masing-masing dalam mengumpulkan aset untuk mendukung aktivitasnya.
Menurut Antonio (2001), perbedaan bank syariah dengan bank konvensional yaitu menyangkut
aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja. Terbebasnya
perbankan syariah dari konsep bunga berdampak pada terlepasnya bank syariah dari masalah
negative spread, yaitu masalah yang terjadi karena bank harus membayar biaya bunga kepada
deposan (cost of fund) dengan suku bunga tinggi, sedangkan suku bunga pinjaman tidak bisa
disesuaikan sepenuhnya. Hal ini dikarenakan semua pihak yang terlibat dalam bank syariah
memiliki tanggung jawab usaha yang sama, khususnya dalam hal ekonomi bagi hasil. Hal ini
tercantum dalam Al-Qur’an surah An-nisa (4):29 dan surah Ali-imron (3):130. Dalam
menerapkan tatanan dan sistem perbankan yang sehat dan istiqomah penerapan prinsip syariah
diperlukan dan ditetapkan dalam sumber daya insani yang mampu menguasai perbankan syariah
maupun teknis perbankan (Widarti, 2014).
Pasal 68 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah menjelaskan
peran pemerintah mendorong perkembangan perbankan syariah nasional agar mampu
berkompetisi dalam perbankan nasional secara mandiri dan independen yakni dengan mengatur
pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) yang dimiliki oleh bank konvensional di Indonesia.
Pemerintah mendorong untuk segera dilakukan pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) yang
berada dibawah kendali bank umum konvensional menjadi Bank Umum Syariah (BUS) dengan
badan hukum yang terpisah dari induknya dengan cara melakukan proses spin-off atas entitasnya
baik secara sukarela dengan pembatasan total nilai aset maupun dengan ketentuan yang bersifat
memaksa melalui pembatasan waktu. Menurut Rifin et al. (2015), fenomena spin-off menjadi
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
370
alternatif strategi yang dipilih oleh berbagai perusahaan, mengingat pelaksanaan startegi tersebut
terbukti memberikan dampak yang positif bagi kinerja perusahaan. Beberapa praktisi perbankan
berpendapat bahwa dengan adanya spin-off, perbankan syariah di Indonesia dapat lebih
berkembang. Gambar 1. menggambarkan perkembangan total aset bank umum syariah selama
dekade terakhir.
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (data diolah, 2019)
Gambar 1. Perkembangan total aset bank umum syariah selama satu dekade terakhir
Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia yang diukur menggunakan total aset
menunjukkan pertumbuhan yang tidak stabil secara periodik. Kenaikan yang stabil terjadi
pada tahun 2007 hingga 2011. Jika ditarik satu dekade ke belakang dimulai dari tahun ini,
maka pertumbuhan aset perbankan syariah terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar 49,17 %. Hal
ini dapat terjadi karena peningkatan eksistensi bank syariah di Indonesia didorong oleh tingginya
minat masyarakat untuk menempatkan dananya di bank syariah dan telah berkembang menjadi
sebuah tren. Produk dana perbankan syariah memiliki daya tarik bagi deposan mengingat nisbah
bagi hasil dan margin produk tersebut masih kompetitif dibanding bunga di bank konvensional.
Selain itu, kinerja perbankan syariah menunjukan peningkatan yang signifikan tercermin dari
permodalan dan profitabilitas yang semakin meningkat (Laporan Perkembangan Perbankan
Syariah, 2010 dalam Yunita, 2014).
Penurunan pertumbuhan aset perbankan syariah terjadi pada tahun 2012 hingga 2015 secara
continue. Perlambatan aset industri yang relatif signifikan pada bulan Maret sampai dengan
bulan September 2012, karena penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang cukup tajam.
Penurunan ini disebabkan antara lain karena penarikan dana simpanan milik pemerintah
(Kementerian Agama) dari bank syariah yang cukup besar dan dialihkan ke sukuk dana haji
Indonesia guna memenuhi target pendanaan pembangunan (Bank Indonesia, 2012). Meskipun
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
371
terdapat kenaikan pada tahun 2016 dengan pertumbuhan lebih dari 20% akan tetapi hingga saat
ini tingkat pertumbuhan aset bank syariah belum mampu stabil dan kian mengalami penurunan.
Pada tanggal 11sampai 15 Desember 2018, anggota Komite Nasional Keuangan Syariah
(KNKS) termasuk Bank Indonesia (BI) serta instansi terkait lainnya mengadakan Indonesia
Shari’a Economic Festival (ISEF) 2018 sebagai komitmen nyata dan dukungan untuk
mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah dalam memperkuat pertumbuhan ekonomi
nasional. Tema ISEF 2018 menggambarkan tahap peletakan fondasi pengembangan ekonomi
dan keuangan syariah (2015-2018) dalam blueprint pengembangan ekonomi keuangan syariah,
sebelum memasuki fase kedua pada tahun 2019, yaitu tahap penguatan strategi dan program
ekonomi keuangan syariah. Oleh karena itu perbankan syariah juga harus menyiapkan diri
menghadapi fase kedua di tahun 2019 ini.
Penguatan Strategi dan Program Ekonomi Keuangan Syariah, salah satunya dapat dilakukan
dengan melakukan pengelolaan aset secara lebih profesional. Penelitian Aisy et al. (2010)
mampu menunjukkan bahwa pertumbuhan aset perbankan syariah merupakan variabel laten
yang dapat dijadikan pijakan untuk mengembangkan pengelolaan dana umat melalui perbankan
syariah. Dalam mengelola aset tersebut, tentunya ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor
eksternal maupun faktor internal. Hal ini juga ditemukan dalam penelitian Syafrida et al.
(2011), yang menemukan berbagai faktor determinan yang mempengaruhi pengelolaan aset
bank syariah. Faktor eksternal sebagian besar telah ditentukan oleh pemerintah dan lembaga
pembuat regulasi, sedangkan faktor internal justru harus dipersiapkan bank syariah agar mampu
memanfaatkan peluang besar pengelolaan dana umat melalui aset yang dimiliki. Beberapa faktor
internal yang mempengaruhi pertumbuhan aset perbankan syariah berdasarkan temuan Aisy et
al. (2010) serta Syafrida et al. (2011) adalah tingkat bagi hasil, promosi, pendidikan dan biaya
pelatihan, rasio Non-Performing Financing, rasio Return on Assets, rasio Financing to Deposito
Ratio serta jumlah cabang bank.
Perkembangan Bank Umum Syariah di Indonesia (bukan hanya Unit Usaha Syariah)
seharusnya menjadi tinjauan penting dalam mengembangkan perbankan syariah, mengingat
sebagian besar penduduk Indonesia adalah muslim. Pangsa pasar yang luas ini belum sebanding
dengan jumlah Bank Umum Syariah yang ada sampai dengan saat ini, oleh karena itu penelitian
ini berfokus pada penguatan faktor-faktor internal yang mendukung pertumbuhan aset bank
umum syariah yang ada di Indonesia.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
372
2. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis
2.1. Perbankan dan Perbankan Syariah
Bank secara terminologi diartikan sebagai suatu lembaga intermediasi keuangan yang
paling penting dalam sistem perekonimian, yaitu sebagai lembaga khusus yang menyediakan
jasa finansial. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, menjelaskan
bahwa fungsi perbankan Indonesia adalah menghimpun dana kemudian menyalurkannya pada
masyarakat. Dalam praktik perbankan saat ini dikenal dengan istilah Perbankan konvensional
dan perbankan syariah. Perbankan Syariah atau perbankan islami adalah suatu sistem perbankan
atau lembaga keuangan yang pelaksanaannya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa
berdasarkan hukum islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama
islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan riba’ (bunga
pinjaman), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram).
Perbankan syariah dapat didefinisikan sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip islam, yaitu di dalam transaksi yang dilakukan bank dengan nasabahnya
tercantum dalam perjanjian (akad) yang berdasarkan hukum islam. Hal ini menjadi pembeda
antara bank syariah dengan bank konvensional, jika bank konvensional prinsip dasar
operasionalnya menggunakan sistem bunga, sedangkan bank syariah menggunakan prinsip bagi
hasil karena sistem bunga diyakini mengandung unsur riba’ yang diharamkan oleh agama islam
(Antonio, 2000). Pada bank syariah tidak mengenal sistem bunga, sehingga profit yang didapat
bersumber dari bagi hasil dengan pelaku usaha yang menggunakan dana dari bank syariah serta
investasi dari bank syariah sendiri. Praktik Perbankan Syariah di Indonesia telah dilindungi oleh
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
2.2. Bagi Hasil
Sistem perbankan syariah merupakan bagian dari konsep ekonomi islam yang memiliki
tujuan untuk membumikan sistem nilai dan etika islam dalam wilayah ekonomi (Nur, 2007).
Nisbah bagi hasil merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil di bank syariah (Arifin
et al., 2015). Oleh sebab itu, aspek nisbah merupakan aspek kesepakatan yang disepakati
bersama oleh kedua belah pihak yang melakukan transaksi sampai adanya kata mufakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Cleopatra (2008) menunjukkan bahwa persentase nisbah bagi
hasil berpengaruh positif terhadap pertumbuhan aset bank syariah. Berdasarkan uraian tersebut,
diajukan hipotesis pertama berikut ini:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
373
H1: Bagi hasil berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.
2.3. Promosi
Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempengaruhi nasabah guna
menciptakan permintaan atas suatu produk atau jasa (Assauri, 2011: 264). Promosi menjadi
salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Dalam hal kualitas layanan
bank yang baik adalah meliputi barang ataupun jasa yang diberikan oleh pihak bank mampu
memenuhi keinginan dan selera para nasabah bank tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh
Syafrida et al. (2011) menunjukkan bahwa promosi berpengaruh terhadap pertumbuhan aset
perbankan syariah, termasuk Lestari (2009) yang juga melakukan tinjauan terhadap biaya
promosi pada bank syariah. Dengan memperhatikan tinjauan tentang promosi, maka hipotesis
kedua dari penelitian ini adalah:
H2: Promosi berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.
2.4. Pelatihan
Untuk membangun dan mengembangkan sebuah lembaga yang kredibel dibutuhkan
kelompok humanware yang profesional dibidangnya. Kualitas sumber daya manusia sangat
berhubungan erat dengan pencapaian kerja tiap-tiap individu dalam setiap perusahaan atau
organisasi, pencapaian etos kerja islami yang berorientasi pada motivasi ibadah sebagai
pendorong utama merupakan salah satu bagian yang menunjukkan kualitas sumber daya
manusia itu sendiri (Rahayu et al., 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Arif (2010)
menunjukkan bahwa pelatihan berpengaruh terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah.
Penelitian Pratiwi et al. (2018) juga menunjukkan pentingnya pelatihan bagi sumber daya
manusia bank syariah. Oleh karena itu, hipotesis ketiga yang diajukan adalah:
H3: Pelatihan berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.
2.5. Non-Performing Financing
Rasio Non-Performing Financing (NPF) merupakan rasio perbandingan antara jumlah
pembiayaan non lancar dengan jumlah pembiayaan yang dimiliki bank. Pembiayaan dalam hal
ini adalah dana yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk pembiayaan kepada bank
lain. Pembiayaan non lancar adalah pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan
macet. Non-Performing Financing merefleksikan besarnya risiko pembiayaan yang dihadapi
bank, semakin kecil NPF maka semakin kecil pula risiko pembiayaan yang ditanggung pihak
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
374
bank, sehingga akan memperbaiki tingkat Return on Asset (ROA) bank (Retnadi, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Solihatun (2014) serta Fauzi (2011) menunjukkan bahwa Non-
Performing Financing berpengaruh terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah. Berdasarkan
uraian tersebut, maka diajukan hipotesis keempat berikut ini:
H4: Non-Performing Financing berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.
2.6. Return on Assets
Penilaian kinerja keuangan terhadap kemampuan bank syariah untuk menghasilkan laba
sangat bermanfaat bagi bank dan mitra bank. Dengan melihat tren kinerja keuangan mitra, maka
bank syariah dapat memutuskan model kebijakan kemitraan yang dilakukan dengan bank.
Return on Asset (ROA) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam memanfaatkan aset yang dimilikinya. Return on Asset (ROA) adalah
salah satu bentuk dari rasio profitabilitas guna mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan menggunakan total aset yang ada, setelah dikurangi biaya-
biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aset) dan dikeluarkan dari analisis (Mulya, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Purboastusi et al. (2015); Sudarsono (2017); dan Rabaa et al.
(2016) menunjukkan bahwa Return on Asset (ROA) berpengaruh terhadap pertumbuhan aset
perbankan syariah. Tinjauan sebelumnya tentang ROA menjadi dasar diajukannya hipotesis
kelima, yaitu:
H5: Return on Assets berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.
2.7. Financing to Deposito Ratio
Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat likuiditas bank dan menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan
pembiayaan dengan menggunakan total aset yang dimiliki bank. Dengan kata lain besaran
pemberian pembiayaan kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera
memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uang yang telah digunakan oleh
bank untuk memberikan pembiayaan. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi bahwa
semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Penelitian yang dilakukan
oleh Syafrida et al. (2011) dan Sudarsono (2017) menunjukkan bahwa Financing to Deposit
Ratio (FDR) berpengaruh terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah. Dengan
mempertimbangkan uraian tentang FDR, maka diajukan hipotesis keenam berikut ini:
H6: Financing to Deposito Ratio berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
375
2.8. Jumlah Kantor
Menurut Moekijat (1997:3), kantor adalah setiap tempat yang biasanya dipergunakan untuk
melaksanakan pekerjaan tata usaha, dengan nama apapun juga tempat tersebut mungkin
diberikan. Jumlah kantor bank berkaitan dengan kemudahan fasilitas serta pelayanan yang
ditawarkan pada masyarakat. Untuk menarik minat masyarakat pada bank harus dikembangkan
jaringan kantor cabang dan cabang pembantu yang cukup luas yang dapat menjangkau seluruh
lapisan masyarakat. Makin banyaknya jumlah kantor bank maka kesempatan masyarakat untuk
menabung semakin banyak dan meningkat. Dengan kondisi yang seperti ini maka akan semakin
membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhannya di bidang
perbankan. Penelitian yang dilakukan oleh Aisy et al. (2010) dan Putra (2017) menunjukan
bahwa jumlah kantor berpengaruh terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah. Berdasarkan
uraian tentang jumlah kantor, maka diajukan hipotesis ketujuh sebagai berikut:
H7: Jumlah kantor berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.
3. Metode Penelitian
3.1. Populasi, Sampel dan Data Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan Syariah di Indonesia yang
terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2009 sampai 2018. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan
klasifikasi yang ditentukan dengan kriteria sebagai berikut: (1) Perusahaan perbankan syariah di
Indonesia berbentuk Bank Umum Syariah (BUS) yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) berturut-turut selama periode 2009-2018; (2) Perusahaan yang menerbitkan laporan
tahunan (annual report) secara lengkap selama periode 2009-2018; (3) Perusahaan perbankan
syariah yang memiliki data yang dibutuhkan dalam penelitian.
Berdasarkan kriteria sampel penelitian, diperoleh 6 (enam) perusahaan perbankan syariah
selama 10 tahun amatan memenuhi ketiga kriteria tersebut, sehingga total sampel adalah 60
firm’s years (6 x10). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari berbagai situs resmi institusi. Untuk daftar BUS diperoleh dari situs resmi
Otoritas Jasa Keuangan yaitu www.ojk.go.id, disesuaikan dengan informasi dari Bank Indonesia
melalui www.bi.go.id tentang Statistik Perbankan Syariah (SPS). Untuk laporan tahunan
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
376
diperoleh dari situs resmi masing-masing bank umum syariah di Indonesia. Pada Tabel 1
disajikan BUS yang menjadi sampel penelitian.
Tabel 1. Bank Umum Syariah di Indonesia yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan tahun 2009-
2018
No. Nama Bank Umum Syariah Situs Resmi
1. PT. Bank Muamalat Indonesia https://www.bankmuamalat.co.id
2. PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah (Persero),
Tbk.
https://www.brisyariah.co.id
3. PT. Bank Syariah Mandiri https://www.syariahmandiri.co.id
4. PT. Bank Mega Syariah https://www.megasyariah.co.id
5. PT. Bank Panin Dubai Syariah, Tbk. https://www.paninbanksyariah.co.id
6. PT. Bank Syariah Bukopin https://www.syariahbukopin.co.id
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1. Pertumbuhan Aset
Pertumbuhan aset bank umum syariah merupakan variabel yang menjadi amatan utama
(variabel dependen) dari penelitian ini. Pertumbuhan aset akan diukur dengan membandingkan
perkembangan aset dari tahun sekarang (tahun ke t) dengan aset tahun sebelumnya (tahun ke t-
1). Secara lebih jelas, pertumbuhan aset diformulasikan dengan (Aisy et al., 2010):
......... (1)
3.2.2. Bagi Hasil
Bagi hasil merupakan suatu konsep untuk pengembalian atau pemberian bagian atas
investasi yang telah dilakukan berdasarkan periode atau waktu tertentu. Besar kecilnya bagi hasil
tidak tetap dan pasti, ditentukan berdasarkan besar nisbah yang telah ditetapkan di awal investasi
(Arifin et al., 2015). Bagi hasil dalam penelitian ini diukur menggunakaan nilai riil hak bagi
hasil milik bank berdasarkan data dari laporan keuangan bank umum syariah dalam satuan
milyar rupiah.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
377
3.2.3. Promosi
Upaya untuk memperkenalkan produk kepada konsumen merupakan awal dari kegiatan
promosi. Promosi merupakan arus Informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk
mengarahkan seseorang atau organsiasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam
pemasaran (Swastha et al., 2002:237). Promosi dalam penelitian ini diukur menggunakaan nilai
riil beban promosi (Syafrida et al., 2011) berdasarkan data dari laporan keuangan bank umum
syariah dalam satuan milyar rupiah.
3.2.4. Pelatihan
Pelatihan merupakan setiap usaha untuk memperbaiki prestasi kerja pada suatu pekerjaan
tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya (Gomes, 2003). sering dianggap sebagai
aktivitas yang paling umum dan para pimpinan mendukung adanya pelatihan karena melalui
pelatihan, para pekerja akan menjadi lebih trampil dan karenanya akan lebih produktif sekalipun
manfaat–manfaat tersebut harus diperhitungkan dengan waktu yang tersita ketika pekerja sedang
dilatih. Pelatihan dalam penelitian ini diukur menggunakaan nilai riil beban program pelatihan
(Arif, 2010) berdasarkan data dari laporan keuangan bank umum syariah dalam satuan milyar
rupiah.
3.2.5. Non-Performing Financing
Non-Performing Financing (NPF) adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan non lancar yang diberikan oleh
bank terhadap total pembiayaan yang dimiliki (Fauzi, 2011). Semakin tinggi Non-Performing
Financing (NPF) maka semakin kecil Return on assets (ROA), yang berarti akan memperbesar
biaya pencadangan aset produktif maupun biaya lainnya, sehingga kinerja keuangan bank
menurun. Rasio Non-Performing Financing (NPF) dirumuskan dengan formula berikut ini:
.............................................. (2)
3.2.6. Return on Assets
Return on Assets (ROA) merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset
untuk mengukur efektivitas dalam memanfaatkan aset yang dimiliki. Return on Assets (ROA)
dalam penelitian ini diukur menggunakaan formula sebagai berikut (Purboastusi et al., 2015):
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
378
.................................................... (3)
3.2.7. Financing to Deposit Ratio
Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio pengukur likuiditas bank yang
menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan pembiayaan dengan menggunakan
total aset yang dimiliki bank. Peningkatan FDR menunjukkan semakin rendahnya likuiditas
bank, karena jumlah dana yang untuk pembiayaan semakin besar. Financing to Deposit Ratio
dalam penelitian ini diukur dengan formula berikut ini (Purboastusi et al., 2015):
........................... (4)
3.2.8. Jumlah Kantor
Jumlah kantor bank menunjukkan kemudahan fasilitas serta pelayanan yang ditawarkan
pada masyarakat sampai dengan jaringan kantor cabang dan cabang pembantu. Jumlah kantor
dalam penelitian ini diukur menggunakaan jumlah kantor yang dimiliki bank umum syariah
(Aisy et al., 2010), berdasarkan laporan bank kepada Bank Indonesia.
3.3. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Analisis Regresi Linear Berganda (Multiple Linear Regression
Methods). Analisis regresi linear berganda ini digunakan untuk menganalisis variabel
independen terhadap variabel dependen. Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan
persamaan regresi sebagai berikut:
PRA = a + b1BHS + b2PMS + b3PLT + b4NPF + b5ROA+ b6FDR + b7JKR + e (5)
Keterangan:
PRA = Pertumbuhan Aset PLT = Pelatihan
a = Konstanta NPF = Non-Performing Financing
b1-b7 = Koefisien regresi ROA = Return on Assets
BHS = Bagi Hasil FDR = Financing to Deposit Ratio
PMS = Promosi JKR = Jumlah Kantor
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
379
4. Hasil Analisis Data dan Pembahasan
Berdasarkan kriteria sampel, diperoleh 60 sampel yang siap untuk diolah, akan tetapi hanya
48 sampel yang dapat digunakan untuk pengolahan data selanjutnya karena 12 data menjadi
outlier disebabkan tidak terpenuhinya asumsi prasyarat regresi. Pengujian hipotesis secara
statistik dengan regresi linear berganda mensyaratkan adanya pengujian asumsi klasik. Hasil uji
normalitas menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai signifikasi 0,538, lebih
besar dari taraf signifikansi dalam penelitian ini yaitu 0,05, sehingga dapat diartikan bahwa data
terdistribusi normal. Hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai value inflation factors (VIF)
antara 1,438-8,168 (dibawah 10) dan tolerance value antara 0,122-0,696 (diatas 0,1), sehingga
tidak terjadi masalah multikolinearitas pada persamaan regresi. Hasil uji autokorelasi
menunjukkan nilai Durbin-Watson (DW) 2,028. Nilai DW model regresi terletak diantara
du<DW<(4-du) atau 1,882 < (DW=2,028) < 2,118, artinya tidak terjadi masalah autokorelasi
pada persamaan regresi. Hasil uji heteroskedastisitas dengan uji Glejser menunjukkan nilai
signifikansi dari setiap variabel penelitian diatas 0,05, sehingga tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas pada persamaan regresi dari penelitian ini. Tabel 2 berikut ini menunjukkan
hasil uji heteroskedastisitas dari persamaan regresi penelitian ini.
Tabel 2. Hasil uji heterokedastisitas
Variabel Signifikansi Keterangan
Bagi Hasil (BHS) 0,590 Tidak terjadi heterokedastisitas
Promosi (PMS) 0,591 Tidak terjadi heterokedastisitas
Pelatihan (PLT) 0,906 Tidak terjadi heterokedastisitas
Non-Performing Financing (NPF) 0,800 Tidak terjadi heterokedastisitas
Return on Assets (ROA) 0,519 Tidak terjadi heterokedastisitas
Financing to Deposit Ratio (FDR) 0,975 Tidak terjadi heterokedastisitas
Jumlah Kantor (JKR) 0,098 Tidak terjadi heterokedastisitas
Sumber: data diolah 2019
Persamaan regresi dalam penelitian ini menunjukkan model yang fit dengan nilai F =
10,491 dan signifikansi 0,000 (kurang dari 0,05). Nilai koefisien determinasi (Adjusted R2)
menunjukkan angka 0,586. Pengujian hipotesis dengan menggunakan model analisis regresi
linear berganda menunjukkan persamaan sebagai berikut:
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
380
PRA = -32.361 – 0,004BHS + 0,547PMS + 0,100PLT – 7,746NPF – 2,785ROA + 1,045FDR
– 0,042JKR + e
Hasil pengujian hipotesis penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Hasil uji hipotesis
VariabelKoefisien
Regresi
Signifikans
iKeterangan
Bagi Hasil (BHS) -0,004 0,464 H1 ditolak
Promosi (PMS) 0,547 0,049 H2 diterima
Pelatihan (PLT) 0,100 0,827 H3 ditolak
Non-Performing Financing
(NPF)
-7,746 0,005 H4 diterima
Return on Assets (ROA) -2,785 0,318 H5 ditolak
Financing to Deposit Ratio
(FDR)
1,045 0,000 H6 diterima
Jumlah Kantor (JKR) -0,042 0,304 H7 ditolak
Sumber: data diolah 2019
Hasil pengujian hipotesis untuk bagi hasil menunjukkan nilai koefisien -0,004 dengan
tingkat signifikansi 0,464. Nilai signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05, maka H1 ditolak.
Penelitian ini menunjukkan bahwa bagi hasil tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank
umum syariah. Selama satu dekade ini (2009-2018) ternyata konsep bagi hasil yang
dilaksanakan pada bank umum syariah belum mampu meningkatkan pertumbuhan asetnya. Hal
ini ditunjukkan dengan koefisien regresi negatif meskipun tidak menunjukkan nilai yang besar.
Terdapat kemungkinan nasabah masih tertarik untuk menanamkan dananya pada bank umum
yang memiliki unit usaha syariah, sehingga nasabah dapat lebih fleksibel melakukan
transaksinya dengan bank konvensional. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi temuan Aisy et al.
(2010) dan menjadi tantangan bank umum syariah untuk terus mensosialisasikan konsep bagi
hasil yang memang paling tepat untuk menanamkan dana nasabah.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis untuk promosi, menunjukkan nilai koefisien 0,547
dengan tingkat signifikansi 0,049 yang lebih kecil dari 5% atau 0,05 dan H2 diterima. Hal ini
berarti promosi berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah. Penelitian ini mendukung
temuan penelitian Syafrida et al. (2011) dan Lestari (2009). Oleh karena itu, promosi masih
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
381
merupakan pilihan yang efektif untuk meningkatkan aset bank umum syariah agar semakin
banyak dana umat yang ditanamkan.
Hasil pengujian hipotesis untuk pelatihan menunjukkan nilai koefisien 0,100 dengan tingkat
signifikansi 0,827. Nilai signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05, maka H3 ditolak. Penelitian
ini menunjukkan bahwa pelatihan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank umum
syariah. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi temuan Aisy et al. (2010) dan belum mendukung
temuan Pratiwi et al. (2018). Akan tetapi berdasarkan nilai koefisien regresi positif,
menunjukkan bahwa pelatihan bagi karyawan bank umum syariah masih mampu meningkatkan
asetnya, meskipun secara statistik belum terdukung. Kondisi ini justru memunculkan
kesempatan kerjasama dengan berbagai lembaga pendidikan guna mempersiapkan sumber daya
manusia yang profesional di bidang keuangan syariah mengingat pangsa pasar bank umum
syariah yang masih terbuka luas.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis untuk Non-Performing Financing, menunjukkan nilai
koefisien -7,746 dengan tingkat signifikansi 0,005 yang lebih kecil dari 5% atau 0,05 dan
H4 diterima. Hal ini berarti Non-Performing Financing berpengaruh terhadap pertumbuhan
aset bank syariah. Penelitian ini mendukung pendapat Retnadi (2006) yang menyatakan bahwa
apabila nilai NPF yang rendah menunjukkan bahwa dana yang ditanamkan nasabah sebagai aset
produktif bank umum syariah semakin meningkat dikarenakan bank umum syariah mampu
meminimalisasi risiko yang terjadi. Hasil penelitian ini juga mendukung temuan penelitian
Solihatun (2014) dan Fauzi (2011). Kondisi ini semakin mengokohkan pendapat bahwa prinsip
syariah merupakan cara yang paling tepat untuk mengelola dana yang diamanahkan kepada bank
umum syariah selam satu dekade ini dan di waktu-waktu sebelumnya.
Hasil pengujian hipotesis untuk Return on Assets menunjukkan nilai koefisien -2,785
dengan tingkat signifikansi 0,318. Nilai signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05, maka H5
ditolak. Penelitian ini menunjukkan bahwa Return on Assets tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan aset bank umum syariah. Penelitian ini belum mampu mengkonfirmasi penelitian
Purboastusi et al. (2015); Sudarsono (2017); dan Rabaa et al. (2016). Hal ini dikarenakan
pertumbuhan aset yang dikelola bank umum syariah seperti yang telah dikemukakan sebelumnya
cenderung mengalami pertumbuhan yang tidak stabil, sehingga pihak bank umum syariah terus
berusaha meningkatkan jumlah aset yang dapat dikelola dengan memanfaatkan momentum fase
kedua perkembangan perbankan syariah di tahun 2019 ini.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
382
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis untuk Financing to Deposit Ratio, menunjukkan nilai
koefisien 1,045 dengan tingkat signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 5% atau 0,05 dan
H6 diterima. Hal ini berarti Financing to Deposit Ratio berpengaruh terhadap pertumbuhan aset
bank syariah. Penelitian ini mendukung penelitian Syafrida et al. (2011) dan Sudarsono
(2017), serta menunjukkan bahwa selama satu dekade ini (2008-2019) bank umum syariah
memiliki likuiditas yang baik, sehingga mampu memenuhi pembiayaan yang dilakukan dengan
total aset yang dimiliki.
Hasil pengujian hipotesis untuk jumlah kantor menunjukkan nilai koefisien -0,042 dengan
tingkat signifikansi 0,304. Nilai signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05, maka H7 ditolak.
Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah kantor tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan aset
bank umum syariah. Hasil penelitian ini belum mendukung temuan (Putra 2017), akan tetapi
mendukung sebagian temuan Aisy et al. (2010). Pada era revolusi industri 4.0 saat ini ternyata
sebagian besar bank umum syariah lebih memilih menggunakan strategi segmentasi pasar yang
lebih banyak memanfaatkan teknologi informasi serta jaringan internet sebagai basis layanan
perbankan syariah. Penggunaan jumlah kantor yang tidak terlalu banyak dapat diantisipasi
dengan memanfaatkan mobile services maupun joint services yang lebih efisien dari segi
operasionalisasinya.
5. Kesimpulan dan Saran
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diantara beberapa faktor internal yang menjadi
penentu keberhasilan bank syariah dalam meningkatkan asetnya ternyata selama satu dekade ini
promosi, Non-Performing Financing dan Financing to Deposit Ratio berpengaruh terhadap
pertumbuhan aset bank umum syariah, sedangkan bagi hasil, pelatihan, Return on Assets dan
jumlah kantor tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank umum syariah. Penelitian ini
memberikan bukti empiris bahwa bank umum syariah selama satu dekade ini semakin mampu
menunjukkan perkembangannya bersama dengan bank konvensional, bahkan beberapa unit
usaha syariah dari bank konvensional mulai mempertimbangkan untuk menjadi bank umum
syariah. Pihak bank umum syariah sendiri nampaknya mulai menguatkan beberapa tolak ukur
keberhasilan kinerja internalnya dan memilih untuk lebih memanfaatkan layanan berbasis
teknologi informasi serta internet agar para nasabah juga mulai teredukasi bahwa layanan
perbankan dapat dilakukan dimana saja
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
383
Sesuai dengan simpulan hasil penelitian, maka pada penelitian selanjutnya dapat lebih
diamati tentang keunggulan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung layanan
perbankan syariah sekaligus meningkatkan minat pengelolaan dana umat menjadi aset produktif
bagi bank umum syariah. Selain itu pada penelitian selanjutnya dapat ditambahkan faktor
edukasi apa yang diperlukan agar masyarakat semakin tertarik menanamkan dana ke bank umum
syariah, mengingat muslim masih merupakan penduduk terbesar jumlahnya di Indonesia.
Apabila diperlukan bank umum syariah justru memunculkan jurnal tentang hal-hal penting yang
menarik untuk diamati dari masyarakat calon nasabah potensial bank umum syariah.
Daftar Pustaka
Aisy, D.R. & Mawardi, I. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Aset BankSyariah di Indonesia Tahun 2006-2015. Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan,Vol. 3, No. 3 (Maret): pp. 249-265. ISSN: 2407-1943.
Antonio, M.S. 2000. Bank Syariah: Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute.
Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.
Arif, M.N.R.A. 2010. Efektifitas Biaya Promosi dan Biaya Diklat Terhadap PenghimpunanDana Pihak Ketiga di Bank Syariah. Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol. 15, No. 3.ISSN: 0853-862X.
Arifin, M. & Nasution, B. 2015. The Dynamics Study of Regulations on Syariah BankingIndonesia. International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 5, No. 3(March): pp. 237-242. ISSN: 2220-8488.
Assauri, S. 2011. Manajemen Pemasaran. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Bank Indonesia. 2012. Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2012.
Cleopatra, Y.W. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Aset Perbankan Syariahdi Indonesia Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 5, No. 1.
Fauzi. I.A. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Aset Pada Koperasi JasaKeuangan Syariah Berkah Madani. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan HukumUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tidak dipublikasikan.
Gomes, F.C. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset.
Lestari, P. 2009. Efektivitas Pengaruh Besaran Biaya Promosi Dalam PenghimpunanDana Pihak Ketiga. Al-Iqtishad, Vol. I, No. 2 (Juli): pp. 1-32. ISSN: 2087-135X.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
384
Moekijat. 1997. Administrasi Perkantoran. Bandung: Mandar Maju.
Nur, A.W. 2007. Strategi Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia. La_Riba, Vol. 1, No.2: pp. 169-186. ISSN: 1978-6751. doi: https://doi.org/10.20885/lariba.vol1.iss2.art2.
Pratiwi, S. L. & Cahyono, H. 2018. Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap PeningkatanKualitas SDM Bank Syariah Pada Bank Syariah Mandiri KCP Lamongan. JurnalEkonomi Islam, Vol. 1, No. 2: pp. 145-153. http://journal.unesa.ac.id/index.php/jie.
Purboastuti, N., Anwar, N. & Suryahani, I. 2015. Pengaruh Indikator Utama PerbankanTerhadap Pangsa Pasar Perbankan Syariah. JEJAK Journal of Economics and Policy.Vol. 8. No. 1: pp. 13-22. ISSN: 1979-715X. doi: 10.15294/jejak.v8i1.3850.
Putra, D.E. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pertumbuhan Total AsetPerbankan Syariah di Indonesia Periode 2011-2015. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi danBisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. url:http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/35501.
Rabaa, B. & Younes, B. 2016. The Impact of The Islamic Banks Performances onEconomic Growth: Using Panel Data. International Journal Of Economics AndFinance Studies, Vol. 8, No. 1: pp. 101-111. ISSN (Online): 1309-8055
Rahayu, F. & Cahyono, H. 2018. Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya ManusiaTerhadap Peningkatan Etos Kerja Islami Karyawan Bank Syariah BukopinCabang Darmo Surabaya. Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 1, No. 2: pp. 38–45.http://journal.unesa.ac.id/index.php/jie.
Retnadi, D. 2006. Perilaku Penyaluran Kredit Bank. Jurnal Kajian Ekonomi, Vol. 5.
Rifin, A., Saptono I.T. & Dewati H.R. 2015. Pemilihan Metode Spin Off Unit Bisnis SyariahDengan Pendekatan Analisa Faktor (Studi Kasus PT. BNI Syariah dan PT. Bank SyariahBRI). Jurnal Al-Muzara’ah. Vol. 3, No. 2: pp. 123-135. ISSN: 2337-6333.
Rosyadi, S. 2018. Revolusi Industri 4.0: Peluang dan Tantangan bagi AlumniUniversitas Terbuka. Artikel diunduh dari: https://www. researchgate.net/publication/revolusi-industri-40 , diakses pada tanggal 10 Februari 2019.
Schawab, K. 2017. The Fourth Industrial Revolution. New York: Crown Business Press.
Solihatun. 2014. Analisis Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah Di IndonesiaTahun 2007–2012. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 12, No.1 (Juni): pp. 57-68.
Sudarsono, H. 2017. Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Profitabilitas Bank Syariahdi Indonesia. Economica: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 8, No. 2: pp. 175-203. ISSN:2085-9325. doi: http://dx.doi.org/ 10.21580/economica.2017.8.2.1702
Swastha, B. & Handoko, T.H. 2002. Manajemen Pemasaran, Edisi Kedua, Cetakan Kedelapan.Jakarta : Penerbit Liberty.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
385
Syafrida, I. & Abror, A. 2011. Faktor-Faktor Internal dan Eksternal yang MempengaruhiPertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 10,No. 1 (Juni): pp. 19-34. ISSN: 1412-2774.doi: http://dx.doi.org/10.32722%2Feb.Vol10.No.1.2011.pp.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Widarti, W. 2014. Sumber Daya Manusia Bank Syariah. Artikel diunduh dari:https://wiwitwidarti.wordpress.com/, diakses 02 Januari 2019.
Yunita, R. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Profitabilitas Perbankan Syariah diIndonesia (Studi Kasus pada Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2009 –2012).Jurnal Akuntansi Indonesia, Vol. 3, No. 2 (Juli): pp. 143 – 160. ISSN: 0216-6747.
Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”
386
BIOGRAFI PENULIS
Penulis Pertama adalah Mahasiswa pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi danBisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tegah, Indonesia. Penulis saat ini sedangmenempuh semester akhir dari masa studinya dan sudah menyelesaikan penulisan skripsi. Untukinformasi lebih lanjut, dapat dihubungi melalui [email protected]
Penulis Kedua adalah Dosen pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tegah, Indonesia. Pendidikan S1 adalah SarjanaEkonomi di bidang Akuntansi dan S2 adalah Magister Manajemen di bidang ManajemenKeuangan. Fokus pengajaran dan penelitian penulis adalah pada manajemen keuangan,akuntansi keperilakuan dan sistem informasi akuntansi. Penulis kedua sekaligus menjadicorresponding author dan untuk informasi lebih lanjut dapat dihubungi [email protected]