Untitled - Jurnal UNISFAT

395

Transcript of Untitled - Jurnal UNISFAT

i

ii

SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

SEMINAR BISNIS MAGISTER MANAJEMEN

(SAMBIS)

2019

TEMA

“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

PELAKSANAAN

Hari, Tanggal : Sabtu, 22 Juni 2019

Tempat : Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana lt 5 UMS

Pembicara Utama : Prof. Mudrajat Kuncoro (UGM)

Pimpinan Bank Indonesia

Alamat Sekretariat

Program Magister Manajemen, Sekolah Pascasarjana

Kampus II UMS

Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura Surakarta 57102

Telp: 0271-717417 ext453

Email : [email protected]

Website : sambis.mm.ums.ac.id

iii

KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuhu

Salam Sejahtera bagi kita semua

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia-Nya

Prosiding Seminar Bisnis Magister Management dengan tema “Membangun Ekonomi

Kreatif yang Berdaya Saing” dapat diterbitkan. SAMBIS 2019 ini telah terselenggara

Program Studi Magister Manajemen UMS Manajemen Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Tema tersebut dipilih dengan alasan untuk memberikan perhatian dunia

akademik tentang apa saja tantangan dan bagaimana strategi pengembangan bisnis

dalam peningkatan ekonomi kreatif

Para akademisi nasional telah banyak menghasilkan penelitian di bidang

ekonomi akuntansi, manajemen serta pengabdian masyarakat, namun masih banyak

yang belum didesiminasikan dan dipublikasikan secara luas, sehingga tidak dapat

diakses oleh masyarakat yang membutuhkan. Atas dasar tersebut, Seminar Nasional ini

menjadi salah satu ajang bagi para Akademisi nasional untuk mempresentasikan

penelitiannya, sekaligus bertukar informasi dan memperdalam masalah penelitian, serta

mengembangkan kerjasama yang berkelanjutan

Pelaksanaan Seminar & Call For Papers tanggal 22 Juni 2019, sebagai wujud

pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dalam bentuk publikasi ilmiah. Terkait

dengan hal ini, Uni. Muhammadiyah Surakarta, Univ. Muhammadiyah Sumtra, Univ.

Pelita Harapan, UMKT, UNS, univ. Muhammadiyah Makassar, IAIN Surakarta, Univ,

Sultan Fatah Demak, klinik Kasih Ibu dan Univ. Mercu Buana, bersinergi

melaksanakan event ini sebagai wahana berbagi gagasan mengenai strategi

pengembangan bisnis dalam peningkatan ekonomi kreatif dan membangun jejaring

kerjasama antara Akademisi, Peneliti dan Praktisi dalam upaya bersama

mengembangkan ekonomi kreatif 4.0 untuk menciptakan praktik sustainable business.

Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah membantu terselenggaranya Seminar Nasional & Call For Papers SAMBIS

2019 ini. Semoga Prosiding ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang

berkepentingan.

Wassalaamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuhu

Surakarta, 29 Mei 2019

Hormat Saya,

Ketua Panitia

Ihwan Susila, Ph.D

iv

SEMINAR BISNIS MAGISTER MANAJEMEN

(SAMBIS)

2019

Reviewer

1. M.Farid Wajdi, Ph.D

2. Dr. Anton Agus Setyawan

3. Ihwan Susila, Ph.D

4. Dr. Syamsudin, MM.

5. Imronudin, Ph.D

6. Wiyadi, Ph.D

7. Soepatini, Ph.D

8. Dr. Edy Purwo Saputro

9. Dr. Muzakar Isa, SE., Msi.

10. Kussudyarsana, Ph.D

Dewan Redaksi

Ketua Redaksi : Dr. Muzakar Isa, SE., MSi

Dewan Redaksi :

1. M.Farid Wajdi, Ph.D

2. Dr. Anton Agus Setyawan

3. Ihwan Susila, Ph.D

4. Dr. Syamsudin, MM.

5. Imronudin, Ph.D

6. Wiyadi, Ph.D

7. Soepatini, Ph.D

8. Dr. Edy Purwo Saputro

9. Kussudyarsana, Ph.D

Sekertariat/Sirkulasi :

1. Sajiwo Tri Prakoso, SE., MM

2. Sasongko Tri Utomo, SE., MM

3. Civi Erikawati, SE., MM

4. Aulia Uswatun Khasanah, SE., MM.

5. Febrianur Ibnu Fitroh SP, SE.

Desain dan Layout : Sajiwo Tri Prakoso, SE., MM

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR REVIEWER

DAFTAR ISI

1. TINGKAT LITERASI KEUANGAN DOSEN FAKULTAS EKONOMI

DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA

UTARA

Ade Gunawan, Delyana Rahmawany Pulungan, Murviana Koto .......................... 1

2. THE IMPACT OF FIRM AND BOARD CHARACTERISTICS

TOWARDS EARNINGS MANAGEMENT

Nikki Rosellyn A. dan Herlina Lusmeida ................................................................. 10

3. ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAN GOOD

CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP FINANCIAL DISTRESS

(Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI 2014-

2017)

Vionita dan Herlina Lusmeida .................................................................................. 36

4. PENGARUH RETURN ON EQUITY DAN DEBT TO EQUITY RATIO

TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN SUB SEKTOR

PERDAGANGAN ECERAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK

INDONESIA PERIODE 2013-2017 Maya Sari Jufrizen, dan Huda M. Al-Attas ............................................................. 63

5. PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DANCORPORATE

SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADA PPROFITABILITAS (RETURN

ON EQUITY) PADA PERUSAHAAN ASURANSI YANG

TERDAFTARDI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2013-2017.

Radiman, dan Sri Fitri Wahyuni .............................................................................. 76

6. PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO, UKURAN

PERUSAHAANDAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP

PERTUMBUHANLABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2013-2017

Sri Fitri Wahyuni, dan Muhammad Andi Prayogi ................................................. 85

7. ANALISIS SWOT DAN POSISI KEWIRAUSAHAAN JAMAAH

MASJID

Agung Riyardi, Wafiatun Mukharomah, dan Triyono........................................... 95

vi

8. MENGINTEGRASIKAN NILAI SOSIAL DAN FINANSIAL DARI

PERSPEKTIF PERUSAHAAN

Yohana F.Cahya Palupi Meilani ......................................................................... 104

9. PENGUKURAN EFISIENSI KINERJA UMKM MENGGUNAKAN

METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

Maya Fauziah Permatasari, Anton Agus Setyawan. ............................................. 118

10. PENGARUH LITERASI KEUANGAN DAN MODAL SOSIAL TERHADAP

INKLUSI KEUANGAN MAHASISWA

Delyana Rahmawany Pulungan1Ameliyani Ndruru ............................................. 132

11. PENGARUH MOTIVASI, BIAYA PENDIDIKAN DAN LAMA

PENDIDIKAN TERHADAP MINAT MAHASISWA AKUNTANSI UNTUK

MENGIKUTI PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI (PPAk) (Studi Empiris

Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Muhammadiyah Surakarta)

Devita Anggraini dan Nursiam ............................................................................... 143

12. PENGARUH HARGA, KUALITAS INFORMASI, DAN KEAMANAN

TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK MELALUI E-

COMMERCE (studi empiris pada Konsumen E-commerce di Kota Surakarta)

Dian Tri Sulistyawati dan Nursiam......................................................................... 160

13. PERSEPSIAN RISIKO ADOPSI E-BANKING

Dr. Edy Purwo Saputro, SE, MSi ....................................................................... 179

14. DAYA TARIK PRODUK RAMAH LINGKUNGAN

M. Nasir, SE, MM dan Dr. Edy Purwo Saputro, SE, MSi ................................ 189

15. ANALISIS PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT

TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RAWAT JALAN RSUD

KARANGANYAR

Oktavy Budi Kusumawardhani ........................................................................ 199

16. KEBIJAKAN SPASIAL SPILLOVER TENAGA KERJA PROPINSI JAWA

TENGAH Dr. E. Caroline, SE, MSi

1) Dr. Etty Puji Lestari, SE, MSi, Dr Ceacilia

Srimindarti S.Pd, M.Si, Dyah Kusumawati S.Sos, M.Si, Achmad Nuruddin

Safriandono M.Kom .................................................................................................. 214

17. PENGARUH REVOLUSI INDUSTRI 4.0 PADA KEWIRAUSAHAAN

UNTUK KEMANDIRIAN EKONOMI Niko Sangaji

1 Vincent Hadi Wiyono

2Tri Mulyaningsih ........................................ 226

vii

18. PERMINTAAN DAN PENAWARAN TENAGA KERJA SERTA

PENGANGGURAN DI INDONESIA

Novia Dani Pramusinto, Akhmad Daerobi, dan Tri Mulyaningsih .................... 233

19. PERANAN KEBIJAKAN MONETER MENGENDALIKAN SUKU

BUNGA DAN INFLASI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DI 4 NEGARA ASIA Dedy Sunaryo Nainggolan, SE

1 dan Siti Aisyah Tri Rahayu,SE.,M.Si.,Ph.D,

Lukman Hakim,SE.,M.Si.,Ph.D ............................................................................... 244

20. PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM,

DAN SISA LEBIH ANGGARAN TERHADAP BELANJA LANGSUNG

(STUDI PADA KABUPATEN/KOTA EKS KARESIDENAN SURAKARTA

TAHUN 2012-2016) Dowes Ardinugroho, S.Pd, Dr. Albertus Maqnus Soesilo, M.S, dan Dr.

Mulyanto, M.E ........................................................................................................... 258

21. POTENSI PAJAK PELAKU UMKM DIGITAL DAN KEWAJIBAN

ZAKAT Fenty Fauziah ............................................................................................................ 276

22. TATA KELOLA KEUANGAN YANG BAIK BAGI UMKM Noer Sasongko, Rina Trisnawati, Erma Setiawati dan Evi Dewi kusumawati .. 287

23. PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT MELALUI INDUSTRI

KREATIF PADA WISATA RELIGI MASJID JAMI’ MENGGORO DAN

WISATA TRADISI JUMAT PAHING Yulfan Arif Nurohman, dan Fahri Ali Ahzar ........................................................ 292

24. PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TRANSPARANSI

PENGELOLAAN KEUANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Fahri Ali Ahzar , dan Yulfan Arif Nurohman ...................................................... 300

25. PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN MEMBUAT ORNAMEN DEKORASI

PESTA POM-POM LAMPION PADA SISWA-SISWI SMA NEGERI 112

JAKARTA

Ade Permata Surya, dan Fitria Nursanti ........................................................... 304

26. PENGABDIAN MASYRAKAT TENTANG PENITNGNYA

PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PADA BANK SAMPAH

Noer Sasongko, dan Eskasari Putri .................................................................. 317

27. PENGUATAN KELEMBAGAAN DESA WISATA KREATIF KENEP

SUKOHARJO

Muzakar Isa dan Aflit Nuryulia P ......................................................................... 321

28. STUDI KELAYAKAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR WOOD

PELLET PADA IKM NATA DE COCO DI KABUPATEN SRAGEN

Syamsudin1, Muzakar Isa

2, Liana Mangifera

3, Siti Fatimah Nurhayati 327

viii

29. PENGARUH ANEMIA, STATUS GIZI, DIABETES MELITUS, DAN

HIPERTENSI TERHADAP KELELAHAN KERJA

Noor Dhian M, Wiyadi, Hari Wujoso, dan Chuzaimah ............................. 336

30. PENGARUH KOMITE AUDIT, PROPORSI KEPEMILIKAN

INSTITUSIONAL, PROFITABILITAS DAN KOMPENSASI RUGI

FISKAL TERHADAP PENGHINDARAN PAJAK

Mutiah Munawaroh dan Shinta Permata Sari .............................................. 352

31. FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG MEMPENGARUHI

PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA

SELAMA SATU DEKADE (2009-2018)

Bagus Supriyanto dan Shinta Permata Sari ................................................ 368

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

1

TINGKAT LITERASI KEUANGAN DOSEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

Ade Gunawan1, Delyana Rahmawany Pulungan2

1,2Ekonomi dan Bisnis, UMSUJl. Mukhtar Basri No. 3 Medan, 20238, 061-6619056

[email protected]

[email protected]

Murviana Koto3

3Ekonomi dan Bisnis, UMSUJl. Mukhtar Basri No. 3 Medan, 20238, 061-6619056

[email protected]

AbstractFinancial literacy is a basic and important requirement for individual to be able to make financialplanning, managing personal finance and make appropriate financial decisions including lecturersat the Faculty of Economics and Business University of Muhammadiyah Sumatera Utara. Thisstudy aims to determine how the level of financial literacy of lecturers at Faculty of Economics andBusiness UMSU based on gender, age, monthly income and expenditure per month. This type ofresearch is explanatory research and quantitative descriptive. The population is 94 permanentlecturers who teach at the Faculty of Economics and Business UMSU, using saturated samplesmeans the entire population is the sample of this study. Data analysis techniques used descriptiveanalysis assisted by SPSS software. The results of the study prove that lecturers of Faculty ofEconomics and Business UMSU have a low level of financial literacy (below 60%). Femalelecturers have a low level of financial literacy compared to male lecturers, a group of younglecturers with an age range of 23-35 years as a group of lecturers with the lowest level of financialliteracy, a group of lecturers with income and expenditure levels in the category between IDR1,000,000 to Rp.5,000,000, - as the group with the lowest literacy level. Financial awareness andeducation is the most appropriate solution to overcome low financial literacy levels.

Keywords: Financial literacy, Financial capability

1. Pendahuluan

Kesulitan ekonomi menjadi gambaran bahwa adanya kesulitan keuangan yang mengancam

kehidupan manusia pada saat sekarang ini maupun di masa depan khususnya untuk persiapan masa

pensiun yang lebih baik. Seseorang mengalami kesulitan dalam mengelola keuangan adalah

gambaran akan rendahnya tingkat literasi keuangan yang juga menjadi gambaran bagaimana bentuk

perilaku dalam mengelola keuangan pribadinya. Perilaku keuangan seseorang dalam

membelanjakan uang pribadinya bergantung pada tingkat literasi keuangan yang dimiliki seorang

individu(Finansialku 2017)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

2

Literasi keuangan adalah pendidikan dan pemahaman tentang berbagai seluk beluk

pengelolaan keuangan, agar seseorang mampu mengelola keuangan pribadi secara baik dan efisien

serta mampu mengambil keputusan keuangan yang tepat seperti investasi, asuransi, properti, biaya

pendidikan dan kesehatan, membuat angsuran, pensiun dan perencanaan pajak (Finansialku 2017)

Literasi keuangan ini juga dianggap sebagai solusi yang membantu seseorang untuk terhindar dari

masalah keuangan. Masalah keuangan bukan hanya tentang penghasilan rendah, melainkan juga

kesalahan mengelola keuangan seperti pemakaian kartu kredit berlebihan, perencanaan keuangan

yang salah hingga mempersiapkan pensiun yang mapan.(Krishna, Rofaida, and Sari 2010)

Orang-orang yang memiliki tingkat literasi keuangan yang tinggi maka akan lebih suka untuk

merencanakan persiapan masa pensiunnya karena mengharapkan masa tua yang nyaman dan

berkecukupan, sehingga mereka mencari program peningkatan pemahaman dan keterampilan

mengelola keuangan untuk menambah kemampuan mengelola keuangan pribadi(Lusardi and

Mitchell 2011) Perilaku positif seseorang dalam mengelola keuangan sebagai dampak dari tingkat

pengetahuan dan keterampilan keuangan yang baik sehingga masa depan bisa direncanakan dengan

baik termasuk persiapan masa pensiun yang sejahtera. Tetapi ada temuan lain bahwa edukasi

keuangan tidak mampu secara maksimal mendukung seseorang untuk meningkatkan pengetahuan

dan keterampilannya dalam mengelola keuangan pribadi sehingga menjadi gambaran bahwa

edukasi keuangan yang diperoleh tidak berhasil meningkatkan literasi keuangannya. Ada peran

faktor motivasi dan lingkungan baik internal dan eksternal yang berperan untuk meningkatkan

literasi keuangan yang akan berdampak pada perencanaan masa pensiun seseorang(Hui, Taylor

Shek-wai 2016)

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU tentu dianggap dan dinilai sebagai individu yang

mampu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola keuangan pribadi dengan baik.

Khususnya dosen yang mengampu mata kuliah manajemen keuangan atau mata kuliah yang berlatar

belakang keuangan. Dosen pengampu mata kuliah berlatar belakang keuangan dinilai sudah

memiliki pengetahuan tentang keuangan yang baik yang secara otomatis juga memberikan

keterampilan dalam mengelola keuangan pribadinya secara baik dan benar. Dosen Fakultas

Ekonomi dan Bisnis juga dianggap memiliki perilaku keuangan yang positif sebagai hasil dari

tingkat pengetahuan dan keterampilan keuangan yang baik sehingga bermanfaat bagi persiapan

masa pensiun mereka untuk rasa aman di hari tua. Tetapi kondisi pengamatan penulis sebagai salah

satu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang juga mengampu mata kuliah berlatar belakang

keuangan ternyata tidak semua dosen memiliki anggaran atau pencatatan terhadap arus kas masuk

dan arus kas keluar keuangan pribadinya, sehingga ada anggapan bahwa tidak semua dosen

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

3

memiliki tingkat literasi keuangan yang baik. Kondisi ini menjadi tantangan bagi para dosen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis apakah mampu memiliki tingkat literasi keuangan yang baik sehingga

berdampak pada kemampuan mengelola keuangan yang baik demi masa depan yang baik tanpa

harus bergantung pada orang lain.

Berdasarkan pemaparan yang disajikan, maka penulis tertarik untuk menggali lebih dalam

bagaimana tingkat literasi keuangan para dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).

2. Kajian Pustaka

2.1 Literasi Keuangan

Literasi keuangan didefinisikan sebagai pengetahuan dalam mengelola keuangan tentang

manajemen keuangan, tabungan dan pinjaman, asuransi dan investasi. Semakin tinggi tingkat

literasi keuangan seseorang tergambar pada perilaku keuangan dan kebijaksanaan dalam mengelola

keuangan yang efektif (Huston, 2010)

Literasi keuangan juga diartikan sebagai kemampuan untuk membaca, menganalisis,

mengelola dan mengkomunikasikan tentang bagaimana kondisi keuangan pribadi yang dikaitkan

dengan kesejahteraan materi. Kemampuan yang dimiliki berhubungan dengan kemampuan untuk

membedakan pilihan keuangan, kemampuan untuk mendiskusikan masalah keuangan, dapat

membuat perencanaan keuangan masa depan serta kemampuan secara kompeten merespons segala

ketidakpastian yang bisa terjadi sehingga mampu mempengaruhi keputusan keuangan sehari-hari

((Cude et al. 2006; Huston, 2010)

Literasi keuangan menjadi sangat penting, untuk meningkatkan tanggung jawab individu

serta melihat kemampuan tabungan yang bisa mencukupi masa tua atau masa pensiunnya. Adanya

fluktuasi bunga pinjaman yang besar dapat menyebabkan potensi kebangkrutan pada seseorang. Hal

ini terjadi akibat kesalahan dalam mengelola keuangan. Literasi keuangan dibagi dalam lima

kategori (Remund, 2010), yaitu:

1) Pengetahuan tentang konsep keuangan

2) Kemampuan mengkomunikasikan konsep keuangan

3) Kemampuan mengelola keuangan pribadi

4) Keterampilan membuat keputusan keuangan secara tepat

5) Kepercayaan diri dalam merencanakan kebutuhan keuangan masa depan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

4

2.2 Financial Capability

Financial Capability merupakan kemampuan keuangan sebagai konsep tentang pengetahuan

dan keterampilan masyarakat dalam memahami kondisi keuangan pribadi sejalan dengan kemauan

untuk bertindak. Seseorang yang memiliki kemampuan mengelola keuangan artinya memiliki

rencana keuangan untuk masa depan mereka, menemukan dan menggunakan informasi yang

dibutuhkan, memahami dan bertindak berdasarkan saran yang diberikan sehingga mendukung

partisipasi yang besar pada pasar jasa keuangan.

Kemampuan keuangan dan literasi keuangan dibedakan berdasarkan definisi masing-masing.

Seseorang yang mampu secara finansial tidak hanya diartikan memiliki tingkat literasi yang baik

tetapi juga memiliki pemahaman akan produk dan layanan keuangan yang berkualitas sehingga

membantu mereka mengambil keputusan keuangan yang tepat.

Kemampuan keuangan diukur dari seberapa baik seseorang dalam memenuhi kebutuhan,

membuat perencanaan keuangan ke depan, memilih dan mengelola produk keuangan, serta

memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam membuat keputusan keuangan (Lusardi and Mitchell

2011). Kemampuan seorang individu dalam mengelola keuangan berdasarkan keterampilan,

pengetahuan dan kemampuan mengelola keuangan pribadi serta mampu membuat laporan

keuangan. Oleh karena itu pengelolaan keuangan didasrkan pada pengetahuan dan pemahaman dan

mengelola keuangan untuk membantu mengambil keputusan keuangan secara baik dan benar

(Gunawan, et al, 2018). Kemampuan dalam mengelola keuangan diuku dengan beberapa faktor

berikut ini (Gunawan, et al, 2018).

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan telaah pustaka yang dipaparkan , maka kerangka berpikir yang dibangun dalam

penelitian ini adalah tingkat literasi keuangan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU diukur

berdasarkan jenis kelamin, usia, rata-rata penghasilan keluarga setiap bulan, rata-rata pengeluaran

keluarga setiap bulan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan keterampilan

dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU memiliki tingkat yang berbeda pada saat diukur

berdasarkan jenis kelamin, usia, rata-rata penghasilan keluarga setiap bulan, rata-rata pengeluaran

keluarga setiap bulan.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

5

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU pada tahun 2017-2018.

Jenis penelitian bersifat explanatory research dan bersifat deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian

adalah dosen tetapy yang mengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU sebanyak 94 orang

dengan menggunakan sampel jenuh yang artinya seluruh populasi dijadikan sampel penelitian ini.

Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara. Teknik pengolahan data

diawali dengan penyebaran kuesioner untuk menguji validitas dan reliabilitas sampel kepada 30

responden diluar sampel penelitian. Kemudian dilakukan pada seluruh sampel yaitu 94 responden.

Teknik pengukuran tingkat literasi keuangan dilakukan dengan menyebarkan kusioner pilihan

berganda kepada seluruh responden. Peringkat ditentukan berdasarkan persentase kebenaran dari

seluruh jawaban responden dari 26 pertanyaan yang diadaptasi dari penelitian Chen dan Volve

(Chen and Volpe 1998)

Jawaban responden pada kuisioner personal literasi keuangan kemudian dibagi ke dalam tiga

kategori, yaitu:(Gunawan, Pulungan, and Koto 2018)

1. < 60%, menunjukkan tingkat literasi keuangan individu pada level rendah

2. 60% - 79%, menunjukkan tingkat literasi keuangan individu pada tingkat menengah

3. > 80%, menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan individu berada pada level

tinggi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Deskriptif Tingkat Literasi Keuangan Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 1: Tingkat Literasi Keuangan Dosen FEB UMSU Berdasarkan Jenis Kelamin

4 4 3 3

Low MediumHigh

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

6

Gambar 1 menjelaskan tentang tingkat literasi keuangan para dosen mayoritas berada

pada level rendah, yaitu 7,06% responden dosen memiliki tingkat literasi keuangan yang

tinggi, 9,44% dosen memiliki tingkat literasi keuangan pada level menengah dan yang

paling banyak adalah 83,5% dosen memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah.

b. Deskriptif Tingkat Literasi Keuangan Berdasarkan Usia

Gambar 2: Tingkat Literasi Keuangan Dosen FEB UMSU Berdasarkan Usia

Gambar 2 menjelaskan bahwa mayoritas dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

UMSU memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah berada pada dosen yang memiliki

rentang usia 23 hingga 35 tahun. Dosen dengan rentang usia ini merupakan dosen muda

yang baru berprofesi sebagai dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU.

c. Deskriptif Tingkat Literasi Keuangan Berdasarkan Rata-Rata Penghasilan KeluargaSetiap Bulan

Gambar 3: Tingkat Literasi Keuangan Dosen FEB UMSU Berdasarkan Rata-RataPenghasilan Keluarga Setiap Bulan

25-35tahun 36-45tahun 46-55tahun >55tahun

Low

Mediu

m High

40

35

30

25

20

15

10

5

0

Tingkat Finansial Literasi Berdasarkan Usia

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

7

Gambar 3 menjelaskan bahwa rata-rata penghasilan keluarga setiap bulan, terlihat

bahwa mayoritas dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU berada pada tingkat

penghasilan keluarga > Rp 1 juta hingga Rp 5 juta, yaitu 47% responden berada pada

tingkat literasi keuangan yang rendah. 30 % responden memiliki rata-rata penghasilan

keluarga berada pada kelompok penghasilan Rp 5 juta – Rp 10 juta memiliki level literasi

keuangan yang sedang, 15,3% responden memiliki rata-rata penghasilan keluarga sebesar

Rp 10 juta – Rp 15 juta dengan tingkat literasi keuangan yang tinggi dan 7% responden

dengan rata-rata penghasilan keluarga lebih besar dari Rp 20 juta memiliki tingkat literasi

keuangan pada level sedang.

5. Pembahasan

Literasi keuangan merupakan kebutuhan penting dan paling mendasar bagi semua orang agar

terhindar dari masalah keuangan dan perilaku konsumtif sehingga tidak memiliki perencanaan

keuangan untuk masa depan dalam mempersiapkan masa pensiunnya. Tingkat literasi keuangan

yang baik diharapkan dapat membantu seseoranng mengelola keuangan pribadi, membuat

perencanaan keuangan dan menghasilan keputusan keuangan yang tepat bagi hidupnya terutama

keamanan masa depannya. Seseorang yang memiliki tingkat literasi keuangan yang baik akan

memiliki pengetahuan keuangan yang berhubungan dengan perencanaan keuangan secara umum,

mampu mengkomunikasikan konsep keuangan secara benar, mengelola keuangan dengan tepat,

terampil mengambil keputusan yang benar, serta percaya diri untuk merencanakan keuangan

keluarga secara efektif (Remund 2010)

Seseorang yang memiliki tingkat literasi keuangan yang tinffi akan suka merencanakan

persiapan masa pensiun karena menginginkan masa tua yang nyaman dan berkecukupan. Mereka

akan mencari program peningkatan literasi keuangan mereka agar dapat meningkatkan pengetahuan

dan keterampilan mereka dalam mengelola keuangan pribadinya (Lusardi and Mitchell 2011)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU memiliki

tingkat literasi keuangan yang rendah, karena di bawah angka 60% yang menjawab pertanyaan

pengukuran literasi keuangan secara benar. Dosen yang berjenis kelamin perempuan memiliki

tingkat literasi keuangan jauh lebih rendah dibandingkan dosen berjenis kelamin pria. Adanya

gambaran bahwa dosen sebagai pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis dan secara umum

diketahui memiliki pemahaman yang baik dalam bidang ekonomi tetapi belum tentu memiliki

pemahaman yang cukup dalam mengelola keuangan pribadinya secara benar. Literasi keuangan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

8

tidak hanya tentang pengetahuan tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya dalam mengelola

keuangan pribadi secara baik dan tepat.

Berdasarkan kategori usia juga diketahui bahwa dosen dengan rentang usia 25-35 tahun

diketahui memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah sebagai kelompok dosen yang mayoritas

di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU dibandingkan dengan dosen yag berusia di atas 35 tahun.

Adanya gambaran bahwa umumnya dosen dengan usia muda memiliki tingkat literasi keuangan

yang lebih rendah serta tidak memiliki perencanaan untuk masa depan dan masa pensiunnya karena

lebih opitimis beranggapan memiliki waktu kerja yang lebih panjang.

Berdasarkan kategori penghasilan diketahui bawah mayoritas dosen dengan penghasilan Rp.

1.000.000,- s/d Rp. 5.000.000,-memiliki literasi keungan yang rendah dibandingkan dosen dengan

penghasilan di atas Rp. 5.000.000,- Hal ini menggambarkan bahwa dosen yang berpenghasilan

terbatas akan menyebabkan lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan

merasa terbatas untuk berinvestasi karena memiliki dana terbatas sehingga mencegah mereka untuk

berinvestasi dalam bentuk asset non riil melainkan memilih untuk berinvestasi dalam bentuk asset

riil seperti tanah, rumah tinggal serta emas perhiasan. Kategori lain untuk melihat tingkat literasi

keuangan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU adalah rata-rata pengeluaran keluarga setiap

bulan. Hasilnya diketahui bahwa dosen dengan jumlah pengeluaran Rp.1.000.000,- s/d

Rp.5.000.000,- memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah karena menghabiskan

penghasilannya pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari, dana yang dimiliki diutamakan untuk

konsumtif, sedangkan investasi bukan menjadi hal penting untuk persiapan pensiun dan masa depan

yang aman dan sejahtera.

Kenyataan hasil penelitian menyebabkan perlunya ada kesadaran untuk merubah pola hidup

dan menambah edukasi keuangan yang dilakukan secara konsisten bagi dosen Fakultas Ekonomi

dan Bisnis UMSU agar pemahaman dan kemmampuannya mengelola keuangan pribadi menjadi

lebih baik.

6. Kesimpulan

Pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam mengelola keuangan yang diukur dalam

tingkat literasi keuangan merupakan kebutuhan utama dan mendasar bagi semua orang agar

terhindar dari masalah keuangan. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU memiliki tingkat

literasi keuangan yang rendah sehingga memberikan gambaran bahwa meskipun responden

merupakan pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis di UMSU, memiliki pengetahuan yang cukup

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

9

tentang manajemen keuangan, pemahaman bidang ekonomi yang baik tetapi masih masuk dalam

kategori individu yang belum mampu mengelola keuangan yang baik bahkan masih masuk dalam

kategori tidak memiliki perencanaan keuangan yang baik sehingga selalu gagal mengambil

keputusan keuangan secara tepat.

Acknowledgement

Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada UMSU yang telah memberikan

kontribusi baik secara pendanaan maupun dukungan moril pada saat proses pengambilan data

sehingga penelitian ini bisa dilaksanakan dan selesai dengan baik dan memberikan kontribusi

besar dalam mengukur tingkat literasi keuangan yang dimiliki oleh Dosen Fakultas Ekonomi

dan Bisnis UMSU. Saya juga mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh Dosen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU yang bersedia memberikan waktu dan pemikirannya

untuk menjadi responden dalam penelitian ini sehingga hasilnya diharapkan dalam menjadi

kontribusi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para Dosen Fakultas Ekonomi

dan Bisnis UMSU dalam mengelola keuangan pribadi demi keberhasilan dalam

mempersiapkan masa pensiun dengan baik.

Daftar PustakaChen, H, and R.P Volpe. 1998. “An Analysis of Personal Financial Literacy Among College

Student.” Financial Services Review 7(2): 107–28.Cude, B. J et al. 2006. College Students and Financial Literacy:What They Know and What We

Need to Learn.Finansialku. 2017. “No.”Gunawan, Ade, Delyana Rahmawany Pulungan, and Murviana Koto. 2018. Peran Literasi

Keuangan Pada Kemampuan Pengelolaan Keuangan Untuk Persiapan Masa Pensiun SecaraMandiri (Studi Kasus Pada Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis UMSU). Medan.

Hui, Taylor Shek-wai, et al. 2016. The Role Of Financial Literacy In Financial Decisions AndRetirement Preparedness Among Seniors And Near-Seniors. Social Research andDemonstration Corporation.

Huston, S.J. 2010. “Measuring Financial Literacy.” Journal of Consumer Affairs 44(2).Krishna, A, R Rofaida, and M Sari. 2010. “Analisis Tingkat Literasi Keuangan Di Kalangan

Mahasiswa Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Survey Pada Mahasiswa UniversitasPendidikan Indonesia.” In Proceedings of The 4th International Conference on TeacherEducation, Bandung, Indonesia.

Lusardi, Annamaria, and Olivia S. Mitchell. 2011. “Financial Literacy And Retirement Planning InThe United States.” Journal of Pension Economics and Finance. 10(4): 509–25.

Remund, D L. 2010. “Journal of Consumer Affairs.” Financial literacy explicated: the case for aclearer definition in an increasingly complex economy 44(2).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

10

THE IMPACT OF FIRM AND BOARD CHARACTERISTICS TOWARDSEARNINGS MANAGEMENT

Nikki Rosellyn A.1 dan Herlina Lusmeida2

Universitas Pelita HarapanTangerang - Banten

Email: [email protected]

[email protected]

AbstractThis research aims to empirically prove the impact of firm and board characteristics, consisting offirm leverage, firm size, audit quality, independence of board of directors, CEO duality, board size,share ownership, board composition, and size of audit committee towards earnings management.The population in this study are manufacturing companies that have been listed on the IndonesiaStock Exchange in the period of 2013-2017. Sample used was a total of 100 manufacturingcompanies per year observed. Audit quality, independence of board of directors, CEO duality,board size, share ownership, board composition, and size of audit committee were taken from theannual reports of the companies. Data analysis method uses a multiple regression analysis. Theresults of the analysis found that firm leverage, audit quality, and board composition has asignificant effect on earnings management. On the other hand, firm size, independence of board ofdirectors, CEO duality, board size, share ownership, and size of audit committee did not have asignificant effect towards earnings management.

Keywords: firm characteristics, board characteristics, earnings management, leverage, firm size

1. Background

Over time, the issue regarding the theory of earnings management has been raising concerns

among financial market regulators, financial operators, investors and also academic researchers

according to one of the former US Security Exchange Commission Chairman circa 2002 as quoted

by Uwuigbe et al (2015). The concept of earnings management had been going on and has been

receiving much attention due to corporate failures. The trend had enlarged the doubts of

stakeholders regarding to the credibility and reliability of the financial report. The importance of a

company’s earnings is quite big such that it should not be over emphasized. To add, according to

Uwuigbe et al (2015), the profession in accounting also has responsibility to protect the company,

with keeping in mind that a company’s final product of the accounting process is earnings.

Waweru and Riro (2013) elaborated that financial reports with high quality is more

acknowledged by investors and other stakeholders that are final users of the said financial reports.

By having high qualityfinancial reports, it gives users more reliable information that is finally

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

11

later used for decision making. Inaddition, high quality financial reporting increases the

transparency level and helps in executing better contracts. In addition, the International Chamber

of Commerce (ICC), which is a company that helps business around the globe to operate

internationally and responsibly, states that the efficiency of the market and also investors’

confidence level increase in the situation where the financial report information is reliable and

has high quality in the aspects of consistency, comparability and understandability. In a journal

article by Nugroho and Eko (2011), they argued that the independence of the board of

commissioners and the existence of an audit committee contribute to a firm’s corporate

governance. They also added that those two factors are the main focus for the Indonesia’s SEC

(Stock Exchange Committee) and regulator, BAPEPAM, (Indonesian Capital Market and

Financial Institution Supervisory Agency). Nugroho and Eko (2011) also stated in their research

that in addition to independence of board of commissioners and also the existence of audit

committee, stock ownership, chief executive officer duality, board size, board composition, board

tenure, and board interlock can have effect on a firm’s earnings management.

This topic of research is interesting to be researched on because of the fact that this concept of

earning management up till now has been topic of debate and concern for regulators, financial

operators, investors and researchers. Particularly, this topic of research has been discussed several

times in journal articles from other countries outside of Indonesia. With this topic being discussed

in many countries, it seemed to be a good opportunity to apply and further explore this research

topic into Indonesia.

This research paper will explore deeper about the impact of a firm’s characteristics and

board characteristics towards earnings management in Indonesia. This research is made based on

companies in Indonesia that is listed on the Indonesia Stock Exchange, with observation years

spanning from 2013 to 2017. Based from the facts above, writer wishes to further study and

explore whether firm characteristics such as; firm size, leverage, and corporate strategy impacts

the earning management of a company.

.

2. Theoritical Framework And Hypothesis Development

2.1 Basic Concept Definitions

2.1.1 Earnings Management

To discuss the earnings management, it is important to know the role of the financial

statements in a company’s operations. By the explanation by Sun and Rath (2008), the main role

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

12

of the financial statements of a company is to give a report regarding the financial situation and

information of firms with faithful representation and timeliness for both internal and external

users. These financial statements are the main method of how the end users are able to

understand the financial performance of the firm. Earnings in a major part of the financial

statements as it is used to create business decisions.

The definition of earnings as provided by Goel (2012) is that it represents the bottom line or

net income. It is the most important element of the financial reports because it specifies a

company’s value added activities and also helps in the organization of resources in the capital

market.

Mentioned in a study conducted by Uwuigbe et al (2015), earnings management is defined

as the efforts of management to influence the financial reports, especially earnings, through the

use of accounting techniques, or the changing of the use of accounting techniques that has been

intended to have an effect on earnings.

2.1.2 Information Asymmetry

One of the reasons to explain earnings management in information asymmetry. Sun and

Rath (2008) explained that the existence of asymmetry of information leads management to

manage earnings and as a result, external users of the information are unable to attain the full

information in a company environment which has information asymmetry.

In an argument by Jiraporn et al (2008), he states that a greater level of information

asymmetry creates a more difficulty for the users of information to observe the behavior of

management, and as a result, it gives management more luxury in mistreating their ways in the

process of financial reporting.

A solution to information asymmetry as proposed by Al-Fayoumi et al (2010) is to

increase institutional investors as they are more sophisticated and well informed than normal

individual investors. Al-Fayoumi et al (2010) also added that if there are more institutional

investors, the information asymmetry in the company will decrease, thus in turn will make it

more difficult for managers to influence earnings.

2.1.3 Agency Theory

One of the more earlier researches regarding the agency theory as written by Jensen and

Meckling (1976), suggested that the agency theory problem is that when managers of the

company (agents) acts according to their own will and advantage, and in an opportunistic way,

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

13

while inflicting damages to the owners or shareholders of the company.

An explanation provided by Bhundia (2012) reveals that agents are willing to give a good

image and representation of the company’s financial position for the shareholders so that they

may be able to maximize their interests and keep their positions in the company. On the other

hand, agency issues may appear if it so happens that the agent’s wealth increase does not

indicate that the shareholders wealth also increase. Basically meaning that opportunistic

earnings management can have agency issues.

Teshima and Shuto (2008) discusses that an incentive alignment, meaning that

management are also shareholders of the firm, will decrease the earnings management. This is

due to the fact that the goals of management and the shareholders are the same.

2.1.4 Earnings Management Techniques

2.1.4.1 Accrual Based Earnings Management

In a paper published by the Congressional Research Service, written by Gnanarajah

(2014), the accrual basis of earnings management is defined as an accounting method where

revenue is recorded when it has been earned, expenses are recorded when they are incurred,

even when the payment has not yet been done. According to Ewert and Wagenhofer (2011),

accrual based earnings management begins with the transactions, with the goal of manipulating

the recognirtion, measurement and disclosure of the said transactions and also other events that

will be represented in the financial statements. The influencing of recognition and measurement

choices will have an effect on the net assets and earnings of a certain period and will be reversed

in the coming periods. On the other hand, the influencing of classification and presentation don’t

have any effect on the numbers, but will have effect on the subtotals of the numbers. Lastly, the

influencing of disclosures will have effect on the amounts that have been reflected in the

financial statements, yet they don’t change the numbers in the balance sheets and income

statement.

2.1.4.2 Real Earnings Management

In the definition provided by Ewert and Wagenhofer (2011), real earnings management is

the form of management that includes arranging transactions that are reported in the financial

statements so that they will influence the reported amounts. These influenced transactions

generally influence negatively the total cash flows, thus the results cannot be reversed. Since

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

14

the results are unable to be reversed, the consequences are costly to the firm. Due to this fact,

accounting standards and rules are unable to prevent management from conducting real

earnings management as the accounting standards and rules is incapable of differentiating the

real transactions and those transactions which has been designed for the purpose of earnings

management.

Explained by Zang (2012), this type of earnings management is described to be an action

with a goal which is done to change the reported financial information to go a certain way by

changing the timing, or organizing financial transaction.

2.1.5 Firm Characteristics

2.1.5.1 Firm Size

In a research by Ali et al (2015), they mentioned that larger firms have a tendency to have

a better internal control system. These internal controls in larger firms are more effective. Ali et

al (2015) also mentioned that larger companies have better teams of internal auditors who are

much more qualified and competent as compared to firms that are smaller. They further added

that larger firms havebetter chance to hire the Big 4 accounting firms as their external auditors.

Larger firms also have much more funds to have the best technology in the process of financial

information preparation. Nugroho and Eko (2011) defines size of the firm to be measured by

the natural logarithm of the total assets of thefirm.

2.1.5.2 Firm Leverage

In the research by Prasavita et al (2014), a company’s leverage ratio gives an idea to

external parties about how much of the company is being funded by loans or debt. A company

that has a high debt have a chance to conduct a debt violation, therefore sometimes company

turn to earnings management to try and reduce the level of debt they have. Usually in this

situation, managers would reduce the level of debt by increasing the earnings they record. By

doing so, the managers help the company to maintain its reputation amongst the external

parties, as companies that have higher debt level has a tendency to have a more difficult time

getting more funds.

2.1.6 Audit Quality

In a research by Bassiouny et al (2016), it was mentioned that a high audit quality has a

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

15

better change of detecting and reporting any errors and any irregular things in the financial

reports. The auditing process reduces the chance of managers to hide information from the

shareholders by the process of the validation of the financial reports created by the company.

Therefore, there is a need for good quality auditors to make good quality audit reports. Rusmin

(2010) and Chung et al (2005) mentions that the big 4 companies have a much higher audit

quality because they are more well-known and have better resources to train their auditors.

Bassiouny et al (2016) audit quality is measured on whether or not the public accountant used is

from the big four (Pricewaterhouse Coopers, Ernst and Young, Deloitte, KPMG).

2.1.7 Board Characteristics

2.1.7.1 Independence of Board of Directors

According to Nugroho and Eko (2011) board of directors is defined as the number of

people, selected by the shareholders of a company, to take a very high position in the company

along with its responsibilities, including forming policies for company operations. Defined by

Daghsni et al (2016), board independence is the most important aspect in figuring out the

effectiveness of the board’s work in reducing opportunistic chances for managers to practice

earnings management.

They suggested that the ratio of external directors on the board should outnumber the

internal directors on the board. Dagshni et al (2016) also mentioned that an independent

director is a person who is not affiliated with the company, and hasno interest in it as well.

2.1.7.2 CEO Duality

As defined by Nugroho and Eko (2011) chief executive officer duality means that the

chief executive officer has another role in the company, usually as the owner of the company,

apart from he or she being the chief executive officer of the company. In a definition by

Obigbemi et al (2016), they mentioned that by the Code of Corporate Governance, the positions

of CEO and owner should not be mixed together as the combined role of both CEO and owner

could lead to a large power owned by an individual. If a single individual has too much power,

this individual could turn into a situation where there is a power concentration, which could

lead to the CEO or owner to cause harm to stakeholders of the company.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

16

2.1.7.3 Board Size

Nugroho and Eko (2011) gave a definition that board size is described as the number of

members in the board. It consists of the members on the board of directors and the board of

commissioners. Mentioned in a research by Daghsni et al (2016), a larger sized board improves

the ability to have control over the company. They further explained that the size of the board

should not be too big or not too small. They suggested the optimal size for a board is between 5

to 9 members. This is because a board too big will lose its effectiveness in the controlling of

the company.

2.1.7.4 Board Ownership

Nugroho and Eko (2011) defines board ownership as the number or percentage of shares

that is owned by the members of the board. Aygun et al (2014) explains that according to the

agency theory, managers at times do not wish to act in the company on behalf of the

stakeholders. This is because the managers do not have the same interest in the company as the

stakeholders do. Aygun et al (2014) further discusses that if managers have a higher level of

shares of the company, they have a tendency to work on behalf of the stakeholders as they have

also become stakeholders, when they own the company shares.

2.1.7.5 Board Compositon

Defined by Nugroho and Eko (2011), board composition refers to the ratio of

independent commissioners to the total number of members on the board. Board composition

should be effective, accurate, and be fast in making decisions. The role of independent

commissioners in the board is as a neutral and have a balanced decision making environment,

so to satisfy the interest of all stakeholders of the company.

2.1.7.6 Audit Committee

Nugroho and Eko (2011) defines audit committee or independent auditors as the ones

who are responsible for supervision of the company from a third party point of view. They are

tasked with the review of financial information that will be publicized for the company’s

shareholders, and they will give an assessment of those reports. They are required to discover

any issues in the financial statements and should there be any issues found, they are to report

them to the board.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

17

2.2 Conceptual Framework

Picture 1. Conceptual Framework

Source : data processed by researchers

2.3 Hypothesis Development

The theory of financial distress studies the incentives of earnings management by managers

in companies facing financial distress. As discussed by Fung and Goodwin (2013), they argue that

in the situation where managers influence the earnings of a company, the reason to that action is

because the worthiness of the firm’s credit is in doubt.

In another aspect, through the information asymmetry theory as discussed by Jones et al

(2005), the presence of information asymmetry is less for companies with larger loans and this is

due to the fact that the costs of obtaining information regarding a borrower is lower and access is

more easily granted to those with large loans. Oppositely, companies with smaller loans are more

likely to face larger information asymmetry.

With these prior research, writer expects that as a company has a larger loan, the practice of

earnings management is increased as management would like for the users of the financial

information to have the image that the company is doing financially well. Therefore, writer comes

up with the following hypothesis:

H1: There is a positive significant relationship between Firm Financial Leverage and

EarningsManagement

In a previous research conducted by Meek et al (2007), he discussed that through the

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

18

information asymmetry theory, larger firms have a lower tendency of information asymmetry. The

reason to this fact is that as a company is larger, the governance and controls of the company is

greater, thus leading to a lower practice of earnings management.

Another reason as to why there is a possibility of a negative relationship between firm size

and earnings management is explained in by Kim et al (2003). The study claims that as larger firm

has a stronger internal control, there would be more knowledgeable auditors that help in making the

financial statements published become more reliable, and therefore lessening the practice of

earnings management. In addition to the internal controls of a company decreasing earnings

management, it was also discussed that large companies have a reputation to upkeep and that their

reputation cost is high as they have more knowledge and understanding about their line of

business, consequently this may prevent larger firms to reduce their practice of earnings

management.

With the basis of these prior research, writer expects that as a firm grows larger, it would

have a reduction in the practice of earnings management. As a result, writer comes up with the

hypothesis as follows:

H2: There is a negative significant relationship between Firm Size and Earnings Management

In a research previously conducted by Alzoubi (2015), their results show that companies

that have been audit ed by the big four audit firms have lower earnings management, and

companies that are audited by audit firm other than the big four show larger instances of earnings

management. With this results, writer assumes that as a company is audited by the big four auditing

firms, the level of earnings management tend to decrease. This results in the writer formulating the

following hypothesis:

H3: There is negative significant relationship between audit quality and earnings management.

Cornett et al (2008) also adds that independent members of the board of directors are in a

better role in terms of the monitoring and controlling of the company’s managers. The study by

Cornett et al (2008) further elaborated that as the monitoring of managers increase, there would be

a lower practice of earnings management. With the facts stated above gathered from previous

research, writer expects that as the number of members on the board of directors increase, the

chances of performing earnings management will decrease. Consequently, writer comes up with

the following hypothesis:

H4: There is negative significant relationship between independence of board of directors and

earnings management.

Chief Executive Officer Duality is defined as a manager’s dual role in the company by

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

19

Nugroho and Eko (2011). This basically means that the CEO of the company has more than one

position in the structure of the company. This is mentioned by Gul and Leung (2004), and quoted

by Nugroho and Eko (2011) as the situation in which the CEO also takes the position of the

chairman of the board. This duality of CEO is also mentioned to end up in a power concentration,

which can lead to management preference.

Cornett et al (2008) argues that the separation of the duties of CEO and chairman to two

people will create a more efficient and effective supervision of the company. With this, writer

expects that CEO duality will create earnings management to take place. As mentioned above, with

the CEO having two positions to fill inthe company, the supervision will not be more efficient and

effective if there are two people doing the job, thus writer comes up with the following hypothesis:

H5: There is positive significant relationship between chief executive officer duality and earnings

management.

Based on previous research conducted by Syahirah (2017), it is mentioned that by having

more members in the board, the board will then consist of people from different professional

backgrounds and this may include financial experts or funders. Saleh et al (2005) adds that due to

the increased variety of background of the members on the board, the company may have better

performance and can help better their supervision on the company’s operations. These two

researches basically explain that with a larger board size, the jobs are then distributed more

equally and will result in better performance and supervision. To counter the previous research,

Gulzar and Zongjun (2011) explained that with a smaller board size, the members are able to focus

more on decision making. With these researches in mind, writer takes assumption that as the

number of board members increase, the manipulation of financial reporting will lessen, thus

resulting in the following hypothesis:

H6: There is a negative significant relationship between board size and earnings management.

As previously mentioned above in the basic concept definition section of this paper,

Teshima and Shuto (2008) reveals that with incentive alignment, the level of earnings

management will decrease. The reason is that management will have the same goals as the

shareholders of the company. In addition, Nugroho and Eko (2011) mentioned in their research that

as managers own corporate shares, they will eventually have the same objectives as the company’s

shareholders. This will in turn control management’s behavior in the process of preparing the

financial statements of the company.

From the results of the previous research conducted, writer takes into consideration and

assumption that as the percentage of share ownership by management increases, the company will

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

20

then reduce the level of earnings management as their goals are in line with those of other

shareholders. With this, writer suggests the following hypothesis:

H7: There is negative significant relationship between board ownership and earnings

management.

In addition, Nugroho and Eko (2011) also stated in their research that the independent

commissioners present in the board should create balanced decision making, so that they are able

to protect the minority shareholders and other parties. Writer assumes that as independent

commissioners are present in the board,

there should be information fairness and equality as above it has been mentioned that the

independent commissioners in the board are working to represent and protect the smaller

shareholder. Therefore, writer suggests the following hypothesis:

H8: There is negative significant relationship between board composition and earnings

management.

The audit committee’s task is to monitor the process of financial reporting, monitor the

company’s internal control effectiveness, monitor the statutory audit of the financial statements,

and lastly review and monitor the audit firm’s independence. Basically, the audit committee is to

oversee the company’s audit process and also take part in the communication with external auditors

directly, not through management. A research by Mishra and Malhotra (2016), shows result that as

companies have a larger audit committee size, earnings management decrease.

With these theories in mind, writer takes assumption that since the audit committee are

paying much attention to the process of the company’s financial reporting, and more people to

monitor, there should be lesser chances for management to try and influence the earnings amount,

thus reducing the possibility of earnings management. Due to this, writer proposes the following

hypothesis:

H9: There is a negative significant relationship between the size of an audit committee and

earnings management

3. Research Methodology

The population for the data collection is manufacturing companies that has been listed on

the Indonesia Stock Exchange for the period of 2013-2017. The sample is selected by using

purposive sampling method with criteria as follow:

1. The company are manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange in the

period of observation 2013 - 2017.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

21

2. The company publishes its financial statements and audited annual report each year,

especially in the observation period beginning with the fiscal year ended at December 31,

2013 through fiscal year ended at December 31, 2017.

3. Published financial statements and annual reports of companies observed use Indonesian

Rupiah as its currency.

4. The financial statements and annual report published by the company contain information

necessary for the research.

This research paper uses the following regression model to examine and test for the impact of

multiple independent variables which are the firm characteristics on the dependent variable which

is the earnings management practice in firms listed in the Indonesia Stock Exchange.

= 0+ 1 + 2 + 3 + 4 + 5+ 6 + + 7 + 8 + 9 +

Where:

DAC : is the dependent variable earnings managementmeasured by the discretionary accrual,

FSIZE : is the firm's size,FLEV : is the firm's financial leverage,AQ : audit quality, dummy variable, given score 1 if

audit firm is Big 4.BODIND : is the independence of BODCEODUAL : is the duality of company CEO, dummy

variable, given score 1 if CEO has dual role.BSIZE : number of members on the boardOWN : share ownership of managers on the boardBCOMP : ratio of independent managers to total number of

managers on the boardAC : Audit committee size, measured by number of

memberson the audit committeeAnd the ε is the error term

Model for Total Accruals

= −Where:

TACCt: total accruals in year t,NIt: net income in year t,

CFOt: cash flows from operating activities in year t.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

22

According to Bassiouny et al (2016), earnings management is part of accruals that

managers are able to control and manipulate. Total accruals are divided into two parts which are

discretionary accruals and non-discretionary accruals. To calculate discretionary accruals, non-

discretionary accruals are deducted from total accruals (Shah et al 2009)

= +

Where:

TA: total accruals,DA: discretionary accruals,NDA: non-discretionary accruals

on the modified Jones model 1995, which the study by Bassiouny et al (2016) uses, the

equation to be used in calculating the NDA is as follows: (Shah et al 2009).

Where:

NDAt: Non-discretionary accruals for firm in year t,At-1: Total assets for firm in year t-1,ΔREVt: Change in the revenues (sales) for firm in year t less revenue in year t-1

ΔARt: Change in accounts receivables for firm in year t less receivable in year t-1

PPEt: Gross properties, plants and equipment for the firm in year t

The calculation for total accruals for the Jones Model is then calculated using the followingformula:

Following the calculation of the total accruals and the non-discretionary accruals through the

equation of the modified Jones Model 1995, the discretionary accruals is then to be calculated using

the following equation: (Bassiouny 2016)

= −1−

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

23

4. Results And DiscussionDescriptive Statistic

Table 1. Descriptive Statistics

Source: Output Result from Stata 12

The data provided in table above shows the results of the data’s descriptive statistics. The

data’s characteristics are shown in the descriptive statistics test, such as the number of

observations, the mean, standard deviations, minimum, and maximum value of the data.

Test of Classical Assumption

For the purpose of this research, the measurement for the dependent variable uses the

absolute values. This is to gain better results as compared to when using the data that includes both

positive and negative signs. Based on the test done, the data for this research has been passed test

of classical assumption for normality test, autocorrelation test, heteroskedasticity test, and

multicolonierity test.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

24

Test of Hypothesis

Table 2. Results of Regression

Source: Output Result from Stata 12

4.1.1 Coefficient of Determination (R2)

The coefficient of determination R2 basically estimates how much the ability of the

research model to explain the dependent variable is. The coefficient of determination value is

between 0 and 1. A small R2 value means that the ability of the research model to explain the

dependent variable is limited. On the other as the R2 value gets closer to 1, it means that the

independent variables give almost all the information needed to predict the dependent variable. In

this research, the R2 value is 0.0589 which means that only 5.89% of the research model can explain

the dependent variable. This is due to the fact that there are still many other factors or other

variables outside the research model that explains the dependent variable, which is earnings

management.

4.1.2 T-Statistics

The T-statistics test is done to see the significance of the independent variables

individually in explaining the dependent variable. In this research, the dependent variable is

earnings management, with the discretionary accruals as its proxy. The test is done at a significance

level of 5% (α=5%). If the significance value of the independent variable is less than 0.05, then the

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

25

independent variable has a significant effect on the dependent. Based on the results of the

regression, leverage, audit quality, and board composition have come to have significant effect on

the dependent variable.

Leverage stands with a value of 0.032 and the coefficient is positive. This means that

leverage has a significant positive relationship to earnings management. Next, the audit quality

results in a value of 0.014, which means that it has a significant relationship with the dependent, yet

it has a negative association as the coefficient is a negative. This means that a company’s audit

quality has a significant negative relationship to earnings management. Lastly, board composition

resulted in a value of 0.022, which means there is a significant relationship. Since the coefficient is

a negative, this means that there is a significant negative relationship between board composition

and earnings management. The rest of the independent variables; firm size, board independence,

CEO duality, board size, ownership, and number of audit committee members, do not support the

hypothesis developed earlier in the research.

4.1.3 F-Statistics

F-test is conducted to see whether the independent variables in the data regression model as

the whole has a significant effect on the dependent variable. F- statistics is also used to see the

appropriateness of the regression model used. This research uses a significance level of 5%

(α=5%). If the probability value of F is smaller than 0.05, it can be deduced that the independent

variables have an influence on the dependent variable. Based on the results above, the probability

value is 0.0005 which shows that simultaneously, the independent variables have a significant

impact on the dependent variable.

4.5 Analysis of Regression

4.5.1 Firm Leverage

In table 2, the coefficient for firm leverage (lev) is shown to be 0.2319429 with a probability

of 0.032 (<0.05). From the results of the regression, the study shows that firm leverage has a

significant effect on the dependent variable, earnings management. The positive sign on the

coefficient suggests that there is a positive relationship between leverage and earnings

management.

Excluding the signs of discretionary accruals, as this study has used the absolute value for

the measurement of earnings management, with discretionary accruals as a proxy, the study cannot

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

26

specify whether leverage increases or decreases earnings management. However, by the results

from this study, there is a positive correlation between leverage and earnings management.

The result of this study is not in consistence with the study done by Uwuigbe et al (2015) in

which they stated that there is an insignificant relationship between leverage and earnings

management. On the other hand, the research done by Moghaddam and Abbaspour (2017) found

that leverage has a positive significant relationship with earnings management. Relating this

explanation back into the results of the study, the study sums up that the greater the degree the

leverage, the greater the degree of earnings management.

A reason to explain the significant relationship between leverage and earnings

management is may be trying to lower their leverage so that the investors would get to see that the

company they are going to invest in is actually doing well financially, and not in too much debt.

Simply put, as leverage increases, managers would try to find a way in their accounting practice to

bring down the level of leverage so that investors can see that the company does not have too much

loan on their hands.

4.5.2 Firm Size

From table 2, it can be seen that the coefficient of firm size (size) is 0.0179913 with a

probability of 0.484 (>0.05). From this result of the regression, it can be seen that firm size,

measured as the natural logarithm of the firm’s total assets, has no significant relationship towards

earnings management.

This result is inconsistent with the research conducted by Uwuigbe et al. (2015) and Ali et

al (2015) in which in their research shows that there is a positive significant relationship between

the firm’s size and the practice of earnings management. The result from this study shows that the

size of a firm does not have any effect to whether or not the company practices earnings

management. A reason to explain this result is probably due to earnings management not being a

practice that is exclusive for a certain firm size. A company of any size is able to perform earnings

management, therefore it may explain the reason why the size of the firm does not have any

significant effect on earnings management.

4.5.3 Firm Audit Quality

Table 2 gives the value of the coefficient of audit quality (aq) to be - 0.2067874 and a

probability of 0.014 (<0.05). This value means that there is a significant relationship between a

firm’s audit quality, measured as a dummy variable, and earnings management. The negative sign

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

27

on the coefficient suggests that there is a negative correlation between audit quality and earnings

management. This result is in accordance with the research done by Lopes (2018) in which it stated

that there is a negative significant relationship between audit quality and earnings management.

The result of this study is also consistent with the results from the study by Alzoubi (2015) in

which the results were that there is a negative significant relationship between audit quality and

earnings management

Since the measurement for earnings management uses the absolute value of the

discretionary accruals, the study cannot explicitly specify whether the dependent variable increases

or decreases as the independent increase or decrease, but can summarize that since there is a

negative relationship between audit quality and earnings management, as shown by the sign of the

coefficient, earnings management is lesser when the big four companies are employed by the

company. The reasoning to the results come from the fact as stated by Rusmin (2010) and Chung et

al (2005) that the big four companies have great awareness of high quality of audit. Since these big

four companies are internationally known, they would not risk to tarnish their reputation as to let

large levels of earnings management be present in their clients.

4.5.4 Independence of Board of Directors

As seen in table 2, the coefficient of independence of board of directors (indbod) is

0.0460349 with a probability of 0.279 (>0.05). From this result, the study suggests that the

independence of the board of directors, as measured by the number of independent directors on the

board, do not have any significant relationship with earnings management.

The result is inconsistent with the study conducted by Busirin et al (2015) in which their

results show a negative significant relationship between independence of directors and earnings

management. An explanation to why the results come up as insignificant could be that independent

directors are incapable of having a significant level of supervision on the management of the

company. As suggested in the study by Nugroho and Eko (2011), they stated that it is possible that

independent directors are hired due to the interest of the company to put up a face of

professionalism and to be seen by the shareholders to have a sense of external supervision over the

management of the company.

4.5.5 CEO Duality

Table 2 shows the coefficient of CEO duality (ceo) to be -0.1040661 with the probability

of 0.268 (>0.05). From this result, it explains that the duality of the chief executive officer,

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

28

measured as a dummy variable, has no significant relationship to earnings management.

The results from the regression is inconsistent with the results produced in the research

conducted by Daghsni et al (2016) and Salihi and Kamardin (2015) in which their results is a

positive significant relationship between the CEO duality and earnings management. Here in this

study it can be seen from table 4.1 that the mean for CEO duality is 0.824, meaning that the CEOs

in 82.4% of the data in the sample has two positions in the company. Yet with that many data, it

was shown that there is an insignificant relationship between CEO duality and earnings

management. This comes to explanation that even though in theory CEO duality could create more

opportunity to practice earnings management, it does not mean that the CEO will take that option,

as shown in the results of this study.

4.5.6 Board Size

The coefficient of board size (bsize) as provided in table 2 gives the value of -0.0031978

and the probability of it being 0.764 (>0.05). This result means that the relationship between the size

of the board, measured by the number of members on the board of directors and the board of

commissioners, is not significant The result of the study’s regression is inconsistent with the

findings of Daghsni et al (2016) and Obigbemi et al (2016) in which they found that there is a

negative significant relationship between the size of the board and earnings management. The

results of this study shows that the number of members on the board, may it be many or little, does

not have any effect to whether or not the company practices earnings management. To explain the

reason behind the results, it is possible that indifferent to the number of members on the board, all

management people want the financials of the company to show good numbers so that shareholders

would have more interest in the company, and shareholders are satisfied with the company’s

financial situations. So no matter how many people there are on the board, all managers have the

same goal which is to make the company seem to be in a good financial condition at all times so to

also satisfy their shareholders.

4.5.7 Share Ownership

The result for share ownership as shown in table 2, gives a coefficient value of -

0.3572073 with a probability of 0.127 (>0.05). This result has meaning that the relationship

between share ownership, measured by the percentage of shares owned by member of the board of

directors and commissioners, and earnings management is insignificant.

The result of the regression is inconsistent with the results from the research conducted by

Aygun et al (2014) which gives a positive significant relationship between share ownership and

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

29

earnings management. This study’s results give meaning that regardless of the amount of shares

owned by the directors and commissioners of the company, there is no effect towards earnings

management. An explanation to why the result of the study is insignificant is possibly because on

average, the percentage of ownership from the data is only 5.52517%. Therefore, from this piece

of information, it can be said that this percentage of shares in too small in comparison to the total

number of shares that are distributed by the companies in the data, therefore it may have resulted in

an insignificant result.

4.5.8 Board Composition

As shown in table 2, board composition (comp) is shown to have a coefficient of -

0.4885283 and a probability of 0.022 (<0.05). These numbers mean that there is a significant

relationship between board composition, measured bythe ratio independent commissioners against

the total number of commissioners on the board, and earnings management. The negative sign on the

coefficient suggests that there is a negative correlation between board composition and earnings

management.

The results of this study is in accordance to the research of Obigbemi et al (2016) in which

it says that there is a negative significant relationship between board composition and earnings

management. Since the measurement for earnings management, with discretionary accruals as a

proxy, uses the absolute value, the study cannot specify whether the dependent variable increases

or decreases as the independent increase or decrease. This study suggests that the greater the board

composition, the lesser the earnings management.

An explanation to this relationship is that the role of independent commissioners is to

create balanced decisions as an external party to represent the minority shareholders and other

external parties. The fact that they are independent means that they are making decisions for the

good of external parties rather than for the internals of the company. Therefore these independent

commissioners are acting supposedly working on behalf of the shareholders, and the interest of

shareholders are usually wanting for the company to be truthful and transparent in their financial

reporting.

4.5.9 Audit Committee

From table 2, the coefficient for audit committee (audcom) is given to be 0.225591 with a

probability of 0.703 (>0.05). This results show that audit committee, measured by the number of

members on the audit committee, have an insignificant relationship with earnings management.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

30

The results of this study is inconsistent with the research conducted by Mishra and

Malhotra (2016) in which their study gives result that there is a negative significant relationship

between the size of the audit committee and earnings management. To explain why the result of

this study turned up to be insignificant, it is much likely to be because of the variety of data for this

particular variable. Seen in table 4.1, the mean of the size of audit committee is 2.984. During the

data collection process, researcher has observed that most of the companies used for the sample has

the audit committee size to be of 3 people. From the 500 observations used in the research, 428

observations give the value of 3 people as the size of the audit committee. This somehow makes the

result redundant as there are too little variations to the data to produce a more fair result.

5.1 Conclusion

1. Leverage has a significant relationship to earnings management. It is consistent to the

research done by Moghaddam and Abbaspour (2017) which the results show that leverage

has a positive significant relationship with earnings management. This is due to managers

wanting to reduce the level of leverage so that future investors can have more certainty

regarding the financial well-being of the company.

2. Firm size does not have any significant relationship to earnings management. This is not

consistent to the research done by Uwuigbe et al (2015) and Ali et al (2015) which indicated

that there is a positive relationship between firm size and earnings management. This

insignificance could be due to earnings management not being specifically used for only big

firms or small firms, but can be used by firms of allsizes.

3. Audit Quality has a significant relationship with earnings management. This is in accordance

with the research done by Lopes (2018) in which it stated that there is a negative significant

relationship between audit quality and earnings management. Results from this study is also

consistent with the results from the study by Alzoubi (2015), where results show that there

was a negative significant relationship. This is due to the big four companies having great

awareness of high quality of audit and having responsibility to keep their reputation as

independent auditors.

4. Independence of board of directors does not have a significant relationship with earnings

management. The result is inconsistent with the study conducted by Busirin et al (2015) in

which the results have shown a negative significant relationship between independence of

directors and earnings management. As mentioned in the study by Nugroho and Eko (2011),

there is a possibility that independent directors are hired into the company to put a face of

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

31

external supervision for the shareholders.

5. CEO duality is shown to have no significant relationship to earnings management. The

results is inconsistent with the results produced in the research conducted by Daghsni et al

(2016) and Salihi and Kamardin (2015) in which their results is a positive significant

relationship between the CEO duality and earnings management. Even though in theory CEO

duality could create more opportunity to practice earnings management, it does not mean that

management will take the choice to practice earnings management due to CEO duality.

6. Board size results have shown that there is no significant relationship to earnings

management. The result of the study’s regression is inconsistent with the findings of Daghsni

et al (2016) and Obigbemi et al (2016) in which they found that there is a negative significant

relationship between the size of the board and earnings management. Regardless to the

number of people on the board, most managers would achieve for the goal of keeping the

company to be in a good financial situation, thus also satisfying the shareholders of the

company.

7. Share ownership does not have any significant relationship to earnings management. The

result of the regression is inconsistent with the results from the research conducted by Aygun

et al (2014) which gives a positive significant relationship between share ownership and

earnings management. On average, the ownership of shares is only 5.52517%, thus it is a very

small number when compared to the total number of shares that the companies have

distributed, and thus it may lead the result to be insignificant.

8. Board Composition has a significant relationship with earnings management. The results

produced in this study is in accordance to the research of Obigbemi et al (2016) in which it

says that there is a negative significant relationship between board composition and earnings

management. The role of an independent commissioner is to work on the behalf of the

shareholders, and to make fair and balanced decisions for the interest of the shareholders.

Therefore, these commissioners are to work truthfully and transparently as with the wishes

of the shareholders.

9. Audit committee size does not have any significant relationship to earnings management. The

results of this study is inconsistent with the research conducted by Mishra and Malhotra

(2016) in which their study gives result that there is a negative significant relationship

between the size of the audit committee and earnings management. From the 500

observations used in the research, 428 observations give the value of 3 people as the size of

the audit committee, therefore it could have led to an unfair result.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

32

5.2 Implications

The implications of the results from this study as applied in real life could be that as other

people read from the results of this study, they would become moreknowledgeable regarding the

topic of earnings management practice in companies. Future researchers could get an idea to how

they can improve on this research as they can include more factors that may affect earnings

management in their own research. For the companies who may happen to read this study, it could

help them to realize just what factors happen to be able to affect their decisions regarding earnings

management practice. As shown from the results of this study, the leverage, audit quality and board

composition has proven to be able to affect a firm’s earnings management practice. By knowing

this result, firms can analyze further on how to decrease

the practice of earnings management.

REFERENCES

Alzoubi, E. (2015). Audit quality and earnings management: evidence from Jordan. Journal OfApplied Accounting Research, 17(2), 170-189. doi: 10.1108/jaar-09-2014-0089

Aygun, M., Ic, S., and Sayim, M. (2014). The Effects of Corporate Ownership Structure and BoardSize on Earnings Management: Evidence from Turkey. International Journal Of Business AndManagement, 9(12), 123-132. doi: 10.5539/ijbm.v9n12p123

Bassiouny, S., Soliman, M., and Ragab, A. (2016). The Impact of Firm Characteristics on EarningsManagement: An Empirical Study on the Listed Firms in Egypt. The Business AndManagement Review, 7(2), 91-101

Bhundia, A., (2012), “A Comparative Study between Free Cash Flows and Earnings Management”,Business Intelligence Journal, 5(1): 123-129.

Busirin, M., Azmi, N., and Zakaria, N. (2015). How Effective is Board Independence to theMonitoring of Earnings Manipulation?. Procedia Economics And Finance, 31, 462-469. doi:10.1016/s2212-5671(15)01177-6

Chung, R., Firth, M., and Kim, J. (2005). Earnings management, surplus free cash flow, andexternal monitoring. Journal Of Business Research, 58(6), 766-776. doi:10.1016/j.jbusres.2003.12.002

Cornett, M., Marcus, A., and Tehranian, H. (2008). Corporate governance and pay-for-performance:The impact of earnings management☆. Journal Of Financial Economics, 87(2), 357-373. doi:10.1016/j.jfineco.2007.03.003

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

33

Daghsni, O., Zouhayer, M., and Mbarek, K. (2016). Earnings Management and BoardCharacteristics: Evidence from French Listed Firms. Arabian Journal Of Business AndManagement Review, 6(5). doi: 10.4172/2223-5833.1000249

Ewert, R., and Wagenhofer, A. (2011). Earnings Management, Conservatism, and EarningsQuality. Foundations And Trends® In Accounting, 6(2), 65-186. doi: 10.1561/1400000025

Fung, S., and Goodwin, J. (2013). Short-term debt maturity, monitoring and accruals-basedearnings management. Journal Of Contemporary Accounting and Economics, 9(1), 67-82. doi:10.1016/j.jcae.2013.01.002

Gnanarajah, R. (2014). Cash Versus Accrual Basis of Accounting: An Introduction.

Goel, S., (2012), “Demystifying Earnings Management through Accruals Management: An IndianCorporate Study”, Vikalpa, 37(1): 49-56

Gul, F., and Leung, S. (2004). Board leadership, outside directors’ expertise and voluntarycorporate disclosures. Journal Of Accounting And Public Policy, 23(5), 351-379. doi:10.1016/j.jaccpubpol.2004.07.001

Gulzar, M., and Zongjun, W. (2011). Corporate Governance Characteristics and EarningsManagement: Empirical Evidence from Chinese Listed Firms. International Journal OfAccounting And Financial Reporting, 1(1), 133-152.

Jiraporn, P., Miller, G., Yoon, S., and Kim, Y., (2008), “Is Earnings Management Opportunistic orBeneficial? An Agency Theory Perspective”, International Review of Financial Analysis, 17:622-634

Jensen, M., and Meckling, W. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs andownership structure. Journal Of Financial Economics, 3(4), 305-360. doi: 10.1016/0304-405x(76)90026-x

Jones, J., Lang, W., & Nigro, P. (2005). AGENT BANK BEHAVIOR IN BANK LOANSYNDICATIONS. Journal Of Financial Research, 28(3), 385-402. doi: 10.1111/j.1475-6803.2005.00130.x

Kim, Y., Liu, c., and Rhee, S. (2003). The Effect of Firm Size on Earnings Management.

Lopes, A. (2018). Audit Quality and Earnings Management: Evidence from Portugal. AthensJournal Of Business And Economics, 4(2), 179-192.

Meek, G., Rao, R., and Skousen, C. (2007). Evidence on factors affecting the relationship betweenCEO stock option compensation and earnings management. Review Of Accounting AndFinance, 6(3), 304-323. doi: 10.1108/14757700710778036

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

34

Mishra, M., & Malhotra, A. (2016). Audit Committee Characteristics and Earnings Management:Evidence from India. International Journal Of Accounting And Financial Reporting, 6(2), 247.doi: 10.5296/ijafr.v6i2.10008

Moghaddam, A., and Abbaspour, N. (2017). The Effect of Leverage and Liquidity Ratios onEarnings Management and Capital of Banks Listed on the Tehran StockExchange. International Review Of Management And Marketing, 7(4), 99-107.

Nugroho, B., and Eko, U. (2011). Board Characteristics and Earnings Management. Journal OfAdministrative Science and Organization, 18(1), 1-10.

Obigbemi, I., Omolehinwa, E., Mukoro, D., Ben-Caleb, E., and Olusanmi, O. (2016). EarningsManagement and Board Structure: Evidence from Nigeria. SAGE Open, 1-15. doi:10.1177/2158244016667992

Prasavita Amertha, I., Agung Ulupui, I., and Made Asri Dwija Putri, I. (2014). Analysis of firmsize, leverage, corporate governance on earnings management practices (Indonesianevidence). Journal Of Economics, Business, And Accountancy | Ventura, 17(2), 259. doi:10.14414/jebav.v17i2.308

Rusmin, R. (2010). Auditor quality and earnings management: Singaporean evidence. ManagerialAuditing Journal, 25(7), 618-638. doi: 10.1108/02686901011061324

Saleh, N., Iskandar, T., and Rahmat, M. (2005). Earnings Management and Board Characteristics:Evidence from Malaysia. Jurnal Pengurusan, 24(24), 77-103.

Salihi, A., and Kamardin, P. (2015). The Relationship between CEO Dualities, Directors’independence and Discretionary Accruals in the Nigerian Industrial GoodsCompanies. European Journal Of Accounting, Auditing And Finance Research, 3(12), 1-16.

Shah, S., Butt, S., and Hassan, A. (2009). Corporate Governance and Earnings Management anEmpirical Evidence From Pakistan Listed Companies. European Journal Of ScientificResearch, 26(4), 624-638.

Sun, L. and Rath, S., (2008), “Fundamental Determinants, Opportunistic Behaviour and SignallingMechanism: An Integration of Earnings Management Perspectives”, International Review ofBusiness Research Papers, 4(4): 406-420.

Syahirah, N. (2017). Board of Directors' Characteristics and Earnings Management of FamilyOwned Companies. International Journal Of Accounting & Business Management, 5(2), 68-83.

Teshima, N. and Shuto, A., (2008), “Managerial Ownership and Earnings Management: Theory andEmpirical Evidence from Japan”, Journal of International Financial Management andAccounting, 19(2): 107-132.

Uwuigbe, U., Ranti, U., and Bernard, O. (2015). Assessment of the Effects of Firms Characteristicson Earnings Management of Listed Firms in Nigeria. Asian Economic And FinancialReview, 5(2), 218-228. doi: 10.18488/journal.aefr/2015.5.2/102.2.218.228

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

35

Waweru, N., and Riro, G. (2013). Corporate Governance, Firm Characteristics and EarningsManagement in an Emerging Economy. Jamar, 11(1), 43-64.

Zang, A., (2012), “Evidence of the Trade-off between Real Activities Manipulation andAccrualBased Earnings Management”, The Accounting Review, 87(2): 675-703.

BIOGRAFI PENULIS

Penulis Kedua adalah dosen di Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi, Universitas Pelita Harapan, Tangerang-Banten, Indonesia. Beliaumendapatkan gelar Magister Manajemen, dari Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia, padatahun 2005. Fokus pengajaran dan penelitiannya adalah pada Akuntansi Keuangan, AkuntansiBiaya dan Akuntansi Manajemen. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi [email protected]

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

36

ANALISIS PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAN GOOD CORPORATEGOVERNANCE TERHADAP FINANCIAL DISTRESS (Studi Kasus Pada

Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI 2014-2017)

Vionita1 dan Herlina Lusmeida2

Universitas Pelita HarapanKarawaci, Tangerang -Banten

Email: [email protected]

[email protected]

AbstractThis research was conducted with the aim of knowing and testing whether there is aninfluence of financial performance (leverage, liquidity, profitability and sales growth)and the mechanism of good corporate governance (managerial ownership, institutionalownership, board of directors, independent board of commissioners and auditcommittee) on financial distress on manufacturing companies listed on the IDX.Based on the criteria set out in this study during the 2014-2017 period, 58 selectedmanufacturing companies with 232 data were sampled in this study. This researchmodel was analyzed using logistic regression. The results of this study indicate thatleverage and independent board of commissioners have a positive effect on financialdistress. Profitability and managerial ownership have a negative effect on financialdistress. Liquidity, sales growth, institutional ownership, board of directors and auditcommittee have no effect on financial distress.

Keywords: financial distress, financial performance, profitability, good corporategovernance.

1. Pendahuluan

Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan yang besar secara terus

menerus, dimana keuntungan tersebut akan digunakan untuk membiayai kegiatan operasional

perusahaan dan aktivitas lainnya dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup usahanya.

Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua perusahaan dapat mewujudkan hal tersebut,

dikarenakan masih banyaknya perusahaan yang mengalami kebangkrutan sebagai akibat dari

adanya permasalahan financial distress yang tidak dapat diatasi dengan baik. Financial distress

merupakan situasi ketika perusahaan tidak memiliki aset yang cukup untuk melunasi

kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjangnya (Madhushani

dan Kawshala, 2018).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

37

Permasalahan financial distress yang dialami oleh suatu perusahaan akan memberikan

dampak negatif berupa kerugian yang akan diderita oleh berbagai pihak, diantaranya adalah

perusahaan itu sendiri, shareholders, stakeholder lainnya, dan juga perekonomian global (Liang et

al., 2016). Terjadinya financial distress menyebabkan perusahaan kehilangan beberapa pihak

penting yang dapat membantu dalam pencapaian tujuan perusahaan. Contohnya perusahaan akan

kehilangan investor, dikarenakan adanya keyakinan investor bahwa perusahaan tidak dapat

memberikan return atas dana yang telah mereka investasikan ketika perusahaan mengalami

financial distress. Dengan begitu, investor pun akan memutuskan untuk tidak berinvestasi pada

perusahaan tersebut (Wibowo dan Musdholifah, 2017). Oleh karena itu, setiap perusahaan harus

menghindari berbagai kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya financial distress.

Salah satu yang dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk memprediksi terjadinya financial

distress yaitu dengan melakukan pengukuran kinerja keuangan yang terdapat dalam laporan

keuangan yang telah disusun secara akurat. Laporan keuangan merupakan infomasi yang sangat

dibutuhkan oleh pihak internal dan pihak eksternal perusahaan karena informasi tersebut dapat

memberikan gambaran mengenai hasil yang telah dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka

waktu tertentu, sehingga informasi tersebut juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

dalam pengambilan keputusan. Dengan adanya kinerja keuangan yang baik maka kemungkinan

terjadinya financial distress akan semakin kecil. Kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dengan

menggunakan rasio keuangan. Rasio keuangan merupakan angka yang diperoleh dari hasil

perbandingan antara satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan

yang relevan dan signifikan. Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi

keuangan perusahaan dan kinerjanya (Wongsosudono dan Chrissa, 2013).

Meminimalkan terjadinya financial distress bukan merupakan hal yang mudah bagi setiap

perusahaan, karena adanya konflik kepentingan yang muncul diantara pihak agent dan principal

atau yang dikenal dengan istilah konflik keagenan. Perbedaan kepentingan tersebut dapat

menyebabkan pemegang saham mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan

oleh pihak manajer. Sering sekali tindakan yang dilakukan oleh manajer sebagai pihak agent hanya

berdasarkan keinginannya saja, tanpa memperhatikan kepentingan pemegang saham sebagai pihak

principal (Ridwan dan Gunardi, 2013). Kesalahan manajer dalam mengambil tindakan merupakan

kesalahan besar yang dapat berakibat fatal bagi pihak perusahaan itu sendiri, dikarenakan

kesalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kondisi financial distress pada perusahaan

(Cinantya dan Merkusiwati, 2015). Dengan kata lain, timbulnya konflik keagenan dapat

menyebabkan semakin besar kemungkinan terjadinya financial distress.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

38

Adapun solusi untuk meminimalkan terjadinya konflik kepentingan yang berbeda antara

pihak manajemen dan pemegang saham yaitu dengan menerapkan mekanisme good corporate

governance yang berfungsi untuk membangun rasa kepercayaan pemegang saham mengenai

sebagaimana manajer tidak akan melakukan tindakan kecurangan yang dapat membuat pemegang

saham mengalami kerugian atas dana yang telah diinvestasikan sebelumnya. Selain itu juga

memberikan kepastian kepada pemegang saham mengenai return yang akan mereka terima (Aljana

dan Purwanto, 2017).

Financial distress menjadi salah satu pokok permasalahan yang perlu diperhatikan oleh setiap

perusahaan, dikarenakan banyaknya perusahaan yang mengalami kesuiltan didalam mencegah dan

mengatasi terjadinya permasalahan tersebut. Salah satu penyebab terjadinya financial distress

adalah ketika perusahaan tidak dapat meningkatkan kinerja keuangannya dan tidak menerapkan

mekanisme good corporate governance dengan baik. Melihat keadaan seperti itu, maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan dan Good

Corporate Governance terhadap Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar

di BEI pada Periode 2014 - 2017.”

2. Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis

2.1 Tinjauan Literatur

Teori keagenan menjelaskan adanya hubungan kontraktual antara pemegang saham sebagai

pihak prinsipal dan manajer sebagai pihak agen. Kontrak yang terikat diantara kedua pihak tersebut

harus menghasilkan hubungan yang efisien agar keduanya mendapatkan keuntungan yang

maksimal. Hubungan yang efisien dapat terjadi apabila pihak prinsipal dan agen memiliki jumlah

informasi yang sama dengan kualitas informasi yang baik, artinya pihak mana pun tidak boleh

menyembunyikan informasi dalam bentuk apapun, terlebih lagi apabila informasi tersebut dapat

menguntungkan salah satu pihak saja (Barolla dalam Muid dan Bernandhi, 2014).

Dalam teori keagenan sering menimbulkan asimetri informasi, dikarenakan manajer sebagai

pengendali perusahaan biasanya memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pemegang

saham (Gunawijaya, 2015). Selain itu, pemegang saham juga tidak dapat mengawasi semua

tindakan yang dilakukan oleh manajer, sehingga sulit bagi pemegang saham untuk mengetahui

apakah keputusan yang diambil oleh manajer akan menguntungkan atau merugikan dirinya

(Cinantya dan Merkusiwati, 2015). Dengan adanya asimetri informasi dan kesulitan pemegang

saham dalam mengawasi tindakan manajer, maka hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh manajer

untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

39

Financial distress adalah situasi ketika perusahaan tidak memiliki aset yang cukup untuk

melunasi kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjangnya

(Madhushani dan Kawshala, 2018). Financial distress merupakan suatu kondisi keuangan

perusahaan sedang dalam keadaan yang tidak sehat, dimana situasi ini terjadi ketika perusahaan

tidak mampu melunasi utang dan beban bunganya. Ketidakmampuan tersebut dapat diakibatkan

karena kerugian yang telah dialami oleh perusahaan selama beberapa periode (Hapsari, 2012).

Financial distress juga merupakan suatu tahap dimana kondisi perusahaan mengalami penurunan

yang dapat dilihat dari sisi keuangannya. Tahapan tersebut terjadi sebelum perusahaan mengalami

kebangkrutan (Ramadhani dan Lukviarman, 2009).

Kinerja keuangan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana prestasi

kerja yang telah dicapai oleh suatu perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan dapat dilakukan

dengan melakukan analisis rasio keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan yang telah

disusun secara lengkap. Laporan keuangan merupakan hasil yang diperoleh dari adanya proses

akuntansi. Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan digunakan sebagai bentuk komunikasi

yang dilakukan oleh pihak perusahaan kepada berbagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap

informasi tersebut. Hal ini dikarenakan laporan keuangan dapat menggambarkan data keuangan

dan berbagai aktivitas perusahaan. Laporan keuangan akan menjadi informasi yang lebih berguna

apabila angka-angka tersebut saling dibandingkan dalam bentuk rasio keuangan (Hery, 2016).

Leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aset perusahaan

dibiayai dengan utang. Leverage timbul dari aktivitas perusahaan dalam menggunakan dana yang

berasal dari pinjaman yang diberikan oleh pihak ketiga (Cinantya dan Merkusiwati, 2015). Dalam

penelitian ini, leverage dianalisis dengan menggunakan proksi debt to total assets ratio, dimana

proksi tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan yang telah dilakukan oleh peneliti.

Debt to total assets ratio adalah rasio utang yang digunakan untuk membandingkan antara

total utang dengan total aset. Dengan adanya rasio ini kita dapat melihat seberapa besar aset

perusahaan dibiayai oleh utang. Apabila dari hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh

perusahaan itu menunjukkan adanya debt to total assets ratio tinggi, maka dapat diartikan bahwa

perusahaan memiliki pendanaan yang besar dengan menggunakan utang. Apabila perusahaan

sudah terlalu banyak menggunakan pendanaan yang berasal dari utang maka hal tersebut akan

menyebabkan sulitnya perusahaan melakukan penambahan pinjaman kepada pihak kreditur di

masa mendatang, dikarenakan kreditur merasa takut apabila utang sudah terlalu banyak maka

perusahaan tidak dapat melunasi utang-utangnya beserta dengan beban bunga yang juga semakin

besar (Kasmir, 2016).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

40

Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya

dengan cara mengkonversi aset menjadi kas. Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa likuid

suatu perusahaan. Perusahaan dikatakan likuid apabila perusahaan mampu melunasi kewajiban

jangka pendeknya saat jatuh tempo dan apabila perusahaan tidak mampu melunasi kewajiban

jangka pendeknya saat jatuh tempo maka perusahaan tersebut tidak likuid (Hery, 2016). Tingkat

likuiditas yang tinggi menunjukkan adanya ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk

membayar kewajiban jangka pendek kepada kreditor, pembayaran dividen dan pembiayaan operasi

perusahaan lainnya (Putra dan Lestari, 2016). Dalam penelitian ini, likuiditas dianalisis dengan

menggunakan proksi current ratio, dimana proksi tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan yang

telah dilakukan oleh peneliti. Current ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

sejauh mana perusahaan menggunakan aset lancar untuk melunasi kewajiban lancar yang akan

jatuh tempo (Sugiono dan Untung, 2016). Adapun standar current ratio yang baik adalah 2:1,

artinya perusahaan memiliki kas lebih banyak dua kali lipat daripada kewajiban jangka pendeknya

(Hery, 2016)

Analisis rasio profitabilitas juga merupakan suatu hal yang sangat penting bagi investor dalam

mengambil keputusan investasi mereka, karena dengan hasil analisis yang baik mengenai

keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan maka hal tersebut akan menjadi daya tarik bagi

investor untuk melakukan investasi pada perusahaan tersebut (Moeljadi, 2014). Dalam penelitian

ini, proksi yang digunakan untuk menghitung rasio profitabilitas adalah return on assets.

Pertumbuhan penjualan merupakan suatu penghasilan yang diperoleh perusahaan yang berasal

dari konsumen atas setiap produk atau jasa yang telah di hasilkan oleh perusahaan (Simanjuntak et

al, 2017). Pertumbuhan penjualan juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan

penjualan perusahaan dengan membandingkan penjualan periode sekarang dengan penjualan

periode lalu, sehingga ukuran tersebut dapat dijadikan sebagai prediksi untuk pertumbuhan

perusahaan di masa yang akan datang (Widarjo dan Setiawan, 2009).

Good corporate governance merupakan suatu sistem yang diciptakan untuk mengatur dan

mengendalikan perusahaan agar dapat terwujudnya nilai tambah bagi stakeholder (Sutedi, 2012).

Good corporate governance memiliki tujuan untuk memastikan manajer selalu mengambil

tindakan yang tepat agar semua pihak yang terkait dalam perusahaan, baik pihak internal maupun

pihak eksternal perusahaan mendapatkan keuntungan. Dengan kata lain, dalam penerapan good

corporate governance manajer tidak boleh mementingkan kepentingannya sendiri, melainkan

manajer juga harus memperhatikan kepentingan stakeholder (Al-Haddad et al, 2011). Penerapan

good corporate governance yang baik akan meminimalkan risiko terjadinya financial distress pada

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

41

perusahaan, sehingga hal tersebut menjadi suatu hal yang sangat penting bagi perusahaan,

dikarenakan penerapan tersebut dapat menentukan kesuksesan sebuah perusahaan (Putri dan

Merkusiwati, 2014).

Kepemilikan manajerial memiliki tujuan untuk meminimalkan konflik kepentingan yang

terjadi antara pihak prinsipal dan agen. Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham

yang dimiliki oleh manajemen perusahaan, dimana pengambilan keputusan juga secara aktif

diikuti oleh manajemen (Muid, 2009). Dengan adanya kehadiran manajemen yang memiliki

sebagian kepemilikan saham perusahaan, maka hal tersebut dapat membuat manajer mengambil

tindakan yang terbaik dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang saham. Hal ini

dikarenakan manajer juga akan merasakan langsung keuntungan maupun kerugian dari keputusan

yang telah ia ambil (Radifan dan Yuyetta, 2015).

Kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh suatu lembaga atau institusi

yang berukuran lebih besar, baik perusahaan asing, BUMN, maupun perusahaan swasta, dimana

biasanya mereka sering disebut sebagai pemegang saham mayoritas (Radifan dan Yuyetta, 2015).

Kepemilikan institusional dapat meningkatkan sistem kontrol dalam perusahaan melalui proses

monitoring secara efektif sehingga dapat meminimialkan terjadinya berbagai tindakan manajemen

yang dapat merugikan pihak lain (Utami dan Muslih, 2018). Kepemilikan institusional biasanya

sering disebut sebagai pemegang saham mayoritas. Hal tersebut dikarenakan mereka lebih dapat

untuk memanfaatkan informasi dalam memprediksi kondisi perusahaan, baik pada masa sekarang

maupun masa depan (Indriastuti, 2012). Dengan adanya kepemilikan institusional maka manajer

akan selalu berusaha untuk memaksimalkan nilai perusahaannya agar terhindar dari kondisi

financial distress.

Dewan direksi merupakan salah satu unsur yang penting di dalam penerapan good corporate

governance, karena dewan direksi memiliki kewenangan dan tanggungjawab penuh atas

perusahaan untuk menentukan kebijakan dan strategi yang akan diambil oleh pihak perusahaan,

baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang (Setiawan et al, 2016). Biasanya perusahaan

akan membentuk dewan direksi lebih dari satu orang, dikarenakan kehadiran dewan direksi dapat

menciptakan kinerja yang lebih efektif, sehingga dapat memberikan keuntungan bagi setiap pihak

yang terkait dalam perusahaan (Radifan dan Yuyetta, 2015).

Dewan komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang bukan bagian dari

anggota manajemen maupun pemegang saham. Dewan komisaris independen juga tidak boleh

memiliki hubungan apapun dengan pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam

perusahaan, baik dalam hal keuangan maupun non keuangan, serta komisaris independen tidak

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

42

boleh memiliki hubungan kekeluargaan dengan pihak direksi, manajemen dan pemegang saham.

Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar dewan komisaris dapat mengelola perusahaan secara

independen dan tidak adanya keberpihakan yang terhadap pihak lainnya (Karuniasih, 2013).

Komite audit merupakan komite yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan dalam

pengelolaan perusahaan. Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris dan biasanya beranggotakan

paling sedikit tiga orang (Karuniasih, 2013). Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi

sistem pengendalian internal, pelaksanaan audit dan manajemen risiko. Komite audit juga harus

memiliki keahlian dan pengetahuan yang baik mengenai konsep dasar akuntansi dan keuangan

agar dapat menganalisis laporan keuangan agar dapat meningkatkan kinerja perusahaan, sehingga

meminimalkan terjadinya financial distress (Gunawijaya, 2015).

Penelitian mengenai financial distress telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya,

diantaranya sebagai berikut :

Leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan

dibiayai dengan utang. Adanya hasil dari pengukuran leverage yang tinggi, maka menunjukkan

bahwa perusahaan memiliki utang besar dalam melakukan pendanaannya. Hal tersebut

memungkinkan perusahaan akan mengalami kondisi financial distress, dikarenakan financial

distress diawali dengan kegagalan perusahan dalam membayar utangnya (Mafiroh dan Triyono,

2016). Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

Septivani dan Agoes (2014), Simanjuntak et al (2017) dan Khaliq (2014) yang menyatakan bahwa

leverage berpengaruh positif terhadap terjadinya kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.

Dari penjelasan yang telah diuraikan diatas, maka diperoleh hipotesis sebagai berikut :

Perusahaan dikatakan likuid apabila perusahaan mampu melunasi kewajiban jangka

pendeknya saat jatuh tempo dan apabila perusahaan tidak mampu melunasi kewajiban jangka

pendeknya saat jatuh tempo maka perusahaan tersebut tidak likuid (Hery, 2016). Apabila suatu

perusahaan telah dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak likuid, maka hal tersebut dapat

berdampak negatif bagi perusahaan itu sendiri, dikarenakan masalah tersebut dapat mengarah pada

penjualan aset yang dilakukan secara paksa, bahkan mengarah pada kondisi financial distress

(Mafiroh dan Triyono, 2016). Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang

telah dilakukan oleh Cinantya dan Merkusiwati (2015), Septivani dan Agoes (2014) dan Widhiari

dan Merkusiwati (2015) yang menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh negatif terhadap

terjadinya kondisi financial distress dalam suatu perusahaan

Salah satu kegunaan dari pengukuran profitabilitas yaitu untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dengan menggunakan total aset yang dimiliki

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

43

perusahaan (Putra dan Lestari, 2016). Apabila hasil pengukuran dari profitabilitas itu tinggi maka

menunjukkan semakin baik juga kondisi perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Dengan

begitu, hal tersebut juga akan meminimalkan terjadinya kondisi financial distress (Sugiono dan

Untung, 2016). Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang telah dilakukan

oleh Wongsosudono dan Chrissa (2013) dan Sutrisno dan Liana (2014) yang menyatakan bahwa

profitabilitas berpengaruh negatif terjadinya kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.

Pengukuran yang dilakukan pada rasio pertumbuhan penjualan digunakan untuk melihat

tingkat keberhasilan penjualan perusahaan dari satu periode ke periode berikutnya. Semakin tinggi

tingkat penjualan, maka semakin tinggi pula keuntungan yang akan diperoleh perusahaan. Dengan

tingkat keuntungan yang semakin besar maka akan meminimalkan kemungkinan terjadinya

financial distress yang akan dialami oleh suatu perusahaan (Widarjo dan Setiawan, 2009).

Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Widhiari

dan Merkusiwati (2015) dan Eliu (2014) yang menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan

berpengaruh negatif terhadap terjadinya kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.

Adanya kehadiran manajemen yang memiliki sebagian kepemilikan saham perusahaan, maka

akan terciptanya kepentingan yang sama antara pihak prinsipal dan agen, sehingga dalam hal ini

manajer akan lebih berhati dalam mengambil segala keputusan yang ada (Mukhtaruddin et al,

2014). Dengan begitu, pemegang saham pun akan semakin percaya bahwa manajer akan

menciptakan kinerja yang baik dan mampu meminimalkan kemungkinan terjadinya financial

distress (Cinantya dan Merkusiwati, 2015). Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh Setiawan et al (2016) yang menyatakan bahwa kepemilikan

manajerial berpengaruh negatif terhadap terjadinya kondisi financial distress dalam suatu

perusahaan

Kepemilikan institusional dalam suatu perusahaan dapat meningkatkan kinerja manajemen

melalui proses monitoring yang dilakukan secara efektif agar manajemen dapat menciptakan nilai

perusahaan menjadi lebih baik. Dengan begitu kondisi financial distress juga akan terhindar dari

perusahaan (Utami dan Muslih, 2018). Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh Cinantya dan merkusiwati (2015) dan Setiawan et al (2016)

yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap terjadinya kondisi

financial distress dalam suatu perusahaan.

Dewan direksi merupakan salah satu hal terpenting yang ada di dalam perusahaan, sehingga

pada umumnya perusahaan akan membentuk lebih dari satu orang untuk menjadi dewan direksi.

Kehadiran dewan direksi akan menciptakan kinerja yang lebih efektif bagi perusahaan. Dengan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

44

adanya kinerja yang baik maka hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu faktor yang digunakan

untuk meminimalkan terjadinya kondisi financial distress (Radifan dan Yuyetta, 2015). Pernyataan

tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Setiawan et al (2016),

Radifan dan Yuyetta (2015) dan Harahap (2017) yang menyatakan bahwa dewan direksi

berpengaruh negatif terhadap terjadinya kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.

Dewan komisaris independen memiliki tanggung jawab untuk mengawasi kinerja dewan

direksi. Dewan komisaris independen harus mengutamakan prinsip keadilan agar tidak ada pihak

yang merasa dirugikan oleh perusahaan (Karuniasih, 2013). Dengan begitu, adanya kehadiran

dewan komisaris independen dapat meminimalkan terjadinya financial distress pada perusahaan

(Mafiroh dan Triyono, 2016).

Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Septivani

dan Agoes (2014) yang menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh negatif

terhadap terjadinya kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.

Komite audit harus memiliki keahlian dan wawasan yang baik mengenai akuntansi, karena ia

bertanggung jawab untuk mengawasi sistem pengendalian internal, pelaksanaan audit, manajemen

risiko dan menganalisis laporan keuangan, sehingga dengan adanya komite audit yang dibentuk

dalam perusahaan diharapkan dapat meminimalkan terjadinya financial distress (Gunawijaya,

2015). Pernyataan tersebut didukung dengan adanya hasil penelitian yang telah dilakukan oleh

Sastriana dan Fuad (2013) yang menyatakan bahwa komite audit berpengaruh negatif terhadap

kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan teori yang ada serta penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, maka

penulis mencoba menyusun kerangka pemikiran dari penelitian ini yang dapat dilihat pada

gambar berikut di bawah ini :

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

45

2.3 Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan tinjauan literatur dan kerangka pemikiran yang ada, maka hipotesis daripenelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 : Leverage berpengaruh positif terhadap financial distress.

H2 : Likuiditas berpengaruh negatif terhadap financial distress.

H3 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap financial distress.

H4 : Pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif terhadap financial distress.

H5 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap financial distress.

H6 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap financial distress.

H7 : Dewan direksi berpengaruh negatif terhadap financial distress.

H8 : Dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap financial distress.

H9 : Komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

46

3. Metode Penelitian

3.1 Data dan Sampel

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling sebagai metode yang digunakan

untuk memilih sampel dalam penelitian ini. Dalam metode purposive sampling, sampel yang

dipilih secara khusus sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian (Sakti dan

Nugroho, 2012). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI periode 2014 – 2017 yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Perusahaan manufaktur secara konsisten terdaftar di BEI selama periode 2014 – 2017.

2. Perusahaan manufaktur yang menyajikan laporan keuangan per 31 Desember selama

periode 2014-2017

3. Perusahaan manufaktur yang menggunakan mata uang Rupiah dalam pelaporan

keuangannya.

4. Perusahaan manufaktur yang menyajikan data terkait dengan informasi yang sesuai dengan

variabel dependen dan independen yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

5. Perusahaan manufaktur yang memiliki nilai Altman Z-Score kurang dari 1,8 dan lebih dari

3 dipilih menjadi sampel dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model regresi

logistik. Model tersebut dipilih karena variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini

bersifat non metrik dan memiliki lebih dari satu variabel independen (Sekaran dan Bougie, 2013).

Dalam penelitian ini variabel dependen menggunakan variabel dummy dengan memberikan angka

0 dan 1, dimana angka 0 untuk perusahaan non financial distress dan angka 1 untuk perusahaan

financial distress. Adapun model regresi logistik dalam persamaan linear sebagai berikut :

FD = = + DAR + CR + ROA + SG + KM + KI + DD +

DKI + KA + e

………………………....................................................................(1)

Keterangan :

FD = Financial Distress

= Koefisiensi konstanta

- = Koefisiensi model regresi

DAR = Debt to Assets Ratio

CR = Current Ratio

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

47

ROA = Return On Assets

SG = Sales Growth

KM = Kepemilikan Manajerial

KI = Kepemilikan Institusional

DD = Dewan Direksi

DKI = Dewan Komisaris Independen

KA = Komite Audit

e = error

3.2 Definisi Variabel Operasional

Variabel dependen biasanya disebut juga sebagai variabel terikat. Variabel dependen

merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen (Sekaran dan Bougie, 2013).

Dalam penelitian ini, financial distress menjadi variabel dependen. Financial distress merupakan

suatu tahap dimana kondisi keuangan perusahaan sedang mengalami penurunan (Ramadhani dan

Lukviarman, 2009). Kondisi financial distress juga tercermin ketika perusahaan tidak memiliki

aset yang cukup untuk melunasi kewajibannya (Madhushani dan Kawshala, 2018).

Dalam penelitian ini, financial distress diukur dengan menggunakan Earning Per Share

(EPS). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Putri dan Merkusiwati

(2014), Radifan dan Yuyetta (2015), Widhiari dan Merkusiwati (2015). Variabel dependen dalam

penelitian ini disajikan dalam bentuk variabel dummy. Apabila perusahaan memiliki EPS negatif

maka diberi nilai 1 dan untuk perusahaan yang memiliki EPS positif maka diberi nilai 0.

Variabel independen biasanya disebut juga sebagai variabel bebas. Variabel independen

adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik secara positif maupun secara negatif

(Sekaran dan Bougie, 2013).

Leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan

dibiayai dengan utang (Cinantya dan Merkusiwati, 2015). Dalam penelitian ini, leverage diukur

dengan menggunakan debt to total assets ratio (Septivani dan Agoes, 2014). Berikut adalah rumus

yang digunakan

Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendeknya dengan cara mengkonversi aset menjadi kas (Hery, 2016). Dalam penelitian ini,

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

48

likuiditas diukur dengan menggunakan current ratio (Septivani dan Agoes, 2014). Berikut adalah

rumus yang digunakan :

Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba bersih, sehingga dapat terlihat perkembangan laba yang

diperoleh dari waktu ke waktu (Kasmir, 2016). Dalam penelitian ini, likuiditas diukur dengan

menggunakan return on asset (Simanjuntak et al, 2017). Berikut adalah rumus yang digunakan :

Pertumbuhan penjualan merupakan suatu indikator perusahaan yang berasal dari penerimaan

pasar atas setiap produk atau jasa yang telah di hasilkan oleh perusahaan (Simanjuntak et al, 2017).

Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung pertumbuhan penjualan (Widhiari dan

Merkusiwati, 2015)

Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajemen

perusahaan, dimana pengambilan keputusan juga secara aktif diikuti oleh manajemen. Dengan

adanya kepemilikan manajerial maka akan meminimalkan terjadinya konflik kepentingan antara

prinsipal dan agen (Muid, 2009). Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengukur

kepemilikan manajerial (Makhtaruddin et al, 2014):

Kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh suatu lembaga atau institusi

yang berukuran lebih besar, baik perusahaan asing, BUMN, maupun perusahaan swasta (Radifan

dan Yuyetta, 2015). Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengukur kepemilikan

institusional (Makhtaruddin et al, 2014):

Dewan direksi merupakan salah satu unsur dari good corporate governance yang memiliki

kewenangan dan tanggungjawab penuh atas perusahaan untuk menentukan kebijakan dan strategi

yang akan diambil oleh pihak perusahaan, baik untuk jangka pendek mapun jangka panjang

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

49

(Setiawan et al, 2016). Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengukur dewan direksi

(Harahap, 2017) :

DD = Σ Anggota dewan direksi yang dalam perusahaan pada periode t, termasuk CEO

Dewan komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang bukan bagian dari

anggota manajemen maupun pemegang saham. Dewan komisaris independen juga tidak boleh

memiliki hubungan apapun dengan pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam

perusahaan (Karuniasih, 2013). Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengukur dewan

komisaris independen (Makhtaruddin et al, 2014) :

Komite audit merupakan komite yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan dalam

pengelolaan perusahaan (Karuniasih, 2013). Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi

sistem pengendalian internal, pelaksanaan audit dan manajemen risiko (Gunawijaya, 2015).

Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengukur komite audit (Mukhtaruddin et al 2014) :

KA = Σ Anggota komite audit dalam perusahaan

4. Hasil dan Pembahasan

Tabel 1. Statistik Deskriptif

Untuk nilai minimum dan maksimum serta nilai rata-rata masing –masing variabel dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel di atas.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

50

Tabel 2. Uji Kelayakan Model Regresi

Hosmer and Lemeshow Test

Step

Chi-square df Sig.

1 11,709 8 ,165

Sumber : Data diolah penulis menggunakan program SPSS

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nilai chi-square yang diperoleh yaitu sebesar 11,709

dengan nilai signifikansi sebesar 0,165, dimana nilai signifikansi tersebut lebih besar jika

dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05. Dengan begitu

dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat kecocokan signifikan antara model dengan

data observasinya, sehingga model dapat diterima.

Tabel 3. Uji Koefisien Determinasi

Model SummarySt

ep-2 Log

likelihoodCox &

Snell R SquareNagelkerke

R Square1 73,272a ,631 ,864a. Estimation terminated at iteration number 12

because parameter estimates changed by less than ,001.Sumber : Data diolah penulis menggunakan program SPSS

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nilai Cox & Snell R Square yang diperoleh yaitu

sebesar 0,631 dan Nagalkerke R Square sebesar 0,864, dimana hasil tersebut menunjukan bahwa

variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 86,4%.

Sedangkan sisanya sebesar 13,6% dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

Tabel 4. Matriks Klasifikasi

Classification Tablea

Observed

Predicted

Y PercentageCorrect0 1

Step 1 Y 0 140 7 95,2

1 2 83 97,6Overall Percentage 96,1

a. The cut value is ,500

Sumber : Data diolah penulis menggunakan program SPSS

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

51

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terdapat estimasi untuk perusahaan yang tidak

mengalami financial distress (Y=0) yaitu sebesar 95,2%, sedangkan estimasi untuk perusahaan

yang mengalami financial distress (Y=1) yaitu sebesar 97,6%. Secara keseluruhan persentase yang

diperoleh dari hasil klasifikasi memiliki tingkat akurasi sebesar 96,1%.

Tabel 5. Uji T

Dari hasil uji SPSS dapat dilihat bahwa leverage memiliki nilai signifikansi sebesar 0,002,

dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05,

sehingga leverage berpengaruh terhadap financial distress. Selain itu, dalam tabel 4.6 dapat

dilihat bahwa leverage memiliki nilai β sebesar 5,396, dimana hal ini menunjukan terdapat arah

yang positif untuk variabel leverage. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa leverage secara

signifikan berpengaruh positif terhadap financial distress.

Likuiditas memiliki nilai signifikansi sebesar 0,101, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai

signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05. Dengan adanya hasil pengujian tersebut

dapat disimpulkan bahwa likuiditas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap financial

distress.

Untuk profitabilitas memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000, dimana nilai tersebut lebih kecil

dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05, sehingga profitabilitas berpengaruh

terhadap financial distress. Selain itu, dalam tabel 4.6 dapat dilihat bahwa profitabilitas memiliki

nilai β sebesar -48,900, dimana hal ini menunjukan terdapat arah koefisien yang negatif untuk

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

52

variabel profitabilitas. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa profitabilitas secara signifikan

berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Dari hasil uji SPSS dapat dilihat bahwa pertumbuhan penjualan memiliki nilai signifikansi

sebesar 0,272, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu

sebesar 0,05. Dengan adanya hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan

penjualan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress.

kepemilikan manajerial memiliki nilai signifikansi sebesar 0,042, dimana nilai tersebut lebih

kecil dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05, sehingga kepemilikan

manajerial berpengaruh terhadap financial distress. Selain itu, dalam tabel 4.6 dapat dilihat bahwa

kepemilikan manajerial memiliki nilai β sebesar -7,065, dimana hal ini menunjukan terdapat arah

koefisien yang negatif untuk variabel kepemilikan manajerial. Dengan begitu dapat disimpulkan

bahwa kepemilikan manajerial secara signifikan berpengaruh negatif terhadap financial distress

kepemilikan institusional memiliki nilai signifikansi sebesar 0,146, dimana nilai tersebut lebih

besar dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 0,05. Dengan adanya hasil

pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap financial distress.

Dari hasil uji SPSS dapat dilihat bahwa dewan direksi memiliki nilai signifikansi sebesar

0,130, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar

0,05. Dengan adanya hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa dewan direksi tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress.

Dari hasil uji SPSS dapat dilihat bahwa dewan komisaris independen memiliki nilai

signifikansi sebesar 0,022, dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai signifikansi yang telah

ditentukan yaitu sebesar 0,05, sehingga dewan komisaris independen berpengaruh terhadap

financial distress. Selain itu, dalam tabel 4.6 dapat dilihat bahwa terdapat nilai β sebesar 4,824,

dimana hal ini menunjukan terdapat arah yang positif untuk variabel dewan komisaris independen.

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris independen secara signifikan

berpengaruh positif terhadap financial distress.

Dari hasil uji SPSS dapat dilihat bahwa komite audit memiliki nilai signifikansi sebesar

0,708, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar

0,05. Dengan adanya hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa komite audit tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

53

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa

variabel leverage berpengaruh positif terhadap financial distress, artinya semakin besar tingkat

leverage dalam suatu perusahaan maka kemungkinan terjadinya financial distress juga akan

semakin besar. Hasil dari pengujian ini sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah diajukan.

4.2.1 Leverage

Rasio leverage digunakan untuk mengukur seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai

dengan utang. Semakin besar tingkat leverage suatu perusahaan maka pendanaan perusahaan

dengan menggunakan utang juga semakin besar. Hal tersebut juga diikuti dengan adanya

penambahan beban bunga pinjaman yang harus dibayar oleh perusahaan semakin besar. Oleh

karena itu perusahaan harus membatasi pinjaman tersebut, karena apabila jumlah pinjaman terlalu

banyak dan perusahaan tidak dapat melakukan pelunasan dengan baik, maka hal ini dapat

berdampak terhadap kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan tersebut (Kasmir,

2016). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Simanjuntak et

al, (2017), Septivani dan Agoes (2014) dan Khaliq et al, (2014).

4.2.2 Likuiditas (X2)

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa

variabel likuiditas tidak berpengaruh terhadap financial distress, artinya tingkat likuiditas dalam

suatu perusahaan yang semakin besar maupun semakin kecil tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress. Hasil dari pengujian ini tidak sesuai

dengan teori dan hipotesis yang telah diajukan.

Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan dapat memenuhi

kewajiban jangka pendeknya dengan mengkonversi aset menjadi kas. Setiap perusahaan memiliki

waktu yang berbeda-beda untuk mengkonversi aset menjadi kas. Sebagian perusahaan dapat

mengkonversi aset menjadi kas dalam waktu yang singkat. Akan tetapi sebagian lainnya

perusahaan memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat mengkonversi aset menjadi kas.

Oleh karena itulah, variabel likuiditas tidak memiliki pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya

financial distress (Putri dan Merkusiwati, 2014). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian

yang telah dilakukan oleh Putri dan Merkusiwati (2014), Sutrisno dan Liana (2014), Simanjuntak

et al, (2017), Mafiroh dan Triyono (2016), Santoso et al, (2018), Wibowo dan Musdholifah

(2017).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

54

4.2.3 Profitabilitas (X3)

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa

variabel profitabilitas berpengaruh negatif terhadap financial distress, artinya semakin besar

tingkat profitabilitas yang diperoleh perusahaan maka kemungkinan terjadinya financial distress

akan semakin kecil. Hasil dari pengujian ini sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah diajukan.

Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur seberapa besar perusahaan memperoleh laba.

Selain itu, rasio ini digunakan untuk menganalisis perkembangan laba yang diperoleh perusahaan

dari waktu ke waktu. Hasil pengukuran yang semakin tinggi memiliki arti bahwa kondisi

perusahaan juga semakin baik dalam memperoleh laba, sehingga perusahaan pun dapat

meminimalkan terjadinya financial distress (Sugiono dan Untung, 2016). Hasil penelitian ini

konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Septivani dan Agoes (2014).

4.2.4 Pertumbuhan Penjualan (X4)

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa

variabel pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap financial distress, artinya tingkat

pertumbuhan penjualan dalam suatu perusahaan yang semakin besar maupun semakin kecil tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress. Hasil dari

pengujian ini tidak sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah diajukan.

Rasio pertumbuhan penjualan digunakan untuk melihat perkembangan penjualan perusahaan

dari tahun ke tahun. Rasio ini tidak berpengaruh terhadap terjadinya financial distress dikarenakan

penurunan penjualan hanya akan mengurangi laba perusahaan yang dimana kondisi tersebut tidak

akan membuat perusahaan langsung mengalami financial distress, apalagi jika penurunan

penjualan tidak melebih batas yang telah ditentukan maka hal tersebut bukan menjadi masalah

(Sutrisno dan Liana, 2014). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh Sutrisno dan Liana (2014), Simanjuntak et al, (2017).

4.2.5 Kepemilikan Manajerial (X5)

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa

variabel kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap financial distress, artinya semakin

besar kepemilikan manajerial yang ada dalam perusahaan maka kemungkinan terjadinya financial

distress akan semakin kecil. Hasil dari pengujian ini sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah

diajukan.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

55

Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajemen

perusahaan, sehingga pihak manajemen akan mengambil keputusan dan tindakan yang terbaik,

dikarenakan pihak manajemen juga akan merasakan dampak dari keputusan yang akan ia ambil.

Hal ini tentunya akan meminimalkan konflik kepentingan yang terjadi antara pihak prinsipal dan

agen (Muid, 2009). Dengan begitu pihak pemegang saham pun akan semakin percaya bahwa

perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya dan mampu menghindari berbagai hal yang akan

mengakibatkan terjadinya kondisi financial distress dalam perusahaan (Cinantya dan Merkusiwati,

2015). Hasil dari penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Setiawan et

al, (2016).

4.2.6 Kepemilikan Institusional (X6)

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa

variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap financial distress, artinya seberapa

banyak kepemilikan institusional dalam suatu perusahaan tidak akan berpengaruh terhadap

kemungkinan terjadinya financial distress. Hasil dari pengujian ini tidak sesuai dengan teori dan

hipotesis yang telah diajukan.

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh institusi besar

atau yang biasa dikenal dengan sebutan pemegang saham mayoritas. Pengawasan yang dilakukan

oleh pihak institusi dalam satu perusahaan dengan pihak institusi pada perusahaan lain memiliki

tingkat pengawasan yang berbeda-beda. Terdapat beberapa pihak institusi yang memiliki tingkat

pengawasan yang efektif, tetapi ada juga yang tidak memiliki tingkat pengawasan yang efektif.

Oleh karena itu, variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kondisi financial

distress. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Harahap

(2017), Putri dan Merkusiwati (2014), Santoso et al, (2018).

4.2.7 Dewan Direksi (X7)

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa

variabel dewan direksi tidak berpengaruh terhadap financial distress, artinya seberapa banyak

jumlah dewan direksi dalam suatu perusahaan tidak akan berpengaruh terhadap kemungkinan

terjadinya financial distress. Hasil dari pengujian ini tidak sesuai dengan teori dan hipotesis yang

telah diajukan.

Dewan direksi mengetahui banyak hal mengenai kondisi perusahaan. Akan tetapi, dewan

direksi juga memiliki keterbatasan misalnya dalam pengambilan keputusan dewan direksi tidak

dapat langsung mengambil keputusan tersebut, melainkan keputusan harus diambil melalui Rapat

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

56

Umum Pemegang Saham (RUPS) (Cinantya dan Merkusiwati, 2015). Hasil penelitian ini

konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Cinantya dan Merkusiwati (2015).

4.2.8 Dewan Komisaris Independen (X8)

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa

variabel dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap financial distress, artinya

semakin banyak jumlah dewan komisaris independen dalam suatu perusahaan maka kemungkinan

terjadinya financial distress juga akan semakin besar. Hasil dari pengujian ini tidak sesuai dengan

teori dan hipotesis yang telah diajukan.

Hasil pengujian dalam penelitian ini sangat bertolak belakang dengan teori yang menyatakan

bahwa dengan adanya dewan komisaris independen akan memberikan dampak yang baik bagi

perusahaan dikarenakan dewan komisaris independen memiliki peran untuk mengawasi dan

memberikan nasihat kepada direksi agar terciptanya kinerja yang baik (Sutedi, 2012). Walaupun

hasil penelitian ini bertolak belakang dengan teori yang ada, tetapi hasil penelitian ini konsisten

dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Chariri dan Ariesta (2013).

4.2.9 Komite Audit (X9)

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa

variabel komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress, artinya seberapa banyak jumlah

komite audit dalam suatu perusahaan tidak akan berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya

financial distress. Hasil dari pengujian tersebut tidak sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah

diajukan.

Kebanyakan komite audit yang dimiliki oleh perusahaan belum bisa melaksanakan tugas-

tugasnya dengan baik. Hal tersebut dikarenakan keberadaan komite audit hanya untuk memenuhi

peraturan dari pihak pemerintah saja yang mengharuskan perusahaan publik memiliki komite audit

dengan harapan kinerja perusahaan dapat meningkat. Oleh karena itulah variabel komite audit tidak

memiliki pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya financial distress (Santoso et al, 2018). Hasil

penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Putri dan Merkusiwati (2014),

Radifan fan Yuyetta (2015), Mafiroh dan Triyono (2016), Santoso et al, (2018).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

57

5. Kesimpulan, Implikasi dan Saran

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang terdapat pada bab sebelumnya, maka peneliti

dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel leverage yang

dihitung dengan menggunakan rumus debt to total assets ratio menunjukkan bahwa

variabel leverage berpengaruh positif terhadap financial distress.

2. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel likuiditas yang

dihitung dengan menggunakan rumus current ratio menunjukkan bahwa variabel likuiditas

tidak berpengaruh terhadap financial distress.

3. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel profitabilitas

yang dihitung dengan menggunakan rumus return on assets menunjukkan bahwa variabel

profitabilitas berpengaruh negatif terhadap financial distress.

4. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel pertumbuhan

penjualan menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh

terhadap financial distress.

5. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel kepemilikan

manajerial yang dihitung dengan cara membandingkan jumlah kepemilikan saham

manajerial dengan jumlah saham yang beredar, menunjukkan bahwa variabel kepemilikan

manajerial berpengaruh negatif terhadap financial distress.

6. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel kepemilikan

institusional yang dihitung dengan cara membandingkan jumlah kepemilikan saham

institusional dengan jumlah saham yang beredar, menunjukkan bahwa variabel

kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap financial distress.

7. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel dewan direksi

yang dihitung dengan menjumlahkan anggota dewan direksi yang ada dalam perusahaan,

menunjukkan bahwa variabel dewan direksi tidak berpengaruh terhadap financial distress.

8. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel dewan komisaris

independen yang dihitung dengan cara membandingkan jumlah komisaris independen

dengan jumlah anggota dewan komisaris, menunjukkan bahwa variabel dewan komisaris

independen berpengaruh positif terhadap financial distress.

9. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan secara parsial terhadap variabel komite audit

yang dihitung dengan menjumlahkan anggota komite audit yang ada dalam perusahaan,

menunjukkan bahwa variabel komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

58

Implikasi dan Saran Hasil Penelitian

Peneliti berharap dalam penelitian yang telah dilakukan ini dapat memberikan manfaat bagi

berbagai pihak. Terdapat beberapa implikasi dari hasil penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagi perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak perusahaan dalam meminimalkan

terjadinya financial distress dengan memperhatikan berbagai aspek yang telah terbukti

berpengaruh terhadap financial distress seperti leverage, profitabilitas, kepemilikan

manajerial dan dewan komisaris independen yang ada dalam perusahaan. Dengan

memperhatikan aspel-aspek tersebut maka diharapkan perusahaan dapat meningkatkan

kinerja keuangannya dan dapat menerapkan mekanisme good corporate governance

dengan baik agar terhindar dari kondisi financial distress.

2. Bagi investor dan kreditor

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak investor dalam pengambilan keputusan

untuk berinvestasi di suatu perusahaan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat

membantu pihak kreditor dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan pemberian

pinjaman kepada perusahaan. Berbagai faktor yang harus diperhatikan oleh pihak investor

dan kreditor sesuai dengan hasil penelitian ini adalah leverage, profitabilitas, kepemilikan

manajerial dan dewan komisaris independen yang ada dalam perusahaan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini memberikan banyak informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

financial distress, sehingga dapat menambah wawasan pembaca dan dapat dijadikan

sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Daftar Pustaka

Al-Haddad, et al. (2011). The Effect of Corporate Governance on the Performance of JordanianIndustrial Companies: An empirical study on Amman Stock Exchange. InternationalJournal of Humanities and Social Science, Vol. 1 No. 4: 55-69.

Aljana, B. T. dan Purwanto, A. (2017). Pengaruh Profitabilitas, Struktur Kepemilikan dan KualitasAudit Terhadap Manajemen Laba (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar diBursa Efek Indonesia Tahun 2013-2015). Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 6,No. 3: 1-10.

Cinantya dan Merkusiwati. (2015). Pengaruh Corporate Governance, Financial Indicator, danUkuran Perusahaan pada Financial Distress. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana,Vol. 10, No. 3: 897-915.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

59

Eliu, V. (2014). Pengaruh Financial Leverage dan Firm Growth Terhadap Financial Distress.Finesta, Vol. 2, No. 2: 6-11.

Gunawijaya. (2015). Pengaruh Karakteristik Komite Audit, Independensi Dewan Komisaris,Reputasi Auditor Terhadap Financial Distress. Jurnal Akuntansi Bisnis, Vol. XIV, No.27: 111-130.

Hapsari, E. I. (2012). Kekuatan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi Financial DistressPerusahaan Manufaktur di BEI. Jurnal Dinamika Manajemen, Vol. 3, No. 2: 101-109.

Harahap, L. W. (2017). Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Firm Size TerhadapKondisi Financial Distress pada Perusahaan Property and Real Estate yang Terdaftar diBEI Tahun 2010-2014. Vol. 17, No.2: 1-13.

Hery. (2016). Financial Ratio for Business. Jakarta : PT. Gramedia Widisarana Indonesia.

Indriastuti, M. (2012). Analisis Kualitas Auditor dan Corporate Governance Terhadap ManajemenLaba. Eksistansi, Vol. IV, No. 2: 532-543.

Kasmir. (2016). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Karuniasih, D. M. (2013). Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba padaPerusahaan Perbankan. Accounting Analysis Journal, Vol. 2, No. 1: 27-34.

Khaliq, A., et al. (2014). Identifying Financial Distress Firms: A Case Study of Malaysia’sGovernment Linked Companies (GLC). International Journal of Economics, Financeand Management, Vol. 3, No. 3: 141-150.

Liana, D. dan Sutrisno. (2014). Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi FinancialDistress Perusahaan Manufaktur. Jurnal Studi Manajemen dan Bisnis, Vol. 1, No. 2: 52-62.

Liang, D., et al. (2016). Financial Ratio and Corporate Governance Indicators in BankruptcyPrediction : A Comprehensive Study. European Journal of Operational Research 252 :561-572.

Madhushani dan Kawshala. (2018). The Impact of Financial Distress on Financial Performance.International Journal of Scientific and Research Publications, Vol. 8, No. 2: 393-405.

Mafiroh, A. dan Triyono. (2016). Pengaruh Kinerja Keuangan dan Mekanisme CorporateGovernance Terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufakturyang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2014). Jurnal Riset Akuntansi danKeuangan Indonesia, Vol. 1, No.1: 46-53.

Moeljadi. (2014). Factors Affecting Firm Value : Theoretical Study On Public Manufacturing FirmIn Indonesia. South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law,Vol. 5, No. 2: 6-15.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

60

Muid, A. dan Bernandhi, R. (2014). Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional,Kebijakan Dividen, Leverage dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan.Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 3, No. 1: 1-14.

Muid, D. (2009). Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba. FokusEkonomi, Vol. 4, No. 2: 94-108.

Mukhtaruddin, et al. (2014). Good Corporate Governance Mechanism, Corporate SocialResponsibility Disclosure on Firm Value: Empirical Study on Listed Company inIndonesia Stock Exchange. International Journal of Finance & Accounting Studies,Vol. 2 No. 1: 1-10.

Muslih, M. dan Utami. (2018). Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaandengan Kinerja Keuangan Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus pada Perusahaan SubSektor Asuransi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2016). JurnalAkrab Juara, Vol. 3, No. 3: 111-125.

Putra dan Lestari, P. V. (2016). Pengaruh Kebijakan Dividen, Likuiditas, Profitabilitas dan UkuranPerusahaan Terhadap Nilai Perusahaan. E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5, No. 7: 4044-4070.

Radifan, R. dan Yuyetta. (2015). Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate GovernanceTerhadap Kemungkinan Financial Distress. Diponegoro Journal Of Accounting, Vol. 4,No. 3: 1-11.

Ramadhani, A. S. dan Lukviarman, N. (2009). Perbandingan Analisis Prediksi KebangkrutanMenggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, dan Altman Modifikasi DenganUkuran dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas (Studi pada PerusahaanManufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Siasat Bisnis, Vol. 13, No.1: 15-28.

Ridwan, M. dan Gunardi, A. (2013). Peran Mekanisme Corporate Governance sebagai PemoderasiPraktik Earning Management terhadap Nilai Perusahaan. Trikonomika, Vol. 12, No. 1:49–60.

Santoso, et al. (2018). Analysis of Effect of Good Corporate Governance, Financial Performanceand Firm Size on Financial Distress in Property And Real Estate Company Listed BEI2012-2016. Journal of Management, Vol. 4, No. 4: 1-10.

Sastriana, D. dan Fuad. (2013). Pengaruh Corporate Governance dan Firm Size TerhadapPerusahaan yang Mengalami Kesulitan Keuangan (Financial Distress). DiponegoroJournal of Accounting, Vol. 2, No. 3: 1-10.

Sekaran, U. dan Bougie, R. (2013). Research Method for Business. John Wiley & Sons Ltd.

Septivani, R. dan Agoes, S. (2014). Pengaruh Kinerja Keuangan Perusahaan, CorporateGovernance dan Intellectual Capital Terhadap Kemungkinan Terjadinya Financial

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

61

Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Non Jasa Keuangan di Bursa Efek Indonesia).Jurnal Tekun, Vol. V, No. 1: 161-176.

Simanjuntak, C., et al. (2017). Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress (Studi padaPerusahaan Transportasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015). e-Proceeding of Management, Vol. 4, No. 2: 1580-1587.

Sugiono, A. dan Untung, E. (2016). Analisa Laporan Keuangan. Jakarta : PT. GramediaWidisarana Indonesia.

Sutedi, A. (2012). Good Corporate Governance. Jakarta : Sinar Grafika.

Wibowo, W. dan Musdholifah. (2017). Pengaruh Corporate Governance, Kinerja Keuangan danUkuran Perusahaan terhadap Financial Distress pada Sektor Pertambangan Indonesia.Jurnal Ilmu Manajemen, Vol. 5, No. 3: 1-13.

Widarjo, W. dan Setiawan, D. (2009). Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kondisi FinancialDistress Perusahaan Otomotif. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.11, No. 2: 107-119.

Widhiari dan Merkusiwati. (2015). Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Operating Capacity danSales Growth Terhadap Financial Distress. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana,Vol. 11, No.2 : 456-469.

Wongsosudono, C. dan Chrissa. (2013). Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi FinancialDistress pada Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.Jurnal Bina Akuntansi, Vol. 19 No. 2: 5-14.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

62

BIOGRAFI PENULIS

Penulis Kedua adalah dosen di Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi, Universitas Pelita Harapan, Tangerang-Banten, Indonesia. Beliau mendapatkangelar Magister Manajemen, dari Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia, pada tahun 2005. Fokuspengajaran dan penelitiannya adalah pada Akuntansi Keuangan, Akuntansi Biaya dan AkuntansiManajemen. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi [email protected]

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

63

PENGARUH RETURN ON EQUITY DAN DEBT TO EQUITY RATIO TERHADAPHARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN SUB SEKTOR PERDAGANGAN

ECERAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2013-2017

Maya Sari1 dan Jufrizen2

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Medan, IndonesiaJl. Kapten Mukhtar Basri No. 3 Medan 20221

Email : [email protected]

Huda M. Al-AttasFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Medan, Indonesia

Jl. Kapten Mukhtar Basri No. 3 Medan 20221

AbstrakThe purpose of this study was to determine the effect of Return On Equity and Debt toEquity Ratio on Stock Prices both partially and simultaneously on Retail Trade SubSector Companies Listed on the Indonesia Stock Exchange for the period 2013-2017.The approach taken in this study is an associative approach. Data collectiontechniques in this study are documentation techniques. The data analysis technique inthis study used Classical Assumption Test, Multiple Linear Regression, HypothesisTest (t Test and F Test) and Determination Coefficient using SPSS Software version22.00. The results of this study prove that partially Return On Equity has a significanteffect on Stock Prices, partially Debt to Equity Ratio does not have a significant effecton Stock Prices, simultaneously Return On Equity and Debt to Equity Ratio have asignificant effect on Stock Prices.

Keyword: Return On Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), Harga Saham

1. PENDAHULUAN

Pasar modal merupakan tempat bertemunya permintaan dan penawaran instrument keuangan

(Samsul, 2006). Instrumen keuangan yang biasa diperjualbelikan di pasar modal adalah saham,

obligasi, reksadana dan instrumen derivatif. Berbagai jenis instrumen yang tersedia di pasar modal

menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk menginvestasikan dananya di pasar modal

(Ramadhani and Pustikaningsih, 2017). Investor pasar modal perlu memiliki sejumlah informasi

yang relevan tentang kinerja keuangan perusahaan, manajemen perusahaan, kondisi ekonomi dan

informasi relevan yang lainnya untuk menilai saham secara akurat (Maskun, 2012)

Pasar modal memiliki peran ganda dalam perekonomian yaitu memberikan kesempatan bagi

perusahaan yang ingin mendapatkan tambahan modal dengan menjual sekuritas dan menciptakan

peluang bagi investor untuk menginvestasikan dananya. Pasar modal berperan besar bagi

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

64

perekonomian suatu negara karena menjalankan dua fungsi sekaligus yaitu ekonomi dan keuangan.

Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana

yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan

pihak yang memerlukan dana (issuer)(Darmadji and Fakhruddin, 2012).

Selain pemerintah, swasta juga punya andil dalam pembangunan dan pertumbuhan

perekonomian suatu Negara. Peran swasta yaitu dengan investasi dan membuka lapangan kerja.

Selain itu perkembangan zaman juga telah menempatkan pasar modal pada peranan yang semakin

penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan merupakan salah satu sarana

terbesar dalam pembentukan modal dan tempat mengalokasikan dana yang dapat diarahkan untuk

meningkatkan partisipasi masyarakat guna menunjang pembiayaan untuk pembangunan nasional.

Pasar modal juga menyediakan alternatif investasi jangka pendek maupun jangka panjang bagi

pemilik modal (Diaz and Jufrizen, 2014).

Dengan adanya pasar modal, pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan

dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return), sedangkan pihak issuer (dalam hal ini

perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu

tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan karena

memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana sesuai

dengan karakteristik investasi yang dipilih (Darmadji and Fakhruddin, 2012).

Salah satu instrumen pasar modal yang paling sering diperdagangkan dalam investasi adalah

saham. Secara sederhana saham dapat didefinisikan sebagai surat berharga sebagai bukti penyertaan

atau kepemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan. Dengan menyertakan modal

tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset

perusahaan dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Bagi perusahaan

penerbit saham, saham akan meningkatkan nilai ekuitas perusahaan sehingga perusahaan dapat

memanfaatkannya sebagai sarana memperoleh pendanaan. Dengan melonjaknya jumlah saham

yang ditransaksikan, akan dapat mendorong perkembangan pasar modal di Indonesia (Hadi, 2013).

Harga saham suatu perusahaan menjadi tolak ukur investor untuk menanamkan sahamnya.

Harga saham merupakan nilai sekarang (present value) dari penghasilan-penghasilan yang akan

diterima oleh pemodal dimasa yang akan dating (Husnan, 2009). Terdapat berbagai faktor yang

mempengaruhi harga saham terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor

internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari internal perusahaan serta dapat dikendalikan

oleh manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar

perusahaan serta tidak dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan (Wuryaningrum and

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

65

Budiarti, 2015).

Return on Equity (ROE) merupakan suatu pengukuran dari hasil yang tersedia bagi para

pemilik perusahaan atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. Return On Equity

(ROE) mencerminkan seberapa besar return yang diberikan bagi pemegang saham atau setiap

rupiah uang yang ditanamkannya menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi

Return On Equity (ROE), maka semakin baik perusahaan tersebut di mata investor dan hal ini dapat

menyebabkan harga saham perusahaan yang bersangkutan semakin naik (Syamsuddin, 2009).

Dampaknya bagi perusahaan adalah perusahaan tidak mampu memenuhi kebutuhan

perusahaannya yang dapat menyebabkan investor tidak tertarik untuk menanamkan saham. Agar

perusahaan dapat memenuhi laba sesuai dengan targetnya, maka perusahaan perlu menyusun

perencanaan laba yang baik sehingga dapat memprediksi kondisi laba perusahaan di masa yang

akan datang. Debt to Equity Ratio (DER) merupakan utang sumber pendanaan eksternal yang

menjadi salah satu bagian penting bagi suatu perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan dapat

dinilai, salah satunya dengan memperhatikan utang perusahaan. Utang juga menjadi bahan

pertimbangan bagi seorang investor untuk menentukan saham pilihan. Perbandingan hutang dan

modal dalam pendanaan perusahaan menunjukkan kemampuan modal perusahaan sendiri untuk

memenuhi seluruh kewajibannya, dan apabila semakin tinggi Debt to Equity Ratio menunjukkan

semakin besar total hutang terhadap total ekuitas. Pinjaman hutang suatu perusahaan dapat menjadi

acuan untuk investor menanamkan modalnya pada perusahaan.

Pengembangan Hipotesis

ROE merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) atas modal yang diinvestasikan

dalam perusahaan (Syamsuddin, 2009). Selanjutnya Return On Equity (ROE) merupakan rasio laba

bersih terhadap ekuitas biasa yang mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham

biasa (Brigham & Houston, 2010). Hasil penelitian (Sondakh, Tommy & Mangantar, 2015)

mengemukakan bahwa Return On Equity (ROE) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap

harga saham. Selanjutnya menurut (Ramadhani and Pustikaningsih, 2017) juga menyatakan bahwa

Return On Equity berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham pada Perusahaan

Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan hasil peneliti terdahulu oleh

(Alfiah and Diyani, 2017) yang menyatakan bahwa Return On Equity tidak berpengaruh signifikan

terhadap harga saham pada sektor Perdagangan Eceran.

Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk menghitung

perbandingan antara total hutang dengan ekuitas dalam pendanaan perusahaan. Rasio ini juga

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

66

menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Rasio

Utang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio), merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

perbandingan antara total utang dengan total ekuitas (Hery, 2016). Pengertian lainnya dari Debt to

Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari

dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas

(Kasmir, 2012).

Debt to Equity Ratio (DER) adalah menunjukkan berapa bagian dari setiap rupiah modal

sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutangnya (Hani, 2014, hal. 124). Pengertian

lainnya dari Debt to Equity Ratio adalah rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas.

Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan

seluruh ekuitas (Kasmir, 2012). Debt to Equity Ratio (DER) yang tinggi menunjukkan tingginya

ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar, sehingga beban perusahaan juga

semakin berat (Stella, 2009). Jika suatu perusahaan menanggung beban utang yang tinggi, yaitu

melebihi modal sendiri yang dimiliki, maka harga saham perusahaan akan menurun (Devi and

Sudjarni, 2012).

Hasil peneliti terdahulu menunjukkan bahwa Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh yang

berarti terhadap Harga Saham (Munira, Merawati & Astuti, 2017). Selanjutnya sejalan juga dengan

peneliti terdahulu yang menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap

Harga Saham (Alfiah and Diyani, 2017).

Harga saham merupakan nilai sekarang (present value) dari penghasilan-penghasilan yang

akan diterima oleh pemodal di masa yang akan datang (Husnan, 2009). Harga saham menentukan

kekayaan pemegang saham. Maksimalisasi kekayaan pmegang saham diterjemahkan menjadi

maksimalkan harga saham peusahaan. Harga saham pada satu waktu tertentu bergantung pada arus

kas yang diharapkan diterima di masa depan oleh investor “rata-rata” jika Harga saham merupakan

salah satu indikator keberhasilan manajemen dalam mengelola perusahaannya. Jika harga saham

suatu perusahaan selalu mengalami kenaikan, maka investor dapat menilai bahwa perusahaan

tersebut berhasil mengelola keuangan perusahaan. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang

mempengaruhi harga saham yaitu Return On Equity Ratio (ROE) dan Debt to Equity Ratio (DER).

Dari penelitian sebelumnya oleh (Alfiah and Diyani, 2017) menyatakan bahwa Return on

Equity Ratio dan Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan. Dan juga sejalan dengan peneliti

terdahulu oleh (Munira, Merawati and Astuti, 2017) menyatakan bahwa Return On Equity dan Debt

to Equity Ratio secara simultan (bersama-sama) memiliki pengaruh yang berarti terhadap Harga

Saham. Hal ini merupakan salah satu indikator yang dilihat investor untuk mengambil keputusan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

67

dalam berinvestasi karena ROE dan DER mempengaruhi terhadap naik turunnya harga saham.

Berdasarkan uraian diatas maka kerangka konseptual penelitian sebagai berikut:

Gambar 1. Model Penelitian

2. METODE

Pendekatan penelitian ini adalah menggunakan pendekatan asosiatif. Penelitian asosiatif

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Hasil penelitian ini dapat

membangun teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala

(Rochaety, Tresnati & Latief, 2007). Pada penelitian ini penulis melakukan penelitian yang berjudul

Pengaruh Return On Equity (ROE) dan Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Harga Saham Pada

Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel

terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Harga Saham. Harga saham merupakan uang

yang dikeluarkan untuk memperoleh bukti penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan yang

berlangsung di bursa efek dan terbentuk karena adanya interaksi permintaan dan penawaran saham

tersebut di pasar modal. Pada penelitian kali ini penulis mengambil data harga saham pada

perusahaan sub sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel bebas

(X1) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Equity (ROE). Return On Equity (ROE)

atau disebut sebagai hasil pengembalian atas ekuitas merupakan rasio yang menunjukkan seberapa

besar kontribusi ekuitas dalam menciptakan laba bersih. Pada penelitian ini penulis mengambil data

Return On Equity (ROE) pada perusahaan sub sector. Variabel bebas (X2) yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio (DER). Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang

digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan membandingkan antara

seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Pada penelitian ini penulis mengambil

Debt to Equity Ratio

Harga Saham

Return On Equity

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

68

data pada perusahaan sub sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada perusahaan sub sektor Perdagangan

Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2017 sebanyak 25 perusahaan. Teknik

pengambilan sampel adalah purposive sampel, yaitu penge,mbilan sampel berdasrkan kriteria

tertentu. Berdasarkan kriteria pengambilan sampel, maka perusahaan yang menjadi sampel dalam

penelitian ini berjumlah 7 perusahaan sub sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) tahun 2013-2017.

Tabel.1Sampel Penelitian Perusahaan Sub Sektor Perdagangan

Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

No Kode Emiten Nama Perusahaan

1 ACES PT. Ace Hardware Indonesia Tbk.

2 AMRT PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk.

3 CSAP PT. Catur Sentosa Adiprana Tbk.

4 ERAA PT. Erajaya Swasembada Tbk.

5 LPPF PT. Matahari Department Store Tbk.

6 MAPI PT. Mitra Adiperkasa Tbk.

7 TELE PT. Tiphone Mobile Indonesia Tbk.Sumber: www.idx.co.id (2018)

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber sekunder.

Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul

data. Data yang digunakan adalah data eksternal, yaitu mengambil data-data yang dipublikasikan

oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada penelitian ini data yang digunakan dikumpulkan dengan

mendokumentasikan laporan keuangan pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data kuantitatif, yaitu dengan menguji dan menganalisis data dengan perhitungan angka-

angka dan kemudian menarik kesimpulan dari hasil pengujian tersebut dengan menggunakan

analisis Regresi Linier Berganda.

3. HASIL

Hasil uji normalitas dalam penelitian ini membuktikan bahwa model regresi telah memenuhi

asumsi yang telah dikemukakan sebelumnya, dikatakan memenuhi asusmsi normalitas jika data

menyebar disekitar garis diagonal dan mengikti ara garis diagonal maka model regresi memenuhi

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

69

asumsi normalitas. Berdasarkan hasil uji multikolinieritas, diperoleh nilai VIF menunjukkan bahwa

setiap nilai variabel independen tersebut yakni Return On Equity dan Debt to Equity Ratio memiliki

nilai VIF dalam batas toleransi yang telah ditentukan yakni sebesar 1.021 dan 1.021 artinya

melebihi 10, sehingga terjadi multikolinearitas. Sedangkan untuk nilai Tolerance untuk setiap

variabel independen adalah 0.979 dan 0,979 artinya nilai Tolerance lebih besar 0,1 sehingga dapat

disimpulkan bahwa variabel Return On Equity dan Debt to Equity Ratio terjadi tidak

multikolinearitas. Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas, dengan melihat pada grafik Scatterplot

memperlihatkan bahwa titik-titik menyebar secara acak tidak berbentuk pola jelas atau teratur, serta

diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak

terjadi heterokedastisitas pada model regresi atau dengan kata lain variabel-variabel yang akan di

uji dalam penelitian ini bersifat homokedastisitas, dan tidak terjadi autokorelasi dalam model

regresi ini. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa model

regeresi menggunakan analisis linear berganda ini dilihat dari tabel berikut :

Tabel 2.Hasil Uji Regresi Linear Berganda

Model

UnstandardizedCoefficients

StandardizedCoefficients

t Sig.B

Std.Error

Beta

1 (Constant) 4.603 1.058 4.352 .000ROE .484 .150 .483 3.217 .003DER .252 .201 .188 1.253 .219

a. Dependent Variable: Harga Saham

Dari tabel di atas, di dapat dalam persamaan regresi linear berganda sehingga diketahui

persamaan Y = 4.603 + 484 + 252. Dimana, nilai konstanta (α) sebesar 4.603 dengan arah

hubungan positif menunjukkan bahwa jika variabel independen yaitu Return On Equity dan Debt to

Equity Ratio dalam keadaan konstan atau tidak mengalami perubahan sama dengan Nol (0), maka

Harga Saham akan mengalami kenaikan sebesar 4.603. Nilai koefisien regresi Return On Equity

sebesar 0.484 atau 48.4% dengan arah positif menunjukkan bahwa setiap kenaikan Return On

Equity maka akan diikuti penurunan Harga Saham sebesar 0.484 atau 48.4% dengan asumsu

variabel independen lainnya dianggap konstanta. Nilai koefisien regresi Debt to Equity Ratio

sebesar 0.252 atau 25.2% dengan arah positif menunjukkan bahwa setiap kenaikan Debt to Equity

Ratio maka akan diikuti peningkatan Harga Saham sebesar 0.252 atau 25.2%.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

70

Pada tabel 2 di atas memperlihatkan nilai thitung return on equity sebesar 3.217 dan ttabel 2.035.

Dengan demikian thitung lebih besar dari ttabel (3.217 > 2.035) dan nilai signifikan sebesar (0.003 <

0.05). Berdasarkan kriteria pengambilan keputusan, dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Hα

diterima. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial berpengaruh signifikan antara Return On

Equity terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia. Nilai thitung debt to equity ratio sebesar 1.253 dan ttabel 2.035. Dengan

demikian thitung lebih kecil dari ttabel ( 1.235 < 2.035 ) dan nilai signifikan sebesar ( 0.219 > 0.05 ).

Berdasarkan kriteria pengambilan keputusan, dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan Hα ditolak.

Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara Debt to Equity

Ratio terhadap Harga Saham. Artinya Debt to Equity Ratio yang meningkat maka akan diikuti

dengan menurunnya Harga Saham Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia. Hasil Uji secara simultan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3Hasil Uji Simultan (Uji F)

ModelSum ofSquares df

MeanSquare F Sig.

1 Regression

15.608 2 7.804 6.675 .004b

Residual 37.414 32 1.169Total 53.022 34

a. Dependent Variable: LN_Yb. Predictors: (Constant), LN_X2, LN_X1

Berdasarkan hasil pengujian secara simultan pengaruh Return On Equity dan Debt to Equity

(Valintino & Sularto, 2013) Ratio terhadap Harga Saham diperoleh Fhitung > Ftabel (6.675 > 3.29) dan

nilai signifikan (0.004 < 0.05), maka dapat dinyatakan bahwa H0 diterima dan Hα ditolak.

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Return On Equity dan Debt to Equity

Ratio secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor

Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Untuk mengetahui sejauh mana

kontribusi atau persentase pengaruh Return On Equity dan Debt to Equity Ratio terhadap Harga

Saham, maka dapat dilihat uji determinasi sebagai berikut:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

71

Tabel 4.Hasil Koefisien Determinasi (R-Square)

Model RR

SquareAdjusted R

SquareStd. Error ofthe Estimate

1 .543a .294 .250 1.08128a. Predictors: (Constant), DER, ROEb. Dependent Variable: Harga Saham

Nilai R-Square diatas menunjukkan bahwa sekitar 29.4% variabel terikat (Y) Harga Saham

dapat dijelaskan oleh variabel bebas (X1) Return On Equity dan (X2) Debt to Equity Ratio. Atau

dapat dikatakan bahwa kontribusi Return On Equity dan Debt to Equity Ratio terhadap Harga

Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode 2013-2017 yaitu sebesar 29.4%. Sedangkan sisanya 70.6% dipengaruhi oleh variabel-

variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

4. PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Return On Equity Terhadap Harga Saham

Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai pengaruh Return On Equity terhadap Harga

Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode 2013-2017 menyatakan bahwa Return On Equity thitung > ttabel (3.217 > 2.035) dan nilai

signifikan sebesar (0.003 < 0.05) artinya adalah H0 ditolak dan Hα diterima. Dapat disimpulkan

bahwa secara parsial berpengaruh signifikan antara Return On Equity terhadap Harga Saham pada

Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi Return On Equity maka akan

semakin meningkatkan nilai Harga Saham pada perusahaan. Meningkatnya Return On Equity

disebabkan karena perusahaan mampu memenuhi laba sesuai dengan targetnya dan mampu

mengelola asetnya dengan efektif. Sehingga memiliki dampak positif terhadap kinerja keuangan

perusahaan di mata para investor, sehingga dapat menarik minat investor untuk menanamkan

sahamnya pada perusahaan.

Return On Equity atau disebut sebagai hasil pengembalian atas ekuitas merupakan rasio yang

menunjukkan seberapa besar kontribusi ekuitas dalam menciptakan laba bersih. (Hery, 2016, hal.

194)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

72

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sondakh, Tommy &

Mangantar, 2015) yang menyatakan bahwa Return On Equity berpengaruh signifikan terhadap

Harga Saham pada Indeks LQ 45 di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014. Selanjutnya menurut

(Ramadhani & Pustikaningsih, 2017) juga menyatakan bahwa Return On Equity berpengaruh positif

dan signifikan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2011-2015. Selanjutnya menurut (Valintino & Sularto, 2013) juga menyatakan

bahwa Return On Equity berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Harga Saham pada

Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

Namun penelitian ini juga bertolak belakang dengan hasil penelitian terdahulu oleh (Alfiah &

Diyani, 2017) yang menyatakan bahwa Return On Equity tidak berpengaruh signifikan terhadap

Harga Saham pada sektor Perdagangan Eceran karena adanya fluktuasi laba bersih dari tahun 2011-

2015 maka tingkat pengembalian modal yang lemah tidak menarik investor untuk menanamkan

modal. Selanjutnya bertolak belakang juga dengan hasil penelitian terdahulu oleh (Putri, 2015) yang

menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan secara parsial antara Return On Equity

terhadap Harga Saham pada perusahaan Pertambangan Batubara di Indonesia.

4.2 Pengaruh Debt to Equity Ratio Terhadap Harga Saham

Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap

Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2013-2017 menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio thitung < ttabel (1.235 < 2.035)

dan nilai signifikan sebesar (0.219 > 0.05). artinya adalah H0 diterima dan Hα ditolak. Dapat

disimpulkan bahwa secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara Debt to Equity Ratio

terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa meningkatnya Debt to Equity Ratio maka ada

kemungkinan juga harga saham perusahaan akan menurun dikarenakan keuntungan yang diperoleh

cenderung digunakan untuk membayar hutang dibandingkan dengan membagi deviden. Namun jika

hutang meningkat dan bisa dikelola dengan baik maka tidak akan mempengaruhi laba yang

dihasilkan perusahaan. Jika hutang tidak bisa dikelola dengan baik, maka akan mempengaruhi

keuangan perusahaan yang didanai oleh hutang akan menyebabkan investor tidak tertarik untuk

menanamkan modalnya pada perusahaan.

Debt to Equity Ratio menunjukkan berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang

dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutangnya. Makin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

73

jumlah dana dari luar yang harus dijamin dengan jumlah modal sendiri (Hani, 2014).

Hasil penelitian ini sejalan dengan (Wangarry, Poputra & Runtu, 2015) menyimpulkan

bahwa Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham Perbankan di

Bursa Efek Indonesia. Selanjutnya hasil penelitian ini juga sejalan dengan (Valintino & Sularto,

2013) menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh secara parsial terhadap Harga

Saham pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian terdahulu oleh

(Sondakh, Tommy & Mangantar, 2015) yang menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh

signifikan terhadap Harga Saham pada Indeks LQ 45 di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014.

Selanjutnya bertolak belakang juga oleh (Munira, Merawati & Astuti, 2017) yang menyatakan

bahwa Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh yang berarti terhadap Harga Saham pada

Perusahaan Kertas yang tercatat di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2012-2016. Selanjutnya

bertolak belakang juga dengan hasil penelitian (Alfiah & Diyani, 2017) yang menyatakan bahwa

Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada Sektor Perdagangan

Eceran.

4.3 Pengaruh Return On Equity dan Debt to Equity Ratio Terhadap Harga Saham

Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai pengaruh Return On Equity dan Debt to

Equity Ratio terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017 menyatakan bahwa dilihat dari Uji ANOVA

(Analysis Of Variance) pada tabel diatas dapat dilihat bahwa Fhitung > Ftabel (6.675 > 3.29) dan nilai

signifikan (0.004 < 0.05), maka dapat dinyatakan bahwa H0 diterima dan Hα ditolak. Berdasarkan

hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Return On Equity dan Debt to Equity Ratio secara

simultan berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan

Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan hasil Uji Koefisien Determinasi menunjukkan bahwa nilai R-Square sebesar

29.4% variabel terikat (Y) Harga Saham dapat dijelaskan oleh variabel bebas (X1) Return On Equity

dan (X2) Debt to Equity Ratio. Atau dapat dikatakan bahwa kontribusi Return On Equity dan Debt

to Equity Ratio terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017 yaitu sebesar 29.4%. Sedangkan sisanya

70.6% dipengaruhi variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini sejalan dengan (Alfiah & Diyani, 2017) yang menyatakan bahwa secara

bersamaan Return On Equity dan Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Harga

Saham pada Sektor Perdagangan Eceran. Selanjutnya penelitian ini juga sejalan dengan (Munira,

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

74

Merawati, & Astuti, 2017) yang menyatakan bahwa Return On Equity dan Debt to Equity Ratio

secara simultan (bersama-sama) memiliki pengaruh yang berarti terhadap Harga Saham pada

Perusahaan Kertas yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

5. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial

Return On Equity berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor

Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017. Secara parsial Debt

to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada Perusahaan Sub Sektor

Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017. Secara simultan

Return On Equity dan Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham pada

Perusahaan Sub Sektor Perdagangan Eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-

2017.

REFERENSIAlfiah, N. and Diyani, L. A. (2017) ‘Pengaruh ROE dan DER Terhadap Harga Saham Pada Sektor

Perdagangan Eceran’, Jurnal Bisnis Terapan, 1(2), pp. 47–54.

Brigham, E. F. and Houston, J. F. (2010) Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: PT.Salemba Empat.

Darmadji, T. and Fakhruddin, H. M. (2012) Pasar Modal Di Indonesia Edisi 3. Jakarta: SalembaEmpat.

Devi, N. L. P. A. C. and Sudjarni, L. K. (2012) ‘Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap PendapatanSaham Dengan DPR Sebagai Variabe Moderasi di BEI’, E-Jurnal Manajemen, 1(1), pp.52–61.

Diaz, R. & Jufrizen (2014) ‘Pengaruh Return On Assets (ROA) Dan Return On Equity (ROE)Terhadap Earning Per Share (EPS) Pada Perusahaan Asuransi Yang Terdaftar Di BursaEfek Indonesia’, Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, 14(2), pp. 127–134.

Hadi, N. (2013) Pasar Modal : Acuan Teoritis dan Praktis Investasi di Instrumen Keuangan PasarModal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hani, S. (2014) Teknik Analisa Laporan Keuangan. Medan: IN MEDIA.

Hery (2016) Analisis Laporan Keuangan Integrated And Comprehensive Edition. Jakarta: PT.Grasindo.

Husnan, S. (2009) Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas Edisi Empat. Yogyakarta:UPP STIM YPKN.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

75

Kasmir (2012) Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Munira, M., Merawati, E. E. and Astuti, S. B. (2017) ‘Pengaruh ROE dan DER terhadap HargaSaham Perusahaan Kertas di Bursa Efek Indonesia’, Journal of Applied Business andEconomics, 4(3), pp. 191–205.

Putri, L. P. (2015) ‘Pengaruh Profitabilitas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan PertambanganBatubara Di Indonesiae’, Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, 16(2), pp. 51–59.

Ramadhani, F. H. and Pustikaningsih, A. (2017) ‘Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Return OnEquity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM) Terhadap Harga Saham Perusahaan SektorPertambangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015’, Profita :Kajian Ilmu Akuntansi, 5(8), pp. 1–13.

Rochaety, E., Tresnati, R. and Latief, A. M. (2007) Metodologi penelitian bisnis dengan aplikasiSPSS. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Samsul, M. (2006) Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga.

Sondakh, F., Tommy, P. and Mangantar, M. (2015) ‘Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return OnAsset, Return On Equity Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Pada Indeks LQ 45 di BEIPeriode 2010-2014’, Jurnal EMBA, 3(2), pp. 749–756.

Stella (2009) ‘Pengaruh PER, DER, ROA dan PBV terhadap Harga Pasar Saham’, Jurnal Bisnisdan Akuntansi, 11(2), pp. 97–106.

Syamsuddin, L. (2009) Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: Rajawali Pers.

Valintino, R. and Sularto, L. (2013) ‘Pengaruh Return On Asset (ROA), Current Ratio (CR), ReturnOn Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER) Dan Earning Per Share (EPS) TerhadapHarga Saham Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi di BEI’, inProceding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil), pp. E195–E202.

Wangarry, A. R., Poputra, A. T. and Runtu, T. (2015) ‘Pengaruh Tingkat Return On Investment(ROI), Net Profit Margin (NPM) dan Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Harga SahamPerbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI)’, Jurnal EMBA, 3(4), pp. 470–477.

Wuryaningrum, R. & Budiarti (2015) ‘Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap harga Saham padaPerusahaan Farmasi di BEI’, Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, 4(11).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

76

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DANCORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY TERHADAPPROFITABILITAS (RETURN ON EQUITY) PADA

PERUSAHAAN ASURANSI YANG TERDAFTARDI BURSA EFEK INDONESIA

PERIODE 2013-2017

1Radiman, 2Sri Fitri Wahyuni1Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Email : [email protected] dan [email protected]

AbstrackThis study aims to determine whether Good Corporate Governance and Corporate SocialResponsibility have a significant and simultaneous effect on Profitability (Return OnEquity). The independent variable used in this study is GCG and CSR towards thedependent variable Profitability (ROE). The research approach used in this study is theAssociative approach. Where the Associative approach is knowledge that is carried out todetermine the relationship or influence between two or more variables. Samples in thisstudy amounted to 9 of the 14 Insurance Companies listed on the Indonesia StockExchange in the period 2013-2017. The results of this study are obtained partially GoodCorporate Governance negative and not significant effect on Return On Equity, partiallyCorporate Social Responsibility has a negative and not significant effect on Profitability(Return On Equity), and simultaneously the Good Corporate Governance and CorporateSocial Responsibilitty variables have an effect but not significant on profitability (ReturnOn Equity) on Insurance companies listed on the Indonesia Stock Exchange for theperiod 2013-2017.

Keyword : Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, Return OnEquity.

1. Pendahuluan

Tujuan dari didirikannya suatu perusahaan yaitu untuk mendapatkan keuntungan yang

maksimal. Dewasa ini juga perusahaan-perusahaan asuransi pada berdiri. Perusahaan Asuransi

merupakan lembaga keuangan non bank yang mempunyai peranan yang tidak jauh berbeda dari

bank, yaitu bergerak dalam bidang layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat dalam mengatasi

resiko yang terjadi dimasa yang akan datang. Perkembangan perusahaan asuransi di Indonesia

mengalami perkembangan yang cukup pesat setelah pemerintah mengeluarkan deregulasi pada

tahun 1980an dan diperkuat dengan keluarnya UU No.2 tahun 1992 tentang usaha Perasuransian.

Adanya deregulasitersebut, pemerintah memberikan kemudahan baru dan pada gilirannya

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

77

akanmeningkatkan hasil produksi nasional. Salah satu cara untuk melihat baik atauburuknya kinerja

keuangan suatu perusahaan dapat dilihat dengan kemampuanbagaimana perusahaan tersebut

memperoleh laba melalui rasioprofitabilitas.Dalam penelitian kinerja keuangan suatu perusahaan ini

dilakukandengan rasio Profitabilitas yaitu dengan menggunakan Return On Equitas (ROE).Menurut

Syamsuddin (2009, hal 65) “Return On Equity (ROE) menggambarkan pengaruh dari leverage

(penggunaan modal pinjaman) atas return yang diperoleh pemilik perusahaan.” Secara umum jika

semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan pemilik

perusahaan.

Menurut Kasmir, (2014,hal 196) menyatakan :”bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai suatu

perusahaan yang terpenting adalah memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal, disamping

hal-hal lainnya.”Perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan pemilik, karyawan, serta

meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Rasio profitabilitas adalah rasio untuk

menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran

tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari

penjualan dan pendapatan investasi.Menurut Desiana, dkk (2016) menyatakan sejak krisis ekonomi

tahun 1997 pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik, atau lebih dikenal dengan Good

Corporate Governance (GCG) menjadi isu yang mengemuka di Indonesia. Akibat tata kelola

pemerintahan dan perusahaan di Indonesia pada masa itu, menyebabkan perekonomian Indonesia

menjadi terpuruk. Berbagai upaya memperbaiki tata kelola dilakukan dengan menerapkan prinsip

Good Corporate Governance (GCG) di semua lingkungan masyarakat.

Menurut Sutedi (2012, hal 2) menyatakan : “Good Corporate Governance secara definitif

merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah

(Value added) untuk semua Stakeholder.” Secara singkat, ada empat komponen utama yang

diperlukan dalam konsep GCG ini, yaitu fairness, transparancy, accountability, dan

responsibility.Selain Good Corporate Governance isu yang sedang berkembang dalam perusahaan

adalah Corporate Social Responsibility (CSR). Dimana Corporate Social Responsibility (CSR)

adalah salah satu informasi yang harus tercantum di dalam laporan tahunan perusahaan seperti yang

diatur UU RI No.40 Tahun 2007 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan yang mewajibkan

perseroan yang kegiatan usahanya dibidang sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab

sosial dan lingkungan. Implementasi Corporate Social Responsibility merupaka salah satu wujud

pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance. Perusahaan yang telah melaksanakan Corporate

Governance dengan baik sudah sseharusnya melaksanakan aktivitas Corporate Social

Responsibility sebagai wujud kepedulian perusahaan pada lingkungan sosial. Penganut paham

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

78

Corporate Governance lebih mudah menerima adanya kebutuhan dan kewajiban untuk

melaksanakan Corporate Social Responsibility karena kedua kegiatan tersebut berlandaskan

pemahaman falsafah yang sama.

Menurut Oktariani (2013) banyak perusahaan di Indonesia yang telah melaksanakan aktivitas

Corporate Social Responsibility (CSR) dilapangan, akan tetapi belum banyak yang mengungkapkan

aktivitas tersebut dalam laporan hanya bebrapa perusahaan yang telah mengungkapkan informasi

lingkungan dan tanggung jawab sosial didalam laporan tahunan perusahaan. Penelitian yang

dilakukan yaitu kepada 9 perusahaan asuransi yang terdapat pada Bursa Efek Indonesia, yaitu :

Tabel 1. Perusahaan Asuransi yang terdapat dalam Bursa Efek Indonesia

NO PERUSAHAAN KODE1 Asuransi Harta Aman Pratama Tbk. AHAP2 Lippo General Insurance Tbk. LPGI3 Asuransi Bina Dana Arta Tbk. ABDA4 Asuransi Dayin Mitra Tbk. ASDM5 Asuransi Jaya Tania Tbk. ASTJ6 Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. MREI7 Paninvest Tbk. PNIN8 Asuransi Multi Artha Guna Tbk. AMAG9 Asuransi Ramayana Tbk. ASRM

Permasalahan yang sering terjadi yaitu, penurunan pada rata-rata Return On Equity pada setiap

perusahaanyang diduga karena adanya penurunan pada laba bersih setelah pajak dankenaikan pada

total ekuitas, penurunan Good Corporate Governance yang menunjukkanPerusahaan manajemen

belum berhasil untuk memuaskan kepemilikan publik, kenaikan pengungkapan Corporate Social

Responsibility yangmenunjukkan perusahaan sudah memenuhi tanggung jawab sosial

padaperusahaan. Semakin besar indeks pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada

suatu perusahaan, maka semakin tinggi pengungkapan Corporate Social Responsibility yang

dilakukan pada perusahaan.

Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan dari

usahanya. Profitabilitas merupakan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang

dihasilkan laba tersebut yang dinyatakan dalam presentase. Karena profitabilitas sering

dipergunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan.Menurut Hery (2018,

hal 192) Rasio Profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktivitas normal bisnisnya.Menurut Kasmir (2014, hal

204) “ hasil pengembalian ekuitas atau Return On Equity (ROE) atau rentabilitas modal sendiri

merupakan rasio untuk mengukur laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri”.“ Return On

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

79

Equity disebut juga dengan laba atas equity. Rasio ini mengkaji sejauh mana suatu perusahaan

mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas (Fahmi,

2015, hal 96).”Menurut Hani (2015, hal 120) adapun faktor yang mempengaruhi Return On Equity

(ROE), yaitu : 1) Volume Penjualan, 2) Struktur Modal, 3) Struktur Hutang.Menurut Kasmir

(2014, hal 197), manfaat penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi pihak luar

perusahaan, yaitu : 1)Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam sutu

periode tertentu, 2)Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang,

3)Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu, 4)Untuk menilai besarnya laba bersih

sesudah pajak dengan modal sendiri. Untuk perhitungan terhadap Return On Equity menurut

(Kasmir, 2014, hal. 204) dengan rumus :

Return On Equity (ROE)=

Salah satu tujuan pelaksanaan corporate governance adalah mendorong timbulnya kesadaran

dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan disekitar

perusahaan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang.Good

Corporate Governance didefenisikan sebagai seperangkat aturan dan prinsip-prinsip antara lain

fairness, transparency, accountability dan responsibility, yang mengatur hubungan antar pemegang

saham, manajemen,perusahaan (direksi dan komisaris), kreditur, karyawan serta stakeholders

lainnyayang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak.Menurut Efendi (2009, hal

1) Good Corporate Governance merupakan sebagai suatu sistem pengendalian internal perusahaan

yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya

melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam

jangka panjang.Menurut Sutedi (2012, hal 1) “Good Corporate Governanceyaitu suatu proses dan

struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (pemegang saham/ Pemilik modal,

Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan

Akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjangdengan

tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundang-

undangan dan nilai-nilai etika.”Sulistyanto (2014, hal 145) adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi Good Corporate Governance yaitu : 1) Sistem Regulasi yang Lemah, 2) Standar

Akuntansi, 3) Audit yang Inkonsisten, 4) Praktek Perbankan yang buruk.Pengukuran kepemilikan

publik menggunakan pengukuran yang digunakan (Deviyanti, 2012) yaitu :

Kepemilikan Publik =

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

80

Kompleksitas permasalahan sosial (Social Problems) yang semakin rumitdalam dekade

terakhir dan implementasi desentralisasi telah menempatkanCorporate Social Responsibility (CSR)

sebagai suatu konsep yang diharapkanmampu memberikan alternatif terobosan baru dalam

pemberdayaan masyarakatmiskin. Menurut Rudianto dan Famiola (2013, hal 1) tanggung jawab

sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebuah kebutuhan bagi

korporat untuk dapat berinteraksi dengan komunitas lokal sebagai bentuk masyarakat secara

keseluruhan.Faktor-faktor yang mempengaruhi Corporate Social Responsibility (CSR) menurut

Hendrik (2017, hal 11) adalah sebagai berikut : 1) Menyangkut Human Capital atau pemberdayaan

manusia, 2) Environments yang berbicara tentang lingkungan, 3) Good Corporate Governance, 4)

Social Cohesion Artinya dalam melaksanakan CSR jangan sampai menimbulkan kecemburuan

sosial, 5) Economic Stregth atau memberdayakan lingkungan menuju kemadirian di bidang

ekonomi.Manfaat Corporate social Responsibilitypada perusahaan menurut Hendrik (2017, hal 6)

yaitu:1) Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan, 2) Mendapatkan

lisensi untuk beroperasi secara sosial, 3) Meredukasi resiko bisnis perusahaan, 4) Melebarkan akses

sumber daya bagi operasional usaha, 5) Membuka peluang pasar yang lebih luas, 6)Meredukasi

biaya, misalnya terkait dampak pembuanganlimbah , 7) Memperbaiki hubungan dengan

stakeholders, 8) Memperbaiki hubungan dengan regulator, 9) Meningkatkan semangat dan

produktivitas karyawan, 10) Peluang mendapatkan penghargaan.Pengungkapan Corporate Social

Responsibility dapat diukur dengan menggunakan indeks Global Reportering Initiative (GRI)

generasi ke 4 (G4) yang berjumlah 91 indikator kinerja dalam 3 kategori (ekonomi, lingkungan,

sosial). Semakin besar indeks pengungkapan CSR pada suatu perusahaan, maka semakin tingggi

pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan :

CSRD =

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Good CorporateGovernance

Corporate SocialResponsibility

Return On Equity

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

81

2. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan asosiatif, merupakan pendekatan untuk mengetahui

hubungan antara dua variabel atau lebih, adanya pengaruh diantara kedua variabel tersebut yaitu

variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Sampel dalam

penelitian ini berjumlah 9 dari 14 Perusahaan Asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode 2013- 2017.Metode analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode

analisis kuantitatif. Metode analisis data kuantitatif adalah metode analisis data yang menggunakan

perhitungan angka-angka yang nantinya akan dipergunakan untuk mengambil suatu keputusan di

dalam memecahkan masalah dan data-data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan

teori-teori yang telah berlaku secara umum, sedangkan alat analisis yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu dengan menggunakan analisis regresi berganda, secara umum model regresi ini

dapat ditulis :

Y=α+β1X1+β2X2+ ε

3. Hasil dan Pembahasan

3.1Uji Normalitas

Hasilujinormalitas denganmenggunakangrafikP-Plotsebagaiberikut:

Gambar 2. GrafikNormalP-Plot

Sumber:HasilPengolahan DataSPSS

Hasil dari pengujiannormalitasbahwa data menyebar disekitar diagram dan hasil titik-titiknya

mendekati grafik diagonal,sehinggadapatdisimpulkan bahwadatayang diolahmerupakan data

yangberdistribusinormal danujinormalitasterpenuhi.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

82

3.2Uji Heteroskedastisitas

Uji Heterokedastisitasdilakukanuntukmengetahui apakahdalam sebuah model regresi terjadi

ketidakssamaanvariansdanresidualsatupengamatan kepengamatanyanglain.Untukmengetahui apakah

terjadi atau tidak terjadi heterokedastisitas dalam model regresi penelitian ini analisis yang

digunakan yaitudenganmetodeinformal.Metodeinformal dalam pengujian Heterokedastisitas yaitu

metode grafik scatterplot.

Gambar 3. Uji Heteroskedastisitas

3.3 Uji Autokorelasi

Tabel 2. Hasil Uji Autokorelasi

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error oftheEstimate

Durbin-Watson

1 .311a . 097 .054 .053748 2.006a.Predictors : (Constant), CSR, GCG

b.Dependent Variable : ROE

Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS

Hasil dari Durbin-Watson terlihat 2.006 yang berarti tidak terjadi autokorelasi, dimana angka

D-W yang dihasilkan terletak diantara 2 sampai 4 yang artinya tidak terjadi autokorelasi.

3.4 Uji Hasil Parsial (Uji t)

Tabel 3. Uji t (Parsial)

Model Unstandardized Coefficients StandardizedCoefficients

t SigB Std.Eror Beta1 (Constant) .156 .020 7.950 .000

GCG -.093 .046 -.300 -2.015 .050

CSR -.084 .288 -.044 -.292 .771a.Dependent Variable: ROE

Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

83

Nilai thitung untuk variabel Good Corporate Governance adalah -2,015 dan t tabel dengan =

5% diketahui sebesar 2,017. Dengan demikian –thitung lebih besar dari –ttabel (-2,017 > -2,015) dan

nilai signifikan sebesar 0,050, secara parsial Good Corporate Governance berpengaruh negatif dan

tidak signifikan terhadap Return On Equity. Nilai thitung untuk variabel Corporate Social

Responsibility adalah -0,292dan ttabel dengan = 5% diketahui sebesar 2,017. Dengan demikian

thitung lebih besardari ttabel (-0,292 > -2,017) dan nilai signifikan sebesar 0,771 (lebih besar dari

0,05), secara parsial Corporate Social Responsibility berpengaruh negatif dan tidak

signifikanterhadap Profitabilitas (Return On Equity).

Uji F (Simultan)

Tabel 4. Uji F

Model SumofSquares Df MeanSquare F Sig.

1RegressionResidualTotal

.013 2 .007 2.250 .118b

.121 42 .003

.134 44a. Dependent Variable: ROE

b. Predictors: (Constant), CSR, GCG

Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS

Dari uji Anova (Analysis Of variance) pada tabel diatas didapat Fhitungsebesar 2,250 dengan

tingkat signifikansi sebesar 0,118 sedangkan Ftabel diketahui sebesar 3,22. Fhitung < Ftabel(2,250

< 3,22) dan signifikansi (0,118 > 0,05), Good Corporate Governance danCorporate Social

Responsibility secara simultan berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap profitabilitas (Return On

Equity) pada Perusahaan Asuransiyang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada Periode 2013-2017.

4. Kesimpulan

Adapun kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian mengenai pengaruh

Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility terhadapProfitabilitas (Return

On Equity) pada Perusahaan Asuransi yang terdaftar diBursa Efek Indonesia periode 2013-2017

yaitu : terdapat pengaruh negatif tidak signifikan antara Good Corporate Governance terhadap

Profitabilitas (Return On Equity) pada Perusahaan Asuransi yangterdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode 2013-2017, terdapat pengaruh negatif tidak signifikan antara Corporate Social

Responsibility terhadap Profitabilitas (Return On Equity) pada Perusahaan Asuransi yang terdaftar

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

84

di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017, secara simultan Good Corporate Governance dan

Corporate Social Responsibility terdapat pengaruh tidak signifikan terhadap Profitabilitas (Return

On Equity) pada Perusahaan Asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017

Daftar Pustaka

Desiana, Lidia., Mawardi., dan Gustiana, Sellya (2016), “Pengaruh GoodCorporate Governance Terhadap Profitabilitas (Return On Equity) PadaBank Umum Syariah di Indonesia periode 2010-2015”, JurnaI-Finance, 2(2), 1-20.

Fahmi, Irham (2015), Manajemen Investasi Edisi 2, Jakarta Selatan: SalembaEmpat

Gantino, Rilla. (2016), “Pengaruh Corporate Social Responsibility TerhadapKinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa EfekIndonesia periode 2008-2014”, Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis, 3(2),19-32.

Hani, Syafrida (2015).Teknik Analisa Laporan Keuangan, Medan: Umsu PressHery (2018). Analisis Laporan Keuangan, Integrated and Comprehensive Edition,

Cetakan Ketiga, Jakarta: PT GramedikaHeryanto, Robby dan Juliarto Agung. (2017), “Pengaruh Corporate Social

Responsibility Terhadap Profitabilitas Perusahaan (Studi Empiris padaPerusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode2014-2015)”, Jurnal Of Accounting, 6(4), 1-8

Harsalim, Jessica Patricia. (2017), “Pengaruh Good Corporate GovernanceTerhadap Kinerja Keuangan Pada Peserta CGPI yang Terdaftar di BursaEfek Indonesia Periode 2008-2013”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa UniversitasSurabaya, 6(2), 13-34.

Kasmir (2014), Analisis Laporan Keuangan, Cetakan Ketujuh, PT Raja GrafindoPersada, Jakarta.

Rahmayanty, Sri. (2015), “Pengaruh Size Perusahaan, Kepemilikan SahamPublik, Kepemilikan Saham Asing, dan Profitabilitas Perusahaan TerhadapPengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada PerusahaanFood And Beverages yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2013”, Jurnal JomFekon, 2(2), 54-58.

Rudito, Bambang dan Famiola, Melia (2017), Corporate Social Responsibility,Cetakan Kedua, Bandung: Rekayasa Sains

Situmeang, Chandra (2014), Manajemen Keuangan, Cetakan Pertama,Medan:Universitas Negri Medan

Sutedi, Andrian (2011), Good Corporate Governance, Cetakan Pertama, Jakarta:Sinar Grafika Offset

Viola dan Diana, Patricia (2016), “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Leverage,Financial Distress dan Kepemilikan Publik Terhadap KonservatismeAkuntansi (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BursaEfek Indonesia Periode 2012-2014),Jurnal Ultima Accounting, 8(1), 16-22.

Wahyuni, Sri Fitri (2018), Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai PerusahaanDengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating, Maneggio: Jurnal Ilmiah MagisterManajemen, 1(1), 109-117.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

85

PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO, UKURAN PERUSAHAANDANKEPEMILIKAN MANAJERIAL TERHADAP PERTUMBUHANLABA PADA

PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEKINDONESIA PERIODE 2013-2017

1Sri Fitri Wahyuni, 2Muhammad Andi Prayogi1Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Email : [email protected] dan [email protected]

AbstrakThis study uses associative namely to see the relationship between two or more variables.The sample in this study amounted to 6 companies contained in the Indonesia StockExchange. As for the results of this study, the t-count value for Capital Adequacy Ratio is2.254 and ttabel with known amounting to 2,051 (2,254> 2,051). From the results of thisstudy obtained a significant value of Capital Adequacy Ratio based on the t test obtainedhas a significance value of 0.033 (sig. 0.033 <0.05), the value of tcount for Company Sizeis -0.263 and ttable with 2.051. From the results of this study obtained a significant valueof the Company Size based on the obtained t test has a significant number of 0.795 (sig.0.795> 0.05), the tcount for Managerial Ownership is -2.278 and ttable with a knownvalue of 2.051. From the results of this study obtained a significant value of ManagerialOwnership based on the obtained t test has a significant number of 0.031 (sig. 0.031<0.05). The results of the F test shown in the table above shows that the F count is 4,062,so Fcount> Ftable (4,062> 2.98) . With a significance level of 0.017 <0.05.Simultaneously, the Capital Adequacy Ratio, Company Size, Managerial Ownership havea significant effect on Profit Growth in Banking Sub-Sector Companies Listed on theStock Exchange for the 2013-2017 Period.

Keyword : Capital Adequacy Ratio, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial,Pertumbuhan Laba

1. Pendahuluan

Dalam kehidupan bermasyarakat pada saat ini Perbankan mempunyai peran yang sangat

penting dalam aktivitas yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Perbankanpada umumnya

telah memegang peranan yang sangat penting dalam membantudan mendorong kemajuan ekonomi

(Wahyuni, 2016). Menurut undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998,

bank yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Kasmir (2017, hal. 24), bank merupakan

perusahaan yang bergerak dalambidang keuangan, sehingga berbicara mengenai bank tidak terlepas

dari masalahkeuangan.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

86

Tujuan utama dari bank yaitu untuk mencapaiprofitabilitas dengan secara semaksimal

mungkin. Profitabilitas diartikan sebagaikemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dengan

sumber-sumber yangmampu menghasilkan laba bagi perusahaan. Pertumbuhan laba merupakan

indikator penilaiaian tinggi rendahnya laba yang di peroleh perusahaan dibandingkan dengan tahun

sebelumnya.Menurut Harahap (2010, hal. 17) “Pertumbuhan laba merupakan angka yang penting

dalam laporan keuangan karena berbagai alasan antara lain laba merupakan dasar dalam

perhitungan pajak, pedoman dalam menentukan kebijakan investasi dan pengambilan keputusan.

Dasar dalam peramalan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan lainnya dimasa yang akan

datang, dasar dalam perhitungan dan penilaian efisiensi dalam menjalankan perusahaan, serta dasar

dalam penilaian prestasi atau kinerja perusahaan”.Oleh karena rasio keuangan menghubungkan

perkiraan-perkiraan yang terdapat di neraca dan laporan laba rugi, pertumbuhan laba terindikasi

dari adanya peningkatan dan penurunan laba yang dihasilkan bank. Pada Penelitian ini yang akan

diteliti sebanyak 6 perusahaan yang terdapat di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu sebagai

berikut:

Tabel 1. PerusahaanSubSektorPerbankan

NO Kode NamaPerusahaan

1. AGRO BankRakyatIndonesiaAgroNiagaTbk2. BABP BankMNCInternasionalTbk

d.hICBBumiputeraTbk3. BACA BankCapitalIndonesiaTbk4. BBCA BankCentralAsiaTbk5. BBKP BankBukopinTbk6. BSIM BankSinarmasTbk

Jumlah saham yang mengalami penurunan akan menyebabkan penurunan jumlah saham

oleh pihak luar perusahaan. Adapun dampak atau akibat dari jumlah saham beredar yang

mengalami penurunan adalah mengurangi kepercayaan pihak penanam modal atau investor untuk

kembali menanamkan modalnya diperusahaan tersebut. Sebaiknya investor melakukan penanaman

modalnya dalam bentuk saham yang Jumlah Sahamnya diatas rata- rata dan terus meningkat setiap

tahunnya. Permasalahan yang sering terjadi yaitu, terjadi penurunan nilai rata-rata Laba pada

perusahaan sub sektor perbankan yang akan mempengaruhi penurunan pada nilai Pertumbuhan

Laba, terjadi penurunan nilai rata-rata Modal pada perusahaan sub sektor perbankan yang akan

mempengaruhi penurunan pada nilai Capital AdecuacyRatio, terjadi penurunan nilai rata-rata

aktiva pada perusahaan sub sektor perbankan yang akan mempengaruhi penurunan pada nilai

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

87

Capital Adecuacy Ratio, terjadi penurunan nilai rata-rata Saham Manajer pada perusahaan sub

sector perbankan yang akan mempengaruhi penurunan pada nilai Kepemilikan Manajerial, terjadi

penurunan nilai rata-rata Jumlah Saham beredar pada perusahaan subsector perbankan yang akan

mempengaruhi penurunan pada nilai Kepemilikan Manajerial.

Pertumbuhan laba merupakan kenaikan laba atau penurunan laba pertahun. Pertumbuhan laba

dapat digunakan untuk menilai bagaimana perkembangan kinerja suatu perusahaan. Maka

semakin tinggi laba yang dicapai perusahaan, mengindikasikan semakin baik kinerja perusahaan.

Menurut Kasmir (2017,hal.302)“Laba atau keuntungan Merupakan salah satu tujuan utama

perusahaan dalam Menjalankan aktivitasnya. Pihak manajemen selalu Merencanakan besar

perolehan laba setiap periodnya, Yang ditentukan melalui target yang harus dicapai”.Menurut

Wardiyah (2017,hal.265)“Laba merupakan sumber utama perusahaan untuk menjaga

kelangsungan hidupnya. Dalam pengambilan keputusan untuk masa yang akan datang,

perusahaan perlu pembuatan laporan rugi laba agar dapat melihat seberapa besar keuntungan

yang diperoleh perusahaan dalam jangka waktu tertentu. ”Ada beberapa tujuan pelaporan laba

menurut Imam dan Anis (2007,hal.350) adalah sebagai berikut:1) Sebagai indikator efisiensi

penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian, 2)

Sebagai pengukur prestasi manajemen, 3) Sebagai dasar penggunaan besarnya pengenaan pajak, 4)

Sebagai alat pengendalian alokasi sumberdaya ekonomi suatu negara, 5) Sebagai dasar kompensasi

dan pembagian bonus, 6) Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan, 7)

Sebagai dasar untuk kenaikan kemakmuran. Menurut Harahap (2013, hal.310) rumus untuk

pertumbuhan laba, yaitu :

Kenaikan Laba Bersih =

Permodalan sangat pentingdalam menjalankan operasional bank, modal juga dapat menjadi

penyangga terhadap resiko yang akan dihadapi bank. Modal berkaitan dengan aktivitas perbankan

dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga simpanan dan pinjaman nasabah. Capital Adequacy

Ratio merupakan bagian dari Rasio Leverage, rasio ini dapat menggambarkan seberapa besar

hubungan antara hutang dan modal perusahaan. Rasio ini dapat mengukur pembiayaan yang

dilakukan perusahaan yang dibiayai oleh hutang dan kemampuan perusahaan dalam membayar

hutang dengan modal atau asset yang dimiliki perusahaan. Menurut Pandia (2012,hal.224)

menyatakan bahwa“Ratio Permodalan adalah factor penting bagi suatu perusahaan dalam rangka

mengembangkan usaha serta untuk menampung resiko-resiko yang akan terjadi.”. Capital

Adequacy Ratio suatu rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

88

mengandung resiko (Kredit, Penyertaan, Surat Berharga, Tagihan pada bank lain) ikut

membiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar

bank.

Menurut Hasibuan (2009,hal.58) “Capital Adequacy Ratio adalah salah satu cara untuk

menghitung apakah modal yang ada pada suatu bank telah memadai atau belum”. Semakin tinggi

rasio capital adequacy ratio menandakan semakin baik kemampuan bank untuk menanggung

resiko dari asset yang memiliki resiko. Menurut Pandia (2012,hal.224) adapun manfaat dari modal

bank adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengukur kemampuan bank dalam menyerap kerugian-

kerugian yang tidak dapat diharapkan, 2) Sebagai sumber dana yang diperlukan untuk membiayai

usaha, 3) Sebagai alat pengukur besar kecilnya kekayaan bank atau kekayaan para pemegang

saham, 4) Dengan modal yang mencukupi memungkinkan bagi manajemen bank untuk bekerja

dengan efisiensi yang tinggi. Capital Adequacy Ratio menurut Pandia(2012,hal.224) adalah:

Capital Adequacy Ratio =

Ukuran perusahaan pada dasarnya adalah pengelompokan perusahaan kedalam beberapa

kelompok, diantaranya perusahaan besar, sedang dankecil. Skala bank dapat dijadikan alat ukur

yang digunakan untuk mengukur besar kecilnya perusahaan yang didasarkan kepada total aktiva

bank. Menurut Wardiyah(2017,hal.10)“Perusahaan sebagai salah satu pelaku ekonomi yang

mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan perekonomian dan masyarakat luas sehingga

perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada investor dan kreditor, tetapi juga

bertanggungjawab kepada masyarakat luas.” Menurut Riyanto (2007,hal.112) “Ukuran Perusahaan

adalah besar kecilnya suatu perusahaan, salah-satunya dapat diukur dari nilai logaritma total aktiva

(asset) perusahaan”. Tahap kedewasaan perusahaan ditentukan berdasarkan total aktiva, semakin

besar total aktiva menunjukan bahwa perusahaan memiliki prospek baik dalam jangka waktu yang

relative panjang. Menurut Sawir (2014,hal.101) ukuran perusahaan dipengaruhi oleh beberapa factor

sebagai berikut:1) Tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal, 2) Kekuatan

tawar menawar dalam kontrak keuangan, 3) Pengaruh skala dalam biaya dan return. Menurut

Hidayah (2015) pengukuran ukuran perusahaan dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Ukuran perusahaan=Log Total aktiva

Kepemilikan Manajerial adalah situasi dimana seorang manajerme miliki saham pada

perusahaan tersebut. Kepemilikan manajerial menunjukkan peran ganda seorang manajer. Adanya

peran ganda tersebut, maka manajer akan mengoptimalkan keuntungan perusahaan dan tidak

menginginkan perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan atau bahkan mengalami

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

89

kebangkrutan yang berdampak hilangnya insentif dan return serta investasinya. Menurut

Christiawan dan Tarigan(2007) “Kepemilikan Manajerial adalah kepemilikan saham perusahaan

oleh manajer atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham.”

Menurut Imanta dan Satwiko (2011,hal.68) “Kepemilikan Manajerial adalah kepemilikan

saham perusahaan oleh pihak manajer atau sebagai pemegang saham”. Keberadaan kepemilikan

manajerial sendiri memiliki manfaat sebagai berikut:1) Kepemilikan manajerial membantu para

manajemen untuk mengatur perusahaan sesuai dengan yang diinginkan oleh pemilik perusahaan, 2)

Kepemilikan manajerial membantu paramanajer mengambil keputusan yang benar untuk

memberikan keuntungan yang lebih bagi pihak pemilik perusahaan. Menurut Hidayah (2015) rumus

untuk menghitung Kepemilikan Manajerialadalah:

Kepemilikan Manajerial =

Gambar 1. Kerangka Konseptual

2. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan asosiatif, merupakan pendekatan untuk mengetahui

hubungan antara dua variabel atau lebih, adanya pengaruh diantara kedua variabel tersebut yaitu

variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Alasan memilih

penelitian asosiatif sebagai metode penelitian disebabkan karena untuk meneliti data yang bersifat

Capital Adequacy Ratio

Kepemilikan Manajerial

Ukuran Perusahaan Kenaikan Laba Bersih

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

90

menanyakan hubungan atau pengaruh antara dua variabel atau lebih (Sugiono, 2010, hal.36).

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 6 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

dengan laporan keuangan tahunan yang telah dipublikasikan selama 5 periode dari tahun 2013-

2017 yang dipilih menjadi objek dalam penelitian ini. Metode analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu metode analisis data kuantitatif dengan Analisis regresi berganda dalam

penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan dan

Resiko Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan. Adapun bentuk model yang akan diuji daalam

penelitian ini menurut Sugiyono (2017,hal.277) adalah:

Y=α+β1X1+β2X2+ β3X3 + ε

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Ujinormalitas

Hasil uji normalitas dengan menggunakan grafik P-Plot sebagai berikut:

Gambar 2. UjiNormalP-PPlotofRegressionStandardized

Sumber:HasilPengolahanData SPSS20

Hasil dari pengujian normalitas bahwa data menyebar disekitar diagram dan hasil titik-titiknya

mendekati grafik diagonal, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diolah merupakan data

yang berdistribusi normal dan uji normalitas terpenuhi.

3.2 Uji heteroskedastisitas

Uji Heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi

ketidaks samaan varians dan residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Untuk mengetahui

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

91

apakah terjadi atau tidak terjadi heterokedastisitas dalam model regresi penelitian ini analisis

yang digunakan yaitu dengan metode informal. Metode informal dalam pengujian

Heterokedastisitas yaitu metode grafik scatterplot.

Gambar 3. UjiHeterokedastisitas

Sumber:HasilPengolahanData SPSS20

3.3 Uji Autokorelasi

Tabel 2. Hasil Uji Autokorelasi

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error oftheEstimate

Durbin-Watson

1 .565 .319 .241 36.05793 2.378a.Predictors:(Constant),Kepemilikan Manajerial,Car,Ukuran Perusahaan

b.Dependent Variable : Pertumbuhan LabaSumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 20

Hasil dari Durbin-Watson terlihat 2.378 yang berarti tidak terjadi autokorelasi, dimana angka

D-W yang dihasilkan terletak diantara 2 sampai 4 yang artinya tidak terjadi autokorelasi.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

92

3.4 Uji Hasil Parsial (Uji t)

Tabel 3. Uji t (Parsial)

Model

UnstandardizedCoefficients

Standardized

Coefficientst Sig

.

CollinearityStatistics

B Std.Error Beta Tolerance VIF

1Constant

CAR

UkuranPerusahaan

Kepemilikan

Manajerial

1.153 136.317 .008 .993

4.292 1.904 .369 2.254 .033 .976 1.024

-1.118 4.259 -.044 -.263 .795 .945 1.058

-.999 .439 -.383 -2.278 .031 .925 1.081

a.Dependent Variable: Pertumbuhan Laba

Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 20

Nilai thitung untuk Capital Adequacy Ratio adalah 2.254 dan ttabel dengan diketahui sebesar

2.051 (2.254 > 2.051). Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai signifikan Capital Adequacy Ratio

berdasarkan uji t diperoleh mempunyai angka signifikan sebesar 0.033 (sig. 0.033 < 0.05), Capital

AdequacyRatio secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan

Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2013-2017. Nilai thitung untuk

Ukuran Perusahaan adalah -0.263 dan ttabel dengan diketahui sebesar 2.051. Dari hasil penelitian

ini diperoleh nilai signifikan Ukuran Perusahaan berdasarkan uji t diperoleh mempunyai angka

signifikan sebesar 0.795 (sig. 0.795> 0.05), Ukuran Perusahaan secara parsial tidak berpengaruh

signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa

Efek Indonesia (BEI) Periode 2013-2017. Nilai thitung untuk Kepemilikan Manajerial adalah -

2.278 dan ttabel dengan diketahui sebesar 2.051. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai signifikan

Kepemilikan Manajerial berdasarkan uji t diperoleh mempunyai angka signifikan sebesar 0.031

(sig. 0.031 < 0.05), Kepemilikan Manajerial secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

Periode 2013-2017.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

93

3.5 Uji F (Simultan)

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel independen

secara serentak terhadap variabel dependen digunakan uji F.

Model Sum of Squares Df Mean Squares F Sign.1 regression

15842.871 3 5280.957 4.062 .017a

Residual33804.532 26 1300.174

Total 49647.403 29c. Predictors: (Constant), Kepemilikan Manajerial, CAR, Ukuran Perusahaan

d. Dependent Variable: Pertumbuhan Laba

Sumber : Hasil Pengolahan Data SPSS 20

Hasil uji F yang ditampilkan pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai

Fhitung adalah 4.062. Sementara itu nilai dari Ftabel dengan (N = 30, k = 4, α =

5%) diketahui sebesar 2.98. Apabilai nilai dari Fhitung dibandingkan dengan nilai

dari Ftabel maka diperoleh Fhitung >Ftabel = 4.062 > 2.98. Dengan tingkat

signifikansi 0.017 < 0.05. Secara simultan Capital Adequacy Ratio, Ukuran

Perusahaan, Kepemilikan Manajerial berpengaruh signifikan terhadap

Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Sub Sektor Perbankan Yang Terdaftar di BEI

Periode 2013-2017.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil

kesimpulan yaitu : Secara parsial, penelitian ini menunjukkan Capital Adequacy Ratio berpengaruh

signifikan terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia (BEI) Periode 2013-2017, secara parsial penelitian ini menunjukkan Ukuran Perusahaan

secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Perbankan

Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2013-2017, secara parsial, penelitian ini

menunjukkan Kepemilikan Manajerial secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan

Laba pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2013-

2017, Secara simultan Capital Adequacy Ratio, Ukuran Perusahaan dan Kepemilikan Manajerial

berpengaruh signifikan terhadap Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

(BEI) Periode 2013-2017.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

94

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, N. S., Yuniarta, G. A., & Sinarwati, N.K. (2015). Pengaruh Modal Kerja, Likuiditas,Aktivitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur YangTerdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntasi, 3(1), 1-11.

Anggraeni, Z. G. (2017). Pengaruh Current Ratio, Debt To Equity Ratio, TotalAsset Turnover Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pertumbuhan LabaPada Perusahaan Food And Beverage Yang Terdaftar Di Bursa EfekIndonesia. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, 5(11), 8-19.

Aryanti, I., Kristanti, F. T., & Hendratno. (2017). Kepemilikan Institusional,Kepemilikan Manajerial dan Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba.Jurnal Riset Akuntansi Kontemporer, 9(2), 66-70.

Barus, A. C., & Leliani (2013). Analisis Faktor-Faktor yang MempengaruhiProfitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa EfekIndonesia. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil, 3(2), 111-121.

Brigham, E.F., & Houston, J. F. (2012). Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.Edisi 11. Jakarta: PT. Salemba Empat.

Christiawan, Y. J., & Tarigan, I. (2009). Kepemilikan Manajerial; KebijakanHutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan,9(1), 1-8.

Harahap, S. S. (2013). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Edisi 11. Jakarta:Rajawali Pers.

Hasibuan, M. S. P. (2009). Dasar-Dasar Perbankan. Edisi 11. Jakarta: BumiAksara

Hidayah, N. (2015). Pengaruh Invesment Opportunity Set (IOS) Dan KepemilikanManajerial Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Property Dan RealEstate Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi, 19(3), 420-432

Innsani, V. A. (2015) Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan,Biaya Operasional/Pendapatan Operasional, Net Interest Margin, LoanDeposit Ratio Terhadap Perubahan Laba. Jurnal Akuntasi, 6(1), 25-35.

Kasmir. (2016). Manajemen Perbankan, Edisi 11. Jakarta: Rajawali Pers,____. (2017). Analisis Laporan Keuangan,Edisi 1-10. Jakarta: Rajawali Pers,Nilayanti, M., & Suaryana, A. (2019). Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan

Kepemilikan Konstitusional Terhadap Kinerja Keuangan PerusahaanDagang Kebijakan Deviden Sebagai Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi,26(2), 906-936.

Pandia, F. (2012). Manajemen Dana dan Kesehatan Bank. Jakarta: Rineka Cipta

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

95

ANALISIS SWOT DAN POSISI KEWIRAUSAHAAN JAMAAH MASJID

Agung Riyardi1, Wafiatun Mukharomah, dan TriyonoUniversitas Muhammadiyah Surakarta

Jalan Ahmad Yani Pabelan Kartasura Tromol Pos 1 Surakarta 57162, Telp 0271-717417Email: [email protected]

AbstractThe purpose of this study is to analyze entrepreneurial positions through strengths, weaknesses,opportunities and threats of entrepreneurship in mosque worshipers community. The researchmethod is a double case study on the Baitusyukur Gonilan and Istiqlal Sumber mosques worshiperscommunity. Data is obtained through interview from parties who understand theworshiperscommunity of mosques and observation. The results of the study show that mosqueworshipers have great strength and potential for entrepreneurship and small threats. The results ofthe study also showed that mosque worshipers were in positions of weakness in entrepreneurialknowledge and mentality. If these weaknesses can be overcome, then strength can be used to reachthe existing potential. Therefore, it is recommended that the worshipers of the two mosquesovercome the weaknesses of entrepreneurial knowledge and mentality.

Keywords: Swot analysis, entrepreneurship, mosque community

1. Pendahuluan

Jamaah masjid tidak hanya melakukan akitivitas peribadatan, namun melakukan aktivitas

yang lain. Selama aktivitas tersebut bermanfaat dan memperkuat peribadatan, jamaah masjid pasti

menerima secara terbuka aktivitas tersebut. Salah satunya adalah aktivitas memperkuat

kewirausahaan.

Hanya saja, sejauh pengetahuan kami, belum ada studi yang menganalisis aspek

kewirausahaan jamaah masjid. Yang ada adalah studi kewirausahaan Islam secara umum. Sebagai

contoh adalah Subur (2007), Faizal, Ridhwan, & Kalsom(2013), Fauzan (2014), Imanda & Faizah,

(2015)Rimiyati & Munawaroh (2016), Juhanis (2017) dan Bahri (2018).

Kami tertarik untuk mengamati posisi kewirausahaan jamaah masjid berdasarkan kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman kewirausahaan. Tujuan pembahasan meliputi kekuatan,

kelemahan, peluang, ancaman dan posisi kewirausahaan jamaah masjid. Harapan kami, pengamatan

ini dapat memperkaya khazanah pemikiran kewirausahaan Islam dari sisi topik dan obyek

pembahasan. Demikian juga, dapat menjadi acuan dalam pengembangan kewirausahaan di masjid.

Sebagai catatan, analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tidak kami gunakan

untuk membahas manajemen strategis organisasi sebagaimana dikemukakan oleh GÜREL &

TAT(2017). Namun, analisis ini kami gunakan untuk merumsukan permasalahan yang dihadapi

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

96

suatu komunitas. Hal itu sebagaimana Abdullah(2012) dan Salamah(2017).

Terdapat tiga hasil pengamatan. Pertama, jamaah masjid memiliki kekuatan dan potensi besar

untuk berwirausaha dengan ancaman yang tidak serius. Kedua, jamaah masjid memiliki kelemahan

fundamental berwirausaha. Ketiga, posisi kewirausahaan jamaah masjid adalah mengatasi

kelemahan yang ada sehingga dapat memanfaatkan kekuatan yang ada untuk meraih potensi

kewirausahaan.

Tulisan ini terdiri lima bagian. Bagian pertama adalah bagian ini yang menunjukan latar

belakang tulisan ini. Bagian kedua adalah tinjauan pustaka yang membahas kewirausahaan Islam.

Bagian ketiga adalah metode yang menunjukan bagaimana tujuan diperoleh. Bagian keempat adalah

hasil dan pembahasan yang menunjukan perolehan dari penelitian ini. Bagian kelima adalah bagian

akhir yang menunjukan bahwa tujuan telah tercapai.

2. Tinjauan Pustaka

Literatur kewirausahaan dalam perspektif agama Islam dapat dibagi menjadi tiga. Pertama

adalah literatur tentang kelembagaan kewirausahaan, kedua adalah literatur tentang penyebab

kewirausahaan dan ketiga adalah literatur tentang ajaran agama Islam mengenai kewirausahaan.

Semua tinjauan pustaka tersebut mendukung kesuksesan kewirausahaan.

Tinjauan pustaka kelembagaan kewirausahaan membahas kewirausahaan sebagai faktor

produksi dan arti penting inkubator kewirausahaan. Kewirausahaan adalah salah satu faktor

produksi yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan produk. Faktor produksi yang lain adalah

tenaga kerja, barang modal dan bahan baku, sumber daya alam dan tanah. Kewirausahaan

mengelola tenaga kerja, barang modal dan bahan baku, sumber daya alam dan tanah dalam suatu

proses produksi sehingga menghasilkan suatu output (McTaggart, Findlay, & Perkin, 2010, hal.

382) dan (Çizakça, 2012, hal. 3) (Çizakça, 2012, hal. 3).

Kewirausahaan dibentuk oleh lembaga inkubator kewirausahaan. (Suranto, Muhtadi, Dwi P.,

& Santosa, 2016). Ceramah kewirausahaan dan tanya jawab/diskusi cukup mendukung bagi

keinginan berwirausaha. Khususnya apabila dalam ceramah dimotivasi dan dikemukakan kisah

sukses wirausahawan (Alfianto, 2012). Namun tidak hanya ceramah, inkubator dapat melakukan

pelatihan, pendampingan dan pemberdayaan kewirausahaan yang di dalamnya mengandung praktik

kewirausahaan (Dewi, Yacob, Octavia, Jamal S., & Setiawati, 2012).

Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 telah menjelaskan bahwa inkubator kewirausahaan

adalah institusi yang bertugas membentuk dan mengembangkan wirausahawan. Undang-undang ini

juga menjelaskan aspek penting dalam menghasilkan kewirausahaan seperti teknologi dan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

97

pemasaran. Oleh karena itu, inkubator kewirausahaan harus menspesifikasikan dirinya dalam aspek

tersebut seperti menjadi inkubator esensi bisnis, teknologi, atau pemasaran bagi kewirausahaan.

Selain itu, Undang-undang ini juga menjelaskan pentingnya aspek lingkungan. Inkubator

kewirausahaan harus mampu menghasilkan wirausahawan yang jeli melihat potensi ekonomi lokal.

Tinjauan pustaka tentang peyebab kewirausahaan dimulai dari dua pendekatan yang

menganalisis kewirausahaan. Yang pertama adalah pendekatan karakter dan bakat sebagai

pembentuk kewirausahaan pada seseorang (trait approach). Yang kedua adalah pendekatan

perilaku sebagai pembentuk kewirausahaan pada seseorang (behavior approach). Hanya saja, pada

saat ini ada anggapan bahwa pendekatan perilaku lebih tepat dari pendekatan karakter dan bakat.

(Gartner, 1989).

Beberapa perilaku kewirausahaan yang penting adalah: (1) Kepemimpinan dan atau

kepengelolaan suatu organisasi khususnya perusahaan. Khususnya adalah kepengelolaan faktor

produksi. Ini adalah karakteristik kewirausahaan yang paling tua. Sejak zaman dahulu sejak istilah

kewirausahaan digunakan, yang dimaksudkan dan ditunjuk oleh kewirausahaan adalah

kepemimpinan dan kepengelolaan bisnis. (2). Kreatif dan inovatif. Ini adalah perilaku

kewirausahaan yang berasal dari julukan Schumpeter terhadap kewirausahaan. Schumpeter

menyatakan bahwa peran wirausahawan adalah Creative Destruction (Penghancuran yang Kreatif).

(3) Kemampuan mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengeksploitasi peluang. Ini adalah perilaku

yang muncul sejak tahun 2000-an. Para ahli kewirausahaan mendapati fakta bahwa tidak semua

orang mampu dan bersedia menjadi wirausahawan dan tidak semua orang mampu dan bersedia

kreatif dan inovatif. Hingga akhirnya mereka menyimpulkan bahwa perbedaan tersebut terjadi

karena perbedaan dalam mensikapi peluang yang terdiri atas mengidentifikasi, mengevaluasi dan

mengeksplotasi peluang (Wikipedia, 2017).

Agama Islam mengajarkan kewirausahawan. Sebagai contoh adalah studi yang

mendefinisikan kewirausahaan Islam (Subur, 2007), (Faizal, Ridhwan, & Kalsom, 2013),

(Fauzan, 2014), (Juhanis, 2017) atau (Bahri, 2018). Contoh yang lain adalah studi yang membahas

wirauasaha muslim (Imanda & Faizah, 2015) atau (Rimiyati & Munawaroh, 2016).

3. Metode

Metode penelitian digunakan adalah metode double case, yaitu studi kasus yang dilakukan

pada lebih dari satu partisipan penelitian. Dalam hal ini digunakan dua partisipan. Harapannya

diperoleh data dan informasi yang lebih banyak dan lebih bervariasi sehingga lebih mudah

digunakan untuk mengambil kesimpulan.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

98

Dua partisipan dalam penelitian ini adalah jamaah masjid Baitusyukur Gonilan kabupaten

Sukoharjo dan jamaah masjid Istiqlal Sumber kota Surakarta. Dua partisipan tersebut dipilih dengan

pertimbangan mereka adalah jamaah masjid yang berada pada lokasi yang bukan daerah pertanian

sehingga membuka peluang perkembangan kewirausahaan. Masjid Baitusyukur Gonilan berada di

dekat kota Surakarta di mana lingkungannya adalah pendidikan, perumahan, hotel, rumah makan

dan pondok pesantren. Masjid Istiqlal Sumber berada di kota Surakarta di mana lingkungannya

adalah perumahan, perkantoran, pendidikan, penyelenggara perjalanan umrah/haji dan bisnis.

Data dan informasi diperoleh melalui penggalian informasi dari pihak yang memahami

jamaah dan observasi lapangan. Selanjutnya, data dan informasi dipilah dan diklasifikasikan

menjadi data dan informasi tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Selanjutnya lagi

dapat dianalisis posisi kewirausahaan jamaah masjid. Data diperoleh sejak Oktober 2018 hingga

Januari 2019.

4. Hasil dan Pembahasan

Kekuatan Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin

berwirausaha sangat besar. Terdapat tiga alasan yang menunjukan hal itu. Tiga alasan tersebut

adalah terdapat ajaran berwirausaha dalam Islam, dukungan Pemerintah Indonesia dalam

berwirausaha, dan nilai strategis Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Masjid Istiqlal Sumber.

Ajaran agama Islam untuk berwirausaha tidak terlihat secara eksplisit. Namun apabila

mencermatinya sebagaimana terdapat pada berbagai ayat Al Quran, hadits Nabi SAW, realitas

kehidupan ekonomi para sahabat Nabi SAW akan diperoleh kesimpulan adanya ajaran tentang

berwirausaha sebagai salah satu upaya bekerja. Demikian pula jika memperhatikan adanya berbagai

tokoh umat Islam khususnya di Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan dan setelah

kemerdekaan diraih yang melakukan kegiatan wirausaha (Subur, 2007).

Ajaran agama Islam untuk berwirausaha tersebut pasti dilaksanakan oleh umat Islam yang

memiliki religiusitas Islami ketika mereka berwirausaha. Dengan kata lain, terdapat religiusitas

Islam dalam berwirausaha. Bahkan religiusitas dalam berwirausaha signifikan mempengaruhi

kesuksesan berwirausaha. (Fauzan, 2014).

Pemerintah Indonesia memberi dukungan terhadap munculnya wirausaha baru. Hal itu

dapat diketahui Dari penerbitan Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah untuk menggantikan Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

Penerbitan UU ini diharapkan memberikan peluang bagi usaha mikro untuk berkembang dan

mampu bersaing secara global. Selain itu pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

99

Nomor 27 tahun 2013 yang mengamanahkan kepada semua komponen pemerintahan pusat dan

daerah yang terkait dengan usaha mikro, kecil dan menengah, sebagai tindak lanjut dari UU Nomor

20 tahun 2008 tersebut, untuk mengembangkan inkubator wirausaha. Bahkan pada tahun 2015,

Bapennas telah mengadakan FGD, kajian dan monitoring tentang berbagai faktor yang dapat

mendukung kesukesan lembaga inkubator wirausaha di berbagai daerah.

Nilai strategis Masjid Baitu Syukur Gonilan terdapat pada posisi geografis dan ekonomis,

dan nilai strategis Masjid Istiqlal Sumber terdapat pada peran keagamaan di tengah masyarakat.

Masjid Baitu Syukur terletak di daerah Gonilan yang dekat dengan pusat pendidikan dan sosial

Islam seperti Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Pondok Pesantren Modern AsSalaam.

Masjid ini juga dekat dengan lingkungan dan kegiatan ekonomi dan bisnis seperti bisnis kuliner,

perlengkapan pelajar dan mahasiswa, perhotelan, dan properti. Nilai strategis juga datang dari

ragam jamaahnya, khususnya dari segi profesi. Nilai strategis Masjid Istiqlal Sumber terdapat pada

perannya di tengah masyarakat. Masjid Istiqlal menjadi pusat sosial, ekonomi dan penyiaran agama

Islam. Hal itu karena Masjid tersebut menjadi kantor dan tempat kegiatan manasik haji dari

Lembaga Bimbingan Haji dan Umroh Mandiri. Selain itu menjadi tempat berbagai kegiatan kajian

Islam. Kegiatan Syiar dan pendidikan Islam di sana juga berkembang melalui berbagai ceramah dan

buletin Jumat untuk dakwah agama Islam. Ada pula kegiatan kerja sama pendidikan dengan SMPIT

Nurhidayah. Pada bulan Ramadhan, Masjid Istiqlal mengadakan shalat tarawih berjamaah dengan

dipimpin seorang imam shalat yang membacakan 1 juz Al Quran setiap kali shalat tarawih.

Kelemahan Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin

berwirausaha terdapat pada kurangpengetahuan dalam wirausaha dan kurang terlatih dalam

wirausaha. Terdapat empat hal yang menyebabkannya.

Tidak ada struktur kepengurusan masjid di sana yang khusus mengelola kewirausahaan. Struktur

kepengurusan yang ada hanya untuk mengelola masjid dan peribadatan.

Tidak ada keberlanjutan dalam syiar tentang bisnis Islami dan kewirausahaan Islami di sana. Sekali

waktu ada penceramah atau buletin Jumat yang membahas ekonomi, bisnis dan kewirausahaan

syariah.

Tidak ada sub-komunitas kewirausahaan di masjid tersebut walaupun ada beberapa jamaahnya yang

tertarik kepada kewirausahaan dan menjadi pebisnis.

Tidak ada jaminan bahwa kewirausahaan di sana mudah dilaksanakan. Bahkan seolah-olah

kewirausahaan susah dilaksanakan karena hukumnya tidak wajib bagi seluruh umat Islam dan

khususnya membutuhkan modal dalam jumlah besar. Hal ini tidak seperti ibadah sholat yang mudah

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

100

dilaksanakan karena merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam sesuai dengan syarat sah shalat

dan tidak membutuhkan modal banyak.

Kelemahan ini tidak dapat diremehkan. Sebab berwirausaha dan berbisnis Islami

memerlukan pengetahuan dan mental. Tanpa pengetahuan dan mental yang cukup, kewirausahaan

tidak dapat berkembang. Bahkan, tanpa hal itu minat, semangat dan mental kewirausahaan dapat

hilang.

Peluang Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin

berwirausaha cukup besar karenaPeluang bisnis di sekitar Masjid Baitu Syukur Gonilan dan di

sekitar Masjid Istiqlal Sumber sangat terbuka. Hal itu karena Kelurahan Gonilan merupakan

kelurahan paling ramai dibandingkan dengan kelurahan lain di kecamatan Kartasura karena

aktivitas pendidikan, aktivitas wisata dan posisi strategis yang dimiliki berupa akses Surakarta-

Karanganyar dan Surakarta-Sukoharjo (AlFathoni, 2017). Sedangkan kelurahan Sumber

merupakan daerah yang akan berkembang di masa yang akan datang di mana jumlah pengusahanya

baru sekitar 10% dari total pengusaha. (Pemerintah Kota Surakarta, 2012). Adanya lembaga-

lembaga di sekitar mereka yang welcome terhadap bisnis dan kewirausahaan Islam menyebabkan

peluang mereka terbuka luas. Terdapat juga berbagai lembaga yang antusias dengan kemajuan umat

Islam. Sebagai contoh di sekitar masjid Baitu Syukur Gonilan terdapat bank syariah seperti BPD

Syariah, Bukopin Syariah, Bank Mandiri Syariah dan Bank Mega Syariah. Sedangkan di dekat

masjid Istiqlal Sumber terdapat kantor Kementerian Agama di kota Surakarta. Organisasi

masyarakat dan organisasi politik yang berbasis agama Islam dan umat Islam juga banyak

bertebaran di sekitar mereka. Sebagai contoh adalah Muhammadiyah, NU, PPP, PKB, PAN, atau

PKS.

Ancaman yang dihadapi Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber

yang ingin berwirausahasangat kecil. Ada pihak yang menginginkan masjid hanya sebagai sarana

peribadatan semata, tidak perlu mengembangkan sarana perekonomian dan bisnis. Namun hal itu

sebenarnya hanya dilandasi kekhawatiran dan kesalahpahaman semata. Ada perasaan khawatir dan

kesalahpahaman bahwa fungsi masjid sebagai sarana peribadatan akan diabaikan seiring

meningkatnya fungsi masjid dalam meningkatkan etos kewirausahaan di kalangan jamaah masjid.

Kenyataannya tidak seperti itu. Pengurus dan jamaah masjid banyak yang memiliki profesi utama

dan sampingan di bidang bisnis. Di Masjid Baitu Syukur ada pengurus dan jamaah yang bisnis

percetakan dan kelontong, Sedangkan di masjid Istiqlal ada pengurus dan jamaah yang aktif

berbisnis kuliner, biro umrah dan jadi atau air minum kemasan. Jadi ancaman yang ada relatif kecil.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

101

Berdasarkan analisis situasi tersebut, Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal

Sumber yang ingin berwirausaha Pembangunan UMS harusmengatasi kelemahan yang ada. Di

satu sisi Kekuatan dan peluang besar, dan di sisi lain ancaman kecil, namun kelemahan yang ada

terlihat dengan jelas. Jika kelemahan dapat diatasi, maka peluang akan lebih leluasa diraih dengan

kekuatan yang dimiliki. Sedangkan ancaman yang ada tidak akan berpengaruh.

Tabel 1 menunjukan ringkasan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada

Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin berwirausaha.

Tabel 1Analisis Situasi Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin

berwirausahaSITUASI ANALISIS

KekuatanJamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin

berwirausaha memiliki semangat tinggi sebab ajaran agama Islam dan pemerintahmendorong kewirausahaan

KelemahanJamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin

berwirausaha tidak memiliki pengetahuan dan mental bisnis dan wirausaha Islam

PeluangJamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang ingin

berwirausaha memiliki peluang sebab kawasan di mana mereka tinggal adalahkawasan yang perekonomiannya berkembang pesat

Ancaman

Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang inginberwirausaha mendapatkan ancaman kecil dari kekhawatiran dan kesalahpahamanpihak-pihak yang menganggap peribadatan menurun dengan meningkatnya bisnis

dan kewirausahaan Islam.

PosisiKewirausahaan

Jamaah Masjid Baitu Syukur Gonilan dan Istiqlal Sumber yang inginberwirausaha harus mengatasi kelemahan sehingga dapat mengambil peluang

secara maksimal berdasarkan kekuatan dimiliki

5. Kesimpulan

Tujuan penelitian telah tercapai. Sudah dianalisis bahwa jamaah masjid memiliki tiga

kekuatan kewirausahaan, kelemahan fundamental dalam pengetahuan dan mental kewirausahaan,

peluang besar karena lokasi yang mendukung kewirausahaan dan ancaman kecil dalam

kewirausahaan. Demikian juga sudah dianalisis posisi wirausaha jamaah masjid adalah mengatasi

kelemahan yang ada.

Berdasarkan hal itu disarankan pada jamaah masjid yang tertarik kepada kewirausahaan

Islam untuk memahami pengetahuan dan mental kewirusahaan Islam secara mendalam. Selain itu,

berbagai pihak terkait dengan jamaah masjid seperti pengurus jamaah masjid, pemerintah dan

kalangan perguruan tinggi diharapkan dapat membantu peningkatan pengetahuan dan mental

kewirausahaan Islam jamaah masjid.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

102

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. (2012). Analisis Swot Dakwah di Indonesia: Upaya Merumuskan Peta Dakwah. Miqot,XXXVI(2), 409-426.

AlFathoni, R. (2017). Kelurahan Gonilan. Retrieved from Kelurahan Gonilan Web site:https://desagonilan.wordpress.com/

Alfianto, E. A. (2012). Kewirausahaan: Sebuah Kajian Pengabdian kepada Masyarakat. JurnalHeritage, 1(2), 33-42.

Bahri. (2018). Kewirausahaan Islam: Penerapan Konsep Berwirausaha dan Bertransaksi Syariahdengan Metode Dimensi Vertikal (Hablumminallah) dan Dimensi Horizontal(Hablumminannas). Maro, Jurnal Ekonomi Syariah dan Bisnis, 1(2), 67-87. Retrieved fromhttp://jurnal.unma.ac.id/index.php/Mr/index

Çizakça, M. (2012). Finance and economic development in Islam, historical perspective. Munchen:Munich Personal RePEc Archive. doi:http://mpra.ub.uni-muenchen.de/42046/

Dewi, E., Yacob, S., Octavia, A., Jamal S., H., & Setiawati, R. (2012). Pelatihan Motivasi danKewirausahaan Bagi Tim Penggerak PKKKelurahan Rawasari Kecamatan Kota Baru KotaJambi. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 52, 80-88.

Faizal, P. R., Ridhwan, A. A., & Kalsom, A. (2013). The Entrepreneurs Characteristic from al-Quran and al-Hadis. International Journal of Trade, Economics and Finance, 4(4), 191-196. doi:10.7763/IJTEF.2013.V4.284

Fauzan. (2014). Hubungan Religiusitas dan Kewirausahaan: Sebuah Kajian Empiris dalamPerspektif Islam. Modernisasi, 10(2), 147-157.

Gartner, W. B. (1989). "Who is an Entrepreneur?" is a Wrong Question . Entrepreneurship Theoryand Practice, 49-68.

GÜREL, E., & TAT, M. (2017). SWOT ANALYSIS: A THEORETICAL REVIEW. The Journal ofInternational Social Research, 10(51), 995-1006. doi:10.17719/jisr.2017.1832

Imanda, R., & Faizah, S. I. (2015). Motivasi Pengusaha Dalam Pengembangan Inovasi Produk(Penelitian Deskriptif Terhadap Pengusaha Garmen Muslim Di Gresik). Jurnal EkonomiSyariah Teori dan Terapan, 2(5), 413-425.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

103

Juhanis. (2017). FILOSOFI WIRAUSAHA PROFETIK; SEBUAH REFLEKSI DALAMMERINTIS WIRAUSAHA DEWASA INI. Rausyan Fikr, 13(2), 201-224.

McTaggart, D., Findlay, C., & Perkin, M. (2010). Economics. Brisbane: Pearson.

Pemerintah Kota Surakarta. (2012). kec-banjarsari. Retrieved from kelurahan-sumber Web site:http://kec-banjarsari.blogspot.co.id

Rimiyati, H., & Munawaroh, M. (2016). Pengaruh Penerapan Nilai-Nilai Kewirausahaan IslamiTerhadap Keberhasilan Usaha (Studi Pada Pengusaha UMKM Muslim Di KotaYogyakarta). Jurnal Manajemen Bisnis, 7(2), 130-157.

Salamah, L. (2017). Analisa Strengths, Weaknesses, Opprotunities, and Threats (SWOT): Peluangdan tantangan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dalam mewujudkanintegrasi Asia Tenggara. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 30(3), 300-309.

Subur. (2007). Islam dan Mental Kewirausahaan: Studi tentang Konsep dan Pendidikannya.Insania, 12(3), 341-354.

Suranto, Muhtadi, Dwi P., K., & Santosa, T. B. (2016). Pengembangan Inkubator Kewirausahaan diUniversitas Muhammadiyah Surakarta. Warta, 19(1), 1-9.

Wikipedia. (2017). Wikipedia. Retrieved from Entrepreneurship:https://en.wikipedia.org/wiki/Entrepreneurship

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

104

MENGINTEGRASIKAN NILAI SOSIAL DAN FINANSIAL DARI PERSPEKTIFPERUSAHAAN

Yohana F.Cahya Palupi Meilani1

Jurusan Manajemen, Universitas Pelita Harapan, TangerangEmail: [email protected]

ABSTRACTThe purpose of this article is to provide an overview of how to integrate social andfinancial values as a corporate responsibility and the importance of integrating both froma company perspective. In particular, this paper aims to develop a conceptual frameworkthat predicts how through corporate strategy can integrate social value and financialreturns in order to achieve corporate sustainability in the Indonesian context. Thecontribution of this article helps provide a general picture for the parties concerned whocare about the balance of corporate social and financial responsibility to supportsustainability. Conversely, the company's goal is not only to seek profit, but also toimprove welfare and help increase economic empowerment and productivity of thecommunity which leads to a positive sustainability of the company.

Keywords: Social Value, Financial Value, Company Sustainability

1. Pendahuluan

Perusahaan adalah bagian dari komunitas masyarakat.Perusahaan tidak dapat berdiri sendiri

dan terpisah dari masalah sosial kemasyarakatan di sekitarnya termasuk di Indonesia.Terdapat

beberapa permasalahan sosial di Indonesia seperti:(1)Tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi,

yaitu berdasarkan data BPS pada September 2018 sebesar 25,67 juta orang.(2) Pengangguran cukup

tinggi, per Agustus 2018 sebesar 7 juta orang.Termasuk di dalamnya tingkat pengangguran muda

yang berusia 15-29 tahun masih cukup tinggi di Asia. (3) Indeks pembangunan manusia,

menunjukkan pada tahun 2017 masih sebesar 70.81 dan ditargetkan menjadi 71.98 pada 2019. Hal

ini terjadi karena masih belum merata pendidikan sehingga tenaga kerja tersedia masih banyak

berpendidikan rendah dan dapat mempengaruhi tingkat pengangguran.Bagaimanapun, pemerintah

Indonesia memerlukan bantuan menyelesaikan masalah sosial melalui tanggung jawab sosial yang

dilakukan perusahaan. Hal ini selaras dengan teori stakeholders bahwa perusahaan diharapkan

memegang etika bisnis, termasuk perilaku terhadap karyawan, mempunyai kepedulian atas dampak

lingkungan yang terjadi (Kurnianto, 2011).

Mengintegrasikan tanggung jawab sosial dan finansial dari perspektif perusahaan harus

dimulai atas pemahaman tentangapa itu tanggung jawab sosial perusahaan. Pada dasarnya tanggung

jawab sosialperusahaan merupakan kesadaran yang muncul bahwa selain perlu peningkatan

keuntungan perusahaan, sebagai korporasiperusahaan juga mempunyai tanggung jawab dalam

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

105

kesejahteraan lingkungan sosial dan masyarakat di sekitarnya.Artinya perusahaan saat ini dituntut

tidak hanya berorientasi pada aspek finansial profitabilitas belaka, tetapi juga memiliki tanggung

jawab terhadap masyarakat(McWilliam &Siegel, 2011).Demikian juga dengan perusahaan yang

berbentuk Perseroan Terbatas, yaitu perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum. Berdasarkan

undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 Pasal 74 menyatakan bahwa perusahaan

diminta melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) atau karena tanggung jawab atas sosial

dan lingkungan perusahaan. Itu berarti tanggung jawab sosial dan lingkungan bertujuan untuk

mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup

dan lingkungan bagi perusahaan itu sendiri, masyarakat setempat, dan masyarakat pada umumnya.

Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, tanggung jawab sosial dan kegiatan lingkungan

harus dianggarkan dan dicatat sebagai biaya yang dilakukan perusahaan sehubungan dengan

kepatutan dan keadilan.Aktivitas tersebut dimuat dalam laporan tahunan perusahaan. Jika

perusahaan tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut akan dikenakan

sanksi oleh pemerintah.

Tanggung jawab sosialmerupakan penghargaan organisasi terhadap kepentingan masyarakat,

melalui kegiatan-kegiatan yang berdampak pada para pemegang kepentingan inti, termasuk

pelanggan, karyawan, pemegang saham, masyarakat, lingkungan di seluruh wilayah operasional

mereka. Dalam hal ini perusahaan melihat pada implikasi sosial atas bisnis yang dibangun,

melampaui pandangan tradisional yang hanya berorientasi pada profitnya saja, bawahnya pada

implikasi sosial dari bisnisnya(McWilliam &Siegel, 2011; Sari, 2012). Tanggung jawab sosial akan

berdampak, baik secara langsung atau tidak langsung pada biaya perusahaandi masa depan. Investor

juga menginginkan investasi dan kepercayaan publik terhadap perusahaan memiliki citra baik di

masyarakat. Dengan demikian, dengan melakukan program tanggung jawab sosial secara

berkelanjutan, perusahaan dapat berjalan baik di masa datang. Karena itu, lebih tepat ketika

program tanggung jawab sosial perusahaan digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi

strategi bisnis perusahaan (Hadi, 2011).

Di Indonesia khususnya, meskipun perusahaan mempunyai bisnis yang sama namun karena

aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan berbeda, dalam jangka panjang akan berdampak pada

kinerja keuangan perusahaan. Sehingga perusahaan yang mempunyai karakteristik lebih kuat

diharapkan lebih dalam memberikan dampak sosial memenuhi tanggung jawab pada masyarakat

(Sari, 2012).Aspek keberlanjutan perusahaan akan menerjemahkan prinsip keberlanjutan menjadi

strategi dalam operasional perusahaan, sehingga menjadi faktor laba bagi perusahaan. Juga dapat

menjadi input dalam konteks pengambilan keputusan oleh investor. Tetapi di Indonesia dengan UU

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

106

Nomer 40 tahun 2007 membuat implementasi atas tanggung jawab sosial untuk semua perusahaan

tanpa melihat perusahaan besar atau kecil. Hal ini juga memengaruhi bagaimana kepatuhan

perusahaan besar dalam menyediakan anggaran untuk CSR yang berdampak pada Return on Equity

(ROE) (Fitria, et al, 2014).

Dapat dijelaskan bahwa perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosial turutmerasakan

bahwa komunitas masyarakatmerupakan bagian darinya. Sehingga apapun yang terjadi di

masyarakat akan mempengaruhi keadaan perusahaan. Bentuk tanggungjawab sosial perusahaan

dilakukan oleh perusahaan melalui program-program kepedulian atas komunitas masyarakat di

sekitar, kemitraan dengan organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tidak berorientasi

profit semata.Dan saat ini banyak melakukan inovasi dengan beradaptasi pada model bisnis

perusahaan itu sendiri dan lebih berorientasi pada keberlanjutan.Mengintegrasikan tanggung jawab

sosial dan finansial dari perspektif perusahaan harus dimulai atas pemahaman tentang tanggung

jawab sosial perusahaan (Di Dominico, et al., 2010). Pada dasarnya tanggung jawab sosial

perusahaan merupakan kesadaran yang muncul bahwa selain bagi peningkatan keuntungan

perusahaan, sebagai korporasi perusahaan juga mempunyai tanggung jawab dalam kesejahteraan

lingkungan sosial dan masyarakat di sekitarnya. Dilakukan oleh perusahaan melalui program-

program kepedulian atas komunitas masyarakat di sekitar, kemitraan dengan organisasi LSM yang

tidak berorientasi profit semata.Dan saat ini banyak melakukan inovasi perusahaan dengan

beradaptasi pada model bisnis perusahaan itu sendiri dan lebih berorientasi pada keberlanjutan

(McWilliam &Siegel, 2011).

Selanjutnya perusahaan perlu memikirkan cara dalam melakukan inovasi pada model bisnis

yang mengarah pada Creating Social Value (CSV). Jika dulunya perusahaan menjalankan tanggung

jawab sosial mungkin hanya sekedar pada even amal dan pemberdayaan masyarakat, saat ini

melakukan beberapa manfaat bagi para pemangku kepentingan. Caranya pelaksanaan tanggung

jawab sosial perusahaan diselaraskan dengan strategi bisnis dan didukung penuh para pemangku

kepentingan.Seperti saat ini banyak perusahaan modern yang sudah menerapkan pendekatan CSV

sesuai ISO 26000 sebagai panduan dalam CSR yang selaras strategi bisnis dan berpegang pada tata

kelola perusahaan yang baik.Dimana konsep CSV membuat bentuk kegiatan tanggung jawab sosial

perusahaan bermanfaat memberikan pemecahan atas permasalahan sosial.Oleh karena itu

berdasarkan uraian di atas perlu pemahaman berbasis literatur tentang:

1. Bagaimana mengintegrasikan aspek sosial dan pengembalian finansial dari perspektif

perusahaan?

2. Seberapa penting mengintegrasikan keduanya dari perspektif perusahaan?

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

107

Maka, dalam paper konseptual ini akan disajikan tinjauan definisi konseptual tentang bentuk

implementasi tanggung jawab sosial, kewirausahaan sosial dan dampak bagi kinerja keuangan

perusahaan jangka panjang. Paparan ini akan dapat menambah pemahaman tentang CSR yang

diperdalam dengan bentuk CSV termasuk dalam upaya membangun kemampuan perusahaan dalam

hal keberlangsungan bisnis.Kontribusi penulisan ini memberikan gambaran bagi pembuat

kebijakan, pelaku bisnis di Indonesia dalam mengintegrasikan aspek sosial dan finansial yang tetap

dapat menjaga keberlanjutan bagi perusahaan.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Kinerja Keuangan Perusahaan

Ikatan Akuntansi Indonesia atau IAI (2007) menyatakan bahwa kinerja keuangan adalah

bentuk formal kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumberdaya yang

dimiliki.Sehingga melalui kinerja keuangan dapat terukur sejauh mana perusahaan mempunyai

profitabilitas. Hasil dari kinerja keuangan akan berdampak pada prospek, pertumbuhan dan potensi

perusahaan berdasarkan sumber daya yang dimiliki perusahaan.

Kinerja keuangan dapat diukur dengan: (1) Analisis perbandingan Laporan

Keuangandengan membandingkan laporan keuangan dua periode atau lebih melihat perubahan

absolut ataupun relatif. (2)Analisis Tren untukmelihat keadaan keuanga naik atau turun.(3) Analisis

Persentase per Komponen mengetahui persentase investasi peraktiva atas total aktiva maupun

utang.(4) Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja dengan melihat besarnya sumber dan

penggunaan modal kerja dari dua periode waktu yang dibandingkan.(5) Analisis Sumber dan

Penggunaan Kas untuk mengetahui kondisi kas disertai perubahan kas periode waktu

tertentu.(6)Analisis Rasio Keuangan melihat hubungan pos tertentu dalam neraca atau laporan laba

rugi.(7) Analisis Perubahan Laba Kotor melihat sebab terjadinya perubahan laba. (8)Analisis Break

Even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat penjualan yang harus dicapai agar

perusahaan tidak mengalami kerugian (Rahmah dan Komariah, 2016; Yusuf dan Surjaatmadja,

2018).

Pengukuran kinerja keuangan menurut Fahmi (2012) dapat dilakukan melalui:

1. Rasio profitabilitas memberi gambaran seberapa perusahaan mampu menghasilkan

keuntungan. Pengukuran dilakukan dengan Gross Profit Margin, Operating Profit Margin,

Net Profit Margin, Return On Assets (ROA), Return On Investment (ROI).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

108

2. Rasio likuiditas memberi gambaran seberapa perusahaan mampu memenuhi kewajiban

finansial jangka pendek dalam operasionalnya. Pengukuran dilakukan dengan Current Ratio,

Quick Ratio.

3. Rasio solvabilitas yang memberikan gambaran seberapa kemampuan perusahaan memenuhi

semua kewajiban jangka panjang maupun jangka pendek saat dilikuidasi. Pengukuran

dilakukan dengan Total debt to total assets ratio dan Debt to equity ratio.

4. Rasio aktivitas yang melakukan pengukuran seberapa penggunaan aktiva kekayaan

perusahaan. Pengukuran dilakukan dengan rasio perputaran hutang, rasio perputaran

persediaan tetap, rasio aktiva tetap, rasio perputaran total aktiva.

Dalam kaitan dengan tanggung jawab perusahaan peran pengukuran kinerja keuangan

adalah mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.Karena penjajian laporan keuangan yang baik

menunjukkan perusahaan menjalankan Good Corporate Governance(Kahn, 2010).

2.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)dan Implementasinya

Tokoh awal CSR adalah Adolf Berle dan E. Merrick Dodd pada 1930 berdiskusi tentang

pandangan berbeda atas tanggung jawab sosial. Berle lebih menitikberatkan pada kepentingan

pemegang saham harus diperhatikan perusahaan dalam tanggung jawab sosial dan selanjutnya

dikenal sebagai shareholder primacy dan fiduciary duty. Namun Dodd menyatakan tanggung jawab

sosial perusahaan bertujuan melindiungi kepentingan masyarakat dan bukan sekedar pemegang

saham(Mukti, 2010). Mengikuti artikel Milton Friedman (1970) berjudul the business of business is

business,sehinggaThe World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dengan

anggota 120 perusahaan multinasional dari 30 negara, dalam artikel “Making Good Business

Sense” mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab sosial perusahaan. CSR adalah satu kegiatan

bermula dari pertimbangan etis perusahaan demi meningkatkan ekonomi, bersama-sama

peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya,serta peningkatan kualitas hidup masyarakat

sekitar.Demikian pula Pemerintah Indonesia telah mengelola dampak lingkungan sebagai

bagianpengungkapan CSR, dan juga telah diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SFA) No. 1

paragraf 9. Orientasi perusahaan harus bergeser dari yang berorientasi kepada pemegang saham

atau orientasi ekonomi semata, ke arah keberlanjutan lingkungan dan masyarakat dengan

mempertimbangkan dampak sosial atau orientasi pemangku kepentingan (Hadi, 2011). Secara

umum, karakteristik perusahaan yang lebih kuat menghasilkan dampak sosial bagi masyarakat ,

akan semakin kuat memenuhi CSR kepada publik (Kurnianto, 2011).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

109

Penerapan CSR bergantung pada manajerial level atas di perusahaan karena sebagai

pemimpin yang mempunyai komitmen melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Karenanya

kebijakan CSR dimulai dari komitmen top manajerial yang tercermin dari visi dan misi perusahaan

untuk memperhatikan peopledan planet selain hanya profit dan sering dikenal sebagai triple bottom

line (Schemerhorn & Bachrach, 2015). Maka jika top manajerial punya kesadaran moral tinggi,

perusahaan akan membuat kegiatan tanggung jawab sosial yang tepat tidak sekedar pemenuhan

peraturan belaka. Implementasi kegiatan tanggung jawab sosial yang terkait strategi perusahaan

meliputi:

1. Strategi branding seperti yang dilakukan Danone sesuai Elfajri (2019) telah melakukan CSV

dalam bentuk konservasi, pertanian terpadu, bank sampah dan filantropi strategis yang

berujung pada citra produk dari Danone lebih baik di mata masyarakat.

2. Pengurangan resiko sosial artinya kegiatan dilakukan untuk meminimalisir protes dari

masyarakat sekitar atas bisnis yang dilakukan dengan membuat kegiatan yang positif di mata

masyarakat seperti yang dilakukan oleh Semen Gresik membuat pot dan bunga di sepanjang

jalan kota Pontianak agar rapi dan indah (Kurnianto, 2011).

3. Mengurangi dampak operasi bisnis (Kurnianto, 2011)

4. Strategi kolaborasi dengan pemangku kepentingan (Kurnianto, 2011)

Masalahnya banyak perusahaan belum melakukan pemetaan sosial yang berakibat

kegaiatan CSR dalam programnya belum sesuai kebutuhan masyarakat.Karena CSR hanya ada di

permukaan dan belum ada indikator yang mengukur dampaknya (McWilliam &Siegel, 2011).

2.3Kewirausaahaan Sosial

Kewirausahaan sosial merupakan upaya berkontribusi dalam pemecahan permasalahan sosial

melalui perubahan-perubahan dan mempunyai pola berbeda dari bisnis yang sudah ada

Kewirausahaan sosial terdiri dari terbentuk dari kewirausahaan, gagasan, peluang, organisasi.

Dengan adanya kewirausahaan sosial maka permasalahan dalam masyarakat dapat diberikan solusi

sehingga berkontribusi pada manfaat karena tujuan dan target jelas bagi masyarakat..Kegiatan

kewirausahaan sosial dapat dipetakan yakni tidak bertujuan profit, berbisnis untuk tujuan sosial dan

gabungan keduanya yaitu tidak bertujuan profit tetapi kepentingan sosial belaka (Duymedjian dan

Ruiling, 2010).Sebelumnya pada 1972, Bill Drayton sudah menginisiasi yayasan Ashoka yang

pertama kalimendukung perkembangan kewirausahaan sosial.Dinyatakan bahwa melalui

kewirausahaan sosial bukan sekedar kedermawanan sosial tetapi mampu berdampak pada

perubahan atas solusi masalah sosial yang bermanfaat.Kewirausahaan sosial juga dapat membuat

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

110

kekayaan sosial meningkat melalui penciptaan usaha baru maupun pengelolaan bisnis secara

inovatif (Zahra et al, 2009).

2.4 Creating Social Value (CSV)

Creating Social Value merupakan pengembangan konsep dari CSR yang melibatkan

pengembangan masyarakat dengan cara mengembangkan potensi masyarakat sasaran. Kegiatan

pengembangan tersebut adalah sesuatu yang wajib dilakukan perusahaan. Partisipasi masyarakat

dibuat lebih aktif dan dalam hal ini perusahaan diminta menciptakan nilai ekonomi dan nilai sosial

secara bersama-sama. Melalui CSV perusahaan menyadari bahwa memberikan solusi atas

permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan dilakukan dengan kesadaran dan komitmen.Bedanya

dengan CSR bahwa CSV mempunyai aspek long term dan bersentuhan dengan nilai positif pada

strategi perusahaan (Porter, 2014).Konsep CSV sudah dilakukan di perusahaan di Indonesia salah

satunya PT Unilever Indonesia bermitra dengan petani kecil untuk kesejahteraan mereka melalui

peningkatan produktivitas budidaya kedelai hitam (www.unilever.co.id).

Bagi perusahaan yang go public, tanggung jawab sosial yang dimaksud diungkapkan

dalam laporan tahunan sebagai bentuk akuntabilitas kepada pemangku kepentingan.

Keterukuran pelaksanaan program CSR ditentukan dengan pengungkapan informasi mengenai

pemenuhan aspek-aspek tanggung jawab sosial seperti yang dikembangkan BAPEPAM dalam 49

item yang dikutif oleh Noviyanti (2009), yaitu :1)Hubungan dengan lingkungan : (1) kepatuhan

kepada regulasi berkenaan dengan lingkungan ; (2) pencegahan/perbaikan kerusakan

lingkungan akibat pengolahan sumber daya alam ; (3) konservasi sumber daya alam ; (4)

penggunaan material daur ulang ; (5) menerima penghargaan atas program lingkungan ; (6)

perancangan fasilitas yang harmonis dengan lingkungan ; (7) pengolahan limbah ; (8)

mempelajari dampak lingkungan ; (9) upaya minimalisasi limbah, emisi gas, serta polutan

lainnya, dan ; (10) menerima penghargaan atas pengolahan limbah. 2)Kesehatan dan keselamatan

kerja : (1) keselamatan kerja, dan kesehatan fisik/mental ; (2) kepatuhan kepada peraturan

standar kesehatan dan keselamatan kerja ; (3) penghargaan berkenaan dengan keselamatan

kerja, dan ; (4) statistik keselamatan kerja. 3)Tenaga Kerja : (1) bantuan keuangan kepada tenaga

kerja dalam bidang pendidikan ; (2) adanya pusat penelitian tenaga kerja ; (3) program diklat

atau peningkatan kompetensi ; (4) persentase gaji untuk pensium ; (5) jumlah tenaga kerja ; (6)

kualifikasi tenaga kerja ; (7) kebijakan Jurnal Magister Manajemen ISSN : 2085-7055 Vol 5 No

1 Maret 2012 Universitas Siliwangi promosi dan karier tenaga kerja, dan ; (8) hubungan

manajemen dengan tenaga kerja dalam hal meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

111

4)Hubungan dengan pemegang saham : (1) visi, misi dan tujuan ; (2) struktur organisasional

; (3) good governance ; (4) manajemen risiko ; (5) R & D ; (6) pembaharuan teknologi ; (7)

unit saham dan pemegang saham ; (8) kondisi saham ; (9) jenis dan output produksi ; (10) produk

baru ; (11) kontrak dan perjanjian ; (12) sertifikasi kualitas produksi, dan ; (13) kapasitas

produksi.5)Hubungan dengan konsumen : (1) pemenuhan standar kualitas produk ; (2) pemberian

layanan konsumen, dan ; (3) penghargaan tingkat kepuasan konsumen. 6)Hubungan dengan

masyarakat : (1) donasi/sumbangan/kontribusi amal ; (2) kemitraan/asistensi teknis bagi UMKM

atau sektor usaha lain ; (3) kontribusi untuk bidang pendidikan ; (4) kontribusi untuk

kegiatan keagamaan ; (5) kontribusi untuk bidang seni budaya ; (6) kontribusi untuk bidang

olah raga ; (7) kontribusi untuk bidang kesehatan masyarakat, dan ; (8) kontribusi untuk

membangun sarana dan prosarana publik. 7)Hubungan dengan pemangku kepentingan lainnya :

(1) komitmen kepada pemerintah ; (2) komitmen kepada kontraktor, suplier atau pemangku

kepentingan lainnya, dan (3) penghargaan dari pemerintah.

Selanjutnya dikemukankan bahwa aspek tersebut dikuantifikasikan dalam rumusan Indeks

Pengungkapan Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility Disclousure

Idex – CSRDI) sebagai berikut :

CSRDI = Jml Item yang Dipenuhi/diungkapkan Jml Item yang Diharapkan

2.5 Good Corporate Governance (GCG)

Tata kelola perusahaan atau serig disebut GCG adalah standar yang merumuskan

keterkaitan manajemen suatu perusahaan dengan para pemangku kepentingannya.Thomas, 2006

(dalam Renny, 2012) menyatakan melalui GCG dibuat suatu sistem yang dapat membuat

perusahaan menciptakan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan. Sehingga melalui GCG

investor dapat memperoleh return sesuai nilai investasinya. Purwani (2010) menyampaikan apabila

GCG berjalan baik maka proses operasional perusahaan akan bai dan berimbas pada kinerja yang

baik dalam finansial dan nonfinansialnya.

3. Pembahasan

3.1 Mengintegrasikan Aspek Sosial Dan Pengembalian Finansial Dari Perspektif Perusahaan

Mengintegrasikan aspek sosial dan pengembalian finansial bagi perusahaan seharusnya

bukan karena basa-basi atau keterpaksaan karena takutaturan perundangan belaka. Dimulai dari

komitmen top manajerial yang diwujudkan dalam visi, misi, goal dan strategi perusahaan tentang

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

112

kesadaran perlunya melakukan penciptaan nilai sosial yang berdampak pada keberlanjutan

perusahaan. Kemudian penentuan misi kegiatan tanggung jawab sosial tersebut ditentukan oleh

nilai–nilai yang dianut perusahaan.Misalnya jika perusahaan merasa bagian dari komunitas maka

perlu memperhatikan kepentingan komunitas.Atau Membina hubungan yang saling menguntungkan

dengan komunitas.Dan alasan bahwa kegiatan tersebut dilakukan untuk menghindari konflik

sosial.Di Indonesia diharapkan program CSR bukan sekedar kepatuhan atas Undang-Undang.

Seperti:

UU No. 40/ 2007 tentang Perseroan Terbatas

PP No. 47/ 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas

UU No. 25/ 2007 tentang Penanaman Modal

Bahkan di Indonesia diharapkan sebagai program yang menciptakan sinergi antara

pemerintah, perusahaan dan masyarakat.Karena melalui penerapan tanggung jawab sosial yang

berkesinambungan diharapkan diperoleh peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keberhasilan

usaha jangka panjang.

Tanggung jawab sosial tersebut meliputi internal dan eksternal berdasarkan triple bottom

line. Secara internal meliputi tanggung jawab kepada: (1) Bagi Karyawan sepertidalam bentuk

keamanan, kenyamanan, perlakuan adil dan pengembangan. (2) Bagi Pemegang Saham seperti

keputusan yang memberi hal positif bagi pemegang saham dalam menjalankan perusahaan. Secara

ekternal meliputi tanggung jawab kepada: (1)Bagi Konsumen bahwa produk dan jasa yang

ditawarkan benar memberikan manfaat sesuai harga yang ditawarkan. (2) Bagi Kreditor, jika ada

hutang bertanggung jawab dalam proses pembayaran. (3)Bagi Lingkungan dengan menjaga

kelestarian sumber daya alam agar tidak tercemar berkenaan dengan proses operasional perusahaan.

(4)Bagi Masyarakat melalui kegiatan penyediaan infrastruktur, kebutuhan masyarakat.

Selanjutnya perusahaan dalam menentukan strategi perusahaan yang melekat dengan CSV.

Terdiri dari beberapa tahap yaitu:

(1) Assesing, Pengukuran apa kegiatan yang akan dilakukan sesuai kondisi yang dibutuhkan sasaran

dan kondisi finansial perusahaan.

(2) Strategy Formulation, Penentuan cara mencapai tujuan.

(3) Identify Partner, Identifikasi pihak-pihak yang dapat terlibat dan saling dukung.

(4) Implementation yaitu pelaksanaan kegiatan.

(5) Measurement, Memetakan dan membuat laporan kegiatan secara dokumentasi untuk evaluasi.

(6) Improvement Membuat proses evaluasi dan pengembangan dari yang sudah dilakukan.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

113

Saat ini di Indonesia integrasi nilai sosial dan finansial mengacu Keputusan Menteri BUMN

No Kep-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), menyebutkan

bahwa program tersebut didanai dari penyisihan laba bersih sebesar 2%. Walaupun masih sering

dilihat abu-abu dalam pelaksanaan pembiayaan program CSR mengikuti aturan tersebut. Hitchner

(2011) menyampaikan bahwa laba bersih akan mengindikasikan kinerja operasionall perusahaan

dalam manfaat ekonomis yang termuat di laporan keuangan.Sehingga efektifitas serta efisiensi

penggunaan sumber daya alam, SDM, infrastuktur dapat diukur dalam bentuk asset finansial yang

menunjang pencapaian tujuan perusahaan.

Rustendi (2012) menyatakan ada kesesuaian kinerja keuangan dengan tanggung jawab sosial.

Artinya bila perusahaan konsisten melakukan CSV maka citranya akan baik dan membuat potensi

loyalitas pelanggan meningkat dan berdampak padakinerja keuangan baik dengan profitabilitas

semakin baik. Dan berimbas pada pemenuhan tanggung jawab pada eksternal dan internal

pemangku kepentingan.Di Indonesia masih sering ditemukan bahwa tanggung jawab sosial sebatas

tanggung jawab pada kepentingan pemegang saham, kemudian manajemen, diikuti karyawan.Baru

selanjutnya pada konsumen, lingkungan dan pemerintah. Dalam waktu lama perusahaan yang

mampu mengintegrasikan nilai sosial dan finansial akan memperoleh kepercayaan investor atau

juga lembaga perbankan dan pembiayaan, masyarakat secara umum.Integrasi nilai sosial dan

finansial juga relevan dengan kepedulian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mendorong Lembaga

Jasa Keuangan(LJK) lebih mengutamakan penerapan keuangan yang lebih ramah lingkungan bagi

proyek bisnis yang ramah lingkungan. Dilatarbelakangi kondisi bahwa target pemerintah RI

menaikkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) 4.5 triliun masih diiringi banyak dampak negatif

pada kondisi lingkungan dan sosial seperti efek rumah kaca, sampah plastik, polusi udara

meningkat dan lainnya (www.wwf.or.id).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

114

Komitmen TopManajemenPerusahaan

Persepsi atas CSV:Tuntutan EksternalTuntutan InternalComplience

VisiMisiGoal

Strategi – Melekatdengan strategi CSV

UU tentang CSR&Kebijakan Pemerintah

Penerapan Program CSV

Kontribusi Program CSV BagiMasyarakat Dampak Dalam

Taraf Hidup atau KeberlanjutanLingkungan

Kontribusi Program CSVBagi Perusahaan DampakCitra Positif Perusahaan

Kebijakan CSV

Laporan Keuangan danLaporan ManajemenLaporan Berbasis Greendan

Sustainaiblity

Integrasi Nilai Sosialdan Finansial

Evaluasi UntukPenentuanKebijakan

KeberlanjutanBisnis Selanjutnya

Analisa kebutuhanProgram CSV

Dari pemaparan di atas berikut dirumuskan model integrasi nilai sosial dan finansial dari

perspektif perusahaan:

Gambar 1. Model integrasi nilai sosial dan finansial dari perspektif perusahaan

3.2 Pentingnya Mengintegrasikan Aspek Sosial Dan Pengembalian Finansial Dari Perspektif

Perusahaan?

Bermula dari teori Milton Friedman semula the business of business is businessyang

mengutamakan profitabilitas bagi perusahaan saja,lalu bergeser menjadi kepedulian atas triple

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

115

bottom line.Tahun1990 sampai sekarang di Indonesia, banyak perusahaan yang tidak dapat

berlangsung lama jika kurang peduli atas triple bottom line dan para pemangku kepentingan.Artinya

aktivitas perusahaan dapat berdampak negatif atu positif untuk lingkungan (planet), masyarakat

(people). Ketika hal tersebut diabaikan akan membuat mereka sebagai pemangku kepentingan

ekternal merasa dirugikan. Sehingga pihak yang merasa dirugikan akan kurang mendukung

operasional perusahaan. Terlebih jika sudah menyangkut permasalahan hokum, HAM, isu

ketenagakerjaan, isu lingkungan, isu konsumen.

Sehingga perusahaan-perusahaansaat Ini, sesuai gambar 1 membuat strategi yang melekat

dengan mempertimbangkan penerapan CSR. Selanjutnya dalam mencapai keseimbangan nilai sosial

dan finansial pengukuran rasio keuangan, solvabilitas,profitabilitas aktivitas dan rasio pasar.

Telebih dengan adanya UU di Indonesia yang mewajibkan pelaksanaan tanggung jawab sosial

perusahaan sebagai intervensi pemerintah.Kemudian tanggung jawab sosial perusahaan tersebut

disampaikan dalam laporan tahunan yang dapat dipantau sebagai akuntabilitas perusahaan.

Indikator pengukurannya berdasarkan 49 poin yang dibuat oleh BAPEPAM (Sawaka dan Putri,

2016). Untuk mengukurnya indikator-indikator dibuat kuantitatif dengan rumus CSRDI (indeks

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan).Dimana nilai CSRDI adalah Jumlah Indikator

Yang Dipenuhi Perusahaan dibagi Jumlah Indikator Yang Diharapkan.

Maka semakin besar angka CSRDI (mendekati 1) menunjukkan perusahaan semakin baik

dalam memenuhi tanggung jawab sosial. Selanjutnya akan membuat perusahaan semakin bercitra

baik sebagai bagian dari bisnis yang mempunyai kepeduliaan atas lingkungan dan masyrakat.Dari

sisi konsumen, berujung menarik bagi konsumen yang berpotensi menjadi pelanggan dalam

mengambil keputusan pembelian produk atau jasa. Dari sisi investor yang akhir-akhir ini lebih

menyukai berinvestasi pada perusahaan yang beretika dalam usahanya, akan memberi informasi

tentang laporan keuangan yang berkelanjutan. Hal ini juga menunjukkan seberapa baik tatakelola

perusahaan tersebut (good corporate governance).Sebagai contoh tahun 2017, PT Comphipar

merupakan salah satu perusahaan Indonesia yang penghargaan Asia Responsible Entrepreneurship

Award (AREA).Karena dianggap telah melaksanakan inovasi tanggung jawabsosial perusahaan

yang manusiawi dan berkelanjutan. PT Combiphar, dengan melaksanakan program COMBI HOPE

Healthy Living Education berfokus dalam mewujudkan hidup sehat di Indonesia menjalankan

program meningkatkan kemampuan literasi sejak tahu 2014 bagi 6500 pelajar SMA di Jabar, Jatim

dan Bali (Kompas.com,2017).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

116

4. Kesimpulan dan Rekomendasi

Penerapan dan semangat CSV harus bersifat jangka panjang.Karena dalam penerapan

tanggung jawab sosial perusahaan terkandung makna penerapan etika bisnis, keterbukaan,

akuntabilitas. Maka perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial perusahaan baik akan

mempunyai tata kelola perusahaan yang baik. Hal ini tidak dapat dicapai jika penerapan tanggung

jawab perusahaan tidak melekat pada strategi perusahaan.Studi ini hanyamenyampaikan tinjauan

umum mengintegrasikan nilai sosial dan finansial dari perspektif perusahaan. Studi berikutnya

sebaiknya melakukan uji empiris atas model yang dibuat dengan pengembangan skala.

Daftar Pustaka

Di Domenico, M., Haugh, H. and Tracey, P. (2010).Social bricolage: Theorizing social valuecreation in social enterprises. Entrepreneurship Theory and Practice, 34 (4):681-703.

Duymedjian, R. & Ruling, C.C. (2010) Towards a Foundation of Bricolage in Organization andManagement Theory.Organization Studies, 31(2): 133– 151.

Fahmi, I., (2012). Analisis Laporan Keuangan. Cetakan ke-2. Bandung: Alfabeta.Friedman, M. (1970).The Social Responsibility of Business is to increase its profits.New York

Times Magazine, September 13th, pp. 32-33, 122, 126.Fitria Ayuning P; Darminto; Dwiatmanto. (2014). Pengaruh CSR Terhadap Profitabilitas

.Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Vol.13, No. 1: 1-10.Garriga, E & Mele, D. (2004). Corporate Responsibility Theories: Mapping the Territory. Journal

of Business Ethic 53: 51-71.Hadi, Noor. (2011). Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu.Hitchner, James R. (2011). Financial Valuation ; Applications and Models, 3rd edition.Jhon

Wiley & Sons Inc., Hoboken, New Jersey – USA.Ikatan Akuntan Indonesia. (2013). Pernyataan Standar Keuangan 01 : Penyajian Laporan

Keuangan (Revisi 2013).Jakarta : IAI.Kementerian BUMN RI. (2003). Keputusan Menteri BUMN Republik Indonesia No Kep

236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).Khan, Md. H.U.Z.(2010).The effect of corporate governance elements on corporate social

responsibility (CSR) reporting. International Journal of Law and Management, Vol.52No.2:82-109.

Kurnianto, A.E.(2011). Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap KinerjaKeuangan Perusahaan. Semarang

McWilliam, Abagail; Siegel Donald S. Creating and Capturing Value: Strategic Corporate SocialResponsibility, Resource-Based Theory, and Sustainable Competitive Advantage.(2011). Journal of Management Vol.37No.5,September2011:1480-1495.

Mukti Fajar. (2010). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Studi tentang penerapanCSR padaPerusahaan Multinasional, Swasta Nasional, dan BUMN di Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Porter, Michael E and Mark R. Kramer. (2015). Creating Shared Value: How to ReinventCapitalism and Unleash A Wave of Innovation and Growth. Boston, MA: HarvardBusiness Review.

Rahmah, Mutiara Nur & Komariah, Euis. (2016). Analisis Laporan Keuangan Dalam MenilaiKinerja Keuangan Industri Semen Yang Terdaftar Di BEI (Studi Kasus PT.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

117

Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk).Jurnal Online Insan Akuntan, Vol.1, No.1,Juni 2016: 43 – 58. Akademi Akuntansi Bina Insani.Bekasi.Timur.

Reny, Dyah Retno M.(2012). Pengaruh Good Corporate Governance dan PengungkapanCorporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Studi Empiris PadaPerusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010.JurnalNominal. 1(1), h: 84-103.

Rustendi, T. (2012).Hubungan Kinerja Keuangan dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.JurnalMagister Manajemen Vol 5 No 1 Maret 2012: 83- 95.

Sawaka, K I Gst Ngr Hiwa ; Putri, I Gusti Ayu Made Asri Dwija. (2016). Analisis PengungkapanDan Dampak Penerapan CSR PT BPD Bali, E-Jurnal Akuntansi Universitas UdayanaVol.16.2. Agustus (2016): 837-864.

Sari, Anggita.R.(2012). Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate SocialResponsibility Disclosure Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa EfekIndonesia. Jurnal Nominal Vol. 1 No. 1 Tahun 2012:125-130

Schemerhorn, J.R; Bahchrach, Daniel G. (2015).Introduction to Management. John Wiley.Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 2007 Pasal 74 tentang Perseroan

Terbatas.Unilever,ProgramPeningkatanTaraf Hidup,https://www.unilever.co.id/about/who-

weare/yayasan-unilever-indonesia/program-peningkatan-taraf-hidup. Diakses:20 April 2019

Varadarajan, P.R., & Menon, A. (1988). Cause-Related Marketing: A Coalignment of MarketingStrategy and Corporate Philanthropy. Journal of Marketing 52(3):58.

Yusuf, M.;Surjaatmadja, S. (2018). Analysis of Financial Performance on Profitability withNon Performance Financing as Variable Moderation (Study at Sharia CommercialBank in Indonesia Period 2012–2016). International Journal of Economics andFinancial Issues, 2018, 8(4): 126-132.

Zahraa, Shaker A., Eric Gedajlovicb, Donald O. Neubaumc, Joel M. Shulmand. (2009). Atypology of social entrepreneurs: Motives, search processes and ethical challenges.Journal of Business Venturing, Vol 24 (5): 519- 532.

https://www.bps.go.id/pressrelease/2019/01/15/1549/persentase-penduduk-miskin-pada-september-2018-sebesar-9-66-persen.html. Diakses: 15 April 2019.

https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/11/05/1485/agustus-2018--tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-5-34-persen.html. Diakses: 15 April 2019.

https://www.bps.go.id/subject/26/indeks-pembangunan-manusia.html. Diakses: 15 April 2019.https://www.wwf.or.id/program/inisiatif/mti_indonesia/keuangan_berkelanjutan/. Diakses 20 April

2019.https://www.unilever.co.id/about/who-we-are/yayasan-unilever-indonesia/program-peningkatan-

taraf-hidup/ Diakses 20 April 2019.https://money.kompas.com/read/2017/06/03/151821926/4.perusahaan.indonesia.dapat.penghargaan.

inovasi.csr.tingkat.asia Diakses 26 April 2019.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

118

PENGUKURAN EFISIENSI KINERJA UMKM MENGGUNAKAN METODEDATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

Maya Fauziah Permatasari, Anton Agus SetyawanProgram Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Surakartae-mail: [email protected]

ABSTRACT

This study aimed for the performance efficiency of Housware SMEs Cluster inSragen Regency through the Data Envelopment Analysis (DEA). There were 10 SMEsinvolved as sample of this study. The input consisted of overall capital and operational, labor, and transportation cost while the output was profits, assets, and earnings. Thefindings showed that among the 10 SMEs, there were inefficient management 3 likeUD Cantika Jaya (90,91%), UD PDDS (62,82%), UD Kinian Jaya (72,16%), and the7 remainings (UD Karina Mulya, UD Mulya Jaya Plastik, UD Adib Jaya, UD BakriGrup, UD Firman Jaya, UD RGS, UD SSS) had the efficient management.

Keywords: Overall Capital, Operational Cost, Labor cost, Transport Cost, OperatingProfit, Total Asset, and Sales Turnover.

1. PENDAHULUAN

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan salah satukomponen pelaku usaha yang

mempunyai sumbangan cukup besar dalammenciptakan lapangan pekerjaan (Badan Pusat Statistik

2010). Oleh sebab itukeberadaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sangat

dibutuhkanmasyarakat khususnya masyarakat dengan kemampuan ekonomi danketerampilan

terbatas. Peranan penting UMKM dalam kehidupan masyarakatadalah sebagai tempat mendapatkan

penghasilan dan mengembangkan potensi atau keterampilan yang mereka miliki (Maryati 2014).

Sektor UMKM juga memberikan kontribusi yang sangat penting bagi perekonomian

Indonesia ketika terjadi krisis, dimana UMKM memiliki dayatahan menghadapi krisis ekonomi

yang terjadi karena UMKM tidak banyakmemiliki ketergantungan pada faktor eksternal seperti

hutang dalam valutaasing, dan bahan baku impor dalam melakukan kegiatan operasionalnya (Malik

dalam Maryati 2014).

UMKM dipilih sebagai titik perhatian Pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan

karena UMKM mempunyai karakteristik yang unik. Karakteristik UMKM menurut Lies

Indriyatni 2013 adalah:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

119

a. Perputaran usaha (turn over) cukuptinggi.

b. Tidak sensitif terhadap suku bunga.

c. Tetap berkembang walaupun dalam situasi krisis ekonomi dan moneter.

d. Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan asal dilakukan

dengan pendekatan yang tepat.

Sulitnya mendapatkan pekerjaan mendorong masyarakat untuk menciptakan lapangan

pekerjaan sendiri atau UMKM karena mereka beranggapan bahwa dengan membangun usaha

sendiri dapat membantu perekonomian keluarga. Selain itu, UMKM mampu memberikan kontribusi

terhadap pembentukan PDB nasional. Namun, UMKM tidak lepas dari persoalan utama yang harus

dihadapi seperti keterbatasan infrastruktur dan akses pemerintah yang terkait dengan perizinan dan

birokrasi serta tingginya tingkat pungutan. Dengan segala persoalan yang ada, maka perkembangan

UMKM menjadi terhambat. Meskipun UMKM bisa dikatakan mampu bertahan dari krisis global

namun pada kenyataannya kendala-kendala yang dihadapi sangat banyak dan kompleks. Hal

tersebut tidak dipengaruhi oleh krisis global secara langsung, UMKM diharuskan dapat memenuhi

persoalan domestik yang tidak kunjung terselesaikan seperti masalah upah buruh, ketenaga kerjaan,

pungutan liar, korupsi, dan lain-lain.

Jumlah UMKM di Indonesia terus meningkat akan tetapi penerapannya belum diimbangi

oleh meratanya peningkatan kualitas dan efisiensi kinerja, sehingga permasalahan yang dihadapi

dalam pengembangan jenis industri ini yaitu rendahnya efisiensi kinerja usaha. Efisiensi merupakan

perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input). Kemampuan menghasilkan output

yang maksimal dengan input yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat

pengukuran efisiensi dilakukan, lembaga keuangan dihadapkan pada kondisi bagaimana

mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada atau dengan cara

mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu. Dengan menganalisa

alokasi input dan output, dapat dianalisa lebih jauh untuk melihat ketidakefisienan (Za’imatun

Niswati, 2014).

Di Kabupaten Sragen memiliki puluhan UKM, memiliki 7 klaster usaha, yaitu klaster Sapi,

Konveksi, Alat Rumah Tangga, Ikan, Meubel, Batik, dan Padi Organik. Pengembangan UMKM

melalui klaster tersebut diharapkan dapat meningkatkan kontribusi industri pengolahan terhadap

PDRB Kabupaten Sragen. Dari Industri pengolahan di Kabupaten Sragen yang potensial salah

satunya Klaster Alat Rumah Tangga. Tak dapat dihindari, mereka dipengaruhi oleh kenaikan harga

bahn baku yang akan mengurangi keuntungan mereka. Untuk itu, mereka dituntut memiliki

kemampuan bertahan dan tetap kompetitif. Produktivitas adalah salah satu indikator utama untuk

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

120

mengukur kemampuan bertahan dan bersaing. Secara umum, produktivitas dilihat dari rasio

keuangan, di mana ia menjadi titik balik dalam pengukuran kinerja perusahaan. Memperkirakan

atau menilai kinerja adalah tindakan penilaian atas berbagai kegiatan dalam satu rantai nilai

organisasi (Yuwono dan Sukarno, 2002). Sayangnya, pengukuran rasio keuangan hanya

menggambarkan posisi keuangan bukan penggunaan sumber daya terbatas perusahaan (input)

terhadap output.

Oleh karena itu, diperlukan analisis yang mempertimbangkan bagaimana perusahaan

memiliki kemampuan untuk memaksimalkan sumber daya mereka. Charnes, Cooper dan Rhodes

(1978) mengembangkan teknik pemrograman linier yang disebut DEA, model pemrograman

matematis dan non parametrik untuk produktivitas relatif dari satu kelompok menggunakan

beberapa input dan output data yang relatif sama (Indrawati, 2009)

Selain itu alasan penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA)

adalah karena metode ini tidak membutuhkan bentuk fungsional. Selain itu, metode DEA telah

banyak digunakan dalam pengukuran efisiensi oleh banyak peneliti. Kabupaten Sragen telah.

Setiana et. al. (2015) menggunakannya untuk mengevaluasi UMKM pengolahan tempe di

Yogyakarta dan Qomarudin (2011) mengaplikasikan DEA guna mengukur efisiensi UMKM Batik

di Kota Pekalongan.

2. KAJIAN PUSTAKA

Kinerja Keuangan

Menurut Fahmi (2012) Kinerja Keuangan adalah gambaran dari pencapaian keberhasilan

perusahaan dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai atas berbagai aktivitas yang telah

dilakukan. Dapat dijelaskan bahwa kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk

melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan

pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Sedangkan Kinerja keuangan menurut Knight dan

Bertoneche (2001) mendeskripsikan kinerja keuangan sebagai satu titik yang dinilai berdasarkan

laporan keuangan perusahaan, atau secara khusus merupakan kondisi perusahaan yang ditelaah

berdasarkan posisi finansial. Secara lebih lanjut kinerja keuangan merupakan pengukuran yang

membutuhkan kerangka konseptual dalam pelaporan dan penanganan masalah keuangan. Kinerja

keuangan sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengetahui dan mengevaluasi sampai dimana

tingkat keberhasilan perusahaan berdasarkan aktivitas keuangan yang telah dilaksanakan. Kinerja

keuangan perusahaan dan pengukuran serta penilaian kinerja sangatlah berkaitan erat. Pengukuran

kinerja (performing measurement) adalah kualifikasi dan efisiensi serta efektivitas perusahaan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

121

dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan

untuk melakukan perbaikan atas kegiatan operasionalnya agar bisa bersaing dengan perusahaan

lain. Analisis kinerja keuangan adalah proses pengkajian secara kritis terhadap review data,

menghitung, mengukur, menginterpretasi, dan memberikan solusi pada keuangan perusahaan pada

suatu periode tertentu.

EfisiensiKinerja dengan Data Envelopment Analysis (DEA).

Konsep efisiensi di awali dari konsep teori ekonomi mikro dan makro yaitu teori produsen

dan konsumen. Teori produsen mengatakan bahwa produsen cenderung memaksimalkan

keuntungan dan meminimalkan biaya. Sedangkan teori konsumen cenderung memaksimalkan

utilitas atau tingkat kepuasan. Dalam teori produsen dikenal dengan garis frontier yaitu garis

yang mencerminkan tingkat input yang digunakan untuk menghasilkan output. Menurut

syafroedin, Muharram, dan Purvitasari dalam Heny Yuningrum, 2012 suatu perusahaan dikatakan

efisien apabila:

a. Menggunakan jumlah input yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah unit input

yang digunakan oleh perusahaan lain dengan menghasilkan output yang sama.

b. Menggunakan jumlah unit input yang sama dapat menghasilkan jumlah output yang lebih

besar.

Menurut Huri dan Susilowati dalam Heny Yuningrum, 2012 Efisiensi adalah kemampuan

menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada merupakan ukuran kinerja yang

diharapkan. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, lembaga keuangan dihadapkan pada

kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan input yang ada atau dengan

cara mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu. Sedangkan menurut

Haas (2003) berpendapat bahwa dalam konsep ekonomi yang paling mendasar, efisiensi merupakan

pengelolaan dengan melakukan penggabungan terhadap faktor produksi (input) secara optimal

untuk mencapai atau memenuhi output yang diharapkan. Menurut Portela (2014) ada dua

perbedaan tipe efisiensi, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis dipandang

dari mikro ekonomi sedangkan efisiensi ekonomi dilihat dari makro ekonomi. Efisiensi teknis pada

dasarnya menyatakan hubungan antara input dan output dalam suatu proses produksi. Suatu

proses produksi dikatakan efisien jika pada penggunaan input sejumlah tertentu dapat

dihasilkan output maksimal, atau untuk menghasilkan output teretentu digunakan input yang

paling minimal. Efisiensi ekonomi mempunyai konsep yang lebih luas daripada efisiensi

teknik. Dalam efisiensi ekonomi perusahaan harus memilih tingkatan input ataupun output dan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

122

kombinasinya untuk mengoptimalkan tujuan ekonomi. Biasanya dengan minimalisasi biaya atau

maksimalisasi keuntungan. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah konsep efisiensi teknis.

Pengukuran efisiensi Menurut Muharram dan Purvitasari dalam Heny Yuningrum (2012),

pengukuran efisiensi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu:

a. Pendekatan rasio

Pendekatan rasio dalam mengukur efisiensi dilakukan dengan cara menghitung

perbandingan output dengan input yang digunakan. Pendekatan rasio akan dinilai memiliki

efisiensi yang tinggi apabila dapat memproduksi jumlah output yang maksimal dengan jumlah

input yang seminimal mungkin.

Efisiensi =

pendekatan rasio merupakan”the most criticallimitation of the financial ratio is that

they fail to consider the multiple input-output...” Oleh karena itu pendekatan ini belum

mampu menilai kinerja lembaga keuangan secara menyeluruh.

b. Pendekatan regresi

Pendekatan ini dalam mengukur efisiensi menggunakan sebuah model dari tingkat

output tertentu sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu. Persamaan regresi dapat

ditulis sebagai berkut:

Y = f(X1, X2, X3, X4 ... .......... ,......Xn)

Dimana Y = output

X = input

Pendekatan ini juga tidak dapat mengatasi kondisi banyak output, karena hanya

satu indikator output yang dapat ditampung dalam sebuah persamaan regresi.

c. Pendekatan frontier

Pendekatan frontier dalam mengukur efisiensi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

pendekatan frontier parametrik dan non parametrik. Pendekatan parametrik dapat diukur

dengan tes statistik parametrik seperti menggunakan Stochastic Frontier Approach (SFA) dan

Distribution Free Approach (DFA). Pendekatan frontier non parametrik diukur dengan tes

statistik non parametrik yaitu dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis

(DEA).

Menurut Ghozali dan Castellan (2002), tes parametrik adalah suatu tes yang

modelnya mensyaratkan asumsi khusus tentang data. Dalam penelitian ini metode yang

digunakan adalah metode non parametrik DEA. DEA merupakan metodologi non-parametrik

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

123

yang didasarkan pada linear programming. Pada awalnnya dikembangkan untuk pengukuran

kinerja, dan sekarang aplikasi DEA telah dipakai sebagai pengukuran pada berbagai disiplin ilmu

pengetahuan dan berbagai kegiatan operasional (Cooper et. al, 2007). Metodologi ini berhasil

diterapkan untuk mengukur kinerja relatif dari sekumpulan perusahaan yang menggunakan

beragam input identik untuk menghasilkan beragam output identik. Prinsip-prinsip DEA

diperkenalkan oleh Farrel (1957) yang kemudian dikembangkan secara luas oleh Charnes,

Cooper dan Rhodes (1978). Metode DEA dibuat sebagai alat bantu untuk evaluasi kinerja

suatu aktifitas dalam sebuah unit entitas (organisasi).

DEA juga berfungsi sebagai alat benchmarking. Pertama, karena DEA menghasilkan

efisiensi untuk setiap DMU, relative terhadap DMU yang lain didalam sampel. Angka efisiensi

ini memungkinkan seorang analisis untuk mengenali DMU yang paling membutuhkan perhatian

dan merencanakan tindakan perbaikan bagi DMU yang tidak atau kurang efisien. Kedua, jika

suatu DMU kurang efisien (nilai efisiensi <100%), DEA menunjukkan sejumlah DMU yang

memiliki efisiensi sempurna (efficient reference set, nilaiefisiensi = 100%) dan seperangkat

angka pengganda (multipliers) yang dapat digunakan oleh manajer untuk menyusun strategi

perbaikan. Informasi tersebut memungkinkan seorang analisis membuat DMU hipotesis yang

menggunakan input yang lebih sedikit dan menghasilkan output yang paling tidak sama atau lebih

banyak dibanding DMU yang tidak efisien, sehingga DMU hipotesis tersebut akan memiliki

efisiensi yang sempurna jika menggunakan bobot input dan bobot output dari DMU yang tidak

efisien.

Ada dua macam model didalam metode Data Envelopment Analysis (DEA). Model yang

pertama kali diperkenalkan adalah model DEA Constant Return To Scale (CRS) atau dilihat

dari nama penemunya disebut juga sebagai model Charnes, Cooper dan Rhodes (CCR), yaitu

terdapatnya hubungan yang linier antara input dan output, setiap penambahan sebuah input akan

menghasikan pertambahan output yang proporsional dan konstan. Ini juga berarti dalam skala

berapapun unit beroperasi, efisiensinya tidak akan berubah. Model yang kedua adalah model

DEA Variabel Returns To Scale (VRS) atau yang biasa disebut juga model Barnes, Charnes

dan Cooper (BCC) sesuai dengan nama penemunya, merupakan kebalikan dari CRS, yaitu tidak

terdapat hubungan linier antara input dan output. Setiap penambahan input tidak menghasilkan

output yang proporsional, sehingga efisiensinya bisa saja naik ataupun turun. Pada penelitian ini

digunakan metode DEA Constant Return To Scale (CRS).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

124

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi empirik yang merupakan penyajian sudah

dalam bentuk kuantitatif, yaitu penelitian yang menganalisa data yang berbentuk angka (numerik).

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat efisiensi kinerja Klaster Alat Rumah

Tangga di Kabupaten Sragen.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah UMKM Klaster Alat Rumah Tangga di

Kabupaten Sragen. Jumlah keseluruhan populasi UMKM Klaster Alat Rumah Tangga di Kabupaten

Sragen 48.Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan Data

Envelopment Analysis (DEA).

Cara kerja DEA adalah dengan membandingkan data input dan output dari satu organisasi

(atau dalam terminologi DEA, Unit Pengambil Keputusan, DMU), ke data input dan output lain dari

DMU yang sama. Istilah DMU dapat digunakan untuk berbagai unit, seperti bank, rumah sakit, toko

ritel, dan unit apa pun yang memiliki kesamaan dengan karakteristik operasional (Purwono, 2004).

Perbandingan antara input dan output akan menghasilkan satu nilai efisiensi. Menurut metode DEA,

efisiensi merupakan nilai relatif, bukan nilai absolut yang dicapai oleh suatu unit. DMU dengan

kinerja terbaik akan mencapai efisiensi 100%. Namun, DMU lain di bawah nilai ini akan memiliki

efisiensi yang bervariasi, yaitu 0 - 100% (Retno, 2013).

Langkah pengukuran nilai efisiensi pada metode DEA adalah: 1) melakukan DMU penentuan

dan mengidentifikasi DMU yang akan dievaluasi, 2) memutuskan input dan output DMU, 3)

melakukan analisis untuk mendapatkan nilai efisiensi relatif (Umri, Hidayat, dan Dyah, 2011).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

125

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian dengan Data Envelopment Analysis (DEA)

Nama Usaha Eficiency(%) Efficient Reference Set Multipliers

UD. Cantika Jaya 90,91% UD. Bakri Group 0,091UD. Karina Mulya 100% Tidak ada Tidak adaUD. Mulya Jaya Plastik 100% Tidak ada Tidak ada

UD. PDDS 62,82%UD. Mulya Jaya PlastikUD. Bakri GroupUD. Firman Jaya

0,8121,2600,348

UD. Adib Jaya 100% Tidak ada Tidak adaUD. Bakri Group 100% Tidak ada Tidak adaUD. Firman Jaya 100% Tidak ada Tidak ada

UD. Kinian Jaya 72,16%

UD. Mulya Jaya PlastikUD. Adib JayaUD. Bakri GroupUD. SSS

0,2700,2290,2410,052

UD. RGS 100% Tidak ada Tidak adaUD. SSS 100% Tidak ada Tidak ada

Sumber: Data Olahan WDEA, 2017

Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan tabel 4.2 diatas, terdapat 10 sampel UMKM

dengan tipe usaha pedagang besar. Dari kesemua sampel tersebut terdapat 3 UMKM yang tidak

efsien dan 7 UMKM yang efisien. Untuk ke 3 UMKM yang tidak efisien adalah UD. Cantika Jaya,

UD. PDDS, UD. Kinian Jaya dan untuk 7 UMKM yang efisien adalah UD. Karina Mulya, UD.

Mulya Jaya Plastik, UD. Adib Jaya, UD. Bakri Group, UD. Firman Jaya, UD. RGS, dan UD. SSS.

Berarti UMKM yang belum efisien harus meningkatkan usahanya dari sisi output ataupun

mengurangi dari inputnya.

Hasil Pencapaian Target Value UD. Cantika Jaya Nilai Efisiensi (90,91%)Variabel Actual Target To Gain AchievedInput:Modal Operasional 10.000.000,- 1.818.181,8 81,8% 18,2%Modal Keseluruhan 25.000.000,- 22.727.272,7 9,1% 90,9%Tenaga Kerja 14.000.000,- 1.000.000,- 92,9% 7,1%Transport 500.000,- 454.545,5 9,1% 90,9%Output:Omset 20.000.000,- 77.272.727,3 286,1% 25,9%Laba 5.000.000,- 5.000.000,- 0% 100,0%Total Asset 21.000.000,- 90.909.090,9 332,9% 23,1%

Sumber: Data Analisis Data Envelopment Analysis (DEA)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

126

Hasil Pencapaian Target Value UD. PDDS Nilai Efisiensi (62,82%)Variabel Actual Target To Gain AchievedInput:Modal Operasional 450.000.000,- 28.558.011,- 93,7% 6,3%Modal Keseluruhan 1.000.000.000,- 628.176.795,6 37,2% 62,8%Tenaga Kerja 30.000.000,- 18.845.303,9 37,2% 62,8%Transport 300.000.000,- 8.618.784,5 97,1% 2,9%Output:Omset 1.500.000.000,- 1.500.000.000,- 0,0% 100%Laba 20.000.000,- 92.486.187,8 362,4% 21,6%Total Asset 3.000.000.000,- 3.000.000.000,- 0,0% 100%

Sumber: Data Analisis Data Envelopment Analysis (DEA)

Hasil Pencapaian Target Value UD. Kinian Jaya Nilai Efisiensi (72,16%)Variabel Actual Target To Gain AchievedInput:ModalOperasional

23.000.000,- 11.234.285,9 51,2% 48,8%

ModalKeseluruhan

260.000.000,- 187.603.648,2 27,8% 72,2%

Tenaga Kerja 10.000.000,- 7.215.524,9 27,8% 72,2%Transport 3.500.000,- 2.525.433,7 27,8% 72,2%Output:Omset 500.000.000,- 500.000.000,- 0% 100%Laba 27.000.000,- 27.000.000,- 0% 100%Total Asset 400.000.000,- 786.385.639,8 96,6% 50,9%

Sumber: Data Analisis Data Envelopment Analysis (DEA)

Dari yang belum efisiensi tersebut maka dapat dilakukan solusi yang mampu dihasilkan agar

ketiga UMKM yang beroperasi mampu mendapat efisiensi dalam menjalankan usaha yaitu:

a. UD. Cantika Jaya

UD. Cantika Jaya memiliki efisiensi 90,91% maka UD. Cantika Jaya agar mampu meningkatkan

efisiensinya menjadi 100% dengan cara melakukan pengurangan pada setiap inputnya sebesar

100%-90,91% = 9,09% dan mempertahankan setiap outputnya. Dari setiap input yang dikurang

maka menjadi :

- Modal Operasional 10.000.000 – (10.000.000 x 9,09%) = 9.091.000

- Modal Keseluruhan 25.000.000 – (25.000.000 x 9,09%) = 22.727.500

- Tenaga Kerja 14.000.000 – (14.000.000 x 9,09%) = 12.727.400

- Transport 500.000 – (500.000 x 9,09%) = 454.550

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

127

b. UD. PDDS

UD. PDDS memiliki efisiensi 62,82% maka UD. PDDS agar mampu meningkatkan efisiensinya

menjadi 100% dengan cara melakukan pengurangan pada setiap inputnya sebesar 100%-

62,82% = 37,18% dan mempertahankan setiap outputnya. Dari setiap input yang dikurang

maka menjadi

- Modal Operasional 450.000.000 – (450.000.000 x 37,18%) = 2.82.690.000

- Modal Keseluruhan 1.000.000.000 – (1.000.000.000 x 37,18%) = 628.200.000

- Tenaga Kerja 30.000.000 – (30.000.000 x 37,18%) = 18.846.000

- Transport 300.000 – (300.000 x 37,18%) = 188.460.000

c. UD. Kinian Jaya

UD. Kinian Jaya memiliki efisiensi 72,16% maka UD. Cantika agar mampu meningkatkan

efisiensinya menjadi 100% dengan cara melakukan pengurangan pada setiap inputnya sebesar

100%-72,16% = 27,84% dan mempertahankan setiap outputnya. Dari setiap input yang

dikurang maka menjadi

- Modal Operasional 23.000.000 – (23.000.000 x 27,84%) = 16.596.800

- Modal Keseluruhan 260.000.000 – (260.000.000 x 27,84%) = 187.616.000

- Tenaga Kerja 10.000.000 – (10.000.000 x 27,84%) = 7.216.000

- Transport 3.500.000 – (3.500.000 x 27,84%) = 2.525.600

Pembahasan

Dengan nilai efisien yang belum mencapai 100% berarti 3 UMKM tersebut memiliki kinerja

yang masih rendah. Kinerja yang rendah dapat disebabkan oleh beban tenaga kerja yang besar

sehingga menyebabkan tidak optimalnya dalam bekerja sehingga optimalisasi tenaga kerja yang

belum sesuai akan meningkatkan modal operasional maupun modal keseluruhan yang

dipergunakan, dan transportasi dan akan berakibat pada penurunan laba perusahaan. Secara rata-rata

nilai Inefisien berkisar antara 60% sampai 90% menunjukkan bahwa ketiga UMKM tersebut ada

kemungkinan sudah mampu menjalankan fungsi produk dengan pengelola asset yang ada akan

tetapi belum mencapai optimal.

Secara rata-rata ketiga UMKM tersebut harus melakukan penurunan input modal operasional,

modal keseluruhan, tenaga kerja, dan transport akan tetapi dengan penurunan tersebut belum

menghasilkan ouput dalam keadaan yang optimum. Pada UD. Cantika Jaya akan mendapatkan

optimum pada laba tetapi belum optimum pada sisi omset dan total Asset, dengan UD. PDDS akan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

128

optimum pada sisi omset dan total asset akan tetapi pada sisi laba belum optimum. Sedangkan UD.

Kinian Jaya akan optimpum pada sisi omset dan laba tetapi pada sisi total asset belum optimum.

Hal ini membuktikan bahwa terjadi inefisien pada UMKM disebabkan karena modal keseluruhan

maupun modal operasional dalam melakukan kegiatan usaha yang besar yang menyebabkan beban

biaya tenaga kerja, dan transport untuk pekerja juga semakin tinggi. Sehingga pengelolaan dana

yang besar dengan omset yang belum mencapai optimum akan menghasilkan laba yang rendah.

Sesuai dengan hasil penelitian Charmondusit, Phatarachaisakul, dan Prasertpong (2014)

menyajikan pengembangan indicator eko-efisiensi pada industry mainan kayu serta pemasok bahan

baku yaitu dengan penjualan bersih, margin kotor, bahan, energy, konsumsi air, pembuangan

limbah. Hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan telah memperoleh sistem manajemen yang

mendukung secara sosial di tingkat perusahaan, tingkat masyarakat, dan tingkat sosial serta akan

meningkat efisiensi dari sisi dimensi ekonomi. Dengan evaluasi tersebut mampu memberikan

kebijakan pengembangan dan strategis pada ekonomi efisiensi untuk usaha kecil dan menengah di

Thailand.

Maliszewska dan Hochmeister (2011) yang menjelaskan sumber daya manusia sebagai

sumber pengetahuan strategis, yang dimotivasi oleh: konsep pengelolaan sumber daya yang efektif

dalam sebuah organisasi (Sirmon dan Hitt, 2003), potensi unik suatu perusahaan dalam bentuk

pengetahuan dan pengalaman (Barney, 1995). ), dan konsep manajemen kompetensi (Hamel dan

Prahalad, 1994). Hasil ini menggambarkan kompetensi dan manajemen sumber daya mampu

menjadi model pengelolaan pengetahuan sumber daya yang strategis sehingga dengan kemampuan

manajemen dalam mengimplementasikan pengelolaan maka pengelolaan manajemen akan berjalan

dengan baik.

Theodoridis dan Anwar (2011) yang menggunakan perkiraan efisiensi teknis dengan dua

pendekatan dengan pendekatan DEA dan SFA. Yang mengindikasikan dengan pendekatan DEA

mampu melihat potensi yang dapat ditingkatkan dengan produk pertanian melalui peningkatan

efisiensi.

Menurut Tun dan Kang (2015) yang merepresentasikan Data Envelopmen Analysis (DEA)

dengan tingkat pengembalian produksi beras Myanmar dengan 9 penggunaan mesin pertanian yang

menunjukkan dengan alat bantu mekanik pertanian mampu meningkatkan secara signifikan

efisiensi produksi beras di Myanmar. Artinya bahwa DEA mampu melihat tingkat efisiensi dengan

pada peningkatan produk pertanian.

Menurut Backman, Islam, dan Sumelius (2011) dalam penentuan efisiensi teknis

menunjukkan bahwa usia dan pendidikan kepala rumah tangga, ketersediaan pendapatan di luar

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

129

pertanian, fragmentasi tanah, akses terhadap keuangan mikro, kunjungan penyuluhan, dan variasi

regional merupakan faktor utama yang menyebabkan perbedaan efisiensi antara pertanian rumah

tangga yang melakukanusulan bahwa strategi dalam penyuluhan dan pelayanan petani agar lebih

baik dan memastikan akses pada keuangan mikro pertanian, mengurangi fragmentasi tanah dan

meningkatkan tingkat pendidikan petani untuk meningkatkan efisiensi teknis. Hal ini menunjukkan

bahwa DEA mampu memberikan strategi dalam peningkatkan sektor pertanian

5. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang terlihat pada bab 4 maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Dari 10 sampel UMKM di Sragen ternyata ada 3 UMKM yang belum efisien dan 7

sudah dianggap efisien.

2. Tiga UMKM yang belum efisien adalah UD. Cantika Jaya, UD. PDDS, dan UD.

Kinian Jaya sedangkan 7 UMKM yang sudah efisien adalah UD. Karina Mulya, UD.

Mulya Jaya Plastik, UD. Adib Jaya, UD. Bakri Group, UD. Firman Jaya, UD. RGS,

dan UD. SSS.

3. Nilai UMKM yang belum mencapai efisiensi adalah UD. Cantika Jaya sebesar

90,91%, UD. PDDS sebesar 62,82%, dan UD. Kinian Jaya sebesar 72,16%.

Keterbatasan Penelitian

1. Sampel yang diteliti berjumlah 10 dari 48 populasi, dengan sampel yang sedikit belum mampu

secara keseluruhan menggambarkan bahwa UMKM yang diteliti dapat dinyatakan efisien atau

tidak.

2. Pembanding sampel sedikit sehingga tidak dapat melihat pemetaan UMKM yg efisien. Dengan

pemetaan tersebut akan terlihat bahwa UMKM mana yang sudah mengalami efisien atau

belum. Akan tetapi dengan UMKM yang diteliti tidak menggunakan UMKM yang sudah

memiliki struktur manajemen yang jelas baik dalam melakukan pembuatan yang jelas sehingga

akan terlihat jelas dalam melakukan kegiatan operasional usaha sudah memiliki manajemen

yang baik.

3. Variabel input dan output yang dipilih dalam penelitian ini mungkin belum lengkap karena

variabel input yaitu modal operasional, modal keseluruhan, biaya transportasi, tenaga kerja

padahal masih ada variabel input yang lain yang mempengaruhi variabel output.

4. Studi ini hanya terbatas untuk melihat UMKM dalam melakukan kegiatan operasional

usahanya sudah mengalami efisien atau belum.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

130

5. Dalam analisis DEA sangat sensitif terhadap outlier yang berfungsi untuk mempengaruhi batas

optimal. Dengan demikian ada kemungkinan salah satu UMKM dapat menjadi anomaly dalam

membuat patokan yang berpotensi dihasilkan dari variabel yang tidak termasuk dalam analisis

ini.

SARAN

Hasil analisis ini dapat diberikan beberap saran sebagai berikut:

1. Bagi Pihak UMKM

a) Bagi UMKM yang belum mencapai efisiensi 100% perlu adanya optimalisasi pada alokasi

input yang mengalami pemborosan dalam kegiatan operasional agar dapat memperoleh

output yang optimal dengan berpedoman pada benchmark masing-msing UMKM yang

sudah ditentukan dengan alat analisisData Envelopment Analysis (DEA). Untuk yang sudah

mencapai 100% efisien perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan agar kinerjanya semakin

meningkat sehingga mampu menghasilkan output yang lebih banyak lagi.

b) Dalam analisis yang lebih lanjut perlu mempertimbangkan faktor resiko dalam melakukan

kegiatan operasional yang bersamaan dengan efisiensi produktif karena berbagai UMKM

yang sudah mulai besar tidak selalu melakukan kegiatan operasional yang menyeimbangkan

efisiensi dengan asumsi rendah.

c) Perlu formulasi model yang lebih baik dan mendalam dalam pendefinisian input dan output

agar mampu menghasilkan analisis efisiensi yang semakin akurat dalam menyeimbangkan

antara input dan outputnya.

d) Untuk analisis DEA dalam penyeimbangan antara input dan outputdiperlukan diskusi yang

lebih mendalam antar Controlled input dan Uncontrolled Ouput agar lebih baik dalam

memaksimukan output dan meminimumkan input dengan asumsi constant return to scale

atau variable return on scale dan disamping itu ketersediaan data yang baik adalah sangat

penting.

2. Bagi penelitian Berikut

Karena penelitian ini hanya menggunakan sampel yang sedikit maka perlunya sampel UMKM

yang lebih banyak dikawasan Sragen agar mampu melihat kinerja yang dihasilkan oleh

UMKM di Sragen sehingga akan dapat dijadikan evaluasi bagi pemerintah karena suatu

daerah dapat dikatakan maju apabila mampu menghasilkan UMKM-UMKM yang baik.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

131

DAFTAR PUSTAKA

Bäckman, S., Islam, K. Z., & Sumelius, J. 2011. Determinants of technical efficiency of rice farmsin North-Central and North-Western regions in Bangladesh. The Journal of DevelopingAreas, 45(1), 73-94.

Charnes, A., Cooper, W. W., & Rhodes, E. 1978. Measuring the efficiency of decision makingunits. European journal of operational research, 2(6), 429-444.

Farrell, M. J. (1957). The measurement of productive efficiency. Journal of the Royal StatisticalSociety. Series A (General), 120(3), 253-290.

Patalas-Maliszewska, J., & Hochmeister, M. 2011. Modeling strategic-knowledge-resourcemanagement based on individual competencies in SMEs.

Purwantoro, N. 2004. Efiktivitas Kinerja Pelabuhan dengan Data Envelopment Analysis (DEA).Usahawan No 05 th. XXXIII

Qomarudin. 2011. ANALISIS EFISIENSI USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) BATIKDI DESA KAUMAN KOTA PEKALONGAN DENGAN METODE DATAENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) (Skripsi Sarjana, Universitas Sebelas MaretSurakarta).

Retno, Dwi, 2013, Evaluasi Tingkat Efisiensi Dengan Menggunakan DEA (Data EnvelopmentAnalysis), Kompas, http://edukasi.kompasiana.com/2013/06/12/evaluasi-tingkat-efisiensi-dengan-metode-dea dataenvelopment-analysis-568207.html.

Schmitz, H., & Nadvi, K. 1999. Clustering and industrialization: introduction. World development,27(9), 1503-1514.

Setiana, F., Guritno, A. D., & Yuliando, H. 2015. ANALISIS TINGKAT EFISIENSI KINERJAUSAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UKM) PENGOLAHAN TEMPE DIYOGYAKARTA MENGGUNAKAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)(Disertasi Doktor, Universitas Gadjah Mada).

Sirmon, D. G., & Hitt, M. A. 2003. Managing resources: Linking unique resources, management,and wealth creation in family firms. Entrepreneurship theory and practice, 27(4), 339-358

Umri, Nazmil., Hidayat, Rachmad., Dyah, Issa Utami. 2011. Kinerja Efisiensi Biaya dengan metodeData Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Teknik Industri. Universitas Trisakti.Jakarta

Yuwono, Sony dan Sukarno, Edy, 2002, Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard MenujuOrganisasi yang Berfokus pada Strategi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

132

PENGARUH LITERASI KEUANGAN DAN MODAL SOSIALTERHADAP INKLUSI KEUANGAN MAHASISWA

DelyanaRahmawany Pulungan1 dan Ameliyani Ndruru2

1,2Ekonomi dan Bisnis, UniversitasMuhammadiyah Sumatera UtaraJl. Mukhtar Basri No. 3 Medan, 20238, 061-6619056

[email protected]

[email protected]

AbstractFinancial inclusionis a process to ensurean easy accessan availability of the formalfinancial system for all financial economic actors Financial inclusion can be influencedby two factors, i.e: financial literacy and social capital. This study aims to determine theeffect of financial literacy and social capital on UMSU Faculty of Economics andBusiness students. The population in this study were Faculty of Economics and Businessstudents, amounting to 1,033 students of 2016 using rurmus Slovin, the sample was 288students, and those who could fill in the questionnaire were 260 samples. This populationtechnique uses accidental sampling. This data collection technique uses interviews andquestionnaires. The data analysis technique used is descriptive statistics and multiplelinear regression with the help of SPSS. The results of this study provethat (1) financialliteracy has a positive and significant effects on financial inclusion, (2) social capital hasa positive and significant effects on financial inclusion. Basedonthe F testresults,financial inclusion and social capital simultaneously have a significant effect on financialinclusion.

Keywords: Financial literacy, Social capital, Financial Inclusion

1. PendahuluanUrgensi peningkatan literasi dan inklusi keuangan untuk pelajar dan mahasiswa semakin

penting karena hasil survey nasional literasi dan inklusi keuangan Indonesia yang dilaksanakan oleh

OJK tahun 2016 menunjukan tingkat literasi dan inklusi keuangan pelajar dan mahasiswa yang

masih rendah (Soetiono and Setiawan 2018) literasi keuangan adalah cara seseorang mengatur

keuangannya dalam aspek asuransi, investasi , tabungan dan pendanaan (Rizkiana and Kartini 2016)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa karakteristik mahasiswa ada 95% menyatakan bahwa

mereka lebih sering menghabiskan waktu di mall dan pusat hiburan atau perbelanjaan dalam

seminggu yaitu hamper setiap hari. Sisanya hanya 5% yang menyatakan hanya 2-3 kali

mengunjungi mall atau pusat pembelanjaan/hiburan di Kota Medan. Bahkan juga diketahui bahwa

ada 95% mahasiswa yang menyatakan melakukan aktivitas belanja lebih dari 5 kali dalam

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

133

seminggu sedangkan sisanya 5% melakukan aktivitas belanja dalam rentang 2-3 kali dalam

seminggu (Pulungan, Koto, and Syahfitri 2018) (Pulungan and Febriaty 2018)

Modal sosiala dalah Modal social adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal

yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan

terjalinnya kerjasama diantara mereka (Widodo 2016) Fenomena yang terja dibaru-baru ini di

Indonesia, yaitu terdapat jejaring sosial online yang mewadahi pinjam meminjam buku antar

anggota komunitasnya. Jejaring social tersebut bernama Lenda book. Seperti yang dikutip pada

harian Kompas, adanya jejaring social Lenda book sangat memudahkan penggunanya dalam

memperoleh buku yang sedang dibutuhkan. Hal ini kemudian menjelaskan bahwa dengan adanya

Lenda book, pengguna tidak harus pergi keperpustakaan atau ketoko buku untuk mendapatkan

bahan bacaan yang diinginkan. Selainitu, interaksi antar pengguna yang ada di jejaring social Lenda

book ini tujuan utamanya adalah untuk saling pinjam buku. Maka dari itu, dibutuhkan modal sosial

yang besar untuk mencapai tujuan pengguna di jejaring social tersebut. Berangkat dari

permasalahan tersebut, penelitian ini berfokus pada persoalanpengembangan modal sosial pada

komunitas virtual Lendabook, Denganadanyafenomenasepertiinimaka modal social dapat

membantu dalam mengembangkan inklusi keuangan di Indonesia khususnya pada generasi muda

(Ningrum 2016)

Inklusi keuangan adalah proporsi individu dan perusahaan yang menggunakan produk dan

jasa keuangan menurut S. Soetiono & Setiawan. Inklusi keuangan adalah sebagai sebuah proses

yang menjamin kemudahan dalam akses, ketersediaan dan manfaat dari system keuangan formal

bagi seluruh pelaku ekonomi (Ummah, Nuryartono, and Anggraeni 2014).

2. Kajian Pustaka

2.1 Literasi Keuangan

Literasi keuangan meliputi kesadaran dan pengetahuan akan instrument keuangan dan

aplikasinya di dalam bisnis dan kehidupannya. Menurut Chen dan Volpe (1998) literasi keuangan

keuangan merupakan pengetahuan untuk mengelola keuangan (financial literacy is money

management knowledge) (Segara 2018) Lterasi juga merupakan kemampuan individu untuk

menggunakan segenap potensi dan keterampilan yang dimiliki dalam hidupnyasehinggapengertian

literasi mencakup kemampuan seseorang dalam mengelola dan memahami informasi saaat

melakukan proses membaca dan menulis (Soetiono and Setiawan 2018) Menurut Otoritas Jasa

Keuangan (OJK), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat literasi keuangan, yaitu: 1. Jenis

kelamin 2. Tingkat pendidikan 3. Tingkat pendapatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

134

literasi keuangan yaitu: 1. Status social ekonomi orang tua 2. Pendidikan pengelolaan keuangan

keluarga 3. Pembelajaran keuangan di perguruan tinggi negeriwi (Widayati 2012) Adapun

indikatornya adalah (Latifiana 2010)

1. Pengetahuan Dasar Pengelolaan Keuangan

2. Pengelolaan Kredit

3. Pengelolaan Tabungan dan Investasi

2.2 Modal Sosial

Modal social adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki

bersamadiantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya

kerjasamadiantara mereka (Widodo 2016) Modal social adalah kohesifitas antar indivudu sehingga

terbentuk saling percaya (mutual trust) diantara mereka (Kurnianto Tjahjono 2017) Selain itu

Syafitri and Sudarwati (2015) modal social adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma

informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang

memungkinkan terjainnya kerjasama diantara Analisis dan kajian dari beberapa ahli juga

menyimpulkan bahwa, modal social memiliki beberapa unsure pokok.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penumbuhan dan pertumbuhan modal sosial yang

termasuk dalam katagori ini (Harahap 2016): 1. Mobilitas Penduduk 2. Keberagaman Penduduk 3.

Kehidupan Ekonomi 4. Tingkat Partisipasi Pendidikan 5. Tingkat SalingPercaya, sedangkan untuk

indikatornya (Balau 2016), yaitu;

1. Kepercayaan

2. Norma

3. Jaringan

2.3 Inklusi Keuangan

Inklusi adalah menyediakan jasa keuangan seperti tabungan, kredit, asuransi, dan

pembayaran pada tingkat harga yang mampu dibayar oleh seluruh pelaku ekonomi, terutama pelaku

ekonomi berpendapatan rendah (Anwar and Amri 2017) Pendapat lain yaitu Ummah, Nuryartono,

and Anggraeni (2014) Inklusi keuangan adalah proporsi individu dan perusahaan yang

menggunakan produk dan jasa keuangan. Inklusi keuangan adalah proses mempromosikan akses

yang terjangkau, tepatwaktu dan memadai untuk berbagai produk dan jasa keuangan yang diatur

dan memperluas penggunaannya oleh semua segmen masyarakat melalui penerapan pendekatan

yang ada dan inovatif yang disesuaikan termasuk kesadaran keuangan dan pendidikan dengan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

135

tampilan untuk mempromosikan kesejahteraan keuangan serta inklusi ekonomi dan social (Saputra

and Dewi 2017)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi inklusi keuangan (Ummah, Nuryartono, and

Anggraeni 2014)

1. Penelitian Sarma dan Pain (2011) menganalisis bagaimana pembangunan ekonomi dapat

mempengaruhi inklusi kuangan di suatu Negara berdarkan data dari 49 negara pada tahun

2004.

2. Menurut Wachira dan Kihiu (2012) terkait pengaruh literasi keuangan terhadap akses jasa

keuangan di Kenya pada tahun 2009, bahwa akses terhadap jasa keuangan tidak hanya

dipengaruhi oleh tingkat literasi keuangan tetapi lebih besar dipengaruhi oleh tingkat

pendapatan, jarakdari bank, usia, ukuran rumah tangga dan tingkat pendidikan.

3. Menurut Andrianaivo dan Kpodar (2012) Inklusi keuangan dipengaruhi oleh perkembangan

teknologi, mereka menganalis 44 negara di benua Afrika dengan menggunakan data tahun

1988-2007 terkait hubungan telepon seluler, inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi.

Otoritas Jasa Keuangan (2016)menyebutkan ada beberapa indicator yaitu:

1. Ketersediaan / akses

2. Penggunaan

3. Kualitas

4. Kesejahteraan

2.4 Kerangka Berpikir

Berdasarkan telaah pustaka yang dipaparkan ,makakerangkaberpikir yang dibangun dalam

penelitian ini adalah:

Gambar 1:Kerangka Berpikir Penelitian

Literasi keuangan

Modal Sosial

Inklusi keuangan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

136

2.5 HipotesisPenelitian

Mengarah pada rumusan masalah, teori yang dikemukakan dalam penelitian-penelitian

terdahulu yang telah dilaksanakan maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Literasi keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi keuangan pada

mahasiswafakulta sekonomi dan bisnis universitas Muhammadiyah Sumatera Utara .

2. Modal social berpengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi keuangan pada

mahasiswafakulta sekonomi dan bisnis universitas Muhammadiyah Sumatera Utara .

3. Literasi keuangan dan modal social berpengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi

keuangan mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis universitas Muhammadiyah Sumatera

Utara .

3. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian asosiatif, yang berarti

penelitian yang berusaha mencari hubungan antara satu variable dengan variable lainnya. Populasi

dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis semester 6. Populasi semester

6 Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara sebanyak 1.033 populasi yang kemudian

menghasilkan sebanyak 288 sampel, karena teknik pengambilan penelitian ini menggunakan rumus

slovin maka penelitian hanya akan mengambil 250 jiwa. Teknik pengambilan data menggunakan

wawancara dan angket kuesioener.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis data dalam peelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Dalam penelitian ini

terdapat dua variabel independen yaitu literasi keuangan dan modal sosial serta satu variabel

dependen yaitu inklusi keuangan. Adapun rumus regresi linear berganda sebagai berikut:

Y=a+b1X1+b2X2+e

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

137

Tabel 2: Hasil Uji Regresi Linear BergandaCoefficientsa

Model

UnstandardizedCoefficients

StandardizedCoefficients

T Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) 6.426 1.855 3.464 .001

LiterasiKeuangan

.353 .059 .336 6.024 .000

Modal Sosial .595 .078 .425 7.619 .000a. Dependent Variable: InklusiKeuangan

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan SPSS diatas, maka dapat dilihat

persamaan regresi berganda sebagai berikut:

6,426 + 0,353 literasi keuangan + 0,595 modal sosial

Berdasarkan persamaan regresi tersebut dianalisis pengaruh literasi keuangan dan modal

sosial terhadap inklusi keuangan mahasiswa adalah sebagai berikut:

1) 6,426 menunjukkan bahwa apabila variabel literasi keuangan dan modal sosial adalah 0

maka nilai inklusi keuangan pada mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis sebesar 6,426.

2) 0,353 menunjukan bahwa apabila variabel literasi keuangan ditingkatkan 100% maka nilai

inklusi keuangan mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis akan bertambah sebanyak 35,3%.

3) 0,595 menunjukkan apabila variabel modal sosial ditingkatkan 100% maka nilai inklusi

keuangan mahasisa fakultas Ekonomi dan Bisnis akan bertambah sebanyak 59,5%.

Pengujian Hipotesis

a. Pengujian secara Parsial

Pengujian pengaruh variabel-variabel (X) terhadap variable terikat (Y):

Tabel 3: Hasil uji Parsial (Uji t)

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) 6.426 1.855 3.464 .001

Literasi.Keuanga

n.353 .059 .336 6.024 .000

Modal.Sosial .595 .078 .425 7.619 .000

a. Dependent Variable: Inklusi.Keuangan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

138

Berdasarkan hasil pengujian tabel 3 pengaruh antara variable literasi keuangan (X1)

terhadap inklusi keuangan (Y) diperoleht tabel sebesar 1,969 dan diperoleh nilai t hitung =

6,024 dengan arti bahwa t hitung>t tabel dengan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Hasil

tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan antara variable literasi keuangan

(X1) terhadap inklusi keuangan (Y) pada mahasiswa UMSU.

Berdasarkan hasil pengujian tabel 3 pengaruh antara variabel modal sosial (X2)

terhadap inklusi keuangan (Y) diperoleh t tabelsebesar 1,969 dan diperoleh nilai t hitung =

7,619 dengan arti bahwa t hitung>t tabel dengan nilai signifikan sebesar 0,000 < 0.05. Hasil

tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel modal

sosial (X2) terhadap inklusi keuangan (Y) pada mahasiswa UMSU.

b. Pengujian Secara Simultan

Untuk menguji pengaruh literasi keuangan dan modal social secara simultan terhadap

inklusi keuangan pada mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis maka penelitian ini

menggunakan uji F melalui program SPSS dan berikut adalah hasil pengujiannya:

Tabel 4: Uji SignifikanSimultan (Uji F)ANOVAa

ModelSum ofSquares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 1695.930 2 847.965 107.734 .000b

Residual 2022.824 257 7.871

Total 3718.754 259

Berdasarkan data tabel uji F tabel IV.15 dengan kriteria di atas diperoleh nilaiF hitung

sebesar 107,734 >nilai F tabel 3,030 atau signifikan 0.000b<0,05 sehingga dapat dipahami

bahwa terdapat pengaruh signifikan antara variable bebas (X) terhadap variabelt erikat (Y).

c. Koefisien Determinasi

Koefisien Determinasi berfungsi untuk melihat sejauh mana keseluruhan variable

independen menjelaskan variable dependen.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

139

Tabel 5. Hasil KoefisienDeterminasiModel Summary

Model R R Square Adjusted R SquareStd. Error of theEstimate

1.675a .456 .452 2.806

a. Predictors: (Constant), Modal sosial, LiterasikeuanganSumber : Data Diolah SPSS (2019)

Berdasarkan hasil ujian tabel IV.16 regresi koefisien determinasi model summary

pada table diatas dapat diketahui bahwa koefisien determinasi(R square) yang diperoleh

dalam penelitian ini sebesar 0,456, hal ini menunjukkan arti bahwa 45,2% variable literasi

keuangan (X1) dan modal sosial (X2). Sisanya sebesar 54,8% dapat dijelaskan oleh variable

lainnya yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.

PembahasanPengaruh Literasi Keuangan terhadap Inklusi Keuangan

Literasi keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi keuangan pada

mahasiswa UMSU, artinya semakin baik tingkat literasi keuangan mahasiswa maka inklusi

keuangan semakin meningkat dalam perkembangannnya di Universitas Muhammadiyah Sumatera

Utara. Hal ini dapat dilihat dari signifikan t pengaruh variabel literasi keuangan terhadap inklusi

keuangan sebesar t_hitung 6,024 > 1,969 ttabel (sig 0,000), dimana signifikan t lebih kecil dari α

= 0,05, hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh positif dan signifikan antara variabel literasi

keuangan terhadap inklusi keuangan.

Penelitian ini sejalan dengan pendapat Sohilauw (2018) dalam risetnya menemukan bahwa

background pendidikan, penghasilan dan faktor demografis sangat berpengaruh terhadap inklusi

keuangan, karena mereka paham akan manfaat yang akan diterima. Pendapat diatas juga relavan

dengan penelitian Saputra and Dewi (2017) yaitu mengatakan terdapat hubungan yang positif dan

signifikan antara perceived pinjaman bank, literasi keuangan dan akses ke kredit formal, sehingga

dapat disimpulkan bahwa literasi keuangan berpengaruh terhadap inklusi keuangan. Pendapat lain

yaitu Sardiana (2018), sistem keuangan yang inklusif berperan penting dalam pengentasan

kemiskinan dan mengurangi perbedaan pendapatan. Pengembangan sektor keuangan berpengaruh

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

140

positif pada GDP per kapita melalui alokasi dana yang efisien dan meningkatkan output per pekerja

serta dapat mengundang masuknya modal asing.

Pengaruh Modal Sosial terhadap Inklusi KeuanganModal social berpengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi keuangan pada mahasiswa

UMSU, artinya semakin baik tingkat kepercayaan mahasiswa terhadap inklusi keuangan, maka

semakin meningkat perkembangan inklusi keuangan di Universitas UMSU. Hal ini dapat dilihat

dari signifikan t pengaruh variabel modal social terhadap inklusi keuangan sebesar t_hitung 7,619

> 1,969 t_tabel (sig 0,000), dimana signifikan t lebih kecil dari α = 0,05, hal ini menunjukkan

bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel modal sosial (X2) terhadap inklusi

inklusi keuangan (Y).

Penelitian ini juga didukung oleh Saputra and Dewi (2017), yang menyatakan bahwa dampak

literasi keuangan pada inklusi keuangan meningkat jika terdapat modal social sebagai variable

mediasi. Ini berarti dampak literasi keuangan pada inklusi keuangan akan maksimal jika didorong

oleh peran modal social sebagai mediator. Penelitian ini juga sejalan dengan pernyatan Salam Dz

(2017), yang mengemukakan bahwa modal manusia merupakan factor kunci bagi perkembangan

keuangan yang pada gilirannya mengarah pada penciptaan modal manusia lebih jauh. Hal ini juga

didukung dengan pernyataan Marlah and Dewi (2017), yaitu dapat meningkatkan literasi dan

inklusi keuangan secara perlahan di masyarakat, modal social sebagai suatu dimensi yang dibangun

berdasarkan nilai, kultur, persepsi, institusi serta mekanisme dalam kegiatan positif sebagai sarana

pemberdayaan terhadap sesame masyarakat, sehinggadapat disimpulkan bahwa modal social

berpengaruh terhadap inklusi keuangan.

Pengaruh Literasi Keuangan dan Modal Sosial terhadap Inklusi KeuanganLiterasi keuangan dan modal sosial berengaruh positif dan signifikan terhadap inklusi

keuangan pada mahasiswa UMSU, artinya semakin baik tingkat literasi dan kepercayaan

mahasiswa, maka semakin tinggi perkembangan inklusi keuangan pada mahasiswa Universitas

UMSU hal ini dapat dilihat signifikan f pengaruh literasi keuangan dan modal sosial terhadap

inklusi keuanganF hitung 107,734 >F tabel 3,030 (sig.0,000) dengan sig 0,000<0,05 menunjukkan

H0ditolak dan Haditerima.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Salam Dz (2017), yaitu, modal manusia merupakan

faktor kunci bagi perkembangan keuangan yang pada gilirannya mengarah pada penciptaan modal

manusia lebih jauh. Modal sosial berperan penting dalam mediasi dan meningkatkan berbagi

sumberdaya termasuk pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh masyarakat sebagai driver dari

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

141

literasi keuangan (Saputra and Dewi 2017) Hal ini juga didukung dengan pernyataan Marlah and

Dewi (2017) yaitu literasi dan inklusi keuangan secara perlahan di masyarakat dapat meningkat jika

modal sosial sebagai suatu dimensi yang dibangun berdasarkan nilai, kultur, persepsi, institusi serta

mekanisme dalam kegiatan positif sebagai sarana pemberdayaan terhadap pandangan masyarakat,

sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh literasi keuangan dan modal sosial terhadap inklusi

keuangan fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU. Mahasiswa membutuhkan literasi keuangan yang

baik dengan dukungan modal sosial yang diterimanya dari lingkungan kampus dan keluarga agar

memberikan dampak positif dan membantu pencapaian inklusi keuangan yang baik dalam

kehidupannya saat ini sebagaima hasiswa maupun di masa yang akan datang hingga berdampak

pada kemapanan dan kenyamanan keuangan pribadi dan keluarga.

5. PENUTUPLiterasi keuangan dan modal sosial yang diterima oleh mahasiswa memiliki pengaruh yang

positif dan signifikan terhadap pencapaian inklusi keuanganmahasiswa. Mahasiswa yang memiliki

pengetahuan dan keteranpilan yang baik dalam mengelola keuangan pribadinya dan dengan adanya

dukungan lingkungan yang baik di sekitarnya terutama kampus dan keluarga akan membantu

mahasiswa untuk menyerap seluruh perilaku keuangan yang positif, mahasiswa mampu mengakses

seluruh produk dan layanan keuangan dengan baik untuk mengelola keuangan pribadinyaatau

bahkan mampu menularkan pola perilaku keuangan yang positif bagi keluarga dan lingkungan

sekitarnya sehingga dinyatakan pencapaian inklusi keuangan pada mahasiswa berhasil.

AcknowledgementTerimakasih kepada UMSU yang telah memberikan dukungan baik moril dan materi kepada Saya

dan tim dalam menyelesaikan penelitian ini sehingga bisa diperoleh hasil penelitian yang akan

memberikan kontribusi baik untuk peningkatan edukasi dan pelatihan keuangan bagi mahasiswa

khususnya mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSU. Saya juga mengucapkan terima kasih

banyak kepada seluruh mahasiswa yang berkenan menjadi responden ini sehingga seluruh

pengumpulan data berjalan maksimal. Tetapi saya juga mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi perbaikan dan pengembangan penelitianini di masa yang akandatang dan mohon

maaf jika ada kesalahan karena saya yakin penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga

nantinya saran dan kritikan yang membangunakan membantusaya dan tim untuk melakukan revisi

dan pengembangan penelitian di masa yang akan datang.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

142

Daftar PustakaAnwar, K, and Amri. 2017. “Pengaruh Inklusi Keuangan Terhadap PDB Indonesia.” Jurnal Ilmiah

Mahasiswa (JIM) 2(3): 454–62.Balau, A. 2016. “Definisi, Dimensi, Tipologi, Parameter, Indikator, Serta Opini Modal Sosial.”Harahap, Y. A. 2016. “Pengertian, Bentuk, Unsur, Fungsi, Perubahan Dan Faktor MODAL

SOSIAL.”Kurnianto Tjahjono, H. 2017. “Modal Sosial Sebagai Properti Individu : Konsep, Dimensi Dan

Indikator.” Jurnal Bisnis Teori dan Implementasi 8(2): 185.Latifiana, D. 2010. “Studi Literasi Keuangan Pengelola Usaha Kecil Menengah (UKM).” African

Journal of Economy and Management Studies 1(2): 3.Marlah, P. G, and A. S Dewi. 2017. “Peran Modal Sosial Sebagai Mediator Literasi Keuangan Dan

Inklusi Keuangan Pada Usia Produktif Di Kota Bandun.” Sosiohumanitas Journal 19(2): 92–103.

Ningrum, I. F. 2016. “Pengembangan Modal Sosial Pada Komunitas Virtual ‘Lendabook.’” OpenJournal Universitas Airlangga Management 5(2): 19–20.

Otoritas Jasa Keuangan. 2016.Pulungan, D. R., and H Febriaty. 2018. “Pengaruh Gaya Hidup Dan Literasi Keuangan Terhadap

Perilaku Konsumtif Mahasiswa.” Jurnal Riset Sains Manajemen 2(3): 103–10.Pulungan, D. R., M Koto, and L Syahfitri. 2018. “Pengaruh Gaya Hidup Hedonis Dan Kecerdasan

Emosional Terhadap Perilaku Keuangan Mahasiswa.” Jurnal Seminar Nasional Royal (SENAR):401–6.

Rizkiana, Y. P, and Kartini. 2016. “Analisis Tingkat Financial Literacy Dan Financial BehaviorMahasiswa S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.” Efektif Jurnal Ekonomi danBisnis 8(1): 76–99.

Salam Dz, A. 2017. “Contribution Of Financial Inclusion On Human Capital Establishment In RealSector Business.” Batusangkar International Conference II 1(1): 61–70.

Saputra, R. S, and A. S Dewi. 2017. “Peran Modal Sosial Sebagai Mediator Literasi Keuangan DanInklusi Keuangan Pada Kaum Muda Di Indonesia (Studi Kasus Pada Komunitas Investor SahamPemula).” Jurnal Manajemen Teori dan Terapan 10(3): 246.

Sardiana, A. 2018. “Pengaruh Literasi Keuangan Pada Keuangan Inklusif Penggunaan BankSampah Di Jakarta Selatan.” Journal of Islamic Economics, Finance and Banking 2(1): 80–94.

Segara, T. 2018. “Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (Revisi 2017).”Soetiono, K. S., and C Setiawan. 2018. Literasi Dan Inklusi Keuangan Indonesia. 1st ed. Depok:

Raja Grafindo Persada.Sohilauw, M. I. 2018. “Moderasi Inkusi Keuangan Terhadap Hubungan Literasi Keuangan Dan

Keputusan Struktur Modal UKM.” Jurnal Bisnis dan Manajemen 6(2): 92–114.Syafitri, A, and L Sudarwati. 2015. “Pemanfaatan Modal Sosial Dalam Sektor Perdagangan.”

Jurnal Perspektif Sosiologi 3(1): 4.Ummah, B. B, N Nuryartono, and L Anggraeni. 2014. “Analisis Inklusi Keuangan Dan Pemerataan

Pendapat Di Indonesia.” Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan 4(1): 1–27.Widayati, I. 2012. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Literasi Finansial Mahasiswa Fakultas

Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya.” Jurnal Akuntansi dan Pendidikan 1(1): 92.Widodo, H. T. 2016. “Peran Dan Manfaat Modal Sosial Dalam Peningkatan Efektivitas Kerja

Karyawan Sektor Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Sentra Kerajinan Tas Dan KoperTanggulangi Sidoarjo.” Jurnal Bisnis, Manajemen dan Perbanka 2(1): 1–14.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

143

PENGARUH MOTIVASI, BIAYA PENDIDIKAN DAN LAMA PENDIDIKANTERHADAP MINAT MAHASISWA AKUNTANSI UNTUK MENGIKUTI

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI (PPAk)(Studi Empiris Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Muhammadiyah Surakarta)

Devita Anggraini dan NursiamFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Keyongan Rt05/Rw06, Keyongan, Keyongan, Nogosari, Boyolali-57378, Jawa Tengahe-mail: [email protected] / telp : +6285 812 606 667

[email protected]

ABSTRACT

Accounting Professional Education (PPAk) is very important for accounting studystudents, because PPAk can contribute to becoming a professional accountant. Thepurpose of this study was to determine the effect of career motivation, quality motivation,education costs and duration of education on the interest of accounting studentsfollowing Accounting Professional Education. The sample of this study was 87respondents with the method of determining the sample using nonprobality sampling withthe technique of convection sampling. The method of data collection used was using a 5-point Likert scale questionnaire that was distributed to all students of the AccountingStudy Program of the Faculty of Economics and Business, Muhammadiyah University,Surakarta. Data analysis in this study uses multiple linear regression analysis by lookingat the goodness of fit, namely the F statistic value, t statistic, and coefficient ofdetermination. Based on the results of the analysis, it can be concluded that careermotivation variables and education costs do not affect the interest of accounting studentsto participate in Accounting Professional Education, while the quality and length ofmotivation motivation variables influence the interest of students to take AccountingProfessional Education.

Keywords: career motivation, quality motivation, education costs, long education,interest accounting student following PPAk

1. Pendahuluan

Pada era modern ini, akuntansi merupakan salah satu cabang ilmu yang banyak diminati oleh

mahasiwa fakultas Ekonomi dan Bisnis. Akuntansi memiliki perkembagan yang sangat pesat,

banyak mahasiswa yang tertarik memasuki perguruan tinggi dengan jurusan Akuntansi. Dapat

dilihat dari setiap tahunnya, peminat jurusan akuntansi terus meningkat. Dalam dunia persaingan,

bidang Ekonomi memiliki jumlah besar dibanding dengan persaingan dalam bidang lainnya.

Terlebih pada Akuntansi yang membuat para Akuntan harus meningkatkan kualitas agar tidak kalah

dengan pesaing lain dalam persaingan dunia kerja. Semakin meningkatnya kebutuhan ekonomi dan

bertambah pula perusahaan-perusahaan di Indonesia serta bertambahnya lembaga baru diindonesia

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

144

tidak sebanding dengan jumlah akuntan publik yang ada di Indonesia, padahal akuntan publik

sangat berpengaruh bagi suatu perusahaan maupun lembaga baru untuk meningkatkan kualitas.

Tidak hanya bersaing dengan pedagang dalam negeri, dengan adanya pedagang asing yang bebas

keluar masuk di Negara manapun membuat para pembisnis harus bekerja secara profesional. Hal

inilah yang membuat pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik

dimana Pemerintah memberikan syarat-syarat tentang perizinan Akuntan asing untuk berkarir di

Indonesia. Peraturan yang dikeluarkan tersebut selain untuk melindungi akuntan dalam negeri dari

kemungkinan banyaknya akuntan asing yang masuk juga untuk meningkatkan profesionalisme

akuntan sehingga mampu bersaing secara global. Tanpa mempersiapkan diri sejak dini maka

globalisasi akan menjadi ancaman yang sangatmerugikan bagi negara Indonesia. Hal ini juga

berlaku pada sektor jasa, termasuk “jasa akuntansi” . Profesi akuntansi harus mempunyai standar

kualitas global.

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) adalah pendidikan lanjutan pada pendidikan tinggi

untuk mendapatkan gelar Profesi Akuntan. Melalui SK Mendiknas No.179/U/2001 tentang

penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi, dan SK Mendiknas No.180/P/2001 tentang

pengangkatan ahli persamaan ijazah akuntan, serta ditandatanganinya Nota Kesepahaman (MoU)

pada tanggal 28 Maret 2002, antara IAI dengan Dirjen Dikti Depdiknas atas pelaksanaan PPAk di

Indonesia dapat terealisir.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 25/PMK.01/2014 tentang Akuntan Beregister Negara pasal 3

ayat 3 menyatakan bahwa untuk mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk), seseorang harus

berpendidikan paling rendah Diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S-1) yang diselenggarakan oleh

perguruan tinggi Indonesia atau luar negeri yang telah disetarakan oleh instansi yang berwenang

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan. Pernyataan ini

ditekankan kembali dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Nomor 153 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pendidikan program profesi akuntan pasal 1

menyatakan bahwa pendidikan program profesi akuntanmerupakan jenis pendidikan tinggi setelah

program sarjana atau setara yang menyiapkan mahasiswa dalam pekerjaan yang memerlukan

persyaratan keahlian khusus di bidang akuntansi. Peraturan ini mengganti ketentuan sebelumnya

yaitu KMK No.331/KMK.017/1999 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Akuntan pada Register

Negara. Peraturan tersebut dibuat agar menjadi legal backup profesi akuntan dan panduan yang

jelas mengenai tata kelola akuntan profesional. Dimana dengan peraturan tersebut dapat membuat

profesi akuntan di Indonesia semakin profesional untuk bersiap menghadapai Masyarakat Ekonomi

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

145

ASEAN 2015.

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) penting bagi mahasiswa jurusan akuntansi, hal ini

dikarenakan PPAk dapat memberikan kontribusi untuk menjadi seorang akuntan yang profesional.

Mengingat pentingnya PPAk bagi mahasiswa akuntansi maka dibutuhkannya motivasi dari dalam

diri mahasiswa terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti PPAk. Dalam mengikuti

PPAk besarnya biaya yang harus dikeluarkam selama menempuh pendidikan juga menjadi hal

penting dalam pertimbangan mahasiswa akuntansi untuk mengikuti PPAk. Lamanya pendidikan

yang harus ditempuh dalam menjalani pendidikan profesi agar mendapat gelar juga menjadi

pertimbangan para mahasiswa akuntansi untuk mengikuti PPAk. Mahasiswa yang telah mengikuti

Pendidikan Profesi Akuntansi berhak mengikuti Ujian Sertifikasi Akuntan Publik, sebagai syarat

untuk mendapatkan izin praktek mendirikan Kantor Akuntan Publik (KAP). Tujuan diadakannya

ujian tersebut untuk meningkatkan keprofesionalan calon akuntan dalam kinerjanya, lulusan

Pendidikan Profesi Akuntansi akan memiliki kualitas kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan

yang hanya menempuh pendidikan Sarjana (S1).

Tujuan pendidikan profesi akuntansi adalah untuk menghasilkan lulusan yang menguasai

keahlian bidang profesi akuntansi dan memberikan kompetensi keprofesian akuntansi. Mereka yang

telah menempuh Pendidikan Profesi Akuntansi nantinya berhak memperoleh sebutan Profesi

Akuntan (AK). Motivasi, minat, biaya pendidikan dan lama pendidikan merupakan hal yang

diperlukan untuk mengetahui seberapa besar potensi mahasiswa untuk mengikuti PPAk.

2. Tinjauan Pustaka dan Perumusan Hipotesis

2.1 Teory of Planned Behavior (TPB)

Ajzendan (1991) menyempurnakan Teory of Reasoned Action (TRA) dan memberikan nama

TPB. TPB menjelaskan mengenai perilaku yang dilakukan individu timbul karena adanya niat dari

individu tersebut untuk berperilaku dan niat individu disebabkan oleh beberapa faktor internal dan

eksternal dari individu tersebut. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah mahkluk

rasional yang akan memperhitungkan implikasi dari tindakan mereka sebelum memutuskan untuk

melakukan suatu perilaku.

2.2 Teory Maslow

Setiap individu memiliki kebutuhan dari yang terkecil hingga terbesar. Tingkatan kebutuhan

manusia dapat dijabarkan dalam piramida kebutuhan Maslow yang menjadi gambaran kebutuhan

setiap individu. Hierarki kebutuhan Maslow tergambar dari sebuah piramida yang berisi tingkatan

kebutuhan (Adhitya et al., 2015).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

146

2.3 Pengaruh Motivasi Karir Terhadap Minat Mahasaiswa Akuntansi untuk Mengikuti

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)

Motivasi Karir merupakan suatu keahlian atau profisional seseorang di bidang ilmunya

yang dinilai berdasarkan pengalaman kerja yang akan memberikan kontribusi kepada organisasi

(Sri Susanti et al., 2015). Pilihan karir merupakan ungkapan diri seseorang, karena pilihan

menunjukkan motivasi seseorang, ilmu, kepribadian dan seluruh kemampuan yang dimiliki.

Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang dibentuk adalah:

H1 : Motivasi karir berpengaruh terhadap minat mahasiswaakuntansi untuk mengikuti Pendidikan

Profesi Akuntansi (PPAk).

2.4 Pengaruh Motivasi Kualitas Terhadap Minat Mahasaiswa Akuntansi untuk Mengikuti

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)

Motivasi kualitas merupakan suatu dorongan yang timbul dalam diri seseora ng untuk

memiliki dan meningkatkan kualitas diri dan kemampuannya dalam bidang yang ditekuninya

sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik dan benar (Ni Putu Sri Indra et al, 2017).

Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang dibentuk adalah:

H2 : Motivasi kualitas berpengaruh terhadap minat mahasiswaakuntansi untuk mengikuti

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).

2.5 Pengaruh Biaya Pendidikan Terhadap Minat Mahasaiswa Akuntansi untuk Mengikuti

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)

Biaya Pendidikan merupakan keseluruhan pengorbanan finansial yang dikeluarkan oleh

mahasiswa untuk keperluan selama menempuh pendidikan dari awal sampai berakhirnya

pendidikan. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang dibentuk adalah:

H3 : Biaya Pendidikan berpengaruh terhadap minat mahasiswaakuntansi untuk mengikuti

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).

2.6 Pengaruh Lama Pendidikan Terhadap Minat Mahasaiswa Akuntansi untuk Mengikuti

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)

Lama pendidikan adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan

kesan-kesan sensoris mereka terhadap masa studi terjadwal yang harus ditempuh oleh mahasiswa

tersebut sesuai dengan rentang waktu yang telah dipersyarakan. Sebagian besar lulusan sarjana

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

147

ekonomi banyak yang memilih untuk segera bekerja setelah mereka lulus karena adanya desakan

ekonomi atau karir. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang dibentuk adalah:

H4 : Lama Pendidikan berpengaruh terhadap minat mahasiswaakuntansi untuk mengikuti

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).

3. Metode penelitian

3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh MahasiswaAkuntansi Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta angkatan 2015. Total populasi dalam

penelitiann ini sebanyak 338 mahasiswa.

3.2 Sampel

Sampel ditentukan dengan metode nonprobality sampling dengan teknik convecience

sampling. Teknik convecience sampling merupakan pengambilan sampel yang dipilih

berdasarkan kemudahan data yang didapatkan (Hariyani, 2014). Menurut Hair et al., (1995)

dalam Ferdinand Augusty (2006) menyatakan bahwa jumlah sampel adalah jumlah indikator

kuisioner dikali lima sampai dengan sepuluh. Dalam penelitian ini jumlah indikator kuisioner

sebanyak 15 buah indikator, jadi minimal sampel sebanyak 75-150 responden.Data penelitian

dikumpulkan melalui penyebaran kuisioner kepada 87 mahasiswa program studi akuntansi

Universitas Muhammadiyah Surakarta semester 7 angkatan 2015.

3.3 Data penelitian

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh

dengan menyebarkan kuisioner. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dalam mencapai tujuan penelitian. Data dapat diperoleh dengan menyebarkan

kuisioner kepada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Program Studi Akuntansi angkatan 2015.

3.4 Variabel Pengukuran

3.4.1 Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi

Minat merupakan suatu kecenderungan yang menyebabkan seseorang berusaha untuk

mencari ataupun mencoba aktivitas dalam bidang tertentu. Minat berkaitan dengan perasaan

suka atau senang dari seseorang terhadap suatu objek. Persepsi responden terhadap indikator

tersebut diukur dengan 5 point skala likert, point 5 untuk jawaban tertinggi dan point 1 untuk

jawaban terendah :

a. Skor 5 untuk jawaban Sangat Setuju (SS)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

148

b. Skor 4 untuk jawaban Setuju (S)

c. Skor 3 untuk jawaban Netral (N)

d. Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS)

e. Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS)

3.4.2 Motivasi Karir

Karir merupakan suatu keahlian atau profisional seseorang di bidang ilmunya yang dinilai

berdasarkan pengalaman kerja yang akan memberikan kontribusi kepada organisasi. Persepsi

responden terhadap indikator tersebut diukur dengan 5 point skala likert, point 5 untuk jawaban

tertinggi dan point 1 untuk jawaban terendah :

a. Skor 5 untuk jawaban Sangat Setuju (SS)

b. Skor 4 untuk jawaban Setuju (S)

c. Skor 3 untuk jawaban Netral (N)

d. Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS)

e. Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS)

3.4.3 Motivasi Kualitas

Motivasi kualitas diartikan sebagai dorongan yang timbul dari diri seseorang untuk

meningkatkan kualitas diri dan kemampuannya dalam bidang yang ditekuni sehingga dapat

melaksanakan tugas dengan baik dan benar. Persepsi responden terhadap indikator tersebut

diukur dengan 5 point skala likert, point 5 untuk jawaban tertinggi dan point 1 untuk jawaban

terendah :

a. Skor 5 untuk jawaban Sangat Setuju (SS)

b. Skor 4 untuk jawaban Setuju (S)

c. Skor 3 untuk jawaban Netral (N)

d. Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS)

e. Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS)

3.4.4 Biaya Pendidikan

Biaya pendidikan merupakan keseluruhan pengorbanan finansial yang dikeluarkan oleh

mahasiswa untuk keperluan selama menempuh pendidikan dari awal sampai berakhirnya

pendidikan. Persepsi responden terhadap indikator tersebut diukur dengan 5 point skala likert,

point 5 untuk jawaban tertinggi dan point 1 untuk jawaban terendah :

a. Skor 5 untuk jawaban Sangat Setuju (SS)

b. Skor 4 untuk jawaban Setuju (S)

c. Skor 3 untuk jawaban Netral (N)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

149

d. Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS)

e. Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS)

3.4.5 Lama Pendidikan

Persepsi lama pendidikan adalah sebuah proses saat individu mengatur dan

menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka terhadap masa studi terjadwal yang harus

ditempuh oleh mahasiswa tersebut sesuai dengan rentang waktu yang telah dipersyarakan.

Persepsi responden terhadap indikator tersebut diukur dengan 5 point skala likert, point 5 untuk

jawaban tertinggi dan point 1 untuk jawaban terendah:

a. Skor 5 untuk jawaban Sangat Setuju (SS)

b. Skor 4 untuk jawaban Setuju (S)

c. Skor 3 untuk jawaban Netral (N)

d. Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS)

e. Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS)

3.5 Metode Analisis data

Pengujian hipotesis dilakukan setelah model regresi berganda bebas dari pelanggaran

asumsi klasik, agar hasil pengujian dapat di interpretasikan dengan tepat. Adapun bentuk

persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

MMP = a + β1MKa + β2MKu + β3BP+β4LP+ eKeterangan :

MMP= Minat Mengikuti PPAk

α = Konstanta

β = Koefisien Regresi

Mka = Motivasi Karir

MKu= Motivasi Kualitas

BP = Biaya Pendidikan

LP = Lama Pendidikan

ε = Error

4. Hasil dan Pembahasan

Populasi mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas

Muhammadiyah Surakarta angkatan 2015 sebanyak 338 mahasiswa. Data populasi di dapat dari

bagian tata usaha program studi akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Muhammadiyah Surakarta yang bersedia menjadi objek penelitian. Pada penelitian ini teknik

pengambilan sampel menggunakan teknik convecience sampling. Menurut Hair et al., (1995)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

150

dalam Ferdinand Augusty (2006) menyatakan bahwa jumlah sampel adalah jumlah indikator

kuisioner dikali lima sampai dengan sepuluh. Dalam penelitian ini jumlah indikator kuisioner

sebanyak 15 buah indikator, jadi minimal sampel sebanyak 75-150 responden. Peneliti akan

mengambil sampel sebanyak 87 responden, karena sampel sejumlah 87 ini sudah mencukupi

sesuai dengan kriteria penentuan ukuran sampel.

Tabel IV.1

Tingkat Pengembalian Kuisioner

Keterangan Jumlah KuisionerProsentase

Kuisioner yang disebar 87 100%

Kuisioner yang tidak dapat diolah 01 1,15%

Lengkap dan dapat digunakan untuk dianalisis 86 98,85%

Sumber : Data Primer diolah, 2019

Tabel IV.1 menunjukkan bahwa dari penyebaran kuisioner yang dilakukan yaitu kepada

mahasiswa Program Studi AkuntansiUniversitas Muhammadiyah Surakartaangkatan 2015

sebanyak 87 kuisioner sedangkan kuisioner yang tidak dapat diolah sebanyak 1 kuisioner dan

kuisioner yang dapat digunakan untuk dianalisis sebanyak 86 kuisioner.

Tabel IV.2

Umur Responden

Umur (th) Jumlah Prosentase

20tahun 06 6,98%

21tahun 40 46,51%

22 tahun 35 40,70%

23 tahun 04 4,65%

25 tahun 01 1,16%

Total 86 100%

Sumber : Data Primer diolah, 2019

Berdasarkan tabel IV.2 karakteristik umur responden yang mendominasi adalah umur 21

tahun sebanyak 40 responden dengan tingkat prosentase sebesar 46,51%, umur 20 tahun sebanyak

6 responden dengan tingkat prosentase sebesar 6,98%, umur 22 tahun sebanyak 35 responden

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

151

dengan tingkat prosentase sebesar 40,70%,umur 23 tahun sebanyak 4 responden dengan

prosentase sebesar 4,65%, dan umur 25 tahun sebanyak 1 responden dengan prosentase sebesar

1,16%.

Tabel IV.3

Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Jumlah Prosentase

Wanita

Pria

59

27

68,60%

31,40%

Total 86 100%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2019

Berdasarkan IV.3 diketahui karakteristik tentang jenis kelamin responden yang mendominasi

adalah jenis kelamin wanita sebanyak 59 responden dengan tingkat prosentase sebesar 68,60%

dan jenis kelamin pria sebanyak 27 responden dengan tingkat prosentase sebesar 31,40%.

Tabel IV.4

Hasil Uji Validitas Kuisioner Motivasi Karir

MkaValiditas

Keteranganr hitung r tabel

Mka1 0,697 0,212 Valid

Mka2 0,615 0,212 Valid

Mka3 0,748 0,212 Valid

Mka4 0,712 0,212 Valid

Mka5 0,675 0,212 Valid

Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019

Berdasarkan tabel IV.4 diketahui r hitung terendah 0,615 dan r hitung tertinggi 0,748 dan r

tabel pada tingkat kesalahan 5% dan jumlah responden 86 mahasiswa diketahui nilai r tabel

sebesar 0,212. Hal ini menunjukkan r hitung (0,615-0,748) > r tabel (0,212), sehingga kelima item

tersebut dinyatakan valid.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

152

Tabel IV.5

Hasil Uji Validitas Kuisioner Motivasi Kualitas

MkuValiditas

Keteranganr hitung r tabel

Mku1 0,570 0,212 Valid

Mku2 0,476 0,212 Valid

Mku3 0,547 0,212 Valid

Mku4 0,612 0,212 Valid

Mku5 0,451 0,212 Valid

Mku6 0,610 0,212 Valid

Mku7 0,584 0,212 Valid

Mku8 0,614 0,212 Valid

Mku9 0,427 0,212 Valid

Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019

Berdasarkan tabel IV.5 diketahui r hitung terendah 0,427 dan r hitung yang tertinggi 0,614

dan r tabel pada tingkat kesalahan 5% dan jumlah responden 86 mahasiswa diketahui nilai r tabel

sebesar 0,212. Hal ini menunjukkan r hitung (0,427-0,614) > r tabel (0,212), sehingga kelima item

tersebut dinyatakan valid.

Tabel IV.6

Hasil Uji Validitas Kuisioner Biaya Pendidikan

BpValiditas

Keteranganr hitung r tabel

Bp1 0,779 0,212 Valid

Bp2 0,755 0,212 Valid

Bp3 0,668 0,212 Valid

Bp4 0,620 0,212 Valid

Bp5 0,562 0,212 Valid

Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019

Berdasarkan tabel IV.6 diketahui r hitung terendah 0,562 dan r hitung yang tertinggi 0,779

dan r tabel pada tingkat kesalahan 5% dan jumlah responden 86 mahasiswa diketahui nilai r tabel

sebesar 0,212. Hal ini menunjukkan r hitung (0,562-0,779) > r tabel (0,212), sehingga kelima item

tersebut dinyatakan valid.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

153

Tabel IV.7

Hasil Uji Validitas Kuisioner Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan

Profesi Akuntansi (PPAk)

MinatValiditas Keterangan

r hitung r tabel

Minat1 0,598 0,212 Valid

Minat2 0,699 0,212 Valid

Minat3 0,825 0,212 Valid

Minat4 0,789 0,212 Valid

Minat5 0,760 0,212 Valid

Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019

Berdasarkan tabel IV.7 diketahui r hitung terendah 0,598 dan r hitung yang tertinggi 0,825

dan r tabel pada tingkat kesalahan 5% dan jumlah responden 86 mahasiswa diketahui nilai r tabel

sebesar 0,212. Hal ini menunjukkan r hitung (0,598-0,825) > r tabel (0,212), sehingga kelima item

tersebut dinyatakan valid.

Tabel IV.8

Hasil Uji Reliabilitas

VariabelJumlah

Instrumen

Cronbach’sAlpha

Keterangan

Motivasi Karir

Motivasi Kualitas

Biaya Pendidikan

Minat PPAk

5

9

5

5

0,724

0,701

0,702

0,792

Reliabel

Reliabel

Reliabel

Reliabel

Hasil uji reliabilitas tabel IV.8 menunjukan instrumen penelitian yaitu kuesionermotivasi

karir, motivasi kualitas, biaya pendidikan, lama pendidikan dan minat PPAk dinyatakan reliabel,

terbukti dengan masing-masing nilai x cronbach alpha >0,6. Hasil uji reliabilitas di atas

menunjukan insrumen tersebut memiliki kehandalan untuk memperoleh data penelitian.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

154

Tabel IV.9

Statistik Deskriptif

Keterangan N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Motivasi Karir 86 12 25 19,80 2,828

Motivasi Kualitas 86 19 45 35,15 3,873

Biaya Pendidikan 86 5 23 14,14 3,424

Lama Pendidikan 86 1 5 3,40 0,911

Minat 86 8 25 19,16 2,966

Valid N (listwise) 86

Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019

Variabel motivasi karir mempunyai nilai minimum sebesar 12, nilai maksimum sebesar 25,

nilai mean sebesar 19,80 dan deviasi standar sebesar 2,828. Variabel motivasi kualitas mempunyai

nilai minimum sebesar 19, nilai maksimum sebesar 45, nilai mean sebesar 35,15dan deviasi standar

sebesar 3,873. Variabel biaya pendidikan mempunyai nilai minimum sebesar 5, nilai maksimum

sebesar 23, nilai mean sebesar 14,14 dan deviasi standar sebesar 3,424. Variabel lama pendidikan

mempunyai nilai minimum sebesar 1, nilai maksimum sebesar 5, nilai mean sebesar 3,40dan deviasi

standar sebesar 0,911. Variabel minat mahasiswa akuntansi mengikuti PPAk mempunyai nilai

minimum sebesar 8, nilai maksimum sebesar 25, nilai mean sebesar 19,16 dan deviasi standar

sebesar 2.966.

Tabel IV.10Hasil Analisis Regresi Berganda

VariabelUnstandardized

Coefficients t hit Sig KeteranganB

(Constant) 3,902 1,438 0,154Motivasi Karir 0,073 0,615 0,540 TidakSignifikan

Motivasi Kualitas 0,271 2,933 0,004 SignifikanBiaya Pendidikan 0,103 1,260 0,211 Tidak SignifikanLama Pendidikan 0,837 2,601 0,011 SignifikanR² = 0,321 F hit = 9,561Adjusted R² = 0,287 F tab = 2,48t table = 0,67753

Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019

Dari tabel IV.10, hasil persamaan regresi linier berganda dapat ditentukan sebagai berikut :

Minat = 3,902+ 0,073Mka + 0,271Mku + 0,103Bp + 0,837Lp + ε

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

155

Berdasarkan hasill analisis regresi berganda di atas, dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :

a. Nilai konstanta yang terbentuk adalah 3,902. Hal ini menunjukkan bahwa variabel motivasi

karir, motivasi kualitas, biaya pendidikan dan lama pendidikan dianggap konstan maka

variabel minat akan meningkat sebesar 3,902.

b. Dari tahapan pengujian diketahui bahwa variabel motivasi karir memiliki arah dan slop

koefisien regresi sebesar 0,073 yang berarti jika diasumsikan motivasi karir meningkat 1%

dan variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel minat meningkat sebesar 0,073.

c. Dari tahapan pengujian diketahui bahwa variabel motivasi kualitas memiliki arah dan slop

koefisien regresi sebesar 0,271 yang berarti jika diasumsikan motivasi ekonomi meningkat

1% dan variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel minat meningkat sebesar 0,271.

d. Dari tahapan pengujian diketahui bahwa variabel biaya pendidikan memiliki arah dan slop

koefisien regresi sebesar 0,103 yang berarti jika diasumsikan biaya pendidikan meningkat 1%

dan variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel minat meningkat sebesar 0,103.

e. Dari tahapan pengujian diketahui bahwa variabel lama pendidikan memiliki arah dan slop

koefisien regresi sebesar 0,837 yang berarti jika diasumsikan lama pendidikan meningkat 1%

dan variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel minat meningkat sebesar 0,837.

Tabel IV.11

Hasil Uji Normalitas

Indikator uji

normalitasValue Value asymp.sig Keterangan

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

0,429

0,985 >0,05

Data berdistribusi

normal

Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019

Hasil uji normalitas seperti tersaji pada tabel IV.11 menunjukkan bahwa data penelitian telah

terdistribusi normal yang dibuktikan dengan asymp.sig. sebesar 0,985 yang lebih besar dari tingkat

signifikansi penelitian 0,05. Dapat disimpulkan bahwa penelitian telah terdistribusi normal, maka

data dapat digunakan dalam pengujian dengan model regresi berganda.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

156

Tabel IV.12

Hasil Uji Multikolinieritas

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

(Constant)

Mka ,663 1,507

Mku ,575 1,738

Bp ,947 1,055

Lp ,858 1,165

Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019

Tabel IV.12 menunjukkan bahwa nilai tolerance untuk semua variabel dalam tiap-tiap model

regresi lebih dari 0,1 dan nilai value inflating factor untuk semua variabel dalam tiap-tiap model

regresi lebih besar dari 1 dan lebih kecil dari 10. Hasil pengujian ini mengindikasikan bahwa dalam

model-model regresi yang digunakan dalam penelitian in tidak terjadi gejala multikolinieritas.

Tabel IV.13

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel Sig Keterangan

Motivasi Karir 0,142 Tidak terjadi heterokedastisitas

Motivasi Kualitas 0,526 Tidak terjadi heterokedastisitas

Biaya Pendidikan 0,526 Tidak terjadi heterokedastisitas

Lama Pendidikan 0,301 Tidak terjadi heterokedastisitas

Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019

Berdasarkan tabel IV.13 menunjukkan bahwa probabilitas (sig) dalam tiap model regresi

yang digunakan dalam penelitian ini lebih besar dari 0,05 atau 5% sehingga dapat dinyatakan

bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dalam semua model regresi penelitian ini.

Tabel IV.15

Hasil Uji Determinasi Koefisien

Model R R SquareAdjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 0,566a 0,321 0,287 2,504

Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

157

Dari tabel IV.15 diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,287. Angka ini menjelaskan

bahwa 28,7% minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)

dipengaruhi oleh Motivasi Karir, Motivasi Kualitas, Biaya Pendidikan dan Lama Pendidikan.

Sementara sekitar 71,3% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model penelitian ini.

Tabel IV.15

Hasil Uji Simultan

ModelSum of

SquaresDf

Mean

SquareF Sig.

1

Regression 239,802 4 59,951 9.561 ,000b

Residual 507,919 81 6,271

Total 747,721 85

Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019

Berdasarkan pada tabel IV.15 hasil menunjukkan pengujian uji f yang memiliki nilai sig <

0,05 yaitu 0,000 < 0,05 yang artinya model regresi yang digunakan fit of goodness.

Tabel IV.16

Hasil Uji Hipotesis

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

CoefficientsT Sig.

BStd.

ErrorBeta

(Constant)

Motivasi Karir

Motivasi Kualitas

Biaya Pendidikan

Lama Pendidikan

3,902

0,073

0,271

0,103

0,837

2,713

0,118

0,092

0,082

0,322

0,069

0,354

0,118

0,257

1,438

0,615

2,933

1,260

2,601

0,154

0,540

0,004

0,211

0,011

Sumber : Data Primer diolah dengan SPSS, 2019

Berdasarkan pada tabel IV.16 Uji hipotesis (uji t) dimaksudkan untuk menguji pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dalam penelitian sebagaimana

dinyatakan dalam hipotesis penelitian ini.

H1: Motivasi karir berpengaruh terhadap minat mahasiswaakuntansi untuk mengikuti Pendidikan

Profesi Akuntansi (PPAk).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

158

Berdasarkan pada hasil uji regresi berganda, menunjukkan bahwa variabel motivasi karir

mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,073. Pada tabel IV.16 diatas diketahui bahwa nilai

thitung (0,615) < ttabel (0,67753) dengan nilai sig. sebesar 0,540>0,05. Hal ini berarti H1 ditolak yang

artinya motivasi karir tidak berpengaruh pada minat mengikuti pendidikan profesi akuntansi.

H2 : Motivasi kualitas berpengaruh terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).

Berdasarkan pada hasil uji regresi berganda, menunjukkan bahwa variabel motivasi ekonomi

mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,271. Pada tabel IV.16 diatas diketahui bahwa nilai

thitung (2,933) > ttabel (0,67753) dengan nilai sig. sebesar 0,004<0,05. Hal ini berarti H2 diterima yang

artinya motivasi kualitasberpengaruh pada minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti Pendidikan

Profesi Akuntansi (PPAk).

H3:Biaya pendidikan berpengaruh terhadap minat mahasiswa akuntansiuntuk mengikuti Pendidikan

Profesi Akuntansi (PPAk).

Berdasarkan pada hasil uji regresi berganda, menunjukkan bahwa variabel biaya pendidikan

mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,103. Pada tabel IV.16 diatas diketahui bahwa nilai

thitung (1,260) > ttabel (0,67753) dengan nilai sig. sebesar 0,211>0,05. Hal ini berarti H3 ditolak yang

artinya motivasi kualitas tidak berpengaruh pada minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).

H4:Lama pendidikan berpengaruh terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti

Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).

Berdasarkan pada hasil uji regresi berganda, menunjukkan bahwa variabel lama pendidikan

mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,837. Pada tabel IV.16 diatas diketahui bahwa nilai

thitung (2,601> ttabel (0,67753) dengan nilai sig. sebesar 0,011<0,05. Hal ini berarti H4 diterima yang

artinya lama pendidikan berpengaruh pada minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti Pendidikan

Profesi Akuntansi (PPAk).

5. Penutup

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel motivasi kualitas dan lama pendidikan

berpengaruh terhadap minat mahasiswa akuntansi untuk mengikuti pendidikan profesi akuntasi

sedangkan variabel motivasi ekonomi dan biaya pendidikan tidak berpengaruh terhadap minat

mahasiswa akuntansi untuk mengikuti pendidikan profesi akuntansi.

Penelitian ini tak lepas dai keterbatasan, diantara peneliti hanya menggunakan faktor internal

saja, peneliti juga menggunakan kuisioner dalam pengumpulan data dan sampel dalam peneliti

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

159

hanya satu Universitas. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya menggunakan faktor eksternal

dalam melakukan penelitian, bagi peneliti selanjutnya dalam pengumpulan data tidak menggunakan

kuisioner tetapi dengan wawancara maupun survey, dan bagi peneliti selanjutnya memperluas

populasi yang digunakan agar hasil dapat digenerelisasikan lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Adhitya R, K, Zulaikha. 2015. Pengaruh Motivasi Karier, Motivasi Ekonomi, Dan Motivasi GelarTerhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi. E-JurnalDiponegoro Journal Of Accounting. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015. ISSN (Online):2337-3806. Halaman 1. Semarang.

Ajzedan. 1991. The of Planned Behavior Organizational Behavior and Human Dicision ProcessesArticle. Vol. 50, h-179-211.

Ferdinand, A. 2016. Metode Penelitian Manajemen : Pedoman Penelitian Skripsi, Tesis.Semarang: Universitas Diponegoro.

Hariyani, Reni. 2014. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Mahasiswa Akuntansi UntukMengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk). E-Jurnal Akuntansi dan KeuanganUniversitas Budi Luhur. Vol.3 No.1 April 2014. ISSN:22527141.

Susanti et al. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi MinatMahasiswa Akuntansi UntukMengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)Pada Perguruan Tinggi di Pekanbaru.JOM Fekon Vol.2. No.1. Februari 2015.

Wahyuni et al. 2017. PengaruhMotivasi Kualitas, Motivasi Pengetahuan Perpajakan, MotivasiKarir danMotivasi Sosisal Terhadap Minat Mahasiswa Mengikuti Program Brevet Pajak(Studi Kasus Pada Mahasiswa Jurusan Akuntansi Program S1 UniversitasPendidikanGanesha). E-Journal Vol:7 No:1 Tahun 2017.

BIOGRAFI PENULIS

Penulis Pertama adalah Mahasiswa pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Penulis pada saat ini sedang

menempuh semester akhir dari masa studinya dan sudah menyelesaikan skripsi. Untuk lebih lanjut,

dapat dihubungi melalui [email protected]

Penulis Kedua adalah Dosen pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Pendidikan S1 adalah Sarjana

Ekonomi di bidanf Akuntansi dan S2 adalah Magister Ilmu Hukum di bidang Hukum Bisnis. Fokus

pengajaran dan penelitian penulis adalah pada Akuntansi Keuangan dan Auditing. Untuk lebih

lanjut, beliau dapat dihubungi melalui [email protected]

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

160

PENGARUH HARGA, KUALITAS INFORMASI, DAN KEAMANAN TERHADAPKEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK

MELALUI E-COMMERCE(studi empiris pada Konsumen E-commerce di Kota Surakarta)

Dian Tri Sulistyawati1) dan Nursiam2)

1)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah SurakartaEmail : [email protected] dan

[email protected]

ABSTRACTThis problem is motivated by the problem of the desire to transact online through e-commerce,

which usually often occurs other frauds. This study aims to analyze and test the effect of price,information quality and security on product purchase decisions through e-commerce in SurakartaCity. This study uses a type of quantitative research. The sample used in this study were 130respondents. The sample collection technique uses accidental sampling and data collection usingan online questionnaire. Data analysis using multiple linear regression analysis accompanied by Ftest (simultaneous) and t test (partial). The calculation process uses SPSS 21.0. The results of thestudy show that in the F test the regression found that all independent variables include price,information quality, and security simultaneously influence the product purchase decisions throughe-commerce. Whereas for the partial T test the influential variables are price, and security forproduct purchasing decisions through e-commerce, while for information quality variables partiallydoes not affect the product purchase decisions through e-commerce. The most influential factor forproduct purchasing decisions through e-commerce is security.

Keywords : price, information quality, security, product purchase decisions

1. PENDAHULUAN

Pada era globalisasi seperti saat ini, teknologi komunikasi dan dunia bisnis semakin

berkembang sangat pesat. Dengan teknologi dan bisnis yang semakin berkembang, kebutuhan

manusiapun semakin bertambah. Salah satu bukti bahwa teknonologi berkembang sangat pesat

adalah dengan terciptanya internet. Hampir semua manusia, baik orang tua, dewasa, remaja, serta

anak-anak bisa menggunakan teknologi saat ini. Setiap tahunnya internet semakin canggih dan

berkembang, sehingga memudahkan manusia dalam usaha untuk membuka bisnis.

Menurut Jamalul Izza yang merupakan Ketua Umum APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa

Internet Indonesia) pada tanggal 4 Februari 2019, pengguna internet di Indonesia sebesar 143 juta

pengguna. Ini berati, pada tahun 2018 pengguna internet di Indonesia meningkat dibandingkan pada

tahun 2017, yang hanya berjumlah sebesar 133 juta pengguna (Reska K. Nistanto, 2019, para. 6).

Berdasarkan data sensus penduduk yang digelar Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 jumlah

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

161

penduduk di Indonesia pada tahun 2018 mencapai sekitar 264 juta orang (Dery Ridwansah, 2017,

para. 1). Dapat disimpulkan bahwa internet sudah menyebar keseluruh wilayah Indonesia dan sudah

terbukti dari data-data tersebut lebih dari setengah jumlah penduduk di Indonesia sudah mengenal

dan menggunakan internet.

Dengan banyak orang sudah mengenal dan menggunakan internet, dan internet yang

berkembang sangat pesat seperti sekarang ini, orang-orang memanfaatkan hal tersebut untuk

membuka dan menjalankan usaha bisnis secara online. Terciptalah media untuk berbisnis melalui

online yaitu e-commerce. E-commerce merupakan sebuah media online yang digunakan untuk

aktifitas yang berkaitan dengan penjualan, pembelian, dan pemasaran barang atau jasa. E-commerce

sangat penting sebagai sarana untuk berbisnis sekarang ini, karena dengan e-commerce penjualan,

pembelian, dan pemasaran barang atau jasa bisa dilakukan kapan dan dimana saja. Seperti

Tokopedia, Lazada, Shopee, BukaLapak, dan lain-lain.

E-commerce berbeda dengan pasar tradisional. E-commerce sangat memudahkan para

konsumen untuk belanja karena dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Namun, tak sedikit

juga konsumen yang mengalami masalah dalam pembelian produk melalui e-commerce. Masalah

yang dihadapi konsumen adalah mengenai produk yang dibeli tidak sesuai dengan produk yang

dijualnya sehingga konsumen merasa kecewa. Konsumen ketika ingin membeli produknya melihat

harga produknya terlebih dahulu, karena melalui e-commerce tersedia berbagai harga yang berbeda-

beda. Biasanya konsumen, memilih harga yang murah namun dengan kualitas yang yang baik,

maka dari itu untuk penjual harus memperhatikan kualitas informasi bukan hanya harganya saja.

Jika penjual hanya memperhatikan harganya namun tidak dengan kualitas informasinya maka akan

mempengaruhi reputasi produk dan toko pada e-commerce. Dengan reputasi yang jelek maka

konsumen akan mempertimbangkan untuk membeli produk di toko tersebut.

Konsumen memilih membeli produk melalui e-commerce karena media yang keamanannya

terjamin dan dijaga. Tak sedikit konsumen yang ragu untuk melakukan belanja online karena

masalah keamanannya. Pembelian jika tidak melalui e-commerce harus sangat berhati-hati karena

konsumen sudah mentransfer uang yang harus dibayarnya namun penjual tidak mengirimkan

barangnya. Dengan adanya media e-commerce ini konsumen sedikit tidak takut untuk belanja

online karena e-commerce terdapat pihak ketiga yang memperhatikan kegiatan jual beli. Sekarang

ini e-commerce banyak sekali peminatnya karena sangat membantu sekali bagi konsumen. Di

Surakarta tersedia tempat yang berisi toko-toko untuk para penjual online shop seperti Beteng Trade

Center, dan Pasar Grosir Solo. Ini sangat memudahkan bagi para penjual online untuk menyetok

produknya tinggal beli di BTC dan PGS karena harganya terjangkau untuk dijual kembali.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

162

Proses pembayaran transaksi melalui e-commerce tidak dilakukan secara konvensional,

melainkan menggunakan sistem transfer antar bank dan kartu kredit. Namun, ada bebrerapa yang

menggunakan system pembayaran transaksi secara Cash On Delivery dimana pembayarannya

dilakukan saat barang yang dibeli diterima oleh konsumen. Selain, kemudahan pembayaran

transaksi juga memudahkan dalam memperbandingkan harga barang, kelengkapan informasi

produk, dan keamanan. Harga barang yang ditawarkan pada e-commerce sangat beragam dari harga

yang murah hingga harga yang mahal. Dalam penjualan harga saling bersaing antar penjual, karena

produk yang dijual sama namun harganya berbeda. Setiap penjual pada e-commerce akan

mendiskripsikan produk yang dijual selengkap dan semenarik mungkin agar konsumem tertarik

terhadap produknya.

Penelitian ini, berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang hasilnya berbeda

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian produk melalui e-commerce.

Maka, penulis melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH HARGA, KUALITAS

INFORMASI, DAN KEAMANAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK

MELALUI E-COMMERCE (studi empiris pada Konsumen E-commerce di Kota Surakarta)”.

2. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Techology Acceptance Model (Teori TAM)

Techology Acceptance Model (TAM) adalah salah satu teori tentang penggunaan system

teknologi informasi yang dianggap sangat berpengaruh dan umumnya digunakan untuk

menjelaskan penerimaan individual terhadap penggunaan system teknologi informasi (Jogiyanto,

2007 :111).

2.2 Theory of Planned Behavior (TPB)

Teori ini disebut dengan control perilaku persepsian. Teori perilaku rencanaan (TPB)

bertujuan untuk mengontrol perilaku individual yang dibatasi oleh kekurangan dan keterbatasan

dari sumber daya yang digunakan untuk melakukan perilakunya (Chau and Hu, 2002 dalam

Jogiyanto, 2007).

2.3 Teori Minat Menggunakan E-commerce

Minat atau intensi (intention) menurut Jogiyanto (2007:25) adalah keinginan untuk

melakukan perilaku. Theory of Reasoned Action (TRA) merupakan perilaku dilakukan karena

individual mempunyai keinginan atau minat untuk melakukannya.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

163

2.4 Pengaruh Harga Terhadap Keputusan Pembelian Melalui E-commerce

Harga adalah satuan dari sejumlah uang yang ditukarkan untuk memperoleh manfaat dari suatu

produk atau jasa (Fransiska Vania Sudjatmika, 2017). Untuk itu peranan harga sangat

mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu perusahaan atau penjual dalam menjual produknya,

sehingga penjual dalam e-commerce dalam menarik konsumennya dengan melakukan berbagai

cara, seperti menawarkan harga yang rendah dengan kualitas yang bagus atau memberikan diskon

pada produk yang dijualnya. Oleh sebab itu hipotesis pertama dirumuskan:

: Harga memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian produk melalui e-commerce.

2.5 Pengaruh Kualitas Informasi Terhadap Keputusan Pembelian Melalui E-commerce

Kualitas informasi adalah kualitas web yang terdiri dari isi website, kesesuaian dan bentuk

informasi, jumlah, akurasi dan relevansi tentang produk atau jasa pada web yang ditunjukkan

pada pengguna (Jihan Ulya Alhasanah, 2014). Dalam e-commerce kualitas informasi sangatlah

dibutuhkan karena informasi harus dituliskan atau dijelaskan sesuai dengan barang atau jasa yang

ingin dijualnya karena konsumen dalam melakukan pembelian produk melalui e-commerce

biasanya melihat informasi yang dituliskan mengenai produknya tersebut.

: Kualitas informasi tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk melalui

e-commerce.

2.6 Pengaruh Keamanan terhadap Keputusan Pembelian Produk Melalui E-commerce

Keamanan adalah kemampuan e-commerce dalam melakukan pengontrolan dan penjagaan

keamanan atas transaksi data (Fransiska Vania Sudjatmika, 2017). Setiap e-commerce pasti

memiliki sistem keamanan yang baik, karena setiap pembayarannya menggunakan rekening. Oleh

sebab itu keamanan rekening pembeli harus dilindungi secara baik dan benar, keamanan salah

satu sebagai penunjang dari keberhasilan penjualan dalam e-commerce.

: Keamanan berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk melalui e-commerce.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

164

2.7 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan telaah teori yang telah dilakukan, maka kerangka pemikiran

dapat di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 1

Kerangka Pemikiran Penelitian

3. METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen e-commerce di Surakarta, yang pernah

melakukan keputusan pembelian produk melalui e-commerce minimal satu kali. Sampel yang

diambil dari rumus Hair et al., (1995) dalam Ferdinand Augusty (2006) menyatakan bahwa jumlah

sampel adalah jumlah indikator kuesioner dikali lima sampai sepuluh. Dalam penelitian ini

terdapat 20 buah indikator kuesioner. Maka, jumlah minimal anggota sampel adalah 100-200

responden. Peneliti akan mengambil sampel sebanyak 130 responden, karena jumlah populasi

dalam sampel ini tidak dapat diketahui dengan pasti dan dianggap sudah mampu mewakili

populasi dan teknik pengambilan sampelnya menggunakan sampel aksidental.

3.2 Data dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer. Data diperoleh dari kuisioner online.

Penyebaran kuesioner dilakukan dengan mengirimkan link kuisioner ke setiap konsumen yang

bersedia untuk memberikan jawabannya. Setelah link kuisioner disebar dan dikirim kembali, maka

jawaban akan terkirim pada google drive email peneliti dengan cara memberikan beberapa

pertanyaan mengenai harga, kualitas informasi, keamanan yang mempengaruhi keputusan

pembelian produk melalui e-commerce.

Harga(X1)

KualitasInformasi

(X2)

Keamanan

(X3)

KeputusanPembelian Produk

Melalui E-commerce(Y)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

165

3.3 Definisi Operasional Dan PengukuranVariabel

3.3.1 Keputusan Pembelian Produk Melalui E-Commerce

Keputusan pembelian merupakan konsumen memilih-milih produk, membandingkan dan

kemudian konsumen membelinya produk yang telah dipilih dan diinginkannya pada media e-

commerce. Terdapat indikator keputusan pembelian (Yugi Setyarko, 2016), yaitu menghemat

waktu dan biaya, harga murah, dan kepuasan konsumen.

3.3.2 Harga

Harga merupakan jumlah uang yang perlu dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan

produk atau jasa yang dibutuhkannya. Terdapat indikator keputusan pembelian (Fransiska Vania

Sudjatmika, 2017), yaitu kelayakan harga, kesesuian harga dengan kualitas produk, adanya diskon

/ potongan harga, persaingan harga, fitur flashsale, dan harga mempengaruhi pembeli ulang.

3.3.3 Kualitas Informasi

Kualitas informasi merupakan keterangan atau detail yang digunakan untuk mendeskripsikan

suatu produk yang terdapat dalam e-commerce. Terdapat indikator keputusan pembelian (Jihan

Ulya Alhasanah, 2014), yaitu kesadaran atau awareness , bukti fisik atau tangibles, kehandalan

atau reliability, ketangganpan atau responsiveness, dan terkini atau up to date.

3.3.4 Keamanan

Keamanan merupakan kemampuan e-commerce dalam melakukan pengontrolan dan penjagaan

keamanan atas transaksi data dalam proses jual beli secara online. Terdapat indikator keputusan

pembelian (Fransiska Vania Sudjatmika, 2017), yaitu Integritas atau integrity, Pencegahan

penyangkalan atau Nonrepudiation, Keasliaan atau Authentication, Kerahasiaan atau

Confidentially, Privasi atau Privacy, dan Ketersediaan atau Availability.

3.3.5 Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala likert. Menurut

Sugiyono (2010, p. 93), skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena untuk menjamin sosial. Berikut merupakan

skala penilaian yang dipakai dalam penelitian ini :

1. Sangat Setuju 5

2. Setuju 4

3. Netral 3

4. Tidak Setuju 2

5. Sangat Tidak Setuju 1

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

166

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian kuantitatif ini menggunakan statistik, dan dalam

perhitungan analisis data menggunakan alat bantu SPSS (Statistical Package for the Social

Sciences) 21.0 for Windows. Pengujian-pengujian / analisis yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah analisis deskriptif profil responden, uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik (uji

normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas), analisis regresi berganda, uji F, uji t dan

analisis koefisien determinasi berganda. Adapun bentuk persamaan regresi linier berganda sebagai

berikut:

y = a + β1 + β2 + β3 + e

Keterangan :

y = Keputusan Pembelian Produk melalui E-commerce

α = Konstanta

β = Koefisien Regresi

= Harga

= Kualitas Informasi

= Keamanan

ε = Error of Estimation

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen e-commerce di

Surakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner online kepada

konsumen yang telah melakukan pembelian produk melalui e-commerce. Dalam penelitian ini

untuk menentukan jumlah sampelnya menggunakan teori dari Hair et al., (1995) dalam Ferdinand

Augusty (2006) yaitu jumlah indikator kuesioner dikali lima sampai sepuluh. Dalam penelitian ini

terdapat 20 buah indikator kuesioner. Maka, jumlah minimal anggota sampel adalah 100-200

responden. Peneliti membagikan kuesioner ke 100 responden yang melakukan pembelian produk

melalui e-commerce di Surakarta. Tanggapan yang masuk link kuesioner peneliti berjumlah 160

responden. Namun, ketika diuji reliabilitasnya dengan menggunakan spss hasil dari 100 responden

tersebut tidak realibel maka peneliti untuk menambah lagi responden sebanyak 30 responden.

Setelah dilakukan uji reliabilitas 130 responden tersebut reliabel. Jadi, peneliti menggunakan 130

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

167

responden yang pembelian produk melalui e-commerce di Surakarta dan teknik sampel yang

digunakan adalah sampel aksidental. Berikut ini adalah karakteristik responden berdasarkan umur,

jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, pengalaman pembelian belanja, media belanja e-

commerce, barang yang dibeli, frekuensi belanja, dan nominal belanja responden:

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan umur responden yang melakukan pembelian produk

melalui e-commerce di Surakarta, mayoritas responden atau sebanyak 107 orang (81%) dari

responden berumur 21 - 30 tahun. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas orang yang melakukan

belanja secara online adalah orang-orang yang relatif muda.

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan jenis kelamin responden yang melakukan pembelian

produk melalui e-commerce di Surakarta adalah Responden perempuan lebih banyak dari laki-laki.

Responden perempuan berjumlah 99 orang atau 78.3%, sedangkan responden laki-laki berjumlah

31 orang atau 21.7%.

Tabel 4.1

Umur Responden

NO Umur Jumlah Presentase (%)

1 < 20 tahun 13 10.82 20-30 tahun 107 80.83 31-40 tahun 5 4.24 41-50 tahun 4 3.35 >50 tahun 1 0.8

Total 130 100.0

Sumber: data primer yang diolah, 2019

Tabel 4.2

Jenis Kelamin Responden

NoJenis Kelamin

Jumlah Presentase

(%)

1 Perempuan 99 78.32 laki-laki 31 21.7

Total 130 100.0

Sumber: data primer yang diolah, 2019

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

168

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan mayoritas responden yaitu sebanyak 50 orang (37.5%)

memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA. Disimpulkan bahwa orang yang memiliki tingkat

pendidikan terakhir menengah ke atas baik SMA / SMK maupun perguruan tinggi lebih mengenal

teknologi dan mengerti cara melakukan belanja online.

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan mayoritas responden yaitu pelajar/mahasiswa sebanyak

60 orang (50.8%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas orang yang melakukan belanja secara online

adalah orang-orang yang relatif muda dan sangat paham mengenai teknologi dan sering terhubung

dengan internet.

Tabel 4.3Pendidikan Terakhir Responden

No Pendidikan Terakhir Jumlah Presentase (%)1 SMP 2 1.72 SMA 50 37.53 D1-D3 43 33.34 Perguruan Tinggi 35 27.5

Total 130 100.0Sumber: data primer yang diolah, 2019

Tabel 4.4

Pekerjaan Responden

No Pekerjaan Jumlah Presentase (%)1 Pelajar/Mahasiswa 66 50.82 PNS/Pegawai

BUMN/ABRI5 4.2

3 Pegawai Swasta 41 32.54 Wiraswasta 7 5.85 Ibu Rumah Tangga 2 1.76 Lainnya 9 5.0

Total 130 100.0

Sumber: data primer yang diolah, 2019

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

169

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan responden banyak yang sudah pernah melakukan

pembelian produk melalui e-commerce dibandingkan dengan responden yang jarang melakukan

pembelian produk melalui e-commerce. Responden yang pernah melakukan pembelian produk

melalui e-commerce berjumlah 58 orang atau 43.3%.

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan mayoritas responden yaitu sebanyak 68 orang (52.5%)

berbelanja melalui media e-commerce shopee. Disimpulkan bahwa shopee media e-commerce

sangat digemari responden untuk melakukan pembelian produk melalui e-commerce.

Tabel 4.5Pengalaman Pembelian Belanja Responden

No Pengalaman Pembelian BelanjaResponden

Jumlah Presentase (%)

1 Sering 42 31.72 Jarang 30 25.03 Pernah 58 43.3

Total 130 100.0Sumber: data primer yang diolah, 2019

Tabel 4.6Media Belanja E-commerce Responden

Frequency PercentTokopedia 17 12.5Shopee 68 52.5Lazada 25 20.8Bli-Bli 1 .8BukaLapak 13 8.3Zalora 6 5.0

Total 130 100.0Sumber: data primer yang diolah, 2019

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

170

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan Responden lebih suka berbelanja fashion dibandingkan

yang lain. Responden yang belanja fashion berjumlah 73 orang atau 56.7%. Disimpulkan bahwa

responden lebih tertarik belanja fashion karena lebih mudah, lengkap dan menghemat waktu.

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan mayoritas responden yaitu sebanyak 52 orang (39.2%)

berbelanja produk sejumlah satu kali dalam sebulan melalui e-commerce. Disimpulkan bahwa

belanja online sudah menjadi gaya hidup masyarakat pada saat ini.

Tabel 4.7

Barang yang Dibeli Responden

Frequency Percent

Kosmetik 34 24.2

Fashion 73 56.7

Otomotif 3 2.5

Peralatan Rumah 7 5.8

Elektronik 12 10.0

Lainnya 1 .8

Total 130 100.0

Sumber: data primer yang diolah, 2019

Tabel 4.8Frekuensi Belanja Responden

No FrekuensiBelanja

(berapa kali)

Jumlah Presentase(%)

1 1x 52 39.22 2x 44 34.23 3x 15 10.84 4x 9 7.55 5x 1 .86 >5x 9 7.5

Total 130 100.0Sumber: data primer yang diolah, 2019

Tabel 4.9Nominal Belanja Responden

No Nominal Belanja Responden Jumlah Presentase (%)1 < Rp. 50.000 1 .82 Rp. 50.000 - Rp.100.000 37 25.83 Rp. 100.001 - Rp. 200.000 57 45.04 Rp. 200.001 - Rp. 300.000 25 20.05 > 300.000 10 8.3

Total 130 100.0Sumber: data primer yang diolah, 2019

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

171

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan mayoritas responden yaitu sebanyak 57 orang (45%)

menghabiskan Rp 100.001 – Rp 200.000 dalam sekali pembelanjaan melalui media e-commerce,

karena mayoritas pembeli adalah pelajar atau mahasiswa yang masih belum bekerja, sehingga

mereka membeli barang menggunakan uang saku mereka.

4.1 Uji Validitas

Hasil uji validitas dari kuesioner penelitian digunakan untuk memastikan bahwa kuesioner

penelitian yang disebar telah valid sehingga data yang dihasilkan akurat. Uji validitas dalam

penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 130 responden. Pernyataan di

kuesioner dikatakan valid apabila nilai signifikansi dari korelasi <0,05. Hasil olah data

menunjukkan bahwa semua pernyataan dalam penelitian ini adalah valid karena:

a. Nilai sig pernyataan-pernyataan X1.1-X1.6 : 0,000

b. Nilai sig pernyataan-pernyataan X2.1-X2.5 : 0,000

c. Nilai sig pernyataan-pernyataan X3.1-X3.6 : 0,000

e. Nilai sig pernyataan-pernyataan Y1.1-Y1.3 : 0,000

4.2 U

j

i

R

e

l

i

a

b

i

l

i

t

a

s

Tabel 4.10Hasil Uji Validitas

Variabel Butir Pernyataan r hitung sig Keterangan

HARGA HRG1 0.661 0,000 Valid

HRG2 0.653 0,000 Valid

HRG3 0.631 0,000 ValidHRG4 0.635 0,000 ValidHRG5 0.668 0,000 ValidHRG6 0.662 0,000 Valid

KUALITASINFORMASI

KI1 0.409 0,000 ValidKI2 0.666 0,000 ValidKI3 0.793 0,000 ValidKI4 0,704 0,000 ValidKI5 0,682 0,000 Valid

KEAMANAN K1 0,799 0,000 ValidK2 0,799 0,000 ValidK3 0,773 0,000 ValidK4 0,831 0,000 ValidK5 0,857 0,000 ValidK6 0,810 0,000 Valid

KEPUTUSANPEMBELIAN

KP1 0,801 0,000 ValidKP2 0,862 0,000 ValidKP3 0,669 0,000 Valid

Sumber: data primer yang diolah, 2019

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

172

Variabel dalam penelitian ini dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha adalah > 0,6.

Hasil pengujian realibilitas untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut :

a. Nilai Cronbach’s Alpha Variabel Harga : 0,725

b. Nilai Cronbach’s Alpha Variabel Kualitas Informasi : 0,669

c. Nilai Cronbach’s Alpha Variabel Keamanan : 0,894

d. Nilai Cronbach’s Alpha Variabel Keputusan Pembelian Produk : 0,670

Semua variabel dalam penelitian ini dapat dikatakan reliabel karena semua variabel

memiliki Cronbach Alpha lebih dari 0,6.

4.3 Uji Normalitas

Hasil uji normalitas dengan membandingkan probabilitas (p) yang diperoleh dengan taraf

signifikansi (α) 0,05. Apabila nilai p > α maka terdistribusi normal atau sebaliknya (Ghazali,2013:

160). Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menujukkan nilai signifikansi > 0,05 yaitu 0,646. Dari data

yang ada, disimpulkan bahwa residual model regresi berdistribusi normal.

Tabel 4.11

Hasil Uji ReliabilitasVariabel Penelitian Alpha

cronbach”sCritical value Kesimpulan

HARGA 0,725 0,60 Reliabel

KUALITASINFORMASI

0,669 0,60 Reliabel

KEAMANAN 0,894 0,60 Reliabel

KEPUTUSANPEMBELIAN

0,670 0,60 Reliabel

Sumber: data primer yang diolah, 2019

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

173

Tabel 4.12Uji Kolmogorov Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov TestUnstandardized

ResidualN 130Normal Parametersa,b

Mean .0000000

Std. Deviation 1.068487

Most ExtremeDifferences

Absolute .065

Positive .063

Negative -.065

Kolmogorov-Smirnov Z .739

Asymp. Sig. (2-tailed) .646

a. Test distribution is Normal.b. Calculated from data.

4.4 Uji Multikolinieritas

Tabel 4.13

Hasil Uji Multikolinieritas

Variabel

Collinearity Statistic

Tolerance VIF

HRG .408 2.450

KI .444 2.254

K .546 1.831

Tabel 13, bahwa nilai VIF dan tolerance untuk masing-masing variabel yaitu harga, kualitas

informasi, dan keamanan adalah memenuhi syarat yang seharusnya yaitu hasil VIF di bawah 10

dan nilai tolerance > 0,1. Kesimpulan bahwa dalam model regresi tidak ada gejala

multikolinieritas.

4.5 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dengan metode Glesjer menunjukkan bahwa nilai signifikan harga

sebesar 0,535, kualitas informasi sebesar 0,084, dan keamanan sebesar 0,761. Hal ini terlihat nilai

Signifikan >0.05. Dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

174

Tabel 4.14

Uji Heteroskedastisitas

4.6 Analisis Regresi Berganda

Persamaan regresi yang didapat dalam penelitian ini yaitu : Y= 1.973 + 0,181 + 0,139

+ 0,144 + e. Berdasarkan persamaan regresi di atas, dapat dijelaskan bahwa :

a = Konstanta = 1.973

Menunjukkan bahwa apabila harga, kualitas informasi, dan keamanan bernilai

konstan, maka keputusan pembelian akan bernilai positif yaitu sebesar 1.973.

b1 = Koefisien regresi untuk harga (X1) = 0,181

Menunjukkan bahwa harga mempunyai pengaruh positif terhadap keputusan

pembelian produk melalui e-commerce, artinya dengan semakin baiknya variabel

harga maka keputusan pembelian produk melalui e-commerce akan semakin

meningkat.

b2 = Koefisien regresi untuk kualitas informasi (X2) = 0,139

Menunjukkan bahwa apabila variabel kualitas informasi mempunyai pengaruh

positif terhadap keputusan pembelian produk melalui e-commerce, artinya dengan

semakin baiknya variabel kualitas informasi maka keputusan pembelian produk

melalui e-commerce akan semakin meningkat.

b3 = Koefisien regresi untuk keamanan (X3) = 0,144

Menunjukkan bahwa apabila variabel keamanan mempunyai pengaruh positif

terhadap keputusan pembelian produk melalui e-commerce, artinya dengan semakin

baiknya variabel keamanan maka keputusan pembelian produk melalui e-commerce

Model Unstandardized

Coefficients

Standardize

d

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) 1.916 .555 3.453 .001

HRG .020 .031 .085 .623 .535

KI -.068 .039 -.229 -1.743 .084

K -.006 .021 -.036 -.305 .761

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

175

akan semakin meningkat.

ε = Faktor lain yang tidak diteliti.

4.7 Koefisien Determinasi Berganda (R2)

Tabel 4.15 Koefisien determinasi

T

a

b

e

l

4

.

Hasil analisis koefisien determinasi (R2) sebesar 0,552 artinya atau 55,2% variasi perubahan

skor variabel harga, kualitas informasi, dan keamanan dapat menjelaskan variasi perubahan

keputusan pembelian produk melalui e-commerce. Sedangkan 44,8% lagi dijelskan oleh variabel

lain diluar model.

4.8 Uji F

Tabel 4.16 Uji F

Uji F diperoleh nilai Fhitung sebesar 51.794 dan nilai Sig. 0,000. Sedangkan nilai Ftabel =

Model Summaryb

Model R R

Square

Adjusted

R Square

Std.

Error of

the

Estimate

Change Statistics

R

Square

Change

F

Chang

e

df1 df2 Sig. F

Change

1.743a .552 .542 1.081 .552 51.79

4

3 12

6

.000

a. Predictors: (Constant), K, KI, HRG

b. Dependent Variable: KP

Sumber: data primer yang diolah, 2019

ANOVAa

Model Sum of

Squares

Df Mean

Square

F Sig.

Regression 181.617 3 60.539 51.794 .000b

Residual 147.275 126 1.169

Total 328.892 129

a. Dependent Variable: KP

b. Predictors: (Constant), K, KI, HRG

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

176

2,68 berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil menunjukan bahwa faktor harga, kualitas informasi,

dan keamanan secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap keputusan pembelian

produk melalui e-commerce.

4.9 Uji t

Tabel 4.17

Uji t

Dari Tabel 7, hasil analisis uji t yang diperoleh adalah sebagai berikut :

a. Hasil thitung harga (X1) sebesar 3.424 sedangkan ttabel =1,657, maka nilai thitung > ttabel.

Sementara nilai signifikansi variabel harga sebesar 0,001. Berdasarkan hasil tersebut maka Ho

ditolak dan Ha diterima yang berarti harga berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan

pembelian produk melalui e-commerce (Y).

b. Hasil thitung kualitas informasi (X2) sebesar 2.109 sedangkan ttabel =1,657, maka nilai thitung

> ttabel. Sementara nilai signifikansi variabel kualitas informasi (X2) sebesar 0,148.

Berdasarkan hasil tersebut maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap keputusan pembelian (Y).

c. Hasil thitung keamanan (X3) sebesar 4,161 sedangkan ttabel =1,657, maka nilai thitung< ttabel.

Sementara nilai signifikansi variabel harga (X3) sebesar 0,000. Berdasarkan hasil tersebut maka

Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti harga berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan

pembelian produk melalui e-commerce (Y).

Coefficientsa

No Item Thitung Ttabe Sig.

1 (Constant) 2.113 1,657 .037

2 Harga 3.424 1,657 .001

3 Kualitas

Informasi

2.109 1,657 .037

4 Keamanan 4.161 1,657 .000

a. Dependent Variable: KP

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

177

5. KESIMPULAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa variabel harga dan keamanan berpengaruh

pada keputusan pembelian produk melalui e-commerce sedangkan variabel kualitas informasi tidak

berpengaruh pada keputusan pembelian produk melalui e-commerce.

Penelitian ini tak lepas dari keterbatasan, diantaranya peneliti dalam pengumpulan datanya

menggunakan kuesioner, peneliti hanya menggunakan faktor internal saja sehingga hasil penelitian

belum maksimal, dan objeknya hanya seluruh konsumen e-commerce di kota Surakarta saja yang

kurang luas sehingga hasil penelitian ini belum bisa tergeneralisasi. Oleh karena itu, bagi penelitian

selanjutnya diharapkan untuk pengumpulan datanya tidak hanya menggunakan kuesioner saja

melainkan dengan wawancara atau interview mendalam terhadap responden, sehingga informasi

yang diperoleh dapat lebih bervariasi, dalam melakukan pengujian lebih lanjut terhadap variabel

menggunakan faktor eksternal,dan lebih memperluas ruang lingkup penelitian atau obyek penelitian

sehingga tingkat generalisasi ke populasi lebih luas, misalnya seluruh konsumen e-commerce di

Jawa Tengah.

DAFTAR PUSTAKA

Alhasanah, Jihan Ulya. 2014. Pengaruh Kegunaan, Kualitas Informasi Dan Kualitas InteraksiLayanan Web E-Commerce Terhadap Keputusan Pembelian Online (Survei padaKonsumen www.getscoop.com). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 15 No. 2Oktober 2014.

Augusty, Ferdinand. 2006. Metode Penelitian Manajemen : Pedoman Penelitian untuk Skripsi,Tesis dan Disertai Ilmu Manajemen. Semarang : Universitas Diponegoro.

Istanti, Fredianaika. 2017. Pengaruh Harga, Kepercayaan, Kemudahan Berbelanja Dan E-PromosiTerhadap Keputusan Pembelian Belanja Online Di Kota Surabaya. Jurnal Bisnis &Teknologi Politeknik NSC Surabaya. 14 Volume 4, Nomor 1, Juli 2017. ISSN : 2355 -8865 & E - ISSN : 2356 – 2544.

Jogiyanto, 2007. Sistem Informasi Keperilakuan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset.

Nistanto, Reska K. 2019, Februari 4. Riset: Penetrasi Internet Indonesia Naik Jadi 56 Perse.Kompas.com. Retrieved April 3, 2019, fromhttps://amp.kompas.com/tekno/read/2019/02/04/11420097/riset-penetrasi-internet-indonesia-naik-jadi-56-persen, paragraf 6.

Ridwansah, Dery. 2019, Januari 26. Usia Produktif Penduduk Indonesia Capai 68%. JawaPos.com.Retrieved April 3, 2019, from https://www.jawapos.com/photo/usia-produktif-penduduk-indonesia-capai-68/, paragraf 1

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

178

Setyarko, Yugi. 2016. ANALISIS PERSEPSI HARGA, PROMOSI, KUALITAS LAYANAN,DAN KEMUDAHAN PENGGUNAAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIANPRODUK SECARA ONLINE. Jurnal Ekonomika dan Manajemen, Vol. 5 No. 2Oktober 2016. ISSN: 2252-6226.

Sudjatmika, Fransiska Vania., 2017. Pengaruh Harga, Ulasan Produk, Kemudahan, Dan KeamananTerhadap Keputusan Pembelian Secara Online Di Tokopedia.Com. Jurnal AGORA Vol.5, No. 1 2017.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

BIOGRAFI PENULIS

PENULIS PERTAMA adalah mahasiswa pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Penulis saat ini

sedang menempuh semester akhir dari masa studinya dan sudah menyelesaikan skripsi.

Untuk lebih lanjut, dapat menghubungi melalui [email protected].

PENULIS KEDUA adalah Dosen pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Pendidikan S1 adalah

Sarjana Ekonomi dibidang Akuntansi dan S2 adalah Magister Ilmu Hukum dibidang

Hukum Bisnis. Fokus pekerjaan dan penelitian penulis adalah pada Akuntansi Keuangan

dan Auditing. Untuk lebih lanjut, dapat menghubungi melalui [email protected].

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

179

PERSEPSIAN RISIKO ADOPSI E-BANKING

Dr. Edy Purwo Saputro, SE, MSiFakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta

email: [email protected]

Abstraksi

The adoption of technology has become an inseparable part of the demands oftechnological development in the banking sector. On the one hand, e-banking providesconvenience to customers, although on the other hand there is a risk threat that cannot beunderestimated because it is related to the risk of loss, either due to human error ortechnical error. The purpose of this research is to find out the perceived risk of adoptionof e-banking among customers conducted by surveys with case observation settings inSolo. The results of the research confirm that there are a number of risks that must beobserved related to e-banking adoption so that banks and customers need to be careful inresponding as an effort to increase trust and reduce risk, whether human error ortechnical error. Further research limitations and suggestions are elaborated to reducerisk threats from e-banking adoption.

Keywords: bank, e-banking, risk

1. PENDAHULUA

Riset tentang risiko adopsi e-banking menarik diteliti karena sejumlah hasil penelitian

menunjukan hasil yang beragam (Demirdogen, et al., 2010; Saputro, 2013; 2017; Saputro, et al.,

2017; Echchabi, et al., 2019). Di satu sisi, adopsi e-banking memberikan sejumlah manfaat meski di

sisi lain ada juga ancaman yang tidak bisa diabaikan sebagai konsekuensi dari realitas

perkembangan teknologi. Meski demikian, perbankan tidak bisa mengelak dari tuntutan modernitas

layanan dan salah satunya yaitu dengan adopsi e-banking sebagai salah satu dari bagian layanan

online (Sujadi dan Saputro, 2010; Saputro dan Achmad, 2015).

Perkembangan teknologi kekinian tidak bisa dihindari dan semua jenis usaha dituntut untuk

melakukan adopsi untuk mendukung percepatan layanan yang diberikan untuk bisa memuaskan

konsumen. Terkait ini, sektor perbankan juga dituntut untuk bisa melakukan peningkatan kualitas

layanan termasuk melalui adopsi e-banking. Di satu sisi, perbankan dengan model layanan

tradisional atau offline masih dilakukan, meski di sisi lain tuntutan modernitas layanan dengan

model online juga tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, fakta perkembangan internet secara tidak

langsung memberikan perubahan terhadap layanan di sektor perbankan, baik secara langsung atau

tidak langsung (Ssputro, 2010; Solanki, 2012).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

180

Adopsi e-banking sebagai konsekuensi dari tuntutan layanan memberikan dualisme kepada

sektor perbankan karena adanya dua jenis nasabah pertama: nasabah tipe high touch yang

berkarakter belum melek teknologi, rentan terhadap risiko human error dan technical error,

mayoritas berdomisili di perdesaan, masih bergantung dengan layanan perbankan yang bersifat

humanis karena masih kuatnya interaksi dengan SDM perbankan. Kedua: nasabah tipe high tech

yang berkarakter melek teknologi, familier dengan era internet dan layanan berbasis online, meski

rentan terhadap ancaman risiko technical error, tidak lagi bergantung dengan layanan humanis

karena sudah mampu mengandalkan layanan online, dan mayoritas berdomisili di perkotaan

(Saputro, 2013 dan 2017).

Dualisme dibalik adopsi e-banking maka perbankan dituntut untuk dapat memetakan semua

risiko yang ada, baik dalam bentuk human error atau technical error karena kedua risiko ini sangat

rentan terhadap kepercayaan dan sekaligus berdampak terhadap sikap dari nasabah. Teoritis

menegaskan bahwa sikap individu dapat terbentuk melalui sikap positif dan negatif. Sikap positif

akan memberikan pengaruh terhadap niat adopsi dan juga loyal terhadap layanan perbankan, baik

yang konvensional ataupun tradisional (offline) dan juga yang modern atau e-banking (online).

Artinya, pemetaan terhadap risiko adopsi e-banking bisa mereduksi berbagai kemungkinan negatif

yang ada dan sekaligus dapat meningkatkan kepercayaan (trust) dan sikap positif individu –

nasabah terhadap modernitas layanan dari perbankan dalam jangka panjang (ibid, 2013).

Pembahasan diatas memberikan gambaran bahwa keamanan, kenyamanan, kecepatan,

kehandalan dan kemudahan bertransaksi merupakan dambaan nasabah di era mobilitas yang

semakin tinggi. Hal ini didukung oleh ketersediaan internet yang semakin murah – mudah dan

kecepatan aksesnya semakin tinggi. Oleh karena itu layanan e-banking saat ini dan juga ke depan

akan menjadi layanan utama dan trend-nya akan berkembang pesat. Data OJK memberikan

gambaran bahwa penggunaan e-banking pada tahun 2012 frekwensi transaksi mencapai 3,79 miliar,

lalu menjadi 4,73 miliar pada 2013 dan 5,69 miliar pada 2014. Selain itu, volume penggunaan e-

banking naik dari Rp.4.441 triliun pada 2012 menjadi Rp.5.495 pada 2013 dan menjadi Rp.6.447 di

tahun 2014. Di sisi lain, ancaman kejahatan perbankan (fraud) juga meningkat dan dari data OJK

nilai kerugian pada semester pertama tahun 2014 mencapai Rp.23 miliar sedangkan di semester

pertama 205 menjadi Rp.23,3 miliar

2. KAJIAN PUSTAKA

Transformasi layanan perbankan cenderung terus berkembang seiring dengan tuntutan dari

modernitas yang diharapkan. Oleh karena itu, adopsi e-banking menjadi bagian yang tidak bisa

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

181

terpisahkan dalam komitmen perbankan untuk meningkatkan kualitas layanan kepada nasabah. Hal

ini memberikan gambaran bahwa modernitas layanan adalah hal yang wajib diciptakan oleh

perbankan, apalagi persaingan di sektor perbankan cenderung bersifat homogen karena semua

perbankan menyajikan jenis layanan yang hampir sama. Artinya hal ini menuntut perbankan untuk

bisa secepat mungkin memberikan layanan terbaik kepada nasabah karena dengan layanan terbaik

tersebut maka nasabah akan loyal (Zarei, 2011).

Konsekuensi untuk bisa memberikan kualitas layanan terbaik maka adopsi e-banking tidak

bisa diabaikan dan semua perbankan saat ini dipastikan sudah mengadopsi e-banking, meski di sisi

lain juga masih menerapkan model layanan tradisional berbasis offline yang lebih mengedepankan

layanan bersifat humanis. Oleh karena itu, beralasan jika kemudian layanan e-banking bersifat

dualisme yaitu di satu sisi perbankan membutuhkan investasi yang tidak kecil untuk tahapan

adopsinya dan di sisi lain perbankan juga masih melakukan layanan tradisional yang bersifat offline

dengan mengedepankan peran humanis dari SDM perbankan di sejumlah kantor cabang perbankan

(interaksi melalui face-to-face contact).

Pemahaman tentang dualisme dari modernitas layanan perbankan tidak bisa terlepas dari

model layanan yang tersedia, yaitu pertama: model layanan tradisional – konvensional atau offline.

Model layanan ini lebih banyak mengacu kepada bentuk interaksi di kantor cabang dengan

mengandalkan interaksi humanis dalam bentuk face-to-face contact. Bank dalam model layanan ini

tidak bisa sepenuhnya mengalihkan ke model layanan modern dari format digitalisasi yang tersedia,

terutama melalui dukungan jejaring internet yang dapat memberikan kemudahan dalam layanan

online perbankan. Kedua: model layanan terbaru yang bersifat modern karena adanya dukungan

internet dengan tarifnya yang kini semakin murah dan kecepatan aksesnya yang semakin tinggi.

Oleh karena itu, model layanan yang terbaru tidak bisa terlepas dari tuntutan adopsi e-banking

sehingga adopsi e-banking adalah bagian dari modernitas pengembangan layanan online kepada

nasabah untuk memberikan kualitas layanan yang terbaik (Demirdogen, et al., 2010; Zarei, 2011;

Saputro, 2013; 2017; Saputro, et al., 2017; Echchabi, et al., 2019).

Fakta dari adopsi e-banking dan konsekuensi layanan manual, konvensional, offline atau

tradisional secara tidak langsung memberikan gambaran tentang urgensi membangun sikap positif

konsumen – nasabah. Hal ini mengacu teoritis yang menegaskan bahwa ada dua persepsian terkait

sikap yaitu sikap positif dan sikap negatif. Implikasi dari konsumen yang memiliki sikap positif

akan membangun komitmen niat, begitu juga sebaliknya jika sikap negatif konsumen yang

terbentuk maka tidak akan berpengaruh terhadap niat. Oleh karena itu, adopsi e-banking tidak bisa

terlepas dari kepentingan untuk membangun sikap positif sehingga implikasi terhadap kepentingan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

182

jangka panjang, baik untuk berniat adoopsi atau loyal terhadap layanan e-banking akan berhasil

(Sujadi dan Saputro, 2010).

Persoalan dibalik membangun sikap positif harus juga mencermati adanya ancaman yaitu

human error dan juga technical error. Persoalan tentang ancaman human error lebih banyak

disebabkan karena kesalahan individu atau nasabah, misalnya menyampaikan PIN ke orang lain dan

atau kelalaian yang berakibat hilangnya sejumlah nominal tertentu, termasuk juga misalnya salah

transfer sehingga saldo berkurang yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Selain itu, ancaman

terjadinya technical error juga dimungkinkan, misalnya karena kasus hacker, cracker dan phising

sehingga saldo berkurang akibat kesalahan sistem atau pihak lain yang mencari keuntungan dengan

memanfaatkan sistem perbankan berbasis online (Saputro, 2013; Saputro dan Achmad, 2015;

Saputro, et al., 2017). Oleh karena itu, nasabah juga perlu mencermati kasus-kasus kejahatan

perbankan, terutama kejahatan kerah putih yang mengandalkan canggihnya teknologi, termasuk

misalnya kasus skimming yang beberapa kali kasusnya terjadi.

Fakta lain yang juga menarik dicermati dibalik ancaman kejahatan human error dan technical

error adalah keperilakuan dari tipe nasabah. Secara umum nasabah dikelompokan menjadi dua,

yaitu pertama: nasabah tipe high touch dengan sejumlah karakter yang telah dijabarkan diatas dan

juga kedua: nasabah tipe high tech dengan sejumlah karakter yang juga telah disebutkan diatas.

Kedua karakter nasabah ini memiliki persepsian yang berbeda sehingga keduanya membutuhkan

pendekatan yang juga berbeda karena nasabah tipe high touch masih mengandalkan interaksi

humanis dalam bentuk layanan face-to-face contact sedangkan nasabah tipe high tech sudah

mengandalkan model layanan modern berbasis online termasuk dengan e-banking sehingga

interaksi humanis semakin kecil. Oleh karena itu, perbankan tidak bisa mengabaikan salah satunya

dan karenanya kedua karakter nasabah tersebut perlu mendapatkan kualitas layanan yang terbaik

(Demirdogen, et al., 2010; Zarei, 2011; Saputro, 2013; 2017; Saputro, et al., 2017; Echchabi, et al.,

2019)..

Identifikasi risiko adopsi e-banking mengacu sejumlah argumen menujukan adanya beragam

faktor. Hal ini secara tidak langsung menegaskan bahwa risiko adopsi e-banking tidaklah sederhana

dan karenanya identifikasi dari semua ancaman risiko tersebut menjadi penting untuk dikaji. Versi

Zarei (2011) ada 8 jenis risiko e-banking yaitu pertama: risiko keamanan (security risks). Hal ini

muncul karena peluang terjadinya akses ilegal ke sistem perbankan sehingga pelaanggaran

keamanan ini bisa mengakibatkan kerugian finansial bagi bank dan nasabah, termasuk misanya

akses karena PIN dan password yang disalahgunakan. Kedua: risiko hukum dan etika (legal and

ethical risks). Risiko hukum muncul jika terjadi pelanggaran dan atau ketidaksesuaian dengan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

183

hukum, regulasi atau praktek yang ditetapkan oleh pemerintah atau otoritas yang berwenang. Selain

itu, risiko ini juga muncul jika ada hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang tidak sesuai

atau menyalahi regulasi.

Ketiga: risiko reputasi (reputational risks). Risiko ini muncul karena opini negatif dari publik

yang mengakibatkan kerugian bagi perbankan misalnya sistem atau produk yang ada bekerja tidak

sesuai dengan harapan nasabah, informasi yang tidak relevan sehingga dapat merugikan nasabah

dan masalah jaringan yang bisa diakses oleh pihak lain sehingga hal ini merugikan perbankan dan

nasabah. Keempat: risiko operasional atau transaksional (operational risks). Hal ini adalah risiko

umum dari layanan e-banking. Risiko ini muncul jika ada kelemahan sistem dan implementasi

sistemnya dan bisa terjadi akibat kesalahan manusian dan faktor lain. Kelima: risiko pencucian uang

(money laundering risk). Risiko ini muncul karena model layanan e-banking memungkinkan

terjadinya transaksi dilakukan dari tempat lain sehingga perbankan tidak memiliki kewenangan

untuk mendeteksi atau mengontrol berbagai kemungkinan yang terjadi, termasuk misalnya

kriminalitas dari uang yang ditransaksikan nasabah.

Keenam: risiko strategik (strategic risks). Risiko ini muncul karena kesalahan dibalik

pendahuluan dari suatu produk atau layanan terbaru. Oleh karena itu, risiko ini tergantung seberapa

baik perbankan menangani permasalahan yang muncul terkait pengembangan rencana bisnis,

ketersediaan SDM, dan kredibilitas yang mendukungnya. Mereduksi risiko ini dilakukan dengan

mengantisipasi semua ancaman yang mungkin muncul. Ketujuh: risiko lintas batas (cross border

risks). Risiko ini muncul sebagai konsekuensi dari layanan e-banking yang memiliki akses tanpa

batas sehingga memungkinkan munculnya risiko antar negara karena regulasi yang berbeda

sehingga aspek kepatuhan hukum menjadi salah satu faktor risiko yang tidak bisa diabaikan,

termasuk misalnya perlindungan terhadap nasabah. Kedelapan: risiko tradisional (traditional risks).

Risiko ini cenderung klasik misal terkait dengan risiko kredit (credit risk), risiko lukuiditas

(liquidity risk), risiko tingkat suku bunga (interest rate risk) dan juga risiko pasar sebagai

konsekuensi persaingan (market risk).

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan survei dengan melibatkan 100 responden orang tua calon

mahasiswa yang sedang mendampingi pendaftaran calon mahasiswa baru di UMS. Survei dilakukan

pada Senin – Jumat tanggal 25-29 Maret 2019 di Gedung Siti Walidah UMS. Survei melibatkan 5

mahasiswa FEB UMS dan tidak ada responden ganda dalam riset ini. Eksplorasi terhadap

kepentingan modernitas layanan perbankan dimungkinkan melalui cara survei yang dilakukan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

184

melalui riset ini sehingga bukan hanya mengacu pemenuhan untuk kepentingan layanan nasabah

tipe high tech, tapi juga karakter dari nasabah tipe high touch.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah responden yang terlibat dalam riset ini berjumlah 100 orang dan semua hasil survei

dapat diolah sehingga response rate mencapai 100%. Pelaksanaan survei melibatkan asisten

mahasiswa yang sebelumnya telah mendapatkan pengarahan sehingga memahami maksud dan

tujuan dari riset ini. Identifikasi responden terlihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1 Identifikasi Responden

IDENTIFIKASI KET JML

GenderPria (P)

Wanita (W)4357

Usia< 30

40– 50> 50

214336

PekerjaanPNS

SwastaWiraswasta

283834

Pendidikan

SMAS1S2S3

1345375

AsalSolo

Luar SoloLuar Jawa

553510

Penghasilan / bln< 10 juta> 10 juta

2674

Rekening bank1 rek2 rek

> 2 rek

463420

Transaksi bank / bln< 5

5 – 10> 10

155332

Tipe NasabahHigh TouchHigh Tech

6238

Sumber: Data primer diolah (2019)

Dari tabel 1 menunjukan jumlah respoden pria tidak jauh berbeda dengan wanita yaitu 43%

dan 57%, sedangkan rentang usia antara kurang dari 30 sampai lebih dari 50 tahun yang berjumlah

21%, 43% dan 36%. Penjabaran untuk pekerjaan yaitu PNS 28%, swasta 38% dan wiraswasta 34%,

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

185

sedangkan tingkat pendidikan yaitu SMA 13%, S1 45%, S2 37% dan S3 5%. Identifikasi asal

daerah yaitu dari Solo 55%, luar Solo 35% dan luar Jawa 10%. Potret penghasilan responden

mayoritas lebih dari Rp.10 juta per bulan mencapai 74% dan yang kurang dari Rp.10 juta sebesar

26%. Kepemilikan rekening perbankan yang hanya 1 rekening yaitu 46%, kepemilikan 2 rekening

34% dan yang memiliki lebih dari 3 rekening mencapai 20%. Jumlah transaksi perbankan yang

dilakukan kurang dari 5 kali per bulan berjumlah 15%, antara 5-10 kali berjumlah 53% dan yang

lebih dari 10 kali sebesar 32%. Identifikasi dari tipe respoden yang termasuk kelompok nasabah

high touch 62% sedangkan sisanya 38% termasuk kelompok nasabah high tech.

Tabel 2 Identifikasi Risiko E-banking

RISIKOHUMAN ERROR

Σ P WRISIKO

TECHNICAL ERRORΣ P W

1. Salah PIN2. Salah Password3. Salah Kode Bank4. Salah Membaca Petunjuk5. Prosedur Pendaftaran6. Salah Website e-banking7. Pemahaman Terkait

Token8. Notifikasi e-mail

transaksi9. Risiko Hacker & Cracker10. Risiko Phising &

Skimming

181712111098753

100

984544322142

998665553258

1. Sistem Operasi Up todate

2. Update Secara Otomatis3. Aplikasi Berbasis

Android4. Aplikasi Resmi5. Ancaman Virus Sistem6. Ancaman Cybercrime7. Risiko User Friendly8. Risiko Smartphone9. Risiko koneksi internet10. Risiko tampilan rumit

171614121198643

100

875553321140

999766543260

Sumber: Data primer diolah (2019)

Dari tabel diatas menunjukan bahwa identifikasi untuk risiko human error ada 10 dan

kelompok risiko technical error juga 10. Risiko human error yang dianggap terbesar adalah

kesalahan PIN 18% dengan perbandingan antara pria dan wanita adalah sama yaitu masing-masing

9%, lalu salah password 17% (pria 8% dan wanita 9%), termasuk juga risiko hacker dan cracker

5% (2% pria dan 3% wanita) serta risiko phising dan skimming 3% (1% pria dan 2% wanita).

Temuan ini memberikan gambaran bahwa risiko human error kelompok wanita lebih besar (58%)

dibanding pria (42%).

Kelompok risiko technical error yang terbesar menurut persepsian responden adalah sistem

operasi up to date sebesar 17% (8% pria dan 9% wanita), lalu update secara otomatis 16% (7% pria

dan 9% wanita), aplikasi berbasis android 14% (5% pria dan 9% wanita), dan risiko aplikasi resmi

12% (5% pria dan 7% wanita) serta ancaman virus sistem 11% (5% pria dan 6% wanita) sedangkan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

186

risiko koneksi internet 4% (1% pria dan 3% wanita) serta risiko tampilan rumit 3% (1% pria dan

2% wanita). Dari gambaran ini terlihat bahwa untuk risiko technical error dari persepsian wanita

lebih besar (60%) dibanding pria (40%).

Persoalan tentang ancaman risiko dari adopsi e-banking menunjukan keberagaman dari faktor

yang mempengaruhi (Demirdogen, et al., 2010; Zarei, 2011; Saputro, 2013; 2017; Saputro, et al.,

2017; Echchabi, et al., 2019).. Hal ini mengacu sejumlah faktor yang mendukung dan karakteristik

dari media yang menjadi perangkat, baik hardware ataupun software-nya. Beberapa aspek yang

mendukung misalnya risiko yang disebut smishing yaitu ketika nasabah menerima sms atau telpon

palsu yang menanyakan detil tentang rekening bank dari oknum yang berusaha mencari keuntungan

melalui ketidakcermatan nasabah. Selain itu, ada juga phising yaitu meminta nasabah

menyampaikan informasi dengan cara mengirimkan pesan penting palsu, dapat berupa e-mail, atau

komunikasi elektronik lainnya. Pesan palsu tersebut tampak seperti nyata dan meminta korban

untuk segera mengirimkan informasi tertentu yang akhirnya dimanfaatkan untuk kepentingan

kejahatan. Risiko lain yang perlu diwaspadai yaitu malware suatu teknik pembobolan rekening

dengan memakai software jahat (malware) yang menginfeksi browser internet nasabah. Selain itu,

ada juga typosite pada layanan internet banking yaitu membuat halaman web yang alamatnya mirip

halaman web internet banking suatu bank. Tujuannya menjebak agar memasukkan user ID,

password, dan informasi rahasia lainnya pada halaman web palsu tersebut.

Risiko lain yang juga perlu dicermati adalah keylogger adalah suatu perangkat yang dipasang

di antara keyboard dan CPU, digunakan untuk merekam apapun yang diketikkan nasabah

di keyboard. Tujuannya adalah untuk mendapatkan user ID dan password nasabah. Meski saat

mengetik password tampilan di layar hanya ‘*****’, tapi isi password tersebut dapat terekam dan

terbaca. Hasil rekamannya bisa dikirimkan melalui e-mail kepada pelaku atau dapat juga di-

copy langsung dari perangkat keylogger. Seiring dengan perkembangan teknologi, keylogger dapat

berupa software yang terinstal di komputer nasabah.

5. PENUTUP

Perkembangan teknologi memberikan peluang bagi peningkatan kinerja, bukan saja dari

aspek produsen tapi juga konsumen. Oleh karena itu, adopsi e-banking bagi perbankan tidak saja

diharapkan meningkatkan kualitas layanan kepada nasabah tetapi juga diharapkan meningkatkan

kinerja perbankan (Demirdogen, et al., 2010; Zarei, 2011; Saputro, 2013; 2017; Saputro, et al.,

2017; Echchabi, et al., 2019). Hal ini penting karena persaingan di sektor perbankan cenderung

homogen sehingga komitmen terhadap peningkatan kualitas layanan bagi nasabah merupakan faktor

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

187

kunci kualitas layanan yang sekaligus menunjukan faktor keunggulan kompetitif dibanding

pesaingnya. Meski demikian, dibalik peluang dari adopsi e-banking ternyata ada risiko yang harus

dicermati, baik itu risiko human error atau technical error (Saputro dan Achmad, 2015; Saputro, et

al., 2017). Kedua risiko ini sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak lain yang berkepentingan dengan

kejahatan perbankan untuk kepentingan pribadi. Terkait ini maka edukasi kepada nasabah pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya menjadi sangat penting, tidak saja sebagai bentuk

komitmen layanan kepada nasabah dan juga masyarakat tapi juga proses edukasi secara sistematis

dan berkelanjutan untuk mereduksi semua ancaman risiko yang ada, baik untuk nasabah tipe high

touh ataupun high tech (Zarei, 2011; Solanki, 2012; Saputro, 2013 dan 2017).

Temuan riset ini memberikan gambaran tentang adanya sejumlah risiko yang perlu

diantisipasi, meski di sisi lain temuan ini tidak bisa terlepas dari keterbatasan karena riset dilakukan

dengan setting amatan kasus di Solo dengan melibatkan 100 responden orang tua calon mahasiswa

yang mendaftar di UMS. Padahal ancaman dibalik risiko adopsi e-banking meliputi cakupan area

yang sangat luas karena pertimbangan homogenitas bentuk layanan dari e-banking yang cenderung

sama, baik itu bank pesero ataupun bank swasta. Selain itu, eksplorasi dari ragam risiko yang ada

terbatas dengan identifikasi risiko human error dan technical error, termasuk juga aspek

pendalaman terhadap responden yang terbatas dengan mengacu karakteristik nasabah tipe high

touch dan high tech.

Identifikasi dari keterbatasan riset ini menjadi acuan untuk saran penelitian lanjutan sehingga

temuan dari keterbatasan riset ini bisa menjadi research gap dalam kaitan untuk eksplorasi berbagai

faktor dan identifikasi untuk melakukan pendalaman kasus dari adopsi e-banking. Acuan dari

eksplorasi tersebut juga diharapkan bisa menjadi generalisasi hasil untuk mereduksi risiko adopsi e-

banking yang sekaligus meningkatkan sikap positif dari nasabah terhadap kualitas layanan e-

banking.

DAFTAR PUSTAKA

Demirdogen, O., Yaprakli, S., Yilmaz, M.K., dan Husain, J. 2010. Customer Risk Perceptıons ofInternet Bankıng: A Study in Turkey. The Journal of Applied Business Research. 26(6):57-68.

Echchabi, A., Al-Hajri, S., dan Tanas, I.N. 2019. Analysis of E-Banking Acceptance in Oman: TheCase of Islamic Banks’ Customers. IJIEF: International Journal of Islamic Economicsand Finance. 1 (2): 145-164.

Saputro, E.P. 2010. Kualitas Layanan E-Banking di Era E-Service: Transformasi Pendekatan RisetEmpiris Servqual, BSQ & E-S-Qual. BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis. 14(1): 28-37.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

188

------- 2013. Pemetaan Persepsi Risiko Dalam Kasus Adopsi E-Banking. Proceeding SeminarNasional dan Call For Papers Sancall. UMS Solo.

------- 2017. Adopsi E-Banking: Risiko dan Tantangan. The 5th Urecol Proceeding UAD,Yogyakarta.

Saputro, E.P., dan Achmad, N. 2015. Factors Influencing Individual Belief on The Adoption ofElectronic Banking. Mediterranean Journal Of Social Sciences. 6(4): 442-450.

Saputro, E.P., Haryono, T., Haryanto, B., dan Sawitri, H.S.R. 2017. E-banking Adoption in the E-Service Era. International Business Management. 11(12): 1991-1997.

Solanki, V.S. 2012. Risks in E-Banking and Their Management. International Journal ofMarketing, Financial Services & Management Research. 1(9): 164-178.

Sujadi Dan Saputro, E.P. 2010. E-Banking: Urgensi Aspek Trust di Era E-Service. SeminarNasional Informatika 2010 (Semnasif 2010) UPN ”Veteran” Yogyakarta.

Zarei, S. 2011. Risk Management of Internet Banking. Proceedings of the 10th WSEASInternational Conference On Artificial Intelligence, Knowledge Engineering And DataBases. Cambridge, UK. February 20-22.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

189

DAYA TARIK PRODUK RAMAH LINGKUNGAN

M. Nasir, SE, MM1 dan Dr. Edy Purwo Saputro, SE, MSi2

Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Solo,email: [email protected] dan [email protected]

AbstractEnvironmentally friendly products are a demand of the impact of the rapidindustrialization that affects the quality of the environment. Therefore, demand forenvironmentally friendly products tends to continue to increase, not only in developedindustrial countries but also in poorer developing countries. This interesting phenomenonis examined and hence the purpose of this research is to identify the attractiveness ofenvironmentally friendly products carried out with qualitative research through theperception of 100 millennial generations represented by FEB UMS students. The resultsof the analysis show that there are several aspects that underlie the millennial generationtowards the appeal of environmentally friendly products. Limitations and suggestions forfurther research are taken into consideration in research, especially related to researchgaps related to the attractiveness of environmentally friendly products.

Keywords: industrialization, environmentally friendly products, consumption.

1. PENDAHULUAN

Riset tentang produk ramah lingkungan menarik diteliti karena sejumlah penelitian

menunjukan hasil beragam sehingga hal ini menegaskan adanya research gap yang menarik untuk

dikaji secara lebih mendalam (Ali dan Ahmad, 2012; Fisher, et al., 2012; Shabani, et al., 2013;

Suki, 2013; Kumar dan Sharma, 2015; Lorek, 2015; Yasin, et al., 2015; Biswas, 2016; Devipriya

dan Nandhini, 2016; Pillai dan Junare, 2016; Suganya dan Kavitha, 2017; Suntornpithug dan

Indiana, 2017). Sejumlah kasus terkait dengan produk ramah lingkungan menunjukan adanya

persepsian yang beragam, misal terkait dengan aspek harga, kualitas produk dan potensi untuk daur

ulang pasca konsumsi. Selain itu, ada juga kajian tentang bagaimana proses produksi dari produk

ramah lingkungan, termasuk juga aspek pemasaran dari produk ramah lingkungan, terutama dari

model green marketing (Yasin, et al, 2015 dan Suntornpithug dan Indiana, 2017). Fakta ini

memberikan gambaran bahwa produk ramah lingkungan tidak hanya dilihat dari persepektif

konsumsi, tapi juga distribusi, produksi dan juga daur ulangnya. Oleh karena itu, perkembangan

riset tentang produk ramah lingkungan cenderung semakin berkembang dan hal ini memberikan

gambaran tentang kompleksitas dibalik konsumsi produk ramah lingkungan, tidak hanya di negara

industri maju, tapi juga di negara miskin berkembang. Hal ini tidak saja menggambarkan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

190

perkembangan riset tapi juga menegaskan urgensi pendalaman kasus tentang produk ramah

lingkungan, tidak saja di negara industri maju tapi juga di negara miskin berkembang.

Yang juga menarik dari riset tentang produk ramah lingkungan adalah pendekatan melalui

marketing mix yaitu 4P (Bhalerao dan Deshmukh, 2015; Solaiman, et al., 2015; Chockalingam dan

Isreal, 2016; Mahmoud, 2018). Argumen yang mendasari adalah keterkaitan dari semua unsur

dalam marketing mix untuk menjawab daya tarik konsumsi produk ramah lingkungan terutama

dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu, sisi penting 4P

menjadi acuan keberhasilan pemasaran produk dan juga orientasi untuk memacu niat beli

konsumen. Terkait ini, produk ramah lingkungan tidak terlepas dari kepentingan dengan 4P yaitu

tidak saja dalam konteks persaingan tapi juga komitmen membangun persepsian positif terhadap

konsumen. Selain itu, sinergi dari 4P juga mengacu kepentingan mmebangun sikap positif dalam

kaitannya dengan loyalitas.

Identifikasi persoalan terkait daya tarik produk ramah lingkungan tidak bisa terlepas dari

kepentingan untuk membangun loyalitas. Argumen yang mendasari karena persaingan semakin

ketat, yaitu tidak saja dalam bentuk generic competition, tetapi juga product form competition

sehingga hal ini memerlukan strategi yang tepat untuk bisa memenangkan persaingan. Oleh karena

itu, produk ramah lingkungan kini bukan hanya bersaing dengan sesama produk ramah lingkungan

tapi juga dengan produk subsitusi dan komplementernya, selain tentunya bersaing dengan produk

yang tidak ramah lingkungan. Hal ini memberikan gambaran bahwa identifikasi terhadap daya tarik

produk ramah lingkungan tidak hanya dari aspek pemasaran saja tapi juga produksi dan distribusi

sehingga menjadi pertimbangan oleh konsumen dalam memutuskan mengkonsumsi produk ramah

lingkungan (Chockalingam dan Isreal, 2016; Devipriya dan Nandhini, 2016; Suganya dan Kavitha,

2017; Suntornpithug dan Indiana, 2017; Mahmoud, 2018).

2. KAJIAN PUSTAKA

Persepsian tentang produk ramah lingkungan pada dasar bukan hanya dilihat dari aspek

proses produksi dan pasca konsumsi tetapi juga bisa dilihat dari kemasan produknya. Hal ini

memberikan gambaran bahwa pemahaman tentang produk ramah lingkungan pada dasarnya

mengacu secara keseluruhan dari produk tersebut yaitu dari proses awal sampai akhir pasca

konsumsi dan semua yang melekat pada produk tersebut (Suntornpithug dan Indiana, 2017).

Argumen terkait nilai pentingnya kemasan dalam konsumsi produk ramah lingkungan adalah

fenomena pemasaran hijau atau green marketing yang semakin pesat di beberapa tahun terakhir. Di

satu sisi, ini memberikan gambaran tentang progres kepedulian masyarakat terhadap lingkungan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

191

dan di sisi lain ada konsekuensi bagi dunia usaha untuk bisa menciptakan produk ramah

lingkungan. Fenomena green marketing juga tidak terlepas dari tekanan global untuk lebih peduli

terhadap manajemen lingkungan secara menyeluruh sehingga proses produksi tidak hanya terfokus

kepada efisiensi dan produktivitas tetapi juga bagaimana menciptakan produk ramah lingkungan

yang dimulai sedari awal yaitu melalui bahan baku sampai hasil akhir pasca konsumsi yang bisa

didaurulang sehingga berdampak positif terhadap komitmen zero waste dalam semua tahapan

proses produksinya (Bhalerao dan Deshmukh, 2015; Solaiman, et al., 2015; Yasin, et al., 2015;

Mahmoud, 2018).

Trend permintaan terhadap produk ramah lingkungan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor

misalnya kepedulian terhadap lingkungan, pengetahuan tentang lingkungan dan persepsian tentang

produk ramah lingkungan (Ali dan Ahmad, 2012). Realitas ini secara tidak langsung menegaskan

bahwa membangun kesadaran kolektif terhadap produk ramah lingkungan secara berkelanjutan

dapat berpengaruh positif terhadap kepedulian terhadap manajemen lingkungan melalui niat beli

dan kontinuitas dalam konsumsi terhadap produk ramah lingkungan. Oleh karena itu, dunia usaha

perlu mencermati hal ini sebagai upaya penciptaan dan produksi produk ramah lingkungan. Meski

demikian harus dicermati bahwa orientasi terhadap penciptaan produk ramah lingkungan tidaklah

mudah terutama hal ini dikaitkan dengan ketersediaan bahan baku, jaminan pada proses

produksinya dan tentunya daur ulang pasca konsumsi (Shabani. Et al., 2013; Suki, 2013; Pillai dan

Junare, 2016).

Kepedulian konsumen terhadap produk ramah lingkungan juga ditunjukan melalui

kesediaannya untuk membayar lebih mahal terhadap konsumsi produk ramah lingkungan sebagai

konsekuensi serangkaian tahap proses produksi untuk menciptakan produk ramah lingkungan

(Lorek, 2015; Biswas, 2016). Keyakinan terhadap kesediaan membayar lebih tidak terlepas dari

semakin berkembangnya fenomena green consumerism melalui green consumption di berbagai

negara, tidak hanya di negara industri maju tetapi juga di negara berkembang (Ali dan Ahmad,

2012; Shabani, et al., 2013; Lorek, 2015; Biswas, 2016). Fakta ini menegaskan semakin tingginya

kesadaran kolektif terhadap produk yang ramah lingkungan sehingga social cost yang diharapkan

dari konsumsi produk ramah lingkungan menjadi lebih rendah. Artinya, memadukan keseimbangan

alam dengan lingkungan bisa dibangun sedari awal dengan mengkonsumsi produk ramah

lingkungan. Oleh karena itu, komitmen mencapai tahapan tersebut sangatlah penting untuk

melibatkan generasi milenial, meski di sisi lain juga berkepentingan untuk melibatkan kelompok

usia yang lainnya karena perilaku konsumsi cenderung bersifat kompleks dan heterogen.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

192

Temuan lain dari riset Fisher et al (2012) menunjukan bahwa konsumsi terhadap produk

ramah lingkungan juga dipengaruhi oleh faktor demografi, misal usia, jumlah anak, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, status perkawinan, suku dan tingkat pendapatan. Fakta ini menguatkan argumen

bahwa persepsian terhadap produk ramah lingkungan dipengaruhi oleh banyak faktor, bukan hanya

dari internal tapi juga eksternal. Oleh karena itu, temuan ini menjadi acuan bagi produsen untuk

memperhatikan semua faktor yang mempengaruhi niat beli terhadap konsumsi produk ramah

lingkungan. Temuan ini diperkuat hasil riset dari Suganya dan Kavitha (2017) bahwa tingkat

kepedulian terhadap produk ramah lingkungan bukan hanya diperoleh dari pertemanan dan kolega,

tapi juga iklan dan media lainnya yang kini semakin mudah menyampaikan informasi karena

didukung tarif internet yang semakin murah dan aksesnya yang semakin mudah. Temuan ini

mendukung hasil riset Devipriya dan Nandhini (2016) terkait keberagaman kepedulian dari produk

ramah lingkungan. Selain itu, regulasi global misal regulasi ISO 14001 sejak september 1996

menjadi isu sangat penting terkait manajemen lingkungan dan produk ramah lingkungan sehingga

dunia usaha tidak bisa mengelak dari tuntutan untuk bisa memenuhi semua standar dan prosedur

yang berlaku agar bisa diterima pasar global.

3. METODE PENELITIAN

Metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan 100 responden yang

mewakili karakteristik generasi milenial. Generasi milenial yaitu mereka yang berusia antara 18-34

tahun dengan kepedulian sangat tinggi terhadap lingkungan, melek teknologi, familiar dengan

internet dan cenderung berpendidikan serta mayoritas tinggal di perkotaan (Suntornpithug dan

Indiana, 2017). Oleh karena itu, pemilihan responden riset ini memakai purposive sampling yang

diwakili mahasiswa FEB UMS yaitu mereka yang telah lulus mata kuliah metodologi penelitian.

Eksplorasi kepada generasi milenial terkait daya tarik produk ramah lingkungan dilakukan dengan

wawancara secara terbuka sehingga dimungkinkan mendapatkan semua informasi.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Wawancara kepada generasi milenial yang diwakili mahasiswa FEB UMS dilakukan pada

hari Senin-Rabu tanggal 11-13 Maret 2019 pada jam 09.00-16.00 dan dipastikan tidak ada

responden ganda. Wawancara melibatkan asisten yang telah mendapatkan pengarahan sebelumnya

sehingga dipastikan bahwa dari kelima asisten yang dilibatkan memperoleh pemahaman yang sama

terhadap tujuan penelitian. Identifikasi dari responden terlihat pada tabel sebagai berikut:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

193

Tabel 1 Identifikasi Responden

IDENTIFIKASI KET JMLJenis Kelamin Pria (P)

Wanita (W)4753

Asal SoloLuar Solo

6535

Tempat tinggal KosTidak Kos

7525

Konsumsi/bulan < Rp.1 juta> Rp.1 juta

2179

Sumber: Data primer diolah (2019)

Dari tabel 1 menunjukan bahwa proporsi responden hampir sama yaitu pria 47% dan wanita

53%, sedangkan daerah asal responden mayoritas adalah sekitar area Solo mencapai 65% dan

sisanya dari luar Solo. Konsekuensi dari asal responden adalah status tinggalnya yaitu kos 75% dan

sisanya tidak kos yaitu 25%. Terkait ini, keperilakuan konsumsi dapat terlihat dari tingkat

pengeluaran atau konsumsi per bulan yaitu mayoritas diatas Rp 1 juta mencapai 89%.

Tabel 2 Identifikasi tentang produk ramah lingkungan

NO KETERANGANYA TIDAK

Σ P W Σ P W

1. Mengetahui produk ramah lingkungan 80 45 35 20 5 15

2. Mengetahui kampanye lingkungan hijau 75 40 35 25 9 16

3. Mengetahui green marketing & green product 87 45 42 13 3 10

4. Mendukung green marketing & green product 75 40 35 25 11 14

5. Pernah membeli produk ramah lingkungan 81 45 36 19 9 10

6. Akan loyal terhadap produk ramah lingkungan 77 47 30 23 12 11

7. Melakukan WOM atas produk ramah lingkungan 66 45 21 34 25 9

8. Proaktif terhadap produk ramah lingkungan 75 45 30 25 12 13

9. Mencari info terbaru produk ramah lingkungan 47 30 17 53 19 34

10. Mendukung 3R (reduce, reuse, dan recycle) 90 47 43 10 4 6

Sumber: Data primer diolah (2019)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

194

Dari tabel 2 diatas memberikan gambaran bahwa responden yang mengetahui tentang produk

ramah lingkungan mencapai 80% (45% pria dan 35% wanita) sedang yang tidak mengetahui produk

ramah lingkungan mencapai 20% (5% pria dan 15% wanita). Tindak lanjut dari mengetahui tentang

produk ramah lingkungan adalah mengetahui kampanye tentang produk ramah lingkungan yang

mencapai 75% terdiri 40% pria dan 35% wanita sedangkan yang tidak mengetahui kampanye

tentang produk ramah lingkungan mencapai 25% (9% pria dan 16% wanita). Yang menarik

dicermati bahwa responden mengetahui dan mendukung kampanye green marketing dan green

product yaitu 87% (45% pria dan 42% wanuta) dan 75% (40% pria dan 35% wanita). Meski ada

juga yang tidak mendukung dari keduanya yaitu 13% (3% pria dan 10% wanita) dan 25% (11% pria

dan 14% wanita). Hal ini memberikan gambaran bahwa mayoritas responden, terutama dari

kalangan pria telah mengetahui produk ramah lingkungan dan kampanyenya serta mengetahui dan

memberikan dukungan terhadap kampanye green marketing dan green product.

Implikasi yang menarik dari temuan bahwa mayoritas responden pernah membeli produk

ramah lingkungan sebesar 81% (45% pria dan 36% wanita) sedangkan yang belum pernah membeli

hanya 19% (9% pria dan 10% wanita). Tindaklanjut dari perilaku pernah membeli adalah komitmen

akan loyal terhadap konsumsi produk ramah lingkungan yaitu mencapai 77% (47% pria dan 30%

wanita) sedangkan yang akan melakukan word-of-mouth atau WOM mencapai 66% terdiri dari 45%

pria dan 21% wanita sedangkan yang tidak akan melakukan WOM sebanyak 34% terdiri 25% pria

dan 9% wanita. Responden yang proaktif terkait perkembangan produk ramah lingkungan mencapai

75% (45% pria dan 30% wanita). Pemahaman tentang sikap proaktif karena regulasi dan semua

aspek yang menyangkut dari produk ramah lingkungan cenderung mengalami perkembangan sangat

pesat sehingga hal ini menuntut adanya kesigapan konsumen dalam memahami perkembangannya.

Selain itu, sebagai sesuatu hal yang baru tentunya eksistensi dari produk ramah lingkungan juga

butuh apresiasi dari semua pihak, tidak hanya dari konsumen dan produsen semata. Terkait hal ini

maka beralasan jika komitmen konsumen mencari informasi terbaru tentang produk ramah

lingkungan juga sangat dibutuhkan terutama untuk melakukan update informasi terkait produk

ramah lingkungan. Responden yang responsif terhadap hal ini mencapai 47% (31% pria dan 16%

wanita), sedangkan yang reaktif atau tidak responsif melakukan update info terbaru tentang produk

ramah lingkungan mencapai 53% (19% pria dan 34% wanita). Hal lain yang juga menarik dicermati

adalah komitmen responden dalam mendukung program 3R yaitu reduce, reuse dan recycle

mencapai 90% terdiri 47% pria dan 43% wanita, tetapi yang tidak mendukung sebanyak 10% terdiri

4% pria dan 6% wanita.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

195

Temuan lain yang juga menarik dicermati terkait daya tarik konsumsi produk ramah

lingkungan adalah keterkaitannya dengan 4P sebagai bagian dari marketing mix. Penjelasan tentang

produk (product) terdiri 8 variabel dengan pertimbangan yang utama adalah sayuran organik

sebagai produk familier dari produk ramah lingkungan yaitu 18% (10% pria dan 8% wanita), diikuti

produk makanan 16% (9% pria dan 7% wanita) dan yang terendah yaitu mengikuti trend – status

sosial – lifestyle sebesar 7% (3% pria dan 4% wanita). Selain itu, faktor tempat (place) tidak bisa

terlepas dari pertimbangan lokasi, saluran distribusi dan juga ketersediaan produk yang dijabarkan

dalam 4 variabel yaitu tersedia terbatas sebesar 37% (17% pria dan 20% wanita), bisa dibeli secara

online sebesar 26% (10% pria dan 16% wanita), problem distribusi yang terbatas mencapai 22%

(9% pria dan 13% wanita), dan hanya tersedia di tempat tertentu yaitu mall dan supermarket sebesar

15% (7% pria dan 8% wanita). Pertimbangan tentang harga (price) meliputi 5 variabel mulai dari

harga relatif mahal 30% (13% pria dan 17% wanita) dan harga selaras dengan kualitas 25% (10%

pria dan 15% wanita) sampai harga dibanding produk konvensional sebesar 10% (4% pria dan 6%

wanita). Pertimbangan faktor promosi (promotion) terdiri 4 variabel yaitu informasi dari media

cetak 35% (20% pria dan 15% wanita), minimnya promosi 27% (13% pria dan 14% wanita),

frekwensi terbatas 21% (9% pria dan 12% wanita) dan visualisasi yang tidak maksimal sebesar 17%

(7% pria dan 10% wanita).

Tabel 2 Variabel daya tarik dari 4PNO 4P VARIABEL JML P / W

1 PRODUCT

Sayuran organik 18 P = 10 / W = 8Produk makanan 16 P = 9 / W = 7

Daya tahan produk 15 P = 6 / W = 9Produk komplementer 13 P = 5 / W = 8Pertimbangan kualitas 12 P = 6 / W = 6

Varietas produk terbatas 10 P = 4 / W = 6Pilihan terbatas / tidak beragam 9 P = 4 / W = 5

Mengikuti trend / status sosial / lifestyle 7 P = 3 / W = 4

2 PLACE

Tersedia terbatas 37 P = 17 / W = 20Bisa dibeli secara online 26 P = 10 / W = 16

Problem distribusi terbatas 22 P = 9 / W = 13Hanya ada di mall – supermarket 15 P = 7 / W= 8

3 PRICE

Harga relatif mahal 30 P = 13 / W = 17Harga selaras dengan kualitas 25 P = 10 / W = 15

Harga menjamin isu lingkungan 20 P = 10 / W = 10Harga dibanding produk pesaing 15 P = 7 / W = 8

Harga dibanding produk konvensional 10 P = 4 / W = 6

4 PROMOTION

Dari media cetak 35 P = 20 / W = 15Minimnya promosi 27 P = 13 / W = 14Frekwensi terbatas 21 P = 9 / W = 12

Visualisasi tidak maksimal 17 P = 7 / W = 10Sumber: Data primer diolah (2019)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

196

Hasil riset menunjukan bahwa produk ramah lingkungan dipersepsikan beragam oleh

generasi milenial yang notabene adalah calon pembeli potensial di masa depan terutama dikaitkan

dengan semakin tingginya persepsian tentang kesehatan konsumsi. Pertimbangan tentang 4P dalam

kaitan dengan marketing mix memberikan gambaran bahwa persepsian dari generasi milenial

tentang produk tidak hanya mengacu pertimbangan kualitas semata tapi juga kuantitas, kemasan,

keberagaman produk yang ditawarkan, daya tahan produk dan ketersediaan produk

komplementernya (Bhalerao dan Deshmukh, 2015; Solaiman, et al., 2015; Chockalingam dan

Isreal, 2016; Mahmoud, 2018). Pertimbangan tentang tempat – distribusi secara tidak langsung

terkait dengan keterjangkauan dan ketersediaan produk di pasaran sehingga mudah diperoleh oleh

konsumen. Hal ini menegaskan bahwa semakin mudah diperoleh maka akan meningkatkan

kepercayaan untuk mendapatkannya, begitu juga jika yang terjadi adalah sebaliknya. Oleh karena

itu, pertimbangan distribusi menjadi salah satu hal yang penting dari daya tarik konsumsi produk

ramah lingkungan.

Persoalan tentang harga dari produk ramah lingkungan tidak bisa terlepas dari aspek

mahalnya harga produk sementara di sisi lain pertimbangan harga dari produk pesaingnya juga

relatif murah sehingga hal ini berdampak terhadap permitaan terhadap produk ramah lingkungan.

Selain itu, pertimbangan terhadap produk subsitusi dan komplementer perlu juga dicermati sebagai

pertimbangan rasional terhadap daya tarik produk ramah lingkungan. Faktor terakhir dari

marketing mix yang juga menarik dicermati terkait daya tarik produk ramah lingkungan adalah

pertimbangan promosi. Keterbatasan promosi dan cakupan iklan yang tidak luas serta keterbatasan

media yang ada menjadi tantangan dibalik daya tarik dari produk ramah lingkungan. Padahal akses

terhadap media, baik itu offline dan online saat ini semakin luas dan tanpa batas. Oleh karena itu,

realitas ini menjadi tantangan untuk memacu daya tarik konsumsi produk ramah lingkungan,

terutama dikalangan generasi milenial sebagai konsumen potensial untuk masa depan.

5. PENUTUP

Identifikasi terhadap daya tarik konsumsi produk ramah lingkungan menunjukan ada

sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan, meski di satu sisi dapat dikelompokan dengan

mengacu teoritis marketing mix yaitu 4P dan di sisi lain mencakup sejumlah faktor lainnya sesuai

persepsian generasi milenial yang menjadi responden dalam riset ini. Temuan riset ini memberikan

gambaran tentang daya tarik konsumsi produk ramah lingkungan meski di sisi lain ada juga

pertimbangan tentang faktor persepsian dari responden yang mewakili karakteristik generasi

milenial.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

197

Temuan riset ini belum mengidentifikasi secara keseluruhan dari daya tarik konsumsi produk

ramah lingkungan sehingga pertimbangan terhadap generalisasi hasil belum dapat mencerminkan

fenomena yang berkembang. Oleh karena itu penelitian ke depan perlu juga mempertimbangan

sejumlah faktor yang menjadi keterbatasan dari riset ini, termasuk juga misalnya pemilihan

responden sebagai konsumen aktual, tidak sekedar konsumen potensial dan juga faktor pengujian

secara statistik dengan mengacu temuan variabel dari riset ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. dan Ahmad, I. 2012. Environment Friendly Products: Factors that Influence the GreenPurchase Intentions of Pakistani Consumers. Pakistan Journal of Engineering,Technology & Science. 2(1): 84-117.

Bhalerao, V.R dan Deshmukh, A. 2015. Green Marketing: Greening the 4 Ps of Marketing.International Journal of Knowledge and Research in Management & E-Commerce. 5(2):5-8.

Biswas, A. 2016. A Study of Consumers’ Willingness to Pay for Green Products. Journal ofAdvanced Management Science. 4(3): 211-215.

Chockalingam, S.N. dan Isreal, D.J. 2016. Redesigning The Marketing Mix For Eco-FriendlyProduct Consumption Among Non-Purchasers In India. Management & Marketing:Challenges For The Knowledge Society. 11(1): 355-370.

Devipriya. B. dan Nandhini, M. 2016. A Study on Consumer Attitude towards Eco-FriendlyProducts in Coimbatore City. International Journal of Management and DevelopmentStudies. 5(6): 1-5.

Fisher, C., Bashyal, S., dan Bachman, B. 2012. Demographic Impacts On Environmentally FriendlyPurchase Behaviors. Journal of Targeting, Measurement and Analysis for Marketing. 20:172-184.

Kumar, D.S. dan Sharma, R. 2015. A Study Of Consumers’ Perception And Attitude TowardsGreen Products. International Journal of Advanced Research in Management and SocialSciences. 4(8): 285-297.

Lorek, A. 2015. Current Trends In The Consumer Behaviour Towards Eco-Friendly Products.Economic and Environmental Studies (E&ES). 15(2): 115-129.

Mahmoud, T.O. 2018. Impact of green marketing mix on purchase intention. International Journalof Advanced and Applied Sciences. 5(2): 127-135.

Pillai, P., dan Junare, S.O. 2016. A Study on Consumers’ Perception towards Eco-friendly Productsin Ahmedabad. International Journal of Research in IT and Management (IJRIM). 6(7):14-28.

Shabani, N., Ashoori, M., Taghinejad, M., Beyrami, H., dan Fekri. M.N. 2013. The Study Of GreenConsumers’ Characteristics And Available Green Sectors In The Market. InternationalResearch Journal of Applied and Basic Sciences. 4 (7): 1880-1883.

Solaiman, M., Osman, A., dan Halim, M.B. 2015. Green Marketing: A Marketing Mix Point ofView. International Journal of Business and Technopreneurship. 5(1): 87-98.

Suganya, D dan Kavitha, S. 2017. A Study on Consumer Awareness towards Eco Friendly Productsat Coimbatore. International Journal of Current Research and Modern Education. 2(1):237-241.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

198

Suki, N.H. 2013. Green Awareness Effects On Consumers' Purchasing Decision: Some InsightsFrom Malaysia. International Journal of Asia Pacific Studies (IJAPS). 9(2): 49-63.

Suntornpithug, N., dan Indiana, S.K. 2017. Green Marketing: Millennials’ Perceptions OfEnvironmentally Friendly Consumer Packaged Goods Products. Proceedings Of IserdInternational Conference, Taipei, Taiwan, 26th-27th June.

Yasin, S., Ghafoor, A., Lodhi, A.S., Ahmed, M., dan Kausar, R. 2015. Green Marketing: A Study ofConsumers’ Attitude towards Environment Friendly Products. Lasbela University Journalof Science and Technology. 4: 109-116.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

199

ANALISIS PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAPKEPUASAN PASIEN DI RAWAT JALAN RSUD KARANGANYAR

Oktavy Budi KusumawardhaniKlinik Pratama Kasih Ibu Jaten

Jln Sawo 4 No 104 RT 04 RW 18 Ngringo, Jaten, Karanganyar, 57772, (0271) [email protected]

AbstractThe aim of this research is to analyze the influence of nurse therapeutic communication to

the satisfaction of the patient in Karanganyar Regency Hospital. The steps of nurse therapeuticcommunication can influence the satisfaction of the out patients in Karanganyar RegencyHospital. The steps of nurse therapeutic communication can influence the satisfaction of the outpatients in Karanganyar Regency Hospital. This research uses kuantitatif by observasionalanalitik by means of cross sectional approach. The population of this research is the out-patientsthat are less than 200 in order to avoid the insentive risk. The technique oftaking the sample forthis research uses simple random sampling method. For hypothesis test uses double regressionanalysis. The conclusions of this research are (1) there is an influence of nurse therapeuticcommunication at the orientation step of the out-patient satisfaction. (2) There is no influence ofnurse therapeutic communication to the out-patient satisfaction at the steps of work andtermination. (3) the step that is the most influenced in the nurse therapeutic communication of theout-patients satisfaction in Karanganyar Regency Hospital is at the orientation one.

Key Keywords: therapeutic communication, nurse, satisfaction, hospital

1. Pendahuluan

Rumah sakit pemerintah pada abad 21 dituntut untuk menjadi Badan Layanan Umum (BLU).

BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan

kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam

pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, rumah sakit harus dapat memberikan kepuasan terhadap

pasien selaku konsumen utama rumah sakit (Akbar, Sidin & Pasinringi, 2013). Rumah sakit sebagai

salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat

yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan

medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan

tersebut dilakukan melalui unit gawat darurat, unit rawat inap dan unit rawat jalan (Putra, 2013).

Pelayanan ditentukan oleh tiga komponen utama antara lain jenis pelayanan yang diberikan,

manajemen sebagai pengelola pelayanan dan tenaga keperawatan sebagai pemberi pelayanan

keperawatan. Pelayanan keperawatan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh ketepatan dalam

memberikan pelayanan tetapi dengan membina hubungan komunikasi yang dapat menyembuhkan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

200

pasien (komunikasi terapeutik). Perawat perlu memiliki keterampilan berkomunikasi secara

terapeutik dalam menjalankan perannya sehingga dapat menentukan keberhasilan pelayanan atau

asuhan keperawatan yang professional dengan memperhatikan kebutuhan holistik pasien (Misi,

Zulpahiyana, Sofyan, 2016). Komunikasi merupakan komponen dari pengalaman individu dengan

ekspresi seperti emosi, ide, verbal dan nonverbal. Komunikasi merupakan komponen essensial

pokok yang membuat hubungan interpersonal yang baik (Prasad & George, 2014).

Keperawatan merupakan landasan dasar di dalam sistem pelayanan kesehatan dan perawat

bagian penting dari itu. Perawat memberikan pelayanan asuhan keperawatan untuk pasien dan

berurusan dengan mereka selama 24 jam, 7 hari seminggu sehingga perawat adalah bagian yang

sangat berharga dalam sistem pelayanan kesehatan. Komunikasi dengan pasien merupakan bagian

dalam memberikan asuhan keperawatan. Komunikasi perawat dengan pasien terdapat beberapa

cara tapi yang sangat penting yaitu komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik dilakukan oleh

profesioanal perawat dan perawat harus tahu karena untuk melakukan asuhan keperawatan. Hal ini,

dilakukan agar ketika pasien dan keluarga tiba-tiba stress atau hal yang tidak dapat diubah dating

pasien dan keluarga dapat menerima (Yas & Mohammed, 2016).

Menurut Kusumo (2017) di RSUD Kota Jogja kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak

faktor, salah satunya komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat. Dari hasil penelitian yang

telah dilakukan ditemukan bahwa terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap

kepuasan pasien rawat jalan dan IGD di RSUD Kota Jogja. Tahap orientasi komunikasi terapeutik

merupakan tahap yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien sedangkan tahap komunikasi

terapeutik yang paling berpengaruh di IGD adalah tahap terminasi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di bangsal rawat jalans

RSUD Karanganyar kepada 15 pasien mengatakan 9 menyatakan kurang puas dengan komunikasi

terapeutik yang dilakukan oleh perawat. Pasien mengatakan beberapa perawat kurang ramah,

kurang senyum, cuek dan kurang memberikan informasi yang jelas kepada pasien. Hal ini sesuai

dengan hasil survei awal pada 3 perawat yang menyatakan bahwa pelaksanaan komunikasi

terapeutik belum dilakukan secara maksimal. Prakteknya, komunikasi terapeutik yang

sesungguhnya sangat jarang dilakukan oleh perawat di RSUD Karanganyar dalam memberikan

pelayanan kepada pasien. Berdasarkan data studi pendahulan yang dilakukan oleh peneliti maka

peneliti tertarik untuk mengambil tentang “Analisis Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat

Terhadap Kepuasan Pasien Di Rawat Jalan RSUD Karanganyar”.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

201

Kerangka Konsep

Gambar 1 Kerangka Konsep

Keterangan : Dilakukan

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Komunikasi Terapeutik

Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communicatio yang artinya pemberitahuan

atau pertukaran ide sedangkan teraupetik sendiri adalah pengobatan. Komunikasi terapeutik

merupakan komunikasi yang dirancang dan direncakan dengan sadar oleh perawat yang bermaksud

membangun hubungan kepercayaan demi kesembuhan pasien (Lalongkoe, 2013). Komunikasi

terapeutik ini masuk pada komunikasi interpersonal dengan titik tolok saling memberikan

pengertian antara perawat dengan pasien. La Ode (2012) mengatakan bahwa komunikasi dalam

keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat pada saat

melakukan intervensi keperawatan bermanfaat memberikan terapi bagi proses penyembuhan.

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk memotivasi dan mengembangkan pribadi klien ke arah

yang lebih konstruktif dan adaptif (Priyanto, 2009). Musliha & Fatmawati (2010) menyatakan

bahwa tujuan komunikasi terapeutik yaitu membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi

beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila

pasien percaya pada hal yang diperlukan serta mengurangi keraguan, membantu dalam hal

Komunikasi Terapeutik

Tahap Orientasi

(X1)

Tahap Kerja

(X2)

TahapTerminasi

(X3)

Kepuasan Pasien

(Y)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

202

mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan ego. Menurut La Ode (2012) jenis

komunikasi terdapat dua yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk terapi pada pasien, sehingga pelaksanaan komunikasi

harus direncanakan dan terstruktur dengan baik melalui 4 tahapan yaitu :

a. Tahap pre interaksi

Tahap ini merupakan masa persiapan sebelum berinteraksi dengan pasien

b. Tahap orientasi

Tahap ini yaitu tahap perkenalan yang dilakukan oleh perawat saat pertama kali bertemu

dengan pasien. Perawat memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada pasien, dengan begitu

perawat telah bersikap terbuka pada pasien. Situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan

penerimaan serta membantu pasien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya.

c. Tahap kerja

Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Tahap ini perawat

bekerja sama dengan pasien untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh pasien.

Tahap kerja berhubungan dengan rencana pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan

dilakukan kepada pasien. Perawat dituntut untuk mempunyai tingkat analisa yang tinggi

sehingga dapat mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi,

memfokuskan dan menyimpulkan. Jika perawat tidak menyimpulkan percakapannya dengan

pasien pada tahap ini, dapat terjadi perbedaan persepsi antara perawat dengan pasien sehingga

penyelesaian masalahnya menjadi tidak terarah serta tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan

yang membuat masalah pasien menjadi tidak terselesaikan.

d. Tahap terminasi

Terminasi merupakan tahap akhir dari pertemuan antara perawat dengan pasien. Tahap

terminasi ini dibagi menjadi dua, yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart dan

Laraia, 2001). Pertemuan antara perawat dan pasien terdiri atas beberapa kali pertemuan.

Setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan pasien pada waktu yang

telah ditetapkan, sedangkan terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesikan proses

keperawatan secara keseluruhan.

2.2 Perawat

Berdasarkan Permenkes RI No 1239 tahun 2001 tentang registrasi dan praktik perawat,

dijelaskan perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik didalam maupun

diluar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.. Menurut

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

203

Budiono & Pertami (2015) seseorang dapat disebut sebagai perawat dan mempunyai tanggung

jawab sebagai perawat apabila yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya telah

menyelesaikan pendidikan perawat baik di luar maupun di dalam negeri yang biasanya dibuktikan

dengan ijazah ataau surat tanda tamat belajar.

Menurut Budiono & Pertami (2015) peran dan fungsi perawat profesional disusun untuk

mengidentifikasi dan memperjelas aspek-aspek yang membedakan praktik keperawatan profesional

dan praktik keperawatan yang diberikan oleh orang yang tidak mempunyai kualifikasi keperawatan

profesional. Menurut Perry & Potter (2005) perawat memiliki beberapa peran yaitu : pemberi

asuhan keperawatan, pembuat keputusan klinis, pelindung dan advokat pasien, manajer kasus,

rehabilitator, pemberi kenyamanan, komunikator, penyuluh atau pendidik, role model, peneliti dan

kolaborator.

2.3 Pelayanan Rawat Jalan

Menurut Kusumo (2017) pelayanan rawat jalan (ambulatory) merupakan salah satu bentuk dari

pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien yang tidak menjalani proses rawat inap

(hospitalization). Pelayanan rawat jalan tidak hanya dilaksanakan oleh sarana pelayanan kesehatan

seperti rumah sakit ataupun klinik, tapi dapat dilaksanakan di rumah pasien (home care) dan di

rumah perawatan (nursing homes). Pasien rawat jalan yaitu pasien yang tidak dirawat di rumah

sakit selama 24 jama atau lebih tapi mengunjungi rumah sakit, klinik ataupun fasilitas kesehatan

yang terkait untuk mendiagnosa atau dalam pengobatan.

Jenis pelayanan rawat jalan di rumah sakit dapat dibedakan dalam beberapa macam yaitu

(Kusumo, 2017) : pelayanan gawat darurat yakni untuk menangani pasien gawat yang

membutuhkan pertolongan segera dan mendadak, pelayanan rawat jalan paripurna yaitu pelayanan

kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien, pelayanan rujukan yaitu melayani pasien-pasien rujukan

oleh sarana kesehatan lain. Biasanya hanya untuk diagnosis dan terapi untuk perawatan selanjutnya

ditangani oleh sarana kesehatan yang merujuk dan pelayanan bedah jalan yaitu pelayanan yang

memberikan pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang sama.

2.4 Kepuasan Pasien

Kepuasan atau statisfaction berasal dari Bahasa latin yaitu statis yang berarti enough atau

cukup dan facere yang berarti to do atau melakukan. Jadi jasa yang memuaskan yaitu jasa yang

sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen pada tingkat yang cukup (Irawan, 2004).

Tingkat kepuasan pasien terdiri dari penilaian pasien terhadap pelayanan kesehatan, bertujuan agar

respon komprehensif pelayanan yang dihasilkan dari harapan sebelumnya dapat dilihat serta hasil

pengobatan yang diperoleh setelah adanya pelayanan kesehatan (Liyang & Tang, 2013). Terdapat

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

204

tiga tingkat kepuasan pasien diantaranya bila pelayanan kurang dari harapan, pasien tidak

dipuaskan. Bila pelayanan sebanding dengan harapan, pasien puas. Apabila pelayanan melebihi

harapan, pasien amat puas atau senang (Wijono, 2008). Menurut Wijono (2008), elemen kepuasan

dibagi menjadi lima yaitu: akses, hal yang menyenangkan, komunikasi, mutu pelayanan kesehatan

yang diterima dan pelayanan personal.

Muninjaya (2013), menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan Rumah Sakit atau organisasi

pelayanan kesehatan lain dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pendekatan dan perilaku petugas,

mutu informasi, prosedur perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum yang tersedia, fasilitas

perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, pengaturan kunjungan dan privasi outcome dan

perawatan yang diterima. Pendekatan dan perilaku petugas yaitu komunikasi terapeutik merupakan

salah satu bagian dari kepuasan pasien yang mempengaruhi mutu. Komunikasi terapeutik

merupakan hal penting bagi perawat untuk mendukung proses keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan, dan penilaian. Peran komunikasi sebagai sarana untuk menggali kebutuhan pasien

agar kepuasan pasien dapat terpenuhi serta masalah yang dialami pasien dapat teratasi.

3. Metodologi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan cross-sectional. Populasi

dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di RSUD Karanganyar. Pada penelitian jumlah

populasi tidak diketahui. Penentuan jumlah sampel untuk subjek penelitian kurang dari 200 orang

agar tidak terjadi resiko tidak sensitif. Sampel penelitian ini adalah sebagian dari pasien di RSUD

Kabupaten Karanganyar untuk rawat jalan yang telah memenuhi kriteria. Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini menggunakan cara simple random sampling yaitu dengan pengambilan

sampel secara acak (Sugiyono, 2015). Penelitian ini menggunakan kuesioner dalam pengumpulan

data. Analisis data dibantu dengan bantuan software statistik computer SPSS versi 20. Analisis data

yang dilakukan adalah (1) analisis deskriptif profil responden, (2) uji validitas data, (3) uji

reliabilitas data dan (4) analisis regresi berganda.

4. Analisa Data dan Pembahasan

4.1 Profil responden

Penelitian ini mengambil responden pasien rawat jalan RSUD Karanganyar. total responden

dalam penelitian ini sebanyak 100 responden. Dari jumlah tersebut, sebanyak 45 orang berjenis

laki-laki dan 55 orang berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan usia 41 responden berusia 17-30

tahun, 28 responden berusia 31-40 tahun, 16 responden berusia 41-50 tahun, 13 responden berusia

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

205

51-60 tahun dan 2 responden berusia 61-100 tahun. Berdasarkan status pernikahan terdapat 75

responden yang menikah dan 25 responden yang belum menikah. Berdasarkan pendidikan paling

banyak berpendidikan SMA dengan 54 responden dan sedikit pendidikan D3 dengan 4 responden.

Berdasarkan pekerjaan paling banyak wiraswasta sebanyak 35 responden dan sedikit PNS dengan 7

responden. Berdasarkan kunjungan pasien paling banyak 1 kali dengan 43 responden dan sedikit 4

kali dengan 11 responden.

4.2 Analisis Data

4.2.1 Regresi Linear Berganda

Tabel 1

Uji Regresi

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficientst Sig.

BStd.

ErrorBeta

(Constant) 10.241 .426 24.057 .000

Orientasi .428 .112 .520 3.775 .000

Kerja -.140 .118 -.162 -1.186 .239

Terminasi -.141 .112 -.116 -1.254 .213

Sumber: Data Primer Olahan, 2017

Berdasarkan tabel 5 dan bentuk persamaan regresi diperoleh sebegai berikut :

Y = a + B1 X1 + B2 X2 + B3 X3

Y = 10.241 + 0.428 X1 – 0.140 X2 – 0.141 X3

Konstanta ( a ) sebesar 10.241, artinya apabila fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi tidak ada

atau nilainya adalah 0, maka kepuasan pasien di RSUD Karanganyar nilainya sebesar 10.241.

Koefisien regresi variabel fase orientasi (X1) sebesar 0.428, artinya apabila fase orientasi

ditingkatkan 1 satuan, maka kepuasan pasien di RSUD Karanganyar mengalami kenaikan yang

cukup berarti yaitu sebesar 0,380 satuan. Koefisien bernilai positif artinya ada hubungan searah

antara fase orientasi dengan kepuasan pasien. Apabila fase orientasi ditingkatkan maka

kepuasan pasien RSUD Karanganyar akan semakin meningkat.

Koefisien regresi variable fase kerja (X2) sebesar 0.140, artinya apabila fase kerja ditingkatkan 1

satuan, maka kepuasan pasien di RSUD Karanganyar mengalami penurunan dan satu variable

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

206

Kepuasan Pasien akan turun sebesar 0.140 satuan. Koefisien bernilai negative artinya terdapat

hubungan yang berlawanan arah antara fase kerja dengan kepuasan pasien. Apabila fase kerja

ini ditingkatkan maka kemungkinan akan meningkatkan kepuasan pada pasien RSUD

Karanganyar.

Koefisien regresi variable fase terminasi (X3) sebesar 0.141, artinya apabila fase terminasi

ditingkatkan 1 satuan, maka kepuasan pasien di RSUD Karanganyar mengalami penurunan dan

satu variable Kepuasan Pasien akan turun sebesar 0.141 satuan. Koefisien bernilai negative

artinya terdapat hubungan yang berlawanan arah antara fase terminasi dengan kepuasan pasien.

Apabila fase terminasi ini ditingkatkan maka kemungkinan akan meningkatkan kepuasan pada

pasien RSUD Karanganyar.

4.2.2 Uji Koefisiensi Regresi Secara Parsial (Uji t Parsial)

Tabel 2

Uji t parsial

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients T Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) 10.241 .426 24.057 .000

Orientasi .428 .112 .520 3.775 .000

Kerja -.140 .118 -.162 -1.186 .239

Terminasi -.141 .112 -.116 -1.254 .213

Sumber: Data Primer Olahan, 2017

4.2.2.1 Komunikasi Terapeutik pada Tahap Orientasi

Dapat dilihat pada tabel 6 oleh karena nilai t hitung > t tabel ( 3.775 > 1.98397) dengan

signifikansi < 0,05 dan koefisiensi regresi mempunyai nilai positif pada komunikasi terapeutik

tahap orientasi maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada

tahap orientasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Karanganyar diterima.

4.2.2.2 Komunikasi Terapeutik pada Tahap Kerja

Dapat dilihat pada tabel 6 oleh karena nilai t hitung < t tabel ( 1.186 < 1.98397) dengan

signifikansi > 0,05 dan koefisiensi regresi mempunyai nilai negatif pada komunikasi terapeutik

tahap kerja maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada

tahap kerja terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Karanganyar ditolak.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

207

4.2.2.3 Komunikasi Terapeutik pada Tahap Terminasi

Dapat dilihat pada tabel 6 oleh karena nilai t hitung > t tabel ( 1.254 < 1.98397) dengan

signifikansi > 0,05 dan koefisiensi regresi mempunyai nilai negatif pada komunikasi terapeutik

tahap terminasi maka hipotesis yang menyatakan ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada

tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Karanganyar ditolak.

4.2.2.4 Komunikasi Terapeutik yang paling berpengaruh

Dari ketiga tahap komunikasi terapeutik perawat di RSUD Karanganyar didapatkan nilai t

hitung yang paling besar diantara ketiga tahap tersebut yaitu nilai t hitung pada komunikasi

terapeutik tahap orientasi. Artinya tahap orientasi yang paling berpengaruh terhadap kepuasan

pasien di RSUD Karanganyar

4.2.3 Uji Koefisiensi Regresi Secara Bersama-sama (Uji F)

Tabel 3

Hasil Uji F

ModelSum of

SquaresDf

Mean

SquareF Sig

1

Regression 25.818 3 8.606 7.802 .000b

Residual 105.892 96 1.103

Total 131.710 96

Sumber: Data Primer Olahan, 2017

Hasil Uji F pada tabel 7 didapatkan bahwa nilai F hitung > F tabel (7.802 > 2,70) dengan

signifikansi < 0,05 (0,000) yang artinya ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap

kepuasan pasien rawat jalan RSUD Karanganyar.

4.2.4 Analisis Determinasi

Tabel 4

Analisis Determinasi

Model R R

Square

Adjusted R Square Std error of the

Estimate

1 .443a .196 .171 1.050

Sumber: Data Primer Olahan, 2017

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

208

Untuk mengetahui seberapa besar prosentase pengaruh komunikasi terapeutik pada tahap

orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Karanganyar

dapat dilihat pada tabel 8 yakni berpengaruh 19,6%.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Komunikasi Terapeutik Perawat

Distribusi frekuensi yang didapat dari data pada komunikasi terapeutik perawat fase orientasi

yang paling tinggi pada prosentase 24% dengan responden 24 orang menyatakan bahwa “hampir

tidak pernah”. Hal ini dapat terjadi karena pada fase orientasi yang dilakukan di rawat jalan ada

yang sudah melakukan komunikasi terapeutik dan juga ada yang belum melakukan komunikasi

terapeutik pada tahap ini. Pada tahap ini sebaiknya perawat selalu melakukan fase orientasi kepada

pasien karena pada tahap ini penilaian awal terhadap pelayanan perawat pada pasien. Tahap

orientasi merupakan tahap perkenalan yang dilakukan oleh perawat saat bertemu dengan pasien.

Pada tahap ini tugas perawat yaitu membina hubungan saling percaya, merumuskan kontrak

bersama dengan pasien, menggali pikiran dan perasaaan serta mengidentifikasi masalah pasien dan

merumusakan tujuan dengan pasien (Lalongkoe, 2015).

Data penelitian mengenai komunikasi perawat tahap kerja didapatkan hasil tertinggi dengan

prosentase 39% dengan jumlah responden 39 orang menyatakan bahwa “hampir tidak pernah”. Ini

menunjukkan bahwa masih banyak perawat yang belum melakukan komunikasi terapeutik pada

pasien. Padahal pada fase kerja ini merupakan fase paling penting dari fase-fase komunikasi

terapeutik perawat. Lalongkoe (2015) mengatakan bahwa tahap ini merupakan inti dari keseluruhan

proses komunikasi terapeutik. Tahap ini perawat bekerja sama dengan pasien untuk mengatasi

msalah yang sedang dihadapi oleh pasien. Pada tahap ini perawat dituntut untuk mempunyai tingkat

analisa yang tinggi sehingga dapat menyimpulkan permasalahan pasien dan dapat mengatasinya.

Komunikasi terapeutik perawat tahap terminasi didapatkan hasil tertinggi dengan prosentase

54% dengan responden 54 orang menyatakan bahwa “ragu-ragu”. Dapat disimpulkan bahwa masih

banyak perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien masih ragu-ragu dalam melakukan

komunikasi fase terminasi di rawat jalan RSUD Karanganyar. Pada fase ini fase terpenting setelah

fase kerja karena di fase ini perawat mengevaluasi tentang pencapaian tujuan interaksi yang telah

dilakukan dengan menyakan perasaan pasien setelah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan

tertentu dan selanjutnya membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Lalongkoe (2015)

menyatakan bahwa tahap terminasi merupakan tahap akhir dari pertemuan antara perawat dengan

pasien. Stuart & Laraia (2001) mengatakan terminasi dibagi menjadi dua yaitu terminasi sementara

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

209

dan terminasi akhir. Pada tahap ini perawat mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi,

melakukan evaluasi subjektif, menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi dan membuat kontrak

untuk pertemuan berikutnya.

4.3.2 Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi sebagian besar

pasien dengan prosentasi 61% dengan responden 61 menyatakan “puas”, pada tahap kerja sebagian

besar pasien dengan prosentase 75% dengan responden 75 menyatakan “puas, ”serta tahap

terminasi sebagian besar pasien dengan prosentase 55% dengan responden 55 menyatakan “ragu-

ragu”. Dari hasil ini dapat disimpulkan bawah komunikasi terapeutik perawat di rawat jalan RSUD

Karanganyar, responden merasa puas dengan komunikasi perawat pada tahap orientasi, tahap kerja

serta pada tahap terminasi responden merasa ragu-ragu dengan komunikasi yang dilakukan oleh

perawat pada pasien. Komunikasi yang diaplikasikan dengan baik dapat memberikan kenyamanan

pada pasien sehingga pasien akan merasa puas dengan pelayanan yang telah diberikan oleh perawat

terutama dari komunikasi terapeutik yang diberikan oleh perawat.

Menurut Akbar (2017) komunikasi terapeutik perawat di rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta

bahwa responden merasa puas pada semua fase komunikasi terapeutik. Hal ini berarti sebagian

besar perawat telah melakukan komunikasi terapeutik yang baik pada setiap pasien rawat jalan. Jika

hal ini ditingkatkan maka tingkat kepuasan pasien akan meningkat karena informasi yang diperoleh

dari pasien menyatakan akan kepuasan pelayanan kesehatan, maka akan dijadikan referensi untuk

menggunakan ataupun memilih pelayanan jasa kesehatan yang ada di rumah sakit tersebut.

4.3.3 Pengaruh KomunikasiTerapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien

Dalam analisa determinasi yang dilakukan ditemukan hasil bahwa pengaruh komunikasi

terapeutik pada tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat

jalan RSUD Karanganyar dapat dilihat pada tabel 7 yakni berpengaruh 19,6%. Pada pengujian Uji F

didapatkan bahwa nilai F hitung > F tabel (7.802 > 2,70) dengan signifikansi < 0,05 (0,000) yang

artinya ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD

Karanganyar.

Kepuasan pasien pada Uji t didapatkan bahwa, pada tahap orientasi nilai t hitung > t tabel

disertai nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh

komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi terhadap kepuasan pasien. Pada tahap kerja

didapatkan nilai t hitung < t tabel di sertai nilai signifikansi 0,239 (p>0,05) sehingga dapat

dikatakan bahwa tidak ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja terhadap

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

210

kepuasan pasien. Untuk tahap terminasi didapatkan hasil nilai t hitung < nilai t tabel di sertai

dengan nilai signifikansi 0,213 (p > 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh

komunikasi terapeutik perawat tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD

Karanganyar.

Tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat jalan

di RSUD Karanganyar yang dilihat dari t hitung yang paling tinggi yaitu t hitung pada fase orientasi

sebesar 3.775. Dapat dikatakan bahwa komunikasi terapeutik tahap terminasi merupakan yang

paling berpengaruh dalam kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Karanganyar.

Penelitian yang dilakukan oleh Kusumo (2017) tentang pengaruh komunikasi terapeutik

perawat terhadap kepuasan pasien di rawat jalan RSUD Jogja ditemukan bahwa terdapat pengaruh

komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien rawat jalan dan IGD di RSUD Jogja.

Tahap orientasi komunikasi terapeutik merupakan tahap yang paling berpengaruh terhadap

kepuasan pasien. Sedangkan tahap komunikasi yang paling berpengaruh di IGD yaitu tahap

terminasi. Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh peneliti yang menyatakan bahwa

tahap yang paling berpengaruh yaitu pada tahap orientasi di rawat jalan RSUD Karanganyar.

Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2017) yang

hasilnya terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan

pasien. Dengan hasil bahwa pada fase orientasi yang paling berpengaruh pada kepuasan pasien

dengan fase kerja dan fase terminasi tetap signifikan. Sedangkan pada hasil penelitian signifikansi

pada tahap terminasi dan pada tahap tahap kerja tidak terdapat signifikansi. Hal ini dapat

dikarenakan bahwa perawat kadang menggunakan bahasa yang sulit dimengerti oleh pasien.

Menurut Handayani dan Armina (2017) tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan

penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat pada pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum

Daerah Raden Mattaher Jambi” menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

yaitu pendidikan perawat, lama masa kerja perawat, pengetahuan perawat, sikap perawat, dan jenis

kelamin. Semakin tinggi pendidikan perawat maka akan semakin terampil dalam melakukan

komunikasi terapeutik. Semakin lama masa kerja maka komunikasi terapeutik dapat terlaksana

secara prosedur. Semakin tinggi pengetahuan perawat juga mempengaruhi dalam melakukan

komunikasi terapeutik pada pasien. Sikap yang baik maka akan dapat membuat perawat mampu

melakukan komunikasi terapeutik dan pada sebagian responden perawat menerapkan komunikasi

terapeutik dengan pasien secara kurang baik. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi dalam

proses komunikasi terapeutik antara perawat dengan pasien dalam menunjang kesuksesan asuhan

keperawatan.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

211

5. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian serta analisis data tentang pengaruh komunikasi terapeutik

perawat terhadap kepuasan pasien di rawat jalan maka diambil kesimpulan yaitu terdapat pengaruh

komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD

Karanganyar, tetapi tidak terdapat pengaruh komunikasi terapeutik perawat pada tahap kerja dan

terminasi terhadap kepuasan pasien. Tidak terdapat hubungan yang berpengaruh ini disebabkan

peneliti hanya meneliti pada elemen komunikasi saja tidak secara keseluruhan elemen kepuasan.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Sidin Dan Pasinringi. 2013. Gambaran Kepuasan Pasien Terhadap PelaksanaanKomunikasi Terapeutik Perawat Di Instalasi Rawat Inap Rsud Labuang Baji Makssar

Tahun 2013. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas HasanuddinArikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan Praktik. Jakarta: Rineke CiptaAswad, Mulyadi, Jiil. 2015. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien

Di Instalasi Gawat Darurat RSUD DR. H. Chasan Boesoirie Ternate. EjournalKeperawatan (e-Kp) Volume 3 Nomor 2, Mei 20015

Budiono & Pertami. 2015. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Bumi MedikaDamayanti. 2008. Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan. Bandung: Pt Refika

AditamaEsmeralda S, Sotiri, Lika. 2013. Therapeutic Communication. JAHR Vol. 4 No. 7 Review ArticleHanafi & Richard. 2012. Keterampilan Komunikasi Interpersonal Perawat Berpengaruh

Peningkatan Kepuasan Pasien. Vol. 5 No.2Handayani & Armina. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Penerapan Komunikasi

Terapeutik Oleh Perawat Pada Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum DaerahRaden Mattaher Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim Volume 6 Nomor 2 September2017

Irawan, H, 2004. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PT. Elex media komputindo.Lalongkoe. 2013. Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta: Graha IlmuLa ode. 2012. Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta: Nuha MedikaLiyang. 2013. The Chinese Community patient’s Life Statisfaction, Assesment Of Community

Medical Service And Trust in Community Health Delivery System Health And Quality Oflife Outcomes.

Khotimah, Marsito, Iswati. 2012. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan

Pelayanan Keperawatan Di Ruang Inayah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong.Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan Volume 8 No 2 Juni 2012

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

212

Kusumo. 2017. Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Di RawatJalan Rsud Jogja Vol 6 (1): 72-81. UMY: Jurnal Medicolegal Dan Manajemen RumahSakit.

Martono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Grafindo PersadaMisi, Zulpahiyana, Sofyan. 2016. Komunikasi Terapeutik Perawat Berhubungan Dengan Kepuasan

Pasien Vol. 4 No. 1 Hal 30-34. Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia (JNKI)Muninjaya. 2013. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit EGCMusliha & Fatmawati. 2010. Komunikasi Keperawatan Terapeutik. Yogyakarta: Nuha MedikaNasir A, Muhith, A., Sajidin, M., dan Mubarak, W. I. 2009. Komunikasi

dalam Keprawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.Negi, Kaur, Singh, Pugazhendi. 2017. Quality Of Nursing Patient Therapeutic Communication And

Overall Patient Satisfaction During Their Hospitalization Stay Vol. 6 Issue 4.

International Journal Of Medical Science And Public HealthNorouzinia, Aghabarari, Shiri, Karimi, Samami. 2016. Communication Barriers Perceived By

Nurses And Patients Vol. 8 No. 6. Global Journal Of Health ScienceNorvin T, Miguel. 2014. Therapeutic Relationship of Staff Nurses with Medical Patients: Basic for

In-Service Training Program. GSTF Journal of Nursing and Health Care (JNHC) Vol.1No.2, Ausgust 2014

Nurul, Marsito, Ning. 2012. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan KepuasanPelayanan Keperawatan Di Ruang Inayah Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Gombong

Volume 8 No2 Juni. Jurnal Ilmiah Kesehatan KeperawatanPatty, Sari & Pradikatama. 2015. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat

Stres Pasien di Ruang Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah dr.M.Haulussy Ambon.Jurnal Komunikasi, ISSN 1907-898X, Volume 9 Nomor 2April 2015

Priyanto. 2009. Komunikasi dan Konseling Aplikasi Dalam Sarana Pelayanan Kesehatan UntukPerawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika

Pohan. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan Dasar-Dasar Pengertian Dan Penerapan.Jakarta: EGC

Prasad & George. 2014. Effectiveness Of Structured Teaching Module On Therapeutic

Communication Among Staff Nurses Volume 3 Issue 2 Ver I(May-Apr). Iosr Journal OfNursing And Health Science (IOSR-JNHS)

Putra. 2013. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang RawatInap Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Vol. 1 No. 1. Jurnal IlmuKeperawatan

R.S. Diana. 2006. Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Terhadap Kemampuan

Komunikasi Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Di Rumah SakitElisabeth Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman ( The Soedirman Journal ofNursing), Volume 1 No 2 November 2006

Tjiptono, F. 2006. Manajemen dan pemasaran.Yogyakarta: Penerbit Andi.Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

213

Stuart & Laraia. 2001. Principle and Practice of Psyciatric Nursing. 7th Ed. St. Louis Missuri:Mosby Year Book

Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit EGCSugiyono. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta.Suryani. 2015. Komunikasi Terapeutik Teori & Praktik, Ed 2. Jakarta: Penerbit EGC.Swarjana. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi) – tuntunan Praktis Pembuatan

Proposal Penelitian untuk Mahasiswa Keperawatan, Kebidanan dan Profesi BidangKesehatan Lainnya. Yogyakarta: Andi

Sya’diyah. 2012. Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta: Graha IlmuViji Prasad & Samuel George. 2014. Effectiveness of Structured Teaching Module on Therapeutic

Communication among staff nurses. IOSR Journal of Nursing and Health Science(IOSR-JNHS) Volume 3, Issue 2 Versi I (Mar-Apr. 2014) page 27-31

Wijono D. 2008. Manajemen mutu rumah sakit dan kepuasan pasien. Surabaya: Duta PrimaAirlangga.

Yas & Mohammed. 2016. Assessment Of Nursing Knowledge About Therapeutic Communication In

Psychiatric Teaching Hospitals At Baghdad City Vol. 6 No. 2 May-Auguest. Kufa JournalFor Nursing Sciences

Younis, Mabrouk, Kamal. 2015. Effect Of The Planned Therapeutic Communication Program OnTherapeutic Communication Skills Of Pediatric Nurses Vol. 5 No. 8. Journal Of NursingEducation And Practice

Zaidin. 2001. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika

BIOGRAFI PENULIS

Penulis Pertama adalah perawat dan sekretaris di Klinik Pratama Kasih Ibu Jaten

Penulis mendapatkan gelar Magister Manajemen Konsentrasi Rumah Sakit, dari Universitas

Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia, pada tahun 2018. Fokus penulis sekarang

sebagai perawat dan manajerial bertindak sebagai sekretaris klinik. Untuk informasi lebih lanjut,

penulis dapat dihubungi melalui [email protected] .

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

214

KEBIJAKAN SPASIAL SPILLOVER TENAGA KERJA PROPINSI JAWA TENGAH

Dr. E. Caroline, SE, MSi 1) dan Dr. Etty Puji Lestari, SE, MSi 2)

Universitas Sultan Fatah Demak, Universitas Terbuka

Dr Ceacilia Srimindarti S.Pd, M.Si3)

Universitas Stikubank

Dyah Kusumawati S.Sos, M.Si4)

Universitas Sultan Fatah Demak

Achmad Nuruddin Safriandono M.Kom5)

Universitas Sultan Fatah Demak

AbstractSpatial spillover of workers in Central Java Province requires an appropriate policy in

overcoming the problem of labor migration in Central Java Province. The large numberof population in Central Java Province, different minimum wages in regencies / cities inCentral Java Province, income disparities, unequal welfare, uneven infrastructure is thereason why labor migrates both internal migration to districts / cities in Central JavaProvince, as well as external migration to outer islands, even abroad. In addition, theeconomic growth of Central Java Province which is low compared to West Java Provinceand East Java Province also makes the reason for migrating. Another reason for workersmigrating is that the poverty rate in Central Java Province is lower than Indonesia'spoverty level, the number of workers who have graduated on average with low educationwill get low monthly income so that there is less welfare, and increasing poverty. Thepurpose of this study is to examine the Central Java Province Workforce Spillover policy.The results of this study found that the labor spillover policy of Central Java Provinceincluded: 1). Internal migration policies need to be carried out to increase regionalminimum wages, increase infrastructure, and reduce interest rates; the internationalmigration policy is a need to study rupiah depreciation;

Keywords: Spatial Spillover, Labor Migration, Policy

1. Pendahuluan

Migrasi tenaga kerja terjadi akibat adanya dampak dari pemberlakuan kerjasama bidang

tenaga kerja Masyarakat Ekonomi ASEAN. Migrasi tenaga kerja terjadi dalam skala besar yaitu

migrasi tenaga kerja yang terjadi antara negara dalam suatu kawasan ASEAN, maupun skala kecil

yaitu migrasi yang terjadi antar kabupaten/kota dalam suatu propinsi.

Migrasi tenaga kerja tidak terlepas dari adanya pertumbuhan ekonomi suatu propinsi.

Pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah menjadi salah satu masalah terjadinya migrasi tenaga

kerja keluar di Propinsi Jawa Tengah. Tabel 1 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2015

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

215

sampai 2018 rata-rata pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah 5,40 persen berada pada posisi

dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat 5,43 persen , dan rata-rata

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur 3,47 persen.

Tabel 1Pertumbuhan Ekonomi

Propinsi Jawa Timur, Propinsi Jawa Tengah, dan Propinsi Jawa Barat(persentase)

Tahun Propinsi Jawa Timur Propinsi Jawa Tengah Propinsi Jawa Barat2015 5,44 5,45 5,042016 5,55 5,72 5,672017 5,37 5,19 5,352018 5,50 5,25 5,64

Rata-rata 5,47 5,40 5,43Sumber : BPS 2015 s/d 2017

Salah satu pendorong adanya migrasi tenaga kerja keluar dari Propinsi Jawa Tengah adalah

adanya kemiskinan yang terjadi di Propinsi Jawa Tengah. Persentase jumlah penduduk miskin

Propinsi Jawa Tengah diatas Indonesia yaitu Persentase jumlah penduduk miskin Propinsi Jawa

Tengah tahun 2015, 2016, 2017, dan 2018 adalah 13,32 persen, 13,27 persen, 12,23 persen, dan

11,32 persen. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin Indonesia tahun 2015, 2016, 2017,

dan 2018 adalah 11,13 persen, 10,71 persen, 10,12 persen, dan 9, 82 persen.

Tabel 2Jumlah Penduduk Miskin, dan Persentase Penduduk MiskinPropinsi Jawa Tengah, dan Indonesia Tahun 2015 s/d 2018

(Jutaan Penduduk)

Tahun

Propinsi Jawa Tengah Indonesia

Jumlah Penduduk Miskin Persentase Jumlah Penduduk Miskin Persentase

2015 4,50 13,3228,51 11,13

2016 4,50 13,2727,76 10,71

2017 4,19 12,23 26,58 10,12

2018 3,90 11,32 25,95 9,82Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah, dan BPS , diolah

Penyebab kemiskinan di Propinsi Jawa Tengah salah satunya adalah rendahnya tingkat

pendidikan Sumber Daya Manusia (SDM). Tabel 3 menunjukan bahwa rata-rata penduduk yang

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

216

bekerja beedasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan kebanyakan tamatan pendidikan : SD

27,39 persen, SLTP 18,77 persen, dan SMU 18,22 persen. Pendidikan yang rendah dari pekerja

menyebabkan terjadinya kemiskinan, mengingat penghasilan yang diperoleh dari pekerja dengan

tingkat pendidikan rendah akan memperoleh penghasilan yang rendah.

Tabel 3Jumlah Penduduk Miskin Berdasarkan Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan

Propinsi Jawa Tengah, 2015 s/d 2018Pendidikan Tertinggiyang Ditamatkan 2015 2016 2017 2018 Rata-rataTidak/belum pernahsekolah 4.387.904 4.018.359

3.807.374 3.361.4323.893.767

3,82 3,503,32 2,93

3,39

Tidak/belum tamat SD14.951.112 14.134.282

15.947.147 15.836.22715.217.192

13,02 12,3113,89 13,79

13,25

SD31.487.578 31.814.185

31.223.380 31.260.83431.446.494

27,42 27,7127,19 27,23

27,39

SLTP20.698.644 21.358.030

21.716.713 22.424.72821.549.529

18,03 18,6018,91 19,53

18,77

SLTA Umum/SMU19.813.373 20.413.413

21.131.391 22.336.55620.923.683

17,26 17,7818,40 19,45

18,22

SLTA Kejuruan/SMK10.837.249 12.170.267

12.587.547 13.681.53012.319.148

9,44 10,6010,96 11,92

10,73

Akademi/Diploma3.086.444 3.416.119

3.286.551 3.450.5413.309.914

2,69 2,982,86 3,01

2,88

Universitas9.556.895 11.087.318

11.322.320 11.653.10210.904.909

8,32 9,66 9,86 10,15 9,50

Total 114.819.199 118.411.973 121.022.423 124.004.950 119.564.636Sumber : https://www.bps.go.id/statictable/2016/04/05/1909/penduduk-berumur-15-tahun-ke-

atas-menurut-pendidikan-tertinggi-yang-ditamatkan-dan-jenis-kegiatan-selama-seminggu-yang-lalu-2008-2018.html

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

217

Keterangan :angka ditulis miring adalah persentase jumlah penduduk yang ditamatkan pada pendidikan tertentudibagi jumlah jumlah penduduk yang tamat pendidikan tertentu

Hasil Penelitian Amartya Sen (1999) mengemukan bahwa alat ukur untuk mengetahui

keberhasilan dari pertumbuhan ekonomi adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi

tiga bidang pembangunan yaitu : pendidikan, kesehatan, dan pendapatan (standar hidup).

Tabel 3Indek Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Tengah,dan Indonesia

2015 s/d 2018

Tahun

Harapan Hidup Rata-rata Lama Sekolah PendapatanPropinsi

Jawa Tengah IndonesiaPropinsiJawa Tengah Indonesia

PropinsiJawa Tengah Indonesia

2015 73,96 68,29 7,03 7,64 9.930 10.150

2016 74,02 68,73 7,15 7,75 10.153 10.420

2017 74,08 68,78 7,27 7,95 10.377 10.664

2018 74,18 69,61 7,35 8,02 10.777 11.059

Rata-rata 74,06 68,85 7,20 7,84 10.309 10.573Sumber : BPS 2015 s/d 2018, diolah

Keterangan :Harapan hidup satuannya tahunRata-rata lama sekolah satuannya tahunPendapatan satuannya ribuan rupiah/orang/tahun

Tabel 3 menunjukkan bahwa IPM rata-rata Propinsi Jawa Tengah bidang Harapan Hidup

(HH) dari tahun 2015 s/d 2018 rata-ratanya lebih tinggi dari IPM Indonesia bidang harapan hidup

yaitu 74,06 tahun; sedangkan IPM Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) Propinsi Jawa Tengah memiliki

rata-rata (dari tahun 2015 s/d 2018) lebih rendah dari IPM Indonesia bidang rata-rata sekolah

(RLS) Indonesia yaitu 7,20 tahun, dan IPM rata-rata pendapatan Propinsi Jawa Tengah dari tahun

2015 s/d 2018 lebih rendah dari rata-rata IPM bidang pendapatan Indonesia yaitu 10.309 ribu

rupiah/orang/tahun. Artinya penduduk yang bekerja di Propinsi Jawa Tengah memiliki rata-rata

IPM - RLS dan Pendapatan yang lebih rendah dari Indonesia, sehingga diperlukan kebijakan di

bidang pendidikan, dan pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja Propinsi Jawa

Tengah.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

218

2. Pembahasan

Penelitian tentang Human Capital : Pendidikan, dan Kesehatan

Pentingnya pendidikan pada tenaga kerja telah diteliti oleh beberapa peneliti, yaitu : Schultz (1960),

Becker (1964), Becker dan Chiswick (1966), Barro (1991), Mankiw, Romer et al., (1992),

Benhabib dan Spiegel (1994), Acemoglu dan Autor (2010) sedangkan hasil penelitian Lucas (1988)

mengemukakan tentang eksternalitas modal manusia.

Kajian tentang human capitalpertama kali dipelopori oleh Schultz (1960), dan Becker

(1962, 1964). Mereka menjelaskan peranan human capital berdasarkan akumulasi modal fisik.

Mereka menjelaskan secara sistimatik dari akumulasi modal fisik menjadi human capital. Schultz

(1960) mengidentifikan human capitalsecara sempit, yaitu dengan investasi pada pendidikan; dan

mengajukan dalil atau proposisi tentang pentingnya peningkatan pendapatan nasional. Peningkatan

pendapatan nasional membawa konsekuensi pada adanya penambahan stok dari bentuk kapital,

terutama human capital. Schultz (1960) memberikan argumen bahwa investasi pada pendidikan

akan meningkatkan pendapatan per kapita Amerika. Pemikiran serupa dikemukakan oleh Becker

(1964).

Becker (1964) memperluas konsep human capitaldengan proksi sekolah formal.

Becker (1964) menambahkan sumber akumulasi human capitalseperti pelatihan kerja (on-the job-

training, pertemuan formal yang memberikan informasi tentang bagaimana caranya meningkatkan

produktivitas pekerja, investasi untuk memperbaiki kesehatan emosional, dan investasi kesehatan

fisik. Pemikiran Becker (1964) berangkat dari analisis investasi individu melalui pelatihan

(training), dan tingkat pengembalian investasi. Selanjutnya Becker dan Chiswick (1966)

mengemukakan argumen tentang adanya perbedaan investasi human capital yang menentukan

tingkat pengembalian pendapatan. “Institutional factors” (termasuk perbedaan pendapatan,

perbedaan kemampuan dan perbedaan kesempatan, subsidi pendidikan) pada gilirannya akan

menentukan human capital. Analisis Becker dan Chiswick (1966) menunjukkan bahwa investasi

pada pendidikan formal berhasil menjelaskan perbedaan rata-rata upah antara pekerja kulit putih

diantara Amerika Selatan, dan non-Amerika Selatan. Tingkat pengembalian pendidikan dibagi

menjadi tiga tingkatan yaitu : angka tahun sekolah rendah, angka tahun sekolah menengah, dan

angka tahun sekolah tinggi. Hasil penelitiannya Becker dan Chiswick (1966) menunjukkan angka

tahun sekolah di Amerika Selatan tinggi.

Penelitian lainnya tentang human capital adalah Barro (1991). Barro (1991)

mengidentifikasikan pendidikan formal yaitu dengan menggunakan pengukuran tingkat pendaftaran

sekolah. Hal itu dibenarkan oleh Mankiw, Romer et al., (1992), yang secara teoritis menjelaskan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

219

peranan human capitaldalam proses pertumbuhan ekonomi. Model pertumbuhan Mankiw, Romer

et al., (1992) menunjukkan penyertaan modal manusia dalam fungsi produksi aggregat. Mankiw,

Romer et al.,(1992) mengembangkan model pertumbuhan Solow (1956) yang menekankan

akumulasi modal fisik. Model empiris Mankiw, Romer et al.,(1992) menjelaskan perbedaan tingkat

tabungan, pendidikan, dan pertumbuhan penduduk. Kemudian menderivasi transisi kondisi mapan,

serta mengestimasi kecepatan konvergen untuk kondisi mapan.

Selanjutnya, Benhabib dan Spiegel (1994) menggunakan pendekatan traditional

growth accounting untuk mengevaluasi kontribusi human capital pada pertumbuhan agregat.

Kebaruan pendekatan model pertumbuhan Benhabib dan Spiegel (1994) adalah modal fisik dan

human capital memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui total factor

productivity. Hasilnya menunjukkan kontribusi human capital via total factor productivity akan

menimbulkan adanya pemimpin teknologi di dunia (the world leader in technology) atau the catch-

up effectyang kemudian pada akhinya akan menimbulkan dampak pertumbuhan endogen.

Lucas (1988) mencetuskan gagasan human capital externalities. Akumulasi teknologi

pada pendidikan formal atau lainnya akan membawa dampak pada tingkat produktivitas, baik

secara pribadi, rekan, atau lainnya. Model Lucas (1988) menunjukkan human capital mempunyai

efek produktivitas internal, dan efek produktivitas eksternal. Peningkatan human capital pada

individu tidak hanya berasal dari produktivitas dirinya sendiri tetapi merupakan bagian dari

produktivitas pekerja lain pada level keahlian tertentu. Penelitian Lucas (1988) diperkuat oleh

Acemoglu dan Autor (2010) yang mendefinisikan human capital sebagai suatu hal yang

berhubungan dengan bekal pengetahuan atau karasteristik pekerja yang dimiliki (baik bawaan atau

diperoleh) yang memberikan kontribusi “ produktivitas”. Adanya efek eksternalitas dikarenakan

adanya pertumbuhan akan menjadi lebih tinggi pada daerah yang menginvestasikan lebih besar

untuk akumulasi human capital(Mathur, 1999).

Acemoglu dan Autor (2010) mendefinisikan human capital sebagai suatu hal yang

berhubungan dengan bekal pengetahuan atau karasteristik pekerja yang dimiliki (baik bawaan atau

diperoleh) oleh pekerja. Pengetahuan atau karasteristik pekerja memberikan kontribusi terhadap

“produktivitas”. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Mathur (1999). Penelitian Mathur (1999)

melihat adanya dampak eksternalitas dari pertumbuhan yang tinggi. Dampak eksternalitas terjadi

pada suatu daerah yang menginvestasikan modal pada akumulasi human capital. Dengan demikian,

investasi yang besar pada akumulasi human capital akan mengingkatkan pertumbuhan ekonomi.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

220

Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Migrasi Tenaga Kerja melalui Pengeluaran di bidang

Pendidikan, dan Kesehatan

Kesepakatan kerjasama antar negara lain dalam hal migrasi tenaga kerja ASEAN

membuka peluang dan kesempatan tenaga kerja bermigrasi dari satu daerah ke daerah lainnya,

bahkan memberi peluang tenaga kerja untuk bermigrasi ke luar negara lain. Salah satu kebijakn

yang dapat mempertahankan tenaga kerja untuk tetap bertahan dan bekerja di daerah asal adalah

adanya kebijakan fiskal pemerintah melalui belanja pemerintah melalui bidang pendidikan

Instrumen kebijakan fiskal dapat berupa pemungutan pajak, pengeluaran pemerintah, dan

pembayaran transfer. Kebijakan fiskal digunakan untuk memacu pembentukan modal, baik modal

fisik maupun modal manusia. Kebijakan fiskal yang dimaksud ditujukan agar dapat meningkatkan

kesempatan kerja, dan mengurangi pengangguran.

Gambar 1 menunjukkan kebijakan fiskal dalam bentuk peningkatan pengeluaran

pemerintah menyebabkan kurva permintan agregat akan bergeser dari ke , dan output

bertambah dari ke . Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan

akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja yang meningkat akan

meningkatkan akan menambah ouput, dan akan menggeser kurva penawaran agregat dari ke

..Tingkat upah riil sama dengan marginal product of labor (MPL = w), sehingga dengan adanya

peningkatan produktivitas akan meningkatkan output dengan asumsi harga tetap, sehingga

keseimbangan akhir akan berada pada titik .

Peningkatan investasi tenaga kerja dalam pendidikan, dan kesehatan akan menyebabkan

ouput meningkat dari dua sisi, yaitu sisi permintaan agregat dan penawaran agregatsecara

bersamaan.Peningkatan investasi tenaga kerja dalam pendidikan, dan kesehatan menyebabkan

output meningkat dari ke , harga tetap pada (Branson dan Litvack, 1981).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

221

Gambar 1Dampak Investasi Pendidikan, dan Kesehatan Tenaga Kerja pada Pasar Barang

Sumber : Branson dan Litvack (1981).

Peningkatan investasi tenaga kerja dalam pendidikan, dan kesehatan akan

menyebabkanouput, dan kesempatan kerja meningkat sehingga diharapkan pengangguran

berkurang, ketimpangan pendapatan berkurang, dan kemiskinan berkurang serta migrasi tenaga

kerja berkurang. Kebijakan peningkatan pengeluaran pendidikan dengan persentase yang sama

dengan pengeluaran kesehatan, memberi dampak yang lebih besar dalam meningkatkan kinerja

perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terjadi karena nilai dasar pengeluaran

pendidikan lebih besar dibanding nilai dasar pengeluaran kesehatan.

Berbeda halnya bila peningkatan dilakukan dengan jumlah nominal yang sama, kebijakan

peningkatan pengeluaran kesehatan memberi hasil yang lebih besar dibanding peningkatan

pengeluaran pendidikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan peningkatan pengeluaran

kesehatan ternyata lebih efektif dalam meningkatan kinerja perekonomian dan kesejahteraan

masyarakat dibanding kebijakan peningkatan pengeluaran pendidikan. Dari hasil ini dapat diartikan

bahwa sistem pendidikan di Jawa Tengah masih belum optimal dalam memberi kontribusi bagi

pembangunan daerah.

Peningkatan pengeluaran kesehatan dengan jumlah nominal yang sama dengan

pengeluaran infrastruktur memberi dampak yang lebih besar dalam meningkatkan human capital,

produktivitas tenaga kerja semua sektor, penyerapan tenaga kerja jasa, output sektor jasa,

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

222

disposable income, konsumsi rumahtangga, pengeluaran per kapita serta pengurangan kemiskinan.

Sedangkan kebijakan peningkatan pengeluaran infrastruktur memberi dampak yang lebih besar

dalam meningkatkan physical capital, penyerapan tenaga kerja pertanian, penyerapan tenaga kerja

industri, output pertanian, output industri, PDRB per kapita, penerimaan pemerintah, pengeluaran

pemerintah, investasi, serta pengurangan pengangguran dan ketimpangan pendapatan(Sulistyowati,

2011).

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Todaro (2003) bahwa modal kesehatan yang baik

dapat meningkatan pengembalian atas pendidikan, karena: (1) kesehatan adalah faktor penting bagi

kehadiran di sekolah, (2) anak-anak yang sehat lebih berprestasi di sekolah, dan dapat belajar secara

lebih efisien, (3) angka kematian anak usia sekolah akan meningkatkan biaya pendidikan per tenaga

kerja, sementara harapanhidup yang lebih lama akan meningkatkan pengembalian atas investasi

pendidikan, dan (4) individu yang sehat akan mampu menggunakan pendidikan secara produktif

dalam kehidupannya. Jadi kesehatan merupakan prasyarat bagi peningkatan produktifitas,

sementara keberhasilan pendidikan bertumpu pada kesehatan yang baik.

Hasil penelitian Sipayung (2000) diperoleh hasil bahwa penyerapan tenaga kerja jasa yang

meningkat cukup efektif dalam meningkatkan PDRB jasa. Setiap peningkatan penyerapan tenaga

kerja jasa sebesar 10 persen akan meningkatkan PDRB jasa sebesar 11,92 persen. PDRB pada

semua sektor, masih banyak didorong oleh adanya peningkatan jumlah tenaga kerja dibanding

dengan produktivitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi yang digunakan di Jawa Tengah

masih bersifat padat karya.

Kebijakan Mobilitas Tenaga Kerja

Propinsi Jawa Tengah dalam menghadapi intergrasi ekonomi regional ASEAN sebaiknya

mempersiapkan 2 kebijakan yaitu : pertama, kebijakan industri dan sektoral. Kebijakan ini

berfungsi untuk memfasilitasipergeseran ke arahsektorproduktivitas yang lebih tinggi,

dandiversifikasikerjadi bidang manufaktur. Kebijakan untuk sektor ini membutuhkan kebijakan

industridan sektoral yang dirancang dengan baikyangterkoordinasidandikembangkanbersama-

samadenganpekerjaan dankebijakanketerampilan.

Kedua, kebijakan bidang pendidikan dan pelatihan. Pergeseran nilai tambah industri yang

tinggi yang terjadi dari akibat adanya persaingan ekonomi, diperlukan keunggulan akademik dalam

ilmu pengetahuan, teknologi, teknik dan matematika. Pekerja perlu dilengkapi dengan keterampilan

untuk pekerjaan saat ini dan pada masa yang akan datang, sehingga memiliki kapasitas untuk

beradaptasi dengan persyaratan yang cepat berubah.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

223

Ketiga, kebijakan perlindungan sosial yang efektif dan kebijakan pasar tenaga kerja

lainnya yang dapat membantu mengurangi biaya penyesuaian perubahan struktural dan mengatasi

informalitas, terutama untuk kelompok yang rentan pada ancaman masuknya tenaga kerja asing.

Keempat, kebijakan untuk usaha kecil menengah dengan cara membuka potensi

perusahaan, dan daya saing perusahaan kecil dan menengah dengan cara memperkuat produktivitas

perusahaan perusahaan tersebut melalui : manajemen yang baik dalam peningkatan prosedur

administrasi praktek ketenagakerjaan, akses ke keuangan dan pengembangan fasilitas bisnis,

kemitraan dengan perusahaan yang lebih besar, dan integrasi ke dalam ekonomi formal.

Kelima, kebijakan investasi infrastruktur. Infrastruktur yang lebih baik akan membantu

mempercepat konektivitas dan pertumbuhan ekonomi daerah dan secara bersamaan mengurangi

kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Ini akan mempersempit kesenjangan pembangunan antara

kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Harapannya dengan berlakunya lima kebijakan tersebut,

maka pertumbuhan ekonomi bisa kondusif, dan ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di

Propinsi Jawa Tengah dapat diperkecil sehingga migrasi tenaga kerja antar kabupaten/kota di

Propinsi Jawa Tengah dapat diperkecil.

Kelima kebijakan sesuai dengan hasil penelitian Andriani (2000) yaitu peningkatan migrasi

desa ke kota secara besar-besaran mengarah pada terjadinya kelangkaan angkatan kerja di wilayah

pedesaan, dan melimpahnya angkatan kerja di perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

upah riil diluar Jawa lebih tinggi daripada di Jawa. Oleh karena upah menjadi salah satu alasan

mengapa orang bermigrasi dari Jawa ke luar pulau Jawa.

Kebijakan Upah Minimum Regional

Kebijakan Upah Minimum Regional (UMR) yang berbeda-beda di antara kabupaten/kota di

Propinsi Jawa Tengah menjadi faktor penarik tenaga kerja melakukan migrasi dari kabupaten/kota

yang UMR rendah ke kabupaten/kota UMRnya tinggi.

Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Safrida (1999) bahwa pengaruh peningkatan upah

minimum terhadap permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan industri cukup besar dan

berpengaruh nyata, sedang permintaan tenaga kerja di sektor industri pengaruhnya kecil, dan tidak

nyata. Pemerintah harus berhati-hati dalam menentukan upah minimum pada sektor pertanian dan

jasa, karena dengan adanya peningkatan upah minimum sektor pertanian, dan jasa akan

meningkatkan pengangguran.

Berbeda dengan hasil penelitian dari Andriani (2000) bahwa peningkatan angkatan kerja

dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk usia produkstif, dan jumlah angkatan kerja di ilayah

perkotaan dan pedesaan. Upah bukan jadi faktor pendorong tenaga kerja bermigrasi, namun lebih

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

224

dikarenakan karena kurangnya kesempatan kerja di daerah asal. Peningkatan kesempatan kerja

sektoral dipengaruhi oleh pendapatan sektoral yang tinggi, program padat karya di daerah

perkotaan, dan pembangunan prasarana desa tertinggal di pedesaan.

Kebijakan pembangunan infrastruktur

Kebijakan pembangunan infrastruktur akan memperkecil tingkat disparitas pendapatan

antar kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Kebijakan dari Bapak Joko Widodo dalam

membangun infrastruktur yang telah dilakukan dalam masa pemerintahannya akan menjadi faktor

mengapa alasan tenaga kerja melakukan migrasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari

Tambunan (2006) dengan analisis bahwa dalam jangka panjang pembangunan infrastruktur di

Indonesia harus berdasarkan kebutuhan infrastruktur yang telah disiapkan ditingkat regional dengan

perencanaan yang top-down, yang komprehensif dan berkelanjutan serta terintegrasi dengan

infrastruktur network yang bernilai ekonomis tinggi.

3. SIMPULAN

Kebijakan spillover tenaga kerja Propinsi Jawa Tengah antara lain :

1. Kebijakan migrasi internal maka perlu dilakukan peningkatan upah minimum regional,

peningkatan infrastruktur, dan penurunan suku bunga;

2. Kebijakan migrasi internasional adalah perlu melakukan kajian depresiasi nilai tukar

rupiah;

DAFTAR PUSTAKA

Acemoglu, D., & Autor, D. (2010). Skills, Tasks andTechnologies: Implications for Employmentand Earnings. NBERWorking Paper16082.

Adriani, D. (2006). Keragaan Pasar Kerja Pertanian-Nonpertanian Dan Migrasi Desa-Kota: TelaahPeriode Krisis Ekonomi. SOCA (SOCIO-ECONOMIC OF AGRICULTURRE ANDAGRIBUSINESS).

Becker, G. M., DeGroot, M. H., & Marschak, J. (1964). Measuring utility by a single‐responsesequential method. Behavioral science, 9(3), 226-232.

Becker, G. S., & Chiswick, B. R. (1966). Education and the Distribution of Earnings. The AmericanEconomic Review, 56(1/2), 358-369.

Benhabib, J., & Spiegel, M. M. (1994). The Role of Human Capital in Economic DevelopmentEvidence from Aggregate Cross-Country Data. Journal of Monetary Economics, Vol 34,pp. 143-173.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

225

Branson, W.H. and J.M. Litvack. (1981). Macroeconomics. Second Edition. Harper and RowPublishers, New York.

https://jabar.bps.go.id/statictable/2017/07/05/192/laju-pertumbuhan-pdrb-provinsi-jawa-barat-atas-dasar-harga-konstan-2010-menurut-lapangan-usaha-persen-2011-2016.html

https://jateng.bps.go.id/dynamictable/2016/12/16/35/-metode-baru-usia-harapan-hidup-saat-lahir-jawa-tengah-menurut-kabupaten-kota-tahun-2010-2018.html

https://jatim.bps.go.id/subject/52/produk-domestik-regional-bruto.html#subjekViewTab3

https://www.bps.go.id/dynamictable/2019/04/16/1614/pengeluaran-per-kapita-disesuaikan-menurut-provinsi-2010-2018-metode-baru-.html

Hugo, G. (1995). International labor migration and the family: some observations from Indonesia.Asian and Pacific Migration Journal, 4(2-3), 273-301.

Lucas, R. E. (1988). On The Mechanics of Economic Development. Journal of MonetaryEconomics(22), pp. 3-42.

Mankiw, N. G., Romer, D., & Weil, D. N. (1992). A contribution to the empirics of economicgrowth. The quarterly journal of economics, 107(2), 407-437.

Safrida. (1999). Dampak Kebijakan Upah Minimum dan Makroekonomi terhadap Laju Inflasi,Kesempatan Kerja serta Keragaman Permintaan dan Penawaran Agregat. Tesis MagisterSains. Program Pasca Sarjana. Institute Teknologi Bogor.

Schultz, T. W. (1960). Capital formation by education. Journal of political economy, 68(6), 571-583.

Sen, A. (1999). Commodities and capabilities. OUP Catalogue.

Sipayung, T. (2000). Pengaruh Kebijakan Makroekonomi terhadap Sektor Pertanian dalamPembangunan Ekonomi Indonesia. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor, Bogor.

Sulistiawati, R. (2013). Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja danKesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia.

Tambunan, T. (2006). Kondisi Infrastruktur Indonesia. http://www.kadin-indonesia.go.id

Todaro, M.P. dan S.C. Smith. (2003). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Terjemahan.Erlangga, Jakarta.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

226

PENGARUH REVOLUSI INDUSTRI 4.0 PADA KEWIRAUSAHAAN UNTUKKEMANDIRIAN EKONOMI

Niko Sangaji1 Vincent Hadi Wiyono2Tri Mulyaningsih3

Magister Ekonomi Studi Pembangunan FEB UNSEmail :[email protected]

AbstractThe Industrial Revolution 4.0 is a new technological advancement that integrates thephysical, digital and biological world, where there is a fundamental change in the human’sway of life. With the rapid development of technology that has experienced breakthroughs inall disciplines, including in the field of artifical intelligence, nanotechnology, biotechnology,internet-based technology has an impact on human life that can increase the economicgrowth too. The impact of economic growth has increased in the 4.0 industrial revolutionwhere this can be seen from many business people and entrepreneurs who utilize theinformation technology, so that the basic principles of industrial design 4.0 are known as thedigital revolution because of the proliferation of computers and automation and connectivityin a field. With the Industrial Revolution 4.0, there is an increasing influence in theeconomic sector, where the sector opens opportunities for entrepreneurship and MSMEsincrease rapidly, thus giving an impact on entrepreneurship for economic independence.

Keywords: Industrial Revolution 4.0, Entrepreneurship, Economic Independence,ComputerPoliferation, Artificiall intelligent

1. Pendahuluan

Industri 4.0 muncul dari ide revolusi industri ke-empat dimana teknologi telah menjadi

basis dalam kegiatan bermasyarakat.semua proses diera ini dilakukan dengan system otomatisasi

dalam semua proses aktivasi, dimana perkembangan teknologi internet semakin berkembang tidak

hanya menghubungkan manusia diseluruh dunia akan tetapi juga menjadi suatu basis bagi proses

transaksi perdagangan ekonomi.

Revolusi industri merupakan perubahan cara hidup dan proses kerja manusia secara

fundamental, dimana dengan kemajuan teknologi informasi dapat mengintregrasikan dalam dunia

kehidupan dengan digital yang dapat memberikan dampak bagi seluruh disiplin ilmu. Dengan

perkembangan teknologi informasi yang berkembang secara pesat mengalami terobosan

diantaranya dibidang artificiall intellegent, dimana teknologi komputer suatu disiplin ilmu yang

mengadopsi keahlian seseorang kedalam suatu aplikasi yang berbasis teknologi dan melahirkan

teknolologi informasi dan proses produksi yang dikendalikan secara otomatis. Dengan lahirnya

teknologi digital saat ini pada revolusi industri 4.0 berdampak terhadap kehidupan manusia

diseluruh dunia. Revolusi industri 4.0 semua proses dilakukan secara sistem otomatisasi didalam

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

227

semua proses aktivitasi, dimana perkembangan teknologi internet semakin berkembang tidak hanya

menghubungkan manusia seluruh dunia namun juga menjadi suatu basis bagi proses transaksi

perdagangan dan transportasi secara online.

Dengan perkembangan teknologi yang semakin berkembang banyak sekali munculnya

bisnis transportasi online seperti Go-Jek ,Uber dan Grab dimana menunjukan integrasi aktivitas

manusia dengan teknologi informasi, sehingga mengakibatkan pertumbuhan ekonomi semakin

meningkat. Di Era revolusi industri 4.0 transportasi yang bersifat konvensional tidak pernah

diprediksi bahwa model ini transportasi konvensional ini yang dahulu banyak digunakan oleh

masyarakat untuk kepentingan mobilitas manusia, namun pada era revolusi industri 4.0 model

transportasi konvensional ini sudah sedikit digunakan oleh masyarakat, dimana dapat terlihat antara

taksi konvensional versi taksi online atau ojek pangkalan dengan ojek online, dengan

perkembangan teknologi yang semakin berkembang secara pesat model transportasi konvensional

model transportasi yang memanfaatkan dengan sistem aplikasi berbasis internet menjadi alat

transportasi yang dimanfaatkan masyarakat untuk kepentingan mobilitas manusia, dampaknya

publik menjadi lebih mudah mendapatkan layanan transportasi dan bahkan dengan harga yang

sangat terjangkau.

Gambar 1. Revolusi Industri 4.0 (Sumber: www.kompasiana.com)

Selain transportasi yang memanfaatkan teknologi informasi dengan memanfaatkan sistem

aplikasi berbasis internet menjadi model transportasi yang dipilih oleh masyarakat, tidak sebatas

sebagai transportasi online namun berkembang menjadi bisnis layanan (online delivery order),

teknologi online yang telah membawa perubahan besar terhadap perubahan ekonomi. Di era

revolusi industri 4.0 akan lebih cepat dalam perkembangan produk dan menciptakan konsumen

yang beragam dan berdampak terhadap harga realatif murah, perubahan pada era ini tidak hanya

pada perubahan cara atau strategi dalam proses pemasaran pada aspek fundamental.

Revolusi model bisnis di Era Industri 4.0 pertama, memberikan solusi terhadap

permasalahan yang dihadapi masyakat, Kedua, pada era ini tidak pernah merasa puas dengan hasil

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

228

yang dicapainya sehingga berupaya secara terus menerus melakukan inovasi. Ketiga model

monopolistik kapitalisme baru, dimana model bisnis perusahaan perusahaan pada era ini menganut

paham ekonomi berbagi (sharing ebonomy) sehingga dipersepsikan dapat menjadi solusi

kesenjangan ekonomi. Keempat, model pemasaran 3.0, jika marketing pada era 1.0 fokus pada

produk sedangkan di era 2.0 mareketing fokus kepada konsumen,maka pada marketing 3.0 lebih

dari itu dimana perusahaan melihat konsumen tidak hanya sebatas pengguna produk tetapi melihat

konsumen dari multi dimensinya sebagai manusia sehingga konsumen akan memilih produk yang

memuaskan keinginannya untuk berpartisipasi, berkreasi,komunitas dan idealisme.

2. Tantangan dan Peluang Industri 4.0

Perkembangan teknologi informasi dengan pesat saat ini terjadi otomotisasi yang terjadi

diseluruh bidang, teknologi dan pendekatan baru yang menggabungkan secara nyata,digital dan

secara fundamental (Tjandrawinata,2016). Beberapa tantangan yang dihadapi pada era industri

4.0yaitu masalah keamanan teknologi informasi, keandalan stabilitas mesin produksi, kurangnya

keterampilan yang memadai,ketidakmampuan untuk berubah oleh pemangku kepentingan, dan

hilangnya banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi. Dengan hilangnya banyak

pekerjaan karena berubah menjadi otomotisasi, sehingga pengangguran menjadi ancaman yang

akan terjadi, dimana tingkat pengangguran pada bulan Februari 2018 sebesar 5,33% atau 7,01 jiwa

dari total 131,55 juta orang angkatan kerja (Sumber : BPPS 2018).

3. Prinsip Desain Industri 4.0

Beberapa prinsip desain industri 4.0 sebagai berikut, pertama, interkoneksi yaitu

kemampuan mesin, perangkatsensor dan orang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain

melalui internet of thing (IoT), prinsip ini membutuhkan kolaborasi keamanan dan standar. Kedua,

transparansi informasi merupakan kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan virtual

dunia fisik dengan memperkaya model digital dengan data sensor termasuk data dan penyediaan

informasi. Ketiga, bantuan teknis yang meliputi kemampuan sistem bantuan untuk mendukung

manusia dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat

keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu singkat.Keempat,

keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuansistem fisik maya untuk membuat

keputusan sendiri dan menjalankantugas seefektif mungkin. Secara sederhana, prinsip industri 4.0

menurutHermann et al (2016) dapat digambarkan sebagai berikut.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

229

Gambar 2. Prinsip Industri 4.0 (Sumber: Hermann et al, 2016)

Revolusi industri 4.0 dikenal dengan revolusi digital karena terjadi proliferasi komputer dan

otomatisasi pencatatan disemua bidang, karena otomatisasi dan konektivitas disebuah bidang akan

membuat perubahan secara signifikan di dunia industri dan persaingan kerja menjadi tidak

linier.Salah satu karakteristik dari revolusi industri 4.0 menerapkan pengaplikasikan kecerdasan

buatan atau artificiall intellegent (Tjandarawinata,2016).

4. Bidang Kewirausahaan Untuk Emandirian Ekonomi.

Bidang Ekonomi pada revolusi industri 4.0 saat ini sedang pada perubahan besar pada

kemajuan teknologi memungkinkan otomatisasi hampir disemua bidang. Diantara tantangan yang

sedang dihadapi pada saat ini, teknologi yang menggabungkan dunia fisik,digital dengan cara yang

fundamental mengubah umat manusia, sejauh mana transformasi ini akan berdampak positif.

Transformasi yang memberikan dampak positif, dimana peran dunia usaha dan organisasi

sosial dinilai sangat strategis dalam memperkuat kemandirian ekonomi bangsa, sehingga

pertumbuhan ekonomi mendorong pertumbuhan lebih kuat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi

5%.Meningkatnya kemandirian ekonomi mendorong dapat memperkuat orientasi kewirausahaan

guna pertumbuhan lebih baik sehingga dapat mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat secara

merata.

Meningkatnya kemandirian ekonomi pada revolusi model bisnis di Era Industri 4.0terlihat

pada model transportasi konvensional ini yang dahulu digunakan masyarakat untuk kepentingan

mobilitas manusia, namun di Era revolusi industri 4.0 model transportasi konvensional ini tidak

digunakan oleh masyarakat, model transportasi di era industri revolusi 4.0 Go-Jek dapat

memberikan dampak positif dalam perekonomian Indonesia, karena dapat memberikan dampak

sosial dan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung yang dihasilkan oleh Go-Jek pada

perekonomian Indonesia, Go-Jek memberikan dampak pada bidang perekonomian nasional dan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

230

masyarakat, Mitra Pengemudi, mitra UMKM dan dari pihak konsumen.Go-Jek memiliki kontribusi

dalam perekonomian nasional dan masyarakat melalui penghasilan mitra pengemudi sekitar 8,2

triliun per tahun, sedangkan Go-Jek melalui penghasilan mitra UMKM memberikan kontribusi

mencapai 1,7 triliun. (I Dewa G.K Wisana,dkk).

Manfaat Go-Jek dapat kita rasakan dari sisi mitra pengemudi,dimana Go-Jek dapat

mengurangi pengangguran, sehingga dapat memperluas kesempatan kerja, selain itu dapat

meningkatkan penghasilan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan kualitas

kehidupan keluarga pengemudi dapat meningkat. Selain itu peran GO-Jek dapat mendukung

UMKM, dimana dengan Go-Jek dapat mendukung UMKM go online, sehingga dapat

meningkatkan volume transaksi penjualan mitra UMKM, Go-Jek pun dapat membuka akses pasar

untuk mendorong penggunaan perkembangan teknologi,sehingga dapat meningkatkan usaha.Selain

itu Go-Jek dapat memberikan manfaat bagi konsumen, dampaknya masyarakat menjadi lebih

mudah mendapatkan layanan transportasi dan bahkan dengan harga yang sangat terjangkau.

5. Kesimpulan

Revolusi Industri 4.0 dikembangkan dari revolusi 3.0, yang dimana revolusi 4.0 sering

dikenal dengan Revolusi Digital, dimana ditandai poliferasi komputer dan otomatisasi pencatatan

disemua bidang. Dengan perkembangan teknologi informasi yang mengalami terobosan diantaranya

dibidang artificiall intellegent, teknologi nano, bioteknologi, teknologi komputer kuantum,

teknologi berbasis internet. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin

pesat telah melahirkan teknologi informasi dan proses produksi yang dikendalikan secara otomatis.

Dengan lahirnya teknologi digital saat ini pada revolusi industri 4.0 berdampak terhadap kehidupan

manusia di seluruh dunia. Beberapa prinsip desain industri 4.0 sebagai berikut, Pertama,

interkoneksi yaitu kemampuan mesin, perangkat,sensor dan orang untuk terhubung dan

berkomunikasi satu sama lain melalui internet of thing (IoT), prinsip ini membutuhkan kolaborasi

keamanan dan standar. di Era revolusi industri 4.0 model transportasi konvensional kini beralih ke

model transportasi yang memanfaatkan dengan sistem aplikasi berbasis internet menjadi alat

trasportasi yang dimanfaatkan masyarakat untuk kepentingan mobilitas manusia, dampaknya publik

menjadi lebih mudah mendapatkan layanan transportasi dan bahkan dengan harga yang sangat

terjangkau. Selain itu dampak dari revolusi industri 4.0 sektor bidang perekonomian meningkat,

dimana sektor sektor perdagangan dan UMKM meningkat dengan pesat.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

231

DAFTAR PUSTAKA

Aoun, J.E. (2017). Robot-proof: higher education in the age of artificialintelligence. US: MIT Press.Afwan,

M. (2013). Leadership on technical and vocational education incommunity college [Versielektronik]. Journal of Education andPractice, 4 (21), 21-23.

Baur, C. & Wee, D. (2015). Manufacturing's Next Act? McKinsey &Company.Brofenbrenner, U. (1989). Ecological system theory. In r. Vasta (Ed).Annals of Child Development

(Vol6).Greenwich: CT, JAI Press.Brown, A., Kirpal, S., & Rauner, F. (2007). Identitas at work. Netherlands:Springer.Bukit, M. (2014). Strategi dan inovasi pendidikan kejuruan darikompetensi ke kompetisi. Bandung:Alfabeta.Cognizant. Informed Manufacturing: The Next Industrial Revolution.

http://www.cognizant.com/InsightsWhitepapers/Informed-Manufacturing-TheNext-IndustrialRevolution.pdf.

Davis, N. 5 ways of understanding the Fourth Industrial Revolution. November 16, 2015.http://www.weforum.org/agenda/2015/11/5-ways-of-understanding-thefourth-industrialrevolution.

Economist Intelligence Unit. From transplants to implants. December11,2015. http://www.eiuperspectives.economist.com/healthcare/transplants-implants.

Edmon, A., & Oluiyi, A. (2014). Re-engineering technical vocationaeducation and training towardsafety practice skill needs ofsawmill workers against workplace hazards in Nigeria[Versielektronik]. Journal of Education and Practice, 5 (7), 150-157.

Era Revolusi Industri 4.0: Perlu Persiapkan Literasi Data, Teknologi dan Sumber Daya Manusia.(2018). Diambil 28 Maret 2018 dari http://belmawa.ristekdikti. go.id/2018/01/17/era-revolusiindustri-4-0-perlu-persiapkan-literasi-data-teknologi-dan-sumber-daya-manusia/

Fakta ketergantungan pada teknologi (2014). Diambil 27 Maret 2019dari http://www.beritasatu.com/gaya-hidup/232713-8-fakta-ketergantungan-pada-teknologi.html

Hermann, M., Pentek, T., & Otto, B. (2016). Design Principles forIndustrie 4.0 Scenarios. Presentedat the 49th HawaiianInternational Conference on Systems Science.

Irianto, D. (2017). Industry 4.0; The Challenges of Tomorrow.Disampaikan pada Seminar NasionalTeknik Industri, Batu-Malang. Kagermann, H., Wahlster, W., & Helbig, J.(2013).Recommendations forImplementing the Strategic Initiative Industrie 4.0. Industrie4.0Working Group, Germany.

Inovasi disruptif. (2016). Diambil 27 Maret 2019 dari https://id.wiki-pedia.org/wiki/Inovasi_disruptif

Kennedy, O.O. (2011). Philosophical and sociological overview ofvocational-technical education inNigeria [Versi elektronik].Journal of Academic Research in Business and Social Sciences,1,167-175.

Kuswana, W.S. (2013). Filsafat teknologi, vokasi dan kejuruan. Bandung:Alfabeta Bandung.Kohler, D, & Weisz, J.D. (2016). Industry 4.0: the challenges of thetransformingmanufacturing.

Germany: BPIFrance.Kompas. WEF: Tahun 2020, Lima Juta Pekerjaan Bisa Menghilang akibat Teknologi. Selasa,

19Januari2016.http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/01/19/105938126/WEF.Tahun.2020. Lima.Juta.Pekerjaan.Bisa.Menghilang.akibat.Teknologi.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

232

Karnawati, D. (2017). Revolusi industri, 75% jenis pekerjaan akan hilang. Diambil darihttps://ekbis.sindonews.com/read/1183599/34/ revolusi-industri-75-jenis-pekerjaan-akanhilang-1488169341

Kasali, R. (2017). Meluruskan Pemahaman soal Disruption. Diambildarihttps://ekonomi.kompas.com/read/2017/05/05/073000626/meluruskan.pemahaman.soal.disruption.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

233

PERMINTAAN DAN PENAWARAN TENAGA KERJA SERTAPENGANGGURAN DI INDONESIA

Novia Dani Pramusinto1 dan Akhmad Daerobi2

Universitas Sebelas MaretEmail: [email protected]

[email protected]

Tri MulyaningsihUniversitas Sebelas Maret

[email protected]

AbstractAn Employment is an important factor in supporting economic growth in a country. Thelabor market is formed by two main forces namely labor demand and labor supply. Labordemand is affected by the marginal value of the product (VMP). VMP shows the benefitsobtained from hiring additional workers and holding constant capital. The supply oflabor is influenced by the free time of labor and wages. The total amount of laborprovided for an economy depends on the population, the percentage of the populationentering the workforce, and the number of hours worked by the workforce. The smallamount of labor demand will result in excess supply of laborers who offer themselves towork, the result is unemployment. Open unemployment is an indicator that can be used tomeasure the level of supply of labor that is not absorbed by the labor market. Everyworkforce must get jobs to be able to have a competitive advantage so that they canincrease competitiveness. The rise and fall of a job will affect the demand for labor forthe supply of labor by the community.

Keywords: Labor Market, Labor Demand, Labor Supply, Unemployment

1. Pendahuluan

Ketenagakerjaan merupakan suatu faktor penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi

disuatu negara. Pasar tenaga kerja dibentuk oleh dua kekuatan utama yaitu permintaan tenaga kerja

dan penawaran tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja dilakukan oleh pihak perusahaan (produsen),

sedangkan penawaran tenaga kerja dilakukan oleh pihak tenaga kerja(Mankiw, 2003).Dalam pasar

tenaga kerja, ketidakseimbangan permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja menyebabkan

masalah ketenagakerjaan yang berkepanjangan. Ketidakseimbangan tersebut terjadi jika penawaran

tenaga kerja lebih besar dibanding dengan permintaan tenaga kerja yang ada dalam pasar tenaga

kerja. Sedikitnya jumlah permintaan tenaga kerja akan mengakibatkan kelebihan pasokan tenaga

kerja yang menawarkan diri untuk bekerja, akibatnya adalah terjadi pengangguran.

Tingkat pengangguran terbuka merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

234

tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar tenaga kerja. Sedangkan persentase

tingkat pengangguran terbuka akan meningkat ketika jumlah angkatan kerja yang berkurang

banyak, meskipun jumlah pengangguran menurun. Artikel ini memaparkan teori yang berhubungan

dengan tenaga kerja serta memaparkan fenomena pengangguran di Indonesia.

2. Permintaan Tenaga Kerja

Permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh permintaan atas suatu barang produksi sehingga

perusahaan akan menambah tenaga kerja untuk produksinya jika permintaan akan barang produksi

meningkat. Oleh karena itu permintaan tenaga kerja disebut sebagai derived demand atau

permintaan turunan(Borjas, 2016; McConnell, Brue, & Macpherson, 2013; Santoso, 2012;

Simanjuntak, 1985). Untuk mempertahankan tenaga kerja yang digunakan perusahaan, maka

perusahaan harus menjaga permintaan masyarakat atas barang yang diproduksi agar stabil atau

mungkin meningkat. Dalam menjaga stabilitas permintaan atas barang produksi perusahaan dapat

dilakukan dengan pelaksanaan ekspor, sehingga perusahaan harus memiliki kemampuan bersaing

baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Dengan demikian diharapkan permintaan

perusahaan terhadap tenaga kerja dapat dipertahankan pula (Sumarsono, 2003).

Permintaan tenaga kerja memainkan peran penting dalam penilaian kebijakan (Peichl &

Siegloch, 2012). Permintaan tenaga kerja memiliki karakter individu di pasar tenaga kerja. Tenaga

kerja dibeli bukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, tetapi dibeli karena tugas tertentu

untuk dipenuhi dan memiliki layanan yang diberikan (Abdurakhmanov & Zokirova, 2013). Tingkat

permintaan tenaga kerja oleh individu perusahaan yang dapat dimaksimalkan keuntungan terjadi

pada saat nilai produktivitas tenaga kerja sama dengan biaya marginal tenaga kerja (Santoso, 2012).

Kurva Nilai produk marginal (VMP/Value Marginal Product) merupakan kurva permintaan tenaga

kerja jangka pendek dari perusahaan yang bersangkutan yang beroperasi dalam pasar persaingan

sempurna. VMP adalah biaya marjinal dari mempekerjakan satu unit tenaga kerja dan pendapatan

marjinal dari satu unit input. VMP menunjukkan manfaat yang diperoleh dari mempekerjakan

pekerja tambahan dan memegang modal konstan. Asumsi bahwa harga satu input tetap (modal

tetap), sehingga nilai produk marginal tenaga kerja adalah sebagai berikut:

Kondisi tersebut menyatakan bahwa satu unit peningkatan tenaga kerja akan menghasilkan

pendapatan sebesar nilai unit penjumlahan dari satu unit tenaga kerja. Jika diberlakukan harga

produk sebagai variabel eksogen tergantung pada keseimbangan pasar, maka nilai produk rata-rata

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

235

diperoleh sebagai berikut:

Dimana nilai produk rata-rata memberikan harga output per tenaga kerja. Jika tingkat upah

turun, perusahaan akan mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja, sehingga pernintaan akan tenaga

kerja bergeser ke kanan. Namun, jika perusahaan mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja yang

mengarah ke peningkatan output, dan kemudian harga akan menurun artinya nilai marginal produk

menurun, sehingga kurva permintaan jangka pendek untuk tenaga kerja menurun ke bawah.

Sedangkan kenaikan harga output menggeser nilai kurva produk marginal ke atas, dan akan

meningkatkan lapangan pekerjaan(Borjas, 2016).

Gambar 1: Kurva Permintaan Tenaga KerjaSumber: (Borjas, 2016)

Gambar 1 merupakan gambar kurva permintaan tenaga kerja. Kurva tersebut

menggambarkanapa yang terjadi pada pekerja perusahaan ketika upah berubah, dengan asumsi

modal konstan. Kurva permintaan tenaga kerja memiliki slope negatif dan menggambarkan nilai

perusahaan dari kurva produk marjinal atau value marginal product (VMP). Awalnya upah adalah

$22 dan perusahaan mempekerjakan pekerja tinggi. Pada saat upah turun menjadi $18, perusahaan

mempekerjakan 9 pekerja. Nilai produk marjinal perusahaan menurun karena semakin banyak

pekerja yang dipekerjakan. Ketinggian kurva permintaan tenaga kerja tergantung pada harga output

dan produk marjinal. Kurva permintaan tenaga kerja akan bergeser ke kanan jika output menjadi

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

236

lebih mahal.Sebagai contoh, anggaplah bahwa harga output meningkatkan, menggeser kurva

VMPkekanan dari VMPEke VMPE’. Pada tingkat upah $22, kenaikan harga output meningkatkan

lapangan kerja perusahaan dari 8 tenaga kerja yang dibutuhkan menjadi 12 tenaga kerja. Oleh

karena itu, ada hubungan positif antara pekerjaan jangka pendek dan harga output.

Permintaan tenaga kerja juga merupakan alternatif kombinasi tenaga kerja dengan input lain

yang tersedia, dan berhubungan dengan tingkat upah. Apabila harga barang-barang modal turun,

maka biaya produksi juga akan turun. Akibatnya harga jual per unit barang akan turun. Pada

keadaan ini, produsen akan cenderung untuk meningkatkan jumlah produksinya karena permintaan

akan barang bertambah besar. Oleh karena itu, permintaan tenaga kerja juga bertambah besar,

sehingga keadaan tersebut menyebabkan bergesernya kurva permintaan tenaga kerja ke kanan

karena pengaruh efek skala atau efek substitusi (Ismei, Wijarnako, & Oktavianti, 2015).

3. Penawaran Tenaga Kerja

Penawaran tenaga kerja menjelaskan hubungan antara upah dengan jumlah tenaga kerja yang

ditawarkan (Bellante & Jackson, 1990; Santoso, 2012). Penawaran tenaga kerja adalah jumlah

tenaga kerja yang disediakan oleh pemiliki tenaga kerja pada setiap kemungkinan upah dalam

jangka waktu tertentu. Jumlah tenaga kerja keseluruhan yang disediakan bagi suatu perekonomian

tergantung pada jumlah penduduk, presentase jumlah penduduk yang masuk dalam angkatan kerja,

dan jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh angkatan kerja. Masing-masing dari ketiga komponen

dari jumlah jumlah tenaga kerja tersebut tergantung pada besar upah pasar (Bellante & Jackson,

1990). Penawaran tenaga kerja sangat ditentukan oleh banyaknya penduduk di usia kerja yang

memiliki menjadi angkatan kerja. Semakin banyak angkatan kerja makan penawaran tenaga kerja

juga akan meningkat (Santoso, 2012).

Analisis penawaran tenaga kerja meganggap bahwa tidak ada perubahan jumlah populasi

tenaga kerja maupun perubahan tingkat keterampilan. Untuk menganalisis dampak perubahan

tingkat upah terhadap tenaga kerja yang ditawarkan dapat digunakan efek substitusi dan efek

pendapatan. Melalui efek substitusi, perubahan upah menyebabkan perubahan pada opportunity cost

waktu luang sehingga menghabiskan waktu luang menjadi lebih mahal yang pada akhirnya

mengurangi waktu luang dan menambah jam kerja (Borjas, 2016; Santoso, 2012).

Seseorang melakukan penawaran kerja atas dasar keinginan individu untuk memperoleh

barang dan jasa, sehingga mereka harus mengorbankan beberapa jam waktu luang yang dimiliki.

Penawaran tenaga kerja merupakan hasil dari keputusan untuk bekerja tiap individu (Borjas, 2016).

Sedangkan kepuasan individu bias diperoleh melalui konsumsi atau menikmati waktu luang

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

237

(leisure). Namun, kendala yang dihadapi individu adalah tingkat pendapatan dan waktu. Sedangkan

individu bekerja sebagai kontrafersi dari leisure menimbulkan penderitaan, sehingga individu mau

bekerja jika mendapat kompensasi atas waktu atau jam kerja yang mereka tawarkan pada tingkat

upah dan harga yang mereka inginkan (Becker, 1993).

Tenaga kerja yang memaksimalkan kepuasan dengan mengalokasikan waktu mereka

sehingga pendapatan terakhir dihabiskan untuk liburan atau melakukan kegiatan yang menghasilkan

kepuasan yang sama dengan pendapatan terakhir mereka untuk suatu barang. Peningkatan

pendapatan non-kerja akan mengurangi jam kerja pekerja. Peningkatan dalam pendapatan non-kerja

mengurangi kemungkinan seseorang memasuki dunia kerja. Sedangkan peningkatan upah

meningkatkan kemungkinan sesorang dalam keputusan untuk bekerja. Oleh karena itu, upah riil

dapat dikatakan sebagai penentu seseorang dalam keputusan untuk bekerja (Borjas, 2016; Oğuz,

2018). Ketika terjadi perubahan tingkat upah, misal upah meningkat, maka pengaruhnya terhadap

jumlah jam kerja yang ditawarkan dapat dijelaskan dengan konsep efek substitusi dan efek

pendapatan (Borjas, 2016; Santoso, 2012).

Gambar 2: Kurva Asal Penawaran Tenaga KerjaSumber: (Borjas, 2016)

Kurva penawaran tenaga kerja menunjukkan jumlah jam kerja dari pekerja pada berbagai

tingkat upah. Pada tingkat upah di atas reservasi, kurva penawaran tenaga kerja memiliki slope

positif sampai pada titik tertentu. Keadaan selanjutnya akan berubah jika kesejahteraan sudah

membaik atau mempunyai suatu keahlian yang lebih dan jumlah jam kerja yang ditawarkan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

238

semakin berkurang pada saat upah meningkat yang mengakibatkan slope kurva penawaran tenaga

kerja menjadi negatif, sehingga kurva penawaran tenaga kerja melengkung ke belakang atau

backward-bending labor supply curve(Borjas, 2016). Gambar 2menjelaskan asal penawaran tenaga

kerja oleh tenaga kerja dimana kurva penawaran tenaga kerja merupakan kurva hubungan antara

upah dan jam kerja. Pada tingkat upah sebesar $10 tidak ada pekerja yang menawarkan untuk

bekerja, mereka lebih memilih menikmati waktu luang dengan nilai 110 hours of leisure. Pada

tingkat upah lebih dari $13, tenaga kerja mulai masuk ke pasar tenaga kerja dengan memilih 20 jam

kerja dengan tingkat menikmati waktu luang turun menjadi 90 jam waktu luang. Pada tingkat upah

$20, tenaga kerja bekerja selama 40 jam kerja dengan menikmati waktu luang sebesar 70 jam waktu

luang. Tingkat upah $20 merupakan tingkat paling banyak tenaga kerja menghabiskan waktu

mereka untuk bekerja dan sedikit untuk menikmati waktu luang mereka. Pada tingkat upah $25

tenaga kerja bekerja selama 30 jam kerja dengan waktu luang yang dapat dinimati adalah sebesar 80

jam waktu luang. Pada tingkat upah $25 jam yang harus dikorbankan sesorang untuk bekerja lebih

sedikit dibandingkan dengan tingkat upah $20, hal tersebut menggambarkan jika kurva penawaran

tenaga kerja pada segmen miring ke atas menyiratkan bahwa efek substitusi pada awalnya lebih

kuat sedangkan segmen backward-bending menyiratkan bahwa efek pendapatan pada akhirnya

mendominasi (Borjas, 2016).

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja: (1) Jumlah Penduduk.

Makin besar jumlah penduduk, makin banyak tenaga kerja yang tersedia baik untuk angkatan kerja

atau bukan angkatan kerja dengan demikian jumlah penawaran tenaga kerja juga akan semakin

besar (Bloom & Freeman, 2014). Jika jumlah penawaran tenaga kerja semakin besar makan akan

terjadi pergeseran kurva penawaran tenaga kerja ke kanan; (2) Struktur Umur Penduduk.

Bertambahnya umur panjang penduduk merupakan salah satu pencapaian utama masyarakat. Hal

tersebut mencerminkan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Indonesia termasuk dalam

struktur umur muda, ini dapat dilihat dari bentuk piramida penduduk Indonesia. Meskipun

pertambahan penduduk dapat ditekan tetapi penawaran tenaga kerja semakin tinggi karena semakin

banyaknya penduduk yang memasuki usia kerja, dengan demikian penawaran tenaga kerja juga

akan bertambah (Biffl, 1998; Bloom & Freeman, 2014). Bertambahnya jumlah penawaran tenaga

kerja makan akan mengakibatkan kurva penawaran tenaga kerja bergeser ke kanan tergantung pada

tingkat upah di pasar tenaga kerja; (3) Produktivitas. Produktivitas merupakan suatu konsep yang

menunjukkan adanya kaitan antara output dan jam kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan

produk dari seseorang tenaga kerja yang tersedia (Borjas, 2016). Secara umum produktivitas tenaga

kerja merupakan fungsi daripada pendidikan, teknologi, dan keterampilan. Semakin tinggi

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

239

pendidikan atau keterampilan tenaga kerja maka semakin meningkat produktivitas tenaga kerja

(Cazzavillan & Olszewski, 2011; Greenlaw & Shapiro, 2011; Lugauer, 2012; Travaglini &

Bellocchi, 2018); (4) Tingkat Upah. Secara teoritis, tingkat upah akan mempengaruhi jumlah

penawaran tenaga kerja. Apabila tingkat upah naik, maka jumlah penawaran tenaga kerja akan

meningkat dan sebaliknya. Hal ini dapat dibuktikan pada kurva penawaran tenaga kerja yang

berslope positif (Borjas, 2016; Oğuz, 2018; Santoso, 2012); (5) Kebijaksanaan Pemerintah. Dalam

menelaah penawaran tenaga kerja maka memasukkan kebijaksanaan pemerintah kedalamnya adalah

sangat relevan. Misalnya kebijaksanaan pemerintah dalam hal belajar 9 tahun akan mengurangi

jumlah tenaga kerja, dan akan ada batas umur kerja menjadi lebih tinggi. Selain itu juga kebijakan

pembangunan jumlah sekolah baru, serta pengembangan infrastuktur sekolah yang dilaksanakan

pemerintah Indonesia antara tahun 1973-1974 dan 1978-1979. Dengan demikian terjadi

pengurangan jumlah tenaga kerja, dimana penduduk usia kerja dapat terlibat dalam pekerjaan sektor

formal maupun informal. (Comola & Mello, 2009).

4. Pengangguran di Indonesia

Penduduk yang termasuk angkatan kerja menggambarkan jumlah penduduk yang

menawarkan dirinya sebagai tenaga kerja. Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2018

mencapai 131,01 juta orang mengalami peningkatan 2,95 juta atau sebesar 2,30% dibandingkan

dengan jumlah angkatan kerja Agustus 2016 yaitu sebesar 128,06 (BPS, 2018). Peningkatan jumlah

angkatan kerja dipengaruhi oleh tingginya jumlah pertumbuhan penduduk, dimana total penduduk

Indonesia pada Agustus 2018 berdasarkan proyeksi penduduk 2010-2035 diperkirakan sebanyak

265,52 juta orang. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,70 juta orang atau 1,41 persen

dibandingkan total penduduk Indonesia pada Agustus 2016 yaitu sebesar 128,06 juta orang (BPS,

2018). Berikut ringkasan jumlah tenaga kerja yang diminta dengan jumlah tenaga kerja yang

ditawarkan oleh penduduk usia kerja pada tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1. Tabel Jumlah Angkatan Kerja, Jumlah Penduduk yang bekerja, dan JumlahPengangguran di Indonesia Tahun 2014-2018.

Tahun Jumlah AngkatanKerja

(juta jiwa)

Jumlah Pendudukyang Bekerja

(juta jiwa)

JumlahPengangguran

(juta jiwa)2014 121,87 114,63 7,242015 122,38 114,82 7,562016 125,44 118,41 7,032017 128,06 121,02 7,042018 131,01 124,01 7

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

240

Kondisi terus meningkatnya jumlah penduduk akan mengakibatkan bertambahnya jumlah

angkatan kerja, jika tidak diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja maka hal tersebut akan

menjadi masalah yaitu kelebihan penawaran tenaga yang berdampak pada masalah

pengangguran. Konsep penganganggur yang digunakan adalah mereka yang sedang mencari

pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak

mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja

dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Penganggur dengan

konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai pengangguran terbuka (open

unemployment).Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia menunjukkan tren menurun. Hal

tersebut di ditunjukkan pada gambar 1.1 grafik tren pengangguran terbuka di Indonesia per

Agustus.

Gambar 3: Persentase Pengangguran Terbuka di Indonesia per AgustusSumber: Badan Pusat Statistik Indonesia

Tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2014 sebesar 7,24 juta orang dengan presentase

tingkat pengangguran terbuka 5,94%. Pada tahun 2015, tingkat pengangguran terbuka sebesar 7,56

juta orang, bertambah sekitar 110 ribu orang pengangguran dengan presentase tingkat

pengangguran terbuka 6,18%. Pada tahun 2016, tingkat pengangguran terbuka sebesar 7,03 juta

orang, berkurang sekitar 530 ribu orang dibandingkan tahun 2015 dengan presentase tingkat

pengangguran terbuka 5,61%. Pada tahun 2017, tingkat pengangguran terbuka sebesar 7,03 juta

orang, bertambah sekitar 8,5 ribu orang dibandingkan tahun 2016 dengan presentase tingkat

pengangguran terbuka turun menjadi 5,50% dikarenakan jumlah agkatan kerja pada tahun 2017

meningkat. Pada tahun 2018, tingkat pengangguran terbuka sebesar 7 juta orang, berkurang 40 ribu

5,94% 6,18%5,61% 5,50% 5,34%

4,50%5,00%5,50%6,00%6,50%

2014 2015 2016 2017 2018

Tingkat Pengangguran Terbuka per Agustus

Tingkat Pengangguran Terbuka per Agustus

Linear (Tingkat Pengangguran Terbuka per Agustus)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

241

orang jika dibandingkan tahun 2017 dengan persentase tingkat pengangguran terbuka sebesar

5,34%. pada Tahun 2018, tingkat pengangguran terbuka tertinggi terjadi di Provinsi Banten yaitu

sebesar 8,52%, sedangkan tingkat pengangguran terbuka terendah di Provinsi Bali yaitu sebesar

1,37%. Pengangguran terjadi pada kondisi saat jumlah tenaga kerja yang ditawarkan (ditunjukkan

dengan jumlah angakatan kerja) lebih besar dibandingkan dengan jumlah permintaan tenaga kerja

(ditunjukkan dengan jumlah penduduk yang bekerja).

5. Kesimpulan

Tenaga kerja mempengaruhi sebuah aktifitas bisnis dan perekonomian di Indonesia. Setiap

tenaga kerja harus mendapatkan lapangan pekerjaan untuk mampu memiliki keunggulan

kompetitifsehingga mereka dapat meningkatkan daya saing. Pengangguran dapat menjadi suatu

ancaman jika tidak segera diatasi karena dapat meningkatkan tindakan kriminal akibat masyarakat

tidak memiliki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, naik turunnya

sebuah lapangan pekerjaan akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja terhadap penawaran tenaga

kerja oleh masyarakat.

Daftar Pustaka

Abdurakhmanov, K., & Zokirova, N. (2013). Labor Economics and Sociology. (E. S. Margianti,Ed.) (Tutorial). Jakarta: Gunadarma University, Indonesia.

Becker, G. (1993). Human Capital: A Theoritical and Empirical Analysis, with SpecialReference to Education (3rd Ed.). Chicago: The University Of Chicago Press.

Bellante, D., & Jackson, M. (1990). Ekonomi Ketenagakerjaan. (K. Wimandjaja & M. Yasin,Ed.). Jakarta: LPFE UI.

Biffl, G. (1998). The Impact of Demographic Changes on Labor Supply. WIFO AUSTRIANECONOMIC QUARTERLY, 4, 219–228. Diambil darihttps://www.wifo.ac.at/jart/prj3/wifo/resources/person_dokument/person_dokument.jart?publikationsid=580&mime_type=application/pdf

Bloom, D. E., & Freeman, R. (2014). Population Growth , Labor Supply , and Employment inDeveloping Countries. The National Bureau of Economic Research, (March 1986). Diambildari http://dergipark.gov.tr/download/article-file/463876

Borjas, G. J. (2016). Labor Economics(Seventh). New York: The MacGrow-Hill Companies.

BPS. (2018). Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia. Jakarta. Diambil darihttps://www.bps.go.id/publication/download.html?nrbvfeve=YjdlNmNkNDBhYWVhMDJiYjZkODlhODI4&xzmn=aHR0cHM6Ly93d3cuYnBzLmdvLmlkL3B1YmxpY2F0aW9uLzIwMTgvMDYvMDQvYjdlNmNkNDBhYWVhMDJiYjZkODlhODI4L2tlYWRhYW4tYW5na2F0YW4ta2VyamEtZGktaW5kb25lc2lhLWZlYnJ1YXJpLTIwMTguaHRtbA%3D%3D&twoadfnoarfeauf=MjAxOS0wNC0xNiAxMDoxNDo0MA%3D%3D

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

242

Cazzavillan, G., & Olszewski, K. (2011). Skill-biased technological change, endogenous laborsupply and growth: A model and calibration to Poland and the US. Research in Economics,65(2), 124–136. https://doi.org/10.1016/j.rie.2011.03.003

Comola, M., & Mello, L. de. (2009). The Determinants of Employment and Earnings in Indonesia.OECD Economics Departmen Working Papers, OECD Publishing, Paris, 31(690).https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1787/224864812153 OECD

Greenlaw, S. A., & Shapiro, D. (2011). Pronciples of Ecoconomics (2e ed.). Texas: OpenStax,Rice University. Diambil dari https://d3bxy9euw4e147.cloudfront.net/oscms-prodcms/media/documents/Economics2e-OP_3MfrPLF.pdf

Ismei, A., Wijarnako, A., & Oktavianti, H. (2015). Analisis Permintaan Tenaga Kerja pada IndustriKecil dan Menengah di Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013. Media Trend, 10(1), 75–89.Diambil dari http://mediatrend.trunojoyo.ac.id/mediatrend/article/download/691/pdf6

Lugauer, S. (2012). Research in Economics The supply of skills in the labor force and aggregateoutput volatility. Research in Economics, 66(3), 246–262.https://doi.org/10.1016/j.rie.2012.03.002

Mankiw, N. G. (2003). Teori Makro Ekonomi(Edisi ke-5). Jakarta: Erlangga.

McConnell, C. R., Brue, S. L., & Macpherson, D. A. (2013). Contemporary LaborEconomics(Tenth). New York: The McGraw-Hill Companies.

Oğuz, A. (2018). Analysis of The Factors Affecting Labour Supply. SOSYAL BİLİMLERDERGİSİ,56, 157–170. Diambil dari http://dergipark.gov.tr/download/article-file/463876

Peichl, A., & Siegloch, S. (2012). Accounting for Labor Demand Effects in Structural Labor SupplyModels. Labour Economics,19(1), 129–138. https://doi.org/10.1016/j.labeco.2011.09.007

Santoso, R. P. (2012). Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan (Edisi 1).Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Simanjuntak, P. J. (1985). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: FakultasEkonomi Universitas Indonesia.

Sumarsono, S. (2003). Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan Ketenagakerjaan.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Travaglini, G., & Bellocchi, A. (2018). How Supply and Demand Shocks Affect Productivity andUnemployment Growth : Evidence from OECD Countries. Economia Politica.https://doi.org/10.1007/s40888-018-0127-1

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

243

BIOGRAFI PENULIS

Novia Dani Pramusintoadalahmahasiswa Magister Ekonomi Studi Pembangunan, FakultasEkonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bidang konsentrasi kuliah saat ditempuhpada jenjang S2 adalah ekonomi sumberdaya dan pembangunan yang meliputi ekonomisumberdaya manusia dan pembangunan serta ekonomi sumberdaya alam dan pembangunan. Untukinformasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui e-mail ke [email protected]

Dr. Akhmad Daerobi, MS adalah dosen jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi danBisnis, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Focus pengajaran adalah Agricultural Economy, RuralArea Economy, Institutional Economy. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui e-mail ke [email protected]

Tri Mulyaningsih, SE, M.Si., Ph.D adalah dosen jurusan Ekonomi Pembangunan, FakultasEkonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Focus pengajaran adalah industrialeconomics. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui [email protected]

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

244

PERANAN KEBIJAKAN MONETER MENGENDALIKAN SUKU BUNGA DANINFLASI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI

4 NEGARA ASIA(SINGAPURA, KOREA SELATAN, JEPANG DAN INDONESIA )

Dedy Sunaryo Nainggolan, SE1 dan Siti Aisyah Tri Rahayu,SE.,M.Si.,Ph.D2

Universitas Sebelas Maret SurakartaJl. Ir. Sutami No.36 A, Pucangsawit, Jebres, (0271) 647481, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126

Email : [email protected] dan [email protected]

Lukman Hakim,SE.,M.Si.,Ph.D3

Universitas Sebelas Maret SurakartaJl. Ir. Sutami No.36 A, Pucangsawit, Jebres, (0271) 647481, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126

Email : [email protected]

AbstractThis study aims to determine the role of monetary policy in controlling interest rates andinflation and their influence on economic growth in 4 Asian countries, namely Singapore,South Korea, Japan and Indonesia. The number of observations in this study were asmany as 20 data with cross sections of 4 countries in the Asian Continent. The data usedare real interest rate data, inflation data, and Gross Domestic Product (GDP) data. Thedata is sourced from World Bank data from 2013 - 2017. Tests were carried out by paneldata analysis. The results of the analysis using the Chow Test show that interest rates andinflation have a positive influence on economic growth. Interest rates have a significantinfluence on economic growth, inflation also has a positive and significant influence oneconomic growth. F test results simultaneously show that Prob (F-statistic) 0.0001<0.05, it can be said that independent variables simultaneously influence the dependentvariable. While the results of the partial t test of interest rate variables obtained t count>t table that is 3.021500> 1.73406, then Ho is rejected which means the interest ratevariable influences economic growth and the inflation variable is obtained t count> ttable which is 2.077816> 1.73406, then Ho is rejected which meaning that the inflationvariable also affects economic growth.

Keywords : Interest Rates, Inflation, and Gross Domestic Product (GDP)

1. Pendahuluan

Pertumbuhan ekonomi menjadi hal utama yang menjadi sorotan di berbagai negara, karena

merupakan tolak ukur kemajuan dari negara-negara tersebut. Hal ini akan membuat negara yang

satu akan membandingkan kondisi ekonominya dengan negara lain. Karena negara yang memiliki

pertumbuhan ekonomi yang baik dan majulah yang akan menjadi daya tarik tersendiri bagi negara

lain untuk bekerja sama dan berinvestasi. Kesuksesan negara akan terlihat ketika warga negaranya

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

245

telah menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Indriyani (2016) mengatakan bahwa pesatnya

peningkatan pertumbuhan ekonomi terlihat pada meningkatnya standar hidup, kerukunan dan

kesejahteraan masyarakat, dimana standar hidup ini yaitu peningkatan permintaan terhadap barang

dan jasa baik itu dari segi kulatitas maupun kuantitasnya. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak

terlepas dari mekanisme kebijakan moneter yang diambil oleh masing – masing negara. Penerapan

kebijakan tersebut telah diberikan kepada masing – masing lembaga yang akan bertanggung jawab

mengambil kebijakan pengaturan suku bunga dan pengendalian tingkat inflasi untuk menjaga

kestabilan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi yang positif terlihat dari pendapatan nasional yang meningkat.

Perhitungan pendapatan nasional dapat dihitung dari Produk Domestik Bruto (PDB). Produk

Domestik Bruto yaitu banyaknya jumlah barang dan jasa yang diproduksi pada suatu periode

tertentu. Nilai PDB dipengaruhi oleh jumlah produksi dengan tingkat harga tertentu. Dengan

memahami tentang pendapatan nasional, maka akan semakin mengenal karakteristik perekonomian.

Dalam mengendalikan laju pertumbuhan ekonomi, setiap negara memiliki lembaga yang

akan menentukan kebijakan ekonomi yang tepat untuk mengatasi masalah perekonomian. Secara

umum lembaga yang mengatur kebijakan pengaturan suku bunga, pengawasan perbankan dan

lembaga keuangan lainnya adalah Bank Sentral di masing – masing negara tersebut. Tetapi ada juga

beberapa negara yang telah membentuk lembaga independen lain untuk membantu Bank Sentral

negaranya dalam hal pengaturan dan pengawasan perbankan dan lembaga keuangan non bank.

Semua lembaga tersebut menjalin koordinasi yang baik supaya setiap kebijakan yang diambil tetap

berkaitan dan memiliki satu tujuan yang akan menstabilkan perekonomian dan meningkatkan

kemakmuran. Suku bunga dan tingkat inflasi menjadi 2 faktor utama yang mempengaruhi laju

pertumbuhan ekonomi.

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Suku Bunga

Pengertian Suku bunga menurut Sunariyah (2004) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga

merupakan salah satu variabel yang memiliki dampak luas terhadap perekonomian. Dampaknya

dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi suku bunga menurut

Sunariyah (2004) yaitu:

- Daya tarik bagi masyarakat yang memiliki dana lebih untuk ditabung atau diinvestasikan

- Suku bunga digunakan oleh pemerintah untuk mengendalikan permintaan dan penawaran uang

yang beredar dan juga untuk mengatur jumlah uang yang beredar.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

246

2.2. Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga secara umum dan terus – menerus. Bila harga

satu atau dua barang saja yang naik, tidak bisa dikatakan inflasi. Beberapa ahli ekonomi

menjelaskan berbagai defenisi dari inflasi diantaranya:

- Gardner Ackley dalam Iswardono (1993) , bahwa inflasi merupakan kenaikan harga barang-

barang dan jasa secara umum yang terus-menerus.

- Venieris dan Sebold dalam Anton Hermanto Gunawan (1991), memberikan arti inflasi yaitu

kecenderungan yang terus - menerus tingkat harga umum untuk meningkat setiap waktu.

Kenaikan harga hanya sekali waktu saja belum bisa dikatakan inflasi.

Inflasi terjadi disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

- Inflasi yang timbul karena permintaan akan barang-barang yang kuat atau disebut juga dengan

Demand Pull Inflation. Kondisi ini terjadi disebabkan karena permintaan agregat yang naik

pada saat perekonomian berada pada kondisi full employment. Sehingga kenaikan permintaan

tidak mendorong kenaikan produksi, melainkan hanya mendorong kenaikan harga saja atau

disebut juga inflasi murni.

- Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi atau disebut juga Cost Push Inflation.

Kondisi ini terjadi karena penawaran agregat yang berkurang, artinya tingkat penawaran lebih

rendah dibandingkan dengan tingkat permintaan. Penawaran agregat menurun disebabkan

adanya kenaikan biaya produksi.

Inflasi yang terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang diatasi dengan mencetak

uang baru merupakan inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation), sedangkan inflasi

yang terjadi akibat kenaikan harga di negara lain yang memiliki hubungan perdagangan disebut

dengan imported inflation. Kondisi ini akan menyebabkan kenaikan biaya kebutuhan sehari-hari di

dalam negeri ( karena kenaikan biaya impor ) dan juga kenaikan biaya produksi ( untuk mesin-

mesin impor).

Inflasi akan mempengaruhi banyak faktor diantaranya:

1. Perubahan tingkat pendapatan

Ketika terjadi inflasi, masyarakat yang memiliki penghasilan tetap akan merasa kesulitan

untuk membeli berbagai kebutuhan, tetapi bagi beberapa pengusaha, kenaikan harga-harga akan

meningkatkan produksinya dan dapat membuka lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi.

2. Perubahan suku bunga dan minat untuk menabung

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

247

Ketika terjadi inflasi, keinginan masyarakat untuk menabung akan menurun karena biaya

kebutuhan hidup yang bertambah, sehingga ada kecenderungan terjadi kenaikan suku bunga

tabungan untuk meningkatkan minat menabung dan penurunan suku bunga kredit untuk

meningkatkan respon pengusaha menambah modal pengembangan usaha. Namun apabila suku

bunga tabungan dan tingkat inflasi berada pada posisi yang sama, maka minat masyarakat untuk

menabung akan menurun.

3. Perubahan terhadap jumlah barang ekspor

Kondisi inflasi yang berasal dari luar negeri akan menyebabkan berkurangnya daya saing

produk dalam negeri yang diekspor. Hal ini akan berdampak pada pengurangan devisa yang

diperoleh.

Selain dari tiga sektor tersebut, inflasi juga dapat berpengaruh pada sektor riil seperti

bertambahnya jumlah pengangguran dan terjadinya krisis sosial yang dapat menyebabkan

kerusuhan dan lain sebagainya.

2.3. Pertumbuhan Ekonomi

Dalam perekonomian sederhana, nilai output dalam perekonomian dilambangkan dengan

Y, Konsumsi dilambangkan dengan C,dan pengeluaran investasi dilambangkan dengan I. Dan nilai

output yang dihasilkan sama dengan nilai output yang dijual. Output yang terjual dapat dinyatakan

sebagai permintaan/konsumsi dan pengeluaran investasi. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:

Y ≡ C + I (1)

Jika dikaitkan dengan tabungan, konsumsi dan PDB. Maka dapat dijelaskan alokasi pendapatan.

Pendapatan yang diperoleh akan dialokasikan untuk konsumsi, dan sebagian lagi akan ditabung.

Sehingga dapat dijabarkan sebagai berikut:

Y ≡ S + C (2)

Dimana S merupakan tabungan sektor swasta. Sehingga apabila kedua persamaan ini digabung

menjadi:

C + I ≡ Y ≡ C + S (3)

Persamaan tersebut menekankan bahwa jumlah output yang dihasilkan sama dengan jumlah output

yang terjual. Nilai output yang dihasilkan sama dengan pendapatan yang diterima, dan pendapatan

yang diterima akan digunakan kembali untuk membeli barang atau ditabung. (Dombusch, 2008)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

248

Dalam menghitung nilai PDB harus menghindari perhitungan ganda. Sebagai contoh

apabila ingin menghitung nilai kue, maka nilai kuenya saja yang dihitung dalam PDB, bukan nilai

gandung yang terjual atau nilai tepung yang terjual untuk membuat kue tersebut. Sehingga untuk

menghindari perhitungan ganda, digunakan nilai tambah ( value added). Dalam tiap tahapan

pembuatan barang, hanya nilai tambah barang pada tahapan iyu yang digitung sebagai PDB. Nilai

gandum dihitung sebagai nilai tambah PDB. Sedangkan nilai tepung yang dijual oleh penggilingan

dikurangi biaya gandum adalah nilai tambah penggilingan. Sehingga dapat diambil kesimpulan

bahwa jumlah nilai tambah pada setiap tahapan proses sama dengan nilai akhir dari kue tersebut.

Data PDB ini digunakan selain untuk mengukur total output, juga dapat melihat tingkat

kesejahteraan penduduk suatu negara. PDB riil yaitu perubahan output dalam perekonomian dengan

periode yang berbeda dengan menilai semua barang yang diproduksi dalam periode tersebut dengan

harga yang sama/ harga konstan. Sedangkan PDB nominal yaitu mengukur nilai output dengan

menggunakan harga yang berlaku pada periode tersebut.

Suku bunga dan inflasi merupakan dua dari banyak faktor yang mempengaruhi perubahan

laju pertumbuhan ekonomi.

3. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menganalisis pengaruh Suku Bunga dan Inflasi terhadap pertumbuhan

ekonomi di 4 negara Asia yaitu Singapura, Jepang, Korea Selatan dan Indonesia. Data yang

digunakan yaitu data panel dari tahun 2013 sampai 2017 yang dikutip dari data World Bank ( World

Development Indicators ). Suku bunga dalam penelitian ini adalah Real Interest Rate. Inflasi dalam

penelitian ini yaitu Consumer price dari tahun 2013 sampai dengan 2017. Pengolahan data 5 tahun

ini dilakukan untuk melihat pengaruh suku bunga dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di 4

negara. Data pertumbuhan ekonomi tiap-tiap negara tersebut dianalisis melalui data GDP ( Gross

Domestik Produk ).

Teori yang digunakan yaitu hasil penurunan dari Teori Pertumbuhan Ekonomi dimana:

Y = C + I + G + (E – I) dimana:

Y = Pertumbuhan Ekonomi

C = Konsumsi

I = Investasi

G = Pengeluaran Pemerintah

E = Ekspor

I = Impor

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

249

Perubahan tingkat suku bunga akan mempengaruhi perubahan tingkat investasi, sedangkan

konsumsi atau permintaan yang semakin tinggi terhadap suatu barang dapat meningkatkan harga

barang tersebut, sehingga apabila harga naik secara terus menerus, dapat menyebabkan inflasi.

Jika pertumbuhan ekonomi dilambangkan dengan huruf “Y”, tingkat suku bunga

dilambangkan dengan “X1” dan tingkat inflasi dilambangkan dengan symbol “X2”, maka dapat

diuraikan menjadi:

Y = X1+ X2 + G + (E-I) (4)

ʃ Y1-n = ʃ X1(1-n) + ʃ X2(1-n) + ʃ G(1-n) + ʃ (E(1-n) - I (1-n)) (5)

Jika faktor – faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu Government Expenditure,

Export dan Import dianggap tetap ( Cateris Paribus ), maka dapat diuraikan sebagai berikut:

Y = f ( X1, X2 ) (6)

Y = α + βX1 + ɤX2 + ϵ (7)

ʃ Y (1-n) = ʃ X1(1-n) + ʃX2(1-n) + ϵ (8)

Keterangan:

Y = Pertumbuhan Ekonomi

α = Konstanta

β = Koefisien

ʃY(1-n) = Total Pertumbuhan Ekonomi

ʃX1(1-n) = Total Suku Bunga

ʃX2(1-n) = Total Inflasi

ϵ = Eror Term

Analisis data panel dilakukan dengan menggunakan 3 metode yaitu: Metode Common-

Constant (Pooled Ordinary Least Square/PLS), Metode Fixed Effect (Fixed Effect Model/FEM),

Metode Random Effect (Random Effect Model/REM). Menurut Widarjono (2007) dalam metode di

atas ada terdapat tiga jenis uji dalam hal memilih teknik estimasi data panel yaitu: Uji Chow, Uji

Hausman dan Uji Lagrange Multiplier. Uji Chow bertujuan untuk memilih metode terbaik antara

Metode Common Effect (Pooled Ordinary Least Square/PLS) dan Metode Fixed Effect (Fixed

Effect Model/FEM). Uji Hausman digunakan untuk memilih motode terbaik antara Metode Fixed

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

250

Effect (Fixed Effect Model/FEM) dan Metode Random Effect ( Random Effect Model/REM). Uji

Lagrange Multiplier digunakan untuk mengetahui metode terbaik antara Random Effect dan

Common Effect.

Melalui Uji Chow dengan hasil terbaik dengan Metode Common-Constant (Pooled

Ordinary Least Square/PLS), maka model yang akan digunakan adalah hasil dari regresi Metode

Common Constant (Pooled Ordinary Least Square/PLS). Tetapi apabila hasil terbaik adalah Metode

Fixed Effect (Fixed Effect Model/FEM), maka tahap selanjutnya perlu dilakukan Uji Hausman

untuk memilih model regresi yang akan digunakan yaitu antara Metode Fixed Effect (Fixed Effect

Model/FEM) dan Metode Random Effect (RandomEffect Model/REM).

3.1. Uji Kelayakan Model

Setelah memperoleh metode analisis terbaik, maka selanjutnya dilakukan uji kelayakan

model. Uji ini bertujuan untuk menganalisis model regresi apakah variabel bebas berpengaruh

terhadap variabel terikat. Uji kelayakan model ini yaitu:

1. Uji Hipotesis, yaitu menguji signifikansi koefisien regresi dengan cara membandingkan t-

statistik dengan t-tabel. Dalam uji ini terdapat dua jenis uji yaitu Uji t dan uji F dimana uji t

dilakukan untuk menguji koefisien regresi secara individu, sedangkan uji F digunakan

untuk menguji koefisien regresi secara bersamaan dan memastikan bahwa model yang

dipilih layak atau tidak dalam menginterpretasikan hubungan variabel bebas dengan

variabel terikat. Menurut Gujarati (2007), pengambilan keputusan dilakukan jika:

Nilai F hitung > F tabel atau nilai prob.F-statistik < taraf signifikansi, maka Ho ditolak dan

jika F hitung < F tabel atau nilai prob.F-statistik > taraf signifikansi maka Ho diterima.

2. Koefisien determinasi

Nilai Koefisien Determinasi mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y

dapat diterangkan oleh variabel bebas X (Nachrowi et al, 2006). Suatu variabel dikatakan

baik jika nilai R2 mendekati angka satu dan jika R2 mendekati angka 0, maka model

tersebut kurang baik ( Widarjono, 2007). Dengan demikian baik tidaknya suatu model

regresi dapat dilihat dari nilai R2 yang dihasilkan.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

251

4. Hasil dan Pembahasan

Regresi data panel ini menjelaskan variabel C = Konstansta, X1 = Suku Bunga, dan X2 =

Inflasi. Regresi dilakukan melalui tahapan dengan 3 metode yang ada diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 2. Common-effect (Pooled ordinary least square/pls)

Dependent Variable: YMethod: Panel Least SquaresDate: 05/16/19 Time: 23:41Sample: 2013 2017Periods included: 5Cross-sections included: 4Total panel (balanced) observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.423258 0.242019 5.880770 0.0000X1 0.200904 0.066492 3.021500 0.0077X2 0.184207 0.088654 2.077816 0.0332

R-squared 0.675947 Mean dependent var 2.524995Adjusted R-squared 0.637823 S.D. dependent var 1.112481S.E. of regression 0.669504 Akaike info criterion 2.172922Sum squared resid 7.620007 Schwarz criterion 2.322282Log likelihood -18.72922 Hannan-Quinn criter. 2.202079F-statistic 17.73026 Durbin-Watson stat 2.127359Prob(F-statistic) 0.000069

Setelah melakukan tahapan ini, tahap selanjutnya adalah melakukan regresi dengan Metode

fixed effect (fixed effect model/FEM) untuk dapat melangkah memilih metode terbaik melalui uji

Chow. Dan hasil olah data diperoleh sebagai berikut:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

252

Tabel 3. Metode fixed effect (Fixed Effect Model/FEM)

Dependent Variable: YMethod: Panel Least SquaresDate: 05/16/19 Time: 23:46Sample: 2013 2017Periods included: 5Cross-sections included: 4Total panel (balanced) observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.517108 0.571226 2.655879 0.0188X1 0.188579 0.124070 1.519937 0.1508X2 0.159730 0.149253 1.070199 0.3026

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.727027 Mean dependent var 2.524995Adjusted R-squared 0.629537 S.D. dependent var 1.112481S.E. of regression 0.677119 Akaike info criterion 2.301387Sum squared resid 6.418871 Schwarz criterion 2.600107Log likelihood -17.01387 Hannan-Quinn criter. 2.359700F-statistic 7.457428 Durbin-Watson stat 2.486174Prob(F-statistic) 0.001336

Setelah memperoleh analisis tahap ini, akan dilakukan tahapan pemilihan model terbaik

dengan menggunakan uji Chow yaitu sebagai berikut:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

253

Tabel 4. Uji Chow

Redundant Fixed Effects TestsEquation: UntitledTest cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 0.873253 (3,14) 0.4783Cross-section Chi-square 3.430699 3 0.3299

Cross-section fixed effects test equation:Dependent Variable: YMethod: Panel Least SquaresDate: 05/16/19 Time: 23:51Sample: 2013 2017Periods included: 5Cross-sections included: 4Total panel (balanced) observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.423258 0.242019 5.880770 0.0000X1 0.200904 0.066492 3.021500 0.0077X2 0.184207 0.088654 2.077816 0.0332

R-squared 0.675947 Mean dependent var 2.524995Adjusted R-squared 0.637823 S.D. dependent var 1.112481S.E. of regression 0.669504 Akaike info criterion 2.172922Sum squared resid 7.620007 Schwarz criterion 2.322282Log likelihood -18.72922 Hannan-Quinn criter. 2.202079F-statistic 17.73026 Durbin-Watson stat 2.127359Prob(F-statistic) 0.000069

dari hasil uji chow diperoleh probability 0,3299 > 0,05 artinya model Common Effect

(Pooled Ordinary Least Square/pls) adalah model yang terbaik. Karena itu akan dilanjutkan ke

tahap selanjutnya yaitu Uji Lagrange multiplier untuk menentukan apakah akan memilih Common

Effect atau Random Effect.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

254

Tabel 5. Uji Lagrange multiplier

Lagrange Multiplier Tests for Random EffectsNull hypotheses: No effectsAlternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided

(all others) alternatives

Test HypothesisCross-section Time Both

Breusch-Pagan 0.123873 0.663663 0.787536(0.7249) (0.4153) (0.3748)

Honda -0.351956 0.814655 0.327177-- (0.2076) (0.3718)

King-Wu -0.351956 0.814655 0.267263-- (0.2076) (0.3946)

Standardized Honda 0.677128 1.067931 -1.785247(0.2492) (0.1428)

--Standardized King-Wu 0.677128 1.067931 -1.852858

(0.2492) (0.1428) --Gourierioux, et al.* -- -- 0.663663

(>= 0.10)

*Mixed chi-square asymptotic critical values:1% 7.2895% 4.321

10% 2.952

Melalui Uji Lagrange Multiplier menggunakan Metode Breusch Pagan diperoleh P value

sebesar 0.7249, dimana nilainya > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa metode analisis terbaik adalah

Common Effect.

Berdasarkan tahapan di atas, diperoleh metode terbaik dalam menganalis data yaitu menggunakan

Metode Common Effect.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

255

Tabel 6. Common-effect (Pooled ordinary least square/pls)

Dependent Variable: YMethod: Panel Least SquaresDate: 05/16/19 Time: 23:41Sample: 2013 2017Periods included: 5Cross-sections included: 4Total panel (balanced) observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.423258 0.242019 5.880770 0.0000X1 0.200904 0.066492 3.021500 0.0077X2 0.184207 0.088654 2.077816 0.0332

R-squared 0.675947 Mean dependent var 2.524995Adjusted R-squared 0.637823 S.D. dependent var 1.112481S.E. of regression 0.669504 Akaike info criterion 2.172922Sum squared resid 7.620007 Schwarz criterion 2.322282Log likelihood -18.72922 Hannan-Quinn criter. 2.202079F-statistic 17.73026 Durbin-Watson stat 2.127359Prob(F-statistic) 0.000069

Melalui tahapan Uji Common Effect tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

1.Data suku bunga yang digunakan signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas

variabel suku bunga sebesar 0.0077. Artinya nilai probabilitas < 0.05, sehingga vasiabel

suku bunga memiliki pengaruh yang signifikan dan hubungan positif terhadap pertumbuhan

ekonomi di 4 negara Asia ( Singapura, Korea Selatan, Jepang dan Indonesia). Jika suku

bunga (X1) meningkat 1 %, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar

0,200904% dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai nol.

2. Data inflasi yang dilihat dari data Consumer Price signifikan, terlihat dari nilai probabilitas

variabel inflasi sebesar 0.0332. Artinya nilai probabilitas < 0.05 yang artinya variabel

inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan hubungan positif terhadap pertumbuhan

ekonomi di 4 negara Asia ( Singapura, Korea Selatan, Jepang dan Indonesia ) dalam 5

tahun dari tahun 2013 – 2017.

3. Nilai korelasi sebesar 0.675947 (R-Squared atau bisa juga menggunakan nilai Adjusted R-

Squared), analisis ini menunjukkan bahwa variabel independen dapat menjelaskan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

256

hubungannya dengan variabel dependen sebesar 62% dan sisanya 38 % dapat dijelaskan

oleh variabel lain.

4. Hasil Uji F diperoleh bahwa nilai Prob (F-statistic) 0.000 < 0.05 maka dapat dikatakan

bahwa variabel bebas secara simultan mempengaruhi variabel terikat, artinya Ho ditolak.

5. Hasil Uji t secara parsial diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Hasil pada variabel suku bunga diperoleh t hitung > t tabel yaitu 3.021500 > 1.73406,

maka Ho ditolak yang artinya variabel suku bunga berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi

b. Hasil pada variabel inflasi diperoleh t hitung > t tabel yaitu 2.077816 > 1.73406,

maka Ho ditolak yang artinya variabel inflasi berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriyani (2016) yang mengatakan

bahwa suku bunga dan inflasi berpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi.

5. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini diperoleh bahwa nilai Prob. Cross-section Chi-square (0.00)

> 0.05 sehingga metode common effect yang dipilih daripada metode fixed effect. Dalam tahapan

Uji Lagrange Multiplier menunjukkan bahwa H0 diterima, yang artinya bahwa metode estimasi

Common effect yang terbaik. Dari hasil metode Common Effect, Uji F dan Uji t secara simultan

diperoleh kesimpulan bahwa suku bunga dan inflasi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di

4 negara Asia ( Singapura, Korea Selatan, Jepang dan Indonesia).

Penelitian ini masih memerlukan perbaikan dan pengembangan lebih lanjut untuk lebih

dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan suku bunga, inflasi dan

pertumbuhan ekonomi di 4 negara Asia dengan jangka waktu yang lebih panjang dengan tujuan

pengambilan keputusan kebijakan moneter yang tepat sesuai dengan kondisi ekonomi masing-

masing negara.

Daftar PustakaDornbusch, Rudiger et al. 2008. Makroekonomi. Edisi 10. Jakarta: PT. Media Global Edukasi.Gujarati, Damodar N. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.Gujarati, Damodar N. dan Porter, Dawn C. 2015. Dasar-Dasar Ekonometrika Edisi Kelima Buku

2. Jakarta:Salemba Empat

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

257

Indriyani, Siwi Nur. 2016. Analisis Pengaruh Inflasi dan Suku Bunga Terhadap PertumbuhanEkonomi di Indonesia Tahun 2005 – 2015. Vol.4.No.2 Mei 2016. ISSN: 2338-4794. Jurnal.Jakarta: Universitas Krisnadwipayana.

Mankiw, N. Gregory N. 2003. Teori Makroekonomi Terjemahan. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama

Mankiw, N. Gregory. et al. 2013. Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Asia. Jakarta: SalembaEmpat.

Nachrowi, N. Djalal dan Hardius Usman.2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrikauntuk AnalisisEkonomi dan Keuangan. Jakarta: LPFE Universitas Indonesia

Nainggolan, Dedy S. 2009. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Transaksi di Pasar Modal. Skripsi.Palembang:Universitas Sriwijaya.

Nopirin. 1992. Ekonomi Moneter. Yogyakarta: BPFERahardjo, Mugi. 2015. Ekonomi Moneter. Surakarta: UNS PRESSSukirno, Sadono. 2003. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Sukirno, Sadono. 2004. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LLPFE UI dan Bina Grafika.Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi

kedua.Yogyakarta: Ekonisia FE Universitas Islam Indonesia.

BIOGRAFI PENULISPenulis Pertama adalah mahasiswa Magister Ekonomi Studi Pembangunan tahun 2017Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Untuk informasi lebih lanjutyang bersangkutan dapat dihubungi melalui [email protected]

Penulis Kedua adalah dosen di Jurusan Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Beliau mendapatkan gelarDoktor pada tahun 2012 di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Fokus pengajaran dan penelitianbeliau adalah Ekonomi Moneter. Untuk informasi lebih lanjut, beliau dapat dihubungi [email protected]

Penulis Ketiga adalah dosen di Jurusan Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas maret, Surakarta. Beliau mendapatkan gelarDoktor pada tahun 2011 di Universitas Utara Malaysia. Fokus pengajaran dan penelitian beliauadalah Ekonomi Moneter dan Internasional. Untuk informasi lebih lanjut beliau dapat dihubungimelalui [email protected]

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

258

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN SISALEBIH ANGGARAN TERHADAP BELANJA LANGSUNG

(STUDI PADA KABUPATEN/KOTA EKS KARESIDENAN SURAKARTATAHUN 2012-2016)

Dowes Ardinugroho, S.Pd1 dan Dr. Albertus Maqnus Soesilo, M.S2

Universitas Sebelas Maret SurakartaJl. Ir. Sutami No.36 A, Pucangsawit, Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126

Email : [email protected]

[email protected]

Dr. Mulyanto, M.E3

Universitas Sebelas Maret SurakartaJl. Ir. Sutami No.36 A, Pucangsawit, Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126

Email : [email protected]

AbstractThis study aims to test and provide empirical evidence regarding the effect of RegionalOriginal Income (PAD), General Allocation Funds (DAU), and Remaining Over Budget(SILPA) on direct expenditure. The number of observations of this study was 35 data witha cross section of 7 districts / cities in the Ex Surakarta Residency. The data used is thevisualization of APBD data, namely the realization of PAD, DAU, SILPA and district /city Direct Expenditures at the Ex Surakarta Residency from 2012-2016. The data issourced from the Directorate General of Fiscal Balance of the Ministry of Finance ofIndonesia. Testing is done by panel data analysis. The results of the analysis using theChow Test show that PAD and DAU have a positive and significant relationship to DirectSpending, but for SILPA it does not have a significant effect on Direct Spending. Theresults of the F test simultaneously show that the value of Prob (F-statistic) 0.000 <0.05,it can be said that the independent variables simultaneously / simultaneously affect thedependent variable. While the results of the partial T test of PAD t count> t table are8.562336> 1.694, DAU t count> t table which is 4.800654> 1.694, and SiLPA t count <ttable that is -1.047308 <2.307, then the PAD and DAU variables have positive influencewhile Silpa does not affect Direct Spending.

Keywords: PAD, DAU, SILPA and Direct Shopping.

1. PENDAHULUAN

UU No. 32 Tahun 2004 otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dankewajiban daerah

otonom untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Tujuan otonomi daerah yang hendak dicapai

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

259

baik dalam aspek politik, administratif, dan ekonomi adalah untuk mewujudkan kesejahteraan

masyarakat dan keadilan sosial melalui pengembangan kehidupan demokrasi serta penyediaan

pelayanan publik yang lebih merata dan memperpendek jarak antara pemerintah daerah dengan

masyarakat. Indraningrum (2011)menyatakan bahwa pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan

berdasarkan asas desentralisasi dilakukan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD).Menurut PP No.58 Tahun 2005 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) adalahrencana keuangan tahunan pemerintahan yang dibahas dan disetujui bersama

oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Konsekuensi

darikebijakan PP No.58 Tahun 2005 adalah suatu kemandirian masing – masing daerah

dalammenghasilkan suatu pendapatan yang digunakan untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat dalam upaya perwujudan desentralisasi. Pendapatan tersebut yang antara laindiperoleh

dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (Dana Alokasi Umum,Dana Alokasi

Khusus, Dana Bagi Hasil), Pinjaman Daerah, dan lain – lain pendapatan yangsah.Dalam Peraturan

Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 Pendapatan asli Daerah terdiri atas pajak daerah,

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain – lain pendapatan asli daerah yang

sah, sedangkan pendapatan dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum

dan dana alokasi khusus.

Peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai kebutuhan pengeluaran

daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah, yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Sebagian besar

wilayah Provinsi dapat membiayai kebutuhan pengeluaran kurang dari 10%, hal tersebut

bergantung pada potensi yang dimiliki masing – masing daerah. Untuk mengurangi kesenjangan

fiskal tersebut terdapat dana transfer dari Pemerintah Pusat, dengan harapan penggunaannya secara

efisien dan efektif.Realitas yang sering terjadi dana perimbangan dari pemerintah pusat

menjadi sumber penerimaan utama pemerintah daerah untuk membiayai operasional harian

kegiatan pemerintah daerah. Dengan otonomi daerah diharapkan porsi penerimaan dari dana

transfer ke depan dapat diminimalisasi supaya daerah tidak terlalu bergantung kepada dana transfer

yang diberikan oleh pemerintah.

Selain Pendapatan Asli Daerah,Pemerintah Daerah juga dapat memanfaatkan Sisa Lebih

Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.

Studi mengenai pengaruh SiLPA terhadap belanja langsung pemerintah daerah telah dilakukan oleh

Ardhini (2011) dengan hasil bahwa SiLPA berpengaruh positif signifikan terhadap salah satu

komponen belanja langsung yaitu belanja modal, penelitian dengan hasil yang sama juga

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

260

dilakukan oleh Siti Fatmawatiet al (2013) bahwa SiLPA berpengaruh positif terhadap belanja

langsung. Namun tingginya nilai SiLPA menunjukkan lemahnya eksekutif di bidang perencanaan

dan pengelolaan dana.Belanja Langsung merupakan belanja yang dilakukan oleh pemerintah

untuk memberikan servise kepada masyarakat seperti pengadaan barang dan jasa dalam

rangka perbaikan jalan, jembatan, irigasi dan lainnya. Namun demikian di Eks Karesidenan

Surakarta didapati belum meratanya jasa yang di berikan oleh kota atau kabupaten dalam

memberikan pelayanan yang berupa fasilitas umum, dimana masih kita temukan daerah yang

minim dengan fasilitas yang di berikan oleh pemerintah. Beberapa penelitian sebelumnya

menyimpulkan bahwa PAD, DAU, DAK dan SILPA berpengaruh positif terhadap Belanja

Langsung. Namun peneliti lainnya juga ada yang menyimpulkan bahwa DAK dan SILPA tidak

berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung sedangkan PAD dan DAU berpengaruh positif

terhadap Belanja langsung. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti bermaksud untuk mengetahui

pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan SILPA terhadap Belanja Langsung di

Eks Karesidenan Surakarta tahun 2012-2016.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Otonomi Daerah

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Dalam UU ini

pemberian kewenangan otonomi kepada daerah kabupaten dan daerah kota didasarkan pada

asas desentralisasi yang dilaksanakan secara luas, nyata dan bertanggung jawab. Tujuan otonomi

daerah dalam undang – undang tersebut adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

pelayanan publik yang lebih baik, pemerataan hasil – hasil pembangunan, meningkatkan

potensi daerah secara optimal, dan tentunya kemandirian keuangan daerah. Bastian (2006)

menyatakan asas – asas penting otonomi daerah dalam undang – undang tersebut antara lain:

1) asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada

Daerah Otonomi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, 2) asas dekonsentrasi

adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai pemerintah dan/atau

perangkat pusat di daerah, 3) tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada

daerah dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai

pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan

pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan, 4) perimbangan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

261

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintahan

dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah puast dan

pemerintah daerah serta pemerataan antardaerah secara proporsional, demokratis, adil, dan

transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, serta kebutuhan daerah, sejalan dengan

kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut,

termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.

2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Anggaran merupakan bagian penting dalam perencanaan dari setiap proses

manajemen, merepresentasi apa yang akan dilakukan di masa mendatang. Menurut Bastian (2006)

anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran

yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Pengertian

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut Undang – Undang No. 33 Tahun 2004 adalah

rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh

Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan

Daerah. Anggaran sektor publik memberikan gambaran tentang pengalokasian sumberdaya

yang dimiliki oleh organisasi dalam periode tertentu untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan oleh organisasi tersebut. Anggaran sektor publik yang dipresentasikan dalam

APBN dan APBD menggambarkan tentang rencana keuangan di masa datang

mengenaijumlah pendapatan, belanja, surplus/defisit, pembiayaan, serta program kerja dan aktivitas

yang akan dilakukan. Menurut Mardiasmo (2009)Aspek – aspek yang harus tercakup dalam

anggaran sektor publik meliputi: (a) aspek perencanaan; (b) aspek pengendalian dan; (c) aspek

akuntabilitas publik

Prinsip dan norma yang harus di acu dalam penyusunan APBD menurut Harun (2009) adalah

sebagai berikut:

a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran

b. Disiplin Anggaran

c. Keadilan Anggaran

d. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

262

2.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah. Menurut UU no 33 Tahun 2004, PAD bersumber pada: (a)

Pajak Daerah; (b) Retribusi Daerah; (c) hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang

dipisahkan;dan (d) lain-lain PAD yang sah. Siregar (2001) menyatakan bahwa pendapatan asli

daerah (PAD) merupakan sumber utama penerimaan bagi daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan suatu daerah dari potensi

yang dimiliki oleh daerah.Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan

otonomi daerah yang diatur dalam UU No.33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah, salah satunya adalah pembiayaan melalui pendapatan asli daerah.

Pendapatan Asli Daerah menurut Putro et al (2010) dapat dirumuskan sebagai berikut dibawah ini:

PAD = Pajak Daerah + Rertibusi Daerah + Laba Perusahaan Daerah + Lain-lain Pendapatan yang

Sah(1)

2.4 Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang

dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai

kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU Nomor 33 Tahun 2004). DAU

diberikan pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam

memanfaatkan PAD-nya. Adapun cara menghitung Dana Alokasi Umum menurut ketentuan

adalah sebagai berikut : 1) Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25%

dari penerimaan dalam negeri yang telah ditetapkan dalam APBN; 2) Dana Alokasi Umum

(DAU) untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing

10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas; 3) Dana Alokasi

Umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian

jumlah dana alokasi umum untuk daerah kabupaten/kota yang ditetapkan APBN dengan porsi

daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Menurut Undang Undang Republik Indonesia no 33 Tahun 2004 Ayat (6) dan ayat (7).

Rumus Dana Alokasi Umum sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah: Dana Alokasi Umum

untuk satu Kabupaten / Kota tertentu =

Menurut PP No.6 Tahun 2011 pasal (1) nomor 3, yaitu:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

263

2.5 Sisa Lebih Anggaran (SiLPA)

Dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 pengertian Sisa Lebih Pembiayaan

Anggaran (SiLPA) adalah selisih lebih antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta

penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBD/APBN selama satu periode pelaporan.

Dalam LRA juga terdapat penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan

pembiayaan dapat berupa hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, pinjaman dalam

negeri, dan dari penerimaan kembali pinjaman yang pernah diberikan pemerintah daerah

kepada pihak lain, sedangkan pengeluaran pembiayaan dapat berupa pembentukan dana

cadangan, penyertaan modal pemerintah daerah, pembayaran pokok pinjaman dalam negeri,

dan pemberian pinjaman kepada pihak lain. Selisih antara penerimaan pembiayaan dan

pengeluaran pembiayaan merupakan pembiayaan neto. Selisih antara Surplus/defisit dengan

pembiayaan neto inilah yang disebut sebagai SiLPA.

2.6 Belanja Langsung.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah, mengenai belanja langsung yang terdapat dalam Pasal 50,

Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:

1. Belanja pegawai, untuk pengeluaran Honorarium atau upah dalam melaksanakan program

dan kegiatan pemerintahan daerah.

2. Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang

nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan

program dan kegiatan pemerintahan daerah. Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian

jasa mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan

kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana

mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman,

pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan

dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.

Jumlah umumuntuk Daerah

Kabupaten/Kota

Bobot Daerah Kabupaten/Kota yg bersangkutan

Jumlah Bobot dari seluruh DaerahKabupaten/Kota (2)=

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

264

3. Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka

pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat

lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk

tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap

lainnya. Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang dianggarkan

dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. Belanja honorarium panitia

pengadaan dan administrasi pembelian/pembangunan untuk memperoleh setiap aset yang

dianggarkan pada belanja modal dianggarkan pada belanja pegawai dan/atau belanja barang dan

jasa.

Berdasarkan uraian diatas maka kerangka berpikir yang disusun oleh peneliti adalah sebagai

berikut:

Gambar 1.Kerangka Pemikiran PAD, DAU, dan SILPA terhadap Belanja Langsung.

Berdasarkan kerangka berfikir yang telah disajikan tersebut, maka hipotesis penelitian yang dapat

disimpulkan dari asumsi diatas adalah sebagai berikut;

H1 =Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung.

H2=Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung.

H3 = Sisa Lebih Anggaran (SILPA) berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu regresi data panel dengan menggunakan software eviews 9. Data sekunder adalah data yang

diambil dari Departemen Keuangan yang diakses melalui website www.djpk.kemenkeu.go.id, yang

Pendapatan Asli Daerah (X1)

Dana Alokasi Umum (X2) Belanja Langsung(Y)

SILPA (X3)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

265

sudah di olah secara berkala untuk melihat perkembangan dari Pendapatan Asli Daerah, Dana

Alokasi Umum, dan SILPA terhadap Belanja Langsung selama periode tahun 2012-2016. Pada

penelitian ini, menggunakan pengujian data panel dengan observasi sebanyak 35 data dengan cross

section sebanyak 7 kabupaten/ kota di Ekskaresidenan Surakarta.

Model persamaan data panel yang merupakan gabungan dari data cross section dan data

time series. Berikut ini adalah persamaan dari variable dalam penelitian ini:

BLit = α + β1PADit + β2DAUit+ β3SILPAit + eit (3)

Dimana;

BL : Belanja langsung

α : Intersept

β1, β2, β3 : Parameter masing-masing variable

i : Urutan kabupaten/ kota (i = 1,2, ……..4)

t : Series tahun 2012-2016

PAD : Pendapatan asli daerah

DAU : Dana alokasi umum

SILPA : Sisa lebih penganggaran

e : error

Analisis data panel dilakukan dengan menggunakan tiga metode yaitu, Metode Common-

Constant (Pooled Ordinary Least Square/PLS), Metode Fixed Effect (Fixed Effect Model/FEM),

Metode Random Effect (Random Effect Model/REM). Dari ketiga metode tersebut menurut

Widarjono (2007) terdapat tiga uji untuk memilih teknik estimasi data panel yaitu Uji Chow, Uji

Hausman dan Uji Lagrange Multiplier. Uji Chow digunakan untuk memilih model antara Metode

Common Effect (Pooled Ordinary Least Square/PLS) dan Metode Fixed Effect (Fixed Effect

Model/FEM). Uji Hausman digunakan untuk memilih model antara Metode Fixed Effect (Fixed

Effect Model/FEM) dan Metode Random Effect (Random Effect Model/REM). Uji Lagrange

Multiplier digunakan untuk mengetahui apakah moden Random Effect lebih baik dari pada metode

Common Effect.

Pengujian dengan Uji Chow bila yang terpilih adalah Metode Common-Constant (Pooled

Ordinary Least Square/PLS), maka model yang digunakan adalah hasil dari regresi Metode

Common-Constant (Pooled Ordinary Least Square/PLS). Namun, bila yang terpilih adalah Metode

Fixed Effect (Fixed Effect Model/FEM), maka perlu dilakukan Uji Hausman untuk memlih model

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

266

regresi yang digunakan yaitu antara Metode Fixed Effect (Fixed Effect Model/FEM) dan Metode

Random Effect (Random Effect Model/REM).

3.1 Uji Kelayakan Model

Selanjutnya setelah menemukan metode analisis data panel yang cocok dengan data kita

maka kita perlu melakukan Uji Kelayakan Model. Uji kelayakan model dilakukan untuk

mengidentifikasi model regresi yang terbentuk layak atau tidak untuk menjelaskan pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji Kelayakan model diantaranya yaitu:

1) Uji Hipotesis, berguna untuk menguji signifikansi koefisien regresi yang diperoleh dengan

membandingkan t-statistik terhadap t-tabel atau nilai probabilitas terhadap taraf signifikansi

yang ditetapkan. Terdapat dua uji dalam uji hipotesis ini yaitu: a.Uji F dan b. Uji T.

a. Uji F diperuntukan guna melakukan uji hipotesis koefisiensi regresi secara bersamaan

dan memastikan bahwa model yang dipilih layak atau tidak untuk mengintepretasikan

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Menurut Gujarati (2007), pengambilan

keputusan dilakukan jika :

^nilai F hitung > F tabel atau nilai prob. F –statistik < taraf signifikansi maka H0 ditolak.

^ nilai F hitung < F tabel atau nilai prob. F –statistik > taraf signifikansi maka H0 diterima.

b. Uji T digunakan untuk menguji koefisien regresi secara individu.

2) Koefisien Determinasi

Nilai Koefisien Determinasi mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y

dapat diterangkan oleh variabel bebas X (Nachrowi et al, 2006). Suatu model dikatakan baik

jika nilai R2mendekati angka satu dan sebaliknya jika R2mendekati angka 0 maka model

tersebut kurang baik (Widarjono, 2007). Dengan demikian baik buruknya suatu model regresi

ditentukan oleh nilai R2yang terletak diantara 0 dan 1.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Estimasi regresi data panel akan diduga menggunakan tiga metode yang ada dalam regresi

data panel dengan persamaan sebagai berikut:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

267

Tabel 1.Common-effect (pooled ordinary least square/pls)

Dependent Variable: LBLMethod: Panel Least SquaresDate: 05/03/19 Time: 14:09Sample: 2012 2016Periods included: 5Cross-sections included: 7Total panel (balanced) observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -10.84629 4.546432 -2.385670 0.0233LPAD 0.633569 0.073995 8.562336 0.0000LDAU 0.855661 0.178239 4.800654 0.0000

LSILPA -0.090179 0.086105 -1.047308 0.3031

R-squared 0.826960 Mean dependent var 26.86530Adjusted R-squared 0.810214 S.D. dependent var 0.293184S.E. of regression 0.127724 Akaike info criterion -1.170683Sum squared resid 0.505714 Schwarz criterion -0.992929Log likelihood 24.48696 Hannan-Quinn criter. -1.109323F-statistic 49.38312 Durbin-Watson stat 1.688241Prob(F-statistic) 0.000000

Berdasarkan tabel diatas model regresi data panel untuk random effect model dapat diduga

dengan persamaan, LBLit = (-10.84629) + 0.633569Lpad + 0.855661Ldau-(0.090179)Lsilpa +e

(4)

Tabel 2. Metode fixed effect (fixed effect model/fem)

Dependent Variable: LBLMethod: Panel Least SquaresDate: 05/03/19 Time: 13:59Sample: 2012 2016Periods included: 5Cross-sections included: 7Total panel (balanced) observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -20.93220 12.64550 -1.655309 0.1104LPAD 0.305086 0.249538 1.222600 0.2329LDAU 1.404878 0.642783 2.185617 0.0384

LSILPA 0.046033 0.154267 0.298400 0.7679

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

268

R-squared 0.853704 Mean dependent var 26.86530Adjusted R-squared 0.801038 S.D. dependent var 0.293184S.E. of regression 0.130775 Akaike info criterion -0.995718Sum squared resid 0.427554 Schwarz criterion -0.551333Log likelihood 27.42507 Hannan-Quinn criter. -0.842317F-statistic 16.20963 Durbin-Watson stat 1.744133Prob(F-statistic) 0.000000

Berdasarkan tabel diatas model regresi data panel untuk random effect model dapat diduga

dengan persamaan, LBLit = (-20.93220) +0.305086Lpad +1.404878Ldau + 0.046033 Lsilpa + e(5)

Tabel 3. Metode random effect (random effect model/rem)

Dependent Variable: LBLMethod: Panel EGLS (Cross-section random effects)Date: 05/03/19 Time: 14:04Sample: 2012 2016Periods included: 5Cross-sections included: 7Total panel (balanced) observations: 35Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -10.84629 4.655048 -2.330005 0.0265LPAD 0.633569 0.075763 8.362550 0.0000LDAU 0.855661 0.182497 4.688640 0.0001

LSILPA -0.090179 0.088162 -1.022871 0.3143

Effects SpecificationS.D. Rho

Cross-section random 0.000000 0.0000Idiosyncratic random 0.130775 1.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.826960 Mean dependent var 26.86530Adjusted R-squared 0.810214 S.D. dependent var 0.293184S.E. of regression 0.127724 Sum squared resid 0.505714F-statistic 49.38312 Durbin-Watson stat 1.688241Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.826960 Mean dependent var 26.86530Sum squared resid 0.505714 Durbin-Watson stat 1.688241

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

269

Berdasarkan tabel diatas model regresi data panel untuk random effect model dapat diduga

dengan persamaan, LBLit = (-10.84629) + 0.633569Lpad + 0.855661Ldau - -0.090179Lsilpa + e (6)

Pemilihan metode terbaik dengan uji chow dan uji hausman

Tabel 4.Uji chow

Redundant Fixed Effects TestsEquation: UntitledTest cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 0.761704 (6,25) 0.6067Cross-section Chi-square 5.876224 6 0.4372

Cross-section fixed effects test equation:Dependent Variable: LBLMethod: Panel Least SquaresDate: 05/03/19 Time: 14:00Sample: 2012 2016Periods included: 5Cross-sections included: 7Total panel (balanced) observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -10.84629 4.546432 -2.385670 0.0233LPAD 0.633569 0.073995 8.562336 0.0000LDAU 0.855661 0.178239 4.800654 0.0000

LSILPA -0.090179 0.086105 -1.047308 0.3031

R-squared 0.826960 Mean dependent var 26.86530Adjusted R-squared 0.810214 S.D. dependent var 0.293184S.E. of regression 0.127724 Akaike info criterion -1.170683Sum squared resid 0.505714 Schwarz criterion -0.992929Log likelihood 24.48696 Hannan-Quinn criter. -1.109323F-statistic 49.38312 Durbin-Watson stat 1.688241Prob(F-statistic) 0.000000

Pada baris “Cross-section Chi-square” kolom Prob. Di mana dalam nilainya adalah 0,4372.

Artinya, berdasarkan hasil perhitungan di atas, nilai prob sebesar 0,4372> 0,05 maka chow test

memilih common effectdari pada fixed effect. Langkah selanjutnya yaitu melakukan uji Lagrange

Multiplier Test untuk menentukan apakah memilih modelcommon effect ataukah random effect.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

270

Tabel 5. Uji lagrange multiplier

Lagrange Multiplier Tests for Random EffectsNull hypotheses: No effectsAlternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided

(all others) alternatives

Test HypothesisCross-section Time Both

Breusch-Pagan 1.267875 2.076493 3.344368(0.2602) (0.1496) (0.0674)

Honda -1.125999 -1.441004 -1.815146-- -- --

King-Wu -1.125999 -1.441004 -1.828342-- -- --

Standardized Honda -0.581599 -1.036822 -4.561530-- -- --

Standardized King-Wu -0.581599 -1.036822 -4.531715-- -- --

Gourierioux, et al.* -- -- 0.000000(>= 0.10)

*Mixed chi-square asymptotic critical values:1% 7.2895% 4.321

10% 2.952

Dapat dilihat hasil Uji Lagrange Multiplier dengan Eviews metode Breusch Pagan di atas.

Nilai P Value ditunjukkan oleh angka yang dibawah yaitu sebesar 0.2602 dimana nilainya > 0,05.

Sehingga Lagrange Multiplier Test ini menunjukkan bahwa H0 diterima, yang berarti metode

estimasi terbaik adalah Common Effect.

Berdasarkan perhitungan diatas, maka hasil yang didapatkan adalah metode terbaik yang digunakan

adalah metode Common Effect.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

271

Tabel 6. Metode estimasi yang digunakan (common effect)

Dependent Variable: LBLMethod: Panel Least SquaresDate: 05/03/19 Time: 14:09Sample: 2012 2016Periods included: 5Cross-sections included: 7Total panel (balanced) observations: 35

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -10.84629 4.546432 -2.385670 0.0233LPAD 0.633569 0.073995 8.562336 0.0000LDAU 0.855661 0.178239 4.800654 0.0000

LSILPA -0.090179 0.086105 -1.047308 0.3031

R-squared 0.826960 Mean dependent var 26.86530Adjusted R-squared 0.810214 S.D. dependent var 0.293184S.E. of regression 0.127724 Akaike info criterion -1.170683Sum squared resid 0.505714 Schwarz criterion -0.992929Log likelihood 24.48696 Hannan-Quinn criter. -1.109323F-statistic 49.38312 Durbin-Watson stat 1.688241Prob(F-statistic) 0.000000

Dari tabel hasil Uji Common Effect di atas dapat ditarik hasil sebagai berikut;

a. Data yang digunakan signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas variabel LPAD

sebesar 0.0000 (Artinya bahwa nilai probabilitas <0.05, sehingga variabel LPAD memiliki

pengaruh yang signifikan dan hubungan yang positif terhadap variabel Belanja

Langsung). Berdasarkan hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin tingginya jumlah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka belanja langsung juga akan semakin tinggi. Jika PAD

meningkat 1% maka Belanja Langsung akan meningkat sebesar 0.633569% dengan asumsi

bahwa variabel lain bernilai nol. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Rahmawatiet al (2010) yang menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap Belanja Langsung Daerah. Semakin tinggi PAD

menggambarkan bahwa daerah tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan belanjanya

sendiri tanpa harus bergantung pada pemerintah pusat, hal ini menunjukkan indikasi bahwa

pemerintah daerah tersebut telah mandiri.

b. Data yang digunakan signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas variabel LDAU

sebesar 0.0000 (Artinya bahwa nilai probabilitas < 0.05, sehingga variabel LDAU memiliki

pengaruh signifikan dan hubungan yang positif terhadap variabel Belanja

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

272

Langsung). Berdasarkan hasi uji tersebut maka dapat dijelaskan bahwa semakin tingginya

jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka Dana Alokasi Umum (DAU) juga akan

semakin tinggi. Jika DAU meningkat 1% maka Belanja Langsung akan meningkat

sebesar0.855661% dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai nol. Sejalan dengan

penelitian Nurul Hidayah et al (2014) yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh positive

dan signifikan terhadap Belanja Langsung hal ini dikarenakan dengan DAU pendapatan

dalam APBD meningkat sehingga akan meningkatkan belanja langsung. Adanya otonomi

daerah tidak serta merta menciptakan pemerintah daerah yang mandiri, untuk itu terdapat

dana perimbangan dari pemerintah pusat untuk memenuhi celah fiskal kebutuhan masing –

masing daerah. Salah satunya dalam penelitian ini adalah Dana Alokasi Umum (DAU)

c. Data yang digunakan tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas variabel

LSILPA sebesar 0.3031 (Artinya bahwa nilai probabilitas > 0.05, sehingga variabel

LSILPA tidak memiliki pengaruh signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap

variabel Belanja Langsung). Berdasarkan hasil uji tersebut dapat diketahui bahwa SiLPA

tidak berpengaruh terhadap Belanja Langsung sehingga naik atau turunnya SiLPA tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Langsung. Hal ini tidak sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Ardhini (2011) dan Siti Fatmawati (2013). SiLPA bukan

merupakan sumber penerimaan daerah yang utama sehingga SiLPA belum tentu mampu

digunakan untuk membiayai belanja langsung suatu daerah.

d. Nilai Korelasi sebesar 0.826960(R-Squared atau bisa juga menggunakan nilai Adjusted R-

Squared), sehingga variabel independen memiliki pengaruh sebesar 82% terhadap variabel

dependen dan sisanya sebesar 18% dipengaruhi oleh variabel lain.

e. Hasil Uji Fdiperoleh bahwa nilai Prob(F-statistic) 0.000 < 0.05 maka dapat dikatakan

bahwa variabel bebas secara bersama-sama/simultan mempengaruhi variabel terikat, H0

ditolak.

f. Hasil Uji T secara parsial diperoleh hasil sebagai berikut:

1) Hasil pada variabel LPAD adalah t hitung > t tabel yaitu 8.562336> 1,694, maka

H0ditolak danvariabel Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap variabel

Belanja Langsung.

2) Hasil pada variabel LDAU adalah t hitung > t tabel yaitu 4.800654> 1,694, maka

H0ditolak danvariabel Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap variabel

Belanja Langsung.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

273

3) Hasil pada variabel LSiLPA adalah t hitung < t tabel yaitu -1.047308< 2,307, maka

H0diterima danvariabel Sisa Lebih Anggaran berpengaruh negatif terhadap variabel

Belanja Langsung.

5. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, diketahui bahwa nilai Prob. Cross-

section Chi-square (0,00) > 0,05 maka akan dipilihcommon effect dari pada fixed effect. Kemudian

hasil UjiLagrange Multiplier Test ini menunjukkan bahwa H0 diterima, yang berarti metode

estimasi terbaik adalah Common Effect. Dari hasil Common Effect, Uji F dan Uji T secara simultan

dan parsial diatas maka diketahui bahwa variable Pendapatan Asli Daerah memberikan pengaruh

yang signifikan dan hubungan yang positif terhadap Belanja Langsung sehingga H1 diterima.Hal

tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi Pendapatan Asli Daerah maka akan meningkatkan

Belanja Langsung Pemerintah Daerah .Semakin tinggi PAD menggambarkan bahwa daerah tersebut

mampu untuk memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus bergantung pada pemerintah

pusat, kondisi seperti ini menunjukkan indikasi bahwa pemerintah daerah tersebut telah mandiri.

Dana Alokasi Umum juga memberikan pengaruh yang signifikan dan hubungan yang positif

terhadap Belanja Langsung sehingga H2 diterima. Kenaikan pada variabel DAU juga akan

meningkatkan Belanja Langsung Pemerintah Daerah.Adanya otonomi daerah tidak serta merta

menciptakan pemerintah daerah yang mandiri, untuk itu terdapat dana perimbangan dari pemerintah

pusat untuk memenuhi celah fiskal kebutuhan masing – masing daerah. Pada variabelSisa Lebih

Anggaran tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan mempunyai hubungan negatif terhadap

Belanja Langsungsehingga dapat dikatakan bahwa H3 ditolak. SiLPA bukan merupakan sumber

penerimaan daerah yang utama sehingga tidak memberikan hubungan yang signifikan terhadap

Belanja Langsung Pemerintah Daerah. SiLPA biasanya digunakan untuk menutup anggaran defisit,

jika angkanya negatif maka pembiayaan netto belum dapat menutup defisit anggaran yang terjadi

apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja Pemerintah Daerah.

Dari hasil penelitian diatas masih diperlukan perbaikan serta pengembangan dalam

penelitianselanjutnya, saran yang dapat diberikan yaitu supaya Pemerintah Daerahsebaiknya

lebih meningkatkan kinerja instansi sehingga diharapkan akan menaikkan sumberpenerimaan

daerah agar pengalokasian anggaran ke Belanja Langsung untuk programkegiatan pelayanan

publik juga dapat meningkat. Apabila Dana perimbangan semakin meningkat maka Pemerintah

daerah diharapkan berusaha untuk mengoptimalkan Belanja langsung.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

274

Daftar Pustaka

Ardhini. 2011. Pengaruh Rasio Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal untuk Pelayanan Publikdalam Prespektif Teori Keagenan (Studi pada Kabupaten dan Kotadi JawaTengah).Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Bastian, I. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Andi.Yogyakarta.

Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan. djpk.kemenkeu.go.iddiaksestanggal 19 April 2019

Gujarati, Damodar N. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Harun.2009. Reformasi Akuntansi dan Manajemen Sektor Publik Di Indonesia. SalembaEmpat. Jakarta.

Indraningrum, T. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi UmumTerhadapBelanja Langsung.Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi sektor publik. Andi.Yogyakarta.

Nachrowi, N. Djalal dan Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrikauntuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: LPFE Universitas Indonesia

Nurul Hidayah & Hari Setiyawati.2014.Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus DanPendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Langsung Di Propinsi Jawa Tengah. JurnalAkuntansi/Volume XVIII, No. 01: 45-58

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman PengelolaanKeuangan Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan KeuanganDaerah.

Putro, N.S. dan S. Pamudji. 2010. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah danDana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. JurnalAkuntansidan Keuangan Sektor Publik, BPFE UGM: 33-40. Yogyakarta.

Rahmawati. Dan Nur. I. 2010. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum(DAU) Terhadap Alokasi Belanja Daerah. Skripsi.Fakultas Ekonomi Diponegoro:Semarang.

Siregar B. dan B. Siregar. 2001. Akuntansi Pemerintahan dengan Sistem Dana. Edisi Ketiga.Cetaka Pertama. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Yogyakarta.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

275

Siti Fatmawati, Akhmad Riduwan. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Langsung. JurnalIlmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7

Undang-Undang No.22 Tahun 1999 diakses tanggal 19 April 2019

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 125. Jakarta

Undang – Undang No. 33 Tahun 2004Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat danPemerintah Daerah.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126.Jakarta.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisikedua. Yogyakarta: Ekonisia FE Universitas Islam Indonesia

BIOGRAFI PENULIS

Penulis Pertama adalah mahasiswa Magister Ekonomi Studi Pembangunan tahun 2017Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Untuk informasi lebih lanjutyang bersangkutan dapat dihubungi melalui mailto:[email protected]

Penulis Kedua adalah dosen di Jurusan Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Beliau mendapatkan gelarDoktor pada tahun 2008 di Universitas Brawijaya, Malang. Fokus Pengajaran dan penelitian beliauadalah Ekonomi Makro dan Mikro. Untuk informasi lebih lanjut yang bersangkutan dapatdihubungi melaluimailto: [email protected]

Penulis Ketiga adalah dosen di Jurusan Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Beliau mendapatkan gelarDoktor pada tahun 2012 di Universitas Diponegoro,Semarang. Fokus Pengajaran dan penelitianbeliau adalah Ekonomi Keuangan Daerah. Untuk informasi lebih lanjut yang bersangkutan dapatdihubungi melalui mailto:[email protected]

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

276

POTENSI PAJAK PELAKU UMKM DIGITAL DAN KEWAJIBAN ZAKAT

Fenty FauziahUniversitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

[email protected]

Abstract

This era of digitalization has encouraged the growth of MSMEs. The large numberof digital MSMEs has not been comparable to tax revenues from MSMEs. Thegovernment issued a new policy on the taxation of MSMEs contained in PP No. 23 of2018. The applicable tax rate for MSMEs in the PP is 0.5% and takes effect as of July 1,2018. This policy aims to stimulate MSME businesses, encourage communityparticipation and knowledge of taxation. The qualitative data analysis technique is doneby collecting, sorting and analyzing data, and finally concluding the data. Based on theresults of in-depth interviews with six respondents, there were three respondents whoalready knew about the new tariff, and three respondents did not know. Respondentsappreciated the new policy by reducing tax rates for these MSMEs. The Tax ServiceOffice must provide socialization and assistance to MSMEs to foster tax awareness andcompliance, so that after the 0.5% tariff limit expires and apply standard bookkeeping,MSME players can carry out their tax obligations. Of all respondents, the obligation ofzakat is carried out. Tax obligations are different from zakat, but the government needs toconsider again for MSME actors who have paid their zakat so they no longer pay taxes,with provisions on zakat payments made with evidence on BAZNAS.

Keyword: UMKM Digital; PPh PP 23 tahun 2018; Zakat

1. Pendahuluan

Para pelaku usaha khususnya dalam perdagangan di era digitalisasi saat ini telah beralih cara

berdagangnya, dari konvensional menjadi online melalui jaringan internet. Era digitalisasi ini

mendorong tumbuhnya pelaku UMKM.Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) berbasis

digital saat ini sangat diminati oleh generasi milenial.Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah mencatat tahun 2017, UMKM menyumbang 60% terhadap Produk Domestik Bruto

(PDB).jumlah pelaku Usaha Mikro Kecildan Menengah Indonesia mencapai hampir 63 juta pelaku

usaha pada tahun 2017 yang tersebar diseluruh Indonesia. UMKM pun mendominasi struktur usaha

yang ada di Indonesia sekitar 99,99%, yang terdiri dari usaha mikro 98,79%, usaha kecil sebesar

1,11%, usaha menengah sebesar 0,09%. Sedangkan Usaha besar hanya berkontribusi dalam struktur

usaha di Indonesia sebesar 0,01%.

Data tersebut menggambarkan bahwapotensi UMKM sangat besar dalam meningkatkan

pendapatan masyarakat, sehingga dengan memanfaatkan teknologi, performa UMKM diharapkan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

277

dapat meningkat.UMKM berbasis digital di tanah air masih belum dibarengi dengan konsep yang

tajam, baik dari sisi manajemen maupun pemasaran. Oleh sebab itu dibutuhkan gagasan dalam

mendorong perkembangan UMKM berbasis digital agar tetap bertahan dan terus berkembang di

tengah persaingan usaha yang serba online.

Salah satu perusahaan yang mempunyai mitra dengan UMKM adalah PT. Gojek

Indonesia.Hasil riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD

FEB UI), pendapatan UMKM yang menjadi mitra Go-Food mencapai Rp 1,7 triliun pada tahun

2017. Riset itu dilakukan terhadap 7.500 responden, yang terdiri dari 3.465 konsumen dan 806

mitra UMKM Go-Food di sembilan wilayah di Indonesia. Rata-rata omzet mitra Go-Food naik 26%

per tahun. Bergabung dengan Go-Jek menjadikan UMKM dapat berhemat 30,3% sebab tidak perlu

merekrut pegawai untuk mengantar pesanan. Selain itu, 32% mitra merasa popularitas usahanya

meningkat setelah bergabung dengan Go-Jek.Sementara 22% mitra konsisten mendapatkan

pelanggan baru setiap tahunnya.Padahal, 76% UMKM ini tidak punya layanan antar sebelummya.

Begitu juga dengan star up yang lain sebagian besar mitranya adalah pelaku UMKM.

Besarnya jumlah pelaku UMKM digital belum sebanding dengan penerimaan pajak

dariUMKM.Usaha menengah dan besar masih menjadi penyumbang pajak terbesar di Indonesia.Hal

ini disebabkan karena Direktorat Jendral Pajak (DJP) lebih fokus pada wajib pajak besar, sementara

itu pengawasan yang dlakukan terhadap pelaku UMKM masih belum optimal dan tingkat kepatuhan

pajak pelaku UMKM masih rendah(Endrianto, 2015).Kepatuhan wajib pajak timbul oleh beberapa

faktor yang dapat mempengaruhinya.

Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak antara laindipengaruhi oleh pemahaman

peraturan perpajakan, tarif pajak, sanksi dan keadilan (Simanjuntak dan Mukhlis, 2012). Penelitian

Ningtyas (2012) juga membuktikan tarif pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib

pajak.Dengan demikian kepatuhan wajib pajak juga dapat tercapai apabila ada penetapan tarif yang

jelas, selain itu tarif pajak juga harus bersifat adil dalam menentukan subjek dan objek pajaknya.

Tahun 2013 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP)Nomor 46 tahun 2013 yang

mulai berlaku 1 Juli 2013. Dalam PP ini berlaku tarif pajak sebesar 1% dari omset wajib pajak yang

tidak lebih dari 4,8 miliar pada satu tahun pajak. Peraturan ini dibuat bertujuan untuk wajib pajak

semakin patuh, kemudian terdorong untuk melakukan kewajiban perpajakan sehingga target

penerimaan pajak negara dapat tercapai. Pada kenyataannya penerimaan pajak setelah berlakunya

tarif 1% dari omset belum mencapai target (Mustofa dkk, 2016).Tahun 2018 Pemerintah kembali

membuat kebijakan perpajakan UMKM yaitu PP No 23 Tahun 2018. Tarif pajak yang berlaku bagi

UMKM dalam PP 23 adalah sebesar 0,5% dan mulai berlaku per 1 Juli 2018. Tujuan kebijakan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

278

perpajakan ini adalah untuk menstimulus bisnis UMKM, mendorong peran serta masyarakat dalam

pembangunan.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Pajak

Pengertian Pajakberdasarkan Undang- Undang Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 adalah kontribusi

wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.. Pajak merupakan kontribusi

wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

untuk keperluan negara untuk kemakmuranrakyat.

Peraturan mengenai Pajak terhadap transaksi digitaldi Indonesia telah disusun pada 11

November 2016, pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi XIV tentang roadmape-

commerce. Salah satu poin penting yang diatur dalam Paket Kebijakan Ekonomi XIV adalah

pengurangan pajak bagi investor lokal yang berinvestasi di start-up, Penyederhanaan izin prosedur

perpajakan bagi start-up e-commerce dengan omzet dibawah Rp 4.800.000.000,00 per tahun

melalui penurunan tariff pajak 1% pada PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas

Penghasilan (PPh) dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran

Bruto Tertentu, kemudian dikeluarkan PP No 23 Tahun 2018 dengan tarif 0,5%. Dengan demikian,

PPh final yang dikenakan terhadap penghasilan UMKM hanya sebesar 0,5 persen dari pendapatan

brutonya.

2.2 Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (UMKM), pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah sebagai berikut:

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha

Perorangan, yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh

orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan

cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

279

tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh

orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak

langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil

penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Kriteria UMKM berdasarkan asset dan omset per tahun, terlihat sepeti tabel berikut:

Tabel 1. KriteriaUsaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM)

Jenis Usaha Asset Maksimal (Rp) Omset Maksimal (Rp)Usaha Mikro 50 juta 300 jutaUsaha Kecil > 50 juta sampai 500 juta > 300 juta sampai 2,5 milyar

Usaha Menengah > 500 juta sampai 10 milyar >2,5 milyar sampai 50 milyar

UMKM digital adalah usaha mikro, kecil dan menengah yang penjualanatau pelolehan

omsetnya memanfaatkan kanal digital.Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM

bersama Kementerian Kominfo, berkomitmen untuk mengonlinekan 8 Juta UMKM sampai tahun

2020.Komitmen ini menunjukan keberpihakan pemerintah dalam memajukan UMKM sebagai salah

satu tulang punggung perekonomian Indonesia.

2.3 Zakat

Menurut Peraturan Mentri Agama No 52 tahun 2014, Zakat adalah harta yang wajib

dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha yang dimiliki oleh orang Islam untuk diberikan

kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Zakat mal adalah harta yang

dikeluarkan oleh muzaki melalui amil zakat resmi untuk diserahkan kepada mustahik.Menurut

pengertian diatas, pendapatan yang diterima oleh seseorang dari hasil usaha juga harus dikeluarkan

zakat nya.

Harta yang dikenai zakat harus memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Syarat

harta yang dikenakan zakat mal sebagai berikut:

a. milik penuh

b. halal

c. cukup nisab

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

280

d. kepemilikan cukupsatutahun (haul)

Terdapat banyak kesamaan antara pajak dengan zakat, namun tidak bisa dipungkiri bahwa

antara kedua tetap ada perbedaan yang hakiki. Sehingga keduanya tidak bisa disamakan begitu saja.

Perbedaan zakat dengan pajak adalah sebagai berikut:

1. Zakat merupakan manifestasi ketaatan ummat terhadap perintah Allah SWT dan Rasulullah

SAW sedangkan pajak merupakan ketaatan seorang warganegara kepada ulil amrinya

(pemimpinnya)

2. Zakat telah ditentukan kadarnya di dalam Al Qur’an dan Hadits, sedangkan pajak dibentuk

oleh hukum negara.

3. Zakat hanya dikeluarkan oleh kaum muslimin sedangkan pajak dikeluarkan oleh setiap

warganegara tanpa memandang apa agama dan keyakinannya.

4. Zakat berlaku bagi setiap muslim yang telah mencapai nishab tanpa memandang di negara

mana ia tinggal, sedangkan pajak hanya berlaku dalam batas garis teritorial suatu negara saja.

5. Zakat adalah suatu ibadah yang wajib di dahului oleh niat sedangkan pajak tidak memakai niat.

Dan sesungguhnya masih baanyak laagi hal-hal yang membedakan antara zakat dan pajak

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode

penelitian dilandasi filsafat postpositivisme, digunakan untuk pada penelitian saat kondisi objek

yang alamiah dan peneliti sebagai instrumen kunci. Teknik pengumpulan data yang dilakukan

adalah triangulasi, analisis data bersifat induktif.Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna

daripada generalisasi.(Sugiyono 2017).

Responden dalam penelitian ini merupakan pelaku UMKM yang bermitra dengan Go-Jek dan

Tokopedia di wilayah Samarinda-Kalimantan timur yangmemiliki bidang usaha yang berbeda-

beda, yaitu UMKM yang bergerak dalam bidang makanan dan fasion.Jumlah sampel adalah10

UMKM, dengan tehnik simple random sampling.Dalam penelitian ini, peneliti melakukan

wawancaramendalam terkait kepada para responden untuk memperoleh data yang diperlukan.

Pengujian validitas data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan pengamatan, peningkatan

ketekunan saat penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat,analisis kasus negatif

dan membercheck. Penelitian inii digunakan triangulasisumber yaitu dengan cara mengecek data

yang telah diperoleh melalui beberapa sumberwawancara, juga responden dari pengguna jasa mitra

mitra bisnis pemilikUMKM untuk mendapatkan informasi UMKM yang lebih akurat.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

281

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif.

Langkah-langkah dalamanalisis data kualitatif melalui empat proses, yaitu mengumpulkan data,

menyortir data yang tidakdiperlukan, menyajikan dan menganalisis data, dan terakhir adalah

menyimpulkan data.

4. Hasil dan Pembahasan

Temuan peneliti dari data primer hasil wawancara mendalam kepada responden meliputi

profil usaha masing-masing UMKM, pembayaran pajak pelaku UMKM sebelum diterbitkan PP No.

23 Tahun 2018, potensi kepatuhan pembayaran pajak pelaku UMKM setelah berlakunya PP No. 23

Tahun 2018 dan kewajiban zakat pelaku UMKM.

4.1 Profil UMKM

Responden penelitian terdiri dari UMKM yang bergerak dalam bidang makanan, fashion,

Adapun profil masing-masing UMKM tersebut sebagaiberikut:

a. UMKM yang Bergerak dalam Bidang Fashion

Usaha fashion sonket dayak, pemasaran usaha ini dilakukan secara online dengan

menggunakan jasa pemasaran dari luarperusahaan. Karyawan administrasi yang menangani

operasional usaha hanya 2 orang, yaitucustomer service dan administrasi. Omset penjualannya

mencapai 200-280 juta per bulan.

Sarung tenun samarinda, usaha ini dimiliki suami istri yang sudah lanjut usia. Mereka

meneruskan usahanya kepada anak-anaknya untuk meneruskan. Ditangan pengelolaan anak-

anaknya usaha ini lebih berkembang, karena sudah memanfaatkan teknologi, baik saat

memproduksi ataupun pemasarannya

b. UMKM yang Bergerak dalam Bidang Makanan

UMKM yang memproduksi amplang kuku macan. Berdiri sejak tahun

2010.Bermodalkan pengalaman dan ketekunan akhirnya usaha ini semakin berkembang.

Pelaku UMKM mengakui bahwa pemasaran belum maksimal,tidak ada tim marketing khusus

yang menangani pemasaran. Usaha ini dikelola oleh keluarga dibantu 5 oarang

karyawan.Omset rata-rata sekitar 40-50 juta per bulan.

UMKM yang memproduksi Martabak.Berdiri sejak tahun 2012. Usaha ini hanya di

kelola oleh Ayah dan 2 orangnya .Omset rata-rata perbulan sekitar 15-20 juta per bulan.

UMKM yang bergerak di bidang rumah makan.Didasarkan pengalaman mengelola

rumah makan sebagai karyawan, tahun 2015 pelaku UMKM ini memberanikan diri membuka

usaha sendiri.Selain melakukan penjualan langsung, dia juga membukapesanan catering nasi

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

282

box dan snack. Pelaku UMKM mengakui bahwa pemasaran belum maksimal,tidak ada tim

marketing khusus yang menangani pemasaran. Usaha ini ditangani oleh suami istridibantu

tetangga sekitar. Omset rata-rata sekitar 25-40 juta per bulan.

UMKM yang menjual aneka kue ulang tahun dan kue yang sejenis.Usaha ini dilakukan

di rumah pibadi dibantu oleh seorang pekerja yang merangkap pekerja rumah tangga.Omset

perbulan rata-rata 5-10juta perbulan.Pelaku UMKM ini melakukan pemasaran produknya

melalui facebook dan instalgram.

4.2 Analisis Potensi Pajak UMKM Sesuai PP 46 tahun 2018 dan No. 23 Tahun 2018

Menurut kebijakan perpajakan yang ditetapkan Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah

(PP)Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diperoleh wajib pajak

yangmemiliki penghasilan bruto tertentu yang diterapkan mulai 1 Juli 2013, UMKM yang memiliki

omset kurang dari 4,8 miliar dalam satu tahun dikenai tarif pajak sebesar 1%. Hasil wawancara

yang dilakukan terhadap lima responden UMKM, tidak ada UMKM yangmenjalankan kewajiban

perpajakan tersebut.Hanya satu responden yang telah mengetahui kewajibanperpajakan bagi

UMKM. Lima responden lain belum mengetahui adanya kewajiban perpajakan bagiUMKM.

Responden yang mengetahui kewajiban perpajakan, mengaku memiliki keterbatasan pengetahuan

tentang perpajakan dan dan juga keterbatasan SDM nya, jika menggunakan jasa diluar usahanya

maka akan mengeluarkan biaya ekstra.

Tiga dari enam responden memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) bagi wajib pajakorang

pribadi, karena mereka pernah berstatus sebagai karyawan pada sebuah instansi.Dari tiga responden

hanya satu yang melakukan kewajiban pajak berdasarkan PP 46 dan PP 23 tahun 2018. Margin

laba pelaku UMKM ada pada kisaran 10% - 20%, namun karena volume penjualannya kecil

menjadikan laba keseluruhan juga kecil. Responden menilai tarif pajak 1% dari pendapatannya

memberatkan bagi mereka sebagai pelaku UMKM. Hasil analisis peneliti dengan para responden,

keberatan tersebut antara laindisebabkan karena kekhawatiran mereka terkait laba usaha yang tipis

dan harus dikurangi denganpajak 1% dari pendapatannya. Pelaku UMKM tersebut mengetahui

adanya penurunan tarif pajak sesuai PP 23 tahun 2018 menjadi 0,5%, namun tidak membuat

mereka melakukan kewajiban pajak nya.

4.3 Analisis Potensi Pajak UMKM dan Zakat

Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru tentang perpajakan UMKM yang tertuang dalam PP

No 23Tahun 2018. Tarif pajak yang berlaku bagi UMKM dalam PP tersebut sebesar 0,5% dan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

283

mulaiberlaku per 1 Juli 2018. Kebijakan ini bertujuan untuk menstimulus bisnis UMKM,

mendorong peranserta masyarakat dan pengetahuan perpajakan.Berdasarkan hasil diskusi dengan

enam responden, ada tiga responden yang sudah mengetahuitentang tarif baru tersebut, dan tiga

responden belum mengetahui.Keenam responden mengapresiasikebijakan baru dengan penurunan

tarif pajak bagi UMKM tersebut.

Semua responden menyatakan akanbersedia untuk membayar pajak dengan tarif baru tersebut.

Namun pelaku UMKM berharap mendapatkan informasi dan bimbingan lebih detail untuk

memenuhi kewajiban perpajakannya. Pelaku UMKM juga mengharapkan Kantor Pelayanan Pajak

Samarinda dapat memberikan pelayanan yangramah dan tidak berbelit-belit.Salah satu responden

menyampaikan pengalaman yang tidak menyenangkan ketika berurusandengan Account

Representative (AR) di kantorpelayanan pajak. Ketika Pelaku UMKM tersebut datang ke KPPuntuk

memperoleh informasi perpajakan dan mengurus NPWP, Account Representative (AR) langsung

mendesakpelaku UMKM tersebut untuk melunasi seluruh kewajiban pajaknya saat itu juga

berdasarkan analisis jumlah omset darihasil wawancara sekilas.Para responden mengaku belum

pernah mendapatkan sosialisasi perpajakan dari Kantor Pajaksetempat.Mereka berharap sosialisasi

perpajakan UMKM dapat diperoleh segera, sehinggamendukung mereka untuk patuh terhadap

kewajiban perpajakan.

Seluruh responden merupakan seorang muslim yang melakukan kewajiban nya dalam

membayar zakat, sesuai dengan ketentuan dalam hukum Islam, yaitu 2,5% dari penghasilan nya.

Sebagian membayar nya melalui lembaga badan amil zakat, sebagian lagi mengeluarkannya

langsung kepada orang-orang yang berhak menerimanya.Seluruh responden berharap seandainya

mereka sudah membayar zakat seharusnya jagan lagi membayar pajak, karena mereka berasumsi

bahwa zakat berfungsi untuk kemakmuran umat, hampir mirip dengan pajak yang dibayarkan

kepada Negara, akhirnya juga bertujuan untuk disalurkan kembali ke rakyat.

5. KESIMPULAN

Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan dari

penelitian ini, antara lain adalah:

a. Tarif pajak bagi UMKM sebesar 1% dariomset cukup memberatkan bagi pelaku UMKM,

karena menurut mereka marjin laba yang diterima nya tipis. Selain besarnya tarif pajak,

pemahaman pelaku UMKMterhadap kewajiban perpajakan dan keterbatasan SDM yang

dimiliki untuk mengurus perpajakan jugamenjadi kendala dalamupaya untuk melakukan

kewajiban pembayaran pajak.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

284

b. Pelaku UMKMmengapresiasi tarif pajak baru bagi UMKM sebesar 0,5% dari omset yang

tertuang dalam PP No 23Tahun 2018. Pelaku UMKM menyatakan kesediaannya untuk

membayar pajak akan memperbesar potensi kepatuhanpembayaran pajak bagi pelaku UMKM

di Samarinda.

c. PelakuUMKM yang menjadi sampel penelitian mengharapkan sosialisasi dan pendampingan

untuk mendapatkaninformasi yang lebih detail terkait peraturan perpajakan terbaru bagi

UMKM.

d. Pelaku UMKM berharap jika mereka sudah melaksanakan kewajiban zakatnya menjadi

pertimbangan bagi pemerintah untuk tidak lagi membayar pajak.

Dari hasil penelitian ini penulis dapat memberikan saransebagai berikut:

a. Bagi pemerintah dalam hal ini Kantor Pajak setempat memberikan sosialisasi

danpendampingan kepada UMKM untuk menumbuhkan kesadaran dan kepatuhan

perpajakan. Sosialisasidapat bekerjasama dengan konsultan pajak yang ada dilingkungan

pelaku UMKM secara umum, agar UMKM tidak merasakankekhawatiran akan ditekan

melunasi kewajiban perpajakan.

b. Pemerintah dalam hal ini Dirjen Pajak dapatmengantisipasi adanya batasan waktu kebijakan

insentif pajak bagi UMKM, sebab setelah bataswaktu tersebut akanberlaku ketentuan pajak

penghasilan secara umum, pelaku UMKM harus memahami dan menerapkan pembukuan

standar. Pembukuan menjadi hambatan bagiUMKM, apalagi UMKM didominasi oleh usaha

mikro.Pelaku UMKM sebaiknya lebih aktifmengikuti peraturan perpajakan yang sering

mengalami perubahan dan mulai mempelajaripembukuan sederhana untuk UMKM agar

mendukung pengembangan usaha dan kepatuhan terhadapkewajiban perpajakan.

c. Penulis menyadari kewajiban pajak berbeda dengan zakat, namun perlu dipertimbangkan lagi

untuk pelaku UMKM yang telah membayar zakatnya tidak lagi membayar pajak, dengan

syarat pembayaran zakat dilakukan pada BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional). Sehingga

peraturan tidak tumpang tindih, seperti peraturan yang telah diterapkan di Negara Malaysia

Hasil penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain:

a. Responden dari penelitian ini berasal dariwawancara mendalam terhadap enam (enam)

responden. Jumlah responden yang terbatas memungkinkan ada temuan baru yang lebih

representatif tentang potensi perpajakan dan zakat bagipelaku UMKM.

b. Peneliti hanya menganalisis potensikepatuhan pembayaran pajak dan zakat karena

keterbatasan waktu penelitian.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

285

c. Penelitian selanjutnyadiharapkan memberikan masukan atau solusi yang lebih tepat

terhadapapa yang harus dilakukan terhadap kewajiban pajak dan zakat secara bersamaan,

karena tujuan dari pajak dan zakat adalah untuk kemakmuran dan kemaslahatan umat.

DAFTAR PUSTAKA

Endrianto, W. 2015.Prinsip Keadilan Dalam Pajak Atas UMKM. Binus Business Review.Vol. 6 No.

2 Agustus 2015: 298-308.

Mustofa, F. A., K. Mirza dan Maulinarhadi. 2016. Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan,

Tarif Pajak dan Asas Keadilan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. (Studi pada Wajib Pajak

Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang Berada Di Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Batu Setelah Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013).Jurnal

Perpajakan Universitas Brawijaya.Vol. 8 No. 1. Halaman 1-7.

Ningtyas, R. 2012. Pengaruh Pemahaman Perpajakan, Tarif Pajak, Sanksi serta Pelayanan

Pembayaran terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Kota Malang.Skripsi. Universitas

Brawijaya, Malang.

Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat

Mal dan Zakat Fitrah serta Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif.

Simanjuntak dan Mukhlis, 2012.Dimensi Ekonomi Perpajakan dalam Membangun Ekonomi.

Penerbit Raih Asa Sukses. Bandung.

Sugiyono.2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Penerbit Alfabeta, Bandung.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah

Wicaksono, B. 2018.Meningkatkan Potensi Pajak UMKM Online Melalui Data E Commerce (Studi

Kasus Wilayah Pulau Jawa).Simposium Nasional Keuangan Negara. 2018.

Ningtyas, R. 2012. Pengaruh Pemahaman Perpajakan, Tarif Pajak, Sanksi serta

PelayananPembayaran terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Kota

Malang.Skripsi.Universitas Brawijaya, Malang.

http://www.kominfo.go.id. Diakses tanggal 2 Maret 2019 Jam 09.00 Wita

http://www.pajak.go.id. Diakses tanggal 2 Maret 2019 Jam 09.00 Wita

https://www.dompetdhuafa.org. Diakses tanggal 2 Maret 2019 Jam 10.00 Wita

http://www.pkpu.or.id. Diakses tanggal 20 Maret 2019 Jam 14.00 Wita

http://marketeers.com. Diakses tanggal 19 Maret 2019 Jam 10.00 Wita

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

286

BIOGRAFI PENULIS

Penulis adalah dosen jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Hukum Politik dan Psikologi

Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.Penulis Mendapatkan gelar Doktor Ilmu

Manajemen dari Universitas Mulawarman Kalimantan Timur tahun 2017.Penulis juga merupakan

praktisi di bidang perpajakan dan telah memiliki Sertifikasi Konsultan Pajak.Fokus mengajar dan

penelitian di bidang manajemen keuangan, akuntansi dan perpajakan. Informasi lebih lanjut penulis

dapat dihubungi melalui [email protected]

https://mail.google.com/mail/u/1/?tab=wm#inbox

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

287

TATA KELOLA KEUANGAN YANG BAIK BAGI UMKM

Noer Sasongko 1), Rina Trisnawati1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMSemail: [email protected] dan

[email protected]

2), Erma SetiawatiFakultas Ekonomi dan Bisnis UMS email:

[email protected]

Evi Dewi kusumawati

Abstract

Community Service UMS aims to improve community welfare through improving thefinancial management of Micro, Small and Medium Enterprises or MSMEs that aremembers of the Surakarta MSME forum. The general benefit is to provide training to thecommunity around the Surakarta MSME forum. The benefits of this service are directedat the continuity of business in a sustainable business world so that the level of people'slives and community welfare is overcome. Collaboration service methods with lectures,training, and discussions. Training will be conducted for six months.

Keywords: U M K M , Community Service, financial statements

1. Pendahuluan

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia merupakan salah satu soko guru

perekonomian Indonesia selain koperasi. Hal ini dapat terlihat dari bukti nyata bahwa sebagian

besar UMKM di Indonesia tidak menghadapi krisis di tengahtengah krisis global pada tahun 2008

lalu. Perkembangan jumlah UMKM dari tahun ke tahun semakin bertambah. Perkembangan

UMKM baru terlihat dari sisi jumlahnya saja. Secara umum, khususnya dalam aspek finansial,

hanya sedikit UMKM yang mengalami perkembangan dalam hal kinerja keuangannya. Hal ini tak

lepas dari ketidaksadaran pelaku UMKM terhadap pentingnya pengelolaan keuangan perusahaan.

Pengelolaan keuangan menjadi salah satu aspek penting bagi kemajuanperusahaan.

Pengelolaan keuangan dapat dilakukan melalui akuntansi. Akuntansimerupakan proses sistematis

untuk menghasilkan informasi keuangan yang dapatdigunakan untuk pengambilan keputusan bagi

penggunanya. Sepanjang UMKM masih menggunakan uang sebagai alat tukarnya, akuntansi sangat

dibutuhkan oleh UMKM. Akuntansi akan memberikan beberapa manfaat bagi pelaku UMKM,

antara lain:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

288

1. UMKM dapat mengetahui kinerja keuangan perusahaan,

2. UMKM dapat mengetahui, memilah, dan membedakan harta perusahaan dan harta pemilik,

3. UMKM dapat mengetahui posisi dana baik sumber maupun penggunaannya,

4. UMKM dapat membuat anggaran yang tepat,

5. UMKM dapat menghitung pajak, dan

6. UMKM dapat mengetahui aliran uang tunai selama periode tertentu.

Melihat manfaat yang dihasilkan akuntansi, pelaku UMKM seharusnya sadar bahwa

akuntansi penting bagi perusahaan mereka. Penggunaan akuntansi dapat mendukung kemajuan

UMKM khususnya dalam hal keuangan. Peningkatan laba juga dapat direncanakan dengan

menggunakan akuntansi. Dengan tingkat laba yang semakin meningkat, perkembangan UMKM

akan menjadi lebih baik sehingga UMKM akan benar-benar menjadi salah satu solusi bagi masalah

perekonomian di Indonesia. Namun, masih banyak UMKM yang belum menggunakan akuntansi

dalam menunjang kegiatan bisnisnya. Alasan pelaku UMKM tidak menggunakanakuntansi antara

lain adalah akuntansi dianggap sesuatu yang sulit dan tidak penting.

Beberapa pelaku UMKM mengatakan bahwa tanpa akuntansi pun perusahaan tetapv berjalan

lancar dan selalu memperoleh laba. Banyak pelaku UMKM merasa bahwa perusahaan mereka

berjalan normal namun sebenarnya UMKM tersebut tidak mengalami perkembangan. Ketika

mereka mendapatkan pertanyaan mengenai laba yang didapatkan setiap periode, mereka tidak bisa

menunjukkan dengan nominal angka melainkan dengan aset berujud seperti tanah, rumah, atau

kendaraan. Lebih lanjut, aset tersebut didapatkan tidak hanya dengan dana perusahaan tetapi

terkadang ditambah dengan harta pribadi. Aset tersebut terkadang juga bukan digunakan untuk

perusahaan namun digunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak terdapat pencatatan ataupun

pemisahan di antara keduanya. Hal ini menyebabkan perkembangan perusahaan khususnya dalam

hal kinerja keuangan tidak dapat diketahui secara jelas.

Pelaku UMKM merasa kesulitan jika harus menggunakan akuntansi dalam kegiatan

bisnisnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya pedoman atau buku yang dapat dijadikan referensi

untuk belajar mengelola keuangan UMKM. Buku-buku yang beredar saat ini memang belum ada

yang fokus pada pengelolaan keuangan UMKM. Terdapat beberapa judul buku Akuntansi untuk

UMKM, namun melihat isinya sama seperti buku akuntansi untuk perusahaan besar. Banyak

transaksi yang terjadi di UMKM seperti barter/ tukar jasa namun tidak diberikan contoh dalam buku

sehingga ketika transaksi tersebut terjadi, pelaku UMKM lebih memilih untuk tidak mencatatnya.

Apabila terdapat banyak transaksi serupa dan tidak dicatat tentunya akan membawa dampak negatif

bagi kinerja keuangan perusahaan. Selain belum ada buku yang secara spesifik membahas

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

289

transaksi dalam UMKM, banyak pelaku UMKM yang enggan membaca buku.

Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu diadakan kegiatan pelatihan bagi pelaku UMKM

dalam hal mengelola keuangan dengan menggunakan akuntansi. Program pelatihan yang

ditawarkan berupa pelatihan akuntansi sederhana bagi UMKM. Akuntansi yang diajarkan adalah

akuntansi sederhana yang disesuaikan dengan keadaan di UMKM namun tidak meyimpang dari

standar dan peraturan yang ada. Pelatihan ini ditujukan bagi pelaku UMKM yang menjadi

anggota forum UMKM Surakarta. Adanya pelatihan ini diharapkan pelaku UMKM dapat

mengetahui perkembangan perusahaan dan dapat memanfaatkan akuntansi guna mendukung

kemajuan UMKM mereka.

Dengan semakin luasnya ukuran usaha-usaha di Indonesia, pelaku UMKM pun sekarang

menjadi tidak mampu lagi untuk memantau secara langsung kegiatan usaha yang sedang

berjalan. Masalah seperti inilah yang dapat diatasi dengan langkah membuat laporan keuangan dan

menganalisisnya lebih lanjut.Ada banyak manfaat yang akan diperoleh, apabila UMKM

menyusun laporan keuangan. Manfaat tersebut antara lain:

1. 1. Mengetahui informasi tentang posisi keuangan, kinerja keuangan, perubahan

modal pemilik di masa lalu.

2. Menjadi salah satu bahan dalam pengambilan keputusan. Data dalam laporan keuangan

dapat digunakan untuk pengambilan keputusan di masa yang akan datang.

3. Mengetahui nilai perubahan kas dan distribusinya. Berdasarkan laporan arus kas, pelaku

UMKM akan mengetahui berapa nilai kenaikan ataupun penurunan kas dalam satu periode.

Selain dari pada itu pelaku UMKM pun dapat mengetahui darimana sajakah sumber kas

berasal, akan dikeluarkan ke mana saja pengalokasiannya dan berapakah jumlah penerimaan dan

pengeluaran kas, baik yang berasal dari kegiatan operasi, investasi maupun yang berasal dari

pendanaan.

Dengan adanya penyusunan laporan keuangan maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan

pun akan ada data-data atau laporannya secara detail, hal ini akan membuat kemudahan sebuah

UMKM untuk beroperasi secara baik dan efisien, serta UMKM tersebut pun akan dapat

menganalisis kekurangan serta kelebihan yang dimiliki agar dapat mengembangkan dan memajukan

UMKM itu sendiri.

2. Penelitian

Analisa situasi dan survey pendahuluan ke lokasi dilakukan beberapa kali, baik melalui

wawancara dan pengamatan langsung. Hal ini dibutuhkan agar tim pengabdian masyarakat dapat

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

290

menggali permasalahan yang benar-benar dihadapi pada obyek pengabdian. Perumusan masalah

ini harus yang benar-benar penting dan mendesak, yang bisa menyentuh permasalahan dasar,

tidak hanya gejala atau fenomena masalah saja. Maksudnya jika masalah ini bisa terselesaikan

maka tidak akan timbul masalah baru dikemudian hari. Perumusan masalah yang muncul

berdasarkan wawancara dan pengamatan adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana penyajian laporan keuangan yang akuntabel pada UMKM ?

b. Bagaimana pemanfaatan laporan keuangan untuk mengembangkan dan

memajukan UMKM ?

3. Strategi

Dari paparan masalah diatas, Tim Pengabdian Masyarakat terdorong untuk memberikan

solusi berupa pemberian pelatihan bagaimana penyusunan laporan keuangan yang akuntabel serta

cara memanfaatkan laporan keuangan untuk mengembangkan dan memajukan UMKM

4. Eksekusi

Metode pelatihan diberikan bersamaan dengan pemaparan dilakukan oleh pengabdi dalam hal

strategi pemasaran. Metode pelatihan ditekankan pada praktek penerapannya. Serta bagaimana cara

memanfaatkan laporan keuangan untuk memajukan dan mengembangkan UMKM. Masing-masing

peserta dibagi per kelompok yang diketuai satu orang peserta lain sebagai koordinator. Untuk

menguji bahwa masing-masing kelompok sudah menguasai kemampuan yang diajarkan, per

kelompok dipersilahkan memberikan simulasi atau testimoni hasil kerjanya pada kelompok

lainyaitu dengan bagaimana penyusunan laporan keuangan yang akuntabel.. Keberhasilan

kelompok ini jika hasil kerjanya sesuai dengan standar yang ditentukan. Standart yang

ditentukanadalah sesuai dengan teori pemasaran dan produk.

5. Evaluasi Hasil/Dampak

Pelatihan dilaksanakan pada saat pengabdian berlangsung, dan akan di monitoring oleh tim

Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (P3M). Nanti akan dilaksanakan evaluasi terhadap

perkembangan di masyarakat. Nanti akan dilaksanakan penyuluhan.

6. Simpulan Dan Implikasi

Simpulan yangdapat disampaikan dalam laporan akhir program pengabdian kepada

masyarakat ini adalah sebagai berikut mitra dapat menyusun laporan keuangan yang akuntabel serta

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

291

penggunaan laporan keuangan untuk mengembangkan dan memajukan UMKM bagi anggota forum

UMKM Surakarta.

7. Ucapan Terima KasihTarget kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah Forum UMKM Surakarta.

8. Daftar Referensi

Carter, William K. 2009. Akuntansi Biaya. Salemba Empat: Jakarta. Echdar, Saban. 2013.Manajemen Entrepreneurship. Andi: Yogjakarta. Suryana. 2006. Kewirausahaan.Salembat Empat: Jakarta.

Edi Siswono (2015), “Penerapan Penyususnan Laporan Keuangan Pada Usaha KecilMenengah Berbasis Standart Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa AkuntabilitasPublik (Study Kasus UKM Brebes Fried Chicken)”

Rihan Mustafa Zahri (2014), “Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Pengusaha TentangPentingnya Pelaporan Keuangan”

Oktiasih Widya Utami (2015), “Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi KesulitanPenerapan Akuntansi”

Sagala, D. (2015). Penerapan akuntansi berdasarkan sak-etap study kasus pada homeindustry otak-otak bandeng mulya semarang

Narsa, I. M., Widodo, A., & Kurnianto, S. (2012). Mengungkap Kesiapan Umkm DalamImplementasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik(PSAK-ETAP) Untuk Meningkatkan Akses Modal Perbankan.

Rudianto, R., & Siregar, S. V. (2012). Kualitas Laporan Keuangan UMKM sertaProspek Implementasi SAK ETAP.

Hamfri Djajadikerta. Perbandingan Pengendalian Intern dan Pengendalian ManajemenDalam Hubungannya Dengan Agency Theory

Kurniawati, E. P., Nugroho, P. I., & Arifin, C. (2012). Penerapan Akuntansi pada UsahaMikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Putra, H. A., & Kurniawati, E. P. (2012). Penyusunan Laporan Keuangan UMKMberdasarkan Standar Akuntansi Keuangan-Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) (Kasus pada UD. Mebel Novell di Banyuwangi).

Oktavia Nicolin, Arifin Sabeni (2013). Pengaruh Struktur Corporate Governance, AuditTenure dan spesialisasi Industri Auditor terhadap Integritas Laporan Keuangan.

Daniel Salfauz Tawakal Putra (2012). Pengaruh Independensi, mekanisme CorporateGovernance, kualitas audit dan manajemen laba terhadap Integritas LaporanKeuangan.

Atiek Sri Purwati (2013). Pengaruh Karakteristik Komite Audit terhadap ketepatanwaktu pelapran keuangan pada perusahaan publik yang tercatat di BEJ.

Dwi Martini (2017). Perkembangan PSAK 2012 – 2017.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

292

PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT MELALUI INDUSTRI KREATIF PADAWISATA RELIGI MASJID JAMI’ MENGGORO DAN WISATA TRADISI JUMAT

PAHING

Yulfan Arif Nurohman 1), Fahri Ali Ahzar 2)

1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakartaemail: [email protected]

2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakartaemail: [email protected]

Abstract

The government is trying to increase foreign exchange received through the tourismsector. Various efforts were made by the government by providing assistance, training,construction of tourism facilities and promotions. The village of Menggoro is one of thevillages in Temanggung Regency which was designated as a tourist village. Thededication to the Surakarta IAIN community raised the relevance of governmentprograms to the tourism sector with opportunities to increase people's income. The waythat is done in increasing people's income through empowering the community moves inthe creative industry. The purpose of community service is to provide training to theyounger generation and housewives to master the making of mirror craft souvenirs. Thebenefits obtained by community service participants are increased income that is usefulfor meeting needs and increasing welfare. Community service methods by deliveringmaterial, training, souvenir making practices, and discussions. The training is dividedinto four sessions or stages, namely making equipment, making designs, making mirrorcrafts, and making frames and mirror installation.

Keywords: creative industries, religious tourism, traditional tourism, menggoro

1. Pendahuluan

Sektor wisata menjadi salah satu unggulan program pemerintahan era Jokowi-Jusuf Kalla.

Pariwisata diproyeksikan oleh pemerintah akan mengalami pertumbuhan yang pesat dalam

menyumbang devisa pada tahun 2019. Pada tahun 2015 dan 2016, sektor wisata mampu

menyumbang devisa sebesar US$ 12,225 milliar dan US$ 13,658 milliar. Wisata religi dan tradisi

menjadi salah satu potensi wisata yang digarap serius oleh Pemerintah Daerah Temanggung.

Dukungan dari pemerintah daerah diberikan dengan memberikan pendampingan, pelatihan,

pembangunan fasilitas dan bantuan promosi wisata. Beberapa wisata religi dan tradisi diharapkan

mampu mendongkrak menjadi ikon baru.

Mayoritas masyarakat Kabupaten Temanggung berprofesi sebagai petani dengan jumlah

mencapai 70% dan tembakau merupakan tanaman unggulan sektor pertanian. Artinya, sebagian

besar masyarakat Kabupaten Temanggung menggantungkan hidup pada hasil pertanian

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

293

Terpuruknya harga tembakau membuat daya beli masyarakat mengalami penurunan. Berdasarkan

data BPS tahun 2016, sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mengalami penurunan secara

perlahan yaitu 26,93% pada tahun 2012 dan mengalami penurunan menjadi 25,27% pada tahun

2016. Diperlukan sumber pendapatan lain yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Temanggung.

Sektor pertanian mengalami penurunan dari harga jual disebabkan oleh gagal panen, perubahan

iklim dan wabah penyakit tanaman.

Pada tahun 2016 Desa Menggoro ditetapkan sebagai wisata oleh Pemerintah Kabupaten

Temanggung. Di Desa Menggoro terdapat Masjid Jami’ dan tradisi jumat pahing. Jumlah

pengunjung wisata religi Masjid Jami’ Menggoro terus mengalami peningkatan. Hal ini

dikarenakan Masjid Jami’ Menggoro merupakan salah satu masjid dari Sembilan masjid tertua di

Jawa. Masjid Jami’ Menggoro berdiri saat pertumbuhan Islam di Jawa. Berdasarkan data dari

Pemerintah Kabupaten Temanggung, Masjid Jami’ Menggoro didirikan pada tahun Saka 1786 atau

sekitar 1722 Masehi. Momentum meningkatnya jumlah pengunjung wisata religi Masjid Jami’

Menggoro dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dengan menjual cinderamata. Selama ini

hanya makanan khas Desa Menggoro seperti cucur dan brongkos kikil yang tersedia sebagai oleh-

oleh yang diperjualbelikan disekitar masjid.

Pembuatan cinderamata diharapkan mampu menjadi alternatif pendapatan lain ketika kondisi

pertanian mengalami penurunan. Ekonomi kreatif menjadi program yang dikembangkan pemerintah

dalam meningkatkan ekonomi mikro. Generasi muda yang belum memiliki pekerjaan dapat

menjadikan bisnis ini sebagai lahan potensial apabila dikerjakan dengan serius. Peluang memasuki

pasar industri kreatif masih terbuka lebar, hal ini disebabkan belum banyak masyarakat yang

menekuni industri kreatif.

Industri kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan

penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri kreatif juga dikenal dengan nama

lain industri budaya (terutama di Eropa) atau juga ekonomi kreatif. Kementerian Perdagangan

Indonesia menyatakan bahwa industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan

kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan

pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Menurut Simatupang (2007) industri kreatif merupakan industri yang mengandalkan keterampilan,

talenta, dan kreativitas yang berpotensi dalam peningkatan kesejahteraan. Departemen Perdagangan

Republik Indonesia menyatakan ada 15 sub sektor industri kreatif, diantaranya adalah periklanan,

kuliner, arsitektur, seni pertunjukan, barang seni, kerajinan, penerbitan dan percetakan, fashion,

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

294

riset dan pengembangan, permainan interaktif, musik, televisi dan radio, desain, layanan komputer

dan piranti alat lunak.

Industri kreatif dipandang semakin penting dalam mendukung kesejahteraan dalam

perekonomian, berbagai pihak berpendapat bahwa kreativitas manusia adalah sumber daya ekonomi

utama dan bahwa industri abad 21 akan tergantung pada produksi pengetahuan melalui kreativitas

dan inovasi. Pembuatan kerajinan cermin sebagai cinderamata Wisata Religi Masjid Jami’ dan

Tradisi Jumat Pahing diharapkan menjadi kreatifitas baru bagi kalangan muda untuk meningkatkan

pendapatan masyarakat. Kerajinan ini belum dijual di komplek Masjid Jami’ Menggoro dan Tradisi

Jumat Pahing sebagai cinderamata.

Melihat potensi cinderamata diberbagai tempat wisata religi di Jawa Tengah, diharapkan

dapat menjadi suatu unggulan bagi ekonomi kreatif Desa Menggoro. Studi banding telah dilakukan

oleh Pemerintah Desa Menggoro ke Masjid Agung Demak dalam melihat potensi cinderamata

sebagai salah satu produk unggulan kreatifitas masyarakat. Program pengabdian kepada masyarakat

menyesuaikan dengan program yang dimiliki oleh Pemerintah Desa Menggoro dalam meningkatkan

wirausahawan muda untuk mengurangi jumlah pengangguran. Tujuan pengabdian kepada

masyarakat adalah meningkatkan pendapatan masyarakat dengan memberikan pelatihan kepada

generasi muda dan ibu rumah tangga membuat cinderamata kerajinan cermin.

Pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dosen dalam

rangka melaksanakan tri dharma perguruan tinggi. Pengabdian kepada masyarakat ini dilakukan

guna melakukan transfer ilmu untuk dapat diterapkan di masyarakat. Pengabdian kepada

masyarakat mengambil tema “Peningkatan Pendapatan Masyarakat melalui Industri Kreatif pada

Wisata Religi Masjid Jami’ Menggoro dan Tradisi Jumat Pahing”. Tema ini diambil mengingat

pentingnya wirausaha dalam mendukung perekonomian masyarakat.

2. Penelitian

Analisa situasi dan survei pendahuluan dilakukan untuk memberikan informasi awal

sebagai latar belakang dalam pemilihan tema pengabdian kepada masyarakat. Metode yang

dilakukan dengan mengamati dan melakukan wawancara kepada pemerintah desa dan masyarakat

Desa Menggoro. Hal ini dilakukan pelaksana pengabdian kepada masyarakat agar dapat

menemukan permasalahan yang sebenarnya dihadapi oleh masyarakat. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Nurohman, Qurniawati dan Hasyim (2019) menyatakan bahwa terdapat

pengaruh negatif antara alokasi dana desa dengan kesejahteraan masyarakat. Dari hasil ini berarti

masyarakat Desa Menggoro yang tinggal di daerah wisata religi jumat pahing tidak merasakan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

295

dampak langsung dari penggunaan dana desa untuk perbaikan fasilitas wisata religi Masjid Jami’

Menggoro dan wisata tradisi jumat pahing. Hal ini dikarenakan lebih banyak pendatang dari luar

desa yang berjualan di wisata religi Masjid Jami’ Menggoro dan wisata tradisi jumat pahing

dibandingkan dengan warga lokal. Maka tujuan pengabdian kepada masyarakat ialah meningkatkan

pendapatan masyarakat Desa Menggoro melalui pelatihan pembuatan cinderamata bagi generasi

muda dan ibu rumah tangga.

Penentuan objek pengabdian kepada masyarakat dilakukan dengan penuh pertimbangan dan

kehati-hatian. Beberapa kriteria harus terpenuhi untuk menjadi objek pengabdian kepada

masyarakat, diantaranya merupakan lingkungan islami dan beragama islam. Sehingga dalam

praktiknya pengabdian kepada masyarakat memilih 50 orang yang terdiri dari anggota karang

taruna dan ibu rumah tangga Desa Menggoro, Kecamatan Tembarak, Kabupaten Temanggung.

3. Strategi

Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada masyarakat Desa Menggoro mendorong tim

pengabdian kepada masyarakat memberikan solusi berupa pelatihan industri kreatif membuat

cinderamata kaligrafi cermin sebagai peningkatan pendapatan masyarakat.

4. Eksekusi

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan dengan memaparkan materi yang

dilakukan oleh narasumber Musa, SH., M.Hum dengan membagi menjadi empat sesi. Sesi pertama

pemateri menyampaikan pentingnya berwirausaha bagi kalangan muda. Manfaat berwirausaha juga

diberikan sebagai wawasan tambahan untuk merubah pola berfikir sebagai pekerja atau buruh.

Potensi wisata religi di Desa Menggoro merupakan peluang bagi generasi muda untuk membuat

usaha sesuai dengan minat dan bakat. Sesi kedua, peserta diberikan materi tentang membuat desain.

Peserta yang terdiri dari 50 orang dibentuk menjadi 10 kelompok untuk memudahkan dalam praktik

membuat cinderamata. Pembuatan desain dilakukan dengan menggunakan media laptop. Tujuan

pembuatan desain menggunakan laptop adalah untuk memudahkan peserta dalam membuat desain

yang akan dibuat pada media cermin. Desain yang dibuat sesuai dengan keinginan peserta.

Sesi ketiga, dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada peserta pengabdian kepada

masyarakat untuk membuat pola atau desain menggunakan kertas karbon yang akan digunakan untuk

membuat pola pada media cermin. Sketsa yang telah tercetak pada cermin dapat diperjelas dengan

menggunakan bolpoin atau spidol

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

296

Gambar 1. Pembuatan Desain pada Kertas Karbon

Berikutnya, para peserta membuat blocking pada cermin sesuai desain yang telah dibuat. Pola yang

terbentuk pada kaca diserut menggunakan alat yang dibuat pada sesi pertama. Pengelupasan warna

pada cermin membutuhkan waktu yang lama dan kehati-hatian. Ketelitian diperlukan agar serutan

tidak keluar dari pola yang telah dibuat dibelakang cermin. Setelah bagian pola terkelupas,

berikutnya membersihkan cermin menggunakan brasso atau pembersih cat. Proses pembuatan

cinderamata yang terakhir adalah memberikan background menggunakan kain atau kertas asturo.

Pembuatan background untuk memperjelas desain yang telah dibuat. Pemasangan pigura dilakukan

untuk memperindah hasil cinderamata dan keamanan dari goresan luka oleh kaca

Gambar 2. Pembuatan Desain pada Cermin

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

297

Sesi keempat, pembuatan bingkai dan pemasangan cermin pada bingkai. Peserta dilatih untuk

membuat bingkai menggunakan bahan yang tersedia dan menyesuaikan pemilihan bingkai dengan

desain kaligrafi pada cermin. Pemilihan bingkai yang tepat dimaksudkan untuk memberikan kesan

mata yang indah dengan mempertimbangkan warna bingkai dan latar belakang kaligrafi.

Gambar 4. Pemasangan Bingkai

Evaluasi Hasil/Dampak

Pelatihan pembuatan cinderamata yang telah dilakukan akan dilakukan evaluasi setelah hasil

yang dibuat dipasarkan pada wisata religi Masjid Jami’ Menggoro dan wisata tradisi jumat pahing.

Evaluasi perlu dilakukan untuk memperbaiki kekurangan produk yang telah dihasilkan. Dampak

yang diperoleh dilakukan dengan memperhatikan pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat Desa

Menggoro yang mengikuti kegiatan pengabdian kepada masyarakat.

6. Simpulan Dan Implikasi

Simpulan yang dapat disampaikan dalam laporan kegiatan pengabdian kepada masyarakat

sebagai berikut:

1. Peserta pelatihan pengabdian masyarakat sudah memiliki peralatan penunjang pembuatan

cinderamata kerajinan cermin.

2. Peserta pelatihan pengabdian kepada masyarakat mampu membuat cinderamata kerajinan

cermin setalah mengikuti pelatihan. Peserta juga mampu mendesain pola yang menarik untuk

menjadi kerajinan yang memiliki seni dan nilai ekonomis tinggi.

3. Peserta pelatihan pengabdian kepada masyarakat belum memiliki tempat yang menarik untuk

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

298

penataan cinderamata kerajinan cermin. Selama ini tempat yang dimiliki terbatas pada teras

rumah sepanjang jalan menuju Masjid Jami’ Menggoro dan Pasar Jumat Pahing.

Implikasinya adalah harus diadakan pelatihan dan pemberian motivasi secara berkala bagi

peserta pengabdian kepada masyarakat dan warga masyarakat Desa Menggoro untuk meningkatkan

minat wirausaha sehingga dapat mengoptimalkan peran masyarakat pada Desa Wisata Menggoro.

7. Ucapan Terima Kasih

Target kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah anggota karang taruna dan ibu

rumah tangga Desa Menggoro, Kecamatan Tembarak, Kabupaten Temanggung.

8. Daftar Referensi

Jurnal:

Nurohman YA, Qurniawati RS dan Hasyim F. 2019. Dana Desa Dalam Peningkatan

Kesejahteraan Masyarakat pada Desa Wisata Menggoro. Magisma: Jurnal Ilmiah Ekonomi

dan Bisnis. Vol VII. No. 1. 2019.

Website:Edi. 2016. 10 Desa Resmi Menjadi Desa Wisata. Diakses tanggal 20 Maret 2019.http://laman.temanggungkab.go.id/berita/detail/201610/3581/10-desa-resmi-menjadi-desa-wisata.html

Togar MS.2007. Indutri Kreatif Jawa Barat. Diakses Tanggal 20 Maret 2019.https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/30812758/20071109_072406.pdf

Buku:

Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia Statistical Year Book of Indonesia 2016. Jakarta;2016. 1-720.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

299

LAMPIRAN FOTO KEGIATAN

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

300

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKATTRANSPARANSI PENGELOLAAN KEUANGAN INDUSTRI RUMAH

TANGGA

Fahri Ali Ahzar 1), Yulfan Arif Nurohman 2)1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta

email: [email protected] Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta

email: [email protected]

Abstract

This dedication to the Surakarta IAIN Society raised a key issue related to the importanceof transparency in home industry financial management. This service aims to improve thewelfare of the community through the transfer of knowledge to be applied in thecommunity to home industry entrepreneurs in Mojomulyo, Sragen. The general benefit isto provide training to home industry entrepreneurs in Mojomulyo, Sragen regarding thetransparency of home industry financial management. This method of service is withlectures and discussions.

Keywords: community service, financial transparency

1. Pendahuluan

Pembangunan pada bidang perekonomian adalah bagian unsur penting suatu daerah.

Keberhasilan dalam pembangunan ekonomi akan berdampak pada pembangunan di bidang lainnya,

karena keberhasilan pembangunan ekonomi .Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat adalah dengan melakukan wirausaha, karena dengan wirausaha akan membuat

masyarakat menjadi mandiri dan dengan wirausaha akan membuka peluang yang diciptakan

tersebut. selain itu wirausaha dapat berguna untuk menciptkan lapangan kerja bagi orang lain yang

berada di sekitar usaha tersebut.

Dalam kegiatan bisnisnya, manajemen perusahaan memerlukan informasi yang sesuai

kebutuhannya khususnya informasi akuntansi. Pengusaha mempunyai strategi yang baik dalam

memanfaatkan kekuatan dan peluang yang ada, serta menutupi kelemahan dan mengatasi hambatan.

Pada umumnya pemilik industri kecil beranggapan bahwa pencatatan keuangan tidaklah perlu.

Membutuhkan kecermatan, waktu dan juga biaya dengan jumlah tertentu membuat pemilik usaha

industri rumahan enggan untuk melakukan aktifitas pencatatan keuangan

Pengabdian ini menitik beratkan kepada metode transparansi pengelolaan keuangan industri

rumah tangga. Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami ingin melakukan pendampingan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

301

transparansi pengelolaan keuangan industri rumah tangga.

2. Penelitian

Analisa situasi dan survey ke lokasi dilakukan melalui pengamatan langsung. Hal ini

dibutuhkan agar tim pengabdian masyarakat dapat menggali permasalahan pada obyek

pengabdian.

3. Strategi

Dari paparan masalah diatas, Tim Pengabdian Masyarakat terdorong untuk memberikan

materi berupa transparansi pengelolaan keuangan industri rumah tangga.

4. Eksekusi

Tahap Pelaksanaan Deskripsi

Tahap Pertama Persiapan teknis dan pembukaan acara.

Dalam persiapan ini dilakukan pengecekan

kebutuhan serta kelengkapan pelaksanaan

kegiatan

Tahap Kedua Pembukaan acara kegiatan pengabdian yang

dipandu oleh pelaksanaan kegiatan

Tahap Ketiga Pemaparan materi oleh narasumber yang

dipandu oleh moderator

Tahap Keempat Penutupan acara kegiatan oleh moderator

5. Evaluasi Hasil/Dampak

Penyampaian materi dilaksanakan pada saat pengabdian berlangsung, di monitoring oleh tim

Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Nanti akan dilaksanakan evaluasi berupa diskusi

terkait dengan materi.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

302

6. Simpulan Dan Implikasi

Simpulan yang dapat disampaikan dalam laporan akhir program pengabdian kepada

masyarakat ini adalah sebagai berikut:

Peserta aktif dalam mengikuti diskusi dalam pengabdian ini. Peserta sudah mampu

memahami cara melakukakan pengawasan keuangan yang transparan dalam setiap industri rumah

tangga yang dimiliki

7. Ucapan Terima KasihPengusaha industri rumah tangga di Mojomulyo, Sragen.

8. Daftar Referensi

Salle. A. 2011. Akuntabilitas Keuangan: Studi Pengelolaan Dana Otonomi KhususBerdasarkan undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi ProvinsiPapua. Disertasi.Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang.

9. Lampiran Foto Kegiatan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

303

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

304

PELATIHAN KEWIRAUSAHAANMEMBUAT ORNAMEN DEKORASI PESTA POM-POM LAMPION

PADA SISWA-SISWI SMA NEGERI 112 JAKARTA

1)Ade Permata Surya, 2)Fitria Nursanti1Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mercu Buana Jakarta

email: [email protected] Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mercu Buana Jakarta

email: [email protected]

Abstract

This Entrepreneurship Training aims to teach and train entrepreneurship for the youngergeneration namely students of Jakarta 112 High School so that it can be a solution tostudents spending free time with positive and beneficial activities, as well as solutions inestablishing young entrepreneurs since early age. So that students can learn to manageresources well, learn to see opportunities well, and make their own money independently.The PPM activity was held for one day face-to-face on Tuesday, January 23, 2018 whereit was scheduled correspondingly with Handicrafts and Crafts subjects in the target classby providing entrepreneurship training to make pom-pom lantern party decorationornaments. 32 participants in one class were divided into 6 small groups guided by theMC, where each group was led by a mentor who would demonstrate how to makelanterns and then practice by the students. Judging from the result of training objectives,in general the results shown were good, this could be seen from the evaluation ofquestionnaires filled by students, where students were motivated to start beingentrepreneur after joining the PPM program, especially they can see businessopportunities from handicraft businesses such as making pom-pom lanterns. Lookingfrom the results of the participants' training, namely lantern pom-pom products andclassroom decorations that have been achieved, it can be concluded that the purpose ofthis activity has been achieved.

Keywords: Entrepreneurship, party decoration, lantern pom-poms, Handicrafts.

1. Pendahuluan

Remaja menurut psikolog menjelaskan periode ini sebagai waktu dimana individu berusaha

membangun pemahaman akan dirinya sendiri dan menemukan jalan untuk menjadi

dewasa(McWilliams, 1993).Adolescence (remaja) berasal dari bahasa latin “adolescer” yang berarti

berkembang atau menjadi dewasa. Masa remaja ada pada rentang usia 10 sampai 21 tahun dimana

terjadi pematangan secara fisiologi dan bertahap dari anak-anak menjadi dewasa (Krummel dan

Kris-Eherton, 1996). Menurut Brown, 2005, remaja yang tergolong dalam periode tengah atau

middle adolescence, yaitu remaja berusia 15 sampai 17 tahun, pada periode ini umumnya remaja

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

305

sedang berada pada bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat seperti Sekolah

Menengah Kejuruan.

Remaja SMA merupakan saat pencarian jati diri, psikologinya masih labil, dan mudah

untuk terpengaruh oleh teman-teman sebaya serta mudah menerima sesuatu hal baru(Suhartini,

2004).Remaja juga merupakan masa yang penuh dengan permasalahan di mana saja, dan kapan

saja. Terutama di zaman sekarang ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi otomatis berpengaruh besar terhadap kemungkinan-kemungkinan masalah yang akan

terjadi khusunya dikalangan remaja. Dalam kehidupan realita sehari-hari, sering kita menyaksikan

di berbagai media, baik itu di Koran, televisi, radio, facebook, BBM, instagram, twiter, dll, yang

memuat tayangan-tayangan dan informasi seputar persoalan para remaja masa kini

(http://www.ksrpmiunhas.or.id).

Menghadapi zaman sekarang hampir semua aktivitas keseharian kita di tunjang oleh sarana

teknologi yang memadai. Meskipun perkembangan teknologi memberikan ribuan dampak positif,

akan tetapi kenyataannya juga berbanding lurus dengan munculnya berbagai permasalahan di

kalangan remaja, misalnya banyak remaja yang menghabiskan waktu luangnya untuk berhura-hura,

nongkrong hingga tengah malam, main game hingga lupa waktu, balapan liar di tempat keramaian,

hingga menggunakan internet dan social media untuk hal-hal yang negatif

(http://www.ksrpmiunhas.or.id).

Di sisi lain, kondisi permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini sebagai negara dengan

jumlah penduduk terbanyak ke 4 dunia atau 256 juta jiwa yaitu: dari jumlah penduduk tersebut,

menurut Bank Dunia, masih ada 27,7 juta penduduk miskin dengan penghasilan di bawah US$ 2

per hari. Di mana di Indonesia hanya sekitar 1,65% penduduk yang telah menjadi pengusaha atau

disebut sebagai entrepreneur. Mereka ini dulunya juga berasal dari start up bisnis dan mampu

mengembangkan usahanya hingga usahanya berkembang dengan lebih baik. Padahal, untuk

menjadi sebuah negara yang kuat secara ekonomi dibutuhkan standar angka 5% jumlah

entrepreneur dari total penduduk. Dengan kata lain, jumlah entrepreneur di Indonesia masih jauh

dari angka seharusnya, di mana selayaknya perlu mencapai sekitar 13 juta orang (www.

smescoindonesia.com).

Dengan melihat kedua permasalahan tersebut, maka mengajarkan dan melatih

kewirausahaan atau entrepreneurship pada generasi muda yaitu remaja SMA di Indonesia bisa

menjadi salah satu solusi, baik dalam mengisi waktu luang mereka untuk kegiatan positif dan

bermanfaat, maupun dalam mencetak para entrepreneur-entrepreneur muda semenjak dini.

Sehingga di usia muda mereka dapat belajar menghasilkan uang mereka sendiri secara mandiri dan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

306

menjadikan waktu luang mereka lebih produktif. Di samping itu, gadget, internet, dan social media

yang biasanya hanya digunakan untuk browsing dan posting hal-hal negatif, kini sebaliknya dapat

mereka gunakan sebagai wadah positif dalam mengembangkan bisnis dan jiwa entrepreneur

mereka. Di mana diharapkan para remaja lainnya yang melihat pun akan terinspirasi dan mengikuti

jejak positif yang sama.

2. Penelitian

SMA Negeri 112 Jakarta merupakan Sekolah Menengah Atas yang berlokasi di Jalan

Pesanggrahan No.2, RT 10/ RW 5, Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat, 11620. Di mana pada

awalnya adalah SPG Negeri 5 Jakarta yang dilikuidasi menjadi PGSD IKIP Jakarta, yang kemudian

berubah menjadi SMA Negeri Baru Kembangan.Jumlah siswa-siswi di sekolah ini mencapai 790

anak murid. Salah satu misi SMA Negeri 112 Jakarta adalah ‘Melakukan pembinaan

ekstrakurikuler untuk menghasilkan peserta didik yang berprestasi dalam bidang non akademik,’

(http://www.sman112jkt.sch.id) , oleh karena itu kegiatan pelatihan kewirausahaan merupakan yang

dapat mendukung pihak sekolah dalam menjalankan misi mulia tersebut. Di sisi lain, SMA Negeri

112 Jakarta ini berada di lokasi tengah kota Jakarta Barat yang sangat strategis, di mana dikelilingi

banyak mall, restoran fast food, dan pusat-pusat hiburan kota, sehingga rentan terbawa arus

pergaulan hedonic yang negatif, untuk itu pelatihan kewirausahaan menjadi sarana pencegahan

siswa mengisi waktu luang mereka dengan hal negatif, namun sebaliknya, jika mereka aktif

berwirausaha akan memiliki kesibukan yang positif baik untuk dirinya, keluarganya, sekolahnya

hingga lingkungannya.

Kata entrepreneurshipsendiri dahulunya sering diterjemahkan dengan kata kewiraswastaan,

namunkini diterjemahkan menjadi kata kewirausahaan. Entrepreneur berasal dari bahasa Perancis

yaitu entreprendre yang artinya memulai atau melaksanakan. Wiraswasta/wirausaha berasal dari

kata: Wira: utama, gagah berani, luhur; swa: sendiri; sta: berdiri; usaha: kegiatan produktif. Dari

asal kata tersebut, wiraswasta pada mulanya ditujukan pada orang-orang yang dapat berdiri sendiri.

Di Indonesia kata wiraswasta sering diartikan sebagai orang-orang yang tidak bekerja pada sektor

pemerintah yaitu; para pedagang, pengusaha, dan orang-orang yang bekerja di perusahaan swasta,

sedangkan wirausahawan adalah orang-orang yang mempunyai usaha sendiri (Hadiyati,

2011).Yaghoobi, Salarzehi, Aramesh dan Akbari (2010) dalam (Hadiyati, 2011) menyatakan bahwa

wirausahawan adalahorang yang berani membuka kegiatan produktif yang mandiri.Wirausaha

merupakan pengambilan resiko untuk menjalankan sendiri dengan memanfaatkan peluang-peluang

untuk menciptakan usaha baru atau dengan pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

307

berkembang menjadi besar dan mandiri tidak bergantung kepada pemerintah atau pihak-pihak lain

dalam menghadapi segala tantangan persaingan. Inti dari kewirausahaan adalah pengambilan resiko,

menjalankan sendiri, memanfaatkan peluang-peluang, menciptakan baru, pendekatan yang inovatif,

dan mandiri (Hadiyati, 2011).

Menjadi wirausaha dibidang produk dekorasi pesta memiliki peluang pasar yang besar dan

cukup menjanjikan. Produk dekorasi pesta sendiri merupakan produk dari segmentasi ‘situasi

pemakaian.’ Di mana kesempatan atau situasi sering menentukan apa yang akan dibeli atau

dikonsumsi para konsumen. Berbagai produk dipromosikan untuk pemakaian khusus pada suatu

peristiwa, misalnya produk dekorasi untuk pesta ulang tahun, pesta tunangan, pesta pernikahan,

pesta bridal shower, pesta baby shower, pesta akikah, pesta syukuran kelulusan, dekorasi untuk

kegiatan seminar, konferensi, atau dekorasi untuk background photoshoot dan sebagainya.

Orang yang berbisnis dibidang usaha dekorasi acara ini belum begitu banyak, sehingga

persaingan pun belum begitu ketat.Hal ini bisa memudahkan produsen dalam menjual layanan

(wirabisnis.com). Di bisnis dekorasi acara ini kita bisa merancang konsepnya, lalu membicarakan

tindak lanjut kepada tim, dan kemudian tim tersebut membuat kerajinan produk secara hand made.

Selain itu, bisnis dekorasi pesta terutama dari bahan dasar kertas, membutuhkan modal yang sangat

sedikit namun keuntungan yang didapat berkali-kali lipat besarnya. Sebagai contoh, untuk satu

pom-pom kecil modal kertas yang diperlukan hanya dengan Rp1000 – Rp2000, sedangkan untuk

satu pom-pom kecil bias dijual Rp8.500 – Rp 15.000 dan untuk pom-pom besar dapat di jual hingga

Rp30.000. Jenis bisnis ini sesuai dengan kondisi kondisi para remaja dimana jumlah mereka yang

besar dapat bergabung menjadi satu tim dalam memulai bisnis usaha dekorasi ini. Modal yang kecil

pun menjadikan bisnis ini dapat dijalankan dengan mudah dan dapat dilakukan secara berkelanjutan

Gambar.1 Contoh Penjualan Pom-pom untuk Dekorasi pada Media Online

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

308

Produk dekorasi berbahan dasar kertas seperti pom-pom lampion pun saat ini menjadi tren

dikalangan para remaja, anak muda, hingga orang dewasa yang sedang mengadakan suatu

pesta.Sehingga bisnis ini dapat dikatakan memiliki sasaran pasar yang luas dan konsumen yang

besar.Cara memasarkan bisnis dekorasi pesta ini pun tergolong mudah. Penjual cukup

memasarkannya secara online, seperti di instagram, facebook, atau website, kemudian konsumen

akan menghubungi nomor penjual dan membeli sesuai paket yang diberikan lalu mentransfer

uangnya terlebih dahulu ke rekening penjual. Setelah uang diterima, penjual hanya perlu

mengirimkan produk dekorasi melalui ojek online seperti GOJEK / GRAB, atau mengirimnya

melalui jasa kurir seperti JNE. Kemudahan transaksi dan pengiriman pun menjadikan model bisnis

ini sangat sesuai dengan kondisi para remaja SMA dimana mereka tetap dapat memiliki waktu

untuk fokus belajar namun dapat tetap berkarya secara kreatif dan memanfaatkan waktu luang

secara produktif.

Sebagai lembaga pendidikan yang berada di wilayah DKI Jakarta, Universitas Mercu Buana

berkewajiban untuk berperan serta secara aktif dalam mendukung pengembangan masyarakat. Salah

satu Trilogi Perguruan Tinggi adalah Pengabdian Pada Masyarakat. Peran serta universitas dalam

pengabdian pada masyarakat akan di lakukan di SMA N 112 Jakarta, Meruya Utara, Jakarta Barat.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilaksanakanlah program pengabdian pada

masyarakat oleh tim Universitas Mercu Buana Jakarta yang berjudul “Pelatihan Kewirausahaan

Membuat Ornamen Dekorasi Pesta Pom-Pom Lampion pada Siswa-Siswi SMA Negeri 112

Meruya Utara, Jakarta Barat.” Yang bertujuan untuk mengajarkan dan melatih kewirausahaan atau

entrepreneurship pada generasi muda yaitu siswa-siswi SMA 112 Jakarta sehingga dapat menjadi

solusi dalam mengisi waktu luang mereka untuk kegiatan positif dan bermanfaat, serta solusi dalam

mencetak para entrepreneur-entrepreneur muda semenjak dini. Sehingga di usia muda mereka dapat

belajar memanajemen sumber daya dengan baik , belajar melihat peluang dengan baik, dan

menghasilkan uang sendiri secara mandiri.

3. Strategi

3.1 Strategi Pelatihan

Metode Pelatihan kewirausahaan dilakukan dengan menyampaikan teori-teori tentang ilmu

kewirausahaan, sharing pengalaman dari wirausahawan sukses, selanjutkan praktek membuat

ornamen dekorasi pesta pom-pom lampion dari bahan dasar kertas.

3.2Metodologi Pelatihan

Metode pelatihan yang digunakan dalam kegiatan meliputi:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

309

1) Penyampaian teori-teori ilmu kewirausahaan

2) Praktek membuat ornamen dekorasi pesta pom-pom lampion dari bahan dasar kertas

3.3 Metode Evaluasi

Evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan,

mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai

dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya. Adapun

tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif tentang suatu

program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dan hasil yang dicapai,

efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokukan untuk program itu sendiri, yaitu untuk

mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan

untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang terkait

dengan program (Widyoko, 2005).

Menurut Widyoko (2005), kegiatan evaluasi program pelatihan tidak hanya dilaksanakan

pada akhir kegiatan program, tetapi sebaliknya dilakukan sejak awal, yaitu mulai dari penyusunan

rencana program pelatihan, pelaksanaan program pelatihan dan hasil dari program pelatihan.

Penilaian hasil pelatihan tidak cukup hanya pada hasil jangka pendek (output) tetapi dapat

menjangkau hasil dalam jangka panjang (outcome dan impact program). Selain itu, ada empat hal

yang ditekankan pada perumusan evaluasi, yaitu:

1. Menunjuk pada penggunaan metode penelitian

2. Menekankan pada hasil suatu program

3. Penggunaan kriteria untuk menilai

4. Kontribusi terhadap pengambilan keputusan dan perbaikan program di masa mendatang

Pada pelatihan ini, evaluasi pelatihan dilakukan dengan tujuan :

Mengevaluasi modul ajar sebelum diberikan kepada peserta

Menemukan bagian-bagian dari pelatihan, mana yang berhasil mencapai tujuan, serta bagian-

bagian pelatihan mana yang kurang berhasil, sehingga dapat dibuat langkah-langkah perbaikan.

Memberi kesempatan kepada peserta untuk menyumbangkan saran-saran dan penilaian

terhadap program yang dijalankan.

Memberikan masukan untuk perencanaan program.

Memberikan masukan untuk kelanjutan, perluasan, dan penghentian program.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

310

Memberi masukan untuk memodifikasi program.

Memperoleh informasi tentang faktor pendukung dan penghambat program.

Model evaluasi yang digunakan dalam pelatihan ini adalah Evaluasi Model Kirkpatrick,

Dalam Widyoko (2005), pada model Kickpatrick ini evaluasi terhadap efektivitas program training

mencakup empat level evaluasi, yaitu level 1 – reaction, level 2- learning, level 3 – behavior, level 4

– result. (1) Evaluating reation yaitu mengevaluasi terhadap reaksi peserta training yang berarti

mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction). (2) evaluating learning, yaitu peserta training

dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan

pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. (3) Evaluating Behavior, evaluasi difokuskan pada

perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat mereka. (4) evaluating result, yaitu

evaluasi terhadap impact program.

4. Eksekusi

4.1 Tahap Persiapan PPM

Pada tahap persiapan PPM, ketua dan anggota tim menghubungi pihak sekolah untuk

mendapatkan jadwal pelaksanaan kegiatan PPM. Selain itu, pada tahap persiapan pun dilakukan

belanja bahan dan peralatan yang dibutuhkan untuk praktek membuat pom-pom lampion. Setelah

bahan dan peralatan tersedia, pada tahap ini pula dilakukan training for trainer atau pelatihan bagi

para mentor yang akan ikut memberikan demonstrasi dalam membuat pom-pom lampion saat

pelaksanaan kegiatan PPM.

Pelatihan mentor dipimpin oleh ketua kelompok, dimana mengajarkan kepada para anggota

tim pengabdian (dosen dan mahasiswa). Tujuan pelatihan ini adalah untuk menyamaratakan

pemahaman dan kemampuan dalam membuat dekorasi pesta pom-pom lampion di antara para

anggota tim pengabdian yang nantinya akan bertindak sebagai mentor dan mengarahkan siswa

dalam praktek pembuatan.

Pelatihan Mentor tersebut dilakukan sebanyak dua pertemuan, yaitu pada Jumat, 19 Januari

2018 dan Senin, 22 Januari 2018 di mulai sejak pukul 07.30 pagi hingga 15.00 sore. Pertemuan

pertama calon mentor diajarkan dasar pembuatan dari pom-pom lampion hingga dapat membuatnya

sendiri, sedangkan pada pertemuan dua pelatihan bertujuan untuk melancarkan calon mentor dalam

membuat pom-pom serta belajar berimprovisasi dalam membuat pom-pom sesuai dengan kreasi

individu seperti dalam memadukan warna bahan dan membuat berbagai ukuran pom-pom mulai

dari yang kecil hingga yang besar. Terakhir dilakukan brifing mengenai konsep pelatihan yang akan

dilaksanakan saat PPM nanti. Pada pelatihan ini pun para anggota tim meninjau langsung sekolah

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

311

untuk mendapatkan gambaran lokasi dan kondisi sekolah sebelum pelaksanaan PPM berlangsung.

4.2 Tahap Pelaksanaan PPM

Kegiatan PPM dilaksanakan selama satu hari secara tatap muka dengan memberikan

pelatihan kewirausahaan membuat ornament dekorasi pesta pom-pom lampion. Kegiatan PPM ini

dilaksanakan pada Selasa, 23 Januari 2018, di mana Jadwal PPM menyesuaikan dengan jadwal

mata pelajaran Kerajinan Tangan dan Prakarya pada kelas sasaran, yaitu kelas XI IPS 2, dimulai

pada jam ke-3 sampai jam ke-4 sekolah, atau Pukul 08.25 s/d 09.45 pagi. Pelaksanaan PPM ini

bertempat di SMA 112 Negeri Jakarta, yang beralamat di Jl. Pesanggrahan No.2, RT 10/ RW 5,

Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat, 11620.

Pertemuan tatap muka dilakukan dengan metode ceramah teori dan motivasi mengenai

kewirausahaan, demonstrasi membuat pom-pom lampion, dan dilanjutkan dengan praktek untuk

membuat ornament dekorasi pom-pom lampion oleh setiap anak di kelas. Pelaksanaan kegiatan

PPM ini dilakukan oleh 7 orang, dimana 1 orang sebagai ketua; 1 dosen dan 2 mahasiswa sebagai

anggota tim pengabdian; 1 dosen dan 1 mahasiswa di-hire untuk membantu menjadi mentor saat

workshop; serta 1 orang berlaku sebagai moderator dan mc untuk memandu dan memeriahkan acara

agar berjalan dengan tertib dan menyenangkan.

Materi dan pokok bahasan yang disampaikan saat pelaksanaan PPM diantaranya:

1) Teori mengenai kewirausahaan (Mengapa menjadi entrepreneur dan manfaat menjadi

entrepreneur)

2) Motivasi berwirausaha semenjak muda (Sharing pengalaman ketua PPM yang mampu menjadi

pengusaha sukses sejak masih bersekolah SMA)

3) Menjelaskan peluang dari usaha dekorasi, khususnya pom-pom lampion, yang bermodalkan

kecil namun bernilai jual tinggi

4) Menjelaskan bagaimana cara memasarkan usaha jasa dekorasi dan produk pom-pom lampion

5) Demonstrasi langkah-langkah membuat pom-pom lampion

6) Praktek membuat pom-pom lampion

7) Penilaian tim PPM untuk hasil praktek pembuatan pom-pom lampion dan memilih 2 produk

terbaik dari para siswa

8) Evaluasi pelaksanaan PPM dengan membagikan kuesioner kepada siswa dan menginterview 1

siswa secara random.

Poin 1 hingga poin 4 di atas dilakukan dengan metode ceramah oleh ketua tim PPM.

Selanjutnya poin 5 dan 6 yaitu demonstrasi serta praktek pembuatan pom-pom lampion, peserta

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

312

yang berjumlah 32 orang anak dalam satu kelas dibagi ke dalam 6 kelompok kecil yang dipandu

oleh MC, di mana setiap kelompok dipimpin satu orang mentor yang akan mendemonstrasikan

bagaimana langkah membuat pom-pom lampion kemudian dilanjutkan praktek oleh siswa tersebut.

Mentor juga bertugas untuk memastikan setiap anak memahami langkah-langkah membuat pom-

pom dengan baik dan mengarahkannya untuk berkreasi sesuai dengan keinginan mereka.

Setelah praktek, hasil pom-pom lampion tiap kelompok akan dinilai oleh tim PPM dan dipilih dua

kelompok terbaik yang diumumkan oleh MC. Tujuannya untuk menumbuhkan konsentrasi tiap

anak dalam menyerap ilmu yang diberikan serta menumbuhkan jiwa kompetisi dan kekompakan di

antara para kelompok siswa. Kedua kelompok tersebut kemudian diberikan hadiah sebagai

apresiasi.

Gambar.2 Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat

4.3 Tahap Evaluasi PPM

Tahap terakhir dari kegiatan PPM ini adalah evaluasi, di mana setiap anak dibagikan

kuesioner dan diminta untuk memberikan penilaian dari setiap 15 pernyataan yang diberikan.

Jawaban merupakan skala Likert dari angak 1 sampai dengan 5, di mana 1 menunnjukan sangat

tidak setuju sedangkan 5 adalah sangat setuju. Tak hanya itu siswa juga diberikan pertanyaan

terbuka berbentuk essay, di mana mereka diminta untuk mennjelaskan bagaimana kesan mereka

mengikuti kegiatan PPM dan pesan ata saran untuk peningkatan program PPM ke depannya.

5. Evaluasi Hasil/ Dampak

Hasil kegiatan PPM secara garis besar mencakup beberapa komponen diantaranya:

1) Keberhasilan target jumlah peserta pelatihan

2) Ketercapaian tujuan pelatihan

3) Ketercapaian target materi yang telah direncanakan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

313

4) Kemampuan peserta dalam penguasaan materi

5) Kepuasan peserta dalam mengikuti kegiatan PPM secara keseluruhan

Target peserta pelatihan seperti yang direncanakan sebelumnya adalah minimum diikuti

satu kelas atau 30 siswa/siswi SMA N 112 Jakarta. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini diikuti

oleh 32 orang siswa, bahkan terdapat 1 staff TU sekolah yang ikut bergabung dalam kegiatan PPM

karena tertarik memperlajari pembuatan dekorasi pom-pom lampion. Sehingga, dapat disimpulkan

bahwa target peserta mencapai 100%.Persentase tersebut menunjukkan bahwa kegiatan PPM dilihat

dari jumlah pesertayang mengikuti dikatakan berhasil.

Dilihat dari ketercapaian tujuan pelatihan, secara umum hasil yangditunjukkan sudah baik,

hal ini dapat dilihat dari evaluasi kuesioner yang diisi para siswa, di mana siswa termotivasi untuk

memulai berwirausaha setelah mengikuti program PPM, terutama mereka dapat melihat peluang

bisnis dari usaha kerajinan tangan seperti membuat pom-pom lampion. Dilihat dari hasil latihan

para peserta, yaitu produk-produk pom-pom lampion serta dekorasi kelas yang telah dicapai, maka

dapat disimpulkan bahwa tujuan kegiatan ini telah tercapai.

Ketercapaian target materi kegiatan ini pun tergolong baik. Meskipun adanya keterbatasan

waktu yang disediakan oleh pihak sekolah yaitu kurang lebih satu jam, tetapi semua materi yang

ditargetkan dapat disampaikan secara keseluruhan.Namun demikian dengan banyaknya materi yang

disampaikan dibandingkan dengan waktu yang tersedia, mengakibatkan materi yang diberikan tidak

terlalu mendalam.Meskipun kurang mendalam, hasil evaluasi menunjukkan bahwa materi yang

disampaikan sudah cukup jelas, bahkan memotivasi para peserta.

Kemampuan peserta dilihat dari penguasaan materi dapat dikatakan baik. Hal ini

dikarenakan selain proses membuat produk pom-pom lampion yang mudah, para peserta pun selain

mencoba secara individu, mereka juga bekerja secara berkelompok sehingga antara teman yang satu

dengan yang lain saling membantu dan mengingatkan proses pembuatannya. Tak hanya itu, mentor

yang membiarkan setiap anak berkreasi dan berimprovisasi dalam membuat pom-pom lampion

mereka sendiri, seperti pemilihan warna, pemilihan bentuk potongan kertas, hingga pemilihan

ukuran pom-pom lampion, membuat mereka lebih mudah mengingat sembari

mempraktekan.Hasilnya, para siswa menguasai materi pembuatan pom-pom dengan baik, bahkan

diantaranya banyak yang tertarik untuk melanjutkan membuat pom-pom lampion sendiri setelah

PPM berakhir.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

314

Tabel.1 Kuesioner Evaluasi Kegiatan PPM di SMA II2 Jakarta

No PERNYATAAN HASIL(rata2)

1 Kegiatan PPM ini meningkatkan pemahaman saya mengenai kewirausahaan 4,42 Kegiatan PPM ini meningkatkan motivasi saya untuk berwirausaha 4,43 Kegiatan PPM ini meningkatkan keterampilan dan kreativitas saya 4,54 Dari kegiatan PPM ini saya belajar membuat suatu produk 4,75 Produk yang dipelajari memiliki modal kecil namun bernilai jual tinggi 4,76 Produk yang dipelajari menarik 4,37 Kegiatan PPM ini bermanfaat 4,58 Kegiatan PPM ini menyenangkan 4,69 Kegiatan semacam ini perlu dilakukan kembali di sekolah 4,610 MC membawakan acara dengan menarik dan menyenangkan 4,511 Para dosen mengajarkan prakarya dengan baik dan ramah 4,412 Para mahasiswa mengajarkan prakarya dengan baik dan ramah 4,413 Secara umum saya menyukai kegiatan PPM ini 4,314 Secara umum saya puas dengan kegiatan PPM ini 4,215 Saya bersedia mengikuti kegiatan sejenis jika diadakan kembali di sekolah 4,6Sumber :Diolah dari laporan pelaksanaan pengabdian masyarakat

Hasil evaluasi kuesioner yang diberikan kepada siswa menunjukkan hasil pelaksanaan PPM

yang sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan tingginya angka rata-rata penilaian siswa terhadap tiap

variabel pertanyaan, yaitu 4,2 sampai dengan 4,7, seperti pada Tabel.1. Dari tabel dapat diketahui

bahwa kepuasan para siswa terhadap kegiatan PPM ini baik, hal ini ditunjukkan dengan rata-rata 4,2

dimana siswa setuju terhadap pernyataan tersebut. Meskipun rata-rata ini merupakan angka terkecil

dibandingkan dengan hasil pertanyaan lainnya, namun angka tersebut masih tergolong baik karena

> 4.

Data juga menunjukkan bahwa penilaian terbaik yang diberikan siswa terhadap kegiatan

PPM ini yaitu, melalui kegiatan PPM para siswa belajar membuat suatu produk dan produk yang

dipelajari merupakan produk yang bermodal kecil namun bernilai jual tinggi. Di mana keduanya

sama-sama mendapatkan rata-rata 4,7 yang hamper mendekati 5 (sangat setuju). Hal ini

dikarenakan para siswa sebelumnya tidak pernah mempelajari membuat produk pom-pom lampion

sebelumnya, sehingga mereka merasa mendapatkan suatu ilmu baru yang bermanfaat untuk mereka.

Terutama setelah mereka mengetahui bahwa modal untuk membuat 1 pom-pom sangat murah, yaitu

Rp2.000,- namun mereka dapat menjualnya hingga Rp26.000,- untuk pom-pom yang berukuran

besar. Sehingga mereka meyakini bahwa pom-pom ini bernilai jual tinggi dan menguntungkan serta

mudah dalam memasarkannya.

Seecara keseluruhan progam kegiatan PPM ini telah berhasil dilakukan, Bagi para siswa

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

315

kegiatan PPM selain menyenangkan juga sangat bermanfaat.Hal ini yang menjadikan para siswa

sangat antusias dan menanggap kegiatan serupa perlu dilakukan kembali di sekolah dan mereka

bersedia untuk mengikuti kegiatan PPM serupa jika diadakan kembali di sekolah. Hal tersebut

ditunjukkan dengan angka 4,6 untuk pertanyaan kuesioner nomor 9 dan 15.

Berikut ini pula, terdapat lima kesan dan pesan yang diberikan siswa diantaranya:

1. Kegiatan menyadarkan saya bahwa kewirausaahan penting merupakan salah satu proses yang

sangat baik untuk dikejar/ didapatkan karena sekaligus dapat mengembangkan krativitas dan

potensi diri ketimbang terikat pada suatu pekerjaan yang sejatinya terlalu melelahkan dan tidak

sesuai dengan potensi diri. pesan: perbanyak dan kembangkan kegiatan seperti ini karena dapat

memotivasi pelajar.

2. sangat menyenangkan dari awal-akhir , dan juga bisa meningkatkan kreativitas, kaka2 dan

dosennya ramah dan seru. Sering2 ke sini ya Ka!

3. Semoga ke depannya acara ppm ini mengajarkan banyak barang yang lebih banyak agar dapat

memotivasi keinginan siswa untuk berwirausaha

4. sangat membantu dalam meningkatkan kreativitas siswa salam berwirausaha . Sering-sering aja

ada kegiatan ini. Karena anak IPS perlu praktek , bukan anak IPA doing

5. Kegiatan ini membuat saya ingin berwirausaha

6. Simpulan dan Implikasi

Pelatihan kewirausahaan membuat ornamen dekorasi pesta pom-pom lampion pada siswa-

siswi SMA Negeri 112 Meruya Utara Jakarta Barat ini terselenggara dengan baik dan dapat berjalan

dengan lancer sesuai dengan rencana dan target yang telah disusun. Para siswa pun termotivasi

untuk berwirausaha sesuai dengan tujuan program dimana untuk mencetak dan menumbuhkan para

wirausahawan muda.Kegiatan PPM ini pun mendapat sambutan yang sangat baik dari pihak sekolah

serta para murid, terbukti dengan antusiasnya pihak sekolah dan para murid saat mengikuti

pelatihan praktek membuat dekorasi pom-pom lampion. Di mana para murid semua aktif, tidak ada

yang hanya diam menonton saja, tak hanya itu staf TU serta Kepala Sekolah pun tertarik untuk

mengikuti kegiatan PPM dan tertarik ingin belajar membuat dekorasi pom-pom lampion bersama

di kelas.

Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan maka dapat diajukan beberapa saran untuk

peningkatan program PPM ke depannya:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

316

1. Lamanya waktu untuk pelaksanaan kegiatan PPM ini perlu ditambah, sehingga materi yang

diberikan tidak terburu-buru dan dapat lebih mendalam, selain itu agar praktek pembuatan

produk pun dapat lebih maksimal.

2. Perlunya kegiatan lanjutan seperti pelatihan kewirausahaan serupa yang dapat dilaksanakan

secara berkelanjutan sehingga peningkatan pemahaman kewirausahaan dan kreativitas akan

jauh lebih baik, motivasi kewirausahaan yang akan diterima pun semakin banyak.

3. Jika waktu yang disediakan lebih panjang, akan lebih baik jika mendatangkan pembicara luar,

seperti role model remaja seumuran peserta yang sudah sukses berwirausaha, sehingga akan

lebih memotivasi para peserta dan meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk mulai

berwirausaha.

4. Kegiatan PPM ke depannya sebaiknya diadakan pada aula sekolah atau kelas yang memiliki

fasilitas LCD projector, sehingga peserta dapat melihat video dan contoh-contoh foto dekorasi

dan produk di kehidupan nyata. Hal tersebut pun juga memudahkan para pemateri dalam

menjelaskan materi bagi para siswa.

DAFTAR PUSTAKA

[1]Brown, J. E. (2005). Nutrition throught the life cycle.Second edition.International StudentEdition.

[2]Hadiyati, E. 2011. Kreativitas dan Inovasi Berpengaruh Terhadap Kewirausahaan Usaha Kecil.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, VOL.13, NO. 1, Maret 2011: 8-16.

[3] Krummel, D., & Kris-Eherton, P. (1996). Nutrition in Women’s Health. Gaithersburg,Maryland : Aspen Publishers, Inc

[4]McWilliams, M. (1993).Nutrition for the growing years.United Statesd: Plycon Press, Inc.[5]“Negeri Berjuta Ukm” dalam https://smescoindonesia.com/ di akses pada 31 Oktober 2017

“Peluang Usaha Dekorasi Acara & Analisanya” dalam http://wirabisnis.com/peluang-usaha-modal-kecil-dekorasi-acara-analisanya.html. July 11, 2015. Di akses 28 September 2017;20.36.

[7]Rahmawati & Asdar. “PERMASALAHAN REMAJA ZAMAN SEKARANG” dalamhttp://www.ksrpmiunhas.or.id di akses pada 31 Oktober 2017; 20.17

[8]Suhartini. (2004). Perbedaan proporsi preferensi, uang saku, pengetahuan gizi dan sumberinformasi dalam menentukan frekuensi konsumsi fast food pada remaja SMA Negeri di KotaBogor. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

[9] “Visi dan Misi” http://www.sman112jkt.sch.id di akses pada 31 Oktober 2017; 20.00[10] Widyoko, E.P. 2005. Evaluasi ProgramPelatihan dalam http://www.umpwr.ac.id (diaksespada28 September 2017; 20.00)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

317

PENGABDIAN MASYRAKAT TENTANG PENITNGNYA PENYUSUNANLAPORAN KEUANGAN PADA BANK SAMPAH

Noer Sasongko 1), Eskasari Putri 2)1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMS email:

[email protected] Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMS

email: [email protected]

Abstract

Community Service This UMS raises key issues related to the importance of financialstatements in the business world, one of which is the 'Waste Bank'. This service aims toimprove the welfare of the community through improving the financial management of theWaste Bank in the go green women's group in the Serengan area of Surakarta. Thegeneral benefit is to provide training to communities around the Women Farmers Group(KWT) with Go Green. The benefits of this service are directed at the continuity ofbusiness in a sustainable business world so that the level of people's lives and communitywelfare is overcome. Collaboration service methods with lectures, training, anddiscussions. The training is conducted for six months.

Keywords: Waste Bank, community service, financial report

1. Pendahuluan

Surakarta dikenal dengan kawasan kali bengawan solo, namun efek dari nama

Bengawan Solo bukan saja sungai di Bengawan Solo, namun hilir dari kali bengawan solo ke

hulunya yaitu kali-kali kecil seperti kali pepe, kali makam bergolo.

Permasalahan sampah dimasyarakat semakin memprihatinkan. Berbagai upaya pemecahan

masalah terus dilakukan, seperti penyediaan tempat pembuangan sampah umum, penyediaan alat

angkut sampah disetiap daerah, penggerakan kegiatan bank sampah dan lain sebagainya. Masalah

berawal dari kesadaran masyarakat terhadap masalah sampah. Pengelolaan sampah diskala rumah

tangga dapat meminimalisir penambahan sampah di suatu daerah. Keberadaan bank sampah sebagai

salah satu upaya mengatasi permasalahan sampah perlu untuk dikembangkan.

Bank sampah adalah suatu tempat yang digunakan untuk mengumpulkan sampah yang sudah

dipilah-pilah. Hasil dari pengumpulan sampah yang sudah dipilah akan disetorkan ke tempat

pembuatan kerajinan dari sampah atau ke tempat pengepul sampah. Bank sampah dikelola

menggunakan sistem seperti perbankkan yang dilakukan oleh petugas sukarelawan. Penyetor adalah

warga yang tinggal di sekitar lokasi bank serta mendapat buku tabungan seperti menabung di bank.

Bank sampah berdiri karena adanya keprihatinan masyarakat akan lingkungan hidup yang

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

318

semakin lama semakin dipenuhi dengan sampah baik organik maupun anorganik. Sampah yang

semakin banyak tentu akan menimbulkan banyak masalah, sehingga memerlukan pengolahan

seperti membuat sampah menjadi produk bernilai ekonomis. Pengelolaan sampah dengan sistem

bank sampah ini diharapkan mampu membantu pemerintah dalam menangani sampah dan

meningkatkan ekonomi masyarakat melalui pembuatan kompos dan kerajinan tas daur ulang.

Selama ini program Go Green yang sudah dikembangkan oleh Kelompok Wanita Tani

(KWT) Serengan Go Green yang berada di kali Makam Bergolo Kelurahan Serengan, Kecamatan

Serengan dan Kali Pepe. Pengabdian ini melibatkan ibu-ibu rumah tangga tepi kali sebagai kaum

marginal yang membutuhkan tambahan ekonomi sebagai penopang hidup membantu suami.

Pengabdian ini menitik beratkan kepada metode Go Green dengan menitik beratkan program

efisiensi penggunaan tas belanja sebagai sarana hasil transaksi berbelanja, efisiensi pengelolaan

sampah dalam penyelenggaraan kampung yang bersih yang berdampak terhadap kesehatan

warganya, efisiensi penggunaan lahan sebagai ruang terbuka hijau dan estetika (landscape),

efisiensi penggunaan listrik , efisiensi penggunaan air, efisiensi pemakaian sumber daya alam.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami ingin melakukan pendampingan

pengembangan model penyelamatan lingkungan dengan metode go green guna peningkatan

ekonomi ibu-ibu rumah tangga di kawasan tepi kali.

2. Penelitian

Analisa situasi dan survey pendahuluan ke lokasi dilakukan beberapa kali, baik melalui

wawancara dan pengamatan langsung. Hal ini dibutuhkan agar tim pengabdian masyarakat dapat

menggali permasalahan yang benar-benar dihadapi pada obyek pengabdian. Perumusan masalah

ini harus yang benar-benar penting dan mendesak, yang bisa menyentuh permasalahan dasar,

tidak hanya gejala atau fenomena masalah saja. Maksudnya jika masalah ini bisa terselesaikan

maka tidak akan timbul masalah baru dikemudian hari. Perumusan masalah yang muncul

berdasarkan wawancara dan pengamatan adalah bagaimana penyajian laporan keuangan yang

akuntabel untuk setiap produk unggulan (bank sampah, produk lainnya). Tujuan dari pengabdian

ini adalah untuk memberikan pelatihan penyusunan laporan keuangan yang akuntabel pada

Kelompok Wanita Tani (KWT) Serengan Go Green yang berada di kali Makam Bergolo

Kelurahan Serengan, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta. Manfaat secara umum adalah

untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat sekitar Kelompok Wanita Tani (KWT)

Serengan Go Green yang berada di kali Makam Bergolo Kelurahan Serengan, Kecamatan

Serengan khususnya pelatihan untuk penyusunan laporan keuangan yang akuntabel.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

319

3. Strategi

Dari paparan masalah diatas, Tim Pengabdian Masyarakat terdorong untuk memberikan

solusi berupa pemberian pelatihan bagaimana penyusunan laporan keuangan yang akuntabel.

4. Eksekusi

Metode pelatihan diberikan bersamaan dengan pemaparan dilakukan oleh pengabdi dalam hal

strategi pemasaran. Metode pelatihan ditekankan pada praktek penerapannya yaitu dengan

bagaimana penyusunan laporan keuangan yang akuntabel. Masing-masing peserta dibagi per

kelompok yang diketuai satu orang peserta lain sebagai koordinator. Untuk menguji bahwa masing-

masing kelompok sudah menguasai kemampuan yang diajarkan, per kelompok dipersilahkan

memberikan simulasi atau testimoni hasil kerjanya pada kelompok lain. Keberhasilan kelompok ini

jika hasil kerjanya sesuai dengan standar yang ditentukan. Standart yang ditentukan adalah sesuai

dengan teori pemasaran dan produk.

5. Evaluasi Hasil/Dampak

Pelatihan dilaksanakan pada saat pengabdian berlangsung, dan akan di monitoring oleh tim

Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (P3M). Nanti akan dilaksanakan evaluasi terhadap

perkembangan di masyarakat. Nanti akan dilaksanakan penyuluhan.

6. Simpulan Dan Implikasi

Simpulan yangdapat disampaikan dalam laporan akhir program pengabdian kepada

masyarakat ini adalah sebagai berikut:

a. Mitra sudah memiliki peralatan yang memadai untuk menunjang proses produksi yang efektif

dan efisien, alat-alat tersebut diantaranya mesin pengadukan bahan beras, mesin pemotongan

kerupuk, blender, timbangan, loyangdan pengepresan plastik.

b. Mitra sudah mampu mengemas hasil produksi secara menarik. Dengan memberi pelatihan

singkat cara mengemas dan memberikan alat pengepresan plastik, para mitra sudah

mengetahui teknik pengemasan produk yang menarik yang mampu memberikan ciri khas

yang dapat meyakinkan calon pembeli.

7. Ucapan Terima KasihTarget kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah Kelompok Wanita Tani (KWT)Serengan Go Green yang berada di kali Makam Bergolo Kelurahan Serengan, Kecamatan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

320

Serengan.

8. Daftar Referensi

Carter, William K. 2009. Akuntansi Biaya. Salemba Empat: Jakarta. Echdar, Saban. 2013.Manajemen Entrepreneurship. Andi: Yogjakarta. Suryana. 2006. Kewirausahaan. SalembatEmpat: Jakarta.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

321

PENGUATAN KELEMBAGAAN DESA WISATA KREATIF KENEPSUKOHARJO

Muzakar Isa dan Aflit Nuryulia PProgram Studi Manajemen Universitas Muhamamadiyah Surakarta

[email protected]

AbstractThe purpose of this community service activity is to assist the Kenep Creative TourismVillage in developing good institutions. This activity was carried out in the KenepTourism Village, Sukoharjo District, Sukoharjo Regency. Community service is carriedout with a method of mentoring. Mentoring activities are carried out with stages ofactivities consisting of initial observation, problem formulation and solutions offered,implementation of mentoring, and preparation of reports and evaluations. Partners whowere accompanied were the Kenep Village Government, Sukoharjo District Bappeda,Tourism Awareness Group (Pokdarwis), Lumbung Budoyo Community, Creative IndustryEntrepreneur Kenep Sukoharjo. Institutional preparation assistance has beensuccessfully carried out. Five stages of mentoring have been carried out starting frompreparation, independent interviews, institutional arrangement assistance, accompanyingthe preparation of organizational structures and preparation of strategic plans. Atpresent the tourism village of Kenep has an organizational structure and strategicplanning documents that are used as guidelines in the operational activities of thetourism village of Kenep. This tourist village still needs a lot of assistance to overcomesome of the problems faced. Then there needs to be further assistance related totechnology development for MSMEs, MSME marketing, village tourism marketing,accounting training, opening up.

Keywords: Tourism Village, Institution, Organizational Structure, Strategic Plan,MSMEs

1. PENDAHULUAN

Perekonomian Kabupaten Sukoharjo sangat tergantung pada sector industri pengolahan.

Dalam 5 tahun terakhir, sumbangan sector industri pengolahan terhadap perekonomian daerah

Kabupaten Sukoharjo yang paling tinggi dan prosentasenya kurang lebih sebesar 39%. Angka ini

menunjukkan betapa besarnya sumbangan industri pengolahan terhadap perekonomian Kabupaten

Sukoharjo. Industri kreatif menjadi industri yang banyak menopang industri pengolahan di

Kabupaten Sukoharjo (Isa dan Liana, 2017).

Dokumen Rencana Pengembangan Industri Kabupaten (RPIK) Sukoharjo tahun 2017-2037

menjelaskan pariwisata menjadi ujung tombak dalam pengembangan industri pengolahan di

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

322

Kabupaten Sukoharjo. Pariwisata merupakan sarana utama untuk mempromosikan potensi daerah

sehingga masyarakat yang datang ke Sukoharjo akan tahu produk yang dihasilkan Kabupaten

Sukoharjo. Harapannya masyarakat dari berbagai wilayah akan datang dan membeli produk yang

dihasilkan oleh pelaku usaha di Kabupaten Sukoharjo. Untuk itu, pengembangan destinasi wisata

dan event wisata menjadi agenda utama Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dalam mengembangkan

ekonomi daerahnya.

Kabupaten Sukoharjo memiliki berbagai potensi desa wisata, salah satunya desa wisata

Kenep. Kenep merupakan salah desa/kelurahan yang di Kabupaten Sukoharjo. Kelurahan ini

memiliki banyak potensi usaha kreatif, baik barang maupun jasa kreatif. Usaha kreatif yang

berkembang di keluarahan ini adalah industri jenang, industri batik, industri karak, industri herbal,

obyek wisata religi (Masjid Darussalam, tempat muktamar Muhamamadiyah pertama kali, tahun

1922), obyek wisata agro (petik buah) dan obyek wisata alam (kali mati dan rumah pohon).

Kelurahan Kenep juga memiliki kelompok kesenian tradisional, yaitu kroncong.

Berdasarkan RPJMD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2017-2021, kelurahan ini dicanangkan

menjadi desa/kelurahan wisata kreatif, untuk perlu dilakukan pendampingan dari sisi manajemen

kelembagaan. Berbagai pendampingan manajemen usaha industri kreatif sudah beberapa kali

dilakukan, tetapi aspek kelembagaannya belum pernah dilakukan, padahal ini merupakan sisi makro

yang sangat penting dilakukan. Suatu organisasi akan berkembang dengan baik, jika memiliki

kelembagaan yang baik. Untuk itu, solusi yang ditawarkan dalam pengabdian masyarakat ini adalah

penguatan kelembagaan Desa Wisata Kenep. Kegiatan yang ditawarkan adalah penyusunan struktur

organisasi dan tupoksi, penyusunan rencana strategis dan penyusunan prioritas kegiatan dalam tiap

tahunnya. Dengan ini, pengembangan Desa Wisata Kenep akan dilakukan secara satu kesatuan yang

utuh, bukan parsial-parsial sehingga memiliki multipliyer efek yang tinggi bagi pengembangan

ekonomi daerah Kabupaten Sukoharjo.

Sebagai desa wisata kreatif yang baik, desa kenep harus memiliki struktur organisasi yang

tersusun dengan baik. Susunan kepengurusan menunjukkan bahwa sebagai desa wisata tersebut

betul – betul diperhatikan. Didalam kepengurusan, apapun bentuk organisasinya, ketua adalah hal

yang penting. Ketua dalam maksud sebagai pemimpin menjadi susunan hierarki yang pertama, dan

ketua wajib didampingi oleh seorang wakil, apabila dalam urusan mendadak seorang ketua tidak

dapat hadir, wakil dapat menggantikan posisinya. Organsiasi yang baik juga harus didukung

dokumen rencana strategis (renstra). Dokumen renstra merupakan dokumen yang menjelaskan

proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan

memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Dokumen perencanaan ini merupakan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

323

dokumen tentang gambaran program desa wisata di masa depan dalam rangka untuk

mencapai visi dan misi organisasi yang telah ditetapkan. Renstra merupakan salah satu wujud

dari salah satu fungsi manajemen organsiasi yang sangat penting yang harus dimiliki. Renstra

berfungsi untuk memberi arah dan panduan bagi anggota organisasi dalam rangka menuju

tujuan desa wisata yang lebih baik dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi

ketidakpastian masa depan.

Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah pendampingan bagi Desa wisata

kreatif kenep dalam menyusun kelembagaan yang baik.

2. METODE KEGIATAN

Kegiatan ini di lakukan di Desa Wisata Kenep, kecamatan Sukoharjo, Kabupaten

Sukoharjo. Pengabdian masyarakat ini dilakukan dengan metode pendampingan. Kegiatan

pendampingan dilakukan dengan tahapan kegiatan yang terdiri dari (1) observasi awal, (2) indepth

interview, (3) pelaksanaan pendampingan, dan (4) penyusunan laporan. Mitra yang didampingi

adalah Pemerintah Desa Kenep, Bappeda Kabupaten Sukoharjo, Kelompok Sadar Wisata

(Pokdarwis), Komunitas Lumbung Budoyo, Pengusaha Industri Kreatif Kenep Sukoharjo. Kegiatan

ini dilakukan di balai desa dan rumah pelaku usaha.

3. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

Keberadaan pariwisata sangat penting bagi pengembangan sektor industri pengolahan dan

sektor perdagangan karena akan meningkatkan perekonomian Kabupaten Sukoharjo. Desa wisata

merupakan salah satu destinasi wisata yang penting untuk dikembangkan karena akan mendukung

pengembangan perekonomian daerah. Desa wisata ini memiliki berbagai jenis industry, usaha jasa

dan usaha perdagangan pada level mikro dan kecil. Wajdi et al. (2012) menjelaskan unit usaha pada

level usaha mikro dan kecil merupakan jenis usaha yang masuk dalam kategori membutuhkan

dukungan dari pemerintah. Pemerintah pada level bawah yaitu pemerintah desa merupakan pihak

yang berkepentingan terhadap kinerja bisnis UMKM. Secara umum UMKM belum memiliki

kelembagaan yang baik. Isa dan Liana (2017) menjelaskan peran pentingnya kelembagaan untuk

meningkatkan kinerjanya dan memenangkan persaingan. Kinerja bisnis UMKM berpengaruh

langsung terhadap peningkatan kinerja ekonomi desa/daerah.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

324

Pelaksanaan kegiatan Program Pengabdian Masyarakat Kemitraan Strategis (Pemitra) telah

berjalan dengan baik. Kerjasama yang terjalin dengan baik antara tim pengusul yang terdiri dari ahli

di bidang manajemen, ekonomi dan pembangunan, serta psikologi beserta empat mahasiswa, mitra

Pemerintah Desa Kenep Sukoharjo, Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharho, Kelompok Sadar

Wisata (Pokdarwis), Komunitas Lumbung Budoyo, Pengusaha Inndustri Kreatif Kenep Sukoharjo

dan masyarakat desa telah memperlancar pelaksanaan kegiatan Pemitra. Sumbangan tenaga, waktu,

pemikiran dan fasilitas serta kemudahan dalam mengakses informasi yang dibutuhkan

mempermudah pelaksanaan program penyusunan kelembagaan desa wisata kreatif Kenep

Sukoharjo. Desa wisata kenep memiliki 6 (enam) potensi pariwisata, yaitu Wisata Bengawan Solo,

wisata Kali Mati, Wisata Haritage, Wisata Edukasi Industri, Agro wisata, dan wisata kuliner dan

Handy craft.

Kegiatan pengabdian ini di desa kenep ini dibagi menjadi beberapa tahap kegiatan yaitu:

1. Persiapan.

Persiapan kegiatan dilakukan dengan melakukan kunjungan untuk melakukan survei awal ke

Pemerintah Desa Kenep, pokdarwis dan pelaku usaha.

2. Indepth interview dan Koordinasi.

Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan wawancara dan diskusi dengan Pemerintah Desa Kenep,

Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), Komunitas Lumbung Budoyo, Pengusaha Industri

Kreatif Kenep dan masyarakat Desa Kenep Sukoharjo terkait penguatan kelembagaan desa

wisata kenep.

3. Pendampingan penyusunan aspek legal Pembentukan Desa wisata

Kegiatan ini dilakukan bersama denga Pemerintah Desa Kenep dan Bapeda Kabupaten Sukoharjo.

Luaran kegiatan ini adalah SK Bupati Kabupaten Sukoharjo tentang Desa Wisata Kenep.

4. Penyusunan Struktur organisasi Desa Wisata Kenep dan tupoksi (peran masing masing

stakeholders). Struktur organisasi terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan 5 bidang

coordinator bidang, yang terdiri dari bidang UKM, Bidang akomodasi, bidang pemasaran,

bidang keamanan dan bidang pendampingan kunjungan.

5. Penyusunan Renstra Desa Wisata Kenep

Pelaksanaan program penyusunan renstra Desa Wisata Kenep diikuti oleh semua stakeholder

pengembangan Desa Wisata Kreatif Kenep Sukoharjo. Dokumen renstra isinya adalah

pendahuluan, Profil Desa Kenep, aspek kelembagaan (visi, misi, tujuan dan sasaran), staregi

kebijakan.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

325

Desa Wisata Kenep harus memiliki kelembagaan yang baik. Kelembagaan memiliki arti

sebagai organisasi yang membantu kelompok atau masyarakat dalam berinteraksi dan untuk

mencapai suatu tujuan bersama. Kelembagaan ini berfungsi sebagai pedoman yang akan

mendampingi proses pengelolaan sebuah desa wisata kenap. Kelembagaan dalam kata lain dapat

berarti organisasi ini menjadi penggerak adanya desa wisata. Tanpa adanya komponen penting dari

kelembagaan itu sendiri, tentu sebuah desa wisata berjalan dengan semaunya sendiri, lebih lanjut

desa wisata tidak dapat menjadi sebuah desa wisata yang sustainable karena tidak adanya struktur

organisasi kelembagaan.

Sebuah desa wisata yang baik pasti memiliki struktur organisasi yang tersusun dengan rapi.

Susunan kepengurusan menandakan bahwa pariwisata di daerah tersebut betul – betul diperhatikan.

Didalam kepengurusan, apapun bentuk organisasinya, ketua adalah hal yang penting. Ketua dalam

maksud sebagai pemimpin menjadi susunan hierarki yang pertama. Dibawah ketua dan wakil ada

sekretaris dan bendahara, dengan tugasnya masing – masing. Umumnya sekretaris mengurus bagian

notulensi, surat menyurat, dan yang lainnya. Dan bendahara sebagai pemegang penting dalam hal

keuangan. Disusunan hierarki selanjutnya ada sie bidang – sie bidang yang memiliki tugas dan

tanggung jawabnya sesuai dengan perannya. Setiap bagian atau peran dalam organisasi di desa

wisata harus dibedakan, dan alangkah baiknya jika bagian – bagian tesebut dikelompokan menjadi

banyak.

4. PENUTUP

Pendampingan penyusunan kelembagaan telah berhasil dilakukan dengan baik. Lima

tahapan pendampingan telah dilakukan mulai persiapan, indepth interview, pendampingan

penyusunan kelembagaan, pendampingnan penyusunan struktur organisasi dan penyusunan renstra.

Dokumen ini masih jauh dari sempurna dan perlu penyempurnaan.

Desa wisata Kenep masih membutuhkan banyak pendampingan dari berbagai disiplin ilmu,

seperti pengembangan teknologi untuk UMKM, pemasaran UMKM, pemasaran desa wisata,

pelatihan akuntansi, pembukaan dan lain sebagainya.

Acknowledgement

Terimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Sukoharjo serta Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta atas dukungan dan bantuan yang

diberikan untuk pelaksanaan kegiatan ini.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

326

DAFTAR PUSTAKADirgantoro, Crown. 2001. Manajemen Stratejik: konsep, kasus dan implementasi.

Grasindo, Jakarta.David, Fred R. 2002. Manajemen Strategis: Konsep. Edisi Ketujuh. Jakarta: PT. Prenhallindo.Isa, M, Mardalis, A. Mangifera, L. 2018. Analisis Keputusan Konsumen Dalam Melakukan

Pembelian Makanan dan Minuman di Warung Hik. Jurnal Manajemen Dayasaing, 2018, 20(1)

Mangifera, L. dan Isa, M , 2017. Penguatan Kelembagaan Amal Usaha Muhammadiyah (StudiKasus Di MIM PK Wirogunan) – Tarbiyatuna, 2017, 8 (2)

Mangifera, L; Isa, M; Wajdi, MF. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumen Dalam PemilihanKuliner di Kawasan Wisata Alam Kemuning. Jurnal Manajemen Dayasaing, 2018, 20 (1)

Nugroho, S.P; Setyawan, AA;, Isa,M; Susila, I. Praswati,A. Mangifera, L. 2018. StrategiPengembangan MICE sebagai Upaya Peningkatan Sektor Pariwisata Kota Surakarta. TheNational Conference on Management and Business (NCMAB) 2018

Pearce, John A. Dan Richard B. Robinson. 1997. Manajemen Strategik: Formulasi,Implementasi dan Pengendalian. Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.

Porter, Michael E.1998. Competitive Advantage: Creating & Sustaining SuperiorPerformance. New York: Free Press.

Rangkuti, Freddy. 2002. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. CetakanKesembilan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Robinson, Pearce. 2001. Strategic Management: Formulation, Implementation andControl. Seventh edition. McGraw. Hi ll Book International.

Wajdi, M.F., dan Isa, M. 2014. Membangun Konsep Modal Manusia yang Berperanan dalamKinerja Pemasaran Industri Kecil. Prosidng Seminar Nasional dan Call for Paper:Research Methods And Organizational Studies, tahun 2014 halaman 452-464

Wajdi, M.F., Mangifera, L., Wahyuddin,M., Isa, M. 2019. peranan Aspek-Aspek Modal ManusiaPengusaha Terhadap Kinerja Bisnis UKM, Jurnal Manajemen Dayasaing, 2019, 20 (2) pp104-111

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

327

STUDI KELAYAKAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR WOOD PELLETPADA IKM NATA DE COCO DI KABUPATEN SRAGEN

Syamsudin1, Muzakar Isa2, Liana Mangifera3, Siti Fatimah Nurhayati4

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakartaemail: [email protected]

abstract

Biomass energy consisting of fuel wood, wood industry waste, plantation / agriculturalwaste, wood briquettes, charcoal briquettes, and wood pellets are alternative fuels forIKMs. The nata de coco business is one of the potential businesses in the processed foodindustry in Sragen Regency. Wood pellet is an alternative fuel that can be used asmaterial for various SMIs and household needs. The calculation results in the processedfood industry of Nata de coco show that the annual production cost by using Wood Pelletfuel is lower than the fuel cost with gas, the cost efficiency of Rp. 34,200,000.00 per year.The period of return on capital using wood pellet in the IKM nata de coco is faster, whichis 1 year 2 months indicated by the value of Payback Period 1.14 compared to the use ofgas 1.34 as well as the value of the Benefit Cost Ratio (BCR) is greater, the ratio of profitto cost is greater then the better or the more feasible the business is to do.

Keywords: wood pellet, studi kelayakan bisnis

1. Pendahuluan

Industri kecil dan menengah (IKM) Kabupaten Sragen sebagai bagian dari sector industri

pengolahan memiliki peran penting bagi perekonomian daerah. Pemerintah daerah bersama

stakeholders terkait terus berupaya mengembangkan IKM menjaga keberlangsungan hidupnya,

salah satunya melalui efisiensi penggunaan bahan bakar. Kelangkaan gas elpiji 3 kg dan fluktuasi

harga kayu serta sekam menjadi permasalahan aspek produksi bagi IKM Kabupaten Sragen.

Banyak Industri Kecil dan Menengah Kabupaten Sragen seperti bergantung pada keberadaan

gas elpiji 3 kg dalam proses produksinya. Gas elpiji yang awalnya diperuntukkan bagi rumah tangga

miskin, banyak digunakan oleh IKM sebagai bahan bakar dan juga digunakan oleh Petani untukl

bahan bakan penyedot air tanah untuk mengairi sawah, terlibih lg pada musim kemarau.

Fluktuasi harga bahan bakar minyak, dan gas elpiji, serta banyaknya permintaan gas elpiji 3 kg

menjadi permasalahan utama bagi IKM Kabupaten Sragen. Sampai saat ini, konsumsi energy

nasional pada sector industri mencapai 49,4 persen. Penggunaan energy terbarukan hanya mencapai

5 persen. Jumlah ini masih sangat sedikit sehingga perlu adanya upaya untuk efisiensi energy.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

328

Penggunaan energi terbarukan (renewable energy) dalam konteks diversifikasi energi sangat

strategis karena sejalan dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan ramah

lingkungan (emisi gas rumah kaca relatif rendah). Hal ini telah terakomodasi dalam Peraturan

Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Potensi energy terbarukan di

Indonesia seperti biomasa, panas bumi, energy surya, air dan angin cukup besar. Namun masih

kurang dimanfaatkan dengan baik karena harga yang belum bisa bersaing dengan harga energy fosil

bersubsidi, minimnya penguasaan teknologi, terbatasnya dana penelitian, pengembangan maupun

investasi dalam pemanfaatan energy terbarukan serta infrastruktur kurang memadai.

Energi biomassa yang terdiri dari kayu bakar, limbah industri perkayuan, limbah

perkebunan/pertanian, briket kayu, briket arang, dan wood pellet menjadi alternative bahan bakar

bagi IKM. Energy terbarukan dari biomassa ini bertujuan untuk meningkatkan kondisi

perekonomian masyarakat namun harus tetap bertanggungjawab pada pelestarian hutan. 50 persen

penduduk Indonesia masih menggunakan kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan energy. Selain

kayu bakar, energi biomassa dapat diperoleh dari limbah limbah pembalakan dan industri

perkayuan. Limbah pembalakan diperkirakan sebesar 329,7 juta m /tahun yang dapat dimanfaatkan

untuk pembuatan arang sesuai dengan Keputusan Dirjen Pengusahaan Hutan No. 212/Kpts/IV-

PHH/1990. Untuk industri perkayuan, limbahnya diperkirakan sebesar 50-60% dari intake log.

Dengan log sebanyak 15,6 juta m akan dihasilkan limbah sebesar 7,8 juta m dan serbuk gergaji 0,78

juta m. Teknologi pembuatan wood pellet telah dikuasai dan selanjutnya perlu dilakukan kajian studi

kelayakan wood pellet sebagai bahan bakar terbarukan. Penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui kelayakan penggunaan wood pellet pada IKM di Kabupaten Sragen. Sistem penelitian

dan pengembangan teknologi hijau saat ini sedang menarik untuk diteliti. Poin-poin penting dari

penelitian dan pengembangan teknologi hijau meliputi: mengembangkan dan mempromosikan

teknologi pemanfaatan energi, teknologi penghematan dan substitusi, teknologi penggantian bahan

baku yang berbahaya dan berbahaya, perluasan rantai industri dan teknologi terkait, dan 'nol emisi'

teknologi. Melalui pengenalan teknologi, pencernaan dan penyerapan serta riset pengembangan,

sistem teknologi hijau daur ulang dan pemanfaatan sumber daya akan dibentuk bertahap (Zhao,

Chen, & Wang, 2016). Secara rinci, penelitian ini memiliki untuk mengidentifikasi studi kelayakan

bisnis penggunaan wood pellet pada Industri Kecil dan Menengah.

2. Metode Kegiatan

Desain kegiatan yang digunakan adalah deskripsitif kualitatif dan kuantitatif. Data yang

digunakan adalah data primer yang diperoleh langsung dari Industri Kecil dan Menengah di

Kabupaten Sragen. Pengumpulan data menggunakan 2 pendekatan, yaitu sebagai berikut.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

329

a) Observasi. Kegiatan ini dilakukan melalui pengamatan langsung ke obyek kegiatan.

b) Wawancara. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pelaku usaha

Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten Sragen.

Analisis data menggunakan pendekatan analisis deskriptif dan analisis efisiensi penggunaan bahan

bakar.

3. Hasil Pelaksanaan Kegiatan

Poin-poin penting dari penelitian dan pengembangan teknologi hijau meliputi:

mengembangkan dan mempromosikan teknologi pemanfaatan energi, teknologi penghematan dan

substitusi, teknologi penggantian bahan baku yang berbahaya dan berbahaya, perluasan rantai

industri dan teknologi terkait, dan 'nol emisi' teknologi. Melalui pengenalan teknologi, pencernaan

dan penyerapan serta riset pengembangan, sistem teknologi hijau daur ulang dan pemanfaatan

sumber daya akan dibentuk bertahap (Zhao et al., 2016). Penelitian ini mengacu pada hasil

penelitian sebelumnya dimana perlu kajian lebih mendalam mengenai teknologi hijau yaitu melihat

secara komprehensif dari sisi ekologi, ekonomi regional dan perancangan system yang mengacu

pada pemanfaatan teknologi. Alternative energy bahan bakar menggunakan wood pellet ini

merupakan salah satu teknologi hijau. Wood pellet yang terbuat dari limbah gergaji. Limbah gergaji

ini dipadatkan sehingga bisa menjadi bahan bakar pengganti kayu ataupun gas elpiji. Kayu yang

membutuhkan ruang penyimpanan yang luas dan gas elpiji yang persediaannya terbatas serta harga

yang mahal memberikan hambatan pengembangan usaha kecil. Perilaku yang peduli terhadap

pengolahan limbah baik yang bersumber dari rumah tangga atau industry masih lemah. Oleh karena

itu, sangat penting untuk mempromosikan pemanfaatan kembali limbah yang dapat didaur ulang,

yang secara bersamaan dapat menanggapi masalah ruang TPA yang terbatas, polusi lingkungan, dan

penipisan sumber daya alam (Xiao, Donga, Genga, & Brander, 2018). Perilaku recycling sampah

dapat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti umur, jumlah penghasil dan pendidikan, namun dalam

penelitian (Sorkun, 2018)berbeda yaitu adanya norma sosial yang berdampak pada kebiasaan

masyarakat untuk me-recycling barang yang sudah tidak digunakan.

Usaha nata de coco merupakan salah satu usaha potensial pada di industri makanan olahan di

Kabupaten Sragen. Salah satu unit usaha nata decoco yang ada adalah milik Ibu Tri Handayani

dengan nama CV. Tiga Cahaya Sejahtera. Lokasi produksi terletak di Balu RT 12 RW 03

Bendungan Kedawung Kabupaten Sragen. Usaha ini dimulai sejak tahun 2011, dan telah

berproduksi selama 8 tahun. Modal awal yang digunakan sebesar Rp. 300.000,00 dan saat ini

memiliki 6 orang tenaga kerja. Setiap hari mengolah 12 resep dengan menggunakan bahan baku

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

330

utama air kelapa sebanyak 12.000 liter per hari. Dari 12 resep, jumlah produksi nata de coco

mencapai 700 kg per hari dengan harga Rp. 3.500 per kilogram. Sehingga pendapatan bersih yang

diterima mencapai Rp. 5.000.000 per bulan. Pelaku usaha setiap bulannya mengeluarkan biaya

transportasi sebesar Rp. 3.000,000 dan biaya untuk membeli bahan bakar mencapai Rp.

1.500.000,00 per bulan.

Air kelapa yang merupakan bahan baku nata de coco diperoleh dari daerah Sragen dan Ngawi.

Proses perebusan air kelapa menggunakan bahan bakar kayu. Kayu bakar yang digunakan adalah

limbah mebel kayu dari daerah Karanganyar. Pelaku usaha setiap hari mengeluarkan biaya

pembelian kayu bakar sebesar Rp. 120.000. Dulu pengelola IKM nata de coco pernah menggunakan

bahan bakar gas elpiji. Biaya pembelian gas elpiji sebanyak 6 tabung ukuran 3 kg setiap harinya.

Satu tabung gas elpiji ukuran 3 kg bisa untuk merebus 120 liter air kelapa. Namun karena

kelangkaan gas elpiji dan harganya yang tinggi sebesar Rp. 18.000,- membuat pengelola IKM lebih

banyak menggunakan bahan bakar kayu. Hasil rebusan air kelapa tersebut kemudian didiamkan

selama 8 hari hingga siap panen. Rantai pasok (Supply Chain) IKM Nata Decoco CV. Tiga Cahaya

Sejahtera Kabupaten Sragen diilustrasikan sebagaimana gambar di bawah ini.

Gambar 1

Rantai Pasok IKM Nata De Coco Kabupaten Sragen

Bahan Baku Air Kelapa

Produksinata de coco

(BaluBendunganKedawung)

Solo WongCoco

JogjaGaruda

Food

Ngawi1.Pasar Gedhe2.Pasar Pawon3.Pasar Mberan4.Pasar Tawun5.Pasar

Walikulun

PasarJambangan

Karanganyar

PasarJamusSragen

Bahan Bakar Kayu

Pengusahamebel Jenawi

Pengusahamebel Sragen

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

331

Produk Nata de coco dijual kepada perusahaan besar, seperti Wong Coco dan Garuda Food.

Kerjasama ini telah berlangsung selama 5 tahun. Pelaku usaha aktif mengikuti kegiatan pada

asosiasi pengusaha seperti Gabungan Pengusaha Nata de Cocco Indonesia (GAPNI). Usaha ini telah

mendapatkan sertifikat Kategori Pangan–Industri Rumah Tangga (P-IRT). Sedangkan sertifikat

merek dagang sedang dalam proses pengajuan (Kemenperin) dan tahun ini sedang mengajukan

sertifikat halal di Majelis Ulama Indonesia.

Permasalahan yang dihadapi adalah ketidakpastian jumlah persedian bahan baku dari pemasok.

Selama ini sebagian besar proses produksi hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dari

perusahaan besar, sehingga target pasar belum terbentuk. Untuk mengembangkan usaha nata de

coco, membutuhkan inovasi produk. Pelaku usaha telah berusaha untuk melakukan diferensiasi

produk seperti minuman nata de coco beraneka rasa dan virgin coconut oil. Kelemahan keuangan

juga masih dirasakan seperti keterlambatan pembayaran produk nata de coco dari konsumen pabrik.

Jumlah permintaan dari konsumen pabrik juga dipengaruhi oleh stabilitas politik, berkaitan dengan

perijinan perusahaan dari konsumen nata de coco.

Keterbatasan proses produksi juga dihadapi oleh pelaku usaha nata de coco, yaitu kebutuhan

mesin peniris limbah nata de coco. Limbah cairan masih dibuang disawah. Limbah kering dari

proses produksi nata de coco bisa dijadikan bahan bakar. Tungku pembakaran untuk produksi masih

sederhana dan meskipun berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut agar lebih praktis dan efisien.

Wood pellet merupakan bahan bakar alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan berbagai

IKM dan keperluan rumah tangga. Wood pellet merupakah salah satu energy yang ramah

lingkungan. Berikut dijelaskan hasil kajian data sekunder penggunaan wood pellet untuk rumah

tangga dan pengunaan wood pellet untuk industri tahu dan pupuk organic. Wood pellet bisa menjadi

bahan bakar alternatif pengganti gas elpiji 3 kg untuk bahan bakar bagi IKM. Saat ini wood pellet

banyak digunakan untuk bahan bakar keperluan rumah tangga. Hasil penelusuran data skunder

dijelaskan tabung gas elpiji 3 kg dapat menyala dengan kepanasan maksimal secara terus menerus

untuk kurun waktu 7 jam. Saat ini harga 1 tabung gas elpiji 3 kg dalam keadaan umum sebesar Rp.

18.000,00.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

332

Table 3Perbandingan Gas Elpiji Dan Wood Pellet Untuk Rumah Tangga

Industri Gas elpiji 3 kg Wood Pellet

Rumah tangga

(data skunder)

3 kg gas elpiji = 7 jam @Rp. 18.000,00.

1 jam = Rp. 2.571,00

1 kg = 2 jam = 2.000

1 jam = 1.000

Sumber: Hasil Analisis (2018)

Pada sisi yang lain, penggunaan wood pellet untuk jenis tungku kecil dalam durasi waktu 2 jam

diperlukan sebanyak 1 kg wood pellet. Dengan ini, dijelaskan bahwa ketika menggunakan bahan

bakar wood pellet dalam 1 jam aktivitas masak untuk keperluan rumah tangga membutuhkan Rp.

1.000,00. Berdasarkan dua aktifitas di atas, disimpulkan bahwa aktivitas masak untuk rumah tangga

menggunakan wood pellet lebih efisien dibandingkan menggunakan gas elpiji 3 kg. Berdasarkan

hasil kajian pustaka dan kajian data primer terkait penggunaan wood pellet sebagaimana dijelaskan

di atas, dilakuakn analisis perbandingan atau analisis efisiensi bagi IKM dalam penggunakan bahan

bakar. Peneliti mengkaji biaya bahan bakar masing masing IKM dalam menggunakan gas elpiji 3

kg. hasil kajian tersebut selanjutnya dibandingkan dengan hasil simulasi menggunakan bahan bakar

wood pellet.

Tabel 4

Perbandingan penggunaan gas elpiji 3 kg dan wood pellet

Industri Gas Wood Pellet

Penggunaan bahan bakar berdasarkantinjauan waktu

3 kg = 7 jam= Rp.18.000

1 jam =2.571

1 kg = 2 jam =2.000

1 jam = 1.000

Penggunaan bahan bakar Berdasarkantinjauan kalori gas.

Gas Elpiji menghasilkan 11.000 Kcal/kg,sedangkan Wood pellet hanya 4.700kcal/kg

Rp. 18.000 :3 kg

Rp.6.000,00

Rp 2000 x 2,3Kal

Rp. 4.600,00

Sumber: Hasil Analisis (2018)

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

333

Berdasarkan hasil analisis sebagai mana table di bawa ini dijelaskan bahwa penggunaan wood

pellet dinyatakan lebih efisien dibandingkan menggunakan gas elpiji 3 kg dan sekam. Secara detail

sebagaimana dijelaskan pada table berikut ini.

Table 5

Analisis Efisiensi Penggunaan Bahan Bakar bagi IKM di Kabupaten Sragen

IKM BahanBakar

KebutuhanBahan Bakar

Jumlah BahanBakar / hari

Woodpellet keterangan

Nata decoco

Gas elpiji3 kg

Di gunakanuntuk Prosessterilisasi

3 tabung @18.000,

maka 54.000per hari

3 tabung x 7 jam = 21 jamper hari, sehinggakebutuhan 10 ,5 kgsehingga 10,5 kg xRp2000 = 21.000

Wood pelletlebih efisienRp.33.000,00

KayuBakar

Digunakanuntukmendidihkanair kelapa

Kayu bakar 3ikat per hari @15.000, untuk 4jam maka perhari Rp. 45.000

4 jam = 2 kg wood pellet,maka kebutuhan WP = 2kg x Rp.2000= Rp. 4000.

Wood pelletlebih efisienRp.41.000,00

Sumber: Hasil Analisis (2018)

Kelayakan wood pellet sebagai energy biomasa meliputi tiga aspek, yaitu: ekonomi,

lingkungan, dan operasional. Ketiga aspek memiliki peran penting untuk menilai apakah wood pellet

ini merupakan salah satu sumber bahan bakar alternative terbarukan yang dapat mengatasai

permasalahan produksi pada IKM di Kabupaten Sragen. Perbandingan perhitungan ekonomis proses

produksi pada IKM dapat di dasarkan pada biaya produksi dan analisa kelayakan investasi. Biaya

produksi meliputi bahan bakar dan Harga Pokok Produksi, serta waktu produksi. Dari aspek

lingkungan wood pellet merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena memliki kandungan

emisi yang tinggi, sehingga tidak menimbulkan polusi. Aspek operasional wood pellet lebih mudah

dibuat dari limbah grajen dari industri sawmill, dibanding harga bahan bakar lain seperti gas,

minyak tanah, briket batu bara dan arang harga wood pellet lebih murah selain lebih praktis dalam

penyimpanannya tidak membutuhkan tempat yang besar.

Berikut disajikan ringkasan perhitungan kelayakan usaha melalui perbandingan pemakaian

bahan bakar wood pellet dan bahan bakar lain pada IKM Nata De Coco. Hasil perhitungan pada

industri makanan olahan Nata de coco menunjukkan bahwa biaya produksi pertahun dengan

menggunakan bahan bakar Wood Pellet lebih rendah dibanding dengan biaya bahan bakar dengan

gas, efisiensi biaya mencapai Rp. 34.200.000,00 per tahun.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

334

Tabel 6

Ringkasan Analisis Kelayakan Investasi

IKM Nata De Coco Kabupaten Sragen

Pendapatan/Th Rp. 806,400,000.00 Pendapatan/Th Rp. 806,400,000.00

Biaya Produksi/Th Rp. 566,880,000.00 Biaya produksi / Th Rp. 601,080,000.00

Analisa Kelayakan Pemakaian Wood Pellet Analisa Kelayakan Pemakaian Gas

IRR 111.50% IRR 96.60%

NPV Rp. 1,630,407,901.91 NPV Rp. 1,469,170,322.58

Payback Period 1.14 Payback Period 1.31

Benefit Cost Ratio 1.43 Benefit Cost Ratio 1.37

PV of proceeds/Netinvestasi 18.16

PV of proceeds /Net investasi 15.65

Sumber: Hasil Analisis (2018)

Nilai Internal Rate of Return (Brida, Moreno-Izquierdo, & Zapata-Aguirre) pada pemakaian

Wood pellet sebesar 111,50% lebih besar dari IRR pada saat pemakaian Gas sebesar 96,60%. IRR

merupakan suatu indicator efisiensi suatu investasi usaha atau untuk melihat tingkat presentasi

keuntungan suatu investasi tiap tahun. Investasi layak dilakukan apabila Rate of Returnnya lebih

besar daripada Return yang diterimanya. Nilai NPV (nilai bersih investasi saat ini) yang bernilai

positif lebih besar yaitu Rp. 1,630,407,901.91. Demikian juga nilai bersih investasi penggunaan

wood Pellet lebih besar 18,16% di banding investasi dengan Gas 15,65%.

Jangka Waktu pengembalian modal menggunakan wood pellet pada IKM nata de coco lebih

cepat yaitu 1 tahun 2 bulan ditunjukan dengan nilai Payback Periode 1.14 dibanding penggunaan

gas 1,34 demikian juga nilai rasio Benefit Cost Ratio (BCR) lebih besar, semakin besar rasio

keuntungan dibanding biaya maka semakin baik atau semakin layak usaha tersebut untuk dilakukan.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

335

3. Kesimpulan

IKM nata de coco di Kabupaten Sragen lebih layak menggunakan wood Pellet sebagai bahan

bakar dari pada menggunakan gas elpiji 3 kg atau kayu bakar. Berdasarkan penelitian ini dapat

diajukan beberapa rekomendasi yaitu Pemerintah Kabupaten Sragen mendorong IKM di Kabupaten

Sragen untuk menggunakan bahan bakar alternative yang ramah lingkungan, Pemerintah Kabupaten

Sragen mendorong IKM di Kabupaten Sragen untuk tidak menggunakan gas 3 kg sebagai bahan

bakar usahanya karena gas 3 kg diperuntukkan bagi rumah tangga miskin, Pemerintah Kabupaten

Sragen mendukung penggunaan wood pellet sebagai bahan bakar alternative bagi IKM di

Kabupaten Sragen, Pemerintah Kabupaten Sragen mendorong Industri Kecil dan Menengah untuk

menggunakan wood peleet sebagai bahan bakarnya, dan Pemerintah Kabupaten Sragen

memfasilitasi penggunaan tungku berbahan bakar wood pellet pada Industri Kecil dan Menengah.

Acknowledgement

Terimakasih kepada pengusaha nata de coco di Kabupaten Sragen, PemerintahKabupaten Sragen serta Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UniversitasMuhammadiyah Surakarta serta Kementerian Risktekdikti atas dukungan dan bantuan yangdiberikan untuk pelaksanaan kegiatan ini.

Daftar Pustaka

Brida, J. G., Moreno-Izquierdo, L., & Zapata-Aguirre, S. (2016). Customer perception of servicequality: The role of Information and Communication Technologies (ICTs) at airportfunctional areas. Tourism Management Perspectives, 20, 209-216.doi:10.1016/j.tmp.2016.09.003

Sorkun, M. F. (2018). How Do Social Norms Influence Recycling Behavior In A CollectivisticSociety? A Case Study From Turkey. Waste Management, 80 359–370.doi:10.1016/j.wasman.2018.09.026

Xiao, S., Donga, H., Genga, Y., & Brander, M. (2018). An Overview Of China’s Recyclable WasteRecycling And Recommendations For Integrated Solutions. Resources, Conservation &Recycling, 134, 112-120. doi:10.1016/j.resconrec.2018.02.032

Zhao, Q., Chen, C.-D., & Wang, J.-L. (2016). The effects of psychological ownership and TAM onsocial media loyalty: An integrated model. Telematics and Informatics, 33(4), 959-972.doi:10.1016/j.tele.2016.02.007

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

336

PENGARUH ANEMIA, STATUS GIZI, DIABETES MELITUS, DAN HIPERTENSITERHADAP KELELAHAN KERJA

Noor Dhian M1 dan Wiyadi2

Prodi Magister Manajemen, Universitas Muhammadiyah SurakartaEmail: [email protected]

[email protected]

Hari WujosoRSDM/FK Universitas Sebelas Maret

Email: [email protected]

ChuzaimahUniversitas Muhammadiyah Surakarta

Email:[email protected]

Abstract

Every activity has the potential for fatigue. Many factors play a role in the occurrenceof fatigue, physical factors, psychological factors, and social factors. Fatigue is acommon phenomenon that occurs anywhere, anytime, and anyone. This problem offatigue is a national and worldwide. This study aims to test the hypothesis of theinfluence of anemia, nutritional status, diabetes mellitus, and hypertension on workfatigue. This study subjects were all first level health care provider (clinic) employeeswho partnered with BPJS in Grogol sub-district, Sukoharjo regency, Central Java in2019. This type of research was quantitative, cross sectional approach. This researchused a census sample of 29 respondents. Fatigue is measured using the KAUPK2.Whereas anemia, nutritional status, diabetes mellitus, and hypertension useexamination. The analysis uses the Multiple Linear Regression. There was an effect ofanemia, nutritional status, diabetes mellitus, and hypertension on work fatigue withsignificance. The higher nutritional status, diabetes mellitus, and hypertension, thehigher the fatigue of work. The lower anemia, the higher the work fatigue. The resultsas input to stakeholders about the influence of anemia, nutritional status, diabetesmellitus, and hypertension on work fatigue.

Keywords: fatigue work, anemia, nutritional status, diabetes mellitus, andhypertension

1. Pendahuluan

Pada dasarnya manusia bisa berperan dalam berbagai hal, yaitu sebagai makhluk biologis

yang harus bekerja, sebagai makhluk sosial yang mengadakan penyesuaian sosial dan menempatkan

bekerja sebagai suatu keharusan bagi setiap individu, serta sebagai makhluk ber-Tuhan yang

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

337

berpendapat bahwa bekerja secara baik adalah suatu pengabdian yang mulia bagi Tuhan Yang

Maha Esa. Semua aktivitas yang dilakukan oleh manusia dengan menggunakan kontraksi otot,

gerakan fisik, pikiran, dan perasaan menandakan bahwa manusia tersebut telah melakukan suatu

pekerjaan dan hal ini berpotensi menimbulkan rasa lelah (Grandjean dan Kogi dalam Maurits,

2013). Perasaan lelah atau kelelahan dipahami sebagai suatu perasaan lelah dan adanya penurunan

kesiagaan (Maurits, 2013). Secara fisiologis, perasaan lelah akan dialami oleh siapa saja, pria

maupun wanita, anak-anak, tua maupun muda, kapan saja, di mana saja baik di Negara

berkembang, Negara maju, maupun Negara terbelakang. Oleh karena itu, perasaan lelah atau

kelelahan menjadi masalah yang mendunia (levy dalam Maurits, 2013). Kelelahan bisa berupa

kelelahan otot atau fisik bisa berupa kelelahan mental atau psikis dan bisa juga berupa kelelahan

sosial (Soedirman dan Suma’mur, 2014). Latar belakang faktor psikososial tersebut sangat

berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja (Yoshitake dalam Maurits, 2013). Pada saat otot

berkontraksi, akan menghasilkan asam laktat yang terakumulasi di dalam otot dan menyebabkan

sakit pada otot (Murray et al, 2009). Kelelahan otot terjadi karena adanya kekurangan oksigen dan

adanya penimbunan hasil metabolik otot yang berupa asam laktat dan C02, yang tidak masuk

kedalam aliran darah (Guyton, 2008). Dari sudut neurologi, bila pengaruh sistem inhibisi lebih kuat

maka tubuh mengalami penurunan kesiagaan bereaksi terhadap suatu rangsangan (Mardjono, 2009).

Status gizi, status kesehatan (misalnya mengidap suatu penyakit, anemia, diabetes mellitus

(DM), dan hipertensi (HT)), lingkungan kerja, manajemen, status kejiwaan, sosial ekonomi, jarak

tempat kerja dengan tempat tinggal dan faktor lainnya juga berperan dalam proses terjadinya

kelelahan kerja. Penyebab kecelakaan kerja bersumber pada faktor manusia. Kelelahan kerja

cenderung meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja (Suma’mur, 2014). Kelelahan kerja terbukti

memberi kontribusi lebih dari 50% dalam kejadian kecelakaan kerja. Di Indonesia, faktor dominan

kecelakaan kerja adalah kelelahan kerja. Maurits menunjukkan data-data bahwa >60% pekerja yang

datang berobat ke poliklinik perusahaan mengeluh adanya perasaan kelelahan kerja. Di dalam

penelitiannya,didapatkan hasil bahwa ada hubungan bermakna antara kelelahan kerja dengan

tingkat produktivitas pekerja (Maurits, 2013). Di sektor jasa pelayanan kesehatan, performa yang

menurun dapat disebabkan oleh kelelahan kerja yang berupa penurunan kesiagaan, penurunan

perhatian, kurang inisiatif, kurang tenaga (tidak enerjik), hambatan dalam berpikir, dan hambatan

dalam persepsi (Grandjean dalam Maurits, 2013). Hal ini dapat menurunkan kualitas pelayanan

(Cameron dalam Maurits, 2013). Serta dapat menurunkan kepuasan pelanggan terhadap jasa

pelayanan yang diterimanya yang pada akhirnya dapat menurunkan kepercayaan pelanggan dalam

hal ini pasien terhadap institusi (Wijono, 2013).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

338

Anemia secara fungsional merupakan penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak

dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup kejaringan perifer.

Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di

daerah tropik. Penderita anemia laki-laki dewasa di Negara berkembang sebesar 26% dan wanita

dewasa 59%. Dengan adanya penurunan jumlah sel darah merah yang berfungsi sebagai

pengangkut oksigen, maka suplai oksigen juga akan menurun. Akibatnya organ tubuh kekurangan

oksigen yang mengganggu proses metabolisme sehingga otot dan jaringan mengalami kelelahan

(Bakta, 2009). Studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status anemia dengan kelelahan

kerja karyawan. Tanda-tanda anemia yang sering dialami ialah mudah merasa lelah, kadang pusing,

dan mudah mengantuk. Asupan gizi karyawan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan beban kerja

serta jarangnya karyawan sarapan sebelum melakukan aktivitas juga menjadi pemicu terjadinya

anemia (Juliana et al, 2018).

Status gizi ialah pemenuhan zat gizi untuk mendapatkan tingkat kesehatan gizi yang

optimal (eunutrisional state). Penilaian status gizi yang menggunakan antropometri yaitu dengan

menggunakan tinggi badan dan berat badan untuk menentukan status gizi. Dalam kondisi

eunutrisional state, jaringan tubuh jenuh oleh zat gizi (Sediaoetama, 2008). Tubuh terbebas dari

penyakit gizi dan mempunyai daya kerja dan efisiensi serta daya tahan tubuh yang optimal(Barasi,

2009). Studi yang dilakukan pada tahun 2017, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status

gizi dengan kelelahan kerja (Suryaningtyas, et al; Triana et al, 2017). Hasil penelitian yang

dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan makanan dan

kuantitas gizi dengan kelelahan kerja (Shirono et all, 2004). Selain itu, studi juga menunjukkan

bahwa penyakit kronik dan perilaku kesehatan yang buruk (merokok dan overweight)memiliki

hubungan signifikan dengan kelelahan (Rose at al, 2017). Sebuah studi menunjukkan bahwa

semakin tinggi BMI (Body Mass Index)maka semakin tinggi tingkat kelelahan kerjanya (Sari et al,

2017).

Peningkatan pendapaan per kapita dan perubahan gaya hidup menyebabkan peningkatan

prevalensi penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes melitus. Di negara-negara

berkembang yang laju pertumbuhan ekonominya sangat menonjol, misalnya Singapura, prevalensi

DM sangat meningkat dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Faktor lingkungan terutama

peningkatan kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan prevalensi DM. Hal ini dikarenakan

pola makan yang salah dan gaya hidup malas atau kurang olahraga. Selain itu, faktor stress berperan

penting atas terjadinya DM. Penelitian oleh Litbang-Depkes yang dikeluarkan Desember 2008

menunjukkan bahwa prevalensi DM 5,7% (1,5% terdiri dari pasien DM yang sudah terdiagnosis

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

339

dan sisanya 4,2% baru ketahuan DM saat penelitian) (Suyono, 2009). Sedang pada hipertensi,

masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal misalnya banyaknya penderita HT yang belum

mendapat pengobatan, atau mungkin sudah diobati tapi belum mencapai target, atau bahkan ada

penyakit penyerta lainnya. Perlu diketahui bahwa kesehatan merupakan faktor yang sangat penting

untuk terjadinya kelelahan dan bagi tenaga kerja selaku sumber daya manusia (Suma’mur, 2014).

Keadaan ini tentunya harus diantisipasi oleh pembuat kebijakan agar menentukan rencana jangka

panjang kebijakan pelayanan kesehatan.

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi gula darah (Purnamasari,

2009). Penyakit diabetes melitus disebabkan oleh karena adanya peningkatan kada gula darah

akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Sebagai responnya, tubuh akan

mengeluarkan hormon-hormon seperti epinefrin/norepinefrin, glukagon, dan kortisol yang dapat

meningkatkan kadar glukosa darah. Peningkatan yang berlangsung lama ini akan menyebabkan

peningkatan stress oksidatif yang mengakibatkan peningkatan apoptosis sel beta panckreas yang

berakibat penurunan hormon insulin. Penurunan hormon insulin tersebut menyebabkan glukosa

tidak dapat dimetabolisme dengan baik. Tidak dibakarnya glukosa ini menyebabkan glukosa darah

meningkat sedangkan otot dan jaringan tidak mendapat tenaga. Meskipun setiap hari makan,

pembentukan glikogen tidak terjadi, sehingga orang yang mengalaminya akan mudah mengeluh

lelah, (Suyono, 2009).

Hipertensi (HT) merupakan penyakit multifaktorial yang timbul akibat interaksi antar faktor

risiko, misalnya stress, obesitas, genetik, merokok, gangguan sistem saraf, serta asupan garam yang

berlebih. Hipertensi tersebut dikenal dengan istilah hipertensi sekunder. Hipertensi yang belum

diketahui penyebabnya disebut dengan HT esensial (HT primer), dimana HT esensial ini merupakan

95% dari seluruh kasus HT. Hipertensi didefinisikan dengan adanya tekanan darah sistolik lebih

dari 120 mmHg atau diastolik lebih dari 90 mmHg. Dampak penikatan tekanan darah yang tidak

terkontrol, dapat memunculkan komplikasi di berbagai organ tubuh. Komplikasi tersebut dapat

mengakibatkan munculnya kelelahan dan karyawan yang mengalami stress secara berkelanjutan

akan menyebabkan terjadinya hipertensi (Yogiantoro, 2009). Studi menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara gaya hidup, aspek kesehatan (gangguan tekanan darah), dan kondisi kerja dengan

kelelahan (Masson et al, 2015)

Di dalam modul HIPERKES yang diterbitkan tahun 2015 oleh Balai HIPERKES

Yogyakarta, berbagai masalah atau aspek ketenagakerjaan yang sering dijumpai akan selalu

mengandung faktor psikologi kerja yang nyata terutama hal-hal yang menyangkut kesejahteraan

tenagakerja, yaitu pengupahan, kondisi dan syarat kerja, hubungan kerja, kesehatan dan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

340

keselamatan kerja serta jaminan sosial. Gambaran kelelahan kerja di suatu instusi merupakan

refleksi kompleksitas problem yang ada di institusi tersebut (chavalitsakulchai dan shahvanaz dalam

Maurits, 2013). Permasalahan di dalam institusi bisa disebabkan oleh masalah sarana prasarana

yang kurang mencukupi dan memadai, hubungan antar personal yang buruk, gaji yang kurang,

masalah manajemen, kondisi kesehatan tenaga kerja, dan sebagainya. Kondisi kesehatan yang baik

merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik pula. Tenaga kerja yang sakit atau

mengalami gangguan kesehatan yang menurun dalam kemampuan bekerja fisik, berfikir, atau

melaksanakan pekerjaan sosial-kemasyarakatan sehingga hasil kerjanya berkurang (Work safety &

Health Council Singapore dalam Maurits, 2013).Selain itu dapat melemahkan ketajaman berfikir

untuk mengambil keputusan yang cepat dan tepat (Suma’mur, 2014). Sedangkan permasalahan dari

luar institusi bisa disebabkan misalnya oleh jarak kerja yang jauh dari tempat tinggal, problem

pribadi karyawan, dan sebagainya (Maurits, 2013). Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),

untuk menjangkau seluruh warga Negara Indonesia bisa diprediksi akan menaikkan jumlah fasilitas

kesehatan primer (klinik pratama). Kesiapan fasilitas kesehatan primer dalam segala hal, baik dari

segi SDM, sarana prasarana, manajerial, dan sebagianya perlu ditingkatkan dan disiapkan.

Kompleksitas permasalahan baik dari dalam maupun luar institusi merupakan stressor

biopsikososial (Hawari, 2006). Klinik pratama merupakan kontak pertama pelayanan berkelanjutan,

pelayanan paripurna, dan koordinasi pelayanan. Pelayanan primer ini menjadi ujung tombak

pelayanan kesehatan di Indonesia. Klinik pratama di kecamatan Grogol memiliki letak yang

strategis karena dikelilingi oleh beberapa pabrik industri. Dimana, karyawan pabrik-pabrik tersebut

akan mendapatkan pelayanan kesehatan primer di klinik pratama terdekat. Berdasarkan latar

belakang tersebut di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Anemia, Status Gizi, Diabetes Melitus, dan Hipertensi Terhadap Kelelahan Kerja”.

2. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross

sectional. Ditinjau dari tingkat eksplanasi, penelitian ini merupakan penelitian asosiatif dengan

bentuk hubungan kausal (Sugiyono, 2012). Dalam penelitian ini populasinya ialah semua karyawan

klinik pratama yang bermitra dengan BPJS Kesehatan di kecamatan Grogol kabupaten Sukoharjo,

Jawa Tengah. Jika jumlah populasinya kurang dari 100 orang, maka jumlah sampelnya diambil

secara keseluruhan, tetapi jika populasinya lebih besar dari 100 orang, maka bisa diambil 10-15%

atau 20-25% dari jumlah populasinya (Arikunto, 2009). Sampel yang digunakan pada penelitian ini

sebanyak 29 karyawan klinik pratama di kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

341

dengan menggunakan sampel jenuh. Penelitian ini menggunakan analisis Regresi Linear Berganda

untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen yang diteliti terhadap variabel dependen.

Pada penelitian ini, variabel dependen kelelahan kerja menggunakan instrumenkuesioner

KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) yang selanjutnya diuji validitas dan

reliabilitasnya. Untuk variabel independen anemia digunakan pengukuran kadar Hemoglobin (Hb)

dengan alat Easytouch GCHb. Pengukuran berat badan dan tinggi badan akan dirumuskan sesuai

rumus BMI (Body Mass Index) untuk menentukan status gizi responden. Sedangkan untuk diabetes

mellitus menggunakan alat Easytouch GCHb untuk mengetahui kadar gula darah sewaktu

responden. Serta pengukuran tekanan darah dengan alat sphygmomanometer untuk mengetahui

status hipertensi responden. Data primer yang diperoleh kemudian diolah menggunakan analisis

Regresi Linear Berganda.

3. Hasil dan Pembahasan3.1 Deskripsi Responden

Tabel 1. Karakteristik RespondenNo Karakteristik Responden Keterangan Jumlah Prosentase

1 Usia 15-25

26-35

36-45

46-55

56-65

12

11

3

2

1

41,4 %

37,9 %

10,3 %

6,9 %

3,4 %

2 Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan

6

23

20,7 %

79,3 %

3 Profesi Dokter

Perawat

Bidan

Rekam Medis

Farmasi

Karyawan non nakes

4

9

1

2

5

8

13,8 %

31 %

3,4 %

6,9 %

17,2 %

27,6 %

4 Shift Kerja Pagi

Siang

15

14

51,7 %

48,3 %

Sumber data primer 2019, diolah

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

342

Jumlah sampel jenuh yang didapat ialah 29 karyawan, yang berasal dari Klinik Asty

sebanyak 13 karyawan, Klinik Teduh sebanyak 10 karyawan, dan Klinik Mitra Medika sebanyak

6 karyawan. Sedang Klinik Ngudi Sehat tidak bersedia untuk dilakukan penelitian. Seluruh

responden tersebut dikarakteristikan berdasarkan shift kerja saat dilakukannya penelitian, usia,

jenis kelamin, dan profesinya. Sebesar 79,3% (n=23) responden ialah wanita dan 20,7% (n=6)

laki-laki. Responden yang berusia dibawah 35 tahun sebesar 23 karyawan (79,3%). Profesi

perawat menjadi responden terbanyak pada penelitian ini yaitu sebanyak 9 karyawan (31%). Dan

sebesar 51,7% (n=15) responden bekerja pada shift pagi saat dilakukan penelitian, dan sisanya

48,3% (n=14) bekerja pada shift siang.

3.2 Hasil Pemeriksaan

3.2.1 Kelelahan Kerja

Dari hasil pemeriksaan kelelahan kerja didapatkan bahwa semua responden mengalami

kelelahan kerja, dimana sebesar 27,59% (n=8) mengalami kelelahan ringan sekali, 34,48%

(n=10) mengalami kelelahan ringan, dan 37,93% (n=11) mengalami kelelahan sedang.

Tabel2. Hasil Pemeriksaan Kelelahan Kerja

No Kategori Kelelahan Kerja Skor Kelelahan Kerja Jumlah Prosentase (%)

1 Tidak lelah 1-17 0 0

2 Lelah ringan sekali 18-34 8 27,59

3 Lelah ringan 35-51 10 34,48

4 Lelah sedang 52-68 11 37,93

5 Lelah berat 69-85 0 0

6 Lelah berat sekali 86-102 0 0

Sumber data primer 2019, diolah

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

343

3.2.2 AnemiaTabel 3. Hasil Pemeriksaan Anemia

No Status Jenis Kelamin Kategori Hb Jumlah Prosentase (%)

1 Tidak anemia Laki-laki ≥ 13 mg/dl 2 6,90

Perempuan ≥ 12 mg/dl 16 55,17

2 Anemia ringan Laki-laki 11 -12,9 mg/dl 4 13,79

Perempuan 11 – 11,9 mg/dl 3 10,35

3 Anemia sedang Laki-laki 8 – 10,9 mg/dl 0 0

Perempuan 8 - 10,9 mg/dl 4 13,79

4 Anemia berat Laki-laki < 8 mg/dl 0 0

Perempuan < 8 mg/dl 0 0

Sumber data primer 2019, diolah

Dari hasil pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) didapatkan bahwa laki-laki yang tidak

menderita anemia sebanyak 2 responden (6,90%) dan anemia ringan 13,79% (n=4). Sedang pada

karyawan perempuan, yang tidak menderita anemia sebanyak 16 responden (55,17%), 3

responden (10,35%) anemia ringan, dan 4 responden (13,79%) menderita anemia sedang.

3.2.3. Status GiziTabel 4. Hasil Pemeriksaan Status Gizi

No Klasifikasi BMI Status Gizi Jumlah Prosentase (%)

1 ≥ 25 kg/m2 Gizi lebih 9 31,04

2 18,5 – 24,9 kg/m2 Gizi normal 20 68,96

3 < 18,5 kg/m2 Gizi kurang 0 0

Sumber data primer 2019, diolah

Dari hasil pemeriksaan status gizi didapatkan bahwa sebanyak 9 responden (31,04%)

gizinya berlebih sedang sisanya 68,96% (n=20) gizinya normal.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

344

3.2.4. Diabetes MelitusTabel 5. Hasil Pemeriksaan Diabetes Melitus

No Kategori Kadar Gula darah Sewaktu Status Jumlah Prosentase (%)

1 < 140 mg/dl Normal 26 89,66

2 140 – 199 mg/dl Toleransi gula

darah sewaktu

0 0

3 ≥ 200 mg/dl Diabetes melitus 3 10,34

Sumber data primer 2019, diolah

Dari hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu didapatkan bahwa 3 responden (10,34%)

menderita diabetes mellitus dan sisanya 89,66% (n=26) memiliki kadar gula darah sewaktu yang

normal.

3.2.5. HipertensiTabel 6. Hasil Pemeriksaan Hipertensi

No Tekanan Darah Diastole Status Jumlah Prosentase (%)

1 < 80 mmHg Normal 17 58,62

2 80 - 89 mmHg Prehipertensi 6 20,69

3 90 – 99 mmHg Hipertensi derajat I 5 17,24

4 ≥ 100 mmHg Hipertensi derajat II 1 3,45

Sumber data primer 2019, diolah

Dari hasil pemeriksaan tekanan darah didapatkan bahwa 17 responden (58,62%) memiliki

tekanan darah yang normal, 6 responden (20,69%) prehipertensi, 5 responden (17,24%)

menderita hipertensi stage I, dan sisanya 1 responden (3,45%0 menderita hipertensi stage II.

Dari keempat variabel independen yang diteliti, responden yang menderita hipertensi

sebanyak 6 orang (Tabel 6), yang menderita gizi lebih sebanyak 9 orang (Tabel 4), menderita

diabetes melitus sebanyak 3 orang (Tabel 5), dan 11 responden yang menderita anemia (Tabel

3). Responden yang mengalami anemia, sebagian besar ialah wanita (n=7) dimana setiap

bulannya mengalami siklus menstruasi. Responden yang menderita hipertensi terdapat 6 orang

dari total responden (29), hal ini dikarenakan usia responden sebagian besar dibawah 35 tahun

(n= 23). Beban kerja jantung sebagai pompa aliran darah tidak terlalu besar dan kemungkinan

kecil adanya kelainan jantung. Selain itu, fungsi pankreas untuk menghasilkan insulin relatif

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

345

masih bagus mengingat usia responden yang sebagian besar muda. Sehingga yang menderita gizi

lebih dan diabetes mellitus sedikit.

3.3 Uji Validitas dan Relaibilitas Instrumen

Tabel 7. Hasil Uji Validitas KAUPK2

Nomor Soal Nilai R hitung Signifikansi Validitas

1 0,451 0,014 Valid

2 0,554 0,002 Valid

3 0,507 0,005 Valid

4 0,611 0,000 Valid

5 0,644 0,000 Valid

6 0,718 0,000 Valid

7 0,629 0,000 Valid

8 0,573 0,001 Valid

9 0,562 0,002 Valid

10 0,431 0,020 Valid

11 0,786 0,000 Valid

12 0,698 0,000 Valid

13 0,568 0,001 Valid

14 0,391 0,036 Valid

15 0,800 0,000 Valid

16 0,755 0,000 Valid

17 0,601 0,001 Valid

Sumber data primer 2019, diolah

Nilai R tabel untuk jumlah responden 29 dengan signifikansi 0,05 didapatkan sebesar

0,3673. Hasil nilai R hitung yang didapatkan mulai dari soal nomor 1-17, lebih besar dari nilai R

tabelnya. Signifikansinya tidak ada yang melebihi 0,005. Sehingga, instrumen kuesioner

kelelahan kerja KAUPK2 dikatakan valid untuk semua item pertanyaannya.

Nilai Alpha Cronbach sebesar 0,893, dimana lebih besar sama dengan dari 0,6. Sehingga,

instrumen kuesioner kelelahan KAUPK2 dikatakan reliabel (Sumber data primer 2019,

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

346

diolah).Sehingga instrumen kuesioner kelelahan kerja yang digunakan dalam penelitian

ini menunjukkan hasil yang sesuai dengan kenyataannya serta konsisten untuk

respondennya.

3.4 Uji Asumsi Klasik

3.4.1. Normalitas

Uji Jarque Bera yang didapat melalui hasil penghitungan dengan menggunakan rumus,

sebagai berikut:

JB = n

Hasil pengolahan data menggunakan SPSS didapatkan nilai S yang merupakan skewness

sebesar -0,747 dan K (kurtosis) sebesar 0,562. Setelah dimasukkan kedalam rumus diatas, maka

didapatkan nilai JB sebesar 9,80. Dan tabel chi square (dengan nilai α 0,05) sebesar 41,34.

Melihat hasil JB hitung yang lebih besar dari nilai tabel chi square, maka dapat dikatakan bahwa

data berdistribusi normal.

3.4.2. Multikolinearitas

Tabel 8. Hasil Olah Data Mutikolinearitas

Variabel Toleransi VIF

Status Gizi 0,882 1,134

Hipertensi 0,969 1,032

Anemia 0,866 1,155

Diabetes Melitus 0,946 1,057

Dari tabel diatas, didapatkan bahwa nilai toleransi untuk semua variabel lebih besar dari

0,1 dan nilai VIF kurang dari 10. Hasil ini menandakan bahwa data yang diperoleh tidak terjadi

multikolinearitas.

3.4.3. Heteroskesdasitas

Gambaran sebaran data pada hasil scatterplot yang didapat merata. Seperti pada gambar

berikut :

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

347

Pada saat mengestimasi suatu model dengan sejumlah data pada analisis regresi sering

muncul beberapa masalah seperti normalitas, heteroskesdasitas, dan multikolinearitas maka

model perlu diuji terlebih dahulu dengan uji asumsi klasik agar model lolos dari semua masalah

itu. Hasil pengolahan data asumsi klasik menggunakan SPSS didapatkan bahwa data memiliki

sebaran yang normal, tidak terjadi multikolinearitas, dan heteroskesdasitas meskipun jumlah

sampel penelitian sebanyak 29 responden.

3.5 Uji Regresi Linear BergandaTabel 9. Hasil Olah Data Regresi Linear Berganda

Keterangan Koefisien Nilai t hitung Signifikansi

Konstanta 23,514 0,952 0,351

Anemia -7,281 -4.510 0,000

Status gizi 2,598 4,177 0,000

DM 0,077 2,977 0,007

HT 0,490 2,573 0,017

Adj. R2 0,526

F 8,783 Sig 0,000

Sumber data primer 2019, diolah

Penelitian ini memiliki 4 variabel independen, sehingga untuk menentukan uji R2 melihat

pada nilai adjusted R square. Nilai adjusted R square yang didapat sebesar 0,526. Nilai F tabel

untuk 4 variabel independen dengan 29 responden yaitu sebesar 2,76. Nilai F hitung yang

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

348

didapatkan dari hasil ANOVA sebesar 8,783 dan signifikansinya 0,000. Nilai t tabel untuk alpha

0,05 dengan 29 responden sebesar 2,064. Nilai t hitung yang didapatkan sebesar -4,510 untuk

variabel anemia; 4,177 untuk variabel status gizi; 2,977 untuk variabel diabetes mellitus; dan 2,573

untuk variabel hipertensi. Signifikansi untuk masing-masing variabel secara berurutan yaitu 0,000;

0,000; 0,007; dan 0,017. Sehingga, didapatkan persamaan Regresi Linear Berganda sebagai berikut:

Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

Y = 23,514 + (-7,281) X1 + 2,598 X2 + 0,077 X3 + 0,490 X4 + e

Keterangan:

Y : kelelahan kerja

a : konstanta

b1X1 : koefisien regresi anemia

b2X2 : koefisien regresi status gizi

b3X3 : koefisien regresi diabetes melitus

b4X4 : koefisien regresi hipertensi

e : error (variabel luar yang ikut berpengaruh, missal usia, jenis kelamin, beban kerja,

dll)

Dari hasil analisis Regresi Linear Berganda di atas, dapat diketahui bahwa nilai adjusted R

square yang didapat dari hasil olah data SPSS sebesar 0,526. Artinya bahwa, variasi perubahan

pada kelelahan kerja karyawan dapat dijelaskan oleh 4 variabel independen yang diteliti, yaitu

status gizi, anemia, hipertensi, dan diabetes melitus sebesar 52,6%. Sedangkan sisanya sebesar

47,4% dapat dijelaskan oleh variabel di luar model. H

Hasil nilai F hitung yang diperoleh dari hasil olah data SPSS, memiliki angka yang lebih

besar dari nilai F tabelnya (2,76) serta signifikansinya kurang dari 0,005 maka semua variabel

independen yang diteliti (status gizi, anemia, hipertensi, dan diabetes melitus) secara bersamaan

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel kelelahan kerja serta model yang digunakan

tepat.

Hasil nilai t hitung untuk variabel status gizi (4,177), variabel hipertensi (2,573), variabel

anemia (-4,510), dan variabel diabetes mellitus (2,977) memiliki angka yang lebih besar daripada

nilai t tabelnya (2,064). Signifikansi untuk masing-masing variabel secara berurutan yaitu 0,000;

0,017; 0,000; dan 0,007 memiliki angka yang lebih kecil daripada milai alphanya (0,05). Sehingga,

secara parsial masing-masing variabel independen yang diteliti (status gizi, anemia, hipertensi, dan

diabetes melitus) memiliki pengaruh signifikan terhadap kelelahan kerja pada nilai α=0,05. Tanda

negatif pada nilai t hitung anemia (-4,510) memiliki arti pengaruh negatif, yaitu semakin rendah

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

349

anemianya (kadar Hemoglobinnya) maka semakin tinggi kelelahan kerjanya. Dari hasil regresi

linear berganda, didapatkan bahwa variabel anemia yang paling berpengaruh terhadap terjadinya

kelelahan kerja daripada variabel lainnya yang diteliti (t= -4,510). Hal ini berhubungan dengan

adanya jumlah karyawan klinik yang sebagian besar ialah wanita, yang setiap bulannya mengalami

fase menstruasi.

Dari hasil persamaan Regresi Linear Berganda di atas, dapat dijelaskan bahwa setiap

penurunan kadar Hb sebesar 1 mg/dL akan menaikkan persepsi kelelahan kerja sebesar 7,281.

Setiap kenaikan BMI sebesar 1 kg/m2 akan menaikkan persepsi kelelahan kerja sebesar 2,598.

Setiap kenaikan kadar gula darah sebesar 1 mg/dL akan menaikan persepsi kelelahan kerja sebesar

0,077. Dan setiap kenaikan tekanan darah sebesar 1 mmHg akan menaikan persepsi kelelahan kerja

sebesar 0,490.

4. Penutup

Kesimpulan

Semua responden yang diteliti mengalami kelelahan kerja. Instrumen kuesioner yang

digunakan pada penelitian ini (KAUPK2) dapat dikatakan valid dan reliable. Data yang diperoleh

memiliki sebaran distribusi yang normal. Terbukti bahwa terdapat pengaruh signifikan anemia,

status gizi, diabetes melitus, dan hipertensi terhadap kelelahan kerja.

Saran

Untuk penelitian yang akan datang agar dapat meneliti variabel independen yang lainnya.

Hal ini disebabkan oleh variabel penyebab kelelahan kerja yang masih banyak yang belum dapat

diteliti oleh peneliti pada penelitian ini. Serta jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian

berikutnya dapat diperbanyak. Untuk bagian manajemen klinik pratama, agar dapat melakukan

perbaikan manajemen untuk mengatasi masalah kesehatan yang dialami oleh karyawannya. Dapat

dilakukan dengan cara mengadakan medical check-up secara berkala. Pemberian obat tambah darah

bagi karyawan yang mengalami anemia serta pengadaan kegiatan olahraga rutin untuk karyawan

yang memiliki BMI/gizi lebih untuk menurunkan terjadinya kelelahan kerja.

Daftar PustakaArikunto, S. (2009). Metodelogi Penelitian (edisi revisi). Yogyakarta: Bina AksaraBakta, I.M. (2009). Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. Di Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam Jilid

II (edisi V). (hal 1109-1111). Jakarta: Interna Publishing.Barasi, M.E. (2009). At A Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

350

Cameron, C. (1973). A Theory of Fatigue. Di Selintas Tentang Kelelahan Kerja (cetakan keempat).Ergonomics (vol 16 No 5:633-648). Yogyakarta: Amara Books.

Chavalitsakulchai, P dan Shahnavaz, H. (1991). Musculoskeletal Discomfort and Feeling ofFatigue Among Female Professional Worker. Di Selintas Tentang Kelelahan Kerja (cetakankeempat). The Need for Ergonomics Consideration (J.Human Ergol, 20: 257-264).Yogyakarta: Amara Books.

Guyton, A.C dan Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. edisi sebelas, Jakarta: EGC.Grandjean, W. (1995). Fitting the Task to the man. Di Selintas Tentang Kelelahan Kerja (cetakan

keempat). A Text Book of OccupationalnErgonomic 4th ed.Yogyakarta: Amara Books.Grandjean, E dan Kogi, K. (1971). Introductory Remarks. Di Selintas Tentang Kelelahan Kerja

(cetakan keempat). Kyoto Symposium on Methodology of Fatigue Assessment. Yogyakarta:Amara Books.

Hawari, D. (2006). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. edisi 2, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Juliana, M., Camelia, A., Rahmiwati A. (2018). Analisis Faktor Risiko Kelelahan Kerja Pada

Karyawan Bagian Produksi PT. Arwana Anugrah Keramik, Tbk. Jurnal Ilmu KesehatanMasyarakat. p-ISSN 2086-6380. e-ISSN 2548-7949. 9(1):53-63.

Levy, B.S. and Wegman, D.H. (1990). Occupational Health, Recognizing and Preventing Work-Related Disease. Di Selintas Tentang Kelelahan Kerja (cetakan keempat). Little, Brown andCompany. Yogyakarta: Amara Books.

Mardjono, M., Sidharta, P. (2009). Neurologi Klinis Dasar. cetakan ke-14, Jakarta: Dian Rakyat.Masson, et al. (2015). Workers of CEASA: Factors associated with Fatigue and Work Ability. Rev

Bras Enferm . 3: 401-7.Maurits, L.S.K. (2013). Selintas Tentang Kelelahan Kerja (cetakan keempat). Yogyakarta: Amara

Books.Modul Pelatihan HIPERKES dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan. 2015. Balai

HIPERKES dan Keselamatan Kerja Daerah Istimewa Yogyakarta.Murray, R.K., Granner, D.K., Rodwell, V.W., 2009. Biokimia Harper. edisi 27 cetakan I, Jakarta:

EGC.Purnamasari, D. (2009). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Di Buku Ajar ilmu Penyakit

Dalam Jilid III (edisi V, hal 1873). Jakarta: Interna Publishing.Rose, et al. (2017). Associations of Fatigue to Work0Related Stress, Mental and Physical Health in

an Employed Community Sample. BMC Psychiatry. 17: 167.Sari,AR dan Muniroh L. (2017). Hubungan Kecukupan Asupan Energi dan Status Gizi Dengan

Tingkat kelelahan Kerja Pekerja Bagian Produksi (Studi di PT Multi Aneka PanganNusantara Surabaya). Amerta Nutr. 275-281.

Sediaoetama, A.D. (2008). Ilmu gizi Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat.Shirono,S.,Iwamoto, M., Harada N. (2004). Fatigue and its Underlying Factors among Elderly

Citrus Farmers in a Rural Area of Japan. Industrial Health. 42: 57-64.Soedirman dan Suma'mur. (2014). Kesehatan Kerja Dalam Perspektif Hiperkes dan Keselamatan

Kerja. Jakarta: Erlangga.Sugiyono. (2012). Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.Suma'mur. (2014). Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (Hiperkes) edisi 2. Jakarta: Sagung

Seto.Suryaningtyas, Y dan Widajati, N. (2017). Iklim Kerja dan Status Gizi Dengan Kelelahan Kerja

Pada pekerja Di Ballast Tank Bagia Reparasi Kapal PT. X Surabaya. Jurnal ManajemenKesehatan Yayasan RS Dr Soetomo. Vol.3 No.1, 99-114.

Suyono, Slamet. (2009). Kecenderungan Peningkatan Jumlah Penyandang Diabetes. DiPenatalaksanaan DIabetes Melitus Terpadu. (Bab I hal 3). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

351

Suyono, Slamet. (2009). Patofisiologi Diabetes Melitus. Di Penatalaksanaan DIabetes MelitusTerpadu. (hal 12). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Triana, E., Ekawati., Wahyuni, I. (2017). Hubungan Status Gizi, Lama Tidur, Masa Kerja, DanBeban Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Mekanik Di PT X Plant Jakarta. JurnalKesehatan Masyarakat. Vol.5, No.5. ISSN:2356-3346.

Wijono,Djoko. (2013). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan (vol.2). Surabaya: AirlanggaUniversity Press.

Work Safety and Health (WSH) Council Singapore. (2010). Di Selintas Tentang Kelelahan Kerja(cetakan keempat). Yogyakarta: Amara Books.

Yogiantoro, M. (2009). Hipertensi Esensial. Di Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. (edisi V,hal 11079). Jakarta: Interna Publishing.

Yoshitake, H. (1971). Relation Between the Symptom and The Feeling of Fatigue. Di SelintasTentang Kelelahan Kerja (cetakan keempat). Kyoto Symposium on Methodology of FatigueAssessment. Yogyakarta: Amara Books.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

352

PENGARUH KOMITE AUDIT, PROPORSIKEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, PROFITABILITAS

DAN KOMPENSASI RUGI FISKAL TERHADAPPENGHINDARAN PAJAK

Mutiah Munawaroh1 dan Shinta Permata Sari2

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah SurakartaJalan A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Kartasura, Surakarta-57102, Jawa Tengah

Telp. (0271) 717417 ext. 3228Email: [email protected] 1

[email protected] 2†

AbstractTax avoidance is one of the company’s efforts to minimize or avoid the tax burdenowed for obtaining the maximum profits. This study aims to provide a clearempirical’s evidence about the affect of audit committee, proportion of institutionalownership, profitability and fiscal loss compensation to tax avoidance. The populationin this study is manufacturing company listed on the Indonesia Stock Exchange in2014 to 2017. The selection of samples using the purposive sampling method,specified companies listed at food and beverage sub industrial classification in 2014to 2017. The sample is obtained 13 listed companies with 47 samples and 4 years ofobservation. Data is tested using multiple linear regression methods. The results showthat audit committee and fiscal loss compensation have affect tax avoidance,meanwhile the proportion of institutional ownership and profitability have no affect totax avoidance.

Keywords: tax avoidance, audit committee, the proportion of institutional ownership,profitability, fiscal loss compensation.

1. Pendahuluan

Optimalisasi pendapatan negara sangat penting dalam menunjang pembiayaan

pemerintahan dan pembangunan nasional. Salah satu sumber pendapatan negara dari dalam

negeri yang terbesar ada pada pendapatan penerimaan pajak. Terbukti dari data Anggaran

Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2018, kontribusi penerimaan perpajakan adalah

sebesar Rp1.618,1 triliun dari jumlah total pendapatan negara yang berjumlah Rp1.894,7 triliun

atau sekitar 85,40% pendapatan negara berasal dari penerimaan pajak.

† : Corresponding Author

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

353

Dalam era pemerintahan saat ini dengan Kabinet Kerja, orientasi pemerintah sedang

ditujukan pada pembangunan infrastruktur negara secara besar-besaran. Pembangunan negara

yang dilakukan ini membutuhkan dana pembangunan yang tidak sedikit dan terus meningkat

karena setiap tahun pemerintah berusaha untuk memaksimalkan dana pembangunan untuk

memenuhi kepentingan rakyatnya, sehingga pemerintah terus menggalakkan pendapatan negara

terutama yang bersumber dari perpajakan. Semakin tinggi tingkat penerimaan pajak maka

semakin tinggi kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan dan sebaliknya jika

semakin kecil penerimaan pajak maka semakin rendah kemampuan negara dalam hal

mewujudkan pembangunan negara (Simanjuntak et al., 2012).

Tujuan pemerintah untuk memaksimalkan penerimaan sektor pajak bertentangan dengan

tujuan perusahaan selaku wajib pajak. Perusahaan beranggapan bahwa pajak dianggap sebagai

beban perusahaan yang dapat mengurangi pendapatan. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan

kepentingan antara fiskus (aparatur pajak) dengan pihak perusahaan, sehingga membuat wajib

pajak melakukan berbagai usaha untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada

negara. Salah satu usaha perusahaan untuk meminimalkan beban pajak yaitu dengan

melakukan tindakan penghindaran pajak (tax avoidance). Penghindaran pajak sering dilakukan

oleh perusahaan dan tidak sedikit perusahaan yang melakukan penghindaran pajak. Bagi

perusahaan, pajak merupakan beban yang dapat mengurangi pendapatan laba bersih, dan sudah

menjadi rahasia umum jika perusahaan selalu menginginkan pembayaran pajak seminimal

mungkin (Kurniasih et al., 2013; Rinaldi et al., 2015).

Metode dan teknik yang digunakan untuk melakukan penghindaran pajak adalah dengan

memanfaatkan kelemahan-kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang-undang dan

peraturan perpajakan itu sendiri, untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Indikasi

besarnya tax avoidance dapat dilihat dari perbandingan antara kas yang dikeluarkan untuk biaya

pajak dengan laba sebelum pajak (Cash Effective Rate/CETR). Hal ini dikemukakan oleh Dryeng

et al. (2010) bahwa CETR baik digunakan untuk menggambarkan kegiatan penghindaran pajak

oleh perusahaan karena dengan menggunakan CETR, dapat diketahui cash flow yang digunakan

untuk pembayaran pajak.

Penghindaran pajak dapat dikendalikan dengan adanya komite audit dalam perusahaan.

Komite audit berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah yang

berhubungan dengan kebijakan keuangan dan pengendalian intern (Fadhilah, 2014). Semakin

ketat pengawasan yang dilakukan komite audit pada manajemen perusahaan, maka manajemen

akan menghasilkan informasi yang berkualitas dan kinerja yang efektif (Hanum et al., 2013).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

354

Dengan penggunaan wewenang yang dilakukan dengan tepat, maka komite audit dapat

mencegah segala perilaku atau tindakan yang menyimpang terkait dengan laporan keuangan

perusahaan. Oleh karena itu, adanya komite audit dalam perusahaan dapat meminimalisir

terjadinya praktik tax avoidance.

Pengawasan terhadap praktik penghindaran pajak juga dapat dikendalikan dengan proporsi

kepemilikan institusional. Kepemilikan institusional memperlihatkan adanya kepemilikan yang

bersifat komperatif. Keberadaan kepentingan institusional dalam perusahaan akan mendorong

peningkatan pengawasan agar kinerja manajemen lebih optimal, karena kepemilikan saham

mewakili sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung manajemen atau

sebaliknya (Shafer et al., 2008). Semakin banyak nilai investasi yang diberikan, akan membuat

sistem monitoring dalam organisasi lebih tinggi.

Nilai investasi yang dilakukan oleh investor dipicu oleh profitabilitas perusahaan.

Profitabilitas merupakan gambaran kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba.

Profitabilitas dapat diukur dengan beberapa rasio, salah satunya yaitu return on asset (ROA).

Apabila perusahaan ingin melakukan penghindaran pajak maka perusahaan harus efisien dari

segi beban pendapatan sehingga tidak perlu membayar pajak dalam jumlah besar (Kurniasih et

al., 2013). Tingkat profitabilitas perusahaan berpengaruh negatif dengan tarif pajak efektif

karena semakin efisien perusahaan, maka perusahaan akan membayar pajak yang lebih sedikit

sehingga tarif pajak efektif perusahaan tersebut menjadi lebih rendah (Putri et al., 2017).

Perusahaan tidak selalu mengalami laba, akan tetapi juga mengalami ada kalanya

mengalami kerugian pada tahun-tahun tertentu. Kondisi tersebut memungkinkan perusahaan

untuk tidak melakukan pembayaran pajak. Kompensasi rugi fiskal merupakan proses peralihan

kerugian dari tahun pertama ke tahun berikutnya yang menunjukkan perusahaan yang sedang

merugi tidak akan dibebani pajak. Perusahaan yang telah merugi dalam satu periode akuntansi

diberikan keringanan untuk membayar pajaknya, sehingga kompensasi kerugian fiskal dapat

digunakan perusahaan untuk mengurangi beban pajak tanpa harus melakukan tax avoidance

(Sari, 2014).

Penelitian tentang penghindaran pajak merupakan topik yang menarik ditinjau

perkembangannya, terutama pada perusahaan terbuka dan telah go publik. Dalam praktik tax

avoidance, wajib pajak tidak secara jelas melanggar Undang-Undang atau menafsirkan Undang-

Undang, akan tetapi praktik ini tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Undang-Undang

Perpajakan. Dapat dikatakan jika persoalan penghindaran pajak merupakan persoalan yang rumit

dan unik. Di satu sisi penghindaran pajak diperbolehkan, tapi di sisi yang lain penghindaran

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

355

pajak tidak di inginkan. Penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan tidak terjadi secara

kebetulan, namun telah diatur dalam strategi yang telah ditetapkan (Hanafi et al., 2014). Kondisi

tersebut tentunya akan menjadi preferensi bagi para investor untuk menanamkan modalnya

dalam perusahaan.

2. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis

2.1. Teori Keagenan

Teori keagenan merupakan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai

prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh

pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham (Jensen et al., 1976).

Menurut Suharto (2008), para manajer diberi kekuasaan oleh pemilik perusahaan, yaitu

membuat keputusan. Hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai

teori keagenan (agency theory).

Teori keagenan dapat menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan

akan bertindak, karena pada dasarnya mereka memiliki kepentingan yang berbeda. Konflik ini

terjadi karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Teori

keagenan menyatakan adanya asimetri antara manajer (agent) dan pemegang saham (prinsipal).

Manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang

dibandingkan dengan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Demikian juga dengan praktik

penghindaran pajak, manajemen memiliki lebih banyak informasi tentang kondisi keuangan

perusahaan yang sebenarnya.

2.2. Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan efisiensi beban pajak dengan cara

menghindari pengenaan pajak dengan mengarahkannya pada transaksi yang bukan objek pajak

(Pohan, 2013). Hal tersebut menjelaskan bahwa praktik tax avoidance merujuk pada proses

merekayasa usaha dan transaksi wajib pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang

minimal tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Council of Executive Secretaries of

Tax Organization (1991) sebagai bagian dari Organization for Economic Co-operation and

Development (OECD), memaparkan tiga karakter penghindaran pajak, yaitu: (1) Adanya unsur

artifisial dengan munculnya berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di dalamnya padahal

sebenarnya tidak ada dan dilakukan karena ketiadaan faktor pajak; (2) Memanfaatkan loopholes

dari undang-undang atau menerapkan ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

356

hal tersebut yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undang-undang; (3) Para konsultan

menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran pajak dengan syarat Wajib Pajak

menjaga serahasia mungkin.

2.3. Pengaruh Komite Audit Terhadap Penghindaran Pajak

Komite audit merupakan alat yang efektif untuk melakukan mekanisme pengawasan,

sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas pengungkapan perusahaan.

Anggota komite audit dengan keahlian akuntansi atau keuangan lebih mengerti celah dalam

peraturan perpajakan dalam cara yang dapat menghindari resiko deteksi, sehingga dapat

memberikan saran yang berguna untuk penghindaran pajak (Puspita, 2014). Komite audit

bertugas melakukan kontrol dalam proses penyusunan laporan keuangan perusahaan untuk

menghindari kecurangan pihak manajemen. Berjalannya fungsi komite audit secara efektif

memungkinkan pengendalian pada perusahaan dan laporan keuangan yang lebih baik serta

mendukung good corporate governance (Kurniasih et al., 2013). Hasil penelitian Pohan (2008)

menemukan bahwa jika jumlah komite audit dalam suatu perusahaan tidak sesuai dengan

peraturan BEI yang mengharuskan minimal terdapat tiga orang maka akan meningkatkan

tindakan manajemen melakukan minimalisasi laba untuk kepentingan pajak. Diantari et al.

(2016) juga menyatakan bahwa komite audit yang bertugas untuk melakukan pengawasan dalam

penyusunan laporan keuangan perusahaan dapat mencegah kecurangan pihak manajemen.

Perusahaan yang memiliki komite audit akan lebih bertanggung jawab dan terbuka dalam

menyajikan laporan keuangan, sehingga dapat diketahui bahwa komite audit yang ada pada

perusahaan telah menjalankan tugas dan wewenangnya dalam melakukan pengawasan terhadap

perusahaan. Oleh karena itu, hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1: Komite audit berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

2.4. Pengaruh Proporsi Kepemilikan Institusional Terhadap Penghindaran Pajak

Perusahaan dengan kepemilikan saham yang lebih besar dimiliki oleh institusi lain maupun

pemerintah, menunjukkan kinerja manajemen yang mampu memperoleh laba yang ditetapkan

dan cenderung diawasi oleh investor tersebut. Kondisi ini mendorong manajemen untuk dapat

meminimalkan nilai pajak yang terutang oleh perusahaan. Kepemilikan institusional berperan

penting dalam mengawasi kinerja manajemen secara optimal, karena dianggap mampu

memonitor setiap keputusan yang diambil oleh para manajer dengan lebih efektif. Hasil

penelitian Fadhilah (2014) menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional maka

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

357

semakin besar tingkat pengawasan kepada manajer dan dapat mengurangi konflik kepentingan

antara manajemen dengan investor, sehingga masalah keagenan menjadi berkurang dan

mengurangi peluang terjadinya tax avoidance. Hasil tersebut didukung oleh temuan Diantari et

al. (2016), bahwa kepemilikan institusional yang bertindak sebagai pihak yang memonitor

perusahaan belum tentu mampu memberikan kontrol yang baik terhadap tindakan manajemen

atas sikap oportunistiknya dalam melakukan praktik tax avoidance tanpa mengoptimalkan

perannya. Berdasarkan tinjauan yang telah dikemukakan, maka hipotesis kedua yang diajukan

dalam penelitian ini adalah:

H2: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

2.5. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Penghindaran Pajak

Profitabillitas adalah suatu indikator kinerja manajemen dalam mengelola kekayaan

perusahaan yang ditujukan oleh laba yang dihasilkan (Sudarmadji et al., 2007). Profitabilitas

dalam bentuk bersih dialokasikan untuk mensejahterakan pemegang saham dalam bentuk

membayar dividen dan laba ditahan (Nuringsih, 2010). Apabila rasio profitabilitas tinggi, berarti

menunjukkan adanya efisiensi yang dilakukan oleh pihak manajemen. Laba yang meningkat

mengakibatkan profitabilitas perusahaan juga meningkat. Perusahaan yang memiliki

profitabilitas tinggi memiliki kesempatan untuk memposisikan diri dalam perencanaan pajak

yang mengurangi jumlah beban kewajiban perpajakan (Chen et al., 2010). Sesuai dengan

tinjauan yang telah dikemukakan, maka hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini

adalah:

H3: Profitabilitas berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

2.6. Pengaruh Kompensasi Rugi Fiskal Terhadap Penghindaran Pajak

Perusahaan yang merugi dalam satu periode akuntansi diberikan keringanan dalam

membayar pajaknya. Kerugian fiskal suatu tahun pajak dapat dikompensasikan dengan

penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan lima tahun. Akibatnya,

selama lima tahun tersebut, perusahaan akan terhindar dari beban pajak, karena laba kena pajak

akan digunakan untuk mengurangi jumlah kompensasi kerugian (Sari, 2014). Kompensasi rugi

fiskal dapat dimanfaatkan oleh pihak manajemen dalam melakukan tindakan penghindaran

pajak.Oleh karena itu, hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H4: Kompensasi rugi fiskal berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

358

3. Metode Penelitian

3.1. Populasi, Sampel dan Data Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menggunakan data

sekunder berupa laporan keuangan tahunan (annual report) perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia. Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia, dengan sampel penelitian perusahaan sub klasifikasi industri food and beverages

tahun 2014-2017. Data dalam penelitian ini diakses dari situs resmi Bursa Efek Indonesia

(https://www.idx.co.id). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive

sampling. Kriteria perusahaan yang menjadi sampel penelitian adalah: (1) Perusahaan sub

klasifikasi industri food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berturut-turut

selama periode 2014-2017; (2) Perusahaan mempublikasikan laporan tahunan yang lengkap dan

berakhir pada tanggal 31 Desember periode 2014-2017 secara berturut-turut; (3) Perusahaan

mempublikasikan laporan keuangan dengan satuan mata uang rupiah; (4) Perusahaan yang

memiliki data lengkap tentang variabel yang dibutuhkan dalam penelitian selama periode 2014-

2017.

Tabel 1. Proses seleksi sampel dengan kriteria

No. Kriteria Jumlah

1. Jumlah perusahaan sub klasifikasi industri food and beverages yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia berturut-turut selama periode 2014-

2017

17

2. Perusahaan tidak mempublikasikan laporan tahunan yang lengkap dan

berakhir pada tanggal 31 Desember periode 2014-2017 secara berturut-

turut

(4)

3. Perusahaan tidak mempublikasikan laporan keuangan dengan satuan

mata uang rupiah

(0)

4. Perusahaan yang memiliki data lengkap tentang variabel yang

dibutuhkan dalam penelitian selama periode 2014-2017

(0)

Perusahaan sampel yang memenuhi kriteria 13

Total sampel penelitian = 13 perusahaan x 4 tahun 52

Data outlier selama waktu pengolahan data (7)

Total sampel penelitian 45

Sumber: data diolah 2019

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

359

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.2.1. Penghindaran Pajak

Penghindaran Pajak merupakan pengaturan untuk meminimumkan atau menghilangkan

beban pajak dengan mempertimbangkan akibat pajak yang ditimbulkannya atau disebut juga

dengan tax avoidance (Mortenson dalam Zain, 2008). Tax avoidance bukan pelanggaran

undang-undang perpajakan karena usaha wajib pajak untuk mengurangi, menghindari,

meminimumkan atau meringankan beban pajak dilakukan dengan cara yang dimungkinkan oleh

Undang-Undang Perpajakan. Variabel tax avoidance diukur dengan Cash Effective Tax Rate

(CETR) sesuai penelitian Dryeng et al. (2010), dengan rumus sebagai berikut:

................................................... (1)

Semakin besar CETR mengindikasikan semakin rendah tingkat penghindaran pajak

perusahaan. Sebaliknya, semakin kecil CETR mengindikasikan semakin tinggi tingkat

penghindaran pajak perusahaan (Budiman et al., 2012).

3.2.2. Komite Audit

Komite Audit adalah sebuah komite yang bertanggung jawab mengawasi audit eksternal

perusahaan dan merupakan kontak utama antara auditor dengan perusahaan. Perhitungan komite

audit adalah jumlah total anggota komite dalam suatu perusahaan (Hanum et al., 2013).

3.2.3. Proporsi Kepemilikan Institusional

Susiana et al. (2007) menyatakan bahwa persentase saham institusi adalah penjumlahan atas

persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga baik yang berada di

dalam atau di luar negeri. Kepemilikan institusional yaitu kepemilikan saham perusahaan yang

mayoritas dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi,

asset management dan kepemilikan institusi lain). Dalam penelitian ini kepemilikan institusional

diukur menggunakan persentase dari rasio berikut ini (Sheldila et al., 2015):

............. (2)

3.2.4. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi kinerja suatu perusahaan. Profitabilitas

menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

360

tertentu pada tingkat penjualan, aset dan modal saham tertentu. Profitabilitas terdiri dari

beberapa rasio, salah satunya adalah return on assets (ROA). Return on Assets adalah

perbandingan antara laba bersih dengan total aset pada akhir periode, yang digunakan sebagai

indikator kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, dengan menggunakan rumus

sebagai berikut (Kurniasih et al., 2013):

.................................... (3)

3.2.5. Kompensasi Rugi Fiskal

Kerugian fiskal suatu tahun pajak dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun

pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan lima tahun. Kompensasi rugi fiskal dapat diukur

menggunakan variabel dummy, dengan nilai 1 jika terdapat kompensasi rugi fiskal tahun ke t-1

pada awal tahun t dan 0 jika tidak terdapat kompensasi rugi fiskal tahun ke t-1 pada awal tahun t

(Kurniasih et al., 2013).

3.3. Metode Analisis Data

Model dalam penelitian ini dianalisis dengan regresi linear berganda (multiple linear

regression analysis). Model regresi linear yang digunakan untuk menguji hipotesis-hipotesis

penelitian, dirumuskan sebagai berikut:

CETR = a + b1KAU + b2KIN + b3ROA + b4KRF + e ....................... (4)

Keterangan:

CETR = Nilai Penghindaran Pajak

a = Konstanta

b1-b5 = Koefisien regresi

KAU = Komite Audit

KIN = Proporsi Kepemilikan Institusional

ROA = Profitabilitas

KRF = Kompensasi Rugi Fiskal

4. Hasil Analisis Data dan Pembahasan

Jumlah perusahaan sub klasifikasi industri food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI), serta mengeluarkan laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan

berturut-turut selama periode 2014-2017 berjumlah 17 perusahaan, akan tetapi yang memenuhi

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

361

kriteria sampel adalah 13 perusahaan dengan 52 sampel selama empat tahun pengamatan.

Selanjutnya 7 sampel tidak digunakan dalam proses pengolahan data dikarenakan tidak

terpenuhiya asumsi prasyarat regresi, sehingga terdapat 45 sampel terakhir yang diolah.

Pengujian statistik dengan regresi linier berganda mensyaratkan dilakukannya pengujian

asumsi klasik. Hasil uji normalitas dengan menggunakan Uji Kormogorov-Sminov

menunjukkan nilai signifikansi 0,666. Hasil uji normalitas menunjukkan nilai yang lebih besar

dari taraf signifikansi dalam penelitian ini yaitu 0,05, sehingga data terdistribusi normal. Hasil

uji multikolinearitas untuk model persamaan regresi menunjukkan nilai value inflation factors

(VIF) antara 1,018-1,290 (tidak lebih dari 10) dan tolerance value antara 0,775-0,982 (tidak

lebih dari 1), sehingga tidak terjadi masalah multikolinearitas pada persamaan regresi. Hasil uji

autokorelasi menunjukkan nilai Durbin-Watson (DW) 1,643. nilai DW terletak diantara du-(4-

du) atau 1,537-2,463, artinya tidak terjadi masalah autokorelasi pada persamaan regresi. Hasil uji

heterokedastisitas dengan uji Glejser menunjukkan nilai signifikansi dari setiap variabel

penelitian diatas 0,05 sehingga tidak terdapat masalah heterokedastisitas pada persamaan regresi

penelitian ini. Hasil uji heterokedastisitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Hasil uji heterokedastisitas

Variabel Signifikansi Keterangan

Komite Audit (KAU) 0,410 Tidak terjadi heterokedastisitas

Proporsi Kepemilikan Institusional (KIN) 0,795 Tidak terjadi heterokedastisitas

Profitabilitas (ROA) 0,195 Tidak terjadi heterokedastisitas

Kompensasi Rugi Fiskal (KRF) 0,131 Tidak terjadi heterokedastisitas

Sumber: data diolah 2019

Persamaan regresi dalam penelitian ini merupakan model yang fit dengan nilai F = 2,897

dan signifikansi 0,034 (kurang dari 0,10 dan 0,05). Nilai koefisien determinasi (Adjusted R2)

menunjukkan angka 0,147. Pengujian hipotesis dengan menggunakan model analisis regresi

linier berganda menunjukkan persamaan sebagai berikut:

CETR = 0,538 - 0,080KAU - 0,053KIN + 0,00032ROA + 0,055KRF + e

Hasil pengujian hipotesis penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

362

Tabel 3. Hasil uji hipotesis

Variabel Koefisien Regresi Signifikansi Keterangan

Komite Audit (KAU) - 0,080 0,007 H1 diterima

Proporsi Kepemilikan Institusional (KIN) - 0,053 0,237 H2 ditolak

Profitabilitas (ROA) 0,00032 0,673 H3 ditolak

Kompensasi Rugi Fiskal (KRF) 0,055 0,079 H4 diterima

Sumber: data diolah 2019

Hasil pengujian hipotesis untuk Komite Audit menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar -

0,080 dan signifikansi sebesar 0,007. Nilai signifikansi lebih kecil dari 10% atau 0,1 maka H1

diterima, artinya komite audit berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Penelitian ini

menunjukkan bahwa komite audit suatu perusahaan ternyata mampu mengoptimakan wewenang

dan peran monitoring-nya untuk mengendalikan tindakan penghindaran pajak oleh manajemen

perusahaan. Koefeisien regresi menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah komite audit

(meskipun jumlahnya dibatasi oleh peraturan pasar modal), ternyata mampu meminimalisasi

tindakan penghindaran pajak. Hasil ini mendukung pendapat Kurniasih et al., (2013) dan

penelitian Pohan (2008) Diantari et al. (2016).

Hasil pengujian hipotesis untuk Proporsi Kepemilikan Institusional menunjukkan nilai

koefisien regresi sebesar -0,053 dan signifikansi 0,237. Nilai signifikansi lebih besar dari 10%

atau 0,1 maka H2 ditolak, artinya proporsi kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap

penghindaran pajak. Berdasarkan koefisien regresi dapat diketahui bahwa semakin besar jumlah

kepemilikan perusahaan oleh institusi lain maupun pemerintah ternyata mampu meminimalisasi

prakrik penghindaran pajak, akan tetapi nilai tersebut belum terdukung secara statistik. Proporsi

kepemilikan institusional memiliki rata-rata diatas 50%, akan tetapi masih terdapat beberapa

praktik penghindaran pajak yang dilakukan dikarenakan masih terdapat beberapa perusahaan

yang mengalami kerugian dan terdapat perencanaan pajak yang sudah dilakukan oleh

manajemen pada periode sebelumnya sebagai salah satu bentuk tindakan oportunistik

manajemen yang mengetahui lebih banyak tentang informasi keuangan perusahaan. Hasil ini

mendukung pendapat Fadhilah (2014) dan meskipun belum mendukung penelitian Pohan (2008)

serta Diantari et al. (2016).

Pengujian hipotesis untuk Profitabilitas menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar

0,00032 dengan signifikansi sebesar 0,673. Nilai signifikansi lebih besar dari 10% atau 0,1 maka

H3 ditolak, artinya profitabilitas tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Penelitian

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

363

ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan temuan Chen et al. (2010), yang menyatakan

bahwa perusahaan dengan profitabilitas tinggi memiliki kesempatan untuk memposisikan diri

dalam tax planning yang mengurangi jumlah beban kewajiban perpajakan. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa justru peningkatan profitabilitas membuat perusahaan tetap berusaha

melakukan perencanaan pajak sesuai dengan transaksi yang terjadi. Kondisi ini bisa terjadi

dikarenakan perusahaan yang menjadi sampel penelitian merupakan perusahaan yang secara

jelas akan mencatatkan transaksinya sekaligus mencantumkan dan memungut langsung jumlah

pajak yang dibayar oleh pelanggan perusahaan. Terlebih lagi pada era keterbukaan informasi

saat ini perhitungan pajak untuk setiap transaksi perusahaan akan lebih mudah dilakukan

sekaligus menghadirkan informasi lebih cepat.

Pengujian hipotesis untuk Kompensasi Rugi Fiskal menunjukkan nilai koefisien regresi

sebesar 0,055 dengan signifikansi sebesar 0,079. Nilai signifikansi lebih kecil dari 10% atau 0,1

maka H4 diterima, artinya kompensasi rugi fiskal berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih et al., (2013) dan Sari

(2014). Berdasarkan hasil pengujian statistik, dapat diketahui bahwa kerugian yang dialami

perusahaan pada tahun fiskal sebelumnya akan tercatat sebagai pengurang pembayaran pajak

perusahaan. Data penelitian menunjukkan terdapat beberapa perusahaan yang mengalami

kerugian fiskal dari tahun ke tahun. Apalagi perusahaan yang merugi diberikan keringanan

pembayaran pajak selama lima tahun, yang secara otomatis dapat digunakan untuk mengurangi

jumlah kompensasi pembayaran pajak perusahaan.

5. Kesimpulan dan Saran

Hasil penelitian memberikan bukti empiris bahwa komite audit dan kompensasi rugi fiskal

berpengaruh terhadap penghindaran pajak, sedangkan proporsi kepemilikan institusional dan

profitabilitas tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Penelitian ini menunjukkan bahwa

praktik penghindaran pajak dilakukan oleh hampir semua perusahaan, bahkan perusahaan yang

sudah go publik di pasar bursa. Pengawasan perlu dilakukan untuk meminimalisasi praktik

penghindaran pajak yang pada akhirnya akan menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan

terutama berkaitan dengan kewajiban perusahaan kepada pemerintah.

Berdasarkan simpulan hasil penelitian, diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat lebih

diamati tentang tindakan dan keputusan yang diambil perusahaan berkaitan dengan keputusan

perpajakannya, misalnya: terkait peraturan Bursa Efek Indonesia mengenai komite audit dan

peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai komisaris independen, serta pelaksanaan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

364

perencanaan pajak dalam perusahaan. Selain itu, pengamatan dapat juga dilakukan dari sudut

pandang fiskus dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang

melaporkan kewajiban perpajakannya, khususnya bagi perusahaan yang melaporkan rugi.

Daftar Pustaka

Budiman, J. & Setiyono. 2012. Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak (TaxAvoidance). Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XV, Universitas LampungMangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan: kode PPJK29.

Chen, S., Chen, X., Cheng, Q. & Shevlin, T. 2010. Are Family Firms More Tax AggressiveThan Non-Family Firms?. Journal of Financial Economics, Vol. 95, Issue 1 (January):pp. 41-61. https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2009.02.003.

Diantari, P.R. & Ulupui, I.G.K.A. 2016. Pengaruh Komite Audit, Proporsi KomisarisIndependen, dan Proporsi Kepemilikan Institusional Terhadap Tax Avoidance. E-JurnalAkuntansi Universitas Udayana, Vol.16, No. 1 (Juli): pp. 702-732. ISSN: 2302-8556.

Dyreng, S.D., Hanlon, M. & Maydew, E.L. 2010. The Effect of Executives on CorporateTax Avoidance. The Accounting Review, Vol. 85, No. 4: pp. 1163-1189.

Fadhilah, R. 2014. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Tax Avoidance (StudiEmpiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2009-2011). Jurnal Akuntansi Universitas Negeri Padang, Vol. 2, No. 1.

Hanafi, U. & Harto, P. 2014. Analisis Pengaruh Kompensasi Eksekutif, Kepemilikan SahamEksekutif dan Preferensi Risiko Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak Perusahaan.Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 3, No. 2: pp. 1-11. ISSN (Online): 2337-3806.

Hanum, H.R. & Zulaikha. 2013. Pengaruh Karakteristik Corporate Governance terhadapEffective Tax Rate. Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 2, No. 2: pp. 201-210.ISSN (Online): 2337-3806.

Jensen, M.C. & Meckling, W.H. 1976. The Theory of The Firm: Manajerial Behaviour, AgencyCost, and Ownership Structure. Journal of Financial and Economics, No. 3: pp. 305-360.

Kurniasih, T. & Sari, M.M.R. 2015. Pengaruh Return on Assets, Leverage, CorporateGovernance, Ukuran Perusahaan dan Kompensasi Rugi Fiskal Pada Tax Avoidance.Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18, No. 1 (Februari): pp. 58-66. ISSN: 1410-4628.

Nuringsih, K. 2010. Pengaruh Profitabilitas, Kebijakan Hutang dan Kepemilikan InstitusionalTerhadap Kepemilikan Manajerial dan Pengaruhnya terhadap Risiko. Jurnal Bisnis danAkuntansi, Vol. 12, No. 1 (April): p`p. 17-28. ISSN: 1410-9875.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

365

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). 1991. Taxing Profits in AGlobal Economy-Domestic and International Issues. Paris: OECD at 36-37.

Pohan, C.A. 2013. Manajemen Perpajakan Strategi Perencanaan Pajak dan Bisnis. Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama.

Pohan, H.T. 2009. Analisis Pengaruh Kepemilikan Institusi, Rasio Tobin Q, Akrual Pilihan,Tarif Efektif Pajak, dan Biaya Pajak Ditunda Terhadap Penghindaran Pajak PadaPerusahaan Publik. Jurnal Informasi, Perpajakan, Akuntansi dan Keuangan Publik,Vol. 4, No. 2 (Juli): pp. 113 – 135.

Putri, V.R. & Putra, B.I. 2017. Pengaruh Leverage, Profitability, Ukuran Perusahaan DanProporsi Kepemilikan Institusional Terhadap Tax Avoidance. DAYA SAING, JurnalEkonomi Manajemen Sumber Daya, Vol. 19, No. 1 (Juni): pp. 1-10. ISSN: 1411-3422.doi: https://doi.org/10.23917/dayasaing.v19i1.5100.

Rinaldi & Cheisviyanny, C. 2015. Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan dan KompensasiRugi Fiskal Terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yangTerdaftar di BEI Tahun 2010-2013). Proceedings Seminar Nasional EkonomiManajemen dan Akuntansi (SNEMA), Fakultas Ekonomi, Universitas NegeriPadang: pp. 472-483. ISBN: 978-602-17129-5-5.

Sandy, S. & Lukviarman, N. 2015. Pengaruh Corporate Governance Terhadap TaxAvoidance: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur. Jurnal Akuntansi & AuditingIndonesia, Vol. 19, No. 2: pp. 85-98. ISSN: 1410-2420. doi:http://dx.doi.org/10.20885/jaai.vol19.iss2.art1.

Sari, D.K. & Martani, D. 2010. Karakteristik Kepemilikan Perusahaan, Corporate Governancedan Tindakan Pajak Agresif. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XIII,Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah: kode PPJK11.

Sari, G.M. 2014. Pengaruh Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, Kompensasi Rugi Fiskaldan Struktur Kepemilikan Terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada PerusahaanManufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Wahana Riset AkuntansiUniversitas Negeri Padang, Vol. 2, No. 2 (Oktober): pp. 491-512. ISSN: 2338-4786.

Shafer, W.E. & Simmons, R.S. 2008. Social Responsibility, Machiavellianism and TaxAvoidance. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 21 (July): pp. 695-720.

Simanjuntak, T.H. & Mukhlis, I. 2012. Dimensi Ekonomi Perpajakan dalam PembangunanEkonomi. Bogor: Penerbit Raih Asa Sukses.

Sudarmadji, A.M. & Sularto, L. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage,dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary Disclosure LaporanKeuangan Tahunan. Proceeding PESAT Universitas Gunadarma, Vol. 2: pp. A53-A61.ISBN: 1858-2559.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

366

Suharto, E. 2008. Menggagas Standar Audit Program CSR. Diunduh dari:http://www.policy.hu/suharto/ Naskah%20PDF/CSRAudit.pdf pada tanggal 20Desember 2015.

Susiana & Herawaty, A. 2007. Analisa Pengaruh Indepedensi, Mekanisme CorporateGovernance, Kualitas Audit Terhadap Integritas Laporan Keuangan. ProsidingSimposium Nasional Akuntansi X, Universitas Hasanuddin Makasar, Sulawesi Selatan:kode AUEP09.

Zain, M. 2008. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

367

BIOGRAFI PENULIS

Penulis Pertama adalah Mahasiswa pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tegah, Indonesia. Penulis saat ini sedang menempuhsemester akhir dari masa studinya dan sudah menyelesaikan penulisan skripsi. Untuk informasi lebihlanjut, dapat dihubungi melalui [email protected]

Penulis Kedua adalah Dosen pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UniversitasMuhammadiyah Surakarta, Jawa Tegah, Indonesia. Pendidikan S1 adalah Sarjana Ekonomi di bidangAkuntansi dan S2 adalah Magister Manajemen di bidang Manajemen Keuangan. Fokus pengajaran danpenelitian penulis adalah pada manajemen keuangan, akuntansi keperilakuan dan sistem informasiakuntansi. Penulis kedua sekaligus menjadi corresponding author dan untuk informasi lebih lanjut dapatdihubungi melalui [email protected]

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

368

FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG MEMPENGARUHIPERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SYARIAH

DI INDONESIA SELAMA SATU DEKADE (2009-2018)

Bagus Supriyanto 1 dan Shinta Permata Sari2

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah SurakartaJalan A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan, Kartasura, Surakarta-57102, Jawa Tengah

Telp. (0271) 717417 ext. 3228Email: [email protected] 1

[email protected] 2†

AbstractThe development of islamic banking is interesting to observe interm of the increasingnumber of islamic commercial banks over the past decade. Islamic commercialbanks should be able to present their professional services in order to managepeople's funds through assets owned by banks. This study aims to analyze the effectof internal factors, such as profit sharing, promotion, training, non-performingfinancing, return on assets, financing to deposit ratio and the number of offices tothe growth of Islamic commercial bank assets. The population of this study are allislamic commercial banks in Indonesia. The samples of this study are islamiccommercial bank registered on the Otoritas Jasa Keuangan in 2009-2018, andobtained six islamic commercial banks as the samples using purposive samplingmethods. Hypothesis testing is done by multiple linear regression analysis. Theresults show that promotion, non-performing financing and financing to depositratio has affect to the growth of islamic commercial bank assets, while profitsharing, training, return on assets and the number of offices have no affect to thegrowth of Islamic commercial bank assets.

Keywords: islamic commercial bank, growth of assets, profit sharing,promotion, training, non-performing financing, return on assets,financing to deposit ratio, the number of offices.

1. Pendahuluan

Perekonomian dunia sekarang ini mengalami kemajuan yang luar biasa. Kemajuan

teknologi baru telah mempengaruhi berbagai bidang perekonomian. Revolusi industri terkini

(Revolusi Industri 4.0) mendorong sistem otomatisasi dalam semua pemrosesan aktivitas

manusia. Revolusi industri 4.0 semakin berkembang dengan penggunaan teknologi internet yang

semakin massif, yang tidak hanya menghubungkan jutaan manusia di seluruh dunia tetapi juga

telah menjadi basis bagi transaksi perdagangan serta transportasi secara daring (Rosyadi, 2018).

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

369

Revolusi industri 4.0 telah mengubah hidup dan kerja manusia secara fundamental (Schawab,

2017).

Kemajuan perekonomian mencakup semua sektor, termasuk sektor industri jasa perbankan.

Memasuki perekonomian saat ini, masyarakat (baik perorangan maupun organisasi) dituntut

memilih perbankan yang cocok untuk melakukan pengalokasian keuangannya. Masyarakat

berhak menentukan keputusan dalam memilih bank sebagai organisasi yang digunakan untuk

sirkulasi keuangannya. Ahmed (2010, dalam Rabaa et al., 2016) menyatakan bahwa perbankan

yang berfungsi dengan baik memainkan peran penting dalam alokasi sumber daya, pertumbuhan

ekonomi, dan kinerja keuangan.

Kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok perbankan,

sedangkan kegiatan memberikan jasa-jasa bank lain hanyalah merupakan kegiatan pendukung.

Berbagai inovasi produk perbankan dari bank konvensional maupun bank syariah menunjukkan

keunggulannya masing-masing dalam mengumpulkan aset untuk mendukung aktivitasnya.

Menurut Antonio (2001), perbedaan bank syariah dengan bank konvensional yaitu menyangkut

aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja. Terbebasnya

perbankan syariah dari konsep bunga berdampak pada terlepasnya bank syariah dari masalah

negative spread, yaitu masalah yang terjadi karena bank harus membayar biaya bunga kepada

deposan (cost of fund) dengan suku bunga tinggi, sedangkan suku bunga pinjaman tidak bisa

disesuaikan sepenuhnya. Hal ini dikarenakan semua pihak yang terlibat dalam bank syariah

memiliki tanggung jawab usaha yang sama, khususnya dalam hal ekonomi bagi hasil. Hal ini

tercantum dalam Al-Qur’an surah An-nisa (4):29 dan surah Ali-imron (3):130. Dalam

menerapkan tatanan dan sistem perbankan yang sehat dan istiqomah penerapan prinsip syariah

diperlukan dan ditetapkan dalam sumber daya insani yang mampu menguasai perbankan syariah

maupun teknis perbankan (Widarti, 2014).

Pasal 68 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah menjelaskan

peran pemerintah mendorong perkembangan perbankan syariah nasional agar mampu

berkompetisi dalam perbankan nasional secara mandiri dan independen yakni dengan mengatur

pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) yang dimiliki oleh bank konvensional di Indonesia.

Pemerintah mendorong untuk segera dilakukan pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) yang

berada dibawah kendali bank umum konvensional menjadi Bank Umum Syariah (BUS) dengan

badan hukum yang terpisah dari induknya dengan cara melakukan proses spin-off atas entitasnya

baik secara sukarela dengan pembatasan total nilai aset maupun dengan ketentuan yang bersifat

memaksa melalui pembatasan waktu. Menurut Rifin et al. (2015), fenomena spin-off menjadi

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

370

alternatif strategi yang dipilih oleh berbagai perusahaan, mengingat pelaksanaan startegi tersebut

terbukti memberikan dampak yang positif bagi kinerja perusahaan. Beberapa praktisi perbankan

berpendapat bahwa dengan adanya spin-off, perbankan syariah di Indonesia dapat lebih

berkembang. Gambar 1. menggambarkan perkembangan total aset bank umum syariah selama

dekade terakhir.

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (data diolah, 2019)

Gambar 1. Perkembangan total aset bank umum syariah selama satu dekade terakhir

Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia yang diukur menggunakan total aset

menunjukkan pertumbuhan yang tidak stabil secara periodik. Kenaikan yang stabil terjadi

pada tahun 2007 hingga 2011. Jika ditarik satu dekade ke belakang dimulai dari tahun ini,

maka pertumbuhan aset perbankan syariah terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar 49,17 %. Hal

ini dapat terjadi karena peningkatan eksistensi bank syariah di Indonesia didorong oleh tingginya

minat masyarakat untuk menempatkan dananya di bank syariah dan telah berkembang menjadi

sebuah tren. Produk dana perbankan syariah memiliki daya tarik bagi deposan mengingat nisbah

bagi hasil dan margin produk tersebut masih kompetitif dibanding bunga di bank konvensional.

Selain itu, kinerja perbankan syariah menunjukan peningkatan yang signifikan tercermin dari

permodalan dan profitabilitas yang semakin meningkat (Laporan Perkembangan Perbankan

Syariah, 2010 dalam Yunita, 2014).

Penurunan pertumbuhan aset perbankan syariah terjadi pada tahun 2012 hingga 2015 secara

continue. Perlambatan aset industri yang relatif signifikan pada bulan Maret sampai dengan

bulan September 2012, karena penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang cukup tajam.

Penurunan ini disebabkan antara lain karena penarikan dana simpanan milik pemerintah

(Kementerian Agama) dari bank syariah yang cukup besar dan dialihkan ke sukuk dana haji

Indonesia guna memenuhi target pendanaan pembangunan (Bank Indonesia, 2012). Meskipun

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

371

terdapat kenaikan pada tahun 2016 dengan pertumbuhan lebih dari 20% akan tetapi hingga saat

ini tingkat pertumbuhan aset bank syariah belum mampu stabil dan kian mengalami penurunan.

Pada tanggal 11sampai 15 Desember 2018, anggota Komite Nasional Keuangan Syariah

(KNKS) termasuk Bank Indonesia (BI) serta instansi terkait lainnya mengadakan Indonesia

Shari’a Economic Festival (ISEF) 2018 sebagai komitmen nyata dan dukungan untuk

mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah dalam memperkuat pertumbuhan ekonomi

nasional. Tema ISEF 2018 menggambarkan tahap peletakan fondasi pengembangan ekonomi

dan keuangan syariah (2015-2018) dalam blueprint pengembangan ekonomi keuangan syariah,

sebelum memasuki fase kedua pada tahun 2019, yaitu tahap penguatan strategi dan program

ekonomi keuangan syariah. Oleh karena itu perbankan syariah juga harus menyiapkan diri

menghadapi fase kedua di tahun 2019 ini.

Penguatan Strategi dan Program Ekonomi Keuangan Syariah, salah satunya dapat dilakukan

dengan melakukan pengelolaan aset secara lebih profesional. Penelitian Aisy et al. (2010)

mampu menunjukkan bahwa pertumbuhan aset perbankan syariah merupakan variabel laten

yang dapat dijadikan pijakan untuk mengembangkan pengelolaan dana umat melalui perbankan

syariah. Dalam mengelola aset tersebut, tentunya ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor

eksternal maupun faktor internal. Hal ini juga ditemukan dalam penelitian Syafrida et al.

(2011), yang menemukan berbagai faktor determinan yang mempengaruhi pengelolaan aset

bank syariah. Faktor eksternal sebagian besar telah ditentukan oleh pemerintah dan lembaga

pembuat regulasi, sedangkan faktor internal justru harus dipersiapkan bank syariah agar mampu

memanfaatkan peluang besar pengelolaan dana umat melalui aset yang dimiliki. Beberapa faktor

internal yang mempengaruhi pertumbuhan aset perbankan syariah berdasarkan temuan Aisy et

al. (2010) serta Syafrida et al. (2011) adalah tingkat bagi hasil, promosi, pendidikan dan biaya

pelatihan, rasio Non-Performing Financing, rasio Return on Assets, rasio Financing to Deposito

Ratio serta jumlah cabang bank.

Perkembangan Bank Umum Syariah di Indonesia (bukan hanya Unit Usaha Syariah)

seharusnya menjadi tinjauan penting dalam mengembangkan perbankan syariah, mengingat

sebagian besar penduduk Indonesia adalah muslim. Pangsa pasar yang luas ini belum sebanding

dengan jumlah Bank Umum Syariah yang ada sampai dengan saat ini, oleh karena itu penelitian

ini berfokus pada penguatan faktor-faktor internal yang mendukung pertumbuhan aset bank

umum syariah yang ada di Indonesia.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

372

2. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis

2.1. Perbankan dan Perbankan Syariah

Bank secara terminologi diartikan sebagai suatu lembaga intermediasi keuangan yang

paling penting dalam sistem perekonimian, yaitu sebagai lembaga khusus yang menyediakan

jasa finansial. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, menjelaskan

bahwa fungsi perbankan Indonesia adalah menghimpun dana kemudian menyalurkannya pada

masyarakat. Dalam praktik perbankan saat ini dikenal dengan istilah Perbankan konvensional

dan perbankan syariah. Perbankan Syariah atau perbankan islami adalah suatu sistem perbankan

atau lembaga keuangan yang pelaksanaannya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa

berdasarkan hukum islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama

islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan riba’ (bunga

pinjaman), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram).

Perbankan syariah dapat didefinisikan sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usahanya

berdasarkan prinsip islam, yaitu di dalam transaksi yang dilakukan bank dengan nasabahnya

tercantum dalam perjanjian (akad) yang berdasarkan hukum islam. Hal ini menjadi pembeda

antara bank syariah dengan bank konvensional, jika bank konvensional prinsip dasar

operasionalnya menggunakan sistem bunga, sedangkan bank syariah menggunakan prinsip bagi

hasil karena sistem bunga diyakini mengandung unsur riba’ yang diharamkan oleh agama islam

(Antonio, 2000). Pada bank syariah tidak mengenal sistem bunga, sehingga profit yang didapat

bersumber dari bagi hasil dengan pelaku usaha yang menggunakan dana dari bank syariah serta

investasi dari bank syariah sendiri. Praktik Perbankan Syariah di Indonesia telah dilindungi oleh

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

2.2. Bagi Hasil

Sistem perbankan syariah merupakan bagian dari konsep ekonomi islam yang memiliki

tujuan untuk membumikan sistem nilai dan etika islam dalam wilayah ekonomi (Nur, 2007).

Nisbah bagi hasil merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil di bank syariah (Arifin

et al., 2015). Oleh sebab itu, aspek nisbah merupakan aspek kesepakatan yang disepakati

bersama oleh kedua belah pihak yang melakukan transaksi sampai adanya kata mufakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Cleopatra (2008) menunjukkan bahwa persentase nisbah bagi

hasil berpengaruh positif terhadap pertumbuhan aset bank syariah. Berdasarkan uraian tersebut,

diajukan hipotesis pertama berikut ini:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

373

H1: Bagi hasil berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.

2.3. Promosi

Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempengaruhi nasabah guna

menciptakan permintaan atas suatu produk atau jasa (Assauri, 2011: 264). Promosi menjadi

salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Dalam hal kualitas layanan

bank yang baik adalah meliputi barang ataupun jasa yang diberikan oleh pihak bank mampu

memenuhi keinginan dan selera para nasabah bank tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh

Syafrida et al. (2011) menunjukkan bahwa promosi berpengaruh terhadap pertumbuhan aset

perbankan syariah, termasuk Lestari (2009) yang juga melakukan tinjauan terhadap biaya

promosi pada bank syariah. Dengan memperhatikan tinjauan tentang promosi, maka hipotesis

kedua dari penelitian ini adalah:

H2: Promosi berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.

2.4. Pelatihan

Untuk membangun dan mengembangkan sebuah lembaga yang kredibel dibutuhkan

kelompok humanware yang profesional dibidangnya. Kualitas sumber daya manusia sangat

berhubungan erat dengan pencapaian kerja tiap-tiap individu dalam setiap perusahaan atau

organisasi, pencapaian etos kerja islami yang berorientasi pada motivasi ibadah sebagai

pendorong utama merupakan salah satu bagian yang menunjukkan kualitas sumber daya

manusia itu sendiri (Rahayu et al., 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Arif (2010)

menunjukkan bahwa pelatihan berpengaruh terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah.

Penelitian Pratiwi et al. (2018) juga menunjukkan pentingnya pelatihan bagi sumber daya

manusia bank syariah. Oleh karena itu, hipotesis ketiga yang diajukan adalah:

H3: Pelatihan berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.

2.5. Non-Performing Financing

Rasio Non-Performing Financing (NPF) merupakan rasio perbandingan antara jumlah

pembiayaan non lancar dengan jumlah pembiayaan yang dimiliki bank. Pembiayaan dalam hal

ini adalah dana yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk pembiayaan kepada bank

lain. Pembiayaan non lancar adalah pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan

macet. Non-Performing Financing merefleksikan besarnya risiko pembiayaan yang dihadapi

bank, semakin kecil NPF maka semakin kecil pula risiko pembiayaan yang ditanggung pihak

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

374

bank, sehingga akan memperbaiki tingkat Return on Asset (ROA) bank (Retnadi, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Solihatun (2014) serta Fauzi (2011) menunjukkan bahwa Non-

Performing Financing berpengaruh terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah. Berdasarkan

uraian tersebut, maka diajukan hipotesis keempat berikut ini:

H4: Non-Performing Financing berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.

2.6. Return on Assets

Penilaian kinerja keuangan terhadap kemampuan bank syariah untuk menghasilkan laba

sangat bermanfaat bagi bank dan mitra bank. Dengan melihat tren kinerja keuangan mitra, maka

bank syariah dapat memutuskan model kebijakan kemitraan yang dilakukan dengan bank.

Return on Asset (ROA) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan

manajemen bank dalam memanfaatkan aset yang dimilikinya. Return on Asset (ROA) adalah

salah satu bentuk dari rasio profitabilitas guna mengukur kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba dengan menggunakan total aset yang ada, setelah dikurangi biaya-

biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aset) dan dikeluarkan dari analisis (Mulya, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Purboastusi et al. (2015); Sudarsono (2017); dan Rabaa et al.

(2016) menunjukkan bahwa Return on Asset (ROA) berpengaruh terhadap pertumbuhan aset

perbankan syariah. Tinjauan sebelumnya tentang ROA menjadi dasar diajukannya hipotesis

kelima, yaitu:

H5: Return on Assets berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.

2.7. Financing to Deposito Ratio

Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

tingkat likuiditas bank dan menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan

pembiayaan dengan menggunakan total aset yang dimiliki bank. Dengan kata lain besaran

pemberian pembiayaan kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera

memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uang yang telah digunakan oleh

bank untuk memberikan pembiayaan. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi bahwa

semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Penelitian yang dilakukan

oleh Syafrida et al. (2011) dan Sudarsono (2017) menunjukkan bahwa Financing to Deposit

Ratio (FDR) berpengaruh terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah. Dengan

mempertimbangkan uraian tentang FDR, maka diajukan hipotesis keenam berikut ini:

H6: Financing to Deposito Ratio berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

375

2.8. Jumlah Kantor

Menurut Moekijat (1997:3), kantor adalah setiap tempat yang biasanya dipergunakan untuk

melaksanakan pekerjaan tata usaha, dengan nama apapun juga tempat tersebut mungkin

diberikan. Jumlah kantor bank berkaitan dengan kemudahan fasilitas serta pelayanan yang

ditawarkan pada masyarakat. Untuk menarik minat masyarakat pada bank harus dikembangkan

jaringan kantor cabang dan cabang pembantu yang cukup luas yang dapat menjangkau seluruh

lapisan masyarakat. Makin banyaknya jumlah kantor bank maka kesempatan masyarakat untuk

menabung semakin banyak dan meningkat. Dengan kondisi yang seperti ini maka akan semakin

membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhannya di bidang

perbankan. Penelitian yang dilakukan oleh Aisy et al. (2010) dan Putra (2017) menunjukan

bahwa jumlah kantor berpengaruh terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah. Berdasarkan

uraian tentang jumlah kantor, maka diajukan hipotesis ketujuh sebagai berikut:

H7: Jumlah kantor berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah.

3. Metode Penelitian

3.1. Populasi, Sampel dan Data Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan Syariah di Indonesia yang

terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2009 sampai 2018. Pengambilan sampel

dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan

klasifikasi yang ditentukan dengan kriteria sebagai berikut: (1) Perusahaan perbankan syariah di

Indonesia berbentuk Bank Umum Syariah (BUS) yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) berturut-turut selama periode 2009-2018; (2) Perusahaan yang menerbitkan laporan

tahunan (annual report) secara lengkap selama periode 2009-2018; (3) Perusahaan perbankan

syariah yang memiliki data yang dibutuhkan dalam penelitian.

Berdasarkan kriteria sampel penelitian, diperoleh 6 (enam) perusahaan perbankan syariah

selama 10 tahun amatan memenuhi ketiga kriteria tersebut, sehingga total sampel adalah 60

firm’s years (6 x10). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari berbagai situs resmi institusi. Untuk daftar BUS diperoleh dari situs resmi

Otoritas Jasa Keuangan yaitu www.ojk.go.id, disesuaikan dengan informasi dari Bank Indonesia

melalui www.bi.go.id tentang Statistik Perbankan Syariah (SPS). Untuk laporan tahunan

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

376

diperoleh dari situs resmi masing-masing bank umum syariah di Indonesia. Pada Tabel 1

disajikan BUS yang menjadi sampel penelitian.

Tabel 1. Bank Umum Syariah di Indonesia yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan tahun 2009-

2018

No. Nama Bank Umum Syariah Situs Resmi

1. PT. Bank Muamalat Indonesia https://www.bankmuamalat.co.id

2. PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah (Persero),

Tbk.

https://www.brisyariah.co.id

3. PT. Bank Syariah Mandiri https://www.syariahmandiri.co.id

4. PT. Bank Mega Syariah https://www.megasyariah.co.id

5. PT. Bank Panin Dubai Syariah, Tbk. https://www.paninbanksyariah.co.id

6. PT. Bank Syariah Bukopin https://www.syariahbukopin.co.id

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.2.1. Pertumbuhan Aset

Pertumbuhan aset bank umum syariah merupakan variabel yang menjadi amatan utama

(variabel dependen) dari penelitian ini. Pertumbuhan aset akan diukur dengan membandingkan

perkembangan aset dari tahun sekarang (tahun ke t) dengan aset tahun sebelumnya (tahun ke t-

1). Secara lebih jelas, pertumbuhan aset diformulasikan dengan (Aisy et al., 2010):

......... (1)

3.2.2. Bagi Hasil

Bagi hasil merupakan suatu konsep untuk pengembalian atau pemberian bagian atas

investasi yang telah dilakukan berdasarkan periode atau waktu tertentu. Besar kecilnya bagi hasil

tidak tetap dan pasti, ditentukan berdasarkan besar nisbah yang telah ditetapkan di awal investasi

(Arifin et al., 2015). Bagi hasil dalam penelitian ini diukur menggunakaan nilai riil hak bagi

hasil milik bank berdasarkan data dari laporan keuangan bank umum syariah dalam satuan

milyar rupiah.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

377

3.2.3. Promosi

Upaya untuk memperkenalkan produk kepada konsumen merupakan awal dari kegiatan

promosi. Promosi merupakan arus Informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk

mengarahkan seseorang atau organsiasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam

pemasaran (Swastha et al., 2002:237). Promosi dalam penelitian ini diukur menggunakaan nilai

riil beban promosi (Syafrida et al., 2011) berdasarkan data dari laporan keuangan bank umum

syariah dalam satuan milyar rupiah.

3.2.4. Pelatihan

Pelatihan merupakan setiap usaha untuk memperbaiki prestasi kerja pada suatu pekerjaan

tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya (Gomes, 2003). sering dianggap sebagai

aktivitas yang paling umum dan para pimpinan mendukung adanya pelatihan karena melalui

pelatihan, para pekerja akan menjadi lebih trampil dan karenanya akan lebih produktif sekalipun

manfaat–manfaat tersebut harus diperhitungkan dengan waktu yang tersita ketika pekerja sedang

dilatih. Pelatihan dalam penelitian ini diukur menggunakaan nilai riil beban program pelatihan

(Arif, 2010) berdasarkan data dari laporan keuangan bank umum syariah dalam satuan milyar

rupiah.

3.2.5. Non-Performing Financing

Non-Performing Financing (NPF) adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur

kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan non lancar yang diberikan oleh

bank terhadap total pembiayaan yang dimiliki (Fauzi, 2011). Semakin tinggi Non-Performing

Financing (NPF) maka semakin kecil Return on assets (ROA), yang berarti akan memperbesar

biaya pencadangan aset produktif maupun biaya lainnya, sehingga kinerja keuangan bank

menurun. Rasio Non-Performing Financing (NPF) dirumuskan dengan formula berikut ini:

.............................................. (2)

3.2.6. Return on Assets

Return on Assets (ROA) merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset

untuk mengukur efektivitas dalam memanfaatkan aset yang dimiliki. Return on Assets (ROA)

dalam penelitian ini diukur menggunakaan formula sebagai berikut (Purboastusi et al., 2015):

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

378

.................................................... (3)

3.2.7. Financing to Deposit Ratio

Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio pengukur likuiditas bank yang

menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan pembiayaan dengan menggunakan

total aset yang dimiliki bank. Peningkatan FDR menunjukkan semakin rendahnya likuiditas

bank, karena jumlah dana yang untuk pembiayaan semakin besar. Financing to Deposit Ratio

dalam penelitian ini diukur dengan formula berikut ini (Purboastusi et al., 2015):

........................... (4)

3.2.8. Jumlah Kantor

Jumlah kantor bank menunjukkan kemudahan fasilitas serta pelayanan yang ditawarkan

pada masyarakat sampai dengan jaringan kantor cabang dan cabang pembantu. Jumlah kantor

dalam penelitian ini diukur menggunakaan jumlah kantor yang dimiliki bank umum syariah

(Aisy et al., 2010), berdasarkan laporan bank kepada Bank Indonesia.

3.3. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Analisis Regresi Linear Berganda (Multiple Linear Regression

Methods). Analisis regresi linear berganda ini digunakan untuk menganalisis variabel

independen terhadap variabel dependen. Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan

persamaan regresi sebagai berikut:

PRA = a + b1BHS + b2PMS + b3PLT + b4NPF + b5ROA+ b6FDR + b7JKR + e (5)

Keterangan:

PRA = Pertumbuhan Aset PLT = Pelatihan

a = Konstanta NPF = Non-Performing Financing

b1-b7 = Koefisien regresi ROA = Return on Assets

BHS = Bagi Hasil FDR = Financing to Deposit Ratio

PMS = Promosi JKR = Jumlah Kantor

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

379

4. Hasil Analisis Data dan Pembahasan

Berdasarkan kriteria sampel, diperoleh 60 sampel yang siap untuk diolah, akan tetapi hanya

48 sampel yang dapat digunakan untuk pengolahan data selanjutnya karena 12 data menjadi

outlier disebabkan tidak terpenuhinya asumsi prasyarat regresi. Pengujian hipotesis secara

statistik dengan regresi linear berganda mensyaratkan adanya pengujian asumsi klasik. Hasil uji

normalitas menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai signifikasi 0,538, lebih

besar dari taraf signifikansi dalam penelitian ini yaitu 0,05, sehingga dapat diartikan bahwa data

terdistribusi normal. Hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai value inflation factors (VIF)

antara 1,438-8,168 (dibawah 10) dan tolerance value antara 0,122-0,696 (diatas 0,1), sehingga

tidak terjadi masalah multikolinearitas pada persamaan regresi. Hasil uji autokorelasi

menunjukkan nilai Durbin-Watson (DW) 2,028. Nilai DW model regresi terletak diantara

du<DW<(4-du) atau 1,882 < (DW=2,028) < 2,118, artinya tidak terjadi masalah autokorelasi

pada persamaan regresi. Hasil uji heteroskedastisitas dengan uji Glejser menunjukkan nilai

signifikansi dari setiap variabel penelitian diatas 0,05, sehingga tidak terdapat masalah

heteroskedastisitas pada persamaan regresi dari penelitian ini. Tabel 2 berikut ini menunjukkan

hasil uji heteroskedastisitas dari persamaan regresi penelitian ini.

Tabel 2. Hasil uji heterokedastisitas

Variabel Signifikansi Keterangan

Bagi Hasil (BHS) 0,590 Tidak terjadi heterokedastisitas

Promosi (PMS) 0,591 Tidak terjadi heterokedastisitas

Pelatihan (PLT) 0,906 Tidak terjadi heterokedastisitas

Non-Performing Financing (NPF) 0,800 Tidak terjadi heterokedastisitas

Return on Assets (ROA) 0,519 Tidak terjadi heterokedastisitas

Financing to Deposit Ratio (FDR) 0,975 Tidak terjadi heterokedastisitas

Jumlah Kantor (JKR) 0,098 Tidak terjadi heterokedastisitas

Sumber: data diolah 2019

Persamaan regresi dalam penelitian ini menunjukkan model yang fit dengan nilai F =

10,491 dan signifikansi 0,000 (kurang dari 0,05). Nilai koefisien determinasi (Adjusted R2)

menunjukkan angka 0,586. Pengujian hipotesis dengan menggunakan model analisis regresi

linear berganda menunjukkan persamaan sebagai berikut:

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

380

PRA = -32.361 – 0,004BHS + 0,547PMS + 0,100PLT – 7,746NPF – 2,785ROA + 1,045FDR

– 0,042JKR + e

Hasil pengujian hipotesis penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Hasil uji hipotesis

VariabelKoefisien

Regresi

Signifikans

iKeterangan

Bagi Hasil (BHS) -0,004 0,464 H1 ditolak

Promosi (PMS) 0,547 0,049 H2 diterima

Pelatihan (PLT) 0,100 0,827 H3 ditolak

Non-Performing Financing

(NPF)

-7,746 0,005 H4 diterima

Return on Assets (ROA) -2,785 0,318 H5 ditolak

Financing to Deposit Ratio

(FDR)

1,045 0,000 H6 diterima

Jumlah Kantor (JKR) -0,042 0,304 H7 ditolak

Sumber: data diolah 2019

Hasil pengujian hipotesis untuk bagi hasil menunjukkan nilai koefisien -0,004 dengan

tingkat signifikansi 0,464. Nilai signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05, maka H1 ditolak.

Penelitian ini menunjukkan bahwa bagi hasil tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank

umum syariah. Selama satu dekade ini (2009-2018) ternyata konsep bagi hasil yang

dilaksanakan pada bank umum syariah belum mampu meningkatkan pertumbuhan asetnya. Hal

ini ditunjukkan dengan koefisien regresi negatif meskipun tidak menunjukkan nilai yang besar.

Terdapat kemungkinan nasabah masih tertarik untuk menanamkan dananya pada bank umum

yang memiliki unit usaha syariah, sehingga nasabah dapat lebih fleksibel melakukan

transaksinya dengan bank konvensional. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi temuan Aisy et al.

(2010) dan menjadi tantangan bank umum syariah untuk terus mensosialisasikan konsep bagi

hasil yang memang paling tepat untuk menanamkan dana nasabah.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis untuk promosi, menunjukkan nilai koefisien 0,547

dengan tingkat signifikansi 0,049 yang lebih kecil dari 5% atau 0,05 dan H2 diterima. Hal ini

berarti promosi berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank syariah. Penelitian ini mendukung

temuan penelitian Syafrida et al. (2011) dan Lestari (2009). Oleh karena itu, promosi masih

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

381

merupakan pilihan yang efektif untuk meningkatkan aset bank umum syariah agar semakin

banyak dana umat yang ditanamkan.

Hasil pengujian hipotesis untuk pelatihan menunjukkan nilai koefisien 0,100 dengan tingkat

signifikansi 0,827. Nilai signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05, maka H3 ditolak. Penelitian

ini menunjukkan bahwa pelatihan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank umum

syariah. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi temuan Aisy et al. (2010) dan belum mendukung

temuan Pratiwi et al. (2018). Akan tetapi berdasarkan nilai koefisien regresi positif,

menunjukkan bahwa pelatihan bagi karyawan bank umum syariah masih mampu meningkatkan

asetnya, meskipun secara statistik belum terdukung. Kondisi ini justru memunculkan

kesempatan kerjasama dengan berbagai lembaga pendidikan guna mempersiapkan sumber daya

manusia yang profesional di bidang keuangan syariah mengingat pangsa pasar bank umum

syariah yang masih terbuka luas.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis untuk Non-Performing Financing, menunjukkan nilai

koefisien -7,746 dengan tingkat signifikansi 0,005 yang lebih kecil dari 5% atau 0,05 dan

H4 diterima. Hal ini berarti Non-Performing Financing berpengaruh terhadap pertumbuhan

aset bank syariah. Penelitian ini mendukung pendapat Retnadi (2006) yang menyatakan bahwa

apabila nilai NPF yang rendah menunjukkan bahwa dana yang ditanamkan nasabah sebagai aset

produktif bank umum syariah semakin meningkat dikarenakan bank umum syariah mampu

meminimalisasi risiko yang terjadi. Hasil penelitian ini juga mendukung temuan penelitian

Solihatun (2014) dan Fauzi (2011). Kondisi ini semakin mengokohkan pendapat bahwa prinsip

syariah merupakan cara yang paling tepat untuk mengelola dana yang diamanahkan kepada bank

umum syariah selam satu dekade ini dan di waktu-waktu sebelumnya.

Hasil pengujian hipotesis untuk Return on Assets menunjukkan nilai koefisien -2,785

dengan tingkat signifikansi 0,318. Nilai signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05, maka H5

ditolak. Penelitian ini menunjukkan bahwa Return on Assets tidak berpengaruh terhadap

pertumbuhan aset bank umum syariah. Penelitian ini belum mampu mengkonfirmasi penelitian

Purboastusi et al. (2015); Sudarsono (2017); dan Rabaa et al. (2016). Hal ini dikarenakan

pertumbuhan aset yang dikelola bank umum syariah seperti yang telah dikemukakan sebelumnya

cenderung mengalami pertumbuhan yang tidak stabil, sehingga pihak bank umum syariah terus

berusaha meningkatkan jumlah aset yang dapat dikelola dengan memanfaatkan momentum fase

kedua perkembangan perbankan syariah di tahun 2019 ini.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

382

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis untuk Financing to Deposit Ratio, menunjukkan nilai

koefisien 1,045 dengan tingkat signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 5% atau 0,05 dan

H6 diterima. Hal ini berarti Financing to Deposit Ratio berpengaruh terhadap pertumbuhan aset

bank syariah. Penelitian ini mendukung penelitian Syafrida et al. (2011) dan Sudarsono

(2017), serta menunjukkan bahwa selama satu dekade ini (2008-2019) bank umum syariah

memiliki likuiditas yang baik, sehingga mampu memenuhi pembiayaan yang dilakukan dengan

total aset yang dimiliki.

Hasil pengujian hipotesis untuk jumlah kantor menunjukkan nilai koefisien -0,042 dengan

tingkat signifikansi 0,304. Nilai signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05, maka H7 ditolak.

Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah kantor tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan aset

bank umum syariah. Hasil penelitian ini belum mendukung temuan (Putra 2017), akan tetapi

mendukung sebagian temuan Aisy et al. (2010). Pada era revolusi industri 4.0 saat ini ternyata

sebagian besar bank umum syariah lebih memilih menggunakan strategi segmentasi pasar yang

lebih banyak memanfaatkan teknologi informasi serta jaringan internet sebagai basis layanan

perbankan syariah. Penggunaan jumlah kantor yang tidak terlalu banyak dapat diantisipasi

dengan memanfaatkan mobile services maupun joint services yang lebih efisien dari segi

operasionalisasinya.

5. Kesimpulan dan Saran

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diantara beberapa faktor internal yang menjadi

penentu keberhasilan bank syariah dalam meningkatkan asetnya ternyata selama satu dekade ini

promosi, Non-Performing Financing dan Financing to Deposit Ratio berpengaruh terhadap

pertumbuhan aset bank umum syariah, sedangkan bagi hasil, pelatihan, Return on Assets dan

jumlah kantor tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan aset bank umum syariah. Penelitian ini

memberikan bukti empiris bahwa bank umum syariah selama satu dekade ini semakin mampu

menunjukkan perkembangannya bersama dengan bank konvensional, bahkan beberapa unit

usaha syariah dari bank konvensional mulai mempertimbangkan untuk menjadi bank umum

syariah. Pihak bank umum syariah sendiri nampaknya mulai menguatkan beberapa tolak ukur

keberhasilan kinerja internalnya dan memilih untuk lebih memanfaatkan layanan berbasis

teknologi informasi serta internet agar para nasabah juga mulai teredukasi bahwa layanan

perbankan dapat dilakukan dimana saja

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

383

Sesuai dengan simpulan hasil penelitian, maka pada penelitian selanjutnya dapat lebih

diamati tentang keunggulan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung layanan

perbankan syariah sekaligus meningkatkan minat pengelolaan dana umat menjadi aset produktif

bagi bank umum syariah. Selain itu pada penelitian selanjutnya dapat ditambahkan faktor

edukasi apa yang diperlukan agar masyarakat semakin tertarik menanamkan dana ke bank umum

syariah, mengingat muslim masih merupakan penduduk terbesar jumlahnya di Indonesia.

Apabila diperlukan bank umum syariah justru memunculkan jurnal tentang hal-hal penting yang

menarik untuk diamati dari masyarakat calon nasabah potensial bank umum syariah.

Daftar Pustaka

Aisy, D.R. & Mawardi, I. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Aset BankSyariah di Indonesia Tahun 2006-2015. Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan,Vol. 3, No. 3 (Maret): pp. 249-265. ISSN: 2407-1943.

Antonio, M.S. 2000. Bank Syariah: Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute.

Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.

Arif, M.N.R.A. 2010. Efektifitas Biaya Promosi dan Biaya Diklat Terhadap PenghimpunanDana Pihak Ketiga di Bank Syariah. Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol. 15, No. 3.ISSN: 0853-862X.

Arifin, M. & Nasution, B. 2015. The Dynamics Study of Regulations on Syariah BankingIndonesia. International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 5, No. 3(March): pp. 237-242. ISSN: 2220-8488.

Assauri, S. 2011. Manajemen Pemasaran. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Bank Indonesia. 2012. Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2012.

Cleopatra, Y.W. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Aset Perbankan Syariahdi Indonesia Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 5, No. 1.

Fauzi. I.A. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Aset Pada Koperasi JasaKeuangan Syariah Berkah Madani. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan HukumUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tidak dipublikasikan.

Gomes, F.C. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset.

Lestari, P. 2009. Efektivitas Pengaruh Besaran Biaya Promosi Dalam PenghimpunanDana Pihak Ketiga. Al-Iqtishad, Vol. I, No. 2 (Juli): pp. 1-32. ISSN: 2087-135X.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

384

Moekijat. 1997. Administrasi Perkantoran. Bandung: Mandar Maju.

Nur, A.W. 2007. Strategi Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia. La_Riba, Vol. 1, No.2: pp. 169-186. ISSN: 1978-6751. doi: https://doi.org/10.20885/lariba.vol1.iss2.art2.

Pratiwi, S. L. & Cahyono, H. 2018. Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap PeningkatanKualitas SDM Bank Syariah Pada Bank Syariah Mandiri KCP Lamongan. JurnalEkonomi Islam, Vol. 1, No. 2: pp. 145-153. http://journal.unesa.ac.id/index.php/jie.

Purboastuti, N., Anwar, N. & Suryahani, I. 2015. Pengaruh Indikator Utama PerbankanTerhadap Pangsa Pasar Perbankan Syariah. JEJAK Journal of Economics and Policy.Vol. 8. No. 1: pp. 13-22. ISSN: 1979-715X. doi: 10.15294/jejak.v8i1.3850.

Putra, D.E. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pertumbuhan Total AsetPerbankan Syariah di Indonesia Periode 2011-2015. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi danBisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. url:http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/35501.

Rabaa, B. & Younes, B. 2016. The Impact of The Islamic Banks Performances onEconomic Growth: Using Panel Data. International Journal Of Economics AndFinance Studies, Vol. 8, No. 1: pp. 101-111. ISSN (Online): 1309-8055

Rahayu, F. & Cahyono, H. 2018. Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya ManusiaTerhadap Peningkatan Etos Kerja Islami Karyawan Bank Syariah BukopinCabang Darmo Surabaya. Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 1, No. 2: pp. 38–45.http://journal.unesa.ac.id/index.php/jie.

Retnadi, D. 2006. Perilaku Penyaluran Kredit Bank. Jurnal Kajian Ekonomi, Vol. 5.

Rifin, A., Saptono I.T. & Dewati H.R. 2015. Pemilihan Metode Spin Off Unit Bisnis SyariahDengan Pendekatan Analisa Faktor (Studi Kasus PT. BNI Syariah dan PT. Bank SyariahBRI). Jurnal Al-Muzara’ah. Vol. 3, No. 2: pp. 123-135. ISSN: 2337-6333.

Rosyadi, S. 2018. Revolusi Industri 4.0: Peluang dan Tantangan bagi AlumniUniversitas Terbuka. Artikel diunduh dari: https://www. researchgate.net/publication/revolusi-industri-40 , diakses pada tanggal 10 Februari 2019.

Schawab, K. 2017. The Fourth Industrial Revolution. New York: Crown Business Press.

Solihatun. 2014. Analisis Non Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah Di IndonesiaTahun 2007–2012. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 12, No.1 (Juni): pp. 57-68.

Sudarsono, H. 2017. Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Profitabilitas Bank Syariahdi Indonesia. Economica: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 8, No. 2: pp. 175-203. ISSN:2085-9325. doi: http://dx.doi.org/ 10.21580/economica.2017.8.2.1702

Swastha, B. & Handoko, T.H. 2002. Manajemen Pemasaran, Edisi Kedua, Cetakan Kedelapan.Jakarta : Penerbit Liberty.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

385

Syafrida, I. & Abror, A. 2011. Faktor-Faktor Internal dan Eksternal yang MempengaruhiPertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 10,No. 1 (Juni): pp. 19-34. ISSN: 1412-2774.doi: http://dx.doi.org/10.32722%2Feb.Vol10.No.1.2011.pp.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

Widarti, W. 2014. Sumber Daya Manusia Bank Syariah. Artikel diunduh dari:https://wiwitwidarti.wordpress.com/, diakses 02 Januari 2019.

Yunita, R. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Profitabilitas Perbankan Syariah diIndonesia (Studi Kasus pada Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2009 –2012).Jurnal Akuntansi Indonesia, Vol. 3, No. 2 (Juli): pp. 143 – 160. ISSN: 0216-6747.

Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen (SAMBIS-2019) ISSN: 2685-1474“Membangun Ekonomi Kreatif yang Berdaya Saing”

386

BIOGRAFI PENULIS

Penulis Pertama adalah Mahasiswa pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi danBisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tegah, Indonesia. Penulis saat ini sedangmenempuh semester akhir dari masa studinya dan sudah menyelesaikan penulisan skripsi. Untukinformasi lebih lanjut, dapat dihubungi melalui [email protected]

Penulis Kedua adalah Dosen pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tegah, Indonesia. Pendidikan S1 adalah SarjanaEkonomi di bidang Akuntansi dan S2 adalah Magister Manajemen di bidang ManajemenKeuangan. Fokus pengajaran dan penelitian penulis adalah pada manajemen keuangan,akuntansi keperilakuan dan sistem informasi akuntansi. Penulis kedua sekaligus menjadicorresponding author dan untuk informasi lebih lanjut dapat dihubungi [email protected]