uji faktor lingkungan terhadap pertumbuhan mikroorganisme
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of uji faktor lingkungan terhadap pertumbuhan mikroorganisme
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pertumbuhan mikroba umumnya sangat tergantung dan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor
lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat
morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba
selain menyediakan nutrient yang sesuai untuk
kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang
memungkinkan pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak
hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi
juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk
berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba, diperlukan
suatu kombinasi nutrien serta faktor lingkungan yang
sesuai. Perubahan faktor lingkungan terhadap
pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Faktor kimiawi
yang mempengaruhi antara lain senyawa toksik atau
senyawa kimia lainnya. Faktor biotik mencakup adanya
asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme,
dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose, dan
sintropisme.
1.2 Tujuan percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1
1. Untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan fisis
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme; dan
2. Untuk dapat melakukan pengujian terhadap faktor
lingkungan fisis pertumbuhan mikroorganisme.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kehidupan bakteri tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, akan tetapi
juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat
mengubah pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini
disebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor
lingkungan dapat di bagi atas faktor-faktor biotik dan
faktor-faktor abiotik. Di mana, faktor-faktor biotik
terdiri atas makhluk-makhluk hidup, yaitu, mencakup
adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara
mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose,
sinergisme, antibiose, dan sintropisme. Sedangkan
faktor-faktor abiotik terdiri atas faktor fisika
2
(misal: suhu, atmosfer gas, pH, tekanan osmotik,
kelembaban, sinar gelombang ,dan pengeringan) serta
faktor kimia (misal: adanya senyawa toksik atau senyawa
kimia lainnya (Hadientomo, 1985).
2.1 Sterilisasi
Sterilisasi yaitu proses membunuh semua
mikroorganisme termasuk spora bakteri pada benda yang
telah didekontaminasi dengan tepat. Tujuan sterilisasi
yaitu untuk memusnahkan semua bentuk kehidupan
mikroorganisme patogen termasuk spora, yang mungkin
telah ada pada peralatan kedokteran dan perawatan yang
dipakai. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih
metode sterilisasi yaitu sifat bahan yang akan
disterilkan. Metode sterilisasi antara lain :
a. Sterilisasi secara fisik
Sterilisasi secara fisik dipakai bila selama
sterilisasi dengan bahan kimia tidak akan berubah
akibat temperatur tinggi atau tekanan tinggi. Cara
membunuh mikroorganisme tersebut adalah dengan panas.
Panas kering membunuh bakteri karena oksidasi komponen-
komponen sel. Daya bunuh panas kering tidak sebaik
panas basah. Pemanasan basah dapat memakai Autoclave,
tyndalisasi dan pasteurisasi. Autoclave adalah alat
serupa tangki minyak yang dapat diisi dengan uap air.
Tyndalisasi merupakan metode dengan mendidihkan medium
dengan uap beberapa menit saja. Pasteurisasi adalah
3
suatu cara disinfeksi dengan pemanasan untuk mengurangi
jumlah mikrooranisme tanpa merusak fisik suatu bahan.
Pemanasan kering dapat memakai oven dan pembakaran.
Selain itu dapat dilakukan penyinaran dengan sinar
gelombang pendek (Waluyo, 2005).
b. Sterilisasi secara kimia
Sterilisasi secara kimia dapat memakai antiseptik
kimia. Pemilihan antiseptik terutama tergantung pada
kebutuhan daripada tujuan tertentu serta efek yang
dikehendaki. Perlu juga diperhatikan bahwa beberapa
senyawa bersifat iritatif, dan kepekaan kulit sangat
bervariasi. Zat-zat kimia yang dapat dipakai untuk
sterilisasi antara lain halogen (senyawa klorin,
yodium), alkohol, fenol, hidrogen peroksida, zat warna
ungu kristal, derivat akridin, rosalin, deterjen,
logam-logam berat, aldehida, ETO, uap formaldehid
ataupun beta-propilakton
(Volk,
1993).
c. Sterilisasi secara mekanik.
Sterilisasi secara mekanik dapat dilakukan dengan
penyaringan. Penyaringan dengan mengalirkan gas atau
cairan melalui suatu bahan penyaring.
Pembiakan mikroba dalam laboratorium memerlukan
medium yang berisi zat hara serta lingkungan
pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat hara
4
digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan,
sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme, dan
pergerakan. Lazimnya, medium biakan berisi air, sumber
energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen,
sulfur, fosfat, oksigen, hidrogen, serta unsur-unsur
lainnya. Dalam bahan dasar medium dapat pula
ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino,
vitamin, atau nukleotida
(Lim,
1998).
2.2 Pengaruh Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba. Setiap
mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum
tertentu untuk pertumbuhannya.
Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan
atas tiga kelompok sebagai berikut:
Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran
suhu pertumbuhan 0 - 20°C.
Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu
pertumbuhan 20 - 45°C.
Termofil, yaitu mikroba yang mempunyai suhu
pertumbuhannya di atas 45°C.
5
Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan
mikroba mesofil, yaitu tumbuh baik pada suhu ruangan
atau suhu kamar. Bakteri patogen umumnya mempunyai suhu
optimum pertumbuhan sekitar 37℃,yang juga adalah suhutubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh manusia
merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan beberapa
bakteri patogen.
Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh
pada kisaran suhu 4 −¿ 66℃. Oleh karena kisaran suhu
tersebut merupakan suhu yang kritis untuk penyimpanan
pangan, maka pangan tidak boleh disimpan terlalu lama
pada kisaran suhu tersebut. Pangan harus disimpan pada
suhu di bawah 4℃ atau di atas 66℃. Pada suhu di bawah
4°C, mikroba tidak akan mati tetapi kebanyakan mikroba
akan terhambat pertumbuhannya, kecuali mikroba yang
tergolong psikrofil. Pada suhu di atas 66℃, kebanyakan
mikroba juga terhambat pertumbuhannya meskipun beberapa
bakteri yang tergolong termofil mungkin tidak mati
(Dwijoseputro, 2010).
2.3 Pengaruh pH
Secara alami, kebanyakan bahan makanan (daging,
ikan, dan suyuran) bersifat agak asam, sedangkan
sebagian lainnya (sebagian besar buah-buahan) cukup
asam, tetapi putih telur bersifat basa. Semakin rendah
nilai pH, semakin efektif pengaruh asam organik
6
sebagai pengawet, meskipun pertumbuhan setiap jasad
renik dalam makanan mempunyai nilai pH optimum,
minimum, dan maksimum. Meskipun demikian, pH tidak
jarang berinteraksi dengan parameter lain dalam makanan
dengan menghambat pertumbuhan. pH makanan juga
berdampak terhadap kemampuan daya penghancur bakteri
oleh pemanasan jika pH rendah (diturunkan), jumlah
panas yang dibutuhkan lebih sedikit daripada jumlah
jumlah panas pada makanan dengan pH yang lebih tinggi
(Mossel
dkk,1995).
Medium harus mempunyai pH yang tepat, yaitu tidak
terlalu asam atau basa. Kebanyakan bakteri tidak tumbuh
dalam kondisi terlalu basa, dengan pengecualian basil
kolera (Vibrio cholerae). Pada dasarnya tak satupun
yang dapat tumbuh baik pada pH lebih dari 8. Kebanyakan
patogen, tumbuh paling baik pada pH netral (pH 7) atau
pH yang sedikit basa (pH 7,4). Beberapa bakteri tumbuh
pada pH 6 ; tidak jarang dijumpai organisme yang tumbuh
baik pada pH 4 atau 5. Sangat jarang suatu organisme
dapat bertahan dengan baik pada pH 4, bakteri autotrof
tertentu merupakan pengecualian. Karena banyak bakteri
menghasilkan produk metabolisme yang bersifat asam atau
basa (Volk&Wheeler,1993).
Mikroba umumnya menyukai pH netral yaitu pH 7.
Beberapa bakteri dapat hidup pada pH tinggi (medium
7
alkalin) Apabila mikroba ditanam pada media dengan pH 5
maka pertumbuhan didominasi oleh jamur, tetapi apabila
pH media 8 maka pertumbuhan didominasi oleh bakteri.
Berdasarkan pHnya mikroba dapat dikelompokan menjadi 3
yaitu mikroba asidofil adalah kelompok mikroba yang
dapat hidup tumbuh baik pada pH 6,0 – 8,0 pada pH 2,0−¿ 5,0, mikroba mesofil (neutrofil) adalah kelompok
mikroba yang dapat hidup pada pH 5,5 −¿ 8,0, dan
mikroba alkafil adalah kelompok mikroba yang dapat
hidup pada pH 8,4 −¿ 9,5 (Brooks dkk, 1994).
2.4 Pengaruh Kadar Air
Mikroorganisme menunjukkan perbedaan yang luas
dari segi tuntutan keperluan akan kadar air . Untuk
dapat membandingkan larutan dalam air dan zat-zat
padat dari segi banyaknya air yang tersedia , digunakan
parameter aktivitas air atau kelembaban relatif .
Mikroorganisme sanggup tumbuh pada aktivitas air dari
0,998 sampai 0,6 (Schlegel, 1994).
2.3 Pengaruh cahaya
Cahaya matahari terdiri dari sinar tampak dan
sinar ultraviolet, namun sinar yang dimanfaatkan secara
optimal oleh mikroalga untuk proses fotosintesis.
Secara garis Buitenzorg seperti pada umumnya
pertumbuhan mikroorganisme lainnya, laju pertumbuhan
8
tinggi yang kemudian perlahan menurun yang disebabkan
karena pertumbuhan akan memasuki fasa stasioner. Laju
pertumbuhan pada pencahayaan siklus harian menunjukkan
nilai yang lebih tinggi pada awal pertumbuhan
dibandingkan dengan pencahayaan sinambung, kemudian
menurun drastis ketika kondisi gelap. Pencahayaan
sinambung menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih
konstan (Wijanarko, 2007).
2.6 Pengaruh Tekanan Osmosis
Pengaruh Tekanan Osmotik Terhadap Pertumbuhan
Mikroba
Tekanan osmosis sangat erat hubungannya dengan
kandungan air. Apabila mikroba diletakkan pada larutan
hipertonis, maka selnya akan mengalami plasmolisis,
yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel
akibat mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada
larutan hipotonis, maka sel mikroba akan mengalami
plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke
dalam sel, sel membengkak dan akhirnya pecah (Pratiwi,
2009).
Berdasarkan tekanan osmosis yang diperlukan
mikroba dapat dikelompokkan menjadi: (1) mikroba
osmofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar
gula tinggi. Contohnya adalah khamir. (2) mikroba
halofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar
9
garam halogen yang tinggi. Contohnya yaitu
Halobacterium. (3) mikroba halodurik, adalah kelompok
mikroba yang dapat tahan (tidak mati) tetapi tidak
dapat tumbuh pada kadar garam tinggi, kadar garamnya
dapat mencapai 30% (Hamid, 2009).
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan
3.1.1 Alat
1. Tabung reaksi
2. Tabung durham
3. Cawan petri
4. Erlenmeyer
5. Gelas ukur
6. Pipet tetes
7. Magnetik stirer
8. Kawat oase
10
9. Spatula
10. Kertas sampul
11. Kapas
12. Autoclave
13. Clean bench
14. Oven
15. Kertas indikator pH
3.1.2 Bahan
1. Nutrient agar
2. Glukosa
3. Nacl
4. pepton
5. Aquades
6. Ekstrak singkong
7. Ekstrak mangga
8. Air beras
9. Singkong rebus
10. Limbah air tahu
11. Ragi
12. Roti busuk
13. Ekstrak daging
3.2 Prosedur kerja
3.2.1 Sterilisasi
11
Sebelum melakukan sterilisasi, alat yang akan
digunakan dicuci terlebih dahulu, kemudian
dikeringkan;
Alat dibungkus dengan menggunakan kertas sampul
coklat. Alat seperti erlenmeyer dan sejenisnya,
permukaannya ditutup dengan menggunakan kapas;
Diperiksa bagian bawah autoclave apakah berisi air
atau tidak, jika air tidak ada maka dimasukkan
air ke dalam tempat air pada bagian bawah
autoclave;
Dibuka autoclave, dikeluarkan keranjang yang ada
didalam autoclave, kemudian diisi dengan alat-alat
yang akan disterilisasikan.
Dimasukkan kembali keranjang tersebut ke dalam
autoclave, kemudian ditutup autoclave;
Ditekan tombol start, kemudian tunggu sampai suhu
121°C sampai alarm berbunyi;
Setelah alarm berbunyi, ditekan tombol exhaust
kemudian ditunggu sampai suhu turun 60 – 70°C,lalu dibuka autoclave; dan
Sterilisasi selesai.
3.2.2 Pembuatan NA
Dicampurkan agar-agar 1,5 gram, NaCl 0,6 gram,
glukosa 0,8 gram dan aquades sebanyak 100 ml di
dalam Erlenmeyer;
12
Dimasukkan magnetic stirrer ke dalam campuran
tersebut;
Diletakkan di atas hot plate sampai campuran
tersebut homogen; dan
Diletakkan ke dalam cawan petri dan didinginkan.
3.2.3 Pembuatan NB
Dicampurkan glukosa 0,6 gram, pepton 0,8 gram,
ekstrak daging 10 ml dan aquades sebanyak 100 ml
di dalam erlenmeyer; dan
Diaduk hingga homogen.
3.2.4 Pembuatan Media Kaldu Glukosa
Di campurkan glukosa 0,3 gram, NaCl 0,5 gram, dan
aquades sebanyak 10 ml di dalam erlenmeyer; dan
Diaduk hingga homogen.
3.2.5 Uji pengaruh suhu
Disiapkan 4 tabung reaksi yang dilengkapi dengan
tabung durham yang telah diberi tanda A, B, C,
dan D;
Dimasukkan media kaldu glukosa ke dalam tabung
reaksi A dan B, dan ekstrak mangga ke dalam
tabung reaksi C dan D yang dilengkapi tabung
durham sebanyak ¾ tabung reaksi;
13
Dimasukkan sampel limbah air tahu ke dalam
masing-masing tabung reaksi sebanyak 10 ml;
Diinkubasikan pada suhu 30°C di clean bench, dan
60°C di oven; dan
Diamati perumbuhan bakteri setelah 24 −¿ 48 jam.
3.2.6 Uji pengaruh pH
Disiapkan 3 tabung reaksi yang dilengkapi dengan
tabung durham;
Dimasukkan ekstrak mangga, ekstrak singkong, dan
air beras ke dalam masing-masing tabung reaksi
yang dilengkapi tabung durham sebanyak ¾ tabung
reaksi, kemudian diukur pH;
Dimasukkan sampel limbah air tahu ke dalam
masing-masing tabung reaksi sebanyak 10 ml;
Dimasukkan ke dalam clean bench; dan
Diamati pertumbuhan bakteri setelah 24 – 48 jam.
3.2.7 Uji pengaruh kadar air
Dimasukkan media singkong rebus ke dalam masing-
masing 6 cawan petri. Diberi kode A, B, C, D, E,
dan F;
Cawan petri A dan B diperlakukan dalam keadaan
kering, cawan petri C dan D diberi air sampai
lembab, cawan petri E dan F diberi air sampai
basah pada masing-masing media;
14
Aspergillus yang diambil dari roti busuk yang telah
dilarutkan dengan aquades dimasukkan ke dalam
cawan petri A, C dan E, dan Sacharomices Cereviceae
yang di ambil dari ragi yang telah dilarutkan
dengan aquades dimasukkan ke dalam cawan petri B,
D dan F;
Dimasukkan ke dalam clean bench; dan
Diamati pertumbuhan bakteri setelah 24 – 72 jam.
3.2.8 Uji pengaruh cahaya
Disiapkan 3 cawan petri yang telah berisi NA;
Digoresi permukaan NA;
Sacharomyces cerevisiae yang diambil dari ragi yang
telah dilarutkan dengan aquades dimasukkan ke
dalam masing-masing cawan petri;
Diberi penyinaran dengan menggunakan sinar
matahari selama 5, 15, dan 35 menit;
Dimasukkan ke dalam clean bench; dan
Diamati pertumbuhan mikroorganisme setelah 24 –
48 jam
3.2.9 Uji pengaruh tekanan osmosis
Disiapkan 4 tabung reaksi tanpa tabung durham
yang telah diberi tanda A, B, C, dan D;
Dimasukkan NB ke dalam masing-masing tabung
reaksi sebanyak ¾ tabung reaksi;
15
Dimasukkan sukrosa dengan konsentrasi 10% ke
dalam tabung reaksi A dan C, dan konsentrasi 20%
ke dalam tabung reaksi B dan D;
Dimasukkan suspensi Sacharomices Cereviceae ke dalam
tabung reaksi A dan B, dan Aspergillus ke dalam
tabung reaksi C dan D;
Dimasukkan ke dalam clean bench; dan
Diamati pertumbuhan mikroorganisme setelah 24 –
72 jam.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur
semua komponen sel suatu jasad. Pembelahan sel adalah
hasil dari pertumbuhan sel. Pada jasas tunggal
(uniseluler), pertumbuhan atau pembiakan sel adalah
pertambahan jumlah individunya. Tapi hanya merupakan
pertumbuhan jaringan atau bertambahn besar jasadnya.
Dalam membahas pertumbuhan mikroba harus dibedakan
antara pertumbuhan individu dan pertumbuhan populasi
(Suhrjono, 2006).
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba meliputi suhu, pH, kadar
air ,cahaya, dan tekanan osmosis.
4.1. Pengujian Pengaruh Suhu
Suhu optimum merupakan suhu pada saat pertumbuhan
terbaik mikroorganisme. Pada suhu yang sangat tinggi
17
akan terjadi denaturasi protein, sedangkan pada suhu
yang sangat rendah aktifitas pada enzim akan berhenti
(Tortora, 2001).
Diatas maksimum pertumbuhan, kecepatan pertumbuhan
akan menurun, sehingga meningkatkan peningkatan dalam
kecepatan kematian sel. Kecepatan kematian sel sangat
dipengaruhi oleh suhu (Abubakar, 1994).
Pada pengujian ini digunakan dua sampel media
cair, yaitu media kaldu glukosa dan ekstrak mangga
dengan penambahan bekteri E. Coli dari limbah tahu. Media
kaldu glukosa terbuat dari glukosa sebanyak 0,3 gram,
NaCl 0,5 gram, dan aquades 10 ml. Limbah tahu yang
mengandung bakteri E. Coli dimasukkan ke dalam tadung
reaksi yang masing-masing berisi sampel media yang
didalamnya telah terdapat tabung durham. Kemudian
diinkubasikan pada suhu 30℃ yaitu di dalam clean bench,
dan pada suhu 60℃ di dalam oven, kemudian diamati
selama 24 −¿ 48 jam.
18
(a) (b)
Gambae 4.1 Perubahan yang terjadi pada sample media
kaldu glukosa dengan penambahan
bakteri E. Coli dari limbah tahu pada suhu 30
℃(a) dan suhu 60℃ (b) setelah 24 jam.
(a) (b)
19
Gambar 4.2 Perubahan yang terjadi pada sampel media
ekstrak mangga dengan penambahan
bakteri E. Coli dari limbah tahu pada suhu 30℃(a) dan suhu 60℃ (b) setelah 48 jam.
Pada suhu 30℃, media glukosa yang telah
ditambahkan E. Coli dari limbah tahu, terlihat adanya
gelembung udara pada tabung durham yang menunjukkan
adanya pertumbuhan bekteri.
Pada suhu 60℃juga terlihat gelembung-gelembung
udara pada tabung durham, akan tetapi tidak mengalami
pertambahan seperti pada suhu 30℃. Walaupun demikian,
hal ini juga menandakan bahwa pada suhu 60℃ bakteri
masih dapat tumbuh.
Hal yang sama juga terjadi pada medium ekstrak
mangga, dimana pada suhu 30℃ bakteri masih
memungkinkan untuk tumbuh, yang ditandai dengan adanya
gelembung udara pada tabung durham. Sedangkan pada suhu
60℃, pada tabung durham tidak terdapat gelembung udara
yang menampakkan bahwa bakteri tidak dapat tumbuh.
4.2. Pengujian Pengaruh pH
Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran
pH sebesar 3 −¿ 4. Kebanyakan bakteri mempunyai pH
optimum sekitar pH 6,5 −¿ 7,5. Dibawah pH 4 −¿5 dan
diatas 8,5 tidak dapat tumbuh dengan baik. Nilai pH
untuk pertumbuhan mikroba mempunyai hubungan dengan
20
suhu pertumbuhan. Jika suhu naik, pH optimum untuk
pertumbuhan juga naik (Abubakar,1994).
Pada percobaan ini digunakan tiga medium
pertumbuhan, yaitu ekstrak mangga, ekstrak singkong,
dan air beras. Setelah diukur kadar pH masing-masing
medium menggunakan kertas indikator universal pH
didapatkan ekstrak mangga dengan pH 4, ekstrak singkong
dengan pH 5 dan air beras dengan pH 6,5. Kemudian
masing-masing pH dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
didalamnya telah terdapat tabung durham, dan
diinokulasikan dengan bakteri E. coli yang diperoleh dari
air limbah tahu. Kemudian diinkubasikan dalam clean
bench selama 24 −¿ 48 jam.
(a) (b)
(C)
Gambar 4.3 Perubahan yanga terjadi pada sampel media
ekstrak mangga pada pH 4 (a),
ekstrak singkong pada pH (b), dan air beras pada pH 6,5
(c) dengan
penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu setelah 48
jam.
21
Dari hasil pengamatan, E. Coli sedikit tumbuh pada pH
4, ditandai dengan gelembung udara yang sedikit pada
tabung durham. Pada pH 5 lebih banyak gelembung udara
dibandingkan pada pH 4. Pada pH 6,5 bakteri E Coli dapat
tumbuh dengan baik. Ditandai dengan gelembung udara
lebih banyak dari pada pH 4 dan 5. Hal ini dikarenakan
bakteri mempunyai pH optimum untuk tumbuh yaitu pada pH
6,5 −¿ 7,5. Sedangkan pada pH 3 −¿ 4 bakteri juga bisa
tumbuh namun tidak secara optimal.
4.3 Pengujian Pengaruh Kadar Air
Mikroorganisme mempunyai kelembaban optimum. Pada
umumna untuk pertumbuhan ragi dan bakteri juga
diperlukan kelembaban yang sangat tinggi sekitar 85 %.
Sedangkan untuk jamur dan aktinomiset diperlikan
kelembaban yang rendah dibawah 80 % (Suriawiria, 2003).
Pada percobaan ini menggunakan singkong yang sudah
di rebus sebagai mediumnya. Kemudian singkong tersebut
diletakkan pada 6 cawan petri yang telah diberi tanda
A, B, C, D, E, dan, F. Pada cawan perti A dan B,
singkong tidak diberi air. Cawan patri C dan D singkong
diberi air hingga cukup membasahi singkong. Dan pada
cawan petri E dan F singkong diberi air hingga
menggenangi permukaan singkong. Lalu pda cawan petri A,
C, dan E diinokulasikan suspensi jamur Sacharomices
Cereverceae dipermukan singkong. Sedangkan pada cawan
petri B, D, dan F diinokulasikan suspensi Aspergillus
22
dipermukaan singkong. Kemudian diinokolasikan pada suhu
ruangan di dalam clean bench.
(a)
(b) (c)
Gambar 4.4 Perubahan yang terjadi pada sampel medium
singkong rebus dalam keadaan kering (a),
lembab (b), dan basah (c) dengam penambahan
Aspergillus dari roti setelah 72 jam.
Gambae 4.5 Perubahan yang terjadi pada sampel media
singkong rebus dalam keadaan kering (a),
23
lembab (b), dan basah (c) dengan penambahan
Sacharonices Cereviceae setelah 72 jam.
Pada hasil pengamatan, perubahan yang terjadi pada
sampel medium singkong rebus dengan menambahan jamur
Aspergillus dari roti setelah 72 jam, yaitu pada keadaan
kering jamur tidak bertambah. Setelah pada keadaan
lembab jamur tumbuh lebih banyak dan semakin bertambah.
Pada keadaan basah jamur hanya dapat bertambah sedikit
dan ada gelembung.
Sedangkan pada medium singkong rebus dangan
penambahan ragi (Sacharomices Cereviceae) setelah 72 jam
pada keadaan kering hanya ditumbuhi sedikit sekali
jamur yang ditandai dengan bercak kuning. Sementara
pada keadaan lembab jamur tumbuh lebih banyak dan
sedikit lendir. Dan pada keadaan basah bercak putih
bertambah, disertai lendir dan gelembung.
Dari hasil pengamatan, singkong dengan kadar air
lembab sangat cocok untuk pertumbuhan jamur. Kelembaan
ragi dan Aspergillus yaitu dibawah 80% kadar airnya.
4.4. Penguian Pengaruh Cahaya
Umumnya cahaya, mempunyai daya merusak pada sel
mikroorganisme yang tidak mempunyai pigmen
fotosintesis. Sedangkan cahaya dengan gelombang pendek
dapat berpengaruh pada jasad hidup. Sinar gelombang
panjang juga mempunyai daya foto dinamik dan daya
biofilik, misalnya cahaya matahari
24
(Suriawiria, 2003).
Percobaan ini dilakukan dengan terlebih dahulu
membuat mediun NA (Nutrien agar) yaitu yang terbuat
dari 1,5 gram nurtien agar, 0,6 gram NaCl, 0,8 gram
glukosa, dan 100 ml aquades. Setelah medium NA
mengeras, medium digores secara zigzag dangan
mengunakan kawat oase yang telah dibakar agar steril.
Pada semua medium NA diberi ragi dan disertai dengan A,
B, dan C. Cawan petri A diberi sinar selama 5 menit,
cawan petri B diberi sinar selama 15 menit, dan cawan
petri C diberi penyinaran selama 35 menit. Kemudian
diamati selama 24 −¿ 48 jam.
(a)
(b) (c)
Gambar 4.6 Perubahan yang terjadi pada sampel media NA
dengan penambahan jamur Sacharomices Cereviceae
dari ragi pada penyinaran 5 menit (a), 15
menit (b) dan 35 menit (c) setelah 48 jam.
Setelah 48 jam pada cawan petri yang diberi
penyinaran selama 5 menit, jamur dapat tumbuh dengan
25
baik dibandingkan penyinaran 15 dan 35 menit. Hal ini
ditandai dengan medium yang semakin lama semakin
menyusut dan garis zigzagnya semakin merenggang.
Sedangkan pada medium yang diberi penyinaran selama 15
menit, medium hanya menyusut sedikit dan garis zigzag
hanya sedikit merenggang. Hal ini menandakan bahwa
jamur hanya dapat tumbuh sedikit. Pada medium yang
diberi penyinaran 35 menit tidak dapat tumbuh dengan
baik.
4.5. Pengujian Pengaruh Tekanan Osmosis
Osmotik adalah difusi air ke dalam larutan yang
lebih pekat. Biasanya sitoplasma sel bakteri lebih
pekat daripada lingkungannya (sitoplasma memiliki nilai
potensial lebih negatif), sehingga proses osmosis
(masuknya air ke dalam sel) terjadi pada bakteri
tersebut. Karena air masuk ke dalam sel, maka terjadi
tekanan pada dinding sel oleh air. Tekaman itu disebut
tekanan tugor
(purwoko, 2007).
Pada umumnya larutan hipertonis menghambat
pertumbuhan karena menyababkan plasmilisis. Beberapa
mikroorganisme dapat menyesuaikan diri terhadap kadar
garam sampai 30%. Golongan ini bersifat halodurik
(Suriawiria, 2003).
26
Pada percobaan ini, langkah awal yang dilakukan
yaitu dengan membuat NB yang terdiri dari ekstrak
daging 10 ml, pepton 0,8 gram, glukosa 0,6 gram, dan
aquadas 100 ml. Kemudian bahan-bahan tersebut
dimasukkan ke dalam erlenmayer, lalu diaduk menggunakan
magnetik stirer hingga larutan menjadi homogen, setelah
itu NB dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
sukrosa yang memiliki konsentrasi yang berbeda-beda
dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yaitu
dengan konsentasi 10% dan 20%. Kemudian ditambahkan
suspensi ragi ke dalam tabung reaksi. Hal yang sama
juga dilakukan pada media NB dengan penambahan suspensi
aspergillus selama 72 jam.
27
(a)
(b)
Gambar 4.7 Perubahan yang terjadi pada sampel media NB
dengan konsentrasi sukrosa 10% (a) dan 20%
(b) dengan pemambahan Sacharomices Cereviceae dari
ragi setelah 72 jam.
28
(a)
(b)
Gambar 4.8 Perubahan yang terjadi pada sampel media NB
yang konsentrasi sukrosa 10% (a) dan
konsentrasi 20% (b) dengan penambahan Aspergillus
dari roti setelah 72 jam.
Pada pengaruh tekanan osmosis ini,
perubahan yang terjadi setelah 72 jam adalah sampel
media NB yang diberi penambahan Sacharomices cereviceae
dengan konsentrasi sukrosa 10% timbul bercak putih
lebih banyak, ragi mengandap dan medium berubah warna.
29
Sedangkan pada medium NB dengan konsentrasi sukrosa 20%
timbul bercak putih yang semakin banyak, ada endapan,
dan medium berwarna keruh.
Pada sampel medium NB yang diberi penambahan
bakteri Aspergillus dengan konsentrasi sukrosa 10%,
terjadi endapan, bercak lebih banyak, dan medium lebih
keruh dari sebelumnya. Sedangkan pada medium NB dengan
konsentrsi sukrosa 20% terjadi endapan, medium semakin
keruh, dan ada bercak putih di permukaan.
Sampel media NB dengan konsentrasi sukrosa
10% bersifat hipertonis, sedangkan sampel medium NB
dengan konsentrasi sukrosa 20% bersifat isotonis. Jamur
dapat tumbuh dengan baik pada kondisi medium yang
isotonis karena sel jamur berada pada tingkat tekanan
osmosis yang sesuai dengan proses osmosis yang terjadi
seimbang. Sebaiknya medium hipertonis akan menyebabkan
sel membengkak dan mengakibatkan rusaknya sel.
Ragi (Sacharomices Cereviceae) dapat
menyesuaikan diri terhadap kadar gula yang tinggi
(osmosis), sehingga walaupun pada medium dengan
konsentrasi sukrosa 20% Sacharomices Cereviceae masih dapat
tumbuh dengan baik dibandingkan dengan Aspergillus.
30
Berdasarkan data hasil pengamatan dan pembahasan maka
dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Faktor lingkungan fisis yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme adalan suhu, pH, kadar
air, cahaya, dan tekanan osmosis.
2. Bakteri E. Coli tumbuh dengan baik pada suhu 30℃dan tidak tumbuh pada suhu 60℃, termasuk ke dalam
golongan bekteri mesofit.
3. Mikroba dalam hal ini, E. Coli tidak dapat hidup pada
suhu yang tinggi seperti pada suhu 60℃, namun
akan tumbuh optimum pada suhu 30℃.
4. Bakteri E. Coli dapat tumbuh pada kisaran pH 6,0 −¿
8,0 , termasuk kedalam golongan bakteti neutrofil.
5. Air sangat penting untuk kehidupan mikroorganisme
sebagai sumber oksigen untuk bahan organik sel
pada respirasi mikroba lebih dominan tumbuh dalam
keadaan medium yang lebih lembab.
6. Pada pengaruh cahaya mikroba banyak tumbuh pada
cawan petri yang diberi sedikit penyinaran yaitu 5
menit dibandingkan 15 menit dan 35 menit.
7. Pada tekanan osmosis, mikroba tumbuh dengan baik
pada medium dengan konsentrasi sukrosa 20% (medium
isotonis).
32
DAFTAR PUSTAKA
AR, Abubakar. 1994. Mikrobiologi Teknik. Unsyiah: Banda
Aceh.
Brooks, dkk., 1994. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 2 .EGC,
Jakarta
Dwijoseputro. 1995. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta:Djambatan.
Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek..
PT.Gramedia. Jakarta.
Hamid, Z. 2009. Nutrisi Mikroba, Sebuah Esensi Dasar Untuk
Kehidupan Mikroba.
http://zaifbio.wordpress.com./2009/01/31/nutrisi
-mikroba, sebuah-esensi-dasar-untuk-kehidupan-
mikroba/. Diakses pada tanggal (27-03-2011).
http://blog.unila.ac.id/wasetiawan/files/2009/07/
kultivasi-reproduksi-dan pertumbuhan bakteri.
pdfSetiawan. Diakses pada tanggal (28-03-2011).
33
Lim, D. 1998. Microbiology 2nd Edition. McGraw Hill. United
of States America.
Pratiwi, A. 2009. Pengaruh Faktor Fisika Dan Kimia Terhadap
Mikroba Laut
http://www.scribd.com/doc/50076130/Pengaruh-
faktor-fisika-dan-kimia-terhadap-mikroba-laut.
Diakses pada tanggal (27-03-2011).
Purwoko, Tjahjadi. 2007. Fisiolagi Mikroba. PT. Umi
Aksara : Jakarta.
Schlegel, H. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Suriwiria, Unus. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar
Pengolahan Buagan Secara biologi. PT. Alimni :Bandung.
Tortora Gj Funke Br, Case Cl. 2001. Mikrobiologi : an
Introduktion 7 th edition. Addison Wesley. Inc :
California.
Volk &Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1. Erlangga.
Jakarta.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. UniversitasMuhammadiyah Malang Prees. Malang.
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
A.1 Uji Pengaruh Suhu
34
Tabel A.1 Perubahan yang terjadi pada sampel media
glukosa dengan penambahan bakteri E. Coli dari
limbah tahu setelah 48 jam.
NO
.
Suhu
(℃)
Waktu (jam)
24 48
1 30
Timbul gelembung
udara
gelembung udara
bertambah
2 60
timbul gelembung
udara
gelembung udara tidak
bertambah
Tabel 1.2 Perubahan yang terjadi pada media ektrak
mangga dengan penambahan E. Coli dari limbah tahu
setelah 48 jam.
NO
.
Suh
u (
℃)
Waktu(jam)
24 48
1 30
Timbul gelembng
udara
gelembung udara
bertambah
2 60
tidak timbul
gelembng udara
tidak timbul
gelembung udara
A.2 Pengujian Pengaruh pH
Tabel A.3 Perubahan yang terjadi pada media ektrak
mangga, ektrek singkong, dan air beras dengan
penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu
setelah 48 jam.
35
NO
.Medium
pH
Waktu (jam)
24 48
1
ekstra
k
mangga 4
sedikit gelembung
udara
gelembung
udara
bertambah
2
ekstra
k
singko
ng 5
lebih banyak
gelembung udara
gelembung
udara
bertambah
3
air
beras 7
lebih banyak
gelembung udara
gelembung
udara
bertambahA.3 Pengujian Pengaruh Kadar Air
Tabel A.4 Perubahan yang terjadi pada smpel media
singkong rebus dengan penambahan jamur
Aspergillus dari roti setelah 72 jam.
NO
.
keada
an
mediu
m
Waktu (jam)
24 48 72
1kerin
g
jamur
berwarna
hijau pudar
dan tumbuh
sedikit
jamur
berwarna
hijau pudar
dan tidak
bertambah
jamur
berwarna
hijau dan
tidak
bertambah
36
2lemba
b
jamur
berwarna
hijau pudar
dan tumbuh
banyak
jamur
berwarna
hijau dan
bertambah
jamur
bertambah
banyak dari
sebelumnya
3 basah
jamur
berwarna
hijau lumut
pudar dan
berlendir
jamur
berwarna
hijau
pudardan
bergelembung
warna jamur
hijau pudar
dan
mengurang
Tabel A.5. Perubahan yang terjadi pada sampel media
singkong rebus dengan penambahan jamur
Sacharumices cereviceae dari ragi setelah 72 jam.
NO
.
keada
an
mediu
m
Waktu (jam)
24 48 72
1kerin
g
jamur mulai
tumbuh
jamur tidak
bertambah
jamur tidak
bertambah
2lemba
b
jamur lebih
banyak dari
medium
kering
jamur lebih
banyak dari
sebelumnya
jamur
berwarna
kuning gelab,
semakin
banyak, dan
ada lendir
37
3 basah
tumbuh
jamur dan
sedikit
berlendir
jamur
sedikit
bertambah
dan ada
gelembung
warna jamur
kuning pudar,
berlendir,
dan ada
gelembung
A.4 Pengujian Pengaruh Cahaya
Tabel A.6. Perubahan yang terjadi pada sampel media NA
dengan penambahan jamur Sacharonices Cerevirceae
dari ragi setelah 48 jam.
NO.
Lama
penyina
ran
(menit)
Wakt
u
(jam
)
perubahan yang terjadi
1 5
24permukaan medium licin, medium
mulai menyusut, dan tubuh jamur
48
permukaan mediun licin, medium
semakin menyusut, dan jamur
mulai banyak
2 15
24
permukaan mediun licin, medium
semakin menyusut, dan tumbuh
jamur
48
permukaan medium licin, medium
mengeras, dan hanya sedikit
menyusut
38
3 35
24
permukaan medium licin, medium
mengeras, dan medium mulai
menyusut
48
permukaan medium licin, medium
mengeras, dan sangat sedikit
menyusut
A.5 Pengujian Pengaruh Tekanan Osmotik
Tabel A.7. Perubahan yang terjadi pada sampel media NB
dengan penambahan Sacharonices Cereverceae dari ragi
setelah 72 jam
NO
.
Konsent
rasi
(%)
Waktu jam)
24 48 72
1 10
tumbuh
jamur
dan ragi
mulai
mengendap
jamur lebih
banyak
dipermukaan
dan ragi
mengendap
jamur lebih
banyak dari
sebelumnya,
ragi
mengendap,
dan medium
berubah warna2 20 jamur
timbul di
permukaan
dan ragi
mulai
jamur lebih
banyak
dipermukaan
dan ragi
jamur lebih
banyak dari
sebelumnya,
ragi
mengendap,
39
mengedap mengendap
dan medium
berwarna
keruh
Tabel A.8. Perubahan yang terjadi pada sampel media NB
dengan penambahan Aspergillus dari roti setelah
72 jam.
NO
.
Konsemtr
asi (%)
Waktu (jam)
24 48 72
1 10
tumbuh
sedikit
jamur,
sedikit
jamur,
dan
medium
keruh
endapam
lebih
banyak
dari
sebelumnya
dan medium
lebih
keruh
jamur lebih
banyak dari
sebelumnya,
ragi
mengendap, dan
medium lebih
keruh dari
sebelumnya
2 20
sedikit
jamur,
ada
endapan,
dan
medium
keruh
jamur
lebih
banyak.
endapan
lebih
banyak,
dan medium
keruh
jamur lebih
banyak dari
sebelumnya,
ragi
mengendap, dan
medium semakin
keruh
40
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN DATA
Rumus menghitung konsentrasi :
M = mmr x
1V
Keterangan :
M : molaritas (mol/liter)
m : massa (gram)
Mr : massa molekul relatif (gram/mol)
V : volume (liter)
B.1 Perhitungan massa sukrosa (C12 H24 O11) dengan
konsentrasi 10% dalam 10 ml aquades, Mr C12 H24 O11 ¿343
M = mmr x
1V
41
10100 =
m343 x
10,01l
110 =
m343
M = 0,343 gram
B.2 Perhitungan massa sukrasa (C12 H24 O11) dengan
konsentrasi 20% dalam 1oml aquades, Mr C12 H24 O11 ¿343
M = mmr x
1V
20100 =
m343 x
10,01l
210 =
m343
M = 0,68 gram
LAMPIRAN C
GAMBAR
C.1 Uji Pengaruh Suhu
42
(a)
(b)
Gambar C.1 Pertumbuhan E. Coli padamedia kaldu glukosa
(a) dan ekstrak mangga (b) suhu 30℃ dan 60℃pada waktu 0 jam.
(a)
(b)
Gambar C.2 Pertumbuhan E. Coli pada media kaldu glulosa
(a) dan ekstrak mangga (b) suhu 30℃dan 60℃setelah 24 jam.
43
(a)
(b)
Gambar C.3 Pertumbuhan E. Coli pada media kaldu glukosa
(a) dan ekstrak mangga (b) suhu 30℃dan 60℃setelah 48 jam.
C.2 Pengujian Pengaruh pH
Gambar C.4 Pertumbuhan E. Coli yang terjadi pada media
ekstrak mangga pH 4 setelah 0, 24, dan 48 jam.
44
Gambar C.5 Pertumbuhan E. Coli pada medium ekstrak
singkong pH 5 setelah 0, 24, dan 72 jam.
Gambar C.6 Pertumbuhan E. Coli pada medium air beras pH
setelah 0, 24, dam 48 jam.
C.3 Pengujian Pengaruh Kadar Air
Gambar C.7 Pertumbuhan Aspergillus pada medium singkong
rebus dengan kadar air (kering, lembab,
dam basah) pada saat 0 jam.
45
Gambar C.8 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada medium
singkong rebus dengan kadar air (kering ,
lembab, dan basah) pada saat 0 jam.
Gambar C.9 Pertumbuhan Aspergillus pada medium singkong
redus dengan kadar air (kering, lembab, dan
basah) setelah 24 jam.
46
Gambar C.10 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada
mediun singkong rebus dengan kadar air
(kering, lembab, dan basah) setelah 24 jam.
Gambar C.11 Pertumbuhan Apergillus pada medium singkong
rebus dengan kadar air (kering, lembab, dan
basah) setelah 48 jam.
47
Gambar C.12 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada
medium singkong rebus dengan kadar (air
kering, lembab, dan basah) setelah 48 jam.
Gambar C.13 Pertumbuhan Aspergillus pada medium singkong
rebus dengan kadar air (kering, lembab, dan
basah) setelah 72 jam.
Gambar C. 14 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada media
singkong rebus dengan kadar air (kering,
lembab, dan basah) setelah 72 jam.
48
C.4 Pengujian Pengaruh Cahaya
Gambar C.15 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada medium
NA dengan penyinaran 5, 15, dan 35 menit pada
saat 0 jam.
Gambar C.16 Pertumbuhan Sacharomices cereviceae pada medium
NA dengan penyinaran 5, 15, dan 35 menit
setelah 48 jam.
49
Gambar C. 17 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada
medium NA dengan penyinaran 5, 15, dan 35
menit setelah 48 jam.
C.5 Pengujian Pengaruh Tekanan Osmosis
Gambar C.18 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dengan
konsentrasi sukrosa 10% dan 20% pada saat 0
jam.
50
Gambar C.19 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada NB
dengan konsentrasi sukrosa 10% dan 20% pada
saat 0 jam.
Gambar C.20 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dengan
konsentrasi sukrosa
10% dan 20% setelah 24 jam.
Gambar C.21 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dangan
konsentrasi sukrosa
10% dan 20% setelah 24 jam.
51
Gambar C.22 Pertumbuhan Aspergillus pada medium NB dengan
konsentrasi sukrosa 10% dan 20% setelah 48
jam.
Gambar C.23 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada NB
dengan konsentrasi 10% dan 20% setelah 48
jam.
52