uji faktor lingkungan terhadap pertumbuhan mikroorganisme

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan mikroba umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba, diperlukan suatu kombinasi nutrien serta faktor lingkungan yang sesuai. Perubahan faktor lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Faktor kimiawi yang mempengaruhi antara lain senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya. Faktor biotik mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose, dan sintropisme. 1.2 Tujuan percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah : 1

Transcript of uji faktor lingkungan terhadap pertumbuhan mikroorganisme

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pertumbuhan mikroba umumnya sangat tergantung dan

dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perubahan faktor

lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat

morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba

selain menyediakan nutrient yang sesuai untuk

kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang

memungkinkan pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak

hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi

juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk

berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba, diperlukan

suatu kombinasi nutrien serta faktor lingkungan yang

sesuai. Perubahan faktor lingkungan terhadap

pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan terjadinya

perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Faktor kimiawi

yang mempengaruhi antara lain senyawa toksik atau

senyawa kimia lainnya. Faktor biotik mencakup adanya

asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme,

dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose, dan

sintropisme.

1.2 Tujuan percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah :

1

1. Untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan fisis

yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

mikroorganisme; dan

2. Untuk dapat melakukan pengujian terhadap faktor

lingkungan fisis pertumbuhan mikroorganisme.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

                Kehidupan bakteri tidak hanya

dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, akan tetapi

juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat

mengubah pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini

disebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor

lingkungan dapat di bagi atas faktor-faktor biotik dan

faktor-faktor abiotik. Di mana, faktor-faktor biotik

terdiri atas makhluk-makhluk hidup, yaitu, mencakup

adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara

mikroorganisme, dapat dalam bentuk simbiose,

sinergisme, antibiose, dan sintropisme. Sedangkan

faktor-faktor abiotik terdiri atas faktor fisika

2

(misal: suhu, atmosfer gas, pH, tekanan osmotik,

kelembaban, sinar gelombang ,dan pengeringan) serta

faktor kimia (misal: adanya senyawa toksik atau senyawa

kimia lainnya (Hadientomo, 1985).

2.1 Sterilisasi

Sterilisasi yaitu proses membunuh semua

mikroorganisme termasuk spora bakteri pada benda yang

telah didekontaminasi dengan tepat. Tujuan sterilisasi

yaitu untuk memusnahkan semua bentuk kehidupan

mikroorganisme patogen termasuk spora, yang mungkin

telah ada pada peralatan kedokteran dan perawatan yang

dipakai. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih

metode sterilisasi yaitu sifat bahan yang akan

disterilkan. Metode sterilisasi antara lain :

a. Sterilisasi secara fisik

Sterilisasi secara fisik dipakai bila selama

sterilisasi dengan bahan kimia tidak akan berubah

akibat temperatur tinggi atau tekanan tinggi. Cara

membunuh mikroorganisme tersebut adalah dengan panas.

Panas kering membunuh bakteri karena oksidasi komponen-

komponen sel. Daya bunuh panas kering tidak sebaik

panas basah. Pemanasan basah dapat memakai Autoclave,

tyndalisasi dan pasteurisasi. Autoclave adalah alat

serupa tangki minyak yang dapat diisi dengan uap air.

Tyndalisasi merupakan metode dengan mendidihkan medium

dengan uap beberapa menit saja. Pasteurisasi adalah

3

suatu cara disinfeksi dengan pemanasan untuk mengurangi

jumlah mikrooranisme tanpa merusak fisik suatu bahan.

Pemanasan kering dapat memakai oven dan pembakaran.

Selain itu dapat dilakukan penyinaran dengan sinar

gelombang pendek (Waluyo, 2005).

b. Sterilisasi secara kimia

Sterilisasi secara kimia dapat memakai antiseptik

kimia. Pemilihan antiseptik terutama tergantung pada

kebutuhan daripada tujuan tertentu serta efek yang

dikehendaki. Perlu juga diperhatikan bahwa beberapa

senyawa bersifat iritatif, dan kepekaan kulit sangat

bervariasi. Zat-zat kimia yang dapat dipakai untuk

sterilisasi antara lain halogen (senyawa klorin,

yodium), alkohol, fenol, hidrogen peroksida, zat warna

ungu kristal, derivat akridin, rosalin, deterjen,

logam-logam berat, aldehida, ETO, uap formaldehid

ataupun beta-propilakton

(Volk,

1993).

c. Sterilisasi secara mekanik.

Sterilisasi secara mekanik dapat dilakukan dengan

penyaringan. Penyaringan dengan mengalirkan gas atau

cairan melalui suatu bahan penyaring.

Pembiakan mikroba dalam laboratorium memerlukan

medium yang berisi zat hara serta lingkungan

pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat hara

4

digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan,

sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme, dan

pergerakan. Lazimnya, medium biakan berisi air, sumber

energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen,

sulfur, fosfat, oksigen, hidrogen, serta unsur-unsur

lainnya. Dalam bahan dasar medium dapat pula

ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino,

vitamin, atau nukleotida

(Lim,

1998).

2.2 Pengaruh Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba. Setiap

mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum

tertentu untuk pertumbuhannya.

Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan

atas tiga kelompok sebagai berikut:

Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran

suhu pertumbuhan 0 - 20°C.

Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu

pertumbuhan 20 - 45°C.

Termofil, yaitu mikroba yang mempunyai suhu

pertumbuhannya di atas 45°C.

5

Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan

mikroba mesofil, yaitu tumbuh baik pada suhu ruangan

atau suhu kamar. Bakteri patogen umumnya mempunyai suhu

optimum pertumbuhan sekitar 37℃,yang juga adalah suhutubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh manusia

merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan beberapa

bakteri patogen.

Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh

pada kisaran suhu 4 −¿ 66℃. Oleh karena kisaran suhu

tersebut merupakan suhu yang kritis untuk penyimpanan

pangan, maka pangan tidak boleh disimpan terlalu lama

pada kisaran suhu tersebut. Pangan harus disimpan pada

suhu di bawah 4℃ atau di atas 66℃. Pada suhu di bawah

4°C, mikroba tidak akan mati tetapi kebanyakan mikroba

akan terhambat pertumbuhannya, kecuali mikroba yang

tergolong psikrofil. Pada suhu di atas 66℃, kebanyakan

mikroba juga terhambat pertumbuhannya meskipun beberapa

bakteri yang tergolong termofil mungkin tidak mati

(Dwijoseputro, 2010).

2.3 Pengaruh pH

Secara alami, kebanyakan bahan makanan (daging,

ikan, dan suyuran) bersifat agak asam, sedangkan

sebagian lainnya (sebagian besar buah-buahan) cukup

asam, tetapi putih telur bersifat basa. Semakin rendah

nilai pH, semakin efektif  pengaruh asam organik

6

sebagai pengawet, meskipun pertumbuhan setiap jasad

renik dalam makanan mempunyai nilai pH optimum,

minimum, dan maksimum. Meskipun demikian, pH tidak

jarang berinteraksi dengan parameter lain dalam makanan

dengan menghambat pertumbuhan. pH makanan juga

berdampak terhadap kemampuan daya penghancur bakteri

oleh pemanasan jika pH rendah (diturunkan), jumlah

panas yang dibutuhkan lebih sedikit daripada jumlah

jumlah panas pada makanan dengan pH yang lebih tinggi

(Mossel

dkk,1995).

Medium harus mempunyai pH yang tepat, yaitu tidak

terlalu asam atau basa. Kebanyakan bakteri tidak tumbuh

dalam kondisi terlalu basa, dengan pengecualian basil

kolera (Vibrio cholerae). Pada dasarnya tak satupun

yang dapat tumbuh baik pada pH lebih dari 8. Kebanyakan

patogen, tumbuh paling baik pada pH netral (pH 7) atau

pH yang sedikit basa (pH 7,4). Beberapa bakteri tumbuh

pada pH 6 ; tidak jarang dijumpai organisme yang tumbuh

baik pada pH 4 atau 5. Sangat jarang suatu organisme

dapat bertahan dengan baik pada pH 4, bakteri autotrof

tertentu merupakan pengecualian. Karena banyak bakteri

menghasilkan produk metabolisme yang bersifat asam atau

basa (Volk&Wheeler,1993).

Mikroba umumnya menyukai pH netral yaitu pH 7.

Beberapa bakteri dapat hidup pada pH tinggi (medium

7

alkalin) Apabila mikroba ditanam pada media dengan pH 5

maka pertumbuhan didominasi oleh jamur, tetapi apabila

pH media 8 maka pertumbuhan didominasi oleh bakteri.

Berdasarkan pHnya mikroba dapat dikelompokan menjadi 3

yaitu mikroba asidofil adalah kelompok mikroba yang

dapat hidup tumbuh baik pada pH 6,0 – 8,0 pada pH 2,0−¿ 5,0, mikroba mesofil (neutrofil) adalah kelompok

mikroba yang dapat hidup pada pH 5,5 −¿ 8,0, dan

mikroba alkafil adalah kelompok mikroba yang dapat

hidup pada pH 8,4 −¿ 9,5 (Brooks dkk, 1994).

2.4 Pengaruh Kadar Air

Mikroorganisme menunjukkan perbedaan yang luas

dari segi tuntutan keperluan akan kadar air . Untuk

dapat membandingkan larutan dalam air dan zat-zat

padat dari segi banyaknya air yang tersedia , digunakan

parameter aktivitas air atau kelembaban relatif .

Mikroorganisme sanggup tumbuh pada aktivitas air dari

0,998 sampai 0,6 (Schlegel, 1994).

2.3 Pengaruh cahaya

Cahaya matahari terdiri dari sinar tampak dan

sinar ultraviolet, namun sinar yang dimanfaatkan secara

optimal oleh mikroalga untuk proses fotosintesis.

Secara garis Buitenzorg seperti pada umumnya

pertumbuhan mikroorganisme lainnya, laju pertumbuhan

8

tinggi yang kemudian perlahan menurun yang disebabkan

karena pertumbuhan akan memasuki fasa stasioner. Laju

pertumbuhan pada pencahayaan siklus harian menunjukkan

nilai yang lebih tinggi pada awal pertumbuhan

dibandingkan dengan pencahayaan sinambung, kemudian

menurun drastis ketika kondisi gelap. Pencahayaan

sinambung menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih

konstan (Wijanarko, 2007).

2.6 Pengaruh Tekanan Osmosis

Pengaruh Tekanan Osmotik Terhadap Pertumbuhan

Mikroba

Tekanan osmosis sangat erat hubungannya dengan

kandungan air. Apabila mikroba diletakkan pada larutan

hipertonis, maka selnya akan mengalami plasmolisis,

yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel

akibat mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada

larutan hipotonis, maka sel mikroba akan mengalami

plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke

dalam sel, sel membengkak dan akhirnya pecah (Pratiwi,

2009).

Berdasarkan tekanan osmosis yang diperlukan

mikroba dapat dikelompokkan menjadi: (1) mikroba

osmofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar

gula tinggi. Contohnya adalah khamir. (2) mikroba

halofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar

9

garam halogen yang tinggi. Contohnya yaitu

Halobacterium. (3) mikroba halodurik, adalah kelompok

mikroba yang dapat tahan (tidak mati) tetapi tidak

dapat tumbuh pada kadar garam tinggi, kadar garamnya

dapat mencapai 30% (Hamid, 2009).

BAB III

METODELOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan bahan

3.1.1 Alat

1. Tabung reaksi

2. Tabung durham

3. Cawan petri

4. Erlenmeyer

5. Gelas ukur

6. Pipet tetes

7. Magnetik stirer

8. Kawat oase

10

9. Spatula

10. Kertas sampul

11. Kapas

12. Autoclave

13. Clean bench

14. Oven

15. Kertas indikator pH

3.1.2 Bahan

1. Nutrient agar

2. Glukosa

3. Nacl

4. pepton

5. Aquades

6. Ekstrak singkong

7. Ekstrak mangga

8. Air beras

9. Singkong rebus

10. Limbah air tahu

11. Ragi

12. Roti busuk

13. Ekstrak daging

3.2 Prosedur kerja

3.2.1 Sterilisasi

11

Sebelum melakukan sterilisasi, alat yang akan

digunakan dicuci terlebih dahulu, kemudian

dikeringkan;

Alat dibungkus dengan menggunakan kertas sampul

coklat. Alat seperti erlenmeyer dan sejenisnya,

permukaannya ditutup dengan menggunakan kapas;

Diperiksa bagian bawah autoclave apakah berisi air

atau tidak, jika air tidak ada maka dimasukkan

air ke dalam tempat air pada bagian bawah

autoclave;

Dibuka autoclave, dikeluarkan keranjang yang ada

didalam autoclave, kemudian diisi dengan alat-alat

yang akan disterilisasikan.

Dimasukkan kembali keranjang tersebut ke dalam

autoclave, kemudian ditutup autoclave;

Ditekan tombol start, kemudian tunggu sampai suhu

121°C sampai alarm berbunyi;

Setelah alarm berbunyi, ditekan tombol exhaust

kemudian ditunggu sampai suhu turun 60 – 70°C,lalu dibuka autoclave; dan

Sterilisasi selesai.

3.2.2 Pembuatan NA

Dicampurkan agar-agar 1,5 gram, NaCl 0,6 gram,

glukosa 0,8 gram dan aquades sebanyak 100 ml di

dalam Erlenmeyer;

12

Dimasukkan magnetic stirrer ke dalam campuran

tersebut;

Diletakkan di atas hot plate sampai campuran

tersebut homogen; dan

Diletakkan ke dalam cawan petri dan didinginkan.

3.2.3 Pembuatan NB

Dicampurkan glukosa 0,6 gram, pepton 0,8 gram,

ekstrak daging 10 ml dan aquades sebanyak 100 ml

di dalam erlenmeyer; dan

Diaduk hingga homogen.

3.2.4 Pembuatan Media Kaldu Glukosa

Di campurkan glukosa 0,3 gram, NaCl 0,5 gram, dan

aquades sebanyak 10 ml di dalam erlenmeyer; dan

Diaduk hingga homogen.

3.2.5 Uji pengaruh suhu

Disiapkan 4 tabung reaksi yang dilengkapi dengan

tabung durham yang telah diberi tanda A, B, C,

dan D;

Dimasukkan media kaldu glukosa ke dalam tabung

reaksi A dan B, dan ekstrak mangga ke dalam

tabung reaksi C dan D yang dilengkapi tabung

durham sebanyak ¾ tabung reaksi;

13

Dimasukkan sampel limbah air tahu ke dalam

masing-masing tabung reaksi sebanyak 10 ml;

Diinkubasikan pada suhu 30°C di clean bench, dan

60°C di oven; dan

Diamati perumbuhan bakteri setelah 24 −¿ 48 jam.

3.2.6 Uji pengaruh pH

Disiapkan 3 tabung reaksi yang dilengkapi dengan

tabung durham;

Dimasukkan ekstrak mangga, ekstrak singkong, dan

air beras ke dalam masing-masing tabung reaksi

yang dilengkapi tabung durham sebanyak ¾ tabung

reaksi, kemudian diukur pH;

Dimasukkan sampel limbah air tahu ke dalam

masing-masing tabung reaksi sebanyak 10 ml;

Dimasukkan ke dalam clean bench; dan

Diamati pertumbuhan bakteri setelah 24 – 48 jam.

3.2.7 Uji pengaruh kadar air

Dimasukkan media singkong rebus ke dalam masing-

masing 6 cawan petri. Diberi kode A, B, C, D, E,

dan F;

Cawan petri A dan B diperlakukan dalam keadaan

kering, cawan petri C dan D diberi air sampai

lembab, cawan petri E dan F diberi air sampai

basah pada masing-masing media;

14

Aspergillus yang diambil dari roti busuk yang telah

dilarutkan dengan aquades dimasukkan ke dalam

cawan petri A, C dan E, dan Sacharomices Cereviceae

yang di ambil dari ragi yang telah dilarutkan

dengan aquades dimasukkan ke dalam cawan petri B,

D dan F;

Dimasukkan ke dalam clean bench; dan

Diamati pertumbuhan bakteri setelah 24 – 72 jam.

3.2.8 Uji pengaruh cahaya

Disiapkan 3 cawan petri yang telah berisi NA;

Digoresi permukaan NA;

Sacharomyces cerevisiae yang diambil dari ragi yang

telah dilarutkan dengan aquades dimasukkan ke

dalam masing-masing cawan petri;

Diberi penyinaran dengan menggunakan sinar

matahari selama 5, 15, dan 35 menit;

Dimasukkan ke dalam clean bench; dan

Diamati pertumbuhan mikroorganisme setelah 24 –

48 jam

3.2.9 Uji pengaruh tekanan osmosis

Disiapkan 4 tabung reaksi tanpa tabung durham

yang telah diberi tanda A, B, C, dan D;

Dimasukkan NB ke dalam masing-masing tabung

reaksi sebanyak ¾ tabung reaksi;

15

Dimasukkan sukrosa dengan konsentrasi 10% ke

dalam tabung reaksi A dan C, dan konsentrasi 20%

ke dalam tabung reaksi B dan D;

Dimasukkan suspensi Sacharomices Cereviceae ke dalam

tabung reaksi A dan B, dan Aspergillus ke dalam

tabung reaksi C dan D;

Dimasukkan ke dalam clean bench; dan

Diamati pertumbuhan mikroorganisme setelah 24 –

72 jam.

16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur

semua komponen sel suatu jasad. Pembelahan sel adalah

hasil dari pertumbuhan sel. Pada jasas tunggal

(uniseluler), pertumbuhan atau pembiakan sel adalah

pertambahan jumlah individunya. Tapi hanya merupakan

pertumbuhan jaringan atau bertambahn besar jasadnya.

Dalam membahas pertumbuhan mikroba harus dibedakan

antara pertumbuhan individu dan pertumbuhan populasi

(Suhrjono, 2006).

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan mikroba meliputi suhu, pH, kadar

air ,cahaya, dan tekanan osmosis.

4.1. Pengujian Pengaruh Suhu

Suhu optimum merupakan suhu pada saat pertumbuhan

terbaik mikroorganisme. Pada suhu yang sangat tinggi

17

akan terjadi denaturasi protein, sedangkan pada suhu

yang sangat rendah aktifitas pada enzim akan berhenti

(Tortora, 2001).

Diatas maksimum pertumbuhan, kecepatan pertumbuhan

akan menurun, sehingga meningkatkan peningkatan dalam

kecepatan kematian sel. Kecepatan kematian sel sangat

dipengaruhi oleh suhu (Abubakar, 1994).

Pada pengujian ini digunakan dua sampel media

cair, yaitu media kaldu glukosa dan ekstrak mangga

dengan penambahan bekteri E. Coli dari limbah tahu. Media

kaldu glukosa terbuat dari glukosa sebanyak 0,3 gram,

NaCl 0,5 gram, dan aquades 10 ml. Limbah tahu yang

mengandung bakteri E. Coli dimasukkan ke dalam tadung

reaksi yang masing-masing berisi sampel media yang

didalamnya telah terdapat tabung durham. Kemudian

diinkubasikan pada suhu 30℃ yaitu di dalam clean bench,

dan pada suhu 60℃ di dalam oven, kemudian diamati

selama 24 −¿ 48 jam.

18

(a) (b)

Gambae 4.1 Perubahan yang terjadi pada sample media

kaldu glukosa dengan penambahan

bakteri E. Coli dari limbah tahu pada suhu 30

℃(a) dan suhu 60℃ (b) setelah 24 jam.

(a) (b)

19

Gambar 4.2 Perubahan yang terjadi pada sampel media

ekstrak mangga dengan penambahan

bakteri E. Coli dari limbah tahu pada suhu 30℃(a) dan suhu 60℃ (b) setelah 48 jam.

Pada suhu 30℃, media glukosa yang telah

ditambahkan E. Coli dari limbah tahu, terlihat adanya

gelembung udara pada tabung durham yang menunjukkan

adanya pertumbuhan bekteri.

Pada suhu 60℃juga terlihat gelembung-gelembung

udara pada tabung durham, akan tetapi tidak mengalami

pertambahan seperti pada suhu 30℃. Walaupun demikian,

hal ini juga menandakan bahwa pada suhu 60℃ bakteri

masih dapat tumbuh.

Hal yang sama juga terjadi pada medium ekstrak

mangga, dimana pada suhu 30℃ bakteri masih

memungkinkan untuk tumbuh, yang ditandai dengan adanya

gelembung udara pada tabung durham. Sedangkan pada suhu

60℃, pada tabung durham tidak terdapat gelembung udara

yang menampakkan bahwa bakteri tidak dapat tumbuh.

4.2. Pengujian Pengaruh pH

Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran

pH sebesar 3 −¿ 4. Kebanyakan bakteri mempunyai pH

optimum sekitar pH 6,5 −¿ 7,5. Dibawah pH 4 −¿5 dan

diatas 8,5 tidak dapat tumbuh dengan baik. Nilai pH

untuk pertumbuhan mikroba mempunyai hubungan dengan

20

suhu pertumbuhan. Jika suhu naik, pH optimum untuk

pertumbuhan juga naik (Abubakar,1994).

Pada percobaan ini digunakan tiga medium

pertumbuhan, yaitu ekstrak mangga, ekstrak singkong,

dan air beras. Setelah diukur kadar pH masing-masing

medium menggunakan kertas indikator universal pH

didapatkan ekstrak mangga dengan pH 4, ekstrak singkong

dengan pH 5 dan air beras dengan pH 6,5. Kemudian

masing-masing pH dimasukkan kedalam tabung reaksi yang

didalamnya telah terdapat tabung durham, dan

diinokulasikan dengan bakteri E. coli yang diperoleh dari

air limbah tahu. Kemudian diinkubasikan dalam clean

bench selama 24 −¿ 48 jam.

(a) (b)

(C)

Gambar 4.3 Perubahan yanga terjadi pada sampel media

ekstrak mangga pada pH 4 (a),

ekstrak singkong pada pH (b), dan air beras pada pH 6,5

(c) dengan

penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu setelah 48

jam.

21

Dari hasil pengamatan, E. Coli sedikit tumbuh pada pH

4, ditandai dengan gelembung udara yang sedikit pada

tabung durham. Pada pH 5 lebih banyak gelembung udara

dibandingkan pada pH 4. Pada pH 6,5 bakteri E Coli dapat

tumbuh dengan baik. Ditandai dengan gelembung udara

lebih banyak dari pada pH 4 dan 5. Hal ini dikarenakan

bakteri mempunyai pH optimum untuk tumbuh yaitu pada pH

6,5 −¿ 7,5. Sedangkan pada pH 3 −¿ 4 bakteri juga bisa

tumbuh namun tidak secara optimal.

4.3 Pengujian Pengaruh Kadar Air

Mikroorganisme mempunyai kelembaban optimum. Pada

umumna untuk pertumbuhan ragi dan bakteri juga

diperlukan kelembaban yang sangat tinggi sekitar 85 %.

Sedangkan untuk jamur dan aktinomiset diperlikan

kelembaban yang rendah dibawah 80 % (Suriawiria, 2003).

Pada percobaan ini menggunakan singkong yang sudah

di rebus sebagai mediumnya. Kemudian singkong tersebut

diletakkan pada 6 cawan petri yang telah diberi tanda

A, B, C, D, E, dan, F. Pada cawan perti A dan B,

singkong tidak diberi air. Cawan patri C dan D singkong

diberi air hingga cukup membasahi singkong. Dan pada

cawan petri E dan F singkong diberi air hingga

menggenangi permukaan singkong. Lalu pda cawan petri A,

C, dan E diinokulasikan suspensi jamur Sacharomices

Cereverceae dipermukan singkong. Sedangkan pada cawan

petri B, D, dan F diinokulasikan suspensi Aspergillus

22

dipermukaan singkong. Kemudian diinokolasikan pada suhu

ruangan di dalam clean bench.

(a)

(b) (c)

Gambar 4.4 Perubahan yang terjadi pada sampel medium

singkong rebus dalam keadaan kering (a),

lembab (b), dan basah (c) dengam penambahan

Aspergillus dari roti setelah 72 jam.

Gambae 4.5 Perubahan yang terjadi pada sampel media

singkong rebus dalam keadaan kering (a),

23

lembab (b), dan basah (c) dengan penambahan

Sacharonices Cereviceae setelah 72 jam.

Pada hasil pengamatan, perubahan yang terjadi pada

sampel medium singkong rebus dengan menambahan jamur

Aspergillus dari roti setelah 72 jam, yaitu pada keadaan

kering jamur tidak bertambah. Setelah pada keadaan

lembab jamur tumbuh lebih banyak dan semakin bertambah.

Pada keadaan basah jamur hanya dapat bertambah sedikit

dan ada gelembung.

Sedangkan pada medium singkong rebus dangan

penambahan ragi (Sacharomices Cereviceae) setelah 72 jam

pada keadaan kering hanya ditumbuhi sedikit sekali

jamur yang ditandai dengan bercak kuning. Sementara

pada keadaan lembab jamur tumbuh lebih banyak dan

sedikit lendir. Dan pada keadaan basah bercak putih

bertambah, disertai lendir dan gelembung.

Dari hasil pengamatan, singkong dengan kadar air

lembab sangat cocok untuk pertumbuhan jamur. Kelembaan

ragi dan Aspergillus yaitu dibawah 80% kadar airnya.

4.4. Penguian Pengaruh Cahaya

Umumnya cahaya, mempunyai daya merusak pada sel

mikroorganisme yang tidak mempunyai pigmen

fotosintesis. Sedangkan cahaya dengan gelombang pendek

dapat berpengaruh pada jasad hidup. Sinar gelombang

panjang juga mempunyai daya foto dinamik dan daya

biofilik, misalnya cahaya matahari

24

(Suriawiria, 2003).

Percobaan ini dilakukan dengan terlebih dahulu

membuat mediun NA (Nutrien agar) yaitu yang terbuat

dari 1,5 gram nurtien agar, 0,6 gram NaCl, 0,8 gram

glukosa, dan 100 ml aquades. Setelah medium NA

mengeras, medium digores secara zigzag dangan

mengunakan kawat oase yang telah dibakar agar steril.

Pada semua medium NA diberi ragi dan disertai dengan A,

B, dan C. Cawan petri A diberi sinar selama 5 menit,

cawan petri B diberi sinar selama 15 menit, dan cawan

petri C diberi penyinaran selama 35 menit. Kemudian

diamati selama 24 −¿ 48 jam.

(a)

(b) (c)

Gambar 4.6 Perubahan yang terjadi pada sampel media NA

dengan penambahan jamur Sacharomices Cereviceae

dari ragi pada penyinaran 5 menit (a), 15

menit (b) dan 35 menit (c) setelah 48 jam.

Setelah 48 jam pada cawan petri yang diberi

penyinaran selama 5 menit, jamur dapat tumbuh dengan

25

baik dibandingkan penyinaran 15 dan 35 menit. Hal ini

ditandai dengan medium yang semakin lama semakin

menyusut dan garis zigzagnya semakin merenggang.

Sedangkan pada medium yang diberi penyinaran selama 15

menit, medium hanya menyusut sedikit dan garis zigzag

hanya sedikit merenggang. Hal ini menandakan bahwa

jamur hanya dapat tumbuh sedikit. Pada medium yang

diberi penyinaran 35 menit tidak dapat tumbuh dengan

baik.

4.5. Pengujian Pengaruh Tekanan Osmosis

Osmotik adalah difusi air ke dalam larutan yang

lebih pekat. Biasanya sitoplasma sel bakteri lebih

pekat daripada lingkungannya (sitoplasma memiliki nilai

potensial lebih negatif), sehingga proses osmosis

(masuknya air ke dalam sel) terjadi pada bakteri

tersebut. Karena air masuk ke dalam sel, maka terjadi

tekanan pada dinding sel oleh air. Tekaman itu disebut

tekanan tugor

(purwoko, 2007).

Pada umumnya larutan hipertonis menghambat

pertumbuhan karena menyababkan plasmilisis. Beberapa

mikroorganisme dapat menyesuaikan diri terhadap kadar

garam sampai 30%. Golongan ini bersifat halodurik

(Suriawiria, 2003).

26

Pada percobaan ini, langkah awal yang dilakukan

yaitu dengan membuat NB yang terdiri dari ekstrak

daging 10 ml, pepton 0,8 gram, glukosa 0,6 gram, dan

aquadas 100 ml. Kemudian bahan-bahan tersebut

dimasukkan ke dalam erlenmayer, lalu diaduk menggunakan

magnetik stirer hingga larutan menjadi homogen, setelah

itu NB dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian

sukrosa yang memiliki konsentrasi yang berbeda-beda

dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yaitu

dengan konsentasi 10% dan 20%. Kemudian ditambahkan

suspensi ragi ke dalam tabung reaksi. Hal yang sama

juga dilakukan pada media NB dengan penambahan suspensi

aspergillus selama 72 jam.

27

(a)

(b)

Gambar 4.7 Perubahan yang terjadi pada sampel media NB

dengan konsentrasi sukrosa 10% (a) dan 20%

(b) dengan pemambahan Sacharomices Cereviceae dari

ragi setelah 72 jam.

28

(a)

(b)

Gambar 4.8 Perubahan yang terjadi pada sampel media NB

yang konsentrasi sukrosa 10% (a) dan

konsentrasi 20% (b) dengan penambahan Aspergillus

dari roti setelah 72 jam.

Pada pengaruh tekanan osmosis ini,

perubahan yang terjadi setelah 72 jam adalah sampel

media NB yang diberi penambahan Sacharomices cereviceae

dengan konsentrasi sukrosa 10% timbul bercak putih

lebih banyak, ragi mengandap dan medium berubah warna.

29

Sedangkan pada medium NB dengan konsentrasi sukrosa 20%

timbul bercak putih yang semakin banyak, ada endapan,

dan medium berwarna keruh.

Pada sampel medium NB yang diberi penambahan

bakteri Aspergillus dengan konsentrasi sukrosa 10%,

terjadi endapan, bercak lebih banyak, dan medium lebih

keruh dari sebelumnya. Sedangkan pada medium NB dengan

konsentrsi sukrosa 20% terjadi endapan, medium semakin

keruh, dan ada bercak putih di permukaan.

Sampel media NB dengan konsentrasi sukrosa

10% bersifat hipertonis, sedangkan sampel medium NB

dengan konsentrasi sukrosa 20% bersifat isotonis. Jamur

dapat tumbuh dengan baik pada kondisi medium yang

isotonis karena sel jamur berada pada tingkat tekanan

osmosis yang sesuai dengan proses osmosis yang terjadi

seimbang. Sebaiknya medium hipertonis akan menyebabkan

sel membengkak dan mengakibatkan rusaknya sel.

Ragi (Sacharomices Cereviceae) dapat

menyesuaikan diri terhadap kadar gula yang tinggi

(osmosis), sehingga walaupun pada medium dengan

konsentrasi sukrosa 20% Sacharomices Cereviceae masih dapat

tumbuh dengan baik dibandingkan dengan Aspergillus.

30

BAB V

KESIMPULAN

31

Berdasarkan data hasil pengamatan dan pembahasan maka

dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Faktor lingkungan fisis yang mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme adalan suhu, pH, kadar

air, cahaya, dan tekanan osmosis.

2. Bakteri E. Coli tumbuh dengan baik pada suhu 30℃dan tidak tumbuh pada suhu 60℃, termasuk ke dalam

golongan bekteri mesofit.

3. Mikroba dalam hal ini, E. Coli tidak dapat hidup pada

suhu yang tinggi seperti pada suhu 60℃, namun

akan tumbuh optimum pada suhu 30℃.

4. Bakteri E. Coli dapat tumbuh pada kisaran pH 6,0 −¿

8,0 , termasuk kedalam golongan bakteti neutrofil.

5. Air sangat penting untuk kehidupan mikroorganisme

sebagai sumber oksigen untuk bahan organik sel

pada respirasi mikroba lebih dominan tumbuh dalam

keadaan medium yang lebih lembab.

6. Pada pengaruh cahaya mikroba banyak tumbuh pada

cawan petri yang diberi sedikit penyinaran yaitu 5

menit dibandingkan 15 menit dan 35 menit.

7. Pada tekanan osmosis, mikroba tumbuh dengan baik

pada medium dengan konsentrasi sukrosa 20% (medium

isotonis).

32

DAFTAR PUSTAKA

AR, Abubakar. 1994. Mikrobiologi Teknik. Unsyiah: Banda

Aceh.

Brooks, dkk., 1994. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 2 .EGC,

Jakarta

Dwijoseputro. 1995. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta:Djambatan.

Hadioetomo, R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek..

PT.Gramedia. Jakarta.

Hamid, Z. 2009. Nutrisi Mikroba, Sebuah Esensi Dasar Untuk

Kehidupan Mikroba.

http://zaifbio.wordpress.com./2009/01/31/nutrisi

-mikroba, sebuah-esensi-dasar-untuk-kehidupan-

mikroba/. Diakses pada tanggal (27-03-2011).

http://blog.unila.ac.id/wasetiawan/files/2009/07/

kultivasi-reproduksi-dan pertumbuhan bakteri.

pdfSetiawan. Diakses pada tanggal (28-03-2011).

33

Lim, D. 1998. Microbiology 2nd Edition. McGraw Hill. United

of States America.

Pratiwi, A. 2009. Pengaruh Faktor Fisika Dan Kimia Terhadap

Mikroba Laut

http://www.scribd.com/doc/50076130/Pengaruh-

faktor-fisika-dan-kimia-terhadap-mikroba-laut.

Diakses pada tanggal (27-03-2011).

Purwoko, Tjahjadi. 2007. Fisiolagi Mikroba. PT. Umi

Aksara : Jakarta.

Schlegel, H. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Gajah

Mada University Press. Yogyakarta.

Suriwiria, Unus. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar

Pengolahan Buagan Secara biologi. PT. Alimni :Bandung.

Tortora Gj Funke Br, Case Cl. 2001. Mikrobiologi : an

Introduktion 7 th edition. Addison Wesley. Inc :

California.

Volk &Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1. Erlangga.

Jakarta.

Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Umum. UniversitasMuhammadiyah Malang Prees. Malang.

LAMPIRAN A

DATA PENGAMATAN

A.1 Uji Pengaruh Suhu

34

Tabel A.1 Perubahan yang terjadi pada sampel media

glukosa dengan penambahan bakteri E. Coli dari

limbah tahu setelah 48 jam.

NO

.

Suhu

(℃)

Waktu (jam)

24 48

1 30

Timbul gelembung

udara

gelembung udara

bertambah

2 60

timbul gelembung

udara

gelembung udara tidak

bertambah

Tabel 1.2 Perubahan yang terjadi pada media ektrak

mangga dengan penambahan E. Coli dari limbah tahu

setelah 48 jam.

NO

.

Suh

u (

℃)

Waktu(jam)

24 48

1 30

Timbul gelembng

udara

gelembung udara

bertambah

2 60

tidak timbul

gelembng udara

tidak timbul

gelembung udara

A.2 Pengujian Pengaruh pH

Tabel A.3 Perubahan yang terjadi pada media ektrak

mangga, ektrek singkong, dan air beras dengan

penambahan bakteri E. Coli dari limbah tahu

setelah 48 jam.

35

NO

.Medium

pH

Waktu (jam)

24 48

1

ekstra

k

mangga 4

sedikit gelembung

udara

gelembung

udara

bertambah

2

ekstra

k

singko

ng 5

lebih banyak

gelembung udara

gelembung

udara

bertambah

3

air

beras 7

lebih banyak

gelembung udara

gelembung

udara

bertambahA.3 Pengujian Pengaruh Kadar Air

Tabel A.4 Perubahan yang terjadi pada smpel media

singkong rebus dengan penambahan jamur

Aspergillus dari roti setelah 72 jam.

NO

.

keada

an

mediu

m

Waktu (jam)

24 48 72

1kerin

g

jamur

berwarna

hijau pudar

dan tumbuh

sedikit

jamur

berwarna

hijau pudar

dan tidak

bertambah

jamur

berwarna

hijau dan

tidak

bertambah

36

2lemba

b

jamur

berwarna

hijau pudar

dan tumbuh

banyak

jamur

berwarna

hijau dan

bertambah

jamur

bertambah

banyak dari

sebelumnya

3 basah

jamur

berwarna

hijau lumut

pudar dan

berlendir

jamur

berwarna

hijau

pudardan

bergelembung

warna jamur

hijau pudar

dan

mengurang

Tabel A.5. Perubahan yang terjadi pada sampel media

singkong rebus dengan penambahan jamur

Sacharumices cereviceae dari ragi setelah 72 jam.

NO

.

keada

an

mediu

m

Waktu (jam)

24 48 72

1kerin

g

jamur mulai

tumbuh

jamur tidak

bertambah

jamur tidak

bertambah

2lemba

b

jamur lebih

banyak dari

medium

kering

jamur lebih

banyak dari

sebelumnya

jamur

berwarna

kuning gelab,

semakin

banyak, dan

ada lendir

37

3 basah

tumbuh

jamur dan

sedikit

berlendir

jamur

sedikit

bertambah

dan ada

gelembung

warna jamur

kuning pudar,

berlendir,

dan ada

gelembung

A.4 Pengujian Pengaruh Cahaya

Tabel A.6. Perubahan yang terjadi pada sampel media NA

dengan penambahan jamur Sacharonices Cerevirceae

dari ragi setelah 48 jam.

NO.

Lama

penyina

ran

(menit)

Wakt

u

(jam

)

perubahan yang terjadi

1 5

24permukaan medium licin, medium

mulai menyusut, dan tubuh jamur

48

permukaan mediun licin, medium

semakin menyusut, dan jamur

mulai banyak

2 15

24

permukaan mediun licin, medium

semakin menyusut, dan tumbuh

jamur

48

permukaan medium licin, medium

mengeras, dan hanya sedikit

menyusut

38

3 35

24

permukaan medium licin, medium

mengeras, dan medium mulai

menyusut

48

permukaan medium licin, medium

mengeras, dan sangat sedikit

menyusut

A.5 Pengujian Pengaruh Tekanan Osmotik

Tabel A.7. Perubahan yang terjadi pada sampel media NB

dengan penambahan Sacharonices Cereverceae dari ragi

setelah 72 jam

NO

.

Konsent

rasi

(%)

Waktu jam)

24 48 72

1 10

tumbuh

jamur

dan ragi

mulai

mengendap

jamur lebih

banyak

dipermukaan

dan ragi

mengendap

jamur lebih

banyak dari

sebelumnya,

ragi

mengendap,

dan medium

berubah warna2 20 jamur

timbul di

permukaan

dan ragi

mulai

jamur lebih

banyak

dipermukaan

dan ragi

jamur lebih

banyak dari

sebelumnya,

ragi

mengendap,

39

mengedap mengendap

dan medium

berwarna

keruh

Tabel A.8. Perubahan yang terjadi pada sampel media NB

dengan penambahan Aspergillus dari roti setelah

72 jam.

NO

.

Konsemtr

asi (%)

Waktu (jam)

24 48 72

1 10

tumbuh

sedikit

jamur,

sedikit

jamur,

dan

medium

keruh

endapam

lebih

banyak

dari

sebelumnya

dan medium

lebih

keruh

jamur lebih

banyak dari

sebelumnya,

ragi

mengendap, dan

medium lebih

keruh dari

sebelumnya

2 20

sedikit

jamur,

ada

endapan,

dan

medium

keruh

jamur

lebih

banyak.

endapan

lebih

banyak,

dan medium

keruh

jamur lebih

banyak dari

sebelumnya,

ragi

mengendap, dan

medium semakin

keruh

40

LAMPIRAN B

PERHITUNGAN DATA

Rumus menghitung konsentrasi :

M = mmr x

1V

Keterangan :

M : molaritas (mol/liter)

m : massa (gram)

Mr : massa molekul relatif (gram/mol)

V : volume (liter)

B.1 Perhitungan massa sukrosa (C12 H24 O11) dengan

konsentrasi 10% dalam 10 ml aquades, Mr C12 H24 O11 ¿343

M = mmr x

1V

41

10100 =

m343 x

10,01l

110 =

m343

M = 0,343 gram

B.2 Perhitungan massa sukrasa (C12 H24 O11) dengan

konsentrasi 20% dalam 1oml aquades, Mr C12 H24 O11 ¿343

M = mmr x

1V

20100 =

m343 x

10,01l

210 =

m343

M = 0,68 gram

LAMPIRAN C

GAMBAR

C.1 Uji Pengaruh Suhu

42

(a)

(b)

Gambar C.1 Pertumbuhan E. Coli padamedia kaldu glukosa

(a) dan ekstrak mangga (b) suhu 30℃ dan 60℃pada waktu 0 jam.

(a)

(b)

Gambar C.2 Pertumbuhan E. Coli pada media kaldu glulosa

(a) dan ekstrak mangga (b) suhu 30℃dan 60℃setelah 24 jam.

43

(a)

(b)

Gambar C.3 Pertumbuhan E. Coli pada media kaldu glukosa

(a) dan ekstrak mangga (b) suhu 30℃dan 60℃setelah 48 jam.

C.2 Pengujian Pengaruh pH

Gambar C.4 Pertumbuhan E. Coli yang terjadi pada media

ekstrak mangga pH 4 setelah 0, 24, dan 48 jam.

44

Gambar C.5 Pertumbuhan E. Coli pada medium ekstrak

singkong pH 5 setelah 0, 24, dan 72 jam.

Gambar C.6 Pertumbuhan E. Coli pada medium air beras pH

setelah 0, 24, dam 48 jam.

C.3 Pengujian Pengaruh Kadar Air

Gambar C.7 Pertumbuhan Aspergillus pada medium singkong

rebus dengan kadar air (kering, lembab,

dam basah) pada saat 0 jam.

45

Gambar C.8 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada medium

singkong rebus dengan kadar air (kering ,

lembab, dan basah) pada saat 0 jam.

Gambar C.9 Pertumbuhan Aspergillus pada medium singkong

redus dengan kadar air (kering, lembab, dan

basah) setelah 24 jam.

46

Gambar C.10 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada

mediun singkong rebus dengan kadar air

(kering, lembab, dan basah) setelah 24 jam.

Gambar C.11 Pertumbuhan Apergillus pada medium singkong

rebus dengan kadar air (kering, lembab, dan

basah) setelah 48 jam.

47

Gambar C.12 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada

medium singkong rebus dengan kadar (air

kering, lembab, dan basah) setelah 48 jam.

Gambar C.13 Pertumbuhan Aspergillus pada medium singkong

rebus dengan kadar air (kering, lembab, dan

basah) setelah 72 jam.

Gambar C. 14 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada media

singkong rebus dengan kadar air (kering,

lembab, dan basah) setelah 72 jam.

48

C.4 Pengujian Pengaruh Cahaya

Gambar C.15 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada medium

NA dengan penyinaran 5, 15, dan 35 menit pada

saat 0 jam.

Gambar C.16 Pertumbuhan Sacharomices cereviceae pada medium

NA dengan penyinaran 5, 15, dan 35 menit

setelah 48 jam.

49

Gambar C. 17 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada

medium NA dengan penyinaran 5, 15, dan 35

menit setelah 48 jam.

C.5 Pengujian Pengaruh Tekanan Osmosis

Gambar C.18 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dengan

konsentrasi sukrosa 10% dan 20% pada saat 0

jam.

50

Gambar C.19 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada NB

dengan konsentrasi sukrosa 10% dan 20% pada

saat 0 jam.

Gambar C.20 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dengan

konsentrasi sukrosa

10% dan 20% setelah 24 jam.

Gambar C.21 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dangan

konsentrasi sukrosa

10% dan 20% setelah 24 jam.

51

Gambar C.22 Pertumbuhan Aspergillus pada medium NB dengan

konsentrasi sukrosa 10% dan 20% setelah 48

jam.

Gambar C.23 Pertumbuhan Sacharomices Cereviceae pada NB

dengan konsentrasi 10% dan 20% setelah 48

jam.

52

Gambar C.24 Pertumbuhan Aspergillus pada NB dengan

konsentrasi sukrosa

10% dan 20% Setelah 72 jam.

Gambar C.25 Pertumbuhan Sacharomices Sereviceae pada NB

dengan konsentrasi sukrosa 10% dan 20%

setelah 72 jam.

53