TITIK TEMU TEOLOGIS ANTARA ISLAM DAN KRISTEN

27
KALIMATUN SAWA’ ANTARA ISLAM DAN KRISTEN SEBUAH UPAYA DIALOGIS MENUJU TITIK TEMU TEOLOGIS Rendra Khaldun 1 Tidak ada perdamaian antar bangsa tanpa perdamaian antar agama. Tidak ada perdamaian antar agama tanpa dialog antar agama. Tidak ada dialog antar agama tanpa penyelaman terhadap fondasi agama-agama. 2 Pendahuluan Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya semua agama memiliki misi yang suci, yakni mengajak manusia untuk mencapai derajat yang tinggi (dalam arti spiritual) dengan kesadaran transendental yang dimiliki. Di sisi lain, agama dengan gamblang menunjukkan kepeduliannya terhadap pentingnya kebersamaan dalam menempuh kehidupan dengan upaya menghindari hal-hal yang bersifat primordial. Agama dengan segenap doktrin yang dikandungnya menunjukkan kepedulian terhadap persoalan-persoalan laten yang yang terjadi seperti ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kemiskinan, penindasan, dan segenap sisi kemanusiaan lainnya. Oleh karenanya masing-masing pemeluk agama, tanpa batasan agama apa yang dianutnya seharusnya menghayati nilai-nilai luhur agama universal tersebut. Dengan demikian, pemeluk agama tidak akan lagi terbelenggu oleh sekat-sekat primordial dan formal ketika harus dihadapkan pada persoalan kemanusiaan. Karena jika tidak demikian, berarti bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri dan bahkan juga agama-agama lainnya yang ada di muka bumi. Ironisnya, terdapat fenomena ekslusif pada diri sebagian kaum beriman, mereka menginginkan agar orang yang tidak beragama sesuai dengan agamanya agarnya 1 Dosen Fakultas Dakwan dan Komunikasi IAIN Mataram 2 Hans Kung: Islam, Past, Present, and Future, (Oneworld Book Published by Oneworld Publications 2007), xxiv.

Transcript of TITIK TEMU TEOLOGIS ANTARA ISLAM DAN KRISTEN

KALIMATUN SAWA’ ANTARA ISLAM DAN KRISTEN SEBUAH UPAYA DIALOGIS MENUJU TITIK TEMU TEOLOGIS

Rendra Khaldun1

Tidak ada perdamaian antar bangsa tanpa perdamaian antar agama.Tidak ada perdamaian antar agama tanpa dialog antar agama.

Tidak ada dialog antar agama tanpa penyelaman terhadapfondasi agama-agama.2

PendahuluanTidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya semua

agama memiliki misi yang suci, yakni mengajak manusiauntuk mencapai derajat yang tinggi (dalam artispiritual) dengan kesadaran transendental yangdimiliki. Di sisi lain, agama dengan gamblangmenunjukkan kepeduliannya terhadap pentingnyakebersamaan dalam menempuh kehidupan dengan upayamenghindari hal-hal yang bersifat primordial.

Agama dengan segenap doktrin yang dikandungnyamenunjukkan kepedulian terhadap persoalan-persoalanlaten yang yang terjadi seperti ketidakadilan,kesewenang-wenangan, kemiskinan, penindasan, dansegenap sisi kemanusiaan lainnya. Oleh karenanyamasing-masing pemeluk agama, tanpa batasan agama apayang dianutnya seharusnya menghayati nilai-nilai luhuragama universal tersebut. Dengan demikian, pemelukagama tidak akan lagi terbelenggu oleh sekat-sekatprimordial dan formal ketika harus dihadapkan padapersoalan kemanusiaan. Karena jika tidak demikian,berarti bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri danbahkan juga agama-agama lainnya yang ada di muka bumi.

Ironisnya, terdapat fenomena ekslusif pada dirisebagian kaum beriman, mereka menginginkan agar orangyang tidak beragama sesuai dengan agamanya agarnya

1 Dosen Fakultas Dakwan dan Komunikasi IAIN Mataram2Hans Kung: Islam, Past, Present, and Future, (Oneworld Book Published

by Oneworld Publications 2007), xxiv.

berubah seperti mengikuti agama yang dianutnya.Keinginan tersebut didasari atas pemahaman yangeksklusif dan militan umat beragama. Tanpa didasaribahwa sikap semacam itu justru akan menimbulkankebencian dan permusuhan.3

Klaim kebenaran dan sikap eksklusif padakenyataannya tidak hanya terjadi di Barat (Kristen danYahudi), tetapi juga di dunia Timur (Islam). Hal initerlihat jelas pada cara mereka menafsirkan teks-tekskeagamaan seperti al-Qur’a>n pada ayat-ayat yangberbicara tentang agama lain khususnya Kristen danYahudi. Bercampur aduknya aspek doktrin–teologis dalampergumulan kultural-historis menurut Amin Abdullahmenambah semakin rumitnya persoalan keagamaan padawilayah historis-empiris kemanusiaan. Lebih lanjut,adanya pemikiran apriori, praanggapan, prasangka,praduga teologis tumbuh subur dalam kehidupanmasyarakat luas, yang kemudian diperkuat oleh para da’imissionaris, zending dengan landasan kitab suci masing-masing. Kenyataan ini sangat sulit dilerai hanya denganmenggunakan cara-cara konvensional, baik denganmempelajari kembali doktrin agama masing-masing secarabaik dan jujur maupun lewat studi empiris seperti yangbiasa dilakukan oleh studi agama-agama. Hubungan antarumat tidak lagi hanya sekedar hubungan antar personaldan kelompok, tetapi masuk dalam wilayahketertumpangtindihan antara teks dan realitas.4

Truth claim yang sering muncul di antara agama-agamadapat dipahami karena setiap agama mengajarkankebenaran dan menyeru umat manusia untuk berkumpuldalam naungan kebenaran dan keselamatan sejati.Persoalannya adalah kebenaran ketika dipahami manusiamengandung resiko untuk terdistorsi karena berbagai

3 Pemahaman literal-skriptual disinyalir oleh Amin Abdullahsebagai salah satu penyebabsikap eksklusif-apologetik, untuk lebihjelasnya lihat Amin Abdullah, Dari Fundamentalism Ke Islamism : Asal Usul,Perkembangan Dan Penyebarannya, 2 diunduh pada tanggal 20 Desember2011.

4Amin Abdullah, Pengantar dalam Ahmad Norma Permata, MetodologiStudi Agama (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 6.

faktor. Harus disadari bahwa agama memiliki dua sisi,yaitu sisi spiritualitas dan sisi identitas sosial dankomunal. Sisi spiritualitas merupakan sisi substansi,sementara sisi identitas sosial hanyalah suplemen. Akantetapi, sisi identitas sosial seringkali mendominasisisi spiritualitas sehingga kebenaran agama tidak dapatdidialogkan lagi.

Setidaknya, konflik antar agama terjadi karenabarbagai kepentingan, seperti politik, ekonomi, sampaisosial budaya. Terjadinya klaim kebenaran bahwapemahaman agamanya yang paling mutlak benar terjadikarena penafsiran dari masing-masing agama sangateksklusif dan kurang apresiatif terhadap ajaran agamalain, bahkan lebih jauh lagi kurang bisa menangkappesan moral dan konteks sosio-historis sebuah teksagama yang diturunkan5 menjadi penyebab utamaterjadinya konflik baik intra maupun antar agama.6

Dalam konteks-konteks agama di dunia, Islam danKristen merupakan dua agama yang terbesar pemeluknya.Karenanya, tidaklah mengherankan jika kedua agamaAbrahamik7 ini menjadi landasan dan barometer kedamaiandunia. Meskipun secara konseptual keduanya memilikibeberapa perbedaan, namun secara teologis kedua agamaini memiliki ciri khas yang sama, yakni agama monoteis(agama tauhid). Konsep monoteisme inilah yang seringdijadikan landasan untuk mencari titik temu antarakedua agama tersebut disamping konsep kasih sayangantar sesama.8

5Untuk lebih jelasnya lihat Mahmoud Musthafa Ayyoub, MenguraiKonflik Muslim Kristen dalam Perspektif Islam (Jogjakarta: Fajar Pustakabaru, 2003).

6Amin Syukur, Pengantar, dalam Hasyim Muhammad, Kristologi Qur’aniTelaah Kontekstual Doktrin Kekrtistenan dalam Al-Qur’an (Jogjakarta: PustakaPelajar, 2005), vii.

7 Istilah agama Abrahamik ini diambil dari nama Nabi Ibrahimyang merupakan nenek moyang dari nabi-nabi sesudahnya yangdiberikan Kitab suci. Untuk lebih jelasnya tentang ilustrasi ini,lihat W. M. Watt, Muslim-Christian Encounters: A Perception and Missperception(London: Routledge, 1991), 59, 70.

8Titik temu antara Islam dan Kristen bukan hanya terletak padaaspek teologis semata, namun juga terletak pada aspek mistisisme

Dalam catatan sejarah, hubungan antara Islam danKristen mengalami pasang surut baik secara politis,teologis, ekonomi, dan lain sebagainya.9 Tradisipemikiran-pemikiran Yahudi, Kristen, dan Islam telahsaling berinteraksi dan dipertemukan lewat pemikiranfilsafat Yunani Kuno. Terjadinya interaksi akademikdalam bidang kosmologi, sains, dan filsafat, bahkanmistisisme sama-sama menguntungkan kedua belah pihak.Warisan Yunani-Islam beserta weltanschauung kepada Baratmengakibatkan dunia Kristen pada abad pertengahanmencapai prestasi rennaisance, pencerahan, dan teknologimodern yang nantinya akan mengakibatkan perbedaan(polemik dalam bidang teologi) yang sangat tajam antaraIslam dan Kristen.10

Upaya dialog antar agama, terutama agama Abrahamiksudah banyak dilakukan, lebih-lebih antara Islam danKristen. Dari seminar tingkat regional, nasional sampaitingkat internasional.11 Upaya ini dilakukan untukmewujudkan kehidupan yang damai ditengah pluralitas

dan metaphisik untuk lebih jelasnya lihat Waleed El-Anshary danDavid K. Linnan (ed), Muslim and Christian Understanding Theory and Aplicationof “A Common Word” (New York: Palgrave and Macmillan: 2010).

9Ibrahim Kalin mencontohkan bagaimana Al-Mutawakkil yangmerupakan salah satu Khalifah Dinasti Abbasiyah melakukan tekananpolitik kepada kaum Shi’ah dan Kristen termasuk mengekang merekadari pemerintahan dan memaksa mereka menggunakan pakaian khusus.Demikian juga dengan Khalifah Hakim ibn Amr Allah memerintahkanuntuk menghancurkan Gereja Suci dan Kuburan Suci umat Kristen,kejadian ini (penghancuran salah satu gereja suci sangat membuatshock kaum Muslim dan Kristen. Untuk lebih jelasnya lihat IbrahimKalin, Islam Christianity, the Enlightenment: “A Common Word” andMuslim-Christian Relations, dalam Waleed El Anshary dan David K.Linnan, Muslim and Christian Understanding Theory and Aplication of “A CommonWord” (New York: Palgrave Macmillan, 2010), 42.

10Ibid., 41. 11 Lutheran World Federation (LWF) merupakan salah satu lembaga

yang konsis dan eksis menyelenggarakan seminar maupun dialogtentang Islam dan Kristen baik menyangkut tentang keimanan maupunkerjasama lain diantara keduanya sejak tahun 1992. Beberapaartikel mengenai hal ini dapat dilihat di The Lutheran WordFederation, Dialogue and Beyond Christians and Muslims Together on The Way(Switzerland: The Lutherand Word Federation, 2003).

agama tanpa adanya sebuah klaim kebenaran yangmelingkupi masing-masing agama terutama agamaAbrahamik.12

Perdebatan antara umat Islam-Kristen setidaknyadisebabkan oleh faktor-faktor berikut ini. Pertama,kedua agama berasal dari tradisi agama Semitik yangmelahirkan agama-agama besar Ibrahim, yaitu Yahudi,Kristen, dan Islam. Kedua, sejarah-sejarah umatterdahulu yang dirujuk oleh ketiga tradisi agamatersebut dapat dikatakan sama, meskipun ada perbedaandetail narasinya dan perbedaan interpretasi atassejarah tersebut. Ketiga, kedua agama tersebut mengkalimsebagai agama monotheis dan bersumber dari monotheisme,meskipun dalam kasus Kristen menggunakan terminologitrinitas. Keempat, kedua agama memiliki klaim mengenaikebenaran eksklusif masing-masing. Dalam Kristendikenal istilah extra eccelisia nulla sallus (di luar gerejatidak ada keselamatan), dan di Islam dikenal ayat yangmenyebutkan inna al-di>n ‘inda Allah al-Isla>m (sesungguhnyaagama yang benar di sisi Allah adalah Islam). Kelima,kedua agama merupakan agama misi yang menyuruh umatnyauntuk mendakwahkan atau mewartakan kebenaran masing-masing.13

Prakarsa Multi Agama oleh Umat Islam12A Common Word merupakan salah satu upaya dialogis antara

Muslim dan Kristen untuk mencapai dan menggagas sebuah kesepahamandalam berbagai bidang yang selama ini menjadi sebab dan polemikdiantara kedua agama Abrahamic tersebut seperti teologi, mistik,dan metafisik dan isu-isu vertikal (love of God) dan horizontal yangmenekankan terhadap cinta antar sesama “love of neighbour”, danpraktek-praktek yang terkait isu-isu dunia internasional sepertilingkungan,HAM, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya lihat WaleedEl Anshary dan David K. Linnan, Narrative Introduction, dalamWaleed El Anshary dan David K. Linnan,Muslim and Christian UnderstandingTheory and Aplication of “A Common Word” (New York: palgrave Macmillan,2010), 4-5.

13Untuk melihat masing-masing klaim kebenaran yang dikemukakanoleh Islam dan Kristen lihat Sam Solomon dan al- Maqdisi, TruthAbout Common Word diunduh pada tanggal 24 Desember 2011.

Dua prakasra Muslim berskala internasional yangpaling utama adalah pesan dari Amman (Amman Message)yang disponsori oleh Yordania, dan “Satu Kata Bersamadi Antara Kami dan Anda”. Keduanya merupakan contohtanggapan Muslim terhadap ekstrimisme keagamaan danterorisme global serta upaya menggerakkan para pemimpinagama dan individu lainnya dalam usaha menjembataniperbedaan dan perselisihan antar agama khususnya padaagama Abrahamik yang masih terus berlangsung sampaisaat ini.

Lahirnya Pesan dari Amman dilatarbelakangi olehancaman yang terus menerus dilakukan oleh golonganekstrimis Islam, khutbah penghasut dari ekstrimisagama, perang antar sekte di Irak, dan kurangnyaotoritas agama sentral dalam Islam, sehingga banyakorang yang bertanya, “Siapa yang berbicara atas namaIslam?”. Pada Tahun 2004, Raja ‘Abd Allah dari Yordaniaberusaha mengatasi ekstrimisme dan militansi agamadengan mendudukkan bersama para pemimpin Islam untukmenyusun pernyataan mengenai sifat Islam sejati, untukmenunjukkan mana yang islami dan mana yang bukan, sertaaksi-aksi mana yang mewakilinya dan tidak denganmenekankan nilai-nilai inti dalam Islam tentangkebaikan hati, saling menghargai, penerimaan, dankebebasan beragama. Pesan dari Amman ini dimaksudkanuntuk menolak ekstrimisme karena merupakan penyimpangandari keyakinan islami dan menegaskan bahwa ajaran Islam(toleransi serta kemanusiaan) sebagai landasan bersamaantar berbagai agama dan masyarakat.14

Kemudian pada bulan Juli tahun 2005 dilaksanakansebuah konferensi internasional yang dihadiri olehlebih dari dua ratus ulama yang berasal dari limapuluhan negara sebagai tindak lanjut dari pertanyaanyang diajukan kepada dua puluh empat ulama seniormengenai: 1) siapakah muslim itu?; 2) Bolehkahmenyatakan seseorang itu kafir; dan 3) Siapa yang

14 Untuk lebih jelasnya lihat Jon Hoover, A Common Word “MorePositive and Open, Yet Mainstreaming and Orthodox, dalam TheologicalReview, XXX), 50-77.

berhak mengeluarkan fatwa?.15 Berdasarkan fatwa yangdihasilkan tiga otoritas keagamaan paling senior darikalangan Sunni dan Shi’ah diantaranya Shaykh MuhammadSayyid Tant}awi dari Universitas al-Azhar, Ayat AllahAli al-Sistani dari Irak, dan Yusu>f al-Qard}awi.Mereka membahas konflik dan kekerasan dalam masyarakatMuslim. Mereka juga berusaha menafikan para ekstrimisyang mengeluarkan fatwa untuk pembenaran agendamereka.16

Para peserta mengeluarkan deklarasi akhir yangberisikan hal-hal sebagai berikut:1. menekankan persatuan dan validitas tiga cabang utama

Islam yakni Sunni, Shi’i, dan Ibadiyah;2. melarang pengkafiran sesama Muslim;3. menetapkan garis besar syarat kes}ahihan fatwa; tak

ada yang boleh mengeluarkan fatwa tanpa memenuhipersyaratan kualifikasi pribadi yang ditetapkan tiapmadzhab bagi pengikutnya, dan siapapun yangmengeluarkan fatwa harus memenuhi metodologi yangberlaku dalam madzhab tersebut.17

Pedoman ini menuai dukungan luas, pada bulanDesember tahun 2005 secara aklamasi diadopsi olehOrganisasi Konfrensi Islam, yang mewakili pemimpinpolitik limapuluh tujuh negara berpendudukan mayoritasMuslim, dan oleh enam Majelis Ulama Internasionallainnya, termasuk Akademi Fiqh Internasional Jeddah,pada Juli 2006. Secara keseluruhan, lebih dari limaratus ulama terkemuka dunia mendukung Pesan dari Ammanini. Dengan demikian, untuk pertama kali dalam sejarah,sejumlah ulama besar dari berbagai negara dan golongan,

15Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan sebuah konfrensi diKuala Lumpur yang yang bertemakan Dialogue: Islamic Word-U.S.–TheWest yang dihadiri oleh para akademisi, ulama, dan cendekiawandari berbagai macam Perguruan Tinggi terkenal di dunia sepertiOxford Univercity, Michigan State Univercity, Yale Univercity danlainnya.

16John L. Esposito, Masa Depan Islam Antara Tantangan Kemajemukan danBenturan Dengan Barat (Bandung; Mizan, 2010), 280

17Ibid., 280.

mewakili Islam sedunia, bergabung mengeluarkanpernyataan otoritatif.18

Satu Kata BersamaPada bulan September tahun 2006, Paus Benediktus XVI

menyampaikan pidato di Regensburg, Jerman, yangmengecewakan dan membuat marah kaum Muslim di seluruhdunia. Benediktus mengutip ucapan Kaisar Bizantium dariabad ke-14 mengenai Nabi Muhammad: “Tunjukkan kepadakauhal baru yang dibawa Muhammad, dan akan kita jumpaihal-hal yang jahat dan tidak manusiawi belaka, sepertiperintahnya untuk menyebarkan ajarannya denganpedang”.19 Pernyataan bahwa Muhammad memerintahkanpenyebaran Islam dengan pedang disangkal keras dandinyatakan tidak akurat oleh Muslim dan ilmuwan non-Muslim.20

Yang juga menjadi kontroversi dalam pernyataan PausBenediktus adalah pernyataannya tentang ayat al-Qur’a>n“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama” (QS. Al-Baqarah [2]: 256) diturunkan pada awal kenabianMuhammad di Makkah, suatu masa ‘ketika Muhammad masihlemah dan dibawah (ancaman)’, tetapi sudah digantikan‘instruksi, yang dibuat belakangan dan dicatat dalamKoran (Qur’a>n), mengenai jihad’.

Sebulan setelah pidato Paus Benediktus di Resenburg,tigapuluh delapan ulama mengirim surat terbuka kepadaPaus Benediktus XVI, mengungkapkan keprihatinan merekaatas pidato tersebut. Memperingati setahun surattersebut tepatnya pada tanggal 13 Oktober 2007 sekitar138 pemimpin Muslim yang terdiri dari mufti, akademisi,inteltual, menteri negara, dan penulis buku dariseluruh dunia kembali mengirimkan surat terbuka, “satukata bersama antara kami dan anda’, kepada para

18Ibid., 281. 19Ibid., 282.20Pendapat ini nampaknya berasal dari pendapat dari John of

Damaskus yang merupakan salah satu pegawai dalam pemerintahan BaniUmayyah di Damaskus yang mengkaji Islam secara serius, untuk lebihjelasnya lihat D. J. Sahas, John of Damaskus on Islam (Leiden: 1972),134-141.

pemimpin gereja-gereja besar di seluruh dunia. Prakarsaini diluncurkan bersamaan dengan konferensi di Dubai,London, dan Washington.21

Para pemimpin dan cendekiawan Kristen di seluruhdunia segera menanggapai ‘Satu Kata Bersama’. UskupAgung Canterbury, Paus Benediktus XVI, PatriarkatOrtodoks Alexei II dari Rusia, pemimpin Uskup FederasiDunia Lutheran, dan banyak lainnya, mengakui pentingnyasurat ini. Banyak pula para individu dan kelompokmenuliskan komentar dan kritik pada situs Web resmi‘Satu Kata Bersama’. Lebih dari tiga ratus cendekiawanserta pemimpin arus utama dan evangelis Amerikaterkemuka menanggapi dalam sebuah surat terbuka yangmengesahkan pernyataan “Bersama-sama mencintai Tuhandan Sesama”, yang dipublikasikan di New York Times dansurat kabar lainnya. Jumlah pemimpin muslim serta ulamayang menandatangani prakarsa ini meningkat dari semulaberjumlah 138 orang menjadi lebih dari 300 orang,ditambah dukungan dari 460-lebih organisasi danasosiasi Islam.22

Sebagai tindak lanjut dari surat tersebut, diadakankonfrensi internasional antara para pemuka agama,cendekiawan, LSM, di Yale Univercity, CambridgeUnivercity, dan Georgetown Univercity serta di Vatikanuntuk meneliti implikasi teologis, alkitabiah, dansosial dari prakarsa ini.23

Delegasi Muslim dipimpin oleh Mufti Besar Bosnia-Herzegovina Mustafa Ceric. Kardinal Louis Tauranmenjadi pemimpin delegasi Vatikan, menyebut pertemuantersebut sebagai ‘babak baru dalam sejarah panjang’.Vatikan mendesakkan topik yang menjadi perhatian merekayakni penekanan pada keyakinan dan nilai-nilai bersamatidak mengabaikan perbedaan dan persoalan sebenarnya,

21John L. Esposito, Masa Depan Islam, 282.22Ibid.23Untuk lebih jelasnya lihat, The Righ Reverend William O.

Gregg, The Power of Finding Common Ground; “A Common Word” and theInvitation to Understanding, dalam Waleed el-Anshary dan David K.Linnan, Muslim and Christian Understanding Theory and Aplication of “A CommonWord” (New York: Palgrave Macmillan, 2010), 32.

khususnya yang disebut ‘timbal balik’ kebebasan umatKristen untuk membangun gereja dan beribadah di negaraIslam. Kegiatan ini juga diharapkan berlangsung denganpenuh saling hormat menghormati terhadap tradisi sakralantara yang satu dengan yang lainnya, tanpa ada rasasaling mencurigai, dan tannpa menggunakan sumber-sumberyang dapat mereduksi keduanya.24 Pertemuan tiga haritersebut menghasilkan sebuah manifesto yang menyerukandialog antara pemimpin Muslim dan Kristen, menekankannilai-nilai bersama antara Islam dan Kristen.25

Titik Temu antara Teologi Islam dan Teologi KristenSecara teologis, usaha mendapatkan titik temu antara

Islam dan Kristen ini sangat penting, terlebih lagisebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa lebih darisetengah populasi dunia terdiri dari umat Muslim danKristen. Tanpa perdamaian dan keadilan diantara duapemeluk agama besar ini, tidak mungkin tercapaiperdamaian dunia yang penuh arti. Masa depan dunia initergantung pada perdamaian antara Muslim dan Kristen.26

Batu pijakan untuk perdamaian dan saling pengertianini sudah ada, yaitu bagian dari prinsip dasar keduaagama yakni kecintaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dankecintaan kepada sesama. Prinsip ini berkali-kalidijumpai dalam Kitab Suci Islam dan Kristen. Dengandemikian ke Esaan Tuhan, dan keharusan mencintai sesamamenjadi landasan bersama antara umat Islam danKristen.27

24Sayyid Hossein Nas}r, A, Common Word, 24.25Untuk lebih jelasnya lihat Joseph Lumbard, The Uncommonality of A

Common Word (Crown Center for Middle East Studies: BrandeisUniversity, 2009).

26Ibrahim Kalin, Islam, Christianity, 43.27Di Indonesia, Jogjakarta merupakan salah satu contoh

tumbuhnya kebersamaan antara Islam dan Kristen khususnya dalamtradisi akademik (perguruan tinggi) bagaimana harmonisasi antaraumat Kristiani dan Muslim serta jalinan kerjasama antara masing-masing Perguruan Tinggi di Jogjakarta dalam rangka mengembangkankeilmuan. Untuk lebih jelasnya lihat Amin Abdullah, Neighborology

Landasan prinsip-prinsip diatas merupakan prinsipuniversal dari seluruh agama terlebih agama Abrahamik(Islam, Kristen, dan Yahudi), dengan sendirinya adalahtunggal, meskipun ada kemungkinan manifestasilahiriahnya beraneka ragam. Ini juga yang menghasilkanpandangan antropologis bahwa pada mulanya semua agamaadalah tunggal karena berpegang kepada kebenarantunggal yang diambil dari intisari ajaran kitab sucimereka. Namun, kemudian terjadi perselisihan antarsesama justru setelah penjelasan tentang kebenaran itudatang. Bahkan setelah mereka berusaha memahami dalamtaraf kemampuan dan keterbatasan mereka, makaterjadilah perbedaan penafsiran terhadap kebenarantunggal tersebut. Perbedaan tersebut kemudian semakintajam dengan masuknya berbagai macam kepentingan yangdiusung oleh masing-masing elit dari agama itu sendiri.

Pokok pangkal kebenaran universal yang tunggaladalah Ketuhanan Yang Maha Esa atau tauhid dan inilahyang menjadi perdebatan teologis antara agama Abrahamikkhususnya Islam dan Kristen. Secara historis-sosiologisterjadi ‘variasi’ pemahaman konsep tentang Tuhan daribeberapa pemeluk (elit) agama sehingga masing-masingagama Abrahamik sering mengklaim sebagai pemilikmonoteisme murni (strit monoteism). Klaim-klaim ini tidakhanya didengungkan oleh elit Muslim semata, namun elit-elit non Muslim pun mengklaim sebagai penganutmonoteisme murni.28

Menurut Hossein Nas}r ada beberapa hal yang menjadi(kesamaan) titik temu antara Islam dan Kristen, yaitu:Pertama, bahwa antara Islam dan Kristen sama-samadikaruniai iman yang obyeknya bukan hanya Tuhan semata,akan tetapi juga hal-hal yang terkait wahyu, agama, dandunia malaku>t. Kedua, antara Muslim dan Kristen sama-sama mempercayai bahwa ethical character pada kehidupan

and Pro Existence dalam The Lutheran Word Federation, Dialogue andBeyond Christians and Muslims Together on The Way (Switzerland: TheLutherand Word federation, 2003), 83-88.

28Untuk lebih jelasnya lihat Nurkholis Madjid, Islam doktrin danPeradaban (Jakarta: Paramadina, 1995), xcii.

manusia harus ditegakkan di muka bumi. Ketiga, antaraIslam dan Kristen sama-sama memegang teguh tentangprinsip keadilan wahyu dan keadilan bagi kehidupansosial dengan menakankan pada pokok-pokok kecintaanterhadap Tuhan, kasih sayang, rahmat, dan kebajikandalam setiap kehidupan sehingga sifat keadilan dantanggung jawab hanya diperuntukkan bagi kehidupanindividu dan sosial.29

Pada level paraksis keagamaan, antara Islam danKristen sama-sama beribadah menyelenggarakan ritus-ritus sakral walaupun secara formal tatacara ritualtersebut berbeda-beda tetapi secara hakiki merekamenekankan dan mencerminkan kesamaan dalam realitaskeagamaan. Secara empiris, antara Islam dan Kristensama-sama menyadari akan adanya kesamaan dalam berbagaihal khususnya terkait dengan praktek keagamaan ini.Pada beberapa kasus, secara eksistensial kita sama-samaakan merasakan ketenangan dan kedamaian yang mengalirselama kita melaksanakan ibadah walaupun bentuk dancaranya berbeda beda. Oleh karenanya, kita tidak bisamengklaim bahwa kehendak kita dan kehendak yangmengklaim yang di kabulkan oleh Tuhan dan yang laintidak.30

Monoteisme dalam Islam dan KristenTrinitas atau Tritunggal adalah merupakan konsep

monoteisme Kristen yang sangat populer. Bagi oranglain, doktrin ini agak sulit untuk dimengerti dandipahami. Namun bagi kaum Kristiani mereka memahaminyadengan semangat keimanan suci dan menjadi salah satupondasi pokok dalam memahami Tuhan dan manifestasiNyadalam kehidupan nyata. Karena itu, argumen yang seringdilontarkan oleh umat Kristen dalam menjelaskan dalammenjelaskan doktrin ini adalah bahwa Tritunggal

29Sayyid Hossein Nas}r, “A Common Word” Initiatove: Theoria andPraxis” dalam Waleed el-Anshary dan David K. Linnan, “Muslim andChristian Understanding Theory and Aplication of “A Common Word” (New York:Palgrave Macmillan, 2010), 24.

30Ibid.

merupakan pengakuan iman rasuli yang yangmestidipercayai secara mutlak dan tidak perlu diutakatik secara akali karena memasuki ranah imani bukanrasio.

BJ. Boland, seorang teolog Kristen menerangkan bahwaAllah yang satu dan Esa itu memperkenalkan diri-Nyasebagai Allah di atas kita (Allah Bapa), sebagai Allahditengah-tengah kita (Yesus Kristus), dan sebagai Allahdalam diri kita (roh Kudus). Ketiganya tak terpisahkansatu sama lain, namun tetap dibeda-bedakan. Itulah yangdimaksud dengan Tritunggal.31 Dapat pula dikatakanbahwa hubungan antara Allah Bapa dan anakNya (YesusKristus) menunjukkan ‘kedekatan yang sangat’ antaraAllah dan Yesus bukan merupakan hubungan anak-biologis.

Kebesaran Allah dalam tiga pribadi adalah rahasiaiman Kristen yang paling besar. Manusia sulitmemahaminya, kecuali melalui akal ilahi. Akal ilahisaja tidak dapat memahami semua ciptaan yang lahirmaupun batin, apalagi hendak memahami AllahTritunggal.32 Cukup bagi umat Kristiani untuk mengimaniapa yang diwahyukan kepada Yesus Kristus ini. Danakhirnya doktrin Allah Tritunggal ini menjadi misteridan rahasia yang dalam, yang sulit dipahami akalmanusia.

Dalam iman Kristen, Trinitas atau Tritunggal tidakdapat dijelaskan dengan pendekatan apapun selainmenyatakan, bahwa Trinitas adalah wahyu Allah, berasaldan datang dari Allah yang Esa. Ke-Esa-an inilah yangmembuatnya sulit dijelaskan dengan apapun dan olehsiapa pun kecuali oleh Allah sendiri. Kebenaran darisegala sesuatu adalah semu, sehingga tidak mungkinmenjelaskan tentang kebenaran Allah yang Mutlak.Berbicara tentang Allah harus dengan kesadaran bahwaAllah bukan sesuatu yang dikuasai oleh akan budi tetapisesuatu yang menguasai akal budi. Oleh karenanya Allah

31BJ. Bolland, Intisari Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1984), 89.

32Lebih jelasnya lihat P. Wahyo, Pengajaran Gereja Katolik, (Jakarta:Penerbit Obor, 1959).

tidak mungkin menjadi terang dengan penjelasan akalbudi. 33

Sedangkan konsep monoteisme dalam Islam dimaknaisebagai penyerahan diri secara penuh, utuh, dan bulatkepada Allah dengan cara menyembah kepada Allah, tidakmenyekutukanNya dengan sesuatu apapun, tidak ada yangsetara denganNya. Tidak dapat disetarakan dengan siapadan apapun. Tempat bergantung dan bersandar segalasesuatu. Dalam seluruh kehidupannya, seorang Muslimberikrar atau berkomitmen teguh bahwa “shalatku,ibadahku, matiku, hidup dan matiku hanya milik Allah,Tuhan pemilik alam. Setidaknya beberapa elemen tersebutmerupakan esensi ketauhidan (monoteisme) yang menjadidasar keyakinan (faith) kemudian beribadah yang menjadidasar perbuatan manusia.34

Dari permulaan sejarahnya, doktrin tauhid dalamIslam senantiasa menjaga kemurniannya hingga kini.Sejak pertama Nabi Muhammad mengenalkan Islam denganrisalah monoteismenya, tak pernah ada usaha-usahadestruktif dari umatnya untuk menyimpangkan doktrinini. Konsep Tuhan dalam Islam, sepanjang pergulatansejarahnya tidak pernah berevolusi dari dan menjadibentuk apapun.

Dalam pandangan mayoritas Islam, semua manusia dapatlangsung berhubungan dengan Tuhan dimanapun, kapanpun,dan bagaimanapun kondisinya, tanpa perantara tuhan-tuhan kecil dan makhluk ciptaanNya. Tuhan pun mustahilmengejawantahkan dirinya pada diri RasulNya atau apapunyang kemudian dijadikan obyek sesembahan.

Para Kristologi Kristen secara garis besarmenggunakan dua pendekatan dalam mengkaji identitas danpokok-pokok keimanan tentang Yesus. Kedua pendekatantersebut dikenal dengan istilah dari bawah menuju keatas (low ascending) dan dari atas menuju ke bawah (highdescending). Pendekatan low ascending ini terkait dengan

33Untuk lebih jelasnya lihat Niko Syukur Dister, Kristologi: SebuahSketsa, (Jakarta: Kanisius, 1993), 15.

34Media Zainul Bahri, Tasawuf Mendamaikan Dunia, (Jakarta:Erlangga, 2010), 247.

hal-hal yang bersifat kemanusiaan, dan pendekatan highdescending terkait dengan hal-hal yang bersifatketuhanan. Pendekatan low ascending akhir-akhir inimenjadi sangat populer digunakan oleh para Kristolog.Pendekatan ini banyak ditemukan dalam Kitab PerjanjianBaru. Sementara itu, pendekatan high descending banyakdigunakan untuk menjelaskan inkarnasi dalam konsepkeimanan Kristen.35

Jika pendekatan-pendekatan ini diterapkan untukmengkaji al-Qur’a>n , maka kita akan mengatakan bahwaini merupakan high descending. Al-Qur’a>n merupakan firmanTuhan yang abadi yang datang dari atas (Tuhan) kepadakita (manusia). Sedangkan jika kita menggunakan lowascending terhadap al-Qur’a>n maka kita akan melihatbahwa secara sederhana al-Qur’a>n merupakan sebuahkarangan yang diilhami dari Nabi Muhammad namun inisulit untuk diterima. Walaupun al-Qur’a>n mungkinberasal dari firman Tuhan dan kata-kata yang adadidalamnya tidak bisa disamakan dengan kata-kata biasa.Namun orang-orang Muslim tetap ragu mengadopsipendekatan jenis ini jika digunakan kepada al-Qur’a>n.36

Low Ascending Kristologi cenderung untukmengkonfirmasikan kepada Muslim tentang kepercayaanmereka bahwa orang-orang kristen di angkat ke tempatyang tinggi semata-mata karena menjadi pelayankemanusiaan menuju tempat ‘ketuhanan’ dimana tidak adatempat selain itu. Menariknya, para teolog tradisionalIslam merefleksikan bahwa al-Qur’a>n sebagai kata-kataTuhan agar terhindar dari beberapa isu yang paraleldengan tradisi Kristen pada masa awal pertumbuhan agamaKristen.

Hal-hal yang dapat menjadi isu adalah bahwakomunitas Muslim mengenal apa yang dijadikan testimoni

35Daniel A. Madigan, Mutual Theological Hospitality: DoingTheology in the Presence of the Other dalam Waleed el-Anshary danDavid K. Linnan, Muslim and Christian Understanding Theory and Aplication of “ACommon Word”, (New York: Palgrave Macmillan, 2010), 62.

36Ibid.

dalam al-Qur’a>n semata-mata merupakan teks manusia(puisi, syair, atau sajak), sejarah-sejarah purba, atauberupa ucapan-ucapan ramalan yang diaktualkan sebagaiwahyu; dan selanjutnya hal ini juga terjadi padaungkapan-ungkapan Johannine yang datang dari Tuhan,telah dikirim oleh Tuhan.37

Ayat-ayat al-Qur’a>n terhadap Hubungan antar Agama Pada dasarnya Islam secara tegas memberikan

kebebasan sepenuhnya kepada manusia dalam masalah agamadan keberagamaan.38 Menurutnya, Islam sama sekali tidakmenafikan agama-agama yang ada. Islam mengakuieksistensi agama-agama tersebut dan tidak menolaknilai-nilai ajarannya. Kebebasan beragama dan respekterhadap agama dan kepercayaan orang lain adalah ajaranagama, disamping itu memang merupakan sesuatu yangpenting bagi masyarakat majemuk. Dengan demikian,membela kebebasan beragama bagi siapa saja danmenghormati agama dan kepercayaan orang lain dianggapsebagai bagian dari kemusliman.39

Jika kita cermati secara mendalam maka akan dijumpaibeberapa ayat yang menjelaskan tentang hubungan antaraagama Abrahamik, problematikanya dan solusi untukmeredakan ketegangan di amtara agama-agama tersebut.Secara garis besar ayat-ayat yang berhubungan denganantar agama ini dibagi menjadi dua kelompok kluster.Kelompok kluster pertama berbicara tentang ayat-ayat al-Qur’a>n yang saling terkait tentang agama-agamaAbrahamik dan kluster ini terdiri dari lima subkluster.Kelompok kluster kedua berbicara tentang jawaban final al-Qur’a>n terhadap persoalan keanekaragaman agama-agamadunia dan klaim atas kebenaran masing-masing agama, dankluster kedua ini terbagi menjadi dua subkluster.40

37Ibid., 6338Q.S. Al-Baqarah (2) : 156, Q.S. Al-Kahfi (18) : 29.39Untuk lebih jelasnya lihat, Djohan Effendi, “Kemusliman dan

Kemajemukan”, 54-55.40Untuk lebih jelasnya tentang pembagian ayat perkluster lihat

Amin Abdullah, Ayat-ayat al-Qur’an Tentang Hubungan Antar Agama, Paper,tidak dipublikasikan. Dibagikan pada tanggal 21 Januari 2012 oleh

Subkluster pertama dari kelompok kluster pertamaadalah semula umat manusia merupakan sebuah kesatuan, tetapipecah karena wahyu Allah yang disampaikan kepada nabi-nabi.Kelompok Dari keterangan-ketarangan yang didapat dalamal-Qur’a>n , jelas sekali bahwa sejak awal hingga akhirkehidupannya sebagai seorang Nabi, Muhammad benar-benaryakin bahwa Kitab-kitab suci terdahulu berasal dariAllah dan mereka yang menyampaikan Kitab-kitab sucitersebut merupakan nabi-nabi Allah. Itulah sebabnyamengapa Nabi tanpa sangsi mengakui bahwa Ibrahim, Musa,Isa, dan tokoh-tokoh lainnya baik yang disebutkan dalamPerjanjian Baru maupun Perjanjian Lama merupakan nabi-nabi seperti dirinya.

Jika Nabi Muhammad beserta pengikut-pengikutnyamempercayai semua nabi, maka semua manusia harusmempercayainya. Mengingkari dia berarti mengingkarinabi-nabi tersebut karena perbuatan ini berarti merusakgaris silsilah kenabian. Namun pada bagian akhirperiode Makkah Nabi menyadari bahwa kaum-kaum Yahudidan Kristen tidak akan mempercayainya; begitu pulamasing-masing di antara keduanya tidak akan mengakuiyang lainnya.

Kesadaran mengenai keanekaragaman agama-agamawalaupun semuanya terpancar dari sumber yang sama inimerupakan masalah teologis yang amat penting bagiMuhammad. Kejadian ini sangat menghujam dan mendukakanhati Muhammad, sehingga sejak mendapatkan kesadaran inihingga fase terakhir kehidupannya masalah ini tetapdisinggung dalam al-Qur’a>n pada berbagai level. Al-Qur’a>n seringkali mengatakan bahwa agama-agama yangbebeda tidak hanya bertentangan, tatapi setiap agamaitu sendiri mengalami perpecahan dalam tubuhnya. Dalamal-Qur’a>n ditemukan sebuah pandangan yang agak laindalam masalah ini. Dikatakan bahwa pada mulanya umatmanusia merupakan sebuah kesatuan; tetapi kesatuan inipecah karena wahyu-wahyu Allah yang disampaikan olehpara nabi. Mengapa wahyu-wahyu tersebut merupakansumber dan kekuatan yang memecah belah umat manusiaProf. Dr. Amin Abdullah.

adalah rahasia Allah, dan jika dia menghendaki niscayadia mempersatukan mereka.41

Subkluster kedua, keragaman dan pluralitas hukum (agama). Secaraekplisit ayat-ayat diatas menunjukkan adanya sebuahpluralisme dalam beragama. Pluralisme agama sejatinyatidak semata-mata mengakui adanya keragaman agama,tetapi juga kesanggupan dan kesediaan untuk hidupbersama dalam kerukunan dan semua penganut agama yanagberbeda-beda. Dalam konteks teologi universal,keberadaan agama adalah bukti cinta kasih Tuhan kepadamanusia. Agama diturunkan guna kebahagiaan dankesejahteraan hidup manusia.

Dalam memahami pluralisme agama, al-Qur’a>nberulangkali menegaskan bahwa sistem nilai plural(termasuk pluralisme agama) adalah takdir (ketentuan)Tuhan dan sunnah Allah yang tidak mungkin berubah,diubah, dilawan, dan diingkari. Siapa saja yang mencobauntuk mengingkari sunnah Allah tersebut akan berakibatfatal terhadap kedamaian dunia dan kehidupan umatberagama dan kelangsungan hidup manusia.

Ayat-ayat al-Qur’a>n yang ada menegaskan bahwaterdapat fakta-fakta tentang masyarakat akan terbagimenjadi kelompok-kelompok dan komunitas, yang masing-masing memiliki orientasi kehidupan dan petunjuknyasendiri-sendiri. Komunitas-komunitas tersebutdiharapkan dapat menerima kenyataan tentang adanyakeragaman sosio-kultural, saling toleransi dalammemberikan kebebasan dan kesempatan bagi setiap oranguntuk menjalani kehidupan sesuai dengan sistemkepercayaannya masing-masing.42

Dengan kehendakNya, Tuhan bisa saja menciptakan satuumat yang homogen dengan unitas keimanan, tetapi itutidak dilakukanNya karena hal itu hanya akan menafikanperjuangan manusia melawan segala macam kekuatan dankepentingan yang berkecamuk dalam dirinya. Hal yang

41Beberapa ayat al-Qur’an yang berbicara tentang hal tersebutadalah surat Al-Baqarah (2): 213), Hu>d (11): 118), dan Yu>nus(10): 19).

42QS. Al Ka>firu>n (109): 1-6

diharapkan dalam sistem plural bahwa komunitas-komunitas yang berbeda saling berkompetisi dengan carayang dapat dibenarkan dan sehat, guna meraih sesuatuyang terbaik bagi umat manusia. Kelak di akhirat Tuhanakan menerangkan mengapa manusia diciptakan berbeda-beda seperti perbedaan, ras, suku, agama dan lainsebagainya.43

Oleh karena itu, Tuhan membebaskan umat manusiadalam beragama. Tidak dibolehkannya memaksakan suatuagama karena manusia dianggap sudah mampu dan harusdiberi kebebasan untuk membedakan serta memilih sendiriantara yang benar dan yang salah. Dengan kata lain,manusia telah dianggap dewasa sehingga dapat menentukansendiri jalan hidupnya yang benar, dan tidak perlu lagidipaksa seperti seorang yang belum dewasa. 44

Subkluster ketiga, eksklusifitas penganut agama-agama Abrahamik(Yahudi, Islam, dan Kristen). Dalam al-Qur’a>n, disebutkanbahwa semua agama-agama Abrahamik memiliki klaimkebenaran masing-masing. Klaim-klaim yang merekalontarkan kepada kelompok lain tersebut sebenarnyadidasari oleh keinginan mereka agar kelompok lainmengikuti keyakinannya. Demikian juga halnya, sikapmereka terhadap pengikut Muhammad, hingga kaum Musliminmendukung keyakinan mereka, begitu juga sebaliknya.Tidak hanya itu saja, masing-masing agama Abrahamiksaling merendahkan antara satu dengan yang lainnya. Apayang dijadikan pedoman agama masing-masing dianggapoleh yang lain tidak benar atau palsu.45

Klaim kebenaran yang dilontarkan oleh agama ataukelompok tertentu tidak dapat memberikan jaminan atasindividu pengikutnya melainkan tergantung dari amalbaik dan perbuatan yang dilakukan oleh individu itusendiri. Agama dan wahyu yang diturunkan oleh Allahmerupakan karunia yang diberikan oleh untuk umatmanusia agar ia dapat menjadikannya sebagai penuntun

43QS. Yu>nus: 9944QS. Al-Baqarah; 25645QS. Al-Baqarah (2): 113 dan 111, QS. Ali Imran (3): 19 dan

85.

dan pedoman untuk berbuat baik dimuka bumi. Wahyu Tuhantidak berarti jika manusia tidak mampu menjadikannyasebagai petunjuk.

Subkluster keempat, ketegasan nada al-Qur’a>n terhadap doktrininkarnasi dan pemahaman yang berbeda-beda terhadap trinitasdikalangan Nas}rani. Pada umumnya, para ulama berpendapatbahwa umat Kristiani seharusnya sepakat denganpenolakan terhadap Trinitas. Bagi mereka, Trinitashanyalah paham yang diselewengkan oleh sebagianpengikut Isa yang berkhianat. Pendapat yang demikianini bisa jadi karena perbedaan paradigma dalammemandang hakekat ketuhanan Yesus. Dalam Islam sendiri,perbedaan tentang hakekat Tuhan dalam hubungannyadengan manusia juga terjadi perbedaan.46

Al-Qur’a>n hanya mengakui satu Tuhan dan menolakadanya pribadi-pribadi Tuhan sebagaimana dipahami umatKristiani, sebagai pribadi-pribadi yang memilikihakikat ketuhanan, Yesus Kristus sebagai anak Tuhanatau Tuhan Anak atau Roh Kudus. Tidak hanya itu saja,al-Qur,an juga secara tegas menolak anggapan bahwaYesus Kristus adalah salah satu dari tiga pribadiTuhan, melainkan hanya seorang rasul yang diutus olehAllah untuk menyampaikan ajaran kebenaran dari Allah.Yesus adalah manusia biasa sebagaimana manusia yanglain, dilahirkan dari seorang ibu bernama Maryam yangdiberi ilham oleh Allah untuk melahirkan seorang anaktanpa Bapak.47

Subkluster kelima, esensi dan substansi agama di dunia. Allah secarategas tidak memberikan keistimewaan terhadap kelompok agama ras,golongan, kelompok, dan agama tertentu yang ada dimuka bumi ini.Bagi Allah, yang terpenting adalah keimanan dan amalbaik mereka selama mereka hidup dimuka bumi. Allah jugamengakui adanya beragam sistem keberagamaan dimuka bumidengan syari’at yang beragam pula. Dengan adanyaberagam keyakinan dan pemahaman tentang agama tersebut,Allah memberikan hak yang sama kepada setiap agama dankeyakinan dalam wilayah kemanusiaan yang nisbi.

46QS. Al-Nisa>’ (4): 171-172.47QS. Al-Ma>idah (5): 72-75.

Selanjutnya Allah mengingatkan agar umat manusia tidaklagi melihat agama apa yang dianut atau ritual apa yangharus dijalankan, tetapi mengajak untuk kembali kepadamisi universal yang diusung oleh masing-masing agamayakni menyembah dan mengabdi kepada kepada Allah dantidak menyekutukannya.

Pemutlakan kebenaran tertentu akan menyebabkankeangkuhan dan kesombongan dalam beragama, dandiskriminasi sosial merupakan karakter orang kafir danmushrik yang banyak dikecam oleh al-Qur’a>n. Al-Qur’a>nmenegaskan pengakuannya terhadap semua agama danmemberikan hak yang sama pada pemeluknya untukmendapatkan balasan sesuai dengan amal perbuatannya.Al-Qur’a>n secara berulangkali mengakui adanya manusia-manusia yang saleh di dalam kaum-kaum tersebut (Yahudi,Kristen, dan Sha>bi’in), seperti pengakuannya terhadapadanya manusia-manusia yang beriman dalam Islam.48

Sedangkan kelompok kluster kedua merupakan jawabanfinal al-Qur’a>n terhadap persoalan keanekaragamanagama-agama dunia dan klaim atas kebenaran masing-masing. Dalam kluster kelompok kedua ini terdapat duasubkluster yang merupakan jawaban atas permasalahandiatas yakni: subkluster pertama, subkluster mengatakan bahwarealitas sosiologis keberagamaan manusia memang berbeda-bedasehingga membuka sebuah “persaingan terebuka’ untuk berlomba-lombadalam kebaikan.49Ayat-ayat yang terkait masalah inidipandang sebagai intisari masalah sekaligus solusitentang pluralitas dan pluralisme. Pengingkaranterhadapnya akan melahirkan konflik yang tidakberkesudahan. Secara teologis, keragaman ini akan dapatmenjadi wadah umat manusia untuk berlomba-lomba dalamberbuat kebaikan terhadap Tuhan dan terhadap sesama.50

Kelak diakhirat Tuhan akan menerangkan mengapa manusiadiciptakan berbeda-beda.

Bagi kaum muslimin sendiri, walaupun merekadimuliakan sebagai ‘kaum penengah’ dan ‘sebaik-baiknya

48QS. Al-Baqarah, (2): 62.49QS. Al-Baqarah (2): 148.50QS. Al-Baqarah (2): 177.

Kluster 1

al-Baqarah (2): 213Hud (11): 118Yunus (10) : 19

Kluster 2al-Ma’idah (5): 43al-Ma’idah (5): 44al-Ma’idah (5): 46al-Ma’idah (5): 47al-Ma’idah (5): 48al-Kafirun (5): 1-

6al-Baqarah (5):

256

Kluster 2

al-Baqarah (2): 62al-Ma’idah (5): 44al-Baqarah (2): 112al-Mumtahimah (60): 8Ali Imran (3): 113-115

Kluster 2

al-Baqarah (2): 113al-Baqarah (2): 111Ali Imran (3): 19Ali Imran (3): 85Kluster 2

An-Nisa (4): 171-172

al-Ma’idah (5): 77al-Ma’idah (5): 17al-Ma’idah (5): 72-

75Ali Imran (3): 144

kaum yang diciptakan untuk umat manusia’ tidakdiberikan jaminan bahwa mereka adalah kaum yangdikasihi Allah kecuali jika mereka memperoleh kekuasaandiatas dunia mereka menegakkan shalat, berusahameningkatkan kesejahteraan orang-orang yang miskin,menyerukan kebajikan dan mencegah kejahatan.51

Subkluster kedua, kluster yang menyatakan bahwa rahmat Allahmengatasi semua perbedaan, keyakinan dan tafsir para pengikut nabi-nabi penerus nabi Ibrahim.52 Sebagaimana dimaklumi bahwasetiap nabi dan rasul yang dipilih Tuhan adalah penerusdan penyambung dari nabi sebelumnya, dengan suatu misisuci (wahyu) yang sama yakni mengajarkan kepada satuTuhan (monoteisme/tauhid). Tidak ada satupun nabi yangmenyimpang dari tugas suci ini. Dalam pandangan al-Qur’a>n, wahyu merupakan pesan (risalah, message) Tuhanbersifat universal yang disampaikan oleh seorang nabiatau rasul kepada setiap ras/suku/bangsa.53

Ibn Taymiyah mengatakan bahwa semua agama nabiadalah sama dan satu, yakni Islam (dalam pengertianpasrah ‘kepada Allah’ sepenuhnya), meskipun syari’atnyaberbeda-beda sesuai zaman dan tempatnya namun inti dariajaran semua agama adalah hanya beribadah kepada Allah,Tuhan Yang Mahaesa, yang tiada padanan bagiNya.54

Lagipula, sulit rasanya untuk menerima bahwa TuhanMahaadil, Mahapengasih, lagi Mahapenyayang jika Diahanya membimbing bangsa-bangsa tertentu dibelahan bumitertentu menuju keselamatan dan kebahagiaan, tetapimembiarkan bangsa-bangsa lain dibelahan bumi lain dalamkeadaan kesesatan.

KELOMPOK SATU, LIMA KLUSTER AYAT-AYAT AL-QUR’A>N YANGSALING TERKAIT TENTANG HUBUNGAN ANTARA AGAMA ABRAHAMIK.

51QS. Ali Imran (3): 64. 52QS. Al-Baqarah (2): 105.53QS. Yu>nus (10):47.54QS. Al-Zukhruf (43): 32.

Kluster 2

al-Baqarah (2): 62al-Ma’idah (5): 44al-Baqarah (2): 112al-Mumtahimah (60): 8Ali Imran (3): 113-115

Kluster 2

An-Nisa (4): 171-172

al-Ma’idah (5): 77al-Ma’idah (5): 17al-Ma’idah (5): 72-

75Ali Imran (3): 144

1 2

354

Kluster satu, Realtas Sosiologis keberagaman manusia memang berbeda-beda : berlomba-lomba dalam kebaikan

Kluster dua. Rahmat Allah mengatasi semua Perbedaan pemahaman, keyakinanDan “tafsir” para pengikut Nabi-nabiPenerus Nabi Ibrahim

al-Maidah (5): 48al-Baqarah (2): 148al-Baqarah (2): 177Ali Imran (3): 64

al-Baqarah (2): 113Ali Imran (2): 111Fathir (35): 2al-Zukhruf 4(3): 32

Keterangan :Kluster 1: Semula umat manusia merupakan sebuahkesatuan, tetapi pecah karena Wahyu-wahyu Allah yang disampaikan oleh para nabi.Kluster 2: Keragaman dan pluralitas hukum ( agama ) Kluster 3: Eklusivitas penganut agama-agama Abrahamik (Yahudi, Kristen, Islam ).Kluster 4: Ketegasan nada al-Qur’a>n terhadap doktrinInkarnasi dan pemahaman yang berbeda-beda terhadaptrinitas di kalangan Nas}rani.Kluster 5: Esensi dan Subtansi agama-agama dunia55

KELOMPOK DUA. JAWABAN FINAL AL-QUR’A>N TERHADAPPERSOALAN KEANEKARAGAMAN AGAMA-AGAMA DUNIA DAN KLAIMATAS KEBENARAN MASING-MASING.

55Amin Abdullah, Ayat-ayat… 1.

Kluster satu, Realtas Sosiologis keberagaman manusia memang berbeda-beda : berlomba-lomba dalam kebaikan

Kluster dua. Rahmat Allah mengatasi semua Perbedaan pemahaman, keyakinanDan “tafsir” para pengikut Nabi-nabiPenerus Nabi Ibrahim

al-Baqarah (2): 113Ali Imran (2): 111Fathir (35): 2al-Zukhruf 4(3): 32

PenutupAgama, bagaimanapun juga mempunyai bangunan

normatif dan historis yang tidak akan penah terhindardari nilai-nilai esoterik yang diyakini secara ruhaniaholeh para pemeluknya sebagai “kebenaran” yang palingshahih dan otentik yang dapat ‘menyelamatkan’ dari‘ketidakselamatan’. Namun demikian, agama tidakselamanya mengekpresikan artikulasi dan aktualisasidirinya dalam koridor yang paralel dengan instingmanusia pada umumnya untuk hidup damai dan tenang.‘Keselamatan’ yang dikandung agama acapkali lebihberskala internal, bukan eksternal dengan umat agamalain. Dari sinilah praktik kekerasan antar umatberagama yang menjadi realitas sejarah paradoks denganotentisitas masing-masing ajaran agama.

Belum lagi jika klaim kebenaran masing-masingagama yang dibungkus oleh vested interest dari masing-masing elit agama untuk menunjukkan bahwa hanya ajaranagamanyalah yang paling benar dan otentik sebagaimanayang dikehendaki oleh Tuhan dan menilai agama laintidak sesuai dengan ‘kehendak’ Tuhan yang selanjutnyamemunculkan apa yang dinamakan dengan klaim kebenarandari masing-masing agama sebagaimana yang digambarkandiatas.

Apa yang telah dilakukan oleh para intelektualIslam dunia dengan memprakarsai ‘kalimah sawa’, yangberusaha untuk mencari titik temu antara Islam danKristen merupakan sikap yang pantas diapresiasi.Perbedaan agama tidak dipandang sebagai perbedaankeimanan, tetapi merupakan manifestasi dari wahyu yangsama dan berasal dari sumber yang tunggal sehinggakebenaran hanya milik-Nya, bukan milik segolongan orangatau hanya milik satua gama saja.

Daftar Pustaka

Sachedina, Abdul Azis Abdul Hussein, The Islamic Roots ofDemocratic Pluralism. New York: Oxford Univercity Press,2001.

Abdullah, M. Amin. Pengantar dalam Ahmad NormaPermata, Metodologi Studi Agama. Jogjakarta: PustakaPelajar, 2000.

--------- Amin Abdullah, Dari Fundamentalism Ke Islamism : AsalUsul, Perkembangan Dan Penyebarannya. diunduh padatanggal 20 Desember 2011.

Tibi, Bassam. “Moralitas Internasional sebagai LandasanLintas Budaya”, dalam M. Nasir Tamara dan ElzaPelda Taher (ed.), Agama dan Dialog Antar Peradaban.Jakarta : Yayasan Paramadina, 1996.

Bolland, BJ. Intisari Iman Kristen. Jakarta: BPK GunungMulia, 1984.

Rachman, Budhy Munawar. Islam Pluralis Wacana Kesetaraan KaumBeriman. Jakarta: Paramadina, 2001.

Daniel A. Madigan, Mutual Theological Hospitality:Doing Theology in the Presence of the Other dalamWaleede el-Anshary dan David K. Linnan, Muslim andChristian Understanding Theory and Aplication of “A CommonWord”. New York: Palgrave Macmillan, 2010.

Sahas, D. J.. John of Damaskus on Islam. Leiden: tp. 1972.Kung, Hans. Islam, Past, Present, and Future, (Oneworld Book

Published by Oneworld Publications 2007)Kalin, Ibrahim. Islam Christianity, the Enlightenment:

“A Common Word” and Muslim-Christian Relations,dalam Waleed El Anshary dan David K. Linnan, Muslimand Christian Understanding Theory and Aplication of “A CommonWord”. New York: palgrave Macmillan, 2010.

Hoover, Jon. A Common Word “More Positive and Open, YetMainstreaming and Orthodox, dalam Theological Review,XXX.

Esposito, John L. Masa Depan Islam Antara TantanganKemajemukan dan Benturan Dengan Barat. Bandung; Mizan,2010)

Lumbard, Joseph. The Uncommonality of A Common Word. CrownCenter for Middle East Studies: BrandeisUniversity, 2009.

Ayyoub, Mahmoud Musthafa. Mengurai Konflik Muslim Kristendalam Perspektif Islam. Jogjakarta: Fajar Pustaka baru,2003.

Dister, Niko Syukur. Kristologi: Sebuah Sketsa. Jakarta:Kanisius, 1993.

Madjid, Nurkholis. Islam doktrin dan Peradaban, Sebuah TelaahKritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan.Jakarta: Paramadina, 1995.

Wahyo, P. Pengajaran Gereja Katolik. Jakarta: Penerbit Obor,1959Parliament of the World’s Religions, Declaration Toward a

Global Ethic. Chicago : t.p, t.t..Schoun, Prithjof. Mencari titik Temu Agama-agama. (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1996.Maqdisi, Sam Solomon dan Al. Truth About Common Word

diunduh pada tanggal 24 Desember 2011.Nas}r, Seyyed Hossein. “A Common Word” Initiatove: Theoria and

Praxis dalam Waleed el-Anshary dan David K. Linnan,Muslim and Christian Understanding Theory and Aplication of “ACommon Word”. New York: Palgrave Macmillan, 2010.

The Lutheran Word Federation, Dialogue and Beyond Christiansand Muslims Together on The Way. Switzerland: TheLutherand Word federation, 2003.

The Righ Reverend William O. Gregg, The Power ofFinding Common Ground; “A Common Word” and theInvitation to Understanding, dalam Waleed el-Anshary dan David K. Linnan, Muslim and ChristianUnderstanding Theory and Aplication of “A Common Word”. NewYork: Palgrave Macmillan, 2010.

Anshary, Waleed El. dan David K. Linnan, NarrativeIntroduction, dalam Waleed El Anshary dan David K.Linnan, Muslim and Christian Understanding Theory andAplication of “A Common Word”. New York: PalgraveMacmillan, 2010.

Watt, W. M. Muslim-Christian Encounters: A Perception andMisperception. London: Routledge. 1991.