Tata Ruang Dalam Rumah Peninggalan Masa Kolonial di Tumenggungan Kota Malang

18
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2010 156 TATA RUANG DALAM RUMAH PENINGGALAN MASA KOLONIAL DI TEMENGGUNGAN KOTA MALANG Lintang Satiti Mahabella, Antariksa, Noviani Suryasari Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Telp. 0341-567486 e-mail: [email protected] ABSTRAK Peninggalan masa kolonial yang banyak ditemukan di Kota Malang antara lain adalah bangunan pemerintahan, dan rumah tinggal. Studi ini dilakukan pada tata ruang dalam rumah peninggalan masa kolonial di Temenggungan Kota Malang. Pembahasan ini dilakukan untuk mengetahui dan menggambarkan tata ruang rumah kolonial yang ada di kawasan studi, yang telah ada sejak masa kolonial. Tujuan studi ini adalah untuk menggambarkan tata ruang dalam rumah peninggalan masa kolonial di Temenggungan Kota Malang, diikuti oleh perubahan yang terjadi beserta faktor yang menyebabkan perubahan yang ada. Studi dilakukan dengan metode deskriptif, yang diawali oleh penentuan variabel dan sampel studi, sesuai dengan topik yang diangkat. Hasil studi menunjukkan tata ruang dalam rumah peninggalan masa kolonial di Temenggungan Kota Malang, tersusun atas tatanan zona publik di bagian depan rumah, diikuti dengan penataan zona semipublik, dengan zona privat di sisi kanan dan kiri zona semipublik. Perubahan terjadi pada beberapa rumah peninggalan masa kolonial di Temenggungan Kota Malang, disebabkan oleh beberapa faktor, yang meliputi faktor ekonomi, kebutuhan manusia akan ruang (privasi), bertambahnya jumlah penduduk, faktor sosial ekonomi, dan aksesibilitas ruang yang cepat. Kata Kunci: tata ruang dalam, rumah, arsitektur kolonial, perubahan ABSTRACT The legacy of colonial which are found in Malang city, are government buildings and residences. This study is conducted on spatial patterns in the relics of the colonial house in Temenggungan Malang. The purpose of this study is to describe spatial patterns in the relics of the colonial house in Temenggungan Malang, followed by changes that occur and the factors that cause the changes. The study is conducted with descriptive method, which are begins by determining the variables and the study sample, according to the topics which are rose. The results from the analysis data showed a pattern of spatial of the relics colonial houses in Temenggungan Malang, composed of public order in the front zone of the house, followed by the arrangement of semi-public zones, with a private zone on the right and left side of the semi-public zone. Changes that are occur in some of the relic’s colonial houses in Temenggungan Malang, caused by several factors, including economic factors, the human need for space (privacy), increase of population, socioeconomic factors, and the faster spatial accessibility. Keywords: spatial pattern, houses, Colonial architecture, changes Pendahuluan Keeksistensian bangunan bersejarah mampu membentuk nilai-nilai lokalitas dalam wujud arsitektural yang memberikan citra tersendiri bagi suatu kota (Johana 2004:1). Menurut Badar (2009), arsitektur pada dasarnya adalah merupakan produk jaman. Bentukan gaya arsitektur kolonial Belanda di Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Bentuk tersebut dimungkinkan terjadi akibat adanya perkembangan dan perubahan budaya dalam cakupan seni, ekonomi, dan teknologi (Amiuza, 2006). Bangunan rumah tinggal masyarakat pribumi yang menggunakan gaya arsitektur kolonial merupakan akibat dari akulturasi masuknya gaya arsitektur yang dibawa oleh Belanda, yang kemudian diterapkan di Indonesia.

Transcript of Tata Ruang Dalam Rumah Peninggalan Masa Kolonial di Tumenggungan Kota Malang

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2010 156

TATA RUANG DALAM RUMAH PENINGGALAN MASA KOLONIAL DI TEMENGGUNGAN KOTA MALANG

Lintang Satiti Mahabella, Antariksa, Noviani Suryasari Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Telp. 0341-567486 e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Peninggalan masa kolonial yang banyak ditemukan di Kota Malang antara lain adalah bangunan pemerintahan, dan rumah tinggal. Studi ini dilakukan pada tata ruang dalam rumah peninggalan masa kolonial di Temenggungan Kota Malang. Pembahasan ini dilakukan untuk mengetahui dan menggambarkan tata ruang rumah kolonial yang ada di kawasan studi, yang telah ada sejak masa kolonial. Tujuan studi ini adalah untuk menggambarkan tata ruang dalam rumah peninggalan masa kolonial di Temenggungan Kota Malang, diikuti oleh perubahan yang terjadi beserta faktor yang menyebabkan perubahan yang ada. Studi dilakukan dengan metode deskriptif, yang diawali oleh penentuan variabel dan sampel studi, sesuai dengan topik yang diangkat. Hasil studi menunjukkan tata ruang dalam rumah peninggalan masa kolonial di Temenggungan Kota Malang, tersusun atas tatanan zona publik di bagian depan rumah, diikuti dengan penataan zona semipublik, dengan zona privat di sisi kanan dan kiri zona semipublik. Perubahan terjadi pada beberapa rumah peninggalan masa kolonial di Temenggungan Kota Malang, disebabkan oleh beberapa faktor, yang meliputi faktor ekonomi, kebutuhan manusia akan ruang (privasi), bertambahnya jumlah penduduk, faktor sosial ekonomi, dan aksesibilitas ruang yang cepat. Kata Kunci: tata ruang dalam, rumah, arsitektur kolonial, perubahan

ABSTRACT

The legacy of colonial which are found in Malang city, are government buildings and residences. This study is conducted on spatial patterns in the relics of the colonial house in Temenggungan Malang. The purpose of this study is to describe spatial patterns in the relics of the colonial house in Temenggungan Malang, followed by changes that occur and the factors that cause the changes. The study is conducted with descriptive method, which are begins by determining the variables and the study sample, according to the topics which are rose. The results from the analysis data showed a pattern of spatial of the relics colonial houses in Temenggungan Malang, composed of public order in the front zone of the house, followed by the arrangement of semi-public zones, with a private zone on the right and left side of the semi-public zone. Changes that are occur in some of the relic’s colonial houses in Temenggungan Malang, caused by several factors, including economic factors, the human need for space (privacy), increase of population, socioeconomic factors, and the faster spatial accessibility. Keywords: spatial pattern, houses, Colonial architecture, changes Pendahuluan

Keeksistensian bangunan bersejarah mampu membentuk nilai-nilai lokalitas dalam wujud arsitektural yang memberikan citra tersendiri bagi suatu kota (Johana 2004:1). Menurut Badar (2009), arsitektur pada dasarnya adalah merupakan produk jaman. Bentukan gaya arsitektur kolonial Belanda di Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Bentuk tersebut dimungkinkan terjadi akibat adanya perkembangan dan perubahan budaya dalam cakupan seni, ekonomi, dan teknologi (Amiuza, 2006). Bangunan rumah tinggal masyarakat pribumi yang menggunakan gaya arsitektur kolonial merupakan akibat dari akulturasi masuknya gaya arsitektur yang dibawa oleh Belanda, yang kemudian diterapkan di Indonesia.

arsitektur e-Journal, Volume 4 Nomor 3, November 2011

157

Sebagai kota yang pernah diduduki oleh Bangsa Belanda, Kota Malang memiliki banyak bukti sejarah peninggalan masa tersebut. Handinoto (1996) mengatakan, pola permukiman pada masa kolonial terbentuk di sekeliling alun–alun menurut pengelompokkan masyarakat majemuk, dan orang pribumi setempat tinggal di gang–gang di sekitar daerah alun–alun. Kawasan Temenggungan Kota Malang merupakan salah satu kawasan bersejarah pada area barat alun–alun yang masih memiliki beberapa bangunan kolonial. Hal inilah yang mendukung fakta bahwa pada kawasan Temenggungan memang dihuni oleh masyarakat pribumi pada masa kolonial, yang juga menerapkan bangunan berarsitektur kolonial.

Bentuk tatanan ruang dalam pada rumah tinggal terbentuk disesuaikan dengan kegiatan penghuni tersebut. Searah dengan perjalanan waktu, kondisi masyarakat mulai mengalami perkembangan. Penyesuaian hal yang telah ada dengan perkembangan menyebabkan terjadinya perubahan untuk perbaharuan dan kesesuaian. Perubahan terjadi tidak hanya pada aspek non fisik, namun terjadi pula dalam aspek fisik.

Atas dasar paparan mengenai bangunan kolonial dan kawasan Temenggungan, serta paparan mengenai ruang tersebut, maka diperlukan studi mengenai tata ruang dalam rumah peninggalan masa kolonial dengan sampel rumah tinggal masa kolonial yang ada di Kawasan Temenggungan Kota Malang. Pada studi ini ditinjau pula perubahan yang terjadi, mengingat perkembangan zaman yang diikuti oleh perubahan karakteristik bangunan. Metode Penelitian

Studi tentang ruang dan bentuk rumah-rumah peninggalan masa kolonial ini dilakukan dengan melakukan pengamatan pada bentuk tata ruang dalam bangunan melalui penggambaran denah dan pengamatan secara langsung serta melalui interview dengan penghuni untuk mendapatkan data dokumenter, yaitu dengan metode studi survey deskriptif.

Sampel bangunan didasarkan pada beberapa kriteria yang mengikatnya dengan jelas, sehingga sampel yang digunakan merupakan sampel yang sesuai dengan batasan studi ini. Kriteria tersebut antara lain: 1. Sampel bangunan merupakan bangunan dengan fungsi rumah tinggal di kawasan

Temenggungan Kota Malang; 2. Sampel rumah tinggal berusia > 50 tahun sesuai dengan ketentuan Undang–Undang

Cagar Budaya no.11 tahun 2010; 3. Sampel rumah tinggal dihuni oleh pemilik rumah asli atau penghuni yang mengetahui

dengan perubahan yang terjadi; 4. Sampel rumah tinggal menggunakan gaya arsitektur kolonial Belanda dan dibangun

pada periode kolonial (setelah tahun 1914); 5. Sampel rumah tinggal merupakan bangunan rumah tinggal yang dibangun pada

kurun waktu tahun 1914–1940; 6. Pemilik atau penghuni rumah memberikan ijin untuk pencarian data sampel rumah

tinggal; dan 7. Kondisi perubahan pada sampel rumah tidak dilakukan secara total (merusak

karakter kolonial yang ada). Rumah tinggal yang sesuai dengan karakter bangunan sampel terdiri atas 10 rumah

tinggal dari 18 rumah tinggal kolonial yang ada (Tabel 1).

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2010 158

Tabel 1. Kasus Studi Bangunan Rumah Tinggal Kolonial di Temenggungan No. Nomor Sampel Alamat Rumah 1 2 3 4 5 6 7

Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6 Sampel 7

Jl. Gatot Subroto II / 569 Jl. Gatot Subroto II / 545 Jl. Gatot Subroto II / 544 Jl. Gatot Subroto II / 543 Jl. Gatot Subroto II / 546

Jl.K.H. Ahmad Dahlan II / 626 Jl. Gatot Subroto II / 744

8 Sampel 8 Jl. Aris Munandar II / 843 9 Sampel 9 Jl. Aris Munandar II / 801 10 Sampel 10 Jl. Gatot Subroto II / 692

Rumah sampel studi tersebut berada pada satu lokasi permukiman penduduk, yang

hampir berdekatan satu dengan yang lain (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi dan sampel pada wilayah studi.

Data yang didapatkan dalam studi ini dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Data tersebut dideskripsikan dan dianalisis berdasarkan variabel yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu 1. Tata ruang dalam, meliputi fungsi ruang, sumbu ruang, simetri ruang, organisasi

ruang, alur sirkulasi ruang, serta zona ruang 2. Perubahan tata ruang dalam, meliputi perubahan fungsi ruang, perubahan sumbu

ruang, perubahan simetri ruang, perubahan organisasi ruang, perubaan alur sirkulasi, dan perubahan zona ruang.

3. Faktor penyebab perubahan tata ruang dalam.

arsitektur e-Journal, Volume 4 Nomor 3, November 2011

159

Hasil dan Pembahasan

Kawasan objek studi terletak pada Kelurahan Sukoharjo Kecamatan Klojen Kota Malang, atau biasa dikenal dengan Kawasan Temenggungan. Wilayah ini terletak di kawasan pusat Kota Malang atau alun–alun. Wilayah ini merupakan wilayah padat penduduk (Gambar 2).

Gambar 2. Lokasi Wilayah Studi

Gambar 3. Fungsi Kawasan Temenggungan

Lokasi kawasan yang berada di sekitaran alun–alun, merepresentasikan perngaruh keberadaan alun–alun terhadap kawasan itu sendiri, Hal ini dapat dipandang dari segi ekonomi, masyarakat, dan pengaruh gaya arsitekturnya. Oleh karena alun–alun merupakan pusat Kota Malang pada masa kependudukan Bangsa Belanda, maka kawasan ini juga mendapatkan pengaruh dari hal tesebut. Rumah tinggal yang ada pada kawasan ini pada akhirnya mengadaptasi gaya arsitektur kolonial yang banyak digunakan

Keterangan : Fasilitas ibadah Fasilitas pendidikan Pertokoan Rumah tinggal

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2010 160

pada masa kependudukan Bangsa Belanda. Kawasan Temenggungan ini bermula pada dibangunnya bangunan pusat pemerintahan (pendopo) pada tahun 1839, yaitu pada masa akhir pemerintahan RT Notodingrat I, atau bertepatan dengan Masa Katumenggungan. Dengan demikian, semula bangunan ini merupakan Pendopo Katumenggungan, pada kawasan ini. Oleh karena itu, pada desa tempat bangunan ini berdiri disebut pula sebagai “Temenggungan”.

Pada kawasan Temenggungan ini terdepat beberapa sisi bagian kawasan yang memiliki perbedaan fungsi bangunan. Sebagian besar bangunan pada kawasan ini merupakan bangunan rumah tinggal. Bangunan yang ada pada bagian tepi jalan raya memiliki fungsi sebagai bangunan komersil dengan nilai ekonomi tinggi. Pada kawasan ini terdapat fasilitas umum berupa masjid dan gereja. Fasilitas pendidikan yang ada pada kawasan ini hanya berupa sekolah Taman Kanak–Kanak (Gambar 3).

Hasil studi dengan menggunakan variabel dapat diketahui bahwa tata ruang dalam rumah tinggal peninggalan masa kolonial di Temenggungan Malang adalah sebagai berikut: Tata ruang dalam 1. Fungsi ruang

Fungsi rumah tinggal pada masa kolonial yang masih dapat ditemui sampai saat ini, umumnya memiliki fungsi sebagai rumah tinggal sejak awal dibangun. Pada rumah tinggal kolonial di Temenggungan, ditemukan bentuk rumah tinggal sebagai berikut : • Terdapat ruang–ruang dengan fungsi utama pada bangunan, yang berupa ruang

tidur. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan ruang tersebut di dalam rumah tinggal sangat dibutuhkan oleh penghuni, sehingga sangat memungkinkan bahwa fungsi ruang tidur banyak mengalami penambahan.

• Terdapat ruang–ruang bersama meliputi ruang semipublik dan publik. Ruang–ruang ini ditemukan berupa ruang tamu, ruang keluarga, dan ruang makan. Keberadaan ruang–ruang tersebut tidak mutlak selalu ada pada setiap rumah, namun fungsi ruang sebagai area berkumpual selalu ada di setiap rumah.

• Terdapat ruang–ruang dengan fungsi servis. Ruang–ruang ini terdiri atas dapur, kamar mandi, gudang, dan ruang pembantu. Ruang–ruang ini ditemukan pada rumah–rumah kolonial, dengan peran ruang yang jelas bagi rumah. Sebagai fungsi penunjang, keberadaan ruang–ruang tersebut penting untuk ada.

Terdapat pula penataan ruang–ruang yang jelas, seperti susunan tatanan teras, ruang tamu, kamar tidur, dan kamar pembantu yang mengikuti penataan ruang rumah tinggal kolonial. Menurut Soekiman (2000), struktur rumah tinggal pada abad ke-19 terdiri atas teras atau serambi depan (voorgalerij), ruang tengah, ruang keluarga dan ruang makan, serta ruang servis yang digunakan oleh pembantu.

2. Sumbu ruang

Sumbu ruang yang terbentuk pada bangunan rumah tinggal peninggalan masa kolonial di kawasan Temenggungan Malang, terdiri dari 2 macam, yakni sumbu ruang kualitatif dan sumbu ruang kuantitatif. Sumbu ruang ini merupakan garis yang terbentuk di dalam ruang, yang membagi ruang tersebut menjadi bagian yang simetri. Sumbu ruang terdapat di bagian tengah ruang, dan dapat membagi ruang menjadi bagian yang sama namun tidak identik. Sumbu ruang kualitatif banyak ditemukan pada rumah tinggal peninggalan masa kolonial di Temenggungan. Sumbu kualitatif ruang yang ditemukan pada rumah tinggal sampel, banyak terdapat pada area semipublik. Sumbu ruang ini tidak selalu berbentuk alur sirkulasi, namun dapat pula berupa garis dinding (Gambar 4).

arsitektur e-Journal, Volume 4 Nomor 3, November 2011

161

Gambar 4. Sumbu ruang kualitatif pada rumah tinggal kolonial di Temenggungan.

Sumbu ruang kualitatif pada rumah tinggal kolonial di Temenggungan terdapat pada salah satu sampel, yakni sampel 8, rumah tinggal milik Bapak Suroso. Sumbu kualitatif ruang pada rumah tinggal Bapak Suroso ini, terbentuk oleh hubungan titik–titik pintu yang segaris, yakni pintu dari ruang tamu, menuju ruang makan, dan berakhir pada dapur (Gambar 5).

Gambar 5. Sumbu ruang kualitatif rumah tinggal Bapak Suroso (Sampel 8)

Sumbu ruang kuantitatif merupakan sumbu yang membagi ruang secara utuh. Sumbu ruang kuantitatif hanya ditemukan pada satu rumah sampel dan berhimpitan dengan simetri ruang (Gambar 6).

Gambar 6. Sumbu ruang kuantitatif pada rumah tinggal kolonial di Temenggungan.

Sumbu ruang kuantitatif pada rumah tinggal kolonial di Temenggungan terdapat pada salah satu sampel, yakni sampel 6, rumah tinggal milik Bapak Abdullah. Sumbu kuantitatif ruang pada rumah tinggal Bapak Abdullah ini terbentuk di dalam bangunan utama, yang terhubung oleh titik–titik pintu. (Gambar 7).

Sampel 8 Sampel 2

Sampel 6

Keterangan : A : Ruang Tamu B : Ruang Keluarga + Ruang Makan C : Mushala D : Ruang Tidur E : Dapur F : Gudang G : Kamar Mandi / WC H : Koridor Samping

Sumbu kualitatif

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2010 162

Gambar 7. Sumbu ruang kuantitatif rumah tinggal Bapak Abdullah (Sampel 6).

Sumbu bentuk yang ditemukan pada rumah tinggal peninggalan masa kolonial di Temenggungan, didapatkan dari bentukan atap. Garis atap menunjukkan sumbu bentuk bangunan, dan dapat dilihat secara jelas melalui fasade bangunan. Sumbu bentuk yang ditemukan pada rumah sampel umumnya tidak sama dengan sumbu ruang yang ada (Gambar 8).

Gambar 8. Perbandingan sumbu ruang, sumbu bentuk,dan sumbu fasaderumah tinggal Bapak Faizal.

3. Simetri ruang

Bentukan simetris yang lain dapat diwujudkan pada sampel rumah tinggal yang menggunakan susunan dua lajur kolom (ruang) dengan koridor di tengah bangunan, sehingga terbentuk garis simetri bangunannya. Penataan ini sesuai dengan studi Wibowo (2006), yang menunjukkan mengenai pola simetris rumah tinggal kolonial.

Bentukan simetris utuh pada denah rumah tinggal yang ditemukan pada kawasan studi yakni rumah tinggal milik Bapak Abdullah. Bentuk susunan denah tiga lajur dengan koridor di bagian tengah bangunan. Simetri ruang ini ditemukan pada area pubik dan semipublik. Koridor sebagai alur sirkulasi utama di dalam bangunan, yang juga merupakan sumbu bangunan (Gambar 9 dan 10).

Keterangan: A : Teras B : Ruang Tamu Laki - laki C : Ruang Tamu

Perempuan + Ruang Keluarga

D : Ruang Tidur E : Ruang Makan F : Mushala G : Gudang H : Dapur I : Kamar Mandi/ WC

arsitektur e-Journal, Volume 4 Nomor 3, November 2011

163

Gambar 9. Simetri ruang rumah tinggal kolonial di Temenggungan.

Gambar 10. Simetri ruang rumah tinggal Bapak Suroso (Sampel 6) yang berhimpitan dengan sumbu kuantitatif ruang.

Aspek simetris pada bangunan dapat dilihat secara sebagian, dalam arti simetris

pada unit ruang. Aspek simetris dapat terlihat pada tatanan fasade, yang terdiri atas penataan pintu dan jendela utama. Terlihat lebih jelas, penerapan aspek simetri ditekankan pada fasade bangunan, karena pada bagian dalam bangunan tidak ditemukan lagi adanya simetri ruang.

Hal ini menunjukkan bahwa pemilik rumah mengaplikasikan penuh gaya kolonial pada bagian fasade, dengan penerapan karakter denah rumah kolonial yang simetris. Hal ini sesuai dengan ciri bentukan denah rumah kolonial menurut Handinoto (1996), yang berbentuk simetris.

Pada rumah tinggal kolonial di Temenggungan banyak dijumpai kasus semacam ini. Penggunaan aspek simetri bangunan sebagai ciri bangunan kolonial, hanya pada bagian fasad. Bentuk simetris yang terdapat hanya pada bagian fasad bangunan ditemukan pada rumah tinggal Ibu Ana. Simetri ruang hanya terbentuk pada fasade bangunan yakni pada unit ruang tamu. Simetri ini dibentuk oleh perletakan pintu yang berada tepat di tengah (Gambar 11).

Sampel 6

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2010 164

Gambar 11. Simetri unit ruang tamu rumah tinggal Ibu Ana.

Berdasarkan hal tersebut, terlihat pola simetri ruang rumah tinggal kolonial di

Temenggungan, yakni pada bagian fasad sebagai nilai estetika publik. Adapun simetri ruang yang terdapat pada keseluruhan bangunan, yang mencakup area publik dan semipublik.

4. Organisasi ruang

Organisasi ruang yang terbentuk pada rumah tinggal kolonial di Temenggungan umumnya menggunakan ruang keluarga sebagai ruang pusat yang terhubung dengan ruang–ruang yang lain. Ruang keluarga sebagai ruang pusat yang terhubung dengan ruang–ruang yang lain, meliputi ruang publik, privat, maupun ruang servis.

Organisasi ruang yang terbentuk pada rumah tinggal peninggalan masa kolonial di Temenggungan terdiri atas hubungan ruang dan organisasi tatanan ruang. Ruang keluarga merupakan ruang bersama yang menghubungkan ruang–ruang yang lain. Menurut fungsi ruang, umunya organisasi ruang yang terbentuk adalah organisasi ruang terpusat, dengan fungsi ruang keluarga sebagai pusat ruang. Menurut tatanan ruang, umumnya organisasi ruang yang terbentuk adalah organisasi ruang cluster.

5. Alur sirkulasi ruang

Pada rumah tinggal ditemukan dua macam alur sirkulasi, yakni alur sirkulasi utama, dan alur sirkulasi sekunder. Alur sirkulasi utama ditemukan pada ruang dalam, yang menerus dari bagian depan sampai belakang bangunan. Pada beberapa sampel rumah tinggal, alur sirkulasi ini berhimpitan dengan sumbu kualitatif maupun kuantitaif ruang.

Alur sirkulasi sekunder pada rumah tinggal ditemukan pada bagian samping berupa koridor atau gang kecil. Koridor ini merupakan alur sirkulasi sekunder dari depan rumah, menuju halaman atau ruang belakang. Pada rumah sampel,banyak ditemukan koridor samping dengan ukuran 1–1,5 meter yang menerus sampai belakang.

Pada beberapa sampel rumah tinggal, terdapat pintu yang menghubungkan rumah dengan tetangga. Alur sirkulasi privat yang hanya dapat diakses oleh penghuni rumah. Pintu ini berada di area belakang dan pada area koridor. Adanya pintu ini menunjukkan kedekatan penghuni dengan tetangga.

6. Zonasi ruang

Zonasi ruang pada rumah tinggal peninggalan masa kolonial di Temenggungan banyak ditemukan adalah penataan zona publik di bagian depan, diikuti oleh zona semipublik yang biasa diwujudkan berupa koridor atau lorong, dengan penataan zona privat yang mengelilingi zona semipublik, dan penataan zona servis di bagian belakang rumah (Gambar 12). Zonasi ruang secara nyata dapat terlihat pada salah satu rumah tinggal sampel, yakni rumah tinggal Ibu Arifin (Gambar 13).

Unit Ruang Tamu

arsitektur e-Journal, Volume 4 Nomor 3, November 2011

165

Penataan zonasi ini termasuk ke dalam penataan zona ruang yang mengandung karakter bangunan kolonial, sesuai dengan gaya bangunan rumah tinggal masa kolonial menurut Handinoto (1996) yang terdiri atas: a. Terdapat Central room di tengah ruangan, yang berhubungan langsung dengan

teras depan (voor galerij) dan teras belakang (achter galerij); b. Terdapat penataan kamar tidur di sisi kanan dan kiri koridor; dan c. Dapur, Kamar Mandi/WC, gudang dan daerah service lainnya merupakan bagian

yang terpisah dari bangunan utama dan letaknya ada di bagian belakang.

Gambar 12. Zonasi ruang dalam rumah tinggal kolonial di Temenggungan.

Gambar 13. Zonasi ruang dalam rumah tinggal Ibu Nuschah (Sampel 2).

Perubahan ruang dalam 1. Perubahan fungsi ruang

Perubahan fungsi ruang yang terjadi pada rumah tinggal adalah penambahan fungsi rumah tinggal dengan fungsi usaha. Penambahan fungsi rumah sebagai fungsi usaha ini terjadi pada ruang–ruang memiliki akses langsung dengan lingkungan sekitar, dalam arti berada di bagian depan bangunan.

Perubahan fungsi ruang sebagai tempat usaha ini dilakukan oleh penghuni atas alasan kebutuhan ekonomi. Beberapa unit ruang mengalami perubahan, meliputi penambahan ruang, perluasan ruang, perubahan fungsi unit ruang, dan pembagian ruang. Penambahan ruang dilakukan pada halaman belakang, karena lahan halaman depan tidak memungkingkan untuk dilakukan penambahan ruang.

Penambahan ruang di halaman belakang terkait pula dengan sifat ruang yang ditambahkan. Penambahan ruang seperti ini dilakukan pada bagian belakang rumah karena umumnya area privat dan servis berada pada bagian belakang rumah.

Pernambahan ruang ini banyak dilakukan di bagian belakang rumah karena lahan kosong banyak terdapat pada bagian tersebut. Terkait pula dengan zonasi

Zona publik Zona semipublik Zona privat Zona servis

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2010 166

ruang, ruang tidur dan kamar mandi yang merupakan area publik dan servis, terletak pada area belakang pada penataan zonasi ruamah tinggal (Gambar 14).

Gambar 14. Perubahan fungsi ruang berupa penambahan ruang

pada rumah tinggal kolonial di Temenggungan Kota Malang. Perubahan ruang yang terjadi pada rumah tinggal kolonial di Temenggungan,

dapat terlihat pada salah satu rumah tinggal sampel. Pada rumah tinggal sampel 3 milik Ibu Ana,terjadi perubahan ruang yang cukup besar pada area belakang dan samping rumah (Gambar 15).

Gambar 15. Perubahan fungsi ruang pada rumah tinggal Ibu Ana (Sampel 3). Perluasan ruang terjadi hanya pada satu rumah sampel, karena penghuni lebih

cenderung melakukan penambahan ruang daripada memperluas ruangan. Perluasan ruang yang terjadi dilakukan dengan menambah luas ruang dalam dengan menggunakan lahan belakang yang ada. Terkait dengan fungsi ruang yang mengalami perluasan ruang, terjadi pada area semipublik, yang mengakomodasi kebutuhan penggunaan ruang secara bersama oleh penghuni rumah.

Pembagian ruang pada rumah sampel dilakukan dengan pemberian sekat pada ruang yang memiliki ukuran lebih besar. Pembagian ruang dilakukan secara semi permanen dengan menggunakan bahan triplek sebagai sekat ruang. Pembagian ruang dilakukan karena penghuni merasa membutuhkan ruang baru, sementara lahan yang ada tidak memadai untuk dilakukan penambahan ruang (Gambar 16).

Keterangan: A : Teras B : Ruang Tamu C : Ruang Tidur D : Ruang Keluarga E : Ruang Makan F : Dapur G : Kamar Mandi / WC H : Ruang Cuci I : Mushala J : Koridor Samping K : Ruang kerja L : Pavilyun M : Gudang N : Halaman Belakang

arsitektur e-Journal, Volume 4 Nomor 3, November 2011

167

Gambar 16. Pembagian ruang sebagai penempatan keluarga baru pada rumah tinggal kolonial di Temenggungan.

2. Perubahan sumbu ruang

Sumbu ruang pada rumah tinggal kolonial yang terbentuk atas sumbu ruang kuantitatif dan sumbu ruang kualitatif, secara umum tidak banyak mengalami perubahan. Perubahan ruang yang terjadi pada sebagian besar rumah tinggal, ditemukan pada area yang tidak berhubungan langsung dengan letak sumbu ruang. Hal ini mengakibatkan bentukan perubahan ruang yang tidak merubah sumbu (Gambar 17.).

Gambar 17. Sumbu ruang yang tidak berubah karena tidak bersinggungan langsung dengan area perubahan ruang.

Pada rumah tinggal ditemukan pula perubahan ruang yang bersinggungan

langsung dengan sumbu ruang, namun tidak merubah sumbu ruang tersebut. Perubahan ruang terjadi pada area belakang rumah, dan sumbu baru yang terbentuk meneruskan bentuk awal (Gambar 18).

Gambar 18. Sumbu ruang yang tidak berubah walaupun bersinggungan langsung dengan area perubahan ruang.

Penambahan ruang tidur

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2010 168

3. Perubahan simetri ruang

Sumbu simetri yang terdapat pada rumah tinggal kolonial di Temenggungan pada umumnya hanya ditemukan pada elemen fasade bangunan. Hal ini disebabkan karena dalam penerapan bentuk denah simetri, penghuni terbentur oleh minimnya luasan lahan.

Pada masa kolonial, gaya bangunan kolonial merupakan simbol dari kemajuan dan kekayaan pemilik rumah. Kurangnya lahan bukan menjadi halangan bagi pemilik rumah untuk membangun rumah dengan gaya kolonial. Masalah ini diselesaikan dengan penggunaan aspek simetrisitas denah kolonial pada elemen fasad rumah, sementara denah bangunan dan ruang yang mengikutinya disesuaikan dengan kondisi lahan. Hal inilah yang menyebabkan sumbu simetri hanya dapat terlihat pada elemen fasade rumah tinggal saja.

Simetri ruang yang ditemukan pada rumah tinggal, terletak pada area publik yang menerus sampai area semipublik. Secara umum, perubahan ruang pada rumah kolonial banyak terjadi pada halaman belakang rumah, sehingga perubahan ruang yang terjadi tidak menyebabkan perubahan simterisitas ruang pada bagian depan (Gambar 19).

Gambar 19. Simetri ruang yang tidak berubah karena perubahan tejadi di bagian belakang rumah.

Pada simetri unit ruang, simetrisitas banyak ditemukan pada ruang–ruang publik.

Terkait dengan perubahan ruang yang banyak terjadi pada area privat dan servis, simetri unit ruang publik tidak mengalami perubahan.

4. Perubahan organisasi ruang

Perubahan ruang yang terjadi pada rumah tinggal kolonial di Temenggungan Kota Malang berpengaruh pula pada perubahan organisasi ruang yang ada sebelumnya. Perubahan organisasi ruang yang terjadi meliputi penambahan atau pengurangan ruang, yang diikuti oleh penambahan atau pengurangan hubungan ruang.

Perubahan ruang yang terjadi tidak sampai merubah organisasi ruang secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena perubahan ruang yang terjadi tidak begitu besar. Pada keseluruhan sampel, perubahan organisasi ruang mengikuti bentuk awal yang ada. Contoh pada rumah tinggal Ibu Ana, perubahan ruang yang terjadi tidak banyak merubah organisasi ruang sebelumnya (Gambar 20 dan 21).

arsitektur e-Journal, Volume 4 Nomor 3, November 2011

169

Gambar 20. Organisasi ruang rumah tinggal Ibu Ana tahun 1920.

Gambar 21. Organisasi ruang rumah tinggal Ibu Ana setelah tahun 1975.

Penambahan ruang tidur dan penambahan fungsi mushala pada area dapur tidak banyak merubah organisasi ruang yang ada. Penghubung ruang yang mengikuti penambahan ruang terbentuk mengikuti sirkulasi utama yang ada. Perubahan ruang yang terjadi tidak merubah fungsi ruang utama pada bangunan.

Ruang keluarga dan ruang makan tetap merupakan ruang bersama yang menghubungkan ruang–ruang yang lain. Pada beberapa rumah sampel, perubahan ruang mempertegas bentuk organisasi liner ruang.

Ruang Kerja

Ruang Tidur

Ruang Makan

Ruang Tidur

Ruang Keluarga

Gudang

Ruang Tamu

Ruang Tidur

Mushala

Area Kost

Dapur Kamar Mandi / WC

Koridor Samping

Halaman Belakang

Ruang Kerja

Ruang Tidur

Ruang Keluarga

Ruang Tamu

Ruang Tidur

Paviliun

Kamar Mandi / WC Dapur Gudang

Koridor Samping

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2010 170

5. Perubahan alur sirkulasi ruang

Secara keseluruhan,perubahan ruang yang terjadi tidak merubah alur sirkulasi yang telah terbentuk sebelumnya. Alur sirkulasi utama di dalam bangunan dan alur sirkulasi sekunder di samping bangunan tidak berhubungan langsung dengan area perubahan.

Pada salah satu rumah tinggal, ditemukan perubahan ruang yang berpengaruh terhadap alur sirkulasi ruang, terutama pada alur sirkulasi sekunder ruang. Pada rumah Ibu Sri, penambahan ruang kamar mandi pada area koridor samping, menyebabkan alur sirkulasi koridor menjadi hilang. Pada tata ruang rumah setelah perubahan, tidak ditemukan lagi alur sirkulasi sekunder di samping bangunan, karena digunakan sebagai area kamar mandi.

6. Perubahan zonasi ruang Perubahan zonasi ruang umumnya terjadi pada perubahan zona semipublik di

bagian belakang bangunan yang kemudian berubah menjadi zona privat ataupun zona servis. Hal ini disebabkan oleh penambahan ruang banyak terjadi pada area halaman belakang yang masih kosong.

Secara umum, perubahan zonasi juga banyak terjadi pada perubahan zona servis dan privat yang semakin luas. Penambahan luas zona servis dan privat ini menggunakan area zona semipublik ataupun zona publik. Kebutuhan akan ruang pribadi dan ruang servis sebagai pendukung utama rumah tonggal, menjadi penyebab terjadinya pernambahan ruang tersebut. Perubahan zona akibat penambahan ruang–ruang tersebut, menyebabkan zonasi rumah menjadi terpisah-pisah dan tidak berkelompok seperti semula (Gambar 22).

Gambar 22. Perubahan zonasi rumah tinggal kolonial di Temenggungan Kota Malang Pada rumah tinggal sampel ditemukan perubahan ruang berupa perubahan fungsi

ruang tamu sebagai ruang tidur. Perubahan ini terjadi pada zona publik menjadi zona privat. Perubahan ini diikuti oleh perubahan fungsi ruang keluarga menjadi ruang tamu. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya zonasi ruang yang terpisah-pisah.

Perubahan ruang terjadi pula berupa penggabungan fungsi ruang, yakni fungsi ruang tamu dengan ruang keluarga. Perubahan ruang ini berpengaruh pada perubahan zonasi ruang yang terbentuk. Zonasi ruang setelah mengalami penggabungan fungsi, terbentuk atas ruang dengan zona ganda, yakni zona publik dan zona semipublik. Zonasi ruang ganda ini berubah sesuai waktu penggunaan ruang, seperti pada sampel rumah tinggal Ibu Sri (Gambar 23, Gambar 24, dan Gambar 25).

Zonasi ruang sebelum perubahan Zonasi ruang setelah mengalami perubahan

Keterangan :

Zona publik Zona semipublik Zona privat Zona servis

arsitektur e-Journal, Volume 4 Nomor 3, November 2011

171

Gambar 23. Zonasi awal ruang Gambar 24. Zonasi ruang rumah tinggal

rumah Ibu Sri. Ibu Sri setelah tahun 2010 pada penggunaan ruang keluarga sebagai ruang tamu.

Gambar 25. Zonasi ruang rumah tinggal Ibu Sri setelah tahun 2010 pada penggunaan ruang keluarga.

Faktor Penyebab Perubahan Tata Ruang Dalam • Faktor ekonomi

Beberapa dari rumah tinggal kolonial di Temenggungan memiliki fungsi sekunder sebagai tempat usaha. Hal ini terjadi pada beberapa rumah tinggal yakni Ibu Ana, Ibu Nuschah, dan Bapak Faizal. Sebagai kawasan yang padat penduduk, hal tersebut juga menjadi faktor penyebab penghuni berinisiatif untuk membuka tempat usaha. Fungsi sekunder ini berupa kios, usaha kost, atau usaha jahit.

• Kebutuhan privasi penghuni Semakin bertambahnya jumlah penduduk, diikuti oleh semakin dibutuhkannya ruang privasi bagi masing–masing penduduk tersebut. Ruang tidur sebagai ruang privat yang bisa dimiliki oleh masing–masing penduduk merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan bagi tiap individu.

• Kebutuhan penghuni/manusia

Keterangan : A : Teras B : Ruang Tamu C : Ruang Keluarga D : Ruang Tamu + Keluarga E : Ruang Display F : Ruang Tidur G : Dapur H : Kamar Mandi / WC I : Koridor Samping J : Gudang

Zona publik Zona semipublik Zona privat Zona servis

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 1, Maret 2010 172

Penambahan jumlah penduduk yang menghuni rumah tinggal mengakibatkan bertambahnya kebutuhan akan ruang–ruang pribadi maupun bersama bagi penghuni baru. Bertambahnya penghuni diikuti oleh bertambahnya kebutuhan akan fasilitas dan servis berupa kamar mandi untuk kegiatan sehari-hari

• Faktor sosial–agama Faktor sosial–agama berpengaruh pada perubahan ruang sampel 6 dan 10 yang pemiliknya adalah satu orang. Sebagai tokoh Islam yang cukup dipandang di lingkungan sekitar, beliau menerapkan ajaran agama Islam pada penataan ruang tinggalnya. Dengan adanya pemisahan ruang tamu perempuan dan laki–laki, serta penggunaan rumah sampel no 10 untuk digunakan shalat berjamaah. Sebagai tokoh agama yang sering didatangi tamu dan saudara jauh, maka rumah sampel no.10 tersebut tidak ditinggali harian, namun digunakan apabila ada tamu yang akan menginap.

• Aksesibilitas ruang yang cepat Perletakan kamar mandi seringkali pada area belakang bangunan. Penggunaan kamar mandi merupakan aktivitas harian yang tidak dapat ditinggalkan. Penghuni merasa aksesibilitas menuju runag tersebut perlu dipersingkat. Atas alasan tersebut, kamar mandi dipindah dan didekatkan dengan bangunan utama agar aksesibilitas menuju ruang tersebut lebih singkat.

Kesimpulan Tata ruang dalam rumah tinggal kolonial di Temenggungan Kota Malang terusun atas penataan zona publik di bagian depan rumah, diikuti dengan zona semipublik, dan zona privat di sebelah kanan dan kiri bangunan. Zona servis terletak di bagian belakang bangunan. Pada tata ruang rumah tinggal kolonial di Temenggungan Kota Malang terdapat sumbu dan simetri bangunan yang ditemukan pada area publik dan semipublik. Sumbu ruang yang ditemukan berupa sumbu kualitatif yang merupakan sumbu sebagian, dan sumbu kuantitatif yang merupakan sumbu dari seluruh bagian rumah. Sumbu ruang kuaitatif dan kuantitatif tidak selalu sama dan berhimpitan dengan sumbu bentuk bangunan. Terjadi banyak perubahan tata ruang dalam rumah tinggal kolonial di Temenggungan Kota Malang. Perubahan yang terjadi tidak cukup besar sampai merubah bentuk dan karakter bangunan kolonial yang sudah ada. Perubahan ruang yang terjadi yakni perubahan fungsi ruang akibat terjadinya penambahan ruang, perluasan ruang, perubahan fungsi unit ruang, dan pembagian ruang; perubahan sumbu ruang; perubahan simetri ruang; perubahan organisasi ruang; dan perubahan zonasi ruang. Faktor penyebab terjadinya perubahan tata ruang dalam rumah kolonial di Temenggungan Kota Malang adalah faktor ekonomi, kebutuhan manusia akan ruang (privasi), bertambahnya jumlah penduduk, faktor sosial-agama, dan aksesibilitas ruang yang cepat. Arsitektur merupakan hasil dari perkembangan jaman yang selalu terkait dengan perubahan. Arsitektur bukan merupakan barang mati, dan seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, akan selalu berubah pula. Daftar Pustaka Badar, M. R. 2009. Arsitektur dalam Bingkai Jaman. [book on-line] Entry from

http://arsitektur.net/2009-1/arsitektur-vis-a-vis-zeitgeist . 16 Maret 2011. Johana, T. 2004. Warisan Kolonial dan Studi Kolonialisme. [book on-line] Entry from

http://www.arsitekturindis.com. (6 April 2004). Amiuza, C.B. 2006. Tipologi Rumah Tinggal Administratur PG Kebon Agung di Kabupaten

Malang. Jurnal RUAS. IV (1):1-12.

arsitektur e-Journal, Volume 4 Nomor 3, November 2011

173

Handinoto. 1996. Perkembangan Kota Malang Pada Jaman Kolonial (1914-1940). Surabaya:Universitas Kristen Petra.

Antariksa © 2011