Studi Kerentanan Airtanah Terhadap Intrusi Air Laut Kota Semarang, Indonesia (2008) (Heru...

11
STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP INTRUSI AIRLAUT DI KOTA SEMARANG, JAWA TENGAH Cecep Ahmad Hatori, Heru Hendrayana, Doni Prakasa Eka Putra (2008) Program Studi Teknik Geologi Program Pascasarjana Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada ABSTRACT Semarang is a city in Central Java that has high populated. Almost about two thirds of Semarang’s population (> 850 thousand) live with in the coastal area that taking up about 37% of total area of Semarang City. Generally the people in this region rely on groundwater as their main source of freshwater for drinking, industri and other purposes. Highly groundwater abstraction in this region had caused seawater intrusion into the shallow groundwater aquifer. Vulnerability mapping based on geological and hydrogeological data was conducted in Alluvial Coastal Plain of Semarang City. The aim of this study is to investigate the degree of intrinsic and specific groundwater vulnerability to seawater intrusion. To achieve the objective of research, the GIS-base method, GALDIT Method with some modification, was used to develop the map of groundwater vulnerability to seawater intrusion. Geologically, Semarang Alluvial Coastal Plain are built up of Quaternary alluvial deposits that unconformable underlain by Damar Formation. The borehole data show that the unconfined aquifer is located in fine to medium sand and gravely sand layer of Quaternary age with thickness about 24 to 48 m. Based on measurement of total dissolved solids (TDS ) in the field, the seawater intrusion in this region had penetrated the shallow groundwater aquifer about 2 to 4 km landward. The degree of intrinsic groundwater vulnerability to seawater intrusion range from low vulnerable to very high vulnerable. The highest indices (>85) which is considered to have very high risk to seawater intrusion are calculated for some part of the area that has elevation of groundwater level below or near the sea level. The decrease of groundwater vulnerability from very high to low is due to a higher groundwater level and farther distance from the saltwater zone. The degree of specific groundwater vulnerability to seawater intrusion show that for year 2007, rate of groundwater abstraction not yet had an effect to seawater intrusion. Increasing of groundwater abstraction about twice will cause the entire of researched area highly risk to seawater intrusion. Keyword: seawater intrusion, GALDIT, vulnerability, groundwater abstraction PENDAHULUAN Jumlah penduduk Kota Semarang tahun 2005 adalah sekitar 1.419.782 jiwa. Kurang lebih 60% -nya tinggal di dataran pantai seluas 138,55 km 2 atau sekitar 37% dari luas total Kota Semarang. Kebutuhan air bersih penduduk yang mencapai lebih dari 177.500 m 3 /hari, sebagian besar diambil dari airtanah melalui pemompaan pada akuifer airtanah bebas dan tertekan dan sisanya dari mata air dan hasil pengolahan air permukaan oleh PDAM. Tingginya pengambilan airtanah tersebut telah menyebabkan penurunan muka

Transcript of Studi Kerentanan Airtanah Terhadap Intrusi Air Laut Kota Semarang, Indonesia (2008) (Heru...

STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP INTRUSI AIRLAUT DI KOTA SEMARANG, JAWA TENGAH

Cecep Ahmad Hatori, Heru Hendrayana, Doni Prakasa Eka Putra

(2008)

Program Studi Teknik Geologi Program Pascasarjana Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT

Semarang is a city in Central Java that has high populated. Almost about two thirds of

Semarang’s population (> 850 thousand) live with in the coastal area that taking up about 37% of

total area of Semarang City. Generally the people in this region rely on groundwater as their main

source of freshwater for drinking, industri and other purposes. Highly groundwater abstraction in this

region had caused seawater intrusion into the shallow groundwater aquifer.

Vulnerability mapping based on geological and hydrogeological data was conducted in

Alluvial Coastal Plain of Semarang City. The aim of this study is to investigate the degree of intrinsic

and specific groundwater vulnerability to seawater intrusion. To achieve the objective of research,

the GIS-base method, GALDIT Method with some modification, was used to develop the map of

groundwater vulnerability to seawater intrusion.

Geologically, Semarang Alluvial Coastal Plain are built up of Quaternary alluvial deposits

that unconformable underlain by Damar Formation. The borehole data show that the unconfined

aquifer is located in fine to medium sand and gravely sand layer of Quaternary age with thickness

about 24 to 48 m. Based on measurement of total dissolved solids (TDS ) in the field, the seawater

intrusion in this region had penetrated the shallow groundwater aquifer about 2 to 4 km landward.

The degree of intrinsic groundwater vulnerability to seawater intrusion range from low

vulnerable to very high vulnerable. The highest indices (>85) which is considered to have very high

risk to seawater intrusion are calculated for some part of the area that has elevation of groundwater

level below or near the sea level. The decrease of groundwater vulnerability from very high to low is

due to a higher groundwater level and farther distance from the saltwater zone. The degree of

specific groundwater vulnerability to seawater intrusion show that for year 2007, rate of groundwater

abstraction not yet had an effect to seawater intrusion. Increasing of groundwater abstraction about

twice will cause the entire of researched area highly risk to seawater intrusion.

Keyword: seawater intrusion, GALDIT, vulnerability, groundwater abstraction

PENDAHULUAN

Jumlah penduduk Kota Semarang tahun

2005 adalah sekitar 1.419.782 jiwa. Kurang

lebih 60% -nya tinggal di dataran pantai seluas

138,55 km2 atau sekitar 37% dari luas total

Kota Semarang. Kebutuhan air bersih

penduduk yang mencapai lebih dari 177.500

m3/hari, sebagian besar diambil dari airtanah

melalui pemompaan pada akuifer airtanah

bebas dan tertekan dan sisanya dari mata air

dan hasil pengolahan air permukaan oleh

PDAM. Tingginya pengambilan airtanah

tersebut telah menyebabkan penurunan muka

airtanah sebesar 0,4 - 0,8 meter / tahun

(Sihwanto, 1999).

Menurut Todd (1980), penurunan muka

airtanah pada akuifer pantai dapat

mengganggu keseimbangan hidrostatik antara

airtanah tawar dan airlaut, sehingga

menimbulkan intrusi airlaut. Gejala intrusi

airlaut di daerah Semarang telah mencapai

wilayah yang agak jauh dari pantai, seperti

Mangkang Utara, Jrakah, Kalibanteng Utara,

Tanah Mas, Tawang, Tanjung Mas,

Bandarharjo, Pengapon, Genuksari, Sayung,

Bangetayu, Pedurungan, Simpang Lima dan

Siwongan (Sihwanto dan Iskandar, 2000).

Terjadinya intrusi airlaut, seperti yang

terjadi di Semarang, dapat diprediksi dengan

melakukan evaluasi kerentanan intrusi airlaut.

Pemetaan kerentanan dapat dilakukan

dengan menganalisis dua faktor utama, yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal merupakan karakter intrinsik kondisi

geologi dan hidrogeologi daerah penelitian

yang relatif statis dan diluar kontrol manusia,

seperti litologi, jenis akuifer dan sifat

hidrolikanya, sedangkan faktor eksternal

adalah karakter dinamis yang dapat

mengganggu keseimbangan hidrostatik antara

airtanah dan airlaut, seperti debit dan jumlah

pemompaan airtanah dan kenaikan muka

airlaut (Chachadi & Lobo-Ferreira, 2003).

Berdasarkan uraian tersebut di atas,

maka perlu dikaji tingkat kerentanan intrinsik

akuifer airtanah di Kota Semarang dengan

berdasarkan karakter geologi dan

hidrogeologinya serta pengaruh debit

pengambilan airtanah terhadap terjadinya

intrusi airlaut. Kajian penelitian lebih difokuskan

pada airtanah dangkal (akuifer bebas), karena

airtanah pada akuifer ini paling banyak

digunakan oleh penduduk setempat untuk

memenuhi keperluan sehari-hari dan sebagian

besar telah mengalami intrusi airlaut. Hasil

penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan masukan dalam pengelolaan airtanah di

Kota Semarang dan sekitarnya.

LOKASI PENELITIAN

Daerah penelitian terletak di Dataran

Pantai Kota Semarang. Secara geografis

terletak antara koordinat UTM 922500 meter -

923300 meter utara dan 433500 meter –

438500 meter timur dengan luas sekitar 27 km2

dan secara administratif termasuk kedalam

wilayah Kecamatan Semarang Utara,

Semarang Tengah, Semarang Timur dan

sebagian Semarang Selatan (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian

METODOLOGI PENELITIAN

Tahapan penelitian yang dilakukan

terdiri dari: inventarisasi data sekunder dan

studi literatur, survei lapangan untuk

pengukuran elevasi muka airtanah dan

identifikasi sifat fisika airtanah (TDS, DHL,

Suhu dan pH), dan evaluasi data yang telah

dikumpulkan seperti penentuan zona airtanah

tawar-payau, sifat dan parameter akuifer, peta

parameter kerentanan dan zona debit

pengambilan airtanah. Selanjutnya untuk

menganalisis kerentanan airtanah terhadap

intrusi airlaut, digunakan dua skenario, yaitu

Skenario I dan Skenario II.

Skenario I merupakan tahap validasi

metode yang akan digunakan untuk

pembuatan peta kerentanan airtanah pada

Skenario II, yaitu Metode GALDIT (Chachadi &

Lobo-Ferreira, 2001). Pada skenario ini

parameter jarak dihitung dari garis pantai.

Langkah validasi dilakukan dengan

membandingkan peta yang dihasilkan pada

skenario ini dengan kondisi aktual intrusi

airlaut di lapangan. Apabila peta tersebut

menunjukkan ada kesamaan, maka metode

tersebut langsung digunakan untuk analisis

kerentanan pada Skenario II. Apabila hasilnya

berbeda, maka dilakukan modifikasi, yaitu

dengan cara menyusun ulang parameter dan

bobot (weight) yang digunakan, sehingga peta

yang dihasilkan mendekati kondisi aktual

intrusi airlaut di lapangan.

Skenario II merupakan tahap

pembuatan peta kerentanan airtanah intrinsik

dan spesifik untuk daerah yang belum

terpengaruh oleh intrusi airlaut dengan

menggunakan Metode GALDIT yang telah

divalidasi. Pada skenario ini parameter jarak

dihitung dari batas zona airtanah tawar -

payau. Peta kerentanan airtanah spesifik

didapatkan dengan menggabungkan peta

kerentanan airtanah intrinsik dan peta zona

debit pengambilan airtanah.

GEOLOGI REGIONAL

STRATIGRAFI

Berdasarkan Peta Geologi Regional

Lembar Magelang-Semarang (Thanden dkk.,

1996), stratigrafi daerah penelitian disusun oleh

Formasi Damar dan Endapan Alluvial.

Hubungan antara Formasi Damar dengan

Endapan Alluvial tersebut adalah tidak selaras.

Susunan stratigrafi daerah penelitian mulai dari

umur tua ke yang muda, adalah sebagai

berikut:

Formasi Damar

Formasi Damar terdiri atas batupasir

tufan, konglomerat, dan breksi vulkanik

Batupasir mengandung mineral mafik, felspar,

dan kuarsa. Formasi ini tersebar di sebelah

selatan daerah penelitian. Formasi ini berumur

Pliosen-Plistosen, dan sedimennya sebagian

diendapkan di lingkungan nonmarin, yang

dicirikan oleh fosil sisa vertebrata. (Thanden

dkk., 1996).

Endapan Alluvial

Menurut Thanden dkk. (1996), endapan

alluvial ini terdiri dari endapan pantai, sungai

dan danau. Endapan pantai litologinya terdiri

dari lempung, lanau dan pasir, membentuk

endapan delta dan endapan dekat pantai dan

mencapai ketebalan lebih dari 50 m. Endapan

sungai dan danau terdiri dari kerikil, pasir dan

lanau dengan tebal 1 – 3 m. Endapan Alluvial

tersebar cukup luas di daerah penelitian dan

menutupi sekitar 95% dari total luas daerah

penelitian.

HIDROGEOLOGI

Menurut Sihwanto dkk. (1988) secara

umum aliran airtanah di Kota Semarang

mengalir dari daerah pegunungan di sebelah

selatan ke dataran pantai di sebelah utara.

Adanya perbedaan litologi dan morfologi

penyusun wilayah Kota Semarang

menyebabkan penyebaran airtanah tidak

merata di seluruh wilayah. Airtanah tersebut

ditemukan dalam kondisi bebas (tak tertekan )

dan tertekan.

Akuifer bebas di Dataran Pantai Kota

Semarang tersusun oleh batuan yang berasal

dari Endapan Alluvial berupa material lepas

berukuran lempung, pasir dan kerikil. Muka

airtanah umumnya dangkal dengan kontur

kesamaan muka airtanah relatif sejajar dengan

garis pantai dan semakin rendah ke utara.

Menurut Sihwanto dkk. (1988), airtanah

tertekan pada Dataran Pantai Kota Semarang

terdapat pada kedalaman 30 – 90 meter di

bawah permukaan tanah setempat. Formasi

batuan yang berfungsi sebagai akuifer utama

dan paling produktif adalah Endapan Delta

Garang dan Formasi Damar. Daerah yang

ditempati oleh Endapan Delta Garang adalah

Semarang Kota, Tanah Mas, Poncol,

Pengapon, Pelabuhan, Tugu Muda dan

Kaligawe bagian barat. Tebal lapisan akuifer

berkisar antara 1-6 meter dan tersusun oleh

pasir berbutir sedang – kasar atau

konglomerat.

Kedudukan muka airtanah akuifer ini

sebagian besar telah berada di bawah

permukaan laut dengan kontur terendah (- 25

meter) terletak di sekitar Kaligawe-Genuk

(Sihwanto & Iskandar, 2000). Pengambilan

airtanah yang tak terkendali merupakan

penyebab penurunan muka airtanah ini yang

mencapai 0,60 - 1,90 m per tahun (Wahid,

1996).

HASIL PENELITIAN

KARAKTERISTIK AKUIFER

Berdasarkan hasil korelasi data

pemboran di Kota Semarang, bagian dasar

akuifer bebas terdapat pada kedalaman 30 –

50 meter dari permukaan tanah setempat

dengan ketebalan berkisar antara 24 – 48

meter. Tersusun oleh material lepas berukuran

pasir halus-sedang, hitam keabu-abuan hingga

abu-abu kecoklatan, bersifat lempungan dan

agak padat dan pasir kerikilan abu-abu

kecoklatan- coklat kehitaman, berbutir sedang –

kasar. Pasir kerikilan penyebarannya terbatas

dibagian selatan daerah penelitian meliputi

Karangturi, Simpanglima, Bulustalan dan

sekitar Jalan Pemuda, sedangkan pasir halus-

sedang yang berada di atas lapisan pasir

kerikilan ditemukan diseluruh daerah penelitian.

Antara akuifer airtanah bebas dan tertekan

dibatasi oleh lapisan lempung yang bersifat

tufan dan pasiran.

Harga kelulusan air (K) akuifer bebas di

daerah penelitian berkisar antara 0,6 – 3,9

m/hari dengan rata-rata geometri 2,0 m/hari.

Lapisan akuifer yang memiliki nilai K besar

terdapat di bagian selatan dan tengah daerah

penelitian yang tersusun oleh lapisan pasir

yang tebal, sedangkan di bagian barat dan

timur relatif kecil karena terdapat lapisan

lempung yang cukup tebal.

Harga keterusan air (T) akuifer bebas di

daerah penelitian relatif bervariasi, berkisar

antara 20,3 -161,2 m2/hari dengan rata-rata

geometri 74,2 m2/hari. Akuifer dengan nilai T

besar terdapat di sekitar Karangturi,

Simpanglima dan Bulustalan yang tersusun

oleh lapisan pasir - pasir kerikilan. Semakin ke

utara nilai keterusan air semakin kecil, sesuai

dengan menipisnya pelamparan pasir tersebut.

Harga koefisien daya simpan air (S)

daerah penelitian yang dihitung berdasarkan

harga spesifik yield akuifer, berkisar antara

0,10 – 0,26 dengan rata-rata geometri 0,18.

Penyebaran harga S di daerah penelitian relatif

mirip dengan penyebaran harga kelulusan air

dan keterusan airnya

Elevasi muka airtanah relatif bervariasi.

Elevasi tertinggi sebesar 7,5 m, terdapat di

bagian selatan yaitu Kelurahan Mugasari dan

Randusari, sedangkan elevasi terendah (di

bawah muka airlaut) terdapat di bagian utara

dan timur yaitu Bulu Lor, Bandarharjo dan

Rejosari. Kontur kesamaan elevasi muka

airtanah secara umum menunjukkan pola yang

sejajar garis pantai. Berdasarkan kontur

tersebut dapat direkonstruksi pola aliran

airtanah sebagai berikut: dari bagian tengah ke

barat, aliran airtanah mengalir ke arah barat

laut - utara, sedangkan dari bagian tengah ke

timur mengalir ke arah utara-timur laut.

INTRUSI AIRLAUT

Penentuan kriteria keasinan airtanah

bebas daerah penelitian didasarkan pada

ambang batas total zat padat terlarut (TDS).

PAHIAA (1986) dalam Sihwanto dan Satriyo

(1990) menetapkan kriteria payau pada harga

TDS > 1.000 ppm dan harga DHL >1.500

s/cm. Hasil pengukuran di lapangan

memperlihatkan harga daya hantar listrik

berkisar antara 351 - > 4.000 s/cm dan zat

padat terlarut antara 275 - > 2.000 ppm.

Gambar 2. Peta zona airtanah tawar – payau daerah penelitian

Penyebaran airtanah payau meliputi

Panggung Lor, Panggung Kidul, Kuningan,

Dadapsari, Bandarharjo, Tanjung Mas,

Kemijen, Rejomulyo, Mlatibaru, Mlatiharjo,

Bulu Lor, Bugangan dan Rejosari (Gambar 2).

Daerah tersebut umumnya merupakan daerah

dekat pantai, berpenduduk padat dan memiliki

elevasi muka airtanah di bawah permukaan

laut yang memungkinkan timbulnya aliran

balik dari laut ke arah darat, sehingga

menyebabkan airtanahnya menjadi asin.

Perubahan tawar–asin berangsur ke

arah pantai (harga TDS dan DHL berangsur

tinggi ke arah pantai) dengan pola kontur

relatif sejajar garis pantai, mengindikasikan

penyebab keasinan berasal dari airlaut. Hal ini

sesuai dengan penelitian Sihwanto (1994)

yang menyatakan, bahwa keasinan airtanah

pada Dataran Pantai Semarang disebabkan

oleh intrusi airlaut.

PEMETAAN KERENTANAN AIRTANAH

Peta kerentanan airtanah intrinsik

Skenario I yang dihasilkan dengan Metode

GALDIT (Chachadi & Lobo-Ferreira, 2001)

menunjukkan hasil yang berbeda dengan

kondisi aktual intrusi airlaut di lapangan,

sehingga perlu dilakukan modifikasi.

Penyusunan ulang parameter kerentanan dan

masing-masing bobotnya (weight) kemudian

dilakukan untuk menyesuaikan peta yang

dihasilkan metode tersebut dengan kondisi

intrusi airlaut di lapangan. Parameter hasil

modifikasi Metode GALDIT dapat dilihat pada

Tabel 1.

No

Metode GALDIT Metode Modifikasi GALDIT

Parameter Bobot Kekurangan Modifikasi Parameter Bobot

1 Jenis akuifer (G)

1 Tidak ada Jenis akuifer 1

2

Konduktifitas hidrolika (A)

3 Pembagian kelas kisaran secara linear

Digabung dengan parameter T (ketebalan akuifer) menjadi parameter harga keterusan air

Pembagian kelas kisaran secara logaritmik dengan perbedaan satu magnitude

Harga keterusan air

2

3

Elevasimuka airtanah (L)

4

Pembagian kelas kisaran secara linear

Pembagian kelas kisaran dibuat secara logaritmik dengan perbedaan satu magnitude

Elevasi muka airtanah

4

4

Jarak dari pantai (D)

4

Pembagian kelas kisaran tidak konstan

Pembagian kelas kisaran dibuat dengan beda 500 m

Jarak dari pantai/ air asin

3

5

Pengaruh intrusi yang pernah terjadi (I)

1

Secara teori tidak berpengaruh terhadap terjadinya intrusi airlaut

Dihilangkan -

-

6

Ketebalan akuifer (T)

2

Secara teori tidak berpengaruh terhadap terjadinya intrusi airlaut

Digabung dengan parameter A (konduktifitas hidrolika) menjadi parameter harga keterusan air

-

-

Tabel 1. Parameter Metode GALDIT dan hasil modifikasinya

Peta kerentanan intrinsik Skenario I

yang dihasilkan dengan Metode GALDIT yang

telah dimodifikasi memperlihatkan kemiripan

dengan kondisi intrusi airlaut di lapangan.

Pada peta tersebut, kelas paling tinggi

terdapat pada daerah dekat garis pantai dan

berangsur berubah menjadi lebih rendah ke

arah selatan dengan batas antara zona

tawar–payau terletak pada batas kelas

kerentanan tinggi dan kerentanan sedang.

Oleh karena itu, metode modifikasi GALDIT

ini kemudian digunakan untuk analisis

kerentanan airtanah intrinsik terhadap intrusi

airlaut pada tahap berikutnya (Skenario II)

PETA KERENTANAN INTRINSIK

Peta kerentanan airtanah intrinsik

Skenario II didapatkan dari hasil overlay

seluruh parameter kerentanan Metode

GALDIT yang telah dimodifikasi (Tabel 1) .

Dihasilkan empat kelas kerentanan intrinsik

airtanah, yaitu : rendah, sedang, tinggi dan

sangat tinggi, sedangkan kelas sangat rendah

tidak ditemukan. Hal ini disebabkan tidak

terdapatnya semua kelas kisaran pada setiap

parameter yang digunakan. Kelas kerentanan

tinggi terdapat pada daerah dekat air asin /

payau, seperti : Bulu Lor, Purwodinatan,

Kebon Agung dan Sarirejo. Semakin jauh dari

pantai, kelas kerentanan ini berangsur lebih

rendah dengan kelas paling rendah yaitu

sangat rendah terdapat di bagian selatan

daerah penelitian, seperti: Bulustalan,

Mugasari, Simpanglima, Wonodri, Peleburan,

Peterongan, Sekayu, Pekunden dan Karang

Kidul (Gambar 3)

Gambar 3. Peta Kerentanan Intrinsik daerah penelitian

NO NAMA

KELURAHAN

KEBUTUHAN AIR BERSIH (m3/hari)

JUMLAH PENGAMBILAN AIRTANAH (liter/detik

2007 2020 2040 2007 2020 2040

1 Bandarharjo 2.511 3.231 4.763 15 19 28

2 Bangunharjo 482 620 914 3 4 5

3 Barusari 1.056 1.359 2.003 6 8 12

4 Brumbungan 515 663 977 3 4 6

5 Bugangan 1.216 1.564 2.306 7 9 13

6 Bulu Lor 1.935 2.490 3.671 11 14 21

7 Bulustalan 832 1.071 1.578 5 6 9

8 Dadapsari 1.395 1.796 2.647 8 10 15

9 Gabahan 985 1.268 1.869 6 7 11

10 Jagalan 802 1.032 1.521 5 6 9

11 Karang Kidul 726 935 1.378 4 5 8

12 Karang Tempel 602 774 1.141 3 4 7

13 Karang Turi 473 609 898 3 4 5

14 Kauman 530 682 1.006 3 4 6

15 Kebon Agung 626 806 1.188 4 5 7

16 Kembangsari 661 850 1.253 4 5 7

17 Kemijen 1.736 2.234 3.294 10 13 19

18 Kranggan 836 1.076 1.586 5 6 9

19 Kuningan 1.772 2.281 3.362 10 13 19

20 Miroto 714 919 1.355 4 5 8

21 Mlatibaru 1.228 1.580 2.329 7 9 13

22 Mlatiharjo 788 1.014 1.494 5 6 9

23 Mugasari 1.228 1.581 2.330 7 9 13

24 Pandansari 479 616 908 3 4 5

25 Panggung kidul 719 925 1.364 4 5 8

26 Panggung Lor 1.871 2.408 3.549 11 14 21

27 Pekunden 607 781 1.152 4 5 7

28 Peterongan 1.036 1.333 1.965 6 8 11

29 Pindrikan Lor 974 1.253 1.847 6 7 11

30 Pleburan 875 1.126 1.659 5 7 10

31 Plombokan 1.026 1.321 1.947 6 8 11

32 Prindrikan Kidul 535 689 1.015 3 4 6

33 Purwodinatan 634 816 1.203 4 5 7

34 Purwosari 1.166 1.501 2.212 7 9 13

35 Randusari 1.184 1.523 2.246 7 9 13

36 Rejomulyo 566 729 1.074 3 4 6

37 Rejosari 2.308 2.970 4.377 13 17 25

38 Sarirejo 1.329 1.710 2.521 8 10 15

39 Sekayu 557 717 1.057 3 4 6

40 Tanjung Mas 3.813 4.907 7.233 22 28 42

41 Wonodri 1.748 2.249 3.315 10 13 19

JUMLAH 45.077 58.007 85.505 263 336 495

Tabel 2. Kebutuhan air dan jumlah pengambilan airtanah di daerah penelitian

a). Peta Kerentanan Spesifik tahun 2007 b). Peta Kerentanan Spesifik tahun 2020

c). Peta Kerentanan Spesifik tahun 2040

Gambar 4. Peta Kerentanan Airtanah Spesifik Terhadap Intrusi Airlaut Daerah Penelitian

PETA KERENTANAN SPESIFIK

Dari hasil overlay antara Peta

Kerentanan Intrinsik Skenario II (Gambar 3)

dengan Peta Debit Pengambilan Airtanah

yang diperoleh dari Tabel 2, didapatkan Peta

Kerentanan Spesifik daerah penelitian.

Terdapat empat kelas kerentanan spesifik

intrusi airlaut yang dihasilkan dari analisis

tersebut yaitu: rendah, sedang, tinggi dan

sangat tinggi, sedangkan kelas kerentanan

sangat rendah tidak ditemukan yang

disebabkan tidak terdapatnya kelas

kerentanan sangat rendah di daerah

penelitian.

Pada hasil analisis tingkat kerentanan

spesifik intrusi airlaut tahun 2007 (Gambar

4.a), pola kerentanan spesifik masih

menunjukkan kemiripan dengan kerentanan

intrinsiknya Hal ini memperlihatkan, bahwa

debit pengambilan airtanah pada tahun

tersebut belum berpengaruh terhadap intrusi

airlaut di daerah penelitian. Pada peta zona

debit pengambilan airtanah terlihat, bahwa

daerah yang dianalisis sebagian besar

memiliki debit pengambilan airtanah kategori

sangat rendah- rendah.

Prediksi untuk tigabelas tahun

kedepan atau tahun 2020 menunjukkan hasil

yang relatif sama dengan tahun 2007

(Gambar 4.b). Kecuali daerah Wonodri yang

tahun 2007 memiliki kelas kerentanan rendah

berubah menjadi sedang. Hal ini disebabkan

naiknya debit pengambilan airtanah di daerah

tersebut dari kategori tinggi menjadi sangat

tinggi, sebagai akibat bertambahnya jumlah

penduduk. Pola kerentanan spesifik daerah

lainnya yang masih menunjukkan pola seperti

tahun 2007 mengindikasikan, bahwa pada

tahun tersebut debit pengambilan airtanah

secara umum masih belum berpengaruh

tehadap intrusi airlaut.

Pola kerentanan spesifik intrusi airlaut

untuk tigapuluh tiga tahun kedepan (tahun

2040) menunjukan pola berbeda dengan

tahun 2007 dan tahun 2020. Pada tahun

tersebut kelas kerentanan tinggi dan sedang

meluas lebih ke arah selatan. Daerah yang

berubah menjadi kerentanan tinggi adalah

sebagian daerah Plombokan. Hal ini

disebabkan naiknya debit pengambilan

airtanah di daerah penelitian yang mencapai

hampir dua kali lipat dari kondisi tahun 2007.

Kelas kerentanan rendah hanya terdapat di

Sekayu, Miroto, Pekunden sebagian Karang

Kidul dan Brumbungan, sedangkan kelas

kerentanan sangat tinggi masih menunjukkan

pola yang sama dengan tahun 2007 dan 2020

(Gambar 4.c)

KESIMPULAN

Dari uraian tersebut diatas, maka

kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Penggunaan Metode GALDIT dalam

analisis peta kerentanan intrinsik

airtanah terhadap intrusi airlaut di daerah

penelitian menunjukkan hasil yang tidak

sesuai dengan kondisi di lapangan. Hasil

validasi terhadap Metode GALDIT yang

telah dimodifikasi menunjukkan, bahwa

parameter intrinsik akuifer airtanah

seperti elevasi muka airtanah, jarak dari

pantai / air asin, harga keterusan air dan

jenis akuifer lebih berperan dalam

menyebabkan terjadinya intrusi airlaut di

daerah penelitian. Elevasi muka airtanah

peranannya paling tinggi dalam

menentukan intrusi airlaut dibandingkan

jarak dari pantai / air asin, sedangkan

jenis akuifer merupakan yang paling

rendah, di bawah parameter harga

keterusan air.

2. Peta kerentanan intrinsik yang dihasilkan

Metode GALDIT yang telah dimodifikasi

menunjukkan ada kesesuaian dengan

kondisi intrusi airlaut di lapangan.

Terdapat empat kelas kerentanan

intrinsik yang dihasilkan dengan Metode

Modifikasi GALDIT yaitu rendah, sedang,

tinggi dan sangat tinggi dengan pola

kerentanan bergradasi semakin tinggi ke

arah pantai / air asin. Daerah dengan

kelas kerentanan tinggi merupakan yang

terletak dekat dengan pantai / asir asin.

3. Hasil overlay antara peta kerentanan

intrinsik dan peta debit pengambilan

airtanah menghasilkan empat kelas

kerentanan spesifik, yaitu rendah,

sedang, tinggi dan sangat tinggi dengan

pola secara umum semakin tinggi kearah

pantai / air asin. Meningkatnya jumlah

pengambilan airtanah dangkal dari

kondisi tahun 2007, akan menyebabkan

semakin meluasnya daerah yang

memiliki tingkat kerentanan spesifik

tinggi terhadap intrusi airlaut di daerah

penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Chachadi, A.G dan Lobo-Ferreira, J.P. 2001.

Seawater Intrusion Vulnerability Mapping

of Aquifers Using the GALDIT Methods.

Coastin, (online), no. 4,

(http://www.teriin.org/teri-

wr/coastin/newslett/coastin4.pdf., diakses

25 Mei 2007).

Chachadi, A.G dan Lobo-Ferreira, J.P. 2003.

Assesing The Impact of Sea-Level Rise

on Saltwater Intrusion in Coastal Aquifers

Using GALDIT Model, (online),

(http://www.aprh.pt/celtico/papers/Galdit

_APRH_July2003.pdf, diakses 25 Mei

2007).

Sihwanto, Mukna, H.S dan Arifin, B. 1988.

Survey Potensi Airtanah Daerah

Semarang dan Sekitarnya. Laporan No.

03/HGKA/1988. Bandung: Direktorat

Geologi Tata Lingkungan, Departemen

Pertambangan dan Energi.

Sihwanto dan Satriyo. 1990. Metoda

Penentuan Penyebab Keasinan Airtanah

(Studi Kasus Daerah Dataran Pantai

Dumai, Riau). Proceeding PIT XIX IAGI.

Bandung, 11-13 Desember 1990.

Sihwanto. 1994. Penyebab Airtanah Asin

Daerah Semarang dan Sekitarnya.

Buletin Geologi Tata Lingkungan. No. 10,

Desember 1994. hal: 5-9.

Sihwanto. 1999. Masalah Konservasi Airtanah

Daerah Semarang. Makalah pada

Seminar Sehari Geologi Tata Lingkungan

dalam Optimalisasi Perencanaan Tata

Ruang dan Pengembangan Wilayah,

Bappeda Kabupaten Semarang &

Direktorat Geologi Tata Lingkungan,

Ungaran, 28 Juli 1999.

Sihwanto dan Iskandar, N. 2000. Konservasi

Airtanah Daerah Semarang dan

Sekitarnya. Laporan No.

36/LAP/PHPA/1999. Bandung: Direktorat

Geologi Tata Lingkungan, Departemen

Pertambangan dan Energi.

Thanden, R.E., Sumadirdja, H., Richards,

P.W., Sutisna, K., dan Amin, T.C. 1996.

Peta Geologi Lembar Magelang dan

Semarang. Bandung: P3G.

Todd, D.K. 1980. Groundwater Hydrology.

Edisi ke-2. New York: Jhon Wiley and

Sons.

Wahid, M.T.H. 1996. Survey Konservasi

Airtanah Daerah Semarang & Demak

Jawa Tengah. Laporan no:

25/LAP/PHPA/1996. Bandung: Direktorat

Geologi Tata Lingkungan, Departemen

Pertambangan dan Energi.