South China Sea conference - Academia Sinica 2011

30
1 LAPORAN ATENSI Nomor : ......... Tanggal : ......... Tentang : Permasalahan Laut China Selatan I. Pendahuluan : 1. Laut China Selatan adalah sebuah laut kecil yang merupakan sebagian daripada Lautan Pasifik , meliputi kawasan dari Singapura dan Selat Melaka ke Selat Taiwan sekitar 3.500.000 km ². Laut China Selatan terletak di : Selatan Tanah Besar China dan pulau Taiwan , Barat Filipina , Barat Laut Sabah (Malaysia ), Sarawak (Malaysia) dan Brunei , Utara Indonesia , Timur Laut Semenanjung Tanah Melayu (Malaysia) dan Singapura , serta Timur Vietnam . Laut China Selatan semakin penting kerena menjadi lalu lintas kapal laut dari negara China , Jepan g , Korea dan Amerika ke Barat yaitu ke Timur Tengah , India , Asia Selatan dan Afrika . Tambahan pula, dengan adanya telaga-telaga / pelantar petroleum dan gas asli terutama di perairan Sarawak , Brunei dan Terengganu .

Transcript of South China Sea conference - Academia Sinica 2011

1

LAPORAN ATENSINomor : .........Tanggal : .........

Tentang :Permasalahan Laut China SelatanI. Pendahuluan :

1. Laut China Selatan adalah sebuah laut kecilyang merupakan sebagian daripada Lautan Pasifik,meliputi kawasan dari Singapura dan Selat Melakake Selat Taiwan sekitar 3.500.000 km ². LautChina Selatan terletak di :

Selatan Tanah Besar China dan pulau Taiwan, Barat Filipina, Barat Laut Sabah (Malaysia), Sarawak(Malaysia) dan Brunei,

Utara Indonesia, Timur Laut Semenanjung Tanah Melayu (Malaysia)dan Singapura, serta

Timur Vietnam.

Laut China Selatan semakin penting kerena menjadilalu lintas kapal laut dari negara China, Jepang, Korea dan Amerika ke Barat yaitu ke TimurTengah , India , Asia Selatan dan Afrika.Tambahan pula, dengan adanya telaga-telaga /pelantar petroleum dan gas asli terutama diperairan Sarawak, Brunei dan Terengganu.

2

Sumber:http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-pacific-13748349

2.Kawasan Laut Cina Selatan merupakan wilayahyang terdiri dari perairan dan kepulauanyang dikelilingi oleh beberapa negaraseperti Cina, Taiwan, Filipina, Vietnam danBrunei Darusalam. Kawasan ini terdiri ataskawanan pulau-pulau, atoll (pulau karang),reefs (pulau berbatu), shoal (tanggul) dansandbars (pulau berpasir).

Selama lebih dari dua puluh tahun, kawasanLaut Cina Selatan telah menjadi sumberpertikaian antar beberapa negara,menyangkut klaim territorial, yang jugaterkait dengan keberadaan sumber daya alamyang terkandung diwilayah tersebut, yakniminyak, gas, perikanan dan keanekaragamanhayati. Ada lima wilayah di kawasan Laut

3

Cina Selatan yang menjadi sumber sengketa,yakni:

Kepulauan Spratly (Spratly Islands),diklaim oleh Cina, Taiwan, Filipina,Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam

Kepulauan Paracel (Paracel Islands)diklaim oleh Cina, Taiwan dan Vietnam

Kepulauan Pratas (Pratas Islands)diklaim oleh Cina, Taiwan dan Vietnam.

The Maclessfield Bank diklaim olehCina, Taiwan dan Filipina

The Scarborough Shoal diklaim olehCina, Taiwan dan Filipina.

3.China mengajukan klaim atas sebagian besarkawasan Laut Cina Selatan, yang berbatasandengan Provinsi Hainan. Hal ini berdasarkanfakta sejarah Cina bahwa Kawasan Laut CinaSelatan (terutama kepulauan Spratly danParacel) merupakan bagian wilayah Cinasejak 2000 tahun silam. Pada tahun 1947,Cina menerbitkan peta wilayah yangmenggambarkan klaim Cina atas wilayahtersebut secara detail. Hal ini kemudianmemicu reaksi dari pemerintah Taiwan.Pemerintah Taiwan menyatakan bahwa wilayahyang diklaim oleh Cina adalah wilayahkedaulatan mereka, mengingat saat itupemerintah Taiwan mengklaim bahwa merekaadalah Republic of China (ROC).

4.Sementara itu, Vietnam menepis klaimhistoris Cina dengan menyatakan bahwa Cinatelah mengabaikan kawasan tersebut sampai

4

dengan tahun 1940-an. Menurut pihakVietnam, kepulauan Spratly dan Paraceltelah menjadi bagian dari wilayah Vietnamyang diperkuat oleh bukti dokumen yangditerbitkan pada abad 17. Vietnam jugamenyatakan, telah dan sampai saat inimengelola (memperhatikan) wilayah tersebutsecara aktif.

5.Filipina mengajukan klaim atas Kepulauan

Spratly berdasarkan kedekatan geografis(geographical proximity). Sedangkan klaimwilayah yang diajukan oleh Malaysia danBrunei Darussalam, lebih karena Kawasanlaut Cina Selatan terdapat didalam wilayahZona Ekonomi Eksklusif (ZEE), sebagaimanayang didefinisikan dalam United NationsConvention on the Law of the Sea (UNCLOS)1992. Malaysia mengajukan klaim atasbeberapa bagian kecil dari KepulauanSpratly sementara Brunei Darusalam tidakmengajukan klaim apapun.

6.Selanjutnya negara-negara pemilik klaimdisebut Claimant states atau Coastalstates, karena mereka memiliki garis pantai(coastlines) yang panjang. Klaim merekadidasarkan pada kedaulatan negara dan hakuntuk menguasai sumber daya alam yangterkandung didalam kawasan Laut CinaSelatan, yang terletak didalam Zona EkonomiEkslusif sejauh 200 mil laut dari garispantai mereka.

5

7.Sementara itu, terdapat beberapa negarayang bukan merupakan negara pengklaim namunmemiliki kepentingan strategis dengankawasan tersebut, yakni Amerika Serikat,Jepang, dan India. Mereka disebut non-Claimant States atau Internasional User States.Negara-negara ini memiliki kepentinganterhadap keamanan kawasan Laut Cina Selatankarena terkait dengan keamanan jalurpelayaran Internasional, yang turutmenentukan kelancaran supply energy dankomoditas perdagangan lain dari negara-negara Asia Tenggara.

Konferensi ini menghadirkan pakar-pakar ilmu hukuminternasional, hubungan internasional, kelautan,strategis dan keamanan, serta keamanan energy, dariAmerika Serikat, Australia, Canada, Inggris, Belgia,Norwegia, Cina, Jepang, Indonesia, Malaysia,Singapura dan Taiwan. Mereka memaparkan perkembanganterakhir dari isu kawasan Laut Cina Selatan , segalaupaya yang telah dijalani dalam menangani sengketaLaut Cina Selatan serta hambatan-hambatan yangdihadapi dalam proses tersebut.

II. Uraian Fakta-fakta:

1.Prof Carlyle Thayer dari Australia memaparkanlangkah-langkah Cina untuk memperkuatpengaruhnya di kawasan Laut Cina Selatan, antaralain mengatakan :a.Melakukan pendekatan secara agresif terhadap

Filipina, Vietnam dan ASEAN. Sebelumnya ASEANdan Cina telah menyepakati Declaration ofConduct (DoC) 2002 yang mengatur kerjasama

6

antara kedua belah pihak. Selain itu, ditahun 2009, Cina juga telah mendaftarkan petaversi terbaru yang disebut ‘nine dashed lineu-shaped map’ menggambarkan klaim Cina diKawasan Laut Cina Selatan, kepada the UnitedNations Commission on the Limit ofContinental Shelf.

b.Kendala yang dihadapi adalah bagaimana ASEANbisa secara kolektif menghadapi Cina, sertamenjadikan DoC sebagai kesepakatan yangmengikat (binding agreement) kedua belahpihak. Thayer mengusulkan, jika langkahtersebut dipandang sulit maka ASEAN sebaiknyamengusulkan pembuatan Treaty of Conduct inthe South China Sea dan meratifikasinya.Selanjutnya, ratifikasi Treaty ini jugaterbuka bagi negara yang bukan anggota ASEAN,yang selama ini sudah menandatangani ASEANTreaty of Amity and Cooperation (TAC) danSoutheast Asian Nuclear-Free Weapons ZoneTreaty (SEANWZF).

2.Prof. Petter Duton dari A.S. menjelaskan tentangklaim Cina atas Laut Cina Selatan berdasarkanperspektif historis dan hukum (nasional) Cina.Namun, klaim tersebut dinilai masih belum kuat,karena berdasarkan fakta, wilayah yang diklaimCina, diduduki, dikelola oleh negara lain, yangmelanggar kedaulatan Cina. Ditambahkan klaimhistoris juga tidak mudah diterapkan, karenabersifat subjektif. Sementara Sam Bateman, yangjuga dari AS, mengungkapkan pentingnyakeberadaan institusi regional yang bisamemecahkan persoalan Maritime Boundary, sepertiklaim kepemilikan wilayah di Laut Cina Selatan

7

ini. Hal ini mengingat institusi yang sudah adaseperti UNCLOS, belum cukup untuk menuntaskanpersoalan ini. Keberadaan institusi baru inijuga diharapkan bisa mengatur bagaimanamengelola sumber daya alam yang terkandungdikawasan Laut Cina Selatan.

3.Usulan tersebut ditanggapi oleh Duta BesarHasjim Djalal dari Indonesia, yang menyatakanbahwa sebenarnya sudah ada upaya resolusikonflik untuk menangani sengketa Laut CinaSelatan. Resolusi konflik diterapkan dengantujuan mencegah ekskalasi konflik denganmempromosikan kerjasama antar negara-negara yangterlibat dalam isu Laut Cina Selatan. Indonesiamemelopori diadakannya Lokakarya Laut CinaSelatan (LLCS) sejak tahun 1990. Lokakarya inimerupakan bagian dari Second Track diplomacy,meskipun para pesertanya sebagian besar adalahpejabat pemerintah. Namun, lokakarya belum bisamenuntaskan sengketa Laut Cina Selatan, karenakeengganan Cina untuk membahas sengketa tersebutsecara multilateral. Lokakarya selanjutnya lebihbanyak membahas pembentukan CBM (ConfidenceBuilding Measures) antara pihak-pihak yangterlibat dalam sengketa, dan hal-hal yangbersifat teknis, yang menyangkut keamanankawasan Laut Cina Selatan, seperti mencegahpolusi, bajak laut, atau penyelundupan obat-obatterlarang.

4.Selain itu, Prof. Jon M. Van Dyke menyebutkanbeberapa institusi yang mengatur kerjasama dikawasan Laut Cina Selatan, yang disponsori olehUN (United Nations – Perserikatan Bangsa-Bangsa)seperti misalnya the Coordinating Body on the

8

Seas of East Asia (COBSEA) dan the Partnershipsin Environmental Management for the Seas of EastAsia (PEMSEA). Kedua institusi ini dibentukdibawah kerangka the UNEP (United NationsEnvironmental Programme) Regional Programmes.COBSEA didirikan pada tahun 1981, bertujuanuntuk melakukan kerjasama dalam mengelola polusiyang mengancam ekosistem di kawasan Laut CinaSelatan. Sedangkan PEMSEA dibentuk pada tahun1993, dengan pendanaan awal dari GlobalEnvironment Facility (GEF) bertujuan untukmempromosikan konservasi wilayah pantai(coastal). Namun upaya COBSEA dan PEMSEA kurangefektif dikarenakan aktivitas kedua institusiagak tumpang tindih, masalah pendanaan, dan yangpaling penting kurangnya political will darimasing-masing negara anggota yang terlibatdidalamnya. Selain itu, aktivitas COBSEA danPEMSEA belum menyentuh sektor perikanan, yangternyata cukup potensial untuk digarap, namuntidak mendapat perhatian.

5.Perangkat institusi lain dalam Sengketa Laut

Cina Selatan, yakni Declaration of Conduct (DoC)2002 yang telah disepakati oleh Cina dan ASEANbersifat tidak mengikat (Non-Binding), sehinggasulit dijadikan acuan.

6.Sementara itu, bagian kedua dari Konferensi inimembahas tentang masalah-masalah hukum yangmuncul dalam Sengketa Laut Cina Selatan.Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,institusi atau perangkat hukum internasionalyang dipakai oleh pihak-pihak yang terlibat,seperti UNCLOS, Declaration of Conduct 2002

9

belum cukup mampu menuntaskan masalah. Prof ZouKeyuan dan Prof. Erick Franckx mengusulkanpembentukan tapal batas (border) berdasarkantitik dan garis batas (dots and lines). Prof Zoumengambil titik kutub selatan sebagai acuan,sedangkan Prof Franckx bertolak dari titik kutubutara. Nantinya cara ini bisa dijadikan dasaruntuk membuat peta baru tentang suatu kawasan,contohnya Kawasan Antartika dan Kawasan Artik.Namun cara ini dianggap sulit diterapkan dikawasan Laut Cina Selatan, karena beberapaalasan, diantaranya, dana dan teknologi yangdibutuhkan cukup besar, dan negara-negara yangterlibat dalam sengketa Laut Cina Selatan, tidaksemuanya sepenuhnya terlibat dalam masalahtersebut. Beberapa negara anggota ASEAN jugabersengketa dengan sesama anggota ASEAN dalammasalah tapal batas negara.

7.Bagian ketiga dan keempat dari konferensi inimembahas tentang masalah kebijakan yangditerapkan di Laut Cina Selatan. Dr. MarcValencia memaparkan tentang aktivitas militer dikawasan Laut Cina, antara manuver militer, yangdilakukan oleh sebuah negara pengklaim terhadapsesama negara pengklaim, dan respon yangdiberikan oleh negara –negara non-Claimantstates, seperti A.S., Australia dan Jepang dalammenanggapi situasi dikawasan Laut Cina Selatan.Selain itu, Dr. Valencia juga mengingatkan bahwasengketa Laut Cina Selatan, yang semula hanyatentang klaim jurisdiksi territorial yangtumpang tindih bisa melebar ke hal lain, sepertimasalah bajak laut, atau terorisme di laut.

10

8.Menanggapi pernyataan Dr. Valencia, Dr.Alexander Huang melihat Laut Cina Selatansebagai ‘arena bermain yang membingungkan’karena menggunakan berbagai alat sepertipendekatan hukum internasional, pendekatankeamanan, pendekatan politik bahkan pendekatanekonomi bisnis. Laut Cina Selatan juga sekaligussebagai ‘arena pertunjukan kemampuan’ terutamaantara Cina dan A.S. dan negara-negara lain.Oleh karena itu, ‘arena bermain’ ini tidakberubah fungsi menjadi ‘arena perseteruan’ makasebaiknya ada aturan main yang jelas, dalam artipara pihak yang terlibat didalamnya harusmerumuskan kepentingan mereka untuk bisamerancang aturan main tersebut. Cina bisadikatakan yang paling aktif berusaha merumuskandan mengimplementasikan aturan main versinyasendiri.

9.Dr. Huang juga mengamati masalah lain sepertipengelolaan cyberspace dan underwater space bisamengundang pihak lain, seperti India, untukterlibat di ‘arena bermain’ Laut Cina Selatan.Namun, pengelolaan cyberspace dan Underwaterspace masih dikategorikan sebagai highlyclassified things.

10. Sementara Prof. Geoffrey Till melihat

peningkatan aktivitas di kawasan Laut CinaSelatan karena perbedaan pemahaman masing-masingpihak yang terlibat terhadap konsep Freedom ofnavigation. Disisi lain, Dr. Theresa Fallonmengungkapkan bahwa factor keamanan energymenjadi salah satu pemicu langkah agresif Cinadi kawasan Laut Cina Selatan. Dr. Fallon juga

11

menyatakan bahwa Uni Eropa sebagai aktor yangpasif di kawasan Laut Cina Selatan karenamasalah ini tidak menjadi fokus kebijakan luarnegeri Uni Eropa. Saat ini Uni Eropa lebihberkonsentrasi pada wilayah tetangganya yakninegara-negara Arab dan hubungan baik dengan paramitra (dagang) strategis. Cina adalah mitrastrategis dan mitra dagang terbesar Uni Eropa.Cina juga memberikan dukungan financial yangsignifikan saat Uni Eropa tengah dilanda krisishutang saat ini. Menanggapi isu sengketa LautCina Selatan, pada pertemuan tingkat menteriASEAN Regional Forum (ARF), Uni Eropa menyerukankepada pihak-pihak yang bertikai untukmenyelesaikan sengketa Laut Cina Selatan secaradamai, berdasarkan kerangka hukum internasional.Uni Eropa mengakui pentingnya Laut Cina Selatandalam kerangka system internasional dan sistemregional. Untuk itu, kerjasama antara pihak-pihak yang bertikai, sangat diharapkan. Dalamkata lain, Uni Eropa juga bergantung padakeamanan Laut Cina Selatan demi kepentinganekonomi perusahaan-perusahaan Eropa yangmenggunakan kawasan ini. Dr Fallon menyebutkankemungkinan Uni Eropa memberikan kontribusi bagipenyelesaian sengketa Laut Cina Selatan,mengingat pengalaman serupa yang pernah dialamioleh beberapa negara anggotanya. Masalahnya,wilayah Asia secara keseluruhan, bukan wilayahprioritas bagi Uni Eropa. Meskipun Uni Eropaadalah mitra dialog ASEAN, anggota ARF dan ASEMforum, kehadiran Uni Eropa belum dirasakansecara utuh.

12

11. Dalam menanggapi presentasi Prof. Till, DrShu-Fan Ding dari Institute of InternationalRelations, menyatakan bahwa policy Cina terhadapLaut Cina Selatan dan sengketa yang terjadididalamnya dibuat berdasarkan pemahaman merekabahwa tidak ada ‘fences in common’. Sehingga,phrase ‘no fences in common’ ini kemudianberimbas pada pemahaman mereka terhadap konsep-konsep turunan seperti ‘Near Seas’, ‘middleseas’, dimana ini kemudian berbenturan dengankonsep atau definisi yang dipakai oleh pihaklain, seperti A.S.

12. Dr. Tran Truong Thuy menyatakan antara lain

:

a.Setuju dengan pendapat Dr. Fallon, yangmenyatakan bahwa masalah energy atau keamananenergy yang menjadi focus Cina saat ini diLaut Cina Selatan, terlihat dari keterlibatanperusahaan perminyakan Cina, CNPC dan CNOOC,di kawasan tersebut. Thuy menambahkan bahwateknologi pengeboran minyak dan gas di lautterdalam (Deep Sea) sejauh 3000m bawah laut,saat ini baru hanya bisa dilakukan olehCNOOC. CNOOC bahkan menghimbau sejumlahperusahaan minyak Cina lainnya untuk bersediabekerja sama (Joint Development Mechanism)mengeksplorasi sumber daya alam di Laut CinaSelatan, mengingat medannya sangat sulit danbesarnya biaya operasional yang harusdikeluarkan.

b.Mempertanyakan peran ASEAN sebagai organisasiregional dalam sengketa Laut Cina Selatan.

13

Tidak terlihat jelas sikap konkrit ASEANdalam menanggapi langkah agresif Cina dalamrangka pelaksanaan Declaration of Conduct(DoC) 2002. Peran ASEAN juga belum terlihatmerumuskan aturan main atau Code of Conductinstitusi yang lebih mengikat (bindinginstitution) daripada DoC. Hal ini mungkindisebabkan tidak semua negara anggota ASEANadalah negara pengklaim (Claimant States),sehingga sulit untuk bergerak secarakolektif.

c.Menanggapi minimnya partisipasi Uni Eropadalam Sengketa Laut Cina Selatan, dirinyamenjelaskan bahwa peran Uni Eropa disinilebih ditentukan oleh partisipasi negara-negara anggotanya, seperti Inggris danPerancis. Secara individu, kedua negara initelah memiliki investasi yang besar disektor minyak dan gas di kawasan AsiaTenggara.

III. Sesi selanjutnya lebih banyak membahasperan negara-negara yang secara individulebih berkepentingan terhadap SengketaLaut Cina Selatan. Dr. Stein Tønnesondari Norwegia mengungkapkan antara lain :

a.Hubungan Vietnam dan Cina dalam sengketaLaut Cina Selatan. Hubungan historis danideologis antara Vietnam dan Cina semakinmerumitkan keterlibatan mereka berdua dalamSengketa Laut Cina Selatan.

b.Ada 3 (tiga) masalah yang memicuperseteruan antara Vietnam dan Cina, yakni:(1) freedom of navigation; (2) delimitation

14

of maritime zone; (3) klaim Vietnam ataskepulauan Spratly, Paracel dan Pratas.Concept Freedom of navigation yang dipakaioleh Vietnam berbeda dengan Cina, sehinggaCina dianggap sebagai ancaman bagi Vietnam.Dalam rangka menangkal ancaman tersebut,Vietnam mungkin menganggap kehadirankekuatan angkatan laut A.S. akan sangatmembantu. Selanjutnya sebagai negarapemilik garis pantai terpanjang di AsiaTenggara, delimitation of maritime zoneakan sangat membantu Vietnam untukmelakukan perlindungan terhadap ekosistemdiperairannya, dan menggarap sektorperikanan di wilayah tersebut. Sedangkanklaim atas tiga wilayah kepulauan di LautCina Selatan didasarkan pada bukti sejarahbahwa wilayah tersebut masuk dalam wilayahkedaulatan Vietnam. kepemilikan Vietnamatas tiga wilayah kepulauan ini pentingbagi keamanan nasionalnya.

c.Kesulitan Vietnam dan Cina untukmendiskusikan masalah ini karenaketerlibatan A.S secara tidak langsung,dalam Sengketa Laut Cina Selatan danhubungan historis A.S dan Vietnam. Cinamenyatakan akan mendiskusikan masalah klaimdi Laut Cina Selatan dengan Vietnam secarabilateral. Namun perkembangan di kawasantersebut dan Asia Tenggara secara umum,menarik perhatian A.S. dan membuathubungan segitiga Vietnam- Cina- A.S.menentukan penyelesaian klaim mereka diLaut Cina Selatan.

15

IV. Pada sesi awal konferensi, Dr. Yann HueiSong, dari Institute of European andAmerican Studies, Academia Sinica telahmenyebutkan bahwa A.S. sangatberkepentingan terhadap keamanan kawasanLaut Cina Selatan, untuk kelancaranpelayaran kapal-kapal dagangnya dansupply energy dari Asia Tenggara. Namunkepentingan A.S. ini tidak selalu menjadifokus pemerintah yang berkuasa.Pemerintah A.S. dibawah pimpinan PresidenBarack Obama menegaskan kembalipentingnya wilayah Asia Timur dan AsiaTenggara bagi A.S. Menteri Luar NegeriHillary Clinton, saat pertemuan ASEANRegional Forum, Juli 2011 mengungkapkanbahwa A.S. akan mengerahkan segala upayauntuk melindungi kepentingannya di AsiaTimur termasuk Asia Tenggara, termasukdiantaranya menjadi bagian dalam UNCLOSdan menyerukan pihak-pihak yang bertikaiuntuk menyelesaikan sengketa Laut CinaSelatan dalam kerangka multilateral.

V. Daniel Schaeffer dari Perancis mengatakanantara lain :a.Keinginan Cina untuk menjadi hegemon

di Laut Cina Selatan. Keinginan inikemudian bisa menjadi dasar bagi Cinauntuk bereunifikasi dengan Taiwan.Schaeffer, yang pernah bertugas sebagaiatase militer di Cina, dan Vietnam,mengungkapkan jika reunifikasi Cina –Taiwan menjadi kenyataan, posisigeografis Taiwan akan sangat memudahkanangkatan laut Cina menikmati free

16

passage ke Samudera Pasifik, danwilayah perairan Taiwan juga akanmenjadi wilayah perairan Cina.

b.Saat ini Cina juga telah melakukanmengintesifkan pengawasan di kepulauanDiaoyutai atau lebih dikenal sebagaikepulauan Senkaku di Jepang danmelakukan latihan militer angkatan lautdi dekat perairan Jepang. Cina jugamengamati secara seksama pelakasanaanlatihan militer angkatan laut antaraJepang dan A.S.

VI. Sementara itu, Prof. Cheng-Yi Lin,Direktur Centre of Asia Pacific Studies(CAPAS), Academia Sinica memaparkanantara lain :a.Partisipasi Taiwan dalam upaya

meredakan sengketa Laut Cina Selatan.Ini disebabkan karena Taiwan juga turutmenjadi negara yang mengklaim sebagianbesar wilayah kepulauan di Laut CinaSelatan. Partisipasi Taiwan ditunjukkandengan mengikuti hampir semua pertemuanLokakarya Laut Cina Selatan (LLCS) danikut merumuskan pembentukan CBM(Confidence Building Measures) dikawasan tersebut, sampai dengan tahun2005.

b.Keterlibatan Taiwan dalam LCCS inijuga dipengaruhi oleh dinamika politikdalam negeri di Taiwan, termasukdiantaranya hubungan lintas selat(Cross-Strait Relations) antara Taiwandan Cina. Pada saat hubungan LintasSelat (Cross Strait) membaik, maka

17

partisipasi Taiwan tidak menjadimasalah. Namun saat hubungan LintasSelat memburuk, maka ini akan berdampakpada partisipasi Taiwan dalam LCCS atauforum yang membahas Sengketa Laut CinaSelatan. Selain LCCS, Taiwan jugaterlibat aktif dalam forum-forum TrackTwo lainnya yang membahas Sengketa LautCina Selatan, seperti Pacific Forumyang diadakan oleh CSIS di A.S. dan theInstitute of Strategic and DevelopmentStudies (ISDS) Fiilipina.

c.Selain itu, Taiwan juga mendisain forumnegosiasi bilateral dengan Cina untukmendiskusikan masalah Laut CinaSelatan, untuk mengakomodir keinginanCina untuk mendiskusikan masalah inisecara bilateral. Akan tetapipemerintah Taiwan baik di masapemerintahan Chen shui-bian maupun dimasa pemerintahan Ma Ying-jeou, kurangmemberi perhatian terhadap forum track-two ini.

d.Selanjutnya Prof. Lin memaparkanimplikasi Sengketa Laut Cina Selatanterhadap hubungan A.S. – China –Taiwan. Sengketa Laut Cina Selatanberpeluang untuk meningkatkan kerjasamabilateral Taiwan – Cina, namun hal inijuga ditentukan oleh dinamika politikdalam negeri Taiwan, dalam artikekuatan politik manakah yang berkuasadi Taiwan saat itu.

e.Kerjasama bilateral antara Taiwan –Cina akan sulit jika Taiwan dipimpin

18

oleh seorang presiden dari DPP yangpro-independen. Sebaliknya kerjasamabilateral itu akan lebih mudah jikaPresiden Taiwan berasal dari KMT, yangpro-reunifikasi namun situasi ini akanmengundang kepedulian intensif dariA.S.

Baru-baru ini, sejumlah analis di A.S.mengkhawatirkan kolaborasi Cina-Taiwan dalam masalahLaut Cina Selatan akan merumitkan hubungan A.S.dengan Asia Tenggara. Membaiknya hubungan Taiwan –Cina akan menurunkan fungsi Taiwan sebagai penyanggaantara ASEAN dan Cina dalam sengketa Laut CinaSelatan. Perkembangan belakangan ini menunjukkanbanyak kesamaan sikap Taiwan dan Cina.

Sedangkan negara-negara ASEAN yang menjadi ClaimantStates di Laut Cina Selatan, terutama Vietnam jugatidak menginginkan menguatnya kolaborasi Taiwan danCina dalam sengketa Laut Cina Selatan. Bagi mereka,negosiasi bilateral dengan Cina masih jauh lebihbaik untuk mencegah potensi konflik yang lebihbesar.

Namun dalam menghadapi potensi konflik yang timbulantara Cina dan A.S dalam sengketa Laut CinaSelatan, Taiwan memilih bersikap netral. Taiwan jugamenolak usulan Cina mengadakan patroli bersama dikawasan Laut Cina Selatan, karena ingin menjagahubungan baik dengan A.S.

Prof Lin mengakhiri paparannya, dengan menyatakanbahwa status internasional Taiwan menyulitkan negaraini dalam berpartisipasi dalam forum regional di

19

Asia Tenggara (ASEAN), dalam kapasitasnya sebagainegara berdaulat. Sebelumnya, Duta besar HasjimDjalal mengusulkan apakah mungkin dibentuk semacamentitas Laut Cina Selatan, untuk mengakomodirkeikutsertaan Taiwan. Sebuah usulan yang baik, namuntetap perlu didiskusikan oleh berbagai pihak yangterlibat dalam Sengkate Laut Cina Selatan.Hal ini yang kemudian membuat Taiwan lebihmemfokuskan membangun kapasitasnya dalam kerangkahubungan lintas-selat (Cross Strait relations) dalamberhubungan dengan ASEAN.

Namun, strategi ini justru membuat hubungan Taiwandengan ASEAN dan negara-negara Asia tenggara semakinrumit, karena A.S. juga berkepentingan di kawasanLaut Cina Selatan dan A.S. juga tidak ingin kekuatanmiliter besar lain, seperti Cina, mendominasikawasan itu.

Negara-negara ASEAN yang terlibat secara langsungdalam Sengketa Laut Cina Selatan, kurang memberikanrespon positif dengan kehadiran Taiwan. Ini karenamereka cenderung melihat Taiwan berada dibawahbayang-bayang kekuatan Cina dan A.S. A.S sendiri dalam hal ini juga bersikap hati-hatidalam mengamati perkembangan Sengketa Laut CinaSelatan dan kaitannya dengan hubungan lintas selatTaiwan-Cina. Catatan penting dari konferensi ini:

Mengamati perkembangan terkini di kawasan lautCina Selatan.

Isu-isu yang berkembang dari semula hanya berupaklaim jurisdiksi territorial berkembang menjadi

20

keamanan energy dan pengelolaan sumber daya alamnon-migas (perikanan)

Peran dari aktor-aktor yang terlibat secaralangsung dan tidak langsung dalam Sengketa LautCina Selatan, antara the claimant states dan thenon-claimant states dan the International userstates

Kemungkinan Taiwan berpartisipasi secara aktifdalam masalah ini.

Indonesia dan Konflik Laut China Selatan Meski ketegangan di Suriah semakin memuncak,

Menteri Pertahanan Amerika Chuck Hagelmemutuskan untuk tetap menghadiri pertemuan duahari dengan Menteri Pertahanan ASEAN DefencePlus (ADMM+) di Brunei Darussalam, yang jugadihadiri: Jepang, Cina, Korea Selatan, AmerikaSerikat, Russia, India, Australia dan SelandiaBaru.

Isu utama dari pertemuan ini adalah membahaskonflik Laut China Selatan yang semakin memanas.China berkonflik dengan negara Asean: Vietnam,Malaysia, Filipina dan Brunei. Sementara di LautChina Timur, China berkonflik dengan Jepangtentang Pulau Senkaku.

Dalam beberapa tahun terakhir, China terlihatagresif untuk memperluas klaim teritorial merekadan secara terang menyiapkan diri untukberkonflik dengan sejumlah negara. Dengan alasansejarah kepemilikan wilayah Tiongkok tua, Chinamengklaim hampir 90 persen wilayah Laut ChinaSelatan yang kaya sumber daya alam. Klaim Chinatersebut diperkuat dengan patroli kapal-kapalsiap tempur yang dikirim ke wilayah konflik.Lebih dari itu China juga menawarkan blockpenjualan di wilayah sengketa, membentuk

21

garnisun (markas militer) serta membangunpemerintahan administrasi baru di Sansha.Vietnam mencoba melawannya dengan secara rutinmelakukan penerbangan militer ke KepulauanSpratly, meskipun selalu diperingatkan China.

Filipina  dengan China juga demikian. Bahkankapal-kapal militer Filipina yang patroli didaerah Karang Scarborough, diusir oleh armadaperang China, setelah Philipina mengusir nelayanChina yang melaut hingga ke Scarborough.

Negara-negara ASEAN itu tidak berdaya dan sikapChina ini mendapatkan kritikan dari AmerikaSerikat.

Dalam pidatonya Chuck Hagel mengingatkan bahwaklaim-klaim teritorial didasarkan sejarah dalamupaya memperluas teritorial, tidak mempengaruhiwilayah dan kedaulatan negara lain. Klaim-klaimtersebut justru akan meningkatkan konflik danbisa memicu konfrontasi internasional.

Negara-negara ASEAN mendesak agar diberlakukan“code of conduct” untuk mencegah bentrokan yangkemungkinan bisa terjadi di Laut China Selatan.Dan Amerika Serikat mendukung gagasan tersebutnamun China tidak berminat.

“Untuk sementara belum dicapai solusi antaraChina dan negara-negara ASEAN, pertemuan iniakan terus mendorong dihasilkannya suatu “codeof conduct”, ujar Menteri Pertahanan AustraliaStephen Smith.

Usai pertemuan, China justru membuat gebrakanyang mengejutkan dunia.  China menolakkedatangan Presiden Filipina ke PameranPerdagangan di Nanning China.

22

China Tolak Presiden FilipinaAwalnya, Presiden Filipina Benigno Aquinoberinisiatif untuk memimpin rombonganperdagangan dari negaranya ke Nanning,  namunpemerintah China mengatakan tidak pernahmengundang Aquino dan disarankan datang di waktuyang lebih tepat.

Sebelum peristiwa penolakan ini, China sempatmarah  memperingatkan Philipina untuk tidakmemperumit persoalan di Laut China Selatandengan mengajukan sengketa kedua negara keMahkamah Internasional. China menyatakankomitmennya menyelesaikan sengketa  melaluidialog bilateral dan tentu Filipina tidak mau.

Sikap agresif  China ini mulai dibendungdibendung  Amerika Serikat yang antara lainmenempatkan pasukannya di Pulau Cocos Australia.Negara Australia pun mulai memindahkan sejumlahpangkalan armada tempurnya ke wilayah UtaraAustralia, demi mewaspadai ancaman China.

Apakah Indonesia bisa terseret dengan kasuskonflik Laut China Selatan ?.

23

Ring 1 dan Ring 2 Garis Pertahanan Laut China(Grafik:mil.huanqiu.com)

26

Bocornya Laporan Rahasia Intelijen Sebuah laporan rahasia tak sengaja ter-posting

ke internet oleh staf inteligen laut AmerikaSerikat yang menyatakan bahwa  Angkatan LautChina (PLA Navy) telah membuat perkembangancepat terhadap berbagai  platform persenjataanmodern.

Dalam tahun tahun terakhir, strategi Angkatanlaut China difokuskan untuk menjelajahi  daerahyang disebut first island chain, yang meliputiLaut China Selatan hingga ke Selat Malaka, LautPhilipina di atas Okinawa, hingga ke LautJepang.

Adapun strategi second island chain lebihmengerikan lagi. Angkatan Laut China memilliki dua tujuan strategis dari second island chain:Penyatuan /reunifikasi dengan Taiwan dan membuatgaris pertahanan di jalur perdagangan laut.Menurut laporan intelijen yang bocor, AngkatanLaut China  telah memperkuat kemampuan mereka,apabila pada masa depan harus berkonflik denganAmerika Serikat atas Kasus Taiwan.

PLA Navy telah melakukan program anti-access andanti-surface warfare dan  secara simultanmenyusun  struktur “the command, control,communications, computers, intelligence,surveillance, and reconnaissance (C4ISR)”, untukkeperluan  joint operation.

Angkatan laut China kini memiliki 53 kapal selamdiesel dan 9 kapal selam nuklir yang jumlahnyaterus ditingkatkan dan dilengkapi rudal SS-N-22Sunburn serta SS-N27 Sizzler anti-ship cruisemissiles (ASCM).

Rudal ASCM  yang juga dipasang di garis pantaisebagai anti-ship ballistic missiles, keduanya

27

memiliki kemampuan “mid-course ballisticcorrections” (bisa mengubah target di tengahpenerbangan) yang ditujukan untuk menggagalkanplatform pertahanan rudal anti balistik. Hal initentunya meningkatkan ancaman terhadap kapalinduk AS yang beroperasi di sekitar Laut Taiwan.

Ketergantungann China yang semakin meningkatterhadap energi yang dimpor menciptakankepentingan strategis yang global dari China. Ketergantungan itu pada gilirannya memerlukanpengembangan kapasitas dari profil Angkatan LautChina.

Untuk merespon kebutuhan yang mendesak itu, PLANavy mulai membangun kapal tambahan untukproyeksi  ‘laut biru’ yang dapat mendukungoperasi Angkatan Laut meski jauh dari daratanChina. Hal ini termasuk pengadaan Kapal RumahSakit Anwei Class serta Kapal pengisian ulangbahan bakar Fuchi Class.

Tentu saja, kekuatan terpenting dari proyeksiangkatan laut dan kontrol terhadap “secondisland chain” adalah dibutuhkannya kapal induk.PLA Navy membeli kapal induk kelas Kuznetsov dari Rusia  pada tahun 1998, dan telahdirenovasi sejak tahun 2002. Menurut laporanyang bocor, Kapal induk  ini digunakan sebagaipelatihan bagi PLA Navy dan  mereka ditargetkanharus memiliki kapal induk produksi dalam negerisekitar tahun 2015. Pemerintah Cina pun mulaimenanyakan tentang pembelian Su-33 Rusiacarrier-borne fighter,  untuk memulai programpenerbangan kapal induk Cina.

Saat ini Angkatan laut China mulai menunjukkanperkembangan yang nyata dan bergerak dari segikuantiti ke kualiti dengan cara membangun

28

struktur C4ISR dan pasukan profesional, untukmendukung efektifnya peluncuran  jointoperation.

Hingga saat ini program modernisasi itu telahmencapai target yang tinggi. operasi kapal-kapalselam China pun mulai meluas layaknya operasikapal kapal besar.

Seiring berjalannnya waktu dan prosesmodernisasi, kekuatan milter China akan mampumenantang pengaruh Amerika Serikat di AsiaTimur.

Singkatnya, ketika kekuatan Angkatan Laut Chinamasih mengejar ketertinggalannya dari  Japan’sMaritime Self Defense Force dan  US Navy,keseimbangan kekuatan di wilayah ini sedangberubah dan akan terus berubah hingga dua dekadeke depan.

Posisi Indonesia.Saya berkeyakinan, persetujuan Amerika Serikatuntuk menjual helikopter serbu Apache tipe AH-64E kepada Indonesia, terkait dengan proyeksikeseimbangan kekuatan yang hendak dibangun AS diwilayah Asia Tenggara, guna menghadapi kekuatanChina. Sehingga tidak aneh setelah adanya ApacheAH-64 E, akan muncul pasokan alutsista lainnyadari AS, termasuk kapal-kapal perang permukaan,jika Indonesia menyetujuinya.

Jika kita perhatikan First Island Chain danSecond island chain di atas, maka garisparimeter yang dibangun China masih menyentuhsejumlah wilayah laut Indonesia.

Menanggapi tentang penempatan squadronhelikopter serang AH-64 E,  Menteri PertahananPurnomo Yusgiantoro pada 30-8-2013 di IstanaNegara, Jakarta mengatakan bahwa itu untuk

29

menjaga kedaulatan Indonesia. Pangkalan untukApache akan ditempatkan di dekat Perairan LautChina Selatan.

Pada akhirnya setiap negara harus memilikipertahanan masing-masing, karena tidak adajaminan negara lain akan membantu, apalagi jikaharus berkonflik dengan China di masa depan.

IV. Analisa, Kesimpulan dan saran. Tampaknya sengketa Laut Cina Selatan

merupakan masalah yang kompleks, sehinggapenanganannya pun juga perlu secarabersama-sama dengan negara ASEAN lainnyakarena sengketa LCS akan berdampak terhadapkeamanan kawasan regional.

Selama ini Indonesia masih dianggap sebagaipihak yang bisa menengahi sengketa LCSdengan mengadakan lokakarya sejak 1990 ,namun masih belum berhasil karenakeengganan China untuk membahas sengketatersebut secara multilateral. Oleh karenamasih adanya waktu untuk menyelesaikansengketa LCS secara multilateral makadiharapkan negara-negara yang terkaitsecara langsung bisa menyelesaikannya.

Tampaknya A.S. sangat berkepentinganterhadap keamanan kawasan Laut CinaSelatan, untuk kelancaran pelayaran kapal-kapal dagangnya dan supply energy dari AsiaTenggara. Oleh karena itu, tidak menutupkemungkinan pihak AS akan berpihak kepadanegara ASEAN, guna menghadapi kekuatanChina. Posisi Indonesia harus bisamengantisipasi agar wilayah kedaulatannegara bisa tetap terjaga, yaitu dengan

30

menempatkan alutsita di wilayah sengketaLCS.